Chapter II

39
Universitas Sumatera BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perbandingan Antara Uji Exact Fisher dan Koreksi Yates Dalam bidang kesehatan pengujian hipotesa untuk menarik kesimpulan hampir tidak pernah dilakukan dengan sampel besar. Untuk itu dibutuhkan metode alternatif yang tidak bergantung pada bentuk distribusi populasi. Para ahli statistika telah menemukan metode statistika yang disebut statistika non-parametrik. Uji exact Fisher dan uji koreksi Yates merupakan salah satu metode statistika non-parametrik karena tidak bertujuan menduga maupun menguji parameter populasi, tetapi cukup membandingkan. Kedua uji tersebut merupakan uji alternatif yang digunakan untuk tabel kontingensi 2x2 pada kondisi dimana terdapat niai sel yang terlampau kecil dari batas minimal yang ditentukan. Uji pasti Fisher merupakan alternatif yang biasa dipakai untuk ukuran sampel kecil. Prosedur uji pasti fisher dapat memberikan hasil yang akurat untuk semua tabel

Transcript of Chapter II

Universitas Sumatera

BAB II TINJAUANPUSTAKA

2.1. Perbandingan Antara Uji Exact Fisherdan Koreksi Yates

Dalam bidang kesehatan pengujian hipotesa untuk

menarik kesimpulan hampir tidak pernah dilakukan dengan

sampel besar. Untuk itu dibutuhkan metode alternatif yang

tidak bergantung pada bentuk distribusi populasi. Para

ahli statistika telah menemukan metode statistika yang

disebut statistika non-parametrik.

Uji exact Fisher dan uji koreksi Yates merupakan

salah satu metode statistika non-parametrik karena tidak

bertujuan menduga maupun menguji parameter populasi,

tetapi cukup membandingkan. Kedua uji tersebut merupakan

uji alternatif yang digunakan untuk tabel kontingensi 2x2

pada kondisi dimana terdapat niai sel yang terlampau

kecil dari batas minimal yang ditentukan.

Uji pasti Fisher merupakan alternatif yang biasa

dipakai untuk ukuran sampel kecil. Prosedur uji pasti

fisher dapat memberikan hasil yang akurat untuk semua

tabel

Universitas Sumatera

2 x 2, yang nilai-nilai harapannya terlalu kecil untuk

dapat dianalisis dengan uji Kai Kuadrat. Pada kondisi

dimana uji Kai Kuadrat boleh digunakan, kedua uji ini

akan memberikan hasil yang mendekati sama (Murti, 1996).

2.1.1. Uji ExactFisher

Fisher probability exact test merupakan salah satu metode

statistik non parametrik untuk menguji hipotesis.

Prosedur ini ditemukan oleh R.A. Fisher pada pertengahan

tahun 1930. Pada penelitian dua variabel dengan data yang

dinyatakan dalam persen, pengujian hipotesis dapat

dilakukan dengan statistik parametrik chi-

Universitas Sumatera

kuadrat. Bila sampel yang digunakan terlalu kecil (n<20)

dan nilai ekspektasi < 5 maka chi-kuadrat tidak dapat

digunakan walaupun telah mengalami koreksi dari

Yates. Untuk mengatasi kelemahan uji chi-kuadrat tersebut

digunakan Fisher probability exact test (Budiarto, 2002).

Menurut Sugiyono, (2005), uji exact fisher digunakan

untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua

sampel kecil independen bila datanya berbentuk nominal.

Untuk mempermudahkan perhitungan Dalam pengujian

hipotesis, maka data hasil pengamatan perlu disusun ke

dalam tabel kontingensi 2 x 2 (Sugiyono,

2005).

Fisher exact tes ini lebih akurat daripada uji

chi-kuadrat untuk data-data berjumlah sedikit. Walaupun

uji ini biasanya digunakan pada tabel sebanyak 2 x 2,

namun kita dapat melakukan Uji exact Fisher dengan jumlah

tabel yang lebih besar. Contoh tabel kontingensi 2 x 2

sebagai berikut :

Kelompok Jumlah

I a B a + bII c D c + d

Jumlah a+c b+d NSumber : Sugiyono, 2005.

Universitas Sumatera

Kelompok I =

sampel I

Kelompok II =

sampel II

Tanda hanya menunjukkan

adanya klasifikasi, misalnya lulus-tidak lulus, gelap-

terang, dan sebagainya. A B C D adalah data nominal yang

berbentuk frekuensi.

Universitas Sumatera

Rumus dasar yang digunakan untuk pengujian exact fisher yaitu sebagai berikut :

Cohran (1954) dalam Siegel (1992) menganjurkan untuk

menggunakan uji exact fisher bila pada uji chi-kuadrat

dilakukan dengan sampel kecil tersebut akan baik bila

digunakan pada kondisi sebagai berikut :

1. Bila sampel total kurang dari 20

2. atau bila jumlah sampel 20 < n < 40 dengan nilai ekspektasinya <5

Pada nilai marginal yang tetap dapat disusun

berbagai kombinasi. Dari setiap kombinasi yang dihasilkan

dapat dihitung selisih persentase antara yang berhasil

(+) dan tidak berhasil (-) dan dihitung nilai p

menggunakan rumus di atas.

Hasil perhitungan persentase setiap kombinasi dan

nilai p dapat disusun dalam bentuk tebel. Melalui tabel

tersebut kita dapat segera mengetahui besarnya p dari

selisih persentase (+) dan (-) (Budiarto, 2002).

Universitas Sumatera

Keuntungan dan kerugian dengan menggunakan Uji

exact Fisher yaitu sebagai berikut (Budiarto, 2002) :

Keuntungan :

1. Hasilnya langsung dengan nilai p yang pasti

2. Tes hanya didasarkan atas hasil pengamatan yang nyata

3. Tidak dibutuhkan asumsi populasi berdistribusi normal

Universitas Sumatera

4. Tidak dibutuhkan asumsi kedua kelompok yang

diambil dari populasi secara random.

Kerugian :

1. Sulit untuk dilakukan ekstrapolasi terhadap populasi studi

2. Ahli statistika yang beranggapan bahwa tujuan

akhir uji statistik adalah mengadakan estimasi

terhadap parameter populasi tidak setuju dengan uji

Fisher.

2.1.2. Koreksi Yates

Koreksi Yates adalah aturan yang diusulkan

oleh F.Yates (1934), dimaksudkan sebagai suatu nilai

koreksi terhadap hasil distribusi kontinu berdasarkan

hasil dari data diskrit, koreksi Yates ini sebagai upaya

untuk mengkontinukan tingkat penyebaran data dalam

pengujian tabel kontingensi 2x2, agar lebih baik sebaran

hampirannya (Murti, 1996).

Contoh tabel kontingensi 2 x 2 sebagai berikut :

Kelompok Jumlah

I a B a + bII c D c + d

Jumlah a+c b+d NSumber : Sugiyono, 2005.

Universitas Sumatera

Kelompok I =

sampel I

Kelompok II =

sampel II

Tanda hanya menunjukkan

adanya klasifikasi, misalnya lulus-tidak lulus, gelap-

terang, dan sebagainya. A B C D adalah data nominal yang

berbentuk frekuensi.

Universitas Sumatera

Dalam menurunkan distribusi statistic χ2 perlu

diperhatikan bahwa distribusi chi-kuadrat bertipe

kontinu, maka untuk mereduksi akibat penghampiran n11 ,

Yates mengusulkan sebuah koreksi kekontinuan. Yaitu

anggap frekuensi pengamatan dapat diambil semua nilai

yang mungkin pada suatu selang kontinu dengan cara

mengambil jarak ½ unit dari bilangan yang diperoleh.

Rumus YatesCorrection :

Budiarto (2002), menyarankan bahwa untuk menggunakan

koreksi Yates pada kondisi sebagai berikut :

1. Sampel kecil

2. Tabel kontingensi 2x2

3. Nilai ekspektasi < 5

4. dk = 1

Namun demikian penggunaan koreksi Yates tidak

disarankan/diperlukan lagi, bila N terlampau banyak.

Dahulu koreksi Yates banyak digunakan, namun akhir-

Universitas Sumatera

akhir ini manfaatnya dipertanyakan. Bahkan Grizzle

(1967) menganjurkan untuk tidak menggunakan koraksi

Yates, karena cenderung memperbesar kesalahan tipe II

(tidak menolak Ho, padahal Ho salah) (Murti, 1996).

Universitas Sumatera

2.2. Pemberian MP-ASI

Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI)

merupakan proses transisi dari asupan yang semata

berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk

proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorik oral.

Keterampilan motorik oral berkembang dari refleks

menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan

cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan

ke lidah bagian belakang (Irianto dan Waluyo, 2004).

2.2.1. Pengertian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)

Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman

yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak

guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Sedangkan

pengertian makanan itu sendiri adalah merupakan suatu

kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan

memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar

bermanfaat bagi tubuh (Irianto dan Waluyo, 2004).

Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam

yakni makanan pelengkap, makanan tambahan, makanan padat,

makanan sapihan, weaning food, makanan peralihan, beiskot

(istilah dalam bahasa Jerman yang berarti makanan selai

Universitas Sumatera

dari susu yang diberikan pada bayi). Keseluruhan istilah

ini mengacu pada pengertian bahwa ASI maupun pengganti

ASI (PASI) untuk berangsur diubah ke makanan keluarga

atau orang dewasa (Astuti, dkk, 2003).

2.2.2. Manfaat dan Tujuan Pemberian MP-ASI

Makanan pendamping ASI bermanfaat untuk memenuhi

kebutuhan zat gizi/anak, penyesuaian kemampuan alat cerna

dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa

peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain

untuk

Universitas Sumatera

memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian

makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan

dimana bayi diajar mengunyah dan menelan makanan padat

dan membiasakan selera-selera baru (Soehardjo, 2003).

Sedangkan tujuan pemberian makanan pendamping

ASI adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992) :

a. Melengkapi zat-zat gizi yang kurang karena kebutuhan

zat gizi yang semakin meningkat sejalan dengan

bertambahnya juga umur bayi/anak.

b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima

bermacam-macam makanan dengan berbagai bentuk, tekstur

dan rasa.

c. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang

mengandung kadar energi yang tinggi

d. Mengembangkan kemampuan untuk mengunyahdan menelan

Selain itu menurut Muchtadi (2004), makanan

pendamping untuk balita sebaiknya memenuhi persyaratan

sebagai berikut : nilai energi dan kandungan proteinnya

cukup tinggi, dapat diterima dengan baik, harganya

relatif murah, dan dapat diproduksi dari bahan-bahan yang

Universitas Sumatera

tersedia secara lokal. Makanan pendamping bagi balita

hendaknya bersifat padat gizi, dan mengandung serat

kasar serta bahan lain yang sukar dicerna sedikit

mungkin. Sebab serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya

akan mengganggu pencernaan.

2.2.3. Persyaratan MakananTambahan

Pemberian MP-ASI dan pengaruhnya terhadap tumbuh

kembang otak dan kognitif diyakini berdampak positif.

Makanan pendamping ASI adalah makanan selain ASI yang

ditujukan guna memenuhi kecukupan gizinya. Pemberian

makanan

Universitas Sumatera

pendamping ASI yang dikonsumsi hendaknya memenuhi

kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan

dan tidak menimbulkan penyakit, serta makanan

tersebut sehat, diantaranya :

a. Berada dalam derajatkematangan

b. Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan

tersebut dan menyajikan hingga menyuapi pada bayi atau

anak

c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak

dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym,

aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit

dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan

pengeringan

d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan

penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness)

e. Harus cukup mengandungkalori dan vitamin

f. Mudah dicerna oleh alat pencernaan(Irianto dan Waluyo, 2004).

Selain melihat kriteria diatas, menurut Depkes RI

(2007) menyatakan bahwa pemberian makanan pendamping ASI

Universitas Sumatera

hendaknya melihat juga usia pemberian makanan pendamping ASI

pada anak, apakah pemberian makanan pendamping yang

diberikan sudah pada usia yang tepat atau tidak.

2.2.4. Frekuensi Pemberian MakananPendamping ASI

Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian

makanan pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan tiga

kali sehari. Pemberian makanan pendamping ASI dalam

frekuensi yang berlebihan atau diberikan lebih dari tiga

kali sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya

penyakit.

Universitas Sumatera

Menurut Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam

pemberian makanan pendamping ASI terlalu berlebihan atau

diberikan lebih dari tiga kali sehari, maka sisa bahan

makanan yang tidak digunakan untuk pertumbuhan,

pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi lemak.

Sehingga apabila anak kelebihan lemak dalam tubuhnya,

dimungkinkan akan mengakibatkan alergi atau infeksi dalam

organ tubuhnya dan bisa mengakibatkan kelebihan berat

badan (obesitas).

2.3. Jenis dan Cara Pemberian MP-ASI

2.3.1. Jenis Pemberian MP-ASI

Menurut Depkes RI (2007), jenis makanan pendamping

ASI yang baik adalah terbuat dari bahan makanan yang

segar, seperti tempe, kacang-kacangan, telur ayam, hati

ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan. Jenis-jenis

makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai dengan

usia anak adalah sebagai berikut:

a. Makanan lumat

Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan,

dihaluskan atau disaring dan bentuknya lebih lembut

Universitas Sumatera

atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat ini

diberikan pertama kali kepada bayi disamping ASI.

Contoh dari makanan lumat itu sendiri antara lain

berupa bubur susu, bubur sumsum, pisang saring

atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.

Apabila makanan tersebut hanya terdiri dari 1 atau 2

macam bahan makanan, sebaiknya dianjurkan untuk

menambah bahan makanan ketiga di dalam makanan

tersebut, sehingga lengkap. Misalnya : bubur tepung

ditambah tempe dilumatkan dan sayuran hijau, nasi

pisang sebelum ditambah ikan atau tahu.

Universitas Sumatera

b. Makanan Lembik

Makanan lembik adalah merupakan peralihan dari makanan

lumat menjadi makanan orang dewasa, dapat berupa :

bubur beras (padat), nasi lembik, dan lain- lain yang

biasanya disertai dengan lauk pauk tertentu (tempe,

tahu dan lain-lain). Untuk makanan ini sebaiknya

dianjurkan dilengkapi dengan sayuran berwarna hijau.

2.3.2. Cara Pemberian MP-ASI

Menurut Depkes RI (2007) pemberian makanan

pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah

sebagai berikut :

a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan

makanan pada bayi atau anak, terutama bila kontak

dengan daging, telur, atau ikan mentah, dan sebelum

memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga

mencuci tangan bayi atau anak.

b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan,

daging, dll) dengan air mengalir sebelum diolah

menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi atau

anak.

Universitas Sumatera

c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan

sesudah digunakan untuk memasak, walaupun peralatan

tersebut masih tampak bersih.

d. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk,

sendok, dan cangkir, harus dicuci kembali sebelum

digunakan oleh bayi atau anak.

e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau

anak, hendaknya berdasarkan tahapan usia anak.

f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi

atau anak. Ludah yang terbawa oleh sendok bayi atau

anak akan menyebarkan bakteri.

Universitas Sumatera

Dengan memperhatikan MP-ASI yang tepat dan benar

maka kemungkinan bayi mendapat penyakit tidak akan

terjadi. Makanan pengganti atau pendamping ASI mutu

gizinya harus baik, seperti susu sapi atau bahan

makanan sumber protein hewani dalam jumlah yang cukup.

Penghentian pemberian ASI yang terlalu awal mungkin tidak

akan membawa akibat berupa penurunan tingkat gizi.

Makanan yang disiapkan sebagai MP-ASI adalah makanan yang

sangat terbuka akan berbagai kemungkinan kontaminasi,

baik waktu membuatnya, maupun waktu menyimpannya. Ini

berarti penyapihan akan diikuti oleh meningkatnya

kemungkinan terjadi infeksi, terutama infeksi pencernaan

(Moehji, 1998).

2.4. Resiko Pemberian MP-ASI yang terlalu dini

Menurut Pudjiadi (2000), bayi belum siap untuk

menerima makanan semi padat kira-kira berumur 6 bulan,

dan makanan itu belum dirasakan perlu sepanjang bayi

tersebut mendapatkan ASI yang cukup. Hal ini dapat

mengakibatkan munculnya berbagai penyakit seperti

Universitas Sumatera

gangguan menyusui, beban ginjal yang terlalu berat dan

mungkin gangguan terhadap selera makan.

2.4.1. Resiko Jangka Pendek

Resiko jangka pendek jika bayi mendapat MP-ASI

terlalu dini yaitu sebagai berikut :

a. Gangguan Menyusui

Pengenalan makanan selain ASI secara dini akan

menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan bayi,

sehingga resiko untuk terjadinua pennurunan ASI

semakin besar.

Universitas Sumatera

b. Penurunan absorbsi besi dari ASI

Pengenalan serealia dan sayuran-sayuran tertentu

dapat mempengaruhi penyerapan zat besi dari ASI,

walaupun konsentrasi zat besi rendah, tetapi lebih

mudah.

c. Penyakit Diare

Resiko jangka pendek pada bayi yang mendapatmakanan pendamping ASI

terlalu dini adalahpenyakit diare

2.4.2. Resiko Jangka Panjang

Menurut Syarief (1993) yang dikutip oleh

Simanjuntak, E, (2009), beberapa resiko jangka panjang

dalam pemberian MP-ASI sejak dini adalah :

a. Obesitas

Pemberian makanan pada bayi sejak usia dini dapat

mengakibatkan kegemukan pada bayi. Bayi yang mendapat

ASI tampaknya dapat mengatur masukan konsumsi

sehingga konsumsi mereka dapat disesuaikan dengan

kebutuhannya.

b. Beban ginjal yang berlebihan dan hiperosmolaris

Universitas Sumatera

Makanan padat, banyak mengandung kadar Natrium

Khlorida (NaCl) tinggi yang akan menambah beban

ginjal. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan

pendamping lainnya yang mengandung daging.

c. Arteriosklerosis

Peranan faktor diit dalam patogenesis dan penyakit

jantung ischemic tidak dipungkiri lagi. Faktor

nutrisi yang terlibat disini antara lain : diit yang

mengandung tinggi energi atau kalori dan kaya akan

kolestrol serta lemak- lemak jenuh, sebaliknya

kandungan lemak tak jenuh yang rendah.

Universitas Sumatera

d. Alergi terhadap makanan

Belum matangnya sistem kekebalan usus pada umur yang

dini, dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi

terhadap makanan pada masa kanak- kanak. ASI kadang-

kadang dapat menularkan penyebab-penyebab alergi

dalam jumlah yang cukup banyak untuk menyebabkan

gejala-gejala klinis, tetapi pemberian makanan

pendamping yang dini menambah terjadinya

alergi terhadap makana.

2.5. Karakteristik ibu dan bayi 0-6 bulan

Karakteristik ibu dan bayi 0-6 bulan yang akan

dibahas adalah (karakteristik ibu) umur ibu, paritas,

(karakteristik bayi) umur bayi, berat badan bayi, tinggi

badan bayi. Dari karakteristik di atas akan

memperlihatkan hubungannya terhadap kejadian infeksi bayi

dari pemberian MP-ASI dini.

2.5.1. Umur Ibu

Umur adalah hal terpenting bagi seorang ibu, umur di

bawah 20 tahun dianggap masih belum atau kurangnya

kesiapan mental psikologis, karena dianggap masih belum

Universitas Sumatera

cuklup matang dan dewasa untuk menghadapi kehamilan dan

kelahiran. Apalagi dalam merawat dan mengurus anak,

walaupun diketahui bersama keadaan tersebut datang dengan

sendirinya (naluri keibuan). Untuk urusan pemberian makan

pada bayi tidak dibutuhkan naluri ibu karena diperlukan

pengalaman tentang pemberian makan pada bayi. Sedangkan

umur lebih dari 20 tahun secara fisik juga mental sudah

cukup dewasa dan kemungkinan sudah mempunyai pengalaman

mengenai pemberian makan bayi yang baik.

Universitas Sumatera

2.5.2. Paritas

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang

dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Banyaknya

kelahiran hidup dapat mempengaruhi keadaan kesehatan ibu

dalam kehamilan. Dengan sendirinya keadaan kesehatan janin

dalam kandungan menjadi kurang baik. Terganggunya kesehatan

janin dapat menyebabkan bayi yang lahir dalam keadaan kurang

gizi sehingga harus mendapatkan makanan pendamping ASI.

Jumlah kelahiran hidup yang ideal dianjurkan oleh

pemerintah adalah sebanyak 2 orang.

2.5.3. Umur bayi

Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk

terjadinya kejadian infeksi. Oleh sebab itu kejadian infeksi

pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika

dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian infeksi pada bayi

dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih

berat dan jelek, hal ini disebabkan karena infeksi

pada bayi dan anak balita umumnya dikarenakan belum

terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah.

Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan

Universitas Sumatera

alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman

infeksi yang terjadi sebelumnya.

2.5.4. Berat badan bayi

Berat badan bayi merupakan ukuran yang menentukan

tingkat kesehatan yaitu untuk melihat laju pertumbuhan

fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan

klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor.

Di samping itu pula berat badan dapat diperhunakan

sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat

badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan

mineral pada tubuh. Oleh

Universitas Sumatera

karena itu penurunan berat badan erat kaitannya dengan

beberapa penyakit yang diderita oleh bayi. Itu

dikarenakan metabolisme pertahanan tubuh bayi terganggu

sehingga penyakit dapat masuk saat keadaan tubuh melemah.

2.5.5. Tinggibadan bayi

Tinggi badan bayi juga merupakan ukuran

yang menentukan tingkat kesehatan yaitu untuk melihat

laju pertumbuhan fisik maupun status gizi pada bayi.

Disaat laju pertumbuhan tinggi badan terganggu akibat

asupan gizi kurang baik dengan sendirinya pertahanan

tubuh dari serangan penyakit akan melemah, sehingga bayi

dapat terserang dari beberapa penyakit. Ukuran tinggi

badan ini mudah dipantau karena terlihat dari fisik bayi,

maka dari itu tinggi badan dapat menjadi ukuran awal dari

pemeriksaan kesehatan bayi.

2.6. KejadianInfeksi

Infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk

semua umur, tetapi lebih nyata pada kelompok anak-anak.

infeksi juga mempunyai kontribusi terhadap defisiensi

Universitas Sumatera

energi, protein, dan gizi lain karena menurunnya nafsu

makan sehingga asupan makanan berkurang. Kebutuhan

energi pada saat infeksi bisa mencapai dua kali

kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme

basal. Hal ini menyebabkan deplesi otot dan glikogen

hati (Thaha, 1995).

Penyakit infeksi yang menyerang anak

menyebabkan gizi anak menjadi buruk. Memburuknya

keadaan gizi anak akibat penyakit infeksi dapat

menyebabkan turunnya nafsu makan, sehingga masukan zat

gizi berkurang padahal anak justru memerlukan zat gizi

yang lebih banyak. Penyakit infeksi sering disertai

oleh diare

Universitas Sumatera

dan muntah yang menyebabkan penderita kehilangan cairan

dan sejumlah zat gizi seperti mineral, dan sebagainya

(Moehji, 2003).

Penyakit yang terjadi pada bayi dan anak

balita pada umumnya adalah penyakit yang ditimbulkan

bertalian erat dengan pola pemberian makanan pada bayi.

Pengolahan makanan yang kurang cermat, penjagaan

kebersihan makanan yang tidak begitu baik, penyimpanan

makanan yang tidak memenuhi syarat hingga mudah

menyebabkan makanan menjadi rusak dan basi, semuanya akan

mempermudah terjadinya penyakit pada bayi dan anak

Jenis penyakit yang paling sering ditemukan pada

bayi dan anak adalah penyakit akibat gangguan pencernaan.

Oleh karena itu, setiap gangguan kesehatan terutama

memperlihatkan adanya gejala muntah, diare atau turunnya

selera makan anak, haruslah terdapat perhatian dan anak

segera dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat

(Moehji, 1990).

Di banyak negara di dunia penyakit infeksi masih

merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak

dibawah usia 5 tahun, akan tetapi anak-anak yang

Universitas Sumatera

meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului

oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya

tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan

mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh

(Moehji,

2003).

Seorang bayi sangat mungkin mengalami satu atau

lebih penyakit, hal ini karena bayi belum memiliki sistem

kekebalan tubuh yang optimal, sehingga rentan terkena

penyakit. Ada 5 penyakit yang sering menimpa bayi di

bawah usia satu tahun, yaitu:

Universitas Sumatera

1. Diare (Gastroenterologi)

Penyebab bakteri dan virus. Seseorang dikatakan

diare bila buang air besar yang encer/lembek seperti air

dan sehari lebih dari empat kali mencret. Penyakit ini

dapat ringan atau serius, datang secara mendadak atau

akut (Depkes RI, 2003).

Faktor-faktor penyebab timbulnya diare adalah sebagai berikut :

a. Tidak Memberi ASI secara penuh 4-6 bulan (ASI Eksklusif)

b. Menggunakan botol susu yang susah dibersihkan.

c. Cara menyimpan makanan yang tidak baik sehingga

dapat dihinggapi lalat dan serangga kotor lainnya.

d. Gizi kurang baik yang menyebabkan tubuh menjadi lemah

e. Infeksi usus disebabkan bakteri amuba, cacing dan

giargi (parasit yang hidup di dalam usus).

f. Infeksi diluar usus, seperti infeksi

kantong kemih, campak g. Ketidakmampuan

usus mencerna makanan

Kelompok umur yang paling banyak terkena diare

adalah anak usia 1-3 tahun, banyak juga ditemukan

Universitas Sumatera

penderita yang usianya masih relatif muda yaitu antara 6-

12 bulan. Pada usia ini balita mendapat

makanan pendamping ASI sehingga kemungkinan

termakan makanan yang sudah terkontaminasi menjadi lebih

besar. Selain itu balita juga sudah mampu bergerak kesana

kemari dan pada usia balita, senang sekali memasukkan

sesuatu ke dalam mulutnya (Moehji, 1990).

Sumber penyebab lainnya karena makanan basi,

beracun, alergi terhadap makanan. Manifestasi

Klinis :Bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu

tubuh meninggi cair dan mungkin disertai dengan lendir

atau darah (Nasution, SZ, 2003)

Universitas Sumatera

2. Konstipasi (sembelit)

Sembelit adalah suatu kondisi yang sangat umum

terjadi dan kemungkinan mempengaruhi sekitar 30 persen

anak-anak di usia tertentu. Biasanya bayi belum memiliki

jadwal normal untuk buang air besar. Bisa saja bayi BAB

setiap setelah makan, harus menunggu satu hari atau

bahkan lebih dari sehari. Pola ini tergantung dari apa

yang bayi makan, seberapa aktif bayi tersebut dan

seberapa cepat ia mencerna makanan. Tapi nantinya

orangtua akan bisa menemukan pola BAB bayinya.

Salah satu petunjuk yang menunjukkan bahwa

bayi mengalami sembelit adalah frekuensi BAB-nya kurang

dari biasanya, terutama jika sudah lebih dari 1-3 hari

sehingga membuat ia merasa tidak nyaman. Selain itu

feses yang keras atau kering juga merupakan salah satu

gejala sembelit.

3. Disentri

Penyebab disentri adalah kuman golongan Shigella.

Penyebarannya melalui makanan dan air yang kotor atau

lalat. Disentri basiler dialami oleh anak-anak. Kumannya

masuk ke dalam alat-alat pencernaan makanan, lalu

Universitas Sumatera

mengakibatkan pembengkakan dan pemborokan. Peradangan

terjadi pada seluruh usus besar dan usus halus bagian

bawah.

4. Difteri

Penyakit difteri disebabkan oleh kuman Clostridum

diphteriae dan disebarkan terutama melalui sekret hidung.

Eksotoksin yang dikeluarkan organisme ini

bertanggungjawab atas terjadinya miokarditis dan

neuropati yang merupakan komplikasi yang paling berat

dan paling sering terjadi.8 Difteri di samping

Universitas Sumatera

menyerang saluran nafas, juga menyerang mukosa dan luka

pada permukaan kulit. Difteri larings dapat menyebabkan

saluran nafas tersumbat, sehingga penderita dapat

meninggal karena kegagalan pernafasan. Difteri dapat

menimpa pada anak yang berumur kurang dari 1 (satu)

tahun.(Mubin, 2005).

5.ISPA

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan

salah satu panyakit infeksi yang erat kaitannya dengan

masalah gizi. Tanda dan gejala penyakit ISPA ini

bermacam-macam antara lain batuk, kesulitan bernafas,

tenggorakan kering, pilek demam dan sakit telinga. Dua

penelitian yaitu Maltene (1991) dan Walker (1992)

menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara berat

badan dan infeksi saluran pernafasan (Depkes RI, 1996).

Diperkirakan panas yang menyertai ISPA memegang

peranan penting dalam penurunan asupan nutrien karenan

menurunnya nafsu makan anak (Thaha, 1995). Hasil

penelitian Thamrin (2002) di Kabupaten Maros menyimpulkan

bahwa penyakit infeksi merupakan faktor resiko yang

Universitas Sumatera

paling berpengaruh terhadap kejadian KEP pada anak

balita.

Universitas Sumatera

2.7. Alur Penelitian

Karakteristik ibu dan bayi(0-6 bulan):

2. Paritas3. Umur bayi4. Berat badan bayi5. Tinggi badan bayi

Uji ExactFisher

KejadianInfeksi

Uji KoreksiYates

Perbandingan uji

Gambar 2.1 Alur penelitian Hubungan HubunganKarakteristik Ibu dan Bayi dengan Kejadian Infeksi (StudiKasus pada Bayi 0-6 Bulan yang Diberi MP-ASI di PuskesmasSunggal Tahun 2010) dapat diketahui dengan uji statistikExact Fisher ataupun Uji Koreksi Yates.