BAB II - Repository Poltekkes Semarang

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Leukorea a. Pengertian Leukorea atau white discharge lebih dikenal dengan keputihan atau flour albus merupakan keadaan dimana pada alat genital perempuan mengeluarkan cairan yang bukan merupakan darah, cairan yang keluar ini sebagai pelindung alami yang mengurangi gesekan dinding vagina saat melakukan hubungan seksual atau berjalan 32 . b. Etiologi Leukorea ada dua jenis yaitu leukorea fisiologis dan leukorea patologis. 1) Leukorea fisiologis Leukorea fisiologis merupakan keputihan normal yang terjadi mendekati masa ovulasi, pada hari ke 10-16 menjelang menstruasi, karena rangsangan seksual, menjelang atau setelah menstruasi, ataupun pengaruh hormonal pada saat kehamilan. 33 Leukorea fisiologis terjadi akibat hormon estrogen dan progesteron yang dihasilkan selama ovulasi 33 . Tanda dan gejala leukorea fisiologis adalah : a) Cairan tidak menimbulkan keluhan b) Tidak berbau

Transcript of BAB II - Repository Poltekkes Semarang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Leukorea

a. Pengertian

Leukorea atau white discharge lebih dikenal dengan

keputihan atau flour albus merupakan keadaan dimana pada alat

genital perempuan mengeluarkan cairan yang bukan merupakan

darah, cairan yang keluar ini sebagai pelindung alami yang

mengurangi gesekan dinding vagina saat melakukan hubungan

seksual atau berjalan 32.

b. Etiologi

Leukorea ada dua jenis yaitu leukorea fisiologis dan leukorea

patologis.

1) Leukorea fisiologis

Leukorea fisiologis merupakan keputihan normal yang

terjadi mendekati masa ovulasi, pada hari ke 10-16 menjelang

menstruasi, karena rangsangan seksual, menjelang atau setelah

menstruasi, ataupun pengaruh hormonal pada saat kehamilan.33

Leukorea fisiologis terjadi akibat hormon estrogen dan

progesteron yang dihasilkan selama ovulasi33. Tanda dan gejala

leukorea fisiologis adalah :

a) Cairan tidak menimbulkan keluhan

b) Tidak berbau

c) Cairan tidak berlebihan

d) Cairan bening (tidak berwarna)

2) Leukorea patologis

Merupakan keputihan yang terjadi karena infeksi vagina

yang meliputi bakteriologis umum hingga yang bersifat spesifik,

infeksi trikomonas vaginalis, candida albicans, tumor jinak atau

perlukaan, keganasan reproduksi yang meliputi keganasan porsio

atau korpus uteri dan vagina, dan leukorea yang sulit sembuh atau

tuba karsinoma yang bersifat khas34. Gejala leukorea patologis

adalah :

a) Bertambah banyaknya sekret vagina

b) Keputihan yang disertai rasa gatal, nyeri dan ruam kulit

c) Saat kencing terasa panas.

d) Berwarna putih keabu-abuan/kuning yang berbau

e) Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal.

c. Faktor Penyebab

Beberapa faktor penyebab leukorea antara lain35 :

1) Infeksi oleh parasit dan jamur

Infeksi pada vagina disebabkan oleh beberapa penyebab

antara lain karena bacterial vaginasis, tricomonas, dan

candidiasis. Candida umumnya bersifat normal di selaput

mukosa saluran pernafasan maupun disaluran pencernaan, uretra,

vagina, kulit, dan dibawah jari kuku kaki dan tangan. Candida

menjadi tidak normal ketika terjadi penurunan daya tahan tubuh.

2) Faktor hygiene yang buruk

Hygiene daerah vagina yang jelek akan berakibat

leukorea atau keputihan. Hal ini dikarenakan peningkatan

kelembaban vagina kemudian bakteri patogen penyebab infeksi

mulai menyebar. Keputihan yang patologis banyak dipicu oleh

cara wanita menjaga kebersihan dirinya, terutama alat kelamin.

3) Pemakaian obat-obatan

Konsumsi pil kontrasepsi, obat kortikosteroid, dan

antibiotik dalam waktu yang lama dapat menyebabkan sistem

imunitas dalam tubuh yang akan berpengaruh pada keseimbangan

hormon pada wanita.

4) Keadaan stress

Jika resepto pada otak mengalami stress, maka hormon

dalam tubuh mengalami perubahan keseimbangan dan dapat

menjadi faktor penyebab leukorea. Meningkatnya beban fikiran

memicu peningkatan sekresi hormon adrenalin yang

menyebabkan pembuluh darah terjadi penyempitan dan

mengakibatkan elastisitas pembuluh darah berkurang. Keadaan

ini menyebabkan aliran hormon estrogen ke organ-organ

termasuk vagina terhambat sehingga asam laktat yang dihasilkan

bekurang. Berkurangnya asam laktat menyebabkan keasaman

vagina berkurang sehingga bakteri jamur, dan parasit penyebab

keputihan akan berkembang.

5) Alergi terhadap benda-benda seperti: tampon, alat kontrasepsi,

dan obat yang dimasukkan dengan sengaja ke dalam vagina.

d. Terapi

Mengatasi keputihan tergantung dari faktor penyebabnya.

Pada keputihan fisiologis, cara mengatasinya adalah dengan menjaga

alat genitalia selalu bersih dan kering, serta celana dalam yang

digunakan terbuat dari katun agar menyerap keringat.36 Untuk

keputihan patologis, harus disesuaikan dengan jenis mikroorganisme

penyebabnya. Penyebab infeksi pada keputihan bisa dari satu

organisme maupun beberapa mikroorganisme, penyebab infeksi dari

keputihan bisa saja karena gabungan dari beberapa mikroorganisme37.

Terapi komplementer pada leukorea atau keputihan

diantaranya dapat dengan penekanan titik akupuntur St36, Sp6, dan

Ren3, dan keputihan fisiologis dikalangan remaja putri mengalami

perubahan setelah menggunakan air rebusan daun sirih38, 39. Secara

umum, terapi konvensional untuk penyakit kulit dan kelamin adalah

azitromisin, ampisulbactam, klindamisin, sefiksim, doksisiklin,

flukonazol, flagistatin, hidroksizin, hidrokortisol, itrakonazol,

ketokonazol, klotrimazol, metronidazol, mikonazol, dan nistatin.

Sedangkan obat yang paling banyak digunakan adalah flagistatin,

klindamisin, flukonazol, dan metronidazol37.

2. Penanganan leokore dalam pelayanan kebidanan

Penatalaksanaan leokore yang dapat dilakukan oleh bidan adalah

sebagai berikut :40

a. Memberikan KIE pada pasien yang bisa menyebabkan keputihan

b. Infeksi menular dapat melalui hubungan seks, maka diberikan

penjelasan untuk menjauhi seks pranikah.

c. Dijelaskan pola hidup sehat olah raga, diet seimbang, istirahat

yang cukup, hindari alkohol dan rokok serta jauhi stres.

d. Agar daerah genetalia tetap bersih dan kering diberi penjelasan

bagaimana cara memebersihkannya.

e. Cara yang benar dalam membersihkan daerah genetalia yaitu

dengan arah depan kebelakang

f. Menjelaskan pada pasien untuk tidak sering menggunakan

pencuci vagina

g. Memberikan terapi fluconazole 1 x 150 mg selama 7 hari dan

secara teratur

Adapun asuhan kebidanan pada ibu dengan leukorea

memerlukan tindak lanjut untuk menegakkan diagnosis melalui:

1) Langkah pertama: Pengumpulan data dasar

Melakukan pengkajian melalui proses pengumpulan data

untuk mengevaluasi keadaan pasien secara lengkap seperti riwayat

kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan kondisi

pasien. Adapun kritria pengkajian adalah:

a) Data lengkap dan akurat

b) Ada data subyektif: Biodata, keluhan utama, riwayat kesehatan,

latar belakang social merupakan data yang diperoleh dari hasil

anamnesa pasien.

DS :

Keluar cairan yang berlebihan dari vagina yang berbau, dan ada

rasa panas dan gatal, lendir ini bewarna kuning ke abu-abuan.

Penderita merasakan nyeri

c) Data Objektif: data yang diperoleh dari pemerikaan fisik,

psikologis dan pemeriksaan penunjang.

DO :

Pengeluaran cairan vagina banyak dari liang vagina bewarna

kuning keabu-abuan, putih bergumpal dengan jumlah yang

berlebihan.

i. Inspekulo : cairan (+), bewarna putih susu, vulva

eritema(+)

ii. Laboratorium : pemeriksaan pH vagina > 4,5

2) Langkah kedua: Interpretasi data

Mengindetifikasi data secara benar terhadap keluhan pasien atau

diagnosa. Data tersebut diinterpretasikan sehingga ditemukan diagnosa

yang spesifik atau masalah. Adapun kriteria masalah adalah:

Diagnosa yang ditegakkan bidan memenuhi standar nomenklatur

diagnosa kebidanan yang diselesaikan secara mandiri, kolaborasi dan

rujukan.

Diagnosa Kebidanan: Ny. X umur x tahun dengan keputihan akibat

jamur candida albicans

Diagnosa banding : Trikmoniasis, vaginosis bakterialis

Masalah kebidanan : Gangguan rasa cemas tentang keadaannya, nyeri

saat senggama, gangguan rasa nyaman karena

nyeri dan gatal.

3) Langkah ketiga : Perencanaan/Rencana Tindakan

Bidan merencanakan secara menyeluruh asuhan berdasarkan

langkah sebelumnya, adalah:

a) Perencanaan tersebut berdasarkan pertimbangan yang tepat,

meliputi teori terbaru, pengetahuan, perawatan berdasarkan bukti,

serta divalidasikan dengan asumsi mengenai apa yang tidak

diinginkan atau yang diinginkan pasien.

b) Suatu rencana asuhan disetujui oleh pasien dalam pengambilan

keputusan yang akan dilaksanakan.

c) Melibatkan pasien dan keluarga

d) Tindakan yang akan dilakukan aman sesuai kondisi serta kebutuhan

pasien berdasarkan evidence based

Perencanaan asuhan:

i. Jelaskan untuk menghindari seks pranikah.

ii. Berikan KIE tentang pola hidup sehat, dengan olah raga

teratur, diet yang seimbang, istirahat yang cukup hindari

rokok dan alkohol serta hindari stress.

iii. Daerah genitalnya agar tetap bersih dan kering dijelaskan

bagaimana cara membersihkannya

iv. Dijelaskan untuk jangan menggunakan pencuci vagina.

v. Cara membasuh vagina dijelaskan yaitu dengan yaitu dari

arah depan kebelakang

vi. Berikan terapi fluconazole 1 x 150 mg (7 hari) diminum

teratur

4) Langkah ke empat : Pelaksanaan/Implementasi

Merupakan tahap pelaksanaan dari semua yang direncanakan

sebelumnya. Bidan dapat melaksanakan secara mandiri maupun

kolaborasi atau rujukan.

Pelaksanaan asuhan:

a) Menjelaskan pola hidup sehat dengan diet seimbang, istirahat

yang cukup, olah raga yang teratur dan hindari alkohol dan rokok

serta jauhi stres.

b) Menjauhi seks pranikah karena infeksi menular melalui hubungan

seks

c) Memberikan penjelasan bagaimana membersihkan daerah

genetalia agar tetap kering dan bersih.

d) Menjelaskan cara membasuh vagina dari arah depan ke belakang

adalah cara yang benar.

e) Memberikan penjelasan agar pasien tidak sering menggunakan

pencuci vagina.

f) Memberikan terapi fluconazole 1 x 150 mg selama 7 hari dan secara

teratur

5) Langkah ke lima : Evaluasi

Bidan melakukan evaluasi dari perencanaan yang dilakukan.

Evaluasi merupakan bagian dari pelayanan yang komprehensif dan

akan berubah sesuai kebutuhan dan kondisi pasien.

Evaluasi asuhan yang diberikan pada pasien dengan keluhan keputihan:

a) Klien sudah mengerti cara membersihkan daerah genetalianya agar

selalu kering dan bersih.

b) Keputihan dapat diatasi dengan baik dan sembuh.

c) Klien tidak datang kembali

d) Klien melaksanakan anjuran yang diberikan oleh bidan

e) Klien mengerti cara minum obat 1 x 1 secara teratur

Pada tahap evaluasi diharapkan dalam 2 minggu keluhan

berkurang, dan tidak adanya infeksi lanjut dan pasien merasa nyaman

dan tidak cemas, pada kasus gangguan reproduksi dengan

keputihan/leukorea tersebut.

6) Langkah ke enam : Pencatatan

Dalam memberikan asuhan lanjutan, Sebagai catatan

perkembangan, dilakukan asuhan kebidanan SOAP dalam

pendokumentasian pada formulir yang tersedia (rekam medis, KIA,

KMS, status pasien)

3. Candida albicans

a. Taksonomi

Kingdom : Fungi

Plylum : Ascomycota

Subplylum : Saccharomycota

Class : Saccharomycetes

Ordo : Saccharomycetales

Family : saccharomycetaceae

Genus : Candida

Spesies : Candida albicans

b. Morfologi

Candida albicans adalah jamur dimorfik yaitu sel tunas dan

kecambah disebabkan dapat tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda.

Pada dasarnya, jamur Candida albicans dilihat dari mikroskopis

tumbuh dalam bentuk sel ragi dan hifa. Sel ragi memiliki diameter 4-

6 µm dengan berkembangbiak secara seksual dan aseksual41.

Candida akan menghasilkan koloni-koloni halus yang berbau

seperti ragi pada suhu kamar 370C. Lapisan permukaan ber-sel tunas

lonjong dan dibawahnya terdiri dari pseudomiselium. Setelah

inkubasi dalam serum selama 90 menit bersuhu 370C, candida akan

membentuk hifa sejati. Dalam mekanisme pertumbuhan candida

albicans hingga terbentuknya koloni yang matang akan memerlukan

waktu ± 24-72 jam42. Candida albicans memiliki dinding sel yang

berguna untuk pelindung dan target dari beberapa antimikotik.

Dinding sel juga berperan sebagai tempat untuk proses penempelan

yang bersifat antigenik. Membran sel dari candida yaitu sel eukariotik

yang memiliki aktivitas enzim seperti khitin sintase, manan sintase,

glukan sintase, protein, dan ATPase43. Candida albicans merupakan

organisme yang memiliki dimorphic organism dua wujud dan bentuk

secara simultan. Pertama yeast-like state (sugar fermenting organism

dan non-invasif). Kedua yaitu fungal from memproduksi root-like

structure seperti akar yang sangat panjang dan bisa memasuki mukosa

(invasif)44.

Gambar 2.1 Candida Albicans.44

c. Patogenesis Infeksi

Patogenesis Candida albicans dipengaruhi oleh genetik,

lingkungan, dan fenotip. Jamur Candida albicans dapat tumbuh di

kulit, membran mukosa oral, saluran pencernaan, saluran kemih, dan

vagina. Infeksi oportunistik disebabkan oleh dua faktor penting yaitu

paparan agent kesempatan dan penyebab terjadinya infeksi. Faktor

penyebab meliputi penurunan imunitas yang diperantarai oleh sel,

adanya benda asing serta perubahan membran mukosa dan kulit.

Candida albicans dapat menyebabkan infeksi dengan faktor virulensi

yang meliputi permukaan molekul yang memungkinkan adheren

organisme pada permukaan sel host, fosfolipase yang terlibat dalam

penetrasi dan kerusakan dinding sel, dan asam proteasi, serta

kemampuan untuk berubah bentuk antara sel yeast dengan sel hifa45.

Infeksi candida albicans dibagi menjadi tiga tahapan yaitu :

1) Adhesi

Kemampuan sel jamur untuk melekat pada sel host yang

dipengaruhi oleh biomolekul adhesi yaitu hypall wall protein 1

(Hwp 1) dan agglutinin-like sequence 3 (Als3). Adhesin

diperlihatkan oleh adhesin (protein khusus) yang mengikat asam

amino dan gula pada permukaan sel. Biomolekul ini

mendominasi perubahan morfologi sel ragi menjadi bentuk hifa.

Dalam penyerangan (invasi) dan kolonisasi ke sel inang, tahap

terpenting adalah kemampuan melekat pada sel inang. Dinding

sel merupakan bagian pertama dari candida albicans yang

berinteraksi dengan sel inang. Perlekatan lapisan dinding sel

dengan sel inang terjadi karena mekanisme kombinasi spesifik

non spesifik yang menyebabkan serangan candida albicans ke

berbagai jenis permukaan jaringan. Interaksi sel candida albicans

dengan sel inang melibatkan fisiko mekanik, fisikokimia, dan

enzimatik materi mikroba serta interaksi mikro yang mengarah

pada kolonisasi dan infeksi seperti perubahan medan magnet pada

permukaan sel yang berinteraksi yang menyebabkan sel-sel saling

melekat46-48.

2) Invasi

Tahap invasi dilalui dengan hifa candida albicans

melakukan penetrasi ke dalam permukaan epitelium terutama

pada cell junction. Invasi ini terjadi di dalam sel host melalui

induksi endositosis dan penetrasi fusi. Induksi endositosis dengan

berbagai molekul akan memicu masuknya jamur ke dalam

jaringan host47.

3) Induksi kerusakan jaringan host

Sel jamur berproliferasi membentuk koloni-koloni

sehingga menyebabkan reaksi inflamasi dan menginduksi

kerusakan jaringan host. Pembentukan biofilm terdiri dari

struktur kompleks sel ragi dan hifa. Biofilm tersebut memiliki

fungsi untuk melindungi mikroba sehingga mikroba yang

membentuk biofilm biasanya memiliki resistensi terhadap

antimikroba biasa maupun menghindar dari sistem kekebalan sel

inang. Pembentukan biofilm candida albicans diawali dengan

perleketan sel candida albicans pada sel inang berlangsung (0-2

jam). Kemudian diikuti dengan pembentukan mikrokoloni dan

germinasi (2-4 jam), yang kemudian dilanjutkan pembentukan

hifa (4-6 jam). Selanjutnya benang hifa membentuk monolayer

(6-7 jam) dan akan berproliferasi ( 8-24 jam) serta kemudian

mengalami maturase (24-48 jam)37,39.

Sel epitel merupakan pertahanan awal ketika melawan

candida albicans. Morfologi jamur candida albicans berubah

menjadi hifa menginduksi sel neurtofil untuk melakukan

fagositosis. Sel dendritic mendeteksi adanya mannan dan glukan

pembentuk dinding sel jamur sehingga mengaktivasi sel T helper

yaitu Thl, Th2, dan Th17. Sel Th17 mensintesis IL-17A dan IL-

17F untuk menginduksi lebih banyak sel neutrofil37,39.

d. Metode Pemeriksaan Kultur Candida albicans

Candida albicans ini diisolasi tumbuh pada media agar selama

tiga hari dengan suhu yang baik yaitu 25-30ºC dan juga 35-37ºC

dengan bentuk koloni pasta yang lembut. Bahan klinis yang dipakai

untuk pemeriksaan berupa sekret vagina. Bahan klinis yang akan

diperiksa harus ditempatkan di wadah yang steril dan diambil dengan

cara steril. Diagnosis laboratorium dilaksanakan dengan pemeriksaan

langsung, metode kultur, biomolekuler dan serologi44.

Metode kultur yang digunakan untuk pembiakan candida

albicans adalah Sabouraund Dextrose Agar (SDA). Pembiakan dapat

dilakukan dengan antibiotik maupun tidak. Pemeriksaan diawali

dengan mengambil sampel sekret cairan dari vagina, kemudian

diperiksa menggunakan Sabouraund Dextrose Broth (SDB), setelah

itu menggunakan SDA plate. Pembuatan agar dilakukan dalam tabung

atau plate dengan masa inkubasi 24-48 jam dengan paparan suhu

37ºC. Setelah 72 jam akan terlihat koloni candida albicans seperti

kepala jarum pentul, koloni tampak jelas setelah 48 jam berikutnya.

Koloni ini berwarna putih kekuningan, timbul diatas permukaan

media, halus, licin, agak keriput, berbau khas. Candida dimurnikan

dengan mengambil koloni yang terpisah, kemudian pada media baru

ditanam seujung jarum biakan untuk selanjutnya diidentifikasi.

Pertumbuhan pada agar plate terlihat candida yang menunjukkan

kumpulan mikroorganisme yang terlihat seperti putih telur yang

dikocok, berbau khas dan licin44.

Gambar 2.2 Pertumbuhan Candida Albicans pada SDA

e. Uji Aktifitas Antijamur

Uji aktivitas antijamur, dapat dilakukan dengan dua metode,

yaitu: 41, 49

1) Metode Dilusi Padat atau Cair

Suatu metode untuk menentukan konsentrasi hambat dan

konsentrasi bunuh minimum dari suatu obat atau bahan uji

terhadap biakan mikroba, cara ini dilakukan dengan

mencampurkan sejumlah antimikroba pada biakan mikroba yang

padat maupun cair, kemudian diberi bakteri yang diperlukan

untuk pemeriksaan.

2) Metode Difusi

a) Metode Cakram Kertas (Cara Kirby Bauer)

Untuk menampung zat bakteri pada metode ini

dengan menggunakan kertas cakram saring. Kertas cakram

saring diletakkan dilempeng agar yang telah diinokolusi

dengan bakteri uji pada waktu dan suhu tertentu yaitu 37˚C

selama 18-24 jam. Inkubasi dilakukan sesuai dengan

ketentuan metode kultur. Cakram ini tidak beralas obat dalam

jumlah tertentu. Setelah diinkubasi, garis tengah daerah

hambatan jernih yang mengelilingi obat dianggap sebagai

ukuran kekuatan daya hambat obat terhadap mikroorganisme

yang diperiksa. Pada metode difusi, penentuan aktifitas

didasarkan pada kemampuan difusi zat antibakteri dalam

lempeng agar yang telah diinokolusi dengan bakteri uji. Ada

dua cara Kirby bauer yang dapat membentuk zona hambat,

yaitu sebagai berikut:

i. Zona radikal adalah suatu daerah disekitar disk sama

sekali tidak ditemukan pertumbuhan bakteri. kemampuan

antibakteri dapat diukur dengan menggunakan zona

radikal.

ii. Zona irradikal adalah pertumbuhan bakteri dihambat oleh

disk antibakteri namun tidak mematikan pada daerah

sekitar disk.

b) Metode Sumuran

Metode sumuran disebut juga sebagai metode lubang

dengan mengukur zona hambat menggunakan lempeng agar

yang telah diinokulasi dengan bakteri yang diuji serta dibuat

di suatu sumuran yang kemudian diisi dengan antibakteri.

Inkubasi dilakukan selama satu hari pada suhu 37ºC dalam

waktu 18-24 jam kemudian dilakukan pengamatan dengan

melihat cara zona hambat di sekeliling sumuran/lubang.

Kemampuan aktifitas antibakteri yang besar dapat dilihat

dari besarnya zona hambat yang terbentuk. Klasifikasi daya

hambat pertumbuhan bakteri terdapat pada tabel berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Daya Hambat Pertumbuhan

Bakteri

Daya Hambat Pertumbuhan Diameter Zona Terang

Kuat >20 mm

Sedang 16-20 mm

Lemah 10-15 mm

Tidak ada <10 mm

Menurut table 2.2 tentang klasifikasi daya hambat

pertumbuhan bakteri yaitu daya hambat dikatakan efektif

apabila memiliki diameter zona terang 16-20 mm dengan

respon atau klasifikasi daya hambat sedang dan selanjutnya

sampai dengan daya hambat kuat. Sedangkan pada diameter

10-15 mm dan < 10 mm tidak efektif karena memiliki daya

hambat lemah atau sangat kecil pada diameter 10-15 mm dan

tidak memiliki daya hambat pada diameter <10 mm.

c) Metode Parit

Metode ini hampir sama dengan metode sumuran

dengan perbedaan bakteri dibuat di parit. Parit akan diisi

dengan antibakteri, diinkubasi, dan diamaati ada atau

tidaknya zona hambat di sekitar parit, interpretasi sama

dengan cara kirby bauer.

4. Daun Petai Cina (Leunaena leucocephala) sebagai bahan alternatif dalam

mengatasi keputihan

Tumbuhan petai cina merupakan tanaman asli Indonesia yang

selama bertahun-tahun digunakan untuk pengobatan tradisional.

Pemanfaatan daun petai cina dapat dengan dikunyah ataupun diremas50.

Tumbuhan ini merupakan tumbuhan multiguna karena dapat dimanfaatkan

untuk kepentingan manusia dan hewan pada seluruh bagian dari tanaman.

Tumbuhan ini memiliki kemampuan pertumbuhan yang cepat pada tingkat

kesuburan tanah dan berbagai iklim51. Tumbuhan petai cina memiliki

nama lain di berbagai tempat yaitu Petai cina hibrida atau Petai cina gung

(Indonesia), Peuteuy selong, Pete selong (Melayu), Palanding (Sunda),

Kemlandingan, kalandingan (Madura), Petai cina, Metir (Jawa), Wild

Tamarin (Inggris), dan Yin he huan (China)52.

a. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Viridiplantae

Infrakingdom : Streptophyta

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Spermatophyta

Kelas : Magnoliopsida

Family : Fabaceae

Genus : Leucaena

Spesies : Leunaena leucocephala (Lam.)52

b. Morfologi

Tanaman atau tumbuhan petai cina merupakan tumbuhan

perdu atau pohon dengan tinggi 2-10 meter. Dengan ujung berambut

rapat dan daun menyirip rangkap lalu memiliki ranting bulat silindris.

Tangkai dengan kelenjar di bawah pasangan sirip terbawah. Sirip rata-

rata 3-10 pasang, memiliki anak daun berbentuk runcing dengan

pangkal yang tidak sama pada sisinya dan tiap sirip 5-10 pasang, sisi

bawah berwarna hijau dan berumbai. Bunga berbilangan lima dengan

bonggol mempunyai tangkai panjang. Tangkai kelopak berbentuk

lonceng dengan gigi tinggi dan pendek kelopak ± 3 mm. Mahkota

daun lepas dengan panjang kelopak 5 mm. Jumlah benang sari 10

dengan panjang kelopak 1 cm. Polongan berada di atas bekas mahkota

yang bertangkai pendek, berbentuk pita, pipih, dan tipis dengan

ukuran 10-18 kali kelopak yang berada di biji-biji dengan sekat53.

Gambar 2.3 Morfologi Tumbuhan Petai cina

c. Kandungan Senyawa Kimia dan Fungsinya

Daun Petai Cina memiliki beberapa senyawa aktif yang dapat

berfungsi mengobati berbagai macam masalah kesehatan,

diantaranya:

1) Tanin

Tanin merupakan senyawa organik yang tersebar pada

banyak tanaman dan merupakan salah satu kelompok senyawa

poliner fenolat yang memiliki BM 100-20.000 serta larut dalam

air dengan berat molekul 5000-3000 gr/mol yang terbagi dalam

dua kelas yaitu condensed tannin dan hidrolisable tannin. Tanin

atau sam tanat rata-rata mengandung 10% air. Tanin memiliki

struktur tidak sama dan kompleks. Dalam tanin senyawa polifenol

dapat menghambat oksidasi. Senyawa turunan fenol adalah

polifenol yang memiliki aktivitas antioksidan. Tanin memiliki

sifat larut dalam alkohol yang mengandung fenol dan memiliki

gugus OH54-56. Monomer dari tanin adalah asalam galat. Tanin

memiliki sifat dapat larut larut dalam air, aseton,dioksan, dan

alkohol serta sedikit larut dalam etil asetat, namun tidak larut

dalam pelarut nonpolar seperti klorofor, eter dan benzen57.

2) Fenol

Senyawa fenol merupakan senyawa yang memiliki gugus

hidroksil yang berikatan dengan cincin aromatik. Struktur kimia

fenol terdistribusi luas dalam tumbuhan dan metabolit sekunder

paling berlimpah dalam tumbuh-tumbuhan. Pada tumbuhan,

fenol digunakan untuk pertahanan terhadap radiasi ultraviolet

atau serangan dari patogen, parasit, dan predator. Fenol berfungsi

bagi kesehatan manusia seperti mengurangi risiko kanker,

penyakit hati, dan diabetes. Pelepasan histamin sebagai

antibakteri, antiviral, antiinflamasi, dan antialergi. Fenol

merupakan senyawa toksik yang mengakibatkan struktur dimensi

protein menjadi terbuka dan terganggu. Fenol dan golongannya

memiliki daya antibakteri dengan menurunkan tegangan

permukaan sel dan denaturasi protein. Dengan adanya fenol,

aktivitas biologis rusak sehingga tidak dapat menjalankan fungsi

dengan baik54, 58.

3) Flavonoid

Flavon dan Fenil atau flavonoids merupakan golongan

senyawa yang memiliki struktur kerangka dasar C6-C3-C6.

Setiap bagian C6 merupakan cincin benzona yang digunakan

dengan atom C3. Flavonoid terdapat pada tumbuhan dan produk

terkait propolis dan madu. Pada bagian daun, flavonoid berguna

sebagai fungsi fisiologis tumbuhan, yaitu menjaga dari jamur dan

radiasi. Flavonoid berguna dalam fotosintesis, transfer energi,

kinerja growth hormon, mengontrol respirasi, dan morfogenesis.

Flavonoids terbagi menjadi 14 kelas yang dibedakan dengan

bentuk dasarnya, seperti flavones, isoflavones, dan flavonols.

Potensi flavonoid diduga sebagai pengobatan infeksi dan bakteri,

toksis, dan diuretik. Flavonoids merupakan golongan terbesar

dari fenol yang dapat mendenaturasi protein dan berfungsi

sebagai gen antibakteri dan antijamur55, 59.

Flavonoids dapat menyebabkan kerusakan membran

sitoplasma dengan mengurangi fluiditas dari membran,

menyebabkan kebocoran, dan menghasilkan hidrogen peroksida.

Sistem kerja flavonoid dalam menghambat sintesis asam nukleat

adalah dengan menghambat topoisomerase. Mekanisme

antibakteri dihambat dengan menghambat sintesis ATP.

Flavonoids efektif dalam menghambat proses pertumbuhan

candida albicans dengan merusak dinding sel jamur. Kompleks

flavonoids dengan dinding sel jamur dapat menyebabkan

kerusakan ikatan hidrogen dalam protein dinding sel59.

4) Alkaloid

Merupakan senyawa nitrogen basa yang ada pada

tumbuhan. Alkaloid adalah senyawa dasar fisiologis aktif yang

berasal dari tumbuhan dimana terdapat satu atom nitrogen dalam

struktur sikliknya. Alkaloid bebas dalam pelarut organik seperti

kloroform, pelarut relatif nonpolar, pelarut bercampur, dan

alkohol rendah. Alkaloid jarang larut dalam air. Alkaloid

merupakan kelompok produk alami yang memiliki dampak yang

besar sepanjang sejarah dalam hal ekonomi, kesehatan, politik,

dan sosial masyarakat. Alkaloid dimanfaatkan untuk obat-obatan,

stimultan, narkotika, dan racun. Alkaloid juga memiliki efek

mikrobiosidal dan efek anti diare60.

5) Saponin

Saponin adalah glokosida alami yang bersifat aktif dan

amfifilik, mempunyai berat dan struktur molekul yang terdiri dari

triterpen atau aglikon steroid yang disebut dengan gikon dan

sapogenin mengandung satu atau lebih rantai gula. Saponin

merupakan senyawa larut dalam air. Sifat lain dari saponin adalah

dapat menghemolisis darah, beracun untuk binatang berdarah

dingin, tahan pada panas, dan dapat merangsang selaput mukosa.

Berbagai penelitian menyebutkan saponin memiliki aktivitas

hipokolesterolemia, antimikroba, anti inflamasi, kardiovaskuler,

dan antikarsinogenik. Penelitian menyebutkan saponin memiliki

aktivitas antimikroba pada tiga patogen yaitu S. Aureus, E. coli,

dan C. albicans61.

Kandungan senyawa kimia dan fungsi dari tumbuhan

daun petai cina terdapat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.2 Kandungan Senyawa Daun Petai Cina

Senyawa

Kimia

Fungsi

Lupeol Antibakteri pada bakteri Stapylococcus aureus62

Fenol Menghambat Aktifitas jamur dengan cara dinding

sel yang sudah terbentuk dilisiskan dan

menghamabat proses pembentukan dinding sel

jamur63.

Alkaloid

Menghambat bakteri dengan mekanisme

mengganggu dinding sel dan komponen

peptidoglikan pada sel bakteri yang tidak terbentuk

utuh yang dapat mengakibatkan kematian sel

terjadi64. Antifungi yang meghambat ploriferasi

respirasi pada sel serta pembentukan protein yang

dapat mengakibatkan kematian jamur.65

Saponin Pembentukan kolagen, merangsang pembentukan

sel epitel baru serta mendukung proses epitelisasi,

merangsang angiogenesis64, 66. Turunnya tegangan

permukaan sehingga mengganggu Candida

albicans/ pertumbuhan jamur terhambat63.

Tanin

(polifenol)

Mengikat dan mengendapkan protein, merangsang

angiogenesis64, 66. Pengerutan dinding sel jamur,

sehingga akibatnya kematian sel jamur dapat

terjadi pada penggunaan dosis tertentu.67

Flavonoid Menghambat atau membunuh pertumbuhan

mikroorganisme pada jaringan hidup, mengurangi

inflamasi dengan menghambat siklooksigenase dan

lipooksigenase, antiinflamasi64, 66, 68. Menghambat

metabolisme energi sel jamur dan menghambat

fungsi membran sitoplasma63.

Manfaat lain dari tumbuhan petai cina yaitu diuretik, obat cacing,

luka bakar, patah tulang, abses paru, bisul, bengkak (oedem), radang

ginjal, dan kencing manis51, 52.

Dari hasil penetapan kadar senyawa pada daun petei cina

(Leunaena leucocephala ) komposisi kualitatif senyawa aktif pada serbuk

dan ektrak etanol daun petai cina (Leunaena leucocephala ) positif

mengandung senyawa saponin, tanin, flavonoid dan steroid/triterpenoid,

sedangkan komposisi kuantitatif senyawa aktif fenol (%) 8,37 ±0,95,

flavonoid (%) 10,99±1,77, triterpenoid (%) 7,72±0,17.69 Sedangkan kadar

lektin 7,92%, saponin 6,74%, alkaloid 11,2% serta tannin 13,34%.70

5. Resistensi Antifungi

Terapi leukorea tergantung penyebab infeksi seperti bakteri, jamur,

ataupun parasit. Obat-obatan yang paling banyak digunakan adalah

flagistatin, klindamisin, flukonazol, dan metronidazol37. Dalam

perkembangannya, terjadi kekebalan atau resistensi terhadap obat

antifungi atau antijamur. Hal ini dikarenakan penggunaan yang tidak

sesuai resep dengan jangka waktu yang lama.

Mekanisme kekebalan atau antijamur candida albicans yaitu71-73 :

a. Perubahan enzim

Mekanisme obat antijamur resistensi terkait perubahan enzim

yaitu dengan pengikatan enzim C14α-demetilase yang mengubah

lanesterol menjadi ergosterol. Pengikatan enzim akan menyebabkan

gagalnya pembentukan ergosterol. Pada candida albicans, enzim ini

mengalami perubahan dengan disebabkan oleh mutasi gen Erg11.

b. Peningkatan regulasi enzim

Pada candida albicans, peningkatan enzim Erg11

menyebabkan sekresi enzim C14α-demetilase berlebihan yang

mengakibatkan ketidakmampuan antifungi melakukan pengikatan

pada enzim tersebut.

c. Penurunan konsentrasi obat

Efek toksis antijamur terhadap sel jamur dapat timbul jika

obat dengan konsentrasi tertentu ada didalam sitoplasma sel.

Konsentrasi obat yang turun dapat terjadi karena adanya pompa

efluks. Pompa ini salah satu transporter yang dapat menyebabkan

pengeluaran kembali obat dari dalam sel jamur ke lingkungan luar.

Gen Cdr 1, Cdr2, dan Mdr2 merupakan gen pengkode pompa efluks

yang diekspresikan berlebihan pada spesies candida albicans.

d. Pengembangan jalur bypass

Efek pemberian obat terutama golongan azol dalam waktu

yang lama dan konsisten mengakibatkan berkurangnya konsentrasi

ergosterol dan memicu perubahan 14α-metilfekosterol menjadi 14α-

metil3,6-diol yaitu senyawa toksis yang dapat menyebabkan

terhambatnya pertumbuhan sel jamur. Spesies candida albicans

resisten terdapat adanya mutase gen Erg3 yang mencegah terjadinya

perubahan senyawa. Tanpa adanya senyawa toksis 14α-metil-3,6-diol

petumbuhan jamur akan terus berlanjut.

6. Mekanisme Daun Petai Cina dalam Mengobati Leukorea

Pemanfaatan daun petai cina (Leucaena leucocephala) diyakini dapat

menjadi alternatif penyembuhan keputihan karena kandungan senyawa

pada daun petai cina (Leucaena leucocephala) berupa tanin, saponin,

flavonoid, quinon, terpenoid, phenol, coumanin, protein, phytosteroid,

resin, minyak, dan lemak yang berfungsi sebagai antifungi. Mekanisme

antifungi pada daun petai cina (Leucaena leucocephala) sama dengan

mekanisme kerja flukanazol yaitu menghambat biosintesis ergosterol dan

mengganggu integritas membran sehingga mengganggu rantai infeksi

candida dan menghambat pertumbuhan candida albicans.

Tahapan infeksi candida albicans terbagi menjadi tiga tahap yaitu

adhesi, invasi, dan induksi kerusakan jaringan. Fenol dan Flavonoid dapat

mencegah berkembangnya bakteri Candida albicans pada tahap adhesi,

sedangkan alkaloid, saponin, dan tanin mencegah pada tahap induksi

kerusakan jaringan. Fenol menghambat aktivitas jamur dengan cara

dinding sel yang sudah terbentuk dilisiskan dan dihambat pada proses

pembentukan dinding sel jamur. Flavonoid dapat menghambat atau

membunuh pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup,

mengurangi inflamasi dengan menghambat siklooksigenase dan

lipooksigenase, anti inflamasi, serta menghambat metabolisme energi sel

jamur dan fungsi membran sitoplasma63, 66, 68.

Pada tahap induksi kerusakan jaringan, alkaloid menghambat

mekanisme dinding sel dan komponen peptidoglikan pada sel bakteri yang

tidak terbentuk utuh sehingga dapat menyebabkan kematian sel. Kematian

jamur dapat terjadi apabila antifungi menghambat proliferasi respirasi

pada sel serta pembentukan protein. Sementara itu, turunnya tegangan

permukaan dapat mengganggu pertumbuhan jamur dengan pembentukan

kolagen, perangsangan pembentukan sel epitel baru, epitelisasi, dan

merangsang angiogenesis oleh saponin. Tanin mengikat dan

mengendapkan protein serta merangsang angiogenesis yang menyebabkan

pengerutan dinding sel jamur yang mengakibatkan kematian jaringan63, 68.

7. Ekstraksi

Memisahan zat dari campurannya dengan cara pembagian seluruh

zat terlarut antara dua pelarut yang tidak dapat tercampur dengan

mengambil zat terlarut tersebut dari sebuah pelarut ke pelarut yang lain

adalah proses ekstraksi. Metode ektraksi ditentukan oleh senyawa-

senyawa yang akan diisolasi dan tekstur kandungan air bahan-bahan yang

akan diekstrak. Pemisahan ini mengalami beberapa tahapan yaitu

pembuatan menjadi serbuk, pembasahan, penyaringan, dan pemekatan.

Faktor yang mempengaruhi yaitu jenis pelarut yang digunakan, lama

ekstraksi, dan suhu.74

8. Ruang Lingkup Kesehatan Ibu dan Anak

a. Pengertian

Upaya kesehatan ibu dan anak adalah upaya yang menyangkut

pelayanan dan pemeliharaan ibu hamil, bersalin, menyusui, bayi dan

balita serta anak pra sekolah. 75

b. Tujuan Program75

1) Meningkatkan upaya pembinaan kesehatan balita dan anak

prasekolah secara mandiri di lingkungan keluarga.

2) Meningkatkan kemampuan ibu dalam mengatasi kesehatan diri

dan keluarga melalui teknologi tepat guna dalam upaya

pemeliharaan kesehatan.

3) Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan bayi, anak dan

balita, ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, dan ibu menyusui

a. Indikator KIA75

1) Pelayanan antenatal

2) Pertolongan persalinan

3) Deteksi dini ibu hamil beresiko

9. Potensi Herbal dalam Pelayanan Kesehatan

Obat herbal atau obat tradisional memiliki kedudukan yang khusus

yaitu sebagai warisan budaya yang telah turun temurun ada di bidang

kesehatan. Pengobatan tradisional banyak digunakan masyarakat sebagai

alternatif penyembuhan karena banyak manfaat dan khasiatnya.

Pemerintah secara resmi telah melegalkan mengenai obat herbal atau obat

tradisional dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan Pasal 1 butir

16 yaitu pelayanan kesehatan tradisional adalah pengobatan dan atau

perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan

keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggung

jawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di

masyarakat76, 77.

Dewasa ini banyak sekali potensi herbal yang telah diakui oleh

para pakar medis di dunia kebidanan, antara lain :

a. Jinten hitam efektif untuk memperlancar produksi ASI78

b. Jinten hitam efektif untuk mengobati vaginitis79

c. Daun sambung nyawa dapat menurunkan kolesterol80

d. Labu siam untuk menurunkan tekanan darah81

e. Buah naga untuk pencegahan anemia82

B. Kerangka Teori

Keputihan salah satunya disebabkan karena infeksi jamur yaitu

candida albicans. Tahapan infeksi candida albicans terbagi menjadi tiga tahap

yaitu adhesi, invasi, dan induksi kerusakan jaringan. Terapi keputihan karena

infeksi candida albicans yaitu dengan diberikan Flukanazol. Mekanisme kerja

dari flukanazol yaitu sebagai fungistatik yang berperan dalam menghambat

biosintesis ergosterol dan mengganggu integritas membran pada tahap adhesi.

Pemanfaatan daun petai cina (Leucaena leucocephala) diyakini dapat menjadi

alternatif penyembuhan keputihan karena kandungan senyawa pada daun petai

cina (Leucaena leucocephala) berupa tanin, saponin, flavonoid, quinon,

terpenoid, phenol, coumanin, protein, phytosteroid, resin, minyak, dan lemak

yang berfungsi sebagai antifungi. Mekanisme antifungi pada daun petai cina

(Leucaena leucocephala) sama dengan mekanisme kerja flukanazol yaitu

menghambat biosintesis ergosterol dan mengganggu integritas membran

sehingga mengganggu rantai infeksi candida dan menghambat pertumbuhan

candida albicans. Hubungan daun petai cina (Leucaena leucocephala) dengan

pertumbuhan candida albicans dapat digambarkan pada bagan 2.1

Faktor terjadi keputihan

- Infeksi - Hygiene jelek

- Obat-obatan

- Stress

Leukorea

keputihan gatal

Warna kuning

Putih menggumpal

Cairan berlebihan

,nyeri

Candida Albicans Menghambat

pertumbuhan jamur

Cairan tidak berbau

Cairan bening

Cairan tdk berlebihan

Keluhan (-)

Metabolisme senyawa

terganggu

Sel jamur melekat pada sel

inang (adhesi)

Endositosis & penetrasi

permukaan epitelium

Jamur masuk ke dalam host

Proliferasi jaringan host

Reaksi inflamasi

Germinasi & pembentukan

mikrokoloni, hifa

Maturasi neutrofil

Leukorea Pathologis

Upaya pengobatan leukorea

Bagan 2.1 Kerangka Teori28,29,36-

39,47,49,58

Leukorea Fisilogis

Konvensional komplementer

Ergosterol

gagal terbentuk

Integritas sel

jamur

terganggu

Menghambat

lanosterol 14α-

demetilase

flukonazole Ekstrak daun petai

cina

Mengganggu

integritas sel

jamur

Menghambat

proliferasi

protein, respirasi

Menghambat

fungsi membrane

sitoplasma&meta

bolisme energy

sel

Melisisikan

dinding sel yang

terbentuk

Pengerutan

dinding sel tannin

saponin

alkaloid

flavonoid

fenol Struktur & fungsi

membran jamur

rusak