Effects of prone and supine positions on sleep state and stress responses in preterm infants
Efek Posisi Prone Dan Supine Terhadap Respirasi Bayi Berat ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of Efek Posisi Prone Dan Supine Terhadap Respirasi Bayi Berat ...
Efek Posisi Prone Dan Supine Terhadap Respirasi Bayi Berat Lahir Rendah Di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi
Sri Janatri
Email : [email protected]
Abstrak
Bayi berat lahir rendah, merupakan masalah kesehatan perinatal,membutuhkan perawatan untuk
meningkatkan kesempatan menjalani masa transisi. Tanggung jawab mandiri perawat membantu
menjaga kesetabilan nadi, respirasi dan suhu yang merupakan indicator kesehatan bayi, dengan
memberikan posisi prone. Tujuan: untuk membuktikan adanya perbedaan efek posisi prone dan supine
respirasi BBLR. Metode: menggunakan quasi experiment design, dengan sampel 34 BBLR pada dua
kelomok intervensi. Hasil:Uji hipotesis terdapat efek posisi prone terhadap respirasi dengan p- value
0.001 sedangkan pada posisi supine tidak terdapat efek pada respirasi dengan p- value 0.085, pada uji t
independen tidak terdapat pebedaan efek terhadap respirasi dengan p- value
0.056.Rekomendasikan:intervensi prone tepat diberikan pada bayi respirasi normal/diatas normal.
ABSTRACT
Low birth weight babies, aperinatal health problem, requiring treatment to increase the chances ofa
period of self-responsibility transition. Nurse responsibility helps maintain pulse stability, respiration
and temperature is the indicator of infant health, by providing the proneposition. Purpose:This study to
prove the existence of differences in the effects of prone and supine position on pulse, respiration and
temperature of LBW. Methods: with quasi experiment design, with 34 samples in two groups LBW
intervention. Results:Uji hypothesized effects are prone to respiration p-value 0.001, supine position
there is no effect on respiration p-value 0.085, independent t test found the differences in the effects of
prone and supine positions, but there is no average difference between the respiration p-value
0.056.Recommendation: prone more appropriate intervention given to infants above normal respiration.
Pendahuluan
Bayi lahir dengan berat badan kurang dari setandar normal biasa disebut dengan bayi berat lahir
rendah (BBLR). Bayi berat lahir rendah dapat dikelompokan menjadi prematuritasmurni dan
dismaturitas. Prematuritas murni yaitu bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan berat
badan sesuai dengan berat badan untuk usia kehamilan.
“Bayi berat lahir rendahmasih merupakan masalah di bidang kesehatan terutama kesehatan
perinatal.
Pada waktu kelahiran, sejumlah adaptasi fisiologis mulai terjadi pada tubuh bayi baru lahir.
Karena perubahan dramatis ini, bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan bagaimana ia
membuat suatu transisi yang baik terhadap kehidupannya di luar uterus (Bobak,2006).
Hipotermi merupakan factor resiko pada semua bayi baru lahir terlebih pada BBLR, karena
mempunyai lapisan lemak yang lebih tipis.. Pencegahan terjadinya hipotermi salah satu cara efektif dalam
mempertahankan kisaran suhu yang diinginkan pada BBLR adalah penggunaan inkubator terkontrol
manual atau otomatis (Wong, 2009).Asuhan keperawatan yang komperhensif kepada semua bayi baru
lahir pada saat ada diruang rawat perlu dilakukan dengan baik, untuk membantu melewati masa transisi.
Tingginya AKB di Indonesia menjadi salah satu faktor penilai belum membaiknya derajat
kesehatan di Indonesia hal ini terlihat dengan AKB di Indonesia 248 /100.000 kelahiran
(Kemenkes,2009).
Kematian neonatal dapat disebabkan oleh beberapa hal. Proporsi pola penyebab kematian
neonatal kelompok umur 0-7 hari tertinggi adalah premature dan berat badan lahir rendah/LBW (35%),
serta asfiksia lahir (33,6%). Menurut data dari WHO, Indonesia merupakan negara dengan jumlah
kematian neonatal terbesar di seluruh dunia. Angka kematian bayi di Indonesia 35 per 1000 kelahiran
hidup pada tahun 2002-2003. Prevalensi BBLR di Indonesia antara 2-17,2% (Depkes, RI, 2007).
Angka Kematian Bayi (AKB) di Propinsi Jawa Barat masih tinggi biladibandingkan dengan
angka nasional yaitu 321,15 per 100.000 kelahiran hidup (BPS, 2003).
Dalam penatalaksanaan BBLR yang harus dilakukan adalah 1) menjaga dan memantau suhu bayi
pada suhu normal (36,5 – 37.5˚C), 2) meminimalisir terjadinya infeksi, 3) memfasilitasi agar istirahat dan
tidur lebih lama sehingga kebutuhan energi minimal, 4) memberikan kenyamanan pada bayi agar mampu
beradaptasi pada lingkungan yang baru, 5) Mencegah terjadinya hipoglikemia dengan memberikan Air
Susu Ibu (ASI) sesuai dengan kebutuhan.
Tujuan perubahan posisi pada BBLR adalah terutama untuk mengurangi stress bayi. Salah satu
faktor yang mempengaruhi stress bayi adalah posisi tidur. Ada beberapa posisi tidur yang diberikan pada
bayi yaitu posisi lateral, prone dan supine. Posisi prone dapat meningkatkan kualitas tidur bayi sehingga
mendorong peningkatan perkembangan neuromuskuler (Miyata,at al, 2012).
Posisi prone adalah posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah abdomen dan posisi badan
telungkup (Wong, et al., 2003).Dengan meletakkan bayi pada posisi prone, gravitasi dapat menarik lidah
ke anterior sehingga jalan nafas lebih baik, dengan demikian udara dapat masuk keparu-paru, alveoli dan
keseluruh jaringan tubuh. Posisi yang terbaik untuk bayi adalah posisi fleksi, posisi tersebut hanya
didapatkan pada posisi prone.
Tujuan memposisikan prone pada bayi dengan BBLR adalah untuk 1) meningkatkan oksigenasi,
2) meningkatkan mekanika pernapasan, 3) homogenisasi gradient tekanan pleura, 4) meningkatkan
volume paru-paru dan memfasilitasi kelancaran sekresi (Pelosi, Brazzi, Gattinoni, 2002). Pendapat lain
mengemukakan bahwa “Posisi prone pada bayi merupakan posisi yang sangat menghemat energi, karena
posisi ini akan menurunkan kehilangan panas dibandingkan dengan posisi supine. Hal ini disebabkan
karena posisi prone, kaki bayi fleksi sehingga menurunkan metabolisme tubuh akibatnya terjadi
penurunan kehilangan panas(Hegner&Cadwel, 2003). Penjelasan tersebut dapat diartikan bahwa dengan
memberikan posisi prone pada BBLR dapat meningkatkan oksigenasi, sehingga kekurangan oksigen
dalam tubuh bisa diatasi, dengan demikian angka kejadian komplikasi dan kematian pada BBLR dapat
diminimalisir.
Demikian juga hasil penelitian dari (Kusumaningrum , 2011), dalam penelitian yang berjudul “
The Effect of Prone Position on Fio2 Level in Premature Baby Who Received Ventilator”, Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dari Fio2 pada bayi dengan ventilator
sebelum dan setelah diposisiskan prone.
Rumah Sakit R. Syamsudin, SH. Kota Sukabumi, memiliki beberapa ruangan untuk perawatan
anak, khusus untuk perawatan bayi, memiliki ruang Perinatologi, Neonatal Intensive Care Unit (NICU)
dan High Care Unit (HCU). Ruang Perinatologi terpisah dari ruangan yang lain, ruang ini mempunyai 19
box bayi dan memiliki 5 inkubator.
Ruang rawat bayi di Perinatologi setiap hari dikondisikan suhu ruangan antara 25˚C sampai
dengan 30˚C. Catatan harian di ruang tersebut enam bulan terahkir tahun 2012, jumlah kejadian 8 kondisi
bayi baru lahir dari 1322 kelahiran adalah Bayi Normal Cukup Bulan (NCB) Sesuai Masa Kehamilan
(SMK) 917 bayi (69,36 %), BBLR Neonatal Kurang Bulan (NKB) 103 bayi (7,79 %), BBLR Neonatal
Cukup Bulan (NCB)126 bayi (9,53 %), Asfiksia Berat 57 bayi (4,31 %), Asfiksia Sedang 64 bayi (4,84
%), Bayi Berat Lahir Sangat Rendah(BBLSR) Neonatal Kurang Bulan (NKB) 17 bayi (1,28 %), dan
MAS 17 bayi (1,28 %), Besar Masa Kehamilan (BMK) Neonatal Cukup Bulan (NCB) 21 bayi (1,59 %).
Kejadian kematian bayi enam bulan terahkir tahun 2012 dengan berbagai penyebab di Ruang
Perinatologi rumah sakit tersebut berjumlah 36 bayi, dengan Asfiksia berat 16 (44,44 %), Asfiksia
sedang 4 bayi (11,11%), BBLSR 6 ( 16,66 %), BBLR Neonatal Kurang Bulan 10 bayi (27,77 %).Pada
data tersebut tergambarkan bahwa di Ruang Perinatologi Rumah Sakit tersebut , dalam waktu 6 bulan
merawat 1.322 bayi, sedangkan bayi dengan BBLR (NCB) dan BBLR (NKB) mendapatkan peringkat
ke 2 dan ke 3 dari total masalah bayi baru lahir di ruang tersebut.
Tujuan penelitian ini mengetahui “Seberapa besar perbedaan efek posisi prone dan supine
terhadap respirasi BBLR di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R. Syamsudin, SH.Kota Sukabumi “.
Beberapa penyebab terjadinya BBLR dapat dipengaruhi beberapa faktor, diantaranya adalah :
komplikasi obstetric, kondisi kesehatan ibu saat kehamilan, dan faktor sosial ekonomi (May &
Mahimesh, 2004).
Adaptasi BBLR terhadap kehidupan ekstrauterin terberat yang pasti terjadi pada neonatus adalah
transisi dari sirkulasi janin atau plasenta ke respirasi independen. Hilangnya hubungan plasenta
menyebabkan hilangnya dukungan metabolis seutuhnya, terutama suplai oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Stres normal yang terjadi selama persalinan dan kelahiran menyebabkan perubahan pola
pertukaran gas plasenta, keseimbangan asam basa darah, dan aktivitas kardiovaskuler bada bayi.
Penyesuaian bayi baru lahir pada kehidupan ekstrauterin adalah sebagai berikut.
Perubahan fisiologis paling kritis dan segera harus dilakukan oleh bayi begitu lahir adalah mulai
bernapas (Wong, 2009). Proses respirasi dipengaruhi oleh cairan surfaktan yang ada dalam paru. Cairan
yang melapisi alveoli dan jalan nafas ini sangat membantu proses pengembangan paru saat inspirasi dan
mencegah terjadinya kolaps alveoli saat ekspirasi (MacGregor, 2008). Setelah respirasi dilakukan, pola
respirasi dangkal dan tidak teratur berkisar antara 30 sampai 60 tarikan napas per menit (Bobak, 2006).
Pada mulkuloskeletal kecenderunagn posisi ekstensi tentunya akan meningkatkan metabolisme
dalam tubuh, sementara posisi terbaik adalah posisi yang dapat menurunkan kebutuhan energi seperti
posisi fleksi.Ada beberapa posisi tidur bayi antara lain adalah terlentang (supine), miring kanan atau
miring kiri (lateral), tengkurap (prone). Posisi yang paling umum digunakan pada bayi adalah adalah
posisi supine, karena pada umumnya posisi ini dianggap paling aman (Potter & Perry, 2009).
Posisi prone adalah posisi bayi ketika lahir lutut fleksi di bawah abdomen dan posisi badan
telungkup (Wong, 2009). Pendapat lain mengemukakan bahwa “Posisi prone pada bayi merupakan posisi
yang sangat menghemat energi, karena posisi ini akan menurunkan kehilangan panas dibandingkan
dengan posisi supine. Hal ini disebabkan karena posisi prone, kaki bayi fleksi sehingga menurunkan
metabolisme tubuh akibatnya terjadi penurunan kehilangan panas (Hegner & Cadwel, 2003). Dengan
meletakkan bayi pada posisi prone, gravitasi dapat menarik lidah ke anterior sehingga jalan nafas lebih
baik, dengan demikian udara dapat masuk keparu-paru, alveoli dan keseluruh jaringan tubuh. Posisi yang
terbaik untuk bayi adalah posisi fleksi. Posisi fleksi tersebut hanya didapatkan pada posisi prone. Tujuan
memposisikan prone pada bayi dengan BBLR adalah untuk 1) meningkatkan oksigenasi, 2) meningkatkan
mekanika pernapasan, 3) homogenisasi gradient tekanan pleura, inflasi alveolar dan distribusi ventilasi, 4)
meningkatkan volume paru-paru dan mengurangi jumlah area paru yang mengalami aktelektasis, 5)
memfasilitasi kelancaran sekresi dan 6) untuk mengurangi cidera paru akibat penggunaan ventilator
(Pelosi, Brazzi dan Gattinoni, 2002).
Posisi supine adalah posisi yang sering digunakan pada bayi normal maupun bayi dengan
perawatan di rumah sakit. Posisi terlentang atau supine pada bayi adalah posisi yang berlawanan dengan
posisi prone. Posisi supine pada bayi merupakan posisi yang sangat membutuhkan energi berlebih,
karena posisi ini akan meningkatkan kehilangan panas dibandingkan dengan posisi prone. Hal ini
disebabkan karena posisi supine, kaki bayi dalam kondisi ekstensi, sehingga berdampak terhadap
peningkatan metabolisme tubuh, akibatnya terjadi peningkatan kehilangan panas (Hegner & Cadwel,
2003).
Metode Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah experiment research.,bertujuan
untuk mengetahui suatu gejala atau pengaruh yang timbul sebagai akibat perlakuan posisi prone dan
supine terhadap nadi, respirasi dan suhu BBLR.
Untuk memilih sampel penelitian menggunakan Consecutive sampling. Dalam menentukan
sampel kelompok intervensi prone dan supine, dari sampel yang memenuhi kriteria dilakukan random
sampel yang mendapatkan random nomor ganjil maka dimasukan anggota kelompok intervensi prone
dan pada sampel yang mendapatkan random nomor genap maka dimasukan anggota kelompok intervensi
supine, dengan sampel 17 BBLR setiap kelompok, sihingga total sampel adalah 34 BBLR.
Penelitian ini dilakukan di Ruang Perinatologi Rumah Sakit R.Syamsudin,SH. Kota
Sukabumi.dan dilakukan dalam waktu 6 bulan, yang dimulai dari tanggal 04 Maret sampai dengan
tanggal 31 Agustus 2013 .
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan instrumen pengkajian yang meliputi
karakteristikrespirasi, yang dirancang sendiri oleh peneliti baik untuk posisi prone maupun supine.
Peneliti melakukan pengambilan data pada 2 kelompok intervensi prone dan supine , secara
simultan dalam artian pada waktu bersamaan mendapatkan BBLR yang sesuai dengan kriteria penelitian
pada kelompok posisi prone dan supine, peneliti melakukan pengukuran dan perlakuan secara bergantian,
sehingga masing-masing responden terpantau dengan baik.
Pada kelompok intervensi posisi prone
Melakukan pengukuran respirasi, memberikan posisi prone selama 20 menit (pemantauan ketat
selama perlakuan), kemudian melakukan pengukuran respirasi kemudian memberikan posisi supine.
Pada kelompok posisi supine
Melakukan pengukuran respirasi, memberikan posisi supine selama 20 menit (pemantauan ketat
selama intevensi), kemudian melakukan pengukuran respirasi, memberikan posisi miring kanan dan
semua data didokumentasikan pada instrument.
Analisa yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Analisa Deskriptif
Dalam analisis deskriptif ini terdiri dari analisis deskriptif terhadap karakteristik responden
dilakukan dengan distribusi frekuensi danpersentase. Sedangkan analisis deskriptif untuk variabel
penelitian dilakukan dengan menggunakan nilai rerata, median ,simpangan baku dan nilai maksimum-
minimum.
2. Analisa Inferens
Dalam penelitian ini analisis inferens untuk menguji hipotesis pengaruh intervensi terhadap
Berat Bayi Lahir Rendah dilakukan dengan menggunakan uji T 2 sampel independen sedangkan
untuk menguji hipotesis perbedaan pengaruh antar intervensi menggunakan uji t 2 sampel
berpasangan.
Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan Uji Kolmogorov-
Smirnov dan didapatkan data mengikuti distribusi yang normal.
Untuk menguji perbedaan pengaruh dua kelompok intervensi maka digunakan uji t 2 sampel
independen.
Hasil Penelitian
1. Analisis Data Karakteristik Responden
Hasil analisis data karakteristik responden Berdasarkan Usia, Berat Badan Lahir dan
Panjang Badan Lahir baik yang dikenai perlakuan posisi prone dan supine didasarkan pada nilai
mean, median, simpangan baku, nilai minimal dan nilai maksimal dapat terlihat pada tabel 4.1
berikut ini :
Tabel 4.1
Distribusi Responden berdasarkan Usia, Berat Badan Lahir
dan Panjang Badan Lahir N = 34
Pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa pada kelompok intervensi prone nilai rerata usia 30.88
jam, median 30.00 jam, simpangan baku 4.1 dan nilai maksimal-minimal adalah 26-38 jam,
sedangkan pada kelompok intervensi supine nilai rerata 30.47 jam, median 29.00 jam , simpangan
baku 5.25 dan nilai maksimal-minimal 24-44 jam.
Pada tabel 4.1 ini juga dapat terlihat rerata berat bayi lahir pada kelompok intervensi prone
2.015 gram, midian 2.000 gram, simpangan baku 0.25 dan nilai maksimal-minimal 1650-2400 gram,
sedangkan pada kelompok intervensi supine nilai rerata 1.998 gram, median 2.050 gram, simpangan
baku 0.33 dan nilai maksimal - minimal adalah 1500-2425 gram.
Demikian juga terlihat pada tabel 4.1 bahwa rerata panjang badan responden pada kelopok
intervensi prone 44.00 cm, median 44.00 cm, simpangan baku 1.69 dan nilai maksimal-minimal
adalah 38-47 cm, sedangkan pada kelompok inervensi supine dengan nilai rerata 42.38 cm, median
42.00 cm, simpangan baku 2.63 dan nilai maksimal-minimal 38-47 cm.
a. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin baik yang dikenai perlakuan posisi
prone dan supine didasarkan pada distribusi frekuensi dan persentase, selengkapnya dijelaskan
pada tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin N = 34
Karak-teristik Respon-den
Kelompok Intervensi
Mean
Median
SD
Min-Mak
Usia (jam)
Prone
30.88 30.00 4.14 26-38
Supine
30.47 29.00 5.25 24-44
BBL
(gram)
Prone
2015 2.000 0.25 1650-2400
Supine
1998 2050 0.33 1500-2425
PB (cm)
Prone
44.00 44.00 1.69 40-47
Supine
42.38 42.00 2.63 38-47
Perlakuan Jenis Kelamin
Frekuensi %
Posisi Prone
Laki-Laki 10 64.7
Perempuan 7 35.3
Jumlah 17 100
Posisi
Supine
Laki-Laki 9 52.9
Perempuan 8 47.1
Jumlah 17 100
Terlihat pada tabel 4.2 bahwa dari kedua kelompok intervensi, responden sebagian besar
dengan jenis kelamin laki-laki yaitu 64.7% kelompok intervensi prone dan 52.9% pada kelompok
intervensi supine.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Gestasi baik yang dikenai perlakuan posisi
prone dan perlakuan posisi supine didasarkan pada distribusi frekuensi dan persentase. Hasil
selengkapnya bisa dilihat pada Tabel 4.3 berikut :
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Gestasi N = 34
Pada tabel 4.3 dapat terlihat bahwa masa gestasi pada kedua kelompok intervensi
sebagian besar dengan masa gestasi 34-35 minggu sebesar 47.1% pada kelompok intervensi
prone dan 41.2% pada kelompok intervensi supine.
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Persalinan baik yang dikenai perlakuan posisi
prone dan posisi supine didasarkan pada distribusi frekuensi dan persentase diuraikan pada tabel
4.4 berikut
Perlakuan Masa Gestasi
Frekuensi
%
Posisi Prone
28-29 0 0.0
29-30 1 5.9
31-32 1 5.9
32-33 1 5.9
33-34 2 11.8
34-35 8 47.1
35-36 4 23.5
Jumlah 17 100.0
Posisi Supine
28-29 1 5.9
29-30 1 5.9
31-32 2 11.8
32-33 1 5.9
33-34 1 5.9
34-35 7 41.2
35-36 4 23.5
Jumlah 17 100.0
Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Persalinan
N = 34
Perlakuan Jenis Persalinan Frekuensi %
Posisi
Prone
Spontan 16 94.1
Sectio Caesar 1 5.9
Jumlah 17 100.0
Posisi
Supine
Spontan 13 76.5
Sectio Caesar 4 23.5
Jumlah 17 100.0
Pada tabel 4.4 diketahui bahwa dari 17 responden baik pada kelompok posisi prone dan
posisi supine keduanya sebagian besar dengan jenis persalinan spontan. Jika dibandingkan antara
kelompok posisi prone dan kelompok posisi supine masih lebih banyak kelompok posisi prone
untuk jenis persalinan spontan yaitu dengan 94.1% dan supine 76.5 %.
1. Hasil uji normalitas data respirasi sebelum posisi prone dengan nilai p-value 0.559 dan
sesudah posisi prone nilai p-value 0.837serta didapatkan nilai p-value 0.438sebelum
intervensi supinedan nilai p-value0.158 sesudah intervensi supine.Hasil tersebut
memperlihatkan bahwa hasil uji normalitas data respirasi sebelum dan sesudah intervensi
pada kedua kelompok intervensi menghasilkan nilai p-value semuanya >0.005, hal ini
menunjukkan bahwa semua data baik sebelum dan sesudah intervensi mengikuti distribusi
normal.
2. Gambaran respirasi sebelum dilakukan intervensi pada kedua kelompok intervensi prone
dan kelompok intervensi supine sebelum dilakukan intervensi, selengkapnya hasil analisis
terdapat pada tabel 4.5 sebagai berikut :
Tabel 4.5
Distribusi Respirasi Responden
Sebelum Dilakukan Intervensi
N = 34
Variabel Kelompok Intervensi
Mean
Median
SD
Min-Mak
Respirasi
Prone
53.59 52.00 9.51
40-68
Supine
48.94 47.00 5.89
40-60
Berdasarkan Tabel 4.5 memperlihatkan bahwa untuk posisi prone memiliki respirasi
rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 68 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan
baku masing-masing 53.59 kali/menit, 52.00 kali/menit dan 9.51, sedangkan pada posisi
supine memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan
rerata, median dan simpangan baku masing-masing 48.94 kali/menit, 47.00 kali/menit dan
5.89.
3. Gambaran Respirasi Setelah Dilakukan Intervensi pada BBLR dapat dilihat pada Table 4.6
berikut ini :
Tabel 4.6
Distribusi Respirasi Responden
Setelah Dilakukan Intervensi N = 34
Varia-
bel Kelompok Intervensi
Mean Median SD Min-Mak
Respi-
rasi
Prone
50.24 51.00 8.93 38-66
Supine
50.24 49.00 7.28 40-60
Berdasarkan Tabel 4.6 juga memperlihatkan pada posisi prone memiliki respirasi rate
minimal 38 kali/menit dan maksimal 66 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan
baku masing-masing 50.24 kali/menit, 51.00 kali/menit dan 8.93, sedangkan pada posisi
supine memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan
rerata dan simpangan baku masing-masing 50.24 kali/menit, 49.00 kali/menit dan 7.28.
4. Perbedaan Efek Posisi Prone dan Posisi Supine Terhadap Respirasi Responden
Sebelum dijelaskan hasil analisa perbedaan efek posisi prone dan supine terhadap
nadi, respirasi dan suhu BBLR, maka akan dijelaskan terlebih dahulu pengaruh efek dari
kedua intervensi sebagaimana dijelaskan pada tabel 4.7 berikut ini:
Tabel 4.7
Perbedaan Efek Sebelum dan Sesudah Posisi Prone
dan Efek Sebelum dan Sesudah Posisi Supine
Terhadap Respirasi dan Suhu Responden N = 34
Pada Tabel 4.7 menunjukkan hasil uji hipotesis Pengaruh Posisi Prone Terhadap
Respirasi Rate menghasilkan p-value 0.001. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol
(H0) secara signifikan ditolak yang memiliki makna terdapat efek posisi prone terhadap
respirasi rate, dengan nilai indeks korelasi 0.944 menunjukkan terdapat efek yang sangat kuat
posisi prone terhadap respirasi rate.
Varia-
bel Rerata
sebelum Rerata
sesudah t
Hitung p-
Value Korel
asi
Prone
Respi-rasi
53.59 50.24 4.401 0.001 0.944
Supine
Respirasi
48.94 50.24 -1.833 0.085 0.924
Pada Tabel 4.7 juga menunjukkan hasil uji hipotesis pengaruh posisi supine terhadap
respirasi rate menghasilkan p-value 0.085. Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0)
diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek posisi supine terhadap respirasi rate.
Adapun hasil analisis perbedaan selisih efek posisi prone dan supine terhadap
respirasi BBLR akan dijelaskan pada tabel 4.8 berikut ini.
Tabel 4.8
Perbedaan Selisih Efek Posisi Prone dan Posisi Supine
Terhadap Respirasi Responden N = 34
Tabel 4.8 juga menunjukkan bahwa hasil Uji Levene menghasilkan p-value 0.976
yang memiliki makna bahwa kedua data posisi prone dan supine memiliki varians yang
sama (terjadi homogenitas varians). Berdasarkan nilai p-value 0.056 pada uji t
independen memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang berartimenunjukkan
tidak terdapat perbedaan efek antara posisi prone dengan posisi supine terhadap Respirasi
Rate.
Interprestasi dan Diskusi
1. Karakteristik Responden
a. Usia, berat bayi lahir dan panjang lahir
Rerata usia responden pada kelompok intervensi prone yaitu 30.88 jam dan 30.47 jam
pada kelompok intervensi supine. Rentang usia pada kelompok prone antara 26 hingga 38 jam
dan pada kelompok supine antara 24 hingga 44 jam. Bobak (2006) menyatakan usia bayi lebih
dari 24 jam sudah melewati masa reaktifitas tahap dua, sehingga secara fisiologis bayi sudah bisa
beradaptasi dengan lingkungan luar rahim.
Rerata berat bayi lahir 2.015 gram pada kelompok intervensi prone dan 1.998 gram
pada kelompok intervensi supine. Hal ini sesuai dengan pendapat Krisnadi, Effendi dan Pribadi
(2009) bahwa BBLR adalah berat bayi lahir antara 1.500-2500 gram.
Pada penelitian ini rerata panjang badan responden adalah 44.00 cm pada kelompok
intervensi prone dan 42.38 cm pada kelompok intervensi supine. Panjang badan ini sesuai yang
dikemukakan Bobak (2006) bahwa panjang badan bayi prematur dari kepala sampai ujung tumit
Varia-
bel
Prone Supine Leven
Test
t
Hitun
g
p
value Se-
belum
Sesu-
dah
Sebe-
lum
Sesu-
dah
Respi
- rasi
53.59
50.24
48.94
50.23
0.976
1.982
0.056
kurang dari 45 cm. Panjang badan merupakan salah satu indicator pertumbuhan janin/bayi dalam
rahim, semakin baik pertumbuhan janin tentu saja panjang badan akan sebanding dengan berat
badan. Pada penelitian ini peneliti menetapkan kriteria inklusi BBLR dengan premature murni,
sehingga panjang badan responden rerata tidak jauh berbeda dengan literatur.
b. Jenis kelamin
Proporsi laki-laki dari kedua kelompok intervensi lebih besar dibandingkan dengan
perempuan dalam penelitian ini, pada kelompok intervensi prone jenis kelamin laki-laki 64.7%
dan pada kelompok intervensi supine 52.9%. Hal ini dimungkinkan terjadi karena penelitian tidak
berdasarkan randomisasi jenis kelamin, sehingga memungkinkan jenis kelamin tertentu bisa lebih
banyak/sedikit atau sama bisa terjadi. Peneliti belum menemukan literature bahwa jenis kelamin
mempengaruhi terjadinya BBLR.
c. Masa Gestasi
Masa gestasi pada kedua kelompok intervensi sebagian besar dengan masa gestasi 34-35
minggu sebesar 47.1% pada kelompok intervensi prone dan 41.2% pada kelompok intervensi
supine, tetapi jika dibandingkan pada kedua kelompok didapatkan kelompok intervensi prone
lebih banyak pada masa gestasi 34-35 minggu. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan Heimann (2009) pada masa gestasi rerata 28 minggu dengan masa gestasi
responden antara 24-32 minggu. Hasil penelitian sesuai dengan Bobak (2006) persalinan
prematur adalah pesalinan pada usia kehamilan 20-37 minggu. Mengamati usia gestasi pada
kedua penelitian tersebut masih dalam batas usia gestasi bayi prematur.
d. Jenis Persalinan
Pada penelitian ini diketahui bahwa dari 17 responden baik pada kelompok posisi prone
dan kelompok posisi supine keduanya lebih banyak dengan jenis persalinan spontan. Jika
dibandingkan antara kelompok posisi prone dan kelompok posisi supine masih lebih banyak
kelompok posisi prone untuk jenis persalinan spontan yaitu dengan 94.1% dan kelompok
inervensi supine 76,5%. Hal ini sesuai dengan (Bobak, 2006) bahwa bayi dengan berat badan
lebih kecil akan lahir dengan persalinan spontan. Sebagian kecil responden dengan jenis
persalinan seksio caesar hal tersebut didukung oleh Short, Gray dan Dodge (2010) bahwa
persalinan seksio caesar diperlukan sekalipun pada bayi kecil apabila terjadi kelainan obstetric.
1. Gambaran Respirasi Sebelum Dilakukan Intervensi
Pada responden kelompok posisi prone memiliki respirasi rate minimal 40 kali/menit dan
maksimal 68 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 53.59 kali/menit,
52.00 kali/menit dan 9.51, sedangkan untuk posisi supine memiliki respirasi rate minimal 40
kali/menit dan maksimal 60 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing
48.94 kali/menit, 47.00 kali/menit dan 5.89. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Suek
(2012) memiliki rerata frekuensi pernapasan sebelum dan sesudah dilakukan intervensi prone
masing-masing adalah 34.16 kali/menit dan 32.35 kali/menit (SD: 6.36; 95% CI: 30.64-37.69). Kedua
penelitian ini rerata respisai ratenya dalam batas fisiologi.
2. Gambaran Respirasi Setelah Dilakukan Intervensi
Pada kelompok posisi prone memiliki respirasi rate minimal 38 kali/ menit dan maksimal 66
kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 50.24 kali/menit, 51.00
kali/menit dan 8.93, sedangkan pada posisi supine didapatkan respirasi rate minimal 40 kali/menit
dan maksimal 60 kali/menit dengan rerata, median dan simpangan baku masing-masing 50.24
kali/menit, 49.00 kali/menit dan 7.28.
Dari variable penelitian tersebut setelah dilakukan intervensi memiliki hasil dalam batas
normal, sesuai dengan Bobak (2006) bahwa pola respirasi dangkal dan tidak teratur berkisar antara 30
sampai 60 tarikan napas per menit pada neonatus merupakan hal fisiologi.
3. Efek Posisi Prone dan Supine terhadap Respirasi Setelah Dilakukan Intervensi
Uji hipotesis Pengaruh Posisi Prone Terhadap Respirasi Rate menghasilkan p-value 0.001.
Hasil ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) secara signifikan ditolak yang memiliki makna
terdapat efek posisi prone terhadap respirasi rate, dengan nilai indeks korelasi 0.944 menunjukkan
terdapat efek yang sangat kuat posisi prone terhadap respirasi rate. Hasil penelitian ini didukung
(Pelosi, Brazzi dan Gattinoni, 2002). yang menyatakan bahwa, meletakkan bayi pada posisi prone,
gravitasi dapat menarik lidah ke anterior sehingga jalan nafas lebih baik, dengan demikian udara dapat
masuk keparu-paru, alveoli dan keseluruh jaringan tubuh. Posisi yang terbaik untuk bayi adalah posisi
fleksi posisi fleksi tersebut hanya didapatkan pada posisi prone. Hasil ini sejalan dengan penelitian
Kusumaningrum (2009) dengan perlakuan posisi prone pada bayi neonatal di Ruang NICU, dengan
hasil terdapat perbedaan yang bermakna antara SaO2 sebelum 92% dan 98% sesudah perlakuan prone
dengan p-value 0,0016. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Pelosi, Brazzi dan
Gattinoni (2002) hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi prone meningkatkan oksigenasi pada 70
sampai 80 % bayi dengan RDS acut awal. Kedua peneliti ini mengambil sampel pada bayi premature
dengan menggunakan ventilator, sehingga sampelnya dengan gangguan pernapasan dan dalam
pemantauannya dengan melihat hasil pada monitor, tetapi yang peneliti lakukan dengan menghitung
pernapasan secara manual.
Uji hipotesis Efek Posisi Supine Terhadap Respirasi menghasilkan p-value 0.085. Dari hasil
ini memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima yang memiliki makna tidak terdapat efek posisi
supine terhadap respirasi BBLR. Hasil ini tidak sesuai literature yang menyatakan bahwa, “ Posisi
supine pada bayi merupakan posisi yang sangat membutuhkan energi berlebih, karena posisi ini akan
meningkatkan kehilangan panas dibandingkan dengan posisi prone, hal ini disebabkan karena posisi
supine, kaki bayi dalam kondisi ekstensi, sehingga berdampak terhadap peningkatan metabolisme
tubuh, akibatnya terjadi peningkatan kehilangan panas (Hegner & Cadwel, 2003). Usia responden
lebih dari 24 jam sehingga sudah melewati masa reaktivitas tahap dua, memungkinkan fungsi fisiologi
tubuh sudah mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dengan demikian respirasi tidak ada
perubahan setelah diberikan posisi supine.
4. Perbedaan Selisih Efek Posisi Prone dan Posisi Supine Terhadap Respirasi BBLR
Pada respirasi dan suhu hasil analisis menunjukkan bahwa berdasarkan hasil Uji Levene
menghasilkan p-value masing-masing adalah 0.976 dan 0.102 yang memiliki makna bahwa kedua
data posisi prone dan supine memiliki varians yang sama (terjadi homogenitas varians). Berdasarkan
nilai p-value 0.056 dan 0.206 pada uji t independen memperlihatkan bahwa hipotesis nol (H0) diterima
yang berarti menunjukkan tidak terdapat perbedaan efek antara posisi prone dengan posisi supine
terhadap respirasi Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Suek (2011), dengan sampel
15 bayi diberikan posisi prone dan posisi supine pada 15 bayi kelompok kontrol, menyatakan bahwa
tidak ada perbedaan respirasi antara kelompok kontrol dan kelompok inervensi sesudah dilakukan
perlakuan dengan nilai p- 0.209.
Simpulan
Terdapat efek yang bermakna dengan nilai p- value < alpa pada respirasi pada posisi prone,
sedangkan pada posisi supine pada respirasi mempunyai nilai p- value > alpa. Hal ini menunjukan bahwa
tidak ada perbedaan efek pada respirasi dengan p- value > alpa.
Saran
Bagi Layanan Bayi Berat Lahir Rendah, Pemberian posisi prone selama 20 menit per 6 jam sekali
dapat dijadikan Standar Operasional Prosedur (SOP), khususnya pada BBLR yang tidak mengalami
kontraindikasi diberikan posisi prone, karena dilihat manfaatnya dapat menurunkan frekuensi respirasi
dan nadi serta meminimalkan energi untuk respirasi sehingga energi tidak terbuang, tetapi dimanfaatkan
untuk pertumbuhan dan perkembangan.
REFERENSI
Alligood M.R., & Tomey, A.M. (2006). Nursing Theorists and Their Work, 6 Ed, USA: Mosby Inc.
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Rineka Cipta, Jakarta.
Berman, A., Snyder, S., Kozier, B., alih bahasa Meiliya, Wahyuningsih, dan Yulianti (2009). Praktik
Keperawatan Klinis. EGC, Jakarta.
Bobak, (2006). Maternity Women’s Health Care, St. Louis : Missouri Mosby Inc.
Budiman, (2011). Penelitian Kesehatan Buku Pertama, PT Refika Aditama , Bandung.
Burn,N.,& Grove,S. K., (2009).Understanding Nursing Research, Philadelphia W.B.Saunders Company.
Candra, B.(2010).Biostatistik Untuk Kedokteran & Kesehatan, EGC, Jakarta.
Cooper, L. G. at al. (2007).Impact of a family-centered care initiative on NICU care, staff and families,
Journal of Perinatology, 27, S32–S37.
Dahlan, S.M.,(2008). Langkah- langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan,
CV. Sagung Seti, Jakarta.
Depkes. RI, (2000). Millenium development goals (MDGs), Departemen Kesehatan Republik Indonesia ,
Jakarta.
Dharma, K. K., (2011). Metodologi Penelitian Keperawatan, Jakarta : TIM.
Jane W.B., Ruth C. & Bindler, (2003).Pediatric Nursing Caring For Children, Wasihington.
Helmann, K. at al. , (2009). Impact of Skin to Skin Care, Prone and Supine Positioning on
Cardiorespiratory Parameters and Thermoregulation in Premature Infants, European
Respiratory Jurnal,20(10),1017-1028.
Hidayat, (2009). Metode Penelitian Dan Teknik Analisa Data, Salemba Medika, Jakarta.
Jarus, T. at al. , (2011). Infant Behavior and Development Effects of prone and supine positions on sleep
state and stress responses in preterm infants, NeonatologyJurnal 34 (2011) 257–263.
Jean, M. et al, (2004). Power Spectral Analysis of Heart Rate in Relation to Sleep position, Jurnal
,Biology of the Neonate; 2004; 86, 2; ProQuest pg. 81
Johnson, R. & Taylor, W., alih bahasa Samba, S. (2001). Praktik Kebidanan, EGC. Jakarta.
Kemenkes RI, (2010). Pedoman Kader Seri Kesehatan Anak ,Kementrian Kesehatan Republik Indonesia ,
Jakarta.
Krisnadi, S. R., Effendi, J. S. dan Pribadi, A.(2009). Prematuritas, PT Refika Aditama, Bandung.
Kusumaningrum, A. (2011). Prone position in acute respiratory distress syndrome , International Jurnal
of Pablic Health Research Special Issu, pp (20-24).
---------, (2011). The Effect of Prone Position on Fio2 Level in Premature Baby Who Received Ventilator,
Jurnal of Pablic Health Research Special Issu, pp ( 20-24).
Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, (2013). Pedoman Penulisan Dan Petunjuk Pembuatan
Tesis, STIKES A.Yani, Cimahi.
MacGregor,J., (2008). Introduction to the anatomy and physiology of children: A guid for student of
nursing, child care and health, New York.
May,K.A. & Mahimesh,L.R., (2004). Maternal & neonatal nursing family centered care, JB Lippincot,
Co, Pennsylania.
Maynard, V. Bignall, S., & Kitchen,S. (2000). Effec of Positioning on Respiratory Synchrony in
Ventilated Pre-term Infant. Physiotherapy Research International, 5(2), 96-110.
Miyata, S. at al., (2012). The Effek of the Prone Potition on the Psysiological Function in Healthy
Students. The Open General and Medicine Journal, 2012(5), 9-12.
Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Pelosi, P,. Brazzi, L., & Gattinoni, L. (2002). Prone position in acut respiratory distress syndrom.
European Respiratory Jurnal,20(10),1017-1028.
Potter, P. A. & Perry, A. G. alih bahasa Asih dkk, (2009). Buku ajar fundamental keperawatan;
terjemahan. EGC , Jakarta.
Reeder,Martin,Griffin, alih bahasa Afiyanti,Rachmawati,Djuwitaningsih, (2012).Keperawatan Maternitas
Kesehatan Wanita, Bayi & Keluarga, Ed.18, EGC, Jakarta.
Relvas, M.S., Silver, P.C., & Sagy, M., (2003). Prone Positioning of Pediatric Patients with ARDS
Results in Improvement in Oxygenation if Maintained > 12 h daily. CHEST Journal, 124, 269-
274.
Sastroasmoro, S, & Ismael, S., (2011). Dasar-dasar Metodologi Penelitian Klinis, edisi 4, Sagung Seto,
Jakarta.
Short, Gray, Dodge, alih bahasa Erik Gultom, (2010). Sinopsis Pediatri, Binarupa Aksara, Tangeran .
Suek, D., O. (2012). Pengaruh Pemberian Posisi Pronasi Terhadap Status Hemodinamik Anak Yang
Menggunakan Ventilasi Mekanik di Ruang PICU RSAB Harapan Kita Jakarta, Tesis, Universitas
Indonesia, Jakarta.
Wong, D, L. at al., (2009). Wong’s Essetials of Pediatric Nursing, (6th edition), Missouri : Mosby Inc.
Ishikawa, T. at al., (2002). Prone Position Increases Collapsibility of the Passive Pharynx in Infants and
Small Children. American Journal of Respiratory and Critical Care Medicine,166 (5), 760-