Analisis Pengaruh Inflasi dan BI Rate terhadap Kinerja Reksadana Saham di Indonesia Tahun 2011 -...

13
ANALISIS PENGARUH INFLASI DAN TINGKAT SUKU BUNGA ACUAN (BI RATE) TERHADAP KINERJA REKSADANA SAHAM DI INDONESIA TAHUN 2011-2013 Ayu Athifah Naufalianty (Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta) E-mail : [email protected] Pembimbing Tony S. Chendrawan, ST., SE., M.Si Abstract Share mutual funds is one of the economic potential aspect that could increase the investment. Investment was very influenced by the interest rate. It shows the investors decision to invest or not. Interest rate fluctuate following the inflation rate at that moment. When the inflation wasn’t in high condition, the interest rate would decreased, then investors would attracted to invest in various type of investment, included stock mutual funds. At last, this situation would make the investment increased. Keyword :Investment, Share Mutual Funds, Interest Rate, Inflation. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tahun 1997 menjadi tahun yang mengkhawatirkan bagi perekonomian setiap negara Asia. Kekhawatiran ini disebabkan oleh krisis finansial yang berawal dari Thailand pada Juli 1997. Krisis finansial ini dapat mempengaruhi kurs mata uang suatu negara, bursa saham, dan harga aset lain. Akibat yang ditimbulkan krisis finansial ini pun dapat menurunkan tingkat investasi berbagai negara yang terkena imbas krisis ini, termasuk di Indonesia. Investasi sendiri diartikan sebagai perencanaan yang berperan untuk memenuhi kebutuhan dengan konteks jaga-jaga dan tak terduga. Instrumen yang mendukung investasi itu sendiri adalah deposito, obligasi, dan saham. Para investor dapat memilih untuk berinvestasi secara langsung maupun secara Ask The Experts dengan bentuk reksadana. Investasi secara langsung mencakup SBI dan obligasi, sedangkan Ask The Experts mencakup obligasi dan saham. Di antara berbagai cara investasi tersebut, saham dipahami sebagai instrumen yang beresiko tinggi juga memiliki potensi hasil yang tinggi. Ketika tingkat investasi menurun akibat krisis finansial ini, porsi berbagai macam bentuk

Transcript of Analisis Pengaruh Inflasi dan BI Rate terhadap Kinerja Reksadana Saham di Indonesia Tahun 2011 -...

ANALISIS PENGARUH INFLASI DAN TINGKAT SUKU BUNGA ACUAN (BI RATE)

TERHADAP KINERJA REKSADANA SAHAM DI INDONESIA TAHUN 2011-2013

Ayu Athifah Naufalianty

(Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

E-mail : [email protected]

Pembimbing

Tony S. Chendrawan, ST., SE., M.Si

Abstract

Share mutual funds is one of the economic potential aspect that could increase the investment. Investment was very

influenced by the interest rate. It shows the investors decision to invest or not. Interest rate fluctuate following the

inflation rate at that moment. When the inflation wasn’t in high condition, the interest rate would decreased, then

investors would attracted to invest in various type of investment, included stock mutual funds. At last, this situation

would make the investment increased.

Keyword :Investment, Share Mutual Funds, Interest Rate, Inflation.

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tahun 1997 menjadi tahun yang

mengkhawatirkan bagi perekonomian setiap

negara Asia. Kekhawatiran ini disebabkan oleh

krisis finansial yang berawal dari Thailand pada

Juli 1997. Krisis finansial ini dapat

mempengaruhi kurs mata uang suatu negara,

bursa saham, dan harga aset lain. Akibat yang

ditimbulkan krisis finansial ini pun dapat

menurunkan tingkat investasi berbagai negara

yang terkena imbas krisis ini, termasuk di

Indonesia. Investasi sendiri diartikan sebagai

perencanaan yang berperan untuk memenuhi

kebutuhan dengan konteks jaga-jaga dan tak

terduga. Instrumen yang mendukung investasi

itu sendiri adalah deposito, obligasi, dan saham.

Para investor dapat memilih untuk berinvestasi

secara langsung maupun secara Ask The Experts

dengan bentuk reksadana. Investasi secara

langsung mencakup SBI dan obligasi, sedangkan

Ask The Experts mencakup obligasi dan saham.

Di antara berbagai cara investasi tersebut, saham

dipahami sebagai instrumen yang beresiko tinggi

juga memiliki potensi hasil yang tinggi.

Ketika tingkat investasi menurun akibat

krisis finansial ini, porsi berbagai macam bentuk

investasi termasuk reksadana menurun drastis

karena para investor enggan menginvestasikan

dananya di negara yang sedang krisis. Para

investor berpikir bahwa berinvestasi di negara

yang sedang krisis justru akan menimbulkan

kerugian bagi mereka. Segala macam bentuk

investasi termasuk reksadana tidak menarik lagi

bagi investor. Reksadana yang berperan pada

sektor ini sendiri diartikan sebagai sarana

investasi bagi investor untuk dapat berinvestasi

ke berbagai instrumen investasi yang tersedia di

pasar. Melalui reksadana, investor tidak perlu

repot mengelola lembaran investasinya.

Reksadana saham dipahami sebagai reksadana

yang melakukan investasi kurang lebih 80% dari

portofolio yang dikelolanya dalam efek yang

bersifat ekuitas (saham).

Reksadana saham di Indonesia memiliki

porsi Nilai Aktiva Bersih (NAB) terbesar dan

nilainya selalu berfluktuasi setiap bulan.

Meskipun nilainya fluktuatif, reksadana saham

menjadi penopang tumbuh investasi di negara

kepulauan terbesar ini. Nilai reksadana saham

yang fluktuatif ini erat kaitannya dengan nilai

inflasi yang selalu berubah di Indonesia. Karena

inflasi inilah, para investor cenderung tidak

memilih langkah berinvestasi melalui reksadana

saham yang memang memiliki resiko tinggi.

1.2 Identifikasi Masalah

Rumusan Masalah

1. Apakah terdapat pengaruh secara simultan

antara Inflasi dan BI Rate terhadap kinerja

Reksadana Saham?

2. Apakah terdapat pengaruh secara parsial

antara Inflasi terhadap kinerja Reksadana Saham?

3. Apakah terdapat pengaruh secara parsial

antara BI Rate terhadap kinerja Reksadana

Saham?

4. Apakah terdapat pengaruh atau korelasi antara

Inflasi dengan BI Rate?

II. KERANGKA TEORITIS &

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori tentang Inflasi

Teori Inflasi

Secara garis besar teori yang membahas

tentang inflasi dapat dibagi dalam tiga kelompok

dengan masing-masing menyoroti aspek-aspek

tertentu dari proses terjadinya inflasi. Namun

demikian, ketiga teori tersebut bukanlah teori

inflasi lengkap yang membahas semua aspek

penting dari proses terjadinya kenaikan harga

barang. Ketiga teori tersebut adalah Teori

Kuantitas, Teori Keynes dan Teori Strukturalis.

a. Teori Kuantitas

Teori Kuantitas memaparkan bahwa

terjadinya inflasi hanya disebabkan oleh satu

faktor, yaitu akibat adanya kenaikan jumlah

uang yang beredar (JUB). Inti dari teori ini

adalah sebagai berikut:

1) Inflasi akan terjadi jika ada penambahan

jumlah uang yang beredar, baik penambahan

uang kartal atau penambahan uang giral. Sesuai

dengan teori kuantitas yang diajukan oleh

ekonom bernama Irfing Fisher, yang dijabarkan

dalam persamaan berikut

MV = PT.

Faktor yang dianggap konstan adalah V dan T,

sehingga jika M (money in circulation)

bertambah, maka akan terjadi inflasi (kenaikan

harga).

2) Laju inflasi ditentukan oleh laju

pertambahan jumlah uang yang beredar dan oleh

psikologi atau harapan atau ekspektasi dari

masyarakat tentang kenaikan harga di masa yang

akan datang. Jadi, apabila masyarakat sudah

beranggapan bahwa akan terjadi kenaikan harga

barang, maka tidak ada kecenderungan atau

keinginan untuk menyimpan uang tunai lagi dan

mereka lebih suka menyimpan harta

kekayaannya dalam bentuk barang.

Teori kuantitas memiliki beberapa Kelemahan

yang di antaranya adalah sebagai berikut.

1) Pada kenyataannya perubahan jumlah

uang yang beredar (M) tidak secara otomatis

dapat menaikkan “money spending” atau

penggunaan uangnya.

2) Dalam masyarakat modern, Laju peredaran

uang (V) tidak bersifat stabil. Mengingat dalam

masyarakat modern uang merupakan alat

pembayaran dan alat untuk menimbun kekayaan.

Dengan demikian, jika ada kelebihan uang akan

digunakan untuk menambah kas, menambah

tabungan bank, menambah pembelian surat

berharga, dan menambah pembelian barang/jasa.

b. Teori Keynes

Pembahasan tentang inflasi dalam Teori

Keynes didasarkan pada teori makronya. Teori

Keynes menjelaskan bahwa inflasi terjadi karena

suatu masyarakat cenderung ingin hidup di luar

batas kemampuan ekonominya. Keadaan seperti

ini ditunjukkan oleh permintaan masyarakat

akan barang-barang yang melebihi jumlah

barang- barang yang tersedia. Hal ini

menimbulkan inflationary gap. Ketika

inflationary gap tetap ada, maka selama itu pula

proses inflasi terjadi dan berkelanjutan.

Keynes tidak sependapat dengan

pandangan yang diajukan dalam teori kuantitas.

Teori kuantitas tersebut menyatakan bahwa

kenaikan jumlah uang yang beredar akan

menimbulkan kenaikan tingkat harga, namun

tidak akan menimbulkan peningkatan

pendapatan nasional.

Kemudian Keynes berpendapat bahwa

kenaikan harga tidak hanya ditentukan oleh

kenaikan jumlah uang yang beredar saja, namun

juga ditentukan oleh kenaikan biaya produksi.

c. Teori Strukturalis

Teori Strukturalis merupakan teori yang

menjelaskan fenomena inflasi dalam jangka

panjang. Hal ini didasarkan pada penjelasannya

yang menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal

dari kekakuan atau infleksibilitas struktur

ekonomi suatu negara.

Menurut teori ini, ada dua ketegaran

atau kekakuan utama dalam perekonomian

negara sedang berkembang yang dapat

menimbulkan inflasi, yaitu ketegaran persediaan

bahan makanan dan barang-barang ekspor.

2.2 Teori tentang Tingkat Suku Bunga (BI

Rate)

Pengertian Suku Bunga

Pada prinsipnya, tingkat suku bunga

adalah harga atas penggunaan uang yang

biasanya dinyatakan dalam persen (%) untuk

jangka waktu tertentu. Terdapat banyak teori

tentang suku bunga, akan tetapi pada tulisan ini

oleh penulis hanya akan dikemukakan teori-teori

yang dianggap penting untuk diketahui, yaitu :

Teori Suku Bunga

A. Teori Klasik

Menurut Teori Klasik, teori tingkat suku

bunga merupakan teori permintaan penawaran

terhadap tabungan. Teori ini membahas tingkat

suku bunga sebagai suatu faktor pengimbang

antara permintaan dan penawaran daripada

investable fund yang bersumber dari tabungan.

Fungsinya yang menonjol dari uang

dalam teori ekonomi klasik, adalah sebagai alat

pengukur nilai dalam melakukan transaksi,

sebagai alat pertukaran untuk memperlancar

transaksi barang dan jasa, maupun sebagai alat

penyelesaian hubungan hutang-piutang yang

menyangkut masa depan.

Teori ekonomi klasik mengasumsikan,

bahwa perekonomian senantiasa berada dalam

keadaan full employment. Dalam keadaan full

employment itu seluruh kapasitas produksi sudah

dipergunakan penuh dalam proses

produksi. Oleh karena itu, kecuali

meningkatkan efisiensi dan mendorong

terjadinya spesialisasi pekerjaan, uang tidak

dapat mempengaruhi sektor

produksi. Dengan perkataan lain sektor

moneter, dalam teori ekonomi klasik terpisah

sama sekali dari sektor riil dan tidak ada

pengaruh timbal balik antara kedua sektor

tersebut.

Hubungan antara sektor moneter dan riil,

dalam teori ekonomi klasik hanya

dijembatani oleh tingkat harga.

Jika jumlah uang beredar lebih besar daripad

a nilai barang-barang yang tersedia, maka

tingkat harga meningkat, jika sebaliknya

menurun.

Konsep tabungan menurut klasik

dikatakan, bahwa seorang dapat melakukan tiga

hal terhadap selisih antara pendapatan dan

pengeluaran komsumsinya yaitu: pertama,

ditambahkan pada saldo tunai yang ditahannya.

Kedua, dibelikan obligasi baru dan ketiga,

sebagai pengusaha, dibelikan langsung kepada

barang-barang modal. Asumsi yang digunakan

disini adalah bahwa penabung yang rasional

tidak akan menempuh jalan yang

pertama. Berdasarkan pada pertimbangan

bahwa akumulasi kekayaan dalam bentuk uang

tunai adalah tidak menghasilkan.

Menurut teori klasik, bahwa tabungan

masyarakat adalah fungsi dari tingkat suku

bunga. Makin tinggi tingkat suku bunga makin

tinggi pula keinginan masyarakat untuk

menabung. Artinya pada tingkat suku bunga

yang lebih tinggi masyarakat akan terdorong

untuk mengorbankan atau mengurangi

pengeluaran untuk konsumsi guna menambah

tabungannya. Investasi juga merupakan fungsi

dari tingkat suku bunga. Makin tinggi tingkat

suku bunga, maka keinginan masyarakat untuk

melakukan investasi menjadi semakin kecil. Hal

ini karena biaya penggunaan dana (cost of

capital) menjadi semakin mahal, dan sebaliknya

makin rendah tingkat suku bunga, maka

keinginan untuk melakukan investasi akan

semakin meningkat.

B. Teori Keynessian, Preferensi Liquiditas

Teori penentuan tingkat suku bunga

Keynes dikenal dengan teori liquidity prefence.

Keynes mengatakan bahwa tingkat bunga

semata-mata merupakan fenomena moneter

yang mana pembentukannya terjadi di pasar

uang. Artinya tingkat suku bunga ditentukan

oleh penawaran dan permintaan akan uang.

Dalam Konsep Keynes, alternatif

penyimpangan kekayaan terdiri dari surat

berharga (bonds) dan uang tunai. Asumsi Teori

Keynes adalah dasar pemilikan bentuk

penyimpangan kekayaan adalah perilaku

masyarakat yang selalu menghindari resiko dan

ingin memaksimumkan keuntungan.

Keynes tidak sependapat dengan

pandangan ahli-ahli ekonomi klasik yang

mengatakan bahwa tingkat tabungan maupun

tingkat investasi sepenuhnya ditentukan oleh

tingkat bunga, dan perubahan-perubahan dalam

tingkat bunga akan menyebabkan tabungan yang

tercipta pada tingkat penggunaan tenaga kerja

penuh akan selalu sama dengan investasi yang

dilakukan oleh para pengusaha. Menurut Keynes,

besarnya tabungan yang dilakukan oleh rumah

tangga bukan tergantung dari tinggi rendahnya

tingkat bunga. Ia terutama tergantung dari besar

kecilnya tingkat pendapatan rumah tangga

itu. Makin besar jumlah pendapatan yang

diterima oleh suatu rumah tangga, semakin besar

pula jumlah tabungan yang akan diperolehnya.

Apabila jumlah pendapatan rumah tangga itu

tidak mengalami kenaikan atau penurunan,

peubahan yang cukup besar dalam tingkat bunga

tidak akan menimbulkan pengaruh yang berarti

keatas jumlah tabungan yang akan dilakukan

oleh rumah tangga dan bukannya tingkat bunga.

Teori permintaan uang Keynes

menekankan kepada berapa besar proporsi

kekayaan yang dipegang dalam bentuk

uang. Berbeda dengan teori klasik, teori Keynes

mengasumsikan bahwa perekonomian belum

mencapai tingkat full employment. Oleh karena

itu, produksi masih dapat ditingkatkan tanpa

mengubah tingkat upah maupun tingkat harga-

harga. Dengan menurunkan tingkat suku bunga,

investasi dapat dirangsang untuk meningkatkan

produksi nasional. Dengan demikian,

setidaknya untuk jangka pendek, kebijaksanaan

moneter dalam teori Keynes, berperan untuk

meningkatkan produksi nasional. Setelah

perekonomian berada dalam keadaan full

employment, barulah kebijaksanaan moneter

tidak dapat lagi berperan untuk meningkatkan

produksi nasional. Dengan demikian jelaslah

bahwa teori Keynes adalah teori ekonomi jangka

pendek sebelum mencapai full employment.

Dalam teori Keynes dikenal tiga motif yang

mendasari permintaan uang masyarakat, yaitu :

1. Keperluan Transaksi (Transaction

Motive). Yaitu motif memegang uang

untuk keperluan transaksi sehari-

hari. Besarnya uang untuk keperluan ini

tergantung kepada besarnya pendapatan.

2. Keperluan Berjaga-jaga. Yaitu motif

memegang uang karena adanya

ketidakpastian mengenai masa datang.

Motif transaksi dan motif berjaga-jaga

merupakan fungsi positif dari tingkat

pendapatan.

3. Keperluan Spekulasi. Yaitu motif

memegang uang untuk keperluan

spekulasi dan mencari keuntungan

sebagaimana motif berjaga-jaga, motif

permintaan uang untuk spekulasi ini

timbul akibat adanya ketidakpastian di

masa yang akan datang. Keynes

mengatakan bahwa motif ini

berdasarkan kepada keinginan untuk

mendapatkan keuntungan dengan

mengetahui apa yang akan terjadi di

masa yang akan datang.

Sebagaimana sudah dikemukakan pada

bagian terdahulu, hubungan antara tingkat suku

bunga dan tingkat harga berbanding terbalik.

Jika tingkat suku bunga meningkat, maka surat-

surat berharga akan turun demikian pula

sebaliknya. Karena itu pada tingkat suku bunga

yang sangat rendah, orang akan cenderung

memegang uang kas daripada surat-surat

berharga. Seandainya jumlah uang beredar

bertambah besar, orang akan cenderung tetap

memilih memegang uang kas. Keadaan seperti

ini disebut perangkap liquiditas (liquidity trap)

sebab semua uang kas terperangkap ditangan

untuk menghindari kerugian dan tidak akan

beredar sebagai uang aktif.

2.3 Teori tentang Reksadana Saham

Menurut Manurung (2007), istilah

mutual fund terkandung dalam kata fund itu

sendiri sebagaimana dinyatakan Giles dkk, “fund

is a pool of money contributed by a range of

investor who may be individuals or companies

or other organization, which is managed and

invested as a whole, on behalf of those investors.”

Selain itu, Pozen (1998) mendefinisikan mutual

fund sebagai “an investment company that pools

money from shareholders and invests in a

diversified of securities.” Manurung (2007) juga

mencatat, menurut kamus keuangan, reksadana

didefinisikan sebagai portofolio asset keuangan

yang terdiversifikasi, dicatatkan sebagai

perusahaan investasi terbuka, yang menjual

saham kepada masyarakat dengan harga

penawaran dan penarikannya pada harga nilai

aktiva bersihnya.

Sedangkan pengertian reksadana yang

termaktub dalam UU. No 8 tahun 1995 tentang

pasar modal, reksadana adalah wadah yang

dipergunakan untuk menghimpun dana dari

masyarakat pemodal untuk selanjutnya

diinvestasikan dalam portofolio efek oleh

manajer investasi.”

Saham adalah surat berharga yang

diperdagangkan di pasar modal sering disebut

efek atau sekuritas. Saham dapat didefinisikan

tanda penyertaan atau surat kepemilikan

seseorang atau badan dalam suatu perusahaan

atau perseroan terbatas. Wujud saham adalah

selembar kertas yang menerangkan bahwa

pemilik kertas tersebut adalah pemilik

perusahaan yang menerbitkan surat berharga

tersebut. Porsi kepemilikan ditentukan oleh

seberapa besar penyertaan yang ditanamkan di

perusahaan tersebut (Darmadji dan Fakhruddin,

2001:5)

Reksadana saham sering disebut sebagai

reksadana pertumbuhan karena berusaha untuk

mendapatkan pertumbuhan NAB yang paling

tinggi dengan berinvestasi di saham.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka berpikir merupakan alur

pemikiran seseorang dalam memahami

masalah yang sedang dipahami saat ini. Hal

ini dapat dijadikan contoh untuk

memecahkan masalah yang diteliti secara

logis dan matematis.

Teori Inflasi

(Keynes)

Preferensi

Likuiditas

(Keynes)

Teori Reksadana

Saham

(Manurung)

2.5 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan teori-teori yang telah dibahas pada

awal bab 2, dapat disimpulkan hipotesis:

1. Variabel Inflasi dan BI Rate berpengaruh

negatif terhadap kinerja Reksadana Saham.

2. Variabel Inflasi berpengaruh negatif terhadap

kinerja Reksadana Saham.

3. Variabel BI Rate berpengaruh negatif

terhadapkinerja Reksadana Saham.

4. Variabel Inflasi berkorelasi dan berpengaruh

positif terhadap BI Rate.

III. METODOLOGI PENELITIAN

Data yang diambil peneliti berupa data

sekunder, yaitu data yang telah disediakan oleh

beberapa instansi terkait dan kemudian diolah

kembali oleh peneliti. Penelitian ini

menggunakan data sekunder dan metode

penelitian deskriptif dengan model penelitian

deskriptif analisis.

Metode deskriptif analisis bertujuan

untuk membuat deskripsi, gambaran sistematis,

faktual, akurat mengenai fakta dan hubungan

antara fenomena yang terkait.

3.1 Tabel Operasional Variabel

No. Variabel Konsep/Teori Skala

1. Inflasi Inflasi terjadi karena suatu

masyarakat cenderung

ingin hidup di luar batas

kemampuan ekonominya.

Keadaan seperti ini

ditunjukkan oleh

permintaan masyarakat

akan barang-barang yang

melebihi jumlah barang-

barang yang tersedia. Hal

ini menimbulkan

inflationary gap. Ketika

inflationary gap tetap ada,

Rasio

maka selama itu pula

proses inflasi terjadi dan

berkelanjutan.

2. Tingkat

Suku

Bunga

Jika tingkat suku bunga

meningkat, maka surat-

surat berharga akan turun

demikian pula sebaliknya.

Karena itu pada tingkat

suku bunga yang sangat

rendah, orang akan

cenderung memegang

uang kas daripada surat-

surat berharga. Seandainya

jumlah uang beredar

bertambah besar, orang

akan cenderung tetap

memilih memegang uang

kas. Keadaan seperti ini

disebut perangkap

liquiditas (liquidity trap)

sebab semua uang kas

terperangkap di tangan

untuk menghindari

kerugian dan tidak akan

beredar sebagai uang aktif.

Rasio

3. Reksadana

Saham

reksadana didefinisikan

sebagai portofolio asset

keuangan yang

terdiversifikasi, dicatatkan

sebagai perusahaan

investasi terbuka, yang

menjual saham kepada

masyarakat dengan harga

penawaran dan

penarikannya pada harga

nilai aktiva bersihnya.

Rasio

3.2 Objek Penelitian

Dalam penelitian ini, data yang berupa

variabel independen (bebas) adalah Inflasi dan

Tingkat Suku Bunga (BI Rate) sedangkan yang

berupa variabel dependen (terikat) adalah

Reksadana Saham. Data yang digunakan adalah

data Time Series periode tahun 2011 – 2013 dan

dikorelasikan dengan software E-Views 6.

3.3 Sumber Data

Data variabel-variabel tersebut

bersumber dari situs Bank Indonesia

(www.bi.go.id) untuk memperoleh data Inflasi

dan BI Rate juga situs BAPEPAM

(www.bapepam.go.id) untuk memperoleh data

Reksadana Saham. Data ketiga variabel tersebut

diambil per bulan untuk memenuhi jumlah

minimal observasi.

3.4 Pemilihan Metodologi

Metodologi yang dipakai dalam jurnal

ini adalah metode kuantitatif karena data-data

variabel dinyatakan dalam bentuk angka dan

diperlukan pengolahan data-data tersebut untuk

mengetahui tingkat pengaruh variabel Inflasi dan

BI Rate terhadap Reksadana Saham juga untuk

menguji asumsi klasik yang berupa uji

Normalitas, Autokorelasi, Multikolinieritas, dan

Heteroskedastisitas.

3.5 Model Fungsi

Berdasarkan variabel-variabel terkait

dengan jurnal ini, fungsi yang dapat dirumuskan

adalah sebagai berikut.

Reksadana Saham = f(Inflasi, BI Rate)

Reks = β0 + β1 Inf + β2 Int

3.6 Hipotesis Statistik

Uji F (Simultan)

H0 = variabel Inflasi dan BI Rate tidak

berpengaruh secara signifikan terhadap

Reksadana Saham.

H1 = variabel Inflasi dan BI Rate

berpengaruh secara signifikan terhadap

Reksadana Saham.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Data diolah menggunakan E-Views

UJI F

Asumsi:

H0 ditolak apabila Fhitung > Ftabel

Signifikan apabila Prob(F-stat) < 0.025

Hasil:

Ftabel = 4.1197 (diolah melalui Excel)

23.63649 > 4.1197

Berarti, H0 ditolak atau H1 diterima.

Signifikan

0.000000 < 0.025

Berarti, variabel-variabel berpengaruh signifikan.

Dapat disimpulkan bahwa, variabel Inflasi dan

BI Rate berpengaruh secara signifikan terhadap

variabel Reksadana Saham.

UJI ASUMSI KLASIK

Multikolinieritas

Dilihat dari data di atas, nilai R-squared

senilai 0.588903 < 0.8 menunjukkan tidak

adanya multikolinieritas. Berarti tidak terdapat

korelasi antara variable inflasi dengan BI rate.

Autokorelasi

Dilihat dari data di atas, tidak terdapat

autokorelasi di antara variable-variabel tersebut.

Rumus

dl < DW-stat < 4-dl

1.153 < 1.208223 < 2.847

Dari rumus tersebut ditunjukkan tidak adanya

autokorelasi pada data.

Normalitas

Dilihat dengan cara melihat chi-square table

dengan Jaque-Berra pada hasil data di atas.

- Jika hasil dari JB hitung > Chi Square

tabel, maka H0 ditolak

- Jika hasil dari JB hitung < Chi Square

tabel, maka H0 diterima

Ho : data berdistribusi normal

H1 : data tidak berdistribusi normal

Nilai chi-square table dengan dua variabel

independen adalah 5.991

Berarti 3.986591 < 5.991 menunjukkan data

berdistribusi normal.

Heteroskedastisitas

Ho : tidak ada heteroskedastisitas

H1 : ada heteroskedastisitas

Jika prob. chi-square < ɑ, maka Ho ditolak

Dari hasil data di atas, nilai prob.chi-

square variable inflasi maupun BI rate sama

dengan 0.8495 dan 0.7953 > 0.05

Berarti, Ho diterima atau H1 ditolak

Kesimpulannya adalah dengan tingkat

keyakinan 95% dapat dikatakan bahwa tidak

terdapat heteroskedastisitas dalam model regresi.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

KESIMPULAN

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan

pada bab 2 dan hasil statistik pada bab 4, Inflasi

dan BI Rate memiliki pengaruh yang signifikan

terhadap kinerja Reksadana Saham. Dari segi

pemaparan teori dapat disimpulkan bahwa ketika

nilai Inflasi suatu negara naik, maka nilai tingkat

suku bunga akan naik. Ketika tingkat suku

bunga naik, investor akan lebih memilih untuk

tidak berinvestasi di negara tersebut karena

tingkat suku bunga yang tinggi. Berarti, tingkat

investasi yang termasuk reksadana saham akan

menurun. Dampak beruntun ini akan

mengakibatkan pengaruh yang negatif terhadap

pertumbuhan ekonomi negara tersebut.

Dari hasil statistik, tidak terdapat

kerusakan data ataupun kesalahan penggunaan

variabel pengujian asumsi klasik maupun uji F.

Berarti, kesimpulan hasil statistik sesuai dengan

teori-teori yang telah dipaparkan.

SARAN

Pemerintah sebaiknya mengubah sistem

pemberlakuan kurs di Indonesia yang sampai

detik ini masih menggunakan kurs mengambang

dengan kurs tetap. Karena, nilai inflasi yang

meningkat diperkirakan karena nilai kurs rupiah

yang terus melemah. Karena nilai inflasi rentan

terhadap banyak variabel termasuk tingkat suku

bunga, apabila pemerintah melakukan kebjakan

ini, setidaknya nilai inflasi dapat diatur

pergerakannya sesuai dengan penargetan nilai

inflasi dan rupiah tidak terlalu bergantung lagi

kepada mata uang kuat.

VI. REFERENSI

https://www.scribd.com/doc/149445498/Analisi

s-Pengaruh-Inflasi-Terhadap-Reksadana-Saham-

Di-Indonesia-Periode-Tahun-2002-2012#scribd

http://aria.bapepam.go.id/reksadana/files/edukasi

/BerwisataReksaDana.pdf

http://www.kajianpustaka.com/2012/10/teori-

suku-bunga.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Krisis_finansial_Asi

a_1997