BAB III ZAKIAH DARADJAT DAN KESEHATAN MENTAL A ...

27
BAB III ZAKIAH DARADJAT DAN KESEHATAN MENTAL A. ZAKIAH DARADJAT 1. Riwayat Hidup Zakiah Daradjat a. Masa Kecil dan Pendidikan Yang Dilalui Zakiah Daradjat lahir di provinsi Sumatra Barat tepatnya di Kampung Kotamerapak Kecamatan Ampek Angkek Kotamadya Bukit Tinggi, pada tanggal 6 November 1929. Ayahnya bernama H. Daradjat Husain yang bergelar Raja Ameh memiliki dua istri. Dari istrinya yang pertama, Rafiah binti Abdul Karim, ia memiliki enam anak, dan Zakiah adalah anak pertama dari enam bersaudara. Sedangkan dari istrinya yang kedua, Hj. Rasunah, ia dikarunai lima orang anak.Dengan demikian, dari kedua istrinya tersebut, ia memiliki sebelas orang anak. Walaupun memiliki dua istri, H. Daradjat kelihatannya cukup berhasil dalam mengelola keluarganya. Hal ini terlihat dari kerukunan yang tampak dari putra putrinya. Zakiah memperoleh perhatian yang besar dari ibu tirinya, sebessar kasih sayang yang ia terima dari ibu kandungnya. Ayah Zakiah tercatat sebagai aktivis organisasi Muhamadiyah, sedangkan ibunya aktif di organisasi Sarikat Islam. Sebagai aktivis yang kental dengan sikap keagamaannya, maka orang tua Zakiah memberikan dorongan yang kuat untuk memasukan Zakiah ke Standars School di Bukittinggi. Lembaga pendidikan inilah untuk pertamakalinya Zakiah mendapat pendidikan agama serta ilmu pengetahuan dan pengalaman intelektualnya. Semenjak belajar di lembaga pendidikan ini, Zakiah telah memperhatikan minatnya yang cukup besar dalam bidang ilmu pengetahuan. Hal ini, terlihat ketika usianya yang baru 12 tahun, Zakiah telah menyelesaikan pendidikan dasarnya cukup baik pada tahun 1941. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya kemudian Zakiah melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama

Transcript of BAB III ZAKIAH DARADJAT DAN KESEHATAN MENTAL A ...

31

BAB III

ZAKIAH DARADJAT DAN KESEHATAN MENTAL

A. ZAKIAH DARADJAT

1. Riwayat Hidup Zakiah Daradjat

a. Masa Kecil dan Pendidikan Yang Dilalui

Zakiah Daradjat lahir di provinsi Sumatra Barat tepatnya di Kampung

Kotamerapak Kecamatan Ampek Angkek Kotamadya Bukit Tinggi, pada

tanggal 6 November 1929. Ayahnya bernama H. Daradjat Husain yang

bergelar Raja Ameh memiliki dua istri. Dari istrinya yang pertama, Rafiah

binti Abdul Karim, ia memiliki enam anak, dan Zakiah adalah anak

pertama dari enam bersaudara. Sedangkan dari istrinya yang kedua, Hj.

Rasunah, ia dikarunai lima orang anak.Dengan demikian, dari kedua

istrinya tersebut, ia memiliki sebelas orang anak. Walaupun memiliki dua

istri, H. Daradjat kelihatannya cukup berhasil dalam mengelola

keluarganya. Hal ini terlihat dari kerukunan yang tampak dari putra

putrinya. Zakiah memperoleh perhatian yang besar dari ibu tirinya,

sebessar kasih sayang yang ia terima dari ibu kandungnya.

Ayah Zakiah tercatat sebagai aktivis organisasi Muhamadiyah,

sedangkan ibunya aktif di organisasi Sarikat Islam. Sebagai aktivis yang

kental dengan sikap keagamaannya, maka orang tua Zakiah memberikan

dorongan yang kuat untuk memasukan Zakiah ke Standars School di

Bukittinggi. Lembaga pendidikan inilah untuk pertamakalinya Zakiah

mendapat pendidikan agama serta ilmu pengetahuan dan pengalaman

intelektualnya.

Semenjak belajar di lembaga pendidikan ini, Zakiah telah

memperhatikan minatnya yang cukup besar dalam bidang ilmu

pengetahuan. Hal ini, terlihat ketika usianya yang baru 12 tahun, Zakiah

telah menyelesaikan pendidikan dasarnya cukup baik pada tahun 1941.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya kemudian Zakiah

melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama

32

Negeri (SMPN) di kota yang sama. Kecendrungan bakat dan minat Zakiah

untuk menjadi ahli agama Islam terlihat dalam mengkuti Kulliyatul

Mubalighat di Padang Panjang selama hampir enam tahun, di lembaga

pendidikan ini, Zakiah mendapat pendidikan agama secara lebih

mendalam dan perhatiannya terhadap bidang studi umum juga sama

besarnya.

Setelah menamatkan pendidikan dasar dan sekolah menengah

pertama, Zakiah melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas

Pemuda Bukit Tinggi, di lembaga pendidikan ini Zakiah memilih program

B, yaitu program yang mendalami ilmu alam.

Usai tamat SMA pada 1951 Ia melanjutkan kuliahnya, dengan

menyeberang pulau yang jauh dari kampung halamannya, Yogyakarta.

PTAIN (sekarang UIN) Yogyakarta di Fakultas Tarbiyahlah ia

memutuskan untuk berkuliah. Tak puas disitu Zakiah juga belajar di

Fakultas Hukum UII, walau akhirnya kandas di tengah jalan.

b. Zakiah Daradjat Belajar ke Mesir

Prestasi yang dimiliki Zakiah membuka peluang baginya untuk

mendapatkan tawaran melanjutkan studi di Kairo. Tawaran tersebut tidak

disia-siakan oleh Zakiah. Ia berangkat ke Kairo untuk mendalami bidang

yang diminati, yaitu psikologi. Sesampainya di Kairo, Zakiah

mendaftarkan diri di Universitas Ain Syams Fakultas Tarbiyah dengan

konsentrasi Special Diploma for Education, dan Zakiah diterima tanpa tes

untuk program S2 sebagai satu-satunya mahasiswi perempuan dari

Indonesia. Ini merupakan realisasi kerjasama pemerintah Indonesia dan

Mesir. Zakiah sebenarnya was-was mengingat pada masa itu perempuan

belajar keluar negeri sangatlah langka. Namun dorongan kedua orang tua,

membuatnya mantap untuk berangkat (Nata, 2005: 234).

Mengingat pada era tahun 50-an masih jauh dari apa yang kita sebut

sebagai kebangkitan akan kesadaran hak-hak perempuan, sesungguhnya

kepergian Zakiah dan restu orang tuanya adalah keputusan penting dan

revolusioner dalam diri dan hidup perempuan. Tiga tahun kemudian ia

33

menyelesaikan S2-nya dengan spesialisasi Mental Hygiene dengan

tesisnya mengenai problem remaja Indonesia di tahun 1959. Yang

istimewa adalah, satu tahun sebelumnya ia mendapat diploma Pascasarjana

Pendidikan dari universitas yang sama. Dengan keahliannya itu ia

mengenal klinik kejiwaan dan sering berlatih praktik di almamaternya.

Tidak seperti kebanyakan mahasiswa lainnya, ia langsung melanjutkan S3

dan meraih gelar Doktor pada 1964 dalam bidang psikologi di Universitas

yang sama. Waktu antara lulus dan melanjutkan studi S3 itu Zakiah

berkesempatan mengajar bahasa Indonesia di Mesir. Ia sangat bahagia

ketika dapat mengundang kedua orang tuanya ke Mesir selama 5 bulan dan

mengakhirinya dengan pergi haji ke Mekah. Semua fasilitas itu ia berikan

dengan dana yang ia peroleh dari mengajar bahasa.

Selanjutnya pada tahun 1984, bersamaan dengan ditetapkannya

sebagai Direktur Pascasarjana di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Zakiah

dikukuhkan sebagai Guru Besar (Profesor) dalam bidang Ilmu Jiwa

Agama di IAIN. Secara akademis, lengkap sudah ia sebagai ilmuan yang

memliki keahlian yang handal dalam bidangnya. Namun demikian, Zakiah

tetaplah seorang yang rendah hati, sabar, lemah lembut, dan tidak tinggi

hati.

Melihat kemampuan yang dimiliki Zakiah, maka pada tahun 1967,

Zakiah dipercaya oleh Saifudin Zuhri selaku Mentri Agama Republik

Indonesia untuk menduduki jabatan sebagai kepala dinas penelitian dan

kurikulum perguruan tinggi dan pesantren luhuur departemen agama.

c. Zakiah Daradjat : Sosok Psikolog Religius

Pada saat Zakiah belajar, Psikologi bukanlah bidang yang banyak

ditekuni oleh pelajar Islam. Di Mesir, Ain Syam tepatnya, dimana

perkembangan ilmu psikologi didominasi oleh psikoanalisa Sigmund

Freud (yang mendudukkan alam tak sadar sebagai faktor penting dalam

kepribadian manusia) Zakiah justru mengenalkan metode non-directive

dari Carl Rogers yang baru mulai dirintis dan diperkenalkan oleh

universitas. Ia mengajukan disertasi mengenai psikoterapi model non-

34

directive dengan fokus psikoterapi bagi anak-anak bermasalah yang

langsung disetujui pihak universitas, sehingga pada 1964, ia berhasil

menyelesaikan studinya dalam bidang kesehatan mental.

Penelitian disertasinya mendapatkan penghargaan dari Presiden

Gamal Abdul Naser pada 1965, berupa medali ilmu pengetahuan itu

disampaikan pada upacara “Hari Ilmu Pengetahuan. ”Kepiawaian Zakiah

dalam berbahasa Arab juga membuahkan hasil ketika pada tahun 1977

Amir Shabah Sahir As-Shabah memberinya penghargaan “Orde of

Kuwait Fourth Class.” Kehormatan ini diberikan atas peran Zakiah

sebagai penerjemah bahasa Arab waktu Presiden Soeharto berkunjung

kesana. Di Mesir, ia mendapatkan penghargaan serupa dari Presiden

Anwar Sadat. Sementara di tanah air, ia mendapatkan penghargaan dari

Bintang Jasa Putera Utama Presiden atas peran dan karyanya dalam usaha

membina serta mengembangkan kesejahteraan kehidupan anak Indonesia

pada tahun 1988.

Zakiah adalah seorang sosok psikolog religi. Ia berusaha meneliti

pengaruh terhadap sikap dan tingkah laku atau mekanisme yang bekerja

dalam diri seseorang. Menurut Zakiah, sebagaimana dikutip Dadang

Hawari mengatakan bahwa cara berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah

laku tidak bisa dipisahkan dari keyakinan agama, sebab keyakinan itu

masuk dalam konstruksi kepribadian manusia.

Sebagai seorang sosok psikolog religi, Zakiah juga melihat do’a

sebagai terapi mental. Menurutnya, do’a sangat berperan dalam

ketentraman batin. Do’a bahkan memiliki manfaat bagi kehidupan

pembinaan dan peningkatan semangat hidup. Selain itu, Zakiah juga

merupakan sosok cendekiawan yang memiliki pengabdian yang sangat

tinggi, aktif di kuliah subuh dan berbagai bidang kemasyarakatan. Dia juga

seorang ilmuan yang tawadlu dan sabar, tidak arogan dan emosional.

Kelebihannya dibandingkan dengan ilmuan lain, selain suka berceramah

juga sering menulis buku. Menurut Zakiah, menulis itu sangat penting. Ini

dilandasi atas dasar keimanan, bahwa nanti amal manuia akan terputus bila

35

telah meninggal dunia kecuali amal jariyah. (skripsi Tati Kurniati berjudul

pemikiran Zakiah tentang pembinaan kehidupan baragama bagi remaja.

Hal. 25)

d. Praktek Psikologi Agama Zakiah Daradjat

Perjalanan hidup dan karier Zakiah selanjutnya membuka praktik

konsultasi kesehatan jiwa yang ditujukan untuk membantu masyarakat

yang bermasalah dengan kejiwaannya yang berpengaruh terhadap

semangat dan gairah kerja, bahkan pada putus asa dan hal lainnya yang

membahayakan masa depannya. Praktiknya ini ia laksanakan di rumahnya,

di daerah Cipete, Jakarta Selatan.

Bidang konsultasi kesehatan mental ini merupakan akumulasi dari

pengetahuan dan pengalaman batinnya. Dengan pendekatan agama, Zakiah

telah banyak menolong pasiennya. Menurut Zakiah, gangguan kejiwaan

yang ikut mempengaruhi kondisi fisik seseorang dapat ditelusuri melalui

kajian psikologi dan penyembuhannya dilakukan dengan ajaran agama.

Psikologi agama menurut Zakiah sangat berfungsi untuk mengetahui

keadaan perilaku keagamaan pada seseorang dan selanjutnya dapat

digunakan untuk mempelajari seberapa besar pengetahuan keyakinan

keagamaan tersebut terhadap tingkah laku dan keadaan hidup seseorang.

Melalui data dan informasi yang dikumpulkan tentang sikap hidup dan

tingkah laku sehari-hari serta kehidupan beragama seseorang pada masa

lalu, ditambah dengan informasi terakhir yang menyebabkan seseorang

menderita batin, Zakiah mengolahnya untuk kemudian menetapkan

metode dan langkah penyembuhannya (Nata, 2005: 239).

2. Karya-karya Zakiah Daradjat

Selama ini, Zakiah Daradjat telah menghasilkan beberapa buku atau

karya, baik itu mengenai masalah pendidikan, filsafat, fiqh, dan lain

sebagainya. Tetapi daam skripsi ini, penulis hanya akan membahas buku-

buku Zakiah Daradjat yang khusus mengenai Psikologi Agama, diantaranya :

36

a. Karangan Sendiri

1) Ilmu Jiwa Agama (1970)

2) Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental (1970)

3) Problema Remaja di Indonesia (1974)

4) Perawatan Jiwa untuk Anak-anak (1982)

5) Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia (1971)

6) Perkawinan yang Bertanggung Jawab (1975)

7) Islam dan Peranan Wanita (1978)

8) Pembinaan Remaja (1975)

9) Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga (1974)

10) Pendidikan Orang Dewasa (1975)

11) Menghadapi Masa Moopouse (1974)

12) Kunci Kebahagiaan (1977)

13) Membangun Manusia yang Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha

Esa (1977)

14) Pembinaan Jiwa/Mental (1974)

15) Kesehatan Mental (1969)

16) Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (1970)

17) Islam dan Kesehatan Mental (1971)

18) Sholat Menjadikan Hidup Bemakna (1988)

19) Haji Ibadah yang Unik (1989)

20) Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental (1989)

21) Do’a Menunjang Semangat Hidup (1990)

22) Zakat Pembersih Harta dan Jiwa (1991)

23) Pendidikan dalam Keluarga dan Sekolah (1994)

24) Sholat untuk Anak-anak (1996)

25) Puasa untuk Anak-anak (1996)

26) Kesehatan Mental dalam Keluarga (1991), (Pusat Penelitian Syarif

Hidayatullah)

b. Terjemahan

1) Pokok-pokok Kesehatan Mental (1974)

37

Judul asli : Ususus-Shihah an-Nafsiyah

Pengarang : Prof. Dr. Abdul Aziz el-Quusy

2) Ilmu Jiwa, Prinsip-prinsip dan Implementasi dalam Pendidikan

(1976)

Judul asli : Ilmu Nafsi, Ususuhu wa Tathbiqotuhu-fit-

Tarbiyah

Pengarang : Prof. Dr. Abdul Aziz el-Quusy

3) Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat (1977)

Judul asli : As-Shihah An-Nafsiyah

Pengarang : Prof. Dr. Mustafa Fahmi

4) Anda dan Kemampuan Anda

Judul asli : Your Abilities

Pengarang : Virginia Bailard

5) Bimbingan dan Pekerjaan Anda (1979)

Judul asli : At-Taujih at-Tarbawy wal-Mihany

Pengarang : Prof. Dr. Atia Mahmoud Hana

6) Pengembangan Kemampuan Belajar pada Anak-anak (1980)

Judul asli : Improving Children’s Ability

Pengarang : Harry N. Rivlin

7) Dendam Anak-anak (1980)

Judul asli : Understanding Hostility in Children

Pengarang : Prof. Dr. Mustafa Fahmi

8) Anak-anak yang Cemerlang

Judul asli : Helping the Givten Children

Pengarang : Prof. Dr. Paul Wetty

9) Mencari Bakat Anak (1982)

Judul asli : Exploring Children’s Interest

Pengarng : G. F. Kuder/B. B Paulson

10) Marilah Kita Pahami Persoalan Remaja (1983)

Judul asli : Let’s Listen To Youth

Pengarang : H. H Remmer/C. G Hacket

38

11) Membantu Anak Agar Sukses di Sekolah (1985)

Judul asli : helping Children Get Along In School

Pengarang : Goody Koonzt Bess

12) Anak dan Masalah Seks (1985)

Judul asli : Helping Children Understand Sex

Pengarang : Lester A. Kirkendall (Pusat Peneltitian

IAIN Syarif Hidayatullah, 1999 : 63:64)

B. Kesehatan Mental menurut Para Psikolog

World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia

mendefinisikan kesehatan sebagai mana yang diacu oleh Rusmin Tumanggor

(2014: 163), “sehat adalah terdapatnya kondisi yang prima pada fisik, mental,

sosial,, dan spiritual dan tidak sekedar terlepasnya seseorang dari penyakit dan

kelemahan”.

Di Indonesia dalam UURI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

didefinisikan sebagai berikut, “kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,

mental, spiritual, maupun sosial yang memunkinkan setiap orang untuk hidup

produktif secara sosial dan ekonomi”.

Dari kedua pengertian tentang kesehatan di atas, mental termasuk dalam

salah satu unsur kesehatan. Jika keadaan mental seseorang abnormal, maka bisa

dikatakan seseorang itu dalam keadaan tidak sehat, karena tidak sehatnya mental

bisa berdampak pula pada tidak sehatnya fisik.

Sedangkan kata mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,

1996: 646) yaitu “yang bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang

bukan bersifat badan atau tenaga. Sedangkan mentalitas adalah keadaan dan

aktifitas jiwa, cara berfikir, dan berperasaan”.

Berbicara mengenai kesehatan mental maka pandangan kita tidak akan

terlepas dari ilmu jiwa agama, karena ilmu kesehatan mental merupakan cabang

dari ilmu jiwa agama.

Dalam kitab suci setiap agama banyak sekali ditemukan ayat-ayat yang

berkenaan dengan proses jiwa seseorang karena pengaruh agama. Dalam Al-

39

Qur’an misalnya, banyak sekali ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang yang

beriman, kafir, sikap, tingkah laku, do’a-do’a, bahkan mengenai kesehatan

mentalpun banyak terdapat ayat yang berbicara mengenai penyakit dan gangguan

kejiwaan dan kelainan sikap karena kegoncangan kepercayaan.

Sebelum lebih jauh membahas mengenai kesehatan mental, lebih baik

kita mengetahui mengenai hakikat manusia yang merupakan objek dari suatu

ilmu. Jika mempelajari literatur psikologi Barat yang dikutip oleh Abdul Aziz

Ahyadi (1991: 167), ada tiga dasar pandangan falsafah mengenai hakikat manusia,

yaitu:

a. Pandangan yang menganggap hakikat manusia sebagai makhluk

biologis belaka

b. Pandangan yang menganggap hakikat manusia sebagai makhluk

biologis yang mempunyai energi psikis

c. Pandangan yang menganggap hakikat manusia sebagaimana

adanya (Axixtential-humanistic)

Pandangan pertama menganggap manusia hanya terdiri dari unsur-unsur

biologis yang tersusun atas tulang belulang, daging, darah, syaraf, dan otot-otot

tertentu. Pandangan filosofis mereka terhadap penderita gangguan mental adalah

dengan menganalisis perilaku manusia berdasarkan stimulus respon saja. Mereka

berusaha menghilangkan gejala penyakit mental yang nampak dalam tingkah laku

pasien dengan teknik pembiasaan (conditioning), yaitu memberikan kondisi

tertentu secara berulang-ulang atau penyembuhan tingkah laku. Pencetus

pandangan ini yaitu Ivan Petrovich Pavlov, John Broades Watson, dan B. F.

Skinner.

Pavlov mengadakan eksperimen tentang reflek berkondisi dengan

menggunakan anjing sebagai binatang percobaan. Sedangkan Skinner

menggunakan percobaan dengan tikus. Percobaan pada binatang tersebut

diterapkan pada manusia. Mereka menyamakan tingkah laku keagamaan manusia

sebagai makhluk psikospiritual yang kompleks dengan tingkah laku hewan

percobaan. Behaviorisme merendahkan hidup keagamaan manusia kosong dan

dipandang sebagai respon refleks yang dikondisikan. Bentuk ritual keyakinan

manusia terhadap Tuhan disamakan dengan gerakan mengulang untuk

mendapatkan reward (makanan pada binatang).

40

Kenyataan manusia sebagai makhluk biologis memang suatu kenyataan

yang tidak bisa dibantah lagi. Namun, fitrah manusia tidak semata-mata sebagai

makhluk biologis. Setiap teori mengani kodrat manusia yang tidak

mengikutsertakan sistem nilai di dalamnya tidak mungkin mampu merealisasikan

diri pribadi pasien. Karena hakikat manusia yang membedakannya dengan

binatang adalah kepribadiannya.

Kekuatan pribadi dapat menempuh lima bahkan sepuluh kali lipat

kekuatan jasmaniah. Penglihatan mata jasmaniah di batasi oleh ruang, sedangkan

mata batin mampu melihat ratusan kilometer dan mampu melihat masa depan.

Kemungkinan kaum Behavioris akan menyangkal adanya kekuatan pribadi.

Pandangan kedua menganggap manusia selain terdiri dari unsur-unsur

biologis, juga mempunyai energi psikis atau instink seperti libido atau instink

seksual dari aliran psikoanalisis. Mereka menganalisis gangguan mental melalui

kehidupan seksual terutama yang tidak disadari dan terbentuk pada permulaan

perkembangan kepribadian. Pencetus pandangan ini yaitu Sigmund Freud.

Kedua pandangan di atas beraliran sekuler. Psikologi sekuler

memisahkan antara kehidupan agama dan kehidupan keduniaan, antara agama

dengan ilmu, menilai manusia sebagai makhluk tanpa moral, nilai, keyakinan,

watak maupun kepribadian. Mereka hanya mengemukakan teorinya secara

empirik dan tidak dipengaruhi oleh nilai keagamaan. Mereka memperlakukan

manusia sebagai makhluk materialistik dengan motivasi tunggal, yaitu libido atau

penyesuaian diri terhadap lingkungan yang terbatas tanpa nilai keTuhanan.

Pandangan ketiga menganggap manusia sebagai makhluk biologis yang

mempunyai energi psikis yang mengenal sistem nilai. Mereka mendekati pasien

dari segi kemanusiaan sebagaimana eksistensinya. Mereka mendasarkan diri pada

falsafah Eksistensialisme, Humanisme, dan Phenomenologi.

Pada mulanya, cara penyembuhan penyakit mental di Barat

menggunakan pendekatan ilmiah murni, seperti yang dilakukan oleh para dokter.

Para ahli di bidang kedokteran merasa kurang puas terhadap disiplin ilmunya

sehingga mereka memasuki bidang psikologi. Cara yang mereka gunakan adalah

metode eksperimen. Pada saat itu masyarakat di Barat lebih condong mengatasi

41

gangguan mentalnya dengan bantuan psikiater dibanding pastur. Hal ini

menunjukkan bahwa masyarakat tersebut mengabaikan peranan agama dalam

mengatasi gangguan mental. Selain itu, kepesatan ilmu pengetahuan dan teknologi

serta ditemukannya teori-teori ilmiah, menambah kepercayaan masyarakat

terhadap dokter yang dianggap lebih maju, modern dibandingkan dengan pastur.

Padahal psikoterapi dan agama sama-sama memandang manusia dari segi yang

utuh, sehingga agama sulit dipisahkan dengan psikoterapi.

Untuk menentukan dengan pasti kapan agama mulai diteliti secara

psikologis rupanya agak sukar, namun dapat dikatakan bahwa yang mula-mula

berani mengemukakan hasil penelitiannya secara ilmiah tentang agama adalah

Frazer dan Taylor. Mereka menemukan persamaan antara berbagai bentuk ibadah

pada agama Kristen dengan ibadah orang-orang primitif, dan pikiran-pikiran yang

terdapat dalam agama Kristen juga sudah ada dalam agama-agama primitif,

seperti pengorbanan karena dosa warisan, keingkaran,hari berbangkit, dan

sebagainya. Hasil penelitian Frazer dan Taylor tersebut telah membangkitkan para

ahli untuk ikut meneliti aspek agama dalam kehidupan manusia.

Berikut ini akan dikemukakan beberapa ahli yang mempunyai peranan

penting dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Jiwa Agama

(Daradjat, 1996: 16).

1. William James

Pada tahun 1900-1901, William James mendapatkan tawaran untuk

memberikan kuliah tentang agama natur di Universitas Edinburgh. Kuliah-

kuliah terebut diberikannya dalam 20X kuliah dan menyangkut satu segi saja,

yaitu perkembangan agama individu atau agama yang dirasakan oleh masing-

masing individu.

Hasil karya William James yang sangat berharga tentang Jiwa Agama itu

telah membangkitkan semangat para ahli jiwa untuk mengadakan penelitian

sehingga ilmu Jiwa Agama dapat berkembang dalam masa 15 tahun

berikutnya. Penelitian William James didasarkan atas catatan-catatan orang

yang sadar akan agama, tentang perasan dan dorongan-dorongan agama yang

mereka rasakan.

42

Dalam uraiannya, James membedakan antara agama bersama

(Institutional religion) dengan agama pribadi (Individual religion).

Menurutnya, agama bersama mencakup bermacam-macam agama dan sistim

kependetaan. Agama dalam hal ini James beri nama “kesenian luar, seni untuk

mencapai rido Tuhan. Sedangkan agama pribadi adalah dorongan dari dalam

individu itu sendiri, walaupun keridoan Tuhan juga memegang peranan utama,

dan hubungannya terjadi dalam agama pribadi adalah hubungan hati tanpa

perantara, hubungan antara manusia dengan penciptanya.

James lebih mementingkan segi pribadi dalam agama dan menjauhkan

aspek-aspek agama yang umum dari ilmu Jiwa Agama, karena gereja-gereja

dan lembaga-lembaga lainnya menjalankan agama yang diterimanya bersama-

sama dengan adat kebiasaan yang turun temurun yang dinamakannya agama

bekas. Sedangkan agama yang murni adalah agama yang dialami oleh pendiri-

pendiri agama itu, mereka tidak meniru, tapi mereka beragama karena

hubungan mereka dengan Tuhan. James mendefinisikan agama sebagai

“perasaan dan pengalaman bani insan secara individual, yang menganggap

bahwa mereka berhubungan dengan apa yang dipandangnya sebagai Tuhan”.

James tidak memastikan adanya Tuhan tertentu seperti halnya agama

samawi. Yang terpenting baginya yaitu pengaruh keyakinan pada jiwa seseorang,

di mana setiap jiwa akan memberikan reaksi kepada Tuhan sebagai sesuatu yang

dianggapnya paling dahulu adanya dan paling besar (Tumanggor, 2014: 66).

Dari pendapat James di atas, dapat disimpulkan bahwa keyakinan kepada

sesuatu yang dianggapnya Tuhan sangat berpengaruh terhadap jiwa seseorang

yang bersangkutan. Seseorang yang berkeyakinan kuat terhadap sesuatu yang

dianggapnya Tuhan, ia tidak akan terlampau sedih ketika mendapat cobaan karena

segala sesuatunya mempunyai jalan untuk terlepas dari kesulitan. Pendapat James

ini didasarkan atas penelitiannya terhadap orang-orang yang ahli agama.

43

2. Maslow (Teori Humanistik)

Maslow berpendapat bahwa motivasi manusia tersusun atas berbagai

kebutuhan yang bersifat instinktif yang mengarahkan perilaku manusia.

Meskipun kebutuhan itu bersifat instinktif, namun perilaku yang digunakan

untuk memuaskan kebutuhan tersebut bisa dipelajari sehingga cara pemuasan

kebutuhan setiap orang berbeda-beda. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi:

a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan manusia yang paling dasar untuk

mempertahankan hidupnya secara fisik eperti makan, minum, seks, tidur

dan oksigen. Maslow berpendapat bahwa manusia adalah binatang yang

berhasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan. Jika hasrat itu telah

terpuaskan, maka akan muncul hasrat lain sebagai penggantinya.

b. Kebutuhan rasa aman

Seseorang yang sehat mentalnya ditandai dengan perasaan aman, bebas

dari perasaan takut dan cemas.

c. Kebutuhan pengakuan dan kasih sayang

Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara seperti

persahabatan atau percintaan. Melalui kebutuhan ini seseorang mencari

pengakuan, dan curahan kasih sayang dari orang lain.

d. Kebutuhan penghargaan

Jika seseorang sudah merasa dicintai atau diakui maka orang itu akan

mengembangkan kebutuhan perasaan berharga. Memperoleh kepuasan

dari kebutuhan ini memungkinkan seseorang memiliki rasa percaya diri.

e. Kebutuhan kognitif

Secara alamiah manusia memiliki hasrat ingin tahu (emperoleh

pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu). Menurut Maslow, rasa

ingin tahu ini merupakan cirri mental yang sehat.

f. Kebutuhan estetika

Kebutuhan estetik merupakan cirri orang yang sehat mentalnya. Melalu

kebutuhan inilah manusia dapat mengembangkan kreativitas dalam

bidang seni. Orang yang kurang sehat mentalnya atau yang sedamg dalam

44

kondisi stress biasanya kurang memperhatikan kebersihan dan apresiatif

terhadap keteraturan dan keindahan.

g. Kebutuhan aktualisasi diri

Kebutuhan ini merupakan puncak dari hierarki kebutuhan manusia yaitu

perwujudan potensi secara penuh. Menurut Maslow, manusia dimotivasi

untuk menjadi segala sesuatu yang ia mampu dalam hal itu. Jika

seseorang tidak mampu mengembangkan kemampuan bawaannya secara

penuh, maka akan mengalami kegelisahan atau frustasi. Ia berpendapat

bahwa seseorang memiliki kepribadian yang sehat apabila ia mampu

mengaktualisasikan dirinya.

Pandangannya tentang hakikat manusia, Maslow berpendapat bahwa

manusia itu bersifat optimistic, bebas berkehendak, sadar dalam memilih, unik,

dapat mengatasi pengalaman masa kecil, dan baik. Menurutnya, kepribadian itu

dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan (Yusuf dan Nurihsan. 2007: 163).

3. James Leuba

Psikolog yang paling memusuhi agama tradisional tetapi juga paling

informative dan persuasive adalah Leuba. Ia menganggap bahwa ajaran agama

bermutu rendah dan tidak masuk akal serta menghambat perkembangan

pengetahuan ilmiah. Dalam upayanya untuk menunjukkan irasionalitas

kepercayaan agama, melalui kuisioner Leuba mengumpulkan data yang

menunjukkan bahwa para ilmuan dan sejarawan yang terkenal jauh lebih kecil

kemungkinannya untuk mempercayai Tuhan dan keabadian ketimbang rekan-

rekan mereka yang kurang terkemuka. Di antara semua ilmuan yang menjawab

kuisioner Leuba, para pikolog menunjukkan tingat kepercayaan yang paling

rendah. Walaupun sangat keras mengkritik agama, Leuba sebenarnya

bermaksud ingin memperbaharui dan bukan menghancurkan agama (Rakhmat.

2003: 164).

45

4. Sigmund Freud (Teori Psikoanalisis)

Freud mendefinisikan agama sebagai ilusi, sejenis narkotik yang

mengahambat intelegensi, dan sebagai sesuatu yang harus ditinggalkan

manusia (Ahyadi, 1991: 172).

Dalam penelitian terhadap agama, perhatian Freud banyak tertumpah

pada aspek sosial dari sebuah agama. Freud adalah sosok yang paling menonjol

dalam bidang Psikologi. Salah satu yang mempengaruhi pemikiran psikologi

terhadap agama pada awal abad ke-20 adalah dikembangkannya metode

psikoterapi oleh Freud yang disebut Psikoanalisis. Ia mengajarkan bahwa di

bawah kesadaran terdapat suatu area dari memori yang tertidur. Alam di bawah

sadar ini mengandung semua hal yang pernah terjadi pada diri individu. Semua

sensasi, pengharapan, ketakutan, kesenangan dan trauma-trauma.

Praktek dan teori Freud bersumber dari pengalamannya dalam

menyembuhkan pasien penderita gangguan mental ringan yang diklasifikasikan

sebagai penyakit psikoneurosis. Penyakit-penyakit itu mencakup histeria

dengan tanda-tandanya yang disebabkan oleh gangguan mental dan kemudian

menimbulkan gangguan organik seperti kelumpuhan, mati rasa, atau gangguan-

gangguan pada lambung, kecemasan dan perasaan takut yang tidak beralasan,

dan berbagai tindakan yang dilakukan secara tidak sadar.

Metode penyembuhan Freud ini ia lakukan dengan menyuruh pasiennya

berbicara secara bebas mengenai persoalannya sehingga sebab-sebab

timbulnya persoalan yang sebelumnya tidak diketahui, atas petunjuk

analisisnya bisa dijelaskan kepada pasien yang bersangkutan. Sistem gagasan

dan motif yang mempengaruhi perilaku pasien itu yang semula tidak

diketahuinya itu disebut sistem bawah sadar (Thouless, 1995: 134).

Tidak semua yang berasal dari Barat itu salah, tetapi ketika pandangan

Barat tersebut tidak sesuai dengan fitrah manusia yang dipaparkan dalam Islam

maka perlu dipertanyakan. Barat dan Islam memiliki cara pandang hidup yang

berbeda sehingga akan melahirkan teori yang berbeda pula.

Imam Al-Ghazali mendefinisikan jiwa (nafs) memiliki dua makna.

Pertama jiwa mencakup kekuatan amarah, syahwat, dan sifat tercela (yang

46

sering disebut dengan nafsu). Kedua, jiwa yang condong kepada bisikan

Rabbaniyah. Bisikan yang dapat mengenal dan memahami apa yang tidak

dapat dijangkau oleh angan-angan atau khayalan. Inilah yang membedakan

manusia dengan binatang. Sedangkan Freud memandang jiwa berpusat pada

pengalaman-pengalaman hidup, insting mempertahankan hidup dan insting

mati.

Melalui perbedaan definisi di atas, akan muncul perbedaan sikap

terhadap fenomena jiwa dalam hidup manusia dan juga solusi atas

permasalahan jiwa yang terus berkembang.

Ketika manusia mengalami sakit pada jiwanya, Freud akan menyalahkan

masa lalunya yang menyebabkan perilaku dengan berfokus pada aktivitas

manusia yang stagnan. Solusi yang ditawarkanpun dengan membawa pasien ke

alam bawah sadar. Sedangkan jiwa yang sakit dalam Islam adalah ketika jiwa

tersebut jauh dengan Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Maka solusi yang

diberikan adalah dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Beralih dari pandangan Barat mengenai hakikat manusia beserta unsur-

unsurnya (jiwa) dan solusi atas penyakit jiwa, kita kaji lebih lanjut mengenai

pengertian kesehatan mental ditinjau dari beberapa tokoh.

Saparinah Sadli mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental yang

diacu oleh Hanna Djumhana Bastaman (1997: 132), yaitu:

Orientasi klasik

Indikator seseorang yang sehat mentalnya yaitu jika ia tidak mempunyai

keluhan tertentu seperti rasa lelah, ketegangan, cemas, rendah diri, atau

perasaan tidak berguna, yang semuanya menimbulkan rasa sakit yang

mengganggu kegiatan sehari-hari.

Orientasi penyesuaian diri

Selanjutnya ciri seseorang yang sehat mentalnya jika ia mampu

menyesuaikan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain dan

lingkungan sekitarnya

47

Orientasi pengembangan potensi

Indicator seseorang yang sehat mentalnya apabila ia mampu untuk

mengembangkan potensinya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh

orang lain dan dirinya sendiri.

Ketiga orientasi ini dapat dijadikan tolok ukur kesehatan jiwa.

Hana Djumhana Bastaman (1997: 133) merangkum pola-pola wawasan

kesehatan jiwa menjadi empat pola beserta orientasinya, yaitu :

a. Pola wawasan yang berorientasi simptomatis, menganggap bahwa

hadirnya symtoms (gejala) dan compliants (keluhan) merupakan tanda

adanya gangguan atau penyakit yang diderita seseorang. Sebaliknya,

hilangnya gejala dan keluhan-keluhan itu menunjukkan bebasnya

seseorang dari gangguan atau penykit tertentu. Dengan demikian, kondisi

jiwa yang sehat ditandai oleh bebasnya seseorang dari gejala-gejala

gangguan kejiwaan.

b. Pola wawasan yang berorientasi penyesuaian diri, berpandangan bahwa

kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri merupakan unsur utama

dari kondisi jiwa yang sehat. Dalam hal ini penyesuaian diri diartikan

secara luas, yakni secara aktif berupaya memenuhi tuntutan lingkungan

tanpa kehilangan harga diri, atau memenuhi kebutuhan pribadi tanpa

melanggar hak-hak orang lain. Penyesuaian diri yang pasif dalam bentuk

serba menarik diri atau serba menuruti tuntutan lingkungan adalah

penyesuaian diri yang tidak sehat, karena biasanya akan berakhir dengan

isolasi diri atau menjadi lebih mudah terbawa situasi.

c. Pola wawasan yang berorientasi pengembangan potensi pribadi, manusia

adalah makhluk bermartabat yang memiliki berbagai potensi dan kualitas

yang khas insani, seperti kreativitas, rasa humor, rasa tanggungjawab,

kecerdasan, kebebasan bersikap, dan lain sbagainya. Menurut pandangan

ini, sehat mental terjadi bila potensi-potensi tersebut dikembangkan secara

optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan

lingkungannya. Baiknya dalam mengembangkan kualitasnya, manusia

48

harus tetap memperhatikan norma dan nilai yang berlaku karena potensi

tersebut ada yang baik dan ada yang buruk.

d. Pola wawasan yang berorientasi agama, berpandangan bahwa agama

memiliki pengaruh yang besar bagi kesehatan jiwa., karena kesehatan jiwa

diperoleh dari keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.

Atas dasar pandangan tersebut, maka tolok ukur dalam menentukan

kesehatan mental seseorang adalah:

Bebas dari gangguan dan penyakit-penyakit kejiwaan.

Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan antar

pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan.

Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, sifat, sikap,

dan lain-lain) yang baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

Beriman dan bertakwa kepada Tuhan, dan berupaya menerapkan tuntunan

agama dalam kehidupan sehari-hari.

Ketika kesehatan mental seseorang terganggu, maka akan mempengaruhi

seluruh kepribadiannya. Isep Zainal Arifin (2009: 17) mengemukakan cara

menilai kondisi kesehatan jiwa dapat dilihat dari tiga segi:

a. Dari manifestasi proses jiwanya

1) Proses berfikir

2) Daya ingat

3) Stabilitas emosi

4) Kemauan dan inisiatif

5) Tingkah laku

b. Dari pengaruh kondisi kesehatan jiwa terhadap fungsi organ tubuh pada:

1) Jantung

2) Saluran pernafasan

3) Saluran kandung kemih

4) Saluran pencernaan

5) Sistem hormonal

6) Otot tulang, dan lain-lain

c. Dari visi kehidupan sosial sehari-hari 1) Bagaimana menjalankan peran

2) Hubungan intrapersonal

3) Penggunaan waktu senggang

Kebanyakan konflik yang mengganggu kesehatan mental disebabkan

adanya keinginan atau dorongan yag tidak terkendali oleh individu serta tidak

49

sesuai dengan norma masyarakat atau moral. Kartini Kartono (1989: 243)

merumuskan beberapa hal yang dapat dilakukan ketika mengalami ketegangan

dan konflik batin, yaitu:

1. Mengeluarkan dan membicarakan kesulitan

Jika ada suatu masalah yang mengganggu batin, hendaklah membicarakan

masalah tersebut kepada seseorang yang dapat dipercaya. Sehingga

seseorang tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah dari segi yang

berbeda secara obyektif.

2. Menghindari kesulitan untuk sementara waktu

Jika permasalahan yang dihadapai sangat kompleks, hendaklah

mengalihkannya dengan kegiatan lain, seperti membaca buku, berolah

raga, dan melakukan hal-hal positif lainnya. Dengan demikian, maka akan

lebih tenang dalam mengatasi kesulitan tersebut.

3. Bersedia menjadi pengalah yang baik

Sikap bersedia mengalah akan menjadikan diri menjadi seseorang yang

terbebas dari tekanan-tekanan batin dan konflik.

4. Berbuat kebaikan untuk orang lain dan memupuk jiwa sosial

Dengan cara ini maka seseorang bisa meningkatkan rasa harga dirinya,

bisa berpartisipasi dengan masyarakat, dan bisa memberikan rasa

keindahan dan kepuasan karena merasa hidupnya berguna.

5. Menyelesaikan satu tugas dalam satu saat

Bagi orang yang selalu menanggung banyak kecemasan dan dalam

keadaan stess, suatu tugas yang ringan dan biasapun akan terasa berat. Jika

terjadi demikian, pilihlah satu tugas/ pekerjaan yang harus diselesaikan

terlebih dahulu dengan mengesampingkan hal-hal lain.

6. Menerima segala kritik dengan lapang dada

Setiap manusia memiliki sisi positif dan negatif. Ketika mengahadapi

konflik dengan orang lain, hendaknya introspeksi dan menerima kritik dari

orang lain agar kehidupan kedepannya labih baik.

7. Memberikan “kemenangan” pada orang lain

50

Hidup ini perlu adanya persaingan demi kemajuan dunia. Akan tetapi yang

lebih penting adalah adanya unsur kerjasama demi kelangsungan hidup

bersama.

8. Menjadikan pribadi yang bermanfaat

Melakukan kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat akan menjadikan

pribadi yang bahagia karena merasa hidupnya berguna.

C. Kesehatan Mental menurut Zakiah Daradjat

Kesehatan mental merupakan masalah yang kadang terabaikan dalam

kehidupan manusia. Padahal kesehatan mental atau kesehatan jiwa sama

pentingnya dengan kesehatan fisik. Apalagi banyak ditemukan antara gangguan

fisik yang berpengaruh terhadap mental, atau sebaliknya.Gangguan kesehatan

fisik lebih mudah terdeteksi, sedangkan kesehatan mental relatif sulit untuk

dideteksi.

1. Pengertian Kesehatan Mental

Zakiah Daradjat (1979: 11) mengemukakan 4 rumusan mengenai

definisi kesehatan mental, antara lain:

a. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gangguan jiwa

(neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose).

Definisi ini banyak mendapat sambutan dari para psikiatri. Menurut

definisi ini orang yang sehat mentalnya adalah orang yang

terhindar dari ganguan jiwa seperti sering cemas tanpa diketahui

sebabnya, tidak ada gairah, malas, dan lain sebagainya. Sedangkan

sakit jiwa adalah orang yang pandangannya berbeda dari

pandangan kebanyakan orang, yang dalam istilah sehari-hari

dikenal dengan istilah gila. Jadi definisi ini memandang manusia

dari sudut sehat dan sakitnya.

b. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri

dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta

lingkungan tempat ia hidup.

Definisi ini lebih umum dari definisi sebelumnya karena

dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh.

Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan menimbulkan

ketentraman dan kebahagiaan hidup. Menurut definisi ini, orang

yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menghadapi segala

tekanan-tekanan perasaan dan menguasai segala faktor dalam

hidupnya sehingga jauh dari rasa frustasi.

51

c. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang

bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat

dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga

membawa kepada kebahagiaan diri dari orang lain, serta terhindar

dari gangguan dan penyakit jiwa.

Definisi ini menekankan kepada bakat seseorang yang ada

sejaklahir untuk dimanfaatkan sehingga benar-benar membawa

manfaat bagi diri nya dan orang lain. Bakat yang tidak dapat

dikembangkan dengan baik akan membawanya kepada kegelisahan

danpertentangan batin.

d. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang

sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai

kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa

terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan

dirinya.

Definisi ini menunjukkan bahwa unsur-unsur jiwa harus saling

menunjang sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang

menjauhkan orang dari sifat ragu-ragu, serta terhindar dari rasa

gelisah.

Tumanggor (2014: 165) mengemukakan bahwa stimulus yang ditangkap

panca indera akan diantarkan ke dalam jiwa dan diolah oleh unsur-unsur jiwa

yang meliputi fikiran, perasaan, pandangan, keyakinan hidup, pertimbangan, kata

hati, harga diri, insting pemenuhan kebutuhan biologis, insting pemenuhan

kebutuhan agama, dan pengambilan keputusan.

Daradjat (1979: 13) menambahkan dalam menghadapi suasana yang

selalu berubah, unsur-unsur jiwa tersebut akan bekerja secara harmonis sesuai

dengan fungsinya dalam mengahadapi perubahan-perubahan tersebut.

Keharmonisan fungsi jiwa tersebut akan dapat dicapai salah satunya dengan

keyakinan akan ajaran agama.

Jadi kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian antara fungsi-

fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan terciptanya penyesuaian diri antara individu

dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta

bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat.

2. Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Individu

Kemajuan teknologi membuat kehidupan dalam suatu masyarakat

penuh dengan persaingan dan pertentangan karena semakin banyak

52

kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi sehingga semakin sukarlah

orang mencapai ketenangan hidup.

Ketenangan hidup tidak banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari

luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat, dan sebagainya, tetapi

lebih kepada cara seseorang menyikapi faktor-faktor tersebut.

Rasa gelisah yang timbul karena adanya perubahan dalam hidup

seperti kemerosotan ekonomi akan terjadi karena ketidakmampuan seseorang

menghadapi faktor tersebut dengan wajar serta tidak dapat memikirkan apa

yang akan dilakukannya. Jadi yang menentukan ketenangan hidup itu adalah

kesehatan mental. Mental yang sehatlah yang menentukan tanggapan

seseorang terhadap suatu persoalan dan kemampuannya menyesuaikan

diri.Penyesuaian diri di sini adalah proses yang dilakukan oleh individu

terhadap lingkungannya untuk membuat hubungan yang menyenangkan.

Lingkungan dalam hal ini mencakup lingkungan alam, lingkungan sosial, dan

individu itu sendiri dengan segala komponennya (bakat, pembawaan, dan

pikiran tentang dirinya) (Fahmi, 1982: 14).

Orang yang sehat mentalnya tidak akan langsung merasa putus asa

dalam menghadapi persoalan karena ia dapat mengahadapinya dengan tenang

dan mencari penyebab serta solusi yang diambil. Dengan demikian, hal

tersebut akan menjadi pelajaran di masa yang akan datang.

Pada dasarnya, penyakit jiwa atau gangguan pada jiwa sulit untuk

dideteksi karena eksistensi jiwa tidak dapat dibuktikan secara empiris atau

tidak bisa dibuktikan secara nyata dengan panca indera. Walaupun demikian,

akan tetapi gejala kejiwaan tampak nyata pada tingkah laku manusia. Tingkah

laku merupakan pernyataan atau ekspresi keadaan kejiwaan seseorang yang

dapat diukur, dihitung dan dipelajari melalui alat dan metode ilmiah secara

objektif. Cara ini berkembang pesat melalui psikometri dan psikotes, yaitu

pengukuran dan penghitungan ekspresi kejiwaan berupa kata-kata, bahasa,

tulisan, coretan, dan perbuatan jasmaniah lainnya (Ahyadi. 1991: 27).

Penelitian yang dilakukan oleh Zakiah terhadap pasien-pasien yang

terganggu kesehatan mentalnya menyimpulkan bahwa kesehatan mental yang

53

terganggu mempengaruhi keseluruhan hidup seseorang. Indikator kesehatan

mental bisa terlihat dari tindakan, tingkah laku, dan perasaannya. Pengaruh

itu terbagi menjadi 4 kelompok yaitu perasaan, pikiran/kecerdasan, kelakuan,

dan kesehatan badan.

a. Pengaruh kesehatan mental terhadap perasaan

Di antara gangguan perasaan yang disebabkan karena terganggunya

kesehatan mental antara lain rasa gelisah, iri hati, sedih, rendah diri,

pemarah, dan sebagainya.

Orang yang terganggu kesehatan mentalnya seringkali merasa iri atas

kebahagiaan orang lain. Hal ini bukan karena kebusukan hatinya, tetapi

karena adanya faktor yang mempengaruhi seperti tidak merasa bahagia.

Begitu pula dengan perasaan lainnya seperti selalu merasa sedih, rendah

diri, dan pemarah.

b. Pengaruh kesehatan mental terhadap kecerdasan

Mengenai pengaruh kesehatan mental terhadap kecerdaasan memang besar

sekali. Diantara gejala yang bisa dilihat antara lain mudah lupa, tidak bisa

berkonsentrasi, kemampuan berpikir menurun, sehingga seseorang tidak

lagi merasa cerdas. Penyebabnya bisa jadi karena perlakuan orang tua

yang terlalu keras, tidak banyak mempedulikan kepentingan anak, suka

membanding-bandingkan dengan anak lain, sehingga ketenangan dalam

jiwa anak menjadi hilang.

c. Pengaruh kesehatan mental terhadap tingkah laku

Ketidaktentraman hati atau kurang sehatnya mental sangat mempengaruhi

tindakan seseorang. Orang yang merasa tertekan akan berusaha mengatasi

perasaannya itu dengan cara mengungkapkannya keluar. Seperti ketika

seorang guru menghukum muridnya sehingga menimbulkan perasaan tidak

enak pada hati murid, tetapi ia takut untuk melawan. Jika tidak

mengungkapkan perasaannya itu, ia merasa tidak enak sehingga terjadilah

pertentangan batin antara ingin membela diri dan takut hukuman. Sehingga

untuk menyelesaikannya, ia malas untuk berangkat sekolah dan mencari

hiburan di luar.

54

d. Pengaruh kesehatan mental terhadap kesehatan badan

Akhir-akhir ini banyak ditemukan penyakit yang merusak organ tubuh

yang di akibatkan oleh tidak sehatnya mental atau biasa disebut

psikosomatik. Penyakit-penyakit seperti tekanan darah tinggi, serangan

jantung, sesak nafas, banyak disebabkan oleh tekanan perasaan yang

terjadi karena ketidakmampuan seseorang memenuhi keinginannya, atau

karena banyaknya persaingan dalam hidup.

Ada persamaan antara pendapat Zakiah Daradjat dengan Isep Zainal

Arifin mengenai perubahan yang mempengaruhi keadaan seseorang yang

kesehatan mentalnya terganggu. Hanya pada pendapat Isep perubahan pada

aspek pikiran dan perasaan di satukan, karena pikiran dan perasaan

merupakan unsur dari jiwa.

Dengan demikian jelas bahwa kesehatan mental mempengaruhi

kehidupan seseorang. Walaupun banyak perubahan yang terjadi ketika

kesehatan seseorang terganggu, pada dasarnya setiap individu menunjukkan

kelangsungan (kontinuitas) hidupnya, karena setiap individu bersifat unik,

mempunyai kekhususan, berbeda antara satu dengan yang lainnya di samping

mempunyai faktor-faktor kesamaan.

3. Faktor-faktor mempengaruhi Kesehatan Mental

Dari beberapa ciri-ciri mental yang sehat adalah kemampuannya untuk

menyesuaikan diri, baik dengan dirinya sendiri, orang lain, maupun

lingkungannya. Penyesuaian diri adalah penerimaan seseorang terhadap

dirinya, tidak benci, dongkol, atau tidak percaya padanya. Berikut ini adalah

beberapa keadaan di mana seseorang tidak mampu menyesuaikan dirinya

(Fahmi. 1982: 20)

a. Frustasi

Frustasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami

hambatan dalam pemuasan kebutuhan dan keinginan. Frustasi merupakan

kekecewaan yang disebabkan oleh gagalnya suatu tujuan. Dalam

kehidupan sehari-hari banyak sekali faktor yang mengahalangi seseorang

dalam mencapai apa yang di inginkannya.

55

Orang yang sehat mentalnya akan menunda sementara rasa frustasi

tersebut sambil menunggu kesempatan sampai keinginannya tercapai.

Tetapi jika seseorang tidak bisa menghadapi rasa frustasinya dengan wajar,

maka ia akan berusaha mengatasinya dengan cara lainnya tanpa

mengindahkan orang di sekitarnya seperti berbuat kekacauan, atau ia

berusaha mencarinya dalam lamunan. Apabila rasa tertekan itu sangat

berat sehingga tidak bisa diatasiya, maka akan mengakibatkan gangguan

jiwa pada orang tersebut.

Sebenarnya pengaruh itu bukanlah dari faktor frustasi, tetapi lebih

kepada cara seseorang memandang permasalahannya. Dua orang yang

mengalami permasalahan sama, mungkin salah seorangnya akan merasa

tertekan sekali oleh hal itu, tapi tidak untuk yang lainnya. Jadi frustasi

disebabkan oleh tanggapan terhadap situasi. Tanggapan itu dipengaruhi

oleh kepercayaan kepada diri sendiri dan kepada lingkungan, dan

kepercayaan kepada diri sendiri itu dipengaruhi oleh pengalaman-

pengalamannya. Kegagalan-kegagalan di masa lalu akan mempengaruhi

rasa percaya diri seseorang dan akan mengakibatkan kegagalan berikutnya

pula. Begitu pula kepercayaannya terhadap lingkungan. Apabila situasi

lingkungan dapat memberi kepuasan dan dapat menjamin tercapainya

keinginan-keinginan, maka akan timbullah kepercayaan terhadap

lingkungan dan selanjutnya merasa optimis dan senang kepada lingkungan

tersebut (Zakiah, 1979: 26).

b. Konflik

Konflik yaitu suatu keadaan dimana adanya dua dorongan atau

lebih yang saling bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Menurut Zakiah

Daradjat (1979: 26) konflik dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

1) Pertentangan antara dua hal yang sama-sama diingini tetapi

keduanya tidak mungkin diambil. Konflik seperti ini mudah

hilang jika sudah dapat memilih salah satu diantaranya.

2) Pertentangan antara dua hal yang diingini dan tidak diingini.

Seseorang yang menghadapi keadaan semacam ini akan sulit

menentukan pilihan karena terus dihinggapi rasa bimbang.

Misalnya seorang mahasiswa yang ingin mengikuti organisasi di

56

kampusnya tetapi ia tidak mau meninggalkan beberapa mata

kuliah yang sudah diambilnya.

3) Pertentangan antara dua hal yang tidak diingini. Misalnya

seoranganak yang harus minum jamu. Jika ia tidak mau maka ia

tidak akan sembuh.

c. Kecemasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang

bercampur ketika seseorang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan

batin. Kecemasan mempunyai segi yang disadari seperti rasa takut,

terkejut, tak berdaya, rasa bersalah, terancam, dan sebagainya (Zakiah,

1979: 27).

Kecemasan dikatakan wajar dialami manusia ketika ia mengalami

suatu keadaan dimana jiwanya terancam. Cemas semacam ini bukan hanya

dialami oleh manusia, tetapi hewan bahkan tumbuhan, serta segala hal

yang memiliki naluri (insting) penjagaan diri.

Adanya kecemasan dalam diri individu dapat menimbulkan reaksi-

reaksi tertentu. Reaksi tersebut ada yang berupa reaksi fisiologis, dan ada

yang berupa reaksi psikologis. Reaksi fisiologis adalah reaksi organ tubuh,

seperti jantung, pembuluh darah, kelenjar, pupil mata, sistem pencernaan,

dan sistem pengeluaran. Ketika merasa cemas, organ-organ tersebut akan

meningkat fungsinya sehingga menimbulkan peningkatan asam lambung

selama kecemasan, meningkatnya detak jantung dalam memompa darah

sehingga jantung berdebar-debar, keluar keringat yang berlebihan, ujung

jari terasa dingin, tidur tidak nyenyak, kepala pusing, dan lain sebagainya

(Rahayu, 2009: 167).

Reaksi psikologis adalah reaksi kecemasan yang biasanya disertai

oleh reaksi fisiologis, seperti adanya perasaan tegang, bingung, tidak

berdaya, rendah diri,tidak dapat memusatkan perhatian, dan kurang

percaya diri.

Bermacam-macam cara yang dilakukan untuk mengatasi perasaan

tertekan, pertentangan batin dan kecemasan. Perasaan-perasaan seperti itu

57

sangat mengurangi rasa bahagia sehingga orang terdorong untuk

menghilangkan perasaan itu.

Zakiah Daradjat (1979: 29) mengemukakan beberapa usaha yang

harus dilakukan untuk mengatasi perasaan-perasaan di atas.

a. Pembelaan

Pembelaan yaitu usaha yang dilakukan untuk mencari alasan yang

masuk akal bagi tindakan yang sesungguhnya tidak masuk akal.

b. Proyeksi

Proyeksi adalah menimpakan sesuatu yang terasa dalam dirinya

kepada orang lain, terutama tindakan, fikiran, atau dorongan-

dorongan yang tidak masuk akal sehingga dapat diterima dan terlihat

masuk akal.

c. Identifikasi

Identifikasi yaitu di mana seseorang merasakan sukses yang dicapai

oleh orang lain. Dengan demikian, ia mencapai kepuasan dengan apa

yang dicapai oleh orang lain walaupun ia sendiri tidak mampu

mecapainya.

d. Represi

Represi adalah tekanan untuk melupakan hal-hal dan keinginan-

keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Proses itu terjadi

secara tidak disadari.

e. Substitusi

Substitusi adalah cara pembelaan diri yang paling baik diantara cara-

cara yang tidak disadari dalam menghadapi kesukaran. Dalam

substiusi, orang melakukan sesuatu karena tujuan-tujuan yang baik,

yang berbeda dari tujuan aslu, yang mudah diterima, dan berusaha

mencapai sukses dalam hal itu.