ANALISIS KNOWLEDGE SPILLOVERS PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR TAHUN 1995 -2005

92
ANALISIS KNOWLEDGE SPILLOVERS PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR TAHUN 1995 - 2005 DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGAI PERSYARATAN DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI DEPARTEMEN ILMU EKONOMI PADA PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI DIAJUKAN OLEH : AZHAR VILANDRA NIM : 040317867 KEPADA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA 2008 37

Transcript of ANALISIS KNOWLEDGE SPILLOVERS PADA INDUSTRI MANUFAKTUR DI JAWA TIMUR TAHUN 1995 -2005

ANALISIS KNOWLEDGE SPILLOVERS PADA INDUSTRI MANUFAKTUR

DI JAWA TIMURTAHUN 1995 - 2005

DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SEBAGAI PERSYARATAN

DALAM MEMPEROLEH GELAR SARJANA EKONOMI

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

PADA PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

DIAJUKAN OLEH :

AZHAR VILANDRA NIM : 040317867

KEPADA

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

2008

37

Surabaya, ...............................................

Skripsi telah selesai dan siap untuk diuji

Dosen Pembimbing

Nurul Istifadah, SE, MSi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha

Esa, karena hanya atas segala rahmat dan hidayahNya penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengaruh Knowledge Spillovers Terhadap

Pertumbuhan Ekonomi di Jawa Timur tahun 1995-2005”, sebagai pemenuhan

tugas dan syarat untuk mendapatkan gelar sarjana ekonomi di Fakultas Ekonomi

Universitas Airlangga Surabaya.

Di dalam penulisan skripsi ini, penulis mendapatkan bantuan dari

berbagai pihak baik secara moril, materiil maupun spiritual. Oleh karena itu

dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :

1. Ayahanda dan ibunda tercinta, Rana Suparan dan Dra.Evi Dihanti, M.Pd

atas segala cinta dan kasih sayangnya, dukungan moral dan spiritual bagi

penulis dalam menjalani kehidupan.

2. Bude Dra.Ec Nova Retnowati yang telah banyak membantu penulis sejak

pertama kali datang di Kota Surabaya.

3. Adik-adikku, Olinggha Pigaveta dan Navintri CB. yang telah memberikan

banyak bantuan dan dukungan selama proses pengerjaan skripsi.

4. Drs.Ec.H. Karjadi Mintaroem, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Airlangga.

5. Drs.Ec.Tri Haryanto, MP dan Dra.Ec.Hj.Dyah Wulansari,M.Ec.Dev

selaku ketua dan sekretaris Departemen Ilmu Ekonomi yang telah

memberikan dukungan kepada penulis.

6. Nurul Istifadah, SE, Msi yang telah bersedia meluangkan banyak waktu

sejak dari pra propasal sampai skripsi ini selesai. Terima kasih atas semua

nasehat dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis.

7. Semua Dosen Pengajar beserta staf Fakultas Ekonomi Universitas

Airlangga

8. Semua staf Badan Pusat Statistik kota Surabaya yang telah banyak

membantu untuk memperoleh data kepada penulis selama proses

pengerjaan skripsi.

9. Kakak-kakak IESP, Mbak Popy, Mbak Heny dan Mbak Heppy. Terima

kasih atas diskusi yang sangat berarti selama ini.

10. Seluruh staf Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Staf Dekan FE dan

Departemen Ilmu Ekonomi (Mbak nuning dan mas Dani). Terima kasih

atas bantuan dan dukungannya.

11. Teman-teman karibku, Ariea, Anggara, Bakti, Probo, Taufik, Etsa, Dewi,

Arsi, Rizky, Deni, Pampy, Pak guru Heri, Harun, Ido.terima kasih atas

semua dukungannya. Semua teman-teman jurusan Ilmu Ekonomi dan

Studi Pembangunan angkatan 2003, Romi,Nurul dan semuanya yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dengan segala keterbatasannya. Mohon

maaf atas kesalahan yang penulis lakukan.

Surabaya,

Penulis

Abstraks

Terdapat teori di bidang pertumbuhan ekonomi yang memprediksi pentingnya memasukan faktor eksternalitas berupa inovasi teknologi dan sumber daya manusia sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Teori tersebut didasarkan pada studi tentang aglomerasi yang dapat memberi fasilitas terjadinya aliran pengetahuan (knowledge spillover) antar perusahaan dan akhirnya dapat mendorong terjadinya difusi inovasi.

Knowledge spillover dapat terjadi di suatu wilayah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi antar penduduk dan mereka akan saling belajar satu dengan lainnya atau sering kita sebut proses learning by doing. Pertukaran pengetahuan ini tidak selalu harus diterima oleh penerimanya sehingga merupakan eksternalitas, dan faktor seperti itu dinamakan knowledge spillover.

Untuk mengetahui dan menganalisis pola pengaruh knowledge spillover terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa timur pada tahun 1995-2005 penelitian ini menggunakan data spesialisasi, diversifikasi, kompetisi industri pengolahan dan FDI (Foreign Direct Investment) di Jawa Timur. Untuk mendapatkan ilustrasi mengenai pengaruh knowledge spillover terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur dilakukan pengujian dengan menggunakan model Ordinary Least Square (OLS).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa secara statistik dengan tingkat signifikan sebesar α = 5 persen, sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel knowledge spillovers (spesialisasi, diversifikasi, kompetisi dan FDI) berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur secara parsial dominan dipengaruhi oleh FDI. Pembuktian hipotesis tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien beta dan nilai koefisien korelasi parsial yang tertinggi.

Kata Kunci : knowledge spillovers, spesialisasi, kompetisi, diversifikasi, FDI

Abstracts

There are any theory in growth of economics are important prediction of externality in the form of technological innovation and human resource as activator of growth of economics. The theory relied on study about agglomeration able to give facility the happening of knowledge spillovers inter company and finally can push the happening of innovation diffusion.

Knowledge spillovers earn happened in a region which growh and expand pursuant to interaction between them and resident will each other learning one other or often we mention process of learning by doing. Transfer of this knowledge do not always have to be accepted by its receiver so that represent externality, and factor is like that named by knowledge spillovers.

to know and analysis pattern influence of knowledge spillovers to growth of Java east economics in the year this 1995-2005 This research use specialization, diversified, industrial competition data and FDI ( Foreign Direct Investment) in East Java. To get illustration concerning influence of knowledge spillovers to growth of economics in East Java conducted examination by using model of Ordinary Least Square ( OLS).

Pursuant to result of research known that statistically with storey level of significant equal to α = 5%, so that can be concluded that variable of knowledge spillovers ( specialization, diversified, and competition and FDI) having an effect on significant to growth of economics in East Java. Growth of economics in East Java by parsial dominant influenced by FDI. Verification of the hypothesis can be seen from beta coefficient value and correlation coefficient value of parsial highest.

Keyword : knowledge spillovers, specialization, competition, diversified, FDI.

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN ………………………………………… ii

KATA PENGANTAR ………………………………………………….. iii

ABSTRAKSI ……….…………………………………………………... vi

DAFTAR ISI…………………….……………………………................ vii

DAFTAR TABEL ……………………………………………………… xii

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………… xiv

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah ..……………………………....................... 1

1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………... 6

1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………........................ 7

1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………... 7

1.5 Sistematika Penulisan……………………………………………….. 8

BAB 2. TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Landasan Teori ……………………………………………................ 9

2.1.1 Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi................. 9

2.1.2 Teori Pertumbuhan Regional...................................................... 11

2.1.3 Teori Knowledge Spillovers....................................................... 14

2.1.4 Pengukuran Knowledge Spillovers............................................ 16

2.1.5 Pengaruh Knowledge Spillovers Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Jawa Timur..................................................................

19

2.1.6 Konsep Tentang Foreign Direct Investment (FDI) dalam Teori

Knowledge Spillovers.....................................................................

23

2.2 Penelitian Sebelumnya......................................................................... 24

2.3 Hipotesis dan Model Analisis.............................................................. 25

2.3.1 Hipotesis.................................................................................... 25

2.3.2 Model Analisis............................................................................26

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian ……………………………………………… 27

3.2 Identifikasi Variabel …………………………………........................ 27

3.3 Definisi Operasional …………………………………....................... 28

3.4 Jenis dan Sumber Data ………………………………........................ 29

3.5 Prosedur Pengumpulan Data ……………………………………….. 29

3.6 Tehnik Analisis dan Pengolahan Data ………………………............ 30

3.6.1 Uji t (Uji Parsial)……………………………………………… 32

3.6.2 Uji F (Uji Simultan)................................................................... 33

3.6.3 Uji Multikolineritas.................................................................... 34

3.6.4 Uji Heteroskedastisitas............................................................... 35

3.6.5 Uji Autokorelasi......................................................................... 35

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur.............................................. 37

4.1.1 Kondisi Geografis……………………………......................... 37

4.1.2 Kondisi Perekonomian............................................................. 39

4.1.3 Perkembangan Sektor Industri Pengolahan di Jawa Timur...... 43

4.2 Hasil dan Perhitungan………………………….................................. 45

4.2.1 Variabel Spesialisasi................................................................. 45

4.2.2 Variabel Diversifikasi................................................................ 46

4.2.3 Variabel FDI.............................................................................. 48

4.3 Analisis Model dan Pembuktian Hipotesis......................................... 51

4.3.1 Analisis Model........................................................................... 51

4.3.2 Uji Statistik............................................................................... 52 4.3.2.1 R2 Squared………………………………………………..

53 4.3.2.2 Uji Statistik t……………………………………………..

53 4.3.2.3 Uji Statistik F…………………........................................

56

4.3.3 Uji Asumsi Klasik..................................................................... 56

4.3.3.1 Uji Multikolinearitas........................................................... 57

4.3.3.2 Uji Heterokedastisitas......................................................... 57

4.3.3.3 Uji Autokorelasi.................................................................. 57

4.4 Pembahasan......................................................................................... 58

4.4.1 Pengaruh Spesialisasi( X1) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Jawa Timur.....................................................................................

59

4.4.2 Pengaruh Diversifikasi ( X2) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Jawa Timur............................................................................... 60 4.4.3 Pengaruh Kompetisi ( X3) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di

Jawa Timur............................................................................... 60 4.4.4 Pengaruh FDI ( X4) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Jawa

Timur............................................................................... 61BAB 5. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ………………………………………………………......... 62

5.2 Saran…………………………………………………………........... 64

DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Pengaruh Knowledge Spillovers Terhadap Pertumbuhan

Ekonomi di Jawa Timur...............................................................

25

Tabel 4.1 PDRB Atas Dasar Harga Konstan Provinsi Jawa Timur 40

Menurut Sektor…………………………………Tabel 4.2 Konstribusi Sektoral Atas Dasar Harga Konstan Provinsi Jawa

Timur Tahun 1995-2005 (%)………………………………….

42

Tabel 4.3 PDRB Sektor Industri Pengolahan Atas Dasar Harga Konstan

Menurut Sub-Sektor Provinsi Jawa Timur Tahun 1995-2005…..

43

Tabel 4.4 Kontribusi Sektor Industri Pengolahan Menurut Sub-Sektor

Berdasar Harga Konstan (%)……………………………………

45

Tabel 4.5 Variabel Spesialisasi Sektor Industri Pengolahan PDRB Jawa

Timur Tahun 1995-2005……………………………………….

46

Tabel 4.6 Variabel Diversifikasi Sektor Industri Pengolahan PDRB Jawa

Timur Tahun 1995-2005………………………………………. 46Tabel 4.7 Variabel Kompetisi Sektor Industri Pengolahan PDRB Jawa

Timur Tahun 1995-2005……………………………………… 48Tabel 4.8 Foreign Direct Investment (FDI) di Jawa Timur Tahun 1995-

2005............................................................................................. 52Tabel 4.9 Hasil Estimasi Model Regresi OLS Pertumbuhan Ekonomi di

Jawa Timur tahun 1995-2005.................................................... 55

Tabel 4.10 Uji Statistik t................................................................................ 56Tabel 4.11 Pairwise Correlation Matrix......................................................... 57Tabel 4.12 Uji White Heteroskedatisitas....................................................... 57Tabel 4.13 Test Serial Korelasi LM................................................................ 58

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Hasil Estimasi Model Regresi OLS

Lampiran 2 : Tabel Uji t

Lampiran 3 : Tabel Uji Pairwise Correlation Matrix

Lampiran 4 : Tabel Uji White Heteroskedastisitas

Lampiran 5 : Tabel Test Serial Korelasi LM

Lampiran 6 : Tabel Uji Stasioneritas Variabel G

Lampiran 6 : Tabel Uji Stasioneritas Variabel X1

Lampiran 7 : Tabel Uji Stasioneritas Variabel X2

Lampiran 7 : Tabel Uji Stasioneritas Variabel X3

Lampiran 8 : Tabel Uji Stasioneritas Variabel X4

Lampiran 8 : Tabel Uji Stasioneritas Variabel D

Lampiran 9 : Tabel Uji Normalitas

Lampiran 10: PDB Industri dan PDB Total Indonesia Menurut Harga Berlaku tahun 1994-1995

Lampiran 11: PDRB Sektor Industri Provinsi Jawa Timur dan PDRB Total Provinsi Jawa Timu

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada akhir tahun tujuh puluhan pertumbuhan ekonomi telah banyak

diteliti oleh para ekonom, tetapi belum ada kesepakatan tentang penyebab

terjadinya pertumbuhan tersebut. Beberapa ekonom mengikuti aliran Neoklasik,

dengan menekankan pada penyediaan tenaga kerja, stok modal, dan perubahan

teknologi dalam proses pertumbuhan ekonomi. Pendekatan ini berdasarkan

asumsi bahwa pasar dapat mengalokasikan sumber daya secara efisien dan

adanya perbedaan pertumbuhan regional sebagai akibat dari alokasi sumber daya

yang memenuhi kriteria Pareto optimal (Armstrong and Taylor, 1993).

Pertumbuhan ekonomi secara spasial biasanya merujuk pada dua kondisi

yaitu ketimpangan dan konsentrasi. Ketimpangan terjadi karena tidak meratanya

pertumbuhan ekonomi yang terjadi akibat aktivitas ekonomi yang menumpuk di

suatu wilayah tertentu. Agar pertumbuhan ekonomi tidak hanya menumpuk pada

suatu wilayah atau region, maka diperlukan campur tangan pemerintah terutama

untuk membantu daerah-daerah yang terbelakang dan sulit untuk berkembang.

Sedangkan konsentrasi aktivitas ekonomi di suatu wilayah dapat memunculkan

keuntungan aglomerasi (agglomeration economies). Keuntungan aglomerasi

tersebut secara spasial merupakan suatu eksternalitas berupa keuntungan

lokalisasi (localization economies) dan keuntungan urbanisasi (urbanisation

economies). Keuntungan lokalisasi (lokalization ekonomies) terjadi apabila biaya

produksi perusahaan pada suatu industri menurun dan ketika produksi total dari

indutri tersebut meningkat. Artinya adalah apabila suatu perusahaan berlokasi di

dekat perusahaan yang lain dalam industri yang sama maka suatu perusahaan itu

dapat menikmati beberapa manfaat. Keuntungan lokalisasi ini membuat suatu

interaksi aktivitas antar perusahaan-perusahaan untuk saling berhubungan satu

sama lain dengan memunculkan fenomena kluster industri atau sering kita sebut

industrial cluster (Istifadah, 2007 : 124).

Sedangkan keuntungan urbanisasi (urbanizazion economies), terjadi

apabila biaya suatu perusahaan menurun ketika produksi seluruh perusahaan

dalam wilayah perkotaan sama meningkat. Artinya karena berlokasi di wilayah

perkotaan maka keuntungan terjadi akibat skala perekonomian kota besar bukan

dari skala industri tertentu. Keuntungan ini dapat memberikan manfaat bagi

semua perusahaan di seluruh wilayah kota, tidak hanya perusahaan dalam suatu

industri tersebut gejala dari keuntungan urbanisasi ini kemudian dapat

memunculkan perluasan wilayah perkotaan metropolitan (Istifadah, 2007 : 125).

Terdapat teori di bidang pertumbuhan ekonomi yang memprediksi

pentingnya memasukan faktor eksternalitas berupa inovasi teknologi dan sumber

daya manusia sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Teori tersebut

didasarkan pada studi tentang aglomerasi yang dapat memberi fasilitas terjadinya

aliran pengetahuan (knowledge spillover) antar perusahaan dan akhirnya dapat

mendorong terjadinya difusi inovasi.

Ada berbagai jenis spillovers yaitu: knowledge spillovers, market

spillover dan network spillovers. Teori Pertumbuhan pada umumnya terfokus

pada Knowledge Spillovers (Aghion Dan Howitt, 1992; Aghion et Al., 1997;

Romer, 1986). knowledge spillovers dapat diperoleh melalui aktivitas internal

perusahaan. Sebagai contoh, aktivitas R&D (Research and Development) yang

terakumulasi menghasilkan suatu inovasi dan gagasan dalam perusahaan

menyebabkan perekonomian semakin tumbuh dari input maksimal modal dan

tenaga kerja. Dengan kata lain, knowledge spillovers menjelaskan bagian dari

peristiwa dimana ekonomi tumbuh cepat atas dasar input tenaga kerja dan modal.

Market spillovers merupakan hasil dari operasi pasar untuk suatu produk

baru yang dihasilkan oleh perusahaan. Kapan saja suatu perusahaan dapat

menciptakan suatu produksi baru dan mengurangi biaya produksi suatu produk

yang ada untuk dijual ke pembeli melalui operasi pasar. Sedangkan network

spillover dihasilkan ketika nilai ekonomis suatu teknologi baru betul-betul

dependent pada pengembangan satu set teknologi terkait. Suatu contoh network

spillovers adalah antar semua pengembang perangkat lunak aplikasi yang

berbeda untuk menggunakan suatu platform sistem operasi baru. Jika satu

perusahaan mengembangkan aplikasi tertentu maka masyarakat hanya akan

membeli jika banyak perusahaan lain mengembangkan aplikasi tambahan

sehingga operasi sistem itu menjadi menarik dan secara luas digunakan

(Jaffe,1996).

Seperti juga yang terjadi dalam perusahaan, knowledge spillover dapat

terjadi di suatu wilayah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan interaksi

antar penduduk dan mereka akan saling belajar satu dengan lainnya atau sering

kita sebut proses learning by doing. Pertukaran pengetahuan ini tidak selalu

harus diterima oleh penerimanya sehingga merupakan eksternalitas, dan faktor

seperti itu dinamakan knowledge spillover. Satu contoh proses learning by doing

yang didapat penduduk suatu daerah ketika dia memiliki pengalaman bekerja di

daerah sekitar yang lebih maju akan sangat berharga bagi kemajuan daerah asal.

Dengan adanya knowledge spillovers tersebut, salah satu grup atau kelompok

penduduk akan merasa diuntungkan karena akan menikmati keuntungan dengan

adanya sekelompok tenaga kerja yang telah berubah menjadi lebih terampil lewat

pengalaman-pengalaman yang mereka dapat terdahulu (Rey, 2001).

Dampak-dampak eksternalitas dari wilayah-wilayah yang lebih maju ke

wilayah yang kurang maju juga dapat menyebabkan terjadinya konsentrasi

aktivitas ekonomi secara spasial. Pembangunan di wilayah sekitar kota Jakarta

merupakan akibat dari implikasi berkembang-pesatnya perekonomian kota

Jakarta. Misalnya, adanya pelabuhan Merak di Banten yang memiliki banyak

gudang untuk proses bongkar muat barang. Dengan demikian dari kenyataannya

mayoritas input yang dibutuhkan oleh industri di wilayah urban didatangkan dari

wilayah-wilayah bukan urban atau suburban (O’Sullivan, 2003 : 199-122).

Di zaman modern dewasa ini industri merupakan sektor yang paling

penting di dalam perekonomian dan merupakan penyumbang Pendapatan

Domestik Bruto (PDB) Indonesia terbesar setelah sektor pertanian. Sektor

industri berkembang pesat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan

konsumsi masyarakat Indonesia tiap tahunnya.

Seperti kita ketahui Indonesia adalah negara kepulauan besar dengan

perkiraan jumlah penduduk sebesar 250 juta jiwa yang berasal dari 300 suku

yang tersebar di seluruh kepulauan. Ada 15 ribu pulau dengan Sumatra, Jawa,

Kalimantan, Sulawesi, dan Papua sebagai pulau utama yang terbagi menjadi 33

provinsi dan lebih dari 400 kota dan kabupaten (Resosudarmo dan Vidyaattama,

2004). Dari berbagai pulau yang ada di Indonesia, aktivitas ekonomi terpusat

pada satu pulau yang memiliki jumlah peduduk terpadat dan khususnya sektor

industri cenderung terkonsentrasi di pulau Jawa. Sedangkan pulau – pulau lain

seperti Sumatra, Kalimantan, Sulawesi hanya memainkan peran yang relatif kecil

(www.d-infokom-jatim.go.id).

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia dengan

jumlah penduduk yang besar. Selain itu Jawa Timur merupakan penyumbang

PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) terbesar bagi Indonesia. Oleh karena

itu perekonomian Jawa Timur mempunyai peranan yang cukup signifikan

terhadap perekonomian nasional baik di bidang perdagangan, industri pengolahan

maupun penghasil bahan pangan. Secara sektoral, sektor yang berperan dalam

menggerakkan perekonomian Jawa Timur adalah sektor industri dan jasa (BPS,

2001). Namun mulai tahun 2003 hingga saat ini sektor perdagangan, hotel dan

restoran adalah sektor yang paling dominan dalam PDRB Jawa Timur.

E. Glaeser (1992), Sjoholm (1999) Sugiyono(2001) membagi teori

pertumbuhan ekonomi menjadi tiga kelompok yaitu :

1. Teori yang berdasarkan studi A. Marshall, K.J. Arrow dan P. Romer

(yang selanjutnya disingkat sebagai studi MAR).

2. Teori yang berdasarkan studi M.E. Porter, dan

3. Teori yang berdasarkan studi J. Jacobs.

Berdasarkan beberapa teori di atas, bahwa knowledge spillover

merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan ekonomi. Secara umum

knowledge spillover terjadi melalui berbagai proses, yaitu (1) spesialisasi, yang

merupakan hipotesis untuk menghitung pengaruh knowledge spillovers dengan

menggunakan data PDB; (2) diversifikasi, merupakan hipotesis untuk

menghitung pengaruh knowledge spillover spillover menggunakan dengan

menggunakan data indeks Hirschman Herfindahl (IHH) (3) kompetisi yang

merupakan hipotesis untuk menghitung pengaruh knowledge spillovers dengan

menggunakan concentration ratio 5 (CR5). Dengan metode ini dapat diketahui

keanekaragaman aktifitas ekonomi pada suatu sektor daerah atau region tertentu.

Adanya spesialisasi dan diversifikasi pada pertumbuhan ekonomi ditandai

pentingnya hubungan intra-sektoral dan inter-sektoral secara berturut-turut

melalui investasi dari luar negeri akan bernilai positif dan juga melalui kompetisi

akan mendorong suatu daerah khususnya provinsi Jawa Timur menjadi lebih

maju dan berkembang pesat dengan wilayah lain di Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat disusun beberapa

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh knowledge spillover pada industri manufaktur di

Jawa Timur pada tahun 1995-2005 ?

2. Seberapa besar pengaruh knowledge spillover pada industri manufaktur di

Jawa Timur pada tahun 1995-2005 ?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis knowledge spillover pada Industri Manufaktur di

Jawa Timur pada tahun 1995-2005.

2. Untuk mengetahui pola knowledge spillover pada Industri Manufaktur di

Jawa timur pada tahun 1995-2005.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat ilmiah, sebagai bahan referensi mengenai faktor knowledge

spillover pada industri manufaktur di Jawa Timur

2. Manfaat praktis, sebagai bahan referensi bagi pihak-pihak yang hendak

mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai pertumbuhan ekonomi.

3. Manfaat kebijakan, sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam

menentukan kebijakan pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Timur.

1.5 Sistematika Penulisan Skripsi

Sitematika penulisan skrpsi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini dikemukakan mengenai latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika

penulisan skripsi.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini dikemukakan mengenai landasan teori pertumbuhan

ekonomi, teori pembangunan ekonomi, teori (knowledge spillover),

penelitian sebelumnya, hipotesis dan pendekatan penelitian.

BAB III : METODE PENELITIAN

Dalam bab ini dikemukakan mengenai identifikasi variabel, definisi

operasional, jenis dan sumber data, prosedur penentuan sampel, prosedur

pengumpulan data, dan teknik analisis yang digunakan.

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas mengenai gambaran umum subyek dan obyek

penelitian, hasil analisis, serta pembahasan yang berhubungan dengan

hasil penelitian.

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

Sebagai bab terakhir akan disajikan kesimpulan dari pembahasan pada

bab-bab sebelumnya, serta saran yang mungkin dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaan

selanjutnya

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

Konsep pembangunan ekonomi menyatakan bahwa pembangunan

ekonomi tidak selalu identik dengan pertumbuhan. Pengertian pembangunan

tidak hanya sekedar menaikkan PDB per tahun, tetapi dapat diartikan sebagai

kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengembangkan aktifitas

ekonomi dan kualitas hidup masyarakat suatu negara. Pembangunan merupakan

suatu proses tranformasi yang dalam perjalanan waktu ditandai oleh perubahan

struktural yaitu perubahan pada landasan kegiatan ekonomi maupun pada

kerangka susunan ekonomi masyarakat (Djojohadikusumo, 1994:2).

Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang

menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat dapat meningkat

dalam jangka panjang. Dari definisi yang telah dijelaskan di atas bahwa

pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting yaitu : (1) suatu proses

yang berarti perubahan yang terus- menerus, (2) usaha untuk menaikkan

pendapatan per kapita, dan (3) kenaikan pendapatan per kapita yang terus

berlangsung dalam jangka panjang (Sukirno, 1985: 13).

Pembangunan ekonomi yang sedang dilaksanakan di suatu negara

memerlukan beberapa persyaratan dasar. Jhingan (2000: 41-56) mengemukakan

beberapa persyaratan tersebut, yaitu:

1. dalam proses pertumbuhan harus bertumpu pada kekuatan dalam negeri itu

sendiri, sedangkan peranan negara atau daerah hanya bersifat sebagai

penunjang. Bantuan luar negeri hanya dapat mengawali atau merangsang

pembangunan tetapi tidak untuk mempertahankannya.

2. adanya usaha untuk menghilangkan ketidak-sempurnaan pasar. Gejala ini

akan menyebabkan immobilitas dari faktor produksi dan menghambat

ekspansi ekonomi dan pembangunan.

3. perubahan struktural perekonomian yang mengandung arti peralihan dari

masyarakat yang bercorak pertanian menjadi industri modern. Perubahan

struktural semacam ini menyebabkan lapangan pekerjaan menjadi semakin

banyak, terciptanya produktivitas tenaga kerja, dan stok modal, pendaya-

gunaan sumber-sumber baru serta perbaikan teknologi akan semakin tinggi.

4. dan yang paling penting adalah faktor pembentukan modal. Dimana

pembentukan modal ini akan berjalan melewati tiga tingkatan antara lain :

kenaikan volume tabungan masyarakat yang nyata tergantung pada kemauan

dan kemampuan untuk menabung; keberadaan lembaga kredit dan keuangan

untuk menggalakan dan menyalurkan tabungan agar dapat menjadi dana yang

dapat diivestasikan; dan penggunaan tabungan untuk tujuan investasi dalam

barang-barang modal perusahaan (Jhingan, 2000: 41-56).

Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai kenaikan dalam Produk

Domestik Bruto (PDB), tanpa melihat dari sudut pandang kenaikan itu lebih

besar atau lebih kecil daripada tingkat pertumbuhan penduduk. Pertumbuhan

ekonomi dapat menyebakan perubahan struktur ekonomi. Komponen

pertumbuhan ekonomi di suatu negara berkaitan dengan perkiraan pendapatan

nasional atau PDB.

2.1.2. Teori Pertumbuhan Ekonomi Regional

Pola pertumbuhan ekonomi regional tidaklah sama dengan apa yang lazim

ditemukan pada pertumbuhan nasional. Hal ini disebabkan pada analisis

pertumbuhan ekonomi regional lebih ditekankan pada pengaruh perbedaan

karakteristik space terhadap pertumbuhan ekonomi. Dalam pertumbuhan

ekonomi regional faktor-faktor yang mendapat perhatian antara lain keuntungan

lokasi, aglomerasi migrasi, dan arus lalu lintas modal antar wilayah. Secara

umum pendapat-pendapat dalam bidang pertumbuhan regional dapat dibagi

dalam empat kelompok besar yaitu Export Base-Models, Neo-Classic, jalur

pemikiran ala keynes dan model Core Periphery (Sjafrizal, 1985 : 331).

Export Base-Models melihat dengan sudut pandang teori lokasi, yaitu

bahwa pertumbuhan ekonomi suatu region akan lebih banyak ditentukan oleh

jenis keuntungan lokasi yang selanjutnya dapat digunakan pleh daerah tersebut

sebagai kekuatan ekspor. Keuntungan lokasi tersebut tergantung pada kondisi

geografis daerah setempat, ini berarti strategi pembangunan di suatu wilayah

dapat meningkat apabila disesuaikan dengan keuntungan lokasi yang dimilikinya

dan tidak harus sama dengan strategi pembangunan tingkat nasional (Sjafrizal,

1985 : 332).

Model Neo-Classic adalah analisis berdasarkan pada peralatan fungsi

produksi, yaitu bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi

regional adalah modal, tenaga kerja, dan kemajuan teknologi. Model ini terdapat

hubungan antara tingkat pertumbuhan suatu negara dengan perbedaan

kemakmuran suatu daerah (disparitas regional) pada negara bersangkutan.

Dijelaskan bahwa pada saat pembangunan baru dimulai, tingkat perbedaan

kemakmuran antar wilayah cenderung tinggi, sedangkan bilamana proses

pembangunan telah berjalan dalam jangka waktu yang lama, maka perbedaan

tingkat kemakmuran antar wilayah cenderung menurun. Hal ini bisa disebabkan

belum lancarnya fasilitas perhubungan dan komunikasi serta masih kuatnya

tradisi yang menghalangi mobilitas pendududk dan modal antar daerah.

(Sjafrizal. 1985 : 333).

Menurut jalan pemikiran Keynes penigkatan pemerataan pembangunan

antar wilayah tidak hanya dapat diserahkan kepada kekuatan pasar sebagaimana

yang telah dijelaskan oleh kaum Neo-klasik. Akan tetapi perlu adanya campur

tangan aktif pemerintah dalam bentuk program-program pembangunan wilayah

terutama untuk daerah-daerah yang masih terbelakang (Sjafrizal, 1985 : 334).

Model Core Periphery menekankan analisisnya pada hubungan erat dan

saling mempengaruhi antara pembangunan kota (core) dan daerah desa

(periphery). Teori ini berpendapat bahwa gerak langkah pembangunan daerah

perkotaan akan oleh banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa di sekitarnya.

Sebaliknya corak pembangunan daerah pedesaan tersebut juga dapat ditentukan

oleh arah pembangunan perkotaan. Dengan demikian adanya interaksi antar

daerah sangat menonjol. (Sjafrizal, 1985 : 334).

Pertumbuhan regional dapat terjadi disebabkan oleh adanya pengaruh dari

dalam (endogen), dan pengaruh dari luar (eksogen).Tidak menutup kemungkinan

adanya gabungan diantara keduanya yaitu endogen dan eksogen. Yang termasuk

fakor penentu endogen adalah faktor-faktor yang terdapat di dalam daerah yang

bersangkutan meliputi faktor produksi seperti tanah, tenaga kerja, keahlian dan

modal. Sedangkan yang termasuk eksogen yang bersangkutan adalah tingkat

permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan daerah

tersebut.

Teori tahap (stage theory) menyatakan bahwa perkembangan regional

adalah suatu proses evolusioner intern dengan tahap-tahap sebagai berikut:

(sihotang, 1990 : 98 )

1. Tahap pertama adalah tahap perekonomian subsisten swasembada, dimana

hanya terdapat sedikit investasi atau perdagangan. Lapisan penduduk

sebagian besar adalah pertanian dimana pertanian adalah sektor basis dan

tersebar menurut lokalisai sumber daya alam.

2. Tahap Kedua dengan kemajuan pengangkutan, daerah yang bersangkutan

mengembangkan perdangangan dan spesialisasi, sehingga munculah lapisan

kedua yang mengusahakan industri desa sederhana yang memenuhi

kebutuhan para petani. Semua bahan, pasar, tenaga kerja disediakan oleh

penduduk pertanian. Lapisan baru ini berlokasi pada tempat yang berkaitan

dengan lapisan basis.

3. Tahap ketiga semakin luasnya perdagangan inter-regional, daerah yang

bersangkutan juga semakin maju, yaitu dengan mengadakan transaksi

perdagangan hasil dari pertanian dan hasil peternakan dengan daerah-daerah

lainya.

4. Tahap Keempat dengan semakin berkurangnya hasil pertanian dan semakin

bertambahnya penduduk menyebabkan daerah tersebut melakukan

indutrialisasi. Industri sekunder mula-mula mengolah produk primer lama-

kelamaan mulai timbul spesialisasi produk lain. Ketiadaan industrialisasi akan

semakin mengakibatkan terjadinya tekanan penduduk, menurunnya taraf

hidup adanya stagnasi serta kemerosotan umum.

5. Tahap kelima adalah tahap pengembangan industri tersier yang berproduksi

ekspor. Daerah perkembanan ini mengekspor model, ketermpilan, dan jasa-

jasa yang bersifat khusus ke dalam daerah-daerah, yang berkembang.

Akibatnya perkembangan kota semakin pesat dengan adanya pemukiman

penduduk, perdangan, perbankan, dan jasa,sehingga menarik penduduk

daerah lain untuk menetap ke kota tersebut.

2.1.3. Teori Knowledge Spillovers

Teori yang pertama dikembangkan oleh Marshall ( 1890), Arrow ( 1962)

dan Romer (1986), yang disingkat menjadi MAR. Mereka berasumsi bahwa

knowledge spillovers adalah paling efektif pada sektor yang homogen. Maka,

knowledge spillovers akan muncul di dalam satu sektor. Karena region sudah

ditentukan, hal ini akan menjadikan spesialisasi di dalam suatu jumlah yang

dibatasi oleh aktivitas akan berperan sebagai knowledge spillovers dan

pertumbuhan. Suatu contoh industri jenis ini adalah industri pabrik microchip di

Silicon Valley ( Glaeser et al., 1992 : 1130).

Ahli ekonomi MAR menjelaskan lebih lanjut yang berasumsi bahwa

situasi tentang suatu monopoli lokal adalah keuntungan untuk pertumbuhan

ekonomi, karena dari kasus yang lebih luas menjelaskan hasil yang diperoleh dari

inovasi akan bermanfaat bagi inovator itu sendiri. hal ini akan menghasilkan

suatu rangsangan tambahan untuk berinovasi. Di dalam teori MAR, pertumbuhan

sektor regional akan maksimal jika menjadi dominan di suatu region, dan jika

kompetisi lokal bukanlah yang terlalu kuat.

Teori yang kedua adalah Porter ( 1990) seorang ekonom yang setuju

dengan MAR dimana knowledge spillovers terjadi pada sektor industri yang

terdiri dari sub sektor-subsektor. Di dalam suatu region untuk merangsang

pertumbuhan ekonomi. Berlawanan dengan MAR, bagaimanapun, Porter

berasumsi bahwa kompetisi mempunyai suatu dampak yang positif terhadap

pertumbuhan. Di dalam pandangannya, kompetisi mempercepat pertumbuhan dan

inovasi upgrade. Walaupun kompetisi mengurangi manfaat yang relatif untuk

inovator ( dalam kaitan yang lebih besar knowledge spillovers mengalir untuk

para pesaing), jumlah aktivitas yang inovatif akan meningkat, sebab sektor

industri “dipaksa” untuk berinovasi. Perusahaan yang gagal meningkatkan

produk dan produksi tepat pada waktunya akan hilang oleh pesaing mereka dan

akan akhirnya menjadi bangkrut. Suatu contoh dari kompetisi yang sengit untuk

menginovasi dan yang menghasilkan pertumbuhan, adalah Industri Barang

barang perhiasan emas dan keramik Italia ( Glaeser et al., 1992 : 1128). Maka,

sementara MAR menekankan efek kompetisi yang negatif pada atas jumlah

aktivitas inovasi, porter berasumsi bahwa efek yang positif sedang mendominasi.

Teori yang ketiga adalah yang dikembangkan oleh Jacobs (1969). Teori

Jacobs meninggalkan asumsi yang dimana knowledge spillovers berkembang

membuat rencana, melatih dan mengalami hal yang paling efektif antar

perusahaan untuk berlatih dalam aktivitas yang berbeda. Suatu hal yang penting

dari perpindahan pengetahuan inter-sektoral akan menjadi penting dan berarti. Di

dalam pandangannya, sektor akan berkembang dalam region jika di samping

oleh sektor dirinya sendiri dan oleh berbagai sektor lainnya. Di dalam filosofi ini,

region yang ditandai oleh suatu tingkat derajat yang tinggi dari variasi (keaneka

ragaman) akan tumbuh dengan subur. Mengenai kompetisi Jacobs setuju dengan

Porter yaitu., Jacobs berasumsi bahwa kompetisi mempercepat adopsi dari

teknologi baru dan, sebagai konsekuensi akan merangsang pertumbuhan

ekonomi.

2.1.4. Pengukuran Knowledge Spillover

Secara umum knowledge spillover merupakan perkembangan dari

pertumbuhan model neo-klasik, yang mana agregat fungsi produksi merupakan

kunci utama. Di dalam variabel fungsi produksi memiliki dua model

pertumbuhan, yaitu model pertumbuhan tanpa perkembangan teknologi dan

model pertumbuhan dengan perkembangan teknologi. Menurut model

pertumbuhan tanpa perkembangan teknologi, fungsi produksi secara umum dapat

dituliskan sebagai :

Yt = f (Kt , Lt) (2.1)

Dimana :

Y = pendapatan riil

K = stok modal

L = tenaga kerja

t = subskrip untuk waktu

bentuk dari persamaan ini disebut fungsi produksi Cobb-Douglass. Apabila

mengambil ậ dan ặ masing – masing adalah elastisitas pendapatan terhadap

modal dan tenaga kerja maka fungsi produksinya dapat ditulis sebagai berikut :

Yt = A K αt L β

t (2.2)

Pendapatan akan meningkat bila setiap tenaga kerja mendapat modal peralatan

yang lebih banyak dan proses ini disebut ‘capital deepening’. Tetapi tidak dapat

terus-menerus meningkat tanpa adanya pertumbuhan teknologi karena modal

(seperti juga tenaga kerja) akhirnya akan meningkat dengan pertumbuhan yang

semakin berkurang (diminishing return).

Sedangkan model pertumbuhan dengan perkembangan teknologi

dikembangkan, karena di dalam model pertumbuhan neoklasik tanpa

perkembangan teknologi ada beberapa hal yang tidak realistis yaitu terjadinya

diminishing return. Agar menjadi lebih realistis maka dimasukannya faktor

perkembangan teknologi yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Modal dan tenaga kerja diasumsikan dapat mengambil keuntungan dari adanya

perkembangan teknologi, maka fungsi produksi yang baru menjadi :

Yt = f (A t, K t, L t) (2.3)

dengan A adalah perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi dijelaskan

tidak mempunyai arti yang berdekatan karena tidak tergantung dari masukan

modal dan tenaga kerja. Jika diasumsikan perkembangan teknologi meningkat

secara perlahan sepanjang waktu dengan tingkat pertumbuhan tetap, maka

fungsi produksi Cobb-Douglas menjadi :

Yt = Ae gt K αt L β

t (2.4)

dengan g adalah pertumbuhan dari perkembangan teknologi per periode waktu t.

Penjelasan ini merupakan penyederhanaan dengan mengabaikan kemungkinan

terjadi perkembangan teknologi melalui investasi.

Dengan mengambil logaritma alami (In) dari persamaan (2.4) lalu

didiferensialkan terhadap waktu maka pertumbuhan ekonomi sebagai :

yt = g + α k t + β l t (2.5)

di mana :

y = pertumbuhan ekonomi (dalam periode satu tahun)

k = pertumbuhan stok modal

l = Pendapatan Daerah Regional Bruto

Huruf kecil y, k, dan l di sini menunjukkan tingkat pertumbuhan dari Y, K dan L.

Di dalam teori pertumbuhan ekonomi yang baru, knowledge spillovers

dipertimbangkan menjadi suatu contoh dari perkembangan teknologi external

economic of scale, karena perusahaan perseorangan mengeluarkan rata-rata biaya

setiap satuan output yang berkurang dengan pertumbuhan ouput di tingkat

industry-wide. Suatu peningkatan di dalam ouput industri dapat meningkatkan

persediaan pengetahuan melalui informasi positif bagi knowledge spillovers

untuk masing-masing perusahaan, yang mendorong ke arah suatu peningkatan

bagi output perusahaan ( Van Oort, 2002 : 42).

2.1.4. Pengaruh Knowledge Spillover pada Industri Manufaktur di Provinsi

Jawa Timur

Berdasarkan model pertumbuhan neo-klasik dengan perkembangan

teknologi, dapat memberikan landasan kuat untuk menunjukkan adanya faktor

yang berperan dalam menjelaskan perbedaan pertumbuhan ekonomi. Dengan

mengubah persamaan 5 ke dalam model pertumbuhan ekonomi maka akan

terlihat perbedaan yang terjadi oleh karena :

1. Perbedaan perkembangan teknologi antar provinsi.

2. Pertumbuhan stok modal yang mungkin berlainan antar provinsi.

3. Pendapatan Daerah Regional Bruto (PDRB) dapat juga berlainan antar

provinsi.

Dengan menghilangkan subskrip waktu(t) maka persamaan pertumbuhan

ekonomi untuk masing-masing provinsi dapat dinyatakan sebagai :

yr = g r + α k r + β l r (2.6)

dengan r menyatakan provinsi tertentu. Sehingga gr dapat dibaca sebagai tingkat

perkembangan teknologi di wilayah r yang harganya untuk tiap provinsi dapat

berlainan.

Perubahan faktor produksi dan perkembangan teknologi erat kaitannya

dengan proses akumulasi. Proses akumulasi, menghasilkan :

1. Peningkatan kualitas stok modal per tenaga kerja melalui peningkatan

tabungan baik tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, serta peranan

pemasukan modal asing sebagai sumber untuk menutupi kesenjangan

tabungan investasi domestik.

2. Kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan tingkat pendidikan dan

keterampilan kerja.

3. Efisiensi penggunaan barang modal.

4. Perbaikan teknologi

5. Perbaikan keadaan prasarana dan sarana angkutan, telekomunikasi dan lain-

lain.

Kenyataan empiris menunjukan bahwa perkembangan teknologi di negara

sedang berkembang mula-mula terkonsentrasi pada sektor modern yang pada

umumnya berada di sektor industri sehingga penanaman modal yang tumbuh

relatif cepat terjadi di sektor industri.

Di Dalam penelitian ini, menggunakan terminologi pertumbuhan sehingga

secara operasional dapat menggunakan Persamaan 6 dan g dianggap sebagai

knowledge spillover. Karena data untuk stok modal di Indonesia tidak tersedia

maka digunakan total investasi I untuk menggantikan αK, sehingga Persamaan

(2.6) (dengan menghilangkan subskrip r) menjadi:

lgy IY βα ++= (2.7)

Perlu diingat bahwa huruf kecil menyatakan pertumbuhan, sedangakan huruf

besar I menyatakan nilai investasi dihitung berdasarkan pangsa dari pendapatan

bruto (gross output) dan bukan berdasarkan nilai tambah. dan Y adalah nilai

pendapatan yang dihitung berdasarkan nilai tambah..sedangkan α di

intrepretasikan ulang sebagai sebagai produk fisik marginal dari modal dan faktor

kesalahan regresi.

Untuk menentukan pengaruh knowledge spillover maka variabel g

dipecah lagi menjadi suatu fungsi yang mempunyai 4 faktor seperti di bawah ini

g = f (Spesialisasi, Diversifikasi, Kompetisi, FDI) (2.8)

Dalam Melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi knowledge

spillover terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur terdapat variabel yang

terdiri atas satu variabel bebas dan 4 variabel terikat, sehingga dalam analisis

digunakan model analisis regresi linier berganda untuk melihat hubungan antar

variabel bebas dan terikat.. Model analitis tersebut memasukan persamaan 2.8 ke

dalam persamaan 2.7 maka persamaan yang digunakan umtuk regresi adalah :

y = γ0 + γ1Spesialisasi + γ2Diversifikasi + γ3Kompetisi + γ4FDI + D + ε (2.9)

dimana y adalah tingkat pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa Timur, yang

diukur dari jumlah seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor

atau lapangan usaha di Jawa Timur yang diukur dari nilai PDRB riil., Spesialiasi

adalah merupakan rasio persentase PDRB sektor industri pengolahan di Jawa

Timur terhadap total PDRB Jawa Timur dibagi dengan rasio persentase PDB

sektor industri di Indonesia terhadap total PDB Indonesia. Diversifikasi adalah

diukur dengan menggunakan indeks Hirschman Herfindahl (IHH) sektor industri

pengolahan di Jawa Timur. Semakin besar nilai IHH menunjukkan tingkat

penyebaran yang semakin rendah, demikian sebaliknya., Kompetisi diukur

dengan menggunakan perhitungan concentration rasio 5 (CR 5) subsektor

industri pengolahan yang paling besar kontribusinya. FDI nilai investasi

penanaman modal luar negeri di Jawa Timur. D adalah dummy variabel.ε adalah

variabel pengganggu yang meliputi faktor lain yang berpengaruh terhadap

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur namun tidak dimasukan ke dalam model, γ0

merupakan intercept , sedangkan γ1, γ2, γ3, γ4, adalah koefisien regresi variabel

bebas.

Variabel Spesialisasi dan Kompetisi untuk di Jawa Timur dihitung

dengan persamaan :

=

∑∑

IndonesiadiTotalPDBIndonesiadiIndustriPDBTimurJawadiTotalPDRBTimurJawadiPengolahanIndustriPDRB

xsiSpesialisa/

/100

()TimurJawadi

pengolahanindustrisektorIHHHerfindahlHirschmanIndeksxasiDiversifik )(100=

( ))5(100 TimurJawadipengolahanindustrisektorsubCRRatioionConsentratxKompetisi =

DFI (Direct Foreign Invesment) = 100 x

IndonesiadigaInvestasiNilai

TimurJawadigaInvestasiNilaisin

sin

2.1.5. Konsep tentang DFI dan Efek Penyebarannya dalam Teori Knowledge

Spillovers

Model pertumbuhan neo-klasik Solow (1956) menerangkan bahwa

dengan variabel eksogen modal fisik dengan tingkat pengembalian yang semakin

menurun dan perubahan teknologi, DFI tidak dapat mempengaruhi tingkat

pertumbuhan ekonomi jangka panjang, akan tetapi modal akan mengalir dari

negara dengan modal yang berlimpah ke negara dengan modal yang jarang.

Keseimbangan jangka panjang ditentukan oleh persamaan identik dari rasio

modal tenaga kerja dan harga. Adanya tranfer teknologi yang merupakan

eksternalitas mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan jangka panjang

dan telah dijadikan variabel endogen dalam model pertumbuhan ekonomi. DFI

dapat menimbulkan peningkatan skala tingkat pengembalian (increasing return

to scale) dalam produksi domestik melalui adanya knowledge spillovers.

Walz (1997) menjadikan DFI dalam kerangka pertumbuhan endogen

dimana perusahaan multinasional banyak memainkan peran yang kritis dengan

respon terhadap pertumbuhan dan pola spesialisasi. Aktivitas perusahaan

multinasional dalam knowledge spillovers, membuat inovasi di negara

berkembang menjadi lebih menguntungkan. Knowledge spillover secara tidak

langsung melalui DFI menstimulasikan keaktifan R&D di dalam perusahaan dan

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, beliau memprediksikan

kebijakan mempromosikan DFI untuk membuat perumbuhan ekonomi lebih

cepat.

2.2. Penelitian Sebelumnya

Pengaruh perkembangan teknologi, pertumbuhan stok modal, dan tenaga

kerja dalam menentukan perbedaan pertumbuhan ekonomi telah diselidiki oleh

Hulten dan Schwab pada tahun 1984 untuk 9 wilayah di Amerika Serikat

(Armstrong and Taylor, 1993). Hulten dan Schwab menghitung pertumbuhan

pendapatan di sektor manufaktur dengan tiga faktor utama yaitu : pertumbuhan

tenaga kerja, pertumbuhan stok modal, dan komponen residual yang menyatakan

perkembangan teknologi. sebagai catatan bahwa komponen residual tidak harus

diartikan sebagai perkembangan teknologi semata, sebab interpretasi yang

demikian akan menganggap bahwa tidak ada perkembangan teknologi yang

berkaitan antara modal dan tenaga kerja sepanjang waktu.

Salah satu temuan penting dari studi Hulten dan Schwab adalah di

wilayah jalur matahari (sunbelt) mempunyai tingkat pertumbuhan pendapatan

yang lebih cepat dari pada di wilayah jalur salju (snowbelt) dan tidak ada

perbedaan pertumbuhan produktivitas di antara wilayah tersebut. Hasil lainnya

menunjukkan bahwa perbedaan pertumbuhan di wilayah Amerika Serikat

terutama disebabkan oleh perbedaan pertumbuhan tenaga kerja dan lebih jauh

lagi oleh perbedaan pertumbuhan stok modal.

Adapun persamaan dalam penelitian ini adalah sama–sama meneliti

pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah dengan menggunakan pengaruh

knowledge spillover. Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan adalah

ruang lingkup negara, wilayah, periode tahunan dan menggunakan variabel

PDRB sektor indutri di Jawa Timur.

Analisis knowledge spillovers pada industri manufaktur untuk ketiga teori

di atas secara ringkas ditunjukkan pada Tabel 2.1 di bawah ini. Tabel tersebut

merupakan resume tentang variabel-variabel knowledge spillover dan indikator

pegukurannya serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi.

Tabel 2.1

Analisis Knowledge Spillovers Pada Industri Manufaktur

di Jawa Timur

Variabel Cara Mengukur Pengaruhnya terhadap

Pertumbuhan ekonomiSpesialisasi Pangsa Pendapatan Daerah Regional Bruto

sektor Indutri

MAR-positif

Porter-positifDiversifikasi Persebaran sektor industri Jacobs-positifKompetisi Daya saing sektor industri secara regional MAR-negatif

Porter-positif

Jacobs-positifDFI Nilai investasi asing Positif

Sumber : Sugiyono(2001)

2.3. Hipotesis dan Model Analisis

2.3.1. Hipotesis

Berdasarkan uraian pada latar belakang dan teori-teori di atas maka

hipotesis dalam skripsi ini yaitu :

1. knowledge spillover diduga mempunyai pengaruh yang signifikan pada

industri manufaktur di Jawa Timur.

2. knowledge spillovers diduga mempunyai pola pertumbuhan yang

signifikan pada industri manufaktur di Jawa Timur.

2.3.2. Model Analisis

Dalam Melakukan analisis knowledge spillover pada industri Manufaktur

di Jawa Timur terdapat variabel yang terdiri atas satu variabel terikat dan empat

variabel bebas, sehingga dalam analisis digunakan model analisis regresi linier

berganda untuk melihat hubungan antar variabel bebas dan terikat. Adapun

bentuk persamaan model linear berganda tersebut adalah :

y = γ0 + γ1(X1) + γ2(X2) + γ3(X3) + γ4 (X4)+ D+ ε

Dimana : y = Pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur

X1 = variabel Spesialisasi

X2 = variable Diversifikasi

X3 = variable Kompetisi

X4 = FDI (Foreign Direct Investment)

D = Dummy Variabel

γ0 = Konstanta/intercept

γ1- γ4 = Koefisien regresi variabel bebas

ε = Kesalahan pengggangu/ error term

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif deskriptif. Pendekatan

kuantitatif dilakukan dengan metode regresi OLS dan beberapa metode

ekonometri. Sedangkan pendekatan deskriptif akan digunakan untuk membahas

interprestasi lebih lanjut dari hasil-hasil penelitian yang diperoleh dari hasil

analisis kuantitatif. Sehingga akan diperoleh kesimpulan pengaruh knowledge

spillovers terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Timur tahun 1995-2005.

3.2 Identifikasi Variabel

Berdasarkan model analisis yang dirumuskan sebelumnya dilakukan

identifikasi variabel. Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri dari variabel tergantung (dependent variable) dan variabel bebas

(independent variable). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini

adalah spesialisasi(X1), diversifikasi(X2), kompetisi(X3), DFI (Direct Foreign

Investment)(X4). Sedangkan variabel tergantung pertumbuhan ekonomi di Jawa

Timur (y).

3.3 Definisi Operasional

Definisi operasional adalah batasan dan penjelasan mengenai beberapa

variabel yang terdapat pada hipotesis. Dalam skripsi ini definisi operasioanal

meliputi :

1. periode penelitian ini adalah tahun 1995 – 2005

2. pertumbuhan ekonomi (y) adalah tingkat pertumbuhan ekonomi di provinsi

Jawa Timur, yang diukur dari jumlah seluruh nilai tambah PDRB riil yang

ditimbulkan oleh berbagai sektor atau lapangan usaha di Jawa Timur.

3. Spesialisasi (X1), adalah suatu bentuk pembagian tenaga kerja dari suatu

aktivitas ekonomi di mana individu atau perusahaan memusatkan usaha-usaha

produktif mereka pada sebuah kegiatan atau sejumlah kegiatan-kegiatan

terbatas agar menjadi lebih efisien. Spesialisasi di hitung dari rasio persentase

PDRB sektor industri pengolahan di Jawa Timur dibagi dengan total PDRB

Jawa Timur terhadap rasio persentase PDB sektor industri di Indonesia dibagi

dengan total PDB Indonesia.

4. Diversifikasi (X2) diukur dengan menggunakan indeks Hirschman Herfindahl

(IHH) sektor industri pengolahan di Jawa Timur. Semakin besar nilai IHH

menunjukkan tingkat penyebaran yang semakin rendah, demikian sebaliknya.

5. Kompetisi (X3) diukur dengan menggunakan perhitungan concentration rasio

5 (CR 5) subsektor industri pengolahan yang paling besar kontribusinya.

6. Foreign Direct Investment (FDI) (X4) adalah nilai investasi penanaman

modal luar negeri di Jawa Timur.

3.4 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data

diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) kota Surabaya, Bank Indonesia berupa

data laporan tahunan, serta beberapa sumber lain yang dipublikasikan. Data yang

digunakan adalah data deret waktu (time series) dengan periode 1995-2005.

1. Data PDRB sektor dan subsektor industri pengolahan di 37 kabupaten/kota di

Jawa Timur tahun 1995-2005 yang diperoleh dari data dan informasi PDBR

atas dasar harga berlaku periode 1995-2005 terbitan Biro Pusat Stastistik

Jawa Timur.

2. Data PDRB atas dasar harga konstan Jawa Timur tahun 1995-2005 yang

diperoleh dari data dan informasi PDRB total atas dasar harga berlaku periode

1995-2005 terbitan Biro Pusat Stastistik Jawa Timur.

3. Data PDB industri total PDB Indonesia atas dasar harga berlaku periode

1995-2005 terbitan biro pusat statistik

4. Data Investasi asing di Jawa Timur periode 1995-2005 terbitan Bank

Indonesia.

3.5 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini

adalah melalui proses dokumentasi. Demi untuk mendapatkan seluruh data

kuantitatif yang merupakan data sekunder, dikumpulkan melalui teknik

pengumpulan data dari BPS kota Surabaya dan Bank Indonesia kota Surabaya.

Proses dokumentasi juga dilakukan melalui pengumpulan jurnal-jurnal dari

dalam negeri maupun luar negeri, karya ilmiah serta penelitian sebelumnya

dengan topik knowledge spillovers. Proses ini dilakukan untuk memahami

permasalahan yang diteliti dan juga sebagai alternatif pemecahan.

3.6 Teknik Analisis

Sebelum beberapa variabel bebas (4 variabel bebas) tersebut diolah

dengan menggunakan tehnik analisis statistik, terlebih dahulu dilakukan

perhitungan pada masing-masing nilai variabel bebas tersebut, yaitu :

1.

=

∑∑

IndonesiadiTotalPDBIndonesiadiIndustriPDBTimurJawadiTotalPDRBTimurJawadiPengolahanIndustriPDRB

xsiSpesialisa/

/100

2.

()TimurJawadi

pengolahanindustrisektorIHHHerfindahlHirschmanIndeksxasiDiversifik )(100=

3.

( ))5(100 TimurJawadipengolahanindustrisektorsubCRRatioionConsentratxKompetisi =

4. DFI (Direct Foreign Invesment) = 100x

IndonesiadigaInvestasiNilai

TimurJawadigaInvestasiNilaisin

sin

Berdasarkan model yang dipergunakan, maka estimasi parameter dari

model diperoleh dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS).

Metode ini digunakan sebagai metode penaksiran untuk mendapatkan parameter

yang seakurat mungkin, yaitu dengan meminimalkan jumlah kuadrat kesalahan

dari residual.

Metode OLS mempunyai beberapa asumsi dan beberapa sifat statistik

yang sangat menarik sehingga menjadi salah satu metode analisis regresi yang

paling populer (Gujarati, 1995: 34-62). Oleh karena itu, setelah dilakukan regresi

maka akan dilakukan pengujian terhadap beberapa asumsi-asumsi yang

mendasari teknik OLS sebagai berikut:

1. Heteroskedastisitas, yang berarti varians kesalahan tidak sama untuk setiap

pengamatan, ini disebabkan oleh varians residualnya tidak minimum.

2. Non Autokorelasi, yaitu bahwa gangguan dari suatu observasi tidak berkorelasi

dengan gangguan di observasi lainya. Asumsi ini menegaskan bahwa nilai

variabel terikat lainya hanya diterangkan (secara matematis) oleh variabel

bebas dan bukan oleh gangguan.

3. Multikolinearitas, situasi dimana nilai-nilai pengamatan dari variabel bebas

(X1,X2,X3,........ Xn) mempunyai hubungan yang kuat (korelasi linear)

sehingga variabel X tertentu tidak begitu besar mempengaruhi Y, tetapi justru

variabel X tersebut dipengaruhi oleh variabel bebas lainnya.

Suatu model yang baik harus memenuhi asumsi-asumsi klasik tersebut agar

dapat digunakan untuk dapat menarik kesimpulan. Apabila suatu model

mengalami gangguan maka hasil yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk

menarik kesimpulan. Dari hasil regresi atau estimasi dengan menggunakan

metode OLS maka akn diperoleh r (koefisien korelasi) untuk mengukur

hubungan variabel tergantung dengan variabel bebas secara bersama-sama,

koefisien determinasi ( R2)adalah untuk menentukan apakah variabel

independentnya dapat menerangkan variabel dependennya dengan baik. Nilai

R2 berkisar antara 0-1. suatu model regresi apabila R2 mencapai angka 1 maka

variabel independennya dapat menerangkan variabel dependen dengan

sempurna. Sebaliknya apabila R2 mencapai angka 0 berarti variabel

independennya tidak dapat atau lemah dalam menerangkan variabel

dependen.

4. Gangguan didistribusikan menurut distribusi normal. Asumsi ini diperlukan

untuk peramalan dan pengujian hipotesis.

5. NonMultikoleniaritas, terjadi korelasi antar variabel bebas.

Suatu model yang baik harus memenuhi asumsi-asumsi klasik tersebut agar

dapat digunakan untuk menarik kesimpulan, apabila model tersebut memiliki

gangguan maka hasil yang diperoleh tidak dapat digunakan untuk menarik

kesimpulan. Koefisien regresi yang telah diperoleh nantinya harus di uji

tingkat signifikannya. Untuk membuktikan bahwa koefisien regresi suatu

model regresi itu secara statistik signifikan atau tidak, dipakai dua cara

pengujian yaitu uji F terhadap nilai koefisien secara simultan dan uji t

terhadap nilai secara parsial.

3.6.1. Uji t (Uji Parsial)

Uji statistik thitung digunakan untuk mengetahui apakah variabel bebas yang

dimasukan dalam model secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap

variabel terikat. Pertama, membandingkan thitung, dengan ttabel. Thitung didapat dari

hasil perhitungan dengan menggunakan program Eviews di komputer. Sedangkan

nilai ttabel didapat dengan memperhatikan jumlah observasi atau pengamatan(n)

dan derajat kebebasan (n-k-1), dan menggunakan tingkat kepercayaan (1%, 5%,

10%). Jika thitung lebih besar dari ttabel maka variabel bebas yang bersangkutan

secara parsial memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Sebaliknya,

jika thitung lebih kecil dari tabel maka variabel bebas yang bersangkutan secara

parsial tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Metode kedua, dengan membandingkan nilai probabilitas parsial dengan

tingkat kepercayaan (1%, 5%, 10%). Jika probababilitas variabel bebas yang

bersangkutan lebih kecil dan tingkat kepercayaan maka secara parsial variabel

bebas tersebut memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Sebaliknya

jika probabilitas variabel bebas yang bersangkutan lebih besar dari tingkat

kepercayaan yang digunakan maka variabel bebas yang bersangkutan tidak

memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat

3.6.2. Uji F (Uji Simultan)

Kegunaan uji F adalah untuk menentukan signifikan atau tidak

signifikannya suatu variabel bebas secara bersama-sama dalam mempengaruhi

variabel tidak bebas.

Dalam hal ini ditetapkan sebagai berikut :

H0 : b1.....................................= bk = 0

Ha : b1.....................................≠ bk ≠ 0

Metode yang dipakai yaitu dengan membandingkan nilai probabilitas

kesalahan dengan tingkat kepercayaan yang digunakan (1%, 5 %, 10%). Jika

probabilitas kesalahan lebih besar daripada tingkat kepercayaan maka variabel

bebas yang dimasukan dalam model secara bersama-sama tidak memiliki

pengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Sebaliknya jika kesalahan lebih

kecil dari tingkat kepercayaan maka variabel bebas yang dimasukan dalam model

secara besama-sama memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat.

Selanjutnya, untuk lebih memperkuat hasil analisis yang telah didapat,

dari persamaan regresi diatas maka dapat diadakan uji gejela penyimpangan

regresi (Uji Asumsi Klasik). Tiga yang sangat berpengaruh terhadap hasil regresi

adalah seperti yang diuraikan berikut.

3.6.3. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas merupakan hubungan linear (korelasi) antar variabel

bebas. Cara untuk mendeteksi adanya gejela multikolinearitas adalah model

mumpunyai koefisien determinasi yang tinggi (R2) tetapi sedikit variabel bebas

yang signifikan mempengaruhi variabel terikat melalui uji t. Namun berdasarkan

uji F secara statistik signifikan yang berarti semua variabel bebas secara bersama-

sama mempengaruhi variabel terikat. (Widarjono, 2005 : 114).

Selain itu gejela multikolinearitas dapat dilihat dengan uji Pairwise

Correaltion Matrix pada software Eviews. Jika Koefisien kerelasi antar masing-

masing variabel bebas lebih dari 0,8 maka multikolinearitas terjadi antara

masing-masing variabel tersebut.

3.6.4. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas merupakan situasi tidak konstannya varian dari

residual suatu pengamatan ke pengamatan lainnya. Konsekuensi terjadinya

heteroskedastisitas adalah uji signifikansi terhadap model menjadi invalid. Ada

beberapa cara untuk mendeteksi masalah heteroskedastisitas dalam model

empiris. Para ahli ekonometrika menyarankan beberapa metode untuk mendeteksi

ada tidaknya masalah heteroskedastisitas, yaitu dengan menggunakan uji Park,

uji Glejser, uji White. Dalam penelitian ini untuk mendeteksi ada tidaknya

masalah heteroskedastisitas dalam model yang sedang diestimasi digunakan uji

White (White`s Heteroscedasticity). Pedoman dari penggunaan model White

adalah Hipotesis nol (H0) menyatakan kondisi homosketastisitas terpenuhi (tidak

terdapat masalah heteroskedastisitas), sedangkan hipotesis alternatif menyatakan

kondisi homoskedastisitas tidak terpenuhi (terdapat masalah heteroskedastisitas).

Uji White dapat dilakukan secara langsung dalam pemograman Eviews 4.1. Dasar

pengambilan keputusan adalah dengan melihat nilai probabilitas (P-Value).

Apabila nilai probabiltas dari Obs*R-squared menunjukan kondisi yang tidak

signifikan dan menunjukan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas

pada hasil estimasi (Eviews User Guide).

3.6.5. Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah dimana suatu keadaan dimana variabel-variabel

gangguan pada periode tertentu berkorelasi dengan varibel gangguan pada

periode lain. Keadaan tersebut menyebabkan nilai R2 dan Fhitung cenderung

berlebihan. Masalah ini timbul karena residual tidak bebas dari satu residual ke

residual lainnya. Pendeteksian autokorelasi antara lain dapat menggunakan uji d

Durbin Watson (Durbin-Watson d Test) . uji Breusch-Godfrey Lagrange

Multiplier. Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya masalah

autokorelasi digunakan uji Breusch-Godfrey Lagrange Multiplier adalah

Hipotesis nol (H0) menyatakn bahwa tidak terdapat masalah autokorelasi

sedangkan hipotesis alternatif (Ha) menyatakan bahwa ada masalah autokorelasi.

Dasar pengambilan keputusan adalah dengan melihat nilai probabilitas dari

Obs*R-squared menunjukan kondisi yang tidak signifikan menunjukan bahwa

tidak terdapat masalah heteroskedastisitas pada hasil estimasi.

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Provinsi Jawa Timur

4.1.1. Kondisi Geografis

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu provinsi yang terletak di pulau

Jawa. Di pulau Jawa terdapat beberapa provinsi, yaitu Jawa Tengah, Daerah

Istimewa Yogyakarta, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten. Provinsi Jawa Timur

terletak pada koordinat 111,0’- 114,4’ Bujur Timur dan 7,12’- 8,48’ Lintang

Selatan. Batas wilayah Provinsi Jawa Timur yaitu: sebelah utara berbatasan

dengan pulau Kalimantan (Kalimantan Selatan), sebelah selatan berbatasan

dengan perairan terbuka Samudra Indonesia, sebelah timur berbatasan dengan

Pulau Bali, dan sebelah barat berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah.

Luas wilayah provinsi Jawa Timur secara keseluruhan mencapai

46.428,57 km2 dan terbagi atas dua wilayah besar yaitu Jawa Timur daratan dan

kepulauan Madura. Wilayah Jawa Timur daratan mempunyai luas wilayah sekitar

90 persen dari keseluruhan luas provinsi Jawa Timur atau sekitar 41.785,71 km2

dan wilayah kepulauan Madura hanya sekitar 10 persen dari keseluruhan luas

Provinsi Jawa Timur atau sekitar 4642,86 km2. Lebih lanjut, wilayah provinsi

Jawa Timur dibagi menjadi tiga dataran yang dikategorikan sebagai berikut:

1. Dataran tinggi (lebih dari 100m di atas permukaan air laut), yang meliputi

kab. Trenggalek, kab. Blitar, kab. Bondowoso, kab. Magetan, kab.

Malang, kota Blitar, kota Malang, dan kota Batu.

2. Dataran sedang (45-100m di atas permukaan air laut) yang meliputi kab.

Ponorogo, kab Tulungagung, kab. Lumajang, kab. Jember, kab. Ngawi,

kab. Madiun, kab. Bangkalan, kota Kediri, dan kota Madiun.

3. Dataran rendah (dibawah 45m di atas permukaan air laut) yang meliputi

16 kabupaten dan 4 kota lainnya.

Sedangkan berdasarkan letak geografis, kondisi sosio-kultur, potensi

alam, dan infrastruktur, provinsi Jawa Timur terbagi menjadi empat bagian, yaitu

bagian Utara dan Pulau Madura, bagian Tengah, bagian Selatan-Barat, dan

bagian Timur. Bagian Utara dan Pulau Madura merupakan daerah pantai dan

dataran rendah serta pegunungan kapur yang relatif kurang subur. Bagian

Tengah merupakan daerah dataran rendah dengan perbukitan dan gunung-gunung

berapi yang relatif subur serta memiliki infrastruktur yang sudah tertata dengan

baik. Bagian Selatan-Barat merupakan daerah pegunungan dengan gunung-

gunung berbatu dan kapur yang relatif kurang subur tetapi memiliki potensi

tambang yang besar. Bagian Timur sebagai wilayah penghubung Indonesia

Bagian Timur dan berdekatan dengan pulau Bali yang merupakan objek wisata

internasional.

Secara administratif provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 38

kabupaten/kota yang terdiri atas 29 kabupaten dan 9 kota. Ibukota Provinsi Jawa

Timur adalah kota Surabaya yang merupakan daerah potensial karena memiliki

pelabuhan laut dan udara yang memungkinkan untuk menjadi pusat pertumbuhan

di kawasan Indonesia Bagian Timur dan mampu mengembangkan wilayah-

wilayah lain di sekitarnya.

4.1.2. Kondisi Perekonomian

Indikator pertumbuhan ekonomi Jawa Timur dapat dilihat dari nilai

PDRBnya (Produk Domestik Regional Bruto), yaitu PDRB atas dasar harga

konstan. Produk Domestik Regional Bruto merupakan keseluruhan nilai tambah

atau pendapatan yang timbul akibat adanya aktifitas sektor-sektor ekonomi di

suatu daerah (BPS, 2003). Nilai PDRB dalam suatu periode waktu tertentu

menggambarkan kemampuan suatu daerah dalam mengelola sumber daya yang

dimiliki menjadi suatu proses produksi. Nilai PDRB Jawa timur memiliki

kecenderungan pertumbuhan yang selalu meningkat dari tahun ke tahun.

PDRB Jawa Timur terdiri dari 9 sektor ekonomi. Sektor yang memiliki

kontribusi cukup besar terhadap pembentukan nilai PDRB Jawa Timur adalah

industri pengolahan. Sektor industri pengolahan Jawa Timur memiliki peranan

penting, baik terhadap pembentukan nilai PDRB Jawa Timur, maupun terhadap

pembentukan sektor industri pengolahan di tingkat nasional. Sektor industri

pengolahan Jawa Timur menyumbang nilai tambah sekitar 20 persen dari nilai

tambah industri pengolahan di Indonesia (Dick,1993: 230-255). Sektor lain yang

memiliki kontribusi cukup besar di Jawa Timur adalah sektor perdagangan, hotel

& restoran serta pertanian.

Tabel 4.1PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Provinsi Jawa Timur Menurut Sektor

Tahun 1994 – 2005 (Juta Rupiah)

Tahun

Sektor 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005Rata-rata

(%)Pertanian 9,666,050 9,866,093 10,253,902 10,360,820 9,840,471 10,056,430 10,126,247 10,246,977 10,461,875 10,649,955 10,986,210 11,568,239 1.46Pertambangan & Galian 955,207 970,067 982,420 875,522 501,799 820,482 1,138,198 1,136,382 1,176,353 1,202,793 1,233,190 1,246,734 2.31Industri Pengolahan 13,990,976 15,802,745 17,698,276 19,409,566 15,104,078 15,096,119 15,357,552 15,597,266 15,335,943 15,767,591 16,420,170 17,886,796 1.13Listrik & Gas & Air Bersih 787,545 1,011,892 1,139,847 1,143,104 1,179,195 1,332,448 1,483,159 1,594,202 1,710,560 1,863,984 2,109,010 2,113,209 6.92Bangunan 3,433,306 3,854,810 4,239,635 4,376,533 2,918,521 2,629,205 2,607,913 2,631,188 2,657,361 2,707,175 2,751,260 3,970,927 0.27Perdagangan, Hotel & Restoran 10,911,199 11,866,747 12,993,706 13,828,097 11,369,207 11,403,499 11,908,392 12,871,767 13,805,155 14,883,858 16,145,590 16,541,185 3.07Pengangkutan & Komunikasi 3,504,855 3,800,166 4,162,808 4,236,276 4,051,086 4,441,895 4,745,527 4,792,518 5,327,308 5,531,795 5,888,330 6,078,564 4.36Keuangan,Persew Bgn&Jasa Persh 3,563,711 3,766,256 3,979,809 4,145,932 3,296,434 3,087,743 3,193,521 3,378,586 3,522,599 3,657,758 3,932,690 4,054,237 0.67Jasa-Jasa 5,914,633 6,101,730 6,302,066 6,483,126 6,138,106 6,191,149 6,296,011 6,501,294 6,756,904 6,987,258 7,223,380 7,567,439 1.98PDRB 52,727,481 57,040,504 61,752,469 64,858,976 54,398,897 55,058,970 56,856,520 58,750,180 60,754,056 63,252,166 66,689,830 71,027,329 2.01

Pertumbuhan Ekonomi - 8.18 8.26 5.03 -16.13 1.21 3.26 3.33 3.41 4.11 5.43 6.50

Sumber : Indikator Makro Ekonomi Jawa Timur berbagai terbitan, diolah.

Pada Tabel 4.1 terlihat bahwa PDRB Jawa Timur atas dasar harga konstan

terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama periode 1994-2005.

Pada tahun 1994 nilai PDRB Jawa Timur atas dasar harga konstan sebesar

52.727.481 juta rupiah dan pada tahun 2005 menjadi sebesar 71.027.329 juta

rupiah sehingga pertumbuhan rata-ratanya sebesar 2,01 persen. Sedangkan sektor

yang memiliki tigkat pertumbuhan ekonomi rata-rata tertinggi adalah sektor

listrik, air dan gas sebesar 6,92 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi

sebesar 4,36 persen, dan sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 3,07

persen. Kenaikan ini diindikasikan oleh adanya jumlah investor yang

berinvestasi pada sektor ini di Jawa Timur. Sektor bangunan merupakan sektor

ekonomi yang mengalami tingkat pertumbuhan rata-rata terendah di provinsi

Jawa Timur dengan pertumbuhan rata- rata sebesar 0,27 persen. Nilai PDRB

sektor bangunan pada tahun 1995 sebesar 3.854.810 juta rupiah naik menjadi

3.970.297 juta rupiah pada tahun 2005.

Perkembangan sektor-sektor ekonomi memberikan dampak langsung

terhadap nilai PDRB. Nilai PDRB ini mencerminkan gambaran perekonomian di

Jawa Timur. Tingkat pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mengalami penurunan

hingga mencapai nilai negatif pada tahun 1998, yaitu terjadinya krisis ekonomi

nasional yang berdampak pada ekonomi lokal. Pertumbuhan ekonomi Jawa

Timur pada tahun 1998 mengalami penurunan yang cukup tajam, yaitu sebesar

-16,13 persen. Namun demikian, pada tahun 1999 pertumbuhan ekonomi

mengalami peningkatan sebesar 1,21 persen, dan pada tahun 2000 perekonomian

Jawa Timur mengalami pemulihan dengan tingkat pertumbuhan yang relatif

cepat, yaitu 3,26 persen dan terus meningkat menjadi 6,5 persen pada tahun 2005.

Tabel 4.2

Kontribusi Sektoral PDRB Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000Provinsi Jawa Timur, Tahun 1995 – 2005 (%)

Sumber : PDRB Propinsi Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha, berbagai terbitan dan Indikator Makro Ekonomi Jawa Timur, diolah.

Menurut Tabel 4.2 di atas, selama periode 1995-2005 sektor industri

pengolahan, sektor perdagangan, hotel & restoran, serta sektor pertanian

merupakan tiga sektor ekonomi Provinsi Jawa Timur yang memiliki kontribusi

yang sangat dominan terhadap nilai PDRB. Sektor industri pengolahan

memberikan kontribusinya sebesar 25,18 persen pada tahun 2005 atau dengan

nilai PDRB sebesar 17.886.796 juta rupiah; sektor perdagangan, hotel dan

restoran sebesar 23,29 persen pada tahun 2005 atau dengan nilai PDRB sebesar

16.541.185 juta rupiah; kemudian diikuti oleh sektor pertanian sebesar 16,29

persen atau dengan nilai PDRB sebesar 11.568.239 juta rupiah.

Sektor Tahun

1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005Rata-rata(%)

Pertanian 17.30 16.60 15.97 18.09 18.26 17.81 17.44 17.22 16.84 16.47 16.29 (-0.55)Pertambangan & Galian 1.70 1.59 1.35 0.92 1.49 2.00 1.93 1.94 1.90 1.85 1.76 0.29Industri Pengolahan 27.70 28.66 29.93 27.77 27.42 27.01 26.55 25.24 24.93 24.62 25.18 (-0.86)Listrik & Gas & Air Bersih 1.77 1.85 1.76 2.17 2.42 2.61 2.71 2.82 2.95 3.16 2.98 4.81Bangunan 6.76 6.87 6.75 5.37 4.78 4.59 4.48 4.37 4.28 4.13 5.59 (-1.71)Perdagangan, Hotel & Restoran 20.80 21.04 21.32 20.90 20.71 20.94 21.91 22.72 23.53 24.21 23.29 1.03Pengangkutan & Komunikasi 6.66 6.74 6.53 7.45 8.07 8.35 8.16 8.77 8.75 8.83 8.56 2.30Keuangan,Persew Bgn&Jasa Persh 6.60 6.44 6.39 6.06 5.61 5.62 5.75 5.80 5.78 5.90 5.71 (-1.32)Jasa-Jasa 10.70 10.21 10.00 11.28 11.24 11.07 11.07 11.12 11.05 10.83 10.65 (-0.04)PDRB 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Selama periode 1995-2005, kontribusi sektor industri pengolahan

mempunyai kecenderungan yang semakin menurun, yaitu dari 27,70 persen pada

tahun 1995 menjadi 25,18 persen pada tahun 2005. Perubahan ini bukan berarti

secara nominal nilai sektor industri pengolahan mengalami penurunan tetapi oleh

karena adanya sektor lain yang mulai tumbuh dengan lebih cepat, yaitu sektor

perdagangan, hotel & restoran.

Beberapa kesimpulan dari indikator perekonomian Jawa Timur

sebagaimana diuraikan di atas adalah bahwa perkembangan perekonomian di

provinsi Jawa Timur cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan

pembangunan ekonomi ini membawa dampak positif dan negatif bagi tercapainya

tujuan pembangunan nasional, mengingat bahwa Jawa Timur merupakan

penyumbang terbesar PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia.

4.1.3. Perkembangan Sektor Industri Pengolahan di Jawa Timur

Dari Tabel 4.3 dapat dijelaskan sektor industri pengolahan merupakan

sektor yang dijadikan sebagai penggerak utama perekonomian baik secara

nasional maupun regional. Hampir sebagian besar kebutuhan masyarakat dalam

pemenuhan kebutuhan dasarnya bergantung pada sektor industri pengolahan.

Pada awal tahun observasi nilai PDRB sektor industri pengolahan sebesar

18.718.257 juta rupiah dan meningkat menjadi 120.974.195 juta rupiah. Jika

Dilihat dari pertumbuhan rata-rata per tahun sektor industri pengolahan selama

periode tahun 1995-2005 tingkat pertumbuhannya sebesar 18,49 persen.

Terdapat empat sub-sektor industri pengolahan yang memiliki tingkat

pertumbuhan yang tinggi yaitu sub-sektor pupuk, kimia dan barang dari karet

sebesar 39,97 persen, sub-sektor barang lainnya sebesar 35,85 persen, sub sektor

kertas dan barang cetakan sebesar 25,15 persen, dan sub-sektor logam dasar besi

dan baja sebesar 19,13 persen. Sedangkan sub-sektor yang tingkat

pertumbuhannya rendah nilai pertumbuhan pertahunnya adalah sub-sektor alat

angkutan, mesin dan peralatannya sebesar 6,59 persen. Sub-sektor makanan,

minuman dan tembakau mempunyai nilai PDRB tertinggi yaitu sebesar

10.064.780 juta rupiah pada tahun 1995 dan sebesar 67.344.756 juta rupiah pada

tahun 2005. Dapat diindikasikan sub-sektor alat angkutan, mesin dan

peralatannya belum mampu memberikan optimalitas bagi pembangunan

ekonomi di Jawa Timur. Pada periode tahun 1995-2005, secara keseluruhan,

nilai PDRB untuk setiap sub-sektor cenderung mengalami peningkatan dari tahun

ke tahun. Hal ini sebagai indikasi pesatnya pertumbuhan pembangunan ekonomi

di Jawa Timur.

Seperti terlihat pada Tabel 4.4 , bahwa pada tahun 2005 kontribusi sub-

sektor industri pengolahan makanan, minuman, dan tembakau adalah yang paling

mendominasi diantara sub sektor lainya sebesar 55,67 persen. Kemudian diikuti

oleh tiga sub sektor lainnya yaitu sub sektor kertas dan barang cetakan sebesar

11,91 persen dan sub sektor logam dasar besi dan baja sebesar 7,58 persen dan

sub sektor pupuk, kimia dan barang dari karet sebesar 7,57 persen.

Pertumbuhan rata-rata per tahun tertinggi terjadi pada sub sektor pupuk, kimia dan

barang dari karet sebesar 18,13 persen, dengan nilai kontribusi pada tahun 1995

sebesar 1,21 persen meningkat pada tahun 2005 menjadi 7,58 persen. Selama

periode 1995-2005 kenaikan ini diindikasikan karena adanya peningkatan

kapasitas produksi pada perusahaan kimia terbesar di Gresik PT Petro Kimia.

Pertumbuhan rata-rata pertahun terendah terjadi pada sub sektor makanan

minuman dan tembakau sebesar 0,32 persen. Meskipun pertumbuhannya relatif

kecil namun tetap mendominasi kontribusinya diantara sub sektor lainya dengan

nilai di atas 50 persen untuk setiap tahun periode 1995-2005.

4.2. Hasil dan Perhitungan

4.2.1 Variabel Spesialisasi

Variabel ini mengukur konsentrasi sektor industri pengolahan di Jawa

Timur pada periode penelitian 1995-2005. Data spesialisasi ini merupakan nilai

indeks spesialisasi dari data rasio PDRB sektor industri pengolahan di Jawa Timur

terhadap total PDRB Jawa Timur dibagi dengan rasio PDB sektor indutri

pengolahan di Indonesia terhadap total PDB Indonesia. Pada Tabel 4.5 di bawah

ini, pada periode 1995-2005 dapat dilihat bahwa tingkat spesialisasi sektor

industri pengolahan dapat berpengaruh positif maupun negatif pada proses

knowledge spillover perekonomian di Jawa Timur. pengaruh Positifnya

perekonomian tumbuh cepat, dan pengaruh negatifnya pemerataan secara sektoral

tidak merata.

Tabel 4.5Variabel Spesialisasi Sektor Industri Pengolahan

PDRB Jawa Timur Tahun 1995-2005

Sumber : Indikator Makro Ekonomi Jawa Timur berbagai terbitan, diolah

4.2.1. Variabel Diversifikasi

Tabel 4.6

Sumber : PDRB Propinsi Di Indonesia Menurut Lapangan Usaha, berbagai terbitan,diolah

Variabel diversifikasi digunakan untuk mengetahui tingkat keragaman

secara sektoral pada subsektor industri pengolahan. Dengan mengetahui tingkat

keragaman di sektor industri pengolahan maka dapat menggambarkan adanya

TAHUN Jawa Timur (Juta Rupiah) Indonesia (Milyar Rupiah)Sektor Industri

Pengolahan PDRB TotalSektor Industri

Pengolahan PDB total

Indeks Spesialisasi

1995 18,718,587 66,213,193 97,996 452,381 1.311996 22,092,863 77,004,124 121,387 532,631 1.261997 26,343,658 91,362,349 168,178 62,337 1.071998 37,607,024 84,504,429 238,897 955,754 1.781999 41,158,117 150,555,746 287,703 1,109,980 1.052000 45,400,374 169,680,628 336,053 1,264,919 1.012001 51,779,630 195,726,784 442,975 1,684,281 1.012002 70,291,432 226,957,307 484,087 1,863,275 1.192003 88,694,805 254,380,758 511,410 2,045,854 1.392004 100,995,019 341,065,251 565,748 2,273,142 1.192005 120,974,195 403,392,351 631.983 2,729,708 1.30

Variabel Diversifikasi Sektor Industri Pengolahan PDRB Jawa Timur Tahun 1995-2005Tahun

NO 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 Rata -Rata xi2 xi2 xi2 xi2 xi2 xi2 xi2 xi2 xi2 xi2 xi2 (%)1 0.2891 0.3039 0.28903 0.3527 0.3244 0.3128 0.3267 0.3137 0.3080 0.2942 0.3099 0.63302 0.0080 0.0079 0.00825 0.0080 0.0110 0.0019 0.0018 0.0020 0.0018 0.0017 0.0015 -13.86773 0.0032 0.0028 0.00328 0.0018 0.0029 0.0011 0.0014 0.0016 0.0017 0.0015 0.0014 -7.14214 0.0043 0.0042 0.00301 0.0025 0.0045 0.0141 0.0118 0.0114 0.0123 0.0155 0.0142 11.55275 0.0001 0.0002 0.00063 0.0003 0.0009 0.0062 0.0061 0.0063 0.0058 0.0060 0.0057 39.54786 0.0084 0.0083 0.00852 0.0044 0.0025 0.0010 0.0010 0.0011 0.0011 0.0011 0.0010 -17.46207 0.0051 0.0038 0.00467 0.0049 0.0030 0.0064 0.0055 0.0057 0.0064 0.0065 0.0057 1.09058 0.0044 0.0045 0.00364 0.0036 0.0035 0.0003 0.0003 0.0003 0.0004 0.0004 0.0004 -19.07959 0.0001 0.0001 0.00018 0.0001 0.0001 0.0014 0.0014 0.0017 0.0018 0.0018 0.0019 31.4582

IHH 0.3227 0.3356 0.32121 0.3782 0.3528 0.3453 0.3562 0.3440 0.3392 0.3286 0.3418 0.5244

pengaruh terjadinya knowledge spillover pada sektor yang memiliki peran terbesar

dalam perekonomian Jawa Timur tersebut. Aliran pengetahuan ini tidak hanya

diikuti oleh satu sub-sektor saja melainkan oleh semua sub-sektor industri

pengolahan sehingga dapat memperpendek learning curve dan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Untuk menghitung variabel diversifikasi digunakan Indeks

Hirschman-Herfindahl (IHH). Dengan metode ini dapat diketahui tingkat

keragaman aktivitas ekonomi pada sektor industri pengolahan.

Nilai maksimum Indeks Hirschman Herfindahl (IHH) adalah 1 (satu) nilai

satu berarti hanya terkonsentrasi pada satu sektor atau sub-sektor saja. Semakin

besar Hirschman Herfindahl menunjukan semakin menurunnya keanaekaragaman

atau semakin terkonsentrasinya pada satu sub-sektor atau beberapa sub-sektor

sektor aja. Sebaliknya semakin kecil nilai Indeks Hirschman Herfindahl (IHH)

menunjukan semakin tinggi kenekaragaman atau perekonomian tidak hanya

terkonsentrasi pada satu atau beberapa sub-sektor saja.

Menurut hasil perhitungan pada tabel 4.6, selama periode observasi tahun

1995-2005 nilai IHH rata-rata sebesar 0.5244. Hal itu menunjukan bahwa tingkat

keanaekaragaman industri di Jawa Timur cukup tinggi atau artinya pertumbuhan

ekonomi di Jawa Timur tidak hanya terkonsentrasi pada satu atau beberapa sub

sektor saja melainkan banyak sub sektor lain yang dapat mempengaruhi.

4.2.2. Variabel Kompetisi

Variabel kompetisi dihitung dengan menggunakan concentration rasio 5

(CR 5) subsektor industri pengolahan yang paling besar kontribusinya. Tingkat

kompetisi antar sub sektor dapat mempengaruhi knowledge spillovers dan

pertumbuhan ekonomi Jawa Timur. Pengaruh tingkat kompetisi ini dapat

berdampak positif maupun negatif. Pengaruh positif adalah semakin

meningkatnya inovasi dan difusi penemuan (pengetahuan). Jika banyak

diantara sub sektor dari sektor industri pengolahan melakukan inovasi maka

akan berdampak positif terhadap sektor industri pengolahan dan perekonomian

pada umumnya. Adanya kompetisi akan mendorong sub sektor industri

menggunakan proses produksi lebih efisien dengan menggunakan teknologi

baru.

Tabel 4.7Variabel Kompetisi Sektor Industri Pengolahan

PDRB Jawa Timur Tahun 1995-2005 (%)

SEKTOR/SUBSEKTOR TAHUN1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005

Makanan, minuman, dan tembakau 89.59 90.55 89.98 93.25 91.96 90.61 91.74 91.21 90.81 89.51 90.66Tekstil, barang dari kulit dan alas kaki 2.48 2.34 2.57 2.11 3.12 0.55 0.52 0.58 0.53 0.52 0.45Barang dari kayu dan Hasil hutan lainnya 0.99 0.83 1.02 0.47 0.84 0.31 0.39 0.48 0.49 0.46 0.41kertas dan barang cetakan 1.32 1.24 0.94 0.65 1.27 4.10 3.32 3.32 3.62 4.73 4.15pupuk, kimia, dan barang dari karet 0.05 0.05 0.20 0.08 0.25 1.80 1.72 1.84 1.71 1.82 1.68semen dan barang galian bukan logam 2.61 2.48 2.65 1.15 0.70 0.29 0.29 0.32 0.33 0.34 0.30logam dasar besi dan baja 1.58 1.13 1.45 1.31 0.84 1.85 1.55 1.67 1.88 1.97 1.68alat angkutan, mesin dan peralatannya 1.36 1.34 1.13 0.94 0.99 0.09 0.09 0.10 0.11 0.12 0.13barang lainnya 0.03 0.03 0.06 0.04 0.04 0.40 0.39 0.49 0.54 0.54 0.55Total 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100CR 5 97.62 97.96 97.79 98.76 98.18 98.91 98.84 98.62 98.54 98.57 98.71

Sumber : PDRB Industri di Jawa Timur menurut lapangan usaha, diolah.Keterangan : CR 5 meliputi kontribusi lima sub sektor sektor terbesar, yaitu sub-sektor makanan dan minuman, sub-sektor tekstil barang dari kulit dan alas kaki, kertas dan barang cetakan , sub-sektor semen dan barang galian bukan logam, dan sub-sektor logam dasar besi dan baja.

4.2.3. Variabel DFI

Tabel 4.8 Direct Foreign Invesment (DFI) Di Provinsi Jawa Timur

Tahun 1995-2005

Tahun Nilai Investasi pertumbuhan(juta USD) (%)

1995 3,851,988,543 -55.241996 1,724,150,891 6.241997 1,831,658,433 -63.301998 6,721,706,555 -40.651999 3,989,621,445 148.622000 9,919,033,749 -66.902001 3,282,861,858 148.562002 8,160,029,842 -20.732003 6,468,547,713 -20.662004 5,132,374,532 69.752005 8,711,970,899 -10.62

Sumber : Bank Indonesia, data diolah.

Sebelum berinvestasi pihak swasta asing akan selalu memperhitungkan

banyak faktor sebelum akhirnya benar-benar memutuskan investasi. Hal ini sudah

barang tentu menjadi hak investor asing sebagai pemilik modal mempunyai

kekuasaan penuh untuk memilih negara tempat mereka akan menanamkan

modalnya. Beberapa negara yang menanamkan investasinya di Jawa Timur,

antara lain beberapa negara Asia Timur seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan,

China dan negara Amerika Serikat. Sementara negara lain di luar negara-negara

tersebut masih sedikit yang menanamkan modalnya di Jawa Timur.

Perusahaan-perusahaan dengan kepemilikan swasta asing cenderung sudah

menggunakan teknologi tinggi. Perusahaan-perusahaan tersebut biasanya

menggunakan tenaga kerja yang sudah terlatih dan mahir serta didukung dengan

pendanaan besar dan tehnologi tinggi.

Nilai Direct Foreign Investment (DFI) di Jawa Timur pada tahun 1995

mengalami penurunan sebesar -55,24 persen dari tahun sebelumnya. Namun

demikian, meningkat kembali pada tahun 1996 sebesar 6,24 persen. Pada tahun

1997 turun kembali sebesar -63,30 persen dan tetap negatif di tahun 1998 dengan

penurunan sebesar 40,65 persen. Nilai DFI tertinggi terjadi pada tahun 1999

sebesar 148,62 persen dan tahun 2001 sebesar 148,56. kenaikan ini karena

adanya proses pemulihan ekonomi yang mulai berjalan setelah terjadinya krisis

ekonomi tahun 1998. Kondisi naiknya DFI ini juga diindikasikan karena faktor

situtasi politik dan ekonomi Indonesia mulai stabil.

Agar dapat terus meningkatkan nilai investasi di tahun-tahun mendatang

pemerintah Provinsi Jawa Timur harus melakukan berbagai macam upaya untuk

memudahkan investor asing berinvestasi di wilayah Jawa Timur, yaitu dengan

menciptakan iklim usaha yang kondusif yang berupa kemudahan perijinan,

kepastian hukum, dan stabilitas keamanan. Dalam kaitan ini, iklim usaha yang

kondusif merupakan elemen yang cukup penting untuk menciptakan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi. Dengan demikian adanya kelengkapan infrastruktur yang

memadai, kebijakan pemerintah daerah yang baik dan konsisten, pemberian

layanan yang terbaik serta jaminan keamanan yang prima merupakan bagian dari

pendukung dalam pengimplementasiannya.

Nilai DFI dari tahun ke tahun sering mengalami fluktuasi atau naik turun.

Naik turunnya DFI ini disebabkan oleh keadaan ekonomi makro Indonesia yang

belum stabil setelah adanya krisis. Naik turunnya nilai DFI ini juga disebabkan

karena sifat investasi yang bersifat jangka panjang (dan menengah), sehingga

sangat berpengaruh terhadap bentuk data series nilai investasi ini. Selain itu

faktor keadaan politik, keamanan, dan kebijakan pemerintah dapat menjadi hal

penting bagi pihak swasta asing dalam menentukan daerah tujuan investasinya.

Sehingga, tidak salah apabila pihak asing ragu-ragu untuk menanamkan modalnya

di suatu daerah, walaupun daerah tersebut berpotensi untuk berkembang dan

dijadikan objek investasi, tetapi mempunyai tingkat resiko investasi keamanan

dan sustainabilitas investasinya.

4.3 Analisis model dan Pembuktian Hipotesis

4.3.1 Analisis model

Dalam Melakukan analisis pengaruh knowledge spillover terhadap

pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur terdapat variabel yang terdiri atas satu

variabel terikat dan empat variabel bebas. Variabel bebasnya yaitu spesialisasi,

diversifikasi, kompetisi dan DFI.

Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Eviews 4.0 dan OLS maka

diperoleh persamaan awal regresi yang terlihat pada Tabel 4.9 dibawah ini

Dari model yang diestimasi diperoleh nilai koefisien:

y = 328,5122 – 8,509239 X1 – 0,322791 X2 – 3,484925 X3 + 0,000840 X4 –

9,712487 D

dimana: y = Pertumbuhan ekonomi Jawa Timur

X1 = Spesialisasi

X2 = Diversifikasi

X3 = Kompetisi

X4 = DFI (Foreign Direct Investment)

D = Dummy Variabel

Tabel 4.9 Hasil Estimasi Model Regresi OLSPertumbuhan Ekonomi Jawa Timur tahun 1995-2005

Sumber: Lampiran 1

4.3.2 Uji Stastistik

Dependent Variable: GMethod: Least SquaresDate: 01/31/08 Time: 03:40Sample: 1995 2005Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.X1 -8.509239 2.871731 -2.963105 0.0314X2 -0.322791 0.804857 -0.401054 0.7049X3 -3.484925 1.178729 -2.956511 0.0316X4 0.000840 0.000313 2.683615 0.0436D -9.712487 2.199421 -4.415928 0.0069C 328.5122 81.82395 4.014866 0.0102

R-squared 0.963157 Mean dependent var 3.276284Adjusted R-squared 0.926315 S.D. dependent var 6.413354S.E. of regression 1.740909 Akaike info criterion 4.249144Sum squared resid 15.15382 Schwarz criterion 4.466178

Log likelihood -17.37029 F-statistic 26.14240Durbin-Watson stat 1.360301 Prob(F-statistic) 0.001360

4.3.2.1. R2 Squared

Koefisien determinasi atau R squared menunjukan kemampuan semua

variabel bebas secara bersama-sama menjelaskan lebih lanjut variasi dari

perubahan variabel terikat. Besarnya nilai koefisien determinasi antara 0 sampai 1.

apabila nilai koefisien mendekati angka 1 menunjukkan bahwa variabel bebas

yang dimasukkan dalam model memiliki kemampuan tinggi dalam menjelaskan

variasi perubahan dari variabel terikatnya, sehingga variabel lain yang tidak

dimasukan ke dalam model kecil pengaruhnya. Sebaliknya jika koefisien

determinasi rendah angka mendekati 0 maka menunjukan rendahnya kemampuan

variabel bebas dalam menjelaskan variabel terikatnya, dengan kata lain variabel

terikat lebih dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimaksukan ke dalam

model.

Dari hasil estimasi pada Tabel 4.9, dapat dilihat bahwa nilai koefisien

determinasi (R2 ) sebesar 0,963157 hal ini berarti bahwa sebesar 96,31 persen

variasi pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur dapat diterangkan atau dipengaruhi

oleh variabel knowledge spillovers dan sisanya sebesar 0,036843 atau 3,68 persen

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimaksukan ke dalam model estimasi

(error term).

4.3.2.2. Uji t

Untuk dapat melihat hasil dari uji stastistik dapat dilihat selengkapnya

pada tabel 4.10 berikut. Pada tabel tersebut dijelaskan dengan melihat thitung dan uji

t dengan membandingkan nilai probabilitas kesalahan parsial dengan tingkat

kepercayaan atau level of significance (α 5 %).

Menurut teori MAR dan Porter variabel spesialisasi (X1) memiliki dampak

yang positif bagi pertumbuhan ekonomi. Namun, hasil tersebut tidak sejalan

dengan penelitian ini. Ditunjukkan bahwa hasil perhitungan terhadap uji t statistik

memiliki koefisien negatif dan signifikan, berdasarkan hasil perhitungan

ditunjukkan bahwa setiap kenaikan spesialisasi industri sebesar 1% diduga akan

menyebabkan pertumbuhan ekonomi mengalami perlambatan sebesar 8.5 %,

penemuan ini didukung dengan tingkat signifikansi sebesar 5%. Sehingga secara

umum dapat dikatakan spesialisasi industri di Jawa Timur belum berperan secara

optimal terhadap pertumbuhan ekonomi. Spesialisasi pada kenyataannya tidak ada

dampak pada pertumbuhan ekonomi.

Variabel Diversifikasi( X2) menghasilkan nilai thitung negatif dan tidak

signifikan. Hasil perhitungan ini berlawanan dengan penemuan Jacobs terhadap

diversifikasi Industri di Italia yang menunjukkan hasil positif. Penemuan dalam

penelitian ini terhadap kasus di Jawa Timur tidak menunjukkan hasil yang positif

pertumbuhan ekonomi diduga karena perbedaan karakteristik industri pengolahan

di Jawa Timur dan di Negara maju

Knowledge spillover secara teoritis tergantung dari karakteristik wilayah.

Sebagai contoh adanya kompetisi antar sub sektor industri dapat diperkirakan

mempunyai dampak pada pelimpahan pengetahuan dan pertumbuhan. Variabel

Kompetisi (X3 ) mempunyai nilai thitung yang negatif artinya sesuai dengan teori

MAR bahwa kompetisi akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dalam penelitian ini, variabel kompetisi diindikasikan sebagai nilai CR-5.

Semakin tinggi nilai CR-5 menunjukkan tingkat kompetisi yang semakin rendah,

demikian sebaliknya. Hasil perhitungan regresi menunjukkan bahwa semakin

tinggi nilai CR-5, maka tingkat pertumbuhan ekonomi semakin kecil. Artinya,

semakin rendah tingkat kompetisi sektor industri pengolahan di Jawa Timur

(ditunjukkan dengan nilai CR-5 yang semakin besar), maka akan menurunkan

pertumbuhan ekonomi.. Berdasarkan hasil pengujian ditunjukkan bahwa setiap

kenaikan tingkat kompetisi antar Industri di Jawa Timur akan menyebabkan

pertumbuhan ekonomi mengalami penurunan sebesar 3.48%, penemuan tersebut

signifikan secara statistik sebesar 5%.

Tabel 4.10

Uji Statistik t

(DF = 5, α = 5 %)Variabel bebas thitung >/< ttabel Pobabiltas Hasil uji t

X1 -2.963105 > -2.015 0.0314 SignifikanX2 -0.401054 < -2.015 0.7049 Tidak signifikanX3 -2.956511 > -2.015 0.0316 SignifikanX4 2.683615 > 2.015 0.0436 SignifikanD -4.415928 > -2,015 0.0069 Signifikan

Sumber lampiran 1, data diolah.

Hasil perhitungan variabel DFI (X4) mempunyai hasil thitung positif dan

signifikan. Berdasarkan hasil pengujian, ditunjukkan bahwa setiap kenaikan

penanaman modal langsung terhadap industri di Jawa Timur sebesar 1 % diduga

akan menaikan pertumbuhan ekonomi sekitar sebesar 0.94%, hasil tersebut

signifikan secara statistik sebesar 5%. Sehingga dapat disimpulkan variabel DFI

berhubungan lurus terhadap pertumbuhan ekonomi, dimana kenaikan pada

Penanaman Modal Langsung (DFI) akan diikuti oleh kenaikan pertumbuhan

ekonomi. Pada tabel 4.10 diatas akan ditunjukkan rangkuman hasil pengujian

dengan menggunakan uji t statistik

4.3.2.3. Uji F

Hasil pengujian secara simultan ditunjukkan bahwa keseluruhan variabel

bebas berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi dengan probabilitas Fhitung

sebesar 0,001360. Hasil ini menunjukan bahwa secara simultan keseluruhan

variabel bebas berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

Jawa Timur sebesar 1%. Sehingga Hipotesis (H0) ditolak dan Hipotesis alternatif

(H1) diterima, maka dapat disimpulkan knowledge spillover secara bersama-sama

memiliki pengaruh signifikan terhadap variabel terikat, yaitu pertumbuhan

ekonomi di Jawa Timur pada periode penelitian 1995-2005.

4.3.3 Uji Asumsi Klasik

Berdasarkan asumsi klasik, pendugaan atau estimasi yang baik adalah

tidak adanya multikolinearitas, tidak adanya heteroskedastisitas serta tidak terjadi

autokorelasi. Dari penyimpangan asumsi klasik ini dapat mengakibatkan kondisi

tidak deal lagi dan tidak sesuai dengan BLUE (Best Linear Unbiased Estimator),

sehingga memerlukan tindakan perbaikan. Seperti yang telah diketahui model

analisis linear berganda secara statistik harus memenuhi asumsi klasik agar data

yang sudah diperoleh dapat digunakan.

4.3.4 Uji Multikolinearitas

Hasil estimasi menunjukan nilai R2 sebesar 0,963157 menunjukan adanya

multikolinearitas namun setelah dilakukan uji Pairwise Correlation Matrix pada

tabel 4.11 pada program Eview 4.0, tidak ada nilai korelasi yang lebih dari 0,8

sehingga dapat disimpulkan tidak ada multikolineritas pada model pertumbuhan

ekonomi.

Tabel 4.11.

Pairwise Correlation Matrix

Sumber: lampiran 2

4.3.5 Uji Heteroskedastisitas

Tabel 4.12

Uji White Heteroskedastisitas

X3 X2 X4 G X1 DX3 1 0.662251 -0.465640 -0.484950 0.246325 -0.485785X2 0.662251 1 -0.539759 -0.835747 0.432759 0.068125X4 -0.465640 -0.539759 1 0.335279 -0.023821 0.473528X1 0.246325 0.432759 -0.023821 -0.666989 1 0.249692D -0.485785 0.068125 0.473528 -0.393103 0.249692 1

Sumber: lampiran 2

Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya masalah heteroskedastisitas

adalah dengan mengetahui nilai probabilitas dari Obs*R-squared melalui uji white

yang ada di program Eview 4.0. dari hasil perhitungan dapat diketahui kondisi

tidak signifikan sebesar 0,283076. Nilai probabilitas yang tidak signifikan

menunjukan bahwa tidak terdapat masalah herteroskedastisitas pada hasil

estimasi (Eviews User Guide).

4.3.6 Uji Autokolinearitas

Tabel 4.13

Test Serial Korelasi LM

Sumber :lampiran 2

Salah satu cara untuk mengetahui ada tidaknya masalah autokorelasi dapat

dilakukan dengan mengetahui nilai probabilitas dari Obs*R-squared melalui uji

Breusch-Godfrey Lagrange Multiplier. Hasil uji Breusch-Godfrey Lagrange

White Heteroskedasticity Test:F-statistic 11.37052 Probability 0.226466Obs*R-squared 10.89355 Probability 0.283076

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:F-statistic 0.812796 Probability 0.522313Obs*R-squared 3.865778 Probability 0.144729

Multiplier menunjukan kondisi yang tidak signifikan sebesar 0.144729. Nilai

probabilitas yang tidak signifikan menunjukan bahwa tidak terdapat masalah

autokorelasi.

4.4 Pembahasan

Model penelitian ini menggunakan empat variabel bebas yaitu variabel

speasialisasi, diversifikasi, kompetisi dan DFI. Berdasarkan hasil perhitungan

nilai variabel spesialisasi diatas 1 artinya terspesialisasi secara relatif di sektor

industri pengolahan di luar di Jawa Timur atau di Indonesia. Sedangkan variabel

diversifikasi menunjukan nilai yang relatif stabil dari tahun ke tahun selama masa

periode penelitian. Variabel kompetisi menunjukan nilai yang stabil dengan

tingkat konsentrasi yang tinggi hanya pada sub sektor makanan, minuman dan

tembakau. Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Bank Indonesia

variabel DFI menunjukan nilai yang relatif fluktuatif dari tahun ke tahun.

Berdasarkan hasil analisis model faktor knowledge sipllovers menunjukan

bahwa terdapat pengaruh antara variabel spesialisasi, diversifikasi, kompetisi, dan

DFI terhadap pertumbuhan ekonomi. Namun demikian dari hasil perhitungan

menunjukan bahwa varibel diversifikasi tidak berpengaruh signifikan terhadap

pertumbuhan ekonomi.

4.4.1 Pengaruh Spesialisasi( X1) Pada Industri Manufaktur Pertumbuhan di

Jawa Timur

Hasil perhitungan regresi menunjukan bahwa variabel spesialisasi bernilai

negatif dan berpengaruh signifikan. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin

besar tingkat spesialisasi industri pengolahan di Jawa Timur akan menyebabkan

menurunnya tingkat pertumbuhan ekonomi. Besarnya tingkat spesialisasi

menunjukkan bahwa tingkat konsentrasi peranan sub-sektor industri pengolahan

hanya pada beberapa sub sektor industri pengolahan saja. Berdasarkan data

industri pengolahan di Jawa Timur, subsektor yang memiliki peranan paling besar

terhadap sektor industri pengolahan adalah sub-sektor industri makanan,

minuman, dan tembakau. Sehingga untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di

Jawa Timur, maka peran sektor industri pengolahan harus lebih merata ke

beberapa sub-sektor lainnya, tidak hanya pada sub sektor industri makanan,

minuman dan tembakau saja.

4.4.2 Pengaruh Diversifikasi ( X2) Pada Industri Manufaktur di Jawa Timur

Variabel diversifikasi berdasarkan hasil perhitungan regresi mempunyai

huibungan yang negatif dan tidak signifikan. artinya bahwa variabel diversifikasi

mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur.

4.4.3 Pengaruh Kompetisi ( X3) Pada Industri Manufaktur di Jawa Timur

Variabel kompetisi pada persamaan regresi berpengaruh signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Dalam penelitian ini, variabel

kompetisi diindikasikan sebagai nilai CR-5. Semakin tinggi nilai CR-5

menunjukkan tingkat kompetisi yang semakin rendah, demikian sebaliknya. Hasil

perhitungan regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai CR-5, maka tingkat

pertumbuhan ekonomi semakin kecil. Artinya, semakin rendah tingkat kompetisi

sektor industri pengolahan di Jawa Timur (ditunjukkan dengan nilai CR-5 yang

semakin besar), maka akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Sehingga untuk

dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka sebaiknya pemeritah daerah di

Jawa Timur mendorong berkembangnya sub-sektor lain di luar sub-sektor

makanan,minuman &tembakau, tektil, dan beberapa sub-sektor lain yang

memiliki peran yang paling tinggi.

4.4.4 Pengaruh DFI ( X4) Pada Industri Manufaktur di Jawa Timur

Variabel DFI pada persamaan regresi mempunyai hubungan yang positif

dan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan

demikian apabila nilai DFI meningkat akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Hal ini dikarenakan investor asing membawa dana yang cukup besar dan

membawa teknologi yang tinggi sehingga akan meningkatkan inovasi dan

efisiensi produksi di sektor industri pengolahan. Selain itu untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi pemerintah daerah perlu untuk melakukan berbagai macam

upaya untuk mengundang investor ke Jawa Timur. Salah satu upaya Pemerintah

Daerah adalah kemudahan dalam birokrasi dan promosi peluang investasi,

kepastian hukum , kondisi tenaga kerja dan faktor keamanan.

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian empiris dan hasil analisis yang telah

diuraikan pada bab sebelumnya, dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Hipotesis pertama terbukti dengan hasil uji F membuktikan bahwa nilai

probabilitas F hitung sebesar 0,001360. Angka ini menunjukan nilai

probabilitas Fhitung kurang dari level of significance (α 5 %), sehingga H0

ditolak dan H1 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa knowledge

spillovers sebagai variabel bebas (variabel spesialisasi, diversifikasi,

kompetisi, DFI, Dummy ). secara simultan berpengaruh signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur (Y) sebagai variabel

tergantung. Hal ini membuktikan bahwa model yang digunakan sesuai

dengan teori yang digunakan.

2. Melalui perhitungan dengan menggunakan uji satatistik t diperoleh ttabel =

-2,015 (two tailed). Kemudian nilai thitung dari masing-masing variabel

bebas dibandingkan dengan nilai ttabel yaitu variabel Spesialisasi =

-2.963105, diversifikasi = -0.401054, kompetisi= -2.956511, DFI =

2.683615, Dummy= -4.415928.Sehingga dapat disimpulkan bahwa

knowledge spillover (spesialisasi, kompetisi, DFI, dummy ) secara parsial

berpengaruh signifikan terhadap terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa

Timur (Y) sebagai variabel tergantung.

3. Variabel diversifikasi berdasarkan hasil perhitungan regresi mempunyai

huibungan yang negatif dan tidak signifikan. artinya bahwa variabel

diversifikasi tidak mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi

di Jawa Timur. Hal ini disebabkan perbedaan karakteristik sektor industri

pengolahan di Jawa Timur dengan daerah lain di negara maju.

4. Hasil perhitungan regresi menunjukan bahwa variabel spesialisasi bernilai

negatif dan berpengaruh signifikan dengan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan data industri pengolahan di Jawa Timur, sub-sektor yang

memiliki peranan paling besar terhadap sektor industri pengolahan adalah

sub-sektor industri makanan, minuman, dan tembakau. Sehingga untuk

meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur, maka peran sektor

industri pengolahan harus lebih merata ke beberapa sub-sektor lainnya,

tidak hanya pada sub sektor industri makanan, minuman dan tembakau

saja.

5. Variabel kompetisi pada persamaan regresi berpengaruh negatif signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur. Dalam penelitian ini,

variabel kompetisi diindikasikan sebagai nilai CR-5. Semakin tinggi nilai

CR-5 menunjukkan tingkat kompetisi yang semakin rendah, demikian

sebaliknya. Hasil perhitungan regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi

nilai CR-5, maka tingkat pertumbuhan ekonomi semakin kecil. Artinya,

semakin rendah tingkat kompetisi sektor industri pengolahan di Jawa

Timur (ditunjukkan dengan nilai CR-5 yang semakin besar), maka akan

menurunkan pertumbuhan ekonomi.

6. Variabel DFI pada persamaan regresi mempunyai hubungan yang positif

dan berpengaruh secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Dengan demikian apabila nilai DFI meningkat akan meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Hal ini dikarenakan investor asing membawa dana

yang cukup besar dan membawa teknologi yang tinggi sehingga akan

meningkatkan inovasi dan efisiensi produksi di sektor industri.

5.2. Saran

Berdasarkan simpulan maka diajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Jawa, maka perkembangan

sektor industri pengolahan hendaknya dikembangkan tidak hanya pada

sub-sektor industri makanan, minuman dan tembakau saja, tetapi lebih

merata ke beberapa sub-sektor industri manufaktur lainnya. Sektor industri

lainnya yang mempunyai peran penting bagi perekonomian jawa timur

antara lain sektor industri tekstil, barang dari kulit dan alas kaki

2. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Jawa Timur, maka tingkat

kompetisi sektoral antar sub-sektor industri pengolahan harus ditingkatkan

melalui bantuan program perbankan Indonesia seperti kredit usaha baik

untuk usaha kecil menengah maupun usaha besar.

3. Perlu meningkatkan perekonomian, baik di tingkat daerah Jawa Timur

maupun di tingkat nasional khususnya di sektor industri pengolahan,

dengan dibangunnya sarana infrastruktur transportasi trans Jawa sehingga

aktiviras perekonomian berjalan lancar.

4. Peran serta swasta asing sangat diperlukan untuk meningkatkan

investasinya, dengan demikian perlu adanya kebijakan strategis di bidang

industri pengolahan yang mendukung situasi investasi di Jawa Timur yang

lebih kondusif. Kebijakan strategis yang perlu dilakukan adalah peraturan-

peraturan pemerintah daerah yang mendukung investor asing masuk,

peraturan perpajakan dan cukai yang tidak memberatkan investor swasta

asing

5. Sebaiknya Pemerintah Daerah melakukan berbagai macam upaya untuk

mengundang investor ke Jawa Timur agar nilai FDI di Jawa Timur dapat

Meningkat dari tahun ke tahun, seperti melakukan kunjungan kerja ke

negara-negara maju untuk mempromosikan potensi-potensi daerah di Jawa

Timur yang layak untuk dikembangkan. Selain itu Pemerintah Daerah

sebaiknya mempermudah jalur birokrasi yang selama ini masih dikeluhkan

oleh para investor asing yang akan berinvestasi di Jawa Timur.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Armstrong, H and J. Taylor.1993. Regional Economics and Policy, Harvester Wheatsheaf, New York.

Anselin, Luc.1994. Local Indicators Of Spatial Association – LISA. Research Paper 9331, Regional Research Institute, West Virginia University Morgantown. WV.

Antonen, Sanna-Mari.2003. Spatial Autocorrelation in Employment Output Relation. Makalah pada ERSA Congress 2003, 27th- 30th August 2003. University Jyvaskyla, Finland.

Audretsch D.B. and Feldman M.P.1996. R&D Spillovers and the Geography of Innovation and Production, American Economic Review 86, 630-40.

Badan Pusat Statistik (BPS). 2001

Djojohadikusumo, Sumitro.1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi (Dasar Teori Ekonomi Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan). Jakarta : LP3S.

Glaeser E.L., Kallal H.D., Scheinkman J.A. and Shleifer A.1992, Growth in Cities,

Journal of Political Economy 100, 1126-52.

Gujarati D.N.1995, Basic Econometrics, McGraw-Hill, Inc.

Hahn, F.H.1987. Neoclasical Growth Theory, in J. Eatwell, M. Milgate, and P. Newman Ed., The New Palgrave a Dictionary of Economics, The Macmillan Press Limited, London.

Istifadah, Nurul, 2007. Modul Ekonomi Regional. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Airlangga. Surabaya

Jacobs J.1969. The Economy of Cities. Vintage, New York.

Jaffe, Adam B. 1996. Economic Analysis Of Research Spillovers Implications For The Advance Technology Program. Brandeis University and National Bureau of Economic Research Prepared for the Advanced Technology Program December 1996.

Jhingan, M.L.1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.

Lucas, R.E.1993. Making a Miracle. Econometrica, 61(2) : 251-271.

O` Sullivan, A., 2003. Urban Economic, New York : Mc-grow Hill Company.

Porter M.E. 1990. The Competitive Advantage of Nations. Free Press, New York.

Resosudarmo, Budi P dan Yogi. V. 2004. “Regional Income Disparity In Indonesia : A panel Data Analysis”. Makalah Dipresentasikan pada Konferensi Internasional Regional Science (IRSA) ke-6, 13 Agustus 2004, Jakarta.

Rey, Sergio J.2001. Spatial Anaysis. Of Regional Income Inequality. REAL Disscussion Paper, Oktober 15th, 2001.

Romer P.S. 1986. Increasing Returns and Long -Run Growth, Journal of Political Economy 94, 1,002-37.

Sugiyono.2001. Model Pertumbuhan Neoklasik : Penerapannya untuk pertumbuhan regional di Indonesia. Program Pascasarjana : Magister Sains dan Doktor Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sjafrizal.1985. “ Teori Ekonomi Regional : Konsep dan Perkembangan“. Dalam buku Hendra Esmara (Ed). Memelihara Momentum Pembagunan. Jakarta : Gramedia.

Sjoholm, F.1999. Productivity Growth in Indonesia: The Role of Regional

Characteristics and Direct Foreign Investment, Economic Development and Culture Change, Vo. 47, No. 3, The University of Chicago Press.

Sihotang,Pani.1990. Pengantar Perencanaan Regional, Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Solow, R. M. 1956. A Contribution to the Theory of Economic Growth. Quarterly Journal of Economics : 65-94.

Walz, U. 1997. Innovation, Foreign Direct Investment and Growth. Economica

Widarjono, Agus.2005. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi. Yogyakarta : Ekonisia

www.d-infokom-jatim.go.id, diakses pada tanggal 25 januari 2008

Van Oort F.G. (2002) Agglomeration, Economic Growth and Innovation; Spatial Analysis of Growth - and R&D Externalities in the Netherlands, Tinbergen Institute Research Series, No. 260, Thela Thesis, Amsterdam.

Hasil Estimasi Model Regresi OLSPertumbuhan Ekonomi Jawa Timur tahun 1995-2005

Dependent Variable: G

Method: Least SquaresDate: 01/31/08 Time: 03:40Sample: 1995 2005Included observations: 11

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.X1 -8.509239 2.871731 -2.963105 0.0314X2 -0.322791 0.804857 -0.401054 0.7049X3 -3.484925 1.178729 -2.956511 0.0316X4 0.000840 0.000313 2.683615 0.0436D -9.712487 2.199421 -4.415928 0.0069C 328.5122 81.82395 4.014866 0.0102

R-squared 0.963157 Mean dependent var 3.276284Adjusted R-squared 0.926315 S.D. dependent var 6.413354S.E. of regression 1.740909 Akaike info criterion 4.249144Sum squared resid 15.15382 Schwarz criterion 4.466178

Log likelihood -17.37029 F-statistic 26.14240Durbin-Watson stat 1.360301 Prob(F-statistic) 0.001360

Lampiran 1

Uji Statistik t

(DF = 5, α = 5 %)Variabel bebas thitung >/< ttabel Pobabiltas Hasil uji t

X1 -2.963105 > -2.015 0.0314 SignifikanX2 -0.401054 < -2.015 0.7049 Tidak signifikanX3 -2.956511 > -2.015 0.0316 SignifikanX4 2.683615 > 2.015 0.0436 SignifikanD -4.415928 > -2,015 0.0069 Signifikan

Lampiran 3

Pairwise Correlation Matrix

X3 X2 X4 G X1 DX3 1 0.662251 -0.465640 -0.484950 0.246325 -0.485785X2 0.662251 1 -0.539759 -0.835747 0.432759 0.068125X4 -0.465640 -0.539759 1 0.335279 -0.023821 0.473528X1 0.246325 0.432759 -0.023821 -0.666989 1 0.249692D -0.485785 0.068125 0.473528 -0.393103 0.249692 1

Lampiran 4

Uji White Heteroskedastisitas

White Heteroskedasticity Test:F-statistic 11.37052 Probability 0.226466Obs*R-squared 10.89355 Probability 0.283076

Test Serial Korelasi LM

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:F-statistic 0.812796 Probability 0.522313Obs*R-squared 3.865778 Probability 0.144729

Lampiran 5

Uji Stasioneritas Variabel Bebas

Null Hypothesis: G has a unit rootExogenous: NoneLag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.*Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.465295 0.0198Test critical values: 1% level -2.816740

5% level -1.98234410% level -1.601144

Lampiran 6

Null Hypothesis: X1 has a unit rootExogenous: ConstantLag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.*Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.512372 0.0320Test critical values: 1% level -4.297073

5% level -3.21269610% level -2.747676

Null Hypothesis: X2 has a unit rootExogenous: ConstantLag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.*Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.049402 0.0639Test critical values: 1% level -4.297073

5% level -3.21269610% level -2.747676

Null Hypothesis: X3 has a unit rootExogenous: ConstantLag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.*Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.993429 0.0156Test critical values: 1% level -4.297073

5% level -3.21269610% level -2.747676

Lampiran 7

Null Hypothesis: X4 has a unit rootExogenous: ConstantLag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.*Augmented Dickey-Fuller test statistic -6.049492 0.0010Test critical values: 1% level -4.297073

5% level -3.21269610% level -2.747676

Null Hypothesis: D has a unit rootExogenous: NoneLag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=2)

t-Statistic Prob.*Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.121320 0.0384Test critical values: 1% level -2.816740

5% level -1.98234410% level -1.601144

Lampiran 8

Lampiran 9

Lampiran 10

PDB dan PDB Total Indonesia Menurut Harga Berlaku Tahun 1994-2005 (Milyar Rupiah)

Tahun PDB INDUSTRI INDONESIA PDB TOTAL INDONESIA(milyar rupiah)1994 78,801.6 382,219.71995 97,996.4 452,380.91996 121,386.6 532,630.81997 16,8178 624,337.11998 23,8897 955,73.51999 287,702.6 1109,979.52000 336,053.2 1264,918.72001 44,2975 1684,280.52002 484,086.6 1863,274.72003 511,410.3 2045,853.52004 565,747.6 2273,141.52005 631,982.7 2729,708.2

Sumber: BPS,berbagai tahun diolah

PDRB Sektor Industri di Provinsi Jawa Timur dan PDRB Total Provinsi Jawa Timur

Tahun 1994-2005(Juta Rupiah)

tahun PDRB INDUSTRI JATIM PDRB TOTAL JATIM1994 1,2014,268 57146,453.391995 1,871,858.3 66,213,192.51

1996 22,092,863.3 7,700,41241997 26,343,658.39 9,136,3491998 37,607,023.91 8,450,4291999 41,158,117.33 15055,5,7462000 45,400,373.5 169,680,6282001 51,779,630.15 195,726,7842002 70,291,432.43 226,957,3072003 88,694,805.36 254,380,7582004 100,995,019.5 341,065,251.32005 120,974,195 403,392,350.8

Sumber: BPS, Berbagai tahun diolah

Lampiran 11

Data FDI Indonesia dan Data FDI Provinsi Jawa TimurTahun 1994-2005 (Milyar US Dollar)

Sumber : BPS, berbagai tahun diolah

tahun FDI Indonesia FDI JATIM1994 18,770.8 6,252.51995 26,499.3 10,207.51996 15,963.8 2,752.41997 23,016.3 4,215.81998 8,381.8 563.41999 6,860.3 273.72000 11,226.9 1,113.62001 51,144.4 16792002 3,216.9 262.52003 6,457.4 417.72004 6,334.3 325.12005 6,048 526.9