BAB II - Repository - Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

44
12 BAB II BIMBINGAN KELOMPOK BOARD GAME UNTUK MEREDUKSI PERILAKU BULLYING PADA SISWA SD NEGERI 1 SETIAMULYA KOTA TASIKMALAYA A. Kajian Teori 1. Konsep Bullying a. Pengertian Bullying Bullying berasal dari bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak atau mengganggu (Ehan, 2008: 3). Olweus (Olweus, 1993: 9), mendefinisikan bullying sebagai situasi dimana seorang siswa yang ditindas atau menjadi korban bully memperoleh tindakan negatif secara berulang dan terus menerus oleh satu atau beberapa siswa lain. Tindakan negatif ini adalah ketika seseorang dengan sengaja melakukan, atau mencoba menimbulkan luka atau membuat orang lain tidak nyaman dan pada dasarnya tindakan negatif ini tersirat dalam definisi perilaku agresif. Rigby (2003: 6), mendefinisikan bullying sebagai berikut: 1) Bullying dimulai ketika seseorang (atau sekelompok orang) ingin melukai seseorang atau membuat orang itu berada dibawah tertekan. Keinginan seperti itu adalah syarat yang diperlukan untuk terjadinya bullying tetapi bukan hanya itu saja. Perlu diingat bahwa jika keinginan untuk menyakiti atau menekan seseorang tidak dinyatakan dalam tindakan yang menyakitkan, maka dalam hal ini bisa dikatakan tidak terjadi tindakan bullying. 2) Bullying melibatkan keinginan untuk melukai + tindakan yang menyakitkan. Mungkin ada berbagai jenis tindakan: secara fisik atau verbal atau gestural, langsung atau tidak langsung, atau pada umumnya kombinasi dari ketiganya yaitu secara fisik, verbal dan gestural. Tetapi, di samping itu, ada ketidakseimbangan kekuatan, setidaknya dalam situasi ketika bullying terjadi. - - www.lib.umtas.ac.id Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020 - -

Transcript of BAB II - Repository - Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya

12

BAB IIBIMBINGAN KELOMPOK BOARD GAME UNTUK MEREDUKSI

PERILAKU BULLYING PADA SISWA SD NEGERI 1 SETIAMULYAKOTA TASIKMALAYA

A. Kajian Teori

1. Konsep Bullying

a. Pengertian Bullying

Bullying berasal dari bahasa Inggris (bully) yang berarti menggertak

atau mengganggu (Ehan, 2008: 3). Olweus (Olweus, 1993: 9),

mendefinisikan bullying sebagai situasi dimana seorang siswa yang ditindas

atau menjadi korban bully memperoleh tindakan negatif secara berulang dan

terus menerus oleh satu atau beberapa siswa lain. Tindakan negatif ini adalah

ketika seseorang dengan sengaja melakukan, atau mencoba menimbulkan

luka atau membuat orang lain tidak nyaman dan pada dasarnya tindakan

negatif ini tersirat dalam definisi perilaku agresif.

Rigby (2003: 6), mendefinisikan bullying sebagai berikut:

1) Bullying dimulai ketika seseorang (atau sekelompok orang) ingin

melukai seseorang atau membuat orang itu berada dibawah tertekan.

Keinginan seperti itu adalah syarat yang diperlukan untuk

terjadinya bullying tetapi bukan hanya itu saja. Perlu diingat bahwa jika

keinginan untuk menyakiti atau menekan seseorang tidak dinyatakan

dalam tindakan yang menyakitkan, maka dalam hal ini bisa dikatakan

tidak terjadi tindakan bullying.

2) Bullying melibatkan keinginan untuk melukai + tindakan yang

menyakitkan.

Mungkin ada berbagai jenis tindakan: secara fisik atau verbal

atau gestural, langsung atau tidak langsung, atau pada umumnya

kombinasi dari ketiganya yaitu secara fisik, verbal dan gestural. Tetapi,

di samping itu, ada ketidakseimbangan kekuatan, setidaknya dalam

situasi ketika bullying terjadi.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

13

3) Bullying melibatkan keinginan untuk melukai + tindakan yang

menyakitkan + ketidakseimbangan kekuatan.

Bullying bukanlah perkelahian atau pertengkaran yang terjadi

diantara orang-orang yang memiliki kekuatan yang sama. Tetapi

bullying dipahami sebagai perilaku yag tidak adil.

4) Bullying melibatkan keinginan untuk melukai + tindakan yang

menyakitkan + ketidakseimbangan kekuatan + penggunaan kekuatan

yang tidak adil.

Perlu dipertanyakan mengenai penggunaan kekuatan tinggi yang

menyakitkan itu dibenarkan atau tidak. Selain itu, tindakan bullying

biasanya diulang.

5) Bullying melibatkan keinginan untuk melukai + tindakan yang

menyakitkan + ketidakseimbangan kekuatan + penggunaan kekuatan

yang tidak adil + (biasanya) pengulangan. Karakteristik dari bullying

yaitu pelaku menikmati penguasaan yang ditunjukan dan korban merasa

tertindas.

Rigby (2003: 6) menyimpulkan bahwa bullying melibatkan keinginan

untuk melukai + tindakan menyakitkan + ketidakseimbangan kekuatan +

penggunaan kekuasaan yang tidak adil + (biasanya) pengulangan +

merupakan kegembiraan nyata bagi si penyerang + perasaan tertindas bagi

pihak korban.

Coloroso (2003: 2), menyatakan bahwa bullying adalah aktivitas sadar,

disengaja, dan bertujuan untuk melukai, menimbulkan ketakutan melalui

ancaman agresi lebih lanjut, dan menciptakan teror yang didasari oleh

ketidakseimbangan kekuatan, niat untuk menyakiti, ancaman agresi lebih

lanjut dan teror.

Parada & Craven (Parada, at al, 2008: 2), berpendapat bahwa bullying

didefinisikan sebagai perilaku yang dilakukan oleh satu orang atau lebih

dengan tujuan menyakiti orang lain secara sengaja. Parada (2006: 12),

menyatakan bahwa bullying dapat terjadi akibat adanya ketidakseimbangan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

14

yang dapat ditimbulkan oleh keanggotaan atau afiliasi kelompok (yaitu

pelaku bullying dapat menjadi anggota geng, kelompok dengan keunggulan

intelektual, atau kelompok dengan komposisi rasa tau etnis yang berbeda

dengan korban). Ketidakseimbangan juga bisa terjadi jika korban memiliki

sikap dan keyakinan tertentu. Sebagai contoh, para korban mungkin takut

pada pelaku bullying, atau korban mungkin memiliki keyakinan yang

mencegah mereka tidak menggunakan kekerasan untuk membela diri. Faktor

kuncinya adalah demi keuntungan untuk diri sendiri, para pelaku bullying

mengeksploitasi ketidakseimbangan kekuatan untuk mendominasi korbannya

berulang kali, sehingga korban dirugikan dalam beberapa hal.

Bullying ditandai oleh serangkaian perilaku agresif, baik langsung

maupun tidak langsung, yang menimpa individu (korban) oleh orang lain

(pelaku bullying) yang lebih kuat daripada korban. Perilaku ini dilakukan

dalam jangka waktu yang lama, dan tidak diterima oleh korban (Parada,

2006:13).

Berdasarkan pendapat para ahli terkait pengertian bullying, maka

penulis dapat menyimpulkan bahwa bullying merupakan suatu tindakan yang

dilakukan atas dasar adanya kekuatan atau kekuasan pada diri seseorang atau

kelompok untuk menyerang dan merendahkan seseorang atau kelompok lain

yang lemah sehingga sesorang atau kelompok tersebut menjadi tertekan dan

tak berdaya. Tindakan dilakukan secara sengaja dan dilakukan secara

berulang- ulang sampai yang menjadi sasaran [korban] bullying tidak berdaya

dan seseorang yang menjadi pelaku bullying mendapatkan kesenangan.

b. Bullying Sekolah

Olwes (Cowie and Jennifer, 2008: 2) mendefiinisikan bullying sekolah

sebagai bagian dari perilaku agresif dengan karakteristik tertentu, yaitu ketika

seseorang yang ditindas (bullied) atau menjadi korban (victimized) (laki-laki

atau perempuan) memperoleh tindakan negatif dari satu atau lebih siswa lain

secara berulang kali dan dari waktu ke waktu.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

15

Bullying dapat dilakukan oleh satu individu — penindas [the bully] —

atau oleh suatu kelompok. Sasaran bullying juga dapat berupa satu

individu — korban [the victim]— atau kelompok. Dalam konteks bullying

sekolah, target biasanya adalah siswa tunggal (satu orang siswa sebagai

sasaran bullying/korban bullying) (Olweus, 1994:3).

Ada banyak bentuk bullying di sekolah yang tidak melibatkan

kekerasan, seperti bullying dengan kata-kata, gerak tuguh dan pengucilan

yang disengaja dari suatu kelompok (Olwes, dalam Cowie and Jennifer,

2008:2). Bentuk bullying yang sering terjadi di sekolah ialah ejekan, diikuti

pemukulan, ancaman dan penyebaran gosip (Olweus, 1994: 3).

c. Bentuk-Bentuk Bullying

Bullying dapat dilakukan dalam berbagai cara. Menurut Olweus (1993:

9), bullying merupakan tindakan negatif yang dapat dilakukan dengan cara:

1) Verbally (words)

Verbally (words) adalah tindakan negatif yang dilakukan dengan kata-

kata, misalnya: mengancam, mengejek, menggoda dan memanggil

nama.

2) Physical Contact

Physical Contact adalah tindakan negatif yang dilakukan melalui

kontak fisik, misalnya: memukul, mendorong, menendang, mencubit

dan menahan orang lain melalui kontak fisik.

3) Without Use Of Words or Physical Contact

Tindakan negatif yang dilakukan tanpa menggunakan kata-kata atau

kontak fisik, misalnya: memalingkan wajah atau melakukan gerakan

yang merendahkan, dengan sengaja mengabaikan seseorang dari suatu

kelompok, atau menolak untuk mematuhi keinginan orang lain.

Adapun menurut Rigby (2003: 10), cara seseorang melakukan

bullying dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

16

Matrik 2.1Klasifikasi BullyingDIRECT INDIRECT

Verbal Abuse 1. Penghinaan

verbal

2. Kritik tidak adil

3. Nama panggilan

1. Membujuk orang lain

untuk mengkritik atau

menghina seseorang

2. Menyebarkan rumor

jahat

3. Panggilan telepon dan

email secara anonim

[tidak dikenal; tanpa

nama]

GesturalAbuse 1. Gerakan

mengancam

atau cabul

2. Tatapan

mengancam

Sengaja berpaling atau

mengalihkan pandangan

seseorang untuk

mengabaikan seseorang

PhysicalMeans 1. Memukul

2. Melempar

barang

3. Menggunakan

senjata

a. Membuat orang lain

menyerang seseorang

b. Menghilangkan dan

menyembunyikan

barang

Relational

Bullying

Membentuk koalisi

melawan seseorang

Membujuk orang untuk

mengabaikan seseorang

Lee (2004: 9) memaparkan bahwa ada tiga tipe dasar bullying, antara

lain:

1) Bullying fisik. Bullying fisik bisa dilakukan secara langsung,

diantaranya memukul dan menendang. Dapat pula secara tidak

langsung, termasuk diantaranya mengambil harta benda orang lain,

merusak properti atau pekerjaan sekolah. Bullying fisik dilakukan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

17

dengan maksud untuk melemahkan sebagai sebuah manifestasi dari

bullying fisik tetapi tidak bermaksud untuk membuat rasa sakit pada

fisik seseorang, termasuk diantaranya: pemerasan, yaitu dimana

ancaman kekerasan ditujukan kepada korban agar menyerahkan

uangnya atau harta benda yang dimilikinya; dan ancaman kekerasan

atau gerak tubuh dan bahasa tubuh yang menunjukan bullying. Namun,

jika perselisihan berubah menjadi perkelahian, maka ini tidak termasuk

kedalam bullying fisik karena tidak memiliki niat untuk melemahkan.

Dari perkelahian tentu akan ada niat untuk melukai dan ada yang

mengalami luka, tetapi perbedaan perkelahian dan bullying fisik dilihat

juga dari status kekuatan. Jika perkelahian, kedua-duanya memiliki

kekuatan yang sama dapat saling melawan, sedangkan bullying fisik

memili status kekuatan yang berbeda.

2) Bullying Verbal. Bullying verbal adalah salah satu bentuk bullying

yang paling umum karena dapat berdampak langsung, didepan orang

yang mendengarnya. Bullying verbal meliputi: kata-kata panggilan dan

pernyataan ofensif, mengancam dan menghina seperti menghina dalam

hal orientasi seksual atau kelompok etnis.

3) Bullying Sosial. Bentuk bullying ini meliputi pengucilan yang

disengaja dari kelompok sosial atau bullying dalam kelompok.

Field (2007: 17-21), menyatakan bahwa ada empat jenis utama

perilaku bullying, diantaranya:

1) Teasing

Teasing adalah kekerasan verbal. Ini adalah bentuk bullying

yang paling berbahaya dan tahan lama. Bentuk-bentuk teasing yang

paling umum terkait dengan penampilan, seksualitas dan persetujuan

sosial. Sebuah kata yang dianggap normal di satu sekolah (atau negara)

mungkin dianggap sangat buruk di sekolah lain. Meskipun kata-katanya

berbeda, tetapi niat, para pendengar dan konteks sosiallah yang

membahayakan sasaran. Gurauannya menyakitkan karena si pelaku

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

18

bullying melakukannya dengan sikap sarkastik, nada, ekspresi wajah,

dan pengulangan yang teratur. Jenis utama dari teasing antara lain:

a) Nama panggilan.

b) Melecehkan, berteriak, menghina atau mengomel.

c) Tuntutan atau ancaman verbal.

d) Membuat suara sebagai target berjalan melewati.

e) Penyalahgunaan telepon, catatan buruk, internet, email, SMS dan

bentuk elektronik lainnya.

2) Exclusion

Exclusion atau ‘relational’ didasarkan pada manipulasi sosial,

dan dapat diekspresikan secara terbuka, misalnya dengan berkata “Anda

tidak dapat duduk bersama kami”, juga melibatkan perilaku tidak

langsung, halus, rahasia atau bahasa tubuh non-verbal oleh pelaku

bullying dan lainnya. Seorang pelaku bullying memanipulasi kelompok

tanpa terlibat secara langsung, dengan menggunakan struktur sosial

untuk menyerang target. Tujuan exclusion adalah untuk menciptakan

identitas kelompok menjadi mekanisme kontrol yang kuat. Setiap

anggota kelompok tahu bahwa jika dirinya mencoba melindungi target,

mungkin dirinya akan dijadikan target yang berikutnya. Ketika seorang

pengganggu licik, kehadiran guru pun tidak akan ada gunanya, karena

mungkin pengganggu menakuti target cukup dengan mengangkat

alisnya saja. Sayangnya, banyak guru tidak mengetahui adanya agresi

secara tidak langsung ini. Yang termasuk pada exclusion diantaranya:

a) Berpura-pura bersahabat dengan korban dan kemudian secara

sporadis berbalik melawannya.

b) Saat korban mendekat, kelompok memberinya 'perlakuan diam' dan

membalikkan punggung mereka.

c) Pengganggu mengatakan sesuatu kepada target dan berjalan pergi

sebelum dia bisa menjawab.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

19

d) Menunjuk, menatap, mencibir, tertawa, memalingkan wajah,

menirukan, atau berbisik dengan orang lain sambil melihat korban.

e) Bergaya mengancam, memperlihatkan gerakan mengancam

f) Mengeluarkan korban dari kelompok teman sebaya, tidak

mengikutsertakan korban dalam percakapan dan tidak

mengikutsertakan korban dalam permainan.

g) Tidak berbagi tempat duduk sambil berpura-pura menyimpannya

untuk orang lain.

h) Gosip jahat dan desas-desus yang dirancang untuk membuat anak-

anak lain merendahkan korban, misalnya: mengungkap rahasianya

kepada orang lain.

i) Pemerasan dan ancaman, misalnya: “Saya tidak akan menjadi

teman kamu jika kamu tidak membelikanku makanan ringan”;

“Kamu tidak akan datang ke pesta saya jika kamu tidak memberi

saya tugasmu untuk disalin”.

3) Physical

Physical bullying melibatkan serangan secara teratur terhadap

seseorang yang lebih lemah. Itu bisa langsung secara agresif, seperti

memukul, menendang, dan meludah; atau secara tidak langsung, seperti

dengan gerakan, saran, menguntit, dan merusak atau menyembunyikan

properti. Ini bisa termasuk meraih target dengan pakaiannya dan

merobeknya atau terlibat dalam perkelahian di mana dia tidak berdaya.

Yang termasuk pada physical bullying diantaranya:

a) Mendorong, menendang, mencubit, meninju, menabrak, mengetuk,

menarik rambut, menahan orang lain melalui kontak fisik,

tersandung, dan penggunaan senjata.

b) Mencuri buku, makan siang atau barang-barang lainnya dari meja

atau loker.

c) Melemparkan barang milik seseorang di sekitar ruang kelas.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

20

d) Mengganggu atau merusak pakaian anak-anak, barang-barang di

mejanya, loker atau di tempat lain, misalnya. didorong, rusak atau

disembunyikan.

e) Mengambil kursi saat seorang anak akan duduk di atasnya.

f) Menguncinya di kamar atau lemari, meletakkan kepalanya di toilet,

g) Menjentikkan air ke arah anak dari keran, menjentikkan potongan

kertas atau karet gelang, dan

h) Menyabotase pekerjaan rumah atau studi komputer

4) Harassment

Harassment umumnya melibatkan pertanyaan, pernyataan, atau

serangan yang berulang dan menyebalkan tentang masalah seksual,

gender, ras, agama atau kebangsaan. Yang termasuk pada harassment

diantaranya:

a) Menundukkan anak pada setiap gerakan seksual, gangguan,

tindakan keintiman fisik dan penyerangan melalui menyentuh,

meraih atau mencubit, misalnya. membelai payudara gadis,

menyentuh pantat anak atau bagian pribadi lainnya, menjentikkan

rok anak perempuan, buang air kecil pada seseorang.

b) Menarik celana dalam target di depan siswa lain

c) Melihat ke bawah pintu toilet.

d) Membuat komentar langsung atau tidak langsung tentang

seksualitas anak: 'Kamu gay', 'Kamu homo / lesbian', 'Kamu

perempuan' (untuk laki-laki).

e) Menggunakan bahasa yang mengintimidasi, misalnya. 'Persetan',

'Pergilah bercinta dengan ibumu', 'Ibumu adalah pelacur', 'Kembali

ke tempat asalmu'.

f) Membuat kemajuan atau permintaan seksual yang tidak diinginkan,

dan

g) Menguntit di dalam atau di luar sekolah

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

21

Berdasarkan pendapat para ahli mengenai bentuk-bentuk bullying,

maka penulis dapat menyimpulkan bahwa bentuk-bentuk atau jenis-jenis

perilaku bullying terdiri dari (1) bullying fisik secara langsung dan tidak

langsung; (2) bullying verbal; dan bullying sosial / relasional.

d. Proses Terjadinya Bullying

Rigby (2003: 12), mengkonseptualisasikan tindakan bullying sebagai

sebuah proses yang dinamis. Berikut konseptualisasi terkait proses terjadinya

Bullying:

Bullying Cycle Begins

Gambar 2. 1 Bullying Cycle Begins, Rigby (2003: 12)

Bullying dimulai dari adannya seseorang yang dipandang sebagai

korban potensial (Potential Victim[s]) dengan karakteristik: secara fisik

lemah, introvert, gelisah, terisolasi dan objek dari prasangka. Setiap orang

mungkin akan cocok dengan kategori dari karakteristik itu. Tetapi

kemungkinan besar calon korban bullying akan menampilkan karakteristik

yang menunjukan kelemahan dan kerentanan (Perception of weakness and

vulnerability). Setelah itu, rencana dibuat untuk menempatkan orang yang

ditargetkan sebagai korban bullying berada di bawah tekanan, biasanya

dengan cara melukai, merusak dan mempermalukannya (Plan to hurt,

undermine, humiliate). Kemudian diikuti dengan berbagai jenis tindakan

baik secara fisik, verbal, sosial, manipulatif (Action – physical, verbal, social,

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

22

manipulative) dan siklus bullying pun di mulai, kadang-kadang bergabung

dengan orang lain untuk mengatur berlangsungnya tindakan bullying (Rigby,

2003: 12).

e. Faktor-Faktor Penyebab Bullying Sekolah

Adanya ketidakseimbangan kekuatan dalam komunitas sekolah

memungkinkan terjadinya bullying. Tetapi tidak semua orang menggunakan

kekuatannya untuk melakukan tindakan bullying terhadap seseorang. Berikut

ini adalah beberapa penyebab siswa melakukan bullying di sekolah (Rigby,

2003:17):

1) Mereka berpikir bahwa bullying itu harus dilakukan; di beberapa

sekolah mereka dikagumi oleh yang lain; mereka bisa mendapatkan

apa yang mereka inginkan; dan mereka lebih kecil kemungkinannya

menjadi korban daripada orang lain.

2) Mereka agresif dan impulsif, yang membuat mereka secara

konstitusional lebih cenderung terlibat dalam bullying.

3) Mereka mendapat pengajuan dari orang lain.

4) Melakukan perilaku bullying kepada orang lain identik dengan sebuah

kejantanan (macho) atau mungkin seseorang memiliki citra yang

mengesankan, terutama jika itu adalah seorang laki-laki tetapi

semakin meningkat untuk wanita.

5) Tampak seperti hal yang menyenangkan bagi yang melakukan,

terutama ketika seseorang adalah bagian dari kelompok yang terlibat

saat mengejek seseorang.

6) Mereka memiliki tingkat empati yang relatif rendah, sehingga

akibatnya pelaku bullying tidak terpengaruh oleh kesusahan yang

dialami orang lain.

7) Prasangka menuntun mereka untuk percaya bahwa beberapa jenis

orang pantas di bully; misalnya, orang dari kelompok etnis yang

berbeda atau dari orientasi seksual yang berbeda.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

23

8) Permusuhan umum terhadap orang lain telah ditimbulkan oleh

pengalaman negatif dengan orang tua dan keluarga, terutama perasaan

tidak dicintai dan / atau dikendalikan berlebihan.

9) Mereka telah dipengaruhi oleh 'model' yang agresif, dalam kehidupan

nyata dan / atau dengan melihat kekerasan video.

10) Korban dianggap telah memprovokasi perlakuan negatif; umumnya

pelaku bullying melihat perilaku bullying mereka sebagai 'balasan'.

11) Kebosanan yang parah di sekolah dapat menyebabkan bullying

sebagai cara untuk membuat hidup lebih menarik.

12) Pencapaian tujuan yang diinginkan dipandang lebih penting daripada

cara tidak peka yang digunakan untuk mencapainya. Ini berlaku

terutama untuk beberapa orang di posisi manajemen.

13) Mereka adalah budak otoritas yang dipersiapkan tanpa keraguan untuk

melakukan 'pekerjaan kotor' atasan mereka dengan memaksakan pada

orang lain.

14) Mereka melihatnya sebagai bagian dari peran mereka; misalnya,

sebagai prefek atau guru.

Adapun faktor penyebab siswa melakukan bullying, menurut Ehan

(2008:5), antara lain:

1) Faktor lingkungan keluarga yang tidak harmonis, yaitu sering terjadi

tindak kekerasan yang dilakukan orang tua terhadap anaknya, anak

yang terlalu dikekang atau serba dilarang, atau anak yang

diperlakukan permisif. Sehingga menyebabkan seseorang membentuk

kepribadiannya menjadi agresif dan kurang mampu mengendalikan

emosi.

2) Faktor lingkungan pergaulan. Seperti anak yang hidup pada

lingkungan orang yang sering berkelahi dan bermusuhan, berlaku

tidak sesuai dengan norma yang ada, maka anak akan mudah meniru

perilaku lingkungan itu dan merasa tidak bersalah.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

24

3) Faktor lingkungan sekolah. Seperti guru yang berbuat kasar kepada

siswa, guru yang kurang memperhatikan kondisi anak baik dalam

sosial ekonomi maupun dalam prestasi anak, bagaimana perilaku

sehari-hari anak di kelas atau di luar kelas saat bergaul dengan teman-

temannya.

4) Faktor media elektronik, yaitu adanya tayangan televisi yang sering

mempertontonkan kekerasan dalam sinetron, film atau acara lain.

f. Dampak Perilaku Bullying

Siswa yang terlibat dalam bullying yaitu sebagai pelaku dapat

mengalami dampak negatif dari kejadian bullying. Rigby (2003, 66),

menyatakan bahwa siswa yang terlibat dalam kejadian bullying di sekolah

telah diidentifikasi secara empiris dapat mengalami hal-hal berikut ini,

diantaranya:

1) Siswa mendapatkan penolakan dari teman sebayanya karena telah

melakukan tindakan bullying.

2) Ketika siswa telah terlibat dalam melakukan tindakan bullying, siswa

cenderung menjadi berperilaku nakal.

3) Siswa melakukan tindak kriminalitas.

4) Siswa mengalami gangguan psikologis.

5) Siswa terlibat dalam melakukan tindakan kekerasan yang lebih lanjut

di sekolah.

6) Siswa mengalami depresi.

7) Adanya ide untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Penelitian yang dilakukan Olweus (Syahrudin, 2019: 97),

menyebutkan bahwa siswa yang melakukan bullying sebagai pelaku bullying

akan mengalami dampak dari kejadian bullying yaitu:

1) Siswa akan lebih banyak melakukan kelakuan anti sosial seperti

perkelahian, pencurian, mabuk dan bolos.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

25

2) Siswa akan mengalami masalah dengan harga diri. Siswa akan

mengalami hilangnya harga diri ketika melakukan kesalahan dan

pelanggaran sekolah yaitu karena melakukan telah bullying.

Adapun menurut Priyatna (Novalia, 2016: 23), bahwa dampak negatif

yang akan terjadi pada siswa yang melakukan bullying yaitu siswa akan

melakukan tindakan sebagai berikut:

1) Sering terlibat perkelahian, pelaku bullying biasanya sering berkelahi

dan mencari-cari masalah dengan temannya.

2) Merokok, pelaku bullying cenderung memaksa korban untuk mau

merokok.

3) Meminum alkohol.

4) Melakukan tindakan pencurian.

5) Risiko mengalami cidera akibat perkelahian dengan korban.

6) Menjadi biang kerok di sekolah.

g. Karakteristik Pelaku Bullying

Karakteristik yang dimiliki oleh siswa yang melakukan bullying

sebagai pelaku bullying (bullies) menurut Olweus (1993: 34), diantaranya:

1) Ciri khas khas dari pelaku bullying (bullies) adalah perilaku agresi

mereka yang ditujukan terhadap teman sebaya. Hal ini juga tersirat

dalam definisi pelaku bullying. Tetapi pelaku bullying juga sering

berperilaku agresif terhadap orang dewasa, baik guru maupun orang

tua.

2) Pada umumnya, pelaku bullying (bullies) memiliki sikap yang lebih

positif terhadap kekerasan dan penggunaan cara-cara kekerasan dari

pada siswa yang lainnya.

3) Pelaku bullying (bullies) sering ditandai oleh impulsif dan kebutuhan

yang kuat untuk mendominasi orang lain.

4) Pelaku bullying (bullies) memiliki sedikit empati terhadap korban

bullying.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

26

5) Para pelaku bullying (bullies) memiliki pandangan yang relatif positif

tentang diri mereka sendiri (olweus; Bjorkvist et al.; Lagerspetz et al,

dalam Olweus, 1993: 34). Jika mereka anak laki-laki, mereka

cenderung lebih kuat secara fisik daripada anak laki-laki pada

umumnya, dan para korban, khususnya.

h. Perbedaan Gender dalam Bullying

Sebuah literatur yang luas menunjukkan bahwa anak laki-laki

memiliki kemungkinan yang lebih besar dari anak perempuan untuk menjadi

pengganggu (bullies) dan juga sebagai korban (victims) (Marsh, et.al, dalam

Sanders and Phye, 2004: 67). Adapun penjelasan terkait perbendaan gender

dalam bullying menurut Field (2007: 21) sebagai berikut:

1) Anak laki-laki dan perempuan sama-sama melakukan bullying dan

keduanya bisa menjadi target. Anak laki-laki menggertak anak laki-

laki dan anak perempuan. Anak perempuan biasanya melakukan

bullying kepada anak perempuan lain, tetapi juga dapat melakukan

bullying kepada anak laki-laki.

2) Anak laki-laki sering menggunakan taktik bullying untuk membuat

reputasi dan anak perempuan sering melakukan bullying untuk

melindungi reputasi mereka.

3) Anak laki-laki biasanya melakukan bullying secara terbuka dan lebih

memilih bullying fisik. Mereka berfokus pada pencapaian dan

tindakan individu, didukung oleh kecakapan fisik mereka. Mereka

kurang tertarik pada menyindir, mengucilkan dan bentuk bullying

yang secara tidak langsung.

4) Anak perempuan cenderung menjadi pengumpul yang bersosialisasi

dalam kelompok persahabatan yang lebih kecil dan intim. Mereka

biasanya lebih suka menyindir atau bentuk bullying yang secara tidak

langsung, bullying yang kurang melibatkan fisik. Mereka

menggunakan fitnah secara verbal, gosip yang jahat dan mengucilkan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

27

sebagai senjata ampuh untuk mengelola, memanipulasi dan

melindungi persahabatan kelompok kecil mereka.

5) Anak perempuan cenderung menjadi 'menyebalkan’ atau pasif-agresif,

sementara anak laki-laki cenderung 'macho' atau agresif. Sementara

lak-laki menyangkal bullying, perempuan berharap orang lain akan

secara intuitif merasakan hal itu.

6) Pengganggu (bullies) (dan target) dari kedua jenis kelamin biasanya

memiliki keterampilan komunikasi asertif yang kurang berkembang.

Adapun menurut Rigby (2003: 7), bahwa sebagian besar bullying

berlangsung dalam kelompok gender. Umumnya, bullying fisik berlangsung

terutama pada anak laki-laki dan perempuan, bullying relasional terjadi

terutama pada anak perempuan. Namun, bullying verbal bukan hal yang biasa

bagi gender, anak perempuan lebih banyak dijadikan sasaran untuk dimusuhi

dan dikomentari secara menyakitkan dari pada anak laki-laki dari yang

sebaliknya.

i. Cara Mengatasi dan Mencegah Bullying

Clara (Ehan, 2008: 7) menyatakan bahwa pencegahan agar anak tidak

menjadi pelaku bullying, yaitu dengan cara para orang tua mengembangkan

kecerdasan emosional anak sejak dini. Ajarkan anak untuk memliki rasa

empati, menghargai orang lain, dan menyadarkan sang anak bahwa dirinya

adalah mahluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam kehidupannya.

Ehan (2008: 8), menyatakan bahwa salah satu cara yang bisa

dilakukan oleh sekolah untuk mengatasi dan mencegah masalah bullying

ialah membuat sebuah program anti bullying di sekolah. Adapun kegunaan

dari program serta kegiatan anti bully di sekolah antara lain: menanamkan

pengertian bahwa rasa aman adalah hak dan milik semua orang;

menyadarkan semua orang di sekolah bahwa tindakan bullying dalam bentuk

apapun tidak dapat ditolelir; membekali siswa untuk membuat keputusan; dan

membantu siswa membentuk lingkaran orang yang mereka percayai.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

28

Kegiatan yang bisa dilakukan selama program ini antara lain;

(1)Brainstorming dan diskusi; (2) Kegiatan menggunakan lembar kerja;

(3)Membaca buku cerita yang berhubungan dengan bullying; (4) Membuat

gambar, kolase, poster mengenai pencegahan bullying; (5) Bermain drama; (6)

Berbagi cerita dengan orang tua di rumah; (7) Menulis puisi; (8)Menyanyikan

lagu anti bullying dengan lirik yang sudah di rubah dari lagu populer; (9)

Bermain teater boneka (Ehan, 2008: 8).

Berdasarkan pendapat para ahli terkait hakikat bullying yang telah

diuraikan di atas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa bullying

merupakan suatu tindakan yang dilakukan atas dasar adanya kekuatan atau

kekuasan pada diri seseorang atau kelompok untuk menyerang dan

merendahkan seseorang atau kelompok lain yang lemah sehingga sesorang

atau kelompok tersebut menjadi tertekan dan tak berdaya. Tindakan

dilakukan secara sengaja dan dilakukan secara berulang- ulang sampai yang

menjadi sasaran [korban] bullying tidak berdaya dan seseorang yang menjadi

pelaku bullying mendapatkan kesenangan.

Bullying dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu meliputi bentuk-

bentuk bullying terdiri dari (1) bullying fisik secara langsung dan tidak

langsung; (2) bullying verbal; dan bullying sosial / relasional. Kemudian,

bullying dapat terjadi ketika ada seseorang yang terlihat memiliki potensi

untuk dijadikan sasaran bullying, yaitu dengan ciri-ciri secara fisik lemah,

introvert, gelisah, terisolasi dan menunjukan kelemahan serta kerentanan

untuk dapat di bully (Perception of weakness and vulnerability).

2. Hakikat Bimbingan Kelompok

a. Pengertian Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok adalah layanan bimbingan yang diberikan

dalam suasana kelompok. Gazda (Prayitno dan Amti, 2009: 309)

mengemukan bahwa bimbingan kelompok di sekolah merupakan kegiatan

informasi kepada sekelompok siswa untuk membantu mereka menyusun

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

29

rencana dan keputusan yang tepat. Gazda juga menyebutkan bahwa

bimbingan kelompok diselenggarakan untuk memberikan informasi yang

bersifat personal, vokasional dan sosial. Jadi kegiatan dalam bimbingan

kelompok ialah pemberian informasi untuk keperluan tertentu bagi para

anggota kelompok.

Bimbingan kelompok dapat didefinisikan sebagai suatu proses

pemberian kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan

setiap anggota untuk belajar berpartisispasi aktif dan berbagai pengalaman

dalam upaya pengembangan wawasan, sikap dan atau keterampilan yang

diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya

pengembangan diri (Rusmana, 2009: 13).

Bimbingan kelompok adalah kegiatan pelayanan bimbingan yang

diberikan kepada konseli, dikelola dalam kelompok kecil, dengan anggota

antara 5 – 10 orang konseli. Layanan dirancang untuk merespon kebutuhan

dan minat tertentu dari sekelompok konseli. Konseli yang mempunyai

kebutuhan dan minat yang relatif sama ini selanjutnya dibentuk dalam suatu

kelompok bimbingan, untuk membantu mereka agar tercegah dari

permasalahan yang mungkin muncul dan dapat mengembangkan aspek-aspek

perkembangan mereka sesuai dengan kebutuhan dan minat yang telah

terungkap (Depdiknas dalam Ramli, dkk, 2017: 3).

Gazda (Ramli, dkk, 2017: 4), berpendapat bahwa bimbingan

kelompok sebagai cara penyampaian informasi yang tepat mengenai masalah

pendidikan, karir, pribadi dan sosial. Informasi disampaikan terutama

bertujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pemahaman konseli pada

diri maupun lingkungannya. Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan

menggunakan berbagai media instruksional dan menerapkan konsep-konsep

dinamika kelompok.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

30

b. Aspek-Aspek dalam Bimbingan Kelompok

Ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan

kegiatan bimbingan kelompok (Rusmana, 2009: 14), diantaranya:

Aspek Penjelasan

Tujuan dan Fungsi 1) Sebagai pencegahan masalah

2) Sebagai pengembangan pribadi

Jumlah anggota 2 – 15 anggota

Karakteristik anggota Heterogen – Homogen

Bentuk Kegiatan Permainan – intruksional

Peran pembimbing Fasilitator – Tutor

Peran anggota Aktif membahas topik yang relevan dan

bermanfaat bagi pencegahan masalah atau

pengembangan pribadi.

Suasana interaksi 1) Interaksi multi arah

2) Aktif bernuansa intelektual, pencerahan

dan pendalaman

Teknik yang digunakan Sosio-edukasional

Sifat dan materi

pembicaraan

1) Masalah umum (melebar)

2) Tidak memuat rahasia

Lama dan frekuensi

kegiatan

Sesuai dengan tingkat pemahaman anggota

tentang topik masalah

Evaluasi Keterlibatan, pemahaman isi dan dampak

terhadap anggota kelompok

c. Karakteristik Layanan Bimbingan Kelompok

Ada beberapa karakteristik dari bimbingan kelompok (M.Surya dan

Natawidjaja, dalam Rusmana, 2009: 13):

1) Bimbingan kelompok lebih bersifat efektif dan efisien.

2) Bimbingan kelompok dapat memanfaatkan pengaruh-pengaruh

seseorang atau beberapa orang individu terhadap anggota lainnya.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

31

3) Dalam bimbingan kelompok dapat terjadi saling tukar pengalaman

perubahan tingkah laku individu.

4) Bimbingan kelompok dapat merupakan awal dari konseling individual,

sehingga bimbingan kelompok dapat dimanfaatkan untuk

mempersiapkan individu yang akan mendapat layanan konseling.

5) Bimbingan kelompok dapat menjadi pelengkap dari teknik konseling

individual, dalam arti sebagai layanan tindak lanjut dari konseling

individual.

6) Bagi kasus - kasus tertentu, bimbingan kelompok dapat digunakan

sebagai substitusi, yakni dilaksanakan karena kasus tidak dapat

ditangani dengan teknik lain.

7) Dalam bimbingan kelompok terdapat kesempatan untuk menyegarkan

watak / pikiran.

d. Tujuan Layanan Bimbingan Kelompok

Tujuan yang hendak dicapai untuk kelompok dalam layanan

bimbingan kelompok ialah menerima informasi. Lebih jauh, informasi itu akan

dipergunakan untuk menyusun rencana dan membuat keputusan, atau untuk

keperluan lain yang relevan dengan informasi yang diberikan. Pemberian

informasi itu kepada sejumlah siswa (misalnya siswa satu kelas) dan individu-

individu lainnya menelaah anggota kelompok itu (Prayitno dan Amti,

2009:310).

Prayitno (Rakhmawati, 2013: 147) juga menyatakan bahwa tujuan

umum dari layanan bimbingan kelompok ialah berkembangnya kemampuan

sosialisasinya siswa, khususnya kemampuan komunikasi peserta layanan.

Sehingga, melalui layanan bimbingan kelompok, bermaksud mengentaskan

masalah klien dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Bennet (Prabowo,

2018: 53) menyatakan juga bahwa tujuan bimbingan kelompok adalah sebagai

berikut:

1) Memberikan kesempatan-kesempatan kepada siswa belajar hal-hal

penting yang berguna bagi pengarahan dirinya yang berkaitan dengan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

32

masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. Tujuan ini dapat

dicapai melalui kegiatan: (a) Bantuan dalam mengadakan orientsai

kepada situasi sekolah baru dan dalam menggunakan kesempatan-

kesempatan dan fasilitas yang disediakan di sekolah. (b) Mempelajari

masalah hubungan-hubungan antarpribadi yang terjadi dalam

kelompok di kehidupan sekolah yang dapat mengubah perilaku

individu dan kelompok dengan cara yang dapat diterima oleh

masyarakat. (c) Mempelajari secara kelompok masalah-masalah

pertumbuhan dan perkembangan, belajar menyesuaikan diri dalam

kehidupan orang dewasa dan menerapkan pola hidup yang sehat.

(d)Mempelajari secara kelompok dan menerapkan metode-metode

pemahaman diri mengenai sikap, minat, kemampuan kepribadian dan

kecenderungan-kecenderungan sifat, dan penyesuaian pribadi serta

sosial. (e) Mempelajari secara kelompok dan menerapkan metode-

metode belajar yang efisien. (f) Mempelajari secara kelompok dunia

pekerjaan dan masalah-masalah penyesuaian dan kemajuan pekerjaan.

(g) Bantuan secara kelompok untuk mempelajari bagaimana membuat

rencana-rencana pekerjaan jangka panjang. (h) Bantuan secara

kelompok tentang cara membuat rencana pendidikan jangka panjang.

(i) Bantuan untuk mengembangkan patokan-patokan nilai untuk

membuat pilihan-pilihan dalam berbagai bidang kehidupan dan dalam

mengembangkan filsafat hidup.

2) Memberikan layanan-layanan penyembuhan melalui kegiatan

kelompok dengan: (a) Mempelajari masalah-masalah manusia pada

umumnya. (b) Menghilangkan ketegangan-ketegangan emosi,

menambah pengertian mengenai dinamika kepribadian dan

mengarahkan kembali energi yang terpakai untuk memecahkan

kembali energi yang terpakai untuk memecahkan masalah-masalah

tersebut dalam suasana permisif.

3) Untuk mencapai tujuan-tujuan bimbingan secara lebih ekonomis dan

efektif daripada melalui kegiatan bimbingan individual.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

33

4) Untuk melaksanakan layanan konseling individual secara lebih efektif.

Dengan mempelajari masalah-masalah yang umum dialami oleh

individu dan dengan meredakan atau menghilangkan hambatan-

hamabatan emosional melalui kegiatan kelompok, maka pemahaman

terhadap masalah individu menjadi lebih mudah.

e. Macam-Macam Metode Layanan Bimbingan Kelompok

Metode bimbingan kelompok yang dapat digunakan dalam pemberian

layanan bimbingan kelompok diantaranya (Romlah, dalam Ramli, dkk: 2017:

5-12) :

1) Metode Ekspositori

Metode ekspositori yaitu cara melaksanakan layanan dalam

bimbingan klasikal maupun bimbingan kelompok, dengan menyampaikan

informasi atau penjelasan kepada sekelompok konseli. Penyampaian

informasi dapat diberikan secara lisan maupun dalam bentuk tertulis.

Ekspositori secara lisan biasa juga disebut dengan metode ceramah.

2) Metode Ceramah

Metode ceramah merupakan prosedur layanan bimbingan dengan

cara menyampaikan informasi atau penjelasan secara lisan. Ceramah tepat

digunakan untuk menyampaikan materi yang berupa konsep, fakta maupun

generalisasi. Tujuan bimbingan yang dapat dicapai melalui melalui

ceramah lebih mengarah pada aspek kognitif daripada afektif maupun

motorik, dalam tataran SKKP lebih pada aspek tujuan pengenalan dari

pada akomodasi dan tindakan.

Metode ceramah mempunyai kelebihan dan kelemahan. Kelebihan

metode ceramah antara lain (1) lebih efisien dibanding dengan teknik lain

baik ditinjau dari sisi waktu, fasilitas maupun biaya, (2) dalam waktu

bersamaan dapat melayani sejumlah besar konseli (terutama dalam layanan

bimbingan kelompok besar maupun bimbingan klasikal), (3) mudah

dilaksanakan dibanding dengan teknik lain. Sedang kelemahan teknik

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

34

ceramah, antara lain (1) konselor sering monolog, (2) alur komunikasi

lebih pada satu arah, sehingga membosankan dan tidak menarik; (2)

Konseli hanya mendengarkan saja sehingga kurang aktif yang dapat

berdampak pada rendahnya penguasaan materi yang disampaikan (3)

menuntut konselor memiliki keterampilan yang lebih dalam

berkomunikasi agar dapat menarik, seperti keterampilan dalam mengatur

intonasi, ritme atau irama suara, cara pengucapan suara agar jelas, keras

lemahnya volume suara dan sebagainya.

Agar lebih menarik, teknik ceramah dapat divariasi dengan teknik

yang lain, misalnya game atau permainan, untuk menghindari kejenuhan

atau kebosanan.

3) Ekspositori Tertulis

Ekspositori tertulis dapat diartikan sebagai cara memberikan

pelayanan bimbingan, dengan menyampaikan informasi secara tertulis.

Konselor menyiapkan materi bimbingan dalam bentuk tertulis dan bahan

tersebut dapat dipelajari atau dibaca secara mandiri oleh para konseli.

Materi tertulis disajikan dengan menggunakan berbagai macam

media. Media tersebut antara lain yaitu papan bimbingan, booklet, leaflet,

menggunakan media blog atau web. Ekspositori tertulis lebih tepat untuk

menyampaikan materi yang sifatnya informatif. Tujuan yang dapat dicapai

lebih pada aspek kognitif, agar konseli mengetahui dan memahami dan

selanjutnya dapat mempengaruhi sikap dan perilaku mereka.

Kelebihan ekspositoria tertulis antara lain: (1) bahan atau materi

yang disajikan dapat dibaca ulang sehingga jika ada hal-hal yang kurang

jelas, dapat dibaca kembali; (2) materi dapat diakses di luar jam tatap

muka di kelas, sehingga teknik ini merupakan alternatif bagi sekolah yang

tidak memiliki jam tatap muka di kelas. Sementara kelemahannya antara

lain: (1) pada umumnya minat baca konsei masih rendah, sehingga ada

kemungkinan materi tertulis tidak dibaca ; (2) membutuhkan keterampilan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

35

khusus para konselor dalam menyiapkan informasi secara tertulis,

sementara kebiasaan menulis pun masih rendah.

4) Metode Diskusi Kelompok

Dalam konteks bimbingan kelompok, diskusi kelompok dipandang

sebagai jantungnya bimbingan kelompok. Sebab sebagian besar metode

bimbingan kelompok menggunakan variasi teknik diskusi kelompok dalam

proses pelaksanaannya.

Diskusi kelompok dapat dikatakan sebagai suatu percakapan yang

direncanakan antara 3 orang atau lebih, bertujuan untuk memperjelas

ataupun memecahkan suatu masalah yang dihadapi di bawah pimpinan

seorang pemimpin (Romlah, dalam Ramli, dkk, 2017: 7). Dari batasan

tersebut dapat ditemukan ciri dari diskusi kelompok, yaitu: (1) terdapat

pembicaraan atau percakapan yang dilakukan oleh 3 orang atau lebih; (2)

proses pembicaraan dirancang terlebih dahulu; (3) tujuan untuk

memperjelas (klarifikasi) maupun untuk memecahkan suatu masalah; (4)

dalam proses diskusi dipimpin oleh pemimpin kelompok, hal ini

menunjukkan bahwa dalam suatu kelompok terdapat anggota dan

pemimpin kelompok.

Teknik diskusi kelompok dapat digunakan untuk mencapai tujuan

layanan yang bermaksud membantu konseli dalam: (1) mencerahkan atau

memperjelas suatu masalah; (2) memecahkan masalah. Di samping itu,

khususnya terkait dengan pengembangan aspek pribadi sosial, teknik

diskusi kelompok juga dapat membantu konseli dalam mengembangkan:

(a) pemahaman terhadap diri sendiri dan orang lain; (b) meningkatkan

kesadaran diri;(c) mengembangkan pandangan baru tentang hubungan

antar manusia; (d)mengembangkan keterampilan dalam berkomunikasi; (e)

mengembangkan keterampilan kepemimpinan; (f) mengembangkan

keterampilan belajar secara mandiri dan (g) mengembangkan keterampilan

dalam menganalisis, mensintesis dan menilai (Dinkmeyer dan Muro;

Dulaney; dalam Ramli, dkk, 2017: 7).

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

36

Dikenal berbagai macam bentuk diskusi kelompok. Bentuk mana

yang akan digunakan sangat tergantung pada tujuan yang hendak dicapai,

materi serta sasaran/ konseli. Bentuk-bentuk diskusi kelompok antara lain

yaitu diskusi brainstorming atau curah pendapat, diskusi kelompok kecil,

diskusi panel, diskusi kelas, diskusi model jigsaw dan sebagainya.

Metode diskusi kelompok memiliki kelebihan dan kelemahan.

Kelebihannya antara lain yaitu: (1) konseli menjadi lebih aktif sehingga

tujuan layanan bisa lebih efektif; (2) dapat melatih keterampilan konseli

dalam berkomunikasi dan berinteraksi secara lebih efektif; (3) konseli juga

dapat berlatih menjadi pemimpin, baik melalui perannya sebagai

pemimpin kelompok maupun melalui hasil pengamatannya terhadap

pemimpin dan pengalaman sebagai anggota kelompok. Sedang

kelemahanny antara lain: (1) membutuhkan waktu yang lebih lama; (2)

membutuhkan falisitas tempat yang lebih luas dan fasilitas kursi yang

mudah dipindah-pindah; (3)kemungkinan diskusi menjadi salah arah, tidak

mencapai tujuan yang diharapkan apabila konselor kurang kontrol

terhadap proses kelompok; (4) kemungkinan pembicaraan dalam

kelompok tidak merata, ada anggota kelompok yang menguasai

pembicaraan, ada yang kurang mendapat kesempatan berbicara.

5) Metode Permainan Peranan (Roleplaying)

Dalam konteks bimbingan atau pendidikan secara umum permainan

peranan dipandang sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan

pendidikan, di mana individu memerankan suatu situasi yang imajinatif

(pura-pura), bertujuan untuk membantu individu dalam mencapai

pemahaman diri, meningkatkan keterampilan dalam berhubungan dengan

orang lain. Permainan peranan merupakan alat belajar yang dapat

digunakan untuk mengembangkan keterampilan dan pengertian mengenai

hubungan antar manusia, dengan cara memerankan situasi yang pararel

(sama) yang terjadi dalam kehidupan yang sebenarnya (Shaw,E.M dkk;

Corsisi; dalam Ramli, 2017: 8).

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

37

Permainan peranan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sosiodrama

dan psikodrama. Sosiodrama lebih mengarah pada permainan peranan

yang digunakan untuk mengembangkan keterampilan hubungan sosial,

lebih bersifat preventif dan pengembangan. Sedang psikodrama digunakan

untuk memecahkan masalah emosional yang dialami oleh seseorang,

bersifat kuratif atau penyembuhan. Dalam konteks bimbingan yang

berfungsi preventif dan pengembangan, lebih cenderung menggunakan

teknik sosiodrama, sehingga dalam tulisan ini hanya membahas

sosiodrama.

Sosiodrama sebagai suatu metode dalam bimbingan dapat dikatakan

sebagai alat yang digunakan dalam memberikan layanan kepada konseli,

dengan cara mengajak mereka memerankan peran-peran tertentu yang

berkaitan dengan hubungan antar manusia. Anngota kelompok yang

terpilih sebagai kelompok pemain, memerankan peranperan tertentu

seperti dalam drama, berdasarkan skenario yang telah disiapkan terlebih

dahulu. Setelah selesai permainan, dilanjutkan dengan diskusi,

merefleksikan hasil permainan, untuk mencapai tujuan layanan.

Sosiodrama lebih tepat digunakan untuk mencapai tujuan yang

mengarah pada aspek afektif, motorik dibandingkan pada aspek kognitif,

terkait dengan kehidupan hubungan sosial. Sehubungan dengan itu maka

materi yang disampaikan melalui sosiodrama bukan materi yang bersifat

konsep- konsep yang harus dimengerti dan dipahami, tetapi berupa fakta,

nilai, mungkin juga konflik-konflik yang terjadi di lingkungan

kehidupannya. Melalui permainan sosiodrama, konseli diajak untuk

mengenali, merasakan suatu situasi tertentu sehingga mereka dapat

menemukan sikap dan tindakan yang tepat seandainya menghadapi situasi

yang sama. Diharapkan akhirnya mereka memiliki sikap dan keterampilan

yang diperlukan dalam mengadakan penyesuaian sosial. Metode

sosiodrama tepat digunakan dalam bimbingan kelompok dalam kelompok

kecil atau bimbingan klasikal, dan tidak tepat untuk kelompok besar.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

38

Metode sosiodrma mempunyai kelebihan dan kelemahan sebagai

berikut. Kelebihan sosiodrama antara lain (1) merupakan teknik yang

menyenangkan sehingga tidak membosankan, sebab konseli diajak untuk

bermain-main; (2) konseli dapat belajar melalui penghayatan secara

langsung dari suatu peristiwa, meskipun peristiwa yang diangkat hanya

imajinatif; (3) melalui sosiodrama dapat disajikan model peristiwa ataupun

model perilaku, sehingga konseli dapat belajar melalui model yang

disajikan; (4) dapat digunakan sebagai alat mendiagnosis perilaku konseli.

Sedang kelemahan sosiodrama antara lain yaitu: (1) dalam pelaksanaannya

membutuhkan waktu yang lebih lama; (2) menuntut kecermatan dalam

mengobservasi para konseli baik pada kelompok pemain maupun

penonton agar dapat menangkap secara cermat setiap perilaku atau

peristiwa yang terjadi dalam proses permainan; (3) menuntut keterampilan

yang lebih dari konselor dalam mengelola kelas sebab kelas terbagi

menjadi dua kelompok yaitu kelompok pemain dan kelompok observer

yang sama-sama menuntut perhatian sepanjang proses permainan. Untuk

mengatasi kelemahan ini, konselor dapat menggunakan system co-leader,

konselor dapat bekerjasama dengan kolega konselor yang lain untuk

membantu pelaksanaan permainan sosiodrama.

6) Metode Permainan Simulasi

Permainan simulasi terdiri dari dua kata yaitu permainan dan

simulasi. Permainan merupakan aktivitas yang dilakukan oleh dua orang

atau lebih, mereka mengadakan pertemuan untuk mencapai tujuan-tujuan

tertentu, terdapat aturan dan batasan waktu. Sedang simulasi merupakan

meniru situasi-situasi tertentu yang merupakan representasi dari kehidupan

nyata. Permainan simulasi merupakan gabungan antara permainan dan

simulasi, para pemain melakukan aktivitas simulasi dan mereka

memperoleh balikan dari aktivitas permainan tersebut (Coppard, dalam

Ramli, 2017: 10).

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

39

Permainan simulasi merupakan salah satu jenis permainan yang

digunakan untuk merefleksikan situasi-situasi yang terdapat dalam

kehidupan nyata. Situasi yang diangkat dalam permainan dimodifikasi

seperti disederhanakan, diambil sebagian ataupun dikeluarkan dari

konteksnya (Adams, dalam Ramli, dkk, 2017: 10). Permainan simulasi

merupakan gabungan antara bermain peran dan berdiskusi. Dalam

permainan simulasi, para pemain bermain secara berkelompok, saling

berkompetisi untuk mencapai suatu tujuan, diikat oleh aturan-aturan

tertentu yang telah disepakati bersama (Romlah, dalam Ramli, dkk, 2017:

10).

Ketika memberikan layanan bimbingan, permainan simulasi dapat

digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan bimbingan. Teknik ini tepat

digunakan untuk mengenalkan konsep, nilai-nilai maupun keterampilan-

keterampilan tertentu yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Konseli belajar tentang kehidupan dengan melakukan aktivitas yang

menyenangkan melalui permainan. Proses belajar dengan melakukan akan

lebih efektif hasilnya dibandingkan dengan belajar hanya dengan

mendengarkan.

Metode permainan simulasi digunakan untuk mencapai tujuan

bimbingan pada aspek kognitif, afektif maupun motorik. Melalui proses

diskusi dalam merespon pesanpesan di beberan simulasi konseli dapat

menambah pengetahuannya. Melalui model yang ditampilkan dalam

permainan simulasi serta balikan-balikan yang muncul dalam proses

permainan dapat merubah sikap dan mengasah keterampilan tertentu para

konseli.

Metode permainan simulasi mempunyai kelebihan, antara lain (1)

menyenangkan sehingga tidak membosankan, sebab konseli diajak

bermain-main; (2) konseli dapat belajar melalui penghayatan secara

langsung dari suatu peristiwa, meskipun peristiwa yang diangkat hanya

imajinatif; (3) melalui permainan simulasi dapat disajikan model peristiwa

ataupun model perilaku, sehingga konseli dapat belajar melalui model

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

40

yang disajikan. Sedang kelemahan simulasi antara lain yaitu: (1)

membutuhkan waktu yang lebih lama; (2) menuntut kecermatan dalam

mengobservasi para konseli baik pada kelompok pemain maupun

penonton agar dapat menangkap secara cermat setiap perilaku atau

peristiwa yang terjadi dalam proses permainan; (3) menuntut keterampilan

yang lebih dari konselor dalam mengelola kelas sebab kelas terbagi

menjadi dua kelompok yaitu kelompok pemain dan kelompok penonton

yang sama-sama menuntut perhatian sepanjang proses permainan. Untuk

mengatasi kelemahan ini, konselor dapat menggunakan system co-leader,

konselor dapat bekerjasama dengan kolega konselor yang lain atau wali

kelas untuk membantu pelaksanaan permainanperanan.

7) Metode Home room

Home room merupakan upaya menciptakan suasana yang hangat,

akrab, menyenangkan seperti suasana di lingkungan keluarga, ketika

mengadakan pertemuan kelompok dengan konseli. Sebagai suatu metode,

homeroom berarti suatu cara dalam mengatur suatu pertemuan kelompok

di mana suasana hubungan antar anggota kelompok penuh dengan

kehangatan, keakraban seperti dalam keluarga yang menyenangkan.

Dalam suasana yang demikian ini, diharapkan konseli dapat lebih terbuka

dalam mengungkapkan diri termasuk mengungkapkan masalah-masalah

yang dihadapinya.

Home room merupakan metode yang khas dalam layanan

bimbingan, kekhasannya terletak pada suasana pertemuan yang hangat,

akrab seperti di dalam keluarga. Metode homeroom merupakan metode

yang tidak berdiri sendiri, dalam arti dalam penggunaannya selalu

dikolaborasi dengan metode lain, misalnya dengan teknik diskusi

kelompok, permainan peranan maupun permainan simulasi maupun

permainanpermainan lain yang dapat bermanfaat bagi perkembangan

konseli. Sebagai suatu teknik, memiliki beberapa kelebihan, antara lain: (a)

kontinyuitas dan kemajuan proses bimbingan dapat berlangsung dengan

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

41

membicarakannya dalam suasana yang menyenangkan (b) interaksi antar

anggota kelompok dapat dibangun sehingga kohesivitas antar anggota

dapat dicapai.

8) Teknik Permainan Kelompok

Bermain merupakan aktivitas yang tidak asing bagi siapa saja.

Orang tua, muda, remaja terlebih anak-anak senang melakukan aktivitas

bermain. Menurut Elliot (Ramli, dkk, 2017: 12), permainan merupakan

suatu aktivitas yang dapat menimbulkan kesenangan. Ada sejumlah ciri

dalam suatu permainan yang dikemukakan oleh Huizinga (Ramli, dkk,

2017: 12), yaitu: (1) permainan selalu bermain dengan “sesuatu” dapat

berupa benda atau aktivitas; (2) selalu terdapat interaksi timbal balik; (3)

permainan selalu berkembang, dinamis dan berputar dalam suatu siklus

sehingga mencapai klimaks anti klimaks dan memulai dari awal lagi; (4)

terdapat aturan-aturan yang disepakati bersama tanpa ada rasa terpaksa; (5)

dibatasi oleh waktu dan membutuhkan tempat atau ruang. Menurut Amster

(Ramli, dkk, 2017: 12) permainan dapat digunakan sebagai alat untuk: (1)

mendiagnosis perilaku individu dalam kelompok; (2) membangun

hubungan baik dengan orang lain; (3) sebagai media belajar memecahkan

masalah dalam kehidupan sehari-hari; (4) membantu anggota kelompok

dalam mengungkap perasaan; (5) mengatasi tekanan-tekanan melalui

mekanisme katarsis dalam proses permainan; (6) menanamkan kebiasaan

yang berguna dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas dapat dikatakan bahwa

permainan dapat digunakan sebagai metode dalam melaksanakan layanan

klasikal atau bimbingan kelompok. Dalam menggunakan permainan

sebagai suatu metode, perlu memperhatikan hal-hal berikut ini: (1)

permainan digunakan sebagai alat dalam bimbingan sehingga tujuannya

bukan untuk permainan itu sendiri tetapi mencapai tujuan bimbingan; (2)

setiap permainan yang akan digunakan selalu dirancang sebelumnya; (3)

dalam pelaksanaannya harus fleksibel karena sangat dipengaruhi kondisi

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

42

dinamika kelompok pada saat berlangsungnya permainan; (4) pemimpin

dituntut untuk kreatif dan berani mengambil suatu tindakan yang tidak bisa

diantisipasi sebelumnya; (5) untuk mencapai hasil yang maksimal, selalu

diakhiri dengan diskusi refleksi dan kesimpulan hasil permainan dikaitkan

dengan tujuan layanan.

Sebagai metode dalam bimbingan kelompok, pada umumnya

permainan yang digunakan adalah permainan kelompok. Permainan

kelompok ini dapat digunakan sebagai suatu metode yang berdiri sendiri,

dalam arti selama proses layanan hanya menggunakan teknik yang

dimaksud. Di samping itu permainan kelompok dapat pula digunakan

untuk variasi dari metode yang lain, misal teknik ekspositori. Dengan

variasi teknik permainan maka ekspositori akan menjadi lebih menarik dan

mereduksi kebosanaan sebagai kelemahan dari ekspositori.

f. Pelaksanaan Bimbingan Kelompok

Menurut Rusmana (2009: 86), menyatakan bahwa “sesungguhnya

tidak ada langkah-langkah baku yang dapat diterapkan dalam

melaksanakan bimbingan kelompok”. Sweeney & Homeyer (Rusmana,

2009: 86), memaparkan bahwa langkah-langkah bimbingan kelompok

sangat ditentukan oleh orientasi teoritis yang menjadi dasar penerapan

model.

Oleh karena itu, Rusmana (2009: 86) berpendapat bahwa orientasi

teoritis yang menjadi dasar penerapan bimbingan kelompok yakni model

konseling kelompok yang dikemukakan oleh Gladding. Gladding

(Rusmana, 2009: 86) menyatakan bahwa ada empat langkah utama yang

harus ditempuh dalam melaksanakan konseling kelompok, yakni:

(1)langkah awal (Begining a group); (2) langkah transisi (The transition

stage in a group); (3) langkah kerja (The working Stage in a group); dan

(4) langkah terminasi (Temination of a group). Lalu Gladding juga

menyatakan bahwa empat langkah konseling yang dikemukakannya

selaras dengan langkah-langkah dinamika kelompok dari Tuckman, yakni

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

43

forming, storming, norming, performing dan adjourning. Karena pada

dasarnya menurut Gazda (Ramli, dkk, 2017: 4), berpendapat bahwa

pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok dilakukan dengan

menggunakan berbagai media instruksional dan menerapkan konsep-

konsep dinamika kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, maka berikut ini dijelaskan orientasi

teoritis yang menjadi dasar penerapan langkah-langkah pelaksanaan

bimbingan kelompok yakni empat langkah model konseling kelompok

yang dikemukakan oleh Gladding yang selaras dengan langkah-langkah

dinamika kelompok dari Tuckman. Karena pada dasarnya menurut Gazda

(Ramli, dkk, 2017: 4), berpendapat bahwa pelaksanaan kegiatan

bimbingan kelompok dilakukan dengan menggunakan berbagai media

instruksional dan menerapkan konsep-konsep dinamika kelompok.

1) Tahap Awal (Beginning a Group)

Fokus utama dari langkah ini adalah terbentuknya kelompok.

Menurut Gladding (Rusmana, 2009: 170), langkah awal bimbingan

kelompok (beginning) yaitu dengan langkah pembentukan kelompok

(forming) dari Tuckman. Dalam pelaksanaan pembentukan kelompok,

konselor perlu mempertimbangkan (a) tahapan-tahapan pembentukan

kelompok (step in the forming stage); (2) tugas-tugas pembentukan

kelompok (task of beginning group); (3) potensi masalah

pembentukan kelompok (resolving potential group in forming); (4)

prosedur pembentukan kelompok (useful procedures for the begining

steges of a group).

2) Tahap Transisi (Transition Stage)

Tahap transisi adalah periode kedua pasca pembentukan

kelompok dan merupakan tahap awal sebelum memasuki tahap kerja.

Masa transisi ditandai dengan adanya tahapan forming dan norming.

a) Tahap storming atau disebut juga periode pancaroba/kacau

balau adalah masa terjadinya konflik dalam kelompok. Konflik

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

44

dalam kelompok terjadi karena adanya kekhawatiran anggota

kelompok dalam memasuki proses layanan. Biasanya

kekhawatiran muncul karena anggota kelompok mempunyai

keengganan untuk bergerak dari ketegangan primer (kekakuan

saat berada dalam situasi yang asing) menuju ketegangan

sekunder (konflik dalam kelompok).

Dalam periode kekacauan, anggota kelompok pada

awalnya khawatir dalam melakukan interaksi dengan anggota

lainnya. Kekhawatiran ini biasanya berkaitan dengan rasa takut

akan kehilangan kontrol, salah pengertian, terlihat bodoh, atau

ditolak. Beberapa anggota menghindari resiko dengan bersikap

diam. Sementara anggota lain yang ingin mendapat posisi

dalam kelompok bersifat lebih terbuka dan mempengaruhi

anggota kelompok yang lain.

b) Tahap Norms and Norming adalah tahap berikutnya pada

masa transisi. Tahap ini dibagi ke dalam 5 tahap yaitu (1) Peer

Relationship; (2) Task Processing; (3) Examining Aspects of

Norming; (4) Promoting Norming; (5) Results of Norming.

Selama periode Norming, beberapa perubahan penting

terjadi dalam hubungan antar teman. Interaksi antar teman ini

dapat digambarkan melalui (1) identifikasi: proses

perkembangan normal, dimana individu memandang dirinya

sama seperti orang lain. Kemudian muncul rasa ketertarikan

emosional para anggota kepada pemimpin mereka;(2) Variabel

eksistensial: pemipin kelompok beserta anggotanya dapat

merefleksikan kejadian masa lalu untuk dihubungkan dengan

kejadian masa kini, dan mengambil hikmahnya; (3) Harapan:

pengalaman akan harapan terjadi pada tingkat kognitif dan

emosional dalam kelompok. Secara kognitif, harapan adalah

keyakinan bahwa apa yang diinginkan dan kejadian-kejadian

terbaik akan terjadi; (4) kerja sama: terjadi ketika anggota

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

45

kelompok bekerja bersama-sama untuk mencapai tujuan; (5)

Kolaborasi: terjadi sejalan dengan kooperasi. Saat para anggota

bekerja sama dalam kelompok secara harmonis, mereka juga

dapat saling berbagi pengalaman dan perasaan mengenai diri

maupun masalah lain; (6) Kohesi: dapat digambarkan sebagai

kekompakan kelompok.

Gibbs (Rusmana, 2009: 94) menyatakan bahwa salah

satu tujuan penugasan dalah tahap Norming adalah agar

anggota kelompok bersedia untuk menerima dan melaksanakan

berbagai norma yang disusun sebagai aturan-aturan dan

standar yang digunakan dalam menjalankan kerja kelompok.

Dengan adanya norma, anggota kelompok dapat belajar untuk

mengatur, mengevaluasi dan mengkoordinasikan tindakan-

tindakannya. Menurut Forsyth (Rusmana, 2009: 94), biasanya

kelompok menerima dua jenis norma: (1) norma preskriptif:

tentang perilaku yang harus dilakukan; dan (2) norma

proskriptif: menggambarkan perilaku yang harus dihindari.

Bila proses Norming berhasil baik, maka kelompok

akan siap melangkah pada proses perkembangan selanjutnya,

yaitu tahap kerja. Anggota akan merasa terhubung dengan

kelompok dan menjadi lebih produktif. Norma memberikan

pedoman untuk menjalankan organisasi. Norma menjadi tolah

ukur tingkat keberhasilan baik secara individu maupun secara

kelompok. Secara garis besar, norming dapat membantu

individu merasa nyaman dalam kelompok.

3) Tahap Kerja (Performing Stage)

Gladding (Rusmana, 2009: 95) menyatakan bahwa ada enam

tahapan dalam fase kerja yaitu: (a) Peer Relationship; (b) Task

Processing During the Working stage; (c) Teamwork and Team

Building During the Working Stage; (d) Problems in the working

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

46

stage of groups; (e) Strategies for assisting groups in the working

stage; dan (f) Outcomes of the working stage.

Perhatian utama dalam tahapan kerja adalah produktivitas

kinerja. Masing-masing anggota kelompok terfokus pada peningkatan

kualitas kinerja untuk mencapai tujuan individu dan kelompok. Ada

tiga cara untuk mencapai produktivitas yang tinggi diantaranya adalah

saling memuji keunggulan masing-masinganggota kelompok; role

playing; dan home work (pekerjaan rumah). Dimensi lain yang dapat

meningkatkan produktivitas kinerja kelompok yaitu inkorporasi

(incorporation). Ketika tahapan kerja kelompok berakhir, anggota

akan merasakan dan mengetahui apa yang ingin dicapai dan

bagaimana cara untuk mencapainya. Kemudian akan menyadari nilai

yang selama ini dibangunnya dalam kelompok sehingga dapat

langsung mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

4) Tahap Terminasi (Termination Stage)

Pada tahap terminasi, anngota kelompok mencoba untuk mengenal

dan memahami lebih dalam lagi. Tahapan terminasi dibagi dalam

tujuh bagian:

a) Preparing for termination: pemimpin kelompok harus

memiliki perencanaan aktivitas kelompok yang baik, lamanya

pertemuan, kapan aktivitas berakhir, media apa yang

diperlukan, tempat pelaksanaan dan pihak lain yang terlibat

dalam aktivitas kelompok. Secara umum, tahap terminasi ini

terbagi menjadi dua bagian: pada akhir masing-masing sesi dan

pada akhir pertemuan kelompok. Keduanya melalui beberapa

proses terminasi yaitu: orientasi, hasil/kesimpulan, diskusi

yang terpusat pada tujuan, dan tindak lanjut.

Ketika sesik kelompok akan segera berakhir, pemimpin

kelompok menginformasikan pada anggota kelompok tentang

kesepakatan waktu kegiatan, lalu menanyakan apa hasil yang

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

47

telah dicapai dan bagaimana tindak lanjutnya. Sesi ini sangat

penting karena terukurnya sesi kelompok berhasil atau tidak,

bergantung pada sesi ini.

b) Effects of Termination on individual. Luft (Rusmana, 2009: 98),

menyatakan bahwa perilaku anggota kelompok diakhir sesi

menunjukna hal-hal yang terpikir dan terasa sebagai hasil dari

pengalamannya di dalam kelompok. Ada anggota kelompok

yang tergantung pada kelompok, ada yang merasa sedih, atau

bahkan ada yang merasa marah.

Langkah terbaik untuk mengakhiri sesi adalah dengan

merefleksikan pengalaman masing-masing anggota kelompok

dan mengimplikasikannya dalam aktivitas penutup dalam sesi

kelompok.

c) Premature Termination. Terkadang anggota kelompok

meninggalkan kelompok sebelum sesi kelompok berakhir. Ada

dua tipe premature termination: berakhirnya sesi sebelum

waktunya dan keluarnya anggota kelompok sebelum sesi

berakhir.

d) Termination of Group Sessions. Ada beberapa cara untuk

mengakhiri sebuah sesi kelompok, antara lain: (1) Member

summarization (cara ini yaitu beberapa anggota kelompok

diminta untuk merangkum hasil dari pertemuan aktivitas

kelompok); (2) Leader Summarization (cara ini yaitu

pemimpin kelompok merangkum dan mengomentari setiap

anggota kelompok yang hadir dalam sesi); Rounds (bentuk lain

dari Member summarization); dyads (cara ini yaitu kelompok

dibagi menjadi sub kelompok terdiri dari dua orang, lalu

masing-masing mengomentari hasil sesi); Written Reactions

(cara ini yaitu anggota kelompok diminta untuk menuliskan

kritik, saran dan hasil yang diperoleh dari sesi); rating sheets

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

48

(cara ini yaitu anggota kelompok diminta untuk menuliskan

seperti apa yang paling berkesan selama kegiatan, dsb.

e) Termination of a Group. Pembubaran dalam kelompok

biasanya dipengaruhi oleh perpaduan kondisi emosi dan

perampungan tugas-tugas kelompok.

f) Problems in Terminations. Dalam pembubaran kelompok

biasanya akan selalu muncul masalah, seperti penolakan,

transferensi, countertreansference.

g) Follow-up Session. Pertemuan tindak lanjut suatu prosedur

komunikasi untuk mengumpulkan kembali anggota kelompok

setelahnya mereka menerapkan berbagai hal yang didapatkan

dalam kehidupan sehari-hari.

Kemudian pada setiap sesi yang ada pada masing-masing tahapan,

dari mulai sesi forming, sesi storming, sesi norming, sesi performing dan

sesi adjourming, dilakukan prosesevaluasi menggunakan metode socratic

(Socratic Method), yang terdiri dari (Rusmana, 2009: 162):

1) fase Eksperientasi, atau disebut juga fase action adalah fase dimana

konselor melaksanakan kegiatan (DO) yang diarahkan pada upaya

memfasilitasi individu untuk mengekspresikan perasaan-perasaan

yang menjadi beban psikologisnya sesuai dengan skenario yang telah

ditetapkan sebelumnya. Tema umum pada tahap ini “DO”.

2) Fase identifikasi, yaitu tahap dimana konselor melaksnakan proses

identifikasi dan refleksi tahap satu pada pengalaman selama proses

latihan. Anggota kelompok diminta untuk melihat (LOOK) le dalam

dirinya apa kaitan antara proses permainan dengan keadaan dirinya.

Anggota kelompok diajak untuk mengungkap pikiran, perasaan

yang berkaitan dengan proses eksperientasi. Dan itu semua

merepresentasikan kondisi dan permasalahn yang dihadapi. Tema

umum pada tahap ini “LOOK”.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

49

3) Fase analisis, yaitu tahap dimana konselor melaksanakan refleksi

tahap dua dengan cara mengajak konseli untuk menganalisis dan

memikirkan (THINK) kaitan antara preses kegaiatn dengan kondisi

psikologis yang dihadapinya. Sehingga dapat digunakan untuk

membuat rencana perbaikan terhadap kelemahan-kelemahan diri.

Tema umum pada taha ini “THINK”.

4) Fase generalisasi, yaitu tahap dimana konselor melaksanakan

refleksi tahap akhir dengan cara mengajak konseli membuat rencana

(PLAN) perbaikan atas kelemahan yang dihadapi konseli. Rencana

perbaikan ini dapat diwujudkan pada proses bimbingan berikutnya.

Tema umum dari tahap ini adalah “PLAN”.

3. Bimbingan Kelompok Melalui Media Board Game

Pemberian layanan bimbingan kelompok dapat dilakukan melalui berbagai

teknik dan metode. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam pemberian

layanan bimbingan kelompok yaitu permainan kelompok. Menurut Romlah

(Ramli, dkk: 2017: 12), sebagai metode dalam bimbingan kelompok, pada

umumnya permainan yang digunakan adalah permainan kelompok. Permainan

kelompok ini dapat digunakan sebagai suatu metode yang berdiri sendiri, dalam

arti selama proses layanan hanya menggunakan teknik yang dimaksud. Di

samping itu permainan kelompok dapat pula digunakan untuk variasi dari metode

yang lain, misal teknik ekspositori. Dengan variasi teknik permainan maka

ekspositori akan menjadi lebih menarik dan mereduksi kebosanaan sebagai

kelemahan dari ekspositori.

Amster (Ramli, dkk, 2017: 12), menyatakan bahwa permainan dapat

digunakan sebagai alat untuk: (1) mendiagnosis perilaku individu dalam

kelompok; (2) membangun hubungan baik dengan orang lain; (3) sebagai media

belajar memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari; (4) membantu anggota

kelompok dalam mengungkap perasaan; (5) mengatasi tekanan-tekanan melalui

mekanisme katarsis dalam proses permainan; (6) menanamkan kebiasaan yang

berguna dalam kehidupan sehari-hari.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

50

Ada sejumlah ciri dalam suatu permainan yang dikemukakan oleh

Huizinga (Ramli, dkk, 2017: 12), yaitu: (1) permainan selalu bermain dengan

“sesuatu” dapat berupa benda atau aktivitas; (2) selalu terdapat interaksi timbal

balik; (3) permainan selalu berkembang, dinamis dan berputar dalam suatu siklus

sehingga mencapai klimaks anti klimaks dan memulai dari awal lagi; (4) terdapat

aturan-aturan yang disepakati bersama tanpa ada rasa terpaksa; (5) dibatasi oleh

waktu dan membutuhkan tempat atau ruang.

Berdasarkan karakteristik permainan yang telah dipaparkan di atas, salah

satu permainan yang sesuai dengan karakteristik itu dan akan digunakan dalam

pemberian layanan bimbingan kelompok ini salah satunya adalah permainan

kelompok board game atau papan permainan.

Menurut Scorviano (Yunita dan Wirawan, 2017: 5) dalam Sejarah Board

Game dan Psikologi Permainan, board game adalah jenis permainan di mana alat-

alat atau bagian-bagian permainan ditempatkan, dipindahkan, atau digerakan pada

permukaan yang telah ditandai atau dibagi-bagi menurut seperangkat aturan.

Permainan mungkin didasarkan pada strategi murni, kesempatan, atau campuran

dari keduanya dan biasanya memiliki tujuan yang harus dicapai. Berikut manfaat

dari board game mengajarkan aturan, interaksi sosial, edukasi, risiko dan simulasi,

dan jenjang generasi.

Selain disesuaikan dengan karakteristik dari permainan, board game

(permainan papan) dipilih sebagai metode dalam pemberian layanan bimbingan

kelompok juga harus menyesuaikan dengan memperhatikan hal-hal berikut ini

(Ramli, dkk, 2017: 12) :

a) Permainan digunakan sebagai alat dalam bimbingan sehingga tujuannya

bukan untuk permainan itu sendiri tetapi mencapai tujuan bimbingan;

Berkaitan dengan layanan bimbingan kelompok dengan penggunaan media

board game dalam penelitian ini memiliki tujuan bimbingan yaitu untuk

menangani perilaku bullying.

b) Setiap permainan yang akan digunakan selalu dirancang sebelumnya;

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

51

Berkaitan dengan layanan bimbingan kelompok dengan penggunaan media

board game dalam penelitian ini media board game yang dirancang untuk

digunakan yaitu board game bullying monopoli.

Adapun rancangan-rancangan pada board game bullying monopoly

meliputi: (1) Rancangan perlengkapan alat permainan, diantaranya: Sebuah

papan bullying monopoli; dadu permainan, yang dilengkapi dengan 5 buah

bidak/pion untuk setiap pemain 1 pion/bidak; 1 set kartu kesempatan; 1 set

kartu kejutan; 1 set kartu tebak gambar; 1 set kartu cek perilaku,;1 set kartu

info bullying; 1 set kartu perilaku bullying. (2) Rancangan aturan

permainan pada board game bullying monopoli, antara lain:

Matrik 2.2Aturan Permainan Bullying Monopoly

No. Poin-Poin Aturan Permainan

1. Permainan Board Game “Bullying Monoply” dimainkan denganjumlah pemain sebanyak 2-5 orang.

2. Permainan ini dimulai di petak START dan berjalan seterusnya

sesuai dengan angka-angka yang ada didadu. Pemain yang berhenti di

atas sebuah kotak, harus melakukan setiap perintah yang terdapat

pada kotak tersebut.

3. Selama permainan, bagi PEMAIN YANG BERHENTI DI PETAK

TEBAK GAMBAR, Pemain diintruksikan untuk membawa 1 kartu

yang berisikan gambar-gambar perilaku bullying dan

mengidentifikasi gambar tersebut merupakan jenis/bentuk bullying

sosial/verbal/fisik. Setelah mengetahui jawabannya, pemain

menyimpan kartu tebak gambar di kotak laporan perilaku sesuai

jenisnya.

4. Selama permainan, bagi PEMAIN YANG BERHENTI DI PETAK

CEK PERILAKU, Pemain diintuksikan untuk membaca isi kartunya

dan melaksanakan perintah yang tertera pada kartu.

Kartu cek perilaku: berisi pertanyaan untuk mengevaluasi apakah

pemain mengalami perubahan dalam menerima (bagi korban) dan

dalam melakukan (bagi pelaku) beberapa bentuk-bentuk bullying

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

52

(fisik, verbal, sosial) yang tertera pada kartu, setelah melaksanakan

sesi intervensi pada setiap pertemuannya.

5. Selama permainan, bagi PEMAIN YANG BERHENTI DI PETAK

KESEMPATAN, Pemain dintruksikan untuk mengambil kartu

kesempatan yang teratas, dan melaksanakan perintah yang tertera

pada kartu. Setelah itu kartu disimpan kembali di posisi paling

bawah.

Kartu Kesempatan: berisi tentang beberapa contoh kasus terkait

bullying fisik, verbal dan sosial (isi kartu kesempatan disesuaikan

dengan tema per sesi) yang harus direnungkan, lalu ditanggapi oleh

setiap pemain. Kemudian pembimbing mengajak pemain untuk

mendiskusikan kasus tersebut dan menanyakan kepada pemain terkait

kasus tersebut dan apa yang akan mereka lakukan.

6. Selama permainan, bagi PEMAIN YANG BERHENTI PADA DI

PETAK INFO BULLYING, Pemain membawa 1 kartu info bullying

kemudian bacakan info yang ada pada kartu dihadapan semua

pemain.

Kartu info bullying: berisi informasi-informasi tentang bullying.

7. Selama permainan, bagi PEMAIN YANG BERHENTI DI PETAK

KEJUTAN, Pemain diintruksikan untuk mengambil kartu yang

teratas, dan melaksanakan perintah yang tertera pada kartu. setelah itu

kartu disimpan kembali di posisi paling bawah.

Kartu Kejutan: berisi pernyataan tentang sikap yang benar maka

diberi reward dan pernyataan tentang sikap yang salah maka diberi

punishment .

8. Selama permainan, bagi PEMAIN YANG BERHENI DI PETAK

DIPANGGIL KE RUANG GURU, Pemain tidak boleh ikut bermain

sebanyak 1 putaran.

9 Selama permainan, bagi PEMAIN YANG BERHENTI DI PETAK

LAPOR PERILAKU, Pemain boleh menyimpan sebanyak 1 kartu

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

53

perilaku bullying apa saja di kotak laporan perilaku sesuai jenisnya.

10. Selama permainan, bagi PEMAIN BERHENTI DI PETAK PARKIR

BEBAS, Pemain boleh berhenti di petak mana saja.

11. PERMAINAN BERAKHIR, ketika ada pemain yang sudah tidak

memiliki kartu perilaku bullying sama sekali maka permainan

dinyatakan selesai.

Ketentuan Alat Permainan

Sebuah papan permainan, dadu permainan, bidak/pion; 1 set kartu

kesempatan; 1 set kartu kejutan; 1 set kartu tebak gambar; 1 set kartu cek

perilaku,;1 set kartu info bullying; 1 set kartu perilaku bullying.

c) Dalam pelaksanaannya harus fleksibel karena sangat dipengaruhi kondisi

dinamika kelompok pada saat berlangsungnya permainan;

d) Pemimpin dituntut untuk kreatif dan berani mengambil suatu tindakan yang

tidak bisa diantisipasi sebelumnya;

e) Untuk mencapai hasil yang maksimal, selalu diakhiri dengan diskusi

refleksi dan kesimpulan hasil permainan dikaitkan dengan tujuan layanan.

Berkaitan dengan layanan bimbingan kelompok dengan penggunaan media

board game dalam penelitian ini, pembimbing kelompok menyampaikan

beberapa pertanyaan untuk merefleksi hasil kegiatan dan membuat

kesimpulan berdasarkan hasil jawaban anggota kelompok dengan materi

kegiatan sebagai tujuan layanan.

B. Kajian Penelitian Yang Relevan

Pada penelitian sebelumnya, telah dilakukan beberapa penelitian yang

menggunakan layanan bimbingan kelompok sebagai upaya mencegah atau

menurunkan perilaku bullying pada siswa Sekolah Dasar. Penelitian yang

dilakukan oleh Fathimatuzzahra (2016) yang berjudul “Pengaruh Layanan

Bimbingan Kelompok Terhadap Penurunan Perilaku Bullying Pada Siswa Kelas V

SD “X” Di Yogyakarta”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

54

layanan bimbingan kelompok dalam meurunkan perilaku bullying pada siswa di

sekolah dasar “X” di Yogyakarta. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa layanan

bimbingan kelompok efektif menurunkan perilaku bullying pada siswa.

Penelitian Tri Murni Setiyawati (2012) yang berjudul “Efektivitas

Bimbingan Kelompok Melalui Teknik Role Playing Untuk Menangani Perilaku

Bullying”. Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas bimbingan kelompok

melalui teknik role playing untuk menangani perilaku bullying di Sekolah Dasar

Laboratorium Percontohan UPI Bandung. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa

bimbingan kelompok melalui teknik role playing efektif untuk menurunkan

indikator perilaku bullying siswa di SD Laboratorium Percontohan UPI Bandung.

Penelitian Arinata, Sugiyo dan Purwanto (2017), yang berjudul

“Kefektifan Bimbingan Kelompok Teknik Modeling dan Pengukuhan Positif

Untuk Mengurangi Perilaku Bullying Siswa”. Penelitian ini bertujuan untuk

menguji keefektifan bimbingan kelompok teknik modeling dan pengukuhan

positif untuk mengurangi perilaku bullying siswa SD Supriyadi Semarang. Hasil

penelitian ini menunjukan model bimbingan kelompok dengan teknik sosiodrama

efektif untuk mengatasi perilaku bullying.

Penelitian Yuni Mukharromatun Kamilah, Wahyuningsih Safitri dan Febriana

Sartika Sari (2019) yang berjudul “Pengaruh Terapi Bermain: Ular Tangga

Terhadap Kejadian Bullying di SDN 1 Donohudan Boyolali”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi bermain: ular tangga terhadap

kejadian bullying di SD Donohudan Boyolali. Intervensi dilakukan pada 48 siswa

kelas IV, V dan VI yang terbagi kedalam dua kelompok yaitu 24 kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol. Intervensi dilakukan selama seminggu dua kali.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa ada pengaruh terapi bermain: ular tangga

terhadap kejadian bullying pada anak SDN Donohudan 1 Boyolali dengan nilai p-

value 0,000.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--

55

C. Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teoritik yang sudah dipaparkan diatas dapat diketahui

bahwa bullying merupakan tindakan negatif bullying merupakan suatu tindakan

yang dilakukan atas dasar adanya kekuatan atau kekuasan pada diri seseorang

atau kelompok untuk menyerang dan merendahkan seseorang atau kelompok lain

yang lemah sehingga sesorang atau kelompok tersebut menjadi tertekan dan tak

berdaya. Tindakan dilakukan secara sengaja dan dilakukan secara berulang- ulang

sampai yang menjadi sasaran [korban] bullying tidak berdaya dan seseorang yang

menjadi pelaku bullying mendapatkan kesenangan.

Bullying dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu meliputi bentuk-

bentuk bullying terdiri dari (1) bullying fisik secara langsung dan tidak langsung;

(2) bullying verbal; dan bullying sosial / relasional. Kemudian, bullying dapat

terjadi ketika ada seseorang yang terlihat memiliki potensi untuk dijadikan sasaran

bullying, yaitu dengan ciri-ciri secara fisik lemah, introvert, gelisah, terisolasi dan

menunjukan kelemahan serta kerentanan untuk dapat di bully (Perception of

weakness and vulnerability). Jika bullying ini masih saja dilakukan oleh siswa

maka akan berdampak buruk.

Oleh karena itu perlu adanya bimbingan yang diberikan kepada siswa agar

dapat mengarahkan siswa untuk tidak berperilaku negatif yaitu melakukan

bullying. Sehingga tidak ada lagi siswa yang menjadi korban bullying. Bimbingan

ini dapat diperoleh melalui layanan bimbingan kelompok. Layanan bimbingan

kelompok ini dapat diterapkan sebagai salah satu cara dalam menyampaikan

informasi yang tepat mengenai konsep bullying, bentuk-bentuk bullying dan

dampak dari bullying. Sehingga ketika siswa sudah memiliki pemahaman yang

cukup melalui informasi yang diperoleh selama mengikuti layanan bimbingan

kelompok, itu dapat membantu siswa untuk menyusun rencana dan keputusan

yang tepat dengan cara berdiskusi dengan anggota kelompok yang lain. Namun

agar proses layanan bimbingan kelompok bisa lebih menarik dan menyenangkan,

bisa ditunjang dengan sebuah metode. Salah satu metode yang dapat digunakan

yaitu dengan permainan kelompok salah satunya board game. Selain membuat

menarik, board game ini juga dapat melatih interaksi sosial siswa.

--

www.lib.umtas.ac.id

Perpustakaan universitas Muhammadiyah Tasikmalaya 2020--