BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah 1 ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI A. Pembiayaan Musyarakah 1 ...
19
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembiayaan Musyarakah
1. Pengertian Pembiayaan Musyarakah
Pembiayaan musyarakah adalah akad kerjasama yang terjadi diantara
para pemilik dana untuk menggabungkan modal, melalui usaha bersama dan
pengelolaan bersama dalam suatu hubungan kemitraan. Bagi hasil ditentukan
sesuai dengan kesepakatan (biasanya ditentukan berdasarkan jumlah modal
yang diberikan dan peran serta masing-masing pihak).7
Ascarya dalam buku yang berjudul Akad dan Produk Bank Syariah
mengatakan musyarakah merupakan akad bagi hasil ketika dua atau lebih
pengusaha pemilik dana/modal bekerja sama sebagai mitra usaha membiayai
investasi usaha baru atau yang sudah berjalan. Mitra usaha pemilik modal
berhak ikut serta dalam menejemen perusahaan, tetapi itu tidak merupakan
keharusan. Para pihak dapat membagi pekerjaan mengelola usaha sesuai
kesepakatan dan mereka juga dapat meminta gaji/upah untuk tenaga dan
keahlian yang mereka curahkan untuk usaha tertentu.8
Definisi al-syirkah menurut para ulama aliran fiqih ini diakomodir
oleh fatwa DSN MUI. Fatwa, dalam kaiatannya dengan pembiayaan,
mengartikan al-syirkat dengan, “pembiayaan berdasarkan akad kerjasama
antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu yang masing-masing
7 Abdullah Saeed, Bank Islam Dan Bunga, pustaka pelajar, Yogyakarta, 2003,h.106.
8 Ascarya, Bank dan Produk Bank Syariah, (Jakarta: Rajawali Press,2012) h .51
20
pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan dana bahwa keuntungan
dan resiko akan di tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan”.9
Pengertian ini dijadikan landasan oleh UU No.21 tahun 2008 dalam
mendefinisikan al-syirkat secara operasional dan akan di uraikan kemudian.
Berdasarkan pengertian diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa al-syirkat
adalah suatu transaksi dua orang atau lebih, transaksi ini meliputi
pengumpulan dana dan penggunaan modal. Keuntungan dan kerugian di
tanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Namun demikian modal tidak
selalu berbentuk uang tetapi dapat berbentuk lain.
Tetapi terdapat beberapa versi dalam al-Qur’an dan juga beberapa
keterangan dari Nabi Muhammad SAW, para sahabat dan ulama yang
menyatakan keabsahan musyarakah untuk dilaksanakan dalam dunia bisnis10
,
menjadi sebuah istilah yang diartikan sebagai pencampuran salah satu dari
macam harta dengan harta lainnya sehingga tidak dapat dibedakan di antara
keduanya. Adapun pengertian musyarakah menurut isthilah, empat madzhab
memberikan definisi yang berbeda-beda;
1) Mazhab Maliki ”An Ya’dzana kullu wahid min syarikaini li shahibihi wa
an yathasarrafa fi maal lahuma ma’a ibqai haq al-tasharrufi li kuli
minhuma”. (Salah satu dari dua orang memberikan izin kepada salah satu
lainnya untuk mengolah harta mereka dan keduanya berhak atas harta
itu)
9 Atang Abd Hakim, Fiqih Perbankan Syariah..,h 246
10 Jusmaliani (Ed.), Investasi Syariah: Implementasi Konsep pada Kenyataan Empirik.
Yogyakarta:Kreasi Wacana, 2008, h. 428
21
2) Mazhab Syafi’i ”al-ijtima’ fi isthihqaq au tasharufin”. (berserikat dalam
berbisnis atau kepemilikian).
3) Mazhab Hambali ”Syubut al-haq fi syain lisnain fa akhsar ’ala jihat al-
syuyu’”. (menetapkan kepemilikian suatu barang antara dua orang atau
lebih dalam suatu usaha bersama)11
4) Mazhab Hanafi ”’ibarat an aqd baina almutasyarikaini fi ra’sil maal wa
ribhi” (perjanjian antara dua orang dalam pengembangan modal dan
keuntungan).
Dari empat definisi tersebut di atas, mazhab Hanafi lebih tepat dalam
mengartikan pengertian syirkah sebagai suatu perjanjian atas dua orang untuk
mengelola harta benda secara bersama-sama dan keuntungan dibagi secara
proporsional. Dan dari pengertian mazhab Hanafi inilah kemudian, syirkah
dipopulerkan dalam dunia perbankan sebagai suatu produk pembiayaan
Islami. Sehingga dapat definisikan secara luas bahwa syirkah adalah akad
kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana
masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise)
dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditang gung bersama
sesuai dengan kesepakatan.12
Apabila terjadi kerugian di tanggung bersama secara proporsional
sesuai dengan kontribusi modal. Pembiayaan musyarakah dapat bersifat
permanen dan dapat pula bersifat sementara. Pernyataan standar akuntansi
11
Wahbah az-Zuhaily, al-Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, (Dimasqi: Dar al-Fikr, 1985), h.
792 12
M. Syafei Antonio, Bank Syariah Suatu Pengenalan Umum, (Jakarta: Tazkia Institute
dan BI,1999) Cet. ke-I, h. 129
22
keuangan (PSAK) No. 59 memberikan penjelasan tentang karakteristik
pembiayaan musyarakah. Dalam musyarakah mitra dan bank sama-sama
menyediakan modal untuk membiayai suatu usaha tertentu, baik yang sudah
berjalan maupun yang baru. Selanjutnya mitra mengembalikan modal tersebut
berikut bagihasil yang telah disepakati secara bertahap ataupun sekaligus
kepada bank.13
Gambar 2.1
Alur perberian pembiayaan musyarakah
Sumber: Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep, dan
Aplikasi, 2010
Pembiayaan musyarakah dapat diberikan dalam bentuk kas, setara
kas, atau aktiva nonkas, termasuk aktiva tidak berwujud seperti lisensi
ataupun hak paten. Secara umum tujuan pembiayaan dibedakan menjadi dua
kelompok besar, yaitu tujuan pembiayaan untuk tingkat makro dan tujuan
pembiayaan untuk tingkat mikro. Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:
13
Ali maulidi, Teknik Memahami Akuntansi Perbankan Syariah, Jakarta: alim’s public,
2011, h. 151.
23
a) Peningkatan ekonomi umat, artinya masyarakat yang tidak dapat akses
secara ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan
akses ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya.
b) Tersedianya dana bagi peningkatan usaha, artinya untuk pengembangan
usaha membutuhkan dana tambahan. Dana tambahan ini dapat diperoleh
melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan
kepada pihak yang minus dana, sehingga dapat tergulirkan.
c) Meningkatkan produktivitas, artinya adanya pembiayaan memberikan
peluang bagi masyarakat usaha agar mampu meningkatkan daya
produksinya. Sebab upaya produksi tidak akan dapat berjalan tanpa adanya
dana.
d) Membuka lapangan kerja baru, artinya dengan dibukanya sektor – sektor
usaha melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut
akan menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka
lapangan kerja baru.
Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:
a) Upaya mengoptimalkan laba, artinya setiap usaha yang dibuka memiliki
tujuan tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha
menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat
menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang
cukup.
b) Upaya meminimalkan resiko, artinya usaha yang dilakukan agar mampu
menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu
24
meminimalkan resiko yang mungkin timbul. Resiko kekurangan modal
usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan.
c) Pendayagunaan sumber ekonomi, artinya sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam dengan
sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika, sumber daya alam
dan sumber daya manusianya ada, dan sumber daya modal tidak ada.
Maka dipastikan diperlukan pembiayaan. Dengan demikian, pembiayaan
pada dasarnya dapat meningkatkan daya guna sumber daya ekonomi.
d) Penyaluran kelebihan dana, artinya dalam kehidupan masyarakat ini ada
pihak yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan.
Dalam kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan
dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan dan penyaluran kelebihan
dana dari pihak yang kelebihan (surplus) kepada pihak yang kekurangan
(minus) dana.14
2. Musyarakah dalam undang-undang
UU menyebutkan akad musyarakah di dalam lima tempat, yaitu
pada pasal 1 ayat (25) huruf a tentang pembiayaan berupa transaksi bagi
hasil, pasal 19 ayat (1) huruf c tentang kegiatan usaha bank umum syariah
berupa penyaluran pembiayaan, pasal 19 ayat (2) huruf c tentang kegiatan
usaha UUS berupa penyaluran pembiayaan, pasal 19 ayat (1) dan (2)
masing–masing huruf i tentang kegiatan usaha Bank umum syariah dan
UUS berupa pembelian, penjualan atau menjamin atas resiko sendiri surat
14
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking…,hal. 681- 682
25
berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata atas dasar
prinsip syariah, dan pasal 21 huruf b angka 1 tentang kegiatan usaha BPRS
berupa penyaluran pembiayaan bagi hasil.
Petunjuk teknis operasional pasal-pasal di atas, meskipun UU ini
ditetapkan tahun 2008, mengacu kepada: PBI No. 7/46/PBI/2005 tentang
akad penghimpunan dan penyaluran dana bagi Bank yang melaksanakan
kegiatan berdasarkan prinsip syariah; PBI No. 8/24/PBI/2006 tentang
penilaian kualitas aktiva bagi bank perkreditan rakyat berdasarkan prinsip
syariah; dan SE BI No. 10/14/Dpbps/2008.
Pengertian musyarakah di dalam ketiga PBI ini sama yaitu
penanaman dana dari pemilik dana/modal untuk mencampurkan
dana/modalnya pada suatu usaha tertentu dengan pembagian keuntungan
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya sedangkan kerugian di
tanggung oleh pemilik dana sesuai dengan besar modal atau dana dari
masing-masing.
3. Landasan syariah pembiayaan musyarakah
Al-qur’an surat shad ayat 24
26
artinya: Daud berkata: “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu
dengan meminta kambingmu untuk di tamnbahkan ke kambingnya dan
sesungguhnya kebanyakan dari orang – orang yang berserikat itu
sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh dan amat
sedikitlah mereka itu”15
4. Aplikasi dalam perbankan
a) Pembiayaan proyek
Musyarakah ini biasanya di aplikasikan untuk pembiayaan proyek
di mana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana untuk
membiayai proyek tersebut. Setelah proyek itu selesai nasabah
mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah di sepakati.
b) Modal ventura
Musyarakah ini ditetapkan dengan skema modal venture.
Penanaman modal dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan setelah itu
bank melakukan devistasi atau melakukan penjualan sebagian sahamnya,
baik secara singkat maupun bertahap.
5. Manfaat dan fungsi pembiayaan musyarakah
Manfaat pembiayaan bagi bank syariah adalah sebagai berikut:
a) Bank akan menikmati peningkatan dalam jumlah tertentu pada saat
keuntungan nasabah meningkat.
15
Qur’an terjemah surat Shad, (Semarang: PT. Karya Toha Putra), h.749.
27
b) Bank tidak berkewajiban membayar dalam jumlah tertentu dalam
jumlah tertentu kepada nasabah pendanaan secara tetap, tetapi di
sesuaikan dengan pendapatan/ hasil usaha bank sehingga banktidak
merugi
c) Pengembalian pokok pembiayaan disesuaikan dengan cash flow/ arus
kas usaha nasabah sehingga tidak memberatkan nasabah.
d) Bank akan lebih selektif dan hati-hati dalam menangani nasabah.16
Adapun fungsi dari pembiayaaan adalah sebagai berikut:
a) Meningkatkan daya guna uang.
Para penabung menyimpan uang di bank dalam bentuk giro,
tabungan dan deposito. Uang tersebut dalam prosentasie tertentu
ditingkatkan kegunaannya oleh bank guna suatu usaha peningkatan
suatu produktivitas.
Para pengusaha menikmati pembiayaan dari bank untuk
memperluas /memperbesar usahanya baik untuk peningkatan produksi
maupun, perdagangan maupun untuk usaha-usaha rehabilitasi ataupun
untuk memulai usaha baru. Pada asasnya melalui pembiayaan terdapat
suatu uasaha peningkatan produktivitas secara menyeluruh. Dengan
demikian dana yang mengendap di bank (yang diperoleh dari
penyimpanan uang) tidaklah idle (diam) dan disalurkan pada usaha-
usaha yang bermanfaat, baik kemanfaatan bagi pengusaha ataupun
bagi masyarakat.
16
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking…,hal. 681- 682
28
b) Meningkatkan daya guna barang.
Produsen dengan bantuan pembiayaan bank dapat
memproduksi bahan mentah menjadi barang jadi sehingga utility
contohnya kelapa menjadi kopra dan selanjutnya menjadi minyak
kelapa/goreng. Produsen dengan bantuan pembiayaan dapat
memindahkan barang dari suatu tempat yang kegunaanya kurang ke
tempat yang lebih bermanfaat. Seluruh barang yang dipindahkan /
dikirim itu dari suatu daerah kedaerah lain yang kemanfaatan barang
itu lebih terasa, pada dasarnya meningkatkan utility barang itu.
Pemindahan barang-barang tersebut tidaklah dapat di atasi oleh
keuangan para distributor saja dan oleh karenanya mereka
memerlukan bantuan permodalan dari bank berupa pembiayaan.
c) Meningkat peredaran uang
Pembiayaan yang disaluran melalui rekening-rekening Koran
pengusaha menciptakan peredaran pertambahan peredaran uang giral
dan sejenisnya seperti cek, biyet giro, wesel dan sebagainya. Melalui
pembiayaan peredaran uang kartal ataupun uang giral akan lebih
berkembang oleh karena itu pembiayaan menciptakan kegairahan
berusaha sehingga kegunaan uang akan bertambah baik kualitatif
ataupun kuantitatif.
d) Meningkatkan kegairahan berusaha.
Setiap manusia adalah makluk yang selalu melakukan kegiatan
ekonomi yaitu berusaha memenuhi kebutuhannya. Kegiatan usaha
29
sesuai dengan kegiatan dinamikanya akan selalu meningkat akan tetapi
peningkatan usaha tidaklah selalu diimbangi dengan peningkatan
kemampuannya yang berhubungan dengan manusia lain yang
mempunyai kemampuan.
Karena itulah pengusaha akan selalu berhubungan dengan bank untuk
utuk memperoleh permodalan guna meningkatkan usahanya. Bantuan
modal usaha dari bank inilah yang kemudian digunakan oleh
pengusaha untuk memperbesar usaha atau produktivitasnya.
e) Stabilitas ekonomi.
Dalam ekonomi yang kurang sehat, langkah-langkah stabilisasi
pada dasarnya di arahkan pada usaha-usaha antara lain: pengendalian
inflasi, peningkatan ekspor, rehabilitasi prasarana, pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan produk rakyat.
f) Sebagai jembatan untuk meningkatkan pendapatan nasional
Para usahawan yang memperoleh pembiayaan tentu saja
berusaha untuk meningkatkan usahanya meningkatkan usaha berarti
meningkatkan profit. Bila keuntungan ini secara kumulatif
dikembangkan lagi dalam arti kata dikembangkan lagi di struktur
permodalan, maka peningkatan peningkatan akan berlangsung terus
menerus. Dengan pendapatan yang terus meningkat berarti pajak
perusahaanpun akan terus bertambah. Dilain pihak pembiayaan yang
disalurkan akan merangsang pertambahan kegiatan ekspor akan
menghasilkan pertambahan devisa Negara. Disamping itu dengan
30
makin efektifnya kegiatan swasembada kebutuhan-kebutuhan pokok,
maka akan menghemat devisa keuangan Negara, akan dapat diarahkan
pada usaha-usaha kesejahreraan ataupun ke sektor-sektor lain yang
lebih berguna.
Apabila rata-rata pengusaha, pemilik tanah, pemilik modal dan
buruh/karyawan mengalami peningkatan pendapatan maka pendapatan
Negara via pajak akan bertambah, penghasilan bertambah, dan
penggunaan devisa untuk urusan konsumsi berkurang, sehingga
langsung ataupun tidak pendapatan nasional akan bertambah.
g) Sebagai alat hubungan ekonomi internasional.
Bank sebagai lembaga pembiayaan tidak saja bergerak di
dalam negeri tapi juga diluar negeri. Negara-negara kaya yang kuat
dalam bidang ekonominya demi persahabatan antar bank banyak
memberikan bnatuan pada Negara-negara yang sedang berkembang
atau yang sedang membangun. Bantuan tersebut biasanya dilakukan
dalam bentuk kredit dengan syarat yang ringan yaitu dengan bunga
yang relative ringan dan jangka waktu penggunaan yang panjang.
Melalu hal inilah maka hubungan antara bank pemberi pinjaman dan
penerima pijaman berjalan dengan baik. 17
17
Veithzal Rivai dan Arviyan Arifin, Islamic Banking…,hal. 683- 686
31
6. Jenis-jenis dan jaminan pembiayaan Musyarakah
Jenis –Jenis Pembiayaan Musyarakah
a) Syirkah Inan
Akad kerja sama antara dua orang atau lebih, masing-masing
memberikan kontribusi dana dan berpartisipasi daam kerja. Porsi dana
dan bobot partisipasi dalam kerja tidak harus sama, bahkan
dimungkinkan hanya salah seorang yang aktif mengelola usaha yang
ditunjuk oleh partner lainnya. Sementara itu, kenuntungan atau
kergian yang timbul dibagi menurut kesepakatan bersama.
b) Syirkah Al-Uqud
Syirkah al-Uqud (contractual partnership), dapat dianggap sebagai
kemitraan yang sessungguhnya, karena pada pihak yang
bersangkutan secara sukarela yang berkeinginan untuk membuat
suatu perjanjian investasi bersama dan berbagai untung dan resiko.
(Dalam Syirkah al-Uqud dapat dilakukan tanpa adanya perjanjian
formal atau dengan perjanjian secara tertulis dengan disertai para
saksi.
Syirkah al-Uqud dibagi menjadi lima jenis:
1) Syirkah Mufawwadah
Merupakan akad kerja sama usaha antara dua pihak atau
lebih, yang masing-masing pihak harus menyerahkan modal dan
porsi modal yang sama dan bagi hasil atas usaha dan resiko
ditanggung bersama dengan jumlah yang sama. Dalam syirkah
32
mufawwadah, masing-masing mitra usaha memiliki hak dan
tanggung jawab yang sama.
2) Syirkah Wujuh
Merupakan akad kerja sama usaha antara dua orang atau
lebih yang mana masing-masing mitra kerja memiliki reputasi dan
prestise dalam bisnis. Para mitra dapat mempromosikan bisnisnya
sesuai dengan keahlian masing-masing, dan keuntungan dibagi
sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak. Dalam
syirkah wujuh, tidak diperlukan modal dalam bentuk uang tunai.
Para mitra dapat menggunakan agunan milik masing-masing untuk
digunakan sebagai agunan dalam membeli barang secara kredit,
kemudian barang itu dijual, dan hasil keuntungan atas penjualan
barang itu dibagi sesuai dengan porsi agunan yang diserahkan.
Sesuai dengan pengertian diatas, Syarikah wujuh dapat diterapkan
dalam Suatu kelompok nasabah yang terbentuk dalam satu
perkongsian dan mendapat kepercayaan dari bank untuk suatu
proyek tertentu. Dalam kredit ini pihakdebitur tidak menyediakan
kolateral apapun kecuali wibawa dan nama baik. Dan suatu
perkongsian diantara para pedagang yang membeli secara kredit dan
menjual dengan tunai.18
3) Syirkah A’mal
18
Muhammad, Sistim & prosedur operasional bank syariah, UII Press; Yogyakarta, 2000
hal 13
33
Syirkah A‟ mal disebut juga dengan syirkah abdan
merupakan kerja sama usaha yang dilakukan oleh dua orang atau
lebih, masing-masing mitrausaha memberikan sumbangan atas
keahliannya dalam mengelola bisnis. Dalam syirkah A‟ mal tidak
perlu adanya modal dalam bentuk uang tunai, akan tetapi modalnya
adalah keahlian dan profisionalisme masing-masing mitra kerja.
Hasil usaha atas kerja sama usaha dalam syirkah a’mal akan dibagi
sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati antara para
pihak yang bermitra.
Jaminan Pembiayaan Musyarakah
Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah harta benda
milik debitur atau pihak ketiga yang diikat sebagai alat pembayar jika
terjadi wanprestasi terhadap pihak ketiga. Jaminan dalam pembiayaan
memilki dua fungsi yaitu: Pertama, untuk pembayaran hutang seandainya
terjadi wanprestasi atas pihak ketiga, yaitu dengan jalan menguangkan
atau menjual jaminan tersebut. Kedua, sebagai akibat dari fungsi pertama,
atau sebagai indikator penentuan jumlah pembiayaaan yang akan diberikan
kepada pihak debitur. Pemberian jumlah pembiayaan tidak boleh melebihi
nilai harta yang dijaminkan.
Jaminan dalam pengertian yang lebih luas tidak hanya harta yang
ditanggungkan saja, melainkan hal-hal lain seperti kemam puan hidup
usaha yang dikelola oleh debitur. Untuk jaminan jenis ini, diperlukan
kemampuan analisis dari officer pembiayaan untuk menganalisa circle live
34
usaha debitur serta penambahan keyakinan atas kemampuan debitur untuk
mengembalikan pembiayaan yang telah diberikan berdasarkan prinsip-
prinsip syariah.19
Menurut Soebekti, jaminan yang bai dapat dilihat dari: a) Dapat
membantu memperoleh pembiayaan bagi pihak ketiga; b) Tidak
melemahkan potensi pihak ketiga untuk menerima pembiayaan guna
meneruskan usahanya; c) Memberikan kepastian kepada bank untuk
mengeluarkan pembiayaan dan mudah diuangkan apabila terjadi wan-
prestasi. 20
Jaminan dalam pembiayaan bank syariah menempati posisi
pendukung atau penguat bagi bank untuk memberikan pembiayaan bagi
pihak ketiga. Akan tetapi sebaiknya jaminan bukan syarat mutlak
pemberian pembiayaan melainkan sebagai penguat dari penilaian analisa
kemampuan bayar dari pihak ketiga yang diperoleh dari penilaian aset dan
usaha yang dijalankan oleh pihak ketiga (debitur).
Jaminan diberikan selanjutnya perlu dilakukan appraisal guna
mengetahui seberapa besar nilai harta yang dijaminkan. Penilaian atau
appraisal didefinisikan sebagai proses menghitung atau mengestimasi nilai
harta jaminan. Proses dalam member-kan suatu estimasi didasarkan pada
niali ekonomis suatu harta jaminan baik dalam bentuk properti
berdasarkan hasil analisa fakta-fakta obkjektif dan relevan dengan
19
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan di Indonesia, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2003 h. 281 20 Soebekti, Jaminan-Jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia.
Bandung: Alumni, h. 29
35
menggunakan metode yang berlaku. Barang jaminan dapat dikategorikan
menjadi tiga yaitu:
1) tangible (berwujud), seperti: tanah, kendaraan, mesin, bangunan dll.
2) Intangible (tidak berwujud), seperti; hak paten, Franchise, merk dagang,
Hak cipta, dan.
3) Surat-surat berharga.
Selanjutnya Jaminan akan diikat dengan hukum pengikatan. Hal ini
mengacu pada surat edaran Bank Indonesia (SE-BI) No 4/248/UPPK/PK
tanggal 16 Maret 1972 disebutkan untuk benda-benda yang tidak bergerak
memakai lembaga jaminan hipotik, Hak Tanggungan dan fiducia.
Keberadaan jaminan dalam pembiayan di perbankan syariah sangat
diperlukan atau menempati posisi yang cukup penting. Jaminan
memberikan secured tersendiri terhadap bank atas nasabah pembiayaan
dan dapat dijadikan bench-mark plafon jumlah pembiayaan yang akan
diberikan.
Lembaga keuangan syariah yang berfungsi sebagai penyalur dana
masyarakat, sebagian besar pembiayaan bank disalurkan dalam bentuk
barang/jasa yang dibelikan bank untuk nasabah-nya. Pembiayaan hanya
diberikan apabila produknya telah ada terlebih dahulu. Dengan metode ada
barang dulu, baru ada uang maka masyarakat dipacu untuk memproduksi
36
barang/jasa atau mengadakan produk. Selanjutnya barang yang
dibeli/diadakan menjadi jaminan (collateral) hutang.21
Secara fiqih, adanya agunan yang dijalankan oleh bank syariah
dapat dibenarkan dari sisi memutus jalan bagi nasabah untuk berbuat tidak
disiplin (moral hazard) dalam proses pembayaran. Metode semacam ini
dalam kajian fiqh dikenal dengan istilah sad adz-dzari'ah. Menurut Pasal 8
UU 10/1998 menyatakan kewajiban bagi bank dalam memberikan pem-
biayaan syariah, mempunyai keyakinan berdasarkan analisis mendalam
atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Nasabah Debitur
mengembalikan pembiayaan. Terdapat lima pokok yang perlu dikaji
seksama oleh Bank sebelum memberi fasilitas pembiayaan terhadap
nasabahnya, yakni: (1) watak, (2) kemampuan, (3) modal, (4) agunan, dan
(5) prospek usaha.
7. Prinsip Musyarakah
Pembiayaan musyarakah memang hampir sama dengan pembiayaan
mudharabah, tetapi pembiayaan musyarakah mempunyai prinsip-prinsip
sendiri yang membedakan dengan pembiayaan lainnya.
a. Proyek atau kegiatan usaha yang akan dikerjakan feasible dan tidak
bertentangan dengan syariah.
b. Pihak-pihak yang turut dalam kerja sama memasukkan dana musyarakah
dengan ketentuan: Dapat berupa uang tunai atau assets yang likuid , Dana
yang terhimpun bukan lagi milik perorangan, tetapi menjadi milik usaha.22
21 Karnaen A. Perwatatmadja, Membumikan Ekonomi Islam Di Indonesia. Depok: Usaha
Kami, 1996, h. 14
37
8. Rukun Dan Syarat Pembiayaan Musyarakah23
a. Ijab dan Qabul
Ijab dan qabul harus dinyatakan dengan jelas dalam akad dengan
meperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Penawaran dan permintaan harus jelas dituangkan dalam tujuan akad
2) Penerimaan dan penawaran dilakukan pada saat kontrak
3) Akad dituangkan secara tertulis
b. Pihak yang Berserikat
1) Kompeten
2) Menyediakan dana sesuai dengan kontrak dan pekerjaan/ proyek
usaha
3) Memiliki hak untuk ikut mengelola bisnis yang sedang dibiayai atau
member kuasa kepada mitra kerjanya untuk mengelolanya
4) Tidak diizinkan menggunakan dana untuk kepentingan sendiri.
c. Objek Akad
a.) Modal :
1) Modal dapat berupa uang tunai atau asset yang dapat dinilai. Bila
modal tetapi dalam bentuk asset, maka asset ini sebelum kontrak
harus dinilai atau disepakati oleh masing-masing mitra.
2) Modal tidak boleh dipinjamkan atau dihadiahkan kepihak lain
22 Binti Nur Asiyah, Manajemen Pembiayaan. . ., h. 202
23
Ismail, Perbankan Islam,……h. 177
38
3) Pada prinsipnya bank syariah tidak harus minta agunan, akan
tetapi untuk menghindari wanprestasi, maka bank syariah
diperkenankan meminta agunan dari nasabah/ mita kerja.
b.) Kerja :
1) Partisipasi kerja dapat dilakukan bersama-sama dengan porsi kerja
yang tidak harus sama, atau salah satu mitra member kuasa
kepada mitra kerja lainnya untuk mengelola usahanya.
2) Kedudukan masing-masing mitra harus tertuang dalam kontrak.
c.) Keuntungan/ kerugian :
1) Jumlah keuntungan harus dikuantifikasikan.
2) Pembagian keuntungan harus jelas dan tertuang dalam kontak.
Bila rugi, maka kerugian akan ditanggung oleh masing-masing
mitra berdasarkan porsi modal yang diserahkan.
9. Prosedur Pembiayaan Musyarakah
Dalam pembiayaan Musyarakah, bank syariah memberikan modal
sebagaian dari total keseluruhan modal yang dibutuhkan. Bank syariah
dapat menyertakan modal sesuai porsi yang disepakati dengan nasabah.
Misalnya, bank syariah memberikan modal 70%, dan 30% sisanya berasal
dari modal nasabah. Pembagian hasil keuntungan, tidak harus dihitung
sesuai porsi modal yang ditempatkan, akan tetapi sesuai dengan
kesepakatan dalam kontrak awal, misalnya 60% untuk nasabah dan 40%
untuk bank syariah.
39
Gambar 2.2
Skema Pembiayaan Musyarakah
Sumber: www.bi.co.id
Keterangan:
a) Nasabah (Mudharib/pengelola) mengajukan proposal ber-kaitan dengan
usaha yang akan dijalankan kepada pihak Bank karena dirinya (nasabah)
tidak mempunyai modal penuh.
b) Proposal ajuan pihak nasabah terkait dengan proyek atau usaha disetujui
oleh pihak Bank dengan penyertaan modal secara bersama-sama dengan
nasabah baik fifty-fifty (setengah-setengah) maupun tidak fifty-fifty
(mungkin bank penyertaan modalnya 70, pihak nasahab 30) dengan
catatan saling suka sama suka dan telah bersepakat untuk membiayai suatu
proyek/usaha. Karena pihak bank sudah percaya bahwa nasabah mampu
menjalankannya dengan baik.
40
c) Keuntungan akan dibagi kedua belah pihak sesuai dengan modal masing-
masing.
d) Angsuran dalam pembayaran modal usaha sebagaimana pada point (2)
diangsur sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
10. Risiko Pembiayaan Musyarakah
Pembayaran kewajiban bagi hasil kepada LKS sebagaimana contoh
tersebut di atas, melekat pada kinerja usaha debitur. Bila omset usaha
meningkat maka bagi hasil kepada LKS juga meningkat, begitu juga
sebaliknya, bahkan sangat mungkin yang dibagikan bukan hasilnya tetapi
malah kerugiannya. Namun demikian, pada prakteknya LKS tidak ikut
menanggung kerugian tersebut, LKS hanya kehilangan kesempatan
(opportunity) untuk mendapatkan hasil usaha dan keterlambatan pembayaran
atas pokok hutang debitur. Hal ini berbeda dengan jenis pembiayaan berbasis
jual beli, di mana kualitas pembayaran kewajiban debitur tidak terlalu
berhubungan dengan kinerja usahanya. Artinya jika si debitur sudah membayar
kewajiban yang fix itu, maka debitur sudah dianggap memenuhi kewajiban
walaupun sebenarnya mungkin usahanya sedang menurun.
Mitigasi terhadap resiko ini, diantaranya melalui monitoring intensif
terhadap cash flow usaha debitur, melakukan review secara periodik terhadap
target omset usaha debitur agar pada saat terjadi penurunan omset, pricing
pembiayaan yang telah ditetapkan bank dapat segera disesuaikan.
Penggolongan kemampuan membayar ditentukan sebagai berikut:
41
Realisasi Omset/
Proyeksi Omset
Kolektibilitas Kualitas
≥ 80% Lancar Perform
≥ 80%, ada
tunggakan pokok
Dalam Perhatian Perform
≤ 90 hari Khusus
30% - 80%, ada
tunggakan
pokok 90 – 120
hari
Kurang Lancar Non Perform
≤ 30% sampai
tiga bulan
berturut-turut, ada
tunggakan
pokok 120 – 180
hari
Diragukan Non Perform
≤ 30% lebih dari
tiga bulan
berturut-turut, ada
tungga kan
pokok lebih dari
180 hari
Macet Non Perform
Sumber: SE BI No.8/22/DPbs tgl 18 Oktober 2006 dalam Makalah Adi
Supriadi, T.Th.
Kerugian yang diderita LKS pada saat debitur menjadi non perform,
seketika menjadi kerugian bagi LKS. LKS akan ke-hilangan opportunity
(kesempatan) untuk mendapatkan bagi hasil saat itu juga. Sedangkan pada
pembiayaan berbasis jual beli, margin terhadap pembiayaan yang telah
42
ditetapkan di awal masih dapat ditagih dan menjadi tunggakan debitur yang
harus diselesaikan kepada LKS. Pada kondisi ini LKS masih memiliki potensi
mendapatkan margin yang belum dibayar/ tertunggak. Mitigasi yang dapat
dilakukan saat debitur menjadi non perform yang dapat dilakukan oleh bank
adalah dengan memberikan diskon terhadap pricing yang sudah ditetapkan oleh
LKS di awal pembiayaan, sampai usaha nasabah kembali pulih. Serta
melakukan penjadwalan ulang terhadap angsuran pokok musyarakah yang akan
dan telah jatuh tempo.
B. Bagi Hasil
1. Pengertian Bagi Hasil
Bagi hasil adalah suatu sistem pengolahan dana dalam perekonomian
Islam yakni pembagian hasil usaha antara pemilik modal (shahibul maal) dan
pengelola (Mudharib).
Bagi hasil menurut terminologi asing (Inggris) dikenal dengan sebutan
profit sharing. Profit sharing dalam kamus ekonomi diartikan dengan
pembagian laba. Sedangkan secara definitif, bagi hasil atau profit sharing
adalah pembagian atas hasil usaha yang telah dilakukan oleh pihak-pihak yang
melakukan perjanjian yaitu pihak nasabah dan pihak perbankan syariah. Islam
pelarangan riba karena suatu penolakan terhadap timbulnya risiko finansial
tambahan yang ditetapkan dalam transaksi uang atau modal maupun jual beli
yang dibebankan kepada satu pihak saja sedangkan pihak yang lain dijamin
keuntungannya.
43
Besarnya nisbah ditentukan berdasarkan kesepakatan masing-masing
pihak yang berkontrak. Jadi, angka besaran nisbah ini muncul sebagai hasil
tawar-menawar antara shahibul maal dengan mudharib. Dengan demikian,
angka nisbah ini bervariasi, bisa 50:50, 60:40, 70:30, 80:20, bahkan 99:1.
Namun para ahli fiqih sepakat bahwa nisbah 100:0 tidak diperbolehkan.24
Sistem bagi hasil merupakan sistem di mana dilakukan perjanjian atau
ikatan bersama di dalam melakukan kegiatan usaha. Di dalam kegiatan usaha
diperjanjikan adanya pembagian hasil atas keuntungan yang akan didapat
antara kedua belah pihak atau lebih. Bagi hasil dalam perbankan syariah
merupakan ciri khusus yang ditawarkan kepada masyarakat, dan di dalam
aturan syariah yang berkaitan dengan pembagian hasil usaha harus ditentukan
terlebih dahulu pada awal terjadinya kontrak (akad). Besarnya penentuan porsi
bagi hasil antara kedua belah pihak ditentukan sesuai kesepakatan bersama,
dan dibuat dengan dasar kerelaan (an-taradhin) di masing-masing pihak tanpa
adanya unsur paksaan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa nisbah harus dinyatakan dalam bentuk
persentase antara kedua belah pihak, bukan dinyatakan dalam nilai nominal
rupiah tertentu. Dalam konteks akad jual beli, Bank sebagai penjual boleh
menetapkan harga berapapun yang di kehendaki. Saeed mengutip dari rafiq
al-mishri mengatakan bahwa: “Penjual pada prinsipnya bebas menetapkan
harga barangnya. Jika harga-harga ini terlalu tinggi, pembeli boleh memilih
untuk tidak membelinya atau mencari penggantinya, atau penjual lain boleh
24
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syari’ah, Yogyakarta: Ekonesia, 2004, h..123
44
masuk ke pasar untuk menyeimbangkan harga di pasar” namun demikian
bank syariah dalam menjaga fungsi intermediasi, tidak hanya berfikir untuk
mendapatkan keuntungan yang tinggi melainkan bagaimana fungsi
intermediasi berjalan lancar, karena sangat terkait dengan keluar masuknya
nasabah di bank syariah.
2. Faktor Penentu Margin Dan Bagi Hasil
Faktor-faktor yang perlu di pertimbangkan dalam penetapan margin dan
bagi hasil di bank syariah antara lain:
a) Komposisi Pendanaan
Bagi bank syariah yang pendanaannya sebagian besar
diperoleh dari giro dan tabungan, yang nisbah nasabh tidak setinggi
deposito, maka penentuan keuntungan ( margin atau bagi hasil bagi
bank) akan lebih kompetitif jika di bandingkan suatu bank yang
pendanaannya porsi terbesar dari deposito.
b) Tingkat Persaingan
Jika tingkat kompetisi ketat, porsi keuntungan bank tipis,
sedangkan pada tingkat persaingan nasabah masing longgar bank
dapat mengambil keuntungan lebih tinggi.
c) Risiko Pembiayaan
Pada pembiayaan pada sector yang beresiko tinggi, bank
dapat mengambil keuntungan lebih tinggi di banding yang berisiko
sedang.
45
d) Jenis Nasabah
Yang di maksud adalah nasabah prima, dimana usahanya
besar dan kuat, bank cukup mengambil keuntungan tipis, sedangkan
untuk pembiayaan kepada nasabah biasa diambil keuntungan yang
lebih tinggi.
e) Kondisi Perekonomian
Siklus ekonomi meliputi : revival, boom/peak puncak, resesi,
dan depresi. Jika perekonomian secara umum berada pada dua kondisi
pertama, dimana usaha berjalan lancar, maka bank bank dapat
mengambil kebijakan pengambilan keuntungan yang lebih besar.
Namun jika pada kondisi sebaliknya bank tidak merugipun sudah
bagus.
f) Tingkat keuntungan yang diharapkan bank.
Secara kondisional hal yang menghambat keuntungan yang di
harap bank adalah keadaan ekonomi yang ada tetapi dalam keadaan
apapu bank syariah haruslah tetap siap menghadapi apapun.
Berdasarkan faktor- faktor diatas maka dapat diketahui bahwasannya
besarnya bagi hasil untuk setiap produk atau bahkan untuk setiap perbankan
syariah itu tidak sama, dikarenakan setiap adanya perbedaan yang ada pada
masing- masing unsur tersebut menjadikan hasil yang berbeda pula.
Pembagian hasil usaha dalam perbankan syariah ditetapkan dengan
menggunakan nisbah. Nisbah merupakan presentase tertentu yang disebutkan
46
dalam akad kerjasa sama usaha yang telah disepakati antara bank dan nasabah
investor.
Angka dalam nisbah bagi hasil merupakan angka hasil negoisasi
shahibul maal dan mudharib dengan mempertimbangkan potensi dari proyek
yang dibiayai. Faktor- faktor penentu tingkat nisbah adalah unsur iwad yang
dapat dipahami sebagai equivalent countervalue yang berupa resiko (ghurmi),
nilai tambah dari kerja dan usaha (kasb), dan tanggungan (daman).25
Jadi,
angka nisbah bukanlah suatu angka keramat yang tidak diketahui asal
usulnya, melainkan suatu angka rasional yang disepakati bersama dengan
mempertimbangkan proyek yang akan dibiayai dari berbagai sisi.
Penentuan nisbah bagi hasil pembiayaan ditentukan dengan
mempertimbangkan:
1. Referensi tingkat margin keuntungan
Yang dimaksud dengan referensi tingkat margin keuntungan yang di
terapkanoleh rapat ALCO.
2. Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/ proyek yang dibiayai
Perkiraan tingkat keuntungan bisnis/ proyek yang dibiayai di hitung
dengan mempertimbangkan sebagai berikut:
a. Perkiraan penjualan
1) Volume penjualan setiap transaksi atau volume penjualan setiap
bulan.
2) Sales turn over atau frekuensi penjualan setiap bulan.
25
Ascarya, Akad & Produk Bank Syariah…,h.28
47
3) Fluktuasi harga penjualan.
4) Rentang harga penjulan yang dapat di negosiasikan.
5) Margin keuntungan setiap transaksi.
b. Lama cash to cash cycle
1) Lama proses barang.
2) Lama persediaan.
3) Lama piutang.
c. Perkiraan biaya-biaya langsung.
Adalah biaya yang langsung berkaitan dengan kegiatan penjualan
seperti biaya pengangkutan, biaya pengemasan dll.
d. Perkiraan biaya-biaya tidak langsung
Adalah biaya yang tidak langsung berkaitan dengan kegiatan
penjualan, seperti biaya sewa kantor, biaya gaji, dan biaya-biaya lain
yang dikaitkan ke dalam overhead.
e. Delayed factor
Tambahan waktu yang bertujuan untuk mengantisipasi timbulnya
keterlambatan dalam pembayaran dari nasabah kepada bank.26
Bagi hasil merupakan langkah inovatif lembaga keuangan syari’ah dan
merupakan langkah keseimbangan sosial dalam memperoleh kesempatan
pendapatan ekonomi. Dengan demikian, sistem bagi hasil dapat dikatakan
sebagai konsep yang mempunyai unsur keadilan, dimana tidak ada suatu pihak
yang diuntungkan sementara pihak lain dirugikan. Dalam menentukan sebuah
26
Binti nur asiyah, manajemen pembiayaan bank syariah…,h.170-171
48
besaran bagi hasil dari suatu pembiayaan bank syariah menggunakan metode
sebagai berikut:
1) Penentuan nisbah bagi hasil keuntungan.
Adalah menentukan nisbah berdasarkan pada perkiraan keuntungan
yang diperoleh nasabah di bagi dengan refrensi tingkat keuntungan yang
ditetapkan dalam rapat ALCO.
2) Penentuan nisbah bagi hasil pendapatan.
Adalah penentuan nisbah yang didasarkan pada perkiraan pendapatan
yang diperoleh nasabah di bagi dengan refrensi tingkat keuntungan yang
ditetapkan dalam rapat ALCO.
3) penentuan nisbah bagi hasil penjualan
Adalah penentuan nisbah yang didasarkan pada perkiraan penerimaan
penjualan yang diperoleh nasabah dibagi dengan pokok pembiayaan dan
refrensi tingkat keuntungan yang di tetapkan dalam rapat ALCO.
3. Konsep Bagi Hasil
Konsep bagi hasil berbeda samasekali dengan konsep bunga yang
diterapkan pada bank konvensional. Dalam bank syariah konsep bagi hasil
sebagai berikut:
1) Pemilik dana menginfestasikan dananya melalui lenbaga keuangan bank
yang bertindak sebagai pengelola dana.
2) Pengelola/ bank syariah mengelola dana trsebut diatas dalam system
pool of fund, selanjutnya bank akan menginvestasikan dana tersebut
49
kedalam proyek/ usaha yang layak dan menguntungkan serta memenuhi
aspek syariah.
3) Kedua belah pihak menandatangani akad yang berisi ruang lingkup
kerjasama nominal, nisbah, dan jangka waktu berlakunya kesepakatan
tersebut.27
4. Prosedur Pemberian Nisbah Atau Bagi Hasil
Pemberian Plafond dan Nisbah dilakukan setelah pihak melihat neraca
dan laba rugi yang diperoleh perusahaan. Faktor – faktor yang mempengaruhi
nisbah, adalah :
1. Ekspektasi Bagi Hasil untuk Bank
2. Laba perusahaan nasabah.
Ada beberapa metoda dalam prosedur pemberian bagi hasil untuk
pembiayaan musyarakah. Metode – metode tersebut adalah :
I. Berdasarkan modal yang dimiliki.
II. Nisbah Bank = Modal yang di miliki - Skill nasabah.
Nisbah Nasabah = Modal yang dimiliki + Skill nasabah.
Skill = Penghargaan atas kemampuan (usaha) nasabah oleh pihak bank.
III. Ekspektasi Bagi hasil.
Adanya Ekspektasi minimal yang diterima oleh pihak bank yang
berlaku, dimana batas minimum pemberian ekspektasi bagi hasil untuk bank
adalah sebesar 17,07 % p.a. Dari ketiga metode diatas, metode Ekspektasi bagi
27 Slamet wiyono,Cara mudah memahami akuntansi perbankan syariah..( Jakarta :PT
Grasindo, 2005),hal. 59
50
hasil yang banyak dipergunakan oleh bank yang menjalankan usahanya dengan
sistem syariah.
Contoh perhitungan bagi hasil untuk pembiayaan musyarakah yang
menggunakan metode Ekspektasi Bagi Hasil dimana Ekspektasi Bagi Hasil
yang diharapkan oleh bank syariah adalah sebesar 20 % p.a, maka bagi hasil
yang diperoleh masing – masing pihak adalah sebagai berikut : Tn. Mahesha
mengajukan pembiayaan Musyarakah (modal kerja) kepada Bank Syariah
sebesar Rp. 350.000.000,00 Jangka waktu 6 bulan, untuk tambahan modal
kerja proyek pekerjaan hotmik jalan. Data – data yang diperoleh Account
Officers Bank Syariah atas proyek tersebut adalah sebagai berikut :
1) Nilai proyek Rp. 500.000.000,00
2) Real Cost Project (RCP) atau biaya menyelesaikan proyek sebesar
80% atau Rp. 400.000.000,00
3) Ekspektasi Laba Proyek sebesar 20% dari nilai proyek atau sebesar
Rp. 100.000.000,00
4) Modal sendiri yang dimiliki Tn. Mahesha adalah 40% dari RCP atau
sebesar Rp. 160.000.000,00.
5) Ekspektasi Bagi hasil yang diharapkan adalah 20% p.a
6) Jangka waktu 6 bulan
Dari data – data yang diperoleh diatas, maka Account Officers Bank
dapat mengusulkan struktur pembiayaan sebagai berikut :
Jenis Pembiayaan : Musyarakah (modal kerja / Joint Financing)
Jangka waktu : 8 bulan termasuk 2 bulan masa penagihan termyn
51
Plafond / pagu pembiayaan = (Rp. 400.000.000,00 x 80%)x 60% =
Rp.192.000.000,00
Ekspektasi Bagi Hasil = (Rp. 192.000.000,00 x 20%) x 8/12=
Rp. 25.600.000,00
Maka dari data diatas dapat diperoleh perhitungan nisbah atau bagi
hasil untuk masing – masing pihak, antara lain :
Pihak Bank : (Rp. 25.600.000,00 : Rp. 100.000.000,00) x 100% =
25.60%
Pihak Nasabah : 100% - 25.60% = 74.40%
Jadi Nisbah atau Bagi Hasil yang diterima oleh masing – masing
pihak dalam pembiayaan Musyarakah yang diajukan oleh Tn. Mahesha,
Dimana pihak bank sebagai penyedia dana (Shahibul Maal ) dan pihak Tn.
Mahesha sebagai pengelola dana ( Mudharib ) adalah 25.60% : 74.40%.28
C. Simpanan Mudharabah
1. Pengertian Simpanan Mudharabah
Tabungan menurut UU Perbankan No. 10 Tahun 1992 adalah
simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan sesuai dengan syarat –
syarat yang telah ditentukan dan disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan
cek, bilyet giro, atau alat penarikan lain yang sama dengan itu.29
Definisi
mudharabah menurut fiqih, mudharabah atau disebut juga dengan muqaradhah
berarti bepergian untuk urusan dagang. Secara muamalah berarti pemilik modal
28
elib.unikom.ac.id/download.php?id=156, diakses senin 16 februari 2017 29
Muhammad, Manajemen Bank Syariah…,h276.
52
(shahibul maal) menyerahkan modalnya kepada pekerja/ pedagamng
(mudharib) untuk di perdagangkan.30
Simpanan Mudharabah merupakan produk penghimpunan dana oleh
bank syariah yang menggunakan akad mudharabah mutlaqah. Bank bertindak
sebagai mudharib dan nasabah sebagai shahibul maal. Nasabah menyerahkan
pengelolaan dana tabungan mudharabah secara mutlak kepada mudharib
(bank syariah), tidak ada batasan baik dilihat dari jenis investasi, jangka
waktu, maupun sektor usaha, dan tidak boleh bertentangan dengan prinsip
syariah Islam.
Sebagaimana fatwa DSN MUI No.2/DSN-MUI/IV/2000 untuk
tabungan sedangkan DSN MUI No.3DSN-MUI/IV/2000 untuk deposito.
Tabungan dari masyarakat di perbankan akan memberikan manfaat kepada
masyarakat itu sendiri apabila digunakan untuk kegiatan-kegiatan produktif
(investasi). Menurut Karim, Apabila tabungan hanya ditimbun tanpa
diinvestasikan, maka ia bagaikan seonggok harta yang tidak berguna31
.
Bank syariah akan membayar bagi hasil kepada nasabah setiap akhir
bulan, sebesar sesuai dengan nisbah yang telah diperjanjikan pada saat
pembukaan rekening tabungan mudharabah. Bagi hasil yang akan diterima
nasabah akan selalu berubah pada akhir bulan. Perubahan bagi hasil ini
disebabkan karena adanya fluktuasi pendapatan bank syariah dan fluktuasi
dana tabungan nasabah. Dalam hal pengelolaan bank tidak bertanggung jawab
terhadap kerugian yang bukan disebabkan kelalaiannya.
30
Muhamad, Manajemen Keuangan Syariah…,h,240 31
Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqh dan Keuangan, Jakarta: PT.Raja
Grafindo, 2007. h. 18.
53
Dalam Islam akad mudharabah dibolehkan, karena bertujuan untuk
saling membantu antara shahibul maal (investor) dengan pengelola dagang
(mudharib).
2. Mudharabah dalam wacana fiqih
Mudharabah merupakan kontrak yang melibatkan antara dua
kelompok, yaitu pemilik modal (investor) yang mempercayakan modalnya
kepada pengelola (mudharib) untuk digunakan dalam aktivitas perdagangan.
Mudharib dalam hal ini memberikan kontribusi pekerjaan, waktu, dan
mengelola usahanya sesuai dengan ketentuan yang dicapai dalam kontrak,
salah satunya adalah untuk mencapai keuntungan (profit) yang dibagi antara
pihak investor dan mudharib berdasarkan proporsi yang telah disetujui
bersama. Namun apabila terjadi kerugian yang menanggung adalah pihak
investor saja.
Al - Qur’an tidak secara langsung menunjuk istilah mudharabah,
melainkan melalui akar kata d-r-b yang diungkapkan sebanyak lima puluh
delapan kali. Dari beberapa kata inilah yang kemudian mengilhami konsep
mudharabah, meskipun tidak disangkal bahwa mudharabah merupakan
sebuah perjalanan jauh yang bertujuan bisnis.
Menurut Ibn Taimiyyah, landasan legal yang membicarakan tentang
mudharabah berdasarkan laporan dari sahabat Nabi, akan tetapi hadist
tersebut sanadnya tidak otentik sampai pada Nabi. Sedangkan Ibn Hazm (w.
456 H / 1064 M) mengatakan, bahwa tiap – tiap bagian dari fiqh berdasarkan
54
pada al- Qur’an dan Sunnah kecuali mudharabah, di mana kita tidak
menemukan dasar apapun tentangnya. Sarakhsi (w. 483 H / 1090 M) yang
merupakan ulama mazhab Hanafi mengatakan, mudharabah diperbolehkan
karena orang – orang membutuhkan kontrak ini. Adapun Ibn Rushd (w. 595
H / 1198 M) yang merupaan ulama mazhab Maliki, menghormatinya sebagai
sebuah kesepakatan pribadi. Mudharabah tidak merujuk langsung pada al –
Qur’an dan Sunnah, tapi berdasarkan kebiasaan (tradisi) yang dipraktekkan
oleh kaum muslimin, dan bentuk kerjasama perdagangan model ini tampak
langsung terus disepanjang masa awal Islam sebagai instrumen utama yang
mendukung para kafilah untuk mengembangkan jaringan perdagangan secara
luas. Mudharabah umumnya digunakan sebagai pendukung dalam
memperluas jaringan perdagangan. Karena dengan menerangkan prinsip
mudharabah, dapat dilakukan transaksi jual beli dalam ruang lingkup yang
luas (perdagangan antar daerah) maupun antar pedagang di daerah tersebut.32
32
Abdulah Saeed,Bank Islam dan Bunga: Studi Kritis Larangan Riba dan Interprestasi
Kontemporer,……… h. 91 - 92
55
3. Landasan Syari’ah Simpanan Mudharabah
Beberapa dalil yang bisa dijadikan landasan dibolehkannya praktik
mudharabah, antara lain adalah:
a) QS. Al-Baqarah ayat 198:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan)
dari Tuhanmu”. (QS. Al-Baqarah: 198) 33
b.) QS. An-Nisa ayat 29
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu….”(QS. An-Nisa:29) 34
33
Qur’an terjemah surat Ali baqorah, (Semarang: PT. Karya Toha Putra), h.48. 34
Qur’an terjemah surat An-Nisa, (Semarang: PT. Karya Toha Putra), h.122.
56
4. Landasan Hukum Positif
Dasar hukum positif atas produk tabungan di perbankan syari’ah
Indonesia adalah Undang-Undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan
atas Undang-Undang nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Saat ini
secara khusus mendasarkan pada Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008
tentang Perbankan Syari’ah.
Tabungan sebagai salah satu produk penghimpunan dana juga
mendapatkan dasar hukum dalam PBI No. 9/19/PBI/2007 tentang
Pelaksanaan Prinsip Syari’ah dalam kegiatan penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa bank syari’ah, sebagaimana yang
telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Pasal 3 PBI dimaksud
menyebutkan antara lain bahwa pemenuhan Prinsip Syari’ah dilakukan
melalui kegiatan penghimpunan dana dengan mempergunakan antara lain
akad wadi‟ ah dan mudharabah.35
Sebelum keluarnya PBI tersebut, tabungan sebagai produk
perbankan syari’ah telah mendapatkan pengaturan dalam fatwa DSN
No.02/DSN-MUI/IV/2000 tanggal 12 mei 2000 yang intinya menyatakan
bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam meningkatkan
kesejahteraan dalam menyimpan kekayaan, memerlukan jasa perbankan,
salah satu produk perbankan di bidang penghimpunan dana dari
masyarakat adalah tabungan.
35
Abdul Ghofur Ansori, Perbankan Syari‟ ah DI Indonesia,...h.95.
57
Tabungan yaitu simpanan dana yang penarikannya hanya dapat
dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang telah disepakati, tetapi tidak
dapat ditarik dengan cek, bilyet giro, dan/atau alat lainya yang
dipersamakan dengan itu.36
Karena cek dan bilyet giro hanya untuk
simpanan giro, sementara tabungan mempunyai alat sendiri untuk menarik
dana yaitu menggunakan slip tarik atau buku tabungan.
5. Rukun dan Syarat Mudharabah
Rukun dan Syarat dalam akad Mudharabah adalah:
a) Adanya dua pelaku atau lebih, yaitu investor (pemilik modal) dan
pengelola (mudharib). Kedua belah pihak yang melakukan akad di
syaratkan mampu melakukan tasharruf atau cakap hukum, maka di
batalkan akad anak-anak yang masih kecil, orang gila, dan orang-
orang yang berada di bawah pengampuan.
b) Modal atau harta pokok (mal), syarat-syaratnya yakni:
1) Berbentuk uang
Mayoritas ulama berpendapat bahwa modal harus berupa uang dan
tidak boleh barang. Mudharabah dengan barang dapat menimbulkan
kesamaran, karena barang pada umumnya bersifat fluktuatif. Apabila
barang itu bersifat tidak fluktuatif seperti berbentuk emas atau perak
batangan (tabar), para ulama berbeda pendapat. Imam Malik dalam hal ini
tidak tegas melarang atau membolehkan. Namun para ulama mazhab
36
Abdul Ghofur Ansori, Perbankan Syari‟ ah DI Indonesia,…hlm. 95.
58
Hanafi membolehkannya dan nilai barang yang dijadikan setoran modal
harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan shahibul maal.
Contohnya, seorang memiliki sebuah mobil yang akan diserahkan kepada
mudharib (pengelola modal). Ketika akad kerja sama tersebut disepakati,
maka modal tersebut wajib ditentukan nilai mata uang saat itu, misalnya
Rp 90.000.000, maka modal mudharabah tersebut adalah Rp 90.000.000.
2) Jelas jumlah dan jenisnya
Jumlah modal harus diketahui dengan jelas agar dapat dibedakan
antara modal yang diperdagangkan dengan laba atau keuntungan dari
perdagangan tersebut yang akan dibagikan kepada dua belah pihak sesuai
dengan perjanjian yang telah disepakati.
3) Tunai
Utang tidak dapat dijadikan modal mudharabah. Tanpa adanya
setoran modal, berarti shahibul maal tidak memberikan kontribusi apapun
padahal mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i dan Maliki melarang
hal itu karena merusak sahnya akad. Selain itu hal ini bisa membuka pintu
perbuatan riba, yaitu memberi tangguh kepada si berutang yang belum
mampu membayar utangnya dengan kompensasi si berpiutang
mendapatkan imbalan tertentu. Dalam hal ini para ulama fiqih tidak
berbeda pendapat.
4) Modal diserahkan sepenuhnya kepada pengelola secara langsung
Apabila tidak diserahkan kepada mudharib secara langsung dan
tidak diserahkan sepenuhnya (berangsur-angsur) dikhawatirkan akan
59
terjadi kerusakan pada modal, yaitu penundaan yang dapat mengganggu
waktu mulai bekerja dan akibat yang lebih jauh yaitu mengurangi kerjanya
secara maksimal. Apabila modal itu tetap dipegang sebagiannya oleh
pemilik modal, dalam artian tidak diserahkan sepenuhnya, maka menurut
ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan Syafi’iyah, akad mudharabah tidak sah.
Sedangkan ulama Hanabilah menyatakan boleh saja sebagian modal itu
berada di tangan pemilik modal, asal tidak mengganggu kelancaran
usahanya.
Standarisasi Akad Tabungan Mudharabah adalah sebagai berikut:
a. Pada setiap penerimaan nasabah baru, diwajibkan untuk menerangkan
esensi tabungan mudharabah serta kondisi penerapannya seperti bentuk
investasi nasabah ke bank, definisi dan terminologi, keikutsertaan
dalam skema penjaminan, profit sharing atau profit revenue, term and
conditions dan tata cara perhitungan bagi hasil.
b. Bank wajib meminta nasabah untuk mengisi formulir jika tidak terjadi
akad yang disertakan.
c. Nasabah wajib menandatangani formulir permohonan tersebut sebagai
bukti adanya kehendak dari pihak pemilik dana untik menyerahkan
dananya kepada bank pengelola.
d. Apabila bank setuju, bank wajib menandatangani formulir tersebut
sebagai bukti adanya kesanggupan pihak bank sebagai pihak yang
mengelola dana.
60
e. Nasabah wajib menyetorkan dana sebesar nominal yang ditulis dalam
formulir permohonan sebagai bukti investasi tunai bukan utang serta
menegaskan jumlah investasi yang sesuai dengan yang disepakati.
f. Apabila terjadi adanya perubahan nisbah bagi hasil untuk periode
mendatang. Maka bank wajib mengumumkan sebelum nisbah bagi hasil
tersebut diberlakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai kebijakan
bank.
g. Bank wajib mengumumkan pendapatan akan bagi hasil (basis angka,
share base) yang menjadi acuan pembagian hasil pada setiap
dilakukannya proses pembagian hasil oleh bank untuk periode tertentu.
h. Tabungan hanya dapat ditutup setelah periode investasi berakhir.37
6. Jenis – Jenis Mudharabah
Secara umum, mudharabah terbagi menjadi dua jenis : mudharabah
mutlaqah dan mudharabah muqayyadah.
a) Mudharabah Mutlaqah
Yang dimaksud dengan transaksi mudharabah mutlaqah adalah
bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya
sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan
daerah bisnis. Dalam pembahasan fiqh salafus saleh sering dicontohkan
37
Roikhan Moch. Aziz dan Siti Suharyanti, Determinan Tabungan Mudharabah Di Indonesia,
(jurnal, Vol.2 No.2 Oktober 2013), h 150. http://ejournal.uin.ac.id/index.php//smo, diakses tanggal
20 maret 2017, pukul 08:00
61
dengan ungkapan if’al ma syi’ta (lakukan sesukamu) dari shahibul maal ke
mudharib yang memberi kekuasaan sangat besar.
b) Mudharabah Muqayyadah
Mudharabah muqayyadah atau disebut restricted mudharabah/
specified mudharabah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si
mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu, atau tempat usaha.
Adanya pembatasan ini seringkali mencerminkan kecenderungan umum si
shahibul maal dalam memasuki jenis dunia usaha.
7. Perhitungan Bagi Hasil Tabungan Mudharabah
Perhitungan bagi hasil tabungan mudharabah dilakukan berdasarkan
saldo rata- rata harian yang dihitung ditiap akhir bulan dan dibuku awal bulan
berikutnya. Rumus perhitungan bagi hasil tabungan mudharabah adalah
sebagai berikut :38
Dalam memperhitungkanbagi hasil tabungan mudharabah, hal- hal yang
perlu diperhatikan adalah sebagai berikut:
a) Hasil perhitungan bagi hasil dalam angka satuan bulat tanpa mengurangi hak
nasabah
- Pembulatan keatas untuk nasabah
- Pembulatan kebawah untuk bank
38
Adiwarman A. Karim, Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan,....hal. 300
62
b) Hasil perhitungan pajak dibulatkan keatas sampai puluhan terdekat.
Kaitannya dengan pembayaran bagi hasil, bank syari’ah menggunakan
metode end of month, yaitu:39
1) Pembayaran bagi hasil tabungan mudharabah dilakukan secara
bulanan yaitu pada tanggal tutup buku setiap bulan.
2) Bagi hasil bulan pertama dihitung secara proporsional hari efektif
termasuk tanggal tutup buku, tapi tidak termasuk tanggal pembukaan
tabungan.
3) Bagi hasil bulan terakhir dihitung secara proporsional hari efektif.
Tingkat bagi hasil yang dibayarkan adalah tingkat bagi hasil tutup
buku bulan terakhir.
4) Jumlah hari sebulan adalah jumlah hari kalender bulan yang
bersangkutan (28 hari, 29 hari, 30 hari, dan 31 hari).
5) Bagi hasil bulanan yang diterima nasabah dapat diafiliasikan
kerekening lainnya sesuai permintaan nasabah.40
D. Koperasi Syariah
Koperasi merupakan salah satu bentuk badan hukum yang sudah lama
dikenal di Indonesia. Pelopor pengembangan perkoperasian di Indonesia
adalah Bung Hatta, dan sampai saat ini beliau sangat dikenal sebagai bapak
koperasi Indonesia.41
39
Ibid., hal. 301 40
Ibid.,301 41
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2001). h, 253
63
Koperasi sebagai sebuah istilah yang telah diserap ke dalam bahasa
Indonesia berasal dari kata “cooperation” (Inggris). Secara semantik koperasi
berarti kerja sama. Kata koperasi mempunyai padanan makna dengan kata
syirkah dalam bahasa Arab. Syirkah merupakan wadah kemitraan, kerja sama,
kekeluargaan, kebersamaan usaha yang sehat, baik dan halal yang sangat
terpuji dalam Islam.42
Koperasi merupakan suatu kumpulan dari orang-orang yang
mempunyai tujuan atau kepentingan bersama. Jadi kopersasi merupakan
bentukan dari sekelompok orang yang memiliki tujuan bersama. Kelompok
orang inilah yang akan menjadi anggota koperasi yang didirikannya.
Pembentukan kopersai berdasarkan atas kekeluargaan dan gotong royong
khususnya untuk membantu para anggotanya yang memerlukan bantuan baik
berbentuk barang ataupun pinjaman uang.43
Pada hakekatnya koperasi syariah itu sama dengan BMT dan BTM
peranan umum BTM adalah melakukan pembinaan dan pendanaan yang
berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Besarnya pengaruh rentenir terhadap
perekonomian masyarakat mendorong BTM untuk memberikan solusi
alternatif dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi yang dihadapi
masyarakat. Oleh karenanya BTM diharapkan mampu berperan aktif dalam
menyelesaikan permasalahan masyarakat dan berfungsi lebih baik dalam
rangka pencapaian tujuannya. Lembaga BTM merupakan salah satu harapan
bagi perekonomian menenggah ke bawah untuk meningkatkan
42
Muhammad. Lembaga Ekonomi Syariah. (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007). h, 93 43
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya…,h, 254
64
perekonomiannya. Dengan misi merambah dunia Ekonomi tingkat
menenggah kebawah dan membantu mensejahterakannya. Dan lembaga
diharapkan mampu mengatasi perasalahan-permasalahan mengenai
perkembangan perekonomian masyarakat.
Banyak hal-hal yang membedakan karakteristik kopsyah (kopesari
syariah) dengan lembaga keuangan lainnya, yang termasuk dengan bank yang
secara sekilas siklus kegiatannya hampir mirip dengan kopsyah. Kopsyah
mempuyai ciri utama pada pelayanan nasabahnya, kopsyah memberikan
kemudahan terhadap nasabah yang umumnya adalah rakyat kecil. Hadirnya
kopsyah dikalangan masyarakat diharapkan mampu mendongkrak
perekonomian serta membawa kesejahteraan untuk masyarakat. Lembaga
keuangan mikro syariah yang dioperasikan dengan prinsip bagi hasil,
menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro kecil, dalam rangka mengangkat
harkat dan martabat serta membela kepentingan perekonomian umat/
masyarakat. Lembaga keuangan mikro syariah ditumbuhkan oleh prakarsa
dan dengan modal awal dari tokoh-tokoh masyarakat setempat dengan
landasan sistim ekonomi yang salaam keselamatan, kedamaian dan
kesejahteraan.
Kemunculan koperasi syariah di Indonesia yaitu seiring dengan
perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia. Pada awalnya yaitu
untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan mikro yang tidak dapat dijangkau
oleh perbankan maka didirikan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
65
Pendirian BPRS ternyata belum menjawab permasalahan yang ada lalu
selanjutnya membentuk koperasi syariah.
Lembaga keuangan mikro syariah selain dikenal dengan koperasi
syariah saat ini juga bekembang lembaga Baitul Maal wat Tanwil (BMT).
Keberadaan BMT berada di tengah-tengah masyarakat bahkan berada di
pedesaan.
BMT adalah singkatan Baitul Maal wat Tanwil atau Balai Usaha
Mandiri Terpadu, yakni sebuah lembaga ekonomi keuangan mikro syariah
yang berintikan Baitul Maal (lembaga amil zakat / non profit) dan Baitut
Tanwil (lembaga pembiayaan / profit oriented). Keberadaan BMT diharapkan
menjadi pemdukung kegiatan ekonomi masyarakat kecil dan mikro dengan
berlandaskan sistem syariah.44
Fungsi dari koperasi syariah tidak berbeda dengan koperasi yang
lainnya, yaitu penghimpunan dana dan pembiayaan. Yang membedakan
koperasi syariah dengan koperasi konvensional terletak pada prinsip dari
penghimpunan dana dan pembiayaannya yaitu selain berlandaskan peraturan
hukum positif tetapi juga berlandaskan hukum agama Islam.
1. Penghimpunan Dana (Funding)
Penghimpunan dana dalam koperasi sering disebut dengan simpanan.
Menurut Peraturan Pemerintah No.9/tahun 1995 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Koperasi Simpan Pinjam oleh Koperasi, simpanan adalah dana yang
dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau
44
Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil, Modul Pelatihan Calon Pengelola dan Pengelola
Lembaga Keuangan Mikro Syariah, (Tulungagung: Tidak Diterbitkan, 2015), hal. 31
66
anggotanya kepada koperasi dalam bentuk tabungan dan simpanan koperasi
berjangka.45
Penghimpunan dana yang dilakukan oleh koperasi syariah sering
menggunakan prinsip wadiah dan mudharabah.
a. Wadiah adalah titipan murni dari pihak penitip (muwaddi) yang mempunyai
barang/ aset kepada pihak penyimpan (mustawda) yang diberi amanah atau
kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, tempat barang yang
dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerusakan, keamanan dan
keutuhannya dan dikembalikan kapan saja penyimpan menghendaki.46
b. Mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal uang kepada
orang lain yang berniaga sehingga ia mendapatkan presentase keuntungan.47
2. Pembiayaan (Financing)
Berdasarkan UU No. 7 tahun 1992, yang dimaksut pembiayaan
adalah penyediaaan uang atau tagihan atau yang dapat dipersamakan dengan
itu berdasarkan tujuan atau kesepakatan pinjam meminjam anatara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
utangnya setelah jangka waktu tertentu di tambah dengan sejumlah bunga,
imbalan atau pembagian hasil.48
Produk pembiayaan pada koperasi syariah tidak sebanyak pada
perbankan syariah, produk-produk yang sering digunkan yaitu
45
Ibid., hal.91 46
Ascara, Akad dan Produk . . . , hal. 42 47
Ibid., hal. 60 48
Fitri Nurhartati dan Ika Saniyati Rahmaniah, Koperasi Syariah, . . .hal. 26
67
a. Mudharabah atau penanaman modal adalah penyerahan modal uang kepada
orang lain yang berniaga sehingga ia mendapatkan presentase
keuntungan.49
b. Musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk
sesuatu usaha terstentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan
kesepakatan.50
c. Murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan
keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus memberi
tahu harga pokok yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan
sebagai tambahan.
d. Ijarah adalah akad memindahkan hak guna atas barang atau jasa, melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
atas barang itu sendiri.
E. Penelitian Terdahulu
Penelitian dilakukan oleh Mujib yang berjudul “Pengaruh Nisbah Bagi
Hasil Dan Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Nasabah Memilih
Pembiayaan Musyarakah Pada BMT Mentari” penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui (1) untuk menguji pengaruh nisbah bagi hasil terhadap keputusan
nasabah memilih pembiayaan musyarakah. (2) untuk menguji pengaruh
nisbah, kualitas pelayanan terhadap keputusan nasabah memilih pembiayaan
49
Ascara, Produk dan akad…, hal. 60 50
Muhammad Syafi‟ i Antonio, Bank Syariah …, hal. 90
68
musyarakah. (3) untuk menguji nisbah bagi hasil dan kualitas pelayanan
berpengaruh secara simultan terhadap keputusan nasabah memilih pembiayaan
musyarakah.
Dalam penelitian ini menghasilkan kesimpulan Bahwasanya bagi hasil
berpengaruh terhadap keputusan nasabah memilih pembiayaan musyarakah
pada BTM mentari dengan membandingkan t-hitung dengan t- table dimana
nilai t-hitung > t- table dengan nilai t-hitung variabel nisbah bagi hasil 2,335 >
t-tabel 1,70. Bahwasanya variabel kualitas pelayanan berpengaruh terhadap
keputusan nasabah memilih pemiayaan musyarokah pada BMT mentari dengan
membandingkan t- hitung dengan t-tabel dimana nilai t-hitung > t- table
dengan nilai t-hitung kualitas pelayanan 2,132 > t-tabel1,70.51
Perbedaan penelitian ini adalah dalam hal topik pembahasan tentang
“Pengaruh Nominal Bagi hasil Dan Tingkat Kepuasan Nasabah Terhadap
Pembiayaan Musyarakah Di BMT Mentari” sedangkan penelitian yang akan
saya lakukan berjudul “Pengaruh Nominal Bagi Hasil Dan Tabungan
Mudharabah Terhadap Pembiayaan Musyarakah Di Koperasi Syariah
Podojoyo Srengat Blitar” dan data yang di gunakan dalam penelitian ini
berbeda penelitian ini menggunakan data campuran yaitu sekunder dan primer,
sedangkan penelitian saya hanya menggunakan data sekunder.
Penelitian yang dilakukan oleh Khoiriyah Tahun 2008 yang judul
“Pengaruh Jumlah Dana Tabungan Mudharabah Terhadap Bagi Hasil Nasabah
di Bank Syariah Mandiri” dengan rumusan masalah bagaimana besarnya
51
Mujib Daroini. Pengaruh nisbah bagi hasildan kualitas pelayanan terhadap keputusan
nasabah memilih pembiayaan musyarakah pada BMT Mentari tulungagung, (skripsi IAIN
Tulungagung)
69
pengaruh jumlah dana tabungan mudharabah terhadap bagi hasil nasabah di
bank syariah mandiri?. Hasil penelitiannya yaitu dari analisis regresi linier
berganda menghasilkan persamaan variabel X1 (jumlah dana tabungan
mudharabah) Y = 1447,5 + 9.458 X1 +e. Sedangkan untuk X2(jumlah
pembiayaan) Y = 9392,3 + 6.418 x2 +e. Dari persamaan tersebut pengaruh
antara jumlah dana tabungan mudharabah dan jumlah pembiayaan masing –
masing sebesar 9.458 juta dan 6.418 juta. Adapun hubungan antara variabel
bebas dan variabel terikat sangat erat karena dari hasil pengujian (R2) masing –
masing untuk variabel XI sebesar 0,81 (81%) dan untuk variabel X2 sebesar
0,82 (82 %) sisanya dipengaruhi faktor lain selain yang diteliti oleh peneliti.52
Penelitian yang dilakukan oleh Raihana yang berjudul “Pengaruh Nisbah
Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Musyarakah Pada PT. Bank Rakyat
Indonesia Syariah Tbk Kantor Cabang Medan” penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui: (1) tingkat perkembangan pembiayaan musyarakah, (2) pengaruh
nisbah bank terhadap pembiayaan musyarakah, (3) pengaruh nisbah nasabah
terhadap pembiayaan musyarakah. Teknik pengumpulan datanya menggunakan
dokumentasi, jenis data yang digunakan adalah data kuantitatif, data yang
digunakan adalah data sekunder berupa nisbah bagi hasil untuk pembiayaan
musyarakah dari januari 2011 sampai dengan desember 2012.
Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan manual atau dengan
menggunakan Microsoft exel 2010, regresi linier sederhana, koefisien korelasi,
52
Cik Khoiriyah ” Pengaruh Jumlah Dana Tabungan Mudharabah Terhadap Bagi Hasil Nasabah di
Bank Syariah Mandiri” dalam
http://eprints.umm.ac.id/7819/1/PENGARUH_JUMLAH_DANA_TABUNGAN_MUDHARABA
HTERHADAP_BAGI_HASIL_NASABAHDI_BANK_SYARIAH_MANDIRI.pdf, diakses 21
Januari 2017
70
koefisien determinasi, dan uji statistik. Berdasarkan penelitian diketahui
bahwa: (1) perkembangan pembiayaan tertinggi terjadi pada bulan juli 2012
yaitu sekitar 44,57% sedangkan perkembangan pembiayaan musyarakah
terendah terjadi pada bulan maret 2012 yaitu sekitar -35,78%. Rerata
perkembangan pembiayaan musyarakah 2011- 2012 adalah 2,73%. (2) nisbah
bank memiliki hubungan yang lemah dan tidak signifikat. Hal ini di tunjukkan
dengan nilai koefisien korelasi r = 0,101700 dan uji t = 0,479499. Kemampuan
nisbah bank mempengaruhi naik turunnya pembiayaan musyarakah hanya
sebesar 1% . (3) nisbah nasabah memiliki hubungan yang lemah dan tidak
signifikan. Hal ini ditunjukkan dengan nilai korelasi r = -0,101700 dan uji t= -
0,479499. Kemampuan nisbah nasabah mempengaruhi naik turunnya
pembiayaan musyarakah hanya sebesar 1%.53
Perbedaan dengan penelian ini terletak pada jumlah variabel pada
penelitian ini menggunakan satu variabel dependen dan satu variabel
independen, sedangkan penelitian yang akan saya lakukan ini menggunakan
dua variabel independen dan satu variabel dependen. Dalam penelitian ini
hanya mengambil data laporan keuangan sebanyak dua periode laporan
keuangan.
“Penelitian yang dilakukan oleh Anggraini yang berjudul “Pengaruh
DPK dan NPF terhadap pembiayaan musyarakah” dengan menggunakan
metode penelitian kuantitatif dengan analisis regresi linier berganda
menunjukan hanya variabel profit yang positif dan signifikan mempengaruhi
53
Raihana daulah, Pengaruh Nisbah Bagi Hasil Terhadap Pembiayaan Musyarakah
Pada BRI Syariah Dikota Medan, (medan, skripsi tidak diterbitkan, 2010)
71
jumlah penawaran pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Hal ini berarti
semakin tinggi profit, bagi hasil yang diperoleh oleh bank syariah akan
semakin tinggi pula jumlah penawaran pembiayaan musyarakah dan
mudharabah.
Sedangkan variabel dana pihak ketiga dan non performing financing
tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah penawaran pembiayaan musyarakah
dan mudharabah, kedua variabel ini berdistribusi positif dalam menerangkan
jumlah penawaran pembiayaan musyarakah dan mudharabah. Hal ini berarti
semakin besar dana pihak ketiga yang dimiliki oleh bank syariah maka
semakin bertambah pula jumlah penawaran pembiayaan musyarakah dan
mudharabah.”54
Perbedaan dengan penelitian ini adalah pada penelitian ini diharapkan
untuk mengetahui bagaimana pengaruh dana pihak ketiga dan NPF terhadap
pembiayaan musyarakah, sedangkan pada penelitian yang akan saya lakukan
hanya fokus pada tabungan mudharabah, pada penelitian yang dilakukan oleh
anggraini ini membahas tentang dana pihak ketiga yang meliputi tabungan
wadi’ah, berjangka, giro dan bilyet giro.
Penelitian yang di lakukan oleh priyanto yang berjudul “Faktor- faktor
yang mempengaruhi pembiayaan bagi hasil (equity financing) pada bank
syariah X” . Pada penelitian ini metode yang digunakan adalah time series
yang menggunakan analisis data uji asumsi klasik dan uji hipotesa sebagai
pengolah data. Penelitian dilakukan menggunakan Autoregresive Distributed
54
Desti Anggraini, pengaruh dana pihak ketiga dan NPF terhadap pembiayaan
musyarakah (Studi Kasus Bank Syariah Mandiri), ( Universitas Indonesia: Thesis Tidak
diterbitkan)
72
Lag (ARDL) Model dengan perangkat lunak E-views. ARDL Model
merupakan pengembangan regresi linear klasik atau model kuadrat
terkecil/Ordinary Least Square (OLS) yang didasarkan pada teori Gauss-
Markov. Pada Uji F suatu variabel bebas dikatakan memberikan pengaruh
signifikan terhadap variabel terikat secara bersama-sama jika nilai F hitung > F
tabel pada (α=5%) sebesar 2,36827 dan nilai probabilitas dari F hitung sebesar
0,000 < dari α = 0,05.55
Perbedaan dengan penelitian pada objek yang di teliti pada penelitian ini
membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan dan pada
penelitian yang akan saya lakukan ini membahs tentang pengaruh nominal bagi
hasil dan tabungan mudharabah terhadap pembiayaan musyarakah, jika analisis
data yang digunakan sama yaitu menggunakan uji asumsi klasik dan uji parsial.
Penelitian yang dilakukan oleh Najahi berjudul “Analisis Pengaruh
Dana Pihak Ketiga, Tingkat Bagi Hasil, Sertifikat Wadiah Bank Indonesia
Terhadap Pembiayaan Di Bank Syariah Di Indonesia” penelitian ini dilakukan
untuk mengetahui hubungan yang simultan antara DPK, tingkat bagi hasil dan
sertifikat wadiah terhadap pembiayaan pada bank syariah yang ada di
Indonesia pada penelitian ini peneliti menggunakan metode kuantitatif yang
bersifat asosiatif atau berhungan. Hasil dari penelitian ini adalah Variabel daña
pihak ketiga memberikan pengaruh terhadap jumlah pembiayaan musyarakah
pada Bank Syariah Mandiri. Semakin tinggi kemampuan bank syariah
menyerap dana pihak ketiga maka semakin besar jumlah pembiayaan yang
55
Toni Priyanto, Idqan Fahmi, dan Rifki Ismal, Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi
Pembiayaan Bagi Hasil (Equity Financing) Pada Bank Syariah X .(jakarta: universitas
pembangunan veteran Jakarta, vol 2) www.doaj.orj.co.id diakses pada 15 januari 2017 pukul 09.00
73
diberikan. Dalam jangka pendek variabel dana pihak ketiga tidak memberikan
pengaruh terhadap jumlah pembiayaan musyarakah. Hal ini menunjukan dalam
jangka pendek Bank Syariah Mandiri lebih menyukai pembiayaan dengan akad
jual beli atau non bagi hasil.
Dilihat dari jangka panjang maupun jangka pendek, tingkat bagi hasil
memberikan pengaruh terhadap jumlah pembiayaan musyarakah. Apabila
pembiayaan musyarakah memberikan keuntungan yang lebih besar, maka
Bank Syariah Mandiri lebih memilih menyalurkan pembiayaan ke dalam
pembiayaan musyarakah serta bila tingkat bagi hasil kepada dana pihak ketiga
lebih besar dari rata-rata suku bunga bank nasional, maka pembiayaan bank
syariah lebih kompetitif.56
Perbedaan pada penelitian ini adalah pada tempat yang di jadikan
penelitian pada penelitian najahi ini menyeluruh pada seluruh bank syariah
yang ada di Indonesia sedangkan pada penelitian saya hanya terpusat pada
koperasi syariah podojoyo srengat blitar.
F. Kerangka Teori
56
Najahi Badruzzaman, Analisi Pengaruh DPK, Tingkat Bagi Hasil Dan Sertifikat
Wadi’ah Terhadap Pembiayaan Bank Syari’ah. ( Jakarta: UIN syarif hidayatullah, tidak
diterbitkan) http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/19710, diakses pada hari
Kamis, 12/01/2017
NOMINAL BAGI HASIL
SIMPANAN
MUDHARABAH
PEMBIAYAAN
MUSYARAKAH
74
X1 terhadap Y (H1) : Di dasarkan oleh teori Ascarya57
, Veitzal Rival58
,
yang di dukung oleh penelitian Mujib Daroini59
.
X2 terhadap Y (H2) : Di dasarkan oleh teori veitzal rival60
,
Muhammad61
, yang di dukung oleh penelitian
Desti Anggraini62
, Nestri Winda Astuti63
,
X1, X2 terhadap Y (H3) : Didasarkan oleh teori Ascarya64
yang didukung
oleh penelitian Najahi Badruzzaman65
G. HIPOTESIS PENELITIAN
Hipotesis merupakan proporsi atau hubungan antara dua atau lebih
konsep atau variable (generalisasi konsep) yang harus diuji kebenarannya
melalui penelitian empiris.66
Berdasarkan penelitian terdahulu dan kerangka
57
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah,( Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2008)
h.124. 58
Veith rival, Islamic banking,……………….h.222 59
Mujib Daroini. Pengaruh Nisbah Bagi Hasil Dan Kualitas Pelayanan Terhadap
Keputusan Nasabah Memilih Pembiayaan Musyarakah Pada BMT Mentari Tulungagung, (skripsi
IAIN Tulungagung) 60
Veith rival, Islamic banking,……………….h.135 61
Muhammad, Manajemen Dana Bank Syariah,……………..h.197 62
Desti Anggraini, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penawaran Pembiayaan
Mudharabah dan Musyarakah (Studi Kasus Bank Syariah Mandiri), ( Universitas Indonesia:
Thesis Tidak diterbitkan) 63
Nestri Winda Astuti, Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Profit dan Non Performing
Financing Terhadap Jumlah Pebiayaan Bagi Hasil di Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha
Syariah, (Yogyakarta: Skripsi,Tidak di terbitkan) 64
Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah,…………… h.128. 65
Najahi Badruzzaman, Analisi Pengaruh DPK, Tingkat Bagi Hasil Dan Sertifikat
Wadi’ah Terhadap Pembiayaan Bank Syari’ah. ( Jakarta: UIN syarif hidayatullah, tidak
diterbitkan) 66
Puguh Suharso, Metode Penelitian Kuantitatif untuk Bisnis: Pendekatan dan Praktis,
(Jakarta: PT Indeks, 2009), h 46
75
konseptual diatas, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Nominal bagi hasil berpengaruh signifikan terhadap jumlah
pembiayaan musyarakah di kopsyah podojoyo.
2. Tabungan mudharabah berpengaruh signifikan terhadap jumlah
pembiayaan musyarakah di kopsyah podojoyo.
3. Nominal bagi hasil dan tabungan mudharabah perpengaruh signifikan
terhadap pembiayaan musyarakah di kopsyah podojoyo.