BAB II METODE PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR'AN A ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB II METODE PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR'AN A ...
20
BAB II
METODE PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR’AN
A. Pengertian Metode Pembelajaran
Menurut Hamdani, metode pembelajaran merupakan sebuah cara yang
digunakan pendidik untuk menyampaikan pelajaran kepada peserta didik, dan
dikarenakan penyampaiannya tersebut berlangsung dalam interaksi edukatif,
metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru
dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.
(Hamdani, 2011: 80)
1. Macam-macam metode pembelajaran
Dalam melaksanakan sebuah proses belajar dan mengajar, tentunya
seorang pendidik wajib mengetahui beberapa metode-metode
pembelajaran sebagai bekal berupa cara untuk menjadikan peserta didik
cepat tanggap, cepat mengerti, serta cepat difahami dari materi-materi ajar
yang telah disampaikannya.
Adapun beberapa macam metode dalam pembelajaran ialah seperti
berikut :
a. Metode diskusi: metode pembelajaran ini merupakan metode
yang di dalamnya terdapat interaksi antar siswa atau interaksi
siswa dengan pendidik
21
b. Metode Ceramah: metode ini berbentuk penjelasan konsep,
prinsip, dan fakta yang ditutup dengan tanya jawab antara guru
dengan siswa
c. Metode praktikum: ialah metode yang dapat dilakukan kepada
siswa setelah guru memberikan pemahaman.
2. Jenis media pembelajaran
Media pembelajaran dapat diartikan sebagai perantara atau
pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. (Gerlach dan Ely
dalam Hamdani, 2011: 72)
Media pembelajaran ini dilihat dari garis besarnya digolongkan
kepada 2 hal, yaitu (1) Manusia, dan (2) Materi atau kejadian yang
membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh
pengetahuan. (Arsyad dalam Hamdani, 2011: 3)
B. Anak Usia 7-13 Tahun
1. Pengerian Anak Usia 7-13 Tahun
Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) arti kata “Anak” ialah
keturunan kedua. Sedangkan usia 7-13 tahun merupakan jenjang usia yang masuk
dalam kategori masa kanak-kanak akhir atau menjelang ke masa remaja.
(https://dhyrachmaa.wordpress.com/2015/02/17/perkembangan-masa-kanak-
kanak-usia-2-1213-tahun/. Minggu, 21 Agustus 2016 Pukul: 22:30).
22
2. Perkembangan Anak Usia 7-13 Tahun
Manusia merupakan makhluk sosial yang dapat berkembang serta mengalami
regenerasi, dengan kata lain manusia akan semakin mengalami perubahan, baik
perubahan secara fisik maupun perubahan secara psikisnya. Adapun
perkembangan itu sendiri menurut Seifert dan Hoffnung (1994) dalam Desmita
mendefinisikan bahwa perkembangan sebagai “ long term changes in a person’s
growth, feelings, patterns of thinking, social relationships, and motor skills”.
Akan tetapi menurut Chaplin (2002) dalam desmita mengartikan bahwa
perkembangan ialah sebagai:
1. Perubahan yang sifatnya berkesinambungan dan progresip dalam
organisme, dari lahir sampai mati
2. Pertumbuhan
3. Perubahan dalamm bentuk dan dalam intregrasi dari bagian-bagian
jasmaniyah ke dalam bagian-bagian fungsional
4. Kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak
dipelajari. (Chaplin dalam Desmita, 2011:8)
Kemudian perkembangan dalam pandangan F.J. Monks, dkk., (2001), ialah
menunjuk pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja
dapat diulang kembali. Perkembangan tersebut menunjuk pada sebuah perubahan
yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali. (F.J. Monks, dkk dalam
Desmita, 2011: 9).
23
Berdasarkan pada pemahaman-pemahaman dari perkembangan manusia dapat
diasumsikan bahwa perkembangan merupakan sebuah proses atau fase yang
terjadi dalam diri manusia sejak sebelum ia dilahirkan yang secara terus menerus
berlangsung sampai ia mengalami fase puncak kehidupannya (kematian).
Perkembangan yang terjadi dalam diri manusia memiliki beberapa tahap, yaitu: 1.
Perkembangan masa prenatal dan kelahiran, 2. Perkembangan masa bayi, 3.
Perkembangan masa kanak-kanak awal, 4. Perkembangan masa pertengahan dan
akhir anak-anak, 5. Perkembangan masa remaja, 6. Perkembangan masa dewasa
dan tua. (Desmita, 2012 : 233)
Adapun perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak awal menurut teori
Piaget memiliki sebuah konsep stabil yang mulai terbentuk, dan penalaran mental
mulai muncul serta egosentrisme mulai kuat dan melemah serta terbentuknya
sebuah keyakinan yang bersifat magis. (Piaget dalam Desmita, 2012:130).
Selain perkembangan dari segi kognitifnya, perkembangan yang lain yang
terjadi dalam diri anak-anak ialah pada segi motoriknya, hal ini pula yang dapat
membedakan antara masa anak-anak awal dan masa anak-anak pertengahan atau
akhir. Sejak usia 6 tahun koordinasi antara mata dan anggota tubuh yang lainnya
seperti tangan (Visiomotorik) yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak,
melempat dan menangkap juga berkembang. Dan ketiak beranjak ke usia 7 tahun,
tangan anak akan semakin kuat dan ia akan lebih menyukai benda-benda yang
bersifat lebih bagus dibanding dengan benda-benda yang sederhana meski benda
tersebut memiliki fungsi yang sama, seperti krayon dan pensil. Mereka akan lebih
menyukai pensil daripada kerayon. Pada masa ini, anak-anak mengembangkan
24
kemampuannya lebih kepada hal yang sifatnya game ataupun permainan karena
pada tahap ini mereka sudah mulai memahami peraturan-peraturan dengan kata
lain pada masa ini anak mulai bisa untuk diberikan sebuah arahan yang tentunya
bersifat mendidik. (Desmita, 2012:155).
Pada tahapan ini, peran orang terdekat sangatlah dibutuhkan dan sangatlah
berpengaruh bagi perkembangan anak, khususnya perkembangan pada ranah
kognitifnya sehingga dapat terbentuk pribadi anak yang diinginkan. Peran orang
tua (ayah dan Ibu) merupakan kunci utama yang harus terlebih dahulu benar-benar
memahami dan mampu menerapkan nilai-nilai 3 prinsip utama, yaitu prinsip
kemerdekaan, prinsip kesamaan, dan prinsip saling menerima. (Sjarkawi,
2014:78)
Seorang pendidik anak tentunya memiliki kompetensi yang mumpuni,
diantara kompetensi tersebut ialah yang sesuai dengan al-Qur’an, diantaranya:
1. Memiliki keteguhan pendirian
2. Memiliki sikap dan sifat yang bijak
3. Memiliki rasa sabar
4. Demokratis
5. Mampu menjadi psikolog, serta intuitif.
Dalam perspektif pendidikan hal ini difahami dari eksplorasi pemaknaan
terhadap interaksi pendidikan anak yang dilakukan Nabi Adam terhadap
Anaknya, Nabi Nuh, Ibrohim, Yakub, Luqman, Zakariya, Hannah (Ibu
25
Maryam), Ayarkha (ibu Musa) serta Siti Maryam. (Miftahul Huda
2008:302)
Dalam kegiatan keseharian, tentunya manusia memiliki kebutuhan yang
teramat banyak, sepertihalnya kebutuhan sebuah lingkungan hidup. Dalam suatu
lingkungan hidup manusia akan banyak menemukan sebuah pengalaman-
pengalaman baru yang belum ia ketahui sebelum dilahirkan di alam dunia ini,
oleh karenanya lingkungan sangat berperan penting dalam memberikan sebuah
masukan pengalaman, ilmu pengetahuan maupun sebagai pembentuk dari
kepribadian.
Kepribadian seseorang atau sering disebut dengan karakter seseorang
tentunya saling berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal tersebut tentunya
dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari faktor internal individu itu sendiri
maupun faktor eksternalnya. Karakter seseorang dapat diketahui berdasarkan
sebuah pengamatan, khususnya karakter tingkat orang dewasa biasanya ada yang
sulit diketahui. Akan tetapi lain halnya dengan karakter tingkat kanak-kanak yang
dapat diketahui secara langsung dari aktifitas yang mereka lakukan.
Menurut Thomas Lickona dalam Bukunya “Character Matters” dalam
kehidupan manusia memiliki dua sisi karakter, pertama perilaku benar dengan
hubungan terhadap orang lain, dan perilaku benar kaitannya dengan diri pribadi
seseorang. Kehidupan yang penuh dengan kebajikan berisi tentang kebajikan yang
berorientasi pada orang lain, seperti keadilan, kejujuran, rasa syukur, dan rasa
cinta. Kemudian kbajikan-kebajikan yang berorientasi pada diri sendiri seperti
26
kerendahan hati, ketabahan, kontrol diri dan berusaha yang terbaik daripada
menyerah pada sebuah kemalasan. (Thomas Lickona, 2012: 21)
C. Pengertian al-Qur’an
1. Sejarah singkat al-Qur’an
a. al-Qur’an sebagai wahyu
al-Qur’an Merupakan pesan ilahi yang pertamakali dituliskan di suatu
tempat yang bernama lauhil mahfuzh, sebelum diturunkannya kembali ke langit
dunia (baitul ‘izzah) hal ini dijelaskan dalam firmanNya surat Al-Buruj ayat 21-
22:
Artinya: Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh. (Al-Buruj: 21-22)
Dalam hal ini, kata “Mhafuzh” pada ayat ini dibaca dengan khafadh
(harokat kasroh). Maka dengan demikian ini menjadi sifat dari kata “Lauhi” yakni
tempat dimana al-Qur’an dituliskan pertama kalinya. Dalam ayat ini terdapat
catatan penting yang menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terhimpun dan
tertulis di dalamnya terjaga keberadaannya. (Yahya bin Abdurrazzaq al-
Ghautsani, 2010:26).
Allah SWT menurunkan al-Qur’an sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad
SAW serta sebagai petunjuk untuk manusia. Turunnya al-Qur’an merupakan
sebuah peristiwa yang sangat besar, sekaligus menyatakan kedudukannya bagi
27
penghuni langit dan penghuni bumi. Turunnya al-Qur’an yang pertamakali pada
malam lailatul Qodar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang
terdiri dari malaikat-malaikat akan kemuliaan umat Muhammad. Umat ini telah
dimuliakan oleh Allah SWT dengan risalah baru agar menjadi umat paling baik
yang dikeluarkan bagi manusia. Turunya al-Qur’an yang kedua kali secara
bertahap, berbeda dengan kitab-kitab yang sebelumnya, sangat mengagetkan
orang dan menimbulkan keraguan terhadapnya sebelum jelas bagi mereka rahasia
hikmah ilahi yang ada di baliknya. ( Mudzakir AS, 2012: 144).
Awal mula al-Qur’an diturunkan, tentunya hal tersebut tidak akan terlepas
dengan seseorang yang dapat dijadikan sebagai suri tauladan, sebagai pijakan
serta sebagai pemberi syafaat dihari akhir, yaitu tidak lain hanyalah Muhammad
SAW sebagai Nabai serta Rasul pembawa risalah yang hak. Dengan memiliki
sikap yang sangat ideal, nabi Muhammad SAW tidak pernah sujud di depan
patung orang Quraish ataupun ikut serta dalam suatu ritual yang sifatnya
kemusyrikkan. (M.M. Al-a’zami, 2005: 26).
Nabi Muhammad sebagai Manusia pilihan memiliki sebuah keutamaan-
keutamaan yang berbeda tentunya dengan manusia lainnya. Diantara salah satu
keutamaan yang beliau miliki yaitu diberikannya wahyu oleh Allah SWT berupa
al-Qur’an sebagai pedoman hidup seluruh umat manusia. Adapun pembuktian dari
al-Qur’an sebagai wahyu yang ditirunkan kepada Nabi Muhammad SAW dapat
dilihat dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 185, Artinya“ (beberapa hari
yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
28
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). ( Qur'an,
2: 185)
Allah SWT menurunkan al-Qur’an kepada nabi Muhammad dalam kurun
waktu 23 tahun secara bertahap ke langit paling bawah (bait al-izzah) dalam kurun
waktu satu malam yang kemudian diturkan kembali ke bumi secara bertahap
sesuai dengan kebutuhan. (As-Suyuti dalam M.M.Al-A’zami).
Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Muhammad berupa kitab Al-
Qur’an tidaklah sekali gus, melainkan secara berangsur. Adapun ayat yang
pertama kali diturunkan ialah ayat 1-5 dari surat al-Alaq. (Bukhari dalam M.M.
Al-A’Zami 2005:26).
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Qur’an,96:1-5)
Tafsir ayat:
Imam ahmad meriwayatkan dari Aisyah, dia mengatakan: wahyu yang
pertamakali diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar melalui
tidur. Dimana beliau tidak bermimpi melainkan datang sesuatu seperti falaq
shubuh. Setelah itu beliau menjadi lebih senang mengasingkan diri. Kemudian
29
beliau mendatangi gua Hira disana beliau beribadah untuk beberapa malam
dengan membawa perbekalan yang cukup. Setelah itu beliau pulang kembali
kepada khodijah untuk mengambil bekal yang sama sampai akhirnya datang
kepada beliau wahyu secara tiba-tiba yang ketika itu beliau masih berada di gua
Hira. Di gua itu beliau di datangi oleh malaikat Jibril seraya berkata” Bacalah! “
Rasulullah Bersabda, “maka kuatkan: “aku tidak dapat membaca”. Lebih lanjut
beliau bersabda: “lalu jibril memegangku seraya mendekapku sampai aku merasa
kepayahan, selanjutnya jibril melepasku sambil berkata: “bacalah.! “aku tidak
dapat membaca, jawab ku. Kemudian jibril mendekapku untuk kedua kalinya
samapi aku benar-benar kepayahan selanjutnya ia melepaskanku kembali seraya
berkata, “bacalah” aku tetap menjawab “ aku tidak dapat membaca” lalu ia
mendekap ku untuk ketiga kalinya samapi aku benar-benar kepayahan kemudian
ial melepaskan ku seraya berkata “ Bacalah dengan nama Rabb mu yang
menciptakan” sampai ke ayat “ apa yang tidak diketahuinya”. (Tafsir Ibnu Katsir,
Juz 30 Surat al-Alaq).
Pada ayat di atas secara harfiyah kata qara’a berarti menghimpun huruf-
huruf yang satu dengan kalimat yang lainnya dan membentuk suatu bacaan,
sedangkan menrurut Al-maroghi secara harfiyah kalimat tersebut dapat diartikan
jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat kekuasaan dan kehendak
Allah yang telah menciptakanmu, walaupun sebelumnya engkau tidak dapat
melakukannya. Kemudian selain hal tersebut di atas, ayat ini juga mengandung
perintah agar menusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap
30
adanya kekuasaan dan kehendak Allah SWT, juga mengandung kesan ontologis
tentang sumber ilmu pengetahuan. (Abuddin Nata, 2012:43)
Dalam sejarah turunnya ayat ini, ialah menjadi sebuah sejarah yang
teramat besar yang tidak akan pernah dilupakan yaitu pertama turunnya kali
wahyu kepada nabi Muhammad sekaligus menjadi sejarah awal mula turunnya
dari Ayat al-Qur’an. Adapun terkait dengan bentuk tulisan al-Qur’an itu memiliki
perbedaan tersendiri, meski berbahasa Arab, diturunkan di daerah Arab, akan
tetapi al-Qur’an memiliki perbedaan dalam segi penulisannya dengan tulisan Arab
yang resmi digunakan. Diantaranya kaidah dalam penulisan hadzf (membuang
suatu huruf atau tidak mencantumkannya dalam tulisan) dan al-fashal (berpisah).
Hal ini yang menjadikan tulisan al-Qur’an berbeda dengan tulisan resmi yang
digunakan dalam bahasa Arab.(Kadar M. Yusuf: 2012:43).
b. Pembukuan al-Qur’an
1. Pengumpulan pada masa Nabi
Pada masa Nabi, al-Qur’an mulai pertamakali dikumpulkan oleh orang-
orang terkemuka, seperti sahabat Ali, Mu’awiyah, Ubai bin Ka’ab, dan Zaid
bin Sabit. Bila ayat turun Rasulullah SAW memerintahkan mereka
menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surat, sehingga
penulisan pada lembaran tersebut dapat membantu penghafalan di dalam hati.
di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan al-Qur’an yang turun tersebut
atas kemauannya sendiri, tanpa diperintah oleh Nabi. Mereka menuliskannya di
pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana
31
potongan tulang-belulang binatang. Hal ini menunjukkan betapa besar
kesulitan yang dipikul para sahabat dalam menuliskan al-Qur’an. (Mudzakir
AS, 2012:185)
2. Pengumpulan pada masa Abu Bakar
Pada masa Abu Bakar, al-Qur’an dikumpulkan dan ditertibkan oleh
sahabat Zaid bin Sabit atas perintah Abu Bakar. Dengannya al-Qur’an
dikumpulkan melalui bebrapa hafalan-hafalan dari para Quro’ dan lembaran-
lembaran daun serta kulit-kulit binatang. Hal ini dilakukan mengingat
banyaknya para penghafal al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar
yang meninggal, oleh karenanya Abu Bakar merasa khawatir kalau-kalau al-
Qur’an akan sirna. Zaid bin Sabit dengan tekun dan penuh dengan rasa
tanggung jawab mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an tersebut yang kemudian
dikumpulkan dan dirawat oleh Abu Bakar hingga akhir hayatnya sebelum
kemudian dilimpahkan kepada Hafsah, putri dari sahabat Umar.
3. Pengumpulan pada masa Usman
Pengumpulan dan perawatan al-Qur’an kembali dilakukan pada masa
kepemimpinan sahabat Usman. Setelah mendengar kabar berita yang kurang
enak dan miris dari sahabat Huzaifah yang mengetahui banyak dari para
penghafal al-Qur’an ketika berperang dan membacakan al-Qur’an banyak
yang keliru, maka sahabat Usman di waktu itu segera mengirimkan seorang
utuan kepada Hafsah, untuk meminjamkan mushaf Asli dari pengumpulan
khalifah Abu Bakar, dengan tujuan agar mengetahui dan menjadikan
32
persatuan kembali terkait bacaan-bacaan al-Qur’an yang banyak mengalami
kekeliruan tersebut. (Mudzakir AS, 2012:192)
Sebelum al-Qur’an di bukukan dan dicetak, mushaf al-Qur’an ditulis dengan
tangan. al-Qur’an pertama kali dicetak yaitu ada di Bunduqiyah pada tahun 1530
M, akan tetapi setelah adanya perintah dari penguasa Gereja yang menyerukan
untuk memusnahkan al-Qur’an tersebut, akhirnya al-Qur’an pada waktu tersebut
tidak dapat terlihat kembali, dengan kata lain al-Qur’an dalam segi pencetakannya
mengalami gangguan. Pada cetakan selanjutnya, yaitu cetakan yang kedua al-
Qur’an pada tahun 1694 M tepatnya di Hamburg atas usaha seorang warga negara
Jerman bernama Hinkelmann serta Marracci yang menerbitkan kembali al-Qur’an
pada tahun 1698 di Padoue, akan tetapi pada cetakan tersebut pula al-Qur’an
mengalami gangguan sehingga tidak satupun dari pencetakan tersebut yang tersisa
di dunia (Acep Hermawan 2011:87).
2. al-Qur’an sebagai pemberi syafaat bagi yang membacanya
al-Qur’an merupakan Kumpulan Firman Allah SWT yang telah diturunkan
kepada Nabi Muhammad sebagai wahyu sebagai petunjuk untuk umat manusia,
baik petunjuk dalam hal untuk beribadah, maupun petunjuk dalam bidang
muamalah-muamalah yang lainnya. Selain itu, keutamaan al-Qur’an yang sangat
terbesar ialah al-Qur’an sebagai penolong atau pemberi syafaat kelak diakhir
Zaman kepada mereka yang membacanya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang
berbunyi : “Rasulullah SAW bersabda: bacalah al-Qur’an, sesungguhnya ia akan
memberika syafa’at bagi orang yang selalu membacanya pada hari kiamat”.
33
(Muslim Ibn Al-Hajaj Abu Al-Husain al-Qusyairy Al-Naisabury, sohih
Muslim,Tahqiq: Muhammad Fuad Abdu al-Baqy dalam Nasrullah, 2012:89 )
2. Metode Pembelajaran membaca al-Qur’an
1. Teori-teori pembelajaran
Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan sebuah kegiatan yang
mengandung dua aktifitas yang saling berkesinambungan. Guru selain sebagai
pembimbing juga sebagai orang yang memberikan sebuah pengajaran sudah
selayaknya minimal mengetahui tentang teori-teori mengajar. (Syueab Kurdi,
2012:19)
Selain hal di atas, terkait mengenai seorang guru hendaklah yang paling
utama ialah memiliki rasa ikhlas sebagai bekal utama dalam memberikan sebuah
proses pembelajaran terhadap peserta didiknya, karena hal tersebut merupakan
sebahagian bernilai ibadah. Menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya “Ikhlas dan
Tawakal” menjelaskan bahwa orang-orang ikhlas, yang beramal dan hanya untuk
mencari keridhaan Allah SWT, mereka bernilai tinggi melebihi manfaat-manfaat
diri dan kepentingan pribadi, dan mereka tersebut layak menjadi pewaris para
Nabi. (Yusuf Qardhawi: 2015:158)
a. Teori Belajar Brownell dan Van Engen
Kegiatan belajar dan pembelajaran yang melibatkan objek dan subjek
belajar tentunya memiliki sebuah hakekat yang tentunya berguna bagi pelaku
dari proses belajar dan pembelajaran tersebut. Menurut William Brownell
34
dalam Hamdani menyatakan bahwa belajar itu pada hakekatnya merupakan
suatu proses yang bermakna. (Hamdani, 2011: 288).
b. Teori Tanggapan atau Asosiasi
Adapun mengenai teori pembelajaran Tanggapan ataupun Asosiasi
menurut Abu Ahmadi mengajar ialah mendidik anak berfikir, dan tujuan
belajar ialah berfikir. Karena menurutnya, berfikir ialah sebuah perbuatan
yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan serta menghubungkan tanggapan-
tanggapan yang telah terkumpul tersebut di dalam jiwa melalui indra yang
dinamakan bahan appresepsi. Tanggapan yang masuk ke jiwa seseorang ada
yang di alam sadar dan ada pula yang tidak di alam sadar. Tanggapan yang
ada di alam sadar tersebut akan mudah timbul bila ada perangsang yang
memerlukan tanggapan tersebut. Akan tetapi bila tanggapan masuk ke alam
bawah sadar maka memakan waktu lama tanggapan tersebut akan timbul
kembali. Keadaan ini lah yang disebut lupa.
c. Teori Daya atau Faculty Theory
Menurut teri daya, jiwa mempunyai bermacam macam daya, seperti
mengenal, merasa, mengamati, menyimpan, mereproduksi, mengingat,
berfikir, serta berkehendak, dan sebagainya. Masing-masing daya tersebut
dapat dilatih untuk mendapatkan kepandaian atau keterampilan.
Semakinsering daya tersebut dilatih maka akan memperoleh kepandaian dan
keterampilan yang tinggi.
d. Teori Baru atau Modern
35
Dalam teori ini, pendidikan dan pengajaran adalah menganut aliran
pendidikan Gestalt, yakni jiwa manusia menghayati setiap perangsang yang
masuk secara keseluruhan. Artinya seluruh daya manusia ikut berfungsi.
Menurut teori ini, daya jiwa manusia terlalu condong kearah terlatihnya tiap-
tiap daya, sedangkan teori tanggapan terlalu condong terhadap penguasaan
dan hubungan materi yang semakin lama makin bertambah luas dan dalam
pembahasannya.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa, pengajaran formal dan pangajaran material
tidak dapat dipisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan memerlukan satu sama
lainnya. (Abu Ahmadi dalam Syueab Kurdi, 2012: 20).
2. Metode Pembelajaran membaca Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada nabi
muhamad dengan jalan Mutawatir sesuai dengan kebutuhan. Dalam
keberadaannya Al-Qur’an di masa lalu dengan Al-Qur’an di masa sekarang ini
sangatlah jauh, baik dilihat dari segi kuantitasnya maupun dari segi peminat yang
mau mempelajarinya. Al-Qur’an dimasa Nabi tidak lah banyak dari segi kuantitas
penulisannya, terlebih dalam segi pencetakannya. Serta Al-Quran di masa nabi
banyak yang mempelajarinya, baik darisegi bacaan, tulisan maupun risalah yang
ada di dalamnya serta menjadikannya sebuah patokan hukum, menjadikannya
sebuah pijakan terkait berbagai hal dalam kehidupan para sahabat. Lain halnya
dengan keberadaan Al-Qur’an dimasa sekarang ini, dari segi jumlah atupun
kuantitasnya sangatlah banyak, bahkan hampir diseluruh plosok daerah terdapat
36
Al-Qur’an dan dari segi peminat yang mempelajarinya, pada masa sekarang ini
berbanding terbalik dengan masa Nabi, yaitu semakin jarang orang dalam
mempelajarinya terlebih dipakai sebagai pijakan hukum ataupun yang lainnya
karena Al-Qur’an dapat dikatakan sebuah konsep hidup manusia yang dapat
menuntunnya ke arah kebaikan serta sebagai pencegah dari perbuatan keji dan
kemungkaran. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanNya:
Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Surat Ali’imran ayat 110)
(Mujamma’al Malik Fahd Li Thiba’at Al-Mushaf. Asy-Syarif Medinah
Munawaroh. P.O. Box 6262).
Pada sebuah pembicaraan muncul suatu hal yang sangat miris, yaitu
keluhan bahwa banyak terapat lulusan sekolah tingkat atas bahkan sampai tingkat
tinggi terlebih yang notabe nya islam yang tidak mampu membaca al-Qur’an atau
belum mampu membaca al-Qur’an. Hal ini dianggap sangat disesalkan yang
seharusnya lulusan-lulusan tersebut sudah pasti mampu bahkan mahir dalam
membaca serta menafsiri Al-Qur’an tersebut. Oleh karenanya dalam mempelajari
37
al-Qur’an hukumnya fardhu ain, yaitu wajib bagi setiap orang muslim. (Imam
Suprayogo, 2013: 87)
Terkait dengan mempelajari al-Qur’an tentunya tidak terlepas dengan
adanya sebuah metode atau teknik dalam mempelajarinya sebagai pencapai dari
tujuan pembelajaran al-Qur’an tersebut. Metode dalam mengajarkan al-Qur’an
tidaklah sedikit, dengan kata lain banyak metode-metode yang digunakan oleh
para pengajar al-Qur’an.
a. Metode Huruf
Dalam metode huruf ini ialah mengajarkan al-Qur’an yang dimulai
dengan mengenalkan nama huruf atau bunyi huruf hijaiyah kemudian
dirangkai menjadi kata hingga kalimat. Ada beberapa metode dalam
mengajarkan al-Qur’an di masa sekarang ini, yaitu :
1. Metode sintetik
Yaitu sebuah metode pembelajaran membaca al-Qur’an dimulai dari
pengenalan huruf hijaiyah menurut urutannya, yaitu dari alif, ba’,
sampai ya’, kemudian dikenalkan dengan huruf hijaiyah secara
terpisah, lalu dirangkaikan dengan suatu ayat. Sebagai contoh alif
fathah Aa, alif kasroh li, alif dlamah Uu, (dibaca) = A,I,U dan
seterusnya.
2. Metode bunyi
Pada metode ini dimulai dengan mengeja huruf-hurufnya bukan
nama-nama huruf seperti di atas, seperti Aa, Ba, Ta, Tsa dan
38
seterusnya. Maka dari bunyi ini lah akan tersusun menjadi sebuah
kata yang teratur.
3. Metode meniru
Metode meniru ini merupakan sebuah pengembangan dari metode
bunyi. Metode ini meruapakn sebuah pengajaran dari lisan ke lisan
yaitu santri atau peserta didik mengikuti bacaan dari seorang ustad
sampai hafal, setelah itu baru diperkenalkan beberapa huruf beserta
tanda baca atau harakat dan kata-kata atau kalimat yang dibacanya.
4. Metode campuran
Metode campuran ini merupakan sebuah metode dalam
pembelajaran membaca Al-Qur’an yang merupakan perpaduan
antara metode sintetik, metode bunyi, dan metode meniru. Metode
ini untuk melengakapi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam
metode pembelajaran Al-Qur’an sebelumnya. Dalam metode ini
diharapkan mampu mengambil kebijaksanaan dalam mengajarkan
membaca Al-Qur’an dengan mengambil kelebihan-kelebihan
metode di atas yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan
kondisinya. (M. Satiri Ahmad dalam Much. Saikhuni Lutfi (2008:
30-35)
Dalam berbagai model dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an yang
telah disebutkan di atas, metode pembelajaran Al-Qur’an dengan menggunakan
huruf di bagi menjadi 3 (Tiga) metode belajar membaca Al-Qur’an, untuk
kalangan anak-anak yaitu :
39
1. Metode Baghdadiyah
Metode baghdadiyah ini pertamakali disusun ialah oleh Abu Mansyur
Hifdzul Fikri al-Bagdady pada tahun 376 H. Metode ini lebih dikenal dengan
metode Juz Amma atau turutan. Metode ini sering disebut juga dengan metode
eja, yaitu yang berasaldari Baghdad masa pemerintahan bani Abbasiyah. Metode
ini tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih kita
kenal dengan sebutan metode “alif, ba, tsa”. Dan metode ini termasuk pada
metode dalam pembelajaran membaca al-Qur’an yang terlama dan pertama
muncul di negara Indonesia.
Adapun cara pembelajaran dari metode ini ialah:
a. Hafalan
Peserta didik atau santri terlebih dahulu harus menghafalkan huruf-
huruf hijaiyah yang berjumlah 28 huruf dari mulai huruf ‘alif, sampai
huruf ‘ya.
b. Eja
Peserta didik Sebelum membaca Al-Qur’an terlebih dahulu membaca
huruf secara eja, semisal : “alif fathah A,”, “ba fathah Ba” dan
seterusnya.
c. Modul
siswa yang lebih dahulu menguasai materi, dapat melanjutkan atau
meneruskan ke halaman berikutnya tanpa harus menunggu temannya
yang berikutnya.
40
d. Tidak variatif
menggunakan satu buku saja, tidak menggunakan beberapa buku
sebagai bahan ajarnya.
e. Pemberian contoh yang absolute
pada metode ini, seorang ustad dalam memberikan sebuah
bimbingannya terlebih dahulu memberikan contoh terhadap peserta
didiknya, sehingga peserta didik tidak dituntut harus aktif.
2. Metode AIA
Metode ini ditulis oleh Datuk Tombak Alam. Adapun ciri tertentu dari
metode ini ialah mengnalkan huruf hijaiyah tidak atas dasar urutan tetapi atas
dasar kesamaan bentuk, jadi huruf-huruf hijaiyah yang hampir sama bentuknya
dikelompokan menjadi satu kelompok.
Adapun metode dalam pembelajaran membaca al-Qur’an yang mengawali
pembelajarannya dengan menggunakan bunyi huruf-huruf hijaiyah terbagi
kedalam empat metode, yaitu:
a. Metode Qiro’ati
Metode ini pertama kali dikenalkan yaitu oleh KH. Dachlan Salim
Zarkasyi dari semarang jawa tengah. Metode ini pertama kali disebarkan
yaitu pada tahun 1970-an, ini memungkinkan akan cepatnya anak-anak
dalam mempelajari membaca Al-Qur’an. Metode ini memiliki ciri
tersendiri dalam pengajarannya, yaitu:
1. Klasikal dan privat
41
2. Terdapat prinsip bagi pengajar dan peserta didik
3. Metode ini diharuskan meneruskan kembali pembelajaran membaca
Al-Qur’annya meski telah khatam
4. Apabila peserta didik telah lulus maka dites kembali bacaannya dan
kemudian akan diberikan sebuah ijazah sebagai tanda tamat atau lulus
dalam belajar membaca Al-Qur’an.
b. Metode Al-Barqi’
Metode ini dianggap sebagai sebuah metode yang cepat dalam
memberikan pembelajaran membaca Al-Qur’an bagi para pemula. Metode
ini ditemukan oleh seorang dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya yang
bernama Muhadjir Sulthon pada tahun 1965. Metode ini lebih menekankan
pada pendekatan global atau gestald psycology yang bersifat structural
analitik sintetik, yaitu penggunaan struktural kata atau kalimat yang tidak
mengikuti bunyi mati (sukun) seperti kata jalasa dan kataba.
c. Metode Iqro
Metode Iqro ini disusun oleh As’ad Humam dari kota gede Yogyakarta.
Metode ini terdiri dari 6 jilid dengan variasi warna cover yang memikat
perhatian anak teka Al-Qur’an. Adapun pengajaran dan pembelajaran
metode ini ialah pada :
1. TK Al-Qur’an
2. TP Al-Qur’an
3. Pengajian-pengajian di Masjid
42
4. Lembaga Kursus baca Tulis Al-Qur’an
5. Majelis-majelis taklim
6. Sebagai program ekstrakurikuler di sekolah.
Pada pengajaran metode ini memiliki tahapan-tahapan seperti berikut:
a. Tahap At-Thoriqoh Bil-Muhaakah, yaitu guru memberikan contoh
bacaan yang benar dan kemudian peserta didik menirukannya
b. Tahap Ath-Thoriqoh Bil Musyafaahah, yaitu peserta didik melihat
gerak gerik bibir guru dan demikian pula sebaliknya guru melihat
gerak-gerik bibir peserta didiknya dengan tujuan untuk
mengajarkna makhorijul huruf serta untuk menghindari kesalahan
dalam pelafalan huruf.
c. Tahap At-Thoriqoh Bil-Kalaamish Shoriih, yaitu seorang pengajar
al-Qur’an harus menggunakan ucapan yang jelas dan komunikatif.
d. Tahap At-Thoriqoh Bis-Sual Limaqoo Shidit Ta’-liimi, yaitu
seorang pengajar mengajukan pertanyan-pertanyaan dan santri
menjawab atau pengajar menunjuk bagian-bagian huruf tertentu
dan santri membacanya. (H.R. Budiyanto dalam Muh.S.Lutfi)
d. Metode Tilawati
43
Metode tilawati ini dicetuskan oleh tim yang terdiri dari Hasan Sadzili, Ali
Muaffa dkk, dan kemudian dikembangakn oleh pesantren Virtual Nurul
Falah Surabaya yaitu pada tahun 2002.
3. Metode An-Nahdhiyah
Metode ini ialah suatu metode dalam mempelajari membaca al-Qur’an
yang pertamakali muncul di daerah tulungagung jawa timur, yang disusun oleh
lembaga pendidikan Al-Ma’arif cabang Tulungagung. Metode An-Nahdhiyah ini
merupakan salah satu metode hasil pengembangan dari metode Al-baghdady,
maka di dalam memberikan pembelajarannya pun tidak jauh berbeda dengan
metode Qiroati dan Iqro.