analisis faktor penentu pengeluaran wisatawan melalui ...

300
i ANALISIS FAKTOR PENENTU PENGELUARAN WISATAWAN MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH ANALYSIS ON TOURIST’ EXPENDITURE DETERMINANT FACTORS THROUGH SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN CENTRAL KALIMANTAN PROVINCE Oleh : IRAWAN NIM : P0500309074 PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI UNIVERSITAS HASANUDDIN PROGRAM PASCASARJANA MAKASSAR 2013

Transcript of analisis faktor penentu pengeluaran wisatawan melalui ...

i

ANALISIS FAKTOR PENENTU PENGELUARAN WISATAWAN MELALUI

PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

ANALYSIS ON TOURIST’ EXPENDITURE DETERMINANT FACTORS THROUGH SUSTAINABLE DEVELOPMENT

IN CENTRAL KALIMANTAN PROVINCE

Oleh :

IRAWAN

NIM : P0500309074

PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI UNIVERSITAS HASANUDDIN PROGRAM PASCASARJANA

MAKASSAR 2013

ii

ANALISIS FAKTOR PENENTU

PENGELUARAN WISATAWAN MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN

DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

ANALYSIS ON TOURIST’ EXPENDITURE DETERMINANT FACTORS THROUGH SUSTAINABLE DEVELOPMENT

IN CENTRAL KALIMANTAN PROVINCE

Disertasi

Salah satu syarat untuk mencapai gelar Doktor

Program Studi

Ilmu Ekonomi

Disusun dan diajukan oleh

IRAWAN

Kepada

Program Pascasarjana

Universitas Hasanuddin

Makassar

2013

iii

PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : IRAWAN

Nomor Induk Mahasiswa : P0500309074

Program Studi : ILMU EKONOMI

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Disertasi yang saya tulis ini

benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti

atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan Disertasi ini hasil karya

orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Agustus 2013

Yang menyatakan,

IRAWAN.

iv

DISERTASI

ANALISIS FAKTOR PENENTU PENGELUARAN WISATAWAN MELALUI

PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Disusun dan diajukan oleh

IRAWAN

Nomor Pokok P0500309074

Telah dipertahankan di depan Panita Ujian Disertasi

pada tanggal 20 Agustus 2013

dan dinyatakan teleh memenuhi syarat

Menyetujui

Komisi Penasehat,

Prof. Dr. I Made Benyamin, M.Ec Promotor

Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc Prof. Dr. Rahmatia, SE, MA Kopromotor Kopromotor

Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Universitas Hasanuddin,

Prof. Dr. Djabir Hamzah, MA Prof. Dr. Ir. Mursalim

v

PRAKATA

Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

sang pemilik kehidupan atas curahan berkat, kesehatan dan hikmat , sehingga

penulis dapat menyajikan tulisan disertasi dengan judul “Analisis Faktor

Penentu Pengeluaran Wisatawan Melalui Pengembangan Ekowisata

Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah”

Penyelesaian disertasi ini sungguh merupakan sebuah proses perjalanan

panjang yang membutuhkan waktu, tenaga, ketekunan, kesabaran dan kerja

keras dengan penuh perjuangan dan pengorbanan. Dengan segala

keterbatasan yang ada, khususnya kemampuan menyebabkan penulis

membutuhkan begitu banyak bantuan melalui proses diskusi, bimbingan,

petunjuk serta arahan dari berbagai pihak. Untuk semua itu, pada kesempatan

yang berbahagia ini, dari lubuk hati yang paling dalam dan dengan penuh

ketulusan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya

dan apresiasi yang tinggi kepada yang terhormat disebutkan di bawah ini.

Bapak Prof. Dr. I Made Benyamin, M.Ec, selaku Promotor, Bapak Prof. Dr.

Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc dan Ibu Prof. Dr. Rahmatia Yunus, SE., MA selaku

Co-Pomotor, dengan segala kesibukannya ketiga beliau ini berkenan

meluangkan waktu secara tulus dan sabar untuk membimbing, mengarahkan,

mengoreksi serta memberikan semangat kepada penulis sejak awal penulisan

sampai penyempurnaan disertasi ini. Tentu tanpa kontribusi beliau-beliau,

penulis tidak akan sampai pada tahapan akhir dari seluruh rangkaian proses

peyelesaian disertasi.

Ungkapan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya

disampaikan kepada Bapak/Ibu tim penguji, antara lain: Prof. Dr. I Made

Benyamin, M.Ec, Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc, Prof. Dr. Rahmatia

Yunus, SE., MA, Prof. Dr. Basri Hasanuddin, MA, Prof. Dr. WIM Poli, Prof. Dr.

Djabir Hamzah, MA, Prof. Dr. Abd. Rahman Kadir, SE, M.Si, Dr. Indriyanti

Sudirman, SE.,M.Si serta Prof. Dr. Lotje Kawet, MS selaku penguji eksternal,

atas segala kritik, saran dan masukan sejak tahapan ujian proposal sampai

pada penyelesaian disertasi dalam forum ujian terbuka.

Ungkapan dan penghargaan terima kasih yang sebesar-besarnya juga

disampaikan kepada Bapak Rektor UNHAS Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi,

Bapak Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS Prof. Dr. Muhammad Ali,

SE., MS, Bapak Direktur Pascasarjana UNHAS Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc atas

kesempatan yang diberikan untuk studi, dan kepada Bapak Ketua Program

Doktor Ilmu Ekonomi FEB UNHAS Prof. Dr. Djabir Hamzah, MA beserta staf

vi

Dosen dan administrasi atas pencerahan ilmu dan pelayanan yang baik sejak

awal perkuliahan hingga tahap akhir penyelesaian pendidikan.

Terima kasih dan apresiasi yang tinggi disampaikan kepada Bapak Rektor

UNPAR Dr. Henry Singarasa, MS dan Bapak Dekan Fakultas Ekonomi UNPAR

Drs. Gundik Gohong, MS atas rekomendasi dan kesempatan yang diberikan

kepada penulis untuk mengikuti pendidikan studi lanjut pada Program Doktor

Ilmu Ekonomi, FEB UNHAS.

Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Tim

Manajemen BPPS Dikti yang telah memberikan dukungan Beasiswa selama

mengukuti pendidikan, program sandwich-like di Australia dan melaksanakan

penelitian. Kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah disampaikan

apresiasi dan penghargaan yang tinggi atas dukungan dan batuan dana. Juga

disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Bupati

Kabupaten Katingan, Drs. Dowel Rawing atas bantuan dana penelitian.

Terima kasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten

Kotawaringi Barat, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota

Palangka Raya atas rekomendasi dan izin untuk melakukan peneltian dan

pengumpulan data di wilayahnya. Kepada pimpanan dan seluruh staf Balai

Taman Nasional Tanjung Puting dan Balai Taman Nasional Sebangau

diucapkan penghargaan dan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan

kepada penulis selama melakukan penelitian di dua lokasi tersebut. Tak lupa

pula penulis menghaturkan banyak-banyak terima kasih kepada seluruh

responden, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang

telah bersedia memberikan informasi dan keterangan di sela-sela rekreasi

mereka.

Sembah sujud dan terima kasih yang setinggi-tingginya kupersembahkan

kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda S. Itta (Alm) dan Ibunda Rego’

(Almarhumah) yang telah mengasuh, membesarkan, memelihara dengan penuh

kasih sayang, mendidik, menasehati dengan penuh cinta kasih dan senantiasa

mendoakan saat keduanya masih hidup, sehingga saya boleh ada seperti saat

ini. Terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada yang terkasih Bapak

mertua Yunus Sambouw (Alm) dan Ibu mertua Agusthe Lambung atas kasih

sayang dan bimbingan dan nasehat-nasehat selama ini.

Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga serta cinta dan kasih

sayang yang paling dalam kepada istriku tercinta Desi Mariam Sambouw,

dengan kesabaran, penuh pengertian, tulus membantu dan setia menjadi

pendamping hidup dalam suka dan duka. Kepada kedua anak-anakku

tersayang, Geaby Magistha Irawan dan Kevin Chandida Irawan yang

vii

senantiasa menjadi sumber energi, spirit dan senantiasa mendoakan ayah,

ungkapan cinta dan kasih sayang yang tak terhingga atas segala pengertian,

kesabaran dan pengorbanan kalian sejak kuliah hingga tulisan ini selesai.

JUga kepada semua kakanda tercinta, dengan hormat saya sebut nama-

namanya Yunus (Alm), Unjuk P (Alm), Drs. Petrus Undjuk, Ristha Asiah, Amd,

Hanica Itta dan Dr. Ir. Daniel Itta, MS beserta keluarga masing-masing dan

kepada semua saudara (i) ipar dan seluruh keponakan bersama keluarga

masing-masing, diucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya

selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.

Rekan-rekan sejawat dan seperjuangan yang saat ini masih berstatus

mahasiswa dan yang sudah menjadi alumni Program Doktor Ilmu Ekonomi

angkatan 2009, juga kepada rekan-rekan alumni Sandwich-like 2011 serta

segenap keluarga, teman, sahabat dan kolega yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu dam tulisan ini, diucapkan terima kasih yang sebesar-

besarnya atas segala dukungan, bantuan dan doa semoga kita semua

senantiasa diberikan rahmat dan hikmat untuk tetap bermakna bagi sesama,

Amin.

Sebagai manusia biasa penulis juga memiliki kekurangan dan kelemahan,

termasuk dalam penyusunan disertasi ini. Oleh karena itu penulis dengan

senang hati dan tangan terbuka untuk menerima saran dan kritik yang sifatnya

menyempurnakan disertasi ini. Semoga disertasi ini dapat memberikan

kontribusi dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya ekonomi pariwisata

dan memberikan manfaat bagi pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan

pengembangan sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah dan Indonesia

secara umum

Makassar, Agustus 2013

I r a w a n

viii

ABSTRAK

IRAWAN. Analisis Faktor Penentu Pengeluaran Wisatawan Melalui Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah (dibimbing oleh : I Made Benyamin, Ngakan Putu Oka dan Rahmatia Yunus).

Pengembangan ekowisata di Kalimantan Tengah relatif masih rendah yang ditunjukkan oleh posisi daya saing pariwisata dalam konstelasi pariwisata nasional berada pada peringkat 28 dari 33 destinasi utama.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengukur pengaruh signifikansi faktor penentu produk wisata, keunikan lingkungan dan promosi wisata terhadap pengeluaran wisatawan melalui frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.

Penelitian ini menggunaan rancangan survey lapangan untuk mengeksplanasi hubungan kausalitas antara variabel eksogen dengan vvariabel endogen. Sampel diambil secara non probabilitiy dan convinience sampling sebanyak 150 responden.

Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah path analysis, untuk menganalisis jalur dalam mengestimasi kekuatan dari hubungan-hubungan kausal baik pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung antara variabel eksogen dan endogen.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama: pengembangan produk wisata berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dan terhadap pengeluaran wisatawan, serta tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap lama tinggal wisatawan. kedua; pengembangan keunikan lingkungan berpengaruh langsung negatif dan signifikan terhadap lama tinggal wisatawan, tidak berpengaruh langsung dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan dan pengeluaran wisatawan. ketiga; pengembangan promosi wisata berpengaruh langsung negatif dan signifikan terhadap lama tinggal dan pengeluaran wisatawan, dan tidak berpengaruh positif signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan. keempat; frekuensi kunjungan wisatawan tidak berpengaruh langsung positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan, lama tinggal wisatawan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan, kelima; faktor penentu pengeluaran wisatawan adalah pengembangan produk wisata, keunikan lingkungan dan lama tinggal wisatawan.

Kata kunci : ekowisata, faktor penentu, berkelanjutan

ix

ABSTRACT

IRAWAN. The Analysis of Determinants Tourist Expenditure Through Sustainable Ecotourism Development in Central Kalimantan Province (Supervised by: I Made Benyamin, Ngakan Putu Oka and Rahmatia Yunus).

Ecotourism development in Central Kalimantan is relatively low which is indicated by the position of tourism competitiveness in the constellation of national tourism is ranked 28 of the 33 major destinations. This study aims to analyze and measure the influence of the significance of the determinants of tourism products, tourism promotion and environmental uniqueness of the tourist expenditure by tourists visit frequency and length of stay of tourists. This research uses the design of field surveys to explanation causality between variables exogenous to endogenous variables. Samples were taken in non probability and conveinence sampling of 150 respondents. The model used in this study is path analysis, to analyze the path of strength estimating causal relationships influence either directly or indirectly influence between exogenous and endogenous variables.

The results showed that. First, the development of tourism products directly influence positively and significantly related to the frequency of tourist visits and tourist expenditure, and not positive influence and significant impact on length of stay tourist. Second; development of the environmental uniqueness a direct influence negative and significant on long-stay tourist, no direct and significant influence on the frequency of visits and tourist spending. Third; the development of tourism promotion and a significant negative direct influence on length of stay and tourist spending, and no significant positive influence on the frequency of tourist visits. Fourth; the frequency of tourist visits not positive and significant direct influence on tourist expenditure, length of stay tourist, and a significant direct influence on tourist expenditure, Fifth; determinants of tourist expenditure is the development of tourism products, the environmental uniqueness and length of stay tourist.

Keywords: ecotourism, determinants, sustainable tourism

x

DAFTAR SIMBOL DAN ISTILAH

AHP = Analysis Hirarchy Proccess

BAPPENAS =Badan Perencanaan Pembangunan Nasional

BKSDA = Balai Konservasi Sumberdaya Alam

BUDPAR = Kebudayaan dan Pariwisata

CARRYNG CAPACITY = Daya Dukung

DKI = Daerah Khusus Ibukota

FBIM = Festival Budaya Isen Mulang

HPH = Hak Pengusahaan Hutan

HoB = Heart of Borneo

Jt = Juta

IUCN = International Union for Conservation of Nature

KT = Kalimantan Tengah

PDB = Produk Domestik Bruto

PDRB = Produk Domestik Regional Bruto

PHPA = Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam

NESPARNAS = Neraca Satelit Pariwisata Nasonal

ODTW = Obyek Daerah Tujuan Wisata

ODTWA = Obyek Daya Tarik Wisata Alam

Rp = Rupiah

SLTP = Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama

SLTA = Sekolah Lanjutan Tingkat Atas

SPTN = Satuan Pengelolaan Taman Nasional

T = Trilyun

TMII = Taman Mini Indonesia Indah

xi

TNBBBR = Taman Nasional Bukit Baka’ Bukit Raya

TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting

TNS = Taman Nasional Sebangau

UPT = Unit Pelaksana Teknis

UNEP = United Nation Environment Program

UNWTO = United Nation World Tourist Organisation

USA = United Stated of America

USD = United Stated Dollar

WTO = World Tourism Organisation

WTTC = World Travel and Tourism Council

X1 = Variabel Produk Wisata

X2 = Variabel Keunikan Lingkungan

X3 = Variabel Promosi Wisata

Y1 = Variabel Frekuensi Kunjungan Wisatawan

Y2 = Variabel Lama Tinggal Wisatawan

Y3 = Variabel Pengeluaran Wisatawan

xii

DAFTAR ISI

Sampul Depan ……………………………………………………………….... i

Halaman Prasyarat ……………………………………………………………. ii

Keaslian Disertasi …………………………………………………………….. iii

Halaman Pengesahan ……………………………………………………….. iv

Prakata …………………………………………………………………………. v

Abstrak ……………………………………………………………………….… viii

Daftar Simbol dan Istilah …………………………………………………….. ix

Daftar Isi ……………………………………………………………………….. xii

D aftar Tabel …………………………………………………………………... xv

Daftar Gambar ……………………………………………………………….… xviii

BAB I

BAB II

PENDAHULUAN …………………………………………………

1.1. Latar Belakang …………………………………………….

1.2. Rumusan Masalah ………………………………………..

1.3. Tujuan Penelitian ….......................................................

1.4. Kegunaan Penelitian ……………………………………..

TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..

2.1. Isu Terkait Tentang Pariwisata …………………………..

2.2. Pengembangan Ekowisata dan Pariwisata

Berkelanjutan ………………………………………………

2.3. Pengembangan Produk Wisata Pengaruhnya

Terhadap Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal,

Pengeluaran Wisatawan ………………………………….

2.4. Pengembangan Keunikan Lingkungan Pengaruhnya

Terhadap Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal,

Pengeluaran Wisatawan ………………………………….

2.5. Pengembangan Promosi Wisata dengan Frekuensi

unjungan, Lama Tinggal, Pengeluaran Wisatawan ….

2.6. Pengembangan Frekuensi Kunjungan Wisata, Lama

Tinggal Dengan Pengeluaran Wisatawan ………………

1

1

25

26

27

29

29

32

37

xiii

BAB III

BAB IV

BAB V

2.7. Beberapa Hasil Studi Empiris ……………………………

BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS …………………….

3.1. Kerangka Konseptual ...................................................

3.2. Hipotesis Penelitian ……………………………………….

METODE PENELITIAN …………………………………………

4.1. Rancangan Penelitian .................................................

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................

4.3. Peta lokasi ...................................................................

4.4. Bahan dan Alat ............................................................

4.5. Jenis dan Sumber Data ...............................................

4.6. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................

4.7. Metode Pengumpulan Data ……………………………

4.8. Alat Analisis .................................................................

4.9. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……..

4.10. Instrumen Pengukuran …………………………………

ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ………

5.1. Hasil Penelitian ……………………….………………..

5.2. Deskripsi Responden ………………………………….

5.3. Deskripsi Responden dalam Tabel Silang …….…….

5.4. Hasil Analisis Responden dalam Tabel Frekuensi….

5.5. Pegembangan Ekowisata dan Efek Multiplier

Terhadapa Masyarakat di Sekitar Obyek Wisata …..

5.6. Hasil Analisis Jalur Pengaruh Pengembangan

Ekowisata Berkelanjutan Terhadap Pengeluaran

Wisatawan ……………………………………………..

5.7. Kontribusi Hasil Penelitian …………………………….

5.8. Keterbatasan Hasil Penelitian …………………………

43

55

61

64

70

70

80

81

81

83

83

84

85

85

87

88

88

91

92

xiv

BAB VI

PENUTUP ………………………………………………………………..

6.1. Simpulan ………………………………………………….

6.2. Saran ……………………………………………………...

Daftar Pustaka …………………………………………………..

Lampiran ………………………………………………………….

92

133

141

171

187

191

231

232

234

234

235

236

247

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Dampak Ekonomi Pariwisata Indonesia Tahun 2006-2011

Tabel 1.2. Banyaknya Pengunjung Taman Nasional Tanjung Puting

Tahun 2006-2011 …………………………………………….

Tabel 1.3. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TNTP menurut

keperluan Tahun 2006 – 2011………………………..

Tabel 1.4. Kunjungan Wisatawan ke Taman Nasional Sebangau

Tahun 2006- 2011 ………………………………………….

Tabel 1.5. Jumlah dan rata-rata pengeluaran Wisatawan yang

Berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah Tahun

2006 – 2011.………………………………………………….

Tabel 1.6. Lamanya Kunjungan Wisatawan Asing dan Domestik di

Taman Nasional Tanjung Puting Tahun 2006 – 2011 …..

Tabel 2.1. Peta Teoritis dan Studi-studi empiris terkait ………………

Tabel 3.1. Koefisien Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung baik

Variabel Exogenous maupun variabel Endogenous

terhadap Variabel Pengeluaran Wisatawan (Y3) ………….

Tabel 4.1. Distribusi besarnya sampel di 2 (dua) lokasi Penelitian ....

Tabel 5.1. Perkembangan Penduduk Kalimantan Tengah

berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2006-2011 ………..….

Tabel 5.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten

Kotawaringin Barat, Katingan, Pulang Pisau dan kota

Palangka Raya Tahun 2006-2011 ………………………….

Tabel 5.3. Penduduk Kalimantan Tengah Umur 15 Tahun ke atas

Menurut Jenis Kegiatan Utama Periode 2008-2011 ……..

Tabel 5.4. Penduduk Angkatan Kerja Kalimantan Tengah Menurut

Pendidikan Tertinggi Yang ditamatkan Periode 2008-2011

Tabel 5.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) periode 2006 -

2011 atas dasar harga Konstan 2000 ……………………..

5

14

16

17

18

23

68

79

87

94

xvi

Tabel 5.6. Zonasi dalam pengelolaan kawasan TNTP ……………....

Tabel 5.7. Fasilitas Transportasi, Akomodasi, dan Pemandu Wisata

di TNTP ……………………………………………………….

Tabel 5.8. Daftar Tarif masuk kawasan TNTP dan Tarif Jasa-jasa

Lainnya ………………………………………………………..

Tabel 5.9 Tarif masuk kawasan Taman Nasional Sebangau ……….

Tabel 5.10 Distribusi responden berdasarkan asal Negara dan

daerah yang berkunjung ke TNTP dan TNS Tahun 2012..

Tabel 5.11 Distribusi Persentase Responden Berdasarkan

Karakteristik Demografi, Sosial dan Ekonomi …………….

Tabel 5.12 Deskripsi Responden menurut Produk Wisata (X1) dan

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) ……………………..

Tabel 5.13. Deskripsi Responden menurut Produk Wisata (X1) dan

Lama Tinggal Wisatawan (Y2) ……………………………...

Tabel 5.14. Deskripsi Responden menurut Produk Wisata (X1) dan

Pengeluaran Wisatawan (Y3) …………………………….....

Tabel 5.15. Deskripsi Responden menurut Keunikan Lingkungan (X2)

dan Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) ………………..

Tabel 5.16. Deskripsi Responden menurut Keunikan Lingkungan (X2)

dan Lama Tinggal Wisatawan (Y2) ......…………………….

Tabel 5.17. Deskripsi Responden menurut Keunikan Lingkungan (X2)

dan Pengeluaran Wisatawan (Y3) ……………………….…

Tabel 5.18. Deskripsi Responden menurut Promosi Wisata (X3) dan

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) ……………………..

Tabel 5.19. Deskripsi Responden menurut Promosi Wisata (X3) dan

Lama Tinggal (Y2) ………………………………………..….

Tabel 5.20. Deskripsi Responden menurut Promosi Wisata (X3) dan

Pengeluaran Wisatawan (Y3) ……………………………....

Tabel 5.21. Deskripsi Responden menurut Frekuensi Kunjungan (Y1)

96

99

102

103

116

119

122

132

135

137

143

145

147

150

152

154

xvii

dan Pengeluaran Wisatawan (Y3) …………………….

Tabel 5.22. Deskripsi Responden menurut Lama Tinggal Wisatawan

(Y2) dan Pengeluaran Wisatawan (Y3) …………………….

Tabel 5.23. Deskripsi Responden menurut Pendidikan dan

Pengeluaran Wisatawan ……………………………………

Tabel 5.24 Deskripsi Responden menurut Pekerjaan dan

Pengeluaran Wisatawan ……………………………………

Tabel 5.25 Deskripsi Responden menurut Negara Asal dan

Pengeluaran Wisatawan ……………………………………

Tabel 5.26 Jenis Atraksi wisata yang dinikmati responden selama

berada dalam kawasan TNTP dan TNS ……………..……

Tabel 5.27. Pengetahuan responden tentang kawasan TNTP dan

TNS sebagai kawasan yang memiliki keunikan

lingkungan …………………………………………………….

Tabel 5.28. Bentuk partisipasi responden untuk mendukung program

pelestarian kawasan TNTP dan TNS ………………………

Tabel 5.29. Jenis media promosi yang mudah didapatkan responden

untuk mengetahui keberadaan kawasan TNTP dan TNS..

Tabel 2.30. Frekuensi kunjungan responden ke kawasan TNTP dan

TNS dalam 5 yahun terakhir ….……………………………

Tabel 5.31. Pola kunjungan responden ke kawasan TNTP dan TNS..

Tabel 5.32. Jenis alat transportasi yang digunakan responden pada

menuju obyek TNTP dan TNS ……………………………..

Tabel 5.33. Jenis fasilitas akomodasi yang dapat digunakan

responden selama berada kawasan TNTP dan TNS……..

Tabel 5.34 Jenis souvenir yang dibeli responden sebagai

cinderamata dari kawasan TNTP dan TNS ………….……

Tabel 5.35. Tingkat pengeluaran perhari responden selama berada

dalam kawasan TNTP dan TNS ……………….…………...

Tabel 5.36 Beberapa usur pendukung kegiatan pariwisata di

Kalimantan Tengah ………………………………………….

Tabel 5.37. Hasil Pengujian Pengaruh Faktor Dominan

(Pengembangan produk wisata, keunikan lingkungan,

promosi wisata, frekuensi kunjungan dan lama tinggal

wisatawan terhadap Pengeluaran Wisatawan

157

159

161

163

165

166

168

170

171

173

175

176

177

178

xviii

Berdasarkan Model penelitian …………………………….

Tabel 5.38. Besarnya Direct Effect, Indirect Effect, dan Total Effect....

180

182

184

186

189

193

199

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1. Model Kerangka Pikir Penelitian................................... 74

Gambar 4.1. Peta Lokasi Penelitian ................................................. 84

Gambar 5.1. Skema Hasil Pengujian Pengaruh Faktor Dominan (Pengembangan produk wisata, keunikan lingkungan, promosi wisata, frekuensi kunjungan dan lama tinggal wisatawan terhadap Pengeluaran Wisatawan …………. 197

xix

1

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan utama bab ini adalah untuk memberikan gambaran dan

argumentasi awal tentang mengapa studi ini penting untuk dilakukan.

Dalam bab pendahuluan ini diuraikan latar belakang masalah, masalah

pokok penelitian, tujuan, kegunaan penelitian.

1.1. Latar Belakang

Prospek pariwisata pada abad 21 dan ke depan sangat

menjanjikan dan memberikan peluang besar dalam pertumbuhannya.

Perkiraan Word Tourism Organisation (WTO) bahwa pada tahun 2020

jumlah wisatawan internasional (in bound tourism) adalah sebanyak 1.602

juta, dimana sebanyak 231 juta dan 438 juta orang berada dikawasan

Asia Timur dan Pasifik. Kunjungan wisatawan internasional menurut

analisis WTO akan mampu menciptakan pendapatan dunia sebesar USD

2 trilyun dan akan menciptakan kesempatan kerja sebanyak 204 juta

orang. Besarnya serapan tenaga kerja sektor pariwisata pada akhirnya

mendorong pertumbuhan ekonomi dunia dan mengurangi pengangguran.

Seiring dengan perkembangan kepariwisataan dunia, dalam dua

dekade terakhir (sejak tahun 90-an) terjadi perubahan pola wisata dari

mass tourism ke individual atau small group tourism. Pola wisata minat

khusus atau small group tourism, menekankan pada adanya keinginan

wisatawan untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dan baru,

2

serta lebih bermakna dalam hidupnya oleh karena adanya dorongan dan

motivasi menginginkan expansion of life. Pola wisata khusus lebih

menekankan pada kualitas lingkungan alami dan sosial budaya

masyarakat lokal, sehingga produk wisata yang dicari adalah yang

bernuansa khusus seperti atraksi alami dan atraksi budaya lokal, serta

fasilitas lokal. Dalam konteks ini, banyak pihak semakin menyadari bahwa

industri pariwisata, selain memberikan manfaat ekonomi juga memiliki

karakteristik sebagai usaha jasa yang bersifat multi produk. Manfaat

ekonomi tersebut adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat yang terlibat secara langsung atau tidak langsung di

dalamnya serta lingkungan ekologis secara global. Dengan demikian tak

dapat disangkal lagi bahwa pengembangan ekowisata dapat memainkan

peranan penting dalam perekonomian negara berkembang, khususnya

bagi negara yang memiliki potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang

tinggi (Whiit and Mountinho, 1989).

Pengembangan ekowisata sesungguhnya menimbulkan dampak

positif bagi kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Dampak positif

tersebut diperoleh melalui kegiatan dan usaha konservasi, rehabilitasi dan

restorasi. Pada saat yang bersamaan, boleh jadi dampak negatif timbul

seperti rusaknya obyek wisata karena pengelolaan yang buruk, kontrol

terhadap pengunjung yang kurang ketat dan sebagainya. Ketika

pariwisata ditata dan dikelola dengan baik, maka pada akhirnya ekowisata

akan menjadi pendorong dalam upaya pemeliharaan lingkungan dengan

3

potensi yang ada. Usaha lain yang menerima efek ganda (multiplier

effect) adalah budaya dan seni, makanan khas daerah serta usaha-usaha

kerajinan tangan/souvenir.

Posisi Indonesia dalam pengembangan ekowisata adalah sangat

strategis karena didukung oleh kekayaan flora dan fauna yang menjadi

modal dasar untuk dijadikan sebagai obyek daerah tujuan wisata.

Keberadaan dan potensi kekayaan flora dan fauna dalam

keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi tersebut terdapat dalam

hamparan daratan dan laut Indonesia. Identifikasi keanekaragaman

tersebut berupa 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12%

binatang menyusui, 16% reptilia and amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan

15% serangga, walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh

luas daratan yang ada di dunia (BAPPENAS, 1993). Di dunia hewan,

Indonesia juga memiliki kedudukan yang istimewa di dunia. Dari 500-600

jenis mamalia besar (36% endemik), 35 jenis primata (25% endemik), 78

jenis paruh bengkok (40% endemik) dan 121 jenis kupu-kupu (44%

endemik) (McNeely et.al. 1990, Supriatna 1996). Sekitar 59% dari luas

daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis atau sekitar 10% dari

luas hutan yang ada di dunia (Stone, 1994). Sekitar 100 juta hektar

diantaranya diklasifikasikan sebagai hutan lindung, yang 18,7 juta

hektarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.

Potensi keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi tersebut

telah menciptakan beragam produk pariwisata/atraksi wisata yang

4

tersebar di seluruh pelosok tanah air, baik di laut, pantai, hutan dan

gunung-gunung yang semuanya itu dapat dikembangkan untuk pariwisata.

Keberagaman ini memberikan daya tarik bagi wisatawan dalam kegiatan

wisata alam (ekowisata), keragaman etnis, bahasa, budaya, peninggalan

sejarah, tradisi/adat-istiadat dalam kehidupan masyarakat (living culture).

Sejalan dengan itu, Wall (1995) dalam Gufran (2003) menyatakan bahwa

kondisi belantara/hutan tropika basah di seluruh kepulauan Indonesia

merupakan suatu destinasi, dimana destinasi untuk wisata ekologis

dimungkinkan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya melalui

aspek ekologis (lingkungan alam), aspek sosial budaya dan aspek

ekonomi bagi masyarakat, pengelola dan bagi pemerintah (stakeholders).

Fandeli, dkk (2000) juga menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi

yang sangat besar dalam pengembangan pariwisata kawasan hutan

tropika yang tersebar di kepulauan dan sangat menjanjikan untuk

pengembangan ekowisata (wisata khusus). Beberapa kawasan hutan

yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan

(ekowisata) adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman

Hutan Raya, Taman Wisata Alam), dan Hutan Lindung melalui kegiatan

wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana

Wisata

Pengembangan wisata khusus (ekowisata) yang mengandalkan

keindahan alam, keunikan lingkungan, keragaman budaya akan

memberikan dampak positif bagi ekonomi melalui kesempatan kerja bagi

5

pelaku-pelaku wisata dalam hal ini masyarakat lokal. Suradnya (2005)

mengatakan bahwa kunjungan wisatawan baik mancanegara maupun

nusantara ke suatu obyek wisata dalam suatu negara pada akhirnya akan

mempengaruhi struktur ekonomi nasional. Tabel 1.1 menggambarkan

besar dampak sektor pariwisata terhadap struktur perekonomian

Indonesia pada periode 2006 – 2011. Sektor-sektor ekonomi yang

disajikan dalam Tabel 1.1 meliputi: Produksi Nasional, Produk Domestik

Bruto (PDB), Lapangan Kerja, dan Upah, yang menggambarkan

perbandingan perolehan sektor-sektor tersebut dalam konteks struktur

ekonomi nasional dengan kinerja sektor pariwisata.

Tabel 1.1. Dampak Ekonomi Pariwisata Indonesia Tahun 2006-2011

No. Struktur Ekonomi

Nasional

TAHUN

2006 2007 2008 2009 2010 2011

1.

Produksi Nasional

(Rp) 6.640,75 T 7.840,67 T 9.882,38 T 10.530,04 T 11.956,62 T 14.934,02 T

Sektor Pariwisata

(Rp) 306,50 T/ (4,62%)

362,10 T/ (4,62%)

499,67 T/ (5,06%)

504,69 T/ (4,79%)

565,15 T/ (4,73%)

648,49 T/ (4,34%)

2.

PDB Indonesia

(Rp) 3.339,48 T 3.957,40 T 4.964,03 T 5.613,44 T 6.422,92 T 7.427,09 T

Sektor Pariwisata

(Rp) 143,62 T/ (4,30%)

169,67 T/ 4,29%)

232,93 T/ (4,70%)

233,64 T/ (4,16%)

261,06 T/ (4,06%)

296,97 T/ (4,00%)

3.

Lapangan Kerja

Nasional (org) 95,46 jt 99,33 jt 102,55 jt 104,87 jt 108,21 jt 109,95 jt

KK, Sektor

Pariwisaya (org) 4,44 jt

(4,65%) 5,22 jt (5,22%)

7,02 jt 6,84%)

6,98 jt (6,68%)

7,44 jt/ (6,87%)

8, 53 jt/ (7,75%)

4.

Total Upah

Nasional (Rp) 1.028,18 T 1.216,83 T, 1.519,12 T 1.606,25 T, 1.831,09 T 2.307,21 T

Upah & Gaji

SekPar. (Rp) 45,63 T/ (4,44%)

53,88 T/ (4,09%)

75,45 T/ (4,97%)

75,49 T/ (4,70%)

84,80 T/ (4,63%)

96,57 T/ (4,14%)

Sumber : NESPARNAS 2001 – 2012, Kemenbudpar Keterangan : NESPARNAS = Neraca Satelit Pariwisata Nasional T = Trilyun, jt = juta

6

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa selama periode 2006 – 2011

perkembangan sektor pariwisata telah mengubah struktur ekonomi

nasional, seperti dampaknya terhadap produksi barang pada tahun 2006

sebesar 306,50 trilyun rupiah dari total produksi nasional sebesar

6.640,75 trilyun rupiah, dengan kata lain kontribusi sektor pariwisata

terhadap nasional adalah sebesar 4,62%. Tahun 2011 dampaknya

terhadap produksi barang dan jasa adalah sebesar 648,49 trilyun rupiah

dari total produksi nasional sebesar 14.934,02 trilyun rupiah, atau

kontribusi sektor pariwisata terhadap produksi nasional sebesar 4,34%.

Dampak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun

2006 adalah sebesar 3.339,48 trilyun rupiah, dimana sebanyak 143,63

trilyun (4,30%) merupakan sumbangan sektor pariwisata, meningkat

menjadi 261,06 trilyun rupiah pada tahun 2011 terhadap total PDB

nasional sebesar 7.427,09 trilyun rupiah atau sebesar 4,06% sumbangan

sektor pariwisata terhadap PDB nasional.

Dampak perkembangan sektor pariwisata melalui penciptaan

lapangan kerja pada tahun 2006 adalah sebanyak 4,44 juta orang yang

bekerja di sektor pariwisata dari total lapangan kerja nasional sebesar

95,46 juta orang, atau sebesar 4,65% dari total kesempatan kerja nasional

dikontribusi oleh sektor pariwisata. Sejalan dengan perkembangan sektor

pariwisata melalui peningkatan kunjungan wisatawan yang pada akhirnya

menimbulkan dampak terhadap peningkatan tenaga kerja secara

keseluruhan. Seperti pada tahun 2011 jumlah tenaga kerja yang

7

berpartisipasi di sektor pariwisata adalah sebanyak 8,53 juta orang dari

total tenaga kerja nasional sebanyak 109,95 juta orang, itu berarti bahwa

sektor pariwisata menyumbang sebanyak 7,75% terhadap total tenaga

kerja nasional. Selanjutnya melalui sektor pariwisata terjadi perubahan

dalam struktur ekonomi nasional dilihat dari aspek upah dan gaji, dimana

pada tahun 2006 upah dan gaji (sebagai pendapatan) tenaga kerja di

sektor pariwisata adalah sebesar 45,63 trilyun rupiah dari total upah dan

gaji secara nasional sebesar 1.028,18 trilyun rupiah atau sebesar 4,44%

disumbang oleh sektor pariwisata terhadap total upah dan gaji. Kontribusi

sektor pariwisata pada tahun 2011 untuk upah dan gaji mengalami

peningkatan dibanding tahun 2006 yaitu sebesar 96,57 trilyun rupiah

terhadap total upah dan gaji secara nasional sebesar 2,307,21 trilyun

rupiah, atau sebesar 4,14% disumbangkan oleh sektor pariwisata

(Nesparnas 2001- 2011).

Perubahan struktur ekonomi nasional yang digambarkan dalam

produksi, produk domestik bruto, serapan tenaga dan upah/gaji (Tabel

1.1) diperkuat hasil studi Mohan (2006), yang menyebutkan bahwa

pariwisata telah terbukti menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia,

melalui penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan

mendorong pembangunan secara berkesinambungan bagi daerah

terpencil. Kontribusi sektor pariwisata tersebut yang juga merupakan

kontribusi ekowisata, disebutkan oleh Fandeli dkk (2000) dan UNEP

(2011), bahwa kebijakan untuk mengembangkan pariwisata hijau atau

8

natural tourism (ecotourism) memiliki potensi untuk menciptakan lapangan

kerja baru dan mengurangi kemiskinan. Melalui kegiatan tersebut, terlibat

sumberdaya manusia secara intensif baik langsung atau tidak langsung

sebesar 8% dari angkatan kerja global. Besarnya prosentase serapan

tenaga kerja melalui pengembangan ekowisata adalah karena ekowisata

lebih menekankan pada prinsip konservasi sumberdaya alam,

peningkatan efisiensi energi, pemanfaatan sumberdaya air dan

penanganan limbah serta dalam pengalokasian sumberdaya manusia

mengandalkan tenaga kerja lokal karena diyakini bahwa masyarakat lokal

memiliki kearifan lokal terhadap budaya dan lingkungan.

Kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan negara yang

dilihat dari penerimaan devisa mengalami peningkatan yang signifikan dari

tahun 2006 sebesar 4.447,97 USD menjadi 8.554,40 USD pada tahun

2011 atau terjadi peningkatan sebesar 48,00% dalam kurun waktu 6

tahun. Kontribusi sektor pariwisata dalam perolehan devisa negara cukup

signifikan, pada tahun 2006 menempati ranking 6 meningkat menjadi

ranking 5 pada tahun 2011 dibawah komoditas minyak & gas bumi,

batubara, minyak kelapa sawit dan karet olahan (Renstra Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2010 -2014, Tahun 2011). Demikian

juga hasil kajian United Nations Environment Program (2011)

menyebutkan bahwa sektor pariwisata mempunyai potensi besar untuk

menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia, dimana

disebutkan bahwa pariwisata memberikan kontribusi 5% dari GDP dunia

9

dan menyumbang 6-7% dari total tenaga kerja. Disebutkan juga bahwa

lebih dari 150 negara termasuk negara berkembang menjadikan

pariwisata sebagai invisible export yang mampu mendatangkan devisa.

Pesatnya perkembangan ekowisata (ecotourism), sebagai salah satu

industri pariwisata yang potensial untuk meningkatkan penerimaan devisa

negara, terutama pada dasawarsa terakhir ini. Laporan Nesparnas 2001-

2011 menyebutkan bahwa pada tahun 2007, ekowisata menyumbangkan

devisa sebesar Rp.60 trilyun dan meningkat menjadi Rp. 80 trilyun pada

tahun 2008 atau meningkat sebesar 33%. Kontribusi itu diperoleh dari

kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 6,5 juta orang ke kawasan

ekowisata yang tersebar di berbagai destinasi di Indonesia.

Pengembangan ekowisata yang mengedepankan konsep pelestarian

lingkungan dan nilai-nilai budaya lokal, menurut Lascuarin (1997) adalah

sesuatu yang logis dari konsep pembangunan berkelanjutan, dimana

didalamnya memerlukan pendekatan berbagai disiplin dan perencanaan

yang hati-hati (baik secara fisik maupun pengelolaannya). Hal yang sama

juga dikatakan oleh Ardika (2004) bahwa: “Sebaiknya, perkembangan

wisata menerapkan konsep ekowisata, karena ekowisata dapat dikatakan

bukan hanya sebagai salah satu corak kegiatan pariwisata khusus,

melainkan suatu konsep wisata yang mencerminkan wawasan lingkungan

dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian”. Oleh karena

itu pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas

10

hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat

setempat dan menjaga kualitas lingkungan” (Fandeli 2000).

Kinerja pariwisata Indonesia dalam konteks pariwisata

Internasional, khususnya indeks daya saing menurut Laporan World

Travel and Tourism Council (WTTC) 2004 dalam Hengky (2006)

disebutkan bahwa Indonesia menurut negara kunjungan wisata tahun

2003 termasuk dalam peringkat 13. Jika dibandingkan dengan potensi

sumberdaya alam (SDA) Indonesia yang memiliki potensi

keanekaragaman hayati yang tinggi (megabiodiversity) semestinya

peringkat daya saing Indonesia masuk kategori tinggi. Kaitannya dengan

itu, untuk meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia, WTTC (2004)

dalam Kasali (2004) dan Hengky (2006) menyatakan bahwa pelaku usaha

pariwisata di Indonesia perlu mengubah pola pemanfaatan obyek daya

tarik wisata secara konseptual, terencana, bertahap dan berwawasan

lingkungan. Salah satu strategi yang dapat dikembangkan guna

meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia adalah melalui

pengembangan pariwisata alam (ekowisata), karena saat ini ada

kecenderungan (trend) masyarakat pariwisata dunia untuk mengunjungi

obyek wisata alam (ekowisata) yang mengedepankan perhatian kepada

aspek lingkungan (berwawasan lingkungan).

Perkembangan sektor pariwisata baik dilihat dari aspek jumlah

kunjungan wisatawan, maupun dari aspek penerimaan, telah

menggambarkan betapa sektor pariwisata dapat diandalkan untuk

11

mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Hal lain yang tak penting

dari semua itu adalah dampak langsung dan tidak langsung terhadap

keterlibatan tenaga kerja pada berbagai kegiatan pendukung

kepariwisataan seperti agent travel (biro perjalanan), restoran, pengelola

wisata, pemandu wisata dan sebagainya.

Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas wilayah 153.364 km2,

sebagai provinsi terluas ketiga di Indonesia dan memiliki potensi

ekowisata yang baik karena memiliki keanekaragaman flora fauna yang

tinggi dan unik. Haryanto (2009) menyebutkan bahwa potensi SDA hayati

yang khas dan unik di dalam ekosistem yang alami, memiliki peluang

besar untuk dijual pada bursa pariwisata dunia. Kaitannya dengan

dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata di Kalimantan Tengah,

data BPS Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009, menunjukkan bahwa

untuk tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam sistem

kepariwisataan Kalimantan Tengah (restoran, agen perjalanan wisata,

pengelola wisata, pemandu wisata) adalah sebanyak 262 orang

meningkat menjadi 356 orang pada tahun 2008, atau terjadi peningkatan

sebesar 35,9%. Itu artinya bahwa betapa sektor pariwisata menjadi motor

penggerak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui

serapan tenaga kerja pada berbagai sektor dalam sistem kepariwisataan.

Kondisi ekosistem Kalimantan Tengah dengan potensi yang sangat

tinggi dan unik, dapat direalisasikan melalui pengembangan beberapa

kawasan pelestarian alam yang berpotensi menjadi obyek wisata seperti

12

Taman Nasional Tanjung Puting, Taman Nasional Sebangau, Taman

Nasional Bukit Raya, Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling, Taman Wisata

Alam Tanjung Kaluang, Taman Hutan Raya Arboretum Nyaru Menteng,

selain itu juga terdapat kawasan yang berpotensi lainnya seperti

kawasan suaka Margasatwa Lamandau, Cagar Alam Pararawen, Cagar

Alam Sapat Hawung, dan beberapa potensi wisata yang tersebar di

Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah. (ttph://www.kalteng.go.id/

view article.asp. diunduh pada bulan Oktober 2009),

Dalam konstelasi pariwisata nasional, obyek wisata Taman

Nasional Tanjung Puting provinsi Kalimantan Tengah telah ditetapkan

sebagai destinasi utama nasional ke 33 dalam strategi pengembangan

pariwisata nasional (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2007).

Penetapan itu didasari oleh potensi Taman Nasional Tanjung Puting yang

memiliki keanekaragaman flora dan fauna cukup tinggi dan memiliki

keunikan ekosistem serta ditetapkannya sebagai pusat rehabilitasi orang

utan pertama di Indonesia. Pengembangan ekowisata dalam kawasan

TNTP dibagi dalam empat lokasi, yaitu di Tanjung Harapan, Pondok

Tanggui, Pondok Ambung dan Camp Leakey. Dalam lokasi tersebut

produk wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah keunikan dan

keanekaragaman flora dan fauna serta obyek wisata lainnya seperti:

pengamatan satwa, feeding orang utan, treking, ekosistem air hitam,

susur sungai, stasiun penelitian tanaman hutan tropis, area camping

ground, atraksi seni dan budaya. Demikian halnya dengan Taman

13

Nasional Sebangau sebagai salah satu lokasi penelitian, memiliki potensi

keindahan sumber daya alam yang meliputi bentang alam, ekosistem

unik, flora dan fauna, seni dan budaya masyarakat lokal, seperti: karya-

karya seni, adat istiadat, kerajinan anyaman rotan dan purun serta dan

segala bentuk kegiatan masyarakat yang menunjang kegiatan pariwisata),

menyaksikan primate, seperti: Orang Utan (Pongo Pygmaeus-pygmaeus),

Owa-owa (Hyllobates agilis), Beruk (Macaca nemestrina), dan Kelasi

(Presbytis rubicunda).

Pengembangan pariwisata perlu didukung oleh upaya untuk

memperkenalkan obyek daerah tujuan wisata (ODTW), melalui kegiatan

promosi wisata secara umum akan potensi pariwisata di Kalimantan

Tengah. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah

sebagai salah satu institusi yang bertanggungjawab untuk

mengembangkan kegiatan pariwisata di Kalimantan Tengah, pada 2010

telah membuat program pengembangan brand image bersama seluruh

pemerintah daerah di wilayah Kalimantan. Strategi program tersebut

adalah dengan memanfaatkan promosi advertorial majalah/buletin wisata

terkemuka regional seperti Travel Weekly dan Indonesia Travel Guides,

pemanfaatan teknologi internet melalui web dan elektornik mail, mengikuti

road show ke negara-negara pasar kunci seperti Eropa, USA dan Inggris,

maupun pasar potensial seperti Jepang dan Cina. Bentuk upaya

prommosi lainnya adalah pengembangan festival seni budaya nasional

tahunan dengan target pasar wisatawan nusantara. Memaksimalkan

14

pengembangan ekowisata (ekotourism) di Taman Nasional Tanjung

Puting dengan target pasar ecotourist, cultural tourist, backpackers tourist

dan student, melalui media promosi suatu traveller book seperti World

Travel Guide.

Perkembangan pariwisata di Kalimantan Tengah, khususnya

keberadaan Taman Nasional Tanjung Puting sebagai salah satu destinasi

utama nasional menunjukkan perkembangan yang signifikan dilihat dari

kunjungan wisatawan dalam enam tahun terakhir. Gambaran jumlah

kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara ke lokasi obyek

ekowisata Kalimantan Tengah periode 2006 – 2011 sebagai berikut:

Tabel 1.2 Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Tanjung Puting Tahun 2006-2011

No. Tahun Mancanegara Nusantara Jumlah Share

(%)

1. 2006 1.062 935 1.997

2. 2007 1.612 1.349 2.961 48,3

3. 2008 2.392 1.066 3.458 16,8

4. 2009 2.274 1.512 3.786 9,5

5. 2010 3.542 1.882 5.820 34,9

6. 2011 5.444 3.102 8.546 30,9

Total 16.200 9.846 26.046

Sumber : Laporan Tahunan Balai TNTP 2012 Keterangan : TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting

Tabel 1.2 menunjukkan bahwa angka kunjungan wisatawan

mancanegara dan nusantara ke obyek wisata TNTP selama periode 2006-

15

2011 mengalami peningkatan dari 1.997 orang pada tahun 2006

meningkat menjadi 8.420 orang pada tahun 2011. Peningkatan kunjungan

wisatawan dari sisi jumlah nampaknya cukup baik, namun dilihat dari sisi

prosentase peningkatan pertahunnya mengalami penurunan. Pada tahun

pertama (2006 – 2007) kunjungan wisatawan dilihat dari prosentase cukup

besar yaitu 48,3%, menurun menjadi 16,8% tahun kedua (2007-2008) dan

pada tahun ketiga (2008-2009) prosentase peningkatan jumlah kunjungan

wisatawan turun menjadi 9,5%. Kemudian prosentase kunjungan

meningkat kembali menjadi 34,9% pada periode 2009-2010, dan pada

periode 2010-2011 turun kembali menjadi 30,9%. Jadi peningkatan angka

jumlah kunjungan ke TNTP cukup signifikan, namun prosentase

peningkatannya setiap tahun berfluktuasi.

Angka kunjungan wisatawan mancanegara ke TNTP pada Tahun

2006-2011, seperti dikemukakan pada Tabel 1.2 jauh lebih kecil

dibandingkan dengan kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali,

khususnya ke destinasi Kebun Raya Bedugul. Pada Tahun 2006

misalnya, kunjungan wistawan mancanegara ke Kebun Raya Bedugul Bali

sebanyak 411.373 orang dan pada tahun 2009 sebanyak 360.635 orang.

Sementara itu pada tahun yang sama (2006) kunjungan wisatawan

mancanegara ke TNTP adalah sebanyak 1.062 orang dan pada tahun

2009 sebanyak 2.274 orang. Dari data kunjungan wisatawan

mancanegara ke destinasi TNTP dan Kebun Raya Bedugul menunjukkan

bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke Kebun Raya Bedugul Bali relatif

16

banyak dibanding dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke

TNTP. Rendahnya angka kunjungan wisatawan ke obyek wisata TNTP

boleh jadi karena beberapa faktor, seperti faktor aksesibilitas dan posisi

kota Palangka Raya atau Pangkalan Bun yang bukan merupakan pintu

masuk wisatawan mancanegara. Faktor lain adalah kurangnya informasi

dan belum maksimalnya promosi, kemasan produk wisata (atraksi,

fasilitas dan infrastruktur) yang masih minim.

Keberadaan TNTP sebagai kawasan wisata dan merupakan

lokasi reintroduksi satwa orang utan, telah mendorong lokasi tersebut

sebagai salah satu lokasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan.

Pengembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan pendidikan lingkungan

dan penelitian serta daerah tujuan wisata. Tabel 1.3 menguraikan dan

menggambarkan keperluan/ tujuan wisatawan yang berkunjung ke TNTP

selama periode 2006-2011.

Tabel 1.3. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TNTP menurut keperluan Tahun 2006 – 2011

No. Tahun Rekreasi Penelitian Lainnya Jumlah

1. 2006 1.972 7 18 1.997

2. 2007 2.961 - - 2.961

3. 2008 3.454 2 2 3.458

4. 2009 3.777 5 4 3.786

5. 2010 5.795 7 28 5.820

6. 2011 8.534 1 11 8.546

Sumber : Laporan Tahunan Balai TNTP 2012 & Kobar Dalam Angka 2012 Keterangan : TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting

17

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa dari tiga motif keperluan wisatawan

yang berkunjung ke TNTP selama tahun 2006-2011, didominasi oleh

motif dan tujuan untuk rekreasi dibanding dengan motif dan tujuan untuk

penelitian serta keperluan lainnya. Kecenderungan ini terjadi karena

obyek wisata TNTP terkenal dengan satwa endemik yang dilindungi yaitu

orang utan dan sudah menjadi brand image bagi TNTP di mata wisman

dan wisnu. Disamping itu atraksi wisata yang ditawarakan cukup

bervariasi dan menarik bagi wisatawan. Taman Nasional Sebagau adalah

salah satu dari dua lokasi tempat penelitian selain TNTP. Sebagai salah

satu taman nasional yang relatif baru, keberadaan dan informasi tentang

Taman Nasional Sebangau (TNS) sangat penting untuk disajikan pada

bagian ini. Gambaran perkembangan ekowisata TNS disajikan melalui

jumlah kunjungan wisman dan wisnu selama tahun 2006-2011 seperti

dikemukakan pada Tabel 1.4.

Tabel 1.4 Jumlah Wisatawan Yang Berkunjung ke Taman Nasional Sebangau Tahun 2006- 2011

No. Tahun Mancanegara Nusantara Jumlah Share (%)

1. 2006 24 185 209

2. 2007 45 195 240 12,9

3. 2008 68 92 160 -50,0

4. 2009 56 123 179 10,6

5. 2010 67 147 214 16,4

6. 2011 80 176 256 16,4

Total 340 918 1.258

Sumber : Laporan Tahunan Balai TNS 2012 Keterangan : TNS = Taman Nasional Sebangau

18

Jumlah kunjungan wisatawan ke TNS pada tahun 2006-2011

secara umum dikatakan memilik tren yang cukup baik karena mengalami

peningkatan, dimana pada tahun 2006 jumlah wisatawan adalah

sebanyak 209 orang meningkat menjadi 256 orang pada tahun 2011.

Kunjungan wisatawan mancanegara pada periode 2006-2011 menujukkan

perkembangan yang signifikan dimana pada tahun 2006 jumlah

wisatawan mancanegara yang berkunjung ke TNS adalah sebayak 24

orang meningkat menjadi 80 orang pada tahun 2011. Jika dibandingkan

dengan kunjungan wisatawan ke taman nasional Tanjung Puting pada

periode yang sama, jumlah kunjungan wisatawan ke TNS sangat sedikit.

Masih sedikit atau rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke TNS

disebabkan karena lokasi tersebut relatif masih baru dan masih dalam

tahap pembangunan infrastruktur pendukungnya serta masih minimnya

promosi tentang kawasan tersebut.

Perkembangan sektor pariwisata Kalimantan Tengah tidak

terlepas dari peran dan perkembangan obyek pariwisata yang ada di

berbagai Kabupaten/Kota. Gambaran perkembangan pariwisata

Kalimantan Tengah dapat dilihat dari aspek jumlah kunjungan wisatawan

mancangera dan nusantara, lama tinggal wisatawan dan besarnya

pengeluaran wisatawan selama dalam perjalan wisata. Berikut pada Tabel

1.5 diuraikan gambaran kunjungan, lama tinggal dan rata-rata

pengeluaran wisatawan mancanegara dan nusantara yang berunjung ke

Provinsi Kalimantan Tengah selama Tahun 2006 - 2011.

19

Tabel 1.5. Jumlah dan rata-rata pengeluaran Wisatawan yang Berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2006 – 2011.

No. Tahun Kunjungan

wisatawan

dalam 1

tahun

(org)

Jumlah

(org)

Rata-rata

Lama

Tinggal

(hari)

Rata-rata

Pengeluar

an perhari

(Rp)

Total

pengeluar

an (Rp)

1 2 3 4 5 6 7 8

1. 2006 Wisman 2.038

33.280 3 1,5 juta 3.057,0 jt

Wisnu 31.242 0,5 juta 15.621,0 jt

Sub Total 18.680,0 jt

2. 2007 Wisman 2.025

31.050 3 1,5 juta 9.112,5 jt

Wisnu 29.025 0,5 juta 43.537,5 jt

Sub Total 52.650,0 jt

3. 2008 Wisman 2.051

32.151 3 1,5 juta 9.229,5 jt

Wisnu 30.100 0,5 juta 45.379,0 jt

Sub Total 54.379,5 jt

20

Tabel 1.5, lanjutan…

1 2 3 4 5 6 7 8

4. 2009 Wisman 2.310

35.401 3 1,5 juta 10.395,0 jt

Wisnu 33.091 0,5 juta 49.636,5 jt

Sub Total 60.031,5 jt

5. 2010 Wisman 6.380

41.260 3 1,5 juta 28.710,0 jt

Wisnu 34.880 0,5 juta 52.320,0 jt

Sub Total 81.030,0 jt

6. 2011 Wisman 6.670

41.880 3 1,5 juta 30.019,5 jt

Wisnu 35.210 0,5 juta 52.815,0 jt

Sub Total 82.834,5 jt

Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng, 2011.

Tabel 1.5 menunjukkan bahwa angka kunjungan wisatawan

mancanegara dan nusantara ke Provinsi Kalimantan Tengah secara

umum dapat dikemukakan mengalami peningkatan, dengan rata-rata

prosentasi pertumbuhan selama kurun waktu 2006-2011 sebesar 20,53%.

Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanagara dan wisatawan

nusantara ke Kalimantan Tengah karena banyaknya kunjungan wisatawan

ke TNTP dan beberapa obyek wisata lainnya. Variasi wisatawan

mancanegara yang berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah lebih

banyak berasal dari Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Asia dan Australia,

disamping wisatawan nusantara dari berbagai daerah di Indonesia dan

pengunjung dari beberapa daerah dalam wilayah Provinsi Kalimantan

Tengah. Kunjungan wisatawan ke Kalimantan Tengah dalam setiap

21

aktivitasnya untuk mengkonsumsi setiap kebutuhan seperti transportasi,

akomodasi, konsumsi dan kebutuhan lainnya, pada akhirnya akan

menggambarkan tingkat pengeluaran wisatawan tersebut.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah Tahun

2011, menyebutkan bahwa rata-rata pengeluaran perhari wisatawan

mancanegara yang berkunjung ke Kalimantan Tengah adalah sebesar

Rp. 1.500.000,- dan pengeluaran wisatawan nusantara adalah sebesar

Rp. 500.000,-. Durasi lama tinggal wisatawan yang berkunjung ke

Kalimantan Tengah, adalah rata-rata 3 hari. Sehingga total pengeluaran

wisatawan mancanegara selama 3 hari adalah Rp. 4.500.000,- dan

wisatawan nusantara adalah Rp. 1.500.000,-. Jumlah wisman dan wisnu

yang berkunjung ke Kalimantan Tengah pada tahun 2006 adalah

sebanyak 33.280 orang dengan durasi lama tinggal adalah 3 hari, dengan

jumlah pengeluaran adalah sebanyak Rp.18.680.000.000,-. Besarnya

pengeluaran wisman dan wisnu mengalami peningkatan menjadi

Rp. 82.834.500.000,- pada tahun 2011. Peningkatan jumlah pengeluaran

wisatawan didorong oleh adanya peningkatan jumlah kunjungan

wisatawan dari 33.280 orang pada tahun 2006 meningkat menjadi 41.880

orang pada tahun 2011. Faktor lain yang mendorong meningkatnya total

pengeluaran wisatawan adalah meningkatnya konsumsi wisatawan

terhadap kebutuhan dasar seperti transportasi lokal. akomodasi dan

pembelian berbagai macam souvenir.

22

Bukti empiris menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran perhari

wisman yang berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah seperti

ditunjukkan pada Tabel 1.5 lebih rendah dibanding dengan rata-rata

pengeluaran perhari wisman dan wisnu yang berkunjung ke Provinsi

Banten. Pada tahun 2009 misalnya, rata-rata tingkat pengeluaran

perorang perhari wisman yang berkunjung ke Banten adalah sebesar

Rp. 1.616.628,- dan pengeluaran perhari wisnu adalah sebesar

Rp. 546.099.666,- (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten

Tahun 2010). Untuk durasi waktu lama tinggal wisatawan 3 hari besarnya

pengeluaran wisatawan mancanegara adalah Rp. 4.849.884,- dan

pengeluaran wisatawan nusantara adalah sebesar Rp. 1.638.299,-

perorang. Lebih tingginya rata-rata pengeluaran wisatawan yang

berkunjung ke Provinsi Banten dibanding dengan yang berkunjung ke

Provinsi Kalimantan Tengah, boleh jadi karena posisi Provinsi Banten

yang bertetangga dengan Provinsi DKI, dimana Bandara Internasional

Soekarno Hatta sebagai salah satu pintu masuk wisatawan asing ke

Indonesia, yang memungkinkan banyaknya jumlah kunjungan dan durasi

lama tinggal yang lebih lama. Sementara Palangka Raya dan Pangkalan

Bun di Provinsi Kalimantan Tengah belum ditetapkan sebagai pintu masuk

wisatawan mancanegara, sehingga mempengaruhi jumlah kunjungan dan

durasi lama tinggal wisatawan relatif singkat karena faktor rendahnya

infrastruktur pariwisata, khususnya fasilitas akses ke daerah obyek wisata.

23

Kondisi riil tentang perkembangan pariwisata Kalimantan Tengah

dilihat dari aspek jumlah kunjungan, lama tinggal dan pengeluaran

wisatawan, menunjukkan bahwa pariwisata Kalimantan Tengah masih

tertinggal dibanding dengan parkembangan pariwisata Bedugul Bali dilihat

dari aspek jumlah kunjungan dan dengan provinsi Banten dilihat dari

aspek pengeluaran wisatawan. Rendahnya kinerja pariwisata Kalimantan

Tengah yang dicerminkan oleh rendahnya tingkat kunjungan wisatawan,

singkatnya waktu tinggal wisatawan dalam kawasan obyek serta masih

rendahnya tingkat pengeluaran wisatawan. Semua hal ini tergambar

melalui indeks daya saing pariwisata Kalimantan Tengah. Laporan

Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2007) menyebutkan bahwa

indeks daya saing pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah yang diwakili

oleh destinasi wisata Taman Nasional Tanjung Puting adalah peringkat 28

diantara 33 destinasi utama di Indonesia. Posisi peringkat yang rendah ini

berbanding terbalik dengan potensi sumberdaya alam, keanekaragaman

hayati, variasi obyek wisata alam dan keunikan lingkungan yang dimiliki

oleh Taman Nasional Tanjung Puting. Tidak dapat dipungkiri bahwa

rendahnya daya saing pariwisata Kalimantan Tengah dipengaruhi oleh

berbagai faktor seperti ketersediaan fasilitas transportasi yang minim,

kemasan atraksi wisata yang belum maksimal, serta belum ditetapkannya

Palangka Raya sebagai pintu masuk wisatawan mancanegara ke

Kalimantan Tengah.

24

Faktor lain yang menyebabkan masih belum berkembangnya

sektor pariwisata Kalimantan Tengah adalah masalah transportasi, seperti

frekuensi penerbangan langsung dari Jakarta dan Semarang ke

Pangkalan Bun sebagai lokasi obyek wisata TNTP yang masih rendah,

serta belum adanya penerbangan langsung dari Bali ke Palangka Raya

dan Pangkalan Bun. Sehingga Bali sebagai salah satu pintu masuk

wisatawan mancanegara, dapat dijadikan sebagai destinasi transit, untuk

selanjutnya wisatawan dapat berkunjung ke Kalimantan Tengah. Faktor

lain yang mempengaruhi rendahnya daya saing destinasi Kalimantan

Tengah adalah produk wisata yang belum dikemas dengan baik dan

dikelolah secara profesional, khususnya atraksi wisata, fasilitas

akomodasi yang masih minim, serta kegiatan promosi wisata yang belum

dirancang dan dikemas dengan baik untuk memperkenalkan obyek wisata

kepada calon wisatawan baik dalam skala lokal, nasional maupun

internasional.

Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya tingkat

pengeluaran wisatawan mancanegara dan nusantara yang berkunjung ke

suatu obyek wisata tergantung pada seberapa lama wisatawan tersebut

tinggal di obyek wisata. Berikut pada Tabel 1.6 dikemukakan gambaran

rata-rata lama tinggal wisman dan wisnu yang berkunjung ke Taman

Nasional Tanjung Puting selama tahun 2006 – 2011.

25

Tabel 1.6. Lamanya Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara

di Taman Nasional Tanjung Puting Tahun 2006 - 2011

No. Tahun

Kunjungan wisatawan(Orang

Hari)

Rata-rata lama tinggal

Wisman & Wisnu

Mancanegara Nusantara

1. 2006 4,0 2,3 2,2

2. 2007 3,4 2,7 3,1

3. 2008 4,6 2,4 3,5

4. 2009 4,5 2,0 3,1

5. 2010 5,6 2,1 3,9

6. 2011 5,8 2,5 4,2

Rata-rata 4,7 2,3 3,5

Sumber : Laporan Tahunan Balai TNTP 2012 Keterangan : TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting

Data pada Tabel 1.6 menggambarkan wisatawan mancanegara

dan nusantara pada saat berkunjung ke TNTP pada Tahun 2006-2011,

menunjukkan rata-rata lama tinggal wisatawan dalam kawasan obyek

wisata adalah 3,4 hari. Lama tinggal wisatawan termasuk relatif rendah,

sehingga dapat mempengaruhi besarnya tingkat pengeluaran wisatawan

selama berada dalam lokasi wisata. Dari sudut pandang teori, dikatakan

bahwa semakin lama tingkat hunian/lama tinggal wisatawan akan semakin

besar tingkat pengeluarannya untuk memenuhi semua kebutuhan pokok

dan kebutuhan lainnya, seperti konsumsi makanan dan minuman,

akomodasi, serta transportasi lokal. Hasil kajian Tur, dkk (2008)

menyebutkan bahwa lama tinggal wisatawan dalam kawasan obyek

26

wisata dipengaruhi oleh variabel ekonomi seperti: anggaran yang terbatas,

pendapatan wisatawan dan harga produk wisata. Hasil studi ini dalam

pemahaman teori pariwisata makin mempertegas adanya hubungan

antara besar kecilnya pengeluaran wisatawan dengan lama tinggal

wisatawan dalam kawasan obyek wisata. Pernyataan yang sama juga

dikemukakan oleh Goldman dkk (1994) yang menyimpulkan bahwa

pengeluaran wisatawan saat melakukan wisata terdiri atas pengeluaran

langsung dan pengeluaran tidak langsung yang akan berdampak pada

penerimaan masyarakat. Bertolak dari kedua hasil studi ini dapat

disimpulkan bahwa secara umum dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan

pariwisata melalui pengeluaran wisatawan akan diterima oleh masyarakat

lokal sebagai pendapatan.

Memperhatikan beberapa hasil kajian terdahulu dan kondisi empiris

yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah khususnya perkembangan sektor

pariwisata seperti yang sudah diuraikan pada bagian sebelumnya

menunjukkan bahwa aspek kunjungan wisatawan mancanegara dan

nusantara, lama tinggal wisatawan serta pengeluaran wisatawan masih

rendah. Rendahnya tingkat kunjungan, singkatnya waktu kunjungan dan

rendahnya pengeluaran wisatawan pada gilirannya berpengaruh pada

rendahnya daya saing pariwisata Kalimantan Tengah. Kondisi seperti

inilah menurut peneliti menjadi salah satu kendala utama dengan

beberapa faktor yang mempengaruhinya, sehingga perkembangan

sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah masih tergolong rendah.

27

Atas dasar itu, maka dipandang perlu untuk melakukan kajian yang lebih

komprehensif terhadap faktor-faktor penentu yang berkaitan dengan

perkembangan sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah. Kajian

yang ingin dilakukan tersebut ditetapkan dengan tema “Analisis Faktor

Penentu Pengeluaran Wisatawan Melalui Pengembangan Ekowisata

Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah”.

1.2. Rumusan Masalah

Memperhatikan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka

berikut ditetapkan beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini,

sebagai berikut :

1. Apakah produk wisata berpengaruh secara langsung terhadap

pengeluaran wisatawan dan tidak langsung melalui frekuensi

kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan?

2. Apakah keunikan lingkungan berpengaruh secara langsung terhadap

pengeluaran wisatawan dan berpengaruh secara tidak langsung

melalui frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan?.

3. Apakah promosi wisata berpengaruh langsung terhadap pengeluaran

wisatawan dan tidak langsung melalui frekuensi kunjungan

wisatawan dan lama tinggal wisatawan?

4. Apakah jumlah kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan

berpengaruh secara langsung terhadap pengeluaran wisatawan?.

28

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis faktor-

faktor dominan yang berpengaruh terhadap pengeluaran wisman dan

wisnu yang berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah. Secara rinci

tujuan tersebut adalah untuk:

1. Menganalisis dan mengukur pengaruh secara langsung, dan

signifikan produk wisata terhadap pengeluaran wisatawan dan

pengaruh secara tidak langsung, signifikan melalui frekuensi

kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan .

2. Menganalisis dan mengukur pengaruh secara langsung, dan

signifikan keunikan lingkungan terhadap pengeluaran wisatawan dan

pengaruh secara tidak langsung, signifikan melalui frekuensi

kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.

3. Menganalisis dan mengukur pengaruh secara langsung, dan

signifikan promosi wisata terhadap pengeluaran wisatawan dan

pengaruh secara tidak langsung, signifikan melalui frekuensi

kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan

4. Menganalisis dan mengukur pengaruh secara langsung, signifikan

frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan terhadap

pengeluaran wisatawan.

29

1.4. Kegunaan Penelitian

Keberhasilan usaha pengembangan pariwisata, khususnya

ekowisata kaitannya dengan peningkatan akses masyarakat ditentukan

oleh kerjasama secara terpadu diantara pelaku wisata (stakeholders)

melalui implementasi dan pemahaman tentang pengembangan

kepariwisataan yang tepat. Dengan demikian kegunaan hasil penelitian ini

adalah :

1. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi ilmiah oleh pemerintah

Provinsi Kalimantan Tengah untuk memilih kebijakan pengembangan

ekowisata di Taman Nasional Tanjung Puting dan Taman Nasional

Sebangau serta di seluruh obyek wisata di Provinsi Kalimantan

Tengah.

2. Dapat memberikan informasi yang berguna bagi pemerintah dalam

mengevaluasi kinerja ekowisata kaitannya dengan struktur

perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah.

3. Dapat memberikan kontribusi empiris, guna memperkaya analisis,

pengambilan keputusan dan pengembangan ekowisata di Provinsi

Kalimantan Tengah.

30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tujuan bab ini diarahkan untuk meninjau ulang isu teoritis dan

empiris pada berbagai literatur atau studi terkait sebelumnya. Fokus

utama adalah mereview kajian yang mencoba mengamati, baik secara

umum seperti konsepsi pariwisata, ekowisata maupun lebih spesifik terkait

produk wisata, keunikan lingkungan, promosi wisata, jumlah kunjungan

wisata, lama tinggal wisatawan kaitannya dengan pengeluaran wisatawan.

Dengan demikian bahwa dalam bab ini pesan utama yang ingin disajikan

meliputi dua hal pokok yaitu tinjauan ulang berbagai literatur terkait

dengan berbagai kajian/landasan teoritis dan studi empiris terkait

sebelumnya atau yang relevan dengan variabel penelitian.

2.8. Isu Terkait Tentang Pariwisata

Pada era industrialisasi dan kemajuan teknologi saat ini, semakin

banyak orang yang membutuhkan kompensasi untuk menikmati waktu

luangnya (leisure time) dengan melakukan perjalanan wisata. Naisbit

(1994) telah memperkirakan bahwa mulai tahun 2000 sektor pariwisata

akan menjadi industri terbesar di dunia dan menyumbang ekonomi global.

Sejalan dengan pernyataan Naisbit tersebut, World Tourism Organisation

(WTO) pada tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah wisatawan global

akan meningkat menjadi 1.018 juta orang dengan perolehan devisa

sebesar US%$ 3,4 trilyun, investasi pariwisata dunia sebesar 10,7 %

31

permodalan dunia, dan kesempatan kerja sebanyak 204 juta orang

(Yoety, 2008). Besarnya kontribusi sektor pariwisata terhadap

perekonomian global sebagai akibat tingginya tingkat perjalanan wisata

dunia. Perjalanan wisata dunia telah mengalami pergeseran, seperti

laporan hasil konferensi dunia di bidang lingkungan (Globe’90) di

Vancouver Canada, menyebutkan bahwa pola perilaku wisatawan

mengalami pergeseran dari wisata massal (mass tourism) ke wisata minat

khusus (special tourism). Pergeseran perilaku wisatawan tersebut

menurut Suradnya (2005) adalah sebuah evolusi yang mengarah kepada

perubahan paradigma tentang pilihan destinasi, dimana dalam konteks

pariwisata berkelanjutan sasaran utamanya adalah bagaimana

mengoptimalkan kesiapan destinasi yang unik dan alami melalui

pengembangan ekowisata. Pariwisata berkelanjutan yang identik dengan

ekowisata sangat memungkinkan untuk berkembang secara optimal atau

tidak akan menemui kendala yang berarti, karena adanya dukungan

sumberdaya alam yang potensinya sangat besar.

Sebagai suatu fenomena multi dimensional, pariwisata telah

menumbuhkan citra petualangan, romantik dan tempat-tempat yang

eksotik, dan jika dilihat dari konteks sebuah aktivitas. Bagyono (2005)

mengatakan bahwa pariwisata adalah bagian dari unsur bisnis,

kesehatan, sosial, politik, agama dan kepentingan lain, rasa

keingintahuan, menambah pengalaman ataupun belajar). Sementara itu

Smith dan Gun (1994), memandang bahwa kajian pariwisata sifatnya

32

historis, dan berkembang ke arah kajian geografis deskriptif dan

selanjutnya sampai pada kajian wisata dilihat dari aspek sejarah dan

ideologi. Selanjutnya John (1983) dan Murphy (1985) menyatakan bahwa

pariwisata dapat didekati melalui konsep pertumbuhan ekonomi, sehingga

pariwisata dapat dianggap sebagai sebuah industri. Jadi studi yang

dilakukan oleh John (1983) dan Murphy (1985) telah memasukkan unsur-

unsur ekonomi melalui produksi barang dan jasa yang dapat digali dari

pembangunan kepariwisataan.

Bertolak dari kajian wisata sebagai pertumbuhan ekonomi, tentu

dalam perjalanan waktu akan melibatkan dan mendorong untuk

berkembangnya sektor-sektor lain sehingga pada gilirannya mendorong

ekonomi nasional (Yoety, 1996 dan Wahab, 2003). Bagi negara-negara

yang memiliki potensi sumberdaya alam seperti Indonesia, dalam

beberapa tahun terakhir telah mengembangkan, bahkan mengandalkan

sektor pariwisata sebagai salah satu sektor penyumbang devisa. Hasil

penelitian yang dilakukan oleh United Nation World Touris Organisation

(UNWTO) dan Hongkong Polytechnic University (2006), menunjukkan

bahwa terjadi pergeseran perilaku wisatawan, dimana kini semakin

banyak wisatawan yang menentukan terlebih dahulu aktivitas yang ingin

dilakukan baru kemudian memilih obyek wisata yang menawarkan

aktivitas tersebut. Oleh karena itu penting untuk diperhatikan bahwa

pengembangan suatu kawasan wisata harus digabungkan dengan

penawaran atau aktivitas tertentu yang “unik” atau aktivitas yang

33

dimaksudkan hanya dapat dibeli atau dilakukan di tempat-tempat tertentu.

Sejalan dengan itu Sekartjakrarini (2004) mengatakan bahwa terdapat

faktor kunci yang berpengaruh dalam pengembangan ekowisata, antara

lain: obyek dan daya tarik wisata, infrastruktur, kelembagaan, transportasi

atau aksesibilitas, akomodasi, fasilitas dan pelayanan serta implikasi

terhadap lingkungan dan ekonomi. Gufran (2008) menyimpulkan bahwa

faktor utama dalam rangka pengembangan ekowisata adalah meliputi: (a)

faktor keamanan, (b) faktor kelestarian, faktor keunikan obyek dan faktor

daya tarik wisata, disamping itu terdapat faktor pendukung yang juga

penting untuk diperhatikan adalah manajemen (kelembagaan),

aksesibilitas dan faktor dampak minimum.

2.9. Pengembangan Ekowisata dan Pariwisata Berkelanjutan

Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan

budaya, memiliki potensi untuk mengembangkan pariwisata, salah

satunya adalah potensi wisata alam (ekowisata). Seperti halnya tujuan

pembangunan berkelanjutan yang dijelaskan Seragaldin (1996) dalam “a

triangle framework”, maka pembangunan industri pariwisata diarahkan

pada sustainable tourism, dimana salah satu bentuknya adalah ecological

tourism (ecotourism). Potensi sumber daya alam yang cukup besar

tersebut membentuk kawasan wisata yang memiliki beragam obyek wisata

unik telah menawarkan wisata berbasis alam (nature-based-tourism)

termasuk di dalamnya ekowisata (ecotourism), wisata petualangan

(adventure tourism), dan wisata bahari (marine tourism). Spillane (1994)

34

menyatakan bahwa wisata berbasis alam atau ekowisata adalah

merupakan perjalanan sekelompok orang yang sifatnya sementara untuk

menikmati obyek dan atraksi di tempat tujuan sebagai usaha mencari

keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dalam lingkungan hidup

dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.

Gufran (2008) menyatakan bahwa terdapat beberapa kriteria

minimum dalam pengembangan ekowisata, yaitu: (1) kelestarian dan

keunikan ODTW termasuk di dalamnya usaha konservasi flora, fauna,

keindahan alam dan mempertahankan keunikan budaya masyarakat lokal,

(2) aksesibilitas menuju dan di dalam kawasan, atau sarana dan prasaran

transportasi, (3) keamanan saat berwisata dan asuransi, (4) infrastruktur

minimum seperti tempat istirahat (gazebo), toilet, (5) institusi dan regulasi,

(6) bisnis wisata (travel agent, travel writer), (7) hubungan dengan ODTW

lainnya, (8) dampak minimum pada lingkungan, (9) promosi, (10) daya

dukung wisata, (11) pemberdayaan masyarakat, (12) kontribusi ekonomi

(jumlah pengeluaran wisatawan), (13) pendidikan.

Ditinjau dari sisi mikro, perkembangan ekowisata yang ditandai

dengan pembangunan sarana infrastruktur dan meningkatnya jumlah

kunjungan wisatawan tentunya berdampak bagi sejumlah masyarakat di

sekitar lokasi. Dampak positif berupa aliran uang dari wisatawan ke

masyarakat lokal yang memiliki akses dalam kegiatan ekowisata melalui

kesempatan kerja seperti interpreter, pemandu wisata, penyedia

transportasi, penyedia akomodasi, penyedia makanan dan minuman,

35

penjualan souvenir. Semua efek pengganda tersebut pada gilirannya

meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Selain dampak positif,

pengembangan ekowisata juga memungkinkan timbulnya dampak negatif

berupa penurunan kualitas lingkungan serta perubahan kondisi sosial

budaya masyarakat. Agar supaya dampak negatif dapat ditekan, maka

perencanaan pengembangan ekowisata hendaknya dilakukan melalui

kegiatan: (a) penilaian dan inventarisasi sumberdaya yang cocok untuk

pariwisata, (b) perkiraan berbagai tekanan yang timbul sebagai dampak

lingkungan, (c) tata kelolah yang benar atas tata guna lahan (Kodhyat,

1998). Selanjutnya pemilihan konsep pengembangan ekowisata

didasarkan pada beberapa unsur utama yaitu: (a) ekowisata sangat

bergantung pada kualitas sumberdaya alam, peninggalan sejarah dan

budaya; (b) ekowisata melibatkan masyarakat, (c) ekowisata

meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai

peninggalan sejarah dan budaya; (d) tumbuhnya pasar ekowisata di

tingkat internasional dan nasional; dan (e) ekowisata sebagai sarana

mewujudkan ekonomi berkelanjutan (Purwanti, 2010).

Dengan memahami unsur utama konsep pengembangan

ekowisata, maka dalam hal ini ekowisata menawarkan konsep low invest-

high value bagi sumberdaya alam dan lingkungan, sekaligus

menjadikannya sebagai sarana yang ampuh bagi partisipasi masyarakat,

karena seluruh asset produksi menggunakan dan merupakan milik

masyarakat lokal. Di dalam pemanfaatan areal alam dan kawasan

36

konservasi sebagai obyek daya tarik wisata (ODTW) seperti: taman

nasional, taman hutan raya, cagar alam, suaka margasatwa, taman

wisata alam dan taman buru, pengembangan ekowisata mempergunakan

pendekatan pelestarian dan pemanfaatan, namun dalam pelaksanaannya

lebih menitikberatkan pada “pelestarian”. Ekowisata merupakan bentuk

wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi, sebagai upaya

untuk menjaga kelangsungan pemanfaatan suberdaya alam untuk waktu

kini dan masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan definisi yang

dibuat oleh The International Union for Conservation of Nature and Natural

Resources (1980) dalam Fandeli (2000), bahwa konservasi adalah usaha

manusia untuk memanfaatkan biosfer dengan berusaha memberikan hasil

yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang. Dengan

demikian bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan

sebagai bentuk implementasi dari tujuan konservasi seperti dikemukakan

United Nation Enviromental Program (UNEP, 1980) dalam Fandeli (2000)

yaitu: (a) menjaga tetap berlangsungnya proses ekologi yang tetap

mendukung sistem kehidupan; (b) melindungi keanekaragaman hayati; (c)

menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya. Upaya

untuk menjaga kelestarian lingkungan, maka pengembangan ekowisata

tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam

dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan

psikologi wisatawan, sehingga dapat dikatakan bahwa ekowisata tidak

37

menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Selanjutnya jika dilihat dari aspek

bisnis, maka ekowisata pada dasarnya tidak mengenal kejenuhan pasar.

Lebih lanjut Fandeli (2004) mengatakan bahwa produk ekowisata

adalah keindahan, keunikan, otentitas dan ilmu pengetahuan (knowledge)

yang berada pada suatu kawasan, bahkan ekowisata menjual produk

yang bersifat pengalaman (experience). Ekowisata sebagai bentuk

pariwisata dengan kegiatan yang bertumpu pada konservasi akan

bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat lokal serta

menjamin kelestarian sumberdaya alam dan berkelanjutan. Hasil studi

Kumar at., al (2010) di Taman Nasional Madhav, Shivpuri India

menyatakan bahwa ekowisata yang menekankan pada kelestarian

lingkungan memberikan pemahaman yang positif bagi wisatawan yang

berkunjung sehingga keberadaan wisatawan dalam kawasan taman

nasional ikut bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan, tidak

rusaknya vegetasi, tidak terjadinya erosi tanah dan tetap terjaganya

kondisi lingkungan dengan baik, sehingga dengan demikian keberadaan

wisatawan telah memberikan kontribusi yang signifikan melalui

pemahaman atas pentingnya kelestarian lingkungan agar keberadaan

ekowisata dalam Taman Nasional Madhav dapat berkelanjutan.

Pengembangan ekowisata dalam konteks pariwisata lebih

menekankan pada eco-development yang meliputi: (a) pemanfaatan

sumberdaya alam; (b) pemanfaatan teknologi yang tepat; (c) pemanfaatan

kemampuan sosial politik masyarakat lokal. Dengan demikian untuk

38

mencapai keberlanjutan ekowisata, beberapa saran dan konsep yang

perlu diperhatikan menurut Hawkins at., al dalam Theobald (1998) adalah:

(a) menghargai keutuhan dan keberadaan ekosistem; (b) partisipasi lokal;

dan (c) memberi peluang ekonomi bagi masyarakat lokal. Kaitannya

dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang menjadi dasar

pengembangan ekowisata di Indonesia, meliputi lima prinsip dasar yaitu:

(a) pelestarian; (b) pendidikan; (c) pariwisata; (d) perekonomian; dan

partisipasi masyarakat lokal. Dengan memahami beberapa hal yang

berkaitan dengan potret ekowisata, maka dapat disimpulkan bahwa

pengembangan ekowisata berkelanjutan mempunyai ruang lingkup yang

kompleks dan multidimensi serta mempunyai keterkaitan satu dengan

yang lain.

2.10. Pengembangan Produk Wisata Hubungannya dengan Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal, dan Pengeluaran Wisatawan.

Pengelolaan pariwisata alam (ekowisata) melalui pengembangan

produk wisata atau obyek dan daya tarik wisata (ODTW) alam, adalah

sesuatu yang penting agar tercipta keamanan ODTW di suatu kawasan,

serta mengemasnya menjadi ODTW alam yang unggul dan menarik untuk

dikunjungi wisatawan. Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada

pariwisata minat khusus atau yang dikenal dengan Ekowisata, dimana

menurut Fandeli (2002) bahwa saat ini ada kecenderungan semakin banyak

wisatawan yang mengunjungi objek berbasis alam dan budaya penduduk

lokal. Fenomena seperti ini merupakan peluang besar bagi wilayah yang

memiliki potensi dan keanekaragaman hayati tinggi untuk menjaring

39

wisatawan mancanegara dan nusantara. Alasannya, karena wisatawan

cenderung beralih kepada alam dibandingkan pola-pola wisata buatan yang

mereka rasakan telah jenuh dan kurang menantang.

Ragam produk yang dihasilkan oleh industri pariwisata termasuk

ekowisata menurut Sihite (2000) bahwa keistimewaan dari industri

pariwisata bila ditinjau dari sudut ekonomi adalah produk yang

dihasilkannya terpisah, sedangkan permintaannya tergabung, seperti

dilihat dalam satu paket wisata. Sebagai suatu industri, ekowisata dalam

pengembangannya sudah tentu manghasilkan produk berupa jasa

lingkungan. Produk tersebut ditawarkan kepada konsumen untuk

memperoleh pendapatan (income) dengan masuk pada sistem

perdagangan umum yang berlaku. Dalam perdagangan produk ekowisata,

juga berlaku hukum permintaan (demand) dan penawaran (supply),

dimana semua produk wisata dikemas dari bermacam-macam produk

kelompok industri pariwisata (paket wisata) untuk selanjutnya dikonsumsi

oleh wisatawan dalam perjalanan wisata yang dilakukannya mulai dari

awal perjalanan, menikmati obyek wisata sampai kembali ke tampat asal.

Produk industri pariwisata, termasuk di dalamnya produk ekowisata

bersifat kompleks jika dibandingkan dengan produk manufaktur umumnya,

dimana produk wisata yang akan ditawarkan bersifat produk tidak

berwujud (intangible product), sehingga untuk kelancaran penawaran

(supply) produk wisata, hal yang penting diperhatikan adalah perencanaan

yang baik, dan memahami sifat dan karakteristik produk yang akan

40

ditawarkan kepada wisatawan sebagai konsumen. Produk wisata berupa

atraksi wisata dan fasilitas pendukung lainnya seperti akomodasi, food

and beverage merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi

suatu ODTW. Hasil studi Ubjaan (2005), Kelkit at, al (2008), dan Olivia

(2009) menyatakan bahwa ketersediaan dan kemasan produk wisata

(atraksi dan fasilitas pendukung wisata) mempunyai hubungan yang

signifikan dengan jumlah dan frekuensi kunjungan wisatawan.

Arismayanti (2009) dalam studi deskriptifnya di Bali dengan menggunakan

pendekatan siklus hidup daerah tujuan wisata juga menyatakan bahwa

jika daerah tujuan wisata ingin dikunjungi oleh banyak wisatawan maka

manajemen produk wisata, khususnya atraksi wisata harus melalukan

variasi dan siklus atraksi secara baik sehingga wisatawan tidak merasa

bosan untuk mengunjungi daerah tersebut. Dari studi ini dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara siklus dan

variasi produk wisata dengan kunjungan wisata. Pendapat Ubjaan (2008)

dan Arismayanti (2009) sejalan dengan hasil studi Suradnya (2005) yang

menyatakan bahwa suatu obyek wisata akan menjadi pilihan wisatawan

untuk dikunjungi tergantung pada daya tarik obyek wisata (produk wisata)

yang bersangkutan, faktor daya tarik lingkungan tersebut adalah

keindahan alam (natural beauty). Hasil studi Suradnya (2005)

menyimpulkan bahwa wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali

karena daya tarik keindahan alam (natural beauty) yaitu sebesar 5,12%

dari 8 (delapan) varians yang dianalisis. Dengan demikian bahwa faktor

41

produk wisata melalui daya tarik paket wisata yang ditawarkan memiliki

korelasi yang signifikan dengan kunjungan wisatawan mancanegara ke

Bali.

Selanjutnya Christoper at, al (2010) dan Collins at, al (2010) dalam

studinya menyatakan bahwa wisatawan yang menyaksikan produk wisata

alam seperti atraksi telah memberikan manfaat sosial dan memberikan

kenikmatan tersendiri yang berbeda dengan kenikmatan yang diberikan

oleh wisata massal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jika produk

wisata, khususnya atraksi wisata alam dikelola secara baik, sehingga

dapat memberikan kenyamanan bagi wisatawan, pada gilirannya akan

mendorong wisatawan untuk berkunjung ke ODTW tersebut.

Pengembangan produk ekowisata dengan menampilkan produk

wisata yang unik tentu menjadi modal dasar dan menjadi preferensi

wisman dan wisnu menghabiskan waktu lebih lama dalam kawasan

ODTW untuk dapat menikmati seluruh atraksi alami (natural attraction)

yang ditawarkan oleh pengelola. Hasil studi Palacio (1997) di Belize

menyimpulkan bahwa produk ekowisata berupa pemandangan yang lepas

dan ketersediaan fasilitas akomodasi seperti homestay dan camping area

telah menjadi preferensi wisatawan untuk berkunjung dan tinggal lebih

lama dalam kawasan tersebut karena wisatawan merasakan kenyaman

selama berwisata dan dapat menikmati pemandangan secara lepas.

Sejalan dengan hasil studi Palacio (1997), Linberg (1991) mengatakan

bahwa perilaku wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata adalah

42

merupakan refleksi dari perjalanan ke kawasan yang masih asli, yang

relatif tidak terusik ataupun tercemar dengan tujuan untuk mempelajari,

mengagumi dan menikmati pemandangan alam, hidupan liar tumbuhan

dan satwa serta budaya setempat. Pernyataan tersebut dipertegas lagi

oleh Western (1995) yang menyatakan bahwa berwisata ke kawasan alam

(ekowisata) adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke wilayah-

wilayah alami yang melindungi lingkungan dan meningkatkan

kesejahteraan penduduk setempat. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa ekowisata menggabungkan suatu komitmen terhadap alam dengan

tanggung jawab sosial. Artinya ekowisata dapat mendukung

pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di daerah

pedesaan disekitar obyek wisata. Jadi dapat disimpulkan bahwa

ekowisata mengandung unsur penghargaan (rewarding), pengkayaan

(enriching), petualangan (adventuresm), dan proses belajar (learning)

yang terkait dengan obyek yang dikunjungi.

Keberadaan wisatawan dalam kawasan ODTW sudah tentu akan

mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli sejumlah kebutuhan,

semakin lama berada dalam kawasan obyek semakin besar pengeluaran

wisatawan. Rosemary (2007) mengatakan bahwa ada tujuh alasan

wisatawan untuk membelanjakan uangnya pada saat berwisata, yaitu: (a)

keunikan, (b) harga, (c) waktu belanja, (d) sudah merencanakan

pengeluaran, (e) belanja untuk keluarga dan teman, (f) karena ada

pesanan dari rumah. Dengan memperhatikan alasan di atas, maka boleh

43

jadi wisatawan dalam mengeluarkan uang untuk belanja selama berwisata

lebih fokus pada belanja jenis souvenir yang dijual di dalam dan di sekitar

kawasan obyek. Selain itu faktor yang menentukan wisatawan untuk

membelanjakan uang selama berwisata adalah karena adanya hubungan

antara faktor ekonomi dengan keinginan untuk konsumsi (tourist demand),

dimana keinginan untuk konsumsi tersebut didorong oleh pendapatan

rumah tangga/pendapatan wisatawan, harga penginapan dalam obyek,

harga tiket masuk, harga makanan dan minuman serta harga souvenir

(Allen et, al., 2007). Jadi dalam hal ini, pengeluaran wisatawan lebih banyak

ditentukan oleh faktor pendapatan dan harga, sehingga dapat dikatakan

bahwa permintaan terhadap produk wisata dipengaruhi oleh tingkat

pendapatan dan tingkat harga dari produk tersebut.

2.11. Pengembangan Keunikan Lingkungan Hubungannya dengan Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal, dan Pengeluaran Wisatawan.

Lingkungan terdiri dari lingkungan biofisik (biotik, fisik) dan

lingkungan sosial. Lingkungan biotik meliputi organisme hidup yang

mencakup flora, fauna dan mikroorganisme, sedangkan lingkungan fisik

meliputi benda mati seperti: tanah, air dan udara. Sementara lingkungn

sosial meliputi semua faktor atau kondisi dalam masyarakat yang dapat

menimbulkan pengaruh atau perubahan sosiologis (Soemarwoto, 1999).

Ketiga komponen lingkungan yang disebutkan di atas, menurut Ryadi

(1981) terkait dalam hubungan inter-relationship dengan kaidah

44

keseimbangan yang diantur oleh ketertiban alamiah. Selanjutnya

Soemarwoto (1997), menambahkan bahwa ekosistem terbentuk oleh

variasi komponen lingkungan di suatu tempat yang berinteraksi

membentuk suatu kesatuan yang teratur dengan fungsi dan niche tertentu.

Selama masing-masing komponen berfungsi dengan baik, ekosistem akan

berada dalam keteraturan dan keseimbangan yang dinamis. Dalam hal ini

manusia sebagai subsistem lingkungan selalu berinteraksi dengan

lingkungan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas hidupnya.

Mencermati gambaran umum tentang lingkungan hidup, dimana

ekosistem adalah bagian dari lingkungan hidup itu sendiri, maka

pengertian ekosistem adalah suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat

hubungan antara struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksudkan dalam

definisi ekosistem tersebut adalah berhubungan dengan keanekaragaman

spesies (species diversity). Ekosistem yang mempunyai struktur yang

kompleks, memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi. Sedangkan

istilah fungsi dalam definisi ekosistem menurut Tansley dalam Kusmana

& Istomo (1995) berhubungan dengan siklus materi dan arus energi

melalui komponen- komponen ekosistem. Bahwa masing-masing sub

sistem dalam sebuah ekosistem saling berhubungan satu sama lainnya

berdasarkan struktur dan fungsinya untuk membentuk satu kesatuan

sistem yang utuh dalam membangunan suatu sistem kehidupan.

Peristiwa dalam suatu ekosistem atau biasa disebut sistem ekologi

adalah merupakan pertukaran bahan-bahan antara bagian-bagian yang

45

hidup dan yang tak hidup di dalam suatu sistem. Ekosistem dicirikan

dengan berlangsungnya pertukaran materi dan transformasi energi yang

sepenuhnya berlangsung diantara berbagai komponen dalam sistem itu

sendiri atau dengan sistem lain di luarnya. Jadi ekosistem menurut

Woodbury, 1954 dalam Indriyanto, 2006) adalah tatanan kesatuan secara

kompleks di dalamnya terdapat habitat, tumbuhan, dan binatang yang

dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya

akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi.

Ekosistem yang lengkap dan didukung oleh banyak sub sistem

lingkungan dan membentuk suatu sistem ekologi optimal dimana unsur

lingkungan biotik dan abiotik menyatu dalam satu kesatuan yang saling

mempengaruhi dan membentuk suatu ekosistem, seperti ekosistem hutan,

danau, air terjun, kawasan fauna dan sebagainya. Dan jika unsur-unsur

yang membangun ekosistem tersebut adalah termasuk yang endemik

atau langka maka dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut masuk

kategori unik (Direktorat WAPJL, 2002). Jika suatu unsur lingkungan

biotik (flora dan fauna) merupakan unsur yang endemik atau langka, tentu

dalam rangka mempertahankan kondisi ekosistemnya diperlukan upaya

pelestarian.

Mitchell, Setiawan dan Rahmi (2000) menyatakan bahwa konsep

pelestarian lingkungan modern mesti berisikan upaya pemanfaatan

lingkungan sekaligus memelihara keberlanjutannya. Salah satu paket

strategi mempertahankan kelestarian lingkungan adalah dengan: (1)

46

memperkuat kapasitas perencanaan lokal dengan memasukkan aspek

konservasi ke dalam perencanaan spasial; (2) rasionalisasi hak-hak atas

sumberdaya, seperti hak atas tanah; dan (3) pengembangan area lokal.

Jadi pernyataan Mitchell, Setiawan dan Rahmi (2000) dapat disimpulkan

bahwa pengembangan ekowisata dalam kawasan hutan melalui konsep

konservasi bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan keutuhan

ekosistem menuju kepada pengembangan ekowisata yang berwawasan

lingkungan.

Selanjutnya Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah suatu

istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang

secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya,

yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme

serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini

merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi

keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu.

Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan

sistem biologis (Leveque dan Mounolou. (2003).

Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi;

wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan

jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari

ekuator. Menurut Leveque dan Mounolou (2003), keanekaragaman hayati

yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi.

Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains. Hingga

47

sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa

archaea, bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum

organisme multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan

keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan

eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas

bumi, iklim, dan luar angkasa.

Keanekaragaman hayati adalah keseluruhan variasi berupa

bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat yang dapat ditemukan pada

makhluk hidup.. Setiap saat kita dapat menyaksikan berbagai jenis

makhluk hidup di dalam suatu ekosistem terkandung berbagai unsur baik

alam, kebudayaan manusia maupun gabungan keduanya. Ketiganya

merupakan sumberdaya penting, yang perlu dilestarikan, sehingga

menjadi bagian kemitraan yang mutual benefit dengan industri pariwisata

(Wight, 1993). Oleh karena itu, agar lingkungan dapat dinikmati,

digunakan dan tidak dihancurkan diperlukan upaya: (1) preservasi yaitu

pencegahan degradasi lingkungan dan menjaga kelestariannya agar tetap

pada kondisi yang ada; dan (2) konservasi yaitu perlindungan terhadap

lingkungan yang dianggap mempunyai nilai penting baik historis,

arsitektural, budaya dan lain-lain.

Fandeli (2000) menjelaskan bahwa pengusahaan Ekowisata

dalam kawasan hutan harus bersasaran: (a) melestarikan hutan dan

kawasannya; (b) mendidik semua orang untuk ikut melestarikan hutan

yang dimaksud, baik itu pengunjung, karyawan perusahaan sendiri

48

sampai masyarakat yang ada di dalam dan sekitarnya; (c) meningkatkan

kesejahteraan masyarakat setempat agar dengan demikian tidak

mengganggu hutan. Jadi inti yang mau dicapai oleh Fandeli kaitannya

dengan pengusahaan ekowisata, tidak lain adalah bagaimana suatu

kawasan obyek wisata dapat dikelola dengan optimal melalui kegiatan

pelestarian (konservasi) dengan pendekatan peningkatan pendidikan dan

pemahaman seluruh unsur yang terkait dengan ekowisata tentang

pentingnya keseimbangan ekosistem, sehingga tujuan dari keberadaan

obyek wisata alam (ekowisata) dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat setempat secara berkelanjutan. Salah satu upaya dan

kebijakan yang ditempuh untuk menjamin keberlanjutan potensi

sumberdaya alam sebagai alat pemenuhan kebutuhan untuk mencapai

kesejahteraan masyarakat adalah melalui kegiatan konservasi

sumberdaya alam.

Konservasi sumber daya alam (natural conservation) adalah suatu

bentuk pengawetan atau perlindungan alam. Jika konsepsi ini

dipergunakan untuk pengelolaan hutan, berarti konservasi adalah suatu

upaya yang dilakukan untuk mengawetkan fungsi ekosistem hutan

(Fandeli, 2004). Selanjutnya pengertian operasional tentang konservasi

menurut International Union for Conservation of Nature and Natural

Resources, (IUCN, 1980) adalah “ Conservation is management of human

use of the biosphere so that it may yield the greatest sustainable benefit to

present generations while maintenance its potential to meet the needs and

49

aspirations of future generations”. Melalui definisi tersebut lebih

menekankan kepada dua hal, yaitu: (a) konservasi berarti menjamin

kelestarian pemanfaatan untuk generasi kini maupun generasi

mendatang. Peluang pemanfaatan oleh generasi anak cucu, tidak boleh

digunakan untuk saat ini, (b) konservasi berarti memelihara potensi

sumberdaya agar kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang dapat

tercukupi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konservasi mesti

ditempatkan pada pengertian yang dinamis, sebagai aspirasi dan

kebutuhan manusia dari waktu ke waktu juga berkembang secara

dinamis.

Konservasi sebagai salah satu ciri utama pengembangan

ekowisata dengan tujuan untuk dapat menjamin kelestarian lingkungan

yang menjadi tujuan konservasi menurut UNEP (1980), tujuan dimaksud

adalah: (1) menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap

mendukung sistem kehidupan; (2) melindungi keanekaragaman hayati

(Biodiversity); (3) menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan

ekosistemnya. Jadi dengan demikian konservasi adalah merupakan satu

upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekosistem

sebagai satu kesatuan yang utuh dan memberikan nilai ekologis dan nilai

ekonomi. Kesatuan yang utuh dimaksudkan sebagai sesuatu yang

esensial dan menyatukan komponen fisik dan biotik, dimana komponen

fisik ditekankan pada penghematan dan upaya mencari sumberdaya alam

terbaharui. Sementara terhadap komponen biotik atau living resources

50

untuk menjaga kelestarian ekosistemnya dapat dilakukan dengan cara in-

situ conservation, dan untuk mempertahankan keanekaragaman

hayatinya (biodiversity) dapat dilakukan dengan cara ex-situ conservation

melalui upaya pelestarian di luar habitatnya (Fandeli 2004). Jika hal ini

dilakukan secara simultan, maka pembangunan berwawasan lingkungan

untuk menuju keberlanjutan ekowisata dalam kawasan taman nasional

dapat terwujud.

Keseimbangan ekosistem pada dasarnya akan memelihara suatu

lingkungan untuk tetap berada pada siklus hidup seluruh organisme

secara baik dan teratur, sehingga ekosistem tersebut akan membentuk

keanekaragaman lingkungan yang ideal dan memiliki keunikan. Kaitannya

dengan produk wisata yang memiliki keunikan lingkungan sebagai salah

satu obyek wisata, tentu sudah berbeda dibanding dengan obyek yang

lain, karena obyek tersebut sangat jarang dijumpai di tempat yang lain.

Zambrano dkk, (2010) mengungkapkan bahwa peningkatan penggunaan

produk-produk wisata memiliki korelasi yang kuat oleh beberapa faktor,

seperti : promosi, adanya produk turis yang lebih konvensional, seperti

hotel-hotel kecil, kegiatan pemancingan di Puerto Jimene dan subsistem

agrikultur di sekitar perumahan masyarakat. Keadaan di Puerto Jimene

telah mendorong perilaku wisatawan untuk beralih dari wisata massal ke

wisata khusus seperti ekowisata, karena obyek wisata tersebut

memberikan warna lain bagi wisatawan untuk menikmati keindahan alam.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

51

signifikan antara keunikan lingkungan dengan kunjungan wisatawan,

dimana semakin alami dan unik suatu obyek wisata akan semakin banyak

wisatawan yang akan berkunjung ke tempat tersebut.

Hasil studi Palacio dan McCool (1997) di Belize sebuah kawasan

di bagian tengah Amerika Serikat, dengan menggunakan metode survey

dengan pendekatan manfaat yang diterima wisatawan. Jumlah responden

adalah sebanyak 206 wisatawan, tujuannya adalah untuk melihat

preferensi wisatawan berkunjung ke kawasan tersebut. Hasil studinya

menunjukkan terdapat empat segmen preferensi wisatawan yaitu

wisatawan yang menyukai kebebasan berada di alam (nature escapist),

wisatawan ekowisata (ecotourist), wisatawan yang menikmati

kenyamanan alam (comfortable naturalist), wisatawan pasif (passive

players). Keempat segmen tersebut semuanya mewakili kenyaman

berada di alam, khususnya alam yang memberikan daya tarik karena

keunikan lingkungannya. Dengan demikian hasil studi Palacio dan McCool

(1997) mau menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keindahan

alam karena keunikannya dengan preferensi wisatawan untuk berkunjung

ke kawasan ekowisata Belize. Jadi studi Palacio dan McCool (1997)

menyimpulkan bahwa jika keindahan alam dengan keunikan yang

dimilikinya dipertahankan atau ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi

preferensi wisatawan untuk meningkatkan kunjungannya ke kawasan

ekowisata tersebut.

52

Pengembangan ekowisata dapat diwujudkan dengan cara

mempertahankan keunikan lingkungan yang dimiliki oleh sebuah

kawasan, karena dengan uniknya suatu kawasan wisata akan mendorong

wisatawan untuk menyaksikan kawasan tersebut. Pernyataan ini sejalan

dengan hasil studi Kelkit dkk (2008) terhadap potensi Taman Nasional

Gallipoli di Turki, yang mengkaji tentang hubungan antara keunikan

lingkungan dengan pengembangan ekowisata melalui kunjungan

wisatawan. Kelkit dkk (2008) menyatakan bahwa keunikan lingkungan

Taman Nasional Gallipoli Turki merupakan produk wisata yang dapat

dinikmati oleh wisatawan yang berkunjung ke taman nasional tersebut.

Dengan pendekatan Analytical Hirarchi Proces (AHP) model yang

digunakan dalam kajian tersebut, menyimpulkan bahwa keunikan

lingkungan yang terdapat dalam kawasan Taman Nasional Gallipoli

mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat kunjungan dan lama

tinggal wisatawan dalam kawasan tersebut.

Hubungan antara keunikan lingkungan dengan kunjungan

wisatawan, juga menjadi salah satu hasil kajian Zambrano dkk (2010) di

Puerto Jumene Costa Rica, suatu kawasan khusus yang memiliki

pemandangan yang unik dan lepas, yang dikelola sebagai tempat

pemancingan dan kawasan wisata. Analisa deskriptif digunakan oleh

Zambrano dkk (2010) untuk melihat apakah ada korelasi antara keunikan

lingkungan kawasan pemancingan Puerto Jumene dengan kunjungan

wisatawan ke lokasi tersebut. Kesimpulan yang diperoleh dari kajian ini

53

adalah keunikan lingkungan dengan bentang alam (space) memungkinkan

adanya pemandangan lepas yang dimiliki oleh kawasan pemancingan

Puerto Jumene mempunyai korelasi positif dengan kunjungan wisatawan,

dimana salah satu hasil temuannya adalah frekuensi kunjungan

wisatawan ke lokasi tersebut adalah rata-rata 4 (empat) kali kunjungan.

Hal ini membuktikan bahwa kawasan pemancingan Puerto Jumene

memiliki keunikan yang mendorong wisatawan untuk berkunjung secara

berulang kali ke obyek wisata tersebut.

Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh pengelola obyek

wisata yang menempatkan keunikan lingkungan kawasan sebagai salah

satu faktor penarik kunjungan wisatawan adalah dengan cara

mempertahankan ekosistem kawasan tersebut melalui konsep konsevasi.

Konservasi dalam hal ini, dimaksudkan untuk melakukan pengelolaan,

pengaturan dan ada senantiasa memberikan fungsinya secara baik.

Kaitannya dengan salah satu konsep pengembangan ekowisata yaitu

pemberdayaan masyarakat lokal, maka kegiatan konservasi membuka

peluang bagi masyarakat lokal untuk mendapatkan akses ekonomi,

sehingga eksistensi dan keberlangsungan kehidupan masyarakat lokal

dapat terpenuhi secara konsisten. Christoper dkk (2010) melalui studinya

yang menggunakan analisis benefit cost di salah satu kawasan konservasi

di Peru menyimpulkan bahwa manajemen produk wisata melalui kegiatan

konservasi terhadap unsur-unsur produk wisata telah memberikan

manfaat sosial bagi masyarakat yang ada disekitar kawasan obyek.

54

Manfaat sosial tersebut adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat

tentang manajemen produk wisata sebagai salah asset yang dapat

menunjang dan mendukung kelangsungan ekonomi masyarakat secara

berkelanjutan (sustainable productions). Hasil studi Rosemary (2007) dan

(Allen et, al., 2007), menunjukkan bahwa secara umum alasan wisatawan

untuk membelanjakan uangnya guna memenuhi kebutuhannya selama

berwisata didorong oleh tiga alasan pokok, yaitu: (a) pendapatan

wisatawan; (b) keunikan dari produk wisata; dan (c) harga produk wisata.

Dengan keunikan dari produk wisata dan keinginan untuk konsumsi

(tourist demand) boleh jadi menjadi sebagai faktor mendorong wisatawan

untuk membelanjakan uang selama berwisata. Jadi dalam hal ini, keunikan

lingkungan sebagai bagian dari produk wisata (atraksi dan souvenir)

mempunyai hubungan dengan jumlah kunjungan, lama tinggal dan tingkat

pengeluaran wisatawan.

Hasil studi Shuib dan Bulan (1996) menyatakan bahwa komponen

belanja keluarga adalah meliputi: transportasi, akomodasi, konsumsi,

kenyamanan berwisata dan cinderamata. Dari sekian komponen

pengeluaran wisatawan tersebut pengeluaran untuk transportasi,

akomodasi dan konsumsi merupakan pengeluaran pokok dan mendasar.

Hal ini sangat mungkin karena komponen transportasi menjadi alasan

utama wisatawan untuk menikmati seluruh atraksi wisata yang terdapat di

dalam kawasan ekowisata, sehingga jumlah uang dikeluarkan oleh

wisatawan untuk komponen ini relatif banyak. Demikian halnya dengan

55

pengeluaran untuk komponen akomodasi dan konsumsi, kedua

komponen ini lebih banyak bergantung pada durasi dan lamanya

wisatawan berada dalam kawasan obyek, karena semakin lama

wisatawan tinggal dalam kawasan obyek semakin besar pengeluaran

untuk membayar sewa hotel atau guesthouse atau homestay serta

membayar keperluaan makan dan minum. Jadi semakin unik atraksi

wisata yang dinikmati oleh wisatawan, semakin lama mereka menikmati

atraksi tersebut, sehingga durasi waktu tinggal wisatawan dalam kawasan

obyek juga semakin bertambah, dan pada gilirannya akan menambah

pengeluaran wisatawan untuk memenuhi kebutuhan akan akomodasi dan

konsumsi. Itu berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan dari

keunikan lingkungan melalui atraksi wisata dengan jumlah kunjungan,

lama tinggal dan pengeluaran wisatawan.

2.12. Pengembangan Promosi Wisata, Hubungannya dengan Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal, dan Pengeluaran Wisatawan.

Pemasaran wisata yang berhubungan dengan alam (ekowisata)

sedapat mungkin untuk membedakan produk dan jasa yang ditawarkan

secara cerdas dan kreatif. Hal ini penting untuk menekankan keragaman,

infrastruktur dan menggunakan teknik yang berbeda untuk memperluas

basis negara asal wisatawan (Ritche dan Goeldner dalam Lovo, 2003).

Dari sisi wisatawan, tentunya harus memahami aktivitas-aktivitas wisata

yang ditawarkan obyek wisata tersebut. Faktor lain yang tidak kalah

pentingnya adalah sosialisasi dampak kehadiran wisatawan pada satu

56

obyek wisata dan mendidik mereka untuk meminimalkan dampak

perilakunya (Faulkner, Moscardo, dan Laws, dalam Lovo, 2003).

Peran promosi wisata dalam memperkenalkan dan menjual

produk wisata sangatlah penting, karena melalui kegiatan tersebut

pengelola wisata dapat membentuk persepsi, pendapat dan kesan kepada

calon wisatawan. Dalam hal ini iklan dan promosi, agen perjalanan dan

pengalaman terdahulu adalah merupakan elemen-elemen penting dan

dianggap cukup efektif mempromosikan suatu negara pada wisatawan

potensial (Bojan dalam Lovo, 2003). Sementara itu menurut Depbudpar

dan WWF-Indonesia (2009), dalam rangka pemasaran, strategi pencitraan

(branding) dan promosi produk ekowisata, beberapa langkah penting yang

perlu dilakukan adalah sebagai berikut: (a) mengikuti kegiatan promosi

dan pemasaran berskala internasional; (b) melakukan survey pasar

secara berkala untuk mengetahui dinamika pasar; (c) mengidentifikasi

target pasar untuk produk ekowisata yang dikembangkan; (d)

menyelenggarakan promosi secara khusus (farm trip, media trip, dll); (e)

membuka dan menjalin hubungan terbuka dengan pihak swasta dan

mendorong adanya kesepakatan antara organisasi masyarakat dengan

tour operator.

World Economic Summit dalam Lovo (2003) membahas tentang

pengembangan produk, pemasaran dan promosi ekowisata, khususnya

mengenai corak pasar ekowisata dan wisata alam lainnya yang terkait.

Kesepakatan dari forum tersebut kaitannya dengan pengembangan dan

57

pengelolaan ekowisata di masa mendatang adalah sebagai berikut:

(a) edukasi wisatawan adalah kunci untuk meningkatkan kepedulian dan

merangsang permintaan terhadap produk dan jasa yang berwawasan

sosial dan lingkungan; (b) rangsangan untuk produk yang sensitive

terhadap ekologi seharusnya menjadi penggerak kunci untuk memperbaiki

ekowisata (c) publikasi yang dilakukan media massa tidak cukup untuk

menyampaikan substansi ekowisata; (d) informasi yang disampaikan

harus jelas dan akurat; (e) tujuan utama usaha ekowisata harus mencapai

tingkat kepuasan yang tinggi diantara para pihak yang terkait dengan

melakukan perbaikan kualitas pelayanan dan memberikan kontribusi pada

konservasi sumberdaya alam dan budaya; dan (f) ide pengembangan dan

promosi ekowisata seringkali dibagi sektor swasta dan program

pemerintah.

Sejalan dengan apa yang sudah diuraikan di atas, dalam hal

melakukan promosi wisata yang didalamnya untuk memperkenalkan

produk wisata alam, sudah tentu di dalamnya menyangkut tentang

keadaan lingkungan secara keseluruhan. Beberapa studi terdahulu telah

menyebutkan bahwa dalam kawasan ekowisata kondisi lingkungan alami

dan keunikan lingkungan adalah merupakan sesuatu yang saling

komplementer, dimana jika suatu lingkungan tergolong alami, maka

ekosistem yang ada di dalamnya menggambarkan keanekaragaman flora

dan fauna, dan di dalamnya sangat memungkinkan terdapat flora dan

fauna yang sifatnya endemik.

58

Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang baru dikenal di dunia,

oleh karena itu masih perlu diperkenalkan secara intensif oleh mereka

yang berkepentingan terhadap kegiatan ini. Banyak produk-produk wisata

memiliki karakteristik yang unik dan masih dianggap berbahaya oleh

orang, yang sebenarnya memiliki tantangan yang menarik bagi mereka

yang ingin mencobanya. Untuk itu diperlukan sosialisasi yang intensif,

baik yang berkaitan dengan produk-produk wisata maupun tentang akibat

yang ditimbulkannya. Melalui promosi yang intensif, mendorong

pertumbuhan ekowisata, yang mengakibatkan dampak negatif karena

kerusakan ekosistem, sebagai konsekuensi dan akibat adanya tekanan

dari aktivitas ekonomi lain (Mathis and Matisoff, 2004).

Hasil penelitian Palacio dan McCool (1997) yang menekankan

segmentasi wisatawan ekowisata di Belize, sebuah kawasan ekowisata di

bagian tengah Amerika Serikat dengan menggunakan pendekatan

manfaat yang diterima wisatawan. Teknik pengambilan sampel dilakukan

secara acak terhadap wisatawan yang tengah menunggu di Bandara

Internasional Belize selama 35 hari pada periode Januari hingga Mei

1993. Penelitian tersebut berhasil mengidentifikasi empat segmen

wisatawan berdasarkan karakteristik dan keikutsertaan dalam aktivitas

rekreasi dengan frekuensi yang berbeda yaitu wisatawan yang menyukai

kebebasan berada di alam (nature escapist), wisatawan ekowisata

(ecotourist), wisatawan yang menikmati kenyamanan alam (comfortable

naturalist), wisatawan pasif (passive players). Dari hasil penelitian tersebut

59

dapat dijadikan acuan untuk melakukan promosi wisata dan

memungkinkan dari keempat segmen pasar tersebut menjadi materi

promosi bagi pengembangan ekowisata di Indonesia dan Kalimantan

Tengah khususnya.

Dampak promosi wisata terhadap produk wisata dan keunikan

lingkungan dapat diperkuat oleh hasil kajian Suradnya (2005) dengan

menggunakan teknik Analisis Faktor (factor analysis) yang mengkaji

tingkat daya saing wisata Bali berhasil mengidentifikasikan 8 faktor daya

tarik bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Bali, yakni: (1)

harga-harga produk wisata yang wajar; (2) budaya dalam berbagai bentuk

manifestasinya; (3) pantai dengan segala daya tariknya; (4) kenyamanan

berwisata; (5) kesempatan luas untuk relaksasi; (6) citra (image) atau

nama besar Bali; (7) keindahan alam; (8) keramahan penduduk setempat.

Pertimbangkan daya tarik wisata yang mempromosikan unsur keindahan

alam menjadi salah satu elemen penting dalam peningkatan kunjungan

wisata. Sama seperti kegiatan promosi yang dilakukan oleh Kementerian

Kebudayaan dan Pariwisata telah direspon secara positif oleh pelaku

bisnis pariwisata, dimana pelaku bisnis pariwisata Indonesia berhasil

meraih transaksi bisnis sebesar US$ 19,5 juta atau senilai Rp 182 miliar

dari keikutsertaan mereka dalam pameran (bursa)

di Vakantiebeurs Utrecht, Belanda yang berlangsung 12-17 Januari

2010 lalu. “Perolehan transaksi bisnis di Vakantiebeurs (Holiday Fair)

atau pameran pariwisata tahun ini cukup lumayan, yaitu sebesar US$

60

19,5 juta itu baru dari perhitungan 18 industri pariwisata lokal, sedangkan

4 perusahaan biro perjalanan wisata Belanda yang menjual paket

Indonesia belum kita hitung sehingga hasilkan akan lebih besar lagi, “kata

Sapta Nirwandar, Dirjen Pemasaran Kemenbudpar usai temu wartawan di

Gedung Sapta Pesona Jakarta, Jumat (22/1). Kegiatan promosi yang

dilakukan oleh kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif telah

menciptakan adanya hubungan yang signifikan antara promosi wisata

dengan kunjungan wisatawan, lama tinggal dan pengeluaran wisatawan

Respon yang positif tersebut menjadi alasan kuat jika Belanda

dapat ditetapkan sebagai pasar potensial bagi Indonesia mengingat 10%

atau 1,6 juta dari 16,7 juta jumlah penduduk Belanda mempunyai ikatan

historis dengan Indonesia. Selain itu jumlah penduduk Belanda yang

berwisata keluar negeri (outbound) setiap tahun cukup besar mencapai

sekitar 6 juta/tahun. Fasilitas lain yang dapat mendorong wisatawan dari

Belanda adalah jasa transportasi melalui penerbangan langsung KLM-

Amsterdam-Denpasar, dan Amsterdam-Bali-Jakarta, yang sejak 1 Juni

2010 Garuda Indonesia melayani route Jakarta-Amsterdam pp via Dubai

setiap hari dengan Airbus A330-200. (http://www.budpar.go.id/page.php.

diunduh tanggal bulan Pebruari 2011). Selanjutnya hasil studi Daniel dan

Aliza (2003) di Israel dengan metode analisis deskriptif terhadap beberapa

responden kunci yang menghadiri festival daerah, dinyatakan bahwa

terjadi peningkatan kunjungan wisatawan dan pengeluaran wisatawan

yang menghadiri festival dengan adanya promosi wisata. Dalam hal ini

61

dapat dikatakan bahwa festival daerah adalah merupakan salah satu

sarana untuk mempromosikan obyek wisata kepada wisatawan, sehingga

wisatawan akan berkunjung dan tinggal beberapa hari di lokasi obyek,

sehingga pada akhirnya wisatawan akan mengeluarkan sejumlah uang

untuk memenuhi kebutuhannya selama mengikuti kegiatan tersebut. Hasil

studi Daniel dan Aliza (2003) serta Dominica (2009) menyimpulkan bahwa

terdapat hubungan yang signifikan antara promosi wisata melalui festival

dengan kunjungan dan pengeluaran wisatawan.

2.13. Pengembangan Frekuensi Kunjungan Wisata, Lama Tinggal Hubungannya Dengan Pengeluaran Wisatawan

Pengembangan ekowisata di suatu obyek wisata pada dasarnya

akan menimbulkan suatu aktivitas, dalam hal ini melalui mobilisasi

manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain, atau dari rumah ke tempat

wisata sesuai dengan pilihan masing-masing individu. Kegiatan ekowisata

yang di dalamnya adalah kegiatan berwisata ke suatu obyek akan

menggambarkan tentang berapa jumlah dan berapa kali (frekuensi) orang

atau wisatawan yang berkunjung ke suatu obyek wisata dalam suatu

periode tertentu. Setelah itu kegiatan lain yang dapat diinventarisir adalah

apakah wisatawan yang telah memilih dan menetapkan lokasi berwisata.

Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana wisatawan mencapai obyek

dan di mana wisatawan beristirahat (akomodasi) serta berapa lama waktu

yang dihabiskan wisatawan pada saat melakukan kegiatan wisata. Pada

akhirnya ketika lokasi obyek wisata sudah ditetapkan, kemudian tempat

62

wisatawan (akomodasi) juga sudah dipilih dan jumlah hari yang

dibutuhkan selama berwisata, maka saatnya akan diidentifkasi berapa

rupiah uang yang dikeluarkan atau dibelanjakan oleh setiap wisatawan

untuk memenuhi kebutuhan selama melakukan kegiatan wisata. Studi

yang dilakukan oleh Gokova Liu, at. al (2007) terhadap 39 variabel yang

mempengaruhi faktor-faktor penentu lamanya kunjungan wisatawan,

dengan menggunakan metode kuesioner, menyebutkan bahwa terdapat

16 variabel yang signifikan mempengaruhi lama tinggal wisatawan, seperti

diantaranya: pendidikan, pendapatan, pengalaman, keramahtamahan,

pengeluaran sehari-hari dan sebagainya. Dari sekian variabel yang

mempengaruhi lama tinggal wisatawan, variabel pengeluaran merupakan

yang paling signifikan pengaruhnya. Jadi studi Gokovali menyimpulkan

bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama tinggal dengan

pengeluaran wisatawan.

Studi Thrane (2011) terhadap lama tinggal wisatawan dengan

pendekatan model hidup dan menggunakan analisis regresi OLS

menunjukkan bahwa gaya hidup (perilaku wisatawan) sebagai variabel

bebas mempunyai hubungan yang signifikan dengan lama tinggal

wisatawan untuk menghabiskan waktunya di lokasi obyek wisata. Temuan

lain dari studi ini adalah bahwa terdapat hubungan antara lama tinggal

wisatawan dengan besarnya pengeluaran selama berada di lokasi obyek

wisata. Jadi semakin lama waktu tinggal wisatawan di obyek wisata,

63

semakin besar pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memenuhi

kebutuhannya.

Fandeli (1995), menyatakan bahwa yang membuat wisatawan

tinggal lebih lama di kawasan obyek wisata adalah karena adanya pola

jaringan atau yang disebut kerjasama usaha. Kerjasama usaha pariwisata

melibatkan sejumlah unsur mulai dari sektor transportasi, biro perjalanan,

hotel, restoran, pengrajin souvenir dan jasa transportasi lokal. Dimana

semua unsur tersebut mendapatkan dampak langsung yang diperoleh

masyarakat dari kegiatan pariwisata yang dapat dilihat dari variabel jumlah

pengeluaran wisatawan selama mereka melakukan kegiatan wisata.

Holloway (1989), mengatakan jika pengusaha pariwisata ingin

meningkatkan belanja wisatawan, maka setiap produk wisata yang

dirancang harus baik dan fasilitasnya memadai, termasuk memperbanyak

jaringan transportasi. Simpulan dari Holloway tentang besarnya

pengeluaran wisatawan, dipertegas oleh Mill and Morrison (1984) yang

menyatakan bahwa sejumlah pendapatan yang diperoleh dari

pengeluaran wisatawan. Hal penting dari semua itu adalah ketersediaan

sarana dan prasarana sebagai bagian dalam pengembangan industri

pariwisata mutlak menjadi perhatian.

Menegaskan kembali apa yang sudah diuraikan di atas, bahwa

terdapat hubungan yang kuat antara ketersediaan infrastruktur obyek

wisata dengan pengeluaran wisatawan yang dinyatakan dalam konsumsi

dan belanja wisatawan terhadap produk wisata yang ditawarkan.

64

Keseluruhan harga dari produk wisata (atraksi, fasilitas dan infrastruktur)

adalah merupakan pendapatan bagi seluruh pelaku pariwisata dan

pendapatan sebagai salah satu pengelola obyek wisata.

2.7 Beberapa Hasil Studi Empiris

Studi yang dilakukan Palacio dan McCool (1997) pada periode

Januari sampai Mei 1993 di Belize dengan jumlah responden 206 orang

dengan teknik samping secara acak terhadap wisatawan yang tengah

menunggu keberangkatan di Bandara Internasional Belize Amerika

Serikat dimana sampel diambil secara sistimatis pada waktu pagi hari,

siang dan malam hari. Penelitian tersebut berhasil mengidentifikai empat

segmen wisatawan berdasarkan karakteristik dan keikutsertaan dalam

aktivitas rekreasi dengan frekuensi yang berbeda yaitu wisatawan yang

menyukai kebebasan berada di alam (nature escapist), wisatawan

ekowisata (ecotourist), wisatawan yang menikmati kenyamanan alam

(comfortable naturalist), wisatawan pasif (passive players). Hasil penelitian

terhadap empat segmen wisatawan menjadi kerangka dasar serta acuan

untuk melakukan promosi wisata, khususnya wisata alam (ekowisata).

Studi yang dilakukan Ubjaan di Ambon pada tahun 2005 dengan

teknik analisis berganda yang mengkaji tentang hubungan antara produk

wisata sebagai variabel bebas dengan kunjungan wisata sebagai variabel

terikat dengan hasil kajian bahwa variabel produk wisata yang meliputi

atraksi, fasilitas, aksisbilitas, promosi wisata memberikan dorongan bagi

65

wisatawan untuk berkunjung ke obyek wisata. Studi ini menekankan

pentingnya, mengemas produk wisata sedemikian rupa untuk menarik

minat wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata. Studi Gokovali yang

dilakukan pada tahun 2007 di India, ingin mengatahui apakah ada

hubungan antara tingkat pendapatan, pendidikan, pelayanan, lama

tinggal dengan pengeluaran wisatawan. Metode penelitian dilakukan

dengan survey lapangan dan wawancara dengan wisatawan sebagai

responden utama, serta teknik analisis yang digunakan adalah regreasi

berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pendapatan,

pendidikan, pelayanan dan lama tinggal berpengaruh secara signifikan

terhadap pengeluaran wisatawan. Besarnya pengeluaran wisatawan

karena faktor pendapatan, pengetahuan akan obyek, pelayanan yang

diterima selama berkunjung mendorong wisatawan untuk berada di obyek

wisata dalam kurun waktu yang relatif lama.

Kelkit dkk (2008) dalam studinya di Turki, ingin mengetahui

potensi kawasan hutan untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata.

Studi dilakukan dengan metode analisis hirarki proses (AHP). Hasil studi

menunjukkan bahwa Taman Nasional Gollipoli Turki memiliki potensi

untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, karena memiliki

keunikan lingkungan, khususnya flora dan faunanya. Potensi wisata yang

bisa dikembangkan adalah atraksi berupa pengamatan satwa dan treking.

Atraksi treking dimaksudkan untuk menelusuri kawasan flora yang

memiliki biodiversity yang unik. Studi oleh Zhenjia pada tahun 2008 yang

66

dilakukan di China, adalah untuk mengetahui apakah kegiatan konservasi

dan pendidikan mempunyai hubungan dengan pengembangan kawasan

ekowisata. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda,

dimana hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan

antara konservasi situs alam dan pengetahuan masyarakat terhadap

pengembangan ekowisata berkelanjutan. Zhenjia (2008) menambahkan

bahwa suatu kawasan ekowisata dapat berkembang secara terus

menerus atau berkelanjutan jika mengedapankan prinsip dan

melaksanakan konsep konservasi secara baik dan benar serta

memberikan akses yang luas bagi masyarakat lokal untuk berperan aktif

di dalamnya.

Selanjutnya studi Friedman (2009) di Dominica, yang

menganalisis variabel promosi, konservasi terhadap pertumbuhan

ekonomi, menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil kajian

menunjukkan bahwa Promosi wisata dan konservasi berpengaruh

terhadap kunjungan dan pertumbuhan. Dampak positif kegiatan promosi

dan konservasi adalah meningkatnya kunjungan wisatawan, namun akibat

meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, juga menimbulkan dampak

negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut dipicu oleh

menurunnya kemampuan lingkungan (carring capacity) untuk menampung

wisatawan dalam jumlah yang banyak pada satu periode kunjungan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil studi Friedman (2009)

menunjukkan bahwa promosi wisata menimbulkan dampak positif berupa

67

meningkatnya kunjungan wisatawan, tetapi akibat selanjutnya adalah

menurunnya daya dukung lingkungan. Penurunan daya dukung

lingkungan (carryng capacity) merupakan dampak negatif dari kegiatan

promosi wisata.

Berikut untuk mendukung penelitian ini, pada Tabel 2.1. disajikan

beberapa ringkasan hasil studi empiris yang dilakukan oleh peneliti-

peneliti terdahulu dan berkaitan dengan variabel yang dikaji dalam

penelitian ini.

Tabel 2.1 Peta Teoritis dan Studi-studi Empiris Terkait

Peneliti Tempat

Penelitian

Variabel

Penelitian

Teknik

Analisis Hasil Penelitian

Palacio

dan

McCool

Belize, 1997 Preferensi wisatawan

(variabel bebas) dan

Kunjungan wisata

(variabel terikat)

Metode

survey,

Analisa Reg-

resi

Berganda

Terdapat hubungan yang

signifikan antara kenyamanan

saat berwisata/ menikmati

pemandangan lepas dengan

kunjungan wisatawan.

Ubjaan. J Ambon,

2005

Atraksi, fasilitas,

aksesibilitas,

publisitas, promosi

penjualan, personal

selling, direct

marketing, pesiar,

studi, keagamaan,

kerabat (variable

bebas), kunjungan

wisata (variable

terikat).

Regresi

Berganda

Semua variable bebas (X1,….,

X11) secara simultan

berpengaruh secara signifikan

terhadap variabel terikat (Y)

Gokovali,

dkk

India, 2007 Pendidikan,

pendapatan,

pelayanan, lama

tinggal wisatawan

(variabel bebas),

pengeluaran

wisatawan (variabel

terikat)

Regresi

Berganda

Terdapat hubungan antara

pendapatan, pendidikan,

pelayanan, lama tinggal dengan

pengeluaran wisatawan.

68

Rosemary Amerika,

2007

Pendapatan, keunikan

produk wisata, harga

produk wisata dan

pengeluaran

wisatawan

Deskriptif Tingkat pengeluaran wisatawan

didorong oleh pendapatan

wisatawan, keunikan produk

wisata dan harga dari produk

wisata.

Kelkit dkk Turki, 2008 Produk wisata,

keunikan lingkungan,

pengembangan

ekowisata

AHP Model Taman Nasional Gallipoli

memiliki potensi untuk

pengembangan ekowisata

melalui keunikan lingkungan

flora fauna.

Zhenjia Z Cina, 2008 Konservasi,

pendidikan,

pengembangan

ekowisata

berkelanjutan

Regresi

Berganda

Terdapat hubungan yang

signifikan antara konservasi

situs alam dan pengetahuan

masyarakat terhadap

pengembangan ekowisata

berkelanjutan.

Friedman

V.S

Dominica,

2009

Promosi, konservasi

(variabel bebas),

kunjungan

wisatawan,

pertumbuhan

ekonomi (variabel

terikat),

Regresi

Berganda

Promosi wisata dan konservasi

berpengaruh terhadap

kunjungan dan pertumbuhan

ekonomi.

Walter P Thailand,

2009

Kearifan lokal,

pendidikan lingkungan,

pemberdayaan

masyarakat, pengem-

bangan ekowisata

Deskriptif Ada hubungan antara penge-

tahuan dan kearifan lokal

terhadap pemberdayaan

masyarakat melalui

pengembangan ekowisata

69

Lanjutan Tabel 2.1,…….

Peneliti Tempat

Penelitian

Variabel

Penelitian

Teknik

Analisis

Hasil Penelitian

Olivia J.L Sulut, 2009 Pengembangan

ekowisata,

komponen produk

wisata, pelibatan

jaringan usaha

Path

Analisis

Pola pengembangan keterpaduan

komponen produk wisata

berpengaruh positif tidak

signifikan secara tidak langsung

melalui jumlah kunjungan, lama

tinggal dan pengeluaran

wisatawan.

Cheng Li

dan Wang

Tingzhi

Cina, 2010 Manajemen

ekowisata, investasi,

pemberdayaan

masyarakat lokal

Deskriftif Penguatan manajemen lokal ber-

pengaruh terhadap peran masya-

rakat dalam pengembangan

ekowisata

Christoper

dkk

Peru, 2010 Produk wisata,

konservasi, dampak

sosial

Analisis

Benefit

Cost

Adanya manfaat sosial yang

diperoleh masyarakat atas

kegiatan konservasi dengan

manajemen produk wisata.

Collins, N.

dkk

Israel, 2010 Produk wisata,

segmen wisatawan,

karakteristik

ekowisata

Analisis

Pasar

Terdapat perbedaan antara

wisatawan massal dengan

wisatawan alam, wisata alam

menawarkan berbagai daya tarik.

Buultjensa

. J dkk

Australia,

2010

Pariwsata budaya,

ekowisata, sosial

ekonomi

Deskriftif Pengelolaan wisata budaya dan

ekowisata lebih dominan di

daerah pedesaan dan mampuh

meningkatkan status sosial

ekonomi masyarakat Aborigin

khususnya.

Zambrano

dkk

Puerto

Jumene,

2010

Kawasan

khusus/tempat

pemancingan/peman

dangan lepas

(variabel bebas) dan

kunjungan wisata

(variabel terikat)

Dekriptif Terdapat korelasi antara

pemandangan lepas/keunikan

lingkungan dengan kunjungan

wisatawan.

Yacob

M.R

Malaysia,

2011

Preferensi

wisatawan,

kesempatan kerja,

Regresi

Berganda

Ada perbedaan preferensi wisata-

wan terhadap pola pengelolaan

ekowisata. Ada hubungan

70

pendapatan

masyarakat

preferensi wisatawan dengan

kesempatan kerja, pendapatan

masyarakat.

Irawan Kalimantan

Tengah,

2013

Produk Wisata,

Keunikan

Lingkungan,

Promosi wisata

terhadap

Pengeluaran

wisatawan melalui

frekuensi kunjungan

dan lama tinggal

wisatawan

Path

Analisis

Terdapat hubungan yang

signifikan antara :

Produk wisata terhadap

frekuensi kunjungan dan

pengeluaran wisatawan.

Keunikan lingkungan dan

promosi wisata terhadap lama

tinggal.

Promosi wisata terhadap

pengeluaran wisatawan.

Lama tinggal terhadap

pengeluaran wisatawan.

71

BAB III

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

Tujuan bab ini diarahkan untuk menguraikan secara tegas tentang

kerangka konsep menjadi landasan dalam melakukan pengkajian

terhadap semua variabel, baik variabel eksogen maupun variabel

endogen untuk sampai pada satu keputusan apakah diantara variabel-

variabel tersebut terdapat hubungan dan pengaruh satu sama lainnya.

Fokus lain adalah menguraikan beberapa hipotesis penelitian yang

menjadi pertanyaan dalam penelitian ini, dan pada akhirnya akan

dilakukan pengujian terhadap semua variabel yang sudah diformulasikan

dalam pertanyaan penelitian dengan menggunakan alat uji yang relevan.

3.3. Kerangka Konseptual

Model konseptual yang akan diuraikan dalam penelitian ini

menunjukkan adanya hubungan antara variabel-variabel yang dibangun

berdasarkan kajian-kajian teori yang diharapkan dapat memberikan

gambaran rencana penelitian yang dapat menjelaskan hubungan variabel

exogenous produk wisata (X1), keunikan lingkungan (X2), promosi wisata

(X3), terhadap variabel endogenous jumlah kunjungan wisata (Y1), lama

tinggal wisatawan (Y2), dan pengeluaran wisatawan (Y3).

Tujuan yang ingin dicapai dari suatu kegiatan pengembangan

ekowisata adalah bahwa kegiatan tersebut berkembang dengan baik, jika

itu yang terjadi maka dengan sendirinya akan memberikan dampak positif

72

bagi suatu daerah, karena dapat menciptakan lapangan kerja bagi

penduduk setempat, termasuk pembangunan infrastruktur kepariwisataan

akan menyerap tenaga kerja dan meningkatkan jumlah kunjungan

wisatawan yang pada gilirannya akan mendorong adanya permintaan

baru. Dampak pengembangan ekowisata sangat berpengaruh terhadap

kehidupan ekonomi masyarakat, sungguhpun perkembangan ekowisata

sudah tampak begitu signifikan, namun masih banyak pengembangan

produk wisata yang belum optimal, dan tidak dapat dipungkiri juga bahwa

masih banyak potensi-potensi wisata yang belum dikembangkan,

terutama pada obyek wisata alam (ekowisata) di Provinsi Kalimantan

Tengah.

Berbagai hasil kajian dapat disimak sebagai landasan teoritis dan

empiris yang menarik untuk dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian ini

terkait dengan pencapaian tingkat partisipasi masyarakat melalui

pengembangan ekowisata sebagai bagian dari pariwisata, seperti

pendapat Marsh (1993) yang menyebutkan bahwa perencanaan

pariwisata diberbagai negara selalu bertujuan untuk memperluas

pariwisata dan kebijakan pengembangan pariwisata. Selanjutnya George

(1993) berpendapat bahwa perencanaan pengembangan pariwisata

selalu menekankan pada pentingnya pengintegrasian pariwisata ke dalam

sistem pengembangan yang menyeluruh. Selanjutnya hal yang tidak kalah

penting kaitannya dengan pengembangan pariwisata menurut Yoeti

(1987) adalah bahwa seluruh stakeholder di pusat dan daerah yang

73

terlibat dalam kegiatan pariwisata harus mampu untuk memantau hal-hal

seperti: (1) pendapatan nasional dan pendapatan pemerintah serta

pendapatan masyarakat yang berada di daerah destinasi wisata; (2)

kehidupan sosial masyarakat di sekitar destinasi; (3) adat istiadat dan

kebiasaan setempat; (4) kelestarian lingkungan, flora, fauna, cagar alam

dan sumber-sumber air bersih.

Identifikasi masalah yang menjadi alasan dan melandasi

penelitian ini berawal dari pengamatan atas fenomena yang ada, dimana

pada setiap destinasi wisata alam seringkali masyarakat sekitar tidak

mendapatkan akses atas manfaat dari pengembangan ekowisata

tersebut, sementara disisi lain justru yang diketahui bahwa pariwisata

dapat menciptakan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan alam dan

nilai ekonomi. Pemanfaatan lingkungan alam secara optimal melalui

berbagai kegiatan yang didalamnya melibatkan dan memberi ruang

kesempatan kerja. Berdasarkan fenomena kesenjangan di atas, dalam

penelitian ini variabel pariwisata sebagai salah satu jenis industri yang

mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja

dan meningkatkan penghasilan kepada semua unsur yang terlibat dalam

industri tersebut.

Kaitannya dengan pengembangan kepariwisataan dan

hubungannya dengan pengeluaran wisatawan, relevan dalam mengkaji

pengembangan kepariwisataan melalui pengembangan ekowisata

berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu menyangkut hal

74

utama seperti: produk wisata, keunikan lingkungan, promosi wisata,

frekuensi kunjungan wisatawan, dan lama tinggal wisatawan. Penetapan

variabel-variabel ini akan dijadikan sebagai pilihan kebijakan (faktor

eksternal/exogenous variabel) yang dapat mempengaruhi faktor internal

(endogenous variabel) pengeluaran wisatawan, yang pada gilirannya akan

memberi dampak pada pengembangan ekowisata berkelanjutan di

Kalimantan Tengah.

Menurut INDECON (1999) dalam Gufran (2006), konsep

pengembangan kawasan wisata seharusnya didasarkan pada kaidah

alam yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)

serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar obyek. dimana

aspek pengelolaannya didasarkan oleh adanya kesatuan visi dari para

stakeholdernya. Atas pertimbangan berbagai konsep di atas, maka

kerangka dasar pemikian terhadap analisa faktor penentu pengeluaran

wisatawan (Y3) melalui pengembangan ekowisata berkelanjutan di

Provinsi Kalimantan Tengah, meliputi: pengembangan produk wisata (X1),

pengembangan keunikan lingkungan (X2), pengembangan promosi wisata

(X3) melalui frekuensi kunjungan (Y1) dan lama tinggal wisatawan (Y2).

Keseluruhan faktor-faktor berpengaruh terhadap pengeluaran wisatawan,

secara singkat digambarkan dalam model kerangka pikir penelitian

sebagai berikut:

75

α3 (+)

β1 (+)

δ1 (+)

β2 (+) α1 (+)

δ 2 (+)

α2 (+)

β3 (+)

δ 3 (+)

α 5 (+)

α 4 (+)

Gambar 3.1 Model Kerangka Pikir Penelitian

Keterangan:

Variabel Exogeneous:

Produk Wisata (X1),

Keunikan Lingkungan (X2),

Promosi Wisata (X3). :

Variabel Endogeneous:

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1);

Lama Tinggal Wisatawan (Y2);

Pengeluaran Wisatawan (Y3);

Produk Wisata

(X1)

Frekuensi Kunjungan

Wisatawan (Y1)

Keunikan

Lingkungan (X2)

PengeluaranWisatawan

(Y3)

Lama Tinggal Wisatawan (Y2)

Promosi Wisata

(X3)

76

Pada gambar 2.1, dapat diketahui bahwa Variabel Exogeneous

terdiri dari produk wisata (X1), keunikan lingkungan (X2), promosi wisata

(X3), sedangkan variabel Endogenous meliputi jumlah kunjungan

wisatawan (Y1), lama tinggal wisatawan (Y2), dan pengeluaran wisatawan

(Y3).

Selanjutnya berdasarkan kerangka konseptual tersebut di atas,

maka dapat disusun hubungan fungsional antar variabel dalam bentuk

persamaan fungsi sebagai berikut.

Berdasarkan kerangka konseptual tersebut di atas, maka dapat

disusun hubungan fungsional antar variabel dalam bentuk persamaan

fungsi sebagai berikut:

Y1 = f ( X1, X2, X3 ) .........................….………..………………........….

(1)

Y2 = f (X1, X2, X3 ) ...............................................….……………..….

(2)

Y3 = f ( Y1, Y2, X1, X2, X3 ), ………….………………………..…….…..

(3)

Dimana :

Y1 = Frekuensi kunjungan wisatawan

Y2 = Lama tinggal wisatawan

Y3 = Pengeluaran wisatawan

X1 = Produk wisata

X2 = Keunikan lingkungan

77

X3 = Promosi wisata.

Selanjutnya dari persamaan fungsi dapat dinyatakan dalam

persamaan simultan untuk estimasi regresi linier sebagai berikut :

Y1 = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 +µ1 ………………….………………….

(1a)

Y2 = δ0 + δ1X1 + δ 2X2 + δ3X3 + µ2 …………..………………………….

(2a)

Y3 = α0 + α1Y1 + α2Y2 + α3X1 + α4X2+ α5X3 + µ3…...…………………

(3a)

Dimana :

β0, δ0, α0 adalah konstanta

β1, β2, β3, δ1, δ2, δ3, α1, α2, α3, α4, adalah masing-masing parameter

yang akan diestimasi.

µ1, µ2, µ3 adalah random error.

Kemudian dari persamaan simultan pada persamaan (1a), (2a) dan

(3a) dinyatakan dalam bentuk reduced form, yaitu :

1. Persamaan (1a) untuk Y1 dapat langsung dituliskan kembali dalam

bentuk reduced form, sebagai berikut :

Y1 = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ1

………………….…………………….(1b)

Dimana : β1, β2, dan β3 merupakan koefisien yang mana masing-masing

menunjukkan pengaruh langsung variabel X1, X2, dan X3

terhadap variabel Y1 (frekuensi kunjungan).

78

2. Persamaan reduced form kedua untuk Y2 adalah, dengan substitusi

persamaan (1a) untuk Y1 ke dalam persamaan (2a), sehingga

diperoleh persamaan reduced form Y2 sebagai berikut :

Y2 = Ω0 + Ω1X1 + Ω2X2 + Ω3X3 + □2

…………………….…………………(2b)

Dimana :

Ω0 = δ0 + δ1 β0 adalah konstanta

Ω1 = δ1 β1 + δ2 adalah pengaruh total X1 terhadap Y2 yang terdiri dari

pengaruh langsung X1 terhadap Y2 sebesar δ1 .

Ω2 = δ1 β2 + δ3 adalah pengaruh total X2 terhadap Y2 yang terdiri dari

pengaruh langsung X2 terhadap Y2 sebesar δ2 .

Ω3 = δ1 β3 + δ4 adalah pengaruh total X3 terhadap Y2 yang terdiri dari

pengaruh langsung X3 terhadap Y2 sebesar δ3 .

□2 = δ1 µ1 + µ2 adalah composite random error.

3. Persamaan reduced form ketiga untuk Y3 dengan cara substitusi

persamaan (1a) dan (2a) ke dalam persamaan (3a), sehingga diperoleh

persamaan reduced form Y3 sebagai berikut :

Y3 = π0 + π1X1 + π2X2 + π3X3 + □3

……………….…………………….(3b)

Dimana :

π0 = α0 + α1 β0 + α2 δ0 + α2δ1 β0 adalah konstanta

π1 = α1 β1 + (α2 δ1 β1 + α2δ2) + α3 adalah total pengaruh X1 terhadap Y3

yang terdiri dari pengaruh langsung X1 ke Y3 sebesar α3 ditambah

79

pengaruh tidak langsung melalui Y1 sebesar α1 β1 dan pengaruh tidak

langsung melalui Y2 sebesar α2 δ1.

π2 = α1 β2 + (α2 δ1 β2 + α2δ3) + α4 adalah total pengaruh X2 terhadap Y3

yang terdiri dari tidak langsung melalui Y1 sebesar α1 β2 dan melalui

Y2 sebesar α2 δ2.

π3 = α1 β3 + (α2 δ3 β3 + α2δ4) + α5 adalah total pengaruh X3 terhadap Y3

yang terdiri dari pengaruh langsung X3 ke Y3 sebesar α5 ditambah

pengaruh tidak langsung melalui Y1 sebesar α1 β3 dan pengaruh tidak

langsung melalui Y2 sebesar (α2 δ3).

□3 = α1 µ1 + α2 δ1 µ1 + α2 µ2 + µ3 adalah composite random error dari

persamaan (1a), (2a) dan (3a).

Berdasarkan ketiga persamaan reduced form di atas, koefisien

pengaruh langsung dan tidak langsung baik dari variabel exogenous

maupun variabel endogenous terhadap variabel pengeluaran wisatawan

(Y3) dapat diidentifikasi. Sehingga untuk membuktikan hipotesis penelitian,

maka estimasi besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung akan

dilakukan dengan analisis regresi (path analysis) dengan menggunakan

program Amos versi 18 dan SPSS versi 10. Simbol koefisien hasil

estimasi serta metode dan alat analisis estimasi dapat disajikan kembali

dalam tabel 3.1 berikut:

80

Tabel 3.1. Koefisien Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung baik

Variabel Exogenous maupun variabel Endogenous terhadap

Variabel Pengeluaran Wisatawan (Y3).

No.

Arah Pengaruh Antar

Variabel/Hipotesis

Penelitian

Simbol Koefisien Estimasi untuk Pengaruh

Variabel

Langsung Tidak

Langsung Total Pengaruh

1. Hipotesis 1 :

a) X1 → Y3 (π1) α3 [α1 β1+α2 β2+ α3]

Melalui Y1 α1 β1

Melalui Y2 α2 δ1

b) X1 → Y1 β1 β1

c) X1 → Y2 (Ω1) δ1 δ1

2. Hipotesis 2 :

a) X2 → Y3 (π2) α4 [α1β2+α2δ2+α4]

Melalui Y1 α1 β2

Melalui Y2 α2 δ2

b) X2 → Y1 β2 β2

c) X2 → Y2 (Ω2) δ2 δ2

3. Hipotesis 3 :

a) X3 → Y3 (π3) α5 [α1 β3+α2 δ3+ α5]

Melalui Y1 α1 β3

Melalui Y2 α2 δ3

b) X3 → Y1 β3 β3

c) X3 → Y2 (Ω3) δ4 (δ1 β3+ δ4)

Melalui Y1 δ1 β3

81

4. Hipotesis 4 :

a) Y1→ Y3 α1 α1

b) Y2 → Y3 α2 α2

Sumber : Simbol Koefisien dari ketiga persamaan reduced form (persamaan 1b,

2b, dan 3b dari gambar 3.1

3.4. Hipotesis Penelitian

Dari model kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, maka

hipotesis atau dugaan sementara antar hubungan variabel dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut :

H1. Produk wisata berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan

terhadap pengeluaran wisatawan dan berpengaruh tidak langsung

melalui frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.

H2. Keunikan lingkungan berpengaruh secara langsung, positif dan

signifikan terhadap pengeluaran wisatawan dan tidak langsung

melalui frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.

H3. Promosi wisata berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan

terhadap pengeluaran wisatawan dan tidak langsung melalui

frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.

H4. Frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan

berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap

pengeluaran wisatawan.

82

BAB IV

METODE PENELITIAN

Tujuan bab ini diarahkan untuk menguraikan metode yang

digunakan dalam proses penelitian, mulai dari tahap awal yaitu yang

berkaitan dengan rancangan penelitian, waktu dan lokasi penelitian,

bahan dan alat yang digunakan pada saat penelitian, metode penetapan

jenis data, metode penetapan populasi dan sampel penelitian sebagai unit

analisis penelitian, metode dan cara pengumpulan data lapangan, sampai

pada tahap akhir dari rangkaian penelitian ini yaitu menetapkan alat

analisis data dengan memperhatikan kerangka konsep penelitian. Dengan

demikian bahwa dalam bab ini pesan utama yang ingin disajikan yaitu

bagaimana merancang proses dan tahapan penelitian untuk mendapatkan

data yang valid, dapat dianalisis dan pada akhirnya menghasilkan angka-

angka untuk menjawab dan menganalisis secara deskriptif serta

menyimpulkan bentuk hubungan antar variabel eksogen dengan variabel

endogen yang menjadi tujuan dari penelitian.

4.11. Rancangan Penelitian

Adapun rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini

bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel variabel laten

exogenous dan variabel laten endogenous yang diharapkan saling

berkaitan mempengaruhi satu sama lain. Interaksi hubungan antar

variabel exogenous (produk wisata, keunikan lingkungan, promosi wisata)

83

dan variabel endogenous (frekeunsi kunjungan wisatawan, lama tinggal

wisatawan, dan pengeluaran wisatawan), apakah terdapat pengaruh

antar variabel-variabel tersebut.

Metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah

dengan melakukan metode survey dan pengamatan, dengan

menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi yang terkait baik

variabel exogeneous maupun variabel endogenous. Penggunaan metode

survey ini sebagai teknik dalam pengumpulan data yang tepat didasarkan

pada kriteria yang disarankan oleh Malhotra (1993) yaitu tujuan penelitian,

keakuratan metode, ketersediaan sumber data, ketersediaan fasilitas

penelitian dan biaya yang dikeluarkan. Penggunaan metode survey ini

ditujukan untuk melihat langsung kondisi existing obyek wisata dan

keadaan wisatawan yang berkunjung ke obyek ekowisata di Provinsi

Kalimantan Tengah.

Metode survey, menurut Sonquist and Dunkelberg (Malhotra,

1993) menyatakan bahwa metode survey yang dapat digunakan untuk

mencari hubungan antar variabel, memberikan hasil yang akurat, cepat,

efisien, ilmiah serta cocok untuk ukuran jumlah sampel yang besar,

dengan menggunakan teknik in-dept interview kepada para wisatawan.

Dalam penelitian ini juga digunakan metode kepustakaan untuk

menghimpun data-data yang sudah dipublikasi oleh instansi dan lembaga

yang terkait dengan variabel penelitian. Teknik pengumpulan data dalam

84

metode kepustakaan, adalah dengan cara menggandakan (copy) data-

data, baik dalam bentuk tabel-tabel maupun dalam bentuk narasi.

4.12. Lokasi dan Waktu Penelitian

4.12.1. Lokasi

Lokasi penelitian dalam studi ini adalah di dua Taman Nasional

yaitu Taman Nasional Tanjung Puting dalam wilayah administrasi

Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) dan Taman Nasional Sebangau

dalam wilayah administrasi Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau

dan Kota Palangka Raya. Kedua obyek wisata ini termasuk dalam

kategori wisata alam (ekowisata) yang terdapat di Provinsi Kalimantan

Tengah.

4.12.2. Waktu Pelaksanaan Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan yaitu

dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012.

4.13. Peta lokasi

Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa

wilayah penelitian ini meliputi Provinsi Kalimantan Tengah, dan

untuk memberikan gambaran posisi lokasi penelitian dapat dilihat

dalam peta lokasi sebagai berikut :

85

Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian

Keterangan :

= Lokasi Taman Nasional Tanjung Puting

= Lokasi Taman Nasional Sebangau

4.14. Bahan dan Alat

Untuk mendukung dan memperlancar kegiatan pengumpulan

data di lapangan, digunakan beberapa bahan dan alat penunjang

penelitian seperti: (a) kuesioner, (b) buku catatan, (c) ballpoint, (d)

pensil, dan (e) alat rekam gambar (camera).

86

4.15. Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini membutuhkan berbagai data dan informasi, baik

data yang sifatnya primer maupun data sekunder, dengan pengertian

bahwa :

1. Data primer adalah data yang diambil langsung dari responden

melalui kegiatan penelitian lapangan dengan menggunakan daftar

pertanyaan sebagai instrumen dalam kegiatan wawancara.

2. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber,

yaitu instansi yang ada hubungannya dengan penelitian, seperti data

statistik dari BPS Provinsi dan Kabupaten/Kota, Dinas Kebudayaan

dan Pariwisata Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kantor Balai Taman

Nasional Tanjung Puting dan Kantor Balai Taman Nasional Sebangau,

Kantor Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi

Kalimantan Tengah, serta data-data yang ada hubungannya dengan

pariwisata.

4.16. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan, baik

wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang

mengunjungi obyek wisata yang terdapat di dalam kawasan Taman

Nasional Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau di Provinsi

Kalimantan Tengah.

87

Penentuan sampel dilakukan melalui teknik Nonprobability

sampling, yaitu Convenience sampling (sampling berdasarkan

kemudahan), artinya bahwa sampel adalah orang atau elemen yang

mudah ditemui atau berada pada tempat dan waktu yang tepat dan

mudah dijangkau. Selanjutnya digunakan metode accidental sampling,

dimana teknik ini dalam menentukan sampel secara kebetulan terhadap

siapa saja yang ditemui dan dianggap layak untuk dijadikan sebagai

responden dengan kriteria yang telah ditentukan, dapat ditetapkan

sebagai sampel (Sugiono, 2002).

Fraenkel dan Wallen (1993) menyarankan, besarnya sampel

minimum untuk penelitian deskriptif sebanyak 100 sampel, penelitian

korelasi sebanyak 50 sampel. Demikian juga Malhotra (1993) menyatakan

bahwa besarnya jumlah sampel yang diambil dapat ditentukan dengan

cara mengalihkan jumlah variabel dengan 5, atau 5 x jumlah variabel.

Jadi untuk ukuran populasi dan sampel (sample size) dapat

dideskripsikan sebagai berikut: Pertama: populasi adalah wisatawan

mancanegara dan wisatawan nusantara (domestik) yang melakukan

kunjungan wisata ke Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) dan Taman

Nasional Sebangau (TNS) di Provinsi Kalimantan Tengah, Kedua: jumlah

sampel adalah responden yang mengisi kuesioner lengkap sebanyak 150

responden. Unit analisis adalah wisatawan mancanegara dan wisatawan

nusantara yang melakukan kunjungan wisata ke TNTP dan TNS di

Provinsi Kalimantan Tengah.

88

Berdasarkan data sekunder pada tahun 2009, jumlah kunjungan

wisatawan mancanegera dan nusantara ke TNTP adalah sebanyak 3.786

orang yang terdiri atas wisatawan mancanegara sebanyak 2.274 orang

dan wisatawan nusantara sebanyak 1.512 orang. Sementara itu jumlah

kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara ke Taman Nasional

Sebangau adalah sebanyak 179 orang, yang terdiri dari wisatawan

mancanegara sebanyak 56 orang dan wisatawan nusantara/lokal

sebanyak 123 orang.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan

mancanegara dan wisatawan nusantara yang berkunjung ke TNTP dan

TNS pada saat penelitian dilakukan. Sampel adalah sebagian dari

populasi yang ditemui di lapangan, dimana penentuan besarnya sampel

dengan mengacu pada pernyataan Heir, et. al (1995) dalam Payangan

(2005), bahwa minimal jumlah sampel adalah 100 responden. Untuk hal

itu, maka dalam penelitian ini adalah sebanyak 150 responden dengan

distribusi sebagai berikut :

Tabel 4.1 Distribusi besarnya sampel di 2 (dua) lokasi Penelitian

Kelompok Wisatawan Besarnya sampel (orang)

Jumlah Tanjung Puting Sebangau

Mancanegara 100 6 106

Nusantara : 32 12 44

Total Sampel 132 18 150

89

4.17. Metode Pengumpulan Data

Penelitian ini adalah penelitian survey, sehingga instrumen yang

digunakan dalam proses pengumpulan data lapangan adalah kuesioner

yang disiapkan sebagai alat untuk menghimpun data lapangan secara

langsung dari responden (wisatawan mancanegara dan nusantara)

melalui kegiatan wawancara. Disamping itu juga dilakukan cara

mengedarkan kuesioner kepada wisatawan melalui bantuan petugas

lapangan di masing-masing taman nasional serta beberapa orang

pemandu wisata. Wawancara langsung yang dilakukan oleh peneliti

dengan beberapa orang responden dimaksudkan untuk memperoleh

informasi yang dikemukakan oleh responden untuk selanjutnya dicatat

dalam kuesioner yang sudah disiapkan sebelumnya.

4.18. Alat Analisis

Untuk melihat hubungan fungsional antar variabel exogenous

dengan variabel endogenous yang akan dianalisis dengan menggunakan

model Uji statistik yaitu Path Analysis, artinya memungkinkan seseorang

menguji beberapa variabel dependen sekaligus dengan beberapa variabel

independen, dan masing-masing variabel tersebut dapat berbentuk faktor

atau konstruk. Selanjutnya dalam operasional analisis data digunakan

software Amos versi 18 (Analysis of Moment Structure) serta SPSS

versi 10.

90

4.9. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini variabel penelitian dikelompokkan menjadi dua

bagian yaitu: (1) Variabel exogenous terdiri atas: produk wisata (X1);

keunikan lingkungan (X2) dan promosi wisata (X3); dan (2) Variabel

endogenous terdiri atas: frekuensi kunjungan wisatawan (Y1), lama tinggal

wisatawan (Y2), dan jumlah pengeluaran wisatawan (Y3) sebagai variabel

target.

4.9.1. Variabel Exogenous meliputi :

a. Produk Wisata (X1)

Produk wisata (X1) adalah semua atraksi wisata baik alam (natural)

maupun buatan manusia (manmade) serta fasilitas pendukung lainnya

yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Variabel produk wisata (X1)

diukur dengan jumlah produk wisata yang dinikmati oleh wisatawan

pada saat berkunjung ke TNTP dan TNS.

b. Keunikan Lingkungan (X2)

Keunikan lingkungan (X2) adalah potensi biofisik suatu ekosistem dalam

satu kawasan yang dilihat dari aspek keindahan alam, keunikan

sumberdaya dan banyaknya potensi sumberdaya alam yang menonjol.

Variabel keunikan lingkungan (X2) di TNTP dan TNS diukur dengan

jumlah komponen lingkungan yang unik menurut wisatawan.

91

c. Promosi Wisata (X3)

Promosi wisata (X3) adalah suatu bentuk kegiatan yang tujuannya

untuk memperkenalkan produk wisata di TNTP dan TNS kepada orang

lain. Menggunakan berbagai cara dan strategi agar orang dapat

mengerti dan tertarik kepada produk yang ditawarkan sehingga pada

akhirnya mereka memutuskan untuk membeli produk tersebut.

Variabel promosi wisata (X3) diukur dengan jumlah media promosi

wisata yang didapatkan oleh wisatawan.

4.9.2. Variabel Endogenous, meliputi :

a. Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)

Frekuensi kunjungan wisatawan (Y1) adalah frekuensi kedatangan

wisatawan dalam lima tahun terakhir ke TNTP dan TNS, baik waktu

libur maupun bukan waktu libur untuk melakukan suatu kegiatan yang

sifatnya rekreasi, petualangan, penelitian, pendidikan, berolahraga,

menyaksikan atraksi seni budaya dan seni kerajinan lokal. Variabel ini

diukur dengan frekuensi kunjungan wisatawan dalam satuan

pengulangan.

b. Lama Tinggal Wisatawan (Y2)

Lama tinggal wisatawan (Y2) adalah lamanya wisatawan

(mancanegara, nusantara) tinggal dalam kawasan TNTP dan TNS

menurut hitungan jam minimal 24 jam untuk menikmati berbagai

92

produk wisata yang ditawarkan. Variabel lama tinggal wisatawan (Y2)

diukur dengan jumlah jam wisatawan berada di lokasi.

c. Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Pengeluaran wisatawan (Y3) adalah sejumlah uang dalam rupiah yang

dibelanjakan oleh para wisatawan (mancanegara, nusantara) untuk

memenuhi keperluannya selama berada dalam kawasan TNTP dan

TNS. Variabel pengeluaran wisatawan (Y3) diukur dengan menghitung

total pengeluaran wisatawan dalam satuan rupiah (Rp).

4.10. Instrumen Pengukuran

Tahapan awal penyusunan instrumen pengumpulan data pada

penelitian ini dimulai dari penetapan variabel-variabel yang dipilih untuk

dikaji. Selanjutnya instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data

penelitian dilakukan melalui wawancara langsung dan penyebaran

kuesioner yang diberikan kepada responden. Data yang terkumpul akan

dianalisis melalui analisis deskriptif kualitatif untuk menggambarkan

hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat. Bagian akhir dari

instrument pengukuran ini adalah melakukan analisis data dengan

menggunakan metode analisis Path Analysis dengan menggunakan paket

program AMOS 18 dan SPSS Versi 10.

Hasil analisis yang diperoleh disusun dalam jalur (path) diagram

dimaksudkan untuk menyatakan hubungan kausalitas antara variabel

bebas dan variabel terikat, dimana model teoritis yang telah dibangun

93

pada tahap sebelumnya akan digambarkan dalam sebuah diagram path

yang akan mempermudah untuk melihat hubungan-hubungan kausalitas

yang ingin diuji.

94

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Tujuan bab ini adalah untuk menganalisis dan membahas secara

kuantitatif dan kualitatif serta deskriptif atas hasil analisis data survey

terhadap semua variabel yang ada di dalam model. Fokus utamanya

adalah membahas hasil analisis secara komprehensif dan

membandingkan dengan hasil kajian empiris sebelumnya dalam

perdebatan argumentasi untuk sampai pada satu kesimpulan yang

merupakan hasil temuan peneliti. Dengan demikian dalam bab ini akan

menguraikan hasil analisis secara komprehensif untuk sampai pada satu

kesimpulan sebagai tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini.

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Provinsi Kalimatan Tengah

dengan memilih Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) dan Taman

Nasional Sebangau (TNS). Kedua lokasi penelitian ini secara administrasi

TNTP berada di Kabupaten Kotawaringin Barat untuk TNTP dan

Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya

untuk TNS Berikut ini dideskripsikan secara garis besar gambaran umum

wilayah peneitian Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya berkaitan

dengan penduduk, ketenagakerjaan, PDRB, dan pariwisata.

95

a. Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Tengah

Luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Perda

No. 8 Tahun 2003 adalah 153.364 km2, terdiri atas kawasan hutan 10.295

km2 (67,04%), 9,67% diantaranya adalah hutan konservasi, 4,99% hutan

lindung, 0,03% hutan penelitian dan pendidikan. Kawasan non hutan

seluas 5.062 km2 (32,96%). Secara administrasi Provinsi Kalimantan

Tengah terdiri atas 13 kabupaten dan 1 kota, memiliki 11 sungai besar

yang panjangnya bervariasi antara 175 hingga 900 km dengan bentang

sungai yang indah, berbagai kekayaan hutan alam yang secara kolektif

dikenal sebagai paru-paru dunia beserta eksotisnya budaya Dayak,

(Borneo Tourism Watch. 2010).

Potensi budaya beserta nilai-nilai eksotisnya menjadi kekuatan

yang luar biasa bagusnya, di samping besarnya potensi landskap hutan,

bukit-bukit, sungai, orang utan dan satwa endemik Kalimantan Tengah

(KT) beserta fauna lainnya. Potensi yang besar tersebut memberikan

image sebagai salah satu destinasi ekowisata yang menarik bagi

wisatawan. Obyek wisata alam (ekowisata) yang terdapat di Provinsi

Kalimantan Tengah berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

Kalimantan Tengah (2009) berjumlah 85 obyek. Namun dalam penelitian

ini yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian adalah obyek wisata TNTP

(Kabupaten Kotawaringin Barat) dan TNS (Kabupaten Pulang Pisau,

Katingan dan Kota Palangka Raya). Kedua lokasi tersebut relatif jauh dari

Kota Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, dimana

96

jenis transportasi yang digunakan untuk mencapai kedua lokasi wisata

tersebut adalah dengan moda transportasi udara, laut, sungai dan darat.

Tabel 5.1 mengemukakan perkembangan penduduk Provinsi

Kalimantan Tengah sebagai potensi dan pelaku pembangunan di berbagai

sektor, termasuk sektor pariwisata. Pertumbuhan penduduk Kalimantan

Tengah selama tahun 2006-2011 mengalami peningkatan dari 2.004.110

jiwa pada tahun 2006 menjadi 2.249.146 jiwa pada tahun 2011. Penduduk

dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding dengan penduduk

perempuan. Perbedaan tersebut seperti ditunjukkan oleh data tahun 2011,

dimana jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 1.173.070 jiwa dan

penduduk perempuan sebanyak 1.076.076 jiwa.

Tabel 5.1. Perkembangan penduduk Kalimantan Tengah berdasarkan

Jenis Kelamin Tahun 2006-2011

No. Tahun Jenis Kelamin

Total Pertumbuhan

(%) Laki-Laki Perempuan

1. 2006 1.028.890 975.220 2.004.110

2. 2007 1.052.556 994.994 2.047.550 2,2

3. 2008 1.082.750 1.050.088 2.132.838 4,2

4. 2009 1.119.512 1.064.156 2.183.668 2,4

5. 2010 1.153.743 1.058.346 2.212.089 1,3

6. 2011 1.173.070 1.076.076 2.249.146 1,6

Sumber : Statistik Kependudukan Kalteng 2012

Pertumbuhan penduduk Kalimantan Tengah selama periode

2006-2011 relatif berfluktuasi, dimana pada periode 2006-2007

97

prosentase pertumbuhan penduduk KT sebesar 2,2%. Pada periode

2007-2008, pertumbuhan penduduk KT sebesar 4,2%. Meningkatnya

prosentase angka pertumbuhan penduduk KT pada periode 2007-2008

disebabkan adanya migrasi masuk melalui program transmigrasi di

Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau. Sementara itu

prosentase angka pertumbuhan penduduk KT pada periode 2008 – 2009

adalah sebesar 2,4%, menunjukkan bahwa walau terjadi peningkatan

jumlah penduduk, namun prosetase pertumbuhannya lebih rendah

dibanding dengan pertumbuhan pada periode 2007-2008. Selanjutnya

prosentase pertumbuhan menurun menjadi 1,6% pada tahun 2010-2011.

Hal ini terjadi karena pertumbuhan penduduk seperti jumlah kelahiran

(vertilitas) relatif rendah, dan adanya pengurangan jumlah lokasi program

transmigrasi di wilayah Kalimantan Tengah pada saat itu.

Secara umum rata-rata pertumbuhan penduduk Kalimantan

Tengah pada periode 2006-2011 adalah sebesar 2,3%, prosentase

pertumbuhan ini masih di bawah prosentase pertumbuhan penduduk

nasional sebesar 2,4%. Walaupun prosentase laju pertumbuhan

penduduk KT lebih besar dibanding laju pertumbuhan penduduk nasional,

pengaruhnya terhadap tingkat kepadatan penduduk masih rendah karena

pada tahun 2009 tingkat kepadatan penduduk KT adalah 14 jiwa/km,

termasuk kategori jarang jika dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi

Kalimantan Tengah.

98

Dikemukakan halnya gambaran pertumbuhan penduduk di empat

wilayah administrasi (Kabupaten/Kota) yang merupakan wilayah lokasi

penelitian yaitu: Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Katingan,

Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya. Tabel 5.2 berikut

menunjukkan bahwa empat wilayah administrasi tersebut, pertumbuhan

jumlah penduduknya selama periode 2006-2011 mengalami peningkatan.

Namun jika dilihat dari prosentase pertumbuhan penduduknya, di empat

wilayah tersebut menunjukkan trend yang berfluktuasi.

Tabel 5.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Kotawaringin

Barat, Katingan, Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya Tahun

2006-2011

No. Tahun Kobar % Katingan % P.Pisau % P. Raya %

1. 2006 202.071 133.049 118.208 182.802

2. 2007 204.906 1,4 138.883 4,4 119.934 1,5 188.123 2,9

3. 2008 223.432 8,3 144.836 4,3 120.190 0,2 191.014 1,5

4. 2009 227.383 1,7 148.064 2,8 122.542 2,0 200.998 5,2

5. 2010 235.803 3,6 148.912 0,6 120.062 -2,1 220.962 9,0

6. 2011 239.753 1,6 150.642 1,1 122.073 1,6 224.663 1,6

Sumber : BPS Kalteng, 2012

Keterangan : P. Pisau = Pulang Pisau, P. Raya = Palangka Raya.

Periode 2006-2011 menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah

penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat dari 202.071 jiwa pada tahun

2006 meningkat menjadi 239.753 jiwa pada tahun 2011. Pada tahun

2007-2008 laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kotawaringin Barat

sebesar 8,3 %, adalah angka tertinggi dari kurun waktu 2006-2011. Laju

99

pertumbuhan yang tinggi tersebut didorong oleh meningkatnya aktivitas

ekonomi, khususnya sektor perkebunan dan pertambangan. Peningkatan

tersebut mendorong meningkatnya jumlah tenaga kerja yang didatangkan

dari luar pulau sebagai migrasi masuk, sehingga mendorong

pertambahan jumlah penduduk di Kabupaten Kotawaringin Barat.

Pertumbuhan jumlah penduduk di Kabupaten Katingan juga

mengalami peningkatan selama periode 2006-2011, namun prosentase

peningkatan penduduknya mengalami penurunan dari 4,4 % tahun 2006-

2007 menjadi 1,1 % tahun 2010-2011. Peningkatan jumlah penduduk

Kabupaten Katingan juga didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi,

khususnya sektor industri kecil dan sektor perdagangan yang menyerap

banyak tenaga kerja. Hal lain terjadi karena faktor daerah yang baru

dimekarkan, potensi penduduk usia kerja masih relatif sedikit, sehingga

untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di Kabupaten Katingan harus

didatangkan dari luar kabupaten, bahkan dari luar Kalimantan.

Kabupaten Pulang Pisau laju pertumbuhan penduduknya

tergolong rendah dibanding tiga kabupaten/kota lainnya. Secara umum

pertumbuhan penduduknya meningkat dari tahun 2006 sebanyak 118.208

jiwa menjadi 122.073 jiwa pada tahun 2011. Prosentase penduduknya

berfluktuasi, namun secara rata-rata menunjukkan trend pertumbuhan

yang meningkat dari 1,5% pada periode 2006-2007 menjadi 1,6% pada

periode 2010-2011. Rendahnya pengingkatan penduduk dipicu oleh relatif

lambatnya pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Hal ini terjadi karena

100

potensi sumberdaya alam juga rendah, dimana pertumbuhan ekonomi

hanya mengandalkan sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan,

itupun masih pada skala luasan yang kecil. Kegiatan sektor industri juga

masih rendah, sehingga kebutuhan tenaga kerja juga masih sedikit dan

belum perlu mendatangkan tenaga kerja dari luar kabupaten. Akibat masih

rendahnya serapan tenaga kerja, maka migrasi masuk penduduk relatif

rendah, sehingga pertumbuhan penduduk juga relatif rendah.

Pertumbuhan jumlah penduduk kota Palangka Raya mengalami

peningkatan yang signifikan, dimana pada tahun 2006 jumlah

penduduknya adalah sebanyak 182.802 jiwa meningkat menjadi 224.663

jiwa pada tahun 2011. Prosentase pertumbuhan penduduknya

berfluktuasi, namun rata-rata prosentase pertumbuhan penduduk adalah

sebesar 3,4% pertahun. Relatif tingginya angka pertumbuhan penduduk

kota Palangka Raya karena setiap tahun terjadi migrasi masuk dari

beberapa kabupaten dalam wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Hal ini

terjadi karena Palangka Raya merupakan ibukota provinsi dan sebagai

kota pendidikan, sehingga migrasi masuk relatif tinggi. Tingginya migrasi

masuk tersebut dikontribusi oleh usia sekolah, khususnya yang masuk ke

perguruan tinggi. Dikemukakan juga bahwa rata-rata laju pertumbuhan

penduduk selama periode 2006-2011 di empat wisayah administrasi lokasi

peelitian, dengan angka tertinggi adalah Kota Palangka Raya sebesar

3,4%, Kotawaringin Barat 2,8%, Katingan 2,2& dan terendah Kabupaten

Pulang Pisau sebesar 1,2%.

101

Untuk mengetahui tingkat produktivitas penduduk Kalimantan

Tengah dapat dilihat dari kinerja kelompok usia 15 tahun ke atas menurut

jenis kegiatan utama, seperti diuraikan dalam Tabel 5.3. Penduduk KT

yang termasuk angkatan kerja pada tahun 2008 adalah sebanyak

1.029.445 jiwa atau sebesar 71,2% dan yang bukan angkatan kerja

adalah sebanyak 415.564 atau sebesar 28,8% dari total penduduk

berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama sebanyak

1.445.009 jiwa. Dari 1.029.445 jiwa angkatan kerja tersebut, sebanyak

982.198 jiwa (95,4%) yang bekerja dan sisanya sebanyak 47.247 jiwa

(4,6%) adalah pengangguran. Data tersebut seperti dikemukakan pada

Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Penduduk Kalimantan Tengah Umur 15 Tahun ke atas Menurut

Jenis Kegiatan Utama Periode 2008-2011

No. Jenis

Kegiatan

Tahun

2008 % 2009 % 2010 % 2011 %

I Angkatan

Kerja

1.029.445 71,2 1.047.402 71,2 1.066.733 70,0 1.134.587 72,9

1. Bekerja 982.198 68,0 998.967 67,9 1.022.580 67,0 1.105.701 71,0

2.Pengangguran 47.247 3,2 48.435 3,3 44.153 3,0 28.886 1,9

II Bukan

Angkatan Kerja

415.564 28,8 423.306 28,8 460.211 30,0 422.062 27,1

1. Sekolah 120.511 8,3 124.739 8,5 135.340 8,9 136.851 8,8

2. Mengurus RT 252.999 17,5 259.337 17,6 271.830 17,8 247.595 15,9

3. Lainnya 42.054 2,9 39.230 2,7 53.041 3,5 37.616 2,4

Jumlah 1.445.009 100 1.470.708 100 1.526.041 100 1.556.649 100

Sumber : Kalteng Dalam Angka 2012

102

Penduduk Kalimantan Tengah yang bekerja pada periode 2008 –

2011 mengalami peningkatan dengan rata-rata 68,5% terhadap

prosentase peningkatan angkatan kerja sebesar 71,3% selama kurun

waktu empat tahun. Sementara itu prosentase tingkat pengangguran pada

periode 2008-2011 juga mengalami penurunan dari 3,2% pada tahun

2008 menjadi 1,9% pada tahun 2011. Tingkat pertumbuhan penduduk

Kalimantan Tengah dilihat dari kelompok bukan angkatan kerja,

mengalami peningkatan dari 28,8% pada tahun 2008 menurun menjadi

27,1% pada tahun 2011 atau terjadi penurunan sebesar 1,7% dalam

kurun waktu 2008-2011. Peningkatan pertumbuhan penduduk Kalimantan

Tengah pada kelompok bukan angkatan kerja, dimana kelompok kegiatan

mengurus rumah tangga menyumbang rata-rata 17,2%, yang sedang

sekolah sebesar 8,6% dan kegiatan lainnya adalah sebesar 2,9%.

Secara umum dapat dikemukakan bahwa tingkat produktivitas

penduduk Kalimantan Tengah dilihat dari perbandingan antara angkatan

kerja dan bukan angkatan kerja periode 2008 – 2011 menunjukkan hal

yang menggembirakan, dimana prosentase pertumbuhan angkatan kerja

secara rata-rata adalah sebesar 71,2% dan pertumbuhan penduduk yang

bukan angkatan kerja secara rata-rata adalah sebesar 28,2%. Hal ini

menunjukkan bahwa perbandingan penduduk Kalimantan Tengah yang

merupakan angkatan kerja dan bukan angkatan kerja pada periode 2008-

2011 relatif baik, karena terjadi peningkatan penduduk yang bekerja

sebesar 3% dan penurunan tingkat pengangguran sebesar 1,3%.

103

Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam 10 tahun terakhir

melalui strategi pembangunan yang dijabarkan dalam Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) mendorong peranan sektor

pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi yang diharapkan dapat

menyerap tenaga kerja secara signifikan. Serapan tenaga kerja di sektor

pariwisata dan industri yang menyertainya berperan untuk menekan

tingkat pengangguran yang ada. Dengan demikian melalui kontribusi

sektor pariwisata dapat membentuk dan mengubah struktur ekonomi yang

awalnya bertumpu pada sektor pertanian dan pertambangan serta industri

manufaktur menjadi struktur ekonomi yang mengandalkan sektor jasa-jasa

termasuk sektor pariwisata. Kebijakan lain yang juga menjadi prioritas

pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam konteks pembangunan

daerah adalah meningkatkan kinerja sektor pendidikan, baik dari segi

kuantitas maupun kualitas. Baiknya kinerja sektor pendidikan akan

mencerminkan kualitas sumberdaya manusia Kalimantan Tengah sebagai

salah satu pelaku utama pembangunan. Berikut pada Tabel 5.4

dikemukakan gambaran penduduk Kalimantan Tengah menurut

pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada periode 2008-2011.

104

Tabel 5.4 Penduduk Angkatan Kerja Kalimantan Tengah Menurut

Pendidikan Tertinggi Yang ditamatkan Periode 2008-2011

No.

Pendidikan

Tinggi Yang

Ditamatkan

Tahun

2008 % 2009 % 2010 % 2011* %

1. Tidak/Belum

Pernah Sekolah

19.155 1,9 18.325 1,7 16.885

1,6

17.054 2,1

2. Tidak/Belum

Tamat SD

128.597 12,5 176.394 16,8 179.081 16,

8

180.872 22,7

3. Sekolah Dasar 441.782 42,9 359.893 34,4 359.225 33,

7

362.817 45,6

4. SMTP Umum 199.930 19,4 221.346 21,1 232.207 21,

8

234.529 29,5

Jumlah 789.464 76,7 775.958 74,1 787.398 73,

2

795.273 71,2

5. SMTA 179.918 17,5 201.331 19,2 201.556 18,

9

231.789 20,8

6. Diploma/Akademi/

Univ. S2/S3

60.063 5,8 70.113 6,7 77.779

7,3

89.446 8,0

Jumlah 239.981 23,3 271.444 25,9 279.335 26,

2

321.235 28,8

Grand Total 1.029.445 100 1.047.402 100 1.066.733 100 1.116.508 100

Sumber : Kalteng Dalam Angka 2010

Keterangan : * = Angka sementara

Penduduk angkatan kerja di Kalimantan Tengah menurut

pendidikan tertinggi yang ditamatkan periode 2008-2011 masih didominasi

oleh penduduk angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SLTP yaitu

sebesar 76,7% pada tahun 2008 terhadap total angkatan kerja, menurun

menjadi 71,2% pada tahun 2011. Penurunan prosentase penduduk

dengan tingkat pendidikan relatif rendah selama periode 2008-2011

dibarengi oleh peningkatan jumlah penduduk angkatan kerja yang

memiliki pendidikan relatif tinggi (SMTA, Diploma/Akademi/Univ. S2/S3)

dari 23,3% pada tahun 2008 meningkat menjadi 28,8% pada tahun 2011.

105

Peningkatan mutu pendidikan angkatan kerja akan memberikan peluang

yang besar terhadap daya serap lapangan kerja dibandingkan dengan

mereka yang tingkat pendidikannya relatif rendah.

b. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB )

Perekonomian Kalimantan Tengah yang digambarkan melalui

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada periode 2006 - 2009 atas

dasar harga konstan 2000 masih didominasi oleh sektor pertanian, sektor

perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Laju pertumbuhan

ekonomi Kalimantan Tengah pada periode 2006-2009 adalah 5,75%, dan

menunjukkan angka pertumbuhan yang relatif baik dilihat dari konteks

pertumbuhan nasional. Berikut pada Tabel 5.5 disajikan perkembangan

dan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto PDRB Provinsi

Kalimantan Tengah pada periode 2006 - 2009 atas dasar harga konstan

2000.

Tabel 5.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) periode 2006 - 2011

atas dasar harga Konstan 2000

No. Sektor

Tahun

2006 2007 2008 2009 2010 2011

Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % % %

1. Pertanian 5.575,03 37,53 5.585,15 35,45 5.652,91 33,80 5.700,23 32,31 5.812,04 30,91 6.001,52 29,90

2. Pertambangan 1.233,81 8,31 1.357,22 8,61 1.436,22 8,59 1.587,20 9,00 1.818,54 9,67 2.118,95 10,56

3. Industri

Pengolahan 1.214,45 8,18 1.286,71 8,17 1.323,87 7,92 1.380,59 7,83 1.481,36 7,88 1.502,95 7,49

4. Listrik & Air

Bersih 68,88 0,46 73,42 0,47 75,01 0,45 78,82 0,45 83,72 0,45 91,35 0,46

5. Bangunan 697,33 4,69 787,35 5,00 885,71 5,30 983,26 5,57 1.053,85 5,60 1.149,40 5,73

106

6. Perdagangan,

Hotel,

Restoran

2.490,49 16,77 2.705,75 17,17 2.949,45 17,63 3.249,04 18,42 3.483,04 18,52 3.718,92 18,53

7. Angkutan/

Komunikasi 1.128,20 7,60 1.227,16 7,79 1.417,01 8,47 1.419,32 8,05 1.537,23 8,18 1.586,01 7,90

8. Bank/Keu/

Perumahan 660,35 4,45 776,80 4,93 843,08 5,04 970,83 5,50 1.137,10 6,05 1.282,84 6,39

9. Jasa 1.785,20 12,02 1.954,95 12,41 2.142,26 12,81 2.272,89 12,88 2.396,80 12,75 2.618,79 13,05

10. Total 14.853,74 100 15.754,51 100 16.725,52 100 17.642,18 100 18.803,68 100 20.070,73 100

11. Laju

Pertumbuhan 5,66 8,26 11,08 5,95

8,20 7,63

Sumber : Kalimantan Tengah Dalam Angka 2012

Total PDRB Kalimantan Tengah berdasarkan harga konstan tahun

2000 pada tahun 2006 sebesar Rp. 14.853.726,- mengalami menjadi

Rp. 20.070.730 tahun 2011, atau terjadi peningkatan sebesar 18,77%.

Peningkatan tersebut karena didorong oleh peningkatan kinerja sub sektor

pada masing-masing sembilan sektor ekonomi yang membentuk PDRB

Kalimantan Tengah. Terjadi peningkatan kontribusi sektor pertanian

terhadap PDRB selama periode 2006-2011, namun jika dilihat dari

prosentase peningkatannya justru mengalami penurunan dari 37,53%

menjadi 32,31%. Hal ini terjadi karena selama periode tersebut

pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan memberlakukan

kebijakan moratorium sub sektor kehutanan, sehingga kontribusinya

terhadap PDRB Kalimantan Tengah menurun.

Demikian halnya dengan peningkatan sektor perdagangan, hotel,

restoran dan sektor jasa dalam membentuk PDRB Kalimantan Tengah,

didorong oleh peningkatan dan tumbuhnya sub-sub sektor perdagangan

107

besar, menengah dan kecil, serta sub sektor perhotelan melalui

tumbuhnya hotel berbintang dua sampai bintang empat. Sektor

pertambangan juga termasuk penyumbang yang signifikan terhadap

pembentukan PDRB Kalimantan Tengah selama periode 2006 - 2009,

dimana pada tahun 2006 kontribusinya terhadap PDRB adalah sebesar

Rp. 1.233.812.000,- atau sebesar 8,31% terhadap total PDRB, dan

berturut-turut meningkat menjadi Rp. 1.357.220.000,- (8,61%) pada

tahun 2007, sebesar Rp. 1.436.219.000,- (8,59%) pada tahun 2008 dan

sebesar Rp. 1.587.197.000,- atau sebesar 9,0% terhadap total PDRB

berdasarkan harga konstan tahun 2000. Peningkatan kontribusi sektor

pertambangan terhadap pembentukan PDRB Kalimantan Tengah

didorong oleh realisasi investasi sektor pertambangan hampir di seluruh

wilayah Kabupaten/Kota se Provinsi Kalimantan Tengah. Gambaran atas

PDRB Kalimantan Tengah selama tahun 2006-2009 seperti diuraikan

pada Tabel 5.5 di atas dapat di lihat dari laju pertumbuhan ekonomi rata-

rata sebesar 5,75% suatu angka pertumbuhan yang cukup signifikan dan

di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional pada periode yang sama.

c. Gambaran Umum Pariwisata di Kalimantan Tengah.

Provinsi Kalimantan Tengah memiliki potensi yang besar dari

sektor pariwisata, khususnya wisata alam yang dapat dikembangkan

menjadi obyek wisata dalam kawasan lindung. Statistik Kehutanan BP2HP

Palangka Raya (2008) mencatat bahwa luas kawasan lindung

2.250.877,66 ha yang meliputi: cagar alam, hutan lindung, taman wisata,

108

taman nasional, suaka margasatwa, perlindungan dan pelestarian alam,

konservasi mangrove, konservasi ekosistem air hitam, konservasi flora

dan fauna, konservasi hidrologi, konservasi gambut tebal.

Seluruh potensi tersebut dapat menjadi modal dasar bagi

pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk menetapkan sektor

pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan dalam menopang

perekonomian dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB.

Amanat Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah memberikan kemandirian bagi setiap daerah dalam perencanaan

pengelolaan, dan pendanaan pembangunan pada berbagai sektor

termasuk pariwisata, sub-sub sektor terkait seperti: hotel dan restoran,

transportasi, perdagangan, dan tanaman pangan. Pengembangan sektor

pariwisata akan menyerap tenaga kerja secara langsung melalui kegiatan-

kegiatan bisnis berhubungan dengan industri kepariwisataan, sehingga

pada gilirannya akan menunjang dan meningkatkan pertumbuhan PDRB

Provinsi Kalimantan Tengah.

Gambaran sektor pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah, jika

dilihat dari kunjungan wisatawan, belum berkembang dengan baik (Tabel

1.6). Hal inilah yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk terus

menggali, mengembangkan dan mempromosikan obyek wisata yang ada

dan meningkatkan infrastruktur jalan dari ibukota provinsi/kabupaten

menuju lokasi obyek wisata. Salah satu bentuk promosi wisata yang

dilaksanakan setiap tahun, adalah Festival Budaya Isen Mulang (FBIM).

109

Kegiatan FBIM dalam sistem kepariwisataan nasional menjadi salah satu

agenda promosi wisata dan secara rutin dilaksanakan pada setiap bulan

Mei. Bentuk promosi lainnya adalah menyelenggarakan kegiatan expo

pariwisata Kalimantan Tengah secara kontinyu di anjungan Kalimantan

Tengah Taman Mini Indonesia Indah (TMII).

Rencana strategi pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah bidang

pariwisata adalah mengembangkan potensi wisata alam yang tersebar

hampir di seluruh kabupaten dan kota melalui pendataan secara intensif

dan penataan terhadap obyek-obyek wisata potensial (Dinas Pariwisata

dan Budaya Provinsi Kalimantan Tengah, 2010). Rencana strategis

lainnya adalah memprioritaskan dan mewujudkan sektor industri

pariwisata sebagai salah satu tulang punggung (backbone) ekonomi

dengan mengembangkan industri pariwisata yang berwawasan lingkungan

dan berkelanjutan (sustainable) melalui pengembangan ekowisata dalam

taman nasional.

Dasar kebijakan pembangunan pariwisata Kalimantan Tengah

yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah Kalimantan Tengah adalah: (a) peraturan pemerintah nomor 4

tahun 2005 tentang kebudayaan dan pariwisata, (b) grand design

pariwisata percepatan pengembangan pariwisata Kalimantan Tengah, (c)

penyelenggaraan Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) setiap tahun dan

telah masuk dalam kalender tetap Pariwisata Nasional. Pengembangan

strategi kepariwisataan Kalimantan Tengah memiliki visi menjadikan

110

Kalimantan Tengah sebagai salah satu destinasi unggulan di Indonesia

dengan misi operasional sebagai berikut: (a) meningkatkan mutu dan

kualitas objek dan daya tarik wisata yang berbasis kerakyatan dengan

budaya, alam dan ecotourism, (b) memberdayakan masyarakat

Kalimantan Tengah dan seluruh stake holder untuk berperan dalam

pembangunan kepariwisataan, (c) meningkatkan arus kunjungan

wisatawan, (d) meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

kebudayaan dan pariwisata secara merata di Kalimantan Tengah. Hal lain

yang menjadi perhatian pemerintah provinsi adalah yang berkaitan

dengan keterbatasan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia di

bidang pariwisata, rendahnya tingkat kesadaran, peran serta masyarakat

dan aparat terkait dan kurangnya diversifikasi produk dan paket wisata

menjadi tantangan utama dalam pengembangan pariwisata Kalimantan

Tengah.

Kalimantan Tengah memiliki Obyek dan Daya Tarik Wisata

(ODTW ) yang berbasis alam dan berstatus taman nasional sebanyak

tiga kawasan, yaitu TNTP, TNS dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit

Raya (TNBBBR). Posisi kawasan TNBBBR secara geografi terletak pada

wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah dan termasuk

Taman Nasional yang baru ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui

Kementerian Kehutanan. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Provinsi

Kalimantan Tengah dicanangkan oleh Gubernur Kalimantan Tengah

melalui suatu keputusan pemerintah daerah yang menetapkan empat

111

Kabupaten di Kalimantan Tengah yaitu Murung Raya, Barito Utara,

Gunung Mas dan Katingan sebagai kawasan “Heart Of Borneo”.

Kebijakan tersebut ditinjau dari aspek ekonomi adalah suatu kegiatan

wisata yang menguntungkan secara ekonomi namun tidak merusak

lingkungan, dan lazim disebut kegiatan Ekowisata (Kalteng Pos, 26

Oktober 2007). Secara umum di Kalimantan Tengah bahwa

pengembangan pariwisata juga telah melihat potensi dan prospek

pengembangan ekowisata melalui konsep “Heart Of Borneo” yang

bersinergi dengan pemerintah Malaysia, khususnya pemerintah bagian

Sarawak. Demikian juga kebijakan strategis lainnya yang diambil oleh

pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yaitu pengembangan Taman

Nasional Sebangau sebagai pintu gerbang Heart Of Borneo. Kebijakan

lain dari pengembangan pariwisata Kalimantan Tengah adalah penetapan

dan pengembangan serta implementasi sektor pariwisata dengan skala

prioritas pembangunan melalui: (1) pencanangan Desa Tangkiling

sebagai desa wisata, (2) pencanangan Kabupaten Kotawaringin Barat

sebagai tujuan wisata Provinsi Kalteng tahun 2009, dan (3)

pengembangan ekowisata.

Implementasi kebijakan untuk menunjang pelaksanaan skala

prioritas pembangunan sektor pariwisata, khususnya berkaitan dengan

pengembangan dan penataan adalah melalui kerjasama antara

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Sesuai dengan

letak geografis dan karakteristik wisatawan, daya tarik wisata Kalimantan

112

Tengah adalah sbb: (1) alam yang meliput: TNTP dan TNS, (2)

arboretum, reintroduksi orang utan, danau, sungai, perkebunan, (3)

budaya betang, tata cara kehidupan masyarakat tradisional, adat

istiadat). Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka pengembangan

pariwisata Kalimantan Tengah terarah pada pengembangan daya tarik

wisata alam (ekowisata) yang didukung oleh pengembangan daya tarik

wisata budaya, dan wisata petualangan. Selanjutnya kebijakan strategis

lainnya adalah pengembangan destinasi pariwisata yang berdasarkan

daya tarik wisata alam, dan menetapkan destinasi sebagai berikut: (1)

Kota Palangka Raya dengan obyek wisata seperti TWA Bukit Tangkiling &

kawasan Nyaru Menteng, susur sungai, TNS, (2) Kabupaten Kotawaringin

Barat, dengan obyek wisata seperti TNTP & tempat rehabilitasi orang

utan, Istana Kuning, Pantai Kubu, (3) Kabupaten Katingan dengan obyek

wisata seperti TNS (Pintu Gerbang Ekowisata HOB), Bukit Batu, Desa

Jahanjang, dan lain-lain (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng,

2010).

Arah kebijakan pengembangan pariwisata daerah adalah sebagai

salah satu penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan devisa dengan

tetap memperhatikan pelestarian nilai budaya. Beberapa upaya yang telah

dilakukan diantaranya: (a) pengembangan sektor usaha pariwisata

dengan mempermudah perijinan; (b) mengadakan kampanye Sadar

Wisata dan masyarakat Sapta Pesona; (c) pencanangan dekade

Kampanye Wisatawan yang berkelanjutan; (d) penetapan strategi

113

pemasaran di wilayah tujuan wisata; (e) pemanfaatan promosi luar negeri

dalam bursa pariwisata internasional; (f) pemberdayaan serta perluasan

keikutsertaan dalam asosiasi kepariwisataan tingkat nasional dan

internasional; (g) perluasan dan penambahan pintu masuk wisatawan.

Pada akhirnya bahwa semua upaya yang dilakukan oleh pemerintah

Provinsi Kalimantan Tengah kaitannya dengan kebijakan-kebijakan yang

diuraikan di atas tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi

pariwisata yang ada, khususnya wisata alam (ekowisata).

d. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Alam di Kawasan Taman Nasional

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang

mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan

dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Penetapan suatu kawasan

sebagai taman nasional didasarkan pada kriteria, dimana suatu wilayah

dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan taman nasional meliputi:

(a) memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik

yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik; (b) memiliki satu

atau beberapa ekosistem yang masih utuh; (c) mempunyai luas yang

cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan

(d) merupakan wilayah yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona

pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan

keperluan. (Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990).

114

Pengembangan taman nasional melalui sistem zonasi diatur

melalui Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006 dengan tujuan efektifitas

pengelolaan agar dapat dipantau dengan baik. Penetapan zonasi dalam

kawasan taman nasional merujuk pada kriteria seperti: (a) derajat tingkat

kepekaan (sensitivitas ekologi); (b) keterwakilan (representation); (c)

keaslian (origanility) atau kealamian (naturalness); (d) keunikan

(uniqueness); (e) kelangkaan (raritiness); (f) laju kepunahan (rate of

exhaution); (g) keutuhan satuan ekosistem (ecosystem integrity); (h)

keutuhan sumberdaya/kawasan (intacness); (i) luasan kawasan

(area/size); (j) keindahan alam (natural beauty); (k) kenyamanan

(amenity); (l) kemudahan pencapaian (accessibility); (m) nilai

sejarah/arkeologi/keagamaan (historical/archeological/religeus value); dan

(n) ancaman manusia (threat of human interference). Kaitannya dengan

pemanfaatan jasa lingkungan termasuk ekowisata, maka semua kriteria

penetapan zonasi di atas memiliki tujuan utama yaitu bagaimana

dilakukan upaya perlindungan dan pelestarian secara ketat atas populasi

flora, fauna serta habitat penting yang terdapat di dalam kawasan taman

nasional.

Berkenaan dengan aspek legalitas pemanfaatan kawasan taman

nasional, yang memiliki potensi flora, fauna dan ekosistemnya serta gejala

alam dan keunikan alam yang sangat tinggi untuk dikembangkan sebagai

obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA), telah diatur oleh Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 31 yang menyebutkan bahwa di

115

dalam kawasan pelestarian alam dapat dilakukan kegiatan untuk

kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang

budidaya, budaya dan wisata alam. Untuk itu dalam operasionalnya,

pengembangan pariwisata alam dalam kawasan taman nasional

mengandung visi : “Pariwisata yang Berkelanjutan Melalui Pemanfaatan

Secara Lestari Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemya” (Undang-

Undang Nomor 5 tahun 1990)

Guna mewujudkan visi pemanfaatan taman nasional untuk kegiatan

pariwisata alam (ekowisata), maka pemanfaatan dan pengendaliannya

diarahkan untuk melaksanakan 2 (dua) misi utama, yaitu: (a) menjadikan

kegiatan wisata alam (ekowisata) sebagai wahana peningkatan

pengetahuan dan wawasan tentang konservasi sumberdaya alam hayati

dan ekosistemya, (b) meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup

masyarakat yang ada di sekitar Taman Nasional. Sejalan dengan visi dan

misi pemanfaatan sumber daya alam, pemanfaatan Taman Nasional untuk

pariwisata ditujukan untuk: (a) meningkatkan kepedulian masyarakat untuk

lebih menghargai alam dan pentingnya Konservasi Sumberdaya Alam

Hayati dan Ekosistemnya, (b) menciptakan lapangan pekerjaan serta

menciptakan lapangan usaha dalam rangka meningkatkan kesejahteraan

dan kualitas hidup masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi

kerakyatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan

ekowisata mengandung 5 (lima) prinsip utama yaitu: (a) konservasi, (b)

edukasi, (c) partisipasi masyarakat, (d) rekreasi, dan (e) ekonomi.

116

Upaya konservasi adalah salah satu implementasi misi utama

pengembangan ekowisata, dimana strategi yang ditempuh adalah

melalui perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan

keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya serta

pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

(KSDAH&E), seperti ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya

(SDAH&E), termasuk yang terdapat dalam kawasan taman nasional

dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan

pelestarian alam dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar sebagai

obyek wisata terbatas.

Selanjutnya untuk memperoleh gambaran tentang kondisi umum

dan potensi ekologi serta potensi ekonomi TNTP dan TNS sebagai lokasi

penelitian dan representasi dari kawasan wisata berbasis alam yang ada

di Kalimantan Tengah akan diuraikan sebagai berikut:

e. Gambaran Umum Lokasi Penelitian (Taman Nasional Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau)

Taman Nasional Tanjung Putting (TNTP)

Tanjung Puting pada awalnya merupakan kawasan suaka

margasatwa dengan luas total 305.000 ha yang ditetapkan oleh

pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 13 Juni 1936 sebagai kawasan

perlindungan Suaka Margasatwa Orang Utan (Pongo pygmeus) dan

117

Bekantan (Nazalis Larvatus). Pada tahun 1981 Suaka Margasatwa

Tanjung Puting dinyatakan sebagai Cagar Biosfer UNESCO. Kemudian

pada tahun 1982 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.

736/MENTAN/X/1982 kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting seluas

305.000 ha dan kawasan hutan poduksi seluas 54.960 ha yang menjadi

konsesi HPH PT. Hezubasah dinyatakan sebagai calon Taman Nasional.

Selanjutnya pada tanggal 12 Mei 1984 oleh Menteri Kehutanan dibentuk

Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Nasional Tanjung Puting yang

bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan

Pelestarian Alam (Dirjen PHPA). Kemudian berdasarkan Surat Keputusan

Direktorat Jenderal PHPA No. 45/kptsII.V-Sek/84 tanggal 11 Desember

1984, kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting ditetapkan sebagai

Taman Nasional dengan wilayah kerja seluas 300.040 ha. Akhirnya

melalui SK Menteri Kehutanan No. 687/kpts-11/96 tanggal 25 Oktober

1996, luas kawasan ditingkatkan menjadi 415.040 ha yang terdiri dari

Suaka Margasatwa Tanjung Puting 300.040 ha, hutan produksi 90.000 ha

(ex. PT. Hesubazah) dan kawasan daerah perairan sekitar 25.000 ha.

Jumlah luasan 415.040 ha inilah yang menjadi tanggungjawab

pengelolaan Balai Taman Nasional Tanjung Puting sampai saat ini.

Posisi kawasan TNTP secara geografis terletak antara 2°35'-3°20'

LS dan 111°50'-112°15' BT meliputi wilayah kecamatan Kumai di

Kabupaten Kotawaringin Barat dan di Kecamatan Hanau serta Seruyan

Hilir Kabupaten Seruyan. Dalam perkembangan selanjutnya sampai saat

118

ini Pemerintah Kotawaringin Barat sebagai daerah yang membawahi

wilayah TNTP bekerjasama dengan pengelola Balai TNTP untuk

mengembangkan dan membangun fasilitas wisata dalam area zona

pemanfaatan yang luas arealnya adalah 14.000 ha. Pengelolaan dan

pemanfaatan TNTP dilakukan dengan sistem zonasi, seperti diperlihatkan

pada Tabel 5.6 sebagai berikut :

Tabel 5.6. Zonasi dalam pengelolaan kawasan TNTP

No Nama Zona Luas (Hektar)

I. Zona Inti 229.088

II. Zona Rimba 81.552

1 Daratan 65.702

2 Perairan 15.850

III. Zona Pemanfaatan 15.211

1. Zona Pemanfaatan Intensif 1.000

2. Zona Pemanfaatan Khusus 4.250

3. Zona Pemanfaatan Tradisional 9.961

IV Zona Rehabilitasi 89.189

Sumber : Balai TNTP. 2010

Kebijakan pengembangan pariwisata alam (ekowisata) dalam

kawasan TNTP, diselenggarakan dengan memperhatikan potensi yang

ada dalam zona pemanfaatan. Dengan demikian pengembangan obyek

wisata alami (ekowisata) dalam kawasan TNTP dibagi dalam empat

lokasi, yaitu: (a) kawasan wisata Tanjung Harapan; (b) kawasan Pondok

Tanggui; (c) kawasan Camp Pondok Ambung dan (d) kawasan Camp

119

Leakey. Secara umum ekosistem Taman Nasional ini memiliki beberapa

tipe ekosistem, yaitu hutan tropika dataran rendah, hutan kerangas, hutan

rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan mangrove, hutan pantai. Tipe

vegetasi utama di daerah Utara kawasan adalah hutan kerangas dengan

tumbuhan pemakan serangga seperti kantung semar (Nephentes sp.).

Hutan rawa gambut sejati ditemukan di bagian tengah kawasan dan di tepi

beberapa sungai, dimana terdapat tumbuhan yang memiliki akar lutut, dan

akar udara. Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini terdapat hutan

rawa air tawar sejati, memiliki jenis tumbuhan yang kompleks dan jenis

tumbuhan merambat berkayu yang besar dan kecil, serta epifit dan paku-

pakuan menjalar dalam jumlah besar. Di daerah Utara menuju Selatan

kawasan terdapat padang dengan jenis tumbuhan belukar yang luas yang

merupakan hasil dari pengerusakan hutan kerangas melalui penebangan

dan pembakaran. Vegetasi di daerah hulu sungai utama terdiri atas rawa

rumput yang didominasi oleh Pandanus sp, dan bentangan makrofita

(bakung) yang mengapung, seperti Crinum sp, serta di sepanjang sungai

yang ada dalam kawasan TNTP ditemukan tumbuhan asli nipah. Pada

daerah pesisir pantai berpasir banyak ditemukan tumbuhan marga

Casuarina, Pandanus, Scaevola, dan Barringtonia.

Jenis tumbuhan lain yang dapat ditemui di TNTP adalah meranti

(Shorea sp.), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata),

gaharu, kayu lanan, keruing (Dipterocarpus sp.), ulin (Eusideroxylon

zwageri), tengkawang (Shorea palembanika), Dacrydium spp.,

120

Lithocarpus spp., Castonopsis spp., Schiima wllichii., Hopea spp.,

Melaleuca spp., Dyospyros spp., Beckia spp., Jackia spp., Licuala spp.,

Vatica spp., Tetramerista spp., Palaquium spp., Campnosperma spp.,

Casuarina spp., Ganoa spp., Mesua spp., Dactylocladus spp., Astonia

spp., Durio spp., Eugenia spp., Calophyllum spp., Sonneratia spp.,

Rhizophora spp., Barringtonia spp., Nipah (Nypa fruticans.), Podocarpus

spp., dan Scaevola spp. Sementara untuk tumbuhan lapisan bawah hutan

terdiri dari jenis-jenis rotan dan permudaan/anakan pohon.

Dalam kawasan TNTP teridentifikasi satwa atau fauna, seperti:

mamalia, reptilia dan burung (aves). Untuk jenis mamalia, dihuni oleh

sekitar 38 jenis, tujuh di antaranya adalah primata yang cukup dikenal dan

dilindungi seperti Orang Utan (Pongo pygmaeus), Bekantan (Nasalis

larvatus), serta Owa-Owa (Hylobates agilis). Jenis-jenis mamalia besar

seperti Rusa Sambar, Beruang Madu (Helarctos malayanus), Kijang

(Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus javanicus), dan Babi Hutan (Sus

barbatus) dapat dijumpai di kawasan ini. Bahkan, beberapa jenis mamalia

air seperti duyung (Dugong dugong) dan lumba-lumba dilaporkan pernah

terlihat di perairan sekitar kawasan TNTP.

Untuk jenis reptilia yang dapat ditemukan di dalam kawasan

TNTP, antara lain adalah buaya sinyong supit (Tomistoma schlegel),

buaya muara (Crocodilus porosus), dan bidawang (Trionyx cartilagenous).

Sedangkan untuk jenis burung tercatat lebih dari 200 jenis yang hidup di

kawasan TNTP. Salah satu jenis burung yang ada di kawasan ini, yaitu

121

sindang lawe (Ciconia stormii) termasuk 20 jenis burung terlangka di

dunia. Kawasan TNTP juga merupakan salah satu tempat untuk sejumlah

koloni jenis burung “Great alba” seperti Egreta alba, Arhinga

melanogaster, dan Ardea purpurea (Renstra TNTP 2004-2010) .

Gambaran potensi flora dan fauna yang dimiliki oleh TNTP

menunjukkan betapa kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang

cukup tinggi dan unik, karena banyak diantara jenis yang ada merupakan

jenis endemik dan dilindungi. Berdasarkan dokumen Direktorat Wisata

alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Direktorat Jenderal

Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan (2002),

kawasan yang memiliki lebih banyak flora dan fauna tergolong

langka/endemik dikategorikan sebagai ekosistem yang memiliki keunikan

lingkungan.

Pengembangan dan pengelolaan TNTP sebagai kawasan wisata

alam (ekowisata) dengan potensi obyek wisata yang ada untuk dapat

dinikmati oleh wisatawan yang berkunjung meliputi: feeding orang utan,

pengamatan satwa, treking, susur sungai, wisata pendidikan/penelitian,

seni budaya, seni kerajinan (Balai TNTP 2010). Infrastruktur sebagai

penunjang kegiatan wisata yang ada berupa jenis alat transportasi,

akomodasi dan pemandu wisata, seperti disajikan pada Tabel 5.7.

122

Tabel 5.7. Fasilitas Transportasi, Akomodasi, dan Pemandu Wisata di TNTP

No. Jenis Jumlah Kapasitas

1. Transportasi Klotok

Speed Boat

42 Unit (8 besar & 34 sedang) 50 unit

40 orang 4-5 orang

2. Akomodasi

Rimba Lodge Hotel 1 unit

Home Stay Sekonyer 4 Kamar 8 orang

Home Stay Masyarakat 4 unit (8 Kamar) 16 orang

Guest House Balai TNTP 3 unit (5 kamar) 10 orang

Camping Ground 1 lokasi 250 orang

3. Guide/Pemandu Wisata 64 orang

Sumber : Laporan Tahunan Balai TNTP, 2010 Keterangan : TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting

Tabel 5.7. menunjukkan bahwa sarana dan prasaran penunjang

transportasi wisata di Taman Nasional Tanjung Puting adalah berupa

klotok dengan ukuran besar maupun sedang, speedboat yang dapat

digunakan sebagai alat transportai wisman dan wisnu. Mayoritas pemilik

alat transportasi tersebut adalah masyarakat di sekitar TNTP dan

beberapa unit milik Balai TNTP. Sarana akomodasi yang ada juga

bervariasi, mulai dari jenis Hotel (Rimba Lodge Hotel) 1 unit, Home Stay

Sekonyer 1 unit, Home Stay milik masyarakat, Guest House milik Balai

TNTP 3 unit dan 1 lokasi Camping Ground. Unsur pendukung lain dalam

kegiatan wisata adalah kelompok pemandu wisata yang bertugas

mendampingi/memandu wisatawan di Taman Nasional Tanjung Puting

adalah sebanyak 64 orang. Kelompok wisata terhimpun dalam wadah

Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Tegar Lestari dengan jumlah

anggota 64 orang, dan kelompok jasa transportasi air terhimpun dalam

wadah Himpunan Kelotok Wisata Kumai (HKWK) dengan jumlah 46 unit

123

serta 1 unit kelompok pengrajin souvenir yang tergabung dalam koperasi

Sekonyer Lestari dengan jumlah anggota 60 orang.

Wisatawan mancanegara dan nusantara dari luar Kalimantan

Tengah untuk sampai ke destinasi TNTP dapat menggunakan jenis

transportasi udara dengan route Jakarta atau Semarang ke Pangkalan

Bun ibukota Kotawaringin Barat. Route yang lain adalah Jakarta ke

Palangka Raya, kemudian Palangka Raya ke Pangkalan Bun dengan

menggunakan pesawat kecil. Atau bisa juga dengan fasilitas transportasi

darat dengan menggunakan bus atau mobil travel jenis Kijang dan

Avansa. Terdapat juga jalur atau route penerbangan langsung dari

Jogyakarta – Pangkalan Bun 3 kali seminggu dan Balikpapan – Pangkalan

Bun setiap hari. Beberapa route penerbangan inilah yang diharapkan

untuk dapat digunakan oleh wisman dan wisnu agar bisa sampai ke

destinasi TNTP lebih cepat. Alternatif lain adalah dengan transportasi laut

menggunkan kapal Pelni dari pelabuhan Semarang atau Surabaya menuju

pelabuhan Kumai. selanjutnya dengan menggunakan speedboad atau

kapal wisata menuju TNTP. Sementara itu untuk mencapai obyek wisata

lainnya dalam kawasan TNTP wisatawan dapat menggunakan beberapa

jenis alat transportasi seperti: speedboat, kapal, longboat, klotok.

Potensi keanekaragaman hayati dan keunikan lingkungan yang

terdapat dalam kawasan TNTP merupakan daya tarik bagi wisman dan

wisnu telah mendorong pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan

Kabupaten Kotawaringin Barat untuk meningkatkan strategi

124

pengembangan kawasan melalui peningkatan infrastruktur dan fasilitas

pendukung lainnya, seperti pembangunan guesthouse, peningkatan

kualitas jalan untuk treking, pembinaan keterampilan dan manajemen

anggota koperasi Sekonyer Lestari. Semua upaya tersebut dimaksudkan

untuk pengembangan kegiatan ekowisata di TNTP, sehingga pada

gilirannya kegiatan ekowisata menciptakan peluang berusaha dan

mendorong pertumbuhan perekonomian lokal.

Dalam rangka mendukung manajemen pengelolaan, melalui

kesepakatan antara pemerintah daerah, manajemen TNTP dan kelompok

biro perjalanan wisata, telah ditetapkan tarif masuk dan sewa jasa-jasa

dalam kawasan TNTP seperti disajikan dalam Tabel 5.8.

Tabel 5.8 Daftar tarif masuk kawasan TNTP dan tarif jasa-jasa lainnya

No. Jenis traif Satuan Harga (Rp)

1. Karcis masuk :

Wisman

Wisnu

Paket

100.000,-

10.000,-

2. Karcis Kamera :

Wisman

Wisnu

Paket

50.000,-

20.000,-

3. Karcis Handycam :

Wisman

Wisnu

Paket

150.000,-

50.000,-

4. Alat transportasi air :

Klotok pakai mesin

Paket

carteran/hari

250.000-500.000,-

125

Longboat

Kapal

Speedboat

500.000-750.000,-

1.000.000-1.500.000,-

1.500.000-2.000.000,-

5. Akomodasi :

Rimba lodge Hotel

Guest house

Homestay

Kapal

Camping ground

Kmr/Hari

Paket

300.000,-

100.000,-

50.000,-

Termasuk sewa kapal

1.500.000,- utk 2 hr 1 malam

6. Tempat berbelanja :

Mini market

Koperasi

Kios masyarakat

Kios kapal

Hasil pengamatan harga :

Hrg standar/normal;

Harga-harga di koperasi, kios

masyarakat dan kios kapal

lebih mahal.

Sumber : Balai TNTP 2010 dan Survey lapangan 2012.

Taman Nasional Sebangau

Penetapan kawasan hutan lindung kelompok hutan DAS

Sebangau dengan luas +/- 568.700 Ha sebagai kawasan Taman Nasional

Sebangau berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.423/ Menhut-II/ 2004

Tanggal 19 Oktober 2004. Pada mulanya pengelolaan TNS di bawah

Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah hingga

terbentuknya UPT Balai TNS yang di bentuk berdasarkan PerMenHut No.

P 29/ Menhut-II/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Perubahan Pertama

Atas Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 Tentang

126

Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional. Selanjutnya dengan

keluarnya surat Keputusan Menteri Kehutanan KepHut No. SK4341/

Menhut-II/Peg/2006 tanggal 12 Oktober 2006 ditetapkan Kepala Balai

Taman Nasional Sebangau. Taman Nasional Sebangau terletak di

serambi muka Propinsi Kalimantan Tengah. Dan secara administratif

terletak di satu kota dan dua Kabupaten yaitu: Kota Palangka Raya,

Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Katingan. Taman Nasional ini

berada di antara dua Sungai yaitu: Sungai Katingan dan Sungai

Sebangau. Kawasan TNS termasuk ekosistem hutan rawa gambut yang

posisinya sangat strategis karena sebagai benteng terakhir keberadaan

hutan rawa gambut di Provinsi Kalimantan Tengah. Dari sisi ekologi,

ekosistem hutan rawa gambut Sebangau merupakan kawasan yang

memainkan peran yang sangat penting sebagai reservoir

keanekaragaman hayati dan sebagai gudang penyimpanan karbon.

Berdasarkan hasil penelitian S.E. Page et al (1999) dalam Khulfi

M.K, (2012) diketahui bahwa kawasan TNS memiliki 7 (tujuh) tipe vegetasi

hutan, yaitu: 1) hutan riparian, 2) transisi riparian – rawa campuran, 3)

rawa campuran, 4) transisi rawa campuran – hutan pole rendah, 5) hutan

pole rendah, 6) hutan interior tinggi, 7) hutan dengan kanopi sangat

rendah. Jenis tumbuhan yang umum pada hutan riparian adalah Shorea

belangeran, dimana jenis ini adalah satu-satunya jenis yang bisa

mencapai ketinggian 35 meter. Lapisan tajuk lainnya umumnya hanya

bisa mencapai ketinggian 25 – 35 meter dengan jenis – jenis tumbuhan

127

pada lapisan ini adalah Calophyllum spp., Camnosperma coriaceum, dan

Combretocarpus rotundus. Kemudian Thorachostachyum bancanum

adalah jenis tumbuhan yang umumnya dapat dijumpai pada lapisan

bawah. Tipe hutan transisi riparian – hutan rawa campuran pada

umumnya adalah tipe yang memiliki lebar areal yang sangat sempit (± 1 –

1,5 km dari tepi sungai) dengan kedalaman gambut umumnya sampai 2

meter. Daerah tipe hutan ini merupakan daerah perbatasan naiknya air

sungai dan sangat dipengaruhi oleh air yang keluar dari daerah

tangkapan air di sebelah dalam. Jenis tumbuhan yang mendominasi tipe

hutan ini adalah Shorea belangeran. Tipe hutan rawa campuran umumnya

dapat dijumpai di daerah tepi kubah gambut sampai 4 km ke dalam.

Umumnya tegakan di dalam tipe hutan ini tinggi – tinggi dan berstrata,

dimana lapisan tajuk tertinggi dapat mencapai 35 meter, lapisan

tengahnya berkisar 15 – 25 meter dan lapisan paling bawah yang

umumnya lebih terbuka ditumbuhi tumbuhan dengan tinggi berkisar antara

7 – 12 meter. Tipe hutan ini dicirikan juga dengan banyaknya tumbuhan

yang memiliki akar lutut dan banir, namun akar nafas seringkali juga

ditemukan. Jenis vegetasi yang umumnya dijumpai pada tipe hutan rawa

campuran ini adalah Aglaia rubiginosa, Calophyllum hosei, C. lowii, C.

sclerophyllum, Combretocarpus rotundatus, Cratoxylum glaucum, Dyera

lowii, Dactylocladus stenostachis, Ganua mottleyana, Dipterocarpus

coriaceus, Gonystylus bancanus, Mazzetia leptopoda, Shorea belangeran,

128

Shorea teysmanniana, Palaquium cochlearifolium, Palaquium eicarpum,

Neoscortechina kingie dan Xylopia fusca.

Tipe hutan transisi (hutan rawa campuran – hutan pole rendah)

umumnya dijumpai pada daerah yang berjarak 4 – 6 km dari tepi sungai

dengan konsisi degradasinya yang berjalan lambat mulai dari hutan rawa

campuran sampai ke hutan pole rendah. Komposisi lapisan tajuk atas dan

tengah umumnya reatif sama dengan hutan rawa campuran, walaupun

kerapatan Calophyllum spp., Combretocarpus rotundatus dan Palaquium

colearifolium lebih besar dibandingkan dengan hutan rawa campuran,

lapisan tajuk atas pada tipe hutan ini dapat mencapai tinggi 25 – 30 meter.

Sangat sedikit tumbuhan yang memiliki akar lutut atau banir, tetapi anak

nafas sangat melimpah di lantai hutan, dan juga terdapat formasi pandan

(Pandanus dan Frecinetia spp.), yang luas dan berkesinambungan

menutupi permukaan tanah.

Tipe hutan pola rendah umumnya dijumpai di daerah yang

berjarak 6 – 11 km dari tepi sugai dengan kedalaman gambut antara 7 –

10 m. Tinggi muka air tanah (water-table) pada umumnya secara

permanen tinggi dan lantai hutan sangat tidak menentu, dimana

vegetasi/tanaman pohon yang tumbuh dalam sebuah pulau seperti

hummocks yang dipisahkan oleh dalamnya air dan umumnya akan hilang

pada saat musim kemarau. Akar nafas melimpah dan sangat rapat di atas

lantai gambut. Pada tipe hutan ini dijumpai dua lapisan tajuk dengan tinggi

mencapai 20 m dan lapisan bawahnya mencapai 12 – 15 m dengan

129

kondisi relatif lebih rapat. Jenis tumbuhan yang umumnya dijumpai pada

tipe hutan ini adalah Combretocarpus rotundus, Calophyllum fragrans, C.

hosei dan sedikit dijumpai Campnosperma coariaceum serta

Dactylocladus stenostachys. Formasi pandan juga ditemukan sangat

rapat dan Nepenthes spp., juga ditemukan dalam jumlahnya sangat

melimpah.

Tipe hutan tegakan tinggi (tall interior forest) umumnya teretak

disisi miring kubah gambut, dari 12 km (dimana terdapat perubahan tipe

hutan yang tegas terhadap pole rendah) sampai lebih dari 24, 5 km.

Lapisan tajuk tertinggi dapat mencapai 45 m dan lapisan bawahnya dapat

dibedakan antara lapisan tengah dengan ketinggian antara 15 – 25 meter

dan lebih bawah 8 – 15 meter. Jenis – jenis tumbuhan yang umumnya

dijumpai di dalam komunitas ini adalah Agathis barneenses, Calophyllum

hosei, C. lowii, Cratoxylum glaucum, Dactylocladus stenostachys,

Dipterocarpus coariaceus, Gonystylus bancanus, Dyera lowwi, Eugenia

havelandii, Gymnostoma sumatrana, Koomassia malaccensis, Mezzetia

leptopoda, Shorea teysmanniana, Shorea platycarpa, Vatica

mangachopai, Palaquium coclearifolium, P. leicarpum, Tristania

grandifolia, Xanthopyllum spp., dan Xylopia spp.

Tipe hutan dengan kanopi sangat rendah terletak di titik tertinggi di

antara dua sungai, relatif terbuka, dan sedikit tumbuhan yang dapat

mencapai ketinggian 1,5 m. Jenis tumbuhan yang umumya di jumpai di

daerah ini adalah Cratoxylum spp., Calophyllum spp., Litsea

130

spp., Combretocarpus rotundus, Dactylocladus stenostachys, Ploirarium

alternatifolium dan Tristania spp. Jenis Pneumatophores sangat melimpah

di lantai hutan. Juga teridentifikasi beberapa potensi jenis pohon komersial

yang terdapat di TNS seperti: Ramin (Gonystyllus bancanus), Ulin

(Eusideroxylon zwagerii ), Jelutung (Dyera sp.), Meranti (Shorea sp.),

Nyatoh (Palaquium sp.) dan lain-lain jenis flora unik dan beberapa jenis

tumbuhan obat.

Gambaran umum satwa atau fauna, seperti: mamalia, reptilia dan

burung yang terdapat dalam kawasan TNS dikemukakan oleh Sulistyo

(2008). Jenis-jenis mamalia ditemukan sebanyak 35 jenis, terdiri dari:

Orangutan (Pongo pygmaeus) dengan kelimpahan populasi sebanyak ±

6.200 ekor, bekantan (Natalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis),

monyet ekor panjang (Macca fascicularis), babi hutan (Sus barbatus), rusa

(Cervus unicolor), kijang (Muntiacus atheroides), kancil (Tragulus

javanicus), macan dahan (Neofelis nebulosa), tupai (Tupaia spp), loris

(Nycticebus coucang), dan tarsius (Tarsius bancanus). Jenis reptilia yang

telah teridentifikasi di dalam kawasan TNS, antara lain adalah Ular Sanca

(Phyton reticulates), Ular air (Homalopsis buccata), Ular pipa berekor

merah (Cylindropsis rufus), Kobra (Naja sumatrana), Ular hijau (Ahaetulla

prasina), Biawak (Varanus salvator), Kura-kura kotak (Cuora amboinensis)

dan Kura-kura berduri (Heosemys). Adapun untuk kelompok burung

tercatat ada sekitar 116 jenis yang hidup di kawasan TNS antara lain:

bangau tong-tong (Leptoptilus javanicus), bangau putih, walet, seriti,

131

cucak hijau, keruang, kepodang, elang, enggang, pecuk ular, cangak

merah (Sulistyo, 2008).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kawasan TNS memiliki potensi

ekologi relatif tinggi yang digambarkan melalui keanekaragaman floranya.

Disamping itu hutan rawa gambut TNS mempunyai nilai dan fungsi

seperti: (a) mengatur sistem hidrologi, mencegah banjir dan mengatur

debit air , mencegah intrusi air asin, (b) stabilisasi iklim (penyimpan

karbon, penyerap karbon, pengatur iklim mikro) (c) keanekaragaman

hayati yang meliputi: plasma nutfah, habitat hidupan liar, habitat

tumbuhan, bentang alam dan belantara, (d) sosial-ekonomi meliputi:

penyedia air, menyediakan sumberdaya alam, penelitian dan pendidikan,

lingkungan serta sosial-budaya.

Dilihat dari aspek pariwisata, maka beberapa potensi wisata yang

dimiliki TNS adalah: (a) keindahan sumber daya alam/bentang alam,

ekosistem unik, flora dan fauna, (b) seni dan budaya masyarakat lokal/

karya-karya seni, adat istiadat dan segala bentuk kegiatan masyarakat

yang menunjang kegiatan pariwisata alam (ekowisata). Sementara itu

obyek dan atraksi wisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan

didasarkan pada potensi faunanya seperti Orang Utan ( Pongo

Pygmaeus-pygmaeus ), Owa-owa (Hyllobates agilis), Beruk (Macaca

nemestrina), Kelasi (Presbytis rubicunda). Memperhatikan potensi obyek

wisata seperti hutan rawa gambut tropika dengan keanekaragaman jenis

flora fauna, sungai, bukit dan danau, maka pengembangan beberapa

132

obyek dan lokasi wisata dibagi atas tiga wilayah yaitu: (1) wilayah Resort

Mangkok (SPTN II) diarahkan untuk educational tourism atau wisata

pendidikan dan penelitian, khususnya bidang biodirversity gambut,

rehabilitasi dan restorasi, (2) wilayah Resort Baun Bango (SPTN III) yang

meliputi Danau Jalan Pangen, Kamipang, Panggualas diarahkan untuk

adventour tourism seperti: wisata air, pengamatan satwa liar dan susur

sungai, (3) wilayah Sebangau Hulu (SPTN I) yang memiliki kawasan

perbukitan, diantaranya Bukit Kaki, Bukit Cinta Berahi, Mendawai,

diarahkan untuk wisata geowisata, meliputi: treking, pengamatan satwa

liar, wisata budaya.

Sebagai kawasan taman nasional, TNS dalam pengelolaan dan

pemanfaatannya baik dilihat dari fungsi ekologi maupun dari fungsi

ekonomi (pariwisata), pada prinsipnya dilakukan dengan sistem zonasi

seperti yang diberlakukan di semua taman nasional. Namun sampai saat

ini draft dokumen sedang dilakukan review dan revisi zonasi indikatif

partisipatif untuk mengakomodir ruang-ruang kelola masyarakat sebagai

bagian dari sistem zonasi. Selain itu, verifikasi dan validasi data lapangan

termasuk struktur hutan di setiap kelas yang ada sedang dilakukan, guna

proses analisis ekosistem dan biodiversity serta analisis sosial, ekonomi

dan budaya masyarakat.

Sebagai langkah awal, bahwa pedoman pengembangan dan

pengelolaan operasional, TNS dibagi atas tiga satuan pengelolaan taman

nasional (SPTN) yaitu SPTN I wilayah Sebangau Hulu dengan wilayah

133

kerja meliputi wilayah administrasi kota Palangka Raya, SPTN II Resort

Mangkok meliputi wilayah administrasi Kabupaten Pulang Pisau dan

SPTN III. Resort Baun Bango meliputi wilayah administrasi kabupaten

Katingan, dimana masing-masing SPTN tersebut mengembangkan dan

menawarkan obyek wisata berdasarkan potensi yang dimilikinya.

Aksesibilitas untuk mencapai kawasan TNS mulai dari ibukota

negara (Jakarta) dapat ditempuh dengan jalur udara (pesawat) menuju

ibukota Provinsi di Palangka Raya. Selanjutnya perjalanan ditempuh

dengan jalur darat dari Palangka Raya ke Kasongan ibukota Kabupaten

Katingan, kurang lebih 60 menit dengan kendaraan roda empat (mobil),

kemudian dilanjutkan dengan transportasi sungai (speedboat) kurang lebih

2-3 jam menyusuri sungai Katingan menuju ke arah hilir (Selatan) sampai

di Baun Bango ibukota Kecamatan Kamipang. Dari Baun Bango

perjalanan dilanjutkan memasuki kawasan TNS yang merupakan wilayah

kerja SPTN III resort Baun Bango melalui jalur sungai kecil dengan

menggunakan klotok (perahu kecil bermesin) kurang lebih 30 menit. Jalur

lainnya dapat ditempuh dari Palangka Raya menuju pelabuhan Kereng

Bangkirai Resort Sebangau Hulu wilayah kerja SPTN I Palangka Raya

kurang lebih 15 menit. Selanjutnya perjalanan diteruskan dengan

menggunakan speedboat kurang lebih 1,5 jam menuju kearah Tenggara

menyusuri sungai Sebangau dengan tujuan akhir di resort Mangkok

wilayah SPTN II kawasan TNS. Untuk mencapai obyek wisata lainnya

dalam kawasan TNS, wisatawan dapat menggunakan beberapa jenis alat

134

transportasi seperti: speedboat, longboat, klotok dan perahu kecil/ces.

Pemilihan jenis alat trasportasi tersebut lebih banyak bergantung pada

kualitas akses dan tingkat kesulitan jalur sungai yang akan dilalui.

Potensi alam dan posisi strategis yang dimiliki oleh kawasan TNS

dan dukungan infrastruktur transportasi seperti diuraikan di atas, dapat

menjadi dasar bagi pemerintah provinsi dan kota Palangka Raya untuk

bekerjasama dengan pegelola Balai TNS mengembangkan kawasan TNS

melalui strategi dan kebijakan penyiapan infrastruktur jalan dan fasilitas

pendukung lainnya, sehingga dapat membuka peluang TNS sebagai pintu

gerbang pariwisata Kalimantan Tengah yang berbasis ekowisata dan

pemberdayaan ekonomi lokal untuk selanjutnya menciptakan peluang

berusaha dan mendorong pertumbuhan perekonomian lokal.

Operasional pengelolaan wisata di TNS untuk melayani kebutuhan

wisatawan tidak terlepas dari dukungan dan keberadaan kelompok

jasa/usaha seperti: pemandu wisata, transportasi wisata, akomodasi

(rimba lodge hotel, guesthouse, homestay), portir. Namun saat dilakukan

studi fasilitas tersebut belum terpenuhi semua, dan baru sebatas

penyediaan akomodasi berupa guesthouse dan homestay masyarakat.

Jasa transportasi air seperti klotok bermesin, longboat dan speedboat

disediakan oleh kelompok masyarakat dan manajemen Balai TNS.

Pemandu wisata yang sudah mengikuti pelatihan adalah masyarakat yang

berdomisili di sekitar TNS seperti di Desa Kereng Bangkirei (± 20 orang),

Desa Baun Bango, Jahanjang, Kamipang (± 30 orang). Dalam rangka

135

mendukung manajemen pengelolaan, maka tarif masuk ke kawasan TNS

mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 dengan

rincian sebagaimana disajikan pada Tabel 5.9 sebagai berikut:

Tabel. 5.9 Tarif masuk kawasan Taman Nasional Sebangau

No. Jenis Tarif Satuan Harga (Rp)

1. Pengunjung :

Wisman

Wisnu

Hari

15.000,-

1.500,-

2. Peneliti mancanegara :

Peneliti Nusantara :

Hari, Bulan/orang:

1-15 hari

16-30 hari

1 – 6 bulan

6 – 12 bulan

1-15 hari

16-30 hari

1 – 6 bulan

6 – 12 bulan

75.000,-

150.000,-

300.000,-

450.000,-

25.000,-

50.000,-

100.000,-

150.000,-

3. Kapal Air :

Kapal motor sd. 40 PK

Kapal motor sd. 80 PK

Kapal motor > 80 PK

1 kali jalan/org

25.000,-

50.000,-

75.000,-

136

Tabel 5.9, lanjutan,….

4. Pengambilan Snapshoot :

Mancanegara :

Film komersial

Vidio komersial

Handycam

Kamera

Nusantara :

Film komersial

Vidio komersial

Handycam

Kamera

Paket

2.500.000,-

2.000.000,-

125.000,-

30.000,-

1.500.000,-

1.000.000,-

12.500,-

3.000,-

5. Olahraga/rekreasi alam bebas:

Wisman :

Camping

Canoing

Wisnu :

Camping

Canoeing/sampan

Hari/ jam

20.000,-

25.000,-

15.000,-

20.000,-

Sumber : Balai TNS, 2010

5.2. Deskripsi Responden

5.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Asal Negara dan Daerah

Pada penjelasan sebelumnya telah diuraikan bahwa dalam

penelitian ini yang menjadi responden utama adalah wisatawan, baik

137

wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang berkunjung

ke Kalimantan Tengah, khususnya ke TNTP dan TNS. Disamping

wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang ditetapkan

sebagai responden, juga dipilih beberapa pemangku kepentingan

(stakeholder) atau pelaku wisata, seperti pengelola TNTP dan pengelola

TNS, pemandu wisata, agen travel, Pemerintah Provinsi (Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan) serta pemerintah kabupaten (Dinas

Pariwisata dan Kebudayaan). Data hasil wawancara langsung dengan

responden utama menjadi data utama yang akan dianalisis secara

statistik, sementara data hasil wawancara yang diperoleh melalui

wawancara langsung dengan beberapa orang pemangku kepentingan

(stakeholder) tidak masuk dalam model, namun informasi yang diperoleh

dari mereka dideskripsikan untuk memperkuat hasil analisis data utama

yang diperoleh dari responden utama.

Dari sejumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara

yang berkujung ke TNTP dan TNS ditetapkan sejumlah responden seperti

disajikan Tabel 5.10. Jumlah wisatawan mancanagara dan wisatawan

nusantara yang berkunjung ke TNTP dan menjadi responden adalah

sebanyak 132 orang dan yang berkunjung ke TNS dan menjadi responden

adalah sebanyak 18 orang. Dari total 100 responden mancanegera yang

berkunjung ke TNTP, wisatawan yang berasal dan berkebangsaan

Denmark merupakan wisatawan yang terbanyak yaitu 18 orang dan

wisatawan yang berasal dan berkebangsaan Belanda dan Inggris

138

merupakan wisatawan yang sedikit yaitu masing-masing 6 orang.

Kunjungan wisatawan berdasarkan kawasan negara, menunjukkan bahwa

wisatawan dari kawasan Eropa merupakan jumlah wisatawan terbanyak

yaitu 38 orang (30%) dari total wisatawan mancanegara, dan wisatawan

paling sedikit yaitu 7 orang (7%) berasal dari kawasan Asia, seperti

dikemukakan pada Tabel 5.10

Tabel 5.10 Distribusi responden berdasarkan asal Negara dan daerah yang berkunjung ke TNTP dan TNS Tahun 2012

No. Asal Negara dan Daerah TNTP (org) TNS (org)

I. Wisatawan Mancanegara :

1. Amerika Serikat 8 -

2. Kanada 13 -

3. Belanda 6 -

4. Perancis 10 -

5. Denmark 16 -

6. Inggris 6 1

7. Jerman 7 -

8. Australia 17 2

9. Selandia Baru 10 -

10 Brasil - 3

11. Asia 7 -

Jumlah Responden Mancanegara 100 6

II. Wisatawan Nusantara :

1. Jakarta 7 2

2. Bogor 4 -

139

3. Semarang 2 3

4. Jogyakarta 3 -

5. Malang 2 3

6. Surabaya 4 -

7. Banjarmasin 2 -

8. Palangka Raya 3 4

9. Sampit 3 -

10. Pontianak 2 -

Jumlah Responden Nusantara 32 12

Total responden 132 18

Sumber : Data Primer Diolah. 2013

Banyaknya jumlah wisatawan dari kawasan Eropa yang

berkunjung ke TNTP karena sifat dan minat wisatawannya lebih banyak

menyukai kawasan-kawasan yang masih asli dan unik, khususnya

menyangkut keanekaragaman flora faunanya yang berbeda dengan yang

ada di negara mereka. Sementara itu wisatawan mancanegara yang

berasal dari kawasan Asia jumlahnya sedikit, karena mereka melihat dan

mengetahui bahwa kawasan wisata alam TNTP umumnya memiliki tipe

yang relatif sama dengan tipe obyek alam di kawasan Asia lainnya.

Dari 32 wisatawan nusantara yang menjadi responden dalam

penelitian ini, jumlah terbanyak 7 orang (21,88%) berasal dari Jakarta dan

yang paling sedikit 2 orang (6,25%) masing-masing berasal dari

Semarang, Malang, Banjarmasin dan Pontianak. Alasan wisatawan

nusantara berkunjung ke TNTP karena mereka ingin menyaksikan secara

140

langsung lokasi rehabilitasi orang utan dan merasakan suasana dalam

kawasan hutan yang memiliki keanekragaman hayati tinggi dan adanya

flora dan fauna langka. Jumlah wisman dan wisnu yang berkunjung ke

TNS dan merupakan responden adalah sebanyak 18 orang, terdiri dari 6

orang wisman dan 12 orang wisnu. Dari 6 orang wisman tersebut,

sebanyak 3 orang adalah berkebangsaan Brasil. Wisatawan

mancanegara yang berkunjung ke TNS disamping untuk rekreasi juga

melakukan kegiatan pengambilan gambar (snapshot) untuk kepentingan

komersial dan kegiatan penelitian.

Wisatawan nusantara yang merupakan responden dalam

penelitian ini yang berkunjung ke TNS berjumlah 12 orang, diantaranya

terbanyak berasal dari kota Palangka Raya yaitu 4 orang dan yang paling

sedikit 2 orang berasal dari Jakarta. Wisatawan nusantara dari kota

Palangka Raya menetapkan TNS sebagai salah satu obyek wisata yang

dikunjungi karena kepentingan rekreasi dan pendidikan, sementara

wisatawan nusantara yang berasal dari Jakarta berkunjung ke TNS untuk

menyaksikan keunikan alamnya seperti ekosistem air hitam dan

keindahan perbukitan pada kawasan rawa gambut.

5.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi, Sosial dan Ekonomi

Uraian distribusi responden pada bagian ini dimaksudkan untuk

menggambarkan keadaan individu masing-masing responden yang

berkaitan dengan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis

141

pekerjaan. Tujuannya adalah untuk melihat pola dan perilaku responden

dalam melakukan kunjungan wisata, baik ke TNTP maupun ke TNS

(Tabel 5.11).

Tabel 5.11 Distribusi Persentase Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi, Sosial dan Ekonomi

No. Karateristik Jumlah (orang)

Wisman (orang) %

Wisnus

(orang) % %

1 2 3 4 5 6 A Umur :

1. 15 – 30 26 11 (7,33) 15 (10,00) 17,33

2. 31- 45 45 28 (18,67) 17(11,33) 30,00

3. 46- 55 67 55 (36,67) 12 (8,00) 44,67

4. > 56 12 12 (8,00) - 8,00

Total 150 106 (70,67) 44 (29,33) 100,00

B Jenis Kelamin :

1. Laki-Laki 116 75 (50,00) 41 (27,33) 77,33

2. Perempuan 34 31 (20,67) 3 (2,00) 22,67

Total 150 106 (70,67) 44 (29,33) 100,00

C Tingkat Pendidikan :

1. SD - - - -

2. SMP 2 - 2 (1,33) 1,33

3. SMA 21 9 (6,00) 12 (8,00) 14,00

4. Mahasiswa 4 - 4 (2,67) 2,67

5. Diploma 65 56 (37,33) 9 (6,00) 43,33

6. Sarjana / Pascasajana 58 41 (27,33) 17 (11,33) 38,67

Total 150 106 (70,67) 44 (29,33) 100,00

D Jenis Pekerjaan :

1. Wiraswasta 42 35 (23,33) 7 (4,67) 28,00

2. Pelajar 23 9 (6,00) 14 (9,33) 15,33

3. Mahasiswa 4 - 4 (2,67) 2,67

2,7 4. PNS/Peneliti/Guru 31 20 (13,33) 11 (7,33) 20,67

5. Karyawan Swasta 45 37 (24,67) 8 (5,33) 30,00

6. Ibu Rumah Tangga 2 2 (1,33) - 1,33

7. Pensiunan 3 3 (2,00) - 2,00

Total 150 106 (70,67) 44 (29,33) 100,00

Sumber : Data primer diolah 2013

142

Gambaran distribusi responden berdasarkan karakteristik

demografi, sosial dan ekonomi disajikan pada Tabel 5.10, lebih rinci

dilakukan dengan menjelaskan distribusi responden berdasarkan karakter

usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan sebagai berikut:

a. Katrakteristik Responden Berdasarkan Usia

Tabel 5.11 di atas memperlihatkan bahwa berdasarkan kelompok

umur, dominan responden (92,0%) berada pada usia produktif yaitu

antara 15 - 55 tahun, dan responden usia tidak produktif sebanyak 12

orang (8,0%). Dari 138 orang responden usia produktif tersebut, sebanyak

94 orang (62,67%) adalah responden wisman. Tingginya prosentase

responden, baik wisman maupun wisnu yang berada pada usia produktif

mengindikasikan bahwa mereka memiliki kemampuan dan daya tahan

fisik yang relatif baik melakukan perjalanan jauh ke alam untuk rekreasi.

b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, seperti diuraikan pada

Tabel 5.10 di atas nampak bahwa responden laki-laki mendominasi

dengan jumlah 116 orang (77,3%) dan responden dengan jenis kelamin

perempuan berjumlah 34 orang (22,7%). Tingginya prosentase responden

laki-laki dibanding responden perempuan yang berkunjung ke TNTP dan

TNS, karena laki-laki lebih tertarik ke alam dan memiliki kemampuan fisik

yang baik untuk beradaptasi dengan kondisi cuaca dalam kawasan hutan.

143

c. Karakteristik Responden Bersarakan Tingkat Pendidikan

Pada Tabel 5.11 ditunjukkan tingkat pendidikan responden

termasuk kategori baik karena didominasi oleh mereka yang memiliki

tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana/Pascarjana yaitu sebanyak 127

orang (84,67%) dari total responden dan responden yang termasuk

kategori pendidikan rendah 23 orang (15,33%) dari total responden. Hal

ini mengindikasikan bahwa responden yang mengunjungi TNTP dan TNS

memiliki pengetahuan yang baik dan memudahkan mereka untuk

beradaptasi di dalam kawasan hutan.

Gambaran umum dan profil pendidikan responden yang terdiri dari

wisman dan wisnu yang berkunjung ke TNTP dan TNS sama dengan

profil wisatawan yang berkunjung ke taman nasional Pulau Redang

Malaysia, dimana didominasi oleh wisatawan dengan tingkat pendidikan

diploma dan universitas, yaitu sebesar 63,7% dari jumlah responden

sebanyak 298 orang (M.R. Yacob dkk, 2011). Wisatawan dengan tingkat

pendidikan yang cukup baik dan yang melakukan wisata ke kawasan

taman nasional atau yang disebut wisata khusus diasumsikan mampu

menyesuaikan diri dan memahami prinsip-prinsip dasar ekowisata,

sehingga keberadaan wisatawan dalam kawasan taman nasional tidak

akan menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem yang ada.

144

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan

Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan didominasi oleh

wisatawan yang bekerja sebagai wiraswasta dan karyawan swasta, yaitu

58% dari jumlah responden. Profesi responden sebagai ibu rumah tangga

adalah sebesar 1,33% dan termasuk jumlah paling sedikit dari tujuh jenis

pekerjaan responden yang semuanya adalah wisatawan mancanegara.

Keadaan ini mengindikasikan bahwa wisman dan wisnu yang berprofesi

sebagai wiraswasta mempunyai peluang yang baik untuk mengatur waktu

kapan bekerja dan waktu berwisata. Demikian halnya dengan wisman

dan wisnu yang berprofesi sebagai karyawan swasta dengan tingkat

penghasilan yang relatif baik dibanding dengan profesi lainnya memiliki

peluang yang besar untuk memenuhi kebutuhan tersier dengan

melakukan perjalanan wisata ke alam yang jauh dari keramaian pusat-

pusat rekreasi di perkotaan.

Responden yang berprofesi sebagai pelajar, mahasiswa, peneliti,

pegawai negeri sipil dan guru yang jumlahnya 58 orang (38,67%) dari total

responden 150 orang, memanfaatkan waktu berwisata ke TNTP dan TNS

sambil melakukan kegiatan yang menambah pengetahuan mereka seperti

pendidikan dan penelitian secara informal. Hal ini mengindikasikan bahwa

kehadiran wisman dan wisnu yang berprofesi sebagai pelajar, mahasiswa,

peneliti, pegawai negeri sipil dan guru di TNTP dan TNS menimbulkan

nilai tambah bagi mereka dan juga sangat bermanfaat bagi pengelolan

taman nasional karena kawasan TNTP dan TNS akan dipromosikan

145

melalui kegiatan belajar mengajar dan kepentingan ilmu pengetahuan,

khususnya yang berkaitan keanekaragaman flora dan fauna di dalam

taman nasional.

5.3. Deskripsi Responden dalam Tabel Silang

Variabel-variabel yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari: (a)

produk wisata (X1); (b) keunikan lingkungan (X2); promosi wisata (X3); (c)

frekuensi kunjungan wisatawan (Y1); (d) lama tinggal wisatawan (Y2) dan

pengeluaran wisatawan (Y3). Melalui hasil tabulasi, data responden

untuk masing-masing variabel dideskripsikan dalam tabel silang (cross

tabulation). Tujuannya adalah untuk melihat hubungan antar variabel.

Selanjutnya juga disajikan beberapa tabel frekuensi yang dielaborasi dari

data responden melalui beberapa pertanyaan yang sifatnya melengkapi

pembahasan, juga disajikan pada bagian ini.

5.3.1. Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)

Untuk mengungkap jawaban responden terhadap variabel X1

(produk wisata) dan variabel Y1 (jumlah frekuensi kunjungan) dilakukan

dengan cara menyusun struktur pertanyaan yang berkaitan dengan

pengembangan produk wisata dan frekuensi kunjungan wisatawan.

Jumlah jenis produk wisata (X1) yang ditawarkan dalam kawasan TNTP

dan TNS adalah: pengamatan satwa, feeding orang utan, treking, susur

sungai, canoeing, atraksi seni budaya dan seni kerajinan (anyaman).

Responden dalam menikmati produk wisata tersebut, ada yang menikmati

146

1 jenis atraksi wisata, 2 jenis atraksi, 3 jenis atraksi dan 4 jenis atraksi.

Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa dominan wisatawan memilih

produk wisata feeding orang utan (30.00 %) dan susur sungai (24,00 %)

untuk dinikmati selama berada dalam kawasan obyek. Dipilihnya kedua

jenis produk wisata tersebut karena memilik daya tarik yang tinggi

dibandingkan dengan jenis produk wisata lainnya. Kaitannya dengan

frekuensi kunjungan, terbanyak wisatawan yaitu 57 orang (38,00 %)

mengatakan bahwa dalam lima tahun terakhir baru satu kali berkunjung ke

TNTP dan TNS.

Variabel frekuensi kunjungan wisatawan (Y1), hal itu dilihat dari

jumlah pengulangan kunjungan seperti: satu kali, dua kali, tiga kali, dan

lebih dari tiga kali. Selanjutnya kedua variabel X1 dan Y1 tersebut

dikombinasikan dalam tabel silang (cross tabulation). Analisis tabel silang

digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan dari kedua variabel

tersebut. Responden pada setiap kali kunjungan ke TNTP dan TNS

menggambarkan berapa banyak produk wisata yang dinikmati selama

berada dalam kawasan obyek. Uraian bentuk hubungan tersebut disajikan

dalam Tabel 5.12.

147

Tabel 5.12 Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) di Kalimantan Tengah

Produk Wisata (X1) Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)

Total 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali

1 jenis 19 org 4 org 6 org 3 org 32 org

2 jenis 23 org 17 org 17 org 14 org 71 org

3 jenis 11 org 12 org 8 org 2 org 33 org

4 jenis 4 org 5 org 2 org 3 org 14 org

Total 57 org 38 org 33 org 22 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 4 jenis frekuensi kunjungan

responden ke TNTP dan TNS, jumlah responden yang frekuensi

kunjungannya satu kali adalah sebanyak 57 orang (38,00%), dan jumlah

responden yang frekuensi kunjungannya 4 kali adalah 22 orang (14,67 %).

Data ini menunjukkan penurunan jumlah responden yang berkunjung

seiring dengan pertambahan frekuensi kunjungan. Sementara itu dari 7

jenis produk wisata yang ditawarkan, wisatawan yang menikmati 1 jenis

produk wisata adalah sebanyak 32 orang (21,33 %), dan jumlah

responden yang menikmati 4 jenis produk wisata adalah 14 orang (9,33

%), dan terbanyak wisatawan menikmati 2 jenis produk wisata adalah 71

orang (47,33 %). Terkait dengan jumlah jenis produk wisata yang

dinikmati oleh responden, dikemukakan bahwa tidak semua produk wisata

yang ditawarkan memiliki daya tarik sehingga wisatawan bersedia untuk

berkunjung secara berulang kali. Hal itu ditunjukkan prosentase terbesar

148

(47,33 %) wisatawan menikmati 2 jenis produk wisata yang ditawarkan

oleh TNTP dan TNS. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tidak selamanya

peningkatan frekuensi kunjungan mampu mendorong peningkatan jumlah

responden untuk menikmati produk wisata lebih banyak.

5.3.2. Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan

Lama Tinggal Wisatawan (Y2)

Pengembangan produk wisata di kawasan TNTP dan TNS

dimaksudkan untuk menampilkan berbagai jenis atraksi wisata baik alam

(natural) maupun buatan manusia (man made). Salah satu tujuan dari

pengembangan produk wisata adalah untuk mendorong keinginan

respoden menghabiskan waktunya lebih lama berada dalam kawasan

obyek wisata. Untuk hal tersebut, berikut dalam Tabel 5.13 disajikan

hubungan produk wisata (X1) dengan lama tinggal wisatawan (Y2). Jenis

produk wisata (X1) yang ditawarkan TNTP dan TNS, adalah: pengamatan

satwa, feeding orang utan, treking, susur sungai, canoeing, atraksi seni

budaya dan seni kerajinan. Produk wisata feeding orang utan dan susur

sungai merupakan 2 produk wisata yang menjadi pilihan utama

wisatawan, karena kedua jenis produk tersebut memiliki daya tarik

tersendiri dibanding jenis produk wisata lainnya. Wisatawan yang

berkunjung ke TNTP dan TNS, agar dapat menikmati semua produk

wisata yang ditawarkan, membutuhkan waktu yang relatif lama berada

dalam kawasan obyek. Jumlah wisatawan yang waktu terlama (96 jam/4

hari) berada dalam kawasan obyek untuk menikmati lebih banyak produk

149

wisata adalah sebanyak 42 orang (28,00 %), seperti digambarkan pada

Tabel 5.13.

Tabel 5.13 Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan Lama

Tinggal Wisatawan (Y2)

Produk Wisata (X1) Lama Tinggal Wisatawan (Y2)

Total 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 jenis 3 org 20 org 6 org 3 org 32 org

2 jenis 7 org 19 org 23 org 22 org 71 org

3 jenis 3 org 5 org 11 org 14 org 33 org

4 jenis 1 org 5 org 5 org 3 org 14 org

Total 14 org 49 org 45 org 42 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Tabel 5.13 menunjukkan bahwa, dari total 150 responden,

jumlah responden yang memilih tinggal dalam kawasan TNTP dan TNS

selama 24 jam (1 malam) adalah sebanyak 14 orang (9,33 %) meningkat

menjadi 42 orang responden yang durasi lama tinggalnya 97 jam (4 hari)

sebanyak 42 orang (28,00%). Data ini menunjukkan bahwa ada

kecenderungan peningkatan jumlah responden yang memilih tinggal

dalam kawasan TNTP dan TNS lebih dari 24 jam (1 hari) untuk menikmati

berbagai jenis produk wisata yang ditawarkan. Jika dikaitkan dengan

pemilihan produk wisata, maka jumlah responden yang menikmati produk

wisata lebih dari 1 jenis, sebanyak 71 orang (47,33 %) menikmati

sebanyak 2 jenis produk wisata dan jumlah responden yang menikmati 3

jenis produk wisata adalah sebanyak 33 orang (22,00 %). Indikasi seperti

150

ini menunjukkan bahwa responden berupaya untuk memperlama waktu

tinggalnya dalam kawasan obyek guna menikmati lebih banyak produk

wisata yang ditawarkan oleh TNTP dan TNS.

5.3.3. Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan

Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Variasi jumlah produk wisata yang ditawarkan oleh pengelola

balai TNTP dan TNS berupa atraksi wisata baik alam (natural) maupun

buatan manusia (man made), dimaksudkan untuk dapat mendorong

wisatawan agar bisa berlama-lama tinggal dalam kawasan obyek wisata,

yang pada gilirannya akan membelanjakan uangnya lebih banyak untuk

memenuhi kebutuhan selama berada dalam kawasan obyek. Beberapa

jenis produk wisata (X1) yang ditawarkan oleh TNTP dan TNS, adalah:

pengamatan satwa, feeding orang utan, treking, susur sungai, canoeing,

atraksi seni budaya dan seni kerajinan. Produk wisata feeding orang utan

dan susur sungai merupakan pilihan utama wisatawan, disamping produk

wisata lainnya. Diketahui bahwa dominan 79 wisatawan (52,67 %)

mengatakan pengeluaran perhari antara Rp. 1.000.000,- s/d Rp.

1.500.000,- . Besarnya pengeluaran tersebut adalah untuk membayar

semua jenis kebutuhan wisatawan. Banyak atau sedikitnya produk wisata

yang dinikmati oleh wisatawan selama berada dalam kawasan obyek akan

mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran, seperti ditunjukkan pada

Tabel 5.14.

151

Tabel 5.14 Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan

Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Produk Wisata

(X1)

Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total

0,5 jt 0,5 – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt

1 jenis 20 org 4 org 7 org 1 org 32 org

2 jenis 8 org 16 org 40 org 7 org 71 org

3 jenis 4 org 3 org 22 org 4 org 33 org

4 jenis 1 org 1 org 10 org 2 org 14 org

Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Jumlah responden terbanyak yang menikmati 2 jenis produk

wisata adalah 71 orang (47,33%), dan jumlah responden yang menikmati

4 jenis produk wisata adalah 14 orang (9,33 %). Data ini menunjukkan

adanya kecenderungan penurunan jumlah responden yang menikmati

produk wisata lebih dari 2 jenis. Dalam kaitannya dengan produk wisata,

menurunnya jumlah responden yang mengeluarkan biaya lebih dari Rp.

1.500.000,- menunjukkan bahwa semakin banyak produk wisata yang

dinikmati oleh responden, semakin besar pengeluarannya. Sehingga

wisatawan yang tidak memiliki banyak uang, tidak memiliki kesempatan

untuk menikmati lebih banyak produk wisata yang ditawarkan oleh TNTP

dan TNS. Jadi dalam hal ini, dapat dikemukakan bahwa semakin banyak

jenis produk wisata yang dinikmati oleh wisatawan, semakin besar pula

rata-rata pengeluarannya.

152

5.3.4. Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)

Kebijakan pengembangan keunikan lingkungan di TNTP dan

TNS dimaksudkan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi

ekosistem dan budaya masyarakat sebagai bagian dari produk wisata

alami (natural) dan buatan (man made). Upaya tersebut dilakukan dengan

cara membuat regulasi atau aturan, membuat perencanaan waktu

kunjungan ke masing-masing spot atraksi, memasang rambu-rambu dan

peringatan, melakukan dan meningkatkan kegiatan rehabilitasi orang utan,

khususnya di Camp Leakey, melakukan konservasi di area resort

Mangkok TNS, Tanjung Harapan, memelihara dan melestarikan adat

istiadat dan budaya masyarakat lokal, mengaktifkan kegiatan sanggar seni

tari dan mengembangkan keterampilan seni kerajinan anyaman

masyarakat desa Tanjung Harapan di area TNTP, desa Baun Bango,

desa Kamipang di area TNS.

Kebijakan tersebut direncanakan dan dioperasionalkan secara

kolaboratif antara pengelola Balai TNTP dan TNS dengan pemda

setempat, Yayasan orang utan dan WWF area Kalteng. Potensi keunikan

lingkungan yang ada di TNTP dan TNS dikemas menjadi atraksi wisata,

untuk selanjutnya dipasarkan dan ditawarkan kepada wisatawan sebagai

variasi dan jenis produk/atraksi wisata. Berikut pada Tabel 5.15

dikemukakan hubungan variabel keunikan lingkungan (X2) dengan

frekuensi kunjungan wisatawan (Y1). Komponen lingkungan (alami dan

153

buatan) dikatakan unik karena terdapat hal-hal seperti : habitat orang

utan, jenis flora fauna langka, beberapa jenis fauna yang tidak terdapat di

tempat lain, ekosistem air hitam, banyaknya obyek wisata, banyak

ditemukan tumbuhan obat-obatan. Sebanyak 46 wisatawan (30,67 %)

mengatakan bahwa kawasan TNTP dan TNS memiliki keunikan

lingkungan karena merupakan habitat orang utan. Keberadaan dan

eksistensi orang utan banyak ditentukan oleh habitat aslinya dan

keberadaan pohon pakan. Keunikan lainnya adalah jenis flora dan fauna

yang terdapat dan ditemukan dalam kawasan TNTP dan TNS termasuk

jenis yang langka dan dilindungi. Kaitannya dengan frekuensi kunjungan,

sebanyak 57 wisatawan (38,00 %) mengatakan bahwa dalam lima tahun

terakhir baru satu kali berkunjung ke TNTP dan TNS, selebihnya ada yang

sudah berkunjung sebanyak 2 kali, 3 kali dan 4 kali.

Keberadaan TNTP dan TNS sebagai salah satu kawasan yang

memiliki keunikan lingkungan yang didalamnya dikelola obyek ekowisata

yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Tabel 5.15

menggambarkan jumlah komponen lingkungan yang termasuk kategori

unik yang terdapat dalam ekosistem TNTP dan TNS dan hubungannya

dengan frekuensi kunjungan wisatawan, yang dilihat dari berapa kali

jumlah pengulangan kunjungan wisman dan wisnu dalam 5 tahun terakhir.

154

Tabel 5.15 Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)

Keunikan

Lingkungan (X2)

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) Total

1 kali 2 kali 3 kali 4 kali

1 komponen 11 org 3 org 6 org 3 org 23 org

2 komponen 19 org 7 org 6 org 5 org 37 org

3 komponen 22 org 14 org 20 org 10 org 66 org

4 komponen 5 org 14 org 1 org 4 org 24 org

Total 57 org 38 org 33 org 22 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Tabel 5.15 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak

yang mengatakan bahwa keunikan lingkungan yang dimiliki oleh TNTP

dan TNS ditandai oleh terdapatnya 3 komponen lingkungan adalah

sebanyak 66 orang (44,00 %) dan jumlah responden yang mengatakan

bahwa terdapat 1 komponen lingkungan adalah sebanyak 23 orang (15,33

%). Kaitannya dengan frekuensi kunjungan, terjadi penurunan jumlah

wisatawan dari yang berkunjung 1 kali sebanyak 57 orang (38,00 %)

menjadi 22 orang (14,57 %) yang berkunjung 4 kali. Hal ini terjadi karena

dominan wisman dan wisnu mengatakan bahwa di dalam kawasan TNTP

dan TNS terdapat 2 jenis komponen lingkungan yang unik dan menarik.

Komponen lingkungan dimaksud adalah habitat orang utan dan flora

fauna langka. Jadi dapat dikatakan bahwa frekuensi kunjungan wisman

dan wisnu ke TNTP dan TNS secara berulang kali karena pertimbangan

155

terdapatnya lebih dari dua komponen lingkungan dalam kawasan TNTP

dan TNS yang merupakan komponen lingkungan unik.

5.3.5. Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan

Lama Tinggal Wisatawan (Y2)

Keberadaan TNTP dan TNS sebagai kawasan wisata yang

memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan keunikan lingkungan

terus didorong dan dikembangkan sebagai suatu kawasan wisata yang

dapat dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dan nusantara. Potensi

keunikan lingkungan tersebut menjadi dasar pemerintah daerah untuk

mengelola dan mengoptimalkan berbagai atraksi wisata baik atraksi alam

maupun buatan sebagai atraksi yang menarik dan unik, sehingga

wisatawan tertarik untuk berkunjung dan menyaksikan berbagai jenis

atraksi wisata tersebut.

Merujuk pada studi Kelkit at., al (2008) bahwa Taman Nasional

Gallipoli Turki yang memiliki flora fauna yang unik sebagai suatu potensi

yang dikelola sebagai produk wisata telah mendorong jumlah kunjungan

wisatawan ke taman nasional tersebut. Demikian halnya dengan potensi

TNTP dan TNS yang memiliki keunikan lingkungan seperti: adanya habitat

orang utan, adanya jenis flora fauna langka, adanya beberapa jenis fauna

yang tidak terdapat di tempat lain, adanya ekosistem air hitam, banyaknya

obyek wisata yang dapat dinikmati, banyak ditemukan tumbuhan obat-

obatan. TNTP dan TNS yang memiliki keunikan lingkungan menjadi daya

tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan dan tinggal lebih lama untuk

156

menikmati berbagai produk/atraksi wisata yang ditawarkan. Hasil tabulasi

data menunjukkan bahwa sebanyak 46 wisatawan (30,67 %) mengatakan

bahwa kawasan TNTP dan TNS memiliki keunikan lingkungan karena

adanya habitat orang utan dan terdapatnya flora fauna langka. Potensi

keunikan lingkungan tersebut mendorong wisatawan untuk memutuskan

tinggal lebih lama dalam kawasan obyek untuk menikmati keunikan

lingkungan yang ada. Data menunjukkan bahwa sebanyak 34 wisatawan

(22,67 %) tinggal selama 96 jam/4 hari dalam kawasan obyek untuk

menikmati lebih dari 2 komponen lingkungan yang unik. Dalam hal ini

dapat dikemukakan bahwa adanya keunikan lingkungan menjadi

preferensi wisatawan untuk tinggal lebih lama dalam kawasan TNTP dan

TNS, seperti dikemukakan dalam tabel silang pada Tabel 5.16.

Tabel 5.16 Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan

Lama Tinggal Wisatawan (Y2)

Keunikan

Lingkungan (X2)

Lama Tinggal Wisatawan (Y2) Total

24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 komponen 3 org 12 org 7 org 1 org 23 org

2 komponen 3 org 11 org 17 org 6 org 37 org

3 komponen 7 org 12 org 13 org 34 org 66 org

4 komponen 1 org 14 org 8 org 1 org 24 org

Total 14 org 49 org 45 org 42 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Dari Tabel 5.16 dapat dijelaskan bahwa lebih banyak responden

(66 orang atau 44,00%) mengatakan bahwa terdapat 3 komponen

157

lingkungan yang menjadi bukti bahwa TNTP dan TNS memiliki keunikan

lingkungan. Juga sebanyak 23 orang responden (15,55%) yang

mengatakan bahwa terdapat 1 komponen lingkungan sebagai bukti bahwa

TNTP dan TNS memiliki keunikan lingkungan. Tingginya prosentasi

responden yang mengatakan bahwa terdapat 3 komponen lingkungan

yang memiliki keunikan menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk

berkunjung dan tinggal lebih lama dalam kawasan obyek. Data

menunjukkan bahwa jumlah responden yang waktu tinggalnya 4 hari

sebanyak 42 orang (28,00 %) dan sebanyak 14 orang (9,33 %) responden

yang waktu tinggalnya hanya 1 hari. Gambaran ini menunjukkan bahwa

ada kecenderungan peningkatan jumlah responden yang memilih tinggal

dalam kawasan TNTP dan TNS lebih dari 24 jam (1 hari) untuk menikmati

berbagai produk wisata yang ditawarkan dan mengamati keunikan

lingkungan. Indikasi ini menunjukkan bahwa kawasan TNTP dan TNS

yang memiliki keunikan lingkungan, menjadi daya tarik bagi wisatawan

untuk berkunjung dan tinggal lebih lama menikmati berbagai atraksi wisata

yang ditawarkan.

5.3.6. Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan

Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Seperti dikemukakan pada Tabel 5.15, bahwa kebijakan untuk

mengembangkan keunikan lingkungan yang terdapat dalam kawasan

TNTP dan TNS dimaksudkan agar potensi tersebut dapat dipertahankan

dan ditingkatkan sebagai salah satu destinasi unggulan di Provinsi

158

Kalimantan Tengah. Potensi keunikan lingkungan yang dimaksudkan

adalah: adanya habitat orang utan, adanya jenis flora fauna langka,

adanya beberapa jenis fauna yang tidak terdapat di tempat lain, adanya

ekosistem air hitam, banyaknya obyek wisata yang dapat dinikmati,

banyak ditemukan tumbuhan obat-obatan. Kawasan TNTP dan TNS yang

memiliki keunikan lingkungan menjadi daya tarik wisatawan untuk

dikunjungi, dan pada saatnya wisatawan mengeluarkan sejumlah uang

untuk dapat menikmati keunikan lingkungan yang dikemas sebagai

produk wisata yang ditawarkan kepada wisatawan. Hasil tabulasi data

menunjukkan bahwa sebanyak 46 wisatawan (30,67 %) mengatakan

bahwa kawasan TNTP dan TNS memiliki keunikan lingkungan karena

adanya habitat orang utan dan ditemukannya flora fauna langka. Potensi

tersebut mendorong wisatawan untuk berkunjung, tinggal lebih lama dan

pada akhirnya mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar dan

memenuhi kebutuhan selama berada dalam kawasan wisata. Diketahui

sebanyak 79 wisatawan (52,67 %) mengeluarkan uang perhari antara Rp.

1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- untuk membayar semua jenis kebutuhan

selama berada dalam kawasan obyek. Banyak atau sedikitnya komponen

lingkungan yang unik dan dikemas sebagai produk wisata yang dinikmati

oleh wisatawan selama berada dalam kawasan obyek akan

mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran, seperti ditunjukkan pada

Tabel 5.17.

159

Tabel 5.17 Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan

Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Keunikan

Lingkungan (X2)

Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total

0,5 jt 0,5 jt – 1 jt 1jt – 1,5 jt 1,5 jt - 2 jt

1 komponen 10 org 10 org 0 org 3 org 23 org

2 komponen 20 org 5 org 8 org 4 org 37 org

3 komponen 0 org 8 org 51 org 7 org 66 org

4 komponen 3 org 1 org 20 org 0 org 24 org

Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Jumlah wisatawan terbanyak yang mengatakan terdapat 3

komponen lingkungan kawasan TNTP dan TNS disebut memiliki

keunikan lingkungan adalah 51 orang (34,00%), sehingga wisatawan

menyaksikan produk wisata yang unik tersebut mengeluarkan uangnya

sebanyak Rp. 1.000.000,- s/d 1.500.000,-. Setelah itu terjadi penurunan

jumlah wisatawan menjadi 7 orang (4,67 %) yang membelanjakan

uangnya lebih besar dari Rp. 1.500.000,- Kecenderungan penurunan

jumlah responden yang membelanjakan uangnya perhari lebih dari Rp.

1.500.000,- karena boleh jadi mayoritas wisatawan yang berkunjung

adalah mereka yang berkantong kurang tebal. Sebaliknya wisatawan

dengan berkantong tebal, dapat mengeluarkan uangnya untuk belanja

keperluan lebih besar dari Rp. 1.500.000,- adalah sebanyak hanya 7

orang. Dalam kaitannya dengan keunikan lingkungan, menurunnya jumlah

responden yang mengeluarkan biaya lebih dari Rp. 1.500.000,-

160

menunjukkan bahwa semakin sedikit komponen lingkungan yang unik,

semakin sedikit pula produk wisata yang dinikmati wisatawan, sehingga

pengeluarannya juga semakin menurun. Sehingga responden yang tidak

memiliki banyak uang, tidak memiliki kesempatan untuk menikmati lebih

banyak produk wisata yang ditawarkan oleh TNTP dan TNS. Jadi dalam

hal ini, dapat dikemukakan bahwa bukan banyak sedikitnya komponen

lingkungan yang unik dan dinikmati oleh wisatawan menyebabkan lebih

banyak uang yang dibelanjakan, namun karena faktor keterbatasan

keuangan dari wisatawan itu sendiri.

5.3.7. Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)

Kegiatan promosi wisata adalah salah satu kebijakan yang diambil

oleh suatu organisasi untuk memperkenalkan produknya kepada

konsumen. Seperti halnya dengan pengelola TNTP dan TNS, kebijakan

promosi dimaksudkan untuk memperkenalkan dan menawarkan keunikan

produk wisata alami (natural) dan buatan manusia (man made) kepada

wisatawan mancanegara dan nusantara. Jenis media promosi wisata yang

dapat diakses oleh wisatawan adalah: internet, televisi, brosur/leaflet,

pameran/ expo, majalah dan pengalaman orang lain. Dari 6 jenis media

promosi, jenis media internet (68 orang atau 45,33 %) merupakan pilihan

utama wisatawan untuk mengetahui tentang keberadaan TNTP dan TNS.

Hal yang wajar karena keberadaan TNTP dan TNS dipromosikan melalui

internet dengan membuat website Yayasan Orang Utan Kalimantan.

161

Wisatawan yang telah mendapatkan promosi tersebut, selanjutnya

berkunjung ke TNTP dan TNS secara berulang kali. Kaitannya dengan

frekuensi kunjungan, sebanyak 57 wisatawan (38,00 %) mengatakan

bahwa dalam lima tahun terakhir baru satu kali berkunjung ke TNTP dan

TNS, namun ada juga wisatawan yang sudah berkunjung sebanyak 2 kali,

3 kali dan 4 kali.

Banyak sedikitnya jenis media promosi yang didapatkan oleh

wisatawan akan menunjukkan jumlah frekuensi kunjungan yang dilakukan

oleh wisatawan ke TNTP dan TNS. Pada Tabel 5.18 dikemukakan bentuk

hubungan antara jenis media promosi dengan frekuensi kunjungan

wisatawan dalam tabel silang.

Tabel 5.18 Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)

Promosi Wisata

(X3)

Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) Total

1 kali 2 kali 3 kali 4 kali

1 jenis 14 org 7 org 8 org 4 org 33 org

2 jenis 22 org 15 org 17 org 7 org 61 org

3 jenis 16 org 9 org 4 org 5 org 34 org

4 jenis 5 org 7 org 4 org 6 org 22 org

Total 57 org 38 org 33 org 22 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Jumlah responden terbanyak yang mendapatkan 2 jenis media

promosi wisata adalah 61 orang (40,67%), dan jumlah responden yang

mendapatkan 4 jenis media promosi wisata adalah 22 orang (14,67 %).

162

Data ini menunjukkan adanya kecenderungan penurunan jumlah

responden yang mendapatkan media promosi wisata. Dalam kaitannya

dengan frekuensi kunjungan wisatawan, justru menunjukkan penurunan,

dimana sebanyak 57 orang (38,00 %) wisatawan yang berkunjung 1 kali

menurun menjadi 22 orang (14,67 %) wisatawan yang berkunjung

sebanyak 4 kali. Data ini menunjukkan bahwa peran media promosi

wisata belum berhasil meningkatkan frekuensi kunjungan wisatawan ke

TNTP dan TNS lebih dari 1 kali. Indikasi ini menunjukkan bahwa tidak

selamanya banyaknya media promosi yang didapatkan oleh wisatawan

akan semakin meningkatkan frekuensi kunjungan wisatawan.

5.3.8. Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan Lama

Tinggal Wisatawan (Y2)

Pengembangan promosi wisata untuk mendukung dan memperkuat

posisi TNTP dan TNS sebagai destinasi wisata di Kalimantan Tengah

dimaksudkan untuk memperkenalkan dan meningkatkan keberadaan

kawasan kepada wisatawan. Produk wisata alami (natural) dan buatan

(man made) yang terdapat dalam kawasan dimaksudkan agar dapat

menjadi pertimbangan wisatawan untuk berkunjung ke TNTP dan TNS

dan menyaksikan berbagai jenis atraksi wisata yang ditawarkan. Jenis

media promosi wisata yang dapat diakses oleh wisatawan adalah:

internet, televisi, brosur/leaflet, pameran/expo, majalah dan pengalaman

orang lain. Jenis media promosi yang mudah didapatkan oleh wisatawan

adalah jenis media internet, yaitu sebanyak 68 wisatawan (45,33 %).

163

Wisatawan memilih internet sebagai pilihan utama wisatawan untuk

mengetahui tentang keberadaan TNTP dan TNS. Hal yang wajar karena

keberadaan TNTP dan TNS dipromosikan melalui internet dengan

membuat website Yayasan Orang Utan Kalimantan. Wisatawan yang

berkunjung ke TNTP dan TNS setelah mendapatkan media promosi,

memutuskan untuk tinggal beberapa hari dalam kawasan obyek. Data

menunjukkan sebanyak 25 wisatawan (16,67 %) yang waktu tinggalnya

adalah 96 jam/4 hari berada dalam kawasan obyek setelah mendapatkan

2 jenis media promosi. Berikut pada Tabel 5.19 dikemukakan hubungan

antara variabel promosi wisata dengan lama tinggal wisatawan yang

disajikan dalam tabel silang.

Tabel 5.19 Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan Lama Tinggal Wisatawan (Y2)

Promosi Wisata

(X3)

Lama Tinggal Wisatawan (Y2) Total

24 jam 48 jam 72 jam 96 jam

1 jenis 4 org 9 org 11 org 9 org 33 org

2 jenis 4 org 14 org 18 org 25 org 61 org

3 jenis 3 org 17 org 9 org 5 org 34 org

4 jenis 3 org 9 org 7 org 3 org 22 org

Total 14 org 49 org 45 org 42 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Gambaran Tabel 5.19 tentang promosi wisata dan lama tinggal

wisatawan menunjukkan bahwa, jumlah responden yang mendapatkan 1

jenis media promosi sebanyak 33 orang (22,00 %), dan jumlah responden

164

yang mendapatkan 2 jenis media promosi adalah sebanyak 61 orang

(40,67 %). Data ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah responden

yang mendapatkan jenis media promosi, dari 1 jenis media promosi

menjadi 2 jenis media promosi. Seiring dengan peningkatan jumlah

wisatawan yang mendapatkan media promosi wisata lebih dari 1 jenis,

menjadi preferensi wisatawan untuk memutuskan tinggal lebih lama dalam

kawasan obyek untuk menikmati berbagai produk wisata yang ditawarkan

oleh TNTP dan TNS. Jumlah wisatawan yang memutuskan tinggal lebih

lama dalam kawasan (96 jam (4 hari) adalah sebanyak 42 responden

(28,00 %). Kenyataan ini menunjukkan bahwa wisatawan yang

mendapatkan lebih dari 1 jenis media promosi wisata memilih tinggal lebih

lama dalam kawasan TNTP dan TNS untuk menikmati berbagai jenis

produk wisata yang ditawarkan. Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa

promosi wisata mempunyai hubungan dengan lama tinggal wisatawan.

5.3.8. Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan

Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Strategi pengembangan kawasan TNTP dan TNS sebagai

destinasi unggulan di Kalimantan Tengah dilakukan melalui berbagai

upaya promosi. Tujuannya adalah untuk lebih memperkenalkan dan

memasarkan keberadaan kawasan obyek wisata TNTP dan TNS kepada

wisatawan mancanegera dan nusantara. Upaya promosi dimaksud antara

lain melalui media internet, televisi, brosur/leaflet, pameran/expo, majalah

dan pengalaman orang lain. Dari 6 jenis media promosi, internet adalah

165

salah satu jenis media promosi yang mudah didapatkan oleh wisatawan.

Jumlah wisatawan yang memilih internet sebagai pilihan utama untuk

mengetahui tentang keberadaan TNTP dan TNS adalah sebanyak 68

wisatawan (45,33 %). Hal yang wajar karena keberadaan TNTP dan TNS

dipromosikan melalui internet dengan membuat website Yayasan Orang

Utan Kalimantan. Wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS setelah

mendapatkan media promosi, memutuskan untuk tinggal beberapa hari

dalam kawasan obyek.

Kaitannya dengan pengeluaran wisatawan, dapat dilihat dari total

pengeluaran wisatawan perhari selama berada dalam kawasan TNTP dan

TNS. Jumlah pengeluaran wisatawan (Y3) dimaksud adalah total

pengeluaran untuk membayar tiket masuk, transportasi, akomodasi,

konsumsi dan kebutuhan lainnya, mulai dari nilai yang terendah Rp.

500.000,- sampai tertinggi Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000,-. Sebanyak

79 wisatawan (52,67 %) mengeluarkan uang perhari antara Rp.

1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- untuk membayar semua jenis kebutuhan

selama berada dalam kawasan obyek. Banyak atau sedikitnya media

promosi yang didapatkan oleh wisatawan tentang keberadaan TNTP dan

TNS sebagai obyek wisata, memberikan preferensi untuk memutuskan

tinggal lebih lama menikmati produk wisata yang ditawarkan akan

mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran wisatawan, seperti ditunjukkan

pada Tabel 5.20.

166

Tabel 5.20 Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan

Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Promosi Wisata

(X3)

Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total

0,5 jt 0,5 jt – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt

1 jenis 9 org 13 org 10 org 1 org 33 org

2 jenis 11 org 6 org 40 org 4 org 61 org

3 jenis 11 org 3 org 11 org 9 org 34 org

4 jenis 2 org 2 org 18 org 0 org 22 org

Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Keputusan wisatawan untuk tinggal dalam kawasan TNTP dan

TNS lebih dari 1 hari (Tabel 5.19) tidak terlepas dari peran media promosi

yang didapatkan oleh responden. Tabel 5.20 menunjukkan bahwa

sebanyak 61 orang (40,67 %) mengatakan mendapatkan 2 jenis media

promosi yang dijadikan dasar untuk berkunjung ke TNTP dan TNS.

Prosentase ini lebih besar dibanding jumlah responden yang

mendapatkan 1 jenis media promosi, yaitu sebanyak 33 responden

(22,00 %), sehingga dapat dikemukakan bahwa terjadi peningkatan

jumlah responden dari yang mendapatkan 1 jenis media promosi menjadi

2 jenis media promosi. Kaitannya dengan pengeluaran wisatawan, dapat

dikemukakan bahwa sebanyak 79 responden (52,67 %) merupakan

wisatawan yang tingkat pengeluaran perharinya sebesar Rp.1.000.000,-

s/d Rp. 1.500.000,-. Besarnya prosentase jumlah responden dengan

pengeluaran perhari tersebut, dikontribusi oleh sebanyak 40 orang (26,67

167

%) wisatawan yang mendapatkan 2 jenis media promosi. Dengan

demikian dapat dikemukakan bahwa wisatawan yang mendapatkan 2

jenis media promosi untuk mengetahui lebih banyak dan lebih lengkap

tentang keberadaan TNTP dan TNS, dan memutuskan untuk tinggal lebih

lama dalam kawasan, sehingga pada gilirannya mengakibatkan jumlah

pengeluaran wisatawan mengalami peningkatan.

5.3.9. Deskripsi Responden Menurut Frekuensi Kunjungan

Wisatawan (Y1) dan Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Uraian frekuensi kunjungan wisatawan pada Tabel 5.12

sebelumnya, memberikan gambaran bahwa pengembangan produk

wisata memberikan pengaruh kepada wisatawan untuk berkunjung ke

TNTP dan TNS secara berulang dalam 5 tahun terakhir untuk menikmati

berbagai jenis atraksi wisata yang ditawarkan. Kunjungan wisatawan

secara berulang kali mendorong wisatawan untuk mengeluarkan sejumlah

uang guna memenuhi seluruh kebutuhannya dalam setiap kali kunjungan.

Tabel 5.21 dikemukakan hubungan frekuensi kunjungan wisatawan

dengan pengeluaran wisatawan, dimana dalam pembahasan ini yang

dimaksud dengan frekuensi kunjungan adalah : kunjungan 1 kali,

kunjungan 2 kali, kunjungan 3 kali, dan kunjungan 4 kali. Sementara itu

yang dimaksud dengan jumlah pengeluaran wisatawan (Y3) adalah total

pengeluaran untuk membayar tiket masuk, transportasi, akomodasi,

konsumsi dan kebutuhan lainnya, mulai dari nilai yang terendah Rp.

500.000,- sampai tertinggi Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000,-., Kemudian

168

dalam tabel silang, kedua variabel tersebut dianalisis untuk melihat

apakah ada hubungan antara frekuensi kunjungan wisatawan (Y1)

dengan jumlah pengeluaran wisatawan (Y3), seperti disajikan dalam Tabel

5.21.

Tabel 5.21. Deskripsi Responden Menurut Frekuensi Kunjungan

Wisatawan (Y1) dan Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Frekuensi

Kunjungan

Wisatawan (Y1)

Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah

Total 0,5 jt

0,5 jt – 1

jt 1 jt -1,5 jt 1,5 jt – 2 jt

1 kali 24 org 3 org 21 org 9 org 57 org

2 kali 0 org 7 org 26 org 5 org 38 org

3 kali 9 org 7 org 17 org 0 org 33 org

4 kali 0 org 7 org 15 org 0 org 22 org

Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Tabel 5.21 menunjukkan bahwa jumlah responden yang

berkunjung ke TNTP dan TNS lebih dari 1 kali lebih banyak (57 orang atau

38,00 %) dibanding jumlah responden yang frekuensi kunjungannya 2 kali

(38 orang atau 25,33 %). Data menunjukkan bahwa jumlah responden

mengalami penurunan seiring dengan peningkatan frekuensi kunjungan.

Demikian halnya dengan jumlah responden dengan rata-rata pengeluaran

perhari sebesar Rp. 500.000,- adalah sebanyak 33 orang (22,00 %) lebih

banyak dibanding responden dengan rata-rata pengeluaran perharinya

sebesar Rp.1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000,- sebanyak 14 orang (9,33 %).

169

Jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peningkatan frekuensi

kunjungan wisatawan tidak ada hubungannya dengan peningkatan jumlah

pengeluaran perhari wisatawan.

5.3.10. Deskripsi Responden Menurut Lama Tinggal Wisatawan (Y2)

dan Pengeluaran Wisatawan (Y3)

Kebijakan pengembangan keunikan lingkungan melalui

pemanfaatan dan pengelolaan kawasan TNTP dan TNS sebagai kawasan

konservasi dan juga kawasan pariwisata dimaksudkan untuk

mengembangkan potensi keunikan lingkungan yang dimiliki guna

mendorong wisatawan berkunjung dan tinggal lebih lama dalam kawasan

obyek. Studi Yang at., al (2011) mengatakan bahwa salah satu motivasi

wisatawan untuk tinggal lebih lama dalam kawasan wisata adalah karena

faktor pemandangan alam dan tempat bersejarah. Salah satu tujuan

berwisata adalah untuk menambah pengalaman, dengan cara

mengunjungi dan tinggal lebih lama dalam kawasan wisata. Sejalan

dengan lama tinggal hubungannya dengan pengeluaran wisatawan,

Rastioyono (2006) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi

pengeluaran wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia,

Singapura, Malaysia, Korea Selatan dan Australia adalah lama tinggal

wisatawan. Jadi melalui analisa lama tinggal wisatawan dapat diketahui

tingkat pengeluaran wisatawan selama berada dalam kawasan obyek.

Tabel 5.22 Deskripsi Responden Menurut Lama Tinggal Wisatawan (Y2)

dan Pengeluaran Wisatawan (Y3)

170

Lama Tinggal

Wisatawan (Y2)

Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total

0,5 jt 0,5 jt – 1 jt 1 jt -1,5 jt 1,5 jt – 2 jt

24 jam 2 org 4 org 8 org 0 org 14 org

48 jam 18 org 2 org 21 org 8 org 49 org

72 jam 13 org 15 org 16 org 1 org 45 org

96 jam 0 org 3 org 34 org 5 org 42 org

Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Tabel 5.22 menggambarkan bahwa dominan wisatawan memilih

tinggal dalam kawasan TNTP dan TNS antara 2 – 4 hari. Keputusan untuk

tinggal lebih lama adalah untuk menikmati berbagai jenis produk wisata

yang ditawarkan. Kaitannya dengan lama tinggal wisatawan dalam

kawasan TNTP dan TNS mengakibatkan pengeluaran wisatawan semakin

banyak. Dominan wisatawan membelanjakan uangnya perhari antara Rp.

1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- untuk memenuhi kebutuhan selama

berada dalam kawasan TNTP dan TNS. Wisatawan yang memutuskan

untuk tinggal lebih lama dalam kawasan obyek, boleh jadi karena ingin

menikmati sebagian besar produk wisata yang ditawarkan, termasuk yang

memiliki keunikan seperti feeding orang utan, atraksi susur sungai sambil

melakukan pengamatan satwa, atraksi seni budaya dan seni kerajinan

berupa anyam-anyaman.

171

Seiring dengan lamanya wisatawan tinggal dalam kawasan obyek,

tentunya semakin besar pula tingkat pengeluaran perhari wisatawan untuk

memenuhi seluruh kebutuhannya.

5.3.11. Deskripsi Responden Menurut Pendidikan dan Pengeluaran

Wisatawan )

Pendidikan seseorang akan tergambarkan melalui kemampuan

daya pikir (kecerdasan), kemampuan daya pikir didukung oleh

kemampuan daya fisik serta kecakapan yag diperoleh dari proses belajar

dan latihan. Daya fisik yang dimiliki oleh seseorang memungkinkan yang

bersangkutan untuk melakukan pekerjaan dalam waktu tertentu dan

menghasilkan prestasi kerja yang tinggi, profesional dan berkualitas

(Hasibuan, 2000). Melalui kemampuan untuk bekerja dengan prestasi dan

kualitas yang tinggi seseorang akan mendapatkan balas jasa berupa

pendapatan sesuai dengan produksinya. Tabel 5.23 menjelaskan tingkat

pendidikan wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS hubungannya

dengan pengeluaran perharinya.

Tabel 5.23 Deskripsi Responden Menurut Pendidikan dan Pengeluaran Wisatawan

Pendidikan Wisatawan

Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total

0,5 jt 0,5 – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt

SMP & SMA 19 org 4 org 0 org 0 org 23 org Mahasiswa 3 org 1 org 0 org 0 org 4 org Diploma 7 org 6 org 44 org 8 org 65 org Sarjana & Pascasarjana

4 org 13 org 35 org 6org 58 org

Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org Sumber : Data Primer, diolah 2013

172

Tabel 5.23 menunjukkan bahwa responden dengan tingkat

pendidikan yang rendah tingkat pengeluarannya relatif lebih sedikit yaitu

berkisar pada Rp. 500.000,- s/d Rp. 1. 000.000,-. Sementara responden

yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi, tingkat

pengeluarannya relatif besar, yaitu berkisar di atas Rp. 1.000.000,-. Hal ini

mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang

semakin besar kesempatan untuk mendapatkan jenis pekerjaan yang

lebih baik dengan penghasilan yang juga lebih besar. Pada gilirannya

bahwa responden yang memiliki pendapatan yang tinggi memiliki

kecenderungan untuk membelanjakan uangnya lebih banyak untuk

memenuhi kebutuhannya. Hasil studi Walton (1993) dan Fandeli (2000)

menyatakan bahwa wisatawan mancanegara yang berkunjung ke

Indonesia, khususnya ke obyek wisata taman nasional cenderung untuk

membelanjakan uangnya lebih banyak.

5.3.12. Deskripsi Responden Menurut Pekerjaan dan Pengeluaran

Wisatawan

Bekerja adalah suatu bentuk aktualisasi diri seseorang yang

memiliki pengetahuan untuk menghasilkan sesuatu yang dapat

dikonsumsi oleh orang lain. Kemampuan untuk berproduksi tersebut

dipengaruhi oleh keahlian dan keterampilan yang dimilikinya. Jenis

pekerjaan yang ditekuni oleh seseorang lebih banyak bergantung pada

tingkat pendidikan yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan

seseorang semakin besar peluangnya untuk mendapatkan jenis

173

pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. Keahlian yang dimiliki

oleh tenaga kerja pada akhirnya akan menghasilkan produksi yang

memiliki kualitas yang baik. Mathis dan Jackson (2001) mengatakan

bahwa kualitas sumber daya manusia (tenaga kerja) merupakan

kompetensi inti yang diperoleh melalui proses pembelajaran dan

pelatihan. Daulay et., al (1991) menyatakan bahwa tenaga kerja (SDM)

yang berkualitas adalah mereka yang mempunyai kreativitas, inovasi dan

penerapan teknologi yang unggul. Tenaga kerja yang memiliki SDM yang

unggul, pada akhirnya akan mendapatkan penghargaan yang tinggi

melalui pendapatan yang tinggi pula. Seseorang yang memiliki

pendapatan yang tinggi memiliki kecenderungan untuk membelanjakan

uangnya untuk kepentingan di luar kebutuhan dasar. Berikut pada Tabel

5.24 dikemukakan hubungan jenis pekerjaan responden dengan tingkat

pengeluarannya selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS.

Tabel 5.24 Deskripsi Responden Menurut Pekerjaan dan Pengeluaran Wisatawan

Pekerjaan Wisatawan Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah

Total 0,5 jt 0,5 jt – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt

Pelajar dan Mahasiswa 21 org 4 org 2 org 0 org 27 org

PNS/Peneliti/Guru 0 org 3 org 25 org 3 org 31 org

Wiraswasta dan

Karyawan swasta 8 org 16 org 52 org 11 org 87 org

Pensiunan dan Ibu RT 4 org 1 org 0 org 0 org 5 org

Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

174

Tabel 5.24 menunjukkan bahwa, responden yang memiliki status

sebagai pelajar dan mahasiswa tingkat pengeluaran perharinya adalah

berkisar antara Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,-. Sementara responden

yang berprofesi sebagai wiraswasta dan karyawan swasta tingkat

pengeluaran perharinya relatif tinggi yaitu antara Rp. 1.000.000,- s/d

Rp. 2.000.000,-. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik jenis

pekerjaan responden semakin besar tingkat pendapatannya, dan pada

gilirannya semakin besar tingkat pengeluarannya.

5.3.13. Deskripsi Responden Menurut Negara Asal dan Pengeluaran

Wisatawan

Wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS adalah wisatawan

mancanegara dan wisatawan nusantara. Negara asal wisatawan

mancanegara yang dikaji dalam penelitian ini terdiri atas 11 negara

seperti dikemukakan pada Tabel 5.10. Hasil kajian Walton (1993) dan

Fandeli (2000) yang mengatakan bahwa wisatawan mancanegara yang

berkunjung ke obyek wisata Indonesia, khususnya ke taman nasional

pengeluarannya cenderung tinggi. Sementara hasil temuan Sakaay at., al

(2000) mengatakan bahwa wisatawan yang berasal dari kawasan Asia,

seperti Jepang cenderung lebih rasional dalam membelanjakan uangnya

pada saat berwisata. Berikut pada Tabel 5.25 dikemukakan tingkat

pengeluaran wisatawan berdasarkan negara asal.

175

Tabel 5.25 Deskripsi Responden Menurut Negara Asal dan

Pengeluaran Wisatawan

Kawasan

Negara

Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total

0,5 jt 0,5 – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt

Amerika &

Kanada 0 org 0 org 15 org 6 org 21 org

Eropa 0 org 12 org 28 org 6 org 46 org

Asia Pasifik 9 org 8 org 20 org 2 org 39 org

Indonesia 24 org 4 org 16 org 0 org 44 org

Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Tabel 5.25 menunjukkan bahwa wisatawan mancanegara yang

berasal dari Amerika, Kanada dan Eropa memiliki kecenderungan untuk

membelanjakan uangnya lebih banyak (Rp. 1.000.000,- s/d Rp.

2.000.000,-) selama mengunjungi TNTP dan TNS. Besarnya pengeluaran

tersebut karena wisatawan mancanegara memilih untuk tinggal lebih lama

dalam kawasan obyek untuk menikmati keindahan alam dan atraksi alami

(feeding orang utan, susur sungai) serta atraksi budaya (seni tari dan seni

anyaman rotan). Jenis pengeluaran dimaksud adalah untuk keperluan

akomodasi dan makan minum (beverage) serta belanja souvenir.

Sementara itu wisatawan yang berasal dari Negara Asia Pasifik termasuk

wisatawan Indonesia kecenderungannya membelanjakan uangnya lebih

sedikit (Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,-). Temuan ini relevan dengan

hasil kajian Sakaay at., al (2000), khususnya yang berkaitan dengan

tingkat pengeluaran wisatawan yang berasal dari negara-negara Asia

176

Pasifik.

5.4. Deskripsi Responden dalam Tabel Frekuensi

Gambaran dan analisis responden pada bagian ini diuraikan

dalam bentuk tabel frekuensi yang mengemukakan beberapa hasil

pengumpulan data tentang deskripsi aktivitas responden selama berada

dalam kawasan TNTP dan TNS. Penjelasan dalam frekuensi

dimaksudkan untuk melengkapi pembahasan dan analisis antar variabel

yang sudah dikemukakan pada sub bab 5.3 dalam bentuk tabel silang.

Tabel 5.26 Jenis Antraksi wisata yang menjadi pilihan utama responden

selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS

No.

Jenis atraksi wisata yang menjadi pilihan

utama responden selama berada dalam

kawasan TNTP & TNS.

Jumlah

(org)

Fekuensi

(%)

1. Pengamatan satwa 20 13,33

2. Feeding orang utan 45 30,00

3. Treking 20 13,33

4. Susur sungai 38 24,00

5. Canoeing 6 4,00

6. Atraksi seni budaya 11 7,33

7. Menyaksikan seni kerajinan lokal 10 6,67

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Dari 7 jenis produk/atraksi wisata yang ditawarkan oleh pengelola

TNTP dan TNS, dapat dikemukakan bahwa jumlah responden yang

memilih feeding orang utan adalah yang terbanyak yaitu 45 responden

177

(30,00 %), dan yang paling sedikit adalah canoeing. Banyaknya

responden yang memilih feeding orang utan karena atraksi ini memiliki

daya tarik tinggi dibanding dengan atraksi lainnya. Atraksi feeding orang

utan dapat dinikmati wisatawan di 3 spot wisata, yaitu di spot Pondok

Tanggui pada pukul 10.00 WIB, di spot Camp Leakey pada pukul 14.00

WIB dan di spot Camp Pesalat pada pukul 16.00 WIB. Atraksi feeding

orang utan menjadi pilihan utama wisatawan karena ingin menyaksikan

tingkah laku orang utan pada saat makan, minum dan bermain bersama

dengan orang utan lainnya.

Pilihan utama lainnya adalah susur sungai, dimana kegiatan ini

dapat dilakukan wisatawan dengan menggunakan kapal atau longboat

untuk menyusuri jalur-jalur sungai yang terdapat dalam kawasan TNTP

dan TNS. Waktu yang paling baik untuk melakukan atraksi susur sungai

adalah waktu pagi hingga sore hari hari, karena pada waktu tersebut

wisatawan dapat menikmati pemandangan alam yang indah dengan

panorama flora yang unik sambil melakukan pengamatan satwa/fauna di

sepanjang alur sungai yang dilalui. Seperti dalam kawasan TNS,

wisatawan yang melakukan kegiatan susur sungai, disamping menikmati

hamparan vegetasi hutan tropis, juga dapat menyaksikan keajaiban dan

panorama bukit batu, bukit bulan dan bukit kaki yang terdapat di

hamparan rawa gambut. Sepanjang susur sungai Panggualas dan sungai

Jalan Pangen wisatawan dapat berjumpah dengan berbagai jenis burung

pemangsa ikan seperti: Pecuk Ular, Cangak Laut, Cangak Merah, Elang

178

Hitam dan beberapa jenis burung seperti: Bangau Putih, Walet, Seriti,

Cucak Hijau, Keruang, serta jenis primata seperti: Bekantan, Kera Ekor

Panjang (Balai TNS, 2011).

Seperti sudah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa

kawasan TNTP dan TNS memiliki keunikan lingkungan, yang dicirikan

oleh habitat orang utan dan jenis primata lainnya, keanekaragaman flora

dan fauna. Keunikan tersebut menjadi daya tarik wisatawan untuk

dikunjungi, sehingga untuk mempertahankan serta melestarikannya perlu

dilakukan berbagai upaya-upaya konkrit. Pada Tabel 5.27 dikemukakan

seberapa jauh responden memahami lingkungan dan kawasan TNTP dan

TNS, kaitannya dengan konsep dan kriteria suatu kawasan dikatakan

memiliki keunikan lingkungan.

Tabel 5.27 Pengetahuan responden tentang kawasan TNTP dan TNS

disebut sebagai kawasan yang memiliki keunikan lingkungan.

No.

Pengetahuan responden tentang TNTP & TNS

sebagai kawasan yang memiliki keunikan

lingkungan

Jumlah

(org)

Fekuensi

(%)

1. Habitat orang utan 46 30,67

2. Flora Fauna langka 31 20,67

3. Ekosistem Air Hitam 28 18,67

4. Jenis Fauna tdk ada di Tempat lain 11 7,33

5. Banyak obyek wisata 20 13,33

6. Terdapat tanaman obat-obatan 14 9,33

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

179

Dari 6 kriteria keunikan lingkungan yang terdapat di TNTP dan

TNS, sebanyak 46 orang responden (30,67 %) mengatakan bahwa

kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki keunikan

lingkungan karena dominan hutannya adalah habitat orang utan yang

terdapat di wilayah Kalimantan Tengah. Juga sebanyak 31 orang (20,67

%) wisatawan menyebutkan bahwa ciri lain adalah bahwa ditemukan

beberapa flora dan fauna yang endemik (langka) serta termasuk yang

dilindungi. Kedua kriteria tersebut menjadi dasar bagi Kementerian

Kehutanan melalui Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian

Alam (PHPA) untuk menetapkan kawasan TNTP dan TNS sebagai salah

satu taman nasional yang memiliki keunikan lingkungan. Atas dasar itu

pula Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjuk TNTP

sebagai salah satu destinasi nasional unggulan.

Ciri keunikan lain yang dimiliki oleh kawasan TNTP dan TNS

adalah kawasan tersebut dijadikan sarana pengembangan ilmu

pengetahuan melalui kegiatan penelitian dan pendidikan, khususnya

gambut tropis. Juga dilakukan kegiatan konservasi yang dikembangkan di

daerah resot Mangkok wilayah seksi pelayan II TNS dan di Pondok

Ambung dan desa Tanjung Harapan TNTP. Bentuk konservasi adalah

melakukan penanaman di kedua tempat tersebut dengan jenis tanaman

lokal seperti panting dan jelutung serta ulin.

Amanat Undang-undang nomor 5 tahun 1990, menyebutkan

bahwa kawasan taman nasional perlu dikelolah, dipertahankan dan

180

ditingkatkan fungsi-fungsi ekologinya melalui program pelestarian

lingkungan. Tujuannya adalah untuk menjaga dan meningkatkan kualitas

lingkungan suatu kawasan. Berikut pada Tabel 5.28 disajikan bentuk-

bentuk kegiatan yang dapat mendukung program pelestarian lingkungan

untuk mempertahankan dan meningkatkan status kawasan sebagai suatu

kawasan yang memiliki keunikan serta mampu menunjung keberlanjutan

pemanfaatannya.

Tabel 5.28 Bentuk partisipasi responden untuk mendukung program pelestarian kawasan TNTP dan TNS sebagai kawasan yang memiliki keunikan.

No.

Bentuk partisipasi responden untuk

mendukung program pelestarian kawasan

TNTP & TNS sebagai kawasan yang memiliki

keunikan.

Jumlah

(org)

Frekuensi

(%)

1. Tidak memetik/mengambil flora & fauna 32 21,33

2. Terlibat dalam kegiatan konservasi (menanam

pohon)

51 34,00

3. Menjaga kebersihan kawasan 20 13,33

4. Ikut mengkampanyekan kegiatan konservasi 34 22,67

5. Menjadi donatur rehabilitasi orang utan 11 7,33

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Sebanyak 51 responden (34,00 %) mengatakan bahwa

konservasi in situ (melakukan pelestarian pada habitat aslinya) adalah

bentuk kegiatan nyata yang memungkinkan secara langsung mendukung

pelestarian dan pengembangan kawasan TNTP dan TNS sebagai

kawasan yang harus dipertahankan keberadaan dan kualitas

181

ekosistemnya. Selain itu dikemukakan juga sebanyak 34 responden

(22,67 %) mendukung dilakukannya program kampanye secara terus

menerus dalam bentuk himbauan dan dukungan langsung untuk terlibat

secara aktif mengkampanyekan program pelestarian lingkungan TNTP

dan TNS. Semua bentuk rencana aksi yang dikemukakan dalam Tabel

5.27 bertujuan untuk mempertahankan status kawasan TNTP dan TNS

agar tetap menjadi kawasan yang memiliki keunikan, daya tarik dapat

dipertahankan untuk menuju kepada keberlanjutan, baik ekosistemnya

maupun pemanfaatan jasa lingkungannya sebagai obyek ekowisata.

Walaupun kawasan TNTP dan TNS sudah dikenal sebagai taman

nasional yang menarik untuk dikunjungi sebagai obyek wisata, program

promosi wisata masih perlu terus digalakkan agar semakin banyak

masyarakat, khususnya masyarakat internasional mengetahui tentang

keberadaan kawasan tersebut. Tabel 5.29 dikemukakan jenis media

promosi yang mudah diakses oleh wisatawan.

Tabel 5.29 Jenis media promosi yang mudah didapatkan responden

untuk mengetahui keberadaan kawasan TNTP dan TNS

No. Jenis media promosi yang mudah didapatkan

responden untuk mengetahui TNTP & TNS

Jumlah

(org)

Frekuensi

(%)

1. Internet 68 45,33

2. Leaflet/brosur 16 10,67

3. Pameran/expo 35 23,33

4. Majalah 13 8,67

5. Televisi 14 9,33

182

6. Pengalaman org lain 4 2,67

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Tabel 5.29 menunjukkan bahwa dari total 150 responden yang

diwawancarai, sebanyak 68 orang (43,33 %) mengatakan bahwa untuk

memudahkan mendapatkan informasi yang lengkap tentang keberadaan

TNTP dan TNS adalah dengan melalui media internet, disamping melalui

media promosi lainnya seperti pameran/expo, televisi dan lain sebagainya.

Tingginya prosentasi wisatawan yang memilih media Internet sebagai

sarana informasi efektif karena program promosi digalakkan melalui

penyediaan website. Penyediaan website bekerjasama dengan Yayasan

Orang Utan Kalimantan dan WWF wilayah Kalimantan Tengah. Adanya

jaringan website yang memuat dan mengkomunikasikan tentang kondisi

kawasan wisata TNTP dan TNS, menjadi sarana yang mudah dan cepat

untuk diakses oleh wisatawan, sehingga pada gilirannya mendorong

wisatawan untuk meningkatkan frekuensi kunjungan dan lama tinggal

dalam kawasan TNTP dan TNS.

Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan promosi

wisata yaitu agar dapat meningkatkan frekuensi kunjungan wisata ke

kawasan TNTP dan TNS, berikut pada Tabel 5.30 disajikan gambaran

tingkat frekuensi kunjungan wisatawan dalam 5 tahun terakhir.

Tabel 5.30 Frekuensi kunjungan responden ke kawasan TNTP dan TNS dalam 5 tahun terakhir

183

No. Frekuensi kunjungan responden ke TNTP

& TNS dalam 5 tahun terakhir

Jumlah

(org)

Frekuensi

(%)

1. Satu kali 57 38,00

2. Dua kali 38 25,33

3. Tiga kali 33 22,00

4. Empat kali 22 14,67

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Secara umum dapat dikemukakan bahwa jumlah responden

terbanyak yaitu 57 orang (38,00 %) adalah yang mengatakan bahwa baru

1 kali mengunjungi TNTP dan TNS, dan sebanyak 22 orang (14,67 %)

yang diketahui sudah 4 kali berkunjung ke TNTP dan TNS. Tabel 5.27

menunjukkan adanya kecenderungan penurunan jumlah responden yang

berkunjung dalam frekuensi yang lebih banyak. Hal ini dapat dipahami

karena wisatawan memiliki pengetahuan yang cukup untuk menentukan

pilihan wisatanya pada kesempatan berikutnya, sehingga boleh jadi pada

kunjungan berikutnya TNTP dan TNS tidak lagi menjadi pilihan.

Penjelasan ini sejalan dengan penjelasan dan analisis yang dikemukakan

pada Tabel 5.18 sebelumnya yang menyumpulkan bahwa promosi yang

dilakukan secara intensif melalui berbagai media belum mampu

mendorong wisatawan untuk berkunjung secara berulang ke kawasan

TNTP dan TNS.

Perilaku wisatawan dalam berwisata, seperti pola kunjungan/

kedatangan, pola waktu kedatangan dan pola belanja sangat

184

memungkinkan untuk mengetahui besarnya tingkat pengeluaran

wisatawan dalam satu kali kunjungan wisata. Berikut pada Tabel 5.31

disajikan bentuk dan pola kunjungan wisatawan mancanegara dan

wisatawan nusantara yang berwisata ke kawasan TNTP dan TNS dalam

lima tahun terakhir.

Tabel 5.31 Pola kunjungan responden ke kawasan TNTP dan TNS

No. Pola kunjungan responden ke kawasan TNTP

& TNS

Jumlah

(org)

Frekuensi

(%)

1. sendiri 36 24,00

2. bersama keluarga 78 52,00

3. bersama kelompok 25 16,67

4. bersama rombongan 11 7,33

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Tabel 5.31 menunjukkan bahwa sebanyak 78 orang (52,00 %)

wisatawan yang mengatakan bahwa ketika berkunjung ke TNTP dan TNS,

dilakukan bersama dengan keluarga. Indikasi pola seperti ini adalah

jumlah peserta wisata dalam satu kelompok keluarga adalah minimal 3

orang, sehingga dengan pola seperti ini jumlah wisatawan yang datang ke

lokasi menjadi lebih banyak. Demikan halnya dengan pola kunjungan

bersama kelompok dan rombongan juga memberikan indikasi banyaknya

jumlah wisatawan yang tergabung dalam kedua kelompok pola tersebut,

sehingga pada gilirannya jumlah kunjungan wisatawan ke TNTP dan TNS

semakin banyak. Wisatawan dengan pola kunjungan sendiri berjumlah 36

185

orang (24,00 %) didorong oleh tujuan yang sifatnya penelitian, pendidikan

dan mencari pengalaman baru berkaitan dengan fenomena yang terdapat

di dalam kawasan dan mereka lebih dominan mengunjungi spot Pondok

Ambung sebagai area penelitian hutan hujan tropis, area konservasi untuk

mengamati jenis tumbuhan lokal sebagai tanaman konservasi serta

melihat atraksi seni budaya di area spot Tanjung Harapan desa Sekonyer

serta resort Mangkok SPTN II dalam kawasan TNS.

Wisatawan yang berkunjung ke kawasan TNTP dan TNS

disediakan beberapa fasilitas jasa transportasi air, seperti klotok bermesin,

longboat, kapal dan speedboat. Keempat jenis alat transportasi tersebut

dapat digunakan oleh wisatawan untuk memasuki kawasan dengan

sistem carteran harian. Masing-masing alat transportasi menetapkan tarif

yang berbeda berdasarkan kenyamaman dan kecepatan, sehingga

wisatawan dapat memilih jenis alat transportasi apa yang akan digunakan.

Berikut pada Tabel 5. 32 disajikan jenis alat transportasi yang digunakan

oleh responden ketika mereka memasuki kawasan TNTP dan TNS.

Tabel 5.32 Jenis alat transportasi yang digunakan responden pada saat menuju obyek wisata TNTP dan TNS

No. Jenis alat trasnportasi yang digunakan

responden menuju obyek wisata TNTP & TNS

Jumlah

(org)

Frekuensi

(%)

1. Long boat 26 17,33

2. Kapal 84 56,00

3. Speed boat 40 26,67

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

186

Nampaknya jenis alat transportasi kapal menurut penjelasan

pada Tabel 5.29 yang lebih banyak diminati oleh responden sebagai alat

trasportasi yaitu sebanyak 84 orang (56,00 %), dan yang paling sedikit

digunakan adalah jenis longboat yaitu 26 responden (17,33 %). Tingginya

prosentase jumlah responden yang memilih kapal sebagai alat

transportasi ke dalam kawasan TNTP karena pertimbangan kenyamanan

(lebih santai/rileks) dan lebih leluasa untuk melakukan pengamatan

selama dalam perjalanan. Selain itu fasilitas lainnya yang dapat dinikmati

adalah tempat tidur serta tersedianya toilet yang standar dan adanya

layanan konsumsi dari pemilik kapal.

Selanjutnya responden yang memilih alat transportasi speedboat

adalah mereka yang memiliki waktu terbatas sehingga memilih alat

transportasi yang memiliki kecepatan lebih dibanding kapal. Hal lain

adalah karena wisatawan juga ingin menggunakan waktu seefisien

mungkin dalam kawasan untuk sedapat mungkin mencapai spot atraksi

wisata dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, sehingga harapan

untuk menikmat lebih 1 jenis atraksi wisata dapat mereka wujudkan.

Sementara wisatawan yang menggunakan alat transportasi longboat

sebanyak 26 orang (17,33 %) adalah mereka yang berkunjung ke TNS

yang jangkauan dan jarak dari titik terluar kawasan lebih mudah dicapai

dengan menggunakan jenis alat transportasi kapal dan speedboat.

Pada akhirnya bahwa pemilihan terhadap alat transportasi bagi

wisatawan dituntut untuk mempertimbangkan aspek kenyamanan,

187

kecepatan, tarif dan kemudahan jangkauan karena faktor kesulitan medan

untuk menggunakan alat transportasi yang sesuai dan memungkinkan

wisatawan sampai ke tempat tujuan untuk menikmati beragai atraksi

wisata yang menjadi pilihan sebelumnya (Tabel 5.7). Dengan demikian

dapat dikemukakan bahwa peran alat transportasi dalam mendukung

kegiatan wisata, seperti halnya di kawasan TNTP dan TNS sangat

penting, juga akan menjadi pertimbangan untuk menentukan besarnya

tingkat pengeluaran wisatawan disamping komponen belanja dan

pengeluaran lainnya.

Fasilitas pendukung lainnya yang berkenaan dengan kegiatan

wisata di TNTP dan TNS adalah ketersediaan sarana akomodasi untuk

menunjang aktivitas wisatawan selama mereka berada dalam kawasan.

Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya (Tabel 5.9) bahwa di

dalam kawasan TNTP dan TNS telah tersedia berbagai fasilitas

akomodasi seperti: hotel rimba lodge, guesthouse, homestay, kapal dan

camping ground. Berikut pada Tabel 5.33 disajikan berbagai sarana dan

fasilitas akomodasi yang dapat digunakan oleh wisatawan selama mereka

berada di dalam kawasan TNTP dan TNS.

188

Tabel 5.33 Jenis fasilitas akomodasi yang dapat digunakan responden selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS

No.

Jenis akomadasi yang digunakan responden

pada saat berada dalam kawasan TNTP & TNS Jumlah

(org)

Frekuensi

(%)

1. Rimba Lodge Hotel 20 13,33

2. Guest house 13 8,67

3. Homestay masyarakat 12 8,00

4. Camping ground 21 14,00

5. Kapal 84 56,00

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Tabel 5.33 menunjukkan bahwa dominan responden

menggunakan alat transportasi kapal sekaligus sebagai tempat

akomodasi yaitu sebanyak 84 orang (56,00 %) selama mereka berkunjung

ke TNTP dan TNS. Hal ini mengindikasikan bahwa wisatawan yang

memilih kapal karena pertimbangan efisiensi biaya, kelengkapan fasilitas

kantin dan toilet, faktor kenyamanan (lebih santai/rileks) dan lebih leluasa

untuk melakukan pengamatan selama berada dalam kawasan. Wisatawan

yang memilih sarana akomodasi hotel adalah sebanyak 20 orang (13,33

%) adalah mereka yang memiliki dana yang cukup, menghendaki

kenyamanan beristirahat dan layanan food and beverage untuk

memungkinkan mereka memanfaatkan waktu mereka untuk mencapai

spot-spot atraksi selama dalam kawasan.

Wisatawan yang menggunakan fasilitas homestay masyarakat

sebanyak 12 orang (8,00 %), dan dominan terjadi di dalam kawasan TNS

189

yang fasilitas akomodasi masih minim. Responden yang tinggal di

homestay, baik yang ada di TNS maupun di TNTP, memiliki tujuan ganda

yaitu disamping untuk rekreasi juga mereka ingin mempelajari lebih jauh

tentang budaya masyarakat lokal kaitannya dengan adat istiadat dan

kehidupan sosial masyarakat di sekitar kawasan. Sehingga melalui

kegiatan wisata, responden dapat berinteraksi secara langsung dengan

masyarakat di sekitar kawasan untuk saling belajar dan pada gilirannya

tujuan pengembangan ekowisata dengan pola pelestarian nilai-nilai

budaya lokal dan pemberdayaan masyarakat sekitar dapat dicapai.

Sisi lain dari kegiatan wisata bisa dilihat dari aspek ketersediaan

fasilitas penunjang lainnya, seperti ketersediaan handycraft atau souvenir

sebagai satu kesatuan dari system pariwisata secara keseluruhan. Di

kawasan TNTP dan TNS wisatawan pada saatnya juga akan disuguhkan

dengan ketersediaan souvenir yang dapat dijadikan cenderamata untuk

dibawa pulang pada saat mereka meninggalkan kawasan wisata. Berikut

pada Tabel 5.34 dikemukakan jenis souvenir yang diminati dan dibeli oleh

wisatawan sebagai cinderamata, dimana kegiatan ini dapat dipakai

sebagai salah satu dasar untuk mengetahui tingkat pengeluaran

wisatawan.

190

Tabel 5.34 Jenis souvenir yang dibeli oleh responden sebagai cinderamata dari kawasan TNTP dan TNS

No.

Jenis cinderamata yang dibeli responden

sebagai cinderamata dari dalam kawasan

TNTP & TNS

Jumlah

(org)

Frekensi

(%)

1. Pakaian/T.Shirt 49 32,67

2. Topi dari anyaman rotan atau purun 8 5,33

3. Tas, Dompet dari anyaman rotan atau purun 11 7,33

4. Kain tenun 23 15,33

5. Senjata tradisional (Mandau) 12 8,00

6. Ornament perahu 47 31,33

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Dari 6 macam/jenis souvenir yang dihasilkan oleh kelompok

usaha Koperasi Sekonyer Lestari desa Tanjung Harapan, responden yang

membeli berbagai souvenir sebagai cinderamata relatif bervariasi. Jumlah

responden yang membeli jenis souvenir pakaian/T.Shirt adalah sebanyak

49 orang (32,67 %) dan yang paling sedikit adalah wisatawan yang

membeli jenis topi yaitu sebanyak 8 orang (5,33 %). Selanjutnya jumlah

wisatawan yang membeli jenis souvenir ornament perahu cukup banyak

yaitu 47 orang (31,33 %). Jenis souvenir ornament sangat diminati

wisatawan karena bahannya terbuat dari getah pohon nyatoh yang

merupakan tumbuhan lokal, serta bentuk dan desain cukup unik dan

menarik bagi wisatawan. Souvenir jenis pakaian (T.Shirt) menunjukkan

salah satu souvenir yang cukup besar peminatnya. Hal ini dimungkinkan

191

karena desain dan gambar yang ditonjolkan adalah gambar orang utan

yang menjadi maskot TNTP dan TNS.

Ketersediaan berbagai souvenir di dalam atau di sekitar kawasan

wisata adalah merupakan hal yang baik bagi pengembangan wisata di

suatu tempat (Brida dan Scuderi, 2012), karena dengan adanya souvenir

yang dibawa pulang wisatawan secara tidak langsung keberadaan

berbagai souvenir yang dibeli oleh responden menjadi ajang promosi

wisata, sehingga pada gilirannya ke depan wisatawan akan

merencanakan dan berkunjung kembali ke kawasan TNTP dan TNS. Jadi

melalui belanja berbagai souvenir oleh masing-masing wisatawan akan

menjadi salah satu indikator untuk mengetahui tingkat pengeluaran

wisatawan dalam satu kurun waktu wisata, seperti hasil studi Wang at., al

(2006), yang menyatakan bahwa terdapat 6 indikator pengeluaran

wisatawan dan berbelanja souvenir adalah salah satunya.

Pemenuhan berbagai fasilitas wisata bagi wisatawan, apakah itu

melalui ketersediaan alat transportasi, akomodasi, konsumsi (food and

beverage), dan berbagai souvenir yang dikonsumsi oleh wisatawan

dalam satuan kunjungan wisata akan menggambarkan total pengeluaran

wisatawan. Berikut pada Tabel 5.35 dikemukakan total pengeluaran

wisatawan yang dilihat dari tingkat pengeluaran masing-masing wisatawan

selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS.

192

Tabel 5.35 Tingkat pengeluaran responden perhari selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS

No. Tingkat pegeluaran responden perhari selama

berada dalam TNTP dan TNS (Rp)

Jumlah

(org)

Frekuensi

(%)

1. 500.000,- 33 22,00

2. 500.000,- s/d 1.000.000,- 24 16,00

3. 1.000.000,- s/d 1.500.000,- 79 52,67

4. 1.500.000,- s/d 2.00.000,- 14 9,33

Jumlah 150 100,00

Sumber : Data Primer, diolah 2013

Memperhatikan hasil studi Wang dkk (2006) yang mengatakan

bahwa keseluruhan pengeluaran wisatawan pada saat berwisata adalah

meliputi: (a) akomodasi; (b) makanan; (c) atraksi; (d) hiburan; (e) belanja

souvenir; dan (f) transportasi. Kaitannya dengan penjelasan Tabel 5.31 di

atas, maka sebanyak 150 responden yang berkunjung ke TNTP dan TNS

menunjukkan tingkat pengeluaran perhari yang bervariasi. Dapat

dikemukakan bahwa sebanyak 79 orang (52,67 %) responden yang

membelanjakan uangnya dalam kisaran Rp. 1.000.000,- s/d 1.500.000,-

perhari untuk memenuhi kebutuhan pokok wisatawan seperti transportasi,

akomodasi, konsumsi (food and beverage) dan kebutuhan tambahan

seperti pembelian berbagai souvenir dan pembayaran jasa-jasa tiket

masuk, jasa pemandu, tariff kamera dan handycam. Responden yang

tingkat pengeluaran perharinya pada kisaran Rp. 1.500.000,- s/d

2.000.000,- berjumlah 14 orang, dan sebanyak 33 orang (22,00 %) yang

pengeluaran perharinya adalah sebesar Rp. 500.000,-.

193

Besar dan kecilnya tingkat pengeluaran responden perhari

banyak bergantung pada jenis kebutuhan pokok seperti tranportasi,

akomodasi yang digunakan dan variasi konsumsi serta berapa banyak

spot atau tempat atraksi wisata yang dikunjungi dalam satu hari. Jika

sejumlah responden menggunakan alat transportasi speedboat dan

tempat akomodasinya adalah hotel rimba lodge tentu akan semakin besar

pengeluaran yang ditanggung oleh responden. Sebaliknya jika responden

menggunakan fasilitas trasportasi dan akomodasi yang relatif murah

seperti longboat dan kapal serta menginap di atas kapal, guesthouse dan

homestay, maka pengeluaran responden juga akan relatif kecil.

5.5. Pengembangan Ekowisata dan Efek Multiplier Terhadap

Masyarakat di Sekitar Obyek Wisata

Pengembangan ekowisata dalam kawasan taman nasional

dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat

lokal dengan tidak merusak lingkungan. Untuk itu dalam pelaksanaannya

menurut Mitchell (1994) harus dilakukan secara terintegrasi dalam

mengambil keputusan dan dalam menyusun perencanaan melibatkan

manager kawasan, masyarakat lokal dan pengembang. Dalam kaitannya

dengan meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat lokal, maka

aspek permintaan (demand) dan aspek penawaran (supply) perlu

dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai sasaran yaitu

tersedianya produk wisata yang diminati dan dinikmati oleh wisatawan.

Gambaran tersebut ditunjukkan oleh jumlah kunjungan, frekuensi

194

kunjungan, lama kunjungan serta berapa rupiah yang dihabiskan oleh

wisatawan selama berada dalam kawasan obyek.

Kegiatan wisatawan selama berkunjung ke kawasan obyek telah

melibatkan berbagai industri pariwisata, seperti: akomodasi

(accommodation), makanan dan minum (food and beverage), hiburan

(amusements), transportasi lokal (local transportation) dan kebutuhan

lainnya. Pengeluaran wisatawan dalam bentuk transaksi terhadap

berbagai kebutuhan telah menciptakan siklus transaksi pada seluruh

industri pariwisata yang terkait, dimana melalui siklus transaksi tersebut

menimbulkan pendapatan. Pendapatan tersebut dalam konteks ekonomi

makro disebut sebagai benefit dari suatu aktivitas pariwisata. Horvath et.,

al (1999) mengatakan bahwa manfaat pariwisata dalam perekonomian

daerah adalah meningkatnya output, pendapatan tenaga kerja dan

kesempatan kerja. Dimana keseluruhan manfaat tersebut (output,

pendapatan tenaga kerja dan kesempatanan kerja) adalah merupakan

angka pengganda (multiplier effect) dari industri pariwisata.

Kaitannya dengan pengembangan ekowisata dalam kawasan

TNTP dan TNS juga telah menimbulkan efek multiplier kepada beberapa

kelompok industri pariwisata seperti hotel, akomodasi, transportasi,

restoran/rumah makan, pemandu wisata, biro perjalanan dan kelompok

pengrajin souvenir. Tabel 5. 36 menggambarkan efek multiplier

pengembangan ekowisata di Kalimantan Tengah terhadap industri

pariwisata lainnya.

195

Tabel 5.36 Beberapa unsur pendukung kegiatan pariwisata di Kalimantan Tengah

No. Jenis Kegiatan Jumlah unit Tenaga Kerja (org) Lokasi

1. Akomodasi (Hotel) :

Hotel bintang 4

Hotel bintang 3

Hotel bintang 2

Hotel bintang 1

Melati

13 buah :

1 buah

3 buah

1 buah

1 buah

7 buah

60 orang

135 orang (@45 org)

25 orang

20 orang

195 orang

Palangka Raya

Hotel bintang 1

Melatih

1 buah

7 buah

25 orang

192 orang

Pangkalan Bun

2. Restoran 56 buah 448 orang (@ 8 org) Palangka Raya

26 buah 208 orang (@ 8 org) Pangkalan Bun

3. Biro Perjalanan 12 buah 216 orang (@ 18 org) Palangka Raya

16 buah 240 orang (@ 15 org) Pangkalan Bun

4. Toko Souvenir 8 buah 40 orang (@ 5 orang) Palangka Raya

12 buah 48 orang (@ 4 org) Pangkalan Bun

5. Transport lokal*

Kapal

Speed boat

42 unit

50 unit

168 orang (@ 4 org)

50 orang

TNTP

TNTP

Speed boat

Longboat

8 unit

10 unit

8 orang

20 orang (@ 2 org)

TNS

TNS

6. Pemandu wisata* 64 orang 64 orang TNTP

50 orang 50 orang TNS

196

7. Akomodasi* 4 unit 16 orang TNTP

2 unit 6 orang TNS

8. Kios masyarakat* 8 buah 16 orang TNTP

7 buah 14 orang TNS

9. Pengrajin souvenir* 1 kelompok 60 orang TNTP

2 kelompok 20 orang TNS

Sumber : Dinas Kebudayaan Pariwisata Kalteng, 2011 * = Data lapangan, 2012.

Tabel 5.36 menunjukkan bahwa kegiatan pengembangan

ekowisata di TNTP da TNS khususnya serta Kalimantan Tengah

umumnya telah menciptakan efek multiplier yang signifikan melalui

peningkatan aktivitas sektor ekonomi lainnya. Pengeluaran wisatawan

selama melakukan perjalanan wisata ke TNTP dan TNS telah

menimbulkan adanya pendapatan bagi kegiatan akomodasi, transpotasi,

kios, jasa pemandu wisata dan interpreter, pengrajin souvenir dan

sebagainya. Semua pendapatan yang diterima oleh usaha dan jasa

pariwisata lainnya adalah merupakan efek multiplier yang diakibatkan oleh

pengembangan ekowisata. Apa yang dihasilkan dalam penelitian ini

kaitannya dengan pengeluaran wisatawan sejalan dengan teori Multiplier

yaitu bahwa setiap dollar atau rupiah yang dibelanjakan oleh wisatawan

pada suatu daerah tujuan wisata akan mendorong kegiatan ekonomi di

DTW yang dikunjungi. Dalam hal ini Cooper et., al (1993) menyebutkan

bahwa pengeluaran wisatawan di suatu destinasi akan menciptakan

197

pendapatan dan output baru bagi wilayah yang bersangkutan. Dengan

demikian terciptalah penggandaan dari pengeluaran wisatawan yang

disebut dampak berganda (multiplier effect)

Besarnya prosentase pengeluaran wisatawan mancanegara dan

nusantara yang berkunjung ke suatu obyek wisata, berdasarkan hasil

studi Saayman et., al dalam SATOUR (1997) disebutkan bahwa

prosentase pengeluaran wisatawan nusantara meliputi: akomodasi

(27,02%), makanan & minuman (23,34%), transport (24,17%) dan lainnya

(25,47%). Sementara prosentase pengeluaran wisatawan mancanegara

meliputi: perjalanan (43%), pembayaran dimuka (22%), belanja souvenir

(11%), makanan & minuman (6%), akomodasi (10%) transport lokal (3%),

rekreasi, budaya dan tari-tarian (2 %) dan kebutuhan lainnya (3%).

Memperhatikan komposisi pengeluaran wisatawan mancanegara dan

nusantara yang berkunjung ke TNTP dan TNS, secara global dapat

dikemukakan bahwa prosentase terbesar pengeluaran wisatawan adalah

komponen transportasi, akomodasi dan belanja souvenir. Artinya bahwa

hasil studi Saayman et., al dalam SATOUR (1997) tentang prosentase

pengeluaran wisatawan di Afrika Selatan, sejalan dengan hasil yang

dicapai dalam penelitian ini, khususnya menyangkut komposisi

pengeluaran wisatawan.

5.6 . Hasil Analisis Jalur Pengaruh Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan Terhadap Pengeluaran Wisatawan.

Dalam mengawali analisis jalur (Path Analysis) biasanya terlebih

198

dahulu dilakukan pengujian model pengukuran dengan menggunakan

CFA (confirmatory factor analysis) terhadap variabel laten (konstruk) dan

indikatornya. Mengingat dalam penelitian ini tidak menggunakan variabel

laten dan indikator, sehingga uji validitas variabel konstruk tersebut tidak

dilakukan.

5.6.1. Pengujian Hipotesa

Pengujian hipotesi dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil

estimasi model jalur, dengan kriteria peneriman dan penolakan hipotesis

adalah sebagai berikut:

1. Membandingkan nilai CR dengan 1,96. Bahwa jika nilai CR lebih

besar dari 1,96 maka terdapat pengaruh variabel eksogen terhadap

variabel endogen atau variabel endogen terhadap variabel endogen

lannya.

2. Membandingkan tingkat signifikansi hasil perhitungan dengan 0,05.

Jika nilai signifikansinya lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka

terdapat pengaruh variabel eksogen terhadap endogen atau variabel

endogen terhadap variabel endogen lainnya dan hipotesis penelitian

diterima kebenarannya.

Tabel 5.37 memperlihatkan hasil analisis jalur hubungan antar

variabel yang menggambarkan ada tidaknya pengaruh satu variabel

terhadap variabel yang lain. Dikemukakan pula bahwa ada tidaknya

pengaruh pengembangan ekowisata berkelanjutan terhadap pengeluaran

wisatawan dengan mengacu pada model penelitian yang sudah dibangun

199

sebelumnya. Tabel 5.36 menunjukkan nilai probabilitas masing-masing

hubungan antar variabel satu dengan variabel lainnya. Apabila pengaruh

antara variabel menunjukkan nilai probabilita di bawah 0,05 (level 5 %),

berarti signifikan dan hipotesis dapat di terima atau terbukti, dengan

uraian sebagai berikut :

200

Tabel 5.37 Hasil Pengujian Pengaruh Faktor Dominan (Pengembangan

Produk Wisata, Keunikan Lingkungan, Promosi Wisata,

Frekuensi Kunjungan dan Lama Tinggal wisatawan terhadap

Pengeluaran Wisatawan Berdasarkan Model penelitian.

No.

Hubungan

Estimasi C.R P

Kesimpulan

hipotesis

penelitian Variabel Bebas Variabel Terikat

1

Pengembangan

Produk Wisata

(X1)

Frekuensi

Kunjungan

Wisatawan (Y1)

0,3367 4,0213 0,0000 Signifikan

Lama Tinggal

Wisatawan (Y2) -0,0527 -1,6548 0,0980

Tidak

Signifikan

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) 0,2766 7,8049 0,0000 Signifikan

2

Pengembangan

Keunikan

Lingkungan (X2)

Frekuensi

Kunjungan

Wisatawan (Y1)

0,1390 1,4445 0,1486 Tidak

Signifikan

Lama Tinggal

Wisatawan (Y2) -0,0868 -2,3734 0,0176 Signifikan

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) 0,3528 0,8365 0,4029

Tidk

Signifikan

3

Pengembangan

Promosi Wisata

(X3)

Frekuensi

Kunjungan

Wisatawan (Y1)

-0,0922 -0,0457 0,2957 Tidak

Signifikan

Lama Tinggal

Wisatawan (Y2) -0,0658 -1,9648 0,0494 Signifikan

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) -0,0864 -2,4466 0,0144 Signifikan

4

Frekuensi

Kunjungan

Wisatawan (Y1)

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) 0,0220 0,6683 0,5040

Tidak

Signifikan

5 Lama Tinggal

Wisatawan (Y2)

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) 0,1846 2,1338 0,0329 Signifikan

Sumber : Lampiran 2, diolah

Ket : * = signifikan pada taraf 0,05

201

Bahwa produk wisata, berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan

dan berpengaruh secara tidak langsung positif dan signifikan terhadap

pengeluaran wisatawan melalui frekuensi kunjungan wisata dan lama

tinggal wisatawan.

Pengembangan produk wisata berpengaruh signifikan terhadap

frekuensi kunjungan wisatawan, hasil perhitungan menunjukkan nilai CR

sebesar 4,013 dan p = 0,0000 serta nilai estimasi sebesar 0,3367. Artinya

bahwa jika produk wisata ditingkatkan satu unit, maka frekuensi

kunjungan wisatawan meningkat sebesar 0,3367 kali.

Pengembangan produk wisata tidak berpengaruh signifikan

terhadap lama tinggal wisatawan, hal mana ditunjukkan oleh nilai CR

sebesar -1,6548 dan p = 0,0980, serta nilai estimasi sebesar -0,0527.

Pengembangan produk wisata berpengaruh positif signifikan

terhadap pengeluaran wisatawan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai

CR sebesar 7,8049 dan nilai p = 0,0000, serta nilai estimasi 0,2766.

Artinya bahwa jika produk wisata ditingkatkan satu unit, maka akan

meningkatkan pengeluaran wisatawan sebesar 0,2766 rupiah.

Bahwa keunikan lingkungan berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan dan berpengaruh secara tidak langsung, positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan melalui frekuensi kunjungan dan lama tinggal wisatawan.

Pengembangan keunikan lingkungan tidak berpengaruh positif dan

signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan, seperti ditunjukkan

oleh nilai CR sebesar 1,4445 dan nilai p = 0,1486, serta nilai estimasi

0,1390.

202

Pengembangan keunikan lingkungan berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap lama tinggal wisatawan, hal ini ditunjukkan oleh nilai

CR sebesar -2,3734 dan nilai p = 0,0176 serta nilai estimasi -0,0868.

Artinya bahwa jika keunikan lingkungan dinaikkan satu unit, maka lama

tinggal wisatawan menurun sebesar 0,0868 jam.

Pengembangan keunikan lingkungan tidak berpengaruh positif

dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa nilai CR adalah sebesar 0,8365 dan nilai p =

0,4029, serta nilai estimasi sebesar 0,3528.

Bahwa promosi wisata, berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan dan berpengaruh secara tidak langsung, positif dan signifkan terhadap pengeluaran wisatawan melalui frekuensi kunjungan wisata dan lama tinggal wisatawan

Pengembangan promosi wisata tidak berpengaruh positif dan

signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan. Hal itu ditunjukkan

oleh nilai CR sebesar -1,0457 dan nilai p = 0,2957, serta nilai estimasi

sebesar -0,0922.

Pengembangan promosi wisata berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap lama tinggal wisatawan, seperti ditunjukkan oleh hasil

perhitungan dengan nilai CR sebesar -1,9648 dan nilai p = 0,0494, serta

nilai estimasi sebesar -0,0658. Artinya jika promosi wisata ditingkatkan

satu unit, maka lama tinggal wisatawan menurun sebesar 0,0864 hari.

Pengembangan promosi wisata berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap pengeluaran wisatawan, seperti ditunjukkan oleh hasil

203

perhitungan dengan nilai CR sebesar -2,4466 dan nilai p = 0,0144, serta

nilai estimasi sebesar -0,0864. Artinya bahwa jika promosi wisata

ditingkatkan satu unit, maka pengeluaran wisatawan menurun sebesar

0,0864 rupiah.

Bahwa Frekuensi Kunjungan Wisatawan dan Lama Tinggal Wisatawan berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap Pengeluaran Wisatawan

Frekuensi kunjungan wisatawan tidak berpengaruh positif

signifikan terhadap pengeluaran wisatawan. Hasil perhitungan

menunjukkan bahwa nilai CR sebesar 0,6683 dan nilai p = 0,5040 serta

nilai estimasi sebesar 0,0220.

Lama tinggal wisatawan berpengaruh positif signifikan

terhadap pengeluaran wisatawan, dimana nilai CR sebesar 2,1338 dan

nilai p = 0,0329 serta nilai estimasi sebesar 0,1846. Artinya bahwa jika

lama tinggal wisatawan ditingkatkan satu hari, maka pengeluaran

wisatawan meningkat sebesar 0,1846 rupiah.

Dari 11 jalur yang di teliti ternyata ada 5 (lima) jalur yang di tolak

yaitu : pengembangan produk wisata terhadap lama tinggal wisatawan,

pengembangan keunikan lingkungan terhadap frekuensi kunjungan

wisatawan dan pengeluaran wisatawan, pengembangan promosi wisata

terhadap frekuensi kunjungan wisatawan serta frekuensi kunjungan

wisatawan terhadap pengeluaran wisatawan.

Capaian hasil analisis jalur tersebut, oleh Anderson and Gerbing,

(1988 ) masih dimungkinkan untuk dilakukan modifikasi pengujian model

204

path. Modifikasi dilakukan tidak hanya berdasarkan pertimbangan statistik

saja melainkan juga didasarkan pada teori yang dapat menunjang. Bahwa

peluang modifikasi tersebut dapat berupa penambahan path,

penambahan kovarians antar konstruk yang sama.

Penjelasan secara sederhana mengenai bentuk dan besaran

pengaruh langsung masing-masing variabel bebas terhadap variabel

terikat dalam Path Analisis dapat dilihat berdasarkan nilai – nilai koefisien

estimasi pada masing – masing jalur seperti dikemukakan pada gambar

5.1

0,0000*

0,1486

0,0144*

0,0000*

0,5040

0,0329*

0,4658

0,2957

0,4029

0,0176*

Produk Wisata (X1)

Keunikan Lingkungan

(X2)

Promosi Wsita

(X3)

Frekuensi Kunjungan

Wisatawan (Y1)

Lama Tinggal Wisatawan

(Y2)

Pengeluaran Wisatawan

(Y3) 0,0908

Gambar 5.1 Skema Hasil Pengujian Pengaruh Faktor Dominan

(Pengembangan Produk Wisata, Keunikan Lingkungan, Promosi

Wisata, Frekuensi Kunjungan dan Lama Tinggal) terhadap

Pengeluaran Wisatawan

205

5.6.2. Hasil Analisis Besaran Efek Langsung, Efek tidak Langsung

dan Total Efek

Sebelum dilakukan pengujian hipotesis penelitian, terlebih dahulu

dilakukan estimasi atas model struktur yang diajukan serta evaluasi atas

kesesuaian model dengan input data. Modifikasi atas model struktur akan

dilakukan bila model yang diajukan belum dapat mencapai kesesuaian

dengan input matrix. Selain pengujian hipotesis dalam bagian ini juga

dilakukan evaluasi kesesuaian model atau validitasi model.

Dalam model ini ada beberapa hal yang penting dibahas yaitu: nilai

koefisien jalur, untuk melihat, besarnya pengaruh antar variabel dan

tingkat signifikan untuk melihat tingkat kesalahan dari satu hubungan

sehingga dapat ditentukan dan diputuskan apakah hipotesis ditolak atau

diterima. Analisa pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak

langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect), antar variabel

dalam model digunakan untuk membandingkan besarnya pengaruh setiap

konstruk variabel, dan pengaruh tidak langsung yang muncul melalui

sebuah variabel antara (intervening variabel), sedangkan pengaruh total

adalah pengaruh dari berbagai hubungan, untuk selanjutnya hasil uji

pengaruh disajikan pada Tabel 5.38.

206

Tabel 5.38 Besarnya Direct Effect, Indirect Effect, dan Total effect

No. Path Direct

Effect

Indirect

Effect

Total

Effect Variabel Bebas Variabel Terikat

1

Pengembangan

Produk Wisata

(X1)

Frekuensi Kunjungan

Wisatawan (Y1) 0,3200 0,0000 0,3200

Lama Tinggal

Wisatawan (Y2) -0,1342 0,0000 -0,1342

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) 0,5651 -0,0047 0,5604

2

Pengembangan

Keunikan

Lingkungan

(X1)

Frekuensi Kunjungan

Wisatawan (Y1) 0,1148 0,0000 0,1148

Lama Tinggal

Wisatawan (Y2) -0,1921 0,0000 -0,1921

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) 0,0582 -0,0231 0,0351

3

Pengembangan

Promosi Wisata

(X1)

Frekuensi Kunjungan

Wisatawan (Y1) -0,0813 0,0000 -0,0813

Lama Tinggal

Wisatawan (Y2) -0,1556 0,0000 -0,1556

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) -0,1639 -0,0268 -0,1907

4

Frekuensi

Kunjungan

Wisatawan (Y1)

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) 0,0473 0,0000 0,0473

5 Lama Tinggal

Wisatawan (Y2)

Pengeluaran

Wisatawan (Y3) 0,1481 0,0000 0,1481

Sumber : Data primer diolah, 2013

Pada analisis PATH dalam studi ini dapat menjelaskan pengaruh

tidak langsung (indirect effect) dari variabel eksogen yaitu karakter Produk

207

Wisata (X1), Keunikan Lingkungan (X2), dan Promosi Wisata (X3),

terhadap variabel endogen yaitu Pengeluaran Wisatawan (Y3), melalui

variabel intervening yaitu variabel Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1),

dan variabel Lama Tinggal Wisatawan (Y2).

Pengaruh tidak langsung ini menunjukkan dampak dari variabel

intervening yaitu menguatkan hubungan dan melemahkan hubungan.

Interpretasi model dapat dilakukan dengan melihat nilai koefisien

jalur pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total.

Hasil perhitungan pengaruh langsung yaitu produk wisata (X1), keunikan

lingkungan (X2), promosi wisata (X3), terhadap frekuensi kunjungan wisata

(Y1), lama tinggal wisatawan (Y2), pengeluaran wisatawan (Y3).

Dikemukakan sebagai berikut :

• Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel

karakteristik pengembangan produk wisata terhadap variabel frekuensi

kunjungan wisatawan dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,3200.

Tanda positif menunjukkan bahwa apabila pengembangan produk

wisata ditingkatkan maka frekuensi kunjungan wisatawan akan

meningkat.

• Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel

karakteristik pengembangan produk wisata terhadap variabel lama

tinggal wisatawan, dengan nilai koefisien jalur -0,1342. Tanda negatif

menunjukkan bahwa apabila pengembangan produk wisata

ditingkatkan, maka lama tinggal wisatawan di dalam kawasan akan

208

menurun.

• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik

pengembangan produk wisata terhadap variabel pengeluaran

wisatawan, nilai koefisien jalur sebesar 0,5651. Tanda positif dari hasil

pengujian menunjukkan apabila pengembangan produk wisata

ditingkatkan, maka pengeluaran wisatawan dalam kawasan akan

meningkat.

• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik

pengembangan keunikan lingkungan terhadap variabel jumlah

kunjungan wisatawan, nilai koefisien jalur sebesar 0,1148. Tanda

positif menunjukkan bahwa jika pengembangan keunikan lingkungan

ditingkatkan, maka frekuensi kunjungan wisatawan akan meningkat.

• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik

pengembangan keunikan lingkungan terhadap lama tinggal

wisatawan, nilai koefisien jalur sebesar -0,1921. Tanda negatif

menunjukkan bahwa jika keunikan lingkungan ditingkatkan, maka lama

tinggal wisatawan dalam kawasan akan menurun.

• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik

pengembangan keunikan lingkungan terhadap pengeluaran

wisatawan, nilai koefisien jalur sebesar 0,0582. Tanda positif

menunjukkan apabila bahwa apabila keunikan lingkungan ditingkatkan,

maka pengeluaran wisatawan dalam kawasan akan meningkat.

• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel pengembangan

209

promosi wisata terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dengan nilai

koefisien jalur sebesar -0,0813. Tanda negatif menunjukkan apabila

promosi wisata ditingkatkan, maka frekuensi kunjungan wisata

menurun.

• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik

promosi wisata terhadap lama tinggal wisatawan dengan nilai koefisien

jalur sebesar -0,1556. Tanda negatif ini menunjukkan bahwa, jika

promosi wisata ditingkatkan, maka lama tinggal wisatawan aka

menurun.

• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik

pengembangan promosi wisata terhadap pengeluaran wisatawan

dengan nilai koefisien jalur sebesar -0,1639. Tanda negatif ini

menunjukkan bahwa, apabila pengembangan promosi wisata

ditingkatkan, maka pengeluaran wisatawan akan menurun.

• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik

jumlah kunjungan wisatawan terhadap pengeluaran wisatawan dengan

nilai koefisien jalur sebesar 0,0473. Tanda positif menunjukkan bahwa

apabila frekuensi kunjungan wisatawan ditingkatkan, maka

pengeluaran wisatawan akan meningkat.

• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik lama

tinggal wisatawan terhadap pengeluaran wisatawan dengan nilai

koefisien jalur sebesar 0,1481. Tanda positif menunjukkan bahwa

210

apabila lama tinggal wisatawan ditingkatkan, maka pengeluaran

wisatawan dalam kawasan akan meningkat.

Dilihat dari nilai koefisien jalur direct dapat diketahui bahwa

diantara ketiga variabel eksogen, variabel eksogen keunikan lingkungan

menunjukkan nilai koefisien pengaruh terbesar terhadap pengeluaran

wisatawan. Pengembangan produk wisata menunjukkan nilai koefisien

pengaruh terbesar terhadap pengeluaran wisatawan dan lama tinggal

wisatawan.

Terlihat bahwa ada 8 jalur yang pengaruhnya antar variabel

mempunyai pengaruh total yang sama dengan pengaruh langsungnya

yaitu pengaruh pengembangan produk wisata terhadap frekuensi

kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan. Pengembangan

keunikan lingkungan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dan lama

tinggal wisatawan. Pengembangan promosi wisata terhadap frekuensi

kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan, serta masing-masing

variabel frekuensi kunjungan wisata dan lama tinggal wisatawan terhadap

pengeluaran wisatawan.

5.6.3 Pembahasan Hasil Penelitian

Pengukuran hubungan kausal antara pengembangan produk

wisata, pengembangan keunikan lingkungan, pengembangan promosi

wisata, frekuensi kunjungan wisatawan, lama tinggal wisatawan,

besarnya pengeluaran wisatawan yang diajukan pada analisis jalur dapat

211

diinterpretasi dengan menjelaskan hubungan kausal antara konstruk atau

hubungan terstruktur antar variabel serta relevansinya dengan fakta

empiris, teori-teori yang ada, hasil penelitian sebelumnya termasuk

melalui efek langsung dan efek tidak langsung. Hasil uji model hubungan

struktur yang berpengaruh pada pengembangan produk wisata,

pengembangan keunikan lingkungan, pengembangan promosi wisata,

frekuensi kunjungan wisatawan, lama tinggal wisatawan, dan

pengeluaran wisatawan, dapat dijelaskan sebagai berikut :

5.6.3.1. Analisis Pengaruh Pengembangan Produk Wisata terhadap Pengeluaran Wisatawan melalui Frekuensi Kunjungan Wisata dan Lama Tinggal Wisatawan.

a. Pengaruh Pengembangan Produk Wisata terhadap Frekuensi

Kunjungan Wisata.

Analisis hubungan antar variabel diperoleh hasil yang

menunjukkan bahwa pengembangan produk wisata berpengaruh positif

dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan. Artinya bahwa

jika produk wisata ditingkatkan, maka akan diikuti dengan peningkatan

frekuensi kunjungan wisatawan. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa pengembangan produk wisata yang dilakukan dengan

meningkatkan variasi produk wisata (atraksi dan fasilitas) memberi peran

tidak langsung terhadap pengeluaran wisatawan melalui banyaknya

frekuensi kunjungan wisatawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

pengembangan produk wisata (atraksi alam dan buatan) dengan cara

meningkatkan variasinya, serta meningkatkan kemampuan peran dan

212

fungsi fasilitas pendukung, hal tersebut telah cukup membentuk

preferensi wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara untuk

berkunjung ke objek wisata di Kalimantan Tengah.

Menurut Smith, (1992) dan Choy, (1997) bahwa adanya motivasi

para wisatawan untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata karena

tersedianya berbagai sarana dan prasarana yang saling terkait,

pengelolaan dan pengorganisasian yang baik, sehingga bukan hanya

produk wisata tersebut yang memberikan kenyamanan tetapi pengelolaan

itu sendiri sudah memberi kenyamanan bagi setiap pengunjung. Menurut

Ryan (1991) dan Kim dkk (2003) bahwa wisatawan yang berkunjung ke

suatu obyek karena adanya faktor pendorong (push factor) dan faktor

penarik (pull factor), dimana faktor penarik tersebut adalah atraksi wisata,

keberadaan sumberdaya air dan laut, keindahan pegunungan, dan

budaya lokal. Faktor yang mendorong wisatawan untuk berkunjung

merupakan dorongan dari diri sendiri yang meliputi: melepaskan dari

kegiatan rutinitas, menemukan kepuasan batin, dan untuk

berpetualangan. Pernyataan Smith (1989) dan Choy (1997) sejalan

dengan apa yang dicapai dalam penelitian ini, bahwa produk wisata

(atraksi alam dan buatan serta fasilitas wisata) jika dikemas dengan baik,

ditingkatkan, akan mempengaruhi wisatawan yang berkunjung ke obyek

wisata di Kalimantan Tengah. Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan

Smith (1994) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara produk

wisata dengan jumlah kunjungan wisata, karena atraksi dan fasilitas

213

wisata menjadi hal yang fundamental untuk menarik wisatawan

berkunjung ke suatu obyek wisata.

Selanjutnya menurut Holloway dan Murphy, (1989) menegaskan

bahwa secara garis besar komponen produk wisata dapat dikelompokkan

kedalam 6 bagian yaitu: atraksi, akomodasi, catering, sarana transportasi

dan prasarana lain. Jadi produk wisata yang ditawarkan suatu objek

wisata dapat menjadi pendorong seseorang yang berada ditempat lain

untuk mengunjungi objek wisata tersebut (Bukart & Medlik, 1981.

Cooper,1993). Dengan demikian pengembangan produk wisata

ditunjukkan oleh penambahan komponen-komponen pada masing-

masing objek wisata, karena menjadi sesuatu yang penting untuk menarik

wisatawan berkunjung ke lokasi obyek.

Beberapa pendapat diatas sama dengan hasil yang dicapai dalam

penelitian ini, dimana usaha pengembangan produk wisata signifikan

untuk menambah frekuensi kunjungan wisatawan. Berbeda dengan hasil

penelitian penelitian Ahmad (1990), yang menyatakan bahwa salah satu

komponen produk wisata seperti prasarana pada dasarnya bersifat tidak

memikat wisatawan, artinya apabila komponen produk wisata ini

tidak memadai bukan menjadi penghalang para wisatawan untuk

berkunjung ke suatu obyek.

Kenyataan yang ada dilapangan menunjukkan bahwa dari 2

objek wisata alam (ekowisata) yaitu Taman Nasional Tanjung Puting

(TNTP) dan Taman Nasional Sebangau (TNS) belum menampakkan

214

adanya pengembangan produk wisata secara terpadu, (paket wisata)

misalnya kurangnya variasi atraksi baik buatan manusia maupun alam,

tempat tinggal (home stay), dan tempatnya belum tertata dengan baik.

Kondisi riil seperti inilah yang menyebabkan rendahnya tingkat dan

jumlah kunjungan wisatawan. Tetapi disisi lain bahwa yang menyebabkan

TNTP dan TNS dikunjungi oleh wisman dan wisnu semata-mata karena

kedua lokasi tersebut telah membentuk brand image wisatawan melalui

keberadaan orang utannya sebagai maskot pariwisata Kalimantan

Tengah.

Implikasinya bahwa dalam rangka meningkatkan frekuensi

kunjungan wisatawan, maka seluruh komponen produk wisata perlu

dikembangkan dan tetap mempertahankan keaslian ekosistem, kemudian

dilakukan secara terpadu dan membentuk paket wisata yang terorganisir

dengan baik. Untuk pemerintah dan stakeholder, agar lebih intentif dalam

mempromosikan ekowisata taman nasional dengan cara mengadakan

even nasional dan internasional. contoh Tourism World Expo, dan

pembenahan infrastruktur. Selanjutnya masyarakat juga diharapkan dan

diberi akses untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam

mempertahankan ekosistem hutan dan kelestarian lingkungan dengan

tetap mempertahankan kearifan lokal yang dimiliki.

b. Pengaruh Pengembangan produk wisata Terhadap Lama Tinggal

wisatawan.

Berdasarkan analisis hubungan antar variabel diperoleh hasil yang

215

menunjukkan bahwa pengembangan produk wisata tidak berpengaruh

positif dan tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan, ini berarti

pengembangan produk wisata belum memberikan preferensi bagi

wisatawan untuk tinggal lebih lama dalam kawasan Obyek Daerah Tujuan

Wisata (ODTW). Hal ini terjadi karena perencanaan wisata wisatawan

untuk berkunjung ke TNTP dan TNS belum menjadi target utama,

melainkan baru sebatas target berikutnya. Artinya bahwa wisman

khususnya yang berunjung ke Indonesia belum menjadikan TNTP dan

TNS sebagai destinasi pertama untuk dikunjungi. Kaitannya dengan lama

tinggal wisatawan yang relatif singkat dan tidak signifikan dengan produk

wisata yang ditawarkan, Nampak bahwa hal ini bukan menjadi penyebab

utama rendahnya tingkat lama tiggal wisatawan dalam kawasan TNTP

dan TNS, melainkan karena waktu kunjungan wisatawan sudah hampir

habis, sehingga mereka tidak bisa berlama-lama tinggal dalam kawasan

TNTP dan TNS.

Lebih lanjut menurut Kozak (2002), bahwa ada dua hal mendasar

dan menjadi motivasi bagi wisatawan untuk berlama-lama tinggal di obyek

wisata yaitu faktor geografi destinasi dan faktor negara tujuan. Posisi

geografis TNTP dan TNS dari pintu masuk wisman relatif jauh dari pintu

masuk wisatawan, sehingga dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk

mencapai lokasi. Kondisi ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan oleh

wisatawan untuk sampai ke obyek relatif lama. Sehingga alokasi waktu

wisatawan berada dalam kawasan obyek menjadi singkat. Pada bagian

216

lain, John dkk (2003) mengatakan bahwa masalah tingkat kepuasan

wisatawan pada saat berwisata pada suatu obyek dipengaruhi oleh

kualitas dari produk wisata dan jasa layanan wisatawan lainnya yang

dinikmati oleh wisatawan dalam taman nasional. Kondisi empiris

menunjukkan bahwa kualitas produk wisata, khsusnya atraksi wisata

alami dan buatan relatif baik, namun produk wisata lainya seperti:

akomodasi, transportasi serta makanan dan minuman belum memberikan

kepuasan bagi wisatawan. Beberapa faktor inilah yang menyebabkan

wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS masih membatasi waktu

dan lama tinggalnya berada dalam kawasan obyek wisata.

Alasan tersebut sejalan dengan pendapat, Kim et, al (2003) dalam

studinya menyatakan bahwa terdapat tiga aspek dasar sebagai faktor

pendorong wisatawan untuk berkunjung ke suatu obyek taman nasional

yaitu dukungan sumberdaya alam, informasi dan kenyamanan fasilitas

serta aksesibilitas dan transportasi. Sejalan dengan kenyataan yang ada

di lapangan bahwa obyek wisata TNTP dan TNS telah memenuhi salah

satu aspek dasar tersebut yaitu sumberdaya alam, khususnya dilihat dari

keanekaragaman flora fauna sebagai produk alami yang

memungkinkan dapat menjadi faktor pendorong bagi wisman dan wisnu

untuk berlama-lama berada dalam kawasan obyek. Namun faktor

aksesibilitas dan transportasi belum memberikan kepastian kepada

wisatawan untuk lebih cepat sampai ke obyek karena rendahnya kualitas

infrastruktur jalan.

217

Implikasi dari hasil temuan di atas dapat membantu pemerintah

serta stakeholder lainnya dalam menyusun strategi pengembangan

produk wisata melalui komitmen untuk mempertahankan bahkan

menambah variasi produk wisata yang bernuansa alami, khususnya

atraksi dan meningkatkan fasilitas pendukung obyek wisata seperti

aksesibilitas, sehingga waktu yang dibutuhkan oleh wisatawan untuk

sampai ke obyek relatif singkat, adanya dukungan akomodasi yang

memadai (bersih dan aman) serta ketersediaan makanan dan minuman

yang sehat, higienis dan variatif sehingga pada gilirannya wisman dan

wisnu memungkinkan untuk tinggal lebih lama dalam kawasan obyek

wisata TNTP dan TNS.

c. Pengaruh Pengembangan Produk wisata Terhadap Pengeluaran Wisatawan.

Hasil analisis hubungan antar variabel menunjukkan bahwa

pengembangan produk wisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap

pengeluaran wisatawan. Hal ini berarti bahwa pengembangan produk

wisata telah mampu memberikan dorongan dan kecenderungan bagi

wisatawan untuk melakukan pengeluaran yang lebih besar karena produk

ekowisata yang diciptakan dan ditawarkan telah sesuai dan berdasarkan

selera yang diinginkan wisatawan. Hubungan positif tersebut juga

didukung oleh pendapat Fandeli (2000) yang mengatakan, bahwa para

wisatawan yang akan membelanjakan uangnya tergantung pada variasi

dan kegiatan wisata. Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua kelompok

218

wisatawan yang berbelanja yaitu; kelompok pertama adalah wisatawan

budaya, konvensi rekreatif dan kelompok kedua adalah wisatawan

ekowisata atau minat khusus. Kelompok wisatawan pertama menunjukkan

bahwa pola belanja berbeda dengan kelompok wisatawan kedua

(ekowisata), dimana pola belanja wisatawan kelompok kedua (ekowisata)

tidak terlalu besar. Besar kecilnya pengeluaran wisatawan tergantung

pada jenisnya, yaitu konsumsi untuk produk yang sifatnya tangible atribut

seperti berbagai jenis souvenir dan produk yang sifatnya intangible seperti

menikmati seni budaya lokal (Suh, 2004).

Pada bagian lain Lee (2001) menyatakan bahwa faktor penentu

pengeluaran wisatawan saat melakukan perjalanan ke suatu tempat

adalah jarak perjalanan, tipe destinasi yang dikunjungi, dan pola

perjalanan. Ketiga faktor tersebut merupakan parameter yang

menentukan besar kecilnya tingkat pengeluaran wisatawan dalam satu

perjalanan wisata. Hasil studi Fandeli (2000) dan Walton (1993),

menyatakan bahwa pengeluaran wisatawan mancanegara yang

berkunjung ke Indonesia, khususnya wisatawan yang berkunjung ke

obyek wisata konservasi di Taman Nasional seperti ekowisata besaran

pengeluarannya tidak terlalu tinggi, demikian halnya yang terjadi di negara

Malaysia dan Philipina yang juga memiliki obyek wisata dalam status

kawasan konservasi. Prinsip mengelola pengeluaran wisata secara

rasional, khususnya kepada wisatawan yang berkantong tebal seperti

wisatawan Jepang, menurut penemuan Sakaay et,al (2000), memiliki

219

kecenderungan bahwa mereka tidak begitu saja menghamburkan

uangnya, tetapi ingin membelanjakan uangnya secara rasional dan lebih

berarti.

Kaitannya dengan pengeluaran wisatawan, laporan tahunan Balai

Taman Nasional Tanjung Puting dan Balai Taman Nasional Sebangau

Tahun 2011, mengemukakan bahwa rata-rata pengeluaran perhari

wisatawan mancanegara adalah sebesar Rp. 1.500.000,- dan wisatawan

nusantara adalah sebesar Rp. 500.000,-. Komposisi jenis pengeluaran ini

meliputi tiket masuk ke kawasan, transportasi, akomodasi dan konsumsi,

sementara pengeluaran untuk menyaksikan atraksi wisata sudah

termasuk dengan harga tiket masuk. Dengan demikian bahwa besar

kecilnya pengeluaran wisatawan disamping dipengaruhi oleh komponen

produk wisata dari biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi, juga

karena faktor lama tinggal dalam kawasan TNTP dan TNS.

Implikasi usaha pengembangan produk wisata merupakan salah

satu kebutuhan penting bagi wisatawan untuk menikmati berbagai produk

wisata, sehingga melalui kenyamanan dan keamanan menikmati produk

wisata, wisatawan dengan senang hati untuk membayar setiap biaya dari

masing-masing penggunaan produk wisata tersebut. Untuk itu faktor

kenyamanan menikmati seluruh rangkaian obyek wisata dan fasilitasnya

menjadi keharusan bagi pengelola obyek wisata untuk tetap dijaga dan

dipelihara, sehingga fungsi masing-masing produk wisata tetap menjadi

daya tarik bagi wisatawan, dan pada gilirannya mendorong wisatawan

220

untuk berkunjung kembali dan tinggal berlama-lama dalam lokasi obyek

wisata.

5.6.3.2. Analisis Pengaruh Pengembangan Keunikan Lingkungan

Terhadap Pengeluaran Wisatawan Melalui Frekuensi

Kunjungan Wisatawan dan Lama Tinggal Wisatawan.

a. Pengaruh pengembangan Keunikan Lingkungan terhadap

Frekuensi Kunjungan Wisatawan.

Hasil analisis hubungan antar variabel menunjukkan bahwa

pengembangan keunikan lingkungan tidak berpengaruh positif dan

signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan. Nampaknya bahwa

pengembangan keunikan lingkungan wisata belum merupakan salah satu

penentu untuk meningkatkan frekuensi kunjungan wisatawan ke Provinsi

Kalimantan Tengah. Hasil studi ini berbeda dengan hasil studi Laren

(2002), dalam Yoeti (2006), yang menyatakan bahwa tujuan kunjungan

wisatawan ke suatu kawasan ekowisata adalah karena terdapat keunikan

lingkungan yang dimiliki, termasuk adanya kegiatan atraksi budaya di

daerah tujuan wisata (DTW). Sejalan dengan itu, hasil penelitian Djoko

(2006), menyatakan bahwa untuk mempertahankan kesinambungan

kunjungan wisatawan, ditempuh melalui pendekatan lingkungan dan

konservasi sumberdaya alam melalui pelestarikan fungsi ekosistem

hutan. Oleh karena itu pengembangan ekowisata taman nasional sebagai

kawasan konservasi harus menganut prinsip dan konsep dasar

pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian

pengembangan taman nasional sebagai obyek ekowisata dilakukan

221

dengan sistem perencanaan yang matang dan jelas, agar pemanfaatan

komponen lingkungan sebagai bagian dari atraksi wisata tidak

menimbulkan penurunan kualitas lingkungan karena adanya kunjungan

wisatawan.

Kafiry, et. al (2012) menyatakan bahwa keunikan lingkungan suatu

kawasan wisata akan memberikan kenyaman dan tambahan pengetahuan

baru bagi wisatawan yang berkunjung. Menurut Darnell dkk (2001), bahwa

bukan saja kenyamanan yang diperoleh pengunjung tetapi juga kepuasan

dapat dirasakan melalui suguhan atraksi wisata alami, tidak adanya biaya

parkir, biaya tambahan/ikutan dan kualitas serta harga dari berbagai

souvenir. Dalam hal ini, Darnell dkk (2001) lebih menekankan pada

pengelolaan atraksi wisata secara baik sehingga wisatawan yang

berkunjung mendapatkan kepuasan, sehingga pada kesempatan lain

wisatawan tersebut akan berkunjung kembali. Selanjutnya masih menurut

Kafiry, et al (2012) bahwa untuk mempertahankan keaslian dan keunikan

lingkungan suatu kawasan wisata perlu dilaksanakan kegiatan konservasi,

baik sifatnya mempertahankan maupun mengembangkan. Kenyataan di

lapangan menunjukkan bahwa kedua lokasi penelitian (TNTP dan TNS)

sebagai kawasan konservasi dan rehabilitasi orang utan yang pertama di

Indonesia dalam rencana kerjanya dan pengelolaan kawasan ekowisata

telah dicanangkan kegiatan konservasi sebagai salah bentuk partisipasi

setiap wisatawan untuk melakukan penanaman pohon di lokasi

pengembangan kawasan, khususnya di Tanjung Harapan TNTP dan area

222

kerja resort Mangkok SPTN II wilayah kerja Kabupaten Pulau Pisau TNS.

Implikasi usaha pengembangan keunikan lingkungan merupakan

salah satu kebutuhan penting bagi wisatawan untuk menikmati berbagai

produk wisata. Produk wisata yang memiliki keunikan, memberikan

kenyamanan dan keamanan untuk menikmatinya, akan mendorong

wisatawan untuk berkunjung secara berulang kali, tinggal lebih lama dan

bersedia membayar setiap biaya dari masing-masing penggunaan produk

wisata tersebut. Untuk itu upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah

dan stakeholder adalah menyusun perencanaan yang baik dan

operasional untuk melakukan upaya konservasi terhadap setiap produk

wisata (obyek/atraksi wisata) agar tetap memiliki keunikan, dan tetap

menjadi daya tarik bagi wisatawan, sehingga pada gilirannya akan

kembali berkunjung kembali ke lokasi wisata tersebut.

b. Pengaruh Keunikan Lingkungan terhadap Lama Tinggal

Wisatawan.

Hasil analisis hubungan antar variabel menunjukkan bahwa

pengembangan keunikan lingkungan berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap lama tinggal wisatawan. Hal ini menunjukkan secara empiris

pengembangan keunikan lingkungan merupakan salah satu penentu

dalam meningkatkan kunjungan wisata di Provinsi Kalimantan Tengah.

Durasi waktu yang digunakan oleh wisatawan untuk menikmati paket

wisata dalam kawasan konservasi yang memiliki ekosistem unik menurut

Tur. A at, al (2008) dipengaruhi oleh variabel ekonomi seperti anggaran

223

yang terbatas, pendapatan dan harga. Selanjutnya Akama (2003)

menyatakan bahwa wisatawan yang memperoleh kepuasan saat

menyaksikan atraksi dalam kawasan obyek karena disugui dengan

kualitas atraksi dan berbagai jasa layanan wisata yang maksimal,

sehingga mendorong untuk tinggal lebih lama.

Hasil temuan di lapangan yang diperkuat oleh data hasil laporan

tahunan Balai Taman Nasional Tanjung Puting dan Balai Taman Nasional

Sebangau Tahun 2011 serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan

Kalimantan Tengah Tahun 2010, menunjukkan bahwa rata-rata lama

tinggal wisatawan untuk menikmati objek wisata di TNTP dan TNS adalah

3-4 hari. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Tur. A at, al (2008),

juga menurut Gokovali. U at. Al (2007), bahwa durasi lama tinggal

wisatawan dipengaruhi oleh keramahan, pendidikan, pendapatan,

pengalaman, keakraban dan pengeluaran sehari-hari. Suatu kawasan

obyek yang mempunyai keunikan pada dasarnya memiliki daya saing

yang kuat terhadap destinasi lainnya. Mihalic (2000) mengatakan bahwa

destinasi yang memiliki fundamen kualitas lingkungan yang baik akan

menunjukkan eksistensinya dan kompetisinya sebagai suatu destinasi

yang dipilih oleh wisatawan untuk dikunjungi. Data menunjukkan bahwa

wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS dengan durasi lama

tinggal lebih dari 24 jam (1 hari) lebih banyak dibanding dengan

wisatawan yang waktu tinggalnya hanya 1 hari, hal ini menujukkan bahwa

kedua lokasi tersebut menarik dan memiliki keunikan. Wisatawan yang

224

waktu tinggalnya lebih lama akan mendapatkan pengalaman baru,

menambah wawasan dan pendidikan selama berada dalam kawasan

obyek wisata. Dalam hal hubungan yang negatif, antara keunikan

lingkungan dengan lama tinggal boleh jadi karena alokasi waktu

perjalanan wisata wisatawan sudah sempit ketika mereka berkunjung ke

TNTP dan TNS walaupun keunikan lingkungannya memberikan

kenyamanan untuk berwisata.

Implikasi usaha konservasi dan pelestarian ekosistem hutan

tropis basah adalah salah satu strategi mempertahankan keaslian dan

keunikan lingkungan kawasan TNTP dan TNS. Hal ini penting dilakukan

untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan yang

berkunjung dan menikmati berbagai jenis produk wisata yang memiliki

keunikan, sehingga pada gilirannya wisman dan wisnu akan memutuskan

untuk memperpanjang durasi waktu berada di dalam kawasan obyek.

Untuk itu upaya dan strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan

stakeholder adalah menyusun rencana strategis pengelolaan yang baik

dan operasional terhadap produk wisata (obyek/atraksi wisata) agar tetap

memiliki keunikan, sehingga tetap menjadi daya tarik bagi wisatawan

untuk berkunjung kembali serta memperpanjang durasi dan lama tinggal

dalam kawasan obyek. Hal lain adalah agar diupayakan suatu route

perjalanan yang langsung dan singkat untuk sampai ke obyek wisata,

sehingga waktu perjalanan wisatawan lebih singkat dan waktu menikamti

wisata dalam kawasan TNTP dan TNS lebih lama.

225

c. Pengaruh Keunikan Lingkungan terhadap Pengeluaran

Wisatawan.

Pengaruh keunikan lingkungan terhadap pengeluaran wisatawan

berdasarkan hasil analisis tidak menunjukkan adanya berpengaruh

langsung, positif dan signifikan. Secara teoritis bahwa pengembangan

keunikan lingkungan wisata sebagai salah satu kebijakan untuk

mempertahankan keutuhan dan fungsi ekosistem sehingga keunikannya

senantiasa terjaga dengan baik. Kondisi empiris menunjukkan keunikan

lingkungan yang dimiliki oleh TNTP dan TNS belum menjadi daya tarik

wisatawan untuk meningkatkan frekuensi kunjungan, tinggal lebih lama

dalam kawasan TNTP dan TNS serta pengeluarannya. Beberapa

pendapat mengatakan bahwa kunjungan wisatawan ke obyek akan

menimbulkan beberapa item pengeluaran, seperti pengeluaran untuk

transportasi, akomodasi, konsumsi, souvenir (Shuib dan Bulan,1996 dan

Wang at., al, 2006), dimana menurut Shuib dan Bulan (1996)

pengeluaran untuk transportasi, akomodasi dan konsumsi merupakan

pengeluaran pokok dan mendasar.

Mendukung pernyataan Shuib dan Bulan 1(996) dan Wang at., al,

(2006), Suh dan Gartner (2004) mengatakan bahwa dari total pengeluaran

wisatawan dalam kegiatan wisata dalam satu obyek, pesiar dan wisata

bisnis, terdapat dua kategori pengeluaran wisatawan yaitu yang bersifat

tangible attribute yang meliputi seluruh komponen belanja (shooping) dan

intangible attribute yang meliputi menikmati budaya lokal (local culture).

226

Pendapat Suh dan Gartner (2004) dipertegas oleh temuan TIES (2000),

dimana 64 % wisatawan Inggris bersedia membayar antara $10 sampai

$25 untuk tujuan pelestarian lingkungan dan penguatan ekonomi

masyarakat lokal di negara tujuan wisata mereka. Hasil temuan di

lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 63 responden (42,00%) yang

memilih 3 bentuk kegiatan yang mencerminkan implementasi konservasi

sebagai salah satu strategi mempertahankan dan meningkatkan fungsi

ekosistem serta keunikan lingkungannya. Namun demikian upaya

mempertahankan bahkan meningkatkan fungsi sumberdaya alam sebagai

media mengemas produk wisata belum mampu mempengaruhi tingkat

pengeluaran wisatawan.

Implikasi usaha konservasi dan pelestarian ekosistem hutan tropis

basah adalah salah satu strategi mempertahankan keaslian dan keunikan

lingkungan suatu kawasan. Kegiatan ini bertujuan untuk tetap

memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan dalam

menikmati produk wisata yang memiliki keunikan. Dengan demikian

wisatawan akan memutuskan untuk meningkatkan frekuensi

kunjungannya, menambah durasi tinggal dalam kawasan obyek, dan

pada akhirnya pengeluaran wisatawan juga meningkat. Untuk itu upaya

yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan stakeholder adalah menyusun

perencanaan dan strategi pelaksanaan konservasi yang baik dan

operasional. Demikian halnya kepada wisatawan agar diberi akses untuk

berpartisipasi aktif dan terlibat secara langsung melakukan kegiatan

227

konservasi, agar supaya tetap memiliki keunikan, sehingga produk wisata

tersebut tetap memiliki daya tarik. Karena hanya produk wisata yang

memiliki daya tarik akan mendorong wisatawan untuk berkunjung kembali

ke lokasi wisata tersebut, tinggal di dalam kawasan lebih lama dan

bersedia membelanjakan uangnya lebih banyak.

5.6.3.3. Analisis Pengaruh Pengembangan Promosi Wisata

terhadap Pengeluaran Wisatawan melalui Frekuensi

Kunjungan Wisatawan dan Lama Tinggal Wisatawan

a. Pengaruh pengembangan promosi wisata terhadap frekuensi

kunjungan wisatawan.

Hasil analisis menunjukkan pengembangan promosi wisata tidak

berpengaruh signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan, ini

berarti bahwa pengembangan promosi wisata yang dilakukan oleh

pemerintah dan stakeholder belum memberikan pengaruh terhadap

preferensi wisatawan untuk berkunjung secara berulang ke obyek wisata

di Kalimantan Tengah. Berbeda dengan hasil studi Friedman V.S (2009)

yang mengatakan bahwa promosi wisata berpengaruh terhadap

pertumbuhan kunjungan wisata. Perbedaan ini dimungkinkan oleh karena

wisatawan yang berkunjung ke Kalimantan Tengah termasuk ke obyek

wisata TNTP dan TNS bukan karena adanya promosi wisata, namun

karena kedua lokasi tersebut memiliki brand image dan sudah dikenal

oleh masyarakat internasional dan nasional dengan adanya satwa langka

dan dilindungi yaitu orang utan. Memang data menunjukkan bahwa

sebanyak 68 responden (45,33 %) yang memilih internet sebagai media

228

informasi utama untuk mengetahui lebih lengkap dan jelas tentang TNTP

dan TNS, tetapi hal itu hanya berdampak pada kunjungan pertama,

sementara untuk kunjungan selanjutnya wisatawan tidak lagi

mengandalkan internet sebagai media promosi yang efektif, melainkan

kesan yang diperoleh wisatawan pada saat kunjungan pertama. Bentuk

promosi lain seperti leaflet/brosur, majalah, televisi merupakan jenis

media promosi yang juga dilakukan oleh pengelola dan pemerintah

daerah untuk mempromosikan kawasan ke TNTP dan TNS sebagai

obyek ekowisata yang terdapat di Kalimantan Tengah.

Sejalan dengan hasil penelitian Wahab (1996), yang kemudian

diperkuat oleh Juliana, (2004) menyatakan bahwa pengembangan

promosi wisata harus melibatkan jaringan usaha wisata, dimana dalam

jaringan tersebut keterlibatan pemerintah sebagai regulator juga penting

sehingga terbentuk pola kerjasama yang baik, khususnya yang berkaitan

dengan kebijakan dan strategi promosi obyek wisata. Kondisi empiris juga

mendukung temuan penelitian ini, kaitannya dengan strategi promosi

dimana sudah terbangun kerjasama antara pengelola, pemda dan

jaringan usaha lainnya seperti Yayasan orang utan Kalimantan dan WWF

wilayah Kalimantan Tengah. Upaya lain yang juga sudah dilakukan oleh

pemerintah dan stakeholder lainnya sebagai organisasi pengelola wisata

adalah membangun jaringan usaha dengan melibatkan beberapa agen

travel atau biro perjalanan dan maskapei penerbangan untuk

mempromosikan TNTP dan TNS. Adanya hubungan yang negatif

229

menunjukkan bahwa upaya peningkatan peran promosi wisata melalui

berbagai strategi, namun untuk TNTP dan TNS kelihatannya wisatawan

cukup mengandalkan internet sebagai media promosi yang efektif,

sehingga peningkatan variasi atau frekuensi promosi wisata tidak akan

meningkatkan frekuensi kunjungan wisatawan ke TNTP dan TNS. Jadi

sekali lagi bahwa faktor geografis dan negara yang menjadi pertimbangan

utama wisatawan untuk mengunjungi suatu kawasan obyek termasuk

TNTP dan TNS.

Implikasi temuan ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi

pengelola wisata di Provinsi Kalimantan Tengah sangat tinggi dalam

kaitannya dengan pengembangan promosi wisata melalui jaringan usaha.

Sehingga dalam komitmen pemerintah dituntut untuk lebih aktif

mengorganisir atau mengakomodasi seluruh unsur-unsur jaringan yang

berbasis pada biro perjalanan wisata alam, pelestarian lingkungan,

pengawasan tata ruang zona wisata dan pelibatan investor dalam negeri

dan investor asing, untuk dapat mempromosikan TNTP dan TNS dengan

baik.

b. Pengaruh pengembangan Promosi Wisata terhadap Lama Tinggal

Wisatawan

Hasil analisis menunjukkan bahwa pengembangan promosi wisata

berpengaruh secara signifikan terhadap lama tinggal wisatawan. Artinya

bahwa bentuk-bentuk promosi wisata yang selama ini dilaksanakan oleh

pengelola TNTP dan TNS, pemerintah dan stakeholder lainnya telah

230

mampu memberikan preferensi bagi wisatawan mancanegara dan

nusantara yang berkunjung ke Kalimantan Tengah untuk memperpanjang

durasi waktu mereka berada dalam kawasan obyek. Preferensi

wisatawan sebanyak 45,33 % (Tabel 5.25) yang memilih internet sebagai

sumber promosi wisata tentunya menjadi masukan yang positif untuk

mengoptimalkan sarana promosi tersebut sebagai media promosi dan

komunikasi secara jelas dan ringkas atas semua paket wisata, khususnya

yang berkaitan dengan informasi tentang keunikan dari masing-maasing

atraksi wisata, agar dapat mendorong minat wisatawan memperpanjang

durasi tinggal dalam kawasan obyek wisata TNTP dan TNS.

Temuan penelitian yang menyatakan ada pengaruh signifikan

antara promosi wisata dengan lama tinggal wisatawan, menunjukkan

bahwa kebijakan melakukan berbagai bentuk promosi wisata telah

mampu diterima dengan baik oleh wisatawan, sehingga mendorong

mereka untuk tinggal lebih lama dan menikmati berbagai produk wisata

yang ditawarkan oleh TNTP dan TNS. Data dan kenyataan di lapangan

menunjukkan bahwa wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS,

memutuskan untuk tinggal dalam kawasan obyek secara rata-rata adalah

3 hari bagi wisatawan mancanegara dan 2 hari bagi wisatawan nusantara

(Laporan Balai TNTP dan TNS. 2010). Jadi adanya hubungan yang

negatif tersebut semata-mata karena pengaruh faktor geografis yang

menyebabkan wisatawan kehilangan waktu terbaik untuk lebih lama di

dalam kawasan obyek karena waktu dalam perjalanan terlalu lama.

231

Implikasi penelitian ini adalah agar diupayakan dalam

pengembangan promosi wisata, mengutamakan penggunaan fasilitas

komunikasi yang efektif dan mudah didapatkan oleh wisatawan seperti

internet. Dengan demikian kehadiran dan peran website pariwisata

Kalimantan Tengah, khususnya TNTP dan TNS menjadi hal yang penting

sebagai media untuk mengakomodir dan mengkomunikasikan semua

informasi yang berkaitan dengan paket wisata Kalimantan Tengah

termasuk event/festival budaya isen mulang yang setiap bulan Mei di

gelar di Kota Palangka Raya. Jadi melalui promosi wisata akan

memudahkan para wisatawan untuk merencanakan perjalanan wisata

mereka dan memilih paket-paket wisata yang berkenaan dengan selera

dan kemampuan keuangan, serta menetapkan durasi dan lama tinggal

wisatawan di dalam kawasan obyek.

c. Pengaruh Pengembangan Promosi Wisata terhadap Pengeluaran

Wisatawan.

Berdasarkan hasil analisis uji antar variabel diperoleh hasil yang

menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan pengembangan

promosi wisata terhadap pengeluaran wisatawan. Ini artinya bahwa

secara empiris pengeluaran wisatawan tidak berkaitan dengan kegiatan

promosi wisata, walaupun asumsinya bahwa tingkat pengeluaran

wisatawan berhubungan dengan frekuensi kunjungan dan lama tinggal

wisatawan, dimana kedua variabel tersebut pada awalnya juga

berhubungan dengan promosi wisata. Tujuan dilakukannya promosi

232

wisata agar calon wisman dan wisnu dapat merencanakan perjalanan

wisatanya termasuk durasi waktu dan lama tinggal wisatawan. Dengan

demikian semua variabel dimaksud seyogianya memiliki hubungan dan

keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.

Temuan Felsenstein dan Fleischer (2003) bahwa implikasi dari

kegiatan promosi wisata dan festival daerah adalah meningkatnya jumlah

kunjungan wisata dan pengeluaran wisatawan. Hasil temuan dalam

penelitian ini sejalan dengan pendapat Felsenstein dan Fleischer (2003),

namun bentuk hubungan dari hasil penelitian ini adalah negatif.

Hubungan negatif boleh jadi karena semakin ditingkatkan variasi dan

frekuensi kegiatan promosi semakin kurang mendapat respon dari

wisatawan karena destinasi yang dipromosikan pada dasarnya sudah

diketahui secara luas melalui media internet. Memang disadari bahwa

promosi wisata adalah salah satu usaha untuk mengkomunikasikan

produk wisata yang memungkinkan meningkatnya perjalanan wisata para

wisatawan ke suatu obyek serta memudahkan para wisatawan untuk

memenuhi kebutuhannya. Namun tidak semua bentuk promosi dapat

mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli produk yang

ditawarkan.

Implikasi dari temuan ini adalah perlu diusahakan agar supaya

wisatawan lebih banyak datang, tinggal lebih lama, dan membelanjakan

uangnya lebih banyak di daerah tujuan wisata (DTW) seperti di TNTP dan

TNS. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggalakkan dan

233

meningkatkan promosi paket wisata secara aktif dan terus menerus

melalui jaringan internet serta fasilitas website yang mudah dijangkau dan

diakses. Juga perlu menggalakkan pelaksanaan expo pariwisata agar

dapat menjadi sarana wisatawan untuk mengetahui lebih banyak tentang

destinasi dan produk wisata yang ditawarkan.

5.6.3.4. Frekuensi Kunjungan Wisatawan dan Lama Tinggal

Wisatawan terhadap Pengeluaran Wisatawan.

a. Frekuensi Kunjungan Wisata terhadap Pengeluaran Wisatawan

Hasil analisis menunjukkan bahwa frekuensi kunjungan wisatawan

tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan,

artinya bahwa walaupun frekuensi kunjungan wisatawan meningkat

belum tentu akan meningkatkan pengeluaran wisatawan. Hasil studi Yoeti

( 1996) dan Bagyono (2005), menyatakan bahwa upaya yang membuat

para wisatawan untuk berkunjung dan betah tinggal lebih lama, biasanya

tergantung dari faktor keamanan, kenyamanan, potensi wisata yang

menarik, kualitas pelayanan, akomodasi dan transportasi. Dalam studi ini

faktor yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara frekuensi

kunjungan wisatawan dengan pengeluaran wisatawan adalah karena

dalam setiap peningkatan frekuensi wisatawan yang berkunjung ke TNTP

dan TNS jumlah wisatawannya justru semakin berkurang (Tabel 5.20).

Artinya bahwa besarnya pengeluaran wisatawan dalam satu kunjungan

wisata tidak terlepas dari jumlah wisatawan yang menikmati produk

wisata yang ditawarkan.

234

Sejalan dengan pernyataan Yoeti ( 1996) dan Bagyono (2005),

dan relevansinya dengan hasil penelitian ini, terletak pada faktor jumlah

wisatawan yang berkunjung pada setiap kali kunjungan, dan bukan pada

faktor keamanan dan kualitas pelayanan, dimana diketahui bahwa di

dalam kawasan TNTP dan TNS sudah dilakukan dan disiapkan sistem

dan perangkat pengamanan terhadap keberadaan wisatawan dalam

kawasan. Upaya dimaksud bahwa di beberapa tempat atraksi wisata

telah dipasang beberapa informasi dan pengumuman tentang apa saja

yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para wisatawan selama

berada dalam kawasan. Seperti yang sudah dikemukakan pada bagian

sebelumnya, bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan

TNS semakin berkurang seiring dengan meningkatnya frekuensi

kunjungan wisatawan. Tentu hal ini tidak akan memberi pengaruh yang

berarti bagi tingkat pengeluaran wisatawan pada setiap kali kunjungan,

karena jumlah wisatawan sebagai salah faktor penentu untuk melihat

besar kecilnya pengeluaran wisatawan.

Faktor minimnya fasilitas wisata (tempat duduk) yang

representatif, khususnya yang ada di spot feeding orang utan pada

sebagai salah satu kendala sehingga wisatawan belum membentuk

pilihan untuk mengunjungi obyek wisata TNTP dan TNS secara berulang

kali. Hal lain yang mengakibatkan tidak adanya hubungan yang signifikan

antara frekuensi kunjungan wisatawan dengan tingkat pengeluarannya,

karena pola pengelolaan wisata yang diterapkan adalah dengan sistem

235

paket (tiket masuk) dan bukan berdasarkan jumlah atraksi yang dinikmati

oleh wisatawan, sehingga tidak ada tambahan pengeluaran yang

dikeluarkan oleh wisatawan selain biaya transport, akomodasi dan

konsumsi yang mereka keluarkan sebelumnya.

Implikasi penelitian ini adalah dalam penerapan pengembangan

ekowisata, khususnya untuk meningkatkan jumlah wisatawan pada setiap

frekuensi kunjungan, dimana para pelaku dan pengelola wisata untuk

memperhatikan variasi atraksi, fasilitas dan tempat atraksi, kenyamanan

serta inovasi kewajiban/kontribusi wisatawan atas berbagai jenis atraksi

yang diminati sebagai bagian dari produk dan jasa wisata di Kalimantan

Tengah. Dengan demikian setiap wisatawan akan didorong untuk

meningkatkan frekuensi kunjungannya dengan jumlah wisatawan yang

banyak, serta membelanjakan uangnya (sebagai pengeluaran) lebih

banyak sebagai balas jasa atas sajian dan jenis atraksi wisata yang

mereka saksikan selama berada dalam kawasan wisata TNTP dan TNS.

b. Lama Tinggal Wisatawan terhadap Pengeluaran Wisatawan

Berdasarkan hasil analisis dapat dikemukakan bahwa lama tinggal

wisatawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran

wisatawan. Hal tersebut didukung oleh hasil kajian Pendit (2006) yang

melihat objek wisata sebagai suatu industri, dimana pengeluaran

wisatawan akan bertambah apabila pengelola melakukan inovasi produk

wisata (alam dan buatan) untuk menambah pilihan wisatawan menikmati

berbagai atraksi wisata dan dukungan fasilitas untuk memungkinkan

236

menambah lama tinggal dalam kawasan. Hasil studi dan pengamatan

lapangan menunjukkan bahwa lama tinggal wisatawan mancanegara dan

nusantara adalah berkisar 1 – 4 hari (Balai TNTP dan TNS. 2011) dan

Tabel 5.21 menunjukkan jumlah responden dengan lama tinggal 4 hari

adalah 34 orang (22,67 %) dengan tingkat pengeluaran perhari antara Rp.

1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- lebih banyak diantara lama tinggal antara

1 hari s/d 3 hari. Kaitannya dengan pengeluaran wisatawan, hasil studi

menunjukkan bahwa lama tinggal wisatawan berhubungan secara

signifikan dengan tingkat pengeluaran wisatawan. Hasil studi ini sejalan

dengan hasil studi Sutikno dan Maryunani (2006) dan (Fandeli, 1995)

bahwa pengeluaran wisatawan terdorong untuk lebih meningkat selama

kegiatan pariwisata dlikelola secara ekonomi, kemudian berada dalam

ruang lingkup kebijakan pengelola wisata yang disesuaikan dengan

kemampuan keuangan wisatawan tersebut. Karena menurut Sutikno dan

Maryunani (2006), Fandeli (1995), untuk membuat wisatawan tinggal lebih

lama dalam suatu kawasan tidak berarti wisatawan tersebut dieksploitasi

seluruh kemampuan ekonomisnya, akan tetapi konsep layanan, serta

kenyamanan dan keamanan dapat dijangkau oleh wisatawan tersebut,

sehingga pada gilirannya wisatawan akan meningkatkan pengeluarannya.

Hasil kajian Sutikno dan Maryunani (2006) dan (Fandeli, 1995)

dipertegas kembali oleh Payangan ( 2005) bahwa, beberapa sasaran

yang harus diperhatikan dalam mengembangkan pariwisata adalah: a)

menyediakan kerangka untuk meningkatkan standar kehidupan penduduk

237

yang lebih baik melalui manfaat ekonomi dari sektor pariwisata;

b) membangun infrastruktur dan menyediakan fasilitas rekreasi dan

hiburan, baik bagi wisatawan maupun masyarakat setempat; c) menjamin

dilakukannya berbagai macam pembangunan di kawasan dan sektor

wisata yang banyak dlikunjungi wisatawan; d) merancang suatu program

pembangunan konsisten berdasarkan filosofis perekonomian rakyat,

sosial dan budaya, yang hidup ditengah-tengah masyarakat banyak yang

tinggal dan hidup disekitar proyek pariwisata yang dikembangkan.

Jadi kesimpulannya adalah dengan adanya berbagai

produk/atraksi wisata dan fasilitas wisata yang ada, wisatawan

membentuk pilihan untuk berlama-lama tinggal dalam kawasan, sehingga

pada gilirannya akan meningkatkan pengeluarannya. Hal lain yang

mengakibatkan adanya hubungan antara lama tinggal kunjungan dengan

pengeluaran wisatawan adalah karena pola pengelolaan wisata yang

diterapkan senantiasa menjaga keaslian dari setiap atraksi wisata yang

disuguhkan kepada wisatawan. Menjaga keaslian dan keunikan setiap

atraksi wisata akan memberikan kesan yang baik bagi wisatawan,

sehingga akan lebih lama menikmati atraksi tersebut dan pada gilirannya

pengeluaran wisatawan akan bertambah seiring dengan lamanya tinggal

dalam kawasan TNTP dan TNS.

Implikasi penelitian ini adalah dalam penerapan pengembangan

ekowisata, khususnya lama tinggal wisatawan dimana para pelaku dan

pengelola wisata agar memperhatikan dan menjaga keaslian dan variasi

238

atraksi, fasilitas dan tempat atraksi, kenyamanan serta inovasi kewajiban/

kontribusi wisatawan atas berbagai jenis atraksi yang diminati sebagai

bagian dari produk dan jasa wisata di Kalimantan Tengah. Dengan

demikian setiap wisatawan akan tertarik untuk tinggal lebih lama untuk

menikmati setiap atraksi wisata, dan pada gilirannya wisatawan akan

membelanjakan uangnya lebih banyak untuk memenuhi seluruh

keperluannya.

5.7. Kontribusi Hasil Penelitian

Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan, maka pada

temuan ini diketahui bahwa :

1. Model penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk

penyelenggaraan pariwisata, khususnya ekowisata berkelanjutan

dengan tetap memelihara dan upaya meningkatkan kelestarian

lingkungan hidup serta keunikannya sebagai daya tarik wisata dan

kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan

kehidupan ekonomi masyarakat lokal.

2. Karena sifatnya luas dan menyangkut kepentingan masyarakat

secara keseluruhan, maka hasil penelitian ini dapat menjadi acuan

bagi pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan sistem

kepariwisataan agar dilaksanakan secara terpadu oleh pemerintah,

balai pengelola taman nasional dan masyarakat setempat, karena

keterlibatan masyarakat lokal secara aktif dalam penyelenggaraan

kepariwisataan, memegang peranan penting demi terwujudnya

239

pemerataan pendapatan dan pemerataan kesempatan berusaha,

khususnya bagi masyarakat lokal.

3. Dalam kaitannya dengan pengembangan ekowisata berkelanjutan,

maka dibutuhkan rencana strategi yang operasional agar pelaksanaan

usaha pariwisata dapat dilakukan dengan pola yang jelas,

terencana saling

menunjang melalui kerjasama yang baik dan menguntungkan

bagi semua stakeholder yang terlibat didalamnya.

5.8. Keterbatasan Hasil penelitian.

Disadari bahwa meskipun penelitian ini telah dilakukan secara

sistimatis menurut kaidah-kaidah metodologi penelitian yang benar,

namun sebuah penelitian tidak akan terlepas dari berbagai kelemahan.

Beberapa hasil identifikasi keterbatasan penelitian ini antara lain:

1. Variabel yang dipilih sebagai instrumen dalam penelitian ini sangat

rentan dengan kemungkinan terjadinya bias dalam pemberian respons

jawaban oleh para responden karena kuesioner penelitian ini ingin

mendapatkan nilai riil dari jawaban responden terhadap semua

variable exogenous dan variable endogenous.

2. Subjek dari penelitian ini terbatas pada wisatawan (mancanegara dan

nusantara) yang terlibat dalam kegiatan wisata dan objeknya di 2

(dua) kawasan Taman Nasional sebagai lokasi yang dipilih dari

banyaknya kawasan ekowisata yang ada di Provinsi Kalimantan

Tengah.

240

3. Penggunaan Model PATH yang sebagai salah satu alat analisis,

dirasakan sangat memiliki keterbatasan, khususnya dalam

menjelaskan hubungan antar variabel. Sehingga penggunaan model

analisis ekonomi serta model analisis kuantitatif lainnya dapat dijadikan

alternatif untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih sempurna.

4. Keterbatasan lainnya, adalah keterkaitan dengan masalah penelitian

tentang pengembangan keunikan lingkungan, sangat minimnya hasil

penelitian dan konsep teoritis, terutama keterkaitan dengan jumlah

kunjungan wisata, lama tinggal dan pengeluaran wisatawan.

5. Bentuk dan pola hubungan antar variabel-variabel yang dikaji, masih

menjadi bahan perdebatan, sehingga ke depan perlu diteliti kembali

pada waktu dan kondisi yang berbeda.

241

BAB VI

PENUTUP

6.1. Simpulan

Memperhatikan hasil analisis dan pengujian hipotesis serta

pembahasan penelitian tentang pengembangan ekowisata berkelanjutan di

Kalimantan Tengah, dapat ditarik simpulan sebagai berikut:

1. Pengembangan produk wisata berpengaruh langsung secara positif

dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dan terhadap

pengeluaran wisatawan, serta tidak berpengaruh terhadap lama

tinggal wisatawan;

2. Pengembangan keunikan lingkungan berpengaruh langsung negatif

dan signifikan terhadap lama tinggal wisatawan, tidak berpengaruh

terhadap frekuensi kunjungan dan pengeluaran wisatawan;

3. Pengembangan promosi wisata berpengaruh langsung negatif dan

signifikan terhadap lama tinggal dan pengeluaran wisatawan, dan

tidak berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan wisatawan;

4. Frekuensi kunjungan wisatawan tidak berpengaruh terhadap

pengeluaran wisatawan, lama tinggal wisatawan berpengaruh

langsung dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan;

5. Faktor penentu pengeluaran wisatawan adalah pengembangan

produk wisata, keunikan lingkungan dan lama tinggal wisatawan.

242

6.2. Saran

Memperhatikan hasil pembahasan dan kesimpulan yang

dikemukakan sebelumnya, maka saran-saran atau rekomendasi yang

dapat diuraikan dalam penelitian ini adalah:

1. Potensi kawasan ekowisata TNTP dan TNS sebagai kawasan wisata

dapat dipertahankan dengan menjaga, memelihara fungsi ekosistem

yang ada dan mempertahankan kondisi alami serta keunikan

lingkungannya dengan cara mengurangi dampak lingkungan yang

mungkin terjadi.

2. Usaha pengembangan ekowisata TNTP dan TNS adalah merupakan

salah satu kebutuhan penting bagi para wisatawan. Untuk itu

keunikan, keaslian dan kebersihan objek wisata yang ada harus tetap

dipelihara dan dijaga, sehingga daya tarik obyek wisata alamiah akan

memberi preference bagi wisatawan untuk berkunjung secara

berulang kali.

3. Untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat lokal

adalah dengan cara memberi ruang dan akses yang luas kepada

masyarakat lokal untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi yang

menunjang kegiatan wisata, melestarikan sumberdaya alam (kegiatan

konservasi), dan melestarikan nilai budaya sebagai satu kesatuan dari

pola dan sistem ekowisata berkelanjutan.

243

4. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan, lama tinggal, pengeluaran

wisatawan harus melakukan diversifikasi komponen produk wisata

seperti atraksi (alami dan buatan) melalui konsep magic moment di

setiap spot, meningkatkan kualitas layanan akomodasi, konsumsi

(catering), sarana transportasi dan prasarana lain termasuk keamanan

dan kenyamanan wisatawan selama melakukan kegiatan wisata dalam

kawasan.

5. Mengupayakan agar dalam pengembangan ekowisata, mengutamakan

penggunaan fasilitas yang diciptakan dan dikelola oleh masyarakat

lokal. Prinsipnya adalah memberikan akses yang luas dan kemandirian

untuk berusaha dengan produksi lokal baik sebagai pelaku bidang

transportasi, akomodasi, catering dan pemandu wisata serta

mengembangkan inovasi seni budaya dengan kearifan yang mereka

miliki.

6. Untuk menstimulasi wisatawan tetap berkunjung, perlu melibatkan

partisipasi masyarakat lokal dalam menawarkan produk-produk wisata

buatan yang menarik, seperti: tarian, busana, souvenir serta makanan

khas daerah yang memberi nilai tambah (value added) bagi

masyarakat lokal sebagai dampak dari tingginya tingkat kunjungan

wisata.

244

DAFTAR PUSTAKA

Adrian C. Darnell dan Peter S. Johnson, 2001. Repeat Visit to Attractions: A Preliminary Economic Analysis. Tourism Management 22 (2001), 119-126.

Ahmad Shuib dan Dora Bulan. 1996. Expenditure Patters of Singapura tourists in Malaysia. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 4(2) : 163-173

Andriani Kafyri, at.al. 2012. Determinants of visitor Pro-Environmental Intentions on Two Small Greek Island: Is Ecotourism Possible at Coastal Protected Areas?. Environmental Management (2012) 50:64-76.

Angelica M. Almeyda Zambrano, Eben N. Broadbent and William H. Durham ac, 2010. Social and Environmental Effects of Ecotourism in the Osa Peninsula of Costa Rica: the Lapa Rios case. Journal of Ecotourism, Mortimer House, 37-41 Mortimer Street, London W1T 3JH, UK.

António Gomes De Menezes, Ana Moniz and José Cabral Vieira, 2008. The determinants of length of stay of tourists in the Azores. Tourism Economics, 2008, 14 (1), 205–222.

Arismayanti, N.K. 2009. Penerapan Bauran Pemasaran Dalam Tahapan Siklus Daerah Tujuan Wisata. Analisis Pariwisata. Vol. 9 .No.1 Th. 2009.

Artal Tur, at. Al. 2008. The Length of Stay Determinants for sun-and-sand Tourism : An Application for the Region of Murcia. Journal Economic Literature. C12, R11, R58.

Baldwin P dan Brodess D 1993. Asia’s New Age Travelr’s Asia Travel Trade.

Bagyono,. 2005. Pariwisata dan Perhotelan. Edisi Juni. 2007. Bandung.

Balai Taman Nasional Tanjung Puting. 2010. Laporan Tahunan.

Balai Taman Nasional Sebagau. 2011. Laporan Tahunan.

Blake. A., Saba Arbache, J. (2006). Who Benefits from Tourism? A microsimulation study of Brazil. Paper presented at the Second International Conference on Tourism Economics,

245

Department of Applied Economics, University of the Balearic Islands, Palma de Mallorca, June 2006.

BPS, 2008. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik

Propinsi Kalimantan Tengah.

BPS. 2008. Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha

Propinsi Kalimantan Tengah. Badan Pusat Statistik

Propinsi Kalimantan Tengah.

BAPPENAS, 1993. Visi Pengembangan Ekowisata Indonesia.

Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa

Lingkungan. 2002. Penilaian Obyek dan Daya Tarik

Wisata Alam (Analisa Daerah Operasi).

Brown, L.R., (2001), Eco-Economy: Building an Economy for the Earth.

New York: W.W. Norton & Company

Buckley. R, 2009. Evaluating the net effects of ecotourism on the environment: a framework, first assessment and future research. Journal of Sustainable Tourism Vol. 17, No. 6, November 2009, 643–672.

………………., Brazile Nature , 1998. Definition of Ecotourism . http://www.brazilenature.com/ingles/ecotourismo.html

…………………(ttph://www.kalteng.go.id/view article.asp. diunduh pada bulan Oktober 2009),

………………..,Ecotorism Society , 2002 . Proceeding International Year of Ecotourism ,

……………...,.. Himalayan Study Abroad, nd. On Defining “ Ecotourism”.

………………., ASEAN Tourism Statistics Database, 2010. Table.28

………………..,Sekilas Cerita Proses Zonasi Partisipatif di Taman

Nasional Sebangau.

https://www.geogle.com/#q=zonasi+taman+ nasional

+sebangau), Diakses pada tanggal 22 Desember 2012.

Burns, P.M., and Holden, A., 1995. Tourism A New Perspective. Prentice

Hall. London.

246

Celik. S dan Esbah. H. 2007. Ecotourism potential of Gallipoli Peninsula

Historical National Park. Journal of Coastal Research,

26(3), 562–568.

Chafis Fandeli & Mukhlison, 2000. Perusahaan Ekowisata. Fakultas

Kehutanan UGM Yogyakarta.

Christopher A, et. al. 2010. The Market Triumph of Ecotourism: An Economic Investigation of the Private and Social Benefits of Competing Land Uses in the Peruvian Amazon. SCBA of Rainforest Ecotourism. September 2010 | Volume 5 | Issue 9 | e13015.

Choy, 1997. Perencanaan Ekowisata. Belajar dari Pengalaman di south

East Queesland. Proceedings on The Planning and Workshop of Planning Sustainable Tourism. Penerbit ITB Bandung.

Cooper, Cris John Fletcher, David Gilbert, and Stephen Wanhil. 1993.

Tourism Priciples and Practice. London: Pitman Publishing.

Daniel Felsentein and Aliza Fleisher. 2003. Local Festival and tourism

Promotion : The Role of Public Assistance and Visitor Expenditure. Journal of Travel Research, Vol. 41. May 2003, 385-392.

Daniel J Stynes 1997. Economic of Tourism. US Journal

Daulay, Hotmatua & Mulyanto, 2000. Membangun SDM dan Kapabilitas

Teknologi Umat. Solusi untuk Bangkit dari Krisis dan

Memasuki Dinamika Millenium Ketiga, ISTECS. Jakarta

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah, 2010. Laporan

Tahunan.

Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah, 2011. Analisa

Pemasaran Pariwisata Kalimantan Tengah.

Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya,1999. Garis

Besar Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia.

Direktorat Produk Pariwisata, Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Depbudpar dan WWF-Indonesia. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat.

247

Direktorat Wisata Alam dan Pemanafaatan Jasa Lingkungan. Dirjen PHKA-Dephut. 2002. Kriteria-Standar Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah Operasi)

Drasospolino. 2007. Taman Nasional Sebangau : Pintu Gerbang

Ekowisata Kalteng. (Paper) disampaikan pada acara :

Sosialisasi Pengembangan Ekowisata Heart of Borneo

Tanggal 25 Oktober 2007, di Palangka Raya.

Endah Saptutyaningsih. 2003. Dampak Perubahan Pengeluaran Wisatawan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia, (Pendekatan Struktual Path Analysis (SPA) dalam SBSE Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 8 No. 1, Juni 2003. Hal. 1 – 18.

Endre Horvath and Douglas C. Frechtling. 1999. Estimating the Multiplier Effects of Tourism Expenditures on a Local Economy through a Regional Input-Output Model. Published in Journal of Traveo Research. vol. 37, no.4, pp. 324-332.

Esther Marthinez-Garcia dan Josep M. Raya. 2008. Length of Stay for Low-Cost Tourism. Journal of Tourism Management.

Fandeli, D. 1994. Defenisi Ekowisata. Paper

Fandeli C dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata (Buku), Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Fandeli, C. 2004. Peran dan Kedudukan Konservasi Hutan Dalam

Pengembangan Ekowisata. (Pidato Pengukuhan Jabatan

Guru Besar pada Fakultas Kehutanan Universitas Gajah

Mada, tanggal 17 Juli 2004 di Yogyakarta).

Felsenstein D and Felsenstein A. 2003. Local Festivals and Tourism

Promotion : The role of Public Assistance and Visitor

Expenditure. Journal of Travel Research. Vol. 41. P.385-

392.

Fennell, D. A. (1999). Ecotourism: An Introduction. London, Routledge Ferdinan, A. 2005. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian

Manajemen, Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis, Magister dan Doktor. Edisi 3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.

248

Frida Purwanti, 2010. Pemilihan Lokasi untuk Pengembangan Ekowisata. Jurnal Saintek Perikanan, Vol. 5, No. 2. 2010, 14-20.

Friedman, V.S. 2009. Ecotourism in Dominica: Studying the Potential for

Economic Development, Environmental Protection and Cultural Conservation. Island Studies Journal, Vol. 4, No. 1, 2009, pp. 3-24.

Gokovali, U. et. Al. 2007. Determinants of Length of Stay : A Practical use

of Survival Analysis. Journal Tourism Management.

Volume 28, Issue 3. Pages 736-746.

Goldman, G. 1994. Impact of Visitor Expenditures on Local Revenues.

Western Rural Development Centre-WREP. 145.

Guidelines on Integrated Planning For Sustainable Tourism

Development.1999. Economic and Social Commission

For Asia and The Pasific.

Gunn, C. A., Tourism Planning. Basic, Consepts, Cases. Third Edition.

Taylor & Francis Publisher.

Gufran Darma Dirawan. 2006. Strategi Pengembangan Ekowisata Pada Suaka Margasatwa ;(Studi Kasus : Suaka Margasatwa Mampie Lampoko). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan).

Gufran Darma Dirawan. 2008. Strategi Pengembangan Ekowisata. Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol.3 Maret 2008. ISSN : 1907-9419.

Hasibuan, S.P Malayu. H. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.

Hee Chan Lee. 2001. Determinants of Recreational Boater Expenditures on Trips. Tourism Management 22 (2001) 659-667.

Hengky, 2006. Penerapan Konsep Ekowisata Untuk Peningkatan Daya Saing Pariwisata Pesisir di Kabupaten Pandeglang, Banten. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 2006. (tidak dipublikasikan).

249

Holoway, JC. 1989. The Bussiness of Tourism, Pitman Publishing. London : Longman Group Edition, Singapore : Mc. Grawhill International.

I Made Suradnya, 2005. Analisis Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Bali Dan Implikasinya Terhadap Perencanaan Pariwisata Daerah Bali. Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.

James L. Arbuckle. 2009. Amos 18 User’s Guide. Amos Development

Corporation. USA.

John S. Akama dan Damiannah Mukethe Kieti. 2003. Measuring tourist

Satisfaction with Kenya’s Wlidlife Safary: A Case Study of

Tsavo West National Park. Tourism Management 24

(2003). 73-81.

Jurnal Ilmiah Kebudayaan dan Pariwisata.2004 : Vol.VII. Maret

TH.2004.ISSN : 1410- 2463. Penelitian dan

Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.

Jusak Ubjaan, 2008. Pengaruh Produk Wisata, Bauran Promosi dan Motivasi Perjalanan Wisata Terhadap Kunjungan Wisatawan di Kota Ambon. Polibis-Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.6 No.2. September 2008.

Kodhyat, 1998. Lahirnya Ekowisata di Indonesia : Beda antara Konsep Ekowsata dan Pariwisata. Lembaga Studi Pariwisata Indonesia, Jakarta.

Khulfi M.K, 2012, Monitoring Site Peningkatan Populasi Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus Wurmbii) Di Taman Nasional Sebangau. Laporan Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Balai Taman Nasional Sebangau.

Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lascurain H.C. 1988. Eco-tourism. A Perspective for Sustainable Development.

Lascuarin, H, C., 1997 . Ekotourism Sebagai Suatu Gejala Menyebar ke

Seluruh Dunia. Ecotourism Society, North Bennington Vermont

Leveque, C. & J. Mounolou. (2003) Biodiversity. New York: John Wiley.

250

Li Cheng And Tingzhi Wang, 2010. Analysis on the Future Policy

Tendency of Ecotourism Management Based on the

Appropriation of Benefits in Western China. Journal of

Society and Natural Resources, 23:128–145.

Linberg K. 1996. The Economic Impact of Ecotourism.

http://www.ecotourism.ee/oko/kreg.html. Diakses pada

tanggal 9 Maret 2011.

Lovo, L.H. 2003. International Tourism Marketing : Comparing the Brazil

Situation to Australia and Mexican Marketing Activities to

Potential US Tourits. A Thesis. ABI/INFORM Global.

Malhotra, Naresh K, 1993.Basic Marketing Research : Application to

Contemporary Issues.International Edition. Prentice Hall

International, Inc.New Jersey.

Malhotra, N.K., et al (1996) Methodological issues in cross-cultural

marketing research: a state of the art review.

International Marketing Review, Vol 13, Iss 5, pp 7-43

Mark B. Orams. 2002. Feeding Wildlife as a Tourism Attraction: a Review of Issues and Impacts. Tourism Management 23 (2002) 281-293

Mathis, Mitchell and Matisoff, Daniel, 2004, A Characterization of Ecotourismin the Texas Lower Rio Grande Valley, Houston Advanced Research Center.

Mathis L. Robert & Jackson H. John, 2001. Manajemen Sumberdaya

Manusia, (Diterjemahkan oleh Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira Hic), Salemba Empat, Jakarta.

Merk, M , 1999. Defining Ecotourism . see http://www.untamedpath.com

Metin Kozak. 2002. Comparative Analysis of tourist Motivations by Nationality and Destinations. Tourism Management 23 (2003) 221-232

Mill, PC, and A.M. Mornisons, 1985. The Tourism System An Introductory Text. Prentice Hall Inc Engelwood Cliffs. New Jesrey.

Mirela Mazilu. 2009. Globalization-tourism a Model from Green Economy. WEAS TRANSACTIONS ON BUSINESS AND

251

ECONOMICS, VOL. 6, Issue 7, August 2009, pg. 374-384

Mitchell, L.S. 1994. Research on the Geography of Tourism.In Travel, Tourism, and Hospitality Research. A Handbook for Manager and Researchers, ed.J.R. Brent Ritchie and Charles R. Goeldner. New York: John Wiley and Sons: 197-242.

Murphy P.E. 1985. Tourism : a Community Approach. Methuen. New York.

Mysak , 2001. How to be Ecotourist . http://www.mysack.com/community/northern/lifestyle/travel/ecotourism/sh tml.

Naisbit, J. 1994. Future Shock. Longman Ltd .Singapore. Nuri Pratiwi dan M. Wahyudin. 2007. Faktor-faktor Yang Berpengaruh

Terhadap Tingkat Hunian Hotel di Kota Surakarta. Lemlit UNS. Solo. 2007.

Oka Yoety, 2008. Ekonomi Pariwisata, Introduksi, Informasi dan

Implementasi. Penerbit. Kompas Jakarta. Olivia JL. 2009. Persepsi Pengembangan Industri Pariwsata Bahari di

Provinsi Sulawesi Utara. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar. Disertasi (tidak dipublikasikan).

Palacio, V. dan S.F. McCool. 1997. Identifyhng Ecotourist in Belize

Through Benefit Segmentation : A Preliminary Analysis, Journal of Sustainable Touris. ABI/INFORM Global.

Payangan, O.R., 2005. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Pemasaran Pariwisata di Sulawesi Selatan. Disertasi. PPs Unhas Makassar (Tidak dipublikasikan).

Program Pascasarjana Unhas. 2006. Pedoman Penulisan Tesis dan

Disertasi. Edisi 4. Makassar. 2006

Ranto Sitohang. 2009. Promosi Kepariwisataan dan Peningkatan Jumlah

Kunjungan Wisatawan (Studi Korelasional Tentang

Efektivitas Kampanye Visit Indonesia Year 2008)

Mancanegara di Daerah Tujuan Wisata Tuktuk Siadong,

Kabupaten Samosir. USU Repository @ 2009.

252

Rastiyono. DP. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Berpengruh Terhadap Pengeluaran Wisatawan Mancanagara Pada Industri Pariwisata Indonesia. Tesis Master. Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidak dipublikasikan).

Rosemary McCormick. 2007. Tourism 101: Basic Information for Selling

to Tourists. A White Paper From Shop America Alliance

Samuel Seongseop Kim, at.al. 2003. The Influence of Push and Pull

Factors at Korean National Parks. Tourism Management

24 (2003) 169-180

Salum, L.A. 2007. Ecotourism and Biodiversity Conservation in Jozani–Chwaka Bay National Park, Zanzibar. Afr. J. Ecol., 47 (Suppl. 1), 166–170.

SATOUR (South African Tourism Board). 1997. The South African

Domectic Tourism Market.

Saurabh Kumar Dixit and Ninay Kumar Narula, 2010. Ecotourism in

Nadhav National Park: Visitor’s Perspective on

Environmental Impacts, South Asian Journal of Tourism

and Heritage (2010), Vol. 3, No.2

Sekartjakrarini, S. 2004 b. Ekowisata; Konsep Pengembangan dan Penyelenggaraan Pariwisata Ramah Lingkungan. Dalam Seri Ekowisata. IdeA. Jakarta.

Sihite, Richard. 2000. Tourism Industry (Kepariwisataan). Surabaya : Penerbit SIC.

253

Smith L Valene, and Eadington R William, 1992. Tourism Alternatives.

Potential and Problems in the Development of Tourism .

Aplication of the International Academy for the Study of

Tourism

Spilane, James J. 1994. Pariwisata Indonesia. Yogyakarta. Kanisius.

Stephen L.J. Smith. 1994. The Tourism Product. Annals Tourism Research, Vol. 21, No. 3, pp. 582-595

Suhaeb, M. Iqbal S. 2008. Analisis Strategi Pengembangan Pariwisata

Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pada

Destinasi Pariwisata Kepulauan Spermonde Kota

Makassar. Disertasi. PPs Unhas Makassar (Tidak

dipublikasikan).

Suh Y. K dan Gartner W. C. 2004. Preference and Trip Expenditures-a

Conjoint Analysis of Visitors to Seoul, Korea. Tourism

Management 25 (2004) 127-137.

Sulistyo Edi, 2008. Profil Potensi Wisata Alam Taman Nasional

Sebangau. Balai Taman Nasional Sebangau.

Suradnya I. M (2005). Analisis Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Bali dan

Implikasinya Terhadap Perencanaan Pariwisata Daerah

Bali. Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.

Tanja Mihalic, 2000. Environmental Managmement of a Tourist

Destination: A Factor of Tourism Competitiveness.

Tourism Management 21 (2000), 65-78.

The Ecotourism Society, 1993. Ecotourism Guidance for Planner and

Manager. North Bennington Vermont.

The World Commision on Environment and Development. 1988. Hari

Depan Kita Bersama. Terjemahan dari Our Common

Future. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Thrane. C. 2011. Analyzing Tourits’ Length of Stay at Destinations with Survival Models : A Constructive Critique Based on a Case Study. Tourism Management Article in Press, 2011.

United Nation Environment Program (UNEP). 2005. Annual Report.

254

Wang, Y., Rompf, P., Severt, D., and Peerapatdit, N. (2006). Examining and identifying the determinants of travel expenditure pattearns. International Journal of Tourism Research, 8(5), 333-346.

Western, D., 1995 . Memberi Batasan Tentang Ekotourisme.

Ecotourism Society, North Bennington Vermont

Whiit, Stephan and Louiz Mountinho, 1989. Tourism Marketing and Management. Handbook London: Prentice Hall International.

Williem F. Theobald, 1998. Global Tourism, Second Edition. Oxford : Butterworth-Heinemann.

World Tourism Organisation (WTO). 2010. Annual Report.

World Tourism Organization (WTO . Global Tourism Forecase to the Year 2000 and Beyond. 2000 : Journal.Vol 1, Madrid.

Yacob, M.R, 2011. Tourists Perception and Opinion towards Ecotourism Development and Management in Redang Island Marine Parks, Malaysia. Journal International Business Research. Vol. 4, No. 1; January 2011

Ya-Chu Yang, Cheng-Te Lin dan Chung-Te Ting. (2011). Analysis of

Tourism Motivaion and Length of Stay in Cultural Cities.

Paper Presentation ini Depertement of Business

Adminitration, Chang Jung Christian University, Taiwan.

Yoeti, Oka. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung Angkasa.

Yong Kun Suh dan William c. Gartner. 2004. Preference and Trip

Expenditurea. A Conjoint Analysisi of Visitors to Seoul,

Korea. Tourism Management 25 (2004), 127-137.

Yosevita Th. Latupapua. 2008. Studi Potensi Kawasan dan

Pengembangan Ekowisata di Tual Kabupaten Maluku

Tenggara. Jurnal Ichsan Gorontalo Volume 3. No. 1

Pebruari – April 2008.

Yu-Ling Song Lan-Hung Nora Chiang, 2002 : Community-Based Ecotourism; A Controversial Future for a Hakka Township. Journal of Geographical Science (32) : 19-39 (2002).

255

Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian

ANALISIS FAKTOR PENENTU PENGELUARAN WISATAWAN MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN

DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

Maret 2012

No. responden. ( )

Tanggal :

KODE : WA ( ), WD ( )

DAFTAR PERTANYAAN

(RESPONDEN ADALAH SEMUA YANG TERKAIT DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DAN BERKAITAN DENGAN PENGELUARAN WISATAWAN MELIPUTI : WISATAWAN

MANCANEGARA DAN NUSANTARA YANG BERKUNJUNG KE TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING DAN TAMAN NASIONAL SEBANGAU

DI KALIMANTAN TENGAH)

Irawan : Daftar Pertanyaan untuk Penulisan Desertasi (Program S3) Ekonomi

Pascasarjana UNHAS)

I. Penjelasan Umum

Pernyataan / pertanyaan ini dimaksud untuk tujuan penulisan Desertasi, dimana

kami ingin mengetahui pendapat anda tentang bagaimana dampak pengembangan

ekowisata terhadap peningkatan pengeluaran wisatawan yang berkunjung ke TNTP

dan TNS di Provinsi KALTENG. Atas bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu dalam

menjawab,pertanyaan atasnya kami sampaikan Terima kasih.

A. KARAKTERISTIK DAN PROFIL RESPONDEN

1. Nama Responden : …………………………………………..

2. Umur : ………………………………… Tahun

3. Tempat/Tgl Lahir : …………………………………………..

4. Alamat : …………………………………………..

5. Jenis Kelamin : …………………………………………..

6. Pendidikan Terakhir : …………………………………………..

256

7. Pengalaman dalam kegiatan

Kepariwisataan : ………………………………….. Tahun

8. Pekerjaan : ……………………………………………

9. Pekerjaan Sampingan sebutkan :

a. Jenis/Status Sebutkan : ……………………………………………

b. Pekerjaan Sampingan sebutkan : …………………………………

Jenis/Status sebutkan : ……………………………………………

II. Petunjuk Pengisian : Pernyataan – pernyataan dan pertanyaan yang dimaksud adalah

untuk mengetahui seberapa jauh Bapak/Ibu/saudara dianggap paling tahu, sesuai

dan mengalami selama berwisata di TNTP dan TNS. Jawaban bapak/ibu/saudara

dapat diisi pada kolom tersedia dengan cara member tanda silang (x) atau tanda

centang (√) .

Pertanyaan :

Pertanyaan untuk Variabel Produk wisata (X1):

1. Berapa jumlah produk wisata yang anda nikmati selama mengunjungi TNTP & TNS.

No. Jenis produk wisata Pilihan

1. Pengamatan Satwa

2. Feeding orang utan

3. Jelajah hutan (trecking)

4. Susur sungai

5. Canoeing

6. Atraksi seni budaya

7. Seni kerajinan anyam-anyaman

257

Pertanyaan untuk Variabel Keunikan Lingkungan (X2):

2. Menurut anda berapa jumlah komponen lingkungan di TNTP & TNS yang dikatakan memiliki keunikan lingkungan No. Jenis keunikan lingkungan Pilihan

1. Adanya habitat Orang Utan

2. Terdapat jenis Flora & Fauna langka

3. Jenis Fauna tidak ada di tempat lain

4. Terdapat Ekosistem Air Hitam

5. Banyaknya obyek yang bisa dinikmati

6. Banyak terdapat tumbuhan obat2an

Pertanyaan untuk Variabel Promosi Wisata (X3) :

3. Berapa jumlah media promosi wisata anda peroleh untuk mengetahui informasi tentang obyek wisata TNTP & TNS

No Jenis media promosi Pilihan

1. Internet

2. Televisi

3. Brosur / Leaflet

4. Pameran/Expo

5. Majalah

6. Pengalaman orang lain

Pertanyaan untuk Variabel Jumlah kunjungan (Y1) :

4. Dalam 5 tahun terakhir, sudah berapa kali anda mengunjungi obyek wisata TNTP & TNS.

No Frekuensi kunjungan Pilihan

1. 1 kali

2. 2 kali

3. 3 kali

258

4. 4 kali

5. >4 kali

Pertanyaan untuk Variabel Lama Tinggal (Y2)

5. Berapa lama waktu yang anda habiskan selama berwisata di dalam kawasan obyek wisata TNTP & TNS

No. Lama kunjungan Pilihan

1. 24 jam

2. 48 jam

3. 72 jam

4. 96 jam

5. > 96 jam

Pertanyaan untuk Variabel Pengeluaran Wisatawan (Y3) :

6. Berapa banyak jumlah pengeluaran anda perhari pada saat berwisata di TNTP & TNS.

No. Besarnya pengeluaran wisatawan (Rp) Pilihan

1. 500.000,-

2. 500.000,- s/d 1.000.000,-

3. 1.000.000,- s/d 1.500.000,-

4. 1.500.000,- s/d 2.000.000,-

5. > 2.000.000,-

259

Daftar pertanyaan berikut adalah untuk melengkapi pembahasan, untuk itu

mohon dengan hormat agar setiap pertanyaan yang diajukan dijawab sesuai

dengan yang diketahui, dialami. Dari sekian pilihan jawaban, harap memilih

satu yang dianggap paling utama.

7. Jenis atraksi wisata yang menjadi pilihan utama responden selama berada dalam

kawasan TNTP & TNS.

No Tujuan Wisata Pilihan

1. Pengamatan satwa

2. Feeding orang utan

3. Treking

4. Susur sungai

5. Canoeing

6. Atraksi seni budaya

7. Menyaksikan seni kerajinan anyaman

8. Menurut pengetahuan responden mengapa kawasan TNTP dan TNS dikatakan meiliki keunikan lingkungan

No Kawasan TNTP dan TNS disebut memiliki keunikan

lingkungan karena faktor Pilihan

1. Habitat orang utan

2. Flora fauna langka

3. Ekosistem air hitam

4. Jenis fauna tidak ada di tempat lain

5. Banyak obyek wisata

6. Terdapat tanaman obat-obatan

260

9. Sebagai bentuk partisipasi anda untuk turut menjaga keaslian dan kelestarian (konservasi) kawasan obyek wisata TNTP & TNS, bentuk upaya apa yang anda lakukan.

No. Bentuk partisipasi pelestrian kawasan Pilihan

1. Tidak memetik/mengambil Flora Fauna

2. Terlibat langsung dalam kegiatan konservasi

3. Menjaga kebersihan kawasan

4. Mengkampanyekan kegiatan konservasi

5. Menjadi salah satu Donatur

10. Jenis media promosi apa saja yang mudah didapatkan oleh responden untuk mengetahui tentang keberadaan TNTP dan TNS

No. Jenis medio promosi yang mudah didapatkan oleh

responden

Pilihan

1. Internet

2. Leaflet/brosur

3. Pameran/expo

4. Majalah

5. Televisi

6. Pengalaman orang lain

11. Sudah berapa kali responden mengunjungi TNTP dan TNS dalam 5 tahun terakhir 12.

No. Frekuensi kunjungan responden ke TNTP dan

TNS dalam 5 tahun terakhir

Pilihan

1. Satu kali

2. Dua kali

3. Tiga kali

4. Empat kali

5 .> Empat kali

261

13. Pada saat mengunjungi obyek wisata TNTP & TNS, pola kunjungan mana yang anda lakukan.

No Pola kunjungan responden ke kawasan

TNTP dan TNS

Pilihan

1. Sendiri

2. Bersama Keluarga

3. Bersama Kelompok

4. Bersama Rombongan

14. Pada waktu anda menuju kawasan TNTP & TNS, jenis alat transportasi apa yang digunakan.

No. Jenis alat transportasi yang digunakan responden

saat berwisata ke TNTP dan TNS

Pilihan

1. Klotok pakai mesin

2. Long boat

3. Kapal

4. Speed boat

15. Jenis fasilitas akomodasi yang dapat digunakan responden selama berada dalam kawasan TNTP & TNS.

No. Jenis akomodasi yang digunakan responden selama

berada di dalam TNTP dan TNS

Pilihan

1. Rimba lodge hotel

2. Guest house

3. Homestay masyarakat

4. Camping Ground

5. Kapal

262

16. Jenis souvenir apa saja anda beli untuk dari dalam kawasan TNTP dan TNS No. Jenis souvenir yang dibeli responden dari kawasan

TNTP dan TNS

Pilihan

1. Pakaian/T Shirt dengan motif khas daerah

2. Topi dari anyaman rotan atau purun

3. Tas, dompet dari anyaman rotan atau purun

4. Kain tenun motif daerah

5. Senjata Tradisional (Mandau, Telabang)

6. Perahu khas dari bahan getah nyatoh

Kesan-kesan Anda :

Saran-saran Anda :

263

Lampiran 2 : Hasil Analisis Data Primer

E:\KONSULTASI EMAIL\Disertasi Irawan.2012\ANALISIS DATA\PARIWISATA.amw

Analysis Summary

Date and Time

Date: Thursday, March 14, 2013 Time: 7:42:35 PM Title

Pariwisata: Thursday, March 14, 2013 7:42 PM

Groups

Group number 1 (Group number 1)

Notes for Group (Group number 1)

The model is recursive. Sample size = 150 Variable Summary (Group number 1)

Your model contains the following variables (Group number 1)

Observed, endogenous variables JK LT1 PgW Observed, exogenous variables KL PrW PW Unobserved, exogenous variables e1 e2 e3

Variable counts (Group number 1)

Number of variables in your model: 9

Number of observed variables: 6

Number of unobserved variables: 3

Number of exogenous variables: 6

Number of endogenous variables: 3

264

Parameter summary (Group number 1)

Weights Covariances Variances Means Intercepts Total

Fixed 3 0 0 0 0 3

Labeled 0 0 0 0 0 0

Unlabeled 11 3 6 3 3 26

Total 14 3 6 3 3 29

Assessment of normality (Group number 1)

Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.

PW 1.0000 4.0000 -.7655 -3.8273 -.3958 -.9896

PrW 1.0000 4.0000 1.0152 5.0760 -.1564 -.3911

KL 1.0000 4.0000 -.4948 -2.4741 -.3704 -.9260

LT1 2.4849 4.5643 -1.4227 -7.1134 2.5799 6.4498

JK 1.0000 4.0000 .3787 1.8935 -1.0427 -2.6068

PgW 13.1224 14.5087 -.8604 -4.3022 -.8273 -2.0684

Multivariate

.1606 .1004

Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance) (Group number 1)

Observation number

Mahalanobis d-squared p1 p2

102 23.1094 .0008 .1079

16 21.8994 .0013 .0157

14 16.3347 .0121 .2717

147 13.7347 .0327 .7270

82 12.7175 .0477 .8478

94 12.6487 .0490 .7479

5 12.3728 .0541 .7084

24 12.0429 .0610 .7014

18 10.9894 .0887 .9231

17 10.7976 .0948 .9119

15 10.2194 .1157 .9668

26 10.2194 .1157 .9389

72 9.5168 .1465 .9899

97 9.5168 .1465 .9800

120 9.5168 .1465 .9635

145 9.5168 .1465 .9378

32 9.2596 .1595 .9563

49 9.2596 .1595 .9285

13 9.2054 .1624 .9060

84 9.2054 .1624 .8599

109 9.2054 .1624 .8014

265

Observation number

Mahalanobis d-squared p1 p2

131 9.2054 .1624 .7312

68 8.9428 .1768 .8038

55 8.8604 .1816 .7832

124 8.8604 .1816 .7138

38 8.2653 .2193 .9310

148 8.2033 .2236 .9189

6 8.0679 .2332 .9285

36 7.9775 .2398 .9261

39 7.9775 .2398 .8937

104 7.9775 .2398 .8525

9 7.9724 .2401 .8050

45 7.9724 .2401 .7465

88 7.9724 .2401 .6803

105 7.9724 .2401 .6084

139 7.9724 .2401 .5330

27 7.9072 .2450 .5122

125 7.9072 .2450 .4369

56 7.8369 .2503 .4226

73 7.8369 .2503 .3513

22 7.3367 .2908 .7098

53 7.3367 .2908 .6446

66 7.3367 .2908 .5753

116 7.3367 .2908 .5039

29 7.0893 .3127 .6604

80 7.0893 .3127 .5933

58 7.0733 .3141 .5390

62 7.0733 .3141 .4689

75 7.0733 .3141 .4000

100 7.0733 .3141 .3344

113 7.0733 .3141 .2737

127 7.0733 .3141 .2191

7 6.8206 .3378 .3725

142 6.6414 .3553 .4826

146 6.6414 .3553 .4154

98 6.5354 .3660 .4561

266

79 6.2859 .3919 .6472

93 6.2859 .3919 .5832

135 6.2859 .3919 .5170

33 6.2761 .3930 .4608

41 6.2219 .3988 .4526

11 6.1804 .4033 .4314

47 6.1804 .4033 .3674

107 6.1804 .4033 .3070

129 6.1804 .4033 .2515

59 5.8599 .4391 .5223

119 5.8599 .4391 .4568

136 5.8599 .4391 .3925

23 5.8345 .4420 .3577

67 5.8345 .4420 .2985

117 5.8345 .4420 .2444

143 5.8345 .4420 .1960

46 5.7825 .4480 .1919

50 5.7825 .4480 .1505

106 5.7825 .4480 .1155

95 5.7504 .4517 .1022

3 5.7310 .4540 .0844

20 5.6506 .4634 .0958

34 5.6506 .4634 .0709

133 5.6506 .4634 .0513

123 5.1110 .5297 .4324

57 4.9091 .5555 .6190

28 4.7019 .5826 .7911

37 4.7019 .5826 .7408

126 4.7019 .5826 .6848

144 4.7019 .5826 .6241

51 4.6905 .5841 .5747

77 4.6905 .5841 .5092

91 4.6905 .5841 .4433

121 4.6905 .5841 .3788

44 4.3061 .6353 .7929

61 4.3061 .6353 .7417

25 4.2851 .6382 .7099

40 4.2851 .6382 .6496

54 4.2851 .6382 .5852

267

71 4.2851 .6382 .5182

74 4.2851 .6382 .4506

96 4.2851 .6382 .3842

99 4.2851 .6382 .3208

42 3.9914 .6778 .6514

Sample Moments (Group number 1)

Sample Covariances (Group number 1)

PW PrW KL LT1 JK PgW

PW .9600

PrW .0533 .8260

KL -.1800 -.0143 .7245

LT1 -.0384 -.0560 -.0525 .1480

JK .2933 -.0602 .0414 .0493 1.0633

PgW .2543 -.0688 -.0336 .0209 .1202 .2304

Condition number = 12.6468 Eigenvalues 1.3839 .9281 .7984 .5713 .1609 .1094 Determinant of sample covariance matrix = .0103

Sample Correlations (Group number 1)

Condition number = 5.0426

Eigenvalues 1.7964 1.2198 1.0821 .8757 .6698 .3562

Sample Means (Group number 1)

PW PrW KL LT1 JK PgW

3.0000 1.6933 2.9533 4.1929 2.1733 13.9347

PW PrW KL LT1 JK PgW

PW 1.0000

PrW .0599 1.0000

KL -.2158 -.0185 1.0000

LT1 -.1020 -.1600 -.1603 1.0000

JK .2903 -.0642 .0472 .1243 1.0000

PgW .5408 -.1576 -.0822 .1131 .2428 1.0000

268

Models

Default model (Default model)

Notes for Model (Default model)

Computation of degrees of freedom (Default model)

Number of distinct sample moments: 27

Number of distinct parameters to be estimated: 26

Degrees of freedom (27 - 26): 1

Result (Default model)

Minimum was achieved Chi-square = 4.7843 Degrees of freedom = 1 Probability level = .0287

Group number 1 (Group number 1 - Default model)

Estimates (Group number 1 - Default model)

Scalar Estimates (Group number 1 - Default model)

Maximum Likelihood Estimates

Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

JK <--- PrW -.0922 .0882 -1.0457 .2957 par_4

JK <--- PW .3367 .0837 4.0213 *** par_6

JK <--- KL .1390 .0962 1.4445 .1486 par_7

LT1 <--- KL -.0868 .0366 -2.3734 .0176 par_8

LT1 <--- PrW -.0658 .0335 -1.9648 .0494 par_9

LT1 <--- PW -.0527 .0318 -1.6548 .0980 par_10

PgW <--- KL .0328 .0392 .8365 .4029 par_5

PgW <--- LT1 .1846 .0865 2.1338 .0329 par_11

PgW <--- JK .0220 .0329 .6683 .5040 par_12

PgW <--- PrW -.0864 .0353 -2.4466 .0144 par_13

PgW <--- PW .2766 .0354 7.8049 *** par_14

269

Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)

Estimate

JK <--- PrW -.0813

JK <--- PW .3200

JK <--- KL .1148

LT1 <--- KL -.1921

LT1 <--- PrW -.1556

LT1 <--- PW -.1342

PgW <--- KL .0582

PgW <--- LT1 .1481

PgW <--- JK .0473

PgW <--- PrW -.1639

PgW <--- PW .5651

Means: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

PW

3.0000 .0803 37.3748 *** par_15

KL

2.9533 .0697 42.3535 *** par_16

PrW

1.6933 .0745 22.7435 *** par_17

Intercepts: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

JK

.9087 .4467 2.0344 .0419 par_18

LT1

4.7188 .1698 27.7948 *** par_19

PgW

12.3328 .4409 27.9745 *** par_20

Covariances: (Group number 1 - Default model)

Estimate S.E. C.R. P Label

KL <--> PrW -.0143 .0634 -.2258 .8214 par_1

KL <--> PW -.1800 .0699 -2.5753 .0100 par_2

PrW <--> PW .0533 .0731 .7298 .4655 par_3

270

Correlations: (Group number 1 - Default model)

Estimate

KL <--> PrW -.0185

KL <--> PW -.2158

PrW <--> PW .0599

Variances: (Group number 1 - Default model)

Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)

Estimate

LT1

.0694

JK

.1035

PgW

.3530

Matrices (Group number 1 - Default model)

Implied (for all variables) Covariances (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK PgW

PW .9600

PrW .0533 .8260

KL -.1800 -.0143 .7245

LT1 -.0384 -.0560 -.0525 .1480

JK .2933 -.0602 .0414 -.0151 1.0633

PgW .2543 -.0688 -.0336 .0195 .1083 .2299

Estimate S.E. C.R. P Label

KL

.7245 .0839 8.6313 *** par_21

PrW

.8260 .0957 8.6313 *** par_22

PW

.9600 .1112 8.6313 *** par_23

e1

.9532 .1104 8.6313 *** par_24

e2

.1377 .0160 8.6313 *** par_25

e3

.1487 .0172 8.6313 *** par_26

271

Implied (for all variables) Correlations (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK PgW

PW 1.0000

PrW .0599 1.0000

KL -.2158 -.0185 1.0000

LT1 -.1020 -.1600 -.1603 1.0000

JK .2903 -.0642 .0472 -.0380 1.0000

PgW .5414 -.1578 -.0823 .1056 .2190 1.0000

Implied (for all variables) Means (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK PgW

3.0000 1.6933 2.9533 4.1929 2.1733 13.9347

Implied Covariances (Group number 1 - Default model)

Implied Correlations (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK PgW

PW 1.0000

PrW .0599 1.0000

KL -.2158 -.0185 1.0000

LT1 -.1020 -.1600 -.1603 1.0000

JK .2903 -.0642 .0472 -.0380 1.0000

PgW .5414 -.1578 -.0823 .1056 .2190 1.0000

Implied Means (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK PgW

3.0000 1.6933 2.9533 4.1929 2.1733 13.9347

PW PrW KL LT1 JK PgW

PW .9600

PrW .0533 .8260

KL -.1800 -.0143 .7245

LT1 -.0384 -.0560 -.0525 .1480

JK .2933 -.0602 .0414 -.0151 1.0633

PgW .2543 -.0688 -.0336 .0195 .1083 .2299

272

Residual Covariances (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK PgW

PW .0000

PrW .0000 .0000

KL .0000 .0000 .0000

LT1 .0000 .0000 .0000 .0000

JK .0000 .0000 .0000 .0644 .0000

PgW .0000 .0000 .0000 .0014 .0119 .0005

Residual Means (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK PgW

.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

Standardized Residual Covariances (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK PgW

PW .0000

PrW .0000 .0000

KL .0000 .0000 .0000

LT1 .0000 .0000 .0000 .0000

JK .0000 .0000 .0000 1.9805 .0000

PgW .0000 .0000 .0000 .0932 .2868 .0196

Standardized Residual Means (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK PgW

.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

Factor Score Weights (Group number 1 - Default model)

Total Effects (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK

LT1 -.0527 -.0658 -.0868 .0000 .0000

JK .3367 -.0922 .1390 .0000 .0000

PgW .2742 -.1006 .0198 .1846 .0220

Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK

LT1 -.1342 -.1556 -.1921 .0000 .0000

JK .3200 -.0813 .1148 .0000 .0000

PgW .5604 -.1907 .0351 .1481 .0473

273

Direct Effects (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK

LT1 -.0527 -.0658 -.0868 .0000 .0000

JK .3367 -.0922 .1390 .0000 .0000

PgW .2766 -.0864 .0328 .1846 .0220

Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK

LT1 -.1342 -.1556 -.1921 .0000 .0000

JK .3200 -.0813 .1148 .0000 .0000

PgW .5651 -.1639 .0582 .1481 .0473

Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK

LT1 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

JK .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

PgW -.0023 -.0142 -.0130 .0000 .0000

Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)

PW PrW KL LT1 JK

LT1 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

JK .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

PgW -.0047 -.0269 -.0230 .0000 .0000

274

Minimization History (Default model)

Iteration

Negative eigenvalues

Condition #

Smallest eigenvalue

Diameter F NTries Ratio

0 e 0 9339.5057

9999.0000 996.7744 0 9999.0000

1 e 0 20028.0220

.6511 524.1533 6 .0000

2 e 0 15072.2726

.9855 137.4777 2 .0000

3 e 0 14505.3057

.2606 44.4238 1 1.2613

4 e 0 13396.9774

.2244 12.7901 1 1.2293

5 e 0 12369.6607

.1423 5.5861 1 1.1712

6 e 0 11302.9362

.0552 4.8042 1 1.0946

7 e 0 11117.9446

.0101 4.7843 1 1.0206

8 e 0 11276.7457

.0003 4.7843 1 1.0007

Miscellaneous

Model Fit Summary

CMIN

Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF

Default model 26 4.7843 1 .0287 4.7843

Saturated model 27 .0000 0

Independence model 12 104.6472 15 .0000 6.9765

Baseline Comparisons

Model NFI

Delta1 RFI

rho1 IFI

Delta2 TLI

rho2 CFI

Default model .9543 .3142 .9635 .3668 .9578

Saturated model 1.0000

1.0000

1.0000

Independence model .0000 .0000 .0000 .0000 .0000

Parsimony-Adjusted Measures

Model PRATIO PNFI PCFI

Default model .0667 .0636 .0639

Saturated model .0000 .0000 .0000

Independence model 1.0000 .0000 .0000

275

NCP

Model NCP LO 90 HI 90

Default model 3.7843 .2573 14.6854

Saturated model .0000 .0000 .0000

Independence model 89.6472 60.8880 125.8980

FMIN

Model FMIN F0 LO 90 HI 90

Default model .0321 .0254 .0017 .0986

Saturated model .0000 .0000 .0000 .0000

Independence model .7023 .6017 .4086 .8450

RMSEA

Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE

Default model .1594 .0416 .3139 .0600

Independence model .2003 .1651 .2373 .0000

AIC

Model AIC BCC BIC CAIC

Default model 56.7843 59.3477

Saturated model 54.0000 56.6620

Independence model 128.6472 129.8303

ECVI

Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI

Default model .3811 .3574 .4543 .3983

Saturated model .3624 .3624 .3624 .3803

Independence model .8634 .6704 1.1067 .8713

HOELTER

Model HOELTER

.05 HOELTER

.01

Default model 120 207

Independence model 36 44

276

Execution time summary

Minimization: .0820

Miscellaneous: 1.0940

Bootstrap: .0000

Total: 1.1760

279

Fasilitas Transportasi, Akomodasi & Konsumsi Wisatawan

Budaya, Kesenian, Kerajinan

Rmh Betang

281

Pengamatan Satwa

Pengamatan Satwa

Pengamatan Flora (Penelitian)

Peneliti bersama wisatawan Asing (Brasil)

Pembibitan Tanaman Konservasi