7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Saliva a ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Saliva a ...
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Saliva
a. Pengertian saliva
Saliva adalah cairan yang ada di rongga mulut yang memiliki
fungsi dan peran penting untuk kesehatan mulut. Saliva yang
dikeluarkan dalam keadaan normal berkisar antara 0,5-1,5 liter.
Sedangkan untuk curah saliva keadaan biasa (kondisi istirahat) adalah
0,1-0,5 ml/menit. Perubahan komposisi dan curah saliva dapat
menimbulkan masalah kesehatan pada rongga mulut seperti masalah
pengecapan, abrasi dan iritasi mukosa , peningkatan formulasi plak,
peningkatan resiko karies, erosi gigi, dan penyakit periodontal
(Ardiani, 2013).
b. Fungsi saliva
Saliva memiliki banyak fungsi, diantaranya
1) Sebagai penyimpan ion kalsium dan fosfat yang merangsang
terjadinya remineralisasi
2) Penyangga atau buffer untuk meminimalkan demineralisasi
dengan menetralkan pH plak setelah makan
3) Sebagai cairan yang melindungi saliva dari luka saat mengunyah,
rasa didalam mulut yang terlalu pekat, dan suhu
4) Membersihkan sisa makanan (self cleansing)
5) Membantu lidah dalam menentukan rasa dengan melarutkan zat
makanan sehingga bernteraksi dengan lidah
6) Enzim amilase pada saliva berfungsi untuk memecah zat tepung
(Duggal et al., 2014).
c. Komposisi saliva
Saliva memiliki komposisi utama terdiri dari 99% air. Dalam
saliva juga terdapat komponen lain. Komponen saliva dibedakan
menjadi organik seperti amilase (enzim yang memecah zat tepung
8
menjadi zat tepung lain yang lebih halus), polisakarida, musin
(menyebabkan sifat air menjadi kental dan licin), lisozim (membunuh
kuman) dan materi anorganik seperti natrium, kalsium (zat kapur),
kalium, klorida, dan magnesium (Kasuma, 2015).
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi sekresi saliva
Menurut Amerongen dalam Haryani W et al. (2016) kelenjar
ludah dapat dirangsang dengan cara-cara berikut:
1) Mekanis, misalnya mengunyah makanan keras atau permen karet
2) Kimiawi, oleh rangsangan rasa seperti manis, asin, asam, pahit,
dan pedas
3) Neuronal, melalui sistem saraf autonom baik simpatis maupun
parasimpatis
4) Psikis, stress menghambat sekresi, ketegangan dan kemarahan
dapat sebagai stimulus
5) Rangsangan rasa sakit, misalnya oleh radang, gingivits, pemakaian
protesa dapat menstimulasi sekresi
e. Uji Saliva
1) Hidrasi saliva (laju aliran saliva)
Laju aliran saliva adalah parameter yang menentukan
normal, tinggi, rendah atau sangat rendahnya aliran saliva yang
dinyatakan dalam satuan ml/ menit. Pada individu dewasa yang
sangat sehat, laju aliran normal saliva yang di stimulasi adalah 1-3
ml/ menit, laju aliran yang lambat adalah 0,7-1 ml, dan hiposaliva
apabila laju aliran saliva kurang dari 0,7 ml/ menit. Laju aliran
normal saliva non stimulasi adalah 0,25-0,35 ml/ menit, laju aliran
yang rendah adalah 0,1-0,25 ml/ menit, dan hiposaliva apabila laju
aliran saliva adalah kurang dari 0,1 ml/ menit (Kasuma, 2015).
Dalam penilaian resiko karies, salah satu pemeriksaan yang
dilakukan yaitu pemeriksaan aliran dan kekentalan saliva.
Kecepatan aliran saliva yang rendah dan kekentalan saliva yang
tinggi menunjukkan tingginya proses terjadinya karies. Sebaliknya
kecepatan aliran saliva yang tinggi dan kekentalan saliva yang
9
rendah menunjukkan rendahnya proses terjadinya karies (Senewa
et al., 2015).
2) Viskositas saliva
Viskositas adalah suatu cara untuk menyatakan berapa daya
tahan dari aliran saliva dan ukuran yang menyatakan kekentalan
saliva. Kekentalan merupakan sifat cairan yang berhubungan erat
dengan hambatan untuk mengalir (Sunarjo et al., 2016).
Kekentalan saliva berperan dalam kemampuan saliva
membersihkan sisa-sisa makanan dari dalam rongga mulut. Saliva
yang encer akan memiliki efek self cleansing yang membantu
saliva secara alami membersihkan sisa makanan sehingga tidak
menempel dengan erat pada permukaan gigi. Sebaliknya aliran
saliva yang kental akan menyebabkan terjadinya retensi sisa
makanan pada permukaan gigi, sehingga meningkatkan resiko
karies (Senewa et al., 2015).
Kriteria kekentalan saliva :
a) Encer, apabila saliva terlihat bening, cair, tidak berbusa, dan
bila gelas dimiringkan saliva langsung mengalir cepat seperti
air
b) Normal, apabila saliva terlihat putih, berbusa, dan bila gelas
dimiringkan saliva mengalir perlahan
c) Kental, apabila saliva lengket, putih, berbusa, dan bila gelas
dimiringkan hampir tidak mengalir (Senewa et al., 2015).
3) Derajat keasaman saliva
Keasaman dapat diukur dengan satuan pH. Skala pH
berkisar 0-14, dengan pandangan terbalik dimana semakin rendah
nilai pH semakin banyak asam dalam larutan. Sebaliknya semakin
bertambahnya nilai pH berarti bertambahnya basa dalam larutan
(Rahmawati et al., 2015). pH netral saliva antara 6,8-7,8 , tetapi
pada umumnya dalam keadaan istirahat pH saliva adalah 6,8
(Septianto, dkk. 2014). Kurva stephan menyebutkan bahwa
berkumur dengan cairan gula 10% selama beberapa menit telah
10
menurunkan pH dari 7,0 hingga mendekati 5,0 dan membutuhkan
30-40 menit untuk kembali ke keadaan semula (Duggal at al.,
2014).
4) Kapasitas buffer saliva
Kapasitas buffer saliva adalah kemampuan saliva untuk
mempertahankan keseimbangan asam basa dalam rongga mulut.
Kapasitas buffer saliva ini sangat berhubungan erat dengan pH
saliva dimana kapasitas buffer ini memegang peranan penting
dalam pemeliharaan saliva (Wulandari dan Fellicia, 2014).
pH dan kapasitas buffer dipengaruhi oleh perubahan-
perubahan antara lain :
a) Irama siang dan malam
(1) pH dan kapsitas buffer tinggi setelah bangun (keadaan
istirahat), tetapi kemudian segera turun.
(2) Saat makan pH saliva tinggi tetapi turun 30-60 menit.
(3) Malam hari akan naik kemudian turun lagi
b) Diet
Diet kaya karbohidrat dapat menurunkan pH saliva karena
menaikkan metabolisme produsi asam oleh bakteri. Diet kaya
sayuran cenderung menaikkan pH saliva.
c) Perangsangan kecepatan sekresi
Peningkatan laju alir saliva yang meningkatkan ion bikarbonat
sehingga pH saliva meningkat (Amerongen, 1991).
5) Kuantitas saliva
Volume sekresi saliva tergantung pada kondisi kelenjar
saliva tanpa stimulasi dan stimulasi. Volume saliva tanpa stimulasi
yaitu 0,3 ml dalam 1 menit dengan pH antara 6,10-6,47 dan dapat
meningkat sampai 7,8 saat volume mencapai maksimal. Saliva
terstimulasi 3,0 ml dalam 1 menit dengan pH 7,62 (Indriana,
2011).
11
2. Karies
a. Pengertian
Gigi yang rusak diawali dengan lubang atau karies pada gigi.
Karies adalah rusaknya gigi yang dimulai dari email, jika tidak segera
dilakukan penambalan maka akan ke dentin bahkan sampai pada
pulpa hingga menimbulkan rasa sakit dan akhirnya gigi mati
(Hermawan, 2010).
Karies gigi merupakan penyakit yang paling umum yang terjadi
pada masa kanak-kanak dan bertambah seiring bertambahnya usia.
Karies gigi pada anak disebabkan oleh kombinasi jenis makanan anak
yaitu peningkatan konsumsi gula yang dihubungkan dengan
peningkatan kejadian karies, lama waktu sisa makanan berada di
dalam mulut dan cara membersihkan mulut, dan anak kesulitan untuk
menyikat gigi (Ningsih et al., 2016).
b. Indeks karies
Indeks karies adalah angka yang menunjukkan klinis penyakit
gigi dengan karies pada seseorang atau sekelompok orang. Untuk
menilai status kesehatan gigi dan mulut pada gigi permanen dalam hal
karies digunakan nilai DMF-T. Nilai DMF-T adalah angka yang
menunjukkan jumlah gigi permanen dengan karies pada seseorang.
D = gigi yang berlubang karena karies dan masih bisa ditambal
M = gigi yang dicabut karena karies gigi
F = gigi yang ditambal karena karies dan masih dalam kondisi baik
(Indirawati dan Magdarina, 2013).
Sedangkan untuk menilai status kesehatan gigi dan mulut pada
gigi sulung dalam hal karies adalah def-t, dengan menghitung
d = decay, yaitu gigi sulung yang mengalami karies
e = indicated for extraction, terdapat karies besar dan diindikasikan
untuk dicabut
f = filled, yaitu gigi yang sudah direstorasi dan tidak terdapat
sekunder karies (Qomarul et al., 2012).
12
Tabel 2.1 Nilai DMF-T/ def-t dan kriterianya
Nilai DMF-T/ def-t Kriteria
0,0 - 1,1 Sangat rendah
1,2 - 2,6 Rendah
2,7 - 4,4 Sedang
4,5 - 6,6 Tinggi
>6,6 Sangat tinggi
(Indirawati dan Magdarina, 2013)
c. Etiologi karies
Menurut Kidd and Bechal dalam Pitriyanti dan Ni wayan
(2016). Karies gigi disebabkan oleh 4 faktor utama, yaitu host,
mikroorganisme, waktu, dan substrat. Dalam penyakit karies gigi
dapat dijabarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Empat lingkaran yang menggambarkan paduan
faktor penyebab karies. Karies baru akan timbul jika keempat faktor
penyebab ada (Gayatri dan Mardianto, 2016).
1) Host (gigi dan saliva)
a) Gigi
Ada beberapa faktor yang dihubungkan dengan gigi
sebagai tuan rumah terhadap karies, yaitu morfologi gigi
dimana gigi dengan lekukan dan fisur yang dalam sulit untuk
dibersihkan dari sisa makanan sehingga plak dapat
13
berkembang, struktur enamel, dan mudah terjadi pada gigi
yang tidak beraturan (Hermawan, 2010; Ramayanti dan Idral,
2013).
b) Saliva
Saliva berfungsi membersihkan sisa makanan didalam
mulut. Aliran saliva meningkat hingga usia 10 tahun, namun
setelah dewasa hanya meningkat sedikit. Individu yang
memiliki saliva kental dan berkurang fungsi salivanya
menyebabkan aktivitas karies meningkat (Hermawan, 2010).
Saliva bekerja untuk menetralisir asam dan membantu
remineralisasi namun jika konsumsi makanan dan minuman
karbohidrat terlalu sering maka email tidak mempunyai
kesempatan untuk remineralisasi sempurna (Ramayanti dan
Idral, 2013). Sayuran dan buah-buahan yang berserat dan
berair bersifat membersihkan dan merangsang sekresi saliva
(Pintauli, 2010).
2) Agen (mikroorganisme)
Plak adalah lapisan lunak yang berkembang biak diatas
suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan
gigi saat aktivitas menyikat gigi berhenti selama beberapa hari.
Plak terdiri dari 70% mikroorganisme dan awalnya berupa
organisme kokus dan akhirnya organisme filamen muncul seiring
bertambahnya plak. Streptococcus mutans dan lactobacillus
merupakan 2 dari 500 bakteri penyebab utama karies karena
mempunyai sifat asidogenik dan asidurik (resisten terhadap asam).
Jumlah streptococcus mutans lebih banyak pada makanan
mengandung gula dan karbohidrat yang mudah difermentasi
kemudian dimetabolisme menjadi asam (Ramayanti dan Idral,
2013; Duggal et al., 2014).
Plak terbentuk pada semua permukaan gigi dan tambalan
dan berkembang dengan baik pada daerah yang sulit dibersihkan
14
seperti tepi gingival, permukaan proksimal dan didalam fisur
(Ramayanti dan Idral, 2013).
3) Substrat
Substrat adalah campuran makanan halus dan minuman
yang dimakan sehari-hari dan menempel pada permukaan gigi.
Substrat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu
perkembangbiakan dan dapat mempengaruhi metabolisme bakteri
didalam plak dengan menyediakan bahan untuk memproduksi
asam yang menyebabkan karies. Orang yang banyak
mengkonsumsi karbohidrat terutama sukrosa mengalami karies,
sedangkan orang diet yang banyak mengandung protein dan lemak
sedikit bahkan tidak mengalami karies karena makan makanan
yang mengandung protein dan fosfat dapat menambah sifat basa
pada saliva (Ramayanti dan Idral, 2013; Hermawan, 2010;
Pintauli, 2010).
Lemak yag dikonsumsi sebelum dan sesudah makan
makanan karbohidrat dapat meningkatkan pH saliva.
Mengkonsumsi makanan yang tinggi protein setelah makan
karbohidrat juga dapat mengembalikan pH menjadi 7 dengan
cepat (Ramayanti dan Idral, 2013).
4) Waktu
Karies adalah penyakit kronis yang berkembang dalam
waktu beberapa bulan atau tahun. Karies berkembang menjadi
kavitas yang besar membutuhkan waktu yang bervariasi antara 6-
48 bulan. Karies pada masa anak-anak lebih tinggi kecepatannya
dibandingkan orang dewasa (Ramayanti dan Idral, 2013).
d. Faktor yang mempengaruhi terjadinya karies
Karies gigi terjadi karena sejumlah faktor (multiple factor) yang
saling mempengaruhi yaitu gigi, saliva, mikroorganisme serta substrat
dan waktu. Keempat faktor digambarkan dalam lingkaran, apabila
keempat faktor saling tumpang tindih maka akan terjadi karies. Selain
itu karies gigi juga dipengaruhi oleh faktor yang disebut faktor
15
eksternal atau faktor luar yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan
kesehatan, dan keturunan (Miftakhun et al., 2016).
1) Lingkungan
Faktor lingkungan yang yang paling berpengaruh terhadap
karies antara lain air yang diminum dan kultur sosial ekonomi
penduduk. Penduduk yang sejak dini diberi fluor baik dalam air
maupun makanan maka email akan banyak menyerap fluor
sehingga dapat mencegah karies. Sedangkan faktor lingkungan
dari sosial ekonomi adalah semakin tinggi pendidikan formal
seseorang maka semakin baik pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan sehingga mudah memperoleh pekerjaan dan semakin
banyak memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan
kesehatan (Purwaningsih dan Ni Made, 2015).
2) Perilaku
Perilaku adalah semua aktivitas baik yang dapat diamati
maupun yang tidak dapat diamati secara langsung. Perilaku
memiliki peranan yang penting dalam satus kesehatan gigi dan
mulut karena berpengaruh pada kesehatan gigi dan mulut individu
atau masyarakat. Perilaku dipengaruhi oleh pendidikan yang tidak
hanya didapat secara formal di sekolah tetapi juga di rumah
dengan bimbingan orang tua (Fitriana dan Nila, 2012).
Kebiasaan mengkonsumsi makanan dan minuman yang
manis sangat berpengaruh dalam peningkatan resiko karies.
Makanan kariogenik adalah makanan yang mengandung
karbohidrat sehingga dapat difermentasikan sehingga pH turun
menjadi 5,5 atau kurang dan dapat menstimulasi karies.
Karbohidrat yang dapat difermentasikan yaitu karbohidrat yang
dapat dihidrolisis oleh enzim amilase pada saliva sebagai tahap
awal penguraian karbohidrat dan difermentasikan bakteri. Gula
yang dapat menurunkan pH secara drastis yaitu glukosa dan yang
paling efektif adalah sukrosa karena sintesis polisakarida ekstra sel
16
sukrosa lebih cepat dibanding glukosa, fruktosa, dan laktosa
(Ramayanti dan Idral, 2013).
Permen dan coklat merupakan makanan yang lengket dan
mudah melekat sehingga gigi mudah terkena karies karena
paparan gula didalam mulut lebih lama. Sedangkan mengunyah
permen karet dan marshmellows berpotensi rendah untuk melekat
walaupun mengandung kadar gula yang tinggi tetapi karena
gerakan mengunyah menstimulasi saliva (Ramayanti dan Idral,
2013).
Pengetahuan yang tinggi tentang kesehatan gigi dan mulut
serta pemilihan makanan dapat berpengaruh pada oral hygiene.
Oral hygien yang baik, maka pH saliva akan netral (Anggoro,
2016). Tingkat kebersihan gigi dan mulut yang buruk dapat
meningkatkan resiko terjadinya karies gigi sebesar 8 kali
(Purwaningsih dan Ni Made, 2015). Menyikat gigi, menggunakan
benang gigi, dan tindakan profilaksis merupakan dasar dalam
menjaga kebersihan mulut. Keterampilan menyikat gigi harus
ditekankan agar setiap orang dapat menyikat gigi seluruh
permukaan yang dilakukan dua kali sehari yaitu pagi setelah
sarapan dan malam sebelum tidur dengan pasta gigi yang
mengandung fluor. Perilaku menyikat gigi yang salah
meningkatkan resiko terjadinya karies sebesar 20 kali
(Purwaningsih dan Ni Made, 2015). Benang gigi digunakan untuk
membersihkan sisa makanan yang tidak dapat dijangkau dengan
sikat gigi biasanya pada daerah celah (interdental) gigi. Profilaksis
yang dapat dilakukan adalah pembersihan karang gigi (Pintauli,
2010).
3) Pelayanan kesehatan
Penduduk yang berada disekitar pusat pelayanan kesehatan
memiliki akses yang lebih mudah sehingga mendapat banyak
informasi tentang kesehatan gigi dan mulut jika dibanding dengan
masyarakat yang jauh (Pratiwi et al., 2009).
17
4) Keturunan
Menurut Tarigan dalam Sunarjo (2016) orang tua yang
memiliki gigi berjejal dapat menurun kepada anaknya. Gigi yang
berjejal lebih mudah terkena karies karena sisa makanan mudah
menempel dan sulit untuk dibersihkan.
e. Pencegahan karies
Karies merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan 4 unsur
pencegahan, yaitu
1) Kontrol plak
Kontrol plak dapat dilakukan dengan cara:
a) Menggosok gigi, menggosok gigi yang baik menggunakan
pasta gigi berfluoride. Peran orangtua dalam menggosok gigi
anak adalah dengan melakukan pendampingan hingga anak
berusia 6-7 tahun.
b) Menggunakan benang gigi untuk anak yang usianya lebih tua.
c) Memantau plak dengan mengoleskan cairan pewarna plak
kemudian menggosok gigi, jika masih terlihat pewarnaan maka
plak tersebut masih ada yang artinya gerakan menyikat gigi
masih salah (Duggal et al., 2014).
2) Kontrol pola makan
Untuk mengontrol pola makan dapat dilakukan dengan
mengurangi jumlah dan frekuensi pemasukan gula dan frekuensi
karbohidrat dibandingkan dengan menyingkirkan semua gula dan
makanan manis lainnya. Secara sederhana “5 & 2” dimana 5
makanan atau camilan (3 makanan dan 2 camilan) tidak akan
menyebabkan demineralisasi enamel dengan menyikat gigi dua
kali sehari menggunakan pasta gigi berfluoride selama masing-
masing 2 menit (Duggal et al., 2014).
Mengkonsumsi makanan karbohidrat yang terfermentasi
dapat menyebabkan turunnya pH 5-15 menit setelahnya.
Mengkonsumsi snack meskipun jumlahnya hanya sedikit tetapi
frekuensinya sering lebih berpotensi untuk karies dibanding
18
dengan makan tiga kali dan sedikit snack (Ramayanti dan Idral,
2013).
3) Fluoride
Untuk anak-anak kandungan fluoride dalam pasta gigi
sebesar 500-700 ppm F (atau kurang) untuk menghindari risiko
fluorosis (Duggal et al., 2014). Fluor memiliki beberapa fungsi,
antara lain menghambat enzim pembentukan asam oleh bakteri,
menghambat kerusakan email lebih lanjut, dan remineralisasi pada
lesi awal karies. Fluoridasi air minum, pasta gigi, obat kumur, dan
tablet fluor adalah macam-macam sediaan fluor (Ramayanti dan
Idral, 2013). Fluoridasi air minum adalah cara yang paling efektif
untuk menurunkan masalah karies di masyarakat. Sedangkan obat
kumur disarankan bagi anak yang beresiko tinggi atau terjadi
kenaikan karies. Jika penggunaan pasta gigi mengandung fluor,
tablet fluor, dan obat kumur tidak cukup untuk menghambat
karies, maka topikal aplikasi fluor dapat diberikan dalam jangka
waktu empat atau enam bulan sekali sesuai dengan tingkat
keparahan karies anak (Pintauli, 2010).
Fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme
bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui
perubahan hidroksi apatit pada enamel menjadi fluor apatit yang
tahan terhadap asam sehingga menghambat proses demineralisasi
dan meningkatkan remineralisasi (Purwaningsih dan Ni Made,
2015).
4) Fissure sealant
Pada anak-anak, sebanyak 45-70% fissure dan lubang gigi
molar tetap terbukti dapat dikurangi dengan fissure sealant.
Fissure sealant diindikasikan pada anak-anak berikut:
a) Memiliki karies pada gigi sulung
b) Memiliki karies pada gigi molar pertama permanen
c) Kebersihan mulut yang buruk
d) Gangguan medis tertentu
19
e) Berkebutuhan khusus atau disabilitas
f) Gigi yang memiliki fissure dalam (Duggal et al., 2014).
3. Gigi
a. Pengertian
Gigi adalah jaringan tubuh yang paling keras dibanding yang
lainnya, namun gigi mudah rusak jika tidak mendapat perawatan yang
benar (Hermawan, 2010). Gigi tertanam pada tulang yang menempel
ditulang rahang atau disebut tulang alveolar. Tulang alveolar ditutupi
gusi untuk menopang agar gigi berdiri dengan kuat. Jaringan yang
berfungsi untuk menopang gigi disebut dengan jaringan periodontal.
Selain tulang alveolar dan gusi, sementum yang berfungsi melapisi
permukaan akar gigi dan membran periodontal fungsinya melekatkan
gigi ke tulang alveolar termasuk jaringan periodontal (Ramadhan,
2010).
b. Fungsi gigi
Secara umum gigi memiliki beberapa fungsi, yaitu
1) Untuk memotong, mengiris, merobek dan mengunyah makanan
agar mudah ditelan dan meringankan kerja proses pencernaan
2) Memperjelas berbicara, bunyi huruf “f”, “v”, “s”, “z”, dan “th”
akan sulit jika gigi depan hilang
3) Memperbaiki penampilan ketika tersenyum dan tertawa
4) Menjaga kesehatan rongga mulut dan rahang, gigi yang hilang
dapat menyebabkan gangguan pengunyahan makanan, susunan
gigi menjadi tidak teratur, gangguan sendi rahang, dan penyakit
pada jaringan periodontal (Sariningsih, 2012; Ramadhan, 2010).
c. Bagian-bagian gigi
1) Bagian-bagian gigi dilihat secara makroskopis
a) Mahkota gigi, bagian yang tampak diatas permukaan gigi
b) Leher gigi, bagian yang terletak antara mahkota dan akar gigi
c) Akar gigi, bagian yang tertanam didalam tulang rahang
(Sariningsih, 2012).
20
2) Bagian-bagian gigi dilihat secara mikroskopis
a) Email
Email berada dilapisan terluar gigi merupakan jaringan
paling keras bahkan lebih keras dibanding tulang karena
fungsinya melindungi gigi dari rangsangan panas, dingin,
asam, dan manis. Bagian luar email mengalami mineralisasi
yang lebih sempurna dan mengandung banyak fluor, fosfat,
dan sedikit karbonat dan air. Email yang banyak mengandung
mineral maka kristal enamel semakin padat dan semakin
resisten. Enamel pada gigi sulung berwarna putih sedangkan
gigi permanen berwarna kekuning-kuningan. Enamel tidak
mempunyai kemampuan untuk tumbuh kembali, sehingga jika
rusak tidak bisa lagi seperti semula (Miftakhun et al., 2016;
Ramadhan, 2010).
b) Dentin
Dentin tidak sekeras enamel dan berada dibawah enamel
berwarna kuning muda. Setelah dentin terbentuk dengan
sempurna, akan terbentuk dentin lain yang disebut dentin
sekunder. Dentin sekunder memiliki kemampuan untuk
tumbuh, namun pertumbuhannya ke bagian dalam yaitu
menuju pulpa sehingga semakin bertambahnya usia ruangan
pulpa semakin sempit. Di dalam dentin terdapat saluran-
saluran mikroskopis yang disebut dengan tubulus dentin. Saat
gigi berlubang dentin dan tubulus dentin terbuka menyebabkan
rasa linu saat makan dan minum yang panas, dingin, manis,
maupun asam dan saat gigi berlubang kemasukan makanan
(Sariningsih, 2012; Ramadhan, 2010; Wangidjaja, 2016).
c) Pulpa
Pulpa berisi pembuluh darah dan saraf yang masuk ke
dalam gigi melalui lubang kecil pada ujung akar yang disebut
foramen apikal. Pembuluh darah memberi nutrisi sehingga gigi
kuat dan sehat. Sedangkan pembuluh saraf menghantarkan
21
rangsangan dari luar gigi ke otak sehingga tahu jika ada
kerusakan gigi. Ruang pulpa yang berada di mahkota disebut
kamar pulpa, sedangkan yang berada dibagian akar disebut
saluran akar.
Infeksi dari bakteri yang masuk melalui lubang akan
menyebabkan pulpa mati sehingga pembuluh darah tidak bisa
memberikan nutrisi yang mengakibatkan gigi menjadi rapuh
dan hancur. Pembuluh saraf yang mati menyebabkan linu tidak
terasa lagi (Hermawan, 2010; Ramadhan, 2010)
d. Macam-macam gigi
1) Menurut susunannya, gigi dibagi menjadi
a) Heterodontal atau heterodon yaitu gigi yang bentuk dan
fungsinya bermacam-macam seperti gigi manusia, anjing,
kucing, dan kera
b) Homodontal atau homodon yaitu semua gigi memiliki bentuk
sama misalnya ikan dan burung (Ramadhan, 2010;
Wangidjaja, 2016).
2) Berdasarkan erupsinya, gigi dibagi menjadi
a) Difiodon artinya gigi mengalami 2 kali erupsi, yaitu gigi
sulung dan gigi tetap
b) Monofiodon artinya gigi hanya mengalami erupsi satu kali
c) Polifiodon artinya gigi mengalami beberapa kali erupsi
Gigi manusia merupakan contoh erupsi difiodon (Wangidjaja,
2016).
e. Periode pergantian gigi
Pergantian gigi dipisah kedalam 3 periode, yaitu gigi sulung (0-
5 tahun), gigi bercampur atau pergantian (6-12 tahun), dan gigi tetap
(diatas 12 tahun) (Tjiptowidjojo, 2018).
1) Gigi sulung
Gigi susu atau gigi sulung yaitu gigi yang pertama kali
tumbuh didalam rongga mulut seseorang. Gigi sulung akan keluar
atau erupsi dari dalam gusi pada usia 6 bulan sampai 1 tahun. Pada
22
umumnya gigi sulung lengkap berjumlah 20 buah pada umur 3
tahun, yaitu 10 buah rahang atas dan 10 rahang bawah
(Sariningsih, 2012; Ramadhan, 2010). Gigi sulung akan bertahan
didalam mulut sampai umur sekitar 6 tahun saat erupsi pertama
gigi permanen (Pratiwi, 2009). Gigi sulung berperan untuk
perkembangan rahang dan erupsi gigi permanen. Gigi sulung
lepas sebelum waktunya menyebabkan pergeseran gigi sebelahnya
akibat dari adanya ruang kosong yang menyebabkan gigi
permanen pengganti sulit untuk menempati ruang tersebut dan
tumbuh tidak teratur sehingga gigi sulung merupakan petunjuk
tempat bagi gigi penggantinya (Ramadhan, 2010). Gigi sulung
mudah terkena karies karena email gigi sulung lebih banyak bahan
organik dan air dibanding mineralnya, selain itu struktur gigi yang
lebih kecil dan tipis jika dibandingkan dengan gigi dewasa
(permanen)(Miftakhun et al., 2016; Hermawan, 2010).
Berdasarkan bentuk dan fungsinya gigi sulung dibedakan
menjadi:
a) Gigi seri (incisive), berbentuk seperti pahat yang berfungsi
untuk memotong dan mengiris makanan
b) Gigi taring (caninus), berbentuk runcing berfungsi untuk
merobek makanan
c) Gigi geraham (molar), bentuknya agak membulat dengan
dataran pengunyahan ada tonjolan dan berlekuk yang
berfungsi untuk mengunyah (Sariningsih, 2012).
23
Tabel 2.2 Masa erupsi gigi sulung
Rahang Atas
Gigi Erupsi
Incisive 7,5-9 bulan
Kaninus 18 bulan
Molar 14-24 bulan
Tabel 2.3 Masa erupsi gigi sulung
Rahang Bawah
Gigi Erupsi
Incisive 6-7 bulan
Kaninus 16 bulan
Molar 12-20 Bulan
(Ramadhan, 2010)
2) Gigi campuran
Gigi sulung mulai goyang dan lepas pada usia 6 tahun. Pada
usia 6-12 tahun disebut masa gigi campuran karena di dalam
mulut masih terdapat gigi sulung tetapi ada beberapa gigi
permanen yang sudah keluar (Ramadhan, 2010).
Pada periode gigi pergantian rawan terjadi kerusakan gigi
dikarenakan anak dan orang tua kurang mengetahui jika anak
sudah berganti dengan gigi tetap tidak akan berganti lagi dan akan
digunakan selamanya (Hidayati et al., 2014).
3) Gigi permanen
Gigi permanen yang lengkap berjumlah 32 buah ketika usia
17-20 tahun. Menurut bentuk dan fungsinya gigi permanen dibagi
menjadi 4, yaitu
a) Gigi seri (incisive), berbentuk persegi panjang dan berfungsi
memotong makanan
24
b) Gigi taring (caninus), berbentuk lebih panjang dengan ujung
runcing berfungsi merobek atau mengoyak makanan
c) Gigi geraham kecil (premolar), gigi premolar rahang atas
memiliki dua tonjolan, sedangkan premolar rahang bawah
hampir mirip dengan caninus namun tonjolan tidak runcing
dan ukurannya lebih besar. Gigi premolar berfungsi menyobek
dan membantu menghaluskan makanan
d) Gigi geraham besar (molar), berbentuk seperti kotak dan
ukurannya besar dan berperan penting untuk menghaluskan
makanan (Ramadhan, 2010).
Tabel 2.4 Masa erupsi gigi permanen
Rahang atas
Gigi Erupsi
Incisive 7-9 tahun
Kaninus 11-12 tahun
Premolar 10-12 tahun
Molar 6-21 tahun
Tabel 2.5 Masa erupsi gigi permanen
Rahang Bawah
Gigi Erupsi
Incisive 6-8 tahun
Kaninus 9-10 tahun
Premolar 10-12 tahun
Molar 6-21 tahun
(Ramadhan, 2010)
f. Perbedaan gigi sulung dan gigi permanen
Berikut ini perbedaan gigi sulung dan permanen
1) Gigi sulung tidak memiliki gigi premolar
25
2) Ukuran gigi sulung lebih kecil dibanding gigi permanen baik
mahkota maupun akarnya
3) Warna gigi sulung lebih putih sedangkan gigi permanen
kekuningan
4) Lapisan enamel gigi sulung lebih tipis tebalnya kurang lebih 1 mm
atau setengah dari email gigi permanen
5) Ruang pulpa gigi sulung lebih besar
6) Akar gigi sulung lebih ramping dan panjang dibanding mahkota
7) Akar gigi geraham sulung menyebar untuk tempat perkembangan
gigi permanen (Sariningsih, 2012; Ramadhan, 2010; Purwanto,
2016).
4. Anak SD
Usia anak sekolah dasar yaitu 7-12 tahun. Pada usia ini terjadi fase
pergantian gigi dari gigi sulung ke gigi permanen (Qomarul et al., 2012).
Gigi bercampur atau pergantian terjadi pada usia 6-12 tahun
(Tjiptowidjojo, 2018). Pada anak usia sekolah dasar, keadaan kesehatan
gigi dan mulut masih bergantung pada peran orang tuanya (Qomarul et
al., 2012).
Pada umunnya, keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk
dikarenakan anak lebih banyak makan makanan dan minuman yang
menyebabkan karies dibanding orang dewasa. Anak senang makan
makanan manis dan jarang untuk membersihkannya. Selain itu tingkat
kesadaran memelihara kesehatan gigi dan mulut tergolong rendah karena
rendahnya pengetahuan kesehatan gigi dan mulut (Gayatri dan Mardianto,
2016).
Anak-anak mempunyai resiko karies yang paling tinggi ketika gigi
baru erupsi. Gigi geraham pertama permanen waktu erupsi di rongga
mulut anak pada umur 6-7 tahun. Waktu erupsi gigi geraham pertama
permanen lebih cepat dari geraham yang lain menyebabkan gigi ini rentan
terhadap karies pada permukaan oklusal gigi yang sedang berkembang.
Selain itu, bentuk anatomi gigi geraham pertama permanen lebih banyak
26
pit dan fisur sehingga sisa makanan mudah menempel dan beresiko
terkena karies paling banyak (Akbar et al., 2013).
Kesehatan rongga mulut yang buruk merupakan faktor penting
yang dapat berdampak negatif terhadap kualitas hidup anak dan
mempengaruhi aktivitas sehari-hari. Selain menimbulkan gangguan
makan, karies juga dapat menyebabkan gangguan berbicara, gangguan
belajar anak di sekolah, dan gangguan tidur. Anak-anak yang mempunyai
kesehatan gigi dan mulut yang buruk 12 kali lebih banyak mengalami
gangguan aktifitas termasuk tidak masuk sekolah (Akbar et al., 2016).
B. Kerangka Teori
Karies
anak SD
Utama Eksternal
Host Agen Environment Time
Gigi Saliva
Perilaku
Lingkungan
Pelayanan
Kesehatan
Keturunan
Aliran Saliva
pH Saliva
Kapasitas
Buffer
Viskositas
Oral Higiene
Kuantitas
Saliva
Gambar 2.2 Kerangka Teori