Konsep Penentuan Posisi dengan GNSS dari Akuisisi hingga Memperoleh Koordinat UTM

38
Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 1 TUGAS DISKUSI KELOMPOK Dosen Pengampu : Dr. Ir. T. Aris Sunantyo, M.Sc. MATAKULIAH SISTEM PENENTUAN POSISI DAN NAVIGASI “KONSEP PENENTUAN POSISI 3 DIMENSI DIATAS ELLIPSOID DAN POSISI PADA BIDANG PROYEKSI UTM DARI DATA PENGAMATAN SATELIT GNSS” OLEH : NURHADI BASHIT ANINDYA SRICANDRA PRASIDYA MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA PROGRAM PASCASARJANA, FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2014

Transcript of Konsep Penentuan Posisi dengan GNSS dari Akuisisi hingga Memperoleh Koordinat UTM

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 1

TUGAS DISKUSI KELOMPOK

Dosen Pengampu : Dr. Ir. T. Aris Sunantyo, M.Sc.

MATAKULIAH SISTEM PENENTUAN POSISI DAN NAVIGASI

“KONSEP PENENTUAN POSISI 3 DIMENSI DIATAS ELLIPSOID DAN POSISI PADA BIDANG

PROYEKSI UTM DARI DATA PENGAMATAN SATELIT GNSS”

OLEH :

NURHADI BASHIT

ANINDYA SRICANDRA PRASIDYA

MAGISTER TEKNIK GEOMATIKA

PROGRAM PASCASARJANA, FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 2

TUGAS DISKUSI KELOMPOK

Dosen Pengampu : Dr. Ir. T. Aris Sunantyo, M.Sc.

MATAKULIAH SISTEM PENENTUAN POSISI DAN NAVIGASI

“KONSEP PENENTUAN POSISI 3 DIMENSI DIATAS ELLIPSOID DAN POSISI PADA BIDANG

PROYEKSI UTM DARI DATA PENGAMATAN SATELIT GNSS”

Yogyakarta, 6 Oktober 2014

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 3

Problem :

Bagaimana konsep menentukan posisi 3D di atas bidang proyeksi UTM

jika dengan mengamati satelit GNSS ?

Jawaban :

PETA KONSEP PENENTUAN POSISI 3D DENGAN GNSS

Untuk menjawab problem diatas, diajukanlah sebuah peta konsep jawaban yang komprehensif

dan menyeluruh, mulai dari dasar-dasar teori dalam penentuan posisi, pembahasan setiap

komponen penentuan posisi dengan GPS, hingga ilmu-ilmu yang terkait seperti proyeksi peta,

system koordinat, hitung perataan, transformasi koordinat, dan lain-lain. Kata kunci-kata kunci

utama dalam peta konsep ini adalah Posisi, 3 Dimensi, Satelit GNSS, Pengamat, dan UTM. Peta

konsep diberikan pada gambar 1 berikut.

Gambar 1. Konsep awal penentuan posisi 3 Dimensi

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 4

Konsep awal yang telah dibuat diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Posisi adalah letak suatu benda pada suatu waktu tertentu terhadap titik acuan tertentu.

Posisi mengacu terhadap suatu sistem koordinat tertentu, yang secara umum dibagi menjadi

sistem koordinat raster dan sistem koordinat vector. Dalam hal ini, posisi pengamat di

permukaan bumi salah satunya dapat diukur dengan pengamatan satelit GNSS, sedangkan

pengamat berada pada system koordinat vector yang 3 dimensi.

2. Tiga dimensi dimaksudkan untuk menentukan posisi pengamat pada model bumi matematis

yang menggunakan 3 buah salib sumbu sebagai acuannya.

3. UTM (Universal Transferese Mercator) adalah salah satu bidang proyeksi yang dipakai

untuk membawa ukuran pada model bumi lengkung (ellipsoid) menjadi ukuran pada bidang

datar.

Kemudian pada setiap komponen kata kuncinya dijelaskan dalam sebuah konsep yang lebih

detail, dalam pembahasan ini dibagi menjadi beberapa bagian dari Konsep Posisi, Satelit GNSS,

Pengamat, dan UTM.

KONSEP POSISI : SISTEM KOORDINAT

Dalam penentuan posisi dengan menggunakan data pengamatan GNSS sangat terkait dengan

posisi sebuah titik dalam ruang. Posisi di dalam ruang sendiri bisa dinyatakan dalam dua system

koordinat, system koordinat vector dan system koordinat raster. Masing-masing system

koordinat memiliki karaktersitik yang saling berbeda. Adapun karaktersitik kedua macam system

koordinat ini dijelaskan sebagai berikut :

1. Sistem koordinat vector

Sistem koordinat vector menyatakan posisi suatu titik melalui panjangan proyeksi titik

tersebut terhadap salib salib sumbu. Sistem koordinat vector hanya memiliki satuan

panjang dan bukan berupa besaran baris dan kolom. Sistem koordinat vector sering

merujuk pada pengertian system koordinat kartesi. Salib sumbu sendiri mempunyai titik

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 5

nol di origin, jumlah salib sumbu sendiri bisa dua atau tiga, adapun orientasi sistemnya

bisa Right Hand System (RHS) atau Left Hand System (LHS). Jika jumlah salib sumbu

adalah 2 buah, maka dikenal sebagai system koordinat 2-Dimensi, begitupula ketika salib

sumbunya 3 buah, maka disebut system koordinat 3-Dimensi. Karakteristik system

koordinat vector sebagai berikut :

a. Memiliki satuan

b. Memiliki salib sumbu (bisa 2, 3, atau 4)

c. Memiliki origin sebagai titik nol salib sumbu

d. Memiliki orientasi system (bisa RHS atau LHS)

e. Sudah ada satuan skala yang rigid (pasti).

Gambar contoh system koordinat vector 2D disajikan sebagai berikut :

Gambar 2. Sistem koordinat vector kartesi 2D

Adapun contoh system koordinat kartesian 3D (X,Y,Z) disajikan pada gambar berikut :

Gambar 3. Sistem koordinat vector kartesi 3D

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 6

Adapun system koordinat geodetic 3D (φ, , h) disajikan pada gambar berikut :

Gambar 4. Sistem koordinat geodetic 3D

Dalam penentuan posisi dengan GNSS, posisi dinyatakan memakai system koordinat

geodetic 3D maupun system koordinat kartesi 3D, hal ini dikarenakan posisi satelit yang

mengorbit mengacu pada sebuah ellipsoid WGS 1984. Sehingga hasil pengukurannya

pun mengacu pada ellipsoid yang sama, akan tetapi bisa juga dikonversikan menjadi

koordinat kartesi dengan konversi.

2. Sistem koordinat raster

Sistem koordinat raster merupakan system koordinat yang menyatakan posisi suatu titik

dengan memakai himpunan titik atau sel yang disebut dengan piksel yang terangkai

dalam struktur grid (Fakhrurazi, 2011). Piksel sendiri dinyatakan posisinya dengan baris

dan kolom. Baris adalah elemen sel (piksel) yang memanjang dari origin horizontal ke

kanan, dan bertambah nilainya apabila sudah berpindah secara vertical. Adapun kolom

adalah himpunan piksel memajang dari atas ke bawah secara vertical, dan bertambahnya

nilai kolom apabila berpindah secara horizontal. Sistem koordinat ini dipakai biasanya

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 7

dalam citra atau foto dan tidak dipakai dalam penentuan posisi seperti GNSS maupun

pengukuran topografi dengan alat terrestrial lainnya. Gambar system koordinat raster

ditunjukkan pada gambar. Sistem koordinat raster terdiri dari :

1. Origin : berada di pojok atas – kiri

2. Nilai w : sepanjang baris

3. Nilai h : sepanjang kolom

4. Resolusi grid : dimensi piksel pada permukaan tanah. Makin Makin kecil ukuran

piksel, makin tinggi resolusi grid, namun tidak selalu berarti meningkatnya ketelitian

grid.

Gambar 5. Sistem koordinat raster

Dalam system koordinat raster dikenal juga pixel area dan pixel point. Pixel area

adalah nilai piksel pertama yang mengisi sel grid kotak dengan dibatasi pada atas-kiri

= (0,0) dan bawah-kanan = (1,1). Adapun Pixel Point adalah nilai piksel yang

merealisasikan nilai titik yang berada pada (0,0). Berikut gambaran pixel area dan

pixel point.

Gambar 6. Piksel area (kiri) dan piksel point (kanan)

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 8

Adapun karakteristik system koordinat raster adalah :

1. Tanpa satuan (hanya baris dan kolom)

2. Berupa matriks baris dan kolom

3. Memiliki piksel (picture element)

4. Memiliki Origin di pojok atas-kiri

5. Hanya berupa 2 Dimensi

6. Selalu terkait dengan maksimal penskalaan

3. Perbandingan system koordinat raster dan vector

Sistem koordinat raster dan vector selalu dipakai dalam penentuan posisi di dalam ilmu

geodesi. Untuk beberapa aplikasi SIG, terkadang diperlukan konversi antara system

koordinat raster dan vector ataupun sebaliknya. Vektorisasi maupun rasterisasi ini

menjadi bagian yang penting juga dalam penentuan posisi. Untuk memperoleh gambaran

tentang konversi ini, maka disajikanlah perbandingan antara siste koordinat raster dan

vector sebagai berikut :

Gambar 7. Contoh konversi data vector ke raster

Pada gambar , diketahui bahwa dalam representasi fitur dengan system vector tidak

memiliki keterbatasan penskalaan tidak seperti pada raster. Konversi dari vector ke raster

selalu terjadi distorsi informasi yang besarnya tergantung resolusi grid yang ada pada

raster. Untuk mengetahui konversi vector ke raster dan sebaliknya disajikanlah gambar

berikut :

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 9

Gambar 8. Konversi data vector ke raster

Raster ke Kartesian:

Raster (0,0) Kartesian (-w/2, h/2) ................................. (1)

Raster (w,0) Kartesian (w/2, h/2) ................................. (2)

Raster (0,h) Kartesian (-w/2, -h/2) ................................. (3)

Raster (w,h) Kartesian (w/2, -h/2) ................................. (4)

Kartesian ke Koordinat Kutub:

√ ................................. (5)

(

) ................................. (6)

Koordinat Kutub ke Kartesian:

x = r cos(θ) ................................. (7)

y = r sin(θ) ................................. (8)

Kartesian ke Raster:

RasterX = x + w/2 ................................. (9)

RasterY = h/2 – y ................................. (10)

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 10

KOORDINAT PENGAMAT DINYATAKAN DALAM POSISI 3 DIMENSI

Posisi pengamat pada penentuan posisi dengan GNSS di permukaan bumi mengacu pada

pendekatan model bumi matematis yakni berupa ellipsoid 3 Dimensi. Koordinat yang dipakai

untuk menyatakan posisi pengamat pada receiver GPS adalah dalam koordinat geodetic 3D

dan/atau koordinat kartesi 3D yang mengacu pada ellipsoid WGS‟84. Adapun pada satelit

GLONASS, posisi pengamat dinyatakan pada system koordinat yang sama dengan GPS akan

tetapi berbeda ellipsoid acuan. Ellipsoid acuan yang dipakai pada satelit GLONASS adalah

ellipsoid PZ-90 yang dikeluarkan oleh Rusia. Koordinat geodetic dinyatakan dalam (φ, , dan h),

sedangkan koordinat katersi dinyatakan dalam X,Y, dan Z. Untuk menggabungkan data posisi

dari kedua satelit tersebut digunakan transformasi datum yang akan dijelaskan pada bagian .

Koordinat pengamat bisa dihasilkan dengan metode absolut positioning (receiver hanya berdiri

pada satu titik tanpa didifferensialkan posisinya dengan titik lainnya), maupun secara relative

yakni dengan mendifferensialkan hasil ukuran satu receiver dengan receiver yang lain. Konsep

penentuan posisi absolut dengan GNSS disajikan pada gambar 9 . Adapun konsep penentuan

posisi relative dengan GNSS disajikan dalam gambar 10 .

Gambar 9. Penentuan posisi secara absolut dengan GNSS

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 11

Penentuan posisi secara relative memakai minimum 2 receiver yang terpisah suatu jarak akan

tetapi secara bersama-sama (simultan) mengamat satelit GNSS. Secara teoritis penentuan posisi

ini menghasilkan ketelitian yang lebih baik karena mereduksi beberapa kesalahan dan bias saat

pengamatan satelit GNSS oleh receiver. Gambar menunjukkan konsep penentuan posisi relative

ini.

Gambar 10. Penentuan posisi secara differensial (Prasidya, 2014)

Merujuk pada persamaan gambar , maka kita bisa mendapatkan koordinat kartesi dari koordinat

geodetic maupun sebaliknya. Perumusannya sebagai berikut :

1. Sistem Koordinat Geodetik keSistem Koordinat Kartesi 3D

f(N, φ, , h) = f(X,Y,Z)

e2 =

aba

2

22

................................. (11)

N =

sin22

1 e

a

................................. (12)

X = (N + h) cos φ cos ................................. (13)

Y = (N + h) cos φ sin ................................. (14)

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 12

Z = (N (1-e2) + h) sin φ ................................. (15)

2. Sistem Koordinat Kartesi 3D ke Sistem Koordinat Geodetik

f(X,Y,Z) = f(N, φ, , h)

φ = hN

Z

sin1

................................. (16)

= tan-1

X

Y

................................. (17)

h = NP

cos

................................. (18)

a = jari-jari ekuator

b = setengah sumbu pendek ellipsoid referensi

λ,φ,h = koordinat geodetik

N = jari-jari lengkung normal utama

X,Y,Z = koordinat dalam system kartesian

SATELIT GNSS

Dasar penentuan posisi dengan satelit navigasi GNSS adalah terkait dengan posisi satelit di luar

angkasa yang ditentukan posisinya pada system koordinat orbit melalui system koordinat langit,

karena satelit navigasi merupakan satelit orbital. Selain terkait dengan system koordinat orbit,

juga terkait dengan system koordinat toposentrik yang menyatakan posisi satelit mngacu pada

ellipsoid acuan sebagai representasi matematis dari bumi. Akan tetapi sebelum membahas jauh

tentang system koordinat yang menyatakan posisi satelit GNSS, sebelumnya akan diterangkan

tentang hukum-hukum dasar fisika yang dipakai pada satelit sehingga bisa mengorbit.

A. Hukum Dasar Orbit Satelit

Hukum-hukum tersebut adalah Hukum Keppler dan Hukum Newton tentang gerak benda dan

gravitasi. Hukum Keppler di rumuskan untuk menjelaskan perilaku orbit planet mengelilingi

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 13

matahari. Dalam penerapannya, hukum Kepler bersama dengan hukum Newton digunakan untuk

mempelajari perilaku orbit satelit bumi buatan.

1. Hukum Keppler tentang orbit benda di luar angkasa

Hukum Kepler untuk menjelaskan gerak orbit satelit bumi buatan dapat dirumuskan sebagai

berikut (Fakhrurrazi, 2008) :

(1) Orbit satelit berbentuk elips dengan bumi berada pada salah satu titik apinya.

(2) Untuk selang waktu yang sama, garis hubung satelit ke pusat bumi menyapu luasan yang

sama pada bidang orbit elips.

(3) Pangkat dua periode orbit satelit sebanding dengan pangkat tiga jarak rerata

satelit ke pusat bumi.

Keterangan gambar :

F : titik api elips

a : setengah sumbu panjang elips

b : setengah sumbu pendek elips

Perigee: titik terdekat satelit ke bumi

Apogee : titik terjauh satelit ke bumi

Apabila:

b

a

t 3

t 4

t2

t1

F

bumi A34

A12

Perigee Apogee

Gambar 11. Elips orbit satelit

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 14

A12 : luasan yang disapu oleh garis hubung satelit-pusat bumi dari waktu t1 ke t2

A34 : luasan yang disapu oleh garis hubung satelit-pusat bumi dari waktu t3 ke t4

(t 2 - t 1 ) = (t 4 - t 3 )

maka : A12 sama dengan A34

Apabila:

T1 dan T2 adalah masing-masing periode orbit satelit S1 dan S2

r1 dan r2 adalah masing-masing jarak rerata satelit S1 dan S2 ke pusat bumi

maka: (T1 )2 : (r1 )

3 = (T2 )

2 : (r2 )

3

2. Hukum Newton tentang gravitasi

Hukum Newton tentang gerak benda adalah sebagai berikut:

(1) Tiap benda akan tetap berada dalam keadaan diam atau bergerak dengan

kecepatan tetap pada arah garis lurus sampai ada gaya yang memaksa merubah

kedudukan tersebut.

(2) F = m . r ................................. (19)

F : vektor gaya yang bekerja terhadap massa m

r : vektor percepatan, diukur relatif terhadap suatu kerangka acuan inersial

tertentu yang tidak mengalami percepatan maupun perputaran.

(3) Setiap aksi senantiasa ada reaksi (sama tetapi dengan arah yang berlawanan).

Hukum Newton tentang gravitasi adalah sebagai berikut:

Dua benda saling tarik-menarik dengan gaya yang sebanding dengan hasil kali

massa kedua benda dan berbanding terbalik dengan pangkat dua jarak antara

kedua benda yang bersangkutan. Untuk selanjutnya, besaran-besaran vektor dituliskan dengan

huruf tebal (bold) sedangkan besaran-besaran skalar dalam huruf biasa (regular).

Fg = - GM m / r 2 ) ( r / r ) = - GM m / r

3 ) r ......................... (20)

r = ( r1 2 + r2

2 + r3

2 )

1/2 ............................................... (21)

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 15

Fg : vektor gaya yang bekerja pada massa m karena massa bumi M

r : vektor posoisi m (relatif terhadap titik pusat massa M)

G : konstanta gravitasi 6670 X 10- 8

cm3 / g / detik

2

GM 3,986008 X 1014

m3 / detik

2

Fg = - GM m / r 2 ) ( r / r ) = - GM m / r

3 ) r ......................... (22)

r = ( r1 2 + r2

2 + r3

2 )

1/2 ............................................... (23)

Fg : vektor gaya yang bekerja pada massa m karena massa bumi M

r : vektor posoisi m (relatif terhadap titik pusat massa M)

G : konstanta gravitasi 6670 X 10- 8

cm3 / g / detik

2

GM 3,986008 X 1014

m3 / detik

2

Hukum Newton tentang gravitasi ini diterapkan untuk benda-benda yang dapat dianggap sebagai

titik atau diwakili oleh titik massa.

B. Sistem Koordinat Terkait Penentuan Posisi dengan GNSS

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, posisi kostelasi satelit di luar angkasa bisa dinyatakan

dalam berbagai sistem koordinat, antara lain sistem koordinat Orbit yang mengacu pada sistem

koordinat langit dan sistem koordinat toposentrik. Berikut akan dijelaskan masing-masing sistem

koordinat tersebut :

r2

r

r1

r3

m

Fg

M

Gambar 12. Hukum Newton tentang gravitasi

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 16

1. Posisi satelit pada sistem koordinat Orbit dalam SKL

Sistem Koordinat Langit (SKL) berorigin pada pusat massa bumi (geosentrik) dengan

orientasi sumbu-X positif ke arah Vernal Equinox (VE), sumbu-Z positif ke arah kutub

utara langit (kutub utara sesaat), dan sumbu-Y positif melengkapinya menjadi sistem

tangan kanan koordinat kartesi 3D. Posisi VE di langit mengalami variasi karena

fenomena precessi dan nutasi. Apabila hanya diperhitungkan precessi saja maka

diperoleh posisi VE menengah dan sistem koordinatnya disebut Conventional Celestial

Reference System (CCRS) atau SKL menengah, sedangkan apabila diperhitungkan

precessi dan nutasi, maka diperoleh posisi VE sejati dan sistem koordinatnya disebut

True Celestial Reference System (TCRS) atau SKL sejati. SKO terorientasi terhadap

SKL oleh tiga besaran, yaitu Asensio Rekta Ascending Node (), kemiringan bidang

orbit ( i ), dan argumen perigee (). Ascending Node adalah titik lintas orbit satelit pada

bidang ekuator langit dalam manuvernya dari belahan langit selatan ke belahan langit

utara, sedangkan Descending Node adalah titik lintasnya pada bidang ekuator langit

dalam manuvernya dari belahan langit utara ke belahan langit selatan (Fakhrurrazi,

2008).

Gambar 13. Posisi satelit dalam sistem koordinat orbit dalam SKL

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 17

Keterangan gambar :

Elemen Kepler terdiri dari enam besaran, yaitu :

a = setengah sumbu panjang elips orbit

e = eksentrisitas elips orbit

M = anomali menengah (atau anomali eksentrik E)

= Asensio rekta Ascending Node

i = kemiringan bidang orbit terhadap bidang ekuator langit

= argumen perigee

Vektor posisi dan kecepatan orbit satelit dalam SKL dapat diperoleh dengan

mentransformasikan vektor posisi dan kecepatan orbit satelit dalam SKO sebagai berikut:

[ r ]SKL = R3 (- ) R1 (- i ) R3 (- ) [ r ]SKO ........................... (24)

r = ( X 2 + Y

2 + Z

2 )1/2

.............................................. (25)

[ r ]SKL = R3 (- ) R1 (- i ) R3 (- ) [ r ]SKO ........................... (26)

V = ( X 2 + Y

2 + Z

2 )1/2

............................................... (27)

Apabila besaran-besaran , i , dan mengacu pada SKL menengah, maka [ r ]SKL dan

[ r ]SKL mengacu pada SKL menegah. Demikian juga apabila besaran-besaran tersebut

mengacu pada SKL sejati, maka [ r ]SKL dan [ r ]SKL mengacu pada SKL sejati. Karena

dari waktu ke waktu baik SKL menengah maupun SKL sejati senantiasa mengalami

variasai maka penerapan SKL perlu menunjuk kepada epoch tertentu.

2. Posisi satelit pada sistem koordinat Toposentrik

Sistem Koordinat Toposentrik merupakan sistem koordinat kartesi 3D yang berorigin

pada titik pengamat (di permukaan bumi) dan mengacu pada normal elipsoid atau garis

arah unting-unting (plumb line) di titik origin. Orientasi sumbu-sumbu sistem koordinat

toposentrik yang mengacu pada normal elipsoid didefinisikan sebagai berikut:

1. sumbu-w (sumbu ke-3) berimpit dengan normal elipsoid, positif kearah zenit.

2. sumbu-u (sumbu ke-1) positif ke arah utara geografik.

3. sumbu-v (sumbu ke-2) positif kearah timur, melengkapi sistem tangan kiri.

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 18

Definisi di atas juga diterapkan untuk sistem koordinat toposentrik yang mengacu pada

garis arah unting-unting; Perbedaan dasarnya ialah sumbu-w (sumbu ke-3) berimpit

dengan garis arah unting-unting yang melewati origin. Dengan demikian maka

perbedaan (relatif) orientasi sumbu-sumbu koordinat kartersi kedua sistem koordinat

toposentrik tersebut ialah disebabkan karena fenomena defleksi vertikal yang harganya

bervariasi dari satu titik ke titik yang lain.

Gambar 14. Posisi satelit dalam sistem koordinat toposentrik

Untuk menghitung vektor posisi satelit dalam sistem koordinat topsentrik, maka terlebih

dahulu dihitung vektor posisi satelit relatif terhadap titik pengamatan dalam SKT yang

merupakan selisih vektor posisi satelit dengan vektor posisi titik pengamatan. Vektor

posisi titik pengamatan [ rA ]SKT dihitung dari koordinat geodetik ( A, A, hA):

( N + h A ) cos A cos A

[ rA ]SKT = ( N + h A ) cos A sin A ................................. (28)

[ N ( 1 - ee2 ) + h A ] sin A

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 19

N = ae / ( 1 - ee2 sin

2 A )

1/2 ........................................... (29)

Dalam rumus di atas, N adalah jejari kelengkungan vertikal utama di titik pengamatan

yang berkoordinat geodetik (A , A , hA ), sedangkan ae dan ee adalah masing-masing

setengah sumbu panjang dan eksentrisitas elipssoid acuan. Vektor posisi satelit dalam

Sistem Koordinat Toposentrik diperoleh dengan mentransformasikan selisih vektor posisi

satelit dengan vektor posisi titik pengamatan dalam SKT sebagai berikut:

u

- v = R2 ( A - 90o ) R3 ( A - 180

o ) [ r ]SKT - [ rA ]SKT …….. (30)

w

Visibility atau kenampakan satelit dari titik pengamatan P dapat diketahui dari azimut dan

elevasi satelit yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Azimut = tan-1

[ v / u ] ........................................... (31)

Elevasi = tan-1

[ w / ( u 2 + v

2 )1/2

] ........................................... (32)

Harga elevasi positif berarti satelit berada di atas horison dan kemungkinan dapat diamat.

C. Sinyal Satelit GNSS

Sinyal-sinyal yang diberikan oleh GNSS ke pengamat pada prnsipnya adalah

menginformasikan pengamat tentang posisi satelit yang teramat beserta jarak dan waktunya

terhadap receiver, dan juga informasi-informasi lainnya. Sinyal GPS terdiri dari 3 komponen

(Abidin, 1995) : penginformasian jarak (kode), penginformasian posisi satelit (navigation

message), dan gelombang pembawa (carrier wave ). Karakteristik masing-masing sinyal

dijelaskan berikut ini :

1. Penginformasian jarak (kode)

Ada dua jenis kode pseudo-random noise (PRN) yang dipakai untuk menginformasikan

jarak, yaitu kode P (P = Precise or Private) dan kode C/A (C/A = Coarse Acquisition

or Clear Access). Rangkaian kode-kode ini punya arti matematis walau kelihatannya

hanya rangkaian nilai 0 dan 1. Setiap satelit memiliki struktur kode yang unik dan saling

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 20

berbeda satu dengan yang lain, sehingga bisa dikenali sinyal yang datang dari satelit

yang berbeda. Struktur sinyalnya sebagai berikut :

Gambar 15. Struktur frekuensi sinyal GPS (Abidin, 2007)

Adapun prinsip pengukuran jarak dari satelit GNSS ke receiver dipermukaan bumi

dengan informasi kode ini, dilaksanakan dengan mengalikan waktu yang diperlukan oleh

kode P atau C/A tersebut saat menempuh jarak dari satelit ke pengamat (dt) dengan

konstanta kecepatan cahaya (c) dengan ditambah koreksi-koreksi lain. Secara umum

prinsipnya sebagai berikut :

Gambar 16. Penentuan jarak pseudorange

Karena jam receiver tidak sinkron dengan jam satelit, jarak diatas masih terpengaruh

oleh kesalahan waktu, sehinggak jarak tersebut dinamakan pseudorange.

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 21

2. Navigation message

Navigation message berisi informasi tentang koefisien koreksi jam satelit, parameter

orbit, almanak satelit, UTC, parameter koreksi ionosfer, serta informasi khusus seperti

status konstelasi dan kesehatan satelit. Pesan navigasi ini ditentukan oleh segmen sistem

kontrol dan dikirimkan secara broadcast kepada pengguna satelit GPS.Informasi lain

yang ada pada navigation message adalah informasi ephemeris (orbit) dari satelit,

informasi ini bisa dalam bentuk broadcast dan precise ephemeris.

a. Broadcast ephemeris (BE)

BE adalah ephemeris yang dipancarkan oleh satelit GPS melalui pesan navigasi sat

dihitung oleh segmen sistem kontrol GPS (predicted orbit) (Sunantyo, 2000). BE

memprediksi posisi satelit dalam pesan navigasi yang ditransmisikan secara realtime

oleh satelit. Isi dari BE ini antara lain (Abidin, 1995) :

- 6 parameter waktu : waktu referensi untuk parameter ephemeris, waktu

referensi untuk parameter jam satelit, 3 koefisien untuk koreksi jam satelit, dan

IOD (Issue of Data)

- 6 parameter orbit : sumbu panjang ellips, eksentrisitas, inklinasi, asensio rekta

dari Ascending Node (AN), argumen perigee, dan anomali menengah.

- 9 parameter peturbasi orbit

Tabel 1. Elemen dalam broadcast ephemeris

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 22

b. Precise Ephemeris (PE)

PE adalah ephemeris yang diperoleh melalui data aktual tracking yang telah

dilakukan perhitungan secara post-processing untuk mendapatkan posisi satelit yang

lebih akurat. PE lebih akurat dari BE, karena ia bukanlah prediksi namun data aktual

tracking. Data PE ini banyak dikeluarkan oleh instansi seperi IGS, CDDIS, dan lain-

lain.

3. Gelombang pembawa

Ada dua gelombang pembawa yang dipakai yaitu L1 dan L2. Gelombag L1 membawa

kode-kode P dan C/A beserta pesan navigasi, sedangkan L2 membawa kode P dan pesan

navigasi,

Gambar 17. Struktur sinyal pembawa

Walaupu gelombang pembawa didesain untuk membawa data kode dan pesan navigasi,

akan tetapi data fase dari sinyal ini bisa juga dipakai untuk menentukan jarak dari satelit

ke pengamat. Untuk mengubah data fase menjadi jarak, ambiguitas fase N harus

ditentukan terlebih dahulu nilainya. Penentuan nilai ambiguitas fase yang tepat akan

membuat data ukuran jarak menjadi sangat teliti, akan tetapi hal ini tidaklah mudah

dalam prakteknya. Konsep penentuan jarak dengan data fase ini diberikan sebagai

berikut (Abidin, 1995):

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 23

Gambar 18. Penentuan jarak dengan data fase

KOMPONEN PENGAMAT DALAM PENGAMATAN SATELIT GNSS

A. Model Bumi

Pengamat yang mengamat satelit GNSS di permukaan bumi, selalu direpresentasikan posisinya

dengan pendekatan model bumi. Model bumi mendeskripsikan bentuk permukaan bumi beserta

posisi-posisi atau lokasi-lokasi geografi dari unsur-unsur permukaan bumi. Karena tidak

mungkin menyamai bumi asli, maka dibuatlah model pendekatan bentuk bumi. Diantara model

bumi adalah model bumi Fisik dan Model Bumi matematis. Model Bumi Fisik merupakan

pendekatan dari geoid yang merupakan bidang ekipotensial yang memiliki nilai sama yang

dianggap berimpit dengan MSL dalam keperluan praktis. Model Bumi Matematis bisa disajikan

dalam bentuk bidang datar dan bidang lengkung seperti Bola atau ellipsoid.

Untuk kebutuhan hitungan-hitungan geodesi, maka permukaan fisik bumi diganti dengan

permukaan yang teratur dengan bentuk dan ukuran yang mendekati bumi. Permukaan yang

dipilih adalah bidang permukaan yang mendekati bentuk dan ukuran geoid. Seperti telah

disinggung di muka, geoid memiliki bentuk yang sangat mendekati ellips putar dengan sumbu

pendek sebagai sumbu putar yang berimpit dengan sumbu putar bumi. Ellipsoid ini kemudian

disebut sebagai ellipsoid referensi (permukaan referensi geometrik).

Ellipsoid referensi didefinisikan oleh nilai-nilai jari-jari ekuator (a) dan pegepengan (f) ellips

putarnya. Sedangkan parameter-parameter seperti setengah sumbu pendek (b), eksentrisitas

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 24

(e), dan lainnya dapat dihitung (atau diturunkan) dengan menggunakan ke dua nilai parameter

pertama di atas. Dengan memperhatikan kondisi-kondisi fisik permukaan (bentuk geoid) beserta

faktor lainnya, tidak semua negara di dunia menggunakan ellipsoid yang sama. Karena itu,

banyak dijumpai ellipsoid referensi. Jika ellipsoid referensi yang digunakan dipilih berdasarkan

kesesuaiannya (sedekat mungkin) dengan bentuk geoid lokalnya (relatif tidak luas), maka

ellipsoid referensi tersebut dapat disebut juga sebagai ellipsoid lokal. Jika ellipsoid referensi

yang digunakan sesuai dengan bentuk geoid untuk daerah yang relatif luas (tingkat regional),

maka ellipsoid referensi tersebut juga dikenal sebagai ellipsoid regional.

Gambar 19. Datum ellipsoid dan hubungannya dengan Geoid

Datum geodesi merupakan sekumpulan konstanta yang digunakan untuk mendefinisikan sistem

koordinat yang digunakan untuk kontrol geodesi (sebagai contoh untuk keperluan penentuan

hitungan koordinat-koordinat titik-titik di permukaan bumi). Untuk mendefinisikan datum

geodesi yang lengkap, paling sedikit diperlukan delapan besaran :

- tiga konstanta (Xo, Yo, Zo) untuk mendefinisikan titik awal sistem koordinat,

- tiga besaran untuk menentukan arah sistem koordinat, dan

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 25

- dua besaran lainnya (setengah sumbu panjang (a), dan pegepengan (f) untuk mendefinisikan

dimensi ellipsoid yang digunakannya.

Meskipun demikian, sebelum datum geosentrik ini digunakan seperti pada saat ini, datum

geodesi didefinisikan oleh lima besaran saja : koordinat titik awal (bujur lintang), sudut azimuth

dari titik awal ini (α), dan dua besaran yang mendefinisikan ellipsoid referensi yang digunakan

(setengah sumbu panjang (a), dan pegepengan (f) ellipsoid). Datum terbagi berdasarkan cakupan

wilayahnya meliputi (Gambar ) :

Gambar 20. Jenis ellipsoid (datum) berdasarkan cakupannya

1. Datum Lokal

Datum lokal adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang dipilih

sedekat mungkin (paling sesuai) dengan bentuk geoid lokal (relatif tidak luas) yang

dipetakan-datumnya menggunakan ellipsoid lokal.

2. Datum Regional

Datum regional adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensiyang

dipilih sedekat mungkin (paling sesuai) dengan bentuk geoid untuk area yang relatif

luas (regional).

3. Datum Global

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 26

Datum global adalah datum geodesi yang menggunakan ellipsoid referensi yang

dipilih sedekat mungkin (paling sesuai) dengan bentuk geoid untuk seluruh permukaan

bumi.

4. Datum Horizontal

Ellipsoid referensi paling sering digunakan sebagai bidang referensi untuk penentuan

posisi horizontal (lintang dan bujur). Oleh karena itu, datumnya sering pula disebut

sebagai datum horizontal. Koordinat posisi horizontal ini beserta tingginya di atas

permukaan ellipsoid dapat dikonversikan ke sistem koordinat kartesian 3D yang

mengacu pada sumbu-sumbu ellipsoid yang bersangkutan.

5. Datum Vertikal

Untuk mempresentasikan informasi ketinggian atau kedalaman, sering digunakan

datum yang berbeda. Pada peta laut umumnya digunakan suatu bidang permukaan air

rendah (chart datum) sebagai bidang referensi, sehingga nilai-nilai kedalaman yang

dipresentasikan oleh peta laut ini mengacu pada pasut rendah (low tide).

B. Datum WGS 1984 dan Datum PZ-90

Datum penting sebagai acuan nilai bagi posisi dipermukaan bumi. Dalam penentuan posisi

dengan GNSS, datum yang dipakai yakni WGS-84 untuk GPS dan PZ-90 untuk GLONASS.

Datum WGS84 yang dikembangkan oleh oleh DOD dan defense mapping agency (DMA)

merepresentasikan pemodelan standpoint (yaitu posisi titik dimana pengamatan atau pengukuran

dilakukan di dalam survey pemetaan), gravitasional (gaya berat bumi yang bersifat fisis),

geodetik, dan geometrik. WGS (World Geodetic System) atau Sistem Geodesi Dunia adalah

standar yang digunakan dalam pemetaan, geodesi, dan navigasii terdiri dari bingkai koordinat

standar Bumi, Datum geodetik, (referensi permukaan standar bulat (acuan atau referensi

elipsoid) untuk data ketinggian mentah, dan permukaan ekuipotensial gravitasi (geoid) dipakai

sebagai pendefinisian tingkat nominal laut. Revisi terbaru adalah Sistem Geodesi Dunia 1984

(versi tahun 1984 kemudian dilakukan direvisi pada tahun 2004).

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 27

Dalam datum referensi Earth-Centered Earth-Fixed (ECEF) PZ-90 yang didefinisikan sebagai

berikut [ICD, 2002]:

1. Titik origin berada pada pusat bumi.

2. Sumbu-Z diarahkan ke Conventional Terrestrial Pole (CTP) sebagaimana direkomendasikan

oleh International Earth Rotation Service (IERS).

3. Sumbu-X diarahkan pada titik pertemuan bidang equator dan meridian nol yang dibuat oleh

BIH.

4. Sumbu-Y mengikuti sistem koordinat menggunakan tangan kanan.

Koordinat geodetik titik pada sistem koordinat PZ-90 mengacu pada elipsoid dimana sumbu

semi-major dan factor pengepenggan.

Tabel 2. konstanta geodetic dan parameter PZ-90 [ICD, 2002]

C. Transformasi Datum

Untuk menyamakan Datum WGS 84 dan PZ-90 perlu suatu model transformasi berdasarkan

transformasi koordinat bumi. Prinsip transformasi datum adalah pengamatan pada titik-titik yang

sama atau disebut titik sekutu. Titik sekutu ini memiliki koordinat-koordinat dalam berbagai

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 28

datum. Dari koordinat koordinat ini dapat diketahui hubungan matematis antara datum yang

bersangkutan. Selanjutnya titik titik yang lain dapat ditransformasikan. Prinsip transformasi

datum adalah pengamatan pada titik-titik yang sama. Selanjutnya, titik-titik sekutu ini memiliki

koordinat-koordinat dalam berbagai datum. Dari koordinat-koordinat ini dapat diketahui

hubungan matematis antara datum-datum. Hubungan matematis antara datum ini dapat

dinyatakan dengan 7 parameter transformasi : Translasi titik asal (origin) dx, dy, dz; rotasi

sumbu koordinat rx, ry, rz; dan skala S.

.................. (33)

Gambar 21. Transformasi datum PZ-90 ke WGS-84

WGS ‘84 PZ-90

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 29

Parameter transformasi dari PZ-90 ke WGS-84 adalah :

Pada dasarnya yang dimaksud dengan system koordinat adalah suatu system yang digunakan

untuk menyatakan suatu posisi atau titik baik dalam dua dimensi ataupun dalam tiga dimensi.

System koordinat didefinisikan dengan menspesifikasi tiga parameter, yaitu:

1. Lokasi titik asal ( titik nol ) dari system koordinat

2. Orientasi dari sumbu – sumbu koordinat

3. Besaran( kartesian, kurvalinear) yang digunakan untuk mendefinisikan posisi suatu titik

dalam sistem koordinat tersebut.

MODEL BUMI MATEMATIS DAN PROYEKS UTM

A. Model Bumi Ellipsoid

Pendekatan secara matematis (model) dari bumi fisis yang digunakan adalah ellipsoid dengan

besaran-besaran tertentu. Parameter ellipsoid dinyatakan dengan setengah sumbu panjang ellip

(a) dan setengah sumbu pendek ellip (b) serta penggepengan/flattening (f) (Muryamto, 1994).

Proyeksi adalah suatu cara dalam usaha menyajikan dari suatu bentuk yang mempunyai dimensi

tertentu ke dimensi lainnya. Dalam hal ini adalah dari bentuk matematis bumi (Elipsoid atau Elip

3 dimensi) ke bidang 2 dimensi berupa bidang datar. Sesuai dengan teori Newton, bahwa gaya

sentrifugal menyebabkan Bumi mengalamai pemampatan, jari-jari kutub pada ellipsoid lebih

pendek daripada jari-jari ekuatornya.

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 30

Gambar 22. Proyeksi peta dari permukaan bumi ke bidang datar (sumber : Mutiara, 2004).

Model bumi ellipsoid ini sangat diperlukan untuk perhitungan jarak dan arah (sudut jurusan) yg

akurat dgn jangkauan yg sangat jauh. “Gambaran” atau geometrik bumi telah berevolusi dari

abad-ke-abad hingga menjadi lebih baik (mendekati bentuk fisik sebenarnya), mulai dari model

bumi sebagai bidang datar seperti cakram hingga ellips putar (ellipsoid). Sebenarnya bentuk

bumi adalah spheroid (ellipsoid), radius pada equator sedikit lebih besar dari kutub-kutub

(Basofi, 2013).

Gambar 23. Bentuk Ellipsoid dari permukaan bumi (sumber : Basofi, 2013)

Karena permukaan bumi yang tidak rata/teratur, maka tidak dapat dijadikan sebagai bidang

(referensi) hitungan geodesi. Agar bisa untuk kebutuhan hitungan, maka permukaan fisik bumi

diganti dengan permukaan yang teratur, dengan bentuk dan ukuran yang mendekati bumi, dalam

hal ini dipilih bidang permukaan yang mendekati bentuk dan ukuran geoid, karena memiliki

bentuk yang sangat mendekati geometri ellips-putar dengan sumbu pendek sebagai sumbu putar

yang berimpit dengan sumbu putar bumi.

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 31

Gambar 24. Struktur permukaan bumi (sumber : Basofi, 2013)

Geometri ellipsoid referensi biasanya didefinisikan oleh :

a = jari-jari ekuator

f = penggepengan (f = flattening) ellips putarnya

Sedang parameter lain, seperti Sumbu pendek (b) dan eksentrisitas (e) dapat dihitung

(diturunkan) dengan ke dua nilai parameter pertama diatas.

Gambar 25. Geometri Ellipsoid (sumber : Basofi, 2013)

................................. (34)

................................. (35)

Karena kondisi fisik permukaan bumi (bentuk geoid) beserta faktor lain pada suatu lokasi/negara

tidak sama, maka tidak semua negara menggunakan ellipsoid (referensi) yang sama. Untuk

menentukan suatu ellipsoid referensi, berdasarkan kesesuaian (sedekat mungkin) dgn bentuk

permukaan geoidnya. Terdapat beberapa kategori ellipsoid berdasar coverage areanya meliputi:

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 32

1. Ellipsoid Lokal

Jika ellipsoid referensi yang digunakan dipilih berdasarkan kesesuaian (sedekat mungkin)

dengan bentuk geoid lokalnya (relatif tidak luas).

2. Ellipsoid Regional

Jika ellipsoid referensi yang digunakan dipilih sesuai dengan bentuk geoid untuk daerah yang

relatif luas (tingkat regional).

3. Ellipsoid Global

Jika ellipsoid referensi yang digunakan dipilih sesuai/mendekati dengan bentuk geoid untuk

keseluruhan permukaan bumi.

Tabel 3. Macam-macam ellipsoid yang digunakan di seluruh dunia

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 33

B. Macam-macam Bidang Proyeksi

Pada daerah yang relatif kecil (30 km x 30 km) permukaan bumi diasumsikan sebagai bidang

datar, sehingga pemetaan daerah tersebut dapat dilakukan tanpa proyeksi peta dan tetap

memenuhi semua persyaratan geometrik. Namun karena permukaan bumi secara keseluruhan

merupakan permukaan yang melengkung, maka pemetaan pada bidang datar tidak dapat

dilakukan dengan sempurna tanpa terjadi perubahan (distorsi) dari bentuk yang sebenarnya

sehingga tidak semua persyaratan geometrik peta yang „ideal‟ dapat dipenuhi (Mutiara, 2004).

Bidang proyeksi adalah bidang yang digunakan untuk memproyeksikan gambaran permukaan

bumi. Bidang proyeksi merupakan bidang yang dapat didatarkan. Menurut bidang proyeksi yang

digunakan, jenis proyeksi peta adalah:

1. Proyeksi Azimuthal : Bidang proyeksi yang digunakan adalah bidang datar. Sumbu simetri

dari proyeksi ini adalah garis yang melalui pusat bumi dan tegak lurus terhadap bidang

proyeksi.

2. Proyeksi Kerucut (Conic) : Bidang proyeksi yang digunakan adalah kerucut. Sumbu

simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari kerucut yang melalui pusat bumi.

3. Proyeksi Silinder (Cylindrical) : Bidang proyeksi yang digunakan adalah silinder. Sumbu

simetri dari proyeksi ini adalah sumbu dari silinder yang melalui pusat bumi.

Gambar 26. Jenis bidang proyeksi peta (sumber : Mutiara, 2004)

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 34

Menurut posisi sumbu simetri bidang proyeksi yang digunakan, jenis proyeksi peta adalah:

1. Proyeksi Normal (Polar) : Sumbu simetri bidang proyeksi berimpit dengan sumbu bumi

2. Proyeksi Miring (Oblique) : Sumbu simetri bidang proyeksi membentuk sudut terhadap

sumbu bumi

3. Proyeksi Transversal (Equatorial) : Sumbu simetri bidang proyeksi tegak lurus terhadap

sumbu bumi

Tabel 4. Jenis proyeksi peta menurut bidang proyeksi dan posisi sumbu simetrinya (sumber :

Mutiara, 2004).

Ditinjau dari kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi, proyeksi peta dibedakan menjadi :

1. Proyeksi Tangent (Menyinggung) : Apabila bidang proyeksi bersinggungan dengan

permukaan bumi

2. Proyeksi Secant (Memotong) : Apabila bidang proyeksi berpotongan dengan permukaan

bumi

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 35

Gambar 27. Kedudukan bidang proyeksi terhadap bumi (sumber : Mutiara, 2004)

Menurut ketentuan geometrik yang dipenuhi, proyeksi peta dibedakan menjadi :

1. Proyeksi Ekuidistan : Jarak antara titik yang terletak di atas peta sama dengan jarak

sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)

2. Proyeksi Konform : Besar sudut atau arah suatu garis yang digambarkan di atas peta sama

dengan besar sudut atau arah sebenarnya di permukaan bumi, sehingga dengan

memperhatikan faktor skala peta bentuk yang digambarkan di atas peta akan sesuai dengan

bentuk yang sebenarnya di permukaan bumi.

3. Proyeksi Ekuivalen : Luas permukaan yang digambarkan di atas peta sama dengan luas

sebenarnya di permukaan bumi (dengan memperhatikan faktor skala peta)

C. Proyeksi UTM (Universal Transverse Mercator)

Proyeksi UTM merupakan pengembangan dari proyeksi yang dikemukakan olehMercator.

Proyeksi UTM ini hampir sama dengan proyeksi Mercator,yakni sama-sama menggunakan

bidang proyeksi silinder dengan posisisumbu tegak lurus dengan sumbu Bumi dan baik untuk

menggambarkandaerah equator. Perbedaan UTM dengan Mercator antara lain,

daripersinggungannya proyeksi UTM memotong bidang proyeksi (secantial)sehingga daerah

kutub utara maupun selatan tidak tergambarkan, garisproyeksi meridiannya berupa garis

lengkung yang menghadap ke meridiantengah, garis proyeksi parallel berupa garis lengkung

yang menghadap kearah proyeksi kutub utara untuk yang berada di belahan Bumi utara

danmenghadap ke proyeksi kutub selatan untuk yang berada di Bumi belahan selatan, dan semua

koordinat geodetic dihitung terhadap Meridian Greenwich sebagai bujur nol dan terhadap

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 36

lingkaran equator sebagai lintang nol. Proyeksi UTM adalah proyeksi yang memiliki mercator

yang memiliki sifat-sifat khusus. Sifat-sifat khusus yang dimiliki oleh proyeksi UTM adalah :

a. Proyeksi : Transvere Mercator dengan lebar zone 6°.

b. Sumbu pertama (ordinat / Y) : Meridian sentral dari tiap zone

c. Sumbu kedua (absis / X) : Ekuator

d. d.Satuan : Meter

e. Absis Semu (T) : 500.000 meter pada Meridian sentral

f. Ordinat Semu (U) : 0 meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Utara dan 10.000.000

meter di Ekuator untuk belahan bumi bagian Selatan

g. Faktor skala : 0,9996 (pada Meridian sentral)

h. Penomoran zone : Dimulai dengan zone 1 dari 180° BB s/d 174° BB,Tzone 2 dari 174°

BB s/d 168° BB, dan seterusnya sampai zone 60 yaitu dari 174° B s/d 180° BT.

i. Batas Lintang : 84° LU dan 80° LS dengan lebar lintang untuk masing-masing zone

adalah 8°, kecuali untuk bagian lintang X yaitu 12°.

j. Penomoran bagian derajat lintang: Dimulai dari notasi C , D, E, F sampai X (notasi huruf

I dan O tidak digunakan).

Gambar 28. Pembagian Zone Proyeksi UTM

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 37

Gambar 29. Proyeksi dari bidang datum (ellipsoid) ke bidang proyeksi UTM

Wilayah Indonesia terbagi dalam 9 zone UTM, dimulai dari meridian 90° BT sampai meridian

144° BT dengan batas lintang 11° LS sampai 6° LU. Dengan demikian, wilayah Indonesia

terdapat pada zone 46 sampai dengan zone 54.

Sistem Penentuan Posisi dan Navigasi - 2014 Page 38

REFERENSI

Abidin, H.Z., 1995, Penentuan Posisi dengan GPS dan Aplikasinya. PT. Pradnya Paramita :

Jakarta

Abidin, H.Z. 2007. Lecture Slide of GD 3211 Satellite Surveying. Geodesy & Geomatics

Engineering Department, ITB : Bandung.

Basofi, A. 2013, Konsep Geodesi Data Spasial, Politeknik Elektronika Negeri Surabaya

Fakhrurrazi, D., 2008. Bahan Ajar Geodesi Satelit. Jurusan Teknik Geodesi, FT-UGM :

Yogyakarta

Kurniawan, W., http://allaboutgeo.wordpress.com/2013/11/28/proyeksi-peta-2/, diakses tanggal

4 oktober 2014

Muryamto, R., 1994, Hitungan Proyeksi Peta, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik

Universiatas Gadjah Mada.

Mutiara, I. 2004, Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat) Teknis Pengukuran Dan Pemetaan Kota,

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN INSTITUT TEKNOLOGI

SEPULUH NOPEMBER, Surabaya

Prasidya, A.S. 2014. Pengaruh Variasi Nilai Constraint Koordinat Tititk Ikat IGS Terhadap

Nilai Koordinat dan Akurasi Posisi Empat Stasiun CORS BPN DIY Menggunakan

Perangkat Lunak GAMIT/GLOBK. Skripsi Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM :

Yogyakarta.

Prihandito, A. 2010. Proyeksi Peta. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Sunantyo, T.A. 2000. Diktat Pengantar Survei Pengamatan Satelit GPS. Jurusan Teknik

Geodesi, FT-UGM : Yogyakarta