AKTIVITAS ANTIKANKER DARI EKSTRAK KASAR SAPONIN ASAL AKAR ALANG – ALANG ( Imperata cylindrica )
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of AKTIVITAS ANTIKANKER DARI EKSTRAK KASAR SAPONIN ASAL AKAR ALANG – ALANG ( Imperata cylindrica )
AKTIVITAS ANTIKANKER DARI EKSTRAK KASAR SAPONIN ASAL
AKAR ALANG – ALANG ( Imperata cylindrica )
DESI NOVIAR
NIM H13111026
PROGRAM STUDI KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014
Halaman
Pengesahan....................................................
..........................................i
Daftar
Isi...........................................................
..............................................................
..........ii
BAB I Pendahuluan :
1.1 Latar
Belakang......................................................
............................................................1
1.2
Tujuan........................................................
.............................................................3
1.3
manfaat.......................................................
..............................................................
.........3
BAB II Tinjauan pustaka :
2.1 alang -
alang.........................................................
............................................................4
2.2
kanker........................................................
..............................................................
..........4
2.3
saponin.......................................................
..............................................................
.........5
2.4
ekstraksi.....................................................
..............................................................
..........7
2.5 kromatografi lapis
tipis.........................................................
.............................................7
III Metodologi:
3.1 waktu dan tempat
pelaksanaan ..................................................
.......................................9
3.2 alat dan
bahan.........................................................
...........................................................9
3.3 prosedur
percobaan.....................................................
.......................................................9
a. Persiapan
sampel........................................................
.................................................9
b. uji awal
saponin.......................................................
.................................................10
c.
ekstraksi.....................................................
..............................................................
.10
d. uji saponin hasil
ekstraksi.....................................................
.......................................10
- Uji
Pembusaan.....................................................
.......................................................11
- uji Liberman-
buchard.......................................................
..........................................11
- uji
salkowski.....................................................
.........................................................11
e. uji anti
kanker........................................................
...................................................12
Daftar
pustaka.......................................................
..............................................................
.13
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Negara indonesia memiliki wilayah yang sangat luas dengan
keragaman flora dan fauna yang melimpah, terdapat banyak jenis
tumbuhan yang belum diolah secara maksimal bahkan dianggap
sebagai peggangu tanaman lain, seperti alang – alang. Menurut
suyatna dan MC imtosh (1980) indonesia memiliki 64 ½ juta
hektare padang rumput dan sebagian bear dari wilayah paddang
rumput tersebut adalah tumbuhan alang – alang ( Imperata
cylindrica ). Alang – alang merupakan tumbuhan liar yang sangat
mudah dan cepat tumbuh dan berkembang. Di kalangan masyarakat
awam, alang – alang dianggap tumbuhan pengganggu atau hama
bagi tanaman budidaya atau bagi perkebunan, kerana alang alang
berkembang biak dengan stolon yaitu batang batang menjalar di
bawah tanah yang mempunyai mata tunas ada setiap buku
batangnya dan tumbuh menjadi tanaman baru lebih cepat dari
tanaman budidaya. alang – alang juga dianggap sebagai perusak
ekologi tanah disekitarnya (suryatna dan intosh , 1980).
Keberadaan alang – alang yang dianggap sebagai penggangu
ini, menyebabkan keberadaan alang – alang tidak diinginkan
oleh masyarakat, sehingga alang – alang selalu dibasmi. Pada
kenyataannya, setelah dilakukan banyak penelitian ternyata
alang – alang memiliki banyak manfaat. Baik manfaat dibidang
kesehatan maupun dibidang ekonomi. sebagai bahan penutup tanah
yang tidak diusahakan dalam bentuk mulsa atau serasah agar
terhindar dari erosi, daun batang, dapat dimanfaatkan sebagai
makanan ternak, atap rumah, bahan pabrik kertas, bahan
kerajinan, sedangkan akarnya dapat digunakan sebagai ramuan
obat-obatan secara tradisional ( Sukman dan Yakup, 1995 ).
Hasil penelitian tentang tanaman ini menyebutkan bahwa
akar alang-alang mengandung mannitol, glukosa, asam malic,
asam sitrat, coixol, arundoin, silindrin, fernerol,
simiarenol, anemonin, esin, alkali, saponin, taninin, dan
polifenol. Dengan kandungan-kandungan itu, alang-alang
bersifat antipiretik (menurunkan panas), diuretik (meluruhkan
kemih), hemostatik (menghentikan pendarahan), dan
menghilangkan haus.dan membuat adem (mursito,2000)
Akar alang – alang terbukti memiliki kandunan kimia yang
dangat bermanfaat bagi kehidupan, salah satu pengolahan yang
dapat dilakukan adalah sebagai alternatif penyembuhan dan
pencegahan penyakit kanker. Alang – alang yang biasanya
dibasmi mengandung senyawa saponin. Senyawa saponin merupakan
senyawa yang terkandung didalam tanaman yang diklasifikasikan
berdasarkan struktur aglikon kedalam triterpenoid dan steroid
saponin. Kedua senyawa tersebut mempunyai efek anti
infalamasi, analgesik dan sitototksik. Penelitian ini
dikhususkan untuk menguji sitotoksitas senyawa saponin dari
tumbuhan alang – alang (mursito, 200).
Menurut Ma’ at S (2000), Kanker adalah penyakit yang
terjadi karena pembelahan sel yang tidak terkontrol dan tidak
terbatas. Jumlah penderita kanker semakin makin meningkat dari
tahun ke tahun. Jenis penyakit kanker yang banyak terdapat
pada masyarakat saat ini ialah kanker payudara, hati, limpoma,
darah dan kanker mulut rahim. Pada tahun 1992 diketahui bahwa
di Amerika wanita penderita kanker payudara telah mencapai
182.000 orang, lebih dari 20% penderitanya pada stadium 4
meninggal setiap tahunnya, sedangkan di Indonesia kematian
akibat kanker mencapai 4,3 % pada tahun 1986(1,2). Pengobatan
kanker secara medis memerlukan biaya yang sangat tinggi.
Selain melalui bedah dan radiasi, pengobatan kanker
mengandalkan kemoterapi. Kemoterapi menggunakan obat-obat anti
kanker masih banyak menghadapi masalah diantaranya masih belum
efektifnya obat dalam membunuh sel kanker dan efek samping
yang harus diderita oleh pasien. Selain pengobatan
konvensional tersebut, masyarakat banyak mencoba kemungkinan
penyembuhan dengan pengobatan alternatif menggunakan
ramuanbahan alami (natural medicine).
Di dalam ilmu pengetahuan khususnya fitofarmaka dikatakan
bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang
berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan
galenik (ekstrak) atau campuran dari bahan tersebut yang
secara turun-temurun telah digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengobatan atau obat tradisional. Obat tradisional
adalah sediaan yang diolah dari simplisia, sediaan galenik
atau campuran kedua bahan tersebut dipergunakan dalam bidang
kesehatan secara rasional empirik Oleh karena itu bagi
Indonesia yang dikenal paling kaya dalam keanekaragaman
hayati, tanaman obat merupakan salah satu kekayaan alam yang
dapat dikembangkan potensinya menjadi obat alami untuk
penanganan penyakit kanker (schafer dkk, 2000).
Penelitian ini bertujuan untuk menguji lebih lanjut
sitotoksisitas ekstrak tumubuhan alang – alang terhadap sel
kanker. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan
informasi tambahan bagi dunia farmasi agar dapat memanfaatkan
tanaman alang – alang yang sangat mudah tumbuh dan berkembang
namun biasanya dibasmi oleh masyarakat, sebagai salah satu
sumberdaya alam yang dapat digunakan sebagai alternatif
pengobatan kanker dalam rangka pengembangan obat tradisional
1.2 Tujuan Penelitian
1. Memberi pengetahuan tentang manfaat dan kandungan obat
akar alangalang
2. Memberi pengetahuan tentang pemanfaatan alang-alang
menjadi alternatif penyembuahan penyakit kanker.
1.3 Manfaat percobaan
Hasil dari penelitian ini diharapkan memberikan sumber
informasi kepada para peneliti khususnya bagi dunia farmasi
untuk menggunakan tanaman alang – alang sebagai bahan obat
antikanker.
BAB II
TINJAUAN PUTAKA
2.1 Tumbuhan Alang – Alang
Tumbuhan alang-alang atau ilalang lebih banyak kita kenal
sebagai tumbuhan pengganggu atau gulma. Tumbuhan ini seperti
padi tapi tidak memiliki biji. Ternyata tumbuhan yang satu ini
banyak manfaatnya, asal tahu cara mengolahnya.Selama ini
Masyarakat yang risih dengan ilalang biasanya membakar tanaman
dan rerimbunan lain, atau membabatnya habis. Tetapi jika
akarnya masih tertancap kuat di dalam tanah, upaya ini
sebenarnya sia-sia. Ia akan tumbuh lagi dan meninggi.
Hasil penelitian tentang tanaman ini menyebutkan bahwa
alang-alang mengandung mannitol, glukosa, asam malic, asam
sitrat, coixol, arundoin, silindrin, fernerol, simiarenol,
anemonin, esin, alkali, saponin, taninin, dan polifenol. Akar
alang-alang mengandung Air (81,00714% ), Karbohidrat
( 6,3072%), Serat (5,8580%), Abu (1,1301%), senyawa K,
sakarosa, glukosa, malic acid, citric acid, arundoin
(antipiretik) dapat menurunkan tekanan darah tinggi ( Sukma
dan yakup, 1995). Dengan kandungan-kandungan itu, alang-alang
bersifat antipiretik (menurunkan panas), diuretik (meluruhkan
kemih), hemostatik (menghentikan pendarahan), dan
menghilangkan haus.dan membuat adem.
Klasifikasi ilmiah :
2.2 Kanker
Kerajaan:
Plantae
Divisi:
Magnoliophyta
Kelas: LiliopsidaOrdo: PoalesFamili:
Poaceae
Genus: Imperata
Kanker merupakan penyakit yang berawal dari kerusakan gen,
materi genetika atau DNA sel. Satu sel saja mengalami
kerusakan genetika sudah cukup untuk menghasilkan sel kanker
atau neoplasma. Sel yang gennya rusak itu dapat menjadi liar
dan berkembang biak atau tumbuh terus menerus tanpa henti dari
satu sel menjadi beribu-ribu bahkan jutaan sel sehingga
membentuk jaringan baru. Akhirnya terbentuklah jaringan tumor
atau kanker. Sel normal bisa menjadi sel kanker bila materi
genetiknya rusak atau berubah. Kerusakan pada materi genetika,
atau disebut juga mutasi gen, dapat terjadi melalui berbagai
cara (Hudgson, 2000).
Pertama disebabkan karena oleh kesalahan pertumbuhan atau
replikasi yang terjadi pada saat sel-sel yang mati atau rusak
digantikan oleh sel yang baru. Pada saat penggantian satu
sel, terjadi penggandaan sel induk agar dihasilkan sel baru
yang sama persis seperti induknya, hkususnya gen. Dalam proses
pembuatan sel baru ini bisa terjadi gen sel yang baru salah
digandakan lalu menghasilkan sel baru yang tidak sama dengan
induknya sehingga dihasilkan sel termutasi. Sel seperti ini
berpotensi menjadi sel. Oleh karena itu, kanker banyak
ditemukan pada organ yang sering mengalami pergantian sel,
seperti sumsum tulang yang membuat sel-sel darah, jaringan
epidermis pada saluran pencernaan, paru-paru, rahim dan
sebagainya.
Kedua mutasi atau kesalahan pada gen sel yang merupakan
kesalahan genetika yang diturunkan dari gen orang tua.
Kesalahan genetika ini umumnya menghasilkan kanker pada usia
dini atau anak-anak.
Ketiga faktor luar (faktor eksternal) meliputi virus,
infeksi berkelanjutan, polusi udara, makanan, radiasi dan
bahan-bahan kimia asing yang tidak diperlukan tubuh. Bahan-
bahan kimia asing ini dapat berasal dari pencemaran makanan,
polusi udara dan air, ataupun bahan kimia yang ditambahkan
pada makanan. Penyebab dari luar tubuh ini umumnya merusak
gen, khususnya pada sel organ yang sering mengalami pergantian
sel atau berfungsi mensekresi, seperti : payudara, sumsum
tulang, saluran pencernaan dan rahim.Penyebab pertama dan
kedua di atas disebut faktor internal atau faktor dari dalam
tubuh yang memang harus diterima dan tidak dapat dicegah.
Untungnya menurut
2.3 Saponin
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun
glikosida steroida yang merupakan senyawa aktif permukaan dan
bersifat seperti sabun serta dapat dideteksi berdasarkan
kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel darah merah.
Pola glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin
yang mempunyai satuan gula sampai lima dan komponen yang umum
ialah asam glukuronat (Harborne, 1996).
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa
sapogenin. Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi,
keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan
larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan
buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit
menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi
hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai
racun ikan (Gestetner dkk, 1996).
Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang
dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-
hijau menunjukkan saponin steroida, dan warna merah, merah
muda, atau ungu menunjukkan saponin triterpenoida (Gestetner
dkk, 1996).
Saponin memiliki berat molekul tinggi, dan berdasarkan
struktur aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua
macam, yaitu tipe steroida dan tipe triterpenoida. Kedua
senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan
memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat
dan satuan-satuan isoprenoid (Birk dan perk, 1991).
Saponin triterpenoida banyak terdapat pada tumbuhan
dikotil seperti: gipsogenin terdapat pada Gypsophylla sp., dan
asam glisiretat terdapat pada Glycyrrhiza glabra (price dkk, 1986).
Saponin steroida terdapat pada tumbuhan monokotil maupun
dikotil, contohnya diosgenin yang terdapat pada Dioscorea hispida,
dan hecogenin yang terdapat pada Agave americana (price dkk,
1986).
Saponin merupakan glikosida yaitu Campuran karbohidrat
sederhana dan aglikon yang terdapat pada bermacam-macam
tanaman (Appeabaum dan Birk, 1979). Saponin dibedakan
berdasarkan hasil hidrolisisnya menjadi karbohidrat dan
sapogenin. Sedangkan sapogenin terdiri dari dua golongan yaitu
saponin steroid dan saponin triterpenoid . Saponin banyak
dipelajari terutama karena kandungannya kemungkinan
berpengaruh pada nutrisi. Saponin mempunyai efek biologi
terhadap hewan dan manusia . Efek toksisitas saponin lebih
tinggi pada hewan berdarah dingin dari pada hewan berdarah
panas (Appeabaum dan Birk, 1979).
Saponin Ginsenosides, dammaranes, mempunyai efek anti
tumor dengan menghambatpenyebaran melalui pembuluh darah
dengan mekanisme supresi inducer dalam sel endotel sehingga
mencegah pelekatan (adhering), invasi, dan
metastasis .Dioscin, suatu Saponin steroid dan Aglycone
diosgenin mempunyai efek anti tumor dengan menghentikan siklus
sel (cell cycle arrest) dan apoptosis7 Platycodon D, salah
satu platycodigenin, potensial sebagai khemoterapi mempunyai
efek apoptosis melalui jalur caspase-3 dependent PARP,
pemecahan lamin A dan Egr-1 aktivasi akibat induksi ROS (Birk
dan Pert, 1979).
2.4 Ekstraksi
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang
dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat
larut dengan menggunakan pelarut tertentu (Depkes, 2000).
Proses ekstraksi akan menghasilkan ekstrak, merupakan sediaan
kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari
simplisia menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau
hampir semua pelarut diuapkan (Depkes, 1989).
Maserasi adalah proses penyarian simplisia menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada
temperatur kamar. Maserasi yang dilakukan pengadukan secara
terus-menerus disebut maserasi kinetik, sedangkan maserasi
yang dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah
dilakukan penyaringan terhadap maserat pertama dan seterusnya
disebut remaserasi (Basset dkk, 1994).
2.5 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis merupakan kromatografi serapan
dimana fase diam berupa zat padat yang disebut adsorben
(penyerap) berupa lapisan tipis dan fasa gerak berupa zat cair
yang disebut larutan pengembang. KLT dapat dipakai untuk 2
tujuan, yaitu (Gritter, dkk, 1991): 1) sebagai metode untuk
mendapatkan hasil kualitatif, kuantitatif dan preparatif, 2)
dipakai untuk mengetahui sistem pelarut yang akan dipakai
dalam kromatografi kolom (day dan Underwood, 2002).
Fasa diam (penyerap) dapat dibagi dua, jenis polar dan non
polar. Penyerap polar meliputi berbagai oksida organik seperti
silika, alumina, magnesia, magnesia silikat. Penyerap non
polar yang biasa digunakan adalah arang. Fasa diam ditempatkan
pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau lapisan yang
cocok. Campuran yang akan dipisahkan berupa larutan yang
ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah plat diletakkan
didalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang
yang cocok (fasa gerak), pemisahan terjadi selama
pengembangan. Selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan/dideteksi (Basset dkk, 1994).
Pada KLT yang penting diperhatikan dari penyerapnya adalah
ukuran partikel dan homogenitasnya. Ukuran partikel yang biasa
digunakan adalah 1-25 mikron. Partikel yang butirannya sangat
kasar tidak akan memberikan hasil yang memuaskan dan salah
satu alasan untuk menaikkan hasil pemisahan adalah menggunakan
penyerap yang butirannya halus.Beberapa contoh penyerap yang
biasa digunakan untuk pemisahan dalam KLT adalah silika gel,
alumina, selulosa, dan pati (Basset dkk, 1994).
Pada umumnya dipakai larutan 0,1-1%. Pelarut yang terbaik
untuk melarutkan campuran adalah pelarut yang bertitik didih
antara 50-100 0C karena pelarut yang demikian mudah menguap
dari lapisan (Basset dkk, 1994).
Dalam mengidentifikasi noda-noda dalam kromatografi
digunakan harga Rf yang didefinisikan sebagai berikut (day dan
underwood, 2000) :
Rf = jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik penotolan
/ jarak yang ditempuh oleh pelarut dari titik penotolan
BAB III
METODOLOGI
3.1 waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu pada
bulan juli sampai bulan agustus 2014 di Laboratorium Kimia dan
Laboratorium Mikrobiologi F-MIPA UNTAN. Proses ekstraksi,
fraksinasi dan pengujian kandungan saponin dilaksanakan di
Laboratorium Kimia sedangkan pengujian aktivitas antibakteri
dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi.
3.2 alat dan Bahan
Alat yang digunakan blender. soklet. kromatografi lapisan
tipis silica gel 60 (KLT). oven, hair drver. svringe. tabung
elusi (chamber). Penyemprot larutan pembangkit. ultra sonik.
alat kocok vortex. sentrifuse. pengering hampa udara.
pengering dingin. penangas air dan alat-alat gelas . Neraca
analitis (Vibra), Desikator, Alat alat gelas laboratorium
(Erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, labu tentukur, tabung
reaksi, gelas corong), Sentrifuge Hematokrit, alat bedah,
mikroskop, polytube, hematokritcapiller.
Bahan – Bahan yang digunakan adalah akar alang – alang ,
bahan kimia seperti .heksan. kloroform. metanol . n-
butanol .etanol, amonia. asam asetat glasial . asam sulfat . 4
- methoxy - benzaldehyde. saponin putih (Unilab). dan kertas
saring whatman 41 .
3.3 prosedur percobaan
3.3.1 Pengambilan dan Persiapan Sampel
Sampel berupa akar alang –alang dicabut, kemudian bagian
akarnya dipotong. Selanjutnya dilakukan pembersihan dengan
mencuci bagian akar pada air yang mengalir untuk membersihkan
sisa-sisa tanah. Akar yang telah bersih kemudian dibiarkan
pada suhu ruang untuk menghilangkan sisa-sisa air pencucian,
lalu dipotong pendek ± 0.5 – 1 cm dan dibuat menjadi serbuk
ukuran 80 mash.
3.3.2 Uji Awal Saponin
Sebanyak ± 5 gram serbuk akar alang - alang dimasukan
kedalam masing – masing tiga
tabung reaksi yang masing-masing telah diisi dengan air,
metanol, etanol dan dimaserasi selama 10 menit kemudian
disaring. Filtrat yang telah diperoleh lalu dikocok.
Terbentuknya busa putih yang bertahan ± 15 menit, menunjukan
adanya saponin.
3.3.3 Ekstraksi
Sebanyak 200 gr serbuk akar alang –alang dimaserasi dengan
1000 ml metanol selama
2x 24 jam. Maserasi dilakukan berulang – ulang hingga filtral
hasil maserasi tak berwarna. Filtrat yang diperoleh diuapkan
pada suhu 55 – 600C hingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak
kasar yang diperoleh selanjutnya dilakukan.
3.3.4 Uji Saponin Hasil Ekstrak
a. Uji Pembusaan
Sebanyak 0.5 gram hasil ekstrak dimasukkan kedalam tabung
reaksi, lalu ditambahkan air secukupnya, dan dikocok selama
beberapa detik. Terbentuknya busa putih yang bertahan selama ±
15 menit, menunjukan adanya saponin.
b. Uji Libermann – Burchard
Sebanyak 0.5 gram hasil ekstrak dimasukkan kedalam tabung
reaksi yang telah diisi larutan asam asetat glasial, lalu
diambil 1 – 2 tetes larutan tersebut dan di teteskan pada
kromatografi lapis tipis (KLT). Terlihatnya warna jingga atau
coklat tua dengan sinar biasa menunjukan adanya saponin.
c. Uji Salkoswki
Sebanyak 3 tetes larutan ekstrak dari uji Libermann –
Burchard, diteteskan pada tabung reaksi, kemudian tambahkan 3
tetes asam sulfat pekat lalu dikocok. Lalu diambil 1 – 2 tetes
campuran tersebut dan ditetesi pada KLT. Terlihatnya warna
jingga atau coklat tua dengan sinar biasa, menunjukan adanya
saponin.
3.3.5 uji anti Kanker
Hewan uji diberi suspensi CMC 1% atau ekstrak etanol akar
alang –alang selama 7 hari,
pada hari ke 8 diinduksikan Larutan Siklofosfamid 30 mg/kg BB
sedangkan untuk kelompok suspensi CMC 1% tidak diinduski. Tiga
puluh jam kemudian hewan dibunuh dan dibedah lalu diambil
darah untuk penentuan nilai hematokrit metode mikrohematokrit
dan sumsum tulang femur untuk pemeriksaan mikronukleus.
DAFTAR PUSTAKA
Appeabaum . S .W . And Birk.Y. 1979 . Saponin Didalam A
Rosental HERBEVORES. ACADEMIC PRESS. 539 - 561 .
Basset,JR.C. Denney, G.H . Jefferey . 1994. “Kimia Analisis
Kuantitatif Annorganik”. Edisi 4 . Alih Bahasa :
Pudjatmaka. Buku Kedokteran EGC . Erlangga . Jakarta
Birk. Y. Dan Pert . I . 1980. SAPONIN Didalam IE Linier Toxic
Constituents Of Plant Foodstuffs. Academic Press : 161 –
182
Day, R.A dan Underwood, A,L, 2002, “Analisis Kimia
Kuantitatif”, Edisi VI, A.b : Iis Sopyan , Erlangga,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. 1989. Materia Medika Indonesia Jilid V.
Departemen Kesehatan RI, Jakarta. Hal. 523 – 555
Gestetner. B . . Birk.Y .And Tencer. . Y. 1966 . A Method For
Determination Of Sapogenin And Saponin Contents In Soya
Bean. Phyto Chem. 5 . 803 - 806.
Harborne. 1996. Metode Fitokimia. Terbitan Kedua.Terjemahan Dari:
Phytochemical Methods. Oleh: Padamawinata, Kosasih, Iwan
S. ITB. Bandung. Hal. 6, 147.
Hudgson, E.P., 2000, Textbook of Modern Toxicology 2nd ed. The
McGrow-hill Companies, Inc, Singapore, 172-177.
Ma’at S. 2003. Tanaman Obat Untuk Pengobatan Kanker. Jurnal Bahan
Alam Indonesia. Volume 2 (1). Jakarta. Hal 188.
Meyer BN. 1982. Brine Shrimp: A Convenient General Bioassay For Active Plant
Constituent. Planta Medica, Volume 45, Hal. 31-34
Mursito, B. 2000. Ramuan Tradisional Untuk Kesehatan Anak. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Price. K.R .. Curl.L .L and Fen Weick. G.R . 1986 The saponin content and sapogenol composition of seed of 13 varieties of legume. J. Sci.Foocf ARric. 17:1185-1181
Schafer, J.M., Lee, E.S., O’Regan, R.M., Yao, K., And Jordan,
V.C., 2000, Rapid Development Of Tamoxifen-Stimulated Mutant P53
Breast Tumors (T47D) In Athymic Mice, Clin. Cancer Res., Vol: 6,
4373-4380.
Sukman,Y Dan Yakup. 1995. Gulma Dan Teknik Pengendaliannya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada: 22-24Dove,M.R Dan
Sugeng M. 1987. Manusia Dan Alang-Alang Di Indonesia.
Yogyakarta : Gajahmada University Press : 20- 23
Suryatna, E. S Dan M.C Inthos. 1980. Food Crop Production And Control
Of Imperata Cylindrica L.( Beauv ) On Small Farms. Proceedings Of The Biotrof