Efektifitas dari Tindakan Chest Physiotherapy pada Individu dengan Gangguan Faal Paru

14
Efektifitas dari Tindakan Chest Physiotherapy pada Individu dengan Gangguan Faal Paru. Akhmad Alfajri A Dari Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi, Program Pasca Sarjana, Universtitas Udayana, Denpasar, Indonesia, 2014. PENDAHULUAN Gangguan pada kasus paru dewasa ini merupakan masalah yang besar dan dialami hampir di seluruh dunia. Gangguan pada kasus faal paru terbagi menjadi 2 yakni restriksi dan obstruksi. Restriksi adalah gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun. Paru menjadi kaku, daya tarik ke dalam lebih kuat sehingga sangkar thorax menyempit dan volume paru mengecil. Sedangkan obstruksi adalah gangguan saluran napas baik stuktural (anatomis) maupun fungsional yang menyebabkan perlambatan aliran udara respirasi. Pada gangguan faal paru obstruksi atau biasa disebut dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyebab utama dari berkurangnya kualitas hidup serta menjadi penyebab utama kematian. Menurut data WHO (2012) 65 juta penduduk diseluruh dunia akan menderita PPOK dari sedang sampai berat dan pada tahun 2005 PPOK menyumbang sekitar 5% kematian atau sekitar 3 juta orang meninggal akibat PPOK yang terjadi di Negara dengan penghasilan penduduk yang tinggi. WHO juga akan memperkirakan penderita PPOK akan meningkat dan menyebabkan kematian sekitar 30% pada tahun 2030 dalam hitungan per 10 tahunnya. Banyaknya penderita PPOK di berbagai Negara membuat para profesi kesehatan terus meningkatkan upaya peningkatan jumlah penderita dan membantu mengurangi komplikasi yang timbul akibat PPOK. Salah satu profesi kesehatan yang mampu membantu penderita PPOK adalah fisioterapi (physiotherapy). Fisioterapi dengan tindakan chest physiotherapy pada penderita PPOK dapat membantu meningkatkan proses penyembuhan secara efektif dan efisien.

Transcript of Efektifitas dari Tindakan Chest Physiotherapy pada Individu dengan Gangguan Faal Paru

Efektifitas dari Tindakan Chest Physiotherapy pada Individu

dengan Gangguan Faal Paru.

Akhmad Alfajri ADari Magister Fisiologi Olahraga Konsentrasi Fisioterapi, Program Pasca Sarjana,

Universtitas Udayana, Denpasar, Indonesia, 2014.

PENDAHULUAN

Gangguan pada kasus paru dewasa ini merupakan masalah yang besar dan dialami

hampir di seluruh dunia. Gangguan pada kasus faal paru terbagi menjadi 2 yakni restriksi dan

obstruksi. Restriksi adalah gangguan pengembangan paru oleh sebab apapun. Paru menjadi kaku,

daya tarik ke dalam lebih kuat sehingga sangkar thorax menyempit dan volume paru mengecil.

Sedangkan obstruksi adalah gangguan saluran napas baik stuktural (anatomis) maupun

fungsional yang menyebabkan perlambatan aliran udara respirasi. Pada gangguan faal paru

obstruksi atau biasa disebut dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyebab

utama dari berkurangnya kualitas hidup serta menjadi penyebab utama kematian. Menurut data

WHO (2012) 65 juta penduduk diseluruh dunia akan menderita PPOK dari sedang sampai berat

dan pada tahun 2005 PPOK menyumbang sekitar 5% kematian atau sekitar 3 juta orang

meninggal akibat PPOK yang terjadi di Negara dengan penghasilan penduduk yang tinggi. WHO

juga akan memperkirakan penderita PPOK akan meningkat dan menyebabkan kematian sekitar

30% pada tahun 2030 dalam hitungan per 10 tahunnya. Banyaknya penderita PPOK di berbagai

Negara membuat para profesi kesehatan terus meningkatkan upaya peningkatan jumlah penderita

dan membantu mengurangi komplikasi yang timbul akibat PPOK. Salah satu profesi kesehatan

yang mampu membantu penderita PPOK adalah fisioterapi (physiotherapy). Fisioterapi dengan

tindakan chest physiotherapy pada penderita PPOK dapat membantu meningkatkan proses

penyembuhan secara efektif dan efisien.

PEMBAHASAN

1. Chest Physiotherapy.

Chest physiotherapy merupakan salah satu bentuk tindakan seorang fisioterapis dalam

pelayanan kesehatan terhadap individu yang mengalami gangguan fungsi paru secara restriksi

maupun obstruksi. Menurut Anderson et al (2002) dalam Clarice et al (2009) chest

physiotherapy dalam arti luas yang digunakan sebagai suatu teknik untuk membantu

menghilangkan sekresi (secretions) di saluran pernafasan dan meningkatkan fungsi pernafasan

serta mencegah collapse pada paru-paru. Macam tindakan chest physiotherapy yakni, postural

drainage, percussion, vibration, shaking, coughing exercise, breathing control exercise dan

chest mobilization.

a. Postural Drainage.

Postural drainage adalah suatu intervensi fisioterapi untuk memobilisasi sekresi

(secretions) dalam segmen paru ke saluran pernafasan dengan cara menempatkan pasien dalam

berbagai posisi sehingga gravitasi membantu dalam proses drainase. Indikasi dan tujuan dari

postural drainage menurut Kisner dan Colby (2007) yakni sebagai berikut :

1) Mencegah Akumulasi sekresi pasien dengan resiko komplikasi paru.

2) Pasien dengan penyakit paru yang berhubungan dengan peningkatan produksi atau

viskositas lendir, seperti bronkitis kronis dan cystic fibrosis.

3) Pasien dengan tirah baring lama.

4) Pasien yang telah menerima anestesi umum dan yang mungkin memiliki sayatan

menyakitkan yang membatasi pernapasan dan batuk pasca operasi.

5) Setiap pasien yang menggunakan alat bantu pernapasan jika ia cukup stabil untuk

mentoleransi pengobatan

6) Menghilangkan akumlasi lendir dari paru-paru

7) Pasien dengan penyakit paru-paru akut atau kronis, seperti pneumonia, atelektasis,

infeksi paru-paru akut, PPOK.

8) Pasien yang umumnya sangat lemah atau sudah berusia lanjut.

Sedangkan kontraindikasi dari postural drainage menurut Kisner dan Colby (2007) yakni

sebagai berikut :

1) Hemoptisis berat.

2) Kondisi akut yang tidak diobati seperti; edema paru berat, gagal jantung kongestif

(Congestive Heart Failure), efusi pleura berat,dan pneumothorax.

3) Cardiovascular Instability, seperti; cardiac arrhythmia, hipertensi berat atau

hipotensi, Infark miokard, dan unstable angina.

4) Cranial Surgery (jika tidak menyebabkan tekanan intracranial dan postural drainage

diperlukan pada pasien tersebut, maka posisi postural drainage dapat dimodifikasi).

Postural drainage memiliki beberapa macam posisi sesuai dengan letak lendir (sputum)

atau sesuai anatomi dari paru-paru dan tracheobrochial. Dengan tiap posisi berbeda tujuan untuk

tiap segmen di lobus, berikut ilustrasi gambar posisi postural drainage :

Gambar.1. Posisi Postural Drainage untuk paru kanan dan kiri lobus bagian atas. (Kisner dan Colby, 2007).

A B

D E

C

Pada gambar.1 diatas menjelaskan bahwa posisi postural drainage untuk paru-paru kanan

dan kiri lobus bagian atas, pada gambar.1.A. posisi tersebut untuk postural drainage bagian

anterior di segmen apical. Sedangkan gambar.1.B. merupakan posisi untuk postural drainage

bagian posterior di segmen apical. Pada gambar.1.C. merupakan posisi postural drainage untuk

anterior segmen. Dan gambar.1.D. merupakan posisi untuk segmen postural drainage bagian

kiri. Serta pada gambar.1.E. merupakan segmen postural drainage bagian kanan.

AB

DC

E

Gambar.2. Posisi Postural Drainage untuk paru kanan dan kiri lobus bagian bawah. (Kisner dan Colby 2007).

Pada gambar.2. diatas menjelaskan bahwa posisi postural drainage untuk paru-paru

kanan dan kiri lobus bagian bawah. Pada gambar.2.A. merupakan posisi postural drainage untuk

segmen anterior di lobus bawah. Pada gambar.2.B. merupakan posisi postural drainage untuk

segmen posterior di lobus bawah. Sedangkan pada gambar.2.C. merupakan postural drainage

untuk segmen lateral paru kiri lobus bawah. Pada gambar.2.D. merupakan postural drainage

untuk segmen lateral paru kanan lobus bawah. Sedangkan pada gambar.2.E. merupakan postural

drainage untuk segmen superior dilobus bawah.

b. Percussion.

Percussion merupakan teknik bagian dari chest physiotherapy yang berguna untuk

membantu meruntuhkan seputum yang menempel di dingding saluran pernafasan dan di

dingding paru-paru. Percussion dilakukan dengan cara tangan membentuk seperti mangkuk lihat

gambar.3.A. dan fisioterapis melakukan percussion diatas permukaan kulit tepatnya didaerah

yang telah diperiksa banyak sputumnya lihat gambar.3.B. Pada gambar.3.C. merupakan ilustrasi

sputum yang menutup jalan nafas (sebelum di lakukan percussion) dan pada gambar.3.D

merupakan ilustrasi kondisi jalan napas yang telah dilakukan percussion.

Gambar.3. A. Bentuk posisi tangan untuk melakukan percussion. B. Fisioterapis melakukan percussion. C. sputum sebelum dilakukan percussion dan D. sesudah dilakukan percussion (ATI, 2011).

C

B

A

D

c. Vibration.

Vibration atau getaran merupakan teknik manual lain dalam chest physiotherapy yang

penggunaan atau tujuannya hampir sama dengan percussion yakni untuk membantu

meruntuhkan sputum yang menempel di dingding paru dan di saluran pernafasan. Selain itu

getaran tersebut juga merangsang dingding yang dilapisi ciliated epithelium atau sel epitel

berambut pada saluran pernafasan, sehingga memungkinkan untuk timbul reaksi batuk, yang

akan memindahkan bahkan mengeluarkan sputum dari saluran pernafasan. Vibration diterapkan

dengan menempatkan kedua tangan secara langsung pada kulit dan di atas dinding dada (atau

satu tangan di atas yang lain) hal ini dilakukan dengan lembut serta mengompresi dan bergetar

dengan cepat pada dinding dada pasien dan dilakukan bersamaan saat ekspirasi berlangsung,

lihat gambar.4.

d. Shaking.

Shaking atau guncangan merupakan getaran yang kuat dan dilakukan di area permukaan

dada, serta tangan terapis seperti melilit didada pasien. Penggunaan dan tujuan dari shaking sama

dengan vibration yang merangsang ciliated epithelium atau sel epitel berambut untuk

mengeluarkan sputum pada saluran pernafasan.

Gambar.4. Bentuk posisi tangan Fisioterapis untuk melakukan vibration pada pasien (Kisner dan Colby, 2007).

e. Coughing Exercise.

Coughing exercise atau latihan batuk bertujuan untuk mengajarkan batuk secara efektif

kepada pasien hal tersebut diperlukan untuk menghilangkan hambatan disaluran pernapasan dan

menjaga paru-paru agar tetap bersih. Pembersihan jalan napas merupakan bagian penting dari

manajemen pasien dengan kondisi pernapasan yang terganggu baik akut maupun kronis.

Batuk selain bersifat reflek batuk juga dapat dilakukan dengan control, dalam kondisi

normal batuk berfungsi sebagai pemompa di saluran pernafasan. Karena batuk akan merangsang

sel epitel bersilia yang berada bronchioles terminal untuk mendorong sputum yang tadinya

menutup saluran udara di bronchioles terminal menuju saluran udara yang lebih besar.

Secara normal mekanisme batuk adalah sebagai berikut : 1) Akan inspirasi yang dalam.

2) Glottis menutup dan pita suara menegang. 3) terjadi kontraksi pada otot abdominal dan

diagfragma terelevasi sehingga, meningkatkan tekanan pada intrathoracic dan intra-abdominal.

4) Glottis terbuka. 5) terjadi explosive expiration / batuk. Menurut Kisner dan Colby (2007) ada

beberapa faktor yang mengakibatkan penurunan dari efektifitas mekanisme batuk sebagai

pemompa, antara lain sebagai berikut ;

1) Menurunnya kapasitas inspirasi.

2) Ketidak mampuan untuk melakukan ekspirasi secara aktif.

3) Penurunan sensitifitas pada sel epitel bersilia di area bronchioles.

4) Peningkatan mucus / sputum.

Karena batuk yang efektif merupakan komponen integral dari jalan napas, maka pasien

harus diajarkan bagaimana caranya untuk menghasilkan batuk yang efisien dan terkendali,

berikut urutan dan prosedur yang digunakan ketika mengajar batuk efektif pada pasien ;

1) Fisioterapis terlebih dahulu menilai batuk yang efektif dan efisien pada pasien.

2) Fisioterapis mengatur/mengarahkan pasien untuk relaks. Biasanya posisi yang nyaman

adalah posisi duduk dalam keadaan tegak dan kepala sedikit flexion.

3) Ajarkan pasien untuk inspirasi dalam dan mengontrol pernafasan diafragmanya.

4) Contohkan cara batuk efektif terlebih dahulu sebelum pasien melakukannya.

5) Jika sudah dicontohkan, minta pasien untuk melakukan batuk seperti yang diajarkan

oleh fisioterapis

Batuk yang efektif dan efisien akan membantu mengeluarkan benda asing yang berada

disaluran pernafasan. Namun ada beberapa hal yang fisioterapis harus ketahui, agar untuk

berhati-hati apabila mengajarkan dan meminta pasien untuk melakukan batuk secara aktif. Hal-

hal yang harus diperhatikan yakni : 1) pasien sedang mengalami sesak. 2) pasien sedang merasa

lelah. 3) pasien dengan riwayat kecelakaan cerebrovascular dan aneurisma.

Gambar diatas menerangkan bahwa bagaimana cara melakukan batuk efektif yang

dibantu oleh terapis. Gambar.5.A. menerangkan bahwa pasien mampu melakukan batuk efektif

dengan posisi tidur telentang dan terapis memberi bantuan terhadap pasien dengan memberikan

dorongan pada otot abdominal untuk berkontraksi saat batuk berlangsung. Gambar.5.B.

A B

DC

Gambar.5. A. Batuk efektif posisi tidur telentang dengan bantuan terapis. B. Batuk efektif posisi duduk dengan bantuan terapis. C dan D. Batuk efektif pasca oprasi dengan memegang luka incise dengan handuk. (Kisner dan Colby, 2007).

menerangkan pasien mampu melakukan batuk secara aktif dalam kondisi duduk tegak namun

dengan bantuan terapis untuk menstimulasi otot abdominalnya, terapis mendorong perut pasien

dengan posisi terapis berada si belakang pasien. Dan gambar.5 C dan D menerangkan bahwa

pasien melakukan batuk efektif dengan memegang luka bekas incisi setelah oprasi dengan

menggunakan lipatan handuk.

f. Breathing Control Exercise.

Breathing control exercises atau latihan mengontrol pernafasan merupakan suatu

tindakan yang diajarkan kepada pasien untuk dapat mengontrol dari pola pernafasannya. Dengan

harapan pasien mampu memanejemen kebutuhan oksigen pada dirinya saat terjadi perubahan

aktifitas. Tindakan breathing control exercise ini dianjurkan pada pasien-pasien yang mengalami

gangguan pernafasan seperti kasus PPOK (bronkitis kronis, emfisema, asma) atau cystic fibrosis,

pada pasien dengan kasus spinal cord lesion, pasien pasca operasi thorax atau abdominal, dan

pasien dengan kondisi tirah baring lama. Hal tersebut dianjurkan karena memiliki beberapa

manfaat yang baik bagi pasien. Manfaatnya adalah sebagai berikut :

1) Meningkatkan distribusi ventilasi pulmonal.

2) Meningkatkan rangsangan terhadap effek batuk sehingga dapat membantu

pembersihan jalan nafas.

3) Mencegah komplikasi paru pasca operasi.

4) Meningkatkan kekuatan, daya tahan, dan koordinasi otot-otot ventilasi.

5) Mempertahankan atau meningkatkan mobilitas sangkar thorax.

6) Memperbaiki pola pernapasan yang tidak efisien atau abnormal sehingga mengurangi

tingkat kerja dari otot-otot pernapasan.

7) Membuat pasien menjadi relaks dan menghilangkan stress.

8) Mengajarkan pasien bagaimana cara untuk memanajemen pernafasan saat terjadi

serangan sesak nafas.

9) Meningkatkan fungsional dalam aktifitas sehari-hari.

Latihan breathing control dapat dilatih dengan 2 macam cara, seperti dengan

mengajarkan diaphragmatic breathing (gambar.6.A dan B), dan segmental breathing (gambar.6.

C dan D).

AB

C D

Gambar.6. A dan B diaphragmatic breathing C dan D segmental breathing (Kisner dan Colby, 2007).

g. Chest Mobilization.

Chest mobilization merupakan salah satu teknik dalam komponen chest physiotherapy,

teknik ini bertujuan untuk memperbaiki struktur sangkar thorax yang mengalami gangguan

posture, sehingga memudahkan otot-otot pernafasan untuk berkontraksi serta membuat

mudahnya pengembangan dari organ pulmonal saat inspirasi dan ekspirasi. Chest mobilization

dibagi menjadi dua teknik, yakni passive chest mobilization dan active chest mobilization. Pada

passive chest mobilization biasa di aplikasikan kepada pasien yang berada dalam kondisi tidak

sadar seperti di ICU (gambar.7) sedangkan active chest mobilization (gambar.8 dan gambar.9)

dapat diaplikasikan sendiri oleh pasien dengan dampingan seorang fisioterapis.

Gambar.7. A. Trunk Extension. B. Ribs Torsion dan C. Lateral stretching technique (Leelarunggrayub, 2012).

C

BA

Gambar.8. .A.1,A.2,A.3. Passive stretching pada otot pectoralis mayor. Dan active stretching pada otot pectoralis mayor bersamaan dengan B. inspirasi saat ekstensi dan C. Ekspirasi saat fleksi (Leelarunggrayub, 2012).

Gambar.9. A. Trunk rotation . B. Trunk extension. C. Trunk Flexion. D. kombinasi trunk extension dan rotation. E. Lateral flexion trunk. (Leelarunggrayub, 2012).

A

ED

B C

A.1 A.2

CB

A.3

Tindakan chest mobilization menurut Vibekk (1991) sangat baik digunakan untuk

keperluan peningkatan dari mobilitas pada tulang-tulang penopang pernafasan, hal tersebut dapat

dilakukan pada pasien yang mengalami, gannguan posture, rigidity, gangguan mobilitas pada

gerakan thoracic spine dan costa. Dan Vibekk (1991) juga menjelaskan beberapa kontraindikasi

dari tindakan chest mobilization, kontraindikasinya antara lain sebagai berikut :

1) Unstable ribs fracture.

2) Kanker yang telah metastasis di tulang.

3) Spondylitis TB.

4) Pasien dengan osteoporosis.

5) Unstable Vital sign.

2. Kajian Literatur.

Kisner dan Colby (2007) dalam bukunya menjelaskan bahwa chest physiotherapy sangat

penting dilakukan pada pasien yang mengalami masalah respiratory dysfunction. Karena dengan

tindakan chest physiotherapy akan mencegah terjadinya obstruksi jalan napas dan akumulasi

sekret yang mengganggu transportasi respirasi / oksigen normal, akan meningkatkan

pembersihan disaluran pernafasan, melalui batuk yang efektif, dan ventilasi mobilisasi, sehingga

memudahkan drainase secret yang menghambat udara disaluran nafas. Mengurangi cost energy

saat bernapas, meningkatkan daya tahan paru, mencegah postural deformity, serta menjaga dan

meningkatkan chest mobility.

Pernyataan Kisner dan Colby (2007) juga di dukung oleh Anderson et al (2002) dalam

Clarice et al (2009) yang menyatakan bahwa chest physiotherapy membantu menghilangkan

sekresi (secretions) di saluran pernafasan dan meningkatkan fungsi pernafasan serta mencegah

collapse pada paru-paru. Dalam penelitian study kasus yang dilakukan Leelarunggrayub, (2012)

terhadap 3 pasien dengan kasus yang berbeda. Kasus pertama pasien dengan diagnose

pneumonia, kasus kedua pasien dengan diagnose PPOK, pneumonia, sepsis dan kasus ketiga

pasien dengan diagnose PPOK dengan Ekserbasi akut. Ketiga pasien tersebut memiliki masalah

yang sama yakni terganggunya ventilasi paru-paru dan pertukaran gas dalam proses respirasi.

Setelah diberi tindakan chest mobilization pada ketiga pasien tersebut maka didapatkan hasil

bahwa terjadinya peningkatan yang signifikan terhadap ventilasi paru-paru dan pertukaran gas

dalam proses respirasi.

Lain hal dalam penelitiannya Erik et al (2006) yang meneliti perbedaan pengaruh

terhadap pasien yang diberikan Inspiratory Muscle Training (IMT) dan tidak diberikan IMT

kepada pasien yang akan dioperasi CABG dengan resiko Postoperative Pulmonary

Complications (PPCs) dan terhadap lama durasi rawat inap pasca operasi, menunjukan bahwa

pasien yang diberikan IMT mampu mencegah terjadinya PPCs dan lebih cepat masa

menginapnya di rumah sakit pasca operasi CABG dibandingkan dengan pasien yang tidak

diberikan IMT.

KESIMPULAN

Dari hasil kajian literature, penulis menyimpulkan bahwa tindakan chest physiotherapy

sangat efektif terhadap peningkatan fungsional paru, mencegah terjadinya resiko komplikasi dan

mampu meningkatkan kualitas aktifitas pada individu dengan gangguan faal paru.

DAFTAR PUSTAKA

1) Assessment Technologies Institute. 2011. Airway Management with Chest Physiotherapy. ATI Nursing Education. USA. Diakses pada 30 Mei 2014 http://www.atitesting.com/ati_next_gen/skillsmodules/content/airway management/equipment/chest-physiotherapy.html

2) Clarice Y. Tang et al. 2009. Chest physiotherapy for patients admitted to hospital with anacute exacerbation of chronic obstructive pulmonary disease (COPD): a systematic review. Journal Physiotherapy No. 96, 1-13

3) Erik, H.J. Hulzebos et al. 2006. Preoperative Intensive Inspiratory Muscle Training to Prevent Postoperative Pulmonary Complications in High-Risk Patients Undergoing CABG Surgery. JAMA. 2006;296(15):1851-1857 (doi:10.1001/jama.296.15.1851)

4) Kisner, Carolyn. And Colby, Lynn Allen. 2007. Therapeutic Exercise : Foundations andTechniques 5 Edition. F.A. Davis Company. Philadelphia.

5) Leelarunggrayub, Donrawee. 2012. Chest Mobilization Techniques for Improving Ventilation and Gas Exchange in Chronic Lung Disease. Department of Physical Therapy. Faculty of Associated Medical Sciences. Chiang Mai University. Thailand.

6) Vibekk, P. 1991. Chest mobilization and respiratory function, In: Respiratory care,Pryor, J.A, (Ed). pp.103-119, Churchill livingstone. ISBN 0-443-03611, Tokoyo.

7) World Health Organization. Chronic obstructive pulmonary disease fact sheet. WHOMedia Center. Diakses pada 21 Mei 2014 http://www.who.int/mediacentre/