Asal Mula Nama Daerah tangerang

13
Asal Mula Nama Daerah "Tangerang" Minggu, 19 Agustus 2007 Dulu bernama Tanggeran. Menurut tradisi lisan yang menjadi pengetahuan masyarakat Tangerang, nama daerah Tengerang dulu dikenal dengan sebutan Tanggeran yang berasal dari bahasa Sunda yaitu tengger dan perang. Kata "tengger" dalam bahasa Sunda memiliki arti "tanda" yaitu berupa tugu yang didirikan sebagai tanda batas wilayah kekuasaan Banten dan VOC, sekitar pertengahan abad 17. Oleh sebab itu, ada pula yang menyebut Tangerang berasal dari kata Tanggeran (dengan satu g maupun dobel g). Daerah yang dimaksud berada di bagian sebelah barat Sungai Cisadane (Kampung Grendeng atau tepatnya di ujung Jalan Otto Iskandar Dinata sekarang). Tugu dibangun oleh Pangeran Soegiri, salah satu putra Sultan Ageng Tirtayasa. Pada tugu tersebut tertulis prasasti dalam huruf Arab gundul dengan dialek Banten, yang isinya sebagai berikut : Bismillah peget Ingkang Gusti Diningsun juput parenah kala Sabtu Ping Gasal Sapar Tahun Wau Rengsena Perang nelek Nangeran Bungas wetan Cipamugas kilen Cidurian Sakebeh Angraksa Sitingsung Parahyang-Titi Terjemahan dalam bahasa Indonesia : Dengan nama Allah tetap Maha Kuasa Dari kami mengambil kesempatan pada hari Sabtu Tanggal 5 Sapar Tahun Wau Sesudah perang kita memancangkan Tugu Untuk mempertahankan batas Timur Cipamugas (Cisadane) dan Barat yaitu Cidurian Semua menjaga tanah kaum Parahyang

Transcript of Asal Mula Nama Daerah tangerang

Asal Mula Nama Daerah "Tangerang"Minggu, 19 Agustus 2007

Dulu bernama Tanggeran. Menurut tradisi lisan yang menjadipengetahuan masyarakat Tangerang, nama daerah Tengerang duludikenal dengan sebutan Tanggeran yang berasal dari bahasa Sundayaitu tengger dan perang. Kata "tengger" dalam bahasa Sundamemiliki arti "tanda" yaitu berupa tugu yang didirikan sebagaitanda batas wilayah kekuasaan Banten dan VOC, sekitar pertengahanabad 17. 

Oleh sebab itu, ada pula yang menyebut Tangerang berasal darikata Tanggeran (dengan satu g maupun dobel g). Daerah yangdimaksud berada di bagian sebelah barat Sungai Cisadane (KampungGrendeng atau tepatnya di ujung Jalan Otto Iskandar Dinatasekarang). Tugu dibangun oleh Pangeran Soegiri, salah satu putraSultan Ageng Tirtayasa. Pada tugu tersebut tertulis prasastidalam huruf Arab gundul dengan dialek Banten, yang isinya sebagaiberikut :Bismillah peget Ingkang GustiDiningsun juput parenah kala SabtuPing Gasal Sapar Tahun WauRengsena Perang nelek NangeranBungas wetan Cipamugas kilen CidurianSakebeh Angraksa Sitingsung Parahyang-Titi

Terjemahan dalam bahasa Indonesia :Dengan nama Allah tetap Maha KuasaDari kami mengambil kesempatan pada hari SabtuTanggal 5 Sapar Tahun WauSesudah perang kita memancangkan TuguUntuk mempertahankan batas Timur Cipamugas(Cisadane) dan Barat yaitu CidurianSemua menjaga tanah kaum Parahyang

Sedangkan istilah "perang" menunjuk pengertian bahwa daerahtersebut dalam perjalanan sejarah menjadi medan perang antaraKasultanan Banten dengan tentara VOC. Hal ini makin dibuktikandengan adanya keberadaan benteng pertahanan Kasultanan Banten disebelah barat Cisadane dan benteng pertahanan VOC di sebelahTimur Cisadane. Keberadaan benteng tersebut juga menjadi dasarbagi sebutan daerah sekitarnya (Tangerang) sebagai daerah Beteng.Hingga masa pemerintahan kolonial, Tangerang lebih lazim disebutdengan istilah "Beteng".

Menurut cerita yang berkembang di masyarakat, sekitar tahun 1652,benteng pertahanan kasultanan Banten didirikan oleh tiga maulana(Yudhanegara, Wangsakara dan Santika) yang diangkat oleh penguasaBanten. Mereka mendirikan pusat pemerintahan kemaulanaansekaligus menjadi pusat perlawanan terhadap VOC di daerahTigaraksa. Sebutan Tigaraksa, diambil dari sebutan kehormatankepada tiga maulana sebagai tiga pimpinan (tiga tiang/pemimpin).Mereka mendapat mandat dari Sultan Agung Tirtoyoso (1651-1680)melawan VOC yang mencoba menerapkan monopoli dagang yangmerugikan Kesultanan Banten. Namun, dalam pertempuran melawanVOC, ketiga maulana tersebut berturut-turut gugur satu persatu.

Perubahan sebutan Tangeran menjadi Tangerang terjadi pada masadaerah Tangeran mulai dikuasai oleh VOC yaitu sejakditandatangani perjanjian antara Sultan Haji dan VOC pada tanggal17 April 1684. Daerah Tangerang seluruhnya masuk kekuasaanBelanda. Kala itu, tentara Belanda tidak hanya terdiri daribangsa asli Belanda (bule) tetapi juga merekrut warga pribumi diantaranya dari Madura dan Makasar yang di antaranya ditempatkandi sekitar beteng. Tentara kompeni yang berasal dari Makasartidak mengenal huruf mati, dan terbiasa menyebut "Tangeran"dengan "Tangerang". Kesalahan ejaan dan dialek inilah yangdiwariskan hingga kini.

Sebutan "Tangerang" menjadi resmi pada masa pendudukan Jepangtahun 1942-1945. Pemerintah Jepang melakukan pemindahan pusatpemerintahan Jakarta (Jakarta Ken) ke Tangerang yang dipimpinoleh Kentyo M Atik Soeardi dengan pangkat Tihoo Nito Gyoosiekenseperti termuat dalam Po No. 34/2604. Terkait pemindahan Jakarta

Ken Yaskusyo ke Tangerang tersebut, Panitia Hari Jadi KabupatenTangerang kemudian menetapkan tanggal tersebut sebagai hari lahirpemerintahan Tangerang yaitu pada tanggal 27 Desember 1943.Selanjutnya penetapan ini dikukuhkan dengan Peraturan DaerahTingkat II Kabupaten Tangerang Nomor 18 Tahun 1984 tertanggal 25Oktober 1984.

Asal Mula Penduduk TangerangLatar belakang penduduk yang mendiami Tangerang dalam sejarahnya dapatdiketahui dari berbagai sumber antara lain sejumlah prasasti, berita-berita Cina, maupun laporan perjalanan bangsa kulit putih di Nusantara.

"Pada mulanya, penduduk Tangeran boleh dibilang hanya beretnisdan berbudaya Sunda. Mereka terdiri atas penduduk asli setempat,serta pendatang dari Banten, Bogor, dan Priangan. Kemudian sejak1526, datang penduduk baru dari wilayah pesisir Kesultanan Demakdan Cirebon yang beretnis dan berbudaya Jawa, seiring denganproses Islamisasi dan perluasan wilayah kekuasaan keduakesultanan itu. Mereka menempati daerah pesisir Tangeran sebelahbarat".

[1] Orang Banten yang menetap di daerah Tangerang didugamerupakan warga campuran etnis Sunda, Jawa, Cina, yang merupakanpengikut Fatahillah dari Demak yang menguasai Banten dan kemudianke wilayah Sunda Calapa. Etnis Jawa juga makin bertambah sekitartahun 1526 tatkala pasukan Mataram menyerbu VOC. Tatkala pasukanMataram gagal menghancurkan VOC di Batavia, sebagian dari merekamenetap di wilayah Tangeran.

Orang Tionghoa yang bermigrasi ke Asia Tenggara sejak sekitarabad 7 M, diduga juga banyak yang kemudian menetap di Tangeranseiring berkembangnya Tionghoa-muslim dari Demak. Di antaramereka kemudian banyak yang beranak-pinak dan melahirkan wargaketurunan. Jumlah mereka juga kian bertambah sekitar tahun 1740.Orang Tionghoa kala itu diisukan akan melakukan pemberontakanterhadap VOC. Konon sekitar 10.000 orang Tionghoa kemudianditumpas dan ribuan lainnya direlokasi oleh VOC ke daerah sekitarPandok Jagung, Pondok Kacang, dan sejumlah daerah lain di

Tangeran.. Di kemudian hari, di antara mereka banyak yang menjadituan-tuan tanah yang menguasai tanah-tanah partikelir.

Penduduk berikutnya adalah orang-orang Betawi yang kini banyaktinggal di perbatasan Tangerang-Jakarta. Mereka adalah orang-orang yang di masa kolonial tinggal di Batavia dan mulaiberdatangan sekitar tahun 1680. Diduga mereka pindah ke Tangerankarena bencana banjir yang selalu melanda Batavia.

Menurut sebuah sumber, pada tahun 1846, daerah Tangeran jugadidatangi oleh orang-orang dari Lampung. Mereka menempati daerahTangeran Utara dan membentuk pemukiman yang kini disebut daerahKampung Melayu (Thahiruddin, 1971)

[2]. Informasi mengenai seputar migrasi orang Lampung, akandibahas dalam tulisan ini di bagian bab berikutnya, Di jamankemerdekaan dan Orde Baru, penduduk Tangerang makin beragametnis. Berkembangnya industri di sana, mengakibatkan banyakpendatang baik dari Jawa maupun luar Jawa yang akhirnya menjadiwarga baru. Menurut sensus penduduk tahun 1971, pendudukTangerang berjumlah 1.066.695, kemudian di tahun 1980 meningkatmenjadi 1.815.229 dan hingga tahun 1996 tercatat mencapai2.548.200 jiwa. Rata-rata pertumbuhan per-tahunnya mencapai 5,23%per tahun.

Untuk sekedar memetakan persebaran etnis-etnis di Tangerang,dapat disebutkan di sini bahwa daerah Tangerang Utara bagiantimur berpenduduk etnis Betawi dan Cina serta berbudaya MelayuBetawi. Daerah Tangerang Timur bagian selatan berpenduduk danberbudaya Betawi. Daerah Tangeran Selatan berpenduduk danberbudaya Sunda. Sedang daerah Tangeran Utara sebelah baratberpenduduk dan berbudaya Jawa

[3]. Persebaran penduduk tersebut di masa kini tidak lagi bisamudah dibaca mengingat banyaknya pendatang baru dari berbagaidaerah. Maka, apabila ingin mengetahui persebaran etnis diTangerang, tentunya dibutuhkan studi yang lebih mendalam.

Tangerang sebagai Kota Industri dan Kota Metropolitan dengan Lingkungan BaikDecember 24, 2013presentasi temanPada tahun 2006 Tangerang sempat mendapat predikat sebagai kota terkotor, hal yang terbilang cukup melakukan memang, tetapi hal tersebut justru menjadi bahan pembelajaran untuk memperbaiki kotaTangerang hingga akhirnya pada tahun 2010, Tangerang mendapat piala adipura, bahkan hingga 3 tahun berturut turut. Mengingat Tangerang merupakan kota Industri yang menyanggah ibukota, piala adipura merupakan suatu prestasi yang cukup dapat dibanggakan. Sebagai kota Industri, ada beberapa masalah yang dihadapi kota Tangerang, yaitu pencemaran lingkungan, salah satunya menurunya kualitas air yang disebabkan oleh tercemarnya limbah Industri yang banyak dibuang ke Sungai Cisadane. Padahal sungai tersebut adalah sumber air baku bagi PDAM Tirta Benteng. Berdasarkan hasil tes laboratorium, air baku mengandung COD/BOD yang tinggi. Ini harus ditindaklanjuti. Namun sebelum menyalurkanair kepada konsumen, pihak PDAM Tirta Benteng sudah terlebih dahulu memproses sehingga layak konsumsi.

Kini, ada sekitar 246 industri di Kota Tangerang, diawasi Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) karena banyak dari industri itu yang membuang limbah cair  dan limbah kimia B3 yang berbahayake Sungai Cisadane dan mencemari lingkungan. Pengelolahan limbah

industri harus melalui Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL). Namun fakta di lapangan, tingkat ketaatan pelaku industri terhadap ketentuan peraturan lingkungan hidup relatif rendah. Banyak yang masih membuang limbah ke sungai tanpa dikelola terlebih dahulu. Dan untuk menindaknya, dilakukan pemberian sanksi tertulis, sanksi administrasi paksaan pemerintah, dan negosiasi penyelesaian sengketa di luar pengadilan.Hingga saat ini, Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Kota Tangerang telah memberikan sanksi kepada empat pabrik karena terbukti mencemari lingkungan. Tiga pabrik di antaranya dikenakan sanksi administratif berupa denda hingga miliaran rupiah, sedangkan satupabrik dijatuhkan sanksi pidana di pengadilan. Awalnya pihak perusahaan diberi peringatan dan pembinaan, namun karena tetap membandel akhirnya mereka diberi sanksi administratif dan pidana.Kedepannya, BPLH dan DPRD Kota Tangerang akan mengundang para pemilik perusahaan yang terdaftar untuk diberikan peringatan bahwa di Kota Tangerang tidak bisa lagi dicemari lingkungannya.

Peduli Lingkungan Tangerang menyebutkan sebanyak tiga sungai di Kabupaten Tangerang, Banten, sudah tercemar limbah industri. Ada tiga sungai di Tangerang yang tercemar limbah industri akibat penggunaan air permukaan yang kurang diawasi. Oleh karena itu, pihaknya meminta Pemerintah Daerah di Tangerang, untuk melakukan pengawasan terhadap penggunaan air permukaan dan air bawah tanah oleh pihak industri atau pabrik.

Sadar akan gelarnya sebagai kota Industri yang bisa sangat mudah tercemar limbah industri, para pelaku pemerintahan di Tangerang melakukan beberapa kegiatan lingkungan seperti yang dilakukan oleh Bupati kabupaten Tangerang untuk membuat wilayah Kabupaten Tangerang terlihat asri dan hijau, yaitu Program Pengembangan Kota Hijau (P2KH) dalam usaha meningkatkan kualitas udara diwilayah Kabuapten Tangerang. Ditambahkan Bupati bahwa misi kotahijau sebenarnya tidak hanya sekedar menghijaukan kota, tetapi memiliki misi lain untuk memanfaatkan secara efektif dan efisien sumberdaya air dan energi, mengurangi limbah, menerapkan sistem

transportasi terpadu, menjamin kesehatan lingkungan, dan mensinergikan lingkungan alami dan buatan. Pemerintah Kabupaten Tangerang juga melakukan langkah-langkah seperti disetiap kecamatan harus memilik alun-alun yangn terawat. Tidak hanya itu,Bupati juga menghimbau agar pengelolaan sampah terpadu mulai dariseluruh kecamatan, serta memanfaatkan lahan-lahan tidur yang tidak terpakai menjadi lahan tanaman produktif.

Usaha lain yang dilakukan untuk memperbaiki lingkungan kota tangerang adalah dengan membangun lingkungan bersih dan sehat dengan program 1000 bank sampah di 13 kecamatan sampai tahun 2014.

Selain piala adipura, prestasi lainnya yang didapat kota Tangerang adalah penghargaan langit biru untuk kategori kota metropolitan. Pemerintah Kota Tangerang dinilai berhasil melakukan pengelolaan kualitas udara yang bersih dan sehat karenapencemaran udara di perkotaan merupakan permasalahan yang serius.Meningkatnya penggunaan bermotor dan polusi udara akan mengakibatkan pada pencemaran udara dan perubahan iklim yang akanmenimbulkan kerugian kesehatan, produktivitas dan ekonomi bagi

Negara. Salah satu usaha yang dilakukan pemerintah kota Tangerangadalah melakukan uji emisi. Uji emisi dilakukan untuk pengendalian pencemaran udara di Kota Tangerang, apalagi kendaraan menjadi penyumbang polusi terbesar yang harus diantisipasi. Tidak ada sanksi bagi pengguna kendaraan yang kendaraannya tidak lulus uji emisi, karena LH tidak memiliki kewenangan terkait hal tersebut. Namun kendaraan yang tidak lolosuji emisi akan dapat pembinaan dengan saran untuk merawat kendaraannya lebih teratur. Penghargaan langit biru tahun 2012 diberikan kepada sembilan wilayah. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan sejak Maret hingga Oktober 2012, terpilih lima kota metropolitan dengan kualitas udara paling baik di Indonesia, yakni Tangerang, Jakarta Selatan, Medan, Semarang, dan Jakarta Timur. parameter yang dipakai sebagai dasar penilaian adalah berdasarkan kadar karbon monoksida (CO) dan nitrogen dioksida (NO2). Hal ini mebuktikan bahwa meskipun dicap sebagai kota Industri dengan berbagai macam pabrik dan juga sekaligus kota Metropolitan, kota Tangerang tetap menunjukkan kualitas lingkungannya dengan berbagai macam prestasi.

Sumber :http://sandratifani13006.blog.teknikindustri.ft.mercubuana.ac.id/?p=75

2013, Tangerang akan Miliki 120 Bank Sampah BaruSelasa, 16 Oktober 2012, 23:05 WIB REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG—Tahun 2013, Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang,Banten berencana membangun 120 Bank sampah untuk mengatasi masalah kebersihan. Bank sampah yang pertama kali dikembangkan oleh aparatur Desa Kunciran Indah, Kecamatan Pinang Kota Tangerang ini, kini telah menjadi andalan dalam masalah penanggulangan sampah.

 Sehingga Pemkot berencana mengembangkan jumlahnya agar dapat dimanfaatkan oleh Desa-desa lain yang ada di Kota Tangerang. Rencana tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Tangerang, Agus Sudrajat pada Republika, Selasa (16/10) siang. Dirinya mengatakan, Bank sampah ini berbeda dengan Tempat Pembuangan Sampah (TPS) biasa. Menurutnya, Bank sampah tersebut adalah sebuah tempat yang digunakan oleh warga sekitar untuk membuang sampahnya dengan cara ‘menabung’. “Jadi apa yang dibuang warga ke Bank sampah ini menjadi saldo mereka yang nantinya dapat diuangkan. Sehingga ya bukan sekedar tumpukan sampah yang tidak berguna,” kata dia. Agus menambahkan, dengan keberadaan Bank sampah ini kesadaran warga terbukti sanggup ditingkatkan dalam hal kepedulian kebersihan. “Bayangkan saja, dengan mereka buang ke Bank sampah, kebersihan terjaga, lingkungan bersih, dapat uang lagi, siapa yang jadi tidak mau,” ujarnya. Selain itu, ia juga mengatakan dengan keberadaan Bank sampah ini mampu memberikan semacam edukasi lebih kepada warga.

Bisnis Sampah Organik? Kapan Kita Mau Mulai?Atika Diana Rahardjo

1Kita sering dengar banyak pengusaha yang memulai bisnis daur ulang sampah. Mereka membangun sebuah pabrik, kemudian mempekerjakan pemulung untuk memungutsampah yang akan didaur ulang di pabrik tersebut. Hasil daur-ulangnya kemudiandi jual ke luar negeri seperti Jepang.

Sistem ini memang layaknya kita dukung, terutama karena dia membantu Indonesiamenjadi negara yang lebih “hijau”. Tetapi, ada dua hal yang menurut saya masihkurang dari sistem ini.

Pertama, sistem ini cuma eksis untuk plastik, logam, dan kertas. Setahu saya, Indonesia belum punya sistem daur ulang sampah organik yang matang. Kebanyakanorang mendaur ulang sampah organik di belakang rumah sendiri. Negara-negara lain punya pabrik daur ulang sampah organik, seperti SITA di Inggris. Bahkan di Korea Selatan, tingkat daur ulang makanan bekas lebih dari 80%.

Bayangkan, bagaimanakah Indonesia apabila kita punya sebuah sistem di mana truk memungut sampah dari restoran yang kemudian dibawa ke pabrik pengolahan sampah organik. Ini akan mengurangi beban TPA sekaligus menghasilkan energi tambahan. Seperti yang sering kita dengar, sampah organik bisa kita daur ulangmenjadi pupuk kompos dan gas alam. Kompos bisa dijual di pasar. Gas alam bisa dibakar untuk menghasilkan listrik.

Gambar 1. Sampah Organik [sumber: Recycle for Dorset Blog]Kedua, sistem ini memberikan keuntungan sedikit kepada pemulung. Pemulung dibayar rendah per kg sampah yang di bawa ke pusat pengumpulan sampah untuk daur ulang. Hidup sebagai pemulung tidaklah mudah. Banyak yang pergi ke TPA untuk memulung sampah. Kalau saja kita punya solusi untuk kedua masalah yang saya sebut.

Gambar 2. Pemulung TPA Mancani [sumber: Idris Prasetiawan, Fotokita]Sebenarnya sudah banyak model-model bisnis yang bisa kita tiru di Indonesia, mulai dari pabrik besar yang mengumpulkan sampah organik dari seluruh kota, sampai ke mesin-mesin kecil yang bisa mendaur ulang sampah di daerah perumahan. Teknologinya sudah tersedia. Yang kita perlukan adalah bisnis, seorang entrepreneur.Membangun sebuah pabrik besar tidak mudah, terutama karena sampah merupakan sebuah isu yang sering dipolitisi dan karena biaya membangun pabrik tidaklah kecil. Yang kita bisa lakukan sekarang adalah memulai sedikit demi sedikit, yakni memulai bisnis sampah organik dengan resiko investasi rendah. Mesin kecil untuk penghasilan kecil. Kompos bisa dijual di pasar. Gas alam bisa menjadi bahan bakar kompor.

Sebagai contoh teknologi yang simple, gambar di bawah ini merupakan sebuah mesin pendaur ulang sampah organik yang digunakan oleh sebuah kantin sekolah di Chiang Mai. Mesin ini menghasilkan gas alam yang kemudian dipakai untuk menjalankan kompor.

Gambar 3. Mesin pendaur ulang sampah organik di Chiang Mai [suber: Chiang Mai Construction]Mesin-mesin seperti sering digunakan di daerah perdesaan di India atau Cina. Kalau saja kita bisa memulai bisnis menjual mesin ini ke restoran supaya mereka bisa mendapatkan penghasilan lebih.

Untuk teknologi yang lebih canggih, baru-baru ini Universitas Sains Malaysia membangun pabrik biogas mini di kampus yang bisa menghasilkan listrik 600 kilowatt per hari.

Gambar 4. Pabrik biogas mini di USM [sumber: USM]Dan masih banyak lagi contoh lainnya yang sudah dilakukan di berbagai negara, bukan cuma negara maju saja. Sekarang yang kita perlukan adalah orang-orang yang mau memulai bisnis sampah organik. Kita perlu cari tahu model bisnis yangpaling pas untuk Indonesia. Kita bisa cari konsultasi dari pakar-pakar bisnis daur ulang sampah. Saya sendiri masih belajar.

Ditulis oleh: Atika Diana Rahardjo (kontributor olahsampah.com)