Auditing
Transcript of Auditing
Hasil temuan BPK atas audit laporan keuangan BUMN ternyataterdapat rekayasa akuntansi di beberapa BUMN, sepertipengelembungan pendapatan. Tujuan dari rekayasa tsb untukmeningkatkan laba, sehingga akan mendapatkan bonus lebih besar.
Sesuai ketentuan, kata Kepala Auditoriat VII.B BPK, Arif Agus,hasil audit akuntan publik (AP) terhadap laporan keuangan BUMNsetelah dipublikasikan dievaluasi kembali BPK. Evaluasi tsb untukmemeriksa kesesuian pelaksanaan pemeriksaan dengan SPKN (standarpemeriksaan keuangan negera).
"Hasil evaluasi tsb ada tiga kategori. Pertama tidak berpengaruhterhadap opini, kemungkinan berpengaruh pada opini, danberpengaruh pada opini," kata Arif dalam Diskusi Ikatan KomiteAudit Indonesia (IKAI) bertema "Kontroversi Isu Rekayasa LaporanKeuangan Perusahaan: Interaksi AP dan Manajemen Serta PeranKomite Audit Dalam Memastikan Kehandalan Laporan Keuangan" diJakarta, Kamis, (7/11/2013).
Dari hasil evaluasi di atas ternyata ditemukan beberapa temuan,salah satunya soal pengakuan pendapatan dari BUMN konstruksi.Perusahaan milik negara tsb katanya mengerjakan kontrak denganswasta berupa pembangunan gedung, dengan nilai kontrak Rp 172miliar, namun fakta di lapangan tidak ada pekerjaan proyek tsb."Walapun kontraknya ada, tapi fisiknya tidak ada. Lokasinya jauhdan dokumentasinya ada," ujar Arif, seraya menambahkan, meskiBUMN tidak melakukan pekerjaan tsb, tapi tetap mencatatkan Rp 52miliar sebagai laba, dengan beban biaya Rp 40 miliar.
Masih pada BUMN yang sama, ada proyek lain diakui sebagaipendapatan, namun pekerjaannya tahun jamak dan diakui sebagaipendapatan."Sayangang hal itu tidak diperiksa AP. Seharusnya KAPtsb mengecek ke lapangan," ujarnya.
Dengan pendapatan meningkat, laba BUMN tersebut juga bertambahyang pada gilirannya pemberian bonus terhadap direksi meningkatserta mendapatkan promosi. "Rekayasa akuntansi itu belakangandiketahuai BPK, yang secara kebetulan sedang melakukan PDDT(pemeriksaan dengan tujuan tertentu) terhadap BUMN tersebut,"tambahnya.
Temuan lainnya di BUMN perkebunan dan pertanian. Di perusahaantsb, pihak manajemen mengakui pohon yang baru tumbuh sebagaipendapatan."Tujuan pengakuan tsb hanya untuk meningkatkan labaagar bonusnya bertambah," kata Arif.(Zis)***
Barangkali tindakan saya menulis surat kepada Bapak adalahbentuk pengaduan dari rasa frustasi saya, sebagai investor riteldi BUMN yang telah go public namun hak-hak saya sebagai investortelah diabaikan oleh pemegang saham mayoritas dalam hal iniadalah Badan Usaha Milik Negara.
Profesi awal saya adalah karyawan BUMN perbankan juga, namunkarena sesuatu dan lain hal beberapa tahun yang lalu akibatPerbankan terkena imbas krisis ekonomi 1998, maka saya memilihmenikmati sisa hidup untuk pensiun dan berbisnis investasi saham.
Pada saat masa pengumpulan minat (bookbuilding) go public BTN,terjadi kondisi oversubscribe hingga dua kali lipat yangmengindikasikan adanya penetapan harga penawaran saham yangkurang tepat untuk initial public offering (IPO) BTN, dimanapenawaran saham IPO BTN pada kondisi undervalued yaitu nilaiintrinsik per lembar saham BTN adalah sebesar Rp1.092, denganharga penawaran pada saat IPO sebesar Rp.800,.
Dengan kondisi tersebut diatas dan didukung laporan keuanganNeraca BTN Publikasi Juni 2009 yang mencatat NPL Gross 4,03 %dengan NPL Netto sebesar 3,39 % suatu nilai yang amat kecil danaman bagi investor apalagi didukung BTN yang memiliki bisnisdibidang perumahan yang termasuk kategori secure loan, serta
sebagai mantan karyawan BTN saya mengetahui betul bahwa bisnisBTN adalah bisnis yang aman sepanjang Direksinya tidak ada yangmerusak seperti Direksi tempo dulu yang membuat BTN adalahperusahaan sapi perah untuk kepentingannya sehingga banyak kreditmacet yang diberikan BTN tapi tidak ada jaminannya.
Pada awalnya saya membeli saham sedikit demi sedikitsehingga saat ini telah terkumpul 3250 lot dengan harga sahamrata-rata Rp.1.250,-/lembar.Tapi saat ini bayangan keuntungandari investasi saham BTN saya tampaknya tinggal mimpi belaka.Sejak ditemukan rekayasa NPL yang dilakukan para kepala cabangBTN se-Indonesia oleh auditor Bank Indonesia, harga saham BTNlangsung anjlok keangka Rp.900,- dan tidak dapat bangkit kembali.Bank Indonesia mencatat bahwa rekayasa NPL dilakukan secaraberjamaah oleh para eksekutif BTN (para Kepala Cabang BTN) dengantujuan memperbesar bonus yang akan diterima Direksi dan eksekutifserta dalam mempersiapkan laporan keuangan menjelang IPO dan rightissue.
Bapak SBY yang baik,
Mungkin Bapak heran, kenapa saya yang telah mengalamikerugian akibat membeli saham, kok harus mengadu kepadaPresiden.Bahkan mungkin Bapak marah karena merasa semuapermasalahan yang ada di Indonesia ini seolah-olah harus Bapakyang menyelesaikan.Tapi mohon maaf Pak SBY, saya yakin seyakinnyabahwa alamat kemarahan yang saya tujukan melalui Bapak adalahtidak sepenuhnya salah.
Risiko penurunan harga saham bagi saya sebagai seoranginvestor ritel adalah suatu hal yang biasa terjadi dan menjadimakanan kita sehari-hari.Namun kali ini kerugian saham BTN sayaadalah bukan semata-mata risiko pasar saham, tetapi karena karenaadanya permainan window dressing eksekutif BTN yang merugikaninvestor.
Sebagai investor ritel, maka bahan pertimbangan saya dalammelakukan transaksi saham hanyalah berasal dari informasi laporankeuangan emiten yang dipublikasikan sehingga kejujuran danintegritas eksekutif emiten mutlak diperlukan. Kalau para
eksekutif emiten sudah tidak jujur dan beritikad tidak baikdengan membohongi investor maka investor akan membuang sahamemiten tersebut sehingga harga saham akan langsung melorot tajam.Sehingga dalam kasus BTN saya yakin betul, turunnya harga sahamBTN justru diakibatkan oleh ulah dari oknum-oknum eksekutif BTNyang melanggar nilai-nilai integritas dan agar pelanggarantersebut tidak terkuak kepada public maka perlu berkolusi denganauditor Bank Indonesia maupun auditor independent Ernst andYoung, dan atas hal ini telah berlangsung kurang lebih 1 tahuntanpa penyelesaian sehingga sangat beralasan kalau kami sangatmarah serta menduga kondisi ini sengaja dibiarkan oleh pembantu-pembantu Bapak seperti Meneg BUMN ataupun Gubernur BankIndonesia, padahal situasi tersebut sangat merugikan kami sebagaiinvestor ritel karena dampaknya harga saham BTN menjadi turun dantidak bergerak naik dan hal ini saya sebut sebagai tirani darisikap mayoritas pemegang saham yaitu Meneg BUMN yang tidakmemedulikan nasib kami .
Bapak Presiden yang baik,
Sekedar mengingatkan saja kepada Bapak, bahwa kisah klasikkebangkrutan Enron dipasar saham dunia adalah sebuah kisah nyatayangmenggambarkan bahwa tanpa integritas dari eksekutif emitenserta kejujuran dari para pengelolan perusahaan go public makainvestor akan bereaksi cepat dan menghukum dengan kejam sehinggabahkan dapat mengakibatkan perusahaan tersebut bangkrut. Tapimohon maaf Bapak Presiden, mungkin bagi investor besar pengaruhemiten yang bangkrut tidaklah bermasalah namun bagi investorritel seperti saya anjloknya harga saham dan tidak pernah bangkitlagi adalah kiamat.
Masyarakat umum yang malang melintang dibisnis pasar modalatau juga mungkin bagi para mahasiswa semester pertama yangmempelajari mata kuliah Good Corporate Governance (GCG), pasti hafalbetul kisah kejatuhan Enron dari sebuah raksasa keuangan yangmemiliki reputasi internasional dan telah berumur ratusan tahunnamun dalam tempo sekejap mengalami kebangkrutan setelah publicmengetahui skandal laporan keuangan akibat konspirasi auditorArthur Andersen dengan para eksekutif Enron.
Dikisahkan bahwa sejak tahun 1996 sampai dengan 2001, Enrontelah dinobatkan oleh Majalah Fortune sebagai “Perusahaan Amerikayang Paling Inovatif" dan “100 Perusahaan Terbaik Amerika”. Tapiseluruh penghargaan bergengsi tersebut seolah-olah tidak berartilagi ketika pasar mengetahui skandal window dressing, dengan caramenggelembungkan asset dan labanya serta menyembunyikan utangnyasejumlah US$ 1,2 milliar. Sebagai dampak dari peristiwa tersebutmaka semua masyarakat internasional tiba-tiba terdiam tidakpercaya karena sekonyong-konyong operasi Enron di Eropamelaporkan kebangkrutan pada 30 November 2001 dan harusmenanggung rugi tak kurang dari 50 miliar dolar AS.
Permainan sandiwara keuangan atau window dressingyangdilakukan Enron puluhan tahun akhirnya terbukakedoknya.Manipulasi laporan keuangan Enron dapat dengan mulusterjadi dan mampu dengan mudah mengelabuhi investor selamabertahun-tahunkarena adanya konspirasi antaramanajemen Enron,auditor independent Arthur Andersen, dan perusahaan mediapembentuk citra perusahaan yaitu Fortune Magazine.
Dengan sandiwara tersebut, media bertugas membuat pencitraanbahwa Enron adalah perusahaan raksasa dan hebat serta penuhdengan cerita-cerita spektakuler akan keberhasilan perusahaan,seperti misalnya Enron mampu membayar para eksekutifya dengangaji super mahal, bonus karyawan Enron diatas rata-rata nilaibonus para karyawan di Amerika dll. Sampai akhirnya kisah Enronmenorehkan sejarah tragis dalam pasar saham yaitu tewasnyapetinggi Enron, Cliff Baxter dengan bunuh diri akibat tak tahanmenghadapi tekanan public yang bertubi-tubi.
Bapak Presiden SBY yang baik.
Jujur saja saat ini saya sakit hati karena investasi saya disaham BTN jatuh dan tidak ada tanda-tanda bangkit lagi. Saham-saham koleksi saya yang lain memang juga jatuh tetapi untuk sahammilik bank tidak ada kasusu seaneh BTN yang jatuh dan tidak mampubangkit lagi. Berbekal pengalaman audit dan sedikit kemampuan ITsaya mencari informasi ke internal BTN.Dan karena saya jugamantan karyawan bank maka informasi dapat dengan mudah sayaperoleh yang menyimpulkan kondisi BTN seperti situasi yang
dialami Enron di negeri paman sam.Eksekutif-eksekutif BTN telahberkolusi dengan auditor dalam kurun waktu yang lama untukmerekayasa laporan keuangan BTN dan rekayasa tersebut jugadidukung pencitraan oleh media sehingga disaat skandal initerungkap maka secara alami investor-investor besar mulaimembuang saham BTN dan akhirnya investor ritel seperti kami yangmengalami kerugian besar.
Kolusi antara eksekutif BTN dengan auditor internal bahkanauditor eksternal seperti BI Ernts and Young serta pencitraanmelalui program-program yang direncanakan mendongkrak harga sahamantara lain penghargaan dari Majalah Infobank dengan kategoriBUMN Industri Keuangan Yang Berpredikat SangatBagus Atas KinerjaKeuangan 2010, Juara Umum Annual Report Award (ARA) Tahun 2010,Majalah Global Banking & Finance Review dengan kategoriPenyediaJasa Investor Terbaik di Indonesi, The Indonesian Institute ForCorporate Governance dan Majalah SWA dengan kategori Perusahaanyang paling Terpercaya sesuai dengan Indeks Persepsi Tata KelolaPerusahaan 2011, Penghargaan Good Corporate Governance (GCG) dariBUMN, membuat kondisi BTN sesungguhnya tidak dapat diketahui olehinvestor ritel seperti kami yang memperoleh informasi sangatterbatas.
Bapak Presiden Yth.
Saat ini bulan madu eksekutif BTN dengan auditor dan mediasudah berakhir. Auditor BI sudah tidak bias lagi menahan rekayasatersebut. Akhirnya semua jadi terlambat dengan terungkapnyaskandal rekayasa laporan kredit macet (Non Performing Loan atauNPL) BTN yang melonjak tajam dari tahun 2011 sebesar Rp.3,46 %dan tahun 2012 sebesar 2,23 % tetapi pada bulan Agustus 2013melonjak menjadi 5,21 %.
Bapak Presiden Yth.
Meskipun kekayaan BTN tidak sebanding dengan kekayaan Enron,sehingga apabila BTN kolaps juga tidak akan berdampak pada sistimekonomi nasional apalagi global, namun sebagai investor ritelsaya mengalami permasalahan apabila BTN yang ambruk karena hargasaham saya jatuh dan pensiunan BTN seperti saya terancam tidak
dibayar pensiunannya padahal anak-anak saya masih ada yang kuliahdan baru satu yang bekerja.
Bapak Presiden yang baik.
Sebagai warganegara saya sadar bahwa tulisan surat saya inikontroversial. Namun apabila saya tidak mengadu kepada Bapak sayayakin-seyakinnya praktek-praktek konspirasi dan kolusi sepertiini masih dijumpai diBTN. Contoh yang terakhir saya tahu adalaheksekutif BTN yang zaman saya dulu diminta “memainkan nilai NPL”dengan praktek cukur kumis atau nalangi angsuran debitur ataupaling nakal dulu yang dilakukan Tim Tegak BTN yang dipimpinSulis Usdoko dan Heri Sosiawan dengan praktek plafonderingsebelum akhirnya ketahuan dan dilarang BI, zaman sekarang lebihcanggih. Pergaulan saya yang masih luwes membawa manfaat, sayamemperoleh bocoran surat dari Divisi baru collectionNo.93/M/CCRD/CS/IX/2013, tanggal 26 September 2013 beberapa saatsebelum bulan September sebagai bulan publikasi laporan keuanganyang menurut saya kalau dulu rekayasanya manual sekarangrekayasanya lebih canggih main di sistim IT sehingga laporan NPLBTN bulan September 2013 membaik secara drastis dari 5,13 %menjadi 4,8 %. Berkembang omongan di BTN kalau mau tahu nilai NPLBTN yang sebenarnya diminta saja dua staf IT-nya yang bernamaTrias dan Komar untuk cuti dibulan Desember, dijamin NPL BTN akankelihatan belangnya.
Bapak Presiden Yth.
Belum lagi skandal NPL dan IT di BTN teratasi malah sekarangBTN terserempet kasus pengadaan mesin ATM Diebold karenaterungkap perusahaan Diebold telah melakukan praktek suap untukpenjualannya di Indonesia. Meskipun kasus Diebold menimpa Bank-Bank BUMN yang lain, Bank yang masih minim jumlah ATM-nya jugatersempet skandal Diebold. Dan sebagai mantan auditor serta ITsaya mengerti betul prosedur tender pengadaan barang di BTN yangpenuh dengan permainan.Saya yakin betul eksekutif BTN ada yangterkena dalam skandal Diebold. Berdasar informasi orang dalamsementara yang sudah beredar nama-namanya pergi keluar negeridengan judul pelatihan tetapi sesungguhnya hanya liburan, praktekyang persis dilakukan anggota DPR yang sering memberi judul studi
banding padahal hanya sekedar jalan-jalan adalah Nevo AngonoKepala Divisi Kartu Kredit, Gamaria Kepala Cabang BTN SyariahKantor Cabang Surabaya, Komarudin dan Trias staff IT
Dari nama-nama yang pergi pelatihan yang dikirim BTN jelasmereka hanya jalan-jalan.Dan menurut mereka jalan-jalan tersebutdiketahui dan seizin Direksi karena untuk keluar negeri tentumemerlukan Surat Perjalanan Dinas yang dtandatangani Direksi.Dansepengetahuan saya sebagai mantan auditor praktek seperti inilazim dilakukan terutama untuk pengadaan IT.Dapat dipastikanpengadaan IT BTN yang saat ini juga ada rumor rekayasa tendermaupun pengadaan kalau terungkap pasti juga ada praktek sepertiini.
Bapak Presiden yang baik,
Praktek liburan atau jalan-jalan dengan alasan kerjasamadengan pihak luarnegeri atau pelatihan IT menurut saya adalahperbuatan yang merugikan perusahaan karena mereka sesungguhnyamendapatkan penggantian uang transportasi dan akomodasi darivendor pemenang tender namun disisi yang lain perusahaan jugamembayar uang transportasi dan akomodasi serta uang saku melaluifasilitas Surat Perjalanan Dinas. Jadi ini praktek pembayaranganda yang merugikan perusahaan.
Jadi menurut saya aneh, kalau Pak Dahlan Meneg BUMN justrumenganggap kasus suap Diebold adalah hal yang biasa. Saya tidaktahu apakah karena Pak Dahlan tidak tahu praktek seperti ini atausudah menjadi budaya di negara kita bahwa kita sesama bis kotatidak boleh saling mendahului alias dalam kasus seperti ini PakDahlan sebenarnya tahu tapi pura-pura tidak tahu karena PakDahlan harus menutupi skandal yang dibuat anak buahnya di BUMN.
Tempo.co.id, 28 Oktober 2013 : “Dahlan Iskan : Saya pastikan pejabat BankBUMN tak ikut andil dalam menikmati hiburan dan liburan yang disediakan olehpenyedia mesin anjungan tunai mandiri (ATM) global, Diebold Inc. Karena yangmenikmati liburan itu hanya pegawai dengan level rendah setingkat teknisi atauoperator dan hadiah "liburan" tidak bisa dikategorikan sebagai suap”.
Bapak SBY yang baik.
Memang paling susah memberantas korupsi di BUMN. Karenaseluruh operasional BUMN memang banyak bersentuhan dengan praktekkorupsi. IPO dan right issue BTN-pun dulu disetujui DPR jugabukan gratis, karena info dari mantan Corporate Secretary BTNRina Mona danRahmat Nugroho , untuk setiap persetujuan tersebutdana yang disetor ke Senayan tidak kurang dari Rp.5 Miliar danakhirnya juga terbukti ketua Komisi XI DPR DPR Emir Moeisditangkap oleh KPK dalam kasus suap meskipun bukan untuk urusanBTN.
Bapak Presiden Yth.
Ditengah kasus-kasus yang membelit BTN selain rekayasalaporan keaungan, kebijakan pemegang saham mayoritas Meneg BUMNjuga tidak rasional serta merugikan investor ritel yaitu tidaksegera menetapkan 2 Direktur yang definitif mengurus BTN,sehingga perusahaan dirugikan karena harus membayar ongkos orangyang hanya duduk ongkang-ongkang tidak bertanggungjawab sebagaiDirektur tetapi digaji dan diberi fasilitas perusahaan setaraDirektur.
Kebijakan Meneg BUMN yang tidak selektif dalam merekrutDirektur BTN seperti Purnomo dan Mas Guntur Dwi S sehingga sampaidengan saat ini tidak kunjung dinyatakan lulus fit n proper olehBank Indonesia membuat BTN mengalami kekosongan kepemimpinan yangberlarut-larut. Bayangkan sudah 11 bulan kami sebagai investorritel dipaksa tidak berdaya menerima kejadian ini, dan Meneg BUMNtetap tidak mau mencopot 2 Direktur BTN tersebut hanya karenamasalah gengsi yaitu salah memilih orang dan hal tersebutakhirnya diketahui public karena 2 orang tersebut ternyata harusbertanggungjawab dalam skandal rekayasa laporan keuangan yaituMas Guntur Dwi S adalah mantan Kepala Divisi Audit Internal BTNyang berkolusi tidak mengungkap skandal rekayasa laporan keuanganBTN meskipun auditor sudah mengetahui bahkan Mas Guntur Dwi Stercatat pernah mengambil fasilitas KPR Bersubsidi untuk wargatidak mampu sewaktu menjadi Kepala Cabang BTN Kantor CabangBandung, sebuah pelanggaran integritas berat yang tidak diberihukuman karena pelakunya adalah eksekutif di BTN, padahalterdapat pertauran internal maupun dari Menpera KPR tersebut
diperuntukkan bagi warga Negara dengan gaji kurang dari Rp.1,5Juta.
Begitu juga dengan Purnomo, figure yang dipilih Meneg BUMNini ternyata di BTN juga terlibat dalam skandal kredit macetsewaktu menjadi Kepala Cabang BTN Semarang bekerjasama dengandebitur PT.Cipta Crown Symbol dan PT. Makmur Mandiri Sawargimembobol BTN sebesar Rp.12 M, dan anehnya kalau dalam kasus yangsama pembobol kredit tersebut di BPD Jateng sudah diadili danpejabat eksekutif BPD Jateng juga sudah dipidanakan tetapi justrukasus ini di BTN ditutup rapat-rapat dan auditornya diintimidasibahkan sampai ada yang dimutasi tugasnya. Tetapi celakanya semuaitu bagi kami investor adalah meskipun semua itu sudah diketahuioleh auditor eksternal seperti BI maupun auditor independentsekelas Ernts n Young ternyata merekapun berkolusi menutup rapat-rapat kasus tersebut tidak terungkap sehingga kibatnyakepercayaan investor besar terhadap integritas eksekutif BTN-puntidak kunjung kembali.
Bapak Presiden Yth.
Dengan kondisi-kondisi diatas kami tentu tidak terima kalaupermasalahan BTN tidak segera dibenahi oleh pembantu Bapakseperti Meneg BUMN. Karena kebijakan Meneg BUMN dan Gubernur BankIndonesia yang terkesan menggantung nasib atas status 2 orangDireksi selama 11 bulan, adalah merugikan investor dan merupakanbentuk penyanderaan nasib BTN yang dapat menjerumuskan masa depanBTN, sehingga BTN punya potensi dilikuidasi atau diakuisisi olehperusahaan lain seperti kejadian diwaktu-waktu yang lalu.
Bapak Presiden Yth.
Lantas pertanyaannya apakah kemudian ada eksekutif BTN yangbersih. Berdasar informasi yang saya peroleh, atas pertanyaan initampaknya harus dijawab “TIDAK ADA”. Karena praktek rekayasalaporan keunagan BTN dilakukan secara berjamaah tidak ada komandoatasan tetapi karena semua pejabat BTN ingin kaya mendadak makamuncul keinginan secara bersama-sama untuk melakukan rekayasapencapaian laba perusahaan yang berdampak pada peningkatanperolehan bonus karyawan yang saat itu dibayar sebanyak 6 kali
gaji.Sebuah bonus yang spektakuler dan dicapai tidak melaluibisnis yang jujur dan hal ini sangat persis dengan kisah Enronyang menyulap gaji eksekutifnya diatas rata-rata gaji eksekutifAmerika agar dipandang sebagai perusahaan yang hebat.
Bapak Presiden Yang Baik
Mudah-mudahan Bapak tidak bosan membaca surat saya yangpanjang ini, dan mudah-mudahan Bapak masih sayang sertamemerlukan keberadaan BTN sebagai Bank satu-satunya penyalur KPRBersubsidi program pemerintah yang mencapai diatas 90 % daritotal kredit yang ditargetkan oleh Kemenpera. Apabila Bapak masihsayang dan memerlukan BTN maka kami mohon Bapak agar dapatmenegur pembantu Bapak khususnya Meneg BUMN, bahwa jangan hanyabermain pencitraan saja menjelang pemilihan Presiden 2014.
Situasi BTN saat ini kalau tidak segera membaik kembalisangat merugikan investor karena seperti permasalahan berlarut-larutnya status Direksi BTN a.n Mas Guntur Dwi S dan Purnomo,makin membuktikan bagi kami investor bahwa syarat utama untukmenjadi Durektur BUMN adalah masalah integritas seperti yangsering digembar-gemborkan oleh Meneg BUMN, sesungguhnya hanyalahbulshit atau omong kosong belaka.
BTN harusnya diselamatkan oleh Negara, karena telahbermanfaat bagi jutaan rakyat Indonesia. Segera saja Meneg BUMNmemberikan sanksi eksekutif bagi BTN yang berdosa dan segeradilakukan pengisian Direktur BTN dari luar BTN saja karena BTNharus bebas dari eksekutif yang terlibat skandal rekayasa laporankeuangan atau laporan NPL, skandal diebold,skandal kredit macetatau skandal pejabat penerima KPR Bersubsidi.
Tidak usah mempermasalahkan orang dalam BTN atau orang luarBTN, karena faktanya sejarah BTN justru mencatat BTN ambruk padasaat dipimpin oleh orang-orang dalam BTN. Meneg BUMN lebih baikmengganti seluruh Direksi dari rezim yang lalu karena secaramoral merekapun harus bertanggungjawab dari skandal rekayasalaporan keuangan BTN. Dengan cara itu diharapkan akanmembangunkan kembali kepercayaan investor sehingga harga saham
BTN akan bangkit kembali dan saya tidak akan menderita kerugianyang cukup lama.
Demikian perasaan hati ini saya sampaikan kepada BapakPresiden, atas perhatian Bapak atas permasalahan yang kami hadapiini, kami ucapkan terimakasih.
Menurut Albrecht (2003:97) fraudulent financial reporting merupakan penyimpangan yang dilakukan oleh manajemen pada saat proses penyusunan laporan keuangan.Penelitian yang dilakukan oleh Nicholas Bahr (2010: 25) jumlah sebenarnya dugaan penyimpangan meningkat dari 294 kasus antara 1987 dan 1997 menjadi 347 kasus antara tahun 1998 dan 2007. Laporan dalam India Fraud Survey Report 2010 yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik KPMG sebanyak 81% responden menyatakan bahwa fraudulent financial reporting merupakan issue utama.
Laporan lainnya dari The Association Certified Fraud Examiners (ACFE) 2010 berdasarkan data dari 1843 kasus fraud yang terjadi di seluruh dunia antara Januari 2008 sampai dengan Desember 2009,kasus Fraudulent financial reporting yang tidak lebih dari 5% kasus tetapi menyebabkan kerugian terbesar sejumlah $4 million. Berdasarkan laporan dari para CFEs, tidak semua pengendalian di organisasi efektif untuk melawan fraud, mekanisme pengendalian yang dilakukan oleh audit internal dinilai oleh CFEs sebagai pengendalian yang sangat penting. Hal ini sejalan dengan apa yangdikemukakan oleh Rezaee (2002) bahwa audit internal merupakan bagian penting dan menempati posisi strategis sebagai bagian integral di dalam organisasi yang bertanggungjawab untuk mengevaluasi pelaksanaan corporate governance dan reliabilitas proses pelaporan keuangan.
Kasus fraud di Indonesia terjadi di pemerintahan maupun beberapa perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI),Waskita Karya, salah satu BUMN jasa konstruksi yang diduga melakukan rekayasa laporan keuangan. Direktur Utama Waskita yang baru, M. Choliq yang sebelumnya menjabat direktur keuangan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, menemukan pencatatan yang tak sesuai, dimana ditemukan kelebihan pencatatan Rp 400 miliar. Direksi periode sebelumnya diduga melakukan rekayasa keuangan sejak tahun buku 2004-2008 dengan memasukkan proyeksi pendapatan proyek multitahunke depan sebagai pendapatan tahun tertentu.
Kasus lain diduga terjadi di PT Kimia Farma Tbk, mantan Deputi Menteri BUMN Bidang Jasa dan Usaha Lainnya Muchayat mengusulkan dilakukan audit khusus terhadap badan usaha ini karena ada indikasi penyimpangan laporan keuangan untuk tahun buku 2009. Salah satu penyimpangan yang ditemukan kementerian BUMN adalah adanya beban yang dikeluarkan untuk membiayai perusahaan yang tidak terkonsolidasi di laporan keuangan.
Pada bulan Juli 2011, pengamat ekonomi Universitas Atmajaya Jakarta, A Prasetyantoko meminta Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut keterlibatan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) dan PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) terkait dugaan korupsi proyek Hambalang. Berdasarkan kontrak, proyek Hambalang merupakan proyek kerja sama
operasi (join operation) dengan ADHI sebagai pemimpin proyek dengan bagian 70% dan WIKA dengan 30%.
Rekomendasi dari ACFE (2010) dan KPMG Research (2010) menyebutkan bahwa perusahaan yang memaksimalkan efektifitas fungsi audit internalnya lebih kuat dalam menangkal terjadinya fraudulent financial reporting. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hugh et al (2006); Danaet al (2008); Hiro (2009) ;Kranacher (2004); Kevin L. James (2003) ;Priscilla Burnaby (2009); Spencer (2004); Kranacher (2004); Pickett ( 2004); Janet et al (2008); Lisa&Barry (2007); Albergh (2003); Lisa et al (2007); Linda (2007); Schneider (2003); Rezaee (2002); Albrecht (2003);Dana et al (2008);dan Fabrizius (2004). Secara konsisten peneliti-peneliti ini menemukan bahwa efektifitas fungsi audit internal berpengaruh positif terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting.
Fungsi audit internal dijalankan oleh auditor internal. Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Abdel-Khalik et al. (1983), Brown (1983), Schneider (1984), Schneider (1985a), Schneider (1985b), Messier and Schneider (1988), Edge and Farley (1991), Bryan (1992), Maletta (1993), Ganesh (2002), Duane M. Brandon (2010), dan Vikram Desai et al (2010), secara konsisten menemukan bahwa kompetensi dan objektifitas auditor internal berpengaruh positif terhadap efektifitas fungsi audit internal.
Berkaitan dengan kompetensi, dibutuhkan kompetensi lebih bagi auditor internal untuk dapat membantu manajemen dalam upaya mencegah, mendeteksi dan mengurangi terjadinya fraudulent financial reporting. Kompetensi lebih ini didapat dengan jalan mengikuti pendidikan professional berkelanjutan yang disyaratkan oleh Association Certified Fraud Examiners (ACFE). Sebagian kecildiantara mereka sudah ada yang bersertifikat Certified Fraud Examiner (CFE). Berdasarkan data yang diperoleh dari Certified Fraud Examiners (CFE) Indonesia tahun 2010, sampai saat ini pemegang sertifikat CFE sebanyak 118 orang tersebar di berbagai entitas baik lembaga pemerintah, Kantor Akuntan Publik, maupun para auditor internal. ( ACFE Indonesia,2010).
Berkaitan dengan objektivitas, status organisasi audit internal di BUMN ditempatkan langsung di bawah direktur utama, namun dalampelaksanaannya masih terdapat conflict of interest yang memungkinkan pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu untuk menginterfensi objektifitas auditor internal. Terkait dengan struktur organisasi badan usaha di Indonesia yang menganut dual board keberanian auditor internal untuk mengungkapkannya sangat terbatas, Jikapun menemukan, sering lebih menyukai penyelesaian internal demi reputasi perusahaan dan juga demi kelangsungan hidup auditor internal yang digaji oleh perusahaan, maka objektifitas auditor internal dalam mengungkapkan temuan terjadinya penyimpangan pada proses penyusunan laporan keuanganyang dilakukan dengan sengaja oleh manajemen masih perlu kajian lebih dalam.( Hiro,2004 ).
Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengukur:
(1). Seberapa besar pengaruh kompetensi dan o]bjektifitas auditorinternal terhadap efektifitas fungsi audit internal baik secara langsung maupun tidak langsung.
(2). Seberapa besar pengaruh kompetensi auditor internal, objektifitas auditor internal dan efektifitas fungsi audit internal terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting baik secara langsung maupun tidak langsung.
2. Metode
Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel melalui pengujian hipotesis. Penelitian seperti ini disebut penelitian pengujian hipotesis (hypotheses testing) atau disebut juga penelitian verifikatif yaitu penelitian yang bertujuan menguji kebenaran teori atau hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, yang dirumuskan dalam hipotesis penelitian.Unit analisis penelitian ini adalah individu. Adapun horizon waktunya adalah cross sectional.
Populasi penelitian ini adalah auditor internal bagian keuangan di PT BUMN Tbk Indonesia sebanyak 150 orang. Jumlah responden
yang menjawab kuesioner adalah semua auditor internal bagian keuangan dan selanjutnya diolah datanya.
Data penelitian ini terdiri atas data primer. Data primer yaitu data variabel kompetensi dan objektifitas auditor internal, efektifitas fungsi audit internal, dan pendeteksan fraudulent financial reporting dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yangdikombinasikan dengan wawancara. Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode analisis jalur (path analysis) dengan bantuan software Lisrel 8.70.
3. Hasil dan Pembahasan
(1) Hipotesis Pertama
Hasil uji hipotesis pertama menunjukkan bahwa besar pengaruh langsung maupun tidak langsung kompetensi auditor internal terhadap efektifitas fungsi audit internal PT BUMN Tbk sebesar 57,14%, hasil ini lebih besar dibandingkan besar pengaruh langsung maupun tidak langsung objektifitas auditor internal terhadap efektifitas fungsi audit internal sebesar 36,75%. Hasil uji ini sesuai dengan fenomena bahwa kompetensi auditor internal di Indonesia sudah cukup baik dan objektifitas auditor internal dalam kaitannya dengan pelaporan temuan ke pihak independen masihberada di kategori kurang baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Dessalegn and Aderajew (2007) bahwa efektifitas fungsi audit internal dipengaruhi oleh kompetensi auditor internal untuk mengevaluasi dan memberikan rekomendasi terhadap peningkatan risiko pengendalian dan governance dan objektifitas auditor internal dalam menyampaikan temuan kepada manajemen dan komite audit serta implikasinya pada tindak lanjut dari pihak manajemen atas hasil evaluasi dan rekomendasi yang diberikan.
(2) Hipotesis Kedua
Hasil uji hipotesis kedua menunjukkan bahwa kompetensi auditor internal di PT BUMN Tbk di Indonesia memberikan pengaruh rendah pada pendeteksian fraudulent financial reporting sebesar 30,15%,
hal ini sejalan dengan fenomena bahwa kompetensi auditor internaldi Indonesia khususnya terhadap pendeteksian fraudulent financialreporting masih rendah. Hasil penelitian ini sejalan dengan Belkaoui (2006), bahwa satu faktor dalam peningkatan penyimpangandi pelaporan keuangan adalah kegagalan dari institusi pendidikan akuntansi dalam mengajarkan cara-cara mendeteksi penyimpangan dan pentingnya pendeteksian tersebut terhadap keseluruhan sistem pelaporan keuangan. Penekanan yang dilakukan di universitas dan ujian-ujian CPA adalah pada audit keuangan bukan pada audit forensik, penyimpangan maupun investigasi. Implikasi hasil penelitian ini bagi pengembangan ilmu akuntansi berkaitan dengan terjadinya fraudulent financial reporting adalahmendukung teori sebelumnya tentang implementasi akuntansi forensik dan audit investigasi.
Hasil uji yang menunjukkan bahwa objektifitas auditor internal diPT BUMN Tbk di Indonesia memberikan pengaruh rendah pada pendeteksian fraudulent financial reporting sebesar 9,38% ini sejalan dengan fenomena tentang rendahnya objektifitas auditor internal di Indonesia dalam mendeteksi fraudulent financial reporting . Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Kevin L. James (2003) bahwa audit internal yang melaporkan kepadamanajemen senior dianggap kurang mampu memberikan perlindungan terhadap fraudulent financial reporting dibandingkan dengan departemen audit internal yang melaporkan ke komite audit dan auditor eksternal.
Hasil penelitian bahwa efektifitas fungsi audit internal berpengaruh sedang pada pendeteksian fraudulent financial reporting sebesar 49,60% sesuai dengan fenomena bahwa peran auditinternal di Indonesia dalam mencegah mendeteksi dan mengurangi terjadinya fraud masih kurang efektif. Hal ini sejalan dengan Albrecht (2003) bahwa memiliki audit internal yang efektif adalahhal terpenting untuk mencegah dan mendeteksi fraud. Hasil penelitian inipun sejalan dengan Rezaee (2002) bahwa audit internal yang efektif adalah langkah pertama untuk mencegah dan mendeteksi terfadinya fraudulent financial reporting, selain auditor eksternal, users dan bursa saham.
Secara normatif, beberapa temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak terkait khususnya auditor internal PT BUMN Tbk di Indonesia. Dihubungkan dengan saran penerapan Standar Profesi Audit Internal, beberapa temuan penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai masukan berharga khususnya dalam program peningkatan kompetensi yang harus dilakukan oleh auditor internal secara terus menerus dan atau berjenjang selama yang bersangkutan berprofesi sebagai auditor internal serta pelaksanaan tugas auditor internal untuk tidak mendelegasikan keputusan mereka mengenai masalah audit kepada pihak lain.
(2). Implikasi Teoritis
Secara positif, temuan-temuan penelitian ini memiliki implikasi teoritis sebagai berikut:
1). Konsepsi The IIA Research Foundation’s Common Body of Knowledge (2007); Kranacher (2004) tentang kompetensi auditor internal, konsepsi Colbert (1993) ;Duane (2010) tentang objektifitas auditor internal, konsepsi Dessalegn Getie Mihrej dan Aderajew Wondim Yismaw (2007); Hiro Tugiman (2004); Dana et al (2008); Lisa et al (1997); dan Rezaee (2002) tentang efektifitas fungsi audit internal, konsepsi Rezaee (2002); Albergh (2003); Mulfrod & Comiskey (2002); Messod D. Beneish (1999); dan Moyes et al (2009) tentang pendeteksian fraudulent financial reporting,dapat digunakan sebagai acuan untuk memahami secara empiris fenomena kompetensi dan objektifitas auditor internal, efektifitas fungsi audit internal dan pendeteksian fraudulent financial reporting PT BUMN Tbk. Secara teoritis hasilpenelitian ini mendukung konsepsi-konsepsi tersebut.
2). Konsepsi Abdel-Khalik et al. (1983); Brown (1983); Schneider (1984); Schneider (1985a); Schneider (1985b); Messier and Schneider (1988); Edge and Farley (1991); Bryan (1992); Maletta (1993); Ganesh (2002); Duane M. Brandon (2010); dan Vikram Desai et al (2010) tentang pengaruh kompetensi dan objektifitas auditorinternal terhadap efektifitas fungsi audit internal dapat digunakan sebagai acuan dalam memahami hubungan kausalitas kompetensi dan objektifitas auditor internal terhadap efektifitasfungsi audit internal. Dari temuan penelitian, secara teoritis
diketahui bahwa semakin tinggi kompetensi dan objektifitas auditor internal maka fungsi audit internal semakin efektif.
3). Konsepsi Hugh et al (2006); Dana et al (2008); Hiro (2009) ;Kranacher (2004); Kevin L. James (2003) ;Priscilla Burnaby (2009); Spencer (2004); Kranacher (2004); Pickett ( 2004); Janet et al (2008); Lisa&Barry (2007); Albergh (2003); Lisa et al (2007); Linda (2007); Schneider (2003); Rezaee (2002);Albrecht (2003);Dana et al (2008);dan Fabrizius (2004) dapat digunakan sebagai sebagai acuan dalam memahami hubungan kausalitas antara kompetensi dan objektifitas auditor internal, efektifitas fungsi audit internal serta pendeteksian fraudulent financial reporting. Dari temuan penelitian ini, secara teoritis diketahui bahwa peningkatan kompetensi dan objektifitas auditor internal serta efektifitas fungsi audit internal meningkatkan pendeteksian fraudulent financial reporting.
4. Simpulan dan Saran
4.1 Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, rumusan hipotesis dan hasil penelitian, maka penulis menarik simpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh kompetensi dan objektifitas auditor internal terhadap efektifitas fungsi audit internal. Besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung kompetensi auditor internal terhadap efektifitas fungsi audit internal berada pada kategori sedang. Besaran pengaruh sedang ini disebabkan oleh belum maksimalnya pendidikan profesional berkelanjutan. Besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung objektifitas auditor internal terhadap efektifitas fungsi audit internal berada pada kategori sedang. Besarnya pengaruh sedang ini disebabkan oleh masih adanya conflict of interest terutama pada saat pelaporan hasil audit. Besaran pengaruh kompetensi dan objektifitas auditorinternal terhadap efektifitas fungsi audit internal yang sedang ini menunjukkan bahwa masih ada pengaruh dari variabel lain yang tidak diteliti.
2. Terdapat pengaruh kompetensi auditor internal, objektifitas auditor internal dan efektifitas fungsi audit internal terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting. Besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung kompetensi auditor internal internal masuk dalam kategori rendah, hal ini disebabkan belum semua auditor internal belum memiliki kompetensi mengenai akuntansi forensik dan audit investigasi . Besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung objektifitas auditor internal masuk dalam kategori rendah, secara langsung objektifitas auditorinternal tidak memberikan pengaruh, hal ini disebabkan oleh keterbatasan akses pelaporan hasil audit kepada pihak berwenang yang tidak melakukan fraudulent financial reporting. Besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung efektifitas fungsi audit internal masuk dalam kategori sedang. Besarnya pengaruh objektifitas auditor internal yang rendah, dan besarnya pengaruh efektifitas fungsi audit internal yang sedang disebabkan oleh struktur organisasi badan usaha di Indonesia yang menempatkan audit internal berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada direktur utama. Besarnya pengaruh langsung maupun tidak langsung kompetensi dan objektifitas auditor internal serta keefektifan auditor internal terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting menunjukan masih ada pengaruh variabel lain yang tidak diteliti.
5.2 Saran
1. Saran bagi akademisi
Belum tingginya kompetensi auditor internal pada indikator kemampuan mendeteksi peluang dan symptoms serta kemampuan menentukan tindakan prosedur analitis dan rendahnya objektifitas auditor internal pada indikator kebebasan untuk melaporkan temuankepada pihak internal maupun eksternal mengarahkan kepada peneliti berikutnya untuk melakukan kajian mendalam mengenai akuntansi forensik dan audit investigasi yang sebaiknya dimiliki oleh auditor internal.
2. Saran bagi praktisi
Alternatif pemecahan masalah belum tingginya kompetensi dan objektifitas auditor internal terhadap pendeteksian fraudulent financial reporting PT BUMN Tbk adalah dengan: (1) mengikuti pendidikan dan pelatihan berkelanjutan khususnya tentang fraud, upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dan ketrampilanauditor internal untuk mendeteksi terjadinya fraudulent financialreporting; (2) Perubahan Two Tiers Board System menjadi One BoardSystem di PT BUMN Tbk di Indonesia, dengan perubahan sistem ini objektifitas auditor internal terutama dalam melaporkan temuan, evaluasi dan rekomendasi bisa meningkat.
(Ringkasan disertasi ini disampaikan dalam siding terbuka promosi doktor dalam Ilmu Ekonomi Pada Universitas Padjadjaran Bandung, Jumat, 9 Desember 2011)
Skandal Manipulasi Laporan Keuangan PT. Kimia Farma Tbk.
Permasalahan
PT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar,pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporankeuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.
Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat
adanya indikasi penggelembungan keuntungan (overstated) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 – Khusus huruf m – Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:
“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.
Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali (restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periodesajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secarakhusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru”.
Sanksi dan Denda
Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:
1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliarrupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.
2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke
Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAPSA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Keterkaitan Akuntan Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.
Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan alas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal LembagaKeuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publikdalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.
Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa danmelaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukanadanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja,
akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yangmelakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk.dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengauditsesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
Keterkaitan Manajemen Terhadap Skandal PT Kimia Farma Tbk
Mantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan (mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali (restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lamayang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatantersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.
Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. DanKimia Farma juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia
Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di-mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama.
Kesalahan Pencatatan Laporan Keuangan Kimia Farma Tahun 2001
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatandalam laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di pasar modal. Kesalahan pencatatan itu terkait dengan adanya rekayasa keuangan dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Bukti-bukti tersebut antara lain adalah kesalahanpencatatan apakah dilakukan secara tidak sengaja atau memang sengaja diniatkan. Tapi bagaimana pun, pelanggarannya tetap ada karena laporan keuangan itu telah dipakai investor untuk bertransaksi. Seperti diketahui, perusahaan farmasi itu sempat melansir laba bersih sebesar Rp 132 miliar dalam laporan keuangantahun buku 2001. Namun, kementerian Badan Usaha Milik Negara selaku pemegang saham mayoritas mengetahui adanya ketidakberesan laporan keuangan tersebut. Sehingga meminta akuntan publik Kimia Farma, yaitu Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) menyajikan kembali (restated) laporan keuangan Kimia Farma 2001. HTM sendiri telah mengoreksi laba bersih Kimia Farma tahun buku 2001 menjadi Rp 99 milliar. Koreksi ini dalam bentuk penyajian kembali laporan keuangan itu telah disepakati para pemegang saham Kimia Farma dalam rapat umum pemegang saham luar biasa. Dalam rapat tersebut,akhirnya pemegang saham Kimia Farma secara aklamasi menyetujui tidak memakai lagi jasa HTM sebagai akuntan publik.
Dampak Terhadap Profesi Akuntan
Aktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah
campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.
PEMBAHASAN
Keterkaitan Manajemen Risiko Etika disini adalah pada pelaksanaanaudit oleh KAP HTM selaku badan independen, kesepakatan dan kerjasama dengan klien (PT Kimia Farma Tbk.) dan pemberian opini atas laporan keuangan klien.
Dalam kasus ini, jika dipandang dari sisi KAP HTM, maka urutan stakeholder mana ditinjau dari segi kepentingan stakeholder adalah:
1. Klien atau PT Kimia Farma Tbk.
2. Pemegang saham
3. Masyarakat luas
Dalam kasus ini, KAP HTM menghadapi sanksi yang cukup berat dengan dihentikannya jasa audit mereka. Hal ini terjadi bukan karena kesalahan KAP HTM semata yang tidak mampu melakukan review menyeluruh atas semua elemen laporan keuangan, tetapi lebih karena kesalahan manajemen Kimia Farma yang melakukan aksi manipulasi dengan penggelembungan nilai persediaan.
Kasus yang menimpa KAP HTM ini adalah risiko inheren dari dijalankannya suatu tugas audit. Sedari awal, KAP HTM seharusnya menyadari bahwa kemungkinan besar akan ada risiko manipulasi seperti yang dilakukan PT. Kimia Farma, mengingat KAP HTM adalah KAP yang telah berdiri cukup lama. Risiko ini berdampak pada reputasi HTM dimata pemerintah ataupun publik, dan pada akhirnya HTM harus menghadapi konsekuensi risiko seperti hilangnya kepercayaan publik dan pemerintah akan kemampuan HTM, penurunan pendapatan jasa audit, hingga yang terburuk adalah kemungkinan ditutupnya Kantor Akuntan Publik tersebut.
Diluar risiko bisnis, risiko etika yang dihadapi KAP HTM ini cenderung pada kemungkinan dilakukannya kolaborasi dengan
manajemen Kimia Farma dalam manipulasi laporan keuangan. Walaupunsecara fakta KAP HTM terbukti tidak terlibat dalam kasus manipulasi tersebut, namun hal ini bisa saja terjadi.
Sesuai dengan teori yang telah di paparkan diatas, manajemen risiko yang dapat diterapkan oleh KAP HTM antara lain adalah dengan mengidentifikasi dan menilai risiko etika, serta menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder.
1. Mengidentifikasi dan menilai risiko etika
Dalam kasus antara KAP HTM dan Kimia Farma ini, pengidentifikasian dan penilaian risiko etika dapat diaplikasikanpada tindakan sebagai berikut:
A.) Melakukan penilaian dan identifikasi para stakeholder HTM
HTM selayaknya membuat daftar mengenai siapa dan apa saja para stakeholder yang berkepentingan beserta harapan mereka. Dengan mengetahui siapa saja para stakeholder dan apa kepentingannya sertaharapan mereka, maka KAP HTM dapat melakukan penilaian dalam pemenuhan harapan stakeholder melalui pembekalan kepada para auditor senior dan junior sebelum melakukan audit pada Kimia Farma.
B) Mempertimbangkan kemampuan SDM HTM dengan ekspektasi para stakeholder, dan menilai risiko ketidak sanggupan SDM HTM dalam menjalankan tugas audit.
C) Mengutamakan reputasi KAP HTM
Yaitu dengan berpegang pada nilai-nilai hypernorm, seperti kejujuran, kredibilitas, reliabilitas, dan tanggung jawab. Faktor-faktor tersebut bisa menjadi kerangka kerja dalam melakukan perbandingan.
Tiga tahapan ini akan menghasilkan data yang memungkinkan pimpinan KAP HTM dapat mengawasi adanya peluang dan risiko etika,sehingga dapat ditemukan cara untuk menghindari dan mengatasi
risiko tersebut, serta agar dapat secara strategis mengambil keuntungan dari kesempatan tersebut.
2. Menerapkan strategi dan taktik dalam membina hubungan strategis dengan stakeholder
KAP HTM dapat melakukan pengelompokan stakeholder dan meratingnya dari segi kepentingan, dan kemudian menyusun rencana untuk berkolaborasi dengan stakeholder yang dapat memberikan dukungan dalam penciptaan strategi, yang dapat memenuhi harapan para stakeholder HTM.
Semakin banyaknya Kantor Akuntan Publik (KAP) yang berdiri,
menyebabkan semakin ketatnya persaingan antar KAP tersebut. Persaingan
yang ketat di zaman sekarang ini membuat Kantor Akuntan Publik harus
dapat mempertahankan mutu jasa audit agar dapat mempertahankan
eksistensi atau kelangsungan usahanya. Jika mutu jasa audit dalam
suatu KAP tidak diakui lagi, maka tidak mungkin KAP tersebut tidak
akan terpakai lagi dan akhirnya tidak dapat mempertahankan
kelangsungan usahanya
Kelangsungan usaha Kantor Akuntan Publik ditentukan oleh mutu
jasa yang diberikan oleh auditor yang dalam hal ini adalah laporan
audit. Untuk menghasilkan mutu jasa audit yang berkualitas, auditor
harus berpedoman pada Standar Auditing dan Kode Etik Profesi.. Adanya
harapan yang besar baik dari manajemen maupun pemakai laporan keuangan
yang menuntut akuntan publik untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu
audit yang dilakukan. Kepercayaan yang besar dari pemakai laporan
keuangan auditan dan jasa yang diberikan akuntan publik akhirnya
mengharuskan akuntan publik memperhatikan kualitas audit yang
dilakukannya. Dalam kasus Raden Motor pada tahun 2009, seorang akuntan
publik yang membuat laporan keuangan perusahaan Raden Motor untuk
mendapatkan pinjaman modal senilai Rp 52 miliar dari dari BRI Cabang
Jambi pada tahun 2009, diduga terlibat kasus korupsi dalam kredit
macet. Hal ini terungkap setelah pihak Kejati Jambi mengungkap kasus
dugaan korupsi tersebut. Fitri Susanti, kuasa hukum tersangka Effendi
Syam, pegawai BRI yang terlibat kasus itu, Selasa (18/5/2010)
mengatakan, setelah kliennya diperiksa dan dikonfrontir keterangannya
dengan para saksi, terungkap ada dugaan kuat keterlibatan dari Biasa
Sitepu sebagai akuntan publik dalam kasus ini. Hasil pemeriksaan dan
konfrontir keterangan tersangka dengan saksi Biasa Sitepu terungkap
dalam laporan keuangan perusahaan Raden Motor dalam mengajukan
pinjaman ke BRI. Sedangkan jika kita lihat skandal di luar negeri,
Raju, mantan pemimpin Satyam, awal tahun lalu mengakui perbuatannya,
telah memalsukan keuntungan perusahaan. Dalam surat pengakuan, ia
mengatakan telah membesar-besarkan laba perusahaan selama bertahun-
tahun dan meningkatkan neracanya hingga Iebih dari US$ 1 miliar.
Satyam merupakan perusahaan teknologi informasi outsourcing terbesar
keempat di India. Kliennya terdiri atas Nestle, General Electric, dan
General Motors. Akibat kasus ini, perusahaan kemudian diambil alih
oleh Tech Mahindra dengan nilai US$ 600 juta untuk kepemilikan
mayoritas. Atas pengakuan itu, ia menghadapi dakwaan konspirasi,
kecurangan, hingga pemalsuan. Ia kemudian menarik kembali
pengakuannya. Namun polisi menetapkan surat itu merupakan pengakuan
penipuan yang sifatnya sukarela. Pengadilan di India mulai mengadili
pendiri perusahaan teknologi informasi Satyam, B. Ramalinga Raju, yang
dituduh melakukan penipuan terbesar dalam sejarah korporasi negara
itu. Modus kasus ini mirip skandal rekayasa laporan keuangan Enron,
perusahaan raksasa listrik dan gas asal Texas, Amerika Serikat.
Dalam konteks skandal keuangan di atas, memunculkan pertanyaan
apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi oleh akuntan
publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau sebenarnya telah
terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan praktik kejahatan
tersebut. Tentu saja jika yang terjadi adalah auditor tidak mampu
mendeteksi trik rekayasa laporan keuangan, maka yang menjadi inti
permasalahannya adalah kompetensi atau keahlian auditor tersebut.
Namun jika yang terjadi justru akuntan publik ikut mengamankan praktik
rekayasa tersebut, maka inti permasalahannya adalah independensi
auditor tersebut. Terkait dengan konteks inilah, muncul pertanyaan
seberapa tinggi tingkat kompetensi dan independensi auditor saat ini
dan apakah kompetensi dan independensi auditor tersebut berpengaruh
terhadap mutu jasa audit yang dihasilkan oleh akuntan publik.
Mutu jasa audit ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan
independensi (Christiawan: 2002), sedangkan kualitas pemeriksaan
ditentukan oleh persepsi masyarakat atas independensi pemeriksa dalam
melaksanakan pemeriksaan. Kompetensi dan independensi merupakan bagian
dari standar auditing dan termasuk juga di dalam etika profesional.
Kompetensi berkaitan dengan kemampuan, keahlian dan pengalaman dari
auditor (Christiawan: 2002). Dalam melaksanakan audit, akuntan publik
harus bertindak sebagai seorang yang ahli dalam bidang akuntansi dan
auditing. Pencapaian keahlian sebagai auditor, seseorang harus telah
memperoleh pendidikan formal, pelatihan teknis yang kemudian diperluas
melalui pengalaman dalam praktik audit menurut Munawir (dalam
wiramurti,2010:32).
Mengingat kompleksitas pekerjaan audit menuntut tanggung jawab
yang besar, maka penting bagi auditor yang bekerja di suatu Kantor
Akuntan Publik untuk memiliki kompetensi dan independensi yang tinggi.
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul KELANGSUNGAN USAHA KANTOR
AKUNTAN PUBLIK (KAP)
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
penulis merumuskan masalah sebagai berikut :
1. Apakah terdapat pengaruh antara Pengalaman Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Pekanbaru
2. Apakah terdapat pengaruh antara Kompetensi Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Pekanbaru
3. Apakah terdapat pengaruh antara Independensi Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Pekanbaru
4. Apakah terdapat pengaruh antara Pengalaman, Kompetensi dan
Independensi Auditor terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik
(KAP) di Pekanbaru
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk :
1. Untuk mengetahui pengaruh antara Pengalaman Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Pekanbaru
2. Untuk mengetahui pengaruh antara Kompetensi Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Pekanbaru
3. Untuk mengetahui pengaruh antara Independensi Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Pekanbaru
4. Untuk mengetahui pengaruh antara Pengalaman, Kompetensi dan
Independensi Auditor terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik
(KAP) di Pekanbaru.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Bagi penulis, dari penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan penulis tentang auditing ke dalam kondisi yang
nyata.
b. Bagi Kantor Akuntan Publik, hasil dari penelitian ini dapat
digunakan sebagai saran yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan
dalam praktik Akuntan Publik.
c. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran dalam pengembangan ilmu akuntansi khususnya dalam bidang
audit.
1.4 Metodologi Penelitian
1.4.1 Objek Penelitian
Penulis mengambil objek penelitian adalah auditor yang bekerja di
Kantor Akuntan Publik di wilayah Pekanbaru
1.4.2 Jenis dan Sumber Data
1.4.2.1 Jenis data
Untuk membantu penulis dalam penyelesaian penelitian ini, maka
penulis menggunakan jenis data kuantitatif, yaitu data yang
dikumpulkan dari objek penelitian yaitu berupa bentuk angka.
1.4.2.2 Sumber Data
Adapun sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Data Primer. Data Primer merupakan sumber data penelitian yang
diperoleh secara langsung dari sumber asli, tidak melalui perantara.
Data primer yang digunakan berupa data subyek (self report data) yang
berupa opini dan karakteristik dari responden. Sedangkan responden
yang menjawab daftar pertanyaan tersebut adalah auditor yang bekerja
di KAP.
1.4.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah Auditor yang bekerja di
Kantor Akuntan Publik (KAP) di wilayah Pekanbaru. Sedangkan sampel
dalam penelitian ini menggunakan teknik simple random sampling, karena tiap
orang anggota dalam populasi itu derajat dan kualifikasinya sama atau
setara, atau sama dan serupa tiada bedanya, setiap anggota populasi
memiliki kebebasan dan kesempatan yang sama untuk disampel.
Gambaran populasi akuntan adalah sebagai berikut :
1. Universe : Akuntan Publik Indonesia
2. Populasi : Akuntan Publik di Pekanbaru yang masih aktif hingga desember 2011
3. Sampling Unit : Akuntan Publik yang bertugas sebagai senior auditor
dan junior auditor.
1.1 Daftar Responden Kantor Akuntan Publik yang ada di Pekanbaru
No NAMA KAP KOTA
1. KAP. BASYIRUDDIN & WILDAN (CAB) Pekanbaru
2. KAP. DRS. HARDI & REKAN (PUSAT) Pekanbaru
3. KAP. DRS. GAFAR SALIM & REKAN (CAB) Pekanbaru
4. KAP. HADIBROTO & REKAN Pekanbaru
5. KAP. DRS. KATIO & REKAN (CAB) Pekanbaru
6. KAP. MARTHA NG Pekanbaru
7. KAP. PURBALAUDDIN & REKAN (CAB) Pekanbaru
8. KAP. DRS. SELAMAT SINURAYA & REKAN (CAB) Pekanbaru
1.4.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan dua jenis variabel, yaitu variabel
dependen dan variabel independen. Variabel dependen merupakan variabel
yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variablel
independen (bebas). Pengalaman Auditor sebagai variabel independen
pertama (X1), Kompetensi Auditor sebagai variabel independen kedua
(X2) dan Independensi Auditor sebagai variabel independen ketiga (X2),
sedangkan Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik di Pekanbaru
sebagai variabel dependen (Y)
Penelitian ini menggunakan definisi operasional sebagai berikut:
1.4.4.1 Pengalaman Audit (X1)
Variabel pengalaman audit (X1) dilihat dari lamanya bekerja
sebagai auditor dan banyaknya penugasan yang pernah ditangani. Dalam
pertanyaan yang disampaikan pada kuesioner dikombinasi untuk
pengalaman audit adalah lama bekerja sebagai auditor dan berapa banyak
penugasan yang pernah ditangani.
Persepsi responden terhadap indicator tersebut diukur dengan 5
point skala likert, 1) Sangat setuju, 2) Setuju, 4) Tidak Setuju, 5)
Sangat Tidak Setuju.
1.4.4.2 Kompetensi Auditor (X2)
Kompetensi dalam penelitian ini diukur dengan Tingkat pendidikan
formal, pelatihan, dan Pendidikan Profesional yang berkelanjutan.
Persepsi responden terhadap indicator tersebut diukur dengan 5 point
skala likert, 1) Sangat setuju, 2) Setuju, 4) Tidak Setuju, 5) Sangat
Tidak Setuju.
1.4.4.3 Independensi Auditor (X2)
Independensi dalam penelitian ini diukur dengan Independensi
dalam fakta (in fact), Independensi dalam penampilan (in appearance)
Persepsi responden terhadap indicator tersebut diukur dengan 5 point
skala likert, 1) Sangat setuju, 2) Setuju, 4) Tidak Setuju, 5) Sangat
Tidak Setuju.
1.4.4.4 Kelangsungan Usaha KAP (Y)
Kelangsungan usaha KAP dalam penelitian ini diukur dengan mutu
jasa audit yang terdiri dari kepuasan klien, ualitas audit, dan staf
profesional. Persepsi responden terhadap indikator tersebut diukur
dengan 5 point skala likert, 1) Sangat setuju, 2) Setuju, 4) Tidak
Setuju, 5) Sangat Tidak Setuju.
1.4.5 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik angket (questionare) yang berupa daftar pertanyaan yang
diberikan kepada responden.
1.4.6 Teknik Analisis Data
1.4.6.1 Pengujian Validitas dan Reliabilitas
Pertama, instrument (kuisioner) yang digunakan dalam penelitian
ini harus diuji validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Uji
validitas dimaksudkan untuk mengukur sejauh mana ketepatan alat ukur
penelitian tentang isu atau arti sebenarnya yang diukur
(Ghozali,2005). Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisis butir.
Uji reliabilitas dimaksudkan untuk menguji konsistensi kuisioner
dalam mengukur suatu kontrak yang sama atau stabilitas kuisioner jika
digunakan dari waktu ke waktu (Ghozali, 2005).
Reliabilitas instrument penelitian dalam penelitian ini diuji
dengan menggunakan koefisien cronbach’s Alpha. Jika nilai koefisien alpha
lebih besar dari 0,6 maka disimpulkan bahwa instrument penelitian
tersebut handal atau reliabel (Nunnaly dalam Ghozali, 2005).
1.4.6.2 Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan pengujian regresi, terdapat beberapa asumsi
yang harus dipenuhi agar data yang akan dimasukkan dalam model regresi
telah memenuhi ketentuan dan syarat dalam regresi. Beberapa asumsi
tersebut adalah: a) Pengujian asumsi Normalitas, b) Pengujian asumsi
Linearitas, c) Pengujian asumsi Multikolineritas, dan d) Pengujian
asumsi Heteroskedastisitas. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan
program SPSS 16.0.
1.4.7 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan analisis regresi linear sederhana dan regresi linear
berganda.
1.5 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini menguraikan latar belakang penelitian, perumusan masalah,tujuan dan manfaat, lokasi penelitian, jenis dan sumber data sertapopulasi dan sampel, teknik pengumpulan data dan analisis data.
penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan diuraikan kajian teori yang digunakan dalampenelitian, tinjauan penelitian terdahulu, kerangka pemikiran,hipotesa dan variabel penelitian.
BAB III : PENUTUP
Bab ini berisikan tentang simpulan dan saran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Kajian Teori
2.1.1. Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP)
A. Pengertian Kelangsungan Usaha
Going concern adalah suatu asumsi akuntansi bahwa perusahaan akan
berjalan terus sampai pada masa yang tak dapat ditetapkan, atau cukup
lama untuk melaksanakan rencananya (Sujana Ismaya, 2006). Dengan
adanya going concern maka suatu entitas dianggap akan mampu
mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka panjang, tidak akan
dilikuidasi dalam jangka waktu pendek.
Going concern adalah salah satu konsep yang paling penting yang
mendasari pelaporan keuangan (Gray & Manson, 2000). Kelayakan dari
persiapan laporan keuangan menggunakan dasar going concern merupakan
tanggung jawab utama director dan tanggung jawab auditor untuk meyakinkan
dirinya bahwa penggunaan dasar going concern oleh perusahaan adalah layak
dan diungkapkan secara memadai dalam laporan keuangan (Setiawan,
2006).
B. Kantor Akuntan Publik (KAP)
Untuk menjalani profesi akuntan publik, seseorang harus memiliki
register akuntan yang dikeluarkan oleh Departemen Keuangan RI
sebagaimana diatur pada pasal 3 ayat 4 Undang-undang No. 34 tahun 1954
tentang Pemakaian Gelar Akuntan. Nomor Register Akuntan hanya dapat
diberikan oleh Departemen Keuangan RI kepada:
a. Lulusan Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi pada Universitas Negeri
yang telah mendapat persetujuan dari Dirjen Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
b. Orang yang lulus mengikuti Ujian Negara Akuntansi (UNA) yang
diselenggarakan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Ujian ini
diperuntukkan bagi lulusan dari jurusan Akuntansi pada Perguruan
Tinggi Swasta (Fakultas Ekonomi dan STIE) dan lulusan Fakultas Ekonomi
Negeri yang belum mendapat persetujuan Dirjen Pendidikan Tinggi untuk
dibebaskan dari UNA.
C. Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP)
Kantor Akuntan Publik (KAP) pada umumnya menawarkan beberapa tipe
jasa tergantung pada kapasitas dan kebutuhan kliennya. Pendapat Arens
dan Loebecke (1991 : 13) menyatakan ada 4 kategori jasa yang
disediakan oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) :
1) Kegiatan Pembuktian / pengujian (attestation service)
Kegiatan pembuktian / pengujian meliputi semua kegiatan Kantor
Akuntan Publik dimana diterbitkan suatu laporan tertulis yang
menyatakan kesimpulan atas keandalan dari pernyataan tertulis yang
merupakan tanggung jawab pihak. Ada tiga jenis pembuktian :
(a) Audit Laporan Keuangan historis
(b) Review Laporan Keuangan Historis
(c) Jasa Atestasi lainnya
2) Jasa Akuntansi serta administrasi pembukuan
Jasa Kantor Akuntan Publik dalam membantu kliennya untuk
menyiapkan jurnal dan buku besar dalam beberapa kasus laporan keuangan
tersebut diserahkan kepada pihak ke-3. Untuk jasa tersebut disertai
juga dengan review / bahkan audit ( compilation report) dalam beberapa
laporan tersebut Kantor Akuntan Publik tidak menyediakan assurance.
3) Penyuluhan pajak
Kantor Akuntan Publik menyusun surat pemberitahuan pajak dari
perusahaan dan persorangan baik yang merupakan kliennya maupun yang
bukan.
4) Konsultasi manajemen
Jasa Kantor Akuntan Publik dalam menyediakan rekomendasi kepada
manajemen bagaimana menjalankan perannya secara efektif misalnya
pemberian saran sederhana mengenai pembenahan sistem akuntansi
menyusun strategi pemasaran, memanfaatkan instalasi komputer yang ada
dengan sebaik-baiknya dan konsultasi asuransi.
Sikap profesionalisme Kantor Akuntan Publik merupakan suatu
mentalitas professional yang menemukan kompetensi, tingkah laku dan
komitmen sebagai Kantor Akuntan Publik. Apabila gagal mempertahankan
sikap profesionalisme maka Kantor Akuntan Publik tersebut akan
kehilangan kepercayaan publik. Sedangkan Kepercayaan publik merupakan
salah satu nilai yang membuat Kantor Akuntan Publik tersebut bertahan.
Kehilangan kepercayaan publik karena mutu jasa audit yang dihasilkan
kurang memuaskan maka akan mempengaruhi kelangsungan usaha Kantor
Akuntan Publik tersebut, maka untuk mempertahankan mutu jasa audit
yang berkualitas, Kantor Akuntan Publik harus dapat meningkatkan sikap
profesionalisme auditor-auditor di dalamnya, dan kualitas auditnya
(Canyaning, 2003).
2.1.2. Pengalaman Auditor
Pengalaman audit adalah pengalaman auditor dalam melakukan audit
laporan keuangan baik dari segi lamanya waktu maupun banyaknya
penugasan yang pernah ditangani. Libby and Frederick (1990) dalam Ida
suraida (2005) menemukan bahwa semakin banyak pengalaman auditor
semakin dapat menghasilkan berbagai macam dugaan dalam menjelaskan
temuan audit. Dalam hal pengalaman, penelitian penelitian dibidang
psikologi yang telah dikutip oleh Jeffrey (1996) memperlihatkan bahwa
seseorang yang lebih banyak pengalaman dalam suatu bidang substantif
memiliki lebih banyak hal yang tersimpan dalam ingatannya dan dapat
mengembangkan suatu pemahaman yang baik mengenai peristiwa peristiwa.
Penerapan dan pengembangan penelitian masalah pengalaman ini dalam
bidang auditing juga mengungkapkan hasil yang serupa.
2.1.3. Kompetensi Auditor
Kompetensi adalah keahlian profesional yang dimiliki oleh auditor
sebagai hasil dari pendidikan formal, ujian profesional maupun
keikutsertaan dalam pelatihan, seminar, simposium dan lain-lain
seperti :
1) Untuk luar negeri (AS) ujian CPA (Certified Public Accountant) dan
untuk di dalam negeri (Indonesia) USAP (Ujian Sertifikat Akuntan
Publik)
2) PPB (Pendidikan Profesi Berkelanjutan)
3) Pelatihan-pelatihan intern dan ekstern
4) Keikutsertaan dalam seminar, simposium dan lain-lain.
Dari definisi di atas kompetensi dapat digambarkan sebagai
kemampuan untuk melaksanakan satu tugas, peran atau tugas, kemampuan
mengintegrasikan pengetahuan, ketrampilan-ketrampilan, sikap-sikap dan
nilai-nilai pribadi, dan kemampuan untuk membangun pengetahuan dan
keterampilan yang didasarkan pada pengalaman dan pembelajaran yang
dilakukan.
2.1.4. Independensi Auditor
Dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, akuntan publik memperoleh
kepercayaan diri dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk
membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh
klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran
laporan keuangan yang diperiksa harus bersikap independen terhadap
kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap
kepentingan akuntan publik itu sendiri.(NurMawar, 2010).
Mautz (1974) dalam Supriyono (1988) mengutip pendapat Carman
mengenai pentingnya independensi sebagai berikut :
” Jika manfaat seorang sebagai auditor rusak oleh perasaan pada
sebagian pihak ketiga yang meragukan independensinya, dia bertanggung
jawab tidak hanya mempertahankan independensi dalam kenyataan tetapi
juga menghindari penampilan yang memungkinkan dia kehilangan
independensinya.”
GAMBAR 1
MODEL KERANGKA PEMIKIRAN
PengalamanAuditor(X1)
IndependensiAuditor (X3)
KompetensiAuditor (X2)
KelangsunganUsaha KAP
(Y)
2.2 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah dan kerangka pemikiran yang
telah diuraikan sebelumnya, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh antara Pengalaman Auditor terhadap
Kelangsungan Usaha
Kantor Akuntan Publik (KAP).
H2 : Terdapat pengaruh antara Kompetensi Auditor terhadap Kelangsungan
Usaha
Kantor Akuntan Publik (KAP).
H3 : Terdapat pengaruh antara Independensi Auditor terhadap
Kelangsungan
Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP).
H4 : Terdapat pengaruh antara Pengalaman Auditor, Kompetensi Auditor
dan Independensi Auditor terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan
Publik (KAP).
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Simpulan dari makalah ini adalah :
1. Pengalaman dalam mengaudit sangat dibutuhkan dalam kelangsungan
kantor akuntan publik.
2. Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui komitmen untuk
belajar dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan
selama kelangsungan kantor akuntan publik
3. Kepercayaan terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang
professional, merupakan indepedensi yang dibutuhkan seorang auditor
agar dipercaya oleh para klien dan sangat diperlukan dalam
kelangsungan usaha kantor akuntan publik
4. Pengalaman, kompetensi dan indepedensi merupakan faktor yang sangat
penting dalam kelangsungan usaha kantor akuntan publik.
3.2 SARAN
Diharapkan para pembaca dan khusus nya mahasiswa akuntansi
mendapatkan ilmu tentang pengalaman, kompetensi dan indepedensi
terhadap kelangsungan usaha kantor akuntan publik.
DAFTAR PUSTAKA
Canyaning. (2003). Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kelangsungan Usaha
Kantor Akuntan Publik (KAP) di Malang.
Christiawan, Yulius Jogi, (2002). Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap
Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Surabaya. Journal Directory:
Kumpulan Jurnal Akuntansi da Keuangan Unika Petra. Vol 4 / No 2.
Davis, Jefferson T, 1996, Experience and Auditor's Selection of Relevan
Information for Reliminary Control of Risk Assesment, Auditing :
Journal of Practice & Theory, vol 15 (spring), 16-37.
Ghozali, Imam, (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang:
Badan penerbit Universitas Diponegoro.
Gray & Manson. (2000). The Audit Process, Principles, Practice and Cases. Second Edition.
Thomson Learning.
Halim, Abdul, (2003). Auditing (Dasar-dasar Audit Laporan Keuangan. Yogyakarta: UPP AMP
YKPN.
Herliansyah, Yudhi dan Meifida Ilyas. (2006). Pengaruh Pengalaman Auditor terhadap
Penggunaan Bukti tidak Relevan dalam Auditor Judgment. Simposium Nasional
Akuntansi 9 Padang.
Ikatan Akuntan Indonesia. (2001). Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta:
Salemba Empat.
Keyw ord
undefinedundefinedRekayasa Akuntansi Kasus 1
ICW Minta Sembilan Kantor Akuntan Publik Diusut Jakarta
19 April 2001 16:39
Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta pihak kepolisian
mengusut sembilan Kantor Akuntan Publik, yang berdasarkan laporan
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), diduga telah
melakukan kolusi dengan pihak bank yang pernah diauditnya antara
tahun 1995-1997.
Koordinator ICW Teten Masduki kepada wartawan di Jakarta, Kamis,
mengungkapkan, berdasarkan temuan BPKP, sembilan dari sepuluh KAP
yang melakukan audit terhadap sekitar 36 bank bermasalah ternyata
tidak melakukan pemeriksaan sesuai dengan standar audit.
Hasil audit tersebut ternyata tidak sesuai dengan kenyataannya
sehingga akibatnya mayoritas bank-bank yang diaudit tersebut
termasuk di antara bank-bank yang dibekukan kegiatan usahanya
oleh pemerintah sekitar tahun 1999. Kesembilan KAP tersebut
adalah AI & R, HT & M, H & R, JM & R, PU & R, RY, S & S, SD & R,
dan RBT & R. “Dengan kata lain, kesembilan KAP itu telah
menyalahi etika profesi. Kemungkinan ada kolusi antara kantor
akuntan publik dengan bank yang diperiksa untuk memoles
laporannya sehingga memberikan laporan palsu, ini jelas suatu
kejahatan,” ujarnya. Karena itu, ICW dalam waktu dekat akan
memberikan laporan kepada pihak kepolisian untuk melakukan
pengusutan mengenai adanya tindak kriminal yang dilakukan kantor
akuntan publik dengan pihak perbankan.
ICW menduga, hasil laporan KAP itu bukan sekadar “human error”
atau kesalahan dalam penulisan laporan keuangan yang tidak
disengaja, tetapi kemungkinan ada berbagai penyimpangan dan
pelanggaran yang dicoba ditutupi dengan melakukan rekayasa
akuntansi.
Teten juga menyayangkan Dirjen Lembaga Keuangan tidak melakukan
tindakan administratif meskipun pihak BPKP telah menyampaikan
laporannya, karena itu kemudian ICW mengambil inisiatif untuk
mengekspos laporan BPKP ini karena kesalahan sembilan KAP itu
tidak ringan. “Kami mencurigai, kesembilan KAP itu telah
melanggar standar audit sehingga menghasilkan laporan yang
menyesatkan masyarakat, misalnya mereka memberi laporan bank
tersebut sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Ini
merugikan masyarakat. Kita mengharapkan ada tindakan
administratif dari Departemen Keuangan misalnya mencabut izin
kantor akuntan publik itu,” tegasnya. Menurut Tetan, ICW juga
sudah melaporkan tindakan dari kesembilan KAP tersebut kepada
Majelis Kehormatan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dan sekaligus
meminta supaya dilakukan tindakan etis terhadap anggotanya yang
melanggar kode etik profesi akuntan.
Kasus 2
Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh para akuntan seperti
skandal Enron, Worldcom dan Perusahaan Perusahaan Besar di AS.
Wordcom terlibat rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS.
Dalam pembukuannya Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3.9
milyar antara Januari 2001 sampai Maret 2002. Hal ini merupakan
rekayasa akuntansi. Kasus penipuan ini telah menenggelamkan
kepercayaan investor terhadap Korporasi AS dan menyebabkan harga
saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalam kasus ini,
Scott Aullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di
bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada
saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau
mengurangi aktivitasnya di bursa saham.
Kasus 3
Demikian juga di Indonesia banyak pelanggaran yang dilakukan
para akuntan, seperti pada 750 Penanam Modal Asing (PMA)
terindikasi tidak membayar pajak, dengan cara melaporkan rugi
selama lima tahun terakhir secara berturut-turut. Dalam kasus ini
terungkap bahwa pihak manajemen PMA melakukan konspirasi dengan
auditor dari akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang
menguntungkan dirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak
pihak dan pemerintah. Kemungkinan telah terjadi mekanisme
penyuapan (Bribery) dalam kasus tersebut.
Kasus 4
Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian
laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, Akuntan
Publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut
menjadi tersangka. Menteri Keuangan (Menkeu) RI terhitung sejak
tanggal 28 Nopember 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik
(AP) Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut
diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan
Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River
International Tbk (Great River) tahun 2003.
Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa
atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik)
termasuk audit umum, review, audit kerja dan audit khusus. Dia
juga dilarang menjadi Pemimpin Rekan atau Pemimpin Cabang Kantor
Akuntan Publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggung
jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi
ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan
(PPL). Pembekuan izin oleh Menkeu ini merupakan tindak lanjut
atas Surat Keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik
(BPPAP) Nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 Juni 2006 yang
membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia
Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hal ini sesuai dengan
Keputusan Menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang Jasa Akuntan
Publik sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menkeu Nomor
359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa AP dikenakan sanksi
pembekuan izin apabila AP yang bersangkutan mendapat sanksi
pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.
Menurut Fuad Rahmany, Ketua Bapepam-LK, pihaknya sedang
melakukan penyidikan terhadap AP yang memeriksa laporan keuangan
Great River. Kalau ditemukan unsur pidana dalam penyidikan itu,
maka AP tersebut bisa dijadikan sebagai tersangka. “Kita sedang
proses penyidikan terhadap AP yang bersangkutan. Kalau memang
nanti ditemukan ada unsur pidana, maka dia akan kita laporkan
juga Kejaksaan,” ujar Fuad.
Seperti diketahui, sejak Agustus lalu, Bapepam menyidik
akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan Great River tahun
buku 2003. Fuad menyatakan telah menemukan adanya indikasi
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River.
Sayangnya, dia tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek
konspirasi dalam penyajian laporan keuangan emiten berkode saham
GRIV itu.
Fuad juga menjelaskan tugas akuntan adalah hanya memberikan
opini atas laporan perusahaan. Akuntan, menurutnya, tidak boleh
melakukan segala macam rekayasa dalam tugasnya. “Dia bisa
dikenakan sanksi berat untuk rekayasa itu,” katanya untuk
menghindari sanksi pajak.Menanggapi tudingan itu, Kantor akuntan
publik Johan Malonda & Rekan membantah telah melakukan konspirasi
dalam mengaudit laporan keuangan tahunan Great River. Deputy
Managing Director Johan Malonda, Justinus A. Sidharta,
menyatakan, selama mengaudit buku Great River, pihaknya tidak
menemukan adanya penggelembungan account penjualan atau
penyimpangan dana obligasi. Namun dia mengakui metode pencatatan
akuntansi yang diterapkan Great River berbeda dengan ketentuan
yang ada. “Kami mengaudit berdasarkan data yang diberikan klien,”
kata Justinus.
Menurut Justinus, Great River banyak menerima order
pembuatan pakaian dari luar negeri dengan bahan baku dari pihak
pemesan. Jadi Great River hanya mengeluarkan ongkos operasi
pembuatan pakaian. Tapi saat pesanan dikirimkan ke luar negeri,
nilai ekspornya dicantumkan dengan menjumlahkan harga bahan baku,
aksesori, ongkos kerja, dan laba perusahaan.
Justinus menyatakan model pencatatan seperti itu bertujuan
menghindari dugaan dumping dan sanksi perpajakan. Sebab, katanya,
saldo laba bersih tak berbeda dengan yang diterima perusahaan.
Dia menduga hal itulah yang menjadi pemicu dugaan adanya
penggelembungan nilai penjualan. Sehingga diinterpretasikan
sebagai menyembunyikan informasi secara sengaja.
Johan Malonda & Rekan mulai menjadi auditor Great River sejak
2001. Saat itu perusahaan masih kesulitan membayar utang US$ 150
Juta kepada Deutsche Bank. Pada 2002, Great River mendapat
potongan pokok utang 85 persen dan sisa utang dibayar menggunakan
pinjaman dari Bank Danamon. Setahun kemudian Great River
menerbitkan obligasi Rp 300 miliar untuk membayar pinjaman
tersebut. “Kami hanya tahu kondisi perusahaan pada rentang 2001-
2003,” kata Justinus.
Sebelumnya Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan
(Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan
Great River ke Kejaksaan Agung pada tanggal 20 Desember 2006.
Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil
itu ditetapkan menjadi tersangka, termasuk pemiliknya, Sunjoto
Tanudjaja.
Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan auditor
investigasi Aryanto, Amir Jusuf, dan Mawar, yang menemukan
indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset
hingga ratusan miliar rupiah di Great River. Akibatnya, Great
River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang.
Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi
penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam
menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian
account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan
itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil
emisi obligasi yang tanpa pembuktian. Akibatnya, Great River
kesulitan arus kas. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp 250
miliar kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp
400 miliar.
Sumber: Hukum Online, 11 Juli 2008
Pembahasan
Seorang akuntan profesional, apakah terlibat dalam audit
atau manajemen, atau sebagai seorang karyawan atau seorang
konsultan, diharapkan bisa menjadi baik akuntan maupun seorang
profesional. Hal ini berarti bahwa akuntan profesional diharapkan
memiliki keahlian teknik khusus terkait dengan akuntansi dan
harus lebih tinggi daripada pemahaman orang awam mengenai bidang
terkait seperti kontrol manajemen, pengenaan pajak, atau sistem
informasi. Selain itu, dia diharapkan berpegang teguh pada tugas
umum profesional dan nilai-nilai yang sebelumnya dijelaskan, dan
berpegang teguh pada standar spesifik yang ditetapkan oleh badan
profesional yang dia termasuk di dalamnya.
Kadangkala penyimpangan dari norma yang diharapkan ini semua
bisa mengakibatkan berkurangnya kredibilitas untuk atau
kepercayaan di dalam profesi tersebut secara keseluruhan. Sebagai
contohnya, ke-empat kasus diatas merupakan contoh penyimpangan
profesi sebagai seorang akuntan.
Kasus diatas menjelaskan bahwa para akuntan membuat rekayasa
akuntansi dalam membuat dan melaporkan laporan keuangan suatu
entitas, misal di kasus 1 ada kolusi antara kantor akuntan publik
dengan bank yang diperiksa untuk memoles laporannya sehingga
memberikan laporan palsu. Mereka memberikan laporan bank tersebut
dalam keadaan sehat ternyata dalam waktu singkat bangkrut. Di
kasus 2, Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3.9 milyar antara
Januari 2001 sampai Maret 2002 yang seharusnya tidak ada laba
sebesar itu bahkan malah merugi. Di kasus 3, PMA melakukan
konspirasi dengan auditor dari akuntan publik agar melaporkan
rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut agar
terhindar dari pajak. Di kasus 4, Great River melakukan
konspirasi dengan akuntan publik agar laporan keuangannya di mark
up. Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam terdapat indikasi
penipuan dalam penyajian laporan keuangan. Pasalnya, Bapepam
menemukan kelebihan pencatatan atau overstatement penyajian
account penjualan dan piutang dalam laporan tersebut. Kelebihan
itu berupa penambahan aktiva tetap dan penggunaan dana hasil
emisi obligasi yang tanpa pembuktian.
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,
setiap akuntan harus menggunakan pertimbangan moral dan
profesionalitas dalam semua kegiatan yang dilakukannya.
Profesionalitas harus selalu dijunjung tinggi sehingga keandalan
dan keabsahan laporan keuangan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya
PEREKAYASAAN LAPORAN KEUANGAN
PEREKAYASAAN LAPORAN KEUANGANOleh: Dr. Gunarianto, SE., MSi
Selasa, 03-05-2007 Rp 3,39 T Duit di Sulsel Bermasalah* Hasil Pemeriksaan untuk Pemakaian Anggaran 2005 dan 2006 * Terbesar Rekayasa Lelang di Luwu Utara Sebesar Rp 1,75 miliar * Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Anwar Nasution, mengumumkan hasil terbaru pemeriksaan pemakaian uang negara di sejumlah instansi negara, badan usaha milik negara (BUMN), dan seluruh pemerintah kabupaten/kota di Indonesia. Sudah 60 tahun BPK berdiri. Baru tahun ini BPK mencanangkan target audit semua APBD. Menkeu Sri Mulyani berkerut dahi. Dia heran, hingga 60 tahun BPK berdiri, hampir 400 Pemda belum bisa tuntas membuat laporan keuangan. Akibatnya, BPK tidakbisa memeriksa semua APBD dengan benar. Hal itu dia sampaikan dalam Seminar Sehari Pemeriksaan Sektor Publik di Jakarta Convention Center KASUS DI SULSELUntuk kasus Sulsel, BPK menemukan Rp 3,39 triliun uang negara menguap dan tidak bisa dipertanggungjawabkan. BPK merilis hasil pemeriksaan terbaru ini di Jakarta, Senin (2/5). "Temuan BPK ini dalam rangka menuju good governance (pemerintahan yang bersih). Tata kelola keuangan negara yang baik pada gilirannya akan meningkatkan perwujudan
cita-cita reformasi yang diinginkan. Temuan ini merupakan bagian dari Rp 24,52 triliun uang negara di seluruh Indonesia yang tidak disetor ke kas negara. BPK melakukan pemeriksaan pada periode Juli hingga Desember 2006 atau tahun anggaran 2006.Menurut BPK, sejumlah daerah di Sulsel berpotensi merugikan keuangan negara karena laporan keuangan mereka tidak bisa dipertanggungjawabkan. Di Wajo misalnya, BPK menemukan adanya dana sebesar Rp 407,27 yang tidak dapat dimanfaatkan untuk dana asuransi kesehatan bagi pegawai negeri sipil (PNS) dan askeskin. BPK juga menemukan adanya kehilangan dana pada bagi hasil pertambangan gas bumi dari Energy Equity Epic (Sengkang) Pty Ltd sebesar Rp 9,77 miliar, dan dana perimbangan bagi hasil pajak TA 2006 sebesar Rp 1,67 miliar. Di Luwu Utara, negara mengalami kerugian hingga Rp 1,75 miliar karena adanya rekayasa lelang jasa perhitungan aset daerah dan penyusunan neraca awal TA 2006. BPK juga menemukan pelaksanaan tiga kegiatan peningkatan jalan yang dilaksanakan dinas PU dan kimpraswil Bantaeng tidak sesuai kontrak dan merugikan negara Rp 1,20 miliar. Temuan Lain, BPK juga menemukan beberapa dana yang tidak dipertanggunjawabkan. Misalnya pada tahun 2005 di delapan kementerian negara/lembaga di mana dana PNBP tak tersetor tercatat sebesar Rp 4,22triliun. Demikian pula pada tahun 2006 ditemukan PNBP di enam kementerian negara/lembaga sebesar Rp 3,52 triliun. BPK juga menemukanadanya pemborosan dan penyelewengan dana di pos anggaran istana wakil presiden (wapres) sebesar Rp 7,42 miliar. Salah satunya, berasal dari adanya dugaan mark up hingga Rp 1 miliar pada biaya perjalanan wapres ke dalam dan luar negeri. Namun, kata Anwar, temuan BPK ini tidak ada artinya karena kurang mendapat respon pejabat. "Dari keseluruhan temuan, yang ditindaklanjuti hanya sekitar 38 persen. Hal ini terlihat pada hasil temuan BPK sebelumnya, dari 28.640 temuan yang ditindaklanjuti hanya 10.883 item," kata Anwar.Anggota BPK, Baharuddin Aritonang, mengatakan, hasil pemeriksaan BPK sebagian sudah masuk di kepolisian, kejaksaan, atau komisi pemberantasan korupsi (KPK) untuk dijadikan bukti-bukti selanjutnya agar bisa dijadikan kasus pidana.Di Indonesia penelitian mengenai rekayasa keuangan telah beberapa kali
dilakukan (Kiswara, 1999; Sutanto, 2000; Gumanti, 2000; Surifah, 2001;Nugraheni & Sulistyanto, 2002; Sulistyanto & Prapti, 2003). Kiswara (1999) berhasil mengidentifikasikan bahwa organisasi publik melakukan rekayasa keuangan ketika mempublikasikan laporan keuangannya. Surifah (2001) membuktikan bahwa organisasi yang menderita kerugian melakukan rekayasa keuangan lebih besar dibandingkan organisasi yang memperolah keuntungan. Rekayasa keuangan (earnings management) dengan penaikkan laba (income increasing) merupakan fenomena yang "logis" sebab manajer/ kepala daerah lebih superior dalam menguasai informasi dibandingkan pihak lain. Kesuperioran tersebut mendorong dan memotivasi manajer/ kepala daerah untuk bersikap oportunis dalam melaporkan kinerja organisasi/daerahnya yang diwujudkan dengan melakukan rekayasa keuangan, yaitu dengan mengakui pendapatan masa depan sebagai pendapatan sekarang dan biaya sekarang sebagai biaya masa depan (The timing of transactions). Rekayasa ini walaupun sulit terdeteksi, namunakan terbukti pada periode pasca pelaporan, yaitu terjadi penurunan kinerja yang cukup signifikan. Untuk kasus di perusahaan, asimetri informasi (asymmetric information)dan ketidakpastian pada saat initial public offerings (IPO) terbukti mendorong sikap oportunis manajer (opportunistic behavior) (Teoh et al., 1997; 1998; Chambers, 1999; DuCharme et al., 2000; Beneish, 2001). Kondisi tersebut disebabkan minimnya informasi yang dikuasai investor dibandingkan manajer perusahaan. Kesuperioran manajer dalam menguasai informasi tersebut memang memberi kesempatan dan memotivasi manajer untuk melakukan rekayasa keuangan (earnings management). Secara konseptual rekayasa keuangan dapat dilakukan karena sistem akuntansi akrual (accrual accounting) memungkinkan kebijakan manajerial dalam pengakuan waktu dan jumlah pendapatan serta biaya (Teoh et al., 1997; DuCharme et al., 2000). Chambers (1999) mencatat bahwa sikap oportunis tersebut merupakan sikap curang (fraud) manajer yang dilakukan dalam melaporkan kinerja dengan tujuan untuk menyesatkan investor dalam menilai saham yang ditawarkan. Bukti empiris yang ada menunjukkan bahwa rekayasa keuangan mempunyai pengaruh positif terhadap harga saham yang ditawarkan (Healy & Wahlen,1998). Pada prinsipnya, rekayasa keuangan dilakukan dengan memilih prosedur akuntansi tertentu atau mengendalikan berbagai transaksi
akrual, yaitu transaksi yang tidak mempengaruhi aliran masuk (cash flow) (DuCharme et al., 2000). Secara konseptual., transaksi akrual bisa berwujud transaksi nondiscretionary accruals dan discretionary accruals. Teoh et al. (1997; 1998) menggunakan discretionary accruals ini sebagai ukuran rekayasa keuangan sebagai proksi sikap oportunis manajer ketika melakukan penawaran perdana yang dilakukan dengan pola penaikan laba (income increasing). Penggunaan accrual ini dilakukan dengan menggeser pendapatan masa depan (future earnings) menjadi pendapatan sekarang (current earnigs) dan biaya sekarang (current cost) menjadi biaya masa depan (future cost), sehingga laba pada periode penawaran dilaporkan lebih tinggi dari yang seharusnya. Akibatnya, akan terjadi penurunan kinerja laba (underperformance) pasca penawaran, meskipun ada pertumbuhan penjualan dan pengeluaran modal yang tinggi (Jain & Kini, 1994). Bukti yang ada menunjukkan bahwa penurunan kinerja sebagai akibat penggunaan discretionary accruals terjadi selama tiga tahun setelah penawaran (Teoh, et al., 1997). Bahkan untuk perusahaan yang menggunakan discretionary accruals secara agresif penurunannya lebih besar 20% dibandingkan perusahaan yang menggunakannya secara konservatif. Walaupun penggunaan discretionary accruals tidak saja dilakukan oleh perusahaan yang akan go public, namun perusahaan issuer(melakukan penawaran perdana atau go public) menggunakan discretionaryaccruals lebih tinggi dibandingkan perusahaan non issuer (tidak melakukan penawaran perdana) (Teoh et al., 1997). Selama ini jarang ada media yang meliput kondisi suatu perusahaan/ pemerintah daerah selama tiga tahun terakhir (Teoh et al., 1997, 1998;DuCharme et al., 2000). Sehingga Pihak eksternal/ investor cenderung menyandarkan diri kepada prospektus untuk mengetahui informasi dan menilai perusahaan yang go public tersebut. Sedikitnya informasi yang tersedia menyebabkan investor cenderung menyandarkan diri pada informasi yang dicantumkan dalam prospektus. Minimnya informasi yang tersedia di pasar tersebut mendorong dan memotivasi manajer melaporkaninformasi yang menguntungkan dengan mempercantik laporan keuangannya (fashioning accounting reports) melalui permainan akrual untuk mengatur tingkat laba yang dilaporkan (DuCharme et al., 2000). Upaya ini sebenarnya logis mengingat manajer berkeinginan menaikkan kesempatan untuk memperoleh issue fully subscribed. Kenyataan adanya
hubungan antara informasi akuntansi dan harga ekuitas pada saat penawaran mengarahkan pada anggapan bahwa perusahaan memiliki doronganuntuk melakukan manipulasi kinerja yang dapat meningkatkan penerimaan melalui pengaturan tingkat laba yang dilaporkan (earnings management) (Teoh et al., 1997; 1998). Current accounting regulation memang memungkinkan perusahaan yang melakukan penawaran perdana mengubah beberapa prinsip akuntansi melalui restatement yang berlaku surut dalam laporan keuangan yang ditunjukkan dalam prospektus penawaran (Richardson, 1998; Chambers, 1999; DuCharme, 2000). Hal ini memberi kesempatan kepada manajer untukbersikap oportunis, yaitu memperbaiki profil laba akuntansi pada tahunfiskal sebelum dan pada saat penawaran (Teoh et al., 1997; 1998). Sikap oportunis ini direfleksikan dengan melakukan rekayasa keuangan dengan menerapkan income increasing discretionary accruals. Rekayasa keuangan ini dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 1. The timing of transactions2. The choice of allocation methods/ procedures3. Classificatory smoothing between operating and non operating incomeApabila manajer menggunakan pemilihan metode akuntansi, maka kebijakanini dengan mudah diketahui oleh pemakai laporan keuangan dalam prospektus. Sedangkan apabila dengan mengendalikan akrual, maka kebijakan ini sulit terdeteksi oleh pemakai prospektus tersebut. Sehingga manajer cenderung lebih memilih kebijakan rekayasa keuangan dengan mengendalikan transaksi akrual, yaitu transaksi yang tidak mempengaruhi arus kas (cah flows) (Friedlan, 1994). Disisi lain, dilihat dari sudut pandang akuntansi, ada dua keterbatasan investor dalam menginterprestasikan laporan keuangan, yaitu:Pertama, kriteria penyajian elemen laporan keuangan yang rentan terhadap kebijakan manajer. Sehingga manajer memiliki peluang untuk menetapkan rekayasa kebijakan, sebab akuntansi memang memberikan peluang bagi manajer untuk mencatat fakta tertentu dengan cara tertentu dan melibatkan subjektifitas dalam penyusun estimasi. Kedua, tidak adanya observasi yang sempurna, mengingat tidak semua kebijakan manajer dapat diobservasi oleh investor (Dechow et al., 1995; Richardson, 1998). Kedua keterbatasan investor itulah yang memberi peluang bagi manajer untuk lebih bersikap oportunis dengan
mengelola laba demi keuntungannya sendiri (moral hazard). Sikap oportunis tersebut sebenarnya merupakan sikap curang (fraud) manajer yang diimplikasikan dalam laporan keuangan pada saat penawaran perdana, walaupun pasca penawaran manajer tidak mampu lagi melanjutkansikap curangnya yang tercermin dari penurunan kinerja perusahaannya (Beneish, 2001). Sehingga meski dalam jangka pendek perusahaan mampu mempertahankan kinerja yang dilaporkan dengan lebih tinggi tersebut (overperformance), dalam jangka panjang penurunan kinerja akan tetap terjadi (Espenlaub, 1999). Bahkan penurunan kinerja laba tersebut tetap terjadi meskipun terdapat pertumbuhan penjualan dan pengeluaran modal yang tinggi setelah penawaran tersebut (Jain & Kini, 1994). Pelaporan keuangan adalah struktur dan proses akuntansi yang menggambarkan bagaimana informasi keuangan disediakan dan dilaporkan untuk mencapai tujuan ekonomik dan social organisasi (kinerja keuanganswasta/pemda). Pihak yang terlibat dalam laporan keuangan antara lain manajemen/kepala daerah, penyusun standar, profesi, pemerintah, badan Pembina pasar modal, akuntan public dan pemakai laporan keuangan lainnya. Sedangkan sarana-sarana yang membentuk struktur akuntansi misalnya peraturan pemerintah, standar akuntansi dan konvensi pelaporan. Pengertian proses akuntansi dalam pelaporan keuangan adalah mekanisme tentang bagaimana pihak-pihak dan sarana-sarana pelaporan bekerja dan saling berinteraksi sehingga dihasilkan informasi keuangan yang diwujudkan dalam bentuk laporan/ statement keuangan.Perekayasaan akuntansi adalah sebagai proses pemikiran logis dan objektif untuk membangun suatu struktur dan mekanisme pelaporan keungan dalam suatu organisasi untuk menunjang tercapainya tujuan organisasi tersebut. Perekayasaan akuntansi berkepentingan dengan pertimbangan untuk memilih dan mengaplikasikan ideologi, teori, konsepdasar, dan tehnologi yang tersedia secara teoritis dan praktis untuk mencapai tujuan ekonomik dan sosial organisasi. Proses perekayasaan akuntansi dapat dilukiskan dalam Gambar dibawah ini:
Gambar 1Proses Perekayasaan Pelaporan Keuangan
K
Proses perekayasaan laporan keuangan, bukan suatu upaya perseorangan (one-man show) tetapi merupakan upaya tim yang melibatkan berbagai pihak/kekuatan, mengingat perekayasaan tersebut merupakan suatu prosesyang serius yang hasilnya akan berdampak luas dan jangka panjang. Telah disinggung sebelumnya bahwa pelaporan keuangan merupakan sarana atau wahana dalam pengalokasian sumber daya ekonomik. Oleh karena itu,badan legislatif pemerintah (dalam hal ini DPRD) mempunyai peran yang
penting dalam hal ini mengingat rerangka konseptual mempunyai fungsi semacam undang-undang sebagai pengawasan. Untuk mencapai kualitas yangtinggi dan andal, proses perekayasaan biasanya dilakukan melalui tahap-tahap dan prosedur yang seksama dan teliti.Jika proses perekayasaan telah selesai serta diaplikasikan, rerangka pedoman PABU telah ditentukan, dan secara operasional pelaporan keuangan telah berlangsung, maka semuanya akan bermuara pada kinerja organisasi pasca pelaporan tersebut. Berikut ini gambar 2 tentang struktur akuntansi: perekayasaan dan praktik:Gambar 2 praktek perekayasaan keuangan
Untuk praktik akuntansi dalam suatu organisasi, struktur tersebut menggambarkan pihak-pihak dan sarana-sarana yang terlibat dalam dan terpengaruh oleh perekayasaan informasi keuangan dan saling berhubungan antara berbagai pihak dan sarana tersebut. Termasuk fungsiauditor/BPKP untuk menentukan kewajaran statement keuangan. Jadi, proses dan kegiatan di bawah PABU merupakan praktik pelaksanaan hasil perekayasaan di tingkat organisasi/Pemda/Pemkot dll.
di 18.27
KronologisPT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesiapemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali (restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesarRp 10,7 miliar.Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan (master prices) padatanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporankeuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut.Pihak Bapepam selaku pengawas pasar modal mengungkapkan tentang kasus PT.Kimia FarmaDalam rangka restrukturisasi PT.Kimia Farma Tbk, Ludovicus Sensi W selaku partner dari KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa yang diberikan tugas untuk mengaudit laporan keuangan PT.Kimia Farma
untuk masa lima bulan yang berakhir 31 Mei 2002, tidak menemukan dan melaporkan adanya kesalahan dalam penilaian persediaan barangdan jasa dan kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun yang berakhir per 31 Desember 2001. Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan dalam harian Kontan yang menyatakan bahwa kementrian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik pemerintah di PT.Kimia Farma setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan dalam laporan keuangan pada semester Itahun 2002.Berdasarkan hasil pemeriksaan Bapepam diperoleh bukti sebagai berikut :Terdapat kesalahan penyajian dalam laporan keuangan PT.Kimia Farma, adapun dampak kesalahan tersebut mengakibatkan overstated laba pada laba bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember 2001 sebesar Rp.32,7 milyar yang merupakan 2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba bersih PT.Kimia Farma Tbk.Selain itu kesalahan juga terdapat padaUnit industri bahan baku, kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp.2,7 milyar. Unit logistik sentral, kesalahanberupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp.23,9 miliar.Unit pedagang besar farmasi (PBF), kesalahan berupa overstated pada persediaan barang sebesar Rp.8,1 milyar. Kesalahan berupa overstated pada penjualan sebesar Rp.10,7 milyar. Kesalahan-kesalahan penyajian tersebut dilakukan oleh direksi periode 1998 – juni 2002 dengan cara :Membuat dua daftar harga persediaan yang berbeda masing-masing diterbitkan pada tanggal 1 Februari 2002 dan 3 Februari 2002, dimana keduanya merupakan master price yang telah diotorisasi oleh pihak yang berwenang yaitu Direktur Produksi PT.Kimia Farma.Master price per 3 Februari 2002 merupakan master price yang telah disesuaikan nilainya (mark up) dan dijadikan dasar sebagai penentuan nilai persediaan pada unit distribusi PT.Kimia Farma per 31 Desember 2001.Melakukan pencatatan ganda atas penjualan pada unit PBF dan unit bahan baku. Pencatatan ganda dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan.Berdasarkan uraian tersebut tindakan yang dilakukan oleh PT.KimiaFarma terbukti melanggar peraturan Bapepam no. VIII.G.7 tentang pedoman penyajian laporan keuangan. poin 2, Perubahan Akuntansi
dan Kesalahan Mendasar poin 3 Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:“Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian.”Pihak-Pihak yang terlibat manajemen lama PT Kimia Farma Tbk akuntan publik Hans Tuanakota Mustofa (HTM) Ludovicus Sensi W rekan KAP Hans Tuanakota Mustofa (HTM) selaku auditor PT.Kimia Farma. Direksi lama PT.Kimia Farma periode 1998 – juni 2002Sehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan pasal 102 UU nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 61 PP no.45 tahun 1995 tentang penyelenggaraan kegiatan bidang pasar modal maka PT.Kimia Farma Tbk, dikenakan sanksi administratif berupa denda yaitu sebesar Rp.500 juta.Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:1. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk. periode 1998 – Juni2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliarrupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.2. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor keKas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsur kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAPSA Seksi 110 – Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.Terjadinya penyalah sajian laporan keuangan yang merupakan
indikasi dari tindakan tidak sehat yang dilakukan oleh manajemen PT. Kimia Farma, yang ternyata tidak dapat terdeteksi oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan pada periode tersebut.Solusi Terkait Manipulasi Laporan Keuangan PT Kimia FarmaBerdasarkan kronologis yang telah kami baca, seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamyadalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena ada ketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuankalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.
Berkaitan dengan sikap Skeptisme Profesional seorang auditor, sehingga jika akuntan publik tersebut tidak menerapkan sikap skeptisme profesional dengan seharusnya hingga berakibat memungkinkannya tidak terdeteksinya salah saji dalam laporan keuangan yang material yang pada akhirnya merugikan para investor.Seorang auditor seharusnya professional, jujur dan lebih teliti dengan bidangnya untuk menghindari kesalahan laporan keuangan yang diauditnya karena Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan baik disengaja ataupun tidak disengaja.
Dampak Terhadap Profesi AkuntanAktivitas manipulasi pencatatan laporan keungan yang dilakukan manajemen tidak terlepas dari bantuan akuntan. Akuntan yang melakukan hal tersebut memberikan informasi yang menyebabkan pemakai laporan keuangan tidak menerima informasi yang fair. Akuntan sudah melanggar etika profesinya. Kejadian manipulasi pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan dampak yang luas terhadap aktivitas bisnis yang tidak fair membuat pemerintah campur tangan untuk membuat aturan yang baru yang mengatur profesi akuntan dengan maksud mencegah adanya praktik-praktik yang akan melanggar etika oleh para akuntan publik.KesimpulanPada akhirnya semua hal ini kembali kepada masing-masing individuauditornya dalam melaksanakan jasa profesionalnya yang menuntut sikap independensi, obyektifitas, kejujuran, integritas yang tinggi, serta kemampuan profesional dalam bidangnyareferensi
http://www.bumn.go.id/22289/publikasi/berita/manajemen-lama-kimia-farma-dipastikan-terlibat-kasus/
http://davidparsaoran.wordpress.com/2009/11/04/skandal-manipulasi-laporan-keuangan-pt-kimia-farma-tbk/
Manipulasi Laporan Keuangan PT KAI
Transparansi serta kejujuran dalam pengelolaan lembaga yang merupakan salah satu derivasi amanah reformasi ternyata belum sepenuhnya dilaksanakan oleh salah satu badan usaha milik negara,yakni PT Kereta Api Indonesia. Dalam laporan kinerja keuangan tahunan yang diterbitkannya pada tahun 2005, ia mengumumkan bahwakeuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar telah diraihnya. Padahal, apabila dicermati, sebenarnya ia harus dinyatakan menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar.
Kerugian ini terjadi karena PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan. Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan, ia tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.
Dengan demikian, kekeliruan dalam pencatatan transaksi atau perubahan keuangan telah terjadi di sini.Di lain pihak, PT Kereta Api Indonesia memandang bahwa kekeliruanpencatatan tersebut hanya terjadi karena perbedaan persepsi mengenai pencatatan piutang yang tidak tertagih. Terdapat pihak yang menilai bahwa piutang pada pihak ketiga yang tidak tertagih itu bukan pendapatan. Sehingga, sebagai konsekuensinya PT Kereta Api Indonesia seharusnya mengakui menderita kerugian sebesar Rp. 63 milyar. Sebaliknya, ada pula pihak lain yang berpendapat bahwapiutang yang tidak tertagih tetap dapat dimasukkan sebagai pendapatan PT Kereta Api Indonesia sehingga keuntungan sebesar Rp. 6,90 milyar dapat diraih pada tahun tersebut. Diduga, manipulasi laporan keuangan PT Kereta Api Indonesia telah terjadipada tahun-tahun sebelumnya. Sehingga, akumulasi permasalahan terjadi disini.
Sumber : http://mulydelavega.blogspot.com/2009/06/pentingnya-laporan-kinerja-keuangan.htmlKasus KAP Anderson dan Enron
Kasus KAP Anderson dan Enron terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2 Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAPAnderson mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan dengan memanipulasi laporan keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya Enron menyatakan bahwa periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut, perusahaanmendapatkan laba bersih sebesar $ 393, padahal pada periode tersebut perusahaan mengalami kerugian sebesar $ 644 juta yang disebabkan oleh transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.
Sumber : http://www.scribd.com/doc/40228705/KASUS-ENRON
http://tulisan-amalia.blogspot.com/2011/11/contoh-kasus-prinsip-etika- profesi.html
Kasus Mulyana W Kusuma.
Kasus ini terjadi sekitar tahun 2004. Mulyana W Kusuma sebagai seorang anggota KPU diduga menyuap anggota BPK yang saat itu akanmelakukan audit keuangan berkaitan dengan pengadaan logistic pemilu. Logistic untuk pemilu yang dimaksud yaitu kotak suara, surat suara, amplop suara, tinta, dan teknologi informasi. Setelah dilakukan pemeriksaan, badan dan BPK meminta dilakukan penyempurnaan laporan. Setelah dilakukan penyempurnaan laporan, BPK sepakat bahwa laporan tersebut lebih baik daripada sebelumnya, kecuali untuk teknologi informasi. Untuk itu, maka disepakati bahwa laporan akan diperiksa kembali satu bulan setelahnya.
Setelah lewat satu bulan, ternyata laporan tersebut belum selesaidan disepakati pemberian waktu tambahan. Di saat inilah terdengarkabar penangkapan Mulyana W Kusuma. Mulyana ditangkap karena dituduh hendak melakukan penyuapan kepada anggota tim auditor BPK, yakni Salman Khairiansyah. Dalam penangkapan tersebut, tim intelijen KPK bekerja sama dengan auditor BPK. Menurut versi Khairiansyah ia bekerja sama dengan KPK memerangkap upaya penyuapan oleh saudara Mulyana dengan menggunakan alat perekam gambar pada dua kali pertemuan mereka.
Penangkapan ini menimbulkan pro dan kontra. Salah satu pihak berpendapat auditor yang bersangkutan, yakni Salman telah berjasamengungkap kasus ini, sedangkan pihak lain berpendapat bahwa Salman tidak seharusnya melakukan perbuatan tersebut karena hal tersebut telah melanggar kode etik akuntan.
Sumber : http://keluarmaenmaen.blogspot.com/2010/11/beberapa-contoh-kasus-pelanggaran-etika.html
KASUS MANIPULASI DATA LAPORAN KEUANGAN ENRON DAN KAP ARTHUR ANDERSEN
A. LATAR BELAKANG
Masalah penyimpangan yang dilakukan oleh akuntan publik sering terjadi di berbagai negara. Amerika Serikat yang selama ini
dianggap sebagai negara super power dan juga kiblat ilmu pengetahuan termasuk displin ilmu akuntansi harus menelan kepahitan. Skandal bisnis yang terjadi seakan menghilangkan kepercayaan oleh para pelaku bisnis dunia tentang praktik Good Corporate Governance di Amerika Serikat. Banyak perusahaan yang melakukan kecurangan diantaranya adalah TYCO yang diketahui melakukan manipulasi data keuangan (tidak mencantumkan penurunan aset), disamping melakukan penyelundupan pajak. Global Crossing termasuk salah satu perusahaan terbesar telekomunikasi di AmerikaSerikat dinyatakan bangkrut setelah melakukan sejumlah investasi penuh resiko. Enron yang hancur berkeping terdapat beberapa skandal bisnis yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di Amerika Serikat. Worldcom juga merupakan salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di Amerika Serikat melakukan manipulasi keuangan dengan menutupi pengeluaran US$3.8 milyar untuk mengesankan pihaknya menuai keuntungan, padahal kenyataannya rugi. Xerox Corp. diketahui memanipulasi laporan keuangan dengan menerapkan standar akunting secara keliru sehingga pembukuan perusahaan mencatat laba US $ 1.4 milyar selama 5 tahun dan masihbanyak lagi. Namun dalam makalah ini akan dibahas mengenai kasus manipulasi data Enron yang terjadi di Negara Amerika Serikat.
Kasus Enron yang melibatkan akuntansi publik Arthur Andersen, manajemen Enron telah melakukan window dressing dengan cara menaikkan pendapatannya senilai US $ 600 juta dan menyembunyikan utangnya sebesar US $ 1,2 miliar dengan teknik off-balance sheet.Auditor Enron, Arthur Andersen kantor Huston dipersalahkan karenaikut membantu proses rekayasa laporan keuangan selama bertahun-tahun. Akhirnya pada waktu yang singkat, Enron melaporkan kebangkrutannya kepada otoritas pasar modal. Arthur Andersen jugadipersalahkan karena telah melakukan pemusnahan ribuan surat elektronik dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan audit Enron. Perbuatan yang dilakukan oleh Arthur Andersen tidak sesuaidengan Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) dan Generally Accepted Auditing Standard (GAAS). Seharusnya Arthur Andersen bekerja dengan penuh kehati-hatian sehingga informasi keuangan yang telah diauditnya dapat dipercaya tidak mengandung keragu-raguan.
B. STUDI KASUS MASALAH
Enron merupakan perusahaan dari penggabungan antara InterNorth (penyalur gas alam melalui pipa) dengan Houston Natural Gas. Kedua perusahaan ini bergabung pada tahun 1985. Bisnis inti Enronbergerak dalam industri energi, kemudian melakukan diversifikasi usaha yang sangat luas bahkan sampai pada bidang yang tidak ada kaitannya dengan industri energi. Diversifikasi usaha tersebut, antara lain meliputi future transaction, trading commodity non energy dan kegiatan bisnis keuangan.Kasus Enron mulai terungkap pada bulan Desember tahun 2001 dan terus menggelinding pada tahun2002 berimplikasi sangat luas terhadap pasar keuangan global yangdi tandai dengan menurunnya harga saham secara drastis berbagai bursa efek di belahan dunia, mulai dari Amerika, Eropa, sampai keAsia. Enron, suatu perusahaan yang menduduki ranking tujuh dari lima ratus perusahaan terkemuka di Amerika Serikat dan merupakan perusahaan energi terbesar di AS jatuh bangkrut dengan meninggalkan hutang hampir sebesar US $ 31.2 milyar.Dalam kasus Enron diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan 600 juta Dollar AS padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor, kasus memalukan ini konon ikut melibatkan orang dalam gedung putih, termasuk wakil presidenAmerika Serikat. Kronologis, fakta, data dan informasi dari berbagai sumber yang berkaitan dengan hancurnya Enron (debacle), dapat dikemukakan sebagai berikut:1.Board of Director (dewan direktur, direktur eksekutif dan direktur non eksekutif) membiarkan kegitan-kegitan bisnis tertentu mengandung unsur konflik kepentingan dan mengijinkan terjadinya transaksi-transaksi berdasarkan informasi yang hanya bisa di akses oleh Pihak dalam perusahaan (insider trading), termasuk praktek akuntansi dan bisnis tidak sehat sebelum hal tersebut terungkap kepada publik.2.Enron merupakan salah satu perusahaan besar pertama yang melakukan out sourcing secara total atas fungsi internal audit perusahaan.a.Mantan Chief Audit Executif Enron (Kepala internal audit)
semulaadalah partner KAP Andersen yang di tunjuk sebagai akuntan publikperusahaan.b.Direktur keuangan Enron berasal dari KAP Andersen.c.Sebagian besar Staf akunting Enron berasal dari KAP Andersen.3.Pada awal tahun 2001 patner KAP Andersen melakukan evaluasi terhadap kemungkinan mempertahankan atau melepaskan Enron sebagaiklien perusahaan, mengingat resiko yang sangat tinggi berkaitan dengan praktek akuntansi dan bisnis enron. Dari hasil evaluasi diputuskan untuk tetap mempertahankan Enron sebagai klien KAP Andersen.4.Salah seorang eksekutif Enron di laporkan telah mempertanyakan praktek akunting perusahaan yang dinilai tidak sehat dan mengungkapkan kekhawatiran berkaitan dengan hal tersebut kepada CEO dan partner KAP Andersen pada pertengahan 2001. CEO Enron menugaskan penasehat hukum perusahaan untuk melakukan investigasiatas kekhawatiran tersebut tetapi tidak memperkenankan penasehat hukum untuk mempertanyakan pertimbangan yang melatarbelakangi akuntansi yang dipersoalkan. Hasil investigasi oleh penasehat hukum tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada hal-hal yang serius yang perlu diperhatikan.5.Pada tanggal 16 Oktober 2001, Enron menerbitkan laporan keuangan triwulan ketiga. Dalam laporan itu disebutkan bahwa lababersih Enron telah meningkat menjadi $393 juta, naik $100 juta dibandingkan periode sebelumnya. CEO Enron, Kenneth Lay, menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Ia juga tidak menjelaskan secara rinci tentang pembebanan biaya akuntansi khusus (special accounting charge/expense) sebesar $1 miliar yang sesungguhnya menyebabkan hasil aktual pada periode tersebut menjadi rugi $644 juta. Para analis dan reporter kemudian mencari tahu lebih jauh mengenai beban $1 miliar tersebut, dan ternyata berasal dari transaksi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh CFOEnron.6.Pada tanggal 2 Desember 2001 Enron mendaftarkan kebangkrutan perusahaan ke pengadilan dan memecat 5000 pegawai. Pada saat itu terungkap bahwa terdapat hutang perusahaan yang tidak di laporkansenilai lebih dari satu milyar dolar. Dengan pengungkapan ini nilai investasi dan laba yang di tahan (retained earning)
berkurang dalam jumlah yang sama.7.Enron dan KAP Andersen dituduh telah melakukan kriminal dalam bentuk penghancuran dokumen yang berkaitan dengan investigasi atas kebangkrutan Enron (penghambatan terhadap prosesperadilan.8.Dana pensiun Enron sebagian besar diinvestasikan dalam bentuk saham Enron. Sementara itu harga saham Enron terus menurun sampaihampir tidak ada nilainya.9.KAP Andersen diberhentikan sebagai auditor enron pada pertengahan juni 2002. sementara KAP Andersen menyatakan bahwa penugasan Audit oleh Enron telah berakhir pada saat Enron mengajukan proses kebangkrutan pada 2 Desember 2001.10.CEO Enron, Kenneth Lay mengundurkan diri pada tanggal 2 Januari 2002 akan tetapi masih dipertahankan posisinya di dewan direktur perusahaan. Pada tanggal 4 Pebruari Mr. Lay mengundurkandiri dari dewan direktur perusahaan.11.Tanggal 28 Pebruari 2002 KAP Andersen menawarkan ganti rugi 750 Juta US dollar untuk menyelesaikan berbagai gugatan hukum yang diajukan kepada KAP Andersen.12.Pemerintahan Amerika (The US General Services Administration) melarang Enron dan KAP Andersen untuk melakukan kontrak pekerjaandengan lembaga pemerintahan di Amerika.13.Tanggal 14 Maret 2002 departemen kehakiman Amerika memvonis KAP Andersen bersalah atas tuduhan melakukan penghambatan dalam proses peradilan karena telah menghancurkan dokumen-dokumen yang sedang di selidiki.14.KAP Andersen terus menerima konsekwensi negatif dari kasus Enron berupa kehilangan klien, pembelotan afiliasi yang bergabungdengan KAP yang lain dan pengungkapan yang meningkat mengenai keterlibatan pegawai KAP Andersen dalam kasus Enron.15.Tanggal 22 Maret 2002 mantan ketua Federal Reserve, Paul Volkcer, yang direkrut untuk melakukan revisi terhadap praktek audit dan meningkatkan kembali citra KAP Andersen mengusulkan agar manajeman KAP Andersen yang ada diberhentikan dan membentuk suatu komite yang diketuai oleh Paul sendiri untuk menyusun manajemen baru.16.Tanggal 26 Maret 2002 CEO Andersen Joseph Berandino mengundurkan diri dari jabatannya.17.Tanggal 8 April 2002 seorang partner KAP Andersen, David Duncan, yang bertindak sebagai penanggungjawab audit Enron
mengaku bersalah atas tuduhan melakukan hambatan proses peradilandan setuju untuk menjadi saksi kunci dipengadilan bagi kasus KAP Andersen dan Enron.18.Tanggal 9 April 2002 Jeffrey McMahon mengumumkan pengunduran diri sebagai presiden dan Chief Opereting Officer Enron yang berlaku efektif 1 Juni 2002.19. Tanggal 15 Juni 2002 juri federal di Houston menyatakan KAP Andersen bersalah telah melakukan hambatan terhadap proses peradilan.
C. PEMBAHASAN MASALAH
Menurut teori fraud ada 3 komponen utama yang menyebabkan orang melakukan kecurangan, menipulasi, korupsi dan sebangsanya (prilaku tidak etis), yaitu opportunity; pressure; dan rationalization, Ketiga hal tersebut akan dapat kita hindari melalui meningkatkan moral, akhlak, etika, perilaku, dan lain sebagainya, karena kita meyakini bahwa tindakan yang bermoral akan memberikan implikasi terhadap kepercayaan publik (public trust). Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak.Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya(social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAPtelah menciderai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum.
Dari kasus tersebut secara kasat mata kasus tersebut terlihat sebuah tindakan malpraktik jika dilihat dari etika bisnis dan profesi akuntan antara lain:•Adanya praktik discrimination of information/unfair discrimination, terlihat dari tindakan dan perilaku yang tidak sehat dari manajemen yang berperan besar pada kebangkrutan perusahaan, terjadinya pelanggaran terhadap norma etika corporategovernance dan corporate responsibility oleh manajemen perusahaan, dan perilaku manajemen perusahaan merupakan pelanggaran besar-besaran terhadap kepercayaan yang diberikan kepada perusahaan.•Adanya penyesatan informasi. Dalam kasus Enron misalnya, pihak manajemen Enron maupun Arthur Andersen mengetahui tentang praktekakuntansi dan bisnis yang tidak sehat. Tetapi demi mempertahankankepercayaan dari investor dan publik kedua belah pihak merekayasalaporan keuangan mulai dari tahun 1985 sampai dengan Enron menjadi hancur berantakan. Bahkan CEO Enron saat menjelang kebangkrutannya masih tetap melakukan Deception dengan menyebutkan bahwa Enron secara berkesinambungan memberikan prospek yang sangat baik. Andersen tidak mau mengungkapkan apa sebenarnya terjadi dengan Enron, bahkan awal tahun 2001 berdasarkan hasil evaluasi Enron tetap dipertahankan.•Arthur Andersen, merupakan kantor akuntan publik tidak hanya melakukan manipulasi laporan keuangan, Andersen juga telah melakukan tindakan yang tidak etis, dalam kasus Enron adalah dengan menghancurkan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan kasus Enron. Arthur Andersen memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasusini dianggap melanggar hukum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Disini Andersen telah ingkar dari sikap profesionallisme sebagai akuntan independen dengan melakukan tindakan menerbitkan laporan audit yang salah dan meyesatkan.
Bukti bahwa budaya perusahaan Andersen berkontribusi terhadap kejatuhan perusahaanAda beberapa poin yang membuktikan bahwa budaya perusahaan berkontribusi terhadap kejatuhan perusahaan, diantaranya:
•Pertumbuhan perusahaan dijadikan prioritas utama dan menekankan pada perekrutran dan mempertahankan klien-klien besar, namun mutudan independensi audit dikorbankan.•Standar-standar profesi akuntansi dan integritas yang menjadi contoh perusahaan-perusahaan lainnya luntur seiring motivasi meraup keuntungan yang lebih besar.•Perusahaan terlalu fokus terhadap pertumbuhan, sehingga tanpa sadar menghasilkan perubahan mendasar dalam budaya perusahaan. Perubahan sikap lebih memprioritaskan mendapatkan bisnis konsultasi yang memiliki pertumbuhan keuntungan lebih besar lebihtinggi dibanding menyediakan layanan auditing yang obyektif yang merupakan dasar dari awal mula berdirinya Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen. Pada akhirnya ini menggiring pada kehancuran perusahaan.•Andersen menjadi membatasi pengawasan terhadap tim audit akibat kurangnya check and balances yang bisa terlihat ketika tim audit telah menyimpang dari kebijakan semula.•Sikap Arthur Andersen yang memusnahkan dokumen pada periode sejak kasus Enron mulai mencuat ke permukaan, sampai dengan munculnya panggilan pengadilan. Walaupun penghancuran dokumen tersebut sesuai kebijakan internal Andersen, tetapi kasus ini dianggap melanggar hokum dan menyebabkan kredibilitas Arthur Andersen hancur. Akibatnya, banyak klien Andersen yang memutuskanhubungan dan Arthur Andersen pun ditutup.
D. KESIMPULAN
Dari kasus tersebut dapat kami simpulkan bahwa Enron dan KAP Arthur Andersen sudah melanggar kode etik yang seharusnya menjadipedoman dalam melaksanakan tugasnya dan bukan untuk dilanggar. Mungkin saja pelanggaran tersebut awalnya mendatangkan keuntunganbagi Enron, tetapi akhirnya dapat menjatuhkan kredibilitas bahkanmenghancurkan Enron dan KAP Arthur Andersen. Dalam kasus ini, KAPyang seharusnya bisa bersikap independen tidak dilakukan oleh KAPArthur Andersen. Karena perbuatan mereka inilah, kedua-duanya menuai kehancuran dimana Enron bangkrut dengan meninggalkan hutang milyaran dolar sedangakn KAP Arthur Andersen sendiri kehilangan keindependensiannya dan kepercayaan dari masyarakat
terhadap KAP tersebut, juga berdampak pada karyawan yang bekerja di KAP Arthur Andersen dimana mereka menjadi sulit untuk mendapatkan pekerjaan akibat kasus ini.Dalam kasus ini juga diketahui terjadinya perilaku moral hazard diantaranya manipulasi laporan keuangan dengan mencatat keuntungan padahal perusahaan mengalami kerugian. Manipulasi keuntungan disebabkan keinginan perusahaan agar saham tetap diminati investor. Ini merupakan salah satu contoh kasus pelanggaran etika profesi Auditor yang terjadi di Amerika Serikat, sebuah negara yang memiliki perangkat Undang-undang bisnis dan pasar modal yang lebih lengkap. Hal ini terjadi akibatkeegoisan satu pihak terhadap pihak lain, dalam hal ini pihak-pihak yang selama ini diuntungkan atas penipuan laporan keuangan terhadap pihak yang telah tertipu. Hal ini buah dari sebuah ketidakjujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis yang berakibat hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum. Untuk itulah kode etik profesi harus dibuat untuk menopang praktik yang sehat bebas dari kecurangan. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota profesibaik dalam berhubungan dengan kolega, klien, publik dan karyawan sendiri. Yang harus menjadi sebuah pelajaran bahwa sesungguhnya suatu praktik atau perilaku yang dilandasi dengan ketidakbaikan maka akhirnya akan menuai ketidakbaikan pula termasuk kemadharatan bagi banyak pihak.
IAW Desak IAI Terkait Laporan Keuangan KSJakarta (ANTARA News) - Indonesian Audit Watch (IAW) mengirimkan suratkepada Dewan Pengurus Nasional Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) Up. Majelis Kehormatan IAI dan Dewan Standar Profesi IAI terkait dugaan pelanggaran kode etik dalam bentuk rekayasa terkait laporan keuangan PT Krakatau Steel (KS) yang termuat dalam prospektus untuk keperluan IPO.
Surat dengan Nomor: 09B/Pendiri IAW/XI/10 tertanggal 18 November 2010
itu ditandangani oleh Ketua IAW Junisab Akbar dan Sekretaris IAW Iskandar Sitorus dengan tembusan Ketua dan Para Anggota BPK RI; Pimpinan dan Redaksi media masa cetak dan elektronik di Indonesia.
Iskandar Sitorus dalam keterangannya di Jakarta, Kamis malam, mengatakan, surat itu berisikan permintaan kepada Dewan Standar dan Majelis Standar Kehormatan IAI untuk meminta pertanggungjawaban Partners Erns & Young Indonesia terkait dugaan pelanggaran Kode Etik dalam bentuk rekayasa dan manipulasi hasil audit atas Laporan KeuanganPT KS yang termuat dalam Prospektus untuk Keperluan IPO (Initial Public Offering).
Sesuai dengan UU Keterbukaan Informasi Publik juncto UU Pemakaian Gelar Akuntan juncto Anggaran Dasar Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) juncto Anggaran Rumah Tangga dan Peraturan Organisasi IAI, dimana IAI sebagai organisasi terdepan dalam pengembangan pengetahuan dan praktekakuntansi; manajemen bisnis dan publik yang berorientasi pada etika dan tanggung jawab sosial yang memelihara integritas dan komitmen serta kompetensi anggota dalam berpartisipasi aktif mewujudkan "good governance".
"Maka kami dari Indonesian Audit Watch (IAW) ingin menyampaikan permohonan agar sudi kiranya organ IAI yang berkompeten untuk melakukan kajian dan atau memberikan keputusan terkait dengan adanya dugaan laporan rekayasa keuangan PT Krakatau Steel (PT KS) yang dilakukan oleh Partner Erns and Young (E & Y) untuk memunculkan laba sebesar seperti yang tertuang didalam prospektus Initial Public Offering (IPO) PT KS," katanya.
"Permintaan ini kami sampaikan sebab ada dugaan rekayasa perlakuan akuntansi atas transaksi-transaksi kewajiban/aktiva jangka panjang sehingga memunculkan kenaikan laba semu selama kurun 3 (tiga) tahun terakhir. Sebagian dari dugaan itu terkait perlakuan imbalan pasca kerja; depresiasi asset dan transfer pricing untuk penilaian persediaan," demikian Iskandar Sitorus
Salah satu skandal yang terjadi di dalam negeri mengenai
kualitas audit yang dihasilkan akuntan publik yang mendapat
sorotan dari masyarakat banyak yaitu kasus yang menimpa akuntan
publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasi melakukan
kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT Great River
Internasional, Tbk. Kasus tersebut muncul setelah adanya temuan
auditor investigasi dari Bapepam yang menemukan indikasi
penggelembungan account penjualan, piutang dan aset hingga ratusan
milyar rupiah pada laporan keuangan Great River yang
mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan
gagal dalam membayar utang. Berdasarkan investigasi tersebut
Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan
keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh karenanya
Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006
telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta
selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap
Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan laporan
Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi PT Great River tahun
2003.
Ulasan:
Dalam konteks skandal keuangan di atas, memunculkan
pertanyaan apakah trik-trik rekayasa tersebut mampu terdeteksi
oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan tersebut atau
sebenarnya telah terdeteksi namun auditor justru ikut mengamankan
praktik kejahatan tersebut. Tentu saja jika yang terjadi adalah
auditor tidak mampu mendeteksi trik rekayasa laporan keuangan,
maka yang menjadi inti permasalahannya adalah kompetensi atau
keahlian auditor tersebut. Namun jika yang terjadi justru akuntan
publik ikut mengamankan praktik rekayasa tersebut maka inti
permasalahannya adalah independensi auditor tersebut. Terkait
dengan kasus inilah, perlu dinilai seberapa tinggi tingkat
kompetensi dan independensi yang dapat mempengaruhi kredibilitas
seorang auditor dan apakah kompetensi dan independensi auditor
tersebut berpengaruh terhadap kualitas audit yang dihasilkan oleh
akuntan publik. Kualitas audit ini penting karena dengan kualitas
audit yang tinggi maka akan dihasilkan laporan keuangan yang
dapat dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan.
Selanjutnya, kompetensi diidentikkan dengan pengalaman dan
pengetahuan, sedangkan independensi diidentikkan dengan lama
hubungan dengan klien (audit tenure), tekanan dari klien, telaah
dari rekan auditor (peer review) dan jasa non audit. Hal inilah
yang menarik untuk diperhatikan bahwa profesi akuntan publik
ibarat pedang bermata dua. Di satu sisi auditor harus
memperhatikan kredibilitas dan etika profesi, namun di sisi lain
auditor juga harus menghadapi tekanan dari klien dalam berbagai
pengambilan keputusan. Jika auditor tidak mampu menolak tekanan
dari klien seperti tekanan personal, emosional atau keuangan maka
independensi auditor telah berkurang dan dapat mempengaruhi
kualitas audit. Faktor lain yang mempengaruhi independensi
tersebut adalah jangka waktu auditor untuk memberikan jasa kepada
klien (auditor tenure). Selain itu, untuk meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap independensi auditor maka pekerjaan akuntan
dan operasi Kantor Akuntan Publik (KAP) perlu dimonitor dan
diaudit oleh sesama auditor (peer review) guna menilai kelayakan
desain sistem pengendalian kualitas dan kesesuaiannya dengan
standar kualitas yang diisyaratkan sehingga output yang
dihasilkan dapat mencapai standar kualitas yang tinggi. Peer review
sebagai mekanisme monitoring yang dipersiapkan oleh auditor dapat
meningkatkan kualitas jasa akuntansi dan audit. Selain itu peer
review dirasakan memberi manfaat baik bagiklien, kantor akuntan
publik maupun akuntan yang terlibat dalam peer review. Manfaat
tersebut antara lain mengurangi risiko litigation (tuntutan),
memberikan pengalaman positif, mempertinggi moral pekerja,
memberikan competitive edge dan lebih meyakinkan klien atas kualitas
jasa yang diberikan.
Indonesia Hari Ini: Banyak BUMN Rekayasa Laporan Keuangan
JAKARTA—Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan adanya perilaku akuntan publik yang melakukan pembiaran terhadap badan usaha milik negara(BUMN) yang melakukan rekayasa pada laporan keuangannya.
Wakil Ketua BPK Hasan Bisri mengatakan banyak perusahaan BUMN yang melakukan rekayasa terhadap laporan keuangannya dengan mengakui pendapatan yang belum didapat, guna mempercantik kinerja keuangannya.
“Mereka [BUMN] mengincar bonus dari kinerja keuangannya. Di saat yang sama, akuntan publik juga banyak yang nakal karena tidak menemukan rekayasa tersebut,” ujarnya, dalam diskusi terbatas di Gedung Auditorium BPK, Kamis (12/9).
Dia menambahkan temuan BPK tersebut didapat setelah melakukan pemeriksaan terhadap audit akuntan publik.
Menurutnya, kasus semacam ini pernah terjadi pada 1998, di mana BUMN terutama perbankan yang saat itu kolaps, tetapi ternyata kinerja akuntansinya justru baik.
“Yang kami temukan misalnya begini, ada postur audit yang harusnya dilakukan tapi tidak dilakukan. Misalnya tidak mengecek aset. padahal kami tahu aset itu berperkara, jadi harus diungkapkan dalam laporan keuangan karena memengaruhi opininya. Tapi tidak ada pengecekan fisik.”(JIBI/yri
Badan Pemeriksa Keuangan menduga telah terjadi pelanggaran standar akuntansi dalam laporan keuangan proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Sekolah Olah Raga Nasional di Desa Hambalang, Citeureup, Bogor. Rekayasa laporan keuangan itu diungkapkan dalamLaporan Hasil Pemeriksaan II proyek Hambalang.
Dalam dokumen LHP yang diperoleh VIVAnews, rekayasa laporan keuangan ini terkait aliran dana kerja sama operasi (KSO) antara Kementerian Pemuda dan Olahraga dan PT Adhi Karya Tbk dan PT Wijaya Karya Tbk.
Dijelaskan, KSO telah mengalirkan dana yang diterima dari Kemenpora kepada pihak-pihak tertentu, di antaranya untuk berbagai pengeluaran yang telah dilakukan sebelum proyek diperoleh, yaitu, dana Rp12,3 miliar untuk mengganti pengeluaran yang telah dilakukan Adhi Karya sebelum proyek dimulai.
Ada juga dana sebesar Rp6,92 miliar untuk mengganti pengeluaran yang telah dilakukan Wijaya Karya sebelum proyek dimulai, dan kasoperasional KSO sebesar Rp13,22 miliar yang di antaranya untuk mengganti berbagai pengeluaran seperti upah, insentif, dan lain-lain.
"Berbagai pengeluaran tersebut disembunyikan dalam pembukuan dan laporan keuangan dengan cara window dressing," demikian laporan BPKini. Bagaimana caranya?
Pertama, Adhi Karya mencatatkan pengeluaran ke dalam akun bon, sedangkan yang merupakan bagian dari akun kas seolah-olah tidak terjadi pengeluaran kas.
Kedua, Wijaya Karya mencatat pengeluaran ke dalam akun setoran keKSO lain yang bukan KSO Hambalang. Karena, pada saat kas tersebutdikeluarkan, KSO Hambalang belum terbentuk.
Ketiga, KSO mencatat pembukuan upah fiktif.
Dalam penjelasan secara rinci, disebutkan, untuk mengeluarkan dana yang bersifat informal, Adhi Karya menerapkan mekanisme bon sementara yang tidak dicatat dalam sistem akuntansinya, sehingga tidak terepresentasikan dalam laporan keuangan.
Bon sementara dicatat sebagai bagian dari akun kas dan setara kas. Sesuai dengan cash opname yang dilakukan secara internal olehpihak Divisi Konstruksi 1, nilai kas dan setara kas termasuk dalam jumlah bon sementara yang telah dikeluarkan dari bendahara DK-1 yang belum dipertanggungjawabkan.
Praktik ini diterapkan pada pencatatan penerimaan dana dari KSO AW sebesar Rp12,3 miliar yang dengan sengaja disembunyikan dari pencatatan akuntansi DK-1 Adhi Karya melalui mekanisme bon sementara. Ketika dana diterima sebesar Rp12,3 miliar dari KSO AW, DK-1 Adhi Karya mencatat transaksi tersebut sebagai perpindahan uang dari kas ke akun bank.
Ketika jumlah riil kas dan setara kas disajikan dengan benar (akibat dimasukkan bon sementara sebagai kas dan setara kas), pengurangan kas secara fiktif, untuk menyeimbangkan pertambahan dana bank sebesar Rp12,3 miliar, tidak dapat dideteksi oleh kantor akuntan publik RSM AAH yang melakukan audit atas laporan keuangan konsolidasi Adhi Karya pada 2011.
Tidak hanya itu, pada Desember 2010, DK-1 Adhi Karya menerima dana sebesar Rp82,39 miliar dari KSO AW. Penempatan dana tersebutdilakukan berdasarkan Berita Acara Kesepakatan Bersama antara Adhi Karya yang diwakili TBMN (Teuku Bagus Mokhamad Noer, Ketua Konsorsium Proyek Hambalang) dan Wijaya Karya yang diwakili BPS.
Atas transaksi tersebut, KSO AW mencatat piutang ke Adhi Karya sebesar Rp82,39 miliar. Namun, di sisi lain, DK-1 Adhi Karya
tidak mencatat transaksi tersebut sebagai utang ke KSO AW, melainkan sebagai: (i) akun pendapatan diterima dimuka sebesar Rp70 miliar, dan (ii) jurnal transitorial antara akun kas dan akun bank sebesar Rp12,3 miliar.
Pada laporan keuangan konsolidasi Adhi Karya, tahun 2010 terdapatpenempatan dana dari KSO ke Adhi Karya sekitar Rp82,39 miliar yang tidak disajikan dalam utang KSO.
Rekayasa laporan keuangan lainnya terlihat pada 2011. DK-1 Adhi Karya mengembalikan dana sebesar Rp12,3 miliar kepada KSO AW.
Sumber dana pengembalian diperoleh dari pengeluaran upah fiktif yang dilakukan pada enam proyek di lingkungan DK-1 sebesar Rp12,49 miliar. Mekanisme pengeluaran upah fiktif adalah dengan mencatat pengeluaran dana dalam akun. (art)
© VIVA.co.id
Rinoaja's Blog
Masuk log
Beranda
Kasus Manipulasi Laporan Keuangan Mei 7, 2012 · Uncategorized
Print Post
Penulis
Manipulasi laporan keuangan PT KAI
Dalam kasus tersebut, terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi.
Skandal Enron, Worldcom dan perusahaan-perusahaan besar di AS
Worldcom terlibat rekayasa laporan keuangan milyaran dollar AS. Dalam pembukuannya Worldcom mengumumkan laba sebesar USD 3,8 milyar antara Januari 2001 dan Maret 2002. Hal itu bisa terjadi karena rekayasa akuntansi.
Penipuan ini telah menenggelamkan kepercayaan investor terhadap korporasi AS dan menyebabkan harga saham dunia menurun serentak di akhir Juni 2002. Dalam perkembangannya, Scott Sullifan (CFO) dituduh telah melakukan tindakan kriminal di bidang keuangan dengan kemungkinan hukuman 10 tahun penjara. Pada saat itu, para investor memilih untuk menghentikan atau mengurangi aktivitasnya di bursa saham.
Kasus Product Recall
Kasus Tylenol Johnson & Johnson
Kasus penarikan Tylenol oleh Johnson & Johnson dapat dilihat sebagai bagian dari etika perusahaan yang menjunjung tinggi keselamatan konsumen di atas segalanga, termasuk keuntungan perusahaan. Johnson & Johnson segera mengambil tindakan intuk mengatasi masalahnya. Dengan bertindak cepat dan melindungi kepentingan konsumennya, berarti perusahaan telah menjaga trust- nya.
Kasus obat anti nyamuk Hit
Pada kasus Hit, meskipun perusahaan telah meminta maaf dan berjanji untuk menarik produknya, ada kesan permintaan maaf itu klise. Penarikan produk yang kandungannya bisa menyebabkan kanker
tersebut terkesan tidak sungguh-sungguh dilakukan. Produk berbahaya itu masih beredar di pasaran.
Kasus Baterai laptop Dell
Dell akhirnya memutuskan untuk menarik dan mengganti baterai laptop yang bermasalah dengan biaya USD 4,1 juta. Adanya video clip yang menggambarkan bagaimana sebuah note book Dell meledak yang telah beredar di internet membuat perusahaan harus bergerak cepat mengatasi masalah tersebut.
Dari ketiga kasus di atas, Hit merupakan contoh yang kurang baik dalam menangani masalahnya. Paradigma yang benar yaitu seharusnyaperusahaan memperhatikan adanya hubungan sinergi antara etika danlaba. Di era kompetisi yang ketat ini, reputasi baik merupakan sebuah competitive advantage yang harus dipertahankan. Dalam jangka panjang, apabila perusahaan meletakkan keselamatan konsumen di atas kepentingan perusahaan maka akan berbuah keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan.
Dugaan penggelapan pajak
IM3 diduga melakukan penggelapan pajak
dengan cara memanipulasi Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai ( SPT Masa PPN) ke kantor pajak untuk tahun buku Desember 2001 dan Desember 2002. Jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran, dapat direstitusi atau ditarik kembali. Karena itu, IM3 melakukan restitusi sebesar Rp 65,7 miliar.
750 penanam modal asing (PMA) terindikasi tidak membayar pajak dengan cara melaporkan rugi selama lima tahun terakhir secara berturut-turut. Dalam kasus ini terungkap bahwa pihak manajemen berkonspirasi dengan para pejabat tinggi negara dan otoritas terkait dalam melakukan penipuan akuntansi.
Manajemen juga melakukan konspirasi dengan auditor dari kantor akuntan publik dalam melakukan manipulasi laba yang menguntungkandirinya dan korporasi, sehingga merugikan banyak pihak dan
pemerintah. Kemungkinan telah terjadi mekanisme penyuapan (bribery) dalam kasus tersebut.
Pihak pemerintah dan DPR perlu segera membentuk tim auditor independen yang kompeten dan kredibel untuk melakukan audit investigatif atau audit forensik untuk membedah laporan keuangan dari 750 PMA yang tidak membayar pajak. Korporasi multinasional yang secara sengaja terbukti tidak memenuhi kewajiban ekonomi, hukum, dan sosialnya bisa dicabut izin operasinya dan dilarang beroperasi di negara berkembang.
4. Etika terhadap komunitas masyarakatTindakan Kejahatan Korporasi PT. Lapindo Brantas (Terhadap Masyarakat dan Lingkungan Hidup di Sidoarjo, Jawa Timur)
Telah satu bulan lebih sejak terjadinya kebocoran gas di areal eksplorasi gas PT. Lapindo Brantas (Lapindo) di Desa Ronokenongo,Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter.
Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga. tak kurang 10 pabrik harus tutup, 90 hektar sawah dan pemukiman penduduk tak bisa digunakan dan ditempati lagi, demikian juga dengan tambak-tambak bandeng, belumlagi jalan tol Surabaya-Gempol yang harus ditutup karena semua tergenang lumpur panas.
Perusahaan terkesan lebih mengutamakan penyelamatan asset-asetnyadaripada mengatasi soal lingkungan dan social yang ditimbulkan. Namun Lapindo Brantas akhirnya sepakat untuk membayarkan tuntutanganti rugi kepada warga korban banjir Lumpur Porong, Sidoarjo. Lapindo akan membayar Rp2,5 juta per meter persegi untuk tanah pekarangan beserta bangunan rumah, dan Rp120.000 per meter persegi untuk sawah yang terendam lumpur.
5.
Etika terhadap buruh dan pekerja
BenQ, Kasus Pailit Dalam Ekonomi Global
Merjer bisnis telepon genggam perusahaan BenQ dan Siemens menjadiBenQ-Mobile awalnya bagai angin harapan, terutama bagi para pekerja pabrik di Jerman. Namun karena penjualan tidak menunjang dan banyak produk yang dipulangkan oleh pembelinya karena bermasalah, akibatnya dua pabrik BenQ, di Meksiko dan Taiwan, terpaksa ditutup. Karena itu BenQ melakukan restrukturisasi dan mem-PHK sejumlah pekerja.Hal ini sangat merugikan pihak buruh dankaryawan. Para pekerja merasa hanya dijadikan bahan mainan perusahaan yang tidak serius
Dua saksi mengakui mantan Inspektur Jenderal Kementerian
Pendidikan Nasional (kini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan),
Mohammad Sofyan, merekayasa laporan kegiatan audit bersama antara
Inspektorat Jenderal Kemendiknas dengan Badan Pengawas Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) pada 2009.
Menurut saksi Tini Suhartini dan Suharyanto, Sofyan merekayasa laporan
kegiatan penyusunan standar operasi prosedur (SOP) audit bersama
Pengawasan dan Pemeriksaan Sarana Prasarana (Wasrik Sarpras), rapat
koordinasi Wasrik Sarpras, dan pelaksanaan audit bersama Wasrik
Sarpras dengan BPKP di seluruh provinsi di Indonesia pada 2009.
Suharyanto yang menjabat Inspektur I Itjen Kemendiknas mengakui Sofyan
memerintahkannya membuat laporan palsu pada kegiatan penyusunan SOP
audit bersama Wasrik Sarpras. Sedianya, kegiatan itu dilakukan di
Bogor, tapi malah diselenggarakan di lantai V Gedung Itjen
Kemendiknas.
"Yang memerintahkan terdakwa (Sofyan) langsung. Saya diminta membuat
kuitansi penyelenggaraan di Bogor. Saya menghubungi bagian
pemasarannya," kata Suharyanto saat bersaksi dalam sidang lanjutan
terdakwa Mohammad Sofyan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Kamis
(11/7).
Suharyanto pun mengakui terdakwa Sofyan memerintahkan rekayasa laporan
kegiatan rakor SOP Wasrik Sarpras di Hotel Grand Jaya Bogor Raya, pada
Januari 2009. Dalam pelaksanaan, rapat koordinasi itu dilakukan hanya
tiga hari, tapi dalam laporan Sofyan minta ditulis empat hari.
Suharyanto juga mengatakan Sofyan tetap memerintahkan pencairan uang
buat anggota Itjen Kemendiknas yang ternyata tidak mengikuti rapat
koordinasi audit bersama itu. Hal itu dibenarkan oleh Tini yang
menjabat Bendahara Pengeluaran Pembantu Inspektur I Itjen Kemendiknas.
Lantas, dalam kegiatan pelaksanaan audit bersama Wasrik Sarpras pada
2009, Suharyanto mengakui ada pemotongan biaya perjalanan dinas lima
persen buat seluruh peserta.
"Duit itu dibagikan ke para anggota Itjen Kemendiknas, atas instruksi
pak Irjen (Sofyan)," ujar Suharyanto.
Tini pun mengakui diminta oleh Sofyan tetap mencairkan anggaran
diminta buat masing-masing kegiatan. Padahal dia tahu laporan itu
direkayasa.
"Yang kegiatan penyusunan itu memang dalam rencana di Bogor, tapi
pelaksanaannya di lantai V Gedung Itjen Kemendiknas. Kita juga
memberikan uang transport dan uang kopi buat para peserta. Itu semua
dimasukkan dalam laporan kegiatan," kata Tini.
KASUS WASKITA DAN KELEMAHAN IMPLEMENTASI GCG INDONESIA
Terungkapnya skandal Waskita Karya, salah satu BUMN Jasa Konstruksi yang diduga melakukan rekayasa laporan keuangan patut dicermati secara mendalam. Di tengah gembar gembor pelaksanaan implementasi good corporate governance (GCG) BUMN, kasus ini memberikan tamparan keras untuk Kementerian Negara BUMN. Kasus Waskita, yang disebut-sebut sebagai Enron-nya Indonesia menunjukkan bahwa Kementerian Negara BUMN perlu berupaya lebih keras lagi dalam implementasi GCG di BUMN.Terbongkarnya kasus ini berawal saat pemeriksaan kembali neraca dalam rangka penerbitan saham perdana tahun lalu. Direktur Utama Waskita yang baru, M. Choliq yang sebelumnya menjabat Direktur Keuangan PT Adhi Karya (Persero) Tbk, menemukan pencatatan yang tak sesuai, dimana ditemukan kelebihan pencatatan Rp 400 miliar. Direksi periode sebelumnya diduga melakukan rekayasa keuangan sejak tahun buku 2004-2008 dengan memasukkan proyeksi pendapatan proyek multitahun ke depan sebagai pendapatan tahun tertentu.Kasus ini memberikan beberapa pelajaran berharga. Pertama, implementasi GCG di Indonesia ternyata masih sekedar formalitas belaka. Fakta ini terungkap dari keengganan Direksi Waskita melaksanakan GCG di Waskita. Walaupun di Waskita telah beberapa kali assessment (pemetaan) implementasi GCG, namun tetap saja kasus ini tidak terlacak. Hal ini menunjukkan betapa canggih dan cermatnya penutupan jejak dari kasus ini. Hasil assessment GCG yang dilakukan Konsultan, pada akhirnya kemungkinan besar hanya menjadi hiasan lemari Direksi belaka, yang digunakan sebagai “penggugur kewajiban” terhadap kewajiban implementasi GCG. Hal ini menguatkan hipotesa penulis yang beberapa kali mengungkapkan bahwa jika GCG hanya sekedar menjadi formalitas, maka tunggulah saat kehancurannya. Tunggulah saatnya dimana bom waktu siap meledak dan menimbulkan guncangan skandal sebagai akibat lemahnyaimplementasi GCG.Kedua, terlihat bahwa terjadi kerjasama sistemik melakukan
rekayasa keuangan yang dilakukan karena lemahnya fungsi internal control. Hal ini menunjukkan bahwa pihak-pihak yang melakukan internal control mulai dari Dewan Komisaris sampai dengan Internal Audit tidak melakukan fungsinya dengan baik. Hal ini patut disayangkan mengingat GCG merupakan alat kontrol yang menciptakan check and balances yang digunakan dalam pengawasan pengelolaan perusahaan. Kementerian BUMN selaku pemegang saham dalam hal ini tidak dapat disalahkan, mengingat selaku pemegang saham Kementerian BUMN telah menempatkan wakilnya untuk melakukanpengawasan yang melekat pada diri Dewan Komisaris. Selain itu, potensi terjadinya kerjasama dengan Auditor Eksternal semakin mencuatkan dugaan kasus ini sebagai kasus Enron-nya Indonesia.Ketiga, GCG di BUMN belumlah menjadi corporate culture. Implementasi GCG pada hakikatnya adalah menjadi corporate culture. Lemahnya implementasi GCG menunjukkan bukti bahwa GCG baru sampai tataran compliance driven, belum menjadi culture. Tidak menjadi culture pada hakikatnya membuka peluang terjadinya fraud. Fraud dapat dengan mudah terjadi, apabila insan perusahaanmendiamkan saja terjadinya pelanggaran. Kebijakan whistleblower yang memungkinkan terjadinya pelaporan pelanggaran secara dini penulis nilai juga belum diterapkan di Waskita.
Langkah SelanjutnyaApa yang harus dilakukan selanjutnya? Nasi telah menjadi bubur. Citra BUMN yang beberapa tahun terakhir menunjukkan tren positif seiring dengan pelaksanaan implementasi GCG berpotensi terpuruk kembali. Tidak bisa tidak, penyelesaian masalah ini harus dilakukan secara menyeluruh dan sistemik dengan menggabungkan paradigma GCG dan penegakan hukum.Langkah pertama adalah dengan mengusut tuntas dan jelas pihak-pihak yang terlibat. Kementerian BUMN telah melakukan langkah tepat dengan mengganti direksi yang diduga terlibat dalam perkaraini. Namun demikian, mengganti direksi saja tidaklah cukup. Perludilakukan pembersihan besar-besaran terhadap intern Waskita dengan mengganti para pihak yang terlibat. Jika hanya pimpinannyasaja yang diganti, tidak tertutup kemungkinan dimasa mendatang kasus ini akan terulang. Auditor Eksternal yang membantu pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab di Waskita dalam melakukan rekayasa keuangan harus dihukum seberat-beratnya, baik perusahaan
maupun individunya. Jika Auditor Eksternal telah dapat dibeli oleh manajemen, kepada siapa stakeholders harus percaya?Langkah kedua adalah dengan memperkuat implementasi GCG. Kementerian BUMN harus menyadari bahwa penguatan implementasi GCGmutlak diperlukan agar kasus yang sama tidak terulang. Kementerian BUMN tidak cukup hanya dengan “memaksa” BUMN memilikikelengkapan infrastruktur dan softstructure, namun harus menekankan pada tataran implementasi. Perusahaan dapat menunjuk konsultan yang akan menginternalisasi dan menginstitusionalisasi penerapan GCG secara menyeluruh dan holistik. Paradigma pendekatan GCG yang compliance driven harus ditinggalkan dan diganti dengan penerapan GCG sebagai corporate culture. GCG haruslah menjadi sistem, struktur dan budaya yang satu sama lain tidak terpisahkan. Kasus ini diharapkan menjadi pemicu maraknya implementasi GCG, yang selama beberapa tahun ini kelihatannya adem ayem belaka.Langkah ketiga adalah dengan menerapkan dan memperkuat internal control system dan kebijakan whistleblower. Internal control system yang dimiliki BUMN selama ini sangatlah lemah dan tidak tertata dengan rapi. Tindakan yang dilakukan baru sebatas mengobati sesuatu yang telah terjadi, belum sampai pada tahap pencegahan. Selain itu, sangat sedikit BUMN yang memiliki kebijakan whistleblower dan menerapkannya. Kebijakan ini akan sangat bermanfaat untuk mendeteksi terjadi fraud. Pelapor harus dilindungi dari kemungkinan balas dendam dan tindakan berbahaya lainnya dari pihak yang dilaporkan. Berkaca pada Cinthya Cooper, whistleblower kasus Worldcom yang meraih persons of the year darimajalah Time, maka Cinthya hanyalah seorang internal auditor biasa. Cinthya hanya internal auditor yang melaksanakan tugasnya sehari-hari. Dalam pelaksanaan tugasnya inilah Cinthya menemukan kecurangan yang dilakukan jajaran top management Worldcom. Ini menunjukkan bahwa dengan sistem yang kuat, pelanggaran akan dapatdiminimalisir. Bayangkan beban yang harus ditanggung tidak hanya oleh negara namun juga oleh karyawan Waskita? Bayangkan kerugian yang ditanggung hanya demi memperoleh citra dan kebaikan belaka.Pada akhirnya, kita semua berharap agar kasus ini tidak terulang lagi di masa mendatang. Direksi, Dewan Komisaris, insan perusahaan BUMN haruslah benar-benar menghayati dan memaknai
penerapan implementasi GCG, agar GCG di BUMN tidak hanya sekedar menjadi kata-kata indah belaka, namun menjadi sesuatu yang dilaksanakan dengan tepat, komprehensif dan membumi. Let’s join with The GCG Way!
Hasil Audit BPK, Adhi Karya dan Wika Suap Rp 35 Miliar5 September 2013 · by kp2kknjateng · in BERITA KORUPSI NASIONAL. ·
Rate This
SUARA MERDEKA.com – Senin, 02 September 2013
JAKARTA, suaramerdeka.com – Temuan Badan Pemerika Keuangan dari hasil audit investigasi tahap II proyek Hambalang ditemukan dugaan rekayasa laporan keuangan oleh perusahaan penggarap proyek, PT Adhi Karya dan Wijaya Karya (Wika).
Menurut laporan audit resmi yang diserahkan ke DPR, disebutkan bahwa kedua badan usaha milik negara itu pada 8 September 2009 sampai 27 Desember 2010 mengalirkan dana masing-masing Rp 12,40 miliar dan Rp 6,92 miliar kepada pihak-pihak tertentu.
Tidak disebutkan siapa penerima uang itu. “Diduga ini berkaitan dengan kesepakatan komitmen fee untuk memenangkan kerjas sama operasi Adhi-Wika pada pelelangan proyek Hambalang,” demikian tertulis dalam laporan BPK.
Modusnya, misalnya, divisi konstruksi PT Adhi Karya menerbitkan bon sementara senilai Rp 12,39 miliar jauh sebelum kontrak kerja proyek Hambalang diperoleh. Dugaan rekayasanya, menurut laporan itu, divisi konstruksi mencatat transaksi tersebut sebagai ayat silang atau rekening perantara.
Melalui modus ini, transaksi penerimaan dana dari kontraktor, tidak mempengaruhi saldo. “PT Adhi diduga melakukan window dressing atau manuver dalam pembukuan senilai Rp 12,39 miliar,” demikian audit tersebut. Cara seperti ini, menurut laporan itu, melanggar ketentuan Badan Pengawas Pasar Modal dan Laporan Keuangan.
Wakil Ketua BPK Hasan Bisri belum bisa dimintai konfirmasi. Sedangkan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi, Johan Budi S.P., tak berkomentar banyak ihwal laporan resmi audit tersebut. “Saya belum tahu perkembangan,” ujar Johan, yang saat dihubungi sedang berada di Manila, Filipina.
CONTOH KASUS FRAUD AUDITING Leave a comment
Fraud, dalam banyak jenis dan modus, sudah menjadi permasalahan klasik di dalam aktivitas bisnis, sejak dahulu kala hingga kini.
Fraud adalah tindakan curang, yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga menguntungkan diri-sendiri/kelompok ATAU merugikan pihaklain (perorangan, perusahaan atau institusi)
Contoh Kasus Fraud PT. KIMIA FARMA
PT Kimia Farma merupakan salah satu dari produsen obat-obatan milik pemerintah yang ada di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih yaitu sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di auditoleh Hans Tuanakotta & Mustofa(HTM).
Namun, Kementrian BUMN dan BAPEPAM menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan KimiaFarma 2001 disajikan kembali dan hasilnya telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar.
Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang telah dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, padaunit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesarRp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Diduga upaya penggelembungan dana yang dilakukan oleh pihak direksi Kimia Farma, dilakukan untuk menarik para investor untuk menanamkan modalnya kepada PT. Kimia Farma.
Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan pada tanggal 1 dan 3Februari2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001.
Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporankeuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.Sebagai akibat dari kejadiannya, ini maka PT Kimia Farma dikenakan denda sebesar Rp 500 juta, direksi lama PT Kimia Farma terkena denda Rp 1 miliar, serta partner HTM yang mengaudit Kimia Farma didenda sebesar 100 juta rupiah. Kesalahan yang dilakukan oleh partner HTM tersebut adalah bahwa ia tidak
berhasil mengatasi risiko audit dalam mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan PT Kimia Farma, walaupun ia telah menjalankan audit sesuai SPAP.
tanggapan : menurut saya kasus PT. Kimia Farma melibatkan direktur produksi dan Hans Tuanakotta & Mustofa(HTM) yang mengaudit laporan dari PT Kimia Farma dan melakukan kecurangan yang mendasar dengan melaporkan laba bersih sebesar 132 milyar untuk menarik para investor agar menanamkan modalnya pada PT. Kimia Farma