BAB II - Repository - Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of BAB II - Repository - Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
Teori yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah pembelajaran
matematika di SD, operasi hitung perkalian, metode Lattice, prestasi belajar, dan
karakteristik siswa kelas III Sekolah Dasar.
1. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
a. Pembelajaran Matematika SD
Belajar matematika adalah suatu aktivitas yang bertujuan supaya tujuan
matematika yang dirumuskan dapat tercapai, maka pembelajaran harus
menimbulkan aktivitas pada perilaku siswa sebab dengan adanya aktivitas dapat
diperoleh pengalaman baru. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang
diajarkan di Sekolah Dasar (SD). Seorang guru SD yang akan mengajarkan
matematika kepada siswanya, hendaklah mengetahui dan memahami objek yang
akan diajarkannya, yaitu matematika.
Sugandi, dalam Hamdani 2010: 23) menyatakan pembelajaran menurut
beberapa aliran yaitu:
Aliran behavioristik pembelajaran merupakan usaha guru
membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan
lingkungan atau stimulus. Aliran kognitif mendefinisikan
pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada
siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang
sedang dipelajari. Adapun humanistik mendeskripsikan
pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk
memilih bahan pelajaran dengan cara mempelajarinya sesuai dengan
minat dan kemampuannya.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
8
Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya
diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan
itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu
(knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya
yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir).
Jadi berasal dari katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan
yang didapat dengan berpikir (bernalar) yang berhubungan dengan idea, proses,
dan penalaran (Russeffendi dalam Suwangsih & Tiurlina, 2006: 3).
Berkaitan dengan pembelajaran, Susanto (2013: 187-188) mengatakan
bahwa:
Pembelajaran matematika merupakan suatu proses mengajar yang
dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir
siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta
dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan
baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
materi matematika.
Matematika menurut Hudojo (2005: 153) merupakan alat untuk menyusun
pemikiran yang luas, tepat, teliti, dan taat azas. Dengan demikian, pelajaran
Matematika pada dasarnya merupakan mata pelajaran yang mendidik siswa agar
cakap berhitung, memperoleh pengetahuan dan keterampilan berpikir secara
rasional dan dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan perhitungan angka.
Matematika merupakan suatu ilmu wajib yang harus dipelajari dan dikuasai
oleh siswa Sekolah Dasar (SD). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
9
Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, dalam peraturan
tersebut menyatakan bahwa matematika merupakan kelompok ilmu pengetahuan
dan teknologi yang tujuannya yaitu supaya siswa mengenal, menyikapi, dan
mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan
berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Urgensi dalam
mempelajari matematika yaitu dikarenakan konsep-konsep pada matematika
bersifat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari (Oktaviani, dkk. 2018: 1).
Sutarto & Syarifuddin dalam Fathurroyani (2017: 25) menyatakan bahwa
dalam pembelajaran matematika sebaiknya dimulai dari masalah kontekstual.
Masalah kontekstual dapat digali dari:
a) Situasi personal peserta didik, yang berkenaan dengan kehidupan sehari-
hari peserta didik.
b) Situasai sekolah, yaitu berkaitan dengan kehidupan sekolah dan kegiatan-
kegiatan dalam proses pembelajaran peserta didik.
c) Situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas
masyarakat sekitar peserta didik tinggal.
d) Situasi saintifik/matematika, yaitu berkenaan dengan sains atau
matematika itu sendiri.
Merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika SD dalam
mengembangakan kreatifitas dan kompetensi siswa, maka guru harus
menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajaran matematika guru harus memperhatikan dengan baik karakteristik
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
10
dan perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu siswa untuk meningkatkan
efektivitas pada pembelajaran matematika.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika
merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar
mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir
siswa sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan yang baik terhadap
pembelajaran matematika.
b. Karakteristik Pembelajaran Matematika di SD
Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) selalu berbeda, maka dari
itu karakteristiknya sebagai berikut (Masruroh, 2017: 936):
1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral.
Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan
dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan
atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat
menjadi prasyarat untuk dapat memahami dan mempelajari suatu topik
matematika. Topik baru yang dipelajari merupakan pendalaman dan perluasan
dari topik sebelumnya.
2) Pembelajaran matematika bertahap.
Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari
konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu
pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, ke semi konkret dan
akhirnya kepada konsep abstrak.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
11
3) Pembelajaran matematika menggunakan tahap deduktif
Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang
berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal
yang bersifat khusus. Disamping itu, ada pendapat lain yang mengatakan
bahwa berfikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang
didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.
4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsistensi artinya tidak
ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya.
Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan pada pernyataan-pernyataan
sebelumnya yang telah diterima kebenarannya
5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna.
Dalam pembelajaran yang bermakna siswa mempelajari matematika mulai
dari proses terbentuknya suatu konsep kemudian berlatih menerapkan dan
memanipulasi konsep-konsep tersebut pada situasi baru. Dalam setiap hal
yang dilakukan siswa dalam kegiatan pembelajaran ia memahaminya
mengapa dilakukan dan bagaimana melakukannya. Oleh karena itu, akan
tumbuh kesadaran tentang pentingnya belajar. Ia akan belajar dengan baik.
Contoh: Untuk mendapatkan sifat komutatif perkalian
Misal : a x b = b x a
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
12
Maka dapat dilakukan dengan memberikan soal:
3 x 2 =
4 x 5 =
Selanjutnya guru dapat membimbing siswa sehingga dapat menyimpulkan a x
b = b x a.
c. Tujuan Pembelajaran Matematika SD
Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar
siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan
pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dan
penerapan matematika. Sedangkan secara khusus, tujuan pembelajaran
matematika di sekolah dasar, sebagai berikut (Fathurroyani, 2013: 26):
1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,
dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.
2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi
matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan
gagasan dan pernyataan matematika.
3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
4) Mengomunikasikan gagasan dan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk menjelaskan keadaan atau masalah.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
13
5) Memiliki sikap menghargai menggunakan matematika dalam kehidupan
sehari-hari.
Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut, seorang guru
hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang
memungkinkan siswa dapat aktif untuk menemukan dan mengembangkan
pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna dari bahan-bahan
pelajaran melalui proses belajar dan mengonstruksinya dalam ingatan yang
sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut.
2. Operasi Hitung Perkalian
Perkalian merupakan salah satu dasar operasi hitung yang harus dikuasai oleh
siswa, untuk memudahkan operasi penghitungan selanjutnya. Konsep dasar perkalian
seharusnya menjadi bagian terpenting yang harus dilakukan dan dikuasai oleh siswa
pada proses pembelajaran di dalam kelas.
a. Pengertian Perkalian
Perkalian termasuk materi matematika yang sulit dipahami oleh sebagian
peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peserta didik ditingkatan
sekolah dasar yang belum menguasai materi perkalian, sehingga mereka
mengalami kesulitan jika mengerjakan perkalian yang lebih tinggi. Pada
prinsipnya, perkalian sama dengan penjumlahan berulang. Oleh karena itu,
kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum mempelajari perkalian
adalah sudah mampu dan menguasai penjumlahan. Perkalian dilambangkan
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
14
dengan tanda “x”. Menurut Siswanto (2002: 1) perkalian adalah bagian dari
penambahan atau juga penjumlahan berulang dari suatu bilangan, misalnya:
3 x 7 artinya 7 + 7 + 7, bukan 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3
7 x 3 artinya 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 bukan 7 + 7 + 7
6 x 4 artinya 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 bukan 6 + 6 + 6 + 6
Hasil dari perkalian adalah hasil dari penjumlahan berulang.
Contoh:
1) 4 x 5 = 5 + 5 + 5 + 5
= 20
2) 3 x 8 = 8 + 8 + 8
= 24
3) 3 x 6 = 6 + 6 + 6
= 18
Contoh lain yaitu:
2 x 1 = 1 + 1 = 2
2 x 2 = 2 + 2 = 4
2 x 3 = 3 + 3 = 6
2 x 4 = 4 + 4 = 8
Bilangan 2, 4, 6, dan 8 adalah hasil dari perkalian.
Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkalian
merupakan penjumlahan secara berulang-ulang. Oleh karena itu, syarat dalam
2 x 3, artinya bilangan 3 ditambahkan
sebanyak 2 kali. 2 x 3 = 3 + 3
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
15
kemampuan mempelajari perkalian adalah dengan menguasi penjumlahan
sehingga siswa mudah dalam menyelesaikannya.
b. Sifat-Sifat Operasi Perkalian
Operasi perkalian terdiri dari beberapa sifat yaitu, sifat komutatif, asosiatif
dan distributif (Dewi, 2016: 33-34).
a) Sifat Komutatif (pertukaran), sifat ini digunakan untuk menukar letak
bilangan dengan hasilnya tetap sama. Secara umum sifat komutatif pada
perkalian dapat ditulis: a x b = b x a
Contoh: 2 x 4 = 8
4 x 2 = 8
Jadi, 2 x 4 = 4 x 2
b) Sifat Asosiatif (pengelompokkan), sifat ini berguna untuk menentukan bagian
mana yang akan dikerjakan dahulu. Operasi ini dikelompokkan secara
berbeda tetapi hasil operasinya tetap sama. Secara umum sifat komutatif pada
perkalian dapat ditulis: (a x b) x c = a x (b x c)
Contoh: (5 x 3) x 4 = 5 x (3 x 4)
15 x 4 = 5 x 12
60 = 60
Jadi, (5 x3) x 4 = 5 x (3 x 4)
c) Sifat Distributif (penyebaran) sifat ini merupakan penggabungan dengan cara
mengkombinasikan bilangan dari hasil operasi terhadap elemen-elemen
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
16
kombinasi atau di sebut juga sebagai sifat penyebaran. Secara umum sifat
komutatif pada perkalian dapat ditulis: a x (b + c) = (a x b) + (a x c)
Contoh: 4 x (5 + 6) = (4 x 5) + (4 x 6)
4 x 11 = 20 + 24
44 = 44
Jadi, 4 x (5 + 6) = (4 x 5) + (4 x 6)
c. Penyelesaian Perkalian
Dalam mengerjakan/menyelesaikan operasi hitung perkalian biasanya
dilakukan dengan menggunakan tiga cara yaitu cara mendatar, bersusun panjang,
dan bersusun pendek. Misalnya:
Selesaikan 7 x 285 = ……
Penyelesaian:
1) Cara mendatar
Langkah dalam menyelesaikan perkalian cara mendatar yaitu:
7 x 285 = 7 x (200 + 80 + 5)
= (7 x 200) + (7 x 80) + (7 x 5)
= 1400 + 560 + 35
= 1995
Jadi, 7 x 285 = 1995
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
17
2) Cara bersusun Panjang
Langkah dalam menyelesaikan perkalian bersusun panjang yaitu:
285
7 x
35 (7 x 5)
560 (7 X 80)
1400 + (7 X 200)
1995
Contoh lainnya adalah:
23 = 20 + 3
12 = 10 + 2 x
6 2 satuan x 3 satuan = 2 x 3 = 6
40 2 satuan x 2 puluhan = 2 x 20 = 40
30 1 puluhan x 3 satuan = 10 x 3 = 30
200 + 1 puluhan x 2 puluhan = 10 x 20 = 200
276
3) Cara bersusun pendek
Langkah perkalian dalam bersusun pendek yaitu:
285
7 x
1995
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
18
Langkah-langkahnya:
(1) Kalikan bilangan satuan: 5 x 7 = 35. Tulis 5 pada tempat satuan, simpan 3
pada tempat puluhan.
(2) Kalikan bilangan puluhan: 8 x 7 = 56. Jadi 56 + 3 = 59. Tulis 9 pada
tempat puluhan, simpan 5 pada tempat ratusan.
(3) Kalikan bilangan ratusan: 2 x 7 = 14 dan tambahkan 5, jadi 14 + 5 = 19.
Tulis 9 pada tempat ratusan dan 1 pada tempat ribuan (Anam, 2009).
Contoh lainnya adalah:
23
12 x
46
23 +
276
3. Metode Lattice
a. Pengertian Metode
Salah satu cara yang bisa dilakukan agar proses pembelajaran dapat berjalan
dengan baik yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat.
Maesaroh (2013: 155) menjelaskan metode merupakan suatu alat dalam
pelaksanaan pendidikan, yakni yang digunakan dalam penyampaian materi.
2 x3 = 6, kemudian 2 x 2 = 4, simpan 4
sebagai puluhan, jadi 46.
1 x 3 = 3, simpan 3 sejajar dengan 4
puluhan. 1 x 2 = 2, simpan 2 disebelah
kiri 3. Jadi 23
Turunkan 6
Jumlahkan 4 + 3 = 7
Turunkan 2, kemudian tulis 276
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
19
Materi pelajaran yang mudah pun kadang-kadang sulit berkembang dan sulit
diterima oleh peserta didik, karena cara atau metode yang digunakannya kurang
tepat. Namun, sebaliknya suatu pelajaran yang sulit akan mudah diterima oleh
peserta didik, karena dalam penyampaian dan metode yang digunakan mudah
dipahami, tepat dan menarik.
Majid (2017: 193) menjelaskan metode adalah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar
tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Sejalan dengan pendapat
Djarmah dalam Afandi, dkk (2013: 15) mengemukakan metode pembelajaran
merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru agar
dalam penggunaannya bervariasi sesuai yang ingin dicapai setelah pengajaran
berakhir. Selain itu juga, Sutikno dalam Aditya (2016: 166) menjelaskan metode
pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh
pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk
mencapai tujuan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara
yang dapat digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu pembelajaran yang
menarik kepada siswa yang dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah di tentukan sesuai dengan materi
pembelajaran.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
20
b. Pengertian Metode Perkalian Lattice
Banyak sekali metode atau cara yang digunakan dalam menyelesaikan
perkalian, diantaranya adalah dengan menggunakan metode jarimatika, metode
perkalian bersusun, metode perkalian lattice, metode sempoa dan sebagainya.
Salah satu metode yang menarik dalam menyelesaikan perkalian adalah dengan
menggunakan metode perkalian lattice.
Metode perkalian lattice menurut Swan and Ricard (dalam Khumairoh,
2017: 21) adalah metode perkalian yang menggunakan kisi untuk mengalikan
angka multi digit. Metode lattice dikenalkan di Eropa oleh Matematikawan Italia
yang bernama Leonardo Fibonacci pada abad ke-13 yang bisa digunakan sebagai
alternatif penyelesaian perkalian panjang (Introduced to Europe by Italian
Mathematician Leonardo Fibonacci the 13th century, the lattice menthod can be
used as an alternative to 22 long multiplication). Pada metode lattice
perhitungan perkaliannya menggunakan grid yang setiap selnya dibagi dua secara
diagonal. Banyaknya grid disesuaikan dengan banyaknya angka yang dikalikan.
Hasil perkalian dua bilangan ditempatkan dalam tabel yang disusun berdasarkan
satuan dan puluhan.
Metode ini dirancang untuk menyederhanakan tugas berat dalam perkalian
yang sebagai efeknya menterjemahkan persoalan perkalian menjadi persoalan
penjumlahan (Rabiatul dalam Fathurroyani: 2017: 8). Selain itu juga, dapat
memberikan kemudahan menghitung suatu perkalian dengan cara membuat kotak
sehingga siswa memiliki ketangkasan dan keterampilan berhitung perkalian.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
21
Metode perkalian lattice menurut Mujib & Erik (2013: 2) adalah metode
perkalian yang disajikan dalam bentuk tabel yang memuat hasil perkalian. Hasil
perkalian dua bilangan di tempatkan dalam tabel yang di susun berdasarkan
satuan, puluhan, ratusan, dan seterusnya.
Hal ini sejalan dengan pendapat Masruroh dan Maarif (2017: 936) bahwa
dengan penggunaan metode perkalian lattice, peserta didik dapat dengan mudah
menghitung hasil dari perkalian bilangan-bilangan besar sekalipun. Perkalian
bilangan-bilangan besar yang pada awalnya peserta didik merasa kesulitan
sekarang peserta didik dapat menyelesaikannya dengan mudah dan dapat
memahaminya dengan baik. Penggunaan metode perkalian lattice ini diharapkan
dapat menambah kemampuan menghitung peserta didik dan mengurangi
kemungkinan terjadinya kesalahan dalam perhitungan perkalian yang dilakukan
oleh peserta didik.
Dalam penggunaan metode lattice sangat berbeda sekali dengan metode
perkalian bersusun, dimana untuk menuliskan hasil dari pengerjaan perkalian
sudah ditempatkan dalam kotak tertentu sehingga mengurangi tingkat kesalahan
siswa dalam menyelesaikan perkalian. Untuk itu, metode perkalian lattice
merupakan suatu metode alternatif lain yang dapat diberikan kepada siswa.
Dapat disimpulkan bahwa metode lattice digunakan untuk mengoperasikan
perkalian dengan cara penjumlahan yang disajikan dalam kotak perkalian.
Dengan penerapan metode lattice siswa dapat memperoleh nuansa pembelajaran
yang baru dan dapat dijadikan alternatif lain dalam menyelesaikan operasi
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
22
perkalian, sehingga siswa dapat dengan mudah menerima dan menjadikan
pembelajaran lebih menarik dan senang untuk mempelajarinya.
c. Bentuk Kotak Perkalian Metode Lattice
Adapun bentuk perkalian metode lattice menurut Bekti dalam (Fathurroyani,
2017: 9) adalah, 1) perkalian satu digit, 2) perkalian satu digit dengan dua digit,
3) perkalian dua digit dengan dua digit, 4) perkalian tiga digit dengan satu digit,
5) perkalian tiga digit dengan dua digit, dan 6) perkalian tiga digit dengan tiga
digit, berikut contohnya:
1) Perkalian satu digit
2) Perkalian satu digit dengan dua digit
atau
3) Perkalian dua digit dengan dua digit
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
23
4) Perkalian tiga digit dengan satu digit
atau
5) Perkalian tiga digit dengan dua digit
atau
6) Perkalian tiga digit dengan tiga digit
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
24
d. Cara Menyelesaikan Perkalian Melalui Metode Lattice
Berikut ini cara menyelesaikan perkalian melalui metode lattice (Masruroh &
Maarif, 2017: 938) yaitu diantaranya:
1) Buatlah sebuah kotak perkalian seperti dibawah ini (kotak perkalian sesuai
dengan banyaknya bilangan yang terlibat).
2) Tulislah angka pengali di atas dan angka yang dikali di bawah pada sisi
kanan, berbanjar dengan angka pada kotak.
2 5 x
4
5
3) Gambarlah garis diagonal pada kotak dari pojok kanan atas sampai pojok kiri
bawah.
2 5 x
4
5
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
25
4) Tuliskan setiap hasil perkalian dimulai dari 2 × 4, 2 × 5, 5 × 4, 5 × 5 dengan
angka puluhan pada segitiga sebelah kiri atas dan satuan di segitiga kanan
bawah (apabila hasilnya bukan puluhan, tuliskan angka 0 pada segitiga
puluhan).
2 5 x
0
8
2
0 4
1
0
2
5 5
5) Ketika semua perkalian selesai, jumlahkan angka tersebut pada diagonalnya.
2 5 X
0 0
8
2
0 4
11 1
0
2
5 5
2 5
6) Jika hasil penjumlahan puluhan maka tambahkan angka puluhannya ke
bilangan selanjutnya searah jarum jam dan tulis jawabannya.
2 5 X
1 0 1
8
2
0 4
1 1
0
2
5 5
2 5
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
26
7) Tuliskan hasil perkalian berlawanan jarum jam, 45 x 25 = 1125
Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode lattice menurut Fatmala, dkk
(2018: 71) yaitu sebagai berikut:
1) Buatlah sebuah tabel, kemudian letakkan soal dengan bilangan pertama
berada di atas tabel dan bilangan kedua diletakkan di samping kanan tabel.
Banyaknya kolom dan baris disesuaikan dengan soal.
2) Kalikan semua angka dan letakkan pada masing-masing kotak.
3) Jumlahkan angka-angka di dalam tabel searah diagonal.
4) Untuk angka yang dua digit (hasil penjumlahan), jumlahkan digit puluhannya
ke angka yang berada di depannya.
Dalam daerah perkalian yang disajikan dalam tabel tersebut dapat di isi
dengan angka yang ingin kita kalikan, dengan hasil perkalian yang diperolehnya
dapat di simpan dalam daerah pengerjaan yang menggunakan garis diagonal.
Adanya garis diagonal digunakan untuk menuliskan hasil puluhan yang disimpan
pada kolom diagonal atas dan satuan pada kolom diagonal bawah.
Langkah-langkah di atas merupakan cara yang digunakan dalam
menyelesaikan perkalian dengan menggunakan metode lattice. Dalam metode
lattice untuk bilangan satuan diberi angka nol (0) di depannya. Misalkan, tulis
jawabannya 06 untuk hasil dari perkalian 3 x 2. Setelah itu, jumlahkan angka-
angka yang terdapat pada garis diagonal tersebut. Maka akan didapatkan hasil
perkaliannya. Jika ada penyimpanan, tuliskan di tabel paling atas untuk
memudahkan (Supriadi, 2013: 38)
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
27
e. Kelebihan dan Kelemahan Metode Lattice
Seperti halnya metode perkalian yang lain, metode perkalian lattice juga
memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut ini kelebihan dan kekurangan
metode perkalian lattice menurut Zubaidah dan Kresnadi dalam Fatmala (2018:
71) yaitu:
1) Kelebihan metode lattice adalah sebagai berikut:
a) Perhatian peserta didik dapat dipusatkan, dan di titik beratkan yang
dianggap penting oleh guru.
b) Perhatian peserta didik akan lebih terpusat pada apa yang akan
didemonstrasikan.
c) Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses belajar.
d) Dapat menambah pengalaman anak didik.
e) Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang disampaikan.
f) Dapat mengurangi kesalah pahaman karena pengajaran lebih jelas.
g) Siswa akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang didasarkan atas
pengalamannya sendiri karena siswa dituntut mengerjakan sesuatu dengan
kemampuannya sendiri.
h) Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap
siswa karena ikut serta berperan secara langsung.
2) Kekurangan metode lattice, adalah sebagai berikut:
a) Memerlukan waktu.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
28
b) Tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan operasi perkalian satuan
dengan satuan, sehingga untuk dapat menggunakannya siswa harus sudah
menguasai perkalian satuan dengan satuan yaitu perkalian 1 sampai 10.
c) Tidak semua siswa paham dengan metode kisi-kisi karena masih dianggap
baru.
Sedangkan menurut Kusumawati (2010: 17) kelebihan dan kelemahan
metode lattice dalam perkalian yaitu sebagai berikut:
Kelebihannya:
a) Siswa akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang di dasarkan atas
pengalamannya sendiri karena siswa dituntut mengerjakan sesuatu dengan
kemampuannya sendiri.
b) Pengertian akan dicapai oleh siswa, sebab menemukan konsep atau
generalisasi atas hasilnya sendiri.
c) Metode ini memungkinkan siswa bebas tidak tergantung pada orang lain.
d) Metode ini memungkinkan untuk jarangnya terjadinya kesalahan pada
hasil kali karena hasil kali langsung dimasukkan ke dalam kolom-kolom.
Kelemahannya:
a) Guru harus mengawasi kelas kecil, karena guru harus memperhatikan
individu.
b) Perencanaan perlu disusun secara teliti, bila tidak demikian siswa akan
sekedar bermain-main tanpa menyerap suatu konsep atau generalisasi.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
29
c) Memerlukan waktu agak lama karena harus membuat kisi-kisi atau
kolom-kolom terlebih dahulu.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan
dan kelemahan menggunakan metode lattice yaitu:
Kelebihan:
a) Memudahkan siswa dalam menyelesaikan operasi perkalian dengan benar
dan tepat.
b) Membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar dengan
baik.
c) Siswa akan merasa tertarik dalam menyelesaikan perkalian dengan
menggunakan metode lattice.
d) Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang disampaikan
dan siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.
Kelemahan:
a) Menggunakan waktu yang cukup lama karena siswa harus membuat tabel
terlebih dahulu.
b) Harus teliti dan jelas dalam penyampaiannya karena jika tidak maka siswa
tidak akan mengikutinya dengan baik dan akan merasa kesulitan.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
30
4. Prestasi Belajar
a. Pengertian Prestasi Belajar
Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas.
Adapun belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang mengakibatkan adanya
perubahan dalam diri individu, yaitu perubahan tingkah laku. Maesaroh (2013:
159) menjelaskan prestasi adalah ”Hasil yang telah dicapai (dari yang telah
dilaksanakan, dikerjakan dan sebagainya)”. Dari pengertian tersebut dapat
diambil pengertian bahwa prestasi adalah pengetahuan yang diperoleh atau
keterampilan yang dikembangkan dalam pelajaran di sekolah yang biasanya
ditunjukkan dengan nilai-nilai yang diberikan oleh guru, dan nilai tersebut bisa
dengan nilai tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan belajar adalah ”Berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu”, sehingga belajar ini merupakan suatu
kegiatan yang harus ada di dalam kehidupan manusia sesuai dengan naluri
manusia yang selalu ingin maju, terutama dalam proses pendidikan formal,
belajar adalah hal yang sangat penting.
Dalam islam belajar adalah ibadah dan terpenting dalam kehidupan. Hal
tersebut sebagaimana ditandaskan dalam Islam, bahwa belajar hukumnya wajib
bagi kaum muslimin dan muslimat. Sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya:
”Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”(HR. Ibnu Adi dan Baihaqi).
Ada beberapa pengertian prestasi belajar yang di kemukakan oleh para ahli
dalam (Hamdani, 2010: 138) yaitu diantaranya:
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
31
1) Winkel (1996: 226) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti
keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Dengan demikian, prestasi
belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah
melaksanakan usaha-usaha belajar.
2) Arif Gunarso (1993: 77) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha
maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha
belajar.
3) Gagne (1985:40) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal
yang dicapai oleh seseorang setelah melaksankan usaha-usaha belajar.
Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi antar
lingkungan, keluarga dan masyarakat sesuai pendapat Ahmadi dalam Heriyati
(2017: 25) yang menyatakan bahwa “Prestasi belajar yang dicapai seseorang
merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam
diri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal) individu.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
prestasi belajar merupakan hasil pengukuran yang diperoleh dari penilaian yang
mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil yang sudah dicapai
dari aktivitas selama mengikuti proses kegiatan pembelajaran.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dalam
(Hamdani, 2010: 139- 143) dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor
dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern).
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
32
1) Faktor Internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini
yaitu diantaranya dipengaruhi oleh:
a) Kecerdasan yaitu kemampuan belajar disertai kecakapan untuk
menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.
b) Faktor jasmaniah atau faktor fisiologi yaitu pancaindera yang tidak
berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh,
atau perkembangan yang tidak sempurna.
c) Sikap yaitu suatu kecenderungan untuk mereaksi terhadap suatu hal,
orang, atau benda dengan suka, tidak suka, atau acuh tak acuh.
d) Minat menurut para ahli psikologi adalah suatu kecenderungan untuk
selalu memerhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus.
e) Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.
f) Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu.
2) Faktor Eksternal
Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yaitu lingkungan sosial dan
lingkungan nonsosial. Yang termasuk dalam lingkungan sosial adalah guru,
kepala sekolah, staf administrasi, teman-teman sekelas, rumah tempat tinggal
siswa, alat-alat belajar, dan lain-lain. Adapun yang termasuk dalam lingkungan
nonsosial adalah gedung sekolah tempat tinggal dan waktu belajar.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
33
Pengaruh lingkungan pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan
paksaan kepada individu. Menurut Slameto dalam (Hamdani, 2010: 143), faktor
ekstern yang dapat memengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan
sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Dengan demikian jelaslah bahwa prestasi belajar siswa merupakan hasil dari
suatu proses pembelajaran yang didalamnya terlibat sejumlah faktor yang saling
mempengaruhinya.
c. Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Anak Dalam Pembelajaran
Matematika
Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar dalam pembelajaran matematika,
salah satu faktor penunjang yaitu dengan adanya proses pembelajaran yang efektif
dan efisien. Kedewasaan manusia yang hidup dan berkembang adalah manusia
yang selalu berubah dan perubahan itu merupakan hasil belajar. Perubahan yang
dialami seseorang karena hasil belajar dalam matematika menunjukkan pada
suatu proses kedewasaan yang dialami oleh anak tersebut. Misalnya siswa dari
yang tidak tahu berhitung menjadi tahu berhitung. Proses belajar matematika
dapat berlangsung dengan efektif jika orangtua bersama guru mengetahui tugas
apa yang akan dilaksanakan mengenai proses belajar matematika .
Adapun sifat-sifat proses belajar matematika menurut Suwangsih & Tiurlina
(2006: 18-19) adalah:
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
34
1) Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan
lingkungan. Dari lingkungannya anak memilih apa yang ia butuhkan dan apa
yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
2) Belajar berarti berbuat.
Dengan berbuat anak menghayati sesuatu dengan seluruh indera dan jiwanya.
Konsep-konsep matematika menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh
anak sehingga konsep itu benar-benar tahan lama di dalam ingatan siswa.
3) Belajar matematika berarti mengalami.
Mengalami berarti menghayati sesuatu aktual penghayatan. Dengan
mengalami berulang-ulang perbuatan maka belajar matematika akan menjadi
efektif, teknik akan menjadi lancar, konsep makin lama makin jelas dan
generalisasi makin mudah di simpulkan.
4) Belajar matematika memerlukan motivasi.
Anak didik membutuhkan kemampuan untuk berkembang, misalnya
kebutuhan anak mengetahui dan menyelidiki, memperbaiki prestasi dan
mendapatkan kepuasan atas hasil pekerjaannya. Dengan mengetahui
kebutuhan anak akan merupakan motivasi untuk mendorong atau melakukan
suatu kegiatan. Motivasi itu dapat dirangsang melalui:
a) Merencanakan kegiatan belajar matematika dengan memperhitungkan
kebutuhan minat dan kesanggupan anak didik.
b) Menggunakan perencanaan pembelajaran matematika bersama dengan
anak didik.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
35
5) Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik.
Kesiapan artinya bahwa anak sudah matang dan sudah menguasai apa yang
diperlukan. Anak yang belum siap tidak boleh dipaksa untuk belajar
matematika karena akan membuat anak itu malas belajar dan merasa tidak
mampu belajar.
6) Belajar matematika harus menggunakan daya pikir.
Berpikir konkret pada prinsipnya hanya pada jenjang SD dan setelah itu akan
beralih ke taraf berfikir abstrak. Hal ini disebabkan matematika merupakan
ilmu yang abstrak. Untuk membantu anak berpikir abstrak, harus banyak
diberikan pengalaman dengan berbagai alat peraga.
7) Belajar matematika melalui latihan (drill)
Untuk memperoleh keterampilan dalam matematika diperoleh latihan berkali-
kali atau terus menerus.
Contoh: Untuk terampil menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi,
maka anak harus secara teratur melakukan latihan baik lisan maupun
tertulis. Dengan mengetahui komponen-komponen proses belajar
mengajar, maka orang tua dan guru akan lebih mudah dalam
meningkatkan prestasi belajar anak dalam matematika.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa dalam meningkatkan
prestasi belajar yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran matematika
yaitu dapat dilakukan dengan memberikan motivasi dan memberikan metode
pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa itu sendiri merasa tertarik dengan
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
36
belajar matematika. Selain itu juga adanya kesiapan siswa dalam belajar, dalam
pembelajaran dapat menggunakan benda konkrit/pernyataan nyata dan melakukan
latihan-latihan pada siswa agar lebih terampil dalam melakukan pembelajaran
yang telah dipelajarinya.
5. Karakteristik Siswa Kelas III Sekolah Dasar
Siswa Sekolah Dasar merupakan individu dengan segala keunikan yang
dimilikinya yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik pada setiap siswa.
Oleh karena itu, guru harus memperhatikan dengan baik karakteristik dan perbedaan
yang dimiliki oleh setiap siswa karena hal tersebut merupakan faktor yang
menentukan keberhasilan siswa dalam belajar matematika.
Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun sampai dengan
12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, “Mereka berada pada fase operasional konkrit.
Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir
untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek
yang bersifat konkrit” (Haeruman, 2010: 1).
Berdasarkan teori tahap perkembangan berpikir anak, maka siswa kelas III SD
berada pada tahap operasional kongkrit. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam
pembelajaran matematika yang dilakukan di kelas III harus memfasilitasi siswa
dalam mengaktifkan daya berfikir yang kreatif dan kritis untuk dapat menyelesaikan
masalah yaitu dengan memberikan suatu metode pembelajaran baru yang berkaitan
dengan materi yang dipelajari agar peserta didik memiliki pengetahuan luas dan
antusias untuk belajar.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
37
6. Profil SDN Sukasari
SDN Sukasari merupakan lembaga pendidikan selama 6 (enam) tahun dengan
Kurikulum Nasional (2013) dan memperoleh status sekolah dengan nilai akreditasi A.
SD Negeri Sukasari terletak di Kp. Sukasari, Rt/Rw 01/02. Dusun Sukasari,
Kelurahan Gunungtandala, Keamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.
a. Identitas Sekolah
Nama Sekolah : SDN Sukasari
NPSN : 20224670
Status : Negeri
Bentuk Pendidikan : SD
Status Kepemilikan : Pemerintah Daerah
Kode Pos : 46182
Lintang : -7.4029000
Bujur : 108.2091000
b. Data Kepala Sekolah
Nama : Yayat, S. Pd, M. Si
Status : PNS
NIP : 196630403 198603 1 020
Pangkat/golongan :IV/B
Jabatan : Kepala Sekolah
NUPTK : 673574163200042
Kontak Person : 082217389735
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
38
B. Kajian Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Fatmala, dkk (2018) yang berjudul “Pengaruh
Penerapan Lattice Multiplication Method untuk Mengatasi Kesulitan
Menyelesaikan Operasi Perkalian”. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh
perbedaan rerata presentase hasil angket kecemasan matematis awal dengan rerata
presentase hasil angket kecemasan matematis akhir yaitu dari 56,37% turun
menjadi 42,65% yang sama-sama masih dalam kategori cukup. Selanjutnya
dengan uji hipotesis menggunakan uji (paired sample t test) berbantuan SPSS
16.0 diperoleh data thitung = 0,000 dan dengan α = 5% = 0,05 diperoleh ttabel =
1,729 yang artinya thitung ≤ ttabel. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara hasil tes sebelum diterapkan metode perkalian
lattice (pretest) dengan hasil setelah diterapkannya metode perkalian lattice
(posttest) yang diperoleh siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada
pengaruh penerapan lattice multiplication method untuk mengatasi kesulitan
menyelesaikan operasi perkalian dan kecemasan matematis pada siswa kelas VIII
SMPN 7 Pujut.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu penggunaan
metode lattice pada materi operasi hitung perkalian. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian tersebut terletak pada fokus permasalahan dan populasi yang
digunakan dalam penelitian. Pada penelitian ini penulis berfokus pada prestasi
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
39
belajar matematika dengan populasi di kelas III Sekolah Dasar dan penelitian
yang dilakukan oleh Fatmala, dkk (2018) permasalahan yang diteliti adalah
mengatasi kesulitan menyelesaikan operasi perkalian dan kecemasan matematis
dengan populasi siswa kelas VIII SMPN 7 Pujut.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Mujib & Erik Suparingga (2013) yang
berjudul “Upaya Mengatasi Kesulitan Siswa Dalam Operasi Perkalian Dengan
Metode Latis”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka sangat tertarik dan
senang dengan metode ini. Mereka mampu menyelesaikan operasi perkalian
dengan mudah, walaupun masih ada siswa yang kurang teliti. Namun, hal itu
tidak membuat mereka merasa jenuh bahkan menjadi lebih semangat untuk
memperbaiki kesalahannya. Siswa lebih memilih metode ini dalam menghitung
perkalian dari pada metode yang dikenal sebelumnya.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu penggunaan
metode lattice dalam materi operasi hitung perkalian. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian tersebut terletak pada fokus permasalahan yang di teliti. Pada
penelitian ini permasalahan yang diteliti yaitu pengaruh penggunaan metode
lattice terhadap prestasi belajar matematika dan penelitian yang dilakukan Abdul
Mujib & Erik Suparingga (2013) permasalahan yang diteliti adalah penggunaan
metode lattice sebagai upaya mengatasi kesulitan siswa dalam operasi perkalian.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Zubaidah dan Hery Kresnadi (2015) yang berjudul
“Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Metode Lattice Di Kelas III
Sekolah Dasar”. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
40
peningkatan terhadap kemampuan guru melaksanakan pembelajaran dan
peningkatan aktivitas belajar siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 15
Singkawang Selatan antara pelaksanaan siklus I dengan pelaksanaan siklus II.
Terjadinya peningkatan yang cukup signifikan dari hasil pembelajaran
matematika sebagai dampak adanya peningkatan hasil belajar degan
menggunakan metode lattice pada siswa kelas III SD Negeri 15 Singkawang
Selatan. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai pada siklus I (satu) 35,5 dan siklus
II(dua)75. Dengan demikian terdapat perbedaan sebasar 39,5.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada
penggunaan metode lattice dalam menyelesaikan operasi perkalian. Perbedaan
penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada metode dan jenis penelitian.
Peneliti terdahulu menggunakan metode deskriptif, dengan jenis penelitian
kualitatif terhadap peningkatan hasil belajar. Sedangkan peneliti menggunakan
metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian Quasi Eksperimental
terhadap prestasi belajar matematika.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Solikin & Dyah (2019) yang berjudul
“Penggunaan Metode Lattice Dalam Mengatasi Rendahnya Kemampuan
Berhitung Operasi Perkalian”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan
bahwa peserta didik yang menjadi subjek penelitian mengalami perkembangan.
Hal tersebut didukung dengan adanya peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh
dari 17,89 menjadi 84,30. Pada akhir treatment rata-rata yang dicapai peserta
didik ialah 84,30 dengan presentase ketuntasan mencapai 96,56% dan
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
41
kemampuan berhitungnya mengalami peningkatan 0.81 (kategori tinggi).
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa metode lattice
mampu memberikan peningkatan terhadap kemampuan peserta didik dalam
berhitung operasi perkalian sehingga nilai matematika peserta didik meningkat.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada
penggunaan metode lattice dalam menyelesaikan operasi perkalian.
Perbedaannya yaitu peneliti terdahulu menggunakan metode penelitian kualitatif
dengan jenis penelitian tindakan kelas (PTK), sedangkan peneliti menggunakan
metode kuantitatif dengan jenis penelitian Quasi eksperimental.
C. Kerangka Pikir
Dalam pembelajaran matematika di kelas III pemahaman siswa terhadap pelajaran
matematika masih merasa kesulitan terutama dalam menyelesaikan soal perkalian
yang hasilnya lebih dari dua digit. Hal ini disebabkan karena guru masih mengajar
dengan metode konvensional tanpa menggunakan metode lain.
Keberhasilan dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari kemampuan prestasi
belajar yang meningkat karena adanya pengaruh dalam penggunaan metode
pembelajaran. Penggunaan metode yang tepat akan membantu guru maupun peserta
didik dalam proses pembelajaran.
Salah satu metode yang menarik adalah metode perkalian lattice. Metode
perkalian lattice menurut Mujib & Erik (2013: 2) merupakan metode perkalian yang
disajikan dalam bentuk tabel yang memuat hasil perkalaian. Hasil perkalian dua
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
42
bilangan di tempatkan dalam tabel yang di susun berdasarkan satuan, puluhan,
ratusan, dan seterusnya.
Metode lattice dapat membantu dan memudahkan siswa dalam menyelesaikan
perkalian. Dengan penerapan metode lattice siswa dapat memperoleh nuansa
pembelajaran yang baru dalam menyelesaikan perkalian selain dengan menggunakan
cara bersusun, sehingga siswa dapat dengan mudah menerima dan menjadikan
pembelajaran lebih menarik dan senang untuk mempelajarinya. Selain itu juga, siswa
dapat lebih mudah dalam mengerjakan persoalan mengenai penyelesaian operasi
hitung perkalian yang diberikan oleh guru.
Dalam penelitian ini, untuk mengetahui prestasi belajar siswa kelas III SDN
Sukasari diperoleh berdasarkan hasil pretest dan posttest yang dilakukan pada kelas
eksperimen maupun kelas kontrol. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen
dan kelas kontrol berbeda, yaitu kelas eksperimen dalam pembelajaran menggunakan
metode lattice dan kelas kontrol menggunakan metode konvensional. Adapun bagan
kerangka pikirnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
43
Gambar 1.
Bagan Kerangka Berpikir
(Sumber: Dokumentasi Peneliti)
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir diatas maka peneliti mengajukan
hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh penggunaan metode lattice dalam
Kontrol Eksperimen
Menyelesaikan perkalian
menggunakan metode
konvensional
Menyelesaikan perkalian
menggunakan metode lattice
Post-test
Prestasi
Belajar
Kondisi Awal
Pre-test
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--
44
menyelesaikan perkalian terhadap prestasi belajar sebelum dan sesudah dilakukan
pembelajaran. Adapun hipotesis statistik pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
Ho = Tidak terdapat pengaruh penggunaan metode lattice dalam
menyelesaikan operasi perkalian terhadap prestasi belajar di kelas III
SDN Sukasari.
Ha = Terdapat pengaruh penggunaan metode lattice dalam menyelesaikan
operasi perkalian terhadap prestasi belajar di kelas III SDN Sukasari.
Jika nilai sig. (2-tailed) < 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak, dan
Jika nilai sig. (2-tailed) > 0,05, maka Ha ditolak dan Ho diterima.
--
www.lib.umtas.ac.id
Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--