5 BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 16 DAFTAR PUSTAKA...

27
DAFTAR ISI Halama n HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i DAFTAR ISI ………………………………......……………………………… 1 BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………….………………………… 3 2.1 Pasien dalam Keadaan Kritis …………………………………………… 3 2.2 Transportasi Pasien Kritis ……………………………………………... 4 2.3 Transportasi Prehospital ……………………………………………... 5 2.4 Transportasi Intrahospital ……………………………………………... 7 2.5 Transportasi Interhospital ……………………………………………... 9 2.6 Risiko Prosedur Transportasi ……………….…………………………... 15 BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 16 1

Transcript of 5 BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 16 DAFTAR PUSTAKA...

DAFTAR ISI

Halama

n

HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i

DAFTAR

ISI

………………………………......……………………………… 1

BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 2

BAB II TINJAUAN

PUSTAKA

………………….………………………… 3

2.1 Pasien dalam

Keadaan Kritis

…………………………………………… 3

2.2 Transportasi

Pasien Kritis

……………………………………………... 4

2.3 Transportasi

Prehospital

……………………………………………... 5

2.4 Transportasi

Intrahospital

……………………………………………... 7

2.5 Transportasi

Interhospital

……………………………………………... 9

2.6 Risiko Prosedur

Transportasi

……………….…………………………... 15

BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 16

1

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 18

LAMPIRAN ………………………………......……………………………… 19

BAB I

PENDAHULUAN

Pasien dalam keadaan kritis memiliki luka yang mengancam

nyawa atau penyakit yang berhubungan dengan menurunnya

fungsi-fungsi fisiologis.1 Namun, pasien dalam keadaan kritis

sewaktu-waktu dapat membutuhkan pemindahan, baik di dalam

area rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan tambahan, maupun

antar rumah sakit demi mendapatkan pelayanan khusus.2

Mentransportasikan pasien dengan keadaan tersebut sama

saja dengan membiarkan pasien terpapar resiko tambahan.1

Bahkan pemindahan sesingkat mungkin dapat menimbulkan2

komplikasi yang mengancam nyawa. Risiko tersebut antara lain,

ketidakseimbangan sistem kardiovaskular dan respirasi,

pengobatan yang tidak adekuat, pemantauan yang buruk dan

beberapa kesulitan-kesulitan mekanis lainnya.3

Menurut sebuah penelitian di sebuah rumah sakit

pendidikan di Belanda pada tahun 2004, terjadi 34 adverse events

dari total 100 pasien yang menjalani transportasi. 30% dari

kejadian tersebut timbul akibat masalah teknis contohnya

kekurangan oksigen selama perjalanan.4Sementara itu

penelitian lain yang dilakukan oleh Indeck M memaparkan bahwa

pada pasien trauma yang dipindahkan untuk kepentingan

diagnostik, 40% di antaranya mengalami perubahan pada tekanan

darah (>20mmHg) sementara 20% yang mengalami perubahan denyut

nadi (>20 kali/menit). Komplikasi sistem pernapasan telah

dilaporkan sebanyak 29%, salah satu di antaranya adalah

penurunan saturasi oksigen.5

Transportasi pasien kritis yang aman membutuhkan

peninjauan yang akurat serta stabilisasi pasien sebelum

dilakukannya proses tersebut. Prosedur transportasi juga

harus ditunjang dengan perencanaan dan komunikasi yang

optimal antar pihak yang bersangkutan.1 Oleh karena itu,

perlu dilakukan prosedur monitoring meliputi status ventilasi,

oksigenasi, kardiorespirasi dan hemodinamik sepanjang proses

transportasi.6 Dalam penulisan ini, akan dipaparkan beberapa

bentuk transportasi pasien kritis, persiapan dan pemantauan

yang seharusnya dilakuan selama prosedur pemindahan pasien,

serta bahaya yang dapat ditimbulkan melalui proses tersebut.

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pasien dalam Keadaan Kritis7,8

Penyakit kritis adalah segala proses penyakit yang

menyebabkan ketidakseimbangan fisiologis, dan dapat

menyebabkan disabilitas atau kematian dalam beberapa menit

atau jam. Pasien dalam keadaan kritis merupakan pasien yang

memiliki disfungsi atau kegagalan dari satu atau lebih organ

vital atau sistem dan keselamatannya tergantung instrument

monitoring dan terapi . Berikut beberapa pemeriksaan singkat

yang memuat ciri-ciri utama dari penyakit kritis.

4

HR = heart rate; RR = respiratory rate; SBP = systolic blood pressure; UO

= urine output

Tabel 1. Ciri Utama Pasien dalam Keadaan Kritis7

2

2.1

2.2 Transportasi Pasien Kritis

Situasi yang paling aman bagi pasien dalam keadaan kritis

adalah di Intensive Care Unit (ICU), terhubung dengan ventilator

canggih yang dapat memompa infus dengan baik, terpasang

peralatan monitoring, serta dipantau perawat untuk

memperhatikan keadaan pasien. Dengan begitu, pasien dalam

keadaan kritis berada dalam lingkungan yang terkontrol. Namun

pada beberapa keadaan tertentu, pasien dapat meninggalkan

lingkungan yang aman tersebut untuk dipindahkan ke ruang

pemeriksaan lainnya, seperti ruang pemeriksaan radiologi,

ruang bedah, atau bahkan ke rumah sakit lain.9

Pengertian dari pemindahan (transportasi) pasien kritis

dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:

I. Transportasi prehospital, yaitu transportasi dari tempat

terjadinya kecelakaan menuju ke fasilitas kesehatan

5

II. Transportasi intrahospital mengacu pada pemindahan pasien

dalam rumah sakit demi pemeriksaan diagnostik lanjutan

atau prosedur terapi atau pemindahan ke unit khusus.

III. Transportasi interhospital merupakan pemindahan pasien antar

rumah sakit baik dengan transportasi darat maupun udara,

umumnya untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang lebih

memadai.1

2.2.1 Indikasi6

1. Ketika diperlukan pemeriksaan diagnostik atau

terapi intervensi yang dilakukan di luar ruang ICU.

2. Apabila menguntungkan bagi pasien.

2.2.2 Kontraindikasi6

1. Ketidakmampuan untuk menjaga jalan napas

pasien selama transportasi.

2. Ketidakmampuan untuk menyediakan oksigenasi

dan ventilasi yang cukup selama transportasi.

3. Ketidakmampuan untuk mempertahankan stabilitas

hemodinamik selama transportasi.

4. Kondisi lain yang dianggap dapat membahayakan

apabila transportasi dilakukan.

2.3 Transportasi Prehospital10

Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai pemindahan

pasien dari tempat kejadian, meliputi:

I. Melakukan Pemeriksaan Menyeluruh

6

Memastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa

kesulitan setelah diletakan di atas usungan. Jika pasien

tidak sadar dan menggunakan alat bantu jalan nafas

(airway), patut dipastikan bahwa pasien mendapat

pertukaran aliran yang cukup saat diletakkan di atas

usungan.

II. Mengamankan Posisi Tandu di dalam Ambulans

Memastikan selalu bahwa pasien dalam posisi aman selama

perjalanan ke rumah sakit. Tandu pasien dilengkapi dengan

alat pengunci yang mencegah roda usungan bergerak saat

ambulans tengah melaju. Kelalaian mengunci alat dengan

sempurna pada kedua ujung usungan bisa berakibat buruk

saat ambulans bergerak.

III. Mengamankan Posisi Pasien

Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan

dengan kuat ke usungan. Perubahan posisi di dalam

ambulans dapat dilakukan tetapi harus disesuaikan dengan

kondisi penyakit atau cederanya. Pada pasien tak sadar

yang tidak memiliki potensi cedera spinal, posisi dapat

diubah ke posisi recovery (miring ke sisi) untuk menjaga

terbukanya jalan nafas dan drainage cairan. Pada pasien

dengan kesulitan bernafas dan tidak ada kemungkinan

cedera spinal akan lebih nyaman bila ditransport dengan

posisi duduk. Pasien syok dapat ditransport dengan

tungkai dinaikkan 8-12 inci. Pasien dengan potensi cedera

7

spinal harus tetap diimobilasasi dengan spinal board dan

posisi pasien harus diikat erat ke usungan.

IV. Memastikan Pasien Terikat dengan Baik pada Tandu

Tali ikat keamanan digunakan ketika pasien siap untuk

dipindahkan ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali

pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman tetapi

tidak terlalu ketat yang dapat mengganggu sirkulasi dan

respirasi atau bahkan menyebabkan nyeri.

V. Persiapan jika Timbul Komplikasi Pernafasan dan Jantung

Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti

jantung, letakkan spinal board pendek atau papan RJP di

bawah matras sebelum ambulans dijalankan. Hal ini

dilakukan agar tidak perlu membuang banyak waktu untuk

meletakkan dan memposisikan papan seandainya jika benar

terjadi henti jantung.

VI. Melonggarkan Pakaian yang Ketat

Pakaian dapat mempengaruhi sirkulasi dan pernafasan. Dasi

dan sabuk sebaiknya dilonggarkan serta membuka semua

pakaian yang menutupi leher. Namun sebelum melakukan

tindakan tersebut, pasien sebaiknya diberikan penjelasan

mengenai hal yang akan dilakukan serta tujuannya.

VII. Pemeriksaan Perban Pasien

8

Perban yang telah di pasang dengan baik pun dapat menjadi

longgar ketika pasien dipindahkan ke ambulans. Penting

memeriksa setiap perban untuk memastikan keamanannya.

Perban yang longgar tidak seharusnya ditarik dengan

enteng karena perdarahan hebat dapat terjadi ketika

tekanan perban dicabut secara tiba-tiba.

VIII. Pemeriksaan Bidai Pasien

Alat-alat imobilisasi dapat juga mengendur selama

pemindahan ke ambulans. Perban atau kain mitella harus

dipastikan masih menjaga bidai kayu tetap pada tempatnya.

Anggota gerak yang dibidai perlu dipantau perihal denyut

nadi bagian distal, fungsi motorik, dan sensasinya.

IX. Menaikkan Barang-barang Pribadi Pasien

Dompet, koper, tas, atau barang pribadi pasien lainnya

yang dibawa serta, pastikan aman di dalam ambulans.

X. Tenangkan Pasien

Kecemasan dan kegelisahan seringkali menerpa pasien

ketika dinaikkan ke ambulans. Untuk memudahkan melakukan

tindakan medis, diperlukan kooperasi dari pasien, hal ini

hanya dapat dilakukan apabila pasien dalam keadaan

tenang. Jika pasien berada dalam fase kritis, maka tahap

persiapan, bahkan pemeriksaan vital sign dapat ditangguhkan

dan dilakukan selama perjalanan.

2.4 Transportasi Intrahospital1,9

9

Transportasi pasien kritis untuk tujuan diagnostik maupun

terapeutik yang menyebabkan pasien keluar dari lingkungan

intensive care unit sangatlah berisiko. Prosedur transportasi

harus dilakukan secara terorganisir dan efisien. Terdapat 4

hal yang harus diperhatikan untuk mempersiapkan prosedur

tersebut, yaitu:

I. Komunikasi dan Koordinasi sebelum Transportasi

a. Telah diketahui sebelumnya bahwa lokasi tujuan

pemindahan telah siap untuk menerima pasien, serta

telah mempersiapkan pemeriksaan maupun merencanakan

terapi.

b. Dokter yang bertanggung jawab atas pasien yang

bersangkutan harus turut mendampingi proses

transportasi tersebut. Komunikasi antardokter dan

antarperawat harus memadai, sehubungan dengan

pertukaran informasi mengenai situasi medis dan

rencana tindakan atas pasien.

c. Pencatatan mengenai kejadian yang terjadi selama

proses transportasi di rekam medis disertai dengan

evaluasi dari kondisi pasien.

II. Staf Pendamping

Dua staf kesehatan (dokter atau perawat) sebaiknya

mendampingi pasien dalam keadaan kritis, dengan anjuran

sebagai berikut:

a. Salah satunya adalah perawat yang bertanggung jawab

atas pasien yang bersangkutan dan dapat melakukan RJP

10

atau telah terlatih dalam prosedur transportasi

pasien kritis.

b. Staf pendamping lainnya dapat merupakan dokter atau

perawat, tergantung dengan kondisi dan instabilitas

pasien.

c. Seorang dokter direkomendasikan mendampingi pasien

yang mengalami instabilitas pasien dan diperkirakan

dapat membutuhkan tindakan medis yang sifatnya

urgensi.

III. Peralatan Penunjang bagi Pasien

a. Peralatan Penunjang Sistem Pernapasan

1) Jalan napas (beberapa ukuran oral dan nasopharyngeal

airway serta beberapa ukuran laryngeal mask airway)

2) Oksigen, masker, nebulizer

3) Ambu bag

4) Positive end expiratory pressure (PEEP) valve

5) Peralatan suction beserta kateternya

6) Ventilator portabel

7) Peralatan intubasi dan ETT

8) Peralatan bedah jalan napas emergensi (emergency

surgical airway set)

9) Peralatan drainase pleura

10)Sumber oksigen dengan kapasitas yang memadai untuk

keseluruhan periode transportasi, ditambah

cadangan 30 menit

b. Peralatan Penunjang Sistem Sirkulasi

11

1) Monitor tekanan darah

2) Monitor jantung/defibrillator

3) Pulse oxymeter

4) Cairan infus serta peralatan pompa infus

5) Jarum dan syringe

6) Kanul vaskular

7) Tempat sampah bagi peralatan tajam atau buangan

biologis

c. Peralatan lainnya

1) Peralatan nasogastric tube (NGT)

2) Peralatan kateter urin

3) Semprotan dekongestan nasal

4) Sarung tangan, lotion antiseptik

5) Plester, perban

6) Pengukur suhu tubuh

7) Splint dan peralatan untuk imobilisasi tulang

belakang dan batang tubuh

d. Obat-obatan

Semua obat-obatan harus diperiksa terlebih dahulu

serta diberikan label. Variasi obat yang tersedia

disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien, serta

untuk menunjang situasi emergensi yang dapat

membahayakan bagi pasien. Umumnya disediakan obat-obatan

untuk resusitasi, seperti adrenalin, lignokain,

atropine, dan sodium bikarbonat. Pada kasus tertentu,

diperlukan sedatif dan analgetik narkotik. Perlu

12

diperhatikan mengenai obat-obatan yang membutuhkan

pendinginan untuk menjaga efektifitasnya.

IV. Pemantauan selama transportasi

a. Pemantauan klinis pasien

1) Sirkulasi

Sirkulasi harus dipantau dan direkam secara

berkala dengan mendeteksi pulsasi arteri,

pengukuran tekanan darah dan perfusi perifer.

2) Respirasi

Laju respirasi harus dipantau dan direkam secara

berkala.

3) Oksigenasi

Oksigenasi dipantau dengan melakukan observasi

klinis serta penggunaan pulse oximetry.

4) Tingkat kesadaran berdasarkan Glascow Coma Scale

(GCS) dan refleks pupil

5) Skor nyeri

6) Kenyamanan pasien

b. Pemantauan peralatan penunjang

1) Seluruh peralatan yang menggunakan baterai harus

dipastikan telah terisi penuh dan dapat berfungsi

selama durasi prosedur.

2) Seluruh peralatan monitoring harus dipastikan dapat

berfungsi secara audio dan visual, pula disertai

dengan sistem alarm yang baik.

2.5 Transportasi Interhospital1,9

13

Tujuan utama dari pemindahan pasien antarrumah-sakit

didasari oleh kurang memadainya fasilitas diagnostik atau

terapi dari rumah sakit asal. Sebelum diputuskan untuk

memindahan pasien dalam keadaan kritis, harus dipertimbangkan

keuntungan dan kerugian sehubungan dengan proses

transportasi. Keputusan tersebut maka diambil apabila manfaat

transportasi itu sendiri lebih besar daripada risiko yang

dapat terjadi pada pasien.

Resiko transportasi dapat terjadi melalui dua golongan,

yaitu risiko medis dan risiko pemindahan. Risiko medis

tergantung pada kondisi klinis pasien yang dipengaruhi oleh

risiko pemindahan yang meliputi efek vibrasi, akselerasi dan

deselerasi, serta perubahan temperatur selama proses

transportasi. Untuk mengurangi risiko selama proses

transportasi, maka diperlukan stabilisasi pasien yang optimal

pada rumah sakit asal, serta persiapan diagnosis dan terapi

yang dibutuhkan (contohnya akses vena atau intubasi). Sebelum

dilakukan pemindahan, pasien ataupun wakilnya harus

diinformasikan mengenai situasi yang sedang atau akan

terjadi, termasuk alasan mengapa dan dimana prosedur

transportasi dilakukan.

14

Sebelum dilakukan rujukan ke rumah sakit lain, pasien

harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat pasien dalam

keadaan sestabil mungkin, berupa:12

I. Airway

a. Pasang jalan napas atau intubasi bila perlu

b. Suction bila perlu

c. Pasang NGT untuk mencegah aspirasi

II. Breathing

a. Tentukan laju pernapasan, berikan oksigen

15

Tabel 2. Algoritma TransportasiInterhospital11

b. Ventilasi mekanik bila diperlukan

c. Pasang pipa toraks (chest tube) bila perlu

III. Circulation

a. Kontrol perdarahan luar

b. Pasang dua jalur infus, mulai pemberian kristaloid

c. Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau

darah dan teruskan pemberian selama trasnportasi

d. Pasang kateter uretra untuk memantau keluaran urin

e. Pantau kecepatan dan irama jantung

IV. Susunan saraf pusat

a. Bila pasien tidak sadar, berikan bantuan pernapasan

b. Berikan manitol atau diuretika dimana diperlukan

c. Imobilisasi kepala, leher, toraks, dan/atau vertebra

lumbalis

V. Pemeriksaan diagnostik

Bila terindikasi jangan sampai menunda rujukan

a. Foto ronsen servikal, toraks, pelvis, ekstremitas

b. Pemeriksaan lanjutan seperti CT-scan dan aortogradi

biasanya tidak ada indikasi

c. Pemeriksaan Hb, Ht, golongan darah dan cross match,

analisis gas darah, tes kehamilan semua wanita usia

subur

d. Penentuan denyut jantung dan saturasi oksigen (EKG

dan pulse oximetry)

VI. Luka

a. Setelah control perdarahan, bersihkan dan perban luka

b. Berikan profilaksis tetanus

c. Antibiotika bila diperlukan

16

VII. Fraktur : bidai dan traksi

4 Komponen utama untuk mempersiapkan prosedur pemindahan

adalah:

I. Komunikasi dan Koordinasi sebelum Transportasi

a. Segera setelah keputusan untuk dilakukan transportasi

diambil, prosedur harus dilakukan secepatnya.

b. Dokter yang bertanggungjawab atas pasien yang

bersangkutan harus memastikan bahwa fasilitas

kesehatan yang dinginkan tersedia di rumah sakit

tujuan. Perlu dipastikan juga bahwa rumah sakit

tujuan telah diinformasikan sebelumnya mengenai

proses perpindahan tersebut dan dapat menyiapkankan

teknik terapi yang direncanakan.

c. Komunikasi antarrumah-sakit harus dilakukan sebelum

proses pemindahan.

d. Rekam medis pasien harus disertakan selama prosedur

transportasi.

II. Pemilihan Metode Transportasi

Pemilihan metode transportasi, agar menguntungkan bagi

pasien, harus mempertimbangkan:

a. Kondisi medis pasien (emergensi, urgensi, atau

elektif).

b. Jarak dan lamanya proses transportasi.

c. Kondisi jalan menuju lokasi tujuan.

d. Prosedur medis yang diperlukan selama proses

transportasi.

e. Ketersediaan staf dan peralatan penunjang.17

f. Kondisi cuaca.

g. Fasilitas mendaratkan transportasi udara.

h. Peraturan penerbangan bagi transportasi udara.

i. Sehubungan dengan transportasi udara, perlu

diperhatikan kemungkinan terjadinya perubahan

fisiologis terhadap perubahan ketinggian permukaan

dan dampaknya pada kondisi pasien.

III. Staf Pendamping

Direkomendasikan minimal dua orang, selain pengendara,

untuk menemani pasien selama transportasi. Untuk

transportasi pada pasien kritis, sangat dianjurkan

didampingi oleh dokter atau perawat dengan keahlian

dalam transport medicine.

IV. Peralatan Penunjang

Tabel 3 dan 4 menunjukkan daftar peralatan dan obat-

obatan minimal yang direkomendasikan untuk transportasi

antarrumah-sakit.

18

Tabel 3. Rekomendasi Peralatan Transportasi Minimum11

19

Tabel 4. Rekomendasi Obat-obatan Transportasi Minimum11

20

V. Pemantauan selama Transportasi

a. Sirkulasi

Sirkulasi harus dipantau dan direkam secara berkala

dengan mendeteksi pulsasi arteri, pengukuran tekanan

darah dan perfusi perifer.

b. Respirasi

Laju respirasi harus dipantau dan direkam secara

berkala.

c. Oksigenasi

Oksigenasi dipantau dengan melakukan observasi klinis

serta penggunaan pulse oximetry.

d. Tingkat kesadaran berdasarkan Glascow Coma Scale (GCS)

dan refleks pupil

e. Skor nyeri

f. Kenyamanan pasien

2.6 Resiko Prosedur Transportasi

Proses pemindahan pasien mempengaruhi beberapa sistem

organ dan dapat berhubungan dengan mobilisasi yang terjadi

pada pasien selama prosedur tersebut dilakukan. Perubahan

fisiologis tidak diinginkan sangat mungkin terjadi selama

pemindahan pasien, dan dikenal dengan adverse events.

Transportasi pasien kritis dapat menimbulkan adverse events

melalui dua mekanisme umum, yaitu kesalahan yang berhubungan

dengan perawatan intensif (misalnya terlepasnya lead EKG,

kesalahan ekstubasi, sumbatan dari ETT, kehabisan supply

oksigen, kehilangan akses intravena), serta kemunduran

21

fisiologis sehubungan dengan penyakit kritis yang diderita

pasien (misalnya hipotensi atau hipoksemia yang memburuk).9

Pasien dalam keadaan kritis memiliki resiko yang lebih

besar untuk mengalami kematian saat proses transportasi.

Angka kejadian kritis yang didapat dari transportasi

interhospital melalui sebuah penelitian di 16 rumah sakit di

Inggris sebesar 15%. Persiapan yang teliti sebelum

dilakukannya prosedur transportasi merupakan kunci utama

untuk meminimalisir bahaya yang dapat terjadi. Kombinasi

antara staf kesehatan yang terlibat, peralatan penunjang yang

adekuat, serta perencanaan yang stabil diharapkan mampu

menepis adverse events yang umumnya telah dapat diperkirakan

sebelumnya.13

22

Tabel 4. Kesalahan yang Terjadi Selama Prosedur

Transportasi14

Tabel 5. Adverse events14

BAB III

PENUTUP

Sebelum dilakukannya transportasi pasien kritis, perlu

diingat bahwa proses tersebut memiliki cukup banyak risiko.

Angka kejadian timbulnya adverse events selama maupun setelah

23

prosedur pemindahan pasien relatif tinggi. Meskipun faktor

risiko yang berhubungan dengan kondisi medis pasien telah

dapat diperkirakan, namun adverse events yang timbul sehubungan

dengan peralatan penunjang yang digunakan dapat pula menjadi

masalah. Oleh karena itu, pemindahan pasien baik di dalam

area rumah sakit maupun antarrumah-sakit harus dilakukan

dengan seaman mungkin demi menghindari risiko tambahan yang

dapat merugikan pasien.

Demi menjamin prosedur pemindahan yang aman diperlukan

kombinasi yang sinergis dari 4 komponen utama, yaitu

komunikasi-koordinasi pretransportasi, personel, peralatan

penunjang, serta pemantauan berkala selama prosedur

pemindahan berlangsung.

24

DAFTAR PUSTAKA

1. Australian and New Zealend College of Anesthetists.Guideline for transport of critically ill patients. 2013:2-12

2. Martins SB, Shojania KG. Safety during transport ofCritically ill patients. A critical Analysis of patient safety practices.California: AHRQ Publication; 2001 July: 534-544

3. Papson JPN, Russell KL, Taylor DM. Unexpected eventsduring the intrahospital transport of critically illpatients. Acad Emerg Med. 2007 Jun;14(6):574–7.

4. Ligtenberg JJM, Arnold LG, Stienstra Y, van der Werf TS,Meertens JHJM, Tulleken JE, et al. Quality ofinterhospital transport of critically ill patients: aprospective audit. Crit Care. 2005 Aug;9(4):446–451.

5. Indeck M, Peterson S, Smith J, Brotman S: Risk, cost, andbenefit of transporting ICU patients for special studies.J Trauma 1988, 28:1020–1024.

6. Warren J, Fromm RE Jr, Orr RA, Rotello LC, Horst HM,American College of Critical Care Medicine. Guidelines forthe inter- and intrahospital transport of critically illpatients. Crit Care Med. 2004 Jan;32(1):256–62.

7. Frost P, Wise MP. Recognition and early management of thecritically ill ward patient. British Journal of HospitalMedicine. 2007 Oct;68(10):180-183

8. Quenot J-P, Milési C, Cravoisy A, Capellier G, Mimoz O,Fourcade O, et al. Intrahospital transport of criticallyill patients (excluding newborns) recommendations of theSociété de Réanimation de Langue Française (SRLF), theSociété Française d’Anesthésie et de Réanimation (SFAR),and the Société Française de Médecine d’Urgence (SFMU).Ann Intensive Care. 2012;2(1):1.

25

9. Gupta S, Bhagotra A, Gulati S, et al. Clinical Guide:Guidelines for the transport of critically ill patients.JK Science 2004;6:109-112

10. Kondo K, Herman SD, O'Reilly LP, Simeonidis S.Transport system for critically ill patients. Crit CareMed 1985; 13:1081-82.

11. Warren J, Fromm RE Jr, Orr RA, Rotello LC, Horst HM,American College of Critical Care Medicine. Guidelines forthe inter- and intrahospital transport of critically illpatients. Crit Care Med. 2004 Jan;32(1):256–62.

12. American College of Surgeons Committee on Trauma. 2004.American Trauma Life Support for Doctors: Student CourseManual. 8th ed. Indonesia: IKABI.

13. Dunn MJG, Gwinnutt CL, Gray AJ. Critical care in theemergency department: patient transfer. Emerg Med J. 2007Jan;24(1):40–4.

14. Day D. Keeping Patients Safe During IntrahospitalTransport. Crit Care Nurse. 2010 Aug 1;30(4):18–32.

26

LAMPIRAN

27