i
ANALISIS FAKTOR PENENTU PENGELUARAN WISATAWAN MELALUI
PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
ANALYSIS ON TOURIST’ EXPENDITURE DETERMINANT FACTORS THROUGH SUSTAINABLE DEVELOPMENT
IN CENTRAL KALIMANTAN PROVINCE
Oleh :
IRAWAN
NIM : P0500309074
PROGRAM DOKTOR ILMU EKONOMI UNIVERSITAS HASANUDDIN PROGRAM PASCASARJANA
MAKASSAR 2013
ii
ANALISIS FAKTOR PENENTU
PENGELUARAN WISATAWAN MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN
DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
ANALYSIS ON TOURIST’ EXPENDITURE DETERMINANT FACTORS THROUGH SUSTAINABLE DEVELOPMENT
IN CENTRAL KALIMANTAN PROVINCE
Disertasi
Salah satu syarat untuk mencapai gelar Doktor
Program Studi
Ilmu Ekonomi
Disusun dan diajukan oleh
IRAWAN
Kepada
Program Pascasarjana
Universitas Hasanuddin
Makassar
2013
iii
PERNYATAAN KEASLIAN DISERTASI
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : IRAWAN
Nomor Induk Mahasiswa : P0500309074
Program Studi : ILMU EKONOMI
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Disertasi yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilan tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti
atau dapat dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan Disertasi ini hasil karya
orang lain, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, Agustus 2013
Yang menyatakan,
IRAWAN.
iv
DISERTASI
ANALISIS FAKTOR PENENTU PENGELUARAN WISATAWAN MELALUI
PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Disusun dan diajukan oleh
IRAWAN
Nomor Pokok P0500309074
Telah dipertahankan di depan Panita Ujian Disertasi
pada tanggal 20 Agustus 2013
dan dinyatakan teleh memenuhi syarat
Menyetujui
Komisi Penasehat,
Prof. Dr. I Made Benyamin, M.Ec Promotor
Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc Prof. Dr. Rahmatia, SE, MA Kopromotor Kopromotor
Ketua Program Studi Direktur Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Universitas Hasanuddin,
Prof. Dr. Djabir Hamzah, MA Prof. Dr. Ir. Mursalim
v
PRAKATA
Puji syukur senantiasa dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,
sang pemilik kehidupan atas curahan berkat, kesehatan dan hikmat , sehingga
penulis dapat menyajikan tulisan disertasi dengan judul “Analisis Faktor
Penentu Pengeluaran Wisatawan Melalui Pengembangan Ekowisata
Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah”
Penyelesaian disertasi ini sungguh merupakan sebuah proses perjalanan
panjang yang membutuhkan waktu, tenaga, ketekunan, kesabaran dan kerja
keras dengan penuh perjuangan dan pengorbanan. Dengan segala
keterbatasan yang ada, khususnya kemampuan menyebabkan penulis
membutuhkan begitu banyak bantuan melalui proses diskusi, bimbingan,
petunjuk serta arahan dari berbagai pihak. Untuk semua itu, pada kesempatan
yang berbahagia ini, dari lubuk hati yang paling dalam dan dengan penuh
ketulusan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya
dan apresiasi yang tinggi kepada yang terhormat disebutkan di bawah ini.
Bapak Prof. Dr. I Made Benyamin, M.Ec, selaku Promotor, Bapak Prof. Dr.
Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc dan Ibu Prof. Dr. Rahmatia Yunus, SE., MA selaku
Co-Pomotor, dengan segala kesibukannya ketiga beliau ini berkenan
meluangkan waktu secara tulus dan sabar untuk membimbing, mengarahkan,
mengoreksi serta memberikan semangat kepada penulis sejak awal penulisan
sampai penyempurnaan disertasi ini. Tentu tanpa kontribusi beliau-beliau,
penulis tidak akan sampai pada tahapan akhir dari seluruh rangkaian proses
peyelesaian disertasi.
Ungkapan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya
disampaikan kepada Bapak/Ibu tim penguji, antara lain: Prof. Dr. I Made
Benyamin, M.Ec, Prof. Dr. Ir. Ngakan Putu Oka, M.Sc, Prof. Dr. Rahmatia
Yunus, SE., MA, Prof. Dr. Basri Hasanuddin, MA, Prof. Dr. WIM Poli, Prof. Dr.
Djabir Hamzah, MA, Prof. Dr. Abd. Rahman Kadir, SE, M.Si, Dr. Indriyanti
Sudirman, SE.,M.Si serta Prof. Dr. Lotje Kawet, MS selaku penguji eksternal,
atas segala kritik, saran dan masukan sejak tahapan ujian proposal sampai
pada penyelesaian disertasi dalam forum ujian terbuka.
Ungkapan dan penghargaan terima kasih yang sebesar-besarnya juga
disampaikan kepada Bapak Rektor UNHAS Prof. Dr. dr. Idrus A. Paturusi,
Bapak Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UNHAS Prof. Dr. Muhammad Ali,
SE., MS, Bapak Direktur Pascasarjana UNHAS Prof. Dr. Ir. Mursalim, M.Sc atas
kesempatan yang diberikan untuk studi, dan kepada Bapak Ketua Program
Doktor Ilmu Ekonomi FEB UNHAS Prof. Dr. Djabir Hamzah, MA beserta staf
vi
Dosen dan administrasi atas pencerahan ilmu dan pelayanan yang baik sejak
awal perkuliahan hingga tahap akhir penyelesaian pendidikan.
Terima kasih dan apresiasi yang tinggi disampaikan kepada Bapak Rektor
UNPAR Dr. Henry Singarasa, MS dan Bapak Dekan Fakultas Ekonomi UNPAR
Drs. Gundik Gohong, MS atas rekomendasi dan kesempatan yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti pendidikan studi lanjut pada Program Doktor
Ilmu Ekonomi, FEB UNHAS.
Penghargaan dan ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Tim
Manajemen BPPS Dikti yang telah memberikan dukungan Beasiswa selama
mengukuti pendidikan, program sandwich-like di Australia dan melaksanakan
penelitian. Kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah disampaikan
apresiasi dan penghargaan yang tinggi atas dukungan dan batuan dana. Juga
disampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Bupati
Kabupaten Katingan, Drs. Dowel Rawing atas bantuan dana penelitian.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Pemerintah Kabupaten
Kotawaringi Barat, Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota
Palangka Raya atas rekomendasi dan izin untuk melakukan peneltian dan
pengumpulan data di wilayahnya. Kepada pimpanan dan seluruh staf Balai
Taman Nasional Tanjung Puting dan Balai Taman Nasional Sebangau
diucapkan penghargaan dan terima kasih atas segala bantuan dan dukungan
kepada penulis selama melakukan penelitian di dua lokasi tersebut. Tak lupa
pula penulis menghaturkan banyak-banyak terima kasih kepada seluruh
responden, baik wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang
telah bersedia memberikan informasi dan keterangan di sela-sela rekreasi
mereka.
Sembah sujud dan terima kasih yang setinggi-tingginya kupersembahkan
kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda S. Itta (Alm) dan Ibunda Rego’
(Almarhumah) yang telah mengasuh, membesarkan, memelihara dengan penuh
kasih sayang, mendidik, menasehati dengan penuh cinta kasih dan senantiasa
mendoakan saat keduanya masih hidup, sehingga saya boleh ada seperti saat
ini. Terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada yang terkasih Bapak
mertua Yunus Sambouw (Alm) dan Ibu mertua Agusthe Lambung atas kasih
sayang dan bimbingan dan nasehat-nasehat selama ini.
Penghargaan dan terima kasih yang tak terhingga serta cinta dan kasih
sayang yang paling dalam kepada istriku tercinta Desi Mariam Sambouw,
dengan kesabaran, penuh pengertian, tulus membantu dan setia menjadi
pendamping hidup dalam suka dan duka. Kepada kedua anak-anakku
tersayang, Geaby Magistha Irawan dan Kevin Chandida Irawan yang
vii
senantiasa menjadi sumber energi, spirit dan senantiasa mendoakan ayah,
ungkapan cinta dan kasih sayang yang tak terhingga atas segala pengertian,
kesabaran dan pengorbanan kalian sejak kuliah hingga tulisan ini selesai.
JUga kepada semua kakanda tercinta, dengan hormat saya sebut nama-
namanya Yunus (Alm), Unjuk P (Alm), Drs. Petrus Undjuk, Ristha Asiah, Amd,
Hanica Itta dan Dr. Ir. Daniel Itta, MS beserta keluarga masing-masing dan
kepada semua saudara (i) ipar dan seluruh keponakan bersama keluarga
masing-masing, diucapkan terima kasih atas segala bantuan dan dukungannya
selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan dengan baik.
Rekan-rekan sejawat dan seperjuangan yang saat ini masih berstatus
mahasiswa dan yang sudah menjadi alumni Program Doktor Ilmu Ekonomi
angkatan 2009, juga kepada rekan-rekan alumni Sandwich-like 2011 serta
segenap keluarga, teman, sahabat dan kolega yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu dam tulisan ini, diucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya atas segala dukungan, bantuan dan doa semoga kita semua
senantiasa diberikan rahmat dan hikmat untuk tetap bermakna bagi sesama,
Amin.
Sebagai manusia biasa penulis juga memiliki kekurangan dan kelemahan,
termasuk dalam penyusunan disertasi ini. Oleh karena itu penulis dengan
senang hati dan tangan terbuka untuk menerima saran dan kritik yang sifatnya
menyempurnakan disertasi ini. Semoga disertasi ini dapat memberikan
kontribusi dalam pengembangan ilmu ekonomi, khususnya ekonomi pariwisata
dan memberikan manfaat bagi pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan
pengembangan sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah dan Indonesia
secara umum
Makassar, Agustus 2013
I r a w a n
viii
ABSTRAK
IRAWAN. Analisis Faktor Penentu Pengeluaran Wisatawan Melalui Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah (dibimbing oleh : I Made Benyamin, Ngakan Putu Oka dan Rahmatia Yunus).
Pengembangan ekowisata di Kalimantan Tengah relatif masih rendah yang ditunjukkan oleh posisi daya saing pariwisata dalam konstelasi pariwisata nasional berada pada peringkat 28 dari 33 destinasi utama.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mengukur pengaruh signifikansi faktor penentu produk wisata, keunikan lingkungan dan promosi wisata terhadap pengeluaran wisatawan melalui frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.
Penelitian ini menggunaan rancangan survey lapangan untuk mengeksplanasi hubungan kausalitas antara variabel eksogen dengan vvariabel endogen. Sampel diambil secara non probabilitiy dan convinience sampling sebanyak 150 responden.
Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah path analysis, untuk menganalisis jalur dalam mengestimasi kekuatan dari hubungan-hubungan kausal baik pengaruh langsung atau pengaruh tidak langsung antara variabel eksogen dan endogen.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama: pengembangan produk wisata berpengaruh langsung secara positif dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dan terhadap pengeluaran wisatawan, serta tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap lama tinggal wisatawan. kedua; pengembangan keunikan lingkungan berpengaruh langsung negatif dan signifikan terhadap lama tinggal wisatawan, tidak berpengaruh langsung dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan dan pengeluaran wisatawan. ketiga; pengembangan promosi wisata berpengaruh langsung negatif dan signifikan terhadap lama tinggal dan pengeluaran wisatawan, dan tidak berpengaruh positif signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan. keempat; frekuensi kunjungan wisatawan tidak berpengaruh langsung positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan, lama tinggal wisatawan berpengaruh langsung dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan, kelima; faktor penentu pengeluaran wisatawan adalah pengembangan produk wisata, keunikan lingkungan dan lama tinggal wisatawan.
Kata kunci : ekowisata, faktor penentu, berkelanjutan
ix
ABSTRACT
IRAWAN. The Analysis of Determinants Tourist Expenditure Through Sustainable Ecotourism Development in Central Kalimantan Province (Supervised by: I Made Benyamin, Ngakan Putu Oka and Rahmatia Yunus).
Ecotourism development in Central Kalimantan is relatively low which is indicated by the position of tourism competitiveness in the constellation of national tourism is ranked 28 of the 33 major destinations. This study aims to analyze and measure the influence of the significance of the determinants of tourism products, tourism promotion and environmental uniqueness of the tourist expenditure by tourists visit frequency and length of stay of tourists. This research uses the design of field surveys to explanation causality between variables exogenous to endogenous variables. Samples were taken in non probability and conveinence sampling of 150 respondents. The model used in this study is path analysis, to analyze the path of strength estimating causal relationships influence either directly or indirectly influence between exogenous and endogenous variables.
The results showed that. First, the development of tourism products directly influence positively and significantly related to the frequency of tourist visits and tourist expenditure, and not positive influence and significant impact on length of stay tourist. Second; development of the environmental uniqueness a direct influence negative and significant on long-stay tourist, no direct and significant influence on the frequency of visits and tourist spending. Third; the development of tourism promotion and a significant negative direct influence on length of stay and tourist spending, and no significant positive influence on the frequency of tourist visits. Fourth; the frequency of tourist visits not positive and significant direct influence on tourist expenditure, length of stay tourist, and a significant direct influence on tourist expenditure, Fifth; determinants of tourist expenditure is the development of tourism products, the environmental uniqueness and length of stay tourist.
Keywords: ecotourism, determinants, sustainable tourism
x
DAFTAR SIMBOL DAN ISTILAH
AHP = Analysis Hirarchy Proccess
BAPPENAS =Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
BKSDA = Balai Konservasi Sumberdaya Alam
BUDPAR = Kebudayaan dan Pariwisata
CARRYNG CAPACITY = Daya Dukung
DKI = Daerah Khusus Ibukota
FBIM = Festival Budaya Isen Mulang
HPH = Hak Pengusahaan Hutan
HoB = Heart of Borneo
Jt = Juta
IUCN = International Union for Conservation of Nature
KT = Kalimantan Tengah
PDB = Produk Domestik Bruto
PDRB = Produk Domestik Regional Bruto
PHPA = Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam
NESPARNAS = Neraca Satelit Pariwisata Nasonal
ODTW = Obyek Daerah Tujuan Wisata
ODTWA = Obyek Daya Tarik Wisata Alam
Rp = Rupiah
SLTP = Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SLTA = Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
SPTN = Satuan Pengelolaan Taman Nasional
T = Trilyun
TMII = Taman Mini Indonesia Indah
xi
TNBBBR = Taman Nasional Bukit Baka’ Bukit Raya
TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting
TNS = Taman Nasional Sebangau
UPT = Unit Pelaksana Teknis
UNEP = United Nation Environment Program
UNWTO = United Nation World Tourist Organisation
USA = United Stated of America
USD = United Stated Dollar
WTO = World Tourism Organisation
WTTC = World Travel and Tourism Council
X1 = Variabel Produk Wisata
X2 = Variabel Keunikan Lingkungan
X3 = Variabel Promosi Wisata
Y1 = Variabel Frekuensi Kunjungan Wisatawan
Y2 = Variabel Lama Tinggal Wisatawan
Y3 = Variabel Pengeluaran Wisatawan
xii
DAFTAR ISI
Sampul Depan ……………………………………………………………….... i
Halaman Prasyarat ……………………………………………………………. ii
Keaslian Disertasi …………………………………………………………….. iii
Halaman Pengesahan ……………………………………………………….. iv
Prakata …………………………………………………………………………. v
Abstrak ……………………………………………………………………….… viii
Daftar Simbol dan Istilah …………………………………………………….. ix
Daftar Isi ……………………………………………………………………….. xii
D aftar Tabel …………………………………………………………………... xv
Daftar Gambar ……………………………………………………………….… xviii
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN …………………………………………………
1.1. Latar Belakang …………………………………………….
1.2. Rumusan Masalah ………………………………………..
1.3. Tujuan Penelitian ….......................................................
1.4. Kegunaan Penelitian ……………………………………..
TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………..
2.1. Isu Terkait Tentang Pariwisata …………………………..
2.2. Pengembangan Ekowisata dan Pariwisata
Berkelanjutan ………………………………………………
2.3. Pengembangan Produk Wisata Pengaruhnya
Terhadap Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal,
Pengeluaran Wisatawan ………………………………….
2.4. Pengembangan Keunikan Lingkungan Pengaruhnya
Terhadap Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal,
Pengeluaran Wisatawan ………………………………….
2.5. Pengembangan Promosi Wisata dengan Frekuensi
unjungan, Lama Tinggal, Pengeluaran Wisatawan ….
2.6. Pengembangan Frekuensi Kunjungan Wisata, Lama
Tinggal Dengan Pengeluaran Wisatawan ………………
1
1
25
26
27
29
29
32
37
xiii
BAB III
BAB IV
BAB V
2.7. Beberapa Hasil Studi Empiris ……………………………
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS …………………….
3.1. Kerangka Konseptual ...................................................
3.2. Hipotesis Penelitian ……………………………………….
METODE PENELITIAN …………………………………………
4.1. Rancangan Penelitian .................................................
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian .......................................
4.3. Peta lokasi ...................................................................
4.4. Bahan dan Alat ............................................................
4.5. Jenis dan Sumber Data ...............................................
4.6. Populasi dan Sampel Penelitian ..................................
4.7. Metode Pengumpulan Data ……………………………
4.8. Alat Analisis .................................................................
4.9. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……..
4.10. Instrumen Pengukuran …………………………………
ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ………
5.1. Hasil Penelitian ……………………….………………..
5.2. Deskripsi Responden ………………………………….
5.3. Deskripsi Responden dalam Tabel Silang …….…….
5.4. Hasil Analisis Responden dalam Tabel Frekuensi….
5.5. Pegembangan Ekowisata dan Efek Multiplier
Terhadapa Masyarakat di Sekitar Obyek Wisata …..
5.6. Hasil Analisis Jalur Pengaruh Pengembangan
Ekowisata Berkelanjutan Terhadap Pengeluaran
Wisatawan ……………………………………………..
5.7. Kontribusi Hasil Penelitian …………………………….
5.8. Keterbatasan Hasil Penelitian …………………………
43
55
61
64
70
70
80
81
81
83
83
84
85
85
87
88
88
91
92
xiv
BAB VI
PENUTUP ………………………………………………………………..
6.1. Simpulan ………………………………………………….
6.2. Saran ……………………………………………………...
Daftar Pustaka …………………………………………………..
Lampiran ………………………………………………………….
92
133
141
171
187
191
231
232
234
234
235
236
247
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Dampak Ekonomi Pariwisata Indonesia Tahun 2006-2011
Tabel 1.2. Banyaknya Pengunjung Taman Nasional Tanjung Puting
Tahun 2006-2011 …………………………………………….
Tabel 1.3. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TNTP menurut
keperluan Tahun 2006 – 2011………………………..
Tabel 1.4. Kunjungan Wisatawan ke Taman Nasional Sebangau
Tahun 2006- 2011 ………………………………………….
Tabel 1.5. Jumlah dan rata-rata pengeluaran Wisatawan yang
Berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah Tahun
2006 – 2011.………………………………………………….
Tabel 1.6. Lamanya Kunjungan Wisatawan Asing dan Domestik di
Taman Nasional Tanjung Puting Tahun 2006 – 2011 …..
Tabel 2.1. Peta Teoritis dan Studi-studi empiris terkait ………………
Tabel 3.1. Koefisien Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung baik
Variabel Exogenous maupun variabel Endogenous
terhadap Variabel Pengeluaran Wisatawan (Y3) ………….
Tabel 4.1. Distribusi besarnya sampel di 2 (dua) lokasi Penelitian ....
Tabel 5.1. Perkembangan Penduduk Kalimantan Tengah
berdasarkan Jenis Kelamin Tahun 2006-2011 ………..….
Tabel 5.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten
Kotawaringin Barat, Katingan, Pulang Pisau dan kota
Palangka Raya Tahun 2006-2011 ………………………….
Tabel 5.3. Penduduk Kalimantan Tengah Umur 15 Tahun ke atas
Menurut Jenis Kegiatan Utama Periode 2008-2011 ……..
Tabel 5.4. Penduduk Angkatan Kerja Kalimantan Tengah Menurut
Pendidikan Tertinggi Yang ditamatkan Periode 2008-2011
Tabel 5.5. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) periode 2006 -
2011 atas dasar harga Konstan 2000 ……………………..
5
14
16
17
18
23
68
79
87
94
xvi
Tabel 5.6. Zonasi dalam pengelolaan kawasan TNTP ……………....
Tabel 5.7. Fasilitas Transportasi, Akomodasi, dan Pemandu Wisata
di TNTP ……………………………………………………….
Tabel 5.8. Daftar Tarif masuk kawasan TNTP dan Tarif Jasa-jasa
Lainnya ………………………………………………………..
Tabel 5.9 Tarif masuk kawasan Taman Nasional Sebangau ……….
Tabel 5.10 Distribusi responden berdasarkan asal Negara dan
daerah yang berkunjung ke TNTP dan TNS Tahun 2012..
Tabel 5.11 Distribusi Persentase Responden Berdasarkan
Karakteristik Demografi, Sosial dan Ekonomi …………….
Tabel 5.12 Deskripsi Responden menurut Produk Wisata (X1) dan
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) ……………………..
Tabel 5.13. Deskripsi Responden menurut Produk Wisata (X1) dan
Lama Tinggal Wisatawan (Y2) ……………………………...
Tabel 5.14. Deskripsi Responden menurut Produk Wisata (X1) dan
Pengeluaran Wisatawan (Y3) …………………………….....
Tabel 5.15. Deskripsi Responden menurut Keunikan Lingkungan (X2)
dan Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) ………………..
Tabel 5.16. Deskripsi Responden menurut Keunikan Lingkungan (X2)
dan Lama Tinggal Wisatawan (Y2) ......…………………….
Tabel 5.17. Deskripsi Responden menurut Keunikan Lingkungan (X2)
dan Pengeluaran Wisatawan (Y3) ……………………….…
Tabel 5.18. Deskripsi Responden menurut Promosi Wisata (X3) dan
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) ……………………..
Tabel 5.19. Deskripsi Responden menurut Promosi Wisata (X3) dan
Lama Tinggal (Y2) ………………………………………..….
Tabel 5.20. Deskripsi Responden menurut Promosi Wisata (X3) dan
Pengeluaran Wisatawan (Y3) ……………………………....
Tabel 5.21. Deskripsi Responden menurut Frekuensi Kunjungan (Y1)
96
99
102
103
116
119
122
132
135
137
143
145
147
150
152
154
xvii
dan Pengeluaran Wisatawan (Y3) …………………….
Tabel 5.22. Deskripsi Responden menurut Lama Tinggal Wisatawan
(Y2) dan Pengeluaran Wisatawan (Y3) …………………….
Tabel 5.23. Deskripsi Responden menurut Pendidikan dan
Pengeluaran Wisatawan ……………………………………
Tabel 5.24 Deskripsi Responden menurut Pekerjaan dan
Pengeluaran Wisatawan ……………………………………
Tabel 5.25 Deskripsi Responden menurut Negara Asal dan
Pengeluaran Wisatawan ……………………………………
Tabel 5.26 Jenis Atraksi wisata yang dinikmati responden selama
berada dalam kawasan TNTP dan TNS ……………..……
Tabel 5.27. Pengetahuan responden tentang kawasan TNTP dan
TNS sebagai kawasan yang memiliki keunikan
lingkungan …………………………………………………….
Tabel 5.28. Bentuk partisipasi responden untuk mendukung program
pelestarian kawasan TNTP dan TNS ………………………
Tabel 5.29. Jenis media promosi yang mudah didapatkan responden
untuk mengetahui keberadaan kawasan TNTP dan TNS..
Tabel 2.30. Frekuensi kunjungan responden ke kawasan TNTP dan
TNS dalam 5 yahun terakhir ….……………………………
Tabel 5.31. Pola kunjungan responden ke kawasan TNTP dan TNS..
Tabel 5.32. Jenis alat transportasi yang digunakan responden pada
menuju obyek TNTP dan TNS ……………………………..
Tabel 5.33. Jenis fasilitas akomodasi yang dapat digunakan
responden selama berada kawasan TNTP dan TNS……..
Tabel 5.34 Jenis souvenir yang dibeli responden sebagai
cinderamata dari kawasan TNTP dan TNS ………….……
Tabel 5.35. Tingkat pengeluaran perhari responden selama berada
dalam kawasan TNTP dan TNS ……………….…………...
Tabel 5.36 Beberapa usur pendukung kegiatan pariwisata di
Kalimantan Tengah ………………………………………….
Tabel 5.37. Hasil Pengujian Pengaruh Faktor Dominan
(Pengembangan produk wisata, keunikan lingkungan,
promosi wisata, frekuensi kunjungan dan lama tinggal
wisatawan terhadap Pengeluaran Wisatawan
157
159
161
163
165
166
168
170
171
173
175
176
177
178
xviii
Berdasarkan Model penelitian …………………………….
Tabel 5.38. Besarnya Direct Effect, Indirect Effect, dan Total Effect....
180
182
184
186
189
193
199
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Model Kerangka Pikir Penelitian................................... 74
Gambar 4.1. Peta Lokasi Penelitian ................................................. 84
Gambar 5.1. Skema Hasil Pengujian Pengaruh Faktor Dominan (Pengembangan produk wisata, keunikan lingkungan, promosi wisata, frekuensi kunjungan dan lama tinggal wisatawan terhadap Pengeluaran Wisatawan …………. 197
1
BAB I
PENDAHULUAN
Tujuan utama bab ini adalah untuk memberikan gambaran dan
argumentasi awal tentang mengapa studi ini penting untuk dilakukan.
Dalam bab pendahuluan ini diuraikan latar belakang masalah, masalah
pokok penelitian, tujuan, kegunaan penelitian.
1.1. Latar Belakang
Prospek pariwisata pada abad 21 dan ke depan sangat
menjanjikan dan memberikan peluang besar dalam pertumbuhannya.
Perkiraan Word Tourism Organisation (WTO) bahwa pada tahun 2020
jumlah wisatawan internasional (in bound tourism) adalah sebanyak 1.602
juta, dimana sebanyak 231 juta dan 438 juta orang berada dikawasan
Asia Timur dan Pasifik. Kunjungan wisatawan internasional menurut
analisis WTO akan mampu menciptakan pendapatan dunia sebesar USD
2 trilyun dan akan menciptakan kesempatan kerja sebanyak 204 juta
orang. Besarnya serapan tenaga kerja sektor pariwisata pada akhirnya
mendorong pertumbuhan ekonomi dunia dan mengurangi pengangguran.
Seiring dengan perkembangan kepariwisataan dunia, dalam dua
dekade terakhir (sejak tahun 90-an) terjadi perubahan pola wisata dari
mass tourism ke individual atau small group tourism. Pola wisata minat
khusus atau small group tourism, menekankan pada adanya keinginan
wisatawan untuk mendapatkan pengalaman yang lebih banyak dan baru,
2
serta lebih bermakna dalam hidupnya oleh karena adanya dorongan dan
motivasi menginginkan expansion of life. Pola wisata khusus lebih
menekankan pada kualitas lingkungan alami dan sosial budaya
masyarakat lokal, sehingga produk wisata yang dicari adalah yang
bernuansa khusus seperti atraksi alami dan atraksi budaya lokal, serta
fasilitas lokal. Dalam konteks ini, banyak pihak semakin menyadari bahwa
industri pariwisata, selain memberikan manfaat ekonomi juga memiliki
karakteristik sebagai usaha jasa yang bersifat multi produk. Manfaat
ekonomi tersebut adalah peningkatan pendapatan dan kesejahteraan
masyarakat yang terlibat secara langsung atau tidak langsung di
dalamnya serta lingkungan ekologis secara global. Dengan demikian tak
dapat disangkal lagi bahwa pengembangan ekowisata dapat memainkan
peranan penting dalam perekonomian negara berkembang, khususnya
bagi negara yang memiliki potensi sumberdaya alam dan lingkungan yang
tinggi (Whiit and Mountinho, 1989).
Pengembangan ekowisata sesungguhnya menimbulkan dampak
positif bagi kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan. Dampak positif
tersebut diperoleh melalui kegiatan dan usaha konservasi, rehabilitasi dan
restorasi. Pada saat yang bersamaan, boleh jadi dampak negatif timbul
seperti rusaknya obyek wisata karena pengelolaan yang buruk, kontrol
terhadap pengunjung yang kurang ketat dan sebagainya. Ketika
pariwisata ditata dan dikelola dengan baik, maka pada akhirnya ekowisata
akan menjadi pendorong dalam upaya pemeliharaan lingkungan dengan
3
potensi yang ada. Usaha lain yang menerima efek ganda (multiplier
effect) adalah budaya dan seni, makanan khas daerah serta usaha-usaha
kerajinan tangan/souvenir.
Posisi Indonesia dalam pengembangan ekowisata adalah sangat
strategis karena didukung oleh kekayaan flora dan fauna yang menjadi
modal dasar untuk dijadikan sebagai obyek daerah tujuan wisata.
Keberadaan dan potensi kekayaan flora dan fauna dalam
keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi tersebut terdapat dalam
hamparan daratan dan laut Indonesia. Identifikasi keanekaragaman
tersebut berupa 10% jenis tumbuhan berbunga yang ada di dunia, 12%
binatang menyusui, 16% reptilia and amfibia, 17% burung, 25% ikan, dan
15% serangga, walaupun luas daratan Indonesia hanya 1,32% seluruh
luas daratan yang ada di dunia (BAPPENAS, 1993). Di dunia hewan,
Indonesia juga memiliki kedudukan yang istimewa di dunia. Dari 500-600
jenis mamalia besar (36% endemik), 35 jenis primata (25% endemik), 78
jenis paruh bengkok (40% endemik) dan 121 jenis kupu-kupu (44%
endemik) (McNeely et.al. 1990, Supriatna 1996). Sekitar 59% dari luas
daratan Indonesia merupakan hutan hujan tropis atau sekitar 10% dari
luas hutan yang ada di dunia (Stone, 1994). Sekitar 100 juta hektar
diantaranya diklasifikasikan sebagai hutan lindung, yang 18,7 juta
hektarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi.
Potensi keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi tersebut
telah menciptakan beragam produk pariwisata/atraksi wisata yang
4
tersebar di seluruh pelosok tanah air, baik di laut, pantai, hutan dan
gunung-gunung yang semuanya itu dapat dikembangkan untuk pariwisata.
Keberagaman ini memberikan daya tarik bagi wisatawan dalam kegiatan
wisata alam (ekowisata), keragaman etnis, bahasa, budaya, peninggalan
sejarah, tradisi/adat-istiadat dalam kehidupan masyarakat (living culture).
Sejalan dengan itu, Wall (1995) dalam Gufran (2003) menyatakan bahwa
kondisi belantara/hutan tropika basah di seluruh kepulauan Indonesia
merupakan suatu destinasi, dimana destinasi untuk wisata ekologis
dimungkinkan untuk mendapatkan manfaat sebesar-besarnya melalui
aspek ekologis (lingkungan alam), aspek sosial budaya dan aspek
ekonomi bagi masyarakat, pengelola dan bagi pemerintah (stakeholders).
Fandeli, dkk (2000) juga menyatakan bahwa Indonesia memiliki potensi
yang sangat besar dalam pengembangan pariwisata kawasan hutan
tropika yang tersebar di kepulauan dan sangat menjanjikan untuk
pengembangan ekowisata (wisata khusus). Beberapa kawasan hutan
yang dapat berfungsi sebagai kawasan wisata yang berbasis lingkungan
(ekowisata) adalah kawasan Pelestarian Alam (Taman Nasional, Taman
Hutan Raya, Taman Wisata Alam), dan Hutan Lindung melalui kegiatan
wisata alam terbatas, serta Hutan Produksi yang berfungsi sebagai Wana
Wisata
Pengembangan wisata khusus (ekowisata) yang mengandalkan
keindahan alam, keunikan lingkungan, keragaman budaya akan
memberikan dampak positif bagi ekonomi melalui kesempatan kerja bagi
5
pelaku-pelaku wisata dalam hal ini masyarakat lokal. Suradnya (2005)
mengatakan bahwa kunjungan wisatawan baik mancanegara maupun
nusantara ke suatu obyek wisata dalam suatu negara pada akhirnya akan
mempengaruhi struktur ekonomi nasional. Tabel 1.1 menggambarkan
besar dampak sektor pariwisata terhadap struktur perekonomian
Indonesia pada periode 2006 – 2011. Sektor-sektor ekonomi yang
disajikan dalam Tabel 1.1 meliputi: Produksi Nasional, Produk Domestik
Bruto (PDB), Lapangan Kerja, dan Upah, yang menggambarkan
perbandingan perolehan sektor-sektor tersebut dalam konteks struktur
ekonomi nasional dengan kinerja sektor pariwisata.
Tabel 1.1. Dampak Ekonomi Pariwisata Indonesia Tahun 2006-2011
No. Struktur Ekonomi
Nasional
TAHUN
2006 2007 2008 2009 2010 2011
1.
Produksi Nasional
(Rp) 6.640,75 T 7.840,67 T 9.882,38 T 10.530,04 T 11.956,62 T 14.934,02 T
Sektor Pariwisata
(Rp) 306,50 T/ (4,62%)
362,10 T/ (4,62%)
499,67 T/ (5,06%)
504,69 T/ (4,79%)
565,15 T/ (4,73%)
648,49 T/ (4,34%)
2.
PDB Indonesia
(Rp) 3.339,48 T 3.957,40 T 4.964,03 T 5.613,44 T 6.422,92 T 7.427,09 T
Sektor Pariwisata
(Rp) 143,62 T/ (4,30%)
169,67 T/ 4,29%)
232,93 T/ (4,70%)
233,64 T/ (4,16%)
261,06 T/ (4,06%)
296,97 T/ (4,00%)
3.
Lapangan Kerja
Nasional (org) 95,46 jt 99,33 jt 102,55 jt 104,87 jt 108,21 jt 109,95 jt
KK, Sektor
Pariwisaya (org) 4,44 jt
(4,65%) 5,22 jt (5,22%)
7,02 jt 6,84%)
6,98 jt (6,68%)
7,44 jt/ (6,87%)
8, 53 jt/ (7,75%)
4.
Total Upah
Nasional (Rp) 1.028,18 T 1.216,83 T, 1.519,12 T 1.606,25 T, 1.831,09 T 2.307,21 T
Upah & Gaji
SekPar. (Rp) 45,63 T/ (4,44%)
53,88 T/ (4,09%)
75,45 T/ (4,97%)
75,49 T/ (4,70%)
84,80 T/ (4,63%)
96,57 T/ (4,14%)
Sumber : NESPARNAS 2001 – 2012, Kemenbudpar Keterangan : NESPARNAS = Neraca Satelit Pariwisata Nasional T = Trilyun, jt = juta
6
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa selama periode 2006 – 2011
perkembangan sektor pariwisata telah mengubah struktur ekonomi
nasional, seperti dampaknya terhadap produksi barang pada tahun 2006
sebesar 306,50 trilyun rupiah dari total produksi nasional sebesar
6.640,75 trilyun rupiah, dengan kata lain kontribusi sektor pariwisata
terhadap nasional adalah sebesar 4,62%. Tahun 2011 dampaknya
terhadap produksi barang dan jasa adalah sebesar 648,49 trilyun rupiah
dari total produksi nasional sebesar 14.934,02 trilyun rupiah, atau
kontribusi sektor pariwisata terhadap produksi nasional sebesar 4,34%.
Dampak terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada tahun
2006 adalah sebesar 3.339,48 trilyun rupiah, dimana sebanyak 143,63
trilyun (4,30%) merupakan sumbangan sektor pariwisata, meningkat
menjadi 261,06 trilyun rupiah pada tahun 2011 terhadap total PDB
nasional sebesar 7.427,09 trilyun rupiah atau sebesar 4,06% sumbangan
sektor pariwisata terhadap PDB nasional.
Dampak perkembangan sektor pariwisata melalui penciptaan
lapangan kerja pada tahun 2006 adalah sebanyak 4,44 juta orang yang
bekerja di sektor pariwisata dari total lapangan kerja nasional sebesar
95,46 juta orang, atau sebesar 4,65% dari total kesempatan kerja nasional
dikontribusi oleh sektor pariwisata. Sejalan dengan perkembangan sektor
pariwisata melalui peningkatan kunjungan wisatawan yang pada akhirnya
menimbulkan dampak terhadap peningkatan tenaga kerja secara
keseluruhan. Seperti pada tahun 2011 jumlah tenaga kerja yang
7
berpartisipasi di sektor pariwisata adalah sebanyak 8,53 juta orang dari
total tenaga kerja nasional sebanyak 109,95 juta orang, itu berarti bahwa
sektor pariwisata menyumbang sebanyak 7,75% terhadap total tenaga
kerja nasional. Selanjutnya melalui sektor pariwisata terjadi perubahan
dalam struktur ekonomi nasional dilihat dari aspek upah dan gaji, dimana
pada tahun 2006 upah dan gaji (sebagai pendapatan) tenaga kerja di
sektor pariwisata adalah sebesar 45,63 trilyun rupiah dari total upah dan
gaji secara nasional sebesar 1.028,18 trilyun rupiah atau sebesar 4,44%
disumbang oleh sektor pariwisata terhadap total upah dan gaji. Kontribusi
sektor pariwisata pada tahun 2011 untuk upah dan gaji mengalami
peningkatan dibanding tahun 2006 yaitu sebesar 96,57 trilyun rupiah
terhadap total upah dan gaji secara nasional sebesar 2,307,21 trilyun
rupiah, atau sebesar 4,14% disumbangkan oleh sektor pariwisata
(Nesparnas 2001- 2011).
Perubahan struktur ekonomi nasional yang digambarkan dalam
produksi, produk domestik bruto, serapan tenaga dan upah/gaji (Tabel
1.1) diperkuat hasil studi Mohan (2006), yang menyebutkan bahwa
pariwisata telah terbukti menjadi mesin pertumbuhan ekonomi dunia,
melalui penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan
mendorong pembangunan secara berkesinambungan bagi daerah
terpencil. Kontribusi sektor pariwisata tersebut yang juga merupakan
kontribusi ekowisata, disebutkan oleh Fandeli dkk (2000) dan UNEP
(2011), bahwa kebijakan untuk mengembangkan pariwisata hijau atau
8
natural tourism (ecotourism) memiliki potensi untuk menciptakan lapangan
kerja baru dan mengurangi kemiskinan. Melalui kegiatan tersebut, terlibat
sumberdaya manusia secara intensif baik langsung atau tidak langsung
sebesar 8% dari angkatan kerja global. Besarnya prosentase serapan
tenaga kerja melalui pengembangan ekowisata adalah karena ekowisata
lebih menekankan pada prinsip konservasi sumberdaya alam,
peningkatan efisiensi energi, pemanfaatan sumberdaya air dan
penanganan limbah serta dalam pengalokasian sumberdaya manusia
mengandalkan tenaga kerja lokal karena diyakini bahwa masyarakat lokal
memiliki kearifan lokal terhadap budaya dan lingkungan.
Kontribusi sektor pariwisata terhadap pendapatan negara yang
dilihat dari penerimaan devisa mengalami peningkatan yang signifikan dari
tahun 2006 sebesar 4.447,97 USD menjadi 8.554,40 USD pada tahun
2011 atau terjadi peningkatan sebesar 48,00% dalam kurun waktu 6
tahun. Kontribusi sektor pariwisata dalam perolehan devisa negara cukup
signifikan, pada tahun 2006 menempati ranking 6 meningkat menjadi
ranking 5 pada tahun 2011 dibawah komoditas minyak & gas bumi,
batubara, minyak kelapa sawit dan karet olahan (Renstra Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata Tahun 2010 -2014, Tahun 2011). Demikian
juga hasil kajian United Nations Environment Program (2011)
menyebutkan bahwa sektor pariwisata mempunyai potensi besar untuk
menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia, dimana
disebutkan bahwa pariwisata memberikan kontribusi 5% dari GDP dunia
9
dan menyumbang 6-7% dari total tenaga kerja. Disebutkan juga bahwa
lebih dari 150 negara termasuk negara berkembang menjadikan
pariwisata sebagai invisible export yang mampu mendatangkan devisa.
Pesatnya perkembangan ekowisata (ecotourism), sebagai salah satu
industri pariwisata yang potensial untuk meningkatkan penerimaan devisa
negara, terutama pada dasawarsa terakhir ini. Laporan Nesparnas 2001-
2011 menyebutkan bahwa pada tahun 2007, ekowisata menyumbangkan
devisa sebesar Rp.60 trilyun dan meningkat menjadi Rp. 80 trilyun pada
tahun 2008 atau meningkat sebesar 33%. Kontribusi itu diperoleh dari
kunjungan wisatawan mancanegara sebanyak 6,5 juta orang ke kawasan
ekowisata yang tersebar di berbagai destinasi di Indonesia.
Pengembangan ekowisata yang mengedepankan konsep pelestarian
lingkungan dan nilai-nilai budaya lokal, menurut Lascuarin (1997) adalah
sesuatu yang logis dari konsep pembangunan berkelanjutan, dimana
didalamnya memerlukan pendekatan berbagai disiplin dan perencanaan
yang hati-hati (baik secara fisik maupun pengelolaannya). Hal yang sama
juga dikatakan oleh Ardika (2004) bahwa: “Sebaiknya, perkembangan
wisata menerapkan konsep ekowisata, karena ekowisata dapat dikatakan
bukan hanya sebagai salah satu corak kegiatan pariwisata khusus,
melainkan suatu konsep wisata yang mencerminkan wawasan lingkungan
dan mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian”. Oleh karena
itu pengembangan ekowisata harus dapat meningkatkan kualitas
10
hubungan antar manusia, meningkatkan kualitas hidup masyarakat
setempat dan menjaga kualitas lingkungan” (Fandeli 2000).
Kinerja pariwisata Indonesia dalam konteks pariwisata
Internasional, khususnya indeks daya saing menurut Laporan World
Travel and Tourism Council (WTTC) 2004 dalam Hengky (2006)
disebutkan bahwa Indonesia menurut negara kunjungan wisata tahun
2003 termasuk dalam peringkat 13. Jika dibandingkan dengan potensi
sumberdaya alam (SDA) Indonesia yang memiliki potensi
keanekaragaman hayati yang tinggi (megabiodiversity) semestinya
peringkat daya saing Indonesia masuk kategori tinggi. Kaitannya dengan
itu, untuk meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia, WTTC (2004)
dalam Kasali (2004) dan Hengky (2006) menyatakan bahwa pelaku usaha
pariwisata di Indonesia perlu mengubah pola pemanfaatan obyek daya
tarik wisata secara konseptual, terencana, bertahap dan berwawasan
lingkungan. Salah satu strategi yang dapat dikembangkan guna
meningkatkan daya saing pariwisata Indonesia adalah melalui
pengembangan pariwisata alam (ekowisata), karena saat ini ada
kecenderungan (trend) masyarakat pariwisata dunia untuk mengunjungi
obyek wisata alam (ekowisata) yang mengedepankan perhatian kepada
aspek lingkungan (berwawasan lingkungan).
Perkembangan sektor pariwisata baik dilihat dari aspek jumlah
kunjungan wisatawan, maupun dari aspek penerimaan, telah
menggambarkan betapa sektor pariwisata dapat diandalkan untuk
11
mendorong pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Hal lain yang tak penting
dari semua itu adalah dampak langsung dan tidak langsung terhadap
keterlibatan tenaga kerja pada berbagai kegiatan pendukung
kepariwisataan seperti agent travel (biro perjalanan), restoran, pengelola
wisata, pemandu wisata dan sebagainya.
Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas wilayah 153.364 km2,
sebagai provinsi terluas ketiga di Indonesia dan memiliki potensi
ekowisata yang baik karena memiliki keanekaragaman flora fauna yang
tinggi dan unik. Haryanto (2009) menyebutkan bahwa potensi SDA hayati
yang khas dan unik di dalam ekosistem yang alami, memiliki peluang
besar untuk dijual pada bursa pariwisata dunia. Kaitannya dengan
dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan pariwisata di Kalimantan Tengah,
data BPS Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2009, menunjukkan bahwa
untuk tahun 2007 jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam sistem
kepariwisataan Kalimantan Tengah (restoran, agen perjalanan wisata,
pengelola wisata, pemandu wisata) adalah sebanyak 262 orang
meningkat menjadi 356 orang pada tahun 2008, atau terjadi peningkatan
sebesar 35,9%. Itu artinya bahwa betapa sektor pariwisata menjadi motor
penggerak untuk mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui
serapan tenaga kerja pada berbagai sektor dalam sistem kepariwisataan.
Kondisi ekosistem Kalimantan Tengah dengan potensi yang sangat
tinggi dan unik, dapat direalisasikan melalui pengembangan beberapa
kawasan pelestarian alam yang berpotensi menjadi obyek wisata seperti
12
Taman Nasional Tanjung Puting, Taman Nasional Sebangau, Taman
Nasional Bukit Raya, Taman Wisata Alam Bukit Tangkiling, Taman Wisata
Alam Tanjung Kaluang, Taman Hutan Raya Arboretum Nyaru Menteng,
selain itu juga terdapat kawasan yang berpotensi lainnya seperti
kawasan suaka Margasatwa Lamandau, Cagar Alam Pararawen, Cagar
Alam Sapat Hawung, dan beberapa potensi wisata yang tersebar di
Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Tengah. (ttph://www.kalteng.go.id/
view article.asp. diunduh pada bulan Oktober 2009),
Dalam konstelasi pariwisata nasional, obyek wisata Taman
Nasional Tanjung Puting provinsi Kalimantan Tengah telah ditetapkan
sebagai destinasi utama nasional ke 33 dalam strategi pengembangan
pariwisata nasional (Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, 2007).
Penetapan itu didasari oleh potensi Taman Nasional Tanjung Puting yang
memiliki keanekaragaman flora dan fauna cukup tinggi dan memiliki
keunikan ekosistem serta ditetapkannya sebagai pusat rehabilitasi orang
utan pertama di Indonesia. Pengembangan ekowisata dalam kawasan
TNTP dibagi dalam empat lokasi, yaitu di Tanjung Harapan, Pondok
Tanggui, Pondok Ambung dan Camp Leakey. Dalam lokasi tersebut
produk wisata yang dapat dinikmati oleh wisatawan adalah keunikan dan
keanekaragaman flora dan fauna serta obyek wisata lainnya seperti:
pengamatan satwa, feeding orang utan, treking, ekosistem air hitam,
susur sungai, stasiun penelitian tanaman hutan tropis, area camping
ground, atraksi seni dan budaya. Demikian halnya dengan Taman
13
Nasional Sebangau sebagai salah satu lokasi penelitian, memiliki potensi
keindahan sumber daya alam yang meliputi bentang alam, ekosistem
unik, flora dan fauna, seni dan budaya masyarakat lokal, seperti: karya-
karya seni, adat istiadat, kerajinan anyaman rotan dan purun serta dan
segala bentuk kegiatan masyarakat yang menunjang kegiatan pariwisata),
menyaksikan primate, seperti: Orang Utan (Pongo Pygmaeus-pygmaeus),
Owa-owa (Hyllobates agilis), Beruk (Macaca nemestrina), dan Kelasi
(Presbytis rubicunda).
Pengembangan pariwisata perlu didukung oleh upaya untuk
memperkenalkan obyek daerah tujuan wisata (ODTW), melalui kegiatan
promosi wisata secara umum akan potensi pariwisata di Kalimantan
Tengah. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah
sebagai salah satu institusi yang bertanggungjawab untuk
mengembangkan kegiatan pariwisata di Kalimantan Tengah, pada 2010
telah membuat program pengembangan brand image bersama seluruh
pemerintah daerah di wilayah Kalimantan. Strategi program tersebut
adalah dengan memanfaatkan promosi advertorial majalah/buletin wisata
terkemuka regional seperti Travel Weekly dan Indonesia Travel Guides,
pemanfaatan teknologi internet melalui web dan elektornik mail, mengikuti
road show ke negara-negara pasar kunci seperti Eropa, USA dan Inggris,
maupun pasar potensial seperti Jepang dan Cina. Bentuk upaya
prommosi lainnya adalah pengembangan festival seni budaya nasional
tahunan dengan target pasar wisatawan nusantara. Memaksimalkan
14
pengembangan ekowisata (ekotourism) di Taman Nasional Tanjung
Puting dengan target pasar ecotourist, cultural tourist, backpackers tourist
dan student, melalui media promosi suatu traveller book seperti World
Travel Guide.
Perkembangan pariwisata di Kalimantan Tengah, khususnya
keberadaan Taman Nasional Tanjung Puting sebagai salah satu destinasi
utama nasional menunjukkan perkembangan yang signifikan dilihat dari
kunjungan wisatawan dalam enam tahun terakhir. Gambaran jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara ke lokasi obyek
ekowisata Kalimantan Tengah periode 2006 – 2011 sebagai berikut:
Tabel 1.2 Banyaknya wisatawan yang berkunjung ke Taman Nasional Tanjung Puting Tahun 2006-2011
No. Tahun Mancanegara Nusantara Jumlah Share
(%)
1. 2006 1.062 935 1.997
2. 2007 1.612 1.349 2.961 48,3
3. 2008 2.392 1.066 3.458 16,8
4. 2009 2.274 1.512 3.786 9,5
5. 2010 3.542 1.882 5.820 34,9
6. 2011 5.444 3.102 8.546 30,9
Total 16.200 9.846 26.046
Sumber : Laporan Tahunan Balai TNTP 2012 Keterangan : TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting
Tabel 1.2 menunjukkan bahwa angka kunjungan wisatawan
mancanegara dan nusantara ke obyek wisata TNTP selama periode 2006-
15
2011 mengalami peningkatan dari 1.997 orang pada tahun 2006
meningkat menjadi 8.420 orang pada tahun 2011. Peningkatan kunjungan
wisatawan dari sisi jumlah nampaknya cukup baik, namun dilihat dari sisi
prosentase peningkatan pertahunnya mengalami penurunan. Pada tahun
pertama (2006 – 2007) kunjungan wisatawan dilihat dari prosentase cukup
besar yaitu 48,3%, menurun menjadi 16,8% tahun kedua (2007-2008) dan
pada tahun ketiga (2008-2009) prosentase peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan turun menjadi 9,5%. Kemudian prosentase kunjungan
meningkat kembali menjadi 34,9% pada periode 2009-2010, dan pada
periode 2010-2011 turun kembali menjadi 30,9%. Jadi peningkatan angka
jumlah kunjungan ke TNTP cukup signifikan, namun prosentase
peningkatannya setiap tahun berfluktuasi.
Angka kunjungan wisatawan mancanegara ke TNTP pada Tahun
2006-2011, seperti dikemukakan pada Tabel 1.2 jauh lebih kecil
dibandingkan dengan kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali,
khususnya ke destinasi Kebun Raya Bedugul. Pada Tahun 2006
misalnya, kunjungan wistawan mancanegara ke Kebun Raya Bedugul Bali
sebanyak 411.373 orang dan pada tahun 2009 sebanyak 360.635 orang.
Sementara itu pada tahun yang sama (2006) kunjungan wisatawan
mancanegara ke TNTP adalah sebanyak 1.062 orang dan pada tahun
2009 sebanyak 2.274 orang. Dari data kunjungan wisatawan
mancanegara ke destinasi TNTP dan Kebun Raya Bedugul menunjukkan
bahwa jumlah kunjungan wisatawan ke Kebun Raya Bedugul Bali relatif
16
banyak dibanding dengan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke
TNTP. Rendahnya angka kunjungan wisatawan ke obyek wisata TNTP
boleh jadi karena beberapa faktor, seperti faktor aksesibilitas dan posisi
kota Palangka Raya atau Pangkalan Bun yang bukan merupakan pintu
masuk wisatawan mancanegara. Faktor lain adalah kurangnya informasi
dan belum maksimalnya promosi, kemasan produk wisata (atraksi,
fasilitas dan infrastruktur) yang masih minim.
Keberadaan TNTP sebagai kawasan wisata dan merupakan
lokasi reintroduksi satwa orang utan, telah mendorong lokasi tersebut
sebagai salah satu lokasi untuk pengembangan ilmu pengetahuan.
Pengembangan ilmu pengetahuan melalui kegiatan pendidikan lingkungan
dan penelitian serta daerah tujuan wisata. Tabel 1.3 menguraikan dan
menggambarkan keperluan/ tujuan wisatawan yang berkunjung ke TNTP
selama periode 2006-2011.
Tabel 1.3. Jumlah wisatawan yang berkunjung ke TNTP menurut keperluan Tahun 2006 – 2011
No. Tahun Rekreasi Penelitian Lainnya Jumlah
1. 2006 1.972 7 18 1.997
2. 2007 2.961 - - 2.961
3. 2008 3.454 2 2 3.458
4. 2009 3.777 5 4 3.786
5. 2010 5.795 7 28 5.820
6. 2011 8.534 1 11 8.546
Sumber : Laporan Tahunan Balai TNTP 2012 & Kobar Dalam Angka 2012 Keterangan : TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting
17
Tabel 1.3 menunjukkan bahwa dari tiga motif keperluan wisatawan
yang berkunjung ke TNTP selama tahun 2006-2011, didominasi oleh
motif dan tujuan untuk rekreasi dibanding dengan motif dan tujuan untuk
penelitian serta keperluan lainnya. Kecenderungan ini terjadi karena
obyek wisata TNTP terkenal dengan satwa endemik yang dilindungi yaitu
orang utan dan sudah menjadi brand image bagi TNTP di mata wisman
dan wisnu. Disamping itu atraksi wisata yang ditawarakan cukup
bervariasi dan menarik bagi wisatawan. Taman Nasional Sebagau adalah
salah satu dari dua lokasi tempat penelitian selain TNTP. Sebagai salah
satu taman nasional yang relatif baru, keberadaan dan informasi tentang
Taman Nasional Sebangau (TNS) sangat penting untuk disajikan pada
bagian ini. Gambaran perkembangan ekowisata TNS disajikan melalui
jumlah kunjungan wisman dan wisnu selama tahun 2006-2011 seperti
dikemukakan pada Tabel 1.4.
Tabel 1.4 Jumlah Wisatawan Yang Berkunjung ke Taman Nasional Sebangau Tahun 2006- 2011
No. Tahun Mancanegara Nusantara Jumlah Share (%)
1. 2006 24 185 209
2. 2007 45 195 240 12,9
3. 2008 68 92 160 -50,0
4. 2009 56 123 179 10,6
5. 2010 67 147 214 16,4
6. 2011 80 176 256 16,4
Total 340 918 1.258
Sumber : Laporan Tahunan Balai TNS 2012 Keterangan : TNS = Taman Nasional Sebangau
18
Jumlah kunjungan wisatawan ke TNS pada tahun 2006-2011
secara umum dikatakan memilik tren yang cukup baik karena mengalami
peningkatan, dimana pada tahun 2006 jumlah wisatawan adalah
sebanyak 209 orang meningkat menjadi 256 orang pada tahun 2011.
Kunjungan wisatawan mancanegara pada periode 2006-2011 menujukkan
perkembangan yang signifikan dimana pada tahun 2006 jumlah
wisatawan mancanegara yang berkunjung ke TNS adalah sebayak 24
orang meningkat menjadi 80 orang pada tahun 2011. Jika dibandingkan
dengan kunjungan wisatawan ke taman nasional Tanjung Puting pada
periode yang sama, jumlah kunjungan wisatawan ke TNS sangat sedikit.
Masih sedikit atau rendahnya tingkat kunjungan wisatawan ke TNS
disebabkan karena lokasi tersebut relatif masih baru dan masih dalam
tahap pembangunan infrastruktur pendukungnya serta masih minimnya
promosi tentang kawasan tersebut.
Perkembangan sektor pariwisata Kalimantan Tengah tidak
terlepas dari peran dan perkembangan obyek pariwisata yang ada di
berbagai Kabupaten/Kota. Gambaran perkembangan pariwisata
Kalimantan Tengah dapat dilihat dari aspek jumlah kunjungan wisatawan
mancangera dan nusantara, lama tinggal wisatawan dan besarnya
pengeluaran wisatawan selama dalam perjalan wisata. Berikut pada Tabel
1.5 diuraikan gambaran kunjungan, lama tinggal dan rata-rata
pengeluaran wisatawan mancanegara dan nusantara yang berunjung ke
Provinsi Kalimantan Tengah selama Tahun 2006 - 2011.
19
Tabel 1.5. Jumlah dan rata-rata pengeluaran Wisatawan yang Berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2006 – 2011.
No. Tahun Kunjungan
wisatawan
dalam 1
tahun
(org)
Jumlah
(org)
Rata-rata
Lama
Tinggal
(hari)
Rata-rata
Pengeluar
an perhari
(Rp)
Total
pengeluar
an (Rp)
1 2 3 4 5 6 7 8
1. 2006 Wisman 2.038
33.280 3 1,5 juta 3.057,0 jt
Wisnu 31.242 0,5 juta 15.621,0 jt
Sub Total 18.680,0 jt
2. 2007 Wisman 2.025
31.050 3 1,5 juta 9.112,5 jt
Wisnu 29.025 0,5 juta 43.537,5 jt
Sub Total 52.650,0 jt
3. 2008 Wisman 2.051
32.151 3 1,5 juta 9.229,5 jt
Wisnu 30.100 0,5 juta 45.379,0 jt
Sub Total 54.379,5 jt
20
Tabel 1.5, lanjutan…
1 2 3 4 5 6 7 8
4. 2009 Wisman 2.310
35.401 3 1,5 juta 10.395,0 jt
Wisnu 33.091 0,5 juta 49.636,5 jt
Sub Total 60.031,5 jt
5. 2010 Wisman 6.380
41.260 3 1,5 juta 28.710,0 jt
Wisnu 34.880 0,5 juta 52.320,0 jt
Sub Total 81.030,0 jt
6. 2011 Wisman 6.670
41.880 3 1,5 juta 30.019,5 jt
Wisnu 35.210 0,5 juta 52.815,0 jt
Sub Total 82.834,5 jt
Sumber : Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng, 2011.
Tabel 1.5 menunjukkan bahwa angka kunjungan wisatawan
mancanegara dan nusantara ke Provinsi Kalimantan Tengah secara
umum dapat dikemukakan mengalami peningkatan, dengan rata-rata
prosentasi pertumbuhan selama kurun waktu 2006-2011 sebesar 20,53%.
Peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanagara dan wisatawan
nusantara ke Kalimantan Tengah karena banyaknya kunjungan wisatawan
ke TNTP dan beberapa obyek wisata lainnya. Variasi wisatawan
mancanegara yang berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah lebih
banyak berasal dari Amerika Serikat, Belanda, Inggris, Asia dan Australia,
disamping wisatawan nusantara dari berbagai daerah di Indonesia dan
pengunjung dari beberapa daerah dalam wilayah Provinsi Kalimantan
Tengah. Kunjungan wisatawan ke Kalimantan Tengah dalam setiap
21
aktivitasnya untuk mengkonsumsi setiap kebutuhan seperti transportasi,
akomodasi, konsumsi dan kebutuhan lainnya, pada akhirnya akan
menggambarkan tingkat pengeluaran wisatawan tersebut.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah Tahun
2011, menyebutkan bahwa rata-rata pengeluaran perhari wisatawan
mancanegara yang berkunjung ke Kalimantan Tengah adalah sebesar
Rp. 1.500.000,- dan pengeluaran wisatawan nusantara adalah sebesar
Rp. 500.000,-. Durasi lama tinggal wisatawan yang berkunjung ke
Kalimantan Tengah, adalah rata-rata 3 hari. Sehingga total pengeluaran
wisatawan mancanegara selama 3 hari adalah Rp. 4.500.000,- dan
wisatawan nusantara adalah Rp. 1.500.000,-. Jumlah wisman dan wisnu
yang berkunjung ke Kalimantan Tengah pada tahun 2006 adalah
sebanyak 33.280 orang dengan durasi lama tinggal adalah 3 hari, dengan
jumlah pengeluaran adalah sebanyak Rp.18.680.000.000,-. Besarnya
pengeluaran wisman dan wisnu mengalami peningkatan menjadi
Rp. 82.834.500.000,- pada tahun 2011. Peningkatan jumlah pengeluaran
wisatawan didorong oleh adanya peningkatan jumlah kunjungan
wisatawan dari 33.280 orang pada tahun 2006 meningkat menjadi 41.880
orang pada tahun 2011. Faktor lain yang mendorong meningkatnya total
pengeluaran wisatawan adalah meningkatnya konsumsi wisatawan
terhadap kebutuhan dasar seperti transportasi lokal. akomodasi dan
pembelian berbagai macam souvenir.
22
Bukti empiris menunjukkan bahwa rata-rata pengeluaran perhari
wisman yang berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah seperti
ditunjukkan pada Tabel 1.5 lebih rendah dibanding dengan rata-rata
pengeluaran perhari wisman dan wisnu yang berkunjung ke Provinsi
Banten. Pada tahun 2009 misalnya, rata-rata tingkat pengeluaran
perorang perhari wisman yang berkunjung ke Banten adalah sebesar
Rp. 1.616.628,- dan pengeluaran perhari wisnu adalah sebesar
Rp. 546.099.666,- (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Banten
Tahun 2010). Untuk durasi waktu lama tinggal wisatawan 3 hari besarnya
pengeluaran wisatawan mancanegara adalah Rp. 4.849.884,- dan
pengeluaran wisatawan nusantara adalah sebesar Rp. 1.638.299,-
perorang. Lebih tingginya rata-rata pengeluaran wisatawan yang
berkunjung ke Provinsi Banten dibanding dengan yang berkunjung ke
Provinsi Kalimantan Tengah, boleh jadi karena posisi Provinsi Banten
yang bertetangga dengan Provinsi DKI, dimana Bandara Internasional
Soekarno Hatta sebagai salah satu pintu masuk wisatawan asing ke
Indonesia, yang memungkinkan banyaknya jumlah kunjungan dan durasi
lama tinggal yang lebih lama. Sementara Palangka Raya dan Pangkalan
Bun di Provinsi Kalimantan Tengah belum ditetapkan sebagai pintu masuk
wisatawan mancanegara, sehingga mempengaruhi jumlah kunjungan dan
durasi lama tinggal wisatawan relatif singkat karena faktor rendahnya
infrastruktur pariwisata, khususnya fasilitas akses ke daerah obyek wisata.
23
Kondisi riil tentang perkembangan pariwisata Kalimantan Tengah
dilihat dari aspek jumlah kunjungan, lama tinggal dan pengeluaran
wisatawan, menunjukkan bahwa pariwisata Kalimantan Tengah masih
tertinggal dibanding dengan parkembangan pariwisata Bedugul Bali dilihat
dari aspek jumlah kunjungan dan dengan provinsi Banten dilihat dari
aspek pengeluaran wisatawan. Rendahnya kinerja pariwisata Kalimantan
Tengah yang dicerminkan oleh rendahnya tingkat kunjungan wisatawan,
singkatnya waktu tinggal wisatawan dalam kawasan obyek serta masih
rendahnya tingkat pengeluaran wisatawan. Semua hal ini tergambar
melalui indeks daya saing pariwisata Kalimantan Tengah. Laporan
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2007) menyebutkan bahwa
indeks daya saing pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah yang diwakili
oleh destinasi wisata Taman Nasional Tanjung Puting adalah peringkat 28
diantara 33 destinasi utama di Indonesia. Posisi peringkat yang rendah ini
berbanding terbalik dengan potensi sumberdaya alam, keanekaragaman
hayati, variasi obyek wisata alam dan keunikan lingkungan yang dimiliki
oleh Taman Nasional Tanjung Puting. Tidak dapat dipungkiri bahwa
rendahnya daya saing pariwisata Kalimantan Tengah dipengaruhi oleh
berbagai faktor seperti ketersediaan fasilitas transportasi yang minim,
kemasan atraksi wisata yang belum maksimal, serta belum ditetapkannya
Palangka Raya sebagai pintu masuk wisatawan mancanegara ke
Kalimantan Tengah.
24
Faktor lain yang menyebabkan masih belum berkembangnya
sektor pariwisata Kalimantan Tengah adalah masalah transportasi, seperti
frekuensi penerbangan langsung dari Jakarta dan Semarang ke
Pangkalan Bun sebagai lokasi obyek wisata TNTP yang masih rendah,
serta belum adanya penerbangan langsung dari Bali ke Palangka Raya
dan Pangkalan Bun. Sehingga Bali sebagai salah satu pintu masuk
wisatawan mancanegara, dapat dijadikan sebagai destinasi transit, untuk
selanjutnya wisatawan dapat berkunjung ke Kalimantan Tengah. Faktor
lain yang mempengaruhi rendahnya daya saing destinasi Kalimantan
Tengah adalah produk wisata yang belum dikemas dengan baik dan
dikelolah secara profesional, khususnya atraksi wisata, fasilitas
akomodasi yang masih minim, serta kegiatan promosi wisata yang belum
dirancang dan dikemas dengan baik untuk memperkenalkan obyek wisata
kepada calon wisatawan baik dalam skala lokal, nasional maupun
internasional.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi besar kecilnya tingkat
pengeluaran wisatawan mancanegara dan nusantara yang berkunjung ke
suatu obyek wisata tergantung pada seberapa lama wisatawan tersebut
tinggal di obyek wisata. Berikut pada Tabel 1.6 dikemukakan gambaran
rata-rata lama tinggal wisman dan wisnu yang berkunjung ke Taman
Nasional Tanjung Puting selama tahun 2006 – 2011.
25
Tabel 1.6. Lamanya Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Nusantara
di Taman Nasional Tanjung Puting Tahun 2006 - 2011
No. Tahun
Kunjungan wisatawan(Orang
Hari)
Rata-rata lama tinggal
Wisman & Wisnu
Mancanegara Nusantara
1. 2006 4,0 2,3 2,2
2. 2007 3,4 2,7 3,1
3. 2008 4,6 2,4 3,5
4. 2009 4,5 2,0 3,1
5. 2010 5,6 2,1 3,9
6. 2011 5,8 2,5 4,2
Rata-rata 4,7 2,3 3,5
Sumber : Laporan Tahunan Balai TNTP 2012 Keterangan : TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting
Data pada Tabel 1.6 menggambarkan wisatawan mancanegara
dan nusantara pada saat berkunjung ke TNTP pada Tahun 2006-2011,
menunjukkan rata-rata lama tinggal wisatawan dalam kawasan obyek
wisata adalah 3,4 hari. Lama tinggal wisatawan termasuk relatif rendah,
sehingga dapat mempengaruhi besarnya tingkat pengeluaran wisatawan
selama berada dalam lokasi wisata. Dari sudut pandang teori, dikatakan
bahwa semakin lama tingkat hunian/lama tinggal wisatawan akan semakin
besar tingkat pengeluarannya untuk memenuhi semua kebutuhan pokok
dan kebutuhan lainnya, seperti konsumsi makanan dan minuman,
akomodasi, serta transportasi lokal. Hasil kajian Tur, dkk (2008)
menyebutkan bahwa lama tinggal wisatawan dalam kawasan obyek
26
wisata dipengaruhi oleh variabel ekonomi seperti: anggaran yang terbatas,
pendapatan wisatawan dan harga produk wisata. Hasil studi ini dalam
pemahaman teori pariwisata makin mempertegas adanya hubungan
antara besar kecilnya pengeluaran wisatawan dengan lama tinggal
wisatawan dalam kawasan obyek wisata. Pernyataan yang sama juga
dikemukakan oleh Goldman dkk (1994) yang menyimpulkan bahwa
pengeluaran wisatawan saat melakukan wisata terdiri atas pengeluaran
langsung dan pengeluaran tidak langsung yang akan berdampak pada
penerimaan masyarakat. Bertolak dari kedua hasil studi ini dapat
disimpulkan bahwa secara umum dampak yang ditimbulkan oleh kegiatan
pariwisata melalui pengeluaran wisatawan akan diterima oleh masyarakat
lokal sebagai pendapatan.
Memperhatikan beberapa hasil kajian terdahulu dan kondisi empiris
yang ada di Provinsi Kalimantan Tengah khususnya perkembangan sektor
pariwisata seperti yang sudah diuraikan pada bagian sebelumnya
menunjukkan bahwa aspek kunjungan wisatawan mancanegara dan
nusantara, lama tinggal wisatawan serta pengeluaran wisatawan masih
rendah. Rendahnya tingkat kunjungan, singkatnya waktu kunjungan dan
rendahnya pengeluaran wisatawan pada gilirannya berpengaruh pada
rendahnya daya saing pariwisata Kalimantan Tengah. Kondisi seperti
inilah menurut peneliti menjadi salah satu kendala utama dengan
beberapa faktor yang mempengaruhinya, sehingga perkembangan
sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah masih tergolong rendah.
27
Atas dasar itu, maka dipandang perlu untuk melakukan kajian yang lebih
komprehensif terhadap faktor-faktor penentu yang berkaitan dengan
perkembangan sektor pariwisata di Provinsi Kalimantan Tengah. Kajian
yang ingin dilakukan tersebut ditetapkan dengan tema “Analisis Faktor
Penentu Pengeluaran Wisatawan Melalui Pengembangan Ekowisata
Berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah”.
1.2. Rumusan Masalah
Memperhatikan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, maka
berikut ditetapkan beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini,
sebagai berikut :
1. Apakah produk wisata berpengaruh secara langsung terhadap
pengeluaran wisatawan dan tidak langsung melalui frekuensi
kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan?
2. Apakah keunikan lingkungan berpengaruh secara langsung terhadap
pengeluaran wisatawan dan berpengaruh secara tidak langsung
melalui frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan?.
3. Apakah promosi wisata berpengaruh langsung terhadap pengeluaran
wisatawan dan tidak langsung melalui frekuensi kunjungan
wisatawan dan lama tinggal wisatawan?
4. Apakah jumlah kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan
berpengaruh secara langsung terhadap pengeluaran wisatawan?.
28
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menganalisis faktor-
faktor dominan yang berpengaruh terhadap pengeluaran wisman dan
wisnu yang berkunjung ke Provinsi Kalimantan Tengah. Secara rinci
tujuan tersebut adalah untuk:
1. Menganalisis dan mengukur pengaruh secara langsung, dan
signifikan produk wisata terhadap pengeluaran wisatawan dan
pengaruh secara tidak langsung, signifikan melalui frekuensi
kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan .
2. Menganalisis dan mengukur pengaruh secara langsung, dan
signifikan keunikan lingkungan terhadap pengeluaran wisatawan dan
pengaruh secara tidak langsung, signifikan melalui frekuensi
kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.
3. Menganalisis dan mengukur pengaruh secara langsung, dan
signifikan promosi wisata terhadap pengeluaran wisatawan dan
pengaruh secara tidak langsung, signifikan melalui frekuensi
kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan
4. Menganalisis dan mengukur pengaruh secara langsung, signifikan
frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan terhadap
pengeluaran wisatawan.
29
1.4. Kegunaan Penelitian
Keberhasilan usaha pengembangan pariwisata, khususnya
ekowisata kaitannya dengan peningkatan akses masyarakat ditentukan
oleh kerjasama secara terpadu diantara pelaku wisata (stakeholders)
melalui implementasi dan pemahaman tentang pengembangan
kepariwisataan yang tepat. Dengan demikian kegunaan hasil penelitian ini
adalah :
1. Dapat dijadikan sebagai sumber informasi ilmiah oleh pemerintah
Provinsi Kalimantan Tengah untuk memilih kebijakan pengembangan
ekowisata di Taman Nasional Tanjung Puting dan Taman Nasional
Sebangau serta di seluruh obyek wisata di Provinsi Kalimantan
Tengah.
2. Dapat memberikan informasi yang berguna bagi pemerintah dalam
mengevaluasi kinerja ekowisata kaitannya dengan struktur
perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah.
3. Dapat memberikan kontribusi empiris, guna memperkaya analisis,
pengambilan keputusan dan pengembangan ekowisata di Provinsi
Kalimantan Tengah.
30
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan bab ini diarahkan untuk meninjau ulang isu teoritis dan
empiris pada berbagai literatur atau studi terkait sebelumnya. Fokus
utama adalah mereview kajian yang mencoba mengamati, baik secara
umum seperti konsepsi pariwisata, ekowisata maupun lebih spesifik terkait
produk wisata, keunikan lingkungan, promosi wisata, jumlah kunjungan
wisata, lama tinggal wisatawan kaitannya dengan pengeluaran wisatawan.
Dengan demikian bahwa dalam bab ini pesan utama yang ingin disajikan
meliputi dua hal pokok yaitu tinjauan ulang berbagai literatur terkait
dengan berbagai kajian/landasan teoritis dan studi empiris terkait
sebelumnya atau yang relevan dengan variabel penelitian.
2.8. Isu Terkait Tentang Pariwisata
Pada era industrialisasi dan kemajuan teknologi saat ini, semakin
banyak orang yang membutuhkan kompensasi untuk menikmati waktu
luangnya (leisure time) dengan melakukan perjalanan wisata. Naisbit
(1994) telah memperkirakan bahwa mulai tahun 2000 sektor pariwisata
akan menjadi industri terbesar di dunia dan menyumbang ekonomi global.
Sejalan dengan pernyataan Naisbit tersebut, World Tourism Organisation
(WTO) pada tahun 2010 melaporkan bahwa jumlah wisatawan global
akan meningkat menjadi 1.018 juta orang dengan perolehan devisa
sebesar US%$ 3,4 trilyun, investasi pariwisata dunia sebesar 10,7 %
31
permodalan dunia, dan kesempatan kerja sebanyak 204 juta orang
(Yoety, 2008). Besarnya kontribusi sektor pariwisata terhadap
perekonomian global sebagai akibat tingginya tingkat perjalanan wisata
dunia. Perjalanan wisata dunia telah mengalami pergeseran, seperti
laporan hasil konferensi dunia di bidang lingkungan (Globe’90) di
Vancouver Canada, menyebutkan bahwa pola perilaku wisatawan
mengalami pergeseran dari wisata massal (mass tourism) ke wisata minat
khusus (special tourism). Pergeseran perilaku wisatawan tersebut
menurut Suradnya (2005) adalah sebuah evolusi yang mengarah kepada
perubahan paradigma tentang pilihan destinasi, dimana dalam konteks
pariwisata berkelanjutan sasaran utamanya adalah bagaimana
mengoptimalkan kesiapan destinasi yang unik dan alami melalui
pengembangan ekowisata. Pariwisata berkelanjutan yang identik dengan
ekowisata sangat memungkinkan untuk berkembang secara optimal atau
tidak akan menemui kendala yang berarti, karena adanya dukungan
sumberdaya alam yang potensinya sangat besar.
Sebagai suatu fenomena multi dimensional, pariwisata telah
menumbuhkan citra petualangan, romantik dan tempat-tempat yang
eksotik, dan jika dilihat dari konteks sebuah aktivitas. Bagyono (2005)
mengatakan bahwa pariwisata adalah bagian dari unsur bisnis,
kesehatan, sosial, politik, agama dan kepentingan lain, rasa
keingintahuan, menambah pengalaman ataupun belajar). Sementara itu
Smith dan Gun (1994), memandang bahwa kajian pariwisata sifatnya
32
historis, dan berkembang ke arah kajian geografis deskriptif dan
selanjutnya sampai pada kajian wisata dilihat dari aspek sejarah dan
ideologi. Selanjutnya John (1983) dan Murphy (1985) menyatakan bahwa
pariwisata dapat didekati melalui konsep pertumbuhan ekonomi, sehingga
pariwisata dapat dianggap sebagai sebuah industri. Jadi studi yang
dilakukan oleh John (1983) dan Murphy (1985) telah memasukkan unsur-
unsur ekonomi melalui produksi barang dan jasa yang dapat digali dari
pembangunan kepariwisataan.
Bertolak dari kajian wisata sebagai pertumbuhan ekonomi, tentu
dalam perjalanan waktu akan melibatkan dan mendorong untuk
berkembangnya sektor-sektor lain sehingga pada gilirannya mendorong
ekonomi nasional (Yoety, 1996 dan Wahab, 2003). Bagi negara-negara
yang memiliki potensi sumberdaya alam seperti Indonesia, dalam
beberapa tahun terakhir telah mengembangkan, bahkan mengandalkan
sektor pariwisata sebagai salah satu sektor penyumbang devisa. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh United Nation World Touris Organisation
(UNWTO) dan Hongkong Polytechnic University (2006), menunjukkan
bahwa terjadi pergeseran perilaku wisatawan, dimana kini semakin
banyak wisatawan yang menentukan terlebih dahulu aktivitas yang ingin
dilakukan baru kemudian memilih obyek wisata yang menawarkan
aktivitas tersebut. Oleh karena itu penting untuk diperhatikan bahwa
pengembangan suatu kawasan wisata harus digabungkan dengan
penawaran atau aktivitas tertentu yang “unik” atau aktivitas yang
33
dimaksudkan hanya dapat dibeli atau dilakukan di tempat-tempat tertentu.
Sejalan dengan itu Sekartjakrarini (2004) mengatakan bahwa terdapat
faktor kunci yang berpengaruh dalam pengembangan ekowisata, antara
lain: obyek dan daya tarik wisata, infrastruktur, kelembagaan, transportasi
atau aksesibilitas, akomodasi, fasilitas dan pelayanan serta implikasi
terhadap lingkungan dan ekonomi. Gufran (2008) menyimpulkan bahwa
faktor utama dalam rangka pengembangan ekowisata adalah meliputi: (a)
faktor keamanan, (b) faktor kelestarian, faktor keunikan obyek dan faktor
daya tarik wisata, disamping itu terdapat faktor pendukung yang juga
penting untuk diperhatikan adalah manajemen (kelembagaan),
aksesibilitas dan faktor dampak minimum.
2.9. Pengembangan Ekowisata dan Pariwisata Berkelanjutan
Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam dan
budaya, memiliki potensi untuk mengembangkan pariwisata, salah
satunya adalah potensi wisata alam (ekowisata). Seperti halnya tujuan
pembangunan berkelanjutan yang dijelaskan Seragaldin (1996) dalam “a
triangle framework”, maka pembangunan industri pariwisata diarahkan
pada sustainable tourism, dimana salah satu bentuknya adalah ecological
tourism (ecotourism). Potensi sumber daya alam yang cukup besar
tersebut membentuk kawasan wisata yang memiliki beragam obyek wisata
unik telah menawarkan wisata berbasis alam (nature-based-tourism)
termasuk di dalamnya ekowisata (ecotourism), wisata petualangan
(adventure tourism), dan wisata bahari (marine tourism). Spillane (1994)
34
menyatakan bahwa wisata berbasis alam atau ekowisata adalah
merupakan perjalanan sekelompok orang yang sifatnya sementara untuk
menikmati obyek dan atraksi di tempat tujuan sebagai usaha mencari
keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dalam lingkungan hidup
dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
Gufran (2008) menyatakan bahwa terdapat beberapa kriteria
minimum dalam pengembangan ekowisata, yaitu: (1) kelestarian dan
keunikan ODTW termasuk di dalamnya usaha konservasi flora, fauna,
keindahan alam dan mempertahankan keunikan budaya masyarakat lokal,
(2) aksesibilitas menuju dan di dalam kawasan, atau sarana dan prasaran
transportasi, (3) keamanan saat berwisata dan asuransi, (4) infrastruktur
minimum seperti tempat istirahat (gazebo), toilet, (5) institusi dan regulasi,
(6) bisnis wisata (travel agent, travel writer), (7) hubungan dengan ODTW
lainnya, (8) dampak minimum pada lingkungan, (9) promosi, (10) daya
dukung wisata, (11) pemberdayaan masyarakat, (12) kontribusi ekonomi
(jumlah pengeluaran wisatawan), (13) pendidikan.
Ditinjau dari sisi mikro, perkembangan ekowisata yang ditandai
dengan pembangunan sarana infrastruktur dan meningkatnya jumlah
kunjungan wisatawan tentunya berdampak bagi sejumlah masyarakat di
sekitar lokasi. Dampak positif berupa aliran uang dari wisatawan ke
masyarakat lokal yang memiliki akses dalam kegiatan ekowisata melalui
kesempatan kerja seperti interpreter, pemandu wisata, penyedia
transportasi, penyedia akomodasi, penyedia makanan dan minuman,
35
penjualan souvenir. Semua efek pengganda tersebut pada gilirannya
meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. Selain dampak positif,
pengembangan ekowisata juga memungkinkan timbulnya dampak negatif
berupa penurunan kualitas lingkungan serta perubahan kondisi sosial
budaya masyarakat. Agar supaya dampak negatif dapat ditekan, maka
perencanaan pengembangan ekowisata hendaknya dilakukan melalui
kegiatan: (a) penilaian dan inventarisasi sumberdaya yang cocok untuk
pariwisata, (b) perkiraan berbagai tekanan yang timbul sebagai dampak
lingkungan, (c) tata kelolah yang benar atas tata guna lahan (Kodhyat,
1998). Selanjutnya pemilihan konsep pengembangan ekowisata
didasarkan pada beberapa unsur utama yaitu: (a) ekowisata sangat
bergantung pada kualitas sumberdaya alam, peninggalan sejarah dan
budaya; (b) ekowisata melibatkan masyarakat, (c) ekowisata
meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap alam, nilai-nilai
peninggalan sejarah dan budaya; (d) tumbuhnya pasar ekowisata di
tingkat internasional dan nasional; dan (e) ekowisata sebagai sarana
mewujudkan ekonomi berkelanjutan (Purwanti, 2010).
Dengan memahami unsur utama konsep pengembangan
ekowisata, maka dalam hal ini ekowisata menawarkan konsep low invest-
high value bagi sumberdaya alam dan lingkungan, sekaligus
menjadikannya sebagai sarana yang ampuh bagi partisipasi masyarakat,
karena seluruh asset produksi menggunakan dan merupakan milik
masyarakat lokal. Di dalam pemanfaatan areal alam dan kawasan
36
konservasi sebagai obyek daya tarik wisata (ODTW) seperti: taman
nasional, taman hutan raya, cagar alam, suaka margasatwa, taman
wisata alam dan taman buru, pengembangan ekowisata mempergunakan
pendekatan pelestarian dan pemanfaatan, namun dalam pelaksanaannya
lebih menitikberatkan pada “pelestarian”. Ekowisata merupakan bentuk
wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi, sebagai upaya
untuk menjaga kelangsungan pemanfaatan suberdaya alam untuk waktu
kini dan masa yang akan datang. Hal ini sesuai dengan definisi yang
dibuat oleh The International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources (1980) dalam Fandeli (2000), bahwa konservasi adalah usaha
manusia untuk memanfaatkan biosfer dengan berusaha memberikan hasil
yang besar dan lestari untuk generasi kini dan mendatang. Dengan
demikian bahwa ekowisata harus dapat menjamin kelestarian lingkungan
sebagai bentuk implementasi dari tujuan konservasi seperti dikemukakan
United Nation Enviromental Program (UNEP, 1980) dalam Fandeli (2000)
yaitu: (a) menjaga tetap berlangsungnya proses ekologi yang tetap
mendukung sistem kehidupan; (b) melindungi keanekaragaman hayati; (c)
menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan ekosistemnya. Upaya
untuk menjaga kelestarian lingkungan, maka pengembangan ekowisata
tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya menggunakan jasa alam
dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik dan
psikologi wisatawan, sehingga dapat dikatakan bahwa ekowisata tidak
37
menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Selanjutnya jika dilihat dari aspek
bisnis, maka ekowisata pada dasarnya tidak mengenal kejenuhan pasar.
Lebih lanjut Fandeli (2004) mengatakan bahwa produk ekowisata
adalah keindahan, keunikan, otentitas dan ilmu pengetahuan (knowledge)
yang berada pada suatu kawasan, bahkan ekowisata menjual produk
yang bersifat pengalaman (experience). Ekowisata sebagai bentuk
pariwisata dengan kegiatan yang bertumpu pada konservasi akan
bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat lokal serta
menjamin kelestarian sumberdaya alam dan berkelanjutan. Hasil studi
Kumar at., al (2010) di Taman Nasional Madhav, Shivpuri India
menyatakan bahwa ekowisata yang menekankan pada kelestarian
lingkungan memberikan pemahaman yang positif bagi wisatawan yang
berkunjung sehingga keberadaan wisatawan dalam kawasan taman
nasional ikut bertanggung jawab atas kebersihan lingkungan, tidak
rusaknya vegetasi, tidak terjadinya erosi tanah dan tetap terjaganya
kondisi lingkungan dengan baik, sehingga dengan demikian keberadaan
wisatawan telah memberikan kontribusi yang signifikan melalui
pemahaman atas pentingnya kelestarian lingkungan agar keberadaan
ekowisata dalam Taman Nasional Madhav dapat berkelanjutan.
Pengembangan ekowisata dalam konteks pariwisata lebih
menekankan pada eco-development yang meliputi: (a) pemanfaatan
sumberdaya alam; (b) pemanfaatan teknologi yang tepat; (c) pemanfaatan
kemampuan sosial politik masyarakat lokal. Dengan demikian untuk
38
mencapai keberlanjutan ekowisata, beberapa saran dan konsep yang
perlu diperhatikan menurut Hawkins at., al dalam Theobald (1998) adalah:
(a) menghargai keutuhan dan keberadaan ekosistem; (b) partisipasi lokal;
dan (c) memberi peluang ekonomi bagi masyarakat lokal. Kaitannya
dengan konsep pembangunan berkelanjutan yang menjadi dasar
pengembangan ekowisata di Indonesia, meliputi lima prinsip dasar yaitu:
(a) pelestarian; (b) pendidikan; (c) pariwisata; (d) perekonomian; dan
partisipasi masyarakat lokal. Dengan memahami beberapa hal yang
berkaitan dengan potret ekowisata, maka dapat disimpulkan bahwa
pengembangan ekowisata berkelanjutan mempunyai ruang lingkup yang
kompleks dan multidimensi serta mempunyai keterkaitan satu dengan
yang lain.
2.10. Pengembangan Produk Wisata Hubungannya dengan Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal, dan Pengeluaran Wisatawan.
Pengelolaan pariwisata alam (ekowisata) melalui pengembangan
produk wisata atau obyek dan daya tarik wisata (ODTW) alam, adalah
sesuatu yang penting agar tercipta keamanan ODTW di suatu kawasan,
serta mengemasnya menjadi ODTW alam yang unggul dan menarik untuk
dikunjungi wisatawan. Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada
pariwisata minat khusus atau yang dikenal dengan Ekowisata, dimana
menurut Fandeli (2002) bahwa saat ini ada kecenderungan semakin banyak
wisatawan yang mengunjungi objek berbasis alam dan budaya penduduk
lokal. Fenomena seperti ini merupakan peluang besar bagi wilayah yang
memiliki potensi dan keanekaragaman hayati tinggi untuk menjaring
39
wisatawan mancanegara dan nusantara. Alasannya, karena wisatawan
cenderung beralih kepada alam dibandingkan pola-pola wisata buatan yang
mereka rasakan telah jenuh dan kurang menantang.
Ragam produk yang dihasilkan oleh industri pariwisata termasuk
ekowisata menurut Sihite (2000) bahwa keistimewaan dari industri
pariwisata bila ditinjau dari sudut ekonomi adalah produk yang
dihasilkannya terpisah, sedangkan permintaannya tergabung, seperti
dilihat dalam satu paket wisata. Sebagai suatu industri, ekowisata dalam
pengembangannya sudah tentu manghasilkan produk berupa jasa
lingkungan. Produk tersebut ditawarkan kepada konsumen untuk
memperoleh pendapatan (income) dengan masuk pada sistem
perdagangan umum yang berlaku. Dalam perdagangan produk ekowisata,
juga berlaku hukum permintaan (demand) dan penawaran (supply),
dimana semua produk wisata dikemas dari bermacam-macam produk
kelompok industri pariwisata (paket wisata) untuk selanjutnya dikonsumsi
oleh wisatawan dalam perjalanan wisata yang dilakukannya mulai dari
awal perjalanan, menikmati obyek wisata sampai kembali ke tampat asal.
Produk industri pariwisata, termasuk di dalamnya produk ekowisata
bersifat kompleks jika dibandingkan dengan produk manufaktur umumnya,
dimana produk wisata yang akan ditawarkan bersifat produk tidak
berwujud (intangible product), sehingga untuk kelancaran penawaran
(supply) produk wisata, hal yang penting diperhatikan adalah perencanaan
yang baik, dan memahami sifat dan karakteristik produk yang akan
40
ditawarkan kepada wisatawan sebagai konsumen. Produk wisata berupa
atraksi wisata dan fasilitas pendukung lainnya seperti akomodasi, food
and beverage merupakan daya tarik bagi wisatawan untuk mengunjungi
suatu ODTW. Hasil studi Ubjaan (2005), Kelkit at, al (2008), dan Olivia
(2009) menyatakan bahwa ketersediaan dan kemasan produk wisata
(atraksi dan fasilitas pendukung wisata) mempunyai hubungan yang
signifikan dengan jumlah dan frekuensi kunjungan wisatawan.
Arismayanti (2009) dalam studi deskriptifnya di Bali dengan menggunakan
pendekatan siklus hidup daerah tujuan wisata juga menyatakan bahwa
jika daerah tujuan wisata ingin dikunjungi oleh banyak wisatawan maka
manajemen produk wisata, khususnya atraksi wisata harus melalukan
variasi dan siklus atraksi secara baik sehingga wisatawan tidak merasa
bosan untuk mengunjungi daerah tersebut. Dari studi ini dapat
disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara siklus dan
variasi produk wisata dengan kunjungan wisata. Pendapat Ubjaan (2008)
dan Arismayanti (2009) sejalan dengan hasil studi Suradnya (2005) yang
menyatakan bahwa suatu obyek wisata akan menjadi pilihan wisatawan
untuk dikunjungi tergantung pada daya tarik obyek wisata (produk wisata)
yang bersangkutan, faktor daya tarik lingkungan tersebut adalah
keindahan alam (natural beauty). Hasil studi Suradnya (2005)
menyimpulkan bahwa wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali
karena daya tarik keindahan alam (natural beauty) yaitu sebesar 5,12%
dari 8 (delapan) varians yang dianalisis. Dengan demikian bahwa faktor
41
produk wisata melalui daya tarik paket wisata yang ditawarkan memiliki
korelasi yang signifikan dengan kunjungan wisatawan mancanegara ke
Bali.
Selanjutnya Christoper at, al (2010) dan Collins at, al (2010) dalam
studinya menyatakan bahwa wisatawan yang menyaksikan produk wisata
alam seperti atraksi telah memberikan manfaat sosial dan memberikan
kenikmatan tersendiri yang berbeda dengan kenikmatan yang diberikan
oleh wisata massal. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jika produk
wisata, khususnya atraksi wisata alam dikelola secara baik, sehingga
dapat memberikan kenyamanan bagi wisatawan, pada gilirannya akan
mendorong wisatawan untuk berkunjung ke ODTW tersebut.
Pengembangan produk ekowisata dengan menampilkan produk
wisata yang unik tentu menjadi modal dasar dan menjadi preferensi
wisman dan wisnu menghabiskan waktu lebih lama dalam kawasan
ODTW untuk dapat menikmati seluruh atraksi alami (natural attraction)
yang ditawarkan oleh pengelola. Hasil studi Palacio (1997) di Belize
menyimpulkan bahwa produk ekowisata berupa pemandangan yang lepas
dan ketersediaan fasilitas akomodasi seperti homestay dan camping area
telah menjadi preferensi wisatawan untuk berkunjung dan tinggal lebih
lama dalam kawasan tersebut karena wisatawan merasakan kenyaman
selama berwisata dan dapat menikmati pemandangan secara lepas.
Sejalan dengan hasil studi Palacio (1997), Linberg (1991) mengatakan
bahwa perilaku wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata adalah
42
merupakan refleksi dari perjalanan ke kawasan yang masih asli, yang
relatif tidak terusik ataupun tercemar dengan tujuan untuk mempelajari,
mengagumi dan menikmati pemandangan alam, hidupan liar tumbuhan
dan satwa serta budaya setempat. Pernyataan tersebut dipertegas lagi
oleh Western (1995) yang menyatakan bahwa berwisata ke kawasan alam
(ekowisata) adalah perjalanan yang bertanggung jawab ke wilayah-
wilayah alami yang melindungi lingkungan dan meningkatkan
kesejahteraan penduduk setempat. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa ekowisata menggabungkan suatu komitmen terhadap alam dengan
tanggung jawab sosial. Artinya ekowisata dapat mendukung
pembangunan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja di daerah
pedesaan disekitar obyek wisata. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ekowisata mengandung unsur penghargaan (rewarding), pengkayaan
(enriching), petualangan (adventuresm), dan proses belajar (learning)
yang terkait dengan obyek yang dikunjungi.
Keberadaan wisatawan dalam kawasan ODTW sudah tentu akan
mengeluarkan sejumlah uang untuk membeli sejumlah kebutuhan,
semakin lama berada dalam kawasan obyek semakin besar pengeluaran
wisatawan. Rosemary (2007) mengatakan bahwa ada tujuh alasan
wisatawan untuk membelanjakan uangnya pada saat berwisata, yaitu: (a)
keunikan, (b) harga, (c) waktu belanja, (d) sudah merencanakan
pengeluaran, (e) belanja untuk keluarga dan teman, (f) karena ada
pesanan dari rumah. Dengan memperhatikan alasan di atas, maka boleh
43
jadi wisatawan dalam mengeluarkan uang untuk belanja selama berwisata
lebih fokus pada belanja jenis souvenir yang dijual di dalam dan di sekitar
kawasan obyek. Selain itu faktor yang menentukan wisatawan untuk
membelanjakan uang selama berwisata adalah karena adanya hubungan
antara faktor ekonomi dengan keinginan untuk konsumsi (tourist demand),
dimana keinginan untuk konsumsi tersebut didorong oleh pendapatan
rumah tangga/pendapatan wisatawan, harga penginapan dalam obyek,
harga tiket masuk, harga makanan dan minuman serta harga souvenir
(Allen et, al., 2007). Jadi dalam hal ini, pengeluaran wisatawan lebih banyak
ditentukan oleh faktor pendapatan dan harga, sehingga dapat dikatakan
bahwa permintaan terhadap produk wisata dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan dan tingkat harga dari produk tersebut.
2.11. Pengembangan Keunikan Lingkungan Hubungannya dengan Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal, dan Pengeluaran Wisatawan.
Lingkungan terdiri dari lingkungan biofisik (biotik, fisik) dan
lingkungan sosial. Lingkungan biotik meliputi organisme hidup yang
mencakup flora, fauna dan mikroorganisme, sedangkan lingkungan fisik
meliputi benda mati seperti: tanah, air dan udara. Sementara lingkungn
sosial meliputi semua faktor atau kondisi dalam masyarakat yang dapat
menimbulkan pengaruh atau perubahan sosiologis (Soemarwoto, 1999).
Ketiga komponen lingkungan yang disebutkan di atas, menurut Ryadi
(1981) terkait dalam hubungan inter-relationship dengan kaidah
44
keseimbangan yang diantur oleh ketertiban alamiah. Selanjutnya
Soemarwoto (1997), menambahkan bahwa ekosistem terbentuk oleh
variasi komponen lingkungan di suatu tempat yang berinteraksi
membentuk suatu kesatuan yang teratur dengan fungsi dan niche tertentu.
Selama masing-masing komponen berfungsi dengan baik, ekosistem akan
berada dalam keteraturan dan keseimbangan yang dinamis. Dalam hal ini
manusia sebagai subsistem lingkungan selalu berinteraksi dengan
lingkungan untuk menjaga dan meningkatkan kualitas hidupnya.
Mencermati gambaran umum tentang lingkungan hidup, dimana
ekosistem adalah bagian dari lingkungan hidup itu sendiri, maka
pengertian ekosistem adalah suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat
hubungan antara struktur dan fungsi. Struktur yang dimaksudkan dalam
definisi ekosistem tersebut adalah berhubungan dengan keanekaragaman
spesies (species diversity). Ekosistem yang mempunyai struktur yang
kompleks, memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi. Sedangkan
istilah fungsi dalam definisi ekosistem menurut Tansley dalam Kusmana
& Istomo (1995) berhubungan dengan siklus materi dan arus energi
melalui komponen- komponen ekosistem. Bahwa masing-masing sub
sistem dalam sebuah ekosistem saling berhubungan satu sama lainnya
berdasarkan struktur dan fungsinya untuk membentuk satu kesatuan
sistem yang utuh dalam membangunan suatu sistem kehidupan.
Peristiwa dalam suatu ekosistem atau biasa disebut sistem ekologi
adalah merupakan pertukaran bahan-bahan antara bagian-bagian yang
45
hidup dan yang tak hidup di dalam suatu sistem. Ekosistem dicirikan
dengan berlangsungnya pertukaran materi dan transformasi energi yang
sepenuhnya berlangsung diantara berbagai komponen dalam sistem itu
sendiri atau dengan sistem lain di luarnya. Jadi ekosistem menurut
Woodbury, 1954 dalam Indriyanto, 2006) adalah tatanan kesatuan secara
kompleks di dalamnya terdapat habitat, tumbuhan, dan binatang yang
dipertimbangkan sebagai unit kesatuan secara utuh, sehingga semuanya
akan menjadi bagian mata rantai siklus materi dan aliran energi.
Ekosistem yang lengkap dan didukung oleh banyak sub sistem
lingkungan dan membentuk suatu sistem ekologi optimal dimana unsur
lingkungan biotik dan abiotik menyatu dalam satu kesatuan yang saling
mempengaruhi dan membentuk suatu ekosistem, seperti ekosistem hutan,
danau, air terjun, kawasan fauna dan sebagainya. Dan jika unsur-unsur
yang membangun ekosistem tersebut adalah termasuk yang endemik
atau langka maka dapat dikatakan bahwa ekosistem tersebut masuk
kategori unik (Direktorat WAPJL, 2002). Jika suatu unsur lingkungan
biotik (flora dan fauna) merupakan unsur yang endemik atau langka, tentu
dalam rangka mempertahankan kondisi ekosistemnya diperlukan upaya
pelestarian.
Mitchell, Setiawan dan Rahmi (2000) menyatakan bahwa konsep
pelestarian lingkungan modern mesti berisikan upaya pemanfaatan
lingkungan sekaligus memelihara keberlanjutannya. Salah satu paket
strategi mempertahankan kelestarian lingkungan adalah dengan: (1)
46
memperkuat kapasitas perencanaan lokal dengan memasukkan aspek
konservasi ke dalam perencanaan spasial; (2) rasionalisasi hak-hak atas
sumberdaya, seperti hak atas tanah; dan (3) pengembangan area lokal.
Jadi pernyataan Mitchell, Setiawan dan Rahmi (2000) dapat disimpulkan
bahwa pengembangan ekowisata dalam kawasan hutan melalui konsep
konservasi bertujuan untuk mempertahankan kualitas dan keutuhan
ekosistem menuju kepada pengembangan ekowisata yang berwawasan
lingkungan.
Selanjutnya Keanekaragaman hayati (biodiversity) adalah suatu
istilah pembahasan yang mencakup semua bentuk kehidupan, yang
secara ilmiah dapat dikelompokkan menurut skala organisasi biologisnya,
yaitu mencakup gen, spesies tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme
serta ekosistem dan proses-proses ekologi dimana bentuk kehidupan ini
merupakan bagiannya. Dapat juga diartikan sebagai kondisi
keanekaragaman bentuk kehidupan dalam ekosistem atau bioma tertentu.
Keanekaragaman hayati seringkali digunakan sebagai ukuran kesehatan
sistem biologis (Leveque dan Mounolou. (2003).
Keanekaragaman hayati tidak terdistribusi secara merata di bumi;
wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang lebih kaya, dan
jumlah keanekaragaman hayati terus menurun jika semakin jauh dari
ekuator. Menurut Leveque dan Mounolou (2003), keanekaragaman hayati
yang ditemukan di bumi adalah hasil dari miliaran tahun proses evolusi.
Asal muasal kehidupan belum diketahui secara pasti dalam sains. Hingga
47
sekitar 600 juta tahun yang lalu, kehidupan di bumi hanya berupa
archaea, bakteri, protozoa, dan organisme uniseluler lainnya sebelum
organisme multiseluler muncul dan menyebabkan ledakan
keanekaragaman hayati yang begitu cepat, namun secara periodik dan
eventual juga terjadi kepunahan secara besar-besaran akibat aktivitas
bumi, iklim, dan luar angkasa.
Keanekaragaman hayati adalah keseluruhan variasi berupa
bentuk, penampilan, jumlah, dan sifat yang dapat ditemukan pada
makhluk hidup.. Setiap saat kita dapat menyaksikan berbagai jenis
makhluk hidup di dalam suatu ekosistem terkandung berbagai unsur baik
alam, kebudayaan manusia maupun gabungan keduanya. Ketiganya
merupakan sumberdaya penting, yang perlu dilestarikan, sehingga
menjadi bagian kemitraan yang mutual benefit dengan industri pariwisata
(Wight, 1993). Oleh karena itu, agar lingkungan dapat dinikmati,
digunakan dan tidak dihancurkan diperlukan upaya: (1) preservasi yaitu
pencegahan degradasi lingkungan dan menjaga kelestariannya agar tetap
pada kondisi yang ada; dan (2) konservasi yaitu perlindungan terhadap
lingkungan yang dianggap mempunyai nilai penting baik historis,
arsitektural, budaya dan lain-lain.
Fandeli (2000) menjelaskan bahwa pengusahaan Ekowisata
dalam kawasan hutan harus bersasaran: (a) melestarikan hutan dan
kawasannya; (b) mendidik semua orang untuk ikut melestarikan hutan
yang dimaksud, baik itu pengunjung, karyawan perusahaan sendiri
48
sampai masyarakat yang ada di dalam dan sekitarnya; (c) meningkatkan
kesejahteraan masyarakat setempat agar dengan demikian tidak
mengganggu hutan. Jadi inti yang mau dicapai oleh Fandeli kaitannya
dengan pengusahaan ekowisata, tidak lain adalah bagaimana suatu
kawasan obyek wisata dapat dikelola dengan optimal melalui kegiatan
pelestarian (konservasi) dengan pendekatan peningkatan pendidikan dan
pemahaman seluruh unsur yang terkait dengan ekowisata tentang
pentingnya keseimbangan ekosistem, sehingga tujuan dari keberadaan
obyek wisata alam (ekowisata) dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat secara berkelanjutan. Salah satu upaya dan
kebijakan yang ditempuh untuk menjamin keberlanjutan potensi
sumberdaya alam sebagai alat pemenuhan kebutuhan untuk mencapai
kesejahteraan masyarakat adalah melalui kegiatan konservasi
sumberdaya alam.
Konservasi sumber daya alam (natural conservation) adalah suatu
bentuk pengawetan atau perlindungan alam. Jika konsepsi ini
dipergunakan untuk pengelolaan hutan, berarti konservasi adalah suatu
upaya yang dilakukan untuk mengawetkan fungsi ekosistem hutan
(Fandeli, 2004). Selanjutnya pengertian operasional tentang konservasi
menurut International Union for Conservation of Nature and Natural
Resources, (IUCN, 1980) adalah “ Conservation is management of human
use of the biosphere so that it may yield the greatest sustainable benefit to
present generations while maintenance its potential to meet the needs and
49
aspirations of future generations”. Melalui definisi tersebut lebih
menekankan kepada dua hal, yaitu: (a) konservasi berarti menjamin
kelestarian pemanfaatan untuk generasi kini maupun generasi
mendatang. Peluang pemanfaatan oleh generasi anak cucu, tidak boleh
digunakan untuk saat ini, (b) konservasi berarti memelihara potensi
sumberdaya agar kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang dapat
tercukupi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konservasi mesti
ditempatkan pada pengertian yang dinamis, sebagai aspirasi dan
kebutuhan manusia dari waktu ke waktu juga berkembang secara
dinamis.
Konservasi sebagai salah satu ciri utama pengembangan
ekowisata dengan tujuan untuk dapat menjamin kelestarian lingkungan
yang menjadi tujuan konservasi menurut UNEP (1980), tujuan dimaksud
adalah: (1) menjaga tetap berlangsungnya proses ekologis yang tetap
mendukung sistem kehidupan; (2) melindungi keanekaragaman hayati
(Biodiversity); (3) menjamin kelestarian dan pemanfaatan spesies dan
ekosistemnya. Jadi dengan demikian konservasi adalah merupakan satu
upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan fungsi ekosistem
sebagai satu kesatuan yang utuh dan memberikan nilai ekologis dan nilai
ekonomi. Kesatuan yang utuh dimaksudkan sebagai sesuatu yang
esensial dan menyatukan komponen fisik dan biotik, dimana komponen
fisik ditekankan pada penghematan dan upaya mencari sumberdaya alam
terbaharui. Sementara terhadap komponen biotik atau living resources
50
untuk menjaga kelestarian ekosistemnya dapat dilakukan dengan cara in-
situ conservation, dan untuk mempertahankan keanekaragaman
hayatinya (biodiversity) dapat dilakukan dengan cara ex-situ conservation
melalui upaya pelestarian di luar habitatnya (Fandeli 2004). Jika hal ini
dilakukan secara simultan, maka pembangunan berwawasan lingkungan
untuk menuju keberlanjutan ekowisata dalam kawasan taman nasional
dapat terwujud.
Keseimbangan ekosistem pada dasarnya akan memelihara suatu
lingkungan untuk tetap berada pada siklus hidup seluruh organisme
secara baik dan teratur, sehingga ekosistem tersebut akan membentuk
keanekaragaman lingkungan yang ideal dan memiliki keunikan. Kaitannya
dengan produk wisata yang memiliki keunikan lingkungan sebagai salah
satu obyek wisata, tentu sudah berbeda dibanding dengan obyek yang
lain, karena obyek tersebut sangat jarang dijumpai di tempat yang lain.
Zambrano dkk, (2010) mengungkapkan bahwa peningkatan penggunaan
produk-produk wisata memiliki korelasi yang kuat oleh beberapa faktor,
seperti : promosi, adanya produk turis yang lebih konvensional, seperti
hotel-hotel kecil, kegiatan pemancingan di Puerto Jimene dan subsistem
agrikultur di sekitar perumahan masyarakat. Keadaan di Puerto Jimene
telah mendorong perilaku wisatawan untuk beralih dari wisata massal ke
wisata khusus seperti ekowisata, karena obyek wisata tersebut
memberikan warna lain bagi wisatawan untuk menikmati keindahan alam.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
51
signifikan antara keunikan lingkungan dengan kunjungan wisatawan,
dimana semakin alami dan unik suatu obyek wisata akan semakin banyak
wisatawan yang akan berkunjung ke tempat tersebut.
Hasil studi Palacio dan McCool (1997) di Belize sebuah kawasan
di bagian tengah Amerika Serikat, dengan menggunakan metode survey
dengan pendekatan manfaat yang diterima wisatawan. Jumlah responden
adalah sebanyak 206 wisatawan, tujuannya adalah untuk melihat
preferensi wisatawan berkunjung ke kawasan tersebut. Hasil studinya
menunjukkan terdapat empat segmen preferensi wisatawan yaitu
wisatawan yang menyukai kebebasan berada di alam (nature escapist),
wisatawan ekowisata (ecotourist), wisatawan yang menikmati
kenyamanan alam (comfortable naturalist), wisatawan pasif (passive
players). Keempat segmen tersebut semuanya mewakili kenyaman
berada di alam, khususnya alam yang memberikan daya tarik karena
keunikan lingkungannya. Dengan demikian hasil studi Palacio dan McCool
(1997) mau menyatakan bahwa terdapat hubungan antara keindahan
alam karena keunikannya dengan preferensi wisatawan untuk berkunjung
ke kawasan ekowisata Belize. Jadi studi Palacio dan McCool (1997)
menyimpulkan bahwa jika keindahan alam dengan keunikan yang
dimilikinya dipertahankan atau ditingkatkan, maka hal itu akan menjadi
preferensi wisatawan untuk meningkatkan kunjungannya ke kawasan
ekowisata tersebut.
52
Pengembangan ekowisata dapat diwujudkan dengan cara
mempertahankan keunikan lingkungan yang dimiliki oleh sebuah
kawasan, karena dengan uniknya suatu kawasan wisata akan mendorong
wisatawan untuk menyaksikan kawasan tersebut. Pernyataan ini sejalan
dengan hasil studi Kelkit dkk (2008) terhadap potensi Taman Nasional
Gallipoli di Turki, yang mengkaji tentang hubungan antara keunikan
lingkungan dengan pengembangan ekowisata melalui kunjungan
wisatawan. Kelkit dkk (2008) menyatakan bahwa keunikan lingkungan
Taman Nasional Gallipoli Turki merupakan produk wisata yang dapat
dinikmati oleh wisatawan yang berkunjung ke taman nasional tersebut.
Dengan pendekatan Analytical Hirarchi Proces (AHP) model yang
digunakan dalam kajian tersebut, menyimpulkan bahwa keunikan
lingkungan yang terdapat dalam kawasan Taman Nasional Gallipoli
mempunyai hubungan yang signifikan dengan tingkat kunjungan dan lama
tinggal wisatawan dalam kawasan tersebut.
Hubungan antara keunikan lingkungan dengan kunjungan
wisatawan, juga menjadi salah satu hasil kajian Zambrano dkk (2010) di
Puerto Jumene Costa Rica, suatu kawasan khusus yang memiliki
pemandangan yang unik dan lepas, yang dikelola sebagai tempat
pemancingan dan kawasan wisata. Analisa deskriptif digunakan oleh
Zambrano dkk (2010) untuk melihat apakah ada korelasi antara keunikan
lingkungan kawasan pemancingan Puerto Jumene dengan kunjungan
wisatawan ke lokasi tersebut. Kesimpulan yang diperoleh dari kajian ini
53
adalah keunikan lingkungan dengan bentang alam (space) memungkinkan
adanya pemandangan lepas yang dimiliki oleh kawasan pemancingan
Puerto Jumene mempunyai korelasi positif dengan kunjungan wisatawan,
dimana salah satu hasil temuannya adalah frekuensi kunjungan
wisatawan ke lokasi tersebut adalah rata-rata 4 (empat) kali kunjungan.
Hal ini membuktikan bahwa kawasan pemancingan Puerto Jumene
memiliki keunikan yang mendorong wisatawan untuk berkunjung secara
berulang kali ke obyek wisata tersebut.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan oleh pengelola obyek
wisata yang menempatkan keunikan lingkungan kawasan sebagai salah
satu faktor penarik kunjungan wisatawan adalah dengan cara
mempertahankan ekosistem kawasan tersebut melalui konsep konsevasi.
Konservasi dalam hal ini, dimaksudkan untuk melakukan pengelolaan,
pengaturan dan ada senantiasa memberikan fungsinya secara baik.
Kaitannya dengan salah satu konsep pengembangan ekowisata yaitu
pemberdayaan masyarakat lokal, maka kegiatan konservasi membuka
peluang bagi masyarakat lokal untuk mendapatkan akses ekonomi,
sehingga eksistensi dan keberlangsungan kehidupan masyarakat lokal
dapat terpenuhi secara konsisten. Christoper dkk (2010) melalui studinya
yang menggunakan analisis benefit cost di salah satu kawasan konservasi
di Peru menyimpulkan bahwa manajemen produk wisata melalui kegiatan
konservasi terhadap unsur-unsur produk wisata telah memberikan
manfaat sosial bagi masyarakat yang ada disekitar kawasan obyek.
54
Manfaat sosial tersebut adalah meningkatnya pengetahuan masyarakat
tentang manajemen produk wisata sebagai salah asset yang dapat
menunjang dan mendukung kelangsungan ekonomi masyarakat secara
berkelanjutan (sustainable productions). Hasil studi Rosemary (2007) dan
(Allen et, al., 2007), menunjukkan bahwa secara umum alasan wisatawan
untuk membelanjakan uangnya guna memenuhi kebutuhannya selama
berwisata didorong oleh tiga alasan pokok, yaitu: (a) pendapatan
wisatawan; (b) keunikan dari produk wisata; dan (c) harga produk wisata.
Dengan keunikan dari produk wisata dan keinginan untuk konsumsi
(tourist demand) boleh jadi menjadi sebagai faktor mendorong wisatawan
untuk membelanjakan uang selama berwisata. Jadi dalam hal ini, keunikan
lingkungan sebagai bagian dari produk wisata (atraksi dan souvenir)
mempunyai hubungan dengan jumlah kunjungan, lama tinggal dan tingkat
pengeluaran wisatawan.
Hasil studi Shuib dan Bulan (1996) menyatakan bahwa komponen
belanja keluarga adalah meliputi: transportasi, akomodasi, konsumsi,
kenyamanan berwisata dan cinderamata. Dari sekian komponen
pengeluaran wisatawan tersebut pengeluaran untuk transportasi,
akomodasi dan konsumsi merupakan pengeluaran pokok dan mendasar.
Hal ini sangat mungkin karena komponen transportasi menjadi alasan
utama wisatawan untuk menikmati seluruh atraksi wisata yang terdapat di
dalam kawasan ekowisata, sehingga jumlah uang dikeluarkan oleh
wisatawan untuk komponen ini relatif banyak. Demikian halnya dengan
55
pengeluaran untuk komponen akomodasi dan konsumsi, kedua
komponen ini lebih banyak bergantung pada durasi dan lamanya
wisatawan berada dalam kawasan obyek, karena semakin lama
wisatawan tinggal dalam kawasan obyek semakin besar pengeluaran
untuk membayar sewa hotel atau guesthouse atau homestay serta
membayar keperluaan makan dan minum. Jadi semakin unik atraksi
wisata yang dinikmati oleh wisatawan, semakin lama mereka menikmati
atraksi tersebut, sehingga durasi waktu tinggal wisatawan dalam kawasan
obyek juga semakin bertambah, dan pada gilirannya akan menambah
pengeluaran wisatawan untuk memenuhi kebutuhan akan akomodasi dan
konsumsi. Itu berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan dari
keunikan lingkungan melalui atraksi wisata dengan jumlah kunjungan,
lama tinggal dan pengeluaran wisatawan.
2.12. Pengembangan Promosi Wisata, Hubungannya dengan Frekuensi Kunjungan, Lama Tinggal, dan Pengeluaran Wisatawan.
Pemasaran wisata yang berhubungan dengan alam (ekowisata)
sedapat mungkin untuk membedakan produk dan jasa yang ditawarkan
secara cerdas dan kreatif. Hal ini penting untuk menekankan keragaman,
infrastruktur dan menggunakan teknik yang berbeda untuk memperluas
basis negara asal wisatawan (Ritche dan Goeldner dalam Lovo, 2003).
Dari sisi wisatawan, tentunya harus memahami aktivitas-aktivitas wisata
yang ditawarkan obyek wisata tersebut. Faktor lain yang tidak kalah
pentingnya adalah sosialisasi dampak kehadiran wisatawan pada satu
56
obyek wisata dan mendidik mereka untuk meminimalkan dampak
perilakunya (Faulkner, Moscardo, dan Laws, dalam Lovo, 2003).
Peran promosi wisata dalam memperkenalkan dan menjual
produk wisata sangatlah penting, karena melalui kegiatan tersebut
pengelola wisata dapat membentuk persepsi, pendapat dan kesan kepada
calon wisatawan. Dalam hal ini iklan dan promosi, agen perjalanan dan
pengalaman terdahulu adalah merupakan elemen-elemen penting dan
dianggap cukup efektif mempromosikan suatu negara pada wisatawan
potensial (Bojan dalam Lovo, 2003). Sementara itu menurut Depbudpar
dan WWF-Indonesia (2009), dalam rangka pemasaran, strategi pencitraan
(branding) dan promosi produk ekowisata, beberapa langkah penting yang
perlu dilakukan adalah sebagai berikut: (a) mengikuti kegiatan promosi
dan pemasaran berskala internasional; (b) melakukan survey pasar
secara berkala untuk mengetahui dinamika pasar; (c) mengidentifikasi
target pasar untuk produk ekowisata yang dikembangkan; (d)
menyelenggarakan promosi secara khusus (farm trip, media trip, dll); (e)
membuka dan menjalin hubungan terbuka dengan pihak swasta dan
mendorong adanya kesepakatan antara organisasi masyarakat dengan
tour operator.
World Economic Summit dalam Lovo (2003) membahas tentang
pengembangan produk, pemasaran dan promosi ekowisata, khususnya
mengenai corak pasar ekowisata dan wisata alam lainnya yang terkait.
Kesepakatan dari forum tersebut kaitannya dengan pengembangan dan
57
pengelolaan ekowisata di masa mendatang adalah sebagai berikut:
(a) edukasi wisatawan adalah kunci untuk meningkatkan kepedulian dan
merangsang permintaan terhadap produk dan jasa yang berwawasan
sosial dan lingkungan; (b) rangsangan untuk produk yang sensitive
terhadap ekologi seharusnya menjadi penggerak kunci untuk memperbaiki
ekowisata (c) publikasi yang dilakukan media massa tidak cukup untuk
menyampaikan substansi ekowisata; (d) informasi yang disampaikan
harus jelas dan akurat; (e) tujuan utama usaha ekowisata harus mencapai
tingkat kepuasan yang tinggi diantara para pihak yang terkait dengan
melakukan perbaikan kualitas pelayanan dan memberikan kontribusi pada
konservasi sumberdaya alam dan budaya; dan (f) ide pengembangan dan
promosi ekowisata seringkali dibagi sektor swasta dan program
pemerintah.
Sejalan dengan apa yang sudah diuraikan di atas, dalam hal
melakukan promosi wisata yang didalamnya untuk memperkenalkan
produk wisata alam, sudah tentu di dalamnya menyangkut tentang
keadaan lingkungan secara keseluruhan. Beberapa studi terdahulu telah
menyebutkan bahwa dalam kawasan ekowisata kondisi lingkungan alami
dan keunikan lingkungan adalah merupakan sesuatu yang saling
komplementer, dimana jika suatu lingkungan tergolong alami, maka
ekosistem yang ada di dalamnya menggambarkan keanekaragaman flora
dan fauna, dan di dalamnya sangat memungkinkan terdapat flora dan
fauna yang sifatnya endemik.
58
Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang baru dikenal di dunia,
oleh karena itu masih perlu diperkenalkan secara intensif oleh mereka
yang berkepentingan terhadap kegiatan ini. Banyak produk-produk wisata
memiliki karakteristik yang unik dan masih dianggap berbahaya oleh
orang, yang sebenarnya memiliki tantangan yang menarik bagi mereka
yang ingin mencobanya. Untuk itu diperlukan sosialisasi yang intensif,
baik yang berkaitan dengan produk-produk wisata maupun tentang akibat
yang ditimbulkannya. Melalui promosi yang intensif, mendorong
pertumbuhan ekowisata, yang mengakibatkan dampak negatif karena
kerusakan ekosistem, sebagai konsekuensi dan akibat adanya tekanan
dari aktivitas ekonomi lain (Mathis and Matisoff, 2004).
Hasil penelitian Palacio dan McCool (1997) yang menekankan
segmentasi wisatawan ekowisata di Belize, sebuah kawasan ekowisata di
bagian tengah Amerika Serikat dengan menggunakan pendekatan
manfaat yang diterima wisatawan. Teknik pengambilan sampel dilakukan
secara acak terhadap wisatawan yang tengah menunggu di Bandara
Internasional Belize selama 35 hari pada periode Januari hingga Mei
1993. Penelitian tersebut berhasil mengidentifikasi empat segmen
wisatawan berdasarkan karakteristik dan keikutsertaan dalam aktivitas
rekreasi dengan frekuensi yang berbeda yaitu wisatawan yang menyukai
kebebasan berada di alam (nature escapist), wisatawan ekowisata
(ecotourist), wisatawan yang menikmati kenyamanan alam (comfortable
naturalist), wisatawan pasif (passive players). Dari hasil penelitian tersebut
59
dapat dijadikan acuan untuk melakukan promosi wisata dan
memungkinkan dari keempat segmen pasar tersebut menjadi materi
promosi bagi pengembangan ekowisata di Indonesia dan Kalimantan
Tengah khususnya.
Dampak promosi wisata terhadap produk wisata dan keunikan
lingkungan dapat diperkuat oleh hasil kajian Suradnya (2005) dengan
menggunakan teknik Analisis Faktor (factor analysis) yang mengkaji
tingkat daya saing wisata Bali berhasil mengidentifikasikan 8 faktor daya
tarik bagi wisatawan mancanegara untuk berkunjung ke Bali, yakni: (1)
harga-harga produk wisata yang wajar; (2) budaya dalam berbagai bentuk
manifestasinya; (3) pantai dengan segala daya tariknya; (4) kenyamanan
berwisata; (5) kesempatan luas untuk relaksasi; (6) citra (image) atau
nama besar Bali; (7) keindahan alam; (8) keramahan penduduk setempat.
Pertimbangkan daya tarik wisata yang mempromosikan unsur keindahan
alam menjadi salah satu elemen penting dalam peningkatan kunjungan
wisata. Sama seperti kegiatan promosi yang dilakukan oleh Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata telah direspon secara positif oleh pelaku
bisnis pariwisata, dimana pelaku bisnis pariwisata Indonesia berhasil
meraih transaksi bisnis sebesar US$ 19,5 juta atau senilai Rp 182 miliar
dari keikutsertaan mereka dalam pameran (bursa)
di Vakantiebeurs Utrecht, Belanda yang berlangsung 12-17 Januari
2010 lalu. “Perolehan transaksi bisnis di Vakantiebeurs (Holiday Fair)
atau pameran pariwisata tahun ini cukup lumayan, yaitu sebesar US$
60
19,5 juta itu baru dari perhitungan 18 industri pariwisata lokal, sedangkan
4 perusahaan biro perjalanan wisata Belanda yang menjual paket
Indonesia belum kita hitung sehingga hasilkan akan lebih besar lagi, “kata
Sapta Nirwandar, Dirjen Pemasaran Kemenbudpar usai temu wartawan di
Gedung Sapta Pesona Jakarta, Jumat (22/1). Kegiatan promosi yang
dilakukan oleh kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif telah
menciptakan adanya hubungan yang signifikan antara promosi wisata
dengan kunjungan wisatawan, lama tinggal dan pengeluaran wisatawan
Respon yang positif tersebut menjadi alasan kuat jika Belanda
dapat ditetapkan sebagai pasar potensial bagi Indonesia mengingat 10%
atau 1,6 juta dari 16,7 juta jumlah penduduk Belanda mempunyai ikatan
historis dengan Indonesia. Selain itu jumlah penduduk Belanda yang
berwisata keluar negeri (outbound) setiap tahun cukup besar mencapai
sekitar 6 juta/tahun. Fasilitas lain yang dapat mendorong wisatawan dari
Belanda adalah jasa transportasi melalui penerbangan langsung KLM-
Amsterdam-Denpasar, dan Amsterdam-Bali-Jakarta, yang sejak 1 Juni
2010 Garuda Indonesia melayani route Jakarta-Amsterdam pp via Dubai
setiap hari dengan Airbus A330-200. (http://www.budpar.go.id/page.php.
diunduh tanggal bulan Pebruari 2011). Selanjutnya hasil studi Daniel dan
Aliza (2003) di Israel dengan metode analisis deskriptif terhadap beberapa
responden kunci yang menghadiri festival daerah, dinyatakan bahwa
terjadi peningkatan kunjungan wisatawan dan pengeluaran wisatawan
yang menghadiri festival dengan adanya promosi wisata. Dalam hal ini
61
dapat dikatakan bahwa festival daerah adalah merupakan salah satu
sarana untuk mempromosikan obyek wisata kepada wisatawan, sehingga
wisatawan akan berkunjung dan tinggal beberapa hari di lokasi obyek,
sehingga pada akhirnya wisatawan akan mengeluarkan sejumlah uang
untuk memenuhi kebutuhannya selama mengikuti kegiatan tersebut. Hasil
studi Daniel dan Aliza (2003) serta Dominica (2009) menyimpulkan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara promosi wisata melalui festival
dengan kunjungan dan pengeluaran wisatawan.
2.13. Pengembangan Frekuensi Kunjungan Wisata, Lama Tinggal Hubungannya Dengan Pengeluaran Wisatawan
Pengembangan ekowisata di suatu obyek wisata pada dasarnya
akan menimbulkan suatu aktivitas, dalam hal ini melalui mobilisasi
manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain, atau dari rumah ke tempat
wisata sesuai dengan pilihan masing-masing individu. Kegiatan ekowisata
yang di dalamnya adalah kegiatan berwisata ke suatu obyek akan
menggambarkan tentang berapa jumlah dan berapa kali (frekuensi) orang
atau wisatawan yang berkunjung ke suatu obyek wisata dalam suatu
periode tertentu. Setelah itu kegiatan lain yang dapat diinventarisir adalah
apakah wisatawan yang telah memilih dan menetapkan lokasi berwisata.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana wisatawan mencapai obyek
dan di mana wisatawan beristirahat (akomodasi) serta berapa lama waktu
yang dihabiskan wisatawan pada saat melakukan kegiatan wisata. Pada
akhirnya ketika lokasi obyek wisata sudah ditetapkan, kemudian tempat
62
wisatawan (akomodasi) juga sudah dipilih dan jumlah hari yang
dibutuhkan selama berwisata, maka saatnya akan diidentifkasi berapa
rupiah uang yang dikeluarkan atau dibelanjakan oleh setiap wisatawan
untuk memenuhi kebutuhan selama melakukan kegiatan wisata. Studi
yang dilakukan oleh Gokova Liu, at. al (2007) terhadap 39 variabel yang
mempengaruhi faktor-faktor penentu lamanya kunjungan wisatawan,
dengan menggunakan metode kuesioner, menyebutkan bahwa terdapat
16 variabel yang signifikan mempengaruhi lama tinggal wisatawan, seperti
diantaranya: pendidikan, pendapatan, pengalaman, keramahtamahan,
pengeluaran sehari-hari dan sebagainya. Dari sekian variabel yang
mempengaruhi lama tinggal wisatawan, variabel pengeluaran merupakan
yang paling signifikan pengaruhnya. Jadi studi Gokovali menyimpulkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara lama tinggal dengan
pengeluaran wisatawan.
Studi Thrane (2011) terhadap lama tinggal wisatawan dengan
pendekatan model hidup dan menggunakan analisis regresi OLS
menunjukkan bahwa gaya hidup (perilaku wisatawan) sebagai variabel
bebas mempunyai hubungan yang signifikan dengan lama tinggal
wisatawan untuk menghabiskan waktunya di lokasi obyek wisata. Temuan
lain dari studi ini adalah bahwa terdapat hubungan antara lama tinggal
wisatawan dengan besarnya pengeluaran selama berada di lokasi obyek
wisata. Jadi semakin lama waktu tinggal wisatawan di obyek wisata,
63
semakin besar pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk memenuhi
kebutuhannya.
Fandeli (1995), menyatakan bahwa yang membuat wisatawan
tinggal lebih lama di kawasan obyek wisata adalah karena adanya pola
jaringan atau yang disebut kerjasama usaha. Kerjasama usaha pariwisata
melibatkan sejumlah unsur mulai dari sektor transportasi, biro perjalanan,
hotel, restoran, pengrajin souvenir dan jasa transportasi lokal. Dimana
semua unsur tersebut mendapatkan dampak langsung yang diperoleh
masyarakat dari kegiatan pariwisata yang dapat dilihat dari variabel jumlah
pengeluaran wisatawan selama mereka melakukan kegiatan wisata.
Holloway (1989), mengatakan jika pengusaha pariwisata ingin
meningkatkan belanja wisatawan, maka setiap produk wisata yang
dirancang harus baik dan fasilitasnya memadai, termasuk memperbanyak
jaringan transportasi. Simpulan dari Holloway tentang besarnya
pengeluaran wisatawan, dipertegas oleh Mill and Morrison (1984) yang
menyatakan bahwa sejumlah pendapatan yang diperoleh dari
pengeluaran wisatawan. Hal penting dari semua itu adalah ketersediaan
sarana dan prasarana sebagai bagian dalam pengembangan industri
pariwisata mutlak menjadi perhatian.
Menegaskan kembali apa yang sudah diuraikan di atas, bahwa
terdapat hubungan yang kuat antara ketersediaan infrastruktur obyek
wisata dengan pengeluaran wisatawan yang dinyatakan dalam konsumsi
dan belanja wisatawan terhadap produk wisata yang ditawarkan.
64
Keseluruhan harga dari produk wisata (atraksi, fasilitas dan infrastruktur)
adalah merupakan pendapatan bagi seluruh pelaku pariwisata dan
pendapatan sebagai salah satu pengelola obyek wisata.
2.7 Beberapa Hasil Studi Empiris
Studi yang dilakukan Palacio dan McCool (1997) pada periode
Januari sampai Mei 1993 di Belize dengan jumlah responden 206 orang
dengan teknik samping secara acak terhadap wisatawan yang tengah
menunggu keberangkatan di Bandara Internasional Belize Amerika
Serikat dimana sampel diambil secara sistimatis pada waktu pagi hari,
siang dan malam hari. Penelitian tersebut berhasil mengidentifikai empat
segmen wisatawan berdasarkan karakteristik dan keikutsertaan dalam
aktivitas rekreasi dengan frekuensi yang berbeda yaitu wisatawan yang
menyukai kebebasan berada di alam (nature escapist), wisatawan
ekowisata (ecotourist), wisatawan yang menikmati kenyamanan alam
(comfortable naturalist), wisatawan pasif (passive players). Hasil penelitian
terhadap empat segmen wisatawan menjadi kerangka dasar serta acuan
untuk melakukan promosi wisata, khususnya wisata alam (ekowisata).
Studi yang dilakukan Ubjaan di Ambon pada tahun 2005 dengan
teknik analisis berganda yang mengkaji tentang hubungan antara produk
wisata sebagai variabel bebas dengan kunjungan wisata sebagai variabel
terikat dengan hasil kajian bahwa variabel produk wisata yang meliputi
atraksi, fasilitas, aksisbilitas, promosi wisata memberikan dorongan bagi
65
wisatawan untuk berkunjung ke obyek wisata. Studi ini menekankan
pentingnya, mengemas produk wisata sedemikian rupa untuk menarik
minat wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata. Studi Gokovali yang
dilakukan pada tahun 2007 di India, ingin mengatahui apakah ada
hubungan antara tingkat pendapatan, pendidikan, pelayanan, lama
tinggal dengan pengeluaran wisatawan. Metode penelitian dilakukan
dengan survey lapangan dan wawancara dengan wisatawan sebagai
responden utama, serta teknik analisis yang digunakan adalah regreasi
berganda. Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat pendapatan,
pendidikan, pelayanan dan lama tinggal berpengaruh secara signifikan
terhadap pengeluaran wisatawan. Besarnya pengeluaran wisatawan
karena faktor pendapatan, pengetahuan akan obyek, pelayanan yang
diterima selama berkunjung mendorong wisatawan untuk berada di obyek
wisata dalam kurun waktu yang relatif lama.
Kelkit dkk (2008) dalam studinya di Turki, ingin mengetahui
potensi kawasan hutan untuk dikembangkan menjadi kawasan ekowisata.
Studi dilakukan dengan metode analisis hirarki proses (AHP). Hasil studi
menunjukkan bahwa Taman Nasional Gollipoli Turki memiliki potensi
untuk dikembangkan sebagai kawasan ekowisata, karena memiliki
keunikan lingkungan, khususnya flora dan faunanya. Potensi wisata yang
bisa dikembangkan adalah atraksi berupa pengamatan satwa dan treking.
Atraksi treking dimaksudkan untuk menelusuri kawasan flora yang
memiliki biodiversity yang unik. Studi oleh Zhenjia pada tahun 2008 yang
66
dilakukan di China, adalah untuk mengetahui apakah kegiatan konservasi
dan pendidikan mempunyai hubungan dengan pengembangan kawasan
ekowisata. Metode analisis yang digunakan adalah regresi berganda,
dimana hasilnya menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara konservasi situs alam dan pengetahuan masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata berkelanjutan. Zhenjia (2008) menambahkan
bahwa suatu kawasan ekowisata dapat berkembang secara terus
menerus atau berkelanjutan jika mengedapankan prinsip dan
melaksanakan konsep konservasi secara baik dan benar serta
memberikan akses yang luas bagi masyarakat lokal untuk berperan aktif
di dalamnya.
Selanjutnya studi Friedman (2009) di Dominica, yang
menganalisis variabel promosi, konservasi terhadap pertumbuhan
ekonomi, menggunakan metode analisis regresi berganda. Hasil kajian
menunjukkan bahwa Promosi wisata dan konservasi berpengaruh
terhadap kunjungan dan pertumbuhan. Dampak positif kegiatan promosi
dan konservasi adalah meningkatnya kunjungan wisatawan, namun akibat
meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, juga menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan. Dampak negatif tersebut dipicu oleh
menurunnya kemampuan lingkungan (carring capacity) untuk menampung
wisatawan dalam jumlah yang banyak pada satu periode kunjungan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil studi Friedman (2009)
menunjukkan bahwa promosi wisata menimbulkan dampak positif berupa
67
meningkatnya kunjungan wisatawan, tetapi akibat selanjutnya adalah
menurunnya daya dukung lingkungan. Penurunan daya dukung
lingkungan (carryng capacity) merupakan dampak negatif dari kegiatan
promosi wisata.
Berikut untuk mendukung penelitian ini, pada Tabel 2.1. disajikan
beberapa ringkasan hasil studi empiris yang dilakukan oleh peneliti-
peneliti terdahulu dan berkaitan dengan variabel yang dikaji dalam
penelitian ini.
Tabel 2.1 Peta Teoritis dan Studi-studi Empiris Terkait
Peneliti Tempat
Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis Hasil Penelitian
Palacio
dan
McCool
Belize, 1997 Preferensi wisatawan
(variabel bebas) dan
Kunjungan wisata
(variabel terikat)
Metode
survey,
Analisa Reg-
resi
Berganda
Terdapat hubungan yang
signifikan antara kenyamanan
saat berwisata/ menikmati
pemandangan lepas dengan
kunjungan wisatawan.
Ubjaan. J Ambon,
2005
Atraksi, fasilitas,
aksesibilitas,
publisitas, promosi
penjualan, personal
selling, direct
marketing, pesiar,
studi, keagamaan,
kerabat (variable
bebas), kunjungan
wisata (variable
terikat).
Regresi
Berganda
Semua variable bebas (X1,….,
X11) secara simultan
berpengaruh secara signifikan
terhadap variabel terikat (Y)
Gokovali,
dkk
India, 2007 Pendidikan,
pendapatan,
pelayanan, lama
tinggal wisatawan
(variabel bebas),
pengeluaran
wisatawan (variabel
terikat)
Regresi
Berganda
Terdapat hubungan antara
pendapatan, pendidikan,
pelayanan, lama tinggal dengan
pengeluaran wisatawan.
68
Rosemary Amerika,
2007
Pendapatan, keunikan
produk wisata, harga
produk wisata dan
pengeluaran
wisatawan
Deskriptif Tingkat pengeluaran wisatawan
didorong oleh pendapatan
wisatawan, keunikan produk
wisata dan harga dari produk
wisata.
Kelkit dkk Turki, 2008 Produk wisata,
keunikan lingkungan,
pengembangan
ekowisata
AHP Model Taman Nasional Gallipoli
memiliki potensi untuk
pengembangan ekowisata
melalui keunikan lingkungan
flora fauna.
Zhenjia Z Cina, 2008 Konservasi,
pendidikan,
pengembangan
ekowisata
berkelanjutan
Regresi
Berganda
Terdapat hubungan yang
signifikan antara konservasi
situs alam dan pengetahuan
masyarakat terhadap
pengembangan ekowisata
berkelanjutan.
Friedman
V.S
Dominica,
2009
Promosi, konservasi
(variabel bebas),
kunjungan
wisatawan,
pertumbuhan
ekonomi (variabel
terikat),
Regresi
Berganda
Promosi wisata dan konservasi
berpengaruh terhadap
kunjungan dan pertumbuhan
ekonomi.
Walter P Thailand,
2009
Kearifan lokal,
pendidikan lingkungan,
pemberdayaan
masyarakat, pengem-
bangan ekowisata
Deskriptif Ada hubungan antara penge-
tahuan dan kearifan lokal
terhadap pemberdayaan
masyarakat melalui
pengembangan ekowisata
69
Lanjutan Tabel 2.1,…….
Peneliti Tempat
Penelitian
Variabel
Penelitian
Teknik
Analisis
Hasil Penelitian
Olivia J.L Sulut, 2009 Pengembangan
ekowisata,
komponen produk
wisata, pelibatan
jaringan usaha
Path
Analisis
Pola pengembangan keterpaduan
komponen produk wisata
berpengaruh positif tidak
signifikan secara tidak langsung
melalui jumlah kunjungan, lama
tinggal dan pengeluaran
wisatawan.
Cheng Li
dan Wang
Tingzhi
Cina, 2010 Manajemen
ekowisata, investasi,
pemberdayaan
masyarakat lokal
Deskriftif Penguatan manajemen lokal ber-
pengaruh terhadap peran masya-
rakat dalam pengembangan
ekowisata
Christoper
dkk
Peru, 2010 Produk wisata,
konservasi, dampak
sosial
Analisis
Benefit
Cost
Adanya manfaat sosial yang
diperoleh masyarakat atas
kegiatan konservasi dengan
manajemen produk wisata.
Collins, N.
dkk
Israel, 2010 Produk wisata,
segmen wisatawan,
karakteristik
ekowisata
Analisis
Pasar
Terdapat perbedaan antara
wisatawan massal dengan
wisatawan alam, wisata alam
menawarkan berbagai daya tarik.
Buultjensa
. J dkk
Australia,
2010
Pariwsata budaya,
ekowisata, sosial
ekonomi
Deskriftif Pengelolaan wisata budaya dan
ekowisata lebih dominan di
daerah pedesaan dan mampuh
meningkatkan status sosial
ekonomi masyarakat Aborigin
khususnya.
Zambrano
dkk
Puerto
Jumene,
2010
Kawasan
khusus/tempat
pemancingan/peman
dangan lepas
(variabel bebas) dan
kunjungan wisata
(variabel terikat)
Dekriptif Terdapat korelasi antara
pemandangan lepas/keunikan
lingkungan dengan kunjungan
wisatawan.
Yacob
M.R
Malaysia,
2011
Preferensi
wisatawan,
kesempatan kerja,
Regresi
Berganda
Ada perbedaan preferensi wisata-
wan terhadap pola pengelolaan
ekowisata. Ada hubungan
70
pendapatan
masyarakat
preferensi wisatawan dengan
kesempatan kerja, pendapatan
masyarakat.
Irawan Kalimantan
Tengah,
2013
Produk Wisata,
Keunikan
Lingkungan,
Promosi wisata
terhadap
Pengeluaran
wisatawan melalui
frekuensi kunjungan
dan lama tinggal
wisatawan
Path
Analisis
Terdapat hubungan yang
signifikan antara :
Produk wisata terhadap
frekuensi kunjungan dan
pengeluaran wisatawan.
Keunikan lingkungan dan
promosi wisata terhadap lama
tinggal.
Promosi wisata terhadap
pengeluaran wisatawan.
Lama tinggal terhadap
pengeluaran wisatawan.
71
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
Tujuan bab ini diarahkan untuk menguraikan secara tegas tentang
kerangka konsep menjadi landasan dalam melakukan pengkajian
terhadap semua variabel, baik variabel eksogen maupun variabel
endogen untuk sampai pada satu keputusan apakah diantara variabel-
variabel tersebut terdapat hubungan dan pengaruh satu sama lainnya.
Fokus lain adalah menguraikan beberapa hipotesis penelitian yang
menjadi pertanyaan dalam penelitian ini, dan pada akhirnya akan
dilakukan pengujian terhadap semua variabel yang sudah diformulasikan
dalam pertanyaan penelitian dengan menggunakan alat uji yang relevan.
3.3. Kerangka Konseptual
Model konseptual yang akan diuraikan dalam penelitian ini
menunjukkan adanya hubungan antara variabel-variabel yang dibangun
berdasarkan kajian-kajian teori yang diharapkan dapat memberikan
gambaran rencana penelitian yang dapat menjelaskan hubungan variabel
exogenous produk wisata (X1), keunikan lingkungan (X2), promosi wisata
(X3), terhadap variabel endogenous jumlah kunjungan wisata (Y1), lama
tinggal wisatawan (Y2), dan pengeluaran wisatawan (Y3).
Tujuan yang ingin dicapai dari suatu kegiatan pengembangan
ekowisata adalah bahwa kegiatan tersebut berkembang dengan baik, jika
itu yang terjadi maka dengan sendirinya akan memberikan dampak positif
72
bagi suatu daerah, karena dapat menciptakan lapangan kerja bagi
penduduk setempat, termasuk pembangunan infrastruktur kepariwisataan
akan menyerap tenaga kerja dan meningkatkan jumlah kunjungan
wisatawan yang pada gilirannya akan mendorong adanya permintaan
baru. Dampak pengembangan ekowisata sangat berpengaruh terhadap
kehidupan ekonomi masyarakat, sungguhpun perkembangan ekowisata
sudah tampak begitu signifikan, namun masih banyak pengembangan
produk wisata yang belum optimal, dan tidak dapat dipungkiri juga bahwa
masih banyak potensi-potensi wisata yang belum dikembangkan,
terutama pada obyek wisata alam (ekowisata) di Provinsi Kalimantan
Tengah.
Berbagai hasil kajian dapat disimak sebagai landasan teoritis dan
empiris yang menarik untuk dijadikan sebagai rujukan dalam penelitian ini
terkait dengan pencapaian tingkat partisipasi masyarakat melalui
pengembangan ekowisata sebagai bagian dari pariwisata, seperti
pendapat Marsh (1993) yang menyebutkan bahwa perencanaan
pariwisata diberbagai negara selalu bertujuan untuk memperluas
pariwisata dan kebijakan pengembangan pariwisata. Selanjutnya George
(1993) berpendapat bahwa perencanaan pengembangan pariwisata
selalu menekankan pada pentingnya pengintegrasian pariwisata ke dalam
sistem pengembangan yang menyeluruh. Selanjutnya hal yang tidak kalah
penting kaitannya dengan pengembangan pariwisata menurut Yoeti
(1987) adalah bahwa seluruh stakeholder di pusat dan daerah yang
73
terlibat dalam kegiatan pariwisata harus mampu untuk memantau hal-hal
seperti: (1) pendapatan nasional dan pendapatan pemerintah serta
pendapatan masyarakat yang berada di daerah destinasi wisata; (2)
kehidupan sosial masyarakat di sekitar destinasi; (3) adat istiadat dan
kebiasaan setempat; (4) kelestarian lingkungan, flora, fauna, cagar alam
dan sumber-sumber air bersih.
Identifikasi masalah yang menjadi alasan dan melandasi
penelitian ini berawal dari pengamatan atas fenomena yang ada, dimana
pada setiap destinasi wisata alam seringkali masyarakat sekitar tidak
mendapatkan akses atas manfaat dari pengembangan ekowisata
tersebut, sementara disisi lain justru yang diketahui bahwa pariwisata
dapat menciptakan kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan alam dan
nilai ekonomi. Pemanfaatan lingkungan alam secara optimal melalui
berbagai kegiatan yang didalamnya melibatkan dan memberi ruang
kesempatan kerja. Berdasarkan fenomena kesenjangan di atas, dalam
penelitian ini variabel pariwisata sebagai salah satu jenis industri yang
mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi, penyediaan lapangan kerja
dan meningkatkan penghasilan kepada semua unsur yang terlibat dalam
industri tersebut.
Kaitannya dengan pengembangan kepariwisataan dan
hubungannya dengan pengeluaran wisatawan, relevan dalam mengkaji
pengembangan kepariwisataan melalui pengembangan ekowisata
berkelanjutan di Provinsi Kalimantan Tengah yaitu menyangkut hal
74
utama seperti: produk wisata, keunikan lingkungan, promosi wisata,
frekuensi kunjungan wisatawan, dan lama tinggal wisatawan. Penetapan
variabel-variabel ini akan dijadikan sebagai pilihan kebijakan (faktor
eksternal/exogenous variabel) yang dapat mempengaruhi faktor internal
(endogenous variabel) pengeluaran wisatawan, yang pada gilirannya akan
memberi dampak pada pengembangan ekowisata berkelanjutan di
Kalimantan Tengah.
Menurut INDECON (1999) dalam Gufran (2006), konsep
pengembangan kawasan wisata seharusnya didasarkan pada kaidah
alam yang mendukung upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)
serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar obyek. dimana
aspek pengelolaannya didasarkan oleh adanya kesatuan visi dari para
stakeholdernya. Atas pertimbangan berbagai konsep di atas, maka
kerangka dasar pemikian terhadap analisa faktor penentu pengeluaran
wisatawan (Y3) melalui pengembangan ekowisata berkelanjutan di
Provinsi Kalimantan Tengah, meliputi: pengembangan produk wisata (X1),
pengembangan keunikan lingkungan (X2), pengembangan promosi wisata
(X3) melalui frekuensi kunjungan (Y1) dan lama tinggal wisatawan (Y2).
Keseluruhan faktor-faktor berpengaruh terhadap pengeluaran wisatawan,
secara singkat digambarkan dalam model kerangka pikir penelitian
sebagai berikut:
75
α3 (+)
β1 (+)
δ1 (+)
β2 (+) α1 (+)
δ 2 (+)
α2 (+)
β3 (+)
δ 3 (+)
α 5 (+)
α 4 (+)
Gambar 3.1 Model Kerangka Pikir Penelitian
Keterangan:
Variabel Exogeneous:
Produk Wisata (X1),
Keunikan Lingkungan (X2),
Promosi Wisata (X3). :
Variabel Endogeneous:
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1);
Lama Tinggal Wisatawan (Y2);
Pengeluaran Wisatawan (Y3);
Produk Wisata
(X1)
Frekuensi Kunjungan
Wisatawan (Y1)
Keunikan
Lingkungan (X2)
PengeluaranWisatawan
(Y3)
Lama Tinggal Wisatawan (Y2)
Promosi Wisata
(X3)
76
Pada gambar 2.1, dapat diketahui bahwa Variabel Exogeneous
terdiri dari produk wisata (X1), keunikan lingkungan (X2), promosi wisata
(X3), sedangkan variabel Endogenous meliputi jumlah kunjungan
wisatawan (Y1), lama tinggal wisatawan (Y2), dan pengeluaran wisatawan
(Y3).
Selanjutnya berdasarkan kerangka konseptual tersebut di atas,
maka dapat disusun hubungan fungsional antar variabel dalam bentuk
persamaan fungsi sebagai berikut.
Berdasarkan kerangka konseptual tersebut di atas, maka dapat
disusun hubungan fungsional antar variabel dalam bentuk persamaan
fungsi sebagai berikut:
Y1 = f ( X1, X2, X3 ) .........................….………..………………........….
(1)
Y2 = f (X1, X2, X3 ) ...............................................….……………..….
(2)
Y3 = f ( Y1, Y2, X1, X2, X3 ), ………….………………………..…….…..
(3)
Dimana :
Y1 = Frekuensi kunjungan wisatawan
Y2 = Lama tinggal wisatawan
Y3 = Pengeluaran wisatawan
X1 = Produk wisata
X2 = Keunikan lingkungan
77
X3 = Promosi wisata.
Selanjutnya dari persamaan fungsi dapat dinyatakan dalam
persamaan simultan untuk estimasi regresi linier sebagai berikut :
Y1 = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 +µ1 ………………….………………….
(1a)
Y2 = δ0 + δ1X1 + δ 2X2 + δ3X3 + µ2 …………..………………………….
(2a)
Y3 = α0 + α1Y1 + α2Y2 + α3X1 + α4X2+ α5X3 + µ3…...…………………
(3a)
Dimana :
β0, δ0, α0 adalah konstanta
β1, β2, β3, δ1, δ2, δ3, α1, α2, α3, α4, adalah masing-masing parameter
yang akan diestimasi.
µ1, µ2, µ3 adalah random error.
Kemudian dari persamaan simultan pada persamaan (1a), (2a) dan
(3a) dinyatakan dalam bentuk reduced form, yaitu :
1. Persamaan (1a) untuk Y1 dapat langsung dituliskan kembali dalam
bentuk reduced form, sebagai berikut :
Y1 = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + µ1
………………….…………………….(1b)
Dimana : β1, β2, dan β3 merupakan koefisien yang mana masing-masing
menunjukkan pengaruh langsung variabel X1, X2, dan X3
terhadap variabel Y1 (frekuensi kunjungan).
78
2. Persamaan reduced form kedua untuk Y2 adalah, dengan substitusi
persamaan (1a) untuk Y1 ke dalam persamaan (2a), sehingga
diperoleh persamaan reduced form Y2 sebagai berikut :
Y2 = Ω0 + Ω1X1 + Ω2X2 + Ω3X3 + □2
…………………….…………………(2b)
Dimana :
Ω0 = δ0 + δ1 β0 adalah konstanta
Ω1 = δ1 β1 + δ2 adalah pengaruh total X1 terhadap Y2 yang terdiri dari
pengaruh langsung X1 terhadap Y2 sebesar δ1 .
Ω2 = δ1 β2 + δ3 adalah pengaruh total X2 terhadap Y2 yang terdiri dari
pengaruh langsung X2 terhadap Y2 sebesar δ2 .
Ω3 = δ1 β3 + δ4 adalah pengaruh total X3 terhadap Y2 yang terdiri dari
pengaruh langsung X3 terhadap Y2 sebesar δ3 .
□2 = δ1 µ1 + µ2 adalah composite random error.
3. Persamaan reduced form ketiga untuk Y3 dengan cara substitusi
persamaan (1a) dan (2a) ke dalam persamaan (3a), sehingga diperoleh
persamaan reduced form Y3 sebagai berikut :
Y3 = π0 + π1X1 + π2X2 + π3X3 + □3
……………….…………………….(3b)
Dimana :
π0 = α0 + α1 β0 + α2 δ0 + α2δ1 β0 adalah konstanta
π1 = α1 β1 + (α2 δ1 β1 + α2δ2) + α3 adalah total pengaruh X1 terhadap Y3
yang terdiri dari pengaruh langsung X1 ke Y3 sebesar α3 ditambah
79
pengaruh tidak langsung melalui Y1 sebesar α1 β1 dan pengaruh tidak
langsung melalui Y2 sebesar α2 δ1.
π2 = α1 β2 + (α2 δ1 β2 + α2δ3) + α4 adalah total pengaruh X2 terhadap Y3
yang terdiri dari tidak langsung melalui Y1 sebesar α1 β2 dan melalui
Y2 sebesar α2 δ2.
π3 = α1 β3 + (α2 δ3 β3 + α2δ4) + α5 adalah total pengaruh X3 terhadap Y3
yang terdiri dari pengaruh langsung X3 ke Y3 sebesar α5 ditambah
pengaruh tidak langsung melalui Y1 sebesar α1 β3 dan pengaruh tidak
langsung melalui Y2 sebesar (α2 δ3).
□3 = α1 µ1 + α2 δ1 µ1 + α2 µ2 + µ3 adalah composite random error dari
persamaan (1a), (2a) dan (3a).
Berdasarkan ketiga persamaan reduced form di atas, koefisien
pengaruh langsung dan tidak langsung baik dari variabel exogenous
maupun variabel endogenous terhadap variabel pengeluaran wisatawan
(Y3) dapat diidentifikasi. Sehingga untuk membuktikan hipotesis penelitian,
maka estimasi besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung akan
dilakukan dengan analisis regresi (path analysis) dengan menggunakan
program Amos versi 18 dan SPSS versi 10. Simbol koefisien hasil
estimasi serta metode dan alat analisis estimasi dapat disajikan kembali
dalam tabel 3.1 berikut:
80
Tabel 3.1. Koefisien Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung baik
Variabel Exogenous maupun variabel Endogenous terhadap
Variabel Pengeluaran Wisatawan (Y3).
No.
Arah Pengaruh Antar
Variabel/Hipotesis
Penelitian
Simbol Koefisien Estimasi untuk Pengaruh
Variabel
Langsung Tidak
Langsung Total Pengaruh
1. Hipotesis 1 :
a) X1 → Y3 (π1) α3 [α1 β1+α2 β2+ α3]
Melalui Y1 α1 β1
Melalui Y2 α2 δ1
b) X1 → Y1 β1 β1
c) X1 → Y2 (Ω1) δ1 δ1
2. Hipotesis 2 :
a) X2 → Y3 (π2) α4 [α1β2+α2δ2+α4]
Melalui Y1 α1 β2
Melalui Y2 α2 δ2
b) X2 → Y1 β2 β2
c) X2 → Y2 (Ω2) δ2 δ2
3. Hipotesis 3 :
a) X3 → Y3 (π3) α5 [α1 β3+α2 δ3+ α5]
Melalui Y1 α1 β3
Melalui Y2 α2 δ3
b) X3 → Y1 β3 β3
c) X3 → Y2 (Ω3) δ4 (δ1 β3+ δ4)
Melalui Y1 δ1 β3
81
4. Hipotesis 4 :
a) Y1→ Y3 α1 α1
b) Y2 → Y3 α2 α2
Sumber : Simbol Koefisien dari ketiga persamaan reduced form (persamaan 1b,
2b, dan 3b dari gambar 3.1
3.4. Hipotesis Penelitian
Dari model kerangka konseptual yang diuraikan sebelumnya, maka
hipotesis atau dugaan sementara antar hubungan variabel dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1. Produk wisata berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan
terhadap pengeluaran wisatawan dan berpengaruh tidak langsung
melalui frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.
H2. Keunikan lingkungan berpengaruh secara langsung, positif dan
signifikan terhadap pengeluaran wisatawan dan tidak langsung
melalui frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.
H3. Promosi wisata berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan
terhadap pengeluaran wisatawan dan tidak langsung melalui
frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan.
H4. Frekuensi kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan
berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap
pengeluaran wisatawan.
82
BAB IV
METODE PENELITIAN
Tujuan bab ini diarahkan untuk menguraikan metode yang
digunakan dalam proses penelitian, mulai dari tahap awal yaitu yang
berkaitan dengan rancangan penelitian, waktu dan lokasi penelitian,
bahan dan alat yang digunakan pada saat penelitian, metode penetapan
jenis data, metode penetapan populasi dan sampel penelitian sebagai unit
analisis penelitian, metode dan cara pengumpulan data lapangan, sampai
pada tahap akhir dari rangkaian penelitian ini yaitu menetapkan alat
analisis data dengan memperhatikan kerangka konsep penelitian. Dengan
demikian bahwa dalam bab ini pesan utama yang ingin disajikan yaitu
bagaimana merancang proses dan tahapan penelitian untuk mendapatkan
data yang valid, dapat dianalisis dan pada akhirnya menghasilkan angka-
angka untuk menjawab dan menganalisis secara deskriptif serta
menyimpulkan bentuk hubungan antar variabel eksogen dengan variabel
endogen yang menjadi tujuan dari penelitian.
4.11. Rancangan Penelitian
Adapun rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
bertujuan untuk menjelaskan hubungan antar variabel variabel laten
exogenous dan variabel laten endogenous yang diharapkan saling
berkaitan mempengaruhi satu sama lain. Interaksi hubungan antar
variabel exogenous (produk wisata, keunikan lingkungan, promosi wisata)
83
dan variabel endogenous (frekeunsi kunjungan wisatawan, lama tinggal
wisatawan, dan pengeluaran wisatawan), apakah terdapat pengaruh
antar variabel-variabel tersebut.
Metode yang digunakan dalam melaksanakan penelitian ini adalah
dengan melakukan metode survey dan pengamatan, dengan
menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi yang terkait baik
variabel exogeneous maupun variabel endogenous. Penggunaan metode
survey ini sebagai teknik dalam pengumpulan data yang tepat didasarkan
pada kriteria yang disarankan oleh Malhotra (1993) yaitu tujuan penelitian,
keakuratan metode, ketersediaan sumber data, ketersediaan fasilitas
penelitian dan biaya yang dikeluarkan. Penggunaan metode survey ini
ditujukan untuk melihat langsung kondisi existing obyek wisata dan
keadaan wisatawan yang berkunjung ke obyek ekowisata di Provinsi
Kalimantan Tengah.
Metode survey, menurut Sonquist and Dunkelberg (Malhotra,
1993) menyatakan bahwa metode survey yang dapat digunakan untuk
mencari hubungan antar variabel, memberikan hasil yang akurat, cepat,
efisien, ilmiah serta cocok untuk ukuran jumlah sampel yang besar,
dengan menggunakan teknik in-dept interview kepada para wisatawan.
Dalam penelitian ini juga digunakan metode kepustakaan untuk
menghimpun data-data yang sudah dipublikasi oleh instansi dan lembaga
yang terkait dengan variabel penelitian. Teknik pengumpulan data dalam
84
metode kepustakaan, adalah dengan cara menggandakan (copy) data-
data, baik dalam bentuk tabel-tabel maupun dalam bentuk narasi.
4.12. Lokasi dan Waktu Penelitian
4.12.1. Lokasi
Lokasi penelitian dalam studi ini adalah di dua Taman Nasional
yaitu Taman Nasional Tanjung Puting dalam wilayah administrasi
Kabupaten Kotawaringin Barat (Kobar) dan Taman Nasional Sebangau
dalam wilayah administrasi Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau
dan Kota Palangka Raya. Kedua obyek wisata ini termasuk dalam
kategori wisata alam (ekowisata) yang terdapat di Provinsi Kalimantan
Tengah.
4.12.2. Waktu Pelaksanaan Penelitian
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 4 (empat) bulan yaitu
dari bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012.
4.13. Peta lokasi
Seperti yang telah diuraikan pada bagian sebelumnya bahwa
wilayah penelitian ini meliputi Provinsi Kalimantan Tengah, dan
untuk memberikan gambaran posisi lokasi penelitian dapat dilihat
dalam peta lokasi sebagai berikut :
85
Gambar 4.1 Peta Lokasi Penelitian
Keterangan :
= Lokasi Taman Nasional Tanjung Puting
= Lokasi Taman Nasional Sebangau
4.14. Bahan dan Alat
Untuk mendukung dan memperlancar kegiatan pengumpulan
data di lapangan, digunakan beberapa bahan dan alat penunjang
penelitian seperti: (a) kuesioner, (b) buku catatan, (c) ballpoint, (d)
pensil, dan (e) alat rekam gambar (camera).
86
4.15. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini membutuhkan berbagai data dan informasi, baik
data yang sifatnya primer maupun data sekunder, dengan pengertian
bahwa :
1. Data primer adalah data yang diambil langsung dari responden
melalui kegiatan penelitian lapangan dengan menggunakan daftar
pertanyaan sebagai instrumen dalam kegiatan wawancara.
2. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari berbagai sumber,
yaitu instansi yang ada hubungannya dengan penelitian, seperti data
statistik dari BPS Provinsi dan Kabupaten/Kota, Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi, Kabupaten dan Kota, Kantor Balai Taman
Nasional Tanjung Puting dan Kantor Balai Taman Nasional Sebangau,
Kantor Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi
Kalimantan Tengah, serta data-data yang ada hubungannya dengan
pariwisata.
4.16. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan, baik
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang
mengunjungi obyek wisata yang terdapat di dalam kawasan Taman
Nasional Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau di Provinsi
Kalimantan Tengah.
87
Penentuan sampel dilakukan melalui teknik Nonprobability
sampling, yaitu Convenience sampling (sampling berdasarkan
kemudahan), artinya bahwa sampel adalah orang atau elemen yang
mudah ditemui atau berada pada tempat dan waktu yang tepat dan
mudah dijangkau. Selanjutnya digunakan metode accidental sampling,
dimana teknik ini dalam menentukan sampel secara kebetulan terhadap
siapa saja yang ditemui dan dianggap layak untuk dijadikan sebagai
responden dengan kriteria yang telah ditentukan, dapat ditetapkan
sebagai sampel (Sugiono, 2002).
Fraenkel dan Wallen (1993) menyarankan, besarnya sampel
minimum untuk penelitian deskriptif sebanyak 100 sampel, penelitian
korelasi sebanyak 50 sampel. Demikian juga Malhotra (1993) menyatakan
bahwa besarnya jumlah sampel yang diambil dapat ditentukan dengan
cara mengalihkan jumlah variabel dengan 5, atau 5 x jumlah variabel.
Jadi untuk ukuran populasi dan sampel (sample size) dapat
dideskripsikan sebagai berikut: Pertama: populasi adalah wisatawan
mancanegara dan wisatawan nusantara (domestik) yang melakukan
kunjungan wisata ke Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) dan Taman
Nasional Sebangau (TNS) di Provinsi Kalimantan Tengah, Kedua: jumlah
sampel adalah responden yang mengisi kuesioner lengkap sebanyak 150
responden. Unit analisis adalah wisatawan mancanegara dan wisatawan
nusantara yang melakukan kunjungan wisata ke TNTP dan TNS di
Provinsi Kalimantan Tengah.
88
Berdasarkan data sekunder pada tahun 2009, jumlah kunjungan
wisatawan mancanegera dan nusantara ke TNTP adalah sebanyak 3.786
orang yang terdiri atas wisatawan mancanegara sebanyak 2.274 orang
dan wisatawan nusantara sebanyak 1.512 orang. Sementara itu jumlah
kunjungan wisatawan mancanegara dan nusantara ke Taman Nasional
Sebangau adalah sebanyak 179 orang, yang terdiri dari wisatawan
mancanegara sebanyak 56 orang dan wisatawan nusantara/lokal
sebanyak 123 orang.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan
mancanegara dan wisatawan nusantara yang berkunjung ke TNTP dan
TNS pada saat penelitian dilakukan. Sampel adalah sebagian dari
populasi yang ditemui di lapangan, dimana penentuan besarnya sampel
dengan mengacu pada pernyataan Heir, et. al (1995) dalam Payangan
(2005), bahwa minimal jumlah sampel adalah 100 responden. Untuk hal
itu, maka dalam penelitian ini adalah sebanyak 150 responden dengan
distribusi sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi besarnya sampel di 2 (dua) lokasi Penelitian
Kelompok Wisatawan Besarnya sampel (orang)
Jumlah Tanjung Puting Sebangau
Mancanegara 100 6 106
Nusantara : 32 12 44
Total Sampel 132 18 150
89
4.17. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini adalah penelitian survey, sehingga instrumen yang
digunakan dalam proses pengumpulan data lapangan adalah kuesioner
yang disiapkan sebagai alat untuk menghimpun data lapangan secara
langsung dari responden (wisatawan mancanegara dan nusantara)
melalui kegiatan wawancara. Disamping itu juga dilakukan cara
mengedarkan kuesioner kepada wisatawan melalui bantuan petugas
lapangan di masing-masing taman nasional serta beberapa orang
pemandu wisata. Wawancara langsung yang dilakukan oleh peneliti
dengan beberapa orang responden dimaksudkan untuk memperoleh
informasi yang dikemukakan oleh responden untuk selanjutnya dicatat
dalam kuesioner yang sudah disiapkan sebelumnya.
4.18. Alat Analisis
Untuk melihat hubungan fungsional antar variabel exogenous
dengan variabel endogenous yang akan dianalisis dengan menggunakan
model Uji statistik yaitu Path Analysis, artinya memungkinkan seseorang
menguji beberapa variabel dependen sekaligus dengan beberapa variabel
independen, dan masing-masing variabel tersebut dapat berbentuk faktor
atau konstruk. Selanjutnya dalam operasional analisis data digunakan
software Amos versi 18 (Analysis of Moment Structure) serta SPSS
versi 10.
90
4.9. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini variabel penelitian dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu: (1) Variabel exogenous terdiri atas: produk wisata (X1);
keunikan lingkungan (X2) dan promosi wisata (X3); dan (2) Variabel
endogenous terdiri atas: frekuensi kunjungan wisatawan (Y1), lama tinggal
wisatawan (Y2), dan jumlah pengeluaran wisatawan (Y3) sebagai variabel
target.
4.9.1. Variabel Exogenous meliputi :
a. Produk Wisata (X1)
Produk wisata (X1) adalah semua atraksi wisata baik alam (natural)
maupun buatan manusia (manmade) serta fasilitas pendukung lainnya
yang dapat dinikmati oleh wisatawan. Variabel produk wisata (X1)
diukur dengan jumlah produk wisata yang dinikmati oleh wisatawan
pada saat berkunjung ke TNTP dan TNS.
b. Keunikan Lingkungan (X2)
Keunikan lingkungan (X2) adalah potensi biofisik suatu ekosistem dalam
satu kawasan yang dilihat dari aspek keindahan alam, keunikan
sumberdaya dan banyaknya potensi sumberdaya alam yang menonjol.
Variabel keunikan lingkungan (X2) di TNTP dan TNS diukur dengan
jumlah komponen lingkungan yang unik menurut wisatawan.
91
c. Promosi Wisata (X3)
Promosi wisata (X3) adalah suatu bentuk kegiatan yang tujuannya
untuk memperkenalkan produk wisata di TNTP dan TNS kepada orang
lain. Menggunakan berbagai cara dan strategi agar orang dapat
mengerti dan tertarik kepada produk yang ditawarkan sehingga pada
akhirnya mereka memutuskan untuk membeli produk tersebut.
Variabel promosi wisata (X3) diukur dengan jumlah media promosi
wisata yang didapatkan oleh wisatawan.
4.9.2. Variabel Endogenous, meliputi :
a. Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)
Frekuensi kunjungan wisatawan (Y1) adalah frekuensi kedatangan
wisatawan dalam lima tahun terakhir ke TNTP dan TNS, baik waktu
libur maupun bukan waktu libur untuk melakukan suatu kegiatan yang
sifatnya rekreasi, petualangan, penelitian, pendidikan, berolahraga,
menyaksikan atraksi seni budaya dan seni kerajinan lokal. Variabel ini
diukur dengan frekuensi kunjungan wisatawan dalam satuan
pengulangan.
b. Lama Tinggal Wisatawan (Y2)
Lama tinggal wisatawan (Y2) adalah lamanya wisatawan
(mancanegara, nusantara) tinggal dalam kawasan TNTP dan TNS
menurut hitungan jam minimal 24 jam untuk menikmati berbagai
92
produk wisata yang ditawarkan. Variabel lama tinggal wisatawan (Y2)
diukur dengan jumlah jam wisatawan berada di lokasi.
c. Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Pengeluaran wisatawan (Y3) adalah sejumlah uang dalam rupiah yang
dibelanjakan oleh para wisatawan (mancanegara, nusantara) untuk
memenuhi keperluannya selama berada dalam kawasan TNTP dan
TNS. Variabel pengeluaran wisatawan (Y3) diukur dengan menghitung
total pengeluaran wisatawan dalam satuan rupiah (Rp).
4.10. Instrumen Pengukuran
Tahapan awal penyusunan instrumen pengumpulan data pada
penelitian ini dimulai dari penetapan variabel-variabel yang dipilih untuk
dikaji. Selanjutnya instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data
penelitian dilakukan melalui wawancara langsung dan penyebaran
kuesioner yang diberikan kepada responden. Data yang terkumpul akan
dianalisis melalui analisis deskriptif kualitatif untuk menggambarkan
hubungan antar variabel bebas dan variabel terikat. Bagian akhir dari
instrument pengukuran ini adalah melakukan analisis data dengan
menggunakan metode analisis Path Analysis dengan menggunakan paket
program AMOS 18 dan SPSS Versi 10.
Hasil analisis yang diperoleh disusun dalam jalur (path) diagram
dimaksudkan untuk menyatakan hubungan kausalitas antara variabel
bebas dan variabel terikat, dimana model teoritis yang telah dibangun
93
pada tahap sebelumnya akan digambarkan dalam sebuah diagram path
yang akan mempermudah untuk melihat hubungan-hubungan kausalitas
yang ingin diuji.
94
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Tujuan bab ini adalah untuk menganalisis dan membahas secara
kuantitatif dan kualitatif serta deskriptif atas hasil analisis data survey
terhadap semua variabel yang ada di dalam model. Fokus utamanya
adalah membahas hasil analisis secara komprehensif dan
membandingkan dengan hasil kajian empiris sebelumnya dalam
perdebatan argumentasi untuk sampai pada satu kesimpulan yang
merupakan hasil temuan peneliti. Dengan demikian dalam bab ini akan
menguraikan hasil analisis secara komprehensif untuk sampai pada satu
kesimpulan sebagai tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini.
5.1 Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah Provinsi Kalimatan Tengah
dengan memilih Taman Nasional Tanjung Puting (TNTP) dan Taman
Nasional Sebangau (TNS). Kedua lokasi penelitian ini secara administrasi
TNTP berada di Kabupaten Kotawaringin Barat untuk TNTP dan
Kabupaten Katingan, Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya
untuk TNS Berikut ini dideskripsikan secara garis besar gambaran umum
wilayah peneitian Provinsi Kalimantan Tengah, khususnya berkaitan
dengan penduduk, ketenagakerjaan, PDRB, dan pariwisata.
95
a. Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Tengah
Luas wilayah Provinsi Kalimantan Tengah berdasarkan Perda
No. 8 Tahun 2003 adalah 153.364 km2, terdiri atas kawasan hutan 10.295
km2 (67,04%), 9,67% diantaranya adalah hutan konservasi, 4,99% hutan
lindung, 0,03% hutan penelitian dan pendidikan. Kawasan non hutan
seluas 5.062 km2 (32,96%). Secara administrasi Provinsi Kalimantan
Tengah terdiri atas 13 kabupaten dan 1 kota, memiliki 11 sungai besar
yang panjangnya bervariasi antara 175 hingga 900 km dengan bentang
sungai yang indah, berbagai kekayaan hutan alam yang secara kolektif
dikenal sebagai paru-paru dunia beserta eksotisnya budaya Dayak,
(Borneo Tourism Watch. 2010).
Potensi budaya beserta nilai-nilai eksotisnya menjadi kekuatan
yang luar biasa bagusnya, di samping besarnya potensi landskap hutan,
bukit-bukit, sungai, orang utan dan satwa endemik Kalimantan Tengah
(KT) beserta fauna lainnya. Potensi yang besar tersebut memberikan
image sebagai salah satu destinasi ekowisata yang menarik bagi
wisatawan. Obyek wisata alam (ekowisata) yang terdapat di Provinsi
Kalimantan Tengah berdasarkan data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kalimantan Tengah (2009) berjumlah 85 obyek. Namun dalam penelitian
ini yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian adalah obyek wisata TNTP
(Kabupaten Kotawaringin Barat) dan TNS (Kabupaten Pulang Pisau,
Katingan dan Kota Palangka Raya). Kedua lokasi tersebut relatif jauh dari
Kota Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah, dimana
96
jenis transportasi yang digunakan untuk mencapai kedua lokasi wisata
tersebut adalah dengan moda transportasi udara, laut, sungai dan darat.
Tabel 5.1 mengemukakan perkembangan penduduk Provinsi
Kalimantan Tengah sebagai potensi dan pelaku pembangunan di berbagai
sektor, termasuk sektor pariwisata. Pertumbuhan penduduk Kalimantan
Tengah selama tahun 2006-2011 mengalami peningkatan dari 2.004.110
jiwa pada tahun 2006 menjadi 2.249.146 jiwa pada tahun 2011. Penduduk
dengan jenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding dengan penduduk
perempuan. Perbedaan tersebut seperti ditunjukkan oleh data tahun 2011,
dimana jumlah penduduk laki-laki adalah sebanyak 1.173.070 jiwa dan
penduduk perempuan sebanyak 1.076.076 jiwa.
Tabel 5.1. Perkembangan penduduk Kalimantan Tengah berdasarkan
Jenis Kelamin Tahun 2006-2011
No. Tahun Jenis Kelamin
Total Pertumbuhan
(%) Laki-Laki Perempuan
1. 2006 1.028.890 975.220 2.004.110
2. 2007 1.052.556 994.994 2.047.550 2,2
3. 2008 1.082.750 1.050.088 2.132.838 4,2
4. 2009 1.119.512 1.064.156 2.183.668 2,4
5. 2010 1.153.743 1.058.346 2.212.089 1,3
6. 2011 1.173.070 1.076.076 2.249.146 1,6
Sumber : Statistik Kependudukan Kalteng 2012
Pertumbuhan penduduk Kalimantan Tengah selama periode
2006-2011 relatif berfluktuasi, dimana pada periode 2006-2007
97
prosentase pertumbuhan penduduk KT sebesar 2,2%. Pada periode
2007-2008, pertumbuhan penduduk KT sebesar 4,2%. Meningkatnya
prosentase angka pertumbuhan penduduk KT pada periode 2007-2008
disebabkan adanya migrasi masuk melalui program transmigrasi di
Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau. Sementara itu
prosentase angka pertumbuhan penduduk KT pada periode 2008 – 2009
adalah sebesar 2,4%, menunjukkan bahwa walau terjadi peningkatan
jumlah penduduk, namun prosetase pertumbuhannya lebih rendah
dibanding dengan pertumbuhan pada periode 2007-2008. Selanjutnya
prosentase pertumbuhan menurun menjadi 1,6% pada tahun 2010-2011.
Hal ini terjadi karena pertumbuhan penduduk seperti jumlah kelahiran
(vertilitas) relatif rendah, dan adanya pengurangan jumlah lokasi program
transmigrasi di wilayah Kalimantan Tengah pada saat itu.
Secara umum rata-rata pertumbuhan penduduk Kalimantan
Tengah pada periode 2006-2011 adalah sebesar 2,3%, prosentase
pertumbuhan ini masih di bawah prosentase pertumbuhan penduduk
nasional sebesar 2,4%. Walaupun prosentase laju pertumbuhan
penduduk KT lebih besar dibanding laju pertumbuhan penduduk nasional,
pengaruhnya terhadap tingkat kepadatan penduduk masih rendah karena
pada tahun 2009 tingkat kepadatan penduduk KT adalah 14 jiwa/km,
termasuk kategori jarang jika dibandingkan dengan luas wilayah Provinsi
Kalimantan Tengah.
98
Dikemukakan halnya gambaran pertumbuhan penduduk di empat
wilayah administrasi (Kabupaten/Kota) yang merupakan wilayah lokasi
penelitian yaitu: Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Katingan,
Kabupaten Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya. Tabel 5.2 berikut
menunjukkan bahwa empat wilayah administrasi tersebut, pertumbuhan
jumlah penduduknya selama periode 2006-2011 mengalami peningkatan.
Namun jika dilihat dari prosentase pertumbuhan penduduknya, di empat
wilayah tersebut menunjukkan trend yang berfluktuasi.
Tabel 5.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Kotawaringin
Barat, Katingan, Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya Tahun
2006-2011
No. Tahun Kobar % Katingan % P.Pisau % P. Raya %
1. 2006 202.071 133.049 118.208 182.802
2. 2007 204.906 1,4 138.883 4,4 119.934 1,5 188.123 2,9
3. 2008 223.432 8,3 144.836 4,3 120.190 0,2 191.014 1,5
4. 2009 227.383 1,7 148.064 2,8 122.542 2,0 200.998 5,2
5. 2010 235.803 3,6 148.912 0,6 120.062 -2,1 220.962 9,0
6. 2011 239.753 1,6 150.642 1,1 122.073 1,6 224.663 1,6
Sumber : BPS Kalteng, 2012
Keterangan : P. Pisau = Pulang Pisau, P. Raya = Palangka Raya.
Periode 2006-2011 menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah
penduduk Kabupaten Kotawaringin Barat dari 202.071 jiwa pada tahun
2006 meningkat menjadi 239.753 jiwa pada tahun 2011. Pada tahun
2007-2008 laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kotawaringin Barat
sebesar 8,3 %, adalah angka tertinggi dari kurun waktu 2006-2011. Laju
99
pertumbuhan yang tinggi tersebut didorong oleh meningkatnya aktivitas
ekonomi, khususnya sektor perkebunan dan pertambangan. Peningkatan
tersebut mendorong meningkatnya jumlah tenaga kerja yang didatangkan
dari luar pulau sebagai migrasi masuk, sehingga mendorong
pertambahan jumlah penduduk di Kabupaten Kotawaringin Barat.
Pertumbuhan jumlah penduduk di Kabupaten Katingan juga
mengalami peningkatan selama periode 2006-2011, namun prosentase
peningkatan penduduknya mengalami penurunan dari 4,4 % tahun 2006-
2007 menjadi 1,1 % tahun 2010-2011. Peningkatan jumlah penduduk
Kabupaten Katingan juga didorong oleh peningkatan aktivitas ekonomi,
khususnya sektor industri kecil dan sektor perdagangan yang menyerap
banyak tenaga kerja. Hal lain terjadi karena faktor daerah yang baru
dimekarkan, potensi penduduk usia kerja masih relatif sedikit, sehingga
untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di Kabupaten Katingan harus
didatangkan dari luar kabupaten, bahkan dari luar Kalimantan.
Kabupaten Pulang Pisau laju pertumbuhan penduduknya
tergolong rendah dibanding tiga kabupaten/kota lainnya. Secara umum
pertumbuhan penduduknya meningkat dari tahun 2006 sebanyak 118.208
jiwa menjadi 122.073 jiwa pada tahun 2011. Prosentase penduduknya
berfluktuasi, namun secara rata-rata menunjukkan trend pertumbuhan
yang meningkat dari 1,5% pada periode 2006-2007 menjadi 1,6% pada
periode 2010-2011. Rendahnya pengingkatan penduduk dipicu oleh relatif
lambatnya pertumbuhan ekonomi di wilayah ini. Hal ini terjadi karena
100
potensi sumberdaya alam juga rendah, dimana pertumbuhan ekonomi
hanya mengandalkan sektor pertanian tanaman pangan dan perkebunan,
itupun masih pada skala luasan yang kecil. Kegiatan sektor industri juga
masih rendah, sehingga kebutuhan tenaga kerja juga masih sedikit dan
belum perlu mendatangkan tenaga kerja dari luar kabupaten. Akibat masih
rendahnya serapan tenaga kerja, maka migrasi masuk penduduk relatif
rendah, sehingga pertumbuhan penduduk juga relatif rendah.
Pertumbuhan jumlah penduduk kota Palangka Raya mengalami
peningkatan yang signifikan, dimana pada tahun 2006 jumlah
penduduknya adalah sebanyak 182.802 jiwa meningkat menjadi 224.663
jiwa pada tahun 2011. Prosentase pertumbuhan penduduknya
berfluktuasi, namun rata-rata prosentase pertumbuhan penduduk adalah
sebesar 3,4% pertahun. Relatif tingginya angka pertumbuhan penduduk
kota Palangka Raya karena setiap tahun terjadi migrasi masuk dari
beberapa kabupaten dalam wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Hal ini
terjadi karena Palangka Raya merupakan ibukota provinsi dan sebagai
kota pendidikan, sehingga migrasi masuk relatif tinggi. Tingginya migrasi
masuk tersebut dikontribusi oleh usia sekolah, khususnya yang masuk ke
perguruan tinggi. Dikemukakan juga bahwa rata-rata laju pertumbuhan
penduduk selama periode 2006-2011 di empat wisayah administrasi lokasi
peelitian, dengan angka tertinggi adalah Kota Palangka Raya sebesar
3,4%, Kotawaringin Barat 2,8%, Katingan 2,2& dan terendah Kabupaten
Pulang Pisau sebesar 1,2%.
101
Untuk mengetahui tingkat produktivitas penduduk Kalimantan
Tengah dapat dilihat dari kinerja kelompok usia 15 tahun ke atas menurut
jenis kegiatan utama, seperti diuraikan dalam Tabel 5.3. Penduduk KT
yang termasuk angkatan kerja pada tahun 2008 adalah sebanyak
1.029.445 jiwa atau sebesar 71,2% dan yang bukan angkatan kerja
adalah sebanyak 415.564 atau sebesar 28,8% dari total penduduk
berumur 15 tahun ke atas menurut jenis kegiatan utama sebanyak
1.445.009 jiwa. Dari 1.029.445 jiwa angkatan kerja tersebut, sebanyak
982.198 jiwa (95,4%) yang bekerja dan sisanya sebanyak 47.247 jiwa
(4,6%) adalah pengangguran. Data tersebut seperti dikemukakan pada
Tabel 5.3.
Tabel 5.3 Penduduk Kalimantan Tengah Umur 15 Tahun ke atas Menurut
Jenis Kegiatan Utama Periode 2008-2011
No. Jenis
Kegiatan
Tahun
2008 % 2009 % 2010 % 2011 %
I Angkatan
Kerja
1.029.445 71,2 1.047.402 71,2 1.066.733 70,0 1.134.587 72,9
1. Bekerja 982.198 68,0 998.967 67,9 1.022.580 67,0 1.105.701 71,0
2.Pengangguran 47.247 3,2 48.435 3,3 44.153 3,0 28.886 1,9
II Bukan
Angkatan Kerja
415.564 28,8 423.306 28,8 460.211 30,0 422.062 27,1
1. Sekolah 120.511 8,3 124.739 8,5 135.340 8,9 136.851 8,8
2. Mengurus RT 252.999 17,5 259.337 17,6 271.830 17,8 247.595 15,9
3. Lainnya 42.054 2,9 39.230 2,7 53.041 3,5 37.616 2,4
Jumlah 1.445.009 100 1.470.708 100 1.526.041 100 1.556.649 100
Sumber : Kalteng Dalam Angka 2012
102
Penduduk Kalimantan Tengah yang bekerja pada periode 2008 –
2011 mengalami peningkatan dengan rata-rata 68,5% terhadap
prosentase peningkatan angkatan kerja sebesar 71,3% selama kurun
waktu empat tahun. Sementara itu prosentase tingkat pengangguran pada
periode 2008-2011 juga mengalami penurunan dari 3,2% pada tahun
2008 menjadi 1,9% pada tahun 2011. Tingkat pertumbuhan penduduk
Kalimantan Tengah dilihat dari kelompok bukan angkatan kerja,
mengalami peningkatan dari 28,8% pada tahun 2008 menurun menjadi
27,1% pada tahun 2011 atau terjadi penurunan sebesar 1,7% dalam
kurun waktu 2008-2011. Peningkatan pertumbuhan penduduk Kalimantan
Tengah pada kelompok bukan angkatan kerja, dimana kelompok kegiatan
mengurus rumah tangga menyumbang rata-rata 17,2%, yang sedang
sekolah sebesar 8,6% dan kegiatan lainnya adalah sebesar 2,9%.
Secara umum dapat dikemukakan bahwa tingkat produktivitas
penduduk Kalimantan Tengah dilihat dari perbandingan antara angkatan
kerja dan bukan angkatan kerja periode 2008 – 2011 menunjukkan hal
yang menggembirakan, dimana prosentase pertumbuhan angkatan kerja
secara rata-rata adalah sebesar 71,2% dan pertumbuhan penduduk yang
bukan angkatan kerja secara rata-rata adalah sebesar 28,2%. Hal ini
menunjukkan bahwa perbandingan penduduk Kalimantan Tengah yang
merupakan angkatan kerja dan bukan angkatan kerja pada periode 2008-
2011 relatif baik, karena terjadi peningkatan penduduk yang bekerja
sebesar 3% dan penurunan tingkat pengangguran sebesar 1,3%.
103
Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam 10 tahun terakhir
melalui strategi pembangunan yang dijabarkan dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) mendorong peranan sektor
pariwisata sebagai salah satu sektor ekonomi yang diharapkan dapat
menyerap tenaga kerja secara signifikan. Serapan tenaga kerja di sektor
pariwisata dan industri yang menyertainya berperan untuk menekan
tingkat pengangguran yang ada. Dengan demikian melalui kontribusi
sektor pariwisata dapat membentuk dan mengubah struktur ekonomi yang
awalnya bertumpu pada sektor pertanian dan pertambangan serta industri
manufaktur menjadi struktur ekonomi yang mengandalkan sektor jasa-jasa
termasuk sektor pariwisata. Kebijakan lain yang juga menjadi prioritas
pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dalam konteks pembangunan
daerah adalah meningkatkan kinerja sektor pendidikan, baik dari segi
kuantitas maupun kualitas. Baiknya kinerja sektor pendidikan akan
mencerminkan kualitas sumberdaya manusia Kalimantan Tengah sebagai
salah satu pelaku utama pembangunan. Berikut pada Tabel 5.4
dikemukakan gambaran penduduk Kalimantan Tengah menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada periode 2008-2011.
104
Tabel 5.4 Penduduk Angkatan Kerja Kalimantan Tengah Menurut
Pendidikan Tertinggi Yang ditamatkan Periode 2008-2011
No.
Pendidikan
Tinggi Yang
Ditamatkan
Tahun
2008 % 2009 % 2010 % 2011* %
1. Tidak/Belum
Pernah Sekolah
19.155 1,9 18.325 1,7 16.885
1,6
17.054 2,1
2. Tidak/Belum
Tamat SD
128.597 12,5 176.394 16,8 179.081 16,
8
180.872 22,7
3. Sekolah Dasar 441.782 42,9 359.893 34,4 359.225 33,
7
362.817 45,6
4. SMTP Umum 199.930 19,4 221.346 21,1 232.207 21,
8
234.529 29,5
Jumlah 789.464 76,7 775.958 74,1 787.398 73,
2
795.273 71,2
5. SMTA 179.918 17,5 201.331 19,2 201.556 18,
9
231.789 20,8
6. Diploma/Akademi/
Univ. S2/S3
60.063 5,8 70.113 6,7 77.779
7,3
89.446 8,0
Jumlah 239.981 23,3 271.444 25,9 279.335 26,
2
321.235 28,8
Grand Total 1.029.445 100 1.047.402 100 1.066.733 100 1.116.508 100
Sumber : Kalteng Dalam Angka 2010
Keterangan : * = Angka sementara
Penduduk angkatan kerja di Kalimantan Tengah menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan periode 2008-2011 masih didominasi
oleh penduduk angkatan kerja dengan tingkat pendidikan SLTP yaitu
sebesar 76,7% pada tahun 2008 terhadap total angkatan kerja, menurun
menjadi 71,2% pada tahun 2011. Penurunan prosentase penduduk
dengan tingkat pendidikan relatif rendah selama periode 2008-2011
dibarengi oleh peningkatan jumlah penduduk angkatan kerja yang
memiliki pendidikan relatif tinggi (SMTA, Diploma/Akademi/Univ. S2/S3)
dari 23,3% pada tahun 2008 meningkat menjadi 28,8% pada tahun 2011.
105
Peningkatan mutu pendidikan angkatan kerja akan memberikan peluang
yang besar terhadap daya serap lapangan kerja dibandingkan dengan
mereka yang tingkat pendidikannya relatif rendah.
b. Produk Domestik Regional Bruto ( PDRB )
Perekonomian Kalimantan Tengah yang digambarkan melalui
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) pada periode 2006 - 2009 atas
dasar harga konstan 2000 masih didominasi oleh sektor pertanian, sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Laju pertumbuhan
ekonomi Kalimantan Tengah pada periode 2006-2009 adalah 5,75%, dan
menunjukkan angka pertumbuhan yang relatif baik dilihat dari konteks
pertumbuhan nasional. Berikut pada Tabel 5.5 disajikan perkembangan
dan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto PDRB Provinsi
Kalimantan Tengah pada periode 2006 - 2009 atas dasar harga konstan
2000.
Tabel 5.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) periode 2006 - 2011
atas dasar harga Konstan 2000
No. Sektor
Tahun
2006 2007 2008 2009 2010 2011
Nilai % Nilai % Nilai % Nilai % % %
1. Pertanian 5.575,03 37,53 5.585,15 35,45 5.652,91 33,80 5.700,23 32,31 5.812,04 30,91 6.001,52 29,90
2. Pertambangan 1.233,81 8,31 1.357,22 8,61 1.436,22 8,59 1.587,20 9,00 1.818,54 9,67 2.118,95 10,56
3. Industri
Pengolahan 1.214,45 8,18 1.286,71 8,17 1.323,87 7,92 1.380,59 7,83 1.481,36 7,88 1.502,95 7,49
4. Listrik & Air
Bersih 68,88 0,46 73,42 0,47 75,01 0,45 78,82 0,45 83,72 0,45 91,35 0,46
5. Bangunan 697,33 4,69 787,35 5,00 885,71 5,30 983,26 5,57 1.053,85 5,60 1.149,40 5,73
106
6. Perdagangan,
Hotel,
Restoran
2.490,49 16,77 2.705,75 17,17 2.949,45 17,63 3.249,04 18,42 3.483,04 18,52 3.718,92 18,53
7. Angkutan/
Komunikasi 1.128,20 7,60 1.227,16 7,79 1.417,01 8,47 1.419,32 8,05 1.537,23 8,18 1.586,01 7,90
8. Bank/Keu/
Perumahan 660,35 4,45 776,80 4,93 843,08 5,04 970,83 5,50 1.137,10 6,05 1.282,84 6,39
9. Jasa 1.785,20 12,02 1.954,95 12,41 2.142,26 12,81 2.272,89 12,88 2.396,80 12,75 2.618,79 13,05
10. Total 14.853,74 100 15.754,51 100 16.725,52 100 17.642,18 100 18.803,68 100 20.070,73 100
11. Laju
Pertumbuhan 5,66 8,26 11,08 5,95
8,20 7,63
Sumber : Kalimantan Tengah Dalam Angka 2012
Total PDRB Kalimantan Tengah berdasarkan harga konstan tahun
2000 pada tahun 2006 sebesar Rp. 14.853.726,- mengalami menjadi
Rp. 20.070.730 tahun 2011, atau terjadi peningkatan sebesar 18,77%.
Peningkatan tersebut karena didorong oleh peningkatan kinerja sub sektor
pada masing-masing sembilan sektor ekonomi yang membentuk PDRB
Kalimantan Tengah. Terjadi peningkatan kontribusi sektor pertanian
terhadap PDRB selama periode 2006-2011, namun jika dilihat dari
prosentase peningkatannya justru mengalami penurunan dari 37,53%
menjadi 32,31%. Hal ini terjadi karena selama periode tersebut
pemerintah pusat melalui Kementerian Kehutanan memberlakukan
kebijakan moratorium sub sektor kehutanan, sehingga kontribusinya
terhadap PDRB Kalimantan Tengah menurun.
Demikian halnya dengan peningkatan sektor perdagangan, hotel,
restoran dan sektor jasa dalam membentuk PDRB Kalimantan Tengah,
didorong oleh peningkatan dan tumbuhnya sub-sub sektor perdagangan
107
besar, menengah dan kecil, serta sub sektor perhotelan melalui
tumbuhnya hotel berbintang dua sampai bintang empat. Sektor
pertambangan juga termasuk penyumbang yang signifikan terhadap
pembentukan PDRB Kalimantan Tengah selama periode 2006 - 2009,
dimana pada tahun 2006 kontribusinya terhadap PDRB adalah sebesar
Rp. 1.233.812.000,- atau sebesar 8,31% terhadap total PDRB, dan
berturut-turut meningkat menjadi Rp. 1.357.220.000,- (8,61%) pada
tahun 2007, sebesar Rp. 1.436.219.000,- (8,59%) pada tahun 2008 dan
sebesar Rp. 1.587.197.000,- atau sebesar 9,0% terhadap total PDRB
berdasarkan harga konstan tahun 2000. Peningkatan kontribusi sektor
pertambangan terhadap pembentukan PDRB Kalimantan Tengah
didorong oleh realisasi investasi sektor pertambangan hampir di seluruh
wilayah Kabupaten/Kota se Provinsi Kalimantan Tengah. Gambaran atas
PDRB Kalimantan Tengah selama tahun 2006-2009 seperti diuraikan
pada Tabel 5.5 di atas dapat di lihat dari laju pertumbuhan ekonomi rata-
rata sebesar 5,75% suatu angka pertumbuhan yang cukup signifikan dan
di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional pada periode yang sama.
c. Gambaran Umum Pariwisata di Kalimantan Tengah.
Provinsi Kalimantan Tengah memiliki potensi yang besar dari
sektor pariwisata, khususnya wisata alam yang dapat dikembangkan
menjadi obyek wisata dalam kawasan lindung. Statistik Kehutanan BP2HP
Palangka Raya (2008) mencatat bahwa luas kawasan lindung
2.250.877,66 ha yang meliputi: cagar alam, hutan lindung, taman wisata,
108
taman nasional, suaka margasatwa, perlindungan dan pelestarian alam,
konservasi mangrove, konservasi ekosistem air hitam, konservasi flora
dan fauna, konservasi hidrologi, konservasi gambut tebal.
Seluruh potensi tersebut dapat menjadi modal dasar bagi
pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah untuk menetapkan sektor
pariwisata sebagai salah satu sektor unggulan dalam menopang
perekonomian dan memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDRB.
Amanat Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah memberikan kemandirian bagi setiap daerah dalam perencanaan
pengelolaan, dan pendanaan pembangunan pada berbagai sektor
termasuk pariwisata, sub-sub sektor terkait seperti: hotel dan restoran,
transportasi, perdagangan, dan tanaman pangan. Pengembangan sektor
pariwisata akan menyerap tenaga kerja secara langsung melalui kegiatan-
kegiatan bisnis berhubungan dengan industri kepariwisataan, sehingga
pada gilirannya akan menunjang dan meningkatkan pertumbuhan PDRB
Provinsi Kalimantan Tengah.
Gambaran sektor pariwisata Provinsi Kalimantan Tengah, jika
dilihat dari kunjungan wisatawan, belum berkembang dengan baik (Tabel
1.6). Hal inilah yang menjadi dasar bagi pemerintah daerah untuk terus
menggali, mengembangkan dan mempromosikan obyek wisata yang ada
dan meningkatkan infrastruktur jalan dari ibukota provinsi/kabupaten
menuju lokasi obyek wisata. Salah satu bentuk promosi wisata yang
dilaksanakan setiap tahun, adalah Festival Budaya Isen Mulang (FBIM).
109
Kegiatan FBIM dalam sistem kepariwisataan nasional menjadi salah satu
agenda promosi wisata dan secara rutin dilaksanakan pada setiap bulan
Mei. Bentuk promosi lainnya adalah menyelenggarakan kegiatan expo
pariwisata Kalimantan Tengah secara kontinyu di anjungan Kalimantan
Tengah Taman Mini Indonesia Indah (TMII).
Rencana strategi pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah bidang
pariwisata adalah mengembangkan potensi wisata alam yang tersebar
hampir di seluruh kabupaten dan kota melalui pendataan secara intensif
dan penataan terhadap obyek-obyek wisata potensial (Dinas Pariwisata
dan Budaya Provinsi Kalimantan Tengah, 2010). Rencana strategis
lainnya adalah memprioritaskan dan mewujudkan sektor industri
pariwisata sebagai salah satu tulang punggung (backbone) ekonomi
dengan mengembangkan industri pariwisata yang berwawasan lingkungan
dan berkelanjutan (sustainable) melalui pengembangan ekowisata dalam
taman nasional.
Dasar kebijakan pembangunan pariwisata Kalimantan Tengah
yang dijabarkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah Kalimantan Tengah adalah: (a) peraturan pemerintah nomor 4
tahun 2005 tentang kebudayaan dan pariwisata, (b) grand design
pariwisata percepatan pengembangan pariwisata Kalimantan Tengah, (c)
penyelenggaraan Festival Budaya Isen Mulang (FBIM) setiap tahun dan
telah masuk dalam kalender tetap Pariwisata Nasional. Pengembangan
strategi kepariwisataan Kalimantan Tengah memiliki visi menjadikan
110
Kalimantan Tengah sebagai salah satu destinasi unggulan di Indonesia
dengan misi operasional sebagai berikut: (a) meningkatkan mutu dan
kualitas objek dan daya tarik wisata yang berbasis kerakyatan dengan
budaya, alam dan ecotourism, (b) memberdayakan masyarakat
Kalimantan Tengah dan seluruh stake holder untuk berperan dalam
pembangunan kepariwisataan, (c) meningkatkan arus kunjungan
wisatawan, (d) meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan
kebudayaan dan pariwisata secara merata di Kalimantan Tengah. Hal lain
yang menjadi perhatian pemerintah provinsi adalah yang berkaitan
dengan keterbatasan kuantitas dan kualitas sumberdaya manusia di
bidang pariwisata, rendahnya tingkat kesadaran, peran serta masyarakat
dan aparat terkait dan kurangnya diversifikasi produk dan paket wisata
menjadi tantangan utama dalam pengembangan pariwisata Kalimantan
Tengah.
Kalimantan Tengah memiliki Obyek dan Daya Tarik Wisata
(ODTW ) yang berbasis alam dan berstatus taman nasional sebanyak
tiga kawasan, yaitu TNTP, TNS dan Taman Nasional Bukit Baka Bukit
Raya (TNBBBR). Posisi kawasan TNBBBR secara geografi terletak pada
wilayah Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah dan termasuk
Taman Nasional yang baru ditetapkan oleh pemerintah pusat melalui
Kementerian Kehutanan. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Provinsi
Kalimantan Tengah dicanangkan oleh Gubernur Kalimantan Tengah
melalui suatu keputusan pemerintah daerah yang menetapkan empat
111
Kabupaten di Kalimantan Tengah yaitu Murung Raya, Barito Utara,
Gunung Mas dan Katingan sebagai kawasan “Heart Of Borneo”.
Kebijakan tersebut ditinjau dari aspek ekonomi adalah suatu kegiatan
wisata yang menguntungkan secara ekonomi namun tidak merusak
lingkungan, dan lazim disebut kegiatan Ekowisata (Kalteng Pos, 26
Oktober 2007). Secara umum di Kalimantan Tengah bahwa
pengembangan pariwisata juga telah melihat potensi dan prospek
pengembangan ekowisata melalui konsep “Heart Of Borneo” yang
bersinergi dengan pemerintah Malaysia, khususnya pemerintah bagian
Sarawak. Demikian juga kebijakan strategis lainnya yang diambil oleh
pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah yaitu pengembangan Taman
Nasional Sebangau sebagai pintu gerbang Heart Of Borneo. Kebijakan
lain dari pengembangan pariwisata Kalimantan Tengah adalah penetapan
dan pengembangan serta implementasi sektor pariwisata dengan skala
prioritas pembangunan melalui: (1) pencanangan Desa Tangkiling
sebagai desa wisata, (2) pencanangan Kabupaten Kotawaringin Barat
sebagai tujuan wisata Provinsi Kalteng tahun 2009, dan (3)
pengembangan ekowisata.
Implementasi kebijakan untuk menunjang pelaksanaan skala
prioritas pembangunan sektor pariwisata, khususnya berkaitan dengan
pengembangan dan penataan adalah melalui kerjasama antara
Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Sesuai dengan
letak geografis dan karakteristik wisatawan, daya tarik wisata Kalimantan
112
Tengah adalah sbb: (1) alam yang meliput: TNTP dan TNS, (2)
arboretum, reintroduksi orang utan, danau, sungai, perkebunan, (3)
budaya betang, tata cara kehidupan masyarakat tradisional, adat
istiadat). Berkaitan dengan hal tersebut diatas, maka pengembangan
pariwisata Kalimantan Tengah terarah pada pengembangan daya tarik
wisata alam (ekowisata) yang didukung oleh pengembangan daya tarik
wisata budaya, dan wisata petualangan. Selanjutnya kebijakan strategis
lainnya adalah pengembangan destinasi pariwisata yang berdasarkan
daya tarik wisata alam, dan menetapkan destinasi sebagai berikut: (1)
Kota Palangka Raya dengan obyek wisata seperti TWA Bukit Tangkiling &
kawasan Nyaru Menteng, susur sungai, TNS, (2) Kabupaten Kotawaringin
Barat, dengan obyek wisata seperti TNTP & tempat rehabilitasi orang
utan, Istana Kuning, Pantai Kubu, (3) Kabupaten Katingan dengan obyek
wisata seperti TNS (Pintu Gerbang Ekowisata HOB), Bukit Batu, Desa
Jahanjang, dan lain-lain (Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalteng,
2010).
Arah kebijakan pengembangan pariwisata daerah adalah sebagai
salah satu penghasil Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan devisa dengan
tetap memperhatikan pelestarian nilai budaya. Beberapa upaya yang telah
dilakukan diantaranya: (a) pengembangan sektor usaha pariwisata
dengan mempermudah perijinan; (b) mengadakan kampanye Sadar
Wisata dan masyarakat Sapta Pesona; (c) pencanangan dekade
Kampanye Wisatawan yang berkelanjutan; (d) penetapan strategi
113
pemasaran di wilayah tujuan wisata; (e) pemanfaatan promosi luar negeri
dalam bursa pariwisata internasional; (f) pemberdayaan serta perluasan
keikutsertaan dalam asosiasi kepariwisataan tingkat nasional dan
internasional; (g) perluasan dan penambahan pintu masuk wisatawan.
Pada akhirnya bahwa semua upaya yang dilakukan oleh pemerintah
Provinsi Kalimantan Tengah kaitannya dengan kebijakan-kebijakan yang
diuraikan di atas tujuannya adalah untuk mengembangkan potensi
pariwisata yang ada, khususnya wisata alam (ekowisata).
d. Kebijakan Pengembangan Pariwisata Alam di Kawasan Taman Nasional
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang
mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi dan
dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Penetapan suatu kawasan
sebagai taman nasional didasarkan pada kriteria, dimana suatu wilayah
dapat ditunjuk dan ditetapkan sebagai kawasan taman nasional meliputi:
(a) memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik
yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik; (b) memiliki satu
atau beberapa ekosistem yang masih utuh; (c) mempunyai luas yang
cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan
(d) merupakan wilayah yang dapat dibagi kedalam zona inti, zona
pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan
keperluan. (Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990).
114
Pengembangan taman nasional melalui sistem zonasi diatur
melalui Permenhut No. P.56/Menhut-II/2006 dengan tujuan efektifitas
pengelolaan agar dapat dipantau dengan baik. Penetapan zonasi dalam
kawasan taman nasional merujuk pada kriteria seperti: (a) derajat tingkat
kepekaan (sensitivitas ekologi); (b) keterwakilan (representation); (c)
keaslian (origanility) atau kealamian (naturalness); (d) keunikan
(uniqueness); (e) kelangkaan (raritiness); (f) laju kepunahan (rate of
exhaution); (g) keutuhan satuan ekosistem (ecosystem integrity); (h)
keutuhan sumberdaya/kawasan (intacness); (i) luasan kawasan
(area/size); (j) keindahan alam (natural beauty); (k) kenyamanan
(amenity); (l) kemudahan pencapaian (accessibility); (m) nilai
sejarah/arkeologi/keagamaan (historical/archeological/religeus value); dan
(n) ancaman manusia (threat of human interference). Kaitannya dengan
pemanfaatan jasa lingkungan termasuk ekowisata, maka semua kriteria
penetapan zonasi di atas memiliki tujuan utama yaitu bagaimana
dilakukan upaya perlindungan dan pelestarian secara ketat atas populasi
flora, fauna serta habitat penting yang terdapat di dalam kawasan taman
nasional.
Berkenaan dengan aspek legalitas pemanfaatan kawasan taman
nasional, yang memiliki potensi flora, fauna dan ekosistemnya serta gejala
alam dan keunikan alam yang sangat tinggi untuk dikembangkan sebagai
obyek dan daya tarik wisata alam (ODTWA), telah diatur oleh Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1990 Pasal 31 yang menyebutkan bahwa di
115
dalam kawasan pelestarian alam dapat dilakukan kegiatan untuk
kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang
budidaya, budaya dan wisata alam. Untuk itu dalam operasionalnya,
pengembangan pariwisata alam dalam kawasan taman nasional
mengandung visi : “Pariwisata yang Berkelanjutan Melalui Pemanfaatan
Secara Lestari Sumberdaya Alam hayati dan Ekosistemya” (Undang-
Undang Nomor 5 tahun 1990)
Guna mewujudkan visi pemanfaatan taman nasional untuk kegiatan
pariwisata alam (ekowisata), maka pemanfaatan dan pengendaliannya
diarahkan untuk melaksanakan 2 (dua) misi utama, yaitu: (a) menjadikan
kegiatan wisata alam (ekowisata) sebagai wahana peningkatan
pengetahuan dan wawasan tentang konservasi sumberdaya alam hayati
dan ekosistemya, (b) meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup
masyarakat yang ada di sekitar Taman Nasional. Sejalan dengan visi dan
misi pemanfaatan sumber daya alam, pemanfaatan Taman Nasional untuk
pariwisata ditujukan untuk: (a) meningkatkan kepedulian masyarakat untuk
lebih menghargai alam dan pentingnya Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya, (b) menciptakan lapangan pekerjaan serta
menciptakan lapangan usaha dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dan kualitas hidup masyarakat melalui pemberdayaan ekonomi
kerakyatan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengembangan
ekowisata mengandung 5 (lima) prinsip utama yaitu: (a) konservasi, (b)
edukasi, (c) partisipasi masyarakat, (d) rekreasi, dan (e) ekonomi.
116
Upaya konservasi adalah salah satu implementasi misi utama
pengembangan ekowisata, dimana strategi yang ditempuh adalah
melalui perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya serta
pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
(KSDAH&E), seperti ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya
(SDAH&E), termasuk yang terdapat dalam kawasan taman nasional
dilakukan melalui kegiatan pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan
pelestarian alam dan pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar sebagai
obyek wisata terbatas.
Selanjutnya untuk memperoleh gambaran tentang kondisi umum
dan potensi ekologi serta potensi ekonomi TNTP dan TNS sebagai lokasi
penelitian dan representasi dari kawasan wisata berbasis alam yang ada
di Kalimantan Tengah akan diuraikan sebagai berikut:
e. Gambaran Umum Lokasi Penelitian (Taman Nasional Tanjung Puting dan Taman Nasional Sebangau)
Taman Nasional Tanjung Putting (TNTP)
Tanjung Puting pada awalnya merupakan kawasan suaka
margasatwa dengan luas total 305.000 ha yang ditetapkan oleh
pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 13 Juni 1936 sebagai kawasan
perlindungan Suaka Margasatwa Orang Utan (Pongo pygmeus) dan
117
Bekantan (Nazalis Larvatus). Pada tahun 1981 Suaka Margasatwa
Tanjung Puting dinyatakan sebagai Cagar Biosfer UNESCO. Kemudian
pada tahun 1982 melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian No.
736/MENTAN/X/1982 kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting seluas
305.000 ha dan kawasan hutan poduksi seluas 54.960 ha yang menjadi
konsesi HPH PT. Hezubasah dinyatakan sebagai calon Taman Nasional.
Selanjutnya pada tanggal 12 Mei 1984 oleh Menteri Kehutanan dibentuk
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Nasional Tanjung Puting yang
bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan
Pelestarian Alam (Dirjen PHPA). Kemudian berdasarkan Surat Keputusan
Direktorat Jenderal PHPA No. 45/kptsII.V-Sek/84 tanggal 11 Desember
1984, kawasan Suaka Margasatwa Tanjung Puting ditetapkan sebagai
Taman Nasional dengan wilayah kerja seluas 300.040 ha. Akhirnya
melalui SK Menteri Kehutanan No. 687/kpts-11/96 tanggal 25 Oktober
1996, luas kawasan ditingkatkan menjadi 415.040 ha yang terdiri dari
Suaka Margasatwa Tanjung Puting 300.040 ha, hutan produksi 90.000 ha
(ex. PT. Hesubazah) dan kawasan daerah perairan sekitar 25.000 ha.
Jumlah luasan 415.040 ha inilah yang menjadi tanggungjawab
pengelolaan Balai Taman Nasional Tanjung Puting sampai saat ini.
Posisi kawasan TNTP secara geografis terletak antara 2°35'-3°20'
LS dan 111°50'-112°15' BT meliputi wilayah kecamatan Kumai di
Kabupaten Kotawaringin Barat dan di Kecamatan Hanau serta Seruyan
Hilir Kabupaten Seruyan. Dalam perkembangan selanjutnya sampai saat
118
ini Pemerintah Kotawaringin Barat sebagai daerah yang membawahi
wilayah TNTP bekerjasama dengan pengelola Balai TNTP untuk
mengembangkan dan membangun fasilitas wisata dalam area zona
pemanfaatan yang luas arealnya adalah 14.000 ha. Pengelolaan dan
pemanfaatan TNTP dilakukan dengan sistem zonasi, seperti diperlihatkan
pada Tabel 5.6 sebagai berikut :
Tabel 5.6. Zonasi dalam pengelolaan kawasan TNTP
No Nama Zona Luas (Hektar)
I. Zona Inti 229.088
II. Zona Rimba 81.552
1 Daratan 65.702
2 Perairan 15.850
III. Zona Pemanfaatan 15.211
1. Zona Pemanfaatan Intensif 1.000
2. Zona Pemanfaatan Khusus 4.250
3. Zona Pemanfaatan Tradisional 9.961
IV Zona Rehabilitasi 89.189
Sumber : Balai TNTP. 2010
Kebijakan pengembangan pariwisata alam (ekowisata) dalam
kawasan TNTP, diselenggarakan dengan memperhatikan potensi yang
ada dalam zona pemanfaatan. Dengan demikian pengembangan obyek
wisata alami (ekowisata) dalam kawasan TNTP dibagi dalam empat
lokasi, yaitu: (a) kawasan wisata Tanjung Harapan; (b) kawasan Pondok
Tanggui; (c) kawasan Camp Pondok Ambung dan (d) kawasan Camp
119
Leakey. Secara umum ekosistem Taman Nasional ini memiliki beberapa
tipe ekosistem, yaitu hutan tropika dataran rendah, hutan kerangas, hutan
rawa air tawar, hutan rawa gambut, hutan mangrove, hutan pantai. Tipe
vegetasi utama di daerah Utara kawasan adalah hutan kerangas dengan
tumbuhan pemakan serangga seperti kantung semar (Nephentes sp.).
Hutan rawa gambut sejati ditemukan di bagian tengah kawasan dan di tepi
beberapa sungai, dimana terdapat tumbuhan yang memiliki akar lutut, dan
akar udara. Di sepanjang tepi semua sungai di kawasan ini terdapat hutan
rawa air tawar sejati, memiliki jenis tumbuhan yang kompleks dan jenis
tumbuhan merambat berkayu yang besar dan kecil, serta epifit dan paku-
pakuan menjalar dalam jumlah besar. Di daerah Utara menuju Selatan
kawasan terdapat padang dengan jenis tumbuhan belukar yang luas yang
merupakan hasil dari pengerusakan hutan kerangas melalui penebangan
dan pembakaran. Vegetasi di daerah hulu sungai utama terdiri atas rawa
rumput yang didominasi oleh Pandanus sp, dan bentangan makrofita
(bakung) yang mengapung, seperti Crinum sp, serta di sepanjang sungai
yang ada dalam kawasan TNTP ditemukan tumbuhan asli nipah. Pada
daerah pesisir pantai berpasir banyak ditemukan tumbuhan marga
Casuarina, Pandanus, Scaevola, dan Barringtonia.
Jenis tumbuhan lain yang dapat ditemui di TNTP adalah meranti
(Shorea sp.), ramin (Gonystylus bancanus), jelutung (Dyera costulata),
gaharu, kayu lanan, keruing (Dipterocarpus sp.), ulin (Eusideroxylon
zwageri), tengkawang (Shorea palembanika), Dacrydium spp.,
120
Lithocarpus spp., Castonopsis spp., Schiima wllichii., Hopea spp.,
Melaleuca spp., Dyospyros spp., Beckia spp., Jackia spp., Licuala spp.,
Vatica spp., Tetramerista spp., Palaquium spp., Campnosperma spp.,
Casuarina spp., Ganoa spp., Mesua spp., Dactylocladus spp., Astonia
spp., Durio spp., Eugenia spp., Calophyllum spp., Sonneratia spp.,
Rhizophora spp., Barringtonia spp., Nipah (Nypa fruticans.), Podocarpus
spp., dan Scaevola spp. Sementara untuk tumbuhan lapisan bawah hutan
terdiri dari jenis-jenis rotan dan permudaan/anakan pohon.
Dalam kawasan TNTP teridentifikasi satwa atau fauna, seperti:
mamalia, reptilia dan burung (aves). Untuk jenis mamalia, dihuni oleh
sekitar 38 jenis, tujuh di antaranya adalah primata yang cukup dikenal dan
dilindungi seperti Orang Utan (Pongo pygmaeus), Bekantan (Nasalis
larvatus), serta Owa-Owa (Hylobates agilis). Jenis-jenis mamalia besar
seperti Rusa Sambar, Beruang Madu (Helarctos malayanus), Kijang
(Muntiacus muntjak), Kancil (Tragulus javanicus), dan Babi Hutan (Sus
barbatus) dapat dijumpai di kawasan ini. Bahkan, beberapa jenis mamalia
air seperti duyung (Dugong dugong) dan lumba-lumba dilaporkan pernah
terlihat di perairan sekitar kawasan TNTP.
Untuk jenis reptilia yang dapat ditemukan di dalam kawasan
TNTP, antara lain adalah buaya sinyong supit (Tomistoma schlegel),
buaya muara (Crocodilus porosus), dan bidawang (Trionyx cartilagenous).
Sedangkan untuk jenis burung tercatat lebih dari 200 jenis yang hidup di
kawasan TNTP. Salah satu jenis burung yang ada di kawasan ini, yaitu
121
sindang lawe (Ciconia stormii) termasuk 20 jenis burung terlangka di
dunia. Kawasan TNTP juga merupakan salah satu tempat untuk sejumlah
koloni jenis burung “Great alba” seperti Egreta alba, Arhinga
melanogaster, dan Ardea purpurea (Renstra TNTP 2004-2010) .
Gambaran potensi flora dan fauna yang dimiliki oleh TNTP
menunjukkan betapa kawasan ini memiliki keanekaragaman hayati yang
cukup tinggi dan unik, karena banyak diantara jenis yang ada merupakan
jenis endemik dan dilindungi. Berdasarkan dokumen Direktorat Wisata
alam dan Pemanfaatan Jasa Lingkungan, Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan (2002),
kawasan yang memiliki lebih banyak flora dan fauna tergolong
langka/endemik dikategorikan sebagai ekosistem yang memiliki keunikan
lingkungan.
Pengembangan dan pengelolaan TNTP sebagai kawasan wisata
alam (ekowisata) dengan potensi obyek wisata yang ada untuk dapat
dinikmati oleh wisatawan yang berkunjung meliputi: feeding orang utan,
pengamatan satwa, treking, susur sungai, wisata pendidikan/penelitian,
seni budaya, seni kerajinan (Balai TNTP 2010). Infrastruktur sebagai
penunjang kegiatan wisata yang ada berupa jenis alat transportasi,
akomodasi dan pemandu wisata, seperti disajikan pada Tabel 5.7.
122
Tabel 5.7. Fasilitas Transportasi, Akomodasi, dan Pemandu Wisata di TNTP
No. Jenis Jumlah Kapasitas
1. Transportasi Klotok
Speed Boat
42 Unit (8 besar & 34 sedang) 50 unit
40 orang 4-5 orang
2. Akomodasi
Rimba Lodge Hotel 1 unit
Home Stay Sekonyer 4 Kamar 8 orang
Home Stay Masyarakat 4 unit (8 Kamar) 16 orang
Guest House Balai TNTP 3 unit (5 kamar) 10 orang
Camping Ground 1 lokasi 250 orang
3. Guide/Pemandu Wisata 64 orang
Sumber : Laporan Tahunan Balai TNTP, 2010 Keterangan : TNTP = Taman Nasional Tanjung Puting
Tabel 5.7. menunjukkan bahwa sarana dan prasaran penunjang
transportasi wisata di Taman Nasional Tanjung Puting adalah berupa
klotok dengan ukuran besar maupun sedang, speedboat yang dapat
digunakan sebagai alat transportai wisman dan wisnu. Mayoritas pemilik
alat transportasi tersebut adalah masyarakat di sekitar TNTP dan
beberapa unit milik Balai TNTP. Sarana akomodasi yang ada juga
bervariasi, mulai dari jenis Hotel (Rimba Lodge Hotel) 1 unit, Home Stay
Sekonyer 1 unit, Home Stay milik masyarakat, Guest House milik Balai
TNTP 3 unit dan 1 lokasi Camping Ground. Unsur pendukung lain dalam
kegiatan wisata adalah kelompok pemandu wisata yang bertugas
mendampingi/memandu wisatawan di Taman Nasional Tanjung Puting
adalah sebanyak 64 orang. Kelompok wisata terhimpun dalam wadah
Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Tegar Lestari dengan jumlah
anggota 64 orang, dan kelompok jasa transportasi air terhimpun dalam
wadah Himpunan Kelotok Wisata Kumai (HKWK) dengan jumlah 46 unit
123
serta 1 unit kelompok pengrajin souvenir yang tergabung dalam koperasi
Sekonyer Lestari dengan jumlah anggota 60 orang.
Wisatawan mancanegara dan nusantara dari luar Kalimantan
Tengah untuk sampai ke destinasi TNTP dapat menggunakan jenis
transportasi udara dengan route Jakarta atau Semarang ke Pangkalan
Bun ibukota Kotawaringin Barat. Route yang lain adalah Jakarta ke
Palangka Raya, kemudian Palangka Raya ke Pangkalan Bun dengan
menggunakan pesawat kecil. Atau bisa juga dengan fasilitas transportasi
darat dengan menggunakan bus atau mobil travel jenis Kijang dan
Avansa. Terdapat juga jalur atau route penerbangan langsung dari
Jogyakarta – Pangkalan Bun 3 kali seminggu dan Balikpapan – Pangkalan
Bun setiap hari. Beberapa route penerbangan inilah yang diharapkan
untuk dapat digunakan oleh wisman dan wisnu agar bisa sampai ke
destinasi TNTP lebih cepat. Alternatif lain adalah dengan transportasi laut
menggunkan kapal Pelni dari pelabuhan Semarang atau Surabaya menuju
pelabuhan Kumai. selanjutnya dengan menggunakan speedboad atau
kapal wisata menuju TNTP. Sementara itu untuk mencapai obyek wisata
lainnya dalam kawasan TNTP wisatawan dapat menggunakan beberapa
jenis alat transportasi seperti: speedboat, kapal, longboat, klotok.
Potensi keanekaragaman hayati dan keunikan lingkungan yang
terdapat dalam kawasan TNTP merupakan daya tarik bagi wisman dan
wisnu telah mendorong pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah dan
Kabupaten Kotawaringin Barat untuk meningkatkan strategi
124
pengembangan kawasan melalui peningkatan infrastruktur dan fasilitas
pendukung lainnya, seperti pembangunan guesthouse, peningkatan
kualitas jalan untuk treking, pembinaan keterampilan dan manajemen
anggota koperasi Sekonyer Lestari. Semua upaya tersebut dimaksudkan
untuk pengembangan kegiatan ekowisata di TNTP, sehingga pada
gilirannya kegiatan ekowisata menciptakan peluang berusaha dan
mendorong pertumbuhan perekonomian lokal.
Dalam rangka mendukung manajemen pengelolaan, melalui
kesepakatan antara pemerintah daerah, manajemen TNTP dan kelompok
biro perjalanan wisata, telah ditetapkan tarif masuk dan sewa jasa-jasa
dalam kawasan TNTP seperti disajikan dalam Tabel 5.8.
Tabel 5.8 Daftar tarif masuk kawasan TNTP dan tarif jasa-jasa lainnya
No. Jenis traif Satuan Harga (Rp)
1. Karcis masuk :
Wisman
Wisnu
Paket
100.000,-
10.000,-
2. Karcis Kamera :
Wisman
Wisnu
Paket
50.000,-
20.000,-
3. Karcis Handycam :
Wisman
Wisnu
Paket
150.000,-
50.000,-
4. Alat transportasi air :
Klotok pakai mesin
Paket
carteran/hari
250.000-500.000,-
125
Longboat
Kapal
Speedboat
500.000-750.000,-
1.000.000-1.500.000,-
1.500.000-2.000.000,-
5. Akomodasi :
Rimba lodge Hotel
Guest house
Homestay
Kapal
Camping ground
Kmr/Hari
Paket
300.000,-
100.000,-
50.000,-
Termasuk sewa kapal
1.500.000,- utk 2 hr 1 malam
6. Tempat berbelanja :
Mini market
Koperasi
Kios masyarakat
Kios kapal
Hasil pengamatan harga :
Hrg standar/normal;
Harga-harga di koperasi, kios
masyarakat dan kios kapal
lebih mahal.
Sumber : Balai TNTP 2010 dan Survey lapangan 2012.
Taman Nasional Sebangau
Penetapan kawasan hutan lindung kelompok hutan DAS
Sebangau dengan luas +/- 568.700 Ha sebagai kawasan Taman Nasional
Sebangau berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.423/ Menhut-II/ 2004
Tanggal 19 Oktober 2004. Pada mulanya pengelolaan TNS di bawah
Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Kalimantan Tengah hingga
terbentuknya UPT Balai TNS yang di bentuk berdasarkan PerMenHut No.
P 29/ Menhut-II/2006 tanggal 2 Juni 2006 tentang Perubahan Pertama
Atas Keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002 Tentang
126
Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional. Selanjutnya dengan
keluarnya surat Keputusan Menteri Kehutanan KepHut No. SK4341/
Menhut-II/Peg/2006 tanggal 12 Oktober 2006 ditetapkan Kepala Balai
Taman Nasional Sebangau. Taman Nasional Sebangau terletak di
serambi muka Propinsi Kalimantan Tengah. Dan secara administratif
terletak di satu kota dan dua Kabupaten yaitu: Kota Palangka Raya,
Kabupaten Pulang Pisau, dan Kabupaten Katingan. Taman Nasional ini
berada di antara dua Sungai yaitu: Sungai Katingan dan Sungai
Sebangau. Kawasan TNS termasuk ekosistem hutan rawa gambut yang
posisinya sangat strategis karena sebagai benteng terakhir keberadaan
hutan rawa gambut di Provinsi Kalimantan Tengah. Dari sisi ekologi,
ekosistem hutan rawa gambut Sebangau merupakan kawasan yang
memainkan peran yang sangat penting sebagai reservoir
keanekaragaman hayati dan sebagai gudang penyimpanan karbon.
Berdasarkan hasil penelitian S.E. Page et al (1999) dalam Khulfi
M.K, (2012) diketahui bahwa kawasan TNS memiliki 7 (tujuh) tipe vegetasi
hutan, yaitu: 1) hutan riparian, 2) transisi riparian – rawa campuran, 3)
rawa campuran, 4) transisi rawa campuran – hutan pole rendah, 5) hutan
pole rendah, 6) hutan interior tinggi, 7) hutan dengan kanopi sangat
rendah. Jenis tumbuhan yang umum pada hutan riparian adalah Shorea
belangeran, dimana jenis ini adalah satu-satunya jenis yang bisa
mencapai ketinggian 35 meter. Lapisan tajuk lainnya umumnya hanya
bisa mencapai ketinggian 25 – 35 meter dengan jenis – jenis tumbuhan
127
pada lapisan ini adalah Calophyllum spp., Camnosperma coriaceum, dan
Combretocarpus rotundus. Kemudian Thorachostachyum bancanum
adalah jenis tumbuhan yang umumnya dapat dijumpai pada lapisan
bawah. Tipe hutan transisi riparian – hutan rawa campuran pada
umumnya adalah tipe yang memiliki lebar areal yang sangat sempit (± 1 –
1,5 km dari tepi sungai) dengan kedalaman gambut umumnya sampai 2
meter. Daerah tipe hutan ini merupakan daerah perbatasan naiknya air
sungai dan sangat dipengaruhi oleh air yang keluar dari daerah
tangkapan air di sebelah dalam. Jenis tumbuhan yang mendominasi tipe
hutan ini adalah Shorea belangeran. Tipe hutan rawa campuran umumnya
dapat dijumpai di daerah tepi kubah gambut sampai 4 km ke dalam.
Umumnya tegakan di dalam tipe hutan ini tinggi – tinggi dan berstrata,
dimana lapisan tajuk tertinggi dapat mencapai 35 meter, lapisan
tengahnya berkisar 15 – 25 meter dan lapisan paling bawah yang
umumnya lebih terbuka ditumbuhi tumbuhan dengan tinggi berkisar antara
7 – 12 meter. Tipe hutan ini dicirikan juga dengan banyaknya tumbuhan
yang memiliki akar lutut dan banir, namun akar nafas seringkali juga
ditemukan. Jenis vegetasi yang umumnya dijumpai pada tipe hutan rawa
campuran ini adalah Aglaia rubiginosa, Calophyllum hosei, C. lowii, C.
sclerophyllum, Combretocarpus rotundatus, Cratoxylum glaucum, Dyera
lowii, Dactylocladus stenostachis, Ganua mottleyana, Dipterocarpus
coriaceus, Gonystylus bancanus, Mazzetia leptopoda, Shorea belangeran,
128
Shorea teysmanniana, Palaquium cochlearifolium, Palaquium eicarpum,
Neoscortechina kingie dan Xylopia fusca.
Tipe hutan transisi (hutan rawa campuran – hutan pole rendah)
umumnya dijumpai pada daerah yang berjarak 4 – 6 km dari tepi sungai
dengan konsisi degradasinya yang berjalan lambat mulai dari hutan rawa
campuran sampai ke hutan pole rendah. Komposisi lapisan tajuk atas dan
tengah umumnya reatif sama dengan hutan rawa campuran, walaupun
kerapatan Calophyllum spp., Combretocarpus rotundatus dan Palaquium
colearifolium lebih besar dibandingkan dengan hutan rawa campuran,
lapisan tajuk atas pada tipe hutan ini dapat mencapai tinggi 25 – 30 meter.
Sangat sedikit tumbuhan yang memiliki akar lutut atau banir, tetapi anak
nafas sangat melimpah di lantai hutan, dan juga terdapat formasi pandan
(Pandanus dan Frecinetia spp.), yang luas dan berkesinambungan
menutupi permukaan tanah.
Tipe hutan pola rendah umumnya dijumpai di daerah yang
berjarak 6 – 11 km dari tepi sugai dengan kedalaman gambut antara 7 –
10 m. Tinggi muka air tanah (water-table) pada umumnya secara
permanen tinggi dan lantai hutan sangat tidak menentu, dimana
vegetasi/tanaman pohon yang tumbuh dalam sebuah pulau seperti
hummocks yang dipisahkan oleh dalamnya air dan umumnya akan hilang
pada saat musim kemarau. Akar nafas melimpah dan sangat rapat di atas
lantai gambut. Pada tipe hutan ini dijumpai dua lapisan tajuk dengan tinggi
mencapai 20 m dan lapisan bawahnya mencapai 12 – 15 m dengan
129
kondisi relatif lebih rapat. Jenis tumbuhan yang umumnya dijumpai pada
tipe hutan ini adalah Combretocarpus rotundus, Calophyllum fragrans, C.
hosei dan sedikit dijumpai Campnosperma coariaceum serta
Dactylocladus stenostachys. Formasi pandan juga ditemukan sangat
rapat dan Nepenthes spp., juga ditemukan dalam jumlahnya sangat
melimpah.
Tipe hutan tegakan tinggi (tall interior forest) umumnya teretak
disisi miring kubah gambut, dari 12 km (dimana terdapat perubahan tipe
hutan yang tegas terhadap pole rendah) sampai lebih dari 24, 5 km.
Lapisan tajuk tertinggi dapat mencapai 45 m dan lapisan bawahnya dapat
dibedakan antara lapisan tengah dengan ketinggian antara 15 – 25 meter
dan lebih bawah 8 – 15 meter. Jenis – jenis tumbuhan yang umumnya
dijumpai di dalam komunitas ini adalah Agathis barneenses, Calophyllum
hosei, C. lowii, Cratoxylum glaucum, Dactylocladus stenostachys,
Dipterocarpus coariaceus, Gonystylus bancanus, Dyera lowwi, Eugenia
havelandii, Gymnostoma sumatrana, Koomassia malaccensis, Mezzetia
leptopoda, Shorea teysmanniana, Shorea platycarpa, Vatica
mangachopai, Palaquium coclearifolium, P. leicarpum, Tristania
grandifolia, Xanthopyllum spp., dan Xylopia spp.
Tipe hutan dengan kanopi sangat rendah terletak di titik tertinggi di
antara dua sungai, relatif terbuka, dan sedikit tumbuhan yang dapat
mencapai ketinggian 1,5 m. Jenis tumbuhan yang umumya di jumpai di
daerah ini adalah Cratoxylum spp., Calophyllum spp., Litsea
130
spp., Combretocarpus rotundus, Dactylocladus stenostachys, Ploirarium
alternatifolium dan Tristania spp. Jenis Pneumatophores sangat melimpah
di lantai hutan. Juga teridentifikasi beberapa potensi jenis pohon komersial
yang terdapat di TNS seperti: Ramin (Gonystyllus bancanus), Ulin
(Eusideroxylon zwagerii ), Jelutung (Dyera sp.), Meranti (Shorea sp.),
Nyatoh (Palaquium sp.) dan lain-lain jenis flora unik dan beberapa jenis
tumbuhan obat.
Gambaran umum satwa atau fauna, seperti: mamalia, reptilia dan
burung yang terdapat dalam kawasan TNS dikemukakan oleh Sulistyo
(2008). Jenis-jenis mamalia ditemukan sebanyak 35 jenis, terdiri dari:
Orangutan (Pongo pygmaeus) dengan kelimpahan populasi sebanyak ±
6.200 ekor, bekantan (Natalis larvatus), owa-owa (Hylobates agilis),
monyet ekor panjang (Macca fascicularis), babi hutan (Sus barbatus), rusa
(Cervus unicolor), kijang (Muntiacus atheroides), kancil (Tragulus
javanicus), macan dahan (Neofelis nebulosa), tupai (Tupaia spp), loris
(Nycticebus coucang), dan tarsius (Tarsius bancanus). Jenis reptilia yang
telah teridentifikasi di dalam kawasan TNS, antara lain adalah Ular Sanca
(Phyton reticulates), Ular air (Homalopsis buccata), Ular pipa berekor
merah (Cylindropsis rufus), Kobra (Naja sumatrana), Ular hijau (Ahaetulla
prasina), Biawak (Varanus salvator), Kura-kura kotak (Cuora amboinensis)
dan Kura-kura berduri (Heosemys). Adapun untuk kelompok burung
tercatat ada sekitar 116 jenis yang hidup di kawasan TNS antara lain:
bangau tong-tong (Leptoptilus javanicus), bangau putih, walet, seriti,
131
cucak hijau, keruang, kepodang, elang, enggang, pecuk ular, cangak
merah (Sulistyo, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa kawasan TNS memiliki potensi
ekologi relatif tinggi yang digambarkan melalui keanekaragaman floranya.
Disamping itu hutan rawa gambut TNS mempunyai nilai dan fungsi
seperti: (a) mengatur sistem hidrologi, mencegah banjir dan mengatur
debit air , mencegah intrusi air asin, (b) stabilisasi iklim (penyimpan
karbon, penyerap karbon, pengatur iklim mikro) (c) keanekaragaman
hayati yang meliputi: plasma nutfah, habitat hidupan liar, habitat
tumbuhan, bentang alam dan belantara, (d) sosial-ekonomi meliputi:
penyedia air, menyediakan sumberdaya alam, penelitian dan pendidikan,
lingkungan serta sosial-budaya.
Dilihat dari aspek pariwisata, maka beberapa potensi wisata yang
dimiliki TNS adalah: (a) keindahan sumber daya alam/bentang alam,
ekosistem unik, flora dan fauna, (b) seni dan budaya masyarakat lokal/
karya-karya seni, adat istiadat dan segala bentuk kegiatan masyarakat
yang menunjang kegiatan pariwisata alam (ekowisata). Sementara itu
obyek dan atraksi wisata yang dapat ditawarkan kepada wisatawan
didasarkan pada potensi faunanya seperti Orang Utan ( Pongo
Pygmaeus-pygmaeus ), Owa-owa (Hyllobates agilis), Beruk (Macaca
nemestrina), Kelasi (Presbytis rubicunda). Memperhatikan potensi obyek
wisata seperti hutan rawa gambut tropika dengan keanekaragaman jenis
flora fauna, sungai, bukit dan danau, maka pengembangan beberapa
132
obyek dan lokasi wisata dibagi atas tiga wilayah yaitu: (1) wilayah Resort
Mangkok (SPTN II) diarahkan untuk educational tourism atau wisata
pendidikan dan penelitian, khususnya bidang biodirversity gambut,
rehabilitasi dan restorasi, (2) wilayah Resort Baun Bango (SPTN III) yang
meliputi Danau Jalan Pangen, Kamipang, Panggualas diarahkan untuk
adventour tourism seperti: wisata air, pengamatan satwa liar dan susur
sungai, (3) wilayah Sebangau Hulu (SPTN I) yang memiliki kawasan
perbukitan, diantaranya Bukit Kaki, Bukit Cinta Berahi, Mendawai,
diarahkan untuk wisata geowisata, meliputi: treking, pengamatan satwa
liar, wisata budaya.
Sebagai kawasan taman nasional, TNS dalam pengelolaan dan
pemanfaatannya baik dilihat dari fungsi ekologi maupun dari fungsi
ekonomi (pariwisata), pada prinsipnya dilakukan dengan sistem zonasi
seperti yang diberlakukan di semua taman nasional. Namun sampai saat
ini draft dokumen sedang dilakukan review dan revisi zonasi indikatif
partisipatif untuk mengakomodir ruang-ruang kelola masyarakat sebagai
bagian dari sistem zonasi. Selain itu, verifikasi dan validasi data lapangan
termasuk struktur hutan di setiap kelas yang ada sedang dilakukan, guna
proses analisis ekosistem dan biodiversity serta analisis sosial, ekonomi
dan budaya masyarakat.
Sebagai langkah awal, bahwa pedoman pengembangan dan
pengelolaan operasional, TNS dibagi atas tiga satuan pengelolaan taman
nasional (SPTN) yaitu SPTN I wilayah Sebangau Hulu dengan wilayah
133
kerja meliputi wilayah administrasi kota Palangka Raya, SPTN II Resort
Mangkok meliputi wilayah administrasi Kabupaten Pulang Pisau dan
SPTN III. Resort Baun Bango meliputi wilayah administrasi kabupaten
Katingan, dimana masing-masing SPTN tersebut mengembangkan dan
menawarkan obyek wisata berdasarkan potensi yang dimilikinya.
Aksesibilitas untuk mencapai kawasan TNS mulai dari ibukota
negara (Jakarta) dapat ditempuh dengan jalur udara (pesawat) menuju
ibukota Provinsi di Palangka Raya. Selanjutnya perjalanan ditempuh
dengan jalur darat dari Palangka Raya ke Kasongan ibukota Kabupaten
Katingan, kurang lebih 60 menit dengan kendaraan roda empat (mobil),
kemudian dilanjutkan dengan transportasi sungai (speedboat) kurang lebih
2-3 jam menyusuri sungai Katingan menuju ke arah hilir (Selatan) sampai
di Baun Bango ibukota Kecamatan Kamipang. Dari Baun Bango
perjalanan dilanjutkan memasuki kawasan TNS yang merupakan wilayah
kerja SPTN III resort Baun Bango melalui jalur sungai kecil dengan
menggunakan klotok (perahu kecil bermesin) kurang lebih 30 menit. Jalur
lainnya dapat ditempuh dari Palangka Raya menuju pelabuhan Kereng
Bangkirai Resort Sebangau Hulu wilayah kerja SPTN I Palangka Raya
kurang lebih 15 menit. Selanjutnya perjalanan diteruskan dengan
menggunakan speedboat kurang lebih 1,5 jam menuju kearah Tenggara
menyusuri sungai Sebangau dengan tujuan akhir di resort Mangkok
wilayah SPTN II kawasan TNS. Untuk mencapai obyek wisata lainnya
dalam kawasan TNS, wisatawan dapat menggunakan beberapa jenis alat
134
transportasi seperti: speedboat, longboat, klotok dan perahu kecil/ces.
Pemilihan jenis alat trasportasi tersebut lebih banyak bergantung pada
kualitas akses dan tingkat kesulitan jalur sungai yang akan dilalui.
Potensi alam dan posisi strategis yang dimiliki oleh kawasan TNS
dan dukungan infrastruktur transportasi seperti diuraikan di atas, dapat
menjadi dasar bagi pemerintah provinsi dan kota Palangka Raya untuk
bekerjasama dengan pegelola Balai TNS mengembangkan kawasan TNS
melalui strategi dan kebijakan penyiapan infrastruktur jalan dan fasilitas
pendukung lainnya, sehingga dapat membuka peluang TNS sebagai pintu
gerbang pariwisata Kalimantan Tengah yang berbasis ekowisata dan
pemberdayaan ekonomi lokal untuk selanjutnya menciptakan peluang
berusaha dan mendorong pertumbuhan perekonomian lokal.
Operasional pengelolaan wisata di TNS untuk melayani kebutuhan
wisatawan tidak terlepas dari dukungan dan keberadaan kelompok
jasa/usaha seperti: pemandu wisata, transportasi wisata, akomodasi
(rimba lodge hotel, guesthouse, homestay), portir. Namun saat dilakukan
studi fasilitas tersebut belum terpenuhi semua, dan baru sebatas
penyediaan akomodasi berupa guesthouse dan homestay masyarakat.
Jasa transportasi air seperti klotok bermesin, longboat dan speedboat
disediakan oleh kelompok masyarakat dan manajemen Balai TNS.
Pemandu wisata yang sudah mengikuti pelatihan adalah masyarakat yang
berdomisili di sekitar TNS seperti di Desa Kereng Bangkirei (± 20 orang),
Desa Baun Bango, Jahanjang, Kamipang (± 30 orang). Dalam rangka
135
mendukung manajemen pengelolaan, maka tarif masuk ke kawasan TNS
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 dengan
rincian sebagaimana disajikan pada Tabel 5.9 sebagai berikut:
Tabel. 5.9 Tarif masuk kawasan Taman Nasional Sebangau
No. Jenis Tarif Satuan Harga (Rp)
1. Pengunjung :
Wisman
Wisnu
Hari
15.000,-
1.500,-
2. Peneliti mancanegara :
Peneliti Nusantara :
Hari, Bulan/orang:
1-15 hari
16-30 hari
1 – 6 bulan
6 – 12 bulan
1-15 hari
16-30 hari
1 – 6 bulan
6 – 12 bulan
75.000,-
150.000,-
300.000,-
450.000,-
25.000,-
50.000,-
100.000,-
150.000,-
3. Kapal Air :
Kapal motor sd. 40 PK
Kapal motor sd. 80 PK
Kapal motor > 80 PK
1 kali jalan/org
25.000,-
50.000,-
75.000,-
136
Tabel 5.9, lanjutan,….
4. Pengambilan Snapshoot :
Mancanegara :
Film komersial
Vidio komersial
Handycam
Kamera
Nusantara :
Film komersial
Vidio komersial
Handycam
Kamera
Paket
2.500.000,-
2.000.000,-
125.000,-
30.000,-
1.500.000,-
1.000.000,-
12.500,-
3.000,-
5. Olahraga/rekreasi alam bebas:
Wisman :
Camping
Canoing
Wisnu :
Camping
Canoeing/sampan
Hari/ jam
20.000,-
25.000,-
15.000,-
20.000,-
Sumber : Balai TNS, 2010
5.2. Deskripsi Responden
5.2.1. Distribusi Responden Berdasarkan Asal Negara dan Daerah
Pada penjelasan sebelumnya telah diuraikan bahwa dalam
penelitian ini yang menjadi responden utama adalah wisatawan, baik
137
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara yang berkunjung
ke Kalimantan Tengah, khususnya ke TNTP dan TNS. Disamping
wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara yang ditetapkan
sebagai responden, juga dipilih beberapa pemangku kepentingan
(stakeholder) atau pelaku wisata, seperti pengelola TNTP dan pengelola
TNS, pemandu wisata, agen travel, Pemerintah Provinsi (Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan) serta pemerintah kabupaten (Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan). Data hasil wawancara langsung dengan
responden utama menjadi data utama yang akan dianalisis secara
statistik, sementara data hasil wawancara yang diperoleh melalui
wawancara langsung dengan beberapa orang pemangku kepentingan
(stakeholder) tidak masuk dalam model, namun informasi yang diperoleh
dari mereka dideskripsikan untuk memperkuat hasil analisis data utama
yang diperoleh dari responden utama.
Dari sejumlah wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara
yang berkujung ke TNTP dan TNS ditetapkan sejumlah responden seperti
disajikan Tabel 5.10. Jumlah wisatawan mancanagara dan wisatawan
nusantara yang berkunjung ke TNTP dan menjadi responden adalah
sebanyak 132 orang dan yang berkunjung ke TNS dan menjadi responden
adalah sebanyak 18 orang. Dari total 100 responden mancanegera yang
berkunjung ke TNTP, wisatawan yang berasal dan berkebangsaan
Denmark merupakan wisatawan yang terbanyak yaitu 18 orang dan
wisatawan yang berasal dan berkebangsaan Belanda dan Inggris
138
merupakan wisatawan yang sedikit yaitu masing-masing 6 orang.
Kunjungan wisatawan berdasarkan kawasan negara, menunjukkan bahwa
wisatawan dari kawasan Eropa merupakan jumlah wisatawan terbanyak
yaitu 38 orang (30%) dari total wisatawan mancanegara, dan wisatawan
paling sedikit yaitu 7 orang (7%) berasal dari kawasan Asia, seperti
dikemukakan pada Tabel 5.10
Tabel 5.10 Distribusi responden berdasarkan asal Negara dan daerah yang berkunjung ke TNTP dan TNS Tahun 2012
No. Asal Negara dan Daerah TNTP (org) TNS (org)
I. Wisatawan Mancanegara :
1. Amerika Serikat 8 -
2. Kanada 13 -
3. Belanda 6 -
4. Perancis 10 -
5. Denmark 16 -
6. Inggris 6 1
7. Jerman 7 -
8. Australia 17 2
9. Selandia Baru 10 -
10 Brasil - 3
11. Asia 7 -
Jumlah Responden Mancanegara 100 6
II. Wisatawan Nusantara :
1. Jakarta 7 2
2. Bogor 4 -
139
3. Semarang 2 3
4. Jogyakarta 3 -
5. Malang 2 3
6. Surabaya 4 -
7. Banjarmasin 2 -
8. Palangka Raya 3 4
9. Sampit 3 -
10. Pontianak 2 -
Jumlah Responden Nusantara 32 12
Total responden 132 18
Sumber : Data Primer Diolah. 2013
Banyaknya jumlah wisatawan dari kawasan Eropa yang
berkunjung ke TNTP karena sifat dan minat wisatawannya lebih banyak
menyukai kawasan-kawasan yang masih asli dan unik, khususnya
menyangkut keanekaragaman flora faunanya yang berbeda dengan yang
ada di negara mereka. Sementara itu wisatawan mancanegara yang
berasal dari kawasan Asia jumlahnya sedikit, karena mereka melihat dan
mengetahui bahwa kawasan wisata alam TNTP umumnya memiliki tipe
yang relatif sama dengan tipe obyek alam di kawasan Asia lainnya.
Dari 32 wisatawan nusantara yang menjadi responden dalam
penelitian ini, jumlah terbanyak 7 orang (21,88%) berasal dari Jakarta dan
yang paling sedikit 2 orang (6,25%) masing-masing berasal dari
Semarang, Malang, Banjarmasin dan Pontianak. Alasan wisatawan
nusantara berkunjung ke TNTP karena mereka ingin menyaksikan secara
140
langsung lokasi rehabilitasi orang utan dan merasakan suasana dalam
kawasan hutan yang memiliki keanekragaman hayati tinggi dan adanya
flora dan fauna langka. Jumlah wisman dan wisnu yang berkunjung ke
TNS dan merupakan responden adalah sebanyak 18 orang, terdiri dari 6
orang wisman dan 12 orang wisnu. Dari 6 orang wisman tersebut,
sebanyak 3 orang adalah berkebangsaan Brasil. Wisatawan
mancanegara yang berkunjung ke TNS disamping untuk rekreasi juga
melakukan kegiatan pengambilan gambar (snapshot) untuk kepentingan
komersial dan kegiatan penelitian.
Wisatawan nusantara yang merupakan responden dalam
penelitian ini yang berkunjung ke TNS berjumlah 12 orang, diantaranya
terbanyak berasal dari kota Palangka Raya yaitu 4 orang dan yang paling
sedikit 2 orang berasal dari Jakarta. Wisatawan nusantara dari kota
Palangka Raya menetapkan TNS sebagai salah satu obyek wisata yang
dikunjungi karena kepentingan rekreasi dan pendidikan, sementara
wisatawan nusantara yang berasal dari Jakarta berkunjung ke TNS untuk
menyaksikan keunikan alamnya seperti ekosistem air hitam dan
keindahan perbukitan pada kawasan rawa gambut.
5.2.2 Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi, Sosial dan Ekonomi
Uraian distribusi responden pada bagian ini dimaksudkan untuk
menggambarkan keadaan individu masing-masing responden yang
berkaitan dengan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan jenis
141
pekerjaan. Tujuannya adalah untuk melihat pola dan perilaku responden
dalam melakukan kunjungan wisata, baik ke TNTP maupun ke TNS
(Tabel 5.11).
Tabel 5.11 Distribusi Persentase Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi, Sosial dan Ekonomi
No. Karateristik Jumlah (orang)
Wisman (orang) %
Wisnus
(orang) % %
1 2 3 4 5 6 A Umur :
1. 15 – 30 26 11 (7,33) 15 (10,00) 17,33
2. 31- 45 45 28 (18,67) 17(11,33) 30,00
3. 46- 55 67 55 (36,67) 12 (8,00) 44,67
4. > 56 12 12 (8,00) - 8,00
Total 150 106 (70,67) 44 (29,33) 100,00
B Jenis Kelamin :
1. Laki-Laki 116 75 (50,00) 41 (27,33) 77,33
2. Perempuan 34 31 (20,67) 3 (2,00) 22,67
Total 150 106 (70,67) 44 (29,33) 100,00
C Tingkat Pendidikan :
1. SD - - - -
2. SMP 2 - 2 (1,33) 1,33
3. SMA 21 9 (6,00) 12 (8,00) 14,00
4. Mahasiswa 4 - 4 (2,67) 2,67
5. Diploma 65 56 (37,33) 9 (6,00) 43,33
6. Sarjana / Pascasajana 58 41 (27,33) 17 (11,33) 38,67
Total 150 106 (70,67) 44 (29,33) 100,00
D Jenis Pekerjaan :
1. Wiraswasta 42 35 (23,33) 7 (4,67) 28,00
2. Pelajar 23 9 (6,00) 14 (9,33) 15,33
3. Mahasiswa 4 - 4 (2,67) 2,67
2,7 4. PNS/Peneliti/Guru 31 20 (13,33) 11 (7,33) 20,67
5. Karyawan Swasta 45 37 (24,67) 8 (5,33) 30,00
6. Ibu Rumah Tangga 2 2 (1,33) - 1,33
7. Pensiunan 3 3 (2,00) - 2,00
Total 150 106 (70,67) 44 (29,33) 100,00
Sumber : Data primer diolah 2013
142
Gambaran distribusi responden berdasarkan karakteristik
demografi, sosial dan ekonomi disajikan pada Tabel 5.10, lebih rinci
dilakukan dengan menjelaskan distribusi responden berdasarkan karakter
usia, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan sebagai berikut:
a. Katrakteristik Responden Berdasarkan Usia
Tabel 5.11 di atas memperlihatkan bahwa berdasarkan kelompok
umur, dominan responden (92,0%) berada pada usia produktif yaitu
antara 15 - 55 tahun, dan responden usia tidak produktif sebanyak 12
orang (8,0%). Dari 138 orang responden usia produktif tersebut, sebanyak
94 orang (62,67%) adalah responden wisman. Tingginya prosentase
responden, baik wisman maupun wisnu yang berada pada usia produktif
mengindikasikan bahwa mereka memiliki kemampuan dan daya tahan
fisik yang relatif baik melakukan perjalanan jauh ke alam untuk rekreasi.
b. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan karakteristik jenis kelamin, seperti diuraikan pada
Tabel 5.10 di atas nampak bahwa responden laki-laki mendominasi
dengan jumlah 116 orang (77,3%) dan responden dengan jenis kelamin
perempuan berjumlah 34 orang (22,7%). Tingginya prosentase responden
laki-laki dibanding responden perempuan yang berkunjung ke TNTP dan
TNS, karena laki-laki lebih tertarik ke alam dan memiliki kemampuan fisik
yang baik untuk beradaptasi dengan kondisi cuaca dalam kawasan hutan.
143
c. Karakteristik Responden Bersarakan Tingkat Pendidikan
Pada Tabel 5.11 ditunjukkan tingkat pendidikan responden
termasuk kategori baik karena didominasi oleh mereka yang memiliki
tingkat pendidikan Diploma dan Sarjana/Pascarjana yaitu sebanyak 127
orang (84,67%) dari total responden dan responden yang termasuk
kategori pendidikan rendah 23 orang (15,33%) dari total responden. Hal
ini mengindikasikan bahwa responden yang mengunjungi TNTP dan TNS
memiliki pengetahuan yang baik dan memudahkan mereka untuk
beradaptasi di dalam kawasan hutan.
Gambaran umum dan profil pendidikan responden yang terdiri dari
wisman dan wisnu yang berkunjung ke TNTP dan TNS sama dengan
profil wisatawan yang berkunjung ke taman nasional Pulau Redang
Malaysia, dimana didominasi oleh wisatawan dengan tingkat pendidikan
diploma dan universitas, yaitu sebesar 63,7% dari jumlah responden
sebanyak 298 orang (M.R. Yacob dkk, 2011). Wisatawan dengan tingkat
pendidikan yang cukup baik dan yang melakukan wisata ke kawasan
taman nasional atau yang disebut wisata khusus diasumsikan mampu
menyesuaikan diri dan memahami prinsip-prinsip dasar ekowisata,
sehingga keberadaan wisatawan dalam kawasan taman nasional tidak
akan menimbulkan dampak negatif terhadap ekosistem yang ada.
144
c. Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan
Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan didominasi oleh
wisatawan yang bekerja sebagai wiraswasta dan karyawan swasta, yaitu
58% dari jumlah responden. Profesi responden sebagai ibu rumah tangga
adalah sebesar 1,33% dan termasuk jumlah paling sedikit dari tujuh jenis
pekerjaan responden yang semuanya adalah wisatawan mancanegara.
Keadaan ini mengindikasikan bahwa wisman dan wisnu yang berprofesi
sebagai wiraswasta mempunyai peluang yang baik untuk mengatur waktu
kapan bekerja dan waktu berwisata. Demikian halnya dengan wisman
dan wisnu yang berprofesi sebagai karyawan swasta dengan tingkat
penghasilan yang relatif baik dibanding dengan profesi lainnya memiliki
peluang yang besar untuk memenuhi kebutuhan tersier dengan
melakukan perjalanan wisata ke alam yang jauh dari keramaian pusat-
pusat rekreasi di perkotaan.
Responden yang berprofesi sebagai pelajar, mahasiswa, peneliti,
pegawai negeri sipil dan guru yang jumlahnya 58 orang (38,67%) dari total
responden 150 orang, memanfaatkan waktu berwisata ke TNTP dan TNS
sambil melakukan kegiatan yang menambah pengetahuan mereka seperti
pendidikan dan penelitian secara informal. Hal ini mengindikasikan bahwa
kehadiran wisman dan wisnu yang berprofesi sebagai pelajar, mahasiswa,
peneliti, pegawai negeri sipil dan guru di TNTP dan TNS menimbulkan
nilai tambah bagi mereka dan juga sangat bermanfaat bagi pengelolan
taman nasional karena kawasan TNTP dan TNS akan dipromosikan
145
melalui kegiatan belajar mengajar dan kepentingan ilmu pengetahuan,
khususnya yang berkaitan keanekaragaman flora dan fauna di dalam
taman nasional.
5.3. Deskripsi Responden dalam Tabel Silang
Variabel-variabel yang dikaji dalam penelitian ini terdiri dari: (a)
produk wisata (X1); (b) keunikan lingkungan (X2); promosi wisata (X3); (c)
frekuensi kunjungan wisatawan (Y1); (d) lama tinggal wisatawan (Y2) dan
pengeluaran wisatawan (Y3). Melalui hasil tabulasi, data responden
untuk masing-masing variabel dideskripsikan dalam tabel silang (cross
tabulation). Tujuannya adalah untuk melihat hubungan antar variabel.
Selanjutnya juga disajikan beberapa tabel frekuensi yang dielaborasi dari
data responden melalui beberapa pertanyaan yang sifatnya melengkapi
pembahasan, juga disajikan pada bagian ini.
5.3.1. Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)
Untuk mengungkap jawaban responden terhadap variabel X1
(produk wisata) dan variabel Y1 (jumlah frekuensi kunjungan) dilakukan
dengan cara menyusun struktur pertanyaan yang berkaitan dengan
pengembangan produk wisata dan frekuensi kunjungan wisatawan.
Jumlah jenis produk wisata (X1) yang ditawarkan dalam kawasan TNTP
dan TNS adalah: pengamatan satwa, feeding orang utan, treking, susur
sungai, canoeing, atraksi seni budaya dan seni kerajinan (anyaman).
Responden dalam menikmati produk wisata tersebut, ada yang menikmati
146
1 jenis atraksi wisata, 2 jenis atraksi, 3 jenis atraksi dan 4 jenis atraksi.
Hasil tabulasi data menunjukkan bahwa dominan wisatawan memilih
produk wisata feeding orang utan (30.00 %) dan susur sungai (24,00 %)
untuk dinikmati selama berada dalam kawasan obyek. Dipilihnya kedua
jenis produk wisata tersebut karena memilik daya tarik yang tinggi
dibandingkan dengan jenis produk wisata lainnya. Kaitannya dengan
frekuensi kunjungan, terbanyak wisatawan yaitu 57 orang (38,00 %)
mengatakan bahwa dalam lima tahun terakhir baru satu kali berkunjung ke
TNTP dan TNS.
Variabel frekuensi kunjungan wisatawan (Y1), hal itu dilihat dari
jumlah pengulangan kunjungan seperti: satu kali, dua kali, tiga kali, dan
lebih dari tiga kali. Selanjutnya kedua variabel X1 dan Y1 tersebut
dikombinasikan dalam tabel silang (cross tabulation). Analisis tabel silang
digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan dari kedua variabel
tersebut. Responden pada setiap kali kunjungan ke TNTP dan TNS
menggambarkan berapa banyak produk wisata yang dinikmati selama
berada dalam kawasan obyek. Uraian bentuk hubungan tersebut disajikan
dalam Tabel 5.12.
147
Tabel 5.12 Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) di Kalimantan Tengah
Produk Wisata (X1) Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)
Total 1 kali 2 kali 3 kali 4 kali
1 jenis 19 org 4 org 6 org 3 org 32 org
2 jenis 23 org 17 org 17 org 14 org 71 org
3 jenis 11 org 12 org 8 org 2 org 33 org
4 jenis 4 org 5 org 2 org 3 org 14 org
Total 57 org 38 org 33 org 22 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Tabel 5.12 menunjukkan bahwa dari 4 jenis frekuensi kunjungan
responden ke TNTP dan TNS, jumlah responden yang frekuensi
kunjungannya satu kali adalah sebanyak 57 orang (38,00%), dan jumlah
responden yang frekuensi kunjungannya 4 kali adalah 22 orang (14,67 %).
Data ini menunjukkan penurunan jumlah responden yang berkunjung
seiring dengan pertambahan frekuensi kunjungan. Sementara itu dari 7
jenis produk wisata yang ditawarkan, wisatawan yang menikmati 1 jenis
produk wisata adalah sebanyak 32 orang (21,33 %), dan jumlah
responden yang menikmati 4 jenis produk wisata adalah 14 orang (9,33
%), dan terbanyak wisatawan menikmati 2 jenis produk wisata adalah 71
orang (47,33 %). Terkait dengan jumlah jenis produk wisata yang
dinikmati oleh responden, dikemukakan bahwa tidak semua produk wisata
yang ditawarkan memiliki daya tarik sehingga wisatawan bersedia untuk
berkunjung secara berulang kali. Hal itu ditunjukkan prosentase terbesar
148
(47,33 %) wisatawan menikmati 2 jenis produk wisata yang ditawarkan
oleh TNTP dan TNS. Kenyataan ini menunjukkan bahwa tidak selamanya
peningkatan frekuensi kunjungan mampu mendorong peningkatan jumlah
responden untuk menikmati produk wisata lebih banyak.
5.3.2. Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan
Lama Tinggal Wisatawan (Y2)
Pengembangan produk wisata di kawasan TNTP dan TNS
dimaksudkan untuk menampilkan berbagai jenis atraksi wisata baik alam
(natural) maupun buatan manusia (man made). Salah satu tujuan dari
pengembangan produk wisata adalah untuk mendorong keinginan
respoden menghabiskan waktunya lebih lama berada dalam kawasan
obyek wisata. Untuk hal tersebut, berikut dalam Tabel 5.13 disajikan
hubungan produk wisata (X1) dengan lama tinggal wisatawan (Y2). Jenis
produk wisata (X1) yang ditawarkan TNTP dan TNS, adalah: pengamatan
satwa, feeding orang utan, treking, susur sungai, canoeing, atraksi seni
budaya dan seni kerajinan. Produk wisata feeding orang utan dan susur
sungai merupakan 2 produk wisata yang menjadi pilihan utama
wisatawan, karena kedua jenis produk tersebut memiliki daya tarik
tersendiri dibanding jenis produk wisata lainnya. Wisatawan yang
berkunjung ke TNTP dan TNS, agar dapat menikmati semua produk
wisata yang ditawarkan, membutuhkan waktu yang relatif lama berada
dalam kawasan obyek. Jumlah wisatawan yang waktu terlama (96 jam/4
hari) berada dalam kawasan obyek untuk menikmati lebih banyak produk
149
wisata adalah sebanyak 42 orang (28,00 %), seperti digambarkan pada
Tabel 5.13.
Tabel 5.13 Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan Lama
Tinggal Wisatawan (Y2)
Produk Wisata (X1) Lama Tinggal Wisatawan (Y2)
Total 24 jam 48 jam 72 jam 96 jam
1 jenis 3 org 20 org 6 org 3 org 32 org
2 jenis 7 org 19 org 23 org 22 org 71 org
3 jenis 3 org 5 org 11 org 14 org 33 org
4 jenis 1 org 5 org 5 org 3 org 14 org
Total 14 org 49 org 45 org 42 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Tabel 5.13 menunjukkan bahwa, dari total 150 responden,
jumlah responden yang memilih tinggal dalam kawasan TNTP dan TNS
selama 24 jam (1 malam) adalah sebanyak 14 orang (9,33 %) meningkat
menjadi 42 orang responden yang durasi lama tinggalnya 97 jam (4 hari)
sebanyak 42 orang (28,00%). Data ini menunjukkan bahwa ada
kecenderungan peningkatan jumlah responden yang memilih tinggal
dalam kawasan TNTP dan TNS lebih dari 24 jam (1 hari) untuk menikmati
berbagai jenis produk wisata yang ditawarkan. Jika dikaitkan dengan
pemilihan produk wisata, maka jumlah responden yang menikmati produk
wisata lebih dari 1 jenis, sebanyak 71 orang (47,33 %) menikmati
sebanyak 2 jenis produk wisata dan jumlah responden yang menikmati 3
jenis produk wisata adalah sebanyak 33 orang (22,00 %). Indikasi seperti
150
ini menunjukkan bahwa responden berupaya untuk memperlama waktu
tinggalnya dalam kawasan obyek guna menikmati lebih banyak produk
wisata yang ditawarkan oleh TNTP dan TNS.
5.3.3. Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan
Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Variasi jumlah produk wisata yang ditawarkan oleh pengelola
balai TNTP dan TNS berupa atraksi wisata baik alam (natural) maupun
buatan manusia (man made), dimaksudkan untuk dapat mendorong
wisatawan agar bisa berlama-lama tinggal dalam kawasan obyek wisata,
yang pada gilirannya akan membelanjakan uangnya lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhan selama berada dalam kawasan obyek. Beberapa
jenis produk wisata (X1) yang ditawarkan oleh TNTP dan TNS, adalah:
pengamatan satwa, feeding orang utan, treking, susur sungai, canoeing,
atraksi seni budaya dan seni kerajinan. Produk wisata feeding orang utan
dan susur sungai merupakan pilihan utama wisatawan, disamping produk
wisata lainnya. Diketahui bahwa dominan 79 wisatawan (52,67 %)
mengatakan pengeluaran perhari antara Rp. 1.000.000,- s/d Rp.
1.500.000,- . Besarnya pengeluaran tersebut adalah untuk membayar
semua jenis kebutuhan wisatawan. Banyak atau sedikitnya produk wisata
yang dinikmati oleh wisatawan selama berada dalam kawasan obyek akan
mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran, seperti ditunjukkan pada
Tabel 5.14.
151
Tabel 5.14 Deskripsi Responden Menurut Produk Wisata (X1) dan
Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Produk Wisata
(X1)
Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total
0,5 jt 0,5 – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt
1 jenis 20 org 4 org 7 org 1 org 32 org
2 jenis 8 org 16 org 40 org 7 org 71 org
3 jenis 4 org 3 org 22 org 4 org 33 org
4 jenis 1 org 1 org 10 org 2 org 14 org
Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Jumlah responden terbanyak yang menikmati 2 jenis produk
wisata adalah 71 orang (47,33%), dan jumlah responden yang menikmati
4 jenis produk wisata adalah 14 orang (9,33 %). Data ini menunjukkan
adanya kecenderungan penurunan jumlah responden yang menikmati
produk wisata lebih dari 2 jenis. Dalam kaitannya dengan produk wisata,
menurunnya jumlah responden yang mengeluarkan biaya lebih dari Rp.
1.500.000,- menunjukkan bahwa semakin banyak produk wisata yang
dinikmati oleh responden, semakin besar pengeluarannya. Sehingga
wisatawan yang tidak memiliki banyak uang, tidak memiliki kesempatan
untuk menikmati lebih banyak produk wisata yang ditawarkan oleh TNTP
dan TNS. Jadi dalam hal ini, dapat dikemukakan bahwa semakin banyak
jenis produk wisata yang dinikmati oleh wisatawan, semakin besar pula
rata-rata pengeluarannya.
152
5.3.4. Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)
Kebijakan pengembangan keunikan lingkungan di TNTP dan
TNS dimaksudkan untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi
ekosistem dan budaya masyarakat sebagai bagian dari produk wisata
alami (natural) dan buatan (man made). Upaya tersebut dilakukan dengan
cara membuat regulasi atau aturan, membuat perencanaan waktu
kunjungan ke masing-masing spot atraksi, memasang rambu-rambu dan
peringatan, melakukan dan meningkatkan kegiatan rehabilitasi orang utan,
khususnya di Camp Leakey, melakukan konservasi di area resort
Mangkok TNS, Tanjung Harapan, memelihara dan melestarikan adat
istiadat dan budaya masyarakat lokal, mengaktifkan kegiatan sanggar seni
tari dan mengembangkan keterampilan seni kerajinan anyaman
masyarakat desa Tanjung Harapan di area TNTP, desa Baun Bango,
desa Kamipang di area TNS.
Kebijakan tersebut direncanakan dan dioperasionalkan secara
kolaboratif antara pengelola Balai TNTP dan TNS dengan pemda
setempat, Yayasan orang utan dan WWF area Kalteng. Potensi keunikan
lingkungan yang ada di TNTP dan TNS dikemas menjadi atraksi wisata,
untuk selanjutnya dipasarkan dan ditawarkan kepada wisatawan sebagai
variasi dan jenis produk/atraksi wisata. Berikut pada Tabel 5.15
dikemukakan hubungan variabel keunikan lingkungan (X2) dengan
frekuensi kunjungan wisatawan (Y1). Komponen lingkungan (alami dan
153
buatan) dikatakan unik karena terdapat hal-hal seperti : habitat orang
utan, jenis flora fauna langka, beberapa jenis fauna yang tidak terdapat di
tempat lain, ekosistem air hitam, banyaknya obyek wisata, banyak
ditemukan tumbuhan obat-obatan. Sebanyak 46 wisatawan (30,67 %)
mengatakan bahwa kawasan TNTP dan TNS memiliki keunikan
lingkungan karena merupakan habitat orang utan. Keberadaan dan
eksistensi orang utan banyak ditentukan oleh habitat aslinya dan
keberadaan pohon pakan. Keunikan lainnya adalah jenis flora dan fauna
yang terdapat dan ditemukan dalam kawasan TNTP dan TNS termasuk
jenis yang langka dan dilindungi. Kaitannya dengan frekuensi kunjungan,
sebanyak 57 wisatawan (38,00 %) mengatakan bahwa dalam lima tahun
terakhir baru satu kali berkunjung ke TNTP dan TNS, selebihnya ada yang
sudah berkunjung sebanyak 2 kali, 3 kali dan 4 kali.
Keberadaan TNTP dan TNS sebagai salah satu kawasan yang
memiliki keunikan lingkungan yang didalamnya dikelola obyek ekowisata
yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung. Tabel 5.15
menggambarkan jumlah komponen lingkungan yang termasuk kategori
unik yang terdapat dalam ekosistem TNTP dan TNS dan hubungannya
dengan frekuensi kunjungan wisatawan, yang dilihat dari berapa kali
jumlah pengulangan kunjungan wisman dan wisnu dalam 5 tahun terakhir.
154
Tabel 5.15 Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)
Keunikan
Lingkungan (X2)
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) Total
1 kali 2 kali 3 kali 4 kali
1 komponen 11 org 3 org 6 org 3 org 23 org
2 komponen 19 org 7 org 6 org 5 org 37 org
3 komponen 22 org 14 org 20 org 10 org 66 org
4 komponen 5 org 14 org 1 org 4 org 24 org
Total 57 org 38 org 33 org 22 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Tabel 5.15 menunjukkan bahwa jumlah responden terbanyak
yang mengatakan bahwa keunikan lingkungan yang dimiliki oleh TNTP
dan TNS ditandai oleh terdapatnya 3 komponen lingkungan adalah
sebanyak 66 orang (44,00 %) dan jumlah responden yang mengatakan
bahwa terdapat 1 komponen lingkungan adalah sebanyak 23 orang (15,33
%). Kaitannya dengan frekuensi kunjungan, terjadi penurunan jumlah
wisatawan dari yang berkunjung 1 kali sebanyak 57 orang (38,00 %)
menjadi 22 orang (14,57 %) yang berkunjung 4 kali. Hal ini terjadi karena
dominan wisman dan wisnu mengatakan bahwa di dalam kawasan TNTP
dan TNS terdapat 2 jenis komponen lingkungan yang unik dan menarik.
Komponen lingkungan dimaksud adalah habitat orang utan dan flora
fauna langka. Jadi dapat dikatakan bahwa frekuensi kunjungan wisman
dan wisnu ke TNTP dan TNS secara berulang kali karena pertimbangan
155
terdapatnya lebih dari dua komponen lingkungan dalam kawasan TNTP
dan TNS yang merupakan komponen lingkungan unik.
5.3.5. Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan
Lama Tinggal Wisatawan (Y2)
Keberadaan TNTP dan TNS sebagai kawasan wisata yang
memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi dan keunikan lingkungan
terus didorong dan dikembangkan sebagai suatu kawasan wisata yang
dapat dikunjungi oleh wisatawan mancanegara dan nusantara. Potensi
keunikan lingkungan tersebut menjadi dasar pemerintah daerah untuk
mengelola dan mengoptimalkan berbagai atraksi wisata baik atraksi alam
maupun buatan sebagai atraksi yang menarik dan unik, sehingga
wisatawan tertarik untuk berkunjung dan menyaksikan berbagai jenis
atraksi wisata tersebut.
Merujuk pada studi Kelkit at., al (2008) bahwa Taman Nasional
Gallipoli Turki yang memiliki flora fauna yang unik sebagai suatu potensi
yang dikelola sebagai produk wisata telah mendorong jumlah kunjungan
wisatawan ke taman nasional tersebut. Demikian halnya dengan potensi
TNTP dan TNS yang memiliki keunikan lingkungan seperti: adanya habitat
orang utan, adanya jenis flora fauna langka, adanya beberapa jenis fauna
yang tidak terdapat di tempat lain, adanya ekosistem air hitam, banyaknya
obyek wisata yang dapat dinikmati, banyak ditemukan tumbuhan obat-
obatan. TNTP dan TNS yang memiliki keunikan lingkungan menjadi daya
tarik untuk dikunjungi oleh wisatawan dan tinggal lebih lama untuk
156
menikmati berbagai produk/atraksi wisata yang ditawarkan. Hasil tabulasi
data menunjukkan bahwa sebanyak 46 wisatawan (30,67 %) mengatakan
bahwa kawasan TNTP dan TNS memiliki keunikan lingkungan karena
adanya habitat orang utan dan terdapatnya flora fauna langka. Potensi
keunikan lingkungan tersebut mendorong wisatawan untuk memutuskan
tinggal lebih lama dalam kawasan obyek untuk menikmati keunikan
lingkungan yang ada. Data menunjukkan bahwa sebanyak 34 wisatawan
(22,67 %) tinggal selama 96 jam/4 hari dalam kawasan obyek untuk
menikmati lebih dari 2 komponen lingkungan yang unik. Dalam hal ini
dapat dikemukakan bahwa adanya keunikan lingkungan menjadi
preferensi wisatawan untuk tinggal lebih lama dalam kawasan TNTP dan
TNS, seperti dikemukakan dalam tabel silang pada Tabel 5.16.
Tabel 5.16 Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan
Lama Tinggal Wisatawan (Y2)
Keunikan
Lingkungan (X2)
Lama Tinggal Wisatawan (Y2) Total
24 jam 48 jam 72 jam 96 jam
1 komponen 3 org 12 org 7 org 1 org 23 org
2 komponen 3 org 11 org 17 org 6 org 37 org
3 komponen 7 org 12 org 13 org 34 org 66 org
4 komponen 1 org 14 org 8 org 1 org 24 org
Total 14 org 49 org 45 org 42 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Dari Tabel 5.16 dapat dijelaskan bahwa lebih banyak responden
(66 orang atau 44,00%) mengatakan bahwa terdapat 3 komponen
157
lingkungan yang menjadi bukti bahwa TNTP dan TNS memiliki keunikan
lingkungan. Juga sebanyak 23 orang responden (15,55%) yang
mengatakan bahwa terdapat 1 komponen lingkungan sebagai bukti bahwa
TNTP dan TNS memiliki keunikan lingkungan. Tingginya prosentasi
responden yang mengatakan bahwa terdapat 3 komponen lingkungan
yang memiliki keunikan menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk
berkunjung dan tinggal lebih lama dalam kawasan obyek. Data
menunjukkan bahwa jumlah responden yang waktu tinggalnya 4 hari
sebanyak 42 orang (28,00 %) dan sebanyak 14 orang (9,33 %) responden
yang waktu tinggalnya hanya 1 hari. Gambaran ini menunjukkan bahwa
ada kecenderungan peningkatan jumlah responden yang memilih tinggal
dalam kawasan TNTP dan TNS lebih dari 24 jam (1 hari) untuk menikmati
berbagai produk wisata yang ditawarkan dan mengamati keunikan
lingkungan. Indikasi ini menunjukkan bahwa kawasan TNTP dan TNS
yang memiliki keunikan lingkungan, menjadi daya tarik bagi wisatawan
untuk berkunjung dan tinggal lebih lama menikmati berbagai atraksi wisata
yang ditawarkan.
5.3.6. Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan
Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Seperti dikemukakan pada Tabel 5.15, bahwa kebijakan untuk
mengembangkan keunikan lingkungan yang terdapat dalam kawasan
TNTP dan TNS dimaksudkan agar potensi tersebut dapat dipertahankan
dan ditingkatkan sebagai salah satu destinasi unggulan di Provinsi
158
Kalimantan Tengah. Potensi keunikan lingkungan yang dimaksudkan
adalah: adanya habitat orang utan, adanya jenis flora fauna langka,
adanya beberapa jenis fauna yang tidak terdapat di tempat lain, adanya
ekosistem air hitam, banyaknya obyek wisata yang dapat dinikmati,
banyak ditemukan tumbuhan obat-obatan. Kawasan TNTP dan TNS yang
memiliki keunikan lingkungan menjadi daya tarik wisatawan untuk
dikunjungi, dan pada saatnya wisatawan mengeluarkan sejumlah uang
untuk dapat menikmati keunikan lingkungan yang dikemas sebagai
produk wisata yang ditawarkan kepada wisatawan. Hasil tabulasi data
menunjukkan bahwa sebanyak 46 wisatawan (30,67 %) mengatakan
bahwa kawasan TNTP dan TNS memiliki keunikan lingkungan karena
adanya habitat orang utan dan ditemukannya flora fauna langka. Potensi
tersebut mendorong wisatawan untuk berkunjung, tinggal lebih lama dan
pada akhirnya mengeluarkan sejumlah uang untuk membayar dan
memenuhi kebutuhan selama berada dalam kawasan wisata. Diketahui
sebanyak 79 wisatawan (52,67 %) mengeluarkan uang perhari antara Rp.
1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- untuk membayar semua jenis kebutuhan
selama berada dalam kawasan obyek. Banyak atau sedikitnya komponen
lingkungan yang unik dan dikemas sebagai produk wisata yang dinikmati
oleh wisatawan selama berada dalam kawasan obyek akan
mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran, seperti ditunjukkan pada
Tabel 5.17.
159
Tabel 5.17 Deskripsi Responden Menurut Keunikan Lingkungan (X2) dan
Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Keunikan
Lingkungan (X2)
Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total
0,5 jt 0,5 jt – 1 jt 1jt – 1,5 jt 1,5 jt - 2 jt
1 komponen 10 org 10 org 0 org 3 org 23 org
2 komponen 20 org 5 org 8 org 4 org 37 org
3 komponen 0 org 8 org 51 org 7 org 66 org
4 komponen 3 org 1 org 20 org 0 org 24 org
Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Jumlah wisatawan terbanyak yang mengatakan terdapat 3
komponen lingkungan kawasan TNTP dan TNS disebut memiliki
keunikan lingkungan adalah 51 orang (34,00%), sehingga wisatawan
menyaksikan produk wisata yang unik tersebut mengeluarkan uangnya
sebanyak Rp. 1.000.000,- s/d 1.500.000,-. Setelah itu terjadi penurunan
jumlah wisatawan menjadi 7 orang (4,67 %) yang membelanjakan
uangnya lebih besar dari Rp. 1.500.000,- Kecenderungan penurunan
jumlah responden yang membelanjakan uangnya perhari lebih dari Rp.
1.500.000,- karena boleh jadi mayoritas wisatawan yang berkunjung
adalah mereka yang berkantong kurang tebal. Sebaliknya wisatawan
dengan berkantong tebal, dapat mengeluarkan uangnya untuk belanja
keperluan lebih besar dari Rp. 1.500.000,- adalah sebanyak hanya 7
orang. Dalam kaitannya dengan keunikan lingkungan, menurunnya jumlah
responden yang mengeluarkan biaya lebih dari Rp. 1.500.000,-
160
menunjukkan bahwa semakin sedikit komponen lingkungan yang unik,
semakin sedikit pula produk wisata yang dinikmati wisatawan, sehingga
pengeluarannya juga semakin menurun. Sehingga responden yang tidak
memiliki banyak uang, tidak memiliki kesempatan untuk menikmati lebih
banyak produk wisata yang ditawarkan oleh TNTP dan TNS. Jadi dalam
hal ini, dapat dikemukakan bahwa bukan banyak sedikitnya komponen
lingkungan yang unik dan dinikmati oleh wisatawan menyebabkan lebih
banyak uang yang dibelanjakan, namun karena faktor keterbatasan
keuangan dari wisatawan itu sendiri.
5.3.7. Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)
Kegiatan promosi wisata adalah salah satu kebijakan yang diambil
oleh suatu organisasi untuk memperkenalkan produknya kepada
konsumen. Seperti halnya dengan pengelola TNTP dan TNS, kebijakan
promosi dimaksudkan untuk memperkenalkan dan menawarkan keunikan
produk wisata alami (natural) dan buatan manusia (man made) kepada
wisatawan mancanegara dan nusantara. Jenis media promosi wisata yang
dapat diakses oleh wisatawan adalah: internet, televisi, brosur/leaflet,
pameran/ expo, majalah dan pengalaman orang lain. Dari 6 jenis media
promosi, jenis media internet (68 orang atau 45,33 %) merupakan pilihan
utama wisatawan untuk mengetahui tentang keberadaan TNTP dan TNS.
Hal yang wajar karena keberadaan TNTP dan TNS dipromosikan melalui
internet dengan membuat website Yayasan Orang Utan Kalimantan.
161
Wisatawan yang telah mendapatkan promosi tersebut, selanjutnya
berkunjung ke TNTP dan TNS secara berulang kali. Kaitannya dengan
frekuensi kunjungan, sebanyak 57 wisatawan (38,00 %) mengatakan
bahwa dalam lima tahun terakhir baru satu kali berkunjung ke TNTP dan
TNS, namun ada juga wisatawan yang sudah berkunjung sebanyak 2 kali,
3 kali dan 4 kali.
Banyak sedikitnya jenis media promosi yang didapatkan oleh
wisatawan akan menunjukkan jumlah frekuensi kunjungan yang dilakukan
oleh wisatawan ke TNTP dan TNS. Pada Tabel 5.18 dikemukakan bentuk
hubungan antara jenis media promosi dengan frekuensi kunjungan
wisatawan dalam tabel silang.
Tabel 5.18 Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1)
Promosi Wisata
(X3)
Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1) Total
1 kali 2 kali 3 kali 4 kali
1 jenis 14 org 7 org 8 org 4 org 33 org
2 jenis 22 org 15 org 17 org 7 org 61 org
3 jenis 16 org 9 org 4 org 5 org 34 org
4 jenis 5 org 7 org 4 org 6 org 22 org
Total 57 org 38 org 33 org 22 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Jumlah responden terbanyak yang mendapatkan 2 jenis media
promosi wisata adalah 61 orang (40,67%), dan jumlah responden yang
mendapatkan 4 jenis media promosi wisata adalah 22 orang (14,67 %).
162
Data ini menunjukkan adanya kecenderungan penurunan jumlah
responden yang mendapatkan media promosi wisata. Dalam kaitannya
dengan frekuensi kunjungan wisatawan, justru menunjukkan penurunan,
dimana sebanyak 57 orang (38,00 %) wisatawan yang berkunjung 1 kali
menurun menjadi 22 orang (14,67 %) wisatawan yang berkunjung
sebanyak 4 kali. Data ini menunjukkan bahwa peran media promosi
wisata belum berhasil meningkatkan frekuensi kunjungan wisatawan ke
TNTP dan TNS lebih dari 1 kali. Indikasi ini menunjukkan bahwa tidak
selamanya banyaknya media promosi yang didapatkan oleh wisatawan
akan semakin meningkatkan frekuensi kunjungan wisatawan.
5.3.8. Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan Lama
Tinggal Wisatawan (Y2)
Pengembangan promosi wisata untuk mendukung dan memperkuat
posisi TNTP dan TNS sebagai destinasi wisata di Kalimantan Tengah
dimaksudkan untuk memperkenalkan dan meningkatkan keberadaan
kawasan kepada wisatawan. Produk wisata alami (natural) dan buatan
(man made) yang terdapat dalam kawasan dimaksudkan agar dapat
menjadi pertimbangan wisatawan untuk berkunjung ke TNTP dan TNS
dan menyaksikan berbagai jenis atraksi wisata yang ditawarkan. Jenis
media promosi wisata yang dapat diakses oleh wisatawan adalah:
internet, televisi, brosur/leaflet, pameran/expo, majalah dan pengalaman
orang lain. Jenis media promosi yang mudah didapatkan oleh wisatawan
adalah jenis media internet, yaitu sebanyak 68 wisatawan (45,33 %).
163
Wisatawan memilih internet sebagai pilihan utama wisatawan untuk
mengetahui tentang keberadaan TNTP dan TNS. Hal yang wajar karena
keberadaan TNTP dan TNS dipromosikan melalui internet dengan
membuat website Yayasan Orang Utan Kalimantan. Wisatawan yang
berkunjung ke TNTP dan TNS setelah mendapatkan media promosi,
memutuskan untuk tinggal beberapa hari dalam kawasan obyek. Data
menunjukkan sebanyak 25 wisatawan (16,67 %) yang waktu tinggalnya
adalah 96 jam/4 hari berada dalam kawasan obyek setelah mendapatkan
2 jenis media promosi. Berikut pada Tabel 5.19 dikemukakan hubungan
antara variabel promosi wisata dengan lama tinggal wisatawan yang
disajikan dalam tabel silang.
Tabel 5.19 Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan Lama Tinggal Wisatawan (Y2)
Promosi Wisata
(X3)
Lama Tinggal Wisatawan (Y2) Total
24 jam 48 jam 72 jam 96 jam
1 jenis 4 org 9 org 11 org 9 org 33 org
2 jenis 4 org 14 org 18 org 25 org 61 org
3 jenis 3 org 17 org 9 org 5 org 34 org
4 jenis 3 org 9 org 7 org 3 org 22 org
Total 14 org 49 org 45 org 42 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Gambaran Tabel 5.19 tentang promosi wisata dan lama tinggal
wisatawan menunjukkan bahwa, jumlah responden yang mendapatkan 1
jenis media promosi sebanyak 33 orang (22,00 %), dan jumlah responden
164
yang mendapatkan 2 jenis media promosi adalah sebanyak 61 orang
(40,67 %). Data ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah responden
yang mendapatkan jenis media promosi, dari 1 jenis media promosi
menjadi 2 jenis media promosi. Seiring dengan peningkatan jumlah
wisatawan yang mendapatkan media promosi wisata lebih dari 1 jenis,
menjadi preferensi wisatawan untuk memutuskan tinggal lebih lama dalam
kawasan obyek untuk menikmati berbagai produk wisata yang ditawarkan
oleh TNTP dan TNS. Jumlah wisatawan yang memutuskan tinggal lebih
lama dalam kawasan (96 jam (4 hari) adalah sebanyak 42 responden
(28,00 %). Kenyataan ini menunjukkan bahwa wisatawan yang
mendapatkan lebih dari 1 jenis media promosi wisata memilih tinggal lebih
lama dalam kawasan TNTP dan TNS untuk menikmati berbagai jenis
produk wisata yang ditawarkan. Dalam hal ini dapat dikemukakan bahwa
promosi wisata mempunyai hubungan dengan lama tinggal wisatawan.
5.3.8. Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan
Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Strategi pengembangan kawasan TNTP dan TNS sebagai
destinasi unggulan di Kalimantan Tengah dilakukan melalui berbagai
upaya promosi. Tujuannya adalah untuk lebih memperkenalkan dan
memasarkan keberadaan kawasan obyek wisata TNTP dan TNS kepada
wisatawan mancanegera dan nusantara. Upaya promosi dimaksud antara
lain melalui media internet, televisi, brosur/leaflet, pameran/expo, majalah
dan pengalaman orang lain. Dari 6 jenis media promosi, internet adalah
165
salah satu jenis media promosi yang mudah didapatkan oleh wisatawan.
Jumlah wisatawan yang memilih internet sebagai pilihan utama untuk
mengetahui tentang keberadaan TNTP dan TNS adalah sebanyak 68
wisatawan (45,33 %). Hal yang wajar karena keberadaan TNTP dan TNS
dipromosikan melalui internet dengan membuat website Yayasan Orang
Utan Kalimantan. Wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS setelah
mendapatkan media promosi, memutuskan untuk tinggal beberapa hari
dalam kawasan obyek.
Kaitannya dengan pengeluaran wisatawan, dapat dilihat dari total
pengeluaran wisatawan perhari selama berada dalam kawasan TNTP dan
TNS. Jumlah pengeluaran wisatawan (Y3) dimaksud adalah total
pengeluaran untuk membayar tiket masuk, transportasi, akomodasi,
konsumsi dan kebutuhan lainnya, mulai dari nilai yang terendah Rp.
500.000,- sampai tertinggi Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000,-. Sebanyak
79 wisatawan (52,67 %) mengeluarkan uang perhari antara Rp.
1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- untuk membayar semua jenis kebutuhan
selama berada dalam kawasan obyek. Banyak atau sedikitnya media
promosi yang didapatkan oleh wisatawan tentang keberadaan TNTP dan
TNS sebagai obyek wisata, memberikan preferensi untuk memutuskan
tinggal lebih lama menikmati produk wisata yang ditawarkan akan
mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran wisatawan, seperti ditunjukkan
pada Tabel 5.20.
166
Tabel 5.20 Deskripsi Responden Menurut Promosi Wisata (X3) dan
Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Promosi Wisata
(X3)
Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total
0,5 jt 0,5 jt – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt
1 jenis 9 org 13 org 10 org 1 org 33 org
2 jenis 11 org 6 org 40 org 4 org 61 org
3 jenis 11 org 3 org 11 org 9 org 34 org
4 jenis 2 org 2 org 18 org 0 org 22 org
Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Keputusan wisatawan untuk tinggal dalam kawasan TNTP dan
TNS lebih dari 1 hari (Tabel 5.19) tidak terlepas dari peran media promosi
yang didapatkan oleh responden. Tabel 5.20 menunjukkan bahwa
sebanyak 61 orang (40,67 %) mengatakan mendapatkan 2 jenis media
promosi yang dijadikan dasar untuk berkunjung ke TNTP dan TNS.
Prosentase ini lebih besar dibanding jumlah responden yang
mendapatkan 1 jenis media promosi, yaitu sebanyak 33 responden
(22,00 %), sehingga dapat dikemukakan bahwa terjadi peningkatan
jumlah responden dari yang mendapatkan 1 jenis media promosi menjadi
2 jenis media promosi. Kaitannya dengan pengeluaran wisatawan, dapat
dikemukakan bahwa sebanyak 79 responden (52,67 %) merupakan
wisatawan yang tingkat pengeluaran perharinya sebesar Rp.1.000.000,-
s/d Rp. 1.500.000,-. Besarnya prosentase jumlah responden dengan
pengeluaran perhari tersebut, dikontribusi oleh sebanyak 40 orang (26,67
167
%) wisatawan yang mendapatkan 2 jenis media promosi. Dengan
demikian dapat dikemukakan bahwa wisatawan yang mendapatkan 2
jenis media promosi untuk mengetahui lebih banyak dan lebih lengkap
tentang keberadaan TNTP dan TNS, dan memutuskan untuk tinggal lebih
lama dalam kawasan, sehingga pada gilirannya mengakibatkan jumlah
pengeluaran wisatawan mengalami peningkatan.
5.3.9. Deskripsi Responden Menurut Frekuensi Kunjungan
Wisatawan (Y1) dan Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Uraian frekuensi kunjungan wisatawan pada Tabel 5.12
sebelumnya, memberikan gambaran bahwa pengembangan produk
wisata memberikan pengaruh kepada wisatawan untuk berkunjung ke
TNTP dan TNS secara berulang dalam 5 tahun terakhir untuk menikmati
berbagai jenis atraksi wisata yang ditawarkan. Kunjungan wisatawan
secara berulang kali mendorong wisatawan untuk mengeluarkan sejumlah
uang guna memenuhi seluruh kebutuhannya dalam setiap kali kunjungan.
Tabel 5.21 dikemukakan hubungan frekuensi kunjungan wisatawan
dengan pengeluaran wisatawan, dimana dalam pembahasan ini yang
dimaksud dengan frekuensi kunjungan adalah : kunjungan 1 kali,
kunjungan 2 kali, kunjungan 3 kali, dan kunjungan 4 kali. Sementara itu
yang dimaksud dengan jumlah pengeluaran wisatawan (Y3) adalah total
pengeluaran untuk membayar tiket masuk, transportasi, akomodasi,
konsumsi dan kebutuhan lainnya, mulai dari nilai yang terendah Rp.
500.000,- sampai tertinggi Rp. 1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000,-., Kemudian
168
dalam tabel silang, kedua variabel tersebut dianalisis untuk melihat
apakah ada hubungan antara frekuensi kunjungan wisatawan (Y1)
dengan jumlah pengeluaran wisatawan (Y3), seperti disajikan dalam Tabel
5.21.
Tabel 5.21. Deskripsi Responden Menurut Frekuensi Kunjungan
Wisatawan (Y1) dan Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Frekuensi
Kunjungan
Wisatawan (Y1)
Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah
Total 0,5 jt
0,5 jt – 1
jt 1 jt -1,5 jt 1,5 jt – 2 jt
1 kali 24 org 3 org 21 org 9 org 57 org
2 kali 0 org 7 org 26 org 5 org 38 org
3 kali 9 org 7 org 17 org 0 org 33 org
4 kali 0 org 7 org 15 org 0 org 22 org
Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Tabel 5.21 menunjukkan bahwa jumlah responden yang
berkunjung ke TNTP dan TNS lebih dari 1 kali lebih banyak (57 orang atau
38,00 %) dibanding jumlah responden yang frekuensi kunjungannya 2 kali
(38 orang atau 25,33 %). Data menunjukkan bahwa jumlah responden
mengalami penurunan seiring dengan peningkatan frekuensi kunjungan.
Demikian halnya dengan jumlah responden dengan rata-rata pengeluaran
perhari sebesar Rp. 500.000,- adalah sebanyak 33 orang (22,00 %) lebih
banyak dibanding responden dengan rata-rata pengeluaran perharinya
sebesar Rp.1.500.000,- s/d Rp. 2.000.000,- sebanyak 14 orang (9,33 %).
169
Jadi dalam hal ini dapat dikatakan bahwa peningkatan frekuensi
kunjungan wisatawan tidak ada hubungannya dengan peningkatan jumlah
pengeluaran perhari wisatawan.
5.3.10. Deskripsi Responden Menurut Lama Tinggal Wisatawan (Y2)
dan Pengeluaran Wisatawan (Y3)
Kebijakan pengembangan keunikan lingkungan melalui
pemanfaatan dan pengelolaan kawasan TNTP dan TNS sebagai kawasan
konservasi dan juga kawasan pariwisata dimaksudkan untuk
mengembangkan potensi keunikan lingkungan yang dimiliki guna
mendorong wisatawan berkunjung dan tinggal lebih lama dalam kawasan
obyek. Studi Yang at., al (2011) mengatakan bahwa salah satu motivasi
wisatawan untuk tinggal lebih lama dalam kawasan wisata adalah karena
faktor pemandangan alam dan tempat bersejarah. Salah satu tujuan
berwisata adalah untuk menambah pengalaman, dengan cara
mengunjungi dan tinggal lebih lama dalam kawasan wisata. Sejalan
dengan lama tinggal hubungannya dengan pengeluaran wisatawan,
Rastioyono (2006) menyebutkan bahwa faktor yang mempengaruhi
pengeluaran wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia,
Singapura, Malaysia, Korea Selatan dan Australia adalah lama tinggal
wisatawan. Jadi melalui analisa lama tinggal wisatawan dapat diketahui
tingkat pengeluaran wisatawan selama berada dalam kawasan obyek.
Tabel 5.22 Deskripsi Responden Menurut Lama Tinggal Wisatawan (Y2)
dan Pengeluaran Wisatawan (Y3)
170
Lama Tinggal
Wisatawan (Y2)
Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total
0,5 jt 0,5 jt – 1 jt 1 jt -1,5 jt 1,5 jt – 2 jt
24 jam 2 org 4 org 8 org 0 org 14 org
48 jam 18 org 2 org 21 org 8 org 49 org
72 jam 13 org 15 org 16 org 1 org 45 org
96 jam 0 org 3 org 34 org 5 org 42 org
Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Tabel 5.22 menggambarkan bahwa dominan wisatawan memilih
tinggal dalam kawasan TNTP dan TNS antara 2 – 4 hari. Keputusan untuk
tinggal lebih lama adalah untuk menikmati berbagai jenis produk wisata
yang ditawarkan. Kaitannya dengan lama tinggal wisatawan dalam
kawasan TNTP dan TNS mengakibatkan pengeluaran wisatawan semakin
banyak. Dominan wisatawan membelanjakan uangnya perhari antara Rp.
1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- untuk memenuhi kebutuhan selama
berada dalam kawasan TNTP dan TNS. Wisatawan yang memutuskan
untuk tinggal lebih lama dalam kawasan obyek, boleh jadi karena ingin
menikmati sebagian besar produk wisata yang ditawarkan, termasuk yang
memiliki keunikan seperti feeding orang utan, atraksi susur sungai sambil
melakukan pengamatan satwa, atraksi seni budaya dan seni kerajinan
berupa anyam-anyaman.
171
Seiring dengan lamanya wisatawan tinggal dalam kawasan obyek,
tentunya semakin besar pula tingkat pengeluaran perhari wisatawan untuk
memenuhi seluruh kebutuhannya.
5.3.11. Deskripsi Responden Menurut Pendidikan dan Pengeluaran
Wisatawan )
Pendidikan seseorang akan tergambarkan melalui kemampuan
daya pikir (kecerdasan), kemampuan daya pikir didukung oleh
kemampuan daya fisik serta kecakapan yag diperoleh dari proses belajar
dan latihan. Daya fisik yang dimiliki oleh seseorang memungkinkan yang
bersangkutan untuk melakukan pekerjaan dalam waktu tertentu dan
menghasilkan prestasi kerja yang tinggi, profesional dan berkualitas
(Hasibuan, 2000). Melalui kemampuan untuk bekerja dengan prestasi dan
kualitas yang tinggi seseorang akan mendapatkan balas jasa berupa
pendapatan sesuai dengan produksinya. Tabel 5.23 menjelaskan tingkat
pendidikan wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS hubungannya
dengan pengeluaran perharinya.
Tabel 5.23 Deskripsi Responden Menurut Pendidikan dan Pengeluaran Wisatawan
Pendidikan Wisatawan
Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total
0,5 jt 0,5 – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt
SMP & SMA 19 org 4 org 0 org 0 org 23 org Mahasiswa 3 org 1 org 0 org 0 org 4 org Diploma 7 org 6 org 44 org 8 org 65 org Sarjana & Pascasarjana
4 org 13 org 35 org 6org 58 org
Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org Sumber : Data Primer, diolah 2013
172
Tabel 5.23 menunjukkan bahwa responden dengan tingkat
pendidikan yang rendah tingkat pengeluarannya relatif lebih sedikit yaitu
berkisar pada Rp. 500.000,- s/d Rp. 1. 000.000,-. Sementara responden
yang memiliki tingkat pendidikan yang relatif tinggi, tingkat
pengeluarannya relatif besar, yaitu berkisar di atas Rp. 1.000.000,-. Hal ini
mengindikasikan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
semakin besar kesempatan untuk mendapatkan jenis pekerjaan yang
lebih baik dengan penghasilan yang juga lebih besar. Pada gilirannya
bahwa responden yang memiliki pendapatan yang tinggi memiliki
kecenderungan untuk membelanjakan uangnya lebih banyak untuk
memenuhi kebutuhannya. Hasil studi Walton (1993) dan Fandeli (2000)
menyatakan bahwa wisatawan mancanegara yang berkunjung ke
Indonesia, khususnya ke obyek wisata taman nasional cenderung untuk
membelanjakan uangnya lebih banyak.
5.3.12. Deskripsi Responden Menurut Pekerjaan dan Pengeluaran
Wisatawan
Bekerja adalah suatu bentuk aktualisasi diri seseorang yang
memiliki pengetahuan untuk menghasilkan sesuatu yang dapat
dikonsumsi oleh orang lain. Kemampuan untuk berproduksi tersebut
dipengaruhi oleh keahlian dan keterampilan yang dimilikinya. Jenis
pekerjaan yang ditekuni oleh seseorang lebih banyak bergantung pada
tingkat pendidikan yang dimilikinya. Semakin tinggi tingkat pendidikan
seseorang semakin besar peluangnya untuk mendapatkan jenis
173
pekerjaan yang sesuai dengan bidang keahliannya. Keahlian yang dimiliki
oleh tenaga kerja pada akhirnya akan menghasilkan produksi yang
memiliki kualitas yang baik. Mathis dan Jackson (2001) mengatakan
bahwa kualitas sumber daya manusia (tenaga kerja) merupakan
kompetensi inti yang diperoleh melalui proses pembelajaran dan
pelatihan. Daulay et., al (1991) menyatakan bahwa tenaga kerja (SDM)
yang berkualitas adalah mereka yang mempunyai kreativitas, inovasi dan
penerapan teknologi yang unggul. Tenaga kerja yang memiliki SDM yang
unggul, pada akhirnya akan mendapatkan penghargaan yang tinggi
melalui pendapatan yang tinggi pula. Seseorang yang memiliki
pendapatan yang tinggi memiliki kecenderungan untuk membelanjakan
uangnya untuk kepentingan di luar kebutuhan dasar. Berikut pada Tabel
5.24 dikemukakan hubungan jenis pekerjaan responden dengan tingkat
pengeluarannya selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS.
Tabel 5.24 Deskripsi Responden Menurut Pekerjaan dan Pengeluaran Wisatawan
Pekerjaan Wisatawan Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah
Total 0,5 jt 0,5 jt – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt
Pelajar dan Mahasiswa 21 org 4 org 2 org 0 org 27 org
PNS/Peneliti/Guru 0 org 3 org 25 org 3 org 31 org
Wiraswasta dan
Karyawan swasta 8 org 16 org 52 org 11 org 87 org
Pensiunan dan Ibu RT 4 org 1 org 0 org 0 org 5 org
Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
174
Tabel 5.24 menunjukkan bahwa, responden yang memiliki status
sebagai pelajar dan mahasiswa tingkat pengeluaran perharinya adalah
berkisar antara Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,-. Sementara responden
yang berprofesi sebagai wiraswasta dan karyawan swasta tingkat
pengeluaran perharinya relatif tinggi yaitu antara Rp. 1.000.000,- s/d
Rp. 2.000.000,-. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin baik jenis
pekerjaan responden semakin besar tingkat pendapatannya, dan pada
gilirannya semakin besar tingkat pengeluarannya.
5.3.13. Deskripsi Responden Menurut Negara Asal dan Pengeluaran
Wisatawan
Wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS adalah wisatawan
mancanegara dan wisatawan nusantara. Negara asal wisatawan
mancanegara yang dikaji dalam penelitian ini terdiri atas 11 negara
seperti dikemukakan pada Tabel 5.10. Hasil kajian Walton (1993) dan
Fandeli (2000) yang mengatakan bahwa wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke obyek wisata Indonesia, khususnya ke taman nasional
pengeluarannya cenderung tinggi. Sementara hasil temuan Sakaay at., al
(2000) mengatakan bahwa wisatawan yang berasal dari kawasan Asia,
seperti Jepang cenderung lebih rasional dalam membelanjakan uangnya
pada saat berwisata. Berikut pada Tabel 5.25 dikemukakan tingkat
pengeluaran wisatawan berdasarkan negara asal.
175
Tabel 5.25 Deskripsi Responden Menurut Negara Asal dan
Pengeluaran Wisatawan
Kawasan
Negara
Pengeluaran Wisatawan (Y3) dalam rupiah Total
0,5 jt 0,5 – 1 jt 1 jt - 1,5 jt 1,5 jt – 2 jt
Amerika &
Kanada 0 org 0 org 15 org 6 org 21 org
Eropa 0 org 12 org 28 org 6 org 46 org
Asia Pasifik 9 org 8 org 20 org 2 org 39 org
Indonesia 24 org 4 org 16 org 0 org 44 org
Total 33 org 24 org 79 org 14 org 150 org
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Tabel 5.25 menunjukkan bahwa wisatawan mancanegara yang
berasal dari Amerika, Kanada dan Eropa memiliki kecenderungan untuk
membelanjakan uangnya lebih banyak (Rp. 1.000.000,- s/d Rp.
2.000.000,-) selama mengunjungi TNTP dan TNS. Besarnya pengeluaran
tersebut karena wisatawan mancanegara memilih untuk tinggal lebih lama
dalam kawasan obyek untuk menikmati keindahan alam dan atraksi alami
(feeding orang utan, susur sungai) serta atraksi budaya (seni tari dan seni
anyaman rotan). Jenis pengeluaran dimaksud adalah untuk keperluan
akomodasi dan makan minum (beverage) serta belanja souvenir.
Sementara itu wisatawan yang berasal dari Negara Asia Pasifik termasuk
wisatawan Indonesia kecenderungannya membelanjakan uangnya lebih
sedikit (Rp. 500.000,- s/d Rp. 1.000.000,-). Temuan ini relevan dengan
hasil kajian Sakaay at., al (2000), khususnya yang berkaitan dengan
tingkat pengeluaran wisatawan yang berasal dari negara-negara Asia
176
Pasifik.
5.4. Deskripsi Responden dalam Tabel Frekuensi
Gambaran dan analisis responden pada bagian ini diuraikan
dalam bentuk tabel frekuensi yang mengemukakan beberapa hasil
pengumpulan data tentang deskripsi aktivitas responden selama berada
dalam kawasan TNTP dan TNS. Penjelasan dalam frekuensi
dimaksudkan untuk melengkapi pembahasan dan analisis antar variabel
yang sudah dikemukakan pada sub bab 5.3 dalam bentuk tabel silang.
Tabel 5.26 Jenis Antraksi wisata yang menjadi pilihan utama responden
selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS
No.
Jenis atraksi wisata yang menjadi pilihan
utama responden selama berada dalam
kawasan TNTP & TNS.
Jumlah
(org)
Fekuensi
(%)
1. Pengamatan satwa 20 13,33
2. Feeding orang utan 45 30,00
3. Treking 20 13,33
4. Susur sungai 38 24,00
5. Canoeing 6 4,00
6. Atraksi seni budaya 11 7,33
7. Menyaksikan seni kerajinan lokal 10 6,67
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Dari 7 jenis produk/atraksi wisata yang ditawarkan oleh pengelola
TNTP dan TNS, dapat dikemukakan bahwa jumlah responden yang
memilih feeding orang utan adalah yang terbanyak yaitu 45 responden
177
(30,00 %), dan yang paling sedikit adalah canoeing. Banyaknya
responden yang memilih feeding orang utan karena atraksi ini memiliki
daya tarik tinggi dibanding dengan atraksi lainnya. Atraksi feeding orang
utan dapat dinikmati wisatawan di 3 spot wisata, yaitu di spot Pondok
Tanggui pada pukul 10.00 WIB, di spot Camp Leakey pada pukul 14.00
WIB dan di spot Camp Pesalat pada pukul 16.00 WIB. Atraksi feeding
orang utan menjadi pilihan utama wisatawan karena ingin menyaksikan
tingkah laku orang utan pada saat makan, minum dan bermain bersama
dengan orang utan lainnya.
Pilihan utama lainnya adalah susur sungai, dimana kegiatan ini
dapat dilakukan wisatawan dengan menggunakan kapal atau longboat
untuk menyusuri jalur-jalur sungai yang terdapat dalam kawasan TNTP
dan TNS. Waktu yang paling baik untuk melakukan atraksi susur sungai
adalah waktu pagi hingga sore hari hari, karena pada waktu tersebut
wisatawan dapat menikmati pemandangan alam yang indah dengan
panorama flora yang unik sambil melakukan pengamatan satwa/fauna di
sepanjang alur sungai yang dilalui. Seperti dalam kawasan TNS,
wisatawan yang melakukan kegiatan susur sungai, disamping menikmati
hamparan vegetasi hutan tropis, juga dapat menyaksikan keajaiban dan
panorama bukit batu, bukit bulan dan bukit kaki yang terdapat di
hamparan rawa gambut. Sepanjang susur sungai Panggualas dan sungai
Jalan Pangen wisatawan dapat berjumpah dengan berbagai jenis burung
pemangsa ikan seperti: Pecuk Ular, Cangak Laut, Cangak Merah, Elang
178
Hitam dan beberapa jenis burung seperti: Bangau Putih, Walet, Seriti,
Cucak Hijau, Keruang, serta jenis primata seperti: Bekantan, Kera Ekor
Panjang (Balai TNS, 2011).
Seperti sudah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa
kawasan TNTP dan TNS memiliki keunikan lingkungan, yang dicirikan
oleh habitat orang utan dan jenis primata lainnya, keanekaragaman flora
dan fauna. Keunikan tersebut menjadi daya tarik wisatawan untuk
dikunjungi, sehingga untuk mempertahankan serta melestarikannya perlu
dilakukan berbagai upaya-upaya konkrit. Pada Tabel 5.27 dikemukakan
seberapa jauh responden memahami lingkungan dan kawasan TNTP dan
TNS, kaitannya dengan konsep dan kriteria suatu kawasan dikatakan
memiliki keunikan lingkungan.
Tabel 5.27 Pengetahuan responden tentang kawasan TNTP dan TNS
disebut sebagai kawasan yang memiliki keunikan lingkungan.
No.
Pengetahuan responden tentang TNTP & TNS
sebagai kawasan yang memiliki keunikan
lingkungan
Jumlah
(org)
Fekuensi
(%)
1. Habitat orang utan 46 30,67
2. Flora Fauna langka 31 20,67
3. Ekosistem Air Hitam 28 18,67
4. Jenis Fauna tdk ada di Tempat lain 11 7,33
5. Banyak obyek wisata 20 13,33
6. Terdapat tanaman obat-obatan 14 9,33
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
179
Dari 6 kriteria keunikan lingkungan yang terdapat di TNTP dan
TNS, sebanyak 46 orang responden (30,67 %) mengatakan bahwa
kawasan tersebut merupakan kawasan yang memiliki keunikan
lingkungan karena dominan hutannya adalah habitat orang utan yang
terdapat di wilayah Kalimantan Tengah. Juga sebanyak 31 orang (20,67
%) wisatawan menyebutkan bahwa ciri lain adalah bahwa ditemukan
beberapa flora dan fauna yang endemik (langka) serta termasuk yang
dilindungi. Kedua kriteria tersebut menjadi dasar bagi Kementerian
Kehutanan melalui Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian
Alam (PHPA) untuk menetapkan kawasan TNTP dan TNS sebagai salah
satu taman nasional yang memiliki keunikan lingkungan. Atas dasar itu
pula Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menunjuk TNTP
sebagai salah satu destinasi nasional unggulan.
Ciri keunikan lain yang dimiliki oleh kawasan TNTP dan TNS
adalah kawasan tersebut dijadikan sarana pengembangan ilmu
pengetahuan melalui kegiatan penelitian dan pendidikan, khususnya
gambut tropis. Juga dilakukan kegiatan konservasi yang dikembangkan di
daerah resot Mangkok wilayah seksi pelayan II TNS dan di Pondok
Ambung dan desa Tanjung Harapan TNTP. Bentuk konservasi adalah
melakukan penanaman di kedua tempat tersebut dengan jenis tanaman
lokal seperti panting dan jelutung serta ulin.
Amanat Undang-undang nomor 5 tahun 1990, menyebutkan
bahwa kawasan taman nasional perlu dikelolah, dipertahankan dan
180
ditingkatkan fungsi-fungsi ekologinya melalui program pelestarian
lingkungan. Tujuannya adalah untuk menjaga dan meningkatkan kualitas
lingkungan suatu kawasan. Berikut pada Tabel 5.28 disajikan bentuk-
bentuk kegiatan yang dapat mendukung program pelestarian lingkungan
untuk mempertahankan dan meningkatkan status kawasan sebagai suatu
kawasan yang memiliki keunikan serta mampu menunjung keberlanjutan
pemanfaatannya.
Tabel 5.28 Bentuk partisipasi responden untuk mendukung program pelestarian kawasan TNTP dan TNS sebagai kawasan yang memiliki keunikan.
No.
Bentuk partisipasi responden untuk
mendukung program pelestarian kawasan
TNTP & TNS sebagai kawasan yang memiliki
keunikan.
Jumlah
(org)
Frekuensi
(%)
1. Tidak memetik/mengambil flora & fauna 32 21,33
2. Terlibat dalam kegiatan konservasi (menanam
pohon)
51 34,00
3. Menjaga kebersihan kawasan 20 13,33
4. Ikut mengkampanyekan kegiatan konservasi 34 22,67
5. Menjadi donatur rehabilitasi orang utan 11 7,33
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Sebanyak 51 responden (34,00 %) mengatakan bahwa
konservasi in situ (melakukan pelestarian pada habitat aslinya) adalah
bentuk kegiatan nyata yang memungkinkan secara langsung mendukung
pelestarian dan pengembangan kawasan TNTP dan TNS sebagai
kawasan yang harus dipertahankan keberadaan dan kualitas
181
ekosistemnya. Selain itu dikemukakan juga sebanyak 34 responden
(22,67 %) mendukung dilakukannya program kampanye secara terus
menerus dalam bentuk himbauan dan dukungan langsung untuk terlibat
secara aktif mengkampanyekan program pelestarian lingkungan TNTP
dan TNS. Semua bentuk rencana aksi yang dikemukakan dalam Tabel
5.27 bertujuan untuk mempertahankan status kawasan TNTP dan TNS
agar tetap menjadi kawasan yang memiliki keunikan, daya tarik dapat
dipertahankan untuk menuju kepada keberlanjutan, baik ekosistemnya
maupun pemanfaatan jasa lingkungannya sebagai obyek ekowisata.
Walaupun kawasan TNTP dan TNS sudah dikenal sebagai taman
nasional yang menarik untuk dikunjungi sebagai obyek wisata, program
promosi wisata masih perlu terus digalakkan agar semakin banyak
masyarakat, khususnya masyarakat internasional mengetahui tentang
keberadaan kawasan tersebut. Tabel 5.29 dikemukakan jenis media
promosi yang mudah diakses oleh wisatawan.
Tabel 5.29 Jenis media promosi yang mudah didapatkan responden
untuk mengetahui keberadaan kawasan TNTP dan TNS
No. Jenis media promosi yang mudah didapatkan
responden untuk mengetahui TNTP & TNS
Jumlah
(org)
Frekuensi
(%)
1. Internet 68 45,33
2. Leaflet/brosur 16 10,67
3. Pameran/expo 35 23,33
4. Majalah 13 8,67
5. Televisi 14 9,33
182
6. Pengalaman org lain 4 2,67
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Tabel 5.29 menunjukkan bahwa dari total 150 responden yang
diwawancarai, sebanyak 68 orang (43,33 %) mengatakan bahwa untuk
memudahkan mendapatkan informasi yang lengkap tentang keberadaan
TNTP dan TNS adalah dengan melalui media internet, disamping melalui
media promosi lainnya seperti pameran/expo, televisi dan lain sebagainya.
Tingginya prosentasi wisatawan yang memilih media Internet sebagai
sarana informasi efektif karena program promosi digalakkan melalui
penyediaan website. Penyediaan website bekerjasama dengan Yayasan
Orang Utan Kalimantan dan WWF wilayah Kalimantan Tengah. Adanya
jaringan website yang memuat dan mengkomunikasikan tentang kondisi
kawasan wisata TNTP dan TNS, menjadi sarana yang mudah dan cepat
untuk diakses oleh wisatawan, sehingga pada gilirannya mendorong
wisatawan untuk meningkatkan frekuensi kunjungan dan lama tinggal
dalam kawasan TNTP dan TNS.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan promosi
wisata yaitu agar dapat meningkatkan frekuensi kunjungan wisata ke
kawasan TNTP dan TNS, berikut pada Tabel 5.30 disajikan gambaran
tingkat frekuensi kunjungan wisatawan dalam 5 tahun terakhir.
Tabel 5.30 Frekuensi kunjungan responden ke kawasan TNTP dan TNS dalam 5 tahun terakhir
183
No. Frekuensi kunjungan responden ke TNTP
& TNS dalam 5 tahun terakhir
Jumlah
(org)
Frekuensi
(%)
1. Satu kali 57 38,00
2. Dua kali 38 25,33
3. Tiga kali 33 22,00
4. Empat kali 22 14,67
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Secara umum dapat dikemukakan bahwa jumlah responden
terbanyak yaitu 57 orang (38,00 %) adalah yang mengatakan bahwa baru
1 kali mengunjungi TNTP dan TNS, dan sebanyak 22 orang (14,67 %)
yang diketahui sudah 4 kali berkunjung ke TNTP dan TNS. Tabel 5.27
menunjukkan adanya kecenderungan penurunan jumlah responden yang
berkunjung dalam frekuensi yang lebih banyak. Hal ini dapat dipahami
karena wisatawan memiliki pengetahuan yang cukup untuk menentukan
pilihan wisatanya pada kesempatan berikutnya, sehingga boleh jadi pada
kunjungan berikutnya TNTP dan TNS tidak lagi menjadi pilihan.
Penjelasan ini sejalan dengan penjelasan dan analisis yang dikemukakan
pada Tabel 5.18 sebelumnya yang menyumpulkan bahwa promosi yang
dilakukan secara intensif melalui berbagai media belum mampu
mendorong wisatawan untuk berkunjung secara berulang ke kawasan
TNTP dan TNS.
Perilaku wisatawan dalam berwisata, seperti pola kunjungan/
kedatangan, pola waktu kedatangan dan pola belanja sangat
184
memungkinkan untuk mengetahui besarnya tingkat pengeluaran
wisatawan dalam satu kali kunjungan wisata. Berikut pada Tabel 5.31
disajikan bentuk dan pola kunjungan wisatawan mancanegara dan
wisatawan nusantara yang berwisata ke kawasan TNTP dan TNS dalam
lima tahun terakhir.
Tabel 5.31 Pola kunjungan responden ke kawasan TNTP dan TNS
No. Pola kunjungan responden ke kawasan TNTP
& TNS
Jumlah
(org)
Frekuensi
(%)
1. sendiri 36 24,00
2. bersama keluarga 78 52,00
3. bersama kelompok 25 16,67
4. bersama rombongan 11 7,33
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Tabel 5.31 menunjukkan bahwa sebanyak 78 orang (52,00 %)
wisatawan yang mengatakan bahwa ketika berkunjung ke TNTP dan TNS,
dilakukan bersama dengan keluarga. Indikasi pola seperti ini adalah
jumlah peserta wisata dalam satu kelompok keluarga adalah minimal 3
orang, sehingga dengan pola seperti ini jumlah wisatawan yang datang ke
lokasi menjadi lebih banyak. Demikan halnya dengan pola kunjungan
bersama kelompok dan rombongan juga memberikan indikasi banyaknya
jumlah wisatawan yang tergabung dalam kedua kelompok pola tersebut,
sehingga pada gilirannya jumlah kunjungan wisatawan ke TNTP dan TNS
semakin banyak. Wisatawan dengan pola kunjungan sendiri berjumlah 36
185
orang (24,00 %) didorong oleh tujuan yang sifatnya penelitian, pendidikan
dan mencari pengalaman baru berkaitan dengan fenomena yang terdapat
di dalam kawasan dan mereka lebih dominan mengunjungi spot Pondok
Ambung sebagai area penelitian hutan hujan tropis, area konservasi untuk
mengamati jenis tumbuhan lokal sebagai tanaman konservasi serta
melihat atraksi seni budaya di area spot Tanjung Harapan desa Sekonyer
serta resort Mangkok SPTN II dalam kawasan TNS.
Wisatawan yang berkunjung ke kawasan TNTP dan TNS
disediakan beberapa fasilitas jasa transportasi air, seperti klotok bermesin,
longboat, kapal dan speedboat. Keempat jenis alat transportasi tersebut
dapat digunakan oleh wisatawan untuk memasuki kawasan dengan
sistem carteran harian. Masing-masing alat transportasi menetapkan tarif
yang berbeda berdasarkan kenyamaman dan kecepatan, sehingga
wisatawan dapat memilih jenis alat transportasi apa yang akan digunakan.
Berikut pada Tabel 5. 32 disajikan jenis alat transportasi yang digunakan
oleh responden ketika mereka memasuki kawasan TNTP dan TNS.
Tabel 5.32 Jenis alat transportasi yang digunakan responden pada saat menuju obyek wisata TNTP dan TNS
No. Jenis alat trasnportasi yang digunakan
responden menuju obyek wisata TNTP & TNS
Jumlah
(org)
Frekuensi
(%)
1. Long boat 26 17,33
2. Kapal 84 56,00
3. Speed boat 40 26,67
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
186
Nampaknya jenis alat transportasi kapal menurut penjelasan
pada Tabel 5.29 yang lebih banyak diminati oleh responden sebagai alat
trasportasi yaitu sebanyak 84 orang (56,00 %), dan yang paling sedikit
digunakan adalah jenis longboat yaitu 26 responden (17,33 %). Tingginya
prosentase jumlah responden yang memilih kapal sebagai alat
transportasi ke dalam kawasan TNTP karena pertimbangan kenyamanan
(lebih santai/rileks) dan lebih leluasa untuk melakukan pengamatan
selama dalam perjalanan. Selain itu fasilitas lainnya yang dapat dinikmati
adalah tempat tidur serta tersedianya toilet yang standar dan adanya
layanan konsumsi dari pemilik kapal.
Selanjutnya responden yang memilih alat transportasi speedboat
adalah mereka yang memiliki waktu terbatas sehingga memilih alat
transportasi yang memiliki kecepatan lebih dibanding kapal. Hal lain
adalah karena wisatawan juga ingin menggunakan waktu seefisien
mungkin dalam kawasan untuk sedapat mungkin mencapai spot atraksi
wisata dalam kurun waktu yang tidak terlalu lama, sehingga harapan
untuk menikmat lebih 1 jenis atraksi wisata dapat mereka wujudkan.
Sementara wisatawan yang menggunakan alat transportasi longboat
sebanyak 26 orang (17,33 %) adalah mereka yang berkunjung ke TNS
yang jangkauan dan jarak dari titik terluar kawasan lebih mudah dicapai
dengan menggunakan jenis alat transportasi kapal dan speedboat.
Pada akhirnya bahwa pemilihan terhadap alat transportasi bagi
wisatawan dituntut untuk mempertimbangkan aspek kenyamanan,
187
kecepatan, tarif dan kemudahan jangkauan karena faktor kesulitan medan
untuk menggunakan alat transportasi yang sesuai dan memungkinkan
wisatawan sampai ke tempat tujuan untuk menikmati beragai atraksi
wisata yang menjadi pilihan sebelumnya (Tabel 5.7). Dengan demikian
dapat dikemukakan bahwa peran alat transportasi dalam mendukung
kegiatan wisata, seperti halnya di kawasan TNTP dan TNS sangat
penting, juga akan menjadi pertimbangan untuk menentukan besarnya
tingkat pengeluaran wisatawan disamping komponen belanja dan
pengeluaran lainnya.
Fasilitas pendukung lainnya yang berkenaan dengan kegiatan
wisata di TNTP dan TNS adalah ketersediaan sarana akomodasi untuk
menunjang aktivitas wisatawan selama mereka berada dalam kawasan.
Seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya (Tabel 5.9) bahwa di
dalam kawasan TNTP dan TNS telah tersedia berbagai fasilitas
akomodasi seperti: hotel rimba lodge, guesthouse, homestay, kapal dan
camping ground. Berikut pada Tabel 5.33 disajikan berbagai sarana dan
fasilitas akomodasi yang dapat digunakan oleh wisatawan selama mereka
berada di dalam kawasan TNTP dan TNS.
188
Tabel 5.33 Jenis fasilitas akomodasi yang dapat digunakan responden selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS
No.
Jenis akomadasi yang digunakan responden
pada saat berada dalam kawasan TNTP & TNS Jumlah
(org)
Frekuensi
(%)
1. Rimba Lodge Hotel 20 13,33
2. Guest house 13 8,67
3. Homestay masyarakat 12 8,00
4. Camping ground 21 14,00
5. Kapal 84 56,00
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Tabel 5.33 menunjukkan bahwa dominan responden
menggunakan alat transportasi kapal sekaligus sebagai tempat
akomodasi yaitu sebanyak 84 orang (56,00 %) selama mereka berkunjung
ke TNTP dan TNS. Hal ini mengindikasikan bahwa wisatawan yang
memilih kapal karena pertimbangan efisiensi biaya, kelengkapan fasilitas
kantin dan toilet, faktor kenyamanan (lebih santai/rileks) dan lebih leluasa
untuk melakukan pengamatan selama berada dalam kawasan. Wisatawan
yang memilih sarana akomodasi hotel adalah sebanyak 20 orang (13,33
%) adalah mereka yang memiliki dana yang cukup, menghendaki
kenyamanan beristirahat dan layanan food and beverage untuk
memungkinkan mereka memanfaatkan waktu mereka untuk mencapai
spot-spot atraksi selama dalam kawasan.
Wisatawan yang menggunakan fasilitas homestay masyarakat
sebanyak 12 orang (8,00 %), dan dominan terjadi di dalam kawasan TNS
189
yang fasilitas akomodasi masih minim. Responden yang tinggal di
homestay, baik yang ada di TNS maupun di TNTP, memiliki tujuan ganda
yaitu disamping untuk rekreasi juga mereka ingin mempelajari lebih jauh
tentang budaya masyarakat lokal kaitannya dengan adat istiadat dan
kehidupan sosial masyarakat di sekitar kawasan. Sehingga melalui
kegiatan wisata, responden dapat berinteraksi secara langsung dengan
masyarakat di sekitar kawasan untuk saling belajar dan pada gilirannya
tujuan pengembangan ekowisata dengan pola pelestarian nilai-nilai
budaya lokal dan pemberdayaan masyarakat sekitar dapat dicapai.
Sisi lain dari kegiatan wisata bisa dilihat dari aspek ketersediaan
fasilitas penunjang lainnya, seperti ketersediaan handycraft atau souvenir
sebagai satu kesatuan dari system pariwisata secara keseluruhan. Di
kawasan TNTP dan TNS wisatawan pada saatnya juga akan disuguhkan
dengan ketersediaan souvenir yang dapat dijadikan cenderamata untuk
dibawa pulang pada saat mereka meninggalkan kawasan wisata. Berikut
pada Tabel 5.34 dikemukakan jenis souvenir yang diminati dan dibeli oleh
wisatawan sebagai cinderamata, dimana kegiatan ini dapat dipakai
sebagai salah satu dasar untuk mengetahui tingkat pengeluaran
wisatawan.
190
Tabel 5.34 Jenis souvenir yang dibeli oleh responden sebagai cinderamata dari kawasan TNTP dan TNS
No.
Jenis cinderamata yang dibeli responden
sebagai cinderamata dari dalam kawasan
TNTP & TNS
Jumlah
(org)
Frekensi
(%)
1. Pakaian/T.Shirt 49 32,67
2. Topi dari anyaman rotan atau purun 8 5,33
3. Tas, Dompet dari anyaman rotan atau purun 11 7,33
4. Kain tenun 23 15,33
5. Senjata tradisional (Mandau) 12 8,00
6. Ornament perahu 47 31,33
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Dari 6 macam/jenis souvenir yang dihasilkan oleh kelompok
usaha Koperasi Sekonyer Lestari desa Tanjung Harapan, responden yang
membeli berbagai souvenir sebagai cinderamata relatif bervariasi. Jumlah
responden yang membeli jenis souvenir pakaian/T.Shirt adalah sebanyak
49 orang (32,67 %) dan yang paling sedikit adalah wisatawan yang
membeli jenis topi yaitu sebanyak 8 orang (5,33 %). Selanjutnya jumlah
wisatawan yang membeli jenis souvenir ornament perahu cukup banyak
yaitu 47 orang (31,33 %). Jenis souvenir ornament sangat diminati
wisatawan karena bahannya terbuat dari getah pohon nyatoh yang
merupakan tumbuhan lokal, serta bentuk dan desain cukup unik dan
menarik bagi wisatawan. Souvenir jenis pakaian (T.Shirt) menunjukkan
salah satu souvenir yang cukup besar peminatnya. Hal ini dimungkinkan
191
karena desain dan gambar yang ditonjolkan adalah gambar orang utan
yang menjadi maskot TNTP dan TNS.
Ketersediaan berbagai souvenir di dalam atau di sekitar kawasan
wisata adalah merupakan hal yang baik bagi pengembangan wisata di
suatu tempat (Brida dan Scuderi, 2012), karena dengan adanya souvenir
yang dibawa pulang wisatawan secara tidak langsung keberadaan
berbagai souvenir yang dibeli oleh responden menjadi ajang promosi
wisata, sehingga pada gilirannya ke depan wisatawan akan
merencanakan dan berkunjung kembali ke kawasan TNTP dan TNS. Jadi
melalui belanja berbagai souvenir oleh masing-masing wisatawan akan
menjadi salah satu indikator untuk mengetahui tingkat pengeluaran
wisatawan dalam satu kurun waktu wisata, seperti hasil studi Wang at., al
(2006), yang menyatakan bahwa terdapat 6 indikator pengeluaran
wisatawan dan berbelanja souvenir adalah salah satunya.
Pemenuhan berbagai fasilitas wisata bagi wisatawan, apakah itu
melalui ketersediaan alat transportasi, akomodasi, konsumsi (food and
beverage), dan berbagai souvenir yang dikonsumsi oleh wisatawan
dalam satuan kunjungan wisata akan menggambarkan total pengeluaran
wisatawan. Berikut pada Tabel 5.35 dikemukakan total pengeluaran
wisatawan yang dilihat dari tingkat pengeluaran masing-masing wisatawan
selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS.
192
Tabel 5.35 Tingkat pengeluaran responden perhari selama berada dalam kawasan TNTP dan TNS
No. Tingkat pegeluaran responden perhari selama
berada dalam TNTP dan TNS (Rp)
Jumlah
(org)
Frekuensi
(%)
1. 500.000,- 33 22,00
2. 500.000,- s/d 1.000.000,- 24 16,00
3. 1.000.000,- s/d 1.500.000,- 79 52,67
4. 1.500.000,- s/d 2.00.000,- 14 9,33
Jumlah 150 100,00
Sumber : Data Primer, diolah 2013
Memperhatikan hasil studi Wang dkk (2006) yang mengatakan
bahwa keseluruhan pengeluaran wisatawan pada saat berwisata adalah
meliputi: (a) akomodasi; (b) makanan; (c) atraksi; (d) hiburan; (e) belanja
souvenir; dan (f) transportasi. Kaitannya dengan penjelasan Tabel 5.31 di
atas, maka sebanyak 150 responden yang berkunjung ke TNTP dan TNS
menunjukkan tingkat pengeluaran perhari yang bervariasi. Dapat
dikemukakan bahwa sebanyak 79 orang (52,67 %) responden yang
membelanjakan uangnya dalam kisaran Rp. 1.000.000,- s/d 1.500.000,-
perhari untuk memenuhi kebutuhan pokok wisatawan seperti transportasi,
akomodasi, konsumsi (food and beverage) dan kebutuhan tambahan
seperti pembelian berbagai souvenir dan pembayaran jasa-jasa tiket
masuk, jasa pemandu, tariff kamera dan handycam. Responden yang
tingkat pengeluaran perharinya pada kisaran Rp. 1.500.000,- s/d
2.000.000,- berjumlah 14 orang, dan sebanyak 33 orang (22,00 %) yang
pengeluaran perharinya adalah sebesar Rp. 500.000,-.
193
Besar dan kecilnya tingkat pengeluaran responden perhari
banyak bergantung pada jenis kebutuhan pokok seperti tranportasi,
akomodasi yang digunakan dan variasi konsumsi serta berapa banyak
spot atau tempat atraksi wisata yang dikunjungi dalam satu hari. Jika
sejumlah responden menggunakan alat transportasi speedboat dan
tempat akomodasinya adalah hotel rimba lodge tentu akan semakin besar
pengeluaran yang ditanggung oleh responden. Sebaliknya jika responden
menggunakan fasilitas trasportasi dan akomodasi yang relatif murah
seperti longboat dan kapal serta menginap di atas kapal, guesthouse dan
homestay, maka pengeluaran responden juga akan relatif kecil.
5.5. Pengembangan Ekowisata dan Efek Multiplier Terhadap
Masyarakat di Sekitar Obyek Wisata
Pengembangan ekowisata dalam kawasan taman nasional
dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat
lokal dengan tidak merusak lingkungan. Untuk itu dalam pelaksanaannya
menurut Mitchell (1994) harus dilakukan secara terintegrasi dalam
mengambil keputusan dan dalam menyusun perencanaan melibatkan
manager kawasan, masyarakat lokal dan pengembang. Dalam kaitannya
dengan meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat lokal, maka
aspek permintaan (demand) dan aspek penawaran (supply) perlu
dirancang sedemikian rupa sehingga dapat mencapai sasaran yaitu
tersedianya produk wisata yang diminati dan dinikmati oleh wisatawan.
Gambaran tersebut ditunjukkan oleh jumlah kunjungan, frekuensi
194
kunjungan, lama kunjungan serta berapa rupiah yang dihabiskan oleh
wisatawan selama berada dalam kawasan obyek.
Kegiatan wisatawan selama berkunjung ke kawasan obyek telah
melibatkan berbagai industri pariwisata, seperti: akomodasi
(accommodation), makanan dan minum (food and beverage), hiburan
(amusements), transportasi lokal (local transportation) dan kebutuhan
lainnya. Pengeluaran wisatawan dalam bentuk transaksi terhadap
berbagai kebutuhan telah menciptakan siklus transaksi pada seluruh
industri pariwisata yang terkait, dimana melalui siklus transaksi tersebut
menimbulkan pendapatan. Pendapatan tersebut dalam konteks ekonomi
makro disebut sebagai benefit dari suatu aktivitas pariwisata. Horvath et.,
al (1999) mengatakan bahwa manfaat pariwisata dalam perekonomian
daerah adalah meningkatnya output, pendapatan tenaga kerja dan
kesempatan kerja. Dimana keseluruhan manfaat tersebut (output,
pendapatan tenaga kerja dan kesempatanan kerja) adalah merupakan
angka pengganda (multiplier effect) dari industri pariwisata.
Kaitannya dengan pengembangan ekowisata dalam kawasan
TNTP dan TNS juga telah menimbulkan efek multiplier kepada beberapa
kelompok industri pariwisata seperti hotel, akomodasi, transportasi,
restoran/rumah makan, pemandu wisata, biro perjalanan dan kelompok
pengrajin souvenir. Tabel 5. 36 menggambarkan efek multiplier
pengembangan ekowisata di Kalimantan Tengah terhadap industri
pariwisata lainnya.
195
Tabel 5.36 Beberapa unsur pendukung kegiatan pariwisata di Kalimantan Tengah
No. Jenis Kegiatan Jumlah unit Tenaga Kerja (org) Lokasi
1. Akomodasi (Hotel) :
Hotel bintang 4
Hotel bintang 3
Hotel bintang 2
Hotel bintang 1
Melati
13 buah :
1 buah
3 buah
1 buah
1 buah
7 buah
60 orang
135 orang (@45 org)
25 orang
20 orang
195 orang
Palangka Raya
Hotel bintang 1
Melatih
1 buah
7 buah
25 orang
192 orang
Pangkalan Bun
2. Restoran 56 buah 448 orang (@ 8 org) Palangka Raya
26 buah 208 orang (@ 8 org) Pangkalan Bun
3. Biro Perjalanan 12 buah 216 orang (@ 18 org) Palangka Raya
16 buah 240 orang (@ 15 org) Pangkalan Bun
4. Toko Souvenir 8 buah 40 orang (@ 5 orang) Palangka Raya
12 buah 48 orang (@ 4 org) Pangkalan Bun
5. Transport lokal*
Kapal
Speed boat
42 unit
50 unit
168 orang (@ 4 org)
50 orang
TNTP
TNTP
Speed boat
Longboat
8 unit
10 unit
8 orang
20 orang (@ 2 org)
TNS
TNS
6. Pemandu wisata* 64 orang 64 orang TNTP
50 orang 50 orang TNS
196
7. Akomodasi* 4 unit 16 orang TNTP
2 unit 6 orang TNS
8. Kios masyarakat* 8 buah 16 orang TNTP
7 buah 14 orang TNS
9. Pengrajin souvenir* 1 kelompok 60 orang TNTP
2 kelompok 20 orang TNS
Sumber : Dinas Kebudayaan Pariwisata Kalteng, 2011 * = Data lapangan, 2012.
Tabel 5.36 menunjukkan bahwa kegiatan pengembangan
ekowisata di TNTP da TNS khususnya serta Kalimantan Tengah
umumnya telah menciptakan efek multiplier yang signifikan melalui
peningkatan aktivitas sektor ekonomi lainnya. Pengeluaran wisatawan
selama melakukan perjalanan wisata ke TNTP dan TNS telah
menimbulkan adanya pendapatan bagi kegiatan akomodasi, transpotasi,
kios, jasa pemandu wisata dan interpreter, pengrajin souvenir dan
sebagainya. Semua pendapatan yang diterima oleh usaha dan jasa
pariwisata lainnya adalah merupakan efek multiplier yang diakibatkan oleh
pengembangan ekowisata. Apa yang dihasilkan dalam penelitian ini
kaitannya dengan pengeluaran wisatawan sejalan dengan teori Multiplier
yaitu bahwa setiap dollar atau rupiah yang dibelanjakan oleh wisatawan
pada suatu daerah tujuan wisata akan mendorong kegiatan ekonomi di
DTW yang dikunjungi. Dalam hal ini Cooper et., al (1993) menyebutkan
bahwa pengeluaran wisatawan di suatu destinasi akan menciptakan
197
pendapatan dan output baru bagi wilayah yang bersangkutan. Dengan
demikian terciptalah penggandaan dari pengeluaran wisatawan yang
disebut dampak berganda (multiplier effect)
Besarnya prosentase pengeluaran wisatawan mancanegara dan
nusantara yang berkunjung ke suatu obyek wisata, berdasarkan hasil
studi Saayman et., al dalam SATOUR (1997) disebutkan bahwa
prosentase pengeluaran wisatawan nusantara meliputi: akomodasi
(27,02%), makanan & minuman (23,34%), transport (24,17%) dan lainnya
(25,47%). Sementara prosentase pengeluaran wisatawan mancanegara
meliputi: perjalanan (43%), pembayaran dimuka (22%), belanja souvenir
(11%), makanan & minuman (6%), akomodasi (10%) transport lokal (3%),
rekreasi, budaya dan tari-tarian (2 %) dan kebutuhan lainnya (3%).
Memperhatikan komposisi pengeluaran wisatawan mancanegara dan
nusantara yang berkunjung ke TNTP dan TNS, secara global dapat
dikemukakan bahwa prosentase terbesar pengeluaran wisatawan adalah
komponen transportasi, akomodasi dan belanja souvenir. Artinya bahwa
hasil studi Saayman et., al dalam SATOUR (1997) tentang prosentase
pengeluaran wisatawan di Afrika Selatan, sejalan dengan hasil yang
dicapai dalam penelitian ini, khususnya menyangkut komposisi
pengeluaran wisatawan.
5.6 . Hasil Analisis Jalur Pengaruh Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan Terhadap Pengeluaran Wisatawan.
Dalam mengawali analisis jalur (Path Analysis) biasanya terlebih
198
dahulu dilakukan pengujian model pengukuran dengan menggunakan
CFA (confirmatory factor analysis) terhadap variabel laten (konstruk) dan
indikatornya. Mengingat dalam penelitian ini tidak menggunakan variabel
laten dan indikator, sehingga uji validitas variabel konstruk tersebut tidak
dilakukan.
5.6.1. Pengujian Hipotesa
Pengujian hipotesi dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan hasil
estimasi model jalur, dengan kriteria peneriman dan penolakan hipotesis
adalah sebagai berikut:
1. Membandingkan nilai CR dengan 1,96. Bahwa jika nilai CR lebih
besar dari 1,96 maka terdapat pengaruh variabel eksogen terhadap
variabel endogen atau variabel endogen terhadap variabel endogen
lannya.
2. Membandingkan tingkat signifikansi hasil perhitungan dengan 0,05.
Jika nilai signifikansinya lebih kecil atau sama dengan 0,05 maka
terdapat pengaruh variabel eksogen terhadap endogen atau variabel
endogen terhadap variabel endogen lainnya dan hipotesis penelitian
diterima kebenarannya.
Tabel 5.37 memperlihatkan hasil analisis jalur hubungan antar
variabel yang menggambarkan ada tidaknya pengaruh satu variabel
terhadap variabel yang lain. Dikemukakan pula bahwa ada tidaknya
pengaruh pengembangan ekowisata berkelanjutan terhadap pengeluaran
wisatawan dengan mengacu pada model penelitian yang sudah dibangun
199
sebelumnya. Tabel 5.36 menunjukkan nilai probabilitas masing-masing
hubungan antar variabel satu dengan variabel lainnya. Apabila pengaruh
antara variabel menunjukkan nilai probabilita di bawah 0,05 (level 5 %),
berarti signifikan dan hipotesis dapat di terima atau terbukti, dengan
uraian sebagai berikut :
200
Tabel 5.37 Hasil Pengujian Pengaruh Faktor Dominan (Pengembangan
Produk Wisata, Keunikan Lingkungan, Promosi Wisata,
Frekuensi Kunjungan dan Lama Tinggal wisatawan terhadap
Pengeluaran Wisatawan Berdasarkan Model penelitian.
No.
Hubungan
Estimasi C.R P
Kesimpulan
hipotesis
penelitian Variabel Bebas Variabel Terikat
1
Pengembangan
Produk Wisata
(X1)
Frekuensi
Kunjungan
Wisatawan (Y1)
0,3367 4,0213 0,0000 Signifikan
Lama Tinggal
Wisatawan (Y2) -0,0527 -1,6548 0,0980
Tidak
Signifikan
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) 0,2766 7,8049 0,0000 Signifikan
2
Pengembangan
Keunikan
Lingkungan (X2)
Frekuensi
Kunjungan
Wisatawan (Y1)
0,1390 1,4445 0,1486 Tidak
Signifikan
Lama Tinggal
Wisatawan (Y2) -0,0868 -2,3734 0,0176 Signifikan
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) 0,3528 0,8365 0,4029
Tidk
Signifikan
3
Pengembangan
Promosi Wisata
(X3)
Frekuensi
Kunjungan
Wisatawan (Y1)
-0,0922 -0,0457 0,2957 Tidak
Signifikan
Lama Tinggal
Wisatawan (Y2) -0,0658 -1,9648 0,0494 Signifikan
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) -0,0864 -2,4466 0,0144 Signifikan
4
Frekuensi
Kunjungan
Wisatawan (Y1)
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) 0,0220 0,6683 0,5040
Tidak
Signifikan
5 Lama Tinggal
Wisatawan (Y2)
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) 0,1846 2,1338 0,0329 Signifikan
Sumber : Lampiran 2, diolah
Ket : * = signifikan pada taraf 0,05
201
Bahwa produk wisata, berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan
dan berpengaruh secara tidak langsung positif dan signifikan terhadap
pengeluaran wisatawan melalui frekuensi kunjungan wisata dan lama
tinggal wisatawan.
Pengembangan produk wisata berpengaruh signifikan terhadap
frekuensi kunjungan wisatawan, hasil perhitungan menunjukkan nilai CR
sebesar 4,013 dan p = 0,0000 serta nilai estimasi sebesar 0,3367. Artinya
bahwa jika produk wisata ditingkatkan satu unit, maka frekuensi
kunjungan wisatawan meningkat sebesar 0,3367 kali.
Pengembangan produk wisata tidak berpengaruh signifikan
terhadap lama tinggal wisatawan, hal mana ditunjukkan oleh nilai CR
sebesar -1,6548 dan p = 0,0980, serta nilai estimasi sebesar -0,0527.
Pengembangan produk wisata berpengaruh positif signifikan
terhadap pengeluaran wisatawan. Hasil perhitungan menunjukkan nilai
CR sebesar 7,8049 dan nilai p = 0,0000, serta nilai estimasi 0,2766.
Artinya bahwa jika produk wisata ditingkatkan satu unit, maka akan
meningkatkan pengeluaran wisatawan sebesar 0,2766 rupiah.
Bahwa keunikan lingkungan berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan dan berpengaruh secara tidak langsung, positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan melalui frekuensi kunjungan dan lama tinggal wisatawan.
Pengembangan keunikan lingkungan tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan, seperti ditunjukkan
oleh nilai CR sebesar 1,4445 dan nilai p = 0,1486, serta nilai estimasi
0,1390.
202
Pengembangan keunikan lingkungan berpengaruh negatif dan
signifikan terhadap lama tinggal wisatawan, hal ini ditunjukkan oleh nilai
CR sebesar -2,3734 dan nilai p = 0,0176 serta nilai estimasi -0,0868.
Artinya bahwa jika keunikan lingkungan dinaikkan satu unit, maka lama
tinggal wisatawan menurun sebesar 0,0868 jam.
Pengembangan keunikan lingkungan tidak berpengaruh positif
dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa nilai CR adalah sebesar 0,8365 dan nilai p =
0,4029, serta nilai estimasi sebesar 0,3528.
Bahwa promosi wisata, berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan dan berpengaruh secara tidak langsung, positif dan signifkan terhadap pengeluaran wisatawan melalui frekuensi kunjungan wisata dan lama tinggal wisatawan
Pengembangan promosi wisata tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan. Hal itu ditunjukkan
oleh nilai CR sebesar -1,0457 dan nilai p = 0,2957, serta nilai estimasi
sebesar -0,0922.
Pengembangan promosi wisata berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap lama tinggal wisatawan, seperti ditunjukkan oleh hasil
perhitungan dengan nilai CR sebesar -1,9648 dan nilai p = 0,0494, serta
nilai estimasi sebesar -0,0658. Artinya jika promosi wisata ditingkatkan
satu unit, maka lama tinggal wisatawan menurun sebesar 0,0864 hari.
Pengembangan promosi wisata berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap pengeluaran wisatawan, seperti ditunjukkan oleh hasil
203
perhitungan dengan nilai CR sebesar -2,4466 dan nilai p = 0,0144, serta
nilai estimasi sebesar -0,0864. Artinya bahwa jika promosi wisata
ditingkatkan satu unit, maka pengeluaran wisatawan menurun sebesar
0,0864 rupiah.
Bahwa Frekuensi Kunjungan Wisatawan dan Lama Tinggal Wisatawan berpengaruh secara langsung, positif dan signifikan terhadap Pengeluaran Wisatawan
Frekuensi kunjungan wisatawan tidak berpengaruh positif
signifikan terhadap pengeluaran wisatawan. Hasil perhitungan
menunjukkan bahwa nilai CR sebesar 0,6683 dan nilai p = 0,5040 serta
nilai estimasi sebesar 0,0220.
Lama tinggal wisatawan berpengaruh positif signifikan
terhadap pengeluaran wisatawan, dimana nilai CR sebesar 2,1338 dan
nilai p = 0,0329 serta nilai estimasi sebesar 0,1846. Artinya bahwa jika
lama tinggal wisatawan ditingkatkan satu hari, maka pengeluaran
wisatawan meningkat sebesar 0,1846 rupiah.
Dari 11 jalur yang di teliti ternyata ada 5 (lima) jalur yang di tolak
yaitu : pengembangan produk wisata terhadap lama tinggal wisatawan,
pengembangan keunikan lingkungan terhadap frekuensi kunjungan
wisatawan dan pengeluaran wisatawan, pengembangan promosi wisata
terhadap frekuensi kunjungan wisatawan serta frekuensi kunjungan
wisatawan terhadap pengeluaran wisatawan.
Capaian hasil analisis jalur tersebut, oleh Anderson and Gerbing,
(1988 ) masih dimungkinkan untuk dilakukan modifikasi pengujian model
204
path. Modifikasi dilakukan tidak hanya berdasarkan pertimbangan statistik
saja melainkan juga didasarkan pada teori yang dapat menunjang. Bahwa
peluang modifikasi tersebut dapat berupa penambahan path,
penambahan kovarians antar konstruk yang sama.
Penjelasan secara sederhana mengenai bentuk dan besaran
pengaruh langsung masing-masing variabel bebas terhadap variabel
terikat dalam Path Analisis dapat dilihat berdasarkan nilai – nilai koefisien
estimasi pada masing – masing jalur seperti dikemukakan pada gambar
5.1
0,0000*
0,1486
0,0144*
0,0000*
0,5040
0,0329*
0,4658
0,2957
0,4029
0,0176*
Produk Wisata (X1)
Keunikan Lingkungan
(X2)
Promosi Wsita
(X3)
Frekuensi Kunjungan
Wisatawan (Y1)
Lama Tinggal Wisatawan
(Y2)
Pengeluaran Wisatawan
(Y3) 0,0908
Gambar 5.1 Skema Hasil Pengujian Pengaruh Faktor Dominan
(Pengembangan Produk Wisata, Keunikan Lingkungan, Promosi
Wisata, Frekuensi Kunjungan dan Lama Tinggal) terhadap
Pengeluaran Wisatawan
205
5.6.2. Hasil Analisis Besaran Efek Langsung, Efek tidak Langsung
dan Total Efek
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis penelitian, terlebih dahulu
dilakukan estimasi atas model struktur yang diajukan serta evaluasi atas
kesesuaian model dengan input data. Modifikasi atas model struktur akan
dilakukan bila model yang diajukan belum dapat mencapai kesesuaian
dengan input matrix. Selain pengujian hipotesis dalam bagian ini juga
dilakukan evaluasi kesesuaian model atau validitasi model.
Dalam model ini ada beberapa hal yang penting dibahas yaitu: nilai
koefisien jalur, untuk melihat, besarnya pengaruh antar variabel dan
tingkat signifikan untuk melihat tingkat kesalahan dari satu hubungan
sehingga dapat ditentukan dan diputuskan apakah hipotesis ditolak atau
diterima. Analisa pengaruh langsung (direct effect), pengaruh tidak
langsung (indirect effect), dan pengaruh total (total effect), antar variabel
dalam model digunakan untuk membandingkan besarnya pengaruh setiap
konstruk variabel, dan pengaruh tidak langsung yang muncul melalui
sebuah variabel antara (intervening variabel), sedangkan pengaruh total
adalah pengaruh dari berbagai hubungan, untuk selanjutnya hasil uji
pengaruh disajikan pada Tabel 5.38.
206
Tabel 5.38 Besarnya Direct Effect, Indirect Effect, dan Total effect
No. Path Direct
Effect
Indirect
Effect
Total
Effect Variabel Bebas Variabel Terikat
1
Pengembangan
Produk Wisata
(X1)
Frekuensi Kunjungan
Wisatawan (Y1) 0,3200 0,0000 0,3200
Lama Tinggal
Wisatawan (Y2) -0,1342 0,0000 -0,1342
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) 0,5651 -0,0047 0,5604
2
Pengembangan
Keunikan
Lingkungan
(X1)
Frekuensi Kunjungan
Wisatawan (Y1) 0,1148 0,0000 0,1148
Lama Tinggal
Wisatawan (Y2) -0,1921 0,0000 -0,1921
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) 0,0582 -0,0231 0,0351
3
Pengembangan
Promosi Wisata
(X1)
Frekuensi Kunjungan
Wisatawan (Y1) -0,0813 0,0000 -0,0813
Lama Tinggal
Wisatawan (Y2) -0,1556 0,0000 -0,1556
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) -0,1639 -0,0268 -0,1907
4
Frekuensi
Kunjungan
Wisatawan (Y1)
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) 0,0473 0,0000 0,0473
5 Lama Tinggal
Wisatawan (Y2)
Pengeluaran
Wisatawan (Y3) 0,1481 0,0000 0,1481
Sumber : Data primer diolah, 2013
Pada analisis PATH dalam studi ini dapat menjelaskan pengaruh
tidak langsung (indirect effect) dari variabel eksogen yaitu karakter Produk
207
Wisata (X1), Keunikan Lingkungan (X2), dan Promosi Wisata (X3),
terhadap variabel endogen yaitu Pengeluaran Wisatawan (Y3), melalui
variabel intervening yaitu variabel Frekuensi Kunjungan Wisatawan (Y1),
dan variabel Lama Tinggal Wisatawan (Y2).
Pengaruh tidak langsung ini menunjukkan dampak dari variabel
intervening yaitu menguatkan hubungan dan melemahkan hubungan.
Interpretasi model dapat dilakukan dengan melihat nilai koefisien
jalur pengaruh langsung, pengaruh tidak langsung, dan pengaruh total.
Hasil perhitungan pengaruh langsung yaitu produk wisata (X1), keunikan
lingkungan (X2), promosi wisata (X3), terhadap frekuensi kunjungan wisata
(Y1), lama tinggal wisatawan (Y2), pengeluaran wisatawan (Y3).
Dikemukakan sebagai berikut :
• Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel
karakteristik pengembangan produk wisata terhadap variabel frekuensi
kunjungan wisatawan dengan nilai koefisien jalur sebesar 0,3200.
Tanda positif menunjukkan bahwa apabila pengembangan produk
wisata ditingkatkan maka frekuensi kunjungan wisatawan akan
meningkat.
• Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh variabel
karakteristik pengembangan produk wisata terhadap variabel lama
tinggal wisatawan, dengan nilai koefisien jalur -0,1342. Tanda negatif
menunjukkan bahwa apabila pengembangan produk wisata
ditingkatkan, maka lama tinggal wisatawan di dalam kawasan akan
208
menurun.
• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik
pengembangan produk wisata terhadap variabel pengeluaran
wisatawan, nilai koefisien jalur sebesar 0,5651. Tanda positif dari hasil
pengujian menunjukkan apabila pengembangan produk wisata
ditingkatkan, maka pengeluaran wisatawan dalam kawasan akan
meningkat.
• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik
pengembangan keunikan lingkungan terhadap variabel jumlah
kunjungan wisatawan, nilai koefisien jalur sebesar 0,1148. Tanda
positif menunjukkan bahwa jika pengembangan keunikan lingkungan
ditingkatkan, maka frekuensi kunjungan wisatawan akan meningkat.
• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik
pengembangan keunikan lingkungan terhadap lama tinggal
wisatawan, nilai koefisien jalur sebesar -0,1921. Tanda negatif
menunjukkan bahwa jika keunikan lingkungan ditingkatkan, maka lama
tinggal wisatawan dalam kawasan akan menurun.
• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik
pengembangan keunikan lingkungan terhadap pengeluaran
wisatawan, nilai koefisien jalur sebesar 0,0582. Tanda positif
menunjukkan apabila bahwa apabila keunikan lingkungan ditingkatkan,
maka pengeluaran wisatawan dalam kawasan akan meningkat.
• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel pengembangan
209
promosi wisata terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dengan nilai
koefisien jalur sebesar -0,0813. Tanda negatif menunjukkan apabila
promosi wisata ditingkatkan, maka frekuensi kunjungan wisata
menurun.
• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik
promosi wisata terhadap lama tinggal wisatawan dengan nilai koefisien
jalur sebesar -0,1556. Tanda negatif ini menunjukkan bahwa, jika
promosi wisata ditingkatkan, maka lama tinggal wisatawan aka
menurun.
• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik
pengembangan promosi wisata terhadap pengeluaran wisatawan
dengan nilai koefisien jalur sebesar -0,1639. Tanda negatif ini
menunjukkan bahwa, apabila pengembangan promosi wisata
ditingkatkan, maka pengeluaran wisatawan akan menurun.
• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik
jumlah kunjungan wisatawan terhadap pengeluaran wisatawan dengan
nilai koefisien jalur sebesar 0,0473. Tanda positif menunjukkan bahwa
apabila frekuensi kunjungan wisatawan ditingkatkan, maka
pengeluaran wisatawan akan meningkat.
• Hasil pengujian menunjukkan ada pengaruh variabel karakteristik lama
tinggal wisatawan terhadap pengeluaran wisatawan dengan nilai
koefisien jalur sebesar 0,1481. Tanda positif menunjukkan bahwa
210
apabila lama tinggal wisatawan ditingkatkan, maka pengeluaran
wisatawan dalam kawasan akan meningkat.
Dilihat dari nilai koefisien jalur direct dapat diketahui bahwa
diantara ketiga variabel eksogen, variabel eksogen keunikan lingkungan
menunjukkan nilai koefisien pengaruh terbesar terhadap pengeluaran
wisatawan. Pengembangan produk wisata menunjukkan nilai koefisien
pengaruh terbesar terhadap pengeluaran wisatawan dan lama tinggal
wisatawan.
Terlihat bahwa ada 8 jalur yang pengaruhnya antar variabel
mempunyai pengaruh total yang sama dengan pengaruh langsungnya
yaitu pengaruh pengembangan produk wisata terhadap frekuensi
kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan. Pengembangan
keunikan lingkungan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dan lama
tinggal wisatawan. Pengembangan promosi wisata terhadap frekuensi
kunjungan wisatawan dan lama tinggal wisatawan, serta masing-masing
variabel frekuensi kunjungan wisata dan lama tinggal wisatawan terhadap
pengeluaran wisatawan.
5.6.3 Pembahasan Hasil Penelitian
Pengukuran hubungan kausal antara pengembangan produk
wisata, pengembangan keunikan lingkungan, pengembangan promosi
wisata, frekuensi kunjungan wisatawan, lama tinggal wisatawan,
besarnya pengeluaran wisatawan yang diajukan pada analisis jalur dapat
211
diinterpretasi dengan menjelaskan hubungan kausal antara konstruk atau
hubungan terstruktur antar variabel serta relevansinya dengan fakta
empiris, teori-teori yang ada, hasil penelitian sebelumnya termasuk
melalui efek langsung dan efek tidak langsung. Hasil uji model hubungan
struktur yang berpengaruh pada pengembangan produk wisata,
pengembangan keunikan lingkungan, pengembangan promosi wisata,
frekuensi kunjungan wisatawan, lama tinggal wisatawan, dan
pengeluaran wisatawan, dapat dijelaskan sebagai berikut :
5.6.3.1. Analisis Pengaruh Pengembangan Produk Wisata terhadap Pengeluaran Wisatawan melalui Frekuensi Kunjungan Wisata dan Lama Tinggal Wisatawan.
a. Pengaruh Pengembangan Produk Wisata terhadap Frekuensi
Kunjungan Wisata.
Analisis hubungan antar variabel diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa pengembangan produk wisata berpengaruh positif
dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan. Artinya bahwa
jika produk wisata ditingkatkan, maka akan diikuti dengan peningkatan
frekuensi kunjungan wisatawan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa pengembangan produk wisata yang dilakukan dengan
meningkatkan variasi produk wisata (atraksi dan fasilitas) memberi peran
tidak langsung terhadap pengeluaran wisatawan melalui banyaknya
frekuensi kunjungan wisatawan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengembangan produk wisata (atraksi alam dan buatan) dengan cara
meningkatkan variasinya, serta meningkatkan kemampuan peran dan
212
fungsi fasilitas pendukung, hal tersebut telah cukup membentuk
preferensi wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara untuk
berkunjung ke objek wisata di Kalimantan Tengah.
Menurut Smith, (1992) dan Choy, (1997) bahwa adanya motivasi
para wisatawan untuk berkunjung ke daerah tujuan wisata karena
tersedianya berbagai sarana dan prasarana yang saling terkait,
pengelolaan dan pengorganisasian yang baik, sehingga bukan hanya
produk wisata tersebut yang memberikan kenyamanan tetapi pengelolaan
itu sendiri sudah memberi kenyamanan bagi setiap pengunjung. Menurut
Ryan (1991) dan Kim dkk (2003) bahwa wisatawan yang berkunjung ke
suatu obyek karena adanya faktor pendorong (push factor) dan faktor
penarik (pull factor), dimana faktor penarik tersebut adalah atraksi wisata,
keberadaan sumberdaya air dan laut, keindahan pegunungan, dan
budaya lokal. Faktor yang mendorong wisatawan untuk berkunjung
merupakan dorongan dari diri sendiri yang meliputi: melepaskan dari
kegiatan rutinitas, menemukan kepuasan batin, dan untuk
berpetualangan. Pernyataan Smith (1989) dan Choy (1997) sejalan
dengan apa yang dicapai dalam penelitian ini, bahwa produk wisata
(atraksi alam dan buatan serta fasilitas wisata) jika dikemas dengan baik,
ditingkatkan, akan mempengaruhi wisatawan yang berkunjung ke obyek
wisata di Kalimantan Tengah. Pendapat ini diperkuat oleh pernyataan
Smith (1994) yang mengatakan bahwa terdapat hubungan antara produk
wisata dengan jumlah kunjungan wisata, karena atraksi dan fasilitas
213
wisata menjadi hal yang fundamental untuk menarik wisatawan
berkunjung ke suatu obyek wisata.
Selanjutnya menurut Holloway dan Murphy, (1989) menegaskan
bahwa secara garis besar komponen produk wisata dapat dikelompokkan
kedalam 6 bagian yaitu: atraksi, akomodasi, catering, sarana transportasi
dan prasarana lain. Jadi produk wisata yang ditawarkan suatu objek
wisata dapat menjadi pendorong seseorang yang berada ditempat lain
untuk mengunjungi objek wisata tersebut (Bukart & Medlik, 1981.
Cooper,1993). Dengan demikian pengembangan produk wisata
ditunjukkan oleh penambahan komponen-komponen pada masing-
masing objek wisata, karena menjadi sesuatu yang penting untuk menarik
wisatawan berkunjung ke lokasi obyek.
Beberapa pendapat diatas sama dengan hasil yang dicapai dalam
penelitian ini, dimana usaha pengembangan produk wisata signifikan
untuk menambah frekuensi kunjungan wisatawan. Berbeda dengan hasil
penelitian penelitian Ahmad (1990), yang menyatakan bahwa salah satu
komponen produk wisata seperti prasarana pada dasarnya bersifat tidak
memikat wisatawan, artinya apabila komponen produk wisata ini
tidak memadai bukan menjadi penghalang para wisatawan untuk
berkunjung ke suatu obyek.
Kenyataan yang ada dilapangan menunjukkan bahwa dari 2
objek wisata alam (ekowisata) yaitu Taman Nasional Tanjung Puting
(TNTP) dan Taman Nasional Sebangau (TNS) belum menampakkan
214
adanya pengembangan produk wisata secara terpadu, (paket wisata)
misalnya kurangnya variasi atraksi baik buatan manusia maupun alam,
tempat tinggal (home stay), dan tempatnya belum tertata dengan baik.
Kondisi riil seperti inilah yang menyebabkan rendahnya tingkat dan
jumlah kunjungan wisatawan. Tetapi disisi lain bahwa yang menyebabkan
TNTP dan TNS dikunjungi oleh wisman dan wisnu semata-mata karena
kedua lokasi tersebut telah membentuk brand image wisatawan melalui
keberadaan orang utannya sebagai maskot pariwisata Kalimantan
Tengah.
Implikasinya bahwa dalam rangka meningkatkan frekuensi
kunjungan wisatawan, maka seluruh komponen produk wisata perlu
dikembangkan dan tetap mempertahankan keaslian ekosistem, kemudian
dilakukan secara terpadu dan membentuk paket wisata yang terorganisir
dengan baik. Untuk pemerintah dan stakeholder, agar lebih intentif dalam
mempromosikan ekowisata taman nasional dengan cara mengadakan
even nasional dan internasional. contoh Tourism World Expo, dan
pembenahan infrastruktur. Selanjutnya masyarakat juga diharapkan dan
diberi akses untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam
mempertahankan ekosistem hutan dan kelestarian lingkungan dengan
tetap mempertahankan kearifan lokal yang dimiliki.
b. Pengaruh Pengembangan produk wisata Terhadap Lama Tinggal
wisatawan.
Berdasarkan analisis hubungan antar variabel diperoleh hasil yang
215
menunjukkan bahwa pengembangan produk wisata tidak berpengaruh
positif dan tidak signifikan terhadap lama tinggal wisatawan, ini berarti
pengembangan produk wisata belum memberikan preferensi bagi
wisatawan untuk tinggal lebih lama dalam kawasan Obyek Daerah Tujuan
Wisata (ODTW). Hal ini terjadi karena perencanaan wisata wisatawan
untuk berkunjung ke TNTP dan TNS belum menjadi target utama,
melainkan baru sebatas target berikutnya. Artinya bahwa wisman
khususnya yang berunjung ke Indonesia belum menjadikan TNTP dan
TNS sebagai destinasi pertama untuk dikunjungi. Kaitannya dengan lama
tinggal wisatawan yang relatif singkat dan tidak signifikan dengan produk
wisata yang ditawarkan, Nampak bahwa hal ini bukan menjadi penyebab
utama rendahnya tingkat lama tiggal wisatawan dalam kawasan TNTP
dan TNS, melainkan karena waktu kunjungan wisatawan sudah hampir
habis, sehingga mereka tidak bisa berlama-lama tinggal dalam kawasan
TNTP dan TNS.
Lebih lanjut menurut Kozak (2002), bahwa ada dua hal mendasar
dan menjadi motivasi bagi wisatawan untuk berlama-lama tinggal di obyek
wisata yaitu faktor geografi destinasi dan faktor negara tujuan. Posisi
geografis TNTP dan TNS dari pintu masuk wisman relatif jauh dari pintu
masuk wisatawan, sehingga dibutuhkan waktu yang relatif lama untuk
mencapai lokasi. Kondisi ini menyebabkan waktu yang dibutuhkan oleh
wisatawan untuk sampai ke obyek relatif lama. Sehingga alokasi waktu
wisatawan berada dalam kawasan obyek menjadi singkat. Pada bagian
216
lain, John dkk (2003) mengatakan bahwa masalah tingkat kepuasan
wisatawan pada saat berwisata pada suatu obyek dipengaruhi oleh
kualitas dari produk wisata dan jasa layanan wisatawan lainnya yang
dinikmati oleh wisatawan dalam taman nasional. Kondisi empiris
menunjukkan bahwa kualitas produk wisata, khsusnya atraksi wisata
alami dan buatan relatif baik, namun produk wisata lainya seperti:
akomodasi, transportasi serta makanan dan minuman belum memberikan
kepuasan bagi wisatawan. Beberapa faktor inilah yang menyebabkan
wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS masih membatasi waktu
dan lama tinggalnya berada dalam kawasan obyek wisata.
Alasan tersebut sejalan dengan pendapat, Kim et, al (2003) dalam
studinya menyatakan bahwa terdapat tiga aspek dasar sebagai faktor
pendorong wisatawan untuk berkunjung ke suatu obyek taman nasional
yaitu dukungan sumberdaya alam, informasi dan kenyamanan fasilitas
serta aksesibilitas dan transportasi. Sejalan dengan kenyataan yang ada
di lapangan bahwa obyek wisata TNTP dan TNS telah memenuhi salah
satu aspek dasar tersebut yaitu sumberdaya alam, khususnya dilihat dari
keanekaragaman flora fauna sebagai produk alami yang
memungkinkan dapat menjadi faktor pendorong bagi wisman dan wisnu
untuk berlama-lama berada dalam kawasan obyek. Namun faktor
aksesibilitas dan transportasi belum memberikan kepastian kepada
wisatawan untuk lebih cepat sampai ke obyek karena rendahnya kualitas
infrastruktur jalan.
217
Implikasi dari hasil temuan di atas dapat membantu pemerintah
serta stakeholder lainnya dalam menyusun strategi pengembangan
produk wisata melalui komitmen untuk mempertahankan bahkan
menambah variasi produk wisata yang bernuansa alami, khususnya
atraksi dan meningkatkan fasilitas pendukung obyek wisata seperti
aksesibilitas, sehingga waktu yang dibutuhkan oleh wisatawan untuk
sampai ke obyek relatif singkat, adanya dukungan akomodasi yang
memadai (bersih dan aman) serta ketersediaan makanan dan minuman
yang sehat, higienis dan variatif sehingga pada gilirannya wisman dan
wisnu memungkinkan untuk tinggal lebih lama dalam kawasan obyek
wisata TNTP dan TNS.
c. Pengaruh Pengembangan Produk wisata Terhadap Pengeluaran Wisatawan.
Hasil analisis hubungan antar variabel menunjukkan bahwa
pengembangan produk wisata berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pengeluaran wisatawan. Hal ini berarti bahwa pengembangan produk
wisata telah mampu memberikan dorongan dan kecenderungan bagi
wisatawan untuk melakukan pengeluaran yang lebih besar karena produk
ekowisata yang diciptakan dan ditawarkan telah sesuai dan berdasarkan
selera yang diinginkan wisatawan. Hubungan positif tersebut juga
didukung oleh pendapat Fandeli (2000) yang mengatakan, bahwa para
wisatawan yang akan membelanjakan uangnya tergantung pada variasi
dan kegiatan wisata. Selanjutnya dikatakan bahwa ada dua kelompok
218
wisatawan yang berbelanja yaitu; kelompok pertama adalah wisatawan
budaya, konvensi rekreatif dan kelompok kedua adalah wisatawan
ekowisata atau minat khusus. Kelompok wisatawan pertama menunjukkan
bahwa pola belanja berbeda dengan kelompok wisatawan kedua
(ekowisata), dimana pola belanja wisatawan kelompok kedua (ekowisata)
tidak terlalu besar. Besar kecilnya pengeluaran wisatawan tergantung
pada jenisnya, yaitu konsumsi untuk produk yang sifatnya tangible atribut
seperti berbagai jenis souvenir dan produk yang sifatnya intangible seperti
menikmati seni budaya lokal (Suh, 2004).
Pada bagian lain Lee (2001) menyatakan bahwa faktor penentu
pengeluaran wisatawan saat melakukan perjalanan ke suatu tempat
adalah jarak perjalanan, tipe destinasi yang dikunjungi, dan pola
perjalanan. Ketiga faktor tersebut merupakan parameter yang
menentukan besar kecilnya tingkat pengeluaran wisatawan dalam satu
perjalanan wisata. Hasil studi Fandeli (2000) dan Walton (1993),
menyatakan bahwa pengeluaran wisatawan mancanegara yang
berkunjung ke Indonesia, khususnya wisatawan yang berkunjung ke
obyek wisata konservasi di Taman Nasional seperti ekowisata besaran
pengeluarannya tidak terlalu tinggi, demikian halnya yang terjadi di negara
Malaysia dan Philipina yang juga memiliki obyek wisata dalam status
kawasan konservasi. Prinsip mengelola pengeluaran wisata secara
rasional, khususnya kepada wisatawan yang berkantong tebal seperti
wisatawan Jepang, menurut penemuan Sakaay et,al (2000), memiliki
219
kecenderungan bahwa mereka tidak begitu saja menghamburkan
uangnya, tetapi ingin membelanjakan uangnya secara rasional dan lebih
berarti.
Kaitannya dengan pengeluaran wisatawan, laporan tahunan Balai
Taman Nasional Tanjung Puting dan Balai Taman Nasional Sebangau
Tahun 2011, mengemukakan bahwa rata-rata pengeluaran perhari
wisatawan mancanegara adalah sebesar Rp. 1.500.000,- dan wisatawan
nusantara adalah sebesar Rp. 500.000,-. Komposisi jenis pengeluaran ini
meliputi tiket masuk ke kawasan, transportasi, akomodasi dan konsumsi,
sementara pengeluaran untuk menyaksikan atraksi wisata sudah
termasuk dengan harga tiket masuk. Dengan demikian bahwa besar
kecilnya pengeluaran wisatawan disamping dipengaruhi oleh komponen
produk wisata dari biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi, juga
karena faktor lama tinggal dalam kawasan TNTP dan TNS.
Implikasi usaha pengembangan produk wisata merupakan salah
satu kebutuhan penting bagi wisatawan untuk menikmati berbagai produk
wisata, sehingga melalui kenyamanan dan keamanan menikmati produk
wisata, wisatawan dengan senang hati untuk membayar setiap biaya dari
masing-masing penggunaan produk wisata tersebut. Untuk itu faktor
kenyamanan menikmati seluruh rangkaian obyek wisata dan fasilitasnya
menjadi keharusan bagi pengelola obyek wisata untuk tetap dijaga dan
dipelihara, sehingga fungsi masing-masing produk wisata tetap menjadi
daya tarik bagi wisatawan, dan pada gilirannya mendorong wisatawan
220
untuk berkunjung kembali dan tinggal berlama-lama dalam lokasi obyek
wisata.
5.6.3.2. Analisis Pengaruh Pengembangan Keunikan Lingkungan
Terhadap Pengeluaran Wisatawan Melalui Frekuensi
Kunjungan Wisatawan dan Lama Tinggal Wisatawan.
a. Pengaruh pengembangan Keunikan Lingkungan terhadap
Frekuensi Kunjungan Wisatawan.
Hasil analisis hubungan antar variabel menunjukkan bahwa
pengembangan keunikan lingkungan tidak berpengaruh positif dan
signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan. Nampaknya bahwa
pengembangan keunikan lingkungan wisata belum merupakan salah satu
penentu untuk meningkatkan frekuensi kunjungan wisatawan ke Provinsi
Kalimantan Tengah. Hasil studi ini berbeda dengan hasil studi Laren
(2002), dalam Yoeti (2006), yang menyatakan bahwa tujuan kunjungan
wisatawan ke suatu kawasan ekowisata adalah karena terdapat keunikan
lingkungan yang dimiliki, termasuk adanya kegiatan atraksi budaya di
daerah tujuan wisata (DTW). Sejalan dengan itu, hasil penelitian Djoko
(2006), menyatakan bahwa untuk mempertahankan kesinambungan
kunjungan wisatawan, ditempuh melalui pendekatan lingkungan dan
konservasi sumberdaya alam melalui pelestarikan fungsi ekosistem
hutan. Oleh karena itu pengembangan ekowisata taman nasional sebagai
kawasan konservasi harus menganut prinsip dan konsep dasar
pembangunan yang berwawasan lingkungan. Dengan demikian
pengembangan taman nasional sebagai obyek ekowisata dilakukan
221
dengan sistem perencanaan yang matang dan jelas, agar pemanfaatan
komponen lingkungan sebagai bagian dari atraksi wisata tidak
menimbulkan penurunan kualitas lingkungan karena adanya kunjungan
wisatawan.
Kafiry, et. al (2012) menyatakan bahwa keunikan lingkungan suatu
kawasan wisata akan memberikan kenyaman dan tambahan pengetahuan
baru bagi wisatawan yang berkunjung. Menurut Darnell dkk (2001), bahwa
bukan saja kenyamanan yang diperoleh pengunjung tetapi juga kepuasan
dapat dirasakan melalui suguhan atraksi wisata alami, tidak adanya biaya
parkir, biaya tambahan/ikutan dan kualitas serta harga dari berbagai
souvenir. Dalam hal ini, Darnell dkk (2001) lebih menekankan pada
pengelolaan atraksi wisata secara baik sehingga wisatawan yang
berkunjung mendapatkan kepuasan, sehingga pada kesempatan lain
wisatawan tersebut akan berkunjung kembali. Selanjutnya masih menurut
Kafiry, et al (2012) bahwa untuk mempertahankan keaslian dan keunikan
lingkungan suatu kawasan wisata perlu dilaksanakan kegiatan konservasi,
baik sifatnya mempertahankan maupun mengembangkan. Kenyataan di
lapangan menunjukkan bahwa kedua lokasi penelitian (TNTP dan TNS)
sebagai kawasan konservasi dan rehabilitasi orang utan yang pertama di
Indonesia dalam rencana kerjanya dan pengelolaan kawasan ekowisata
telah dicanangkan kegiatan konservasi sebagai salah bentuk partisipasi
setiap wisatawan untuk melakukan penanaman pohon di lokasi
pengembangan kawasan, khususnya di Tanjung Harapan TNTP dan area
222
kerja resort Mangkok SPTN II wilayah kerja Kabupaten Pulau Pisau TNS.
Implikasi usaha pengembangan keunikan lingkungan merupakan
salah satu kebutuhan penting bagi wisatawan untuk menikmati berbagai
produk wisata. Produk wisata yang memiliki keunikan, memberikan
kenyamanan dan keamanan untuk menikmatinya, akan mendorong
wisatawan untuk berkunjung secara berulang kali, tinggal lebih lama dan
bersedia membayar setiap biaya dari masing-masing penggunaan produk
wisata tersebut. Untuk itu upaya yang perlu dilakukan oleh pemerintah
dan stakeholder adalah menyusun perencanaan yang baik dan
operasional untuk melakukan upaya konservasi terhadap setiap produk
wisata (obyek/atraksi wisata) agar tetap memiliki keunikan, dan tetap
menjadi daya tarik bagi wisatawan, sehingga pada gilirannya akan
kembali berkunjung kembali ke lokasi wisata tersebut.
b. Pengaruh Keunikan Lingkungan terhadap Lama Tinggal
Wisatawan.
Hasil analisis hubungan antar variabel menunjukkan bahwa
pengembangan keunikan lingkungan berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap lama tinggal wisatawan. Hal ini menunjukkan secara empiris
pengembangan keunikan lingkungan merupakan salah satu penentu
dalam meningkatkan kunjungan wisata di Provinsi Kalimantan Tengah.
Durasi waktu yang digunakan oleh wisatawan untuk menikmati paket
wisata dalam kawasan konservasi yang memiliki ekosistem unik menurut
Tur. A at, al (2008) dipengaruhi oleh variabel ekonomi seperti anggaran
223
yang terbatas, pendapatan dan harga. Selanjutnya Akama (2003)
menyatakan bahwa wisatawan yang memperoleh kepuasan saat
menyaksikan atraksi dalam kawasan obyek karena disugui dengan
kualitas atraksi dan berbagai jasa layanan wisata yang maksimal,
sehingga mendorong untuk tinggal lebih lama.
Hasil temuan di lapangan yang diperkuat oleh data hasil laporan
tahunan Balai Taman Nasional Tanjung Puting dan Balai Taman Nasional
Sebangau Tahun 2011 serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kalimantan Tengah Tahun 2010, menunjukkan bahwa rata-rata lama
tinggal wisatawan untuk menikmati objek wisata di TNTP dan TNS adalah
3-4 hari. Sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Tur. A at, al (2008),
juga menurut Gokovali. U at. Al (2007), bahwa durasi lama tinggal
wisatawan dipengaruhi oleh keramahan, pendidikan, pendapatan,
pengalaman, keakraban dan pengeluaran sehari-hari. Suatu kawasan
obyek yang mempunyai keunikan pada dasarnya memiliki daya saing
yang kuat terhadap destinasi lainnya. Mihalic (2000) mengatakan bahwa
destinasi yang memiliki fundamen kualitas lingkungan yang baik akan
menunjukkan eksistensinya dan kompetisinya sebagai suatu destinasi
yang dipilih oleh wisatawan untuk dikunjungi. Data menunjukkan bahwa
wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS dengan durasi lama
tinggal lebih dari 24 jam (1 hari) lebih banyak dibanding dengan
wisatawan yang waktu tinggalnya hanya 1 hari, hal ini menujukkan bahwa
kedua lokasi tersebut menarik dan memiliki keunikan. Wisatawan yang
224
waktu tinggalnya lebih lama akan mendapatkan pengalaman baru,
menambah wawasan dan pendidikan selama berada dalam kawasan
obyek wisata. Dalam hal hubungan yang negatif, antara keunikan
lingkungan dengan lama tinggal boleh jadi karena alokasi waktu
perjalanan wisata wisatawan sudah sempit ketika mereka berkunjung ke
TNTP dan TNS walaupun keunikan lingkungannya memberikan
kenyamanan untuk berwisata.
Implikasi usaha konservasi dan pelestarian ekosistem hutan
tropis basah adalah salah satu strategi mempertahankan keaslian dan
keunikan lingkungan kawasan TNTP dan TNS. Hal ini penting dilakukan
untuk memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan yang
berkunjung dan menikmati berbagai jenis produk wisata yang memiliki
keunikan, sehingga pada gilirannya wisman dan wisnu akan memutuskan
untuk memperpanjang durasi waktu berada di dalam kawasan obyek.
Untuk itu upaya dan strategi yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan
stakeholder adalah menyusun rencana strategis pengelolaan yang baik
dan operasional terhadap produk wisata (obyek/atraksi wisata) agar tetap
memiliki keunikan, sehingga tetap menjadi daya tarik bagi wisatawan
untuk berkunjung kembali serta memperpanjang durasi dan lama tinggal
dalam kawasan obyek. Hal lain adalah agar diupayakan suatu route
perjalanan yang langsung dan singkat untuk sampai ke obyek wisata,
sehingga waktu perjalanan wisatawan lebih singkat dan waktu menikamti
wisata dalam kawasan TNTP dan TNS lebih lama.
225
c. Pengaruh Keunikan Lingkungan terhadap Pengeluaran
Wisatawan.
Pengaruh keunikan lingkungan terhadap pengeluaran wisatawan
berdasarkan hasil analisis tidak menunjukkan adanya berpengaruh
langsung, positif dan signifikan. Secara teoritis bahwa pengembangan
keunikan lingkungan wisata sebagai salah satu kebijakan untuk
mempertahankan keutuhan dan fungsi ekosistem sehingga keunikannya
senantiasa terjaga dengan baik. Kondisi empiris menunjukkan keunikan
lingkungan yang dimiliki oleh TNTP dan TNS belum menjadi daya tarik
wisatawan untuk meningkatkan frekuensi kunjungan, tinggal lebih lama
dalam kawasan TNTP dan TNS serta pengeluarannya. Beberapa
pendapat mengatakan bahwa kunjungan wisatawan ke obyek akan
menimbulkan beberapa item pengeluaran, seperti pengeluaran untuk
transportasi, akomodasi, konsumsi, souvenir (Shuib dan Bulan,1996 dan
Wang at., al, 2006), dimana menurut Shuib dan Bulan (1996)
pengeluaran untuk transportasi, akomodasi dan konsumsi merupakan
pengeluaran pokok dan mendasar.
Mendukung pernyataan Shuib dan Bulan 1(996) dan Wang at., al,
(2006), Suh dan Gartner (2004) mengatakan bahwa dari total pengeluaran
wisatawan dalam kegiatan wisata dalam satu obyek, pesiar dan wisata
bisnis, terdapat dua kategori pengeluaran wisatawan yaitu yang bersifat
tangible attribute yang meliputi seluruh komponen belanja (shooping) dan
intangible attribute yang meliputi menikmati budaya lokal (local culture).
226
Pendapat Suh dan Gartner (2004) dipertegas oleh temuan TIES (2000),
dimana 64 % wisatawan Inggris bersedia membayar antara $10 sampai
$25 untuk tujuan pelestarian lingkungan dan penguatan ekonomi
masyarakat lokal di negara tujuan wisata mereka. Hasil temuan di
lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 63 responden (42,00%) yang
memilih 3 bentuk kegiatan yang mencerminkan implementasi konservasi
sebagai salah satu strategi mempertahankan dan meningkatkan fungsi
ekosistem serta keunikan lingkungannya. Namun demikian upaya
mempertahankan bahkan meningkatkan fungsi sumberdaya alam sebagai
media mengemas produk wisata belum mampu mempengaruhi tingkat
pengeluaran wisatawan.
Implikasi usaha konservasi dan pelestarian ekosistem hutan tropis
basah adalah salah satu strategi mempertahankan keaslian dan keunikan
lingkungan suatu kawasan. Kegiatan ini bertujuan untuk tetap
memberikan kenyamanan dan keamanan bagi wisatawan dalam
menikmati produk wisata yang memiliki keunikan. Dengan demikian
wisatawan akan memutuskan untuk meningkatkan frekuensi
kunjungannya, menambah durasi tinggal dalam kawasan obyek, dan
pada akhirnya pengeluaran wisatawan juga meningkat. Untuk itu upaya
yang perlu dilakukan oleh pemerintah dan stakeholder adalah menyusun
perencanaan dan strategi pelaksanaan konservasi yang baik dan
operasional. Demikian halnya kepada wisatawan agar diberi akses untuk
berpartisipasi aktif dan terlibat secara langsung melakukan kegiatan
227
konservasi, agar supaya tetap memiliki keunikan, sehingga produk wisata
tersebut tetap memiliki daya tarik. Karena hanya produk wisata yang
memiliki daya tarik akan mendorong wisatawan untuk berkunjung kembali
ke lokasi wisata tersebut, tinggal di dalam kawasan lebih lama dan
bersedia membelanjakan uangnya lebih banyak.
5.6.3.3. Analisis Pengaruh Pengembangan Promosi Wisata
terhadap Pengeluaran Wisatawan melalui Frekuensi
Kunjungan Wisatawan dan Lama Tinggal Wisatawan
a. Pengaruh pengembangan promosi wisata terhadap frekuensi
kunjungan wisatawan.
Hasil analisis menunjukkan pengembangan promosi wisata tidak
berpengaruh signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan, ini
berarti bahwa pengembangan promosi wisata yang dilakukan oleh
pemerintah dan stakeholder belum memberikan pengaruh terhadap
preferensi wisatawan untuk berkunjung secara berulang ke obyek wisata
di Kalimantan Tengah. Berbeda dengan hasil studi Friedman V.S (2009)
yang mengatakan bahwa promosi wisata berpengaruh terhadap
pertumbuhan kunjungan wisata. Perbedaan ini dimungkinkan oleh karena
wisatawan yang berkunjung ke Kalimantan Tengah termasuk ke obyek
wisata TNTP dan TNS bukan karena adanya promosi wisata, namun
karena kedua lokasi tersebut memiliki brand image dan sudah dikenal
oleh masyarakat internasional dan nasional dengan adanya satwa langka
dan dilindungi yaitu orang utan. Memang data menunjukkan bahwa
sebanyak 68 responden (45,33 %) yang memilih internet sebagai media
228
informasi utama untuk mengetahui lebih lengkap dan jelas tentang TNTP
dan TNS, tetapi hal itu hanya berdampak pada kunjungan pertama,
sementara untuk kunjungan selanjutnya wisatawan tidak lagi
mengandalkan internet sebagai media promosi yang efektif, melainkan
kesan yang diperoleh wisatawan pada saat kunjungan pertama. Bentuk
promosi lain seperti leaflet/brosur, majalah, televisi merupakan jenis
media promosi yang juga dilakukan oleh pengelola dan pemerintah
daerah untuk mempromosikan kawasan ke TNTP dan TNS sebagai
obyek ekowisata yang terdapat di Kalimantan Tengah.
Sejalan dengan hasil penelitian Wahab (1996), yang kemudian
diperkuat oleh Juliana, (2004) menyatakan bahwa pengembangan
promosi wisata harus melibatkan jaringan usaha wisata, dimana dalam
jaringan tersebut keterlibatan pemerintah sebagai regulator juga penting
sehingga terbentuk pola kerjasama yang baik, khususnya yang berkaitan
dengan kebijakan dan strategi promosi obyek wisata. Kondisi empiris juga
mendukung temuan penelitian ini, kaitannya dengan strategi promosi
dimana sudah terbangun kerjasama antara pengelola, pemda dan
jaringan usaha lainnya seperti Yayasan orang utan Kalimantan dan WWF
wilayah Kalimantan Tengah. Upaya lain yang juga sudah dilakukan oleh
pemerintah dan stakeholder lainnya sebagai organisasi pengelola wisata
adalah membangun jaringan usaha dengan melibatkan beberapa agen
travel atau biro perjalanan dan maskapei penerbangan untuk
mempromosikan TNTP dan TNS. Adanya hubungan yang negatif
229
menunjukkan bahwa upaya peningkatan peran promosi wisata melalui
berbagai strategi, namun untuk TNTP dan TNS kelihatannya wisatawan
cukup mengandalkan internet sebagai media promosi yang efektif,
sehingga peningkatan variasi atau frekuensi promosi wisata tidak akan
meningkatkan frekuensi kunjungan wisatawan ke TNTP dan TNS. Jadi
sekali lagi bahwa faktor geografis dan negara yang menjadi pertimbangan
utama wisatawan untuk mengunjungi suatu kawasan obyek termasuk
TNTP dan TNS.
Implikasi temuan ini menunjukkan bahwa komitmen organisasi
pengelola wisata di Provinsi Kalimantan Tengah sangat tinggi dalam
kaitannya dengan pengembangan promosi wisata melalui jaringan usaha.
Sehingga dalam komitmen pemerintah dituntut untuk lebih aktif
mengorganisir atau mengakomodasi seluruh unsur-unsur jaringan yang
berbasis pada biro perjalanan wisata alam, pelestarian lingkungan,
pengawasan tata ruang zona wisata dan pelibatan investor dalam negeri
dan investor asing, untuk dapat mempromosikan TNTP dan TNS dengan
baik.
b. Pengaruh pengembangan Promosi Wisata terhadap Lama Tinggal
Wisatawan
Hasil analisis menunjukkan bahwa pengembangan promosi wisata
berpengaruh secara signifikan terhadap lama tinggal wisatawan. Artinya
bahwa bentuk-bentuk promosi wisata yang selama ini dilaksanakan oleh
pengelola TNTP dan TNS, pemerintah dan stakeholder lainnya telah
230
mampu memberikan preferensi bagi wisatawan mancanegara dan
nusantara yang berkunjung ke Kalimantan Tengah untuk memperpanjang
durasi waktu mereka berada dalam kawasan obyek. Preferensi
wisatawan sebanyak 45,33 % (Tabel 5.25) yang memilih internet sebagai
sumber promosi wisata tentunya menjadi masukan yang positif untuk
mengoptimalkan sarana promosi tersebut sebagai media promosi dan
komunikasi secara jelas dan ringkas atas semua paket wisata, khususnya
yang berkaitan dengan informasi tentang keunikan dari masing-maasing
atraksi wisata, agar dapat mendorong minat wisatawan memperpanjang
durasi tinggal dalam kawasan obyek wisata TNTP dan TNS.
Temuan penelitian yang menyatakan ada pengaruh signifikan
antara promosi wisata dengan lama tinggal wisatawan, menunjukkan
bahwa kebijakan melakukan berbagai bentuk promosi wisata telah
mampu diterima dengan baik oleh wisatawan, sehingga mendorong
mereka untuk tinggal lebih lama dan menikmati berbagai produk wisata
yang ditawarkan oleh TNTP dan TNS. Data dan kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan TNS,
memutuskan untuk tinggal dalam kawasan obyek secara rata-rata adalah
3 hari bagi wisatawan mancanegara dan 2 hari bagi wisatawan nusantara
(Laporan Balai TNTP dan TNS. 2010). Jadi adanya hubungan yang
negatif tersebut semata-mata karena pengaruh faktor geografis yang
menyebabkan wisatawan kehilangan waktu terbaik untuk lebih lama di
dalam kawasan obyek karena waktu dalam perjalanan terlalu lama.
231
Implikasi penelitian ini adalah agar diupayakan dalam
pengembangan promosi wisata, mengutamakan penggunaan fasilitas
komunikasi yang efektif dan mudah didapatkan oleh wisatawan seperti
internet. Dengan demikian kehadiran dan peran website pariwisata
Kalimantan Tengah, khususnya TNTP dan TNS menjadi hal yang penting
sebagai media untuk mengakomodir dan mengkomunikasikan semua
informasi yang berkaitan dengan paket wisata Kalimantan Tengah
termasuk event/festival budaya isen mulang yang setiap bulan Mei di
gelar di Kota Palangka Raya. Jadi melalui promosi wisata akan
memudahkan para wisatawan untuk merencanakan perjalanan wisata
mereka dan memilih paket-paket wisata yang berkenaan dengan selera
dan kemampuan keuangan, serta menetapkan durasi dan lama tinggal
wisatawan di dalam kawasan obyek.
c. Pengaruh Pengembangan Promosi Wisata terhadap Pengeluaran
Wisatawan.
Berdasarkan hasil analisis uji antar variabel diperoleh hasil yang
menunjukkan bahwa ada pengaruh negatif dan signifikan pengembangan
promosi wisata terhadap pengeluaran wisatawan. Ini artinya bahwa
secara empiris pengeluaran wisatawan tidak berkaitan dengan kegiatan
promosi wisata, walaupun asumsinya bahwa tingkat pengeluaran
wisatawan berhubungan dengan frekuensi kunjungan dan lama tinggal
wisatawan, dimana kedua variabel tersebut pada awalnya juga
berhubungan dengan promosi wisata. Tujuan dilakukannya promosi
232
wisata agar calon wisman dan wisnu dapat merencanakan perjalanan
wisatanya termasuk durasi waktu dan lama tinggal wisatawan. Dengan
demikian semua variabel dimaksud seyogianya memiliki hubungan dan
keterkaitan antara satu dengan yang lainnya.
Temuan Felsenstein dan Fleischer (2003) bahwa implikasi dari
kegiatan promosi wisata dan festival daerah adalah meningkatnya jumlah
kunjungan wisata dan pengeluaran wisatawan. Hasil temuan dalam
penelitian ini sejalan dengan pendapat Felsenstein dan Fleischer (2003),
namun bentuk hubungan dari hasil penelitian ini adalah negatif.
Hubungan negatif boleh jadi karena semakin ditingkatkan variasi dan
frekuensi kegiatan promosi semakin kurang mendapat respon dari
wisatawan karena destinasi yang dipromosikan pada dasarnya sudah
diketahui secara luas melalui media internet. Memang disadari bahwa
promosi wisata adalah salah satu usaha untuk mengkomunikasikan
produk wisata yang memungkinkan meningkatnya perjalanan wisata para
wisatawan ke suatu obyek serta memudahkan para wisatawan untuk
memenuhi kebutuhannya. Namun tidak semua bentuk promosi dapat
mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli produk yang
ditawarkan.
Implikasi dari temuan ini adalah perlu diusahakan agar supaya
wisatawan lebih banyak datang, tinggal lebih lama, dan membelanjakan
uangnya lebih banyak di daerah tujuan wisata (DTW) seperti di TNTP dan
TNS. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menggalakkan dan
233
meningkatkan promosi paket wisata secara aktif dan terus menerus
melalui jaringan internet serta fasilitas website yang mudah dijangkau dan
diakses. Juga perlu menggalakkan pelaksanaan expo pariwisata agar
dapat menjadi sarana wisatawan untuk mengetahui lebih banyak tentang
destinasi dan produk wisata yang ditawarkan.
5.6.3.4. Frekuensi Kunjungan Wisatawan dan Lama Tinggal
Wisatawan terhadap Pengeluaran Wisatawan.
a. Frekuensi Kunjungan Wisata terhadap Pengeluaran Wisatawan
Hasil analisis menunjukkan bahwa frekuensi kunjungan wisatawan
tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan,
artinya bahwa walaupun frekuensi kunjungan wisatawan meningkat
belum tentu akan meningkatkan pengeluaran wisatawan. Hasil studi Yoeti
( 1996) dan Bagyono (2005), menyatakan bahwa upaya yang membuat
para wisatawan untuk berkunjung dan betah tinggal lebih lama, biasanya
tergantung dari faktor keamanan, kenyamanan, potensi wisata yang
menarik, kualitas pelayanan, akomodasi dan transportasi. Dalam studi ini
faktor yang menyebabkan tidak adanya hubungan antara frekuensi
kunjungan wisatawan dengan pengeluaran wisatawan adalah karena
dalam setiap peningkatan frekuensi wisatawan yang berkunjung ke TNTP
dan TNS jumlah wisatawannya justru semakin berkurang (Tabel 5.20).
Artinya bahwa besarnya pengeluaran wisatawan dalam satu kunjungan
wisata tidak terlepas dari jumlah wisatawan yang menikmati produk
wisata yang ditawarkan.
234
Sejalan dengan pernyataan Yoeti ( 1996) dan Bagyono (2005),
dan relevansinya dengan hasil penelitian ini, terletak pada faktor jumlah
wisatawan yang berkunjung pada setiap kali kunjungan, dan bukan pada
faktor keamanan dan kualitas pelayanan, dimana diketahui bahwa di
dalam kawasan TNTP dan TNS sudah dilakukan dan disiapkan sistem
dan perangkat pengamanan terhadap keberadaan wisatawan dalam
kawasan. Upaya dimaksud bahwa di beberapa tempat atraksi wisata
telah dipasang beberapa informasi dan pengumuman tentang apa saja
yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh para wisatawan selama
berada dalam kawasan. Seperti yang sudah dikemukakan pada bagian
sebelumnya, bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke TNTP dan
TNS semakin berkurang seiring dengan meningkatnya frekuensi
kunjungan wisatawan. Tentu hal ini tidak akan memberi pengaruh yang
berarti bagi tingkat pengeluaran wisatawan pada setiap kali kunjungan,
karena jumlah wisatawan sebagai salah faktor penentu untuk melihat
besar kecilnya pengeluaran wisatawan.
Faktor minimnya fasilitas wisata (tempat duduk) yang
representatif, khususnya yang ada di spot feeding orang utan pada
sebagai salah satu kendala sehingga wisatawan belum membentuk
pilihan untuk mengunjungi obyek wisata TNTP dan TNS secara berulang
kali. Hal lain yang mengakibatkan tidak adanya hubungan yang signifikan
antara frekuensi kunjungan wisatawan dengan tingkat pengeluarannya,
karena pola pengelolaan wisata yang diterapkan adalah dengan sistem
235
paket (tiket masuk) dan bukan berdasarkan jumlah atraksi yang dinikmati
oleh wisatawan, sehingga tidak ada tambahan pengeluaran yang
dikeluarkan oleh wisatawan selain biaya transport, akomodasi dan
konsumsi yang mereka keluarkan sebelumnya.
Implikasi penelitian ini adalah dalam penerapan pengembangan
ekowisata, khususnya untuk meningkatkan jumlah wisatawan pada setiap
frekuensi kunjungan, dimana para pelaku dan pengelola wisata untuk
memperhatikan variasi atraksi, fasilitas dan tempat atraksi, kenyamanan
serta inovasi kewajiban/kontribusi wisatawan atas berbagai jenis atraksi
yang diminati sebagai bagian dari produk dan jasa wisata di Kalimantan
Tengah. Dengan demikian setiap wisatawan akan didorong untuk
meningkatkan frekuensi kunjungannya dengan jumlah wisatawan yang
banyak, serta membelanjakan uangnya (sebagai pengeluaran) lebih
banyak sebagai balas jasa atas sajian dan jenis atraksi wisata yang
mereka saksikan selama berada dalam kawasan wisata TNTP dan TNS.
b. Lama Tinggal Wisatawan terhadap Pengeluaran Wisatawan
Berdasarkan hasil analisis dapat dikemukakan bahwa lama tinggal
wisatawan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran
wisatawan. Hal tersebut didukung oleh hasil kajian Pendit (2006) yang
melihat objek wisata sebagai suatu industri, dimana pengeluaran
wisatawan akan bertambah apabila pengelola melakukan inovasi produk
wisata (alam dan buatan) untuk menambah pilihan wisatawan menikmati
berbagai atraksi wisata dan dukungan fasilitas untuk memungkinkan
236
menambah lama tinggal dalam kawasan. Hasil studi dan pengamatan
lapangan menunjukkan bahwa lama tinggal wisatawan mancanegara dan
nusantara adalah berkisar 1 – 4 hari (Balai TNTP dan TNS. 2011) dan
Tabel 5.21 menunjukkan jumlah responden dengan lama tinggal 4 hari
adalah 34 orang (22,67 %) dengan tingkat pengeluaran perhari antara Rp.
1.000.000,- s/d Rp. 1.500.000,- lebih banyak diantara lama tinggal antara
1 hari s/d 3 hari. Kaitannya dengan pengeluaran wisatawan, hasil studi
menunjukkan bahwa lama tinggal wisatawan berhubungan secara
signifikan dengan tingkat pengeluaran wisatawan. Hasil studi ini sejalan
dengan hasil studi Sutikno dan Maryunani (2006) dan (Fandeli, 1995)
bahwa pengeluaran wisatawan terdorong untuk lebih meningkat selama
kegiatan pariwisata dlikelola secara ekonomi, kemudian berada dalam
ruang lingkup kebijakan pengelola wisata yang disesuaikan dengan
kemampuan keuangan wisatawan tersebut. Karena menurut Sutikno dan
Maryunani (2006), Fandeli (1995), untuk membuat wisatawan tinggal lebih
lama dalam suatu kawasan tidak berarti wisatawan tersebut dieksploitasi
seluruh kemampuan ekonomisnya, akan tetapi konsep layanan, serta
kenyamanan dan keamanan dapat dijangkau oleh wisatawan tersebut,
sehingga pada gilirannya wisatawan akan meningkatkan pengeluarannya.
Hasil kajian Sutikno dan Maryunani (2006) dan (Fandeli, 1995)
dipertegas kembali oleh Payangan ( 2005) bahwa, beberapa sasaran
yang harus diperhatikan dalam mengembangkan pariwisata adalah: a)
menyediakan kerangka untuk meningkatkan standar kehidupan penduduk
237
yang lebih baik melalui manfaat ekonomi dari sektor pariwisata;
b) membangun infrastruktur dan menyediakan fasilitas rekreasi dan
hiburan, baik bagi wisatawan maupun masyarakat setempat; c) menjamin
dilakukannya berbagai macam pembangunan di kawasan dan sektor
wisata yang banyak dlikunjungi wisatawan; d) merancang suatu program
pembangunan konsisten berdasarkan filosofis perekonomian rakyat,
sosial dan budaya, yang hidup ditengah-tengah masyarakat banyak yang
tinggal dan hidup disekitar proyek pariwisata yang dikembangkan.
Jadi kesimpulannya adalah dengan adanya berbagai
produk/atraksi wisata dan fasilitas wisata yang ada, wisatawan
membentuk pilihan untuk berlama-lama tinggal dalam kawasan, sehingga
pada gilirannya akan meningkatkan pengeluarannya. Hal lain yang
mengakibatkan adanya hubungan antara lama tinggal kunjungan dengan
pengeluaran wisatawan adalah karena pola pengelolaan wisata yang
diterapkan senantiasa menjaga keaslian dari setiap atraksi wisata yang
disuguhkan kepada wisatawan. Menjaga keaslian dan keunikan setiap
atraksi wisata akan memberikan kesan yang baik bagi wisatawan,
sehingga akan lebih lama menikmati atraksi tersebut dan pada gilirannya
pengeluaran wisatawan akan bertambah seiring dengan lamanya tinggal
dalam kawasan TNTP dan TNS.
Implikasi penelitian ini adalah dalam penerapan pengembangan
ekowisata, khususnya lama tinggal wisatawan dimana para pelaku dan
pengelola wisata agar memperhatikan dan menjaga keaslian dan variasi
238
atraksi, fasilitas dan tempat atraksi, kenyamanan serta inovasi kewajiban/
kontribusi wisatawan atas berbagai jenis atraksi yang diminati sebagai
bagian dari produk dan jasa wisata di Kalimantan Tengah. Dengan
demikian setiap wisatawan akan tertarik untuk tinggal lebih lama untuk
menikmati setiap atraksi wisata, dan pada gilirannya wisatawan akan
membelanjakan uangnya lebih banyak untuk memenuhi seluruh
keperluannya.
5.7. Kontribusi Hasil Penelitian
Berdasarkan pada hasil analisis dan pembahasan, maka pada
temuan ini diketahui bahwa :
1. Model penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk
penyelenggaraan pariwisata, khususnya ekowisata berkelanjutan
dengan tetap memelihara dan upaya meningkatkan kelestarian
lingkungan hidup serta keunikannya sebagai daya tarik wisata dan
kemampuan untuk mendorong dan meningkatkan perkembangan
kehidupan ekonomi masyarakat lokal.
2. Karena sifatnya luas dan menyangkut kepentingan masyarakat
secara keseluruhan, maka hasil penelitian ini dapat menjadi acuan
bagi pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan sistem
kepariwisataan agar dilaksanakan secara terpadu oleh pemerintah,
balai pengelola taman nasional dan masyarakat setempat, karena
keterlibatan masyarakat lokal secara aktif dalam penyelenggaraan
kepariwisataan, memegang peranan penting demi terwujudnya
239
pemerataan pendapatan dan pemerataan kesempatan berusaha,
khususnya bagi masyarakat lokal.
3. Dalam kaitannya dengan pengembangan ekowisata berkelanjutan,
maka dibutuhkan rencana strategi yang operasional agar pelaksanaan
usaha pariwisata dapat dilakukan dengan pola yang jelas,
terencana saling
menunjang melalui kerjasama yang baik dan menguntungkan
bagi semua stakeholder yang terlibat didalamnya.
5.8. Keterbatasan Hasil penelitian.
Disadari bahwa meskipun penelitian ini telah dilakukan secara
sistimatis menurut kaidah-kaidah metodologi penelitian yang benar,
namun sebuah penelitian tidak akan terlepas dari berbagai kelemahan.
Beberapa hasil identifikasi keterbatasan penelitian ini antara lain:
1. Variabel yang dipilih sebagai instrumen dalam penelitian ini sangat
rentan dengan kemungkinan terjadinya bias dalam pemberian respons
jawaban oleh para responden karena kuesioner penelitian ini ingin
mendapatkan nilai riil dari jawaban responden terhadap semua
variable exogenous dan variable endogenous.
2. Subjek dari penelitian ini terbatas pada wisatawan (mancanegara dan
nusantara) yang terlibat dalam kegiatan wisata dan objeknya di 2
(dua) kawasan Taman Nasional sebagai lokasi yang dipilih dari
banyaknya kawasan ekowisata yang ada di Provinsi Kalimantan
Tengah.
240
3. Penggunaan Model PATH yang sebagai salah satu alat analisis,
dirasakan sangat memiliki keterbatasan, khususnya dalam
menjelaskan hubungan antar variabel. Sehingga penggunaan model
analisis ekonomi serta model analisis kuantitatif lainnya dapat dijadikan
alternatif untuk memperoleh hasil penelitian yang lebih sempurna.
4. Keterbatasan lainnya, adalah keterkaitan dengan masalah penelitian
tentang pengembangan keunikan lingkungan, sangat minimnya hasil
penelitian dan konsep teoritis, terutama keterkaitan dengan jumlah
kunjungan wisata, lama tinggal dan pengeluaran wisatawan.
5. Bentuk dan pola hubungan antar variabel-variabel yang dikaji, masih
menjadi bahan perdebatan, sehingga ke depan perlu diteliti kembali
pada waktu dan kondisi yang berbeda.
241
BAB VI
PENUTUP
6.1. Simpulan
Memperhatikan hasil analisis dan pengujian hipotesis serta
pembahasan penelitian tentang pengembangan ekowisata berkelanjutan di
Kalimantan Tengah, dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Pengembangan produk wisata berpengaruh langsung secara positif
dan signifikan terhadap frekuensi kunjungan wisatawan dan terhadap
pengeluaran wisatawan, serta tidak berpengaruh terhadap lama
tinggal wisatawan;
2. Pengembangan keunikan lingkungan berpengaruh langsung negatif
dan signifikan terhadap lama tinggal wisatawan, tidak berpengaruh
terhadap frekuensi kunjungan dan pengeluaran wisatawan;
3. Pengembangan promosi wisata berpengaruh langsung negatif dan
signifikan terhadap lama tinggal dan pengeluaran wisatawan, dan
tidak berpengaruh terhadap frekuensi kunjungan wisatawan;
4. Frekuensi kunjungan wisatawan tidak berpengaruh terhadap
pengeluaran wisatawan, lama tinggal wisatawan berpengaruh
langsung dan signifikan terhadap pengeluaran wisatawan;
5. Faktor penentu pengeluaran wisatawan adalah pengembangan
produk wisata, keunikan lingkungan dan lama tinggal wisatawan.
242
6.2. Saran
Memperhatikan hasil pembahasan dan kesimpulan yang
dikemukakan sebelumnya, maka saran-saran atau rekomendasi yang
dapat diuraikan dalam penelitian ini adalah:
1. Potensi kawasan ekowisata TNTP dan TNS sebagai kawasan wisata
dapat dipertahankan dengan menjaga, memelihara fungsi ekosistem
yang ada dan mempertahankan kondisi alami serta keunikan
lingkungannya dengan cara mengurangi dampak lingkungan yang
mungkin terjadi.
2. Usaha pengembangan ekowisata TNTP dan TNS adalah merupakan
salah satu kebutuhan penting bagi para wisatawan. Untuk itu
keunikan, keaslian dan kebersihan objek wisata yang ada harus tetap
dipelihara dan dijaga, sehingga daya tarik obyek wisata alamiah akan
memberi preference bagi wisatawan untuk berkunjung secara
berulang kali.
3. Untuk meningkatkan kesejahteraan dan pendapatan masyarakat lokal
adalah dengan cara memberi ruang dan akses yang luas kepada
masyarakat lokal untuk terlibat dalam kegiatan ekonomi yang
menunjang kegiatan wisata, melestarikan sumberdaya alam (kegiatan
konservasi), dan melestarikan nilai budaya sebagai satu kesatuan dari
pola dan sistem ekowisata berkelanjutan.
243
4. Untuk meningkatkan jumlah kunjungan, lama tinggal, pengeluaran
wisatawan harus melakukan diversifikasi komponen produk wisata
seperti atraksi (alami dan buatan) melalui konsep magic moment di
setiap spot, meningkatkan kualitas layanan akomodasi, konsumsi
(catering), sarana transportasi dan prasarana lain termasuk keamanan
dan kenyamanan wisatawan selama melakukan kegiatan wisata dalam
kawasan.
5. Mengupayakan agar dalam pengembangan ekowisata, mengutamakan
penggunaan fasilitas yang diciptakan dan dikelola oleh masyarakat
lokal. Prinsipnya adalah memberikan akses yang luas dan kemandirian
untuk berusaha dengan produksi lokal baik sebagai pelaku bidang
transportasi, akomodasi, catering dan pemandu wisata serta
mengembangkan inovasi seni budaya dengan kearifan yang mereka
miliki.
6. Untuk menstimulasi wisatawan tetap berkunjung, perlu melibatkan
partisipasi masyarakat lokal dalam menawarkan produk-produk wisata
buatan yang menarik, seperti: tarian, busana, souvenir serta makanan
khas daerah yang memberi nilai tambah (value added) bagi
masyarakat lokal sebagai dampak dari tingginya tingkat kunjungan
wisata.
244
DAFTAR PUSTAKA
Adrian C. Darnell dan Peter S. Johnson, 2001. Repeat Visit to Attractions: A Preliminary Economic Analysis. Tourism Management 22 (2001), 119-126.
Ahmad Shuib dan Dora Bulan. 1996. Expenditure Patters of Singapura tourists in Malaysia. Pertanika J. Soc. Sci. & Hum. 4(2) : 163-173
Andriani Kafyri, at.al. 2012. Determinants of visitor Pro-Environmental Intentions on Two Small Greek Island: Is Ecotourism Possible at Coastal Protected Areas?. Environmental Management (2012) 50:64-76.
Angelica M. Almeyda Zambrano, Eben N. Broadbent and William H. Durham ac, 2010. Social and Environmental Effects of Ecotourism in the Osa Peninsula of Costa Rica: the Lapa Rios case. Journal of Ecotourism, Mortimer House, 37-41 Mortimer Street, London W1T 3JH, UK.
António Gomes De Menezes, Ana Moniz and José Cabral Vieira, 2008. The determinants of length of stay of tourists in the Azores. Tourism Economics, 2008, 14 (1), 205–222.
Arismayanti, N.K. 2009. Penerapan Bauran Pemasaran Dalam Tahapan Siklus Daerah Tujuan Wisata. Analisis Pariwisata. Vol. 9 .No.1 Th. 2009.
Artal Tur, at. Al. 2008. The Length of Stay Determinants for sun-and-sand Tourism : An Application for the Region of Murcia. Journal Economic Literature. C12, R11, R58.
Baldwin P dan Brodess D 1993. Asia’s New Age Travelr’s Asia Travel Trade.
Bagyono,. 2005. Pariwisata dan Perhotelan. Edisi Juni. 2007. Bandung.
Balai Taman Nasional Tanjung Puting. 2010. Laporan Tahunan.
Balai Taman Nasional Sebagau. 2011. Laporan Tahunan.
Blake. A., Saba Arbache, J. (2006). Who Benefits from Tourism? A microsimulation study of Brazil. Paper presented at the Second International Conference on Tourism Economics,
245
Department of Applied Economics, University of the Balearic Islands, Palma de Mallorca, June 2006.
BPS, 2008. Kalimantan Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik
Propinsi Kalimantan Tengah.
BPS. 2008. Produk Domestik Regional Bruto menurut Lapangan Usaha
Propinsi Kalimantan Tengah. Badan Pusat Statistik
Propinsi Kalimantan Tengah.
BAPPENAS, 1993. Visi Pengembangan Ekowisata Indonesia.
Direktorat Wisata Alam dan Pemanfaatan Jasa
Lingkungan. 2002. Penilaian Obyek dan Daya Tarik
Wisata Alam (Analisa Daerah Operasi).
Brown, L.R., (2001), Eco-Economy: Building an Economy for the Earth.
New York: W.W. Norton & Company
Buckley. R, 2009. Evaluating the net effects of ecotourism on the environment: a framework, first assessment and future research. Journal of Sustainable Tourism Vol. 17, No. 6, November 2009, 643–672.
………………., Brazile Nature , 1998. Definition of Ecotourism . http://www.brazilenature.com/ingles/ecotourismo.html
…………………(ttph://www.kalteng.go.id/view article.asp. diunduh pada bulan Oktober 2009),
………………..,Ecotorism Society , 2002 . Proceeding International Year of Ecotourism ,
……………...,.. Himalayan Study Abroad, nd. On Defining “ Ecotourism”.
………………., ASEAN Tourism Statistics Database, 2010. Table.28
………………..,Sekilas Cerita Proses Zonasi Partisipatif di Taman
Nasional Sebangau.
https://www.geogle.com/#q=zonasi+taman+ nasional
+sebangau), Diakses pada tanggal 22 Desember 2012.
Burns, P.M., and Holden, A., 1995. Tourism A New Perspective. Prentice
Hall. London.
246
Celik. S dan Esbah. H. 2007. Ecotourism potential of Gallipoli Peninsula
Historical National Park. Journal of Coastal Research,
26(3), 562–568.
Chafis Fandeli & Mukhlison, 2000. Perusahaan Ekowisata. Fakultas
Kehutanan UGM Yogyakarta.
Christopher A, et. al. 2010. The Market Triumph of Ecotourism: An Economic Investigation of the Private and Social Benefits of Competing Land Uses in the Peruvian Amazon. SCBA of Rainforest Ecotourism. September 2010 | Volume 5 | Issue 9 | e13015.
Choy, 1997. Perencanaan Ekowisata. Belajar dari Pengalaman di south
East Queesland. Proceedings on The Planning and Workshop of Planning Sustainable Tourism. Penerbit ITB Bandung.
Cooper, Cris John Fletcher, David Gilbert, and Stephen Wanhil. 1993.
Tourism Priciples and Practice. London: Pitman Publishing.
Daniel Felsentein and Aliza Fleisher. 2003. Local Festival and tourism
Promotion : The Role of Public Assistance and Visitor Expenditure. Journal of Travel Research, Vol. 41. May 2003, 385-392.
Daniel J Stynes 1997. Economic of Tourism. US Journal
Daulay, Hotmatua & Mulyanto, 2000. Membangun SDM dan Kapabilitas
Teknologi Umat. Solusi untuk Bangkit dari Krisis dan
Memasuki Dinamika Millenium Ketiga, ISTECS. Jakarta
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah, 2010. Laporan
Tahunan.
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kalimantan Tengah, 2011. Analisa
Pemasaran Pariwisata Kalimantan Tengah.
Direktorat Jenderal Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya,1999. Garis
Besar Pedoman Pengembangan Ekowisata Indonesia.
Direktorat Produk Pariwisata, Ditjen Pengembangan Destinasi Pariwisata Depbudpar dan WWF-Indonesia. 2009. Prinsip dan Kriteria Ekowisata Berbasis Masyarakat.
247
Direktorat Wisata Alam dan Pemanafaatan Jasa Lingkungan. Dirjen PHKA-Dephut. 2002. Kriteria-Standar Penilaian Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam (Analisis Daerah Operasi)
Drasospolino. 2007. Taman Nasional Sebangau : Pintu Gerbang
Ekowisata Kalteng. (Paper) disampaikan pada acara :
Sosialisasi Pengembangan Ekowisata Heart of Borneo
Tanggal 25 Oktober 2007, di Palangka Raya.
Endah Saptutyaningsih. 2003. Dampak Perubahan Pengeluaran Wisatawan Terhadap Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia, (Pendekatan Struktual Path Analysis (SPA) dalam SBSE Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 8 No. 1, Juni 2003. Hal. 1 – 18.
Endre Horvath and Douglas C. Frechtling. 1999. Estimating the Multiplier Effects of Tourism Expenditures on a Local Economy through a Regional Input-Output Model. Published in Journal of Traveo Research. vol. 37, no.4, pp. 324-332.
Esther Marthinez-Garcia dan Josep M. Raya. 2008. Length of Stay for Low-Cost Tourism. Journal of Tourism Management.
Fandeli, D. 1994. Defenisi Ekowisata. Paper
Fandeli C dan Mukhlison. 2000. Pengusahaan Ekowisata (Buku), Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Fandeli, C. 2004. Peran dan Kedudukan Konservasi Hutan Dalam
Pengembangan Ekowisata. (Pidato Pengukuhan Jabatan
Guru Besar pada Fakultas Kehutanan Universitas Gajah
Mada, tanggal 17 Juli 2004 di Yogyakarta).
Felsenstein D and Felsenstein A. 2003. Local Festivals and Tourism
Promotion : The role of Public Assistance and Visitor
Expenditure. Journal of Travel Research. Vol. 41. P.385-
392.
Fennell, D. A. (1999). Ecotourism: An Introduction. London, Routledge Ferdinan, A. 2005. Structural Equation Modeling Dalam Penelitian
Manajemen, Aplikasi Model-Model Rumit Dalam Penelitian Untuk Tesis, Magister dan Doktor. Edisi 3. Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang.
248
Frida Purwanti, 2010. Pemilihan Lokasi untuk Pengembangan Ekowisata. Jurnal Saintek Perikanan, Vol. 5, No. 2. 2010, 14-20.
Friedman, V.S. 2009. Ecotourism in Dominica: Studying the Potential for
Economic Development, Environmental Protection and Cultural Conservation. Island Studies Journal, Vol. 4, No. 1, 2009, pp. 3-24.
Gokovali, U. et. Al. 2007. Determinants of Length of Stay : A Practical use
of Survival Analysis. Journal Tourism Management.
Volume 28, Issue 3. Pages 736-746.
Goldman, G. 1994. Impact of Visitor Expenditures on Local Revenues.
Western Rural Development Centre-WREP. 145.
Guidelines on Integrated Planning For Sustainable Tourism
Development.1999. Economic and Social Commission
For Asia and The Pasific.
Gunn, C. A., Tourism Planning. Basic, Consepts, Cases. Third Edition.
Taylor & Francis Publisher.
Gufran Darma Dirawan. 2006. Strategi Pengembangan Ekowisata Pada Suaka Margasatwa ;(Studi Kasus : Suaka Margasatwa Mampie Lampoko). Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. (Tidak dipublikasikan).
Gufran Darma Dirawan. 2008. Strategi Pengembangan Ekowisata. Jurnal Kepariwisataan Indonesia Vol.3 Maret 2008. ISSN : 1907-9419.
Hasibuan, S.P Malayu. H. 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia, Bumi Aksara, Jakarta.
Hee Chan Lee. 2001. Determinants of Recreational Boater Expenditures on Trips. Tourism Management 22 (2001) 659-667.
Hengky, 2006. Penerapan Konsep Ekowisata Untuk Peningkatan Daya Saing Pariwisata Pesisir di Kabupaten Pandeglang, Banten. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, 2006. (tidak dipublikasikan).
249
Holoway, JC. 1989. The Bussiness of Tourism, Pitman Publishing. London : Longman Group Edition, Singapore : Mc. Grawhill International.
I Made Suradnya, 2005. Analisis Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Bali Dan Implikasinya Terhadap Perencanaan Pariwisata Daerah Bali. Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.
James L. Arbuckle. 2009. Amos 18 User’s Guide. Amos Development
Corporation. USA.
John S. Akama dan Damiannah Mukethe Kieti. 2003. Measuring tourist
Satisfaction with Kenya’s Wlidlife Safary: A Case Study of
Tsavo West National Park. Tourism Management 24
(2003). 73-81.
Jurnal Ilmiah Kebudayaan dan Pariwisata.2004 : Vol.VII. Maret
TH.2004.ISSN : 1410- 2463. Penelitian dan
Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata.
Jusak Ubjaan, 2008. Pengaruh Produk Wisata, Bauran Promosi dan Motivasi Perjalanan Wisata Terhadap Kunjungan Wisatawan di Kota Ambon. Polibis-Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol.6 No.2. September 2008.
Kodhyat, 1998. Lahirnya Ekowisata di Indonesia : Beda antara Konsep Ekowsata dan Pariwisata. Lembaga Studi Pariwisata Indonesia, Jakarta.
Khulfi M.K, 2012, Monitoring Site Peningkatan Populasi Orangutan Kalimantan (Pongo Pygmaeus Wurmbii) Di Taman Nasional Sebangau. Laporan Pengendali Ekosistem Hutan Ahli Balai Taman Nasional Sebangau.
Kusmana & Istomo, 1995. Ekologi Hutan : Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Lascurain H.C. 1988. Eco-tourism. A Perspective for Sustainable Development.
Lascuarin, H, C., 1997 . Ekotourism Sebagai Suatu Gejala Menyebar ke
Seluruh Dunia. Ecotourism Society, North Bennington Vermont
Leveque, C. & J. Mounolou. (2003) Biodiversity. New York: John Wiley.
250
Li Cheng And Tingzhi Wang, 2010. Analysis on the Future Policy
Tendency of Ecotourism Management Based on the
Appropriation of Benefits in Western China. Journal of
Society and Natural Resources, 23:128–145.
Linberg K. 1996. The Economic Impact of Ecotourism.
http://www.ecotourism.ee/oko/kreg.html. Diakses pada
tanggal 9 Maret 2011.
Lovo, L.H. 2003. International Tourism Marketing : Comparing the Brazil
Situation to Australia and Mexican Marketing Activities to
Potential US Tourits. A Thesis. ABI/INFORM Global.
Malhotra, Naresh K, 1993.Basic Marketing Research : Application to
Contemporary Issues.International Edition. Prentice Hall
International, Inc.New Jersey.
Malhotra, N.K., et al (1996) Methodological issues in cross-cultural
marketing research: a state of the art review.
International Marketing Review, Vol 13, Iss 5, pp 7-43
Mark B. Orams. 2002. Feeding Wildlife as a Tourism Attraction: a Review of Issues and Impacts. Tourism Management 23 (2002) 281-293
Mathis, Mitchell and Matisoff, Daniel, 2004, A Characterization of Ecotourismin the Texas Lower Rio Grande Valley, Houston Advanced Research Center.
Mathis L. Robert & Jackson H. John, 2001. Manajemen Sumberdaya
Manusia, (Diterjemahkan oleh Jimmy Sadeli dan Bayu Prawira Hic), Salemba Empat, Jakarta.
Merk, M , 1999. Defining Ecotourism . see http://www.untamedpath.com
Metin Kozak. 2002. Comparative Analysis of tourist Motivations by Nationality and Destinations. Tourism Management 23 (2003) 221-232
Mill, PC, and A.M. Mornisons, 1985. The Tourism System An Introductory Text. Prentice Hall Inc Engelwood Cliffs. New Jesrey.
Mirela Mazilu. 2009. Globalization-tourism a Model from Green Economy. WEAS TRANSACTIONS ON BUSINESS AND
251
ECONOMICS, VOL. 6, Issue 7, August 2009, pg. 374-384
Mitchell, L.S. 1994. Research on the Geography of Tourism.In Travel, Tourism, and Hospitality Research. A Handbook for Manager and Researchers, ed.J.R. Brent Ritchie and Charles R. Goeldner. New York: John Wiley and Sons: 197-242.
Murphy P.E. 1985. Tourism : a Community Approach. Methuen. New York.
Mysak , 2001. How to be Ecotourist . http://www.mysack.com/community/northern/lifestyle/travel/ecotourism/sh tml.
Naisbit, J. 1994. Future Shock. Longman Ltd .Singapore. Nuri Pratiwi dan M. Wahyudin. 2007. Faktor-faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Tingkat Hunian Hotel di Kota Surakarta. Lemlit UNS. Solo. 2007.
Oka Yoety, 2008. Ekonomi Pariwisata, Introduksi, Informasi dan
Implementasi. Penerbit. Kompas Jakarta. Olivia JL. 2009. Persepsi Pengembangan Industri Pariwsata Bahari di
Provinsi Sulawesi Utara. Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin Makassar. Disertasi (tidak dipublikasikan).
Palacio, V. dan S.F. McCool. 1997. Identifyhng Ecotourist in Belize
Through Benefit Segmentation : A Preliminary Analysis, Journal of Sustainable Touris. ABI/INFORM Global.
Payangan, O.R., 2005. Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Pemasaran Pariwisata di Sulawesi Selatan. Disertasi. PPs Unhas Makassar (Tidak dipublikasikan).
Program Pascasarjana Unhas. 2006. Pedoman Penulisan Tesis dan
Disertasi. Edisi 4. Makassar. 2006
Ranto Sitohang. 2009. Promosi Kepariwisataan dan Peningkatan Jumlah
Kunjungan Wisatawan (Studi Korelasional Tentang
Efektivitas Kampanye Visit Indonesia Year 2008)
Mancanegara di Daerah Tujuan Wisata Tuktuk Siadong,
Kabupaten Samosir. USU Repository @ 2009.
252
Rastiyono. DP. 2006. Analisis Faktor-faktor yang Berpengruh Terhadap Pengeluaran Wisatawan Mancanagara Pada Industri Pariwisata Indonesia. Tesis Master. Universitas Diponegoro. Semarang. (Tidak dipublikasikan).
Rosemary McCormick. 2007. Tourism 101: Basic Information for Selling
to Tourists. A White Paper From Shop America Alliance
Samuel Seongseop Kim, at.al. 2003. The Influence of Push and Pull
Factors at Korean National Parks. Tourism Management
24 (2003) 169-180
Salum, L.A. 2007. Ecotourism and Biodiversity Conservation in Jozani–Chwaka Bay National Park, Zanzibar. Afr. J. Ecol., 47 (Suppl. 1), 166–170.
SATOUR (South African Tourism Board). 1997. The South African
Domectic Tourism Market.
Saurabh Kumar Dixit and Ninay Kumar Narula, 2010. Ecotourism in
Nadhav National Park: Visitor’s Perspective on
Environmental Impacts, South Asian Journal of Tourism
and Heritage (2010), Vol. 3, No.2
Sekartjakrarini, S. 2004 b. Ekowisata; Konsep Pengembangan dan Penyelenggaraan Pariwisata Ramah Lingkungan. Dalam Seri Ekowisata. IdeA. Jakarta.
Sihite, Richard. 2000. Tourism Industry (Kepariwisataan). Surabaya : Penerbit SIC.
253
Smith L Valene, and Eadington R William, 1992. Tourism Alternatives.
Potential and Problems in the Development of Tourism .
Aplication of the International Academy for the Study of
Tourism
Spilane, James J. 1994. Pariwisata Indonesia. Yogyakarta. Kanisius.
Stephen L.J. Smith. 1994. The Tourism Product. Annals Tourism Research, Vol. 21, No. 3, pp. 582-595
Suhaeb, M. Iqbal S. 2008. Analisis Strategi Pengembangan Pariwisata
Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Pada
Destinasi Pariwisata Kepulauan Spermonde Kota
Makassar. Disertasi. PPs Unhas Makassar (Tidak
dipublikasikan).
Suh Y. K dan Gartner W. C. 2004. Preference and Trip Expenditures-a
Conjoint Analysis of Visitors to Seoul, Korea. Tourism
Management 25 (2004) 127-137.
Sulistyo Edi, 2008. Profil Potensi Wisata Alam Taman Nasional
Sebangau. Balai Taman Nasional Sebangau.
Suradnya I. M (2005). Analisis Faktor-Faktor Daya Tarik Wisata Bali dan
Implikasinya Terhadap Perencanaan Pariwisata Daerah
Bali. Sekolah Tinggi Pariwisata Bali.
Tanja Mihalic, 2000. Environmental Managmement of a Tourist
Destination: A Factor of Tourism Competitiveness.
Tourism Management 21 (2000), 65-78.
The Ecotourism Society, 1993. Ecotourism Guidance for Planner and
Manager. North Bennington Vermont.
The World Commision on Environment and Development. 1988. Hari
Depan Kita Bersama. Terjemahan dari Our Common
Future. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Thrane. C. 2011. Analyzing Tourits’ Length of Stay at Destinations with Survival Models : A Constructive Critique Based on a Case Study. Tourism Management Article in Press, 2011.
United Nation Environment Program (UNEP). 2005. Annual Report.
254
Wang, Y., Rompf, P., Severt, D., and Peerapatdit, N. (2006). Examining and identifying the determinants of travel expenditure pattearns. International Journal of Tourism Research, 8(5), 333-346.
Western, D., 1995 . Memberi Batasan Tentang Ekotourisme.
Ecotourism Society, North Bennington Vermont
Whiit, Stephan and Louiz Mountinho, 1989. Tourism Marketing and Management. Handbook London: Prentice Hall International.
Williem F. Theobald, 1998. Global Tourism, Second Edition. Oxford : Butterworth-Heinemann.
World Tourism Organisation (WTO). 2010. Annual Report.
World Tourism Organization (WTO . Global Tourism Forecase to the Year 2000 and Beyond. 2000 : Journal.Vol 1, Madrid.
Yacob, M.R, 2011. Tourists Perception and Opinion towards Ecotourism Development and Management in Redang Island Marine Parks, Malaysia. Journal International Business Research. Vol. 4, No. 1; January 2011
Ya-Chu Yang, Cheng-Te Lin dan Chung-Te Ting. (2011). Analysis of
Tourism Motivaion and Length of Stay in Cultural Cities.
Paper Presentation ini Depertement of Business
Adminitration, Chang Jung Christian University, Taiwan.
Yoeti, Oka. 1996. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung Angkasa.
Yong Kun Suh dan William c. Gartner. 2004. Preference and Trip
Expenditurea. A Conjoint Analysisi of Visitors to Seoul,
Korea. Tourism Management 25 (2004), 127-137.
Yosevita Th. Latupapua. 2008. Studi Potensi Kawasan dan
Pengembangan Ekowisata di Tual Kabupaten Maluku
Tenggara. Jurnal Ichsan Gorontalo Volume 3. No. 1
Pebruari – April 2008.
Yu-Ling Song Lan-Hung Nora Chiang, 2002 : Community-Based Ecotourism; A Controversial Future for a Hakka Township. Journal of Geographical Science (32) : 19-39 (2002).
255
Lampiran 1. Daftar Pertanyaan Penelitian
ANALISIS FAKTOR PENENTU PENGELUARAN WISATAWAN MELALUI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERKELANJUTAN
DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
Maret 2012
No. responden. ( )
Tanggal :
KODE : WA ( ), WD ( )
DAFTAR PERTANYAAN
(RESPONDEN ADALAH SEMUA YANG TERKAIT DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DAN BERKAITAN DENGAN PENGELUARAN WISATAWAN MELIPUTI : WISATAWAN
MANCANEGARA DAN NUSANTARA YANG BERKUNJUNG KE TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING DAN TAMAN NASIONAL SEBANGAU
DI KALIMANTAN TENGAH)
Irawan : Daftar Pertanyaan untuk Penulisan Desertasi (Program S3) Ekonomi
Pascasarjana UNHAS)
I. Penjelasan Umum
Pernyataan / pertanyaan ini dimaksud untuk tujuan penulisan Desertasi, dimana
kami ingin mengetahui pendapat anda tentang bagaimana dampak pengembangan
ekowisata terhadap peningkatan pengeluaran wisatawan yang berkunjung ke TNTP
dan TNS di Provinsi KALTENG. Atas bantuan dan kesediaan Bapak/Ibu dalam
menjawab,pertanyaan atasnya kami sampaikan Terima kasih.
A. KARAKTERISTIK DAN PROFIL RESPONDEN
1. Nama Responden : …………………………………………..
2. Umur : ………………………………… Tahun
3. Tempat/Tgl Lahir : …………………………………………..
4. Alamat : …………………………………………..
5. Jenis Kelamin : …………………………………………..
6. Pendidikan Terakhir : …………………………………………..
256
7. Pengalaman dalam kegiatan
Kepariwisataan : ………………………………….. Tahun
8. Pekerjaan : ……………………………………………
9. Pekerjaan Sampingan sebutkan :
a. Jenis/Status Sebutkan : ……………………………………………
b. Pekerjaan Sampingan sebutkan : …………………………………
Jenis/Status sebutkan : ……………………………………………
II. Petunjuk Pengisian : Pernyataan – pernyataan dan pertanyaan yang dimaksud adalah
untuk mengetahui seberapa jauh Bapak/Ibu/saudara dianggap paling tahu, sesuai
dan mengalami selama berwisata di TNTP dan TNS. Jawaban bapak/ibu/saudara
dapat diisi pada kolom tersedia dengan cara member tanda silang (x) atau tanda
centang (√) .
Pertanyaan :
Pertanyaan untuk Variabel Produk wisata (X1):
1. Berapa jumlah produk wisata yang anda nikmati selama mengunjungi TNTP & TNS.
No. Jenis produk wisata Pilihan
1. Pengamatan Satwa
2. Feeding orang utan
3. Jelajah hutan (trecking)
4. Susur sungai
5. Canoeing
6. Atraksi seni budaya
7. Seni kerajinan anyam-anyaman
257
Pertanyaan untuk Variabel Keunikan Lingkungan (X2):
2. Menurut anda berapa jumlah komponen lingkungan di TNTP & TNS yang dikatakan memiliki keunikan lingkungan No. Jenis keunikan lingkungan Pilihan
1. Adanya habitat Orang Utan
2. Terdapat jenis Flora & Fauna langka
3. Jenis Fauna tidak ada di tempat lain
4. Terdapat Ekosistem Air Hitam
5. Banyaknya obyek yang bisa dinikmati
6. Banyak terdapat tumbuhan obat2an
Pertanyaan untuk Variabel Promosi Wisata (X3) :
3. Berapa jumlah media promosi wisata anda peroleh untuk mengetahui informasi tentang obyek wisata TNTP & TNS
No Jenis media promosi Pilihan
1. Internet
2. Televisi
3. Brosur / Leaflet
4. Pameran/Expo
5. Majalah
6. Pengalaman orang lain
Pertanyaan untuk Variabel Jumlah kunjungan (Y1) :
4. Dalam 5 tahun terakhir, sudah berapa kali anda mengunjungi obyek wisata TNTP & TNS.
No Frekuensi kunjungan Pilihan
1. 1 kali
2. 2 kali
3. 3 kali
258
4. 4 kali
5. >4 kali
Pertanyaan untuk Variabel Lama Tinggal (Y2)
5. Berapa lama waktu yang anda habiskan selama berwisata di dalam kawasan obyek wisata TNTP & TNS
No. Lama kunjungan Pilihan
1. 24 jam
2. 48 jam
3. 72 jam
4. 96 jam
5. > 96 jam
Pertanyaan untuk Variabel Pengeluaran Wisatawan (Y3) :
6. Berapa banyak jumlah pengeluaran anda perhari pada saat berwisata di TNTP & TNS.
No. Besarnya pengeluaran wisatawan (Rp) Pilihan
1. 500.000,-
2. 500.000,- s/d 1.000.000,-
3. 1.000.000,- s/d 1.500.000,-
4. 1.500.000,- s/d 2.000.000,-
5. > 2.000.000,-
259
Daftar pertanyaan berikut adalah untuk melengkapi pembahasan, untuk itu
mohon dengan hormat agar setiap pertanyaan yang diajukan dijawab sesuai
dengan yang diketahui, dialami. Dari sekian pilihan jawaban, harap memilih
satu yang dianggap paling utama.
7. Jenis atraksi wisata yang menjadi pilihan utama responden selama berada dalam
kawasan TNTP & TNS.
No Tujuan Wisata Pilihan
1. Pengamatan satwa
2. Feeding orang utan
3. Treking
4. Susur sungai
5. Canoeing
6. Atraksi seni budaya
7. Menyaksikan seni kerajinan anyaman
8. Menurut pengetahuan responden mengapa kawasan TNTP dan TNS dikatakan meiliki keunikan lingkungan
No Kawasan TNTP dan TNS disebut memiliki keunikan
lingkungan karena faktor Pilihan
1. Habitat orang utan
2. Flora fauna langka
3. Ekosistem air hitam
4. Jenis fauna tidak ada di tempat lain
5. Banyak obyek wisata
6. Terdapat tanaman obat-obatan
260
9. Sebagai bentuk partisipasi anda untuk turut menjaga keaslian dan kelestarian (konservasi) kawasan obyek wisata TNTP & TNS, bentuk upaya apa yang anda lakukan.
No. Bentuk partisipasi pelestrian kawasan Pilihan
1. Tidak memetik/mengambil Flora Fauna
2. Terlibat langsung dalam kegiatan konservasi
3. Menjaga kebersihan kawasan
4. Mengkampanyekan kegiatan konservasi
5. Menjadi salah satu Donatur
10. Jenis media promosi apa saja yang mudah didapatkan oleh responden untuk mengetahui tentang keberadaan TNTP dan TNS
No. Jenis medio promosi yang mudah didapatkan oleh
responden
Pilihan
1. Internet
2. Leaflet/brosur
3. Pameran/expo
4. Majalah
5. Televisi
6. Pengalaman orang lain
11. Sudah berapa kali responden mengunjungi TNTP dan TNS dalam 5 tahun terakhir 12.
No. Frekuensi kunjungan responden ke TNTP dan
TNS dalam 5 tahun terakhir
Pilihan
1. Satu kali
2. Dua kali
3. Tiga kali
4. Empat kali
5 .> Empat kali
261
13. Pada saat mengunjungi obyek wisata TNTP & TNS, pola kunjungan mana yang anda lakukan.
No Pola kunjungan responden ke kawasan
TNTP dan TNS
Pilihan
1. Sendiri
2. Bersama Keluarga
3. Bersama Kelompok
4. Bersama Rombongan
14. Pada waktu anda menuju kawasan TNTP & TNS, jenis alat transportasi apa yang digunakan.
No. Jenis alat transportasi yang digunakan responden
saat berwisata ke TNTP dan TNS
Pilihan
1. Klotok pakai mesin
2. Long boat
3. Kapal
4. Speed boat
15. Jenis fasilitas akomodasi yang dapat digunakan responden selama berada dalam kawasan TNTP & TNS.
No. Jenis akomodasi yang digunakan responden selama
berada di dalam TNTP dan TNS
Pilihan
1. Rimba lodge hotel
2. Guest house
3. Homestay masyarakat
4. Camping Ground
5. Kapal
262
16. Jenis souvenir apa saja anda beli untuk dari dalam kawasan TNTP dan TNS No. Jenis souvenir yang dibeli responden dari kawasan
TNTP dan TNS
Pilihan
1. Pakaian/T Shirt dengan motif khas daerah
2. Topi dari anyaman rotan atau purun
3. Tas, dompet dari anyaman rotan atau purun
4. Kain tenun motif daerah
5. Senjata Tradisional (Mandau, Telabang)
6. Perahu khas dari bahan getah nyatoh
Kesan-kesan Anda :
Saran-saran Anda :
263
Lampiran 2 : Hasil Analisis Data Primer
E:\KONSULTASI EMAIL\Disertasi Irawan.2012\ANALISIS DATA\PARIWISATA.amw
Analysis Summary
Date and Time
Date: Thursday, March 14, 2013 Time: 7:42:35 PM Title
Pariwisata: Thursday, March 14, 2013 7:42 PM
Groups
Group number 1 (Group number 1)
Notes for Group (Group number 1)
The model is recursive. Sample size = 150 Variable Summary (Group number 1)
Your model contains the following variables (Group number 1)
Observed, endogenous variables JK LT1 PgW Observed, exogenous variables KL PrW PW Unobserved, exogenous variables e1 e2 e3
Variable counts (Group number 1)
Number of variables in your model: 9
Number of observed variables: 6
Number of unobserved variables: 3
Number of exogenous variables: 6
Number of endogenous variables: 3
264
Parameter summary (Group number 1)
Weights Covariances Variances Means Intercepts Total
Fixed 3 0 0 0 0 3
Labeled 0 0 0 0 0 0
Unlabeled 11 3 6 3 3 26
Total 14 3 6 3 3 29
Assessment of normality (Group number 1)
Variable min max skew c.r. kurtosis c.r.
PW 1.0000 4.0000 -.7655 -3.8273 -.3958 -.9896
PrW 1.0000 4.0000 1.0152 5.0760 -.1564 -.3911
KL 1.0000 4.0000 -.4948 -2.4741 -.3704 -.9260
LT1 2.4849 4.5643 -1.4227 -7.1134 2.5799 6.4498
JK 1.0000 4.0000 .3787 1.8935 -1.0427 -2.6068
PgW 13.1224 14.5087 -.8604 -4.3022 -.8273 -2.0684
Multivariate
.1606 .1004
Observations farthest from the centroid (Mahalanobis distance) (Group number 1)
Observation number
Mahalanobis d-squared p1 p2
102 23.1094 .0008 .1079
16 21.8994 .0013 .0157
14 16.3347 .0121 .2717
147 13.7347 .0327 .7270
82 12.7175 .0477 .8478
94 12.6487 .0490 .7479
5 12.3728 .0541 .7084
24 12.0429 .0610 .7014
18 10.9894 .0887 .9231
17 10.7976 .0948 .9119
15 10.2194 .1157 .9668
26 10.2194 .1157 .9389
72 9.5168 .1465 .9899
97 9.5168 .1465 .9800
120 9.5168 .1465 .9635
145 9.5168 .1465 .9378
32 9.2596 .1595 .9563
49 9.2596 .1595 .9285
13 9.2054 .1624 .9060
84 9.2054 .1624 .8599
109 9.2054 .1624 .8014
265
Observation number
Mahalanobis d-squared p1 p2
131 9.2054 .1624 .7312
68 8.9428 .1768 .8038
55 8.8604 .1816 .7832
124 8.8604 .1816 .7138
38 8.2653 .2193 .9310
148 8.2033 .2236 .9189
6 8.0679 .2332 .9285
36 7.9775 .2398 .9261
39 7.9775 .2398 .8937
104 7.9775 .2398 .8525
9 7.9724 .2401 .8050
45 7.9724 .2401 .7465
88 7.9724 .2401 .6803
105 7.9724 .2401 .6084
139 7.9724 .2401 .5330
27 7.9072 .2450 .5122
125 7.9072 .2450 .4369
56 7.8369 .2503 .4226
73 7.8369 .2503 .3513
22 7.3367 .2908 .7098
53 7.3367 .2908 .6446
66 7.3367 .2908 .5753
116 7.3367 .2908 .5039
29 7.0893 .3127 .6604
80 7.0893 .3127 .5933
58 7.0733 .3141 .5390
62 7.0733 .3141 .4689
75 7.0733 .3141 .4000
100 7.0733 .3141 .3344
113 7.0733 .3141 .2737
127 7.0733 .3141 .2191
7 6.8206 .3378 .3725
142 6.6414 .3553 .4826
146 6.6414 .3553 .4154
98 6.5354 .3660 .4561
266
79 6.2859 .3919 .6472
93 6.2859 .3919 .5832
135 6.2859 .3919 .5170
33 6.2761 .3930 .4608
41 6.2219 .3988 .4526
11 6.1804 .4033 .4314
47 6.1804 .4033 .3674
107 6.1804 .4033 .3070
129 6.1804 .4033 .2515
59 5.8599 .4391 .5223
119 5.8599 .4391 .4568
136 5.8599 .4391 .3925
23 5.8345 .4420 .3577
67 5.8345 .4420 .2985
117 5.8345 .4420 .2444
143 5.8345 .4420 .1960
46 5.7825 .4480 .1919
50 5.7825 .4480 .1505
106 5.7825 .4480 .1155
95 5.7504 .4517 .1022
3 5.7310 .4540 .0844
20 5.6506 .4634 .0958
34 5.6506 .4634 .0709
133 5.6506 .4634 .0513
123 5.1110 .5297 .4324
57 4.9091 .5555 .6190
28 4.7019 .5826 .7911
37 4.7019 .5826 .7408
126 4.7019 .5826 .6848
144 4.7019 .5826 .6241
51 4.6905 .5841 .5747
77 4.6905 .5841 .5092
91 4.6905 .5841 .4433
121 4.6905 .5841 .3788
44 4.3061 .6353 .7929
61 4.3061 .6353 .7417
25 4.2851 .6382 .7099
40 4.2851 .6382 .6496
54 4.2851 .6382 .5852
267
71 4.2851 .6382 .5182
74 4.2851 .6382 .4506
96 4.2851 .6382 .3842
99 4.2851 .6382 .3208
42 3.9914 .6778 .6514
Sample Moments (Group number 1)
Sample Covariances (Group number 1)
PW PrW KL LT1 JK PgW
PW .9600
PrW .0533 .8260
KL -.1800 -.0143 .7245
LT1 -.0384 -.0560 -.0525 .1480
JK .2933 -.0602 .0414 .0493 1.0633
PgW .2543 -.0688 -.0336 .0209 .1202 .2304
Condition number = 12.6468 Eigenvalues 1.3839 .9281 .7984 .5713 .1609 .1094 Determinant of sample covariance matrix = .0103
Sample Correlations (Group number 1)
Condition number = 5.0426
Eigenvalues 1.7964 1.2198 1.0821 .8757 .6698 .3562
Sample Means (Group number 1)
PW PrW KL LT1 JK PgW
3.0000 1.6933 2.9533 4.1929 2.1733 13.9347
PW PrW KL LT1 JK PgW
PW 1.0000
PrW .0599 1.0000
KL -.2158 -.0185 1.0000
LT1 -.1020 -.1600 -.1603 1.0000
JK .2903 -.0642 .0472 .1243 1.0000
PgW .5408 -.1576 -.0822 .1131 .2428 1.0000
268
Models
Default model (Default model)
Notes for Model (Default model)
Computation of degrees of freedom (Default model)
Number of distinct sample moments: 27
Number of distinct parameters to be estimated: 26
Degrees of freedom (27 - 26): 1
Result (Default model)
Minimum was achieved Chi-square = 4.7843 Degrees of freedom = 1 Probability level = .0287
Group number 1 (Group number 1 - Default model)
Estimates (Group number 1 - Default model)
Scalar Estimates (Group number 1 - Default model)
Maximum Likelihood Estimates
Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
JK <--- PrW -.0922 .0882 -1.0457 .2957 par_4
JK <--- PW .3367 .0837 4.0213 *** par_6
JK <--- KL .1390 .0962 1.4445 .1486 par_7
LT1 <--- KL -.0868 .0366 -2.3734 .0176 par_8
LT1 <--- PrW -.0658 .0335 -1.9648 .0494 par_9
LT1 <--- PW -.0527 .0318 -1.6548 .0980 par_10
PgW <--- KL .0328 .0392 .8365 .4029 par_5
PgW <--- LT1 .1846 .0865 2.1338 .0329 par_11
PgW <--- JK .0220 .0329 .6683 .5040 par_12
PgW <--- PrW -.0864 .0353 -2.4466 .0144 par_13
PgW <--- PW .2766 .0354 7.8049 *** par_14
269
Standardized Regression Weights: (Group number 1 - Default model)
Estimate
JK <--- PrW -.0813
JK <--- PW .3200
JK <--- KL .1148
LT1 <--- KL -.1921
LT1 <--- PrW -.1556
LT1 <--- PW -.1342
PgW <--- KL .0582
PgW <--- LT1 .1481
PgW <--- JK .0473
PgW <--- PrW -.1639
PgW <--- PW .5651
Means: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
PW
3.0000 .0803 37.3748 *** par_15
KL
2.9533 .0697 42.3535 *** par_16
PrW
1.6933 .0745 22.7435 *** par_17
Intercepts: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
JK
.9087 .4467 2.0344 .0419 par_18
LT1
4.7188 .1698 27.7948 *** par_19
PgW
12.3328 .4409 27.9745 *** par_20
Covariances: (Group number 1 - Default model)
Estimate S.E. C.R. P Label
KL <--> PrW -.0143 .0634 -.2258 .8214 par_1
KL <--> PW -.1800 .0699 -2.5753 .0100 par_2
PrW <--> PW .0533 .0731 .7298 .4655 par_3
270
Correlations: (Group number 1 - Default model)
Estimate
KL <--> PrW -.0185
KL <--> PW -.2158
PrW <--> PW .0599
Variances: (Group number 1 - Default model)
Squared Multiple Correlations: (Group number 1 - Default model)
Estimate
LT1
.0694
JK
.1035
PgW
.3530
Matrices (Group number 1 - Default model)
Implied (for all variables) Covariances (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK PgW
PW .9600
PrW .0533 .8260
KL -.1800 -.0143 .7245
LT1 -.0384 -.0560 -.0525 .1480
JK .2933 -.0602 .0414 -.0151 1.0633
PgW .2543 -.0688 -.0336 .0195 .1083 .2299
Estimate S.E. C.R. P Label
KL
.7245 .0839 8.6313 *** par_21
PrW
.8260 .0957 8.6313 *** par_22
PW
.9600 .1112 8.6313 *** par_23
e1
.9532 .1104 8.6313 *** par_24
e2
.1377 .0160 8.6313 *** par_25
e3
.1487 .0172 8.6313 *** par_26
271
Implied (for all variables) Correlations (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK PgW
PW 1.0000
PrW .0599 1.0000
KL -.2158 -.0185 1.0000
LT1 -.1020 -.1600 -.1603 1.0000
JK .2903 -.0642 .0472 -.0380 1.0000
PgW .5414 -.1578 -.0823 .1056 .2190 1.0000
Implied (for all variables) Means (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK PgW
3.0000 1.6933 2.9533 4.1929 2.1733 13.9347
Implied Covariances (Group number 1 - Default model)
Implied Correlations (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK PgW
PW 1.0000
PrW .0599 1.0000
KL -.2158 -.0185 1.0000
LT1 -.1020 -.1600 -.1603 1.0000
JK .2903 -.0642 .0472 -.0380 1.0000
PgW .5414 -.1578 -.0823 .1056 .2190 1.0000
Implied Means (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK PgW
3.0000 1.6933 2.9533 4.1929 2.1733 13.9347
PW PrW KL LT1 JK PgW
PW .9600
PrW .0533 .8260
KL -.1800 -.0143 .7245
LT1 -.0384 -.0560 -.0525 .1480
JK .2933 -.0602 .0414 -.0151 1.0633
PgW .2543 -.0688 -.0336 .0195 .1083 .2299
272
Residual Covariances (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK PgW
PW .0000
PrW .0000 .0000
KL .0000 .0000 .0000
LT1 .0000 .0000 .0000 .0000
JK .0000 .0000 .0000 .0644 .0000
PgW .0000 .0000 .0000 .0014 .0119 .0005
Residual Means (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK PgW
.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000
Standardized Residual Covariances (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK PgW
PW .0000
PrW .0000 .0000
KL .0000 .0000 .0000
LT1 .0000 .0000 .0000 .0000
JK .0000 .0000 .0000 1.9805 .0000
PgW .0000 .0000 .0000 .0932 .2868 .0196
Standardized Residual Means (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK PgW
.0000 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000
Factor Score Weights (Group number 1 - Default model)
Total Effects (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK
LT1 -.0527 -.0658 -.0868 .0000 .0000
JK .3367 -.0922 .1390 .0000 .0000
PgW .2742 -.1006 .0198 .1846 .0220
Standardized Total Effects (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK
LT1 -.1342 -.1556 -.1921 .0000 .0000
JK .3200 -.0813 .1148 .0000 .0000
PgW .5604 -.1907 .0351 .1481 .0473
273
Direct Effects (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK
LT1 -.0527 -.0658 -.0868 .0000 .0000
JK .3367 -.0922 .1390 .0000 .0000
PgW .2766 -.0864 .0328 .1846 .0220
Standardized Direct Effects (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK
LT1 -.1342 -.1556 -.1921 .0000 .0000
JK .3200 -.0813 .1148 .0000 .0000
PgW .5651 -.1639 .0582 .1481 .0473
Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK
LT1 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000
JK .0000 .0000 .0000 .0000 .0000
PgW -.0023 -.0142 -.0130 .0000 .0000
Standardized Indirect Effects (Group number 1 - Default model)
PW PrW KL LT1 JK
LT1 .0000 .0000 .0000 .0000 .0000
JK .0000 .0000 .0000 .0000 .0000
PgW -.0047 -.0269 -.0230 .0000 .0000
274
Minimization History (Default model)
Iteration
Negative eigenvalues
Condition #
Smallest eigenvalue
Diameter F NTries Ratio
0 e 0 9339.5057
9999.0000 996.7744 0 9999.0000
1 e 0 20028.0220
.6511 524.1533 6 .0000
2 e 0 15072.2726
.9855 137.4777 2 .0000
3 e 0 14505.3057
.2606 44.4238 1 1.2613
4 e 0 13396.9774
.2244 12.7901 1 1.2293
5 e 0 12369.6607
.1423 5.5861 1 1.1712
6 e 0 11302.9362
.0552 4.8042 1 1.0946
7 e 0 11117.9446
.0101 4.7843 1 1.0206
8 e 0 11276.7457
.0003 4.7843 1 1.0007
Miscellaneous
Model Fit Summary
CMIN
Model NPAR CMIN DF P CMIN/DF
Default model 26 4.7843 1 .0287 4.7843
Saturated model 27 .0000 0
Independence model 12 104.6472 15 .0000 6.9765
Baseline Comparisons
Model NFI
Delta1 RFI
rho1 IFI
Delta2 TLI
rho2 CFI
Default model .9543 .3142 .9635 .3668 .9578
Saturated model 1.0000
1.0000
1.0000
Independence model .0000 .0000 .0000 .0000 .0000
Parsimony-Adjusted Measures
Model PRATIO PNFI PCFI
Default model .0667 .0636 .0639
Saturated model .0000 .0000 .0000
Independence model 1.0000 .0000 .0000
275
NCP
Model NCP LO 90 HI 90
Default model 3.7843 .2573 14.6854
Saturated model .0000 .0000 .0000
Independence model 89.6472 60.8880 125.8980
FMIN
Model FMIN F0 LO 90 HI 90
Default model .0321 .0254 .0017 .0986
Saturated model .0000 .0000 .0000 .0000
Independence model .7023 .6017 .4086 .8450
RMSEA
Model RMSEA LO 90 HI 90 PCLOSE
Default model .1594 .0416 .3139 .0600
Independence model .2003 .1651 .2373 .0000
AIC
Model AIC BCC BIC CAIC
Default model 56.7843 59.3477
Saturated model 54.0000 56.6620
Independence model 128.6472 129.8303
ECVI
Model ECVI LO 90 HI 90 MECVI
Default model .3811 .3574 .4543 .3983
Saturated model .3624 .3624 .3624 .3803
Independence model .8634 .6704 1.1067 .8713
HOELTER
Model HOELTER
.05 HOELTER
.01
Default model 120 207
Independence model 36 44
277
Menuju TNTP
Lokasi Feeding Orang Utan
Pondok Tanggui
Treking ke Pondok Tanggui
Lampiran 4 :PHOTO-PHOTO PENELITIAN
TAMAN NASIONAL TANJUNG PUTING
278
Lokasi Feeding Orang Utan Camp Leakey
Lokasi Tracking utk pengamatan Satwa
Susur Sungai dan pengamatan Satwa
280
TAMAN NASIONAL SEBANGAU
Peta Kawasan TNS
Keunikan Ekosistem
Air Hitam
Wisata Susur Sungai
Pengamatan Flora
Top Related