BIOGRAFI TOKOH HATTA RAJASA

26
BIOGRAFI TOKOH HATTA RAJASA Ir. Muhammad Hatta Radjasa atau yang lebih dikenal dengan nama Hatta Radjasa merupakan salah satu putera terbaik Indonesia. Beliau dikenal sebagai seorang politikus yang pintar menempatkan diri karena beliau telah berkali-kali dipercaya mengemban amanah sebagai menteri diberbagai kabinet. Beliau telah resmi mengundurkan diri sebagai Menko Perekonomian pada selasa, 13 Mei 2014, dan saat ini beliau telah resmi menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo Subianto. Hatta Radjasa lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada 18 Desember 1953. Beliau merupakan anak kedua dari 12 bersaudara dari pasangan H. Muhammad Tohir dan Hj.

Transcript of BIOGRAFI TOKOH HATTA RAJASA

BIOGRAFI TOKOH HATTA RAJASA

Ir. Muhammad Hatta Radjasa atau yang lebih dikenal

dengan nama Hatta Radjasa merupakan salah satu putera

terbaik Indonesia. Beliau dikenal sebagai seorang

politikus yang pintar menempatkan diri karena beliau

telah berkali-kali dipercaya mengemban amanah sebagai

menteri diberbagai kabinet. Beliau telah resmi

mengundurkan diri sebagai Menko Perekonomian pada

selasa, 13 Mei 2014, dan saat ini beliau telah resmi

menjadi calon wakil presiden mendampingi Prabowo

Subianto.

Hatta Radjasa lahir di Palembang, Sumatera Selatan

pada 18 Desember 1953. Beliau merupakan anak kedua dari

12 bersaudara dari pasangan H. Muhammad Tohir dan Hj.

Aisyah binti Alaydrus. Ayahnya adalah seorang pamong,

yang beralih profesi sebagai pegawai negeri yang bekerja

keras dan jujur. Ayahnya, ketika masih lajang adalah

seorang tentara yang berjuang di tanah Jawa. Namun,

sesudah menikah berhenti dari tentara, beralih menjadi

pegawai negeri sipil, dan berkali-kali mengemban tugas

camat di berbagai wilayah di Sumatera Selatan. Kakeknya

juga seorang pamong di Ogan Komering Ilir (OKI) di

Sumatera Selatan yang bernama Ahmad Pangeran

Raksawiguna.

Masa SD Sampai SMA

Sebagai anak yang berasal dari keluarga sederhana,

Hatta telah terbiasa hidup apa adanya, jujur dan

berdisiplin karena memang sejak kecil telah terbiasa

untuk bekerja keras, jujur, mandiri dan bekerjasama.

Orang tuanya memang mendidiknya dengan disiplin yang

tinggi. Setelah Hatta tamat SD, ayahnya menjadi Asisten

Wedana (Camat) di daerah Muarakuang. Di kecamatan itu

belum ada SMP, sehingga Hatta kecil dititipkan kepada

pamannya di Palembang. Jarak antara Palembang dengan

kecamatan itu kira-kira 100 kilometer. Tetapi jika

berangkat siang hari dari Palembang menggunakan motor,

baru akan sampai larut malam karena kondisi jalanan yang

buruk sekali. Dari situlah ia mulai mengenal arti sebuah

kehidupan. Di situ juga perkembangan emosionalnya banyak

dipengaruhi oleh lingkungan, yakni setiap orang itu

haruslah saling menolong, saling memberi dan mau

berkorban bagi orang lain. Di situ ia telah menyadari

bahwa kesuksesan seseorang bukan semata-mata karena

kemampuan dirinya sendiri, tetapi 60% adalah karena

kerjasama orang lain, jasa orang lain, terutama ibu-

bapaknya, keluarga, teman dan kerabatnya serta berkat

doa orang tua. Pandangan itu (semangat toleransi dan

menghargai orang lain) sangat dijiwainya sejak kecil,

bahkan sampai saat ini tetap mempengaruhi hidupnya.

Karena sejak tamat SD ia sudah harus hidup dengan

keluarga orang lain, itu berarti ia harus belajar tahu

diri sebagai orang yang dititipkan. Pagi-pagi ia harus

bangun untuk melakukan tugas-tugas di rumah pamannya

seperti mengisi bak mandi dengan pompa, kemudian pada

setengah enam ia sudah harus mengayuh sepeda ke sekolah.

Pekerjaan itu ia lakukan sampai tamat SMA di Palembang.

Masa Kuliah

Memang sejak tamat SD, ia sudah berpisah dengan

orang tuanya, hanya bertemu dengan mereka sekali-sekali

sampai ia menyelesaikan kuliahnya di ITB. Aspek

relijius, emosional dan rasionalnya dibentuk dalam dua

periode itu, yakni ketika SMP-SMA di Sumatera Selatan

dan ketika kuliah di ITB. Ketika di ITB, ia aktif dalam

kegiatan kemahasiswaan sebagai Waka Himpunan Mahasiswa

Teknik Perminyakan ITB dan Senator Mahasiswa ITB. Selain

itu, semasa kuliah ia juga sempat menjadi aktivis Masjid

Salman Bandung. Menurutnya, ada perbedaan yang mencolok

antara masa lalu ketika ia sebagai aktivis dengan zaman

sekarang. Di masa lalu menjadi aktivis itu menjadi musuh

pemerintah, oleh sebab itulah, aktivis-aktivis yang lalu

itu, untuk menjadi aktivis ia harus memiliki keberanian

karena risikonya tinggi. Sehingga karena challenge yang

demikian besar ketika menjadi aktivis pada masa lalu

itu, ia memetik hikmah yang sangat indah dan itu

membentuk kepribadiannya bahwa setiap orang tidak boleh

takut mengatakan sebuah kebenaran.

Awal Karier

Setamat dari ITB jurusan perminyakan, sebenarnya ia

ingin menjadi seorang dosen, tetapi tidak kesampaian,

mungkin karena ketika mahasiswa ia seorang aktivis dan

suka memberontak terhadap pemerintah saat itu. Ketika

itu, sebenarnya ia diterima bekerja di beberapa tempat

dengan gaji yang lebih besar, tetapi ia menolak karena

ia ingin lebih mandiri dengan membuat perusahaan yang

bergerak di bidang perminyakan sesuai pendidikannya.

Kemudian ia bersama teman-temannya merintis usaha itu

sampai memiliki beberapa badan usaha yang bekerjasama

dengan perusahaan asing dan pertamina. Sejak tahun 1982

sampai 2000 ia menjabat sebagai Presiden Direktur

Arthindo tetapi sebelumnya ia menjabat sebagai Wakil

Manager Teknis PT. Meta Epsi yakni sebuah perusahaan

pengeboran minyak. Tetapi ketika ia memutuskan bergabung

dengan partai politik, semua kegiatan usaha itu

dihentikan dengan cara semuanya dijual. Beliau masuk

Partai Amanat Nasional (PAN). Setelah masuk partai, ia

benar-benar berhenti dari usaha, tidak lagi memiliki

usaha dan tak mau berbisnis. Beliau benar-benar

berkonsentrasi dengan satu bidang karena hal itu adalah

sifatnya. Jika ia berusaha (bisnis), ia tidak mau

bercampur dengan kegiatan lain. Begitu juga ketika masuk

partai politik, ia berkonsentrasi dan juga tidak mau

mencampur-baurkannya dengan usaha yang lain.

Dukungan Keluarga

Perjalanan karier seorang Hatta Radjasa tak pernah

lepas dari dukungan keluarga, terutama sang isteri (Drg.

Oktiniwati Ulfa Dariah Radjasa) dan keempat anaknya

(Reza, Aliya, Azimah dan Rasyid). Terutama ketika beliau

memilih menjadi politisi, dimana seorang pengusaha dan

CEO meninggalkan bisnis dan memilih fokus sebagai

politisi, sebuah keputusan yang tak mudah bagi seorang

yang sudah memiliki keluarga dengan kehidupan yang

mapan. Ketika itu, tahun 1999 anak-anaknya masih kecil,

putera terbesarnya saat itu baru tamat SMP mau ke SMA.

Ketika mengambil keputusan itu, beliau memang berdialog

panjang dengan keluarga, terutama dengan isteri

tercinta. Suatu hal yang tidak mudah baginya karena

memilih memasuki dunia yang lain sama sekali. Beliau

mengaku tidak mudah meyakinkan keluarganya terkait hal

ini. Beliau menegaskan, sekali ia berpolitik maka ia

tidak akan menyentuh bisnis. Beliau pun harus berpikir

mempersiapkan dari hasil-hasil usahanya itu untuk

keluarga dan untuk berpolitik. Suatu keputusan tentang

kehidupan yang benar-benar berbeda. Dari sebuah

kehidupan yang cukup teratur, dimana saat maghrib bisa

sembahyang bersama dengan anak-anaknya, menjadi sebuah

kehidupan yang bisa disebut tidak teratur sama sekali.

Mereka sempat shock karena waktunya sangat pendek. Tahun

1998 PAN didirikan, pria yang semasa muda pernah aktif

di organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) itu lolos ke

Senayan dan langsung menduduki jabatan Ketua Fraksi

Reformasi DPR dan nyaris tidak pulang-pulang. Beliau

jugaa tidur di hotel dan jarang sekali bertemu dengan

anak-anak, selama beberapa bulan itu. Anak-anaknya pun

sering bertanya tanya “kenapa kehidupan ini menjadi

begini, mereka tidak pernah bertemu bapak tetapi lihat

bapaknya di TV terus”. Kemudian, beliau pun menceritakan

pelan-pelan pada anak-anaknya bahwa inilah kehidupan,

beliau pun menjelaskan bahwa “dimanapun kita berada,

bapak sebagai pengusaha, bapak sebagai pengajar, bapak

sekarang mau jadi politisi, semua itu adalah bagian dari

ibadah”. Keluarganya pun memahami dan menerima.

Karier sosok Hatta Radjasa ini cukup gemilang. Baru

dua tahun menjabat anggota DPR, lulusan perminyakan di

Institut Tekonologi Bandung (ITB) itu dipercaya menjadi

Menteri Riset dan Teknologi pada Kabinet Gotong Royong

hingga tahun 2004. Gaya hidup keluarganya tampak biasa-

biasa saja saat itu. Isterinya kemana-mana nyetir

sendiri dan sangat marah jika ke daerah harus dikawal

dengan ajudan, begitu juga dengan sosok Hatta beserta

anak-anaknya yang saat itu tidak mau tinggal di rumah

menteri dan memilih tinggal di rumah pribadinya. Pada

tahun pertama pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono –

Jusuf Kalla yang disebut Kabinet Indonesia Bersatu,

Hatta diangkat menjadi Menteri Perhubungan, kemudian

pada tahun 2007-2009, SBY mengangkat Hatta sebagai

Menteri Sekretariat Negara Kabinet Indonesia Bersatu.

Karier Hatta Radjasa di pemerintah terus menanjak. Pada

tahun 2009, beliau menjadi Menteri Koordinator (Menko)

Bidang Perekonomian.

Politisi Pluralis dan Relijius

Sebelum masuk PAN, Hatta tak pernah berpolitik

praktis karena tak ada kesempatan sesuai iklim politik

pada zaman orde baru. Padahal ketika mahasiswa, beliau

menyenangi bidang tersebut. Sehingga ketika Amien Rais

menggerakkan reformasi, ia pun sudah mulai ikut aktif.

Saat itu, beliau menjadi ketua I Alumni ITB cabang

Jakarta. Di situ beliau sudah mulai aktif ikut gerakan

reformasi sampai ketika PAN dideklarasikan pada 23

Agustus 1998, ia ikut bergabung. Di PAN, mulanya ia

menjabat Ketua Departemen Sumber Daya Alam dan Enerji,

kemudian setelah kongres I, ia terpilih menjadi Sekjen.

Pada pemilu 1999 ia terpilih menjadi anggota DPR dan

anggota MPR dari PAN dari wilayah pemilihan Bandung. Di

lembaga legislatif itu, ia terpilih menjadi ketua Fraksi

Reformasi DPR Ri. Ketika di Senayang itu, ia benar-benar

konsentrasi yang merupakan sifatnya. Kiprahnya ketika

masa reformasi tergolong sangat luar biasa.

Pada masa transisi dari pemerintahan Habibie ke Gus

Dur dan kemudian ke Megawati, ia sebagai ketua Fraksi

Reformasi mampu menerjemahkan dan mengejawantahkan garis

partainya yang didesain demikian apik oleh Ketua Umumnya

Amien Rais, sehingga Hatta bisa berperan banyak dalam

kancah perpolitikan nasional sebagai support atas peran

Amien Rais yang berperan sangat besar sebagai “king maker”

pentas politik nasional. Tak heran bila saat itu

wartawan DPR atau MPR memilih Hatta sebagai salah satu

dari 10 tokoh DPR terbaik. Pada pemilu 1999, beliau

adalah ketua Pemilu PAN. Ketika kongres PAN di

Yogyakarta, ia sibuk menjadi ketua panitia pelaksana.

Saat itu di PAN ada dua kubu yang saling bertarikan.

Beliau mengambil posisi tengah saja menyikapi hal itu

karena ia termasuk orang yang menginginkan keutuhan dan

kekokohan partai PAN. Pria relijius ini juga ingin PAN

tetap berada di tengah, tidak terseret ke kanan atau ke

kiri sesuai dengan platformnya sebagai partai plural,

lintas agama dan lintas budaya. Bagi Hatta, kekuasaan

hanyalah sebuah sarana, bukan tujuan utama. Tujuan utama

kita adalah mewujudkan Indonesia baru yang demokratis,

berkeadilan, terbuka dalam masyarakat yang saling

menghormati. Pernyataan tersebut merupakan penegasan

posisinya sebagai politisi dan negarawan yang selalu

ingin mengabdikan diri kepada bangsa. Jika diamati,

beliau tak pernah bicara politik atau partai ketika

berperan sebagai menteri. Ia selalu menempatkan

posisinya pada konteks dan waktu yang tepat. Saat ia

sebagai menteri, ia bicara mengenai bidang tugasnya

sebagai menteri dan ketika ia ke daerah terutama sabtu-

minggu (waktu yang disediakan untuk partai), ia bicara

sebagai fungsionaris partai.

Hatta Sebagai Menko Perekonomian

Ketika masih menjabat sebagai Menko Perekonomian,

Hatta menyatakan sikap yang tegas terkait tindakan

Bupati Ngada, Nusa Tenggara Timur yakni Marianus Sae

yang memerintahkan Satpol PP Kabupaten Ngada untuk

memblokir bandara Turelelo Soa, Nusa Tenggara Timur,

gara-gara tidak mendapat tiket pesawat Merpati Nusantara

Airlines rute Kupang-Bajawa pada 21 Desember 2013,

akibatnya pesawat Merpati rute penerbangan Kupang-Bajawa

yang mengangkut 54 orang penumpang tidak bisa mendarat

di bandara tersebut dan akhirnya kembali ke Bandara El

Tari di Kupang. Beliau menegaskan bahwa siapapun dan

apapun alasannya tidak boleh memblokir bandara sebagai

fasilitas publik karena beliau sebagai mantan Menteri

Perhubungan tahu bahwa tindakan itu membahayakan

penerbangan dan ada UU yang mengatur terkait itu.

Terkait tindak pidana itu, Hatta menyerahkan perkara itu

pada otoritas berwenang yakni Departemen Perhubungan.

Ketika disinggung pelaku pemblokiran adalah kader PAN,

Hatta meminta kasus ini tidak dikaitkan dengan siapa

pelakunya dan apa alasannya serta meminta agar di cek

mengapa seorang pejabat penting shit kosong 3 tetapi

tidak diberi. Terkait perkara tersebut, Marianus

mengakui mengerahkan petugas Satpol PP karena kecewa

terhadap pelayanan Merpati sebab kala itu ia terburu-

buru karena harus menghadiri rapat paripurna di DPRD

Ngada, selepas menerima DIPA proyek APBD 2014 dari

gubernur NTT di kupang. Marianus telah mencoba

menghubungi merpati agar diberikan satu seat ke Turerelo

tetapi ia justru dipermainkan ke sana ke mari.

Keputusan Presiden SBY pada 19 April 2013 menunjuk

Menko Perekonomian yang juga ketua Umum DPP PAN Hatta

Radjasa sebagai pelaksana tugas (Plt) Menteri Keuangan

(MenKeu) menggantikan Agus Martowardojo yang terpilih

sebagai gubernur Bank Indonesia (BI) menuai banyak

kritik, namun Hatta siap melaksanakan tugasnya secara

maksimal. Penugasan Hatta sebagai pelaksana tugas (Plt)

Menteri Keuangan itu tertuang dalam Keputusan Presiden

Nomor 45/M Tahun 2013 yang ditandatangani oleh SBY.

Salinan Keputusan Presiden mengenai penugasan kepada

Menko Perekonomian Hatta Radjasa sebagai Plt Menteri

Keuangan juga disampaikan kepada para Menteri KIB II.

Pada 28 Februari 2014, Menko Perekonomian Hatta

Radjasa meminta Kementerian Keuangan segera merenovasi

Hett Witte Huis atau Istana Daendels di Lapangan Banteng

karena kondisinya sangat mengenaskan, meski dari

kejauhan tampak terlihat megah tetapi jika dilihat dari

dekat seluruh ruangan gedung sudah tidak bisa

dipergunakan oleh pegawai Kemenkeu maupun Kemenko dalam

kurun waktu 2 tahun terakhir. Hatta juga menegaskan

bahwa Istana Daendels harus tetap dipertahankan sebagai

cagar budaya apalagi sudah dilindungi oleh UU sebagai

warisan sejarah dunia.

Pencalonan Sebagai Wapres

Selasa, 13 Mei 2014, pihak istana akhirnya

mengkonfirmasi kabar rencana mundurnya Hatta Radjasa

sebagai Menteri Koordinator Perekonomian, juru bicara

(jubir) Presiden, Julian Aldrin Pasha mengatakan bahwa

memang benar ada rencana Hatta akan mundur dari Menko

Perekonomian dan memang harus mundur jika dicalonkan

parpol atau dideklarasikan pencalonan bersama Prabowo

jika merujuk pada UU No. 24 Tahun 2008 tentang pemilihan

presiden.

Ketika Rakernas PAN di Jakarta 14 Mei 2014, Ketua

Umum DPP PAN, Hatta Radjasa mengatakan bahwa dirinya

tidak akan ambil pusing dan khawatir terkait dengan

ancaman dari PPP yang akan menarik dukungan ke Partai

Gerindra yang merasa tidak dilibatkan dalam penentuan

cawapres. Menurut beliau, perihal penentuan cawapres

bukan atas kehendaknya tetapi menjadi hak dan keputusan

capres yakni Prabowo Subianto. Beliau juga tidak

khawatir jika pencalonanya sebagai cawapres mendampingi

Prabowo goyah karena adanya riak politik yang terjadi.

Penghargaan

Hatta Rajasa memiliki segudang penghargaan, di

antaranya adalah penghargaan Bintang Mahaputera

Adipradana dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

2013, Narasumber atau Pejabat Yang Paling Mudah

Dihubungi Wartawan dari Persatuan Wartawan Indonesia

Jaya pada tahun 2013, Economic Booster of The Year dari

Indonesia Property and Bank pada tahun 2013, Reformasi

Award dari Pro Democracy pada tahun 2013, Pemimpin

Pembangunan Ekonomi Nasional dari Persatuan Wartawan

Indonesia Cabang Jawa Timur di tahun 2013, The Rising

Stars’s Men Obsession’s 9 Young Leaders 2013-2014 dari

Men Obsession’s. Kemudian, Gwanghwa Medal dari The First

Rank of The Order of Diplomatic Service Merit, Republic

of Korea Jakarta pada tahun 2012, Pemimpin Perubahan

2011 dari Republika, Public Policy Award dari Asia

Society pada tahun 2011, Ganesha Prajamanggala Bakti

Kencana dari Institut Teknologi Bandung pada tahun 2011,

Charta Politica Award di tahun 2010 serta Ganesha

Prajamanggala Bakti Adiutama dari Institut Teknologi

Bandung pada tahun 2009 yang lalu.

TEORI KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan dipandang sangat penting karena dua

hal, yaitu (1) adanya fakta bahwa penggantian pemimpin

seringkali mengubah kinerja suatu unit, institusi atau

organisasi, (2) hasil penelitian menunjukkan bahwa salah

satu faktor internal yang mempengaruhi keberhasilan

organisasi adalah kepemimpinan, yang mencakup proses

kepemimpinan pada setiap jenjang organisasi, kompetensi

dan tindakan pemimpin yang bersangkutan. Kenyataan dan

hasil penelitian tersebut tidak dapat dibantah

kebenarannya. Semua pihak maklum adanya, sehingga muncul

jargon “ganti pimpinan, ganti kebijakan”. Demikianlah,

karena kepemimpinan merupakan fenomena yang kompleks

sehingga selalu menarik untuk dikaji. Berdasarkan

beberapa literatur, kepemimpinan dapat dikaji dari tiga

sudut pandang, yaitu (1) pendekatan sifat atau

karakteristik bawaan lahir (traits approach), (2) pendekatan

gaya atau tindakan dalam memimpin (style approach), dan (3)

pendekatan kontingensi (contingency approach). Pada

perkembangan selanjutnya, fokus kajian lebih banyak

terhadap cara-cara menjadi pemimpin yang efektif,

termasuk dengan mengembangkan kapasitas spiritual untuk

menjadi pemimpin profesional dan bermoral.

Pengertian Kepemimpinan

Konsep kepemimpinan merupakan komponen fundamental

di dalam menganalisis proses dan dinamika di dalam

organisasi. Menurut Katz dan Khan, berbagai definisi

kepemimpinan pada dasarnya dapat diklasifikasikan

menjadi tiga kelompok besar, yaitu (1) sebagai atribut

atau kelengkapan dari suatu kedudukan, (2) sebagai

karakteristik seseorang, dan (3) sebagai kategori

perilaku. Pengertian kepemimpinan sebagai atribut atau

kelengkapan suatu kedudukan menurut Janda bahwa

kepemimpinan adalah jenis khusus hubungan kekuasaan yang

ditentukan oleh anggapan para anggota kelompok bahwa

seorang dari anggota kelompok itu memiliki kekuasaan

untuk menentukan pola perilaku terkait dengan

aktivitasnya sebagai anggota kelompok. Pengertian

kepemimpinan sebagai karakteristik seseorang, terutama

yang dikaitkan dengan sebutan pemimpin seperti yang

dikemukakan oleh Gibson, Ivancevich dan Donnelly bahwa

pemimpin adalah agen perubahan, orang yang bertindak

mempengaruhi orang lain lebih dari orang lain

mempengaruhi dirinya. Kemudian pengertian pemimpin

sebagai perilaku dikemukakan oleh Sweeney dan McFarlin

bahwa kepemimpinan melibatkan seperangkat proses

pengaruh antar orang yang bertujuan memotivasi bawahan ,

menciptakan visi masa depan, dan mengembangkan strategi

untuk mencapai tujuan. Sehubungan dengan ketiga kategori

pengertian di atas, Watkins menyatakan bahwa

kepemimpinan berkaitan dengan anggota yang memiliki

kekhasan dari suatu kelompok yang dapat dibedakan secara

positif dari anggota lainnya baik dalam perilaku,

karakteristik pemikiran maupun struktur kelompok.

Berdasarkan pengertian tersebut maka teori kepemimpinan

pada dasarnya merupakan kajian tentang individu yang

memiliki karakter fisik, mental, dan kedudukan yang

dipandang lebih dari individu lain dalam suatu kelompok

tersebut untuk bertindak ke arah pencapaian suatu

tujuan.

Pendekatan Sifat (The Traits Approach)

Pendekatan atau teori sifat berusaha memahami

kepemimpinan berdasarkan keyakinan bahwa pemimpin yang

baik memiliki “karakteristik bawaan” dari lahir baik

menyangkut ciri fisik maupun kepribadian. Menurut

Stogdill, karakter fisik dan kepribadian pemimpin

terkait dengan kepemimpinan yang efektif antara lain :

usia, penampilan, kelancaran berbicara, kecerdasan,

enerjik, dominan, percaya diri, ekstrovert, dan memiliki

dorongan berprestasi. Menurut Yulk, pemimpin yang sukses

memiliki kemampuan luar biasa seperti energi yang tiada

habisnya, ketajaman intuisi, wawasan yang sangat luas,

dan kemampuan mempengaruhi atau mempersuasi yang tak

dapat ditolak. Menurut Gibson, Ivancevich, Donnelly, Hoy

dan Miskel, sifat-sifat dan keterampilan dari

kepemimpinan yang efektif yaitu (1) kepribadian (tingkat

semangat atau energi, percaya diri, tahan stres,

kedewasaan emosi, integritas dan ekstrovert, (2)

motivasi (orientasi kekuasaan tersosialisasi, kebutuhan

berprestasi kuat, kurang memerlukan afiliasi, dan

kebanggaan diri), dan (3) keterampilan (hubungan antar

pribadi, kognitif, teknis, dan konseptual). Sifat-sifat

pemimpin sebagaimana seperti diidentifikasikan di atas

dipandang lebih menonjolkan sifat “kelelakian atau

maskulinitas” sehingga mendapat kritik mengandung bias

gender. Sehubungan dengan hal itu, ajaran “sastra cetha”

dan “astha brata” terkait delapan kebijakan yang

digambarkan oleh R.Ng. Yosodipuro terlihat sungguh

penting. Sastra cetha merupakan ajaran yang disampaikan

oleh Raden Rama kepada adiknya Prabu Dasarata mengenai

tata cara memimpin tampuk pemerintahan. Sedangkan astha

brata berisi petuah atau nasehat Raden Rama kepada

Gunawan Wibisana ketika akan dinobatkan sebagai raja

menggantikan kakaknya (Rahwana) untuk memimpin Alengka.

Dalam kedua ajaran tersebut diterangkan bahwa

seorang raja (pemimpin) harus memahami tiga tingkatan

nilai perbuatan yaitu nistha (hina), madya (sedang) dan

utama (terbaik). Perbuatan hina harus dihindari,

perbuatan madya cukup diketahui saja, dan perbuatan

utama wajib untuk dilakukan. Contoh perbuatan utama

dalam menerapkan perilaku delapan dewa dalam memimpin

pemerintahan yaitu :

1. Dewa Indra, yang bersifat pengasih dan penyayang,

cinta pada seni dan keindahan. Personifikasi sebagai

halilintar. Untuk itu pemimpin harus bersikap dan

berlaku adil, menyebarkan kesejahteraan ke seluruh

warga baik rakyat jelata maupun pejabat.

2. Dewa Yama, yang bertindak memberantas semua kejahatan

untuk menjaga kesejahteraan rakyat. Semua tindak

kejahatan dihukum sesuai dengan kesalahannya, tidak

pandang bulu, baik dilakukan oleh saudara sendiri

maupun orang lain. Personifikasi sebagai pencabut

nyawa. Oleh karena itu pemimpin harus tegas dalam

memberantas tindak kejahatan.

3. Dewa Surya, dalam memerintah berbuat kebaikan menyusup

pelan-pelan secara halus sampai mengenai perasaan,

sehingga mendatangkan perasaan sejuk. Personifikasi

sifat ini adalah matahari yang menerangi dunia,

memberi perkembangan hidup dan kesehatan semua

makhluk. Oleh karena itu, pemimpin harus sabar dalam

mencapai cita-cita dalam memberikan perintah.

4. Dewa Candra, dengan tutur kata yang lembut dan selalu

tersenyum dalam segala tindakan. Personifikasi sebagai

bulan yang bersama bintang (kartika) memberikan terang

dalam kegelapan. Karenanya pemimpin harus bekerja

setulus hati dan selalu bersikap ramah, pemaaf, dan

rendah hati.

5. Dewa Bayu, personifikasi sebagai angin (pawana) yang

mencerminkan watak gagah berani, kuat, teguh,

bersahaja, pendiam dan setia. Oleh karenanya, pemimpin

harus peduli (care) dengan pegawainya agar mudah

memberdayakan kemampuannya.

6. Dewa Kuwera, bersifat senantiasan jujur, dapat

dipercaya, dan memegang teguh peraturan yang telah

ditetapkan serta berbakti pada kemanusiaan. Karenanya

menjadi pemimpin harus jujur, teguh, suka menolong,

dan dapat dipercaya dengan berkomitmen terhadap

peraturan.

7. Dewa Baruna, semua permasalahan dipandang dan

diselesaikan dengan penuh kehati-hatian. Personifikasi

sebagai samudra yang siap menampung seluruh aliran

sungai. Untuk itu pemimpin harus berpegang teguh pada

keutamaan, siap menampung permasalahan pegawai, dan

mengupayakan segala hal yang buruk diubah menjadi

baik.

8. Dewa Brama, merupakan panglima perang yang ulung

dengan perwatakan prabawa (api) dan tugasnya mencari

nafkah untuk seluruh lapisan masyarakat. Karenanya

pemimpin harus memiliki semangat juang tinggi,

memahami kemauan pegawai, dan bekerjasama serta

bersama-sama warganya menghadapi ancaman dan tantangan

untuk mencapai kesejahteraan.

Pendekatan Gaya (The Style Approach)

Teori tentang gaya kepemimpinan berusaha mengkaji

perilaku atau tindakan pemimpin dalam mempengaruhi atau

menggerakkan para pengikutnya guna mencapai suatu

tujuan. Perilaku dan tindakan tersebut dapat dipahami

sebagai dua hal berbeda tetapi saling berkaitan, yaitu

(1) fokus pada penyelesaian tugas (pekerjaan) , dan (2)

fokus pada pembinaan personil yang melaksanakan tugas

atau pekerjaan tersebut. Berdasarkan studi yang

dilakukan Lewin, Lippit dan White pada tahun 1930-an

terkait tingkat keketatan pengendalian, melahirkan

terminologi gaya kepemimpinan autocratic, democratic dan

laissez-faire. Kepemimpinan otokratis merujuk pada tingkat

pengendalian yang tinggi tanpa kebebasan dan partisipasi

anggota dalam pengambilan keputusan. Pemimpin bersifat

otoriter, tidak bersedia mendelegasikan wewenang dan

tidak menyukai partisipasi anggota. Kepemimpinan

demokratis merujuk pada tingkat pengendalian yang

longgar, namum pemimpin sangat aktif dalam menstimulasi

diskusi kelompok dan pengambilan keputusan kelompok,

kebijakan atau keputusan diambil bersama, komunikasi

berlangsung timbal balik, dan prakarsa dapat berasal

dari pimpinan maupun dari anggota. Sedangkan

kepemimpinan laissez-faire menyerahkan atau membiarkan

anggota untuk mengambil keputusan sendiri, pemimpin

memainkan peran pasif dan hampir tidak ada pengendalian

atau pengawasan sehingga keberhasilan organisasi

ditentukan oleh individu atau orang per orang.

Pendekatan Kontingensi (The Contingency Approach)

Berdasarkan teori ini, tidak ada satupun gaya

kepemimpinan untuk segala situasi. Gaya kepemimpinan

sangat beragam tergantung pada (1) sifat, kemampuan dan

keterampilan pemimpin, (2) perilaku bawaan, (3) kondisi

dan situasi lingkungan. Hersey dan Blanchard

mengembangkan teori kepemimpinan yang awalnya disebut “life

cycle theory of leadership” dan kemudian dinamakan “situational

leadership theory”. Menurut teori ini, kepemimpinan yang

efektif memerlukan kombinasi yang tepat antara perilaku

berorientasi tugas dan perilaku berorientasi hubungan,

serta mempertimbangkan tingkat kematangan bawaan.

Berdasarkan kombinasi tersebut dapat diterapkan

beberapa gaya kepemimpinan yaitu telling, selling, participating,

dan delegating. Gaya Telling (bercerita), berlaku di situasi

orientasi tugas tinggi dan orientasi hubungan rendah,

dan pegawai sangat tidak dewasa sehingga pemimpin harus

memberikan pengarahan dan petunjuk untuk mengerjakan

tugas. Gaya Selling (menjual), berlaku pada orientasi tugas

tinggi dan orientasi hubungan juga tinggi, sementara

tingkat kedewasaan pegawai cukup. Dal situasi itu,

pemimpin memberikan pengarahan secara seimbang dengan

memberikan dukungan, meminta dan menghargai masukan dari

pegawai. Gaya Participating (partisipatif), dengan orientasi

tugas rendah dan orientasi hubungan tinggi, serta

tingkat kedewasaan pegawainya tinggi. Karenanya pemimpin

lebih kolaboratif, ada kedekatan emosional sehingga

mengedepankan konsultasi, pembimbingan dan dukungan

serta sangat sedikit pengarahan tugas. Sedangkan Gaya

Delegating (delegasi), cocok untuk situasi orientasi

tugas rendah dan orientasi hubungan juga rendah serta

pegawai yang sangat dewasa. Dalam situasi ini pemimpin

memberikan tanggungjawab penuh pada pegawai untuk

menyelesaikan tugas. Pemimpin cukup mengetahui laporan

dan memberikan dukungan tanpa memberikan pengarahan.

Pakar lain yang juga mengembangkan teori kepemimpinan

kontingensi adalah Fiedler dan Vroom-Yetton. Fiedler

mengukur gaya kepemimpinan berbasis tanggapan pemimpin

terhadap karakter pekerjaannya yang dikenal dengan

pengukuran skala Least Prefered Coworker (LPC). LPC digunakan

untuk mengetahui keyakinan pemimpin bahwa apa yang

diharapkan, akan benar-benar dapat terjadi karena

memiliki pengendalian situasi (situational control).

ANALISIS TOKOH

Berdasarkan pendekatan atau teori sifat, seorang

pemimpin yang baik memiliki “karakteristik bawaan” dari

lahir baik menyangkut ciri fisik maupun kepribadian.

Sosok Hatta termasuk seorang pemimpin yang baik dilihat

dari teori tersebut, salah satu alasannya karena beliau

menunjukkan sikap konsisten ketika memutuskan bergabung

dengan partai politik bernama Partai Amanat Nasional

bahwa beliau memutuskan menghentikan semua kegiatan

usahanya karena ia ingin berkonsentrasi dengan satu

bidang saja, itulah sifat yang merupakan kepribadian

tokoh Hatta Radjasa.

Sifat-sifat dan keterampilan dari kepemimpinan yang

efektif seperti kepribadian, motivasi, dan sebagaimana

seperti diidentifikasikan oleh Gibson, Ivancevich,

Donnelly, Hoy dan Miskel, dipandang lebih menonjolkan

sifat “kelakian atau maskulinitas” sehingga mendapat

kritikan. Sehubungan dengan hal itu, ajaran “sastra cetha”

dan “astha brata” tentang delapan kebijakan dari R.Ng.

Yosodipuro terlihat sungguh penting, dimana dalam kedua

ajaran tersebut diterangkan bahwa seorang raja

(pemimpin) harus memahami tiga tingkatan nilai perbuatan

yaitu nistha (hina), madya (sedang) dan utama (terbaik).

Perbuatan hina harus dihindari, perbuatan madya cukup

diketahui saja, dan perbuatan utama wajib untuk

dilakukan. Hatta Radjasa selaku seorang pemimpin dan

politikus yang cerdas dan mampu menempatkan diri, telah

menunjukkan sikap tegasnya pada selasa, 13 Mei 2014 lalu

untuk mundur dari jabatan Menko Perekonomian karena

mencalonkan diri sebagai wapres mendampingi Prabowo

Subianto. Tindakan mengejutkan itu telah menujukkan

ketaatan sosok Hatta atas perbuatan utama yang wajib

dilakukannya terkait dengan pencalonan dirinya sebagai

wapres ketika masih mengemban tugas sebagai menteri

terkait UU No. 24 Tahun 2008 tentang pemilihan presiden.

Terkait ajaran “sastra cetha” dan “astha brata” ,

Hatta Radjasa tampaknya telah mengamalkan contoh delapan

perilaku dewa dalam kepemimpinannya selama ini. Tokoh

Hatta yang menceritakan pelan-pelan dengan penuh kasih

sayang tentang alasan dirinya jarang menemui anak-anak

ketika duduk di Senayan sebagai Ketua Fraksi Reformasi

DPR, sikap kritis Hatta ketika masih menjadi Menko

perekonomian pada 28 Februari 2014 dengan meminta

Kemenkeu untuk segera merenovasi Hett Witte Huis atau

Istana Daendels di Lapangan Banteng terkait kondisinya

yang sangat mengenaskan jika dilihat dari dekat seluruh

gedung sudah tidak bisa dipergunakan oleh pegawai

Kemenkeu maupun Kemenko merupakan bukti sifat Dewa Indra

yang dimiliki Hatta Radjasa sebagai pemimpin. Sikap

tegas Hatta menyikapi tindakan Bupati Ngada, Nusa

Tenggara Timur yakni Marianus Sae yang memerintahkan

Satpol PP Kabupaten Ngada untuk memblokir bandara

Turelelo Soa, Nusa Tenggara Timur, gara-gara tidak

mendapat tiket pesawat Merpati Nusantara Airlines rute

Kupang-Bajawa pada 21 Desember 2013 mencerminkan sifat

Dewa Yama, yang bertindak memberantas semua kejahatan

untuk menjaga kesejahteraan rakyat.

Kesiapan melaksanakan tugas secara maksimal sebagai

pelaksana tugas (Plt) Menkeu menggantikan Agus

Martowardojo yang terpilih sebagai gubernur Bank

Indonesia meski sedang menjabat sebagai Menko

Perekonomian sebagai keputusan Presiden SBY pada 19

April 2013 berdasarkan SK No. 45/M Tahun 2013 adalah

komitmen seorang Hatta Radjasa terhadap peraturan. Hal

itu menjadi sifat yang dapat dipercaya dan memegang

teguh peraturan yang merupakan sifat Dewa Kuwera. Selain

itu, Hatta juga sangat terbukti memiliki semangat juang

tinggi sejak dia tamat SD dan tinggal bersama pamannya,

dengan kondisi yang jauh dari keluarga itulah dia

mengenal arti sebuah kehidupan.

Jika ditinjau dari pendekatan gaya atau the style

approach, lulusan perminyakan dari Institut Tekonologi

Bandung (ITB) itu memiliki gaya kepemimpinan domokratis

yaitu gaya kepemimpinan yang merujuk pada tingkat

pengawasan yang longgar, tetapi Hatta Radjasa sangat

aktif dalam memberika stimulasi terhadap pengambilan

keputusan atau kebijakan dalam tugasnya. Selain itu,

beliau juga tidak otoriter terhadap tindakan Bupati

Ngada, Nusa Tenggara Timur yakni Marianus Sae yang

memerintahkan Satpol PP Kabupaten Ngada untuk memblokir

Bandara Turelelo Soa, Nusa Tenggara Timur, beliau

mendengarkan alasan bupati tersebut terkait tindakannya

dan beliau juga menyerahkan perkara tersebut kepada

otoritas berwenang yaitu Departemen Perhubungan.

Berdasarkan pendekatan kontingensi (the contingency

theory), tokoh Hatta Radjasa memiliki gaya selling

(menjual) yang mana berlaku pada orientasi tugas dan

hubungan tinggi tetapi tingkat kedewasaan pegawai cukup.

Dalam situasi seperti perkara kondisi Istana Daendles,

beliau memberikan pengarahan atau meminta Kementerian

Keuangan untuk merenovasi gedung tersebut karena

kondisinya yang sangat mengenaskan, selain itu, Hatta

juga menegaskan bahwa Istana Daendels harus tetap

dipertahankan sebagai cagar budaya apalagi sudah

dilindungi oleh UU sebagai warisan sejarah dunia.

DAFTAR PUSTAKA

http://pemilu.sindonews.com/read/872070/113/politikus-yang-pintar-menempatkan-diri

http://www.sindotrijaya.com/news/detail/5307/hatta-penutupan-bandara-oleh-bupati-ngada-tidak-dibenarkan#.U5xK8n9IPDc

http://ekbis.sindonews.com/read/739921/33/hatta-rajasa-ditunjuk-jadi-plt-menteri-keuangan

http://www.sindotrijaya.com/news/detail/6000/hatta-minta-kemenkeu-segera-renovasi-total-istana-daendels#.U5xNbH9IPDc

http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/14/05/16/n5nq0i-hatta-rajasa-tak-ambil-pusing-soal-ancaman-ppp

http://www.tribunnews.com/pemilu-2014/2014/05/13/jadi-cawapres-prabowo-hatta-rajasa-akan-mundur-sebagai-menko-perekonomian

http://pahttp://pan.or.id/profil-tokoh/ir-m-hatta-rajasa/n.or.id/profil-tokoh/ir-m-hatta-rajasa/#sthash.kbhXYCh0.dpuf

Wibowo Udik B,. (2011).Teori Kepemimpinan.Yogyakarta :

Badan Kepegawaian Daerah.