Analisis Makna Metafora Dalam Saloka 'Ngumpulake Balung Pisah'

12
1 Analisis Makna Metafora Dalam Saloka ‘Ngumpulake Balung Pisah’ 1 Muhammad Fachrizal Helmi (1306364553) Sastra Daerah untuk Sastra Jawa FIB UI Abstrak Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah terlepas sedikit pun dari bahasa. Bahasa adalah alat untuk mereka saling berkomunikasi satu sama lain. Ada banyak sekali ragam dan gaya bahasa yang kita kenal dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah gaya bahasa metaforis, atau gaya bahasa yang memiliki sifat metafora. Dalam masyarakat Jawa dikenal istilah atau ungkapan ngumpulake balung pisah. Ungkapan tersebut adalah ungkapan metaforis yang memuat perumpaan. Makna yang ada dalam ungkapan tersebut bukan makna yang tersurat, tapi makna yang tersirat. Ungkapan tersebut, dalam masyarakat Jawa dikenal dengan istilah saloka atau perumpaan. Di dalam ungkapan tersebut terdapat nilai dan maksud yang tersirat. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat untuk menyingkap makna sesungguhnya yang terbalut dalam bingkai metaforis pada ungkapan tersebut. Kata Kunci: Bahasa, Metafora, Ngumpulake Balung Pisah, dan Saloka. 1 Tulisan ini dibuat untuk keperluan tugas akhir mata kuliah semantik dan pragmatik dengan dosen pengampu Dr. F.X. Rahyono

Transcript of Analisis Makna Metafora Dalam Saloka 'Ngumpulake Balung Pisah'

1

Analisis Makna Metafora Dalam Saloka ‘Ngumpulake Balung Pisah’1

Muhammad Fachrizal Helmi (1306364553)

Sastra Daerah untuk Sastra Jawa FIB UI

Abstrak

Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak pernah terlepas sedikit pun dari bahasa. Bahasa adalah alat

untuk mereka saling berkomunikasi satu sama lain. Ada banyak sekali ragam dan gaya bahasa yang kita

kenal dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah gaya bahasa metaforis, atau gaya bahasa yang

memiliki sifat metafora. Dalam masyarakat Jawa dikenal istilah atau ungkapan ngumpulake balung

pisah. Ungkapan tersebut adalah ungkapan metaforis yang memuat perumpaan. Makna yang ada dalam

ungkapan tersebut bukan makna yang tersurat, tapi makna yang tersirat. Ungkapan tersebut, dalam

masyarakat Jawa dikenal dengan istilah saloka atau perumpaan. Di dalam ungkapan tersebut terdapat

nilai dan maksud yang tersirat. Oleh karena itu, tulisan ini dibuat untuk menyingkap makna

sesungguhnya yang terbalut dalam bingkai metaforis pada ungkapan tersebut.

Kata Kunci: Bahasa, Metafora, Ngumpulake Balung Pisah, dan Saloka.

1 Tulisan ini dibuat untuk keperluan tugas akhir mata kuliah semantik dan pragmatik dengan dosen pengampu Dr. F.X. Rahyono

2

BAB I

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Hariwijaya, S.S. (2004) di dalam bukunya yang berjudul Kamus Idiom Jawa mengungkapkan,

arti dari ungkapan ngumpulake balung pisah adalah ‘mengumpulkan tulang tercerai-cerai’.2 Namun,

apakah benar itu maksud dari ungkapan tersebut? Untuk melihat benar tidaknya makna tersebut,

haruslah dilihat konteksnya. Ungkapan ngumpulake balung pisah, tidak mungkin berdiri sendiri dalam

membangun kemaknaannya. Hariwijaya, S.S. menyebutkan bahwa ungkapan ngumpulake balung

pisah, dalam kebudayaan Jawa dikenal dengan istilah saloka3.

Di dalam kamus Jawa-Indonesia (Sutrisno Sastro Utomo), kata saloka memiliki arti

‘perumpaan’4. Sedangkan di dalam Baoesastra Djawa W.J.S Poerwadarminta, kata saloka diartikan

sebagai berikut:

“tetembungan kaja déné paribasan ananging ngemoe soerasa pepaḍan (pepinḍan)”5

“kata-kata seperti pribahasa, tetapi mengandung makna/maksud yang sama”

Oleh karena itu, tidak mungkin ungkapan tersebut berdiri sendiri, tanpa ada sesuatu yang diumpamakan

atau dimaksud. Ada makna yang diumpamakan oleh seloka, dalam hal ini adalah kata-kata yang hadir

di sebelah kanan-kirinya, yang bertujuan membangun satu kesatuan makna yang utuh dengan

perumpaan ngumpulake balung pisah tersebut.

Ungkapan ngumpulake balung pisah dapat dikatakan sebagai suatu ungkapan yang sifatnya

metaforis atau implisit. Maksudnya begini bilangnya begitu. F.X. Rahyono (2012) dalam bukunya

berkata, bahwa dalam kehidupan sehari-hari, para pengguna bahasa tidak hanya memanfaatkan bahasa

sekedar untuk memaparkan segala hal yang dihadapinya setiap saat secara lugas.6

Mungkin itulah yang pantas dilekatkan pada ungkapan tersebut. Ada sesuatu yang

diumpamakan dalam ungkapan tersebut, perumpaan yang sepadan dengan ungkapan tersebut, tetapi

tidak ditampakan secara lugas dan eksplisit. Ada suatu metafora dalam ungkapan tersebut. Metafora

adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang

2 Lihat Kamus Idiom Jawa karya Hariwijaya, S.S halaman 221. 3 Ibid 4 Lihat Kamus Jawa-Indonesia oleh Sutrisno Sastro Utomo, penerbit Kanisius (2009) halaman 411. Di dalam kamus tersebut, saloka juga ditulis dengan seloka. 5 Lihat Baoesastra Djawi oleh W.J.S Poerwadarminta tahun 1939 (penerbit tidak diketahui) halaman 541. 6 F.X. Rahyono. Studi Makna. Jakarta: Penerbit Penaku, 2012, halaman 187.

3

singkat (Gorys Keraf,1994)7. Di dalam ungkapan tersebut, sesuatu diumpamakan seperti sebuah

kegiatan mengumpulkan tulang yang tercerai berai. Lantas, apa maksud dari perumpamaan tersebut?

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana kedudukan ungkapan ngumpulake balung pisah dalam tradisi dan masyarakat

Jawa?

2. Ungkapan (sesungguhnya) apakah yang diumpamakan melalui ungkapan metaforis

ngumpulake balung pisah?

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini saya lakukan dengan tujuan, untuk menyelidiki dan mengorek maksud yang

sesungguhnya dari ungkapan ngumpulake balung pisah. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya,

ungkapan ngumpulake balung pisah adalah ungkapan yang dalam tradisi Jawa dikenal dengan

istilah saloka atau perumpaan ungkapan yang menjelaskan ungkapan yang sesungguhnya. Ada

maksud dan makna lain dari ungkapan tersebut. Oleh karena itulah, saya melakukan penelitian ini

untuk mencari tahu apa maksud dari ungkapan ngumpulake balung pisah.

BAB II

1. Landasan Teori

Lakoff dan Johnson (1987)8 menyebutkan bahwa, metafora melibatkan tiga komponen

konseptual, yakni:

1. Source domain ‘ranah sumber’

2. Target domain ‘ranah sasaran’

3. A set of mapping relation bor correspondences ‘seperangkat hubungan pemetaan atau

persesuaian’

Penulis akan menganalisis unsur metafora dalam ungkapan ngumpulake balung pisah, penulis akan

berpatokan pada Lakoff dan Johnson (1978). Sedangkan, untuk membedah kandungan makna di dalam

ungkapan tersebut, penulis akan membedahnya dengan teori referensial Ogden dan Richards (1942).

Mengorek makna sesungguhnya yang terdapat di dalam ungkapan tersebut di atas, haruslah dilakukan

secara sistematis. Salah satunya adalah dengan menggunakan teori referensial tersebut, yang dapat

membedah makna sesungguhnya yang ada di dalam ungkapan metaforis ngumpulake balung pisah.

7 Gorys Keraf. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, 1994, halaman 139. 8 Lihat buku Studi Makna (2012) tulisan F.X. Rahyono, terbitan penaku (Jakarta), halaman 189.

4

Ada tiga elemen atau unsur yang melandasi proses pembentukan makna dalam suatu ungkapan

bahasa. Tiga elemen tersebut adalah symbol, referent, dan thought or reference. Ogden dan Richards

(1942;11) menggambarkan hubungan symbol, referent, dan thought or reference menjadi segitiga

semiotik sebagai berikut:

*gambar segitiga semiotik ini diambil dari buku studi makna (2012), halaman 67.

Symbol dalam segitiga semiotik di atas adalah penggambaran elemen linguistik (kata, kalimat, dsb).

Lalu, referent adalah obyek atau benda yang ada di dunia pengalaman, atau dapat dikatakan sebagai

benda yang dituju. Thought atau refrence adalah konsep atau makna. Dengan teori segitiga semiotik

Ogden dan Richards ini, beserta teori Lakoff dan Johnson yang mengatakan bahwa di dalam metafora

ada tiga hal yang harus diperhatikan yaitu, ranah sumber, ranah sasaran, dan penyesuaian, maka

ungkapan saloka ngumpulake balung pisah akan diketahui apa makna sesungguhnya yang terkandung

di dalam ungkapan tersebut.

2. Metode Penelitian

Metode yang saya gunakan dalam penulisan tulisan ini adalah, metode kualitatif. Data yang

akan saya analisis terdiri atas satu ungkapan saloka yang ada dalam bahasa Jawa, yaitu ngumpulake

balung pisah. Sebai

BAB III

1. Analisis dan Pembahasan

Di dalam bab dua ini, ungkapan ngumpulake balung pisah akan dianalisis dari tiga elemen yang

harus diperhatikan dalam ungkapan metaforis, seperti yang ungkapkan oleh Lakoff dan Johnson (1987).

5

Selain itu, sebelum masuk ke paparan analisis ungkapan, akan dipaparkan terlebih dahulu posisi atau

kedudukan ungkapan ngumpulake balung pisah di dalam tradisi dan masyarakat Jawa.

1.1 Posisi Ungkapan Ngumpulake Balung Pisah Dalam Kebudayaan Jawa

Soegeng Reksodiharjo, dkk. (1984)9, ungkapan ngumpulake balung pisah ini

sebetulnya ungkapan yang menggambarkan bagaimana perkawinan antara pria dan perempuan

yang masih ada hubungan saudara, tetapi sudah jauh perkerabatannya. Dalam tradisi Jawa,

orang-orang Jawa mengenal tradisi menikahkan saudara satu dengan saudara lainnya, atau

singkatnya, mengenal tradisi pernikahan antar saudara. Tujuan dari tradisi tersebut adalah,

untuk menjaga kekerabatan antar kerabat satu dengan lainnya agar tetap langgeng.

Pernikahan antara saudara tersebut, tentu saja bukan saudara dekat yang satu darah.

Maksud dari pernikahan satu kerabat di situ adalah, pernikahan antara kerabat/saudara satu

dengan kerabat/saudara lain yang posisinya tidak sedarah dan bukan merupakan saudara dekat.

Menikahkan anaknya dengan anak saudaranya10, itulah yang dicontohkan Soegeng

Raksodiharjo (1984).

Posisi ungkapan ngumpulake balung pisah dalam tradisi atau kebudayaan masyarakat

Jawa adalah, terletak pada penghayatan kekerabatan yang diikat oleh suatu pernikahan.

Pernikahan yang melibatkan saudara dengan saudara (jauh), guna menjaga tali kekerabatan satu

dengan lainnya. Hemat saya, jika dipikirkan kembali, maksud dan tujuan atas tindakan

menikahkan saudara dengan saudara (jauh) tersebut adalah, agar tidak hanya saudara dekat saja

yang sering bertemu, tapi, saudara jauh pun dapat saling bertemu bila dinikahkan dengan

saudara yang lain, dalam hal ini adalah saudara jauh. Dalam hal ini, pernikahan dijadikan

sebagai dasar yang akan merekatkan kekerabatan antara kerabat yang dekat dengan kerabat

yang jauh.

Makna yang terkandung dalam ungkapkan di atas, mengenai keinginan orang Jawa atau

masyarakat Jawa untuk menjaga kekerabatan. Mulai dari kekerabatan antara kerabat dekat,

sampai kepada kerabat jauh. Hal tersebut menunjukan bagaimana orang Jawa menganggap

bahwa kekerabatan antara sesamanya adalah sesuatu yang sangat yang berharga, yang sangking

berharganya disatukan atau direkatkan melalui pernikahan antara saudara dekat dengan saudara

jauh.

Berikut adalah contoh-contoh kalimat yang melibatkan ungkapan ngumpulake balung

pisah di dalamnya:

9 Dikutip dari skripsi Maya Intan Oktaviani (2010) Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Ungkapan Yang Berlatar Perkawinan. Depok: Universitas Indonesia. 10 ibid

6

Ngumpulake balung pisah lan ngiras pantes ngraketake

paseduluran11

“Menikahkan saudara yang jauh dan merekatkan tali persaudaraan”

Dari contoh kalimat di atas, dapat dilihat bahwa ungkapan ngumpulake balung pisah

dihubungkan oleh konjungsi lan agar terbangun makna yang utuh, yaitu “menikahkan saudara

jauh” dan “merekatkan tali perasudaraan”.

2. Analisis Unsur Metafora dan Kebermaknaan

Untuk mengetahui atau mencari tahu maksud dan makna dari ungkapan ngumpulake balung

pisah, harus melibatkan dua unsur, pertama unsur makna dan kedua unsur kesesuaian. Maksud dari

unsur makna adalah, makna apa saja yang ada di dalam ungkapan tersebut. Lalu, maksud dari unsur

kesesuaian adalah, apakah terdapat kesesuaian antara ungkapan dan sasaran ungkapan. Berikut

penjelasannya:

2. 1 Penerapan Teori Ogden dan Richards

Jika mengacu kepada teori Ogden dan Richards, kedudukan ungkapan ngumpulake

balung pisah di dalam hubungan makna yang tergambar pada segitiga semiotik di atas, adalah

sebagai symbol. Di dalam symbol tersebut, dalam hal ini adalah ungkapan yang metaforis,

terdapat penyimbolan sesuatu yang diumpamakan melalui symbol tersebut. Apa yang tergambar

di dalam symbol, bukan semata-mata itu yang dimaksudkan, tetapi ada hal lain. Hal lain tersebut

terdapat pada referent.

Untuk memahami apa yang menjadi referent di dalam ungkapan ini, harus lihat dulu

secara kontekstual, ungkapan ngumpulake balung pisah di dalam tradisi dan masyarakat Jawa,

berkedudukan sebagai apa dan bagaimana. Barulah, kita akan tahu apa yang dimaksudkan oleh

symbol yang bersifat metaforis tersebut.

Setelah mengetahui apa yang terdapat pada symbol, dan mengetahui apa yang terdapat

pada ranah referent yang dilihat dari kedudukan ungkapan ini di dalam tradisi dan masyarakat

Jawa, maka barulah akan diperoleh thought atau reference (konsep atau makna) dari ungkapan

ngumpulake balung pisah.

Teori referensial Ogden dan Richards, tidak dapat begitu saja mencari tahu

kebermaknaan ungkapan ngumpulake balung pisah. Oleh karena itu, saloka ini akan dibedah

satu-persatu mulai dari sumber, sasaran, sampai kepada kesesuaian menggunakan teori Lakoff

11 Contoh kalimat ini diambil dari buku ajar Penguasaan Bahasa Jawa IV program studi Jawa FIB UI. Halaman 30.

7

dan Johnson (1987). Tapi, tetap menggunakan teori referensial yang tergambar dalam segitiga

semiotik.

2.2 Ranah Sumber (Source Domain) Ngumpulake Balung Pisah

Ranah sumber adalah hal yang berkenaan dengan dunia pengalaman yang biasanya

konkret atau nyata, dan dikenal akrab (F. X. Rahyono, 2012). Saya menyepadankan ranah

sumber sebagaimana teori referensial Ogden dan Richards sebagai symbol yang berupa kata

atau kalimat. Dalam ungkapan ngumpulake balung pisah, terdapat tiga ungkapan yang terpisah,

yaitu 1) ngumpulake, 2) balung, dan 3) pisah. Dalam ketiga ungkapan yang telah dipisah

terdapat dua unsur makna, yaitu unsur kelas kata kerja (verba) yang merujuk kepada ungkapan

(1). Bagian ungkapan (1), menjelaskan tentang sebuah tindakan yang merujuk pada tindakan

ngumpulake atau tindakan mengumpulkan.

Lalu, ada unsur kelas kata nomina pada ungkapan (2). Dalam ungkapan (2), kata

balung atau ‘tulang’ adalah termasuk ke dalam kelas kata nomina atau kata benda. Ungkapan

(2) ini, membangun relasi sintagmatis dengan ungkapan sebelumnya, yaitu ungkapan pada (1).

Sedangkan ungkapan (3) adalah, ungkapan yang merupakan unsur kelas kata verba, sama

seperti ungkapan (1). Ungkapan (3) juga membangun hubungan sintagmatis dengan dua

ungkapan sebelumnya, yaitu ungkapan (1) dan (2).

Pada akhirnya, ketiga ungkapan yang tadi telah saya pisahkan secara sendiri, ketika

ketiga ungkapan tersebut disatukan kembali dengan bingkai hubungan relasi sintagmatis, akan

menghadirkan makna ngumpulake balung pisah (mengumpulkan tulang terpisah). Ketika saya

telah mengetahui kelas kata yang membangun ungkapan tersebut di atas, saya akan melanjutkan

analisis dengan mencoba menyesuaikan atau menyepadankan sumber ungkapan yang terdiri

dari tiga unsur kata (ngumpulake, balung, dan pisah), serta dua unsur kelas kata (verba dan

nomina), dengan ranah yang ingin dituju atau disepadankan oleh ungkapan.

Ketiga unsur pembangun ungkapan yang telah dijelaskan adalah, sesuatu yang sangat

konkret dan dikenal. Mulai dari kata ngumpulake yang sudah pasti tindakan ‘mengumpulkan’.

Lalu kata balung yang juga konkret dan pasti kenal sebagai sebuah balung ‘tulang’. Terakhir

adalah kata pisah, yang juga sifatnya konkret bahwa kata pisah menjelaskan tentang suatu

tindakan ‘berpisah’. Itulah makna tersurat yang terdapat di dalam sumber ungkapan, yang

semuanya adalah sesuatu yang sangat konkret, karena secara gamblang dan lugas memang

menjelaskan maksud dari apa yang diungkapkan. Tetapi, maksud dari yang diungkapkan pada

ungkapan tersebut (seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya), bukanlah maksud yang

sesungguhnya. Maksud yang seungguhnya dituju oleh ungkapan tersebut, bukan perihal

ngumpulake ‘mengumpulkan’, balung ‘tulang’, dan pisah ‘terpisah’ saja. Seperti yang sudah

dijelaskan di awal, ada perumpaan yang diungkapkan oleh ungkapan tersebut. Perumpaan

8

tersebut akan dijelaskan pada penjelasan selanjutnya, penjelasan mengenai ranah tujuan atas

maksud yang dituju oleh ungkapan.

2.3 Ranah Sasaran (Target Domain) Ngumpulake Balung Pisah

Ranah sasaran adalah ranah yang dituju oleh ungkapan pada ranah sumber. Seperti yang

telah diungkapkan di atas, kedudukan ungkapan ngumpulake balung pisah dalam tradisi dan

masyarakat Jawa adalah ungkapan yang menjelaskan tentang sembuh perilaku yang

menikahkan saudara dengan saudara (jauh) agar tali persaudaraan tetap terjaga. Saya menyebut

ranah sasaran ini sebagai referent pada segitiga semiotik yang dijelaskan sebelumnya.

Ada tiga ungkapan yang diungkapkan dalam ungkapan ngumpulake balung pisah, yang

ketiganya, menurut saya, mengumpamakan suatu hal yang dituju oleh ungkapan tersebut (ranah

sasaran yang dituju oleh ranah sumber). Ungkapan ngumpulake balung pisah sebagai sumber,

mengungkapkan sebuah tindakan atau kegiatan mengumpulkan tulang-tulang yang terpisah.

Tulang-tulang di sini maksudnya adalah, perumpamaan manusia yang memiliki ikatan atau tali

persaudaraan. Ungkapan ngumpulake balung pisah menggambarkan sebuah ‘tindakan’ yang

berkaitan dengan hubungan antar manusia (dalam hal ini adalah sanak saudara – jauh dan

dekat).

Jadi, ranah sasaran ungkapan ngumpulake balung pisah adalah suatu ungkapan yang

menyatakan perumpaan suatu perilaku manusia (dalam hal ini adalah masyarakat di dalam

tradisi Jawa) yang menikahkan saudara dengan saudara (yang sebelumnya telah dijelaskan,

yaitu saudara jauh dengan saudara dekat) agar tali persaudaraan antara sesamanya dapat

senantiasa terjaga, dan terjalin terus-menerus dan berkesinambungan.

2.4 Seperangkat Hubungan Pemetaan atau Persesuaian (A Set of Mapping Relation or

Corresondences) Ngumpulake Balung Pisah

Dalam pembahasan ini, akan diungkapan tentang kesesuaian antara apa yang

diungkapkan di dalam ranah sumber (dalam hal ini adalah ungkapan ngumpulake balung pisah)

dan ranah tujuan dari ungkapan tersebut, atau maksud yang dituju oleh ungkapan tersebut. Di

atas, telah dijelaskan bahwa dalam ranah sumber, ada ungkapan ngumpulake / balung / dan

pisah, yang menjadi satu kesatuan ungkapan saloka ‘ngumpulake balung pisah’.

Di dalam ungkapan ngumpulake balung pisah, terdapat terdapat makna yang ingin

dituju, yang sifatnya implisit, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Pada bagian ini, saya

menyebut proses penyesuaian ini sebagai thought atau reference yang terdapat pada segitiga

semiotik di atas. Makna implisit tersebut adalah, sebuah upaya atau tindakan mengumpulkan

saudara jauh dan dekat dengan dasar tali perkawinan, agar kekerabatan selalu terjaga dan selalu

9

lestari antara satu dengan lainnya. Itulah yang dimaksudkan oleh ungkapan tersebut. Ada

kesesuaian referensial antara simbol bahasa yang diungkapan oleh ungkapan dengan makna

atau maksud yang dituju oleh simbol bahasa tersebut. Simbol bahasa di sini adalah ungkapan

ngumpulake balung pisah itu sendiri.

Kesesuaian antara simbol bahasa, yaitu ungkapan ngumpulake balung pisah dengan

ranah yang dituju, terletak pada perumpaan yang terkandung di dalam kata balung pisah.

Ungkapan balung pisah, menggambarkan suatu keadaan di mana tulang ‘balung’ terpisah.

Balung dalam konteks ini adalah penggambaran manusia. Kesesuaian tersebut dapat kita

ketahui, bahwa salah satu aspek penting dalam tubuh manusia adalah tulang. Kehadiran tulang

di dalam tubuh manusia sangatlah penting. Apa jadinya bila daging yang ada pada tubuh

manusia terpisah dengan tulangnya?

Lalu, secara keseluruhan, ngumpulake di dalam ungkapan menjelaskan suatu tindakan

mengumpulkan, seperti yang sudah saya jelaskan berulang-ulang, tulang-tulang (atau dalam hal

ini, seperti yang saya jelaskan di atas, penggambaran sosok manusia) memiliki keseuaian

dengan konsep manusia, yang kedudukannya di dalam ungkapan adalah manusia yang terikat

persaudaraan. Tindakan ngumpulake balung pisah memiliki kesesuaian dengan maksud yang

akan dituju, yaitu sebuah tindakan yang bertujuan untuk merekatkan atau mengumpulkan

manusia yang saling terikat persaudaraan (saudara jauh dan dekat) dengan landasan pernikahan.

Kesesuaian kata ngumpulake dengan apa yang dituju, terletak pada tindakan yang

dituju dan dimaksudkan, yaitu tindakan mengumpulkan melalui pernikahan. Kesesuaian kata

balung dengan apa yang dimaksudkan, terletak pada referensial balung yang salah satunya

hadir di dalam tubuh manusia. Dalam bahasa Indonesia balung memiliki arti tulang. Tulang,

adalah satu komponen yang ada di dalam tubuh manusia. Manusia, di dalam lingkungan

hidupnya, hadir bersama para saudaranya baik itu yang jauh atau yang dekat. Jadi, referensial

balung sesuai dengan konteks yang dituju, yaitu manusia yang hidup saling bersaudara.

Terakhir, kesesuaian antara kata referensial pisah dengan yang dituju adalah, pisah

dalam ungkapan ini dapat ditafsirkan sebagai sesuatu yang ‘hilang’ dan ‘jauh’. Jadi, ungkapan

ngumpulake balung pisah ini, memiliki kesesuaian dengan apa yang dimaksud. Untuk

penjelasan yang lebih jelas, dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Ranah Sumber (Source Domain)

Ngumpulake Balung Pisah

Ranah Sasaran (Target Domain)

Ngumpulake Balung Pisah

Ngumpulake Balung Pisah

Referen yang ditunjuk:

Sebuah tindakan mengumpulkan tulang

yang terpisah karena suatu jarak.

Ngumpulake Balung Pisah

Referen yang ditunjuk:

10

Suatu tindakan atau upaya mengumpulkan

sanak saudara yang jauh dengan dekat

melalui prosesi pernikahan.

Seperangkat Hubungan Pemetaan atau Persesuaian (A Set of Mapping Relation or

Corresondences) Ngumpulake Balung Pisah

-Tindakan mengumpulkan tulang yang

terpisah, atau yang sudah jauh agar menjadi

dekat.

-Perilaku menikahkan saudara dengan

saudara lainnya (saudara jauh) agar

kekerabatannya terjaga, dan tidak hilang.

-Tulang di dalam ungkapan ngumpulake

balung pisah adalah perlambang dari

manusia yang saling terikat persaudaraan,

yang dikumpulkan atau direkatkan agar tidak

terpisah satu sama lainnya.

Makna Metafora: Pengumpamaan perilaku menikahkan saudara dengan saudara (jauh) satu

sama lain. Pernikahan tersebut bertujuan untuk menjaga ikatan persaudaraan agar tidak putus

atau tidak terjauhkan oleh jarak.

BAB IV

3 Kesimpulan

Ungkapan atau saloka ngumpulake balung pisah di dalam tradisi dan masyarakat Jawa,

memiliki kedudukan yang sangat berkaitan erat dengan kekerabatan. Dalam ungkapan metaforis

ngumpulake balung pisah, terdapat maksud perumpamaan yang berkesuaian dengan apa yang

memang diumpamakan (objek yang dituju).

Ungkapan ngumpulake balung pisah adalah perumpamaan yang digunakan untuk

menggambarkan, suatu upaya tindakan dan keadaan untuk mendekatkan saudara-saudara yang

jauh, melalui pernikahan antar saudara. Pernikahan antara saudara tersebut, dilakukan oleh orang-

orang dalam tradisi Jawa, untuk menjaga kekerabatan yang telah jauh agar tidak hilang begitu saja.

Ngumpulake balung pisah adalah sebuah symbol yang hadir dalam masyarakat Jawa karena

kebiasaan masyarakat Jawa yang menjunjung tinggi kekerabatan satu dengan lainnya (dalam hal

ini adalah saudara dengan saudara – jauh).

Di dalam ungkapan tersebut, memang terkandung makna yang bersifat metaforis, yang

memang tidak gamblang (implisit). Hubungan antara symbol (ungkapan yang konkret) dengan

referent (objek), tidak dapat dilihat begitu saja, tetapi, harus melibatkan kedudukan ungkapan

tersebut di dalam tradisi dan masyarakat Jawa. Sehingga, akan diperoleh thought atau reference

(konsep atau makna) yang terkandung di dalam ungkapan ngumpulake balung pisah tersebut.

11

Mengacu pada Lakoff dan Johnson (1987) yang menyebutkan bahwa dalam ungkapan

metaforis, ada tiga komponen yang harus diperhatikan, yaitu ranah sumber yang merupakan

ungkapan konkret, ranah sasaran yang bersifat abstrak, serta ranah kesesuaian antara ranah sumber

dan ranah sasaran, sehingga apa yang diungkapkan dan apa dimaksudkan akan menjadi satu

kesatuan yang memiliki kesesuaian dan kebermaknaan. Ungkapan ngumpulake balung pisah

dengan apa yang menjadi sasaran atas ungkapan tersebut, memiliki kesesuaian satu sama lainnya.

Ngumpulake, memiliki kesesuian dengan suatu tindakan menikahkan atau upaya menjaga

kekerabatan atau persaudaraan, atau upaya mengumpulkan. Balung memiliki kesesuaian dengan

manusia, yang dalam hal ini adalah saudara dengan saudara, yang dikumpulkan atas dasar

pernikahan antar saudara yang lazim dilakukan oleh masyarakat di dalam tradisi Jawa. Terakhir,

pisah, kata pisah ini memiliki kesesuaian dengan pengumpamaan saudara yang jauh atau yang

terpisah. Jadi, ungakapan metaforis ngumpulake balung pisah memiliki kesesuaian dan

kebermaknaan yang pas antara ranah sumber dengan ranah tujuan. Oleh karena kesesuaian

tersebut, maka dapat diperoleh konsep atau makna secara penuh, yang terkandung di dalam

ungkapan ngumpulake balung pisah tersebut.

12

Daftar Pustaka

- Rahyono, F.X. Studi Makna. Jakarta: Penerbit Penaku, 2012.

- Hurford, James R. Heasley, Brendan. Semantic a Coursebook. Australia (Press

Syndicate of The University of Cambridge): Cambridge University Press, 1993

(cetakan ketujuh).

- Hariwijaya. Kamus Idiom Jawa. Jakarta: Penerbit Eska Media, 2004.

- Keraf, Gorys. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Penerbit Gramedia Pustaka Utama

(cetakan kedelapan), 1994.

- Oktaviani, Maya Intan. Nilai-Nilai Budaya Jawa Dalam Ungkapan Yang Berlatar

Perkawinan (skripsi). Depok: Universitas Indonesia, 2010.

- Utomo, Sutrisno Sastro. Kamus Lengkap Jawa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit

Kanisius, 2009.

- Wahab, Abdul. Teori Semantik (Terjemahan dari Buku Asli Semantik Theory). Malang:

Airlangga University Press, 1995.

- W.J.S Poerwadarminta. Baoesastra Djawa (kamus bahasa Jawa-Jawa). Groningen,

Batavia (Jakarta), penerbit tidak diketahui, 1939.