BAB II - Repository - Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

38
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori Teori yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah pembelajaran matematika di SD, operasi hitung perkalian, metode Lattice, prestasi belajar, dan karakteristik siswa kelas III Sekolah Dasar. 1. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar a. Pembelajaran Matematika SD Belajar matematika adalah suatu aktivitas yang bertujuan supaya tujuan matematika yang dirumuskan dapat tercapai, maka pembelajaran harus menimbulkan aktivitas pada perilaku siswa sebab dengan adanya aktivitas dapat diperoleh pengalaman baru. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang diajarkan di Sekolah Dasar (SD). Seorang guru SD yang akan mengajarkan matematika kepada siswanya, hendaklah mengetahui dan memahami objek yang akan diajarkannya, yaitu matematika. Sugandi, dalam Hamdani 2010: 23) menyatakan pembelajaran menurut beberapa aliran yaitu: Aliran behavioristik pembelajaran merupakan usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Aliran kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari. Adapun humanistik mendeskripsikan pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dengan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya. - - www.lib.umtas.ac.id Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya - -

Transcript of BAB II - Repository - Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Teori yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah pembelajaran

matematika di SD, operasi hitung perkalian, metode Lattice, prestasi belajar, dan

karakteristik siswa kelas III Sekolah Dasar.

1. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

a. Pembelajaran Matematika SD

Belajar matematika adalah suatu aktivitas yang bertujuan supaya tujuan

matematika yang dirumuskan dapat tercapai, maka pembelajaran harus

menimbulkan aktivitas pada perilaku siswa sebab dengan adanya aktivitas dapat

diperoleh pengalaman baru. Matematika merupakan salah satu bidang studi yang

diajarkan di Sekolah Dasar (SD). Seorang guru SD yang akan mengajarkan

matematika kepada siswanya, hendaklah mengetahui dan memahami objek yang

akan diajarkannya, yaitu matematika.

Sugandi, dalam Hamdani 2010: 23) menyatakan pembelajaran menurut

beberapa aliran yaitu:

Aliran behavioristik pembelajaran merupakan usaha guru

membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan

lingkungan atau stimulus. Aliran kognitif mendefinisikan

pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada

siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang

sedang dipelajari. Adapun humanistik mendeskripsikan

pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk

memilih bahan pelajaran dengan cara mempelajarinya sesuai dengan

minat dan kemampuannya.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

8

Kata matematika berasal dari perkataan Latin mathematika yang mulanya

diambil dari perkataan Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Perkataan

itu mempunyai asal katanya mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu

(knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya

yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir).

Jadi berasal dari katanya, maka perkataan matematika berarti ilmu pengetahuan

yang didapat dengan berpikir (bernalar) yang berhubungan dengan idea, proses,

dan penalaran (Russeffendi dalam Suwangsih & Tiurlina, 2006: 3).

Berkaitan dengan pembelajaran, Susanto (2013: 187-188) mengatakan

bahwa:

Pembelajaran matematika merupakan suatu proses mengajar yang

dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir

siswa yang dapat meningkatkan kemampuan berfikir siswa, serta

dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan

baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

materi matematika.

Matematika menurut Hudojo (2005: 153) merupakan alat untuk menyusun

pemikiran yang luas, tepat, teliti, dan taat azas. Dengan demikian, pelajaran

Matematika pada dasarnya merupakan mata pelajaran yang mendidik siswa agar

cakap berhitung, memperoleh pengetahuan dan keterampilan berpikir secara

rasional dan dapat memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang

berkaitan dengan perhitungan angka.

Matematika merupakan suatu ilmu wajib yang harus dipelajari dan dikuasai

oleh siswa Sekolah Dasar (SD). Hal ini tertuang dalam Peraturan Menteri

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

9

Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, dalam peraturan

tersebut menyatakan bahwa matematika merupakan kelompok ilmu pengetahuan

dan teknologi yang tujuannya yaitu supaya siswa mengenal, menyikapi, dan

mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan

berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. Urgensi dalam

mempelajari matematika yaitu dikarenakan konsep-konsep pada matematika

bersifat aplikatif dalam kehidupan sehari-hari (Oktaviani, dkk. 2018: 1).

Sutarto & Syarifuddin dalam Fathurroyani (2017: 25) menyatakan bahwa

dalam pembelajaran matematika sebaiknya dimulai dari masalah kontekstual.

Masalah kontekstual dapat digali dari:

a) Situasi personal peserta didik, yang berkenaan dengan kehidupan sehari-

hari peserta didik.

b) Situasai sekolah, yaitu berkaitan dengan kehidupan sekolah dan kegiatan-

kegiatan dalam proses pembelajaran peserta didik.

c) Situasi masyarakat, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan dan aktivitas

masyarakat sekitar peserta didik tinggal.

d) Situasi saintifik/matematika, yaitu berkenaan dengan sains atau

matematika itu sendiri.

Merujuk pada berbagai pendapat para ahli matematika SD dalam

mengembangakan kreatifitas dan kompetensi siswa, maka guru harus

menciptakan pembelajaran yang efektif dan efisien. Oleh karena itu, dalam proses

pembelajaran matematika guru harus memperhatikan dengan baik karakteristik

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

10

dan perbedaan yang dimiliki oleh setiap individu siswa untuk meningkatkan

efektivitas pada pembelajaran matematika.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika

merupakan suatu proses interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar

mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreatifitas berfikir

siswa sebagai upaya untuk meningkatkan penguasaan yang baik terhadap

pembelajaran matematika.

b. Karakteristik Pembelajaran Matematika di SD

Pembelajaran matematika di Sekolah Dasar (SD) selalu berbeda, maka dari

itu karakteristiknya sebagai berikut (Masruroh, 2017: 936):

1) Pembelajaran matematika menggunakan metode spiral.

Pendekatan spiral dalam pembelajaran matematika merupakan pendekatan

dimana pembelajaran konsep atau suatu topik matematika selalu mengaitkan

atau menghubungkan dengan topik sebelumnya. Topik sebelumnya dapat

menjadi prasyarat untuk dapat memahami dan mempelajari suatu topik

matematika. Topik baru yang dipelajari merupakan pendalaman dan perluasan

dari topik sebelumnya.

2) Pembelajaran matematika bertahap.

Materi pelajaran matematika diajarkan secara bertahap yaitu dimulai dari

konsep-konsep yang sederhana, menuju konsep yang lebih sulit. Selain itu

pembelajaran matematika dimulai dari yang konkret, ke semi konkret dan

akhirnya kepada konsep abstrak.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

11

3) Pembelajaran matematika menggunakan tahap deduktif

Pola pikir deduktif secara sederhana dapat dikatakan pemikiran yang

berpangkal dari hal yang bersifat umum diterapkan atau diarahkan kepada hal

yang bersifat khusus. Disamping itu, ada pendapat lain yang mengatakan

bahwa berfikir deduktif adalah proses pengambilan kesimpulan yang

didasarkan kepada premis-premis yang kebenarannya telah ditentukan.

4) Pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

Kebenaran matematika merupakan kebenaran yang konsistensi artinya tidak

ada pertentangan antara kebenaran yang satu dengan kebenaran yang lainnya.

Suatu pernyataan dianggap benar jika didasarkan pada pernyataan-pernyataan

sebelumnya yang telah diterima kebenarannya

5) Pembelajaran matematika hendaknya bermakna.

Dalam pembelajaran yang bermakna siswa mempelajari matematika mulai

dari proses terbentuknya suatu konsep kemudian berlatih menerapkan dan

memanipulasi konsep-konsep tersebut pada situasi baru. Dalam setiap hal

yang dilakukan siswa dalam kegiatan pembelajaran ia memahaminya

mengapa dilakukan dan bagaimana melakukannya. Oleh karena itu, akan

tumbuh kesadaran tentang pentingnya belajar. Ia akan belajar dengan baik.

Contoh: Untuk mendapatkan sifat komutatif perkalian

Misal : a x b = b x a

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

12

Maka dapat dilakukan dengan memberikan soal:

3 x 2 =

4 x 5 =

Selanjutnya guru dapat membimbing siswa sehingga dapat menyimpulkan a x

b = b x a.

c. Tujuan Pembelajaran Matematika SD

Secara umum, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar adalah agar

siswa mampu dan terampil menggunakan matematika. Selain itu juga, dengan

pembelajaran matematika dapat memberikan tekanan penataran nalar dan

penerapan matematika. Sedangkan secara khusus, tujuan pembelajaran

matematika di sekolah dasar, sebagai berikut (Fathurroyani, 2013: 26):

1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep,

dan mengaplikasikan konsep atau algoritme.

2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat melakukan manipulasi

matematika dalam generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan

gagasan dan pernyataan matematika.

3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan

solusi yang diperoleh.

4) Mengomunikasikan gagasan dan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

13

5) Memiliki sikap menghargai menggunakan matematika dalam kehidupan

sehari-hari.

Untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika tersebut, seorang guru

hendaknya dapat menciptakan kondisi dan situasi pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat aktif untuk menemukan dan mengembangkan

pengetahuannya. Kemudian siswa dapat membentuk makna dari bahan-bahan

pelajaran melalui proses belajar dan mengonstruksinya dalam ingatan yang

sewaktu-waktu dapat diproses dan dikembangkan lebih lanjut.

2. Operasi Hitung Perkalian

Perkalian merupakan salah satu dasar operasi hitung yang harus dikuasai oleh

siswa, untuk memudahkan operasi penghitungan selanjutnya. Konsep dasar perkalian

seharusnya menjadi bagian terpenting yang harus dilakukan dan dikuasai oleh siswa

pada proses pembelajaran di dalam kelas.

a. Pengertian Perkalian

Perkalian termasuk materi matematika yang sulit dipahami oleh sebagian

peserta didik. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peserta didik ditingkatan

sekolah dasar yang belum menguasai materi perkalian, sehingga mereka

mengalami kesulitan jika mengerjakan perkalian yang lebih tinggi. Pada

prinsipnya, perkalian sama dengan penjumlahan berulang. Oleh karena itu,

kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum mempelajari perkalian

adalah sudah mampu dan menguasai penjumlahan. Perkalian dilambangkan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

14

dengan tanda “x”. Menurut Siswanto (2002: 1) perkalian adalah bagian dari

penambahan atau juga penjumlahan berulang dari suatu bilangan, misalnya:

3 x 7 artinya 7 + 7 + 7, bukan 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3

7 x 3 artinya 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 + 3 bukan 7 + 7 + 7

6 x 4 artinya 4 + 4 + 4 + 4 + 4 + 4 bukan 6 + 6 + 6 + 6

Hasil dari perkalian adalah hasil dari penjumlahan berulang.

Contoh:

1) 4 x 5 = 5 + 5 + 5 + 5

= 20

2) 3 x 8 = 8 + 8 + 8

= 24

3) 3 x 6 = 6 + 6 + 6

= 18

Contoh lain yaitu:

2 x 1 = 1 + 1 = 2

2 x 2 = 2 + 2 = 4

2 x 3 = 3 + 3 = 6

2 x 4 = 4 + 4 = 8

Bilangan 2, 4, 6, dan 8 adalah hasil dari perkalian.

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa perkalian

merupakan penjumlahan secara berulang-ulang. Oleh karena itu, syarat dalam

2 x 3, artinya bilangan 3 ditambahkan

sebanyak 2 kali. 2 x 3 = 3 + 3

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

15

kemampuan mempelajari perkalian adalah dengan menguasi penjumlahan

sehingga siswa mudah dalam menyelesaikannya.

b. Sifat-Sifat Operasi Perkalian

Operasi perkalian terdiri dari beberapa sifat yaitu, sifat komutatif, asosiatif

dan distributif (Dewi, 2016: 33-34).

a) Sifat Komutatif (pertukaran), sifat ini digunakan untuk menukar letak

bilangan dengan hasilnya tetap sama. Secara umum sifat komutatif pada

perkalian dapat ditulis: a x b = b x a

Contoh: 2 x 4 = 8

4 x 2 = 8

Jadi, 2 x 4 = 4 x 2

b) Sifat Asosiatif (pengelompokkan), sifat ini berguna untuk menentukan bagian

mana yang akan dikerjakan dahulu. Operasi ini dikelompokkan secara

berbeda tetapi hasil operasinya tetap sama. Secara umum sifat komutatif pada

perkalian dapat ditulis: (a x b) x c = a x (b x c)

Contoh: (5 x 3) x 4 = 5 x (3 x 4)

15 x 4 = 5 x 12

60 = 60

Jadi, (5 x3) x 4 = 5 x (3 x 4)

c) Sifat Distributif (penyebaran) sifat ini merupakan penggabungan dengan cara

mengkombinasikan bilangan dari hasil operasi terhadap elemen-elemen

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

16

kombinasi atau di sebut juga sebagai sifat penyebaran. Secara umum sifat

komutatif pada perkalian dapat ditulis: a x (b + c) = (a x b) + (a x c)

Contoh: 4 x (5 + 6) = (4 x 5) + (4 x 6)

4 x 11 = 20 + 24

44 = 44

Jadi, 4 x (5 + 6) = (4 x 5) + (4 x 6)

c. Penyelesaian Perkalian

Dalam mengerjakan/menyelesaikan operasi hitung perkalian biasanya

dilakukan dengan menggunakan tiga cara yaitu cara mendatar, bersusun panjang,

dan bersusun pendek. Misalnya:

Selesaikan 7 x 285 = ……

Penyelesaian:

1) Cara mendatar

Langkah dalam menyelesaikan perkalian cara mendatar yaitu:

7 x 285 = 7 x (200 + 80 + 5)

= (7 x 200) + (7 x 80) + (7 x 5)

= 1400 + 560 + 35

= 1995

Jadi, 7 x 285 = 1995

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

17

2) Cara bersusun Panjang

Langkah dalam menyelesaikan perkalian bersusun panjang yaitu:

285

7 x

35 (7 x 5)

560 (7 X 80)

1400 + (7 X 200)

1995

Contoh lainnya adalah:

23 = 20 + 3

12 = 10 + 2 x

6 2 satuan x 3 satuan = 2 x 3 = 6

40 2 satuan x 2 puluhan = 2 x 20 = 40

30 1 puluhan x 3 satuan = 10 x 3 = 30

200 + 1 puluhan x 2 puluhan = 10 x 20 = 200

276

3) Cara bersusun pendek

Langkah perkalian dalam bersusun pendek yaitu:

285

7 x

1995

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

18

Langkah-langkahnya:

(1) Kalikan bilangan satuan: 5 x 7 = 35. Tulis 5 pada tempat satuan, simpan 3

pada tempat puluhan.

(2) Kalikan bilangan puluhan: 8 x 7 = 56. Jadi 56 + 3 = 59. Tulis 9 pada

tempat puluhan, simpan 5 pada tempat ratusan.

(3) Kalikan bilangan ratusan: 2 x 7 = 14 dan tambahkan 5, jadi 14 + 5 = 19.

Tulis 9 pada tempat ratusan dan 1 pada tempat ribuan (Anam, 2009).

Contoh lainnya adalah:

23

12 x

46

23 +

276

3. Metode Lattice

a. Pengertian Metode

Salah satu cara yang bisa dilakukan agar proses pembelajaran dapat berjalan

dengan baik yaitu dengan menggunakan metode pembelajaran yang tepat.

Maesaroh (2013: 155) menjelaskan metode merupakan suatu alat dalam

pelaksanaan pendidikan, yakni yang digunakan dalam penyampaian materi.

2 x3 = 6, kemudian 2 x 2 = 4, simpan 4

sebagai puluhan, jadi 46.

1 x 3 = 3, simpan 3 sejajar dengan 4

puluhan. 1 x 2 = 2, simpan 2 disebelah

kiri 3. Jadi 23

Turunkan 6

Jumlahkan 4 + 3 = 7

Turunkan 2, kemudian tulis 276

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

19

Materi pelajaran yang mudah pun kadang-kadang sulit berkembang dan sulit

diterima oleh peserta didik, karena cara atau metode yang digunakannya kurang

tepat. Namun, sebaliknya suatu pelajaran yang sulit akan mudah diterima oleh

peserta didik, karena dalam penyampaian dan metode yang digunakan mudah

dipahami, tepat dan menarik.

Majid (2017: 193) menjelaskan metode adalah cara yang digunakan untuk

mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar

tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Sejalan dengan pendapat

Djarmah dalam Afandi, dkk (2013: 15) mengemukakan metode pembelajaran

merupakan suatu cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah

ditetapkan. Dalam kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru agar

dalam penggunaannya bervariasi sesuai yang ingin dicapai setelah pengajaran

berakhir. Selain itu juga, Sutikno dalam Aditya (2016: 166) menjelaskan metode

pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh

pendidik agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk

mencapai tujuan.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa metode merupakan suatu cara

yang dapat digunakan oleh guru dalam menyampaikan suatu pembelajaran yang

menarik kepada siswa yang dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang telah di tentukan sesuai dengan materi

pembelajaran.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

20

b. Pengertian Metode Perkalian Lattice

Banyak sekali metode atau cara yang digunakan dalam menyelesaikan

perkalian, diantaranya adalah dengan menggunakan metode jarimatika, metode

perkalian bersusun, metode perkalian lattice, metode sempoa dan sebagainya.

Salah satu metode yang menarik dalam menyelesaikan perkalian adalah dengan

menggunakan metode perkalian lattice.

Metode perkalian lattice menurut Swan and Ricard (dalam Khumairoh,

2017: 21) adalah metode perkalian yang menggunakan kisi untuk mengalikan

angka multi digit. Metode lattice dikenalkan di Eropa oleh Matematikawan Italia

yang bernama Leonardo Fibonacci pada abad ke-13 yang bisa digunakan sebagai

alternatif penyelesaian perkalian panjang (Introduced to Europe by Italian

Mathematician Leonardo Fibonacci the 13th century, the lattice menthod can be

used as an alternative to 22 long multiplication). Pada metode lattice

perhitungan perkaliannya menggunakan grid yang setiap selnya dibagi dua secara

diagonal. Banyaknya grid disesuaikan dengan banyaknya angka yang dikalikan.

Hasil perkalian dua bilangan ditempatkan dalam tabel yang disusun berdasarkan

satuan dan puluhan.

Metode ini dirancang untuk menyederhanakan tugas berat dalam perkalian

yang sebagai efeknya menterjemahkan persoalan perkalian menjadi persoalan

penjumlahan (Rabiatul dalam Fathurroyani: 2017: 8). Selain itu juga, dapat

memberikan kemudahan menghitung suatu perkalian dengan cara membuat kotak

sehingga siswa memiliki ketangkasan dan keterampilan berhitung perkalian.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

21

Metode perkalian lattice menurut Mujib & Erik (2013: 2) adalah metode

perkalian yang disajikan dalam bentuk tabel yang memuat hasil perkalian. Hasil

perkalian dua bilangan di tempatkan dalam tabel yang di susun berdasarkan

satuan, puluhan, ratusan, dan seterusnya.

Hal ini sejalan dengan pendapat Masruroh dan Maarif (2017: 936) bahwa

dengan penggunaan metode perkalian lattice, peserta didik dapat dengan mudah

menghitung hasil dari perkalian bilangan-bilangan besar sekalipun. Perkalian

bilangan-bilangan besar yang pada awalnya peserta didik merasa kesulitan

sekarang peserta didik dapat menyelesaikannya dengan mudah dan dapat

memahaminya dengan baik. Penggunaan metode perkalian lattice ini diharapkan

dapat menambah kemampuan menghitung peserta didik dan mengurangi

kemungkinan terjadinya kesalahan dalam perhitungan perkalian yang dilakukan

oleh peserta didik.

Dalam penggunaan metode lattice sangat berbeda sekali dengan metode

perkalian bersusun, dimana untuk menuliskan hasil dari pengerjaan perkalian

sudah ditempatkan dalam kotak tertentu sehingga mengurangi tingkat kesalahan

siswa dalam menyelesaikan perkalian. Untuk itu, metode perkalian lattice

merupakan suatu metode alternatif lain yang dapat diberikan kepada siswa.

Dapat disimpulkan bahwa metode lattice digunakan untuk mengoperasikan

perkalian dengan cara penjumlahan yang disajikan dalam kotak perkalian.

Dengan penerapan metode lattice siswa dapat memperoleh nuansa pembelajaran

yang baru dan dapat dijadikan alternatif lain dalam menyelesaikan operasi

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

22

perkalian, sehingga siswa dapat dengan mudah menerima dan menjadikan

pembelajaran lebih menarik dan senang untuk mempelajarinya.

c. Bentuk Kotak Perkalian Metode Lattice

Adapun bentuk perkalian metode lattice menurut Bekti dalam (Fathurroyani,

2017: 9) adalah, 1) perkalian satu digit, 2) perkalian satu digit dengan dua digit,

3) perkalian dua digit dengan dua digit, 4) perkalian tiga digit dengan satu digit,

5) perkalian tiga digit dengan dua digit, dan 6) perkalian tiga digit dengan tiga

digit, berikut contohnya:

1) Perkalian satu digit

2) Perkalian satu digit dengan dua digit

atau

3) Perkalian dua digit dengan dua digit

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

23

4) Perkalian tiga digit dengan satu digit

atau

5) Perkalian tiga digit dengan dua digit

atau

6) Perkalian tiga digit dengan tiga digit

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

24

d. Cara Menyelesaikan Perkalian Melalui Metode Lattice

Berikut ini cara menyelesaikan perkalian melalui metode lattice (Masruroh &

Maarif, 2017: 938) yaitu diantaranya:

1) Buatlah sebuah kotak perkalian seperti dibawah ini (kotak perkalian sesuai

dengan banyaknya bilangan yang terlibat).

2) Tulislah angka pengali di atas dan angka yang dikali di bawah pada sisi

kanan, berbanjar dengan angka pada kotak.

2 5 x

4

5

3) Gambarlah garis diagonal pada kotak dari pojok kanan atas sampai pojok kiri

bawah.

2 5 x

4

5

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

25

4) Tuliskan setiap hasil perkalian dimulai dari 2 × 4, 2 × 5, 5 × 4, 5 × 5 dengan

angka puluhan pada segitiga sebelah kiri atas dan satuan di segitiga kanan

bawah (apabila hasilnya bukan puluhan, tuliskan angka 0 pada segitiga

puluhan).

2 5 x

0

8

2

0 4

1

0

2

5 5

5) Ketika semua perkalian selesai, jumlahkan angka tersebut pada diagonalnya.

2 5 X

0 0

8

2

0 4

11 1

0

2

5 5

2 5

6) Jika hasil penjumlahan puluhan maka tambahkan angka puluhannya ke

bilangan selanjutnya searah jarum jam dan tulis jawabannya.

2 5 X

1 0 1

8

2

0 4

1 1

0

2

5 5

2 5

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

26

7) Tuliskan hasil perkalian berlawanan jarum jam, 45 x 25 = 1125

Adapun langkah-langkah pelaksanaan metode lattice menurut Fatmala, dkk

(2018: 71) yaitu sebagai berikut:

1) Buatlah sebuah tabel, kemudian letakkan soal dengan bilangan pertama

berada di atas tabel dan bilangan kedua diletakkan di samping kanan tabel.

Banyaknya kolom dan baris disesuaikan dengan soal.

2) Kalikan semua angka dan letakkan pada masing-masing kotak.

3) Jumlahkan angka-angka di dalam tabel searah diagonal.

4) Untuk angka yang dua digit (hasil penjumlahan), jumlahkan digit puluhannya

ke angka yang berada di depannya.

Dalam daerah perkalian yang disajikan dalam tabel tersebut dapat di isi

dengan angka yang ingin kita kalikan, dengan hasil perkalian yang diperolehnya

dapat di simpan dalam daerah pengerjaan yang menggunakan garis diagonal.

Adanya garis diagonal digunakan untuk menuliskan hasil puluhan yang disimpan

pada kolom diagonal atas dan satuan pada kolom diagonal bawah.

Langkah-langkah di atas merupakan cara yang digunakan dalam

menyelesaikan perkalian dengan menggunakan metode lattice. Dalam metode

lattice untuk bilangan satuan diberi angka nol (0) di depannya. Misalkan, tulis

jawabannya 06 untuk hasil dari perkalian 3 x 2. Setelah itu, jumlahkan angka-

angka yang terdapat pada garis diagonal tersebut. Maka akan didapatkan hasil

perkaliannya. Jika ada penyimpanan, tuliskan di tabel paling atas untuk

memudahkan (Supriadi, 2013: 38)

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

27

e. Kelebihan dan Kelemahan Metode Lattice

Seperti halnya metode perkalian yang lain, metode perkalian lattice juga

memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut ini kelebihan dan kekurangan

metode perkalian lattice menurut Zubaidah dan Kresnadi dalam Fatmala (2018:

71) yaitu:

1) Kelebihan metode lattice adalah sebagai berikut:

a) Perhatian peserta didik dapat dipusatkan, dan di titik beratkan yang

dianggap penting oleh guru.

b) Perhatian peserta didik akan lebih terpusat pada apa yang akan

didemonstrasikan.

c) Dapat merangsang siswa untuk lebih aktif dalam mengikuti proses belajar.

d) Dapat menambah pengalaman anak didik.

e) Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang disampaikan.

f) Dapat mengurangi kesalah pahaman karena pengajaran lebih jelas.

g) Siswa akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang didasarkan atas

pengalamannya sendiri karena siswa dituntut mengerjakan sesuatu dengan

kemampuannya sendiri.

h) Dapat menjawab semua masalah yang timbul di dalam pikiran setiap

siswa karena ikut serta berperan secara langsung.

2) Kekurangan metode lattice, adalah sebagai berikut:

a) Memerlukan waktu.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

28

b) Tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan operasi perkalian satuan

dengan satuan, sehingga untuk dapat menggunakannya siswa harus sudah

menguasai perkalian satuan dengan satuan yaitu perkalian 1 sampai 10.

c) Tidak semua siswa paham dengan metode kisi-kisi karena masih dianggap

baru.

Sedangkan menurut Kusumawati (2010: 17) kelebihan dan kelemahan

metode lattice dalam perkalian yaitu sebagai berikut:

Kelebihannya:

a) Siswa akan gemar menyelesaikan masalah-masalah yang di dasarkan atas

pengalamannya sendiri karena siswa dituntut mengerjakan sesuatu dengan

kemampuannya sendiri.

b) Pengertian akan dicapai oleh siswa, sebab menemukan konsep atau

generalisasi atas hasilnya sendiri.

c) Metode ini memungkinkan siswa bebas tidak tergantung pada orang lain.

d) Metode ini memungkinkan untuk jarangnya terjadinya kesalahan pada

hasil kali karena hasil kali langsung dimasukkan ke dalam kolom-kolom.

Kelemahannya:

a) Guru harus mengawasi kelas kecil, karena guru harus memperhatikan

individu.

b) Perencanaan perlu disusun secara teliti, bila tidak demikian siswa akan

sekedar bermain-main tanpa menyerap suatu konsep atau generalisasi.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

29

c) Memerlukan waktu agak lama karena harus membuat kisi-kisi atau

kolom-kolom terlebih dahulu.

Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan

dan kelemahan menggunakan metode lattice yaitu:

Kelebihan:

a) Memudahkan siswa dalam menyelesaikan operasi perkalian dengan benar

dan tepat.

b) Membangkitkan motivasi dan merangsang siswa untuk belajar dengan

baik.

c) Siswa akan merasa tertarik dalam menyelesaikan perkalian dengan

menggunakan metode lattice.

d) Bisa membantu siswa ingat lebih lama tentang materi yang disampaikan

dan siswa lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran.

Kelemahan:

a) Menggunakan waktu yang cukup lama karena siswa harus membuat tabel

terlebih dahulu.

b) Harus teliti dan jelas dalam penyampaiannya karena jika tidak maka siswa

tidak akan mengikutinya dengan baik dan akan merasa kesulitan.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

30

4. Prestasi Belajar

a. Pengertian Prestasi Belajar

Prestasi pada dasarnya adalah hasil yang diperoleh dari suatu aktivitas.

Adapun belajar pada dasarnya adalah suatu proses yang mengakibatkan adanya

perubahan dalam diri individu, yaitu perubahan tingkah laku. Maesaroh (2013:

159) menjelaskan prestasi adalah ”Hasil yang telah dicapai (dari yang telah

dilaksanakan, dikerjakan dan sebagainya)”. Dari pengertian tersebut dapat

diambil pengertian bahwa prestasi adalah pengetahuan yang diperoleh atau

keterampilan yang dikembangkan dalam pelajaran di sekolah yang biasanya

ditunjukkan dengan nilai-nilai yang diberikan oleh guru, dan nilai tersebut bisa

dengan nilai tinggi, sedang dan rendah. Sedangkan belajar adalah ”Berusaha

memperoleh kepandaian atau ilmu”, sehingga belajar ini merupakan suatu

kegiatan yang harus ada di dalam kehidupan manusia sesuai dengan naluri

manusia yang selalu ingin maju, terutama dalam proses pendidikan formal,

belajar adalah hal yang sangat penting.

Dalam islam belajar adalah ibadah dan terpenting dalam kehidupan. Hal

tersebut sebagaimana ditandaskan dalam Islam, bahwa belajar hukumnya wajib

bagi kaum muslimin dan muslimat. Sebagaimana sabda Nabi SAW yang artinya:

”Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim”(HR. Ibnu Adi dan Baihaqi).

Ada beberapa pengertian prestasi belajar yang di kemukakan oleh para ahli

dalam (Hamdani, 2010: 138) yaitu diantaranya:

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

31

1) Winkel (1996: 226) mengemukakan bahwa prestasi belajar merupakan bukti

keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang. Dengan demikian, prestasi

belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai oleh seseorang setelah

melaksanakan usaha-usaha belajar.

2) Arif Gunarso (1993: 77) mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah usaha

maksimal yang dicapai oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha

belajar.

3) Gagne (1985:40) menyatakan bahwa prestasi belajar adalah usaha maksimal

yang dicapai oleh seseorang setelah melaksankan usaha-usaha belajar.

Prestasi belajar yang dicapai seseorang merupakan hasil interaksi antar

lingkungan, keluarga dan masyarakat sesuai pendapat Ahmadi dalam Heriyati

(2017: 25) yang menyatakan bahwa “Prestasi belajar yang dicapai seseorang

merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam

diri (faktor internal) maupun dari luar (faktor eksternal) individu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

prestasi belajar merupakan hasil pengukuran yang diperoleh dari penilaian yang

mengakibatkan perubahan dalam diri individu sebagai hasil yang sudah dicapai

dari aktivitas selama mengikuti proses kegiatan pembelajaran.

b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Pada dasarnya, faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dalam

(Hamdani, 2010: 139- 143) dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu faktor

dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern).

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

32

1) Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Faktor ini

yaitu diantaranya dipengaruhi oleh:

a) Kecerdasan yaitu kemampuan belajar disertai kecakapan untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapinya.

b) Faktor jasmaniah atau faktor fisiologi yaitu pancaindera yang tidak

berfungsi sebagaimana mestinya, seperti mengalami sakit, cacat tubuh,

atau perkembangan yang tidak sempurna.

c) Sikap yaitu suatu kecenderungan untuk mereaksi terhadap suatu hal,

orang, atau benda dengan suka, tidak suka, atau acuh tak acuh.

d) Minat menurut para ahli psikologi adalah suatu kecenderungan untuk

selalu memerhatikan dan mengingat sesuatu secara terus menerus.

e) Bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk

mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.

f) Motivasi adalah segala sesuatu yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu.

2) Faktor Eksternal

Faktor eksternal terdiri atas dua macam, yaitu lingkungan sosial dan

lingkungan nonsosial. Yang termasuk dalam lingkungan sosial adalah guru,

kepala sekolah, staf administrasi, teman-teman sekelas, rumah tempat tinggal

siswa, alat-alat belajar, dan lain-lain. Adapun yang termasuk dalam lingkungan

nonsosial adalah gedung sekolah tempat tinggal dan waktu belajar.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

33

Pengaruh lingkungan pada umumnya bersifat positif dan tidak memberikan

paksaan kepada individu. Menurut Slameto dalam (Hamdani, 2010: 143), faktor

ekstern yang dapat memengaruhi belajar adalah keadaan keluarga, keadaan

sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Dengan demikian jelaslah bahwa prestasi belajar siswa merupakan hasil dari

suatu proses pembelajaran yang didalamnya terlibat sejumlah faktor yang saling

mempengaruhinya.

c. Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Anak Dalam Pembelajaran

Matematika

Untuk dapat meningkatkan prestasi belajar dalam pembelajaran matematika,

salah satu faktor penunjang yaitu dengan adanya proses pembelajaran yang efektif

dan efisien. Kedewasaan manusia yang hidup dan berkembang adalah manusia

yang selalu berubah dan perubahan itu merupakan hasil belajar. Perubahan yang

dialami seseorang karena hasil belajar dalam matematika menunjukkan pada

suatu proses kedewasaan yang dialami oleh anak tersebut. Misalnya siswa dari

yang tidak tahu berhitung menjadi tahu berhitung. Proses belajar matematika

dapat berlangsung dengan efektif jika orangtua bersama guru mengetahui tugas

apa yang akan dilaksanakan mengenai proses belajar matematika .

Adapun sifat-sifat proses belajar matematika menurut Suwangsih & Tiurlina

(2006: 18-19) adalah:

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

34

1) Belajar matematika merupakan suatu interaksi antara anak dengan

lingkungan. Dari lingkungannya anak memilih apa yang ia butuhkan dan apa

yang dapat ia pergunakan untuk pertumbuhan dan perkembangannya.

2) Belajar berarti berbuat.

Dengan berbuat anak menghayati sesuatu dengan seluruh indera dan jiwanya.

Konsep-konsep matematika menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh

anak sehingga konsep itu benar-benar tahan lama di dalam ingatan siswa.

3) Belajar matematika berarti mengalami.

Mengalami berarti menghayati sesuatu aktual penghayatan. Dengan

mengalami berulang-ulang perbuatan maka belajar matematika akan menjadi

efektif, teknik akan menjadi lancar, konsep makin lama makin jelas dan

generalisasi makin mudah di simpulkan.

4) Belajar matematika memerlukan motivasi.

Anak didik membutuhkan kemampuan untuk berkembang, misalnya

kebutuhan anak mengetahui dan menyelidiki, memperbaiki prestasi dan

mendapatkan kepuasan atas hasil pekerjaannya. Dengan mengetahui

kebutuhan anak akan merupakan motivasi untuk mendorong atau melakukan

suatu kegiatan. Motivasi itu dapat dirangsang melalui:

a) Merencanakan kegiatan belajar matematika dengan memperhitungkan

kebutuhan minat dan kesanggupan anak didik.

b) Menggunakan perencanaan pembelajaran matematika bersama dengan

anak didik.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

35

5) Belajar matematika memerlukan kesiapan anak didik.

Kesiapan artinya bahwa anak sudah matang dan sudah menguasai apa yang

diperlukan. Anak yang belum siap tidak boleh dipaksa untuk belajar

matematika karena akan membuat anak itu malas belajar dan merasa tidak

mampu belajar.

6) Belajar matematika harus menggunakan daya pikir.

Berpikir konkret pada prinsipnya hanya pada jenjang SD dan setelah itu akan

beralih ke taraf berfikir abstrak. Hal ini disebabkan matematika merupakan

ilmu yang abstrak. Untuk membantu anak berpikir abstrak, harus banyak

diberikan pengalaman dengan berbagai alat peraga.

7) Belajar matematika melalui latihan (drill)

Untuk memperoleh keterampilan dalam matematika diperoleh latihan berkali-

kali atau terus menerus.

Contoh: Untuk terampil menjumlah, mengurang, mengali, dan membagi,

maka anak harus secara teratur melakukan latihan baik lisan maupun

tertulis. Dengan mengetahui komponen-komponen proses belajar

mengajar, maka orang tua dan guru akan lebih mudah dalam

meningkatkan prestasi belajar anak dalam matematika.

Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa dalam meningkatkan

prestasi belajar yang diperoleh siswa dalam proses pembelajaran matematika

yaitu dapat dilakukan dengan memberikan motivasi dan memberikan metode

pembelajaran yang bervariasi sehingga siswa itu sendiri merasa tertarik dengan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

36

belajar matematika. Selain itu juga adanya kesiapan siswa dalam belajar, dalam

pembelajaran dapat menggunakan benda konkrit/pernyataan nyata dan melakukan

latihan-latihan pada siswa agar lebih terampil dalam melakukan pembelajaran

yang telah dipelajarinya.

5. Karakteristik Siswa Kelas III Sekolah Dasar

Siswa Sekolah Dasar merupakan individu dengan segala keunikan yang

dimilikinya yang menyebabkan adanya perbedaan karakteristik pada setiap siswa.

Oleh karena itu, guru harus memperhatikan dengan baik karakteristik dan perbedaan

yang dimiliki oleh setiap siswa karena hal tersebut merupakan faktor yang

menentukan keberhasilan siswa dalam belajar matematika.

Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun sampai dengan

12 atau 13 tahun. Menurut Piaget, “Mereka berada pada fase operasional konkrit.

Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan dalam proses berpikir

untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun masih terikat dengan objek

yang bersifat konkrit” (Haeruman, 2010: 1).

Berdasarkan teori tahap perkembangan berpikir anak, maka siswa kelas III SD

berada pada tahap operasional kongkrit. Sehubungan dengan hal itu, maka dalam

pembelajaran matematika yang dilakukan di kelas III harus memfasilitasi siswa

dalam mengaktifkan daya berfikir yang kreatif dan kritis untuk dapat menyelesaikan

masalah yaitu dengan memberikan suatu metode pembelajaran baru yang berkaitan

dengan materi yang dipelajari agar peserta didik memiliki pengetahuan luas dan

antusias untuk belajar.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

37

6. Profil SDN Sukasari

SDN Sukasari merupakan lembaga pendidikan selama 6 (enam) tahun dengan

Kurikulum Nasional (2013) dan memperoleh status sekolah dengan nilai akreditasi A.

SD Negeri Sukasari terletak di Kp. Sukasari, Rt/Rw 01/02. Dusun Sukasari,

Kelurahan Gunungtandala, Keamatan Kawalu, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.

a. Identitas Sekolah

Nama Sekolah : SDN Sukasari

NPSN : 20224670

Status : Negeri

Bentuk Pendidikan : SD

Status Kepemilikan : Pemerintah Daerah

Kode Pos : 46182

Lintang : -7.4029000

Bujur : 108.2091000

b. Data Kepala Sekolah

Nama : Yayat, S. Pd, M. Si

Status : PNS

NIP : 196630403 198603 1 020

Pangkat/golongan :IV/B

Jabatan : Kepala Sekolah

NUPTK : 673574163200042

Kontak Person : 082217389735

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

38

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Fatmala, dkk (2018) yang berjudul “Pengaruh

Penerapan Lattice Multiplication Method untuk Mengatasi Kesulitan

Menyelesaikan Operasi Perkalian”. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh

perbedaan rerata presentase hasil angket kecemasan matematis awal dengan rerata

presentase hasil angket kecemasan matematis akhir yaitu dari 56,37% turun

menjadi 42,65% yang sama-sama masih dalam kategori cukup. Selanjutnya

dengan uji hipotesis menggunakan uji (paired sample t test) berbantuan SPSS

16.0 diperoleh data thitung = 0,000 dan dengan α = 5% = 0,05 diperoleh ttabel =

1,729 yang artinya thitung ≤ ttabel. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat

perbedaan yang signifikan antara hasil tes sebelum diterapkan metode perkalian

lattice (pretest) dengan hasil setelah diterapkannya metode perkalian lattice

(posttest) yang diperoleh siswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada

pengaruh penerapan lattice multiplication method untuk mengatasi kesulitan

menyelesaikan operasi perkalian dan kecemasan matematis pada siswa kelas VIII

SMPN 7 Pujut.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu penggunaan

metode lattice pada materi operasi hitung perkalian. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian tersebut terletak pada fokus permasalahan dan populasi yang

digunakan dalam penelitian. Pada penelitian ini penulis berfokus pada prestasi

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

39

belajar matematika dengan populasi di kelas III Sekolah Dasar dan penelitian

yang dilakukan oleh Fatmala, dkk (2018) permasalahan yang diteliti adalah

mengatasi kesulitan menyelesaikan operasi perkalian dan kecemasan matematis

dengan populasi siswa kelas VIII SMPN 7 Pujut.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Mujib & Erik Suparingga (2013) yang

berjudul “Upaya Mengatasi Kesulitan Siswa Dalam Operasi Perkalian Dengan

Metode Latis”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mereka sangat tertarik dan

senang dengan metode ini. Mereka mampu menyelesaikan operasi perkalian

dengan mudah, walaupun masih ada siswa yang kurang teliti. Namun, hal itu

tidak membuat mereka merasa jenuh bahkan menjadi lebih semangat untuk

memperbaiki kesalahannya. Siswa lebih memilih metode ini dalam menghitung

perkalian dari pada metode yang dikenal sebelumnya.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini yaitu penggunaan

metode lattice dalam materi operasi hitung perkalian. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian tersebut terletak pada fokus permasalahan yang di teliti. Pada

penelitian ini permasalahan yang diteliti yaitu pengaruh penggunaan metode

lattice terhadap prestasi belajar matematika dan penelitian yang dilakukan Abdul

Mujib & Erik Suparingga (2013) permasalahan yang diteliti adalah penggunaan

metode lattice sebagai upaya mengatasi kesulitan siswa dalam operasi perkalian.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Zubaidah dan Hery Kresnadi (2015) yang berjudul

“Peningkatan Hasil Belajar Matematika dengan Metode Lattice Di Kelas III

Sekolah Dasar”. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa terdapat

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

40

peningkatan terhadap kemampuan guru melaksanakan pembelajaran dan

peningkatan aktivitas belajar siswa kelas III Sekolah Dasar Negeri 15

Singkawang Selatan antara pelaksanaan siklus I dengan pelaksanaan siklus II.

Terjadinya peningkatan yang cukup signifikan dari hasil pembelajaran

matematika sebagai dampak adanya peningkatan hasil belajar degan

menggunakan metode lattice pada siswa kelas III SD Negeri 15 Singkawang

Selatan. Hal ini terlihat dari rata-rata nilai pada siklus I (satu) 35,5 dan siklus

II(dua)75. Dengan demikian terdapat perbedaan sebasar 39,5.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada

penggunaan metode lattice dalam menyelesaikan operasi perkalian. Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian tersebut terletak pada metode dan jenis penelitian.

Peneliti terdahulu menggunakan metode deskriptif, dengan jenis penelitian

kualitatif terhadap peningkatan hasil belajar. Sedangkan peneliti menggunakan

metode penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian Quasi Eksperimental

terhadap prestasi belajar matematika.

4. Penelitian yang dilakukan oleh Solikin & Dyah (2019) yang berjudul

“Penggunaan Metode Lattice Dalam Mengatasi Rendahnya Kemampuan

Berhitung Operasi Perkalian”. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa peserta didik yang menjadi subjek penelitian mengalami perkembangan.

Hal tersebut didukung dengan adanya peningkatan nilai rata-rata yang diperoleh

dari 17,89 menjadi 84,30. Pada akhir treatment rata-rata yang dicapai peserta

didik ialah 84,30 dengan presentase ketuntasan mencapai 96,56% dan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

41

kemampuan berhitungnya mengalami peningkatan 0.81 (kategori tinggi).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa metode lattice

mampu memberikan peningkatan terhadap kemampuan peserta didik dalam

berhitung operasi perkalian sehingga nilai matematika peserta didik meningkat.

Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian ini terletak pada

penggunaan metode lattice dalam menyelesaikan operasi perkalian.

Perbedaannya yaitu peneliti terdahulu menggunakan metode penelitian kualitatif

dengan jenis penelitian tindakan kelas (PTK), sedangkan peneliti menggunakan

metode kuantitatif dengan jenis penelitian Quasi eksperimental.

C. Kerangka Pikir

Dalam pembelajaran matematika di kelas III pemahaman siswa terhadap pelajaran

matematika masih merasa kesulitan terutama dalam menyelesaikan soal perkalian

yang hasilnya lebih dari dua digit. Hal ini disebabkan karena guru masih mengajar

dengan metode konvensional tanpa menggunakan metode lain.

Keberhasilan dalam proses pembelajaran dapat dilihat dari kemampuan prestasi

belajar yang meningkat karena adanya pengaruh dalam penggunaan metode

pembelajaran. Penggunaan metode yang tepat akan membantu guru maupun peserta

didik dalam proses pembelajaran.

Salah satu metode yang menarik adalah metode perkalian lattice. Metode

perkalian lattice menurut Mujib & Erik (2013: 2) merupakan metode perkalian yang

disajikan dalam bentuk tabel yang memuat hasil perkalaian. Hasil perkalian dua

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

42

bilangan di tempatkan dalam tabel yang di susun berdasarkan satuan, puluhan,

ratusan, dan seterusnya.

Metode lattice dapat membantu dan memudahkan siswa dalam menyelesaikan

perkalian. Dengan penerapan metode lattice siswa dapat memperoleh nuansa

pembelajaran yang baru dalam menyelesaikan perkalian selain dengan menggunakan

cara bersusun, sehingga siswa dapat dengan mudah menerima dan menjadikan

pembelajaran lebih menarik dan senang untuk mempelajarinya. Selain itu juga, siswa

dapat lebih mudah dalam mengerjakan persoalan mengenai penyelesaian operasi

hitung perkalian yang diberikan oleh guru.

Dalam penelitian ini, untuk mengetahui prestasi belajar siswa kelas III SDN

Sukasari diperoleh berdasarkan hasil pretest dan posttest yang dilakukan pada kelas

eksperimen maupun kelas kontrol. Perlakuan yang diberikan pada kelas eksperimen

dan kelas kontrol berbeda, yaitu kelas eksperimen dalam pembelajaran menggunakan

metode lattice dan kelas kontrol menggunakan metode konvensional. Adapun bagan

kerangka pikirnya dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

43

Gambar 1.

Bagan Kerangka Berpikir

(Sumber: Dokumentasi Peneliti)

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir diatas maka peneliti mengajukan

hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh penggunaan metode lattice dalam

Kontrol Eksperimen

Menyelesaikan perkalian

menggunakan metode

konvensional

Menyelesaikan perkalian

menggunakan metode lattice

Post-test

Prestasi

Belajar

Kondisi Awal

Pre-test

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--

44

menyelesaikan perkalian terhadap prestasi belajar sebelum dan sesudah dilakukan

pembelajaran. Adapun hipotesis statistik pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

Ho = Tidak terdapat pengaruh penggunaan metode lattice dalam

menyelesaikan operasi perkalian terhadap prestasi belajar di kelas III

SDN Sukasari.

Ha = Terdapat pengaruh penggunaan metode lattice dalam menyelesaikan

operasi perkalian terhadap prestasi belajar di kelas III SDN Sukasari.

Jika nilai sig. (2-tailed) < 0,05, maka Ha diterima dan Ho ditolak, dan

Jika nilai sig. (2-tailed) > 0,05, maka Ha ditolak dan Ho diterima.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya--