Efek Paparan DAP Dan BPA Terhadap Fungsi Fisiologis Hewan Kerang Mata Tujuh/ Abalone (Haliotis...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
3 -
download
0
Transcript of Efek Paparan DAP Dan BPA Terhadap Fungsi Fisiologis Hewan Kerang Mata Tujuh/ Abalone (Haliotis...
Efek Paparan DAP Dan BPA Terhadap Fungsi Fisiologis
Hewan Kerang Mata Tujuh/ Abalone (Haliotis asinina) Dengan
Metode Proteomik
oleh:
Jannatan Firdaus 105080600111014
Fitriani Yaya Sugianti 115080600111045
Zainul Arifin 115080601111007
Muhammad Rizki Nandika 115080601111018
Nurul Imami 115080601111067
Rama Septian Nugraha 115080601111082
Novita Priska Indriani 115080606111001
Amas Anindya Dwitya 115080607111002
Dimas Purbowaseso 115080613111005
Program Studi Ilmu Kelautan
Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas besar, mata kuliah bioteknologi
kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Ibu Dwi
Candra Pratiwi, S.Pi, M.Sc atas ketersediaan dan kesabaranya
selaku dosen pembimbing kami dalam menyusun tugas besar ini.
Kepada Bapak / Ibu Dosen mata kuliah bioteknologi kelautan,
dan semua pihak yang telah membantu, dan memberikan masukan
dalam menyusun tugas ini.
Akhirnya dengan segala keterbatasan serta pengetahuan,
penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih terdapat
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan komentar yang dapat dijadikan masukan
dalam menyempurnakan kekurangan penulis di masa yang akan
datang dan semoga tugas besar ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan.
Malang, 20 Desember 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................i
DAFTAR ISI................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................iv
1. PENDAHULUAN.............................................1
1.1 Latar Belakang.......................................1
1.2 Rumusan Masalah......................................2
1.3 Tujuan...............................................3
2. TINJAUAN PUSTAKA........................................4
2.1 Klasifikasi Kerang Mata Tujuh........................4
2.2 Deskripsi............................................4
2.3 Habitat..............................................6
2.4 DAP/BPA..............................................7
2.5 Pengertian Proteomik.................................9
3. METODOLOGI.............................................10
3.1 Alat dan Bahan......................................10
3.2 Skema Kerja.........................................11
3.2.1 Persiapan Sampel................................11
3.2.2 Sample Treatment................................12
3.2.3 Elektroforesis 2 Dimensi........................13
3.2.4 Analisis Gel....................................14
3.2.5 Pencernaan Gel..................................15
3.2.6 Identifikasi Protein dengan MALDI-TOF-MS........16
4. PEMBAHASAN.............................................17
4.1 Data Hasil Pengamatan...............................17
4.1.1 Aktivitas enzym.................................17
4.1.2 Protokol 2-DE dan Reproduktifitas..............18
4.1.3 Pola Ekspresi Protein pada Ekspose DAP/BPA......19
4.1.4 Identifikasi Protein............................20
4.2 Analisa Prosedur....................................21
4.2.1 Bahan Kimia.....................................21
4.2.2 Hewan dan Perlakuan Sampel......................22
4.2.3 Elektroforesis Gel 2D...........................23
4.2.4 Analisis Gel....................................24
4.2.5 Enzymatic in-gel digestion......................24
4.2.6 Identifikasi Protein dengan MALDI-TOF-MS........24
4.2.7 Analisis Statistik..............................25
4.3 Analisa Hasil.......................................25
5. PENUTUP................................................30
5.1 Kesimpulan..........................................30
5.2 Saran...............................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................31
LAMPIRAN..................................................32
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Haliotis asinina......................................4
Gambar 2 Bagian Tubuh Haliotis asinina.........................5
Gambar 3 Ikatan Kimia Bisphenol A..........................7
Gambar 4 Ikatan Kimia Diallyl Phthalate....................8
Gambar 5 aktivitas enzim dalam merespon paparan DAP dan BPA
..........................................................17
Gambar 6 Pola gel 2-D pada kontrol (A), DAP (B) atau BPA
(C).......................................................18
Gambar 7 Spot protein dengan treatmen DAP atau BPA dan
seleksi dengan analisi MALDI-TOF-MS.......................19
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan Industri yang semakin pesat dewasa ini
memberikan dampak yang positif bagi kebanyakan pihak seperti
banyaknya perluasan lapangan pekerjaan dan semakin
terpenuhinya kebutuhan. Namun, ini juga diiringi dengan
dampak negatif yang muncul seperti pencemaran. Terjadinya
penurunan kualitas baik udara, tanah maupun perairan
diakibatkan oleh buangan air limbah industri yang melewati
ambang batas yang telah ditentukan.
Salah satu perairan laut yang kualitasnya sudah
melewati ambang batas suatu baku mutu kualitas perairan yang
telah ditentukan oleh Menteri Lingkungan Hidup adalah Teluk
Jakarta. Sejak tahun 1972, Perairan Teluk Jakarta telah
mengalami pencemaran bahan organik dan logam berat yang
melampaui ambang batas (Kompas, 2004). Ini mungkin
disebabkan karena Teluk Jakarta merupakan muara dari 13
sungai yang berada di sekitaran kawasan Ibu Kota Jakarta,
sehingga masukan limbah yang dibuang baik langsung maupun
tidak langsung ke dalam sungai-sungai tersebut bermuara ke
dalam perairan Teluk Jakarta.
Namun tidak hanya limbah organik saja yang dihasilkan
kegiatan manusia, tetapi juga limbah plastik yang banyak
mengandung bahan beracun (anorganik) juga terkandung
didalamnya. Seperti Diallyl phthalate (DAP) dan bisphenol-A (BPA)
menurut Zhou et, al (2010) merupakan bahan yang biasa
digunakan sebagai plastik yang juga digunakan dengan
polyvinyl chloride dan diperkirakan dapat mengganggu sistem
endokrin. Bahan ini khususnya bekerja meneyerupai estrogen.
1
Kedua zat tersebut juga memiliki tingkat toksisitas yang
tinggi dan dapat tinggal dalam waktu yang lama ketika berada
di lingkungan.
Kualitas perairan dapat diukur salah satunya dengan
mengetahui keadaan biota yang hidup didalamnya. Jenis
kerang-kerangan merupakan bioindikator pencemaran yang
efisien untuk menduga kandungan atau kualitas perairan
tersebut, karena hewan ini merupakan hewan filter feeder dan
memiliki toleransi yang tinggi terhadap tekanan ekologis.
Selain itu kerang juga merupakan hewan yang hidup di dasar
dengan menempel pada substrat sehingga dapt mengakumulasi
kandungan dalam perairan seperti halnya sedimen dan tidak
akan berpindah untuk mencari lokasi perairan yang lebih
baik.
Bahan bahan berbahaya tersebut dapat dilihat
pengaruhnya terhadap perubahan fungsi fisiologis dengan
menggunakan metode proteomik. Proteomik adalah salah satu
metode untuk dapat mengidentifikasi protein. Protein
digunakan sebagai bahan uji coba untuk mengetahui pengaruh
dari paparan DAP dan BPA karena protein lebih cepat
terpengaruh terhadap perubahan di sekitar organisme
tersebut, berbeda halnya dengan gen karena gen membutuhkan
waktu yang relatif lama untuk mengalami perubahan.
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan kerang
mata tujuh sebagai objek untuk mengetahui akibat fungsi
fisiologis terutama fungsi dari sistem reproduksi yang
dilakukan oleh DAP dan BPA. Sistem reproduksi menjadi fokus
utama kami dalam penelitian ini karena menilai peran sistem
reproduksi yang sangat penting yang nantinya dapat
berpengaruh terhadap jumlah populasi dan kelahiran keturunan
2
berikutnya dari organisme tersebut. Sehingga nantinya dapat
diketahui bahaya dan pengaruh dari penggunaan DAP dan BPA
terhadap kelangsungan hidup biota didalam laut lainnya serta
terhadap kehidupan manusia.
1.2 Rumusan Masalah
Banyaknya pabrik industri dan aktivitas manusia
menghasilkan buangan limbah yang tidak digunakan kembali dan
menjadi sumber pencemar bagi lingkungan seperti udara air
dan tanah. Bahan pencemar dari hasil kegiatan ini berupa
bahan terlarut, gas-gas dan bahan yang tidak terlarut yang
kemudian akan bermuara pada satu perairan yaitu laut. Laut
yang tercemar bahan-bahan tersebut tentunya akan mengalami
penurunan kualitas air dan dapat mengganggu atau bahkan
merusak ekologis yang ada termasuk kehidupan biotanya.
Bioata dalam perairan yang tercemar kemungkinan akan
mengalami perubahan baik secara fisiologis maupun
morfologis. Plastik dengan bahan beracun seperti Diallyl
phthalate (DAP) dan bisphenol-A (BPA) termasuk salah satu bahan
pencemar yang dihasilkan dari kegiatan tersebut diatas.
Bahan ini merupakan bahan berbahaya yang dapat mengganggu
fungsi fisiologis apabila masuk kedalam tubuh organisme juga
kepada manusia.
Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan laut yang
mengalami penurunan kualitas air yang diduga disebabkan oleh
masuknya 13 aliran sungai dan bermuara kedalamnya.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui pengertian dan bagimana tahapan teknik
proteomik
3
2. Melihat pengaruh DAP dan BPA terhadap fungsi
fisiologis tubuh pada kerang mata tujuh (Haliotis
asininaI).
4
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Kerang Mata Tujuh
Haliotis asinina merupakan salah satu jenis gastropoda
yang memiliki lubang-lubang kecil dicangkangnya dan biasanya
berjumlah tujuh lubang, sehingga banyak orang menyebutnya
sebagai kerang mata tujuh. Klasifikasi kerang mata tujuh
(abalone) menurut Kruatrachue at al., (2004) dalam Riyadi
(2008) adalah sebagai berikut :
Filum : Moluska
Subfilum : Conchifera
Superkelas : Visceroconcha
Kelas : Gastropods
Subkelas : Orthogastropoda
Klas : Vetigastropoda
Superfamili : Haliotoidea
Famili : Haliotidae
Genus : Halioitis
Spesies : Haliotis asinina
(Limeus, 1758)
5
Gambar 1 Haliotis asinina
2.2 Deskripsi
Haliotis asinina atau yang dibiasa disebut dengan abalone
(kerang mata tujuh) merupakan hewan yang masuk kedalam klas
gastropoda. Menurut Wijarni (1990) hewan dalam klas
gastropoda memiliki bentuk tubuh atau cangkang spiral
asimetris yang terdiri dari tiga lapis yaitu periostracum,
perismatic dan nacrea. Organ-organ dalam hewan ini berada
didalam cangakang. Pada cangkangnya terdapat apex yang
merupakan whorls atau garis yang paling tua dan paling
kecil. Whorls ini mengelilingi sumbu pusat dari cangkang
tersebut yang disebut sebagai columella. Whorls semakin
kebawah semakin besar dan menjadi tempat organisme didalam
cangkang yang disebut sebagai body whorls lalu berakhir
dengan keadaan terbuka yang disebut juga sebagai aperture,
yaitu tempat tersembunyinya kepala dan kaki dari hewan ini.
Hewan ini memiliki celah atau lubang-lubang kecil pada
kerangka atau cangkangnya yang berfungsi sebagai tempat
pertukaran gas.
Abalon memiliki satu cangkang yang terletak pada
bagian atas tubuh. Cangkang berbentuk seperti telimga yang
menutupi bagian tubuh yang lunak. Cangkang abalon berwama
abu-abu sampai merah sesuai dengan tipe karang di habitatnya
(FAO, 1995). Cangkang abalon berbentuk spiral dengan spire
sangat tipis. Pada cangkang tersebut terdapat lubang-lubang
dalam jumlah yang sesuai dengan ukuran abalon, semakin besar
6
Gambar 2 Bagian Tubuh Haliotis asinina
ukuran abalon maka semakin banyak lubang yang terdapat pada
cangkang yang tertata rapi mulai dari ujung depan hingga
belakang cangkang (Tahang, et aL, 2006 dalam Riyadi, 2008).
Organ internal abalon tersusun di antara kaki dan
cangkang. Organ yang paling tampak adalah gonad yang
berbentuk seperti bulan sabit, berwarna abu-abu atau hijau
pada betina dan coklat (cream) pada jantan. Gonad menjulur
pada sisi yang berlawanan pada lubang cangkang sampai pada
bagian belakang. Abalon mempunyai sepasang mata dan mulut
dan sepasang tentakel yang panjang. Di dalam mulut terdapat
bagian seperti lidah yang panjang disebut radula yang
digunakan untuk menggaruk makanan seperti alga. Ruang insang
terdapat dekat mulut, di bawah lubang pernapasan. Air masuk
melewati bawah ujung cangkang dan kemudian mengalir melewati
insang dan keluar melalui lubang pada cangkang. Sisa
pencemaan dan kelenjar kelamin dibawa keluar bersama aliran
air. Karena tidak adanya susunan syaraf sejati, abalon
dianggap sebagai hewan primitif. Abalon mempunyai jantung
pada sisi kiri tubuh. Aliran darah mengalir melalui arteri,
sinuses dan pembuluh darah (Fishtech Inc, 2001).
2.3 Habitat
Abalon atau siput mata tujuh adalah kelompok moluska
laut yang tergolong dalam genus Haliotis, hidup di zona
intertidal sampai kedalaman 80- 100 m, tersebar di daerah
tropis sampai sub-tropis. Dari sekitar 100 spesies abalon
yang tersebar di dunia, terdapat tujuh spesies yang
ditemukan di perairan Indonesia antara lain Haliotis asinina, H.
7
varia, H. squamata, H. ovina, H. glabra, H. planate dan H. Crebrisculpta
(Riyadi, 2008).
Beberapa species dari klas gastropoda hidup didasar
yang keras, tetapi banyak yang hidup di dasar berpasir yang
lunak atau berlumpur termasuk didalamnya jenis abalone.
Selain itu beberapa species yang lain hidup di daerah yang
di tumbuhi tumbuhan daerah terrestrial, dedaunan yang busuk
dan juga potongan-potongan kayu (Wijarni, 1990).
Siput abalon ditemukan di perairan dangkal pada daerah
yang berkarang atau berbatu yang sekaligus dipergunakan
sebagai tempat menempel. Abalon bergerak dan berpindah
tempat dengan menggunakan satu organ yaitu kaki. Gerakan
kaki abalon sangat lambat, sehingga memudahkan predator
untuk memangsanya. Pada siang hari atau suasana terang,
siput abalon lebih cenderung bersembunyi di karang atau
batu, sedangkan pada suasana malam atau gelap lebih aktif
melakukan gerakan berpindah tempat (bersifat nocturnal).
Ditinjau dari segi perairan, kehidupan siput abalon sangat
dipengaruhi oleh kualitas air. Secara umum, spesies siput
abalon mempunyai toleransi terhadap suhu air yang
berbedabeda, seperti Haliotis kamschatkana dapat hidup dalam
suhu yang lebih dingin sedangkan Haliotis asinina dapat hidup
dalam air bersuhu tinggi sampai 30 0C Parameter kualitas air
yang berpengaruh yaitu pH antara 7-8, salinitas 31-32 ppt,
H2S dan NH3 kurang dari 1 ppm (Tahang et al., 2006 dalam Riyadi,
2008).
2.4 DAP/BPA
Bisphenol A atau BPA, adalah bahan kimia industri yang
digunakan terutama untuk pengeras, plastik bening yang
8
dikenal sebagai polikarbonat. Polycarbonate digunakan dalam
wadah rumah tangga tertentu, termasuk botol bayi, gelas
sippy, botol air reuseable (botol olahraga), kendi, guci
air, peralatan makan, wadah penyimpanan makanan dan
peralatan pengolahan. BPA juga digunakan untuk membuat epoxy
resin, yang digunakan dalam lapisan pelindung untuk berbagai
kaleng berbasis logam (yaitu, kaleng) makanan dan minuman,
termasuk susu formula. Menurut Direktorat Kesehatan Makanan
Kanada, paparan BPA melalui kemasan makanan yang menggunakan
BPA diperkirakan tidak akan menimbulkan risiko kesehatan
bagi masyarakat umum, termasuk orang dewasa, remaja dan
anak-anak. Resiko dari BPA berpotensial merusak kesehatan
bayi, terutama pada bayi baru lahir dan bayi di bawah 18
bulan. Namun, ketidakpastian ditunjukkan dalam penelitian
tingkat paparan BPA terhadap hewan untuk resiko kesehatan,
BPA dapat merusak kesehatan pada sistem reproduksi, sistem
saraf dan perkembangan perilaku. Karena ketidakpastian ini
dari tingkatan BPA yang dapat merusak kesehatan maka di
rekomendasikan prinsip umum ALARA (as low as reasonably
achievable) yaitu penggunaan serendah mungkin diterapkan
untuk mengurangi adanya paparan BPA dari aplikasi kemasan
makanan untuk bayi dan bayi baru lahir (Brunswick, 2011).
9
Gambar 3 Ikatan Kimia BisphenolA
Bisphenol A (BPA) adalah komponen dari plastik
polikarbonat dan resin epoxy dan merupakan salah satu bahan
kimia dengan volume tinggi yang diproduksi secara global.
Para peneliti telah menemukan bahan kimia ini di banyak
tempat di lingkungan, termasuk air minum, udara, makanan,
dan debu rumah. Banyak penelitian juga menunjukkan BPA
memiliki aktivitas estrogenik di beberapa persiapan in vitro
dan in vivo. Kemungkinan bahwa paparan BPA mungkin
berhubungan dengan efek kesehatan yang merugikan pada
manusia telah mendorong evaluasi keselamatan dengan
peraturan lembaga di Amerika Serikat dan Uni Eropa. Kedua
Food and Drug Administration (FDA) dan Otoritas Keamanan
Makanan Eropa (EFSA) telah menyatakan bahwa paparan BPA aman
pada saat tingkat tertentu. Namun, keputusan ini telah
ditantang oleh beberapa anggota dari ilmu kesehatan
lingkungan masyarakat atas dasar bahwa ratusan penelitian
berpotensi relevan ringkasnya dikeluarkan dari risiko
penilaian (ehp, 2011).
DAP (Dialyll Phthalate) merupakan bahan kimia yang
memiliki sifat kimiawi yang berbahaya bagi kesehatan manusia
seperti mutasi pada gen, toksisitas pada hati dan ginjal,
10
karsigonesis, dan toksisitas pada sistem reproduksi.
Berdasarkan data peniltian, dianjurkan kepada masing-masing
negara melakukan penilaian tingkat ekspose DAP terhadap
kesehatan manusia. DAP berfungsi sebagai pengeras dan
pengelastik pada bahan plastik yang reaktif. DAP ditambahkan
ke sistem polimer untuk membuat bahan tersebut lebih lembut
dan lebih mudah dibentuk selama proses pembentukan dan
kemudian mengikat kovalen kedalam matriks polimer untuk
menghasilkan plastik yang lebih kaku. Selain itu, DAP juga
digunakan sebagai agen pengikat silang selama pembuatan
polimer lain, seperti polyvinyl chloride (PVC), poliester
tak jenuh (UP). Polimer tersebit digunakan untuk
penyelesaian produk seperti bingkai jendela, lapisan cat
pada kapal dll. DAP diproduksi oleh reaksi esterifikasi
antara alil alkohol dan anhidrida ftalat, atau dengan
kondensasi antara alil klorida dan disodium phthalate (Kato,
2004).
Diallyl phthalate adalah senyawa kimia yang digunakan
sebagai agen ikatan silang pada polyester tidak jenuh.bahan
ini digunakan sebagai campuran yang digunakan sebagai bahan
utama pembuat plastik dan sebagai penambah katalis dan
pigmen untuk poliester, bagian elektrik, komponen dalam
laminating dan sebagainya (Parker, 1983).
2.5 Pengertian
Proteomik
Proteomik adalah studi skala besar protein, khususnya
struktur dan fungsi mereka. Protein merupakan bagian penting
dari organisme hidup, karena mereka adalah komponen utama
11
Gambar 4 Ikatan Kimia DiallylPhthalate
dari jalur metabolisme fisiologis sel. Istilah "proteomik"
pertama kali diciptakan pada tahun 1997 untuk membuat suatu
analogi dengan genomik, studi tentang gen. Kata "proteome"
adalah campuran dari "protein" dan "genom", dan diciptakan
oleh Marc Wilkins pada tahun 1994 saat bekerja pada konsep
sebagai mahasiswa PhD. Proteome adalah seluruh komplemen
dari protein, Sekarang diketahui bahwa mRNA tidak selalu
diterjemahkan ke dalam protein, dan jumlah protein yang
dihasilkan untuk jumlah yang diberikan mRNA tergantung pada
gen yang ditranskripsi dari dan pada keadaan fisiologis saat
ini sel. Proteomik menegaskan kehadiran protein dan
menyediakan ukuran langsung dari saat ini kuantitas (News
Medical, 2013).
Proteomik merupakan studi tentang identifikasi dan
karakterisasi protein, pada proses normal maupun pada
kondisi penyakit tertentu secara sistematik. Proteomik juga
merupakan kajian secara molekular terhadap keseluruhan
protein yang dihasilkan dari ekspresi gen di dalam sel,
terutama mengenai struktur dan fungsinya. Analisis proteomik
mencakup sejumlah teknik penelitian yang dirancang untuk
mengidentifikasi protein-protein, mendeteksi interaksi-
interaksi antar protein, mengkarakterisasi modifikasi pasca
translasi, dan mendeterminasi fungsi protein. Berbagi teknik
ini membutuhkan metode yang rutin dan baik dalam hal
ekstraksi, pemurnian dan analisis protein (Fajri dkk, 2010).
Proteomik merupakan suatu penelitian identifikasi,
separasi, maupun kuantitatif dari protein yang dihubungkan
dengan gen yang bertanggung jawab akan pembentukkan protein
secara spesifik. Proteomik merupakan teknologi baru yang
masih berkembang, teknik ini penting karena dapat mengetahui
12
gen yang berpengaruh terhadap sekresi metabolit sekunder
protein yang dapat berguna maupun membahayakan. Sehingga
dengan mengetahui faktor yang berpengaruh, maka untuk produk
sekresi yang berguna kita dapat meningkatkan produksinya
dengan modifikasi gen maupun kondisi optimumnya (Astadi,
2008).
13
3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
Berdasarkan jurnal yang menjadi referensi, alat dan
bahan yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Image scanner II : sebagai alat untuk memindai gambar
hasil
elektroforesis 2D yang selanjutnya
akan dianalisis
oleh software PDQuest.
PDQuest : sebagai software untuk menganalisis
hasil
elektroforesis 2D.
Polytron Homogenizer: sebagai alat untuk
menghomogenkan
hepatopankreas abalon.
Proteomics Analyzer : sebagai alat untuk menciptakan
pencitraan MALDI
Vortex : sebagai alat untuk
menghomogenkan larutan.
Abalone : sebagai sampel yang di uji.
Air laut : sebagai media aerasi sampel
abalone yang
digunakan dalam penelitian.
Aseton : sebagai pelarut organik untuk
mengisolasi enzim
pada abalone.
14
Nitrogen cair : sebagai media penyimpanan
hepatopankreas
abalone sebelum di uji.
PNP Reagent : sebagai pereaksi kimia.
Protease Inhibitor
Cocktail Complete Mini: untuk melindungi protein
sampel terhadap
berbagai protease.
Larutan rehidrasi : untuk mengembalikan penyerapan
cairan pada
sampel.
Agarosa : sebagai media dalam tahap
elektroforesis 2D
NH4HCO3 : untuk mengkerutkan atau
menghilangkan cairan
pada sampel.
Air : untuk mengkerutkan atau
menghilangkan cairan
pada sampel.
Asam dihydroksibenzoil
dan H3PO4 : sebagai larutan matriks yang
digunakan dalam
identifikasi protein.
Coomassie Briliant
Blue : sebagai larutan untuk memberi warna
pada
sampel.
15
Abalone (Haliotis asinina)
Abalone (Haliotis asinina) dengan air lautAbalone (Haliotis asinina) dengan aseton
Diambil hepatopankreas
Ditempatkan di nitrogen cair (suhu -800C)
Sample
3.2 Skema Kerja
3.2.1 Persiapan Sampel
16
Hasil
Sample
Diambil hepatopankreas sebanyak(200 mg)
Ditambahkan reagen (1ml)(5M urea, 2M thiourea, 2% CHAPS, 2% n-gecyl-N, 40Mm Tris)
Dihomogenkan
Disonikasi intermiten
Ditambahkan Protease Inhibitor Cocktail Complete Mini
Disentrifugasi
Dicampur dengan larutan rehidrasi(8M urea, 2% CHAPS, 2% IPG Penyangga, 0,25% DTT, pewarna bromophenol biru)
Di vortex
3.2.2 Sample Treatment
17
Disiapkan media dimensi 1 dan dimensi 2
Dimensi 1 dibiarkan di dalam larutan equilibrium buffer I (15 menit)(6M urea, 2%SDS, 0,05%M Tris, 50% gliserol, 2%DTT, pH 8,8)
Dimensi 1 dibiarkan di dalam larutan equilibrium buffer II (15 menit)(6M urea, 2%SDS, 0,05%M Tris, 50% gliserol, 2,5% iodacetomide, pH 8,8)
Strip didiamkan 1 malam
Dialiri listrik sebesar 250V selama 20 menit
Strip dimensi 1 diletakkan diatas dimensi 2
Disegel dengan menggunakan 0,5% agarosa
Dialiri listrik sebesar 250V selama 20 menit
Hasil
3.2.3 Elektroforesis 2 Dimensi
18
Gel (hasil elektroforesis 2 D)
Dipindai menggunakan image Scanner II
Dianalisis dengan software PDQuest
Dilakukan marking / perbandingan
Dianalisis gel (kontrol dan DAP) (kontrol dan BPA) (DAP dan BPA)
Dinormalisasi dan diperjelas
Diedit secara manual
Dinormalisasi
Dihitung total volume
Dibandingkan dengan kontrol
Hasil
3.2.4 Analisis Gel
19
Protein diambil dari gel
Diwarnai dengan Coomassie Briliant Blue
Dicuci beberapa kali dengan 50 ml NH4HCO3
Dicuci dengan air hingga menuysut
Didiamkan 1 malam
Hasil
3.2.5 Pencernaan Gel
20
3.2.6 Identifikasi Protein dengan MALDI-TOF-MS
21
Dibuat larutan matriks(20mg/ml asam
dihidroksibenzoil dan H3PO4)
Ditambahkan 3µl larutanmatriks pada sampel kering
Diberikan 800 tembakanlaser pada tiap spektrum
Dianalisis
4. PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Pengamatan
Berdasarkan literatur jurnal sebagai referensi, data
hasil yang diperoleh adalah selama periode seluruh percobaan
tidak ada perbedaan signifikan antara aseton dan group
kontrol air laut, oleh karena itu group kontrol aseton
digunakan sebagai kontrol di hasil percobaan berikut.
4.1.1 Aktivitas enzym
Antara empat parameter enzim yang diukur dalam
merespon ekspose DPA atau BPA, variasi signifikan yang
diamati pada aktivitas Ca2+ -Mg2+ -ATPase, POD, dan produksi
MDA tetapi tidak pada aktivitas Na2+ -K+ -ATPase.
Group hewan yang diperlakukan dengan DAP / BPA
menunjukkan sekitar 30% dan 40 % peningkatan aktivitas Na2+
-K+ -ATPase untuk group kontrol 3 bulan percobaan (P<0.05).
Tidak ada perbedaan signifikan yang dapat dilihat dari group
22
Gambar 5 aktivitas enzim dalammerespon paparan DAP dan BPA
treatment DAP dan BPA. Pola yang sama diamati pada aktivitas
POD. Kelompok percobaan (DAP dan BPA) memiliki aktivitas POD
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol group (P<0.05),
meskipun ada variasi tidak mencolok antara mereka. Selain
itu group hewan yang terekspose DAP juga menunjukkan dua
kali lipat produksi MDA lebih tinggi dibandingkan kontrol
(P<0.05).
Gambar 6 Pola gel 2-D pada kontrol (A), DAP (B) atau BPA (C)- treatmen abalon hepatopancreas. Sumbu horizontal geladalah dimensi fokus isoelektrik. Yang membentang dalam
kisaran PH 3-10 secara linier, sumbu vertikal adalah dimensigel polyacrylamide (12,5 %), yang membentang dari 14,4sampai 97 kDa. Bintik-bintik yang divisualisaikan dengan
perwarnaan biru coomassie R-25. Total 400 μg protein dimuatdisetiap gambar.
4.1.2 Protokol 2-DE dan Reproduktifitas
Hasil protokol dari 2-DE dan reproduktifitas
dilaporkan mendukung informasi.
23
Tabel 1 Number of spots differentially expressed in the twoexperimental groups organized by total number of spots
differentially expressed in each group. Number of spots up-or down-regulated classified into different ranges (2- to 4-fold, and more 4-fold), and number of up- or down-regulated
spots that are common between two experimental groups.
24
4.1.3 Pola Ekspresi Protein pada Ekspose DAP/BPA
Pada gambar 6 Menunjukkan perwakilan gel 2-DE pada
masing-masing grup proteome. Analisis dari jumlah spots
protein pada setiap group menunjukkan bahwa kontrol dan
group treatmen DAP/BPA memiliki sekitar 550 spot. Kebanyakan
protein memiliki konsentrasi pH 5-8. Dalam hal ukuran
molekul protein, kebanyakan konsentrasinya antara 30-90 kDa.
Analiasis statistik diterapkan untuk membandingkan
rasio ekspresi dari spots pada gambar kontrol 2-DE dan
ekspose group DAP / BPA. Perubahan dalam profil ekspresi
protein disebabkan oleh ekspose terhadap DAP/BPA yang
ditunjukkan pada tabel 1. (A) 2-fold perubahan cutoff telah
digunakan sebagai kriteria exspresi deferensial. Hasil
menunjukkan bahwa 35 spots dari group DAP, dan 27 spots dari
grooup BPA menunjukkan peningkatan atau penurunan
signifikan dibandingkan dengan kontrol protein. Dalam group
DAP, 19 dari 35 spot telah mengalami kenaikan regulasi, dan
treatmen ini disebabkan peningkatan ekspresi 13 spot antara
2 dan 4-fold, dan spots 6 lebih dari 4-fold. 16 Spots
25
Gambar 7 Spot protein dengan treatmen DAP atauBPA dan seleksi dengan analisi MALDI-TOF-MS
mengalami penurunan regulasi, 11 dari mereka menurun dalam
ekspresi antara 2 dan 4-fold, dan 5 spot menurun 4-fold.
Selain itu, ada 11 spots unik dalam group DAP. Pada group
BPA, total 27 spots menunjukkan perubahan dalam ekspresi
setelah ekspose. 18 dari mereka mengalami kenaikan regulasi,
14 spots mengalami kenaikan regulasi antara 2 dan 4-fold,
dan 4 spots mengalami kenaikan regulasi lebih dari 4-folds.
9 spots mengalami penurunan regulasi dengan 8 spots
mengalami penurunan regulasi antara 2 dan 4-fold dan hanya
satu spots turun lebih 4-fold. 17 spots unik dalam group
ini.
Group ditreatmen berbagai karakteristik umum (misalnya
DAP dan BPA) dibandingkan dengan group kontrol setelah
menganalisis variasi spot .Jumlah perubahan spot adalah 19.
Jumlah spot mengalami kenaikan regulasi atau mengalami
penurunan regulasi adalah 11 dan 8 spot. Selain itu, jumlah
spot protein unik dalam DAP dan BPA adalah 5. Untuk status
ini, 24 spot (unik dan dimodifikasi spots protein pada kedua
group yang ditreatmen) dipilih untuk MS analisis.
4.1.4 Identifikasi Protein
24 spots yang dianggap paling dapat diandalkan setelah
seluruh analisis dan inspeksi manual, dan mereka memilik
analisi MALDI-TOF-MS spektometrik (Gambar 7). Gambar 7
memberikan contoh identifikasi protein (2 spots), yang juga
kuat mengatur naik (4,6-fold) protein dalam treatmen group
(Mensuport informasi).
26
Identifikasi protein kira-kira sudah diklasifikasikan
ke dalam lima kelompok sesuai fungsi mereka. Identifikasi
spot, Mr (kDa), nilai pl , group protein ditreatmen melawan
group kontrol dan parameter statistik disajikan pada tabel
2. Protein dalam group pertama merespon tratmen DAP/BP
adalah aldehyde dehydrogenase mengalami penurunan regulasi
dan glutathione-S-transferase (GST), yang terlibat dalam
detoksikasi. Hasil identifikasi spots 1 sebagai aldehyde
dehydrogenase diperoleh dari homologi enzym Haliotis tuberculata.
Spots 2 itu diindentifikasi sebagai GST dengan homologi
protein Haliotis discus. GST adalah detisifikasi dan terlibat
dalam metabolisme xenobiotic dan mungkin lokal di cytosol
atau peroxisome (Ulmasov et al. , 1995). Group kedua
protein, terkait dengan stress oxidatif juga dimodulasi.
Salah satu protein, Mn-SOD (Spot 3) telah mengalami
penurunan regulasi. 4 protein lainnya β-tubulin (spot 4),heat shock protein HSP 70 (spot 5), thioredoxin peroxidase
(spot 6) dan katalase (spot 20) mengalami kenaikan regulasi.
Dalam penelitian ini, ditemukan juga protein berpartisipasi
atau merespon proses hormon yaitu spot 8 (hormon seks
27
Tabel 2 Daftar identifikasi protein dari hepatopankreasabalone menggunakan MALDI-TOF-MS
mengikat globin) dan 9 (7 dehy drocholesterol reductase).
Mereka termasuk dalam group 3, hormon sex mengikat globin
berpartisipasi dalam mengikat dan biosintesis adalah
mengalami penurunan regulasi. 7 dehydrocholesterol
direduksi menurun 2-fold. Keempat group termasuk protein
yang terlibat dalam metabolisme. Tiga protein itu mengalami
penurunan regulasi karena ekpose DAP/ BPA (ATPase syntesis
βchain, spot 11 ; alkohol dehydrogenase, spots 12 ; dantransfer elektron flvoprotein , spot 13). Dua protein
diekspresikan tinggi mengikuti DAP atau BPA (fruktosa-
biphospate aldolase, spot 14; dan malate dehydrogenase, spot
15. Protein ini adalah partisipasi utama pada proses
seluler dan lalu-lintas. Selain itu, dua protein lain ;
cathepsin L seperti sistem proteinase (spot 16) adalah
mengalami penurunan regulasi dan faktor komonen H (spot 21)
mengalami penurunan regulasi yang yang terlibat interkoneksi
lingkungan dan host kemampuan kekebalan. Mereka termasuk
group lima. Akhirnya, protein (spot 23) juga telah
ditemukan.
Namun, enam spot tersisa (7,10,17, 19,22, dan 24)
tidak mem memberikan data yang jelas dalam penelitian ini
karena tidak dapat diterima verialibilitasnya/ kemampuannya,
yang diyakini menjadi hasil terdeteksi poor random oleh MS
dari setiap persiapan atau kurangnya data proteomik spesies
abalone.
4.2 Analisa Prosedur
4.2.1 Bahan Kimia
Reagen yang digunakan dalam poliakrilamid
elektroforesis gel 2 dimensi (2D-PAGE) adalah analisis
28
tingkat dan diperoleh dari Bio-Rad Pharmacia Biotech China
(Shanghai, China). Sequencing atau pembacaan kelas trypsin
dibeli dari Sigma-Aldrich. Trifluoroacetic acid (TFA) dan
acetonitrile berasal dari Merck China (Beijing, China). DAP
dan BPA (kemurnian >98%) yang diperoleh dari Shanghai
Chemicals Co (Shanghai, China).
4.2.2 Hewan dan Perlakuan Sampel
Abalone atau kerang mata tujuh, Haliotis asinina (betina),
dengan panjang cangkang 54 ± 4,5 mm, dikumpulkan dari
pertanian abalone (Shenzhen, Cina) dan disimpan dalam air
laut aerasi (25o C) selama satu minggu sebelum perlakuan.
Air laut itu dibersihkan oleh saringan pasir. Solusi EDC
(dilarutkan dalam aseton) ditambahkan ke air laut untuk
menghasilkan konsentrasi tes akhir. Konsentrasi uji DAP (50
µg L-1) dan BPA (100 µg L-1) dipilih atas dasar pra-
eksperimen sebelumnya (setelah 5 d pra-eksperimen, nilai
LC50 dari DAP dan BPA adalah 5000 µg L-1 dan 10000 µg L-1,
masing-masing; konsentrasi uji 1% dari nilai LC50).
Konsentrasi aseton akhir di setiap perlakuan relatif sama
(0,005 %).
Percobaan dilakukan pada kelompok perlakuan yang
berbeda dengan 100 abalones di setiap kelompok, perlakuan
terhadap abalone digunakan sebagai kontrol negatif, termasuk
kelompok kontrol aseton dan kelompok kontrol air laut.
Duplikat dilakukan untuk setiap perlakuan. Abalone
memaparkan 50 µg L-1 DAP atau 100 µg L-1 BPA dan tidak
menyebabkan peningkatan yang signifikan terhadap kematian di
seluruh waktu pemaparan. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan
ekspresi protein dalam percobaan ini mungkin sebagian besar
29
menanggapi sifat racun bahan kimia tetapi tidak untuk akut
kerusakan biologis dari senyawa. Percobaan disimpan di bawah
eksposur laboratorium terkontrol selama tiga bulan.
Parameter kualitas air laut selama percobaan adalah: oksigen
terlarut ≥7mg L-1, pH 8,0-8,2; salinitas 30 ± 2 ‰ dan suhu
25 ± 2o C. Sebuah sistem paparan semi-statis digunakan, air
laut dalam tangki kaca ditukar setiap 2 d dengan pasir segar
disaring air laut. DAP Segar atau BPA juga dilengkapi setiap
2 d untuk menjaga konsentrasi mereka masing-masing. Kelp
yang masih segar (Gracilaria tenuistipitata) digunakan sebagai
pakan periode eksperimental secara menyeluruh.
Pada akhir perawatan, hepatopankreas abalone dari
masing-masing kelompok dikumpulkan dan segera ditempatkan
dalam nitrogen cair, dan disimpan pada -80o C sampai siap
diproses. Sampel untuk tes enzim diperoleh dengan
homogenisasi bagian hepatopankreas seperti yang dijelaskan
oleh Wang et al. (2005). Na+ - K+ -ATPase, Ca2+ - Mg2+-
ATPase, aktifitas peroksida (POD) dan tingkat malondialdehid
(MDA) diukur dengan menggunakan kit (peralatan) komersial
(Jiancheng, Nanjing, Cina). Lima sampel independen dari
masing-masing kelompok digunakan sebagai sampel pengulangan
untuk masing-masing parameter.
4.2.3 Elektroforesis Gel 2D
Lima abalones dari setiap perlakuan disampel secara
acak setelah percobaan paparan. Untuk lisis sel untuk 2-DE,
masing-masing jaringan hepatopancreas (200 mg)
dihomogenisasi dalam 1 mL reagen (5 M urea, 2 M thiourea, 2%
CHAPS, 2% n-Decyl-N, N-dimethyl-3-ammonio-L-propanesulfonate
3–10, dan 40mM Tris) yang telah disediakan menggunakan
30
polytron homogenizer, dan hasil campuran yang dihasilkan
disonikasi intermiten selama 5 menit. Untuk menghindari
degradasi protein selama persiapan protease inhibitor
cocktail Complete Mini (0.5 mM, Roche Diagnostics GmbH,
Jerman) ditambahkan ke sampel. Homogenat disentrifugasi pada
20.000 g selama 30 menit. Konsentrasi protein ditentukan
dengan menggunakan metode Bradford. Homogenat dicampur
dengan larutan rehidrasi yang berisi 8 M urea, 2 % CHAPS, 2
% IPG penyangga, 0,25 % DTT dan sedikit bromophenol pewarna
biru, dan campuran yang dihasilkan divortex.
2-DE dilakukan dengan alat elektroforesis Multiphor II
menggunakan pH pre-cast 3-10 IPG strips (17 cm) untuk
dimensi pertama. Selanjutnya, 12,5 % gel poliakrilamida
gradien ( 80 x 180 x 1 mm) digunakan untuk dimensi kedua.
Untuk isoelektrik fokus (IEF), sebuah aliquot dari sampel
supernatan yang mengandung protein 400 μg itu dimuat ke
strip IEF, dan strip didiamkan semalam.
IEF dilakukan sebagai berikut: 250 V selama 20 menit ,
100 V selama 2,5 jam dengan gradien 10 .000 untuk total
40.000 Vh . Arus tidak melebihi 50 μA per strip. Setelah IE,
strip IPG yang dibiarkan selama 15 menit dalam equilibrium
buffer I (6 M urea, 2 % SDS, 0,05 M Tris - Cl, pH 8.8, 50 %
gliserol dan 2 % DTT) diikuti oleh 15 menit dalam buffer II
(sama seperti buffer I tetapi mengandung 2,5 % iodacetamide
bukan DTT). Untuk menangkap dimensi kedua, strip IPG yang
diseimbangkan dimuat di atas 12,5 % gel SDS-poliakrilamida
dan disegel dengan 0,5 % (b / v) agarosa. Sistem penyangga
berjalan adalah standar Laemmli buffer SDS-PAGE. Gel
diwarnai dengan Coomassie Brilliant Blue R-250. 2-D gel
31
dilakukan pada riplicate dan dari lima ekstraksi protein
independen untuk masing-masing kelompok.
4.2.4 Analisis Gel
Pada tahap ini yang pertama kali dilakukan adalah gel
dipindai dengan menggunakan ImageScanner II (GE Health-care,
Piscataway, NJ, USA). Kemudian dianalisis dengan menggunakan
software PDQuest (versi 8.0, Bio-Rad) sesuai dengan
perintah. Setelah itu dilakukan marking yang selaras dengan
gambar sehingga protein yang sesuai dapat dicocokkan satu
sama lain. Lalu dilakukan analisis gel antara kontrol dan
DAP, kontrol dan BPA, serta antara DAP dan BPA dengan
menggunakan perangkat lunak PDQuest. Setelah itu akan muncul
bintik-bintik protein sebagai model matematis
pendistribusian Gaussian 3-D dan penyerapan maksimum setelah
dilakukan koreksi pada gambar perbandingannya. Kemudian
intensitas spot yang dinormalisasi dibuat untuk menentukan
kerapatan total dalam setiap gel yang sama, analisis ini
dilakukan dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Bintik-
bintik protein terdeteksi secara otomatis dan kemudian di
edit secara manual untuk mengahpus coretan dan semacamnya.
Setelah itu, gambar di normalisasi dengan menghitung total
volume nya. Perbedaan antara sampel yang dianggap signifikan
jika normalisasi volume pada sopt tertentu di 2D gel berubah
2 kali lipat atau lebih.
4.2.5 Enzymatic in-gel digestion
Pada tahap ini protein di warnai dengan Coomassie
Briliant Blue yang dipotong dari gel, kemudian dicuci
beberapa kali dengan 50 ml NH4HCO3. Setelah itu, gel dicuci
dengan air dan menyusut oleh adanya dehidrasi dalam
32
asetonitril. Potongan-potongan gel yang kering kemudian
terdegradasi oleh trypsin. Setelah dilakukan pencernaan
selama satu malam, hasil yang diperoleh adalah peptida yang
kemudian diekstraksi dengan 50% asetonitril 0,11% TFA untuk
2 kali dan kemudian pembacaan konsentrasi dengan Turbo VAP
96 Workstation Concentration (Zymark, USA).
4.2.6 Identifikasi Protein dengan MALDI-TOF-MS
Pada tahap ini dibuat sebuah larutan yang disebut
matriks yang terdiri dari 20mg/ml dari asam
dihidroksibenzoil dan H3PO4. 3 mikro liter dari larutan
matriks ditambahkan pada sampe kering pencernaan tripsin.
Percobaan MALDI-TOF-MS ditampilkan dengan menggunakan model
ion positif dalam analisis proteomik 4700 (Aplikasi
Biosistem, USA) dengan laser 355nm Nd: YAG, tingkat
pengulangan 200 Hz, dan tegangan percepatan 20Kv. Untuk PMF
(Peptide Mass Finger Printing). 800 tembakan laser
diakumulasikan pada tiap spektrum. Masa spektum TOF
diperoleh dari data yang berasal dari metode akuisisi. Data
untuk TOF dicari menggunakan Mascot (Matrix Science, London,
UK) atau dari data base NCBI. GPS explorer digunakan untuk
menambahkan perolehan data dari TOF untuk mencari data base.
Kalibrasi masa dilakukan secara eksternal pada target
menggunakan myoglobin pencerna peptida.
4.2.7 Analisis Statistik
Hal yang dilakukan dalam analisis statistik adalah
pertama dilakukan uji normalitas dengan menggunakan uji
kolmogorov smirnov. Uji kolmogorov smirnov merupakan suatu
pengujian statistik non –parametic yang paling mendasar dan
yang paling banyak digunakan. Konsep dasar dari uji
33
normalitas kolmogorov smirnov adalah dengan membandingkan
distribusi data (yang akan di uji normalitasnya) dengan
distribusi normal baku. Kedua, dilakukan uji homogenitas
varians dengan menggunakan uji levene. Uji levene digunakan
untuk menguji kesamaan varians dari beberapa populasi. Uji
levene merupakan uji alternatif dari uji Bartlett.
2 sampel yang diuji pada penelitian ini, setelah
dilakukan uji kolmogorv smirnov dan uji levene dengan
menggunakan software SPSS didapatkan hasil P<0,05, yang
artinya kedua sampel tersebut memiliki perbedaan yang
signifikan.
4.3 Analisa Hasil
Berdasarkan referensi jurnal, dapat diketahui hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa abalone sensitif terhadap
paparan DAP / BPA setelah dilakukan anailisi proteomik.
DAP / BPA bisa berpengaruh secara signifikan terhadap
beberapa fungsi fisiologis dari abalon, termasuk tekanan
detoksifikasi/oksidatif, hormonal modulasi, metabolisme sel
dan kekebalan bawaan. Hasil ini menunjukan bahwa abalon
berpotensi sebagai indikator dalam penelitian EDC.
Detoksifikasi, yang disebabkan oleh paparan EDC, adalah
mekanisme pertahanan vertebrata atau invertebrata. Hati
adalah organ utama yang berperan dalam penghapusan toksik.
Hal ini merupakan respon adaptif ketika terkontaminasi
toksik. Detoksifikasi membutuhkan konsumsi oksigen yang
lebih tinggi, yang dapat mewakili tekanan tambahan pada
abalon dilingkungan air yang terkontaminasi. Selanjutnya,
oksigenasi reaksi, bersama-sama dengan detoksifikasi, dapat
menghasilkan oksigen reaktif spesies (ROS) yang dapat
34
mengakibatkan stres oksidatif, kerusakan struktur sel, dan
akhirnya kematian sel. Selanjutnya dapat mengurangi reaksi
toksik, aldehyde dehydrogenase dan glutathione-S-transferase
(GST) memainkan peran penting dalam detoksifikasi dan
metabolisme xenobiotik dan banyak senyawa endobiotic.
Tingkat GST pada udang yang terkena minyak menunjukan
ketidakstabilan mekanisme detoksifikasi dan kemampuan
sebagai bio-indikator untuk deteksi dini pencemaran minyak.
Dalam moluska aktivitas GST juga telah banyak digunakan
sebagai biomarker paparan EDC. Hasil penelitian menunjukan
bahwa efek EDC pada abalon diinduksi untuk memodulasi respon
biologi dan reaksi detoksifikasi.
Peroksisom dan banyak enzim oksida lain yang terlibat
dalam mengkatalisis reaksi untuk menguraikan polutan dan
melepaskan reaktif spesies oksigen (ROS) sebagai produk
sampingan. Baru-baru ini telah menjadi jelas bahwa
kontaminan merangsang produksi ROS dan hasilnya di kerusakan
oksidatif, yang mungkin merupakan mekanisme toksisitas dalam
air organisme terkena polusi. Peningkatan ROS dan kerusakan
oksidatif dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh polutan yang selanjutnya dapat menyebabkan
pelepasan ROS. ROS, diproduksi dalam sistem biologi yang
didetoksifikasi oleh pertahanan antioksidan. Dalam studi
ini, antara protein yang diidentifikasi dikategorikan lima
tempat yang terkait dengan pertahanan antioksidan dan
perlindungan anti-stres, Satu protein (Mn-SOD) turun-diatur
dan empat protein lain (thioredoxin peroksidase, katalase,
b-tubulin dan HSP 70) yang teratur. Dismutases superoksida
(Sods) adalah antioksidan penting enzim, yang berfungsi
untuk menghilangkan ROS berbahaya atau radikal bebas dari
35
lingkungan selular dengan menjadi katalis bagi dismutasi
dari dua radikal superoksida menjadi hidrogen peroksida dan
oksigen. Menurut kofaktor ion logam diidentifikasi dalam
situs aktif mereka, Sods diklasifikasikan menjadi empat
jenis: Cu, Zn, Fe-SOD dan Mn-SOD. dalam hal ini studi, Mn-
SOD jelas berubah, yang bertepatan dengan hasil sebelumnya
dimana aktivasi pertahanan antioksidan diamati sebagai
respon adaptif yang efektif untuk stres oksidatif.
HSP-70, sebuah protein mitra, yang memiliki kemampuan
yang kuat untuk mempertahankan integritas selular melalui
protein terjemahan lipat, diatur setelah terpapar DAP / BPA
yang diamati dalam penelitian. melaporkan bahwa HSP 70
memainkan peran kunci dalam Mekanisme pertahanan abalone
Pasifik dan respon imun. Sebuah genom analisis rainbow trout
goreng juga menunjukkan peningkatan dramatis tingkat HSPs
saat terpapar diesel. Menurut pendapat kami, sebagai
organisme bentik, abalone belum cukup kemampuan untuk
melarikan diri dari habitat tercemar di mana perlindungan
dari lingkungan kontaminan stres sangat penting untuk
kelangsungan hidup. Tinggi HSP 70Ekspresi terdeteksi pada
abalone bawah EDC lingkungan kondisi yang dianggap sebagai
bentuk endogen perlindungan. Dari data proteomik yang
disebutkan di atas, kami mengamati terlihat fenomena stres
oksidatif pada abalone setelah DAP atau Pengobatan BPA.
Hasilnya adalah sesuai dengan enzimatik data, yang
menunjukkan bahwa aktivitas POD dan tingkat MDA secara
signifikan berubah dalam kelompok percobaan dibandingkan
dengan kontrol satu. Hasil ini menunjukkan bahwa elisitasi
respon seluler untuk Toksisitas DAP / BPA dapat menyebabkan
aktivasi jalur detoksifikasi, menunjukan gangguan
36
homeostatis seluler normal dan induksi protein yang terlibat
dalam respon prospektif untuk mengurangi kerusakan
oksidatif.
Dalam studi ini, di temukan globulin mengikat hormon
seks (SHBG) menurun dan 7-dehydrocholesterolreduktase yang
up-diatur ketika abalone terkena ke DAP atau BPA. Pada
mamalia, peran 7-dehydrocholesterol reduktase adalah untuk
mengkonversi 7-dehydrocholesterol menjadi kolesterol.
Kolesterol adalah prekursor dari hormon steroid dan dikenal
untuk memainkan peran penting dalam berbagai proses
biologis, termasuk homeostasis, perkembangan seksual, dan
reproduksi. Selain itu, kolesterol merupakan komponen kunci
dari membran sel, dan membantu mempertahankan fluiditas
membran normal. peraturan protein DHCR7 akan mengakibatkan
perubahan sintesis kolesterol dan pengaruh pada membran sel
fluiditas, dan dengan demikian, memberikan kontribusi pada
perubahan dalam sintesis hormon steroid. Dalam studi ini,
kami anggap bahwa jenis enzim ini antara abalones,
kemungkinan akan terkait dengan respon toksisitas kronis DAP
/ BPA. Dalam invertebrata, masih merupakan tantangan utama
masa depan untuk menggambarkan hubungan antara endokrin
mengganggu senyawa efek dan sistem hormon mereka. Penelitian
ini memberikan referensi untuk memahami peran dalam modulasi
hormon EDC invertebrat. Namun, masih ada kesenjangan antara
mekanisme yang tepat dari efek EDC dan modulasi hormon.
Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menyelidiki
hubungan ini.
Ini patut mendapat perhatian bahwa dua protein
(fruktosa Aldolase bifosfat dan malat dehidrogenase) dan
tiga protein turun-diatur (ATP synthase b-subunit, alkohol
37
dehidrogenase dan elektro mentransfer flavoprotein)
diidentifikasi protein yang terlibat dalam metabolisme
Fruktosa-bifosfat aldolase adalah enzim glikolitik dimana
umumnya ditemukan dalam rangka otot pada mamalia. Studi pada
ikan telah menunjukkan bahwa selama stres, lebih banyak
energi metabolisme dialokasikan untuk perbaikan jaringan dan
pemulihan, yang mengakibatkan kenaikan tarif glikolisis. PCB
mengganggu fluks energi normal dan merusak kemampuan
reproduksi dari belut Eropa. Dalam karya ini, kita
berspekulasi bahwa regulasi fruktosa-bifosfat aldolase dalam
abalone dapat atribut lebih tinggi.
Kebutuhan energi dalam rangka untuk mengimbangi
perbaikan sel dan mediasi stres, yang menimbulkan beban
fisiologis tambahan selama DAP / paparan BPA. Oleh karena
itu, DAP / BPA hasil pemaparan dipengurangan energi yang
tersimpan yang diperlukan untuk pemeliharaan pertumbuhan dan
perkembangan organisme. Pada saat yang sama, kami mengamati
ATP enzim sintesis b subunit menurun 2,3 sampai 2,6 kali
lipat dibandingkan dengan kelompok kontrol, yang menunjukkan
bahwa respon energi jalur (produksi dan konversi) dalam
kontrol dan percobaan kelompok yang berbeda. Protein enzim
ADH meluas didalam bentuk tubuh, memenuhi fungsi fisiologis
diversifikasi. Hal ini berfungsi sebagai modulator fluks
glikolitik di jaringan hati. Protein ADH adalah hipotesis
terkait dengan penurunan jalur energi. Electron Transfer
flavoprotein (ETFP) adalah anggota dari rantai perpindahan
elektro untuk mentransfer NADH ke NAD +. The reoksidasi NADH
perlu oksidatif dan produksi energi jalur, misalnya jalur
pertumbuhan sel. Kami berspekulasi bahwa down-regulasi ETFP
yang mengganggu homeostasis distribusi energi dalam sel.
38
Dua protein yang terlibat dalam fungsi kekebalan tubuh
yang ditemukan berbeda dinyatakan dalam kelompok DAP atau
BPA. Komponen pelengkap Faktor H turun-diatur sedangkan
cathepsin L seperti sistein proteinase yang diatur. . Dalam
studi ini, kami mengamati sebuah cathepsin L jelas diatur
yang menunjukkan bahwa organisme sudah stres, karena
cathepsins signifikan meningkatkan terutama terjadi pada
infeksi atau kondisi stres.
Singkatnya, berdasarkan ekspresi protein komparatif
dan analisis identifikasi, kami sarankan bahwa DAP / BPA
dalam fungsi abalone sebagai berikut, awalnya DAP / BPA
dapat mempengaruhi karakterisasi fisiologis dan biokimia
dari abalone dengan mengatur ekspresi dari jenis protein
yang berbeda fungsi. Sejumlah protein yang terkait dengan
fungsi metabolisme hati yang normal (yaitu pertumbuhan,
transporter protein dan kekebalan) yang diatur, sedangkan
produk hati yang berhubungan dengan respon adaptif, misalnya
detoksifikasi dan / atau xenobiotik tekanan (GST, HSP-70, b-
tubulin, dll) yang meningkat. Dalam keadaan ini, kemampuan
pertahanan dan aliran energi arah normal akan berada dalam
kekacauan. Studi sebelumnya juga telah mendokumentasikan
bahwa hati naftalena terkena penurunan trout dalam kapasitas
untuk mengekspor glukosa, menyampaikan kebutuhan energi yang
berhubungan dengan reproduksi proses dan meningkatkan
penggunaan internal energi terkait dengan kegiatan
detoksifikasi. Hati, karena itu dapat mengalihkan energi
dari fungsi-fungsi tertentu untuk kemampuan proses
kontaminan terkait.
Kemudian, DAP atau BPA mengganggu pada sistem endokrin
yang terkait dengan mengirimkan hormon dan proses. Kami
39
berasumsi bahwa reproduksi atau pengembangan dapat
dipengaruhi oleh metabolisme hormon yang normal yang
disebabkan oleh hormon bervariasi atau reseptor tingkat di
DAP / BPA-stres abalone. Ini akan mengganggu pematangan
kelenjar dan proses gametogenesis, embriogenesis atau
akhirnya penangkapan. Jika itu yang terjadi, populasi
abalone dan keanekaragaman hayati akan berkurang dan
degenerasi akan menjadi lebih buruk. Namun, mengingat
kompleksitas ekosistem dan fungsi ekologis.
40
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan efek paparan DAP dan BPA
terhadap fungsi fisiologis kerang mata tujuh/ abalone
(Haliotis asinina) dengan metode proteomik dapat di simpulkan
sebagai berikut :
1. Proteomik merupakan studi tentang identifikasi dan
karakterisasi protein, pada proses normal maupun
pada kondisi penyakit tertentu secara sistematik.
2. Tahapan dalam penelitian ini adalah persiapan
sampel, treatmen sampel, elektroforesis 2 dimensi,
analisis gel, pencernaan gel, dan identifikasi
protein dengan MALDI-TOF-MS.
3. DAP / BPA dapat menaikkan hormone SHBG dan
menurunkan hormone 7-dehydrocholesterol yang
kemudian dapat mengganggu pada sistem endokrin yang
berperan dalam proses mengirimkan hormon. Kami
berasumsi bahwa reproduksi atau perkembangbiakkan
dapat dipengaruhi oleh metabolisme hormon yang
normal yang disebabkan oleh variasi hormon atau
kenaikan tekanan pada abalone akibat paparan DAP /
BPA. Hal ini akan mengganggu pematangan kelenjar
dan proses gametogenesis, embriogenesis. Jika itu
yang terjadi, populasi abalone dan keanekaragaman
hayati akan berkurang dan degenerasi akan menjadi
lebih buruk.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dari
jurnal referensi kami, saran yang dapat kami berikan adalah
41
sebaiknya untuk penelitian berikutnya lebih membahas secara
dalam perihal fungsi fisiologis yang mengalami kerusakan
karena efek paparan DAP / BPA sehingga dapat lebih diketahui
seberapa besar efek yang dihasilkannya.
42
DAFTAR PUSTAKA
Astadi, Ignasius Radix. 2008. Development Of Fungal
Proteomic Technique In Food Technology. Jurnal
Teknologi Pangan dan Gizi, Vol. 7 No.1.
Brunswick, 2011. Bisphenol-A (BPA) and Infants.
www.chemicalsubstanceschimiques.gc.ca/fact-fait/bisph
enol-a-eng.php. diakses pada tanggal 2 desember 2013
pukul 15.00 WIB
Ehp. 2011. Collection Bisphenol A ; Environmental Health
Perspective. www.ehponline.org . diakses pada tanggal
2 Desember 2013 pukul 14.45 WIB
Fajri, Wahyu Nur Laili dkk. 2010. Studi Protein Biomarker
Pada Serum Pasien Diabetes Mellitus Dengan
Menggunakan Elektroforesis Gel Dya Dimensi (2D-GE).
Universitas Brawijaya Malang.
Fishtech, 2011. http://www.fishtech.com/facts.htmls diakses
pada tanggal 2 Desember 2013 pukul 15.45 WIB
Kato, Motohiko. 2004. DIALLYL PHTHALATE SIDS Initial
Assesment Report. Tokyo
News Medical, 2013. What is Proteomics. http://www.news-
medical.net/health/Proteomics-What-is-
Proteomics.aspx. diakses pada tanggal 14 Desember
pukul 14.00 WIB
Parker, G. 1983 . Carcinogenesis Bioassay of Diallyl
Phthalate ; National Toksikology Program Technical
Report Series. US Department Of Health And Human
Service. National Institute of Helath
Riyadi, Slamet. 2008. Beberapa Aspek Reproduksi Abalon
(Haliotis asinina Lin.) DI Kepulauan Seribu, Jakarta.
43
SKRIPSI. Program Studi Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Istitut
Pertanian Bogor.
Wijarni, 1990. Avertebrata Air I. Malang : Universitas Brawijaya
44