Using Hurricane Ivan as a modern analog in paleotempestology
Classical Conitioning Ivan Pavplov
Transcript of Classical Conitioning Ivan Pavplov
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Teori-Teori Belajar
Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan
bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua
memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada
tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu
Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada
dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan
seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun
tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk
yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun
hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting
untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk
diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang
sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini
penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
A. Behaviorisme
Behaviorisme dari kata behave yang berarti
berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme
merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan
atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat
dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam
melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari
keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial dari
pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah
1
pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan
untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran,
perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri
orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons
terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang
memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan
Pavlov dengan teorinya yang disebut classical conditioning,
John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-
Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect),
dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant
conditioning.
B. Kognitivisme
Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak muncul
kritik terhadap behaviorisme. Banyak keterbatasan dari
behaviorisme dalam menjelaskan berbagai masalah yang
berkaitan dengan belajar. Banyak pakar psikologi waktu
itu yang berpendapat behaviorisme terlalu fokus pada
respons dari suatu stimulus dan perubahan perilaku yang
dapat diamati.
Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada “otak”.
Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan
menyimpan informasi sangat penting dalam proses
belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang
menjadi fokus baru mereka.
Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan
behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya,
khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang
bisamempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi
2
kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan
proses mental yang kompleks, termasuk memori,
perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan
masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses
informasi dan membentuk representasi mental dari orang
lain, objek, dan kejadian.
C. Kontruktivisme
Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di
mana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau
membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru
didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa
lalu atau ada pada saat itu.
Dengan kata lain, ”belajar melibatkan konstruksi
pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh
dirinya sendiri”. Dengan demikian, belajar menurut
konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat
personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan
prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya
diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Guru bertindak
sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk
menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi
pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang
realstis. Konstruktivisme juga dikenal sebagai
konstruksi pengetahuan sebagai suatu proses sosial.
Kita dapat melakukan klarifikasi dan mengorganisasi
gagasan mereka sehingga kita dapat menyuarakan aspirasi
mereka. Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita
mengelaborasi apa yang mereka pelajari. Kita menjadi
3
terbuka terhadap pandangan orang lain Hal ini juga
memungkinkan kita menemukan kejanggalan dan
inkonsistensi karena dengan belajar kita bisa
mendapatkan hasil terbaik. Konstruktivisme dengan
sendirinya memiliki banyak variasi, seperti Generative
Learning, Discovery Learning, dan knowledge building. Mengabaikan
variasi yang ada, konstruktivisme membangkitkan
kebebasan eksplorasi siswa dalam suatu kerangka atau
struktur.
Dalam sidut pandang laiinya. konstruktivisme
merupakan seperangkat asumsi tentang keadaan alami
belajar dari manusia yang membimbing para konstruktivis
mempelajari teori metode mengajar dalam pendidikan.
Nilai-nilai konstruktivisme berkembang dalam
pembelajaran yang didukung oleh guru secara memadai
berdasarkan inisiatif dan arahan dari siswa sendiri.
Ada istilah lain yang sering disalahartikan sama dengan
konstruktivisme, yaitu maturationisme. Konstruktivisme
(yang merupakan perkembangan kognitif) merupakan suatu
aliran yang “yang didasarkan pada gagasan bahwa proses
dialektika atau interaksi dari perkembangan dan
pembelajaran melalui konstruksi aktif dari siswa
sendiri yang difasilitasi dan dipromosikan oleh orang
dewasa”. Sedangkan, “Aliran maturationisme romantik
didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan alami siswa
dapat terjadi tanpa intervensi orang dewasa dalam
lingkungan yang penuh kebebasan”.
4
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimanakah sejarah munculnya teori classical
conditioning?
2. Apakah pengertian classical conditioning?
3. Siapakah Ivan Pavlov?
4. Bagaimanakah eksperimen yang dilakukan Ivan Pavlov?
5. Bagaimanakah hukum-hukum pengkondisian dan hukum-hukum
belajar menurut Ivan Pavlov?
6. Apa sajakah prinsip-prinsip dalam teori belajar
classical conditioning?
7. Apakah kelebihan dan kekurangan pada teori belajar
classical conditioning?
8. Bagaimanakah aplikasi teori belajar classical
conditioning dalam pendidikan dan pengajaran?
3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Untuk mengetahui sejarah munculnya teori classical
conditioning
2. Untuk mengetahui pengertian classical conditioning
3. Untuk mengetahui biografi Ivan Pavlov
4. Untuk mengetahui eksperimen yang dilakukan Ivan Pavlov
5. Untuk mengetahui hukum-hukum pengkondisian dan hukum-
hukum belajar menurut Ivan Pavlov
5
6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam teori belajar
classical conditioning
7. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pada teori
belajar classical conditioning
8. Untuk mengetahui cara aplikasi teori belajar classical
conditioning dalam pendidikan dan pengajaran.
6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Classical Conditioning
Studi tentang pengkondisian klasikal dimulai dengan
serangkaian eksperimen yang dilakukan oleh pemenang
hadiah nobel berkebangsaan Rusia pada peralihan abad ini.
Ketika sedang mempelajari perencanaan, Pavlov melihat
bahwa seekor anjing mulai menyalurkan air liur bila
melihat piring makanan. Setiap anjing akan mengeluarkan
air liur bila makanan diletakkan dalam mulutnya. Tetapi
anjing tersebut telah belajar mengasosiasikan adanya
piring dengan rasa makanan. Pavlov memutuskan agar
membuktikan apakah anjing dapat diajar untuk
mangasosiasikan makanan dengan hal-hal lain seperti sinar
atau suara.1
Prosedur Conditioning Pavlov disebut Classic karena
merupakan penemuan bersejarah dalam bidang psikologi.
Secara kebetulan Conditioning refleks (psychic refleks)
ditemukan oleh Pavlov pada waktu ia sedang mempelajari
fungsi perut dan mengukur cairan yang dikeluarkan dari
perut ketika anjing (sebagai binatang percobaannya)
sedang makan. Ia mengamati bahwa air liur keluar tidak
hanya pada waktu anjing sedang makan, tetapi juga ketika
melihat makanan. Jadi melihat makanan saja sudah cukup
1 Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 294.
7
untuk menimbulkan air liur. Gejala semacam ini oleh
Pavlov disebut “Psychic” refleks.
B. Pengertian Classical Conditioning
Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang
memungkinkan organisme memberikan respon terhadap suatu
rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan respon itu,
atau suatu proses untuk mengintroduksi berbagai reflek
menjadi sebuah tingkah laku. Jadi classical conditioning
sebagai pembentuk tingkah laku melalui proses persyaratan
(conditioning process). Dan Pavlov beranggapan bahwa tingkah
laku organisme dapat dibentuk melalui pengaturan dan
manipulasi lingkungan.
Menurut teori Conditioning belajar itu adalah proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat
(conditions) yang kemudian menghasilkan reaksi
(response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar
haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang
terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah
adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan
dalam teori ini ialah hal belajar yang terjadi secara
otomatis. Penganut teori ini mengetakan bahwa segala
tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil
daripada conditioning. Yakni hasil daripada latihan-
latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap
syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang
dialaminya di dalam kehidupannya.2
C. Biografi Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)
2 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,1997), h. 91.
8
Tokoh Classical Conditioning dan bapak teori belajar
Modern, Ivan Petrovich Pavlov dilahirkan di Ryazan Rusia
desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi
seorang pendeta pada 18 September tahun 1849 dan
meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Ia
dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari
Teologi. Ayahnya seorang pendeta, dan awalnya Pavlov
sendiri berencana menjadi pendeta, namun dia berubah
pikiran dan memutuskan untuk menekuni fisiologis. Dia
sebenarnya bukanlah sarjana psikologi dan tidak mau
disebut sebagai ahli psikologi, karena dia adalah seorang
sarjana ilmu faal yang fanatik. Tahun 1870, ia memasuki
Universitas Petersburg untuk mempelajari sejarah alam di
Fakultas Fisika dan Matematika.3
Pada tahun 1890 ia menjadi profesor dalam
farmakologi di Akademi Kedokteran Militer di St.
Petersburg dan direktur Departemen Ilmu Faal di Institut
of Experimental Medicine di St. Petersburg. Antara 1895-
1924 ia menjadi profesor ilmu faal di Akademi Kedokteran
Militer tersebut, 1924-1936 menjadi direktur lembaga ilmu
faal di Akademi Rusia di Leningrad. Pada 1904 ia mendapat
hadiah Nobel untuk penelitiannya tentang pencernaan.4
Pada tahun ketiga, ia mengikuti kursus di Akademi
Medica Chiraginal. Namun, ia tidak ingin menjadi dokter,
melainkan seorang ahli fisiolog berkualitas. Pavlov
meminta setiap orang yang bekerja di laboratoriumnya3 Hergenhahn, B.R. & Mattew H. Olson, An Introduction To Theories Of Learning.
(London: Prentice-Hall International, 1997), h. 161. 4 Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh
Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 129-131.
9
menggunakan hanya istilah-istilah fisiologis saja. Jika
asisitennya ketahuan menggunakan bahasa psikologi –
contohnya menunjuk kepada perasaan atau pengetahuan si
anjing – maka dia akan mendenda mereka. Eksperimen Pavlov
yang sangat terkenal dibidang fisiologi dimulai ketika ia
melakukan studi tentang pencernaan. Dalam hidupnya Pavlov
dipengaruhi oleh buku-buku abad ke-16, terutama yang
ditulis Pisarev. Dia sangat konsekwen dengan pekerjaannya
sehingga banyak memperoleh tambahan pengetahuan tentang
fisiologi. Perjalanan Pavlov ke luar negeri memberikan
arti penting dalam mendukung dirinya menjadi seorang
fisiolog. Keahliannya dibidang fisiologi sangat
mempengaruhi eksperimen-eksperimennya.
Dalam eksperimennya dia melihat bahwa subjek
penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan air liur
sebagai respons atas munculnya makanan. Dia kemudian
mengeksplorasi fenomena ini dan kemudian mengembangkan
satu studi perilaku (behavioral study) yang dikondisikan, yang
dikenal dengan teori Classical Conditioning. Menurut teori ini,
ketika makanan (makanan disebut sebagai the unconditioned or
unlearned stimulus - stimulus yang tidak dikondisikan atau
tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan dengan
bunyi bel (bunyi bel disebut sebagai the conditioned or learned
stimulus - stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka
bunyi bel akan menghasilkan respons yang sama, yaitu
keluarnya air liur dari si anjing percobaan. Hasil
karyanya ini bahkan menghantarkannya menjadi pemenang
hadiah Nobel.
10
Selain itu teori ini merupakan dasar bagi
perkembangan aliran psikologi behaviourisme, sekaligus
meletakkan dasar-dasar bagi penelitian mengenai proses
belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar.
Pavlov telah melakukan penyelidikan terhadap kelenjar
ludah secara intensif sejak tahun 1902 dengan menggunakan
anjing. Hanya beberapa saat sebelum tahun itu, ketika
Pavlov menginjak usia 50 tahun dia memulai karyanya yang
terkenal tentang refleks-refleks yang terkondisikan
(condition refleks). Karya tulisnya adalah Work of
Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes. Di
Tahun 1904 dia memperoleh hadiah Nobel dibidang
Physiology or Medicine untuk karya tersebut. Karyanya
mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi
behavioristik di Amerika (The Official Web Site of the
Nobel Foundation, 2007).
Pengaruh pavlov kepada para ahli fisiologi malah
tidak begitu besar, pengaruhnya yang besar justru dalam
lapangan psikologi. Pada dewasa ini psikologi di Uni
Soviet boleh dikata adalah seluruhnya Pavlovian.
Pendapat-pendapat Pavlov dijadikan landasan bagi
psikologi di Uni Soviet, karena hal tersebut serasi
dengan filsafat doktrin historis-materialisme.
Salah seorang ahli yang berjasa dalam menyebarkan
pengaruh Pavlov itu dalam lapangan psikologi adalah von
Bechterev. Kecuali di Uni Soviet sendiri, di Amerika
serikatpun pengaruh aliran psikologi ini besar sekali.
Ketika J.B. Watson membaca karya pavlov itu, dia merasa
11
mendapatkan model yang cocok dengan pendiriannya, untuk
menjelaskan masalah tingkah laku manusia. Jadi
Pavlovianisme ini sangat besar pengaruhnya terhadap
perkembangan Behaviorisme di Amerika Serikat.5
Eksperimen-Eksperimen yang dilakukannya
Adapun langkah-langkah eksperimen yang dilakukan Pavlov
sebagai berikut:
1. Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa
sehingga memungkinkan penyelidik mengukur dengan teliti
air ludah yang keluar dengan pipa sebagai respons
terhadap perangsang makanan (berupa serbuk daging) yang
disodorkan ke mulutnya.
Eksperimen Pavlov diulang beberapa kali hingga
akhirnya diketahui bahwa air liur sudah keluar sebelum
makanan sampai ke mulut. Artinya, air liur telah keluar
saat anjing melihat piring tempat makanan, melihat
orang yang biasa memberi makanan bahkan saat mendengar
langkah orang yang biasa memberi makanan.6
Dengan demikian, keluarnya air liur karena ada
perangsang makanan merupakan suatu yang wajar. Namun,
keluarnya air liur karena anjing melihat piring, orang
atau bahkan langkah seseorang merupakan suatu yang
tidak wajar. Artinya, dalam keadaan normal, air liur
anjing tidak akan keluar hanya karena melihat piring
makanan, orang yang biasa memberi makanan dan mendengar
langkah-langkah orang yang biasa memberi makanan.5 Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2009), h. 266. 6 G.A. Kimble, N. Garmezy & E. Zigler, Principles of General Psychology. (New York:John Wiley & Sons, Inc. 1974), h. 208.
12
Piring tempat makanan, orang dan langkah orang yang
biasa memberi makanan merupakan tanda atau signal.
Dalam eksperimennya, tanda atau signal selalu
diikuti datangnya makanan. Berkat latihan-latihan
selama eksperimen, anjing akan mengeluarkan air liurnya
bila melihat atau mendengar signal-signal yang persis
sama dengan signal-signal yang digunakan dalam
eksperimen.
Apabila dikaji secara mendalam menurut psikologi,
refleks bersyarat merupakan hasil belajar atau latihan.
Namun, sebagai seorang ahli fisiologi, Pavlov tidak
tertarik pada masalah tersebut karena lebih tertarik
pada masalah fungsi otak. Dengan mendapatkan refleks
bersyarat, Pavlov berkeyakinan bahwa ia telah menemukan
sesuatu yang baru dibidang fisiologi. Dia ingin
mengetahui proses terbentuknya refleks bersyarat
melalui penyelidikan mengenai fungsi otak secara tidak
langsung7.
2. Dalam usahanya memahami fungsi otak, Pavlov mengulangi
eksperimen seperti di atas dengan berbagai variasi.
Adapun langkah-langkah eksperimennya adalah:
a. Anjing dibiarkan lapar, Paplov membunyikan metronom
dan anjing mendengarkannya dengan sungguh-sungguh.
Variasi lain dilakukuan dengan menyalakan lampu dalam
kamar gelap dan anjing memperhatikan lampu menyala.
Setelah metronom berbunyi atau lampu menyala selama
7 Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Edisi 5. (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2006), h. 30-33.
13
30 detik, makanan (serbuk daging) diberikan dan
terjadilah refleks pengeluaran air liur.
b. Percobaan tersebut, baik dengan membunyikan metronom
maupun menyalakan lampu, diulang berkali-kali dengan
jarak 15 menit.
c. Setelah diulang 32 kali, bunyi metronom atau nyala
lampu selama 30 detik dapat menyebabkan keluarnya air
liur dan semakin bertambah deras jika makanan
diberikan.8
Dalam eksperimen kedua di atas, ada beberapa
hal yang bisa diterangkan:
1) Bunyi metronom atau nyala lampu merupakan
Conditioning Stimulus (CS) dan makanan merupakan
Unconditioning Stimulus (US).
2) Keluarnya air liur karena bunyi metronom atau nyala
lampu merupakan Conditioning Refleks (CR) dan
keluarnya air liur karena ada makanan merupakan
Unconditioning Refleks (UR).
3) Makanan yang diberikan setelah air liur disebut
Reinforcer (pengaruh) yang memperkuat refleks
bersyarat dan memberikan respons lebih kuat
dibandingkan dengan refleks bersyarat.
3. Eksperimen-eksperimen Pavlov berikutnya bertujuan
mengetahui apakah refleks bersyarat yang telah
terbentuk dapat hilang atau dihilangkan. Melalui semua
eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa refleks
bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau
dihilangkan dengan jalan:8 Suryabrata, Sumadi. Op Cit. h: 264.
14
a. Refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang
jika perangsang atau signal yang membentuknya telah
hilang. Hal ini dapat disebabkan perangsang atau
signal yang selama ini dikenal telah dilupakan atau
tidak pernah digunakan kembali.
b. Refleks bersyarat dapat dihilangkan dengan melakukan
persyaratan kembali (reconditioning). Caranya seperti
pada eksperimen kedua. Misalnya, bunyi metronom yang
digunakan sebagai signal telah berhasil membentuk
refleks bersyarat. Kemudian, bunyi metronom tidak
digunakan kembali dan diganti dengan nyala lampu.
Dalam waktu yang cukup lama, jika metronom dibunyikan
kembali, tidak akan mengakibatkan refleks bersyarat
karena sekarang refleks bersyarat muncul jika ada
nyala lampu. Kenyataan menunjukkan bahwa hewan
memiliki daya ingat terbatas, seperti halnya manusia.9
4. Eksperimen lain dari Pavlov bertujuan mengetahui
kemampuan binatang dalam membedakan bermacam-macam
perangsang agar menolong kemajuan studi ilmiah tentang
belajar. Namun demikian, penemuan-penemuan Pavlov tidak
banyak diterapkan pada belajar di sekolah.
Dari hasil eksperimen-eksperimen yang dilakukan
dengan anjing itu Pavlov berkesimpulan: bahwa gerakan–
gerakan refleks itu dapat dipelajari; dapat berubah
karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat
dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar
(Unconditioned Refleks) – keluar air liur ketika
melihat makanan dan refleks bersyarat/refleks yang9 Ibid, h. 265.
15
dipelajari (Conditioned Refleks) – keluar air liur
karena menerima/bereaksi terhadap warna sinar tertentu,
atau terhadap suatu bunyi tertentu. Seperti pada gambar
berikut:
Gambar Eksperimen yang dilakukakan oleh Pavlov
D. Hukum-Hukum Pengkondisian dan Hukum-Hukum Belajar Menurut
Pavlov
1. Kepunahan/Penghapusan/Pemadaman (extinction).
Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim
tidak diikuti dengan rangsangan tak terlazim, lama-
kelamaan individu/organisme itu tidak akan bertindak
balas. Setelah respons itu terbentuk, maka respons itu
akan tetap ada selama masih diberikan rangsangan
bersyaratnya dan dipasangkan dengan rangsangan tak
bersyarat. Kalau rangsangan bersyarat diberikan untuk
beberapa lama, maka respons bersyarat lalu tidak
16
mempunyai pengut/reinforce dan besar kemungkinan respons
bersyarat itu akan menurun jumlah pemunculannya dan akan
semakin sering tak terlihat seperti penelitian
sebelumnya. Peristiwa itulah yang disebut dengan
pemadaman (extinction). Beberapa respons bersyarat akan
hilang secara perlahan-lahan atau hilang sama sekali
untuk selamanya. Dalam kehidupan nyata, mungkin kita
pernah menjumpai realitas respons emosi bersyarat.
Contoh : Ada dua orang anak kecil laki-laki dan
perempuan yang biasa bermain bersama. Pada saat mereka
menginjak dewasa, menjadi seorang gadis dan pemuda, tiba-
tiba tumbuh perasaan cinta pada diri pemuda kepada gadis
tersebut, tetapi tidak demikian dengan sang gadis. Pada
saat pemuda teman sejak kecilnya itu menyatakan cintanya,
gadis tersebut menolak dengan alasan perasaan kepada
pemuda itu hanya sebatas teman. Namun, karena pemuda itu
sangat mencintai sang gadis, dengan menggunakan berbagai
cara yang dapat membahagaikan, ia berusaha untuk
mengambil hati gadis itu agar menerima cintanya.
Misalnya, dengan selalu memberikan perhatian, memberikan
segala yang disukai oleh gadis itu, dan lain sebagainya.
Ketika perhatian dan kebaikannya kepada gadis tersebut
dilakukan berulang-ulang maka pada suatu saat hati sang
gadis menjadi luluh dan akhirnya menerima cinta pemuda
tersebut.
2. Generalisasi Stimulus (stimulus generalization).
Rangsangan yang sama akan menghasilkan tindak balas
yang sama. Pavlov menggunakan bunyi loceng yang berlainan
17
nada, tetapi anjing masih mengeluarkan air liur. Ini
menunjukkan bahawa organisme telah terlazim, dengan
dikemukakan sesuatu rangsangan tak terlazim akan
menghasilkan gerak balas terlazim (air liur) walaupun
rangsangan itu berlainan atau hampir sama. Contoh : anak
kecil yang merasa takut pada anjing galak, tentu akan
memberikan respons rasa takut pada setiap anjing. Tapi
melalui penguatan dan pemadaman diferensial, rentang
stimulus rasa takut menjadi menyempit hanya pada anjing
yang galak saja.
3. Pemilahan (discrimination).
Diskriminasi yang dikondisikan ditimbulkan melalui
penguatan dan pemadaman yang selektif.10 Diskriminasi
berlaku apabila individu berkenaan dapat membedakan atau
mendiskriminasi antara rangsangan yang dikemukakan dan
memilih untuk tidak bertindak atau bergerak balas. Contoh
: Anak kecil yang takut pada anjing galak, maka akan
memberi respon rasa takut pada setiap anjing, tapi ketika
anjing galak terikat dan terkurung dalam kandang maka
rasa takut anak itu menjadi berkurang.
Generalisasi awal stimulus ini secara bertahap
membuka jalan bagi proses pembedaan. Jika anjing terus
dibiarkan mendengar suara bel yang berbeda-beda nadanya
(tanpa menyajikan makanan di hadapannya), maka si anjing
mulai merespons secara lebih selektif, membatasi
responsnya hanya kepada nada yang paling mirip dengan CS
orisinil. Kita bisa juga secara aktif menghasilkan
10 Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran. (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media Group, 2008), h. 62.
18
pembedaan dengan menggandengkan satu nada dengan makanan,
sementara nada lain tanpa disertai makanan. Ini biasa
disebut sebagai eksperimen tentang pemilahan stimulus. Contoh:
Guru yang biasa memberikan pelajaran dengan latihan soal
dan usai memberikan pelajaran menyuruh siswa mengerjakan
latihan soal yang ada dalam buku teks dipapan tulis. Bila
penyelesaian soal tersebut benar maka guru akan tersenyum
dan mengatakan “bagus”. Stimulus ini akan ditangkap oleh
siswa dan dianalogikan bahwa perkataan “bagus” berarti
jawaban siswa tersebut “benar”. Ini akan berbeda jika
siswa mengerjakan soal dipapan dan guru cuma tersenyum
tanpa mengatakan bagus, karena siswa akan menganalogikan
jawaban yang dibuatnya belum tentu “benar”. Jadi siswa
akan selektif mengartikan senyum guru.
4. Tingkat Pengondisian Yang Lebih Tinggi.
Akhirnya, Pavlov menun-jukkan bahwa sekali kita
dapat mengondisikan seekor anjing secara solid kepada CS
tertentu, maka dia kemudian bisa menggunakan CS itu untuk
menciptakan hubungan dengan stimulus lain yang masih
netral. Di dalam sebuah eksperimen murid-murid Pavlov
melatih seekor anjing untuk mengeluarkan air liur
terhadap bunyi bel yang disertai makanan, kemudian
memasangkan bunyi bel itu saja dengan sebuah papan hitam.
Setelah beberapa percobaan, dengan melihat papan hitam
itu saja anjing bisa mengeluarkan air liurnya. Ini
disebut pengondisian tingkat-kedua. Pavlov menemukan
bahwa dalam beberapa kasus dia bisa menciptakan
pengondisian sampai tingkat-tiga, namun untuk tingkat
19
selanjutnya, pengondisian tidak bisa dilakukannya.11
Contoh: Stimulus yang telah membangkitkan minat dan
motivasi siswa untuk belajar pada mata pelajaran tertentu
(misalnya sains) yang dirasa sulit, akan melekat pada
diri siswa minat dan motivasi tersebut. Dan bila siswa
dihadapkan pada mata pelajaran lain (misalnya matematika)
yang juga dirasa sulit, maka minat dan motivasi untuk
mempelajari mata pelajaran tersebut akan sama besarnya
dengan minat dan motivasi belajar pelajaran terdahulu
(red: sains).
Secara garis besar hukum-hukum belajar menurut
Pavlov, diantaranya :
1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang
dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara
simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai
reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan
meningkat.
2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang
dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui
Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa
menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.
E. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Classical Conditioning
Prinsip-prinsip belajar menurut Classical Conditioning
adalah sebagai berikut:
1. Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara
menghubungkan/mempertautkan antara perangsang
(stimulus) yang lebih kuat dengan perangsang yang lebih
lemah.11 Purwanto, Ngalim. Op Cit. h. 230.
20
2. Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara
organisme dengan lingkungan.
3. Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada
organisme.
4. Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak US
dan CS akan menimbulkan aktivitas otak. Aktivitas yang
ditimbulkan US lebih dominan daripada yang ditimbulkan
CS. Oleh karena itu US dan CS harus di pasang bersama-
sama, yang lama kelamaan akan terjadi hubungan. Dengan
adanya hubungan, maka CS akan mengaktifkan pusaat CS di
otak dan selanjutnya akan mengaktifkan US. Dan akhirnya
organisme membuat respon terhadap CS yang tadinya
secara wajar dihubungkan dengan US.
5. Semua aktifitas susunan syaraf pusat diatur oleh
eksitasi dan inhibisi. Setiap peristiwa di lingkungan
organisme akan dipengaruhi oleh dua hal tersebut, yang
pola tersebut oleh Pavlov disebut Cortical Mosaic. Dan
pola ini akan mempengaruhi respons organisme terhadap
lingkungan. Namun demikian Pavlov juga menyadari bahwa
tingkah laku manusia lebih komplek dari binatang,
karena manusia mempunyai bahasa dan hal ini akan
mempengaruhi tingkah laku manusia.12
F. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Classical
Conditioning
Teori belajar yang dikemukakan oleh Pavlov, secara
prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih
menekankan timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan
12 Tim Penyusun, Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 2004)
21
dapat diukur. Teori tersebut terkesan seperti kinerja
mesin atau robot. Teori yang sudah terlanjur diyakini
banyak orang ini tentu saja mengandung banyak kelemahan.
Kekuatan teori ini adalah sebagai berikut:
1. Behaviorisme melakukan penelitiannya terhadap prrilaku
berdasarkan yang tampak atau observable behaviors. Oleh
sebab itu mempermudah proses penelitian karena prilaku
dapat dikuantifikasi.
2. Teknik terapi prilaku yang efektif secara intensif
menggunakan intervensi berbasis behaviorisme.
Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam merubah perilaku
yang mal adaptif menjadi perilaku adaptif dan dapat
diterapkan pada anak dan orang dewasa.
Kelemahan teori tersebut adalah sebagai berikut:
1. Proses belajar itu dipandang dapat diamati langsung
padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang
tidak dapat disaksikan dari luar kecuali sebagian
gejalanya.
2. Proses belajar itu dipandang bersifat otomatis–mekanis,
sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot,
padahal setiap siswa memiliki self-regulation (kemampuan
mengatur diri sendiria) dan self control (pengendalian
diri) yang bersifat kogniti, dan karenanya ia bisa
menolak, merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya
karena lelah atau berlawanan dengan kata hati.
22
3. Proses belajar manusia dianalogikan dengan prilaku
hewan itu sangat sulit diterima mengingat amat
mencoloknya perbedaan antara karakter fisik dan psikis
hewan.
4. Behaviorisme sangat dikenal dengan pandanganya bahwa
pembelajar adalah individu yang pasif yang bertugas
hanya memberi respon kepada stimulus yang deberikan.
Pembentukan prilaku sangat ditentukan oleh penerapan
reinforcement atau punishment. Oleh sebab itu belajar
didefinisikan sebagai perubahan perilaku.
5. Behaviorisme menggeneralisir hasil eksperimen terhadap
hewan kepada manusia. Oleh sebab itu generalisasi
tersebut kurang berhasil apabila diterapkan kepada
orang dewasa.
G. Aplikasi Teori Belajar Classical Conditioning dalam
Pendidikan dan Pengajaran
a. Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical
Conditioning dalam Pengajaran
Pengaruh keadaan klasik membantu menjelaskan banyak
pelajaran di mana satu stimulus diganti/ digantikan
untuk yang lain. Satu contoh yang penting tentang
proses ini adalah pelajaran atraksi emosional dan
ketakutan. Bahwa bentakkan seorang guru seringkali
membuat takut murid-muridnya, hal yang sama seorang
polisi mempermainkan penjahat dengan ancungan
tangannya, atau seorang perawat hendak memberi
suntikan kepada pasiennya. Semua perilaku ini
menciptakan tanggapan perhatian dan ketakutan di hati
23
orang-orang tersebut dibawah kesadaran mereka. Situasi
ini memberikan pengaruh ketakutan bila stimulus tidak
netral:
Guru Sorak ( UCS) Perhatian dan Ketakutan anak
( UCR)
Polisi mendorong dengan penuh ancaman (UCS)
Perhatian
dan
Ketakutan
masyarakat
(UCR)
Perawat memberi suntikan (UCS) Perhatian dan
Ketakutan pasien (UCR)
Manapun stimulus netral yang berulang-kali terjadi
bersama-sama dengan stimuli ini cenderung untuk
dikondisikan (C) ke ketakutan sebagai respon. Jika
seorang guru selalu meneliti seorang anak, kemudian
hanya memperhatikan dia tanpa mengkritik boleh jadi
membuat dia menaruh perhatiannya. Hal yang ekstrim,
anak bisa berhubungan dengan guru di kelas dengan
perhatian dan ketakutannya yang ia kembangkan samarata,
atau ketakutan yang kadang tidak masuk akal. Hal yang
sama juga dialami masyarakat phobia polisi, atau
pasien, tentang perawat.
Tetapi tanggapan positif dapat dibangun secara
sederhana untuk mengkondisikan stimulus. Jika seorang
24
guru memuji seorang siswa maka akan menimbulkan hal
positif baginya, bahkan ketika dia tidak lagi dipuji.
Pada akhirnya, proses ini dapat membangun hubungan baik
di kelas. Hal yang sama untuk polisi, perawat, atau
orang yang bekerja dengan orang-orang: stimuli yang
dapat dipercaya menimbulkan hal positif tanggapan
tersebut dapat dikondisikan untuk lain. Penggantian
stimulus dapat membantu bahkan pada pelajaran tertentu
yang tidak berisi unsur perasaan. Pengaruh tersebut
tidak memerlukan refleks sebagai titik awal.
Beberapa Psikolog menyebutnya belajar berlanjut atau
asiosatif learning, hanya memerlukan dua stimuli yang
tidak bertalian terjadi bersama-sama pada suatu
tanggapan atau keduanya dari stimulus yang ada. Jika
seorang anak telah mempelajari bagaimana cara
menggunakan unit balok kecil, kemudian stimuli ini
dapat dipasangkan dengan hal yang lebih abstrak, mereka
akan dapat menulis padanan menulis padanan yang
menghasilkan apa yang diinginkan dengan baik. Terlihat
bahwa awalnya anak tidak mempunyai kemampuan tertentu
(netral) namun setelah belajar mereka mengasiosatifkan
ingatan mereka pada hal yang berbeda.13
Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan
seperti lonceng berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai
dan atau pelajaran berakhir. Pertanyaan guru diikuti
oleh angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat
13 Seifert, Kelvin. Educational Psychology. (Boston: Houghton MifflinCompany, 1983), h. 149-150.
25
menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk
memanggil suatu respon atau tanggapan ahli pendidikan
lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan
mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari
bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar
perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam
bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan
membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata
dalam bahasa asing.14
Dalam pengertian yang lebih luas lagi misalnya
memasangkaan maakna suatu konsep dengan pengalaman
siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami
konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terus
menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini,
sebagian para ahli telah mulai meninggalkan teori
psikologi ini.
b. Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical
Conditioning di Kelas
Berikut ini beberapa tips yang ditaawarkan oleh
Woolfolk (1995) dalam menggunakan prinsip-prinsip
kondisioning klasik di kelas.
a. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika
memberikan tugas-tugas belajar, misalnya:
1) Menekankan pada kerjasama dan kompetisi
antarkelompok daripada individu, banyak siswa yang14 Sudjana, Nana. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. (Jakata: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1991), h. 73.
26
akan memiliki respons emosional secara negatif
terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin
akan digeneraalissikan dengan pelajaran-pelajaran
yang lain;
2) Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan
dengan menciptakaan ruang membaca (reading corner) yang
nyaman dan enak serta menarik, dan lain
sebagainya.
b. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses
situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan,
misalnya:
1) Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkaan
siswa lain cara memahami materi pelajaran;
2) Membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan
jangka panjang, misalnya dengaan memberikan tes
harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpaan apa
yang dipelajari dengan baik;
3) Jika siswa takut berbicara di depan kelas,
mintalah siswa untuk membacakan sebuah laaporan di
depan kelompok kecil sambil duduk di tempat,
kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia
terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca
laporan di depaan seluruh murid di kelas.
c. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan
persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka
27
dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara
tepat. Misalnya, dengan:
1) Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi
ujian masuk sebuah sekolah yang lebih tinggi
tingkatannya atau perguruan tinggi, bahwa tes
tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik
lain yang pernah mereka lakukan;
2) Menjelaskan bahwa lebih baik menghindari hadiah
yang berlebihan dari orang yang tidak dikenal,
atau menghindar tetapi aman daan dapat menerima
penghargaan dari orang dewasa ketika orangtua
ada.15
d. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika
memberikan tugas-tugas belajar, Contoh: Menekankan
pada kerja sama dan kompetisi antar kelompok
daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki
respons emosional secara negatif terhadap kompetisi
secara individual, yang mungkin akan
digeneralisasikan dengan pelajaran-pelajaran yang
lain, contoh lainnya adalah membuat kegiatan membaca
menjadi menyenangkan dengan menciptakan ruang
membaca yang nyaman dan enak serta menarik.
e. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses
situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan,
Contoh: Mendorong siswa yang pemalu untuk
mengajarkan siswa lain cara memahami materi15 Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, Op Cit. Hal: 64.
28
pelajaran, misalnya dengan memberikan tes harian,
mingguan, agar siswa dapat menyimpan apa yang
dipelajari dengan baik. Jika siswa takut berbicara
di depan kelas mintalah siswa untuk membacakan
sebuah laporan di depan kelompok kecil sambil duduk
ditempat, kemudian berikutnya dengan berdiri.
Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk
membaca laporan di depan seluruh murid di kelas.
f. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan
persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka
dapat membedakan dan menggeneralisasi secara tepat.
Contoh : Meyakinkan siswa yang cemas ketika
menghadapi ujian masuk sebuah perguruan tinggi,
bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi
akademik lain yang pernah mereka lakukan.
Sebagai guru, kita harus mengetahui bagaimana
mengurangi counterproductive kondisi responsif yang
dialami para siswa. Psikolog sudah mempelajari ke
arah itu untuk memadamkan hal negatif sebagai reaksi
emosional pada stimulus dikondisikan tertentu tidak
lain untuk memperkenalkan stimulus itu secara pelan-
pelan dan secara berangsur-angsur sehingga siswa
bahagia atau santai ( M.C.Jones, 1924; Wolpe, 1969).
Satu contoh, jika Imung seorang yang takut berenang,
kita mungkin mulai pelajaran berenangnya pada tempat
yang dangkal seperti bayi bermain dalam tempat
mandinya kemudian bergerak perlahan-lahan ke air
29
yang lebih dalam, maka ia akan merasa lebih nyaman
untuk mencoba berenang.
Tidak ada hal yang paling membanggakan pada
guru selain membantu dan membuat siswa menjadi
sukses dan merasa senang di kelas. Satu hal yang
perlu guru ingat bahwa kelas dapat membuat perilaku
baik siswa, meningkat atau justru melemahkannya.16
BAB III
PENUTUP
Simpulan
16 Ormred, Jeane E. Educational Psychology Developing Learners. Fourth Edition.(Ohio: Merrill Prentice Hall, 2003), h. 304-305.
30
Sebagai sebuah teori, Classical Conditioning Pavlov
memiliki kelebihan dan sekaligus kekurangan. Adapun
kelebihan teori ini misalnya cocok diterapkan untuk
pembelajaran yang menghendaki penguasaan ketrampilan
dengan latihan. Atau pada pembelajaran yang menghendaki
adanya bias atau membentuk perilaku tertentu. Selain itu
juga memudahkan pendidik dalam mengontrol pembelajaran
sebab individu tidak menyadari bahwa dia dikendalikan oleh
stimulus yang berasal dari luar dirinya. Pada sisi lain,
teori ini juga tepat kalau digunakan untuk melatih
kepandaian binatang.
Sementara itu, kelemahan Teori Belajar Classical
Conditioning Pavlov adalah bahwa teori ini menganggap bahwa
belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan
dan kehendak pribadi tidak dihiraukan. Teori ini juga
terlalu menonjolkan peranan latihan/kebiasaan padahal
individu tidak semata-mata tergantung dari pengaruh luar
yang menyebabkan individu cenderung pasif karena akan
tergantung pada stimulus yang diberikan. Di samping itu
pula, dalam teori ini, proses belajar manusia dianalogikan
dengan perilaku hewan sulit diterima, mengingat perbedaan
karakter fisik dan psikis yang berbeda antar keduanya.
Oleh karena itu, teori ini hanya dapat diterima dalam hal-
hal belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang
mengenai skill (keterampilan) tertentu dan mengenai
pembiasaan pada anak-anak kecil.
31
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008
G.A. Kimble, N. Garmezy & E. Zigler, Principles of General Psychology.
New York: John Wiley & Sons, Inc. 1974
Hergenhahn, B.R. & Mattew H. Olson, An Introduction To Theories Of
Learning. London: Prentice-Hall International, 1997
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1997.
Ormred, Jeane E. Educational Psychology Developing Learners. Fourth
Edition. Ohio: Merrill Prentice Hall, 2003
Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi, Jakarta: Erlangga, 2010
Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh
Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1978
Seifert, Kelvin. Educational Psychology. Boston: Houghton Mifflin
Company, 1983
32
Sudjana, Nana. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakata: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1991
Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2009
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Edisi 5. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2006
Tim Penyusun, Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: FIP IKIP
Yogyakarta, 2004
33