BAB III ZAKIAH DARADJAT DAN KESEHATAN MENTAL A ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB III ZAKIAH DARADJAT DAN KESEHATAN MENTAL A ...
31
BAB III
ZAKIAH DARADJAT DAN KESEHATAN MENTAL
A. ZAKIAH DARADJAT
1. Riwayat Hidup Zakiah Daradjat
a. Masa Kecil dan Pendidikan Yang Dilalui
Zakiah Daradjat lahir di provinsi Sumatra Barat tepatnya di Kampung
Kotamerapak Kecamatan Ampek Angkek Kotamadya Bukit Tinggi, pada
tanggal 6 November 1929. Ayahnya bernama H. Daradjat Husain yang
bergelar Raja Ameh memiliki dua istri. Dari istrinya yang pertama, Rafiah
binti Abdul Karim, ia memiliki enam anak, dan Zakiah adalah anak
pertama dari enam bersaudara. Sedangkan dari istrinya yang kedua, Hj.
Rasunah, ia dikarunai lima orang anak.Dengan demikian, dari kedua
istrinya tersebut, ia memiliki sebelas orang anak. Walaupun memiliki dua
istri, H. Daradjat kelihatannya cukup berhasil dalam mengelola
keluarganya. Hal ini terlihat dari kerukunan yang tampak dari putra
putrinya. Zakiah memperoleh perhatian yang besar dari ibu tirinya,
sebessar kasih sayang yang ia terima dari ibu kandungnya.
Ayah Zakiah tercatat sebagai aktivis organisasi Muhamadiyah,
sedangkan ibunya aktif di organisasi Sarikat Islam. Sebagai aktivis yang
kental dengan sikap keagamaannya, maka orang tua Zakiah memberikan
dorongan yang kuat untuk memasukan Zakiah ke Standars School di
Bukittinggi. Lembaga pendidikan inilah untuk pertamakalinya Zakiah
mendapat pendidikan agama serta ilmu pengetahuan dan pengalaman
intelektualnya.
Semenjak belajar di lembaga pendidikan ini, Zakiah telah
memperhatikan minatnya yang cukup besar dalam bidang ilmu
pengetahuan. Hal ini, terlihat ketika usianya yang baru 12 tahun, Zakiah
telah menyelesaikan pendidikan dasarnya cukup baik pada tahun 1941.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya kemudian Zakiah
melanjutkan ke jenjang selanjutnya yaitu Sekolah Menengah Pertama
32
Negeri (SMPN) di kota yang sama. Kecendrungan bakat dan minat Zakiah
untuk menjadi ahli agama Islam terlihat dalam mengkuti Kulliyatul
Mubalighat di Padang Panjang selama hampir enam tahun, di lembaga
pendidikan ini, Zakiah mendapat pendidikan agama secara lebih
mendalam dan perhatiannya terhadap bidang studi umum juga sama
besarnya.
Setelah menamatkan pendidikan dasar dan sekolah menengah
pertama, Zakiah melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Menengah Atas
Pemuda Bukit Tinggi, di lembaga pendidikan ini Zakiah memilih program
B, yaitu program yang mendalami ilmu alam.
Usai tamat SMA pada 1951 Ia melanjutkan kuliahnya, dengan
menyeberang pulau yang jauh dari kampung halamannya, Yogyakarta.
PTAIN (sekarang UIN) Yogyakarta di Fakultas Tarbiyahlah ia
memutuskan untuk berkuliah. Tak puas disitu Zakiah juga belajar di
Fakultas Hukum UII, walau akhirnya kandas di tengah jalan.
b. Zakiah Daradjat Belajar ke Mesir
Prestasi yang dimiliki Zakiah membuka peluang baginya untuk
mendapatkan tawaran melanjutkan studi di Kairo. Tawaran tersebut tidak
disia-siakan oleh Zakiah. Ia berangkat ke Kairo untuk mendalami bidang
yang diminati, yaitu psikologi. Sesampainya di Kairo, Zakiah
mendaftarkan diri di Universitas Ain Syams Fakultas Tarbiyah dengan
konsentrasi Special Diploma for Education, dan Zakiah diterima tanpa tes
untuk program S2 sebagai satu-satunya mahasiswi perempuan dari
Indonesia. Ini merupakan realisasi kerjasama pemerintah Indonesia dan
Mesir. Zakiah sebenarnya was-was mengingat pada masa itu perempuan
belajar keluar negeri sangatlah langka. Namun dorongan kedua orang tua,
membuatnya mantap untuk berangkat (Nata, 2005: 234).
Mengingat pada era tahun 50-an masih jauh dari apa yang kita sebut
sebagai kebangkitan akan kesadaran hak-hak perempuan, sesungguhnya
kepergian Zakiah dan restu orang tuanya adalah keputusan penting dan
revolusioner dalam diri dan hidup perempuan. Tiga tahun kemudian ia
33
menyelesaikan S2-nya dengan spesialisasi Mental Hygiene dengan
tesisnya mengenai problem remaja Indonesia di tahun 1959. Yang
istimewa adalah, satu tahun sebelumnya ia mendapat diploma Pascasarjana
Pendidikan dari universitas yang sama. Dengan keahliannya itu ia
mengenal klinik kejiwaan dan sering berlatih praktik di almamaternya.
Tidak seperti kebanyakan mahasiswa lainnya, ia langsung melanjutkan S3
dan meraih gelar Doktor pada 1964 dalam bidang psikologi di Universitas
yang sama. Waktu antara lulus dan melanjutkan studi S3 itu Zakiah
berkesempatan mengajar bahasa Indonesia di Mesir. Ia sangat bahagia
ketika dapat mengundang kedua orang tuanya ke Mesir selama 5 bulan dan
mengakhirinya dengan pergi haji ke Mekah. Semua fasilitas itu ia berikan
dengan dana yang ia peroleh dari mengajar bahasa.
Selanjutnya pada tahun 1984, bersamaan dengan ditetapkannya
sebagai Direktur Pascasarjana di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Zakiah
dikukuhkan sebagai Guru Besar (Profesor) dalam bidang Ilmu Jiwa
Agama di IAIN. Secara akademis, lengkap sudah ia sebagai ilmuan yang
memliki keahlian yang handal dalam bidangnya. Namun demikian, Zakiah
tetaplah seorang yang rendah hati, sabar, lemah lembut, dan tidak tinggi
hati.
Melihat kemampuan yang dimiliki Zakiah, maka pada tahun 1967,
Zakiah dipercaya oleh Saifudin Zuhri selaku Mentri Agama Republik
Indonesia untuk menduduki jabatan sebagai kepala dinas penelitian dan
kurikulum perguruan tinggi dan pesantren luhuur departemen agama.
c. Zakiah Daradjat : Sosok Psikolog Religius
Pada saat Zakiah belajar, Psikologi bukanlah bidang yang banyak
ditekuni oleh pelajar Islam. Di Mesir, Ain Syam tepatnya, dimana
perkembangan ilmu psikologi didominasi oleh psikoanalisa Sigmund
Freud (yang mendudukkan alam tak sadar sebagai faktor penting dalam
kepribadian manusia) Zakiah justru mengenalkan metode non-directive
dari Carl Rogers yang baru mulai dirintis dan diperkenalkan oleh
universitas. Ia mengajukan disertasi mengenai psikoterapi model non-
34
directive dengan fokus psikoterapi bagi anak-anak bermasalah yang
langsung disetujui pihak universitas, sehingga pada 1964, ia berhasil
menyelesaikan studinya dalam bidang kesehatan mental.
Penelitian disertasinya mendapatkan penghargaan dari Presiden
Gamal Abdul Naser pada 1965, berupa medali ilmu pengetahuan itu
disampaikan pada upacara “Hari Ilmu Pengetahuan. ”Kepiawaian Zakiah
dalam berbahasa Arab juga membuahkan hasil ketika pada tahun 1977
Amir Shabah Sahir As-Shabah memberinya penghargaan “Orde of
Kuwait Fourth Class.” Kehormatan ini diberikan atas peran Zakiah
sebagai penerjemah bahasa Arab waktu Presiden Soeharto berkunjung
kesana. Di Mesir, ia mendapatkan penghargaan serupa dari Presiden
Anwar Sadat. Sementara di tanah air, ia mendapatkan penghargaan dari
Bintang Jasa Putera Utama Presiden atas peran dan karyanya dalam usaha
membina serta mengembangkan kesejahteraan kehidupan anak Indonesia
pada tahun 1988.
Zakiah adalah seorang sosok psikolog religi. Ia berusaha meneliti
pengaruh terhadap sikap dan tingkah laku atau mekanisme yang bekerja
dalam diri seseorang. Menurut Zakiah, sebagaimana dikutip Dadang
Hawari mengatakan bahwa cara berfikir, bersikap, bereaksi dan bertingkah
laku tidak bisa dipisahkan dari keyakinan agama, sebab keyakinan itu
masuk dalam konstruksi kepribadian manusia.
Sebagai seorang sosok psikolog religi, Zakiah juga melihat do’a
sebagai terapi mental. Menurutnya, do’a sangat berperan dalam
ketentraman batin. Do’a bahkan memiliki manfaat bagi kehidupan
pembinaan dan peningkatan semangat hidup. Selain itu, Zakiah juga
merupakan sosok cendekiawan yang memiliki pengabdian yang sangat
tinggi, aktif di kuliah subuh dan berbagai bidang kemasyarakatan. Dia juga
seorang ilmuan yang tawadlu dan sabar, tidak arogan dan emosional.
Kelebihannya dibandingkan dengan ilmuan lain, selain suka berceramah
juga sering menulis buku. Menurut Zakiah, menulis itu sangat penting. Ini
dilandasi atas dasar keimanan, bahwa nanti amal manuia akan terputus bila
35
telah meninggal dunia kecuali amal jariyah. (skripsi Tati Kurniati berjudul
pemikiran Zakiah tentang pembinaan kehidupan baragama bagi remaja.
Hal. 25)
d. Praktek Psikologi Agama Zakiah Daradjat
Perjalanan hidup dan karier Zakiah selanjutnya membuka praktik
konsultasi kesehatan jiwa yang ditujukan untuk membantu masyarakat
yang bermasalah dengan kejiwaannya yang berpengaruh terhadap
semangat dan gairah kerja, bahkan pada putus asa dan hal lainnya yang
membahayakan masa depannya. Praktiknya ini ia laksanakan di rumahnya,
di daerah Cipete, Jakarta Selatan.
Bidang konsultasi kesehatan mental ini merupakan akumulasi dari
pengetahuan dan pengalaman batinnya. Dengan pendekatan agama, Zakiah
telah banyak menolong pasiennya. Menurut Zakiah, gangguan kejiwaan
yang ikut mempengaruhi kondisi fisik seseorang dapat ditelusuri melalui
kajian psikologi dan penyembuhannya dilakukan dengan ajaran agama.
Psikologi agama menurut Zakiah sangat berfungsi untuk mengetahui
keadaan perilaku keagamaan pada seseorang dan selanjutnya dapat
digunakan untuk mempelajari seberapa besar pengetahuan keyakinan
keagamaan tersebut terhadap tingkah laku dan keadaan hidup seseorang.
Melalui data dan informasi yang dikumpulkan tentang sikap hidup dan
tingkah laku sehari-hari serta kehidupan beragama seseorang pada masa
lalu, ditambah dengan informasi terakhir yang menyebabkan seseorang
menderita batin, Zakiah mengolahnya untuk kemudian menetapkan
metode dan langkah penyembuhannya (Nata, 2005: 239).
2. Karya-karya Zakiah Daradjat
Selama ini, Zakiah Daradjat telah menghasilkan beberapa buku atau
karya, baik itu mengenai masalah pendidikan, filsafat, fiqh, dan lain
sebagainya. Tetapi daam skripsi ini, penulis hanya akan membahas buku-
buku Zakiah Daradjat yang khusus mengenai Psikologi Agama, diantaranya :
36
a. Karangan Sendiri
1) Ilmu Jiwa Agama (1970)
2) Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental (1970)
3) Problema Remaja di Indonesia (1974)
4) Perawatan Jiwa untuk Anak-anak (1982)
5) Membina Nilai-nilai Moral di Indonesia (1971)
6) Perkawinan yang Bertanggung Jawab (1975)
7) Islam dan Peranan Wanita (1978)
8) Pembinaan Remaja (1975)
9) Ketenangan dan Kebahagiaan dalam Keluarga (1974)
10) Pendidikan Orang Dewasa (1975)
11) Menghadapi Masa Moopouse (1974)
12) Kunci Kebahagiaan (1977)
13) Membangun Manusia yang Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa (1977)
14) Pembinaan Jiwa/Mental (1974)
15) Kesehatan Mental (1969)
16) Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (1970)
17) Islam dan Kesehatan Mental (1971)
18) Sholat Menjadikan Hidup Bemakna (1988)
19) Haji Ibadah yang Unik (1989)
20) Puasa Meningkatkan Kesehatan Mental (1989)
21) Do’a Menunjang Semangat Hidup (1990)
22) Zakat Pembersih Harta dan Jiwa (1991)
23) Pendidikan dalam Keluarga dan Sekolah (1994)
24) Sholat untuk Anak-anak (1996)
25) Puasa untuk Anak-anak (1996)
26) Kesehatan Mental dalam Keluarga (1991), (Pusat Penelitian Syarif
Hidayatullah)
b. Terjemahan
1) Pokok-pokok Kesehatan Mental (1974)
37
Judul asli : Ususus-Shihah an-Nafsiyah
Pengarang : Prof. Dr. Abdul Aziz el-Quusy
2) Ilmu Jiwa, Prinsip-prinsip dan Implementasi dalam Pendidikan
(1976)
Judul asli : Ilmu Nafsi, Ususuhu wa Tathbiqotuhu-fit-
Tarbiyah
Pengarang : Prof. Dr. Abdul Aziz el-Quusy
3) Kesehatan Jiwa dalam Keluarga, Sekolah dan Masyarakat (1977)
Judul asli : As-Shihah An-Nafsiyah
Pengarang : Prof. Dr. Mustafa Fahmi
4) Anda dan Kemampuan Anda
Judul asli : Your Abilities
Pengarang : Virginia Bailard
5) Bimbingan dan Pekerjaan Anda (1979)
Judul asli : At-Taujih at-Tarbawy wal-Mihany
Pengarang : Prof. Dr. Atia Mahmoud Hana
6) Pengembangan Kemampuan Belajar pada Anak-anak (1980)
Judul asli : Improving Children’s Ability
Pengarang : Harry N. Rivlin
7) Dendam Anak-anak (1980)
Judul asli : Understanding Hostility in Children
Pengarang : Prof. Dr. Mustafa Fahmi
8) Anak-anak yang Cemerlang
Judul asli : Helping the Givten Children
Pengarang : Prof. Dr. Paul Wetty
9) Mencari Bakat Anak (1982)
Judul asli : Exploring Children’s Interest
Pengarng : G. F. Kuder/B. B Paulson
10) Marilah Kita Pahami Persoalan Remaja (1983)
Judul asli : Let’s Listen To Youth
Pengarang : H. H Remmer/C. G Hacket
38
11) Membantu Anak Agar Sukses di Sekolah (1985)
Judul asli : helping Children Get Along In School
Pengarang : Goody Koonzt Bess
12) Anak dan Masalah Seks (1985)
Judul asli : Helping Children Understand Sex
Pengarang : Lester A. Kirkendall (Pusat Peneltitian
IAIN Syarif Hidayatullah, 1999 : 63:64)
B. Kesehatan Mental menurut Para Psikolog
World Health Organization (WHO) atau Organisasi Kesehatan Dunia
mendefinisikan kesehatan sebagai mana yang diacu oleh Rusmin Tumanggor
(2014: 163), “sehat adalah terdapatnya kondisi yang prima pada fisik, mental,
sosial,, dan spiritual dan tidak sekedar terlepasnya seseorang dari penyakit dan
kelemahan”.
Di Indonesia dalam UURI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
didefinisikan sebagai berikut, “kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik,
mental, spiritual, maupun sosial yang memunkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomi”.
Dari kedua pengertian tentang kesehatan di atas, mental termasuk dalam
salah satu unsur kesehatan. Jika keadaan mental seseorang abnormal, maka bisa
dikatakan seseorang itu dalam keadaan tidak sehat, karena tidak sehatnya mental
bisa berdampak pula pada tidak sehatnya fisik.
Sedangkan kata mental dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI,
1996: 646) yaitu “yang bersangkutan dengan batin dan watak manusia, yang
bukan bersifat badan atau tenaga. Sedangkan mentalitas adalah keadaan dan
aktifitas jiwa, cara berfikir, dan berperasaan”.
Berbicara mengenai kesehatan mental maka pandangan kita tidak akan
terlepas dari ilmu jiwa agama, karena ilmu kesehatan mental merupakan cabang
dari ilmu jiwa agama.
Dalam kitab suci setiap agama banyak sekali ditemukan ayat-ayat yang
berkenaan dengan proses jiwa seseorang karena pengaruh agama. Dalam Al-
39
Qur’an misalnya, banyak sekali ayat yang menunjukkan keadaan jiwa orang yang
beriman, kafir, sikap, tingkah laku, do’a-do’a, bahkan mengenai kesehatan
mentalpun banyak terdapat ayat yang berbicara mengenai penyakit dan gangguan
kejiwaan dan kelainan sikap karena kegoncangan kepercayaan.
Sebelum lebih jauh membahas mengenai kesehatan mental, lebih baik
kita mengetahui mengenai hakikat manusia yang merupakan objek dari suatu
ilmu. Jika mempelajari literatur psikologi Barat yang dikutip oleh Abdul Aziz
Ahyadi (1991: 167), ada tiga dasar pandangan falsafah mengenai hakikat manusia,
yaitu:
a. Pandangan yang menganggap hakikat manusia sebagai makhluk
biologis belaka
b. Pandangan yang menganggap hakikat manusia sebagai makhluk
biologis yang mempunyai energi psikis
c. Pandangan yang menganggap hakikat manusia sebagaimana
adanya (Axixtential-humanistic)
Pandangan pertama menganggap manusia hanya terdiri dari unsur-unsur
biologis yang tersusun atas tulang belulang, daging, darah, syaraf, dan otot-otot
tertentu. Pandangan filosofis mereka terhadap penderita gangguan mental adalah
dengan menganalisis perilaku manusia berdasarkan stimulus respon saja. Mereka
berusaha menghilangkan gejala penyakit mental yang nampak dalam tingkah laku
pasien dengan teknik pembiasaan (conditioning), yaitu memberikan kondisi
tertentu secara berulang-ulang atau penyembuhan tingkah laku. Pencetus
pandangan ini yaitu Ivan Petrovich Pavlov, John Broades Watson, dan B. F.
Skinner.
Pavlov mengadakan eksperimen tentang reflek berkondisi dengan
menggunakan anjing sebagai binatang percobaan. Sedangkan Skinner
menggunakan percobaan dengan tikus. Percobaan pada binatang tersebut
diterapkan pada manusia. Mereka menyamakan tingkah laku keagamaan manusia
sebagai makhluk psikospiritual yang kompleks dengan tingkah laku hewan
percobaan. Behaviorisme merendahkan hidup keagamaan manusia kosong dan
dipandang sebagai respon refleks yang dikondisikan. Bentuk ritual keyakinan
manusia terhadap Tuhan disamakan dengan gerakan mengulang untuk
mendapatkan reward (makanan pada binatang).
40
Kenyataan manusia sebagai makhluk biologis memang suatu kenyataan
yang tidak bisa dibantah lagi. Namun, fitrah manusia tidak semata-mata sebagai
makhluk biologis. Setiap teori mengani kodrat manusia yang tidak
mengikutsertakan sistem nilai di dalamnya tidak mungkin mampu merealisasikan
diri pribadi pasien. Karena hakikat manusia yang membedakannya dengan
binatang adalah kepribadiannya.
Kekuatan pribadi dapat menempuh lima bahkan sepuluh kali lipat
kekuatan jasmaniah. Penglihatan mata jasmaniah di batasi oleh ruang, sedangkan
mata batin mampu melihat ratusan kilometer dan mampu melihat masa depan.
Kemungkinan kaum Behavioris akan menyangkal adanya kekuatan pribadi.
Pandangan kedua menganggap manusia selain terdiri dari unsur-unsur
biologis, juga mempunyai energi psikis atau instink seperti libido atau instink
seksual dari aliran psikoanalisis. Mereka menganalisis gangguan mental melalui
kehidupan seksual terutama yang tidak disadari dan terbentuk pada permulaan
perkembangan kepribadian. Pencetus pandangan ini yaitu Sigmund Freud.
Kedua pandangan di atas beraliran sekuler. Psikologi sekuler
memisahkan antara kehidupan agama dan kehidupan keduniaan, antara agama
dengan ilmu, menilai manusia sebagai makhluk tanpa moral, nilai, keyakinan,
watak maupun kepribadian. Mereka hanya mengemukakan teorinya secara
empirik dan tidak dipengaruhi oleh nilai keagamaan. Mereka memperlakukan
manusia sebagai makhluk materialistik dengan motivasi tunggal, yaitu libido atau
penyesuaian diri terhadap lingkungan yang terbatas tanpa nilai keTuhanan.
Pandangan ketiga menganggap manusia sebagai makhluk biologis yang
mempunyai energi psikis yang mengenal sistem nilai. Mereka mendekati pasien
dari segi kemanusiaan sebagaimana eksistensinya. Mereka mendasarkan diri pada
falsafah Eksistensialisme, Humanisme, dan Phenomenologi.
Pada mulanya, cara penyembuhan penyakit mental di Barat
menggunakan pendekatan ilmiah murni, seperti yang dilakukan oleh para dokter.
Para ahli di bidang kedokteran merasa kurang puas terhadap disiplin ilmunya
sehingga mereka memasuki bidang psikologi. Cara yang mereka gunakan adalah
metode eksperimen. Pada saat itu masyarakat di Barat lebih condong mengatasi
41
gangguan mentalnya dengan bantuan psikiater dibanding pastur. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat tersebut mengabaikan peranan agama dalam
mengatasi gangguan mental. Selain itu, kepesatan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta ditemukannya teori-teori ilmiah, menambah kepercayaan masyarakat
terhadap dokter yang dianggap lebih maju, modern dibandingkan dengan pastur.
Padahal psikoterapi dan agama sama-sama memandang manusia dari segi yang
utuh, sehingga agama sulit dipisahkan dengan psikoterapi.
Untuk menentukan dengan pasti kapan agama mulai diteliti secara
psikologis rupanya agak sukar, namun dapat dikatakan bahwa yang mula-mula
berani mengemukakan hasil penelitiannya secara ilmiah tentang agama adalah
Frazer dan Taylor. Mereka menemukan persamaan antara berbagai bentuk ibadah
pada agama Kristen dengan ibadah orang-orang primitif, dan pikiran-pikiran yang
terdapat dalam agama Kristen juga sudah ada dalam agama-agama primitif,
seperti pengorbanan karena dosa warisan, keingkaran,hari berbangkit, dan
sebagainya. Hasil penelitian Frazer dan Taylor tersebut telah membangkitkan para
ahli untuk ikut meneliti aspek agama dalam kehidupan manusia.
Berikut ini akan dikemukakan beberapa ahli yang mempunyai peranan
penting dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan Ilmu Jiwa Agama
(Daradjat, 1996: 16).
1. William James
Pada tahun 1900-1901, William James mendapatkan tawaran untuk
memberikan kuliah tentang agama natur di Universitas Edinburgh. Kuliah-
kuliah terebut diberikannya dalam 20X kuliah dan menyangkut satu segi saja,
yaitu perkembangan agama individu atau agama yang dirasakan oleh masing-
masing individu.
Hasil karya William James yang sangat berharga tentang Jiwa Agama itu
telah membangkitkan semangat para ahli jiwa untuk mengadakan penelitian
sehingga ilmu Jiwa Agama dapat berkembang dalam masa 15 tahun
berikutnya. Penelitian William James didasarkan atas catatan-catatan orang
yang sadar akan agama, tentang perasan dan dorongan-dorongan agama yang
mereka rasakan.
42
Dalam uraiannya, James membedakan antara agama bersama
(Institutional religion) dengan agama pribadi (Individual religion).
Menurutnya, agama bersama mencakup bermacam-macam agama dan sistim
kependetaan. Agama dalam hal ini James beri nama “kesenian luar, seni untuk
mencapai rido Tuhan. Sedangkan agama pribadi adalah dorongan dari dalam
individu itu sendiri, walaupun keridoan Tuhan juga memegang peranan utama,
dan hubungannya terjadi dalam agama pribadi adalah hubungan hati tanpa
perantara, hubungan antara manusia dengan penciptanya.
James lebih mementingkan segi pribadi dalam agama dan menjauhkan
aspek-aspek agama yang umum dari ilmu Jiwa Agama, karena gereja-gereja
dan lembaga-lembaga lainnya menjalankan agama yang diterimanya bersama-
sama dengan adat kebiasaan yang turun temurun yang dinamakannya agama
bekas. Sedangkan agama yang murni adalah agama yang dialami oleh pendiri-
pendiri agama itu, mereka tidak meniru, tapi mereka beragama karena
hubungan mereka dengan Tuhan. James mendefinisikan agama sebagai
“perasaan dan pengalaman bani insan secara individual, yang menganggap
bahwa mereka berhubungan dengan apa yang dipandangnya sebagai Tuhan”.
James tidak memastikan adanya Tuhan tertentu seperti halnya agama
samawi. Yang terpenting baginya yaitu pengaruh keyakinan pada jiwa seseorang,
di mana setiap jiwa akan memberikan reaksi kepada Tuhan sebagai sesuatu yang
dianggapnya paling dahulu adanya dan paling besar (Tumanggor, 2014: 66).
Dari pendapat James di atas, dapat disimpulkan bahwa keyakinan kepada
sesuatu yang dianggapnya Tuhan sangat berpengaruh terhadap jiwa seseorang
yang bersangkutan. Seseorang yang berkeyakinan kuat terhadap sesuatu yang
dianggapnya Tuhan, ia tidak akan terlampau sedih ketika mendapat cobaan karena
segala sesuatunya mempunyai jalan untuk terlepas dari kesulitan. Pendapat James
ini didasarkan atas penelitiannya terhadap orang-orang yang ahli agama.
43
2. Maslow (Teori Humanistik)
Maslow berpendapat bahwa motivasi manusia tersusun atas berbagai
kebutuhan yang bersifat instinktif yang mengarahkan perilaku manusia.
Meskipun kebutuhan itu bersifat instinktif, namun perilaku yang digunakan
untuk memuaskan kebutuhan tersebut bisa dipelajari sehingga cara pemuasan
kebutuhan setiap orang berbeda-beda. Kebutuhan-kebutuhan tersebut meliputi:
a. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan manusia yang paling dasar untuk
mempertahankan hidupnya secara fisik eperti makan, minum, seks, tidur
dan oksigen. Maslow berpendapat bahwa manusia adalah binatang yang
berhasrat dan jarang mencapai taraf kepuasan. Jika hasrat itu telah
terpuaskan, maka akan muncul hasrat lain sebagai penggantinya.
b. Kebutuhan rasa aman
Seseorang yang sehat mentalnya ditandai dengan perasaan aman, bebas
dari perasaan takut dan cemas.
c. Kebutuhan pengakuan dan kasih sayang
Kebutuhan ini dapat diekspresikan dalam berbagai cara seperti
persahabatan atau percintaan. Melalui kebutuhan ini seseorang mencari
pengakuan, dan curahan kasih sayang dari orang lain.
d. Kebutuhan penghargaan
Jika seseorang sudah merasa dicintai atau diakui maka orang itu akan
mengembangkan kebutuhan perasaan berharga. Memperoleh kepuasan
dari kebutuhan ini memungkinkan seseorang memiliki rasa percaya diri.
e. Kebutuhan kognitif
Secara alamiah manusia memiliki hasrat ingin tahu (emperoleh
pengetahuan dan pemahaman tentang sesuatu). Menurut Maslow, rasa
ingin tahu ini merupakan cirri mental yang sehat.
f. Kebutuhan estetika
Kebutuhan estetik merupakan cirri orang yang sehat mentalnya. Melalu
kebutuhan inilah manusia dapat mengembangkan kreativitas dalam
bidang seni. Orang yang kurang sehat mentalnya atau yang sedamg dalam
44
kondisi stress biasanya kurang memperhatikan kebersihan dan apresiatif
terhadap keteraturan dan keindahan.
g. Kebutuhan aktualisasi diri
Kebutuhan ini merupakan puncak dari hierarki kebutuhan manusia yaitu
perwujudan potensi secara penuh. Menurut Maslow, manusia dimotivasi
untuk menjadi segala sesuatu yang ia mampu dalam hal itu. Jika
seseorang tidak mampu mengembangkan kemampuan bawaannya secara
penuh, maka akan mengalami kegelisahan atau frustasi. Ia berpendapat
bahwa seseorang memiliki kepribadian yang sehat apabila ia mampu
mengaktualisasikan dirinya.
Pandangannya tentang hakikat manusia, Maslow berpendapat bahwa
manusia itu bersifat optimistic, bebas berkehendak, sadar dalam memilih, unik,
dapat mengatasi pengalaman masa kecil, dan baik. Menurutnya, kepribadian itu
dipengaruhi oleh hereditas dan lingkungan (Yusuf dan Nurihsan. 2007: 163).
3. James Leuba
Psikolog yang paling memusuhi agama tradisional tetapi juga paling
informative dan persuasive adalah Leuba. Ia menganggap bahwa ajaran agama
bermutu rendah dan tidak masuk akal serta menghambat perkembangan
pengetahuan ilmiah. Dalam upayanya untuk menunjukkan irasionalitas
kepercayaan agama, melalui kuisioner Leuba mengumpulkan data yang
menunjukkan bahwa para ilmuan dan sejarawan yang terkenal jauh lebih kecil
kemungkinannya untuk mempercayai Tuhan dan keabadian ketimbang rekan-
rekan mereka yang kurang terkemuka. Di antara semua ilmuan yang menjawab
kuisioner Leuba, para pikolog menunjukkan tingat kepercayaan yang paling
rendah. Walaupun sangat keras mengkritik agama, Leuba sebenarnya
bermaksud ingin memperbaharui dan bukan menghancurkan agama (Rakhmat.
2003: 164).
45
4. Sigmund Freud (Teori Psikoanalisis)
Freud mendefinisikan agama sebagai ilusi, sejenis narkotik yang
mengahambat intelegensi, dan sebagai sesuatu yang harus ditinggalkan
manusia (Ahyadi, 1991: 172).
Dalam penelitian terhadap agama, perhatian Freud banyak tertumpah
pada aspek sosial dari sebuah agama. Freud adalah sosok yang paling menonjol
dalam bidang Psikologi. Salah satu yang mempengaruhi pemikiran psikologi
terhadap agama pada awal abad ke-20 adalah dikembangkannya metode
psikoterapi oleh Freud yang disebut Psikoanalisis. Ia mengajarkan bahwa di
bawah kesadaran terdapat suatu area dari memori yang tertidur. Alam di bawah
sadar ini mengandung semua hal yang pernah terjadi pada diri individu. Semua
sensasi, pengharapan, ketakutan, kesenangan dan trauma-trauma.
Praktek dan teori Freud bersumber dari pengalamannya dalam
menyembuhkan pasien penderita gangguan mental ringan yang diklasifikasikan
sebagai penyakit psikoneurosis. Penyakit-penyakit itu mencakup histeria
dengan tanda-tandanya yang disebabkan oleh gangguan mental dan kemudian
menimbulkan gangguan organik seperti kelumpuhan, mati rasa, atau gangguan-
gangguan pada lambung, kecemasan dan perasaan takut yang tidak beralasan,
dan berbagai tindakan yang dilakukan secara tidak sadar.
Metode penyembuhan Freud ini ia lakukan dengan menyuruh pasiennya
berbicara secara bebas mengenai persoalannya sehingga sebab-sebab
timbulnya persoalan yang sebelumnya tidak diketahui, atas petunjuk
analisisnya bisa dijelaskan kepada pasien yang bersangkutan. Sistem gagasan
dan motif yang mempengaruhi perilaku pasien itu yang semula tidak
diketahuinya itu disebut sistem bawah sadar (Thouless, 1995: 134).
Tidak semua yang berasal dari Barat itu salah, tetapi ketika pandangan
Barat tersebut tidak sesuai dengan fitrah manusia yang dipaparkan dalam Islam
maka perlu dipertanyakan. Barat dan Islam memiliki cara pandang hidup yang
berbeda sehingga akan melahirkan teori yang berbeda pula.
Imam Al-Ghazali mendefinisikan jiwa (nafs) memiliki dua makna.
Pertama jiwa mencakup kekuatan amarah, syahwat, dan sifat tercela (yang
46
sering disebut dengan nafsu). Kedua, jiwa yang condong kepada bisikan
Rabbaniyah. Bisikan yang dapat mengenal dan memahami apa yang tidak
dapat dijangkau oleh angan-angan atau khayalan. Inilah yang membedakan
manusia dengan binatang. Sedangkan Freud memandang jiwa berpusat pada
pengalaman-pengalaman hidup, insting mempertahankan hidup dan insting
mati.
Melalui perbedaan definisi di atas, akan muncul perbedaan sikap
terhadap fenomena jiwa dalam hidup manusia dan juga solusi atas
permasalahan jiwa yang terus berkembang.
Ketika manusia mengalami sakit pada jiwanya, Freud akan menyalahkan
masa lalunya yang menyebabkan perilaku dengan berfokus pada aktivitas
manusia yang stagnan. Solusi yang ditawarkanpun dengan membawa pasien ke
alam bawah sadar. Sedangkan jiwa yang sakit dalam Islam adalah ketika jiwa
tersebut jauh dengan Sang Pencipta, yaitu Allah SWT. Maka solusi yang
diberikan adalah dengan cara mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Beralih dari pandangan Barat mengenai hakikat manusia beserta unsur-
unsurnya (jiwa) dan solusi atas penyakit jiwa, kita kaji lebih lanjut mengenai
pengertian kesehatan mental ditinjau dari beberapa tokoh.
Saparinah Sadli mengemukakan tiga orientasi kesehatan mental yang
diacu oleh Hanna Djumhana Bastaman (1997: 132), yaitu:
Orientasi klasik
Indikator seseorang yang sehat mentalnya yaitu jika ia tidak mempunyai
keluhan tertentu seperti rasa lelah, ketegangan, cemas, rendah diri, atau
perasaan tidak berguna, yang semuanya menimbulkan rasa sakit yang
mengganggu kegiatan sehari-hari.
Orientasi penyesuaian diri
Selanjutnya ciri seseorang yang sehat mentalnya jika ia mampu
menyesuaikan dirinya sesuai dengan tuntutan orang-orang lain dan
lingkungan sekitarnya
47
Orientasi pengembangan potensi
Indicator seseorang yang sehat mentalnya apabila ia mampu untuk
mengembangkan potensinya menuju kedewasaan, ia bisa dihargai oleh
orang lain dan dirinya sendiri.
Ketiga orientasi ini dapat dijadikan tolok ukur kesehatan jiwa.
Hana Djumhana Bastaman (1997: 133) merangkum pola-pola wawasan
kesehatan jiwa menjadi empat pola beserta orientasinya, yaitu :
a. Pola wawasan yang berorientasi simptomatis, menganggap bahwa
hadirnya symtoms (gejala) dan compliants (keluhan) merupakan tanda
adanya gangguan atau penyakit yang diderita seseorang. Sebaliknya,
hilangnya gejala dan keluhan-keluhan itu menunjukkan bebasnya
seseorang dari gangguan atau penykit tertentu. Dengan demikian, kondisi
jiwa yang sehat ditandai oleh bebasnya seseorang dari gejala-gejala
gangguan kejiwaan.
b. Pola wawasan yang berorientasi penyesuaian diri, berpandangan bahwa
kemampuan seseorang untuk menyesuaikan diri merupakan unsur utama
dari kondisi jiwa yang sehat. Dalam hal ini penyesuaian diri diartikan
secara luas, yakni secara aktif berupaya memenuhi tuntutan lingkungan
tanpa kehilangan harga diri, atau memenuhi kebutuhan pribadi tanpa
melanggar hak-hak orang lain. Penyesuaian diri yang pasif dalam bentuk
serba menarik diri atau serba menuruti tuntutan lingkungan adalah
penyesuaian diri yang tidak sehat, karena biasanya akan berakhir dengan
isolasi diri atau menjadi lebih mudah terbawa situasi.
c. Pola wawasan yang berorientasi pengembangan potensi pribadi, manusia
adalah makhluk bermartabat yang memiliki berbagai potensi dan kualitas
yang khas insani, seperti kreativitas, rasa humor, rasa tanggungjawab,
kecerdasan, kebebasan bersikap, dan lain sbagainya. Menurut pandangan
ini, sehat mental terjadi bila potensi-potensi tersebut dikembangkan secara
optimal sehingga mendatangkan manfaat bagi diri sendiri dan
lingkungannya. Baiknya dalam mengembangkan kualitasnya, manusia
48
harus tetap memperhatikan norma dan nilai yang berlaku karena potensi
tersebut ada yang baik dan ada yang buruk.
d. Pola wawasan yang berorientasi agama, berpandangan bahwa agama
memiliki pengaruh yang besar bagi kesehatan jiwa., karena kesehatan jiwa
diperoleh dari keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan.
Atas dasar pandangan tersebut, maka tolok ukur dalam menentukan
kesehatan mental seseorang adalah:
Bebas dari gangguan dan penyakit-penyakit kejiwaan.
Mampu secara luwes menyesuaikan diri dan menciptakan hubungan antar
pribadi yang bermanfaat dan menyenangkan.
Mengembangkan potensi-potensi pribadi (bakat, kemampuan, sifat, sikap,
dan lain-lain) yang baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Beriman dan bertakwa kepada Tuhan, dan berupaya menerapkan tuntunan
agama dalam kehidupan sehari-hari.
Ketika kesehatan mental seseorang terganggu, maka akan mempengaruhi
seluruh kepribadiannya. Isep Zainal Arifin (2009: 17) mengemukakan cara
menilai kondisi kesehatan jiwa dapat dilihat dari tiga segi:
a. Dari manifestasi proses jiwanya
1) Proses berfikir
2) Daya ingat
3) Stabilitas emosi
4) Kemauan dan inisiatif
5) Tingkah laku
b. Dari pengaruh kondisi kesehatan jiwa terhadap fungsi organ tubuh pada:
1) Jantung
2) Saluran pernafasan
3) Saluran kandung kemih
4) Saluran pencernaan
5) Sistem hormonal
6) Otot tulang, dan lain-lain
c. Dari visi kehidupan sosial sehari-hari 1) Bagaimana menjalankan peran
2) Hubungan intrapersonal
3) Penggunaan waktu senggang
Kebanyakan konflik yang mengganggu kesehatan mental disebabkan
adanya keinginan atau dorongan yag tidak terkendali oleh individu serta tidak
49
sesuai dengan norma masyarakat atau moral. Kartini Kartono (1989: 243)
merumuskan beberapa hal yang dapat dilakukan ketika mengalami ketegangan
dan konflik batin, yaitu:
1. Mengeluarkan dan membicarakan kesulitan
Jika ada suatu masalah yang mengganggu batin, hendaklah membicarakan
masalah tersebut kepada seseorang yang dapat dipercaya. Sehingga
seseorang tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah dari segi yang
berbeda secara obyektif.
2. Menghindari kesulitan untuk sementara waktu
Jika permasalahan yang dihadapai sangat kompleks, hendaklah
mengalihkannya dengan kegiatan lain, seperti membaca buku, berolah
raga, dan melakukan hal-hal positif lainnya. Dengan demikian, maka akan
lebih tenang dalam mengatasi kesulitan tersebut.
3. Bersedia menjadi pengalah yang baik
Sikap bersedia mengalah akan menjadikan diri menjadi seseorang yang
terbebas dari tekanan-tekanan batin dan konflik.
4. Berbuat kebaikan untuk orang lain dan memupuk jiwa sosial
Dengan cara ini maka seseorang bisa meningkatkan rasa harga dirinya,
bisa berpartisipasi dengan masyarakat, dan bisa memberikan rasa
keindahan dan kepuasan karena merasa hidupnya berguna.
5. Menyelesaikan satu tugas dalam satu saat
Bagi orang yang selalu menanggung banyak kecemasan dan dalam
keadaan stess, suatu tugas yang ringan dan biasapun akan terasa berat. Jika
terjadi demikian, pilihlah satu tugas/ pekerjaan yang harus diselesaikan
terlebih dahulu dengan mengesampingkan hal-hal lain.
6. Menerima segala kritik dengan lapang dada
Setiap manusia memiliki sisi positif dan negatif. Ketika mengahadapi
konflik dengan orang lain, hendaknya introspeksi dan menerima kritik dari
orang lain agar kehidupan kedepannya labih baik.
7. Memberikan “kemenangan” pada orang lain
50
Hidup ini perlu adanya persaingan demi kemajuan dunia. Akan tetapi yang
lebih penting adalah adanya unsur kerjasama demi kelangsungan hidup
bersama.
8. Menjadikan pribadi yang bermanfaat
Melakukan kebaikan dan hal-hal yang bermanfaat akan menjadikan
pribadi yang bahagia karena merasa hidupnya berguna.
C. Kesehatan Mental menurut Zakiah Daradjat
Kesehatan mental merupakan masalah yang kadang terabaikan dalam
kehidupan manusia. Padahal kesehatan mental atau kesehatan jiwa sama
pentingnya dengan kesehatan fisik. Apalagi banyak ditemukan antara gangguan
fisik yang berpengaruh terhadap mental, atau sebaliknya.Gangguan kesehatan
fisik lebih mudah terdeteksi, sedangkan kesehatan mental relatif sulit untuk
dideteksi.
1. Pengertian Kesehatan Mental
Zakiah Daradjat (1979: 11) mengemukakan 4 rumusan mengenai
definisi kesehatan mental, antara lain:
a. Kesehatan mental adalah terhindarnya orang dari gangguan jiwa
(neurose) dan dari gejala-gejala penyakit jiwa (psichose).
Definisi ini banyak mendapat sambutan dari para psikiatri. Menurut
definisi ini orang yang sehat mentalnya adalah orang yang
terhindar dari ganguan jiwa seperti sering cemas tanpa diketahui
sebabnya, tidak ada gairah, malas, dan lain sebagainya. Sedangkan
sakit jiwa adalah orang yang pandangannya berbeda dari
pandangan kebanyakan orang, yang dalam istilah sehari-hari
dikenal dengan istilah gila. Jadi definisi ini memandang manusia
dari sudut sehat dan sakitnya.
b. Kesehatan mental adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan masyarakat serta
lingkungan tempat ia hidup.
Definisi ini lebih umum dari definisi sebelumnya karena
dihubungkan dengan kehidupan sosial secara menyeluruh.
Kemampuan menyesuaikan diri diharapkan akan menimbulkan
ketentraman dan kebahagiaan hidup. Menurut definisi ini, orang
yang sehat mentalnya adalah orang yang dapat menghadapi segala
tekanan-tekanan perasaan dan menguasai segala faktor dalam
hidupnya sehingga jauh dari rasa frustasi.
51
c. Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang
bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan potensi, bakat
dan pembawaan yang ada semaksimal mungkin, sehingga
membawa kepada kebahagiaan diri dari orang lain, serta terhindar
dari gangguan dan penyakit jiwa.
Definisi ini menekankan kepada bakat seseorang yang ada
sejaklahir untuk dimanfaatkan sehingga benar-benar membawa
manfaat bagi diri nya dan orang lain. Bakat yang tidak dapat
dikembangkan dengan baik akan membawanya kepada kegelisahan
danpertentangan batin.
d. Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang
sungguh-sungguh antara fungsi-fungsi jiwa, serta mempunyai
kesanggupan untuk menghadapi problema-problema yang biasa
terjadi, dan merasakan secara positif kebahagiaan dan kemampuan
dirinya.
Definisi ini menunjukkan bahwa unsur-unsur jiwa harus saling
menunjang sehingga menciptakan keharmonisan hidup, yang
menjauhkan orang dari sifat ragu-ragu, serta terhindar dari rasa
gelisah.
Tumanggor (2014: 165) mengemukakan bahwa stimulus yang ditangkap
panca indera akan diantarkan ke dalam jiwa dan diolah oleh unsur-unsur jiwa
yang meliputi fikiran, perasaan, pandangan, keyakinan hidup, pertimbangan, kata
hati, harga diri, insting pemenuhan kebutuhan biologis, insting pemenuhan
kebutuhan agama, dan pengambilan keputusan.
Daradjat (1979: 13) menambahkan dalam menghadapi suasana yang
selalu berubah, unsur-unsur jiwa tersebut akan bekerja secara harmonis sesuai
dengan fungsinya dalam mengahadapi perubahan-perubahan tersebut.
Keharmonisan fungsi jiwa tersebut akan dapat dicapai salah satunya dengan
keyakinan akan ajaran agama.
Jadi kesehatan mental adalah terwujudnya keserasian antara fungsi-
fungsi jiwa (tidak ada konflik) dan terciptanya penyesuaian diri antara individu
dengan dirinya dan lingkungannya, berlandaskan keimanan dan ketakwaan, serta
bertujuan untuk mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di dunia dan akhirat.
2. Pengaruh Kesehatan Mental terhadap Individu
Kemajuan teknologi membuat kehidupan dalam suatu masyarakat
penuh dengan persaingan dan pertentangan karena semakin banyak
52
kebutuhan dan keinginan yang harus dipenuhi sehingga semakin sukarlah
orang mencapai ketenangan hidup.
Ketenangan hidup tidak banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor dari
luar seperti keadaan sosial, ekonomi, politik, adat, dan sebagainya, tetapi
lebih kepada cara seseorang menyikapi faktor-faktor tersebut.
Rasa gelisah yang timbul karena adanya perubahan dalam hidup
seperti kemerosotan ekonomi akan terjadi karena ketidakmampuan seseorang
menghadapi faktor tersebut dengan wajar serta tidak dapat memikirkan apa
yang akan dilakukannya. Jadi yang menentukan ketenangan hidup itu adalah
kesehatan mental. Mental yang sehatlah yang menentukan tanggapan
seseorang terhadap suatu persoalan dan kemampuannya menyesuaikan
diri.Penyesuaian diri di sini adalah proses yang dilakukan oleh individu
terhadap lingkungannya untuk membuat hubungan yang menyenangkan.
Lingkungan dalam hal ini mencakup lingkungan alam, lingkungan sosial, dan
individu itu sendiri dengan segala komponennya (bakat, pembawaan, dan
pikiran tentang dirinya) (Fahmi, 1982: 14).
Orang yang sehat mentalnya tidak akan langsung merasa putus asa
dalam menghadapi persoalan karena ia dapat mengahadapinya dengan tenang
dan mencari penyebab serta solusi yang diambil. Dengan demikian, hal
tersebut akan menjadi pelajaran di masa yang akan datang.
Pada dasarnya, penyakit jiwa atau gangguan pada jiwa sulit untuk
dideteksi karena eksistensi jiwa tidak dapat dibuktikan secara empiris atau
tidak bisa dibuktikan secara nyata dengan panca indera. Walaupun demikian,
akan tetapi gejala kejiwaan tampak nyata pada tingkah laku manusia. Tingkah
laku merupakan pernyataan atau ekspresi keadaan kejiwaan seseorang yang
dapat diukur, dihitung dan dipelajari melalui alat dan metode ilmiah secara
objektif. Cara ini berkembang pesat melalui psikometri dan psikotes, yaitu
pengukuran dan penghitungan ekspresi kejiwaan berupa kata-kata, bahasa,
tulisan, coretan, dan perbuatan jasmaniah lainnya (Ahyadi. 1991: 27).
Penelitian yang dilakukan oleh Zakiah terhadap pasien-pasien yang
terganggu kesehatan mentalnya menyimpulkan bahwa kesehatan mental yang
53
terganggu mempengaruhi keseluruhan hidup seseorang. Indikator kesehatan
mental bisa terlihat dari tindakan, tingkah laku, dan perasaannya. Pengaruh
itu terbagi menjadi 4 kelompok yaitu perasaan, pikiran/kecerdasan, kelakuan,
dan kesehatan badan.
a. Pengaruh kesehatan mental terhadap perasaan
Di antara gangguan perasaan yang disebabkan karena terganggunya
kesehatan mental antara lain rasa gelisah, iri hati, sedih, rendah diri,
pemarah, dan sebagainya.
Orang yang terganggu kesehatan mentalnya seringkali merasa iri atas
kebahagiaan orang lain. Hal ini bukan karena kebusukan hatinya, tetapi
karena adanya faktor yang mempengaruhi seperti tidak merasa bahagia.
Begitu pula dengan perasaan lainnya seperti selalu merasa sedih, rendah
diri, dan pemarah.
b. Pengaruh kesehatan mental terhadap kecerdasan
Mengenai pengaruh kesehatan mental terhadap kecerdaasan memang besar
sekali. Diantara gejala yang bisa dilihat antara lain mudah lupa, tidak bisa
berkonsentrasi, kemampuan berpikir menurun, sehingga seseorang tidak
lagi merasa cerdas. Penyebabnya bisa jadi karena perlakuan orang tua
yang terlalu keras, tidak banyak mempedulikan kepentingan anak, suka
membanding-bandingkan dengan anak lain, sehingga ketenangan dalam
jiwa anak menjadi hilang.
c. Pengaruh kesehatan mental terhadap tingkah laku
Ketidaktentraman hati atau kurang sehatnya mental sangat mempengaruhi
tindakan seseorang. Orang yang merasa tertekan akan berusaha mengatasi
perasaannya itu dengan cara mengungkapkannya keluar. Seperti ketika
seorang guru menghukum muridnya sehingga menimbulkan perasaan tidak
enak pada hati murid, tetapi ia takut untuk melawan. Jika tidak
mengungkapkan perasaannya itu, ia merasa tidak enak sehingga terjadilah
pertentangan batin antara ingin membela diri dan takut hukuman. Sehingga
untuk menyelesaikannya, ia malas untuk berangkat sekolah dan mencari
hiburan di luar.
54
d. Pengaruh kesehatan mental terhadap kesehatan badan
Akhir-akhir ini banyak ditemukan penyakit yang merusak organ tubuh
yang di akibatkan oleh tidak sehatnya mental atau biasa disebut
psikosomatik. Penyakit-penyakit seperti tekanan darah tinggi, serangan
jantung, sesak nafas, banyak disebabkan oleh tekanan perasaan yang
terjadi karena ketidakmampuan seseorang memenuhi keinginannya, atau
karena banyaknya persaingan dalam hidup.
Ada persamaan antara pendapat Zakiah Daradjat dengan Isep Zainal
Arifin mengenai perubahan yang mempengaruhi keadaan seseorang yang
kesehatan mentalnya terganggu. Hanya pada pendapat Isep perubahan pada
aspek pikiran dan perasaan di satukan, karena pikiran dan perasaan
merupakan unsur dari jiwa.
Dengan demikian jelas bahwa kesehatan mental mempengaruhi
kehidupan seseorang. Walaupun banyak perubahan yang terjadi ketika
kesehatan seseorang terganggu, pada dasarnya setiap individu menunjukkan
kelangsungan (kontinuitas) hidupnya, karena setiap individu bersifat unik,
mempunyai kekhususan, berbeda antara satu dengan yang lainnya di samping
mempunyai faktor-faktor kesamaan.
3. Faktor-faktor mempengaruhi Kesehatan Mental
Dari beberapa ciri-ciri mental yang sehat adalah kemampuannya untuk
menyesuaikan diri, baik dengan dirinya sendiri, orang lain, maupun
lingkungannya. Penyesuaian diri adalah penerimaan seseorang terhadap
dirinya, tidak benci, dongkol, atau tidak percaya padanya. Berikut ini adalah
beberapa keadaan di mana seseorang tidak mampu menyesuaikan dirinya
(Fahmi. 1982: 20)
a. Frustasi
Frustasi merupakan suatu keadaan dimana seseorang mengalami
hambatan dalam pemuasan kebutuhan dan keinginan. Frustasi merupakan
kekecewaan yang disebabkan oleh gagalnya suatu tujuan. Dalam
kehidupan sehari-hari banyak sekali faktor yang mengahalangi seseorang
dalam mencapai apa yang di inginkannya.
55
Orang yang sehat mentalnya akan menunda sementara rasa frustasi
tersebut sambil menunggu kesempatan sampai keinginannya tercapai.
Tetapi jika seseorang tidak bisa menghadapi rasa frustasinya dengan wajar,
maka ia akan berusaha mengatasinya dengan cara lainnya tanpa
mengindahkan orang di sekitarnya seperti berbuat kekacauan, atau ia
berusaha mencarinya dalam lamunan. Apabila rasa tertekan itu sangat
berat sehingga tidak bisa diatasiya, maka akan mengakibatkan gangguan
jiwa pada orang tersebut.
Sebenarnya pengaruh itu bukanlah dari faktor frustasi, tetapi lebih
kepada cara seseorang memandang permasalahannya. Dua orang yang
mengalami permasalahan sama, mungkin salah seorangnya akan merasa
tertekan sekali oleh hal itu, tapi tidak untuk yang lainnya. Jadi frustasi
disebabkan oleh tanggapan terhadap situasi. Tanggapan itu dipengaruhi
oleh kepercayaan kepada diri sendiri dan kepada lingkungan, dan
kepercayaan kepada diri sendiri itu dipengaruhi oleh pengalaman-
pengalamannya. Kegagalan-kegagalan di masa lalu akan mempengaruhi
rasa percaya diri seseorang dan akan mengakibatkan kegagalan berikutnya
pula. Begitu pula kepercayaannya terhadap lingkungan. Apabila situasi
lingkungan dapat memberi kepuasan dan dapat menjamin tercapainya
keinginan-keinginan, maka akan timbullah kepercayaan terhadap
lingkungan dan selanjutnya merasa optimis dan senang kepada lingkungan
tersebut (Zakiah, 1979: 26).
b. Konflik
Konflik yaitu suatu keadaan dimana adanya dua dorongan atau
lebih yang saling bertentangan dan tidak dapat dipenuhi. Menurut Zakiah
Daradjat (1979: 26) konflik dibagi menjadi 3 macam, yaitu:
1) Pertentangan antara dua hal yang sama-sama diingini tetapi
keduanya tidak mungkin diambil. Konflik seperti ini mudah
hilang jika sudah dapat memilih salah satu diantaranya.
2) Pertentangan antara dua hal yang diingini dan tidak diingini.
Seseorang yang menghadapi keadaan semacam ini akan sulit
menentukan pilihan karena terus dihinggapi rasa bimbang.
Misalnya seorang mahasiswa yang ingin mengikuti organisasi di
56
kampusnya tetapi ia tidak mau meninggalkan beberapa mata
kuliah yang sudah diambilnya.
3) Pertentangan antara dua hal yang tidak diingini. Misalnya
seoranganak yang harus minum jamu. Jika ia tidak mau maka ia
tidak akan sembuh.
c. Kecemasan
Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang
bercampur ketika seseorang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan
batin. Kecemasan mempunyai segi yang disadari seperti rasa takut,
terkejut, tak berdaya, rasa bersalah, terancam, dan sebagainya (Zakiah,
1979: 27).
Kecemasan dikatakan wajar dialami manusia ketika ia mengalami
suatu keadaan dimana jiwanya terancam. Cemas semacam ini bukan hanya
dialami oleh manusia, tetapi hewan bahkan tumbuhan, serta segala hal
yang memiliki naluri (insting) penjagaan diri.
Adanya kecemasan dalam diri individu dapat menimbulkan reaksi-
reaksi tertentu. Reaksi tersebut ada yang berupa reaksi fisiologis, dan ada
yang berupa reaksi psikologis. Reaksi fisiologis adalah reaksi organ tubuh,
seperti jantung, pembuluh darah, kelenjar, pupil mata, sistem pencernaan,
dan sistem pengeluaran. Ketika merasa cemas, organ-organ tersebut akan
meningkat fungsinya sehingga menimbulkan peningkatan asam lambung
selama kecemasan, meningkatnya detak jantung dalam memompa darah
sehingga jantung berdebar-debar, keluar keringat yang berlebihan, ujung
jari terasa dingin, tidur tidak nyenyak, kepala pusing, dan lain sebagainya
(Rahayu, 2009: 167).
Reaksi psikologis adalah reaksi kecemasan yang biasanya disertai
oleh reaksi fisiologis, seperti adanya perasaan tegang, bingung, tidak
berdaya, rendah diri,tidak dapat memusatkan perhatian, dan kurang
percaya diri.
Bermacam-macam cara yang dilakukan untuk mengatasi perasaan
tertekan, pertentangan batin dan kecemasan. Perasaan-perasaan seperti itu
57
sangat mengurangi rasa bahagia sehingga orang terdorong untuk
menghilangkan perasaan itu.
Zakiah Daradjat (1979: 29) mengemukakan beberapa usaha yang
harus dilakukan untuk mengatasi perasaan-perasaan di atas.
a. Pembelaan
Pembelaan yaitu usaha yang dilakukan untuk mencari alasan yang
masuk akal bagi tindakan yang sesungguhnya tidak masuk akal.
b. Proyeksi
Proyeksi adalah menimpakan sesuatu yang terasa dalam dirinya
kepada orang lain, terutama tindakan, fikiran, atau dorongan-
dorongan yang tidak masuk akal sehingga dapat diterima dan terlihat
masuk akal.
c. Identifikasi
Identifikasi yaitu di mana seseorang merasakan sukses yang dicapai
oleh orang lain. Dengan demikian, ia mencapai kepuasan dengan apa
yang dicapai oleh orang lain walaupun ia sendiri tidak mampu
mecapainya.
d. Represi
Represi adalah tekanan untuk melupakan hal-hal dan keinginan-
keinginan yang tidak disetujui oleh hati nuraninya. Proses itu terjadi
secara tidak disadari.
e. Substitusi
Substitusi adalah cara pembelaan diri yang paling baik diantara cara-
cara yang tidak disadari dalam menghadapi kesukaran. Dalam
substiusi, orang melakukan sesuatu karena tujuan-tujuan yang baik,
yang berbeda dari tujuan aslu, yang mudah diterima, dan berusaha
mencapai sukses dalam hal itu.