ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. N UMUR 3 HARI DENGAN BBLR KOMPLIKASI IKTERUS DI RSUD KOTA SALATIGA

84
Makalah Seminar Kasus ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. N UMUR 3 HARI DENGAN BBLR KOMPLIKASI IKTERUS DI RSUD KOTA SALATIGA Disusun oleh : 1. Elani Wibowo (120173) 2. Indah Widi Astutik (120257) i

Transcript of ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. N UMUR 3 HARI DENGAN BBLR KOMPLIKASI IKTERUS DI RSUD KOTA SALATIGA

Makalah Seminar Kasus

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. N

UMUR 3 HARI DENGAN BBLR KOMPLIKASI IKTERUS

DI RSUD KOTA SALATIGA

Disusun oleh :

1. Elani Wibowo (120173)

2. Indah Widi Astutik (120257)

i

AKADEMI KEBIDANAN YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2014/2015

LEMBAR PERSETUJUAN

Makalah Seminar Kasus

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. N

UMUR 3 HARI DENGAN BBLR KOMPLIKASI IKTERUS

DI RSUD KOTA SALATIGA

Telah memenuhi syarat dan disetujui untuk diseminarkan

Makalah Asuhan Kebidanan di RSUD Kota Salatiga

Tanggal 19 Maret 2015

Dipersiapkan dan disusun oleh:

1. Elani Wibowo (120173)

2. Indah Widi Astutik (120257)

Mengetahui,

Pembimbing Akademik Pembimbing Lapangan

ii

Nining Tunggal.S.S., SKM, M.PH Tri

Lestari, S.Kep

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah Seminar Kasus

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. N

UMUR 3 HARI DENGAN BBLR KOMPLIKASI IKTERUS

DI RSUD KOTA SALATIGA

Telah diseminarkan dan dipertahankan di depan penguji

Pada tanggal 19 Maret 2015

Dipersiapkan dan disusun oleh:

1. Elani Wibowo (120173)

2. Indah Widi Astutik (120257)

iii

Mengetahui,

Penguji I : Winarsih, SST, M.Kes

...................

Penguji II : Era Revika, S.SiT, M.Kes

..................

Pembimbing Pendidikan : Nining Tunggal.S.S., SKM,

MPH ..................

Pembimbing Lapangan : Tri Lestari, S.Kep

..................

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan

Yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat serta

hidayah-Nya sehingga penyusunan makalah ini dapat

diselesaikan. Makalah Ini disusun sebagai tugas

mata kuliah Praktik Klinik Kebidanan 1 dengan judul

“Asuhan Kebidanan Pada Bayi Ny. N Umur 3 Hari

iv

dengan BBLR Komplikasi Ikterus di RSUD Kota

Salatiga.”

Terimakasih disampaikan kepada:

1. Drs. H. Hendri Soekirdi, M.Kes selaku Direktur

Akademi Kebidanan Yogyakarta

2. Nining Tunggal.S.S., SKM, MPH selaku Pembimbing

Pendidikan dalam penyusunan makalah ini.

3. Tri Lestari, S.Kep, selaku Pembimbing Lapangan

dalam penyusunan makalah ini.

Tentu banyak kekurangan yang masih luput dari

pencermatan kami, semata-mata kekurangmampuan kami

dalam hal bahasa ataupun penguasaan materi. Kritik,

masukan, dan saran yang membangun sangat diharapkan

oleh kami demi perbaikan makalah ini.

Demikian makalah ini kami susun semoga

bermanfaat bagi semua.

Yogyakarta, Maret

2015

Penulis

v

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................... i

KATA PENGANTAR..................................... ii

DAFTAR ISI.........................................

iii

BAB I..............................................:

PENDAHULUAN..................................... 4

Latar Belakang................................. 4

Tujuan......................................... 4

BAB II: TINJAUAN TEORI............................. 5

Pengertian..................................... 5

Etiologi....................................... 6

Gambaran Klinis................................ 7

Manifestasi Klinis............................. 8

Pencegahan Atonia Uteri........................ 8

Manajemen Atonia Uteri......................... 10

BAB III: TINJAUAN KASUS............................ 15

BAB IV: PEMBAHASAN................................. 32

BAB V: PENUTUP..................................... 34

Kesimpulan..................................... 34

Saran.......................................... 34

DAFTAR PUSTAKA..................................... 35

vi

vii

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu tujuan dari Millenium Development Goal’s

adalah menurunkan angka kematian bayi (MDG’s, 2003).

Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan jumlah kematian

bayi (0-11 bulan) per 1000 kelahiran hidup dalam

kurun waktu satu tahun. AKB menggambarkan tingkat

permasalahan kesehatan masyarakat yang berkaitan

dengan faktor penyebab kematian bayi, tingkat

pelayanan antenatal, status gizi ibu hamil, tingkat

keberhasilan program KIA dan KB, serta kondisi

lingkungan dan sosial ekonomi (Dinkes Jawa Tengah,

2012).

AKB di Indonesia pada tahun 2012 adalah 32

kematian per 1.000 kelahiran hidup (SDKI, 2012). AKB

di Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 10,75/1000

kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi di Jawa

Tengah diantaranya masalah pada neonatal seperti

afiksi (sesak napas saat lahir), bayi lahir dengan

berat badan rendah serta infeksi neonatus, sedangkan

AKB di Kota Salatiga pada tahun 2012 mencapai 7,14

per 1.000 kelahiran hidup (Dinkes Jawa Tengah,

2012).

8

Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi

dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa

memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi

kurang bulan (< 37 minggu) atau pada bayi cukup

bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadti, 2010).

Bayi baru lahir dengan berat kurang dari 2500gr

mempunyai permasalahan yang lebih serius untuk

segera mendapatkan perawatan dan pengawasan secara

intensif. Hal ini dikarenakan kondisi fisik bayi

yang masih sangat lemah, alat-alat pernafasan belum

berfungsi sempurna. Hal ini menunjukkan bahwa bayi

dengan BBLR sangatlah rentan untuk terjangkitnya

suatu infeksi dan penyakit (Manuaba, 2007).

Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa

persentase balita (0-59 bulan) dengan BBLR sebesar

10,2%. Masalah pada bayi dengan berat lahir rendah

(BBLR) terutama pada prematur terjadi karena

ketidakmatangan sistem organ pada bayi tersebut.

Bayi berat lahir rendah mempunyai kecenderungan ke

arah peningkatan terjadinya infeksi dan mudah

terserang komplikasi. Masalah pada BBLR yang sering

terjadi adalah gangguan pada sistem pernafasan,

susunan saraf pusat, kardiovaskular, hematologi,

gastro intestinal, ginjal, termoregulasi (Profil

Kesehatan Indonesia, 2013). Masalah yang sering

timbul sebagai penyulit BBLR adalah hipotermia,

9

hipoglikemia, hiperbilirubinemia, infeksi atau

sepsis dan gangguan minum (Depkes RI, 2005).

Bayi berat lahir rendah merupakan masalah

penting dalam pengelolaannya karena mempunyai

kecenderungan ke arah peningkatan terjadinya

infeksi, kesukaran mengatur nafas tubuh sehingga

mudah untuk menderita hipotermia. Selain itu bayi

dengan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) mudah

terserang komplikasi tertentu seperti ikterus,

hipoglikemia yang dapat menyebabkan kematian. Kelompok

bayi berat lahir rendah yang dapat diistilahkan

dengan kelompok resiko tinggi karena pada bayi berat

lahir rendah menunjukan angka kematian dan kesakitan

yang lebih tinggi dengan berat bayi lahir cukup

(Manuaba, 2007).

Kasus BBLR di RSUD Kota Salatiga selama tahun

2014 sebanyak 14,9% bayi dari bayi yang dirawat di

bangsal perinatologi, yang terdiri dari BBLR yang

dilahirkan di RSUD kota Salatiga dan BBLR yang

dirujuk ke RSUD kota Salatiga. Bayi yang meninggal

sejumlah 11,85% dari keseluruhan bayi BBLR di RSUD

Kota Salatiga yaitu sebanyak 23 dari 194 bayi BBLR.

Kasus tersebut terdiri dari BBLR yang dismature

maupun yang premature.

B. Tujuan

10

Diharapkan setelah melihat studi kasus yang ada

di lapangan mahasiswa mampu:

1. Umum

Mampu melakukan manajemen asuhan kebidanan pada

kasus BBLR dengan ikterus

2. Khusus

a. Mengetahui pengertian, etiologi, dan tanda dari

BBLR

b. Mengetahui penatalaksanaan BBLR pada neonatus

sesuai 7 langkah Varney, yaitu:

1. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian data

bayi dengan BBLR

2. Mahasiswa mampu melakukan interpretasi data,

mangkaji masalah, serta menentukan kebutuhan

pada bayi dengan BBLR

3. Mahasiswa mampu menentukan diagnosa potensial

pada bayi dengan BBLR

4. Mahasiswa mampu melakukan antisipasi tindakan

segera pada bayi BBLR

5. Mahasiswa mampu merencanakan asuhan yang

akan diberikan pada bayi BBLR

6. Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan

sesuai dengan asuhan yang telah direncanakan

7. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi sesuai

dengan asuhan yang telah diberikan

11

C. Manfaat

1. Bagi RSUD Kota Salatiga

Menambah suasana belajar dengan melakukan asuhan

secara langsung pada pesien dengan tetap

memperhatikan Standart Operasional Prosedur

2. Bagi Institusi Akademi Kebidanan Yogyakarta

Untuk menambah referensi bacaan mahasiswa dan

evaluasi pembelajaran pratikum di lapangan

3. Bagi Mahasiswa

a. Meningkatkan kemampuan untuk membandingkan

teori dengan praktik lapangan

b. Dapat mengetahui asuhan yang dilakukan pada

bayi dengan BBLR

c. Dapat menjadikan ilmu pengetahuan sebagai

dasar pengalaman praktik di lapangan.

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. BBLR

1. Pengertian

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi

dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa

memandang masa gestasi (Prawiroharjo, 2010).

Menurut Manuaba (2007), BBLR merupakan bayi dengan

berat badan kurang dari 2500 gram terjadi karena

umur kehamilan kurang dari 37 minggu, berat badan

12

lebih rendah dengan semestinya sekalipun umur

kehamilan cukup atau karena kombinasi keduanya.

WHO (World Health Organiztion) menyatakan BBLR

merupakan bayi (neonatus) yang lahir dengan

memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau

sampai dengan 2499 gram (Hidayat, 2005).

2. Klasifikasi BBLR

Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR

(Proverawati dan Ismawati, 2010) :

a. Menurut harapan hidupnya

1) Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat

lahir 1500-2500 gram.

2) Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan

berat lahir 1000-1500 gram.

3) Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan

berat lahir kurang dari 1000 gram.

b. Menurut masa gestasinya

1) Prematuritas murni yaitu masa gestasinya

kurang dari 37 minggu dan berat badannya

sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi

atau biasa disebut neonatus kurang bulan

sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).

2) Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat

badan kurang dari berat badan seharusnya untuk

masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi

13

pertumbuhan intrauterin dan merupakan bayi

kecil untuk masa kehamilannya (KMK).

3. Etiologi

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah

kelahiran prematur. Faktor ibu yang lain adalah

umur, paritas dan lain-lain. Faktor plasenta

seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda,

serta faktor janin juga merupakan penyebab

terjadinya BBLR (IDAI, 2004). Beberapa penyebabdari bayi dengan berat badan lahir rendah

(Proverawati dan Ismawati, 2010).

a. Faktor ibu

1) Penyakit

a) Mengalami komplikasi kehamilan, seperti

anemia, perdarahan antepartum, preekelamsi

berat, eklamsia, infeksi kandung kemih.

b) Menderita penyakit seperti malaria, infeksi

menular seksual, hipertensi, HIV/AIDS,

TORCH, penyakit jantung.

c) Penyalahgunaan obat, merokok, konsumsi

alkohol.

2) Ibu

a) Angka kejadian prematuritas tertinggi adalah

kehamilan pada usia <20 tahun atau >35 tahun.

b) Jarak kelahiran yang terlalu dekat atau

pendek (kurang dari 1 tahun).

c) Mempunyai riwayat BBLR sebelumnya.

14

3) Keadaan sosial ekonomi

a) Kejadian tertinggi pada golongan sosial

ekonomi rendah. Hal ini dikarenakan keadaan

gizi dan pengawasan antenatal yang kurang.

b) Aktivitas fisik yang berlebihan

c) Perkawinan yang tidak sah

b. Faktor janin

Faktor janin meliputi : kelainan kromosom,

infeksi janin kronik (inklusi sitomegali, rubella

bawaan), gawat janin, dan kehamilan kembar.

c. Faktor plasenta

Faktor plasenta disebabkan oleh : hidramnion,

plasenta previa, solusio plasenta, sindrom

tranfusi bayi kembar (sindrom parabiotik),

ketuban pecah dini.

d. Faktor lingkungan

Lingkungan yang berpengaruh antara lain :

tempat tinggal di dataran tinggi, terkena

radiasi, serta terpapar zat beracun.

4. Permasalahan pada BBLR

BBLR memerlukan perawatan khusus karena

mempunyai permasalahan yang banyak sekali pada

sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum

15

stabil (Surasmi, dkk, 2005). Menurut Prawirohardjo

(2010), masalah yang terjadi pada BBLR yaitu:

1) Suhu tubuh

a) Pusat pengatur napas tubuh masih belum sempurna

b) Otot bayi masih lemah

c) Kemampuan metabolisme panas masih rendah

sehingga bayi dengan BBLR perlu diperhatikan

agar tidak terlalu banyak kehilangan panas

badan dan dapat dipertahankan sekitar 36,50C-

37,50C.

d) Lemak kulit dan lemak coklat kurang sehingga

cepat kehilangan panas tubuh.

2) Pernafasan

a) Pusat pengatur pernafasan belum sempurna

b) Otot pernafasan dan tulang iga lemah

c) Surfaktan paru-paru masih kurang sehingga

perkembangannya tidak sempurna

d) Dapat disertai penyakit : penyakit hialin

membran, mudah infeksi paru-paru, gagal

pernafasan

3) Alat pencernaan makanan

a) Penyerapan makanan masih lemah atau kurang baik

karena fungsi pencernaannya belum berfungsi

sempurna

b) Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat

menimbulkan aspirasi pneumonia

16

c) Aktivasi otot pencernaan makanan masih belum

sempurna sehingga pengosongan lambung berkurang

4) Hepar yang belum matang

Mudah menimbulkan gangguan pemecahan

hiperbilirubin sehingga mudah terjadi

hiperbilirubinemi (kuning) sampai menyebabkan

ikterus.

5) Ginjal yang belum matang

Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan

air masih belum sempurna sehingga mudah terjadi

oedema.

6) Perdarahan dalam otak

a) Karena mengalami gangguan pernafasan sehingga

memudahkan terjadinya perdarahan dalam otak

b) Pembuluh darah bayi prematur masih rapuh dan

mudah pecah

c) Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan

menyebabkan kematian bayi.

d) Pemberian oksigen belum mampu diatur sehingga

mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis.

7) Gangguan Immunologik

Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena

rendahnya kadar Ig E.Tabel Penilaian klinis kemungkinan komplikasi pada BBLR

Anamnesa Pemeriksaan Pemeriksaan

Penunjang

Kemungkinan diagnosa

17

Bayiterpapardengan suhulingkunganyang rendahWaktutimbulnyakurang 2hari

Menangis lemahKurang aktifMalas minumKulit terabadinginKulit mengeraskemerahanFrekuensijantung kurang100x/menitNapas pelandan dalm

Suhutubuhkurangdari36,50C

Hipotermi

Kejangtimbul saatlahir sampaidengan harike 3Riwayat ibudiabetes

Kejang,tremor,letargi atautidak sadar

Kadarglukosadarahkurang 45mg/dL(2,6mmol/L)

Hipoglikemia

Ikterik(kuning)timbul saatlahir sampaidengan harike Berlangsunglebih dari 3mingguRiwayatinfeksimaternalRiwayat ibupenggunaobatRiwayatikterus padabayi lahirsebelumnya

Kulit,konjungvitasberwarnakuning pucat

Ikterus/hiperbilirubinemia

Ibu tidak Bayi kelihatan Kenaikkan Masalah

18

dapat atauberhasilmenyusuiMalas atautidak mauminumWaktu timbulsejak lahir

bugar beratbayikurang 20gram/hariselama 3hari

pemberianminum

Ibu demamsebelum danselamapersalinanKetubanpecah diniPersalinandengantindakan

Bila ditemukanbeberapatemuan ganda:- Bayi malasminum

- Demam tinggiatauhipotermi

Laboraturiumdarah:Jumlahleukosit- Lekositosisataulekopenia,trombositopenia

Infeksiataucurigasepsis

Timbulasfiksiapada saatlahirBayi malsminumTimbul padasaat lahirsampai 28hari

Bayi letargi/kurang aktifGangguan napasKulit ikterusSklerema atauskleredemaKejang

Gambarandarahtepi(bilatersediafasilitas)

Bayi KMKatau lebihbulanAir ketubanbercampurmekoniumLahir denganriwayat

Lahir denganasfiksiaAir ketubanbercampurdenganmekoniumTali pustberwarna

Pemeriksaanradiologidada(bilatersedia)

Sindromaaspirasimekonium

19

asfiksia kuningkehijauan

5. Patofisiologi pada BBLR

Patofisiologi terjadinya BBLR bergantung

terhadap faktor-faktor yang berkaitan dengan

prematuritas dan IUGR. Sangat susah untuk memisahkan

secara tegas antara faktor-faktor yang berkaitan

dengan IUGR dan menyebabkan terjadinya BBLR (Rachma,

2005).

Penyebab terbanyak terjadinya BBLR adalah

kelahiran prematur. Faktor ibu yamg lain adalah

umur, paritas, dan lain-lain. Faktor plasenta

seperti penyakit vaskuler, kehamilan kembar/ganda,

serta faktor janin juga merupakan penyebab

terjadinya BBLR (Rachma, 2005).

6. Manifestasi Klinis pada BBLR

Manifestasi klinis yang terdapat pada bayi

dengan berat badan lahir rendah adalah sebagai

berikut (Surasmi, dkk, 2005:

a. Prematuritas murni

- BB <2500 gr, PB <45 cm, LK <33 cm, LD <30cm

- Massa gestasi <37 minggu

- Kepala lebih bessar daripada badan , kulit

tipis, transpara, mengkilap, dan licin

- Lanugo (bulu-bulu halus) banyak terdapat

terutama pada daerah dahi, pelipis, telingan

20

dan lengan, lemak subkutan kurang, ubun-ubun

dan sutura lebar

- Genetalia belum sempurna, pada wanita labia

minora belum tertutup oleh labia mayora, pada

laki-laki testis belum turun

- Tulang rawan telinga belum sempurna, rajah

tangan belum sempurna

- Pembuluh darah kulit banyak terlihat,

peristaltik usus dapat terlihat

- Rambut tipis, halus, teranyam, puting susu

belum terbentuk dengan baik

- Bayi kecil, posisi masih posisi fetal,

pergerakkan kurang dan lemah

- Bayi tidur, tangis lemah, pernafasan belum

teratur dan sering mengalami apnea, otot masih

hipotonik

- Reflek tonus leher lemah, reflek menghisap,

menelan, dan batuk belum sempurna

b. Dismaturitas

- Kulit terselubung vernik caseosa tipis/tidak

ada

- Kulit pucat bernoda mekonium, kuning, keriput,

tipis

- Jaringan lemak di bawah kulit tipis, bayi

tampak gesit, aktif dan kuat

- Tali pusat berwarna kuning kehijauan

21

7. Penatalaksanaan BBLR

Menurut Depkes RI (2005), setiap menemukan BBLR

dilakukan manajemen umum sebagai berikut:

- Stabilisasi suhu, jaga bayi tetap hangat

- Jaga patensi jalan napas

- Nilai segara kondisi bayi tentang tanda vital,

meliputi penafasan, denyut jantung, warna kulit,

aktifitas.

- Bila bayi mengalami gangguan napas, kelola

gangguan napas.

- Bila bayi mengalami kejang, berikan anti

konvulsan.

- Bila bayi dehidrasi, berikan cairan rehidrasi

secara IV

- Kelola bayi sesuai dengan kondisi spesifik atau

komplikasinya

Dengan memperhatikan gambaran klinis dan

berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada bayi

BBLR, maka perawatan dan pengawasanya harus

dilakukan dengan intensif. Pengawasan yang harus

dilakukan pada bayi dengan BBLR diantaranya:

a. Pengaturan suhu

Hipotermi disebabkan oleh permukaan tubuh bayi

yang lebih luas disbanding dengan berat badan.

Cara mempertahankan suhu antara lain (Sholeh,

2005) :

22

1) Kangaroo mother care atau kontak kulit dengan

kulit antara bayi dengan ibunya. Jika ibu tidak

ada, dapat dilakukan oleh orang lain sebagai

penggantinya

2) Pemancar panas (dengan membungkus bayi dan

memasang lampu didekat tempat tidur bayi).

Menurut saifudin 2011) beri lampu 60 watt

dengan jarak 60cm dari bayi

3) Ruangan yang hangat

4) InkubatorTabel suhu inkubator

Berat bayi Suhu incubator (0C) menurut umur350C 340C 330C 320C

<1500 gr 1-10hari

11 hari-3 minggu

3- 5minggu

>5 minggu

1500-2000gr

1- 10hari

11 hari –4 minggu

>4 minngu

2100-2500gr

1-2 hari 3 hari- 3minngu

>3 minggu

>2500 gr 1- 2 hari >2hariBila jenis inkubatornya berdinding tunggal, naikkan suhu

incubator 10C setiap perbedaan suhu 70C antara suhu ruang

dan suhu incubator

Tabel: Cara menghangatkan bayi (Depkes RI, 2005)

CARA PETUNJUK PENGGUNAANKontak kulit - Untuk semua bayi

- Tempelkan kulit atau permukaan kulitbayi langsung pada permukaan kulitibu, misalnya dengan merangkul,menempelkan pada payudara ataumeneteki

23

- Untuk menghangatkan bayi dalam waktusingkat, atau menghangatkan bayihipotermi (32-36,40C) apabila caralain tidak mungkin dilakukan.

KangorooMother Care(KMC)

- Untuk menstabilkan bayi dengan beratbadan <2500 gr, terutamadirekomendasikan untuk perawatanberkelanjutan bayi dengan beratbadan <1800 gr

- Tidak untuk bayi yang sakit berat(sepsis, gangguan napas berat)

- Tidak untuk ibu yang menderitapenyakit berat yang tidak dapatmerawat bayinya

- Pada ibu yang sedang sakit, dapatdilakukan oleh keluarga (penggantiibu)

Pemancarpanas

- Untuk bayi sakit atau bayi denganberat badan 1500 gr atau lebih

- Untuk pemeriksaan awal bayi, selamadilakukan tindakan, ataumenghangatkan kembali bayi hipotermi

Lampupenghangat

- Bila tidak tersedia pemancar panas,dapat digunakan lampu pijar maksimal60 watt dengan jarak 60 cm

Inkubator - Penghangatan berkelanjutan bayidengan berat <1500 gr yang tidakdapat dilakukan KMC

- Untuk bayi sakit berat (sepsis,gangguan napas berat)

Boks - Bila tidak tersedia inkubator, dapatdigunakan boks pengahangat denganmenggunakan lampu pijar maksimal 60watt sebagai sumber panas

Ruanganhangat

- Untuk merawat bayi dengan berat<2500 gr yang tidak memerlukantindakan diagnostik atau prosedurpengobatan

- Tidak untuk bayi sakit berat

24

(sepsis, gangguan napas berat)

b. Nutrisi

Bayi BBLR reflek hisap, telan, dan batuk bellum

sempurna, kapasitas lambung masih sedikit, daya

enzim pencernaan terutama lipase masih kurang.

Disamping kebutuhan protein 3-5 gram per hari dan

tinggi kalori (110 kal/kg/hari), agar berat badan

bertambah sebaik-baiknya. Pemberian minuman pada

umur 3 jam agar bayi tidak hipoglikemia dan

hiperbillirubinemia (Winkjosastro, 2008). Apabila

bayi mendapatkan ASI, pastikan bayi menerima

jumlah yang cukup dengan cara:

- Perikasa apakah bayi puas setelah menysu

- Catat jumlah urine setiap bayi kencing untuk

menilai kecukupan minum (minimal 6x sehari)

- Periksa pada saat ibu meneteki, apabila satu

payudara dihisap, Asi menetes dari payudara

yang lain.

Apabila bayi memerlukan cairan IV, maka:

- Berikan cairan IV selama 24 jam pertama,

- Mulai berikan minum peroral pada hari ke-2 atau

segera setelah bayi stabil. Anjurkan pemberian

ASI apabila ibu dan bayi menunjukkan tanda-

tanda siap untuk menyusu,

25

- Apabila bayi mengalami masalah lain, maka

perikan ASI peras melalui pipa lambung atau

dengan pipet,

- Berikan cairan IV dan ASI sesuai dengan umur

bayi,

- Berikan minum 8x dalam 24 jam (misal 3 jam

sekali), apabila bayi telah mendapat minum

160ml/kg berat badan per hari tetapi masih

tampak lapar berikan tambahan ASI setiap kali

minum,

- Biarkan bayi menyusu apabila keadaan bay sudah

stabil dan bayi menunjukkan keinginan untuk

menyusu dan dapat menyusu dengan baik (Depkes

RI, 2005).

Tabel rekomendasi kebutuhan cairan untuk BBLR

(Yushananta, 2007) :

Tipe tempat

tidur

Berat Badan (gram)600-

800

801-

1000

1001-

1500

1501-

2000Radiant 120 cc 90 cc 15 cc 65 ccIncubator 90 cc 75 cc 65 cc 55 ccLain-lain 70 cc 55 cc 50 c

c. Perlindungan terhadap infeksi

Bayi BBLR mudah sekali terkena infeksi. Oleh

karena itu upaya preventif sudah didahulukan sejak

26

pengawasan antenatal, sehingga tidak terjadi

persalinan BBLR, dan pada masa post natal, yaitu

jika keadaan ibu dan bayi mengizinkan, maka bayi

dirawat bersama ibu dan diberi ASI. Untuk mencegah

terjadinya infeksi maka :

1) Pisahkan antara bayi yang terkena infeksi

dengan bayi yang tidak terkena infeksi

2) Mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang

bayi

3) Membersihkan tempat tidu bayi segera setelah

tidak dipakai lagi (paling lama seorang bayi

memakai tempat tidur selama 1 minggu untuk

kemudian dibersihkan dengan cairan antiseptik.

4) Membersihkan ruangan pada waktu-waktu tertentu

5) Setiap bayi mempunyai perlengkapan sendiri

6) Jika mungkin, bayi dimandikan di tempat tidur

masing masing dengan perlengkapan sendiri

7) Petugas di bangsal bayi, harus memakai pakaian

yang telah disediakan

8) Petugas yang menderita penyalit menular

(infeksi saluran nafas, diare, konjungtivitis,

dll) dilarang merawat bayi.

9) Kulit dan tali pusat harus dibersihkan sebaik

baiknya

10) Pengunjung hanya boleh melihat bayi dari

belakang kaca

27

d. Penimbangan berat badan

Perubahan berat badan mencerminkan kondisi

gizi/nutrisi bayi dengan erat kaitannya dengan

daya tahan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat

badan harus dilakukan dengan tepat (Saifuddin,

2009). Bayi dengan BBLR akan kehilangan berat

badan selama 7-10 hari pertama. Bayi dengan berat

lahir >1500 gr dapat kehilangan berat badan sampai

10%. Berat lahir biasanya tercapai kembali dalam

14 hari kecuali apabila terjadi komplikasi. Untuk

itu perlu dilakukan penimbangan berat badan bayi

setiap hari untuk mengetahui penambahan atau

pengurangan berat badan bayi dan dapat disesuaikan

dengan pemberian cairan atau ASI (Depkes RI,

2005).

B. Hiperbilirubin

1. Definisi

Hiperbilirubin adalah meningkatnya kadar

bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih

dari normal (Suriadi, 2010). Hiperbillirubin ialah

suatu keadaan dimana kadar billirubinemia mencapai

suatu nilai yang mempunyai potensi menimbulkan kern

ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik

(Prawirohardjo, 2012). Hiperbilirubinemia (ikterus

bayi baru lahir) adalah meningginya kadar bilirubin

28

di dalam jaringan ekstravaskuler, sehingga kulit,

konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya berwarna

kuning (Ngastiyah, 2005).

Nilai normal bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl,

bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl (Prawirohardjo,

2012). Hiperbilirubinemia yang signifikan dalam 36

jam pertama, biasanya disebabkan peningkatan

produksi bilirubin (terutama karena hemolisis)

karena pada periode ini hepar jarang memproduksi

bilirubin lebih dari 10 mg/dL. Peningkatan

penghancuran hemoglobin 1% akan meningkatkan kadar

bilirubin empat kali lipat (Sukani, 2008).

Pada hiperbilirubinemia fisiologis, terjadi

peningkatan bilirubin tidak terkonjugasi >2 mg/dL

pada minggu pertama kehidupan. Kadar bilirubin

tidak terkonjugasi itu biasanya meningkat menjadi 6

sampai 8 mg/dL pada umur 3 hari, dan akan mengalami

penurunan. Pada bayi kurang bulan, kadar bilirubin

tidak terkonjugasi akan meningkat menjadi 10 sampai

12 mg/dL pada umur 5 hari (Ardakani, 2011).

2. Klasifikasi

Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan

patologis.

a. Ikterus fisiologi

Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul

pada hari kedua dan hari ketiga serta tidak

29

mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai

potensi menjadi karena ikterus. Adapun tanda-

tanda sebagai berikut :

1) Timbul pada hari kedua dan ketiga

2) Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg%

pada neonatus cukup bulan.

3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak

melebihi 5% per hari.

4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.

5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.

6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan

keadaan patologis.

b. Ikterus Patologi

Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai

dasar patologis atau kadar bilirubin mencapai

suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia.

Adapun tanda-tandanya sebagai berikut :

1) Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.

2) Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus

cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus

kurang bulan

3) Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg% per

hari

4) Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama

5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.

30

6) Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik

(Arief ZR, 2009)

3. Etiologi

Penyebab ikterus pada bayi baru lahir dapat

berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh

beberapa faktor. Secara garis besar, ikterus

neonatarum dapat dibagi:

a) Produksi yang berlebihan

Hal ini melebihi kemampuan bayi untuk

mengeluarkannya, misalnya pada hemolisis yang

meningkat pada inkompatibilitas Rh, ABO,

golongan darah lain, defisiensi G6PD, piruvat

kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.

b) Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi hepar

Gangguan ini dapat disebabkan oleh imaturitas

hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi

bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat

asidosis, hipoksia dan infeksi atau tidak

terdapatnya enzim glukorinil transferase (Sindrom

Criggler-Najjar). Penyebab lain adalah defisiensi

protein Y dalam hepar yang berperanan penting

dalam uptake bilirubin ke sel hepar.

4) Gangguan transportasi

Bilirubin dalam darah terikat pada albumin

kemudian diangkut ke hepar. Ikatan bilirubin

dengan albumin ini dapat dipengaruhi oleh obat

31

misalnya salisilat, sulfarazole. Defisiensi

albumin menyebabkan lebih banyak terdapatnya

bilirubin indirek yang bebas dalam darah yang

mudah melekat ke sel otak.

5) Gangguan dalam eksresi

Gangguan ini dapat terjadi akibat obstruksi

dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di luar

hepar biasanya diakibatkan oleh kelainan bawaan.

Obstruksi dalam hepar biasanya akibat infeksi

atau kerusakan hepar oleh penyebab lain (Hassan

et al, 2005).

4. Patofisiologi

Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh

pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati

normal untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh

kegagalan hati (karena rusak) untuk mengekskresikan

bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal.

Tanpa adanya kerusakan hati, obstruksi saluran

ekskresi hati juga akan menyebabkan

hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini,

bilirubin tertimbun di dalam darah dan jika

konsentrasinya mencapai nilai tertentu (sekitar 2-

2,5mg/dl), senyawa ini akan berdifusi ke dalam

jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini

disebut ikterus atau jaundice (Murray, et al, 2009).

32

Bahaya hiperbilirubinemia adalah kernikterus,

yaitu suatu kerusakan otak akibat perlengketan

bilirubin indirek pada otak terutama pada korpus

striatum, talamus, nukleus subtalamus hipokampus,

nukleus merah dan nukleus di dasar ventrikel IV.

Secara klinis pada awalnya tidak jelas, dapat

berupa mata berputar, letargi, kejang, tak mau

menghisap, malas minum, tonus otot meningkat, leher

kaku, dan opistotonus. Bila berlanjut dapat terjadi

spasme otot, opistotonus, kejang, atetosis yang

disertai ketegangan otot. Dapat ditemukan ketulian

pada nada tinggi, gangguan bicara dan retardasi

mental.

5. Manifestasi klinis

Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila

kadar bilirubin serumnya kira-kira 6mg/dl (Mansjoer

at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan

bilirubin indirek pada kulit mempunyai

kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau

jingga. Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin

direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan atau

kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan

pada ikterus yang berat (Nelson, 2007).

Gambaran klinis ikterus fisiologis:

a) Tampak pada hari 3,4

b) Bayi tampak sehat (normal)

33

c) Kadar bilirubin total <12mg%

d) Menghilang paling lambat 10-14 hari

e) Tak ada faktor resiko

f) Sebab: proses fisiologis (berlangsung dalam

kondisi fisiologis) (Prawirohardjo, 2012).

Gambaran klinik ikterus patologis:

a) Timbul pada umur <36 jam

b) Cepat berkembang

c) Bisa disertai anemia

d) Menghilang lebih dari 2 minggu

e) Ada faktor resiko

f) Dasar proses patologis (Prawirohardjo, 2012)

6. Pemeriksaan fisik

Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat

dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa

hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu

sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas

dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan

penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang

berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit

lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi

sinar (Etika et al, 2006).

Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada

neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah

dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya

dengan jari telunjuk ditekankan pada tempat-tempat

34

yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,

dada, lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan

tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar bilirubin

pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan

dengan tabel yang telah diperkirakan kadar

bilirubinnya (Mansjoer, 2007).

Derajat Ikterus pada Neonatus menurut Kramer (Depkes RI,

2005)

Deraj

at

Ikter

us

Daerah Ikterus Perkiraankadar

bilirubin

I Daerah kepala danleher

5,0 mg%

II Sampai badan atas 9,0 mg%III Sampai badan bawah

hingga tungkai11,4 mg%

IV Sampai daerahlengan, kaki bawah,lutut

12,4 mg%

V Sampai daerahtelapak tangan dankaki

16,0 mg%

Tabel 2.1 Derajat ikterus pada neonatus menurut Kramer

Waktu timbulnya ikterus mempunyai arti penting

pula dalam diagnosis dan penatalaksanaan penderita

karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat

dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut (Etika

et al, 2006).

35

7. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan serum bilirubin (direk dan indirek)

harus dilakukan pada neonatus yang mengalami

ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau

bayi-bayi yang tergolong resiko tingggi terserang

hiperbilirubinemia berat.

Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk

evaluasi menentukan penyebab ikterus antara lain

adalah golongan darah dan ‘Coombs test’, darah lengkap

dan hapusan darah, hitung retikulosit, skrining

G6PD dan bilirubin direk. Pemeriksaan serum

bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam

tergantung usia bayi dan tingginya kadar bilirubin.

Kadar serum albumin juga harus diukur untuk

menentukan pilihan terapi sinar atau transfusi

tukar (Etika et al, 2006).

8. Penatalaksanaan Hiperbilirubin

Strategi mengelola bayi baru lahir dengan

hiperbilirubinemia meliputi pencegahan, penggunaan

farmakologi, fototerapi dan transfusi tukar.

Strategi pencegahan hiperbirubinemia:

a. Pencegahan primer

1) Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya

paling sedikit 8-12 kali per hari untuk

beberapa hari pertama.

36

2) Tidak memberikan cairan tambahan rutin

seperti dekstrose atau air pada bayi yang

mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.

b. Pencegahan sekunder

1) Semua wanita hamil harus diperiksa golongan

darah ABO dan rhesus serta penyaringanserum

untuk antibodi isoimun yang tidak biasa.

- Jika golongan darah ibu tidak diketahui

atau Rh negatif, dilakukan pemeriksaan

antibodi direk (test coombs), golongan

darah dan tipe Rh darah tali pusat bayi.

- Jika golongan darah ibu O, Rh positif,

terdapat pilihan untuk dilakukan tes

golongan darah dan tes coombs pada darah

tali pusat bayi, tetapi hal itu tidak

diperlukan jika dilakukan pengawasan,

penilaian terhadap resiko sebelum keluar

RS dan tindak lanjut yang memadai.

2) Harus memastikan bahwa semua bayi secara

rutin dimonitor terhadap timbulnya ikterus

dan menetapkan protokol terhadap penilaian

ikterus yang harus dinilai saat memeriksa

tanda vital bayi, tetapi tidak kurang dari

setiap 8-12 jam (Etika et al, 2006).

c. Evaluasi laboratorium

37

1) Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan

pada setiap bayi yang mengalami ikterus dalam

24 jam pertama setelah lahir.

2) Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan

jika tampak ikterus yang berlebihan.

3) Semua kadar bilirubin harus diintrepretasikan

sesuai dengan umur bayi dalam jam (Mansjoer,

2007).

d. Penyebab kuning

1) Bayi yang mengalami peningkatan bilirubin

direk atau konjugasi harus dilakukan analisis

dan kultur urin

2) Bayi sakit dan ikterus pada umur atau lebih

dari 3 minggu harus dilakukan pemeriksaan

bilirubin total dan direk untuk

mengidentifikasi adanya kolestatis.

3) Jika kadar bilirubin direk meningkat,

dilakukanevaluasi tambahan mencari penyebab

kolestatis.

4) Pemeriksaan kadar G6PD direkomendasikan untuk

bayi ikterus yang mendapat fototerapi dan

dengan riwayat keluarga atau asal geografis

yang menunjukkan kecenderungan defisiensi

G6PD atau pada bayi dengan respon fototerapi

buruk (Mansjoer, 2007).

e. Penilaian resiko sebelum bayi dipulangkan

38

Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko

berkembangnya hiperbilirubinemia berat.

f. Pengelolaan bayi dengan ikterus yang mendapat

ASI

1) Observasi semua feses awal bayi,

pertimbangkan untuk merangsang pengeluaran

jika feses keluar dalam waktu 24 jam

2) Segera mulai menyusui dan beri sesering

mungkin.

3) Menyusui yang sering dengan waktu yang

singkat lebih efektif dibandingkan dengan

menyusui yang lama dengan frekuensi yang

jarang walaupun total waktu yang diberikan

sama.

4) Tidak dianjurkan pemberian air, dektrosa,

atau formula pengganti.

5) Observasi berat badan, BAK, dan BAB yang

berhubungan dengan pola menyusui

6) Ketika kadar bilirubin mencapai 15mg/dL,

tingkatkan pemberian minum, rangsang

pengeluaran atau produksi ASI dengan cara

memompa, dan menggunakan protokol penggunaan

fototerapi yang dikeluarkan AAP.

7) Tidak terdapat bukti bahwa early jaundice

berhubungan dengan abnormalitas ASI, sehingga

penghentian menyusui sebagai suatu upaya

39

hanya diindikasikan jika ikterus menetap

lebih dari 6 hari atau meningkat diatas 20

mg/dL atau ibu memiliki riwayat bayi

sebelumnya terkena kuning (Mansjoer, 2007).

Penatalaksanaan hiperbilirubun bisa dilakukan

dengan cara:

a. Mengatasi hiperbilirubinemia secara

farmakologi

Mempercepat proses konjugasi, misalnya

dengan pemberian fenobarbital. Obat ini

bekerja sebagai ‘enzyme inducer’ sehingga

konjugasi dapat dipercepat. Pengobatan dengan

cara ini tidak begitu efektif dan membutuhkan

waktu 48 jam baru terjadi penurunan bilirubin

yang berarti. Mungkin lebih bermanfaat bila

diberikan pada ibu kira-kira 2 hari sebelum

melahirkan.

Memberikan substrat yang kurang untuk

transportasi atau konjugasi. Contohnya yaitu

pemberian albumin untuk mengikat bilirubin

yang bebas.Albumin dapat diganti dengan

plasma dengan dosis 15-20 ml/kgBB. Albumin

biasanya diberikan sebelum tranfusi tukar

dikerjakan oleh karena albumin akan

mempercepat keluarnya bilirubin dari

ekstravaskuler ke vaskuler sehingga bilirubin

40

yang diikatnya lebih mudah dikeluarkan dengan

tranfusi tukar. Pemberian glukosa perlu untuk

konjugasi hepar sebagai sumber energi.

Melakukan dekomposisi bilirubin dengan

fototerapi. Walaupun fototerapi dapat

menurunkan kadar bilirubin dengan cepat, cara

ini tidak dapat menggantikan tranfusi tukar

pada proses hemolisis berat. Fototerapi dapat

digunakan untuk pra dan pasca-tranfusi tukar

(Etika et al, 2006).

b. Fototerapi

Pengaruh sinar terhadap ikterus pertama

sekali diperhatikan dan dilaporkan oleh

seorang perawat di salah satu rumah sakit di

Inggris. Perawat Ward melihat bahwa bayi –

bayi yang mendapat sinar matahari di

bangsalnya ternyata ikterusnya lebih cepat

menghilang dibandingkan bayi – bayi lainnya.

Cremer (1958) yang mendapatkan laporan

tersebut mulai melakukan penyelidikan

mengenai pengaruh sinar terhadap

hiperbilirubinemia ini. Dari penelitiannya

terbukti bahwa disamping pengaruh sinar

matahari, sinar lampu tertentu juga mempunyai

pengaruh dalam menurunkan kadar bilirubin

pada bayi – bayi prematur lainnya.

41

Sinar fototerapi akan mengubah bilirubin

yang ada di dalam kapiler-kapiler superfisial

dan ruang-ruang usus menjadi isomer yang

larut dalam air yang dapat diekstraksikan

tanpa metabolisme lebih lanjut oleh hati.

Maisels, seorang peneliti bilirubin,

menyatakan bahwa fototerapi merupakan obat

perkutan. Bila fototerapi menyinari kulit,

akan memberikan foton-foton diskrit energi,

sama halnya seperti molekul-molekul obat,

sinar akan diserap oleh bilirubin dengan cara

yang samad engan molekul obat yang terikat

pada reseptor (Etika et al, 2006).

c. Transfusi Tukar

Transfusi tukar adalah suatu rangkaian

tindakan mengeluarkan darah pasien dan

memasukkan darah donor untuk mengurangi kadar

serum bilirubin atau kadar hematokrit yang

tinggi atau mengurangi kosentrasi toksin-

toksin dalam aliran darah pasien. Pada

hiperbilirubin tranfusi tukar dilakukan untuk

menghindari terjadinya kern ikterus. Indikasi

transfuse tukar : jika setelah menjalani

fototerapi tak ada perbaikan dan kadar

bilirubin terus meningkat hingga mencapai

20mg/dL atau lebih, maka perlu dilakukan

42

terapi transfuse darah. Dikhawatirkan

kelebihan bilirubin dapat menimbulkan

kerusakan sel saraf otak (kern ikterus). Efek

inilah yang harus diwaspadai karena anak bisa

mengalami beberapa gangguan perkembangan

seperti keterbelakangan mental, dan gangguan

motorik serta bicara. Untuk itu, darah bayi

yang sudah teracuni akan dibuang dan ditukar

dengan darah lain (Mansjoer, 2007).

C. Tinjauan Asuhan Kebidanan

1. Manajemen Kebidanan

Buku 50 tahun IBI, 2007, Manajemen Kebidanan

adalah pendekatan yang digunakan oleh bidan dalam

menerapkan metode pemecahan masalah secara

sistematis mulai dari pengkajian, analisis data,

diagnosis kebidanan, perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi.

Manejemen kebidanan adalah suatu metode proses

berpikir yang logis dan sistematis. Istilah

manejemen kebidanan digunakan untuk memberikan

bentuk khusus dari proses yang dilakukan oleh

bidan di dalam suatu asuhan atau pelayanan

kebidanan (DepKes, 2003). Asuhan kebidanan pada

bayi dengan BBLR ini merupakan manajemen kebidanan

yang terdiri dari tujuh langkah yang dikembangkan

43

oleh Varney dan didokumentasikan dalam bentuk Varner

dan SOAP.

2. Langkah-langkah asuhan kebianan menurut Varney

(1997)

Proses manajemen terdiri dari 7 (tujuh)

langkah yang berurutan dimana setiap langkah

disempurnakan secara periodik. Proses dimulai

dengan pengumpulan data dasar yang berakhir dengan

evaluasi. Ketujuh langkah tersebut membentuk suatu

kerangka lengkap yang dapat diaplikasikan dalam

situasi apapun. Akan tetapi, setiap langkah dapat

diuraikan lagi menjadi langkah-langkah yang lebih

rinci dan ini bisa berubah sesuai dengan kebutuhan

klien. Ketujuh langkah tersebut adalah sebagai

berikut:

a. Langkah I (pertama) : Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian

dengan mengumpulkan semua data yang diperlukan

untuk mengevaluasi keadaan klien secara lengkap

yaitu :

1.Riwayat kesehatan

2.Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhannya

3.Meninjau catatan terbaru atau catatan

sebelumnya

4.Meninjau data laboratorium dan

membandingkannya dengan hasil studi

44

b. Langkah II (kedua) : Interpretasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang

benar terhadap masalah atau diagnose dan

kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang

benar atas data-data yang telah dikumpulkan.

Data dasar yang sudah dikumpulkan kemudian

diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah

atau diagnosa yang spesifik.

c. Langkah III (ketiga) : Mengidentifikasi Diagnosa

atau Masalah Potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasi masalah

atau diagnose potensial lain berdasarkan

rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah

diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan

antisipasi, bila memungkinkan dilakukan

pencegahan, sambil mengamati klien bidan

diharapkan dapat bersiap-siap bila

diagnose/masalah potensial ini benar-benar

terjadi.

d. Langkah IV (empat) : Identifikasi Kebutuhan yang

Memerlukan Penanganan Segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh

bidan atau dokter dan/atau untuk dikonsultasikan

atau ditangani bersama dengan anggota tim

kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.

45

e. Langkah V (kelima) : Merencanakan Asuhan yang

menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang

menyeluruh, ditentukan oleh langkah-langkah

sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan

manajemen terhadap masalah atau diagnosa yang

telah diidentifikasi atau diantisipasi, pada

langkah ini informasi/data dasar yang tidak

lengkap dapat dilengkapi.

f. Langkah VI (keenam) : Melaksanakan Perencanaan

Pada langkah ke enam ini rencana asuhan

menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada

langkah ke 5 dilaksanakan secara efisien dan

aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya

oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan

dan sebagian lagi oleh klien, atau anggota tim

kesehatan lainnya. Jika bidan tidak melakukannya

sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk

mengarahkan pelaksanaannya (misalnya: memastikan

agar langkah-langkah tersebut benar-benar

terlaksana). Dalam situasi dimana bidan

berkolaborasi dengan dokter, untuk menangani

klien yang mengalami komplikasi.

g. Langkah VII (terakhir) : Evaluasi

Pada langkah ke VII ini dilakukan evaluasi

keefektifan dari asuhan yang sudah diberikan

46

meliputi pemenuhan kebutuhan akan bantuan apakah

benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan

kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasi di

dalam masalah dan diagnosa.

BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI NY. N

UMUR 3 HARI DENGAN BBLR KOMPLIKASI IKTERUS

DI RSUD SALATIGA

No. RM : 295777

Tgl. masuk/jam: 28-02-2015 jam 03.30

I. PENGKAJIAN Tgl 03-03-2015

jam 07.00 WIB

A. Data Subyektif

1. Identitas Bayi

Nama : Bayi Ny. N

47

Umur : 3 hari

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Lahir : 28-02-2015 jam 01.20 WIB

2. Identitas Penaggungjawab

Nama : Ny. N Tn. G

Umur : 24th 39th

Agama : Islam Islam

Pendidikan : SMP SD

Pekerjaan : Swasta Swasta

Alamat : Gentan, RT 04/8, Truko, Bringin

Hubungan : Ibu Ayah

3. Riwayat ANC

a. Umur kehamilan : 32 minggu

b. Frekuensi ANC : TM I : 2 kali

TM II : 3 kali

TM III : 5 kali

c. Komplikasi kehamilan : kehamilan preterm

d. Kebiasaan merugikan saat hamil

- Makanan

Tidak memakan makanan alergi/ yang tidak

menyehatkan janin

- Obat-obatan

Ibu mengatakan hanya mengkonsumsi obat

dari bidan kalk, promafit, hufaboion, SF

- Merokok

48

Ibu mengatakan sebelum dan selama hamil

tidak pernah merokok atau mengkonsumsi

minuman beralkohol

Ibu mengatakan ini kehamilannya yang

pertama dan belum pernah mengalami

keguguran

B. Data Obyektif

1. Riwayat Persalinan Terakhir

Lama kala I: 12 jam

Lama kala II : 1 jam

Lama kala III : 10 menit

Lama kala IV : 2 jam

Warna air ketuban : jernih

Jenis persalinan : spontan

Penolong : bidan

Tgl-jam lahir : 28-02-2015 / jam 01.20

WIB

Jenis kelamin : Perempuan

Komplikasi bayi : BBLR, asfiksia sedang

2. Komplikasi Persalinan

Perdarahan : -

Pre eklamsi: -

Eklamsi : -

Lain-lain : KPD 6 jam

49

3. Keadaan BBLAPGAR Score

No Kriteria 0-1menit

1-5menit

5-10menit

1. Denyutjantung

2 2 2

2. Usaha nafas 1 2 23. Tonus otot 1 1 14. Reflek 1 1 25. Warna kulit 1 1 1

Score 6 7 84. Pemeriksaan umum

KU : lemah

Kesadaran : cm

BB lahir : 1750 gram

BB sekarang: 1700 gram

VS : HR : 138x/menit S :

36,90C

RR : 50x/menit

5. Pemeriksaan fisik

Kepala : tidak ada benjolan abnormal

Muka : simetris, kekuningan

Mata : simetris, sklera ikterik

Hidung : lubang hidung ada, tidak ada

sekret

Bibir : tidak ada labiopalatochisis

Telinga : simetris, lubang telingan

ada

50

Leher : tidak ada pembesaran kelenjar

limfe, tyroid, ataupun vena

jugularis serta berwarna kuning

Dada : simetris, tidak ada retraksi

dinding dada, gerakan nafas

teratur, detak jantung teratur,

warna kuning

Abdomen : tidak ada benjolan, perut tidak

kembung, tidak ada infeksi pada

tali pusat, tali pusat lembek saat

bayi tidak menangis, warna kuning

sampai paa pusat

Punggung : tidak ada kelainan pada tulang

belakang

Genetalia : skrotum sudah turun, jumlah dua,

lubang uretra (+)

Ekstremitas: atas bawah simetris, jumlah jari

kaki dan tangan lengkap, gerakan

aktif, ekstremitas bawah terpasang

infus

Anus : lubang anus (+)

6. Reflek

Morro : ada

Rooting : ada

Walking : ada

Graps : ada

51

Sucking : ada, tapi lemah

Tonic neck : ada

7. Antropometri

LK : 28 cm BB :

1700 gr

LD : 26 cm PB : 36

cm

LILA : 8 cm

8. Eliminasi

BAB : sudah

BAK : sudah

9. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan laboraturium tgl 28 Februari 2015

- Hematologi Hasil Nilai rujukan

Satuan

Leukosit 9,35 4,5-11

10^3/uL

Eritrosit4,65 L 4,80-7,10

10^6/uL

Hemoglobin 17,1 14-18

g/dL

Hematoksit 46,3 44.00-64.00

%

MCV 99,6 86-108 fL

MCH 36,8 H 28-31

pg

52

MCHC36,9 H 30-35 g/dL

Trombosit254 150-450 10^3/uL

- Kimia

Glukosa Darah Sewaktu 67 L 80-144

mg/dl

- Terapi sesuai dengan advice dokter :

Amoxicillin 2 x 85 mg

Gentamicyn 1 x 8 mg

Aminophilyn k/p 8 mg

II. INTERPRETASI DATA

A. Diagnosa Kebidanan

Bayi Ny. N umur 3 hari jenis kelamin laki-laki

dengan BBLR komplikasi ikterus

Data Dasar

- Data subyektif

Ibu mengatakan ini adalah anaknya yang

pertama

Ibu mengatakan bayinya lahir tanggal 28

Februari 2015

Ibu mengatakan bayinya lahir tidak langsung

menangis

Ibu mengatakan tubuh bayinya berwarna

kuning

- Data obyektif

KU : lemah

53

Kesadaran : cm

VS : HR : 138 x/menit S :

36,90 C

RR : 50 x/menit

AS : 6/7/8

BB : 1700 gr PB : 36 cm

Px : ikterus kramer 2 (kuning pada muka,

leher, dada, perut sampai pusat)

Reflek Sucking : ada, tapi lemah

Antropometri : LK : 28 cm , LILA : 8 cm,

LD : 26 cm

B. Masalah

Bayi mengalami ikterus

Bayi Ny. N belum bisa menyusu dengan adekuat

C. Kebutuhan

Cukupi kebutuhan nutrisi bayi dengan ASI,

latih netek, kaji reflek sucking

Lanjutkan terapi obat sesuai dengan advice

dokter

III. DIAGNOSA POTENSIAL

Kern-Ikterus

IV. ANTISIPASI TINDAKAN SEGERA

54

Kolaborasi dengan dokter Sp.A untuk tindakan

selanjutnya

V. PERENCANAAN tgl: 3-3-2015, jam: 08.00

1. Beritahu ibu hasil pemeriksaan

2. Observasi KU dan TTV setiap 3 jam

3. Observasi eliminasi (BAB & BAK) dan jaga personal

hygiene bayi

4. Mengkaji reflek sucking

5. Bayi tetap diberikan ASI dari ibunya dengan

meneteki

6. Berikan asi dengan pipet

7. Jaga kehangatan bayi dalam inkubator

8. Monitoring tetesan infus

9. Kolaborasi dengan dokter Sp.A untuk pemeriksaan

lab. bilirubin

10. Ambil sample darah bayi untuk cek kadar

bilirubin

11. Lanjutkan terapi sesuai advice dokter

VI. PELAKSANAAN tgl: 3-3-2015, jam: 08.30

1. Memberitahu ibu hasil pemerikasaan bahwa keadaan

bayinya lemah, berat badannya kurang dari normal

yaitu hanya 1700 gram. Dari hasil pemeriksaan

fisik, kulit bayi juga mengalami kekuningan

karena kadar billirubin dalam darah bayi tinggi.

55

2. Mengobservasi TTV setiap 3 jam

3. Mengobservasi eliminasi BAB dan BAK, serta

menjaga personal hygiene

4. Mengkaji reflek sucking

5. Bayi tetap meneteki pada ibunya untuk memenuhi

kebutuhan nutrisi bayi.

6. Memberikan ASI melalui pipet.

7. Menjaga kehangatan bayi dengan cara diletakkan

di inkubator dengan suhu 32,0 0 C

8. Memonitor tetesan infus, memastikan infus

menetes dengan baik, tidak ada darah yang

menyumbat aliran infus

9. Melakukan kolaborasi dengan dokter Sp.A untuk

dilakukan pemeriksaan lab. bilirubin

10.Jam 11.00 WIB mengambil darah untuk dilakukan

pemeriksaan kadar billirubin, dengan cara

memilih pembuluh darah vena, memasang tourniquet

di atas tempat penyuntikan 3cm, membuka tutup

spuit 3cc, antiseptis daerah yang akan dilakukan

penyuntikan, lalu suntikkan secara SC pada

pembuluh darah yg sudah di pilih. Ambil sesuai

kebutuhan pemeriksaan lab, lalu tutup bekas

penyuntikan dengan kapas alcohol dan hepavik.

11.Melanjutkan terapi sesuai advice dokter

- Injeksi amoxycilin 85 mg

- Injeksi gentamycin 8 mg

56

VII. EVALUASI

1. Jam 07.03 Ibu mengerti dengan kondisi bayinya

saat ini

2. Observasi TTV setiap 3 jam telah dilakukan dengan

hasil :

09.00 WIB : HR/RR/Suhu : 138x/menit /

50x/menit / 36,9 0C

12.00 WIB : HR/RR/Suhu : 135x/menit /

47x/menit / 37,0 0C

3. Observasi eliminasi telah dilakukan dengan tetap

menjaga personal hygiene bayi, dengan hasil

12.00 WIB : BAB + BAK = 100 gram, pampers telah

diganti

4. Jam 09.10: Reflek sucking bayi masih lemah

Jam 12.00: Reflek sucking bayi masih lemah

5. Jam 09.12: bayi telah menyusu

6. ASI tambahan diberikan melalui pipet pada

Jam 10.00: 10cc Jam 12.40 : 7cc

Jam 12.00: 5cc

7. Jam 09.00: Kehangatan bayi telah terjaga dengan

cara mengatur suhu inkubator 32,0 0C

8. 09.00 WIB: Infuse berjalan dengan lancar 5 tpm.

Tidak ada darah yang menyumbat aliran infuse, dan

09.00 WIB: Infuse berjalan dengan lancar 5 tpm.

Tidak ada darah yang menyumbat aliran infuse

57

10. 11.00 WIB : Advice dokter dilakukan

pengambilan sampel darah untuk cek kadar

bilirubin, dan mengantar ke labolatorium pada jam

11.20 WIB

11. 13.30 WIB : Mengambil hasil labolatorium

bilirubin, hasil :

Hasil Nilai

rujukan

Bilirubin total: 10,0 mg/dl

<1

Bilirubin direk: 0,5 mg/dl 0,25

Bilirubin indirek: 9,5 mg/dl

12. Jam 09.00 telah diberikan injeksi Amoxicylin

85mg dan Gentamicyn 8mg

DATA PERKEMBANGAN I

(03-3-2015/Siang) jam 14.00 WIB

S :

- Ibu mengatakan bayinya terlihat kuning

- Ibu mengatakan bayinya belum bisa menyusu

dengan kuat

- Ibu mengatakan bayinya diberikan ASI perah

melalui pipet

O :

- KU : sedang

58

- HR : 143x/menit RR : 47x/menit S :

36,20C

- Hasil Lab. bilirubun

Hasil Nilai

rujukan

Bilirubin total: 10,0 mg/dl

<1

Bilirubin direk: 0,5 mg/dl 0,25

Bilirubin indirek: 9,5 mg/dl

A :

Bayi Ny. N umur 3 hari jenis kelamin laki-laki

dengan BBLR komplikasi ikterus

Masalah : menyusui belum adekuat

P :

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa hasil

pemeriksaan laboraturium, kadar bilirubin

dalam darah bayi tinggi sehingga bayi

mengalami kuning.

Hasil: jam 14.10WIB Ibu mengerti tentang

kondisi bayinya

2. Mengobservasi TTV setiap 3 jam dengan hasil

Waktu HR RR Suhu15.00WIB

143x/menit

47 x/menit 36,50 C

18.00WIB

137x/menit

42 x/menit 370 C

59

3. Mengobservasi eliminasi (BAB & BAK) dan

menjaga personal hygiene

Hasil: 18.30 WIB: BAB 50 gram, pampers telah

diganti setelah BAB

4. Mengobservasi tetesan infuse

Hasil: jam 14.30 WIB tetesan infuse berjalan

lancar, D5%5 tpm.

5. Mengkaji reflek sucking bayi

Hasil: jam 14.00 WIB reflek sucking belum kuat

6. Menganjurkan ibu menyusui bayinya

Hasil: jam 14.00 WIB : bayi menyusu selama 8

menit

jam 18.00 WIB : bayi menyusu selama 10

menit

7. Memberikan ASI tambahan melalui pipet

Hasil: jam 14.15 : ASI 10 cc masuk

jam 18.25 : ASI 12 cc masuk

8. Menimbang berat badan bayi

Hasil: jam 15.00 BBS= 1650 gram

9. Memandikan bayi

Hasil: jam 15.10 bayi sudah dimandikan,

pampers sudah diganti

10. Melakukan konsultasi dengan dokter Sp.A

tentang hasil lab. Bilirubin

Hasil: dilakukan terapi sinar pada bayi Ny. N

selama 12 jam

60

11. Memberikan inform concent kepada ibu, bahwa

sesuai dengan advice dokter bayi harus

dilakukan terapi sinar.

Hasil: jam 17.10 ibu bersedia bayinya

dilakukan terapi sinar

12. Membantu mempersiapkan alat yang akan

digunakan untuk terapi sinar

Hasil: jam 18.30 alat sudah disiapkan, yaitu

phototerapy dan terapi sinar dimulai pada

pukul 19.00 WIB- 07.00 WIB

DATA PERKEMBANGAN II

(04-3-2015/Siang) jam 14.00 WIB

S :

- Ibu mengatakan bayinya belum bisa menyusui dengan

kuat

- Ibu mengatakan kuning pada kulit bayinya sudah

mulai berkurang

O :

- KU : sedang

- HR= 125 x/menit - reflek sucking lemah

- RR= 48x/menit - ASI ibu keluar banyak

- S= 36,2 0c

A :

- Bayi Ny. N umur 3 hari jenis kelamin laki-laki

dengan BBLR komplikasi ikterus

61

- Masalah : menyusui belum adekuat

P :

1. Mengobservasi TTV setiap 3 jam dengan hasil

Jam 15.00 Jam 18.00HR : 130 x/menit HR : 115 x/menitRR : 49 x/menit RR : 46 x/menitSuhu : 36,70c Suhu : 36,80c

2. Mengobservasi eliminasi (BAB & BAK) dan menjaga

personal hygiene

Hasil: jam 17.00 WIB BAK 25 gram

jam 18.30 WIB BAB 25 gram, pampers

sudah diganti

3. Mengobservasi tetesan infuse

Hasil: jam 15.10 tetesan infuse berjalan dengan

lancar, D5%5 tpm.

4. Mengkaji reflek sucking bayi

Hasil: jam 14.15 reflek sucking lemah

5. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar, yaitu

kepala berada pada siku, dan telinga, tangan,

serta kaki berada dalam satu garis lurus. Perut

bayi menempel pada perut ibu. Tangan kanan ibu

menyangga payudara dengan 4 jari, serta ibu

jari berada di atas putting. Susui bayi hingga

bagian areola masuk ke dalam mulut bayi.

Hasil: jam 14.15 WIB ibu mengerti cara menyusui

yang baik, dan ibu sedang melakukannya.

62

6. Memberikan ASI menggunakan pipet

Hasil: jam 14.25 WIB: ASI 11 cc masuk

jam 17.00 WIB: ASI 8 cc masuk

7. Menimbang berat badan bayi

Hasil: Jam 15.10 WIB BBS= 1650 gram

8. Memandikan bayi

Hasil: jam 15.10 Bayi sudah dimandikan, pampers

sudah diganti

9. Menjaga kehangatan bayi dalam inkubator dengan

suhu 330C

Hasil: jam 18.00 suhu inkubator 330C

DATA PERKEMBANGAN III

(4-5 Maret 2015/Malam) jam 20.00 WIB

S :

- Ibu mengatakan kuning pada bayinya sudah

berkurang

- Ibu mengatakan bayinya sudah bisa menyusu

dengan baik

- Ibu mengatakan belum mengerti cara perawatan

BBLR

O :

- KU : sedang

63

- HR : 115x/menit RR : 46x/menit

S : 36,00C

- Kulit bayi sudah mulai tidak kuning

- Reflek sucking baik

A :

- Bayi Ny. N umur 3 hari jenis kelamin laki-

laki dengan BBLR dengan masalah hipotermi

P :

1. Menaikkan suhu incubator 0,50C sampai suhu

stabil

Hasil : jam 22.00 suhu incubator dinaikkan

0,50C menjadi 32,50C

Jam 23.00 suhu incubator dinaikkan

menjadi 33,00C

2. Mengobservasi TTV setiap 1 jam dengan hasil

Waktu HR RR Suhu20.30WIB

115 46 36,0

21.00WIB

121 59 36,2

22.00WIB

120 50 36,1

23.00WIB

115 48 36,0

00.00WIB

154 39 36,1

01.00WIB

133 48 36,4

02.30WIB

127 49 36,4

03.00 114 36 36,5

64

WIB04.00WIB

128 39 36,7

05.00WIB

135 40 36,6

06.10WIB

145 50 36,8

07.00WIB

151 46 36,9

3. Memberikan injeksi amoxicylin

Hasil: jam 21.00 injeksi amoxicylin 85mg

4. Mengobservasi eliminasi (BAB dan BAK) serta

menjaga personal higyene

Hasil: jam 03.40 WIB, BAB+BAK 100 gram,

pampers sudah diganti

5. Mengobservasi tetesan infuse

Hasil: tetesan infuse berjalan lancar D5%

5tpm,

6. Mengkaji reflek sucking bayi

Hasil: reflek sucking baik

7. Menganjurkan ibu menyusui bayinya

Hasil: jam 02.00 WIB menyusu dengan ibu

8. Memberikan ASI melalui pipet

Hasil: Jam 05.00 WIB ASI 8cc masuk

9. Menimbang berat badan bayi

Hasil: jam 05.00 WIB BBS= 1650 gram

10. Memandikan bayi

65

Hasil: jam 05.00 bayi sudah dimandikan dan

sudah diganti pampers

11. Menjelaskan kepada ibu tentang kangoroo mother

care yaitu kulit bayi menempal pada kulit ibu.

Dengan KMC, bayi akan merasa hangat sehingga

suhu tubuhnya bisa (36,5-37,5). Selain itu,

akan menambah ikatan batin antara ibu dan bayi

dan mempercepat peertambahan berat badan bayi

pada payi BBLR.

Hasil: jam 06.00 WIB ibu mengerti tentang

kangoroo mother care

12. Bayi dilakukan KMC dengan cara menempelkan

bayi pada perut ibu dan kepala bayi di antara

payudara ibu. Kepala bayi menoleh ke arah

salah satu sisi. Tangan dan kaki diletakkan di

samping badan badan bayi, membentuk seperti

katak. Bayi dibiarkan telanjang atau hanya

menggunakan popok saja, sehingga kulit bayi

menyentuh langsung dengan kulit ibu. Bayi

dipakaikan topi, sarung tangan, dan sarung

kaki. Saat dilakukan KMC, ibu bisa menggunakan

pakaian berkancing depan dan saat bayi

menempel di perut ibu, bayi bisa ditali dengan

menggunakan jarik. KMC bisa dilakukan setiap

hari, sesering mungkin, dilakukan minimal 1

jam.

66

Hasil: jam 06.00 WIB ibu melakukan KMC sampai

pukul 07.00WIB

DATA PERKEMBANGAN IV

(05-3-2015/Siang) jam 14.00 WIB

S:

- Ibu mengatakan bayinya sudah mulai pintar menyusu

- Ibu mengatakan kulit bayinya sudah mulai tidak

kuning

O :

- KU : sedang

- HR : 132 x/menit - sucking baik

- RR : 50x/menit - ikterus sudah berkurang, dan

mulai hilang

- S : 36,80C - sudah dilakukan KMC

A :

- Bayi Ny. N umur 3 hari jenis kelamin laki-laki

dengan BBLR

P :

1. Mengobservasi TTV setiap 3 jam dengan hasil

Jam 15.00 Jam 18.00HR : 132 x/menit HR : 130x/menitRR : 50 x/menit RR : 52 x/menitSuhu : 36,80c Suhu : 36,90c

2. Mengobservasi eliminasi (BAB & BAK) dan menjaga

personal hygiene

67

Hasil: jam 18.20 WIB BAK+ BAB 100 gram,

pampers sudah diganti

3. Mengobservasi tetesan infuse

Hasil: jam 15.30 Tetesan infuse berjalan lancar

D5% 5tpm

4. Mengkaji reflek sucking bayi

Hasil: jam 14.00 reflek sucking baik

5. Bayi disusukan pada ibunya

Hasil: Jam 14.00 WIB bayi sudah pintar menyusu

dengan ibu. Sudah menyusui selama 10 menit

bergantian antara payudara kiri dan kanan.

Jam 17.00 WIB ibu menyusui selama 12 menit

bergantian payudara kiri dan kanan

6. Menimbang bayi

Hasil : jam 15.25 BBS : 1650gr

7. Memandikan bayi

Hasil: jam 15.30 bayi sudah dimandikan

8. Melakukan Kangoroo Mother Care pada bayi selama 1

jam agar bayi merasa hangat.

Hasil: Jam 18.00 -19.00 WIB ibu melakukan KMC

DATA PERKEMBANGAN IV

(05-3-2015/Malam) jam 20.00 WIB

S:

- Ibu mengatakan bayinya sudah mulai pintar menyusu

68

- Ibu mengatakan bayinya terlihat nyaman saat

dilakukan KMC

- Ibu mengatakan bayinya sudah tidak kuning

O :

- KU : baik

- HR : 112 x/menit - sucking baik

- RR : 44x/menit

- S : 36,8 0C

A :

- Bayi Ny. N umur 3 hari jenis kelamin laki-laki

dengan BBLR

P :

1. Mengobservasi TTV setiap 3 jam dengan hasil

Jam 21.00 Jam 00.00 Jam 03.00 Jam 06.00HR:112x/menit

HR: 120x/menit

HR:128x/menit

HR:130x/menit

RR : 44 x/menit

RR : 42 x/menit

RR: 50x/menit

RR: 45x/menit

Suhu :36,80C

Suhu :36,70C

Suhu :36,70C

Suhu :36,80C

2. Melanjutkan injeksi sesuai advice dokter

Hasil: Jam 21.00 WIB injeksi amoxicilin 85mg masuk

3. Mengobservasi eliminasi (BAB & BAK) dan menjaga

personal hygiene

Hasil: Jam 23.00 WIB BAK+BAB 100 gr, pampers sudah

diganti

69

Jam 02.00 WIB BAK 25 gr, pampers sudah

diganti

Jam 04.30 WIB BAB+BAK 100 gr, pampers sudah

diganti

4. Mengobservasi tetesan infuse

Hasil: tetesan infuse berjalan lancar D5% 5tpm

5. Mengkaji reflek sucking bayi

Hasil: reflek sucking baik/kuat

6. Bayi disusukan pada ibunya

Hasil: Jam 04.00 WIB menyusui selama 5 menit

bergantian payudara kanan dan kiri

Jam 07.00 WIB ibu menyusui selama 12 menit

bergantian payudara kanan dan kiri

7. Menimbang bayi

Hasil : jam 05.10 BBS : 1650 gr

8. Memandikan bayi

Hasil: jam 05.15 WIB bayi sudah dimandikan,

pampers sudah diganti

9. Melakukan Kangoroo Mother Care

Hasil: jam 06.00 WIB – 07.00 WIB KMC telah

dilakukan

70

BAB IV

PEMBAHASAN

ManajemenVarney

Teori Kejadian di Lapangan Analisa

KlmpkPengkajian

S

Pegertian BBLR:Bayi berat lahir rendah(BBLR) adalah bayi denganberat lahir kurang dari2500 gram tanpa memandangmasa gestasi(Prawirohardjo, 2010)

Berat badan bayi Ny.N1700 gram

Tidak ada kesenjangan

Etiologi:Penyebab terbanyakterjadinya BBLR adalahkelahiran prematur (IDAI,2004).

Penyebab BBLR bayiNy.N adalah prematur(usia kehamilan 32minggu) karenaibumengalami KPD

Pengkajian

O

Manisfitasi Klinis: (hasilpx.fisik)a. Kepala lebih besar dr

tubuhb. Kulit tipisc. Genetalia imatur, labia

mayora belum menutup labia minora

d. Pergerakan kurang dan lemah, tangis lemah, pernapasan blm teratur

e. Lebih banyak tiudr, reflek sucking belum sempurna

BB : 1700 grPB : 36 cmLK : 28 cmLD : 26 cmBayi lebih seringtidur, tangisan lemah,dan reflek sucking blmsempurna

Tidak ada kesenjangan

Interpretasi data

A

-BBLR adalah bayi denganberat lahir kurang dari2500 gram tanpa memandangmasa gestasi

- Diagnosa : Bayi Ny, Njenis keamin laki-laki umur 3 haridengan BBLRBBS : 1700gr

71

-Masalah pada BBLRSuhu tubuh, pernafasan,alat pencernaan makanan,hepar yang belum matang,ginjal yang belum matang,perdarahan dalam otak,gangguan Immunologik

- Kebutuhan bayi denganBBLRPengaturan suhu,pemberian nutrisi,perlindungan terhadapinfeksi, penimbanganberat badan

Komplikasi BBLR:-Hepar yang belum matang: Mudah menimbulkan gangguanpemecahan hiperbilirubinsehingga mudah terjadihiperbilirubinemia(kuning)

-Antisipasi tindakan

- Masalah bayi Ny. N :suhu tubuh, ikterus,reflek sucking lemah

- Menaikkan suhuincubator, KMCMenetek, pemberianASI (pipet) , infuse Pengunjung hanyadiperbolehkan melihatdari kaca, mencucitangan, membersihkanincubator,membersihkan ruangan,petugas menggunakanbaju khususPenimbangan beratbadan setiap akanmandi

- Komplikasi pada bayiNy. N adalah terjadihiperbillirubindimana kadarbillirubin dalamdarah lebih darinormal, hasilpemeriksaan kadarbillirubin adalahsbb:

Hasil NilaiRujukan

10,0mg/dl

<1

mg/dl0,25

72

segera:Dilakukan fototerapi

mg/dl- Kolaborasi dengan

dokter Sp.A untukdilakukanfototerapi.Advise dokterdilakukan fototerapi1x12 jam

Penata-laksanaan

P

Penatalaksanaan:1. Stabilisasi suhu

a. Kontak kulitb. Kangoroo Mother Care (KMC)c. Pemancar panasd. Lampu penghangate. Inkubotor f. Boks g. Ruangan hangat

2. Nutrisi

3. Penimbangan ketat4. Perlindungan terhadap

infeksia. Membersihkan ruangan

pada waktu-waktutertentu

b. Setiap bayi mempunyaiperlengkapan sendri

Stabilisasi suhu diRSUD Salatigamenggunakan inkubatordan Kangooro Mother Care(KMC).

Penimbangan ketatdilakukan setian akanmandiPrinsip pencegahaninfeksi denganmenggunkan bajukhusus, dan antiseptic

Tidak ada kesenjangan

73

Tempat

tidur

Berat Badan (gram)600-800

801-1000

1001-

1500

1501-

2000Radiant

120cc

90cc

15cc

65cc

Incubator

90cc

75cc

65cc

55cc

Lain-lain

70cc

55cc

50cc

45cc

c. Jika mungkin, bayidimandikan di tempattidur masing

d. Petugas di bangsalbayi, harus memakaipakaian yang telahdisediakan

e. Petugas yangmenderita penyalitmenular (infeksisaluran nafas, diare,konjungtivitis, dll)dilarang merawatbayi.

f. Pengunjung hanyaboleh melihat bayidari belakang kaca

tempat tidur bayi.

Evaluasi

E

1. BBLR- Pengaturan suhu (KMC,

pemancar panas, ruanganyang hangat, incubator)

- Pemenuhan nutrisi(menetek, peroral/dengan pipet,cairan IV, observasi BABBAK)

- Perlindungan terhadapinfeksi (pisahkan bayiyang terkena infeksi danyang tidak, mencucitangan, membersihkantempat tidur bayi,ruangan, petugasmenggunakan baju khusus,dan pengunjung hanyamelihat dari kaca)

- Penimbangan (dilakukansetiap hari) bayi dgn

- Dilakukan KMC, danpengaturan suhuincubator.Hasil: suhu bayistabil 36,70C

- Bayi menetek,diberikan ASI denganpipet, infuse D10%5tpmHasil: refleksucking semakinmembaik

- Hasil: pencegahaninfeksi dilakukandengan memisahkanbayi yang infeksi,mencuci tangan, danpetugas menggunakanbaju khusus.

- Hasil: bayi

74

BBLR akan kehilangan BB7-10 hari pertama. Bayidengan berat >1500 grdapat kehilangan BBsampai 10%

2. Hiperbilirubin- Penatalaksanaandilakukan pemberian obatsecara farmakologis,fototerapi, dan transfusetukar

ditimbang setiaphari saat akanmandi.Bayi mengalamipenurunan BBsebanyak 100 gram.

- Hasil: advise dokterdilakukan fototerapi1x12 jam, ikterusberkurang

75

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan urain pembahasan asuhan kebidanan

pada pada bayi Ny. N umur 3 hari dengan BBLR, dapat

disimpulkan bahwa:

1. Pengkajian secara menyeluruh telah dilakukan

pada Bayi ny. N dengan hasil bayi NY. N umur 3

hari dengan BBLR dikarenakan usia kehamilan <

37minggu (premature). Berat badan lahir 1750gr.

2. Interpretasi data telah ditentukan, yaitu Bayi

ny. N umur 3 hari dengan BBLR dengan masalah

ikterus dan menyusu belum adekuat. Kebutuhan

yang diberikan yaitu cukupi kebutuhan bayi

dengan ASI, latihan menyusu, dan kaji reflek

sucking, serta lanjutkan terapi sesuai dengan

advice dr. Sp.A

3. Diagnosa potensial yang terjadi pada Bayi ny. N

umur 3 hari adalah hiperbilirubin

4. Tindakan segera yang dilakukan pada Bayi ny. N

umur 3 hari adalah kolaborasi dengan dokter

Sp.A untuk dilakukan fototerapy

5. Perencanaan asuhan secara menyeluruh dan tepat

sudah dilakukan kepada Bayi ny. N mulai dari

megobservasi KU dan TTV setiap 3 jam, mengkaji

76

reflek sucking, pemenuhan nutrisi, mengajarkan

KMC, sampai melaksanakan advice dokter untuk

dilakukan fototerapy

6. Pelaksanaan asuhan kebidanan pada Bayi Ny. N

umur 3 hari telah dilakukan dengan hasil bayi

telah di obesrvasi KU dan TTV,hingga melakukan

fototerapy selama 12 jam mulai dari jam 19.00-

07.00 WIB

7. Evaluasi asuhan kebidanan yang diberikan kepada

Bayi ny. N umur 3 hari telah dilakukan dengan

hasil tindakan yang dilakukan sudah tepat dan

kondisi bayi membaik, hasil evaluasi terakhir

S= 36,70C, N= 101 x/menit, R= 47 x/menit, kuning

sudah menghilang.

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan dapat menambah pengetahuan

tentang pemberian asuhan kebidanan pada Bayi 3

hari dengan BBLR beserta komplikasinya

2. Bagi Akademi Kebidanan Yogyakarta

Akademi Kebidanan Yogyakarta diharapkan mampu

membekali pengetahuan yang lebih kompleks lagi

mengenai asuhan kebidanan patologi, khususnya

pada bayi beserta komplikasi yang menyertainya

77

3. Bagi RSUD Kota Salatiga

RSUD Kota Salatiga diharapkan semakin meningkat

pelayanan kesehatan terhadap bayi baik yang

beresiko mengalami komplikasi maupun yang tidak

beresiko.

DAFTAR PUSTAKA

78

Sukadi, A, 2008, Hiperbilirubinemia, Dalam: Kosim MS,

Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, Buku Ajar

Neonatologi Edisi 1, IDAI, Jakarta

Etika R, Harianto A, Indarso F, Damanik M.S,

Hiperbilirubinemia Pada Neonatus, Diunduh dari :

www.pediatrik.com/pkb/20060220-js9. Diakses tgl 10 Maret

2015

Wiknjosastro, H, 2008, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina

Pustaka, Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Saifuddin AB, 2009, Pelanyanan Maternal dan Neonatal,

Yayasan Bina Pustaka, Sarwono Prawirohardjo,

Jakarta

Martin CR, Cloherty JP, 2004 Neonatal Hipernilirubinemia,

Dalam: Cloherty Jp, Eichenwald EC, Stark AR,

penyunting. Manual of Neonatal Care Edisi ke -5, Lippincolt

Williams & Wilkins, Philadelphia

Ardakani SB, Dana VG, Ziaee V, Ashtiani AH, Djavid GE,

Alijani M, 2011, Bilirubin/Albumin Ratio For Predicting Acute

Bilirubin-Induced Neurologic Dysfunction, Iran J Pediatr

Kemenkes RI, 2011, Buku Paduan Pelatih Manajemen BBLR untuk

Bidan dan Perawat, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan

Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta

Depkes RI, 2005, Pelatihan Pelayanan Kegawatdaruratan Obstetri

Neonatal Esensial Dasar - Buku Acuan, DepKes RI, Jakarta

DinKes Jateng, 2013, Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah 2012,

DinKes Jateng, Semarang

79

Population and Development Strategies Series Number 10,

UNFPA, 2003, Millennium Development Goals (Mdgs)

Manuaba, IBG, 2007, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan

Keluarga Berencana Untuk Pendidikan Bidan, EGC, Jakarta

Kemenkes RI, 2014, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014,

Kemenkes RI, Jakarta

Prawiroharjo, 2010, Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo, Jakarta

Pudjiadti Antonius, H, Hegar Badrul, dkk, 2010,

Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia, IDAI,

Jakarta

Proverawati Atikah, & Ismawati Cahyo, S, 2010, BBLR :

Berat Badab Lahir Rendah, Nuha Medika, Yogyakarta

Surasmi A, Handayani S, Kusuma H, 2005, Perawatan Bayi

Resiko Tinggi, EGC, Jakarta

Arif, Mansjoer, dkk, 2007, Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3,

Medica Aesculpalus, FKUI, Jakarta

Yushananta, 2007, Perawatan Bayi Risiko Tinggi, Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta

ZR, Arief, Weni Kristiyana Sari. 2009. Neonatus dan

Asuhan Keperawatan Anak. Nuha Medika, Yogyakarta

Hassan, R. 2005, Ilmu Kesehatan Anak Jilid, Infomedika,

Jakarta

80

81

LAMPIRAN

Lembar Observasi

DATA PERKEMBANGAN (3 Maret 2015/Malam jam 20.00 WIB)

Waktu HR RR Suhu Keterangan21.00WIB

139 43 36,5 ASI 11cc masukInjeksi amoxicylin 85mgmasuk

22.00WIB

129 45 36,2

23.00WIB

131 42 36,2

23.10 136 41 36,4 ASI 5cc

82

WIB00.00WIB

148 39 36,4 ASI 10cc

01.00WIB

150 44 36,4 BAB 50gr

02.00WIB

143 48 36,5

02.30WIB

144 42 36,5 ASI 10cc

03.30WIB

134 39 36,5

04.45WIB

147 41 36,5 BAB/K 25gr

05.00WIB

150 50 36,7

05.30WIB

141 39 36,7 ASI (netek)

06.30WIB

121 40 36,7

DATA PERKEMBANGAN (4 Maret 2015/Pagi jam 08.00 WIB)

Waktu HR RR Suhu Keterangan07.00 118 44 36,6 Dilakukan aff

Fototeraphi08.00WIB

120 50 36,7 Advise dokter:tidak perludilakukan cekbillirubin

ulang09.00WIB

131 49 36,7 ASI (netek),Injeksi amox

85mg, genta 8mg11.30WIB

125 48 36,6 ASI (netek)

14.30WIB

131 49 36,7 ASI (netek)

83

DATA PERKEMBANGAN (05-03-2015/pagi jam 08.00 WIB)

Waktu HR RR Suhu Keterangan08.00WIB

ASI (netek),

09.00WIB

104 42 36,7 injeksi amox85mg, gentamicyn8mg

11.00WIB

121 46 36,5 BAK 25gr

12.00WIB

135 48 36,5 ASI (netek)

13.30WIB

132 50 36,6 ASI (netek), KMC

84