BAB II - UIN SMH Banten Institutional Repository -

44
BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Landasan Teori 1. Konsumsi Rumah Tangga Muslim Definisi konsumsi telah lama dikenal dalam teori ekonomi yang menurut Rosyidi diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan jasa- jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Konsumsi atau lebih tepatnya pengeluaran konsumsi pribadi adalah pengeluaran oleh rumah tangga atas barang-barang akhir dan jasa. 1 Sedangkan menurut Halim pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu pengeluaran yang dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam suatu periode tertentu. 2 Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konsumsi merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga atau masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa pada periode tertentu dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan. 1.1 Fungsi Konsumsi Menurut Huda fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara tingkat pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan. Fungsi konsumsi dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut: 1 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi (Jakarta: Rajawali Press, 2006). 2 Muh. Abdul Halim, Teori Ekonomika Ed. Ke-1, Cet. Ke-1 (Tangerang: Jelajah Nusa, 2012). 21

Transcript of BAB II - UIN SMH Banten Institutional Repository -

21

BAB II

LANDASAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Konsumsi Rumah Tangga Muslim

Definisi konsumsi telah lama dikenal dalam teori ekonomi yang

menurut Rosyidi diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan jasa-

jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Konsumsi

atau lebih tepatnya pengeluaran konsumsi pribadi adalah pengeluaran oleh

rumah tangga atas barang-barang akhir dan jasa.1 Sedangkan menurut

Halim pengeluaran konsumsi rumah tangga yaitu pengeluaran yang

dilakukan oleh rumah tangga untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa

untuk kebutuhan hidup sehari-hari dalam suatu periode tertentu.2

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa konsumsi

merupakan pengeluaran yang dikeluarkan oleh rumah tangga atau

masyarakat untuk memperoleh barang dan jasa pada periode tertentu

dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan.

1.1 Fungsi Konsumsi

Menurut Huda fungsi konsumsi menunjukkan hubungan antara

tingkat pengeluaran konsumsi dengan tingkat pendapatan. Fungsi

konsumsi dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut:

1 Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi (Jakarta: Rajawali Press, 2006). 2 Muh. Abdul Halim, Teori Ekonomika Ed. Ke-1, Cet. Ke-1 (Tangerang: Jelajah Nusa, 2012).

21

22

“C = a + bY; Dimana C adalah besarnya pengeluaran konsumsi rumah

tangga, a adalah besarnya konsumsi yang tidak tergantung pada

jumlah pendapatan atau konsumsi jika tidak ada pendapatan, b adalah

hasrat marginal masyarakat untuk melakukan konsumsi, Y adalah

pendapatan disposable (pendapatan yang siap dikonsumsi) a > 0 dan 0

< b < 1”.3

1.2 Perilaku Konsumen

Menurut Machfudz konsumen adalah salah satu unit

pengambil keputusan dalam ekonomi yang bertujuan untuk

memaksimumkan keputusan dari berbagai barang atau jasa yang

dikonsumsi.4 Sedangkan menurut Miru dan Yodo konsumen adalah

pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi

kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak

untuk diperdagangkan kembali.5 Mangkunegara dalam bukunya yang

berjudul “Perilaku Konsumen” menyatakan pengertian perilaku

konsumen menurut para ahli:

a. James F. Engel et al

"Consumer behavior is defined as the acts of individuals directly

involved in obtaining and using economic good services including

the decision process that precede and determine these acts"

(Perilaku konsumen didefinisikan sebagai tindakantindakan

individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh

dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses

pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan

tindakan-tindakan tersebut)

b. David L. Loudon dan Albert J. Della Bitta

"Consumer behavior may be defined as decision process and

physical activity individuals engage in when evaluating,

acquairing, using or disposing of goods and services" (Perilaku

konsumen dapat didefinisikan sebagai proses pengambilan

keputusan dan aktivitas individu secara fisik yang dilibatkan

3 Nurul Huda, Ekonomi Makro Islam: Pendekatan Teoritis (Jakarta: Kencana, 2008). Hlm. 36 4 Masyuri Machfudz, Dasar-Dasar Ekonomi Mikro (Malang: Prestasi Pustaka, 2007). Hlm. 24 5 Ahmadi Miru and Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007). Hlm. 5

23

dalam proses mengevaluasi, memperoleh, menggunakan atau

dapat mempergunakan barang-barang dan jasa)

c. Gerald Zaltman dan Melanie Wallendorf

"Consumer behavior are acts, process and social relationship

exhibited by individuals, groups and organizations in the

obtainment, use of, and consequent experience with products,

services and other resources”. (Perilaku konsumen adalah

tindakan-tindakan, proses, dan hubungan sosial yang dilakukan

individu, kelompok dan organisasi dalam mendapatkan,

menggunakan suatu produk atau lainnya sebagai suatu akibat dari

pengalamannya dengan produk, pelayanan, dan sumber-sumber

lainnya).6

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa

perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh

individu, kelompok yang berhubungan dengan proses pengambilan

keputusan dalam mendapatkan, menggunakan barang atau jasa

ekonomis yang dapat dipengaruhi lingkungan.

Terdapat dua Faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen

menurut Mangkunegara yaitu:

a. Kekuatan Sosial Budaya

1) Faktor Budaya

Budaya adalah sebagai hasil kreativitas manusia dari satu

generasi ke generasi berikutnya yang sangat menentukan

bentuk perilaku dalam kehidupannya sebagai anggota

masyarakat. Contohnya seperti pergeseran budaya yang

begitu cepat menuntut masyarakat untuk mengikutinya.

2) Faktor Kelas Sosial

Kelas sosial didefinisikan sebagai suatu kelompok yang

terdiri dari sejumlah orang yang mempunyai kedudukan yang

seimbang dalam masyarakat. Dimana setiap masyarakat

memiliki kelas sosial yang berbeda-beda, sehingga perilaku

mereka berbeda.

3) Faktor Pengaruh Kelompok

Kelompok anutan adalah suatu kelompok orang yang dapat

mempengaruhi sikap, pendapat, norma dan perilaku

6 A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, Perilaku Konsumen (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012). Hlm. 3-4

24

konsumen. Pengaruh kelompok anutan terhadap perilaku

konsumen antara lain dalam menentukan produk dan merek

yang mereka gunakan yang sesuai dengan aspirasi kelompok.

4) Faktor Keluarga

Keluarga adalah suatu unit masyarakat terkecil yang

perilakunya sangat mempengaruhi dan menentukan dalam

pengambilan keputusan membeli. Keluarga merupakan

pengaruh terbesar dalam perilaku konsumen karena biasanya

untuk membeli suatu barang seseorang akan bertanya dulu

kepada keluarganya.

b. Kekuatan Faktor psikologis

1) Faktor Pengalaman Belajar

Belajar adalah suatu perubahan perilaku akibat pengalaman

sebelumnya. Perilaku konsumen dapat dipelajari karena

sangat dipengaruhi oleh pengalaman belajarnya. Pengalaman

belajar konsumen akan menentukan tindakan dan

pengambilan keputusan membeli

2) Faktor Kepribadian

Kepribadian adalah suatu bentuk dari sifat-sifat yang ada

pada diri individu yang sangat menentukan perilakunya.

Kepribadian konsumen akan mempengaruhi persepsi dan

pengambilan keputusan dalam membeli. Kepribadian

konsumen biasanya ditentukan oleh faktor internal yang ada

pada dirinya (motif, IQ, emosi, cara berfikir, persepsi) dan

faktor eksternal dirinya ( keluarga, masyarakat, sekolah, dll)

3) Faktor Sikap dan Keyakinan

Sikap adalah sebagai suatu penilaian kognitif seseorang

terhadap suka atau tidak suka, perasaan emosional yang

tindakannya cenderung kearah bebagai objek atau ide. Dalam

hubungannya dengan perilaku konsumen, sikap dan

keyakinan sangat berpengaruh dalam menentukan suatu

produk, merek dan pelayanan.

4) Konsep Diri atau Self Concept

Konsep diri adalah sebagai cara kita melihat diri sendiri dan

dalam waktu tertentu sebagai gambaran tentang apa yang kita

pikirkan. Dalam hubungannya dengan perilaku konsumen,

pedagang harus mampu menciptakan situasi yang sesuai

dengan yang diharapkan oleh konsumen. Agar konsumen

dapat menentukan keputusan untuk membeli.7

7 Mangkunegara. Perilaku Konsumen. Hlm. 45

25

1.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi

Masyarakat

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi

masyarakat selain pendapatan seperti yang dikemukakan oleh

Suparmoko dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Ekonomi

Makro” meliputi:

a. Selera

Konsumsi masing-masing individu berbeda meskipun individu

tersebut mempunyai umur dan pendapatan yang sama, hal ini

disebabkan karena adanya perbedaan selera pada tiap individu.

b. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi misalnya umur, pendidikan, dan keadaan

keluarga juga mempunyai pengaruh terhadap pengaluaran

konsumsi. Pendapatan akan tinggi pada kelompok umur muda

dan mencapai puncaknya pada umur pertengahan dan akhirnya

turun pada umur tua.

c. Kekayaan

Kekayaan secara eksplisit maupun implisit sering dimasukan

dalam fungsi agregat sebagai faktor yang menentukan konsumsi.

Seperti dalam pendapatan permanen yang dikemukakan oleh

Friedman, Albert Ando dan Franco Modigliani menyatakan

bahwa hasil bersih dari suatu kekayaan merupakan faktor penting

dalam menetukan konsumsi. Beberapa ahli ekonomi yang lain

memasukan aktiva lancar sebagai komponen kekayaan sehingga

aktiva lancar memainkan peranan yang penting pula dalam

menentukan konsumsi.

d. Keuntungan atau Kerugian Capital

Keuntungan capital yaitu dengan naiknya hasil bersih dari kapital

akan mendorong tambahnya konsumsi, selebihnya dengan adanya

kerugian kapital akan mengurangi konsumsi.

e. Tingkat Bunga

Ahli-ahli ekonomi klasik menganggap bahwa konsumsi

merupakan fungsi dari tingkat bunga. Khususnya mereka percaya

bahwa tingkat bunga mendorong tabungan dan mengurangi

konsumsi.

f. Tingat Harga

Sejauh ini dianggap konsumsi riil merupakan fungsi dari

pendapatan riil. Oleh karena itu naiknya pendapatan nominal yang

26

disertai dengan naiknya tingkat harga dengan proposi yang sama

tidak akan merubah konsumsi riil.8

1.4 Konsumsi Rumah Tangga

Menurut Ahmadi dalam bukunya berjudul Ilmu Sosial Dasar,

rumah tangga atau bisa dikatakan dengan keluarga. Keluarga adalah

unit satuan masyarakat yang terkecil sekaligus merupakan suatu

kelompok kecil dalam masyarakat. Keluarga biasanya terdiri dari

suami, istri dan anak-anaknya. Menurut Ki Hajar Dewantara,

Keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh

satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan

yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama

memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing

anggotanya. Sedangkan menurut Durkheim keluarga adalah lembaga

social hasil faktor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan.9

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa Rumah tangga

dibedakan menjadi dua, yaitu rumah tangga biasa dan rumah tangga

khusus.

a. Rumah tangga biasa adalah seseorang atau sekelompok orang

yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik/sensus, dan

biasanya makan bersama dari satu dapur. Yang dimaksud dengan

makan dari satu dapur adalah mengurus kebutuhan sehari-hari

bersama menjadi satu. Ada bermacam-macam bentuk rumah

tanga biasa, diantaranya :

(1) orang yang tinggal bersama istri dan anaknya;

(2) orang yang menyewa kamar atau sebagian bangunan sensus

dan mengurus makannya sendiri;

8 Suparmoko, Pengantar Ekonomi Makro, Edisi Pertama (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004). Hlm. 79-81 9 Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar (Jakarta: Rineka Cipta, 2009). Hlm. 87

27

(3) keluarga yang tinggal terpisah di dua bangunan sensus, tetapi

makannya dari satu dapur, asal kedua bangunan sensus

tersebut masih dalam satu segmen;

(4) RT yang menerima pondokan dengan makan (indekos) yang

pemondoknya kurang dari 10 orang.

(5) pengurus asrama, panti asuhan, lembaga permasyarakatan

dan sejenisnya yang tinggal sendiri maupun bersama anak,

istri serta arti lainnya, makan dari satu dapur yang terpisah

dari lembaga yang diurusnya;

(6) masing-masing orang yang bersama-sama menyewa kamar

atau sebagian bangunan sensus tetapi mengurus makannya

sendiri-sendiri.

b. Rumah tangga khusus adalah orang-orang yang tinggal di asrama,

tangsi, panti asuhan, lembaga permasyarakatan, atau rumah

tahanan yang pengurusan kebutuhan sehari-harinya dikelola oleh

suatu yayasan atau lembaga, dan kelompok orang yang mondok

dengan makan (indekos) dan berjumlah 10 orang atau lebih.

Rumah tangga khusus tidak dicakup dalam Susenas.10

Menurut Ahmadi, sebuah keluarga memiliki beberapa fungsi

yang harus di penuhi dalam keluarga tersebut diantaranya yaitu:

a. Fungsi Biologis

Dengan fungsi ini diharapkan agar keluarga dapat

menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-

anaknya. Karena dengan perkawinan akan terjadi proses

kelangsungan keturunan. Dan setiap manusia pada hakikatnya

terdapat semacam tuntutan biologis bagi kelangsungan hidup

keturunannya, melalui perkawinan.

b. Fungsi Pemeliharaan

Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggota-

anggotanya dapat terlindung dari gangguan-gangguan yang

membahayakan.

c. Fungsi Ekonomi

Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan manusia yang

pokok yaitu:

(1) kebutuhan makan dan minum,

(2) kebutuhan pakaian untuk menutup tubuhnya,

(3) kebutuhan tempat tinggal. Berhubung dengan fungsi

penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orang tua

diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota

keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakaian serta

tempat tinggal.

10 Badan Pusat Statistik Provinsi Banten, Banten Dalam Angka 2020 (Serang, 2020).

28

d. Fungsi Keagamaan

Setiap keluarga diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta

mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai

manusia yang taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

e. Fungsi Sosial

Dalam fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-

anaknya bekal-bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-

nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta

mempelajari peranan-peranan yang diharapkan akan mereka

jalankan kelak bila sudah dewasa. Dengan fungsi ini diharapkan

agar di dalam keluarga selalu terjadi pewarisan kebudayaan atau

nilai-nilai kebudayaan seperti sopan-santun, bahasa, cara

bertingkah laku, ukuran tentang baik buruknya perbuatan, dll.11

Berdasarkan uraian diatas konsumsi rumah tangga merupakan

tingkat pengeluaran yang harus dipenuhi oleh keluarga dalam

menjalankan fungsi dari sebuah keluarga dan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-harinya.

1.5 Konsumsi dalam Persfektif Islam

Dalam kehidupan manusia, konsumsi merupakan sebuah

keniscayaan karena ia membutuhkan berbagai konsumsi untuk dapat

mempertahankan hidupnya. Ia harus makan untuk hidup, berpakaian

untuk melindungi tubuhnya dari berbagai iklim ekstrim, memiliki

rumah untuk dapat berteduh, beristirahat keluarga, serta menjaganya

dari berbagai gangguan fatal. Yusuf Al-Qardhawi dalam Idri

menerangkan bahwa konsumsi adalah pemanfaatan hasil produksi

yang halal dengan batas kewajaran untuk menciptakan manusia hidup

aman dan sejahtera.12

11 Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar. Hlm. 89-91 12 Idri, Hadis Ekonomi: Ekonomi Dalam Perspektif Hadis Nabi (Surabaya: Kencana, 2013). Hlm. 97-98

29

Terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam

berkonsumsi, diantaranya: konsumsi pada barang-barang yang baik

(halal), berhemat, tidak bermewah-mewah, menjauhi utang, menjauhi

kebakhilan dan kekikiran. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah

dalam Surah Al- Baqarah ayat 168 yang berbunyi:

ات و ط وا خ ع ب ت ل ت ا و ا ب ي لا ط ل ض ح رأ ي الأ ا ف م وا م ل ك اس ا الن ه ي أ ا ي

ين ب د و م مأ ع ك ل ه ن إ ن ا ط يأ الش

Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik

dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti

langkah-langkah syaitan; karena sesungguhnya syaitan itu adalah

musuh yang nyata bagimu”13

Perilaku konsumsi seorang muslim harus selalu didasarkan pada

apa yang ditentukan oleh Allah dan Rasul-Nya agar tercipta

kehidupan manusia yang lebih sejahtera. Menurut Amirudin, seorang

muslim dalam berkonsumsi didasarkan atas beberapa pertimbangan

yaitu:

a. Manusia tidak kuat sepenuhnya mengatur detail permasalahan

ekonomi masyarakat atau negara. Keberlangsungan hidup manusia

diatur oleh Allah. Seorang muslim akan yakin bahwa Allah swt.

akan memenuhi segala kebutuhan hidupnya sebagimana firman

Allah dalam Surat an-Nahl ayat 11 yang berbunyi:

ع ٱينبت لكم به رأ يأتون ٱو لز ب ٱو لنخيل ٱو لز ن عأ ت ٱومن كل لأ لك ل لثمر م إن فى ذ ءايةا ل قوأ

يتفكرون

Artinya: “Allah-lah yang telah menurunkan air dari langit,

diantaranya untuk dikonsumsi manusia dan tumbuhan yang ada di

bumi, dan Allah menumbuhkan tanaman dengan air itu yang

darinya tumbuh bermacam-macam buah.”14

b. Dalam konsep Islam kebutuhan yang membentuk pola konsumsi

seorang muslim. Dimana batas-batas fisik merefleksikan pola yang

13 Departemen Agama RI, Alhidayah Al Quran Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka (Tangerang Selatan: Kalim, 2011). Hlm. 26 14 Departemen Agama RI. Hlm. 269

30

digunakan seorang muslim untuk melakukan aktivitas konsumsi,

bukan disebabkan pengaruh referensi semata yang mempengaruhi

pola konsumsi seorang muslim.

c. Perilaku berkonsumsi seorang muslim diatur perannya sebagai

makhluk sosial. Maka, dalam berperilaku dikondisikan untuk saling

menghargai dan menghormati orang lain, yang perannya sama

sebagai makhluk yang mempunyai kepentingan guna memenuhi

kebutuhan. Perilaku konsumsi dalam pandangan Islam akan

melihat bagaimana suasana psikologi orang lain.15

Tindakan konsumsi dilakukan setiap hari oleh siapapun,

tujuanya adalah untuk memperoleh kepuasan setinggi-tingginya dan

mencapai tingkat kemakmuran dalam arti terpenuhi berbagai macam

kebutuhan, baik kebutuhan pokok maupun sekunder, barang mewah

maupun kebutuhan jasmani dan kebutuhan rohani. Tingkat konsumsi

memberikan gambaran tingkat kemakmuran seseorang atau

masyarakat. Adapun pengertian kemakmuran disini adalah semakin

tinggi tingkat konsumsi.

Menurut Al-Ghazali dalam Chamid dalam bukunya berjudul

“Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam” mendefinisikan

konsumsi (al-hajah) adalah penggunaan barang atau jasa dalam upaya

pemenuhan kebutuhan melalui bekerja (al-iktisab) yang wajib dituntut

(fardu kifayah) berlandaskan etika (shariah) dalam rangka menuju

kemaslahatan (maslahah) menuju akhirah.16

Prinsip ekonomi dalam Islam yang disyariatkan adalah agar

tidak hidup bermewah-mewahan, tidak berusaha pada pekerjaan yang

15 K Amiruddin, Ekonomi Mikro (Suatu Perbandingan Ekonomi Islam Dan Ekonomi Konvensional) (Makasar: Alauddin University Press, 2013). Hlm. 124-126 16 Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010). Hlm. 218

31

dilarang, membayar zakat dan menjauhi riba, merupakan rangkuman

dari akidah, akhlak dan syariat Islam yang menjadi rujukan dalam

pengembangan sistem ekonomi Islam. Nilai-nilai moral tidak hanya

bertumpu pada aktifitas individu tapi juga pada interaksi secara

kolektif. Individu dan kolektif menjadi keniscayaan nilai yang harus

selalu hadir dalam pengembangan sistem, terlebih lagi ada

kecenderungan nilai moral dan praktek yang mendahulukan

kepentingan kolektif dibandingkan kepentingan individual.

Menurut Chamid, preferensi ekonomi baik individu dan kolektif

dari ekonomi Islam memiliki karakternya sendiri dengan bentuk

aktifitasnya yang khas dan prinsip-prinsip dasar ekonomi Islam, ada

tiga aspek adalah sebagai berikut:

1. Ketauhidan

Tauhid adalah fondasi keimanan Islam. Ini bermakna bahwa

segala apa yang di alam semesta ini didesain dan dicipta dengan

sengaja oleh Allah Swt, bukan kebetulan, dan semuanya pasti

memiliki tujuan. Tujuan inilah yang memberikan signifikansi dan

makna pada eksistensi jagat raya, termasuk manusia yang menjadi

salah satu penghuni di dalamnya. Prinsip Tauhid menjadi

landasan utama bagi setiap umat muslim dalam menjalankan

aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi. Prinsip ini

merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad

raya ini adalah Allah Swt. Prinsip tauhid ini pula yang mendasari

pemikiran kehidupan Islam yaitu khilafah (Khalifah) dan ‘Adalah

(keadilan).

2. Khilafah

Khilafah (Khalifah) bahwa manusia adalah khalifah atau wakil

Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi

spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi. Ini

berarti bahwa, dengan potensi yang dimiliki, manusia diminta

untuk menggunakan sumberdaya yang ada dalam rangka

mengaktualisasikan kepentingan dirinya dan masyarakat sesuai

dengan kemampuan mereka dalam rangka mengabdi kepada Sang

Pencipta Allah Swt.

32

3. Keadilan.

Merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid

al Syariah). Implikasi dari prinsip ini adalah :

(1) pemenuhan kebutuhan pokok manusia.

(2) sumber-sumber pendapatan yang halal.

(3) distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata.

(4) pertumbuhan dan stabilitas.17

Tiga prinsip tersebut tidak bisa dipisahkan, dikarenakan saling

berkaitan untuk terciptanya perekonomian yang baik dan stabil karena

prinsip ‘Adalah merupakan bagian yang integral dengan tujuan

syariah (maqasid al Syariah). Konsekuensi dari prinsip khilafah dan

‘adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah

dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara

lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need fullfillment), menghargai

sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi

pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of

income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and

stability). Konsumsi secara umum didefinisikan dengan penggunaan

barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Dalam ekonomi

Islam konsumsi juga memiliki pengertian yang sama, tetapi memiliki

perbedaan di setiap yang melingkupinya. Perbedaan mendasar dengan

konsumsi ekonomi konvensional adalah tujuan pencapaian dari

konsumsi itu sendiri, cara pencapaiannya harus memenuhi kaidah

pedoman syariah Islamiyah.

17 Chamid.Nur Chamid, Jejak Langkah Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Hlm. 218

33

Asumsi dasar dalam konsumsi konsumen muslim, adalah

sebagai berikut:

1) Sistem perekonomian yang ada telah mengaplikasikan aturan syarat

Islam, dan sebagian besar masyarakatnya menyakini dan

menjadikan masyarakat islam sebagai integral dalam setiap

aktivitas kehidupanya.

2) Instituisi zakat telah menjadi bagian dalam suatu sistem

perekonomian dan hukum wajib untuk dilaksanakan bagi setiap

individu yang mampu.

3) Pelarangan riba dalam setiap aktifitas ekonomi.

4) Prinsip mudharabah dan kerjasama diaplikasikan dalam

perekonomian.

5) Tersedianya instrumen moneter Islam dalam perekonomian.

6) Konsumen memiliki perilaku untuk memaksimalkan kepuasannya.

Dalam konsep Islam konsumsi dimaknai bahwasanya

pendapatan yang dimiliki tidak hanya dibelanjakan untuk hal-hal yang

sifatnya konsumtif namun ada pendapatan yang dibelanjakan untuk

perjuangan dijalan Allah atau yang lebih dikenal dengan infak.

Menurut Hendri Anto terdapat beberapa karakteristik konsumsi dalam

perspektif ekonomi Islam, diantaranya adalah:

a. Konsumsi bukanlah aktifitas tanpa batas, melainkan juga terbatasi

oleh sifat kehalalan dan keharaman yang telah digariskan oleh

syara', sebagaimana firman Allah dalam Alquran. Al-Mā-idah

ayat 87:

ل يحب يا أيها الذين آمنوا ل تحر لكم ول تعتدوا إن للا موا طي بات ما أحل للا

المعتدين

34

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-

apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah

kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai

orang-orang yang melampaui batas”

b. Konsumen yang rasional (mustahlik al-aqlani) senantiasa

membelanjakan pendapatan pada berbagai jenis barang yang

sesuai dengan kebutuhan jasmani maupun rohaninya. Cara seperti

ini dipastikan dapat mengantarkannya pada keseimbangan hidup

yang memang menuntut keseimbangan kerja dari seluruh potensi

yang ada, mengingat, terdapat sisi lain diluar sisi ekonomi yang

juga butuh untuk berkembang. Karakteristik ini didasari atas

fiman Allah dalam Alquran. Al-Nisā’ayat 5 yang berbunyi:

زقوهمأ فيها واكأسوهمأ وقولوا ا وارأ لكمأ قياما والكم التي جعل للا توا السفهاء أمأ ول تؤأ

لا معأروفاا لهمأ قوأ

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum

sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu)

yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka

belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada

mereka kata-kata yang baik.”18

Islam sangat memberikan penekanan tentang cara

membelanjakan harta, dalam Islam sangat dianjurkan untuk menjaga

harta dengan hati-hati termasuk menjaga nafsu supaya tidak terlalu

berlebihan dalam menggunakan. Rasionalnya konsumen akan

memuaskan konsumsinya sesuai dengan kemampuan barang dan jasa

yang dikonsumsi serta kemampuan konsumen untuk mendapatkan

barang dan jasa tersebut. Menurut Nasution kepuasan dan prilaku

konsumen dipengaruhi oleh hal-hak sebagai berikut:

a) Nilai guna (utility) barang dan jasa yang dikonsumsi.

Kemampuan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan

keinginan konsumen.

b) Kemampuan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa.

Daya beli dari income konsumen dan ketersediaan barang dipasar.

c) Kecenderungan konsumen dalam menentukan pilihan konsumsi

menyangkut pengalaman masa lalu, budaya, selera, serta nilainilai

yang dianut seperti agama dan adat istiadat.

18 Hendri Anto, Pengantar Ekonomi Mikro Islam (Yogyakarta: Ekonisia 2003).

35

d) Menjaga keseimbangan konsumsi dengan bergerak antara ambang

batas bawah dan ambang batas atas dari ruang gerak konsumsi

yang diperbolehkan dalamekonomi Islam (Mustawa al-kifayah).

Mustawa al-kifayah adalah ukuran, batas maupun ruang gerak

yang tersedia bagi konsumen muslim untuk menjalankan aktifitas

konsumsi. Dibawah mustawa kifayah, seseorang akan masuk

pada kebakhilan, kekikiran, kelaparan hingga berujung pada

kematian. Sedangkan di atas mustawa al-kifayah seseorang akan

terjerumus pada tingkat yang berlebih-lebihan (mustawaisraf,

tabdzir dan taraf). Kedua tingkatan ini dilarang di dalam Islam.19

1.6 Ekonomi Islam

Konsumsi rumah tangga muslim erat kaitannya dengan ekonomi

dalam persfektif Islam yang merupakan suatu konsep ekonomi yang

menjadikan nilai-nilai Islam sebagai landasan atau dasar dalam

aktifitasnya. Dalam Pusat Pengkajian dan pengembangan Ekonomi

Islam (P3EI) UII, beberapa ahli mendefinisikan ekonomi islam

sebagai suatu ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam usaha

untuk memenuhi kebutuhan dengan alat pemenuhan kebutuhan yang

terbatas dalam kerangka syariah.20

Namun, definisi tersebut mengandung kelemahan karena

menghasilkan konsep yang tidak kompatibel dan tidak universal.

Karena dari definisi tersebut mendorong seseorang terperangkap

dalam keputusan yang apriori (apriory judgement) benar atau salah

tetap harus diterima.

Definisi yang lebih lengkap harus mengakomodasikan sejumlah

prasyarat yaitu karakteristik dari pandangan hidup Islam. Syarat utama

19 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam (Jakarta: Prenada Media Group, 2017). Hlm. 125 20 Pusat Pengkajian dan pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII, Ekonomi Islam (Yogyakarta, 2011). Hlm. 14

36

adalah memasukkan nilai-nilai syariah dalam ilmu ekonomi. Ilmu

ekonomi Islam adalah ilmu sosial yang tentu saja tidak bebas dari

nilai-nilai moral. Nilai-nilai moral merupakan aspek normatif yang

harus dimasukkan dalam analisis fenomena ekonomi serta dalam

pengambilan keputusan yang dibingkai syariah.

Sebuah ilmu harus memiliki landasan hukum agar bisa

dikatakan sebagai bagian dari konsep pengetahuan. Demikian pula

tentang penerapan syariah di bidang ekonomi bertujuan sebagai

transformasi masyarakat yang berbudaya Islami. Aktifitas ekonomi

sering melakukan berbagai bentuk perjanjian. Perjanjian merupakan

pengikat antara individu yang melahirkan hak dan kewajiban. Untuk

mengatur hubungan antara individu yang mengandunng unsur

pemenuhan hak dan kewajiban dalam jangka waktu lama, dalam

prinsip syariah diwajibkan untuk dibuat secara tertulis yanng disebut

akad. ekonomi dalam Islam. Ada beberapa hukum yang menjadi

landasan pemikiran dan penentuan konsep ekonomi dalam Islam.

Beberapa dasar hukum Islam tersebut diantaranya adalah

sebagai berikut :

a. Al-Quran

Al-Qur‟an memberikan ketentuan-ketentuan hukum

muamalat yang sebagian besar berbentuk kaidah-kaidah umum;

kecuali itu jumlahnya pun sedikit. Misalnya, dalam Q.S. Al-

37

Baqarah ayat 188 terdapat larangan makan harta dengan cara yang

tidak sah, antara lain melalui suap yaitu sebagai berikut:

لكم بينكم ب ل ٱ ول تأكلوا أمو ط ن أمو لحكام ٱوتدلوا ب ها إ لى لب يقا م ل ل تأكلوا فر

ثم وأنتم تعلمون 21 ٱلناس ب ٱل

Artinya: “Dan janganlah kalian memakan (memperoleh) harta-

harta kalian di antara kalian dengan cara batik/tidak benar dan

(jangan) kalian memberi (sebagian suap) dengan harta itu kepada

para hakim agar (kalian) dapat memakan sebagian dari harta-harta

manusia (orang lain) dengan cara berdosa dan (padahal) kalian

mengetahui.”

Dalam Q.S. An-Nisa ayat 29 terdapat ketentuan bahwa

perdagangan atas dasar suka rela merupakan salah satu bentuk

Muamalat yang halal yaitu sebagai berikut:

أيها لكم بيأنكم ب لذين ٱي و ا أمأ طل ٱءامنوا ل تأأكلو نكمأ ول لأب رةا عن تراض م أن تكون تج إل

ا أنفسكمأ إن ٱتقأتلو كان بكمأ رحيما لل

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali

dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di

antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu;

sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”22

b. Hadis

Hadits memberikan ketentuan-ketentuan hukum muamalat yang

lebih terperinci dari pada Al-Qur‟an, hadis Nabi SAW yang

diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ad-Daruquthni, dan lain – lain

dari Sa‟id Al-khudri ra. Bahwa Rasulullah SAW bersabda :

21 Departemen Agama RI, Alhidayah Al Quran Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka. Hlm. 30 22 Departemen Agama RI. Hlm. 84

38

ل هللا عنأ أبي سعيأد سعأد بأن مالك ري رضي هللا عنأه أن رسوأ : قال ملسو هيلع هللا ىلص بأن سنان الخدأ

نداا، ني وغيأرهما مسأ ارقطأ ن ماجهأ والد . رواه ابأ »ل ضرر ول ضرار«حديأث حسن

يى ورواه مالك في الموطأ رو بأن يحأ سلا عنأ عمأ أبا فأسأقط ملسو هيلع هللا ىلصعنأ أبيأه عن النبي مرأ

ي بعأضها بعأضا سعيأد، وله ط رق يقو

Artinya : “Dari Abu Sa’id Sa’ad bin Malik bin Sinan Al-

Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam bersabda, “Tidak boleh memberikan mudarat tanpa

disengaja atau pun disengaja.” (Hadits hasan, HR. Ibnu Majah,

no. 2340; Ad-Daraquthni no. 4540, dan selain keduanya dengan

sanadnya, serta diriwayatkan pula oleh Malik dalam Al-

Muwaththa’ no. 31 secara mursal dari Amr bin Yahya dari

ayahnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa

menyebutkan Abu Sa’id, tetapi ia memiliki banyak jalan

periwayatan yang saling menguatkan satu sama lain).”23

Menurut Didin Hafidhuddin dalam bukunya berjudul “Islam

Aplikatif “ menyatakan bahwa:

“Al-Quran mendorong umat Islam untuk mengusai dan

memanfaatkan sektor-sektor dan kegiatan ekonomi dalam skala

yang lebih luas dan komprehensif, seperti perdagangan, industri,

pertanian, keuangan jasa, dan sebagainya, yang ditujukan untuk

kemaslahatan dan kepentingan bersama”.24

Hal ini sesuai dengan Firman Allah SWT dalam Alquran

surat Al-Haysr ayat 7:

على رسوله بى والأيتامى ما أفاء للا سول ولذي الأقرأ وللر منأ أهأل الأقرى للف

سول نياء منأكمأ وما آتاكم الر غأ ن الأ والأمساكين وابأن السبيل كيأ ل يكون دولةا بيأ

شديد الأعقاب 25 إن للا فخذوه وما نه اكمأ عنأه فانأتهوا واتق وا للا

Artinya: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah

kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari

23 Sumber https://rumaysho.com/23904-hadits-arbain-32-tidak-boleh-memberikan-mudarat-sengaja-atau-pun-tidak.html, Hadits Al-Arbain An-Nawawiyah #32, Diakses tanggal 29 Mei 2021 24 Didin Hafidhuddin, Islam Aplikatif (Jakarta: Gema Insani, 2003). Hlm. 29 25 Departemen Agama RI, Alhidayah Al Quran Tafsir Per Kata Tajwid Kode Angka. Hlm. 547

39

penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk

rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orangorang

miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya

harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja

di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu,

maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu,

maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.”

Kemudian dalam Alquran surat Al-Nuur ayat 37:

كاة يخاف لة وإيتاء الز وإقام الص ر للا ا رجال ل تلأهيهمأ تجارة ول بيأع عنأ ذكأ ما ون يوأ

بأصار تتقلب فيه الأقل وب والأ

Artinya : “laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan

tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan

(dari) mendirikan sembahyang, dan (dari)

membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari

yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi

goncang.”26

Ditambahkan dalam Alquran surat Al-Baqarah ayat 275:

ا ٱلون يأأك لذين ٱ بو ن ٱيتخبطه لذىٱل يقومون إل كما يقوم لر لك لأمس ٱمن لشيأط ذ

ا إنما ا ٱمثأل لأبيأع ٱبأنهمأ قالو بو ٱ وأحل لر م لأبيأع ٱ لل ا ٱوحر بو عظة ۥ فمن جاءه لر موأ

ب ه م ره ۥ فله نتهى ٱف ۦن ر ٱإلى ۥ ما سلف وأمأ ب لل ح ئك أصأ همأ فيها لنار ٱ ومنأ عاد فأول

لدون خ

Artinya: “Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat

berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang

kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.

Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan

mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli

itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan

jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang

telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu

terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa

yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang

larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

26 Departemen Agama RI. Hlm. 356

40

Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu

adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di

dalamnya.”27

Dalam melakukan kegiatan ekonomi, Al-Quran melarang

Umat Islam mempergunakan cara-cara yang batil seperti dengan

melakukan kegiatan riba, melakukan penipuan, mempermainkan

takaran, dan timbangan, berjudi, melakukan praktik suap-

menyuap, dan cara-cara batil lainnya.

2. Sport Development Officer (SDO)

Menurut Wahyudi dalam bukunya yang berjudul “Model

Manajemen Olahraga Dalam Meningkatkan Prestasi Olahraga

mendefinisikan Sport Development Officer (SDO) yakni:

“sumberdaya manusia atau seseorang bekerja yang memerlukan

perencanaan, pengaturan, susunan kepegawaian, pengarahan dan

pengendalian untuk dilakukan dalam kontek suatu organisasi jasa

atau produk dalam olahraga secara terkait. Lingkungan dari

organisasi nasional olahraga terdiri dari faktor internal dan

eksternal. Faktor eksternal tersebut antara lain, ekonomi, politik,

budaya atau kondisi sosial yang dihadapi para pelaku olahraga.

Faktor internal termasuk kondisi internal suatu organisasi nasional

olahraga dan kegiatan administrasinya. Kesuksesan suatu

organisasi sangat tergantung dari kesadaran manajer akan tingkat

pekerjaan, kemampuan sumber daya manusia, pesan serta motivasi

dalam pencapaian tujuan organisasi.28

Faktor-faktor yang mempengaruhi manajemen olahraga menurut

Wahyudi adalah:

“a. Faktor Internal

27 Departemen Agama RI. Hlm. 48 28 usman wahyudi, Model Manajemen Olahraga Dalam Meningkatkan Prestasi Olahraga (Jakarta: Asdep IPTEK Olahraga, Deputi Peningkatan Prestasi Olahraga dan IPTEK Olahraga. Kemempora, 2013). Hlm.80

41

Faktor berhubungan dengan kegiatan administratif, sumber

daya manusia, keanggotaan, program olahraga dan fasilitas

olahraga. Manajer diharapkan untuk mengamati :

1) Peralatan dan SDM yang tepat untuk mengantisipasi

pencapaian program strategis

2) Menyewa tenaga profesional dan mengawasi dari dekat

3) Estimasi/ perkiraan jumlah keanggotaan dan kenaikan

jumlah sukarelawan

4) Planning/perencanaan keberadaan dan penggunaan fasilitas

serta proyeksi hasil olahraga Sehubungan dengan hal

tersebut, manajer mempunyai peran yang sesuai dengan

level/tingkatan yang dimiliki serta situasi yang dihadapi.

Seorang general manajer organisasi olahraga:

1) Adalah pembuat keputusan rencana akuntansi, pembelian

dan penyewaan tenaga kerja

2) Mengusahakan pesan manajerial seperti merekrut agen,

koordinasi aktivitas persiapan pemasangan iklan/ negosiasi

dengan sponsor

3) Menggunakan peran interpersonal untuk menyelesaikan

konflik interpersonal, melakukan tindakan disiplin,

koordinasi pembagian tugas dan memimpin rapat

4) Menggunakan peran informasional untuk sirkulasi rutin

kerja, menyetujui rencana kerja dan sirkulasi jadwal kerja

b) Faktor Eksternal

Faktor yang mungkin paling penting dalam dunia olahraga

adalah faktor eksternal. Faktor ini terdiri dari perubahan/

perkembangan teknologi komunikasi dan organisasi, iklim

politik, sosial, budaya, stabilitas ekonomi dan tren yang sedang

berlangsung. Manajer tingkat atas harus memiliki kemampuan

bernegosiasi ketika merekrut personel, menghimpun

sponsor/berusaha mendapatkan dukungan politik. Mereka

harus memiliki pandangan global tentang organisasi, struktur

dan kapasitas. Dengan demikian faktor eksternal berperan

penting dalam berlangsungnya aktivitas olahraga.”29

Menurut Nawawi dalam bukunya yang berjudul “Manajemen

Sumberdaya Manusia” pada dasarnya fungsi manajemen dapat dibagikan

dalam dua bagian, yaitu:

“pertama, fungsi yang organik, dimana fungsi ini harus ada dan jika

tidak dijalankan menyebabkan ambruknya manajemen itu.

29 wahyudi. Hlm. 81

42

kedua, fungsi anorganik, yaitu fungsi penunjang dimana jika tersedia,

maka manajemen akan lebih nyaman dan efektif, misalnya alat

transportasi, alat komunikasi, komputer dan perabotan kerja yang

nyaman.”30

Perkembangan ilmu manajemen yang pesat sesuai akumulasi dan

perkembangan jaman, memunculkan pendapat yang beragam tentang

fungsi manajemen. Menurut Sukarna dalam bukunya berjudul “Dasar-

Dasar Manajemen” bahwa fungsi manajemen tersebut dikenal dengan

singkatan POAC yaitu:

1) perencanaan (planning),

2) pengorganisasian (organizing)

3) penggerakan (actuating)

4) pengawasan (controlling).31

Sedangkan menurut Nawawi menyatakan bahwa sumber daya

manusia adalah:

“manusia yang bekerja di lingkungan suatu organisasi (disebut juga

personil, tenaga kerja, pekerja atau karyawan) atau sumber daya

manusia adalah potensi manusiawi sebagai penggerak organisasi

dalam mewujudkan eksistensi, dalam pengertian lain sumber daya

manusia adalah potensi yang merupakan aset dan berfungsi sebagai

modal (non material/non finansial) didalam organisasi bisnis, yang

dapat diwujudkan menjadi potensi nyata (real) secara fisik dan non

fisik dalam mewujudkan eksistensi organisasi.”32

Pengembangan sumber daya manusianya sebagai pelaksana di

lapangan. Kualitas dan kompetensi SDM yang menangani olahraga harus

dapat diberdayakan untuk mendukung pembinaan dan pengembangan

30 S. P Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia (Jakarta: Bumi Aksara, 2011). Hlm. 67 31 Sukarna, Dasar-Dasar Manajemen (Bandung: CV Mandar Maju, 2011). Hlm. 10 32 Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2015).

43

olahraga baik di tingkat daerah, nasional, baik untuk olahraga prestasi

ataupun olahraga masyarakat beradasarkan kebutuhan dari pengguna

(user) maka jenis SDM yang harus dikembangkan dan ditingkatkan

kualitas dan kompetensinya menurut Andriansyah berjumlah 14 komponen

yaitu :

“(1) Guru/Dosen pendidikan jasmani,

(2) Pelatih Olahraga,

(3) Penggerak Olahraga,

(4) Instruktur Olahraga,

(5) Manager Olahraga,

(6) Administrator Olahraga,

(7) Promotor Olahraga,

(8) Manajer Fasilitas Olahraga,

(9) Wasit Olahraga,

(10) Doktor/Paramedis Olahraga,

(11) Psikolog Olahraga,

(12) Ahli Gizi Olahraga,

(13) Teknisi Olahraga,

(14) Peneliti Olahraga.”33

3. Community Sport Organization (CSO)

Community Sport Organization (CSO) atau organisasi olahraga

komunitas yang dikenal di Indonesia dengan istilah Olahraga rekreasi

adalah olahraga yang dilakukan untuk tujuan rekreasi. Yang dimaksud

olahraga rekreasi merupakan suatu kegiatan yang menyenangkanyang

mengandung unsur gerak positif.

Olahraga rekreasi dapat dilakukan secara perorangan ataupun

kelompok. Menurut Kusmaedi olahraga rekreasi dibagi menjadi delapan

yaitu:

33 Andriansyah, “Manajemen Sumber Daya Manusia Keolahragaan Dan Tingkat Kebugaran Jasmani Berbasis Indeks Pembangunan Olahraga Di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau,” Jurnal Olahraga Indragiri (JOI) 6, no. 1 (2020): 11–29.

44

“(1) Olahraga rekreasi / wisata bahari (selam, dayung, layar, ski air,

selancar air)

(2) Wisata alam (jalan kaki di alam terbuka, mendaki gunung,

panjat tebing, out bound)

(3) Olahraga wisata pertandingan (sepak bola, bola voli, bola

basket, tinju, tennis)

(4) Olahraga wisata playground (menembak, balap mobil, gokart,

sepeda mini)

(5) Olahraga wisata dirgantara (terjun payung, paralayang,

gantole, kapal radio control)

(6) Olahraga wisata hotel (fitnees, kolam renang, tennis, golf,

bilyard)

(7) Olahraga wisata permainan tradisional (egrang, patol lele,

bebentengan, gobak sodor)

(8) Olahraga wisata spontanitas atau improvisasi (pukul air

didalam plastic, mengambil uang logam yang disimpan dalam

papaya).”34

4. Sport Development Index (SDI)

Sport Development Index (SDI) merupakan istilah baru dalam

olahraga Indonesia. Ini semacam metode pengukuran yang diklaim sebagai

alternatif baru untuk megukur kemajuan pembangunan olahraga.

Pembangunan olahraga adalah suatu proses yang membuat manusia

memiliki banyak akses untuk melakukan aktivitas fisik. Ia harus

memampukan setiap orang memiliki kesempatan untuk tumbuh dan

berkembang, baik menyangkut fisik, rohani, maupun sosial, secara

paripurna.

Menurut Andriansyah SDI adalah:

“Indeks gabungan yang mencerminkan keberhasilan pembangunan

olahraga berdasarkan empat dimensi dasar:

(1) Ruang terbuka yang tersedia untuk olahraga,

(2) Sumber daya manusia atau tenaga keolahragaan yang terlibat

dalam kegiatan olahraga,

34 Nurlan Kusmaedi, Olahraga Rekreasi Dan Olahraga Tradisional (Bandung: FPOK UPI, 2002). Hlm. 5

45

(3) Partisipasi warga masyarakat untuk melakukan olahraga secara

teratur dan

(4) Derajat kebugaran jasmani yang dicapai oleh masyarakat.”35

Konsep SDI mempunyai lingkup yang lebih luas dibandingkan

dengan konsep lain seperti medali yang selama ini dijadikan indikator

tunggal keberhasilan suatu olahraga. Atas dasar itulah sehingga diciptakan

sport development index untuk mengukur tingkat kemajuan dan

keberhasilan pembangunan olahraga. Oleh karena itu melalui sport

development index maka dapat digunakan untuk mengetahui bagaimana

kemajuan pembangunan olahraga pada suatu daerah/wilayah tertentu.

Konsep SDI tidak mengambil data dari seluruh wilayah yang ada.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang pengeluaran konsumsi rumah tangga islam cukup

banyak dilakukan namun hanya dikaitkan dengan pola dan perilaku

konsumen. Sedangkan penelitian konsumsi rumah tangga islam yang

dikaitkan dengan bidang olah raga dapat dikatakan belum ada penelitian yang

membahasnya.

Berikut penelitian-penelitian tentang konsumsi rumah tangga islam

yang telah dilakukan serta perbedaan penelitian ini dengan yang lainnya:

35 Andriansyah, “Manajemen Sumber Daya Manusia Keolahragaan Dan Tingkat Kebugaran Jasmani Berbasis Indeks Pembangunan Olahraga Di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau,” Jurnal Olahraga Indragiri (JOI) 6, no. 1 (2020): 11–29.

46

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

1 Putra,

Kusnendi dan

Nurasyiah

(2020)

Efek Moderasi

Religiusitas Pada

Pengaruh

Pendapatan

Terhadap

Pengeluaran

Konsumsi Rumah

Tangga Muslim

Pendapatan

berpengaruh

signifikan

terhadap

pengeluaran

konsumsi rumah

tangga muslim,

dan tingkat

religiusitas secara

signifikan

memoderasi

pengaruh

pendapatan

terhadap

pengeluaran

konsumsi rumah

tangga muslim

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

dikaitkan dengan

bidang olahraga

(SDO, CSO dan

SDI)

2 Komarlina,

Rustandi dan

Rusliana

(2020)

Pajak ataukah

Zakat Yang Lebih

Besar Terhadap

Konsumsi

Masyarakat

1) Pajak dan

zakat masing-

masing

berpengaruh

signifikan dan

signifikan

terhadap

konsumsi

masyarakat

melalui

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

dikaitkan dengan

bidang olahraga

(SDO, CSO dan

SDI)

47

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

disposible

income;

2) Marjin pajak

hanya sedikit

lebih besar

dari zakat

marjinal,

sehingga

dampak pajak

relatif masih

lebih dominan

dalam

meningkatkan

kesejahteraan

yang terlihat

dari

dampaknya

terhadap

kapasitas

konsumsi

masyarakat

Indonesia.

3 Hakim

(2020)

Analisis

Pembangunan

Ekonomi dan

Pengeluaran

Rumah Tangga

Dalam Perspektif

Variabel yang

mempengaruhi

tingkat

pengeluaran

infaq, terdapat

hanya empat

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

dikaitkan dengan

48

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

Islam (Studi Pada

Masyarakat di

Kawasan

Ekonomi Khusus

Mandalika)

variabel yang

secara signifikan

memberikan

pengaruh, yakni

variabel jumlah

tanggungan

keluarga (X1),

tingkat

pendidikan (X2),

jumlah

pendapatan (X3),

dan keterlibatan

dalam organisasi

agama (D2).

Sedangkan

variabel

keterlibatan

dalam KEK (D1)

dan interaksi

pendapatan

dengan

keterlibatan

dalam KEK

(X3D1) tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap tingkat

pengeluaran

infaq.

bidang olahraga

(SDO, CSO dan

SDI)

49

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

4 Rosyida dan

Nadhira

(2019)

Islamisasi Teori

Konsumsi

Masyarakat

Muslim Modern

1) Tujuan

konsumsi

dalam

masyarakat

modern tidak

hanya untuk

memenuhi

kebutuhan

hidup tetapi

juga untuk

kesenangan

dan keinginan

serta

kepuasan

semata.

Sehingga

kehidupan

mereka

berdasarkan

ideologi

hedonisme

yang tujuan

utamanya

hanya untuk

memperoleh

kesenangan

dan

kenikmatan

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

dikaitkan dengan

bidang olahraga

(SDO, CSO dan

SDI)

50

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

materi. Oleh

karena itu,

Islamisasi

perilaku

konsumtif

diperlukan

untuk

membebaskan

masyarakat

muslim dari

doktrin

sekuler dan

materialistik.

Dan Islam

menawarkan

konsep

maslaha dan

sifat moderasi

berdasarkan

etika ekonomi

Islam pada

teori

konsumsi ini

5 Febriani

(2018)

Pengaruh

Konsumsi Rumah

Tangga, Investasi

dan Pengeluaran

Pemerintah

2) Secara

simultan

konsumsi

rumah tangga,

investasi dan

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

51

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

Terhadap

Pertumbuhan

Ekonomi Ditinjau

Dalam Perspektif

Ekonomi Islam

(Studi Di Kota

Bandar Lampung

Tahun 2008-2016)

pengeluaran

pemerintah

berpengaruh

positif dan

signifikan

terhadap

pertumbuhan

ekonomi.

3) Secara parsial

konsumsi

rumah tangga

dan investasi

berpengaruh

positif dan

signifikan

terhadap

pertumbuhan

ekonomi.

Sedangkan

pengeluaran

pemerintah

secara parsial

tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap

pertumbuhan

ekonomi

dikaitkan dengan

bidang olahraga

(SDO, CSO dan

SDI)

52

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

6 Supatminings

ih (2018)

Pola dan Perilaku

Konsumsi Rumah

Tangga Dalam

Perspektif

Ekonomi Islam di

Kota Makassar

1) Pembelian

barang-

barang

makanan dan

non-makanan

sesuai dengan

konsep

kebutuhan,

yang

merupakan

kebutuhan

untuk lebih

memprioritas

kan dan telah

memperhatika

n ajaran

agama Islam;

2) mashlahah

yang dicapai

dengan

pemenuhan

kebutuhan

pangan dan

bukan

makanan

adalah

perolehan

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

dikaitkan dengan

bidang olahraga

(SDO, CSO dan

SDI)

53

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

utilitas dan

berkah dalam

mengkonsum

si makanan

dan non

makanan,

3) manfaat yang

diperoleh

tidak hanya di

dunia tetapi

di akhirat

juga, karena

dalam

pengeluaran

konsumsi

masih ada

aspek sosial,

seperti zakat,

infaq dan

sedekah,

sehingga

kegiatan

konsumsi

yang

dilakukan

didasarkan

pada nilai-

nilai agama

54

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

7 Nurlita dan

Ekawati

(2017)

Pengaruh Zakat

Terhadap

Konsumsi Rumah

Tangga Mustahik

(Studi Pada

Penerima Zakat

dari Baznas Kota

Probolinggo

1) Zakat dan

jumlah

anggota

rmah tangga

berpengaruh

langsung dan

tidak

langsung

terhadap

konsumsi

rumah

tangga

mustahik.

2) Pendapatan

rumah

tangga

sebagai

variabel

perantara

berpengaruh

terhadap

konsumsi

rumah

tangga

mustahik,

sedangkan

pendidikan

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

dikaitkan dengan

bidang olahraga

(SDO, CSO dan

SDI)

55

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

dan usia

tidak

berpengaruh

terhadap

konsumsi

rumah

tangga

mustahik,

baik secara

langsung

maupun

tidak

langsung

8 Oktavianti

dan Zakik

(2017)

Perilaku

Konsumsi Rumah

Tangga dan

Pengaruhnya

Terhadap

Kebijakan Makro

Ekonomi

Kabupaten

Bangkalan

Lingkungan,

pendidikan,

pendapatan dan

gaya hidup

berpengaruh­

signifikan

terhadap tingkat

konsumsi.

Sedangkan

variabel usia

tidak

berpengaruh

signifikan

terhadap tingkat

konsumsi.

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

dikaitkan dengan

bidang olahraga

(SDO, CSO dan

SDI)

56

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

9 Sitepu (2016) Perilaku

Konsumsi Islam

di Indonesia

Hasil penelitian

menunjukkan

bahwa perilaku

konsumtif

menjadi

kebiasaan

masyarakat

Indonesia,

sehingga

pendapatan

masyarakat

sebagian besar

hanya untuk

konsumsi. Islam

memberikan

solusi perilaku

konsumsi yang

seimbang yang

tidak tabdjir dan

tidak ishraf

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

dikaitkan dengan

bidang olahraga

(SDO, CSO dan

SDI)

10 Amir (2016) Pola dan Prilaku

Konsumsi

Masyarakat

Muslim di

Provinsi Jambi

(Telaah

Berdasarkan

1) Proporsi

konsumsi

pangan

masyarakat

muslim

untuk

pangan

Membahas

hubungan

pengeluaran

konsumsi dalam

persfektif Islam

dikaitkan dengan

bidang olahraga

57

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

Tingkat

Pendapatan dan

Keimanan)

sebesar

43,48%

sedangkan

untuk

kebutuhan

non pangan

mencapai

56,52%. 2).

Proporsi

pengeluaran

untuk agama

sebesar

28,08% dari

pengeluaran

nonpangan,

atau 15,87%

dari total

pengeluaran.

3) Ada

keterkaitan

erat antara

jenis

pekerjaan,

pendidikan,

pendapatan

dan tingkat

religiusitas

dengan

(SDO, CSO dan

SDI)

58

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

pengeluaran

makanan dan

non

makanan.

Semakin

tinggi

pendidikan,

pendapatan

dan Iman,

maka belanja

pangan

semakin

rendah.

4). Keterkaitan

antara jenis

pekerjaan,

pendidikan,

pendapatan

dan tingkat

Iman terkait

erat dengan

biaya

keagamaan.

Semakin

tinggi tingkat

pendidikan,

pendapatan

dan Iman,

59

No Nama

Peneliti

Judul Penelitian Hasil Penelitian Perbedaan

maka

pengeluaran

untuk

beragama

cenderung

semakin

tinggi.

C. Kerangka Berfikir

Berdasarkan telaah teori-teori diatas dan hasil penelitian terdahulu

yang relevan dengan penelitian ini maka peneliti mengajukan model empirik

atau kerangka pemikiran penelitian dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 2.1 Kerangka Penelitian

60

D. Pengembangan Hipotesis

1. Hubungan Variabel Konsumsi Rumah Tangga Muslim dengan

Variabel Sport Development Officer (SDO)

Tujuan pengeluaran atau konsumsi dalam Islam tidak semata-mata

untuk memuaskan nafsunya semata (maximaze utility) seperti yang

dinyatakan dalam teori ekonomi konvensional (kapitalis). Mengkonsumsi

dalam ekonomi Islam bertujuan untuk memaksimalkan maslahah, yaitu

memaksimalkan kebaikan dan berkah. Maximum Utility merupakan

kepuasan yang dirasakan seseorang yang bisa menjadi kontradiktif dengan

kepentingan orang lain. Sedangkan maslahah adalah kebaikan yang

dirasakan seseorang bersama pihak lain, sedangkan berkah manfaat yang

diterima di dunia dan di akhirat.36 Agama Islam dan olahraga memiliki

korelasi atau hubungan dikarenakan setiap olahraga selalu mengedepankan

sportifitas yang tak lain sangat berhubungan erat dengan kejujuran,

kejujuran sangat perlu ditanamkan dalam setiap insan olahraga demi

menjaga citra sportif dalam setiap pertandingan.37

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka hipotesis yang diajukan

adalah :

H1 : Konsumsi Rumah Tangga Muslim berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Sport Develepment Officer (SDO)

36 Amri Amir, “Pola Dan Perilaku Konsumsi Masyarakat Muslim Di Provinsi Jambi (Telaah Berdasarkan Tingkat Pendapatan Dan Keimanan),” Jurnal Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah 4, no. 2 (2016): 73–88. 37 Khairuddin, “Olahraga Dalam Pandangan Islam,” Jurnal Olahraga Indragiri 1, no. 1 (2017): 1–14.

61

2. Hubungan Variabel Konsumsi Rumah Tangga Muslim dengan

Variabel Sport Development Index (SDI)

Umat Islam dapat memberikan peran terbaiknya melalui

pengeluaran konsumsi berbasis sosial, khususnya dalam masa pandemi

Covid-19. Peran ini diharapkan dapat mengatasi guncangan ekonomi yang

terjadi dan seluruh masyarakat, salah satunya dengan penguatan wakaf

baik berupa wakaf uang, wakaf produktif, waqf linked sukuk maupun

wakaf untuk infrastruktur.38 Penyediaan infrastruktur ini digunakan untuk

meningkatkan salah satu dimensi Sport Development Index yakni

menyediakan ruang terbuka untuk olahraga.

Berdasarkan hasil penelitian diatas maka hipotesis yang diajukan

adalah :

H2 : Konsumsi Rumah Tangga Muslim berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Sport Development Index (SDI)

3. Hubungan Variabel Konsumsi Rumah Tangga Muslim dengan

Variabel Community Sport Organization (CSO)

Konsumsi dalam Islam tidak hanya untuk materi saja tetapi juga

termasuk konsumsi sosial yang terbentuk dalam zakat dan sedekah39.

Dengan penyaluran bantuan langsung tunai yang berasal dari zakat, infak

dan sedekah dapat berkontribusi dalam meningkatkan ekonomi umat di

38 Gia Dara Hafizah, “Peran Ekonomi Dan Keuangan Syariah Pada Masa Pandemi COVID-19,” Jurnal Likuid 1, no. 1 (2020): 55–64. 39 Aldila Septiana, “Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam,” Analisis Perilaku Konsumsi Dalam Islam 1, no. 2 (2015): 1–18.

62

masa pandemic Covid-19.40 Keterlibatan relawan atau masyarakat41

diperlukan dalam eksistensi CSO agar dapat beroperasi. Berdasarkan hasil

penelitian maka hipotesis yang diajukan adalah:

H3 : Konsumsi Rumah Tangga Muslim berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Community Sport Organization (CSO)

4. Hubungan Variabel Sport Development Officer (SDO) dengan

Variabel Sport Development Index (SDI)

Kualitas dan kompetensi SDM yang menangani olahraga harus

dapat diberdayakan untuk mendukung pembinaan dan pengembangan

olahraga baik di tingkat daerah, nasional, baik untuk olahraga prestasi

ataupun olahraga masyarakat.42 Keberhasilan pembangunan olah raga

salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah sumber daya manusia

atau tenaga keolahragaan yang terlibat dalam kegiatan olahraga.43

Berdasarkan hasil penelitian maka hipotesis yang diajukan adalah:

H4 : Sport Development Officer (SDO) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Sport Development Index (SDI)

40 Hafizah, “Peran Ekonomi Dan Keuangan Syariah Pada Masa Pandemi COVID-19.” 41 Caroline Ringuet-Riot et al., “Volunteer Roles, Involvement and Commitment in Voluntary Sport Organizations: Evidence of Core and Peripheral Volunteers,” Sport in Society 17, no. 1 (2014): 116–33, https://doi.org/10.1080/17430437.2013.828902. 42 Andriansyah, “Manajemen Sumber Daya Manusia Keolahragaan Dan Tingkat Kebugaran Jasmani Berbasis Indeks Pembangunan Olahraga Di Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau.” 43 C. Mutohir, Sport Development Index: Alternatif Baru Mengukur Kemajuan Pembangunan Bidang Keolahragaan (Konsep, Metodologi Dan Aplikasi) (Jakarta: Index, 2007).

63

5. Hubungan Variabel Community Sport Organization (CSO) dengan

Variabel Sport Development Index (SDI)

Fokus pembangunan keolahragaan adalah pembudayaan dan

peningkatan prestasi olahraga yang jika dikaitkan dengan bangunan

olahraga berarti penguatan pondasi bangunan olahraga yaitu budaya

berolahraga dan penguatan pola pembibitan olahraga prestasi guna

menciptakan sebanyak-banyaknya sumber daya calon olahragawan

berbakat dari berbagai daerah di Indonesia sesuai dengan karakter fisik dan

kultur lokal, serta kondisi lingkungan yang mendukung pembentukan

potensi olahraga unggulan di daerah.44 Selain ruang terbuka yang tersedia

untuk olahraga, sumber daya manusia atau tenaga keolahragaan yang

terlibat dalam kegiatan olahraga dan kebugaran jasmani yang dicapai oleh

masyarakat. Faktor keberhasilan pembangunan olah raga juga diukur dari

partisipasi warga masyarakat untuk melakukan olahraga secara teratur.45

Berdasarkan hasil penelitian maka hipotesis yang diajukan adalah:

H5 : Community Sport Organization (CSO) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Sport Development Index (SDI)

6. Hubungan Variabel Sport Development Officer (SDO) dengan

Variabel Community Sport Organization (CSO)

Sistem manajemen integratif dalam penetapan dalam pembinaan

dan pengembangan olahraga nasional secara harmonis, terpadu dan jangka

44 Desi Natalia, “Partisipasi Masyarakat Dan Tingkat Kebugaran Jasmani Bagian Dari Pembangunan Olahraga Kabupaten Wonogiri,” Media Ilmu Keolahragaan Indonesia 6, no. 2 (2016): 41–46, https://doi.org/10.15294/miki.v6i2.8746. 45 Henry Maksum, “Olahraga, Ekonomi Dan Konsumerisme,” Jurnal Edukasi 12, no. 2 (2014): 217–26.

64

panjang yang didukung dengan sistem pendanaan dengan prinsip

kecukupan dan keberkelanjutan merupakan hal yang sangat penting dalam

mendukung keberhasilan pembangunan olahraga, martabat bangsa, serta

budaya industri olahraga dalam kerangka menjadikan olahraga sebagai

kegiatan bisnis yang mendatangkan kesejahteraan masyarakat.46 Dalam

organisasi olahraga modern memiliki karakteristik yang salah satunya

merupakan perwujudan pemerataan sosial di masyarakat. Sebab tidak ada

lagi batasan-batasan yang bisa menghambat partisipasi anggota

masyarakat47 dengan membuat organisasi olahraga komunitas atau CSO.

Berdasarkan hasil penelitian maka hipotesis yang diajukan adalah:

H6 : Sport Development Officer (SDO) berpengaruh positif dan

signifikan terhadap Community Sport Organization (CSO)

46 Yudha Febrianta, “Manajemen-Olahraga-Abad-21,” Prosiding Seminar Nasional "Optimalisasi Peran Pendidikan Dalam Membangun Karakter Anak Untuk Menyongsong Generasi Emas Indonesia, 2014. 47 Maksum, “Olahraga, Ekonomi Dan Konsumerisme.”