Download (1MB) - UIN SMH Banten Institutional Repository -

178

Transcript of Download (1MB) - UIN SMH Banten Institutional Repository -

Hak cipta dilindungi undang-undang.Dilarang mengutip atau memperbanyak

sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari penerbit.

Futuh al-Asrar fi Fadha’il at-Tahlil wa al-AdzkarSyekh Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani

Penulis : Dr. Muhammad Shoheh, M.A.

Penerbit : Quantum, Jogjakarta

Editor : Tasirun Sulaiman

Desain kover : Mas Kus

Desain isi : Mas Kus

Alamat : Jl. Ngipik No 66

Ngipik, Kec. Baturetno, Banguntapan,

Bantul, Daerah Istimewa, Jogjakarta

ISBN : .......

Tahun Terbit : 2021

v

DAFTAR ISI

Sambutan Rektor UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten ................................................. vii

Pengantar .................................................................. xiii

Kata Pengantar ........................................................ xv

BAB I PENDAHULUAN ................................... 1A. Latar Belakang Masalah ...................... 1B. Fokus Masalah ..................................... 5C. Tujuan .................................................. 5D. Signifikansi Penelitian ......................... 6E. Kerangka Konseptual .......................... 8F. Telaah Pustaka ..................................... 9G. Metode Penelitian ................................ 19H. Sistematika Penyajian ......................... 23I. Jadwal Kegiatan Penelitian ................. 24J. Instrumen Pengumpulan Data (IPD) ... 25

BAB II SKETSA BIOGRAFIS SYEKH ‘ABDULLAH BIN ‘ABDUL QAHAR AL-JAWI AL-BANTANI ........ 27

A. Sumber ................................................ 27B. Asal-Usul Keturunan dan Kiprahnya .. 28C. Karya-karyanya ................................... 32D. Sekilas tentang Pemikirannya ............. 34

vi

Bab III DESKRIPSI, SUNTINGAN DAN TINJAUAN NASKAH FUTŪH AL-ASRĀR FI FADLĀ’IL AL-TAHLĪL WA AL-ADZKĀR ................ 37

A. Deskripsi Naskah FAFTA .................... 37B. Tinjauan Sejarah .................................. 44C. Pedoman dan Pertanggungjawaban Transliterasi ......................................... 47D. Edisi Kritik Naskah FAFTA dan Terjemahannya .................................... 49

Bab IV KAJIAN ISI DAN KONTEKS NASKAH FAFTA .................................... 129

A. Gambaran Umum Isi Teks FAFTA ...... 1291. Sistematika Pembahasan FAFTA .... 1302. Keutamaan zikir dengan kalimat lā ilāha illallāh ............................... 1313. Konsep dan Tatacara Zikir menurut Syekh ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahar . 1324. Tingkatan Zikir ............................... 1375. Silsilah Tarekat Qadiriyah .............. 139

B. Konteks Kelahiran Naskah dan Tujuan Penulisan/Penyalinan .............. 140

1. Konteks Historis ............................. 1402. Kontek Inter Teks ........................... 143

BAB V PENUTUP ................................................ 147A. Kesimpulan .......................................... 147B. Saran-Saran ......................................... 149

Daftar Pustaka ......................................................... 151

Lampiran .................................................................. 156

Tentang Penulis ........................................................ 157

vii

SAMBUTAN REKTOR UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN

BANTEN

Bismillahirrahmanirrahim,Alhamdulillahi Rabb al-‘Alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT., atas limpahan nikmat yang diberikan kepada kita sehingga kita masih berkesempatan untuk menambah amal kebajikan di dunia ini. Shalawat dan salam tetap kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW., semoga kita dapat mentauladani sifat dan tindak tanduk beliau dalam keseharian.

Dalam kesempatan ini saya menyambut baik terbitnya buku yang ditulis oleh saudara Dr. Muhamad Shoheh, MA., yakni salah seorang Dosen UIN SMH Banten yang membahas salah satu karya ulama Kesultanan Banten yang hidup pada pertengahan abad XVIII, yakni Syekh ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani al-Jawi yang berjudul Futuh al-Asrar fi Fadha’il al-Tahlil wa al-Adzkar. Ini merupakan salah satu karyanya dari sekian karya yang pernah ditulis dalam rangkaian ulama tersebut menimba

viii

ilmu di Makkah selama kurang lebih tiga tahun lamanya. Syekh ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar memang belum banyak dikenal oleh masyarakat Banten sendiri saat ini, apalagi upaya untuk membahas sekian banyak karyanya. Upaya untuk mengenalkan dan mengingatkan kembali keberadaan tokoh ini amat penting bagi masyarakat Banten khususnya dan masyarakat Nusantara umumnya, mengingat ulama ini ternyata justru lebih banyak dikenal di Tanah Suci Makkah dan di Kepulauan Sulu dan Mindanao, Filipina Selatan karena ada beberapa karya ulama di sana yang menyebutkan ketokohan dan kedalaman ilmunya melalui murid-murid yang sempat menimba ilmu kepadanya.

Upaya untuk membongkar informasi masa lalu ini tentu tidak mudah, karena informasinya saja tersimpan dalam coretan-coretan berupa karya yang masih dalam bentuk tulisan tangan (manuscript) ataupun salinan yang ditulis dalam bahasa Arab dan masih tersimpan di Perpustakaan Nasional RI, Perpustakaan Universitas Leiden Belanda, dan di perpustakaan pada beberapa negara lainnya. Proses untuk mendapatkannya harus dilakukan melalui penelusuran ke beberapa Katalog Naskah Kuno dan membaca serta mencari potongan-potongan informasi sejarah melalui buku-buku sejarah dan catatan resmi Belanda (Dag Register). Jika manuskripnya sudah didapatkan maka upaya membahasnya pun memerlukan penguasaan ilmu filologi

ix

dan ilmu sejarah dalam rangka pengungkapan konteks yang melatar belakanginya. Nah, buku karya saudara Dr. Muhamad Shoheh, MA. Ini merupakan salah satu hasilnya. Oleh karena itu saya mengapresiasi penulisan buku yang dilakukannya ini.

Secara historis, kesultanan Banten memang sejak awal didirikan oleh tokoh ulama (wali) terkenal yang bernama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Bahkan anak dan cucu keturunannya yang kemudian memegang tampuk kekuasaan juga merupakan para tokoh politik sekaligus ahli agama Islam. Sebut saja misalnya Maulana Hasanuddin, Maulana Yusuf, Maulana Muhammad, Sultan Abu al-Mafakhir Mahmud Abd al-Kadir, serta Sultan Abu Nashr Zain al-‘Asyiqin, mereka umumnya di samping menjadi Sultan, juga merupakan tokoh ulama yang arif dan disegani rakyatnya. Sebutan “Maulana” saat itu sengaja diberikan, karena sewaktu remajanya mereka adalah para santri didikan pesantren Ratu Kalinyamat di Jepara (Ambary, 1989: 8). Selain itu, sultan juga biasanya mempunyai hubungan erat dengan organisasi para kaum sufi (tarekat) yang berfungsi untuk memperkuat legitimasi keagamaan dan mempermudah usaha proses dakwahnya (Bruinessen, 1999: 265—7). Di samping itu, para sultan biasa didampingi oleh sosok ulama kharismatis yang memiliki kedalaman dan keluasan ilmu keislaman. Syekh Yusuf al-

x

Makassari adalah salah satu ulama yang kerap disebutkan dalam lintasan sejarah Banten di masa-masa kejayaannya, karena beliau kerap mendampingi Sultan Ageng Tirtayasa dalam memimpin Kesultanan Banten pada abad XVII. Tujimah menyebutkan bahwa Syekh Yusuf memiliki lebih dari 100 karya tulis, terutama yang berkaitan dengan ilmu tasawuf. Dari sejumlah karyanya itu, beberapa diantaranya sudah dibahas oleh sarjana UIN/IAIN/STAIN di Indonesia, seperti misalnya Prof. Dr. Hj. Nabilah Lubis, MA yang membahas karya Syekh Yusuf yang berjudul Zubdat al-Asrar. Namun, dari sekian banyak ulama Banten itu, nama Syekh ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani, memang belum ada yang mengungkapkan keberadaannya dan khazanah karya-karyanya. Oleh karena itu, kehadiran buku ini memiliki nilai tersendiri dalam mengisi kekosongan tulisan yang membahas keberadaan ulama-ulama Banten yang hidup pada abad XVIII.

Oleh karena itu, saya mengucapkan selamat kepada saudara Dr. Muhamad Shoheh, MA, atas terbitnya buku ini. Semoga para pembaca mendapatkan tambahan pengetahuan dan informasi baru terkait sejarah Kesultanan Banten. Selain itu, diharapkan buku ini dapat menjadi pendorong bagi para cendikiawan dan kalangan umum untuk lebih mendalami khazanah karya-karya ulama Nusantara yang belum tersentuh, karena masih tersimpan di ruang-ruang

xi

perpustakaan dan museum baik dalam maupun luar negeri. Semoga karya ini menjadi amal jariah yang membawa manfaat untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, agama, dan negara. Amiin.Wallahu A’lam bi al-Shawab.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Serang, 4 Februari 2021

Prof. Dr. H. Fauzul Iman, M.Ag.

xiii

PENGANTAR

...

xiv

xv

KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah Swt, atas segala ni’mat yang telah dilimpahkan kepada penulis dan keluarga sehingga rencana penebitan buku ini dapat terwujud. Buku yang sudah lama penulis ingin terbitkan dalam rangka ikut serta mengkayakan khazanah keilmuan keislaman klasik yang bersumber dari penelitian manuskrip kesultanan Banten. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw. yang telah membimbing ummatnya menuju zaman yang cemerlang dipenuhi ilmu pengetahuan dan peradaban.

Buku Futuh al-Asrar fi Fadha’il al-Tahlil wa al-Adzkar (FAFTA) karya Syekh Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani adalah buku yang sangat berharga untuk diketahui umat Islam Indonesia; sebuah buku yang dapat menambah dan menumbuhkan keyakinan bahwa umat Islam Indonesia memiliki khazanah keilmuan keislaman yang cukup mengagumkan. Tokoh ulama Syekh Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani adalah patron dan guru spiritual Sultan Abu Nashr bin Muhammad ‘Arif Zainal ‘Asyiqin (1753—1777). Tokoh ulama dan seorang syekh masyhur dengan

xvi

sebutan al-Bantani ini adalah seorang ulama Banten keturunan Arab yang sempat bermukim dan menimba ilmu di Makkah selama 3 tahun dan memperoleh inisiasi tarekat Rifa’iyyah, Syattariyah dan Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Setelah Syekh Yusuf, ulama besar Banten ditangkap pemerintah kolonial Belanda dan dibuang ke Srilangka dan akhirnya ke Afrika Selatan, al-Bantani lah tokoh ulama yang mengambil posisi sebagai penyebar tarekat Syattariyah di Banten, Bogor, hingga Cianjur. Karena itu perkembangan tarekat Syattariah yang menjadi bagian organik kesultanan Banten itu, sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari peran dan perjuangan al-Bantani.

Selama bermukim di Makkah dan sekembalinya ke Banten, al-Bantani banyak menulis dan menyalin naskah yang dilatarbelakangi oleh permintaan sultan maupun inisiatifnya sendiri. Salah satu kumpulan karyanya yang ia salin sewaktu ia belajar di Makkah adalah karya yang berjudul Majmu’at al-Kutub. Naskah itu berisi 16 teks yang memuat beragam bahasan cabang ilmu. Naskah itu tampaknya merupakan catatan, saduran, ataupun ringkasan dari berbagai karya para ulama pada masanya yang mencakup bahasan berbagai bidang ilmu yang ia tekuni selama bermukim di Makkah. Salah satu yang menarik adalah teks ke-9 yang berjudul Futuh al-Asrar fi Fadha’il at-Tahlil wa al-Adzkar (FAFTA) ini yang dikarang karena diilhami oleh karya Abdul Wahhab bin Abdul Ghani bin

xvii

Abdullah. Buku ini ditulis dengan tujuan sebagai panduan untuk mempermudah para murid penganut tarekat Qadiriyah dalam beribadah kepada Allah.

Buku Futuh al-Asrar fi Fadha’il at-Tahlil wa al-Adzkar menjadi sangat penting untuk diterbitkan karena untuk melengkapi ruang kosong karena masih minimnya penelitian dan kajian soal sosok ulama dan Syekh al-Bantani. Penelitian dan pengkajian juga pempublikasi karya-karya ulama Banten pada umumnya hanya terkonsentrasi pada dua ulama besar saja, yaitu khususnya pada karya Syekh Yusuf al-Makassari (Ulama Banten asal Makasar abad XVII) dan Syekh Nawawi al-Bantani (Ulama Banten yang tinggal di Makkah pada abad XIX); sedangkan pengkajian dan publikasi terhadap tokoh Syekh Abdullah bin Abdul Qahhar berikut karya-karya yang sempat dihasilkannya, masih terbilang amat minim sekali dilakukan, padahal ia adalah termasuk ulama Kesultanan Banten yang hidup semasa dengan Sultan Abu Nashr Muhammad ‘Arif Zain al-‘Asyiqin (1753—1777M.) putra dari Sulṭān Abū al-Fatḥ Muḥammad Shifā’ Zayn al-‘Ārifīn (1733—1750 M). Dan yang menarik lagi, tokoh yang disebut terakhir hingga kini belum diketahui kapan lahir dan di mana dimakamkan.

Kehadiran buku Futuh al-Asrar fi Fadha’il at-Tahlil wa al-Adzkar menjadi penting untuk dikaji dan dipublikasikan karena ada beberapa pertimbangan yang cukup kredibel: pertama, teks buku ini adalah teks tasawuf pertama yang

xviii

disalin sewaktu yang bersangkutan belajar di Makkah, selain teks-teks tasawuf berikutnya yang kebanyakan ia salin justru setelah kembali ke Banten. Kedua, pada bagian akhir teks tersebut juga dicantumkan secara rinci silsilah guru-guru tarekat Qadiriyahnya yang tersambung langsung kepada Ali bin Abi Thalib dan Rasulullah Saw. Bahasan tentang silsilah tarekat Qadiriyahnya dan hubungan saling-silang dengan tokoh-tokoh ulama yang sezaman dengannya amat menarik untuk dikaji, terutama untuk menyingkap kadar intelektualitas dan kapasitas keulamaannya yang belum banyak diketahui hingga saat ini. Dan ketiga, naskah dalam buku ini berisi kumpulan 16 teks ini pun juga menarik untuk dikaji dari sisi kodikologis, yakni dari sisi fisik naskah itulah yang akan mengungkap lebih jauh tentang latar kesejarahan lahirnya teks yang ada dengan segala unsur yang mengitarinya.

Akhirnya, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Prof. Dr. H. Fauzul Iman, M.Ag, rektor UIN SMH, Banten yang telah menyambut baik dan memberikan dukungan kehadiran buku ini. Kepada Dr. Oman Fathurahman guru besar Fakultas Adab UIN Jakarta yang telah menginspirasi penulis menekuni dunia penelitian naskah kuno dan kepenulisan. Kepada bapak Prof. Dr. H.E. Syibli Syarjaya, L. M.L., M.M. selaku mantan Rektor IAIN SMH Banten beserta para stafnya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis dasn membantu terlaksananya

xix

penelitian naskah buku ini. Kepada bapak Drs. Wazin, M.Si. selaku mantan ketua Lembaga Penelitian (Lemlit) IAIN ”SMH” Banten beserta seluruh jajaran (staf)-nya yang telah memfasilitasi penulis secara finansial untuk penelitian ini melalui Block Grant penelitian. Juga kepada teman-teman di Penerbit Quantum Jogjakarta yang telah dengan antusias dan bekerja keras membantu penerbitkan buku ini: tanpanya sudah barang tentu buku ini akan sulit bisa hadir.

Dan yang terakhir, sudah pasti penulis sangat menyadari bahwa buku yang diangkat dari hasil penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu masukan berharga dan kritik konstruktif sangat penulis harapkan. Semoga kehadiran buku ini dapat menambah khazanah penerbitan di UIN SMH Banten juga dapat menumbuhkan semangat dan gairah teman-teman dosen dan mahasiwa untuk berkarya menerbitkan buku. Sudah barang tentu, kehadiran buku penulis juga diharapkan akan dapat mendoroang pengembangan ilmu filologi di kampus tercinta UIN SMH ini khususnya, dan di masyarakat pada umumnya.

Amin Ya Rabbal Alamin.

Ciganjur, Februari 2021 Dr. Muhammad Shoheh, M.A.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAHSebagai salah satu kesultanan Muslim di Nusantara, Banten tidak sekedar pernah menjadi pusat politik, sosial dan ekonomi, melainkan juga menjadi pusat keagamaan dan keilmuan Islam yang berperan penting dalam menyemaikan dan mengembangkan gagasan-gagasan keislaman ke wilayah nusantara lain bahkan sampai ke dunia internasional. Hal tersebut disebabkan, antara lain, karena kesultanan ini memang sejak awal didirikan oleh tokoh ulama (wali) terkenal yang bernama Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Bahkan anak dan cucu keturunannya—yang kemudian memegang tampuk kekuasaan di kesultanan tersebut—juga merupakan para tokoh politik sekaligus ahli agama Islam. Sebut saja misalnya Maulana Hasanuddin, Maulana Yusuf, Maulana Muhammad, Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir,

2

serta Sultan Abu Nashr Zainal ‘Asyiqin, mereka umumnya disamping menjadi Sultan, juga merupakan tokoh ulama yang arif dan disegani rakyatnya. Sebutan “Maulana” saat itu sengaja diberikan, karena sewaktu remajanya mereka adalah para santri didikan pesantren Ratu Kalinyamat di Jepara (Ambary, 1989: 8). Selain itu, sultan juga biasanya mempunyai hubungan erat dengan organisasi para kaum sufi (tarekat)1 yang berfungsi untuk memperkuat legitimasi keagamaan dan pelicin jalan proses Islamisasi dan dakwahnya (Bruinessen, 1999: 265—7).

Di abad ke-16 dan ke-17 perkembangan pendidikan agama Islam di Banten mengalami kemajuan pesat, terutama pada masa Sultan Ageng Tirtayasa (1651—1682). Sultan sengaja mendatangkan para ulama terkenal dari Aceh dan India untuk kepentingan pendidikan para prajurit

1Berdasarkan sumber Sajarah Banten menyebutkan bahwa pada pertengahan kedua abad ke-17, dalam suatu perjalanan hají ke Makkah, Sunan Gunung Jati bersama putranya, Maulana Hasanuddin, juga berziarah ke Madinah, di sanalah Hasanuddin memperoleh bai’at tarekat Naqsyabandiyah. Sedangkan dalam Sajarah Banten rante-rante terdapat sejumlah fragmen singkat yang menjelaskan adanya hubungan Sang Sunan dengan tarekat Kubrawiyah, Syadziliyah, Syattariyah, dan Naqsyabandiyah. Periksa Bruinessen, Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat (Tradisi Islam di Indonesia), Bandung: Mizan, 1999, hlm. 265—6. Sartono juga menyebut bahwa nama Sultan Abul Mafakhir ditambahkan dengan nama “Abdul Kadir” karena adanya kaitan dengan tarekat Qadiriyah yang dianutnya saat itu. Demikian juga Sultan Ageng Tirtayasa yang memang sangat menghormati ajaran tarekat yang dibawa Syekh Yusuf al-Makassari, yaitu tarekat Khalwatiyah, Syattariyah, dan Rifa’iyyah. Sultan Abu Nashr Zain al-‘Asyiqin, dalam beberapa naskah tulisan tangan miliknya, juga disebut menjadi khalifah tarekat Qadiriyah, Rifa’iyyah dan Syattariyah.

3

dan dakwah Islamiyah (Michrob dan Chudori, 1993: 101). Peranan tersebut terus berlangsung hingga abad ke-18 meski secara politis Banten kemudian memasuki masa kemunduran. Oleh karenanya, dalam perjalanan sejarah Banten tercatat nama-nama ulama terkenal, seperti Kyai Dukuh, Syekh Yusuf al-Makassari, Syekh Nawawi al-Bantani, dan Syekh Abdul Karim Tanara. Selain beberapa ulama kharismatis tersebut, ada satu ulama yang juga sempat menjadi mufti kesultanan Banten namun kini hampir tak diingat/dikenal masyarakat, yaitu Syekh Abdullah bin Abdul Qahar al-Bantani.

Syekh Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani (selanjutnya disebut al-Bantani saja) adalah patron dan anak didik dari Sultan Abu Nashr bin Muhammad ‘Arif Zainal ‘Asyiqin (1753—1777).2 Tokoh ini adalah seorang ulama Banten keturunan Arab yang sempat bermukim menimba ilmu di Makkah selama 3 tahun dan memperoleh inisiasi tarekat Rifa’iyyah, Syattariyah dan Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Setelah Syekh Yusuf ditangkap dan dibuang ke Srilangka dan akhirnya ke Afrika Selatan, al-Bantani lah yang mengambil posisi sebagai penyebar tarekat Syattariyah di Banten, Bogor, hingga Cianjur.3

2Martin van Bruinessen, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, Cet. ke-3, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999), hlm. 269.

3Ibid., hlm. 268—9

4

Selama di Makkah dan sekembalinya ke Banten, al-Bantani banyak menulis dan menyalin naskah yang dilatarbelakangi oleh permintaan sultan maupun inisiatif sendiri. Salah satu kumpulan karyanya yang ia salin sewaktu ia belajar di Makkah adalah karya yang berjudul Majmu’at al-Kutub. Naskah itu berisi 16 teks yang memuat bahasan beragam bahasan cabang ilmu. Naskah itu tampaknya merupakan catatan, saduran, ataupun ringkasan dari berbagai karya para ulama pada masanya menyangkut berbagai bidang ilmu yang ia tekuni selama bermukim di Makkah. Salah satu yang menarik adalah teks ke-9 yang berjudul Futuh al-Asrar fi Fadha’il at-Tahlil wa al-Adzkar (selanjutnya disingkat FAFTA) yang dikarang karena diilhami oleh karya Abdul Wahhab bin Abdul Ghani bin Abdullah, yang bertujuan untuk mempermudah para murid penganut tarekat Qadiriyah dalam beribadah kepada Allah.

Berdasarkan latar belakang tersebut saya merasa sangat tertarik untuk mengangkat naskah FAFTA menjadi obyek penelitian, mengingat masih sedikit sekali upaya pengkajian yang dilakukan terhadap karya-karya ulama Banten abad XVIII tersebut karena memang karya tersebut umumnya masih dalam bentuk naskah tulisan tangan (manuscript) yang tersimpan di PNRI Jakarta sehingga kiprah dan pemikiran tokoh yang dimaksud belum banyak diketahui oleh masyarakat luas.

5

B. FOKUS MASALAHBerdasarkan latar belakang yang telah diungkapkan di atas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah:1. Bagaimana kondisi naskah FAFTA saat ini?2. Bagaimana kontek sejarah yang mendorong lahirnya

karya ini? 3. Apa saja isi kandungan Naskah FAFTA itu?

C. TUJUANDari penelitian ini diharapkan kita akan banyak memperoleh informasi sekitar aspek kodikologis naskah FAFTA, memperoleh gambaran sekitar latar belakang lahirnya teks FAFTA dan tujuan penulisannya serta kegunaannya setidaknya untuk saat itu, serta memperoleh penjelasan tentang isi naskah FAFTA itu sendiri khususnya dalam konteks keagamaan di wilayah Banten khususnya. Oleh karena itu penelitian ini setidaknya bertujuan antara lain:1. Mengetahui kondisi naskah FAFTA dan mem publi-

kasikannya pada masyarakat yang belum banyak mengetahuinya;

2. Melacak latar belakang penulisan (penciptaan teks) naskah FAFTA dan tujuannya;

3. Mengungkap isi kandungan naskah FAFTA.

6

D. SIGNIFIKANSI PENELITIANPenelitian ini amat penting mengingat upaya pengkajian dan pempublikasian akan karya ulama-ulama Banten umumnya hanya terkonsentrasi pada dua ulama besar saja yaitu khusus pada karya Syekh Yusuf al-Makassari (Ulama Banten asal Makassar abad XVII) dan Syekh Nawawi al-Bantani (ulama Banten yang tinggal di Makkah pada abad XIX), sedangkan pengkajian terhadap tokoh Syekh Abdullah bin Abdul Qahhar berikut karya-karya yang sempat dihasilkannya masih amat jarang sekali dilakukan, padahal ia adalah termasuk ulama Kesultanan Banten yang hidup semasa dengan Sultan Abu Nashr Muhammad ‘Arif Zain al-‘Asyiqin (1753—1777M.) putra dari Sulṭān Abū al-Fatḥ Muḥammad Shifā’ Zayn al-‘Ārifīn (1733—1750 M). Yang menarik lagi, tokoh yang disebut terakhir hingga kini belum diketahui kapan lahir dan di mana dimakamkan.

Sedangkan pengkajian terhadap teks FAFTA menjadi penting untuk dilakukan setidaknya karena tiga alasan, pertama, teks ini adalah teks tasawuf pertama yang disalin sewaktu yang bersangkutan belajar di Makkah, selain teks-teks tasawuf berikutnya yang kebanyakan

7

ia salin justru setelah kembali ke Banten;4 kedua, pada bagian akhir teks tersebut juga dicantumkan secara rinci silsilah guru-guru tarekat Qadiriyahnya yang tersambung langsung kepada Ali bin Abi Thalib dan Rasulullah saw. Bahasan tentang silsilah tarekat Qadiriyahnya dan hubungan saling-silang dengan tokoh-tokoh ulama yang sezaman dengannya amat menarik untuk dikaji, terutama untuk menyingkap kadar intelektualitas dan kapasitas keulamaannya yang belum banyak diketahui hingga saat ini;5 Penelitian yang pernah dilakukan baru terkait dengan

4Teks-teks tasawuf yang ia salin setelah kembali ke Banten dan di saat menjadi mufti di sana adalah Fath al-Mulk liyasila ila Malik al-Mulk (A.111) dan teks Masyāhid al-Nāsik fi Maqām al-Sālik (versi naskah Pontang). Teks pertama disalin pada sekitar tahun 1769, sedang teks kedua disalin di Cianjur pada sekitar tahun 1770-an (lihat naskah Masyāhid hlm. 94. Kedua teks ini telah dideskripsikan secara ringkas dalam R. Friederich & L.W.C. van den Berg, Codicum Arabicorum in Biblioteche Societatis Artium et Scientarium Quae Batavie Floret Catalogus, Witj & Nijhoff, Batavia-The Hague, 1873.

5Bruinessen menyebut setidaknya ada dua naskah di Leiden yang terkait erat dengan teks FAFTA ini, khususnya berkenaan dengan para guru tarekat al-Bantani sewaktu belajar di Makkah. Naskah tersebut adalah naskah Cod. Or 7327 (syattariyah) dan Cod. Or 7337 (Khalwatiyah dan Naqsyabandiyah). Khususnya pada Cod. Or 7327, silsilahnya dimulai: Abdullah bin Abdul Qahhar—(M.b.) ‘Ali al-Thabari—‘Abd al-Wahhab bin ‘Abd al-Ghani al-Hindi—Shalih Hatib—Ahmad al-Qusyasyi—Ahmad al-Syinnawi, dan seterusnya. Lihat Bruinessen, 1999: 270. Selain itu, pada naskah Fath al-Mulk disebutkan bahwa cabang kedua silsilah tarekatnya tersambung langsung dengan Syekh Muhammad Sa’id—Syekh ‘Abd al-Wahhab al-Thanthawi al-Mishri—Syekh Ahmad al-Khalifi—dst. Lihat naskah Fath al-Mulk, hlm. 53 dan Muhammad Sa’id ternyata berasal dari Mindanao/Philipina Selatan—sebagaimana keterangan dari Tommy Christomy yang terakhir setidaknya menemukan 5 buah naskah yang disalin oleh Muhammad Sa’id dan di dalamnya disebut-sebut nama Abdullah bin Abdul Qahar al-Jawi al-Bantani—yang merupakan salah satu ‘ulama terkenal di Makkah Abad ke-18.

8

silsilah guru-guru tarekat Syattariyah yang ia anut; ketiga, naskah berisi kumpulan 16 teks ini pun menarik untuk dikaji dari sisi kodikologis, mengingat penelitian dari sisi fisik naskah itulah yang akan mengungkap lebih jauh tentang latar sejarah lahirnya teks dengan segala unsur yang mengitarinya.

E. KERANGKA KONSEPTUALBerkaitan dengan kajian naskah (filologi), tugas utama filolog adalah menjembatani kesenjangan komunikasi antara penulis naskah dengan pembaca modern. singkatnya, tugas utama filolog adalah membuat teks (isi/kandungan naskah) dapat dibaca dan dimengerti pembacanya. Selain itu, sebagai sebuah karya sastra, agar naskah dapat “terbaca” dan “dimengerti”, sebetulnya ada dua langkah yang harus dilakukan, yaitu menyajikan dan menafsirkannya. Artinya aktifitas menyajikan kembali sebuah naskah harus juga diikuti dengan penjelasan yang ekstensif dengan tetap berpedoman pada teks aslinya. Karena, sebuah teks hanya akan mempunyai signifikansi yang penuh jika seorang filolog bisa memandangnya dalam konteks yang tepat, atau sebagai bagian dari keseluruhan yang muncul bersama dengan karya lain yang sejenis. Karenanya, interpretasi harus tetap berpedoman pada “latar”, baik konteks historis,

9

fungsi dalam masyarakat, latar belakang budaya, atau sebagai bagian dari sejarah sastra.6

Karena itu, dalam upaya mengungkap makna dan isi naskah FAFTA ini langkah yang dilakukan terlebih dahulu adalah langkah kerja filologi. Setelah itu dilakukan penguraian dan pemaknaan ide-ide dasar yang terkandung dalam teks berdasarkan perspektif tertentu, dalam hal ini terutama terkait dengan ilmu kesehatan.

Menurut Baroroh Baried dan kawan-kawan, suntingan naskah yang mengandung teks keagamaan atau sastra kitab dan hasil pembahasan kandungannya akan sangat berguna sebagai bahan penulisan perkembangan agama dan pemahaman nilai-nilai keagamaan, karena dari kajian teks-teks semacam itu akan kita dapatkan gambaran wujud penghayatan agama, percampuran ajaran suatu agama dengan lainnya, serta sejarah perkembangan ajaran agama secara umum.7

F. TELAAH PUSTAKAHingga kini setidaknya baru ada empat orang yang meneliti karya tokoh yang dimaksud, yaitu: Budi Sudrajat,

6S.O. Robson, Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia, (Jakarta: RUI, 1994), hlm. 12—14.

7Siti Baroroh Baried et al, Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi, Fakultas Sastra UGM, 1994), hlm. 29—30.

10

Elyn Erlina, Helmi Faizi Bahrul ’Ulumi, dan Ade Fakih Kurniawan.

Budi Sudrajat (2000) pernah menulis tesis berjudul Al-Mawāhib al-Rabbāniyyah ‘an al-As’ilah al-Jāwiyyah: Suntingan Naskah dan Analisis Isi disertai Tinjauan Sejarah tentang Kebijakan Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir (1596—1651) (Tesis S-2 UIN: 167 hlm.). Dalam tesisnya ini, Budi menyajikan teks al-Mawahib dengan metode standar (kritis). Meski pendekatan filologi telah dilakukannya, namun penelitian atas teks terjemahan iterlinear (glossa antar larik) nya yang ditulis dengan bahasa Jawa dan huruf pegon itu tidak dilakukan oleh Budi.

Dalam tesis ini, Budi berkesimpulan bahwa teks al-Mawāhib memiliki relevansi dengan kebijakan Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir. Dasarnya, karena naskah al-Mawāhib memuat pertanyaan-pertanyaan Abul Mafakhir kepada Ibnu Allan (seorang mufti Haramain) seputar isi kitab Nasihat al-Mulk karya al-Ghazali, dan jawaban yang diberikan Ibnu Allan atas pertanyaan tersebut. Budi berkesimpulan bahwa kebijakan Sultan Banten saat itu banyak dipengaruhi oleh sumber-sumber pemikiran Islam, terutama dari pemikiran klasik Sunni. Indikasi pengaruh tersebut antara lain terlihat dalam kebijakan politik yang berusaha memenuhi prinsip-prinsip syariat dan nilai-nilai etika seorang penguasa dalam Islam (Sudrajat, 2002: 161)

11

Dalam kebijakan ekonomi, sultan berusaha menerapkan nilai-nilai Islam, seperti dalam masalah transaksi dagang harus dengan menggunakan sistem percatatan, cukai dagang tidak boleh lebih dari 10%, pembatasan atas pungutan-pungutan yang memberatkan. Selain itu, Banten juga terbuka untuk seluruh pedagang domestik maupun mancanegara tanpa adanya diskriminasi agama, ras, etnis, dan pembedaan lainnya (Sudrajat, 2002: 162)

Masih orang yang sama (2007) menulis artikel berjudul Tema-tema Pokok dalam Masyāhid al-Nāsik fi maqām al-Sālik dan Fathul Mulk (Jurnal Lektur Keagamaan Vol. 5, No. 1, 2007). Menurut Budi, tema-tema tasawuf yang diangkat oleh al-Bantani dalam kedua karyanya itu antara lain tidak keluar dari masalah makna tasawuf, tentang Ahwāl/Maqāmāt (tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh oleh seorang sufi dalam mendekatkan diri kepada Tuhan), dan tentang hati (al-Qalbu).

Menurut al-Bantani, tasawuf itu berasal dan berakar dari ajaran inti Islam. Tasawuf pada intinya adalah ajaran-ajaran tentang cara dan jalan agar seorang muslim berada sedekat mungkin dengan Allah swt. Untuk mencapai kedudukan tersebut, maka seseorang harus menempuh dua jalan utama, yaitu takhliyah dan tahaliyah. Jalan pertama adalah mengosongkan diri dari segala sifat kerendahan yang akan menghalangi perjalanan manusia menuju-Nya.

12

Jalan kedua adalah jalan dengan menghiasi diri dengan segenap sifat keluhuran yang akan mempercepat perjalanan manusia mendekati-Nya. Untuk mencapai jalan itu, langkah-langkahnya adalah dengan 1) Mengkonsumsi yang halal; 2) Konsisten dalam meneladani Rasulullah dalam prilaku

dan perbuatan; 3) Keikhlasan dalam segala perbuatan (Sudrajat, 2007:

117—118)

Tentang ahwāl dan maqāmāt, al-Bantani menyatakan bahwa sumber-sumber tasawuf memberikan struktur yang tidak seragam terkait dengan tingkatan-tingkatan itu. Adapun tingkatan yang paling banyak disebutkan adalah: taubat, zuhud, sabar, tawakal, ridla, mahabbah, makrifat, fana dan baqa, serta ittihād yang mengambil bentuk hulul atau wahdatul wujud (Nasution, 1999: 60—1).

Berbeda dengan maqam, hal adalah keadaan spiritual yang menguasai hati. Hal masuk ke dalam hati sebagai anugerah dan karunia dari Allah yang tak terbatas. Hal (kondisi) tak bisa dicapai melalui usaha, keinginan, ataupun undangan. Karena hal bersifat sementara, ia datang tanpa diduga, dan pergi tanpa diminta. Ahwal itu mencakup: khauf, raja’, tawakkal, mahabbah, haya, Ijlal, dan fana (Sudrajat, 2007: 120—1).

13

Mengenai hati, al-Bantani menyebutkan ada tujuh macam hati manusia, yang terdiri dari: 1) Hati yang mati (qalb al-maut), yakni hatinya kaum

kafir; 2) Hati yang sakit (qalb al-marid), yakni hatinya orang

yang fasik; 3) Hati yang pembohong (qalb al-kadzib), yakni hatinya

orang yang munafik; 4) Hati yang sehat (qalb al-salim), yakni hatinya orang

yang mukmin lagi shalih; 5) Hati yang selalu menghadap (qalb al-tawajjuh), yakni

hatinya orang yang mukmin yang sempurna yang mampu mengungkap dimensi kemalaikatan;

6) Hati yang bebas mandiri (qalb al-mujarrad), yakni hatinya orang mukmin yang paripurna yang mampu menembus dimensi keilahian; dan

7) Hati keilahian (qalb al-rabbani), yakni hati orang mukmin yang paripurna yang mempunyai dorongan kuat kepada kefanaan dalam Zat Tuhan Yang Maha Tinggi. Itulah hatinya kaum makrifat (Sudrajat, 2007: 122—3).

Elyn Erlina (2007) membahas Abdullah bin Abdul Qahar al-Bantani: Fath al-Mulk li yasila ila Malik al-Mulk ‘Alā Qa’idah Ahli Sulūk, Citra Neo-Sufisme di Kesultanan

14

Banten Abad XVIII (Suntingan Teks dan Analisis Isi), (Tesis S-2 UI, tidak diterbitkan). Tesis ini terdiri dari 5 bab di mana bab pertama berisi pendahuluan, mencakup latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, kerangka teori, dan sistematika penulisan. Bab kedua berisi deskripsi naskah Fath al-Mulk, perbandingan naskah, dan kesimpulan perbandingan naskah. Bab ketiga berisi edisi teks dan terjemahan teks ke dalam bahasa Indonesia. Bab keempat berisi analisis teks Fath al-Mulk, dan bab kelima kesimpulan. Bagian akhir tesis dilengkapi empat apendiks meliputi daftar istilah, kutipan ayat-ayat Alqur’an dan Hadits yang ada dalam teks, lalu silsilah Abdullah bin Abdul Qahhar yang ada dalam naskah dan terakhir pedoman transliterasi Arab-Latin serta ilustrasi naskah yang disunting (Erlina, 2007: 13).

Tesis ini menggunakan pendekatan filologis (kodi-kologis dan tektologis) terhadap naskah Fath al-Mulk. Karena naskah Fath al-Mulk dianggap sebagai codex unicus maka penyuntingan yang dilakukan menggunakan metode standar/kritis. Dalam melakukan perbandingan dan kronologi naskah, Elin tampaknya melakukan beberapa kekeliruan baik dalam penyebutan judul teks maupun penyusunan kronologi periode penulisan/penyalinan naskah. Naskah-naskah karya penulis yang sama disebutkan antara lain Masyāhid al-Nāsik, Risālat al-

15

Qusyairiyah, Syurūt al-Hajj, Niqāyah, Futhuhiyah, Kitāb al-Bustān, serta naskah-naskah berupa fragmen dan ilmu farā’id, sebagai naskah komparatif untuk mencari keaslian naskah (Erlina, 2007: 12)

Isi tesis khusus membahas perpaduan ajaran Imam al-Ghazali dan doktrin wahdat al-wujūd-nya Ibnu Arabi dalam neo-sufisme ala ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani sebagaimana yang terdapat pada naskah Fath al-Mulk. Neo-sufisme yang dimaksud adalah pemahaman ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar terhadap rekonsiliasi pemikiran sufisme al-Ghazali dan Ibnu ‘Arabi yang menjadi gejala umum dunia tasawwuf di abad ke-17.

Helmi Faizi Bahrul ‘Ulumi (2009) meneliti tentang Teks ‘Abd Allah bin ‘Abd al-Qahhar al-Bantani dalam Naskah Desa Pontang, Kab. Serang (Penelitian Lembaga Penelitian IAIN “SMH” Banten, tidak diterbitkan). Meskipun melakukan penelitian filologis atas teks Masyāhid yang terdapat dalam naskah milik ayahnya, Prof. Dr. HMA. Tihami yang berasal dari desa Pontang, namun ia tidak melakukan penyuntingan secara lengkap. Helmi juga tidak melakukan kritik teks terhadapnya naskah tersebut, apalagi melakukan perbandingan dan pelacakan terhadap pemikiran ulama lainnya yang sezaman dengannya (2009: 12). Jadi penelitian ini sesungguhnya masih terlampau minim untuk disebut sempurna. Karena naskah desa

16

Pontang itu—meski disalin di Cianjur—setidaknya mengandung 13 teks dan terdiri dari 194 halaman. Semua teks sangat berkaitan dengan pemikiran tasawufnya al-Bantani.

Terakhir, Ade Fakih Kurniawan (2010) juga menulis tesis yang berjudul The Mystical thought of ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani (an Analysis of the Masyāhid al-Nāsik fi Maqāmāt al-Sālik), (Tesis Magister Universitas Paramadina, belum diterbitkan). Ade Fakih mengawali pembahasan tentang konsep Wujudiyyah yang meliputi Wahdat al-Wujūd, Tajalli al-Haq dan Insān al-Kamil. Dibahas juga pandangan para ulama Melayu (Hamzah Fansuri, Samsudin al-Sumatrani, Nuruddin al-Raniri, Abdurra’uf Singkel, Yusuf al-Makassari, dan Syekh Abdul Muhyi Pamijahan) tentang diskursus Wujūdiyyah secara umum.

Pada bab 3 kedua Teks Masyāhid dideskripsikan secara singkat. Lalu siapa pengarangnya, kegiatan dan afiliasi tarekat pengarangnya, serta ringkasan isi naskah. Sedangkan pada bab 4 dibahas posisi (konteks) teks Masyāhid pada Kesultanan Banten, baik kontek keislaman, sosial, latar histories dan signifikansi teks, serta kontek paraktis tasawuf di Banten. Pada bab 5 dibahas tentang pemikiran tasawwuf ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar yang terdapat dalam teks Masyāhid, yaitu meliputi: Maqāmāt,‘Awālim, Rūh, al-Qalb,

17

dan Dzikr Sab’a. Lalu dibahas posisi pemikiran tasawuf Abdullah bin Abdul Qahhar dalam konteks diskursus pemikiran tasawwuf di semenanjung Melayu.

Tesis ditutup dengan kesimpulan bahwa al-Bantani tetap berafiliasi pada neosufisme al-Ghazali sebagaimana juga pendahulunya (Syekh Yusuf al-Makassari). Berdasarkan keterangan penulisnya dan atas saran pengujinya, tesis akhirnya tidak dilengkapi dengan suntingan naskah Masyāhid yang dimaksud.

Sedangkan penelitian dalam bentuk skripsi/penelitian setidaknya ada 5 orang yang pernah membahas naskah salinan karya al-Bantani maupun membahas tokoh al-Bantani sendiri, yaitu: Juhdi Syarif (FIB UI, 1984),8 Fauzan Muslim (penelitian individual, 1985),9 Ais Farida (IAIN

8Penelitian untuk skripsi S-1 UI ini dilakukan terhadap naskah Fath al-Mulk, namun sebatas terjemahan naskah dan deskripsi para tokoh yang ada dalam naskah tersebut serta silsilah sultan Banten beserta guru-guru sufinya. Penelitian yang dilakukannya belum menggunakan metode filologi secara penuh, terjemahan yang dilakukan juga hanya sampai halaman 32 dari 54 halaman naskah atau 69 halaman bundle naskah. Penelitian itu pun tidak melakukan edisi teks.

9Fauzan Muslim juga melakukan penelitian tapi sebatas pelacakan riwayat hidup tokoh ‘Abdullah bin Abdul Qahar dari sudut sejarah. Namun penelitiannya juga belum tuntas, karena sejumlah karya dan akhir masa hidup tokoh yang dimasud serta silsilah keluarganya belum terungkap secara pasti.

18

Jakarta, 2001),10 Ahmad Raziqin (UIN Jakarta, 2009),11 dan Budi Sudrajat (penelitian individual, 2005)12

Sedangkan Drewes dan Brakkel juga sempat menyunting teks yang disalin Syekh Abdullah bin Abdul Qahar yang berjudul Syarab al-‘Asyiqin dan Muntahi keduanya adalah karya Hamzah Fansuri.13

Setelah penulis melakukan pelacakan melalui Direktori Edisi Naskah Nusantara suntingan Edi S. Ekadjati terbitan Yayasan Obor Indonesia Jakarta dan Masyarakat Pernaskahan Nusantara (Manassa) tahun 2000,14 ternyata naskah FAFTA termasuk naskah klasik nusantara yang

10Ais Farida menulis skripsi berjudul al-Mawahib al-Rabbaniyyah ‘An al-As’ilah al-Jawiyyah li Muhammad ‘Ali Ibnu ‘Allan al-Shiddiqi al-Asy’ari al-Syafi’i (1588—1674): Dirasah wa Tahqiq. Skripsi ini hanya membahas lima pertanyaan dari sepuluh pertanyaan yang ditanyakan Abul Mafakhir kepada Ibnu Allan dalam naskah tersebut. Skripsi ini kemudian baru dituntaskan oleh Budi Sudrajat dalam tesisnya tahun 2002.

11Ahmad Raziqin menulis skripsi berjudul Masyahid al-Nasik fi Maqam al-Salik li ‘Abd Allah ibn ‘Abd al-Qahhar al-Bantani. Skripsi ini ditulis dengan pendekatan filologi, juga dibahas riwayat hidup ‘Al-Bantani, namun tetap saja tidak tuntas karena tidak diketahui kapan ia lahir dan kapan ia meninggal, demikian juga tentang sejumlah karya yang pernah ia hasilkan.

12Dalam penelitiannya yang berjudul Tradisi Keulamaan Banten (Kajian Pemikiran Tasawuf Abdullah bin Abdul Qahar al-Bantani) ini Budi Sudrajat membahas khusus teks Masyahid al-Nasik, dan lebih khusus lagi hanya terkonsentrasi pada Adab al-Murid dan Zikir. Tampak bahwa Budi tidak terlalu dalam membahas pemikiran tokoh al-Bantani itu dan tidak mengaitkannya dengan pemikiran ulama lain dan juga dengan naskah lain dari karyanya sendiri.

13Drewes, G.W.J and Brakel, L.F, The Poem of Hamzah Fansuri, Dordrecht-Holland: Foris, 1986, hlm. 226—270.

14Edy S. ekadjati (Peny.), Direktori Edisi Naskah Nusantara, 2000, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Manassa.

19

belum pernah ada yang membahasnya sebagai obyek kajian penelitian, oleh karena itu penelitian ini adalah boleh dikatakan sebagai penelitian pertama yang bersifat pendahuluan. Oleh karena itu, berdasarkan penelusuran pustaka yang telah saya lakukan, hingga kini belum ada penelitian yang khusus mengkaji teks Futūh al-Asrār fi Fadhā’il at-Tahlīl wa al-Adzkār karya al-Bantani ini. Bila dibandingkan dengan sejumlah karyanya yang lain, naskah yang berjudul Majmū’at al-Kutub tersebut belum pernah mendapat perhatian dari kalangan peneliti. Penelitian terhadap peran dan ketokohan al-Bantani juga masih terlalu minim kita temukan. Itulah sebabnya mengapa tokoh tersebut seakan belum dikenal banyak orang, bahkan hampir dilupakan banyak kalangan, termasuk oleh masyarakat Banten sendiri.

G. METODE PENELITIANPenelitian ini adalah penelitian Filologis. Menurut Panuti Sudjiman, kajian filologis itu tidak hanya membahas masalah fisik naskah (Kodikologi)15 semata, melainkan juga mencakup kajian teks atau kandungan/isi naskah. Kajian

15Kodikologi adalah penelaahan segala sesuatu yang berkaitan dengan fisik naskah itu sendiri, seperti bahan atau alas tulisnya, tintanya, umur naskah, penyusun atau penyalinnya, tempat penulisan/penyalinan (scriptorium), kuras, rubrikasi, ukuran naskah, dan lain-lain.

20

teks atau isi dan kandungan naskah, dalam ilmu filologi sering disebut dengan istilah Tekstologi.16 Singkatnya, karena filologi itu mencakup kodikologi dan tekstologi, maka dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode study pustaka (Library Research) dengan menggunakan pendekatan filologis. Sedang kodikologi dan tekstologi digunakan sebagai pendekatan untuk mengungkap sisi fisik naskah dan isinya.

Secara aplikatif dapat dijelaskan bahwa langkah-langkah penelitian ini dilakukan sebagai berikut:

• Langkah pertama, menginventarisasi naskah-naskah FAFTA.17 Setelah melakukan inventarisasi pada berbagai katalog untuk naskah yang ada di Jakarta, Inggris, maupun katalog naskah-naskah Arab yang ada di Leiden maupun di lembaga lainnya, peneliti berkesimpulan bahwa teks FAFTA adalah Codex Unicus, karena belum ditemukan variannya.

• Langkah kedua, mendeskripsikan naskah FAFTA

16Tektologi adalah penelaahan segala sesuatu yang berkaitan dengan isi dan bentuk teks. Adapun yang termasuk isi teks antara lain gagasan yang hendak disampaikan oleh pengarang/penulis, sedangkan yang termasuk bentuk teks adalah “cerita” pembungkusnya. Lihat Panuti Sudjiman, Filologi Melayu,(Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), hlm. 11—14, lihat juga Baroroh Baried et al, Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi, Fakultas Sastra UGM, 1994), hlm. 5—7

17Untuk lebih jelasnya lihat Titik Pudjiastuti, Naskah dan Studi Naskah, (Bogor: Akademia, 2006), hlm. 161.

21

yang ditemukan dari sisi kodikologi (ilmu tentang fisik naskah seperti jenis kertas, jenis tulisan, tinta, cap kertas, jumlah halaman, jumlah kuras, jumlah baris tiap halaman, penanggalan, nama penyalin dan/atau pengarang, dan lain-lain.

• Langkah ketiga, melakukan penyuntingan dan edisi naskah. Pada langkah ini, karena naskah FAFTA yang ditemukan termasuk naskah tunggal (codex unicus), maka metode yang digunakan dalam melakukan suntingan dan edisi adalah dengan menggunakan metode standar. Metode standar ini sering juga disebut dengan istilah edisi kritik (critical edition).18 Tujuan penggunaan edisi kritik ini adalah untuk menghasilkan teks dengan kualitas bacaan terbaik (best reading), karena penelitian ini memang bertujuan untuk menghasilkan edisi akademis (scholarly edition).19 Pada tahap ini peneliti memberikan tanda baca (harakat), menambahkan kata atau kalimat yang mungkin hilang, memperbaiki beberapa kesalahan/kekeliruan yang mungkin ditemukan dalam naskah

18Oman Fathurahman, dkk., Filologi dan Islam Indonesia, (Jakarta: Kementerian Agama R.I. Balitbang dan Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010), hlm. 22. Lihat juga S.O. Robson, Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia, (Jakarta: RUL, 1994), hlm. 22—23.

19Ibid.

22

disebabkan kekhilafan sang penyalin (scribal errors),20 dan lain-lain. Perbaikan maupun komentar penyunting/peneliti pada tahap ini dilakukan dengan memberikan catatan dalam bentuk apparatus criticus.21 Setelah tahap penyuntingan selesai, selanjutnya peneliti melakukan transliterasi22 (alih bahasa) tek FAFTA dari bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia. Namun karena keterbatasan waktu, dalam kesempatan ini peneliti hanya melakukannya pada lima halaman pertama, lima halaman tengah, dan lima halaman terakhir teks FAFTA.

• Sedang langkah terakhir, langkah keempat, adalah tahap pembahasan (contextualisation) dengan mengkaji dan menganalisis isi teks naskah FAFTA ditinjau dari berbagai sisi. Kontektualisasi yang dimaksud adalah upaya menghadirkan sebuah pembahasan kritis,

20Ibid., hlm. 27—2921Ibid., hlm. 39, lihat juga S.O. Robson, Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia,

(Jakarta: RUL, 1994), hlm. 24—25.22Kata transliterasi sebenarnya berarti penggantian huruf atau pengalihan huruf-

demi huruf dari satu abjad ke abjad lain, seperti dari huruf Arab-Melayu ke huruf Latin. Atau perubahan teks dari satu ejaan ke ejaan lain, seperti dari ejaan lama ke Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Namun dalam hal ini transliterasi yang saya maksud adalah melakukan penerjemahan dari satu bahasa ke bahasa lain. Lihat Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Depag. R.I., 2007), hlm. 86—90. lihat juga S.O. Robson, Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia, (Jakarta: RUL, 1994), hlm. 24.

23

analitis, dan kontektual, berkaitan dengan topik yang ditemukan dalam teks, dengan tujuan untuk memahami secara utuh sejarah teks FAFTA dalam sebuah konteks yang melahirkannya. Karena pada dasarnya tidak ada sebuah teks yang lahir salam sebuah kekosongan budaya.23 Dalam hal ini, pendekatan sejarah sosial amat relevan untuk diterapkan dalam pembahasan korpus ini.

H. SISTEMATIKA PENYAJIANPenelitian ini disusun dalam bentuk Laporan Hasil Penelitian dengan sistematika sebagai berikut:

• Bab pertama: berisi Pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah, fokus masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, landasan konsep, telaah pustaka, sistematika penyajian, jadwal kegiatan dan Instrumen Pengumpulan Data (IPD).

• Bab kedua: berisi Tinjauan Naskah, mencakup inventarisasi naskah, deskripsi naskah, ringkasan isi naskah dan pemilihan metode untuk edisi.

• Bab ketiga: berisi Edisi Teks, mencakup pertanggungjawaban transliterasi, transliterasi, dan lainnya.

23Ibid., hlm. 40—41

• Bab keempat: berisi Pokok-Pokok Isi Naskah, Konteks naskah dan penulisan teks FAFTA, Analisis, dan Relevansi Isi Naskah dengan kondisi aktual.

• Bab kelima: berisi Penutup, mencakup kesimpulan dan rekomendasi (saran-saran).

I. JADWAL KEGIATAN PENELITIAN

No. Jenis Kegiatan

WaktuMaret-April Mei Juni Juli Agust Sept Okt

1. Persiapan dan Pembuatan Proposal

2. Seminar Proposal

3. Perbaikan Proposal

4. Pelaksanaan Penelitian dan Analisis Data

5. Penyusunan Laporan

6. Seminar Hasil Penelitian

7. Perbaikan Laporan dan Penyerahan Laporan Akhir

25

J. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA (IPD)Aspek-aspek yang menjadi instrumen dalam pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi:

No. Kategori Ket1.2.3.4.5.6.7.8.9.

10.11.12.13.14.15.16.17.18.19.20.21.22.

23.24.25.26.27.28.29.

30.31.32.

Publikasi Naskah Kode dan Nomor Naskah Judul Naskah Pengarang Penyalin Tahun Penyalinan Tempat penyimpan naskah Asal Naskah Pemilik Jenis alas naskah Kondisi Fisik Naskah Penjilidan Watermark dan Countermark Garis Tebal (chain lines) dan garis tipis (laid lines) Jarak antara garis tebal pertama sampai ketujuh Jumlah garis tipis dalam satu centimeter Garis panduan (blind lines) Jumlah kuras/Jumlah halaman Jumlah baris dalam setiap halaman Panjang dan lebar halaman naskah dalam sentimeter Panjang dan lebar teks dalam sentimeter Sistem penomoran dalam setiap halaman (ada/tidak, dan bagaimana) Kata alihan (catchword) (ada/tidak dan bagaimana) Illuminasi dan Ilustrasi Huruf dan bahasa yang digunakan Jenis tulisan (khat) yang digunakan Warna tinta pada tulisan Halaman kosong (ada/tidak) Kolofon (penulis, tanggal, waktu penulisan) (ada/tidak) Ringkasan Isi Bunyi kutipan pertama naskah Bunyi kutipan akhir naskah

27

BAB II

SKETSA BIOGRAFIS SYEKH ‘ABDULLAH BIN ‘ABDUL

QAHAR AL-JAWI AL-BANTANI

A. SUMBER Informasi paling awal terkait keberadaan ulama Banten abad ke-18 ini terdapat dalam buku katalog L.W.C. van den Berg & R. Friederich (1873) yang setidaknya kerap kali menyebut nama ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani atau ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Jawi. Namun mengenai asal-usul dan riwayat hidupnya tidak ada sumber yang menjelaskannya secara lengkap. Keterangan yang ada hanya sekitar catatan tahun ketika ia menulis/menyalin naskah, di mana proses penyalinan itu berlangsung, dan atas perintah siapa serta untuk apa ia melakukannya.

Sebagaimana yang disebutkan van den Berg, bahwa naskah-naskah yang ia salin maupun ia tulis sendiri merupakan sumber utama untuk mengetahui kiprah tokoh

28

yang saya maksud ini. Pada naskah-naskah itu, Syekh Abdullah bin Abdul Qahhar sendiri menyebutkan—sebagaimana yang diungkapkan Bruinessen—bahwa ia merupakan anak didik dari Maulana al-Sultan Abu Nasr Muhammad ‘Arif al-Din Zayn al-‘Asyiqin (1753—1777M). Dia lah yang selalu di minta sultan Banten ke-13 itu untuk menulis dan menyalin karya-karya ulama terkenal saat itu. Oleh karena itu, pada beberapa karya hasil tulisan maupun salinan yang ia hasilkan kerap disebutkan namanya dan latar belakang dituliskannya karya tersebut. Seperti pada naskah Masyāhid al-Nāsik fī Maqāmāt al-Sālik (A.31) dan naskah Fath al-Mulk Liyasila ilā Malik al-Mulk ‘alā Qā’idat Ahl al-Sulūk (A.111), dan naskah Risālah fi Syurūt al-Hajj (teks ke-4 dalam naskah no A.131).

B. ASAL-USUL KETURUNAN DAN KIPRAHNYA

Menurut pendapat Halwany Michrob (alm), sebagaimana yang dicatat oleh Minal ‘Aidin, bahwa yang dimaksud dengan tokoh ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani adalah ‘Abdullan putra ‘Abdul Qahhar alias Sultan Haji Abu Nasr. Karena ‘Abdullah bukanlah orang yang akan menjadi sultan, maka dalam tulisannya ia selalu memakai nama ayah di belakang namanya, sehingga namanya menjadi ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar, sedangkan ‘Abdul

29

Qahhar yang dimaksud adalah Sultan Haji Abu Nasr yang memerintah tahun 1672. Namun, jika diteliti secara seksama, ternyata di antara 10 orang putra-putri sultan Haji tidak terdapat seorangpun yang bernama ‘Abdullah.

Sedangkan berdasarkan silsilah “Sedjarah Tjikoendoel”—sebagaimana yang dikutip Minal ‘Aidin—terdapat nama ‘Abdullah Rifa’i putra Syekh ‘Abdul Qahhar, yakni seorang ulama Banten yang kemudian menikah dengan Ratu ‘Aisyah cucu Sultan Ageng Tirtayasa. Ayah dari Ratu ‘Aisyah adalah Syekh H. Ilyas Maulana Mansur ‘Abdul Qahhar yang dimakamkan di Cikadueun, Pandeglang. Syekh ‘Abdullah Rifa’i disebutkan juga menikah dengan janda R. Modjanagara, putri dari R. Wiraredja Regent (Bupati) Sukaraja, Bogor. Dari pernikahan ini kemudian lahir R.A. Mangkupradja yang kemudian menjadi Patih Cianjur, dan selanjutnya menurunkan silsilah Bupati Cianjur.

Berdasarkan silsilah “Sedjarah Tjikoendoel” diatas tidak terdapat keterangan kapan ’Abdullah Rifa’i tersebut hidup, hanya disebut sezaman dengan Wiratanudatar III (1707—1726). Dan berdasarkan naskah Masyahid al-Nasik, ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar sendiri menyebutkan bahwa ia terakhir tinggal menetap di Cianjur. Tampaknya data ini memiliki kesesuaian antara keduanya sehingga dapat disimpulkan bahwa Syekh ‘Abdullah Rifa’i itu

30

tidak lain adalah Syekh ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani.

Informasi lain berkaitan dengan kiprah hidup tokoh ulama Banten ini adalah pada tulisan Martin van Bruinessen dalam bukunya yang berjudul Kitab Kuning, Pesantren dan Tarekat yang menyebutkan bahwa Syekh Abdullah bin Abdul Qahar al-Bantani adalah patron dan anak didik dari Sultan Abu Nashr bin Muhammad Zainal ‘Asyiqin (1753—1777). Ia adalah seorang ulama Banten keturunan Arab yang sempat bermukim dan menimba ilmu di Makkah selama 3 tahun dan memperoleh inisiasi tarekat Rifa’iyyah, Syattariyah dan Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Setelah Syekh Yusuf ditangkap dan dibuang ke Srilangka hingga akhirnya ke Afrika Selatan, dia lah yang kemudian mengambil posisi sebagai penyebar tarekat Syattariyah di Banten, Bogor, hingga Cianjur. Selama di Makkah dan setelah kembali ke Banten, ia banyak menulis dan menyalin naskah yang dilatarbelakangi oleh permintaan sultan (saat itu yang memerintah adalah Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainal ‘Asyiqin) maupun inisiatif sendiri. Meskipun termasuk ulama yang dekat dengan kerabat istana, tetapi sekembalinya dari Makkah, ia tidak pernah menetap di istana melainkan terus mengembara ke daerah sekitar Jawa Barat (Bogor, Cianjur, dan Sukabumi).

Kiprah ulama Banten ini dalam dunia tulis-menulis—

31

bila dilihat pada kolofon naskah-naskah yang pernah ia tulis/salin—berkisar antara tahun 1154—1190H. yang berarti sekitar tahun 1741—1776M. Sedangkan siapa saja guru-guru tempat ia menimba ilmu selama berada di Makkah, naskah A.111—yang ia tulis sendiri—menerangkan bahwa ketika berada di Makkah ia belajar kepada Imam Muhammad ibn ‘Ali al-Tabari (seorang zahid dan ‘arif), lalu kepada Syekh ‘Abdul Wahab al-Tantawi al-Misri al-Azhari di Masjidil Haram (kepadanya ia belajar ilmu fiqh, tafsir Baidawi dan Hadits), lalu kepada Syekh ‘Ali al-Yamani, Syekh al-‘Alam al-Hafidz al-Darir dan al-Sayyid Muhammad al-Maghazi serta kepada Syekh Yusuf bin Ahmad al-Ghazi al-Qudsi (kepadanya yang terakhir ia belajar ilmu qiraat sab’ah). Sedangkan ketika di Madinah ia belajar kepada Syekh Ibrahim al-Madani bin Syekh Muhammad Tahir al-Madani al-Kurdi, dan kepada Syekh Ahmad al-Qushashi al-Madani. Sedangkan di Yaman ia belajar kepada Syekh Isma’il al-Bazi al-Zubaidi.

Dengan melihat pengalaman akademisnya yang sempat bermukim di kedua kota suci ummat Islam (Makkah dan Madinah) dan juga Yaman, sehingga otoritas ilmiah yang disandangnya tersambung langsung dengan silsilah ilmiah yang otoritatif dari ulama dunia Islam Internasional kala itu. Itulah sebabnya tidak berlebihan jika otoritas intelektualnya dapat disejajarkan dengan ulama-ulama besar Nusantara

32

akhir abad ke-18, seperti Syaikh Abdus Samad al-Palimbani, Syaikh Arsyad al-Banjari, Syekh Muhammad Nafis al-Banjari, Syekh Daud al-Patani, Abdullah al-Batawi, dan lain-lain. Syekh Ibrahim al-Madani bin Muhammad Thahir al-Madani al-Kurdi merupakan guru utamanya di Madinah. Beliaulah yang mengijazahkan kitab al-Simt al-Majid karya Ahmad al-Qusyasyi kepada Abdullah bin Abdul Qahhar. Sedangkan Syekh Muhammad Thahir al-Madani merupakan ulama masyhur pada pergantian abad ke-17 ke abad ke-18.

C. KARYA-KARYANYABerdasarkan pelacakan yang telah penulis lakukan hingga saat ini, setidaknya ditemukan 21 buah karya yang masih dalam bentuk karya tulis tangan (manuscript) dan tersimpan di berbagai tempat terutama di PNRI. Data berikut ini tentu saja masih tidak menutup kemungkinan adanya karya lain yang belum terdeteksi secara lengkap. Karya-karya berikut ini tentu saja ada yang berbentuk saduran, salinan, maupun terjemahan dari karya ulama lain yang ia lakukan untuk kebutuhan pribadi maupun untuk kebutuhan sultan. Nomor urut 1—3 merupakan tiga karya orisinil beliau, sedangkan selanjutnya adalah karya salinan/saduran dari ulama terkenal saat itu. Ke-21 karya tersebut adalah:

33

1. Fath al-Mulk li Yasila ilā Malik al-Mulk ‘Alā Qā’idah Ahli Sulūk; no. kode A.111

2. Masyāhid al-Nāsik fī Maqām al-Sālik; no. kode A.31d3. Risālah fi Syurūt al-Hajj; (teks ke-4 dalam naskah no

A.131)4. Al-Mawāhib al-Rabbāniyyah ‘an Asilati al-Jāwiyyah;

no. kode A.1055. Al-Kāfi fi ‘ilm al-‘Arūdh wa al-Qawāfi, no kode A.5016. Manāhij al-Sālik ilā Asyraf al-Masālik, no kode

A.1147. Ikhtilāf al-Madzāhib, no. kode A.1408. Kitāb al-Marsūma, no kode A.1149. Rahmat al-Umah fī Ikhtilāf al-Aimah, no. kode A.14210. Kitāb al-Bustān, kode no. A. 145 dan A.16911. Kitāb al-Masā’il/Majmū’at al-Kutub, no. kode

A.131a-o) 12. Al-Fathiyah fi ‘ilm al-Hisābiyyah dan Ma’rifat Istikhrāj

A’māl al-Lail wa al-Nahār min Rub’i Dāirah (rub’ul mujīb), Naskah kode A.155a-b.

13. Futūh al-Asrār fi Fadhā’il at-Tahlīl wa al-Adzkīr (teks ke-9 dalam naskah no. A.131)

14. Kitāb al-Hājibiyyah (salah satu teks dalam naskah desa Pontang), juga naskah no. 159

15. Washiyat al-Tullāb (teks pertama dalam naskah desa Pontang), juga pada naskah no. 114

34

16. Risālah Syattāriyah (Tuhfah al-Mursalah) (teks terakhir dalam naskah desa Pontang)

17. Kitāb fī Risālat al-Asānid wa al-Ijāra, naskah no. 65618. Ushūl al-Hadīts, terdapat pada naskah no. 13119. Matn al-Tahiyyah fi Ushūl al-Hadīts, naskah no. A.13120. Kitāb al-Niqāyah fi Arba’a Asyar Ilman, naskah no.

A.13121. Ilm al-Farā’id, naskah no. A.146

D. SEKILAS TENTANG PEMIKIRANNYAPemikiran tasawuf tokoh ulama Banten ini terangkum dalam karya monumentalnya yang hingga kini masih dalam bentuk manuscript yang berjudul Fath al-Mulk liyasila ila Malik al-Mulk dan Masyahid al-Nasik ila Maqamat al-Salik. Sebagaimana corak pemikiran tasawuf Melayu Nusantara abad ke-17 dan ke-18 yang berkembang saat itu, pemikiran Syekh Abdullah bin Abdul Qahhar sangat terpengaruh doktrin mistisisme-filosofis terutama mengenai paham wujudiyah (Martabat Tujuh) sebagaimana terekam dalam kedua naskah di atas, meski ia juga tetap cenderung mempertahankan kesetiaan pada sisi-sisi syariat dalam melakukan praktek-praktek keagamaan, terutama praktek ala mazhab Syafi’i dalam hukum fiqh dan mazhab Asy’ariyah dan Maturidiyah dalam hal teologi (aqidah).

35

Jejak kecenderungan pandangannya dalam hal ibadah dan mu’amalah dapat dilihat dalam naskah yang ia salin sendiri seperti dalam Kitab al-Masa’il, Risalah fi Syurut al-Hajj, dan naskah lainnya. Selain cenderung kepada kajian filosofis-mistis yang memang hingga saat itu masih sangat terasa pengaruhnya dalam wacana dunia Islam yang sudah mulai meredup, pada sejumlah karyanya ia juga kerap membahas masalah keutamaan ilmu, zikir dan tahlil, moralitas sosial, masalah-masalah hukum fiqh (terutama sisi peribadatan dan hubungan sosial), serta manajemen hati. Hal ini dapat dibaca pada teks lain dalam karyanya yang berjudul Fath al-Mulk dan juga pada beberapa teks dari naskah Majmu’at al-Kutub.

37

BAB III

DESKRIPSI, SUNTINGAN DAN TINJAUAN NASKAH

FUTŪH AL-ASRĀR FI FADLĀ’IL AL-TAHLĪL WA AL-ADZKĀR

A. DESKRIPSI NASKAH FAFTASebagaimana telah disebutkan, bahwa FAFTA adalah salah satu teks dalam naskah koleksi PNRI yang terdaftar pada nomor dan kode naskah A.131 (a—o). Naskah ini diberi judul Majmū’at al-Kutub, terdiri dari 251 halaman, dan berisi 16 teks. Teks FAFTA sendiri adalah teks yang ke-9 dari 16 teks tersebut. Secara fisik naskah itu berukuran sampul 22x16 cm, dan ukuran halamannya 20,5x15,5 cm, sedangkan teksnya berukuran 17,5x11 cm. Setiap halaman terdiri atas 14—24 baris. Keadaan naskah cukup baik, karena naskah dijilid rapi dan diberi kotak pelindung berwarna putih, meski sebagian kertasnya telah berlubang-lubang kecil karena dimakan serangga. Sampul naskah

38

terbuat dari kertas karton duplek warna coklat bermotif lurik. Penomoran halaman naskah tampaknya diberikan oleh orang lain, yaitu dengan pensil warna biru, dan ditulis dengan angka Arab 1—251.

Alas naskah terbuat dari kertas Eropa, dengan cap kertas (watermark) Vanderley, dan countermark CCC. Naskah ditulis dengan menggunakan bahasa dan aksara Arab tanpa tanda vokal (harakat). Tinta yang digunakan berwarna hitam, kecuali pada rubrikasi berwarna merah. Khat yang digunakan menggunakan gaya khat naskhi dan riq’ah. Sebagian halaman naskah telah dilaminasi (dilakukan perbaikan) karena rusak, namun tulisannya tetap dapat terbaca dengan baik.

Garis tebal (chain lines) dan garis tipis (laid lines) nya masing-masing terdiri dari 6 dan 8 garis. Jarak antara garis tebal pertama sampai kedua adalah 2,5 inci, sedang jumlah garis tipis dalam satu centimeter adalah 12 garis. Pada kertas tampak adanya garis panduan (blind lines) yang kelihatannya dibuat dengan cara ditekan dengan benda lancip. Naskah terdiri dari 14 kuras.

Berdasarkan kolofon yang terdapat hampir pada setiap akhir teks, naskah ini disalin pada 10 Safar 1159H./1746M. Sedangkan teks FAFTA sendiri selesai disalin pada hari Selasa, 21 Rabi’ul Awwal tahun 1186H.? (1154H), disalin

39

oleh ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahar al-Jawi al-Bantani. Naskah Majmū’at al-Kutub itu terdiri atas 16 teks, yaitu: • teks ke-1, berisi tanya jawab mengenai berbagai hal

milik (53 masalah keagamaan) karya Muhammad bin Abdul Baqi al-Zarqani al-Maliki (hlm. 1—29);

• teks ke-2, al-Niqāyah fi Arba’ata ‘Asyar ‘Ilman karangan Syekh Jalaludin al-Suyuthi (hlm. 30—54);

• teks ke-3, Ithāf al-Murīd bi Jauharat al-Tauhid milik Abdul Salam bin Ibrahim al-Maliki al-Laqqāni, juga sebagian diambil dari Umdat al-Murīd ‘ala ‘Aqīdati Jauharat al-Tauhid (hlm. 55—67);

• teks ke-4, Syurūth al-Hajj karya ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhār (hlm. 68—76);

• teks ke-5, al-Lu’lu al-Nadhīm fi Raf’i al-Ta’lim karangan Abu Yahya Zakaria al-Anshari (hlm. 77—82);

• teks ke-6, Risālah Musytamilah ‘alā Bayāni Syurūth Ta’līm al-‘Ulūm wa Ta’allumiha atau disebut juga Al-Dur al-Nadhīm fi Rumz al-Ta’allum wa al-Ta’līm (hlm. 83—93);

• teks ke-7, Syarh al-Dima’ li Ibni al-Muqri al-Isma’īly (hlm. 94—110);

• teks ke-8, tentang shalat dan Dzikir (hlm. 112—127); • teks ke-9, Futūh al-Asrār fi Fadhā’il al-Tahlīl wa al-

Adzkār (hlm. 128—192);

40

• teks ke-10, Shahīfah fima yahtāju al-Syāfi’I ilā Taqlīd bi al-Imam Abu Hanifah (hlm. 193—195);

• teks ke-11, Rātib Haddād (hlm. 202—205); • teks ke-12, Nisbah Syaikh Nawawi (hlm. 207—210); • teks ke-13, tanya jawab tentang Haji dan lain-lain (hlm.

211—216); • teks ke-14, Mandzūmah Abul Farj Ibn al-Farj al-Isbili

fi Ushul al-Hadits (hlm. 218—221); • teks ke-15, Matan al-Tahiyyah fi Ushūl al-Hadits li al-

‘Allamah Syaikh Ibn Hajar al-Atsqalani (hlm. 222—234);

• teks ke-16, Shalawat ‘ala al-Nabi li Syaikh Ahmad al-Malāwi al-Syāfi’i (hlm. 235—249).

Kutipan pertama naskah berbunyi:

فات فاق كل باختلف التعلقات كالعلم والقدرة وسائر الصمنها واحدة قديمة والتكثر والحدوث إنما هو فى التعلقات

ضافات لما أن ذالك أليق بكمال التوحيد ... وال

Sedangkan kutipan akhir naskah berbunyi:

سالة بحمد الله وعونه وحسبنا الله وكفى وسلم على ت الر تمعباده الذين المصطفى آمين يا رب العالمين. وينتشر تحريم

41

من موضع إلى أصول الفروع للحواش ... إنتهى هذا النظم ضا إنتهى. م بسبب الر ف الذى يحر للتعر

Setelah melakukan inventarisasi pada berbagai katalog untuk naskah yang ada di Jakarta, Inggris, maupun katalog naskah-naskah Arab yang ada di Leiden maupun di lembaga lainnya, sementara saya berkesimpulan bahwa teks FAFTA adalah Codex Unicus, karena belum ditemukan variannya. Berdasarkan keterangan al-Bantani sendiri yang ditulisnya dalam pembukaan teks FAFTA ini, bahwa teks ini merupakan saduran atau nukilan dari karya gurunya yang bernama ‘Abd al-Wahab bin ‘Abd al-Ghani bin Abdullah. Teks ini ditulis karena bertujuan untuk mempermudah para murid penganut tarekat, khususnya tarekat Qadiriyah, dalam memahami keutamaan dzikir dan tahlil (maksudnya kalimat “Lā Ilāha Illa Allāh”) baik yang dilafalkan dengan bersuara (Jahr) maupun dengan pelan/tanpa suara keras (sirr).

Pelacakan terhadap tokoh ‘Abd al-Wahab bin ‘Abd al-Ghani bin Abdullah, dalam hal ini menjadi penting, untuk merekonstruksi ide-ide awal maupun pemikiran yang sempat dituangkan dalam karyanya. Namun patut disayangkan bahwa sampai saat ini saya belum memperoleh data yang akurat tentang siapa tokoh guru yang dimaksud dan apa judul karangan yang dijadikan rujukan al-Bantani

42

saat itu. Data sementara yang baru penulis peroleh berupa keberadaan naskah yang berjudul al-Anwār al-Ilāhiyyah fi Sharh Muqaddimat al-Sanusiyyah, karya ‘Abd al-Ghani bin ‘Abd al-Ghani al-Nablusi. Naskah setebal 143 halaman dan berukuran 6,5x4,3 inci tersebut merupakan naskah Arab koleksi perpustakaan ISTAC Malaysia dengan kode MSS. Arabic 4 (1) 188. Naskah tersebut mengandung empat teks, masing-masing berjudul 1) Al-Anwār al-Ilāhiyyah fi Muqaddimat al-Sanusiyyah

(hlm. 1—47); 2) Al-Lathā’if al-Unsiyyah ‘alā Nazhm al-‘Aqidat al-

Sanusiyyah (hlm. 48—85); 3) Risālat Syaiqal al-Sudūr wa Jalā al-Qulūb Balkali

(hlm. 86—138); dan 4) Al-Maqāshid al-Mumahhasah fi Bayāni Kay al-

Hirmasah (hlm. 139—143).

Selain itu, perbandingan dengan naskah Leiden Cod.Or 7327 dan Cod.Or 7337 juga memiliki keterkaitan yang lebih kuat, khususnya dalam masalah pelacakan sejarah silsilah para guru tarekat al-Bantani sewaktu masih menimba ilmu di Makkah. Namun karena keterbatasan waktu dan biaya, hingga kini pelacakan data tersebut belum dapat dilakukan. Apalagi informasi sementara yang saya dapatkan, bahwa ’Abd al-Wahhab bin ’Abd al-Ghani itu berasal dari India,

43

bukan Abd al-Ghani yang berasal dari Nablus. Jadi pelacakan ini masih harus didalami kembali lebih lanjut. Dalam hal ini, Bruinessen (1994) pernah membaca naskah Cod.Or 7327, di mana silsilah tarekat Shattariyah Syekh ’Abdullah bin ’Abdul Qahhar terhubung melalui imam Muhammad al-Thabari, dari Syekh ’Abdul Wahhab bin ’Abdul Ghani al-Hindi, dari Syekh Shaleh Khatib, dan dari Syekh Ahmad al-Qushashi.

Secara ringkas teks FAFTA itu berisi penjelasan secara mendetail tatacara berdzikir, terutama dalam praktek pembacaan kalimat thayyibah “lā ilāha illallāh”, syarat yang harus dipenuhi sebelum berdzikir, nash-nash qath’i dasar berdzikir dan korelasinya dengan ajaran tauhid serta hubungannya dengan praktek hidup keseharian. Teks dimulai dengan basmalah, puji-pujian kepada Allah dan bersalawat kepada Nabi Muhammad saw. beserta keluarganya. Dilanjutkan dengan ungkapan syahādat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian disinggungg latar belakang penyalinan/penyaduran teks FAFTA, maksud, dan tujuannya. Lalu dibahas muatan isi, sebagaimana tersebut di atas. Sedangkan pada lima halaman terakhir teks dilengkapi dengan silsilah tarekat Qadiriyah yang bersambung hingga Rasulullah melalui Ali bin Abi Thalib. Teks FAFTA ini seluruhnya ditulis dalam bahasa dan aksara Arab yang rata-rata terdiri dari 22—24 baris perhalamannya. Sedangkan

44

pada halaman terakhir (hlm. 192) terdapat kolofon tanda selesainya teks itu ditulis, yaitu pada hari Selasa, 21 Rabi’ul Awwal 1184H. ditulis oleh ’Abdullah bin ’Abd al-Qahar al-Jawi.

B. TINJAUAN SEJARAHDi abad ke-16 dan ke-17 perkembangan pendidikan agama Islam di Banten mengalami kemajuan pesat, terutama pada masa Sultan Ageng Tirtayasa (1651—1682). Sultan sengaja mendatangkan para ulama terkenal dari Aceh dan India untuk kepentingan pendidikan para prajurit dan dakwah Islamiyah (Michrob dan Chudori, 1993: 101). Peranan tersebut terus berlangsung hingga abad ke-18 meski secara politis Banten kemudian memasuki masa kemunduran. Oleh karenanya, dalam perjalanan sejarah kesultanan Banten tercatat nama-nama ulama terkenal, seperti Kyai Dukuh, dan Syekh Yusuf al-Makassari. Selain ulama kharismatis tersebut, ada satu ulama yang juga sempat menjadi mufti kesultanan Banten namun kini hampir tak diingat/dikenal masyarakat, yaitu Syekh Abdullah bin Abdul Qahar al-Bantani.

Syekh Abdullah bin Abdul Qahar al-Bantani (selanjutnya cukup disebut al-Bantani) adalah patron dan anak didik dari Sultan Abu Nashr bin Muhammad Zainal

45

‘Asyiqin (1753—1777). Tokoh tersebut adalah seorang ulama Banten keturunan Arab yang sempat bermukim dan menimba ilmu di Makkah selama 3 tahun dan memperoleh inisiasi tarekat Rifa’iyyah, Syattariyah dan Qadiriyah wa Naqsabandiyah. Setelah Syekh Yusuf ditangkap dan dibuang ke Srilangka hingga akhirnya ke Afrika Selatan, al-Bantani lah yang mengambil posisi sebagai penyebar tarekat Syattariyah di Banten, Bogor, hingga Cianjur. (Bruinessen, 1999: 268—9).

Selama di Makkah dan setelah kembali ke Banten, al-Bantani banyak menulis dan menyalin naskah yang dilatarbelakangi oleh permintaan sultan maupun inisiatif sendiri. Di antara karya-karyanya yang dapat dilacak di PNRI dan di masyarakat saat ini antara lain: 1) Majmū’at al-Kutub, naskah koleksi PNRI no. kode

A.131 a—o); 2) Fath al-Mulk li Yasila ila Malik al-Mulk ‘Ala Qā’idah

Ahli Sulūk; no. kode A.111; 3) Masyāhid al-Nāsik fi Maqām al-Sālik; no. kode A.31d; 4) Al-Kāfi fi ‘ilm al-‘Arudh wa al-Qawāfi, no. kode A.501; 5) Manāhij al-Sālik ilā Asyrāf al-Masālik, no. kode A.114; 6) Ikhtilāf al-Madzāhib, no. kode A.140; 7) Kitāb al-Marsūma, no. kode A.114; 8) Rahmat al-Umah fi Ikhtilāf al-Aimah, no. kode A.142; 9) Kitāb al-Bustān, no. kode A.145;

46

10) Risālah fi Syurūt al-Hajj; (teks ke-4 dalam naskah no. kode A.131);

11) Al-Fathiyah fi ‘ilm al-Hisābiyyah dan Ma’rifat Istikhrāj A’māl al-Lail wa al-Nahār min Rub’i Dāirah (rub’ul mujīb), naskah no. kode A.155a-b;

12) Futūh al-Asrār fi Fadhā’il at-Tahlīl wa al-Adzkār (teks ke-9 dalam naskah no. kode A.131);

13) Kitab al-Hājibiyyah (salah satu teks dalam naskah desa Pontang);

14) Washiyāt al-Tullāb (teks pertama dalam naskah desa Pontang);

15) Risālah Syattāriyah (teks terakhir dalam naskah desa Pontang); dan

16) Kitāb Seribu Masa’il, no. kode ML.442.

Selain karya-karya tersebut, al-Bantani juga menyalin karya ulama lain untuk kepentingan sultan yang sengaja memesan kepadanya karena isinya begitu penting dan aktual kala itu, misalnya: Bayān Tajalli, karangan ‘Abd al-Ra’uf Singkel, Al-Mawāhib al-Rabbāniyah ‘an al-As’ilah al-Jāwiyah, (naskah koleksi PNRI no. kode A.105) karya Syekh Muhammad ‘Ali Ibnu Allan Al-Shiddiqi (1588—1674) (Djayadiningrat, 1983: 194—5), (“Tim Peneliti IAIN Banten” dalam Bafadal & Asep Saefullah, 2006: 55—96); Syarāb al-‘Asyiqīn dan Muntahi, keduanya

47

adalah karya Hamzah Fansuri, (Drewes dan Brakkel, 1999: 226—270).

Naskah yang berjudul Majmū’at al-Kutub cukup menarik untuk dikaji, mengingat naskah tersebut ditulis oleh al-Bantani sewaktu ia belajar di Makkah. Naskah yang berisi 16 teks itu tampaknya merupakan catatan, saduran, ataupun ringkasan dari berbagai karya para ulama—yang sebagian menjadi gurunya langsung ketika belajar—pada masanya, menyangkut berbagai bidang ilmu yang ia tekuni selama bermukim di Makkah. Salah satu yang menarik adalah teks Futūh al-Asrār fi Fadhā’il at-Tahlīl wa al-Adzkār (selanjutnya disingkat FAFTA) yang ia karang sendiri dengan aksara dan bahasa Arab.

C. PEDOMAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN TRANSLITERASIKarena naskah ini merupakan naskah tunggal, maka dalam edisi kritik ini penulis mereproduksi naskah A.131 yang tersimpan di Perpustakaan Nasional R.I. Teks Arab Naskah ini ditulis dengan huruf berukuran kecil bergaya naskhi nasta’liq tanpa tanda vokal (harakat). Karena terdapat sejumlah kekeliruan dalam menulis kalimat, seperti beberapa huruf hilang ataupun kalimat yang hilang (haplografi), salah dalam memberikan sejumlah titik untuk

48

masing-masing huruf yang bertitik, bahkan juga terdapat sejumlah tulisan yang ditulis dua kali (ditografi), dan beberapa kekeliruan lain. Oleh karena itu dalam melakukan edisi kritik naskah FAFTA penulis melakukan langkah-langkah berikut ini:1. Mengoreksi tulisan yang keliru atau hilang, lalu

meletakkan koreksian tersebut dalam catatan kaki agar dapat dibedakan mana koreksian dan mana teks asalnya.

2. Memberikan tanda pungtuasi seperti titik, koma, tanda tanya, titik dua, dan sebagainya.

3. Membagi teks ke dalam paragraf-paragraf yang mengandung kesatuan pemikiran.

5. Mentakhrij ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits.6. Memberikan nomor halaman yang diletakkan pada sisi

kanan teks di mana setiap kata awal dari tiap halaman terdapat dalam baris yang sejajar dengan nomor halaman tersebut.

7. Melengkapi nama judul-judul buku yang dikutip penulis dan menulisnya dalam bentuk italic (miring) baik dalam teks maupun catatan kaki.

8. Melacak sumber-sumber kutipan dalam karya-karya yang masih dapat ditemukan.

9. Menerjemahkan teks ke dalam bahasa Indonesia.10. Menggunakan simbol-simbol berikut ini dalam teks:

49

a. { } untuk ayat-ayat Al-Qur’anb. ( ) untuk hadits-haditsc. \......\ untuk tambahan dalam tulisan teks d. \ \ untuk memuat huruf atau kata yang hilang dalam

tekse. “......” untuk menandai kutipan langsung oleh

penulis. Para penulis biasanya menggunakan kata intahaa untuk menandai akhir kutipan.

D. EDISI KRITIK NASKAH FAFTA DAN TERJEMAHANNYA

حيم حمن الر /ص.۱٢٨ /بسم الله الرب عباده البرار وآتهم وبه نستعين، الحمد لله الذى قر

هم بصفاء اليقين وخلوص بفضائل التهليل والذكار وخصكرام وألزمهم بسنة النبي المختار. الفكار وألبسهم خلعة المنا بفضائل نحمده حمدا على ما أولنا من نور السلم وفهالعلوم والخبار. ونشهد أن ل إله إل الله وحده ل شريك له

شهادة تخص قائلها محبة العزيز الغفار وندخله فى جنات وأنهار والنظر إلى وجهه الكريم فى دار القرار. ونشهد أن دا عبده ورسوله سيدنا ومولنا ونبينا وهادينا وحبيبنا محم

بعوث رحمة لكافة الخلق بالبشارة سيد السادات والخيار الم

50

نذار صلى الله عليه وعلى آله وأصحابه الذين بايعوه والضوان فى جميع السفار، وجاهدوا فى الله ضا والر بالر

ة بل جحاد ول حق جهاده حتى صاروا نجوم الهدى وأئمأفكار، وسلم تسليما كثيرا. ما طار طاير وما حن رعد فى ا بعد! فيقول غزير المطار، آمين آمين يا رب يا غفار، أم

اجى عفو ربه القدير العبد الفقير المقر بالعجز والتقصير الرك بكتاب الله وسنة رسول الله عبد الوهاب ابن عبد المتمسالغني ابن عبد الله وقد مر على ضميري أن أجمع رسالة

مختصرة لمعرفة فضائل التهليل والذكار ليسهل على المريدين والطالبين الطريق إلى الله فى الجهر والسرار

وأسأل الله حسن التوفيق والممات على حسن الخاتمة ويجعله خالصا مخلصا لوجه الكريم

/halaman 128/ Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kepada-Nya kami mohon pertolongan. Segala puji bagi Allah yang telah mendekatkan kebaikan-kebaikan kepada para hamba-Nya, dan telah memberikan keutamaan tahlil (kalimat lā ilāha illallāh) dan berbagai zikir, mengkhususkan kesucian keyakinan dan kemurnian pikiran, memakaikan kalung kemuliaan, mewajibkan sunnah-sunnahnya Nabi pilihan kepada mereka. Kita panjatkan pujian kepada-Nya atas pengutamaan

51

cahaya Islam yang diberikan kepada kita, dan pemberian pemahaman atas keutamaan-keutamaan ilmu dan khabar (sahabat). Kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, sebuah persaksian yang dikhususkan oleh pengucapnya sebagai bukti cinta kepada yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, dan semoga kita dimasukkan-Nya ke dalam surga-surga, sungai-sungai, (dan dapat berjumpa) melihat wajah-Nya yang Mulia di negeri akherat kelak. Dan kita bersaksi bahwa tuan kita, junjungan, Nabi, pembawa petunjuk, kekasih kita Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, penghulu orang-orang yang mulia dan para manusia pilihan, rahmat segala makhluk, pembawa kabar gembira dan peringatan, semoga salawat Allah tetap terlimpahkan kepadanya, keluarga dan para sahabatnya yang telah membai’atnya dengan penuh ridla dan kerelaan pada semua perjalanan, para sahabat yang telah berupaya sekuat tenaga di jalan Allah dengan sebenar-benar jihad, sehingga mereka menjadi (seperti) bintang petunjuk dan pemimpin tanpa pembantah dan alasan, dan ucapkanlah ucapan keselamatan yang banyak. Tidaklah terbang seekor burung, dan tidaklah menyambar satu kilatan guntur di tengah hujan yang deras, Ya Allah, kabulkanlah! kabulkanlah! Wahai Tuhanku yang Maha Pengampun, adapun selanjutnya: maka berkata seorang hamba yang fakir, mengaku lemah dan terbatas, mengharap maaf dari

52

Tuhannya Yang Maha Kuasa, berpegang teguh pada kitab Allah dan sunnah rasul-Nya; ‘Abdul Wahab bin ‘Abdul Ghani bin ‘Abdillah: sungguh telah terlintas dalam batin ku untuk mengumpulkan sebuah risalah (catatan) pendek/singkat untuk mengetahui keutamaan tahlil dan zikir-zikir untuk memudahkan para murid dan para pengikut tarekat dalam mengetahui jalan menuju Allah baik dalam keadaan terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi, dan saya memohon kepada Allah semoga Allah memberikan sebaik-baik pemberian (taufik) dan mati dalam keadaan husnul khatimah dan menjadikannya suci dan ikhlas semata-mata karena Allah...

يتها بفتوح السرار / ص. ۱٢۹/ بل رياء ول إظهار، وسمفى فضائل التهليل والذكار وجعلت لها أبوابا وفصول وهي

ل على ثلثة أبواب، وفى كل باب ثلثة فصول. الباب الوب إلى فى فضائل آل إله إل الله وفى الجر والثواب والتقر

ر والجهر وطريق كر بالس الله. الباب الثانى فى حقيقة الذالسالكون إلى الله. الباب الثالث فى تربية المريدين وآداب

كر فى نسبة صاحب التاج وللفاخر سيد الشيخة والمريدين والذالشريف الشيخ عبد القادر، وبالله التوفيق وحسن الثواب وإليه ل فى فضائل واب.الباب الو والمرجع والمآب والله أعلم بالص

ب إلى الله تعالى، آل إله إل الله والجر والثواب وفى التقر

53

وقوله سبحانه وتعالى }ولو أن ما فى الرض من شجرة أقلم والبحر يمده من سعة من بعده سبعة أبحر ما نفدت{\فضل آل إله إل الله\ ولذلك قوله سبحانه تغليبا }قل لو كان البحر

مدادا لكلمات ربى لنفد البحر قبل أن تنفد كلمات ربى ولو جئنا بمثله مددا{ وقال سبحانه وتعالى }...فأنزل الله سكينته عليه وأيده بجنود لم تروها وجعل كلمة الذين كفروا السفلى وكلمة

الله هي العليا والله عزيز حكيم{، قال الله سبحانه وتعالى فى كتابه العزيز }فاعلم أنه آل إله إل الله واستغفر لذنبك

وللمؤمنين والمؤمنات والمسلمين والمسلمات{.

/halaman 129/ tak ada riya’ dan pamrih, dan saya namakan (risalah singkat ini) dengan nama “pembuka rahasia-rahasia keutamaan tahlil dan zikir-zikir” dan saya bagi kitab ini menjadi beberapa bab dan pasal, yakni terdiri dari tiga bab; tiap-tiap bab terdiri dari tiga pasal. Bab pertama masalah keutamaan lā ilāha illallāh dan balasan serta pahala bagi orang yang mendekatkan diri kepada Allah. Bab kedua tentang hakekat al-zikr al-sirry dan al-zikr al-jahry serta jalan para sālikun kepada Allah. Bab ketiga masalah bimbingan untuk para murīd, adab antara syekh dan para murid pengikut tarekat Qadiriyah, serta bimbingan zikir dari shāhib al-tāj wa al-fākhir Syekh ‘Abdul Qadir Jaelani. Semoga Allah memberikan taufik dan balasan

54

yang baik, hanya kepada-Nya lah kita kembali dan tempat kembali, dan hanya Allah lah yang Maha mengetahui kebenarannya. Bab pertama tentang keutamaan kalimat lā ilāha illallāh, balasan dan pahala serta mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah. Dalam hal ini Allah berfirman: “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah (pen. lā ilāha illallāh) (maksudnya itulah antara lain keutamaan kalimat lā ilāha illallāh)”. Oleh karena itu, kemudian firman Allah swt., menguatkan: “Katakanlah: Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)”. Allah swt., berfirman lagi: “Dan Allah menjadikan seruan orang-orang kafir itulah yang rendah, dan kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. Berfirman Allah swt. di dalam kitab-Nya yang agung: “Ketahuilah bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Haq) kecuali Allah dan mohonlah ampunan atas dosamu dan (atas dosa-dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan, muslim laki-laki dan perempuan”.

/ص.۱٣٠ / وقال الله سبحانه وتعالى }قد جاءكم من الله

55

نور وكتاب مبين يهدى به الله من اتبع رضوانه سبل السلم ويخرجهم من الظلمات إلى النور بإذنه ويهديهم إلى صراط

مستقيم{. وقال الله تعالى }الله ولي الذين آمنوا يخرجهم من الظلمات إلى النور والذين كفروا أولياءهم الطاغوت

يخرجونهم من النور إلى الظلمات أولئك أصحاب النار هم فيها خالدون{ وقال الله سبحانه وتعالى }إن الله اشترى من

المؤمنين أنفسهم وأموالهم بأن لهم الجنة...{ وقال الله سبحانه وتعالى فى كتابه المكنون }قد أفلح المؤمنون الذين هم فى صلتهم خاشعون والذين هم عن اللغو معرضون{ وورد

د صلى الله عليه وسلم حيحين عن سيد الكونين محم فى الصأنه قال (أفضل ما قلت أنا والنبيون من قبلى آل إله إل الله)

كر آل إله إل الله) وقد وقال صلى الله عليه وسلم (أفضل الذقال رسول الله صلى الله عليه وسلم (أمرت أن أقاتل الناس

حتى يشهد أن آل إله إل الله وأن محمدا رسول الله فإذا قالوها عصموا منى دماءهم وأموالهم إل بحق الله)، وفى رواية (إل

بحقها وحسابهم على الله) وفى رواية (إل بحق السلم). وقد قال صلى الله عليه وسلم (من قال آل إله إل الله خالصا

مخلصا من قلبه دخل الجنة)، وعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال (ل تموتن إل ولسانك رطب بذكر الله) ، وقد قال صلى الله عليه وسلم (آل إله إل الله تهدم ما قيله)، وقد قال صلى

56

الله عليه وسلم (من مات وهو يشهد أن آل إله إل الله وأن ل فى فضائل الجر دا رسول الله دخل الجنة).الفصل الو محم

والثواب لهل آل إله إل الله وحسن المآب، لقوله تعالى:

/halaman 130/ Allah swt. berfirman: “Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Deangan kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridlaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus”. Allah juga berfirman: “Allah Pelindung orang-orang yang beriman, Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir pelindung-pelindungnya adalah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. Allah juga berfirman: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah dalam kitab Taurat, Injil dan al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) dari

57

pada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar”. Allah juga berfirman dalam kitab-Nya yang agung: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman. (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna”. Kemudian diriwayatkan dalam kedua kitab hadits yang shahih, dari penghulu segenap alam dialah Muhammad saw., bahwasanya ia bersabda: “(bacaan) yang paling utama yang aku katakan, juga para Nabi sebelumku adalah: Tidak ada Tuhan selain Allah”. Nabi juga bersabda: “Zikir yang paling utama adalah (bacaan) lā ilāha illallāh. Dan telah bersabda Rasulullah saw.: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka mau bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusannya. Dan tatkala mereka mengucapkannya (dua kalimat syahadat tersebut) terjagalah mereka baik darah maupun hartanya menjadi aman kecuali karena hak Allah”. Dalam suatu riwayat (disebutkan): kecuali karena haknya, sedangkan perhitungan mereka menjadi hak Allah. Dalam suatu riwayat disebutkan: “Kecuali karena hak Islam”. Nabi juga bersabda: “Siapa (orang) yang mengucapkan kalimat lā ilāha illallāh secara ikhlas dan tulus dari dalam hatinya niscaya ia akan masuk surga”. Nabi juga bersabda:

58

“Jangan sekali-kali kalian mati kecuali lidahnya senantiasa basah dengan zikir kepada Allah”. Dan telah bersabda Nabi saw: kalimat lā ilāha illallāh itu menghancurkan apa yang dikatakannya”. Dan Nabi saw. telah bersabda: “Barangsiapa yang mati dan dia bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwasanya Muhammad itu utusan-Nya, niscaya masuk surga lah ia”. Pasal pertama tentang keutamaan, balasan dan pahala bagi ahli (orang yang senantiasa mencapkan kalimat) lā ilāha illallāh, dan sebaik-baik tempat kembali, sebagaimana firman Allah:

\ص.۱٣۱ \ }هل جزاء الحسان إل الحسان{ أي ما جزاء قول آل إله إل الله إل الجنة. وبشر الله سبحانه وتعالى لهل آل لذين أحسنوا الحسنى وزيادة{ إله إل الله فى كتابه المكنون }ل

نة. وقوله سبحانه وتعالى أى من قال آل إله إل الله لهم الج}وزيادة{ أى النظر الى وجهه الكريم ول يحصل الجنة

شتغال بآل إله إل الله. وقوله والنظر إلى وجهه الله إل فى الصلى الله عليه وسلم (من قال آل إله إل الله ومدها مدا أهدمت

أربعة آلف من الكبائر)، وقيل يارسول الله إذ لم يكن عليه أربعة آلف من الكبائر؟ قال يغفر له ولوالديه ولقاربه ولمن

نة آل إله يدعوا له. وعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال (ثمن الجإل الله) وورد فى الخبر عن سيد البشر صلى الله عليه وسلم

59

أنه قال (القبر ظلمة وسراجه آل إله إل الله). وعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال (لو وضعت آل إله إل الله فى كفة ووضعت

السموات والرضون ومن فيهن فى كفة أخرى لرجحت آل إله إل الله). وذكر فى \السنن\ على الربعين قال رسول الله

صلى الله عليه وسلم (ليس على أهل آل إله إل الله وخشة عند وت ول فى قبورهم ول نشرهم وكأنى بأهل آل إله إل الله الم

ينفضون التراب عن رؤوسهم ويقولون }الحمد لله الذى أذهب عنا الحزن{ اآلية، وأنا أقول وبالله التوفيق. إن لكل حسنة

يعطى العبد اجرها إلى عشرة ثم إلى سبعمائة وإلى أضعاف أضعاف ذلك إل قائل آل إله إل الله يعطى أجر مال عين رأت

ول أذن سمعت ول خطر على قلب بشر ولنها ثمن الجنة وهي مفتاح الجنان كلها ويحصل بها رضا الله تعالى ورؤيته. وقوله تعالى }إليه يصعد الكلم الطيب والعمل الصالح يرفعه{

لن قول آل إله إل الله

/halaman 131/ “Tidak ada balasan kebaikan kecuali kebaikan (pula)”. Atau maksudnya, bahwa tidak ada balasan ucapan kalimat lā ilāha illallāh kecuali surga. Allah swt., memberikan kabar gembira kepada (orang-orang yang senantiasa mengamalkan kalimat) lā ilāha illallāh (sebagaimana yang terdapat) dalam kitab-Nya yang tercipta: “Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada

60

pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya”. Atau balasan bagi orang yang mengucap lā ilāha illallāh tidak lain kecuali surga. Sedangkan maksud ungkapan “dan tambahannya” adalah “melihat Allah swt., Yang Maha Mulia. Masuk surga maupun berjumpa dengan Allah swt., tidak akan dapat dicapai kecuali dengan menyibukkan diri dalam mengucapkan kalimat lā ilāha illallāh. Bersabda Nabi saw.: “Siapa yang mengucapkan lā ilāha illallāh lalu memanjangkan (memperbanyak bacaannya) maka dihancurkan empat ribu (4.000) dosa besarnya”. Lalu Rasulullah ditanya: “Bagaimana jika ia tidak mempunyai dosa sebanyak 4.000 dosa besar? Rasul menjawab: “Allah mengampuni dosanya, dosa kedua orang tuanya, dosa para kerabatnya, dan dosa orang yang mendoakannya. Dari Nabi saw. bersabda: ”Harga surga adalah kalimat lā ilāha illallāh”. Diriwayat dalam suatu khabar sahabat, dari penghulu manusia saw., bahwasanya ia bersabda: “Kubur adalah (tempat yang) gelap, pelitanya adalah kalimat lā ilāha illallāh”. Darinya Nabi saw., bersabda: “Jika kalimat lā ilāha illallāh diletakkan di telapak tangan dan jika matahari dan bumi beserta seluruh isi keduanya diletakkan di telapak tangan yang lainnya, maka masih lebih berat kalimat lā ilāha illallāh”. Disebutkan dalam kitab sunan al-Arba’in bahwasanya Nabi bersabda: “Tidak ada rasa takut bagi ahli (orang yang membiasakan membaca) lā ilāha

61

illallāh ketika mati, tidak juga ketika di dalam kubur, tidak juga dalam kebangkitannya, dan aku seakan menjadi ahli lā ilāha illallāh meski diurug dengan tanah pada kepala mereka, mereka mengatakan ‘segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan rasa sedih (duka cita) dari kami’. Dan kukatakan, semoga Allah selalu memberi taufik. Sesungguhnya, setiap kebaikan akan diberikan pahalanya kepada setiap hamba sepuluh kali lipat, lalu tujuh ratus kali lipat, bahkan hingga beberapa kali lipat, kecuali pengucap kalimat lā ilāha illallāh akan diberikan pahalanya yang tidak dapat dilihat oleh mata, tak terdengar oleh telinga, dan tak pernah terlintas dalam hati manusia, karena ia merupakan harga surga, dan juga kunci semua surga, yang dengannya tercapai ridla dan melihat Allah. Sebagaimana firman Allah: “Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik (kalimat lā ilāha illallāh sebagai ucapan zikir, ataupun ucapan lain yang baik yang diucapkan karena Allah) dan ‘amal yang sholeh dinaikkan-Nya”, karena ucapan lā ilāha illallāh itu

/ص.۱٣٢ / ل تعطى مقام العرش لقوله صلى الله عليه وسلم د رسول الله خرج (إذا قال العبد المؤمن آل إله إل الله محممن فيه طاير أحضر يطير ويجلس على ساق العرش يسبح

الله تعالى ذلك الطير فيقول يا رب اغفر لقائل آل إله إل الله)

62

مته آل إله فيقول الله سبحانه وتعالى وعيوني وجللي ما ألهإل الله إل قد غفرت له. ويروي فى بعض الكتب: يخلق بكل

تهليلة طاير أخضر فيطير ويجلس على سراذمان العرش يسبح الله تعالى بلغات مختلفة ويكتب ثواب ذلك التسبيح ن يشاء والله ذو لصاحب التهليل }ذلك فضل الله يؤتيه م

الفضل العظيم{. الفصل الثانى فى بيان كيفية التهليل: ينبغى للمؤمن أن يهلل بصف اليقين وبوجه القلب إلى الله، وقد مدح الله سبحانه وتعالى فى حقهم }الذين يذكرون الله قياما وقعودا ة ول وعلى جنوبهم{ وقال الله تعالى: }رجال ل تلهيهم تجاربيع عن ذكر الله{. وقوله تعالى: }الذين آمنو وتطمئن قلوبهم

بذكر الله أآل بذكر الله تطمئن القلوب{ فينبغى للمؤمن أن كر فى قول آل إله إل الله عند قوله آل، فقول يعرف حقيقة الذ

النفي أى معبود فى الوجود أن ل يعبد إل الله، فينبغى للمؤمن ه بقلبه وينبغى ما سوى الله ويميز بقلبه بأن ل يعطى أن يتوج

ول يمنع ول يصل ول يقطع ول يضر ول ينفع إل الله، ومعنى الله فى لفظ العرب كل معبود يعبد من حجر أو صنم

ى أو من شجر أو من شمس أو من قمر، كل شيء يعبد يسمر بقلبه إله، فينبغى للمؤمن ينفى كل معبود سوى الله ويكر

آل إله إل الله لقوله تعالى }لو كان فيهما آلهة إل الله لفسدتا{ له آلهة كثيرة أى لو كان فى السموات والرض أي ليؤمن ال

63

ا لفسدتا أى السموات والرض وسبحان الله رب العرش عميصفون. وروي أن أناسا من قريش اتولي النبي صلى الله

د: صف لنا آلهك / عليه وسلم وقالوا له محم

/halaman 132/ tidak akan memenuhi maqam ‘arsy; sesuai dengan sabdanya: “manakala seorang hamba yang mukmin mengucapkan kalimat lā ilāha illallāh Muhammad Rasulullah, maka keluarlah apa yang dari mulutnya burung berwarna hijau, terbang lalu duduk di salah satu cabang ‘Arsy. Burung tersebut bertasbih mensucikan nama Allah lalu berdoa: Ya Tuhanku berikanlah ampunan untuk orang yang menucapkan kalimat lā ilāha illallāh. Maka Allah swt., berfirman: “Mata dan keperkasaan-Ku tak akan Ku ilhamkan kepadanya lā ilāha illallāh kecuali Aku telah ampuni baginya. Dan diriwayatkan pada kitab lainnya bahwa setiap tahlil diciptakan seekor burung berwarna hijau yang duduk dan terbang pada singgasana ‘arsy senantiasa bertasbih dengan berbagai bahasa di mana pahalanya ditulis untuk si pembaca tahlil, “itulah karunia Allah diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar”. Pasal kedua menjelaskan tentang tatacara tahlil: seorang mukmin dalam melakukan tahlil hendaknya dengan penuh keyakinan dan dengan sepenuh hati kepada Allah, sebagaimana Allah telah memuji mereka dalam ayat-Nya seperti: “Dan orang-orang yang

64

senantiasa mengingat (berzikir) Allah baik dalam keadaan berdiri, duduk, maupun dalam keadaan terlentang”. Allah juga berfirman: “Orang-orang yang tidak dilalaikan oleh perdagangan, jual-beli, namun tetap berzikir kepada Allah”. Sebagaimana juga firman-Nya: “dan orang-orang yang beriman dan dengan berzikir kepada Allah hatinya menjadi tenang, ketahuilah bahwa dengan berzikir kepada Allah hati akan menjadi tenang”. Seyogyanya seorang mukmin mengerti hakekat berzikir dengan kalimat lā ilāha illallāh di mana ketika mengucap kalimat lā (ل), ucapan penolakan terhadap sesembahan apapun yang ada, agar kita tidak menyembahnya kecuali Allah. (ketika berzikir) seorang mukmin seyogyanya mengarahkan hatinya hanya untuk Allah, sebaliknya mengenyampingkan yang selain-Nya. Dan dengan hatinya pula ia hendaknya mampu memilah bahwa tidak ada yang mampu memberi, menolak, menyampaikan, memutus, memberi mudharat, memberi manfaat, kecuali hanya Allah semata. Sedangkan makna Ilāh (إله) dalam bahasa Arab berarti setiap sesembahan yang disembah seperti batu, patung, pohon, matahari, maupun bulan. Pendek kata, segala sesuatu yang disembah disebut Tuhan (إله), maka seorang mukmin harus (bersikap) menolak segala sesembahan selain Allah, seraya mengulang-ulang dalam hatinya ungkapan lā ilāha illallāh. Hal itu sebagaimana firman Allah swt., “Jika seandainya pada

65

keduanya (langit dan bumi) ada Tuhan-Tuhan selain Allah pastilah keduanya akan rusak binasa”. Atau maksudnya, seandainya di langit dan di bumi dipercayai ada Tuhan berupa Tuhan-Tuhan yang banyak, niscaya langit dan bumi itu akan rusak binasa keduanya. Maha suci Allah Pemilik ‘Arsy dari apa yang mereka sifatkan. Diriwayatkan bahwa para manusia dari kaum Quraisy berpaling dari Nabi, lalu mereka mengatakan kepada Muhammad: “Terangkan (kepada kami) sifat Tuhanmu!

ة أو من حديد أو من /ص.۱٣٣ / هل هو من ذهب أو فضد حجارة كما آلهتنا، فأنزل الله سبحانه وتعالى على حبيبه محمصلى الله عليه وسلم سورة الخلص: }قل هو الله أحد{ أى

د من إلهي الذين سألتمونى عنه، هو الله والله هو قل يا محمة وعن حديد ه عن ذهب وعن فض اسم ذاته أي أحد أي منز

ا تصفون لشبيه له ول مثيل له ول نظير له وعن حجارة وعمول شريك له ول وشوير له ول وزير ليس كمثله شيئ وهو السميع البصير ل هو من شيئ ول فى شيئ ول على شيئ وكل شيئ بمظاهر قدرته هو الله أحد فى ذاته وفى أسمائه

وفى صفاته، وذات الله حق واجب الوجود بذاته كان الله ول كان من السموات ول الرض ول العرش ول الكرشي ول

ة ول حديد ول حجارة، وهو إلى اآلن كما كان ذهب ول فض

66

كل شيئ هالك إل وجهه له الحكم وإليه ترجعون وإليه يرجع المر كله فاعبده وتوكل عليه إل إلى الله تصير المور. ادثة فات الح ه موله عن جميع الص فينبغى للمسلم أن ينز

مدية ه أثبات عز وجل إلى مقام الحدية الفردانية الص ويتوجدرسول فهكذا قوله من قال من قلبه خالصا مخلصا إل الله محم

ر، ولقوله صلى الله الله غفر الله له ما تقدم من ذنبه وما تأخعليه وسلم: من قال من قلبه خالصا مخلصا آل إله إل الله

د رسول الله دخل الجنة، والجنان المشهورات معروفات محموفية هو خلص عند السادة الص ا ال بالكتاب والسنة، وأم

ا سواه فل يخاف ول يرجوا إل هو فهو ية عم نقطاع بالكل الخلص يقول آل إله إل الله إذ قال آل إله إل الله دخل الجنة ال

أي وصل إليه، فالجنة

/halaman 133/ apakah Dia (terbuat) dari emas, perak, besi, batu, sebagaimana tuhan-tuhan kami? Maka Allah kemudian menurunkan surat al-Ikhlas kepada kekasihnya Muhammad saw., }Katakanlah, hai Muhammad! “Dialah Allah Tuhan Yang Esa”}, maksudnya: Katakan wahai Muhammad, siapakah Tuhanku yang kalian tanyakan (tentang-Nya) kepada ku! Dialah Allah, dan Allah merupakan nama dzat-Nya, atau satu-satunya, menolak (segala sifat, baik) emas, perak, besi, batu, dan dari segala apa yang mereka

67

sifatkan tak ada kemiripan, perumpamaan, korelasi, sekutu, bandingan, dan tak ada perwakilan. Tak ada sesuatupun yang menyerupai-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Dia tidak berasal dari sesuatu, pada sesuatu, atau tidak untuk sesuatu, bahkan segala sesuatu merupakan realitas dari kehendak-Nya, Dialah Allah Yang Esa (Tunggal) pada dzat, nama, dan sifat-Nya. Dan dzat Allah adalah haq (benar) dan wajib ada-Nya dengan dzat-Nya. Allah telah menjadi, namun tidak telah menjadi dari langit, tidak dari bumi. Tidak dari ‘arsy, tidak dari kursi, tidak dari emas, tidak dari perak, tidak dari besi, tidak dari bebatuan. Hingga saat ini, Ia demikian ada-Nya, segala sesuatu akan rusak binasa kecuali dzat-Nya, milik-Nya hukum, dan kepada-Nya kalian semua akan kembali, dan kepada-Nya segala urusan akan kembali, maka sembahlah Ia dan bertawakkallah kepada-Nya, kecuali hanya kepada Allah lah segala urusan akan kembali. Maka seorang muslim hendaknya mensucikan Tuhannya dari segala sifat kebaharuan (rusak), (sebaliknya) mengarahkan ungkapan pembenaran keperkasaan dan kebesaran-Nya hingga puncak keesaan-Nya, keindividuan-Nya, dan keberadaan-Nya sebagai tempat bergantung; demikianlah sebagaimana dinyatakan dalam hadits: “Barang siapa yang mengucapkan dari dalam hatinya secara ikhlas (ungkapan) د محم الله إل maka Allah mengampuni dosa-dosanya yang telah رسول الله

68

lalu maupun yang akan datang”. Nabi juga bersabda lagi: “Barang siapa yang mengucapkan kalimat الله محمد إل إله ل الله dengan ikhlas dan penuh keyakinan, maka pastiرسول masuk surga. Adapun surga yang masyhur telah diketahui dalam al-Qur’an maupun hadits. Di kalangan ulama sufi, makna ikhlas adalah memutus secara menyeluruh (total) dari yang selain-Nya; sehingga tidak merasa takut dan tidak mengharap, kecuali kepada Dia, dan ia ikhlas mengucapkan kalimat ل إله إل الله di mana siapa yang mengucapkan kalimat الله إل إله ,maka pasti masuk surga atau sampai ke surga ل adapun surga itu...

/ص.۱٣٤ / عندهم الوصول إلى الله. وعن ابن عباس رضي الله عنه أنه قال: كنت \رديف\؟ رسول الله صلى الله عليه

وسلم علي بقلة نشأبى مليا ثم قال لى: يا غلم فقلت لبيك ، قلت يارسول الله، قال أل أدلك بكلمات لعل الله ينفعك بهن

: (احفظ الله يحفظك احفظ بي يارسول الله ....بكلمات لعلالله تجده أمامك). وفى رواية أخرى (تجده تجاهك وإذا

مام سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله). وقد ذكره الالنووي فى الربعين إلى آخر حديث ولكن مقصودنا فى قول

آل إله إل الله فينبغى للمؤمن إذا قال آل إله إل الله فيخلص هكذا كما ذكرناه، وبالله حسن التوفيق. الفصل الثالث فى

69

بيان آداب التهليل وتربيته. قال الله سبحانه وتعالى فى كتابه العزيز }إنما المؤمنون إذا ذكر الله وجلت قلوبهم وإذا تليت

عليهم آياته زادتهم إيمانا وعلى ربهم يتوكلون{ أي المؤمنون الذين إذا ذكر عندهم ربهم وجلت قلوبهم أي خلصت وخشعت حبة الله أحبوه خالصا مخلصا لوجهه الكريم زادتهم قلوبهم لم

إيمانا، فزيادة إيمانهم قد عرفوا الله بالوحدانية وهو الذي أخرج الخلق من العدم إلى وجود هو يحي ويميت وهو على

ل واآلخر والظاهر والباطن وهو كل شيئ قدير، هو الودوا فمدحهم بكل شيئ عليم فإذا وجلت قلوبهم وجدوا وتوج

الله سبحانه وتعالى فى كتابه العزيز لقوله تعالى }ذالك بأن الله مولى الذين آمنوا وأن الكافرين ل مولى لهم{ حيث أنهم

دا خلصوا فى إيمانهم وشهدوا أن ل إله إل الله وأن محمرسول الله وأيضا مدح الله تعالى فى كتابه العزيز أهل آل إله

إل الله وقال }فسوف يأت الله بقوم يحبهم ويحبونه{ وفى أهل ل إله إل الله آيات كثيرة

/halaman 134/ bagi (para ulama sufi) maksudnya adalah sampai (berjumpa) kepada Allah. Dari Ibn Abbas r.a., berkata, bahwasanya Nabi bersabda: “Aku pernah diberi bekal oleh Nabi saw.,yang lebih sedikit dari harta yang dibutuhkan untuk hidup satu hari. Beliau berkata kepadaku:

70

nak! Lalu aku jawab: baik wahai rasulullah. Beliau berkata lagi: Maukah kamu aku tunjukkan sebuah kalimat yang mudah-mudahan Allah memberi manfaat kepadamu? Aku katakan: untukku wahai rasul? Ya, kalimat-kalimat yang pasti jika kamu menjaga Allah, maka Allah pasti menjagamu, jagalah Allah nicaya Allah pasti akan kamu temukan selalu berada dihadapanmu. Dan dalam riwayat lain disebutkan: “Siapa saja yang menjaga Allah, maka ia akan menemukan-Nya berada di hadapannya. Jika kamu meminta, maka mintalah kepada-Nya, jika kamu minta tolong, minta tolonglah kepada-Nya”. (Dalam hal ini) Imam Nawawi juga telah menyebutkannya dalam kitab ‘al-Arba’in’ hingga akhir hadits, namun maksud kami dalam pengucapan kalimat ل إله إل الله itu, seorang mukmin ketika mengucapkan الله إل إله harus dilakukan dengan seikhlas ل mungkin seperti yang kami sebutkan tadi, dan Allah adalah sebaik-baik pemberi taufik. Pasal ketiga; menerangkan tentang adab (mengucapkan) tahlil dan upaya latihannya. Allah swt., berfirman dalam kitab suci-Nya: “Hanya orang mukminlah yang bila disebut nama Allah maka hatinya bergetar, dan jika dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka maka bertambahlah iman mereka, dan hanya kepada Tuhannya lah mereka bertawakkal”. Atau maksudnya adalah orang-orang mukmin yang jika disebut disisi mereka (nama) Tuhan maka bergetarlah, atau luluh dan merasa

71

takutlah hatinya saking cintanya kepada Allah, dan cinta kepada-Nya itu secara murni dan pasrah hanya untuk-Nya yang Maha Mulia (sehingga) makin bertambahlah imannya. Pertambahan imannya itu (diperoleh) melalui pengetahuan akan sifat keesaan-Nya; yakni Dialah Allah yang telah mengeluarkan (menjadikan) makhluk-Nya dari tidak ada menjadi ada, lalu menghidupkan dan mematikan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dialah Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Dhahir (nampak) dan Yang Batin (tidak nampak), dan Dia Maha Mengetahui atas segala sesuatu. Maka manakala hati mereka bergetar maka mereka menemukan dan saling berusaha bertemu, (sehingga) Allah swt., memuji mereka dalam kitab suci-Nya dengan berfirman: “yang demikian itu, karena Allah swt., adalah pelindung bagi orang-orang yang beriman, sedangkan orang-orang kafir tidak ada pelindung bagi mereka”, sehingga mereka ikhlas dalam beriman dan bersaksi tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwasanya Muhammad adalah utusan-Nya. Dan Allah juga memuji orang yang kerap (ahli) mengucapkan kalimat الله إل إله dalam kitab suci-Nya ل dengan berfirman: “Maka kelak Allah akan mendatangkan (suatu) kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya”. (maksudnya kaum yang suka membaca zikir ل إله إل الله). Ayat (berisi penjelasan) tentang ahli ل إله ... إل الله

72

ا من ترتيب آداب آل إله إل /ص. ۱٣٥/ وفضلهم كثير. وأمه بقلبه ويجمع جوارحه وينفى الله ينبغى للمؤمن أن يتوج

ه فيقول آل أي يخرج آل من قلبه ماسواه ويغمض عينيه فيتوجوأن قلبه تحت ثديه اليسر فيسمع قلبه »بآل« ثم يدير رأسه

إلى جنبه اليمن فيقول »إله« ثم يرد رأسه قبل أن يتم »إلها« إلى قلبه ثم يقول »إل الله« يثبت على قلبه »بإل الله« فإشارة

وفية بقوله آل أى ل يعبد، وفى أس عند السادة الص إدارة الرقوله »آل إله« فى الكونين جميعا »إل الله«. وورد فى

م وجهه الحديث: عن علي ابن أبى طالب رضي الله عنه وكربنى إلى الله؟وفى أنه قال (قلت يارسول الله علمنى عمل يقر

رواية أقرب الطرق إلى الله)، فقال اآل أعلمك كلمات اعطيت ة، قلت وما ذاك يارسول الله؟ فقال: أغلق الباب بهن النبوه بقلبك فأقول أنا واجلس بين يدي واغمض عينيك وتوج

ر النبي صلى الله عليه وسلم آل واسمع منى وأنصت، فكرلبى ثم قال لى: قل وأنا إله إل الله ثلثا فسمعته بسمعى وبق

أسمعها منك فقلتها ثلثا وفتح لى ما فتح فى تلك التكرار وذقت ماذقت، فقال لى صلى الله عليه وسلم: هكذا لقننى جبريل

عليه السلم ولقن جبريل عليه السلم عن ربه عز وجل هكذا، وعلى هذا الترتيب من قال آل إله إل الله خلص ووصل وصار ين المتصلين بآداب النبي صلى الله عليه الح هذا من آداب الص

73

وسلم. وفضل آل إله إل الله كثير ول يحصى فضل آل إله إل ر آل إله إل الله سبعين ألف الله، وورد فى الحاديث: من كرة كانت (فداره؟) من النار، فإنها كلمة التوحيد وإنها الكلمة مر

الطيبة لقوله تعالى }إليه يصعد الكلم الطيب{

/halaman 135/ dan keutamaannya sangat banyak. Adapun tata tertib adab (berzikr) mengucapkan kalimat الله إل إله ل itu, seorang mukmin hendaknya memfokuskan dalam hati, mengumpulkan (mengarahkan) semua anggota tubuh, meniadakan yang selain-Nya, memejamkan mata, lalu konsentrasi mengucapkan kalimat ل (mengeluarkan kalimat ال/sebagai penolakan dari hatinya, dan hati itu letaknya di bawah buah dada sebelah kiri, ketika itu hatinya mendengar ucapan kalimat ل maka ketika itu pula ia memutar kepalanya ke sisi kanan sambil mengucap إله kemudian memutar kembali kepalanya ke sebelah kiri (ke sisi tempat adanya hati) sebelum selesai ucapan kalimat إله lalu sambil mengucapkan kalimat إل الله sambil menetapkan dalam hati ungkapan الله itu. Adapun maksud memutar إل kepala ketika mengucap kalimat ‘ل’ itu, bagi ulama-ulama sufi, adalah ‘tidak menyembah’, sedang pada kalimat ل إله maksudnya ‘tidak ada tuhan’ pada dua ciptaannya (langit dan bumi) kecuali hanya Allah semata. Dan diriwayatkan pada suatu hadits, dari Ali bin Abi Talib r.a., dan semoga

74

Allah memuliakan wajahnya, ia berkata: “aku berkata kepada Rasulullah, wahai Rasul, ajarkanlah aku satu amalan yang bisa mendekatkan aku kepada Allah?, (dan pada riwayat lain dikatakan: jalan yang terdekat kepada Allah?), lalu Nabi bersabda: Baiklah aku akan ajarkan kamu kalimat-kalimat yang dengannya aku memperoleh kenabian. Lalu aku bertanya lagi, kalimat apakah itu wahai Rasul?, maka Rasul menjawab: “Tutuplah pintu, duduklah dihadapanku, pejamkan kedua matamu, konsentrasi (fokuskan) dalam hatimu, lalu ku katakan; dengarkan apa yang dariku dan diamlah. Maka kemudian Rasulullah mengulang-ulang kalimat الله إل إله tiga kali, sedangkan ل aku mendengarkannya dengan telinga dan hatiku, lalu Nabi berkata kepada ku: “Katakan dan aku mendengarnya dari mu, dan aku ucapkan tiga kali, dan dia membukakannya untukku seperti ia membukanya ketika mengulang-ulangnya, dan engkau merasakan seperti aku merasakannya. Kemudian nabi berucap kepadaku: demikianlah apa yang diuacapkan malaikat Jibril kepada ku sebagaimana Allah mengucapkannya kepada Jibril. Dengan tertib seperti inilah orang yang membaca kalimat ل إله إل الله itu dengan ikhlas, selamat dan bisa sampai (kepada Allah), dan ini adalah adab para salihin yang bersumber dari adab Nabi saw. Keutamaan kalimat الله إل إله itu banyak sekali, bahkan ل tidak terbatas hanya pada kalimat الله إل إله dalam satu ل

75

hadits diriwayatkan bahwa: “Barangsiapa berulang-ulang mengucapkan kalimat ل إله إل الله hingga 70 ribu kali maka ia terbebas dari api neraka, karena الله إل إله itu adalah ل kalimat tauhid dan kalimat thayyibah, sebagaimana firman Allah: “Kepada-Nyalah naik perkataan-perkataan yang baik”.

/ص. ۱٦٠/ وانزعاج قمت وأخذت ثوبى وفتحت الباب وخرجت فمسيت فإذا فى الطريق وجدت رجل فقيرا مربى ملفوف برداء فحين حين بى رفع رأسه فقال ياجنيد البطات

ك القلوب فقلت له: حبيبى هل كان وعد؟ فقال لبى سئلت محرك قلبك ويأتينى بك، وقلت له:قد فعل ذلك هل من إن لهم يحر

حاجة؟ فقال:نعم، أخبرنى متى يصير داء النفس دواءها ؟ فقلت له: إذا خالفت هواها صار داءها دواها فأقبل على نفسه

وقال لها: اآلن اسمعى من جنيد فإنى قلت لك الليل سبع مرات فأبتنى أن يقبلنى فقام وذهب ورجعت إلى بيتى. قال بعضهم ا من ينبغى للطالب أن يترك حظوظ نفسه لقوله تعالى:}وأم

خاف مقام ربه ونهى النفس عن الهوى فإن الجنة هي المأوى{ ة عز وجل فى المنام فقلت: يا قال بعضهم: رأيت رب العز

رب كيف أجدك ؟ فقال:فارق نفسك وتعالى تجدك. وقال بعضهم: إن الله ل يحب عبد بطال فإن الله سبحانه وتعالى

76

ما أظهر الكون إل لمعرفته. وروي عن النبي صلى الله عليه وسلم مخبرا عن ربه أنه قال: كنت كنزا مخفيا فأجبت أن

أعرف فخلقت خلقا منى عرفونى، فل يحصل طريقا لمعرفته إل بالمجاهدة وبملزمة الشيخ. وقوله تعالى:}أعظم درجة

عند الله وأولئك هم الفائزون{. والفائز ليس عليه خوف ول حزن لقوله تعالى:{ال إن أولياء الله ل خوف عليهم ول هم قون# لهم البشرى فى الحياة يحزنون# الذين آمنوا وكانوا يت

الدنيا وفى اآلخرة ل تبديل لكلمات الله ذلك هو الفوز العظيم{ لة على النبي صلى الله عليه فينبغى مع الذكار ملزمة بالصد صلى الله عليه وسلم لن سبحانه وتعالى بين فضل نبيه محم

لة وسلم وأمر عباده بالص

/halaman 160/ aku terperanjat, maka aku terbangun, ku ambil bajuku, lalu ku buka pintu, aku keluar, lalu aku berjalan, tiba-tiba di jalan aku bertemu dengan seorang laki-laki fakir mengiba lehernya memakai selendang compang-camping, sambil menengadah mengangkat kepala lalu berkata padaku: “Hai Junaid si pengelana”. Lalu ku katakan padanya: “Apakah aku punya janji?”, lalu ia berkata pada bapakku: “Aku telah menanyakan tentang penggerak hati, sesungguhnya mereka telah menggerakkan hati mu dan datang padaku, dan ku katakan padanya: “aku

77

sudah melakukannya, apakah anda punya keperluan?” ia menjawab: “Ya benar, kabarkan padaku kapan penyakit hati itu akan menjadi obatnya?”. Maka aku jawab: “Manakala kamu melawan nafsunya, maka penyakitnya itu akan menjadi obatnya, maka ia berpaling dari dirinya (nafsunya) lalu berkata padanya: “mulai sekarang (wahai nafsu) dengarkan ini dari Junaid, ku katakan ini tujuh kali dalam semalam, kamu menolak untuk (tunduk) menghadapku, maka kemudian ia berdiri, pergi dan kembali ke rumahku. Ulama sufi yang lain mengatakan, hendaknya seorang thalib (pencari ilmu tasawuf) itu meninggalkan semua godaan nafsunya, sebagaimana firman Allah: “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya”. Sebagaian yang lain menyatakan: “Ketika tidur aku melihat Tuhan Yang Maha Agung, lalu aku bertanya: “Bagaimana aku bisa menemui-Mu, wahai Tuhan ku? Allah menjawab: “Pisahkanlah nafsumu, niscaya Allah Yang Maha Tinggi akan menemuimu”.sebagaian sufi menyatakan: “sesungguhnya Allah tidak menyukai hamba yang pengangguran, maka Allah swt., tidak akan menampakkan eksistensinya kecuali untuk memperkenalkan diri-Nya”. Dan diriwayatkan dari Nabi saw., ia mengabarkan dari Tuhannya bahwa Dia berkata: “Aku adalah barang simpanan yang tersembunyi,

78

lalu Ku jawab agar Ku kenal?, maka Aku ciptakan dari diri Ku makhluk, sehingga mereka mengenal-Ku, maka tak akan sampai ke jalan untuk mengenal-Nya kecuali dengan berusaha dengan sungguh-sungguh dan dengan melazimkan (mengikuti cara yang dilakukan) sang syaikh, firman Allah: “adalah lebih tinggi derajatnya di sisi Allah, dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”. Bagi orang yang beruntung/mendapat kemenangan tidak akan ada rasa takun maupun sedih, sebagaimana firman Allah: “ketahuilah bahwa wali-wali Allah itu tidak ada rasa takut dan dan tidak ada rasa sedih sedikitpun pada diri mereka, mereka adalah orang-orang yang beriman dan mereka bertaqwa kepada Allah, kabar gembira bagi mereka dalam kehidupan di dunia dan di akherat, tak ada pengganti bagi kalimatullah, yang demikian itu adalah kemenangan yang sangat besar”. Bersamaan dengan zikir, seorang thalib juga harus membiasakan bersalawat kepada Nabi saw., karena Allah telah menjelaskan keutamaan Nabi-Nya dan memerintahkan untuk selalu bersalawat ...

/ص.۱٦۱ / عليه وسلموا تسليما. وعنه صلى الله إذ قال : إن الله وملئكته يصلون على النبي يا أيها وقوله الحق

الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.وعنه صلى الله عليه ل ما تسألون فى لة علي فإن أو وسلم أنه قال:أكثروا من الص

79

قبوركم عنى، وعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال: أقربكم منى مجلسا يوم القيامة أكثرهم علي صلة، وعنه صلى الله

نة أكثركم علي صلة، عليه وسلم أنه قال: أكثر أزواجا فى الجلة علي وعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال: أكثروا من الص

فإنها يكشف الغموم والهموم وتكثر الرزاق وتقضى الحوائج. وعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال: يردون أقواما على

. وعنه صلى الله عليه لة علي حوضى ولم أعرفهم إل بالصوسلم أنه قال: المصلى علي له نور يوم القيامة ومن يكون من

أهل النور لم يكن من هذا النار. وعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال: تؤتى برجل يوم القيامة يوقف عنه الميزان وتوضع

ش حسنانه لم توجد له حسنة واحدة سياقه عند الميزان ويفتفيصير كبيئا مهموما حزينا حيرانا فأخرج قرطاسا كا نملة

ة واحدة فى عمره فتوضع فى فيها مكتوب صلى علي فيها مرح على اللسان فيؤمر به إلى الجنة.وقد الكفة الخرى فترج

ه فى كتابه روض ذكر عبد الله ابن سعد اليافعى رحمه الله امياحين كان رجل بجوار عبد الواحد ابن زيد رحمه الله الر

تعالى وكان فاسق ذو لعب ولهو وكان يشرب الخمر (مدمن) وكان من أعوان السلطان وكان من أعوان الظلمة فكان يؤذى جيرانه بجميع الحوال فاجتمعوا جيرانه واتوا إلى عبد الواحد

ابن زيد وشكوا إليه من آذائه وفسقه، فقال فقام عبد الواحد

80

/halaman 161/ kepadanya dan mengucapkan salam selamat kepadanya. Dari Nabi saw ketika bersabda, dan sabdanya adalah benar adanya: “Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bersalawat kepada Nabi, wahai orang-orang yang beriman bersalawatlah kamu kepadanya dan berilah ucapan salam selamat kepadanya pula”. Dari Nabi saw., bersabda: “Perbanyaklah bersalawat kepadaku, karena pertanyaan yang pertama kali ditanyakan di dalam kubur kamu sekalian adalah tentang diriku”. Dari Nabi saw., bersabda: “Orang yang paling dekat tempat duduknya dengan ku di antara kalian di akherat kelak adalah orang yang paling banyak bersalawat kepadaku”. Dari Nabi saw., bersabda: “Orang yang paling banyak isterinya di surga nanti adalah orang yang paling banyak bersalawat kepadaku”. Dari Nabi saw. ia bersabda: “Perbanyaklah kalian bersalawat kepadaku karena dengan bersalawat itu akan membuka tabir keraguan, kegamangan, memperbanyak rizki, dan mengabulkan segala hajat (keperluan)”. Dari Nabi saw. ia bersabda: “Banyak kaum tertolak dari oase milikku dan aku tidak mengenal mereka, kecuali mereka yang bersalawat kepadaku”. Dari Nabi saw. beliau bersabda: “Orang yang bersalawat kepadaku akan mempunyai cahaya pada hari kiamat nanti, barangsiapa memiliki cahaya di akherat nanti, maka ia tidak akan termasuk ke dalam ahli neraka ini”. Dari Nabi saw. ia bersabda: “Seorang laki-laki dibawa pada hari

81

kiamat nanti, lalu didirikan baginya sebuah timbangan, lalu diletakkan kakinya di atas timbangan itu, diperiksa apakah ada amal kebaikan (yang pernah ia lakukan) baginya, namun tak ditemukan satupun kebaikan yang pernah ia perbuat, sehingga ia menjadi seperti penjual yang gamang, sedih lagi bimbang. Lalu dikeluarkanlah secarik kertas sebesar semut di mana padanya tertulis ia pernah bersalawat kepadaku satu kali selama hidupnya. Lalu diletakkan di telapak tangan yang lain dan menang secara lisan, maka kemudian karena sebab itu diperintahkan masuk surga. Abdullah bin Sa’ad al-Yafi’i pernah menyebutkan tentang ibunya dalam kitab Raud Rayyahin bahwasanya terdapat seorang laki-laki tetangga Abdul Wahid bin Zaid, ia adalah orang fasik, gemar bermain-main, minum-minuman keras (khamar), ia adalah kerabat sultan, senang berbuat dzalim, kerap mendzalimi tetangganya dengan berbagai bentuk kedzaliman. Maka pada suatu ketika seluruh tetangganya berkumpul dan datang menemui Abdul Wahid untuk mengadukan perbuatan menyakiti dan kefasikannya. Maka seketika berdirilah Abdul Wahid.

\ص.۱٦٢ \ ابن زيد وأتى إليه فقال له: قد أتونى الجيران ا أنك تتوب إلى الله وتصلح ما بينك وبين بشكوك إلي إم

ا بع دارك. فقال له: ا اخرج من هذه المحلة وإم مولك وإم

82

ا التوبة فل إليك إن أراد الله سبحانه وتعالى أن يتوب علي أما أن أخرج من داري فل إليك، إنا من أعوان السلطان وإم

ا الدار فدار أبى وحدى فل أبعه فلن تستطيع أن تخرجنى، وأموافعل ما شئت فل أطيعك. فغضب عليه عبد الواحد وقال: ادعو عليك، قال: افعل ما شئت فل أبالى، قال: فرجع عبد الواحد ابن زيد وهو ابن زيد وهو مغضب عليه ول يدرى

را فى أمره وجميع الخلق يشهدون مايفعل به، قال: فبات متفكفيه بالسوء. قال: فصلى العشاء عبد الواحدابن زيد فنام فإذا

هو بالنبي صلى الله عليه وسلم فى منامه ماسك بيده يد الفاسق وأتى به إلى عبد الواحد ابن زيد فقال له: يا عبد الواحد إن هذا جل قد ذهبت به إلى الله وتشفعت له وقبل شفاعتى فغفرله الر

وتاب عليه ورضي عنه وها أنا قد أتيتك به أنه يتوب على الحين. قال عبد يدك ويتبعك فأنت علمه طريق الولياء والص

الواحد فقلت لدى النبي صلى الله عليه وسلم فقلت له: يارسول الله بأي شيء تنال هذه المنزلة حتى قبضت بيده وتشفعت له عند الله ورضي عنه؟ فقال: إنه كان فاسق ومنارز ربه

بالمعاصى ولكن كان يأوى كل ليلة إلى فراشه وكان يصلى . ة وأنا شفيع لمن صلى علي علي عند نومه كل ليلة مائتين مر

قال عبد الواحد ابن زيد: فأصبحت وآتيت المسجد وصليت بالناس فبعد ما سلمت تفكرت فى أمره وما قد رأيته فإذا أنا

83

جل قد دخل المسجد وسلم علي وجلس وقبل بين عينينى بالرشوع وعيونه تدرق بالدموع فقال لى: ياعبد فإذا عليه أثر الخ

الواحد ابن زيد أتخبرنى ام أخبرك ما رأيت؟ فقلت يا

/halaman 162/ ibn Zaid, lalu ia datang kepadanya dan berkata: “Para tentangga telah mendatangiku dan meragukan ku apakah aku akan bertaubat kepada Allah dan memperbaiki hubungan antara aku dengan junjunganku atau aku keluar dari tempat ini lalu menjual rumahku. Maka berkata ia kepadanya: “Adapun taubat, tidak kepadamu, jika Allah menghendaki untuk menerima taubat ku, ataupun keluar dari rumahku bukan juga karenamu, sesungguhnya aku adalah termasuk kerabat (penolong) sultan maka engkau tak akan bisa mengeluarkan ku. Adapun rumah itu adalah rumah bapakku sendiri dan aku tidak akan menjualnya, lakukanlah semau mu, aku tak akan mematuhimu. Mendengar jawaban itu, maka marahlah Abdul Wahid bin Zaid kepadanya, lalu berkata: “Aku doakan kamu”. Lalu ia menjawab: “Lakukan semaumu, aku tak perduli”. Lalu dikatakan bahwa Abdul Wahid ibnu Zaid pulang sambil marah dan tidak tahu apa yang akan diperbuatnya. Semalaman itu ia tertidur sambil memikirkan masalahnya, sedangkan semua makhluk menyaksikannya dengan kejelekan. Abdul Wahid bin Zaid kemudian shalat Isya’ lalu tertidur. Dalam tidurnya

84

ia bermimpi bertemu Nabi dimana tangannya (nabi) memegang tangan seorang yang fasik, lalu dibawanya orang itu kepada Abdul Wahid lalu beliau berkata: “Wahai Abdul Wahid, sesungguhnya orang laki-laki ini sudah aku ajak menghadap Allah, dan telah aku mintakan syafaat untuknya. Sebelum syafaatku, orang ini telah diampuni dan diridlai Allah karena telah bertaubat. Dan inilah aku, aku datang membawanya kepadamu, ia bertaubat dihadapan mu dan mengikutimu, sedangkan kamu mengajarinya jalan para aulia dan orang-orang saleh. Berkata Abdul Wahid, maka ku katakan kepada Nabi: “wahai Rasul saw. dengan apakah engkau dapatkan posisi ini sehingga engkau pegang tangannya (orang itu) dan engkau mintakan syafaat kepada Allah sampai Allah meridlainya?” Nabi menjawab: “Sesungguhnya ia adalah orang fasik, penentang Tuhannya dengan berbuat maksiat, namun setiap malam ia meringis di atas kasurnya, iapun bersalawat kepadaku sebanyak dua ratus kali setiap hendak tidur, sedangkan aku pemberi syafaat kepada siapa yang bersalawat kepadaku. Berkata Abdul Wahid bin Zaid: di waktu subuh, aku pergi ke masjid lalu shalat bersama manusia lainnya, setelah mengucapkan salam aku berfikir tentang masalahnya dan apa yang telah aku lihat dalam mimpi. Tiba-tiba aku melihat ada seorang laki-laki yang masuk masjid lalu memberi salam kepadaku, duduk, lalu mencium keningku, tiba-tiba padanya terdapat

85

bekas khusyuk dan matanya penuh dengan air mata, lalu ia berkata kepadaku: “Wahai Abdul Wahid bin Zaid, maukah kamu mengabarkanku, atau aku kabarkan kepadamu apa yang kamu lihat (dalam mimpi)? Lalu ku katakan: “Wahai

\ص.۱٦٣\حبيبى أخبرنى بالذى رأيت، فقال: رأيت النبي ا صلى الله عليه وسلم أتانى إلى دارى فقال لى: يا فلن أم

تخاف من غضب الله وتبارزه بالمعاصى والذنوب وتؤذى جيرانك وأولياء الله؟ فقلت يا رسول الله هدلي من توبة، فقال لى بشر أن الله يتوب عليك ويغفر لك وأنا شافع لك

فى توبتك، قال: فمسك بيدى وأناب إلي بين يدي ربى الله سبحانه وتعالى فسمعت هاتفا يقول قد سامحناه وعفونا عنه

د صلى الله عليه وسلم وتبنا عليه وغفرنا له بشفاعة محمفقلت له: يارسول الله إنى مخالف عن اتباع طريقك وبأي

شيئ نلت هذه المنزلة حتى تشفع لي؟ فقال لي: بصلتك التى ة وأنا شفيعا لمن تصلى علي كل ليلة على فراشك مائتين مر

، فقال لى: لة علي يصلى علي وأنا ل أنسى من ذكرتى بالصإذا أصبحت فأت عبد الواحد ابن زيد وتب على يديه واتبع ة، الحين، ونحن قد أخبرناه بهذه القص طريقة الولياء والص

لة على النبي صلى الله عليه وسلم، انتهى. وهذه فضيلة الصوحكاية أخرى قيل أن رجلين خرجا من بلدهما، قيل من السند

86

ونيتهما الحج إلى بيت الله الحرام، فتوسطا فى الطريق فإذا أحدهما مرض فزاد به مرضه، قال: فمكث سبعة أيام فمات، جلن أحدهما والده، واآلخر ولد له، والذى قد مات فهو والر

الوالد، وبعد ما مات اسود وجهه وتغير لونه. وفى رواية زنين: تغيره صورته، فبكى الولد على والده بكاء شديدا الخ

خزن واحد موت والده فى الدار الغريبة والخزن اآلخر تغير حالته تلك، فتحير فى أمره ول عاد يدرى ماذا يعمل وكيف

يضع. قال: وألقى وجه الميت برداء وبكساء لن ل ينظر إليه أحد، فجلس يبكى بكاء شديدا ويصيح بالويل والشبور، ثم بعد

ذلك

/halaman 163/ kekasihku kabarkanlah kepadaku apa yang engkau lihat (dalam tidurmu), kemudian laki-laki itu menjawab: Aku melihat Nabi datang ke rumahku lalu berkata: wahai pulan, apa (mengapa) yang kau takuti dari kemarahan Allah?, berhias dengan perbuatan maksiat, perbuatan dosa, menyakiti para tetangga dan para wali Allah? Lalu ku jawab: “Wahai Nabi tunjukkan kepadaku (apakah ada kemungkinan untuk diterima)?”, sesorang telah menyatakan kepadaku (tentang hal itu) bahwa Allah ta’ala akan menerima taubat mu dan mengampuni mu, sedangkan aku (Nabi) adalah pemberi syafa’at dalam (permohonan) taubatmu”. Dia berkata: “Maka dia memegang tanganku,

87

lalu memohon kepadaku di hadapanku. Secara samar-samar aku dengar ia berdoa: Ya Tuhanku Allah swt., kami telah perkenankan, maafkan, beri taubat (ampunan), dengan sebab syafaat Rasulullah saw., lalu aku berucap kepada Rasulullah, wahai Rasulullah, sungguh aku sudah menentangmu untuk mengikuti jalanmu, namun bagaimana bisa engkau memperoleh kedudukan seperti ini, sehingga (justru engkau) memberi syafaat kepadaku?. Nabi menjawab: “Karena salawatmu kepada ku setiap malam di atas kasurmu sebanyak 200 kali, dan aku pemberi syafa’at siapa saja yang bersalawat kepadaku, dan aku tak kan lupa pada dzikir ku dengan bersalawat kepadaku. Kemudian laki-laki itu berkata kepadaku: “Manakala pagi hari, datangilah Abdul Wahid bin Zaid, bertaubatlah di atas tangannya, lalu ikutilah jalan para wali dan orang-orang yang saleh. Kami sudah menghabarkan / menceritakan kisah ini, dan inilah keutamaan bersalawat kepada Nabi saw. Selesai. Pada kisah yang lain diceritakan bahwa ada dua orang laki-laki pergi dari negerinya. Dalam sebuah sanad disebut bahwa keduanya berniat pergi haji ke Baitullah al-Haram. Tiba-tiba keduanya berhenti di tengah jalan, karena salah satunya menderita sakit dan sakitnya bertambah parah. Disebutkan bahwa ia bertahan selama tujuh hari, lalu meninggal. Kedua laki-laki itu, salah satu adalah bapaknya sedang yang lainnya adalah anaknya. Yang meninggal adalah bapaknya.beberapa

88

saat setelah meninggal wajah (si mayat) berubah menjadi hitam dan warnanyapun berubah. Riwayat lain menyebut bahwa yang berubah adalah bentuk (rupa) wajahnya. (melihat kondisi itu) menangislah anaknya karena dua kesedihan: kesedihan pertama karena wafat orang tuanya di tempat asing, kesedihan lain disebabkan perubahan kondisi bapaknya. Maka anaknya menjadi bingung dan tidak tahu apa yang harus diperbuat dan bagaimana ia meletakkannya. Di katakan kemudian ia menutup muka mayit tersebut dengan selendang dan penutup wajah agar tidak terlihat oleh seorang pun. Kemudian ia duduk sambil menangis tersedu-sedu dan meraung-raung, kemudian setelah itu...

\ص.۱٦٤\أخذته سنة من النوم فقال فإذا قد أقبل عليه رجال وأمامهم رجل أبيض اللون حمراء الحدود كثير النوار طيب

ايحة فجلسوا حول الميت وتقدم نير الوجه عند الميت الرل وكشف عن ردائه ومسح بيده على وجهه وعلى جسده فتحو

ة البيضاء ويرى وجهه كالقمر ليلة البدر وجسده كالفضوجه الميت أحسن ما يرى فرد ردائه وقام، وقاموا معه تلك

جل جال. قال الولد: فقمت من نومى فى أثرهم فلحقت بالر الرداء عن وجه أبى، فقلت من أنت الذى اغشنى الذى رفع الرا تعرفنى؟ فى هذه الساعة فى شدتى وفى غرابتى؟ فقال، أم

قال فقلت ل، قال: أنا صاحب القرآن، أنا سيد ولد عدنان، أنا

89

د. قال فقلت: يا رسول الله بأي شيئ حصل لوالدى هذا محمسلم ؟، قال بلى مات على اد والتغير، ما مات على ال السوسلم. فقلت له:لماذا اسود وجهه وتغير حاله ؟ قال: كان البا با، ومن أخذ الر أبوك مربي ما كان يأخذ ويعطى ال بالر

با ولم يتب ليتغير حاله فى الدنيا أو فى اآلخرة، أو أعطى الربا يخشرون يوم القيامة وصورهم كصور الخنازير، أهل الر

} \هل\ ما سمعت قوله تعالى }يتخبطه الشيطان من المسبا وقد قرب منه وأبوك قد مات على السلم، وإنما آكل الر

الشيطان ومسه بيده وتغير حاله، فقلت صدقت يارسول الله، فأنت حضرت عنده بأي وسيلة، فقال: كان أبوك فى كل يوم

ة وأنا شفيع لمن صلى علي فى الدنيا وليلة يصلى علي مائة مرواآلخرة. قال: فانتبهت من نومى فرحا مسرورا بما رأيت فأتيت إلى والدى فكشفت عن وجهه فإذا وجهه يتل ل نورا

ة كالقمر ليلة البدر وابشري فى وجهه وصار وجسده كالفضدة ثم البيضاء فقلت حمدا لله الذى أذهب عنى الهم والغم والش

ناديت المسلمين ففسلناه وكفناه

/halaman 164/ Aku melakukan shalat sunnat sebelum tidur, lalu dikatakan bahwa tiba-tiba datanglah beberapa orang laki-laki, paling depan terdapat laki-laki berwarna putih, kulitnya kemerah-merahan, bercahaya, berbau wangi,

90

mereka kemudian duduk disamping mayit, menunjukkan cahaya wajahnya ke dekat si mayit, lalu membuka tirai penutup wajah si mayit, dia mengusapkan wajah dan seluruh tubuh si mayit dengan tangannya, kemudian (tiba-tiba) berubahlah wajahnya seperti bulan purnama sedang tubuhnya seperti perak putih dan terlihat wajah si mayit sebaik-baik yang terlihat, maka dikembalikanlah selendang penutupnya, lalu ia terbangun. Bersamaan dengannya bangun pula orang-orang itu. Anak si mayit berkata: Aku terbangun dari tidurku, setelah itu aku bertemu dengan laki-laki yang mengangkat selendang dari wajah orang tuaku, lalu aku bertanya: siapa anda orang yang aku mohon dan aku minta tolong dalam keadaan sulit dan keterasingan? Lalu dikatakan: bagaimana anda bisa kenal aku? Dia berkata: aku tidak tahu. Lalu dia menjawab: saya adalah sahib al-Qur’an, saya adalah tuan dari anak Adnan, saya adalah Muhammad. Lalu aku berucap: “Wahai Rasulullah, mengapa orang tuaku sampai berubah menjadi hitam begitu? apakah ia mati tidak dalam Islam?, Nabi menjawab: Ya, ia mati dalam Islam. Lalu ku katakan lagi pada Nabi: Mengapa wajahnya berubah menjadi hitam dan bentuknya berubah? Nabi menjawab: Bapakmu adalah pendidik ku, ia tidak akan memberi ataupun mengambil harta kecuali dengan cara riba. Barangsiapa yang mengambil maupun memberi dengan cara riba, sedangkan ia tidak bertaubat,

91

maka keadaannya (bentuk wajah/tubuhnya) akan berubah baik di dunia maupun di akherat. Ahli riba akan merugi di akherat kelak dan postur tubuhnya akan seperti postur babi. Apakah kamu tidak pernah mendengar firman Allah yang berbunyi: “jalannya menyerupai jalan syetan”. Bapak mu meninggal dalam keadaan Islam, namun ia pemakan riba, dan telah didekati syetan, ia telah disentuh dengan tangan syetan, sehingga berubahlah kondisi wajahnya. Lalu akau jawab: “Anda benar wahai Rasul, namun bagaimana bisa anda hadir di sisinya kala itu, dengan perantaraan (sebab) apa? Nabi menjawab: Dulu, bapak mu tiap malam selalu bersalawat kepadaku sebanyak 100 kali, sedangkan aku memberi syafa’at siapa saja yang bersalawat kepadaku di dunia dan akherat. Di katakan setelah itu: aku terbangun dari tidurku, merasa gembira atas apa yang aku lihat dalam mimpiku, lalu ku datangi mayit bapakku, ku buka penutup wajahnya, tiba-tiba bersinar-sinarlah wajahnya seperti bulan purnama, wajahnya tampak gembira, tubuh dan wajahnya seperti perak putih dan ku katakan: segala puji bagi Allah yang telah menghilangkan dariku keraguan, kebimbangan, dan kekerasan, lalu kaum muslimin aku panggil, namun gagal sehingga akhirnya aku kafankan...

\ص. ۱٦٥\ وواريناه التراب رحمة الله، والله أعلم، إنتهى.لة وقال الشيخ عبد الجليل مصنف تنبيه النام: من رفع بالص

92

وت، وينبغى للطالب وت هانت عليه سكرات الم عليه الصلة على النبي صلى الله عليه وسلم. قال بعض أن يكثر بالصالحين فيلزم مان: إذ لم تفيد صحبة الص الحين فى آخر الز الص

لة على النبي فإنها تكون دليلة إلى الله لنه صلى الله الصعليه وسلم الوصيلة العظمى. وقال أبو سليمان الدارمى: من

لة على أراد أن يسأل الله حاجته ويدعوا الله فيكثر الصلة على النبي صلى الله عليه وسلم قبل الدعاء وليختم بالص

النبي صلى الله عليه وسلم بعد الدعاء فيقبل الله دعاءه مابين المقبولتين ل يرد. وكن لك ينبغى للمؤمن أن يشتغل بالدعية

ستغفار ويقصد بجميع الطاعة لوجه الله المأثورة وكثرة التعالى وخلص القلب إلى الله تعالى، وإذا خلص القلب وصفي عتماد على الله لقوله تعالى: ومن يتوكل على الله فهو دخل الحسبه، ل يجعل عمدة الوراد لطلب الدنيا لنه صلى الله عليه

وسلم ذكر: من عمل آلخرته كفاه الله أمر دنياه ومن كانت ة اآلخرة جمع الله عليه صيغته لن ابن آدم إذا غفل عن هم

ذكر الله التعتم الشيطان قلبه فأدخل فى قلبه الوسوس والهموم والغموم والشكوك فإذا اشتغل بأنواع الطاعات كان فى

اهد نفسه وهم حرز الله وحسبته لن هم الغافل دنياه وهم الزالعارف ربه لن العارف يسير وقلبه بصير وعمله كثير لن

الله سبحانه وتعالى حي قيوم وما سواه ميت وحياة الشياح

93

أرواح وحياة القلوب ذكر الله وأنواع الطاعات وحياة الفؤاد دور التلذذ معرفة الله وحياة السرار عشق الله وحياة الص

بمناجات الله، وأسباب الغافلين التعلق بالدنيا وأسباب الذاكرين الوقوف على باب الله،

/halaman 165/ dan ku kuburkan di dalam tanah yang penuh rahmat Allah. Allah Maha Mengetahui. Selesai. Berkata Syekh Abdul Jalil, pengarang kitab Tanbih al-Anam, bahwa barangsiapa yang mengangkat suara dengan bersalawat kepadanya (Nabi) maka dimudahkannya dari sakarat al-maut. Seorang murid hendaknya memperbanyak salawat kepada Nabi saw. sebagian orang-orang saleh pada akhir zaman berkata: jika (seorang mukmin) tidak memperoleh manfaat dalam bergaul dengan orang-orang saleh, maka ia wajib bersalawat kepada Nabi karena salawat itu menjadi dalil bagi Allah dan Nabi merupakan perantara terbesar (antara diri-Nya dengan makhluk-Nya). Abu Sulaiman al-Darimi berkata: “Barangsiapa yang ingin dipenuhi permintaan akan hajatnya, lalu ia berdoa, di awal maupun diakhirnya hendaknya diperbanyak salawat kepada Nabi saw niscaya Allah akan mengabulkan doanya dan tidak ditolak. Dan jadilah kamu orang mukmin yang senantiasa sibuk berdoa dengan doa-doa yang ma’tsur, banyak istigfar, melakukan segala amal ketaatan hanya untuk Allah dan

94

dengan hati yang ikhlas kepada Allah. Karena jika hati telah ikhlas dan bersih maka timbullah konsistensi kepada Allah, sebagaimana firman Allah: “Barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah maka hanya Dialah tempat bergantung”. Dia tidak menjadikan obyek/maksud wirid itu untuk meminta dunia (hal-hal yang bersifat material dan keduniaan) karena Nabi telah mengingatkan: “Barangsiapa yang berbuat untuk akheratnya, maka Allah mencukupkan segala urusan dunianya, sebaliknya siapa yang ragu terhadap akherat niscaya Allah akan mengumpulkan ungkapan-ungkapan keraguannya itu, karena bagi anak Adam yang lengah dari mengingat Allah maka masuklah syaitan ke dalam hatinya, lalu dimasukkan ke dalam hatinya perasaan was-was, ragu-ragu, gamang dan plin-plan. Namun jika ia menyibukkan diri dengan berbagai ketaatan niscaya ia akan tetap berada dalam pemeliharaan Allah dan perlindungan-Nya. Karena orang yang lalai itu sangat menghawatirkan (mencintai) dunianya, orang yang zahid justru menghawatirkan nafsunya, sedangkan orang yang ‘Arif mengkhawatirkan (Takut) Tuhannya, karena orang Arif itu mudah, hatinya dapat melihat, ‘amal (aktivitasnya yang baik) banyak. Karena Allah itu Maha Hidup dan berdiri sendiri sedangkan yang lainnya mati. Kehidupan para syaikh itu tergantung pada ruhnya (di alam arwah) dan hidupnya hati itu dengan mengingat Allah dan dengan melaksanakan berbagai

95

(perbuatan) ketaatan, hidupnya jiwa dengan ma’rifat (mengenal) Allah, hidup yang tersembunyi itu dengan rindu kepada Allah, sedangkan hidupnya dada (shudur) dengan menikmati permohonan (munājāt/doa) kepada Allah, sebab-sebab lalai adalah ketergantungan kepada dunia, sedangkan sebab-sebab ingat kepada Allah adalah berdiri di hadapan pintu Allah.

اهدون إذ مولهم \ص.۱٦٦ \ قال بعضهم: نعم العابدون والزجاعو البطون شهر والعين العلية فيه وفهم طول ليلهم

ساهرون حتى قيل فى الناس أن فيهم جنونا. وينبغى للمؤمن أن يسعى فى حياة القلب فإن حياة القلب فى ذكر الله وسائر

العبادات يقوله صلى الله عليه وسلم: من أحيا أربع ليال أحياه الله قلبه يوم تموت القلوب: ليلة عيد الفطر وليلة عيد ل غائب أي أو الضحية وليلة النصف من شعبان وليلة الر

ليلة الجمعة من رجب، قوله: أحياها أي إحياءها بالطاعات ع ل إحياءها باللعب وتلوة القرآن وبالمناجات وكثرة التضرواللهو. وعنه صلى الله عليه وسلم: ما بكى إنسان من خشية ر الله وجهه من النار. الله وجرت دموعه على وجهه إل حروعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال: كل عين بالله يوم القيامة

ت عن إل أربعة أعين عين بكت من خشية الله وعين غضت فى سبيل محارم الله وعين سهرت فى طاعة الله وعين حر

96

الله. فينبغى للمؤمن أن يلزم بهذه الحاديث نتيجة من كتاب كنز الهدى من رواة ثقات. وعنه صلى الله عليه وسلم أنه

قال: واجب القطر قطرتين قطرة دمع ودرفت من خشية الله وقطرة دام هرقت فى سبيل الله، ينبغى للمؤمن أن يتحصى

بالوراد خمس الوقات بسور القرآن كما ذكر فى كتاب سنن مام أحمد لن بعد صلة أبى داود والترمذى والمستدرك لل

الفجر سورة يس وتبارك الذي بيده الملك لقوله صلى الله عليه وسلم: إن لكل شيء قلبا وقلب القرآن يس ومن قرأ سورة يس

باح حفظه الله من كل شيطان بالص

/halaman 166/ sebagian mereka berkata: “Sungguh nikmatlah mereka para hamba dan para zahid ketika perut guru-guru mereka lapar sebulan lamanya, mata bagian atas mereka tidak tidur (bergadang) sepanjang malam, hingga ada yang mengatakan bahwa mereka semua sudah gila. Seorang mukmin hendaknya berusaha untuk menghidupkan hatinya, karena hati itu dapat hidup dengan berzikir (mengingat) kepada Allah dan dalam semua ibadah. Nabi bersabda: “Barangsiapa menghidupkan empat malam niscaya Allah akan menghidupkan hatinya di saat semua hati telah mati, yakni malam ‘idul Fitri, malam ‘Idul Adha, malam Nisfu Sya’ban dan malam asing (malam jum’at pertama di bulan Rajab). Dikatakan kita hendaknya menghidupkan keempat

97

malam tersebut dengan melakukan berbagai ketaatan, membaca ayat-ayat al-Qur’an, bermunajat/berdoa, dan memperbanyak ketundukkan, bukan mengisinya dengan melakukan leha-leha dan main-main. Nabi saw. bersabda: “Tidaklah menangis seorang manusia karena takut kepada Allah sedankan air matanya mengalir di wajahnya kecuali Allah akan membebaskannya dari api neraka”. Dari Nabi saw bersabda: “Setiap mata dibenci oleh Allah di hari kiamat kelak, kecuali empat mata, yaitu mata yang menangis karena Allah, mata yang terpejam dari barang-barang yang diharamkan Allah, mata yang tidak pernah tidur karena untuk taat kepada Allah, dan mata yang bebas berada di jalan Allah”. Seorang mukmin hendaknya mengamalkan hadits-hadits ini sebagai intisari dari kitab Kanjz al-Huda dengan riwayat yang kuat. Dari Nabi saw., bahwasanya dia bersabda: “Tetesan yang wajib itu ada dua, yakni: tetesan air mata yang keluar karena disebabkan takut kepada Allah, dan tetesan darah yang keluar karena disebabkan berjuang dijalan Allah swt., seorang mukmin juga hendaknya mengkhususkan wirid pada lima waktu dengan membaca surat-surat al-Qur’an, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab-kitab sunan Abu Daud, Sunan Tirmidzi, dan kitab al-Mustadrak Imam Ahmad. Karena setelah shalat Fajar hendaknya membaca surat Yasin dan Tabarak (al-Mulk), sebagaimana sabdanya: “Tiap sesuatu

98

itu ada hatinya, hatinya al-Qur’an adalah surat Yasin, barangsiapa membaca surat Yasin setaip pagi niscaya Allah akan selalu menjaganya dari godaan syetan.

\ص.۱٦٧ \ وما ردف من كل آفة وعاهة إلى المساء، ومن باح وسع الله رزقه وجعل فى داوم على سورة يس فى الص

بح رزقه البركة. ولقوله صلى الله عليه وسلم: من صلى الصه إلى أن تطلع الشمس حسنا يسبح الله وجلس على مصل

ه حتى يصلي ركعتين ول سبحانه وتعالى ول يقوم من مصلة تامة تامة ومن ة وعمرة تام يتكلم بكلم الدنيا كتب الله حج

بح إلى أن تطلع الشمس دعاء مستجاب. وفى بعض صلة الصبح من الخبار ذكر النبي صلى الله عليه وسلم بعد صلة الص

قال سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم وبحمده أستغفر ة محى الله جميع ذنوبه وكشف الله عنه الهموم الله مائة مر

والغموم ووسع الله عليه رزقه. وبعد صلة الظهر سورة نوح ، وقال الله سبحانه وتعالى فى كتابه العزيز: {والباقيات رون الحات خير عند ربك ثوابا وخير أمل}، قال المفس الص

مد الحات هي سبحان الله والح رحمهم الله تعالى الباقيات الصلله ول إله إل الله والله أكبر. وعنه صلى الله عليه وسلم أنه

حمان ثقيلتان قال: (كلمتان خفيفتان فى اللسان حبيبتان عند الرفى الميزان »سبحان الله وبحمده سبحان الله العظيم«).

99

وبعد صلة الظهر »سورة نوح« وبعد صلة العصر »عم« (سورة النباء) وبعد صلة المغرب »سورة الواقعة« وبعد

صلة العشاء »سورة الملك وسورة الطارق«. وفى الخبر عن سيد البشر صلى الله عليه وسلم: من قال بعد غروب الشمس أستغفر الله العظيم الذي آل إله إل هو الحي القيوم وأتوب إليه ات غفر الله له ما مضى من وأسأله التوبة والمغفرة سبع مرنهاره جميع ذنوبه. فينبغى للمؤمن أن يكثر تلوة القرآن لنه

تى تلوة القرآن. صلى الله عليه وسلم قال أفضل عبادة أموعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال: نعم الشفيع القرآن، وعنه

/halaman 167/ dan jenis segala bahaya dan tipu daya hingga sore hari, barang siapa yang membiasakan diri membaca surat Yasin tiap pagi maka Allah akan meluaskan dan memberkahkan rizkinya. Dalam hal itu Rasulullah saw. bersabda: “Siapa orang yang shalat subuh lalu duduk di tempat shalatnya hingga terbit matahari (melakukan) amal baik sambil membaca tasbih dan tidak bangkit dari tempat shalatnya hingga shalat dua rakaat (shalat Dhuha) dan tidak membicarakan urusan dunia maka Allah mencatatnya seperti melakukan satu kali haji dan satu kali umrah dengan sempurna. Waktu antara shalat subuh hingga terbit matahari adalah waktu doa yang mustajab. Pada sebagian khabar Nabi menyebutkan (waktu mustajab itu) setelah

100

shalat subuh, barang siapa yang membaca subhānallāh wabihamdihi subhānallāh al-‘Adhīm dan astagfirullāh al-‘Adhīm sebanyak 100 kali maka Allah menghapus seluruh dosanya, Allah juga membukakan tabir keraguan dan kebimbangan. Allah juga akan meluaskan rizkinya. Setelah shalat Dhuhur membaca surat Nuh, sebagaimana firman Allah: “Dan sisa yang baik adalah lebih pahalanya di sisi Tuhanmu dan serta lebih baik untuk menjadi harapan”. Para mufasir menyatakan bahwa yang dimaksud dengan al-bāqiyāt al-shālihāt adalah kalimat subhānallāh wa al-hamdulillāh wa lā Ilāha Illallāh wallāhu akbar. Dari Nabi saw bahwasanya ia bersabda: “Dua kalimat yang ringan di lidah, disenangi oleh Allah, namun berat timbagannya adalah: subhānallāh wabihamdihi subhānallāh al-‘Adhīm. Dan setelah shalat dhuhur membaca surat Nuh, setelah shalat ‘Ashar membaca surat al-Naba’, setelah shalat Maghrib membaca surat al-Waqi’ah, setelah shalat ‘Isya membaca surat al-Mulk dan al-Thariq”. Dalam Khabar disebutkan bahwa Nabi saw. bersabda: “Barangsiapa yang setelah terbenam matahari membaca ‘astagfirullāh al-‘adhȋm alladzȋ lā ilāha illa huwa al-hayyu al-qayyūmu wa atūbu ilaih wa as’alu al-taubah wa al-maghfirah sebanyak tujuh kali maka Allah akan mengampuni semua dosanya yang telah lalu sejak siangnya. Seorang mukmin hendaknya memperbanyak membaca al-Qur’an karena Nabi saw.

101

menyatakan bahwa ibadah umatku yang paling utama adalah membaca al-Qur’an. Karenanya Nabi saw bersabda: beruntunglah (orang yang) diberi syafat oleh al-Quran.

\ص.۱٨٤ \ويستغيث بى ويسأل الله حاجته بعد احد عشر ة ويسأل الله أن تقضى حاجته، وقال رضي الله عنه فى مر

بعض كلمه: كل من يجنى ويقعد فى ويلزم بطريقى ويكون مريدي ويستغيث بى وأنا أغيثه ولو كان فى قعر البحر أو

على روع الجبال أو فى الشرق أو فى الغرب لغيثه وأدركه يه من كل شدة ومن كل هلك وأنا مغيث من يجنى وأنج

دنيا وأخرى وأنا ملذ الملهوف وأنا حي فى قبرى أنا أسمع ار أنه قال، قال الخطاب. وروي عن عبد الله ابن مسعود البزلنا شيخنا وإمامنا سيد عبد القادر الجيلنى: يا عمر إذا نزلت

يك من كل نازلة وشدة بكى نازلة أو شدة فاستغيث بى فأنجإن حصلت معى فحصلنا معك، وإن لزمت بنا فى الطريق إلى الله أوصلناك. قال عمر ابن مسعود رحمه الله تعالى: ينى إلى الشام ومعى بضاعة كثيرة من كل سافرت من السنوع وتوسطنا إلى رب وكنا فى قعر الجبال فإذا نحن بقوم

من العرب خرجوا علينا فهربنا منهم فأخذوا أموالنا ونهبونا وتركونا فقر ل زاد ول راحلة ول مال فجلست فى موضع ا شديدا، ثم بعد ذلك ذكر ر فى أمرى فافهمت غم وأنا متفك

102

ين الشيخ عبد القادر ووقفت قائما سلم محي الد قول شيخ الت: يا شيخ عبد القادر أنت قلت يا مريدي إذا استغثت وصح

أغثتك فها أنا قد نزلت بى نازلة فأدركنى، فإذا أنا بصيحة يحة فقالوا: عظيمة:قد ملت الوادي وارتعد الناس من تلك الصخذوا أموالكم ومراحلكم وجميع مالكم عند تأخذوه قبل أن تهلك

يحة بأجمعنا فكانا لهم شيخين على القوم قد ارتعبا من الصوماتا فوجدنا هما ميتين

/halaman 184/ dan ia meminta tolong (berdoa) melalui aku, dan meminta kepada Allah agar dikabulkan keperluannya sebanyak 11 kali dan memohon kepada Allah agar menunaikan hajatnya. Syekh Abdul Qadir Jaelani berkata pada sebagian perkataannya: “Setiap orang yang meminta keselamatan dan duduk disampingku, lalu melakukan cara/jalan ku, dan menjadi muridku, lalu meminta tolong kepada ku, aku akan menolongnya meskipun ia berada dasar laut ataupun di puncak gunung, di barat maupun di timur, niscaya akan aku tolong, aku temukan, dan aku selamatkan dari segala kesulitan dan mara-bahaya. Dan aku menjadi penolong siapa saja yang meminta keselamatan dunia dan akherat, aku adalah penikmat (sasaran) kekhawatiran, aku hidup dalam kuburku, dan aku mendengar pembicaraan”. Diriwayatkan dari Abdullah ibn Mas’ud r.a. al-Bazzar ia berkata: Syekh dan Imam kami, sayid Abdul Qadir

103

al-Jaelani, berkata kepada kami: “Hai Umar, jika kamu mampir sebentar maupun lama ke Baqi, lalu aku dimintai tolong (dengan berdoa) melalui aku maka aku selamatkan kamu dari segala kesulitan, jika kamu sampai bersama ku maka kami akan sampai bersama mu, dan jika kamu melakukan segala kewajiban dalam jalan (tarekat) menuju Allah, maka kami akan membawa mu hingga sampai (kepada Allah)”. Berkata Umar bin Mas’ud, semoga Allah memberikan rahmat kepadanya: “Aku pergi dari Sinai ke Syam dan bersamaku barang-barang yang sangat banyak dan segala bentuk, aku sampai kepada Tuhan, dan aku berada di puncak gunung, tiba-tiba kami berada di tengah orang-orang Arab, mereka berhamburan keluar (hendak menyerang kami), maka segera kami lari dari mereka, sehingga mereka mengambil harta/barang-barang kami, mereka merampok kami dan meninggalkan kami dalam keadaan fakir tanpa bekal, tanpa kendaraan dan tanpa harta sedikitpun. Akhirnya di suatu tempat ku duduk sambil memikirkan nasib yang menimpaku sampai akhirnya aku merasakan kesedihan yang amat dalam. Kemudian setelah itu aku teringat perkataan syekh al-Islam Syekh Muhyiddin Abdul Qadir al-Jaelani, maka sambil berdiri aku berucap: “Wahai Syekh Abdul Qadir, kau pernah bilang, hai muridku jika kamu minta tolong kepada ku pasti aku tolong. Oleh karena itu inilah aku, aku telah tertimpa musibah, maka

104

kamu temuilah aku. Tiba-tiba aku mendengar suara yang besar: “telah aku penuhi lembah itu”. Dan bergemetaranlah manusia karena mendengar suara itu, lalu mereka berkata: “Ambillah harta dan kendaraanmu serta semua milikmu yang kalian ambil itu, sebelum dirusak semuanya. Maka jadilah mereka dua orang syekh bagi kaum yang takut terhadap suara tadi, lalu keduanya mati sehingga kami temukan keduanya dalam keadaan sudah menjadi mayit.

\ص.۱٨٥ \فأخذ جميع أموالنا ومراحلنا وذهبا إلى الشام وبعنا جميع ما معنا يربح كثيرا ورجعنا إلى بغداد فوحينا

مسيرين رابحين وأنا فرحان مسرور وأتينا إلى الشيخ ودخلت عليه فنظر إلي وتبسم وكلمنى قبل أن أكلمه وأخبره وقال:

يا عمر أنت آهات الدب معنا حين خرج القوم عليكم نسيتنا ول ذكرتنا إل بعد أخذ وآمنكم ول ذكرتنا إل بعد المدة، وقد

ورددنا عليك وقلنا لك رجلين منهم وهكذا أمرنا إلى يوم القيامة مع من يطلبنا ويقصدنا نقوم به أنت الله تعالى والله أعلم. وحكاية أخرى قيل: جاء رجل بغدادي وأخذ إليه على الشيخ عبد القادر واستحب به فجاء يوم وهو كيب محزون، فقال مات والدى وله منذ سنة ورأيته ليلة البارحة كأنه فى

النار وهو يعذب ويصيح بالويل والثبور فانتبهت من رؤياي فرعا مرعوبا، ويا سيدي! كيف أستريح ووالدى فى النار؟

105

قال: فاطرقها الشيخ رأسه وسكت ساعة، قال إن والدك هل دخل علي قط؟ فقال ل قال: فهل ذكرنى عندك قط؟ فقال ل،

قال فسكت ساعة، فقال: ها قد غفرله الله ورضي عنه وأخرج من النار وأدخله الجنة، فإن ربى قال لى أنه مر برباطنا يوما ، وقال هذا رباط الشيخ عبد من بعض اليام فأحسن بك الظن

القادر وهذا رباط ولي من أولياء الله وغفر له بهذا الظن وفضائل كثيرة وكراماته وأحواله ل يحصيها إل الله ل يحبه إل كل مؤمن مخلص ول ينكر عليه إل كل منافق فاجر، وقد

إحتصرنا فى هذا الكتاب ليل يطول على الطالب، فينبغى لسلة أن يتمسكون به ويطلبون مدده للمريدين ولهل الس

/halaman 185/ maka dia mengambil semua harta dan kendaraan kami, dan keduanya pergi ke Syam dan kami menjual semua yang ada pada kami sehingga dia untung banyak, dan kami pulang ke Bagdad sehingga aku kembali dengan riang gembira dan kami datang kepada syekh dan aku masuk ke teampatnya, maka dia (syekh) melihatku, sambil tersenyum dan berbicara padaku sebelum aku berbicara dan mengabarkan padanya, dia berkata: “Hai Umar kamu buruk prilaku tatkala kaum itu keluar menyerangmu, kamu lupakan kami dan tidak mengingat kami kecuali setelah (barang/hartamu) diambil dan kami mengamankan mu, kamu tidak ingat kepada kami kecuali beberapa saat, dan

106

kami kembalikan barang-barang mu padamu, dan sudah ku beritahukan padamu dua laki-laki dari mereka. Dan demikianlah kami perintahkan bersama orang yang meminta dan bermaksud pada kami, hingga datang hari Kiamat, kami bangkit dengan perantaraan Engkau Ya Allah, Yang Maha Mengetahui. pada cerita lain dikatakan: bahwa telah datang seorang laki-laki dari Bagdad, dia bermaksud menemui Syekh Abdul Qadir, dia (syekh) amat senang kepadanya, maka datang suatu hari di mana ia sangat sedih sekali, lalu ia berkata: “orang tua ku telah meninggal sejak setahun yang lalu, tadi malam aku melihatnya seperti berada di api Neraka, dia disiksa sehingga merintih kesakitan, maka kemudian aku terbangun dari mimpi dengan tiba-tiba. Wahai tuanku, bagaimana bisa aku beristirahat sedangkan orang tuaku sedang disiksa di neraka? Lalu dikatakan: maka syekh memalu kepalanya (orang tua itu) kemudian terdiam sejenak, lalu berkata lagi: apakah sesungguhnya bapakmu ini sudah pernah datang kepadaku? lalu dijawab: tidak pernah. Apakah ia pernah ingat padaku di samping mu? Di jawab tidak. Maka terdiamlah dia sebentar lalu berkata: ‘inilah dia, Allah telah mengampuni dan meridlainya, mengeluarkannya dari api neraka kemudian memasukkannya ke dalam syurga. Maka sesungguhnya Tuhanku telah berkata padaku: ‘sesungguhnya satu hari setelah beberapa hari ia telah melewati ribath kita, dan kamu

107

telah berbaik sangka, dan dikatakan: ini adalah ribathnya Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani, ini adalah ribathnya seorang wali dari para wali Allah, mengampuninya dengan sangkaan yang baik, keutamaan yang banyak. Karomah dan ahwalnya tidak dibatasi kecuali Allah tidak menyukainya, kecuali bagi setiap mukmin yang mukhlis. Tidak diingkari kecuali oleh orang munafik lagi pendurhaka. Apa yang ada dalam kitab ini telah kami buat menjadi ringkas yang bagi murid (tarekat) mungkin terlalu panjang. Para murid dan ahli silsilah (tarekat ini) hendaknya berpegang teguh kepadanya (kitab ini) dan mengkaji isinya.

ادة. وعنه صلى \ص.۱٨٦ \ويحبون أهل سلسلة وأهل سجالله عليه وسلم أنه قال: المربى مع من أحب فهو أبو صالح

ين تاج المفاخر وسلطان د شيخ السلم محي الد وقيل أبو محمبانى سيدى السادة الولياء الكابر الهيكل النوراني والقطب الر

الشيخ الشريف عبد القادر الجيلنى بن سيد الشريف ابى د ابن اهدى ابن محم صالح موسى حنفي دوس ابن يحيا الز

داود ابن موسى ابن عبد الله ابن عبيد الله ابن موسى الجوينى ابن عبد الله المحض ابن الحسن المثنا ابن حسن السبط ابن

على ابن ابى طالب رضي الله عنهم أجمعين الجيلنى رضى الله عنه وارضاه ورضي عنا به تم، وقد فرغنا من نسبة

108

الطاهر السادة الشراف الكابر، وقال بعضهم إن الحسن ابن علي ابن أبى طالب مهدى الكبر وسيدى الشيخ عبد القادر

د ابن عبد الله د ابن محم الجيلنى المهدى الوسط ومحممان كما ورد فى الحاديث الفاطمى المهدى الخاتم فى آخر الز

عن المصطفى صلى الله عليه وسلم: إن المهدى من ولد فاطمة نفعنا الله بهم وجعلنا فى بركاتهم فى الدنيا واآلخرة ول يحرمنا من بركاتهم وبركات علومهم، فنقول يا ألله يا ألله يا ألله آمين يا رب العالمين أقول وبالله التوفيق الفقير : إنى الحقير مؤلف هذا الكتاب عبد الوهاب بن عبد الغنى

قد أخذت اليد وأعطيت العهد على طريقة سيدى الشيخ عبد ل الفقر القادر الجيلنى على يدى العارف بالله تعالى موصالح أو المريدين إلى الله المرحوم الشيخ عظمة الله ابن الصين ابن ين ابن العارف بالله الشيخ شريف الد الشيخ محي الد

العارف بالله القاضى محمود شيخ

/halaman 186/ dan seyogyanya mereka mencintai silsilahnya dan orang yang senang bersujud (beribadah). Dari Nabi saw bahwa sanya ia bersabda: Murabbi (pendidik ku) bersama dengan orang yang aku cintai, yakni Abu Saleh, ada yang mengatakan ia adalah Abu Muhammad, “Syaikh al-Islam”, Muhyiddin (penghidup agama), Taj al-Mafakhir (mahkota kebanggaan), Sultan (pemimpin) para wali yang besar yang

109

memiliki dua cahaya, Kutub al-Rabbani Sayyid al-Syaikh yang mulia ‘Abdul Qadir Jailani, bin sayyid yang mulia Abu Saleh Musa Hanafi Daus bin Yahya al-Zahidi bin Muhammad bin Daud bin Musa bin ‘Abdillah bin Ubaidillah bin Musa al-Juwaini bin Abdillah al-Mahad ibn al-Hasan al-Mutsanna bin Hasan al-Sabt bin ‘Ali bin Abi Thalib r.a. ajma’in al-Jailani semoga Allah ridla kepadanya, meridla’i dan meridla’i kita, selesai. Kita telah selesai dinisbatkan kepada orang yang suci, pemimpin orang-orang yang besar lagi mulia. Sebagian dari mereka berkata: “Sesungguhnya Hasan bin Ali bin Abi Thalib adalah Imam Mahdi terbesar, Sayyid Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani adalah Imam Mahdi pertengahan, sedangkan Muhammad bin Muhammad bin ‘Abdillah al-Fathimi adalah Imam Mahdi penutup di akhir, sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits-hadits dari Nabi saw.: Sesungguhnya Imam Mahdi itu berasal dari putra Fathimah, karena mereka semoga Allah memberikan manfaat bagi kita, semoga Allah enjadikan kita termasuk orang yang memperoleh keberkahan di dunia dan di akherat dan tidak mengharamkan keberkahannya, dan keberkahan ilmunya, kemudian kita ucapkan Ya Allah! Ya Allah! Ya Allah! Perkenankanlah! Wahai Tuhan seluruh Alama, sehingga ku katakan: semoga Allah memberi taufiq kepada al-Faqir al-Haqir pengarang kitab ini: ‘Abdul Wahab bin ‘Abdul Ghani: sungguh aku telah ambil tangannya, aku

110

berikan janji, aku telah berikan sumpah/janji, melalui jalan tarekat Syekh ‘Abdul Qadir al-Jailani, di atas tangan orang yang ‘arif kepada Allah (mengenal Allah), penghubung orang yang fakir/murid (berkehendak) kepada Allah, al-Marhum Syekh Izhmatullah Ibn al-Sholeh Syekh Muhyiddin bin al’Arif billah Syekh Syarifuddin bin al-‘Arif billah al-Qadi Mahmud syekh...

\ص.۱٨٧ \ ابن عبد اللطيف ابن جمال القريشى العباشى بانى سلطان الولياء شيخ سلسلتهم متصلة إلى القطب الر

ين سيدى الشيخ عبد القادر الجيلنى نفعنا سلم محي الد الالله بهم وبركاتهم وبركات علومهم فى الدنيا واآلخرة يارب العالمين. وكذالك أجزت من طريق عمدة الولياء الواصلين

على طريقة بنى عقيل وأجزت على طريق سيدى الشيخ عبد القادر من مواضع آخر ولكن ذكرتهم فى مواضع آخر

وأذكرها هنا طريقة واحدة ببيان هذه الطريقة وهو: قد أجازنى فة وألبسنى عام خمسة وثمانين وألف بالمدينة المشر

لة وأزكى التسليم قد رة على مساكنها أفضل الص والمنوألبسنى وأجازنى بمسجد قبا المسجد الذى أسسه النبي صلى

الله عليه وسلم بيده وحمله أحجاره على صدره وحملوا ل س على التقوى من أو أصحابه معه لقوله تعالى{لمسجد أس

روا والله يحب يوم أحق ان تقوم فيه فيه رجال يحبون أن يتطه

111

أ رين}. وعنه صلى الله عليه وسلم أنه قال: (من توض المتطهوخرج من بيته وأتى إلى مسجد قبا وصلى فيه ركعتين كتب الله له ثواب عمر)، وكان صلى الله عليه وسلم يأتى إلى قبا يوم السبت ويوم الثنين وكان صلى الله عليه وسلم صبيحة

سابع عشر فى شهر رمضان يأتى إلى مسجد قبا ويصلى ركعتين، وكان ابن عمر رضي الله عنه يأتى إلى مسجد قبا ثنين. وعن عمر ابن الخطاب رضي الله عنه أنه كل يوم ال

قال: لو كان مسجدنا هذا أى مسجد قبا بأطراف الدنيا لضربنا ل نزوله بدار بل لنه صلى الله عليه وسلم أو إليه أكباد ال

كلثوم

/halaman 187/ ibn ‘Abdul Latif bin Jamal al-Qurasy al-‘Abbasy silsilahnya tersambung kepada al-Qutb al-Rabbany, pemimpin para wali, Syaikh al-Islam Muhyiddin Abdul Qadir al-Jaelani, semoga Allah memberikan manfaat, berkah, dan keberkahan ilmunya di dunia dan akherat, wahai Tuhan seluruh alam semesta. Aku juga telah diberi ijazah dari tarekat para wali yang tersambung kepada tarekat Bani ‘Aqil. Aku juga diijazahi melalui jalan tarekatnya Syekh Abdul Qadir dari tempat lain, namun aku sebut dari tempat lain dan aku sebut disini satu tarekat dengan penjelasan sebagai berikut: aku telah diijazahi dan di bai’at pada tahun 185 Hijriyah di kota Madinah al-

112

Musyarofah al-Munawaroh di tempat tinggalnya Nabi, aku dibai’at dan diijazahi di masjid Quba, masjid yang didirikan oleh Nabi dengan tangannya, masjid di mana ia membawa batu-batuan di atas dadanya, dan masjid di mana beliau mengajak para sahabatnya untuk mensucikan diri (dengan mendirikan shalat), sebagaimana firman Allah ta’ala: “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu untuk shalat di dalamnya, di dalamnya terdapat orang-orang yang ingin membersihkan diri, dan Allah menyukai orang-orang yang bersih”. Dari Nabi saw, bahwasanya ia bersabda: “Siapa yang berwudlu, lalu keluar dari rumahnya, kemudian datang ke masjid Quba, lalu shalat di dalamnya sebanyak dua rakaat, maka Allah mencatatkan pahala baginya seperti pahala yang diberikan kepada Umar”. Nabi biasanya datang ke masjid Quba pada hari Sabtu dan hari Senin. Dan di pagi hari tanggal 17 Ramadhan biasanya Nabi datang ke masjid Quba untuk shalat dua rakaat. Sedangkan Ibnu Umar biasanya datang ke masjid Quba tiap hari Senin. Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., bahwa ia pernah berkata: “Seandainya masjid kita ini, yakni masjid Quba, berada di ujung dunia maka kami akan berjalan ke sana naik unta, karena Nabi saw pertama kali singgah di rumahnya Ummi Kultsum

113

\ص.۱٨٨ \حين هاجر بنفسه من مكة إلى المدينة ومتفق عند الجمهور العلماء رضي الله عنهم أن دار كلثوم هي مسجد

ة وقد ك الناقة ظاهر فيه ومشهور عند الم قبا وإلى اآلن مبرلبس الفقير عند المحراب الكبير على يسار المنبر. الحمد لله

الذى هدانا لهاذا وما كنا لنهتدي لول أن هدان الله، والحمد ا خلقنا تفضيل أكرمني الله لنا على كثير مم لله الذى فض

جازة لخدمة السادة البرار سبحانه وتعالى بكرامة اللبس واللين واآلخرين ومسجد حمة فى مسجد سيد الو وحصول الرالمهاجرين والنصار، وقد لبس الفقير عبد الوهاب ابن عبد الغني من يد الولي المحقق الشيخ صالح ابن أحمد المطرى نى إمام مسجد قبا وهو قد أجازني وهو لبس وأجيز من اليم

المرحوم الشيخ مهنا الحضرمى وهو لبس وأجيز عن الشريف السيد سالم شيخان باعلوى، وهو لبس وأجيز من العارف بالله

سيدى السيد صبغة الله ابن سيد روح الله، وهو لبس وأجيز ين العلوي وهو عن السيد وأخذ عن الشيخ المعتمد وجيه الد

مام مظهر النور الحاج حظور وهو د الغوث وهو عن ال محمد مام الشيخ محم عن الشيخ هداية الله سرمت وهو عن ال

ين المعروف بقاضى القادرى وهو من الشيخ عبد علؤ الدؤوف القادرى وهو الوهاب القادرى وهو من الشيخ عبد الر

يقى د من الشيخ محمود القادرى وهو من الشيخ عبد الغفار الص

114

د القادرى وهو من الشيخ على الحسينى وهو من الشيخ محموهو من الشيخ جعفر ابن أحمد الحسينى وهو من الشيخ

إبراهيم الحسينى وهو من الشيخ عبد الله القادري وهو من اق القادري وهو من والده قطب القطاب ز الشيخ عبد الر

/halaman 188/ tatkala dirinya sendiri berhijrah dari Makkah ke Madinah, dan disepakati oleh mayoritas ulama bahwa rumah Ummi Kultsum itulah (yang kemudian dijadikan) masjid Quba hingga sekarang terdapat anak unta yang memberi berkah dan terkenal di kalangan umat Islam. Dan al-faqir telah dibai’at di Mihrab yang besar pada samping kiri mimbar. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk seperti ini, dan kalaulah Allah tidak memberi petunjuk seperti ini niscaya kami tidak akan memperoleh petunjuk itu. Segala puji bagi Allah yang telah memberikan keutamaan kepada kami atas kebanyakan makhluk-Nya, Allah swt. telah memuliakan kami dengan kemuliaan pakaian (bai’at) dan ijazah untuk melayani penghulu manusia dan menyampaikan kasih sayang di Masjid Nabi, masjid kaum Muhajirin dan Anshar, (Masjid Quba di Madinah). Al-faqir Syekh ‘Abdul Wahab bin ‘Abdul Ghani telah dibai’at melalui tangan wali al-muhaqqik Syekh Shaleh bin Ahmad al-Mithry al-Yamany, seorang imam masjid Quba, di mana ia telah mengijazahkan kepadaku, dia

115

sendiri telah dibai’at dan diijazahi oleh al-marhum Syekh Muhanna al-Hadrami, dia sendiri diijazahi oleh Sayyid Salim Syaikhani ba ‘Alawy, dia dibai’at dan diijazahi oleh Sayyid Shibghatullah bin Sayyid Ruhullah, ia dibai’at, diijazahi dari Syekh yang mu’tamad Syekh Wajih al-Din al-‘Alawy, ia dari Syekh Muhammad Ghauts, dari Imam al-Haji Hadzur, dari Syekh Hidayatullah Sarmat, dari Syekh Muhammad Alauddin, dari Syekh’Abdul Wahab al-Qadiry, dari Syekh ‘Abdul Rauf al-Qadiry, dari Syekh Mahmud al-Qadiry, dari Syekh ‘Abdul Gaffar al-Shiddiqy, dari Syekh Muhammad al-Qadiry, dari Syekh ‘Ali al-Husainy, dari Syekh Ja’far bin Ahmad al-Husainy, dari Syekh Ibrahim al-Husainy, dari Syekh ‘Abdullah al-Qadiry, dari Syekh ‘Abdul Razzaq al-Qadiry, dari ayahnya Qutb al-Aqtab

بانى سيد الشيخ \ص.۱٨۹ \ وسلطان الولياء والمحبوب الرمام ه وهو من ال ين عبد القادر الجيلني قدس الله سر محي الد

أبا سعيد المبارك ابن علي ابن محسين ابن بندار البغدادي المخزومى وهو من الشيخ ابن الحسن على ابن أحمد ابن

د ابن عبد يوسف الهكاري القريشى وهو من أبو الفرج محمالله الطرطوسى وهو من أبو الفضل عبد الواحد ابن عبد

العزيز التميمى وهو من والده الشيخ عبد العزيز التميمى وهو بلي وهو من الشيخ أبو القاسم من الشيخ الجليل أبى بكر الش

116

ي السقطي وهو من د البغدادى وهو من سر الجنيد ابن محممعروف الكرخي وطريقة أخرى من معروف الكرخى أي

معروف الكرخى أيضا أخذ من داود الطاي وهو أخذ من خسم العجمى وهو أخذ وأجيز من الحسن البصرى سيد التابعين

وأخذ وأجيزنى أمير المؤمنين ابن الحسين على ابن أبى طالب وهو من سيد الكائنات ولقن بالسرار النبي صلى الله عليه

مام ضى وهو من ال وسلم وهو من المام على ابن موسى الرمام ادق وهو من ال مام جعفر الص موسى الكاظم وهو من ال

مام مام على زين العابدين وهو من ال د الباقر وهو من ال محمم الله وجهه حسين الشهيد وهو من أبيه علي ابن أبى طالب كر

د سيد المرسلين وخاتم النبيين صلى الله عليه وهو من محموسلم وعلى آله وصحبه أجمعين والتابعين لهم أبدا آمين. وهذا

ما انتهى إلينا من شجرة السادة القادرية، نسأل الله سبحانه نا الله وتعالى أن يحيينا على محبتهم ويمدنا بمددهم ويحر

تعالى والمسلمين فى زمرتهم وأدخلنا الله الجنة معهم

/halaman 189/ dan pemimpin para wali, kecintaan Tuhan, Syekh Muhyiddin Abdul Qadir al-Jailany (semoga Allah mensucikan ruhnya), dia (memperoleh ijazah) dari Imam Abu Sa’id al-Mubarak bin Ali bin Muhsin bin Bandar al-Baghdadi al-Makhzumi, dia (memperoleh ijazah) dari

117

Syekh Abi al-Hasan Ali bin Ahmad bin Yusuf al-Hakkary al-Quraisy, dia (memperolehnya) dari Abu al-Farj Muhammad bin ‘Abdullah al-Thurtusy, dia (memperolehnya) dari Abu al-Fadhl ‘Abdul Wahid bin ‘Abdul Aziz al-Tamimy, dia dari ayahnya Syekh ‘Abdul Aziz al-Tamimy, dari Syekh Abu Bakr al-Syibly, dari Syekh Abu al-Qasim al-Junaidy bin Muhammad al-Bagdadi, dari Sirry al-Saqathi, dan dari jalan lalin melalui Ma’ruf al-Karkhy, dari Daud al-Thayy, dia mengambil dari Khaasim al-Ajamy, dia mengambil dan diberi ijazah dari Hasan al-Bashri (pemimpin para tabi’in), dia mengambil dan diberi ijazah dari amirul mukminin Ibnu Husain Ali bin Abi Thalib, ia berasal dari penghulu segala makhluk, dia dibacakan oleh Nabi Muhammad saw., dan (Hasan Bashri) juga berasal dari Imam Ali bin Musa al-Ridla, ia dari imam Musa al-Kadzhim, ia dari imam Ja’far al-Shadiq, ia dari imam Muhamad al-Baqir, ia dari imam ‘Ali Zainal ‘Abidin, ia dari imam Husein yang mati syahid, ia dari bapaknya, imam ‘Ali bin Abi Thalib, semoga Allah memuliakan wajahnya, ia dari Muhammad penghulu para Rasul dan penutup para Nabi semoga Allah bersalawat dan memberi keselamatan kepadanya, kepada keluarganya, para sahabatnya, dan para pengukutnya selama, amin. Demikianlah silsilah Tarekat Qadiriyah yang sampai kepada kami, kami bermohon kepada Allah semoga kita dihidupkan seperti kehidupan mereka, menyampaikan kita

kepada mereka, semoga Allah menggembirakan kita dan kaum muslimin, lalu memasukkan kita ke dalam surga-Nya bersama mereka.

\ص.٠ ۱۹ \ وجعلنا الله والمسلمين من الناظرين إلى وجهه اد كريم نسألك يا ألله يا ألله يا ألله الكريم بصيحتهم أنه جو

يا رباه يارباه يا رباه يا رب يا رب يا حنان يا منان يا حي يا كرام ل إله إل أنت سبحانك إنى كنت من قيوم يا ذالجلل وال

الظالمين، ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم، وتب علينا إنك الحين، حيم، ربنا توفنا مسلمين وألحقنا بالص اب الر أنت التويمان ول تجعل فى خواننا الذين سبقونا بال ربنا اغفر لنا ول

قلوبنا غل للذين آمنوا ربنا إنك رؤوف رحيم. اللهم إننا ظلمنا أنفسنا ظلما كثيرا فاعترفنا بذنوبنا فإنه ل يغفر الذنوب إل أنت فاغفر لنا مغفرة من عندك وارحمنا إنك أنت الغفور

د صلى حيم. اللهم بحق النبياء والمرسلين وبحق نبيك محم الرالحين يقين والشهداء والص د الله عليه وسلم وبحق آله والص

ين وبحق كل ولي وولية لك من وبحق جميع مشايخنا فى الدمشارق الرض إلى مغاربها أجمعين وبحق أسمائك الحسنى وبحق اسمك العظيم العظم المرتفع الذى إذا دعيت به اجبت وإذا سئلت به أعطيت وبحقك يا ألله يا ألله يا ألله أن تغفر لنا

ر ولوالدينا وللمسلمين أجمعين.اللهم اصلح فساد قلوبنا وأن تنو

119

قلوبنا بنور معرفتك يا أكرم الكرمين. اللهم اغفر ذنوبنا كلها ا أنت رنا وما أسررنا وما أعلنا، وأم جميعا ما قدمنا وما أخ

أعلم به منا يا رب العالمين. اللهم أن ترفع عن قلوبنا الحجاب ر أبصارنا بنور شراك الخفي والجلي ونو وظلمة العما وال) محبتك وأن تفتح علينا فتوح معرفتك وأن تسقنا (كالمس

العارفين. اللهم إنا نسألك

/halaman 190/ semoga Allah menjadikan kita dan kaum muslimin termasuk yang dapat melihat wajah-Nya yang Maha Mulia, dengan suara-Nya Ia adalah Maha Merdu dan Mulia, kami mohon kepada-Mu Ya Allah 3x, Ya Rabbah 3x, Ya Rabbi 3x, Ya Hannan Ya Mannan, Ya hayyu Ya Qayyumu Ya Dzal Jalali wa al-Ikram, Tidak ada Tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang dzhalim. Ya Allah, terimalah (permohonan) kami, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, dan terimalah taubat kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, matikanlah kami dalam keadaan muslim, dan masukkan kami dalam golongan orang-orang saleh. Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dengan membawa iman, dan janganlah Engkau jadikan dalam hati kami keraguan bagi orang-orang yang beriman, wahai Tuhanku, sesungguhnya

120

Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mendzalimi diri kami sendiri dengan kedhaliman yang banyak, maka saat ini kami mengakui dosa-dosa kami, sesungguhnya tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali Engkau, maka ampunilah kami dengan ampunan dari sisi-Mu, dan sayangilah kami, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Allah, demi para Nabi dan para Rasul yang haq, demi Nabi-Mu Muhammad yang haq, demi keluargannya, para shiddiqin, para syuhada, orang-orang yang shaleh, demi para syekh dalam agama ini yang hak, demi para wali dan yang Engkau jadikan wali-Mu dari timur hingga barat, dan demi nama-nama-Mu yang baik, dan demi nama-Mu Yang Agung dan Yang Diagungkan, yang tinggi, yang jika aku memohon dikabulkan, jika aku meminta maka diberikan, dan demi Engkau Ya Allah 3x, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, dan orang Islam seluruhnya. Ya Allah perbaikilah kerusakan hati kami, terangilah hati kami dengan cahaya ma’rifat-Mu wahai zat Yang Termulia. Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami semuanya baik yang dahulu maupun yang akan datang, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, Engkau Maha Mengetahui semuanya wahai Tuhan Penguasa alam. Ya Tuhan kami, angkatlah penutup dari hati kami, gelapnya buta, syirik yang tersembunyi maupun yang nyata, dan

121

terangilah penglihatan kami dengan cahaya pengetahuan (ma’rifat)-Mu, siramilah kami (bagai santuhan) dengan rasa cinta-Mu, dan bukakanlah (mata) kami seperti terbuka (mata)nya orang-orang yang bijaksana. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami mohon kepada-Mu...

\ص.۱۹۱ \ يا ألله يا ألله يا ألله أن تجعلنا من المقبولين المسرورين الفرحين المستبشرين من الذين ل خوف عليهم ول هم يحزنون وأن تجعلنا فى اآلخرة من اآلمنين. ربنا ل تؤاخذنا إن نسينا أو أخطأنا ربنا ول تحمل علينا إصرا كما لنا ما ل طاقة لنا به حملته على الذين من قبلنا ربنا ول تحم

واعف عنا واغفر لنا وارحمنا أنت مولنا فانصرنا على القوم الكافرين. ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين. ربنا ل تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب لنا من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب. ربنا آتنا فى الدنيا حسنة وفى اآلخرة حسنة وقنا عذاب النار وعذاب القبر وعذاب الفقر

در وسوء الحساب. اللهم اغفر لنا ولوالدينا رب وضيق الصارحمهما كما ربيانى صغيرا ولمن علمنا ولمن سمعنا ولمن

حضرنا ولمن غاب عنا ولمن فيك حسنا ولمن أوصانا بالدعاء ولمن أخذ على يدنا ولمن أخذنا على يده ولجميع المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الحياء منهم والموات

122

احمين. إنك سميع قريب مجيب الدعوات برحمتك يا أرحم الررك ومن النفاق ومن الحقد ر قلوبنا من الشك والش اللهم أن تطهر ياء والسمعة وأن تطه والحسود ومن العجب والكبر ومن الرقلوبنا من الشراك الخفي والجلي وأن تفتح علينا فى المكاشفة والمشاهدة والمعانية وأن تشغلنا لك يا رب العالمين. اللهم إنا

لة وأزكى التسليم نسألك بحق القرآن العظيم وبحق أفضل الصل تدع. اللهم لنا وفقنا هذا وفى ساعتنا هذه وفى قراءة هذا

جته ول عيبا إل سترته ا إل فر الكتاب ذنبا إل غفرته ول همول دينا إل قضيته وأديته ول مريضا إل عافيته وشفيته ول أسيرا إل فكيته ول مسافرا إل وديته ول مسلما ول سلطانا

مسلما إل نصرته ول جبارا عنيدا إل أخذته(.....)ول حاجة من حوائج الدنيا واآلخرة لك فيها رضا ولنا فيها صلحا إل قضيتها بجود منك يا أكرم الكرمين. اللهم صلى على سيدنا د كما صليت على إبراهيم ي وعلى آل محم د النبي الم محمي وعلى آل د النبي الم وعلى آل إبراهيم وبارك على محم

د كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم فى العالمين محمد فى إنك حميد مجيد. اللهم صل على سيدنا ومولنا محم

د فى اآلخرين وصل لين وصل على سيدنا ومولنا محم الود فى النبي وصل على سيدنا ومولنا وسلم على سيدنا محم

د فى د فى المرسلين وصل وسلم على سيدنا ومولنا محم محم

123

ين. اللهم صل على سيدنا ومولنا الملء العلى إلى يوم الدد وعلى آله وصحبه وعلى جميع النبياء والمرسلين محم

الحين وعلى بين وعلى الولياء والص وعلى ملئكتك المقرا يصفون ة عم أهل طاعتك أجمعين. سبحان ربك رب العز

وسلم على المرسلين والحمد لله رب العالمين. تم وكان الفراغ من الكتاب هذا يوم الثلثاء إحدى وعشرين فى شهر

ل المعظم تاريخه سنة ۱۱۵٤. وصلى الله على ربيع الود وآله وصحبه أجمعين، بخط الفقير إلى الله عبد سيدنا محم

واب. الله ابن عبد القهار الجاوي، والله أعلم بالص

/halaman 191/ Ya Allah, Ya Allah, Ya Allah, semoga Engkau menjadikan kami (termasuk) orang-orang yang dikabulkan, senang, gembira dengan kabar baik, mereka yang tidak pernah takut dan tidak pernah sedih, dan semoga Engkau menjadikan kami di akherat nanti termasuk orang-orang yang beriman. Ya Tuhan kami, janganlah Kau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau bebankan kepada kami beban yang berat, sebagaimana engkau bebankan kepada orang-orang yang sebelum kami. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau pikulkan kepada kami apa yang tak sanggup kami memikulnya, Beri maaflah kami, ampunilah kami, dan rahmatilah kami, Engkaulah Penolong kami, maka tolonglah kami

124

terhadap kaum yang kafir. Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mendzalimi diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan tidak mengasihi kami, maka sungguh kami termasuk orang-orang yang merugi. Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu; karena sesungguhnya Engkau lah Maha Pemberi (karunia). Ya Tuhan kami, berikanlah kepada kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akherat, dan jauhkanlah kami dari siksa api neraka, siksa dalam kubur, siksa kefakiran, dada yang sempit dan jelek (buruk)nya perhitungan (hisab). Ya Allah, ampunilah aku dan kedua orang tuaku, Ya Tuhan ku, kasihanilah keduanya seperti keduanya menyayangiku ketika aku masih kecil, dan (ampunilah) orang yang telah mengajari kami, dan untuk orang yang kami telah mendengar darinya, dan untuk orang yang kami telah hadir kepadanya, dan untuk orang yang kami telah gha’ib darinya, dan untuk orang yang telah Engkau beri kebaikan padanya, dan untuk orang yang telah kami wasiatkan dengan do’a, dan untuk orang yang telah mengambil dari tangan kita, dan untuk orang yang kita telah mengambil dari tangannya, dan untuk semua kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar, Maha

125

Dekat, Maha Mengabulkan do-a-doa, karena rahmat-Mu wahai Yang Paling Sayang terhadap orang-orang yang disayangi. Ya Allah, bersihkanlah hati kami dari segala rasa syak (ragu-ragu), perbuatan syirik, munafik, dengki, hasud (iri hati), bangga, sombong, riya’ dan sum’ah (suka mendengar omongan jelek orang lain). Dan bersihkanlah hati kami dari syirik baik yang tersembunyi maupun yang nyata. Bukakanlah atas kami tabir (mukasyafah), persaksian (musyahadah), dan kebersamaan (ma’aniyah), dan sibukkanlah diriku untuk-Mu Ya Tuhan penguasa alam. Ya Tuhan ku, sesungguhnya kami meminta kepada-Mu karena al-Qur’an yang agung itu haq, dan karena keuatamaan shalat, dan kesucian salam itu haq, janganlah Engkau tolak. Ya Tuhan kami, bagi kami persetujuan ini dan pada waktu ini, dan dalam pembacaan kitab ini (al-Qur’an), jika ada kesalahan, jangan lah engkau biarkan dosa kami kecuali engkau beri ampunannya, tak ada keraguan kecuali Engkau beri jalan keluarnya, tak ada ‘aib kecuali Engkau menutupinya, tak ada hutang kecuali Engkau menunaikannya, tak ada penyakit kecuali engkau menyembuhkannya, tak ada tawanan kecuali engkau membebaskannya, tak ada musafir (bepergian) kecuali engkau menitipkannya, tak ada orang Islam dan dan pemimpin yang muslim kecuali Engkau menolongnya, dan tak ada sekutu kecuali engkau mengambilnya, dan

126

tak ada kebutuhan dari kebutuhan-kebutuhan dunia dan akherat yang Engkau ridla’i dan membawa kemaslahatan kecuali Engkau menunaikannya, karena kebaikanmu wahai Yang paling Mulia diantara orang-orang yang dimuliakan. Ya Tuhanku, curahkanlah salawat kepada tuan kita Muhammad, Nabi yang ummi, dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau bersalawat kepada Ibrahim dan keluarganya. Dan berkahilah Muhammad, Nabi yang ummi, dan untuk keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim dan keluarganya, sesungguhnya di alam raya ini Engkau Maha Terpuji dan Maha Yang dipuji. Ya Allah curahkanlah salawat kepada tuan dan junjungan kita Muhammad pada permulaan, dan curahkanlah salawat kepada tuan kita Muhammad pada akhirnya, dan curahkanlah salawat dan keselamatan kepada tuan kita Muhammad sebagai Nabi, surahkanlah salawat dan salam kepada tuan kita Muhammad sebagai pemimpin Rasul (utusan), curahlanlah salawat dan salam kepada tuan dan junjungan kita Muhammad sebagai pimpinan hingga hari yang dijanjikan. Ya Tuhan ku, curahkanlah salawat dan salam untuk tuan dan jujungan kita Muhammad, dan untuk keluarganya, sahabat-sahabatnya, dan untuk semua Nabi dan Rasul, dan untuk para Malaikat-Mu yang dekat, dan untuk para wali dan orang-orang shaleh, dan untuk semua orang yang taat kepada-Mu. Maha Suci Tuhan mu,

127

Tuhan yang bersih dari segala apa yang mereka sifatkan, dan semoga keselamatan tetap tercurah kepada para Rasul, segala puji hanya bagi Allah, Tuhan Penguasa Alam. Telah selesai penulisan kitab ini pada hari Selasa, tanggal 21 Rabi’ul Awwal yang agung tahun 1154 Hijriyyah. Semoga Allah tetap bersalawat kepada tuan kita Muhammad, kepada keluarganya, dan untuk seluruh sahabatnya. Ditulis oleh al-faqir kepada Allah ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Jawi, dan Allah lebih mengetahui atas kebenarannya.

129

BAB IV

KAJIAN ISI DAN KONTEKS NASKAH FAFTA

A. GAMBARAN UMUM ISI TEKS FAFTASecara ringkas teks FAFTA itu berisi penjelasan secara mendetail tatacara berdzikir, terutama dalam praktek pembacaan kalimat thayyibah “lā ilāha illallāh”, syarat yang harus dipenuhi sebelum berdzikir, nash-nash qath’i dasar berdzikir dan korelasinya dengan ajaran tauhid serta hubungannya dengan praktek hidup keseharian. Teks dimulai dengan basmalah, puji-pujian kepada Allah dan bersalawat kepada Nabi Muhammad saw. beserta keluarganya. Dilanjutkan dengan ungkapan syahādat kepada Allah dan Rasul-Nya. Kemudian disinggung latar belakang penyalinan/penyaduran teks FAFTA, maksud, dan tujuannya. Pengarang teks FAFTA ini, Syekh ‘Abdul Wahab bin ‘Abdul Ghani bin ‘Abdullah menyatakan bahwa tujuan ia menulis karya singkat ini adalah untuk menjelaskan

130

keutamaan tahlil dan zikir agar para murid tarekatnya mendapat kemudahan dalam mendekatkan diri kepada Allah baik secara sembunyi-sembunyi (sirr) maupun dalam keadaan ramai (jahr).

1. Sistematika Pembahasan FAFTABahasan dibagi menjadi tiga bab, tiap bab terdiri dari tiga pasal. Secara singkat terangkum dalam uraian berikut ini:

• Bab pertama menjelaskan keutamaan kalimat lā ilāha illallāh. Pasal satu berisi penjelasan tentang balasan dan pahala untuk para pengamal kalimat tahlil serta upaya mendekatkan diri (taqarrub) pada Allah. Dalam menjelaskan hal ini, pengarang memperkuatnya dengan mengutip berbagai ayat al-Qur’an maupun hadits nabi serta ucapan para sahabat. Pasal kedua berisi penjelasan tata cara mengucapkan kalimat lā ilāha illallāh, yakni harus didasari dengan penuh keyakinan. Juga dijelaskan hakekat zikir. Pasal ketiga berisi penjelasan tentang adab tahlil dan upaya pengajarannya.

• Bab kedua menjelaskan hakekat al-zikr al-sirry dan al-zikr al-jahry serta jalan para sālikun kepada Allah. Pasal satu menjelaskan tata cara melakukan zikr sirry. Pasal kedua tentang rasa ikhlas dan mengetahui rahasia dalam hati kecil (fu’ād) dada (shadr), dan hati (qalb).

131

Pasal ketiga tentang fungsi kalimat lā ilāha illallāh, hakekat dan penguatan niat dalam mengucapkannya.

• Bab ketiga menjelaskan bimbingan untuk para murīd, adab antara syekh dan para murid pengikut tarekat Qadiriyah, serta bimbingan zikir dari shāhib al-tāj wa al-fākhir Syekh ‘Abdul Qadir Jaelani. Pasal satu menjelaskan tentang wirid, zikir dan upaya (mujāhadah) jiwa untuk mendekatkan diri kepada-Nya dengan puasa, shalat malam, dan lain-lain. Pasal kedua menjelaskan zikir, wirid-wirid, pemeliharaan waktu, membaca al-qur’an, bertasbih, beristigfar, shalawat kepada Nabi, dan lain-lain. Pasal ketiga (pada lima halaman terakhir) teks dilengkapi dengan silsilah tarekat Qadiriyah yang bersambung melalui Syekh ‘Abdul Wahab bin ‘Abdul Ghani hingga Rasulullah melalui Ali bin Abi Thalib.

2. Keutamaan zikir dengan kalimat lā ilāha illallāh Dengan mengutip pendapat gurunya, berdasarkan nash al-Qur’an maupun hadits dan perkataan sahabat, al-Bantani menjelaskan bahwa zikir yang utama adalah mengucapkan kalimat lā ilāha illallāh. Tak ada balasan yang paling tinggi dari Allah kecuali surga, bahkan bagi orang yang membiasakannya akan dapat melihat Allah dengan mata kepalanya sendiri. Balasan surga maupun kemampuan

132

melihat Allah dengan indranya sendiri tak akan mampu dicapai kecuali bagi orang yang kerap menyibukkan diri (isytighāl) dengan kalimat lā ilāha illallāh. Nabi pun bersabda bahwa orang yang kerap mengucapkan lā ilāha illallāh maka 4.000 dosa besarnya akan dihancurkan, kalaupun ia tidak memiliki dosa sebanyak itu, maka ampunan akan diberikan untuknya, kedua orang tuanya, keluarga dekatnya, dan untuk orang yang mengucapkannya. Hal itu disebabkan karena kalimat lā ilāha illallāh merupakan harga/kunci surganya Allah, pelita untuk gelapnya kubur, dan balasannya tak terhingga.

Berdasarkan al-Qur’an dan hadits juga dijelaskan, bahwa Allah mengangkat kalimat thayyibah lā ilāha illallāh dan derajat orang yang mengamalkannya, karena kalimat thayyibah lā ilāha illallāh tak akan mampu menempati ’arsy, sehingga tatkala seorang hamba mengucapkannya, ucapan tiap kalimat itu diumpamakan keluar dan berubah menjadi seekor burung berwarna hijau kemudian terbang dan duduk di sekitar ‘arsy dan terus-menerus bertasbih kepada Allah sambil berdoa memohon ampunan untuk pembacanya.

3. Konsep dan Tatacara Zikir menurut Syekh ‘Abdullah bin ‘Abdul QaharDalam mengucapkan kalimat thayyibah seorang mukmin harus memulainya dengan niat penuh keyakinan kepada

133

Allah. Hakekat bacaan zikr lā ilāha illallāh juga harus dimengerti sepenuhnya; yakni tatkala mengucap kalimatل berarti meniadakan semua yang berhak disembah kecuali Allah, maka kala itu seseorang harus mengarahkan semua perhatiannya dengan penuh konsentrasi hingga dalam hati sehingga yakin bahwa tak kan ada yang dapat (أن يتوجه بقلبه)memberi dan menolak, menyampaikan dan memutus, memberi mudharat maupun manfaat, kecuali hanya Allah. Keyakinan yang dimaksud adalah tauhid bahwasanya Allah suci dari segala sifat kemanusiaan, kebendaan, dan sifat semua makhluk. Tidak ada sekutu, tak ada yang menyamai dan menyerupai-Nya. Jadi kalimat lā ilāha illallāh itu harus diucapkan dari hati yang terdalam dengan ikhlas dan suci Menurut para sufi, ikhlas yang dimasud .(خالصا مخلصا من قلبه)adalah memutus segala sesuatu yang selain-Nya, sehingga tidak takut dan tidak mengharap kecuali kepada-Nya. Tidak ada balasan ucapan lā ilāha illallāh kecuali surga, dan surga yang dimaksud adalah berjumpa dengan Allah.

Zikir dengan mengucap lā ilāha illallāh harus dilakukan dengan tatacara sebagai berikut: seorang mukmin hendaknya mengarahkan wajah, hati, dan seluruh anggota tubuhnya untuk Allah dan menolak yang lainnya, serta menutup matanya. Seranya mengucapkan kalimat ل, maksudnya mengeluarkan ungkapan penolakan dari dalam hati (terletak di bawah payudara bagian kiri) hingga hatinya

134

mendengar. Bersamaan dengan itu, kepala digelengkan (diputar) ke sebelah kanan. Kemudian dilanjut dengan mengucap إله , sambil menggelengkan (memutar) kepala ke sebelah kiri hingga kembali ke hati, dengan diakhiri ucapan الله sambil menguatkan dan menyakinkan dalam hati إل ungkapan إل الله tersebut. Maksud isyarat gerakan memutar/menggelengkan kepala bagi ulama sufi adalah menolak untuk menyembah dan meniadakan tuhan-tuhan selain Allah. Hal ini didasarkan dari hadits Nabi saw..:

م وجهه أنه قال: عن علي ابن أبى طالب رضي الله عنه وكربنى إلى الله ! وفى رواية قلت يارسول الله علمنى عمل يقرأقرب الطرق إلى الله، فقال اآل أعلمك كلمات اعطيت بهن

ة، قلت وما ذاك يارسول الله؟ فقال: أغلق الباب واجلس النبوه بقلبك فأقول أنا واسمع منى بين يدي واغمض عينيك وتوج

ر النبي صلى الله عليه وسلم آل إله إل الله ثلثا وأنصت، فكرلبى ثم قال لى: قل وأنا أسمعها منك فقلتها فسمعته بسمعى وبق

ثلثا وفتح لى ما فتح فى تلك التكرار وذقت ماذقت

Artinya: Dari ‘Ali bin Abi Thalib (semoga Allah meridla’inya dan memuliakan wajahnya) berkata: “Aku katakan kepada Rasulullah, wahai Rasulullah! Ajarkan kepadaku sebuah amalan yang dapat mendekatkan diriku kepada Allah.” Dalam riwayat lain disebutkan, jalan

135

terdekat kepada Allah. Lalu Rasulullah bersabda: “Maukah kamu aku ajarkan kalimat-kalimat yang aku dengannya diberikan kenabian. Lalu aku berkata: “Kalimat apakah itu wahai Rasulullah?” Maka Rasulullah bersabda: “Tutuplah pintu, lalu duduklah dihadapan ku, kemudian tutup kedua mata mu, lalu menghadaplah dengan hatimu, lalu aku katakan: Aku, dengarkan yang dariku, diamlah. Kemudian Nabi mengulang-ulang kalimat la Ilaha Illallaah tiga kali. Maka aku mendengarkannya dengan telinga dan hatiku, lalu Nabi berkata kepadaku: “Ucapkanlah, dan aku mendengarkannya dari mu”. Maka aku ucapkan (kalimat tersebut) tiga kali, lalu beliau membukakan untuk ku, sebagaimana beliau membukakan pengulangan tersebut. Lalu aku merasakan sebagai mana engkau merasakan”.

Selain zikir dengan mengucap kalimat thayyibah, juga sangat dianjurkan memperbanyak bacaan salawat kepada Nabi saw., karena Nabi akan memberikan syafaat kepada mereka yang senantiasa membaca salawat kepadanya. Keutamaan membaca salawat ini dijelaskan oleh pengarang dengan memperkuatnya dengan dalil-dalil baik dari al-Qur’an, hadits, maupun qaul sahabat (khabar). Selain itu, penjelasan juga dilengkapi dengan beberapa hikayat yang diriwayatkan oleh para sahabat tentang keutamaan membaca salawat kepada Nabi saw.

136

Lebih spesifik lagi, al-Bantani menjelaskan bahwa adab berzikir itu ada 20; 5 hal dilakukan sebelum berzikir, 12 hal ketika berzikir, dan 3 hal usai berzikir. Uraian lebih lengkapnya adalah sebagai berikut: 1) Bertaubat; maksudnya meninggalkan segala yang tidak

berguna; baik perkataan, perbuatan, maupun kehendak (niat).

2) Mandi dan berwudlu. 3) Diam sambil konsentrasi dimana hatinya difokuskan

kepada Allah dengan berzikir tanpa suara sehingga tak ada lagi rasa kecuali menyatu dengan Allah, sementara lisannya diarahkan untuk disejajarkan dengan rasa hati sambil mengucapkan

الله (4 إل إله Meminta (dalam hati) pertolongan .ل (bertawassul) kepada syaikhnya.

5) Meyakini bahwa bantuan syaikh merupakan bantuan Nabi saw. Sedangkan 12 hal ketika berzikir adalah:

6) Duduk di tempat yang suci; 7) Meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha; 8) Memberi wewangian tempat berzikir, termasuk pakaian

yang dipakai; 9) Memakai pakaian yang baik dan halal; 10) Jika mungkin, dilakukan di tempat yang gelap; 11) Menutup kedua mata untuk mempertajam indra fisik,

sebaliknya dengan memejamkan mata melatih mata hati;

137

12) Membayangkan bayangan syaikh; 13) Jujur/benar dalam berzikir, baik secara sendirian

maupun kala bersama-sama; 14) Ikhlash, yakni meluruskan dan membersihkan

perbuatan dari segala harapan memperoleh pahala; 15) Menggunakan lafadz ل إله إل الله dalam berzikir; 16) Menghadirkan makna zikir dalam hati seberlawanan

dengan derajat zikir yang makin meningkat rasa dan kualitasnya;

17) Menolak semua ada dalam hati kecuali Allah;

sedangkan tiga hal terakhir setelah berzikir adalah: 1) Menenangkan diri, menghadirkan rasa takut (khusyu’)

dalam hati, terus berlatih dan berupaya hingga minimal 30 tahun;

2) Mewajibkan diri terus-menerus melakukan segala kewajiban;

3) Minum air sesudahnya.

4. Tingkatan ZikirMenurut ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar, zikir berarti bersih dari segala kelalaain dan sifat lupa (التخلص من الغفلة والنسيان). Anjuran untuk melakukannya tertera dalam firman Allah yang berbunyi: ... واذكر ربك إذا نسيت dst. Dalam hal ini zikir terbagi menjadi 3 macam:

138

a. Zikir Dhahir (الظاهر ,yakni berupa pujian, doa ;(الذنر dan perbuatan nyata disertai upaya menghadirkan konsentrasi substansi yang kita ucapkan. Bacaan pujian yang masyhur berupa bacaan إله ول لله والحمد الله سبحان Adapun . إل الله والله أكبر ول حول ول قوة إل بالله العلي العظيمbacaan yang utama adalah kalimat ل إله إل الله, sedangkan bacaan doa yang disukai para sufi adalah تؤاخذنا ربنا ل لنا من لدنك إن نسينا أو أخطانا ربنا ل تزغ قلوبنا بعد إذ هديتنا وهب -Sedangkan shalat dan membaca al . رحمة إنك أنت الوهابQur’an pada hakekatnya juga merupakan zikir, karena didalam melakukannya dituntut untuk menghadirkan hati, pikiran, konsentrasi penuh kepada Allah semata.

b. Zikir Khafi (الخفي yakni bersih dari segala ;(الذكر kelemahan dan keabadian bendawi sambil senantiasa menghadirkan apa yang wajib diingat dalam hati (yakni Allah) bahkan hingga lebih dalam lagi (hingga ke sumsum) di tempat tersembunyi, dalam upaya berjumpa dengan Allah, sehingga tercapai mukasyafah, mukallamah, bahkan munajat kepada Allah.

c. Zikir Hakiki (الذكر الحقيقى) ;zikr yang sebenarnya kepada Allah, yakni bersatunya si penzikir dengan Yang diingat (Yang dizikirkan). Oleh sebagian ulama sufi zikir ini disebut juga dengan istilah ittihad.

139

5. Silsilah Tarekat QadiriyahPada bagian akhir teks FAFTA dijumpai silsilah tarekat Qadiriyah yang menghubungkan Syekh ‘Abdullah bin Abdul Qahhar dengan gurunya yang juga pengarang kitab ini, yakni Syekh ‘Abdul Wahab bin ‘Abdul Ghani, di mana gurunya ini memiliki otoritas mengajarkan tarekat tersebut dari gurunya (alm.) Syekh ‘Izhmatullah bin Shaleh, dari Syekh Muhyiddin bin Syekh Syarifuddin bin al-Qadhi Mahmud bin ‘Abdul Latif bin Jamal al-Quraisy al-‘Abbasy hingga tersambung ke Syekh ‘Abdul Qadir Jailani.

Selain melalui jalur tersebut, Syekh ‘Abdul Wahab bin ‘Abdul Ghani juga memperoleh ijazah dan otoritas tarekat Qadiriyah di samping kiri mimbar Masjid Quba di Madinah tahun 1085H., dari Imam masjid Quba, Syekh Shaleh bin Ahmad al-Mithry al-Yamany, dari (alm.) Muhanna al-Hadrami, dari Sayyid Salim Syaikhani ba ‘Alawy, dari Sayyid Shibghatullah bin Sayyid Ruhullah, dari Syekh Wajih al-Din al-‘Alawy, dari Syekh Muhammad Ghauts, dari Imam al-Haj Hadzur, dari Syekh Hidayatullah Sarmat, dari Syekh Muhammad Alauddin, dari Syekh’Abdul Wahab al-Qadiry, dari Syekh ‘Abdul Rauf al-Qadiry, dari Syekh Mahmud al-Qadiry, dari Syekh ‘Abdul Gaffar al-Shiddiqy, dari Syekh Muhammad al-Qadiry, dari Syekh ‘Ali al-Husainy, dari Syekh Ja’far bin Ahmad al-Husainy, dari Syekh Ibrahim al-Husainy, dari Syekh ‘Abdullah al-

140

Qadiry, dari Syekh ‘Abdul Razzaq al-Qadiry, dari ayahnya Qutb al-Aqtab wa Sultan al-Awliya wa al-Mahbub al-Rabbany Syekh Muhyiddin Abdul Qadir al-Jailany, dari Imam Abu Sa’id al-Mubarak bin Ali bin Muhsin bin Bandar al-Baghdadi al-Makhzumi, dari Syekh Abi al-Hasan Ali bin Ahmad bin Yusuf al-Hakkary al-Qurasy, dari Abu al-Farj Muhammad bin ‘Abdullah al-Thurtusy, dari Abu al-Fadhl ‘Abdul Wahid bin ‘Abdul Aziz al-Tamimy, dari ayahnya Syekh ‘Abdul Aziz al-Tamimy, dari Syekh Abu Bakr al-Syibly, dari Syekh Abu al-Qasim al-Junaidy bin Muhammad al-Bagdadi, dari Sirry al-Saqathi, dan dari jalan lalin melalui Ma’ruf al-Karkhy, dari Daud al-Thayy, dari Khasim al-Ajamy, dari Hasan Bashri, dari Ibnu Husain Ali bin Abi Thalib, dari Nabi Muhammad saw.

Atau Imam Hasan Bashri dari imam Ali bin Musa al-Ridla, dari imam Musa al-Kazhim, dari Imam Ja’far al-Shadiq, dari imam Muhammad al-Baqir, dari imam Ali Zainal ‘Abidin, dari imam Husein al-Syahid, dari ayahnya, Ali bin Abu Thalib, dari Nabi Muhammad saw.

B. KONTEKS KELAHIRAN NASKAH DAN TUJUAN PENULISAN/PENYALINAN1. Konteks HistorisPada abad ke-18 meski secara politis kesultanan Banten mulai memasuki masa kemundurannya, karena mulai dikuasai

141

oleh Belanda secara ekonomi dan politik, namun pendidikan agama Islam tetap masih mengalami perkembangan, terutama pada masa Sultan Abu Nasr bin Muhammad Zainal ‘Asyiqin (1753—1777) dan masa putranya, Sultan Abul Mafakhir Muhammad Aliyuddin (1777—1799). Sejak abad ke-16, Sultan sengaja mendatangkan para ulama terkenal dari Aceh dan India untuk kepentingan pendidikan para prajurit dan dakwah Islamiyah (Michrob dan Chudori, 1993:101). Peranan tersebut terus berlangsung hingga abad ke-18, meski secara politis Banten kemudian memasuki masa kemunduran.

Naskah yang berjudul Majmū’at al-Kutub kumpulan karya salinan Syekh Abdullah bin Abdul Qahar al-Bantani cukup menarik untuk dikaji, mengingat naskah tersebut ditulis oleh al-Bantani sewaktu ia belajar di Makkah. Naskah yang berisi 16 teks itu tampaknya merupakan catatan, saduran, ataupun ringkasan dari berbagai karya para ulama—yang sebagian menjadi gurunya langsung ketika belajar—pada masanya, menyangkut berbagai bidang ilmu yang ia tekuni selama bermukim di Makkah. Teks Futūh al-Asrār fi Fadhā’il at-Tahlīl wa al-Adzkār (FAFTA) adalah teks yang ia salin sendiri dengan aksara dan bahasa Arab.

Berdasarkan keterangan al-Bantani sendiri yang ditulisnya dalam pembukaan teks FAFTA ini, bahwa teks ini merupakan saduran atau nukilan dari karya gurunya yang

142

bernama ‘Abd al-Wahab bin ‘Abd al-Ghani bin Abdullah. Teks ini ditulis karena bertujuan untuk mempermudah para murid penganut tarekat, khususnya tarekat Qadiriyah, dalam memahami keutamaan dzikir dan tahlil (maksudnya kalimat “Lā Ilāha Illa Allāh”) baik yang dilafalkan dengan bersuara (Jahr) maupun dengan pelan/tanpa suara keras (sirr).

Secara historis, tujuh puluh tahun pasca meninggalnya Sultan Ageng Tirtayasa dan Syekh Yusuf al-Makassari sering disebut sebagai masa historiographical gap dalam sejarah tarekat Qadiriyah di Banten, karena minimnya data sejarah yang dapat diandalkan untuk mengindentifikasikan fakta bahwa tarekat Qadiriyah masih memiliki perkembangan dinamis dan memiliki pengaruh kuat dikalangan elit aristokrasi Banten.

Belakangan, penelitian M. Hudaeri, dkk. menemukan sebuah naskah Banten yang ditulis sekitar tahun 1186H/1772M. yang disimpan di perpustakaan Universitas Leiden. Naskah yang dimaksud adalah naskah berkode nomor Cod.Or 1842 dengan judul Risalah Qadiriah. Naskah berisi teks yang menjelaskan istilah-istilah tasawuf, metode zikir, dan pentingnya ketaatan kepada para syekh sufi. Menjelang bagian akhir naskah terdapat anjuran membaca Fatihah yang khusus dihadiahkan untuk para syekh tarekat. Teks diakhiri dengan keterangan bahwa

143

Sultan Abu Nasr Muhammad Arif Zainal ‘Asyiqin (1753—1777) telah diberi ijazah oleh seorang syekh Makkah sebagai bukti otoritas untuk mengajarkan apa yang terdapat dalam naskah tersebut. Lebih jelasnya, dalam kolofon tersebut disebut al-khalifah al-Sultan ibn al-Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arifin al-‘Asyiqin al-Qadiri al-Alwani al-Rifa’i, al-Bantani al-Syafi’i. Keberadaan naskah ini agaknya memperkuat bukti keberadaan dan pengaruh tarekat Qadiriah di kesultanan Banten pada abad ke-18. sedangkan teks FAFTA merupakan rujukan awal dari mana asal-muasal inisiasi tarekat Qadiriyah itu diperoleh Syekh ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar yang kemudian merupakan ulama kepercayaan Sultan Abu Nasr Zainal ‘Asyiqin tadi.

2. Kontek Inter TeksPelacakan terhadap tokoh ‘Abd al-Wahab bin ‘Abd al-Ghani bin Abdullah, dalam hal ini menjadi penting, untuk merekonstruksi ide-ide awal maupun pemikiran yang sempat dituangkan dalam karyanya. Data sementara yang baru penulis peroleh berupa keberadaan naskah yang berjudul al-Anwār al-Ilāhiyyah fi Sharh Muqaddimat al-Sanusiyyah, karya ‘Abd al-Ghani bin ‘Abd al-Ghani al-Nablusi. Naskah setebal 143 halaman dan berukuran 6,5x4,3 inchi tersebut merupakan naskah Arab koleksi perpustakaan ISTAC Malaysia dengan kode MSS. Arabic 4

144

(1) 188. Naskah tersebut mengandung empat teks, masing-masing berjudul 1) Al-Anwār al-Ilāhiyyah fi Muqaddimat al-Sanusiyyah

(hlm. 1—47); 2) Al-Lathā’if al-Unsiyyah ‘alā Nazhm al-‘Aqidat al-

Sanusiyyah (hlm. 48—85); 3) Risālat Syaiqal al-Sudūr wa Jalā al-Qulūb Balkali

(hlm. 86—138); dan 4) Al-Maqāshid al-Mumahhasah fi Bayāni Kay al-

Hirmasah (hlm. 139—143).

Dalam menulis karya ini, ‘Abdul Wahab bin ‘Abdul Ghani terkadang mengutip karya ulama lainnya seperti dari kitab Tanbih al-Anam, Kanz al-Huda, Sunan Abu Daud, Sunan al-Tirmidzi, al-Mustadrak Imam Ahmad, dan lain-lain.

Selain itu, perbandingan dengan naskah Leiden Cod.Or 7327 dan Cod.Or 7337 juga memiliki keterkaitan yang lebih kuat, khususnya dalam masalah pelacakan sejarah silsilah para guru tarekat al-Bantani sewaktu masih menimba ilmu di Makkah. Namun karena keterbatasan waktu dan biaya, hingga kini pelacakan data tersebut belum dapat dilakukan. Apalagi informasi sementara yang saya dapatkan, bahwa ’Abd al-Wahhab bin ’Abd al-Ghani itu berasal dari India, bukan Abd al-Ghani yang berasal dari Nablus. Jadi

145

pelacakan ini masih harus didalami kembali lebih lanjut. Dalam hal ini, Bruinessen (1994) pernah membaca naskah Cod.Or 7327, di mana silsilah tarekat Shattariyah Syekh ’Abdullah bin ’Abdul Qahhar terhubung melalui imam Muhammad al-Thabari, dari Syekh ’Abdul Wahhab bin ’Abdul Ghani al-Hindi, dari Syekh Shaleh Khatib, dan dari Syekh Ahmad al-Qushashi.

147

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULANSetelah dilakukan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. FAFTA adalah salah satu dari 16 teks yang ada dalam kumpulan naskah koleksi PNRI nomor A.131 (a—o). Naskah ini diberi judul Majmū’at al-Kutub, terdiri dari 251 halaman. Teks FAFTA sendiri adalah teks yang ke-9 dari 16 teks tersebut. Secara fisik naskah itu berukuran sampul 22x16 cm, dan ukuran halamannya 20,5x15,5 cm, sedangkan teksnya berukuran 17,5x11 cm. Setiap halaman terdiri atas 14—24 baris. Keadaan naskah cukup baik, karena naskah dijilid rapi dan diberi kotak pelindung berwarna putih, meski sebagian kertasnya telah berlubang-lubang kecil karena dimakan serangga. Sampul naskah terbuat dari kertas karton duplek warna coklat bermotif lurik. Penomoran halaman naskah

148

tampaknya diberikan oleh orang lain, yaitu dengan pensil warna biru, dan ditulis dengan angka Arab 1—251. Alas naskah terbuat dari kertas Eropa, dengan cap kertas (watermark) Vanderley, dan countermark CCC. Naskah ditulis dengan menggunakan bahasa dan aksara Arab tanpa tanda vokal (harakat). Tinta yang digunakan berwarna hitam, kecuali pada rubrikasi berwarna merah. Khat yang digunakan menggunakan gaya khat naskhi dan sebagian riq’ah. Sebagian halaman naskah telah dilaminasi/dilakukan perbaikan karena rusak, namun tulisannya tetap dapat terbaca dengan baik.

2. Sebagaimana dinyatakan oleh pengarangnya sendiri, Syekh Abdul Wahab bin ’Abdul Ghani, bahwa teks FAFTA ini ditulis untuk menjelaskan keutamaan tahlil dan zikir agar para murid tarekatnya mendapat kemudahan dalam mendekatkan diri kepada Allah baik secara sembunyi-sembunyi (sirr) maupun dalam keadaan ramai (jahr). Sedangkan motif penyalinan yang dilakukan oleh Syekh ’Abdullah bin ’Abdul Qahar al-Bantani adalah untuk membuktikan bahwa silsilat terekat Qadiriyah yang ia inisiasi itu legal dan tersambung langsung dengan Syekh Tarekat Qadiriyah di Madinah kala ia belajar di Makkah selama tiga tahun. Melalui ijazah dan inisiasi resmi inilah kemudian ia

149

menyebarkannya kepada Sultan Banten sekembalinya ke tanah airnya.

3. Keberadaan naskah ini agaknya memperkuat bukti keberadaan dan pengaruh tarekat Qadiriah di kesultanan Banten pada abad ke-18. Sedangkan teks FAFTA merupakan rujukan awal dari mana asal-muasal inisiasi tarekat Qadiriyah itu diperoleh Syekh ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar yang kemudian merupakan ulama kepercayaan Sultan Abu Nasr Zainal ‘Asyiqin. Wallahu ‘A’lam bi al-Shawab.

B. SARAN-SARANPenelusuran terhadap karya-karya ulama Nusantara, khususnya ulama Banten, perlu terus dilakukan agar jejak sejarah intelektual dan pemikiran mereka dapat kita pelajari untuk kemudian kita kembangkan dan sebarkan kepada masyarakat yang tidak mampu mengaksesnya secara langsung. Ketidaktahuan masyarakat di masa kini akan kekayaan khazanah intelektual dan pemikiran ulama-ulama kita terdahulu kebanyakan disebabkan karena faktor sulitnya mengakses dan ketidakpahaman terhadap bahasa yang digunakan di zaman lampau yang kebanyakan menggunakan bahasa dan aksara yang saat ini sudah tidak umum digunakan oleh masyarakat Indonesia seperti: Arab,

150

Melayu, Jawa Kuno, dan sebagainya. Oleh karenanya, upaya melakukan kaji ulang dalam kontek historis dan kekinian mutlak dilakukan sejak saat ini, agar kita tidak tercerabut dari masa lalu dan nenek moyang kita sendiri. Semoga.

151

DAFTAR PUSTAKA

MANUSCRIPTSal-Bantani, ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar, Fath al-Mulk li

Yasila ilā Malik al-Mulk ‘Alā Qā’idah Ahli Sulūk, (MS. Koleksi PNRI, Nomor: A.111)

____________, Masyāhid al-Nāsik fī Maqām al-Sālik, (MS. Koleksi PNRI Nomor: A. 31d)

____________, Futūh al-Asrār fi Fadhā’il at-Tahlīl wa al-Adzkar, (MS Koleksi PNRI. Nomor: A.131_i)

BUKU-BUKUAtsushi, Ota, Changes of Regime and Social Dynamics

in West Java: Society, State, and the Outer World of Banten, 1750—1830, (Netherlands: Brill Leiden-Boston, 2006)

Baried, Baroroh et al, Pengantar Teori Filologi, (Yogyakarta: Badan Penelitian dan Publikasi Fakultas (BPPF) Seksi Filologi, Fakultas Sastra UGM, 1994)

152

Berg, L.W.C. van den dan Friederich, R., Codicum Arabicorum in Bibliotheca Societatis Artium et Scientatiarum Quae Bataviae Floret Asservatorum Catalogum, (Den Haag: Witj & Nijhoff, 1873)

Brockelmann, Carl, Geschicte der Arabiscen Literatur, vol 1 & II, (Leiden: E.J. Brill, 1949)

Bruinessen, Martin van, Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, Cet. Ke-3, (Bandung: Penerbit Mizan, 1999)

Christomy, Tommy, “Ta’lif Shaykhuna al-Shaykh Haji ‘Abd Allah Ibn ‘Abd al-Qahhar al-Shattari al-Bantani dalam naskah Maranao, Lanau del Sur-Mindanau” dalam Titik Pudjiastuti & Tommy Christomy, Teks, Naskah, dan Kelisanan Nusantara Festschrift untuk Prof. Achadiati Ikram, (Depok: Yayasan Pernaskahan Nusantara, 2011)

Djajadiningrat, R. A. Hoesein, Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten: Bijdrage ter Kenstscheteing van de Javaansche Geschiedschrijving, (Leiden: John Enschede en Zenen, 1913/1983)

Drewes, G.W.J and Brakel, L.F, The Poem of Hamzah Fansuri, (Dordrecht-Holland: Foris, 1986)

Ekadjati, Edy S. (Peny.), Direktori Edisi Naskah Nusantara, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia dan Manassa, 2000).

Erlina, Elyn, Abdullah bin Abdul Qahar al-Bantani: Fath al-Mulk li yasila ila Malik al-Mulk ‘Alā Qa’idah Ahli

153

Suluk, Citra Neo-Sufisme di Kesultanan Banten Abad XVIII (Suntingan Teks dan Analisis Isi), (Tesis S-2 UI, 2007, tidak diterbitkan).

Farida, Ais, al-Mawahib al-Rabbaniyyah ‘An al-As’ilah al-Jawiyyah li Muhammad ‘Ali Ibnu ‘Allan al-Shiddiqi al-Asy’ari al-Syafi’I (1588—1674): Dirasah wa Tahqiq. (Skripsi IAIN Jakarta, 1999, tidak diterbitkan).

Fathurahman, Oman, dkk., Filologi dan Islam Indonesia, (Jakarta: Kementerian Agama R.I. Balitbang dan Diklat Puslitbang Lektur Keagamaan, 2010)

Hudaeri, Muhamad, dkk., “Penyerapan Nilai-Nilai Budaya Lokal dalam Kehidupan Beragama di Banten (Studi tentang Budaya Lokal di Banten)”, dalam Harmonisasi Agama dan Budaya di Indonesia 1, (Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Jakarta, 2009), cet. 1.

Kurniawan, Ade Fakih, The Mystical thought of ‘Abdullah bin ‘Abdul Qahhar al-Bantani (an Analysis of the Masyahid al-Nasik fi Maqamat al-Salik), (Tesis Magister Univ. Paramadina, 2011, tidak diterbitkan).

Lubis, Nabilah, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta: Puslitbang Lektur Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Depag R.I., 2007)

Lubis, Nina H., Banten dalam Pergumulan Sejarah: Sultan Ulama, Jawara, (Jakarta: LP3ES, 2003)

154

Michrob, Halwani dan Chudari, A. Mujahid, Catatan Masa Lalu Banten, (Serang: Saudara Serang, 1993)

Mohammad, Noch Ebo, “Sedjarah Tjikoendoel Sareng Kantetanana”, Bogor.

Pudjiastuti, Titik, Naskah dan Studi Naskah, (Bogor: Akademia, 2006).

Rahiem, Minal ‘Aidin A., “Masyahid al-Nasik fi Maqamat al-Salik” (skripsi Sarjana pada fak. Sastra UI, 1981)

________________, “Maulana al-Sultan Abu Nasr Muhammad ‘Arif al-Din Zayn al-‘Asyiqin bin Maulana al-Marhum al-Sultan Abu Fath Muhammad Shifa’ Zayn al-’Arifin: Sebuah Rekonstruksi Riwayat Hidup dan masa Pemerintahannya di Kesultanan Banten” (laporan Penelitian OPF-UI 1992/1993, Depok:Fak Sastra UI, 1992).

________________, “Abd Allah b. ‘Abd al-Qahhar al-Bantani; Salah Seorang Ahli Tasawuf pada Kesultanan Banten Abad ke-18”, dalam Sri Sukesi Adiwimarta dkk., Pendar Pelangi: Buku Persembahan untuk Prof. Dr. Achadiati Ikram, (Jakarta: FS-UI dan Yayasan Obor Indonesia, 1997)

Raziqin, Ahmad, Masyahid al-Nasik fi Maqam al-Salik li ‘Abd Allah ibn ‘Abd al-Qahhar al-Bantani. Skripsi FA. UIN, 2003)

155

Robson, S.O., Prinsip-Prinsip Filologi Indonesia, (Jakarta: RUL, 1994)

Sudjiman, Panuti, Filologi Melayu,(Jakarta: Pustaka Jaya, 1995)

Sudrajat, Budi (2000), Al-Mawāhib al-Rabbāniyyah ‘an al-As’ilah al-Jāwiyyah: Suntingan Naskah dan Analisis Isi disertai Tinjauan Sejarah tentang Kebijakan Sultan Abul Mafakhir Mahmud Abdul Kadir (1596—1651), (Tesis S-2 UIN: 2000)

‘Ulumi, Helmi Faizi Bahrul (2009), Teks ‘Abd Allah bin ‘Abd al-Qahhar al-Bantani dalam Naskah Desa Pontang, Kab. Serang (Penelitian Lemlit IAIN “SMH” Banten, 2009, tidak diterbitkan).

Voorhoeve, P., Codices Manuscripti VII Handlist of Arabic Manuscripts in the Library of the University of Leiden ..., (1975)

156

LA

MPI

RA

N: N

aska

h Fu

tūḥ

al-A

srar

, hlm

. 136

—13

7

157

Tentang Penulis

Dr. Muhamad Shoheh, M.A. adalah Pengajar Tetap di UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Banten. Doktor alumnus Universitas Indonesia, ahli di bidang Filologi yang telah banyak melakukan

penelitian dan kajian manuskrip keislaman Nusantara, seperti di antaranya adalah buku Futuh al-Asrar fi Fadha’il at-Tahlil wa al-Adzkar karya Syekh Abdullah bin Abdul Qahhar al-Bantani ini. Sebelumnya ia telah menerbitkan buku Kitab al-Jawāhir al-Khamsah: Legasi Kitab Klasik Sepanjang Zaman dalam Konteks Kesultanan Banten. Dan, masih banyak lagi karya-karya hasil penelitiannya di bidang manuskrip keislaman Nusantara yang siap diterbitkan.

Lahir di Jakarta, 21 Januari 1971. Memulai pendidikannya di Madrasah Ibtidaiyah “Syamsul Huda”, Ciganjur. Lalu melanjutkan belajarnya di Madrasah Tsanawiyah “Darusa’adah” Ciganjur. Setelah itu melanjutkan belajarnya di Pondok Modern Gontor, Ponorogo menamatkan jenjang KMI (Kulliyatul Mu’allimin al-Islāmiyah). Setamat dari Pondok Modern Gontor, ia melanjutkan belajarnya S-1 di Fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat. Kemudian mengambil jenjang S-2 di kampus yang sama pada jurusan Sejarah Peradaban Islam.

158

Dr. Muhamad Shoheh, M.A adalah putra dari H. Saalih dan Hj. Masanih. Ia adalah putra ketujuh dari tiga belas bersaudara. Cita-citanya sejak kecil ingin menjadi “Guru”. Guru yang bisa melayani muridnya belajar, memperoleh ilmu pengetahuan dan ketrampilan, juga mampu membentuk karakter muridnya. Cita-cita itu kian menjadi lebih kuat setelah belajar di Pondok Modern Gontor. Kini, cita-cita itu sudah dicapainya. Ia terus belajar dan belajar.

Dr. Muhamad Shoheh, M.A menikah dengan Siti Jubaidah, M.A yang juga seorang Doktor di bidang Linguistik. Keluarga Doktor ini, dari pernikahannya dikaruniai dua orang putri: Rizka Humaira Dhesvina dan Aqshal Amani Azhima.

Dr. Muhammad Shoheh, M.A telah banyak melakukan penelitian manuskrip hingga ke perpustakaan-perpustakaan manca negara. Ia juga aktif terlibat dalam penelitian- penelitian, baik dalam lingkup Puslitbang Kemenag RI., pusat- pusat kajian, lembaga-lembaga pendidikan, maupun lembaga swadaya. Selain itu ia juga banyak menulis artikel ilmiah hasil penelitiannya di beberapa jurnal ilmiah nasional maupun internasional. Untuk menghubungi Dr. Muhammad Shoheh, M.A, Anda bisa kontak langsung via e-mail: [email protected] atau muhamad. [email protected].