5 BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 16 DAFTAR PUSTAKA...
-
Upload
independent -
Category
Documents
-
view
0 -
download
0
Transcript of 5 BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 16 DAFTAR PUSTAKA...
DAFTAR ISI
Halama
n
HALAMAN JUDUL ………………………………………………………… i
DAFTAR
ISI
………………………………......……………………………… 1
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………… 2
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
………………….………………………… 3
2.1 Pasien dalam
Keadaan Kritis
…………………………………………… 3
2.2 Transportasi
Pasien Kritis
……………………………………………... 4
2.3 Transportasi
Prehospital
……………………………………………... 5
2.4 Transportasi
Intrahospital
……………………………………………... 7
2.5 Transportasi
Interhospital
……………………………………………... 9
2.6 Risiko Prosedur
Transportasi
……………….…………………………... 15
BAB III PENUTUP ……………………………………………………… 16
1
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 18
LAMPIRAN ………………………………......……………………………… 19
BAB I
PENDAHULUAN
Pasien dalam keadaan kritis memiliki luka yang mengancam
nyawa atau penyakit yang berhubungan dengan menurunnya
fungsi-fungsi fisiologis.1 Namun, pasien dalam keadaan kritis
sewaktu-waktu dapat membutuhkan pemindahan, baik di dalam
area rumah sakit untuk menjalani pemeriksaan tambahan, maupun
antar rumah sakit demi mendapatkan pelayanan khusus.2
Mentransportasikan pasien dengan keadaan tersebut sama
saja dengan membiarkan pasien terpapar resiko tambahan.1
Bahkan pemindahan sesingkat mungkin dapat menimbulkan2
komplikasi yang mengancam nyawa. Risiko tersebut antara lain,
ketidakseimbangan sistem kardiovaskular dan respirasi,
pengobatan yang tidak adekuat, pemantauan yang buruk dan
beberapa kesulitan-kesulitan mekanis lainnya.3
Menurut sebuah penelitian di sebuah rumah sakit
pendidikan di Belanda pada tahun 2004, terjadi 34 adverse events
dari total 100 pasien yang menjalani transportasi. 30% dari
kejadian tersebut timbul akibat masalah teknis contohnya
kekurangan oksigen selama perjalanan.4Sementara itu
penelitian lain yang dilakukan oleh Indeck M memaparkan bahwa
pada pasien trauma yang dipindahkan untuk kepentingan
diagnostik, 40% di antaranya mengalami perubahan pada tekanan
darah (>20mmHg) sementara 20% yang mengalami perubahan denyut
nadi (>20 kali/menit). Komplikasi sistem pernapasan telah
dilaporkan sebanyak 29%, salah satu di antaranya adalah
penurunan saturasi oksigen.5
Transportasi pasien kritis yang aman membutuhkan
peninjauan yang akurat serta stabilisasi pasien sebelum
dilakukannya proses tersebut. Prosedur transportasi juga
harus ditunjang dengan perencanaan dan komunikasi yang
optimal antar pihak yang bersangkutan.1 Oleh karena itu,
perlu dilakukan prosedur monitoring meliputi status ventilasi,
oksigenasi, kardiorespirasi dan hemodinamik sepanjang proses
transportasi.6 Dalam penulisan ini, akan dipaparkan beberapa
bentuk transportasi pasien kritis, persiapan dan pemantauan
yang seharusnya dilakuan selama prosedur pemindahan pasien,
serta bahaya yang dapat ditimbulkan melalui proses tersebut.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pasien dalam Keadaan Kritis7,8
Penyakit kritis adalah segala proses penyakit yang
menyebabkan ketidakseimbangan fisiologis, dan dapat
menyebabkan disabilitas atau kematian dalam beberapa menit
atau jam. Pasien dalam keadaan kritis merupakan pasien yang
memiliki disfungsi atau kegagalan dari satu atau lebih organ
vital atau sistem dan keselamatannya tergantung instrument
monitoring dan terapi . Berikut beberapa pemeriksaan singkat
yang memuat ciri-ciri utama dari penyakit kritis.
4
HR = heart rate; RR = respiratory rate; SBP = systolic blood pressure; UO
= urine output
Tabel 1. Ciri Utama Pasien dalam Keadaan Kritis7
2
2.1
2.2 Transportasi Pasien Kritis
Situasi yang paling aman bagi pasien dalam keadaan kritis
adalah di Intensive Care Unit (ICU), terhubung dengan ventilator
canggih yang dapat memompa infus dengan baik, terpasang
peralatan monitoring, serta dipantau perawat untuk
memperhatikan keadaan pasien. Dengan begitu, pasien dalam
keadaan kritis berada dalam lingkungan yang terkontrol. Namun
pada beberapa keadaan tertentu, pasien dapat meninggalkan
lingkungan yang aman tersebut untuk dipindahkan ke ruang
pemeriksaan lainnya, seperti ruang pemeriksaan radiologi,
ruang bedah, atau bahkan ke rumah sakit lain.9
Pengertian dari pemindahan (transportasi) pasien kritis
dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu:
I. Transportasi prehospital, yaitu transportasi dari tempat
terjadinya kecelakaan menuju ke fasilitas kesehatan
5
II. Transportasi intrahospital mengacu pada pemindahan pasien
dalam rumah sakit demi pemeriksaan diagnostik lanjutan
atau prosedur terapi atau pemindahan ke unit khusus.
III. Transportasi interhospital merupakan pemindahan pasien antar
rumah sakit baik dengan transportasi darat maupun udara,
umumnya untuk mendapatkan fasilitas kesehatan yang lebih
memadai.1
2.2.1 Indikasi6
1. Ketika diperlukan pemeriksaan diagnostik atau
terapi intervensi yang dilakukan di luar ruang ICU.
2. Apabila menguntungkan bagi pasien.
2.2.2 Kontraindikasi6
1. Ketidakmampuan untuk menjaga jalan napas
pasien selama transportasi.
2. Ketidakmampuan untuk menyediakan oksigenasi
dan ventilasi yang cukup selama transportasi.
3. Ketidakmampuan untuk mempertahankan stabilitas
hemodinamik selama transportasi.
4. Kondisi lain yang dianggap dapat membahayakan
apabila transportasi dilakukan.
2.3 Transportasi Prehospital10
Beberapa hal yang harus diperhatikan mengenai pemindahan
pasien dari tempat kejadian, meliputi:
I. Melakukan Pemeriksaan Menyeluruh
6
Memastikan bahwa pasien yang sadar bisa bernafas tanpa
kesulitan setelah diletakan di atas usungan. Jika pasien
tidak sadar dan menggunakan alat bantu jalan nafas
(airway), patut dipastikan bahwa pasien mendapat
pertukaran aliran yang cukup saat diletakkan di atas
usungan.
II. Mengamankan Posisi Tandu di dalam Ambulans
Memastikan selalu bahwa pasien dalam posisi aman selama
perjalanan ke rumah sakit. Tandu pasien dilengkapi dengan
alat pengunci yang mencegah roda usungan bergerak saat
ambulans tengah melaju. Kelalaian mengunci alat dengan
sempurna pada kedua ujung usungan bisa berakibat buruk
saat ambulans bergerak.
III. Mengamankan Posisi Pasien
Selama pemindahan ke ambulans, pasien harus diamankan
dengan kuat ke usungan. Perubahan posisi di dalam
ambulans dapat dilakukan tetapi harus disesuaikan dengan
kondisi penyakit atau cederanya. Pada pasien tak sadar
yang tidak memiliki potensi cedera spinal, posisi dapat
diubah ke posisi recovery (miring ke sisi) untuk menjaga
terbukanya jalan nafas dan drainage cairan. Pada pasien
dengan kesulitan bernafas dan tidak ada kemungkinan
cedera spinal akan lebih nyaman bila ditransport dengan
posisi duduk. Pasien syok dapat ditransport dengan
tungkai dinaikkan 8-12 inci. Pasien dengan potensi cedera
7
spinal harus tetap diimobilasasi dengan spinal board dan
posisi pasien harus diikat erat ke usungan.
IV. Memastikan Pasien Terikat dengan Baik pada Tandu
Tali ikat keamanan digunakan ketika pasien siap untuk
dipindahkan ke ambulans, sesuaikan kekencangan tali
pengikat sehingga dapat menahan pasien dengan aman tetapi
tidak terlalu ketat yang dapat mengganggu sirkulasi dan
respirasi atau bahkan menyebabkan nyeri.
V. Persiapan jika Timbul Komplikasi Pernafasan dan Jantung
Jika kondisi pasien cenderung berkembang ke arah henti
jantung, letakkan spinal board pendek atau papan RJP di
bawah matras sebelum ambulans dijalankan. Hal ini
dilakukan agar tidak perlu membuang banyak waktu untuk
meletakkan dan memposisikan papan seandainya jika benar
terjadi henti jantung.
VI. Melonggarkan Pakaian yang Ketat
Pakaian dapat mempengaruhi sirkulasi dan pernafasan. Dasi
dan sabuk sebaiknya dilonggarkan serta membuka semua
pakaian yang menutupi leher. Namun sebelum melakukan
tindakan tersebut, pasien sebaiknya diberikan penjelasan
mengenai hal yang akan dilakukan serta tujuannya.
VII. Pemeriksaan Perban Pasien
8
Perban yang telah di pasang dengan baik pun dapat menjadi
longgar ketika pasien dipindahkan ke ambulans. Penting
memeriksa setiap perban untuk memastikan keamanannya.
Perban yang longgar tidak seharusnya ditarik dengan
enteng karena perdarahan hebat dapat terjadi ketika
tekanan perban dicabut secara tiba-tiba.
VIII. Pemeriksaan Bidai Pasien
Alat-alat imobilisasi dapat juga mengendur selama
pemindahan ke ambulans. Perban atau kain mitella harus
dipastikan masih menjaga bidai kayu tetap pada tempatnya.
Anggota gerak yang dibidai perlu dipantau perihal denyut
nadi bagian distal, fungsi motorik, dan sensasinya.
IX. Menaikkan Barang-barang Pribadi Pasien
Dompet, koper, tas, atau barang pribadi pasien lainnya
yang dibawa serta, pastikan aman di dalam ambulans.
X. Tenangkan Pasien
Kecemasan dan kegelisahan seringkali menerpa pasien
ketika dinaikkan ke ambulans. Untuk memudahkan melakukan
tindakan medis, diperlukan kooperasi dari pasien, hal ini
hanya dapat dilakukan apabila pasien dalam keadaan
tenang. Jika pasien berada dalam fase kritis, maka tahap
persiapan, bahkan pemeriksaan vital sign dapat ditangguhkan
dan dilakukan selama perjalanan.
2.4 Transportasi Intrahospital1,9
9
Transportasi pasien kritis untuk tujuan diagnostik maupun
terapeutik yang menyebabkan pasien keluar dari lingkungan
intensive care unit sangatlah berisiko. Prosedur transportasi
harus dilakukan secara terorganisir dan efisien. Terdapat 4
hal yang harus diperhatikan untuk mempersiapkan prosedur
tersebut, yaitu:
I. Komunikasi dan Koordinasi sebelum Transportasi
a. Telah diketahui sebelumnya bahwa lokasi tujuan
pemindahan telah siap untuk menerima pasien, serta
telah mempersiapkan pemeriksaan maupun merencanakan
terapi.
b. Dokter yang bertanggung jawab atas pasien yang
bersangkutan harus turut mendampingi proses
transportasi tersebut. Komunikasi antardokter dan
antarperawat harus memadai, sehubungan dengan
pertukaran informasi mengenai situasi medis dan
rencana tindakan atas pasien.
c. Pencatatan mengenai kejadian yang terjadi selama
proses transportasi di rekam medis disertai dengan
evaluasi dari kondisi pasien.
II. Staf Pendamping
Dua staf kesehatan (dokter atau perawat) sebaiknya
mendampingi pasien dalam keadaan kritis, dengan anjuran
sebagai berikut:
a. Salah satunya adalah perawat yang bertanggung jawab
atas pasien yang bersangkutan dan dapat melakukan RJP
10
atau telah terlatih dalam prosedur transportasi
pasien kritis.
b. Staf pendamping lainnya dapat merupakan dokter atau
perawat, tergantung dengan kondisi dan instabilitas
pasien.
c. Seorang dokter direkomendasikan mendampingi pasien
yang mengalami instabilitas pasien dan diperkirakan
dapat membutuhkan tindakan medis yang sifatnya
urgensi.
III. Peralatan Penunjang bagi Pasien
a. Peralatan Penunjang Sistem Pernapasan
1) Jalan napas (beberapa ukuran oral dan nasopharyngeal
airway serta beberapa ukuran laryngeal mask airway)
2) Oksigen, masker, nebulizer
3) Ambu bag
4) Positive end expiratory pressure (PEEP) valve
5) Peralatan suction beserta kateternya
6) Ventilator portabel
7) Peralatan intubasi dan ETT
8) Peralatan bedah jalan napas emergensi (emergency
surgical airway set)
9) Peralatan drainase pleura
10)Sumber oksigen dengan kapasitas yang memadai untuk
keseluruhan periode transportasi, ditambah
cadangan 30 menit
b. Peralatan Penunjang Sistem Sirkulasi
11
1) Monitor tekanan darah
2) Monitor jantung/defibrillator
3) Pulse oxymeter
4) Cairan infus serta peralatan pompa infus
5) Jarum dan syringe
6) Kanul vaskular
7) Tempat sampah bagi peralatan tajam atau buangan
biologis
c. Peralatan lainnya
1) Peralatan nasogastric tube (NGT)
2) Peralatan kateter urin
3) Semprotan dekongestan nasal
4) Sarung tangan, lotion antiseptik
5) Plester, perban
6) Pengukur suhu tubuh
7) Splint dan peralatan untuk imobilisasi tulang
belakang dan batang tubuh
d. Obat-obatan
Semua obat-obatan harus diperiksa terlebih dahulu
serta diberikan label. Variasi obat yang tersedia
disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi pasien, serta
untuk menunjang situasi emergensi yang dapat
membahayakan bagi pasien. Umumnya disediakan obat-obatan
untuk resusitasi, seperti adrenalin, lignokain,
atropine, dan sodium bikarbonat. Pada kasus tertentu,
diperlukan sedatif dan analgetik narkotik. Perlu
12
diperhatikan mengenai obat-obatan yang membutuhkan
pendinginan untuk menjaga efektifitasnya.
IV. Pemantauan selama transportasi
a. Pemantauan klinis pasien
1) Sirkulasi
Sirkulasi harus dipantau dan direkam secara
berkala dengan mendeteksi pulsasi arteri,
pengukuran tekanan darah dan perfusi perifer.
2) Respirasi
Laju respirasi harus dipantau dan direkam secara
berkala.
3) Oksigenasi
Oksigenasi dipantau dengan melakukan observasi
klinis serta penggunaan pulse oximetry.
4) Tingkat kesadaran berdasarkan Glascow Coma Scale
(GCS) dan refleks pupil
5) Skor nyeri
6) Kenyamanan pasien
b. Pemantauan peralatan penunjang
1) Seluruh peralatan yang menggunakan baterai harus
dipastikan telah terisi penuh dan dapat berfungsi
selama durasi prosedur.
2) Seluruh peralatan monitoring harus dipastikan dapat
berfungsi secara audio dan visual, pula disertai
dengan sistem alarm yang baik.
2.5 Transportasi Interhospital1,9
13
Tujuan utama dari pemindahan pasien antarrumah-sakit
didasari oleh kurang memadainya fasilitas diagnostik atau
terapi dari rumah sakit asal. Sebelum diputuskan untuk
memindahan pasien dalam keadaan kritis, harus dipertimbangkan
keuntungan dan kerugian sehubungan dengan proses
transportasi. Keputusan tersebut maka diambil apabila manfaat
transportasi itu sendiri lebih besar daripada risiko yang
dapat terjadi pada pasien.
Resiko transportasi dapat terjadi melalui dua golongan,
yaitu risiko medis dan risiko pemindahan. Risiko medis
tergantung pada kondisi klinis pasien yang dipengaruhi oleh
risiko pemindahan yang meliputi efek vibrasi, akselerasi dan
deselerasi, serta perubahan temperatur selama proses
transportasi. Untuk mengurangi risiko selama proses
transportasi, maka diperlukan stabilisasi pasien yang optimal
pada rumah sakit asal, serta persiapan diagnosis dan terapi
yang dibutuhkan (contohnya akses vena atau intubasi). Sebelum
dilakukan pemindahan, pasien ataupun wakilnya harus
diinformasikan mengenai situasi yang sedang atau akan
terjadi, termasuk alasan mengapa dan dimana prosedur
transportasi dilakukan.
14
Sebelum dilakukan rujukan ke rumah sakit lain, pasien
harus dilakukan resusitasi dalam usaha membuat pasien dalam
keadaan sestabil mungkin, berupa:12
I. Airway
a. Pasang jalan napas atau intubasi bila perlu
b. Suction bila perlu
c. Pasang NGT untuk mencegah aspirasi
II. Breathing
a. Tentukan laju pernapasan, berikan oksigen
15
Tabel 2. Algoritma TransportasiInterhospital11
b. Ventilasi mekanik bila diperlukan
c. Pasang pipa toraks (chest tube) bila perlu
III. Circulation
a. Kontrol perdarahan luar
b. Pasang dua jalur infus, mulai pemberian kristaloid
c. Perbaiki kehilangan darah dengan kristaloid atau
darah dan teruskan pemberian selama trasnportasi
d. Pasang kateter uretra untuk memantau keluaran urin
e. Pantau kecepatan dan irama jantung
IV. Susunan saraf pusat
a. Bila pasien tidak sadar, berikan bantuan pernapasan
b. Berikan manitol atau diuretika dimana diperlukan
c. Imobilisasi kepala, leher, toraks, dan/atau vertebra
lumbalis
V. Pemeriksaan diagnostik
Bila terindikasi jangan sampai menunda rujukan
a. Foto ronsen servikal, toraks, pelvis, ekstremitas
b. Pemeriksaan lanjutan seperti CT-scan dan aortogradi
biasanya tidak ada indikasi
c. Pemeriksaan Hb, Ht, golongan darah dan cross match,
analisis gas darah, tes kehamilan semua wanita usia
subur
d. Penentuan denyut jantung dan saturasi oksigen (EKG
dan pulse oximetry)
VI. Luka
a. Setelah control perdarahan, bersihkan dan perban luka
b. Berikan profilaksis tetanus
c. Antibiotika bila diperlukan
16
VII. Fraktur : bidai dan traksi
4 Komponen utama untuk mempersiapkan prosedur pemindahan
adalah:
I. Komunikasi dan Koordinasi sebelum Transportasi
a. Segera setelah keputusan untuk dilakukan transportasi
diambil, prosedur harus dilakukan secepatnya.
b. Dokter yang bertanggungjawab atas pasien yang
bersangkutan harus memastikan bahwa fasilitas
kesehatan yang dinginkan tersedia di rumah sakit
tujuan. Perlu dipastikan juga bahwa rumah sakit
tujuan telah diinformasikan sebelumnya mengenai
proses perpindahan tersebut dan dapat menyiapkankan
teknik terapi yang direncanakan.
c. Komunikasi antarrumah-sakit harus dilakukan sebelum
proses pemindahan.
d. Rekam medis pasien harus disertakan selama prosedur
transportasi.
II. Pemilihan Metode Transportasi
Pemilihan metode transportasi, agar menguntungkan bagi
pasien, harus mempertimbangkan:
a. Kondisi medis pasien (emergensi, urgensi, atau
elektif).
b. Jarak dan lamanya proses transportasi.
c. Kondisi jalan menuju lokasi tujuan.
d. Prosedur medis yang diperlukan selama proses
transportasi.
e. Ketersediaan staf dan peralatan penunjang.17
f. Kondisi cuaca.
g. Fasilitas mendaratkan transportasi udara.
h. Peraturan penerbangan bagi transportasi udara.
i. Sehubungan dengan transportasi udara, perlu
diperhatikan kemungkinan terjadinya perubahan
fisiologis terhadap perubahan ketinggian permukaan
dan dampaknya pada kondisi pasien.
III. Staf Pendamping
Direkomendasikan minimal dua orang, selain pengendara,
untuk menemani pasien selama transportasi. Untuk
transportasi pada pasien kritis, sangat dianjurkan
didampingi oleh dokter atau perawat dengan keahlian
dalam transport medicine.
IV. Peralatan Penunjang
Tabel 3 dan 4 menunjukkan daftar peralatan dan obat-
obatan minimal yang direkomendasikan untuk transportasi
antarrumah-sakit.
18
V. Pemantauan selama Transportasi
a. Sirkulasi
Sirkulasi harus dipantau dan direkam secara berkala
dengan mendeteksi pulsasi arteri, pengukuran tekanan
darah dan perfusi perifer.
b. Respirasi
Laju respirasi harus dipantau dan direkam secara
berkala.
c. Oksigenasi
Oksigenasi dipantau dengan melakukan observasi klinis
serta penggunaan pulse oximetry.
d. Tingkat kesadaran berdasarkan Glascow Coma Scale (GCS)
dan refleks pupil
e. Skor nyeri
f. Kenyamanan pasien
2.6 Resiko Prosedur Transportasi
Proses pemindahan pasien mempengaruhi beberapa sistem
organ dan dapat berhubungan dengan mobilisasi yang terjadi
pada pasien selama prosedur tersebut dilakukan. Perubahan
fisiologis tidak diinginkan sangat mungkin terjadi selama
pemindahan pasien, dan dikenal dengan adverse events.
Transportasi pasien kritis dapat menimbulkan adverse events
melalui dua mekanisme umum, yaitu kesalahan yang berhubungan
dengan perawatan intensif (misalnya terlepasnya lead EKG,
kesalahan ekstubasi, sumbatan dari ETT, kehabisan supply
oksigen, kehilangan akses intravena), serta kemunduran
21
fisiologis sehubungan dengan penyakit kritis yang diderita
pasien (misalnya hipotensi atau hipoksemia yang memburuk).9
Pasien dalam keadaan kritis memiliki resiko yang lebih
besar untuk mengalami kematian saat proses transportasi.
Angka kejadian kritis yang didapat dari transportasi
interhospital melalui sebuah penelitian di 16 rumah sakit di
Inggris sebesar 15%. Persiapan yang teliti sebelum
dilakukannya prosedur transportasi merupakan kunci utama
untuk meminimalisir bahaya yang dapat terjadi. Kombinasi
antara staf kesehatan yang terlibat, peralatan penunjang yang
adekuat, serta perencanaan yang stabil diharapkan mampu
menepis adverse events yang umumnya telah dapat diperkirakan
sebelumnya.13
22
Tabel 4. Kesalahan yang Terjadi Selama Prosedur
Transportasi14
Tabel 5. Adverse events14
BAB III
PENUTUP
Sebelum dilakukannya transportasi pasien kritis, perlu
diingat bahwa proses tersebut memiliki cukup banyak risiko.
Angka kejadian timbulnya adverse events selama maupun setelah
23
prosedur pemindahan pasien relatif tinggi. Meskipun faktor
risiko yang berhubungan dengan kondisi medis pasien telah
dapat diperkirakan, namun adverse events yang timbul sehubungan
dengan peralatan penunjang yang digunakan dapat pula menjadi
masalah. Oleh karena itu, pemindahan pasien baik di dalam
area rumah sakit maupun antarrumah-sakit harus dilakukan
dengan seaman mungkin demi menghindari risiko tambahan yang
dapat merugikan pasien.
Demi menjamin prosedur pemindahan yang aman diperlukan
kombinasi yang sinergis dari 4 komponen utama, yaitu
komunikasi-koordinasi pretransportasi, personel, peralatan
penunjang, serta pemantauan berkala selama prosedur
pemindahan berlangsung.
24
DAFTAR PUSTAKA
1. Australian and New Zealend College of Anesthetists.Guideline for transport of critically ill patients. 2013:2-12
2. Martins SB, Shojania KG. Safety during transport ofCritically ill patients. A critical Analysis of patient safety practices.California: AHRQ Publication; 2001 July: 534-544
3. Papson JPN, Russell KL, Taylor DM. Unexpected eventsduring the intrahospital transport of critically illpatients. Acad Emerg Med. 2007 Jun;14(6):574–7.
4. Ligtenberg JJM, Arnold LG, Stienstra Y, van der Werf TS,Meertens JHJM, Tulleken JE, et al. Quality ofinterhospital transport of critically ill patients: aprospective audit. Crit Care. 2005 Aug;9(4):446–451.
5. Indeck M, Peterson S, Smith J, Brotman S: Risk, cost, andbenefit of transporting ICU patients for special studies.J Trauma 1988, 28:1020–1024.
6. Warren J, Fromm RE Jr, Orr RA, Rotello LC, Horst HM,American College of Critical Care Medicine. Guidelines forthe inter- and intrahospital transport of critically illpatients. Crit Care Med. 2004 Jan;32(1):256–62.
7. Frost P, Wise MP. Recognition and early management of thecritically ill ward patient. British Journal of HospitalMedicine. 2007 Oct;68(10):180-183
8. Quenot J-P, Milési C, Cravoisy A, Capellier G, Mimoz O,Fourcade O, et al. Intrahospital transport of criticallyill patients (excluding newborns) recommendations of theSociété de Réanimation de Langue Française (SRLF), theSociété Française d’Anesthésie et de Réanimation (SFAR),and the Société Française de Médecine d’Urgence (SFMU).Ann Intensive Care. 2012;2(1):1.
25
9. Gupta S, Bhagotra A, Gulati S, et al. Clinical Guide:Guidelines for the transport of critically ill patients.JK Science 2004;6:109-112
10. Kondo K, Herman SD, O'Reilly LP, Simeonidis S.Transport system for critically ill patients. Crit CareMed 1985; 13:1081-82.
11. Warren J, Fromm RE Jr, Orr RA, Rotello LC, Horst HM,American College of Critical Care Medicine. Guidelines forthe inter- and intrahospital transport of critically illpatients. Crit Care Med. 2004 Jan;32(1):256–62.
12. American College of Surgeons Committee on Trauma. 2004.American Trauma Life Support for Doctors: Student CourseManual. 8th ed. Indonesia: IKABI.
13. Dunn MJG, Gwinnutt CL, Gray AJ. Critical care in theemergency department: patient transfer. Emerg Med J. 2007Jan;24(1):40–4.
14. Day D. Keeping Patients Safe During IntrahospitalTransport. Crit Care Nurse. 2010 Aug 1;30(4):18–32.
26