2. LANDASAN TEORI Penelitian ini menggunakan Efficient ...

17
7 Universitas Kristen Petra 2. LANDASAN TEORI Penelitian ini menggunakan Efficient Market Hypothesis sebagai dasar teori yang melandasi penyusunan hipotesis. Hipotesis penelitian yang nantinya dirumuskan adalah hipotesis hubungan antara penerapan IFRS terhadap Abnormal Return. Pada bab ini akan dijelaskan pengertian Efficient Market Hypothesi, pengertian setiap variabel yang digunakan dalam penelitian ini serta perumusan hipotesis. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: abnormal return, IFRS, ukuran perusahaan, pertumbuhan perusahaan dan profitabilitas perusahaan. 2.1 Efficient Market Hypothesis Efficient Market Hypothesis merupakan teori yang menjelaskan bahwa pasar yang efisien akan selalu merefleksikan harga dan nilai suatu barang modal sesuai dengan informasi yang tersedia (Margotta, 1995). Efficient Market Hypothesis juga menjelaskan bahwa harga saham telah menempati nilai paling optimal, hingga tidak mungkin ada cara lain untuk mendapatkan laba dengan strategi dagang apapun (Blume & Durlauf, 2007). Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk memperoleh tingkat laba yang lebih tinggi adalah dengan membeli investasi dengan resiko yang lebih tinggi. Namun, dalam meraih Efficient Market Hypothesis, diperlukan usaha dalam menciptakan standar akuntansi yang dapat mencerminkan informasi yang tersedia dengan sepenuhnya. Teori Efficient Market Hypothesis memiliki beberapa kelemahan, yaitu masing- masing investor memiliki perspektif yang berbeda terhadap suatu informasi, hingga akan memiliki penilaian laporan keuangan yang berbeda, hingga mempengaruhi harga jual dan beli dari saham tersebut. Dobbins dan Witt (1979) mengatakan bahwa pada pasar yang efisien, dua perusahaan yang memiliki skedul investasi mengenai arus kas dan tingkat resiko yang sama harus memiliki nilai pasar yang sama, apapun metode keuangannya. Kenyataannya, metode keuangan yang berfokus pada hutang akan memberikan pandangan yang buruk dalam menginvestasi. Kelemahan lainnya adalah

Transcript of 2. LANDASAN TEORI Penelitian ini menggunakan Efficient ...

7 Universitas Kristen Petra

2. LANDASAN TEORI

Penelitian ini menggunakan Efficient Market Hypothesis sebagai dasar teori

yang melandasi penyusunan hipotesis. Hipotesis penelitian yang nantinya dirumuskan

adalah hipotesis hubungan antara penerapan IFRS terhadap Abnormal Return. Pada

bab ini akan dijelaskan pengertian Efficient Market Hypothesi, pengertian setiap

variabel yang digunakan dalam penelitian ini serta perumusan hipotesis. Variabel yang

digunakan dalam penelitian ini antara lain: abnormal return, IFRS, ukuran perusahaan,

pertumbuhan perusahaan dan profitabilitas perusahaan.

2.1 Efficient Market Hypothesis

Efficient Market Hypothesis merupakan teori yang menjelaskan bahwa pasar

yang efisien akan selalu merefleksikan harga dan nilai suatu barang modal sesuai

dengan informasi yang tersedia (Margotta, 1995). Efficient Market Hypothesis juga

menjelaskan bahwa harga saham telah menempati nilai paling optimal, hingga tidak

mungkin ada cara lain untuk mendapatkan laba dengan strategi dagang apapun (Blume

& Durlauf, 2007). Oleh karena itu, satu-satunya cara untuk memperoleh tingkat laba

yang lebih tinggi adalah dengan membeli investasi dengan resiko yang lebih tinggi.

Namun, dalam meraih Efficient Market Hypothesis, diperlukan usaha dalam

menciptakan standar akuntansi yang dapat mencerminkan informasi yang tersedia

dengan sepenuhnya.

Teori Efficient Market Hypothesis memiliki beberapa kelemahan, yaitu masing-

masing investor memiliki perspektif yang berbeda terhadap suatu informasi, hingga

akan memiliki penilaian laporan keuangan yang berbeda, hingga mempengaruhi harga

jual dan beli dari saham tersebut. Dobbins dan Witt (1979) mengatakan bahwa pada

pasar yang efisien, dua perusahaan yang memiliki skedul investasi mengenai arus kas

dan tingkat resiko yang sama harus memiliki nilai pasar yang sama, apapun metode

keuangannya. Kenyataannya, metode keuangan yang berfokus pada hutang akan

memberikan pandangan yang buruk dalam menginvestasi. Kelemahan lainnya adalah

8 Universitas Kristen Petra

bahwa harga saham memerlukan waktu dalam merespon informasi baru, hingga harga

saat ini belum tentu telah merefleksikan segala informasi yang tersedia pada saat ini.

Selain itu, harga saham juga dapat dipengaruhi oleh kesalahan manusia dan

pengambilan keputusan yang tidak rasional, seperti pembelian berlebihan dapat

meningkatkan nilai saham tersebut meskipun tidak seharusnya meningkat, dan

sebaliknya.

Menurut Naseer dan Tariq (2015), ada tiga tipe Efficient Market Hypothesis,

yaitu weak form (bentuk lemah), dimana hanya informasi harga masa lalu

mempengaruhi harga saham dan keputusan investasi. Semi-strong form (bentuk semi

kuat) menjelaskan bahwa semua informasi yang dipublikasikan dan informasi yang

terdapat pada pasar modal mempengaruhi harga saham dan keputusan investasi. Strong

form (bentuk kuat) menjelaskan bahwa semua informasi, baik publik maupun privat

dan tersembunyi, akan mempengaruhi harga saham dan informasi secara cepat. Bentuk

kuat mengatakan bahwa seorang investor dan pihak tertentu tidak akan memiliki cara

untuk memonopoli maupun menutup-nutupi informasi suatu perusahaan, hingga semua

informasi merupakan informasi publik.

Efficient Market Hypothesis dalam penelitian ini digunakan untuk menjelasakan

hubungan antara IFRS dengan abnormal return. Laporan keuangan adalah salah satu

informasi yang dipublikasikan. Laporan keuangan dalam pembuatan harus didasarkan

pada standar akuntansi. Dengan asumsi pasar modal bentuk semi-strong atau strong

form, maka laporan keuangan, termasuk standar akuntansi, akan berguna dan

mempengaruhi pengambilan keputusan investasi yang selanjutnya akan mempengaruhi

harga saham dan return saham.

2.2 International Financial Reporting Standars (IFRS)

IFRS adalah standar akuntansi yang digagas dan dibuat oleh International

Accounting Standars Board (IASB), suatu organisasi independen yang berpusat di

London, Inggris (Ball, 2003). IFRS disusun sebagai suatu aturan yang secara ideal akan

diaplikasikan dan diterapkan sama bagi seluruh perusahaan di dunia. IFRS berguna

untuk menciptakan keselarasan serta generalisasi praktik akuntansi dan

9 Universitas Kristen Petra

keharmonisasian. Choi dan Muller (2009) mengatakan bahwa harmonisasi sangatlah

penting pada sistem akuntansi. Harmonisasi merupakan proses mengoptimalkan

kegunaan praktik akuntansi melalui penenentuan batasan atas keberagaman praktik

akuntansi yang ada. Dengan adanya harmonisasi standar, daya banding dan kemudahan

memperoleh informasi keuangan yang beragam, baik dari dalam maupun dari luar

negeri dapat ditingkatkan. Harmonisasi juga membuat informasi keuangan terbebas

dari kompleksitas yang tidak efisien, terutama pada dunia bisnis yang telah dan sedang

menjalani globalisasi.

Bisnis global memerlukan standar akuntansi yang dapat diaplikasikan diberbagai

negara. Kebutuhan akan standar akuntansi yang universal menjadi kebutuhan pokok

bagi bisnis internasional serta para investor. Pengaruh globalisasi mengubah kebutuhan

standar akuntansi yang merupakan tempat informasi bagi investor dalam pengambilan

keputusan. Kebutuhan akan harmonisasi standar akuntansi di berbagai negara muncul

diakibatkan karena transaksi perdagangan dari berbagai negara dan adanya perbedaan

prinsip dalam akuntansi.

Beberapa karakteristik IFRS yang menonjol adalah penggunaan principle-based

approach dan fair value, serta adanya full disclosure demi menghilangkan adanya

asimetri informasi. Praktik akuntansi IFRS menunjukkan bahwa pendekatan

berdasarkan pada prinsip (principle-based approach) lebih baik daripada pendekatan

berdasarkan pada aturan (rules-based approach) dalam mengembangkan standar

akuntansi. Standar akuntasi yang berdasarkan pada prinsip berinti pada ketentuan

prinsip umum yang didapat melalui gambaran pengakuan, kerangka konseptual,

pengukuran dan pelaporan untuk transaksi yang terstandar (Pacter, 2003). Kualitas

akuntansi bertambah karena perubahan sistem pelaporan keuangan akibat perusahaan

menerapkan IFRS. Tetapi, prediksi bahwa aplikasi IFRS berhubungan dengan kualitas

akuntansi yang tinggi tidak selalu benar.

IFRS telah mensyaratkan mengenai pengungkapan informasi secara penuh.

Pengungkapan informasi keuangan harus sesuai dan sejalan dengan informasi yang

digunakan manajemen untuk mengambil keputusan. Pengungkapan secara penuh (full

disclosure) dapat menurunkan tingkat asimetri informasi (ketidak-seimbangan

10 Universitas Kristen Petra

informasi). Ketidaksembangan informasi terjadi antara pihak pengguna laporan

keuangan dengan pihak manajemen. Sedangkan ketidak-seimbangan informasi itu

sendiri adalah suatu keadaan ketika pihak manajemen mempunyai informasi yang lebih

banyak daripada pihak lain (Scott, 2009). Dengan adanya asimetri informasi tersebut

mengakibatkan disfunctional behavior yaitu tindakan manajemen laba yang bisa

menurunkan kualitas informasi keuangan.

Saat ini Indonesia menggunakan prinsip-prinsip akuntansi berlaku umum yang

disusun oleh Ikatan Akuntansi Indonesia yang diterbitkan dalam bentuk buku SAK

(Standar Akuntansi Keuangan). Menurut DSAK sasaran konvergensi IFRS tahun 2012

yaitu dengan merevisi PSAK agar secara material sesuai dengan IFRS versi 1 Januari

2009.

Konvergensi standar akuntansi dapat dibedakan menjadi 5 jenis, yaitu:

1. full adoption = di mana suatu negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan

menerjemahkan IFRS sama persis ke dalam Bahasa yang Negara tersebut

gunakan.

2. Adopted = di mana suatu negara mengadopsi IFRS namun disesuaikan dengan

kondisi di negara tersebut.

3. Piecemeal = di mana suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor

IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.

4. Referenced = di mana standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS

tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh pembuat standar

Terdapat 2 strategi adopsi yang pertama big bang strategy di mana adopsi penuh

dilakukan sekaligus tanpa ada masa transisi dan yang kedua melalui gradual stategy

yaitu adopsi secara bertahap dengan masa transisi. Konvergensi IFRS di Indonesia

sendiri dilakukan secara bertahap, yaitu :

1. Tahap adopsi (2008-2011) meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke

PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan dan evaluasi terhadap PSAK

berbasis IFRS.

11 Universitas Kristen Petra

2. Tahap persiapan akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap

persiapan infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya dilakukan penerapan

secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.

3. Tahap implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK

IFRS secara bertahap, kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak

penerapan PSAK secara komprehensif.

Imam (2013: 12) memaparkan bahwa periode konvergensi IFRS kedalam PSAK

di Indonesia dilakukan melalui tiga tahapan. Tahap pertama pengadopsian dilakukan

pada periode 2008-2011 yang meliputi Adopsi seluruh IFRS ke PSAK, persiapan

infrastruktur yang dibutuhkan, serta evaluasi dan kelola dampak dari pengadopsian

IFRS terhadap PSAK yang berlaku. Tahap kedua dilaksanakan pada tahun 2011 yaitu

menyelesaikan infrastruktur yang dibutuhkan. Tahap ketiga dilaksanakan pada tahun

2012 yaitu pengimplementasian PSAK yang sudah mengadopsi seluruh standar IFRS

serta evaluasi mengenai dampak dari penerapan PSAK tersebut.

Indonesia Stock Exchange menyatakan bahwa konvergensi IFRS dapat

meningkatkan daya informasi dari pelaporan keuangan perusahaan di Indonesia,

manfaat dari program ini diharapkan akan mengurangi hambatan investasi,

meningkatkan transparansi keuangan perusahaan, mengurangi biaya yang terkait

dengan penyusunan laporan keuangan, dan menciptakan efisiensi penyusunan laporan

keuangan. Sementara tujuan akhirnya laporan keuangan yang disusun berdasarkan

Standar Akuntansi Keuangan (SAK) hanya akan memerlukan sedikit rekonsiliasi untuk

menghasilkan laporan keuangan berdasarkan IFRS.

Beberapa dampak yang timbul akibat konvergensi IFRS terhadap kualitas

penyajian pelaporan keuangan antara lain adalah:

1. Perubahan konsep dari rule based menjadi principle based. Principle based

mengandung makna standar akuntansi tidak bersifat ketat atau rigid,

melainkan hanya memberikan prinsip umum standar akuntansi yang harus

diikuti untuk memastikan pencapaian kualitas informasi tertentu yang

relevan, dapat diperbandingkan dan obyektif.

12 Universitas Kristen Petra

2. Peran Professional Judgment lebih dibutuhkan. Fleksibilitas dari IFRS

menjadikan peran professional judgment lebih dibutuhkan untuk

mempersiapkan laporan keuangan maupun untuk pengauditan laporan

keuangan.

3. Penggunaan Fair Value Accounting. Dengan adanya fair value accounting

maka penyajian atas pelaporan keuangan untuk nilai asset dan instrumen

keuangan tercatat pada nilai sebenarnya atau nilai wajar sesuai dengan

kondisi pasar, sehingga kualitas yang dihasilkan atas laporan keuangan

menjadi dapat lebih diandalkan.

4. Keterlibatan pihak ketiga dalam penyusunan laporan keuangan. Dengan

konvergensi IFRS mengakibatkan segala sesuatu yang berkaitan dengan

penilaian dan pengukuran menjadi penting, sehingga kebutuhan adanya

pihak ketiga (appraisal) dalam penyusunan laporan keuangan semakin

besar.

Banyaknya standar yang harus dilaksanakan dalam program konvergensi ini

menjadi tantangan yang cukup berat bagi publik untuk sejak awal mengantisipasi

implementasi program konvergensi IFRS.

2.3 Abnormal Return

Abnormal retun secara sederhana didefiniskan sebagai selisih antara realized

return dan expected return. Return saham sendiri merupakan tingkat keuntungan yang

diperoleh investor atas investasi saham yang dilakukan. Tanpa adanya tingkat

keuntungan yang dinikmati, investor tidak akan menanamkan modalnya. Ang (1997)

berpendapat bahwa return baik langsung maupun tidak langsung merupakan tujuan

utama atas semua investasi.

Terdapat dua jenis return, yaitu realized return dan expected return. Menurut

Jogiyanto (2003), realized return adalah return yang telah terjadi dan dihitung

berdasarkan data masa lalu. Realized return dapat digunakan sebagai dasar dari

penentuan expected return dan resiko di masa yang akan datang. Sedangkan expected

return merupakan return yang diharapkan akan diperoleh investor dimasa depan.

13 Universitas Kristen Petra

Ketidakpastian perolehan return dimasa yang akan datang yang diperoleh investor

menjadi penyebab munculnya return ekspektasi.

Realized return merupakan return yang terjadi pada waktu ke-t yang

merupakan selisih harga sekarang secara relatif dibandingkan dengan harga

sebelumnya yang dapat dihitung dengan rumus:

R = (Pit –Pit-1) / (Pit-1) ........................................................................ (1)

5Terdapat tiga model yang bisa dipakai untuk menghitung return ekspektasi

(Jogiyanto, 2000), yaitu:

a. Market Adjusted Model

Model ini beranggapan bahwa penduga yang terbaik untuk mengestimasi

return suatu sekuritas adalah return indeks pasar pada saat tersebut. Dengan

menggunakan model ini, maka tidak perlu menggunakan periode estimasi untuk

membentuk model estimasi, karena return sekuritas yang diestimasi adalah sama

dengan return indeks pasar. Misalnya pada hari pengumuman peristiwa, return

indeks pasar adalah sebesar 18%, dengan model disesuaikan-pasar (market

adjusted model) ini, maka return ekspektasi semua sekuritas di hari yang sama

tersebut adalah sama dengan return indeks pasarnya, yaitu sebesar 18% tersebut.

Jika return suatu sekuritas pada hari pengumuman peristiwa adalah 35%, maka

besarnya abnormal return yang terjadi adalah 17% (35% - 18%) (Jogiyanto,

2003:445).

b. Market Model

Perhitungan return ekspetasi dengan model pasar (market model ) ini

dilakukan dengan dua tahap yaitu (1) membentuk model ekspetasi dengan

menggunakan data realisasi selama periode estimasi dan (2) menggunakan model

ekspetasi dapat dibentuk menggunakan teknik regresi OLS (ordinary least

square).

Ri.j = ai + Ξ²i.RMj + ei.j

Keterangan :

14 Universitas Kristen Petra

Ri.j = Return realisasi sekuritas ke I pada periode estimasi ke j

Ai = Intercept untuk sekuritas ke i

Bi = Koefisien slope yang merupakan Beta dari sekuritas ke i

RMj = Return indeks pasar pada periode estimasi ke j yang dapat dihitung

dengan rumus RMj = (IHSGJ - IHSGJ-1) / IHSGJ-1 dengan IHSG adalah

Indeks Harga Saham Gabungan.

c. Mean Adjusted Model

Model ini beranggapan bahwa return ekspetasian selalu konstan

dengan return realisasian sebelumnya.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalamm penelitian ini variabel

abnormal return diukur dengan rumus market adjusted model yaitu selisih antara

actual return dengan expected return saham,

ARit = ActRit– ExpRit ......................................................................(1)

ARit = Abnormal return perusahaan i pada tahun t

ActRit = Actual return perusahaan i pada tahun t

ExpRit = Expected return perusahaan i pada tahun t

Dimana actual return adalah retrun saham individual, yang dihitung dengan

rumus:

𝐴𝑐𝑑𝑅𝑖𝑑=

Ritβˆ’π‘…π‘–π‘‘βˆ’1

π‘…π‘–π‘‘βˆ’1 ....................................................................................(2)

𝐴𝑐𝑑𝑅𝑖𝑑 = Actual return perusahaan i pada tahun t

𝑅𝑖𝑑 = Return perusahaan i pada tahun t

π‘…π‘–π‘‘βˆ’1 = Return perusahaan i pada tahun t-1

Dan expected return saham dihitung dengan menggunakan rumus:

𝐸π‘₯𝑝𝑅𝑖𝑑=

LQ45itβˆ’πΏπ‘„45π‘–π‘‘βˆ’1

𝐿𝑄45π‘–π‘‘βˆ’1 .......................................................................(3)

ExpRit = Expected return yang didasarkan pada index LQ45

15 Universitas Kristen Petra

LQ-45t = Index LQ 45 saham pada tahun t

LQ-45t-1 = Index LQ 45 saham pada tahun t-1

2.4 Firm Size

Firm size adalah ukuran perusahaan yang digambarkan dari nilai total aset yang

dimiliki suatu perusahaan. Buitendag, Fortuin dan De Laan, (2017) menguraikan

bahwa terdapat kebutuhan entitas yang lebih besar untuk mengungkapkan lebih banyak

pada perusahaan berukuran besar karena perusahaan tersebut menerima lebih banyak

perhatian dari masyarakat umum dan melakukan lebih banyak kegiatan dan membuat

dampak yang lebih besar pada masyarakat. Perusahaan yang lebih besar juga

mengalami lebih banyak tekanan dari berbagai kelompok pemangku kepentingan untuk

mengungkapkan kegiatan sosial mereka. Ukuran perusahaan akan memiliki pengaruh

pada kondisi sosial perusahan terkait pengungkapan tanggung jawab, yang merupakan

bagian yang terintegrasi melaporkan. Perusahaan dengan skala yang lebih besar

diharapkan dapat mengungkapkan informasi dengan tingkat pertanggung jawaban

yang lebih terperinci daripada perusahaan yang lebih kecil

Suwarno, Tumirin dan Zamzami (2017) menguraikan bahwa Firm Size adalah

skala perusahaan muncul dari total aset perusahaan pada akhir tahun. Perusahaan

dengan ukuran lebih besar, memiliki lebih banyak penjualan, lebih banyak modal, dan

lebih banyak karyawan, sehingga perusahaan besar lebih menjadi pusat perhatian

investor dibandingkan dengan kecil perusahaan. Perusahaan dengan Firm Size besar

diharapkan dapat memberi informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan

perusahaan dengan Firm Size lebih kecil.

Weston dan Brigham (1986;475) mengatakan perusahaan dengan tingkat

pertumbuhan yang cepat harus lebih banyak mengandalkan modal eksternal. Floating

cost pada emisi saham biasa adalah lebih tinggi dibanding emisi obligasi. Dengan

demikian perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi cenderung lebih banyak

menggunakan hutang (obligasi) dibanding perusahaan yang lambat pertumbuhannya.

Menurut Hermeindito Kaaro (2003:430) Pertumbuhan total aktiva cenderung

berdampak positif terhadap leverage perusahaan. Konsep ini didasarkan pada dua

16 Universitas Kristen Petra

argumentasi. Pertama, berdengan pertumbuhan penjualan yang setiap upaya (termasuk

biaya) yang dilakukan secara langsung membawa implikasi pada penerimaan,

pertumbuhan aktiva perusahaan lebih mencerminkan horison waktu lebih panjang dari

pertumbuhan penjualan. Sedangkan yang kedua, investasi pada aktiva membutuhkan

waktu sebelum siap dioperasikan sehingga aktivitas yang dilakukan tidak langsung

terkait dengan penerimaan. Oleh karena itu, peningkatan aktiva atau aset peusahaan

dilakukan bila perusahaan terdapat prospek yang bagus. Kebutuhan dana internal tidak

mencukupi akan mendorong perusahaan menggunakan hutang. Oleh karena itu

pertumbuhan aktiva cenderung berdampak positif terhadap struktur modal perusahaan

yang menunjukkan hasil yang sama dengan penelitian yang dilakukan Yuke dan Hadri

serta penelitian yang dilakukan oleh Kartini dan Tulus.

Dalam penelitian ini, variabel ukuran perusahaan diberi simbol SIZE diperoleh

dari logaritma total asset perusahaan pada akhir tahun. secara matematis (Hsu dan Koh,

2005) ukuran perusahaan diformulasikan sebagai berikut:

SIZEit = Log. Total Asetit

2.5 Firm Growth

Hasanzade, Darabi, dan Mahfoozi (2013) menguraikan bahwa firm growth

adalah kemampuan perusahaan untuk mengidentifikasi sumber pendanaan potensial

(baik internal atau eksternal) untuk membuat investasi modal dan untuk menyediakan

rencana keuangan yang tepat dianggap sebagai salah satu faktor utama pertumbuhan

dan perkembangan perusahaan. Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku rasio ekuitas

telah digunakan dalam penelitian ini untuk menghitung pertumbuhan perusahaan.

Kusumajaya (2011) menyatakan bahwa pertumbuhan perusahaan adalah perubahan

total aset yang dialami perusahaan selama periode berjalan. Pertumbuhan asset

merupakan selisih dari total aktiva yang dimiliki perusahaan pada periode sekarang

dengan periode sebelumnya terhadap total aktiva sebelumnya.

Buitendag, Fortuin dan De Laan, (2017) menyatakan bahwa diharapkan

perusahaan dengan peluang pertumbuhan yang lebih besar cenderung mengungkapkan

informasi lebih dari perusahan dengan tingkat pertumbuhan yang lebih rendah.

17 Universitas Kristen Petra

Dalam penelitian ini, variabel pertumbuhan perusahaan diformulasikan sebagai

berikut:

Keterangan:

Growth : pertumbuhan perusahaan i pada periode t

TAit : Total Asset perusahaan i pada periode t

TAit-1 : Total Asset perusahaan i pada periode t-1

2.6 Firm Profitability

Hasanzade, Darabi, dan Mahfoozi (2013) menjelaskan bahwa profitabilitas

adalah kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan. Profitabilitas adalah

hasil akhir dari program perusahaan dan keputusan keuangan. Suwarno, Tumirin dan

Zamzami (2017) menjelaskan bahwa profitabilitas adalah kemampuan perusahaan

untuk memperoleh laba. Kemampuan ini berasal dari profitabilitas ekonomi dari

pinjaman dan modal sendiri diinvestasikan dalam aset dan efisiensi operasional

keseluruhan perusahaan yang bersangkutan. Profitabilitas suatu perusahaan

menunjukkan perbandingan antara laba dengan aset atau modal yang menghasilkan

laba tersebut.

Selain itu, menurut Bambang Riyanto (2001: 336) Return on Investment adalah

net earning power ratio. Return on Investment adalah kemampuan dari modal yang

diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan bersih.

Selain itu, Return on Investment didefinisikan oleh Lukman Syamsuddin (1992: 63)

adalah sebagai berikut ROI merupakan pengukuran kemampuan perusahaan secara

keseluruhan dalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang

tersedia di perusahaan. Peningkatan laba ini mempunyai efek yang positif terhadap

kinerja keuangan perusahaan dalam pencapaian tujuan untuk memaksimalkan nilai

perusahaan yang akan direspon secara positif oleh investor sehingga permintaan saham

perusahaan dapat meningkat dan dapat menaikan harga saham perusahaan.

18 Universitas Kristen Petra

Modigliani–Miller menyatakan bahwa nilai perusahaan akan tergantung hanya pada

laba yang diproduksi oleh aktiva-aktivanya (Brigham dan Houston, 2006: 70).

Dalam penelitian ini, variabel ukuruan perusahaan diukur dengan menggunakan

Return on Investment sebagai berikut:

𝑅𝑂𝐼𝑖𝑑 =𝑁𝐼𝑖𝑑

𝐼𝑖𝑑

Keterangan:

ROIit = Return on Investment perusahaan i pada periode t

NIit = Net income perusahaan i pada periode t

Iit = Total Modal perusahaan i pada periode t

2.7 Pengaruh Penerapan IFRS Terhadap Abnormal Return

Berdasarkan teori efficient market hypothesis, informasi yang dipublikasikan

akan dapat membantu menciptakan nilai saham yang akurat dan efisien. Dengan

asumsi pasa saham berada dalam bentuk semi-kuat, maupun kuat. Keberadaan IFRS

dalam suatu perusahaan akan menciptakan nilai informasi yang akurat, timely, dan

sesuai dengan face value, hingga akan mengurangi asimetri informasi dan

ketidaksesuaian prediksi harga dari pasar. Gupta, Locke dan Scrimgeour (2013)

mengatakan bahwa standar akuntansi dan metode pengalokasian dana dapat

mempengaruhi lama abnormal return secara signifikan. Hansson (1997) menjelaskan

bahwa informasi akuntansi yang relevan akan mempengaruhi nilai saham dari suatu

perusahaan, hingga mempengaruhi return dari saham tersebut, baik expected return

maupun abnormal return.

Atas keberadaan IFRS, informasi yang ditampilkan akan menjadi lebih

mendekati face value dan seperti pada aslinya, hingga informasi yang ditampilkan

dapat menjadi semakin relevan dalam menentukan harga saham dan pasar modal.

Covrig, et al., (2007) mengatakan bahwa pelaporan IFRS secara terpusat dapat

mendukung investasi lintas batas serta mengintegrasikan pasar modal. Sentralisasi

IFRS juga mencari tahu reaksi pasar terhadap kejadian yang berhubungan dengan

19 Universitas Kristen Petra

pergerakan Uni Eropa terhadap perlunya pelaporan dengan pendekatan IFRS atau

meneliti akibat dari pengadopsian IFRS dalam laporan keuangan pada negara tersebut.

Pengadopsian tersebut diperoleh hasil pasar efisien yang dapat dilihat dalam

cumulative average abnormal return dan average abnormal return setelah menerapkan

IFRS.

Investor akan memanfaatkan data harga saham yang telah dipublikasikan

sebelumnya serta informasi lain mulai dari laporan keuangan tahunan, informasi

keuangan international, peraturan perundangan pemerintah, pengumuman bursa dan

peristiwa hukum sebagai dasar dalam menentukan untuk menginvestasi atau tidak.

Menurut Darmawan (2013) dalam penelitiaanya menemukan adanya hubungan positif

antara penerapan IFRS terhadap abnormal return yang diterima, sehingga mendukunng

penelitian-penelitian lain seperti penelitian dari Daske et al. (2008) melakukan

penelitian tentang konsekuensi ekonomis dari adopsi IFRS secara mandatory di seluruh

dunia. Daske mengamati dampak adopsi IFRS terhadap likuiditas pasar, cost of capital

dan tobins q dengan sampel perusahaan besar di 26 negara di dunia. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa secara rata-rata likuiditas pasar meningkat pada peristiwa sekitar

adopsi IFRS, selain itu cost of capital perusahaan lebih rendah dan penilaian atas

ekuitas., Armstrong et al. (2010) melakukan penelitian tentang reaksi pasar Uni Eropa

terhadap adopsi IFRS termasuk IAS 39 yang mengatur tentang penilaian financial

instrument dengan fair value. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pasar merespon

positif atas peristiwa adopsi IFRS di Uni Eropa, sebab pasar menilai dengan

diadopsinya IFRS dapat meningkatkan kualitas informasi akuntansi, dan menurunkan

asimetri informasi., dan Barth et al. (2008) menunjukkan bahwa adopsi IAS secara

sukarela menyebabkan rendahnya earnings management, pengakuan kerugian yang

lebih tepat dan meningkatnya value relevance atas informasi laba. Barth juga

mengklaim bahwa informasi akuntansi menjadi semakin informatif dan kualitasnya

lebih tinggi setelah adopsi IAS.

Menurut Darmawan (2013) bahwa adopsi IFRS mampu meningkatkan kualitas

informasi akuntansi. Menurutnya dengan diterapkannya IFRS maka investor

menganggap bahwa adopsi IFRS mampu menaikkan value relevant informasi

20 Universitas Kristen Petra

akuntansi dan kemudian menggunakan informasi tersebut dalam pengambilan

keputusan. Jadi dengan adanya penerapan IFRS yang dilaukakan oleh perusahaan,

maka tentunya akan berdampak positif pada tingkat abnormal return yang diterima, hal

tersebut tentunya dikarenakan sebagai akibat meningkatnya kinerja yang dilakukan

oleh perusahaan karena tingkat kualitas informasi akuntansi yang diberikan oleh

perusahaan lebih baik lagi daripada sebelum menerapkan karena tingkat kemungkinan

perusahaan melakukan praktik seperti manajemen laba juga berkurang. Sehingga para

investor semakin tertarik untuk menanamkan modalnya pada perusahaan. Apabila terus

menerus demikian, maka bukan tidak mungkin akan terjadi kelonjakan harga saham di

pasar secara terus menerus dari harga bukunya. Berdasarkan pendapat tersebut, maka

dikemukan hipotesis sebegai berikut:

H1 : Penerapan IFRS berpengaruh positif terhadap abnormal return.

2.8 Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Abnormal Return

Ukuran perusahaan dapat diukur dengan melihat besar kecilnya penjualan,

jumlah ekuitas, atau juga melalui total aktiva yang dimiliki oleh sebuah perusahaan.

Dalam penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah total aktiva. Pengaruh ukuran

perusahaan dengan struktur keuangan berdasarkan pada kenyataan bahwa semakin

besar perusahaan, maka semakin besar pula kesempatannya untuk menanamkan

modalnya pada berbagai jenis usaha, lebih mudah memasuki pasar modal, memperoleh

penilaian kredit yang tinggi dan membayar bunga yang lebih rendah untuk dana yang

dipinjamnya.

Menurut Sawir (2004) dalam Devi (2010), perusahaan yang berukuran besar

memiliki prospek usaha yang lebih baik jika dibandingkan dengan perusahaan yang

berukuran kecil. Karena perusahaan yang berukuran besar akan mampu menghasilkan

produk yang lebih baik sehingga dapat menguasai pasar dan berdampak pada laba yang

semakin tinggi. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses kepasar modal,

sekuritasnya kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan harga yang sedemikian

rupa agar investor memperoleh hasil (return) yang tinggi.

21 Universitas Kristen Petra

Selain itu menurut hasil penelitian Nurhidayah (2011) dan Zulfa (2013) yang

juga menemukan bahwa ukuran perusahaan berpengaruh positif signifikan terhadap

return saham. Ukuran perusahaan yang besar akan membangun kepercayaan investor

terhadap suatu perusahaan. Peningkatan kepercayaan investor ini akan meningkatkan

permintaan saham dan pada akhirnya akan meningkatkan harga saham dan juga return

saham.

Jadi dari penjelasan yang telah diperoleh dari penelitian terdahulu diatas maka

penulis menghipotesiskan bahwa ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang positif

terhadap abnormal return. Semakin besar ukuran suatu perusahaan yang dapat dilihat

dari total asetnya, tentunya perusahaan lebih memiliki power untuk melakukan

penjualan dan investasi yang lebih banyak lagi, mampu melakukan ekspansi besar-

besaran pula, sehingga laba perusahaan yang didapatkan juga bisa lebih meningkat lagi.

Apabila profitabilitas perusahaan selalu meningkat tentunya nilai perusahaan juga akan

semakin meningkat, maka dampak akhir yang didapatkan perusahaan adalah

peningkatan harga saham di pasar yang membuat para inverstor juga semakin tertarik

pada saham perusahaan, sehingga abnormal return yang didapatkan juga semakin

tinggi. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dikemukan hipotesis sebegai berikut:

H2: Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap abnormal return.

2.9 Pengaruh Pertumbuhan Perusahaan Terhadap Abnormal Return

Tingkat pertumbuhan asset yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan mampu

berkembang. Hal ini akan menarik investor untuk membeli saham perusahaan tersebut.

Dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi akan menaikkan harga saham dan berdampak

pada return saham (Tumonggor, dkk, 2017). Hasil peneliti an tersebut juga

mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Yolanda (2013), dengan judul

β€œPengaruh Bussines Risk, Asset Growth, Sales Growth Terhadap Return Saham Pada

Perusahaan Real Estate and Property yang Listing di BEI Periode 2003-2012” yang

mengatakan bahwa Growth berpengaruh signifikan terhadap Return Saham.

Selain itu, menurut Chendrawan (2012) perusahaan yang memiliki pertumbuhan

yang baik cenderung menarik minat para investor untuk berinvestasi dengan membeli

22 Universitas Kristen Petra

saham perusahaan sehingga akan memberikan reaksi pasar yang lebih baik

dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki pertumbuhan kurang baik. Sehingga

dapat dikatakan bahwa semakin baik pertumbuhan perusahaan maka abnormal return

perusahaan juga akan semakin meningkat. Tingkat pertumbuhan laba sendiri dapat

dilihat dari peningkatan laba dari tahun ke tahun, tentunya semakin tinggi tingkat laba

yang didapatkan dari tahun ke tahun, maka abnormal return yang didapatkan oleh para

investor juga akan semakin meningkat. Berdasarkan analisis diatas hipotesis yang

diajukan dalam penelitian ini adalah:

H3: Growth berpengaruh positif terhadap Abnormal Return Saham

2.10 Pengaruh Profitabilitas Terhadap Abnormal Return

Pada penelitian ini, profitabilitas yang digunakan adalah Return on Investment

(ROI). ROI merupakan rasio profitabilitas yang digunakan untuk mengukur

kemampuan atas investasi yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghasilkan laba.

ROI dapat menilai efisiensi pendapatan yang dihasilkan dari investasi yang dilakukan

oleh perusahaan. ROI yang rendah jika dibandingkan dengan rata-rata industri nya

menunjukkan bahwa adanya kegiatan investasi yang kurang efisien. Perusahaan yang

memiliki ROI tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya pada

perusahaan tersebut (Syauta dan Widjaja, 2009).

Profitabilitas dapat dikatakan sebagai kemampuan perusahaan dalam

memperoleh laba atau ukuran yang digunakan manajemen perusahaan dalam

mengelola efektivitas. ROI digunakan sebagai alat ukur efektifitas suatu perusahaan

dalam menghasilkan keuntungan atau profit. Kinerja suatu perusahaan dikatakan baik

jika ROI yang digunakan sebagai alat ukur meningkat dan dimana jika ROI meningkat

maka return saham yang bersangkutan juga akan ikut meningkat (Parwati dan

Sudiartha, 2016).

Perusahaan pastinya akan berupaya untuk meningkatkan ROI karena semakin

tinggi ROI maka akan menunjukan bahwa perusahaan semakin efektif dalam

memanfaatkan aktiva untuk menghasilkan laba bersih dan dengan semakin

meningkatnya ROI maka menunjukan bahwa profitabilitas perusahaan tersebut juga

23 Universitas Kristen Petra

semain baik. Sehingga dapat menarik investor untuk membeli saham pada perusahaan

tersebut (Arista dan Astohar, 2012 dalam Puspitadewi dan Rahyuda, 2016).

Hasil penelitian dari Risdiyanto dan Suhermin (2016) menunjukkan bahwa

return on invesment tidak berpengaruh terhadap return saham. Hal ini mengindikasikan

bahwa kondisi pasar pada periode 2010-2014 tidak stabil yang menyebabkan penjualan

mengalami penurunan secara drastis dan berdampak terhadap pendapatan laba menjadi

berkurang, Sedangkan penggunaan aktiva semakin bertambah. Sehingga menyebabkan

return on investment menjadi tidak berpengaruh terhadap return saham. Hasil ini

sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sunardi (2010) tentang Pengaruh

Penilaian Kinerja dengan ROI dan EVA terhadap Return Saham pada Perusahaan yang

Tergabung dalam Indeks LQ45 Periode 2007-2008. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa secara parsial variabel ROI tidak berpengaruh terhadap return saham.

Sama seperti variabel-variabel sebelumnya, pada variabel profitabilitas senidiri

juga bisa disimpulkan sebenarnya memiliki dampak yang positif terhadap peningkatan

abnormal return yang didapatkan oleh investor, karena ketika perusahaan memiliki

prospek bisnis yang baik, seperti memiliki produk yang unik di pasaran sehingga

banyak menarik minat pelanggan, apabila di iringi dengan tingkat marketing yang baik

maka profitabilitas yang dimiliki perusahaan juga akan semakin meningkat, sehingga

tentunya akan meningkatkan jumlah abnormal return yang didapatkan oleh pihak

investor dikarenakan jumlah harga saham di pasar yang selalu meningkat karena nilai

perusahaan yang sangat baik. Berdasarkan analisis diatas maka hasil hipotesis

penelitian ini adalah:

H4: ROI berpengaruh positif terhadap Abnormal Return Saham