ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. L DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT

63
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan post partum. Dari gejala-gejala klinik pre eklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan preklamsia berat. Pembagian preeklamsia menjadi berat dan ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan preeklamsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh dalam koma. (Sarwono, 2010) Preeklampsia (dahulu disebut gestosis) merupakan hipertensi yang dipicu oleh kehamilan dan terjadi pada 5-20% perempuan khususnya primigravida, ibu hamil dengan kehamilan kembar, ibu yang menderita diabetes mellitus, dan hipertensi essensial. Bahaya dari preeklampsia meliputi solutio placenta, kegagalan ginjal dan jantung, hemorargi serebral, insupisiensi placenta, dan gangguan pertumbuhan janin (Denis Tiran, 2006). Preeklampsia berat (PEB) dan eklampsia masih merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di Indonesia. Mereka diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif. Sedangkan eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau kejang di samping ketiga tanda khas PEB. Di negara berkembang, AKI sebesar 585/100.000 kelahiran hidup. Di Asia AKI terjadi 323/100.000 kelahiran hidup setiap tahunnya. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 2007 adalah 228/100.000 kelahiran hidup. Penyebab AKI diantaranya Pendarahan (28%), 1

Transcript of ASUHAN KEBIDANAN PADA NY. L DENGAN PREEKLAMPSIA BERAT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Preeklamsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat

terjadi ante, intra, dan post partum. Dari gejala-gejala

klinik pre eklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan

dan preklamsia berat. Pembagian preeklamsia menjadi berat dan

ringan tidaklah berarti adanya dua penyakit yang jelas

berbeda, sebab seringkali ditemukan penderita dengan

preeklamsia ringan dapat mendadak mengalami kejang dan jatuh

dalam koma. (Sarwono, 2010)

Preeklampsia (dahulu disebut gestosis) merupakan hipertensi

yang dipicu oleh kehamilan dan terjadi pada 5-20% perempuan

khususnya primigravida, ibu hamil dengan kehamilan kembar, ibu

yang menderita diabetes mellitus, dan hipertensi essensial.

Bahaya dari preeklampsia meliputi solutio placenta, kegagalan

ginjal dan jantung, hemorargi serebral, insupisiensi placenta,

dan gangguan pertumbuhan janin (Denis Tiran, 2006).

Preeklampsia berat (PEB) dan eklampsia masih merupakan salah

satu penyebab utama kematian maternal dan perinatal di

Indonesia. Mereka diklasifikasikan kedalam penyakit hypertensi

yang disebabkan karena kehamilan. PEB ditandai oleh adanya

hipertensi sedang-berat, edema, dan proteinuria yang masif.

Sedangkan eklampsia ditandai oleh adanya koma dan/atau kejang

di samping ketiga tanda khas PEB.

Di negara berkembang, AKI sebesar 585/100.000 kelahiran

hidup. Di Asia AKI terjadi 323/100.000 kelahiran hidup setiap

tahunnya. Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia

(SDKI), AKI di Indonesia pada tahun 2007 adalah 228/100.000

kelahiran hidup. Penyebab AKI diantaranya Pendarahan (28%),

1

eklampsia (24%), infeksi (11%), komplikasi masa puerperium

(8%), abortus (5%), partus lama (5%), emboli obstetri (3%),

dan lain-lain (11%) (Depkes RI, 2006).

Menurut World Health Organization (WHO), salah satu penyebab

morbiditas dan mortalitas ibu dan janin adalah pre-eklamsia

(PE), angka kejadiannya berkisar antara 0,51%-38,4%.  Di

negara maju angka kejadian pre-eklampsia berkisar 6-7% dan

eklampsia 0,1-0,7%. Sedangkan angka kematian ibu yang

diakibatkan pre-eklampsia dan eklampsia di negara berkembang

masih tinggi (Amelda, 2008).

Tingginya  kejadian preeklamsia-eklamsia di negara-negara

berkembang dihubungkan dengan masih rendahnya status sosial

ekonomi dan tingkat pendidikan yang dimiliki kebanyakan

masyarakat. Kedua hal tersebut saling terkait dan sangat

berperan dalam menentukan tingkat penyerapan dan pemahaman

terhadap berbagai informasi/masalah kesehatan yang timbul baik

pada dirinya ataupun untuk lingkungan sekitarnya (Zuhrina,

2010).

Untuk itu, penulis tertarik untuk mendapatkan gambaran

mengenai kasus tersebut di atas dengan melakukan asuhan pada

ibu bersalin dengan preeklampsia berat.

1.2. TUJUAN

1.2.1. Tujuan Umum

Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan

preeklampsia berat dengan pendekatan manajemen kebidanan dan

mendokumentasikannya dalam bentuk SOAP

1.2.2. Tujuan Khusus

A. Memahami konsep asuhan kebidanan pada ibu dengan

preeklampsia berat

B. Melakukan pengkajian data subjektif dan objektif

2

C. Menganalisa data untuk menentukan diagnosa aktual dan

diagnosa potensial serta masalah potensial yang mungkin

timbul

D. Membuat rencana asuhan

E. Melakukan asuhan kebidanan sesai dengan rencana yang

telah disusun

F. Melakukan evaluasi terhadap asuhan yang dilaksanakan

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

3

Preeklampsia (PE) adalah gangguan yang terjadi setelah

minggu ke-20 kehamilan dan ditandai dengan hipertensi dan

proteinuria (Silasi Michele, 2010)

Preeklamsia adalah keadaan dimana hipertensi disertai dengan

proteinuria, edema atau kedua-duanya yang terjadi akibat

kehamilan setelah minggu ke 20 atau kadang-kadang timbul lebih

awal bila terdapat perubahan hidatidiformis yang luas pada

vili dan korialis (Mitayani, 2009)

Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria

dan atau edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera

setelah persalinan. Gejala ini dapat timbul sebelum umur

kehamilan 20 minggu pada penyakit trofoblas. (Sujiyatini,

2009)

Preeklamsia dapat dideskripsikan sebagai kondisi yang tidak

dapat diprediksi dan progresif serta berpotensi mengakibatkan

disfungsi dan gagal multi organ yang dapat mengganggu

kesehatan ibu dan berdampak negative pada lingkungan janin.

(Boyle M, 2007)

Pre-eklampsia Berat ditandai satu atau lebih dari ciri

berikut ini

- Tekanan darah lebih dari 160 mmHg sistolik atau lebih dari

sama dengan 110 mmHg diastolik pada dua kesempatan

setidaknya 6 jam terpisah sementara pasien tirah baring

- Proteinuria 5 gram atau lebih tinggi dalam spesimen urin 24

jam atau +3 atau lebih pada dua sampel urin secara acak

dikumpulkan setidaknya 4 jam terpisah

- Oliguria kurang dari 500 mL dalam 24 jam

- Cerebral atau visual gangguan

- Edema paru atau sianosis

- Epigastrium atau kuadran kanan atas-nyeri

- Gangguan fungsi hati

4

- Trombositopenia

- Pertumbuhan janin pembatasan (David A Miller, 2010)

Preeklampsia Berat ditandai dengan tekanan darah

sistol/diastol lebih dari sama dengan 160/110 mmHg, protein

urin lebih dari sama dengan +3, sakit kepala, gangguan

penglihatan, nyeri epigastrium. Oliguri, trombositopenia, dan

edema paru (Cunningham, 2010)

Tanda dan gejala preeklampsia berat adalah tekanan diastol >

110 mmHg, terjadi pada kehamilan > 20 minggu, proteinurin >+3,

hiperrefleksia, nyeri kepala, penglihatan kabur, oliguri,

ngeri abdomen atas, dan edema paru (Saifuddin, 2010)

Jadi, pre eklamsia berat adalah suatu kondisi yang spesifik

pada kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi ≥

160/110 mmHg disertai proteinuria > 5 gr/24 jam atau oedem

yang terjadi pada kehamilan 20 minggu atau lebih.

2.2. ETIOLOGI

Tulisan-tulisan yang menggambarkan eklampsia telah

ditelusuri sejauh 2200 SM (Lindheimer dan rekan, 2009). Dan

dari semua mekanisme yang telah diusulkan untuk menjelaskan

penyebabnya. Tidak satupun bisa dikatakan menjadi "penyebab".

Munculnya preeklamsia menjadi puncak dari faktor-faktor yang

kemungkinan melibatkan sejumlah faktor ibu, plasenta, dan

janin. Di bawah ini merupakan beberapa hal yang dapat membantu

menegakkan preeklampsia meliputi:

Implantasi plasenta dengan invasi trofoblas abnormal dari

pembuluh rahim

Imunologi maladaptif antara jaringan ibu, plasenta, dan

janin

Maternal maladaptation, perubahan kardiovaskular atau

inflamasi dari kehamilan normal

5

Faktor genetik termasuk gen predisposisi diwariskan serta

pengaruh epigenetik

A. Abnormal Invasi trofoblas

Dalam implantasi normal, arteri spiralis rahim mengalami

remodeling yang luas karena mereka diinvasi oleh trofoblast

endovascular. Sel-sel ini menggantikan lapisan endotel dan

otot pembuluh darah untuk memperbesar diameter pembuluh.

Sedangkan pada preeklamsia, invasi trofoblas tidak

terjadi.Sehingga arteri spiralis tidak memungkinkan

mengalami distensi dan vasodilatasi, akibatnya arteri

spiralis relatif mengalami vasokontriksi, dan terjadi

kegagalan “remodeling arteri spiralis”, sehingga aliran

darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan

iskemia plasenta.

B. Faktor Imunologi

Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak

adanya “hasil konsepsi” yang bersifat asing. Hal ini

disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-

G), yang berperan penting dalam modulasi respons imun

sehingga si ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta).

Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblas janin

dari lisis oleh sel Natular Killer (NK) ibu.

Selain itu, adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel

trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G

merupakan prakondisi untuk terjadinya invasi trofoblas ke

dalam jaringan desidua ibu, disamping untuk menghadapi sel

Natural Killer. Pada  plasenta hipertensi dalam kehamilan,

terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G di

desidua daerah plasenta, menghambat invasi trofoblas ke

dalam desidua. Sedangkan invasi trofoblas sangat penting

6

agar jaringan desidua menjadi lunak, dan gembur sehingga

memudahkan terjadinaya reaksi inflamasi.

C. Iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel

1. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebas.

Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada

hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan “remodeling

arteri spiralis”, dengan akibat plasenta mengalami

iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia dan hipoksia

akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas).

Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima

elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang

tidak berpasangan. Salah satu oksidan penting yang

dihasilkan plasenta iskemia adalah radikal hidroksil

yang sangat toksis, khususnya  terhadap membran sel

endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi  oksidan

pada manusia adalah suatu proses normal, karena oksidan

memang dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Adanya

radikal hidroksil dalam darah, maka dulu hipertensi

dalam kehamian disebut “toxaemia”. Radikal hidroksil

akan merusak membrane sel, yang mengandung banyak asam

lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida

lemak selain akan merusak membrane sel, juga akan

merusak nucleus, dan protein sel endotel. Produksi

oksidan (radikal bebas) dalam tubuh yang bersifat

toksis, selalu diimbangi dengan produksi anti oksidan.

2. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam

kehamilan.

Pada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa

kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat,

sedangkan antioksidan, misal vitamin E pada hipertensi

dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar

7

oksidan peroksida lemak yang relative tinggi. Peroksidan

lemak sebagai oksidan/radikal bebas yang sangat toksis

ini akan beredar diseluruh tubuh dalam aliran darah dan

akan merusak membran sel endotel. Membran sel endotel

lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak,

karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah

dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh. Asam lemak

tidak jenuh sangat rentan terhadap oksidan radikal

hidroksil, yang akan berubah menjadi peroksida lemak.

3. Disfungsi sel endotel   

Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak,

maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya

dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel

endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel,

bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Maka akan

terjadi:

a. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu

fungsi sel endotel adalah memproduksi prostaglandin,

yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2): suatu

vasodilatator kuat.

b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang

mengalami kerusakan. Agregasi sel trombosit ini

adalah untuk menutup tempat-tempat di lapisan endotel

yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit

memproduksi tromboksan (TXA2): suatu vasokonstriktor

kuat

Dalam keadaan normal kadar prostasiklin lebih tinggi.

Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi.

Sehingga terjadi vasokontriksi.

c. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus

d. Peningkatan permeabilitas kapiler

8

e. Peningkatan faktor koagulasi

f. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopressor.

D. Faktor Nutrisi

John dan rekan kerja (2002) menunjukkan bahwa pada

populasi umum diet tinggi buah-buahan dan sayuran yang

memiliki aktivitas antioksidan dikaitkan dengan penurunan

tekanan darah. Zhang dan rekan (2002) melaporkan bahwa

kejadian preeklampsia dua kali lipat pada wanita yang

sehari-hari asupan asam askorbatnya adalah kurang dari 85

mg. Studi ini diikuti oleh uji acak untuk mempelajari

suplemen makanan. Villar dan rekan (2006) menunjukkan bahwa

suplementasi kalsium pada populasi dengan asupan kalsium

yang rendah makanan memiliki efek yang kecil untuk

menurunkan angka kematian perinatal, namun tidak

berpengaruh pada kejadian preeklampsia. (Cunningham, 2010)

Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak

ikan termasuk minyak hati halibut, dapat mengurangi risiko

preeklampsia. Karena minyak ikan mengandung bahan asam

lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi

tromboksan, menghambat aktivasi trombosit dan mencegah

vasokontriksi pembuluh darah (Sarwono, 2010)

E. Faktor Genetik

Preeklamsia adalah suatu gangguan, multifaktorial

poligenik. Dalam review komprehensif mereka, Ward dan

Lindheimer (2009) menyebutkan risiko insiden untuk

preeklamsi 20 sampai 40 persen untuk anak perempuan dari

ibu preeklampsia, 11 sampai 37 persen untuk saudara

perempuan preeklampsia, dan 22 menjadi 47 persen dalam

studi kembar (Cunningham, 2010).

Genotipe ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi

dalam kehamilan. Telah terbukti bahwa pada ibu yang

9

mengalami preeklampsia 26% anak perempuannya akan mengalami

preeklampsia pula, sedangkan hanya 8% anak menantu

mengalami preeklampsia (Sarwono, 2010).

2.3. PATOFISIOLOGI

A. Sistem Kardiovaskuler

Gangguan berat fungsi kardiovaskular yang normal umum

terjadi pada preeklamsia atau eklamsia. Ini terkait dengan:

1. Afterload jantung meningkat yang disebabkan oleh

hipertensi

2. Preload jantung, yang secara substansial dipengaruhi

oleh hipervolemia pada kehamilan

3. Aktivasi endotel dengan ekstravasasi cairan

intravaskular ke ruang ekstraseluler, dan yang

terpenting, ke dalam paru-paru.

Selama kehamilan normal, terjadipeningkatan masa

ventrikel, tetapi tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa

terjadi perubahan struktural tambahan yang disebabkan

oleh preeklamsia (Hibbard dan rekan, 2009)

B. Perubahan Hemodinamik

Penyimpangan kardiovaskular yang berhubungan dengan

gangguan hipertensi pada kehamilan bervariasi, tergantung

pada sejumlah faktor. Ini diakibatkan oleh penyimpangan

afterload yang meningkat, adanya penyakit kronis yang

mendasari, kehadiran preeklampsia, dan tahap perjalanan

klinis lainnya. Ada klaim bahwa pada beberapa wanita

perubahan ini bahkan mungkin mendahului timbulnya

hipertensi (Bosio, 1999; De Paco, 2008; Easterling, 1990;

Hibbard, 2009, dan semua rekan-rekan mereka). Namun

demikian, dengan onset klinis preeklampsia, ada penurunan

10

curah jantung mungkin karena resistensi perifer meningkat.

Studi fungsi ventrikel wanita preeklampsia dari sejumlah

penyelidikan memperlihatkan bahwa meskipun fungsi jantung

adalah hiperdinamik pada semua wanita, tekanan bergantung

pada infus cairan intravena. Secara khusus, hidrasi agresif

mengakibatkan hiperdinamikventrikel pada sebagian besar

wanita. Ini juga disertai dengan peningkatan tekanan

kapiler pulmonal. Dalam beberapa wanita, edema paru dapat

berkembang meskipun fungsi ventrikel normal karena

kebocoran endotel-epitel alveolar yang diperparah oleh

tekanan oncotic menurun dari konsentrasi albumin serum yang

rendah (American College of Obstetricians dan

Gynecologists, 2002a). Nilai yang sama dari fungsi jantung

dilaporkan sebelumnya oleh Lang dan rekan kerja (1991) dan

baru-baru Tihtonen dan rekan (2006), yang menggunakan

kardiografi impedansi noninvasif. Dengan demikian, fungsi

ventrikel hiperdinamik sebagian besar merupakan hasil dari

tekanan wedge rendah dan bukan akibat dari kontraktilitas

miokard augmented yang diukur seperti stroke ventrikel kiri

indeks kerja. Sebagai perbandingan, wanita yang diberikan

lebih banyak volume cairan umumnya telah memiliki tekanan

yang melebihi normal, namun fungsi ventrikel mereka tetap

hiperdinamik karena curah jantung meningkat.

C. Volume Darah

Telah diketahui selama hampir 100 tahun, hemokonsentrasi

merupakan ciri dari eklampsia. Zeeman dan rekan (2009)

memperluas pengamatan sebelumnya Pritchard dan rekan kerja

(1984). Mereka menemukan bahwa pada wanita eklampsia, yang

biasanya diharapkan hipervolemia, bahkan tidak ada. Volume

darah rata-rata pada wanita hampir 5000 mL selama beberapa

minggu terakhir dari kehamilan normal, dibandingkan dengan

11

sekitar 3500 mL pada saat tidak hamil. Dengan eklampsia,

bagaimanapun, antisipasi atas pertambahan volume darah

tersebut, hilang. Seperti hemokonsentrasi yang merupakan

hasil dari vasokonstriksi umum yang mengikuti aktivasi

endotel dan kebocoran plasma ke ruang interstitial karena

permeabilitas meningkat. Pada wanita dengan preeklamsia,

dan tergantung pada tingkat keparahannya, hemokonsentrasi

biasanya tidak ditandai. Wanita dengan hipertensi

gestasional, tapi tanpa preeklamsia, biasanya memiliki

volume darah normal (Silver dan rekan, 1998). Untuk wanita

dengan hemokonsentrasi parah, didapat bahwa penurunan akut

hematokrit menjadi penyebab preeklampsia. Dalam hal ini,

hemodilusi mengikuti pembentukan endotel dengan kembalinya

cairan interstitial ke dalam ruang intravaskular. Sehingga,

penting untuk mengenali bahwa penyebab substantif ini

(preeklampsi) jatuh di hematokrit, biasanya akibat

kehilangan darah saat melahirkan. Hal ini juga mungkin

sebagian hasil dari jumlah eritrosit yang meningkat pada

kehamilan.

Vasospasme dan kebocoran plasma dapat bertahan hingga

waktu setelah melahirkan. Dengan meningkatnya volume darah,

hematokrit biasanya jatuh. Dengan demikian, wanita dengan

eklampsia:

1. Apakah sensitif terhadap terapi cairan yang diberikan

dalam upaya untuk memperluas volume darah dikontrak ke

tingkat kehamilan normal.

2. Apakah sensitif terhadap jumlah kehilangan darah saat

melahirkan yang dianggap normal.

D. Darah dan Koagulasi

12

Kelainan hematologi berkembang pada beberapa wanita dengan

preeklamsia. Di antara mereka yang sering diidentifikasi

adalah trombositopenia, yang kadang-kadang bisa menjadi

begitu parah dan mengancam nyawa. Selain itu, beberapa

faktor pembekuan plasma mungkin akan menurun, dan eritrosit

dapat menampilkan bentuk aneh dan menjalani hemolisis yang

cepat.

1. Trombositopenia

Trombositopenia dengan eklampsia telah dijelaskan

setidaknya sejak tahun 1922 oleh Stancke. Pada umumnya,

jumlah trombosit secara rutin diukur pada wanita dengan

bentuk hipertensi gestasional. Frekuensi dan intensitas

trombositopenia bervariasi dan tergantung pada tingkat

keparahan dan durasi dari sindrom preeklampsia serta

frekuensi pemeriksaan jumlah trombosit yang dilakukan

(Heilmann dan rekan, 2007; Hupuczi dan rekan kerja,

2007). Trombositopenia didefinisikan sebagai jumlah

trombosit <100.000/uL.

Semakin rendah jumlah trombosit, semakin tinggi

tingkat morbiditas dan mortalitas ibu dan janin (Leduc

dan rekan kerja, 1992). Dalam kebanyakan kasus,

penanganan rujukan sangat dianjurkan karena

trombositopenia biasanya terus memburuk. Setelah

melahirkan, jumlah platelet akan terus menurun untuk

hari pertama atau lebih. Kemudian biasanya meningkat

secara progresif untuk mencapai tingkat yang normal

biasanya dalam 3 sampai 5 hari. Dalam beberapa kasus,

misalnya, dengan sindrom HELLP, jumlah trombosit terus

turun setelah melahirkan. Pada beberapa wanita yang

jumlah trombosit tidak meningkat hingga 48 sampai 72

13

jam, sindrom preeklamsia dikaitkan sebagai kemungkinan

microangiopathies trombotik.

2. Hemolisis

Preeklamsia berat sering disertai dengan hemolisis, yang

semiquantified oleh peningkatan kadar laktat

dehidrogenase serum. Bukti lain berasal dari

schizocytosis, spherocytosis, dan retikulositosis dalam

darah perifer. Ini hasil derangements sebagian dari

hemolisis mikroangiopati disebabkan oleh gangguan

endotel dan deposisi fibrin. Fluiditas membran eritrosit

meningkat dengan sindrom HELLP, perubahan ini disebabkan

oleh perubahan lipid serum. Perubahan membran

erythrocytic, kelengketan meningkat, dan agregasi juga

dapat memfasilitasi keadaan hiperkoagulasi.

3. Koagulasi

Perubahan konsistensi koagulasi intravaskular, dan

kurang seringnya penghancuran eritrosit, biasanya

ditemukan pada preeklamsia dan eklamsia (Kenny dan

rekan, 2009). Beberapa perubahan ini dikarenakan adanya

peningkatan tingkat fibrinopeptides A dan B dan produk

degradasi fibrin, dan penurunan tingkat protein

peraturan-antithrombin III dan protein C dan S.

E. Ginjal

Selama kehamilan normal, aliran darah ginjal dan laju

filtrasi glomerulus meningkat. Dengan adanya preeklamsia,

terdapat beberapa perubahan anatomi dan patofisiologi

reversibel, yang mengakibatkan perfusi ginjal dan filtrasi

glomerular berkurang. Filtrasi glomerulus yang berkurang

mungkin akibat dari volume plasma yang berkurang. Sebagian

besar penurunan ini mungkin dari resistensi arteriolar

meningkat ginjal aferen yang mungkin meningkat hingga lima

14

kali lipat (Conrad dan rekan kerja, 2009). Ada juga

perubahan morfologi ditandai dengan endotheliosis

glomerular, memblokir penghalang filtrasi. Kemampuan

filtrasi yang berkurang ini menyebabkan nilai kreatinin

serum naik, yaitu, 1 mg/mL, tapi kadang-kadang bahkan lebih

tinggi (Lindheimer dan rekan, 2008a). Pada wanita

preeklampsia, konsentrasi natrium urin tinggi. Osmolaritas

urin, rasio kreatinin plasma, dan pecahan ekskresi natrium

juga menunjukkan bahwa melibatkan mekanisme prerenal.

Perubahan fungsi ginjal disebabkan oleh hal-hal berikut

1. Menurunnya aliran darah ke ginjal akibat hipovolemia

sehingga terjadi oliguri bahkan anuri

2. Kerusakan sel glomerulus mengakibatkan permeabilitas

membran basalis sehingga terjadi kebocoran dan

mengakibatkan proteinuria.

Proteinuria terjadi jauh pada akhir kehamilan, sehingga

sering dijumpai preeklampsia tanpa proteinuria, karena

janin lebih dulu lahir.

3. Terjadi glomerular capillary endotheliosis akibat sle

endotel glomerular membengkak disertai deposit fibril

4. Gagal ginjal akut terjadi akibat nekrosis tubulus

ginjal. Bila sebagian besar kedua korteks ginjal

mengalami nekrosis, maka terjadi nekrosis korteks ginjal

yang bersifat ireversibel

5. Dapat terjadi kerusakan instrinsik jaringan ginjal

akibat vasospasme pembuluh darah. Dapat diatasi dengan

pemberian dopamin agar terjadi vasodilatasi pembuluh

darah ginjal.

F. Protein Urin

Setidaknya beberapa derajat proteinuria akan menetapkan

diagnosis preeklampsia-eklampsia. Proteinuria muncul

15

terlambat, dan beberapa wanita dapat eklampsia atau

memiliki kejang-sebelum muncul hasilnya. Misalnya, Sibai

(2004) melaporkan bahwa 10 sampai 15 persen dari wanita

dengan sindrom HELLP tidak memiliki proteinuria pada awal

kedatangannya. Zwart dan rekan (2008) melaporkan bahwa 17

persen wanita eklampsia tidak memiliki proteinuria pada

saat kejang. Masalah lain adalah bahwa metode optimal

membangun baik tingkat abnormal protein urin atau albumin

masih harus didefinisikan. Chen dan rekan kerja (2008)

telah menunjukkan bahwa cleancatch dan catheterized

spesimen urin berkorelasi dengan baik. Tapi dipstick

penentuan kualitatif tergantung pada konsentrasi kemihdan

terkenal karena hasil positif palsu dan negatif. Untuk

spesimen 24 jam kuantitatif, standar "konsensus" nilai

ambang yang digunakan adalah>300mg/24 jam-atau ekuivalen

diekstrapolasi dalam koleksi pendek. Yang penting, hal ini

belum terbantahkan.

Penentuan protein urin: atau albumin: kreatinin rasio dapat

menggantikan kuantifikasi 24 jam rumit (Kyle dan rekan,

2008). Dalam review sistematis baru-baru ini, Papanna dan

rekan (2008) menyimpulkan bahwa protein urin acak: rasio

kreatinin yang berada di bawah 130-150 mg/g-0.13 sampai

0,15 menunjukkan bahwa kemungkinan proteinuria melebihi 300

mg/hari. Ada beberapa metode yang digunakan untuk mengukur

proteinuria, dan tidak ada mendeteksi semua berbagai

protein biasanya diekskresikan. Sebuah metode yang lebih

akurat melibatkan pengukuran ekskresi albumin. Filtrasi

Albumin melebihi globulin, dan dengan penyakit glomerular

seperti preeclampsia, protein yang banyak dalam urin adalah

albumin. Sehingga memungkinkan pengukuran lebih cepat pada

16

tes albumin dan kreatinin rasio dalam pengaturan rawat

jalan (Kyle dan rekan kerja, 2008).

2.4. GAMBARAN KLINIS

Gambaran klinik preeklampsia bervariasi luas dan sangat

bervariasi luas dan sangat individual. Kadang-kadang sukar

untuk menentukan gejala preeklampsia mana yang timbul lebih

dulu. Secara teoritik urutan gejala-gejala yang timbul pada

preeklampsia ialah edema, hipertensi, dan terakhir

proteinuria; sehingga bila gejala-gejala ini timbul tidak

dalam urutan diatas dapat dianggap bukan preeklampsia.

Dari semua gejala tersebut, timbulnya hipertensi dan

proteinuria merupakan gejala yang sangat penting. Namun,

sayangnya penderita sering kali tidak merasakan perubahan ini.

Bila penderita sudah mengeluh adanya gangguan nyeri kepala,

gangguan penglihatan, atau nyeri epigastrium, maka penyakit

ini sudah cukup lanjut.

2.5. DIAGNOSA

Diagnosa preeklamsia berat dapat ditegakkan jika menemukan

satu atau lebih tanda dan gejala sebagai berikut:

1. Tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan tekanan darah

diastolik ≥ 110 mmHg. Tekanan darah tidak akan menurun

meskipun ibu sudah dirawat di RS dan sudah menjalani tirah

baring.

2. Proteinuria > 5 g / 24 jam atau +3 dalam pemeriksaan

kualitatif.

3. Oliguria, yaitu produksi urin < 500 cc / 24 jam.

4. Kenaikan kadar kreatinin plasma.

5. Gangguan visus dan serebral: penurunan kesadaran, nyeri

kepala, skotoma dan pandangan kabur.

17

6. Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas abdomen

(akibat teregangnya kapsula Glisson).

7. Edema paru-paru dan sianosis.

8. Hemolisis mikroangiopatik.

9. Trombositopenia < 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit

dengan cepat.

10. Gangguan fungsi hepar (kerusakan hepatoselular):

peningkatan kadar alanin dan aspirate aminotransferase.

11. Pertumbuhan janin intra uterin terhambat.

12. Sindrom HELLP.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan tambahan yang diperlukan untuk penegakan diagnosa

adalah:

1. Darah rutin (Eritrosit, leukosit, trombosis, Hb, Ht, LED)

2. Fungsi hati (SGOT/SGPT, bilirubin, protein serum, aspartat

aminotransferase

3. Fungsi Ginjal (Ureum dan kreatinin)

4. Rontgen atau CT scan otak untuk mengetahui sudah terdapat

edema atau tidak

2.6. KOMPLIKASI

Preeklampsia adalah penyakit kompleks yang dapat menyebabkan

komplikasi pada sistem organ multiple.

- Central komplikasi sistem saraf termasuk eklampsia (umum

tonik klonik kejang), yang terjadi sekitar 2% dari kasus

preeklampsia di Amerika Serikat.

Meskipun kebanyakan kasus eklampsia terjadi sebagai

perkembangan dari preeklampsia, hal ini bisa terjaditanpa

bukti hipertensi atau proteinuria. Sampai sepertiga kasus

eklampsia terjadi pada saat postpartum, bahkan berhari-hari

sampai berminggu-minggu setelah delivery.

18

- Gagal ginjal akut, gagal hati,edema paru, dan sindrom HELLP

adalah komplikasi tambahan. HELLP sindrom ini ditandai

dengan hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombosit

yang rendah.

Hal ini dianggap sebagai varian parah preeklampsia, dan

berhubungan dengan risiko yang lebih tinggi dari ibu dan

hasil yang merugikan neonatal dibandingkan preeklampsia

saja.

Baru-baru ini telah terkumpul literatur tentang konsekuensi

jangka panjang dari preeklampsia termasuk peningkatan

risiko penyakit kardiovaskular, penyakit ginjal, dan

stroke. Sekitar 20% dari wanita dengan PE mengembangkan

hipertensi atau mikroalbuminuria dalam waktu 7 tahun,

dibandingkan dengan hanya 2% dari wanita dengan tekanan

darah normal.

Jangka panjang risiko penyakit kardiovaskular dan

serebrovaskular dua kali lipat terjadi pada wanita dengan

preeclampsia dan hipertensi gestasional dibandingkan dengan

usia

- Preeklampsia berulang

- Komplikasi janin sekunder untuk preeklampsia termasuk

pembatasan pertumbuhan intrauterin, prematuritas, plasenta

abruption, dan peningkatan risiko kematian perinatal.

Preeklampsia adalah penyebab utama kelahiran prematur

iatrogenik dan memberikan kontribusi signifikan terhadap

biaya kesehatan meningkatberhubungan dengan prematuritas.

(Silasi Michelle, 2010)

2.7. PENATALAKSANAAN

A. Terhadap Kehamilan

19

Berdasarkan William Obstetrics, Ditinjau dari umur

kehamilan dan perkembangan gejala – gejala preeclampsia

berat selama perawatan, maka sikap terhadap kehamilannya

dibagi menjadi:

1. Aktif (Aggressive management) yang berarti kehamilan

segera diakhiri atau diterminasi bersamaan dengan

pemberian pengobatan medikamentosa.

Indikasi perawatan aktif ialah:

a. Ibu

Umur kehamilan ≥ 37 minggu. Lockwood dan Paidas

mengambil batasan > 37 minggu untuk PER dan ≥ 37

minggu untuk PEB.

Adanya tanda dan gejala Impending Eclampsia

Kegagalan terapi pada perawatan konservatif yaitu

keadaan klinik dan laboratorik memburuk

Diduga terjadi solusio plasenta

Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau

perdarahan.s

b. Janin

Adanya tanda – tanda fetal distress

Adanya tanda – tanda Intra Uterine Growth retriction (IUGR)

NST non reaktif dengan profil biofisik abnormal

Terjadinya oligohidramnion

c. Laboratorik

Adanya tanda – tanda HELLP’s Syndrome khususnya

penurunan trombosit yang cepat

Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan)

dilakukan berdasarkan keadaan obstetrik pada waktu itu,

apakah sudah inpartu atau belum.

20

2. Konservatif (expectative management) yang berarti

kehamilan tetap dipertahankan bersamaan dengan pemberian

pengobatan medikamentosa.

Indikasi perawatan konservatif adalah bila kehamilan

preterm ≤ 37 minggu tanpa disertai Impending eclampsia

dengan keadaan janin baik.

Pengobatan yang diberikan sama dengan medikamentosa pada

pengelolaan aktif. Selama perawatan konservatif, sikap

terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi,

sama seperti pengelolaan aktif namun kehamilan tidak

diterminasi. Magnesium Sulfat dihentikan bila ibu sudah

mencapai tanda – tanda preeclampsia ringan (PER),

selambat – lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24

jam tidak ada perbaikan, keadaan ini dianggap sebagai

kegagalan pengobatan medikamentosa dan kehamilan harus di

terminasi. Klien dapat dipulangkan bila penderita kembali

ke gejala – gejala PER.

a. Penyulit Ibu

System saraf pusat

Perdarahan intracranial, thrombosis vena,

hipertensi ensefalopati, edema selebri, edema

retina, macular atau retina detachment dan kebutaan

korteks.

Gastrointestinal-hepatik : subskapular hematoma

hepar, rupture kapsula hepar.

Ginjal: gagal ginjal akut, nekrosis tubular akut.

Hematologic: DIC, trombositopenia dan hematoma

luka operasi.

Kardiopulmonar: edema paru kardiogenik atau

nonkardiogenik, depresi atau arrest pernafasan,

kardiak arrest, iskemia miokardium.

21

Lain – lain: asites, edema laring, hipertensi yang

tidak terkendali.

b. Penyulit Janin

Intrauterine fetal growth retriction (IUGR), solusio plasenta,

prematuritas, sindroma distress napas, intra uterine fetal

death (IUFD), kematian neonatal akibat perdarahan

intraventrikular, necrotizing enterocolitis, sepsis, cerebral

palsy, dll.

B. Penanganan pasien dengan preeklampsia berat di RSUD Cianjur

Menurut Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSUD Cianjur,

dikatakan preeklampsia berat jika:

- Tekanan darah lebih dari 160 mm Hg sistolik atau lebih

dari sama dengan 110 mmHg untuk diastolik pada dua

kesempatan setidaknya 1 jam terpisah sementara pasien

tirah baring

- Proteinuria lebih dari sama dengan 2 gram atau +2

- Oliguria kurang dari 500 mL dalam 24 jam

- Cerebral atau visual gangguan

- Edema paru atau sianosis

- Epigastrium atau kuadran kanan atas-nyeri

1. Pengelolaan Umum

a. Rawat di ruang tenang, tidak terlalu terang di kamar

isolasi (tidak dicampur dengan pasien lainnya).

Minimalkan rasa tidak nyaman pada ibu. Minimalkan

rangsangan untuk mencegah kejang pada ibu.

b. Tirah baring miring ke satu sisi (kiri)

c. Diet cukup protein rendah karbohidrat, lemak dan

garam

22

d. Pasang dower catheter bertujuan untuk menghitung

balance cairan (keseimbangan cairan masuk dan cairan

keluar)

e. Cairan masuk (input) dihitung dari jumlah penggunaan

infus, tranfusi, minum. Sedangkan cairan keluar

dihitung dari jumlah produksi urine, insenssible

water loss (IWL) yaitu cairan tubuh yang hilang yang

tidak terlihat yang keluar lewat keringat, pernapasan

dan feses. Kelebihan cairan dapat meningkatkan resiko

oedem paru yang dapat membahayakan ibu maupun janin

yang dikandungnya.

2. Pengelolaan Khusus

a. Resusitasi cairan dengan infus RL 500 ml 20

tetes/menit, maksimum 2000 ml dalam 24 jam , jika

berlebihan dapat terjadi oedem paru

b. Diberikan obat anti kejang MgSO4:

Dosis Awal :

2-4 gr MgSO4 20% intravena bolus diberikan dalam

waktu lebih dari 3 menit bahkan dianjurkan lebih dari

5 menit. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi

komplikasi dalam pemberian MgSO4 yang dapat

membahayakan jiwa pasien seperti depresi pernapasan,

paralisis, toksisitas jantung.

Atau dengan drip 10cc MgSO4 40% dimasukan ke dalam

100cc cairal RL dihabiskan dalam waktu 15 menit.

Dosis Maintenance :

Dilanjutkan dengan drip/syringe pump MgSO4 20% 1-2

gr/jam . Jika drip menggunakan infus RL (25cc MgSO4

40% dimasukan ke dalam 500cc RL). Dapat dilanjutkan

23

lagi setiap 4 jam bila syarat masih memenuhi antara

lain :

- Harus tersedia antidotum MgSO4, yaitu Calcium

glukonas 10% 1 gr (10% dalam 10cc) diberikan

intravena dalam waktu 3 menit

- Reflek patella (+)

- Frekwensi pernapasan lebih dari 16x / menit dan

tidak ada tanda –tanda distress napas

- Produksi urine lebih dari 100 cc dalam 4 jam

sebelumnya

c. Pemberian terapi anti hipertensi, bertujuan :

- Meminimalkan resiko CVA pada ibu

- Memaksimalkan kondisi ibu untuk persalinan aman

- Mendapatkan waktu untuk penilaian lebih lanjut :

Memfasilitasi persalinan pervaginam bila

mungkin

Memperpanjang kehamilan bila tepat

Nefedipine 5-10 mg setiap 8 jam, dapat diberikan

bersama sama methyldopa 250-500mg setiap 8 jam.

Nifedipine dapat diberikan ulang sublingual 5-10mg

dalam waktu 30 menit pada keadaan tekanan sistolik ≥

180 mmHg dan diastolik ≥ 110 mmHg (cukup sekali saja)

d. Pemeriksaan EKG

e. Diberikan antibiotika profilaksis Ampicillin 1 gr / 6

jam

f. Pemeriksaan laboratorium (penilaian keadaan ibu)

Hb, leukosit, trommbosit, protein urin, SGOT, SGPT,

gula darah, LDH, asam urat, ureum, creatinin, HbsAg

3. Monitoring

24

a. Penilaian keadaan janin (USG dan KTG)

Gerakan janin

Penilaian denyut jantung janin

Ultrasonografi untuk perkembangan

Profil biofisik

Indeks cairan amnion

b. Monitoring keadaan ibu :

Keadaan umum

Tingkat kesadaran

Tanda-tanda vital : tekanan darah sistole dan

diastole, nadi, pernapasan, temperatur

Diuresis (produksi urine) : untuk mengetahui

produksi urine ibu karena bila diuresis kurang

dari 100 cc dalam 4 jam sebelumnya dapat terjadi

intoksikasi MgSO4

Reflek patella : normal (+) kuat : jika reflek

patella menghilang berarti kadar magnesium sulfat

dalam plasma sudah tinggi dan dapat mengakibatkan

depresi pernapasan

Index gestosis : tekanan darah, proteinuria, edema

Balance cairan : untuk mengetahui keseimbangan

cairan masuk da cairan keluar. Jika balance cairan

(+) hati-hati resiko oedem paru

Tanda-tanda impending eklampsia : nyeri kepala

hebat, gangguan visus (mata kabur), muntah-muntah,

nyeri epigastrium, kenaikan progresif dari tekanan

darah.

Tanda –tanda HELLP Syndrome (Hemolysis, Elevated

Liver Enzim and Low Platelet)

Tanda – tanda oedem pulmonum

25

Laboratorium memburuk : peningkatan asam urat,

proteinuria, trombositopenia

4. Terminasi Kehamilan

a. 37 minggu : segera terminasi

b. 34 - 37 minggu : setelah 24 jam jika pengobatan

tidak respon atau ada tanda-tanda impending eklampsia

c. < 34 minggu dengan :

1) Tekanan darah yang sulit dikontrol

2) Dugaan gawat janin

3) Kejang tidak terkontrol

4) Tidak respon terhadap terapi yang sesuai

5) Bukti lab adanya kerlibatan multi organ yang

memburuk (ada tanda HELLP Syndrom)

d. Jika terdapat gejala/tanda impending eklampsia / HELLP

Syndrome : segera terminasi tanpa memandang umur

kehamilan

5. Cara terminasi kehamilan / persalinan:

a. Belum Inpartu

1) Induksi persalinan

Amniotomi + oksitosin drip ; dengan syarat Bishop

score 8

2) Seksio Sesarea, bila:

- Syarat oksitosin drip tidak dipenuhi atau adanya

kontra indikasi oksitosin drip

- 12 jam sejak dimulainya oksitosin drip belum

masuk fase aktif

b. Sudah Inpartu

1) Kala I

26

Fase latent : 6 jam tidak masuk fase aktif

dilakukan SC

Fase aktif :

- Dilakukan amniotomi

- Bila 6 jam setelah amniotomi belum terjadi

pembukaan lengkap , dilakukan SC

2) Kala II

Pada persalinan pervaginam, kala II diselesaikan

dengan partus buatan

2.8. PENCEGAHAN

A. Non medical

1. Melakukan tirah baring

2. Konsumsi suplemen yang mengandung minyak ikan yang kaya

dengan asm lemak tidak jenuh, antioksidan seperti vitamin

C, Vit.E, beta-karoten, N-asetilsistein, asam lipoik. Dan

elemen logam berat :zink, magnesium, kalsium.

3. Medikal

a. Pemberian kalsium : 1500-2000 mg /hari dapat dipake

sebagai suplemen pada risiko tinggi terjadinya

preeklapsi. Lalu diberikan Zinc 200 mg/hari, magnesium

365 mg/hari.

b. Obat antitrombotik mencegah preeklampsi: aspirin

dosisi rendah rata-rata dibawah 100 mg/hari

c. Diberikan antioksidan, misalnya vitamin C,dll.

2.9. KONSEP ASUHAN

Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Pre Eklamsia Berat

27

2.9.1. Pengkajian Data

A. Data Subjektif

1. Identitas

a. Nama Ibu dan Suami

Untuk membedakan atau menetapkan identitas pasien

karena mungkin memiliki nama yang sama.

b. Umur

Dalam kurun waktu  reproduksi sehat, dikenal bahwa

usia aman untuk kehamilan dan persalinan adalah 20-30

tahun.

c. Agama

Dalam hal ini berhubungan dengan tingkat penderitaan

sesuai dengan keyakinan

d. Pendidikan

Mengetahui tingkat intelektual

e. Pekerjaan

Mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi dan apakah

pekerjaannya berdampak buruk untuk bayinya atau tidak.

f. Alamat

Untuk mengetahui ibu tinggal dimana bila ada kunjungan

rumah

2. Keluhan Utama

Pasien dengan preeklamsia berat biasanya datang dengan

keluhan nyeri daerah epigastrium atau kuadran atas kanan

perut, gangguan penglihatan (skotoma atau penglihatan

yang berkabut), nyeri kepala hebat yang tidak berkurang

dengan pemberian anlgetika biasa (Paket Pelatihan, 2008)

3. Riwayat Kehamilan Sekarang

a. Jumlah kehamilan ke….

28

Biasanya sering terjadi pada primigravida .

b. HPHT

c. TP

d. Usia kehamilan

Preeklamsi terjadi pada umur kehamilan diatas 20

minggu.

Keluhan :

1) TM I : mual muntah, perubahan payudara yang

membesar, nocturia, letih, lesu, lemah,

hipersalivasi, hidung tersumbat, keputihan, dan

mengidam.

2) TM II : hiperpigmentasi, timbul jerawat, pruritus,

palpitasi, pusing

3) TM III : sering kencing, oedema pada ekstremitas

bawah.

e. Gerakan janin pertama yang dirasakan

Ibu primigravida mulai merasakan gerakan janin pada

usia kehamilan 19-20 minggu. Sedangkan ibu

multigravida mulai merasakan gerakan janin pada usia

kehamilan 16 minggu.

f. Imunisasi TT

Imunisasi TT lengkap dilakukan sebanyak 5 kali.

g. Pemeriksaan ANC

4. Riwayat Obstetri Yang Lalu

 

NoPersalinan Nifas Anak

KBKe

tPenolon

g

Jen

is

Tempa

t

Penyu

lit

Penyu

litJK BB PB

AS

I

                       

29

Preeklamsi berat banyak terjadi pada primigravida terutama pada

primigravida muda dan timbul sesudah usia kehamilan 20 minggu.

Riwayat ibu hamil dengan preeklamsi yang lalu meningkatkan resiko

terjadinya preeklamsi pada hamil ini.

5. Riwayat Kesehatan Klien/Keluarga

Dikaji untuk mengetahui keadaan atau riwayat penyakit

sistemik yang pernah dimiliki klien. Ibu dengan

preeklamsi berat biasanya diikuti dengan penyakit

diabetes mellitus, kegemukan, hipertensi. Hipertensi

merupakan penyakit menurun

6. Riwayat Psikososial

Ditanyakan bagaimana respon dan dukungan ibu dan keluarga

terhadap kehamilan dan persalinan ini. Siapa pengambil

keputusan. Dan adakah kecemasan tertentu dari ibu

mengenai keadaannya.

7. Pola Kehidupan Sehari-hari

Dikaji pola kehidupan sebelum hamil dan selama hamil,

seperti pola nutrisi, pola eliminasi,pola aktivitas,

serta pola istirahat

Pola Kebiasaan Selama Hamil

Merokok : ya / tidak Obat-obatan : ya /

tidak

Alkohol : ya / tidak Jamu-jamuan : ya /

tidak

Narkoba : ya / tidak Binatang peliharaan

: ada / tidak

B. Data Objektif

1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan Umum : baik/lemah.

30

b. Kesadaran : composmentis, sopor, somnolen, apatis,

koma. Ibu dengan preeklamsi berat kesadarannya bisa

composmentis bahkan bisa sampai koma.

c. Tanda-Tanda Vital

1) Tekanan darah :

Pre eklamsia berat adalah pre eklamsia dengan

tekanan darah sistolik ≥ 160 mmHg dan diastolik ≥

110 mmHg (Sarwono, 2010).

2) Nadi, normalnya 80-100x/mnt

3) RR, normalnya 16-24x/mnt

Preeklamsia berat juga terkadang ditemui edema

paru (nafas pendek)

4) Suhu, nilai normal adalah 36,5o-37,5o C. Pada

penderita preeklamsi berat suhu tubuh tidak

berbeda dengan kondisi normal.

2. Pemeriksaan Khusus

Inspeksi

a. Muka : apakah muka ibu pucat, oedema, terjadi

cloasmagravidarum. Ibu dengan preeklamsi diikuti

adanya oedema pada muka.

b. Mata : perlu dikaji yaitu daerah sklera kanan dan kiri

apakah berwarna putih(normal) atau kuning. Warna

kuning menandakan bahwa ibu mengalami kegagalan fungsi

hatinya. Konjungtiva kanan dan kiri apakah berwarna

merah muda (normal), pucat (anemis). Kelopak mata

apakah oedema atau tidak. Ibu dengan preeklamsi berat

diikuti oedema pada kelopak mata.

c. Leher : perlu dikaji apakah terjadi pembengkakan pada

kelenjar tyroid dan limfe. Jika terjadi pembengkakan

dapat sebagai indikasi bahwa ibu mengalami infeksi.

Adakah bendungan vena jugularis. Jika ada bendungan

31

vena jugularis menandakan bahwa kerja jantung ibu

mengalami gangguan.

d. Dada : payudara :perlu dikaji tentang kebersihan,

kondisi puting susu, hiperpigmentasi areola.

e. Abdomen : dikaji adanya luka bekas SC, adanya linea

nigra/alba, strie livide/albican. Ibu dengan perut

bekas luka SC tidak dianjurkan biasa lahir normal.

Bisa lahir normal jika bayi tidak terlalu besar dan

perlu ddikaji pula alasan dilakukan SC pada persalinan

yang lalu.

f. Ekstremitas atas dan bawah : dikaji adakah oedema dan

kecacatan. Pada ibu dengan preeklamsi berat yang

terjadi pada trimester tua biasanya terjadi oedema

kaki/oedem pretibia.

Palpasi

a. Leher : perlunya dikaji adakah pembesaran kelenjar

limfe dan tyroid, adakah bendungan vena jugularis.

Jika terjadi pembengkakan dapat sebagai indikasi bahwa

ibu mengalami infeksi. Jika ada bendungan vena

jugularis menandakan bahwa kerja jantung ibu mengalami

gangguan.

b. Dada : payudara : kaji apakah ada massa abnormal,

nyeri tekan pada payudara, dan apakah kolostrum sudah

keluar. Kolostrum dapat keluar setelah usia kehamilan

32 minggu.

c. Abdomen : maksudnya periksa raba ialah untuk

menentukan besarnya rahum dan dengan ini menentukan

tuanya kehamilan serta menentukan letaknya anak dalam

rahim. Selain itu juga harus diraba apakah ada masa

abnormal lain.

Pengukuran TFU dengan Mc. Donald

32

Umur

Kehamilan

TFU (diukur dari atas

symphisis)

22-28 mgg

28 mgg

30 mgg

32 mgg

34 mgg

36 mgg

38 mgg

40 mgg

24-25 cm

26 cm

29,5-30 cm

29,5-30 cm

31 cm

32 cm

33 cm

37 cm

Cara melakukan palpasi ialah menurut leopold, sebagai

berikut :

- Leopold I : berfungsi untuk menentukan tinggi fundus

uteri dan menentukan bagian apa dari anak yang

terdapat dalam fundus. Sifat kepala ialah keras,

bundar, dan melenting. Sifat bokonh yaitu lunak,

kurang bundar, dan kurang melenting. Pada letak

lintang fundus uteri teraba kosong.

- Leopold II : terutama untuk menentukan letak punggung

anak dan letak bagian-bagian kecil. Punggung janin

33

Usia Kehamilan Tinggi Fundus Uteri12 minggu

16 minggu

20 minggu

24 minggu

28 minggu

32 minggu

36 minggu

40 minggu

3 jari di atas sympisis

½ pusat – sympisis

3 jari dibawah pusat

setinggi pusat

3 jari diatas pusat

½ pusat – processus xypoideus

3 jari di bawah processus

xypoideus

½ pusat – processus xypoideus

terdapat di pihak yang memberikan rintangan yang

terbesar, teraba keras rata seperti papan. Bagian-

bagian kecil janin biasanya bertentangan degan pihak

yang memberi rintangan terbesar

- Leopold III : untuk menentukan apa yang terdapat di

bagian bawah dan apakah bagian terendah janin sudah

atau belum terpegang oleh pintu atas panggul.

- Leopold IV : untuk menentukan apa yang menjadi bagian

bawah dan berapa masuknya bagian bawah ke dalam rongga

panggul.

Auskultasi

Denyut jantung janin normal berkisar antara 120-160 kali

per menit, dikaji teratur/tidak. Punctum maximum atau

bunyi jantung paling jelas terdengar di daerah punggung

anak dekat kepala.

Perkusi

Dilakukan pemeriksaan reflek patela. Reflek patela normal

adalah positif, dimana ekstrimitas bawah ibu akan

bergerak ketika diketuk. Pada Preeklamsia, untuk

pemberian MgSO4 salah satu syarat pemberiannya adalah

reflek patela positif.

3. Pemeriksaan Penunjang

Tes Darah Lengkap

Pada penderita PEB biasanya SGOT dan SGPT naik,

trombosit kurang dari 100.000/mm.

Tes Urine

Pada PEB didapatkan :

- Protein urine ≥ 5 gr/24 jam atau kualitatif +3

34

- Oliguria (jumlah produksi urine ≤ 500 cc/24 jam) atau

disertai kenaikan kadar kreatinin darah.

C. Analisa

Diagnosa ditegakkan berdasarkan pengkajian data yang

diperoleh:

G...P.......... uk.......mg, Tunggal/Ganda, Hidup/Mati,

Intrauterine/Ekstrauterine, Letak Janin (Jika kepala, sudah

masuk PAP atau belum), Keadaan jalan lahir normal/tidak, k/u

ibu dan janin baik atau tidak dengan Preeklamsia Berat

Diagnosa Potensial : eklampsi

Antisipasi Masalah/Diagnosa Potensial: pemberian MGSO4

D. Penatalaksanaan

1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien dan keluarga.

Rasional : Klien dan keluarga mengetahui kondisi janin

dan dirinya

2. Lakukan kolaborasi dengan dokter Sp.OG untuk pemberian

terapi.

Rasional : melaksanakan fungsi interdependent.

3. Lakukan informed consent

Rasional : sebagai bukti tertulis bagi bidan jika

terjadi sesuatu yang tidakdiinginkan

4. Anjurkan pasien tirah baring miring ke satu sisi

Rasional : mencegah terjadinya ablatio retina

5. Pasang infus RL

Rasional : memenuhi kebutuhan cairan tubuh ibu

6. Berikan Anti konvulsan

Anti konvulsan terpilih adalah MgSO4. Alternatif lain

adalah diazepam, dengan resiko terjadinya depresi

neonatal.

Pemberian MgSO4

Dosis Awal

35

Dosis Ulangan

Syarat Pemberian :

Reflek patela (+)

RR > 16x/mnt

Produksi urine ≥ 150 cc/6jam

Harus tersedia Calcium Gluconas 1 gr 10%

(diberikan i.v pelan-pelan pada intoksikasi MgSO4)

Rasional : PEB beresiko jatuh menjadi eklamsia

7. Pasang dower kateter

Rasional : observasi balance cairan

8. Berikan obat antihipertensi

Antihipertensi terpilih adalah Nifedipine 5-10mg tiap 8

jam, atau Methyldopa 250 mg tiap 8 jam

Rasional : antihipertensi menyababkan vasodilator

pembuluh darah

36

BAB III

TINJAUAN KASUS

Hari/tanggal pengkajian : Sabtu/17 November 2012

Waktu pengkajian : 13.00

Tempat pengkajian : R.Isolasi R.Delima RSUD Cianjur

Pengkaji : Elly Nu’ma Zahroti

Pukul 08.00

A. Data Subjektif

1. Identitas

Klien Suami Klien

Nama : Ny. L Tn. NUsia : 35 37

Alamat :Kampung Kaum Kulon Desa Sukagalih

06/03 Kecamatan Cikalong KulonPendidikan : SMA SMAPekerjaan : Ibu Rumah Tangga WiraswastaGolongan Darah : AB Tidak tahuAgama : Islam IslamNo. HP : 0819-1225-0957

2. Keluhan

Ibu datang ke RS Cianjur dirujuk oleh bidan di Puskesmas DTP

Cikalong Kulon karena tekanan darah tinggi dengan protein

urin +2 jam 04.45. Ibu hamil anak ketiga, merasa hamil 9

bulan. Mengaku keluar air-air banyak pukul 23.00 tanggal 16

November 2012, berbau anyir dan berwarna seperti air

37

kencing. Terasa mules serta ada keluaran berupa lendir dan

sedikit darah dari jalan lahir sejak pukul 03.30.

Ibu mengatakan tidak merasa pusing, pandangan kabur, dan

nyeri ulu hati serta gerakan janin masih dirasakan.

Ibu mengaku telah mendapatkan terapi antikejang di Instalasi

Gawat Darurat RSUD Cianjur, dan telah meminum obat

antihipertensi.

3. Riwayat Kehamilan Sekarang

a. Status kehamilan : G3P2A0

b. HPHT : 25-02-2012

c. TP : 02-12-2012

d. Usia kehamilan : 37-38 minggu

e. Gerakan janin terakhir : dirasakan ibu beberapa saat

lalu

f. Imunisasi TT : lengkap

g. Pemeriksaan ANC : ibu melakukan pemeriksaan sebulan sekali

sejak usia 5 bulan. Pernah melakukan USG pada bulan ke 8

dengan hasil baik dan taksiran persalinan tanggal 6-12-

2012.

4. Riwayat Obstetri Yang Lalu

NoTahun

Persalinan Nifas Bayi

KB KetPenolon

gJenis

Tempa

t

Penyul

it

Penyu

lit

J

KBB PB

AS

I

1 2000 Dokter Sponta

Klini

 Tekan

an

darah

tinggi

Tidak

adaL

2,

7

Lup

aYa

 Sunt

ik

 Hid

up

38

2 2006 BidanSponta

nRumah

Tidak

ada

Tidak

adaL

2,

9

Lup

aYa

Sunti

k

Hidu

p

3 Kehamilan ini

5. Riwayat Kesehatan Klien/Keluarga

Ibu mengaku memiliki riwayat tekanan darah tinggi pada

kehamilan anak pertama, tidak memiliki riwayat penyakit

diabetes, jantung, asma, ginjal, dan penyakit menular

seksual. Namun di keluarganya, orang tua klien memiliki

penyakit tekanan darah tinggi, kakak klien juga memiliki

tekanan darah tinggi.

6. Riwayat Psikososial

Ibu dan keluarga mendukung kehamilan dan persalinan anak

ini. Pengambil keputusan adalah ibu dan suami. Ibu memiliki

kekhawatiran mengenai seberapa lama lagi bayinya akan lahir,

karena mulesnya tidak dirasakan begitu sering dan kuat

seperti pada saat mau melahirkan anak sebelumnya.

7. Aktivitas

a. Makan terakhir : jam 07.00, dengan porsi cukup dan ibu

tidak merasakan keluhan apapun

b. Minum terakhir : beberapa saat lalu

c. BAB terakhir : kemarin pagi, tidak ada keluhan

B. Data Objektif

1. Keadaan umum : baik

2. Kesadaran : composmentis

39

3. Tanda-Tanda Vital

a. Tekanan darah : 170/110 mmHg

b. Nadi : 82x/menit

c. RR : 22x/menit

d. Suhu : 37,2°C

4. Pemeriksaan fisik

a. Muka : tidak ada oedem

b. Mata :

Sklera : Putih

Kongjungtiva : Merah muda

c. Leher : tidak ada massa dan pembesaran pada kelenjar

getah bening dan tiroid

d. Abdomen

Tidak ada luka bekas operasi dan terdapat striae

TFU : 34cm

Palpasi :

Leopold I : Teraba agak bulat, lunak dan tidak

melenting

Leopold II : Teraba tahanan terbesar di kanan dan

bagian kecil janin di kiri

Leopold III : Teraba keras

Leopold IV : Konvergen

Penurunan kepala : 4/5

DJJ : 132x/menit, regular

Kontraksi : 2x/10 menit, 30 detik

TBF : 3410 gram

e. Ekstremitas

Tidak terdapat pembengkakan di kedua lengan ibu.

Pada lengan kanan ibu telah terpasang infus cairan RL

dengan maintenance MGSO4

40

Terdapat pembengkakan di kedua tungkai ibu, refleks

patella tungkai kanan dan kiri ibu positif.

f. Genitalia

Tidak ada lecet atau luka, massa atau benjolan dan

pembesaran abnormal pada vulva. Pun demikian dengan

varises.

Tidak ada pembengkakan pada kelenjar skene dan bartolin

Pengeluaran dari vagina berupa lendir dan sedikit darah

Ibu telah dipasang kateter dan terdapat urin sebanyak +

300cc

Pemeriksaan dalam

Portio : tebal kaku

Pembukaan : 3-4cm

Ketuban : tidak ada

Presentasi : kepala

Penurunan kepala : stasion -4

5. Pemeriksaan Penunjang

Hasil konfirmasi

USG : janin dalam keadaan baik

Tes darah lengkap : normal

Tes Urine

Protein urine +2

C. Analisa

G3P2A0 parturient aterm kala I fase laten janin tunggal hidup

intra uterin dalam keadaan baik dengan ibu mengalami

preeklampsia berat dan ketuban pecah dini 8 jam

Diagnosa Potensial : eklampsi dan infeksi intrapartum

Antisipasi Masalah/Tindakan segera: kolaborasi dengan

dokter, melakukan observasi intake ouput, observasi janin,

ibu dan kemajuan persalinan.

41

D. Penatalaksanaan

1. Jelaskan hasil pemeriksaan kepada klien dan keluarga.

E: klien dan keluarga mengetahui klien dalam keadaan

preeklampsia berat dan ketuban pecah dini dengan keadaan

janin baik

2. Melakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.

E: dokter menganjurkan untuk memberhentikan dahulu pemberian

MGSO4 dan melakukan induksi persalinan untuk terminasi

kehamilan mengingat usia kehamilan ibu 37-38 minggu.

3. Melakukan informed consent untuk melakukan induksi

persalinan

E: ibu menyetujui, drip oksi 5 IU telah terpasang dengan

tetesan 20gtt

4. Anjurkan pasien tirah baring miring ke satu sisi

E: ibu miring ke kiri

5. Meminta keluarga untuk mendampingi ibu

E: Ibu ditemani

6. Meminta keluarga untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan

hidrasi ibu

E: ibu makan dan minum dengan baik

7. Memberitahu teknik relaksasi pada ibu dan pain relief pada

keluarga

E: ibu sedikit terlihat nyaman dan tidak tegang

8. Melakukan observasi intake output cairan ibu

E: intake ibu kini berupa cairan RL 500cc dengan drip oksi

dan output urin + 300cc

9. Melakukan observasi janin dan ibu serta kemajuan persalinan

setiap sejam sekali

42

E: janin dan ibu dalam keadaan baik serta mulai terjadi

peningkatan kekuatan kontraksi

10. Tidak melakukan pemeriksaan dalam terlalu sering pada

ibu untuk menghindari infeksi

E: Ibu tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi

Pukul 10.10

A. Data Subjektif

Ibu gelisah, merasa mulesnya semakin kuat dan sering, sudah

mulai ada perasaan ingin mengedan.

B. Data Objektif

1. Keadaan umum : baik

2. Tanda-tanda vital :

Tekanan Darah : 150/100 mmHg Respirasi :

20x/menit

Nadi : 80x/menit Suhu : 37,0°C

3. Abdomen :

DJJ : 138x/menit, regular

Penurunan kepala : 2/5

Kontraksi : 4x/10 menit, 45 detik

4. Genitalia :

Pemeriksaan dalam

Portio : tipis lunak

Pembukaan : 7-8cm

Ketuban : negatif

Presentasi : kepala

Molase : tidak ada

Tali pusat menumbung : tidak ada

Bagian kecil janin lain yang teraba : tidak ada

Penurunan kepala : stasion 0

43

C. Analisa

G3P2A0 parturient aterm kala I fase aktif dengan preeklampsia

berat dan ketuban pecah dini, janin hidup intrauterin dalam

keadaan baik.

Diagnosa potensial : eklampsia dan infeksi intrapartum

Antisipasi : Observasi ibu, janin, dan kemajuan

persalinan serta tanda-tanda infeksi

D. Penatalaksanaan

1. Memberitahu klien dan keluarga tentang hasil pemeriksaan

E: klien dan keluarga mengetahui keadaan ibu dan janin baik

2. Meminta keluarga untuk mempersiapkan perlengkapan persalinan

E: Perlengkapan persalianan telah siap

3. Mempersiapkan alat persalinan

E: Alat persalinan telah siap

4. Memantau keadaan ibu dan janin serta kemajuan persalinan

setiap 30 menit sekali

E: tercatat di partograf

Pukul 11.00

A. Data Subjektif

Ibu merasa ingin mengedan

B. Data Objektif

1. Keadaan umum : baik

2. Tanda-tanda vital :

Nadi : 86x/menit

3. Abdomen :

DJJ : 142x/menit, regular

Penurunan kepala : 0/5

44

Kontraksi : 5x/10 menit, 45 detik

4. Genitalia :

Terlihat adanya tekanan pada anus, perineum menonjol dan

vuvla membuka

Pemeriksaan dalam

Portio : tidak teraba

Pembukaan : 10cm

Ketuban : negatif

Presentasi : kepala

Molase : tidak ada

Penurunan kepala : stasion +4

Urin : + 150cc

C. Analisa

G3P2A0parturient aterm kala II dengan preeklampsia berat dan

ketuban pecah dini, janin hidup intrauterin dalam keadaan baik

Diagnosa potensial : perdarahan dan infeksi intrapartum

Antisipasi : mempersiapkan keperluan

penanganan perdarahan

D. Penatalaksanaan

1. Memberitahu klien mengenai hasil pemeriksaan

E: Klien mengetahui bahwa ibu siap untuk mengedan

2. Memposisikan ibu dan meminta keluarga untuk menunggu di luar

E: ibu mengambil posisi litotomi

3. Mendekatkan alat dan perlengkapan persalinan

E: alat dan perlengkapan persalinan terjangkau

4. Memimpin persalinan

His (+) ibu mengedan dengan mengangkat sedikit kepalanya,

melihat ke arah perut, menarik kakinya ke belakang dan

mengedan seperti ingin buang air besar

45

His (-) ibu istirahat

E: Ibu mengedan dengan benar dan efektif

5. Menolong persalinan dengan langkah asuhan persalinan normal

E: bayi lahir spontan dengan mekonial langsung menangis

pukul 11.15. Jenis Kelamin: perempuan BB: 3100 gram PB: 47.

Kulit kemerahan. Tonus otot baik. Apgar scor 5/7

6. Mengecek janin kedua

E: tidak ada janin kedua

7. Menyuntikkan oksitosin

E: oksitosin sebanyak 10 IU telah diberikan, kontraksi baik

8. Mengeringkan dan memotong tali pusat bayi

E: bayi kering dan tali pusat telah terpotong

9. Melakukan alih rawat bayi

E: bayi dialihrawatkan kepada perawat

Pukul 11.15

A. Data Subjektif

Ibu merasa lega telah melahirkan bayinya

B. Data Objektif

1. Keadaan umum : baik

2. Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 140/100 mmHg

Nadi : 88x/ menit

Respirasi : 26x/menit

3. Abdomen

TFU : Sepusat

Uterus globular

46

4. Genitalia

Terdapat semburan darah dari jalan lahir dan pemanjangan

tali pusat di depan vulva

C. Analisa

P3A0 parturient kala III dengan preeklampsia berat

D. Penatalaksanaan

1. Memberitahu klien mengenai hasil pemeriksaan

E: klien mengetahui bahwa klien siap untuk melahirkan

plasenta

2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali

E: tali pusat teregang dan terjadi pemanjangan tali pusat

3. Melahirkan plasenta

E: plasenta lahir pukul 11.25

4. Melakukan masase uterus

E: kontraksi baik

5. Melakukan pengecekan kelengkapan plasentaE: selaput tidak lengkap

6. Melakukan eksplorasi rahimE: sisa selaput terambil

Pukul 11.25

A. Data Subjektif

Ibu merasa agak nyeri di bekas jalan lahir. Ibu mengaku tidak

merasakan pusing. Hanya agak lemas.

B. Data Objektif

1. Keadaan umum : Baik

2. Tanda-tanda vita l :

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 80x/menit

47

Respirasi : 24x/menit

3. Abdomen

TFU : sepusat

Kontraksi : Baik

4. Genitalia

Terdapat perdarahan aktif di bekas jalan lahir

Estimasi perdarahan + 200cc

Terdapat luka robek di mukosa vagina, kulit dan otot

perineum

C. Analisa

P3A0parturient kala IV dengan preeklampsia berat dan laserasi

perineum derajat 2

D. Penatalaksanaan

1. Memberitahu klien mengenai hasil pemeriksaan

E: Klien mengetahui terdapat luka pada bekas jalan lahir

2. Meminta persetujuan ibu untuk dilakukan penjahitan

E: ibu menyetujui

3. Mempersiapkan alat penjahitan

E: alat terjangkau

4. Melakukan penjahitan

E: penjahitan dilakukan dengan jahitan jelujur di dalam dan

single di luar

5. Mengecek perdarahan dan mengecek jahitan

E: tidak ada sumber perdarahan dan jahitan telah baik

6. Membereskan alat, ibu dan lingkungan

E: ibu telah nyaman

7. Melakukan observasi kala IV

E: tercatat dalam partograf

48

KUNJUNGAN RUMAH

Hari/tanggal : Selasa/27 November 2012

Waktu : 09.15

Tempat : Rumah mertua klien

Kampung Ngantai Kecamatan Cikalong Kulon

Klien : Ibu

A. DATA SUBJEKTIF

1. Keluhan

Ibu mengatakan sedang batuk sejak kemarin dan kemarin lusa

sempat didatangi bidan, didapat tekanan darah ibu tinggi.

Ibu tidak merasakan pusing, nyeri ulu hati, dan pandangan

kabur. Ibu mengaku pulang dari RSUD Cianjur 3 hari pasca

bersalin dengan hasil tes darah baik dan protein urin

negatif.

2. Konsumsi obat-obatan dan tablet Fe

Ibu mengkonsumsi laserin dan mengkonsumsi tablet Fe

3. Pemberian ASI

Frekuensi : sering

Durasi : 5 menit di masing-masing

payudara

Keluhan : tidak ada

4. Rencana KB

Ibu berencana ingin menggunakan implan

5. Aktifitas sehari-hari

49

a. Aktivitas : sejak bersalin aktivitas ibu

adalah merawat bayinya. Untuk pekerjaan rumah sehari-

hari dilakukan oleh mertua dan dibantu suami.

b. Nutrisi dan hidrasi :

1) Makan

Frekuensi : 3x/hari ditambah camilan

Porsi : Cukup

Jenis : Sayur setiap hari dengan daging, telur

dan tahu tempe

Keluhan : Tidak ada

2) Minum :

Frekuensi : Sering

Jumlah : + 2 liter/hari

c. Istirahat

Malam : ibu mengaku istirahat malamnya

berkurang, sering terbangun untuk menyusui bayinya, jika

diakumulasikan istirahat malam ibu + 4-6 jam

Siang : ibu jarang tidur siang, ibu mengaku jika

tidur siang malah pusing, dan terdapat kepercayaan dari

mertua dan orang-orang sekitar untuk tidak tidur siang

ketika masih ada pengeluaran darah. Namun ibu tidak

begitu menghiraukannya, jika lelah ibu akan tidur.

d. Eliminasi

BAB : 3x/hari, tidak ada keluhan, ibu sudah

mulai BAB sehari pasca bersalin

BAK : sering dan tidak ada keluhan

B. DATA OBJEKTIF

50

1. Keadaan umum : baik

2. Tanda-tanda vital

Tekanan darah : 160/110 mmHg

Nadi : 86x/menit

Respirasi : 22x/menit

Suhu : 36,8°C

3. Pemeriksaan fisik

a. Wajah : tidak ada bengkak

b. Mata

Sklera : putih

Konjungtiva : merah muda

c. Leher : tidak ada pembesaran dan massa pada

kelenjar getah bening dan tiroid

d. Payudara : tidak ada lecet dan tidak ada pembesaran

atau massa abnormal pada kedua belah payudara ibu.

Kedua puting menonjol dan terdapat pengeluaran berupa

air susu ibu.

e. Abdomen

TFU : tidak teraba

Diastasis recti : 2 jari

f. Ekstremitas

Tidak ada pembengkakan di kedua lengan dan tungkai ibu

g. Genitalia

Tidak ada massa dan benjolan pada vulva

Tidak ada pembesaran pada kelenjar skene dan bartolin

Keadaan luka jahitan : masih belum kering dan tidak

berbau

Lokhea : coklat kekuningan (serosa)

4. Pemeriksaan penunjang

Tidak dilakukan

51

C. ANALISA

P3A0 postpartum 10 hari dengan tekanan darah tinggi

Diagnosa potensial : hipertensi menetap, preeklampsia

postpartum

Antisipasi : kontrol dan melakukan

pemeriksaan penunjang seperti tes urin dan darah

D. PENATALAKSANAAN

1. Memberitahu klien hasil pemeriksaan

E: Klien mengetahui klien dalam keadaan darah tinggi

2. Memberitahu ibu untuk melakukan pemeriksaan ibu nifas ke

bidan pada usia 2 minggu untuk mengetahui perkembangan

kondisi ibu terutama tekanan darahnya

E: ibu menetapkan tanggal

3. Memberitahu ibu untuk menjaga istirahatnya

E: ibu perlu istirahat yang cukup untuk menjaga kondisinya

dalam mengasuh bayinya

4. Memberitahu ibu untuk menjaga nutrisi dan hidrasinya

E: ibu mengetahui bahwa asupan ibu setelah bersalin perlu

ditingkatnya karena ibu menyusui bayinya

5. Memberitahu ibu mengenai perawatan luka

E: ibu mengetahui untuk menjaga kebersihan genitalianya

dengan baik dengan cara cebok yang baik dan mengganti

pembalut dengan sering serta banyak makan-makanan yang

mengandung protein.

6. Memberitahu dan membimbing ibu melakukan perawatan payudara

E: ibu mengetahui bahawa penting melakukan perawatan

payudara dengan rutin untuk menghindari lecet pada puting

52

dan memelihara kesehatan payudara dengan langkah-langkah

yang dapat ibu peragakan kembali

7. Memberitahu ibu mengenai alat kontrasepsi yang dapat

digunakan

E: jika disesuaikan dengan usia ibu dan jumlah paritas yang

telah diperoleh, ibu memerlukan kontrasepsi yang tidak

begitu berpengaruh terhadap tubuhnya, terutama dikarenakan

ibu memiliki riwayat tekanan darah tinggi. Jadi dianjurkan

penggunaan alat kontrasepsi yang tidak mengandung hormon,

seperti IUD, MOW dan MOP

8. Memberitahu ibu tanda-tanda bahaya ibu nifas

E: ibu dapat mengulan tanda-tanda bahaya ibu nifas 2-6

minggu adalah, payudara bengkak dan atau memerah, nyeri

pada betis, ibu merasa tidak ingin menyusui bayinya

9. Dokumentasi

E: tecatat dengan SOAP

Hari/tanggal : Selasa/27 November 2012

Waktu : 09.15

Tempat : Rumah mertua klien

Kampung Ngantai Kecamatan Cikalong Kulon

Klien : Bayi Ny.Lani

A. DATA SUBJEKTIF

1. Keluhan

Ibu mengaku tidak ada keluhan atas bayinya

2. Identitas anak

a. Nama : Bayi Ny. Lani

b. Tanggal Lahir : 17 November 2012

c. Usia : 10 hari

53

d. Jenis Kelamin : Perempuan

e. BB Lahir : 3100 gram

f. PB Lahir : 47 cm

3. Faktor Genetik

Di keluarga tidak ada yang memiliki riwayat penyakit

menular seperti TBC dan Hepatitis serta tidak ada yang

memiliki riwayat penyakit kelainan jiwa.

4. Faktor Lingkungan

a. Kondisi lingkungan tempat tinggal ibu dan bayi saat ini

Lingkungan tempat tinggal ibu (rumah mertua) terletak di

dekat jalan, cukup besar dan dapat dilalui mobil namun

tidak sebagai jalan lalu lalang angkot. Termasuk ke

dalam pemukiman yang padat, tidak dekat dengan pabrik

dan tempat pembuangan sampah.

b. Kondisi rumah tinggal

Ruang tamu, kamar, ruang TV dan dapur terpisah

Pencahayaan dan sirkulasi udara baik

c. Kondisi air

Baik, bersih dan layak pakai

5. Faktor Sosial

Bayi diasuh oleh ibu, mertua dan suami ibu. Keluarga

menerima dan mendukung kelahiran anak ini.

ayah dari bayi merokok, namun tidak di dalam rumah.

6. Faktor ibu dan perinatal

Hubungan ibu dan bayi baik. Aktivitas menyusui baik. Tidak

ada keluhan ibu terhadap bayinya

54

7. Eliminasi

BAB : sering, tidak ada keluhan

BAK : sering, tidak ada keluhan

8. Aktivitas menyusui

Frekuensi sering, tidak diberikan minuman dan makanan lain

selain ASI

Bayi menyusu dengan kuat

Tidak ada keluhan

9. Riwayat imunisasi

HB0

B. DATA OBJEKTIF

1. Keadaan umum : baik

2. Tanda-tanda vital

BJA : 130x/menit, regular

Respirasi : 48x/menit

Suhu : 37,0°C

3. Antropometri

BB : 3400 gram

PB : 47 cm

4. Pemeriksaan fisik

a. Kepala

Ubun-ubun : datar

Lingkar kepala : 33 cm

b. Telinga

Sedikit lebih bawah dari mata dan tidak terdapat

pengeluaran

c. Mata

Sklera : putih

55

Konjungtiva : merah muda

d. Hidung

Tidak ada pernafasan cuping hidung

Tidak ada pengeluaran abnormal

e. Mulut

Tidak ada palato dan labioskiziz

Refleks rooting, sucking, swallowing baik

f. Leher

Pergerakan aktif

Tidak terdapat massa atau pembengkakan abnormal

g. Dada

Tidak ada tarikan nafas dada ke dalam

Puting simetris

Tidak terdengar kelainan bunyi jantung dan suara

pernafasan lain

h. Abdomen

Perut dalam keadaan lembek

Tali pusat telah puput dari 2 hari lalu, tidak terdapat

bau atau kemerahan

i. Punggung

Tidak ada spina bifida

j. Ekstremitas

Ektremitas atas : jumlah jari normal, terdapat

refleks grasping, pergerakan aktif

Ekstremitas bawah : jumlah jari normal, terdapat

refleks babinski, pergerakan aktif

k. Genitalia

Terdapat klitoris, lubang uretra dan vagina, tidak ada

pengeluaran abnormal.

l. Anus

Bayi buang air besar

56

C. ANALISA

Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilanusia sepuluh hari

dengan keadaan baik

D. PENATALAKSANAAN

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan

E: ibu mengetahui keadaan bayinya dalam keadaan baik

2. Mendukung ibu untuk tetap memberikan ASI ekslusif

E: ibu berencana akan tetap memberikan ASI ekslusif

3. Memberitahu tanda-tanda bahaya pada bayi

E: ibu mengetahui tanda-tanda bahaya pada bayi baru lahir

adalah demam, nafas lebih dari 60, sesak atau pernafasan

cuping hidung, diare,

4. Memberitahu ibu untuk melakukan kontrol di puskesmas

mengenai perkembangan dan pertumbuhan bayi serta untuk

mendapatkan imunisasi BCG dan Polio 1

E: ibu menetapkan tanggalnya

5. Dokumentasi

E: tercatat dengan SOAP

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. PENGKAJIAN

Pengkajian pada kasus preeklampsia berat harus

diidentifikasi berdasarkan faktor pencetus atau

predisposisinya, seperti usia, usia kehamilan, jumlah

kehamilan, riwayat kesehatan, dan status sosial ekonominya

57

serta hasil pemeriksaan fisik dan penunjangnya berupa hasil

tes urin dan darah lengkap klien.

Pada kasus ini, setelah dilakukan pengkajian subjektif

terhadap klien, didapat yang menjadi faktor pencetus klien

adalah riwayat penyakit hipertensi dalam kehamilan di

kehamilan pertamanya dan keluarga yaitu ibu dan kakaknya

sendiri memiliki penyakit tersebut. Ibu mengaku pada kehamilan

pertamanya juga ditemukan tekanan darahnya naik pada saat

menjelang persalinan. Sedangkan pada pengkajian data

objektifnya ditemukan, walau ibu tidak mengalami pusing atau

nyeri kepala hebat, nyeri ulu hati dan pandangan kabur.

Didapat hasil pemeriksaan fisik berupa tekanan darah yang

tinggi dan pada ektremitas bawah didapat oedema yang menurut

ibu oedem di kedua tungkainya tidak hilang ketika

diistirahatkan dan telah menetap selama kurang lebih 8 hari.

Dan untuk pemeriksaan penunjangnya, didapat hasil tes protein

urin klien yang menyatakan klien memiliki kadar protein urin

yaitu sebesar +2, sesuai dengan protap RSUD Cianjur, bahwa

kadar protein urin lebih dari atau sama dengan 3 gram atau +2

adalah merupakan preeklampsia berat

Pengkajian data subjektif dan objektif ibu sudah cukup

menunjang untuk menetapkan diagnosa. Namun terdapat beberapa

hal yang kurang dikaji, seperti bagaimana riwayat pemeriksaan

kehamilan klien dan bagaimana asupan nutrisi klien, mengingat

faktor nutrisipun menjadi salah satu penyebab timbulnya

preeklampsi. Yaitu jika ibu kekurangan asupan buah dan sayur

sebagai antioksidan dan mengantisipasi oksidan nitrat di tubuh

klien. Dan hal tersebut seharusnya bisa diantisipasi pada saat

kehamilannya dengan melakukan pemeriksaan kehamilan yang

sesuai. Selain itu, seharusnya bidan, tempat ibu biasa

melakukan pemeriksaan, dapat memperhatikan riwayat dan

58

kemungkinan akan terjadinya preeklampsia lagi, sehingga

pemcegahan mungkin dapat dilakukan.

Ibu tidak jatuh dalam keadaan yang lebih parah selama

persalinan dan sepanjang kala IV, ataupun selama 3 hari pasca

salin di RS, namun setelah melakukan kunjungan rumah. Ternyata

tekanan darah ibu didapat 2 hari lalu oleh bidan dan oleh

pengkaji tidak turun. Keadaan ibu tersebut tidak diikuti oleh

keluhan lain seperti pusing, nyeri kepala, nyeri ulu hati dan

pandangan kabur. Mengingat preeklampsia dapat berlanjut hingga

sampai 6 minggu postpartum dan atau memungkinkan menjadikan

hipertensi menetap (Al-Safi Z dkk:2011). Sehingga ibu perlu

mencegah keadaan tersebut dengan melakukan kontrol dan

pemeriksaan penunjang serta menjaga pola makannya.

Pengkaji dalam hal ini kurang mengkaji ibu selama di RSUD

Cianjur. Pengkaji tidak mengetahui bagaimana ibu dapat pulang

dan apa saja yang telah diberikan oleh RSUD Cianjur untuk ibu.

Berdasarkan hasil konfirmasi setiap pasien PEB pulang akan

diberikan obat bagi ibu dan bayinya. Bagi ibu, diberikan obat

berupa Cefadroxil 2x1, Asam Mefenamat 3x1, SF 1x1, Metildopa

3x2, dan Nefidipine 3x10mg. Sehingga kurang dalam memfollow up

ibu dan bayi.

Ibu mengatakan berencana menggunakan KB implan, padahal jika

dilihat dari usia ibu, rencana ibu yang tidak ingin memiliki

anak lagi, dan adanya riwayat penyakit tekanan darah tinggi,

baiknya ibu tidak menggunakan alat kontrasepsi yang mengandung

hormon, dan membuat perubahan pada tubuh ibu. Sehingga alat

kontrasepsi seperti IUD, MOW dan MOP dianjurkan.

4.2. PENEGAKAN DIAGNOSA

59

Penegakkan diagnosa digunakan sebagai bahan dalam penentuan

diagnosa potensial yang mungkin terjadi serta untuk melakukan

antisipasi masalah serta rencana asuhan.

Penegakkan diagnosa preeklampsia berat pada kasus ini

didasari atas hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik seperti

tekanan darah tinggi, oedema menetap pada ektremitas bawah

yang tidak hilang ketika diistirahatkan, dan protein urin +2.

Begitupun dengan diagnosa ketuban pecah dini pada ibu, dari

data subjektifnya ibu mengatakan telah keluar air-air dan

banyak serta tidak dapat di tahan dengan hasil pemeriksaan

pembukaan masih 3-4cm (belum lengkap).

Diagnosa potensial dari kasus ini adalah eklampsi dan

infeksi intrapartum. Sehingga penanganan segera dengan

memberikan terapi antikejang serta pemberian antibiotik untuk

ibu dilakukan.

4.3. PENGELOLAAN PERSALINANPengelolaan persalinan klien pada kasus ini adalah

penanganan aktif dengan terminasi kehamilan dengan melakukaninduksi persalinan berupa drip oksitosin mengingat usiakehamilan ibu sudah > 37 minggu dan keadaan ibu serta janinbaik.

4.4. DOKUMENTASIPendokumentasian asuhan merupakan hal yang sangat penting

dalam memberikan asuhan. Asuhan yang telah digunakan hendaknyadidokumentasikan dengan lengkap, benar, dan informatif. Halini sangat penting sebagai bahan pertanggungjawaban danpertanggunggugatan.

Dalam hal ini pengkaji mendokumentasikannya dalam bentuksoap dan partograf yang dilampirkan.

BAB V

PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

60

Dalam melakukan asuhan pada ibu dengan preeklampsia berat

hendaknya dipahami terlebih dahulu mengenai konsep dari kasus

tersebut. Setelah itu, melakukan pengkajian data subjektif dan

objektif untuk memastikan diagnosa dan perencanaan asuhan yang

akan diberikan.

Pada kasus ini, pengkajian data sudah cukup menunjang untuk

penetapan diagnosa preeklampsia berat. Penetapan diagnosa

diperoleh dari hasil subjektif dan objektif. Hanya terdapat

kekurangan dalam pengkajian konsumsi obat ibu dan

penatalaksanaan di rumah sakit setelah ibu melahirkan hingga

ibu pulang. Sehingga penatalaksanaan kasus dengan penanganan

preeklampsia berat pada usia cukup bulan sejak bersalin hingga

postpartumnya hanya sesuai ketika melakukan terminasi

kehamilan dan observasi, tidak untuk penatalaksanaan

postpartumnya.

Evaluasi telah dilaksanakan terhadap semua asuhan yang telah

diberikan.

5.2. SARAN

A. Pengkaji

Dalam melakukan asuhan pada ibu dengan preeklampsia berat

hendaknya dipahami terlebih dahulu mengenai konsep dari

kasus tersebut. Setelah itu, melakukan pengkajian data

subjektif dan objektif untuk memastikan diagnosa dan

perencanaan asuhan yang akan diberikan.

B. Institusi Pendidikan

Bimbingan langsung terhadap asuhan pengkaji dengan kliennya

diharapkan dapat membantu pengkaji dalam melakukan dan

menetapkan asuhan.

C. Rumah Sakit

61

Meningkatkan kembali pemberian informasi dan konseling

terhadap pasien pulang mengenai obat-obatan dan motivasi KB,

dan memastikan ibu benar-benar pahan apa yang telah

diberikan rumah sakit sehingga ibu mengetahui apa yang harus

dia perhatikan selama kembali ke rumah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Safi Z, dkk. 2011. Delayed postpartum preeclampsia and eclampsia:

demographics, clinical course, and complications. ________.________Arinda Anggara. 2010. Pengaruh Preeklamsia Berat Pada KehamilanTerhadap

Keluaran Maternal Dan Perinatal Di Rsup Dr Kariadi Semarang Tahun.

www.eprints.undip.ac.id. 22 November 2012. 19.56

Cunningham F G., et al. 2010. Williams Obstetrics 23rd Ed. McGraw-Hill,

Medical Publishing Division

Goodwin, T. Murphy, et al. 2010. Management of Common Problems in

Obstetrics and Gynecology.Blackwell Publishing Ltd

Lia Yuliani. 2012. Pre-Eklampsia Berat Di Rsud Bayu Asih Purwakarta.

www.jurnalkesmas.org. 22 November 2012. 19.54

Saifudin A B., 2010. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sarwono Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta, Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Silasi, Michelle. 2010. An Issue of Obstetrics and Gynecology

Clinics. Elsevier Inc.

62

T.W. Kusuma. 2009. Manajemen Risiko Dalam Pelayanan Pasien Preeklampsia

Berat/Eklampsia Di Instalasi Gawat Darurat Rsupncm.

www.isjd.pdii.lipi.go.id. 19.36

Wahyuny Langelo. 2012. Faktor Risiko Kejadian Preeklampsia Di Rskd. Ibu Dan

Anak Siti Fatimah Makassar www.pasca.unhas.ac.id. 8 November 2012.

16.15

Wiknjosastro H., 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Prawirohardjo.

63