BAB II METODE PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR'AN A ...

24
20 BAB II METODE PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR’AN A. Pengertian Metode Pembelajaran Menurut Hamdani, metode pembelajaran merupakan sebuah cara yang digunakan pendidik untuk menyampaikan pelajaran kepada peserta didik, dan dikarenakan penyampaiannya tersebut berlangsung dalam interaksi edukatif, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran. (Hamdani, 2011: 80) 1. Macam-macam metode pembelajaran Dalam melaksanakan sebuah proses belajar dan mengajar, tentunya seorang pendidik wajib mengetahui beberapa metode-metode pembelajaran sebagai bekal berupa cara untuk menjadikan peserta didik cepat tanggap, cepat mengerti, serta cepat difahami dari materi-materi ajar yang telah disampaikannya. Adapun beberapa macam metode dalam pembelajaran ialah seperti berikut : a. Metode diskusi: metode pembelajaran ini merupakan metode yang di dalamnya terdapat interaksi antar siswa atau interaksi siswa dengan pendidik

Transcript of BAB II METODE PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR'AN A ...

20

BAB II

METODE PEMBELAJARAN MEMBACA AL-QUR’AN

A. Pengertian Metode Pembelajaran

Menurut Hamdani, metode pembelajaran merupakan sebuah cara yang

digunakan pendidik untuk menyampaikan pelajaran kepada peserta didik, dan

dikarenakan penyampaiannya tersebut berlangsung dalam interaksi edukatif,

metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang dipergunakan oleh guru

dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat berlangsungnya pengajaran.

(Hamdani, 2011: 80)

1. Macam-macam metode pembelajaran

Dalam melaksanakan sebuah proses belajar dan mengajar, tentunya

seorang pendidik wajib mengetahui beberapa metode-metode

pembelajaran sebagai bekal berupa cara untuk menjadikan peserta didik

cepat tanggap, cepat mengerti, serta cepat difahami dari materi-materi ajar

yang telah disampaikannya.

Adapun beberapa macam metode dalam pembelajaran ialah seperti

berikut :

a. Metode diskusi: metode pembelajaran ini merupakan metode

yang di dalamnya terdapat interaksi antar siswa atau interaksi

siswa dengan pendidik

21

b. Metode Ceramah: metode ini berbentuk penjelasan konsep,

prinsip, dan fakta yang ditutup dengan tanya jawab antara guru

dengan siswa

c. Metode praktikum: ialah metode yang dapat dilakukan kepada

siswa setelah guru memberikan pemahaman.

2. Jenis media pembelajaran

Media pembelajaran dapat diartikan sebagai perantara atau

pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan. (Gerlach dan Ely

dalam Hamdani, 2011: 72)

Media pembelajaran ini dilihat dari garis besarnya digolongkan

kepada 2 hal, yaitu (1) Manusia, dan (2) Materi atau kejadian yang

membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh

pengetahuan. (Arsyad dalam Hamdani, 2011: 3)

B. Anak Usia 7-13 Tahun

1. Pengerian Anak Usia 7-13 Tahun

Dalam Kamus Besar bahasa Indonesia (KBBI) arti kata “Anak” ialah

keturunan kedua. Sedangkan usia 7-13 tahun merupakan jenjang usia yang masuk

dalam kategori masa kanak-kanak akhir atau menjelang ke masa remaja.

(https://dhyrachmaa.wordpress.com/2015/02/17/perkembangan-masa-kanak-

kanak-usia-2-1213-tahun/. Minggu, 21 Agustus 2016 Pukul: 22:30).

22

2. Perkembangan Anak Usia 7-13 Tahun

Manusia merupakan makhluk sosial yang dapat berkembang serta mengalami

regenerasi, dengan kata lain manusia akan semakin mengalami perubahan, baik

perubahan secara fisik maupun perubahan secara psikisnya. Adapun

perkembangan itu sendiri menurut Seifert dan Hoffnung (1994) dalam Desmita

mendefinisikan bahwa perkembangan sebagai “ long term changes in a person’s

growth, feelings, patterns of thinking, social relationships, and motor skills”.

Akan tetapi menurut Chaplin (2002) dalam desmita mengartikan bahwa

perkembangan ialah sebagai:

1. Perubahan yang sifatnya berkesinambungan dan progresip dalam

organisme, dari lahir sampai mati

2. Pertumbuhan

3. Perubahan dalamm bentuk dan dalam intregrasi dari bagian-bagian

jasmaniyah ke dalam bagian-bagian fungsional

4. Kedewasaan atau kemunculan pola-pola asasi dari tingkah laku yang tidak

dipelajari. (Chaplin dalam Desmita, 2011:8)

Kemudian perkembangan dalam pandangan F.J. Monks, dkk., (2001), ialah

menunjuk pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak begitu saja

dapat diulang kembali. Perkembangan tersebut menunjuk pada sebuah perubahan

yang bersifat tetap dan tidak dapat diputar kembali. (F.J. Monks, dkk dalam

Desmita, 2011: 9).

23

Berdasarkan pada pemahaman-pemahaman dari perkembangan manusia dapat

diasumsikan bahwa perkembangan merupakan sebuah proses atau fase yang

terjadi dalam diri manusia sejak sebelum ia dilahirkan yang secara terus menerus

berlangsung sampai ia mengalami fase puncak kehidupannya (kematian).

Perkembangan yang terjadi dalam diri manusia memiliki beberapa tahap, yaitu: 1.

Perkembangan masa prenatal dan kelahiran, 2. Perkembangan masa bayi, 3.

Perkembangan masa kanak-kanak awal, 4. Perkembangan masa pertengahan dan

akhir anak-anak, 5. Perkembangan masa remaja, 6. Perkembangan masa dewasa

dan tua. (Desmita, 2012 : 233)

Adapun perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak awal menurut teori

Piaget memiliki sebuah konsep stabil yang mulai terbentuk, dan penalaran mental

mulai muncul serta egosentrisme mulai kuat dan melemah serta terbentuknya

sebuah keyakinan yang bersifat magis. (Piaget dalam Desmita, 2012:130).

Selain perkembangan dari segi kognitifnya, perkembangan yang lain yang

terjadi dalam diri anak-anak ialah pada segi motoriknya, hal ini pula yang dapat

membedakan antara masa anak-anak awal dan masa anak-anak pertengahan atau

akhir. Sejak usia 6 tahun koordinasi antara mata dan anggota tubuh yang lainnya

seperti tangan (Visiomotorik) yang dibutuhkan untuk membidik, menyepak,

melempat dan menangkap juga berkembang. Dan ketiak beranjak ke usia 7 tahun,

tangan anak akan semakin kuat dan ia akan lebih menyukai benda-benda yang

bersifat lebih bagus dibanding dengan benda-benda yang sederhana meski benda

tersebut memiliki fungsi yang sama, seperti krayon dan pensil. Mereka akan lebih

menyukai pensil daripada kerayon. Pada masa ini, anak-anak mengembangkan

24

kemampuannya lebih kepada hal yang sifatnya game ataupun permainan karena

pada tahap ini mereka sudah mulai memahami peraturan-peraturan dengan kata

lain pada masa ini anak mulai bisa untuk diberikan sebuah arahan yang tentunya

bersifat mendidik. (Desmita, 2012:155).

Pada tahapan ini, peran orang terdekat sangatlah dibutuhkan dan sangatlah

berpengaruh bagi perkembangan anak, khususnya perkembangan pada ranah

kognitifnya sehingga dapat terbentuk pribadi anak yang diinginkan. Peran orang

tua (ayah dan Ibu) merupakan kunci utama yang harus terlebih dahulu benar-benar

memahami dan mampu menerapkan nilai-nilai 3 prinsip utama, yaitu prinsip

kemerdekaan, prinsip kesamaan, dan prinsip saling menerima. (Sjarkawi,

2014:78)

Seorang pendidik anak tentunya memiliki kompetensi yang mumpuni,

diantara kompetensi tersebut ialah yang sesuai dengan al-Qur’an, diantaranya:

1. Memiliki keteguhan pendirian

2. Memiliki sikap dan sifat yang bijak

3. Memiliki rasa sabar

4. Demokratis

5. Mampu menjadi psikolog, serta intuitif.

Dalam perspektif pendidikan hal ini difahami dari eksplorasi pemaknaan

terhadap interaksi pendidikan anak yang dilakukan Nabi Adam terhadap

Anaknya, Nabi Nuh, Ibrohim, Yakub, Luqman, Zakariya, Hannah (Ibu

25

Maryam), Ayarkha (ibu Musa) serta Siti Maryam. (Miftahul Huda

2008:302)

Dalam kegiatan keseharian, tentunya manusia memiliki kebutuhan yang

teramat banyak, sepertihalnya kebutuhan sebuah lingkungan hidup. Dalam suatu

lingkungan hidup manusia akan banyak menemukan sebuah pengalaman-

pengalaman baru yang belum ia ketahui sebelum dilahirkan di alam dunia ini,

oleh karenanya lingkungan sangat berperan penting dalam memberikan sebuah

masukan pengalaman, ilmu pengetahuan maupun sebagai pembentuk dari

kepribadian.

Kepribadian seseorang atau sering disebut dengan karakter seseorang

tentunya saling berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal tersebut tentunya

dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari faktor internal individu itu sendiri

maupun faktor eksternalnya. Karakter seseorang dapat diketahui berdasarkan

sebuah pengamatan, khususnya karakter tingkat orang dewasa biasanya ada yang

sulit diketahui. Akan tetapi lain halnya dengan karakter tingkat kanak-kanak yang

dapat diketahui secara langsung dari aktifitas yang mereka lakukan.

Menurut Thomas Lickona dalam Bukunya “Character Matters” dalam

kehidupan manusia memiliki dua sisi karakter, pertama perilaku benar dengan

hubungan terhadap orang lain, dan perilaku benar kaitannya dengan diri pribadi

seseorang. Kehidupan yang penuh dengan kebajikan berisi tentang kebajikan yang

berorientasi pada orang lain, seperti keadilan, kejujuran, rasa syukur, dan rasa

cinta. Kemudian kbajikan-kebajikan yang berorientasi pada diri sendiri seperti

26

kerendahan hati, ketabahan, kontrol diri dan berusaha yang terbaik daripada

menyerah pada sebuah kemalasan. (Thomas Lickona, 2012: 21)

C. Pengertian al-Qur’an

1. Sejarah singkat al-Qur’an

a. al-Qur’an sebagai wahyu

al-Qur’an Merupakan pesan ilahi yang pertamakali dituliskan di suatu

tempat yang bernama lauhil mahfuzh, sebelum diturunkannya kembali ke langit

dunia (baitul ‘izzah) hal ini dijelaskan dalam firmanNya surat Al-Buruj ayat 21-

22:

Artinya: Bahkan yang didustakan mereka itu ialah Al Quran yang mulia, Yang (tersimpan) dalam Lauh Mahfuzh. (Al-Buruj: 21-22)

Dalam hal ini, kata “Mhafuzh” pada ayat ini dibaca dengan khafadh

(harokat kasroh). Maka dengan demikian ini menjadi sifat dari kata “Lauhi” yakni

tempat dimana al-Qur’an dituliskan pertama kalinya. Dalam ayat ini terdapat

catatan penting yang menunjukkan bahwa segala sesuatu yang terhimpun dan

tertulis di dalamnya terjaga keberadaannya. (Yahya bin Abdurrazzaq al-

Ghautsani, 2010:26).

Allah SWT menurunkan al-Qur’an sebagai wahyu kepada Nabi Muhammad

SAW serta sebagai petunjuk untuk manusia. Turunnya al-Qur’an merupakan

sebuah peristiwa yang sangat besar, sekaligus menyatakan kedudukannya bagi

27

penghuni langit dan penghuni bumi. Turunnya al-Qur’an yang pertamakali pada

malam lailatul Qodar merupakan pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang

terdiri dari malaikat-malaikat akan kemuliaan umat Muhammad. Umat ini telah

dimuliakan oleh Allah SWT dengan risalah baru agar menjadi umat paling baik

yang dikeluarkan bagi manusia. Turunya al-Qur’an yang kedua kali secara

bertahap, berbeda dengan kitab-kitab yang sebelumnya, sangat mengagetkan

orang dan menimbulkan keraguan terhadapnya sebelum jelas bagi mereka rahasia

hikmah ilahi yang ada di baliknya. ( Mudzakir AS, 2012: 144).

Awal mula al-Qur’an diturunkan, tentunya hal tersebut tidak akan terlepas

dengan seseorang yang dapat dijadikan sebagai suri tauladan, sebagai pijakan

serta sebagai pemberi syafaat dihari akhir, yaitu tidak lain hanyalah Muhammad

SAW sebagai Nabai serta Rasul pembawa risalah yang hak. Dengan memiliki

sikap yang sangat ideal, nabi Muhammad SAW tidak pernah sujud di depan

patung orang Quraish ataupun ikut serta dalam suatu ritual yang sifatnya

kemusyrikkan. (M.M. Al-a’zami, 2005: 26).

Nabi Muhammad sebagai Manusia pilihan memiliki sebuah keutamaan-

keutamaan yang berbeda tentunya dengan manusia lainnya. Diantara salah satu

keutamaan yang beliau miliki yaitu diberikannya wahyu oleh Allah SWT berupa

al-Qur’an sebagai pedoman hidup seluruh umat manusia. Adapun pembuktian dari

al-Qur’an sebagai wahyu yang ditirunkan kepada Nabi Muhammad SAW dapat

dilihat dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 185, Artinya“ (beberapa hari

yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan

28

(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan

mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). ( Qur'an,

2: 185)

Allah SWT menurunkan al-Qur’an kepada nabi Muhammad dalam kurun

waktu 23 tahun secara bertahap ke langit paling bawah (bait al-izzah) dalam kurun

waktu satu malam yang kemudian diturkan kembali ke bumi secara bertahap

sesuai dengan kebutuhan. (As-Suyuti dalam M.M.Al-A’zami).

Allah SWT memberikan wahyu kepada Nabi Muhammad berupa kitab Al-

Qur’an tidaklah sekali gus, melainkan secara berangsur. Adapun ayat yang

pertama kali diturunkan ialah ayat 1-5 dari surat al-Alaq. (Bukhari dalam M.M.

Al-A’Zami 2005:26).

Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan, Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Qur’an,96:1-5)

Tafsir ayat:

Imam ahmad meriwayatkan dari Aisyah, dia mengatakan: wahyu yang

pertamakali diturunkan kepada Rasulullah SAW adalah mimpi yang benar melalui

tidur. Dimana beliau tidak bermimpi melainkan datang sesuatu seperti falaq

shubuh. Setelah itu beliau menjadi lebih senang mengasingkan diri. Kemudian

29

beliau mendatangi gua Hira disana beliau beribadah untuk beberapa malam

dengan membawa perbekalan yang cukup. Setelah itu beliau pulang kembali

kepada khodijah untuk mengambil bekal yang sama sampai akhirnya datang

kepada beliau wahyu secara tiba-tiba yang ketika itu beliau masih berada di gua

Hira. Di gua itu beliau di datangi oleh malaikat Jibril seraya berkata” Bacalah! “

Rasulullah Bersabda, “maka kuatkan: “aku tidak dapat membaca”. Lebih lanjut

beliau bersabda: “lalu jibril memegangku seraya mendekapku sampai aku merasa

kepayahan, selanjutnya jibril melepasku sambil berkata: “bacalah.! “aku tidak

dapat membaca, jawab ku. Kemudian jibril mendekapku untuk kedua kalinya

samapi aku benar-benar kepayahan selanjutnya ia melepaskanku kembali seraya

berkata, “bacalah” aku tetap menjawab “ aku tidak dapat membaca” lalu ia

mendekap ku untuk ketiga kalinya samapi aku benar-benar kepayahan kemudian

ial melepaskan ku seraya berkata “ Bacalah dengan nama Rabb mu yang

menciptakan” sampai ke ayat “ apa yang tidak diketahuinya”. (Tafsir Ibnu Katsir,

Juz 30 Surat al-Alaq).

Pada ayat di atas secara harfiyah kata qara’a berarti menghimpun huruf-

huruf yang satu dengan kalimat yang lainnya dan membentuk suatu bacaan,

sedangkan menrurut Al-maroghi secara harfiyah kalimat tersebut dapat diartikan

jadilah engkau seorang yang dapat membaca berkat kekuasaan dan kehendak

Allah yang telah menciptakanmu, walaupun sebelumnya engkau tidak dapat

melakukannya. Kemudian selain hal tersebut di atas, ayat ini juga mengandung

perintah agar menusia memiliki keimanan, yaitu berupa keyakinan terhadap

30

adanya kekuasaan dan kehendak Allah SWT, juga mengandung kesan ontologis

tentang sumber ilmu pengetahuan. (Abuddin Nata, 2012:43)

Dalam sejarah turunnya ayat ini, ialah menjadi sebuah sejarah yang

teramat besar yang tidak akan pernah dilupakan yaitu pertama turunnya kali

wahyu kepada nabi Muhammad sekaligus menjadi sejarah awal mula turunnya

dari Ayat al-Qur’an. Adapun terkait dengan bentuk tulisan al-Qur’an itu memiliki

perbedaan tersendiri, meski berbahasa Arab, diturunkan di daerah Arab, akan

tetapi al-Qur’an memiliki perbedaan dalam segi penulisannya dengan tulisan Arab

yang resmi digunakan. Diantaranya kaidah dalam penulisan hadzf (membuang

suatu huruf atau tidak mencantumkannya dalam tulisan) dan al-fashal (berpisah).

Hal ini yang menjadikan tulisan al-Qur’an berbeda dengan tulisan resmi yang

digunakan dalam bahasa Arab.(Kadar M. Yusuf: 2012:43).

b. Pembukuan al-Qur’an

1. Pengumpulan pada masa Nabi

Pada masa Nabi, al-Qur’an mulai pertamakali dikumpulkan oleh orang-

orang terkemuka, seperti sahabat Ali, Mu’awiyah, Ubai bin Ka’ab, dan Zaid

bin Sabit. Bila ayat turun Rasulullah SAW memerintahkan mereka

menuliskannya dan menunjukkan tempat ayat tersebut dalam surat, sehingga

penulisan pada lembaran tersebut dapat membantu penghafalan di dalam hati.

di samping itu sebagian sahabat pun menuliskan al-Qur’an yang turun tersebut

atas kemauannya sendiri, tanpa diperintah oleh Nabi. Mereka menuliskannya di

pelepah kurma, lempengan batu, daun lontar, kulit atau daun kayu, pelana

31

potongan tulang-belulang binatang. Hal ini menunjukkan betapa besar

kesulitan yang dipikul para sahabat dalam menuliskan al-Qur’an. (Mudzakir

AS, 2012:185)

2. Pengumpulan pada masa Abu Bakar

Pada masa Abu Bakar, al-Qur’an dikumpulkan dan ditertibkan oleh

sahabat Zaid bin Sabit atas perintah Abu Bakar. Dengannya al-Qur’an

dikumpulkan melalui bebrapa hafalan-hafalan dari para Quro’ dan lembaran-

lembaran daun serta kulit-kulit binatang. Hal ini dilakukan mengingat

banyaknya para penghafal al-Qur’an pada masa pemerintahan Abu Bakar

yang meninggal, oleh karenanya Abu Bakar merasa khawatir kalau-kalau al-

Qur’an akan sirna. Zaid bin Sabit dengan tekun dan penuh dengan rasa

tanggung jawab mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an tersebut yang kemudian

dikumpulkan dan dirawat oleh Abu Bakar hingga akhir hayatnya sebelum

kemudian dilimpahkan kepada Hafsah, putri dari sahabat Umar.

3. Pengumpulan pada masa Usman

Pengumpulan dan perawatan al-Qur’an kembali dilakukan pada masa

kepemimpinan sahabat Usman. Setelah mendengar kabar berita yang kurang

enak dan miris dari sahabat Huzaifah yang mengetahui banyak dari para

penghafal al-Qur’an ketika berperang dan membacakan al-Qur’an banyak

yang keliru, maka sahabat Usman di waktu itu segera mengirimkan seorang

utuan kepada Hafsah, untuk meminjamkan mushaf Asli dari pengumpulan

khalifah Abu Bakar, dengan tujuan agar mengetahui dan menjadikan

32

persatuan kembali terkait bacaan-bacaan al-Qur’an yang banyak mengalami

kekeliruan tersebut. (Mudzakir AS, 2012:192)

Sebelum al-Qur’an di bukukan dan dicetak, mushaf al-Qur’an ditulis dengan

tangan. al-Qur’an pertama kali dicetak yaitu ada di Bunduqiyah pada tahun 1530

M, akan tetapi setelah adanya perintah dari penguasa Gereja yang menyerukan

untuk memusnahkan al-Qur’an tersebut, akhirnya al-Qur’an pada waktu tersebut

tidak dapat terlihat kembali, dengan kata lain al-Qur’an dalam segi pencetakannya

mengalami gangguan. Pada cetakan selanjutnya, yaitu cetakan yang kedua al-

Qur’an pada tahun 1694 M tepatnya di Hamburg atas usaha seorang warga negara

Jerman bernama Hinkelmann serta Marracci yang menerbitkan kembali al-Qur’an

pada tahun 1698 di Padoue, akan tetapi pada cetakan tersebut pula al-Qur’an

mengalami gangguan sehingga tidak satupun dari pencetakan tersebut yang tersisa

di dunia (Acep Hermawan 2011:87).

2. al-Qur’an sebagai pemberi syafaat bagi yang membacanya

al-Qur’an merupakan Kumpulan Firman Allah SWT yang telah diturunkan

kepada Nabi Muhammad sebagai wahyu sebagai petunjuk untuk umat manusia,

baik petunjuk dalam hal untuk beribadah, maupun petunjuk dalam bidang

muamalah-muamalah yang lainnya. Selain itu, keutamaan al-Qur’an yang sangat

terbesar ialah al-Qur’an sebagai penolong atau pemberi syafaat kelak diakhir

Zaman kepada mereka yang membacanya. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi yang

berbunyi : “Rasulullah SAW bersabda: bacalah al-Qur’an, sesungguhnya ia akan

memberika syafa’at bagi orang yang selalu membacanya pada hari kiamat”.

33

(Muslim Ibn Al-Hajaj Abu Al-Husain al-Qusyairy Al-Naisabury, sohih

Muslim,Tahqiq: Muhammad Fuad Abdu al-Baqy dalam Nasrullah, 2012:89 )

2. Metode Pembelajaran membaca al-Qur’an

1. Teori-teori pembelajaran

Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) merupakan sebuah kegiatan yang

mengandung dua aktifitas yang saling berkesinambungan. Guru selain sebagai

pembimbing juga sebagai orang yang memberikan sebuah pengajaran sudah

selayaknya minimal mengetahui tentang teori-teori mengajar. (Syueab Kurdi,

2012:19)

Selain hal di atas, terkait mengenai seorang guru hendaklah yang paling

utama ialah memiliki rasa ikhlas sebagai bekal utama dalam memberikan sebuah

proses pembelajaran terhadap peserta didiknya, karena hal tersebut merupakan

sebahagian bernilai ibadah. Menurut Yusuf Qardhawi dalam bukunya “Ikhlas dan

Tawakal” menjelaskan bahwa orang-orang ikhlas, yang beramal dan hanya untuk

mencari keridhaan Allah SWT, mereka bernilai tinggi melebihi manfaat-manfaat

diri dan kepentingan pribadi, dan mereka tersebut layak menjadi pewaris para

Nabi. (Yusuf Qardhawi: 2015:158)

a. Teori Belajar Brownell dan Van Engen

Kegiatan belajar dan pembelajaran yang melibatkan objek dan subjek

belajar tentunya memiliki sebuah hakekat yang tentunya berguna bagi pelaku

dari proses belajar dan pembelajaran tersebut. Menurut William Brownell

34

dalam Hamdani menyatakan bahwa belajar itu pada hakekatnya merupakan

suatu proses yang bermakna. (Hamdani, 2011: 288).

b. Teori Tanggapan atau Asosiasi

Adapun mengenai teori pembelajaran Tanggapan ataupun Asosiasi

menurut Abu Ahmadi mengajar ialah mendidik anak berfikir, dan tujuan

belajar ialah berfikir. Karena menurutnya, berfikir ialah sebuah perbuatan

yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan serta menghubungkan tanggapan-

tanggapan yang telah terkumpul tersebut di dalam jiwa melalui indra yang

dinamakan bahan appresepsi. Tanggapan yang masuk ke jiwa seseorang ada

yang di alam sadar dan ada pula yang tidak di alam sadar. Tanggapan yang

ada di alam sadar tersebut akan mudah timbul bila ada perangsang yang

memerlukan tanggapan tersebut. Akan tetapi bila tanggapan masuk ke alam

bawah sadar maka memakan waktu lama tanggapan tersebut akan timbul

kembali. Keadaan ini lah yang disebut lupa.

c. Teori Daya atau Faculty Theory

Menurut teri daya, jiwa mempunyai bermacam macam daya, seperti

mengenal, merasa, mengamati, menyimpan, mereproduksi, mengingat,

berfikir, serta berkehendak, dan sebagainya. Masing-masing daya tersebut

dapat dilatih untuk mendapatkan kepandaian atau keterampilan.

Semakinsering daya tersebut dilatih maka akan memperoleh kepandaian dan

keterampilan yang tinggi.

d. Teori Baru atau Modern

35

Dalam teori ini, pendidikan dan pengajaran adalah menganut aliran

pendidikan Gestalt, yakni jiwa manusia menghayati setiap perangsang yang

masuk secara keseluruhan. Artinya seluruh daya manusia ikut berfungsi.

Menurut teori ini, daya jiwa manusia terlalu condong kearah terlatihnya tiap-

tiap daya, sedangkan teori tanggapan terlalu condong terhadap penguasaan

dan hubungan materi yang semakin lama makin bertambah luas dan dalam

pembahasannya.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa, pengajaran formal dan pangajaran material

tidak dapat dipisahkan, bahkan saling mempengaruhi dan memerlukan satu sama

lainnya. (Abu Ahmadi dalam Syueab Kurdi, 2012: 20).

2. Metode Pembelajaran membaca Al-Qur’an

Al-Qur’an merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada nabi

muhamad dengan jalan Mutawatir sesuai dengan kebutuhan. Dalam

keberadaannya Al-Qur’an di masa lalu dengan Al-Qur’an di masa sekarang ini

sangatlah jauh, baik dilihat dari segi kuantitasnya maupun dari segi peminat yang

mau mempelajarinya. Al-Qur’an dimasa Nabi tidak lah banyak dari segi kuantitas

penulisannya, terlebih dalam segi pencetakannya. Serta Al-Quran di masa nabi

banyak yang mempelajarinya, baik darisegi bacaan, tulisan maupun risalah yang

ada di dalamnya serta menjadikannya sebuah patokan hukum, menjadikannya

sebuah pijakan terkait berbagai hal dalam kehidupan para sahabat. Lain halnya

dengan keberadaan Al-Qur’an dimasa sekarang ini, dari segi jumlah atupun

kuantitasnya sangatlah banyak, bahkan hampir diseluruh plosok daerah terdapat

36

Al-Qur’an dan dari segi peminat yang mempelajarinya, pada masa sekarang ini

berbanding terbalik dengan masa Nabi, yaitu semakin jarang orang dalam

mempelajarinya terlebih dipakai sebagai pijakan hukum ataupun yang lainnya

karena Al-Qur’an dapat dikatakan sebuah konsep hidup manusia yang dapat

menuntunnya ke arah kebaikan serta sebagai pencegah dari perbuatan keji dan

kemungkaran. Hal ini dijelaskan oleh Allah SWT dalam firmanNya:

Artinya: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. (Surat Ali’imran ayat 110)

(Mujamma’al Malik Fahd Li Thiba’at Al-Mushaf. Asy-Syarif Medinah

Munawaroh. P.O. Box 6262).

Pada sebuah pembicaraan muncul suatu hal yang sangat miris, yaitu

keluhan bahwa banyak terapat lulusan sekolah tingkat atas bahkan sampai tingkat

tinggi terlebih yang notabe nya islam yang tidak mampu membaca al-Qur’an atau

belum mampu membaca al-Qur’an. Hal ini dianggap sangat disesalkan yang

seharusnya lulusan-lulusan tersebut sudah pasti mampu bahkan mahir dalam

membaca serta menafsiri Al-Qur’an tersebut. Oleh karenanya dalam mempelajari

37

al-Qur’an hukumnya fardhu ain, yaitu wajib bagi setiap orang muslim. (Imam

Suprayogo, 2013: 87)

Terkait dengan mempelajari al-Qur’an tentunya tidak terlepas dengan

adanya sebuah metode atau teknik dalam mempelajarinya sebagai pencapai dari

tujuan pembelajaran al-Qur’an tersebut. Metode dalam mengajarkan al-Qur’an

tidaklah sedikit, dengan kata lain banyak metode-metode yang digunakan oleh

para pengajar al-Qur’an.

a. Metode Huruf

Dalam metode huruf ini ialah mengajarkan al-Qur’an yang dimulai

dengan mengenalkan nama huruf atau bunyi huruf hijaiyah kemudian

dirangkai menjadi kata hingga kalimat. Ada beberapa metode dalam

mengajarkan al-Qur’an di masa sekarang ini, yaitu :

1. Metode sintetik

Yaitu sebuah metode pembelajaran membaca al-Qur’an dimulai dari

pengenalan huruf hijaiyah menurut urutannya, yaitu dari alif, ba’,

sampai ya’, kemudian dikenalkan dengan huruf hijaiyah secara

terpisah, lalu dirangkaikan dengan suatu ayat. Sebagai contoh alif

fathah Aa, alif kasroh li, alif dlamah Uu, (dibaca) = A,I,U dan

seterusnya.

2. Metode bunyi

Pada metode ini dimulai dengan mengeja huruf-hurufnya bukan

nama-nama huruf seperti di atas, seperti Aa, Ba, Ta, Tsa dan

38

seterusnya. Maka dari bunyi ini lah akan tersusun menjadi sebuah

kata yang teratur.

3. Metode meniru

Metode meniru ini merupakan sebuah pengembangan dari metode

bunyi. Metode ini meruapakn sebuah pengajaran dari lisan ke lisan

yaitu santri atau peserta didik mengikuti bacaan dari seorang ustad

sampai hafal, setelah itu baru diperkenalkan beberapa huruf beserta

tanda baca atau harakat dan kata-kata atau kalimat yang dibacanya.

4. Metode campuran

Metode campuran ini merupakan sebuah metode dalam

pembelajaran membaca Al-Qur’an yang merupakan perpaduan

antara metode sintetik, metode bunyi, dan metode meniru. Metode

ini untuk melengakapi kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam

metode pembelajaran Al-Qur’an sebelumnya. Dalam metode ini

diharapkan mampu mengambil kebijaksanaan dalam mengajarkan

membaca Al-Qur’an dengan mengambil kelebihan-kelebihan

metode di atas yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan

kondisinya. (M. Satiri Ahmad dalam Much. Saikhuni Lutfi (2008:

30-35)

Dalam berbagai model dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an yang

telah disebutkan di atas, metode pembelajaran Al-Qur’an dengan menggunakan

huruf di bagi menjadi 3 (Tiga) metode belajar membaca Al-Qur’an, untuk

kalangan anak-anak yaitu :

39

1. Metode Baghdadiyah

Metode baghdadiyah ini pertamakali disusun ialah oleh Abu Mansyur

Hifdzul Fikri al-Bagdady pada tahun 376 H. Metode ini lebih dikenal dengan

metode Juz Amma atau turutan. Metode ini sering disebut juga dengan metode

eja, yaitu yang berasaldari Baghdad masa pemerintahan bani Abbasiyah. Metode

ini tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih kita

kenal dengan sebutan metode “alif, ba, tsa”. Dan metode ini termasuk pada

metode dalam pembelajaran membaca al-Qur’an yang terlama dan pertama

muncul di negara Indonesia.

Adapun cara pembelajaran dari metode ini ialah:

a. Hafalan

Peserta didik atau santri terlebih dahulu harus menghafalkan huruf-

huruf hijaiyah yang berjumlah 28 huruf dari mulai huruf ‘alif, sampai

huruf ‘ya.

b. Eja

Peserta didik Sebelum membaca Al-Qur’an terlebih dahulu membaca

huruf secara eja, semisal : “alif fathah A,”, “ba fathah Ba” dan

seterusnya.

c. Modul

siswa yang lebih dahulu menguasai materi, dapat melanjutkan atau

meneruskan ke halaman berikutnya tanpa harus menunggu temannya

yang berikutnya.

40

d. Tidak variatif

menggunakan satu buku saja, tidak menggunakan beberapa buku

sebagai bahan ajarnya.

e. Pemberian contoh yang absolute

pada metode ini, seorang ustad dalam memberikan sebuah

bimbingannya terlebih dahulu memberikan contoh terhadap peserta

didiknya, sehingga peserta didik tidak dituntut harus aktif.

2. Metode AIA

Metode ini ditulis oleh Datuk Tombak Alam. Adapun ciri tertentu dari

metode ini ialah mengnalkan huruf hijaiyah tidak atas dasar urutan tetapi atas

dasar kesamaan bentuk, jadi huruf-huruf hijaiyah yang hampir sama bentuknya

dikelompokan menjadi satu kelompok.

Adapun metode dalam pembelajaran membaca al-Qur’an yang mengawali

pembelajarannya dengan menggunakan bunyi huruf-huruf hijaiyah terbagi

kedalam empat metode, yaitu:

a. Metode Qiro’ati

Metode ini pertama kali dikenalkan yaitu oleh KH. Dachlan Salim

Zarkasyi dari semarang jawa tengah. Metode ini pertama kali disebarkan

yaitu pada tahun 1970-an, ini memungkinkan akan cepatnya anak-anak

dalam mempelajari membaca Al-Qur’an. Metode ini memiliki ciri

tersendiri dalam pengajarannya, yaitu:

1. Klasikal dan privat

41

2. Terdapat prinsip bagi pengajar dan peserta didik

3. Metode ini diharuskan meneruskan kembali pembelajaran membaca

Al-Qur’annya meski telah khatam

4. Apabila peserta didik telah lulus maka dites kembali bacaannya dan

kemudian akan diberikan sebuah ijazah sebagai tanda tamat atau lulus

dalam belajar membaca Al-Qur’an.

b. Metode Al-Barqi’

Metode ini dianggap sebagai sebuah metode yang cepat dalam

memberikan pembelajaran membaca Al-Qur’an bagi para pemula. Metode

ini ditemukan oleh seorang dosen IAIN Sunan Ampel Surabaya yang

bernama Muhadjir Sulthon pada tahun 1965. Metode ini lebih menekankan

pada pendekatan global atau gestald psycology yang bersifat structural

analitik sintetik, yaitu penggunaan struktural kata atau kalimat yang tidak

mengikuti bunyi mati (sukun) seperti kata jalasa dan kataba.

c. Metode Iqro

Metode Iqro ini disusun oleh As’ad Humam dari kota gede Yogyakarta.

Metode ini terdiri dari 6 jilid dengan variasi warna cover yang memikat

perhatian anak teka Al-Qur’an. Adapun pengajaran dan pembelajaran

metode ini ialah pada :

1. TK Al-Qur’an

2. TP Al-Qur’an

3. Pengajian-pengajian di Masjid

42

4. Lembaga Kursus baca Tulis Al-Qur’an

5. Majelis-majelis taklim

6. Sebagai program ekstrakurikuler di sekolah.

Pada pengajaran metode ini memiliki tahapan-tahapan seperti berikut:

a. Tahap At-Thoriqoh Bil-Muhaakah, yaitu guru memberikan contoh

bacaan yang benar dan kemudian peserta didik menirukannya

b. Tahap Ath-Thoriqoh Bil Musyafaahah, yaitu peserta didik melihat

gerak gerik bibir guru dan demikian pula sebaliknya guru melihat

gerak-gerik bibir peserta didiknya dengan tujuan untuk

mengajarkna makhorijul huruf serta untuk menghindari kesalahan

dalam pelafalan huruf.

c. Tahap At-Thoriqoh Bil-Kalaamish Shoriih, yaitu seorang pengajar

al-Qur’an harus menggunakan ucapan yang jelas dan komunikatif.

d. Tahap At-Thoriqoh Bis-Sual Limaqoo Shidit Ta’-liimi, yaitu

seorang pengajar mengajukan pertanyan-pertanyaan dan santri

menjawab atau pengajar menunjuk bagian-bagian huruf tertentu

dan santri membacanya. (H.R. Budiyanto dalam Muh.S.Lutfi)

d. Metode Tilawati

43

Metode tilawati ini dicetuskan oleh tim yang terdiri dari Hasan Sadzili, Ali

Muaffa dkk, dan kemudian dikembangakn oleh pesantren Virtual Nurul

Falah Surabaya yaitu pada tahun 2002.

3. Metode An-Nahdhiyah

Metode ini ialah suatu metode dalam mempelajari membaca al-Qur’an

yang pertamakali muncul di daerah tulungagung jawa timur, yang disusun oleh

lembaga pendidikan Al-Ma’arif cabang Tulungagung. Metode An-Nahdhiyah ini

merupakan salah satu metode hasil pengembangan dari metode Al-baghdady,

maka di dalam memberikan pembelajarannya pun tidak jauh berbeda dengan

metode Qiroati dan Iqro.