2. LANDASAN TEORI Penelitian ini menggunakan Efficient ...
-
Upload
khangminh22 -
Category
Documents
-
view
4 -
download
0
Transcript of 2. LANDASAN TEORI Penelitian ini menggunakan Efficient ...
7 Universitas Kristen Petra
2. LANDASAN TEORI
Penelitian ini menggunakan Efficient Market Hypothesis sebagai dasar teori
yang melandasi penyusunan hipotesis. Hipotesis penelitian yang nantinya dirumuskan
adalah hipotesis hubungan antara penerapan IFRS terhadap Abnormal Return. Pada
bab ini akan dijelaskan pengertian Efficient Market Hypothesi, pengertian setiap
variabel yang digunakan dalam penelitian ini serta perumusan hipotesis. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini antara lain: abnormal return, IFRS, ukuran perusahaan,
pertumbuhan perusahaan dan profitabilitas perusahaan.
2.1 Efficient Market Hypothesis
Efficient Market Hypothesis merupakan teori yang menjelaskan bahwa pasar
yang efisien akan selalu merefleksikan harga dan nilai suatu barang modal sesuai
dengan informasi yang tersedia (Margotta, 1995). Efficient Market Hypothesis juga
menjelaskan bahwa harga saham telah menempati nilai paling optimal, hingga tidak
mungkin ada cara lain untuk mendapatkan laba dengan strategi dagang apapun (Blume
& Durlauf, 2007). Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk memperoleh tingkat laba
yang lebih tinggi adalah dengan membeli investasi dengan resiko yang lebih tinggi.
Namun, dalam meraih Efficient Market Hypothesis, diperlukan usaha dalam
menciptakan standar akuntansi yang dapat mencerminkan informasi yang tersedia
dengan sepenuhnya.
Teori Efficient Market Hypothesis memiliki beberapa kelemahan, yaitu masing-
masing investor memiliki perspektif yang berbeda terhadap suatu informasi, hingga
akan memiliki penilaian laporan keuangan yang berbeda, hingga mempengaruhi harga
jual dan beli dari saham tersebut. Dobbins dan Witt (1979) mengatakan bahwa pada
pasar yang efisien, dua perusahaan yang memiliki skedul investasi mengenai arus kas
dan tingkat resiko yang sama harus memiliki nilai pasar yang sama, apapun metode
keuangannya. Kenyataannya, metode keuangan yang berfokus pada hutang akan
memberikan pandangan yang buruk dalam menginvestasi. Kelemahan lainnya adalah
8 Universitas Kristen Petra
bahwa harga saham memerlukan waktu dalam merespon informasi baru, hingga harga
saat ini belum tentu telah merefleksikan segala informasi yang tersedia pada saat ini.
Selain itu, harga saham juga dapat dipengaruhi oleh kesalahan manusia dan
pengambilan keputusan yang tidak rasional, seperti pembelian berlebihan dapat
meningkatkan nilai saham tersebut meskipun tidak seharusnya meningkat, dan
sebaliknya.
Menurut Naseer dan Tariq (2015), ada tiga tipe Efficient Market Hypothesis,
yaitu weak form (bentuk lemah), dimana hanya informasi harga masa lalu
mempengaruhi harga saham dan keputusan investasi. Semi-strong form (bentuk semi
kuat) menjelaskan bahwa semua informasi yang dipublikasikan dan informasi yang
terdapat pada pasar modal mempengaruhi harga saham dan keputusan investasi. Strong
form (bentuk kuat) menjelaskan bahwa semua informasi, baik publik maupun privat
dan tersembunyi, akan mempengaruhi harga saham dan informasi secara cepat. Bentuk
kuat mengatakan bahwa seorang investor dan pihak tertentu tidak akan memiliki cara
untuk memonopoli maupun menutup-nutupi informasi suatu perusahaan, hingga semua
informasi merupakan informasi publik.
Efficient Market Hypothesis dalam penelitian ini digunakan untuk menjelasakan
hubungan antara IFRS dengan abnormal return. Laporan keuangan adalah salah satu
informasi yang dipublikasikan. Laporan keuangan dalam pembuatan harus didasarkan
pada standar akuntansi. Dengan asumsi pasar modal bentuk semi-strong atau strong
form, maka laporan keuangan, termasuk standar akuntansi, akan berguna dan
mempengaruhi pengambilan keputusan investasi yang selanjutnya akan mempengaruhi
harga saham dan return saham.
2.2 International Financial Reporting Standars (IFRS)
IFRS adalah standar akuntansi yang digagas dan dibuat oleh International
Accounting Standars Board (IASB), suatu organisasi independen yang berpusat di
London, Inggris (Ball, 2003). IFRS disusun sebagai suatu aturan yang secara ideal akan
diaplikasikan dan diterapkan sama bagi seluruh perusahaan di dunia. IFRS berguna
untuk menciptakan keselarasan serta generalisasi praktik akuntansi dan
9 Universitas Kristen Petra
keharmonisasian. Choi dan Muller (2009) mengatakan bahwa harmonisasi sangatlah
penting pada sistem akuntansi. Harmonisasi merupakan proses mengoptimalkan
kegunaan praktik akuntansi melalui penenentuan batasan atas keberagaman praktik
akuntansi yang ada. Dengan adanya harmonisasi standar, daya banding dan kemudahan
memperoleh informasi keuangan yang beragam, baik dari dalam maupun dari luar
negeri dapat ditingkatkan. Harmonisasi juga membuat informasi keuangan terbebas
dari kompleksitas yang tidak efisien, terutama pada dunia bisnis yang telah dan sedang
menjalani globalisasi.
Bisnis global memerlukan standar akuntansi yang dapat diaplikasikan diberbagai
negara. Kebutuhan akan standar akuntansi yang universal menjadi kebutuhan pokok
bagi bisnis internasional serta para investor. Pengaruh globalisasi mengubah kebutuhan
standar akuntansi yang merupakan tempat informasi bagi investor dalam pengambilan
keputusan. Kebutuhan akan harmonisasi standar akuntansi di berbagai negara muncul
diakibatkan karena transaksi perdagangan dari berbagai negara dan adanya perbedaan
prinsip dalam akuntansi.
Beberapa karakteristik IFRS yang menonjol adalah penggunaan principle-based
approach dan fair value, serta adanya full disclosure demi menghilangkan adanya
asimetri informasi. Praktik akuntansi IFRS menunjukkan bahwa pendekatan
berdasarkan pada prinsip (principle-based approach) lebih baik daripada pendekatan
berdasarkan pada aturan (rules-based approach) dalam mengembangkan standar
akuntansi. Standar akuntasi yang berdasarkan pada prinsip berinti pada ketentuan
prinsip umum yang didapat melalui gambaran pengakuan, kerangka konseptual,
pengukuran dan pelaporan untuk transaksi yang terstandar (Pacter, 2003). Kualitas
akuntansi bertambah karena perubahan sistem pelaporan keuangan akibat perusahaan
menerapkan IFRS. Tetapi, prediksi bahwa aplikasi IFRS berhubungan dengan kualitas
akuntansi yang tinggi tidak selalu benar.
IFRS telah mensyaratkan mengenai pengungkapan informasi secara penuh.
Pengungkapan informasi keuangan harus sesuai dan sejalan dengan informasi yang
digunakan manajemen untuk mengambil keputusan. Pengungkapan secara penuh (full
disclosure) dapat menurunkan tingkat asimetri informasi (ketidak-seimbangan
10 Universitas Kristen Petra
informasi). Ketidaksembangan informasi terjadi antara pihak pengguna laporan
keuangan dengan pihak manajemen. Sedangkan ketidak-seimbangan informasi itu
sendiri adalah suatu keadaan ketika pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih
banyak daripada pihak lain (Scott, 2009). Dengan adanya asimetri informasi tersebut
mengakibatkan disfunctional behavior yaitu tindakan manajemen laba yang bisa
menurunkan kualitas informasi keuangan.
Saat ini Indonesia menggunakan prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum yang
disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia yang diterbitkan dalam bentuk buku SAK
(Standar Akuntansi Keuangan). Menurut DSAK sasaran konvergensi IFRS tahun 2012
yaitu dengan merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari
2009.
Konvergensi standar akuntansi dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu:
1. full adoption = di mana suatu negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan
menerjemahkan IFRS sama persis ke dalam Bahasa yang Negara tersebut
gunakan.
2. Adopted = di mana suatu negara mengadopsi IFRS namun disesuaikan dengan
kondisi di negara tersebut.
3. Piecemeal = di mana suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor
IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.
4. Referenced = di mana standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS
tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh pembuat standar
Terdapat 2 strategi adopsi yang pertama big bang strategy di mana adopsi penuh
dilakukan sekaligus tanpa ada masa transisi dan yang kedua melalui gradual stategy
yaitu adopsi secara bertahap dengan masa transisi. Konvergensi IFRS di Indonesia
sendiri dilakukan secara bertahap, yaitu :
1. Tahap adopsi (2008-2011) meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke
PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan dan evaluasi terhadap PSAK
berbasis IFRS.
11 Universitas Kristen Petra
2. Tahap persiapan akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap
persiapan infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya dilakukan penerapan
secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
3. Tahap implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK
IFRS secara bertahap, kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak
penerapan PSAK secara komprehensif.
Imam (2013: 12) memaparkan bahwa periode konvergensi IFRS kedalam PSAK
di Indonesia dilakukan melalui tiga tahapan. Tahap pertama pengadopsian dilakukan
pada periode 2008-2011 yang meliputi Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan
infrastruktur yang dibutuhkan, serta evaluasi dan kelola dampak dari pengadopsian
IFRS terhadap PSAK yang berlaku. Tahap kedua dilaksanakan pada tahun 2011 yaitu
menyelesaikan infrastruktur yang dibutuhkan. Tahap ketiga dilaksanakan pada tahun
2012 yaitu pengimplementasian PSAK yang sudah mengadopsi seluruh standar IFRS
serta evaluasi mengenai dampak dari penerapan PSAK tersebut.
Indonesia Stock Exchange menyatakan bahwa konvergensi IFRS dapat
meningkatkan daya informasi dari pelaporan keuangan perusahaan di Indonesia,
manfaat dari program ini diharapkan akan mengurangi hambatan investasi,
meningkatkan transparansi keuangan perusahaan, mengurangi biaya yang terkait
dengan penyusunan laporan keuangan, dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan
keuangan. Sementara tujuan akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) hanya akan memerlukan sedikit rekonsiliasi untuk
menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS.
Beberapa dampak yang timbul akibat konvergensi IFRS terhadap kualitas
penyajian pelaporan keuangan antara lain adalah:
1. Perubahan konsep dari rule based menjadi principle based. Principle based
mengandung makna standar akuntansi tidak bersifat ketat atau rigid,
melainkan hanya memberikan prinsip umum standar akuntansi yang harus
diikuti untuk memastikan pencapaian kualitas informasi tertentu yang
relevan, dapat diperbandingkan dan obyektif.
12 Universitas Kristen Petra
2. Peran Professional Judgment lebih dibutuhkan. Fleksibilitas dari IFRS
menjadikan peran professional judgment lebih dibutuhkan untuk
mempersiapkan laporan keuangan maupun untuk pengauditan laporan
keuangan.
3. Penggunaan Fair Value Accounting. Dengan adanya fair value accounting
maka penyajian atas pelaporan keuangan untuk nilai asset dan instrumen
keuangan tercatat pada nilai sebenarnya atau nilai wajar sesuai dengan
kondisi pasar, sehingga kualitas yang dihasilkan atas laporan keuangan
menjadi dapat lebih diandalkan.
4. Keterlibatan pihak ketiga dalam penyusunan laporan keuangan. Dengan
konvergensi IFRS mengakibatkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
penilaian dan pengukuran menjadi penting, sehingga kebutuhan adanya
pihak ketiga (appraisal) dalam penyusunan laporan keuangan semakin
besar.
Banyaknya standar yang harus dilaksanakan dalam program konvergensi ini
menjadi tantangan yang cukup berat bagi publik untuk sejak awal mengantisipasi
implementasi program konvergensi IFRS.
2.3 Abnormal Return
Abnormal retun secara sederhana didefiniskan sebagai selisih antara realized
return dan expected return. Return saham sendiri merupakan tingkat keuntungan yang
diperoleh investor atas investasi saham yang dilakukan. Tanpa adanya tingkat
keuntungan yang dinikmati, investor tidak akan menanamkan modalnya. Ang (1997)
berpendapat bahwa return baik langsung maupun tidak langsung merupakan tujuan
utama atas semua investasi.
Terdapat dua jenis return, yaitu realized return dan expected return. Menurut
Jogiyanto (2003), realized return adalah return yang telah terjadi dan dihitung
berdasarkan data masa lalu. Realized return dapat digunakan sebagai dasar dari
penentuan expected return dan resiko di masa yang akan datang. Sedangkan expected
return merupakan return yang diharapkan akan diperoleh investor dimasa depan.
13 Universitas Kristen Petra
Ketidakpastian perolehan return dimasa yang akan datang yang diperoleh investor
menjadi penyebab munculnya return ekspektasi.
Realized return merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang
merupakan selisih harga sekarang secara relatif dibandingkan dengan harga
sebelumnya yang dapat dihitung dengan rumus:
R = (Pit βPit-1) / (Pit-1) ........................................................................ (1)
5Terdapat tiga model yang bisa dipakai untuk menghitung return ekspektasi
(Jogiyanto, 2000), yaitu:
a. Market Adjusted Model
Model ini beranggapan bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi
return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan
menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk
membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama
dengan return indeks pasar. Misalnya pada hari pengumuman peristiwa, return
indeks pasar adalah sebesar 18%, dengan model disesuaikan-pasar (market
adjusted model) ini, maka return ekspektasi semua sekuritas di hari yang sama
tersebut adalah sama dengan return indeks pasarnya, yaitu sebesar 18% tersebut.
Jika return suatu sekuritas pada hari pengumuman peristiwa adalah 35%, maka
besarnya abnormal return yang terjadi adalah 17% (35% - 18%) (Jogiyanto,
2003:445).
b. Market Model
Perhitungan return ekspetasi dengan model pasar (market model ) ini
dilakukan dengan dua tahap yaitu (1) membentuk model ekspetasi dengan
menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan (2) menggunakan model
ekspetasi dapat dibentuk menggunakan teknik regresi OLS (ordinary least
square).
Ri.j = ai + Ξ²i.RMj + ei.j
Keterangan :
14 Universitas Kristen Petra
Ri.j = Return realisasi sekuritas ke I pada periode estimasi ke j
Ai = Intercept untuk sekuritas ke i
Bi = Koefisien slope yang merupakan Beta dari sekuritas ke i
RMj = Return indeks pasar pada periode estimasi ke j yang dapat dihitung
dengan rumus RMj = (IHSGJ - IHSGJ-1) / IHSGJ-1 dengan IHSG adalah
Indeks Harga Saham Gabungan.
c. Mean Adjusted Model
Model ini beranggapan bahwa return ekspetasian selalu konstan
dengan return realisasian sebelumnya.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalamm penelitian ini variabel
abnormal return diukur dengan rumus market adjusted model yaitu selisih antara
actual return dengan expected return saham,
ARit = ActRitβ ExpRit ......................................................................(1)
ARit = Abnormal return perusahaan i pada tahun t
ActRit = Actual return perusahaan i pada tahun t
ExpRit = Expected return perusahaan i pada tahun t
Dimana actual return adalah retrun saham individual, yang dihitung dengan
rumus:
π΄ππ‘π ππ‘=
Ritβπ ππ‘β1
π ππ‘β1 ....................................................................................(2)
π΄ππ‘π ππ‘ = Actual return perusahaan i pada tahun t
π ππ‘ = Return perusahaan i pada tahun t
π ππ‘β1 = Return perusahaan i pada tahun t-1
Dan expected return saham dihitung dengan menggunakan rumus:
πΈπ₯ππ ππ‘=
LQ45itβπΏπ45ππ‘β1
πΏπ45ππ‘β1 .......................................................................(3)
ExpRit = Expected return yang didasarkan pada index LQ45
15 Universitas Kristen Petra
LQ-45t = Index LQ 45 saham pada tahun t
LQ-45t-1 = Index LQ 45 saham pada tahun t-1
2.4 Firm Size
Firm size adalah ukuran perusahaan yang digambarkan dari nilai total aset yang
dimiliki suatu perusahaan. Buitendag, Fortuin dan De Laan, (2017) menguraikan
bahwa terdapat kebutuhan entitas yang lebih besar untuk mengungkapkan lebih banyak
pada perusahaan berukuran besar karena perusahaan tersebut menerima lebih banyak
perhatian dari masyarakat umum dan melakukan lebih banyak kegiatan dan membuat
dampak yang lebih besar pada masyarakat. Perusahaan yang lebih besar juga
mengalami lebih banyak tekanan dari berbagai kelompok pemangku kepentingan untuk
mengungkapkan kegiatan sosial mereka. Ukuran perusahaan akan memiliki pengaruh
pada kondisi sosial perusahan terkait pengungkapan tanggung jawab, yang merupakan
bagian yang terintegrasi melaporkan. Perusahaan dengan skala yang lebih besar
diharapkan dapat mengungkapkan informasi dengan tingkat pertanggung jawaban
yang lebih terperinci daripada perusahaan yang lebih kecil
Suwarno, Tumirin dan Zamzami (2017) menguraikan bahwa Firm Size adalah
skala perusahaan muncul dari total aset perusahaan pada akhir tahun. Perusahaan
dengan ukuran lebih besar, memiliki lebih banyak penjualan, lebih banyak modal, dan
lebih banyak karyawan, sehingga perusahaan besar lebih menjadi pusat perhatian
investor dibandingkan dengan kecil perusahaan. Perusahaan dengan Firm Size besar
diharapkan dapat memberi informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan
perusahaan dengan Firm Size lebih kecil.
Weston dan Brigham (1986;475) mengatakan perusahaan dengan tingkat
pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Floating
cost pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dibanding emisi obligasi. Dengan
demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak
menggunakan hutang (obligasi) dibanding perusahaan yang lambat pertumbuhannya.
Menurut Hermeindito Kaaro (2003:430) Pertumbuhan total aktiva cenderung
berdampak positif terhadap leverage perusahaan. Konsep ini didasarkan pada dua
16 Universitas Kristen Petra
argumentasi. Pertama, berdengan pertumbuhan penjualan yang setiap upaya (termasuk
biaya) yang dilakukan secara langsung membawa implikasi pada penerimaan,
pertumbuhan aktiva perusahaan lebih mencerminkan horison waktu lebih panjang dari
pertumbuhan penjualan. Sedangkan yang kedua, investasi pada aktiva membutuhkan
waktu sebelum siap dioperasikan sehingga aktivitas yang dilakukan tidak langsung
terkait dengan penerimaan. Oleh karena itu, peningkatan aktiva atau aset peusahaan
dilakukan bila perusahaan terdapat prospek yang bagus. Kebutuhan dana internal tidak
mencukupi akan mendorong perusahaan menggunakan hutang. Oleh karena itu
pertumbuhan aktiva cenderung berdampak positif terhadap struktur modal perusahaan
yang menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan Yuke dan Hadri
serta penelitian yang dilakukan oleh Kartini dan Tulus.
Dalam penelitian ini, variabel ukuran perusahaan diberi simbol SIZE diperoleh
dari logaritma total asset perusahaan pada akhir tahun. secara matematis (Hsu dan Koh,
2005) ukuran perusahaan diformulasikan sebagai berikut:
SIZEit = Log. Total Asetit
2.5 Firm Growth
Hasanzade, Darabi, dan Mahfoozi (2013) menguraikan bahwa firm growth
adalah kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi sumber pendanaan potensial
(baik internal atau eksternal) untuk membuat investasi modal dan untuk menyediakan
rencana keuangan yang tepat dianggap sebagai salah satu faktor utama pertumbuhan
dan perkembangan perusahaan. Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku rasio ekuitas
telah digunakan dalam penelitian ini untuk menghitung pertumbuhan perusahaan.
Kusumajaya (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan adalah perubahan
total aset yang dialami perusahaan selama periode berjalan. Pertumbuhan asset
merupakan selisih dari total aktiva yang dimiliki perusahaan pada periode sekarang
dengan periode sebelumnya terhadap total aktiva sebelumnya.
Buitendag, Fortuin dan De Laan, (2017) menyatakan bahwa diharapkan
perusahaan dengan peluang pertumbuhan yang lebih besar cenderung mengungkapkan
informasi lebih dari perusahan dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah.
17 Universitas Kristen Petra
Dalam penelitian ini, variabel pertumbuhan perusahaan diformulasikan sebagai
berikut:
Keterangan:
Growth : pertumbuhan perusahaan i pada periode t
TAit : Total Asset perusahaan i pada periode t
TAit-1 : Total Asset perusahaan i pada periode t-1
2.6 Firm Profitability
Hasanzade, Darabi, dan Mahfoozi (2013) menjelaskan bahwa profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Profitabilitas adalah
hasil akhir dari program perusahaan dan keputusan keuangan. Suwarno, Tumirin dan
Zamzami (2017) menjelaskan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan
untuk memperoleh laba. Kemampuan ini berasal dari profitabilitas ekonomi dari
pinjaman dan modal sendiri diinvestasikan dalam aset dan efisiensi operasional
keseluruhan perusahaan yang bersangkutan. Profitabilitas suatu perusahaan
menunjukkan perbandingan antara laba dengan aset atau modal yang menghasilkan
laba tersebut.
Selain itu, menurut Bambang Riyanto (2001: 336) Return on Investment adalah
net earning power ratio. Return on Investment adalah kemampuan dari modal yang
diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih.
Selain itu, Return on Investment didefinisikan oleh Lukman Syamsuddin (1992: 63)
adalah sebagai berikut ROI merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara
keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang
tersedia di perusahaan. Peningkatan laba ini mempunyai efek yang positif terhadap
kinerja keuangan perusahaan dalam pencapaian tujuan untuk memaksimalkan nilai
perusahaan yang akan direspon secara positif oleh investor sehingga permintaan saham
perusahaan dapat meningkat dan dapat menaikan harga saham perusahaan.
18 Universitas Kristen Petra
ModiglianiβMiller menyatakan bahwa nilai perusahaan akan tergantung hanya pada
laba yang diproduksi oleh aktiva-aktivanya (Brigham dan Houston, 2006: 70).
Dalam penelitian ini, variabel ukuruan perusahaan diukur dengan menggunakan
Return on Investment sebagai berikut:
π ππΌππ‘ =ππΌππ‘
πΌππ‘
Keterangan:
ROIit = Return on Investment perusahaan i pada periode t
NIit = Net income perusahaan i pada periode t
Iit = Total Modal perusahaan i pada periode t
2.7 Pengaruh Penerapan IFRS Terhadap Abnormal Return
Berdasarkan teori efficient market hypothesis, informasi yang dipublikasikan
akan dapat membantu menciptakan nilai saham yang akurat dan efisien. Dengan
asumsi pasa saham berada dalam bentuk semi-kuat, maupun kuat. Keberadaan IFRS
dalam suatu perusahaan akan menciptakan nilai informasi yang akurat, timely, dan
sesuai dengan face value, hingga akan mengurangi asimetri informasi dan
ketidaksesuaian prediksi harga dari pasar. Gupta, Locke dan Scrimgeour (2013)
mengatakan bahwa standar akuntansi dan metode pengalokasian dana dapat
mempengaruhi lama abnormal return secara signifikan. Hansson (1997) menjelaskan
bahwa informasi akuntansi yang relevan akan mempengaruhi nilai saham dari suatu
perusahaan, hingga mempengaruhi return dari saham tersebut, baik expected return
maupun abnormal return.
Atas keberadaan IFRS, informasi yang ditampilkan akan menjadi lebih
mendekati face value dan seperti pada aslinya, hingga informasi yang ditampilkan
dapat menjadi semakin relevan dalam menentukan harga saham dan pasar modal.
Covrig, et al., (2007) mengatakan bahwa pelaporan IFRS secara terpusat dapat
mendukung investasi lintas batas serta mengintegrasikan pasar modal. Sentralisasi
IFRS juga mencari tahu reaksi pasar terhadap kejadian yang berhubungan dengan
19 Universitas Kristen Petra
pergerakan Uni Eropa terhadap perlunya pelaporan dengan pendekatan IFRS atau
meneliti akibat dari pengadopsian IFRS dalam laporan keuangan pada negara tersebut.
Pengadopsian tersebut diperoleh hasil pasar efisien yang dapat dilihat dalam
cumulative average abnormal return dan average abnormal return setelah menerapkan
IFRS.
Investor akan memanfaatkan data harga saham yang telah dipublikasikan
sebelumnya serta informasi lain mulai dari laporan keuangan tahunan, informasi
keuangan international, peraturan perundangan pemerintah, pengumuman bursa dan
peristiwa hukum sebagai dasar dalam menentukan untuk menginvestasi atau tidak.
Menurut Darmawan (2013) dalam penelitiaanya menemukan adanya hubungan positif
antara penerapan IFRS terhadap abnormal return yang diterima, sehingga mendukunng
penelitian-penelitian lain seperti penelitian dari Daske et al. (2008) melakukan
penelitian tentang konsekuensi ekonomis dari adopsi IFRS secara mandatory di seluruh
dunia. Daske mengamati dampak adopsi IFRS terhadap likuiditas pasar, cost of capital
dan tobins q dengan sampel perusahaan besar di 26 negara di dunia. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara rata-rata likuiditas pasar meningkat pada peristiwa sekitar
adopsi IFRS, selain itu cost of capital perusahaan lebih rendah dan penilaian atas
ekuitas., Armstrong et al. (2010) melakukan penelitian tentang reaksi pasar Uni Eropa
terhadap adopsi IFRS termasuk IAS 39 yang mengatur tentang penilaian financial
instrument dengan fair value. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pasar merespon
positif atas peristiwa adopsi IFRS di Uni Eropa, sebab pasar menilai dengan
diadopsinya IFRS dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi, dan menurunkan
asimetri informasi., dan Barth et al. (2008) menunjukkan bahwa adopsi IAS secara
sukarela menyebabkan rendahnya earnings management, pengakuan kerugian yang
lebih tepat dan meningkatnya value relevance atas informasi laba. Barth juga
mengklaim bahwa informasi akuntansi menjadi semakin informatif dan kualitasnya
lebih tinggi setelah adopsi IAS.
Menurut Darmawan (2013) bahwa adopsi IFRS mampu meningkatkan kualitas
informasi akuntansi. Menurutnya dengan diterapkannya IFRS maka investor
menganggap bahwa adopsi IFRS mampu menaikkan value relevant informasi
20 Universitas Kristen Petra
akuntansi dan kemudian menggunakan informasi tersebut dalam pengambilan
keputusan. Jadi dengan adanya penerapan IFRS yang dilaukakan oleh perusahaan,
maka tentunya akan berdampak positif pada tingkat abnormal return yang diterima, hal
tersebut tentunya dikarenakan sebagai akibat meningkatnya kinerja yang dilakukan
oleh perusahaan karena tingkat kualitas informasi akuntansi yang diberikan oleh
perusahaan lebih baik lagi daripada sebelum menerapkan karena tingkat kemungkinan
perusahaan melakukan praktik seperti manajemen laba juga berkurang. Sehingga para
investor semakin tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. Apabila terus
menerus demikian, maka bukan tidak mungkin akan terjadi kelonjakan harga saham di
pasar secara terus menerus dari harga bukunya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka
dikemukan hipotesis sebegai berikut:
H1 : Penerapan IFRS berpengaruh positif terhadap abnormal return.
2.8 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Abnormal Return
Ukuran perusahaan dapat diukur dengan melihat besar kecilnya penjualan,
jumlah ekuitas, atau juga melalui total aktiva yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.
Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah total aktiva. Pengaruh ukuran
perusahaan dengan struktur keuangan berdasarkan pada kenyataan bahwa semakin
besar perusahaan, maka semakin besar pula kesempatannya untuk menanamkan
modalnya pada berbagai jenis usaha, lebih mudah memasuki pasar modal, memperoleh
penilaian kredit yang tinggi dan membayar bunga yang lebih rendah untuk dana yang
dipinjamnya.
Menurut Sawir (2004) dalam Devi (2010), perusahaan yang berukuran besar
memiliki prospek usaha yang lebih baik jika dibandingkan dengan perusahaan yang
berukuran kecil. Karena perusahaan yang berukuran besar akan mampu menghasilkan
produk yang lebih baik sehingga dapat menguasai pasar dan berdampak pada laba yang
semakin tinggi. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses kepasar modal,
sekuritasnya kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan harga yang sedemikian
rupa agar investor memperoleh hasil (return) yang tinggi.
21 Universitas Kristen Petra
Selain itu menurut hasil penelitian Nurhidayah (2011) dan Zulfa (2013) yang
juga menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap
return saham. Ukuran perusahaan yang besar akan membangun kepercayaan investor
terhadap suatu perusahaan. Peningkatan kepercayaan investor ini akan meningkatkan
permintaan saham dan pada akhirnya akan meningkatkan harga saham dan juga return
saham.
Jadi dari penjelasan yang telah diperoleh dari penelitian terdahulu diatas maka
penulis menghipotesiskan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif
terhadap abnormal return. Semakin besar ukuran suatu perusahaan yang dapat dilihat
dari total asetnya, tentunya perusahaan lebih memiliki power untuk melakukan
penjualan dan investasi yang lebih banyak lagi, mampu melakukan ekspansi besar-
besaran pula, sehingga laba perusahaan yang didapatkan juga bisa lebih meningkat lagi.
Apabila profitabilitas perusahaan selalu meningkat tentunya nilai perusahaan juga akan
semakin meningkat, maka dampak akhir yang didapatkan perusahaan adalah
peningkatan harga saham di pasar yang membuat para inverstor juga semakin tertarik
pada saham perusahaan, sehingga abnormal return yang didapatkan juga semakin
tinggi. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dikemukan hipotesis sebegai berikut:
H2: Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap abnormal return.
2.9 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Abnormal Return
Tingkat pertumbuhan asset yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu
berkembang. Hal ini akan menarik investor untuk membeli saham perusahaan tersebut.
Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan menaikkan harga saham dan berdampak
pada return saham (Tumonggor, dkk, 2017). Hasil peneliti an tersebut juga
mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Yolanda (2013), dengan judul
βPengaruh Bussines Risk, Asset Growth, Sales Growth Terhadap Return Saham Pada
Perusahaan Real Estate and Property yang Listing di BEI Periode 2003-2012β yang
mengatakan bahwa Growth berpengaruh signifikan terhadap Return Saham.
Selain itu, menurut Chendrawan (2012) perusahaan yang memiliki pertumbuhan
yang baik cenderung menarik minat para investor untuk berinvestasi dengan membeli
22 Universitas Kristen Petra
saham perusahaan sehingga akan memberikan reaksi pasar yang lebih baik
dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki pertumbuhan kurang baik. Sehingga
dapat dikatakan bahwa semakin baik pertumbuhan perusahaan maka abnormal return
perusahaan juga akan semakin meningkat. Tingkat pertumbuhan laba sendiri dapat
dilihat dari peningkatan laba dari tahun ke tahun, tentunya semakin tinggi tingkat laba
yang didapatkan dari tahun ke tahun, maka abnormal return yang didapatkan oleh para
investor juga akan semakin meningkat. Berdasarkan analisis diatas hipotesis yang
diajukan dalam penelitian ini adalah:
H3: Growth berpengaruh positif terhadap Abnormal Return Saham
2.10 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Abnormal Return
Pada penelitian ini, profitabilitas yang digunakan adalah Return on Investment
(ROI). ROI merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur
kemampuan atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan laba.
ROI dapat menilai efisiensi pendapatan yang dihasilkan dari investasi yang dilakukan
oleh perusahaan. ROI yang rendah jika dibandingkan dengan rata-rata industri nya
menunjukkan bahwa adanya kegiatan investasi yang kurang efisien. Perusahaan yang
memiliki ROI tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya pada
perusahaan tersebut (Syauta dan Widjaja, 2009).
Profitabilitas dapat dikatakan sebagai kemampuan perusahaan dalam
memperoleh laba atau ukuran yang digunakan manajemen perusahaan dalam
mengelola efektivitas. ROI digunakan sebagai alat ukur efektifitas suatu perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan atau profit. Kinerja suatu perusahaan dikatakan baik
jika ROI yang digunakan sebagai alat ukur meningkat dan dimana jika ROI meningkat
maka return saham yang bersangkutan juga akan ikut meningkat (Parwati dan
Sudiartha, 2016).
Perusahaan pastinya akan berupaya untuk meningkatkan ROI karena semakin
tinggi ROI maka akan menunjukan bahwa perusahaan semakin efektif dalam
memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih dan dengan semakin
meningkatnya ROI maka menunjukan bahwa profitabilitas perusahaan tersebut juga
23 Universitas Kristen Petra
semain baik. Sehingga dapat menarik investor untuk membeli saham pada perusahaan
tersebut (Arista dan Astohar, 2012 dalam Puspitadewi dan Rahyuda, 2016).
Hasil penelitian dari Risdiyanto dan Suhermin (2016) menunjukkan bahwa
return on invesment tidak berpengaruh terhadap return saham. Hal ini mengindikasikan
bahwa kondisi pasar pada periode 2010-2014 tidak stabil yang menyebabkan penjualan
mengalami penurunan secara drastis dan berdampak terhadap pendapatan laba menjadi
berkurang, Sedangkan penggunaan aktiva semakin bertambah. Sehingga menyebabkan
return on investment menjadi tidak berpengaruh terhadap return saham. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunardi (2010) tentang Pengaruh
Penilaian Kinerja dengan ROI dan EVA terhadap Return Saham pada Perusahaan yang
Tergabung dalam Indeks LQ45 Periode 2007-2008. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa secara parsial variabel ROI tidak berpengaruh terhadap return saham.
Sama seperti variabel-variabel sebelumnya, pada variabel profitabilitas senidiri
juga bisa disimpulkan sebenarnya memiliki dampak yang positif terhadap peningkatan
abnormal return yang didapatkan oleh investor, karena ketika perusahaan memiliki
prospek bisnis yang baik, seperti memiliki produk yang unik di pasaran sehingga
banyak menarik minat pelanggan, apabila di iringi dengan tingkat marketing yang baik
maka profitabilitas yang dimiliki perusahaan juga akan semakin meningkat, sehingga
tentunya akan meningkatkan jumlah abnormal return yang didapatkan oleh pihak
investor dikarenakan jumlah harga saham di pasar yang selalu meningkat karena nilai
perusahaan yang sangat baik. Berdasarkan analisis diatas maka hasil hipotesis
penelitian ini adalah:
H4: ROI berpengaruh positif terhadap Abnormal Return Saham