YAHUDI DAN NASRANI PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id › 5004...

189
YAHUDI DAN NASRANI PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi Pemikiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk.) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.Ag.) Bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Oleh Muhamad Nur Hasan Mudda’i NIM 21514012 JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2018

Transcript of YAHUDI DAN NASRANI PERSPEKTIF AL-QUR’AN (Studi …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id › 5004...

  • YAHUDI DAN NASRANI PERSPEKTIF AL-QUR’AN

    (Studi Pemikiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk.)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.Ag.)

    Bidang Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

    Oleh

    Muhamad Nur Hasan Mudda’i

    NIM 21514012

    JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN HUMANIORA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    2018

  • ii

  • iii

  • iv

  • v

    MOTTO

    ***

    ي ۡلم َوفَۡوَق ُكل ِّ ذِّ َعلِّيم عِّ

    “Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu

    ada yang Maha Mengetahui”

    ***

  • vi

    PERSEMBAHAN

    ***

    Skripsi ini dipersembahkan untuk:

    Allah

    Satu-satunya tujuan dalam hidupku, dan inilah wujud berterimakasihku pada-Mu

    Kedua orang tua

    Ahmadi

    Nurhayati

    Terimakasih untuk kasih-sayang, ketulusan, keikhlasan, dan semua pengorbanan

    yang telah diberikan, ini adalah wujud dari bukti-kecil baktiku kepadamu berdua

    Sahabat-sahabat seperjuangan yang setiap saat

    berbagi suka dan cita

    Almamater

    IAIN Salatiga

    ***

  • vii

  • viii

  • ix

  • x

    KATA PENGANTAR

    احلمد هلل رب العاملني

    Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan segenap manusia. Melalui hidayah,

    inayah, rahmat, karunia dan mahhabah-Nya yang tiada batas, penulis dapat

    menyelesaikan tugas akhir ini. Terima kasih pula kepada Nabi Muhammad yang

    telah mengajarkan kepada kita, cara bagaimana berusaha dengan keras dan

    sungguh-sungguh. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepadamu.

    Dalam mengerjakan tugas akhir ini, saya banyak mengambil inspirasi dan

    rujukan utama dari beberapa literatur, utamanya adalah Tafsir al-Mizan fi Tafsir

    al-Qur’an, dan Quran: A Reformist Translation, maupun literatur pendukung

    lainnya. Penulis berusaha sekuat mungkin dalam memaparkan agama Yahudi-

    Nasrani dalam al-Qur’an perspektif Thabathaba’i dan Edip Yuksel, tetapi tidak

    menutup kemungkinan terjadi kekurangan di dalamnya. Karena itu, penulis

    memohon maaf.

    Akhirnya, usaha dalam menyelesaikan penelitian ini, mulai dari proposal,

    proses penelitian hingga penulisan skripsi selesai, tidak akan terlepas dari bantuan

    berbagai pihak, khususnya dalam mengkontruksi skripsi komparasi ini dengan

    judul Yahudi dan Nasrani Perspektif Al-Qur’an (Studi Pemikiran Thabathaba’i,

    Edip Yuksel, dkk.). Harapannya, apa yang menjadi ikhtiar saya, mampu

    memberikan kontribusi bagi pembaca mengenai agama Yahudi dan Nasrani.

    Setelah melewati proses yang cukup panjang dan penuh tantangan, akhirnya

    skripsi ini dapat terselesaikan. Untuk itu, saya ingin menyampaikan ucapkan

    terima kasih kepada:

    1. Orang tua, Bapakku Ahmadi dan ibunda Nurhayati yang selalu mendoakan

    dan mensuport dalam segala hal yang penulis lakukan. Serta adik tercinta

    M. Agus Dhany Mubarok yang selalu menyayangi dan mensuport penulis.

    2. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M. Pd., selaku Rektor beserta jajarannya dan

    segenap tenaga pendidik baik dosen maupun karyawan di IAIN Salatiga.

  • xi

    3. Jajaran Dekanat fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora, Dr. Benny

    Ridwan, M. Hum., Dr. M. Gufron, M. Ag., Dr. H. Sidqon Maesur, Lc.,

    M.A., dan Dr. Mubasirun, M.Ag. yang telah memberi dukungan dan

    motivasi.

    4. Bapak Dr. Benny Ridwan, M. Hum., selaku pembimbing akademik dan

    pembimbing skripsi yang telah sudi kiranya meluangkan waktunya,

    membina dan membimbing dari awal perkuliahan hingga akhir dan

    mengarahkan proses penelitian skripsi ini berupa koreksi, masukan, kritikan,

    dan saran yang kontruktif dalam melengkapi dan menyelesaikan studi dan

    penelitian ini di sela-sela kesibukan mengajar dan aktifitas yang lainnya.

    5. Ibunda Tri Wahyu Hidayati, M.Ag., selaku Ketua Jurusan Ilmu al-Qur’an

    dan Tafsir (IAT), Bapak Farid Hasan, S.Th.I., M.Hum. yang telah memberi

    dukungan dan motivasi dan bapak Dr. Adang Kuswaya, M. Ag., yang selalu

    memberikan bimbingan tanpa waktu.

    6. Segenap Staff pengajar dan karyawan fakultas Ushuluddin, Adab dan

    Humaniora, pak Mujib, bu Ika dan pak Tafin yang telah meluangkan

    waktunya, melayani segala keperluan akademik penulis.

    7. Teman-teman sehimpunan-seperjuangan Rabika, Neny, Samsul, Ayusta,

    Annisa Fitri, Saifunnuha, Latif, Wahyu, Fatimah, Novita, Laila Khodariyah,

    Trisna, Yusuf, Abrar, Fissabil, alumni jurusan IAT MK. Ridwan, Wahyu

    Kurniawan, Triyanah, Rangga, Rohman, Husen, semua adek angkatan IAT,

    serta tak lupa sahabat tercinta Aryana, Mb Rima, Inay dan Uliajnic yang

    menjadi patner akademis dan teman diskusi.

    Akhirnya, saya menyadari bahwa, apa yang penulis kerjakan ini, bukanlah

    suatu hal yang sempurna dan tidak menuai kritik. Justru berbagai masukan berupa

    kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca, adalah nutrisi bagi saya dalam

    rangka mendekatkan diri pada kesempurnaan, walaupun hal itu bersifat mustahil.

    Selamat membaca.

    Salatiga, 3 April 2018

  • xii

    ABSTRAK

    Yahudi dan Nasrani Perspektif Al-Qur’an

    (Studi Pemikiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk.)

    Muhamad Nur Hasan Mudda’i. 21514012

    Pembimbing: Dr. Benny Ridwan, M. Hum.

    Kata Kunci: Yahudi, Nasrani, Thabathaba’i, Edip Yuksel.

    Skripsi ini berbicara mengenai agama Yahudi dan Nasrani, serta

    bagaimana sejarah dan teks ayat-ayat al-Qur’an tentangnya yang diambil dari

    penafsiran Thabathaba’i dengan Edip Yuksel, dkk. Tentu dalam membahas kedua

    agama ini diperlukan adanya kerangka setting sosio-historis secara mendalam.

    Thabathaba’i dalam tafsir al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an dan Edip Yuksel beserta

    tim penulis tafsirnya Quran: A Reformist Translation, memberikan sebuah

    alternatif dalam membahas agama-agama secara universalistik-positivistik.

    Siapakah sebenarnya Yahudi-Nasrani dalam al-Qur’an itu? Apakah mereka akan

    selalu tidak senang dengan perbuatan Muslim dari dulu hingga sekarang? Apakah

    mereka akan masuk surga atau neraka menurut klaim dari agama Ahl Ibrahim?

    Kajian ini dianggap penting sebab menyangkut dasar falsafah hidup kaum Muslim

    dalam menentukan sikapnya terhadap umat Yahudi-Nasrani.

    Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah deskriptif-analitik

    dengan pemahaman historisitas dan pemahaman teks dengan 3 stage deduktif,

    induktif kemudian komparatif. Penulis menganalisis pemikiran Thabathaba’i dan

    Yuksel dengan pemahaman sejarah Yahudi-Nasrani, ayat-ayat al-Qur’an

    tentangnya kemudian dikomparasikan. Dari telaah yang telah dilakukan, penulis

    berkesimpulan bahwa ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara mengenai Yahudi dan

    Nasrani dapat dikatakan berada pada tataran historis, kultural dan sosiologis.

    Akhirnya dapat disimpulkan bahwa agama Yahudi, Nasrani dan Islam apabila

    melihat dari konteks historis-genealogi Ibrahim itu sangat dekat. Jadi munculnya

    kebencian, saling mengklaim agama paling benar, kekerasan dan lain sebagainya

    itu adalah sikap yang salah dalam melestarikan ajaran Ibrahim yang hanif.

    Maksudnya mereka sepatutnya menjalani kehidupan bebarengan secara kooperatif

    dengan menjaga kedamaian, persaudaraan, persahabatan, kekerabatan dan

    moderat yang mengantarkan mereka bersama menuju jalan humanizing Islam.

  • xiii

    DAFTAR ISI

    JUDUL ............................................................................................................ i

    NOTA PEMBIMBING .................................................................................... ii

    PENGESAHAN ............................................................................................... iii

    KEASLIAN SKRIPSI DAN KESEDIAAN DIPUBLIKASI ......................... iv

    MOTTO ........................................................................................................... v

    PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi

    PEDOMAN TRANSLITERASI ...................................................................... vii

    KATA PENGANTAR .................................................................................... x

    ABSTRAK ....................................................................................................... xii

    DAFTAR ISI .................................................................................................... xiii

    BAB I : PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang .................................................................... 1

    B. Rumusan Masalah ................................................................ 12

    C. Tujuan Penelitian ................................................................. 13

    D. Manfaat Penelitian ............................................................... 14

    E. Survey Literatur ................................................................... 15

    F. Metode Penelitian ............................................................... 19

    G. Sistematika Penulisan ......................................................... 24

  • xiv

    BAB II : SEJARAH MUNCULNYA AGAMA YAHUDI-NASRANI

    PADA MASA PRA ISLAM, LAHIRNYA ISLAM DAN

    MASA KINI

    A. Sejarah dan Perkembangan Agama Yahudi ........................ 26

    1. Masa Pra-Islam dan Lahirnya ........................................ 26

    2. Agama Yahudi Modern dan Kontemporer .................... 42

    B. Sejarah dan Perkembangan Agama Nasrani ........................ 48

    1. Sejarah Pra-Islam dan Lahirnya ..................................... 48

    2. Nasrani Dewasa ini ....................................................... 59

    BAB III : PENAFSIRAN THABATHABA’I DAN EDIP YUKSEL,

    DKK. TERHADAP AYAT TENTANG YAHUDI-NASRANI

    A. Biografi Thabathaba’i dan Penafsirannya ........................... 62

    1. Biografi Thabathaba’i .................................................... 62

    2. Latar Belakang Tafsir Al-Mizan ................................... 73

    3. Metode dan Corak Tafsir Al-Mizan ............................. 75

    4. Penafsirannya tentang Yahudi dan Nasrani .................. 79

    a. QS. Al-Baqarah [2]: 62 ........................................... 79

    b. QS. Al-Baqarah [2]: 120 ......................................... 88

    B. Biografi Edip Yuksel, dkk. serta Penafsirannya .................. 90

    1. Biografi Edip Yuksel .................................................... 90

    2. Biografi Layth Saleh al-Shaiban .................................... 93

    3. Biografi Martha Schulte Nafeh ...................................... 94

    4. Corak Pemikiran Edip, dkk. dalam penafsirannya ........ 96

  • xv

    5. Metodologi Penafsiran Edip Yuksel, dkk. ..................... 101

    6. Penafsirannya tentang Yahudi dan Nasrani .................. 106

    a. QS. Al-Baqarah [2]: 62 ........................................... 106

    b. QS. Al-Baqarah [2]: 120 ......................................... 108

    BAB IV : PANDANGAN THABATHABA’I, EDIP YUKSEL DKK.

    TERHADAP PERDAMAIAN ATAS KONFLIK

    KEBERAGAMAAN

    A. Pandangan Thabathaba’i terhadap Yahudi-Nasrani ............ 109

    B. Pandangan Edip Yuksel, dkk. terhadap Yahudi-Nasrani ..... 133

    C. Relevansi Pandangan Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk.

    terhadap perdamaian atas konflik keberagamaan ................144

    D. Analisis dan Komparasi Penafsiran Thabathaba’i dengan

    Edip Yuksel, dkk. ................................................................ 153

    BAB V : PENUTUP

    A. Kesimpulan ......................................................................... 162

    B. Saran ................................................................................... 166

    DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 167

    LAMPIRAN-LAMPIRAN

    LAMPIRAN 1: BIODATA PENULIS ........................................................... 172

    LAMPIRAN 2: LEMBAR KONSULTASI .................................................... 173

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Abad kedua puluh satu ini, sebagai zaman yang banyak corak polemik

    kehidupan baik dalam dimensi akidah, syariah dan muamalah. Salah satunya

    adalah problematika sosial-akidah yang hingga saat ini bagi para ilmuan modern

    dan para reformis sangat sulit merumuskan agar menemukan titik temu yang jitu

    dalam strategi menuntaskannya. Problematika sosial-akidah ini adalah di mana

    masyarakat sudah bercampur menjadi satu dari berbagai pemeluk agama, paham

    keagamaan, macam corak pemikiran, dinamika intelektual dan berbagai macam

    budaya yang terkumpul menjadi suatu kuantum lampau, masa kini atau antara

    keduanya.

    Dalam kehidupan sosial-akidah, banyak umat manusia sadar tentang

    adanya kesatuan global, yakni ketergantungan satu umat dengan yang lainya dan

    keperluan akan saling memahami serta memberi respek antara sesama manusia,

    meski memiliki pandangan atau ideologi berbeda, sekat-sekat budaya, agama dan

    nasionalitas mulai runtuh—sebuah fenomena yang sebelumnya tidak pernah

    terbayangkan, baik para ilmuan termasuk di dalamnya adalah agamawan sendiri—

    jika sebelumnya perbedaan ideologi, budaya dan agama acap kali mengantarkan

    para pemeluk agama yang satu memusuhi pemeluk agama yang lainya dan bahkan

    saling menumpahkan darah, maka di zaman ini mereka niscaya dituntut untuk

    saling menghargai dan menghormati, sebab jika tidak maka dikhawatirkan

    destruksi dan segala problematika akan semakin menjadikan dunia ini mudah

  • 2

    dihancurkan. Namun selain demikian dunia ini mudah juga dibangun untuk

    merekontruksi kesadaran diri dan menempatkan diri secara proporsional di

    tengah-tengah terjadinya peradaban dunia yang tidaklah mudah. Diperlukan

    banyak energi untuk usaha tersebut dan diperlukan usaha keras setiap pemeluk

    agama untuk sukses mengukuhkan diri sebagai bagian dari umat manusia yang

    rindu akan persaudaraan dan perdamaian.1

    Akhir-akhir ini, dalam konteks dan harapan idealitas kehidupan, hubungan

    Yahudi-Muslim, Nasrani-Muslim ataupun Yahudi-Nasrani ternyata semakin

    ditantang oleh berbagai persoalan politik dan ideologi. Perebutan wilayah

    geografis dan kekuasaan politik di Palestina, yang sampai sekarang belum ada

    titik temu untuk kedamaian, negara konflik tersebut hingga melibatkan berbagai

    kepentingan Internasional, hingga konflik nasional yaitu permasalahan politik di

    DKI-Jakarta (termasuk problem penistaan agama), telah memainkan peran penting

    dalam menumbuhkan kesan semakin negatif pada masing-masing pihak terhadap

    pihak lain dan bahkan telah merambat ke dalam pikiran dan suasana hati banyak

    orang di dunia ini, baik Yahudi, Nasrani maupun Muslim, akibat dari provokasi

    dan ketakutan (fear) yang ditiupkan ke dalam jiwa kebanyakan orang awam

    secara tidak henti-hentinya oleh mereka yang terlalu berambisi dan ingin menang

    sendiri. Akibatnya, agama dan politik seolah-olah tidak dapat lagi dipisahkan;

    kemerdekaan telah diartikan sebagai kemampuan mengalahkan dan menundukkan

    lawan. Pada saat-saat agama telah dijadikan alat untuk kepentingan-kepentingan

    tertentu, maka tidak ada jalan bagi seseorang untuk "membebaskan diri" dari

    1 Zulkarnaini, Yahudi Dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme

    Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 2.

  • 3

    kemelut hal tersebut melainkan dengan cara mengklarifikasi pemahamannya

    terhadap agama itu sendiri.2 Upaya memberikan klarifikasi inilah yang merupakan

    titik keresahan awal yang mendorong penulis melakukan studi ini.

    Sebagai sebuah teks—seperti teks-teks lainnya juga—Kitab Suci al-Qur'an

    memiliki sifat-sifat kesejarahan dan kebudayaan tersendiri yang khas. Kekhususan

    atau keunikan al-Qur'an terletak pada kenyataan bahwa ia adalah teks yang aktif

    merespons sejarah, budaya dan realitas lingkungan masyarakatnya. Diturunkan di

    tengah-tengah masyarakat jahiliah dan kaum Ahli Kitab (Ahl al-Kitab), al-Qur'an

    bersikap kritis dan juga korektif terhadap berbagai gagasan dan konsep-konsep

    tradisional yang dianggap melanggar garis-garis kebenaran dan keadilan

    primordial yang telah digariskan Tuhan. Sekurang-kurangnya ada tiga umat yang

    dihadapi al-Qur’an pada saat ia diturunkan, yaitu kaum penyembah berhala,

    orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani/Masehi. Semua kelompok ini telah

    memiliki konsep-konsep keagamaan yang mapan, sehingga al-Qur’an bersikap

    sangat hati-hati, namun juga sangat tegas, dalam menghadapi mereka. Banyak

    tradisi Arab sebelum Islam yang diadopsi al-Qur’an dengan memberikan beberapa

    modifikasi, seperti perkawinan, tata krama dalam kehidupan sosial dan sistem

    peribadatan di sekitar Tanah Haram. Di samping itu ada juga kritik-kritik yang

    dilancarkan secara evolutif, seperti yang berkaitan dengan larangan

    mengkonsumsikan khamr. Kritik yang berkaitan dengan konsep-konsep teologi

    dan dasar-dasar kemanusiaan disampaikan al-Qur’an secara lebih tegas dan

    bahkan keras. Dalam hal ini al-Qur'an tanpa kompromi menolak, misalnya,

    2 Zulkarnaini, Yahudi Dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme

    Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 2

  • 4

    penyembahan berhala, konsep ketuhanan Isa Almasih dan klaim orang-orang

    Yahudi sebagai umat pilihan (semata-mata karena beridentitas Yahudi). Secara

    umum dapat dikatakan bahwa al-Qur’an, di samping telah membentuk sebuah

    pandangan keagamaan tersendiri, juga telah membangun sebuah sikap keagamaan

    tertentu terhadap penganut agama lain yang ikut terlibat dalam interaksi sosial-

    budaya sepanjang sejarah kelahiran Islam, yakni sepanjang proses sejarah

    turunnya al-Qur’an.3

    Kaum Ahli Kitab, terutama kalangan Yahudi, adalah komunitas yang

    termasuk menonjol keterlibatannya dalam perkembangan pembentukan keyakinan

    Islam. Kelompok ini sering kali berhadapan dengan Nabi, baik dalam suasana

    keakraban maupun permusuhan. Komunikasi dan interaksi mereka dengan Nabi

    dan kaum Muslim telah menyebabkan banyak ayat al-Qur'an turun memberi

    respons, dan hubungan ini dalam beberapa hal berakhir dengan konflik. Memang

    harus diakui bahwa yang menjadi sasaran awal al-Qur’an adalah situasi kota

    Mekah dengan kehidupan para elitnya yang korup,4 namun kemudian, tidak

    terhindarkan, masyarakat Yahudi dan Nasrani ikut terlibat, sebab dalam

    pandangan al-Qur’an manusia sesungguhnya adalah umat yang satu.5 Untuk

    mengajak manusia melaksanakan kebaikan dan meninggalkan tindakan-tindakan

    jahat dan tidak bermoral, pertama sekali yang harus dilakukan adalah meyakinkan

    mereka akan adanya konsekuensi-konsekuensi dari semua perbuatannya: kebaikan

    akan dibalas dengan pahala yang besar, sedangkan kejahatan akan mendatangkan

    3 Zulkarnaini, Yahudi Dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme

    Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 3-4 4 Fazlur Rahman "Islam's Attitude Toward Judaism," The Muslim World, Vol. LXXII,

    No. l, January, 1982, hlm. 1. 5 Q.S. al-Baqarah [2]: 213.

  • 5

    malapetaka yang sangat merugikan. Karena itu al-Qur’an selalu menekankan

    pentingnya beriman kepada Allah dan hari akhirat serta beramal saleh. Berangkat

    dari keyakinan inilah persoalan-persoalan teologi mulai muncul, dan para

    penentang Nabi di Mekah sering kali menjadikan orang-orang Yahudi sebagai

    konsultan mereka untuk mendapatkan argumentasi melawan Nabi. Akibatnya, al-

    Qur’an kemudian bukan hanya mengkritik konsep-konsep teologi orang Yahudi

    yang dianggap menyimpang tetapi juga "membongkar" berbagai perilaku mereka

    dalam sejarah.6

    Nabi Muhammad pada awalnya menaruh harapan besar pada orang-orang

    Yahudi dan Nasrsni (ahl al-kitab) sebagai pendukung bagi agama yang sedang

    beliau dakwahkan, sebab beliau menganggap mereka memiliki basis keyakinan

    yang bersumber pada ajaran yang sejalan dengan agama yang beliau bawa.

    Interaksi Nabi dan kaum Muslim di satu pihak dengan kaum Yahudi dan Nasrani

    di pihak lain kemudian menjadi intens, dan wahyu pun turun memberikan

    berbagai tanggapan, mengkritik dan pada akhimya bahkan mengecam tindakan-

    tindakan mereka yang ternyata tidak seperti yang diharapkan, yakni justeru

    menjadi penentang utama terhadap risalah yang dibawa Nabi.7 Perkembangan

    sikap al-Qur’an terhadap Yahudi dan Nasrani (ahl al-kitab) ini menarik, karena ia

    bergerak seiring dengan perkembangan kondisi politik dan pembentukan

    6 Zulkarnaini, Yahudi dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme

    Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 4-5 7 Beberapa riwayat menyebutkan bagaimana misalnya orang-orang Yahudi melakukan

    konspirasi dengan kaum musyrik Mekah untuk menentang Nabi dengan mengajukan pertanyaan-

    pertanyaan yang menyudutkan atau bahkan menyulut api pertikaian; pada kesempatan lain juga

    diriwayatkan sejumlah ayat al-Qur'an diturunkan dalam rangka meresponi secara langsung sikap

    negatif orang-orang Yahudi terhadap Islam dan Nabi Muhammad (misalnya riwayat asbab al-

    nuzul [sebab turun] ayat Q.S. al-Baqarah: 80-98, al-Isra': 85 dan al-Kahf: 83). Lihat misalnya

    karangan Abu al-Hasan Ali Wahidi, Asbab al-Nuzul, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994/1414), hlm. 15-17,

    163, 167.

  • 6

    masyarakat Muslim masa awal. Lagi pula, ini menjadi indikasi bagi watak

    historisitas (kesejarahan) teks al-Qur’an—sebuah wacana kontemporer yang

    tampak masih hangat diperdebatkan. Namun, yang lebih penting di sini adalah

    kenyataan bahwa karena demikian seringnya al-Qur'an menyebut tentang Yahudi

    dan Nasrani, tidak jarang kaum Muslim menganggap al-Qur'an telah cukup

    memadai sebagai referensi untuk mengetahui apa yang perlu diketahui mengenai

    Yahudi dan Nasrani tanpa memerlukan sumber-sumber lain. Fenomena ini

    merupakan keresahan berikutnya (barangkali keresahan akademik) yang

    menggerakkan keinginan penulis melakukan studi ini: bahwa kajian tentang ayat-

    ayat mengenai Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur’an perlu ditelaah kembali

    dengan semangat dan pendekatan yang lebih objektif dan ilmiah.8

    Agama adalah wilayah perbincangan yang amat luas. Karena itu studi ini

    dibatasi pada kajian dari beberapa ayat al-Qur’an tentang Yahudi dan Nasrani.

    Dengan kata lain, dapat dijelaskan bahwa wilayah "garapan" yang dipergunakan

    untuk tulisan ini adalah studi tafsir al-Qur’an. Setidaknya ada tiga istilah yang

    menunjuk pada Yahudi, yaitu al-yahud, alladzina hadu, dan hudan. Dalam

    al~Qur‘an, kata "Yahudi“ disebut sembilan kali dengan al-ma’nfah dan tanpa al

    dalam empat surat, yakni QS. al-Baqarah [2]: 113 (dua kali) dan 120, QS. Al-

    Maidah [5]: 18, 51, 64, dan 82, QS. al-Taubah [9]: 30, dan QS. Ali ’Imran [3]:

    67.9 Ungkapan dalam ayat-ayat tersebut berisi beberapa hal, yaitu (1) sikap dan

    perilaku antara Yahudi-Nasrani, yaitu dalam QS. al-Baqarah [2]: 113, (2) sikap

    8 Zulkarnaini, Yahudi dalam AL-Qur’an: Teks, Konteks, dan Diskursus Pluralisme

    Agama, Disertasi UIN Sunan Kalijaga, 2004, hlm. 6 9 Waryono Abdul Ghafur, Persaudaraan Agama-Agama: Millah Ibrahim dalam Tafsir

    Al-Mizan, Bandung: Mizan Pustaka, 2016, hlm. 141

  • 7

    dan perilaku orang Yahudi-Nasrani terhadap Muhammad dan umatnya, yaitu

    dalam QS. al-Baqarah [2]: 120, (3) sikap dan perilaku Yahudi terhadap orang-

    orang yang beriman, yaitu dalam QS. al-Maidah [5]: 82, (4) pandangan

    keagamaan Yahudi-Nasrani, yaitu dalam QS. al-Ma‘idah [5]: 18 dan QS. at-

    Taubah [9]: 30, (5) sikap orang~orang yang beriman kepada orang Yahudi dan

    Nasrani, yaitu dalam QS. al-Maidah [5]: 51, (6) pandangan keagamaan orang-

    orang Yahudi, yaitu dalam QS. al-Maidah [5]: 64, dan (7) penjelasan al-Qur’an

    akan ketidakabsahan klaim Yahudi-Nasrani terhadap Ibrahim.

    Kemudian menyangkut ayat tentang Nasrani, ada tiga istilah yang secara

    lungsung digunakan al-Qur’an untuk menyebut pengikut Isa, yaitu Nasrani,

    Nashara, dan Ahl al-Injil. Istilah Nasrani disebut satu kali yaitu dalam QS Ali

    Imran [3]: 67. Jumlah yang sama juga untuk istilah Ahl al-Injil, yaitu dalam QS.

    al-Maidah [5]: 47. Istilah yang paling banyak digunakan adalah Nashara, yaitu 14

    kali yang tersebar dalam empat surat, yaitu QS. Al-Baqarah [2] :62, 111. 113, 120,

    135, dan 140, QS. al-Maidah [5]: 14, 18, 51. 69, dan 82, QS. al-Taubah [9]: 30,

    dan QS. al-Hajj [22.]:13..82. Dari beberapa kali penyebutan tersebut, baik istilah

    Nasrani maupun Nashara hampir selalu disebutkan secara bersamaan dan

    berurutan dengan istilah Yahudi, kecuali dalam dua ayat, yaitu QS. al-Maidah [5]:

    14 dan 82 yang disebutkan dengan diselingi kata yang lain. Istilah Nashara

    bahkan disebutkan secara bersamaan dengan alladzina hadu dan hudan. Ini

    sebagai petunjuk bahwa terdapat kesamaan pandangan keagamaan, sikap dan

    perilaku orang Nasrani dengan orang Yahudi. Meskipun demikian, sangat

  • 8

    mungkin perbedaan ini ditemukan kesamaannya ketika Yahudi dan Nasrani

    diungkapkan dengan istilah lainnya seperti Bani Israil, Ahli Kitab atau lainya.

    Selanjutnya untuk efisiensi penelitian, penulis akan membatasi dari sekian

    pembahasan ayat tentang Yahudi-Nasrani kepada dua ayat yang kontradiktif yaitu

    QS. Al-Baqarah [2] ayat 62 dan QS. Al-Baqarah [2] ayat 120. Dalam ayat pertama

    dijelaskan bahwa ada keselamatan terhadap orang-orang Yahudi, Nasrani dan

    Shabiin yang beriman kepada Allah swt, kemudian ayat yang kedua kontradiktif

    dengan ayat yang pertama yaitu bahwa orang-orang Yahudi-Nasrani akan selalu

    memusuhi orang Islam hingga orang-orang Islam ikut terhadap ajaran mereka, dan

    hal itu menurut dogma agama Islam disebut murtad dan akan menjadi kafir.

    Namun dewasa ini dugaan tersebut secara nyata benar-benar menimbulkan

    problematika-dialektis yang sangat fundamental menyangkut masalah keyakinan

    sehingga terjadi radikalisme perbuatan pemaksaan untuk menyerang dan

    memusuhi antara agama satu dengan yang lain atas dasar truth claim. Pada ayat

    yang kedua ini apabila dibaca maknanya secara harfiah adalah orang-orang Islam

    yang ikut kepada ajaran Yahudi-Nasrani adalah orang-orang yang tidak lagi

    mendapatkan perlindungan dan pertolongan dari Allah swt, ini berarti bahwa tidak

    ada keselamatan bagi pengikut ajaran Yahudi dan Nasrani. Satu mengatakan

    bahwa ada keselamatan bagi Yahudi dan Nasrani, berikutnya bahwa tidak ada

    keselamatan bagi orang-orang yang mengikuti Yahudi dan Nasrani, atas dasar itu

    kedua ayat ini sangatlah kontra.

    Dengan paparan di atas penulis memadukan pendekatan pemikiran empat

    tokoh, yaitu menggunakan dua kitab tafsir; yang ditulis oleh Thabathaba’i (tafsir

  • 9

    Al-Mizan), kemudian yang ditulis oleh Edip Yuksel, Layth Saleh al-Shaiban dan

    Martha Schulte Nafeh (tafsir Quran: A Reformist Translation). Kedua kitab tafsir

    tersebut dirasa perlu diduetkan karena authornya sama-sama pakar filsuf dan

    menyajikan penafsirannya sesuai dengan konteks kontemporer. Salah satu kitab

    tafsir ini, di ambil dari tokoh Timur Tengah dan satunya lagi adalah tokoh Barat

    yang termuda dengan pendekatan yang berbeda, bentuk tafsir yang berbeda dan

    latar belakang yang berbeda membuat skripsi ini akan dirasa lebih empuk dan

    komprehensif sesuai zaman baru-baru ini dalam penyelesaian rumusan masalah

    pada skripsi ini. Adapun alasan penulis meneliti tafsir al-Mizan melalui authornya

    Imam Thabathaba’i yang mencoba memberi pemahaman utuh akan arti

    persaudaraan agama-agama. Dalam pandangannya Thabathabai menangkap dan

    menawarkan ideal moral al-Qur’an yang dapat dijadikan jembatan hubungan

    agama-agama di dunia, terutama Yahudi-Nasrani-Islam.10 Kemudian di

    komparasikan dengan Tafsir Quran A Reformist Translation, karena tafsir ini

    merupakan karya tafsir kolaborasi tiga orang, yaitu Edip Yuksel, Layth Shaleh al-

    Shaiban, dan Marta Schulte-Nafeh dalam memahami teks suci agama Islam.

    Sesuai dengan nama tafsirnya yaitu A Reformist Translation yang terdiri dari

    kata Reformist dan Translation. Kata reformis merupakan suatu gerakan

    pembaharuan dalam pemikiran Islam terutama yang menyangkut tentang

    penafsiran Al-Qur’an. Gerakan ini menggunakan monotheism (tauhid) sebagai

    aturan dasar bagi masyarakat dan merupakan dasar dari pengetahuan agama,

    sejarah, metafisik, estetika dan etika, seperti halnya sosial, ekonomi dan aturan

    10 Waryono Abdul Ghafur, Persaudaraan Agama-Agama: Millah Ibrahim dalam Tafsir

    Al-Mizan, Bandung: Mizan Pustaka, 2016.

  • 10

    dunia.11 Kemudian kata Translation yang berarti terjemahan yang merupakan

    salah satu metode komunikasi antar 2 orang atau kelompok yang ingin memahami

    perkataan, konsep, maupun tulisan yang tidak mampu dipahami secara langsung

    karena keterbatasan bahasa yang dimiliki. Dengan demikian, terjemah menjadi

    sebuah sarana untuk memahami konsep pemikiran yang terkandung dalam sebuah

    tulisan maupun perkataan tanpa harus menguasai bahasa yang digunakan. Pada

    masa sekarang, terjemah banyak digunakan oleh berbagai kalangan untuk

    memahami makna yang terkandung dalam sebuah karya tulis terutama yang

    berhubungan dengan kitab suci, baik itu Al-Qur’an maupun Bible.

    Apabila kedua kata di atas digabungkan “reformist translation” adalah

    model penafsiran Al-Qur’an yang diajukan oleh kaum reformis Islam sebagai

    kritik atas penafsiran-penafsiran terdahulu yang cenderung terikat pada tradisi

    lokal dan memuat unsur kepentingan politik. Oleh karena itu, kaum reformis

    menawarkan model penafsiran yang terlepas dari aturan, kepentingan, pengaruh,

    dan ajaran-ajaran yang berasal dari tradisi Islam. Al-Qur’an adalah teks yang

    hidup, wahyu Tuhan yang mengungkapkan dirinya sendiri tentang pesan-pesan

    yang ingin disampaikan oleh Tuhan. Hal ini bisa berarti tafsir Qur’an bi al-

    Qur’an dengan menggunakan logika dan bahasa Al-Qur’an.12

    Pemilihan pada kedua tokoh di atas dengan pertimbangan bahwa kedua

    tokoh tersebut dari generasi yang berbeda dan sama-sama sebagai ahli filusuf.

    11 Teks aslinya berbunyi: “monotheism as an organizing principle for human society and

    the basis of religious knowledge, history, metaphysics, aesthetics, and ethicsm as well as social,

    economic, and world order.” Lihat en..m.wikipedia.org/wiki/Liberalism_and_progressivism_

    within_Islam, diakses tanggal 18 Desember 2017 jam 19.30 wib. 12 Edip Yuksel, (dkk.), Quran A Reformist Translation (United State of America:

    Brainbow Press, 2007), hlm. 11

  • 11

    Judul skripsi ini merefleksikan ketertarikan personal dan intelektual. Dari

    berbagai kegalauan yang dialami setelah membaca berbagai literatur sejarah baik

    dari sejarah penafsiran Al-Qur’an dan lintas agama-agama yang sebagiannya

    dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas. Diskusi antaragama yang selalu

    menyangkut ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat polemis ditranformasikan menjadi

    ayat yang mendukung suatu gagasan toleransi dan perdamaian dari aspek

    kehidupan masyarakat antaragama dengan menggunakan perangkat ayat-ayat

    sumber polemik yang banyak dihindari oleh banyak sarjana.

    Tentu saja, menghindari ayat-ayat polemik itu bukanlah solusi, karena

    kenyataannya, itulah sumber dari banyak kebencian dan kekerasan yang dilakukan

    atas nama agama.13 Al-Quran sebagai basis atau titik keberangkatan karena ia (al-

    Qur’an dan juga kitab suci semua agama) adalah sumber yang paling potensial

    untuk menjelaskan dan mengembangkan berbagai wacana yang berkaitan dengan

    isu keagamaan termasuk ayat polemik yang mendatangkan hal yang

    negatif/petaka, konflik, provokasi dan bahkan permusuhan antar agama apabila

    dipahami dengan pemahaman yang salah. Hanya dengan pemahaman yang

    komprehensif dan utuh terhadap Kitab Suci, pokok-pokok ajaran agama akan

    dapat ditemukan secara lebih jelas dan jernih, yang pada dasarnya sangat kondusif

    untuk dialog antar agama dan wacana “keberagamaan manusia”.14 Inilah latar

    belakang yang mendorong penulis melakukan kajian ini: untuk mengkontruksi

    kembali pandangan al-Qur’an tentang “orang lain” the other, khususnya Yahudi

    13 Dikutip dari Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformasi atas Kritik Al-Qur’an

    terhadap Agama Lain, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013, hlm. x 14 M. Amin Abdullah, Study Agama: Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta:

    Pustaka Pelajar, 1996), hlm 63.

  • 12

    dan Nasrani, sekaligus sebagai kriitik diri (self criticsm) bagi kaum Muslim, dan

    juga untuk menyumbang tambahan khazanah pemikiran yang dapat dijadikan

    pertimbangan dalam memposisikan diri atau membuat pemetaan diri di tengah-

    tengah kehidupan global dengan cara yang lebih “berwawasan”.

    B. Rumusan Masalah

    Yahudi dengan kaum minoritas (dibanding Islam dan Nasrani) mampu

    menggenggam dunia dengan mempermainkan peta politiknya laksana papan catur

    sekehendak hatinya, mungkin ada bahaya yang mengintai dan berupaya

    memporak-porandakan peradaban dunia. Yahudi, dihampir seluruh dunia Arab

    dan Muslim, telah menjadi simbol segala kejahatan “Yahudi bangsa terkutuk”

    demikian dominan mempengaruhi pikiran kebanyakan Muslim dewasa ini.

    Nasrani, dengan konsep agama yang berbeda daripada ajaran Nabi Isa as. (Trinitas

    ketuhanan), menganggap bahwa dia adalah anak Tuhan yang berkorban untuk

    semua umat Nasrani kemudian nantinya dijanjikan masuk surga karena kasih-Nya

    Tuhan Bapa Yesus. Nasrani juga menyatakan Nabi Isa as. adalah Yesus yang

    disalib (hukum mati) atas penebusan dosa-dosa umat tersebut. Hal ini

    mengakibatkan penulis mencari legitimasi kebenaran agama tersebut dengan

    merujuk pada al-Qur’an dengan segala penakwilannya dengan menelisik ke dalam

    teks ayat dari kitab suci. Jika Yahudi adalah terkutuk (dimurka)15 dan Nasrani

    adalah sesat16, bukanlah—sebagai konsekuensi logisnya—berarti dunia

    dibersihkan dari jenis masyarakat atau bangsa tersebut? Apakah tidak

    bertentangan dengan al-Qur’an itu sendiri yang tidak membeda-bedakan manusia

    15 QS. Al-Fatihah [1]: 7 16 ibid

  • 13

    atas dasar suku bangsa,17 tidak memaksa manusia memeluk agama?18 Atas dasar

    pertanyaan dan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan menjadi

    beberapa masalah sebagai berikut:

    1. Bagaimana sejarah muncul dan perkembangan Yahudi-Nasrani pada Masa

    pra Islam, lahirnya Islam, masa kini?

    2. Bagaimana penafsiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk. terhadap pembahasan

    QS. 2 : 62 dan QS. 2 : 120 tentang Yahudi dan Nasrani?

    3. Bagaimana relevansi penafsiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk. tentang

    Yahudi dan Nasrani terhadap perdamaian atas konflik keberagamaan konteks

    kekinian?

    C. Tujuan Penelitian

    Sebagaimana rumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk

    menjawab tiga hal:

    1. Menjelaskan sejarah muncul dan perkembangan Yahudi-Nasrani pada Masa

    pra Islam, lahirnya Islam, masa kini.

    2. Menjelaskan penafsiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk. terhadap

    pembahasan QS. 2 : 62 dan QS. 2 : 120 tentang Yahudi dan Nasrani.

    3. Menjelaskan relevansi penafsiran Thabathaba’i, Edip Yuksel, dkk. tentang

    Yahudi dan Nasrani terhadap perdamaian atas konflik keberagamaan konteks

    kekinian.

    17 QS. Al-Hujurat : 13 18 QS. Al-Baqarah : 256

  • 14

    D. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat penelitian ini adalah:

    1. Bagi Penulis

    a. Memberikan wawasan baru tentang agama Yahudi dan Nasrani

    perspektif Al-Qur’an yang dikontruksikan kembali dengan konteks

    histori dan konteks kontemporer.

    b. Memberikan konstribusi terhadap studi tentang agama Yahudi dan

    Nasrani perspektif Al-Qur’an.

    c. Memperkaya wawasan khazanah keilmuan tafsir dan pengembangan

    penelitian sejenis dalam hal agama, yaitu Yahudi dan Nasrani.

    2. Bagi IAIN Salatiga menambah literatur pengetahuan bagi mahasiswa

    khususnya Ilmu Al-Quran dan Tafsir IAIN Salatiga

    3. Bagi Pembaca

    a. Memberikan sebuah bacaan yang mampu memberikan jawaban atas

    kegelisahan mengenai agama Yahudi dan Nasrani perspektif Al-

    Qur’an yang sesuai dengan konteks kontemporer.

    b. Mengenalkan kepada pembaca tentang agama Yahudi dan Nasrani

    perspektif Al-Qur’an.

    c. Menambah wawasan dan pemahaman yang jernih kepada masyarakat

    Islam mengenai agama Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur’an untuk

    membantu kaum Muslim khusunya dalam menata hubungan yang

    lebih kooperatif untuk membangun masa depan yang lenih damai.

  • 15

    d. Menciptakan perdamaian antar agama-agama atas dasar problematika

    fundamental dan radikal oleh para kelompok yang sempit wawasan

    dari para pelaku truth claim (golongan fanatisme)

    E. Survey Literatur

    Adapun karya yang relevan dengan proyek penelitian ini adalah:

    1. Persaudaraan Agama-Agama Millah Ibrahim dalam Tafsur Al-Mizan.

    Buku ini akan menjadi sumber bagi tulisan ini terhadap pembahasan

    pandangan Thabathaba’i tentang Agama Yahudi dan Nasrani berupa sikap

    dan perilakunya, macam-macam ahli kitab dan dampak kekafirannya

    secara sosio-religius.19

    2. Isa Putra Maria dalam Injil dan Al-Qur’an, dalam buku ini dibahas

    menganai sejarah tentang kelahiran pembawa agama Nasrani yaitu Isa

    Almasih.20

    3. Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformis Atas Kritik Al-Qur’an terhadap

    Agama Lain. Karya ini merupakan buku pertama yang memberikan

    penulis ide dalam membuat judul skripsi ini, dan merupakan buku pertama

    yang menggali ayat-ayat al-Qur’an yang membahas agama lain—termasuk

    Yahudi dan Nasrani—dengan sudut pandang tafsir modern. Polemik Kitab

    Suci bukan hanya memperkaya kajian mengenai tingkat kesulitan yang

    dihadapi para Muslim Reformis dalam menafsirkan teks-teks kitab suci,

    19 Waryono Abdul Ghafur, Persaudaraan Agama-Agama: Millah Ibrahim dalam Tafsir

    Al-Mizan, Bandung: Mizan Pustaka, 2016, hlm. iv-x 20 Amanullah Halim, Isa Putra maria dalam Injil dan Al-Qur’an, Tangerang: Lentera

    Hati, 2011, hlm. xxxii

  • 16

    tapi juga memperdalam tentang reformasi Islam, tafsir dan keragaman

    Agama.21

    4. Berperang demi Tuhan: Fundamentalisme dalam Islam Kristen dan

    Yahudi, dari buku ini penulis mendapatkan informasi mengenai sejarah

    agama orang Yahudi: para pendahulu, agama orang Islam: semangat

    konservatif dan agama orang Kristen: menantang dunia baru.22

    5. Al-Qur’an Mengungkap tentang Yahudi: dari literatur ini membahas

    tentang watak, sifat dan perilaku buruk bangsa Yahudi menurut Al-Quran

    secara tekstual.23

    6. Fakta dan Data Yahudi di Indonesia Dulu dan Kini: buku ini membahas

    secara kontekstual makna ayat yang membahas Yahudi dan Nasrani yang

    ada di Indonesia secara aktual.24

    7. “Islam’s Attitude Toward Judaism” ini merupakan judul tulisan Fazlur

    Rahman. Fazlur Rahman berargumen bahwa al-Qur’an telah menempatkan

    kaum Yahudi dan Nasrani sebagai komunitas yang memiliki dokumen

    wahyu sendiri dan dipanggil dengan nama “ahl al-Kitab”. Mereka diajak

    untuk melaksanakan ajaran Taurat dan mereka diberikan otonomi sendiri

    dalam hal agama dan budaya. Namun al-Qur’an terus mengajak mereka

    21 Mun’im Sirry, Polemik Kitab Suci: Tafsir Reformasi atas Kritik Al-Qur’an terhadap

    Agama Lain, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2013, hlm. XXV 22 Karen Armstrong, Berperang Demi Tuhan: Fundamentalisme dalam Islam, Kristen dan

    Yahudi, Bandung: Mizan, 2013, hlm. 5 23 Rizem Aizid, Al-Qur’an Mengungkap tentang Yahudi, Yogyakarta: DIVA Press, 2015,

    hlm. 17-18 24 Ridwan Saidi dan Rizki Ridyasmara, Fakta dan Data Yahudi di Indonesia Dulu dan

    Kini, Jakarta: Al-Kautsar, 2006, hlm. VIII

  • 17

    kepada Islam dan memandang Yesus sebagai seorang Nabi.25 Fazlur

    Rahman juga dengan tegas menyatakan sangat menyayangkan situasi

    politik yang telah menimbulkan kondisi yang sangat tidak kondusif bagi

    persahabatan Islam-Yahudi sejak pendirian negara Israel, di mana Barat

    sangat berperan dalam menciptakan atmosfer ini. Padahal sekitar tiga belas

    setengah abad setelah zaman kenabian, hubungan kedua umat ini bukan

    hanya damai tetapi juga sangat kooperatif dan bermakna.26

    8. Konspirasi Yahudi, buku ini membahas tentang sejarah Yahudi baik nenek

    moyangnya dan lahirnya zionis negara Yahudi serta pengaruh agama

    Yahudi terhadap Eropa, Amerika dan Asia di zaman kontemporer ini.27

    9. Ibrahim Bapak Semua Agama: Sebuah Rekontruksi Sejarah Kenabian

    Ibrahim dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an. Buku ini membahas mengenai

    sosio-historis silsilah nabi Ibrahim dan keturunanya dan sosio-geografis

    pada zaman dahulu.28

    10. Status Agama Pra Islam, Kajian Tafsir Al-Quran atas Keabsahan Agama

    Yahudi dan Nasrani setelah Kedatangan Islam. Buku ini membahas secara

    barani dan mampu menjawab pertanyaan seputar hubungan agama-agama,

    bahwa Islam tidak menghapus agama-agama sebelumnya.29

    25 Fazlur Rahman, “Islam’s Attitude Toward Judaism,” The Muslim World, no. 1, vol.

    LXXII, January 1982, hlm. 5. 26 Ibid, hlm. 6 27 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi, Jakarta: Saufa, 2014, hlm, 3-6 28 Iqbal Harahap, Ibrahim Bapak Semua Agama: Sebuah Rekontruksi Sejarah Kenabian

    Ibrahim Dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2014, hlm. 2-4 29 Sa’dullah Affandi, Menyoal Status Agama Pra Islam, Kajian Tafsir Al-Quran atas

    Keabsahan Agama Yahudi dan Nasrani setelah Kedatangan Islam, Bandung: Mizan, 2015, hlm.

    237.

  • 18

    11. Kebohongan Sejarah yang Menggemparkan, buku ini sangat

    berkonstribusi terhadap tulisan ini dan sebagai pemerkaya wawasan

    penulis dalam menggali sejarah kebohongan yang dibuat oleh para

    pembohong yang terstruktur atas nama agama Yahudi dan Nasrani

    terhadap Islam.30

    12. Islam dan Keselamatan Pemeluk Agama Lain, buku ini membahas tentang

    keselamatan masuk surga, laknat sebagai pengecualian: argumentasi

    Ghazali, semua jalan menuju Tuhan: argumentasi Ibnu Arabi, penebusan

    umat manusia: argumentasi Ibnu Taimiyah, melintas batas keberagaman

    pluralisme dan universalitas kehati-hatian: Rasyid Ridha dan Sayyid

    Qutb.31

    13. Agama-agama Besar Masa Kini, buku ini memuat tentang sejarah-sejarah

    agama termasuk agama Yahudi dan Nasrani, dari buku ini penulis

    menemukan wawasan yang dijadikan pembanding dari buku-buku sejarah

    di atas agar pembahasan skripsi ini lebih komprehensif dan luas.32

    14. Agama untuk Manusia, buku ini menghadirkan dan meningkatkan

    pemahaman serta kerjasama antar pemeluk agama yang berbeda dari

    sepuluh tulisan tokoh agama. Dengan pembahasan tersebut dapat

    memberikan pengalaman penulis dalam memperluas dan mempertajam

    analisis skripsi ini dalam menjawab rumusan masalah.33

    30 Majdi Husain Kamil, Kebohongan Sejarah yang Menggemparkan: Rahasia Di Balik

    Konspirasi Yang Mengguncang Dunia, Bandung: Mizan, 2015, hlm. 5-6. 31 Mohammad Hasan Khalil, Islam dan Keselamatan Pemeluk Agama Lain, Bandung:

    Mizan Pustaka, 2016. 32 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011). 33 Ali Noer Zaman, Agama untuk Manusia, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016, Cet II.

  • 19

    15. Perbandingan Agama, buku ini memuat tentang uraian beberapa agama,

    terutama agama yang diakui pertumbuhan dan perkembangannya di

    Indonesia.34

    Sangat banyak tulisan, baik yang dikerjakan oleh para sarjana Muslim

    maupun non-Muslim, tentang Yahudi dan Nasrani dalam kaitanya dengan Islam,

    Nabi Muhammad dan al-Qur’an. Namun sepanjang pengetahuan penulis, belum

    pernah diteliti atau ditemukan yang secara komparatif membicarakan topik ini

    dalam perspektif tafsir al-Qur’an, dengan melihat langsung apa kata kitab suci ini

    tentang Yahudi dan Nasrani melalui tafsir Al-Mizan karya Thabathaba’i dari Iran

    dan Tafsir Reformis yaitu kitab tafsir yang diberi nama Quran: A Reformist

    Translation karya Edip Yuksel, Layth Shaleh al-Shaiban, dan Marta Schulte-

    Nafeh dari Turki yang memberikan elaborasi dan analisa mendalam antara dua

    mufasir. Kedua mufasir tersebut juga berbeda asal kelahiran serta kondisi sosial,

    agama, budaya dan karakter keilmuannya.

    F. Metode Penelitian

    Dalam setiap penelitian ilmiah, untuk lebih terarah dan rasional diperlukan

    suatu metode yang sesuai dengan obyek yang dikaji, karena metode merupakan

    cara bertindak supaya berjalan terarah dan mencapai hasil yang memuaskan.35

    Apakah ada metodologi terbaik dalam memahami al-Qur'an? Ketika ditanya

    tentang tafsir al-Qur'an yang paling baik, Hasan al-Banna menjawab: "Hatimu!

    Hati orang Mukmin adalah tafsir terbaik terhadap Kitab Allah." Kemudian al-

    Banna melanjutkan: "dan metode pemahaman [al-Qur'an] yang paling mendekati

    34 Jirhanuddin, Perbandingan Agama: Pengantar Studi Memahami Agama-agama,

    (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2016) 35 Anton Bakker, Metode Filsafat, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hlm. I0.

  • 20

    [kebenaran] adalah dengan jalan seseorang membacanya dengan tadabbur

    (penuh perhatian/konsentrasi) dan khusyu' (tunduk/penuh penghayatan) serta

    memohon petunjuk dari Allah disertai dengan kesungguhan mengerahkan seluruh

    kemampuan pikiran pada saat membacanya."36 Lebih jauh al-Banna menekankan

    pentingnya pemahaman terhadap sejarah hidup Nabi dan sejarah turunnya al-

    Qur'an untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik terhadap ayat-ayat al-

    Qur'an. "Pemahaman" itu, kata al-Banna, adalah cahaya yang terpancar dari lubuk

    hati.37

    Metode pemahaman yang dilakukan Al-Banna termasuk di antara kata

    kunci dalam pengertian hermeneutika bangsa Barat, yang menjelaskan bahwa

    pada dasarnya seperti itulah sketsa metodologi yang penulis ingin terapkan untuk

    penelitian ini. Penulis sepakat dengan al-Banna dalam hal memberikan kebebasan

    dan ruang gerak yang longgar bagi penafsir atau mufassir untuk mengekspresikan

    apa yang ia pahami dari al-Qur'an. pada prinsipnya bahwa setiap "mukmin"

    memiliki kapasitas untuk memahami al-Qur'an; dan kapasitas tersebut sangat

    ditentukan oleh proses dialektika seseorang dengan sejarah, lingkungan sosial dan

    peradaban. Dengan jalan demikian, tafsir ayat-ayat al-Qur’an merupakan produk

    hermeneutika, produk dari kesadaran subjektif seseorang untuk memberi makna

    terhadap teks, serta produk yang merupakan bagian dari sejarah dan peradaban itu

    sendiri.

    Metode selanjutnya adalah menggunakan metode deskriptif-analitik yaitu

    suatu bentuk penelitian yang meliputi proses pengumpulan dan penyusunan data,

    36 Hasan al-Banna, Risalatan fi al-Tafsir wa Surah al-Fatihah, (Beirut Mansyiirat al-'Ashr

    al-Hadith, 1972), hlm. 36. 37 Ibid, hlm 37

  • 21

    kemudian data yang sudah terkumpul dan tersusun tersebut dianalisis sehingga

    diperoleh pengertian data yang jelas.38

    Adapun metode yang digunakan untuk mengolah dan menganalisa data

    dalam penelitian ini adalah gabungan antara metode deduktif induktif komparatif,

    metode deduktif digunakan dalam rangka memperoleh gambaran tentang detail-

    detail pemikiran kedua mufassir yang disebutkan di atas dalam menafsirkan ayat

    ayat tentang Yahudi dan Nasrani. Metode induktif digunakan dalam rangka

    memperoleh gambaran utuh tentang penafsiran kedua mufassir, sedangkan

    komparatif dipakai untuk membandingkan penafsiran kedua mufassir tersebut.

    1. Model Penelitian

    Penelitian ini bersifat kualitatif, yaitu sebuah metode penelitian yang

    berlandaskan inkuiri naturalistik, perspektif ke dalam dan interpretatif. Inkuiri

    naturalistik adalah pertanyaan dari penulis terkait persoalan yang sedang

    diteliti. Perspektif ke dalam adalah sebuah kaidah dalam menemukan

    kesimpulan khusus yang pada mulanya didapatkan dari pemahaman umum.

    Interpretatif penafsiran yang dilakukan untuk mengartikan maksud dari suatu

    kalimat, ayat, atau statemen (pernyataan).

    2. Bentuk Penelitian

    Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research), yaitu suatu

    penelitian yang menggunakan buku-buku sebagai sumber datanya, dengan cara

    pengumpulan data suatu masalah melalui kajian literatur yang berkaitan

    dengan pembahasan. Dalam hal ini, masalah yang akan diteliti, ditelusuri

    38 Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandimg: Tarsito, 1998), hlm. l39-

    140.

  • 22

    melalui ayat-ayat al-Quran yang berkenaan dengan masalah Yahudi dan

    Nasrani yang bersumber dari dua kitab tafsir.

    3. Sumber Data

    a. Sumber Data Primer

    Data yang berkaitan langsung dengan tema skripsi dikumpulkan oleh

    penulis dari sumber utama penelitian ini, yaitu karya Thabathaba’i tafsir

    Al-Mizan39 dan karya Edip Yuksel, Layth Shaleh al-Shaiban, dan Marta

    Schulte-Nafeh tafsir A Reformist Translation40 sebagai sumber primernya,

    yang menjadi pembahasan dalam penelitian ini adalah QS. 2 : 62 dan QS. 2

    : 120 tentang agama Yahudi dan Nasrani dalam al-Qur’an.

    b. Sumber Data Sekunder

    Sumber data sekunder secara tidak langsung merupakan referensi yang

    berkaitan dengan tema penelitian, namun referensi tersebut berfungsi untuk

    mendukung dan memperkuat data dalam penelitian.

    Sumber-sumber data sekunder yang penulis gunakan di antaranya

    adalah beberapa kitab tafsir, kitab-kitab ulum al-Qur’an, buku-buku sejarah

    agama Yahudi maupun Nasrani dan buku-buku yang relevan dengan tema

    skripsi yang penulis teliti. Dan tanpa melupakan karya-karya yang lebih

    dulu yaitu buku-buku yang telah disebutkan dalam survey literatur di atas,

    sebagai sumber yang sangat menopang skripsi ini dan menjadi literatur

    39 Al-Thabataba’i, Al-Mizan fi Tafsir al-Qur’an, (Beirut: Muassasah al-A’lam li al-

    Matbu’at, 1411 H/1991 M). 40 Edip Yuksel, (dkk.), Quran A Reformist Translation (United State of America:

    Brainbow Press, 2007).

  • 23

    pedoman dalam wawasan-wawasan kemudian pemahaman-pemahaman

    yang sangat berharga.

    4. Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan tehnik dokumentasi,

    yaitu mencari dan mengumpulkan data primer dan sekunder dari penelitian

    kitab-kitab ulama atau karya-karya cendekiawan yang bisa dijadikan literatur,

    serta dipandang relevan untuk menunjang penelitian ini. Dengan cara mencatat

    data-data tertentu yang dianggap penting dari beberapa literatur, kemudian

    mengolah dan mengklasifikasi data-data tersebut sesuai dengan sistematika

    pembahasan yang ada.

    5. Pengolahan Data

    Dalam pengolahan data yang telah dikumpulkan, penulisan atau penelitian

    ini melakukan beberapa langkah, yaitu:

    a. Editing, yaitu memeriksa kembali data-data yang diperoleh dari segi

    kelengkapan, kejelasan, kesesuaian, relevanasi, dan keragamannya.

    b. Pengorganisasian data, yaitu menyusun dan mensistematisasikan data-data

    yang diperoleh dalam kerangka paparan yang sudah direncanakan

    sebelumnya sesuai dengan rumusan masalah

    c. Penemuan hasil penelitian, yakni melakukan analisis lanjutan terhadap

    hasil penyusunan data dengan menggunakan kaidah-kaidah, teori dan

    metode yang telah ditentukan sehingga diperoleh kesimpulan (inferensi)

    tertentu yang merupakan hasil jawaban dari rumusan masalah.

  • 24

    6. Analisis Data

    Tujuan utama mengadakan analisis data adalah melakukan pemeriksaan

    secara konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah-istilah yang

    digunakan dan pernyataan-pernyataan yang dibuat. Di sini dibutuhkan kejelian

    dan ketelitian dalam membaca data.

    Setelah data yang diperlukan terkumpul, baik dari sumber primer maupun

    sumber sekunder, maka langkah selanjutnya adalah menganalisa data dengan

    menggunakan metode deskriptif-analitis. Metode ini digunakan untuk

    memaparkan data-data yang diperoleh dari literatur-literatur yang ada

    korelasinya dengan masalah yang diteliti, kemudian diadakan analisis dan

    menafsirkan data tersebut secara apa adanya.

    G. Sistematika Penulisan

    Dalam penelitian ini, sistematika pembahasan yang disusun oleh peneliti

    adalah: Bab pertama, pendahuluan yang terdiri dari: latar belakang masalah,

    rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, survey literatur, metode

    penelitian, sistematika penulisan.

    Bab kedua, membahas sejarah munculnya Yahudi-Nasrani pada masa pra

    Islam dan lahirnya Islam dengan mengungkapkan histori pembawa agama

    Yahudi-Nasrani, serta perkembangan agama Yahudi-Nasrani dewasa ini.

    Bab ketiga, dibahas mengenai biografi singkat Thabathaba’i, Edip Yuksel,

    dkk. metode dan corak penafsiran serta penafsirannya melalui teks dan konteks

    diskursus penafsiran tentang Yahudi-Nasrani.

  • 25

    Bab keempat, analisis terhadap pandangan Thabathaba’i, Edip Yuksel,

    dkk. dari teks-konteks ayat tentang Yahudi-Nasrani yang ditafsirkannya dan

    relevasninya terhadap perdamaian atas konflik keberagamaan.

    Bab kelima, penutup yang terdiri dari kesimpulan pembahasan yang

    dikemukakan dari awal hingga akhir sekaligus menjawab yang menjadi

    pertanyaan pada rumusan masalah dan saran.

    Bagian akhir terdiri dari daftar pustaka.

  • 26

    BAB II

    SEJARAH MUNCULNYA AGAMA YAHUDI-NASRANI PADA MASA

    PRA ISLAM, LAHIRNYA ISLAM DAN MASA KINI

    A. Sejarah dan Perkembangan Agama Yahudi

    1. Masa Pra-Islam dan Lahirnya

    Para ahli Ilmu Agama mengungkapkan bahwa kisah Agama Yahudi

    berawal dari peristiwa hijrah dan Perjanjian. Peristiwa hijrahnya Ibrahim dari

    kota Ur di Chaldea (Babilonia) ke daerah “Kana’an” (kini Palestina) sekitar

    Tahun 2000 SM. merupakan awal sejarah Agama Yahudi. Pada saat itu

    kekaisaran Babilonia dipimpin oleh Hamurabi dan pada saat yang sama

    kekaisaran Mesir sedang memperluas daerah kekuasaannya.41

    Agama Yahudi adalah agama yang diajarkan oleh nabi Ibrahim, yaitu

    bahwa Tuhan itu hanya satu. Dari segi keturunan agama ini juga diajarkan oleh

    keturunan nabi Ibrahim, yaitu nabi Musa bin Imran yang mempunyai garis

    keturunan Musa bin Imran bin Qahat bin Lewi/Levi bin Ya’kub bin Ishak bin

    Ibrahim.42 Mengetahui sejarah agama Yahudi sebaiknya dimulai dari nabi

    Ibrahim, bukan langsung dari nabi Ya’kub sebagai ayah 12 kepala suku yang

    membentuk agama Yahudi,43 namun kita mulai dari nabi Ibrahim sebagai

    bapak semua agama samawi (Yahudi, Nasrani dan Islam).

    41 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal

    Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 137. 42 Majdi Husain Kamil, Kebohongan Sejarah yang Menggemparkan: Rahasia Di Balik

    Konspirasi Yang Mengguncang Dunia, Bandung: Mizan, 2015, hlm. 77. 43 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2011),

    hlm. 145

  • 27

    Nabi Ibrahim adalah keturunan kesepuluh dari nabi Nuh yang lahir melalui

    Sam. Silsilah lengkapnya adalah Ibrahim bin Tarih (Azar) bin Nahur bin Saruj

    bin Ra’u bin Falij bin ‘Abir bin Syalih bin Arfaksyad bin Sam bin Nuh.44 Nabi

    Ibrahim lahir di Babilonia-Irak sekitar 1997 SM. Dia diusir oleh raja Namrud

    dari kota kelahiranya karena dia menentang agama kepercayaan Namrud yang

    saat itu juga menjadi sebagai Tuhan. Dia bersama keluarga dan pengikutnya

    pergi ke Hara-Siria dan akhirnya menetap di Kana’an-Palestina. Tatkala

    Kana'an mengalami masa kekeringan yang panjang, dia, keluarganya, dan para

    pengikutnya pindah ke Mesir yang tanahnya lebih subur. Di Mesir ini dia

    mudah mencari penghidupan. Saat itu Sarah tidak berani mengaku bahwa

    Ibrahim adalah suaminya, tetapi hanya kakaknya. Karena kalau ketahuan

    bahwa dia adalah suaminya, tentu dia akan dibunuh raja Mesir. Hal ini karena

    raja tersebut suka berbuat demikian terhadap para suami yang isterinya

    dikehendakinya. Tetapi maksud raja terhadap Sarah itu tidak pernah tercapai.

    Karena di istana, setiap kali ia ingin menyentuh Sarah tangannya menjadi

    lumpuh, dan sembuh kembali bila dia dikembalikan pada Ibrahim. Akhirnya

    Sarah dikembalikan kepada Nabi Ibrahim seterusnya, dengan disertai banyak

    harta dan seorang pembantu bernama Siti Hajar. Selanjutnya Nabi Ibrahim

    bersama dengan seluruh pengikutnya, kekayaannya, isterinya-Sarah, dan

    pembantunya-Siti Hajar, kembali ke Kana'an. Di Kana'an, karena tak kunjung

    punya anak, maka Sarah meminta kepada Nabi Ibrahim agar mengawini Siti

    Hajar. Dari perkawinan ini maka lahirlah Nabi Ismail, yang nantinya kawin

    44 Iqbal Harahap, Ibrahim Bapak Semua Agama: Sebuah Rekontruksi Sejarah Kenabian

    Ibrahim Dalam Taurat, Injil dan Al-Qur’an, Tangerang: Lentera Hati, 2014, hlm. 39.

  • 28

    dengan gadis bangsawan Makkah dari suku Jurhurn, dan tinggal di Makkah.

    Kira-kira empat belas tahun setelah kelahiran Ismail, Sarah melahirkan seorang

    putra yang diberi nama Ishak.45

    Dalam tradisi Yahudi dari keturunan Ibrahim yang meneruskan perjanjian

    itu adalah Ishak. Sebagaimana disebutkan Tuhan memberkati Ismail, tetapi

    menjanjikan Ibrahim dan Sarah yang kelak anaknya bernama Ishak akan

    menjadi anak Ibrahim yang tetap berhubungan dalam perjanjian dengan Tuhan

    (Kejadian 17:20).46

    Bagi Ismael, Aku telah memperhatikan kamu dan dengan ini Aku

    memberkatinya. Aku akan membuatnya subur dan tak terkira banyaknya.

    Dia akan menjadi seorang Bapak dari duabelas suku, dan Aku akan

    membuatnya bangsa besar. Namun mengenai perjanjian-Ku, Aku akan

    memelihara Ishak yang dengan Sarah akan melahirkan kamu pada tahun

    berikutnya.

    Alasan Ismael tidak diikutsertakan dalam perjanjian itu tidak pernah

    dijelaskan dalam Bibel. Para ahli cenderung percaya bahwa tujuan cerita ini,

    seperti banyak cerita lainnya dalam kitab Kejadian, adalah untuk menjelaskan

    hubungan etnik dan bahasa yang erat antara orang Israel dan orang-orang di

    antara mereka yang hidup. Dalam kitab Kejadian 21, Hajar dan Ismael dikirim

    jauh dari suku Ibrahim, sedikit sekali terdengar soal Ismael dan keturunannya

    dalam Bibel. Menurut tradisi Yahudi, Ibrahim memelihara hubungan dengan

    anaknya Ismael namun Agama Yahudi tidak mengetahui sesuatu pun soal

    45 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 146 46 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal

    Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 138.

  • 29

    Ibrahim dan Ismael membangun Ka’bah, dan Ibrahim menetapkan Ismael dan

    keturunannya di sana.47

    Nabi Ishak ini mempunyai dua orang anak yaitu Aishu dan Yakub, dan

    tinggal di Kana’an. Nabi Yakub inilah yang melalui ke-12 anak lelakinya, telah

    menurunkan bangsa Yahudi.48 Berikut adalah silsilah anak Nabi Ya’kub

    melalui empat istrinya:

    1. Lea mempunyai anak Robbin, Syam’un, Lewi/Levi, Yahuda, Yassakir,

    dan Zaboolan

    2. Rahel mempunyai anak Yusuf dan Benyamin

    3. Zilfa mempunyai anak Gad dan Asyir

    4. Belha mempunyai anak Naftali

    Silsilah nabi Ya’qub sebagai berikut:49

    47 Lihat Al-Qur’an 2:125-128,395-397, dan 14;37. 48 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 146 49 Syalabi, Sejarah Yahudi dan Zionisme, Alih bahasa Anang Rikza Masyhadi, dkk.

    (Jakarta: CV Arti Bumi Intaran, 2005), hlm. 10-15.

    Ibrahim

    Ismail (Hajar) Ishaq (Sarah)

    (Hijaz) Arab (Kana’an) Yahudi

    Ya’qub (Israel) mempunyai empat

    orang istri, yaitu Lea, Rahel, Zilfa dan

    Belha.

    Aishu

  • 30

    Keturunan Yakub selanjutnya adalah Yusup (Yoseph). Cerita Yusup ini

    menarik bagi para penganut agama Yahudi dan Islam. Cerita Yusup dengan

    saudara-saudaranya terdapat dalam Bibel dan al-Qur’an. Dalam sejarah Yahudi

    tercatat bahwa menjelang tahun 1600 S.M., Yoseph membawa bangsa Yahudi

    menuju Mesir. Sekitar tahun 1200 S.M., yang saat itu Firaun (Pharoh-pharoh)

    memperbudak mereka.50

    Yahudi merupakan nama yang diberikan kepada setiap orang yang

    meyakini agama Yahudi. Istilah ini diambil dari nama Yahudia (anak-anak dari

    nabi Ya’qub) Referensi Yahudi menyebutkan Yahuda lebih penting dari pada

    Yusuf.51 Beberapa faktor yang menyebabkan referensi Yahudi tersebut

    melebihkan Yahuda dari pada Yusuf adalah:

    1. Yahuda memainkan peran yang sangat besar dalam melindungi Yusuf dari

    pembunuhan

    2. Yahuda yang meyakinkan Ya’qub untuk membawa Benyamin dalam kasus

    kelaparan menimpa negeri Kana’an.

    3. Yahuda dan anak keturunannya mendapatkan kerajaan.

    Suatu ketika Yusuf, putra Yakub, dimasukkan ke dalam sumur tua oleh

    saudara-saudaranya, karena mereka menilai ayah mereka, Yakub, terlalu

    sayang kepadanya, sehingga mereka menjadi iri hati. Dari dalam sumur Yusuf

    diambil oleh serombongan kafilah yang lewat, dan dijual kepada salah seorang

    pembesar negara Mesir, yang karena pembesar itu tidak mempunyai anak,

    50 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal

    Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 138. 51 Torpin dan Khotimah, Agama Katolik dan Yahudi : Sejarah dan Ajaran, (Riau : Daulat

    Riau, 2012), hlm. 165-167.

  • 31

    maka mengangkatnya sebagai anak. Ini terjadi pada 1750 SM. Karena terlalu

    tampannya Yusuf, maka ibu angkatnya itu jatuh cinta kepadanya. Tetapi Yusuf

    menolaknya, sehingga marahlah ibu itu, dan dia dipenjara. Setelah bisa

    menghindari api asmara dari ibu angkatnya, dan terbebas dari hukuman penjara

    yang merupakan akibat fitnah terhadap dirinya, maka karena kemampuannya

    dalam meramal mimpi raja yang berkaitan dengan nasib negara, akhirnya

    Yusuf diangkat sebagai menteri urusan pangan Mesir. Sewaktu Kana'an

    mengalami kekeringan, saudara-saudara Nabi Yusuf disuruh oleh bapaknya

    untuk membeli gandum di Mesir. Mereka ketemu Nabi Yusuf, dan akhirnya

    seluruh keluarga Nabi Yakub pindah ke Mesir.52

    Di Mesir mereka ditempatkan di tanah milik negara yang subur. Mereka

    bisa hidup dengan baik, jumlah mereka semakin banyak, tetapi adat-istiadat

    dan agama mereka tetap terpisah dari adat-istiadat dan agama orang Mesir.

    Sehingga lama-kelamaan orang Mesir menjadi benci kepada mereka, dan

    mengusahakan agar mereka dijadikan budak saja bagi bangsa Mesir. Tetapi

    setelah dijadikan budak, tetap saja jumlah mereka berkembang terus, sehingga

    orang Mesir khawatir suatu ketika mereka akan melawan. Untuk menghindari

    hal itu, kerajaan Mesir membuat peraturan bahwa setiap bayi laki-laki Yahudi

    harus ditenggelamkan, sedangkan bayi perempuan boleh hidup supaya

    nantinya menjadi istri orang Mesir. Dalam masalah ini Musa bin Imran (bayi

    laki-laki Yahudi) yang dimasukkan ke dalam peti, dan petinya dilempar ke

    dalam sungai, peti itu mendekati tempat pemandian putri raja Mesir. Peti itu

    52 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 146-147

  • 32

    diambil putri raja, dan bayinya diambil sebagai anak angkat raja Mesir.

    Walaupun mereka tahu bahwa bayi itu adalah bayi Yahudi, setelah dewasa

    suatu ketika Musa harus melarikan diri dari kejaran pemerintah Mesir karena

    dia telah membunuh seorang Mesir yang menghina dan berkelahi dengan orang

    Yahudi. Dalam pelariannya, oleh Tuhan dia diangkat sebagai seorang nabi bagi

    bangsa Yahudi. Maka ia pun berusaha membebaskan bangsa Yahudi dari

    penindasan bangsa Mesir.53

    Nabi Musa (Moses) yang merupakan keturunan dari Nabi Yusup

    memimpin bangsa Yahudi meninggalkan Mesir untuk menyelamatkan diri dari

    kejaran raja Fir'aun dan bala-tentaranya menuju Palestina. Ketika Nabi Musa

    wafat, mereka belum bisa memasuki pintu wilayah Palestina.54 Peristiwa ini

    dalam tradisi Yahudi disebut exodus (keluaran) yang dijadikan nama salah satu

    Kitab dari Bibel. Dalam peristiwa ini Musa diyakini oleh penganut Yahudi

    mendapatkan ajaran berupa wahyu dari Tuhan di bukit Sinai. Kelak wahyu

    tersebut dijadikan Kitab Suci oleh penganut Yahudi. Selama empat puluh55

    tahun mengem-bara di gurun bangsa Yahudi mengalami berbagai pengalaman

    keagamaan. Bibel sering menggambarkan bangsa Israel tidak mampu untuk

    berbuat sesuai dengan perintah Tuhan. Di tengah gurun mereka menyembah

    Anak Lembu Emas (Kitab Keluaran 32) gagal meyakinkan Tuhan untuk masuk

    ke Negeri yang dijanjikan setelah mendengar laporan dari duabelas pengintai

    53 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 147-148 54 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta : Al-Kautsar, 2004), hlm. vii-

    ix. 55 Hal ini dimaksudkan “selama 40 tahun tidak bisa memasuki negeri Palestina”. Mereka

    hanya bisa berputar-putar di sekitarnya, dan baru bisa menguasai daerah itu setelah 40 tahun

    berputar-putar. Lihat Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 148

  • 33

    (Kitab Bilangan 12-13), dan secara berulang-ulang mengadukan nasib mereka.

    Ritual keagamaan ini merupakan pengaruh dari kepercayaan bangsa Mesir,

    sebagaimana seorang penulis Kristen,56 Richard Rives dalam Buku Too Long

    in the Sun, menulis, “Hathor dan Aphis adalah dewa-dewa sapi betina dan

    jantan bangsa Mesir yang merupakan lambang dari penyembahan matahari.

    Penyembahan mereka hanyalah satu tahapan dalam sejarah pemujaan matahari

    oleh bangsa Mesir. Anak sapi emas di Gunung Sinai adalah bukti yang lebih

    dari cukup untuk mengetahui bahwa pesta yang dilakukan berhubungan dengan

    penyembahan matahari.”57

    Mereka baru bisa memasuki tanah Palestina dari Sinai, dan menguasai

    Yerusalem kira-kira pada tahun 1000 SM.58 Yaitu di bawah pimpinan Yoshua.

    Selamatnya bangsa Yahudi di bawah pimpinan Nabi Musa dari cengkeraman

    Farao Ramses II, raja Mesir abad ke-13 SM itu disebabkan oleh pertolongan

    Tuhan. Dalam hubungan ini kitab Keluaran menyebutkan bahwa karena rahmat

    Tuhan, maka bangsa Israel diselamatkan dari penindasan bangsa Mesir.59

    Setelah Yoshua, terdapat pemerintahan hakim-hakim yang sebenarnya

    merupakan pahlawan-pahlawan suku jumlah mereka 12, dan yang terakhir

    adalah Samuel. Setelah Samuel ini, orang-orang Yahudi memilih raja mereka,

    yaitu Saul. Pada rajanya yang kedua, yaitu Daud (1012-972 SM), semua suku-

    suku Yahudi bersatu, sehingga bangsa Yahudi menjadi bangsa yang kuat.60

    56 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal

    Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 138-139. 57 Richard Rives, Too Long in The Sun (Partakers Pub, 1996), hlm. 130-131. 58 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi, Jakarta: Saufa, 2014, hlm. 19. 59 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 148. 60 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149.

  • 34

    Mereka berhasil menguasai Palestina setelah Nabi Daud berhasil mengalahkan

    Jalut atau Goliath. Namun, saat itu mereka masih belum menguasai

    sepenuhnya wilayah Palestina.61

    Bani Israel mengalami kejayaannya pada masa pemerintahan Nabi

    Sulaiman (Solomon), putra Nabi Daud. Raja Sulaiman membangun tempat

    Ibadah pertama bangsa Yahudi yaitu kuil Sulaiman.62 Kerajaan ini

    membentang dari tepi Sungai Nil hingga Sungai Eufrat di Iraq. Akan tetapi,

    sepeninggal Nabi Sulaiman, kerajaan mereka terpecah akibat perang saudara

    yang berlarut-larut, hingga akhirnya kerajaan itu terbelah menjadi dua, yakni

    bagian utara bernama Israel yang beribu kota Sumeria, sedangkan bagian

    selatan bernama Yehuda dengan ibu kota Yerusalem.63 Dan akhirnya kerajaan

    mereka terbagi menjadi kerajaan kecil-kecil. Kerajaan purba inilah yang

    sekarang dijadikan alasan historis untuk mengklaim sahnya negara Yahudi di

    Palestina sekarang. Padahal, kerajaan Yahudi dalam sejarah Nabi Daud dan

    Nabi Sulaiman tidak lebih dari sebuah kota dan desa-desa sekelilingnya. Hanya

    karena kebiasaan saja, bangsa Yahudi memanggil pemimpinnya dengan

    sebutan 'Raja'.64

    Pada 738 SM kerajaan Israel dikalahkan oleh Assiria65 yang dirajai oleh

    Sargeus dari Yunani. Dan pada 586 SM Yerusalem dikalahkan oleh

    61 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 19 62 Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan, Jurnal

    Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 139. 63 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 19 64 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta : Al-Kautsar, 2004), hlm. vii-

    ix. 65 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149

  • 35

    Nebukadnezar II dari Babilonia, yang juga menghancurkan Kuil Sulaiman.66

    Kemudian, orang-orang Yahudi ditawan dan digiring ke Babilonia, mereka

    tidak mempunyai hak lagi atas Yerusalem.67 Di sinilah para tokoh Yahudi

    membesarkan hati kaumnya dengan konsep janji Tuhan dan Bumi Nenek

    Moyang. Sejak itu, dalam perjalanannya mereka selalu berusaha untuk bisa

    kembali ke Palestina dengan berbagai cara dan upaya. Namun mereka selalu

    menemui kegagalan, meskipun telah mencoba berkali-kali. Bahkan akibatnya

    justru membuat mereka bertambah ketat di bawah pengawasan penguasa.

    Tidak jarang kekejaman penguasa menjadi penderitaan rutin yang mereka

    alami, dan mengakibatkan kegiatan-kegiatan eksodus dan diaspora orang-

    orang Yahudi makin meluas ke seluruh penjuru bumi untuk menyelamatkan

    diri. Dari tanah Babilonia lah para pemuka Yahudi menemukan ide dan konsep

    Bumi Yang Dijanjikan dan konsep Bangsa Pilihan Tuhan, dengan harapan ide

    semacam itu akan bisa melestarikan persatuan dan kemurnian Ras Yahudi, dan

    untuk mengembalikan kepercayaan diri bangsa Yahudi.68

    Nasib baik rupanya masih menaungi orang-orang Yahudi, sekitar tahun

    500-400 SM, raja Cyrus dari Persia meruntuhkan Babylonia dan mengizinkan

    orang-orang Yahudi kembali ke Yerusalem/Palestina.69 Di Yerusalem mereka

    membangun pemerintahan bercorak Yahudi di bawah naungan kerajaan

    Persi.70 Pemerintahan ini berakhir pada 333 SM sewaktu Iskandar Agung dari

    Macedonia-Yunani menyerang dan berhasil menduduki Palestina. Selanjutnya

    66 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta: Al-Kautsar, 2004), hlm. ix 67 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 19 68 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta : Al-Kautsar, 2004), hlm. x. 69 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 20 70 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149

  • 36

    wilayah bangsa Yahudi di bawah kekuasaan raja-raja Yunani yang

    berkedudukan di Mesir tidak bertahan lama. Kemudian kekuasaan atas

    Palestina pindah ke tangan raja-raja dari keturunan Seleucid di Siria. Pada 143

    SM orang Yahudi berhasil mengusir orang Siria, dan memiliki negara sendiri.71

    Pada tahun 160 SM, Palestina dan wilayah di sekitarnya, dikuasai oleh

    imperium Romawi. Kemudian, Herod Agung (40-4 SM) yang menjadi raja saat

    itu, membangun kembali istana dan Kuil Sulaiman. Selain itu, ia memberikan

    kebebasan kepada penduduk Yahudi. Akan tetapi, kebaikan penguasa Romawi

    justru dibalas dengan pengkhianatan oleh orang-orang Yahudi. Mereka

    melakukan pemberontakan dan membuat kekacauan di negeri tersebut. Melihat

    tindakan yang dilakukan oleh orang orang Yahudi,72 penguasa Romawi saat

    itu, yaitu Raja Titus (77 M) bertindak tegas dan keras terhadap orang Yahudi.

    Kota Yerusalem dihancurkan, dan raja mengeluarkan peraturan yang melarang

    orang Yahudi berdiam di Yerusalem atau berziarah ke Kuil Sulaiman.73

    Sampai beberapa abad kemudian bangsa Romawi itu tetap bercokol hingga

    ditaklukkan oleh kaum Muslim.74 Pada masa pemerintahan Nabi Muhammad

    71 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149-150 72 Orang-orang Yahudi memberontak yang dipimpin oleh bangsa Zealot yang meyakini

    bahwa Tuhan akan membantu mereka dalam perangnya melawan kaum kafir Romawi dan

    membawa Hari Akhir yang diharapkan. Namun orang-orang Yahudi tidak semuanya satu pendapat

    terhadap pemberontakan itu. Sebagian besar meyakini bahwa hal itu bukanlah waktu yang tepat

    atau perang itu bukanlah cara yang tepat dalam mewujudkan penyelamatan. Bangsa Yahudi

    memberontak terhadap Romawi menyebabkan kekacauan besar di kerajaan Romawi dan pasukan

    dibawa dari berbagai belahan Eropa dan Timur Tengah untuk mengatasinya. Akhirnya Romawi

    berhasil mendapatkan pengawasan Yerusalem pada tahun 70 M, dan menghancurkan tempat

    ibadah yang sedang dibangun itu. Begitu pula ketika berhadapan dengan kelompok Muslim,

    mereka tidak mau mengakui menjadi Muslim karena seba-gaimana tradisi yang terjadi pada saat

    itu bahwa Muhammad tidak sesuai dengan harapan khusus mereka tentang seorang yang

    dinantikan. Lihat Ilim Abdul Halim, Agama Yahudi sebagai Fakta Sejarah dan Sosial Keagamaan,

    Jurnal Agama dan Lintas Budaya (Vol 1, 2 Maret 2017), hlm. 140-141. 73 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 20 74 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 20

  • 37

    di Madinah-Arab (622-632 M.) orang-orang Yahudi juga terpaksa diusir dalam

    2 gelombang dari kota tersebut. Bahkan pada gelombang yang ketiga

    (gelombang terakhir), karena mereka telah membantu musuh, sekitar 300-400

    orang laki-laki mereka terpaksa dijatuhi hukuman mati.75

    Kemudian Penduduk kota Yerusalem setempat masuk agama Islam.

    Mereka adalah bangsa Arab yang merupakan mayoritas penduduk bumi

    Palestina, sampai awai abad ke 20 ini. Setelah kedatangan orang-orang Yahudi

    secara besar-besaran dari seluruh penjuru dunia, jumlah penduduk Arab

    sekarang berbalik menjadi minoritas. Hal ini terjadi karena kebijakan deportasi

    Pemerintah israel terhadap penduduk Arab dengan dukungan penuh dari

    gerakan Zionisme Internasional.76

    Demikianlah latar belakang bangsa Yahudi Semitik.77 Lantas, apakah

    orang-orang Yahudi yang sekarang menguasai hampir seluruh bidang di dunia

    merupakan keturunan dari Nabi lbrahim? Ternyata kaum zionis sekarang yang

    jumlahnya sekitar 90% dari seluruh penduduk Yahudi adalah orang Yahudi

    non-Semitik. Mereka adalah keturunan dari Khazar atau yang lebih sering

    disebut sebagai Yahudi Ashkenazi. Orang-orang ini berbohong kepada seluruh

    dunia bahwa tanah israel adalah tanah leluhur mereka. Padahal, kampung

    75 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149-150 76 Sufa’at Mansur, Agama-agama Besar Masa Kini,... hlm. 149-150 77 Dilihat dalam sejarah lahirnya bangsa Yahudi terbagi menjadi dua golongan, yaitu

    golongan Yahudi Semitik dan Yahudi Ezkinaz atau Yahudi non-Semitik. Yahudi Semitik menurut

    kesepakatan terbanyak ahli sejarah, merupakan bangsa keturunan dari Nabi Ibrahim. Adapun kaum

    Zionis sekarang yang jumlahnya 82% dari seluruh penduduk orang Yahudi adalah jenis Yahudi

    Ezkinaz (non-Semitik), sesuai dengan sumber Zionisme sendiri. Lihat William G. Carr, Yahudi

    Menggenggam Dunia, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2004), hlm x.

  • 38

    halaman sebenarnya dari nenek moyang mereka ada di Georgia yang terletak

    800 mil dari Israel.78

    Sejarah telah mencatat bahwa pada abad pertama Masehi, sejumlah orang

    berdarah Turki-Mongolia meninggalkan negeri mereka, menuju arah barat dari

    Asia, melintasi daerah yang terletak di sebelah utara Laut Kizwin dan Laut

    Mati. Selanjutnya, mereka mendirikan sebuah kerajaan yang disebut Kerajaan

    Khazar.79 Sementara itu, menurut salah seorang keturunan Khazar dari inggris

    yang bernama Arthur Koestler dalam bukunya yang berjudul The Thirteenth

    Tribe The Khazar Empire And Its Heritage (Suku Bangsa Ketiga Belas—

    imperium Khazar dan Warisannya), yang diterbitkan oleh Random House,

    New York, nenek moyang bangsa Khazar berasal dari campuran bangsa

    Mongol, Turki, dan Finlandia.80

    Sebelum menganut agama Yahudi; bangsa Khazar itu menganut

    kepercayaan animisme, hingga akhirnya mèreka memeluk agama Yahudi pada

    masa penindasan raja Nebuchadnezzar ll dan penguasa Babilonia. lni terjadi

    sekitar tahun 740 Masehi. Saat itu, kekuatan Khazar sudah sedikit melemah.

    Wilayah kekuasaannya dihimpit oleh dua kekuatan besar, yakni Byzantium;

    dan muslim. Agar tetap aman, Khazar dihadapkan pada dua pilihan, menjadi

    muslim atau Kristen. Namun, kaisar bangsa Khazar, Khakan, telah mengetahui

    jika ada agama yang ketiga selain Kristen dan Islam yakni Yahudi. Daripada

    78 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 21 79William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia, (Jakarta : Al-Kautsar, 2004), hlm. x. 80 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 21

  • 39

    memilih kedua agama itu, ia lebih memilih Judaisme dan menyatakan diri

    sebagai Yahudi.81

    Sejak saat itulah bangsa Khazar yang brutal dan sangat gemar berperang

    berubah menjadi bangsa Yahudi dan sejak saat itu pula, kerajaan Khazar mulai

    dideskripsikan sebagai Kerajaan Yahudi oleh sejarawan pada masa itu Penerus

    penguasa Khazar mengambil nama Yahudi dan selama akhir abad ke-9 M,

    Kerajaan ini menjadi tempat berlindung yang ramah bagi kaum Yahudi yang

    ada di berbagai wilayah Eropa.82

    Pada abad ke-8 Masehi, muncul kekuatan baru yang berasal dari sungai

    besar Dnieper, Don, dan Volga, yakni bangsa Viking atau yang dikenal juga

    sebagai bangsa Rus. Namun, bangsa ini selalu kalah perang melawan Kerajaan

    Khazar. Pada tahun 862, seorang pemimpin bangsa Rus bernama Rurik

    membangun kota Novgorod. Dari sinilah. lahir bangsa Rusia yang kemudian

    berdiam di antara suku bangsa Slavia yang berada di bawah kekuasaan Khazar.

    Perjuangan bangsa Viking kemudian berubah menjadi perjuangan rakyat untuk

    merdeka dari penjajahan bangsa Khazar.83

    Satu abad kemudian setelah berdirinya kota Novgorod, bangsa Rusia mulai

    bersekutu dengan Kekaisaran Byzantium. Hal ini karena pemimpin mereka

    telah menganut agama Kristen dan memiliki hubungan yang baik dengan

    Byzantium yang juga menganut ajaran Kristen. Karena memiliki kepentingan

    yang sama untuk menaklukkan Khazar, maka mereka bersekutu.84

    81 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 22 82 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 22 83 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 22-23 84 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 23

  • 40

    Pada tahun 1016, kekuatan gabungan bangsa Rusia dan Byzantium

    menyerang Kerajaan Khazar dengan pasukan yang besar. Menghadapi

    gabungan dua kekuatan besar itu, Kerajaan Khazar tidak berdaya, mereka

    hancur-lebur. Kejayaan bangsa yang brutal dan gemar berperang ini, akhirnya

    musnah dan hilang dari catatan sejarah. Mereka banyak yang melarikan diri ke

    wilayah yang aman di Eropa.85

    Selama masa pelarian tersebut, orang-orang Yahudi membentuk kelompok

    rahasia yang banyak mendalangi timbulnya kekacauan dan pembunuhan politik

    di Rusia. Sebagian besar lainnya melarikan diri ke Eropa Timur. Dari sini,

    mereka menyebar ke seluruh dunia, terutama ke Amerika Serikat. Dan, anak

    cucu Yahudi Khazar inilah yang kemudian membanjiri Palestina saat ini serta

    mengklaim bahwa mereka adalah pewaris sah bangsa Yahudi atas tanah

    Palestina.86

    Bergabungnya bangsa Khazar ke dalam komunitas Yahud telah menambah

    watak kaum tersebut menjadi lebih brutal. Kaum Yahudi sejak lama memang

    telah dikenal sebagai kaum yang tidak bisa dipercaya karena berbagai

    pengkhianatan yang dilakukan, culas (khianat), selalu ingin menang sendiri

    dan hanya mau mendengarkan suara kaumnya Khazar mengubah Yahudi yang

    memang jahat menjadi bertambah jahat.87

    85 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 23 86 Seperti telah disinggung terdahulu, kerajaan Yahudi berlangsung tidak lama, yaitu

    periode kekuasaan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman. Sedang kekuasaan Yahudi lainnya tidaklah

    lebih dari kekuasaan atas satu kota beserta desa sekitarnya, mirip kehidupan suku-suku yang

    bermukim. Mereka belum pernah membentuk komunitas di seluruh Palestina, karena mereka

    bukanlah penduduk asli. Sama dengan keadaan Yahudi di Israel sekarang, mereka datang dari

    berbagai penjuru dunia sebagai imigran, yang tidak ada hubungannya dengan darah Yahudi

    Semitik. Lihat William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia,... hlm. xi 87 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 23

  • 41

    Mereka belum pernah membentuk komunitas di seluruh Palestina, karena

    mereka bukanlah penduduk asli. Sama dengan keadaan Yahudi di Israel

    sekarang, mereka datang dari berbagai penjuru dunia sebagai imigran, yang

    tidak ada hubungannya dengan darah Yahudi Semitik.88

    Dari kilasan fakta tersebut bisa dilihat bagaimana bangsa Yahudi

    sepanjang sejarah mengendalikan perkumpulan rahasia, yang dikembangkan

    dengan getol untuk mawujudkan cita-cita mereka. Makin lama perkumpulan

    rahasia itu berkembang mirip dengan pemerintahan terselubung, yang

    dikendalikan oleh tokoh-tokoh Yahudi internasional, yang berdiam di berbagai

    penjuru dunia. Bangsa Yahudi punya keyakinan, bahwa bangsa lain adalah

    'Goya', atau dalam bahasa Ibraninya 'Goyim', yang juga sering disebut

    'Gentiles', atau 'Umamy' dalam bahasa Arabnya, yang berarti bangsa lain itu

    diciptakan Tuhan untuk kepentingan Yahudi belaka, sebagai bangsa pilihan

    Tuhan.89

    Pada masa Perang Dunia II (1939-1945) kita saksikan bahwa Hitler yang

    berkuasa di Jerman, melakukan pembasmian terhadap bangsa Yahudi secara

    besar-besaran (dalam jumlah jutaan manusia). Suatu bangsa yang telah

    menumpang di berbagai negara selama hampir 2000 tahun, tetapi yang secara

    kejiwaan tetap terpisah dari bangsa yang ditumpanginya, karena mereka

    merasa dirinya lebih tinggi derajatnya. Tetapi pada tahun 1948 M dengan

    perantaraan organisasinya "Zionisme" yang dibantu oleh Inggris dan Amerika

    Serikat, bangsa Yahudi dapat mendirikan kembali negaranya di Palestina yang

    88 Kaka Alvian Nasution, Konspirasi Yahudi,... hlm. 23 89 William G. Carr, Yahudi Menggenggam Dunia,... hlm. ix

  • 42

    bernama Negara Israel, serta mempertahankan kebudayaan serta agama

    Yahudinya. Yaitu setelah hampir 20 abad hidup dalam perantauan tanpa tanah

    air, tidak disenangi. serta terpencar-pencar.90

    2. Agama Yahudi Modern dan Kontemporer

    Pasca runtuhnya Negara Israel di bawah gemparan orang-orang Assyria,

    penduduk Yahudi berpencar-pencar dan tidak memiliki tempat tinggal tetap,

    serta tidak terdapat suatu hal yang patut disebut dalam sejarah. Sedangkan

    orang-orang Yahudi yang lari ke Babilonia setelah keruntuhan kerajaan

    Yahuda ialah mereka yang sempat ke