Pulau Marsegu, Studi Ekologi : Pengelolaan Pulau Kecil Kabupaten Seram Bagian Barat Provinsi Maluku.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali selama ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Bali selama ...
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pulau Bali selama ini dikenal dengan kebudayaannya yang khas.
Beragam tradisi yang mencerminkan adat Bali menarik banyak orang luar
untuk melihat lebih dekat keunikan budayanya. Sebagai pulau wisata, Bali
memiliki alam yang indah. Hal ini terbukti dengan banyaknya wisatawan
asing maupun domestik yang berkunjung setiap tahunnya, maka tidak
heran Pulau Bali ini lebih dikenal di mata Internasional dibanding nama
Indonesia. Sebagai pulau wisata, Bali juga kental dengan kultur
religiusitasnya. Umat Hindu Bali sangatlah kental dengan upacara-upacara
keagamaan dan tradisinya, Hindu dapat dikatakan “nafas” dari budaya Bali
itu sendiri karena sebagain besar masyarakat Bali menganut ajaran Hindu.
Bali yang terkenal dengan sebutan “Pulau Dewata atau Pulau
Seribu Pura” ini selain umat Hindu yang menjadi mayoritas, di Bali juga
terdapat penganut agama selain Hindu yakni Islam, Kristen, Budha dan
Kong Hu Cu. Jumlah penganut agama Islam adalah terbesar kedua setelah
Hindu di Bali. Sebagai mayoritas masyarakat yang memeluk agama Hindu,
sangat menghargai masyarakat yang memeluk agama lainnya. Masyarakat
Bali juga dalam relasi sosialnya memahami yang disebut “Menyama
Braya” yakni sebagai kekayaan yang utama dalam hidup, jalan untuk
2
menggapai kebahagiaan dan keharmonisan hidup (dharma santhi) dan
kearifan lokal (local wisdom) yang dipahami dan diyakini secara luas
sebagai sebuah kearifan yang cukup efektif dalam menjaga integrasi sosial,
karena di dalamnya semua manusia tanpa kecuali, sedarah tidak sedarah,
segolongan tidak segolongan, seagama tidak seagama, orang Bali asli
ataupun pendatang, se-etnis atau tidak se-etnis, se-kultur atau tidak se-
kultur sesungguhnya semua adalah bersaudara. Dan melalui nilai-nilai
kemanusiaannya yang universalasah, asih, dan asuh (saling belajar, saling
mengasihi, dan saling menjaga) makin mengkukuhkan betapa pentingnya
menyama braya dalam dinamika dan interaksi masyarakat Bali guna
terciptanya integrasi sosial di tengah pluralitas agama, etnis, dan budaya.
(Damawayana, 2011: 219-220).
Pemahaman masyarakat Bali ini, tentu tidak terlepas dari filosofi
dasar yang menjiwai kehidupan sosial masyarakat Bali, yakni “Tri Hita
Karana”, berarti tiga penyebab kesejahteraan, dimana Tri berarti tiga, Hita
berarti sejahtera, dan Karana berarti penyebab. Pada hakikatnya Tri Hita
Karana mengandung pengertian tiga penyebab kesejahteraan itu bersumber
pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan alam, manusia
dengan sesamanya, serta manusia dengan Tuhan. Di antara masyarakat Bali
yang plural agama, budaya dan etnis bila saling menghargai, saling
memahami, dan saling mengasihi, dan saling menolong oleh karena pada
hakekatnya masyarakat bali adalah satu (keluarga/saudara) yang akan
menumbuhkan dan membuahkan integrasi, sehingga apa pun perbedaan
3
yang ada tidak dapat menjadi alasan untuk meniadakan rasa kekeluargaan,
persudaraan, dan integrasi. Dari kedua konsep tersebut menciptakan
kerukunan dan keharmonisan antar umat beragamanya.
Toleransi antar umat beragama di Bali tergolong tinggi. Sangat
jarang terdengar adanya bentrok antar agama di Pulau Dewata ini. Semua
masyarakatnya hidup dengan damai walaupun memiliki adat daerah yang
berbeda-beda. Ditengah masyarakatnya yang rukun dan harmoni antar
kelompok yang berbeda maka secara langsung terjadi adanya pertukaran
sosial di masyarakat Desa yang ada di Bali. Fenomena pertukaran sosial di
bali dikarenakan adanya kedekatan dalam hubungan persaudaraan yang
tertuang dalam konsep “Menyama Braya” yang menumbuhkan rasa
persaudaraan “menyama”. Bagi orang Muslim biasanya disebut “nyama
selam” (sebutan saudara untuk yang beragama Islam) dan “nyama hindu”
(sebutan untuk saudara yang beragama hindu).
Daerah Bali yang jumlah penduduknya merata antra agama Islam
dan Hindu yang dimana terjalin hubungan yang rukun dan harmonis dalam
kehidupan beragamanya, ada beberapa kampung yang di tempati oleh
masyarakat Muslim di Bali, antara lain di daerah Negara: yaitu Loloan
Barat, Loloan Timur, Kampung Pangembangan, Banyubiru. Buleleng:
yaitu Kampung Bugis, Kampung Islam, Kampung Kejanan. Badung: yaitu
Kampung Kepaon, Kampung Arab, Kampung Sanglah, Kampung Jawa.
Kampung Islam lain di luar kampung Bugis berada di Kusamba
(Klungkung), Kepaon (Badung), Pegayaman, Tegallinggah, Banjar Jawa
4
(Buleleng), dan Pulukan (Jembrana). (Ardhana dkk, 2011: 101-102).
Khususnya di Desa Pulukan, di desa tersebut tentu terdapat fenomena
pertukaran sosial.
Masyarakat Desa Pulukan bisa hidup berdampingan secara damai,
meskipun terdapat agama yang berbeda. Warganya hidup rukun dalam
menjalankan aktifitas sehari-hari. Fenomena ini menjadi menarik jika
dilihat dalam konteks kehidupan sosial kemasyarakatan yang berbeda,
tetapi dapat hidup dengan rukun dan harmonis sehingga tak jarang terlihat
adanya fenomena pertukaran sosial di Desa Pulukan. Hal tersebut
merupakan fenomena yang menarik untuk dicermati sehingga dapat
dijadikan contoh bagi hubungan antar warga yang berbeda agama bisa
menjaga kerukunan sehingga memunculkan pertukaran sosial di desa
tersebut.
Desa Pulukan merupakan salah satu kawasan yang asri di Pulau
Bali. Desa Pulukan salah satu bagian dari kecamatan Pekutatan dan
berbatasan langsung dengan dua desa yaitu desa Medewi di sebelah Barat
dan desa Pekutatan di sebelah Timur. Ada 3 banjar yang terdapat di desa
pulukan yakni Banjar Pulukan, Banjar Arca dan Banjar Pangkung
Medahan. Di desa Pulukan terdapat agama Islam, Hindu dan Kristen,
namun dari ketiga agama yang ada, agama Hindu yang paling dominan
diteruskan agama Islam. Kristen menjadi agama yang paling sedikit jumlah
penduduknya yakni 17 jiwa. Jumlah penduduk desa Pulukan yakni
berjumlah 4397 jiwa. Komposisi pemeluk agama di desa Pulukan adalah Hindu
5
2354 pemeluk (53.53%) Islam 2026 pemeluk (46.07%) dan Kristen 17 pemeluk
(0,3%). (data survey 2016). Jumlah persentase yang merata yakni anatara
agama Islam dan Hindu di desa Pulukan.
Relasi sosial antara Komunitas Muslim dan Hindu di desa Pulukan
sejak dulu hingga sekarang dikenal dengan kerukunan antar umat
beragamanya yang sangat kokoh meskipun ada beberapa konflik kecil yang
muncul diantara dua komunitas tersebut namun cepat terselesaikan karena
adanya manajamen konflik yang baik di desa tersebut. Desa pulukan yang
menganut konsep “Menyama Braya”, yang dimana menjadi pedoman
masayarakat desa Pulukan untuk menggapai kerukunan dan keharmonisan
bersama dalam dua perbedaan agama yakni antara komunitas Muslim dan
Hindu. Dengan berpedoman pada Konsep Menyama Braya yang menjaga
integrasi sosial antar kelompok agama tersebut dapat menumbuhkan nilai-
nilai kemanusiaan yang universalasah, asih, dan asuh (saling belajar, saling
mengasihi, dan saling menjaga) makin mengkukuhkan betapa pentingnya
menyama braya dalam kehidupan beragama di desa Pulukan.
Hubungan baik terlihat jelas di desa Pulukan pada etnis Bali
beragama Islam dan Hindu, masyarakatnya bekerjasama menjadi anggota
Subak. Kehidupan harmonis tersebut sudah ada sejak lama dan turun-
temurun sampai sekarang. Hubungan baik dan rukun tersebut karena
adanya rasa saling hormat, terjalinnya rasa kasih sayang, kebebasan
menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya, adanya nilai gotong
6
royong dan kerja sama yang dapat mewujudkan pertukaran sosial antara
komunitas Muslim dan Hindu di desa Pulukan.
Pertukaran sosial adalah teori dalam ilmu sosial yang menyatakan
bahwa dalam sebuah hubungan sosial terdapat unsur ganjaran,
pengorbanan, dan keuntungan yang saling memengaruhi. Teori pertukaran
Peter M. Blau (George Ritzer, 2014: 343) adalah untuk “memahami
struktur sosial berdasarkan analisis proses sosial yang mempengaruhi
hubungan antara individu dan kelompok. Dari uraian sebelumnya bahwa
adanya pertukaran sosial di desa Pulukan karena adanya hubungan sosial
yang rukun dan harmonis karena terjalinnya rasa kasih sayang dan rasa
saling hormat yang secara tidak sadar memberikan unsur ganjaran,
pengorbanan, dan keuntungan yang saling mempengaruhi antara komunitas
Muslim dan Hindu di desa Pulukan.
Gambar 1
Toleransi beragama antar umat Muslim dan Hindu di Bali
Sumber : http://www.dailymoslem.com/news/indahnya-toleransi-di-
bali, diakses: 09 Maret 2016.
Pertukaran sosial antara komunitas Muslim dan Hindu di Desa
Pulukan karena adanya konsep Menyame Braya tersebut. Realitas
7
fenomena pertukaran sosial di desa Pulukan sama halnya yang dialami
pada masyarakat Tanjung Benoa, yang terkenal dengan istilah “saling
seluk”, artinya apabila dari masing-masing warga muslim yang melakukan
hajatan, maka kedua belah pihak tersebut saling mengunjungi bahkan
ketika ada kematian, warga Hindu ikut juga mengantar ke kuburan, atau
ketika menjelang hari raya Idul Fitri warga Hindu juga ikut pula dalam
Takbiran, begitu juga sebaliknya ketika warga Hindu melaksanakan
upacara, warga muslim ikut pula berpartisipasi. Jaringan-jaringan sosial
seperti itu sangat memperkuat dan berpengaruh terhadap melekatnya
hubungan masyarakat antar etnis di Bali. Kerjasama yang baik anataretnis
dalam suatu masyarakat tentu akan mempermudah bagi masyarakat itu
sendiri dalam upaya mencapai kemajuan bersama. (Ardhana dkk, 2011:
118). Begitupula yang terjadi pada masyarakat Desa Pulukan, sama halnya
dengan saling seluk di Tanjung Benoa, hanya saja pada masyarakat desa
Pulukan terkenal dengan istilah “suko duko” atau suka duka.
Realitas fenomena pertukaran sosial juga nampak pada tradisi
ngejot, tradisi tersebut untuk menumbuhkan integrasi sosial antara kaum
Muslim dan masyarakat Hindu. Tradisi “Ngejot” merupakan istilah dalam
bahasa Bali yang memiliki arti memberi. Dimaksudkan dengan memberi
disini adalah memberi makanan, jajanan atau buah-buahan. Tradisi Ngejot
ini dilakukan saat Ramadhan selain juga pada hari raya lainnya. Dalam
tradisi Hindu Bali, Ngejot dilakukan saat mereka melaksanakan upacara
atau hari raya terutama saat Galungan dan Kuningan. Makanan yang
8
diberikan saat Ngejot tidak jauh beda dengan umat Hindunya. Antara lain
jaje uli, buah, rengginang, dodol, dan semacamnya. Makanan berupa
ejotan, walaupun nilai ekonominya kecil, namun makna simboliknya
sangat besar, yakni memupuk modal sosioal antarkerabat, antartetangga
dan antarteman yang berbeda agama (Atmadja dalam Pageh dkk, 2013).
Saat hari raya manis lebaran, orang-orang Islam di desa Pulukan
melakukan tradisi Ngejot yaitu memberikan makanan, jajanan atau buah-
buahan kepada tetangga Hindu. Begitupula masyarakat Hindu di desa
Pulukan, saat hari raya manis Galungan, Kuningan atau hari raya lainnya,
mereka juga Ngejot yaitu memberikan makanan, buah-buahan atau jajanan
kepada masyarakat muslim tetangganya.
Gambar 2
Tradisi Ngejot
\
Sumber: https://www.dream.co.id/jejak/ngejot-idul-fitri-dan-
harmoni-agama-di-bali-140716a.html , diakses: 16 Juli 2015.
Tradisi Ngejot juga menunjukkan bahwa adanya bentuk pertukaran
sosial yang dilakukan antara komunitas Muslim dan Hindu di desa
Pulukan. Terjalinnya hubungan yang rukun dan harmonis antara komunitas
9
Muslim dan Hindu di desa Pulukan yang saling menghormati dan
terjalinnya rasa kasih sayang di antara dua komunitas Agama tersebut, jika
diteliti secara mendalam akan muncul berbagai fenomena pertukaran sosial
lainnya. Oleh karena itu, akhirnya penelitian ini berjudul, “Pertukaran
Sosial antara Komunitas Muslim dan Hindu Pada Masyarakat Desa
(Studi di Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana,
Bali)”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalahnya adalah,
Bagaimana pertukaran sosial antara komunitas Muslim dan Hindu pada
masyarakat desa?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, untuk mendeskripsikan bagaimana
pertukaran sosial antara komunitas Muslim dan Hindu pada masyarakat
Desa Pulukan, Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana, Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkuat teori pertukaran
sosial yang digagas oleh Peter Blau dalam menjelaskan realitas pada
masyarakat plural (berbeda agama) dan bermanfaat bagi yang akan
melakukan penelitian sejenis.
10
Manfaat Praktis
a. Diharapkan dengan penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi
bagi pemerintah setempat untuk memahami pertukaran sosial antar
umat beragama di Kabupaten Jembrana.
b. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan bagi peneliti
selanjutnya untuk melakukan penelitian yang sejenis.
1.5 Definisi Konsep
1. Pertukaran Sosial
Exchange Theory atau teori pertukaran sosial adalah sebuah teori yang
menjelaskan tentang tindakan timbal balik antara satu individu dengan
individu yang lain, berupa cost and reward atas apa yang telah mereka
lakukan yang akhirnya menimbulkan reward ataupun punish. Jika kita
melakukan hal yang baik, maka kita akan mendapat reward, dan apabila kita
melakukan hal buruk, maka kita akan memperoleh punishment.
Teori pertukaran Peter M. Blau (George Ritzer, 2014: 343) adalah untuk
“memahami struktur sosial berdasarkan analisis proses sosial yang
mempengaruhi hubungan antara individu dan kelompok.Tujuan Peter M. Blau
(1964) adalah untuk “memahami struktur sosial berdasarkan analisis proses
sosial yang memengaruhi hubungan antara individu dan kelompok.
Pertanyaan mendasarnya adalah bagaimana cara kehidupan sosial tersususn
menjadi struktur asosiasi yang makin kompleks ” (1964: 2). Blau memusatkan
perhatian pada proses pertukaran yang menurutnya mengatur kebanyakan
11
perilaku manusia dan melandasi hubungan antar-individu maupun antar
kelompok.
Konsep pertukaran sosial Peter M. Blau terbatas pada tindakan yang
tergantung pada reaksi pemberian hadiah dari orang lain-tindakan yang segera
berhenti bila reaksi yang diharapkan tidak kunjung datang. Orang saling
tertarik karena berbagai alasan yang membujuk untuk membangun kelompok
sosial. Segera setelah ikatan awal dibentuk, hadiah yang saling mereka
berikan akan membantu mempertahankan dan meningkatkan ikatan. Situasi
sebaliknya pun mungkin terjadi: karena hadiah tak mencukupi, ikatan
kelompok dapat melemah atau bahkan hancur. Hadiah yang dipertukarkan
dapat berupa sesuatu yang bersifat intrrinsik seperti cinta, kasih sayang dan
rasa hormat, atau sesuatu yang bernilai ekstrinsik seperti uang dan tenaga
kerja fisik. Orang yang terlibat dalam ikatan kelompok tak selalu dapat saling
memberikan hadiah secara setara. Bila terjadi ketimpangan dalam pertukaran
hadiah, maka akan timbul perbedaan kekuasaan dalam kelompok.
2. Komunitas
Komunitas berasal dari bahasa latin communitas yang berarti
"kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communisyang berarti "sama,
publik, dibagi oleh semua atau banyak". Komunitas sebagai sebuah kelompok
sosial dari beberapa organism yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki
ketertarikan dan habitat yang sama. Dalam komunitas manusia, individu-
individu di dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya,
preferensi, kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa. Soenarno
12
(2002), Definisi Komunitas adalah sebuah identifikasi dan interaksi sosial
yang dibangun dengan berbagai dimensi kebutuhan fungsional.
Pengertian Komunitas Menurut Kertajaya Hermawan (2008), adalah
sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih dari yang
seharusnya,dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat
antar para anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau
values.
Soekanto (1990) Komunitas adalah sebuah kelompok sosial dari
beberapa organisme yang berbagi lingkungan, umumnya memiliki
ketertarikan yang sama, dalam komunitas manusia, individu-individu di
dalamnya dapat memiliki maksud, kepercayaan, sumber daya, preferensi,
kebutuhan, risiko dan sejumlah kondisi lain yang serupa.
Menurut Soerjono soekanto, istilah community dapat di terjemahkan
sebagai “masyarakat setempat”, istilah lain menunjukkan pada warga-warga
sebuah kota, suku, atau suatu bangsa. Apabila anggota-anggota suatu
kelompok baik itu kelompok besar atupun kecil, hidup bersama sedemikian
rupa sehingga mereka merasakanbahwa kelompok tersebut dapat memenuhi
kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi dapat
disebut masyarakat setempat. Intinya mereka menjalin hubungan sosial (social
relationship).
3. Islam
Masyarakat Islam adalah masyarakat yang dinaungi dan di tuntun oleh
norma-norma Islam dan satu-satunya agama Allah. Masyarakat yang di
13
dominasi oleh istiqomah, kejujuran, kebersihan rohani dan saling mengasihi
antar sesame orang. Walaupun pada dasarnya berbeda-beda dalam tingkatan
dan pemahaman terhadap rincian ajaran Islam, tetapi pada umumnya
masyarakat telah memiliki pondasi untuk menerimanya secara totalitas dan
keseluruhan pemahaman tersebut. masyarakat Islam adalah masyarakat yang
tunduk dan patuh kepada syariat Allah SWT dan berupa mewujudkan
syariatnya dalam semua aspek kehidupan baik kehidupan pribadi ataupun
kehidupan dalam bermasyarakat. Masyarakat islam adalah masyarakat yang
dengan bersungguh-sungguh menjaga diri agar tidak terjerumus kedalam
bentuk perbuatan tercela kepada Allah. Walaupun terkadang masyarakat
melakukan bentuk dosa dan kedzaliman, akan tetapi apabila melakukan
kesalahan tersebut maka akan langsung kembali kepada yang kuasa dan
bersujut dengan bertaubat meomohon kepada Allah yang sangat kuasa dan
bertekat kuat untuk tidak mengulanginya kembali. Walaupun terkadang ada
beberapa warga yang melakukannya kembali. (Faisal, dalam
www.definisimasyarakatislam.com, 2015).
4. Hindu
Masyarakat menurut bahasa adalah sejumlah manusia dalam arti
seluas-luasnya dan terkait oleh suatu kebudataan yang mereka anggap sama.
Seperti bahasa, kelompok yang merasa memiliki bahasa, yang termasuk salam
kelompok itu. Masyarakat berarti merupakan masyarakat yang bersatu
membentuk masyarakat secara rukun. (kamus besar bahasa Indonesia, 1994:
653).
14
Umat Hindu menurut pengertian Veda pada hakikatnya merupakan
bagian dari manusia lainnya, tak terpisahkan dari seluruh ciptaan Tuhan (Sang
Hyang Widi Wasa), penguasaan dan penakdir segala ciptaanya di alam
semesta ini. Manusia Hindu tidak dapat memisahkan dirinya untuk sebuah
perbedaan, karena ia berasal dari yang satu, serta pada akhirnya akan kembali
kepada yang satu juga. (Raharjo, 2007:50).
5. Masyarakat Desa
Masyarakat Pedesaan adalah Masyarakat yang pada umum nya masih
memegang nilai-nilai cultural kebudayaan dan adat-adat yang leluhur mereka
ajarkan. Secara tata krama sangat kental sekali yang namanya gotong royong
maupun bahu membahu , jarang sekali masyarakat pedesaan yang dikenal
kurang baik. (about-interesting.blogspot.com, diakses pada tanggal 14 Januari
2013).
Masyarakat pedesaan atau desa dapat diartikan sebagai masyarakat yang
memiliki hubungan yang lebih mendalam dan erat dan sistem kehidupan
umumnya berkelompok dengan dasar kekeluargaan. Sebagian besar warga
masyarakat hidup dari pertanian. Masyarakat tersebut homogen, seperti dalam
hal mata pencaharian, agama, adat-istiadat dan sebagainya. Dengan kata lain
masyarakat pedesaan identik dengan istilah gotong royong yang merupakan
kerja sama untuk mencapai kepentingan-kepentingan mereka.
Ciri-ciri Desa dan Karakteristik Masyarakat Pedesaan Menurut Rahardjo
(1999), Desa atau lingkungan pedesaan adalah sebuah komunitas yang selalu
dikaitkan dengan kebersahajaan (simplicity), keterbelakangan,
15
tradisionalisme, subsistensi, dan keterisolasian. Beratha (1984), berpendapat
bahwa masyarakat desa dalam kehidupan sehari-harinya menggantungkan
pada alam. Alam merupakan segalanya bagi penduduk desa, karena alam
memberikan apa yang dibutuhkan manusia bagi kehidupannya. Mereka
mengolah alam dengan peralatan yang sederhana untuk dipetik hasilnya guna
memenuhi kebutuhan sehari-hari. Alam juga digunakan untuk tempat tinggal.
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan seperangkat cara yang sistematik, logis, dan
rasional yang digunakan oleh peneliti ketika merencanakan,
mengumpulkan, menganalisis, dan menyajikan data.
Bagan 1 : Alur Peneliti
(Sumber: Spradley, 1997)
Masalah Teori dan
Tinjauan
Pustaka
Penentuan
Sampel
Pengumpulan
Data
Penyajian
Data
Penarikan
Kesimpulan
dan Saran
16
Metode adalah suatu cara yang digunakan sebagai pedoman dalam
melakukan suatu penelitian. Metode penelitian mempunyai peran yang
penting dalam mengumpulkan data:
1.6.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis
penelitian deskriptif. Isu yang diangkat adalah pertukaran sosial antara
komunitas komunitas Muslim dan Hindu pada masyarakat desa. Artinya,
saat pertukaran sosial terjadi, penting bagi peneliti untuk mengetahui
proses interaksi sosial anatara komunitas Muslim dan Hindu pada
masyarakat desa. Disinilah letak pentingnya pendekatan kualitatif.
(Bogdan dan Biklen, 1992:29). Pada penelitian kualitatif, peneliti
berusaha memahami kerangka berpikirnya dari komuitas Muslim dan
Hindu Desa Pulukan. Maka disini amat diperlukan versteheen. Menurut
Patton (Patton, 1990) juga menegaskan bahwa pengalaman, pendapat,
perasaan dan pengetahuan menjadi bagian yang sangat penting. Oleh
karena itu, semua perspektif menjadi bernilai bagi peneliti.
Menurut Bogdan dan Taylor (Moloeng, 2005: 4), Penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilakn data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Secara
khusus nantinya peneliti akan berinteraksi dengan para informan yang ada
di Desa Pulukan yang terdiri dari warga desa Pulukan dari komunitas
Muslim dan komunitas Hindu, para tokoh agama Muslim dan Hindu, para
peragkat desa, dan tokoh masyarakat.
17
Melalui pendekatan kualitatif inilah peneliti dituntut untuk banyak
berinteraksi, memahami, menganalisa, sehingga dapat mendeskripsikan
secara tepat fenomena yang ada. Dalam metode ini tidak boleh
mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis,
tetapi perlu memandangnya sebagai bagian dari suatu keutuhan.
Fenomena hanya dapat ditangkap maknanya dalam keseluruhan karena
suatu fenomena merupakan hasil pembentukan dari peran timbal balik.
Sifat naturalistik yang melatarbelakangi penelitian kualitatif menuntut
agar diri sendiri atau manusia lain, dan informan menjadi instrument
pengumpul data dengan kemampuannya menyesuaikan diri dengan
berbagai realita, yang tidak dapat dilakukan oleh instrument non human
seperti kuesioner. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
deskriptif. Metode deskriptif digunakan oleh peneliti untuk
mengeksplorasi dan mengklarifikasi tema penelitian dengan jalan
mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan
unit yang diteliti. (Sanapiahfaisal, 2012: 20).
Deskriptif kualitatif merupakan suatu prosedur penelitian yang
menggunakan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan pelaku yang dapat diamati. Laporan penelitian berisi
kutipan-kutipan data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka-angka untuk memberi gambaran penyajian laporan.
(Moleong, 2012: 11). Penelitian dengan metode ini diharapkan mampu
memaparkan masalah masalah yang ada secara lebih rinci.
18
Deskriptif kualitatif dirasa lebih relevan untuk mengkaji tema dalam
penelitian. Metode ini memberikan gambaran yang jelas mengenai realita
yang terjadi pada masyarakat tentang pertukaran sosial dan berusaha
mengkritisi berbagai bentuk fenomena pertukaran sosial pada masyarakat
Desa Pulukan. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-
kutipan data untuk member gambaran penyajian laporan tersebut. data
tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara, catatan lapang, foto,
videotape, dokumen pribadi, catatan atau memo, dan dokumen resmi
lainnya. Pada penulisan laporan demikian, peneliti menganalisis data yang
sangat kaya tersebut dan sejauh mungkin dalam bentuk aslinya. Hal itu
hendakanya dilakukan seperti orang merajut sehingga setiap bagian
ditelaah satu demi satu. Pertanyaan dengan kata Tanya mengapa, alasan
apa dan bagaimana terjadinya akan senantiasa dimanfaatkan oleh
peneliti. Dengan demikian, peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu
itu sudah memang demikian adanya. (Moleong, 2009: 11).
1.6.2 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Pulukan yang termasuk kawasan asri
di Pulau Bali. Desa Pulukan merupakan satu bagian dari kecamatan
Pekutatan dan berbatasan langsung dengan dua desa yaitu Desa Medewi di
sebelah Barat dan Desa Pekutatan di sebelah Timur, sedangkan batas
Utara dan Selatan terdapat Hutan Pulukan yang merupakan Hutan negara
dan Samudra Indonesia. Ada 3 banjar yang terdapat di desa pulukan yakni
Banjar Pulukan, Banjar Arca dan Banjar Pangkung Medahan. Desa
19
Pulukan memiliki luas wilayah 635,180 hektar, yang dihuni oleh 3.028
(data survey 2012). Penggunaan lahannya yaitu daerah pemukiman 5,6
Ha, persawahan 64,26 Ha, perkebunan 118,22 Ha, Hutan, pekarangan
110,53 Ha dan fasilitas umum desa lainnya 264,01 Ha. (Fadilarialdi,
2016).
1.6.3 Subjek Penelitian
Upaya penggalian data dalam penelitian ini menggunakan berbagai
sumber baik yang berasal dari sumber data primer yaitu keterangan yang
diberikan oleh para subjek penelitian dengan menggunakan teknik
pengumpulan sampel yaitu purposive sampling (judmental sampling).
Purposive sampling artinya subjek atau informan dalam penelitian ini
telah dipilih sesuai dengan kriteria/syarat tertentu berdasarkan fokus
penelitian. Subyek atau informan terpilih berdasarkan syarat tertentu.
Maka dari itu peneliti membuat pertimbangan dan kriteria sebagai berikut:
a. Masyarakat Muslim dan Hindu (masing-masing 1 0rang), penentuan
subyek ini dikarenakan masyarakat sendirilah yang melakukan pertukaran.
b. Tokoh agama Islam dan Hindu, yakni diantaranya mudin, nadzir, kelian
adat dan bendesa adat. penentuan subyek ini dikarenakan informan yang
memahami informasi dari dua komunitas yang berelasi.
c. Tokoh masyarakat, yakni kelian banjar adalah sosok yang berpengaruh
dalam masyarakat: 3 orang informan.
d. Pemangku adat, yakni seseorang yang mempunyai wewenang hak serta
kewajiban dalam memegang adat istiadat tertentu dalam suatu masyarakat.
20
Penentuan subyek ini dikarenakan informan yang lebih memahami
kehidupan masyarakat yang beragama Hindu.
1.7 Sumber Data
Jenis data dalam penelitian ini berasal dari sumber data primer dan data
sekunder, yaitu:
a. Data primer
Data dikumpulkan sendiri oleh peneliti langsung dari sumber pertama atau
tempat objek penelitian dilakukan. Data ini diperoleh secara langsung dari
subyek yang diteliti, dengan cara mengadakan wawancara secara langsung
dan observasi langsung dilokasi penelitian. Peneliti menggunakan sumber
data primer karena untuk mendapatkan informasi secara langsung dan aktual
yang diambil dari masyarakat.
Dalam penelitian ini sumber data primernya adalah data yang didapat dari
subyek penelitian yaitu para tokoh dan masyarakat yang mengalami
pertukaran sosial secara langsung dan tidak langsung antara komunitas
Muslim dan Hindu di Desa Pulukan.
b. Data sekunder
Adalah data yang diperoleh dari arsip-arsip pemerintah, internet dari situs-
situs yang terkait dengan konteks penelitian seperti artikel, jurnal, dan lain-
lain.
Dalam penelitian ini data sekundernya adalah artikel dari internet atau
arsip dari kantor desa atau kantor kelurahan yang berupa deskripsi wilayah
21
Desa Pulukan secara keseluruhan baik dengan kondisi geografis, monografis
dan topografis desa guna memahami potensi desa tersebut.
1.8 Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik pengumpulan data yang akan digunakan peneliti,
yaitu:
a. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu,
percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara yang memberikan jawaban
atas pertanyaan tersebut (Sugiyono, 2006: 138-140).
Dalam teknik wawancara peneliti menggunakan wawancara tidak
terstruktur yaitu wawancara terbuka karena jawaban yang didapat akan
lebih alamiah dan luas tidak ditentukan oleh peneliti. Peneliti akan
mengajukan pertanyaan demi pertanyaan sesuai jawaban yang didapat
tanpa pedoman yang digunakan sebagai kontrol. Pertanyaan dapat
berkembang dengan dipengaruhinya jawaban informan.
Wawancara tidak terstruktur sangat berbeda dari wawancara
terstruktur dalam hal waktu bertanya dan cara memberikan respon,
yaitu jenis ini jauh lebih bebas iramanya. Responden biasanya terdiri
atas mereka yang terpilih saja karena sifat-sifatnya yang khas.
Biasanya mereka memiliki pengetahuan dan mendalami situasi, dan
22
mereka lebih mengetahui informasi yang diperlukan. (Moleong, 2012:
191).
b. Observasi
Hasil observasi adalah ruang (tempat), pelaku, kegiatan, objek,
perbuatan, kejadian atau peristiwa, waktu, dan perasaan. Alasan peneliti
melakukan observasi adalah untuk menyajikan gambaran realistik perilaku
atau kejadian, untuk menjawab pertanyaan, untuk membantu mengerti
perilaku manusia, dan untuk evaluasi yaitu melakukan pengukuran
terhadap aspek tertentu melakukan umpan balik terhadap pengukuran
tersebut secara benar (Sugiyono,2012: 226).
Pedoman observasi berisi tentang apa saja yang perlu diamati atau
yang berkaitan dengan pokok permasalahan penelitian. Dalam hal ini
adalah fenomena pertukaran sosial antara komunitas Muslim dan Hindu di
Desa Pulukan. Observasi berisi tentang fenomena pertukaran sosial antara
komunitas Muslim dan Hindu di Desa Pulukan. Kegiatan obserasi ini
dilengkapi dengan catatan lapangan.
Maka peneliti akan mengobservasi segala hal yang berkaitan dengan
pertukaran sosial antara Komunitas Muslim dan Hindu di Desa Pulukan,
Kecamatan Pekutatan, Kabupaten Jembrana Bali sesuai ketentuan yang di
rumuskan pada metode Penentuan Subyek dan segala keadaan di
sekitarnya yang berkaitan dengan perilaku subjek.
23
c. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan untuk mencari data terkait dengan fenomena
pertukaran sosial antara komunitas Muslim dan Hindu pada masyarakat
Desa Pulukan. Pencarian dokumentasi dibatasi pada sumber tertulis yang
dikeluarkan oleh satuan pendidikan yang berupa buku dan tulisan yang
berkaitan dengan data penelitian. Dokumentasi yang digunakan antara lain
catatan dilapangan, lembar wawancara yang berupa tulisan dan foto hasil
penelitian.
1.9 Teknik Analisis Data
Dalam penelitian kualitatif teknik analisis data yang digunakan,
diarahkan untuk menjawab rumusan masalah atau untuk menguji hipotesis.
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan
cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-
unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola, memilih mana yang penting
dan mana yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah
dipahami diri sendiri maupun orang lain (Sugiono, 2009: 335).
Menurut Susan Stainback dalam Sugiono (2009: 335) memaparkan
bahwa analisis data merupakan hal yang kritis dalam proses penelitian
kulitatif, analisis digunakan untuk memahami hubungan dan konsep dalam
data sehingga hipotesis dapat dikembangkan dan dievaluasi. Maka dari itu
teknik analisa data diperlukan untuk memperoleh gambaran yang detail, jelas,
24
dan terperinci tentang objek yang akan diteliti. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif dengan analisis kualitatif.
a. Pengumpulan Data
Untuk melakukan pengumpulan data kegiatan yang diperoleh dari
subjek penelitian harus memiliki relevansi dengan perumusan masalah
dan tujuan penelitian. Dalam pengumpulan data, peneliti dapat melakukan
beberapa langkah untuk mendapatkan data yang sebenarnya seperti
observasi ke lokasi penelitian, wawancara dan dokumentasi.
b. Reduksi Data
Kegiatan ini diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan,
perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data
“kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi
data berlangsung secara terus-menerus selama proyek yang berorientasi
penelitian kualitatif berlangsung.
c. Penyajian Data
Penyajian data merupakan sebagai kumpulan informasi tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data yang baik merupakan satu langkah
penting menuju tercapainya analisis kualitatif yang valid dan handal.
Dalam melakukan penyajian data tidak semata-mata mendeskripsikan
secara naratif, akan tetapi disertai proses analisis.
25
d. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau memahami
makna/arti, keteraturan, pola-pola, penjelasan, alur sebab-akibat atau
proposisi. Kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung dan
dilakukan secara terus-menerus. Dalam tahapan untuk menarik
kesimpulan dari kategori-kategori data yang telah direduksi dan disajikan
untuk selanjutnya menuju kesimpulan akhir mampu menjawab
permasalahan yang dihadapi.
Gambar 3 Model Analisa Interaktif dari Miles dan Huberman :
Sumber: Miles dan Huberman (2004: 247)
Pengumpulan
Data
Penyajian Data
Reduksi Data
Penarikan
Kesimpulan
26
Model bagan tersebut dapat digambarkan bahwa dalam penelitian ini
pertama peneliti melakukan kegiatan pengumpulan data dari melakukan
pengamatan langsung dilapangan dan subjek penelitian yang ada relevansinya
dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian. Kedua, data yang ditemukan
di lapangan kemudian di reduksi yaitu proses mengedit data yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Ketiga, penyajian data yang ada disajikan
sehingga dapat memberikan deskripsi yang jelas. Penyajian data harus
mempunyai relevansi yang kuat dengan rumusan masalah secara keseluruhan
dan disajikan dengan cara yang sistematis. Keempat, penarikan kesimpulan
dimana peneliti melakukan analisa, mencari makna dari data yang ada
sehingga dapat ditemukan tema dan pola hubungan dalam penelitian.
1.10 Teknik Uji Keabsahan Data
Teknik uji keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
trianggulasi yang meliputi trianggulasi sumber, trianggulasi metode dan
trianggulasi data/analisis.
a. Trianggulasi data/analisis dilakukan dengan mengecek kembali jawaban
yang diberikan informan dengan cara menanyakan kembali maksud dari
jawaban informan untuk memastikan kebenaran jawaban.
b. Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara melakukan cross check data
dengan fakta dari sumber lainnya dan menggunakan informan yang
berbeda-beda. Informan yang sudah ditentukan oleh peneliti yakni
masyarakat Desa Pulukan, para tokoh agama Islam-Hindu dan tokoh
27
pemerintah desa yang melakukan pertukaran sosial antara komunitas
Muslim dan Hindu di Desa Pulukan untuk melakukan wawancara.
c. Trianggulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan beberapa
metode untuk mengumpulkan data. Trianggulasi metode ini juga
melakukan observasi untuk memastikan keadaan dan kondisi yang
sebenarnya di lapangan.