pelaksanaan bank garansi sebagai jaminan apabila terjadi ...
analisis implementasi integrasi jaminan kesehatan
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
1 -
download
0
Transcript of analisis implementasi integrasi jaminan kesehatan
i
ANALISIS IMPLEMENTASI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH-GERAKAN MEMBANGUN BOMBANA DENGAN RIDHO
ALLAH (JAMKESDA-GEMBIRA) KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI KABUPATEN BOMBANA
ANALYSIS OF IMPLEMENTATION OF THE REGIONAL HEALTH INSURANCE-MOVEMENT BUILDING BOMBANA BY RIDHO ALLAH
(JAMKESDA-GEMBIRA) TO THE NATIONAL HEALTH INSURANCE IN BOMBANA
RIZKY FITRIYANI RUSTAM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
ii
ANALISIS IMPLEMENTASI INTEGRASI JAMINAN KESEHATAN DAERAH-GERAKAN MEMBANGUN BOMBANA DENGAN RIDHO
ALLAH (JAMKESDA-GEMBIRA) KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN) DI KABUPATEN BOMBANA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi :
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh:
RIZKY FITRIYANI RUSTAM
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2018
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Rizky Fitriyani Rustam
Nomor Pokok : P1802216020
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tuliskan ini
benar-benar merupakan hasil karya sendiri, bukan merupakan pengambil
alihan tulisan atau pemikiran orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa
sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain, maka saya
bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, April 2018
Yang menyatakan
RIZKY FITRIYANI RUSTAM
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Taufik-Nya sehingga semua proses belajar mengajar pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Program Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin
sampai dengan penulisan tesis ini dapat dilalui. Niat yang tulus, kerja
keras, Doa dan Tawakkal kepada Allah SWT memberi kekuatan penuh
untuk melakukannya sehingga hasilnya dapat bernilai Ibadah di sisi-Nya
dan bermanfaat untuk kita semuanya.
Upaya maksimal telah penulis tempuh dengan sebaik-baiknya
untuk menyempurnakan penyelesaian tesis ini, namun penulis
mengharapkan saran dan masukan demi lebih sempurnanya tesis ini.
Secara khusus dengan hormat ucapan terima kasih penulis kepada
Prof. Dr. H. Amran Razak, SE. M.Sc selaku Ketua Komisi Penasehat dan
Dr. Syamsuddin, SE, M.Si.,Ak selaku anggota Komisi Penasehat atas
bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis sejak proses
awal hingga akhir penyusunan tesis ini. Demikian pula kepada Dr.
Darmawansyah, SE, MS, Prof. Dr. H. Indar, SH, MPH, dan Dr. Ida
Leida Maria, SKM, MKM, M.SC.PH yang secara aktif telah memberikan
masukan untuk perbaikan tesis ini, penulis ucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya.
vi
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada:
1. Rektor Universitas Hasanuddin dan Direktur Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis melanjutkan studi pada program pascasarjana Universitas
Hasanuddin Makassar.
2. Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin, Ketua
Program Studi Kesehatan Masyarakat, dan Ketua Konsentrasi S2 AKK
beserta seluruh staf pengelola yang telah banyak membantu dan
membimbing penulis selama mengikuti pendidikan di Pascasarjana
Universitas Hasanuddin Makassar.
3. Seluruh Staf Pengajar Pascasarjana Magister Administrasi dan
Kebijakan Kesehatan Universitas Hasanuddin Makassar yang telah
memberikan bekal ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis.
4. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
5. Suamiku tercinta drg. Riswanto dan anak-anakku Aqilah Bilqis
Riswanto dan Qian Narendra Riswanto atas dukungan dan segala
perhatiannya.
6. Ibunda Dra. Hj. Sitti Sapiah, MM dan Ayahanda DR. Ir. H. Rustam
Supendi, M.Si serta adik-adikku Muhammad Syarif Prasetia, ST, MT
dan Muhammad Chaidar Febriansyah, ST, MT atas segala kasih
sayang, doa dan dukungannya
vii 7. Rekan-rekan seangkatan pada Program Pascasarjana Magister
Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Angkatan 2016 Universitas
Hasanuddin Makassar (Pak Sahar, Mami, Ibu Anna, Sisi, Kak Kuntum,
Indra, Zil, Linda, Pak Harumin, Iin, Kak westy, Yuyun, Pak yudi, Nirma,
Pak Ibe, Kak Riri, Kak Eva, Ari, Febri, Dillah atas segala kekompakan
dan segala kebersamaannya selama mengikuti pendidikan.
Serta kepada semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu
persatu yang telah memberikan bantuan dan dukungannya kepada
penulis sejak awal studi hingga penyelesaiannya, penulis ucapkan terima
kasih.
Akhir kata, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi
pembangunan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Makassar, April 2018
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR v
ABSTRAK viii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR ISTILAH xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 12
C. Tujuan Penelitian 13
D. Manfaat Penelitian 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Implementasi Kebijakan 16
B. Tinjauan Umum Tentang Integrasi Jamkesda
Ke JKN 40
C. Tinjauan Umum Tentang Sistem Jaminan Kesehatan
Daerah 54
D. Tinjauan Umum Tentang JAMKESDA-GEMBIRA 60
xi
E. Tinjauan Umum Tentang Jaminan Kesehatan
Nasional 63
F. Sintesa Penelitian 69
G. Kerangka Konseptual 75
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian 76
B. Subyek Penelitian 77
C. Lokasi dan Waktu Penelitian 79
D. Variabel Penelitian 79
E. Metode Pengumpulan Data 84
F. Validasi Penelitian 85
G. Pengolahan Data 87
H. Analisis Data 87
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN 90
B. PEMBAHASAN 137
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN 159
B. SARAN 160
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 : Jumlah Penduduk Kabupaten Bombana 5
Tabel 1.2 : Jumlah Penduduk yang Memiliki Jaminan Kesehatan Tahun 2017
6
Tabel 4.1 : Perkembangan Peserta JKN Kabupaten Bombana Tahun 2018
92
Tabel 4.2 : Karakteristik Informan Wawancara Mendalam
92
Tabel 4.3 : Matriks Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira
ke JKN oleh Informan Utama
111
Tabel 4.4 : Matriks Implementasi Integrasi jamkesda ke JKN oleh Informan Triangulasi
115
Tabel 4.5 : Matriks Komunikasi oleh Informan Utama 119
Tabel 4.6 : Matriks Komunikasi oleh Informan Triangulasi 122
Tabel 4.7 : Matriks Sumber Daya oleh Informan Utama 125
Tabel 4.8 : Matriks Sumber Daya oleh Informan Triangulasi 128
Tabel 4.9 : Matriks Disposisi oleh Informan Utama 131
Tabel 4.10 : Matriks Disposisi oleh Informan Triangulasi 133
Tabel 4.11 : Matriks Struktur Birokrasi oleh Informan Utama 134
Tabel 4.12 : Matriks Struktur Birokrasi oleh Informan Triangulasi
136
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Peta Administrasi Kabupaten Bombana 4
Gambar 1.2 Target Kepesertaan Menuju UHC 2019 9 Gambar 1.3 Skema Time Frames Jamkesda dalam JKN 10
Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian 75 Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian 75
xiv
DAFTAR ISTILAH
1 APBD : Anggaran Pendapatan Belanja Daerah
2 ASKES : Asuransi Kesehatan
3 BPJS : Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial
4 BAKHP : Bahan Alat Kesehatan Habis Pakai
5 Jamkesmas : Jaminan Kesehatan Masyarakat
6 Jamkesda : Jaminan Kesehatan Daerah
7 JKN : Jaminan Kesehatan Nasional
8 JAMKESDA-GEMBIRA
: Jaminan Kesehatan Daerah-Gerakan Membangun Bombana dengan Ridho Allah
9 PPK I : Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Primer
10 PPK II : Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Spesialis
11 PPK III : Pemberi Pelayanan Kesehatan Tingkat Lanjut
12 PJKMM : Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Bagi Masyarakat Miskin
13 RJTP : Rawat Jalan Tingkat Pertama
14 RITP : Rawat Inap Tingkat Pertama
15 RJTL : Rawat Jalan Tingkat Lanjutan
16 RITL : Rawat Inap Tingkat Lanjutan
17 RSU : Rumah Sakit Umum
18 RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
19 SDM : Sumber Daya Manusia
20 SJSN : Sistem Jaminan Sosial Nasional
xv 21 SKTM : Surat Keterangan Tidak Mampu
22 UUD : Undang-Undang Dasar
23 UU : Undang-Undang
24 UHC : Universal Health Coverege
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Persetujuan Menjadi Informan Penelitian
Lampiran 2 Panduan Wawancara Informan Utama
Lampiran 3 Panduan Wawancara Informan Triangulasi
Lampiran 4 Transkrip Wawancara Informan Utama
Lampiran 5 Transkrip Wawancara Informan Triangulasi
Lampiran 6 Dokumentasi Hasil Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pelayanan dibidang kesehatan merupakan salah satu kebutuhan
dasar masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemerintah. Tanggung
jawab dibidang pelayanan kesehatan tersebut pada hakekatnya
dilaksanakan oleh pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah
daerah, sehingga dapat menghasilkan pelayanan yang optimal.
Penyelenggaraan jaminan kesehatan merupakan salah satu bagian
yang memegang peranan penting dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Keberhasilan pelaksanaan jaminan kesehatan yang
diterapkan disuatu negara tergantung dari pencapaian berbagai aspek
dalam jaminan kesehatan tersebut, yang meliputi pelayanan kesehatan,
sumber daya manusia dan anggaran, sumber daya peralatan kesehatan,
regulasi dan sebagainya sehingga memunculkan sinergi antara semua
aspek yang mendukung pelaksanaan jaminan kesehatan agar berjalan
dengan baik.
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) merupakan jaminan
kesehatan yang dikelola oleh pemerintah daerah sebagai upaya daerah
untuk mengembangkan akses pelayanan kesehatan dan peningkatan
derajat kesehatan masyarakat didaerahnya. Pendistribusian jaminan
2 kesehatan daerah disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan
daerah dalam memberikan jaminan bagi masyarakatnya.
Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dilaksanakan untuk
memberikan perlindungan terhadap risiko dan permasalahan kesehatan
bagi masyarakat yang tidak tercakup sebagai sasaran penerima program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), maupun program jaminan
kesehatan lainnya (Mundiharno, 2012).
Pemerintah Kabupaten Bombana sebagai salah satu pemerintah
daerah di Indonesia yang mempunyai tanggung jawab untuk memainkan
perannya dalam memberikan jaminan kesehatan didaerahnya. Kewajiban
dan tanggung jawab tersebut mendorong Kabupaten Bombana untuk
menyelenggarakan kebijakan program pelayanan jaminan kesehatan
daerah di Kabupaten Bombana dengan dikeluarkannya Peraturan Bupati
Nomor 34 Tahun 2012 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan
Jaminan Kesehatan Daerah-Gerakan Membangun Bombana Dengan
Ridho ALLAH (JAMKESDA-GEMBIRA). Jaminan Kesehatan Daerah-
Gerakan Membangun Bombana dengan Ridho Allah (JAMKESDA-
GEMBIRA) adalah kebijakan program jaminan kesehatan masyarakat
daerah bagi masyarakat yang dibiayai oleh daerah diluar kuota BPJS.
Jaminan kesehatan daerah dikembangkan sebagai upaya untuk
memberikan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang tidak
masuk kuota Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS), dan
kemudian diperbarui dengan Peraturan Bupati Nomor 02 Tahun 2016
3 tentang Pedoman Pelaksanaan Pelayanan Jaminan Kesehatan Daerah-
Gerakan Membangun Bombana Dengan Ridho ALLAH (JAMKESDA-
GEMBIRA) karena disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat di
Kabupaten Bombana.
Program Jaminan Kesehatan Daerah di Kabupaten Bombana mulai
diberlakukan pada tahun 2012, sampai saat ini sudah berjalan selama 6
(Enam) tahun. Sasarannya adalah masyarakat miskin yang secara
administratif memiliki identitas warga di Kabupaten Bombana dan menjadi
peserta JAMKESDA-GEMBIRA.
Penyelenggaraan JAMKESDA-GEMBIRA di Kabupaten Bombana
mengacu pada prinsip-prinsip yaitu a). Dana amanat dan nirlaba dengan
pemanfaatan semata-mata untuk peningkatan derajat kesehatan
masyarakat, b). Menyeluruh (komprehensif) sesuai dengan standar
pelayanan medik yang cost effective dan rasional, c). Pelayanan
terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan ekuitas, dan d). Transparan
dan akuntabel.
Kabupaten Bombana merupakan salah satu daerah dalam wilayah
Provinsi Sulawesi Tenggara yang baru terbentuk berdasarkan Undang–
Undang Nomor 29 Tahun 2003 tentang pembentukan Kabupaten
Bombana, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Propinsi
Sulawesi Tenggara. Terbentuknya Kabupaten Bombana merupakan
refleksi dan aspirasi seluruh masyarakat yang terintegrasi dalam wilayah
Kabupaten Bombana, sebagai respon atas tuntutan masyarakat dan
4 dinamika perkembangan wilayah yang ditandai dengan kemajuan
ekonomi, sosial budaya, politik, jumlah penduduk, luas wilayah serta
potensi daerah. Untuk lebih jelasnya Kabupaten Bombana dapat dilihat
pada peta administrasi di bawah ini:
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana, 2016
Berdasarkan data awal, dapat diketahui jumlah penduduk dan jumlah
peserta JAMKESDA-GEMBIRA di Kabupaten Bombana dari Tahun 2012 –
2017, selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 1.1.
Gambar 1.1
PETA ADMINISTRASI KABUPATEN BOMBANA
5
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk dan Jumlah Peserta Jamkesda-Gembira Kabupaten Bombana
Sumber: BPS Kabupaten Bombana
Dari jumlah penduduk di atas, belum semua penduduk Kabupaten
Bombana mendapatkan pelayanan dari Badan Penyelenggaraan
Jaminan Kesehatan (BPJS) maupun jaminan kesehatan lainnya.
Berdasarkan tabel diatas, Pada tahun 2017 jumlah peserta
JAMKESDA-GEMBIRA meningkat dari 26,32 % pada tahun 2016 menjadi
39,28 % atau 68.937 jiwa dari 175.497 jiwa total jumlah masyarakat
Kabupaten Bombana. Jumlah penduduk yang memiliki jaminan
kesehatan pada tahun 2017 dapat dilihat pada Tabel 1.2.
Tahun
Jumlah Penduduk
Jumlah Peserta Jamkesda-Gembira
% dari Total Penduduk
2012 146.072 33.115 22,67%
2013 150.186 35.927 23,92%
2014 159.718 36.380 22,78%
2015 164.809 38.880 23,59%
2016 170.020 44.753 26,32%
2017 175.497 68.937 39,28%
6
Tabel 1.2
Jumlah Penduduk yang Memiliki Jaminan Kesehatan di Kabupaten Bombana Tahun 2017
No. Jenis Jaminan Kesehatan Jumlah %
1. Penerima Bantuan Iuran (PBI)APBN
65.795 38,70
II Jamkesda-Gembira 68.937 39,28 TOTAL 134.732 77,98
Sumber : Profil Dinas Kesehatan Kab. Bombana, 2017
Dari tabel di atas, terlihat bahwa pelaksanaan Jamkesda-Gembira
pada tahun 2017 telah mencakup 39,28 persen penduduk Kabupaten
Bombana. Hal tersebut menunjukkan bahwa tingkat partisipasi
masyarakat terhadap program Jamkesda-Gembira sangat tinggi guna
peningkatan derajat kesehatan masyarakat di Kabupaten Bombana.
Dihadapkan pada berbagai permasalahan tersebut diatas, maka
untuk tercapainya integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN, diperlukan suatu
formulasi kebijakan yang mampu mengintegrasikan penyelenggaraan
Jamkesda-Gembira dalam skema integrasi JKN, baik dari sisi manajemen
pengelolaan, paket manfaat maupun besaran iuran yang
menyeimbangkan peran pusat dan daerah dalam kerangka desentralisasi.
Dari aspek situasional, kondisi cakupan peserta JKN yang belum
menjangkau seluruh penduduk menjadi penguat dan pendorong
pemerintah daerah untuk tetap mempertahankan Jamkesda-Gembira
dengan pertimbangan untuk melayani masyarakat yang tidak terjamin
sampai Universal Health Coverage tercapai pada Tahun 2019. Dari aspek
7 struktural, perlu penyesuaian jenis pelayanan Jamkesda-Gembira pada
waktu JKN sudah mencakup penduduk secara universal. Pemerintah
daerah dapat menambahkan benefit pelayanan yang bersifat
komplementer dan atau suplementer sehingga tidak terjadi duplikasi.
Menghadapi tantangan tersebut, maka pemerintah menyusun
strategi menuju pencapaian Universal Health Coverege (UHC), temasuk
didalamnya integrasi Jamkesda ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
yang dimulai pada 1 Januari 2014. Namun dalam tujuan pengintegrasian
Jamkesda tersebut, variasi Jamkesda yang ada di level daerah sehingga
menjadi kendala yang harus dihadapi pemerintah. Hal ini menuntut
perhatian pemerintah pusat untuk dapat menyusun arah kebijakan yang
paling baik dan tepat dengan prinsip best practices berdasarkan
pelaksanaan program jaminan kesehatan daerah yang akan sesuai
dengan apa yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat.
Dengan diberlakukannya sistem jaminan kesehatan nasional pada
tahun 2014, maka berbagai jenis jaminan kesehatan yang
didistribusikan selama ini harus berintegrasi ke dalam jaminan kesehatan
nasional (Mundiharno, 2012).
Pada awal tahun 2014, Indonesia secara resmi memulai
implementasi program yaitu rekonstruksi Sistem Kesehatan Nasional
(SKN). Rekontruksi ini berupa penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang akan memberikan pemeliharaan kesehatan secara
terjamin bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan adil dan merata.
8 Program ini telah dimulai tanggal 1 Januari 2014 dan ditargetkan
akan selesai menyelenggarakan program tersebut secara menyeluruh
pada tahun 2019 mendatang.
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan mengintegrasi Jaminan
Kesehatan Daerah (JAMKESDA) dan dikelola secara terpusat serta
terpadu oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) guna
mengejar ketertingggalan pembangunan disektor kesehatan oleh
pemerintah daerah. Dasar hukum dari BPJS Kesehatan ini adalah
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial (BPJS).
Integrasi Jamkesda ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah
pemerintah daerah mendaftarkan penduduk miskin dan tidak mampu ke
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan membayar iurannya
sebagaimana yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 111 Tahun
2013 tentang Jaminan Kesehatan untuk peserta PBI sebesar Rp 19.225,-
per orang perbulan.
Pemerintah daerah dapat mendaftarkan sejumlah penduduk miskin
dan tidak mampu yang merupakan peserta Jamkesda sebelumnya baik
yang sakit maupun yang sehat sesuai kecukupan anggaran dan akan
mendaftarkan lagi penduduk miskin dan tidak mampu sebagai peserta
susulan. Dengan pemerintah daerah mendaftarkan penduduk miskin dan
tidak mampu ke jaminan kesehatan nasional maka penduduk yang
didaftarkan sebagai peserta JKN akan mendapat manfaat sebagaimana
9 diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) tentang Jaminan Kesehatan.
Penduduk akan memperoleh pelayanan kesehatan yang seragam sesuai
kebutuhan medis dan berlaku di seluruh Indonesia. Pemerintah daerah
tidak perlu lagi menghadapi urusan teknis penyelenggaraan jaminan
kesehatan karena sudah dilaksanakan oleh BPJS Kesehatan (Maulidna,
2016).
Adapun target kepesertaan menuju UHC 2019 adalah sebagai
berikut :
Gambar 1.2
Target Kepesertaan Menuju UHC 2019
Sumber : Peta Jalan Menuju JKN 2012-2019 Republik Indonesia (Mundiharno, 2012)
10
Berdasarkan gambar diatas, jumlah peserta jaminan kesehatan
nasional pada tahun 2017 diharapkan sudah mencapai 210,500,000
jiwa. Jumlah pengguna kartu jaminan kesehatan di Kabupaten
Bombana adalah sebanyak 134.732 jiwa, dimana 65.795 jiwa peserta
JKN dan 68.937 Peserta JAMKESDA-GEMBIRA dari total penduduk
175.497 jiwa per tahun 2017. Adapun skema Time Frames Integrasi
Jamkesda dalam JKN dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 1.3
Skema Time Frames Integrasi Jamkesda dalam JKN
Sumber : Peta Jalan Menuju JKN 2012-2019 Republik Indonesia (Mundiharno, 2012)
Kabupaten Bombana baru saja melaksanakan proses
pengintegrasian JAMKESDA ke JKN di Tahun 2018, hal tersebut
disebabkan karena Kabupaten Bombana dihadapkan pada berbagai
faktor antara lain kemampuan fiskal daerah, komitmen pimpinan daerah
serta penyesuaian regulasi antara daerah dengan pusat sehingga sampai
tahun 2017 Kabupaten Bombana masih belum berintegrasi ke JKN.
11
Beberapa hal yang menjadi dasar masalah dari penelitian ini yaitu
Apa saja yang menjadi syarat-syarat dalam proses pengintegrasian
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana serta bagaimana
formulasi kebijakan dalam integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sehingga
dapat diketahui penyebab kurang optimalnya implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN Di Kabupaten Bombana.
Secara umum proses pelaksanaan Jamkesda-Gembira di Kabupaten
Bombana memberikan dampak positif bagi masyarakatnya karena semua
bentuk pelayanan untuk semua penyakit ditanggung oleh Jamkesda,
bahkan sampai proses rujukan ke Rumah Sakit Provinsi Sulawesi
Tenggara di tanggung oleh pemerintah daerah dengan menggunakan
dana APBD Kabupaten Bombana.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa
beberapa kendala yang dialami oleh stakeholder terkait dalam integrasi
Jamkesda meliputi kendala dalam manajemen kepesertaan, keterbatasan
SDM, anggaran, teknis verifikasi validasi masyarakat miskin dan sistem
BPJS yang masih baru. Proses integrasi kepersertaan jamkesda ke sistem
JKN telah dilaksanakan cukup baik sesuai dengan kondisi di daerah
masing-masing. Adanya landasan hukum dan pedoman pelaksanaan
integrasi Jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional, yang dapat
menjadi acuan yang benar sehingga mengurangi ketidaktepatan dalam
pelaksanaan (Rukmini, Ristrini et al. 2017).
12
Penelitian terkait juga mengemukakan bahwa terdapat perbedaan
pemahaman dan kemampuan daerah dalam pengelolaan sistem jaminan
kesehatan daerah, khususnya dalam rangka mencapai Universal Health
Coverage (UHC). Dengan demikian terdapat potensi perbedaan
kepentingan antara pemerintah propinsi dan kabupaten/kota pada saat
pengintegrasian Jamkesda ke JKN. Hal ini memiliki beban politis yang
harus segera diatasi dan dipersiapkan mekanisme terbaik agar mampu
mengatasi perbedaan kepentingan tersebut (Aulia, 2014).
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah yang menjadi syarat integrasi Jamkesda-Gembira ke
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) ?
2. Bagaimana implementasi integrasi program Jamkesda-Gembira ke
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Bombana dalam
upaya menuju Universal Health Coverage yang ditargetkan akan
terealisasi pada tahun 2019 mendatang ?
3. Bagaimana formulasi kebijakan yang dirumuskan pemerintah
Kabupaten Bombana dalam proses implemetasi integrasi program
Jamkesda-Gembira ke Sistem Jaminan Kesehatan Nasional?
13
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
a. Mendeskripsikan dan menganalisis syarat-syarat implementasi
integrasi kebijakan program Jamkesda-Gembira ke JKN di
Kabupaten Bombana.
b. Mendeskripsikan dan menganalisis implementasi integrasi serta
formulasi kebijakan program Jamkesda-Gembira ke JKN di
Kabupaten Bombana dalam upaya menuju Universal Health
Coverage yang ditargetkan akan terealisasi pada tahun 2019
mendatang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis syarat-syarat implementasi integrasi kebijakan
program Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
b. Untuk menganalisis implementasi integrasi kebijakan program
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
c. Untuk menganalisis formulasi kebijakan implementasi integrasi
kebijakan program Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana.
14
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat Praktis
a. Untuk meningkatkan efisiensi program implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira di Kabupaten Bombana.
b. Bagi Dinas Kesehatan sebagai masukan dalam pengambilan
kebijakan sehingga kebijakan pembiayaan kesehatan kedepan lebih
efektif dan efisien.
2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan
Diharapkan melalui hasil penelitian ini dapat lebih memperkaya
ilmu pengetahuan dibidang kesehatan khususnya tentang sistem
pembiayaan kesehatan.
3. Manfaat pada peneliti
a. Pengalaman yang berharga bagi penulis dalam memperluas
wawasan dan pengetahuan dalam bidang penelitian sehubungan
dengan judul dan hasil penelitian ini.
b. Sebagai sumber bacaan yang dapat dijadikan bahan acuan bagi
peneliti selanjutnya.
4. Manfaat Dari Segi Kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi baru
mengenai kebijakan bagi seluruh elemen di Kabupaten Bombana, dan
dapat memberikan pemikiran untuk menanamkan kesadaran, bahwa
pemerintah dan masyarakat Kabupaten Bombana memiliki kewajiban
15 yang sama dalam mewujudkan Kabupaten Bombana yang tertib dan
aman melalui pelaksanaan peraturan daerah.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN UMUM TENTANG IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
a. Pengertian Implementasi Kebijakan
Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang
berarti mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan
sarana untuk melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau
akibat terhadap sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk
menimbulkan dampak atau akibat dapat berupa undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat
oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.
Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai
tujuan- tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan
waktu tertentu (Bambang, S. 1994).
Berdasarkan pernyataan diatas maka implementasi merupakan
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan kebijakan. Akan
tetapi pemerintah dalam membuat kebijakan juga harus mengkaji terlebih
dahulu apakah kebijakan tersebut dapat memberikan dampak yang buruk
atau tidak bagi masyarakat. Hal tersebut bertujuan agar suatu kebijakan
tidak bertentangan dengan masyarakat apalagi sampai merugikan
masyarakat.
17
Grindle (1980) menyatakan bahwa implementasi merupakan proses
umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program
tertentu. Sedangkan Van Meter dan Horn dalam Wibawa (1994)
menyatakan bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah dan swasta baik secara individu maupun
secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan. Proses
implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah
ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan
telah disalurkan untuk mencapai sasaran.
Menurut Lane, Implementasi sebagai konsep dapat dibagi ke
dalam dua bagian. Pertama, implementation = F (Intention, Output,
Outcome). Sesuai definisi tersebut, implementasi merupakan fungsi
yang terdiri dari maksud dan tujuan, hasil sebagai produk dan hasil dari
akibat. Kedua, implementasi merupakan persamaan fungsi dari
implementation = F (Policy, Formator, Implementor Initiator, Time).
Penekanan utama kedua fungsi ini adalah kepada kebijakan itu sendiri,
kemudian hasil yang dicapai dan dilaksanakan oleh implementor dalam
kurun waktu tertentu.
Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan
dan realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah. Hal ini sesuai dengan
pandangan Grindle (1980) bahwa tugas implementasi adalah
membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik
18 direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan
berbagai pihak yang berkepentingan (policy stakeholders).
b. Fungsi Implementasi Kebijakan
Fungsi dari implementasi kebijakan adalah untuk membentuk suatu
upaya yang memungkinkan tujuan-tujuan atau sasaran kebijakan publik
dapat direalisasikan sebagai “outcome” atau hasil dari kegiatan
pemerintahan (Suwitri, 2008).
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah
kebijakan dapat mencapai tujuannya. Tidak lebih dan tidak kurang. Untuk
mengimplementasikan kebijakan publik, ada dua pilihan langkah yang
ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program atau
melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik
tersebut (Nugroho, 2008).
Menurut (Nugroho, 2008), Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
keberhasilan implementasi kebijakan baik itu dari internal maupun dari
eksternal. Menurut Howlet dan Ramesh, menyatakan bahwa implementasi
kebijakan dipengaruhi oleh :
a) Pangkal tolak permasalahan
Bila pangkal tolak permasalahan jelas, maka implementasi kebijakan
publik akan berjalan dengan lancar. Artinya bahwa dengan
mengenali apakah pangkal tolak itu berdomain sosial, politik,
ekonomi, atau kebudayaan akan lebih memudahkan pelaksanaan
kebijakan dalam melaksanakan kebijakan tersebut.
19 b) Tingkat ketakutan masalah yang dihadapi pemerintah
Semakin akut persoalan yang dihadapi sebuah kebijakan, maka
akan dibutuhkan waktu penyelesaian yang semakin lama dan
pengorbanan sumber daya semakin banyak.
c) Ukuran kelompok yang ditargetkan
Semakin kecil targeted groups yang dituju dari sebuah kebijakan
publik, tentunya akan semakin mudah dikelola daripada kelompok
target yang besar dan mempunyai ruang lingkup yang luas.
d) Dampak perilaku yang diharapkan
Jika dampak yang diinginkan sama-sama kuantitatif, maka akan
lebih mudah menanganinya daripada jika dampak yang diinginkan
berdimensi kualitatif yang mebutuhkan waktu yang lama.
Selain itu juga terdapat kondisi-kondisi yang mempengaruhi
kesuksesan implementasi sebuah kebijakan publik. Dalam bukunya
(Badjuri dan Yuwono, 2002) menyatakan bahwa ada beberapa kondisi
yang mempengaruhi kesuksesan sebuah implementasi kebijakan, yaitu:
a) Ada tidaknya keterbatasan-keterbatasan eksternal yang parah,
maksudnya jika terdapat penolakan yang besar dari kalangan
eksternal organisasi publik, maka jelas implementasi kebijakan akan
gagal. Oleh karena itu diperlukan upaya konstruktif agar domain
eksternal dapat diminimalisir.
b) Ketersediaan waktu dan sumber daya yang cukup. Jika implementasi
kebijakan tidak didukung dengan ketersediaan waktu dan sumber
20
daya (manusia dan uang) yang cukup, maka tidak banyak berharap
akan berhasilnya implementasi suatu kebijakan.
c) Adanya dukungan berbagai kombinasi sumber daya yang cukup
dalam setiap tahap implementasi kebijakan. Artinya adalah
keberlanjutan dukungan sumber daya dalam setiap tahap
implementasi yang dipersiapkan secara baik dan matang.
d) Analisis kausalitas akan banyak mempengaruhi keberhasilan dalam
implementasi sebuah kebijakan.
e) Perlunya sebuah lembaga koordinator yang diperlukan untuk lebih
dominan mengelola tahapan-tahapan implementasi kebijakan. Jika
tidak ada lembaga koordinator, maka jelas tidak ada mekanisme
akuntabilitas dan kontinuitas yang berkesinambungan dari sebuah
proses implementasi kebijakan publik.
f) Pada tahap awal implementasi, harus ada kejelasan dan
kesepakatan mengenai tujuan dan sasaran. Ini sangat penting agar
terjadi kejelasan dan kesatupaduan gerak dan langkah dari masing-
masing lembaga yang terlibat.
g) Adanya pembagian kerja yang jelas dalam tiap tahap implementasi,
sehingga menghasilkan kejelasan hak dan tanggungjawab dari
masing-masing lembaga pelaksana kebijakan.
h) Adanya kordinasi, komunikasi dan kerja sama yang baik antar
lembaga pelaksana kebijakan.
21 i) Adanya kepatuhan terhadap kesepakatan dan tujuan yang telah
ditetapkan dalam kordinasi implementasi. Hal ini sangat berkaitan
dengan konsistensi dan komitmen antar apa yang tertulis dan apa
yang dilaksanakan dalam tahapan implementasi kebijakan.
Apabila sebuah kebijakan telah dipersiapkan dan mungkin telah
dilakukan koordinasi, namun bisa saja menghasilkan kegagalan dalam
implementasi. Ada beberapa hal yang mempengaruhi tingkat kegagalan
dari implementasi kebijakan publik menurut (Bridgman & Davis, 2000),
seperti:
a) Spesifikasi kebijakan yang tidak lengkap
Kebijakan jarang disusun dengan lengkap sehingga mampu
mencakup semua hal. Justru kebijakan biasanya bersifat umum
dimana memungkinkan fleksibilitas dalam implementasinya. Jika
kebijakan terlalu spesifik atau terlalu membingungkan, maka
implementasinya akan mengalami kesulitan. Namun demikian,
karena kebijakan biasanya bersifat tidak spesifik, maka justru
memungkinkan distorsi dalam pelaksanaannya sehingga bisa saja
mengalami kegagalan, sehingga perlu berbagai langkah termasuk
koordinasi dalam rangka pelaksanaan kebijakan dengan baik.
b) Instansi yang tidak cocok
Seleksi terhadap instansi-instansi atau institusi-institusi yang akan
mengimplementasikan sebuah kebijakan sangatlah penting. Hal ini
karena mempengaruhi tingkat keahlian dan kemampuan
22
melaksanakan kebijakan sebagaimana yang dimiliki oleh instansi
yang bersangkutan. Di Indonesia banyak menunjukkan bahwa
kegagalan kebijakan banyak disebabkan oleh ketidakmampuan
lembaga pada tingkat bawah (kecamatan dan desa) dalam
implementasi oleh karena kebijakannya yang memang sulit dipahami
oleh lapisan bawah ini. Oleh karenanya diperlukan kehati-hatian dan
pertimbangan yang matang terhadap seleksi ini sehingga dapat
dihasilkan instansi yang memang benar-benar ahli dan
mengetahuinya secara persis.
c) Tujuan yang saling berlawanan
Oleh karena semua instansi pemerintah memiliki tujuan-tujuan yang
beranekaragaman, conflics of interests sangat mungkin terjadi dalam
implementasi kebijakan. Berbagai kepentingan yang ada dibalik
setiap lembaga sangat kental mempengaruhi bagaimana kebijakan
publik diimplementasikan.
d) Insentif tidak memadai
Insentif terhadap para pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi
terjadinya kegagalan implementasi kebijakan. Karena insentif yang
rendah dapat memungkinkan pelaksana kebijakan berjalan dengan
tidak serius. Bahkan insentif yang rendah, bisa menimbulkan korupsi
dengan berbagai cara terhadap kebijakan tersebut. Kalau hal ini
tidak didesain dengan baik, maka implementasi kebijakan akan
mengalami kesulitan atau bahkan kegagalan.
23 e) Ketidakjelasan arah implementasi
Ketidakjelasan arah implementasi adalah sangat mungkin bahwa
mereka yang melaksanakan kebijakan menerima banyak instruksi
yang berbeda-beda. Contoh instruksi yang berbeda-beda dan juga
tidak konsisten karena satu instruksi dengan instruksi lainnya saling
berlawanan (melalui Peraturan Pemerintah atau Keputusan
Presiden) dalam implementasi kebijakan UU No. 22/1999 terhitung
sejak 1 Januari 2001 merupakan bukti nyata dari conflicting direction
ini. Akibatnya daerah menjadi bingung dan berakhir dengan
implementasi sebagaimana yang mereka persepsikan sendiri. Untuk
memperbaiki hal ini, perlu ditata kembali berbagai instruksi tersebut
sehingga konsisten satu sama yang lain.
f) Keterbatasan Keahlian
Keterbatasan dalam pemahaman dan keahlian terhadap sebuah
kebijakan sangat mempengaruhi keberhasilan implementasi. Karena
keterbatasan keahlian ini bisa memungkinkan distorsi kebijakan.
Distorsi ini disebabkan oleh karena penterjemahan mereka sendiri
terhadap kebijakan yang tersedia.
g) Sumberdaya administrasi yang terbatas
Sangat sering terjadi pemerintah (pusat khususnya) membuat
kebijakan tetapi tidak menyediakan sumberdaya dan keuangan yang
diperlukannya sendiri. Instansi pelaksana harus mencari sumber
keuangan yang diperlukan. Instansi pelaksana harus mencari
24
sumber keuangan lainnya atau membiarkan kebijakan itu berjalan
seadanya sehingga hanyalah menghasilkan kegagalan.
h) Kegagalan komunikasi
Sesuatu yang sulit dibantah bahwa jika tidak ada komunikasi yang
baik dalam implementasi kebijakan maka tinggal menunggu waktu
kegagalan kebijakan publik. Banyak kebijakan yang tergantung pada
komunikasi antara instansi pemerintah dengan stakeholders lainnya.
Jika ini tidak berjalan dengan baik maka mengharap keberhasilan
implementasi hanyalah spekulasi semata atau keberuntungan yang
tidak terduga (Winarno, 2012).
c. Model Implementasi Kebijakan
George Edward III (1980) menegaskan bahwa masalah utama
administrasi publik adalah lack of attention to implementation.
Dikatakannya, without effective implementation the decision of
policymakers will not be carried out successfully. Edward menyarankan
untuk memperhatikan empat isu pokok agar implementasi kebijakan
menjadi efektif, yaitu komunikasi (communication), sumber daya
(resource), disposisi atau tingkah laku (dispotion or attitudes), dan struktur
birokrasi (bureaucratic structures).
Menurut Edward, oleh karena empat faktor yang berpengaruh
terhadap implementasi kebijakan bekerja secara stimulan dan berinteraksi
satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi
kebijakan, maka pendekatan yang ideal adalah dengan cara
25 merefleksikan kompleksitas ini dengan membahas semua faktor tersebut
sekaligus. Patut diperhatikan di sini bahwa implementasi dari setiap
kebijakan merupakan suatu proses yang dinamis yang mencakup banyak
interaksi dan banyak variabel. Oleh karenanya, tidak ada variabel tunggal
dalam proses implementasi, sehingga perlu dijelaskan keterkaitan antara
satu variabel dengan variabel yang lain, dan bagaimana variabel-variabel
ini mempengaruhi proses implementasi kebijakan menurut (Winarno,
2012) yaitu :
1. Komunikasi
Komunikasi merupakan salah satu variabel penting yang
mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi sangat
menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi
kebijakan publik. Implementasi yang efektif akan terlaksana jika para
pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang akan mereka
kerjakan. Informasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya
bisa didapat melalui komunikasi yang baik. Terdapat tiga indikator
yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel
komunikasi, yaitu:
a) Transmisi. Penyaluran komunikasi yang baik akan dapat
menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali
terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi yaitu adanya
salah pengertian yang disebabkan banyaknya tingkatan
26
birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi sehingga
apa yang diharapkan tidak terdistorsi.
b) Kejelasan. Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana
kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan.
c) Konsistensi. Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu
komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau
dijalankan. Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah,
maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di
lapangan.
2. Sumber Daya
Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap
sumberdaya (resources). Seorang ahli dalam bidang sumber daya,
(Schermerchorn, Jr, 1994) mengelompokkan sumberdaya ke dalam:
“Human resources, material resources, financial resources, and informan
resources”. Pengelompokkan ini diturunkan pada pengkategorian yang
lebih spesifik yaitu sumberdaya manusia ke dalam : “Human resources-
can be classified in variety of ways ; labors, engineers, accountants,
faculty, nurses, etc”. Sumberdaya finansial digolongkan menjadi :
“finansial resources-cash on hand, debt financing, owners, investment, self
review,etc”. Serta sumberdaya informasi dibagi menjadi : “data resources-
historical, projective, cost, revenue, manpower data, etc”.
Edward III (1980) mengkategorikan sumber daya organisasi terdiri
dari: “Staff, Information, Authority, Facilities ; Building, equipment, land
27 and supplies”. Edward III mengemukakan bahwa sumber daya tersebut
dapat diukur dari aspek kecukupannya yang didalamnya tersirat
kesesuaian dan kejelasan: “insufficient resources will mean that laws will
not be onforced, services will not be provided and reasonable regulation
willnot be developed”.
Menurut Edward III, sumber daya merupakan hal penting dalam
implementasi kebijakan yang baik indikator-indikator yang digunakan
untuk melihat sejauh mana sumberdaya mempengaruhi implementasi
kebijakan terdiri dari:
a) Staf, sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf
atau pegawai (street-level beaucratics). Kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh
staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak
kompeten dalam bidangnya. Penambahan jumlah staf dan
implementasi saja tidak cukup menyelesaikan persoalan
implementasi kebijakan, tetapi diperlukan sebuah kecukupan staf
dengan keahlian dan kemampuan yang diperlukan dalam
mengimplementasikan kebijakan.
b) Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua
bentuk yaitu : 1). Informasi yang berhubungan dengan cara
melaksanakan kebijakan. 2). Informasi mengenai data kepatuhan
dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah
yang telah ditetapkan.
28 c) Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar
pemerintah dapat melaksanakan secara efektif. Kewenangan
merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam
melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika
wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementor di mata
publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat mengagalkan implementasi
kebijakan publik. Tetapi dalam konteks yang lain, ketika wewenang
formal tersedia, maka sering terjadi kesalahan dalam melihat
efektifitas kewenangan. Disatu pihak, efektifitas kewenangan
diperlukan dalam implementasi kebijakan; tetapi disisi lain efektifitas
akan menyurut manakala wewenang diselewengkan oleh para
pelaksana demi kepentingannya sendiri atau kelompoknya.
d) Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi
kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi
dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan
prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan
berhasil.
3. Disposisi
Edward III mengemukakan “kecenderungan-kecenderungan atau
disposisi merupakan salah satu faktor yang mempunyai konsekuensi
penting bagi implementasi kebijakan yang efektif”. Jika para pelaksana
mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan
terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar
29 implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan keputusan awal.
Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap negatif atau menolak
terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka
implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius.
Bentuk pendekatan dapat bermacam-macam seperti yang
dikemukakan Edward III tentang “zona ketidakacuhan” dimana para
pelaksana kebijakan melalui keleluasaannya (diskresi) dengan cara yang
halus menghambat implementasi kebijakan (mengacuhkan, menunda dan
tindakan penghambat lainnya).
Menurut pendapat Van Meter dan Van Horn “sikap penerimaan atau
penolakan dari agen pelaksana kebijakan sangat mempengaruhi
keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat
mungkin terjadi karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil
formulasi warga setempat yang mengenal betul permasalahan dan
persoalan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan publik biasanya bersifat
top down yang sangat mungkin para pengambilan keputusan tidak
mengetahui bahkan tak mampu menyentuh kebutuhan, keinginan, atau
permasalahan yang harus diselesaikan.
Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III mengenai disposisi
dalam implementasi kebijakan terdiri dari:
a) Pengangkatan Birokrasi. Disposisi atau sikap pelaksana akan
menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap
implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan
30
kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat, karena itu
pengangkatan dan pemilihan personil pelaksana kebijakan haruslah
orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah
ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.
b) Insentif merupakan salah satu teknik yang disarankan untuk
mengatasi masalah sikap para pelaksana kebijakan dengan
memanipulasi insentif. Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan
kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para
pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana
kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu
mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para
pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan
sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.
4. Struktur Birokrasi
Birokrasi merupakan salah satu institusi yang paling sering bahkan
secara keseluruhan menjadi pelaksana kegiatan. Keberadaan birokrasi
tidak hanya dalam struktur pemerintah, tetapi juga dalam organisasi-
organisasi swasta, institusi pendidikan dan sebagainya. Bahkan dalam
kasus-kasus tertentu birokrasi diciptakan hanya untuk menjalankan suatu
kebijakan tertentu.
Implementasi kebijakan yang bersifat kompleks menuntut adanya
kerjasama banyak pihak. Ketika struktur birokrasi tidak kondusif terhadap
31 implementasi suatu kebijakan, maka hal ini akan menyebabkan
ketidakefektifan dan menghambat jalannya pelaksanaan kebijakan.
Berdasarkan penjelasan diatas, maka memahami struktur birokrasi
merupakan faktor fundamental untuk mengkaji implementasi kebijakan
publik. Menurut Edward III terdapat dua karakteristik utama dari birokrasi
yakni: “Standard Operational Procedure (SOP) dan fragmentasi.
SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan
kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan penyeragaman dalam
organisasi kerja yang kompleks dan luas. Ukuran dasar SOP atau
prosedur kerja ini biasa digunakan untuk menanggulangi keadaan-
keadaan umum di berbagai sektor publik dan swasta. Dengan
menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang
tersedia dan dapat berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan
pejabat dalam organisasi yang kompleks dan tersebar luas, sehingga
dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan kesamaan yang besar
dalam penerapan peraturan.
SOP juga sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi
kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe
personel baru untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan. Dengan begitu,
semakin besar kebijakan membutuhkan perubahan dalam cara-cara yang
lazim dalam suatu organisasi, semakin besar pula propabilitas SOP
menghambat implementasi”.
32
Namun demikian, disamping menghambat implementasi kebijakan
SOP juga mempunyai manfaat. Organisasi-organisasi dengan prosedur-
prosedur perencanaan dengan kontrol yang besar atas program yang
bersifat fleksibel mungkin lebih dapat menyesuaikan tanggung jawab yang
baru dari pada birokrasi-birokrasi tanpa mempunyai ciri-ciri seperti ini.
Sifat kedua dari struktur birokrasi yang berpengaruh dalam
pelaksanaan kebijakan adalah fragmentasi. Fragmentasi merupakan
penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan
yang berbeda sehingga memerlukan koordinasi”. Pada umumnya,
semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk melaksanakan kebijakan,
semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau kebijakan.
Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit
dari banyak lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi
pokok yang merugikan bagi keberhasilan implementasi kebijakan publik :
“Pertama, tidak ada otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan
karena terpecahnya fungsi-fungsi tertentu ke dalam lembaga atau badan
yang berbeda-beda. Disamping itu, masing-masing badan mempunyai
yurisdiksi yang terbatas atas suatu bidang, maka tugas-tugas yang
penting mungkin akan terlantarkan dalam berbagai agenda birokrasi yang
menumpuk”.
“Kedua, pandangan yang sempit dari badan yang mungkin juga akan
menghambat perubahan. Jika suatu badan mempunyai fleksibilitas yang
rendah dalam misi-misinya, maka badan itu akan berusaha
33 mempertahankan esensinya dan besar kemungkinan akan menentang
kebijakan-kebijakan baru yang membutuhkan perubahan.
d. Tahapan Implementasi Kebijakan
Untuk mengefektifkan implementasi kebijakan yang ditetapkan,
maka diperlukan adanya tahap-tahap implementasi kebijakan. (Islamy,
1997) membagi tahap implementasi dalam 2 bentuk, yaitu:
a) Bersifat self-executing, yang berarti bahwa dengan dirumuskannya
dan disahkannya suatu kebijakan maka kebijakan tersebut akan
terimplementasikan dengan sendirinya.
b) Bersifat non self-executing, yang berarti bahwa suatu kebijakan
publik perlu diwujudkan dan dilaksanakan oleh berbagai pihak
supaya tujuan pembuatan kebijakan tercapai.
Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn dalam Abdul Wahab (1991)
mengemukakan sejumlah tahap implementasi sebagai berikut:
Tahap I terdiri atas kegiatan-kegiatan :
a) Menggambarkan rencana suatu program dengan penetapan tujuan
secara jelas;
b) Menentukan standar pelaksanaan;
c) Menentukan biaya yang akan digunakan beserta waktu
pelaksanaan.
Tahap II Merupakan pelaksanaan program dengan mendayagunakan
struktur staf, sumber daya, prosedur, biaya serta metode.
34 Tahap III Merupakan kegiatan-kegiatan :
a) Menentukan jadwal;
b) Melakukan pemantauan;
c) Mengadakan pengawasan untuk menjamin kelancaran pelaksanaan
program. Dengan demikian jika terdapat penyimpangan atau
pelanggaran dapat diambil tindakan yang sesuai dengan segera.
Jadi implementasi kebijakan akan selalu berkaitan dengan
perencanaan penetapan waktu dan pengawasan, sedangkan menurut
Mazmanian dan Sabatier dalam Solichin Abdul Wahab, yaitu mempelajari
masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami apa
yang senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau
dirumuskan. Yakni peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi
setelah proses pengesahan kebijakan baik yang menyangkut usaha-
usaha untuk mengadministrasi maupun usaha untuk memberikan
dampak tertentu pada masyarakat. Hal ini tidak saja mempengaruhi
perilaku lembaga-lembaga yang bertanggung jawab atas sasaran (target
grup) tetapi memperhatikan berbagai kekuatan politik, ekonomi, sosial
yang berpengaruh pada impelementasi kebijakan negara.
d. Proses Implementasi Kebijakan
Berbagai tujuan kebijakan tidak akan tercapai dengan sendirinya
tanpa kebijakan tersebut diimplementasikan. Meskipun sebagai sebuah
konsep implementasi sering dipakai untuk menggambarkan bagaimana
upaya yang dilakukan oleh para implementer dalam mewujudkan tujuan
35 kebijakan, akan tetapi hanya dengan menyebut implementasi saja tidak
cukup menggambarkan bagaimana sesungguhnya berbagai upaya untuk
mewujudkan tujuan kebijakan. Realitasnya, di dalam implementasi itu
sendiri terkandung suatu proses yang kompleks dan panjang. Proses
implementasi sendiri bermula sejak kebijakan ditetapkan atau memiliki
payung hukum yang sah. Setelah itu tahapan-tahapan implementasi akan
dimulai dengan serangkaian kegiatan mengelola peraturan, membentuk
organisasi, mengarahkan orang, sumber data, teknologi, menetapkan
prosedur, dan seterusnya dengan tujuan agar tujuan kebijakan yang telah
ditetapkan dapat diwujudkan (Cole, 2006).
Oleh sebab itu, tahap implementasi sebagai proses untuk
mewujudkan kebijakan sering disebut sebagai tahap penting (critical
stage). Disebut penting karena tahapan ini merupakan “jembatan” antara
dunia konsep dan dunia realita seperti Grindle yang menyebut bahwa
implementasi “establish a link that allows goals of public policies to be
realize as outcomes of governmental activity”. Dunia konsep yang
dimaksud disini tercermin dalam kondisi ideal, sesuatu yang dicita-citakan
untuk diwujudkan sebagaimana terformulasikan dalam dokumen
kebijakan. Sementara dunia nyata adalah realitas dimana masyarakat
sebagai kelompok sasaran kebijakan sedang bergelut dengan berbagai
persoalan sosial, ekonomi, dan politik menurut (Grindle, M, 1980) yaitu :
36 a. Keterkaitan antar Variabel dalam Implementasi
Upaya mempermudah identifikasi variabel-variabel dalam
implementasi, para ahli biasanya membedakan berbagai variabel dalam
dua kelompok besar, yaitu variabel tergantung (dependent variable) yang
hendak dijelaskan yaitu kinerja implementasi kebijakan dengan variabel
bebas (independent variable) yaitu berbagai faktor yang mempengaruhi
kinerja implementasi tersebut. Kinerja implementasi kebijakan tersebut
secara sederhana menggambarkan tingkat pencapaian tujuan kebijakan
yaitu : apakah hasil-hasil kebijakan (policy outcomes) yang diperoleh
melalui serangkaian proses implementasi tersebut secara nyata mampu
mewujudkan tujuan kebijakan yang telah ditetapkan (policy goals). Derajat
kinerja implementasi kebijakan dengan demikian menggambarkan
berbagai variasi perbandingan terbaik antara policy outcomes dengan
policy goals. Semakin tinggi policy outcomes maka semakin tinggi pula
kinerja implementasi kebijakan yang berhasil diraih oleh suatu kebijakan.
Sementara itu variabel independen merupakan seluruh variabel
yang diharapkan mampu menjelaskan derajat kinerja kebijakan tersebut.
variabel independen tersebut adalah keseluruhan faktor yang memiliki
keterkaitan proses implementasi suatu kebijakan dilakukan.
Sebagai variabel dependen, kinerja implementasi kebijakan
menduduki posisi sentral. Karena fenomena kinerja implementasi
kebijakan inilah yang selama beberapa generasi coba dijelaskan
eksistensinya. Akan tetapi, sebagai suatu konsep yang menggambarkan
37 kegagalan atau keberhasilan implementasi, ukuran atau kriteria untuk
menilai kinerja implementasi sendiri sering tidak seragam. Hal ini karena
apa yang disebut sebagai implementasi sendiri sering dipahami secara
berbeda antar peneliti satu dengan peneliti yang lain.
Ripley menjelaskan bahwa implementasi dapat dilihat dari dua
perspektif. Perspektif pertama memahami keberhasilan implementasi
dalam arti sempit yaitu sebagai kepatuhan implementer dalam
melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam dokumen kebijakan (dalam
bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, program, dan lain-lain)
dengan cara demikian studi implementasi yang menggunakan perspektif
ini juga ingin mengetahui kepatuhan para bawahan dalam menjalankan
perintah yang diberikan oleh para atasan sebagai upaya untuk
melaksanakan suatu kebijakan.
Berbeda dengan perspektif pertama, perspektif kedua tidak hanya
memahami implementasi dari aspek kepatuhan para implementer
kebijakan dalam mengikuti SOP semata-mata. Perspektif kedua ini
berusaha untuk memahami implementasi secara lebih luas. Pertanyaan
untuk mengukur keberhasilan implementasi adalah : ”What is it achieving?
And why or Whats happening? And why?”. Mengikuti pendapat Ripley
tersebut maka ukuran keberhasilan implementasi tidak hanya dilihat dari
segi kepatuhan para implementor dalam mengikuti SOP namun demikian
juga diukur dari keberhasilan mereka dalam merealisasikan tujuan-tujuan
kebijakan yang wujud nyatanya berupa munculnya dampak kebijakan.
38 Artinya, kepatuhan para implementer dalam mengimplementasikan
kebijakan sesuai SOP bukan satu-satunya alat ukur keberhasilan
implementasi. Kepatuhan tersebut semestinya perlu dipandang sebagai
kondisi yang harus dilalui agar tujuan kebijakan dapat diwujudkan, bukan
tujuan akhir dari implementasi itu sendiri. Pencapaian tujuan kebijakan
tidak cukup hanya dengan mengikuti SOP saja akan tetapi akan sangat
dipengaruhi oleh faktor lain seperti ketepatan instrumen kebijakan,
kecukupan keluaran kebijakan, kualitas keluaran kebijakan, dan lain-lain.
Cara pandang yang demikian sangat relevan manakala dalam
realitanya seringkali ditemukan banyak kasus ketika penyampaian
keluaran kebijakan kepada kelompok sasaran sudah sesuai dengan
prosedur yang ditetapkan, akan tetapi nasib kelompok sasaran tidak
banyak mengalami perubahan. Atau dengan kata lain implementasi
kebijakan gagal mencapai tujuan kebijakan yang telah ditetapkan, yaitu
mengubah nasib kelompok sasaran dari suatu kondisi ke kondisi lain yang
lebih baik sebagaimana diidealkan dalam dokumen kebijakan. Dalam
keadaan yang demikian persoalan nasib kelompok sasaran menjadi
relevan.
b. Kompleksitas Proses Implementasi
Karena lebih komprehensif dalam memahami bagaimana realita
implementasi suatu kebijakan yang sesungguhnya terjadi, perspektif
kedua lebih banyak dipakai sebagai acuan oleh para ahli implementasi.
Perspektif tersebut memang lebih membantu para peneliiti yang berusaha
39 untuk menjelaskan bagaimana realitas implementasi suatu kebijakan,
yaitu bagaimana setelah melalui serangkaian proses yang panjang suatu
kebijakan kemudian mampu mewujudkan tujuan atau sasaran yang ingin
dicapai.
Apabila disepakati bahwa cara melihat keberhasilan implementasi
tidak hanya berhenti pada kepatuhan para implementer saja namun juga
hasil yang dicapai setelah prosedur implementasi dijalani maka upaya
untuk mencapai memahami realitas implementasi kebijakan perlu dilihat
secara lebih detail dengan mengikuti proses implementasi yang dilalui
para implementer dalam upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan
tersebut.
Pada dasarnya suatu kebijakan atau program diformulasikan dengan
misi untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Untuk mencapai tujuan
tersebut maka suatu kebijakan membutuhkan masukan-masukan
kebijakan (policy input).
Policy output sebagai instrumen kebijakan tidak akan sampai kepada
kelompok sasaran tanpa dilakukannya kegiatan menghantarkan policy
output tersebut (berupa realisasi kegiatan atau distribusi bantuan) kepada
kelompok sasaran, kegiatan menghantarkan policy output kepada
kelompok sasaran ini menjadi tugas implementing agency (lembaga yang
diberi tugas untuk mengimplementasikan kebijakan).
Di masa lalu implementing agency yang utama adalah birokrasi
pemerintah atau eksekutif. Birokrasi pemerintah dan perangkatnya (di
40 pusat berupa kementerian/lembaga sedang di daerah bernama
dinas/badan) kemudian akan memobilisasi sumber daya manusia,
teknologi, sumber keuangan, dan keterampilan manajemen untuk dapat
menyampaikan policy output tersebut secara efektif, efisien, dan akurat
kepada kelompok sasaran.
Namun demikian, seiring dengan perkembangan konsep
governance, saat ini implementing agency tidak hanya menjadi monopoli
pemerintah. Selain karena semakin terbatasnya kemampuan pemerintah,
dari segi anggaran, SDM, teknologi, dan kapasitas manajemen untuk
dapat memecahkan semua urusan publik sendiri, era demokrasi juga
menuntut pemerintah makin terbuka dan makin inklusit dalam memberikan
ruang bagi Civil Society Organizations (CSOs) dan sektor swasta untuk
dapat terlibat dalam implementasi suatu kebijakan. Keterlibatan CSOs dan
swasta ini yang saat ini memunculkan implementing agency yang memiliki
karakter hybrid yaitu merupakan perpaduan berbagai jenis organisasi.
B. TINJAUAN UMUM TENTANG INTEGRASI JAMKESDA KE JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
a. Integrasi Jamkesda ke JKN
Negara-negara di dunia melalui badan kesehatan internasional
WHO telah sepakat untuk mencapai Universal Health Coverage (UHC) di
tahun 2014. Universal Health Coverage (UHC) merupakan sistem
kesehatan yang memastikan setiap warga di dalam populasi memiliki
41 akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu meliputi
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Indonesia dalam rangka mencapai
tujuan global UHC menerapkan kebijakan jaminan sosial secara nasional
melalui Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dengan
menetapkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai
pelaksana program jaminan sosial.
Pemerintah daerah juga menerapkan sistem jaminan bidang
kesehatan bagi masyarakat di daerah yang dikenal dengan Jaminan
kesehatan daerah (Jamkesda).
Menghadapi tantangan menuju UHC, maka pemerintah menyusun
strategi dengan pengintegrasian Jamkesda kedalam Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) yang akan dikelola secara terpusat oleh BPJS,
namun kebijakan tersebut tidak didukung oleh kondisi yang ada
didaerah, pemerintah pusat dihadapkan pada variasi sistem Jamkesda
yang meliputi sistem pengelolaan, paket manfaat yang diterima
peserta jamkesda, dan sasaran penerima bantuan iuran (PBI). Variasi
sistem tersebut dipengaruhi oleh faktor kemampuan fiskal daerah,
komitmen pimpinan daerah serta penyesuaian regulasi antara daerah
dengan pusat.
Pengelolaan sistem pengintegrasian yang tepat akan mencegah
terjadinya tumpang tindih (overlapping) tugas, wewenang dan tanggung
jawab pada pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun BPJS.
42
Disamping faktor manajemen pengelolaan, faktor lain yang
perlu diperhatikan dalam tujuan pengintegrasian sistem Jamkesda ke
dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah faktor paket
manfaat yang diberikan kepada peserta. Paket manfaat Jamkesda saat
ini masih sangat bervariasi, tergantung pada APBD dan komitmen
pemerintah daerah terhadap masalah kesehatan yang ada. Paket
manfaat ini menjadi faktor penting mengingat pada saat pelaksanaan
integrasi, jaminan kesehatan tersebut mencakup semua yang indikasi
medis (Aulia, 2014).
Pengelolaan jaminan kesehatan dalam Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dengan memperhatikan konsep universal dapat
diuraikan sebagai berikut :
1. Pengelolaannya tidak lagi terpisah-pisah menurut tempat tinggal
(Provinsi, Kota/Kabupaten, tempat bekerja) melainkan terintegrasi
dalam BPJS Kesehatan secara nasional;
2. Pendanaan berbasis asuransi sosial dimana semua penduduk wajib
membayar iuran. Namun penduduk yang miskin dan tidak mampu
akan mendapat bantuan iuran (mekanisme bantuan sosial) dari
pemerintah. Ketika penduduk tersebut tidak lagi miskin maka ia
wajib membayar iuran;
3. Layanan kesehatan perorangan yang dijamin adalah semua layanan
atas indikasi medis (sesuai kebutuhan medis) mencakup upaya
43
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bersifat layanan
orang per orang;
4. Fasilitas layanan yang memproduksi layanan yang akan dibeli oleh
BPJS adalah fasilitas kesehatan milik pemerintah dan/ atau swasta.
Dengan demikian sumber daya kesehatan akan digunakan untuk
menjamin seluruh penduduk memiliki akses terhadap layanan
kesehatan;
5. Cara belanja (metode pembayaran) yang efisien agar dana amanat
digunakan secara optimal adalah cara pembayaran prospektif
seperti pembayaran kapitasi untuk rawat jalan primer dan
pembayaran DRG (Diagnosis Realeted Group) yang di Indonesia
telah dikenal dengan INA-CBG untuk rawat jalan sekunder (rujukan)
dan rawat inap;
6. Dengan pengelolaan oleh BPJS, maka sistem administrasi
pengumpulan dana, pembelanjaan, klaim, pelaporan, dan lain-lain
akan menjadi lebih efisien dan memudahkan dipahami oleh seluruh
peserta dan seluruh pengelola fasilitas kesehatan.
Sesuai peta jalan jaminan kesehatan nasional diharapkan pada
tahun 2016, semua Jamkesda untuk masyarakat miskin telah terintegrasi
dalam sistem JKN. Integrasi kepesertaan Jamkesda ke sistem JKN bagi
PBI didukung oleh regulasi daerah berupa SK Bupati untuk penetapan
peserta PBI dan perjanjian kerjasama Pemerintah Daerah dan BPJS.
Integrasi Jamkesda ke sistem JKN bagi PBI telah dilaksanakan oleh
44 daerah dengan cara yang berbeda, baik dalam aspek penetapan kriteria,
institusi pelaksana verifikasi dan validasi peserta, penambahan dan
pengurangan data peserta, pendistribusian kartu dan waktu pembayaran
premi.
Beberapa kendala yang dialami oleh stakeholder terkait dalam
integrasi Jamkesda meliputi kendala dalam manajemen kepesertaan,
keterbatasan SDM, anggaran, teknis verifikasi validasi masyarakat miskin
dan sistem BPJS yang masih baru. Proses integrasi kepersertaan
Jamkesda ke sistem JKN telah dilaksanakan cukup baik sesuai dengan
kondisi di daerah masing-masing. Adanya landasan hukum dan pedoman
pelaksanaan integrasi Jamkesda ke sistem jaminan kesehatan nasional,
yang dapat menjadi acuan yang benar sehingga mengurangi
ketidaktepatan dalam pelaksanaan (Rukmini, Ristrini et al. 2017).
Menurut Supriyantoro (2014), tahapan dalam skema time frames
dipenuhi sesuai tenggat waktu maka agenda setting yang dapat terjadi
adalah sebagai berikut :
Tahun 2014-2015
1. Dari sisi kepesertaan, Jamkesda tetap berperan untuk memenuhi
kepesertaan diluar yang belum tercakup dalam kriteria PBI
pemerintah pusat.
2. Dari sisi paket manfaat, Jamkesda tetap akan bervariasi sesuai
dengan kebijakan daerah dan kemampuan faskes yang ada, disisi
45
lain daerah diharapkan terus mempersiapkan fasilitas kesehatannya
mengacu pada standar JKN.
3. Dari sisi pengelolaan, sistem manajemen diharapkan mulai
disinkronisasi antara pengelolaan Jamkesda dan JKN termasuk
dalam hal INA-CBGs dan Kapitasi.
4. Dari sisi pengelolaan, mulai dipersiapkan indikator kinerja/monitoring
evaluasi JKN yang bersifat partisipatif/yang disepakati oleh daerah.
Tahun 2016-2017
1. Dari sisi kepesertaan pada tahun 2016 PBI hanya dijalankan pada
masyarakat miskin di daerah, namun pada tahun 2017, PBI sudah
mencakup semua masyarakat miskin di daerah dengan indeks
kapasitas fiskal rendah.
2. Dari sisi kepesertaan, pada periode ini diharapkan daerah pun
sudah mulai mengusulkan besaran jaminan dan penambahan
jumlah PBI di daerahnya diatas standar jaminan dan jumlah PBI
nasional.
3. Dari sisi paket manfaat, dalam agenda setting diasumsikan pada
tahun 2016 semua perbedaan paket manfaat yang terjadi dapat
diatasi oleh JKN dan tambahan kebutuhan daerah dapat dipenuhi.
4. Dari sisi pengelolaan, pada tahun 2016-2017, semua sistem
pengelolaan Jamkesda telah sinkron dengan sistem pengelolaan
pusat.
46 5. Dari sisi pengelolaan, pada tahun 2016-2017, indikator
kinerja/monitoring evaluasi JKN yang bersifat partisipatif/yang
disepakati oleh daerah sudah mulai dapat diterapkan.
Tahun 2018
1. Dari sisi kepesertaan, pada tahun 2018 pengintegrasian sudah
mencakup masyarakat miskin di daerah dengan indeks kapasitas
fiskal tinggi.
2. Dari sisi kepesertaan, pada tahun 2018 ini diharapkan daerah
sepenuhnya dapat mengusulkan besaran jaminan dan jumlah PBI di
daerahnya diatas standar jaminan dan jumlah PBI nasional.
3. Dari sisi paket manfaat, pada tahun 2018 ini paket manfaat wajib
sudah dapat dipenuhi daerah. Disisi lain tambahan manfaat daerah
dan upaya promotif preventif sudah dapat terpenuhi dalam paket
manfaat.
4. Dari sisi pengelolaan, pada tahun 2018, indikator kinerja/monitoring
evaluasi JKN yang bersifat partisipatif/yang disepakati oleh daerah
sudah diterapkan sepenuhnya.
Tahun 2019
1. Dari sisi kepesertaan, tahun 2019 diharapkan kepesertaan
PBI sudah sepenuhnya terpenuhi sesuai dengan kriteria nasional.
2. Dari sisi paket manfaat, paket manfaat wajib sudah sepenuhnya
dapat dipenuhi daerah. Disisi lain tambahan manfaat daerah dan
47
upaya promotif preventif sudah dapat terpenuhi dalam paket
manfaat JKN yang diterima daerah.
3. Dari sisi pengelolaan, semua Jamkesda telah terintegrasi secara
penuh dan terpusat dalam kerangka JKN dengan tetap memberikan
ruang bagi daerah dalam mengembangkan peran check and
balances.
b. Syarat-Syarat Integrasi Jamkesda ke JKN
UU SJSN menjamin hak fasilitas pelayanan kesehatan yang sama
untuk mendapatkan kontrak dengan BPJS dalam memberi dan
menyediakan pelayanan kesehatan bagi peserta. Implementasi ketentuan
ini memerlukan berbagai persyaratan sebagai berikut (DJSN, K. 2012) :
1. Adanya standarisasi prosedur medik, keperawatan, dan kefarmasian
sebagai pedoman pemberian pelayanan kesehatan dimasing-masing
tingkatan pelayanan dan tingkatan fasilitas.
2. Standarisasi kompetensi yang meliputi infrastruktur, tenaga kerja,
dan peralatan sebagai pedoman untuk mengontrak fasilitas
pelayanan kesehatan oleh BPJS.
3. Keterlibatan pemerintah (pusat dan daerah) dan swasta dalam
membangun fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
terdistribusi dengan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Sehubungan dengan hal tersebut maka kegiatan-kegiatan yang
diperlukan dari aspek pelayanan kesehatan di antaranya adalah sebagai
berikut :
48 1. Peningkatan Ketersediaan Dan Kualitas Fasilitas Kesehatan, Tenaga
Kesehatan, Dan Sarana Kesehatan
Untuk melakukan hal tersebut diperlukan sejumlah kegiatan,
diantaranya sebagai berikut :
a) Penyusunan rencana aksi pengembangan pelayanan kesehatan
yang di dalamnya memuat rencana pengembangan fasilitas
kesehatan, tenaga kesehatan, alat dan infrastruktur kesehatan serta
penguatan sistem rujukan oleh Kementerian Kesehatan.
b) Implementasi pengembangan fasilitas kesehatan, tenaga kesehatan,
dan sarana kesehatan.
c) Implementasi penguatan sistem rujukan.
d) Pemerintah (termasuk pemda) memberikan informasi dan peluang
kepada sektor swasta perorangan atau kelembagaan untuk berperan
aktif menyediakan layanan kesehatan bagi peserta BPJS.
e) Menjamin bahwa prinsip any willing provider (yaitu setiap fasilitas
kesehatan yang bersedia menerima pembayaran dari BPJS yang
besarnya disepakati untuk suatu wilayah) diterapkan. Tidak boleh
ada diskriminasi dimana suatu fasilitas kesehatan tidak dikontrak
BPJS, padahal fasilitas kesehatan tersebut bersedia menerima dan
memenuhi ketentuan peraturan perundangan.
2. Penyusunan Sistem/Standar Operasional Pelayanan
Untuk melakukan hal tersebut diperlukan sejumlah kegiatan, di
antaranya sebagai berikut :
49 a) Penyusunan standar prosedur medik, keperawatan, dan kefarmasian
sebagai pedoman pemberian pelayanan kesehatan di masing-
masing tingkatan pelayanan dan tingkatan fasilitas yang dapat
dilakukan oleh asosiasi fasilitas atau tenaga kesehatan.
b) Penyusunan standar kompetensi yang telah disusun oleh Konsil
Kedokteran dan standar infrastruktur, tenaga kerja dan peralatan
sebagai pedoman untuk mengontrak fasilitas pelayanan kesehatan
oleh BPJS.
c) Penyusunan Pedoman Kredensialing/Re-Kredensialing Fasilitas
Kesehatan.
d) Pengembangan sistem kendali mutu pelayanan kesehatan untuk
menjamin kualitas layanan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan
memenuhi syarat minimal.
e) Merumuskan dan operasionalisasi pemantauan kendali mutu dan
biaya untuk menghindari pelayanan kesehatan yang berlebihan,
ketidak-tepatan diagnosis, prosedur terapi dan intervensi,
pengobatan dan pembuatan resep yang tidak rasional serta
pemberian rujukan yang tidak tepat.
f) Perumusan dan operasionalisasi sistem penanganan keluhan dari
peserta baik oleh fasilitas kesehatan maupun BPJS.
c. Tujuan Integrasi Jamkesda ke JKN
Dalam sidang ke 58 tahun 2005 di Jenewa, World Health Assembly
(WHA) menggaris bawahi perlunya pengembangan sistem pembiayaan
50 kesehatan yang menjamin tersedianya akses masyarakat terhadap
pelayanan kesehatan dan memberikan perlindungan kepada mereka
terhadap risiko keuangan. WHA ke 58 mengeluarkan resolusi yang
menyatakan, pembiayaan kesehatan yang berkelanjutan melalui Universal
Health Coverage diselenggarakan melalui mekanisme asuransi kesehatan
sosial. WHA juga menyarankan kepada WHO agar mendorong negara-
negara anggota untuk mengevaluasi dampak perubahan sistem
pembiayaan kesehatan terhadap pelayanan kesehatan ketika mereka
bergerak menuju UHC.
Untuk mewujudkan komitmen global dan konstitusi di atas,
pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan
masyarakat melalui JKN bagi kesehatan perorangan. Hal tersebut
dilaksanakan melalui program integrasi Jamkesda ke dalam JKN.
d. Proses Pengintegrasian Jamkesda ke JKN
Dalam proses pengintegrasian Jamkesda ke JKN dalam rangka
mencapai kepesertaan semesta jaminan kesehatan sesuai Undang-
Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) dan Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), berikut proses peintegrasian
tersebut yaitu :
1. Komitmen nasional dalam mengimplementasikan kegiatan-kegiatan
pengintegrasian Jamkesda ke JKN.
51 2. DJSN melakukan koordinasi dan sinkronisasi yang terus menerus
dengan institusi yang terkait dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
yang diperlukan pada proses pengintegrasian.
3. Regulasi integrasi Jamkesda ke sistem JKN di daerah.
4. Advokasi oleh BPJS tentang pengintegrasian Jamkesda ke JKN.
5. Penyediaan data peserta integrasi Jamkesda ke JKN.
6. Proses verifikasi dan validasi data peserta integrasi Jamkesda ke
JKN.
7. Penerbitan dan pendistribusian kartu peserta JKN.
e. Dasar Hukum Integrasi Jamkesda ke JKN
Jaminan kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan
agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan
perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang
diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya
dibayar oleh Pemerintah. Pada Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009
terdapat pernyataan, fakir miskin dan orang tidak mampu menjadi
tanggung jawab pemerintah pusat. Hal inilah yang menjadikan pemerintah
pusat memiliki obsesi agar Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) dapat
berintegrasi ke dalam JKN.
Pada awal pembentukannya, Jamkesda merupakan jaminan
kesehatan yang bersifat komplementer terutama terhadap Jaminan
Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Artinya, Jamkesda hanya
merupakan pelengkap dari Jamkesmas, karena paket manfaat yang
52 ditawarkan oleh Jamkesda umumnya memiliki kesamaan dengan paket
manfaat yang ditawarkan oleh Jamkesmas, dengan adanya penyesuaian
dengan daerah masing-masing. Selain itu untuk menyelenggarakan JKN
sesuai dengan kondisi yang telah ditetapkan, maka telah diterbitkan
berbagai peraturan yang mendukung hal tersebut, diantara lain:
1. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang SJSN
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang PBI Jaminan
Kesehatan
4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS
5. Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 dan Perubahannya No.
111 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
6. Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan Peta Jalan Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang
Kesehatan dan Bidang Ketenagakerjaan
7. Permendagri Nomor 27 Tahun 2013 tentang Pedoman Penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2014
f. Konsep dan Manfaat Integrasi Jamkesda ke JKN
Secara umum konsep integrasi Jamkesda ke JKN adalah dengan
cara mendaftarkan peserta Jamkesda ke BPJS Kesehatan dan membayar
iurannya dengan membayar iuran sebagaimana yang ditetapkan dalam
Perpres No. 19 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas Perpres No. 12
53 tahun 2013 tentang jaminan Kesehatan, besaran iuran untuk PBI yang
awalnya Rp.19.225,- menjadi Rp.23.000,- per orang setiap bulan. Adapun
bagi daerah yang tidak mampu, dapat menyeleksi sasaran yang benar-
benar miskin dan tidak mampu untuk dibiayai Pemda, sedangkan bagi
yang mampu dimotivasi untuk mendaftar menjadi peserta ke BPJS
Kesehatan dan membayar iurannya (Rachmatarwata Isa, 2015). Integrasi
pendanaan dan data peserta Jamkesda dilakukan secara bertahap agar
tidak ada warga miskin yang tidak mempunyai akses pelayanan
kesehatan.
Bagi daerah yang mengalami keterbatasan anggaran maka
pemerintah daerah dapat mendorong agar penduduk miskin dan tidak
mampu menjadi PBI jaminan kesehatan yang iurannya dibayar oleh
Pemerintah (APBN) dengan mekanisme sebagaimana diatur dalam
Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang PBI Jaminan Kesehatan.
selain itu, Pemerintah daerah dapat mendaftarkan sejumlah penduduk
miskin dan tidak mampu yang sebelumnya merupakan peserta Jamkesda
baik yang sakit maupun yang sehat sesuai kecukupan anggaran dan akan
mendaftarkan lagi penduduk miskin dan tidak mampu sebagai peserta
susulan.
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari integrasi Jamkesda
ke dalam JKN antara lain:
54 a. Terjadi Akselerasi UHC, sehingga target tahun 2019 seluruh
penduduk Indonesia menjadi peserta dalam Jaminan Kesehatan
Nasional akan terwujud .
b. Biaya klaim Jamkesda yang bersumber dari APBD akan mengalami
penurunan yang signifikan.
c. Dengan berintegrasi ke dalam JKN akan memperoleh manfaat yang
lebih besar jika dibandingkan dengan menyelenggarakan sendiri
terutama peserta akan memperoleh manfaat yang komprehensif dan
memperoleh kemudahan dalam mengakses fasilitas pelayanan
kesehatan karena prinsip portabilitas .
d. Beban anggaran pemerintah daerah menjadi berkurang untuk
membiayai jaminan kesehatan dan dapat diarahkan untuk
membiayai program kesehatan prioritas lainnya, seperti preventif,
promotif dan penguatan fasilitas pelayanan kesehatan serta
peningkatan kualitas SDM Kesehatan.
C. TINJAUAN UMUM TENTANG SISTEM JAMINAN KESEHATAN DAERAH
a. Pengertian Jaminan Kesehatan Daerah
Jaminan kesehatan daerah merupakan subsistem dari jaminan sosial
yang bersifat jangka pendek dan sekaligus merupakan perwujudan dari
subsistem pembiayaan kesehatan pada upaya kesehatan perorangan.
Menurut Mukti (2007), Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA)
55 merupakan tatanan yang mengatur penyelenggaraan kesehatan di daerah
dengan menggunakan prinsip-prinsip asuransi kesehatan sosial.
Disamping itu, jaminan kesehatan daerah juga diselenggarakan secara
terstruktur, terpadu dan berkesinambungan.
Para intelektual/pakar menilai bahwa kebijakan otonomi daerah
dibawah Undang–Undang Nomor 32 Tahun 2004 merupakan salah satu
kebijakan otonomi daerah yang baik yang pernah ada di Indonesia.
Undang-Undang ini merupakan salah satu perwujudan refomasi yang
telah melahirkan paradigma baru dalam penyelenggaraan pemerintah
daerah.
b. Kewajiban Pemerintah Daerah
Dalam menyelenggarakan otonomi, Pemerintah daerah mempunyai
kewajiban:
1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan
kerukunan nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia;
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
8. Mengembangkan sistem jaminan sosial;
56 9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
11. Melestarikan lingkungan hidup;
12. Mengelola administrasi kependudukan;
13. Melestarikan nilai sosial budaya;
14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundang-undangan sesuai
dengan kewenangannya;
15. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
c. Tujuan Program Jaminan Kesehatan Daerah
Secara umum tujuan program Jamkesda meliputi dua tujuan yakni :
1. Tujuan umum
Tujuan umum program Jamkesda adalah memberi perlindungan
kepada peserta dalam bentuk pemeliharaan kesehatan paripurna dengan
sistem jaminan kesehatan yang terkendali baik mutu maupun biayanya.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus program Jamkesda adalah :
1) Tersedianya anggaran biaya dari pemerintah daerah sebagai
dana pra upaya pengganti premi untuk menjamin pelayanan
kesehatan bagi peserta yang tidak tercakup dalam program
jaminan pelayanan kesehatan pemerintah.
2) Terselenggaranya pelayanan kesehatan bagi peserta dengan
sistem jaminan kesehatan dalam program Jamkesda.
57
3) Terselenggaranya mekanisme koordinasi, pembimbingan,
pembinaan serta pengawasan program Jamkesda.
Sedangkan untuk pelaksanaan, mekanisme koordinasi,
pembimbingan, pembinaan serta pengawasan program Jamkesda
dibentuk tim pembina yang bertugas :
1. Melakukan kajian, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan program
Jamkesda.
2. Merumuskan kebijakan dan pengembangan program dan
mengusulkan kepada Bupati.
3. Mengusulkan anggaran Jamkesda termasuk bantuan iuran bagi
masyarakat miskin.
Tim pembina ini dalam melaksanakan tugas mempunyai fungsi
merumuskan kebijakan umum dan sinkronisasi penyelenggaraan dan
pengembangan Jamkesda, serta mempunyai kewenangan untuk
melakukan pembinaan dan pengawasan teknis penyelenggaraan
Jamkesda.
d. Pelayanan Kesehatan Yang Tidak Ditanggung Jaminan
Kesehatan Daerah
Pelayanan kesehatan yang tidak ditanggung Jamkesda adalah :
1. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur;
2. Pelayanan yang bertujuan komestik;
3. Pelayanan untuk tujuan memperoleh keturunan;
4. Pelayanan dalam rangka bencana alam;
58 5. Pelayanan dalam rangka bakti sosial;
6. Protesa alat bantu dengar, alat penyangga;
7. Pelayanan lain diluar paket dasar yang ditentukan;
8. Pelayanan dalam rangka penanggulangan bencana alam dan atau
pelayanan sosial.
e. Sumber Biaya Jaminan Kesehatan Daerah
Sumber biaya program Jamkesda adalah dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD), digunakan sebagai premi/dana pra upaya
yang besarnya per peserta per bulan ditentukan berdasar atas manfaat
atau jenis pelayanan yang dibutuhkan atau menjadi hak peserta. Selain
dari anggaran pendapatan dan belanja daerah sumber biaya program
Jamkesda dapat berasal dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi, iuran
peserta dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
f. Prinsip Jaminan Kesehatan Daerah
Menurut Trisnantoro (2009), bahwa penyelenggaraan sistem jaminan
kesehatan daerah hendaknya mengacu pada beberapa prinsip dasar
sebagai berikut :
1. Prinsip Solidaritas Sosial. Program dan jaminan/asuransi kesehatan
diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial yang wajib
untuk menuju cakupan universal (Universal coverage) yang akan
dicapai secara bertahap, sehingga tercipta subsidi silang antara yang
kaya kepada yang miskin, antara yang muda kepada yang tua,
59
antara yang sehat kepada yang sakit, dan antar daerah yang kaya
kepada daerah yang miskin.
2. Prinsip Efisiensi. Penyelenggaraan Jamkesda diberikan dalam
bentuk pelayanan yang terkendali utilisasi dan biayanya (mengacu
pada managed care).
3. Prinsip Ekuitas. Program Jamkesda diselenggarakan berdasarkan
prinsip keadilan dimana setiap penduduk tanpa memandang suku,
bangsa, agama, aliran politik, dan status ekonominya, harus
mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
medisnya dan membayar iuran sesuai dengan kemampuan
ekonominya.
4. Prinsip Komprehensip. Benefit pelayanan pada program Jamkesda
harus bersifat komprehensif sesuai dengan kebutuhan medis
peserta, yang meliputi preventif, kuratif, rehabilitatif, dan promotif.
5. Prinsip Propabilitas. Seorang peserta tidak boleh kehilangan
perlindungan/jaminan bagi dirinya apabila ia pindah tempat tinggal,
pindah kerja, atau sementara tidak bekerja.
6. Prinsip nirlaba (not for profit). Pengelolaan program Jamkesda
diselenggarakan atas dasar tidak mencari laba, akan tetapi
memaksimalkan pelayanan.
60
D. TINJAUAN UMUM TENTANG JAMKESDA-GEMBIRA
Pelaksanaan kebijakan program jaminan kesehatan daerah di
Kabupaten Bombana berdasarkan pada Peraturan Bupati Bombana
Nomor 32 Tahun 2012 tentang pedoman pelaksanaan jaminan kesehatan
daerah gerakan membangun Bombana dengan Ridho Allah yang tertuang
dalam petunjuk teknis JAMKESDA-GEMBIRA Kabupaten Bombana.
Program Jaminan Kesehatan Daerah Gerakan Membangun
Bombana dengan Ridho Allah (JAMKESDA-GEMBIRA) merupakan salah
satu dari program unggulan Bupati Bombana yang masuk dalam program
Gembira Sehat.
a. Tujuan Penyelenggaraan JAMKESDA-GEMBIRA
1. Tujuan Umum
Meningkatnya akses dan mutu pelayanan kesehatan terhadap
seluruh masyarakat di Kabupaten Bombana agar tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan efisien.
2. Tujuan Khusus
1) Terselenggaranya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit serta
Puskesmas dan Jaringannya termasuk pertolongan persalinan;
2) Terselenggaranya pengendalian rujukan kasus;
3) Terkendalinya biaya dan mutu dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan;
61
4) Terselenggaranya manajemen pengelolaan keuangan yang
transparan dan akuntabel.
b. Sasaran Pelaksanaan JAMKESDA-GEMBIRA
Sasaran program JAMKESDA-GEMBIRA adalah seluruh penduduk
Kabupaten Bombana, tidak termasuk yang telah memiliki jaminan
kesehatan lainnya (Peserta JKN dan Bahteramas).
c. Kebijakan Operasional JAMKESDA-GEMBIRA
1. Jaminan Kesehatan Daerah-Gerakan Membangun Bombana dengan
Ridho Allah (JAMKESDA-GEMBIRA) adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh penduduk Kabupaten
Bombana agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak (dalam hal ini kebutuhan untuk hidup sehat).
2. Pada hakekatnya pelayanan kesehatan terhadap masyarakat
Bombana menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan bersama oleh
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah
Kabupaten/Kota berkewajiban memberikan konstribusi sehingga
menghasilkan pelayanan yang optimal.
3. Penyelenggaraan JAMKESDA-GEMBIRA mengacu pada prinsip-
prinsip :
a) Dana amanat dan nirlaba dengan pemanfaatan semata-mata
untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat miskin.
b) Menyeluruh (Komprehensif) sesuai dengan standar pelayanan
medik yang cost effective dan rasional.
62
c) Pelayanan terstruktur, berjenjang dengan portabilitas dan
ekuitas.
d) Transparan dan akuntabel.
e. Tata Laksana Kepesertaan JAMKESDA-GEMBIRA
KETENTUAN UMUM
1. Peserta program JAMKESDA-GEMBIRA adalah setiap orang yang
terdaftar dan memiliki kartu Jamkesda-Gembira berhak
mendapatkan pelayanan kesehatan setelah terdaftar sebagai
peserta JAMKESDA-GEMBIRA.
2. Peserta JAMKESDA-GEMBIRA adalah terdiri dari keluarga inti
(suami, istri, dan anak-anaknya) dan anggota keluarga yang menjadi
tanggungannya.
3. Bagi bayi yang terlahir dari keluarga peserta JAMKESDA-GEMBIRA
langsung menjadi peserta baru sebaliknya bagi peserta yang
meninggal dunia langsung hilang hak kepesertaannya.
4. Anak panti asuhan dan tuna wisma di wilayah Kabupaten Bombana
berhak menjadi peserta JAMKESDA-GEMBIRA dan dibuktikan
dengan surat keterangan dari pimpinan panti asuhan dan Dinas
Sosial.
5. Peserta JAMKESDA-GEMBIRA tidak dibenarkan memiliki 2 (dua)
atau lebih jenis kepesertaan jaminan kesehatan.
63
E. TINJAUAN UMUM TENTANG JAMINAN KESEHATAN NASIONAL
a. Definisi Jaminan Kesehatan Nasional
Jaminan yang berupa perlindungan kesehatan agar peserta
memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap
orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh
pemerintah (Perpres No. 12, 2013).
b. Program Jaminan Kesehatan Nasional
Program Jaminan Kesehatan Nasional disingkat JKN adalah suatu
program pemerintah dan masyarakat dengan tujuan memberikan
kepastian jaminan kesehatan yang menyeluruh bagi setiap rakyat
Indonesia agar penduduk Indonesia dapat hidup sehat, produktif, dan
sejahtera (Naskah Akademik SJSN, 2004).
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dikembangkan di
Indonesia merupakan bagian dari Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN). Sistem Jaminan Sosial Nasional ini diselenggarakan melalui
mekanisme asuransi kesehatan sosial yang bersifat wajib (mandatory)
berdasarkan Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional, tujuannya adalah agar semua penduduk Indonesia
terlindungi dalam sistem asuransi, sehingga mereka dapat memenuhi
kebutuhan dasar kesehatan masyarakat yang layak.
64 c. Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional
Unsur-unsur penyelenggaraan dalam Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) meliputi :
1. Regulator
Yang meliputi berbagai kementerian/lembaga terkait antara lain
Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Kementerian
Kesehatan, Kementerian Keuangan, Kementerian Sosial,
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Dalam
Negeri, dan Dewan Jaminan Sosial Nasioanal (DJSN).
2. Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah seluruh
penduduk Indonesia termasuk orang asing yang bekerja paling
singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran.
3. Pemberi Pelayanan Kesehatan
Pemberi Pelayanan Kesehatan adalah seluruh fasilitas layanan
kesehatan primer (Fasilitas Kesehatan tingkat Pertama) dan rujukan
(Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut).
4. Badan Penyelenggara
Badan Penyelenggara adalah badan hukum publik yang
menyelenggarakan program jaminan kesehatan sebagaimana yang
ditetapkan oleh Undang-Undnag Nomor 24 Tahun 2011 tentang
BPJS.
65 d. Karakteristik Jaminan Kesehatan Nasional
1. Diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip-prinsip
asuransi sosial yang diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun
2004, berikut prinsip-prinsip yang terdapat dalam program Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) :
a. Prinsip kegotongroyongan
Dalam SJSN, gotong royong berarti peserta yang mampu
membantu peserta yang tidak mampu, peserta yang sehat
membantu peserta yang sakit. Hal ini terwujud karena peserta
SJSN bersifat wajib untuk seluruh penduduk Indonesia. Dengan
demikian, melalui prinsip gotong royong jaminan sosial dapat
menimbulkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
b. Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial adalah nirlaba bukan untuk mencari laba, sebaliknya
tujuan utama adalah memenuhi sebesar-besarnya kepentingan
peserta.
c. Prinsip portabilitas
Prinsip portabilitas jaminan sosial dimaksudkan untuk
memberikan jaminan yang berkelanjutan kepada peserta
sekalipun mereka pindah pekerjaan atau tempat tinggal dalam
wilayah Negara Kesatuan republik Indonesia.
66
d. Prinsip kepesertaan bersifat wajib
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi
peserta sehingga dapat terlindungi. Meskipun kepesertaan
bersifat wajib bagi seluruh rakyat Indonesia, penerapannya
tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan
pemerintah serta kelayakan pelaksanaan program.
e. Prinsip dana amanat
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan
kepada badan-badan penyelenggaraan untuk dikelola sebaik-
baiknya dalam rangka mengoptimalkan dana tersebut untuk
kesejahteraan peserta.
f. Prinsip hasil pengelolaan dana jaminan sosial
Dana yang diperoleh dipergunakan seluruhnya untuk
pengembangan program dan untuk sebesar-besarnya
kepentingan peserta.
g. Prinsip ekuitas
Kesamaan dalam memperoleh pelayanan sesuai dengan
kebutuhan medis yang tidak terkait dengan besaran iuran yang
telah dibayarkan.
e. Tujuan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional
Tujuan Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan Nasional adalah untuk
memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan akan
67 pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan (UU No. 40/2004 Pasal 19 Ayat
2).
f. Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional
Setiap peserta berhak memperoleh manfaat jaminan kesehatan
yang bersifat pelayanan kesehatan perorangan, mencakup pelayanan
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan
bahan medis habis pakai sesuai dengan kebutuhan medis yang
diperlukan (Perpres RI, 2013).
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terdiri atas dua jenis
yaitu manfaat medis berupa pelayanan kesehatan dan manfaat non medis
meliputi akomodasi dan ambulans. Manfaat pelayanan promotif dan
preventif meliputi pemberian pelayanan (Kemenkes RI, 2014) :
a) Penyuluhan kesehatan perorangan, meliputi paling sedikit
penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku
hidup bersih dan sehat.
b) Imunisasi dasar, meliputi Baccile Calmet Guerin (BCG), Difteri
Pertusis Tetanus dan Hepatitis B (DPTHB), polio, dan campak.
c) Keluarga Berencana (KB), meliputi konseling, kontrasepsi dasar,
vasektomi, dan tubeksomi bekerja sama dengan lembaga yang
membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar dan
alat kontrasepsi dasar disediakan oleh Pemerintah dan/atau
Pemerintah Daerah.
68 d) Skrining kesehatan, diberikan secara selektif yang ditujukan untuk
mendeteksi risiko penyakit dan mencegah dampak lanjutan dari
risiko penyakit tertentu.
g. Kelembagaan Jaminan Kesehatan Nasional
Program Jaminan Kesehatan Nasional diselenggarakan oleh Badan
penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) yang mengurusi kegiatan terkait
pelayanan jaminan kesehatan nasional. Untuk pelaksanaan di lapangan
BPJS kesehatan akan menjadi badan pelaksana untuk program JKN ini,
sedangkan Rumah Sakit dan Puskesmas sebagai penyedia jasa
pelayanan.
69
g. SINTESA PENELITIAN
No Penulis/ Tahun
Judul Tujuan Metode dan Variabel Hasil Rekomendasi
1 (Maulidiana, 2016)
Analisis Implementasi Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) Ke Dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di Provinsi Jawa Tengah
Untuk menganalisis implementasi integrasi Jamkesda ke dalam JKN di Provinsi Jawa Tengah dalam upaya menuju UHC yang ditargetkan akan terealisasi pada tahun 2019
Penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif
Provinsi Jawa Tengah belum optimal dalam pelaksanaan implementasi integrasi Jamkesda ke dalam JKN dilihat dari segi komunikasi, terdapat pihak yang tidak peduli terkait pelaksanaan rapat koordinasi. Kualitas sumber daya atas pemahaman regulasi kurang baik, strategi berupa Juknis kurang tersampaikan, dan anggaran dana yang kurang mencukupi jumlah target peserta. Struktur birokrasi sudah cukup baik dilihat dari belum tersedia SOP dalam integrasi Jamkesda ke dalam JKN tapi sudah terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab yang disesuaikan pada bidang
Harus ada konsistensitas peserta, lebih menekankan pemahaman regulasi, membentuk SOP integrasi, dan melakukan pendataan lebih intens.
70
No Penulis/ Tahun
Judul Tujuan Metode dan Variabel Hasil Rekomendasi
masing-masing. Koordinasi antara pihak yang terkait sudah berjalan dengan baik.
2 (Rosyadi, 2016)
Implementasi Kebijakan Tata Kelola Peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional Di Jawa Timur
Untuk menganalisa pengelolaan peserta melalui metode interpretasi, penggambaran, analisis, dan pembuatan model pelaksanaan kebijakan dan sinkronisasi program asuransi kesehatan daerah
Desain penelitian kualitatif dengan teknik penentuan informan yaitu purposive sampling
Peserta dalam pengelolaan program JKN tidak optimal, dan saat ini masyarakat miskin yang tidak dapat diakomodasi dalam pengelolaan Penerima Kontribusi (PBI) telah dikelola dengan baik oleh pemerintah daerah, melalui program Asuransi Kesehatan Daerah.
Pemerintah Daerah diharapkan menyesuaikan kebijakan pemerintah pusat dalam mengelola peserta jaminan kesehatan nasional untuk mewujudkan universal coverage.
3 (Margono and Irawan,
Implementasi Pelayanan Jaminan
Untuk mendeskripsikan tentang
Penelitian ini menggunakan desain penelitian
Secara implementatif layanan yang dilakukan pihak rumah sakit belum optimal, tetapi ditinjau dari
Dalam rangka meningkatkan pelayanan
71
No Penulis/ Tahun
Judul Tujuan Metode dan Variabel Hasil Rekomendasi
2017) Kesehatan Daerah Pada RSUD Taman Husada Di Kota Bontang
implementasi pelayanan Jamkesda di RSUD Taman Husada Kota Bontang sebagaimana yang diatur pada Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Program Jamkesda
kualitatif kontribusinya sangat membantu bagi masyarakat. Faktor yang mendukung meliputi : UU No. 34 tahun 1992 tentang kesehatan, Perda No.11 Tahun 2009 tentang program Jamkesda, Peraturan Walikota Bontang No. 26 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Jamkesda, Komitmen pimpinan yang kuat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pengguna jasa Jamkesda. Sedangkan faktor yang menghambat adalah Kurangnya tenaga medis maupun non medis, Kurangnya sarana kesehatan, terbatasnya alokasi anggaran untuk kegiatan operasional, dan desparitas sikap dan perilaku petugas pelaksana dalam menghadapi pengguna jasa kesehatan.
Jamkesda di RSUD Taman Husada Kota Bontang hendaknya pihak Rumah Sakit perlu melakukan pembenahan terhadap berbagai aspek yang berhubungan dengan pelayanan jasa kesehatan, baik menyangkut fasilitas kesehatan, ruang perawatan, dan ruang kerja administratif.
4 (Febriyan and Taufiq, 2016)
Evaluasi Implementasi Jaminan
Untuk mengevaluasi program pemerintah
Metode deskriptif kualitatif. Variabel : Struktur Komunikasi, Sumber
Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda) berjalan cukup baik untuk memberikan pelayanan kesehatan gratis bagi warga miskin
Dinas Kesehatan Jepara harus lebih eksplisit dalam peraturan untuk
72
No Penulis/ Tahun
Judul Tujuan Metode dan Variabel Hasil Rekomendasi
Kesehatan Daerah Kabupaten Jepara
Jepara dalam mengatasi kelemahan pelayanan JKN yang diimplementasikan.
Daya, Disposisi, dan Birokrasi
Jepara, sehingga tujuan agar warga miskin merasa aman melalui program jaminan kesehatan dapat terlaksana. Hambatan utama dari program ini adalah promosi belum menyebar dengan baik dan karena itu sasaran peserta program belum tercapai.
mengatur orang-orang yang layak dan yang tidak mendapatkan jaminan kesehatan ini, dan berkoordinasi dari bawah ke atas agar target yang terlewatkan tidak pernah terjadi lagi.
5 (Rina Kumalasari, 2016)
Implementasi Kebijakan Program Jamkesda di Kabupaten Kendal Tahun 2015
Untuk mendeskripsikan dan menganalisis proses implementasi kebijakan program Jamkesda di Kabupaten Kendal pada tahun 2015
Metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Indikator keberhasilan implementasi menurut Edward (III) yaitu komunikasi, attitude atau sikap, disposisi, dan struktur birokrasi, menunjukkan kelemahan pada beberapa aspek. Kelemahan tersebut berupa persyaratan yang ditetapkan pemerintah yang dianggap belum realistis oleh masyarakat, sehingga berpengaruh pada pendataan masyarakat miskin, dan juga rendahnya kualitas pelayanan kesehatan dan minimnya fasilitas
73
No Penulis/ Tahun
Judul Tujuan Metode dan Variabel Hasil Rekomendasi
kesehatan sehingga masih ditemukan banyak pasien peserta jamkesda yang dirujuk ke Rumah Sakit Provinsi.
6 (Sriyani, 2015)
Tantangan Pengintegrasian Jaminan Kesehatan Daerah Ke Dalam Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Mewujudkan Cakupan Pelayanan Kesehatan Universal
Untuk mendalami fakta-fakta bidang pelayanan kesehatan dimana WHO telah menyepakati tercapainya Universal Health Coverage (UHC) di tahun 2014
Metode penelitian deskriptif, dan melalui wawancara yang dilakukan dengan informan menggunakan teknik purposive sampling
Pemerintah pusat memainkan peranan penting dalam menentukan berbagai alternatif kebijakan terbaik untuk pelaksanaan jaminan kesehatan secara nasional. Dihadapkan pada berbagai isu tersebut di atas, maka untuk tercapainya integrasi Jamkesda ke JKN, diperlukan suatu formulasi kebijakan yang mampu mengintegrasikan penyelenggaraan Jamkesda kabupaten/kota dan provinsi dalam skema integrasi JKN, baik dari sisi manajemen pengelolaan, paket manfaat maupun besaran iuran.
Perlunya disusun suatu formulasi yang mampu menjawab kebutuhan integrasi Jamkesda ke dalam JKN. Formulasi kebijakan yang selama ini telah diarahkan pada sentralisasi pembiayaan kesehatan melalui program JKN.
74
No Penulis/ Tahun
Judul Tujuan Metode dan Variabel Hasil Rekomendasi
7 (Micieli, 2014) The
challenges facing Ontario’s health care system moving forward: a health policy perspective
Untuk mengetahui tantangan yang dihadapi sistem perawatan kesehatan Ontario: perspektif kebijakan kesehatan
Analisis data digunakan untuk mengevaluasi tantangan-tantangan yang menangani masing-masing tiga prioritas di Ontario selama lima tahun ke depan.
Sistem kesehatan di Ontario, sama seperti sistem kesehatan dinegara lainnya. sistem kesehatan di Ontario, perlu terus berinvestasi dan modifikasi sistem untuk meningkatkan kesehatan warga, yang pada dasarnya akan merujuk pada sistem perawatan kesehatan yang berkelanjutan dimasa depan.
Untuk penghematan biaya jangka panjang, investasi harus dilakukan dalam biaya perawatan yang efektif, dan sesuai kualitas/ aksesibilitas.
75 h. KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori George Edwards III
2. Kerangka Konsep
Gambar 2. 2. Kerangka Konsep
Komunikasi
Sumber Daya
Disposisi
Implementasi
Struktur Birokrasi
Komunikasi 1. Transmisi 2. Kejelasan 3. konsistensi
Sumber Daya 1. Staf 2. Informasi 3. Fasilitas
Disposisi
Struktur Birokrasi 1. SOP 2. Fragmentasi
Implementasi Integrasi
Jamkesda ke dalam JKN di
Kabupaten Bombana
Formulasi Kebijakan Integrasi
Jamkesda ke dalam JKN di
Kabupaten Bombana
76
BAB III
METODE PENELITIAN
A. JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif melalui pendekatan
kualitatif, karena dengan menggunakan metode kualitatif, data yang
didapatkan akan lebih lengkap, lebih mendalam, dan bermakna sehingga
tujuan dari penelitian ini dapat dicapai. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang menggunakan latar alamiah, dengan maksud menafsirkan
fenomena yang terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan berbagai
metode yang ada (Moleong, 2012).
Data Kualitatif tentang informasi implementasi integrasi program
Jamkesda-Gembira ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten
Bombana diperoleh dengan hasil wawancara mendalam (indepth
interview) dengan menggunakan pedoman wawancara, kajian dokumen,
dan pengamatan secara langsung (observasi). Alasan penggunaan
pendekatan kualitatif adalah untuk melihat implementasi integrasi
kebijakan program Jamkesda-Gembira ke Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) di Kabupaten Bombana dan permasalahan yang dihadapi.
77
B. SUBJEK PENELITIAN
Dalam pandangan kualitatif, penelitian ini bersifat holistic
(menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga penelitian kualitatif
tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan pada variabel
penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti dan meliputi aspek
tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi
secara sinergis (Sugiyono, 2013).
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan informan dilakukan
dengan sistem purposive sample (pengambilan dengan sengaja) untuk
memperoleh key informan (orang-orang yang mengetahui dengan benar
dan terpercaya). Teknik Purposive yang dimaksud ialah bahwa informan
yang diwawancarai terlibat langsung dalam implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN yang juga memiliki pengetahuan yang luas
berkenaan dengan pengintegrasian tersebut.
Informan yang akan dijadikan subjek penelitian adalah:
1. Informan utama pada penelitian ini adalah pihak yang melaksanakan
implementasi program integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di
Kabupaten Bombana yaitu :
a) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana selaku unit pelaksana
yang melaksanakan koordinasi, perencanaan, dan pelaksanaan
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) di Kabupaten Bombana.
78 b) Kepala Seksi Program Keluarga Harapan Dinas Sosial Kabupaten
Bombana sebagai validasi dan verifikator kepesertaan.
c) Kepala Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Bombana sebagai
perencana anggaran di Kabupaten Bombana.
d) Kepala BPJS Kesehatan Cabang Kabupaten Bombana, dipilih
karena merupakan pimpinan yang mengkoordinir dan menggerakan
seluruh kegiatan untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan
serta bertanggung jawab melakukan pendekatan dan kerjasama
dengan berbagai pihak.
2. Informan Triangulasi pada penelitian ini adalah beberapa perwakilan
dari pihak yang terkait dengan implementasi program integrasi
Jamkesda-Gembira ke dalam JKN di Kabupaten Bombana yaitu :
a) Kepala Bidang Pelayanan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana, dipilih
karena berdasarkan tugas pokok dan fungsinya yaitu membawahi
pelayanan program Jamkesda-Gembira serta sebagai koordinator
tim integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
b) Kepala Seksi Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana, dipilih karena berdasarkan tugas dan fungsinya yaitu
melaksanakan dan mengkoordinir pelayanan kesehatan kepada
masyarakat di Kabupaten Bombana.
c) Verifikator Jamkesda-Gembira di Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana.
79 d) Kepala Puskesmas Rumbia, dipilih karena memiliki jumlah kapitasi
terbanyak di Ibukota Kabupaten Bombana.
C. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bombana
dengan pertimbangan karena pelaksanaan implementasi integrasi
kebijakan program Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana
baru bisa terlaksana di tahun 2018.
Penelitian ini dilaksanakan selama bulan Februari – Maret 2018.
D. VARIABEL PENELITIAN
Dari kerangka konsep yang digambarkan (Gambar 2.2) selanjutnya
dapat dijabarkan kedalam variabel-variabel penelitian yaitu :
1. Implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana
Implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana adalah proses pelaksanaan pembauran Jamkesda-Gembira ke
JKN sehingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat dan proses
mengkoordinasikan berbagai tugas dan fungsi sehingga dapat bekerja
sama dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan yaitu dalam upaya
menuju UHC. Pihak yang terkait dalam pelaksanaan integrasi Jamkesda
ke dalam JKN pada penelitian ini adalah Bappeda Kabupaten Bombana,
80 Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana, Dinas Sosial Kabupaten
Bombana, dan Kantor Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan
Kabupaten Bombana.
Variabel yang temasuk dalam implementasi Integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupatun Bombana adalah sebagai berikut :
A. Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, ide,
peraturan, dan lain-lain menggunakan media tertentu, dengan intensitas
tertentu mengenai program integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN kepada
pihak yang terkait dan berhak menerimanya.
Terdapat 3 (Tiga) indikator yang digunakan dalam penelitian ini untuk
mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:
a. Transmisi merupakan bagaimana proses penyampaian informasi
yang berkaitan dengan kebijakan dan regulasi mengenai integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN dapat diterima secara tepat dari
pelaksana integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN yaitu Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Bombana dan Kepala Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan Kabupaten Bombana kepada sasaran
komunikasi yaitu Kepala Bidang Pelayanan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana, Kepala Seksi Bidang Pelayanan Dinas Kesehatan
Kabupaten Bombana, Verifikator Jamkesda-Gembira di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bombana, dan Kepala Puskesmas Rumbia,
81
termasuk metode penyampaian yang digunakan, alur komunikasi,
media komunikasi, frekuensi komunikasi sehingga tidak adanya
salah pengertian dan informasi dapat benar-benar sampai kepada
sasaran yang dituju. Pada penelitian ini, proses komunikasi
mengenai kebijakan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
dilaksanakan oleh perencana dan pelaksana.
b. Kejelasan merupakan pesan atau isi dari informasi yang
disampaikan harus jelas dan tidak membingungkan bagi pelaksana
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN yaitu Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bombana dan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan Kabupaten Bombana.
c. Konsistensi sangat dibutuhkan dalam penyampaian informasi agar
tidak ada perubahan isi meskipun disampaikan kepada pihak yang
berbeda dan tidak menimbulkan kebingungan bagi pelaksana
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN yaitu Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bombana dan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Kesehatan Kabupaten Bombana
B. Sumber Daya
Sumber daya adalah segala aset yang dimiliki oleh Kabupaten
Bombana demi mendukung implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN. Terdapat tiga indikator dalam penelitian ini untuk mengukur
keberhasilan variabel sumber daya, yaitu:
82 a. Staf atau pegawai dalam pelaksananaan implementasi dilihat dari
segi kualitas dan kuantitas. Kuantitas berarti memiliki jumlah yang
cukup sedangkan kualitas artinya mempunyai keahlian dan
kemampuan yang diperlukan dalam mengimplementasikan integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN.
b. Informasi merupakan keterangan, cara, atau pedoman dalam
mengimplementasikan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Informasi dapat juga berupa data kepatuhan para pelaksana yang
terkait yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana dan
Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Kabupaten
Bombana.
c. Fasilitas adalah ketersediaan sarana dan prasarana dalam
mendukung implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN yang
berupa kelengkapan fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten
Bombana dan sumber dana yang digunakan untuk membiayai
peserta yang berintegrasi dari Jamkesda-Gembira ke JKN di wilayah
Kabupaten Bombana.
C. Disposisi
Disposisi adalah sikap dan karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana
kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana, yaitu Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bombana dan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Kabupaten Bombana. Dalam penelitian ini untuk mengukur
83 keberhasilan variabel disposisi adalah komitmen, kemauan, keinginan,
dan sikap dari para pelaksana.
D. Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi adalah faktor fundamental untuk mengkaji
implementasi kebijakan publik yaitu implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana. Terdapat dua variabel dalam
mengukur keberhasilan struktur birokrasi:
a. SOP merupakan petunjuk pelaksana dan perkembangan dari
tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta
kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks
dan luas dalam proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN di Kabupaten Bombana yang dijalankan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Bombana dan Kepala Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial Kesehatan Kabupaten Bombana.
b. Fragmentasi merupakan pembagian kerja dan penyebaran tanggung
jawab para pelaksana implementasi integrasi Jamkesda-Gembira
yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana dan Kepala
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Kabupaten
Bombana.
2. Formulasi Kebijakan Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN di Kabupaten Bombana merupakan langkah yang paling awal
dalam proses kebijakan, oleh karenanya pada fase ini akan sangat
menentukan berhasil tidaknya kebijakan yang telah dibuat.
84
E. METODE PENGUMPULAN DATA /INFORMASI
Data penelitian merupakan faktor yang sangat menentukan
penelitian tersebut, data yang baik harus bersumber dari yang benar dan
dapat dijelaskan secara akademik. Adapun sumber data penelitian yaitu
sebagai berikut :
1) Data Primer
Data primer adalah data penelitian yang diperoleh secara langsung
dari sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer adalah data yang
diperoleh dari responden melalui beberapa cara antara lain :
a. Wawancara mendalam (indepth interview)
Wawancara mendalam yang dilakukan untuk memperoleh informasi
yang lebih mendalam tentang implementasi integrasi program Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana oleh informan kunci. Menurut
(Patton, 2006) informan adalah orang yang sangat berpengetahuan dan
bisa menyampaikan gagasan, orang yang pandangannya dapat
menambah wawasan dalam membantu pengamat memahami apa yang
sedang terjadi.
b. Pengamatan (Observasi)
Data yang dikumpulkan dengan menggunakan teknik pengamatan
adalah data yang telah dikumpulkan melalui proses mekanisme penilaian.
Metode pengamatan dilakukan sebagai salah satu bentuk triangulasi pada
tingkat metode guna mengvalidasi data.
85 2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang secara tidak langsung diperoleh
dari sumbernya, sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari
:
a) Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana yaitu profil Dinas
Kabupaten Bombana yang berisi gambaran umum Kabupaten
Bombana, dan dokumen tentang pelaksanaan program Jamkesda-
Gembira di Kabupaten Bombana.
b) Telaah dokumen telah dilakukan untuk mendapatkan informasi
mengenai program Jamkesda-Gembira, berdasarkan pencatatan dan
pelaporan sebagai bagian dari administrasi pelaksanaan. Telaah
dokumen juga dilakukan pada produk kebijakan berupa peraturan
daerah yang terkait dengan program Jamkesda-Gembira, serta hasil
penelitian sebelumnya dan buku teks penunjang lainnya.
F. VALIDASI PENELITIAN
Untuk melihat validasi data dilakukan dengan cara mengecek data
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber dan dideskripsikan,
dikategorikan berdasarkan pandangan yang sama, pandangan yang
berbeda, dan pandangan yang spesifik dari sumber-sumber data tersebut.
Triangulasi merupakan cara yang paling umum digunakan bagi
peningkatan validasi data dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2013).
86
Triangulasi merupakan teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain. Ada tiga triangulasi yaitu :
1. Triangulasi sumber adalah mencari data dari sumber yang beragam,
yang masih terkait satu sama lain. Peneliti perlu melakukan
eksplorasi untuk mengecek kebenaran data dari beragam sumber.
2. Triangulasi teknik adalah penggunaan beragam teknik
pengungkapan data yang dilakukan kepada sumber data. Menguji
kredibilitas data dengan triangulasi teknik yaitu mengecek data
kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
3. Triangulasi waktu adalah mengecek konsistesi, kedalaman dan
ketepatan/kebenaran suatu data. Menguji kredibilitas data dengan
triangulasi waktu dilakukan dengan cara mengumpulkan data pada
waktu yang berbeda. Peneliti yang melakukan wawancara di sore
hari, bisa mengulanginya di pagi hari dan mengeceknya kembali di
siang hari atau sebaliknya.
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan triangulasi sumber dan
triangulasi teknik. Tahapan yang dilakukan peneliti yaitu :
1. Triangulasi sumber yaitu melakukan wawancara mendalam kepada
informan terkait, kemudian hasil wawancara dideskripsikan,
dikategorikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan
pandangan yang spesifik dari informan tersebut.
2. Triangulasi teknik yaitu membandingkan dan mengecek hasil
wawancara dengan melakukan observasi dan telaah dokumen.
87
G. METODE PENGOLAHAN DATA
Data yang terkumpul dari hasil wawancara mendalam dibuat
transkrip. Dari transkrip yang ada lalu disederhanakan dalam bentuk
matriks yang kemudian dicari kata kuncinya (key word), selanjutnya
peneliti melakukan validasi data dengan melakukan crosscheck data,
observasi dan telaah dokumen, kemudian triangulasi sumber yaitu cross
check dengan informan lain. Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti
sendiri dengan menggunakan pedoman wawancara. Sedangkan data
sekunder digunakan sebagai informan tambahan untuk mendukung
penelitian ini.
H. ANALISIS DATA
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif oleh
karenanya data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan
(hasil observasi), serta dokumen-dokumen yang diperoleh dilapangan
dikumpulkan kemudian dilakukan analisis data. Menurut (Moleong, 2012),
analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya
kedalam suatu pola, kategori, dan uraian dasar. Definisi tersebut
memberikan gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis
data dilihat dari segi tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif
adalah menemukan teori dari data. Teknik analisis data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis konten dengan menggunakan
88 langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh (Bungin, 2003), yaitu
sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan analisis
data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan pedoman wawancara, telaah dokumen, dan
observasi.
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Reduksi dilakukan
sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan,
mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo,
dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data/informasi yang
tidak relevan.
3. Display Data
Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam
bentuk teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matriks,
diagram, tabel, dan bagan.
4. Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and
Verification)
89
Verifikasi dan penegasan kesimpulan merupakan kegiatan akhir dari
analisis data. Penarikan kesimpulan berupa kegiatan interpretasi,
yaitu menemukan makna data yang telah disajikan antara display
data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas analisis data yang
ada.
Dalam pengertian ini, analisis data kualitatif merupakan upaya
berlanjut, berulang, dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi gambaran keberhasilan secara
berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait. Selanjutnya
data yang telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-
kata untuk mendeskripsikan fakta yang ada dilapangan, pemaknaan atau
untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil intisarinya
saja.
90
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Gambaran Umum Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN di Kabupaten Bombana
Program implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Bombana yang diselengarakan
oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan merupakan
program yang memberikan pelayanan berupa jaminan sosial dan
perlindungan sosial yang dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat
Indonesia.
Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Bombana pada tanggal 26
Februari sampai dengan 26 Maret 2018. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif yang dimaksud untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Bombana. Pada penelitian ini,
peneliti menggunakan teknik wawancara mendalam (indepth interview)
untuk memperoleh informasi dan keterangan yang relevan yang
dibutuhkan pada penelitian ini. Informan yang terlibat dalam penelitian ini
sebanyak 8 orang yang terdiri dari 4 informan utama dan 4 informan
triangulasi.
91
Variabel yang dianalisis adalah komunikasi, sumber daya, disposisi,
dan struktur birokrasi, serta formulasi kebijakan implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana, seperti yang tertuang
dalam tujuan khusus penelitian.
Penentuan informan dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
purposive sampling yaitu melakukan wawancara mendalam dengan pihak
yang berhubungan langsung dan mempunyai wawasan yang luas tentang
program implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana.
Proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN dikelola
oleh pemerintah daerah melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana
yang akan berkoordinasi dengan pihak-pihak yang terkait seperti Badan
Pembangunan dan Perencanaan Daerah (Bappeda) sebagai perencana
dalam pengalokasian anggaran, Dinas Sosial sebagai validasi dan
verifikator data kepesertaan dimana data tersebut bersumber dari Badan
Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bombana, Dinas kesehatan Kabupaten
Bombana sebagai pelaksana di daerah. Sedangkan progam JKN dikelola
langsung oleh BPJS Kesehatan.
Kabupaten Bombana berintegrasi dari Jamkesda-Gembira ke JKN
per 1 September 2017, namun kesanggupan pemerintah daerah hanya
bisa menjangkau sebesar 5.000 jiwa. Dan per 1 Januari 2018 anggaran
Kabupaten Bombana untuk penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional
92 yang tertuang dalam DPA Dinas Kesehatan sudah mencapai sebesar Rp.
10.200.356.000,00, dengan iuran per bulan Rp. 23.000 per jiwa.
Jumlah perkembangan peserta JKN-KIS Kabupaten Bombana
adalah sebanyak 114.713 jiwa per tahun 2018. Data perkembangan
peserta JKN Kabupaten Bombana dapat dilihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1
Perkembangan Peserta JKN Kabupaten Bombana Tahun 2018
No Segmen Kepesertaan Jumlah
1 PBI APBN 74.671
2 PPU (PNS,TNI/POLRI, SWASTA BADAN USAHA
12.116
3 PBPU/PEKERJA MANDIRI 3.280
4 BUKAN PEKERJA (PENSIUNAN, VETERAN)
826
5 PBI APBD KAB. BOMBANA 22.331
6 PBI APBD PROVINSI SULTRA 1.489
Total 114.713
Sumber : BPJS Kesehatan Kabupaten Bombana
2. Karakteristik Informan
Tabel 4.2
Karakteristik Informan Wawancara Mendalam
Inisial Umur
(Tahun) Pendidikan Jabatan Keterangan
DSA 49 S2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana
Informan Utama
DSN 50 S2 Kepala Badan Pembangunan dan
Perencanaan Daerah
Informan Utama
93
Kabupaten Bombana
KRM 44 S1 Kepala Seksi Program Keluarga Harapan
Dinas Sosial Kabupaten Bombana
Informan Utama
MDA 28 D-III Keperawat
an
Kepala BPJS Kabupaten Bombana
Informan Utama
ARY 40 S2 Kepala Bidang Pelayanan dan SDMK
Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana
Informan Triangulasi
MNN 34 S2 Kepala Seksi Pelayanan Dinas
Kesehatan Kabupaten Bombana
Informan Triangulasi
AIA 32 S2 Verifikator JAMKESDA GEMBIRA Satker Dinas Kesehatan
Kabupaten Bombana
Informan Triangulasi
RAM 46
S1 Kepala Puskesmas Rumbia Kabupaten
Bombana
Informan Triangulasi
Berdasarkan tabel diatas dapat diperoleh informasi bahwa
wawancara mendalam pada penelitian ini dilakukan terhadap 4 informan
utama yaitu Kepala Dinas Kesehatan kabupaten Bombana, Kepala
Bappeda Kabupaten Bombana, Kepala Seksi Program Keluarga Harapan
Dinas Sosial Kabupaten Bombana, dan Kepala BPJS Kabupaten
Bombana. Keempat Informan tersebut berada pada rentang usia berkisar
antara 28-50 tahun. Sebagian besar informan utama memiliki latar
belakang pendidikan S2 dan 1 informan utama memiliki latar belakang
pendidikan S1, dan 1 informan utama memiliki latar belakang pendidikan
94 D-III Keperawatan. Sedangkan wawancara mendalam terhadap informan
triangulasi yaitu terdiri dari 4 (empat) informan yaitu Kepala Bidang
Pelayanan dan SDMK Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana, Kepala
Seksi Pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana, Verifikator
Jamkesda-Gembira Satker Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana, dan
Kepala Puskesmas Rumbia Kabupaten Bombana. Usia informan
triangulasi berkisar yaitu 32-46 tahun. Latar belakang pendidikan yang
dimiliki informan triangulasi yaitu S2 dan S1.
3. Hasil Wawancara
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan 4 informan
utama diperoleh informasi bahwa proses implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN sudah direncanakan sejak September 2017,
akan tetapi baru bisa terlaksana per 1 Januari 2018. Hingga saat ini
proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sudah dirasa
cukup baik. Untuk tahun 2018 ditargetkan untuk fokus pada tahap awal
dengan pencapaian target sebanyak 38.331 jiwa dengan jumlah iuran
sebesar Rp. 23.000 per jiwa per bulan.
1) Syarat-Syarat Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana Untuk mendukung program pemerintah Universal Health Coverage
(UHC) tahun 2019, maka strategi yang dilakukan oleh pemerintah daerah
yaitu melakukan integrasi. Sehingga salah satu informan utama
berpendapat bahwa dengan adanya integrasi dapat sangat membantu,
karena semua masyarakat Kabupaten Bombana dapat memiliki kartu
95 jaminan kesehatan (JKN-KIS) dan dapat terakomodir oleh JKN secara
bertahap.
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan oleh peneliti,
didapatkan informasi bahwa yang menjadi syarat integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana yaitu 1). Harus ada regulasi di
daerah terkait integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana, 2). Harus ada anggaran dana yang disediakan oleh pemerintah
daerah terkait penyelenggaraan program jaminan kesehatan nasional dan
bersedia bekerja sama dengan BPJS Kabupaten Bombana selaku
pelaksana dan penanggung jawab program tersebut, 3). Harus ada data
kepesertaan yang telah tervalidasi dan terverifikasi sebagai peserta JKN
di BPJS Kabupaten Bombana, disamping itu yang menjadi sasaran dan
target dalam program ini yaitu masyarakat Bombana dibuktikan dengan e-
KTP dan NIKnya terdaftar di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil
Kabupaten Bombana serta memiliki kartu keluarga.
Hal tersebut di dukung oleh penyataan dari informan sebagai
berikut :
“Syarat untuk melakukan integrasi dan kami sudah siap untuk melaksanakan program tersebut maka yang harus dilakukan oleh pihak pemerintah daerah yaitu salah satunya yang utama itu sudah pasti harus ada anggaran dari pemerintah daerah dan juga ada regulasi di tingkat daerah.” (DSN, 50, Kepala Badan Pembangunan dan Perencanaan Daerah Kabupaten Bombana). “Pertama-tama yang harus ada yaitu sinkronisasi data kepesertaan dari BPS, selanjutnya diverifikasi dan ditetapkan oleh TKPPK Bappeda dan NIKnya terdaftar di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil selanjutnya
96 kami menyiapkan Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK) antara pemerintah daerah dengan BPJS setempat terkait integrasi.”(MDA, 28, Kepala BPJS Kabupaten Bombana).
2) Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti tentang
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana, diperoleh informasi bahwa untuk proses integrasi dapat
diketahui sudah ada pemahaman yang cukup baik dari para informan
serta didukung dengan elemen penting dari implementasi yaitu
komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi.
a) Komunikasi
a. Transmisi
Berikut pernyataan informan mengenai proses implementasi
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana:
“Dengan adanya integrasi dapat membantu dalam banyak hal, terutama masyarakatnya dek, mereka bisa dapat kartu jaminan kesehatan, itumi yang JKN-KIS dan juga bisa terakomodir oleh JKN secara bertahapmi.” (DSA, 49, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
“Dengan adanya integrasi, pelayanan kesehatan dapat lebih baik lagi karena langsung menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat miskin, banyak itu orang tuami kasian tapi tidak ada kartunya.” (DSN, 50, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bombana). “Penyelenggaraan jaminan kesehatan dapat lebih mudah sebenarnya dek karena pengurusannya itu dilakukanmi di BPJS Kesehatan, nda berbelit-belitmi kayak dulu.” (KRM, 44, Kepala Seksi Program Keluarga Harapan Dinas Sosial Kabupaten Bombana).
97 Pernyataan tersebut juga didukung oleh penyataan informan triangulasi
yaitu sebagai berikut :
“Proses integrasi baru saja bisa terlaksana, prosesnya mulai dari membuat regulasi ditingkat daerah, membuat SPK dengan BPJS setempat, mengvalidasi dan verifikasi data kepesertaan.” (MNN, 34, Kepala Seksi Pelayanan Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
Dari hasil wawancara yang dilakukan juga di peroleh juga informasi
tentang proses koordinasi, isi dan pesan serta kendala dari implementasi
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN. Berikut pernyataan yang diberikan
oleh informan utama yaitu sebagai berikut :
“Proses koordinasinya sudah berjalan denganmi dek baik untuk pencapaian target integrasinya itu dibutuhkan banyak pihak yang terkait dengan proses pengintegrasian ini, pihak terkait antara lain Sekertaris Daerah, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.” (DSA, 49, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana). “Wajibmi itu dilakukan integrasi ndi’ untuk membantu programnya pemerintah pusat toh.” (DSN, 50, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bombana). “Anggaran daerahnya sebenarnya masih kurang ya, per September 2017 saja hanya 5.000 jiwa yang bisa terlayani untuk integrasi peserta dari Jamkesda-Gembira ke JKN, hal tersebut dikarenakan anggaran daerah yang masih kurang itu untuk membiayai seluruh peserta JKN.” (MDA, 28, Kepala BPJS Kabupaten Bombana).
Seluruh informan utama menyatakan proses koordinasi sudah
terjalin dengan baik, hal tersebut ditandai dengan diadakannya rapat
koordinasi dari para pihak terkait pada saat sebelum proses integrasi, dan
dijadwalkan per triwulan untuk diadakan rapat monitoring dan evaluasi.
Menurut salah satu informan utama jika proses koordinasi sudah berjalan
dengan baik karena untuk pencapaian target integrasi dibutuhkan
98 berbagai pihak yang terkait dengan proses pengintegrasian ini, pihak
terkait antara lain Sekertaris Daerah, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan
dan Catatan Sipil. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan seluruh
informan triangulasi yang menyatakan bahwa proses koordinasi sudah
terjalin dengan baik, baik secara lintas sektor, secara internal, dan sampai
pada tingkat puskesmas se-Kabupaten Bombana.
Untuk isi dan pesan mengenai implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN, proses implementasi integrasi wajib dilakukan di
Kabupaten Bombana untuk mencapai target UHC 2019, dimana integrasi
merupakan proses penyatuan program antara pusat dan daerah. Menurut
salah satu informan utama proses integrasi di Kabupaten Bombana baru
bisa terlaksana di Januari 2018, dan dilakukan secara bertahap,
diharapkan untuk tahun ini semua peserta Jamkesda-Gembira sudah bisa
terakomodir untuk berintegrasi ke JKN.
Untuk kendala pada implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN itu sendiri terletak pada masalah anggaran dan kepesertaan. Menurut
sebagian besar informan utama menyatakan kendala integrasi yaitu pada
data kepesertaan dan juga masalah anggaran dana didaerah. Selain
masalah kepesertaan dan anggaran yang menjadi kendala lain juga yaitu
regulasinya di tingkat daerah baru saja di tetapkan sehingga masih harus
ada pemahaman komitmen bersama terkait peraturan tersebut menurut
salah satu informan triangulasi.
99
Penyampaian informasi mengenai implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN dilakukan melalui rapat koordinasi dan sosialisasi.
Seluruh informan utama menyatakan bahwa penyampaian informasi
mengenai pemahaman proses implementasi integrasi, data kepesertaan
serta kebijakan daerah yang berkaitan dengan implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN akan disampaikan melalui rapat koordinasi
lintas sektor maupun secara internal lingkup Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh seluruh informan
triangulasi menyatakan bahwa proses komunikasi dilakukan melalui rapat
koordinasi.
Salah satu informan utama dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana menyatakan bahwa metode komunikasi melalui rapat
koordinasi, dan pelaksananya adalah dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana dan BPJS Kesehatan Kabupaten Bombana dan salah satu
informan triangulasi yaitu verifikator Jamkesda-Gembira di Dinas
Kesehatan Kabupaten Bombana juga menambahkan bahwa selain rapat
koordinasi, sosialisasi lintas sektor juga dilakukan antar pimpinan daerah,
BPJS, Kepala Dinas Kesehatan, Dinas sosial, Kepala Puskesmas, dan
Direktur Rumah Sakit.
Berikut hasil wawancara yang dilakukan terkait metode komunikasi
yang digunakan, diperoleh informasi sebagai berikut :
“Metode komunikasi biasanya kita melakukan rapat koordinasi, dan pelaksananya adalah kami Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana dan BPJS Kesehatan Kabupaten Bombana sebagai leading sektornya untuk
100 tahap awal penyiapan proses integrasi.” (DSA, 49, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
Sasaran komunikasi dalam implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN yaitu Dinas Kesehatan selaku pelaksana, Dinas Sosial
selaku validasi dan verifikator data kepesertaan, Puskesmas dan Rumah
Sakit selaku pemberi pelayanan kesehatan, Bagian hukum selaku pihak
yang terkait dengan regulasi, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah selaku perencana anggaran. Hal tersebut juga sesuai dengan
yang dinyatakan oleh informan triangulasi bahwa pihak yang menjadi
sasaran komunikasi adalah Kepala Puskesmas untuk mengkoordinir
pengelola Jamkesda-Gembira se-Kabupaten Bombana selaku pemberi
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam kegiatan JKN diwilayah
kerjanya.
Dinas Kesehatan selaku pelaksana, Dinas Sosial selaku validasi dan
verifikator data kepesertaan, Puskesmas dan Rumah Sakit selaku
pemberi pelayanan kesehatan, Bagian hukum selaku pihak yang terkait
dengan regulasi, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah
selaku perencana anggaran melakukan rapat koordinasi untuk membahas
persiapan proses implementasi integrasi berupa regulasi, data
kepesertaan, dan anggaran yang berkaitan dengan JKN.
Penyampaian informasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan
BPJS Kesehatan Kabupaten Bombana menggunakan media berupa
persentase powerpoint dan selanjutnya melakukan diskusi. Salah satu
101 informan utama yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana
menyatakan bahwa dalam rapat koordinasi untuk menyampaikan
informasi terkait implementasi Jamkesda-Gembira ke JKN adalah
persentase menggunakan slide oleh Dinas Kesehatan dan BPJS
selanjutnya dilakukan diskusi antar para peserta rapat, dan selanjutnya
informan utama dari Badan Pembangunan dan Perencanaan Daerah
menambahkan bahwa peserta rapat dibagikan draft berisi powerpoint
yang akan dipersentasekan. Hal tersebut juga didukung oleh informan
triangulasi yaitu Kepala Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Manusia
Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana yang menyatakan
bahwa rapat koordinasi yang dilakukan dengan cara diskusi dan
persentase ppt untuk menyampaikan proses integrasi tersebut yang
berupa syarat-syarat proses implementasi integrasi, anggaran, data
kepesertaan, dan regulasi.
Berikut hasil penyataan yang diperoleh dari informan terkait
mekanisme rapat koordinasi yang dilakukan yaitu sebagai berikut :
“Awalnya kami diundang untuk rapat, dan dalam rapat tersebut peserta rapat dibagikan draft berisi powerpoint yang akan dipersentasekan serta point-point apa saja yang akan dibahas dalam agenda rapat itu.” (DSN, 50, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bombana).
b. Kejelasan
Kejelasan informasi yang disampaikan terkait dengan implementasi
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN dirasa sudah cukup baik karena
seluruh informan utama menyatakan sudah cukup jelas. Kepala Dinas
102 Kesehatan Kabupaten Bombana sebagai informan utama menyatakan
bahwa informasi yang disampaikan dalam proses komunikasi sudah
dirasa jelas. Hal tersebut ditandai dengan adanya kesepakatan untuk
membuat peraturan bupati terkait masalah integrasi. Hal tersebut
didukung dengan hasil yang disampaikan oleh seluruh informan
triangulasi yang menyatakan bahwa proses komunikasi sudah jelas.
Verifikator Jamkesda-Gembira Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana
menambahkan juga informasi yang disampaikan sudah jelas yang isinya
harus segera dilakukan integrasi per 1 Januari 2018 dan sudah tidak ada
lagi penerbitan kartu Jamkesda-Gembira setelah 31 Desember 2017.
Berikut hasil wawancara yang dilakukan terkait kejelasan dalam
komunikasi yang dilakukan dalam implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana adalah sebagai berikut :
“...Informasi yang disampaikan dalam proses komunikasi sudah dirasa jelas. Hal tersebut ditandai dengan adanya kesepakatan untuk membuat peraturan bupati terkait masalah integrasi. Kami berdiskusi dan mencari titik terang untuk mencapai target kepesertaan semesta 2019 jadi kami sepakat untuk melakukan integrasi, tahap awal yang dilakukan yaitu membahas masalah regulasi dalam bentuk Peraturan Bupati Bombana.” (DSA, 49, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
Pernyataan diatas juga didukung oleh penyataan dari informan
triangulasi yaitu :
“Informasi yang disampaikan oleh para pelaksana sudah cukup jelas. Intinya yaitu harus segera dilakukan integrasi per 1 Januari 2018 dan sudah tidak ada lagi penerbitan kartu jamkesda setelah 31 Desember 2017, hal tersebut didukung dengan regulasi dalam bentuk Peraturan Bupati Bombana” (AIA, 32, Verifikator JAMKESDA GEMBIRA Satker Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
103 c. Konsistensi
Seluruh informan dalam penelitian ini baik informan utama maupun
informan triangulasi menyatakan bahwa komunikasi dalam hal
penyampaian informasi mengenai implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN sudah konsisten. Salah satu informan utama
menambahkan bahwa komunikasi yang disampaikan sudah konsisten,
buktinya sudah tertuang dalam DPA Dinas Kesehatan terkait dana untuk
penyelenggaraan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN dan juga salah
satu informan triangulasi menyatakan informasi yang disampaikan sudah
konsisten, dimana kami sudah mendistribusikan kartu JKN ke Puskesmas-
Puskesmas ditandai dengan adanya Berita Acara Penerimaan (BAP) kartu
JKN di Puskesmas.
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada informan utama dan
informan triangulasi terkait konsistensi komunikasi, diperoleh informasi
sebagai berikut :
“Informasi yang disampaikan kepada kami sudah bersifat konsisten dan sudah dipahami, buktinya yaitu anggaran untuk penyelenggaraan JKN sudah tertuang dalam DPA Dinas Kesehatan TA 2018 sebesar kurang lebih 10 M.” (MDA, 28, Kepala BPJS Kabupaten Bombana). “... ya informasi yang disampaikan sudah konsisten, dan salah satu bentuk konsistensi kami yaitu kami sudah mendistribusikan kartu JKN ke puskesmas-puskesmas ditandai dengan adanya Berita Acara Penerimaan (BAP) kartu JKN di Puskesmas jadi ya proses integrasi sudah resmi dilaksanakan di Kabupaten Bombana.” (ARY, 40, Kepala Bidang Pelayanan dan SDMK Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
104 b) Sumber Daya dalam Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN di Kabupaten Bombana
a. Staf
Pihak yang terlibat dalam implementasi integrasi Jamkesda-Gembira
ke JKN di Kabupaten Bombana adalah Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana sebagai pengelola proses operasional penyiapan integrasi,
pendistribusian kartu dan menyampaikan laporan bulanan terkait integrasi,
Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah sebagai perencana
anggaran dana penyelengaraan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN, dan
Dinas Sosial sebagai validasi dan verifikasi data kepesertaan.
Ketersediaan jumlah staf dalam melaksanakan implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana sudah dirasa cukup
untuk tingkat kabupaten.
Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara oleh
informan utama dan informan triangulasi, diperoleh informasi terkait
ketersediaan jumlah staf yaitu sebagai berikut :
“Banyak pihak yang terlibat dalam program ini, apalagi ada perintah langsung dari pimpinan daerahnya, setiap ada koordinasi pasti pimpinan daerah berperan aktif didalamnya, mungkin juga ya mbak karena program ini masuk dalam program beliau “Gembira Sehat”, jadi pihak yang terlibat itu antara lain Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, BPMD, Badan Keuangan Daerah, Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Puskesmas dan Rumah Sakit.” (MDA, 28, Kepala BPJS Kabupaten Bombana).
“Pihak yang terlibat itu ada lintas sektor dan lintas program. Lintas sektor seperti BPS, BPJS, Pengolela Jamkesda Dinas Kesehatan, Kabag Hukum, Para Camat, Kepala Desa, dan Kepala Puskesmas, sedangkan untuk lintas program yang terlibat adalah seluruh bagian yang ada di Dinas Kesehatan. Dan masing-masing dari pihak yang terlibat itu sudah
105 paham dengan tugas dan fungsi mereka.” (ARY, 40, Kepala Bidang Pelayanan dan SDMK Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
b. Informasi
Pedoman atau strategi dalam implementasi integrasi Jamkesda ke
JKN di Kabupaten Bombana yaitu mengacu pada pedoman
penyelenggaraan BPJS, dan juga mengacu pada juknis Jamkesda-
Gembira yang diterbitkan setiap tahun dimana didalamnya membahas
tentang prinsip-prinsip yang digunakan dalam Jamkesda-Gembira yang
kemudian akan diintegrasikan ke JKN.
Dari hasil wawancara yang dilakukan diperoleh informasi dari
informan utama terkait informasi dalam implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana yaitu sebagai berikut :
“Strategi yang digunakan yaitu pimpinan daerah secara langsung tawwa memerintahkan kepada pihak terkait seperti camat, kepala desa, lurah untuk mempercepat proses validasi dan verifikasi peserta dan perekaman e-KTP oleh Kantor Capil.” (DSA, 49, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
c. Fasilitas
Dalam melaksanakan implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN, seluruh informan utama menyatakan tidak memerlukan sarana dan
prasarana khusus. Proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN dilakukan menggunakan software offline dari BPJS yang berisi data
kepesertaan disertai NIK.
106
Berikut pernyataan informan utama terkait fasilitas termasuk sarana
dan prasarana serta dana yang digunakan dalam implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana yaitu sebagai berikut :
“Kalau sarana dan prasarana khusus tidak ada ya.. Cuma menggunakan software data kepesertaan saja.” (DSA, 49, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
Sumber dana implementasi integrasi Jamkesda-Gembira hanya
berasal dari APBD Kabupaten Bombana. Hal tersebut sesuai dengan
seluruh pernyataan informan baik informan utama maupun informan
triangulasi. Informan Utama dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana
menyatakan bahwa sumber dana untuk iuran berasal dari APBD
kemudian diserahkan ke BPJS Kesehatan. Berdasarkan pernyataan
informan utama, dana yang diterima setiap tahunnya meningkat, dari
tahun 2012 – 2017 dana Jamkesda-Gembira setiap tahunnya meningkat.
Untuk tahun 2018 jumlah anggarannya sebesar Rp. 10.200.356.000 untuk
38.331 jiwa. Masalah kecukupan dan ketersediaan dana sudah tidak
diragukan lagi karena pemerintah daerah telah memberikan anggaran
dana yang cukup besar dan diharapkan setiap tahun dapat meningkat.
Dengan kecukupan dan ketersediaan dana tersebut diharapkan dapat
mencapai target yang telah ditetapkan dan dapat mengakomodir peserta
untuk berintegrasi ke JKN.
107 c) Disposisi dalam Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
di Kabupaten Bombana
Program integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN dapat sangat
membantu masyarakat karena sangat bermanfaat dalam hal jaminan
kesehatannya, dan sekarang BPJS yang mengelola keuangannya jadi
mereka yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaannya, diharapkan
akan terjadi efisiensi pemanfaatan pelayanan kepada masyarakat. Setelah
program JKN di implementasikan, tugas dan tanggung jawab Dinas
Kesehatan Kabupaten Bombana menjadi berkurang.
Berikut pernyataan informan utama terkait disposisi dalam
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana yaitu sebagai berikut :
“Saya sangat setuju dek... bagus itu.. selain kita membantu program pusat, kita juga dapat membantu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat kita dengan memberikan jaminan kesehatan. Dengan adanya program integrasi ini dapat sangat membantu masyarakat karena sangat bermanfaat dalam hal jaminan kesehatannya, dan sekarang BPJS yang mengelola keuangannya jadi mereka yang bertanggung jawab, diharapkan akan terjadi efisiensi pemanfaatan pelayanan kepada masyarakat. Setelah program JKN di implementasikan, tugas dan tanggung jawab Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana menjadi berkurang.” (DSA, 49, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
“Saya sangat mendukung program integrasi ini karena semua bentuk pengelolaannya dilakukan di BPJS Kesehatan, target kami seluruh masyarakat di Kabupaten Bombana dapat memiliki jaminan kesehatan, walaupun dilakukan secara bertahap dan berpatokan pada anggaran daerah yang disediakan.” (MDA, 28, Kepala BPJS Kabupaten Bombana).
108
Bentuk komitmen dari seluruh informan utama dan triangulasi sangat
mendukung program integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN adalah dengan
adanya MoU dan perjanjian kerja sama antara pemerintah daerah dengan
BPJS Kabupaten Bombana, dan adanya peraturan bupati bombana
tentang pedoman pelaksanaan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di
Kabupaten Bombana tahun 2018, serta terus menjalankan program
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sesuai dengan tugasnya masing-
masing.
d) Struktur Birokrasi dalam Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana
a. SOP
Berdasarkan hasil wawancara mendalam yang dilakukan dengan 4
informan utama diperoleh informasi bahwa dalam melaksanakan
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN ada SOPnya dan
mengacu pada Peraturan Menteri Kesehatan.
Berdasarkan pernyataan salah satu informan utama dari Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana yaitu sebagai berikut :
“SOPnya ada dalam Peraturan Bupati Bombana terkait integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN dan melakukan koordinasi dengan bagian hukum Sekretariat Daerah Kabupaten Bombana dalam menyusun SOP dan regulasi tingkat daerah Kabupaten Bombana.” (DSA, 49, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
Para pelaksana integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN melakukan
tugasnya masing-masing sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam
pembagian tugas. Hal tersebut didukung juga oleh pernyataan informan
109 triangulasi yang menyatakan bahwa dalam menjalankan integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN SOPnya ada dalam Peraturan Bupati
Bombana terkait integrasi.
b. Fragmentasi
Pembagian kerja dan tanggung jawab bagi para pelaksana
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN berpedoman pada
Permenkes No. 28 tahun 2014 dan disesuaikan dengan kondisi di daerah.
Dari hasil wawancara yang dilakukan pada informan utama dan
informan triangulasi terkait fragmentasi, diperoleh informasi sebagai
berikut :
“Pedomannya ada di Permenkes 28 tahun 2014 Bappeda bertanggung jawab untuk perencanaan anggaran.” (DSN, 50, Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kabupaten Bombana). “Pedomannya ada di Permenkes 28 tahun 2014 dimana Dinas Sosial
bertanggung jawab atas kepesertaan.” (KRM, 44, Kepala Seksi Program
Keluarga Harapan Dinas Sosial Kabupaten Bombana).
Hal tersebut diperkuat dengan pernyataan informan triangulasi yang
menyatakan bahwa terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab yang
dilimpahkan sesuai dengan bidang tupoksinya masing-masing.
3) Formulasi Kebijakan Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti tentang
formulasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Kabupaten Bombana
untuk pelaksanaan integrasi program Jamkesda-Gembira ke Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Bombana diperoleh informasi
110 bahwa pelaksanaan program JKN belum sepenuhnya berjalan dengan
baik karena regulasi di tingkat daerah baru saja ditetapkan sehingga
masih harus melakukan koordinasi terkait regulasi daerah tersebut.
Seperti pernyataan informan sebagai berikut:
“Kalau di tingkat daerah sudah ada dalam bentuk Peraturan Bupati Bombana No. 026 Tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.” (DSA, 49, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana).
Untuk formulasi kebijakan ditingkat daerah sebagian besar informan
utama menyatakan bahwa regulasi di daerah masih mengacu pada
peraturan-peraturan di pusat terkait implementasi integrasi Jamkesda ke
JKN, dan untuk ditingkat daerah sudah ada dalam bentuk Peraturan
Bupati Bupati Bombana No. 26 Tahun 2018 tentang Pedoman
Pelaksanaan Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah Gerakan Membangun
Bombana dengan Ridho Allah (Jamkesda-Gembira).
111
4. Matriks Analisis Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana A. Analisis Implementasi Integrasi Jameksda-Gembira ke JKN
Tabel 4.3
Matriks Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN oleh Informan Utama
Analisis Implementasi
Integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN
Informan Utama Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik
(Sudut Pandang Peneliti)
DSA
DSN KRM MDA
Syarat-Syarat Proses Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
- Masyarakat Bombana dibuktikan dengan e-KTP dan NIKnya terdaftar Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bombana.
- Memiliki kartu keluarga.
- Harus ada anggaran dari pemerintah daerah.
- Harus ada regulasi di tingkat daerah.
- Harus ada data kepesertaan yang telah diverifikasi dari Dinas Sosial berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebagai penerima kartu JKN.
- Harus ada sinkronisasi data kepesertaan dari BPS, selanjutnya diverifikasi dan ditetapkan oleh TKPPK Bappeda dan NIKnya terdaftar di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
- Harus ada Surat
Untuk mewujudkan UHC pada tahun 2019, salah satu langkah strategis yang perlu diambil oleh pemerintah daerah adalah melakukan integrasi Jamkesda ke JKN. Syarat integrasi Jamkesda ke JKN yaitu harus ada anggaran, regulasi, data kepesertaan,
112
- Proses integrasi dilakukan secara bertahap.
Perjanjian Kerja Sama (SPK) antara pemerintah daerah dengan BPJS setempat terkait integrasi.
dan surat perjanjian kerjasama antara pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan.
Proses Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira Ke JKN
Dengan adanya integrasi dapat sangat membantu, karena semua masyarakat Kabupaten Bombana dapat memiliki kartu jaminan kesehatan (JKN-KIS) dan dapat terakomodir oleh JKN secara bertahap.
Dengan adanya integrasi, pelayanan kesehatan dapat lebih baik lagi karena langsung menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat miskin.
Penyelenggaraan jaminan kesehatan dapat lebih mudah dan fleksibel karena kiranya pengurusan sudah dilakukan melalui 1 (satu) pintu saja yaitu BPJS Kesehatan.
- Berdasarkan UU SJSN semua jamkesda harus sudah terintegrasi ke JKN
- Pemda tidak boleh lagi melakukan jaminan kesehatan sendiri.
- Integrasi sudah dilaksanakan per 1 Sep 2017.
Proses implementasi integrasi jamkesda-Gembira ke JKN sudah direncanakan per 1 September 2017, dengan diberlakukannya integrasi pelayanan kesehatan dapat lebih baik karena dapat menjangkau seluruh masyarakat miskin serta penyelenggaraannya dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
113
Proses Koordinasi Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Proses koordinasi sudah berjalan dengan baik karena untuk pencapaian target integrasi dibutuhkan berbagai pihak yang terkait dengan proses pengintegrasian ini, pihak terkait antara lain Sekertaris Daerah, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Koordinasi dilakukan sudah cukup baik, kalau di Bappeda cuma sebagai perencana anggaran saja.
Dari pihak pelaksana sudah terjalin koodinasi yang baik, Dinas Sosial dilibatkan terkait kriteria masyarakat miskin dan verifikasi serta validasi data kepesertaan yang wajib menerima kartu JKN.
BPJS sebagai fasilitator, dan pihak terkaitnya yaitu Dinkes, Dinsos, Disnaker, BKD, Kepegawaian, Puskesmas dan Rumah Sakit Se-Kabupaten Bombana. Tujuannya yaitu untuk perluasan kepesertaan, dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
Seluruh informan menyatakan proses koordinasi sudah terjalin dengan baik, hal tersebut ditandai dengan diadakannya rapat koordinasi dari para pihak terkait pada saat sebelum proses integrasi, dan dijadwalkan per triwulan untuk diadakan rapat monitoring dan evaluasi.
Isi dan Pesan mengenai Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Proses integrasi di Kabupaten Bombana baru bisa terlaksana per Januari 2018, dan dilakukan bertahap, di harapkan untuk
Wajib dilakukan integrasi untuk mencapai Universal Health Coverage 2019.
Integrasi itu adalah proses penyatuan antara program pusat dan program daerah, dalam hal ini integrasi jamkesda-Gembira ke JKN.
Isi dan pesan dari integrasi sudah dipahami dan sudah disosialisasikan serta diterapkan di masyarakat.
Proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira wajib dilakukan di Kabupaten Bombana untuk mencapai target UHC 2019, dimana
114
tahun ini semua peserta jamkesda sudah bisa terakomodir untuk berintegrasi ke JKN.
integrasi merupakan proses penyatuan program antara pusat dan daerah.
Regulasi Kebijakan Daerah Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Kalau di tingkat daerah sudah ada dalam bentuk Peraturan Bupati Bombana No. 026 Tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
UU SJSN, kalau didaerah masih mengikuti peraturan-peraturan dari pusat.
Kalau masalah regulasi, mungkin Dinas Kesehatan sebagai leading sektornya yang lebih tahu.
Masih mengacu pada Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Peraturan Presiden Tentang Jaminan Kesehatan.
Sebagian informan utama menyatakan bahwa regulasi di daerah masih mengacu pada peraturan-peraturan di pusat terkait implementasi integrasi Jamkesda ke JKN, dan untuk ditingkat daerah sudah ada dalam bentuk peraturan bupati.
Kendala Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Masih banyak penduduk Kabupaten Bombana belum memiliki e-KTP dan berasal dari keluarga yang
Pemerintah daerah belum mampu menyerahkan dananya ke BPJS Kesehatan.
Kendalanya yaitu data kepesertaan. Karena kita selalu membutuhkan data terbaru dan masih harus mengkoordinasikan
- Anggaran daerah masih kurang.
- Per Sep 2017 hanya 5000 jiwa yang bisa terlayani untuk
Sebagian besar informan utama menyatakan kendala integrasi yaitu pada data kepesertaan dan juga masalah anggaran dana
115
kurang mampu. antara yang belum terintegrasi dan yang sudah terintegrasi.
integrasi peserta dari Jamkesda-Gembira ke JKN, hal tersebut dikarenakan anggaran daerah yang masih kurang untuk membiayai seluruh peserta JKN.
didaerah.
Tabel 4.4
Matriks Analisis Implementasi Integrasi Jamkesda ke JKN oleh Informan Triangulasi
Implementasi Integrasi
Jamkesda-Gembira ke
JKN
Informan Triangulasi Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik ( Sudut
Pandang Peneliti)
ARY
MNN
AIA
RAM
Syarat-Syarat Proses Integrasi
Semua warga Bombana yang memiliki kartu
Untuk tahap awal di utamakan untuk masyarakat
- Memiliki NIK. - Memiliki kartu
Jamkesda-
Harus memiliki data kepesertaan, untuk wilayah kerja
Semua informan menyatakan bahwa syarat
116
Jamkesda-Gembira ke JKN
Jamkesda bisa terintegrasi ke JKN.
miskin dulu dan selanjutnya dilakukan secara bertahap ke masyarakat kurang mampu, dan selanjutnya masyarakat yang mampu, sehingga seluruh masyarakat di Bombana dapat memiliki kartu jaminan kesehatan yang terintegrasi.
Gembira. - Terdaftar di BPJS. - Masuk dalam
kriteria masyarakat miskin oleh Dinsos.
Puskesmas Rumbia, diusulkan sekitar 400 jiwa.
integrasi adalah memiliki NIK, memiliki kartu Jamkesda-Gembira dan terdaftar di BPJS, serta harus ada data kepesertaan.
Proses Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira Ke JKN
Dengan adanya integrasi semua pusat pelayanan kesehatan masyarakat terpusat dilakukan di BPJS.
Proses integrasi baru saja bisa terlaksana, prosesnya mulai dari membuat regulasi ditingkat daerah, membuat SPK dengan BPJS setempat, mengvalidasi dan verifikasi data kepesertaan.
Proses integrasi yaitu semua peserta yang masuk dalam peserta Jamkesda-Gembira dan datanya ada di BPJS maka ia termasuk dalam bagian integrasi sebagai peserta JKN.
Kalau kami di Puskesmas hanya dilibatkan dalam proses validasi dan verifikasi data kepesertaan dari Dinas Sosial untuk wilayah kerja Puskesmas Rumbia dan untuk memberi pelayanan kesehatan.
Semua informan sudah mengetahui dengan jelas proses-proses pengintegrasian Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
117
Proses Koordinasi Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Proses koordinasi dilakukan melalui rapat koordinasi lintas sektor. Pihak yang terkait yaitu BPJS, camat dan kepala desa, kepala –kepala puskesmas dan pengelola Jamkesda di Puskesmas.
Proses koordinasi dilakukan baik secara internal di lingkup Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana, maupun secara eksternal dengan berbagai pihak terkait.
Rapat koordinasi dan sosialisasi lintas sektor antara pimpinan daerah, Kepala Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Kepala Puskesmas dan Direktur RS.
Kalau ada rapat koordinasi pasti kami dilibatkan untuk rapat dan kalau ada informasi terbaru tentang integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN kami di Puskesmas, bahkan mungkin seluruh puskesmas se-Kabupaten Bombana disampaikan melalui surat-menyurat.
Seluruh informan menyatakan proses koordinasi sudah terjalin dengan baik, baik lintas sektor, secara internal, dan sampai pada puskesmas-puskesmas se-Kabupaten Bombana.
Isi dan Pesan mengenai Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
- Proses integrasi mempermudah pelayanan.
- Proses integrasi mempermudah proses pengklaiman anggaran.
Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN mengacu pada program pemerintah pusat dan mewajibkan Kabupaten/Kota untuk melakukan integrasi.
Harus segera dilakukan integrasi per 1 Januari 2018 dan sudah tidak ada lagi penerbitan kartu Jamkesda-Gembira setelah 31 Desember 2017.
Dengan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN, kartu JKN-KIS dapat digunakan disemua tempat.
Semua informan menyatakan bahwa dengan adanya integrasi dapat mempermudah pelayanan kepada masyarakat dan mempermudah masyarakat untuk mendapat pelayanan.
118
Regulasi Kebijakan Daerah Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Sudah ada dalam bentuk peraturan bupati bombana, dimana didalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa Kabupaten Bombana telah berintegrasi dari Jamkesda-Gembira ke JKN.
Kemarin sempat di bahas di RPJMD sehingga ada peraturan bupati dan MoUnya.
Untuk sementara masih mengacu pada regulasi ditingkat pusat.
Ada di Dinas Kesehatan.
Sebagian besar informan menyatakan masih kurang mengetahui mengenai formulasi kebijakan di tingkat daerah.
Kendala Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
- Regulasi masih baru saja di tetapkan sehingga harus ada koordinasi yang baik dan pemahaman yang sama tentang peraturan tersebut.
- Anggarannya masih kurang.
Kendala utamanya adalah masalah anggaran dan regulasi.
- Belum sinkron antara data di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dengan Dinas Sosial Kabupaten Bombana.
- Proses regulasi masih dalam bentuk MoU.
Untuk sejauh ini masalah NIK kepesertaan yang menjadi kendala tapi kami sudah melakukan validasi dan verifikasi kerjasama dengan kelurahan di Kecamatan Rumbia.
Sebagian informan menyatakan kendalanya adalah masalah anggaran, regulasi, dan data kepesertaan.
119
B. Komunikasi
Tabel 4.5
Matriks Komunikasi oleh Informan Utama
Komunikasi
Informan Utama Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik ( Sudut
Pandang Peneliti) DSA DSN KRM MDA
Metode Komunikasi
Melalui rapat koordinasi, dan pelaksananya adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana dan BPJS Kesehatan Kabupaten Bombana.
Rapat koordinasi dilakukan sebelum proses integrasi dengan melibatkan lintas sektor untuk melakukan persiapan dan membahas strategi-strategi untuk percepatan integrasi tersebut.
Dengan cara rapat koordinasi lintas sektor.
BPJS sebagai fasilitator untuk mengadakan forum diskusi yang tujuannya adalah untuk perluasan kepesertaan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
Sebagian besar informan menyatakan bahwa metode komunikasi yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi lintas sektor.
Sasaran Komunikasi
Sekretaris Daerah, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Bappeda, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Kesehatan, dan Biro hukum.
Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan TKPKD (Tim Koordinasi Pemberantasan Kemiskinan Daerah) di
Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, BPMD, Badan Keuangan Daerah, Badan
Seluruh informan utama menyatakan sasaran komunikasi adalah Dinas Kesehatan, Dinas
120
Bappeda. Kepegawaian Daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Puskesmas dan Rumah Sakit.
Sosial, Bappeda, dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Media Komunikasi Persentase menggunakan slide oleh Dinas Kesehatan dan BPJS selanjutnya dilakukan diskusi antar para peserta rapat.
Kami dibagikan draft berisi powerpoint yang akan dipersentasekan.
Slide ppt dan diskusi.
Persentase menggunakan powerpoint
Seluruh informan utama menyatakan media komunikasi yang digunakan adalah persentase menggunakan powerpoint dan selanjutnya dilakukan diskusi atau tanya jawab.
Kendala Komunikasi
Karena baru saja dilakukan integrasi jadi masih kurangnya pemahaman tentang proses pengintegrasian tersebut. Pelaksana harus menjelaskan
Informan menyatakan tidak ada kendala dalam proses komunikasi. Yang menjadi kendala hanya pada proses pengintegrasian saja.
Sejauh ini tidak ada kendala dalam komunikasi karena rapat koordinasi baru dilakukan 1 (Satu) kali, itupun dilakukan pada saat sebelum melakukan
Tidak ada karena kami menyampaikan dengan cukup jelas dan secara detail.
Seluruh informan utama menyatakan tidak ada kendala dalam proses komunikasi.
121
secara detail dulu dari awal dan mengapa harus dilakukan integrasi dari Jamkesda ke JKN.
integrasi.
Kejelasan Komunikasi
Informan menyatakan komunikasi sudah jelas. Hal tersebut ditandai dengan adanya kesepakatan untuk membuat peraturan bupati terkait integrasi.
Untuk tahap awal komunikasi dilakukan sudah cukup baik dan jelas.
Informan menyatakan komunikasi sudah jelas.
Informan menyatakan kejelasan komunikasi sudah jelas dan sudah dipahami, serta sudah diterapkan ke masyarakat.
Seluruh informan menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan sudah cukup jelas.
Konsistensi Komunikasi
Sudah konsisten bahwa pelaksanaan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN dilakukan di tahun 2018 ini.
Sudah konsisten dan sudah ada dalam DPA Dinas Kesehatan itu dananya.
Sudah konsisten karena kami juga sudah menyerahkan data-data terkait data kepesertaan.
Sudah konsisten, buktinya sudah tertuang dalam DPA Dinas Kesehatan terkait dana untuk penyelenggaraan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Seluruh informan utama menyatakan komunikasi yang dilakukan sudah konsisten.
122
Tabel 4.6
Matriks Komunikasi Informan Triangulasi
Komunikasi
Informan Triangulasi Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik ( Sudut Pandang Peneliti)
ARY MNN AIA RAM
Metode Komunikasi
Rapat koordinasi lintas sektor oleh BPJS, Camat dan Kepala Desa, Badan Pusat Statistik, Kepala Puskesmas dan Pengelola Jamkesda-Gembira se-Kabupaten Bombana.
- Rapat koordinasi internal Dinas Kesehatan.
- Rapat koordinasi lintas sektor.
Rapat koordinasi dan sosialisasi lintas sektor antar pimpinan daerah, BPJS, Kepala Dinas Kesehatan, Dinas sosial, Kepala Puskesmas, dan Direktur Rumah Sakit.
Untuk koordinasi dengan kabupaten biasanya langsung melalui rapat koordinasi di aula rapat Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
Metode komunikasi yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi dan sosialisasi lintas sektor.
Sasaran Komunikasi
BPJS, Camat dan Kepala Desa, Badan Pusat Statistik, Kepala Puskesmas dan Pengelola Jamkesda-Gembira se-Kab.Bombana.
Para pengelola Jamkesda-Gembira dan Kepala Puskesmas se-Kabupaten Bombana.
Pimpinan daerah, BPJS, Kepala Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Kepala Puskesmas, dan Direktur Rumah Sakit.
Sasarannya yaitu kami-kami ini para kepala Puskesmas se-Kabupaten Bombana selaku pemberi pelayanan kesehatan kepada
Sasaran komunikasi adalah Dinas Kesehatan, BPJS, dan Puskesmas se-Kab. Bombana.
123
masyarakat. Media Komunikasi Diskusi dan
persentase ppt. Persentase powerpoint.
LCD. Slide. Seluruh informan triangulasi menyatakan media komunikasi yang digunakan adalah persentase menggunakan powerpoint dan selanjutnya dilakukan diskusi atau tanya jawab.
Kendala Komunikasi
- Pemahaman tentang proses integrasi masih minim.
- Masih perlu penyesuaian dalam pelayanan JKN, khususnya untuk kasus emergency.
Kendala ada pada awal proses implementasi integrasi yaitu pada tahap verifikasi data kepesertaan. Peserta Jamkesda-Gembira masih harus diverifikasi apakah sudah mempunyai NIK atau belum.
Untuk tahap awal belum diketahuinya jumlah masyarakat yang sudah terintegrasi sehingga penganggaran dan pengklaiman belum bisa dilakukan.
Perlu penyampaian komunikasi yang rinci dan konsistensi agar kami di Puskesmas tidak salah dalam melakukan pelayanan.
Sebagian besar informan triangulasi menyatakan kendala komunikasi yaitu masih kurangnya pemahaman tentang implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
124
Kejelasan Komunikasi
Isi dan pesan yang disampaikan sudah cukup jelas dan dipahami dengan baik.
Informasi yang disampaikan oleh Dinas Kesehatan dan BPJS Kesehatan Kabupaten Bombana sudah jelas, yang berisi tentang integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Informasi yang disampaikan sudah jelas yaitu harus segera dilakukan integrasi per 1 Januari 2018 dan sudah tidak ada lagi penerbitan kartu Jamkesda-Gembira setelah 31 Desember 2017.
Informan menyatakan komunikasi sudah jelas.
Seluruh informan triangulasi menyatakan informasi dan pesan yang disampaikan sudah jelas.
Konsistensi Komunikasi
Informasi yang disampaikan sudah konsisten, dimana kami sudah mendistribusikan kartu JKN ke puskesmas-puskesmas ditandai dengan adanya berita acara penerimaan kartu JKN di Puskesmas.
Informan menyatakan komunikasi sudah konsisten.
Sudah konsisten, karena sudah ada pendistribusian kartu JKN-KIS sebagai pengganti kartu Jamkesda-Gembira yang terintegrasi ke JKN.
Informan menyatakan komunikasi sudah konsisten.
Seluruh informan triangulasi menyatakan informasi komunikasi sudah konsisten.
125
C. Sumber Daya
Tabel 4.7
Matriks Sumber Daya oleh Informan Utama
Sumber Daya
Informan Utama Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik ( Sudut
Pandang Peneliti) DSA DSN KRM MDA
Pihak Yang Terlibat
Sekretaris Daerah, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, Dinas Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan.
Dinas Kesehatan, Bappeda, dan Dinas Sosial sendiri.
Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, BPMD, Badan Keuangan Daerah, Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Puskesmas dan Rumah Sakit.
Pihak yang terlibat secara umum adalah Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, dan BPJS.
Ketersediaan Staf
Informan menyatakan sudah cukup dalam ketersediaan staf khususnya di
Untuk level kabupaten dirasa sudah cukup.
Informan menyatakan sudah cukup dalam ketersediaan staf, dan banyak
Informan menyatakan sudah cukup dalam ketersediaan staf, kami kerja sama
Ketersediaan staf dalam proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sudah cukup.
126
Dinas Kesehatan sendiri.
pihak yang berperan untuk membantu kelancaran program ini.
dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
Pedoman atau Strategi Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Strategi yang digunakan yaitu pimpinan daerah langsung memerintahkan kepada pihak terkait seperti camat, kepala desa, lurah untuk mempercepat proses validasi dan verifikasi peserta dan perekaman e-KTP oleh Discapil.
- Sosialisasi kepada masyarakat.
- Rapat koordinasi lintas sektor.
- Rapat internal antar Dinas Kesehatan dengan BPJS Kesehatan.
Informan menyatakan tidak ada pedoman atau strategi khusus dalam melaksanakan implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Strateginya yaitu melakukan pendataan disertai NIK, kalau pedomannya masih menggunakan pedoman pelayanan BPJS.
Sebagian besar informan utama kurang mengetahui mengenai pedoman implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Sarana dan Prasarana
Kalau sarana dan prasarana khusus tidak ada ya.. Cuma menggunakan software data kepesertaan saja.
Spanduk dan liflet.
Tidak ada. Hanya berkoordinasi sesuai dengan rekomendasi yang dibutuhkan dari Dinas
Untuk menjangkau masyarakat di daerah terpencil, Dinas Kesehatan menyiapkan Puskesmas
Sebagian besar informan menyatakan tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus.
127
Kesehatan. Keliling. Ketersediaan dan Kecukupan Dana
Saya rasa sudah cukup untuk tahap awal yaitu Rp. 23.000 dikali 38.331 jiwa setiap bulannya.
Dananya untuk tahun ini sudah cukup dan anggarannya cukup besar untuk program ini karena diharapkan dapat menjangkau target yang diharapkan.
Arah pertanyaan seharusnya ke Dinas Kesehatan. Dinas Sosial hanya pada validasi data saja.
Dana untuk integrasi sudah tersedia dan sejauh ini sudah cukup untuk menjangkau peserta Jamkesda-Gembira yang terintegrasi. Dananya kurang lebih 9 – 10 M.
Sebagian besar informan utama menyatakan dana yang gunakan sudah cukup tersedia untuk proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN, dan juga didukung dengan anggaran daerah yang cukup besar.
Sumber dana APBD. APBD. Arah pertanyaan seharusnya ke Dinas Kesehatan. Dinas Sosial hanya pada validasi data saja.
APBD. Sebagian besar informan utama menyatakan sumber dana yang digunakan berasal dari APBD.
128
Tabel 4.8
Matriks Sumber Daya oleh Informan Triangulasi
Sumber Daya
Informan Triangulasi Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik ( Sudut
Pandang Peneliti) ARY
MNN
AIA
RAM
Pihak Yang Terlibat
BPS, BPJS, Pengolela Jamkesda-Gembira Dinas Kesehatan, Kabag Hukum, Para Camat, Kepala Desa, dan Kepala Puskesmas.
Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, Kabag Hukum, BPJS Kesehatan.
BPJS dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
Dinas Kesehatan, BPJS, dan Puskesmas se-Kabupaten Bombana serta RSUD Kabupaten Bombana.
Sebagian besar informan menyatakan bahwa pihak yang terlibat adalah Dinas Kesehatan, BPJS, Puskesmas dan Rumah Sakit.
Ketersediaan Staf
Sudah cukup, staf yang terlibat : - BPS :
menyediakan data dan nama.
- BPJS : Pembuatan kartu JKN-KIS.
- Dinkes : Pendistribusian
Banyak pihak yang terlibat dalam program ini jadi dirasa sudah cukup untuk membantu proses pengintegrasian tersebut.
Informan menyatakan sudah karena proses pelayanannya juga sudah dilakukan 1 pintu saja yaitu di BPJS.
Sudah cukup, bahkan banyak pihak yang terlibat, kami di puskesmas dilibatkan, pengelola Jamkesda-Gembira juga di tiap-tiap Puskesmas juga
Seluruh informan triangulasi menyatakan bahwa ketersediaan staf dalam proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sudah cukup.
129
dan laporan bulanan penggunaan kartu.
- Camat : Pengawasan pendistribusian kartu.
- Kapus : Distribusi dan laporan bulanan.
dilibatkan.
Pedoman atau Strategi Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Memperbanyak sosialisasi akan pentingnya integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN dilakukan, selanjutnya puskesmas juga melakukan sosialisasi ke masyarakat diwilayah kerjanya.
Informan menyatakan tidak ada pedoman atau strategi khusus dalam melaksanakan implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN karena ini program yang wajib dilakukan oleh kabupaten
- Sosialisasi internal Dinas Kesehatan (Kapus dan pengelola Jamkesda-Gembira).
- Rapat lintas sektor di kecamatan.
- Sosialisasi dengan pimpinan
Strateginya yaitu kami melakukan pendataan kembali untuk mengupdate data kepesertaan kerja sama dengan kelurahan, selanjutnya kami mengusulkan ke dinas untuk di proses pengintegrasian. Untuk tahap awal kami mengajukan
Sebagian besar informan triangulasi menyatakan strategi yang digunakan yaitu sosialisasi dan pedomannya mengacu pada pedoman pusat.
130
jadi kami mengacu pada pedoman dan strategi pusat.
daerah dan sektor terkait.
sebanyak 400 jiwa untuk wilayah Puskesmas Rumbia.
Sarana dan Prasarana
Tidak ada. Informan menyatakan tidak memerlukan sarana dan prasaran khusus.
Software offline berisi data kepesertaan yang terintegrasi di BPJS Kesehatan Kabupaten Bombana.
Informan menyatakan tidak memerlukan sarana dan prasaran khusus.
Sebagian besar informan menyatakan tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus, tetapi yang digunakan hanya software offline saja.
Ketersediaan dan Kecukupan Dana
Informan menyatakan sudah cukup, ada dana saving sebanyak 6 M untuk peserta yang terintegrasi per September 2017, kami mengajukan 22 M untuk tahun 2018 tapi baru di acc sebesar 10 M.
Dananya untuk tahun ini sudah cukup untuk menjangkau jumlah yang sudah terintegrasi sebanyak 38.331 jiwa.
Kalau masalah anggaran, bisa kita tanyakan langsung di Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Manusia Kesehatan selaku koordinator tim integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Kalau kami di Puskesmas tidak tahu menahu tentang anggaran karena kami sebatas pelayanan saja, dan mengajukan jumlah peserta penerima kartu jaminan kesehatan di wilayah kami.
Sebagian besar informan utama menyatakan dana yang digunakan sudah cukup tersedia untuk proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
131
Sumber dana APBD. APBD. APBD. APBD. Seluruh informan utama menyatakan sumber dana yang digunakan berasal dari APBD.
D. Disposisi
Tabel 4.9
Matriks Disposisi oleh Informan Utama
Disposisi
Informan Utama Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik ( Sudut
Pandang Peneliti) DSA DSN KRM MDA
Sikap dan Tanggapan Mengenai Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Dengan adanya program integrasi ini dapat sangat membantu masyarakat karena sangat bermanfaat dalam hal jaminan kesehatannya, dan sekarang BPJS yang
Sangat setuju karena dapat menjangkau masyarakat lebih meluas, dan melakukan pelayanan dari tingkat primer sampai tingkat rujukan.
Program integrasi ini sangat bagus ya.. Disamping kita membantu program pusat, disisi lain juga dapat membantu program kami dapat melakukan validasi dan verifikasi
Saya sangat mendukung program integrasi ini karena semua bentuk pengelolaannya dilakukan di BPJS Kesehatan, target kami seluruh masyarakat di Kabupaten Bombana dapat
Sangat setuju dan mendukung program implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
132
mengelola keuangannya jadi mereka yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaannya, diharapkan akan terjadi efisiensi pemanfaatan pelayanan kepada masyarakat.
masyarakat miskin atau kurang mampu di Kabupaten Bombana ini.
memiliki jaminan kesehatan, walaupun dilakukan secara bertahap dan berpatokan pada anggaran daerah yang disediakan.
Bentuk Komitmen
MoU pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan.
Sesuai dengan tupoksi kami yaitu melakukan perencanaan anggaran terkait dengan integrasi dan melakukan koordinasi dengan leading sektornya.
Sesuai dengan tupoksi kami, jadi bentuk komitmen kami yaitu membantu melakukan validasi dan verifikasi data penduduk miskin dan kurang mampu yang termasuk dalam data kepesertaan JKN.
Ada, MoU dan Perjanjian kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Sebagian besar informan utama menyatakan bahwa ada MoU dan perjanjian kerja sama antara pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan.
133
Tabel 4.10
Matriks Disposisi oleh Informan Triangulasi
Disposisi
Informan Triangulasi Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik ( Sudut
Pandang Peneliti) ARY
MNN
AIA
RAM
Sikap dan Tanggapan Mengenai Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Mendukung, dengan adanya integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN maka diharapkan seluruh masyarakat Kabupaten Bombana dapat memiliki kartu jaminan kesehatan dan mendapat pelayanan kesehatan yang layak.
Setuju dan mendukung program ini. Karena dari segi kelancaran sudah jelas harus berdasarkan by NIK by Adress baru dimasukkan ke JKN.
Setuju, karena proses pelayanan sudah dilakukan 1 pintu, sehingga tidak akan terjadi masyarakat yang memiliki kartu jaminan kesehatan yang lebih dari satu (tumpang tindih).
Menurut saya itu bagus khususnya untuk masyarakat miskin dan kurang mampu.
Setuju dan mendukung program implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Bentuk Komitmen
Dalam bentuk surat perjanjian.
Sekarang masih sementara dikoreksi oleh bagian hukum
Surat perjanjian kerja sama antara pemerintah daerah dengan
Bentuk komitmen kami yaitu menjalankan program JKN
Bentuk komitmennya berupa surat penjanjian dan
134
terkait peraturan bupati bombana terkait masalah integrasi.
BPJS. dengan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
peraturan bupati bombana.
E. Struktur Birokrasi
Tabel 4.11
Matriks Struktur Birokrasi oleh Informan Utama
Struktur Birokrasi
Informan Utama Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik ( Sudut
Pandang Peneliti) DSA DSN KRM MDA
Ketersediaan SOP atau Petunjuk Pelaksana Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
SOPnya ada dalam peraturan Bupati Bombana terkait integrasi.
Informan menyatakan khusus untuk integrasi tidak ada SOP.
Informan menyatakan tidak tahu tentang SOP tentang integrasi.
Mengacu pada Pepres No. 19 tahun 2016 tentang jaminan kesehatan.
SOP integrasi berada dalam Peraturan Bupati Bombana tentang Pedoman Pelaksanaan Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Ketersediaan Pembagian Kerja dan Tanggung Jawab
- Tupoksi umum ditetapkan pemerintah daerah No. 40
Pedomannya ada di Permenkes 28 Tahun 2014 Bappeda bertanggung
Pedomannya ada di Permenkes 28 Tahun 2014 Dinsos
Mengacu pada Permenkes yang disesuaikan dengan wilayah di daerah masing-
Ketersediaan pembagian kerja dan tanggung jawab ada dalam Permenkes No. 28 tahun 2014.
135
tahun 2017 tentang pembentukan OPB.
- Peraturan Bupati tahun 2016 tentang tupoksi Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
- Raperbup RPJMD 2017-2022.
jawab untuk perencanaan anggaran.
bertanggung jawab atas kepesertaan.
masing.
136
Tabel 4.12
Matriks Struktur Birokrasi oleh Informan Triangulasi
Struktur Birokrasi
Informan Triangulasi Emik ( Sudut Pandang Informan)
Etik ( Sudut
Pandang Peneliti) ARY
MNN
AIA
RAM
Ketersediaan SOP atau Petunjuk Pelaksana Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
SOPnya ada dalam peraturan Bupati Bombana terkait integrasi.
SOPnya ada dalam peraturan Bupati Bombana terkait integrasi.
Ada SOP. Pasti ada SOPnya di Dinas Kesehatan.
Ada SOP tentang integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
Ketersediaan Pembagian Kerja dan Tanggung Jawab
Ada dalam SK satker Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
Ada dalam peraturan bupati dan petunjuk teknis.
Ada dalam regulasi.
Ada. Ketersediaan pembagian kerja dan tanggung jawab ada dalam Peraturan Bupati Tahun 2018 tentang Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
137
B. PEMBAHASAN
Untuk mengetahui lebih lanjut hasil penelitian yang diperoleh dari
data-data pernyataan informan penelitian dan setelah dilakukan reduksi
data dan penyajian data, maka selanjutnya peneliti melakukan
pembahasan hasil penelitian dengan menganalisa data-data tersebut dan
membandingkan dengan teori-teori dan hasil penelitian terdahulu tentang
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana. Dilihat dari beberapa variabel dapat dikemukakan sebagai
berikut:
a. Gambaran Umum Implementasi Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah Gerakan Membangun Bombana Dengan Ridho Allah ke Jaminan Kesehatan Nasional di Kabupaten Bombana
Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan
waktu tertentu. Formulasi Kebijakan sebagai bagian dalam proses
kebijakan yang merupakan tahap yang paling krusial karena implementasi
kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap formulasi kebijakan
telah selesai (Bambang, S. 1994).
Berdasarkan pernyataan tersebut diatas maka implementasi
integrasi Jamkesda-Gembira ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di
Kabupaten Bombana merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan
yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat yaitu Universal Health
Coverage (UHC) tahun 2019. Universal Health Coverage merupakan
sistem kesehatan yang memastikan setiap warga di dalam populasi
138
memiliki akses yang adil terhadap pelayanan kesehatan promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang bermutu dengan biaya yang
terjangkau. Cakupan universal mengandung dua elemen inti yakni akses
pelayanan kesehatan yang adil dan bermutu bagi setiap warga, dan
perlindungan risiko finansial ketika warga menggunakan pelayanan
kesehatan.
Salah satu strategi yang dilakukan Kabupaten Bombana untuk
mendukung program tersebut yaitu melaksanakan integrasi ke Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) guna mencapai tujuan-tujuan tersebut. Proses
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) merupakan proses pembauran atau penyatuan antara
program pemerintah pusat dengan menyesuaikan program pemerintah
daerah didaerahnya masing-masing, dalam menjalankan program tersebut
pemerintah daerah bekerjasama dengan Badan Penyelenggaraan
Jaminan Sosial (BPJS), dimana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
merupakan program pelayanan kesehatan dari pemerintah yang berwujud
BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan dengan menggunakan
sistem asuransi. Dengan adanya integrasi ke JKN ini maka seluruh warga
Indonesia berkesempatan untuk mengakses pelayanan kesehatan yang
layak dengan cakupan biaya dan cakupan peningkatan mutu pelayanan
kesehatan yang memadai. Proses integrasi di Kabupaten Bombana
dilaksanakan secara bertahap yaitu per tanggal 1 Januari 2018 dengan
jumlah peserta 38.331 jiwa, walaupun tidak sesuai dengan target dalam
139
peta jalan menuju jaminan kesehatan nasional (roadmap) yang
menargetkan proses integrasi di Kabupaten/kota bisa terlaksana di tahun
2016.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana sudah berjalan
dengan cukup baik dan dari hasil wawancara tersebut dapat diketahui apa
yang menjadi dasar dari rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu 1).
Apa saja yang menjadi syarat integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di
Kabupaten Bombana, 2). Bagaimana implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana, dan 3). Bagaimana formulasi
regulasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
1. Apa saja yang menjadi syarat-syarat proses pengintegrasian Jamkesda-Gembira ke JKN
Proses integrasi dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari regulasi,
anggaran, dan data kepesertaan sehingga yang menjadi syarat integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN yaitu 1). Regulasi di daerah terkait integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana, 2). Anggaran dana
yang disediakan oleh pemerintah daerah terkait penyelenggaraan
program jaminan kesehatan nasional dan bersedia bekerja sama dengan
BPJS Kabupaten Bombana selaku pelaksana dan penanggung jawab
program tersebut, 3). Data kepesertaan yang telah tervalidasi dan
terverifikasi sebagai peserta JKN di BPJS Kabupaten Bombana,
disamping itu yang menjadi sasaran dan target dalam program ini yaitu
140
masyarakat Bombana dibuktikan dengan e-KTP dan NIKnya terdaftar di
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bombana serta
memiliki kartu keluarga.
Pernyataan tersebut diatas diperkuat dengan penyataan Kepala
BPJS yang juga menambahkan syarat integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN yaitu Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK) antara pemerintah daerah
dengan BPJS setempat terkait integrasi.
Hasil penelitian tersebut diatas menyatakan bahwa Kabupaten
Bombana telah memenuhi syarat integrasi program Jamkesda-Gembira ke
JKN sesuai dengan UU SJSN yang menyatakan implementasi ketentuan
ini memerlukan berbagai persyaratan integrasi sebagai berikut (DJSN, K.
2012) :
1. Standarisasi kompetensi yang meliputi infrastruktur, tenaga kerja,
dan peralatan sebagai pedoman untuk mengontrak fasilitas
pelayanan kesehatan oleh BPJS.
2. Keterlibatan pemerintah (pusat dan daerah) dan swasta dalam
membangun fasilitas pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
terdistribusi dengan merata di seluruh wilayah Indonesia.
Berdasarkan uraian hasil wawancara diatas dapat ditarik kesimpulan
tentang syarat integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana yaitu regulasi, anggaran, data kepesertaan, serta Surat
Perjanjian Kerjasama antara pemerintah daerah dengan BPJS setempat.
141
2. Implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana
Proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di
Kabupaten Bombana sangat membantu sebagian besar masyarakat di
Kabupaten Bombana, karena dengan dilakukannya integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN semua masyarakat Kabupaten Bombana dapat memiliki
kartu jaminan kesehatan (JKN-KIS) dan dapat terakomodir oleh JKN
secara bertahap.
Dengan adanya integrasi, pelayanan kesehatan dapat lebih baik lagi
karena langsung menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat khususnya
masyarakat miskin. Penyataan tersebut juga didukung oleh salah satu
informan triangulasi yang menyatakan dengan adanya integrasi semua
pusat pelayanan kesehatan masyarakat terpusat dilakukan di BPJS.
Sejalan dengan Maulidiana (2016) mengatakan untuk pencapaian
UHC pada tahun 2019 perlu terjalinnya koordinasi yang baik antar pihak-
pihak yang terkait didalamnya. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan masalah yang ditemukan lebih kepada masalah teknis yaitu
kepesertaan yang berupa ketepatan sasaran peserta JKN.
Jadi kesimpulan mengenai proses implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN yaitu integrasi jamkesda-Gembira ke JKN sudah
direncanakan per 1 September 2017 dan baru bisa terealisasi 1 Januari
2018, dengan diberlakukannya integrasi tersebut pelayanan kesehatan
dapat menjangkau seluruh masyarakat miskin serta penyelenggaraannya
dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
142
a. Komunikasi
a) Transmisi
Transmisi merupakan bagaimana proses penyampaian informasi
yang berkaitan dengan kebijakan dan regulasi mengenai integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN dapat diterima secara tepat dari pelaksana
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN kepada sasaran komunikasi,
termasuk metode penyampaian yang digunakan sehingga tidak adanya
salah pengertian dan informasi dapat benar-benar sampai kepada
sasaran yang dituju (Edward III, 1980).
Dalam program implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
dibutuhkan komunikasi antar pihak yang terkait dan yang berhak
menerimanya, diharapkan dengan adanya komunikasi yang tetap terjalin
dengan baik dapat terjadi feedback antar para pihak terkait guna
kelancaran keberlangsungan kebijakan implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
Berdasarkan hasil wawancara tentang komunikasi yang dilakukan
terhadap proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di
Kabupaten Bombana tidak akan berjalan baik tanpa adanya komunikasi
berupa koordinasi yang baik antar para pihak terkait. Proses koordinasi
yang dilakukan yaitu melalui rapat koordinasi yang dilakukan pada saat
pra integrasi oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana dan BPJS
Kabupaten Bombana dengan menggundang para pihak yang terkait
dengan proses integrasi tersebut baik lintas sektor maupun lintas program,
143
pihak-pihat tersebut antara lain pimpinan daerah selaku penanggung
jawab atas semua kegiatan atau program yang dijalankan didaerahnya,
sekretaris daerah selaku pembantu bupati dalam melaksanakan kebijakan
yang telah ditentukan didaerahnya, Badan Perencanaan dan
Pembanggunan selaku perencana anggaran dana, Dinas Sosial selaku
verifikator data kepesertaan berdasarkan kriteria penerima jaminan
kesehatan yaitu miskin dan atau kurang mampu yang mereka tetapkan,
Bagian hukum terkait formulasi regulasi kebijakan yang mengatur dan
menjadi acuan dalam program integrasi tersebut, Kepala Puskesmas dan
Direktur Rumah Sakit sebagai pemberi pelayanan kesehatan kepada
masyarakat penerima jaminan kesehatan tersebut, dan para camat, lurah,
kepala desa sebagai pengawas dalam pendistribusian kartu jaminan
kesehatan nasional.
Salah satu unsur penting dalam komunikasi yaitu media yang
digunakan dalam melakukan komunikasi, penyaluran komunikasi yang
baik maka akan menghasilkan informasi yang baik juga guna kelancaran
proses implementasi integrasi tersebut.. Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan oleh kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana
menyatakan pemaparan materi dalam persentase rapat koordinasi yang
dilakukan yaitu menggunakan slide dimana pematerinya adalah dari Dinas
Kesehatan dan BPJS selanjutnya setelah dilakukan pemaparan materi
terkait integrasi maka sesi selanjutnya adalah diskusi antar para peserta
rapat yang menjadi sasaran komunikasi.
144
Kesimpulan dari media komunikasi adalah persentase menggunakan
powerpoint dan selanjutnya dilakukan diskusi atau tanya jawab.
Pembahasan yang dilakukan dalam komunikasi tersebut adalah
membahas tentang komitmen untuk melakukan proses implementasi
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten, serta membahas
bagaimana kesiapan Kabupaten Bombana untuk menjalankan program
tersebut. Dimana kesiapannya harus ada dukungan pimpinan daerah dan
pihak terkait serta dukungan untuk kesiapan regulasi daerah, anggaran
daerah serta data kepesertaannya. Dalam proses komunikasi yang
dilakukan tidak ada kendala yang ditemukan karena dalam setiap rapat
koordinasi ada arahan langsung yang mewajibkan pihak terkait termasuk
didalamnya Sekretaris Daerah, Kepala Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah, Kepala Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, BPJS,
Kepala Puskesmas, Direktur Rumah Sakit, serta pihak terkait lainnya.
Kendala yang dihadapi dalam implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana yaitu anggaran untuk
penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional dianggap masih kurang
untuk mengakomodir seluruh warga Kabupaten Bombana serta data
kepesertaan, karena dibutuhkan data terbaru dan masih harus
mengkoordinasikan antara yang belum terintegrasi dan yang sudah
terintegrasi.
145
Sejalan dengan Sukowati (2013) mengatakan dari segi komunikasi
terdapat sedikit inkonsistensi karena pada persyaratan administrasi
tertentu sering berubah-ubah.
Komunikasi yang baik akan menghasilkan implementasi yang efektif.
Implementasi yang efektif akan terlaksana jika para pihak dalam
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana yang terlibat mengetahui mengenai apa yang akan mereka
kerjakan sehingga penyampaian informasi dalam proses komunikasi
merupakan hal penting yang perlu diperhatikan.
b) Kejelasan
Penyampaian informasi yang dilakukan sudah cukup jelas.
Berdasarkan wawancara mendalam oleh kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Bombana menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan
sudah jelas, hal tersebut ditandai dengan adanya kesepakatan untuk
membuat peraturan bupati terkait integrasi.
Proses komunikasi yang dilakukan untuk tahap awal yaitu terkait
masalah kebijakan dan regulasi sehingga proses pemaparan informasi
atau materi yang dikemukakan pada saat koordinasi yaitu lebih ke arah
kebijakan dan informasi tentang regulasi harus segera disebarluaskan.
Informan utama lainnya yaitu kepala BPJS menambahkan bahwa
kejelasan komunikasi terkait implementasi integrasi sudah dipahami dan
sudah diterapkan ke masyarakat. Pernyataan tersebut diatas didukung
juga oleh kepala Seksi Pelayanan dan juga oleh verifikator Jamkesda-
146
Gembira Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana menyatakan bahwa
informasi yang disampaikan oleh kepala Dinas Kesehatan dan kepala
BPJS Kabupaten Bombana sudah jelas yang berisi tentang integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana per 1 Januari 2018
dan sudah tidak ada lagi penerbitan kartu Jamkesda-Gembira setelah 31
Desember 2017.
Hal ini sejalan dengan Febriyan dan Taufiq (2016), menyatakan
bahwa kejelasan komunikasi dalam pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Daerah (Jamkesda) berjalan cukup baik untuk memberikan pelayanan
kesehatan gratis bagi warga miskin Jepara, sehingga tujuan agar warga
miskin merasa aman melalui program jaminan kesehatan dapat
terlaksana. Perlu komunikasi yang baik agar informasi dapat tersebar luas
dan sasaran peserta program dapat tercapai.
c) Konsistensi
Konsistensi sangat dibutuhkan dalam penyampaian informasi agar
tidak ada perubahan isi meskipun disampaikan kepada pihak yang
berbeda dan tidak menimbulkan kebingungan bagi pelaksana integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan cara wawancara
mendalam dan observasi dilapangan, dapat diketahui bahwa arahan atau
perintah yang disampaikan sudah konsisten dan buktinya adalah sudah
tertuang dalam DPA Dinas Kesehatan terkait dana untuk
penyelenggaraan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN serta dari pihak
147
Dinas Sosial Kabupaten Bombana sudah menyerahkan data-data terkait
data kepesertaan, ditambahkan juga oleh Kepala Bidang Pelayanan dan
SDMK yaitu sudah ada arahan yang konsisten untuk mendistribusikan
kartu JKN ke Puskesmas-Puskesmas ditandai dengan adanya berita
acara penerimaan kartu JKN di Puskesmas.
Penelitian ini sejalan dengan Rahmatullah (2013), meyatakan bahwa
Isi kebijakan Dinas Kesehatan Kota Makassar sebagai pemantau manfaat
serta keputusan strategis yang ditempuh serta konteks kebijakan dimana
program ini diperuntukkan bagi seluruh warga kota Makassar dengan
sistem kerja berkesinambungan antara pemerintah provinsi dan kota
Makassar. Kendala terbesar ada pada proses sosialisasi program
yang belum menjangkau seluruh masyarakat kota Makassar.
Dalam proses komunikasi perintah yang diberikan dalam
pelaksanaan harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan.
Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat
menimbukan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.
b. Sumber Daya
a) Staf
Staf atau pegawai dalam pelaksanaan implementasi dilihat dari segi
kualitas dan kuantitas. Kuantitas berarti memiliki jumlah yang cukup
sedangkan kualitas artinya mempunyai keahlian dan kemampuan yang
diperlukan dalam mengimplementasikan integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN.
148
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pihak yang terlibat
dalam implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana adalah Sekretaris Daerah, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil. Pernyataan tersebut ditambahkan oleh kepala
Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial menyatakan pihak terkait yang
juga terlibat dalam program ini yaitu Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas
Ketenagakerjaan, BPMD, Badan Keuangan Daerah, Badan Kepegawaian
Daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Puskesmas dan Rumah
Sakit. Diharapkan dengan keterlibatan semua pihak dapat mencapai
keberhasilan dari implementasi intergrasi tersebut, dengan dukungan
semua pihak baik lintas sektor maupun lintas program dalam menjalankan
dan menyelenggarakan kesiapan program implementasi dapat terlaksana
dengan baik, dan kendala yang dihadapi dapat diselesaikan sesuai
dengan tugas dan fungsi dari masing-masing pihak yang terlibat tersebut.
Jumlah ketersediaan staf atau pihak yang terlibat untuk level
kabupaten dirasa sudah cukup, dari hasil wawancara dengan kepala
Bidang Pelayanan dan SDMK menyatakan tugas-tugas dari pihak yang
terlibat yaitu BPS untuk menyediakan data dan nama, BPJS untuk
pembuatan kartu JKN-KIS, Dinas Kesehatan untuk pendistribusian dan
laporan bulanan penggunaan kartu JKN-KIS, Camat untuk melakukan
pengawasan pendistribusian kartu JKN-KIS, dan Kepala Puskesmas untuk
melakukan distribusi dan laporan bulanan terkait peserta JKN-KIS.
149
Kualitas sumberdaya dalam implementasi integrasi kebijakan ini
merupakan hal penting yang perlu diperhatikan. Jika staf kompeten dalam
bidang kerjanya maka implementasi integrasi kebijakan akan berlangsung
dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari segi pemahaman dan
pengetahuan pihak yang terlibat mengenai implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan Khariza (2015),
menyatakan dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan asional di
Rumah Sakit Jiwa Menur sudah berjalan dengan baik dan sesuai prosedur
yang ada. Sedangkan staf sumber daya, fasilitas fisik dalam kondisi tidak
memadai atau tidak mencukupi. Dan masih diperlukan sosialisasi bagi
peserta jaminan kesehatan nasional dengan syarat yang harus dipenuhi.
Jadi kesimpulan dalam penelitian ini yaitu sebagian besar
pemahaman staf atau pihak yang terlibat tentang implementasi integrasi
sudah cukup baik, sebagian besar dari mereka menjelaskan tentang hal
dasar yang menjadi syarat utama dalam proses implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana adalah mengenai
kebijakan atau regulasi, serta proses integrasi yang mereka ketahui yaitu
proses penyatuan atau pembauran program pemerintah pusat dan
pemerintah daerah untuk mendukung program pemerintah pusat dalam
rangka Universal Health Coverage 2019.
b) Informasi
150
Informasi merupakan keterangan, cara, atau pedoman dalam
mengimplementasikan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN. Informasi
yang dimaksud dalam hal ini yaitu berkaitan dengan pedoman atau
strategi dalam melaksanakan kebijakan implementasi integrasi. Hal
tersebut dapat berupa strategi atau arahan pedoman yang berupa
tahapan-tahapan dalam melaksanakan implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh informan utama
yang menyatakan kurang mengetahui tentang pedoman dalam
implementasi integrasi Jamkesda-gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana, salah satu informan utama menyatakan bahwa tidak ada
pedoman atau strategi khusus dalam melaksanakan implementasi
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN. Informan utama dari kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten Bombana memberikan pernyataan tentang strategi
yang digunakan yaitu pimpinan daerah langsung memerintahkan kepada
pihak terkait seperti camat, kepala desa, lurah untuk mempercepat proses
validasi dan verifikasi peserta dan perekaman e-KTP oleh Discapil, hal
senada juga dinyatakan oleh kepala Bappeda Kabupaten Bombana yang
menambahkan bahwa strategi yang digunakan adalah sosialisasi kepada
masyarakat, rapat koordinasi lintas sektor, rapat internal antar Dinas
Kesehatan dengan BPJS Kesehatan. Jadi kesimpulannya yaitu sebagian
besar informan utama kurang mengetahui mengenai pedoman
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
151
Pedoman atau strategi implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN di Kabupaten Bombana menurut informan triangulasi menyatakan
bahwa dengan memperbanyak sosialisasi akan pentingnya melakukan
integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN, selanjutnya puskesmas juga
melakukan sosialisasi ke masyarakat diwilayah kerjanya. Kesimpulannya
yaitu sebagian besar informan triangulasi menyatakan strategi yang
digunakan yaitu sosialisasi dan pedomannya masih mengacu pada
pedoman pusat.
Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Misnaniarti (2013),
menyatakan bahwa adanya UU No. 32 tahun 2004 menjadi dasar bagi
pemerintah daerah untuk mengembangkan Jamkesda sebagai wujud
informasi dan tanggung jawab dalam menyelenggarakan pembangunan di
bidang kesehatan. Dari aspek situasional, informasi terkait implementasi
integrasi berisi bahwa kondisi cakupan peserta JKN belum menjangkau
seluruh penduduk.
c) Fasilitas
Fasilitas adalah ketersediaan sarana dan prasarana dalam
mendukung implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN yang
berupa kelengkapan fasilitas pelayanan kesehatan di Kabupaten
Bombana dan sumber dana yang digunakan untuk membiayai peserta
yang berintegrasi dari Jamkesda-Gembira ke JKN di wilayah Kabupaten
Bombana. Tanpa adanya fasilitas pendukung baik sarana prasarana dan
anggaran dana maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.
152
Saat ini sumber dana dalam implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN di Kabupaten Bombana berasal dari APBD Kabupaten Bombana.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa
tidak ada sarana dan prasarana khusus yang digunakan dalam
implementasi kebijakan tersebut, namun hanya membutuhkan software
data kepesertaan saja. Informan lain menyatakan juga membutuhkan liflet
dan spanduk untuk proses sosialisasi implementasi kebijakan tersebut.
Jadi kesimpulannya yaitu sebagian besar informan utama dan informan
triangulasi menyatakan tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus
tetapi yang digunakan hanya software offline saja.
Dana yang digunakan untuk penyelenggaraan Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) di Kabupaten Bombana berasal dari APBD yang tertuang
dalam DPA Dinas Kesehatan sebesar Rp. 10.200.356.000,00, dengan
iuran per bulan Rp. 23.000 per jiwa yang diperuntukan untuk tahap awal
sebanyak 38.331 jiwa. Jumlah perkembangan peserta JKN-KIS
Kabupaten Bombana saat ini adalah sebanyak 114.713 Jiwa per tahun
2018.
Penelitian lain oleh Taringan (2013), menyatakan bahwa beberapa
faktor pendukung implementasi kebijakan pelayanan jaminan kesehatan
daerah di RSUD Sukamara yaitu sumber daya (Anggaran), sikap, dan struktur
birokrasi. Sedangkan yang menjadi faktor kendala adalah komunikasi, dan
sumber daya (Sumber Daya Manusia).
153
Untuk proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
dibutuhkan anggaran dana yang gunakan sudah cukup tersedia. Sehingga
dapat menjadi faktor pendukung dalam pelaksanaan implementasi
kebijakan.
c. Disposisi
Disposisi adalah sikap dan karakteristik yang dimiliki oleh pelaksana
kebijakan dalam mengimplementasikan kebijakan integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana. Sikap dan dukungan dari
pelaksana terkait implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di
Kabupaten Bombana merupakan hal yang penting. Kecenderungan sikap
yang positif dan adanya dukungan terhadap implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana maka kemungkinan
besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai dengan tujuan yang
diinginkan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara
mendalam oleh informan utama dan informan triangulasi yang memiliki
kecenderungan sikap positif terhadap implementasi kebijakan ini. Dengan
adanya implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana, semua bentuk pengelolaannya dilakukan di BPJS, target BPJS
yaitu seluruh masyarakat di Kabupaten Bombana dapat memiliki jaminan
kesehatan, walaupun dilakukan secara bertahap dan berpatokan pada
anggaran daerah yang disediakan.
154
Dengan adanya program integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN ini
maka proses pelayanan sudah dilakukan 1 (satu) pintu, sehingga tidak
akan ada masyarakat yang memiliki kartu jaminan kesehatan yang lebih
dari satu (tumpang tindih) dan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana
sangat terbantu dari segi pertanggungjawaban pendanaan
penyelenggaraan jaminan kesehatan nasional ini dan hanya berkontribusi
dalam hal pendistribusian kartu JKN-KIS dan laporan bulanan terkait
penyelenggaraan kebijakan tersebut.
Hasil penelitian ini dengan Sukowati (2013), mengatakan kondisi
sikap dari pelaksana kebijakan masih memuaskan bagi masyarakat miskin
pasien Jamkesda dan SPM. Selanjutnya, tidak ada bentuk insentif
khusus yang diberikan kepada aktor pelaksana kebijakan Jamkesda dan
SPM.
Bentuk komitmen dalam implementasi integrasi Jamkesda-Gembira
ke JKN di Kabupaten Bombana yaitu berupa MoU pemerintah daerah
dengan BPJS dan dengan cara menjalankan program JKN dengan
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat dan
bekerja sesuai tugas dan fungsi masing-masing.
d. Struktur Birokrasi
a) SOP
SOP merupakan petunjuk pelaksana dan perkembangan dari
tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya serta kebutuhan
155
penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas dalam
proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana. Implementasi menuntut untuk adanya kerjasama yang banyak
dari berbagai pihak. Jika struktur birokrasi kondusif terhadap implementasi
suatu kebijakan, maka akan terjadi keefektifan dan memperlancar
jalannya pelaksanaan kebijakan tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan menyatakan SOP
integrasi mengacu pada Pepres No. 19 tahun 2016 tentang jaminan
kesehatan dan juga ada dalam Peraturan Bupati Bombana tentang
pedoman pelaksanaan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN namun
sebagian informan utama yang lain menyatakan ketidaktahuan tentang
SOP integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Maulidiana (2016), yang menyatakan struktur birokrasi sudah cukup baik
dilihat dari belum tersedia SOP dalam integrasi Jamkesda ke dalam JKN
tapi sudah terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab yang
disesuaikan pada bidang masing-masing. Koordinasi antara pihak yang
terkait sudah berjalan dengan baik.
SOP sesungguhnya dapat sangat membantu bagi implementasi
kebijakan baru karena membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe
personel baru untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan dan SOP juga
mempunyai manfaat yaitu dapat sebagai patokan atau dasar acuan yang
berisi tata cara pelaksanaan implementasi kebijakan serta mengatur apa
156
saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam proses tersebut
sehingga dapat disimpulkan bahwa SOP bisa dipergunakan tetapi
disesuaikan dengan kebutuhannya masing-masing.
b) Fragmentasi
Fragmentasi merupakan pembagian kerja dan penyebaran tanggung
jawab para pelaksana implementasi integrasi Jamkesda-Gembira di
Kabupaten Bombana. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dapat
diketahui bahwa pembagian tugas dan tanggung jawab ada dalam
rancangan peraturan bupati RPJMD 2017-2022 tentang pedoman
pelaksanaan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten
Bombana, bagi informan utama yang berasal dari dinas lain yaitu
Bappeda dan Dinas Sosial menyatakan berpedoman pada Peraturan
Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan
Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Hal tersebut sejalan dengan penelitian Margono dan Irawan (2017),
menyatakan pembagian tugas dan tanggung jawab terdapat dalam
Peraturan Walikota Bontang No. 26 Tahun 2012 Tentang
Pedoman Penyelenggaraan Jamkesda, Komitmen pimpinan yang kuat
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi pengguna jasa Jamkesda.
3. Formulasi kebijakan implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
Terkait dengan formulasi kebijakan dalam proses implementasi, hal
utama yang menjadi faktor pendukung dalam proses implementasi
integrasi yaitu regulasi, berdasarkan hasil wawancara mendalam yang
157
dilakukan oleh informan utama dan informan triangulasi menyatakan
bahwa regulasi di tingkat daerah sudah ada dalam bentuk Peraturan
Bupati Bombana Nomor 26 Tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan
integrasi Jamkesda-Gembira ke Jaminan Kesehatan Nasional di
Kabupaten Bombana.
Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Supriyantoro (2014) tentang formulasi kebijakan integrasi Jamkesda ke
JKN menuju UHC. Secara garis besar, untuk mengimplementasikan
formulasi kebijakan sentralisasi dinamis secara komprehensif maka
diperlukan intervensi melalui penyusunan suatu agenda setting dan
skenario yang meliputi setidaknya beberapa hal pokok : indikator penilaian
pengelolaan yang partisipatif, paket manfaat yang fleksibel, namun
tetap mengacu pada standar nasional, dan cakupan PBI yang optimal
sesuai kebutuhan daerah.
Selain itu juga sejalan dengan Sriyani (2015), menyatakan untuk
tercapainya integrasi Jamkesda ke JKN, diperlukan suatu
formulasi kebijakan yang mampu mengintegrasikan penyelenggaraan
Jamkesda kabupaten/kota dan provinsi dalam skema integrasi JKN,
baik dari sisi manajemen pengelolaan, paket manfaat maupun
besaran iuran.
158
D. KETERBATASAN PENELITIAN
Beberapa keterbatasan yang ada pada penelitian ini antara lain:
1. Belum ada hasil evaluasi dari pemerintah daerah Kabupaten
Bombana mengenai Jamkesda-Gembira sehingga peneliti
mengalami kesulitan dalam pengungkapan secara rinci/detail
mengenai implementasi integrasinya.
2. Peneliti menyadari bahwa beberapa informan kurang memiliki
pengetahuan yang cukup terkait program yang baru saja
dilaksanakan tersebut dan beberapa informan juga memiliki kegiatan
yang cukup padat sehingga dalam melakukan wawancara seolah
terburu-buru mengingat waktu yang terbatas.
3. Peneliti menyadari kelemahan dalam kemampuan menggali
informasi pada saat wawancara mendalam dengan informan utama
dan informan triangulasi sehingga hasil analisis kurang lebih
merupakan asumsi dan interpretasi dari peneliti.
159
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa analisis implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN di Kabupaten Bombana dilihat dari beberapa variabel yaitu sebagai
berikut:
1. Kabupaten Bombana telah memenuhi syarat integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN yaitu 1). regulasi terkait integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN, 2). Anggaran dana dan bersedia bekerja sama
dengan BPJS Kabupaten Bombana selaku pelaksana dan
penanggung jawab program tersebut, 3). Data kepesertaan yang
telah tervalidasi dan terverifikasi sebagai peserta JKN di BPJS
Kabupaten Bombana.
2. Dengan adanya implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
di Kabupaten Bombana dapat sangat membantu masyarakat dalam
hal pelayanan kesehatan, karena semua masyarakat Kabupaten
Bombana dapat memiliki kartu jaminan kesehatan (JKN-KIS) dan
dapat terakomodir oleh JKN secara bertahap.
3. Formulasi kebijakan implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke
JKN di Kabupaten Bombana berupa regulasi tentang pedoman
pelaksanaan integrasi Jamkesda-Gembira ke Jaminan Kesehatan
Nasional di Kabupaten Bombana.
160
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan pada penelitian implementasi integrasi
Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana didapatkan beberapa
saran, antara lain sebagai berikut:
1. Untuk pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana, Diharapkan penyampaian tentang regulasi mengenai
implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sehingga
pemahaman dan kesadaran pihak terkait lebih terkoordinir lagi dalam
melaksanakan implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
sesuai dengan pedoman dan strategi yang telah ditetapkan.
2. Diharapkan implementasi integrasi dapat dilakukan secara merata di
seluruh lapisan masyarakat agar semua masyarakat di Kabupaten
Bombana dapat terintegrasi jaminan kesehatannya ke Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN).
3. Dalam formulasi kebijakan implementasi integrasi Jamkesda-
Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana sebaiknya terdapat SOP
sehingga dapat dengan mudah menjalankan program ini dengan
acuan yang pasti dan seragam antara satu sama lain.
4. Bagi mahasiswa dan peneliti lainnya diperlukan penelitian lebih lanjut
mengenai kebijakan-kebijakan implementasi integrasi Jamkesda ke
JKN di Kabupaten Bombana.
161
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, S. (1991). Policy Analysis: From Formulation to State Policy Implementation. Binarupa Aksara. Jakarta.
Aulia, P. 2014. "Polemik Kebijakan Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah
Ke Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Menuju Universal Health Coverage (UHC).
Badjuri, A. K. and T. Yuwono. 2002. Kebijakan Publik. Konsep dan
Strategi, Universitas Diponegoro Semarang. Bambang, Sunggono. 1994. Hukum dan kebijakan publik. Sinar Grafika,
Jakarta Budi, W. 2008. Kebijakan Publik Teori dan Proses. Cet. Ke-2. Yogyakarta:
Media. Bungin, B. 2003. "Analisis Data Kualitatif." Penerbit PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta. Cerych, L., & Sabatier, P. A. (1986). Great expectations and mixed
performance: The implementation of higher education reforms in Europe. Trentham Books.
Cole, M. And Parston, G. 2006. Unlocking Public Values. New Jersey and
etc.: John Wiley and Sons. DJSN, K. (2012). Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012-
2019. Edward III, George. 1980. Implementing Public Policy : John Hopkins
University. Febriyan, N. G. and A. Taufiq .2016. "Evaluasi Implementasi Program
Jamkesda Kabupaten Jepara." Journal of Politic and Government Studies 5(02): 21-30.
Grindle, M. S. (1980). The implementor: political constraints on rural
development in Mexico. Politics and Policy Implementation in the Third World, 1, 97-223.
162
Islamy, M. I. (1997). Analisis Kebijaksanan Negara, Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijakan Negara. Edisi Kedua. Bumi Aksara, Jakarta.
Khariza, H. A. (2015). Program Jaminan Kesehatan Nasional: Studi
Deskriptif Tentang Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Keberhasilan Implementasi Program Jaminan Kesehatan Nasional Di Rumah Sakit Jiwa Menur Surabaya. Jurnal Kebijakan dan Manajemen Publik, 3(1), 1-7.
Kemenkes RI. 2014. Buku Pegangan Sosialisasi Jaminan Kesehatan
Nasional (JKN) dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional. Jakarta. Margono, A. and B. Irawan (2017). "Implementasi Pelayanan Jaminan
Kesehatan Daerah Pada RSUD Taman Husada Di Kota Bontang." Jurnal Administrative Reform (JAR) 2(1): 48-60.
Maulidna, N., P. A. Wigati and A. Suparwati (2016). Analisis Implementasi
Integrasi Jaminan Kesehatan Daerah (JAMKESDA) Ke Dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) Di Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) 4(4): 104-111.
Misnaniarti, M. (2013). "The Context of Policy Implementation Jamkesda
in Framework National Universal Health Coverage." Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat 4(3): 188-196.
Micieli, A. 2014. The challenges facing Ontario’s health care system
moving forward: a health policy perspective. Moleong, J. (2012). Lexy.(2012) Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung,
Rosdakarya. Mukti, A. G. (2009). Evaluasi kebijakan dan implementasi program
jaminan kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan, [Yogyakarta]: Universitas Gadjah Mada.
Mundiharno, T. H. 2012. Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional
2012-2019. Jakarta: Dewan Jaminan Sosial Nasional. Mukti, A. G. dan Moertjahjo. 2007. Sistem Jaminan Kesehatan : Konsep
disentralisasi terintegrasi. Magister Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan. Fakultas Kedokteran. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
163
Nugroho, Dr. Riant. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo. 2008
Patton, A. J. (2006). "Modelling asymmetric exchange rate dependence."
International economic review 47(2): 527-556. Peraturan Bupati Bombana. 2012. Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehata Daerah Gerakan Membangun Bombana dengan Ridho Alah. Kabupaten Bombana. Sulawesi Tenggara.
Peraturan Pemerintah. No. 38. 2007. Pembagian Urusan Pemerintah."
Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Perpres RI. 2013. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 71 Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional. Jakarta
Profil Dinas Kesehatan. 2017. Profil Dinas Kesehatan Kabupaten
Bombana. Provinsi Sulawesi Tenggara. Rina Kumalasari, R. (2016). Implementasi Kebijakan Program JAMKESDA
Di Kabupaten Kendal Tahun 2015, Universitas Wahid Hasyim. Rosyadi, M. A. I. (2016). Implementasi Kebijakan Tatakelola Peserta
Program Jaminan Kesehatan Nasional Di Jawa Timur. JPAP: Jurnal Penelitian Administrasi Publik, 2(01)
Rukmini, R., R. Ristrini and T. Tumaji (2017). "Integrasi Jamkesda dalam
JKN bagi PBI di Kota Blitar dan Kota Malang." Buletin Penelitian Sistem Kesehatan 20(1): 34-42.
Sugiyono, P. (2013). "Metode Penelitian Manajemen." Bandung: Alfabeta,
CV. Sukowati, N. P. (2013). "Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan
Masyarakat Miskin Non Kuota (Jaminan Kesehatan Daerah Dan Surat Pernyataan Miskin)(Studi Di Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar)." Jurnal Administrasi Publik 1(6): 1195-1202.
Supriyantoro, 2014. Formulasi Kebijakan Intergrasi Jaminan Kesehatan
Daerah ke Sistem Jaminan Kesehatan Nasional Menuju Universal Health Coverage. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Suwitri, S. (2008). "Konsep Dasar Kebijakan Publik." Semarang:
Universitas Diponegoro.
164
Tarigan, J. (2013). Implementasi Kebijakan Pelayanan Jaminan Kesehatan Daerah Di Kabupaten Sukamara (Studi Implementasi Kebijakan Kesehatan Pada RSUD Sukamara), Universitas Terbuka.
Trisnantoro, L. 2009. Pedoman Operasional Sistem Pembiayaan dan
Jaminan Kesehatan.Central of Health Service Management. Fakultas Kedokteran. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Winarno, B. (2012). Kebijakan publik: teori, proses, dan studi kasus: edisi
dan revisi terbaru, Center for Academic Publishing Service. Peraturan Bupati Bombana. 2012. Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehata Daerah Gerakan Membangun Bombana dengan Ridho Alah. Kabupaten Bombana. Sulawesi Tenggara.
Undang-Undang Kesehatan. 2009. Undang-Undang Kesehatan Tahun
2009 tentang Kesehatan. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 144: 36.
Undang-Undang RI. 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2004 tentang: SJSN (Sistem Jaminan Sosial) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 tentang: BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial), BPJS.
166
Lampiran 1.PERMOHONAN KESEDIAAN MENJADI INFORMAN PENELITIAN
Yth. Bapak/Ibu .......... Di tempat
Dengan hormat, Sehubungan dengan penelitian kami yang berjudul “Analisis
Implementasi Integrasi Program JAMKESDA-GEMBIRA ke Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN) di Kabupaten Bombana”, dalam rangka menyelesaikan Tesis dalam Program Studi
Ilmu Kesehatan Masyarakat Sekolah Pasca Sarjana Universitas Hasanuddin, dengan ini
kami mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden dalam penelitian dengan
bentuk menjawab pertanyaan sehubungan dengan penelitian tersebut.
Untuk menjaga kerahasiaan, nama identitas Bapak/Ibu akan kami rahasiakan
(inisial), Bapak/Ibu memiliki hak untuk tidak menjawab beberapa pertanyaan atau
menarik diri dari penelitian ini.
Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, atas bantuan dan partisipasinya
diucapkan terima kasih.
Makassar, 2018
Peneliti,
Rizky Fitriyani Rustam
167
PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI INFORMAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Jenis Kelamin :
Tempat/Tanggal Lahir :
Alamat :
Pekerjaan :
Instansi :
Jabatan :
Menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini: Nama
:
Rizky Fitriyani Rustam
Pekerjaan : Mahasiswa Program Pascasarjana FKM UNHAS
Judul Penelitian : Analisis Implementasi Integrasi Program JAMKESDA-GEMBIRA ke Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Kabupaten Bombana
Demikian surat pernyataan ini dibuat agar dipergunakan sebagaimana mestinya. Bombana, 2018 Informan,
( )
168
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar 90245, Telp. (0411) 585658, 516-005, Fax (0411) 586013
E-mail : [email protected], website : www.fkmunhas.com Lampiran 2
LEMBAR PANDUAN WAWANCARA INFORMAN UTAMA
Tanggal Wawancara : …………………………………
Panduan Wawancara :
a. Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu dalam
menjawab seluruh pertanyaan yang ada.
b. Mohon jawab pertanyaan dengan jujur dan sesuai dengan hati nurani.
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Jabatan :
A. Komunikasi
a. Transmisi
1. Apa saja yang menjadi syarat-syarat proses pengintegrasian
jamkesda ke JKN?
2. Apa yang menghambat proses integrasi jamkesda ke JKN sehingga
baru bisa terlaksana pada tahun 2018?
3. Bagaimana pemahaman anda mengenai implementasi integrasi
Jamkesda ke dalam JKN?
169
4. Apa saja kebijakan dan regulasi mengenai integrasi Jamkesda ke
JKN di Kabupaten Bombana? Jelaskan!
5. Siapakah yang menyampaikan dan siapa sajakah yang menjadi
sasaran komunikasi mengenai pemahaman dan kebijakan tersebut?
6. Bagaimanakah cara penyampaian informasi tersebut berlangsung?
7. Apa saja media yang digunakan dalam proses komunikasi tersebut?
8. Bagaimana alur komunikasi tersebut berlangsung?
9. Apakah proses komunikasi sering dilakukan dan terjadwal?
10. Apa saja yang menjadi kendala selama proses komunikasi
berlangsung?
b. Kejelasan
1. Apakah isi dan pesan mengenai implementasi integrasi Jamkesda
ke dalam JKN sudah dipahami dan dimengerti dengan baik?
c. Konsistensi
1. Apakah informasi dan perintah mengenai integrasi Jamkesda ke
dalam JKN sudah konsisten?
B. Sumber Daya
a. Staf
1. Siapa sajakah pihak yang terlibat dalam implementasi integrasi
Jamkesda ke dalam JKN?
2. Apakah jumlah pihak yang terlibat dalam implementasi integrasi
Jamkesda ke dalam JKN sudah dirasa cukup?
3. Apakah pihak yang terlibat dirasa sudah memiliki kompetensi yang
dibutuhkan dalam pengintegrasian Jamkesda ke dalam JKN?
170
b. Informasi
1. Apakah terdapat pedoman atau strategi untuk implementasi
integrasi Jamkesda ke dalam JKN?
2. Jika ya, apakah disertai keterangan yang jelas dan mudah
dipahami?
3. Apakah terdapat informasi mengenai data kepatuhan para
pelaksana dalam proses pengimplementasian? Jika ada,
bagaimana prosedur dan ketentuannya?
c. Fasilitas
1. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam integrasi
Jamkesda ke dalam JKN?
2. Apakah sarana dan prasarana yang dibutuhkan tersebut sudah
terpenuhi? Jika belum, apa yang menjadi kendala dalam
ketersediaan sarana prasarana tersebut?
3. Darimanakah sumber dana utama integrasi Jamkesda ke dalam
JKN?
4. Apakah ada sumber dana pendukung selain dari sumber dana
utama?
5. Berapa besar jumlah dana yang diterima setiap tahunnya dan
dengan jumlah yang diterima tersebut apakah mencukupi
kebutuhan?
6. Bagaimanakah proses pengalokasian dana tersebut? Jelaskan!
171
C. Disposisi
1. Bagaimana pendapat anda mengenai integrasi Jamkesda ke
dalam JKN?
2. Apakah anda mendukung dan setuju dengan integrasi Jamkesda
ke dalam JKN? Sertakan alasan!
3. Apa bentuk komitmen anda dalam mendukung integrasi Jamkesda
ke dalam JKN?
D. Struktur Birokrasi
a. SOP
1. Apakah terdapat petunjuk pelaksanaan (SOP) dalam implementasi
integrasi Jamkesda ke dalam JKN? Dalam bentuk apakah
petunjuk pelaksanaan tersebut?
2. Apakah SOP yang ada dirasa mempermudah atau menghambat
proses implementasi integrasi Jamkesda ke dalam JKN di
Kabupaten Bombana?
b. Fragmentasi
1. Apakah terdapat pembagian kerja dan tanggung jawab bagi para
pelaksana dalam implementasi integrasi Jamkesda ke dalam
JKN? Jika ya, jelaskan!
2. Apakah sudah terjalin koordinasi yang baik antar pelaksana yang
terkait dalam implementasi Jamkesda ke dalam JKN?
172
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
Jl. Perintis Kemerdekaan Km. 10 Makassar 90245, Telp. (0411) 585658, 516-005, Fax (0411) 586013
E-mail : [email protected], website : www.fkmunhas.com Lampiran 3
LEMBAR PANDUAN WAWANCARA INFORMAN TRIANGULASI
Tanggal Wawancara : …………………………………
Panduan Wawancara :
a. Mohon dengan hormat bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu dalam
menjawab seluruh pertanyaan yang ada.
b. Mohon jawab pertanyaan dengan jujur dan sesuai dengan hati nurani.
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Pendidikan Terakhir :
Jabatan :
A. Komunikasi
a. Transmisi
1. Apa saja yang menjadi syarat-syarat proses pengintegrasian jamkesda ke
JKN?
2. Apa yang menghambat proses integrasi jamkesda ke JKN sehingga baru
bisa terlaksana pada tahun 2018?
3. Bagaimana pemahaman anda mengenai implementasi integrasi
Jamkesda ke dalam JKN?
173
4. Apa saja kebijakan dan regulasi mengenai integrasi Jamkesda ke JKN di
Kabupaten Bombana? Jelaskan!
5. Siapakah yang menyampaikan dan siapa sajakah yang menjadi sasaran
komunikasi mengenai pemahaman dan kebijakan tersebut?
6. Bagaimanakah cara penyampaian informasi tersebut berlangsung?
7. Apa saja media yang digunakan dalam proses komunikasi tersebut?
8. Bagaimana alur komunikasi tersebut berlangsung?
9. Apakah proses komunikasi sering dilakukan dan terjadwal?
10. Apa saja yang menjadi kendala selama proses komunikasi berlangsung?
b. Kejelasan
1. Apakah isi dan pesan mengenai implementasi integrasi Jamkesda ke
dalam JKN sudah dipahami dan dimengerti dengan baik?
c. Konsistensi
1. Apakah informasi dan perintah mengenai integrasi Jamkesda ke dalam
JKN sudah konsisten?
B. Sumber Daya
a. Staf
1. Siapa sajakah pihak yang terlibat dalam implementasi integrasi Jamkesda
ke dalam JKN?
2. Apakah jumlah pihak yang terlibat dalam implementasi integrasi
Jamkesda ke dalam JKN sudah dirasa cukup?
3. Apakah pihak yang terlibat dirasa sudah memiliki kompetensi yang
dibutuhkan dalam pengintegrasian Jamkesda ke dalam JKN?
4. Informasi
174
5. Apakah terdapat pedoman atau strategi untuk implementasi integrasi
Jamkesda ke dalam JKN?
6. Jika ya, apakah disertai keterangan yang jelas dan mudah dipahami?
7. Apakah terdapat informasi mengenai data kepatuhan para pelaksana
dalam proses pengimplementasian? Jika ada, bagaimana prosedur dan
ketentuannya?
b. Fasilitas
1. Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dalam integrasi
Jamkesda ke dalam JKN?
2. Apakah sarana dan prasarana yang dibutuhkan tersebut sudah
terpenuhi? Jika belum, apa yang menjadi kendala dalam ketersediaan
sarana prasarana tersebut?
3. Darimanakah sumber dana utama integrasi Jamkesda ke dalam JKN?
4. Apakah ada sumber dana pendukung selain dari sumber dana utama?
5. Berapa besar jumlah dana yang diterima setiap tahunnya dan dengan
jumlah yang diterima tersebut apakah mencukupi kebutuhan?
6. Bagaimanakah proses pengalokasian dana tersebut? Jelaskan!
C. Disposisi
1. Bagaimana pendapat anda mengenai integrasi Jamkesda ke dalam JKN?
2. Apakah anda mendukung dan setuju dengan integrasi Jamkesda ke
dalam JKN? Sertakan alasan!
3. Apa bentuk komitmen anda dalam mendukung integrasi Jamkesda ke
dalam JKN?
175
D. Struktur Birokrasi
a. SOP
1. Apakah terdapat petunjuk pelaksanaan (SOP) dalam implementasi
integrasi Jamkesda ke dalam JKN? Dalam bentuk apakah petunjuk
pelaksanaan tersebut?
2. Apakah SOP yang ada dirasa mempermudah atau menghambat
proses implementasi integrasi Jamkesda ke dalam JKN di Kabupaten
Bombana?
b. Fragmentasi
1. Apakah terdapat pembagian kerja dan tanggung jawab bagi para
pelaksana dalam implementasi integrasi Jamkesda ke dalam JKN?
Jika ya, jelaskan!
2. Apakah sudah terjalin koordinasi yang baik antar pelaksana yang
terkait dalam implementasi Jamkesda ke dalam JKN?
177
Lampiran 4. MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM INFORMAN UTAMA
ANALISIS IMPLEMENTASI INTEGRASI JAMKESDA-GEMBIRA KE JKN DI KABUPATEN BOMBANA
Indikator Syarat-Syarat Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Pertanyaan Informan Jawaban Informan Reduksi Kesimpulan
Apa saja yang menjadi syarat-syarat proses pengintegrasian jamkesda ke JKN? DSA
- Masyarakat Bombana dibuktikan dengan e-KTP dan NIKnya terdaftar Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Bombana.
- Memiliki kartu keluarga. - Proses integrasi dilakukan secara bertahap.
Informan memberikan informasi yang relevan terkait syarat-syarat proses pengintegrasian Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
Syarat integrasi Jamkesda ke JKN yaitu harus ada anggaran, regulasi, data kepesertaan, dan surat perjanjian kerjasama antara pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan.
DSN - Harus ada anggaran dari pemerintah daerah. - Harus ada regulasi di tingkat daerah.
Informan mengatakan bahwa syarat integrasi itu harus ada anggaran dan regulasi dari pemerintah daerah.
KRM
Harus ada data kepesertaan yang telah diverifikasi dari Dinas Sosial berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan sebagai penerima kartu JKN.
Informan mengatakan bahwa data kepesertaan yang telah terverifikasi dan tervalidasi menjadi syarat integrasi.
MDA
- Harus ada sinkronisasi data kepesertaan dari BPS, selanjutnya diverifikasi dan ditetapkan oleh TKPPK Bappeda dan NIKnya terdaftar di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
- Harus ada Surat Perjanjian Kerja Sama (SPK) antara pemerintah daerah dengan BPJS setempat terkait integrasi.
Informan mengatakan bahwa harus ada Surat Perjanjian Kerjasama antara BPJS dengan pemerintah daerah.
178
Indikator Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Komunikasi
Apa yang menghambat proses integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sehingga baru bisa terlaksana pada tahun 2018?
DSA Banyak penduduk Bombana yang sebagian besar merupakan masyarakat kurang mampu belum memiliki e-KTP.
Informan mengatakan bahwa masih banyak masyarakat kabupaten Bombana yang belum memiliki e-KTP, sedangkan syarat untuk menjadi peserta JKN yaitu harus ada e-KTP.
Faktor yang menghambat proses integrasi jamkesda ke jkn di Kabupaten Bombana yaitu masih banyak warga yang belum memiliki e-KTP, data kepesertaan yang belum rampung, dan juga anggaran daerah yang masih kurang.
DSN Pemerintah daerah belum mampu untuk menyerahkan dananya ke BPJS.
Informan mengatakan bahwa pemda belum mampu bekerja sama dengan BPJS dalam hal pengtransferan dana penyelenggaraan JKN di Kabupaten Bombana.
KRM Mungkin karena data-data kepesertaannya yang belum rampung dikerjakan yah...
Informan mengatakan bahwa data kepesertaan JKN belum rampung.
MDA Salah satu faktor yang menghambat yaitu karena anggaran daerah masih kurang.
Informan mengatakan bahwa anggaran daerah masih kurang untuk mengakomodir seluruh peserta JKN-KIS.
Bagaimana pemahaman anda mengenai implementasi integrasi Jamkesda ke JKN? DSA
Dengan adanya integrasi dapat sangat membantu, karena semua masyarakat Kabupaten Bombana dapat memiliki kartu jaminan kesehatan (JKN-KIS) dan dapat terakomodir oleh JKN secara bertahap.
Informan mengatakan bahwa dengan adanya integrasi ini dapat sangat membantu masyarakat untuk memiliki jaminan kesehatan.
Proses implementasi integrasi jamkesda-Gembira ke JKN sudah dilaksanakan per 1 Sep 2017, dengan diberlakukannya integrasi pelayanan kesehatan dapat lebih baik karena dapat menjangkau seluruh masyarakat miskin serta
DSN
Dengan adanya integrasi, pelayanan kesehatan dapat lebih baik lagi karena langsung menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat khususnya masyarakat miskin.
Informan mengatakan bahwa dengan adanya integrasi pelayanan kesehatan dapat lebih baik lagi.
179
KRM
Penyelenggaraan jaminan kesehatan dapat lebih mudah dan fleksibel karena kiranya pengurusan sudah dilakukan melalui 1 (satu) pintu saja yaitu BPJS Kesehatan.
Informan mengatakan bahwa penyelenggaraan jkn hanya dilakukan 1 pintu saja yaitu BPJS.
penyelenggaraannya dilakukan oleh BPJS Kesehatan.
MDA
- Berdasarkan UU SJSN semua jamkesda harus sudah terintegrasi ke JKN.
- Pemda tidak boleh lagi melakukan jaminan kesehatan sendiri.
- Integrasi sudah dilaksanakan per 1 Sep 2017.
Informan mengatakan bahwa semua jamkesda harus sudah berintegrasi ke JKN.
Bagaimana Proses Komunikasi dalam Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
DSA
Proses komunikasi sudah berjalan dengan baik karena untuk pencapaian target integrasi dibutuhkan berbagai pihak yang terkait dengan proses pengintegrasian ini, pihak terkait antara lain Sekertaris Daerah, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Informan mengatakan bahwa proses komunikasi sudah berjalan dengan baik dan banyak pihak yang terlibat.
Proses komunikasi sudah terjalin dengan baik, hal tersebut ditandai dengan diadakannya rapat koordinasi dari para pihak terkait pada saat sebelum proses integrasi, dan dijadwalkan per triwulan untuk diadakan rapat monitoring dan evaluasi.
DSN Komunikasi dilakukan sudah cukup baik, kalau di Bappeda cuma sebagai perencana anggaran saja.
Informan mengatakan bahwa komunikasi dilakukan sudah cukup baik.
KRM
Dari pihak pelaksana sudah terjalin komunikasi yang baik, Dinas Sosial dilibatkan terkait kriteria masyarakat miskin dan verifikasi serta validasi data kepesertaan yang wajib menerima kartu JKN
Informan mengatakan bahwa pihak pelaksana dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana dan BPJS sudah melakukan komunikasi dengan baik.
MDA
BPJS sebagai fasilitator, dan pihak terkaitnya yaitu Dinkes, Dinsos, Disnaker, BKD, Kepegawaian, Puskesmas dan Rumah Sakit Se-Kabupaten Bombana. Tujuannya yaitu untuk perluasan kepesertaan, dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
Informan mengatakan bahwa dalam proses komunikasi, BPJS sebagai fasilitatornya.
180
Apakah isi dan pesan mengenai implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN?
DSA
Proses integrasi di Kabupaten Bombana baru bisa terlaksana per Januari 2018, dan dilakukan bertahap, diharapkan untuk tahun ini semua peserta jamkesda sudah bisa terakomodir untuk berintegrasi ke JKN.
Informan mengatakan bahwa integrasi di Kabupaten Bombana baru terlaksana per 1 Januari 2018.
Proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira wajib dilakukan di Kabupaten Bombana untuk mencapai target UHC 2019, dimana integrasi merupakan proses penyatuan program antara pusat dan daerah.
DSN Wajib dilakukan integrasi untuk mencapai Universal Health Coverage 2019.
Informan mengatakan bahwa integrasi wajib dilakukan.
KRM Integrasi itu adalah proses penyatuan antara program pusat dan program daerah, dalam hal ini integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Informan mengatakan bahwa integrasi merupakan penyatuan program pusat dan daerah.
MDA Isi dan pesan dari integrasi sudah dipahami dan sudah disosialisasikan serta diterapkan di masyarakat.
Informan mengatakan bahwa proses integrasi sudah disosialisasikan dan telah diterapkan dimasyarakat.
Bagaimana metode komunikasi yang dilakukan? DSA
Melalui rapat koordinasi, dan pelaksananya adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana dan BPJS Kesehatan Kabupaten Bombana.
Informan mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi.
Metode komunikasi yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi lintas sektor.
DSN
Rapat koordinasi dilakukan sebelum proses integrasi dengan melibatkan lintas sektor untuk melakukan persiapan dan membahas strategi-strategi untuk percepatan integrasi tersebut.
Informan mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi.
KRM Dengan cara rapat koordinasi lintas sektor.
Informan mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi.
MDA
BPJS sebagai fasilitator untuk mengadakan forum diskusi yang tujuannya adalah untuk perluasan kepesertaan dan peningkatan mutu pelayanan kesehatan masyarakat.
Informan mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi.
181
Siapakah yang menjadi sasaran komunikasi mengenai pemahaman dan kebijakan tersebut?
DSA Sekretaris Daerah, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
Informan mengatakan bahwa ada 3 dinas terkait yang terlibat secara umum untuk integrasi tersebut.
Sasaran komunikasi adalah Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil.
DSN Bappeda, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, Dinas Kesehatan, dan Biro hokum.
Informan mengatakan bahwa ada 5 dinas terkait yang terlibat secara umum untuk integrasi tersebut.
KRM Dinas Sosial, Dinas Kesehatan, dan TKPKD (Tim Koordinasi Pemberantasan Kemiskinan Daerah) di Bappeda.
Informan mengatakan bahwa ada 3 dinas terkait yang terlibat secara umum untuk integrasi tersebut.
MDA
Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, BPMD, Badan Keuangan Daerah, Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Puskesmas dan Rumah Sakit.
Informan mengatakan bahwa ada 8 dinas terkait yang terlibat secara umum untuk integrasi tersebut.
Apa saja media yang digunakan dalam proses komunikasi?
DSA Persentase menggunakan slide oleh Dinas Kesehatan dan BPJS selanjutnya dilakukan diskusi antar para peserta rapat.
Informan mengatakan bahwa medianya yaitu melakukan persentase.
Media komunikasi yang digunakan adalah persentase menggunakan powerpoint dan selanjutnya dilakukan diskusi atau tanya jawab.
DSN Kami dibagikan draft berisi powerpoint yang akan dipersentasekan.
Informan mengatakan bahwa medianya yaitu melakukan persentase.
KRM Slide ppt dan diskusi. Informan mengatakan bahwa medianya yaitu melakukan persentase.
MDA Persentase menggunakan powerpoint. Informan mengatakan bahwa medianya yaitu melakukan persentase.
Apa saja yang menjadi kendala selama proses komunikasi berlangsung?
DSA
Karena baru saja dilakukan integrasi jadi masih kurangnya pemahaman tentang proses pengintegrasian tersebut. Pelaksana harus menjelaskan secara detail dulu dari awal dan informan mengatakan bahwa mengapa harus dilakukan integrasi dari Jamkesda ke JKN.
Informan mengatakan bahwa masih ada sebagian besar pihak yang terlibat masih kurang memahami tentang apa itu integrasi.
Tidak ada kendala dalam proses komunikasi.
182
DSN Tidak ada kendala dalam proses komunikasi. Yang menjadi kendala hanya pada proses pengintegrasian saja.
Informan mengatakan bahwa tidak ada kendala bermakna dalam proses komunikasi.
KRM
Sejauh ini tidak ada kendala dalam komunikasi karena rapat koordinasi baru dilakukan 1 (satu) kali, itupun dilakukan pada saat sebelum melakukan integrasi.
Informan mengatakan bahwa sejauh ini tidak ada kendala dalam proses komunikasi.
MDA Tidak ada karena kami menyampaikan dengan cukup jelas dan secara detail.
Informan mengatakan bahwa pihak BPJS memberikan informasi yang cukup jelas.
Apakah informasi dan perintah mengenai integrasi Jamkesda ke JKN sudah konsisten?
DSA Sudah konsisten bahwa pelaksanaan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN dilakukan di tahun 2018 ini.
Informan mengatakan bahwa informasi tentang integrasi sudah konsisten.
Komunikasi yang dilakukan sudah konsisten.
DSN Sudah konsisten dan sudah ada dalam DPA Dinas Kesehatan itu dananya.
Informan mengatakan bahwa informasi tentang integrasi sudah konsisten.
KRM Sudah konsisten karena kami juga sudah menyerahkan data-data terkait data kepesertaan.
Informan mengatakan bahwa informasi tentang integrasi sudah konsisten.
MDA
Sudah konsisten, buktinya sudah tertuang dalam DPA Dinas Kesehatan terkait dana untuk penyelenggaraan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Informan mengatakan bahwa informasi tentang integrasi sudah konsisten.
Sumber daya
Siapa sajakah pihak yang terlibat dalam implementasi integrasi jamkesda ke JKN
DSA Sekretaris Daerah, Dinas Sosial, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil.
Informan mengatakan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam proses integrasi ini.
Pihak yang terlibat secara umum adalah Dinas Kesehatan, Dinas Sosial,
183
DSN Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, Dinas Ketenagakerjaan, BPJS Kesehatan.
Informan mengatakan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam proses integrasi ini.
Bappeda, dan BPJS.
KRM Dinas Kesehatan, Bappeda, dan Dinas Sosial sendiri.
Informan mengatakan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam proses integrasi ini.
MDA
Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Dinas Ketenagakerjaan, BPMD, Badan Keuangan Daerah, Badan Kepegawaian Daerah, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, Puskesmas dan Rumah Sakit.
Informan mengatakan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam proses integrasi ini.
Apakah jumlah pihak yang terlibat dalam implementasi integrasi jamkesda ke JKN sudah dirasa cukup.
DSA Sudah cukup dalam ketersediaan staf khususnya di Dinas Kesehatan sendiri.
Informan mengatakan bahwa jumlah pihak yang terlibat sudah cukup untuk level kabupaten.
Ketersediaan staf dalam proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sudah cukup.
DSN Untuk level kabupaten dirasa sudah cukup. Informan mengatakan bahwa jumlah pihak yang terlibat sudah cukup untuk level kabupaten.
KRM Sudah cukup dalam ketersediaan staf, dan banyak pihak yang berperan untuk membantu kelancaran program ini.
Informan mengatakan bahwa jumlah pihak yang terlibat sudah cukup untuk level kabupaten.
MDA Sudah cukup dalam ketersediaan staf, kami kerja sama dengan Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
Informan mengatakan bahwa jumlah pihak yang terlibat sudah cukup untuk level kabupaten.
Apakah terdapat pedoman atau strategi untuk implementasi integrasi jamkesda ke JKN.
DSA
Strategi yang digunakan yaitu pimpinan daerah langsung memerintahkan kepada pihak terkait seperti camat, kepala desa, lurah untuk mempercepat proses validasi dan verifikasi peserta dan perekaman e-KTP oleh Discapil.
Informan mengatakan bahwa strategi yang digunakan yaitu berupa perintah langsung dari pimpinan daerah. Sebagian besar informan
utama kurang mengetahui mengenai pedoman implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
DSN - Sosialisasi kepada masyarakat. - Rapat koordinasi lintas sektor. - Rapat internal antar Dinas Kesehatan dengan
Informan mengatakan bahwa strategi yang dilakukan yaitu dengan sosialisasi dan rapat koordanasi.
184
BPJS Kesehatan.
KRM Tidak ada pedoman atau strategi khusus dalam melaksanakan implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Informan mengatakan bahwa tidak ada strategi khusus dalam proses integrasi ini.
MDA Strateginya yaitu melakukan pendataan disertai NIK, kalau pedomannya masih menggunakan pedoman pelayanan BPJS.
Informan mengatakan bahwa strategi yang dilakukan yaitu dengan melakukan pendataan kepesertaan.
Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dala integrasi jamkesda ke JKN.
DSA Kalau sarana dan prasarana khusus tidak ada ya.. Cuma menggunakan software data kepesertaan saja.
Informan mengatakan bahwa tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus.
Sebagian besar informan menyatakan tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus.
DSN Spanduk dan liflet. Informan mengatakan bahwa membutuhkan spanduk dan liflet.
KRM Tidak ada. Hanya berkoordinasi sesuai dengan rekomendasi yang dibutuhkan dari Dinas Kesehatan.
Informan mengatakan bahwa tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus.
MDA Untuk menjangkau masyarakat di daerah terpencil, Dinas Kesehatan menyiapkan Puskesmas Keliling.
Informan mengatakan bahwa sarana dan prasarana yang dibutuhkan yaitu puskesmas keliling.
Berapa besar jumlah dana yang diterima setiap tahunnya dan dengan jumlah dana yang diterima tersebut apakah mencukupi kebutuhan.
DSA Saya rasa sudah cukup untuk tahap awal yaitu Rp. 23.000 dikali 38.331 jiwa setiap bulannya.
Informan mengatakan bahwa dana yang dianggarkan untuk program ini sudah cukup.
Dana yang gunakan sudah cukup tersedia untuk proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN, dan juga didukung dengan anggaran daerah yang cukup besar.
DSN
Dananya untuk tahun ini sudah cukup dan anggarannya cukup besar untuk program ini karena diharapkan dapat menjangkau target yang diharapkan.
Informan mengatakan bahwa dana yang digunakan untuk program ini cukup besar.
KRM Arah pertanyaan seharusnya ke Dinas Kesehatan. Dinas Sosial hanya pada validasi data saja
Informan mengatakan bahwa kurang mengetahui masalah anggaran.
MDA Dana untuk integrasi sudah tersedia dan sejauh ini sudah cukup untuk menjangkau peserta Jamkesda-Gembira yang terintegrasi.
Informan mengatakan bahwa dana yang tersedia sudah cukup.
185
Darimanakah sumber dana utama integrasi jamkesda ke JKN.
DSA APBD. Informan mengatakan bahwa sumber dananya berasal dari APBD.
Sumber dana yang digunakan berasal dari APBD.
DSN APBD. Informan mengatakan bahwa sumber dananya berasal dari APBD.
KRM Arah pertanyaan seharusnya ke Dinas Kesehatan. Dinas Sosial hanya pada validasi data saja.
Informan mengatakan bahwa kurang mengetahui masalah anggaran.
MDA APBD. Informan mengatakan bahwa sumber dananya berasal dari APBD.
Disposisi Bagaimana sikap dan tanggapan anda mengenai implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
DSA
Dengan adanya program integrasi ini dapat sangat membantu masyarakat karena sangat bermanfaat dalam hal jaminan kesehatannya, dan sekarang BPJS yang mengelola keuangannya jadi mereka yang bertanggung jawab dalam hal pengelolaannya, diharapkan akan terjadi efisiensi pemanfaatan pelayanan kepada masyarakat.
Informan mengatakan bahwa sangat mendukung program integrasi ini.
Sikap dan tanggapan dari informan yaitu sangat setuju dan mendukung program implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
DSN
Sangat setuju karena dapat menjangkau masyarakat lebih meluas, dan melakukan pelayanan dari tingkat primer sampai tingkat rujukan.
Informan mengatakan bahwa sangat mendukung program integrasi ini.
KRM
Program integrasi ini sangat bagus ya.. Disamping kita membantu program pusat, disisi lain juga dapat membantu program kami dapat melakukan validasi dan verifikasi masyarakat miskin atau kurang mampu di Kabupaten Bombana ini.
Informan mengatakan bahwa sangat mendukung program integrasi ini.
MDA
Saya sangat mendukung program integrasi ini karena semua bentuk pengelolaannya dilakukan di BPJS Kesehatan, target kami seluruh masyarakat di Kabupaten Bombana dapat memiliki jaminan kesehatan, walaupun dilakukan secara bertahap dan berpatokan
Informan mengatakan bahwa sangat mendukung program integrasi ini.
186
pada anggaran daerah yang disediakan. Apa bentuk komitmen anda dalam mendukung integrasi jamkesda ke JKN
DSA Dalam bentuk MoU pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan.
Informan mengatakan bahwa ada komitmen yang telah dibuat.
Ada MoU dan perjanjian kerja sama antara pemerintah daerah dengan BPJS Kesehatan.
DSN
Sesuai dengan tupoksi kami yaitu melakukan perencanaan anggaran terkait dengan integrasi dan melakukan koordinasi dengan leading sektornya.
Informan mengatakan bahwa ada komitmen yang telah dibuat.
KRM
Sesuai dengan tupoksi kami, jadi bentuk komitmen kami yaitu membantu melakukan validasi dan verifikasi data penduduk miskin dan kurang mampu yang termasuk dalam data kepesertaan JKN.
Informan mengatakan bahwa ada komitmen yang telah dibuat.
MDA Dalam bentuk MoU dan Perjanjian kerja sama dengan BPJS Kesehatan.
Informan mengatakan bahwa ada komitmen yang telah dibuat.
Struktur Organisasi Apakah terdapat petunjuk pelaksanaan (SOP) dalam implementasi integrasi jamkesda ke JKN.
DSA SOPnya ada dalam peraturan Bupati Bombana terkait integrasi.
Informan mengatakan bahwa ada SOP dalam Peraturan Bupati Bombana.
SOP integrasi berada dalam Peraturan Bupati Bombana tentang Pedoman Pelaksanaan Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
DSN Tidak ada SOP. Informan mengatakan bahwa tidak ada SOP terkait integrasi.
KRM Tidak tahu tentang SOP tentang integrasi. Informan mengatakan bahwa tidak mengetahui tentang SOP.
MDA Mengacu pada Pepres No. 19 tahun 2016 tentang jaminan kesehatan.
Informan mengatakan bahwa SOP pelaksanaan integrasi mengacu pada Perpres No. 19 Tahun 2016.
Apakah terdapat pembagian kerja dan tanggungjawab bagi para pelaksana dalam implementasi integrasi jamkesda ke JKN. DSA
- Tupoksi umum ditetapkan pemerintah daerah No. 40 tahun 2017 tentang pembentukan OPB.
- Peraturan Bupati tahun 2016 tentang tupoksi Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
- Raperbup RPJMD 2017-2022.
Informan mengatakan bahwa terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab yang tertuang dalam Peraturan Bupati Bombana Tahun 2016. Ketersediaan Pembagian
kerja dan tanggung jawab ada dalam Permenkes No. 28 tahun 2014.
187
DSN Pedomannya ada di Permenkes 28 Tahun 2014 Bappeda bertanggung jawab untuk perencanaan anggaran.
Informan mengatakan bahwa pembagian kerja ada dalam Permenkes 28 Tahun 2014.
KRM Pedomannya ada di Permenkes 28 Tahun 2014 Dinsos bertanggung jawab atas kepesertaan.
Informan mengatakan bahwa pembagian kerja ada dalam Permenkes 28 Tahun 2014.
MDA Mengacu pada Permenkes yang disesuaikan dengan wilayah di daerah masing-masing.
Informan mengatakan bahwa pembagian kerja ada dalam Permenkes 28 Tahun 2014.
Indikator Formulasi Kebijakan Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN Apakah ada kebijakan daerah tentang implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
DSA
Kalau di tingkat daerah sudah ada dalam bentuk Peraturan Bupati Bombana No. 026 Tahun 2018 tentang pedoman pelaksanaan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Informan mengatakan bahwa sudah ada kebijakan tentang integrasi tersebut.
Regulasi di daerah masih mengacu pada peraturan-peraturan di pusat terkait implementasi integrasi Jamkesda ke JKN, dan untuk ditingkat daerah sudah ada dalam bentuk peraturan bupati.
DSN UU SJSN, kalau didaerah masih mengikuti peraturan-peraturan dari pusat.
Informan mengatakan bahwa kebijakannya masih mengacu pada kebijakan dan peraturan dari pusat.
KRM Kalau masalah regulasi, mungkin Dinas Kesehatan sebagai leading sektornya yang lebih tahu.
Informan mengatakan bahwa kurang mengetahui mengenai kebijakan tingkat daerah terkait integrasi.
MDA Masih mengacu pada Perpres Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Peraturan Presiden Tentang Jaminan Kesehatan.
Informan mengatakan bahwa masih mengacu pada peraturan presiden nomor 19 tahun 2016.
188
Lampiran 5. MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM INFORMAN TRIANGULASI
ANALISIS IMPLEMENTASI INTEGRASI JAMKESDA-GEMBIRA KE JKN DI KABUPATEN BOMBANA
Indikator Syarat-Syarat Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Pertanyaan Informan Jawaban Informan Reduksi Kesimpulan
Apa saja yang menjadi syarat-syarat proses pengintegrasian jamkesda ke JKN?
ARY Semua warga Bombana yang memiliki kartu Jamkesda bisa terintegrasi ke JKN.
Informan mengatakan semua warga Bombana bisa menjadi peserta JKN.
Syarat integrasi adalah memiliki NIK, memiliki kartu Jamkesda-Gembira dan terdaftar di BPJS, serta harus ada data kepesertaan.
MNN Untuk tahap awal di utamakan untuk masyarakat miskin dulu dan selanjutnya dilakukan secara bertahap ke masyarakat kurang mampu, dan selanjutnya masyarakat yang mampu, sehingga seluruh masyarakat di Bombana dapat memiliki kartu jaminan kesehatan yang terintegrasi.
Informan mengatakan bahwa program integrasi JKN lebih diutamakan untuk masyarakat yang kurang mampu.
AIA - Memiliki NIK. - Memiliki kartu Jamkesda-Gembira. - Terdaftar di BPJS. - Masuk dalam kriteria masyarakat miskin oleh
Dinsos
Informan menyatakan secara jelas apa-apa saja yang menjadi syarat integrasi jamkesda ke JKN.
RAM
Harus memiliki data kepesertaan, untuk wilayah kerja Puskesmas Rumbia, diusulkan sekitar 400 jiwa.
Informan mengatakan bahwa ada 400 jiwa yang diusulkan menjadi peserta JKN di wilayah kerja Puskesmas Rumbia.
189
Indikator Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
Komunikasi
Apa yang menghambat proses integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sehingga baru bisa terlaksana pada tahun 2018?
ARY Yang menghambat itu sebenarnya karena regulasi ditingkat daerahnya belum ada dan juga anggarannya masih dalam proses perundingan dengan DPR.
Informan mengatakan bahwa faktor yang menghambat yaitu karena masih terkendala di anggaran dan regulasi.
Faktor yang menghambat proses integrasi jamkesda ke jkn di Kabupaten Bombana yaitu karena adanya komitmen pimpinan daerah untuk tetap melanjutkan program Jamkesda-Gembira, dan juga anggaran daerah yang masih kurang.
MNN
Pemerintah daerah belum mampu untuk menyerahkan dananya ke BPJS.
Informan mengatakan bahwa pemda belum mampu bekerja sama dengan BPJS dalam hal pengtranferan dana penyelenggaraan JKN di Kabupaten Bombana.
AIA Indikator masyarakat prasejahtera belum sinkron dengan data di DisCapil dan BPS.
Informan mengatakan bahwa indikator penerima JKN belum sinkron.
RAM Mungkin karena faktor komitmen pimpinan daerah yang masih mau melanjutkan program Jamkesda-Gembiranya.
Informan mengatakan bahwa salah satu faktor penghambatnya yaitu karena adanya komitmen pimpinan daerah.
Bagaimana pemahaman anda mengenai implementasi integrasi Jamkesda ke JKN
ARY Dengan adanya integrasi semua pusat pelayanan kesehatan masyarakat terpusat dilakukan di BPJS.
Informan mengatakan bahwa dengan adanya integrasi ke JKN ini semua pelayanan kesehatan dilakukan di BPJS.
Semua informan sudah mengetahui dengan jelas proses-proses pengintegrasian Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
MNN Proses integrasi baru saja bisa terlaksana, prosesnya mulai dari membuat regulasi ditingkat daerah, membuat SPK dengan BPJS setempat, mengvalidasi dan verifikasi data kepesertaan.
Informan mengatakan bahwa proses integrasi di kabupaten Bombana baru saja terlaksana di tahun 2018.
190
AIA Proses integrasi yaitu semua peserta yang masuk dalam peserta Jamkesda-Gembira dan datanya ada di BPJS maka ia termasuk dalam bagian integrasi sebagai peserta JKN.
Informan mengatakan bahwa semua peserta Jamkesda-Gembira dan terdaftar di BPJS maka secara langsung ia termasuk sebagai peserta JKN.
RAM Kalau kami di Puskesmas hanya dilibatkan dalam proses validasi dan verifikasi data kepesertaan dari Dinas Sosial untuk wilayah kerja Puskesmas Rumbia dan untuk memberi pelayanan kesehatan.
Informan mengatakan bahwa dalam proses integrasi, puskesmas dilibatkan dalam proses validasi dan verifikasi data kepesertaan JKN.
Bagaimana proses komunikasi dalam implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
ARY Proses komunikasi dilakukan melalui rapat koordinasi lintas sektor. Pihak yang terkait yaitu BPJS, camat dan kepala desa, kepala puskesmas dan pengelola Jamkesda di Puskesmas.
Informan mengatakan bahwa proses komunikasi dilakukan melalui rapat koordinasi lintas sektor.
Proses koordinasi sudah terjalin dengan baik, baik lintas sektor, secara internal, dan sampai pada puskesmas-puskesmas se-Kabupaten Bombana.
MNN Proses komunikasi dilakukan baik secara internal di lingkup Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana, maupun secara eksternal dengan berbagai pihak terkait.
Informan mengatakan bahwa komunikasi dilakukan dengan baik secara internal maupun eksternal.
AIA Rapat koordinasi dan sosialisasi lintas sektor antara pimpinan daerah, Kepala Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Kepala Puskesmas dan Direktur RS.
Informan mengatakan bahwa proses komunikasi yang dilakukan yaitu dengan rapat koordinasi dan sosialisasi.
RAM Kalau ada rapat koordinasi pasti kami dilibatkan untuk rapat dan kalau ada informasi terbaru tentang integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN kami di Puskesmas, bahkan mungkin seluruh puskesmas se-Kabupaten Bombana disampaikan melalui surat-menyurat.
Informan mengatakan bahwa dalam proses komunikasi puskesmas dilibatkan dalam rapat koordinasi yang diadakan oleh Dinas Kesehatan dan BPJS.
191
Apakah isi dan pesan mengenai implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN?
ARY - Proses integrasi mempermudah pelayanan. - Proses integrasi mempermudah proses
pengklaiman anggaran.
Informan mengatakan bahwa proses integrasi dapat mempermudah pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Dengan adanya integrasi dapat mempermudah pelayanan kepada masyarakat dan mempermudah masyarakat untuk mendapat pelayanan.
MNN Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN mengacu pada program pemerintah pusat dan mewajibkan Kabupaten/Kota untuk melakukan integrasi.
Informan mengatakan bahwa integrasi mengacu pada program pusat.
AIA Harus segera dilakukan integrasi per 1 Januari 2018 dan sudah tidak ada lagi penerbitan kartu Jamkesda-Gembira setelah 31 Desember 2017.
Informan mengatakan bahwa integrasi harus segera dilaksanakan per 1 Januari 2018.
RAM Dengan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN, kartu JKN-KIS dapat digunakan disemua tempat.
Informan mengatakan bahwa dengan dilakukannya integrasi berarti kartu JKN-KIS dapat digunakan di semua tempat.
Bagaimana metode komunikasi yang dilakukan?
ARY Rapat koordinasi lintas sektor oleh BPJS, Camat dan Kepala Desa, Badan Pusat Statistik, Kepala Puskesmas dan Pengelola Jamkesda-Gembira se-Kabupaten Bombana.
Informan mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi.
Metode komunikasi yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi dan sosialisasi lintas sektor.
MNN - Rapat koordinasi internal Dinas Kesehatan. - Rapat koordinasi lintas sektor.
Informan mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi.
AIA Rapat koordinasi dan sosialisasi lintas sektor antar pimpinan daerah, BPJS, Kepala Dinas Kesehatan, Dinas sosial, Kepala Puskesmas, dan Direktur Rumah Sakit.
Informan mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi.
RAM Untuk koordinasi dengan kabupaten biasanya langsung melalui rapat koordinasi di aula rapat Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
Informan mengatakan bahwa metode yang digunakan adalah dengan cara rapat koordinasi.
192
Siapakah yang menjadi sasaran komunikasi mengenai pemahaman dan kebijakan tersebut?
ARY BPJS, Camat dan Kepala Desa, Badan Pusat Statistik, Kepala Puskesmas dan Pengelola Jamkesda-Gembira se-Kab.Bombana.
Informan mengatakan bahwa banyak pihak terkait yang terlibat secara umum untuk integrasi tersebut.
Sasaran komunikasi adalah Dinas Kesehatan, BPJS, dan Puskesmas se-Kab. Bombana.
MNN Para pengelola Jamkesda-Gembira dan Kepala Puskesmas se-Kabupaten Bombana.
Informan mengatakan bahwa pihak yang terlibat langsung dengan proses ini adalah para pengelola Jamkesda-Gembira di Dinas Kesehatan.
AIA Pimpinan daerah, BPJS, Kepala Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Kepala Puskesmas, dan Direktur Rumah Sakit.
Informan mengatakan bahwa pimpinan daerah menjadi pihak penting yang terlibat dalam proses ini.
RAM Sasarannya yaitu kami-kami ini para kepala Puskesmas se-Kabupaten Bombana selaku pemberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
Informan mengatakan bahwa sasaran komunikasi integrasi yaitu para kepala puskesmas.
Apa saja media yang digunakan dala proses komunikasi?
ARY
Diskusi dan persentase ppt.
Informan mengatakan bahwa medianya yaitu melakukan persentase dan diskusi.
Media komunikasi yang digunakan adalah persentase menggunakan powerpoint dan selanjutnya dilakukan diskusi atau tanya jawab.
MNN Persentase powerpoint.
Informan mengatakan bahwa medianya yaitu melakukan persentase.
AIA LCD.
Informan mengatakan bahwa medianya yaitu melakukan persentase menggunakan LCD.
RAM Slide.
Informan mengatakan bahwa medianya yaitu melakukan persentase.
Apa saja yang menjadi kendala selama proses komunikasi berlangsung?
ARY - Pemahaman tentang proses integrasi masih minim.
- Masih perlu penyesuaian dalam pelayanan JKN, khususnya untuk kasus emergency.
Informan mengatakan bahwa masih ada sebagian besar pihak yang terlibat kurang memahami tentang apa itu integrasi.
Kendala komunikasi yaitu masih kurangnya pemahaman tentang implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
193
MNN Kendala ada pada awal proses implementasi integrasi yaitu pada tahap verifikasi data kepesertaan. Peserta Jamkesda-Gembira masih harus diverifikasi apakah sudah mempunyai NIK atau belum.
Informan mengatakan bahwa kendala terjadi pada tahap awal proses implementasi integrasi.
AIA Untuk tahap awal belum diketahuinya jumlah masyarakat yang sudah terintegrasi sehingga penganggaran dan pengklaiman belum bisa dilakukan.
Informan mengatakan bahwa sejauh ini belum diketahui jumlah pasti peserta yang akan terintegrasi ke JKN.
RAM Perlu penyampaian komunikasi yang rinci dan konsistensi agar kami di Puskesmas tidak salah dalam melakukan pelayanan.
Informan mengatakan bahwa perlu informasi yang jelas terkait proses implementasi integrasi tersebut.
Apakah informasi dan perintah mengenai integrasi Jamkesda ke JKN sudah konsisten?
ARY Informasi yang disampaikan sudah konsisten, dimana kami sudah mendistribusikan kartu JKN ke puskesmas-puskesmas ditandai dengan adanya berita acara penerimaan kartu JKN di Puskesmas.
Informan mengatakan bahwa informasi tentang integrasi sudah konsisten.
Komunikasi yang dilakukan sudah konsisten.
MNN Sudah konsisten dan sudah ada dalam DPA Dinas Kesehatan itu dananya.
Informan mengatakan bahwa informasi tentang integrasi sudah konsisten.
AIA Sudah konsisten, karena sudah ada pendistribusian kartu JKN-KIS sebagai pengganti kartu Jamkesda-Gembira yang terintegrasi ke JKN.
Informan mengatakan bahwa informasi tentang integrasi sudah konsisten.
RAM Sudah konsisten, buktinya sudah tertuang dalam DPA Dinas Kesehatan terkait dana untuk penyelenggaraan integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Informan mengatakan bahwa informasi tentang integrasi sudah konsisten.
Sumber daya
Siapa sajakah pihak yang terlibat dalam implementasi integrasi jamkesda ke JKN
ARY BPS, BPJS, Pengolela Jamkesda-Gembira Dinas Kesehatan, Kabag Hukum, Para Camat, Kepala Desa, dan Kepala Puskesmas.
Informan mengatakan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam proses integrasi ini.
Pihak yang terlibat adalah Dinas Kesehatan, BPJS, Puskesmas dan Rumah
194
MNN Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Bappeda, Kabag Hukum, BPJS Kesehatan.
Informan mengatakan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam proses integrasi ini.
Sakit.
AIA BPJS dan Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana.
Informan mengatakan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam proses integrasi ini.
RAM Dinas Kesehatan, BPJS, dan Puskesmas se-Kabupaten Bombana serta RSUD Kabupaten Bombana.
Informan mengatakan bahwa banyak pihak yang terlibat dalam proses integrasi ini.
Apakah jumlah pihak yang terlibat dalam implementasi integrasi jamkesda ke JKN sudah dirasa cukup.
ARY Sudah cukup, staf yang terlibat : - BPS : menyediakan data dan nama. - BPJS : Pembuatan kartu JKN-KIS. - Dinkes : Pendistribusian dan laporan
bulanan penggunaan kartu. - Camat : Pengawasan pendistribusian kartu. - Kapus : Distribusi dan laporan bulanan.
Informan mengatakan bahwa jumlah pihak yang terlibat sudah cukup untuk level kabupaten.
Ketersediaan staf dalam proses implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN sudah cukup.
MNN Banyak pihak yang terlibat dalam program ini jadi dirasa sudah cukup untuk membantu proses pengintegrasian tersebut.
Informan mengatakan bahwa jumlah pihak yang terlibat sudah cukup untuk level kabupaten.
AIA Sudah cukup karena proses pelayanannya juga sudah dilakukan 1 pintu saja yaitu di BPJS.
Informan mengatakan bahwa jumlah pihak yang terlibat sudah cukup untuk level kabupaten.
RAM Sudah cukup, bahkan banyak pihak yang terlibat, kami di puskesmas dilibatkan, pengelola Jamkesda-Gembira juga di tiap-tiap Puskesmas juga dilibatkan.
Informan mengatakan bahwa jumlah pihak yang terlibat sudah cukup untuk level kabupaten.
Apakah terdapat pedoman atau strategi untuk implementasi integrasi jamkesda ke JKN.
ARY Memperbanyak sosialisasi akan pentingnya integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN dilakukan, selanjutnya puskesmas juga melakukan sosialisasi ke masyarakat diwilayah kerjanya.
Informan mengatakan bahwa strategi yang digunakan yaitu dengan memperbanyak sosialisasi.
Strategi yang digunakan yaitu sosialisasi dan pedomannya mengacu pada pedoman pusat.
195
MNN Tidak ada pedoman atau strategi khusus dalam melaksanakan implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN karena ini program yang wajib dilakukan oleh kabupaten jadi kami mengacu pada pedoman dan strategi pusat.
Informan mengatakan bahwa tidak ada strategi khusus yang digunakan dalam proses implementasi integrasi ini.
AIA
- Sosialisasi internal Dinas Kesehatan (Kapus dan pengelola Jamkesda-Gembira).
- Rapat lintas sektor di kecamatan. - Sosialisasi dengan pimpinan daerah dan
sektor terkait.
Informan mengatakan bahwa sosialisasi internal dan rapat lintas sektor merupakan salah satu strategi yang digunakan.
RAM
Strateginya yaitu kami melakukan pendataan kembali untuk mengupdate data kepesertaan kerja sama dengan kelurahan, selanjutnya kami mengusulkan ke dinas untuk di proses pengintegrasian. Untuk tahap awal kami mengajukan sebanyak 400 jiwa untuk wilayah Puskesmas Rumbia.
Informan mengatakan bahwa strategi yang dilakukan yaitu dengan melakukan pendataan kepesertaan.
Apa saja sarana dan prasarana yang dibutuhkan dala integrasi jamkesda ke JKN.
ARY Tidak ada.
Informan mengatakan bahwa tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus.
Tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus, tetapi yang digunakan hanya software offline saja
MNN tidak memerlukan sarana dan prasaran khusus.
Informan mengatakan bahwa tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus.
AIA Software offline berisi data kepesertaan yang terintegrasi di BPJS Kesehatan Kabupaten Bombana.
Informan mengatakan bahwa sarana dan prasarana yang digunakan berupa software offline dari BPJS.
RAM tidak memerlukan sarana dan prasaran khusus.
Informan mengatakan bahwa tidak membutuhkan sarana dan prasarana khusus.
Berapa besar jumlah dana yang diterima setiap
ARY Sudah cukup, ada dana saving sebanyak 6 M untuk peserta yang terintegrasi per September
Informan mengatakan bahwa dana yang dianggarkan untuk program ini
Dana yang digunakan sudah cukup tersedia untuk proses
196
tahunnya dan dengan jumlah dana yang diterima tersebut apakah mencukupi kebutuhan.
2017, kami mengajukan 22 M untuk tahun 2018 tapi baru di acc sebesar 10 M.
sudah cukup. implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
MNN Dananya untuk tahun ini sudah cukup untuk menjangkau jumlah yang sudah terintegrasi sebanyak 38.331 jiwa.
Informan mengatakan bahwa dana yang digunakan untuk program ini cukup besar.
AIA Kalau masalah anggaran, bisa kita tanyakan langsung di Bidang Pelayanan dan Sumber Daya Manusia Kesehatan selaku koordinator tim integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
Informan mengatakan bahwa kurang mengetahui masalah anggaran.
RAM Puskesmas tidak tahu menahu tentang anggaran karena kami sebatas pelayanan saja, dan mengajukan jumlah peserta penerima kartu jaminan kesehatan di wilayah kami.
Informan mengatakan bahwa kurang mengetahui masalah anggaran.
Darimanakah sumber dana utama integrasi jamkesda ke JKN.
ARY APBD.
Informan mengatakan bahwa sumber dananya berasal dari APBD.
Sumber dana yang digunakan berasal dari APBD
MNN APBD.
Informan mengatakan bahwa sumber dananya berasal dari APBD.
AIA APBD.
Informan mengatakan bahwa sumber dananya berasal dari APBD.
RAM APBD.
Informan mengatakan bahwa sumber dananya berasal dari APBD.
Disposisi Bagaimana sikap dan tanggapan anda mengenai implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN
ARY Mendukung, dengan adanya integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN maka diharapkan seluruh masyarakat Kabupaten Bombana dapat memiliki kartu jaminan kesehatan dan mendapat pelayanan kesehatan yang layak.
Informan mengatakan bahwa sangat mendukung program integrasi ini.
Seluruh informan menyatakan setuju dan mendukung program implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
MNN Setuju dan mendukung program ini. Karena dari segi kelancaran sudah jelas harus berdasarkan by NIK by Adress baru dimasukkan ke JKN.
Informan mengatakan bahwa sangat setuju dan mendukung program integrasi ini.
197
AIA Setuju, karena proses pelayanan sudah dilakukan 1 pintu, sehingga tidak akan terjadi masyarakat yang memiliki kartu jaminan kesehatan yang lebih dari satu (tumpang tindih).
Informan mengatakan bahwa sangat setuju dengan program integrasi ini.
RAM Menurut saya itu bagus khususnya untuk masyarakat miskin dan kurang mampu.
Informan mengatakan bahwa program integrasi ini sangat bagus.
Apa bentuk komitmen anda dalam mendukung integrasi jamkesda ke JKN
ARY Dalam bentuk surat perjanjian.
Informan mengatakan bahwa bentuk komitmennya berupa surat perjanjian.
Bentuk komitmennya berupa surat penjanjian dan peraturan bupati bombana.
MNN Sekarang masih sementara dikoreksi oleh bagian hukum terkait peraturan bupati bombana terkait masalah integrasi.
Informan mengatakan bahwa ada komitmen yang telah dibuat.
AIA Surat perjanjian kerja sama antara pemerintah daerah dengan BPJS.
Informan mengatakan bahwa bentuk komitmennya berupa surat perjanjian.
RAM Bentuk komitmen kami yaitu menjalankan program JKN dengan memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat.
Informan mengatakan bahwa bentuk komitmennya yaitu dengan memberikan pelayanan kepada masyarakat.
Struktur Organisasi Apakah terdapat petunjuk pelaksanaan (SOP) dalam implementasi integrasi jamkesda ke JKN.
ARY SOPnya ada dalam peraturan Bupati Bombana terkait integrasi.
Informan mengatakan bahwa ada SOP dalam Peraturan Bupati Bombana
SOP integrasi berada dalam Peraturan Bupati Bombana tentang Pedoman Pelaksanaan Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
MNN tidak ada SOP.
Informan mengatakan bahwa tidak ada SOP terkait integrasi.
AIA tidak tahu tentang SOP tentang integrasi.
Informan mengatakan bahwa tidak mengetahui tentang SOP
RAM Mengacu pada Pepres No. 19 tahun 2016 tentang jaminan kesehatan.
Informan mengatakan bahwa SOP pelaksanaan integrasi mengacu pada Perpres No. 19 Tahun 2016.
Apakah terdapat pembagian kerja dan tanggungjawab bagi para pelaksana dalam implementasi integrasi jamkesda ke JKN.
ARY
SOPnya ada dalam peraturan Bupati Bombana terkait integrasi.
Informan mengatakan bahwa terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab yang tertuang dalam Peraturan Bupati Bombana terkait integrasi.
Sebagian informan menyatakan ada SOP tentang integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN di Kabupaten Bombana.
198
MNN SOPnya ada dalam peraturan Bupati Bombana terkait integrasi.
Informan mengatakan bahwa terdapat pembagian tugas dan tanggung jawab yang tertuang dalam Peraturan Bupati Bombana terkait integrasi.
AIA Ada SOP. Informan mengatakan bahwa pembagian kerja ada dalam SOP.
RAM Pasti ada SOPnya di Dinas Kesehatan. Informan mengatakan bahwa pembagian kerja ada dalam SOP.
Indikator Formulasi Kebijakan Implementasi Integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN Apakah ada kebijakan daerah tentang implementasi integrasi Jamkesda-Gembira ke JKN.
ARY Sudah ada dalam bentuk peraturan bupati bombana, dimana didalam peraturan tersebut dinyatakan bahwa Kabupaten Bombana telah berintegrasi dari Jamkesda-Gembira ke JKN.
Informan mengatakan bahwa sudah ada kebijakan tentang integrasi tersebut.
Sebagian besar informan menyatakan masih kurang mengetahui mengenai formulasi kebijakan di tingkat daerah.
MNN Kemarin sempat di bahas di RPJMD sehingga ada peraturan bupati dan MoUnya.
Informan mengatakan bahwa kebijakannya masuk dalam agenda RPJMD.
AIA Untuk sementara masih mengacu pada regulasi ditingkat pusat.
Informan mengatakan bahwa kebijakannya mengacu pada regulasi pusat
RAM Ada di Dinas Kesehatan.
Informan mengatakan bahwa kebijakannya ada di Dinas Kesehatan.
199
Lampiran 6. Dokumentasi Hasil Penelitian
Wawancara Mendalam dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bombana
Wawancara Mendalam dengan Kepala BPJS Kabupaten Bombana
200
Wawancara dan Pengambilan data di Kantor Bappeda Kabupaten Bombana
Wawancara dengan Kepala Seksi Program Keluarga Harapan Dinas Sosial Kabupaten Bombana