Universitas Sumatera
BAB II TINJAUANPUSTAKA
2.1. Perbandingan Antara Uji Exact Fisherdan Koreksi Yates
Dalam bidang kesehatan pengujian hipotesa untuk
menarik kesimpulan hampir tidak pernah dilakukan dengan
sampel besar. Untuk itu dibutuhkan metode alternatif yang
tidak bergantung pada bentuk distribusi populasi. Para
ahli statistika telah menemukan metode statistika yang
disebut statistika non-parametrik.
Uji exact Fisher dan uji koreksi Yates merupakan
salah satu metode statistika non-parametrik karena tidak
bertujuan menduga maupun menguji parameter populasi,
tetapi cukup membandingkan. Kedua uji tersebut merupakan
uji alternatif yang digunakan untuk tabel kontingensi 2x2
pada kondisi dimana terdapat niai sel yang terlampau
kecil dari batas minimal yang ditentukan.
Uji pasti Fisher merupakan alternatif yang biasa
dipakai untuk ukuran sampel kecil. Prosedur uji pasti
fisher dapat memberikan hasil yang akurat untuk semua
tabel
Universitas Sumatera
2 x 2, yang nilai-nilai harapannya terlalu kecil untuk
dapat dianalisis dengan uji Kai Kuadrat. Pada kondisi
dimana uji Kai Kuadrat boleh digunakan, kedua uji ini
akan memberikan hasil yang mendekati sama (Murti, 1996).
2.1.1. Uji ExactFisher
Fisher probability exact test merupakan salah satu metode
statistik non parametrik untuk menguji hipotesis.
Prosedur ini ditemukan oleh R.A. Fisher pada pertengahan
tahun 1930. Pada penelitian dua variabel dengan data yang
dinyatakan dalam persen, pengujian hipotesis dapat
dilakukan dengan statistik parametrik chi-
Universitas Sumatera
kuadrat. Bila sampel yang digunakan terlalu kecil (n<20)
dan nilai ekspektasi < 5 maka chi-kuadrat tidak dapat
digunakan walaupun telah mengalami koreksi dari
Yates. Untuk mengatasi kelemahan uji chi-kuadrat tersebut
digunakan Fisher probability exact test (Budiarto, 2002).
Menurut Sugiyono, (2005), uji exact fisher digunakan
untuk menguji signifikansi hipotesis komparatif dua
sampel kecil independen bila datanya berbentuk nominal.
Untuk mempermudahkan perhitungan Dalam pengujian
hipotesis, maka data hasil pengamatan perlu disusun ke
dalam tabel kontingensi 2 x 2 (Sugiyono,
2005).
Fisher exact tes ini lebih akurat daripada uji
chi-kuadrat untuk data-data berjumlah sedikit. Walaupun
uji ini biasanya digunakan pada tabel sebanyak 2 x 2,
namun kita dapat melakukan Uji exact Fisher dengan jumlah
tabel yang lebih besar. Contoh tabel kontingensi 2 x 2
sebagai berikut :
Kelompok Jumlah
I a B a + bII c D c + d
Jumlah a+c b+d NSumber : Sugiyono, 2005.
Universitas Sumatera
Kelompok I =
sampel I
Kelompok II =
sampel II
Tanda hanya menunjukkan
adanya klasifikasi, misalnya lulus-tidak lulus, gelap-
terang, dan sebagainya. A B C D adalah data nominal yang
berbentuk frekuensi.
Universitas Sumatera
Rumus dasar yang digunakan untuk pengujian exact fisher yaitu sebagai berikut :
Cohran (1954) dalam Siegel (1992) menganjurkan untuk
menggunakan uji exact fisher bila pada uji chi-kuadrat
dilakukan dengan sampel kecil tersebut akan baik bila
digunakan pada kondisi sebagai berikut :
1. Bila sampel total kurang dari 20
2. atau bila jumlah sampel 20 < n < 40 dengan nilai ekspektasinya <5
Pada nilai marginal yang tetap dapat disusun
berbagai kombinasi. Dari setiap kombinasi yang dihasilkan
dapat dihitung selisih persentase antara yang berhasil
(+) dan tidak berhasil (-) dan dihitung nilai p
menggunakan rumus di atas.
Hasil perhitungan persentase setiap kombinasi dan
nilai p dapat disusun dalam bentuk tebel. Melalui tabel
tersebut kita dapat segera mengetahui besarnya p dari
selisih persentase (+) dan (-) (Budiarto, 2002).
Universitas Sumatera
Keuntungan dan kerugian dengan menggunakan Uji
exact Fisher yaitu sebagai berikut (Budiarto, 2002) :
Keuntungan :
1. Hasilnya langsung dengan nilai p yang pasti
2. Tes hanya didasarkan atas hasil pengamatan yang nyata
3. Tidak dibutuhkan asumsi populasi berdistribusi normal
Universitas Sumatera
4. Tidak dibutuhkan asumsi kedua kelompok yang
diambil dari populasi secara random.
Kerugian :
1. Sulit untuk dilakukan ekstrapolasi terhadap populasi studi
2. Ahli statistika yang beranggapan bahwa tujuan
akhir uji statistik adalah mengadakan estimasi
terhadap parameter populasi tidak setuju dengan uji
Fisher.
2.1.2. Koreksi Yates
Koreksi Yates adalah aturan yang diusulkan
oleh F.Yates (1934), dimaksudkan sebagai suatu nilai
koreksi terhadap hasil distribusi kontinu berdasarkan
hasil dari data diskrit, koreksi Yates ini sebagai upaya
untuk mengkontinukan tingkat penyebaran data dalam
pengujian tabel kontingensi 2x2, agar lebih baik sebaran
hampirannya (Murti, 1996).
Contoh tabel kontingensi 2 x 2 sebagai berikut :
Kelompok Jumlah
I a B a + bII c D c + d
Jumlah a+c b+d NSumber : Sugiyono, 2005.
Universitas Sumatera
Kelompok I =
sampel I
Kelompok II =
sampel II
Tanda hanya menunjukkan
adanya klasifikasi, misalnya lulus-tidak lulus, gelap-
terang, dan sebagainya. A B C D adalah data nominal yang
berbentuk frekuensi.
Universitas Sumatera
Dalam menurunkan distribusi statistic χ2 perlu
diperhatikan bahwa distribusi chi-kuadrat bertipe
kontinu, maka untuk mereduksi akibat penghampiran n11 ,
Yates mengusulkan sebuah koreksi kekontinuan. Yaitu
anggap frekuensi pengamatan dapat diambil semua nilai
yang mungkin pada suatu selang kontinu dengan cara
mengambil jarak ½ unit dari bilangan yang diperoleh.
Rumus YatesCorrection :
Budiarto (2002), menyarankan bahwa untuk menggunakan
koreksi Yates pada kondisi sebagai berikut :
1. Sampel kecil
2. Tabel kontingensi 2x2
3. Nilai ekspektasi < 5
4. dk = 1
Namun demikian penggunaan koreksi Yates tidak
disarankan/diperlukan lagi, bila N terlampau banyak.
Dahulu koreksi Yates banyak digunakan, namun akhir-
Universitas Sumatera
akhir ini manfaatnya dipertanyakan. Bahkan Grizzle
(1967) menganjurkan untuk tidak menggunakan koraksi
Yates, karena cenderung memperbesar kesalahan tipe II
(tidak menolak Ho, padahal Ho salah) (Murti, 1996).
Universitas Sumatera
2.2. Pemberian MP-ASI
Pemberian makanan pendamping ASI (MP ASI)
merupakan proses transisi dari asupan yang semata
berbasis susu menuju ke makanan yang semi padat. Untuk
proses ini juga dibutuhkan ketrampilan motorik oral.
Keterampilan motorik oral berkembang dari refleks
menghisap menjadi menelan makanan yang berbentuk bukan
cairan dengan memindahkan makanan dari lidah bagian depan
ke lidah bagian belakang (Irianto dan Waluyo, 2004).
2.2.1. Pengertian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
Makanan pendamping ASI adalah makanan atau minuman
yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak
guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI. Sedangkan
pengertian makanan itu sendiri adalah merupakan suatu
kebutuhan pokok manusia yang dibutuhkan setiap saat dan
memerlukan pengelolaan yang baik dan benar agar
bermanfaat bagi tubuh (Irianto dan Waluyo, 2004).
Istilah untuk makanan pendamping ASI bermacam-macam
yakni makanan pelengkap, makanan tambahan, makanan padat,
makanan sapihan, weaning food, makanan peralihan, beiskot
(istilah dalam bahasa Jerman yang berarti makanan selai
Universitas Sumatera
dari susu yang diberikan pada bayi). Keseluruhan istilah
ini mengacu pada pengertian bahwa ASI maupun pengganti
ASI (PASI) untuk berangsur diubah ke makanan keluarga
atau orang dewasa (Astuti, dkk, 2003).
2.2.2. Manfaat dan Tujuan Pemberian MP-ASI
Makanan pendamping ASI bermanfaat untuk memenuhi
kebutuhan zat gizi/anak, penyesuaian kemampuan alat cerna
dalam menerima makanan tambahan dan merupakan masa
peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Selain
untuk
Universitas Sumatera
memenuhi kebutuhan bayi terhadap zat-zat gizi, pemberian
makanan tambahan merupakan salah satu proses pendidikan
dimana bayi diajar mengunyah dan menelan makanan padat
dan membiasakan selera-selera baru (Soehardjo, 2003).
Sedangkan tujuan pemberian makanan pendamping
ASI adalah sebagai berikut (Depkes RI, 1992) :
a. Melengkapi zat-zat gizi yang kurang karena kebutuhan
zat gizi yang semakin meningkat sejalan dengan
bertambahnya juga umur bayi/anak.
b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima
bermacam-macam makanan dengan berbagai bentuk, tekstur
dan rasa.
c. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang
mengandung kadar energi yang tinggi
d. Mengembangkan kemampuan untuk mengunyahdan menelan
Selain itu menurut Muchtadi (2004), makanan
pendamping untuk balita sebaiknya memenuhi persyaratan
sebagai berikut : nilai energi dan kandungan proteinnya
cukup tinggi, dapat diterima dengan baik, harganya
relatif murah, dan dapat diproduksi dari bahan-bahan yang
Universitas Sumatera
tersedia secara lokal. Makanan pendamping bagi balita
hendaknya bersifat padat gizi, dan mengandung serat
kasar serta bahan lain yang sukar dicerna sedikit
mungkin. Sebab serat kasar yang terlalu banyak jumlahnya
akan mengganggu pencernaan.
2.2.3. Persyaratan MakananTambahan
Pemberian MP-ASI dan pengaruhnya terhadap tumbuh
kembang otak dan kognitif diyakini berdampak positif.
Makanan pendamping ASI adalah makanan selain ASI yang
ditujukan guna memenuhi kecukupan gizinya. Pemberian
makanan
Universitas Sumatera
pendamping ASI yang dikonsumsi hendaknya memenuhi
kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan
dan tidak menimbulkan penyakit, serta makanan
tersebut sehat, diantaranya :
a. Berada dalam derajatkematangan
b. Bebas dari pencemaran pada saat menyimpan makanan
tersebut dan menyajikan hingga menyuapi pada bayi atau
anak
c. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak
dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym,
aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit
dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan
pengeringan
d. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan
penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness)
e. Harus cukup mengandungkalori dan vitamin
f. Mudah dicerna oleh alat pencernaan(Irianto dan Waluyo, 2004).
Selain melihat kriteria diatas, menurut Depkes RI
(2007) menyatakan bahwa pemberian makanan pendamping ASI
Universitas Sumatera
hendaknya melihat juga usia pemberian makanan pendamping ASI
pada anak, apakah pemberian makanan pendamping yang
diberikan sudah pada usia yang tepat atau tidak.
2.2.4. Frekuensi Pemberian MakananPendamping ASI
Menurut Depkes RI (2007) frekuensi dalam pemberian
makanan pendamping ASI yang tepat biasanya diberikan tiga
kali sehari. Pemberian makanan pendamping ASI dalam
frekuensi yang berlebihan atau diberikan lebih dari tiga
kali sehari, kemungkinan dapat mengakibatkan terjadinya
penyakit.
Universitas Sumatera
Menurut Irianto dan Waluyo (2004), apabila dalam
pemberian makanan pendamping ASI terlalu berlebihan atau
diberikan lebih dari tiga kali sehari, maka sisa bahan
makanan yang tidak digunakan untuk pertumbuhan,
pemeliharaan sel, dan energi akan diubah menjadi lemak.
Sehingga apabila anak kelebihan lemak dalam tubuhnya,
dimungkinkan akan mengakibatkan alergi atau infeksi dalam
organ tubuhnya dan bisa mengakibatkan kelebihan berat
badan (obesitas).
2.3. Jenis dan Cara Pemberian MP-ASI
2.3.1. Jenis Pemberian MP-ASI
Menurut Depkes RI (2007), jenis makanan pendamping
ASI yang baik adalah terbuat dari bahan makanan yang
segar, seperti tempe, kacang-kacangan, telur ayam, hati
ayam, ikan, sayur mayur dan buah-buahan. Jenis-jenis
makanan pendamping yang tepat dan diberikan sesuai dengan
usia anak adalah sebagai berikut:
a. Makanan lumat
Makanan lumat adalah makanan yang dihancurkan,
dihaluskan atau disaring dan bentuknya lebih lembut
Universitas Sumatera
atau halus tanpa ampas. Biasanya makanan lumat ini
diberikan pertama kali kepada bayi disamping ASI.
Contoh dari makanan lumat itu sendiri antara lain
berupa bubur susu, bubur sumsum, pisang saring
atau dikerok, pepaya saring dan nasi tim saring.
Apabila makanan tersebut hanya terdiri dari 1 atau 2
macam bahan makanan, sebaiknya dianjurkan untuk
menambah bahan makanan ketiga di dalam makanan
tersebut, sehingga lengkap. Misalnya : bubur tepung
ditambah tempe dilumatkan dan sayuran hijau, nasi
pisang sebelum ditambah ikan atau tahu.
Universitas Sumatera
b. Makanan Lembik
Makanan lembik adalah merupakan peralihan dari makanan
lumat menjadi makanan orang dewasa, dapat berupa :
bubur beras (padat), nasi lembik, dan lain- lain yang
biasanya disertai dengan lauk pauk tertentu (tempe,
tahu dan lain-lain). Untuk makanan ini sebaiknya
dianjurkan dilengkapi dengan sayuran berwarna hijau.
2.3.2. Cara Pemberian MP-ASI
Menurut Depkes RI (2007) pemberian makanan
pendamping ASI pada anak yang tepat dan benar adalah
sebagai berikut :
a. Selalu mencuci tangan sebelum mulai mempersiapkan
makanan pada bayi atau anak, terutama bila kontak
dengan daging, telur, atau ikan mentah, dan sebelum
memberi makanan pada bayi atau anak. Selain itu, juga
mencuci tangan bayi atau anak.
b. Mencuci bahan makanan (sayuran, beras, ikan,
daging, dll) dengan air mengalir sebelum diolah
menjadi makanan yang akan diberikan kepada bayi atau
anak.
Universitas Sumatera
c. Mencuci kembali peralatan dapur sebelum dan
sesudah digunakan untuk memasak, walaupun peralatan
tersebut masih tampak bersih.
d. Peralatan makan bayi atau anak, seperti mangkuk,
sendok, dan cangkir, harus dicuci kembali sebelum
digunakan oleh bayi atau anak.
e. Dalam pemberian makanan pendamping pada bayi atau
anak, hendaknya berdasarkan tahapan usia anak.
f. Jangan menyimpan makanan yang tidak dihabiskan bayi
atau anak. Ludah yang terbawa oleh sendok bayi atau
anak akan menyebarkan bakteri.
Universitas Sumatera
Dengan memperhatikan MP-ASI yang tepat dan benar
maka kemungkinan bayi mendapat penyakit tidak akan
terjadi. Makanan pengganti atau pendamping ASI mutu
gizinya harus baik, seperti susu sapi atau bahan
makanan sumber protein hewani dalam jumlah yang cukup.
Penghentian pemberian ASI yang terlalu awal mungkin tidak
akan membawa akibat berupa penurunan tingkat gizi.
Makanan yang disiapkan sebagai MP-ASI adalah makanan yang
sangat terbuka akan berbagai kemungkinan kontaminasi,
baik waktu membuatnya, maupun waktu menyimpannya. Ini
berarti penyapihan akan diikuti oleh meningkatnya
kemungkinan terjadi infeksi, terutama infeksi pencernaan
(Moehji, 1998).
2.4. Resiko Pemberian MP-ASI yang terlalu dini
Menurut Pudjiadi (2000), bayi belum siap untuk
menerima makanan semi padat kira-kira berumur 6 bulan,
dan makanan itu belum dirasakan perlu sepanjang bayi
tersebut mendapatkan ASI yang cukup. Hal ini dapat
mengakibatkan munculnya berbagai penyakit seperti
Universitas Sumatera
gangguan menyusui, beban ginjal yang terlalu berat dan
mungkin gangguan terhadap selera makan.
2.4.1. Resiko Jangka Pendek
Resiko jangka pendek jika bayi mendapat MP-ASI
terlalu dini yaitu sebagai berikut :
a. Gangguan Menyusui
Pengenalan makanan selain ASI secara dini akan
menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan bayi,
sehingga resiko untuk terjadinua pennurunan ASI
semakin besar.
Universitas Sumatera
b. Penurunan absorbsi besi dari ASI
Pengenalan serealia dan sayuran-sayuran tertentu
dapat mempengaruhi penyerapan zat besi dari ASI,
walaupun konsentrasi zat besi rendah, tetapi lebih
mudah.
c. Penyakit Diare
Resiko jangka pendek pada bayi yang mendapatmakanan pendamping ASI
terlalu dini adalahpenyakit diare
2.4.2. Resiko Jangka Panjang
Menurut Syarief (1993) yang dikutip oleh
Simanjuntak, E, (2009), beberapa resiko jangka panjang
dalam pemberian MP-ASI sejak dini adalah :
a. Obesitas
Pemberian makanan pada bayi sejak usia dini dapat
mengakibatkan kegemukan pada bayi. Bayi yang mendapat
ASI tampaknya dapat mengatur masukan konsumsi
sehingga konsumsi mereka dapat disesuaikan dengan
kebutuhannya.
b. Beban ginjal yang berlebihan dan hiperosmolaris
Universitas Sumatera
Makanan padat, banyak mengandung kadar Natrium
Khlorida (NaCl) tinggi yang akan menambah beban
ginjal. Beban tersebut masih ditambah oleh makanan
pendamping lainnya yang mengandung daging.
c. Arteriosklerosis
Peranan faktor diit dalam patogenesis dan penyakit
jantung ischemic tidak dipungkiri lagi. Faktor
nutrisi yang terlibat disini antara lain : diit yang
mengandung tinggi energi atau kalori dan kaya akan
kolestrol serta lemak- lemak jenuh, sebaliknya
kandungan lemak tak jenuh yang rendah.
Universitas Sumatera
d. Alergi terhadap makanan
Belum matangnya sistem kekebalan usus pada umur yang
dini, dapat menyebabkan banyak terjadinya alergi
terhadap makanan pada masa kanak- kanak. ASI kadang-
kadang dapat menularkan penyebab-penyebab alergi
dalam jumlah yang cukup banyak untuk menyebabkan
gejala-gejala klinis, tetapi pemberian makanan
pendamping yang dini menambah terjadinya
alergi terhadap makana.
2.5. Karakteristik ibu dan bayi 0-6 bulan
Karakteristik ibu dan bayi 0-6 bulan yang akan
dibahas adalah (karakteristik ibu) umur ibu, paritas,
(karakteristik bayi) umur bayi, berat badan bayi, tinggi
badan bayi. Dari karakteristik di atas akan
memperlihatkan hubungannya terhadap kejadian infeksi bayi
dari pemberian MP-ASI dini.
2.5.1. Umur Ibu
Umur adalah hal terpenting bagi seorang ibu, umur di
bawah 20 tahun dianggap masih belum atau kurangnya
kesiapan mental psikologis, karena dianggap masih belum
Universitas Sumatera
cuklup matang dan dewasa untuk menghadapi kehamilan dan
kelahiran. Apalagi dalam merawat dan mengurus anak,
walaupun diketahui bersama keadaan tersebut datang dengan
sendirinya (naluri keibuan). Untuk urusan pemberian makan
pada bayi tidak dibutuhkan naluri ibu karena diperlukan
pengalaman tentang pemberian makan pada bayi. Sedangkan
umur lebih dari 20 tahun secara fisik juga mental sudah
cukup dewasa dan kemungkinan sudah mempunyai pengalaman
mengenai pemberian makan bayi yang baik.
Universitas Sumatera
2.5.2. Paritas
Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup yang
dipunyai oleh seorang wanita (BKKBN, 2006). Banyaknya
kelahiran hidup dapat mempengaruhi keadaan kesehatan ibu
dalam kehamilan. Dengan sendirinya keadaan kesehatan janin
dalam kandungan menjadi kurang baik. Terganggunya kesehatan
janin dapat menyebabkan bayi yang lahir dalam keadaan kurang
gizi sehingga harus mendapatkan makanan pendamping ASI.
Jumlah kelahiran hidup yang ideal dianjurkan oleh
pemerintah adalah sebanyak 2 orang.
2.5.3. Umur bayi
Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk
terjadinya kejadian infeksi. Oleh sebab itu kejadian infeksi
pada bayi dan anak balita akan lebih tinggi jika
dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian infeksi pada bayi
dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih
berat dan jelek, hal ini disebabkan karena infeksi
pada bayi dan anak balita umumnya dikarenakan belum
terbentuknya secara optimal proses kekebalan secara alamiah.
Sedangkan orang dewasa sudah banyak terjadi kekebalan
Universitas Sumatera
alamiah yang lebih optimal akibat pengalaman
infeksi yang terjadi sebelumnya.
2.5.4. Berat badan bayi
Berat badan bayi merupakan ukuran yang menentukan
tingkat kesehatan yaitu untuk melihat laju pertumbuhan
fisik maupun status gizi, kecuali terdapat kelainan
klinis seperti dehidrasi, asites, edema dan adanya tumor.
Di samping itu pula berat badan dapat diperhunakan
sebagai dasar perhitungan dosis obat dan makanan. Berat
badan menggambarkan jumlah dari protein, lemak, air dan
mineral pada tubuh. Oleh
Universitas Sumatera
karena itu penurunan berat badan erat kaitannya dengan
beberapa penyakit yang diderita oleh bayi. Itu
dikarenakan metabolisme pertahanan tubuh bayi terganggu
sehingga penyakit dapat masuk saat keadaan tubuh melemah.
2.5.5. Tinggibadan bayi
Tinggi badan bayi juga merupakan ukuran
yang menentukan tingkat kesehatan yaitu untuk melihat
laju pertumbuhan fisik maupun status gizi pada bayi.
Disaat laju pertumbuhan tinggi badan terganggu akibat
asupan gizi kurang baik dengan sendirinya pertahanan
tubuh dari serangan penyakit akan melemah, sehingga bayi
dapat terserang dari beberapa penyakit. Ukuran tinggi
badan ini mudah dipantau karena terlihat dari fisik bayi,
maka dari itu tinggi badan dapat menjadi ukuran awal dari
pemeriksaan kesehatan bayi.
2.6. KejadianInfeksi
Infeksi mempunyai efek terhadap status gizi untuk
semua umur, tetapi lebih nyata pada kelompok anak-anak.
infeksi juga mempunyai kontribusi terhadap defisiensi
Universitas Sumatera
energi, protein, dan gizi lain karena menurunnya nafsu
makan sehingga asupan makanan berkurang. Kebutuhan
energi pada saat infeksi bisa mencapai dua kali
kebutuhan normal karena meningkatnya metabolisme
basal. Hal ini menyebabkan deplesi otot dan glikogen
hati (Thaha, 1995).
Penyakit infeksi yang menyerang anak
menyebabkan gizi anak menjadi buruk. Memburuknya
keadaan gizi anak akibat penyakit infeksi dapat
menyebabkan turunnya nafsu makan, sehingga masukan zat
gizi berkurang padahal anak justru memerlukan zat gizi
yang lebih banyak. Penyakit infeksi sering disertai
oleh diare
Universitas Sumatera
dan muntah yang menyebabkan penderita kehilangan cairan
dan sejumlah zat gizi seperti mineral, dan sebagainya
(Moehji, 2003).
Penyakit yang terjadi pada bayi dan anak
balita pada umumnya adalah penyakit yang ditimbulkan
bertalian erat dengan pola pemberian makanan pada bayi.
Pengolahan makanan yang kurang cermat, penjagaan
kebersihan makanan yang tidak begitu baik, penyimpanan
makanan yang tidak memenuhi syarat hingga mudah
menyebabkan makanan menjadi rusak dan basi, semuanya akan
mempermudah terjadinya penyakit pada bayi dan anak
Jenis penyakit yang paling sering ditemukan pada
bayi dan anak adalah penyakit akibat gangguan pencernaan.
Oleh karena itu, setiap gangguan kesehatan terutama
memperlihatkan adanya gejala muntah, diare atau turunnya
selera makan anak, haruslah terdapat perhatian dan anak
segera dibawa ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat
(Moehji, 1990).
Di banyak negara di dunia penyakit infeksi masih
merupakan penyebab utama kematian terutama pada anak
dibawah usia 5 tahun, akan tetapi anak-anak yang
Universitas Sumatera
meninggal karena penyakit infeksi itu biasanya didahului
oleh keadaan gizi yang kurang memuaskan. Rendahnya daya
tahan tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan
mempercepat berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh
(Moehji,
2003).
Seorang bayi sangat mungkin mengalami satu atau
lebih penyakit, hal ini karena bayi belum memiliki sistem
kekebalan tubuh yang optimal, sehingga rentan terkena
penyakit. Ada 5 penyakit yang sering menimpa bayi di
bawah usia satu tahun, yaitu:
Universitas Sumatera
1. Diare (Gastroenterologi)
Penyebab bakteri dan virus. Seseorang dikatakan
diare bila buang air besar yang encer/lembek seperti air
dan sehari lebih dari empat kali mencret. Penyakit ini
dapat ringan atau serius, datang secara mendadak atau
akut (Depkes RI, 2003).
Faktor-faktor penyebab timbulnya diare adalah sebagai berikut :
a. Tidak Memberi ASI secara penuh 4-6 bulan (ASI Eksklusif)
b. Menggunakan botol susu yang susah dibersihkan.
c. Cara menyimpan makanan yang tidak baik sehingga
dapat dihinggapi lalat dan serangga kotor lainnya.
d. Gizi kurang baik yang menyebabkan tubuh menjadi lemah
e. Infeksi usus disebabkan bakteri amuba, cacing dan
giargi (parasit yang hidup di dalam usus).
f. Infeksi diluar usus, seperti infeksi
kantong kemih, campak g. Ketidakmampuan
usus mencerna makanan
Kelompok umur yang paling banyak terkena diare
adalah anak usia 1-3 tahun, banyak juga ditemukan
Universitas Sumatera
penderita yang usianya masih relatif muda yaitu antara 6-
12 bulan. Pada usia ini balita mendapat
makanan pendamping ASI sehingga kemungkinan
termakan makanan yang sudah terkontaminasi menjadi lebih
besar. Selain itu balita juga sudah mampu bergerak kesana
kemari dan pada usia balita, senang sekali memasukkan
sesuatu ke dalam mulutnya (Moehji, 1990).
Sumber penyebab lainnya karena makanan basi,
beracun, alergi terhadap makanan. Manifestasi
Klinis :Bayi dan anak menjadi cengeng, gelisah, suhu
tubuh meninggi cair dan mungkin disertai dengan lendir
atau darah (Nasution, SZ, 2003)
Universitas Sumatera
2. Konstipasi (sembelit)
Sembelit adalah suatu kondisi yang sangat umum
terjadi dan kemungkinan mempengaruhi sekitar 30 persen
anak-anak di usia tertentu. Biasanya bayi belum memiliki
jadwal normal untuk buang air besar. Bisa saja bayi BAB
setiap setelah makan, harus menunggu satu hari atau
bahkan lebih dari sehari. Pola ini tergantung dari apa
yang bayi makan, seberapa aktif bayi tersebut dan
seberapa cepat ia mencerna makanan. Tapi nantinya
orangtua akan bisa menemukan pola BAB bayinya.
Salah satu petunjuk yang menunjukkan bahwa
bayi mengalami sembelit adalah frekuensi BAB-nya kurang
dari biasanya, terutama jika sudah lebih dari 1-3 hari
sehingga membuat ia merasa tidak nyaman. Selain itu
feses yang keras atau kering juga merupakan salah satu
gejala sembelit.
3. Disentri
Penyebab disentri adalah kuman golongan Shigella.
Penyebarannya melalui makanan dan air yang kotor atau
lalat. Disentri basiler dialami oleh anak-anak. Kumannya
masuk ke dalam alat-alat pencernaan makanan, lalu
Universitas Sumatera
mengakibatkan pembengkakan dan pemborokan. Peradangan
terjadi pada seluruh usus besar dan usus halus bagian
bawah.
4. Difteri
Penyakit difteri disebabkan oleh kuman Clostridum
diphteriae dan disebarkan terutama melalui sekret hidung.
Eksotoksin yang dikeluarkan organisme ini
bertanggungjawab atas terjadinya miokarditis dan
neuropati yang merupakan komplikasi yang paling berat
dan paling sering terjadi.8 Difteri di samping
Universitas Sumatera
menyerang saluran nafas, juga menyerang mukosa dan luka
pada permukaan kulit. Difteri larings dapat menyebabkan
saluran nafas tersumbat, sehingga penderita dapat
meninggal karena kegagalan pernafasan. Difteri dapat
menimpa pada anak yang berumur kurang dari 1 (satu)
tahun.(Mubin, 2005).
5.ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan
salah satu panyakit infeksi yang erat kaitannya dengan
masalah gizi. Tanda dan gejala penyakit ISPA ini
bermacam-macam antara lain batuk, kesulitan bernafas,
tenggorakan kering, pilek demam dan sakit telinga. Dua
penelitian yaitu Maltene (1991) dan Walker (1992)
menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara berat
badan dan infeksi saluran pernafasan (Depkes RI, 1996).
Diperkirakan panas yang menyertai ISPA memegang
peranan penting dalam penurunan asupan nutrien karenan
menurunnya nafsu makan anak (Thaha, 1995). Hasil
penelitian Thamrin (2002) di Kabupaten Maros menyimpulkan
bahwa penyakit infeksi merupakan faktor resiko yang
Universitas Sumatera
2.7. Alur Penelitian
Karakteristik ibu dan bayi(0-6 bulan):
2. Paritas3. Umur bayi4. Berat badan bayi5. Tinggi badan bayi
Uji ExactFisher
KejadianInfeksi
Uji KoreksiYates
Perbandingan uji
Gambar 2.1 Alur penelitian Hubungan HubunganKarakteristik Ibu dan Bayi dengan Kejadian Infeksi (StudiKasus pada Bayi 0-6 Bulan yang Diberi MP-ASI di PuskesmasSunggal Tahun 2010) dapat diketahui dengan uji statistikExact Fisher ataupun Uji Koreksi Yates.