BIOGRAFI TOKOH HATTA RAJASA
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
5 -
download
0
Transcript of BIOGRAFI TOKOH HATTA RAJASA
BIOGRAFI TOKOH HATTA RAJASA
Ir. Muhammad Hatta Radjasa atau yang lebih dikenal
dengan nama Hatta Radjasa merupakan salah satu putera
terbaik Indonesia. Beliau dikenal sebagai seorang
politikus yang pintar menempatkan diri karena beliau
telah berkali-kali dipercaya mengemban amanah sebagai
menteri diberbagai kabinet. Beliau telah resmi
mengundurkan diri sebagai Menko Perekonomian pada
selasa, 13 Mei 2014, dan saat ini beliau telah resmi
menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo
Subianto.
Hatta Radjasa lahir di Palembang, Sumatera Selatan
pada 18 Desember 1953. Beliau merupakan anak kedua dari
12 bersaudara dari pasangan H. Muhammad Tohir dan Hj.
Aisyah binti Alaydrus. Ayahnya adalah seorang pamong,
yang beralih profesi sebagai pegawai negeri yang bekerja
keras dan jujur. Ayahnya, ketika masih lajang adalah
seorang tentara yang berjuang di tanah Jawa. Namun,
sesudah menikah berhenti dari tentara, beralih menjadi
pegawai negeri sipil, dan berkali-kali mengemban tugas
camat di berbagai wilayah di Sumatera Selatan. Kakeknya
juga seorang pamong di Ogan Komering Ilir (OKI) di
Sumatera Selatan yang bernama Ahmad Pangeran
Raksawiguna.
Masa SD Sampai SMA
Sebagai anak yang berasal dari keluarga sederhana,
Hatta telah terbiasa hidup apa adanya, jujur dan
berdisiplin karena memang sejak kecil telah terbiasa
untuk bekerja keras, jujur, mandiri dan bekerjasama.
Orang tuanya memang mendidiknya dengan disiplin yang
tinggi. Setelah Hatta tamat SD, ayahnya menjadi Asisten
Wedana (Camat) di daerah Muarakuang. Di kecamatan itu
belum ada SMP, sehingga Hatta kecil dititipkan kepada
pamannya di Palembang. Jarak antara Palembang dengan
kecamatan itu kira-kira 100 kilometer. Tetapi jika
berangkat siang hari dari Palembang menggunakan motor,
baru akan sampai larut malam karena kondisi jalanan yang
buruk sekali. Dari situlah ia mulai mengenal arti sebuah
kehidupan. Di situ juga perkembangan emosionalnya banyak
dipengaruhi oleh lingkungan, yakni setiap orang itu
haruslah saling menolong, saling memberi dan mau
berkorban bagi orang lain. Di situ ia telah menyadari
bahwa kesuksesan seseorang bukan semata-mata karena
kemampuan dirinya sendiri, tetapi 60% adalah karena
kerjasama orang lain, jasa orang lain, terutama ibu-
bapaknya, keluarga, teman dan kerabatnya serta berkat
doa orang tua. Pandangan itu (semangat toleransi dan
menghargai orang lain) sangat dijiwainya sejak kecil,
bahkan sampai saat ini tetap mempengaruhi hidupnya.
Karena sejak tamat SD ia sudah harus hidup dengan
keluarga orang lain, itu berarti ia harus belajar tahu
diri sebagai orang yang dititipkan. Pagi-pagi ia harus
bangun untuk melakukan tugas-tugas di rumah pamannya
seperti mengisi bak mandi dengan pompa, kemudian pada
setengah enam ia sudah harus mengayuh sepeda ke sekolah.
Pekerjaan itu ia lakukan sampai tamat SMA di Palembang.
Masa Kuliah
Memang sejak tamat SD, ia sudah berpisah dengan
orang tuanya, hanya bertemu dengan mereka sekali-sekali
sampai ia menyelesaikan kuliahnya di ITB. Aspek
relijius, emosional dan rasionalnya dibentuk dalam dua
periode itu, yakni ketika SMP-SMA di Sumatera Selatan
dan ketika kuliah di ITB. Ketika di ITB, ia aktif dalam
kegiatan kemahasiswaan sebagai Waka Himpunan Mahasiswa
Teknik Perminyakan ITB dan Senator Mahasiswa ITB. Selain
itu, semasa kuliah ia juga sempat menjadi aktivis Masjid
Salman Bandung. Menurutnya, ada perbedaan yang mencolok
antara masa lalu ketika ia sebagai aktivis dengan zaman
sekarang. Di masa lalu menjadi aktivis itu menjadi musuh
pemerintah, oleh sebab itulah, aktivis-aktivis yang lalu
itu, untuk menjadi aktivis ia harus memiliki keberanian
karena risikonya tinggi. Sehingga karena challenge yang
demikian besar ketika menjadi aktivis pada masa lalu
itu, ia memetik hikmah yang sangat indah dan itu
membentuk kepribadiannya bahwa setiap orang tidak boleh
takut mengatakan sebuah kebenaran.
Awal Karier
Setamat dari ITB jurusan perminyakan, sebenarnya ia
ingin menjadi seorang dosen, tetapi tidak kesampaian,
mungkin karena ketika mahasiswa ia seorang aktivis dan
suka memberontak terhadap pemerintah saat itu. Ketika
itu, sebenarnya ia diterima bekerja di beberapa tempat
dengan gaji yang lebih besar, tetapi ia menolak karena
ia ingin lebih mandiri dengan membuat perusahaan yang
bergerak di bidang perminyakan sesuai pendidikannya.
Kemudian ia bersama teman-temannya merintis usaha itu
sampai memiliki beberapa badan usaha yang bekerjasama
dengan perusahaan asing dan pertamina. Sejak tahun 1982
sampai 2000 ia menjabat sebagai Presiden Direktur
Arthindo tetapi sebelumnya ia menjabat sebagai Wakil
Manager Teknis PT. Meta Epsi yakni sebuah perusahaan
pengeboran minyak. Tetapi ketika ia memutuskan bergabung
dengan partai politik, semua kegiatan usaha itu
dihentikan dengan cara semuanya dijual. Beliau masuk
Partai Amanat Nasional (PAN). Setelah masuk partai, ia
benar-benar berhenti dari usaha, tidak lagi memiliki
usaha dan tak mau berbisnis. Beliau benar-benar
berkonsentrasi dengan satu bidang karena hal itu adalah
sifatnya. Jika ia berusaha (bisnis), ia tidak mau
bercampur dengan kegiatan lain. Begitu juga ketika masuk
partai politik, ia berkonsentrasi dan juga tidak mau
mencampur-baurkannya dengan usaha yang lain.
Dukungan Keluarga
Perjalanan karier seorang Hatta Radjasa tak pernah
lepas dari dukungan keluarga, terutama sang isteri (Drg.
Oktiniwati Ulfa Dariah Radjasa) dan keempat anaknya
(Reza, Aliya, Azimah dan Rasyid). Terutama ketika beliau
memilih menjadi politisi, dimana seorang pengusaha dan
CEO meninggalkan bisnis dan memilih fokus sebagai
politisi, sebuah keputusan yang tak mudah bagi seorang
yang sudah memiliki keluarga dengan kehidupan yang
mapan. Ketika itu, tahun 1999 anak-anaknya masih kecil,
putera terbesarnya saat itu baru tamat SMP mau ke SMA.
Ketika mengambil keputusan itu, beliau memang berdialog
panjang dengan keluarga, terutama dengan isteri
tercinta. Suatu hal yang tidak mudah baginya karena
memilih memasuki dunia yang lain sama sekali. Beliau
mengaku tidak mudah meyakinkan keluarganya terkait hal
ini. Beliau menegaskan, sekali ia berpolitik maka ia
tidak akan menyentuh bisnis. Beliau pun harus berpikir
mempersiapkan dari hasil-hasil usahanya itu untuk
keluarga dan untuk berpolitik. Suatu keputusan tentang
kehidupan yang benar-benar berbeda. Dari sebuah
kehidupan yang cukup teratur, dimana saat maghrib bisa
sembahyang bersama dengan anak-anaknya, menjadi sebuah
kehidupan yang bisa disebut tidak teratur sama sekali.
Mereka sempat shock karena waktunya sangat pendek. Tahun
1998 PAN didirikan, pria yang semasa muda pernah aktif
di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) itu lolos ke
Senayan dan langsung menduduki jabatan Ketua Fraksi
Reformasi DPR dan nyaris tidak pulang-pulang. Beliau
jugaa tidur di hotel dan jarang sekali bertemu dengan
anak-anak, selama beberapa bulan itu. Anak-anaknya pun
sering bertanya tanya “kenapa kehidupan ini menjadi
begini, mereka tidak pernah bertemu bapak tetapi lihat
bapaknya di TV terus”. Kemudian, beliau pun menceritakan
pelan-pelan pada anak-anaknya bahwa inilah kehidupan,
beliau pun menjelaskan bahwa “dimanapun kita berada,
bapak sebagai pengusaha, bapak sebagai pengajar, bapak
sekarang mau jadi politisi, semua itu adalah bagian dari
ibadah”. Keluarganya pun memahami dan menerima.
Karier sosok Hatta Radjasa ini cukup gemilang. Baru
dua tahun menjabat anggota DPR, lulusan perminyakan di
Institut Tekonologi Bandung (ITB) itu dipercaya menjadi
Menteri Riset dan Teknologi pada Kabinet Gotong Royong
hingga tahun 2004. Gaya hidup keluarganya tampak biasa-
biasa saja saat itu. Isterinya kemana-mana nyetir
sendiri dan sangat marah jika ke daerah harus dikawal
dengan ajudan, begitu juga dengan sosok Hatta beserta
anak-anaknya yang saat itu tidak mau tinggal di rumah
menteri dan memilih tinggal di rumah pribadinya. Pada
tahun pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono –
Jusuf Kalla yang disebut Kabinet Indonesia Bersatu,
Hatta diangkat menjadi Menteri Perhubungan, kemudian
pada tahun 2007-2009, SBY mengangkat Hatta sebagai
Menteri Sekretariat Negara Kabinet Indonesia Bersatu.
Karier Hatta Radjasa di pemerintah terus menanjak. Pada
tahun 2009, beliau menjadi Menteri Koordinator (Menko)
Bidang Perekonomian.
Politisi Pluralis dan Relijius
Sebelum masuk PAN, Hatta tak pernah berpolitik
praktis karena tak ada kesempatan sesuai iklim politik
pada zaman orde baru. Padahal ketika mahasiswa, beliau
menyenangi bidang tersebut. Sehingga ketika Amien Rais
menggerakkan reformasi, ia pun sudah mulai ikut aktif.
Saat itu, beliau menjadi ketua I Alumni ITB cabang
Jakarta. Di situ beliau sudah mulai aktif ikut gerakan
reformasi sampai ketika PAN dideklarasikan pada 23
Agustus 1998, ia ikut bergabung. Di PAN, mulanya ia
menjabat Ketua Departemen Sumber Daya Alam dan Enerji,
kemudian setelah kongres I, ia terpilih menjadi Sekjen.
Pada pemilu 1999 ia terpilih menjadi anggota DPR dan
anggota MPR dari PAN dari wilayah pemilihan Bandung. Di
lembaga legislatif itu, ia terpilih menjadi ketua Fraksi
Reformasi DPR Ri. Ketika di Senayang itu, ia benar-benar
konsentrasi yang merupakan sifatnya. Kiprahnya ketika
masa reformasi tergolong sangat luar biasa.
Pada masa transisi dari pemerintahan Habibie ke Gus
Dur dan kemudian ke Megawati, ia sebagai ketua Fraksi
Reformasi mampu menerjemahkan dan mengejawantahkan garis
partainya yang didesain demikian apik oleh Ketua Umumnya
Amien Rais, sehingga Hatta bisa berperan banyak dalam
kancah perpolitikan nasional sebagai support atas peran
Amien Rais yang berperan sangat besar sebagai “king maker”
pentas politik nasional. Tak heran bila saat itu
wartawan DPR atau MPR memilih Hatta sebagai salah satu
dari 10 tokoh DPR terbaik. Pada pemilu 1999, beliau
adalah ketua Pemilu PAN. Ketika kongres PAN di
Yogyakarta, ia sibuk menjadi ketua panitia pelaksana.
Saat itu di PAN ada dua kubu yang saling bertarikan.
Beliau mengambil posisi tengah saja menyikapi hal itu
karena ia termasuk orang yang menginginkan keutuhan dan
kekokohan partai PAN. Pria relijius ini juga ingin PAN
tetap berada di tengah, tidak terseret ke kanan atau ke
kiri sesuai dengan platformnya sebagai partai plural,
lintas agama dan lintas budaya. Bagi Hatta, kekuasaan
hanyalah sebuah sarana, bukan tujuan utama. Tujuan utama
kita adalah mewujudkan Indonesia baru yang demokratis,
berkeadilan, terbuka dalam masyarakat yang saling
menghormati. Pernyataan tersebut merupakan penegasan
posisinya sebagai politisi dan negarawan yang selalu
ingin mengabdikan diri kepada bangsa. Jika diamati,
beliau tak pernah bicara politik atau partai ketika
berperan sebagai menteri. Ia selalu menempatkan
posisinya pada konteks dan waktu yang tepat. Saat ia
sebagai menteri, ia bicara mengenai bidang tugasnya
sebagai menteri dan ketika ia ke daerah terutama sabtu-
minggu (waktu yang disediakan untuk partai), ia bicara
sebagai fungsionaris partai.
Hatta Sebagai Menko Perekonomian
Ketika masih menjabat sebagai Menko Perekonomian,
Hatta menyatakan sikap yang tegas terkait tindakan
Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur yakni Marianus Sae
yang memerintahkan Satpol PP Kabupaten Ngada untuk
memblokir bandara Turelelo Soa, Nusa Tenggara Timur,
gara-gara tidak mendapat tiket pesawat Merpati Nusantara
Airlines rute Kupang-Bajawa pada 21 Desember 2013,
akibatnya pesawat Merpati rute penerbangan Kupang-Bajawa
yang mengangkut 54 orang penumpang tidak bisa mendarat
di bandara tersebut dan akhirnya kembali ke Bandara El
Tari di Kupang. Beliau menegaskan bahwa siapapun dan
apapun alasannya tidak boleh memblokir bandara sebagai
fasilitas publik karena beliau sebagai mantan Menteri
Perhubungan tahu bahwa tindakan itu membahayakan
penerbangan dan ada UU yang mengatur terkait itu.
Terkait tindak pidana itu, Hatta menyerahkan perkara itu
pada otoritas berwenang yakni Departemen Perhubungan.
Ketika disinggung pelaku pemblokiran adalah kader PAN,
Hatta meminta kasus ini tidak dikaitkan dengan siapa
pelakunya dan apa alasannya serta meminta agar di cek
mengapa seorang pejabat penting shit kosong 3 tetapi
tidak diberi. Terkait perkara tersebut, Marianus
mengakui mengerahkan petugas Satpol PP karena kecewa
terhadap pelayanan Merpati sebab kala itu ia terburu-
buru karena harus menghadiri rapat paripurna di DPRD
Ngada, selepas menerima DIPA proyek APBD 2014 dari
gubernur NTT di kupang. Marianus telah mencoba
menghubungi merpati agar diberikan satu seat ke Turerelo
tetapi ia justru dipermainkan ke sana ke mari.
Keputusan Presiden SBY pada 19 April 2013 menunjuk
Menko Perekonomian yang juga ketua Umum DPP PAN Hatta
Radjasa sebagai pelaksana tugas (Plt) Menteri Keuangan
(MenKeu) menggantikan Agus Martowardojo yang terpilih
sebagai gubernur Bank Indonesia (BI) menuai banyak
kritik, namun Hatta siap melaksanakan tugasnya secara
maksimal. Penugasan Hatta sebagai pelaksana tugas (Plt)
Menteri Keuangan itu tertuang dalam Keputusan Presiden
Nomor 45/M Tahun 2013 yang ditandatangani oleh SBY.
Salinan Keputusan Presiden mengenai penugasan kepada
Menko Perekonomian Hatta Radjasa sebagai Plt Menteri
Keuangan juga disampaikan kepada para Menteri KIB II.
Pada 28 Februari 2014, Menko Perekonomian Hatta
Radjasa meminta Kementerian Keuangan segera merenovasi
Hett Witte Huis atau Istana Daendels di Lapangan Banteng
karena kondisinya sangat mengenaskan, meski dari
kejauhan tampak terlihat megah tetapi jika dilihat dari
dekat seluruh ruangan gedung sudah tidak bisa
dipergunakan oleh pegawai Kemenkeu maupun Kemenko dalam
kurun waktu 2 tahun terakhir. Hatta juga menegaskan
bahwa Istana Daendels harus tetap dipertahankan sebagai
cagar budaya apalagi sudah dilindungi oleh UU sebagai
warisan sejarah dunia.
Pencalonan Sebagai Wapres
Selasa, 13 Mei 2014, pihak istana akhirnya
mengkonfirmasi kabar rencana mundurnya Hatta Radjasa
sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, juru bicara
(jubir) Presiden, Julian Aldrin Pasha mengatakan bahwa
memang benar ada rencana Hatta akan mundur dari Menko
Perekonomian dan memang harus mundur jika dicalonkan
parpol atau dideklarasikan pencalonan bersama Prabowo
jika merujuk pada UU No. 24 Tahun 2008 tentang pemilihan
presiden.
Ketika Rakernas PAN di Jakarta 14 Mei 2014, Ketua
Umum DPP PAN, Hatta Radjasa mengatakan bahwa dirinya
tidak akan ambil pusing dan khawatir terkait dengan
ancaman dari PPP yang akan menarik dukungan ke Partai
Gerindra yang merasa tidak dilibatkan dalam penentuan
cawapres. Menurut beliau, perihal penentuan cawapres
bukan atas kehendaknya tetapi menjadi hak dan keputusan
capres yakni Prabowo Subianto. Beliau juga tidak
khawatir jika pencalonanya sebagai cawapres mendampingi
Prabowo goyah karena adanya riak politik yang terjadi.
Penghargaan
Hatta Rajasa memiliki segudang penghargaan, di
antaranya adalah penghargaan Bintang Mahaputera
Adipradana dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun
2013, Narasumber atau Pejabat Yang Paling Mudah
Dihubungi Wartawan dari Persatuan Wartawan Indonesia
Jaya pada tahun 2013, Economic Booster of The Year dari
Indonesia Property and Bank pada tahun 2013, Reformasi
Award dari Pro Democracy pada tahun 2013, Pemimpin
Pembangunan Ekonomi Nasional dari Persatuan Wartawan
Indonesia Cabang Jawa Timur di tahun 2013, The Rising
Stars’s Men Obsession’s 9 Young Leaders 2013-2014 dari
Men Obsession’s. Kemudian, Gwanghwa Medal dari The First
Rank of The Order of Diplomatic Service Merit, Republic
of Korea Jakarta pada tahun 2012, Pemimpin Perubahan
2011 dari Republika, Public Policy Award dari Asia
Society pada tahun 2011, Ganesha Prajamanggala Bakti
Kencana dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 2011,
Charta Politica Award di tahun 2010 serta Ganesha
Prajamanggala Bakti Adiutama dari Institut Teknologi
Bandung pada tahun 2009 yang lalu.
TEORI KEPEMIMPINAN
Kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua
hal, yaitu (1) adanya fakta bahwa penggantian pemimpin
seringkali mengubah kinerja suatu unit, institusi atau
organisasi, (2) hasil penelitian menunjukkan bahwa salah
satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan
organisasi adalah kepemimpinan, yang mencakup proses
kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi, kompetensi
dan tindakan pemimpin yang bersangkutan. Kenyataan dan
hasil penelitian tersebut tidak dapat dibantah
kebenarannya. Semua pihak maklum adanya, sehingga muncul
jargon “ganti pimpinan, ganti kebijakan”. Demikianlah,
karena kepemimpinan merupakan fenomena yang kompleks
sehingga selalu menarik untuk dikaji. Berdasarkan
beberapa literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga
sudut pandang, yaitu (1) pendekatan sifat atau
karakteristik bawaan lahir (traits approach), (2) pendekatan
gaya atau tindakan dalam memimpin (style approach), dan (3)
pendekatan kontingensi (contingency approach). Pada
perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak
terhadap cara-cara menjadi pemimpin yang efektif,
termasuk dengan mengembangkan kapasitas spiritual untuk
menjadi pemimpin profesional dan bermoral.
Pengertian Kepemimpinan
Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental
di dalam menganalisis proses dan dinamika di dalam
organisasi. Menurut Katz dan Khan, berbagai definisi
kepemimpinan pada dasarnya dapat diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) sebagai atribut
atau kelengkapan dari suatu kedudukan, (2) sebagai
karakteristik seseorang, dan (3) sebagai kategori
perilaku. Pengertian kepemimpinan sebagai atribut atau
kelengkapan suatu kedudukan menurut Janda bahwa
kepemimpinan adalah jenis khusus hubungan kekuasaan yang
ditentukan oleh anggapan para anggota kelompok bahwa
seorang dari anggota kelompok itu memiliki kekuasaan
untuk menentukan pola perilaku terkait dengan
aktivitasnya sebagai anggota kelompok. Pengertian
kepemimpinan sebagai karakteristik seseorang, terutama
yang dikaitkan dengan sebutan pemimpin seperti yang
dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich dan Donnelly bahwa
pemimpin adalah agen perubahan, orang yang bertindak
mempengaruhi orang lain lebih dari orang lain
mempengaruhi dirinya. Kemudian pengertian pemimpin
sebagai perilaku dikemukakan oleh Sweeney dan McFarlin
bahwa kepemimpinan melibatkan seperangkat proses
pengaruh antar orang yang bertujuan memotivasi bawahan ,
menciptakan visi masa depan, dan mengembangkan strategi
untuk mencapai tujuan. Sehubungan dengan ketiga kategori
pengertian di atas, Watkins menyatakan bahwa
kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki
kekhasan dari suatu kelompok yang dapat dibedakan secara
positif dari anggota lainnya baik dalam perilaku,
karakteristik pemikiran maupun struktur kelompok.
Berdasarkan pengertian tersebut maka teori kepemimpinan
pada dasarnya merupakan kajian tentang individu yang
memiliki karakter fisik, mental, dan kedudukan yang
dipandang lebih dari individu lain dalam suatu kelompok
tersebut untuk bertindak ke arah pencapaian suatu
tujuan.
Pendekatan Sifat (The Traits Approach)
Pendekatan atau teori sifat berusaha memahami
kepemimpinan berdasarkan keyakinan bahwa pemimpin yang
baik memiliki “karakteristik bawaan” dari lahir baik
menyangkut ciri fisik maupun kepribadian. Menurut
Stogdill, karakter fisik dan kepribadian pemimpin
terkait dengan kepemimpinan yang efektif antara lain :
usia, penampilan, kelancaran berbicara, kecerdasan,
enerjik, dominan, percaya diri, ekstrovert, dan memiliki
dorongan berprestasi. Menurut Yulk, pemimpin yang sukses
memiliki kemampuan luar biasa seperti energi yang tiada
habisnya, ketajaman intuisi, wawasan yang sangat luas,
dan kemampuan mempengaruhi atau mempersuasi yang tak
dapat ditolak. Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly, Hoy
dan Miskel, sifat-sifat dan keterampilan dari
kepemimpinan yang efektif yaitu (1) kepribadian (tingkat
semangat atau energi, percaya diri, tahan stres,
kedewasaan emosi, integritas dan ekstrovert, (2)
motivasi (orientasi kekuasaan tersosialisasi, kebutuhan
berprestasi kuat, kurang memerlukan afiliasi, dan
kebanggaan diri), dan (3) keterampilan (hubungan antar
pribadi, kognitif, teknis, dan konseptual). Sifat-sifat
pemimpin sebagaimana seperti diidentifikasikan di atas
dipandang lebih menonjolkan sifat “kelelakian atau
maskulinitas” sehingga mendapat kritik mengandung bias
gender. Sehubungan dengan hal itu, ajaran “sastra cetha”
dan “astha brata” terkait delapan kebijakan yang
digambarkan oleh R.Ng. Yosodipuro terlihat sungguh
penting. Sastra cetha merupakan ajaran yang disampaikan
oleh Raden Rama kepada adiknya Prabu Dasarata mengenai
tata cara memimpin tampuk pemerintahan. Sedangkan astha
brata berisi petuah atau nasehat Raden Rama kepada
Gunawan Wibisana ketika akan dinobatkan sebagai raja
menggantikan kakaknya (Rahwana) untuk memimpin Alengka.
Dalam kedua ajaran tersebut diterangkan bahwa
seorang raja (pemimpin) harus memahami tiga tingkatan
nilai perbuatan yaitu nistha (hina), madya (sedang) dan
utama (terbaik). Perbuatan hina harus dihindari,
perbuatan madya cukup diketahui saja, dan perbuatan
utama wajib untuk dilakukan. Contoh perbuatan utama
dalam menerapkan perilaku delapan dewa dalam memimpin
pemerintahan yaitu :
1. Dewa Indra, yang bersifat pengasih dan penyayang,
cinta pada seni dan keindahan. Personifikasi sebagai
halilintar. Untuk itu pemimpin harus bersikap dan
berlaku adil, menyebarkan kesejahteraan ke seluruh
warga baik rakyat jelata maupun pejabat.
2. Dewa Yama, yang bertindak memberantas semua kejahatan
untuk menjaga kesejahteraan rakyat. Semua tindak
kejahatan dihukum sesuai dengan kesalahannya, tidak
pandang bulu, baik dilakukan oleh saudara sendiri
maupun orang lain. Personifikasi sebagai pencabut
nyawa. Oleh karena itu pemimpin harus tegas dalam
memberantas tindak kejahatan.
3. Dewa Surya, dalam memerintah berbuat kebaikan menyusup
pelan-pelan secara halus sampai mengenai perasaan,
sehingga mendatangkan perasaan sejuk. Personifikasi
sifat ini adalah matahari yang menerangi dunia,
memberi perkembangan hidup dan kesehatan semua
makhluk. Oleh karena itu, pemimpin harus sabar dalam
mencapai cita-cita dalam memberikan perintah.
4. Dewa Candra, dengan tutur kata yang lembut dan selalu
tersenyum dalam segala tindakan. Personifikasi sebagai
bulan yang bersama bintang (kartika) memberikan terang
dalam kegelapan. Karenanya pemimpin harus bekerja
setulus hati dan selalu bersikap ramah, pemaaf, dan
rendah hati.
5. Dewa Bayu, personifikasi sebagai angin (pawana) yang
mencerminkan watak gagah berani, kuat, teguh,
bersahaja, pendiam dan setia. Oleh karenanya, pemimpin
harus peduli (care) dengan pegawainya agar mudah
memberdayakan kemampuannya.
6. Dewa Kuwera, bersifat senantiasan jujur, dapat
dipercaya, dan memegang teguh peraturan yang telah
ditetapkan serta berbakti pada kemanusiaan. Karenanya
menjadi pemimpin harus jujur, teguh, suka menolong,
dan dapat dipercaya dengan berkomitmen terhadap
peraturan.
7. Dewa Baruna, semua permasalahan dipandang dan
diselesaikan dengan penuh kehati-hatian. Personifikasi
sebagai samudra yang siap menampung seluruh aliran
sungai. Untuk itu pemimpin harus berpegang teguh pada
keutamaan, siap menampung permasalahan pegawai, dan
mengupayakan segala hal yang buruk diubah menjadi
baik.
8. Dewa Brama, merupakan panglima perang yang ulung
dengan perwatakan prabawa (api) dan tugasnya mencari
nafkah untuk seluruh lapisan masyarakat. Karenanya
pemimpin harus memiliki semangat juang tinggi,
memahami kemauan pegawai, dan bekerjasama serta
bersama-sama warganya menghadapi ancaman dan tantangan
untuk mencapai kesejahteraan.
Pendekatan Gaya (The Style Approach)
Teori tentang gaya kepemimpinan berusaha mengkaji
perilaku atau tindakan pemimpin dalam mempengaruhi atau
menggerakkan para pengikutnya guna mencapai suatu
tujuan. Perilaku dan tindakan tersebut dapat dipahami
sebagai dua hal berbeda tetapi saling berkaitan, yaitu
(1) fokus pada penyelesaian tugas (pekerjaan) , dan (2)
fokus pada pembinaan personil yang melaksanakan tugas
atau pekerjaan tersebut. Berdasarkan studi yang
dilakukan Lewin, Lippit dan White pada tahun 1930-an
terkait tingkat keketatan pengendalian, melahirkan
terminologi gaya kepemimpinan autocratic, democratic dan
laissez-faire. Kepemimpinan otokratis merujuk pada tingkat
pengendalian yang tinggi tanpa kebebasan dan partisipasi
anggota dalam pengambilan keputusan. Pemimpin bersifat
otoriter, tidak bersedia mendelegasikan wewenang dan
tidak menyukai partisipasi anggota. Kepemimpinan
demokratis merujuk pada tingkat pengendalian yang
longgar, namum pemimpin sangat aktif dalam menstimulasi
diskusi kelompok dan pengambilan keputusan kelompok,
kebijakan atau keputusan diambil bersama, komunikasi
berlangsung timbal balik, dan prakarsa dapat berasal
dari pimpinan maupun dari anggota. Sedangkan
kepemimpinan laissez-faire menyerahkan atau membiarkan
anggota untuk mengambil keputusan sendiri, pemimpin
memainkan peran pasif dan hampir tidak ada pengendalian
atau pengawasan sehingga keberhasilan organisasi
ditentukan oleh individu atau orang per orang.
Pendekatan Kontingensi (The Contingency Approach)
Berdasarkan teori ini, tidak ada satupun gaya
kepemimpinan untuk segala situasi. Gaya kepemimpinan
sangat beragam tergantung pada (1) sifat, kemampuan dan
keterampilan pemimpin, (2) perilaku bawaan, (3) kondisi
dan situasi lingkungan. Hersey dan Blanchard
mengembangkan teori kepemimpinan yang awalnya disebut “life
cycle theory of leadership” dan kemudian dinamakan “situational
leadership theory”. Menurut teori ini, kepemimpinan yang
efektif memerlukan kombinasi yang tepat antara perilaku
berorientasi tugas dan perilaku berorientasi hubungan,
serta mempertimbangkan tingkat kematangan bawaan.
Berdasarkan kombinasi tersebut dapat diterapkan
beberapa gaya kepemimpinan yaitu telling, selling, participating,
dan delegating. Gaya Telling (bercerita), berlaku di situasi
orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan rendah,
dan pegawai sangat tidak dewasa sehingga pemimpin harus
memberikan pengarahan dan petunjuk untuk mengerjakan
tugas. Gaya Selling (menjual), berlaku pada orientasi tugas
tinggi dan orientasi hubungan juga tinggi, sementara
tingkat kedewasaan pegawai cukup. Dal situasi itu,
pemimpin memberikan pengarahan secara seimbang dengan
memberikan dukungan, meminta dan menghargai masukan dari
pegawai. Gaya Participating (partisipatif), dengan orientasi
tugas rendah dan orientasi hubungan tinggi, serta
tingkat kedewasaan pegawainya tinggi. Karenanya pemimpin
lebih kolaboratif, ada kedekatan emosional sehingga
mengedepankan konsultasi, pembimbingan dan dukungan
serta sangat sedikit pengarahan tugas. Sedangkan Gaya
Delegating (delegasi), cocok untuk situasi orientasi
tugas rendah dan orientasi hubungan juga rendah serta
pegawai yang sangat dewasa. Dalam situasi ini pemimpin
memberikan tanggungjawab penuh pada pegawai untuk
menyelesaikan tugas. Pemimpin cukup mengetahui laporan
dan memberikan dukungan tanpa memberikan pengarahan.
Pakar lain yang juga mengembangkan teori kepemimpinan
kontingensi adalah Fiedler dan Vroom-Yetton. Fiedler
mengukur gaya kepemimpinan berbasis tanggapan pemimpin
terhadap karakter pekerjaannya yang dikenal dengan
pengukuran skala Least Prefered Coworker (LPC). LPC digunakan
untuk mengetahui keyakinan pemimpin bahwa apa yang
diharapkan, akan benar-benar dapat terjadi karena
memiliki pengendalian situasi (situational control).
ANALISIS TOKOH
Berdasarkan pendekatan atau teori sifat, seorang
pemimpin yang baik memiliki “karakteristik bawaan” dari
lahir baik menyangkut ciri fisik maupun kepribadian.
Sosok Hatta termasuk seorang pemimpin yang baik dilihat
dari teori tersebut, salah satu alasannya karena beliau
menunjukkan sikap konsisten ketika memutuskan bergabung
dengan partai politik bernama Partai Amanat Nasional
bahwa beliau memutuskan menghentikan semua kegiatan
usahanya karena ia ingin berkonsentrasi dengan satu
bidang saja, itulah sifat yang merupakan kepribadian
tokoh Hatta Radjasa.
Sifat-sifat dan keterampilan dari kepemimpinan yang
efektif seperti kepribadian, motivasi, dan sebagaimana
seperti diidentifikasikan oleh Gibson, Ivancevich,
Donnelly, Hoy dan Miskel, dipandang lebih menonjolkan
sifat “kelakian atau maskulinitas” sehingga mendapat
kritikan. Sehubungan dengan hal itu, ajaran “sastra cetha”
dan “astha brata” tentang delapan kebijakan dari R.Ng.
Yosodipuro terlihat sungguh penting, dimana dalam kedua
ajaran tersebut diterangkan bahwa seorang raja
(pemimpin) harus memahami tiga tingkatan nilai perbuatan
yaitu nistha (hina), madya (sedang) dan utama (terbaik).
Perbuatan hina harus dihindari, perbuatan madya cukup
diketahui saja, dan perbuatan utama wajib untuk
dilakukan. Hatta Radjasa selaku seorang pemimpin dan
politikus yang cerdas dan mampu menempatkan diri, telah
menunjukkan sikap tegasnya pada selasa, 13 Mei 2014 lalu
untuk mundur dari jabatan Menko Perekonomian karena
mencalonkan diri sebagai wapres mendampingi Prabowo
Subianto. Tindakan mengejutkan itu telah menujukkan
ketaatan sosok Hatta atas perbuatan utama yang wajib
dilakukannya terkait dengan pencalonan dirinya sebagai
wapres ketika masih mengemban tugas sebagai menteri
terkait UU No. 24 Tahun 2008 tentang pemilihan presiden.
Terkait ajaran “sastra cetha” dan “astha brata” ,
Hatta Radjasa tampaknya telah mengamalkan contoh delapan
perilaku dewa dalam kepemimpinannya selama ini. Tokoh
Hatta yang menceritakan pelan-pelan dengan penuh kasih
sayang tentang alasan dirinya jarang menemui anak-anak
ketika duduk di Senayan sebagai Ketua Fraksi Reformasi
DPR, sikap kritis Hatta ketika masih menjadi Menko
perekonomian pada 28 Februari 2014 dengan meminta
Kemenkeu untuk segera merenovasi Hett Witte Huis atau
Istana Daendels di Lapangan Banteng terkait kondisinya
yang sangat mengenaskan jika dilihat dari dekat seluruh
gedung sudah tidak bisa dipergunakan oleh pegawai
Kemenkeu maupun Kemenko merupakan bukti sifat Dewa Indra
yang dimiliki Hatta Radjasa sebagai pemimpin. Sikap
tegas Hatta menyikapi tindakan Bupati Ngada, Nusa
Tenggara Timur yakni Marianus Sae yang memerintahkan
Satpol PP Kabupaten Ngada untuk memblokir bandara
Turelelo Soa, Nusa Tenggara Timur, gara-gara tidak
mendapat tiket pesawat Merpati Nusantara Airlines rute
Kupang-Bajawa pada 21 Desember 2013 mencerminkan sifat
Dewa Yama, yang bertindak memberantas semua kejahatan
untuk menjaga kesejahteraan rakyat.
Kesiapan melaksanakan tugas secara maksimal sebagai
pelaksana tugas (Plt) Menkeu menggantikan Agus
Martowardojo yang terpilih sebagai gubernur Bank
Indonesia meski sedang menjabat sebagai Menko
Perekonomian sebagai keputusan Presiden SBY pada 19
April 2013 berdasarkan SK No. 45/M Tahun 2013 adalah
komitmen seorang Hatta Radjasa terhadap peraturan. Hal
itu menjadi sifat yang dapat dipercaya dan memegang
teguh peraturan yang merupakan sifat Dewa Kuwera. Selain
itu, Hatta juga sangat terbukti memiliki semangat juang
tinggi sejak dia tamat SD dan tinggal bersama pamannya,
dengan kondisi yang jauh dari keluarga itulah dia
mengenal arti sebuah kehidupan.
Jika ditinjau dari pendekatan gaya atau the style
approach, lulusan perminyakan dari Institut Tekonologi
Bandung (ITB) itu memiliki gaya kepemimpinan domokratis
yaitu gaya kepemimpinan yang merujuk pada tingkat
pengawasan yang longgar, tetapi Hatta Radjasa sangat
aktif dalam memberika stimulasi terhadap pengambilan
keputusan atau kebijakan dalam tugasnya. Selain itu,
beliau juga tidak otoriter terhadap tindakan Bupati
Ngada, Nusa Tenggara Timur yakni Marianus Sae yang
memerintahkan Satpol PP Kabupaten Ngada untuk memblokir
Bandara Turelelo Soa, Nusa Tenggara Timur, beliau
mendengarkan alasan bupati tersebut terkait tindakannya
dan beliau juga menyerahkan perkara tersebut kepada
otoritas berwenang yaitu Departemen Perhubungan.
Berdasarkan pendekatan kontingensi (the contingency
theory), tokoh Hatta Radjasa memiliki gaya selling
(menjual) yang mana berlaku pada orientasi tugas dan
hubungan tinggi tetapi tingkat kedewasaan pegawai cukup.
Dalam situasi seperti perkara kondisi Istana Daendles,
beliau memberikan pengarahan atau meminta Kementerian
Keuangan untuk merenovasi gedung tersebut karena
kondisinya yang sangat mengenaskan, selain itu, Hatta
juga menegaskan bahwa Istana Daendels harus tetap
dipertahankan sebagai cagar budaya apalagi sudah
dilindungi oleh UU sebagai warisan sejarah dunia.
DAFTAR PUSTAKA
http://pemilu.sindonews.com/read/872070/113/politikus-yang-pintar-menempatkan-diri
http://www.sindotrijaya.com/news/detail/5307/hatta-penutupan-bandara-oleh-bupati-ngada-tidak-dibenarkan#.U5xK8n9IPDc
http://ekbis.sindonews.com/read/739921/33/hatta-rajasa-ditunjuk-jadi-plt-menteri-keuangan
http://www.sindotrijaya.com/news/detail/6000/hatta-minta-kemenkeu-segera-renovasi-total-istana-daendels#.U5xNbH9IPDc
http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/16/n5nq0i-hatta-rajasa-tak-ambil-pusing-soal-ancaman-ppp
http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/13/jadi-cawapres-prabowo-hatta-rajasa-akan-mundur-sebagai-menko-perekonomian
http://pahttp://pan.or.id/profil-tokoh/ir-m-hatta-rajasa/n.or.id/profil-tokoh/ir-m-hatta-rajasa/#sthash.kbhXYCh0.dpuf
Wibowo Udik B,. (2011).Teori Kepemimpinan.Yogyakarta :
Badan Kepegawaian Daerah.