ATRESIA ANI

51
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Atresia ani atau anus imperporata adalah malformasi congenital dimana rectumtidak mempunyai lubang ke luar (Wong,2004). Sebagian besar prognosis atresiaani biasanya baik bila didukung perawatan yang tepat dan juga tergantungkelainaan letak anatomi saat lahir.Atresia ani bila tidak segera ditangani makadapat terjadi komplikasi seperti obstruksi intestinal, konstipasi dan inkontinensiafeses. Kehidupan masyarakat perkotaan erat kaitannya dengan kepadatan penduduk, dan polusi udara.Sulitnya mencari pekerjaan untuk kaum urban berpendidikan rendah, membuat banyak kaum urban berada pada tingkat ekonomi menengah ke bawah.Tinggal di pemukiman padat dan kumuh dengan polusi udara dan pola konsumsi nutrisi yang mungkin kurang baik.Rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi sangat memungkinkan terbatasnya keluarga dengan ibu hamil terpapar dengan informasi kesehatan tentang nutrisi kehamilan.Nutrisi yang dikonsumsi ibu selama kehamilan dipercaya dapat mempengaruhi perkembangan janin. Polusi udara dari asap rokok/nikotin dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan ATRESIA ANI Page 1

Transcript of ATRESIA ANI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Atresia ani atau anus imperporata adalah

malformasi congenital dimana rectumtidak mempunyai

lubang ke luar (Wong,2004). Sebagian besar prognosis

atresiaani biasanya baik bila didukung perawatan

yang tepat dan juga tergantungkelainaan letak

anatomi saat lahir.Atresia ani bila tidak segera

ditangani makadapat terjadi komplikasi seperti

obstruksi intestinal, konstipasi dan

inkontinensiafeses.

Kehidupan masyarakat perkotaan erat kaitannya

dengan kepadatan penduduk, dan polusi udara.Sulitnya

mencari pekerjaan untuk kaum urban berpendidikan

rendah, membuat banyak kaum urban berada pada

tingkat ekonomi menengah ke bawah.Tinggal di

pemukiman padat dan kumuh dengan polusi udara dan

pola konsumsi nutrisi yang mungkin kurang

baik.Rendahnya tingkat pendidikan dan tingkat

ekonomi sangat memungkinkan terbatasnya keluarga

dengan ibu hamil terpapar dengan informasi kesehatan

tentang nutrisi kehamilan.Nutrisi yang dikonsumsi

ibu selama kehamilan dipercaya dapat mempengaruhi

perkembangan janin. Polusi udara dari asap

rokok/nikotin dikaitkan dengan retardasi pertumbuhan

ATRESIA ANI Page 1

janin dan peningkatan mortalitas dan morbiditas bayi

dan perinatal (Bobak, 2005). Atresia ani merupakan

salah kelainan kongenital yang dapat dipengaruhi

oleh faktor genetik dan faktor lingkungan atau

keduanya.

Atresia ani terjadi pada 1 dari setiap 4000-5000

kelainan hidup.Secara umum atresia ani lebih banyak

ditemukan pada laki-laki daripada perempuan.Fistula

rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak

ditemuai pada bayi laki-laki, diikuti oleh fistula

perineal. Sedangkan pada bayi perempuan jenis

atresia ani yang paling banyak ditemukan adalah

atresia ani diikuti fistula rektovestibular dan

fistula perineal (Oldham K,2005).

Angka kejadian kasus atresia ani di RSUP fatmawati

selama kurun waktu 3 bulan dari Januari sampai Maret

2013 ada sekitar 14 kasus dari 100 klien yang

dirawat di gedung Teratai lantai III Utara. Dari 14

kasus atresia ani tersebut sekitar 7 kasus dirawat

untuk tutup kolostomi.

Atresia ani letak tinggi memerlukan

penatalaksanaan operasi bertahap yaitu pembuatan

kolostomi, pembuatan saluran anus/PSARP (posterior

sagital anorectoplasty), dan yang terakhir tutup

kolostomi.Perawatan pada klien tutup kolostomi

memerlukan perhatian yang serius terutama pada

penatalaksanaan cairan intravena dan perawatan

ATRESIA ANI Page 2

luka.Nyeri, puasa lama, dan hari perawatan yang lama

menimbulkan trauma bagi anak.Perawat memegang

peranan penting dalam mengurangi efek hospitalisasi

pada anak, terutama nyeri.

Dunia anak adalah dunia bermain, khususnya bagi

anak yang berusia 1- 3 tahun.Pertumbuhan dan

perkembangan tersebut harus dijaga kelangsungannya

dengan upaya stimulasi yang dpat dilakukan,

sekalipun anak dalam perawatan dirumah sakit.Bermain

pada anak di rumah sakit sebagai media bagi anak

untuk mengekspresikan perasaan, relaksasi, dan

distraksi perasaan yang tidak nyaman (Supartini,

2004).Terapi musik dapat di jadikan alternatif dalam

meminimalkan nyeri dan ketidaknyamanan pada anak

yang mengalami hospitalisasi sebagai bagian dari

program bermain pada anak.

Terapi musik adalah keahlian menggunakan musik

atau elemen musik oleh seorang terapis untuk

meningkatkan, mempertahankan dan mengembalikan

kesehatan mental, fisik, emosional, dan

spiritual.Terapi musik disebut juga sebagai terapi

pelengkap Penggunaan terapi musik bisa diterapkan

kepada setiap anak dalam berbagai kondisi.Terapi

musik bisa dilakukan untuk mengurangi

ketidaknyamanan anak yang menjalani serangkaian

tindakan.prosedur keperawatan selama di rawat di

rumah sakit.

ATRESIA ANI Page 3

B. Rumusan masalah

1. Bagaimanakah Konsep Atresia Ani ?

2. Bagaimanakah Proses Asuhan Keperawatan Pada

Atresia Ani?

C. Tujuan

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui konsep dan proses asuhan

keperawatan pada atresia ani.

2. Tujuan khusus

a) Mengidentifikasi Definisi Dari Atresia Ani.

b) Mengidentifikasi Epidemiologi Dari Atresia Ani.

c) Mengidentifikasi Embriologi Dari Atresia Ani.

d) Mengidentifikasi Klasifikasi Dari Atresia Ani.

e) Mengidentifikasi Etiologi Dari Atresia Ani.

f) Mengidentifikasi Patofisiologi Dari Atresia

Ani.

g) Mengidentifikasi Manifestasi Klinik Dari

Atresia Ani.

ATRESIA ANI Page 4

h) Mengidentifikasi Diagnosis Dari Atresia Ani .

i) Mengidentifikasi Penatalaksanaan Dari Atresia

Ani.

j) Mengidentifikasi prognosis Dari Atresia Ani.

k) Mengidentifikasi Anestesi Pada Anak Dengan

Malformasi Anorektal.

l) Mengidentifikasi komplikasi Dari Atresia Ani.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

ATRESIA ANI Page 5

Istilah atresia ani berasal dari bahasa Yunani

yaitu “ a “ yang artinya tidak ada dan trepsis yang

berarti makanan dan nutrisi. Dalam istilah

kedokteran, atresia ani adalah suatu keadaan tidak

adanya atau tertutupnya lubang yang normal.

Atresia ani adalah kelainan kongenital yang

dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus,

rektum, atau batas di antara keduanya (Betz,

2002).Atresia ani merupakan kelainan bawaan

(kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus

(Donna, 2003).Atresia ani adalah tidak lengkapnya

perkembangan embrionik pada distal anus atau

tertutupnya anus secara abnormal (Suradi,

2001).Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak

terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian

endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang

tidak sempurna.Anus tampak rata atau sedikit cekung

ke dalam atau kadang berbentuk anus namun tidak

berhubungan langsung dengan rektum (Purwanto, 2001).

ATRESIA ANI Page 6

Atresia ani disebut juga anorektal anomali atau

imperforata anus.Merupakan kelainan kongenital

dimana terjadi perkembangan abnormalpada anorektal

di saluran gastrointestinal. Atresia ani atau

anusimperporata adalah malformasi congenital dimana

rectum tidakmempunyai lubang ke luar (Wong,2004).

Atresia ani / Atresia rektiadalah ketiadaan atau

tertutupnya rectal secara kongenital (Dorland,1998).

Atresia ani adalah kelainan kongenital yang

dikenal sebagai anusimperforate meliputi anus,

rektum atau keduanya (Betz.Ed 3 tahun2002).

Atresia ani merupakan kelainan bawaan

(kongenital), tidakadanya lubang atau saluran anus

(Donna L. Wong, 520 : 2003).

Penulis menyimpulkan bahwa, atresia ani adalah

kelainan kongenital dimana anus tidak mempunyai

lubang untuk mengeluarkan feses karena terjadi

gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat

kehamilan.

B. Epidemiologi

Angka kejadian rata-rata malformasi anorektal di

seluruh dunia adalah 1 dalam 5000 kelahiran.2 Secara

umum, malformasi anorektal lebih banyak ditemukan

pada laki-laki daripada perempuan. Fistula

rektouretra merupakan kelainan yang paling banyak

ditemui pada bayi lakilaki, diikuti oleh fistula

ATRESIA ANI Page 7

perineal.Sedangkan pada bayi perempuan, jenis

malformasi anorektal yang paling banyak ditemui

adalah anus imperforata diikuti fistula

rektovestibular dan fistula perineal.

Hasil penelitian Boocock dan Donna di Manchester

menunjukkan bahwa malformasi anorektal letak rendah

lebih banyak ditemukan dibandingkan malformasi

anorektal letak tinggi.

C. Embriologi

Usus belakang membentuk sepertiga distal kolon

transversum, kolon desendens, sigmoid, rektum,

bagian atas kanalis ani.emdodern usus belakang ini

juga membentuk lapisan dalam kandung kemih dan

uretra (Sadler T.W, 1997).

Bagian akhir usus belakang bermuara ke dalam

kloaka, suatu rongga yang dilapisi endoderm yang

berhubungan langsung dengan ektoderm

permukaan.Daerah pertemuan antara endoderm dan

ektoderm membentuk membran kloaka (Sadler T.W,

1997).

Pada perkembangan selanjutnya, timbul suatu rigi

melintang, yaitu septum urorektal, pada sudut antara

allantois dan usus belakang.Sekat ini tumbuh kearah

kaudal, karena itu membagi kloaka menjadi bagian

depan, yaitu sinus uroginetalis primitif, dan bagian

posterior, yaitu kanalis anorektalis. Ketika mudigah

ATRESIA ANI Page 8

berumur 7 minggu, septum urorektal mencapai membran

kloaka, dan di daeraah ini terbentuklah korpus

parienalis. Membran kloakalis kemudian terbagi

menjadi membran analis di belakang, dan membran

urogenitalis di depan (Sadler T.W, 1997).

Sementara itu, membran analis dikelilingi oleh

tonjol-tonjol mesenkim, yang dikenal sebagai celah

anus atau proktodeum.Pada minggu ke-9, membran

analis koyak, dan terbukalah jalan antara rektum dan

dunia luar.Bagian atas kanalis analis berasal dari

endoderm dan diperdarahi oleh pembuluh nasi usus

belakang, yaitu arteri mesentrika inferior.Akan

tetapi, sepertiga bagian bawah kanalis analis

berasal dari ektoderm dan ektoderm dibentuk oleh

linea pektinata, yang terdapat tepat di bawah

kolumna analis.Pada garis ini, epitel berubah dari

epitel torak menjadi epitel berlapis gepeng (Sadler

T.W, 1997).

Secara embriologi, saluran pencernaan berasal dari

foregut, midgut dan hindgut. Foregut akan membentuk

faring, sistem pernafasan bagian bawah, esofagus,

lambung sebagian duodenum, hati dan sistem bilier

serta pankreas. Midgut membentuk usus halus,

sebagian duodenum, sekum, appendik, kolon asenden

sampai pertengahan kolon transversum.Hindgut meluas

dari midgut hingga ke membrana kloaka, membrana ini

tersusun dari endoderm kloaka, dan ektoderm dari

ATRESIA ANI Page 9

protoderm atau analpit.Usus terbentuk mulai minggu

keempat disebut sebagai primitif gut.Kegagalan

perkembangan yang lengkap dari septum urorektalis

menghasilkan anomali letak tinggi atau supra

levator.Sedangkan anomali letak rendah atau infra

levator berasal dari defek perkembangan proktoderm

dan lipatan genital.Pada anomali letak tinggi, otot

levator ani perkembangannya tidak normal.Sedangkan

otot sfingter eksternus dan internus dapat tidak ada

atau rudimenter (Faradilla, 2009).

D. Klasifikasi

Klasifikasi yang paling sering digunakan untuk

malformasi anorektal adalah klasifikasiWingspread

yang membagi malformasi anorektal menjadi letak

tinggi, intermedia dan letakrendah.Akan tetapi,

untuk tujuan terapi dan prognosis digunakan

klasifikasi yang dibuatberdasarkan jenis.

Melbourne membagi berdasarkan garis pubokoksigeus

dan garis yang melewati ischii kelainandisebut :

1. Letak tinggi apabila rektum berakhir diatas

muskulus levator ani

(muskuluspubokoksigeus).Kelainan Tinggi (High

Anomaly/Kelainan Supralevator). Kelainan tinggi

mempunyai beberapa tipe antara lain: laki-laki ada

anorektal agenesis, rektouretral fistula yaitu

ATRESIA ANI Page 10

rektum buntu tidak ada hubungan dengan saluran

urinary, fistula ke prostatic uretra. Rektum

berakhir diatas muskulus puborektal dan muskulus

levator ani, tidak ada sfingter internal.

Perempuan ada anorektal agenesis dengan fistula

vaginal tinggi, yaitu fistula antara rectum dan

vagina posterior. Pada laki danperempuan biasanya

rectal atresia.

2. Letak intermediet apabila akhiran rektum terletak

di muskulus levator ani.

Kelainan Intermediet/Menengah (Intermediate

Anomaly), ciri – cirinya adalah ujung rektum

mencapai tingkat muskulus Levator ani tetapi tidak

menembusnya, rektum turun melewati otot puborektal

sampai 1 cm atau tepat di otot puborektal, ada

lesung anal dan sfingter eksternal. Tipe kelainan

intermediet antara lain, untuk laki-laki bisa

rektobulbar/rektouretral fistula yaitu fistula

kecil dari kantong rektal ke bulbar), dan anal

agenesis tanpa fistula.Sedangkan untuk perempuan

bisa rektovagional fistula, analgenesis tanpa

fistula, danrektovestibular fistula.

3. Letak rendah apabila akhiran rektum berakhir bawah

muskulus levator ani.

Kelainan Rendah (Low Anomaly/Kelainan

Translevator), ciri - cirinya adalah rektum turun

sampai ke otot puborektal, spingter ani eksternal

ATRESIA ANI Page 11

dan internal berkembang sempurna dengan fungsi

yang normal, rektum menembus muskulus levator ani

sehingga jarak kulit dan rektum paling jauh 2 cm.

Tipe dari kelainan rendah antara lain adalah anal

stenosis, imperforata membrane anal, dan fistula (

untuk laki-laki fistula ke perineum, skrotum atau

permukaan penis, dan untuk perempuan anterior

ektopik anus atau anocutaneus fistulamerupakan

fistula ke perineal, vestibular atau vaginal).

Klasifikasi Berdasarkan Wingspread

Kelompok Kelainan TindakanI Laki-laki :

Fistel urin,

atresia rektum,

perineum datar,

fistel tidak

ada,

invertogram :

udara >1 cm

dari kulit.

Perempuan :

Kloaka, fistel

vagina, fistel

anovestibular/

rektovestibular

Kolostomi

neonatus; operasi

definitif pada

usia 4-6 bulan.

Kolostomi

neonatus

ATRESIA ANI Page 12

, atresia

rektum, fistel

tidak ada,

invertogram :

udara >1 cm

dari kulit

II Laki-

laki :Fistel

perineum,

membrane anal,

stenosis anus,

fistel tidak

ada,

invertogram:uda

ra <1 cm dari

kulit

Perempuan :

Fistel

perineum,

stenosis anus,

fistel tidak

ada,

invertogram :

udara

<1 cm dari

kulit

Operasi langsung

pada neonates

Operasi langsung

pada neonatus

ATRESIA ANI Page 13

E. Etiologi

Atresia ani atau anus imperforata dapat disebabkan

karena :

1. faktor genetik

Kelainan genetik atau bawaan (autosomal) anus

disebabkan oleh gangguan pertumbuhan, fusi dan

pembentukan anus dari tonjolan embriogenik. Pada

minggu kelima sampai ketujuh pada usia kehamilan,

terjadi gangguan pemisahan kloaka menjadi rektum

dan sinus urogenital, biasanya karena gangguan

perkembangan septum urogenital.

2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan

daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang

dubur

3. Gangguan organogenesis dalam kandungan.

4. Berkaitan dengan sindrom down.

5. faktor lingkungan (seperti peggunaan obat-obatan

dan konsumsi alkohol selama masa kehamilan) namun

hal ini masih belum jelas(Bobak, 2005).

F. Patofisiologi

Pada usia gestasi minggu ke-5, kloaka berkembang

menjadi saluranurinari, genital dan rektum. Usia

gestasi minggu ke-6, septum urorektalmembagi kloaka

menjadi sinus urogenital anterior dan

intestinalposterior. Usia gestasi minggu ke-7,

terjadi pemisahan segmen rectaldan urinari secara

ATRESIA ANI Page 14

sempurna. Pada usia gestasi minggu ke-9,

bagianurogenital sudah mempunyai lubang eksterna dan

bagian anus tertutupoleh membrane. Atresia ani

muncul ketika terdapat gangguan padaproses tersebut.

Selama pergerakan usus, mekonium melewati usus

besar ke rektum dan kemudian menuju anus.Persarafan

di anal kanal membantu sensasi keinginan untuk buang

air besar (BAB) dan juga menstimulasi aktivitas

otot.Otot tersebut membantu mengontrol pengeluaran

feses saat buang air. Pada bayi dengan malformasi

anorektal (atresia ani) terjadi beberapa kondisi

abnormal sebagai berikut: lubang anus sempit atau

salah letak di depan tempat semestinya, terdapat

membrane pada saat pembukaan anal, rectum tidak

terhubung dengan anus, rectum terhubung dengan

saluran kemih atau sistem reproduksi melalui

fistula, dan tidak terdapat pembukaan anus.

G. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik pada klien dengan atresia ani

antara lain mekoniumtidak keluar dalam 24 jam

pertama setelah kelahiran atau keluarmelalui saluran

urin, vagina atau fistula. Pada bayi baru lahir

tidakdapat dilakukan pengukuran suhu secara

fekal.Distensi abdomen dapatterjadi bertahap dalam

8-24 jam pertama.Pemeriksaan fisik ditemukanadanya

tanda-tanda obstruksi usus dan adanya

konstipasi.Muntah padabayi umur 24-48 jam atau bila

ATRESIA ANI Page 15

bayi diberi makan juga perludiperhatikan. Pembukaan

anal terbatas atau adanya misplacedpembukaan anal.

Lebih dari 50% klien dengan atresia ani

mempunyaikelainan congenital lain.

H. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan dari anamnesis dan pemeriksaan

fisik yang teliti. Pada anamnesis dapat ditemukan :

1. Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir

2. Tidak ditemukan anus, kemungkinan juga ditemukan

adanya fistula

3. Bila ada fistula pada perineum maka mekoneum (+)

dan kemungkinan kelainan adalah letak rendah

Pena menggunakan cara sebagai berikut:

1. Bayi laki-laki dilakukan pemeriksaan perineum dan

urin bila :

a. Fistel perianal (+), bucket handle, anal

stenosis atau anal membran berarti atresia

letak rendah maka dilakukan minimal Postero

Sagital Anorektoplasti (PSARP) tanpa kolostomi

b. Bila mekoneum (+) maka atresia letak tinggi dan

dilakukan kolostomi terlebih dahulu, setelah 8

minggi kemudian dilakukan tindakan definitif.

Apabila pemeriksaan diatas meragukan dilakukan

invertrogram.Bila akhiran rektum < 1 cm dari kulit

maka disebut letak rendah.Akhiran rektum > 1 cm

ATRESIA ANI Page 16

disebut letak tinggi.Pada laki-laki fistel dapat

berupa rektovesikalis, rektouretralis dan

rektoperinealis.

2. Pada bayi perempuan 90 % atresia ani disertai

dengan fistel.

Bila ditemukan fistel perineal (+) maka dilakukan

minimal PSARP tanpa kolostomi.Bila fistel

rektovaginal atau rektovestibuler dilakukan

kolostomi terlebih dahulu.Bila fistel (-) maka

dilakukan invertrogram: apabila akhiran < 1 cm

dari kulit dilakukan postero sagital

anorektoplasti, apabila akhiran > 1 cm dari kulit

dilakukan kolostomiterlebih dahulu.

Leape (1987) menyatakan bila mekonium didadapatkan

pada perineum, vestibulum atau fistel perianal maka

kelainan adalah letak rendah .Bila Pada pemeriksaan

fistel (-) maka kelainan adalah letak tinggi atau

rendah. Pemeriksaan foto abdomen setelah 18-24 jam

setelah lahir agar usus terisis udara, dengan cara

Wangenstein Reis (kedua kaki dipegang posisi badan

vertikal dengan kepala dibawah) atau knee chest

position (sujud) dengan bertujuan agar udara

berkumpul didaerah paling distal. Bila terdapat

fistula lakukan fistulografi.

Pada pemeriksan klinis, pasien malformasi

anorektal tidak selalu menunjukkan gejala obstruksi

ATRESIA ANI Page 17

saluran cerna.Untuk itu, diagnosis harus ditegakkan

pada pemeriksaan klinis segera setelah lahir dengan

inspeksi daerah perianal dan dengan memasukkan

termometer melalui anus.

Mekonium biasanya tidak terlihat pada perineum

pada bayi dengan fistula rektoperineal hingga 16-24

jam. Distensi abdomen tidak ditemukan selama

beberapa jam pertama setelah lahir dan mekonium

harus dipaksa keluar melalui fistula rektoperineal

atau fistula urinarius. Hal ini dikarenakan bagian

distal rektum pada bayi tersebut dikelilingi

struktur otot-otot volunter yang menjaga rektum

tetap kolaps dan kosong.Tekanan intrabdominal harus

cukup tinggi untuk menandingi tonus otot yang

mengelilingi rektum. Oleh karena itu, harus ditunggu

selama 16-24 jam untuk menentukan jenis malformasi

anorektal pada bayi untuk menentukan apakah akan

dilakukan colostomy atau anoplasty.

Inspeksi perianal sangat penting.Flat "bottom"

atau flat perineum, ditandai dengan tidak adanya

garis anus dan anal dimple mengindikasikan bahwa

pasien memiliki otot-otot perineum yang sangat

sedikit.Tanda ini berhubungan dengan malformasi

anorektal letak tinggi dan harus dilakukan

colostomy.

Tanda pada perineum yang ditemukan pada pasien

dengan malformasi anorektal letak rendah meliputi

ATRESIA ANI Page 18

adanya mekonium pada perineum, "bucket-handle" (skin

tag yang terdapat pada anal dimple), dan adanya

membran pada anus (tempat keluarnya mekonium).

I. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan atresia ani tergantung

klasifikasinya.Pada atresia ani letak tinggi harus

dilakukan kolostomi terlebih dahulu.Pada beberapa

waktu lalu penanganan atresia ani menggunakan

prosedur abdominoperineal pullthrough, tapi metode

ini banyak menimbulkan inkontinen feses dan prolaps

mukosa usus yang lebih tinggi. Pena dan Defries pada

tahun 1982 memperkenalkan metode operasi dengan

pendekatan postero sagital anorektoplasti, yaitu

dengan cara membelah muskulus sfingter eksternus dan

muskulus levator ani untuk memudahkan mobilisasi

kantong rektum dan pemotongan fistel.

Keberhasilan penatalaksanaan atresia ani dinilai

dari fungsinya secara jangka panjang, meliputi

anatomisnya, fungsi fisiologisnya, bentuk kosmetik

serta antisipasi trauma psikis. Untuk menangani

secara tepat, harus ditentukankan ketinggian akhiran

rektum yang dapat ditentukan dengan berbagai cara

antara lain dengan pemeriksaan fisik, radiologis dan

USG. Komplikasi yang terjadi pasca operasi banyak

disebabkan oleh karena kegagalan menentukan letak

kolostomi, persiapan operasi yang tidak adekuat,

ATRESIA ANI Page 19

keterbatasan pengetahuan anatomi, serta ketrampilan

operator yang kurang serta perawatan post operasi

yang buruk.Dari berbagai klasifikasi

penatalaksanaannya berbeda tergantung pada letak

ketinggian akhiran rektum dan ada tidaknya fistula.

Leape (1987) menganjurkan pada :

1. Atresia letak tinggi dan intermediet dilakukan

sigmoid kolostomi atau TCD dahulu, setelah 6 –12

bulan baru dikerjakan tindakan definitif (PSARP).

2. Atresia letak rendah dilakukan perineal anoplasti,

dimana sebelumnya dilakukan tes provokasi dengan

stimulator otot untuk identifikasi batas otot

sfingter ani ekternus Bila terdapat fistula

dilakukan cut back incicion

3. Pada stenosis ani cukup dilakukan dilatasi rutin,

berbeda dengan Pena dimana dikerjakan minimal

PSARP tanpa kolostomi.

Pena secara tegas menjelaskan bahwa pada atresia

ani letak tinggi dan intermediet dilakukan kolostomi

terlebih dahulu untuk dekompresi dan diversi.Operasi

definitif setelah 4 – 8 minggu. Saat ini teknik yang

paling banyak dipakai adalah posterosagital

anorektoplasti, baik minimal, limited atau full

postero sagital anorektoplasti.

Teknik Operasi

ATRESIA ANI Page 20

1. Dilakukan dengan general anestesi, dengan intubasi

endotrakeal, dengan posisi pasien tengkurap dan

pelvis ditinggikan.

2. Stimulasi perineum dengan alat Pena Muscle

Stimulator untuk identifikasi anal dimple.

3. Insisi bagian tengah sakrum kearah bawah melewati

pusat spingter dan berhenti 2 cmdidepannya.

4. Dibelah jaringan subkutis, lemak, parasagital

fiber dan muscle complex.

5. Os koksigeus dibelah sampai tampak muskulus

levator, dan muskulus levator dibelahtampak

dinding belakang rektum.

6. Rektum dibebas dari jaringan sekitarnya.

7. Rektum ditarik melewati levator, muscle complex

dan parasagital fiber.

8. Dilakukan anoplasti dan dijaga jangan sampai

tension.

Penatalaksanaan malformasi anorektal (pada gambar 1)

ATRESIA ANI Page 21

Gambar 1.Algoritma penatalaksanaan malformasi

anorektal pada neonatus laki-laki.

Dengan inspeksi perineum dapat ditentukan adanya

malformasi anorektal pada 95% kasus malformasi

anorektal pada bayi perempuan. Prinsip

penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi

perempuan hampir sama dengan bayi laki-laki.

Penatalaksanaan malformasi anorektal pada bayi

perempuan (gambar 2)

ATRESIA ANI Page 22

Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan malformasi

anorektal pada neonatus perempuan

Anoplasty

PSARP adalah metode yang ideal dalam

penatalaksanaan kelainan anorektal. Jika bayi tumbuh

dengan baik, operasi definitif dapat dilakukan pada

usia 3 bulan. Kontrindikasi dari PSARP adalah tidak

adanya kolon.Pada kasus fistula rektovesikal, selain

PSARP, laparotomi atau laparoskopi diperlukan untuk

menemukan memobilisasi rektum bagian distal.

Demikian

juga pada pasien kloaka persisten dengan saluran

kloaka lebih dari 3 cm.

ATRESIA ANI Page 23

Penatalaksanaan Post-operatif

Perawatan Pasca Operasi PSARP

1. Antibiotik intra vena diberikan selama 3

hari ,salep antibiotik diberikan selama 8- 10

hari.

2. minggu pasca operasi dilakukan anal dilatasi

dengan heger dilatation, 2 kali sehari dan tiap

minggu dilakukan anal dilatasi dengan anal dilator

yang dinaikan sampai mencapai ukuran yang sesuai

dengan umurnya. Businasi dihentikan bila busi

nomor 13-14 mudah masuk.

Kalibrasi anus tercapai dan orang tua mengatakan

mudah mengejakan serta tidak ada rasa nyeri bila

dilakukan 2 kali sehari selama 3-4 minggu merupakan

indikasi tutup kolostomi, secara bertahap frekuensi

diturunkan.

Pada kasus fistula rektouretral, kateter foley

dipasang hingga 5-7 hari.Sedangkan pada kasus kloaka

persisten, kateter foley dipasang hingga 10-14 hari.

Drainase suprapubik diindikasikan pada pasien

persisten kloaka dengan saluran lebih dari 3 cm.

Antibiotik intravena diberikan selama 2-3 hari, dan

antibiotik topikal berupa salep dapat digunakan pada

luka.

Dilatasi anus dimulai 2 minggu setelah

operasi.Untuk pertama kali dilakukan oleh ahli

ATRESIA ANI Page 24

bedah, kemudian dilatasi dua kali sehari dilakukan

oleh petugas kesehatan ataupun keluarga.Setiap

minggu lebar dilator ditambah 1 mm tercapai ukuran

yang diinginkan.Dilatasi harus dilanjutkan dua kali

sehari sampai dilator dapat lewat dengan

mudah.Kemudian dilatasi dilakukan sekali sehari

selama sebulan diikuti dengan dua kali seminggu pada

bulan berikutnya, sekali seminggu dalam 1 bulan

kemudian dan terakhir sekali sebulan selama tiga

bulan.Setelah ukuran yang diinginkan tercapai,

dilakukan penutupan kolostomi.

Setelah dilakukan penutupan kolostomi, eritema

popok sering terjadi karena kulit perineum bayi

tidak pernah kontak dengan feses sebelumnya.Salep

tipikal yang mengandung vitamin A, D, aloe, neomycin

dan desitin dapat digunakan untuk mengobati eritema

popok ini.

J. Prognosis

Prognosis bergantung dari fungsi klinis.Dengan

khusus dinilai pengendalian defekasi, pencemaran

pakaian dalam.Sensibilitas rektum dan kekuatan

kontraksi otot sfingter pada colok dubur (Hamami

A.H, 2004).

Fungsi kontineia tidak hanya bergantung pada

kekuatan sfingter atau ensibilitasnya, tetapi juga

ATRESIA ANI Page 25

bergantung pada usia serta kooperasi dan keadaan

mental penderita (Hamami A.H, 2004).

Hasil operasi atresia ani meningkat dengan

signifikan sejak ditemukannya metode PSARP (Levitt

M, 2007).

K. Anestesi Pada Anak Dengan Malformasi Anorektal

Anestesi pada bayi dan anak berbeda dengan

anestesi pada orang dewasa. Permasalahan yangperlu

diperhatikan pada anestesi pediatrik antara lain:

1. Pre operatif

a. Respirasi

Frekuensi pernafasan pada bayi dan anak lebih

cepat dibandingkan dengan orang dewasa.Tipe

pernafasan pada pada bayi adalah abdominal,

lewat hidung, sehingga gangguanpada kedua

bagian ini memudahkan timbulnya kegawatan

pernafasan.

Gangguan respirasi (contoh: dispnea, batuk,

stridor, wheezing) bermanfaat sebagai

studitambahan. Kemampuan posisi terlentang

tanpa gangguan respirasi harus

dijelaskan.Kompresi trakea dan brokus dari

tumor mungkin disebabkan oleh posisi.

Tes: foto toraks, supine-duduk/ volume loops

(berguna untuk evaluasi lokasi dan

ATRESIA ANI Page 26

tandatandaobstruksi jalan nafas). AGD, pulse

oxymetri, jika simptomatis, CT/MRI dada.

b. Kardiovaskuler

Frekuensi jantung/ nadi bayi dan anak

berkisar antara 100-120 kali per

menit.Hipoksiamenimbulkan bradikardi, karena

parasimpatis yang lebih dominan.

Gangguan massa mediastinum mungkin termasuk

sindroma vena kava superior. Gejalalain mungkin

termasuk sinkop dan sakit kepala (TTIK) menjadi

lebih buruk pada posisiterlentang.

Tes: ekokardiografi, EKG, jika simptomatis.

c. Premedikasi

Manfaat dan kegunaan premedikasi masih

menjadi perdebatan di antara para ahli.Ada yang

mengatakan bahwa premedikasi pada anak tidak

diperlukan karenamenimbulkan trauma yang akan

dibawa sampai dewasa. Terlepas perlu atau

tidaknyapremedikasi pada anak, maksud dan

tujuan premedikasi yang terpenting adalah :

1. untuk menghilangkan atau mengurangi rasa

takut, cemas, dan gelisah, sehingga

anakmenjadi tenang ketika masuk kamar

operasi.

2. memudahkan dan melancarkan induksi anestesi.

3. mencegah terjadinya perubahan psikologis atau

perilaku pasca anestesi/bedah.

ATRESIA ANI Page 27

4. mengurang sekret pada saluran nafas dan

rongga mulut.

5. sebagai vagolitik. Mencegah timbulnya refleks

vagal akibat obat anestesi, rangsanganfisik,

atau manipulasi pembedahan.

d. Jenis Obat Premedikasi

Golongan antikolinergik

a) Sulfas Atropin dan Skopolamin

Atropin lebih unggul dibanding

skopolamin untuk mengendalikan bradikardi dan

aritmia lainnya terutama pada bayi usia

kurang dari enam bulan. Biasanya bradikardi

timbul karena manipulasi pembedahan atau

karena obat anestesi seperti halotan dosis

tinggi.

Dengan ditinggalkannya pemakaian eter,

maka tidak diperlukan lagi obat premedikasi

untuk mengurangi sekresi air liur.Atropin dan

skopolamin sebaiknyatidak diberikan kepada

pasien dengan suhu tinggi dan takikardi.

b) Glikopirolat

Merupakan senyawa garam amonium

kuartener dengan khasiatantikolinergik yang

kuat.Panjang efek sampingnya tidak begitu

kuat disbandingsulfas atropin.Dosis 5-10

gr/kgBB intra vena.

Golongan hipnotik sedative

ATRESIA ANI Page 28

a) Diazepam

Merupakan obat golongan sedatif yang

banyak digunakan sebagaipremedikasi untuk

anak karena berkhasiat menenangkan.Pada

sekitar 80% kasus,tanpa mendepresi nafas dan

sedikit sekali menimbulkan muntah.

Dosis :Intravena (IV) atau intramuskular

(IM) : 0,20 mg/kgBB

Per oral : 0,25-0,50 mg/kgBB

Per rektal : 0,40-0,50 mg/kgBB

b) Midazolam

Termasuk golongan benzodiazepin yang

mudah larut dalam air.Waktukerja sangat

cepat, lama kerja tidak terlalu lama.Dapat

diberikan secaraparenteral dan oral.

Dosis : IM : 0,05 mg/kgBB

Per oral : 7,5-15 mg/kgBB

Per rektal : 0,35-0,45 mg/kgBB

c) Prometazin (phenergan)

Termasuk golongan antihistamin yang

mempunyai efek sedasi cukup baik.Dapat

diberikan per oral dengan dosis 1

mg/kgBB.Dosis maksimal 30 mg.

d) Barbiturat

Terdapat 2 sediaan yang sering digunakan

untuk premedikasi, yaitu pentobarbitone

(nembutal) dan quinalbarbitone (seconal).

ATRESIA ANI Page 29

Diberikan per oral 1,5 jam pra bedah dengan

dosis 2-5 mg/kgBB. Obat ini tidak pernah

diberikan pada bayi usia< 6 bulan, karena

metabolismenya lama. Tidak dianjurkan untuk

diberikan secara IM karena akan menimbulkan

rasa sakit, nekrosis, dan abses.

e) Golongan narkotik analgetik

Narkotik jarang diberikan sebagai obat

premedikasi pada bayi/anak kecil karena

sering menimbulkan pusing, mual, muntah,

sampai depresi nafas. Pemberian morfin

biasanya atas indikasi adanya cacat jantung

bawaan yang sianotik dengan dosis 0,05-0,2

mg/kgBB intramuskuler, 1 jam prabedah.

Meperidin (pethidin) merupakan obat golongan

narkotik dengan sedasi ringan.Sering

menimbulkan muntah sehingga jarang digunakan

untuk narkotik analgetik.

e. Cara Pemberian Premedikasi

Sampai saat ini belum ditemukan cara

pemberian premedikasi pada bayi/anak yang

dianggap ideal, yaitu sederhana, efektif, dan

tidak menimbulkan trauma psikis. Metode yang

lazim dipakai adalah:

1) Parenteral (IM/IV)

ATRESIA ANI Page 30

Masih sering digunakan, walaupun sering

ditolak anak karena takut akan jarum dan

sakit.

2) Per oral

Pemberian cara ini sebenarnya paling ideal

diberikan pada bayi/anak yg masih kecil

karena tidak akan menimbulkan trauma atau

rasa sakit. Agar pemberian oral lebih

efektif, biasanya waktunya lebih lama. Agar

anak/bayi suka, biasanya dicampur dengan

aroma obat lain agar terasa manis dan

disukai.

3) Per rectal

Pemberian premedikasi secara rektal sering

disebut sebagai anestesi basal.

4) Per nasal

Metode pemberian secara nasal masih

dalam penelitian dengan cara-cara yg paling

baru.Obat diberikan secara tetesan/semprotan

(nose spray) ke dalam mukosa hidung.

Selanjutnya obat akan diserap lewat mukosa

hidung dan masuk dengan cepat ke dalam

sirkulasi darah karena mukosa hidung kaya

akan pembuluh darah.

Pemberian obat cara ini cepat memberikan

efek, sehingga kadang-kadang disebut sebagai

pra induksi.

ATRESIA ANI Page 31

Jenis obat : Midazolam 0,2 mg/kgBB (untuk

anak 1-5 tahun)

Sulfentanil 1,5-3 U gr/kgBB

2. Intra operatif

a. Teknik Anestesi

Dilakukan anestesi umum dengan pipa

endotrakea, dengan gas hangat.Kamar operasi

dengan suhu 20-25ºC. Pad hangat pada meja

operasi.

b. Induksi

Pasang jalur IV sebelum induksi.Jika ada

sindroma vena kava superior, penting jika akses

intravena pada ekstremitas bawah. Atropin (0,02

mg/kg IV) diberikan untuk mengurangi sekresi

kelenjar dan mencegah bradikardi dari efek

induksi halotan yang dalam dari laringoskopi.

Intubasi bangun pada posisi duduk mungkin

perlu.Suatu induksi memakai sungkup dengan

halotan/ O2 pada posisi semifowler mungkin

tepat.Intubasi seharusnya dilakukan dengan

ventilasi spontan.Gunakan pipa endotrakeal dan

evaluasi dari trakea/bronkus.Hindari penggunaan

pelemas otot sampai pipa endotrakeal

terpasang.Dokter bedah segera hadir dengan

ATRESIA ANI Page 32

persiapan bronkoskopi yang rigid saat dilakukan

induksi yang berakibat obstruksi jalan nafas

akut. Perubahan posisi sederhana (misalnya:

dari posisi supine ke lateral atau duduk)

mungkin mengakibatkan kolaps kardiorespirasi.

c. Induksi anestesi parenteral

1) Intramuskuler

Metode ini dipilih jika ada kesulitan

mencari pembuluh darah vena atau cara induksi

lain tidak memungkinkan. Sebenarnya induksi

anestesi cara ini lebih pasti dan praktis

dibanding cara induksi per rektal, dan dapat

dilakukan pada saat bayi/anak sudah ada di

meja operasi. Kerugian metode ini adalah

suntikan, yg sangat ditakuti bayi/anak dan

volume yg diberikan cukup banyak.

Obat yg digunakan biasanya ketamin dosis

6-10 mg/kgBB. Biasanya anak/bayi akan tidur

setelah 3-5 menit.

2) Intravena

Keuntungan cara ini adalah selain cepat,

juga menyenangkan karena dapat berjalan mulus

dan cepat, terutama apabila telah terpasang

infus. Kerugiannya biasanya sangat sukar

ATRESIA ANI Page 33

memasang infus, anak/bayi sering berontak,

dan kesukaran mencari pembuluh vena.

Obat yang digunakan:

(1) Penthotal

Dapat diberikan pada bayi/anak. Perlu

diingat bahwa neonates sangat peka

terhadap obat ini, danmetabolisme

berlangsung lama. Dosis induksi bayi/anak

4-5 mg/kgBB.

(2) Methohexital (brevital)

Untuk induksi digunakan larutan 1% dengan

dosis 1,5 mg/kgBB. Sebagai pilihan

alternatif penthotal, biasanya pemulihan

lebih cepat dibanding penthotal.Pada anak

sering menimbulkan twitching otot dan

singultus apabila dosisnya tinggi.

(3) Diazepam

Masa pemulihan lebih lama dari penthotal.

Dosis 0,4 mg/kgBB.

(4) Ketamin

Dosis 2 mg/kgBB.Dalam waktu 1-2 menit anak

sudah tidur.

(5) Propofol

Cukup efektif untuk anak, tapi sering

menimbulkan rasa sakit dan terbakar

sehingga cara pemberiannya memerlukan

teknik khusus. Dosis 2,5-3,5 mg/kgBB.

ATRESIA ANI Page 34

(6) Midazolam

Tergolong benzodiazepin yang larut air,

tidak menyebabkan rasasakit pada pembuluh

darah. Dosis 0,15 mg/kgBB.

d. Induksi anestesi inhalasi

Dari penelitian didapatkan bahwa penangkapan

(uptake) gas anestesi pada paru anak/bayi lebih

cepat dibanding orang dewasa, karena proporsi

jaringan pembuluh darahnya lebih banyak.Karena

itu, induksi inhalasi pada anak/bayi lebih

cepat disbanding orang dewasa, dan ekskresinya

pun lebih cepat.

Oleh sebab itu, banyak ahli anestesi sering

memakai teknik ini, tapi kerugian teknik ini

adalah dapat menimbulkan trauma psikis dan

pengalaman yang buruk.

Untuk mengatasi kendala tersebut, ada

beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Persiapan pre operatif harus lebih baik.

2. Masker diberi rasa dan warna yg menarik.

3. Pemasangan masker jangan langsung menutupi

muka.

4. Bisa memakai teknik single breath.

Obat anestesi untuk inhalasi:

1. N2O/O2

ATRESIA ANI Page 35

Induksi dengan gas ini karena tidak berbau,

tidak merangsang.

2. Eter

Karena baunya sangat merangsang dan tidak

enak, sering menimbulkan sekresi yg

berlebihan dan saat ini sudah tidak

dipergunakan lagi.

3. Halotan

Merupakan gas anestesi inhalasi yg sering

digunakan untuk bayi/anak karena baunya tidak

merangsang, sehingga induksi bisa berjalan

lancar. Gas ini sering menimbulkan kejadian

drug induced hepatitis pada pemakaian

berulang, terutama pada anak usia> 14 tahun.

4. Isofluran

Koefisien kelarutan gas ini dalam darah

sangat rendah disbanding halotan, sehingga

secara teoritis induksi anestesi dan

pemulihan berlangsung sangat cepat.Gas ini

hampir tidak mengalami metabolism dalam

tubuh.Dikeluarkan lewat paru secara utuh dan

sempurna. Induksi nanestesi dengan isofluran

perlu pengalaman cukup dan penuh perhatian,

karena baunya yg tidak sedap dan merangsang

jalan nafas dimana kadang-kadang bayi/anak

akan menahan nafas.

e. Induksi anestesi per nasal

ATRESIA ANI Page 36

Merupakan cara induksi anestesi yg paling baru.

Dikenal dengan istilah pra induksi karena

perubahan kesadaran yg timbul berbeda dengan

akibat pemberian premedikasi secara oral atau

intramuskuler. Pemberian sufentanil lewat nasal

dengan dosis 1,5-3 U gr/kgBB ternyata cukup

efektif sebagai pra induksi pada anak yg lebih

besar. Cara ini tidak begitu menimbulkan efek

yg traumatis.

Rumatan

Ventilasi spontan/ ventilasi bantu dengan

volatile dan O2 100% mungkin tepat.

Pengakhiran

Penderita harus sadar penuh sebelum dilakukan

ekstubasi.

Kebutuhan cairan dan darah

Biasanya kehilangan darah minimal.Jika ada

mediatinoskopi kehilangan darah dapat diketahui

segera.Kebutuhan cairan 10-20 ml/kgBB IV.

Posisi

Jika obstruksi bertambah secara mendadak, ubah

posisi ke dekubitus lateral yangmemungkinkan

trakea terelevasi.

Komplikasi

Gagal nafas, gangguan jalan nafas,

bronkospasme, laringospasme, hipotensi.Oleh

ATRESIA ANI Page 37

karena itu perlu memperhatikan ABC. Gunakan

obat resusitasi (misalnya: efedrin 10μg/Kg).

Pengelolaan nyeri post op

Dapat diberikan ketorolac 0,9 mg/Kg IV, 6 kali

24 jam.

L. Komplikasi

Komplikasi jangka pendek yang dapat terjadi pada

klien atresia ani adalah :

1. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan.

2. Obstruksi intestinal

3. Kerusakan uretra akibat prosedur pembedahan.

Komplikasi jangka panjang :

1. Eversi mukosa anal.

2. Stenosis akibat kontraksi jaringan parut dari

anastomosis.

3. Impaksi dan konstipasi akibat terjadi dilatasi

sigmoid.

4. Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan

toilet training.

5. Inkontinensia akibat stenosis anal atau impaksi.

6. Fistula kambuh karena tegangan di area pembedahan

dan infeksi.

ATRESIA ANI Page 38

BAB III

KONSEP ASKEP

A. Pengkajian

a. Biodata klien

b. Riwayat keperawatan

1. Riwayat keperawatan/kesehatan sekarang

2. Riwayat kesehatan masa lalu

ATRESIA ANI Page 39

c. Riwayat psikologis.

Koping keluarga dalam menghadapi masalah.

d. Riwayat tumbuh kembang anak.

1. BB lahir abnormal.

2. Kemampuan motorik halus, motorik kasar,

kognitif dan tumbuh kembang pernah mengalami

trauma saat sakit.

3. Sakit kehamilan mengalami infeksi intrapartal.

4. Sakit kehamilan tidak keluar mekonium.

e. Riwayat sosial.

f. Pemeriksaan fisik.

B. Diagnosa Keperawatan

a. Pre Operasi

1. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak

lengkapnya pembentukan anus.

2. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan

dengan muntah.

3. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang

pengetahuan tentang penyakit dan prosedur

perawatan.

b. Post Operasi

1. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

2. Ketidakseimbanagan nutrisi kurang dari

kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.

3. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur

pembedahan.

ATRESIA ANI Page 40

4. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan

dengan kebutuhan perawatan dirumah.

C. Rencana Keperawatan

1. Pre Operasi

a. Inkontinentia bowel berhubungan dengan tidak

lengkapnya pembentukan anus.

Tujuan : Terjadi peningkatan fungsi usus.

Kriteria Hasil :

- Pasien menunjukkan konsistensi tinja

lembek

- Terbentuknya tinja

- Tidak ada nyeri saat defekasi

- Tidak terjadi perdarahan

Intervensi :

1) Lakukan dilatasi anal sesuai program.

Rasional : Meningkatkan kenyamanan pada

anak.

2) Kaji bising usus dan abdomen setiap 4 jam.

Rasional : Menyakinkan berfungsinya usus.

3) Ukur lingkar abdomen klien.

Rasional : Membantu mendeteksi terjadinya

distensi.

4) Pertahankan puasa dan berikan terapi

hidrasi IV sampai fungsi usus normal.

Rasional : Memulihkan dan mengembalikan

fungsi usus.

ATRESIA ANI Page 41

b. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan

dengan muntah.

Tujuan : Volume cairan terpenuhi

Kriteria Hasil :

- Turgor kulit baik dan bibir tidak kering

- TTV dalam batas normal

Intervensi :

1) Awasi masukan dan keluaran cairan.

Rasional : Untuk memberikan informasi

tentang keseimbangan cairan.

2) Kaji tanda-tanda vital seperti TD,

frekuensi jantung, dan nadi. Rasional :

Kekurangan cairan meningkatkan frekuensi

jantung, TD dan nadi turun.

3) Observasi tanda-tanda perdarahan yang

terjadi post operasi. Rasional : Penurunan

volume menyebabkan kekeringan pada

jaringan.

4) Kolaborasi dalam pemberian cairan

elektrolit sesuai indikasi. Rasional :

Untuk pemenuhan cairan yang hilang.

c. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kurang

pengetahuan tentang penyakit dan prosedur

perawatan.

Tujuan : Rasa cemas dapat hilang atau

berkurang.

ATRESIA ANI Page 42

Kriteria Hasil :

- Ansietas berkurang

- Klien tidak gelisah

Intervensi :

1) Kaji status mental dan tingkat ansietas dari

klien dan keluarga. Rasional : Derajat

ansietas akan dipengaruhi bagaimana informasi

tersebut diterima.

2) Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan

prosedur sebelum dilakukan operasi.

Rasional : Dapat meringankan ansietas

terutama ketika tindakan operasi tersebut

dilakukan.

3) Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan isi

pikiran dan perasaan takutnya.

Rasional : Mengungkapkan rasa takut secara

terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.

4) Ciptakan lingkungan yang tenang dan nyaman.

Rasional : Lingkungan yang nyaman dapat

mengurangi ansietas.

2. Post Operasi

a. Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

Tujuan : Nyeri dapat berkurang dan skala nyeri

berkurang

Kriteria Hasil :

- Klien mengatakan nyeri berkurang

- Ekspresi wajah terlihat rileks

ATRESIA ANI Page 43

Intervensi :

1) Kaji karakteristik, lokasi, durasi,

frekuensi, dan kualitas nyeri. Rasional :

Bantu klien untuk menilai nyeri dan sebagai

temuan dalam pengkajian.

2) Ajarkan klien manajemen nyeri dengan teknik

relaksasi dan distraksi.

Rasional : Membantu dalam menurukan atau

mengurangi persepsi atau respon nyeri.

3) Ciptakan lingkungan yang nyaman dan anjurkan

klien untuk istirahat.

Rasional : Memberikan kenyamanan untuk klien

agar dapat istirahat.

4) Kolaborasi untuk pemberian analgetik sesuai

advis dokter.

Rasional : Untuk mengurangi rasa nyeri.

b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh berhubungan dengan anoreksia.

Tujuan : Asupan nutrisi dapat terpenuhi dan

menuunjukkan perbaikan usus.

Kriteria Hasil :

- Tidak terjadi penurunan BB.

- Klien tidak mual dan muntah

Intervensi :

1) Kaji kemampuan klien untuk menelan dan

menguyah makanan. Rasional : Menentukan

ATRESIA ANI Page 44

pemilihan jenis makanan sehingga mencegah

terjadinya aspirasi.

2) Timbang berat badan sesuai indikasi.

Rasional : Mengevaluasi keadekuatan rencana

pemenuhan nutrisi.

3) Jaga keamanan saat memberikan makan klien

seperti kepala sedikit fleksi saat menelan.

Rasional : Menurunkan resiko terjadinya

aspirasi dan mengurangi rasa nyeri pada saat

menelan.

4) Berikan makanan lembut dalam porsi sedikit

tapi sering.

Rasional : Meningkatkan pemasukan dan

menurunkan distress gaster.

c. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur

pembedahan.

Tujuan : Tidak ditemukannya tanda-tanda infeksi

Kriteria Hasil :

- Tidak ada tanda-tanda infeksi

- Pemeriksaan laboratorium tidak ditemukan

peningkatan leukosit.

- Luka post operasi bersih

Interversi :

1) Pantau suhu tubuh klien (peningkatan suhu).

Rasional : Demam dapat terjadi karena

infeksi.

ATRESIA ANI Page 45

2) Ajarkan keluarga teknik mencuci tangan dengan

benar dan menggunakan sabun anti mikroba.

Rasional : Faktor ini paling sederhana tetapi

paling penting untuk mencegah infeksi di

rumah sakit.

3) Pertahankan teknik aseptik pada perawatan

luka.

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi

nosokomial.

4) Kolaborasi dalam pemberian antibiotik.

Rasional : Mencegah terjadinya infeksi luka.

5) Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium.

Rasional : Peningkatan leukosit menunjukkan

adanya infeksi.

d. Kurangnya pengetahuan keluarga berhubungan

dengan kebutuhan perawatan dirumah.

Tujuan : Pasien dan keluarga memahami perawatan

di rumah

Kriteria Hasil :

- Kelurga menunjukkan kemampuan untuk

memberikan perawatan untuk bayi di rumah.

- Keluarga tahu dan memahami dalam

memberikan perawatan pada klien.

Intervensi :

ATRESIA ANI Page 46

1) Ajarkan perawatan kolostomi dan partisipasi

dalam perawatan. Rasional : Agar keluarga

dapat melakukannya.

2) Ajarkan untuk mengenal tanda-tanda dan gejala

yang perlu dilaporkan perawat.

Rasional : Agar segera dilakukan tindakan.

3) Ajarkan keluarga cara perawatan luka yang

tepat.

Rasional : Dapat memberikan pengetahuan

keluarga

4) Latih keluarga untuk kebiasaan defekasi.

Rasional : untuk melatih pasien.

5) Ajarkan keluarga untuk memodifikasi diit

(misalnya serat).

Rasional : Membantu klien memperlancar

defekasi.

ATRESIA ANI Page 47

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Atresia ani adalah kelainan kongenital yang

dikenal sebagai anus imperforata meliputi anus,

rektum, atau batas di antara keduanya (Betz,

2002).Atresia ani merupakan kelainan bawaan

(kongenital), tidak adanya lubang atau saluran anus

(Donna, 2003).

Atresia ani adalah tidak lengkapnya

perkembangan embrionik pada distal anus atau

tertutupnya anus secara abnormal (Suradi, 2001).

Atresia ani atau anus imperforata adalah tidak

terjadinya perforasi membran yang memisahkan bagian

endoterm mengakibatkan pembentukan lubang anus yang

tidak sempurna

Penyebab dari atresia ani adalah faktor

genetic,Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan

daerah dubur, sehingga bayi , lahir tanpa lubang

dubur, Gangguan organogenesis dalam kandungan,

berkaitan dengan sindrom down, faktor lingkungan

(seperti peggunaan obat-obatan dan konsumsi alkohol

ATRESIA ANI Page 48

selama masa kehamilan) namun hal ini masih belum

jelas(Bobak, 2005).

B. Saran

Dengan demikian kami menyadari akan segala

kekurangan kami. Dan kami sangat mengharapkan saran

dan kritik.Semoga dengan dibuatnya makalah ini dapat

memotivasi dan manfaat bagi rekan-rekan semua.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bedah UGM. Atresia Ani. http://www.bedahugm.net.

[diakses tanggal 1 April 2009].

2. Grosfeld J, O’Neill J, Coran A, Fonkalsrud E.

Pediatric Surgery 6th edition. Philadelphia:Mosby

elseivier, 2006; 1566-99.

3. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M.

principles and Practice of Pediatric SurgeryVol.2.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;

1395-1434

ATRESIA ANI Page 49

4. Boocock G, Donnai D. Anorectal Malformation:

Familial Aspects and AssociatedAnomalies. Archives

of Disease in Childhood, 1987, 62,

576-579.http://www.pubmedcentral.nih.gov/picrender.f

cgi?artid=1778456&blobtype=pdf [diakses 1April 2009]

5. FK UII. Atresia Ani. Fakultas Kedokteran Unversitas

Islam Indonesia, 2006. [diakses 1April 2009]

6. Levitt M, Pena A. Anorectal Malformation. Orphanet

Journal of Rare Diseases 2007,

2:33.http://www.ojrd.com/content/2/1/33 [diakses 1

April 2009]

7. Oldham K, Colombani P, Foglia R, Skinner M.

principles and Practice of Pediatric SurgeryVol.2.

Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins, 2005;

1395-1434Anonim. Anorectal Malformation A parent’s

Guide. Departement of Paediatric SurgeryStarship

Hospital Auckland,

2006.http://www.starship.org.nz/General%20Surgery

%20PDFs/anorect.pdf [diakses 1 April2009]

8. University of Michigan. Imperforate Anus.

Departement of Surgery University of

Michiganhttp://www.medcyclopaedia.com/library/topics

/volume_vii/a/anorectalmalformation[diakses 1 April

2009]

9. Kella N, Memon S, Qureshi G. Urogenital Anomalies

Associated with AnorectalMalformation in Children.

World Journal of Medical Sciences 1 (2) 2006; 151-

ATRESIA ANI Page 50

154http://www.idosi.org/wjms/1(2)2006/20.pdf

[diakses 1 April 2009]

10. Latief SA, Suntoro A. Anestesi Peditrik dalam:

Anestesiologi. Muhiman M, Thaib M,Sunatrio S, Dahlan

M (eds). Jakarta: Bagian Anestesi dan Terapi

Intensif FKUI. 1989, 115-119.

11. Soerasdi E, Husaeni H, Kadarsah RK. Petunjuk

Teknis Prosedur Tetap Anestesia. Bandung:Bagian

Anestesiologi dan Reanimasi FK UNPAD. 2004. 498-501.

12. Obat-obat anestesi. EGC

ATRESIA ANI Page 51