Classical Conitioning Ivan Pavplov

33
BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Teori-Teori Belajar Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. A. Behaviorisme Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah 1

Transcript of Classical Conitioning Ivan Pavplov

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Teori-Teori Belajar

Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan

bagaimana manusia belajar, sehingga membantu kita semua

memahami proses inhern yang kompleks dari belajar. Ada

tiga perspektif utama dalam teori belajar, yaitu

Behaviorisme, Kognitivisme, dan Konstruktivisme. Pada

dasarnya teori pertama dilengkapi oleh teori kedua dan

seterusnya, sehingga ada varian, gagasan utama, ataupun

tokoh yang tidak dapat dimasukkan dengan jelas termasuk

yang mana, atau bahkan menjadi teori tersendiri. Namun

hal ini tidak perlu kita perdebatkan. Yang lebih penting

untuk kita pahami adalah teori mana yang baik untuk

diterapkan pada kawasan tertentu, dan teori mana yang

sesuai untuk kawasan lainnya. Pemahaman semacam ini

penting untuk dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.

A. Behaviorisme

Behaviorisme dari kata behave yang berarti

berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme

merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan

atas proposisi (gagasan awal) bahwa perilaku dapat

dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam

melakukan penelitian, behavioris tidak mempelajari

keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial dari

pendekatan behaviorisme terhadap belajar adalah

1

pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan

untuk memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran,

perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam diri

orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons

terhadap berbagai tipe stimulus. Para tokoh yang

memberikan pengaruh kuat pada aliran ini adalah Ivan

Pavlov dengan teorinya yang disebut classical conditioning,

John B. Watson yang dijuluki behavioris S-R (Stimulus-

Respons), Edward Thorndike (dengan teorinya Law of Efect),

dan B.F. Skinner dengan teorinya yang disebut operant

conditioning.

B. Kognitivisme

Menjelang berakhirnya tahun 1950-an banyak muncul

kritik terhadap behaviorisme. Banyak keterbatasan dari

behaviorisme dalam menjelaskan berbagai masalah yang

berkaitan dengan belajar. Banyak pakar psikologi waktu

itu yang berpendapat behaviorisme terlalu fokus pada

respons dari suatu stimulus dan perubahan perilaku yang

dapat diamati.

Kognitivis mengalihkan perhatiannya pada “otak”.

Mereka berpendapat bagaimana manusia memproses dan

menyimpan informasi sangat penting dalam proses

belajar. Akhirnya proposisi (gagasan awal) inilah yang

menjadi fokus baru mereka.

Kognitivisme tidak seluruhnya menolak gagasan

behaviorisme, namun lebih cenderung perluasannya,

khususnya pada gagasan eksistensi keadaan mental yang

bisamempengaruhi proses belajar. Pakar psikologi

2

kognitif modern berpendapat bahwa belajar melibatkan

proses mental yang kompleks, termasuk memori,

perhatian, bahasa, pembentukan konsep, dan pemecahan

masalah. Mereka meneliti bagaimana manusia memproses

informasi dan membentuk representasi mental dari orang

lain, objek, dan kejadian.

C. Kontruktivisme

Konstruktivisme memandang belajar sebagai proses di

mana pembelajar secara aktif mengkonstruksi atau

membangun gagasan-gagasan atau konsep-konsep baru

didasarkan atas pengetahuan yang telah dimiliki di masa

lalu atau ada pada saat itu.

Dengan kata lain, ”belajar melibatkan konstruksi

pengetahuan seseorang dari pengalamannya sendiri oleh

dirinya sendiri”. Dengan demikian, belajar menurut

konstruktivis merupakan upaya keras yang sangat

personal, sedangkan internalisasi konsep, hukum, dan

prinsip-prinsip umum sebagai konsekuensinya seharusnya

diaplikasikan dalam konteks dunia nyata. Guru bertindak

sebagai fasilitator yang meyakinkan siswa untuk

menemukan sendiri prinsip-prinsip dan mengkonstruksi

pengetahuan dengan memecahkan problem-problem yang

realstis. Konstruktivisme juga dikenal sebagai

konstruksi pengetahuan sebagai suatu proses sosial.

Kita dapat melakukan klarifikasi dan mengorganisasi

gagasan mereka sehingga kita dapat menyuarakan aspirasi

mereka. Hal ini akan memberi kesempatan kepada kita

mengelaborasi apa yang mereka pelajari. Kita menjadi

3

terbuka terhadap pandangan orang lain Hal ini juga

memungkinkan kita menemukan kejanggalan dan

inkonsistensi karena dengan belajar kita bisa

mendapatkan hasil terbaik. Konstruktivisme dengan

sendirinya memiliki banyak variasi, seperti Generative

Learning, Discovery Learning, dan knowledge building. Mengabaikan

variasi yang ada, konstruktivisme membangkitkan

kebebasan eksplorasi siswa dalam suatu kerangka atau

struktur.

Dalam sidut pandang laiinya. konstruktivisme

merupakan seperangkat asumsi tentang keadaan alami

belajar dari manusia yang membimbing para konstruktivis

mempelajari teori metode mengajar dalam pendidikan.

Nilai-nilai konstruktivisme berkembang dalam

pembelajaran yang didukung oleh guru secara memadai

berdasarkan inisiatif dan arahan dari siswa sendiri.

Ada istilah lain yang sering disalahartikan sama dengan

konstruktivisme, yaitu maturationisme. Konstruktivisme

(yang merupakan perkembangan kognitif) merupakan suatu

aliran yang “yang didasarkan pada gagasan bahwa proses

dialektika atau interaksi dari perkembangan dan

pembelajaran melalui konstruksi aktif dari siswa

sendiri yang difasilitasi dan dipromosikan oleh orang

dewasa”. Sedangkan, “Aliran maturationisme romantik

didasarkan pada gagasan bahwa perkembangan alami siswa

dapat terjadi tanpa intervensi orang dewasa dalam

lingkungan yang penuh kebebasan”.

4

2. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah sejarah munculnya teori classical

conditioning?

2. Apakah pengertian classical conditioning?

3. Siapakah Ivan Pavlov?

4. Bagaimanakah eksperimen yang dilakukan Ivan Pavlov?

5. Bagaimanakah hukum-hukum pengkondisian dan hukum-hukum

belajar menurut Ivan Pavlov?

6. Apa sajakah prinsip-prinsip dalam teori belajar

classical conditioning?

7. Apakah kelebihan dan kekurangan pada teori belajar

classical conditioning?

8. Bagaimanakah aplikasi teori belajar classical

conditioning dalam pendidikan dan pengajaran?

3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui sejarah munculnya teori classical

conditioning

2. Untuk mengetahui pengertian classical conditioning

3. Untuk mengetahui biografi Ivan Pavlov

4. Untuk mengetahui eksperimen yang dilakukan Ivan Pavlov

5. Untuk mengetahui hukum-hukum pengkondisian dan hukum-

hukum belajar menurut Ivan Pavlov

5

6. Untuk mengetahui prinsip-prinsip dalam teori belajar

classical conditioning

7. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan pada teori

belajar classical conditioning

8. Untuk mengetahui cara aplikasi teori belajar classical

conditioning dalam pendidikan dan pengajaran.

6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Classical Conditioning

Studi tentang pengkondisian klasikal dimulai dengan

serangkaian eksperimen yang dilakukan oleh pemenang

hadiah nobel berkebangsaan Rusia pada peralihan abad ini.

Ketika sedang mempelajari perencanaan, Pavlov melihat

bahwa seekor anjing mulai menyalurkan air liur bila

melihat piring makanan. Setiap anjing akan mengeluarkan

air liur bila makanan diletakkan dalam mulutnya. Tetapi

anjing tersebut telah belajar mengasosiasikan adanya

piring dengan rasa makanan. Pavlov memutuskan agar

membuktikan apakah anjing dapat diajar untuk

mangasosiasikan makanan dengan hal-hal lain seperti sinar

atau suara.1

Prosedur Conditioning Pavlov disebut Classic karena

merupakan penemuan bersejarah dalam bidang psikologi.

Secara kebetulan Conditioning refleks (psychic refleks)

ditemukan oleh Pavlov pada waktu ia sedang mempelajari

fungsi perut dan mengukur cairan yang dikeluarkan dari

perut ketika anjing (sebagai binatang percobaannya)

sedang makan. Ia mengamati bahwa air liur keluar tidak

hanya pada waktu anjing sedang makan, tetapi juga ketika

melihat makanan. Jadi melihat makanan saja sudah cukup

1 Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi, (Jakarta: Erlangga, 2010), h. 294.

7

untuk menimbulkan air liur. Gejala semacam ini oleh

Pavlov disebut “Psychic” refleks.

B. Pengertian Classical Conditioning

Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang

memungkinkan organisme memberikan respon terhadap suatu

rangsang yang sebelumnya tidak menimbulkan respon itu,

atau suatu proses untuk mengintroduksi berbagai reflek

menjadi sebuah tingkah laku. Jadi classical conditioning

sebagai pembentuk tingkah laku melalui proses persyaratan

(conditioning process). Dan Pavlov beranggapan bahwa tingkah

laku organisme dapat dibentuk melalui pengaturan dan

manipulasi lingkungan.

Menurut teori Conditioning belajar itu adalah proses

perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat

(conditions) yang kemudian menghasilkan reaksi

(response). Untuk menjadikan seseorang itu belajar

haruslah kita memberikan syarat-syarat tertentu. Yang

terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah

adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan

dalam teori ini ialah hal belajar yang terjadi secara

otomatis. Penganut teori ini mengetakan bahwa segala

tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil

daripada conditioning. Yakni hasil daripada latihan-

latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap

syarat-syarat/perangsang-perangsang tertentu yang

dialaminya di dalam kehidupannya.2

C. Biografi Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)

2 M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya,1997), h. 91.

8

Tokoh Classical Conditioning dan bapak teori belajar

Modern, Ivan Petrovich Pavlov dilahirkan di Ryazan Rusia

desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi

seorang pendeta pada 18 September tahun 1849 dan

meninggal di Leningrad pada tanggal 27 Februari 1936. Ia

dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari

Teologi. Ayahnya seorang pendeta, dan awalnya Pavlov

sendiri berencana menjadi pendeta, namun dia berubah

pikiran dan memutuskan untuk menekuni fisiologis. Dia

sebenarnya bukanlah sarjana psikologi dan tidak mau

disebut sebagai ahli psikologi, karena dia adalah seorang

sarjana ilmu faal yang fanatik. Tahun 1870, ia memasuki

Universitas Petersburg untuk mempelajari sejarah alam di

Fakultas Fisika dan Matematika.3

Pada tahun 1890 ia menjadi profesor dalam

farmakologi di Akademi Kedokteran Militer di St.

Petersburg dan direktur Departemen Ilmu Faal di Institut

of Experimental Medicine di St. Petersburg. Antara 1895-

1924 ia menjadi profesor ilmu faal di Akademi Kedokteran

Militer tersebut, 1924-1936 menjadi direktur lembaga ilmu

faal di Akademi Rusia di Leningrad. Pada 1904 ia mendapat

hadiah Nobel untuk penelitiannya tentang pencernaan.4

Pada tahun ketiga, ia mengikuti kursus di Akademi

Medica Chiraginal. Namun, ia tidak ingin menjadi dokter,

melainkan seorang ahli fisiolog berkualitas. Pavlov

meminta setiap orang yang bekerja di laboratoriumnya3 Hergenhahn, B.R. & Mattew H. Olson, An Introduction To Theories Of Learning.

(London: Prentice-Hall International, 1997), h. 161. 4 Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh

Psikologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), h. 129-131.

9

menggunakan hanya istilah-istilah fisiologis saja. Jika

asisitennya ketahuan menggunakan bahasa psikologi –

contohnya menunjuk kepada perasaan atau pengetahuan si

anjing – maka dia akan mendenda mereka. Eksperimen Pavlov

yang sangat terkenal dibidang fisiologi dimulai ketika ia

melakukan studi tentang pencernaan. Dalam hidupnya Pavlov

dipengaruhi oleh buku-buku abad ke-16, terutama yang

ditulis Pisarev. Dia sangat konsekwen dengan pekerjaannya

sehingga banyak memperoleh tambahan pengetahuan tentang

fisiologi. Perjalanan Pavlov ke luar negeri memberikan

arti penting dalam mendukung dirinya menjadi seorang

fisiolog. Keahliannya dibidang fisiologi sangat

mempengaruhi eksperimen-eksperimennya.

Dalam eksperimennya dia melihat bahwa subjek

penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan air liur

sebagai respons atas munculnya makanan. Dia kemudian

mengeksplorasi fenomena ini dan kemudian mengembangkan

satu studi perilaku (behavioral study) yang dikondisikan, yang

dikenal dengan teori Classical Conditioning. Menurut teori ini,

ketika makanan (makanan disebut sebagai the unconditioned or

unlearned stimulus - stimulus yang tidak dikondisikan atau

tidak dipelajari) dipasangkan atau diikutsertakan dengan

bunyi bel (bunyi bel disebut sebagai the conditioned or learned

stimulus - stimulus yang dikondisikan atau dipelajari), maka

bunyi bel akan menghasilkan respons yang sama, yaitu

keluarnya air liur dari si anjing percobaan. Hasil

karyanya ini bahkan menghantarkannya menjadi pemenang

hadiah Nobel.

10

Selain itu teori ini merupakan dasar bagi

perkembangan aliran psikologi behaviourisme, sekaligus

meletakkan dasar-dasar bagi penelitian mengenai proses

belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar.

Pavlov telah melakukan penyelidikan terhadap kelenjar

ludah secara intensif sejak tahun 1902 dengan menggunakan

anjing. Hanya beberapa saat sebelum tahun itu, ketika

Pavlov menginjak usia 50 tahun dia memulai karyanya yang

terkenal tentang refleks-refleks yang terkondisikan

(condition refleks). Karya tulisnya adalah Work of

Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes. Di

Tahun 1904 dia memperoleh hadiah Nobel dibidang

Physiology or Medicine untuk karya tersebut. Karyanya

mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi

behavioristik di Amerika (The Official Web Site of the

Nobel Foundation, 2007).

Pengaruh pavlov kepada para ahli fisiologi malah

tidak begitu besar, pengaruhnya yang besar justru dalam

lapangan psikologi. Pada dewasa ini psikologi di Uni

Soviet boleh dikata adalah seluruhnya Pavlovian.

Pendapat-pendapat Pavlov dijadikan landasan bagi

psikologi di Uni Soviet, karena hal tersebut serasi

dengan filsafat doktrin historis-materialisme.

Salah seorang ahli yang berjasa dalam menyebarkan

pengaruh Pavlov itu dalam lapangan psikologi adalah von

Bechterev. Kecuali di Uni Soviet sendiri, di Amerika

serikatpun pengaruh aliran psikologi ini besar sekali.

Ketika J.B. Watson membaca karya pavlov itu, dia merasa

11

mendapatkan model yang cocok dengan pendiriannya, untuk

menjelaskan masalah tingkah laku manusia. Jadi

Pavlovianisme ini sangat besar pengaruhnya terhadap

perkembangan Behaviorisme di Amerika Serikat.5

Eksperimen-Eksperimen yang dilakukannya

Adapun langkah-langkah eksperimen yang dilakukan Pavlov

sebagai berikut:

1. Anjing dioperasi kelenjar ludahnya sedemikian rupa

sehingga memungkinkan penyelidik mengukur dengan teliti

air ludah yang keluar dengan pipa sebagai respons

terhadap perangsang makanan (berupa serbuk daging) yang

disodorkan ke mulutnya.

Eksperimen Pavlov diulang beberapa kali hingga

akhirnya diketahui bahwa air liur sudah keluar sebelum

makanan sampai ke mulut. Artinya, air liur telah keluar

saat anjing melihat piring tempat makanan, melihat

orang yang biasa memberi makanan bahkan saat mendengar

langkah orang yang biasa memberi makanan.6

Dengan demikian, keluarnya air liur karena ada

perangsang makanan merupakan suatu yang wajar. Namun,

keluarnya air liur karena anjing melihat piring, orang

atau bahkan langkah seseorang merupakan suatu yang

tidak wajar. Artinya, dalam keadaan normal, air liur

anjing tidak akan keluar hanya karena melihat piring

makanan, orang yang biasa memberi makanan dan mendengar

langkah-langkah orang yang biasa memberi makanan.5 Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan. (Jakarta: Raja Grafindo Persada,2009), h. 266. 6 G.A. Kimble, N. Garmezy & E. Zigler, Principles of General Psychology. (New York:John Wiley & Sons, Inc. 1974), h. 208.

12

Piring tempat makanan, orang dan langkah orang yang

biasa memberi makanan merupakan tanda atau signal.

Dalam eksperimennya, tanda atau signal selalu

diikuti datangnya makanan. Berkat latihan-latihan

selama eksperimen, anjing akan mengeluarkan air liurnya

bila melihat atau mendengar signal-signal yang persis

sama dengan signal-signal yang digunakan dalam

eksperimen.

Apabila dikaji secara mendalam menurut psikologi,

refleks bersyarat merupakan hasil belajar atau latihan.

Namun, sebagai seorang ahli fisiologi, Pavlov tidak

tertarik pada masalah tersebut karena lebih tertarik

pada masalah fungsi otak. Dengan mendapatkan refleks

bersyarat, Pavlov berkeyakinan bahwa ia telah menemukan

sesuatu yang baru dibidang fisiologi. Dia ingin

mengetahui proses terbentuknya refleks bersyarat

melalui penyelidikan mengenai fungsi otak secara tidak

langsung7.

2. Dalam usahanya memahami fungsi otak, Pavlov mengulangi

eksperimen seperti di atas dengan berbagai variasi.

Adapun langkah-langkah eksperimennya adalah:

a. Anjing dibiarkan lapar, Paplov membunyikan metronom

dan anjing mendengarkannya dengan sungguh-sungguh.

Variasi lain dilakukuan dengan menyalakan lampu dalam

kamar gelap dan anjing memperhatikan lampu menyala.

Setelah metronom berbunyi atau lampu menyala selama

7 Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Edisi 5. (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada, 2006), h. 30-33.

13

30 detik, makanan (serbuk daging) diberikan dan

terjadilah refleks pengeluaran air liur.

b. Percobaan tersebut, baik dengan membunyikan metronom

maupun menyalakan lampu, diulang berkali-kali dengan

jarak 15 menit.

c. Setelah diulang 32 kali, bunyi metronom atau nyala

lampu selama 30 detik dapat menyebabkan keluarnya air

liur dan semakin bertambah deras jika makanan

diberikan.8

Dalam eksperimen kedua di atas, ada beberapa

hal yang bisa diterangkan:

1) Bunyi metronom atau nyala lampu merupakan

Conditioning Stimulus (CS) dan makanan merupakan

Unconditioning Stimulus (US).

2) Keluarnya air liur karena bunyi metronom atau nyala

lampu merupakan Conditioning Refleks (CR) dan

keluarnya air liur karena ada makanan merupakan

Unconditioning Refleks (UR).

3) Makanan yang diberikan setelah air liur disebut

Reinforcer (pengaruh) yang memperkuat refleks

bersyarat dan memberikan respons lebih kuat

dibandingkan dengan refleks bersyarat.

3. Eksperimen-eksperimen Pavlov berikutnya bertujuan

mengetahui apakah refleks bersyarat yang telah

terbentuk dapat hilang atau dihilangkan. Melalui semua

eksperimennya, Pavlov menyimpulkan bahwa refleks

bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang atau

dihilangkan dengan jalan:8 Suryabrata, Sumadi. Op Cit. h: 264.

14

a. Refleks bersyarat yang telah terbentuk dapat hilang

jika perangsang atau signal yang membentuknya telah

hilang. Hal ini dapat disebabkan perangsang atau

signal yang selama ini dikenal telah dilupakan atau

tidak pernah digunakan kembali.

b. Refleks bersyarat dapat dihilangkan dengan melakukan

persyaratan kembali (reconditioning). Caranya seperti

pada eksperimen kedua. Misalnya, bunyi metronom yang

digunakan sebagai signal telah berhasil membentuk

refleks bersyarat. Kemudian, bunyi metronom tidak

digunakan kembali dan diganti dengan nyala lampu.

Dalam waktu yang cukup lama, jika metronom dibunyikan

kembali, tidak akan mengakibatkan refleks bersyarat

karena sekarang refleks bersyarat muncul jika ada

nyala lampu. Kenyataan menunjukkan bahwa hewan

memiliki daya ingat terbatas, seperti halnya manusia.9

4. Eksperimen lain dari Pavlov bertujuan mengetahui

kemampuan binatang dalam membedakan bermacam-macam

perangsang agar menolong kemajuan studi ilmiah tentang

belajar. Namun demikian, penemuan-penemuan Pavlov tidak

banyak diterapkan pada belajar di sekolah.

Dari hasil eksperimen-eksperimen yang dilakukan

dengan anjing itu Pavlov berkesimpulan: bahwa gerakan–

gerakan refleks itu dapat dipelajari; dapat berubah

karena mendapat latihan. Sehingga dengan demikian dapat

dibedakan dua macam refleks, yaitu refleks wajar

(Unconditioned Refleks) – keluar air liur ketika

melihat makanan dan refleks bersyarat/refleks yang9 Ibid, h. 265.

15

dipelajari (Conditioned Refleks) – keluar air liur

karena menerima/bereaksi terhadap warna sinar tertentu,

atau terhadap suatu bunyi tertentu. Seperti pada gambar

berikut:

Gambar Eksperimen yang dilakukakan oleh Pavlov

D. Hukum-Hukum Pengkondisian dan Hukum-Hukum Belajar Menurut

Pavlov

1. Kepunahan/Penghapusan/Pemadaman (extinction).

Penghapusan berlaku apabila rangsangan terlazim

tidak diikuti dengan rangsangan tak terlazim, lama-

kelamaan individu/organisme itu tidak akan bertindak

balas. Setelah respons itu terbentuk, maka respons itu

akan tetap ada selama masih diberikan rangsangan

bersyaratnya dan dipasangkan dengan rangsangan tak

bersyarat. Kalau rangsangan bersyarat diberikan untuk

beberapa lama, maka respons bersyarat lalu tidak

16

mempunyai pengut/reinforce dan besar kemungkinan respons

bersyarat itu akan menurun jumlah pemunculannya dan akan

semakin sering tak terlihat seperti penelitian

sebelumnya. Peristiwa itulah yang disebut dengan

pemadaman (extinction). Beberapa respons bersyarat akan

hilang secara perlahan-lahan atau hilang sama sekali

untuk selamanya. Dalam kehidupan nyata, mungkin kita

pernah menjumpai realitas respons emosi bersyarat.

Contoh : Ada dua orang anak kecil laki-laki dan

perempuan yang biasa bermain bersama. Pada saat mereka

menginjak dewasa, menjadi seorang gadis dan pemuda, tiba-

tiba tumbuh perasaan cinta pada diri pemuda kepada gadis

tersebut, tetapi tidak demikian dengan sang gadis. Pada

saat pemuda teman sejak kecilnya itu menyatakan cintanya,

gadis tersebut menolak dengan alasan perasaan kepada

pemuda itu hanya sebatas teman. Namun, karena pemuda itu

sangat mencintai sang gadis, dengan menggunakan berbagai

cara yang dapat membahagaikan, ia berusaha untuk

mengambil hati gadis itu agar menerima cintanya.

Misalnya, dengan selalu memberikan perhatian, memberikan

segala yang disukai oleh gadis itu, dan lain sebagainya.

Ketika perhatian dan kebaikannya kepada gadis tersebut

dilakukan berulang-ulang maka pada suatu saat hati sang

gadis menjadi luluh dan akhirnya menerima cinta pemuda

tersebut.

2. Generalisasi Stimulus (stimulus generalization).

Rangsangan yang sama akan menghasilkan tindak balas

yang sama. Pavlov menggunakan bunyi loceng yang berlainan

17

nada, tetapi anjing masih mengeluarkan air liur. Ini

menunjukkan bahawa organisme telah terlazim, dengan

dikemukakan sesuatu rangsangan tak terlazim akan

menghasilkan gerak balas terlazim (air liur) walaupun

rangsangan itu berlainan atau hampir sama. Contoh : anak

kecil yang merasa takut pada anjing galak, tentu akan

memberikan respons rasa takut pada setiap anjing. Tapi

melalui penguatan dan pemadaman diferensial, rentang

stimulus rasa takut menjadi menyempit hanya pada anjing

yang galak saja.

3. Pemilahan (discrimination).

Diskriminasi yang dikondisikan ditimbulkan melalui

penguatan dan pemadaman yang selektif.10 Diskriminasi

berlaku apabila individu berkenaan dapat membedakan atau

mendiskriminasi antara rangsangan yang dikemukakan dan

memilih untuk tidak bertindak atau bergerak balas. Contoh

: Anak kecil yang takut pada anjing galak, maka akan

memberi respon rasa takut pada setiap anjing, tapi ketika

anjing galak terikat dan terkurung dalam kandang maka

rasa takut anak itu menjadi berkurang.

Generalisasi awal stimulus ini secara bertahap

membuka jalan bagi proses pembedaan. Jika anjing terus

dibiarkan mendengar suara bel yang berbeda-beda nadanya

(tanpa menyajikan makanan di hadapannya), maka si anjing

mulai merespons secara lebih selektif, membatasi

responsnya hanya kepada nada yang paling mirip dengan CS

orisinil. Kita bisa juga secara aktif menghasilkan

10 Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran. (Yogyakarta:Ar-Ruzz Media Group, 2008), h. 62.

18

pembedaan dengan menggandengkan satu nada dengan makanan,

sementara nada lain tanpa disertai makanan. Ini biasa

disebut sebagai eksperimen tentang pemilahan stimulus. Contoh:

Guru yang biasa memberikan pelajaran dengan latihan soal

dan usai memberikan pelajaran menyuruh siswa mengerjakan

latihan soal yang ada dalam buku teks dipapan tulis. Bila

penyelesaian soal tersebut benar maka guru akan tersenyum

dan mengatakan “bagus”. Stimulus ini akan ditangkap oleh

siswa dan dianalogikan bahwa perkataan “bagus” berarti

jawaban siswa tersebut “benar”. Ini akan berbeda jika

siswa mengerjakan soal dipapan dan guru cuma tersenyum

tanpa mengatakan bagus, karena siswa akan menganalogikan

jawaban yang dibuatnya belum tentu “benar”. Jadi siswa

akan selektif mengartikan senyum guru.

4. Tingkat Pengondisian Yang Lebih Tinggi.

Akhirnya, Pavlov menun-jukkan bahwa sekali kita

dapat mengondisikan seekor anjing secara solid kepada CS

tertentu, maka dia kemudian bisa menggunakan CS itu untuk

menciptakan hubungan dengan stimulus lain yang masih

netral. Di dalam sebuah eksperimen murid-murid Pavlov

melatih seekor anjing untuk mengeluarkan air liur

terhadap bunyi bel yang disertai makanan, kemudian

memasangkan bunyi bel itu saja dengan sebuah papan hitam.

Setelah beberapa percobaan, dengan melihat papan hitam

itu saja anjing bisa mengeluarkan air liurnya. Ini

disebut pengondisian tingkat-kedua. Pavlov menemukan

bahwa dalam beberapa kasus dia bisa menciptakan

pengondisian sampai tingkat-tiga, namun untuk tingkat

19

selanjutnya, pengondisian tidak bisa dilakukannya.11

Contoh: Stimulus yang telah membangkitkan minat dan

motivasi siswa untuk belajar pada mata pelajaran tertentu

(misalnya sains) yang dirasa sulit, akan melekat pada

diri siswa minat dan motivasi tersebut. Dan bila siswa

dihadapkan pada mata pelajaran lain (misalnya matematika)

yang juga dirasa sulit, maka minat dan motivasi untuk

mempelajari mata pelajaran tersebut akan sama besarnya

dengan minat dan motivasi belajar pelajaran terdahulu

(red: sains).

Secara garis besar hukum-hukum belajar menurut

Pavlov, diantaranya :

1. Law of Respondent Conditioning yakni hukum pembiasaan yang

dituntut. Jika dua macam stimulus dihadirkan secara

simultan (yang salah satunya berfungsi sebagai

reinforcer), maka refleks dan stimulus lainnya akan

meningkat.

2. Law of Respondent Extinction yakni hukum pemusnahan yang

dituntut. Jika refleks yang sudah diperkuat melalui

Respondent conditioning itu didatangkan kembali tanpa

menghadirkan reinforcer, maka kekuatannya akan menurun.

E. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Classical Conditioning

Prinsip-prinsip belajar menurut Classical Conditioning

adalah sebagai berikut:

1. Belajar adalah pembentukan kebiasaan dengan cara

menghubungkan/mempertautkan antara perangsang

(stimulus) yang lebih kuat dengan perangsang yang lebih

lemah.11 Purwanto, Ngalim. Op Cit. h. 230.

20

2. Proses belajar terjadi apabila ada interaksi antara

organisme dengan lingkungan.

3. Belajar adalah membuat perubahan-perubahan pada

organisme.

4. Setiap perangsang akan menimbulkan aktivitas otak US

dan CS akan menimbulkan aktivitas otak. Aktivitas yang

ditimbulkan US lebih dominan daripada yang ditimbulkan

CS. Oleh karena itu US dan CS harus di pasang bersama-

sama, yang lama kelamaan akan terjadi hubungan. Dengan

adanya hubungan, maka CS akan mengaktifkan pusaat CS di

otak dan selanjutnya akan mengaktifkan US. Dan akhirnya

organisme membuat respon terhadap CS yang tadinya

secara wajar dihubungkan dengan US.

5. Semua aktifitas susunan syaraf pusat diatur oleh

eksitasi dan inhibisi. Setiap peristiwa di lingkungan

organisme akan dipengaruhi oleh dua hal tersebut, yang

pola tersebut oleh Pavlov disebut Cortical Mosaic. Dan

pola ini akan mempengaruhi respons organisme terhadap

lingkungan. Namun demikian Pavlov juga menyadari bahwa

tingkah laku manusia lebih komplek dari binatang,

karena manusia mempunyai bahasa dan hal ini akan

mempengaruhi tingkah laku manusia.12

F. Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Classical

Conditioning

Teori belajar yang dikemukakan oleh Pavlov, secara

prinsipal bersifat behavioristik dalam arti lebih

menekankan  timbulnya perilaku jasmaniah yang nyata dan

12 Tim Penyusun, Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta: FIP IKIP Yogyakarta, 2004)

21

dapat diukur. Teori tersebut terkesan seperti kinerja

mesin atau robot. Teori yang sudah terlanjur diyakini

banyak orang ini tentu saja mengandung banyak kelemahan.

Kekuatan teori ini adalah sebagai berikut:

1. Behaviorisme melakukan penelitiannya terhadap prrilaku

berdasarkan yang tampak atau observable behaviors. Oleh

sebab itu mempermudah proses penelitian karena prilaku

dapat dikuantifikasi.

2. Teknik terapi prilaku yang efektif secara intensif

menggunakan intervensi berbasis behaviorisme.

Pendekatan ini sangat bermanfaat dalam merubah perilaku

yang mal adaptif menjadi perilaku adaptif dan dapat

diterapkan pada anak dan orang dewasa.

Kelemahan  teori tersebut adalah sebagai berikut:

1. Proses belajar itu dipandang dapat diamati langsung

padahal belajar adalah proses kegiatan mental yang

tidak dapat disaksikan dari luar  kecuali sebagian

gejalanya.

2. Proses belajar itu dipandang bersifat otomatis–mekanis,

sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan robot,

padahal setiap siswa memiliki self-regulation (kemampuan

mengatur diri sendiria) dan self control (pengendalian

diri) yang bersifat kogniti, dan karenanya ia bisa

menolak, merespon jika ia tidak menghendaki, misalnya

karena lelah atau berlawanan dengan kata hati.

22

3. Proses belajar manusia dianalogikan dengan prilaku

hewan  itu sangat sulit diterima mengingat amat

mencoloknya perbedaan antara karakter fisik dan psikis

hewan.

4. Behaviorisme sangat dikenal dengan  pandanganya bahwa

pembelajar adalah individu yang pasif yang bertugas

hanya memberi respon kepada stimulus yang deberikan.

Pembentukan prilaku sangat ditentukan oleh penerapan

reinforcement atau punishment. Oleh sebab itu belajar

didefinisikan sebagai perubahan perilaku.

5. Behaviorisme menggeneralisir hasil eksperimen terhadap

hewan kepada manusia. Oleh sebab itu generalisasi

tersebut kurang berhasil apabila diterapkan kepada

orang dewasa.

G. Aplikasi Teori Belajar Classical Conditioning dalam

Pendidikan dan Pengajaran

a. Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical

Conditioning dalam Pengajaran

Pengaruh keadaan klasik membantu menjelaskan banyak

pelajaran di mana satu stimulus diganti/ digantikan

untuk yang lain. Satu contoh yang penting tentang

proses ini adalah pelajaran atraksi emosional dan

ketakutan. Bahwa bentakkan seorang guru seringkali

membuat takut murid-muridnya, hal yang sama seorang

polisi mempermainkan penjahat dengan ancungan

tangannya, atau seorang perawat hendak memberi

suntikan kepada pasiennya. Semua perilaku ini

menciptakan tanggapan perhatian dan ketakutan di hati

23

orang-orang tersebut dibawah kesadaran mereka. Situasi

ini memberikan pengaruh ketakutan bila stimulus tidak

netral:

Guru Sorak ( UCS) Perhatian dan Ketakutan anak

( UCR)

Polisi mendorong dengan penuh ancaman (UCS)

Perhatian

dan

Ketakutan

masyarakat

(UCR)

Perawat memberi suntikan (UCS) Perhatian dan

Ketakutan pasien (UCR)

Manapun stimulus netral yang berulang-kali terjadi

bersama-sama dengan stimuli ini cenderung untuk

dikondisikan (C) ke ketakutan sebagai respon. Jika

seorang guru selalu meneliti seorang anak, kemudian

hanya memperhatikan dia tanpa mengkritik boleh jadi

membuat dia menaruh perhatiannya. Hal yang ekstrim,

anak bisa berhubungan dengan guru di kelas dengan

perhatian dan ketakutannya yang ia kembangkan samarata,

atau ketakutan yang kadang tidak masuk akal. Hal yang

sama juga dialami masyarakat phobia polisi, atau

pasien, tentang perawat.

Tetapi tanggapan positif dapat dibangun secara

sederhana untuk mengkondisikan stimulus. Jika seorang

24

guru memuji seorang siswa maka akan menimbulkan hal

positif baginya, bahkan ketika dia tidak lagi dipuji.

Pada akhirnya, proses ini dapat membangun hubungan baik

di kelas. Hal yang sama untuk polisi, perawat, atau

orang yang bekerja dengan orang-orang: stimuli yang

dapat dipercaya menimbulkan hal positif tanggapan

tersebut dapat dikondisikan untuk lain. Penggantian

stimulus dapat membantu bahkan pada pelajaran tertentu

yang tidak berisi unsur perasaan. Pengaruh tersebut

tidak memerlukan refleks sebagai titik awal.

Beberapa Psikolog menyebutnya belajar berlanjut atau

asiosatif learning, hanya memerlukan dua stimuli yang

tidak bertalian terjadi bersama-sama pada suatu

tanggapan atau keduanya dari stimulus yang ada. Jika

seorang anak telah mempelajari bagaimana cara

menggunakan unit balok kecil, kemudian stimuli ini

dapat dipasangkan dengan hal yang lebih abstrak, mereka

akan dapat menulis padanan menulis padanan yang

menghasilkan apa yang diinginkan dengan baik. Terlihat

bahwa awalnya anak tidak mempunyai kemampuan tertentu

(netral) namun setelah belajar mereka mengasiosatifkan

ingatan mereka pada hal yang berbeda.13

Dalam praktek pendidikan mungkin bisa kita temukan

seperti lonceng berbunyi mengisyaratkan belajar dimulai

dan atau pelajaran berakhir. Pertanyaan guru diikuti

oleh angkatan tangan siswa, suatu pertanda siswa dapat

13 Seifert, Kelvin. Educational Psychology. (Boston: Houghton MifflinCompany, 1983), h. 149-150.

25

menjawabnya. Kondisi-kondisi tersebut diciptakan untuk

memanggil suatu respon atau tanggapan ahli pendidikan

lain juga menyarankan bahwa panduan belajar dengan

mengkombinasikan gambar dan kata-kata dalam mempelajari

bahasa, akan sangat berguna dalam mengajar

perbendaharaan kata-kata. Memasangkan kata-kata dalam

bahasa Inggris dengan kata-kata bahasa lainnya akan

membantu para siswa dalam membuat perbendaharaan kata

dalam bahasa asing.14

Dalam pengertian yang lebih luas lagi misalnya

memasangkaan maakna suatu konsep dengan pengalaman

siswa sehari-harinya akan membantu siswa dalam memahami

konsep-konsep lainnya. Walaupun classical conditioning terus

menjadi bidang yang aktif dalam psikologi saat ini,

sebagian para ahli telah mulai meninggalkan teori

psikologi ini.

b. Penerapan Prinsip-prinsip Teori Belajar Classical

Conditioning di Kelas

Berikut ini beberapa tips yang ditaawarkan oleh

Woolfolk (1995) dalam menggunakan prinsip-prinsip

kondisioning klasik di kelas.

a. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika

memberikan tugas-tugas belajar, misalnya:

1) Menekankan pada kerjasama dan kompetisi

antarkelompok daripada individu, banyak siswa yang14 Sudjana, Nana. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. (Jakata: Lembaga Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1991), h. 73.

26

akan memiliki respons emosional secara negatif

terhadap kompetisi secara individual, yang mungkin

akan digeneraalissikan dengan pelajaran-pelajaran

yang lain;

2) Membuat kegiatan membaca menjadi menyenangkan

dengan menciptakaan ruang membaca (reading corner) yang

nyaman dan enak serta menarik, dan lain

sebagainya.

b. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses

situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan,

misalnya:

1) Mendorong siswa yang pemalu untuk mengajarkaan

siswa lain cara memahami materi pelajaran;

2) Membuat tahap jangka pendek untuk mencapai tujuan

jangka panjang, misalnya dengaan memberikan tes

harian, mingguan, agar siswa dapat menyimpaan apa

yang dipelajari dengan baik;

3) Jika siswa takut berbicara di depan kelas,

mintalah siswa untuk membacakan sebuah laaporan di

depan kelompok kecil sambil duduk di tempat,

kemudian berikutnya dengan berdiri. Setelah dia

terbiasa, kemudian mintalah ia untuk membaca

laporan di depaan seluruh murid di kelas.

c. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan

persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka

27

dapat membedakan dan menggeneralisasikan secara

tepat. Misalnya, dengan:

1) Meyakinkan siswa yang cemas ketika menghadapi

ujian masuk sebuah sekolah yang lebih tinggi

tingkatannya atau perguruan tinggi, bahwa tes

tersebut sama dengan tes-tes prestasi akademik

lain yang pernah mereka lakukan;

2) Menjelaskan bahwa lebih baik menghindari hadiah

yang berlebihan dari orang yang tidak dikenal,

atau menghindar tetapi aman daan dapat menerima

penghargaan dari orang dewasa ketika orangtua

ada.15

d. Memberikan suasana yang menyenangkan ketika

memberikan tugas-tugas belajar, Contoh: Menekankan

pada kerja sama dan kompetisi antar kelompok

daripada individu, banyak siswa yang akan memiliki

respons emosional secara negatif terhadap kompetisi

secara individual, yang mungkin akan

digeneralisasikan dengan pelajaran-pelajaran yang

lain, contoh lainnya adalah membuat kegiatan membaca

menjadi menyenangkan dengan menciptakan ruang

membaca yang nyaman dan enak serta menarik.

e. Membantu siswa mengatasi secara bebas dan sukses

situasi-situasi yang mencemaskan atau menekan,

Contoh: Mendorong siswa yang pemalu untuk

mengajarkan siswa lain cara memahami materi15 Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, Op Cit. Hal: 64.

28

pelajaran, misalnya dengan memberikan tes harian,

mingguan, agar siswa dapat menyimpan apa yang

dipelajari dengan baik. Jika siswa takut berbicara

di depan kelas mintalah siswa untuk membacakan

sebuah laporan di depan kelompok kecil sambil duduk

ditempat, kemudian berikutnya dengan berdiri.

Setelah dia terbiasa, kemudian mintalah ia untuk

membaca laporan di depan seluruh murid di kelas.

f. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan dan

persamaan terhadap situasi-situasi sehingga mereka

dapat membedakan dan menggeneralisasi secara tepat.

Contoh : Meyakinkan siswa yang cemas ketika

menghadapi ujian masuk sebuah perguruan tinggi,

bahwa tes tersebut sama dengan tes-tes prestasi

akademik lain yang pernah mereka lakukan.

Sebagai guru, kita harus mengetahui bagaimana

mengurangi counterproductive kondisi responsif yang

dialami para siswa. Psikolog sudah mempelajari ke

arah itu untuk memadamkan hal negatif sebagai reaksi

emosional pada stimulus dikondisikan tertentu tidak

lain untuk memperkenalkan stimulus itu secara pelan-

pelan dan secara berangsur-angsur sehingga siswa

bahagia atau santai ( M.C.Jones, 1924; Wolpe, 1969).

Satu contoh, jika Imung seorang yang takut berenang,

kita mungkin mulai pelajaran berenangnya pada tempat

yang dangkal seperti bayi bermain dalam tempat

mandinya kemudian bergerak perlahan-lahan ke air

29

yang lebih dalam, maka ia akan merasa lebih nyaman

untuk mencoba berenang.

Tidak ada hal yang paling membanggakan pada

guru selain membantu dan membuat siswa menjadi

sukses dan merasa senang di kelas. Satu hal yang

perlu guru ingat bahwa kelas dapat membuat perilaku

baik siswa, meningkat atau justru melemahkannya.16

BAB III

PENUTUP

Simpulan

16 Ormred, Jeane E. Educational Psychology Developing Learners. Fourth Edition.(Ohio: Merrill Prentice Hall, 2003), h. 304-305.

30

Sebagai sebuah teori, Classical Conditioning Pavlov

memiliki kelebihan dan sekaligus kekurangan. Adapun

kelebihan teori ini misalnya cocok diterapkan untuk

pembelajaran yang menghendaki penguasaan ketrampilan

dengan latihan. Atau pada pembelajaran yang menghendaki

adanya bias atau membentuk perilaku tertentu. Selain itu

juga memudahkan pendidik dalam mengontrol pembelajaran

sebab individu tidak menyadari bahwa dia dikendalikan oleh

stimulus yang berasal dari luar dirinya. Pada sisi lain,

teori ini juga tepat kalau digunakan untuk melatih

kepandaian binatang.

Sementara itu, kelemahan Teori Belajar Classical

Conditioning Pavlov adalah bahwa teori ini menganggap bahwa

belajar itu hanyalah terjadi secara otomatis; keaktifan

dan kehendak pribadi tidak dihiraukan. Teori ini juga

terlalu menonjolkan peranan latihan/kebiasaan padahal

individu tidak semata-mata tergantung dari pengaruh luar

yang menyebabkan individu cenderung pasif karena akan

tergantung pada stimulus yang diberikan. Di samping itu

pula, dalam teori ini, proses belajar manusia dianalogikan

dengan perilaku hewan sulit diterima, mengingat perbedaan

karakter fisik dan psikis yang berbeda antar keduanya.

Oleh karena itu, teori ini hanya dapat diterima dalam hal-

hal belajar tertentu saja; umpamanya dalam belajar yang

mengenai skill (keterampilan) tertentu dan mengenai

pembiasaan pada anak-anak kecil.

31

DAFTAR PUSTAKA

Baharuddin & Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar dan Pembelajaran.

Yogyakarta: Ar-Ruzz Media Group, 2008

G.A. Kimble, N. Garmezy & E. Zigler, Principles of General Psychology.

New York: John Wiley & Sons, Inc. 1974

Hergenhahn, B.R. & Mattew H. Olson, An Introduction To Theories Of

Learning. London: Prentice-Hall International, 1997

M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1997.

Ormred, Jeane E. Educational Psychology Developing Learners. Fourth

Edition. Ohio: Merrill Prentice Hall, 2003

Rita L. Atkinson dkk, Pengantar Psikologi, Jakarta: Erlangga, 2010

Sarlito Wirawan Sarwono, Berkenalan dengan Aliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh

Psikologi, Jakarta: Bulan Bintang, 1978

Seifert, Kelvin. Educational Psychology. Boston: Houghton Mifflin

Company, 1983

32

Sudjana, Nana. Teori-teori Belajar Untuk Pengajaran. Jakata: Lembaga

Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1991

Suryabrata, Sumadi, Psikologi Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 2009

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Edisi 5. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada, 2006

Tim Penyusun, Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: FIP IKIP

Yogyakarta, 2004

33