Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah Dosen Pembimbing : Dr. Hamonangan Ritonga M.Sc....

12
PROPOSAL SKRIPSI Nama : Anindita Ardha Pradibtia Kelas : 4 SE 1 NIM : 09.5878 Judul Proposal : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah Dosen Pembimbing : Dr. Hamonangan Ritonga M.Sc. LATAR BELAKANG Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar. Terpenuhinya. pangan secara kualitas dan kuantitas merupakan hal yang sangat penting dan sebagai landasan bagi pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang. Perilaku konsumsi pangan merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat perkonomian rumahtangga maupun perekonomian secara nasional, bahkan menjadi salah satu indikator dalam menentukan Indeks Pengembangan Manusia (Human Development Index). (Rahmat et al. 1983; Soedjana,1996 dalam Jafrinur 2006) Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dilihat sisi penggunaan, menunjukkan konsumsi rumah tangga masih menjadi komponen terbesar penyumbang pertumbuhan PDRB. Tingkat konsumsi rumah tangga di Jawa Tengah mempunyai kontribusi yang besar dalam distribusi PDRB menurut penggunaan. Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa nilai konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang terbesar dalam penggunaan PDRB Jawa Tengah

Transcript of Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah Dosen Pembimbing : Dr. Hamonangan Ritonga M.Sc....

PROPOSAL SKRIPSI

Nama : Anindita Ardha Pradibtia

Kelas : 4 SE 1

NIM : 09.5878

Judul Proposal : Analisis Permintaan Konsumsi Sayuran di Jawa Tengah

Dosen Pembimbing : Dr. Hamonangan Ritonga M.Sc.

LATAR BELAKANG

Pangan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang mendasar. Terpenuhinya. pangan

secara kualitas dan kuantitas merupakan hal yang sangat penting dan sebagai landasan bagi

pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dalam jangka panjang. Perilaku konsumsi pangan

merupakan salah satu indikator untuk menilai tingkat perkonomian rumahtangga maupun

perekonomian secara nasional, bahkan menjadi salah satu indikator dalam menentukan Indeks

Pengembangan Manusia (Human Development Index). (Rahmat et al. 1983; Soedjana,1996 dalam

Jafrinur 2006)

Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah dilihat sisi penggunaan, menunjukkan konsumsi rumah

tangga masih menjadi komponen terbesar penyumbang pertumbuhan PDRB. Tingkat konsumsi

rumah tangga di Jawa Tengah mempunyai kontribusi yang besar dalam distribusi PDRB menurut

penggunaan. Dari tabel 1, dapat dilihat bahwa nilai konsumsi rumah tangga masih menjadi

penyumbang terbesar dalam penggunaan PDRB Jawa Tengah

Tabel 1. Struktur PDB Jawa Tengah menurut penggunaan tahun 2008-2012

No Komponen Penggunaan 2009 2010 2011 2012

1 Konsumsi Rumah Tangga 256.411,8 285.498.0 320.409,0 355.895,5

2 Konsumsi Lembaga Non Profit 6.046,9 6.351.0 6.926,6 7.965,3

3 Konsumsi Pemerintah 48.170,3 50.690,6 56.133,9 61.523,1

4 Pembentukan Modal Tetap Bruto 77.408,7 85.331,5 92.102,4 109.221,2

5 Perubahan Stok 135,1 -2.794,9 15.058,8 6.761,1

4 Ekspor 177.696,0 200.745,5 222.913,6 260.406,1

5 Dikurangi Impor 167.964,7 181.129,8 214.780,5 245.292,4

PDB 397.903,9 444.692,0 496763,8 556.479,9

Sumber: BPS (2009,2010,2011,2012), diolah

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun,

pendapatan masyarakat Jawa Tengah juga mengalami peningkatan. Menurut BPS (2011,2012),

rata-rata pendapatan perkapita masyarakat Jawa Tengah pada tahun 2011 sebesar Rp 512.907.54,-

meningkat menjadi Rp 587.671.6,- pada tahun 2012. Salah satu implikasi dari meningkatnya

pendapatan perkapita masyarakat adalah perubahan pola konsumsi masyarakat secara umum,

termasuk pola konsumsi pangan. Pengalaman di negara-negara maju menunjukkan perubahan pola

konsumsi yang dicirikan dengan penurunan konsumsi karbohidrat. Sebaliknya, konsumsi pangan

yang bersumber dari produk holtikultura, ternak, dan ikan semakin meningkat. (Sunarto, 2010 ;

Savitri, 2010 )

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang akhir-akhir ini mendapat

perhatian seiring meningkatnya pendapatan masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan.

Masyarakat sudah cukup sadar bahwa sayuran tidak hanya sebagai hidangan menu harian rumah

tangga, tetapi juga mempunyai beberapa peran strategis.

Meningkatnya penduduk dari tahun ke tahun menyebabkan permintaan teradap sayuran

semakin meningkat pula. Namun, jumlah produksi yang tidak menentu karena faktor cuaca maupun

hama dapat menyebabkan harga beberapa sayuran bisa melonjak tajam. Selain itu, distribusi yang

kurang efisien juga dapat mempengaruhi kenaikan harga sayuran. Hal ini tentunya akan

mempengaruhi jumlah permintaan dan pola konsumsi rumah tangga terhadap sayuran.

IDENTIFIKASI MASALAH

Tingkat konsumsi konsumen dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan suatu komoditi.

Penawaran berkaitan dengan ketersediaan sayuran di pasar dan biaya untuk memperoleh komoditas

tertentu yang akan menyebabkan perbedaan perilaku konsumsi bagi setiap rumah tangga.

Permintaan sayuran dipengaruhi tingkat harga, pendapatan, dan preferensi rumah tangga. Preferensi

rumah tangga dalam hal makanan dipengaruhi oleh kharakteristik rumah tangga seperti jumlah

anggota rumah tangga, kebiasaan, dan norma-norma budaya, serta selera rasa. Bagi rumah tangga

yang mempunyai pendapatan berbeda akan memiliki tingkat preferensi yang berbeda pula,

begitupula jika pendidikan anggota rumah tangga yang berbeda juga akan mempengaruhi gaya

hidup seseorang. Pengeluaran rumah tangga untuk masing-masing sayuran dapat menggambarkan

kecenderungan rumah tangga dalam mengkonsumsi. Perilaku konsumsi rumah tangga dapat dilihat

dari tingkat konsumsi, pengeluaran, dan proporsi dari pengeluaran rumah tangga. Perilaku

konsumsi rumah tangga sangat erat kaitannya dengan faktor social ekonomi. (Savitri, 2010)

Pola konsumsi makanan penduduk merupakan salah satu indikator sosial ekonomi masyarakat

yang sangat dipengaruhi oleh budaya dan lingkungan setempat. Misalnya masyarakat di daerah

pegunungan cenderung lebih banyak mengkonsumsi makanan daripada ikan, berbeda halnya

dengan masyarakat pantai yang umumnya mengkonsumsi ikan. Seringkali pola konsumsi makanan

juga dikaitkan dengan kondisi kesehatan dan gizi masyarakat, padahal penyajian data-data hasil

susenas hanya berkaitan dengan pola makanan yang dikonsumsi. (BPS, 2012)

Menurut data Susenas 2010, rata-rata pengeluaran perkapita seminggu terbesar untuk

konsumsi sayuran penduduk Indonesia adalah untuk bawang merah, bawang putih, cabai merah,

cabai rawit, bayam, kangkung, kacang panjang, tomat sayur, mentimun, dan daun ketela pohon.

Tingginya pengeluaran untuk mengkonsumsi komoditas tersebut menggambarkan bahwa sayuran

ini merupakan pilihan sebagian besar masyarakat di Jawa Tengah.

Sumber: BPS (2012), diolah

Gambar 2. Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Tertinggi 10 Komoditas Sayuran dalam

Seminggu

Penelitian konsumsi atau permintaan komoditi pangan yang selama ini telah dilakukan

mayoritas mengkaji komoditi bahan pangan pokok, seperti beras, jagung, kedelai, dan sebagainya.

Penelitian-penelitian yang mengkaji permintaan produk hortikultura masih sedikit dilakukan. Jika

ada pun penelitian tersebut dilakukan secara agregat yaitu tanpa merinci jenis komoditi hortikultura,

padahal tentunya terdapat perbedaan tingkat konsumsi serta musim panen antara satu komoditi

dengan komoditi lainnya.

Penelitian ini menganalisis permintaan sayuran yang dikenal masyarakat sebagai sayuran

pelengkap, yaitu bawang merah, bawang putih, cabai merah, dan cabai rawit. Pemilihan ketiga jenis

komoditi tersebut didasarkan bahwa ketiga jenis buah tersebut merupakan kelompok sayuran yang

memiliki tingkat konsumsi yang paling tinggi. Selain itu, ketiga jenis komoditi tersebut sangat

sensitif terhadap terjadinya perubahan harga akibat adanya produksi yang tidak menentu maupun

0

100

200

300

400

500

600

700

307 341 273

279

123 191

697

413

673

523

Jenis Komoditi

distribusi yang kurang baik. Cakupan daerah pada penelitian ini adalah Provinsi Jawa Tengah.

Sedangkan data yang digunakan adalah data SUSENAS tahun 2011 dan 2012.

Data konsumsi dan pengeluaran dapat digunakan untuk penelitian penerapan hukum

ekonomi. Salah satunya seperti yang diungkapakan oleh Ernst Engel, bahwa bila selera tidak

berbeda maka persentase pengeluaran untuk makanan menurun dengan meningkatnya pendapatan.

Oleh karena itu komposisi pengeluaran rumah tangga dapat dijadikan ukuran guna menilai tingkat

kesejahteraan ekonomi penduduk, makin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap

total pengeluaran makain membaik tingkat perekonomian penduduk. (BPS, 2011)

TUJUAN PENELITIAN

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pola konsumsi dan pengeluaran konsumsi sayuran yang dikenal sebagai sayuran

pelengkap pada berbagai kelompok rumah tangga

2. Mengetahui tingkat elastisitas dari berbagai komodi terhadap harga-harga komoditi baik yang

bersifat substitusi maupun komplementer.

3. Mengetahui pengaruh tingkat pendapatan terhadap permintaan untuk berbagai komoditi sayuran

pelengkap

MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang bisa diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi pemerintah, sebagai bahan pertimbangan dalam kebijakan terkait pengaturan permintaan

komoditi sayuran khususnya bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, dan tomat

sayur.

2. Bagi penelitian berikutnya, menjadi salah satu referensi dalam mengidentifikasi masalah

permintaan sayuran khususnya bawang merah, bawang putih, cabai merah, cabai rawit, dan

tomat sayur.

3. Bagi peneliti, sebagai bahan pembelajaran dan penerapan ilmu statistik yang telah diperoleh

selama di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik.

LANDASAN TEORI

a. Teori permintaan dan penawaran

i. Permintaan

Hukum permintaan menyatakan bahwa semakin rendah tingkat harga suatu barang maka

semakin banyak permintaan terhadap barang tersebut, Sebaliknya, semakin tinggi harga suatu

barang maka semakin sedikit permintaan terhadap barang tersebut.

ii. Penawaran

Hukum penawaran menyatakan bahwa dengan menganggap hal lainnya sama, kuantitas suatu

barang yang ditawarkan akan meningkat ketika harga barang tersebut juga meningkat. Jadi,

berdasarkan hukum penawaran tersebut, kuantitas barang yang ditawarkan juga merupakan

fungsi dari harga barang tersebut.

b. Elastisitas harga dan permintaan

Tipe elastisitas lainnya adalah elastisitas pendapatan dari permintaan (income elastisity of

demand) (eQ,I). Konsepnya, elastisitas jenis ini merupakan persentase perubahan kuantitas suatu

barang yang diminta sebagai respon atas perubahan pendapatan sebesar satu persen. Secara

matematis, elastisitas

pendapatan dirumuskan sebagai berikut :

Teori permintaan pasar dijelaskan sebelumnya melalui teori permintaan individu, mengingat

adanya konsep bahwa permintaan pasar merupakan penjumlahan dari permintaan individu. Teori

permintaan individu sendiri umumnya diturunkan dari teori perilaku konsumen, oleh karena itu

pembahasan mengenai teori perilaku konsumen ini menjadi penting. Perilaku konsumen

umumnya diterangkan dengan pendekatan fungsi kepuasan (utility function).

Dalam teori ekonomi, seringkali rumah tangga dianggap sebagai unit pengambil

keputusan yang terkecil. Dalam mengambil keputusan tersebut, terdapat asumsi pokok bahwa

rumah tangga akan memaksimumkan apa yang seringkali disebut kepuasan (utilitas) mereka,

kesejahteraan mereka, atau kemakmuran mereka (Lipsey, 1993). Jika rumah tangga tersebut

dihadapkan dengan pilihan antara dua kelompok alternatif konsumsi, maka asumsinya rumah

tangga tersebut akan memilih kelompok yang disenanginya, atau dengan kata lain rumah tangga

tersebut menentukan pilihannya (preferensinya) dalam rangka memaksimumkan kepuasannya

(utilitasnya).

Pada penelitian Udoh (2010), yang berjudul The Structure of Food Demmand In Urban

City Of Nigeria : An Application of a Linearized Almost Demmand System (LA/AIDS) yang

meneliti pola konsumsi kelompok makanan yang mengandung karbohidrat, protein hewani,

protein nabati, dan makanan berlemak dengan menyertakan variabel sosiodemografi seperti

jumlah anggota rumah tangga, status perkawinan, pendidikan kepala rumah tangga, dan tingkat

pendapatan. Hasil penelitian ini adalah kelompok makanan yang mengandung karboidrat dan

protein hewani mempunyai elastisitas kurang dari nol, ini berarti kedua kelompok makanan

tersebut termasuk bahan kebutuhan pokok (necessity). Sedangkan makan yang mengandung

lemak dan protein nabati merupakan makanan mewah (luxuries)

Dalam penelitian Ki Budiwinarto, dengan Judul Penerapan Model Almost Ideal Demand

System ( AIDS ) Pada Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga Nelayan Di Kecamatan Tambak

Kabupaten Banyumas menyatakan bahwa proporsi konsumsi pangan sebesar 80,76 %. Hal

ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga nelayan masih belum

membaik. Proporsi konsumsi pangan yang dominan adalah komoditas ikan laut sebesar

10,47%. Sedangkan elastisitas harga sendiri mempunyai tanda negatip, mengindikasikan

bahwa komoditas itu adalah kebutuhan pokok. Elastisitas pendapatan bertanda positip,

mengindikasikan bahwa komoditas itu adalah barang normal. Pada umumnya, elastisitas harga

silang bertanda negatip, mengindikasikan bahwa antar komoditas pangan saling melengkapi.

Hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah:

1. Kenaikan harga akan menurunkan tingkat konsumsi sayuran pada rumah tangga

2. Terdapat hubungan substitusi diantara sayuran, ika suatu omoditas tidak tersedia di pasar,

maka komoditas tersebut dapat digantikan dengan komoditas lainnya

3. Sayuran termasuk barang normal, jika pendapatan meningkat maka permintaan sayuran

akan meningkat

4. Jumlah anggota rumah tangga mempengaruhi permintaan sayuran

5. Respon masyarakat menurut tingkat pendapatan akan berbeda terhadap permintaan sayuran

Kerangka Pikir

Harga

Pendapatan

Demografi

Faktor

Sosial,

Ekonomi,

Dan

Demografi

Model

Permintaan

bawang merah

pada rumah

tangga

Harga masing-

masing komoditas

Pengeluaran Rumah

Tangga

Jumlah ART

METODOLOGI

a. Sumber Data

Pada penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan

Pusat Statistik (BPS). Data yang digunakan adalah data Susenas triwulanan tahun 2011 dan

tahun 2012 yang berupa data crosssectional di Provinsi Jawa Tengah. Wilayah studi yang

diambil dalam menganalisis pola konsumsi dan permintaan sayuran, bumbu pelengkap pada

tingkat rumah tangga ialah Jawa Tengah. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa jumlah

penduduk di Jawa Tengah cukup besar dan relatif heterogen dari segi tingkat pendapatan.

b. Metode Penelitian

Menurut Thomas (1987), ada dua pendekatan untuk menduga persamaan permintaan.

Pertama, pendugaan persamaan tunggal yang mengkosentrasikan pada permintaan pangan

tertentu. Pendekatan kedua, pendugaan sistem lengkap secara simultan yang berisi persamaan

permintaan untuk setiap kelompok pangan yang dibeli konsumen. Kelompok pangan yang

dikonsumsi rumah tangga bermacam-macam dan saling terkait satu sama lainnya. Sehingga

salah satu model yang sesuai dengan fenomena tersebut adalah model Almost Ideal Demand

System( AIDS ) yang dikembangkan oleh Deaton dan Meullbauer ( 1980 )

Pada analisis ekonometrik, biasanya koefisien yang diperoleh diterjemahkan dalam

bentuk elastisitas yaitu besarnya elastisitas permintaan untuk pengeluaran, harga sendiri, dan

harga silang.

Beberapa komoditi yang diteliti dalam penelitian ini adalah komoditi bawang merah,

komoditi bawang putih, komoditi cabai merah, komoditi cabai rawit, komoditi sayuran lainnya.

Dengan menggunakan model AIDS dan memperhitungkan variabel jumlah rumah tangga (D),

maka model yang akan dibentuk adalah sbb :

1. Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-1 ( bawang merah ) :

(

)

2. Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-2 (bawang putih) :

(

)

3. Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-3 (cabai merah) :

(

)

4. Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-4 (cabai rawit) :

(

)

Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-5 (tomat sayur) :

(

)

Fungsi pangsa pengeluaran untuk komoditi ke-6 (sayuran lainnya) :

(

)

dimana :

Y = pendapatan setiap bulan ( dalam rupiah )

D = banyaknya anggota rumah tangga yang menjadi tanggungan kepala rumah tangga baik istri,

anak dan saudara ( dalam orang )

P = indeks harga Stone

p1 = harga agregat komoditi bawang merah ( dalam rupiah )

p2 = harga agregat komoditi bawang putih ( dalam rupiah )

p3 = harga agregat komoditi cabai merah ( dalam rupiah )

p4 = harga agregat komoditi cabai rawit ( dalam rupiah )

p5 = harga agregat komoditi tomat sayur ( dalam rupiah )

p6 = harga agregat komoditi sayuran lainnya ( dalam rupiah )

w1 = pangsa pengeluaran komoditi bawang merah

w2 = pangsa pengeluaran komoditi bawang putih

w3 = pangsa pengeluaran komoditi cabai merah

w4 = pangsa pengeluaran komoditi cabai rawit

w5 = pangsa pengeluaran komoditi tomat sayur

w6 = pangsa pengeluaran komoditi sayuran lainnya

Software yang digunakan dalam penelitian ini adalah software Microsoft Excel 2010, SPSS.20 dan

SAS 9.1.

DAFTAR PUSTAKA

Bank Indonesia. (2011). Kajian Ekonomi Regional Jawa Tengah Triwulan IV-2010. Semarang:

Bank Indonesia

BPS. (2010). Indikator Kesejahteraan Rakyat 2009. Jakarta: BPS

BPS. (2011). Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia (Buku 1). Jakarta: BPS

-----. (2011). Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi 2011.Buku 2. Jakarta:

BPS

-----. (2011). Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2011. Jakarta: BPS

-----. (2012). Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi 2012.Buku 2. Jakarta:

BPS

-----. (2012). Pengeluaran Untuk Konsumsi Penduduk Indonesia 2012. Jakarta: BPS

Budiwinarto, Kim. 2003. Penerapan Model Almost Ideal Demand System ( AIDS ) Pada Pola

Konsumsi Pangan Rumah Tangga Nelayan di Kecamatan Tambak Kabupaten Banyumas.

Surakarta:Universitas Surakarta.

Deaton, Angus S and Muellbauer, John. (1980). An Almost Ideal Demand System. American

Economic Review 70:3, 316-326.

Gujarati, Damodar.(2003). Basic Econometrics. Fourth Edition. The McGraw-Hill Companies.

Jafrinur. 2006. Pengembangan Model Fungsi Konsumsi Untuk Komoditi Pangan Hewani (Kasus

Kota Padang Provinsi Sumatera Barat).

Savitri, Dewi. 2010. Analisis Permintaan Sayuran Hijau Di Pulau Jawa. Bogor: IPB

Wardani, Tunjung Pawestri Kusuno. 2007. Analisis Pola Konsumsi Dan Permintaan Buah Pada

Tingkat Rumah Tangga Di Pulau Jawa. Bogor: IPB