Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

54
Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an Al Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada umat manusia melalui nabi Muhammad SAW, untuk dijadikan sebagai pedoman hidup. Petunjuk-petunjuk yang dibawanyapun dapat menyinari seluruh isi alam ini, baik bagi manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, keistimewaan yang dimiliki Al Qur’an tidak dapat diukur dengan perhitungan manusia, termasuk di dalamnya Al Qur’an memuat intisari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya seperti Zabur, Taurat, dan Injil. Lebih-lebih keistimewaan Al Qur’an berkenaan dengan terpeliharanya kitab suci ini dari perubahan tangan-tangan kotor manusia, baik dari umat Islam sendiri maupun umat-umat agama lain. Malahan, Allah bersumpah bahwa Dia sendiri yang telah menurunkan Al Qur’an ke muka bumi ini, maka Dia pula yang memeliharanya sepanjang zaman. Al Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, adalah seorang yang ummi (buta huruf), tidak pandai membaca dan tidak pandai menulis. Buktinya, setelah wahyu itu turun kepadanya, maka dia menyuruh orang lain untuk menuliskan wahyu tersebut. Menurut Ibrahim Al Abyadi (1992, hlm. 31), di antara mereka itu adalah Abu Bakar Sidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Zubir bin Awwam, Ubay bin Ka’ab bin Qis, Zaid bin Tsabit, Muawwiyah bin Abi Sufyan, Muhammad bin Musallamah, Al Arqam bin Arqam, Aban bin Sa’id bin Ash 28

Transcript of Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Page 1: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Bab 2

PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN

Karakteristik Al Qur’an

Al Qur’an adalah kitab suci terakhir yang diturunkan oleh Allah kepada umat

manusia melalui nabi Muhammad SAW, untuk dijadikan sebagai pedoman hidup.

Petunjuk-petunjuk yang dibawanyapun dapat menyinari seluruh isi alam ini, baik

bagi manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan. Oleh karena itu, keistimewaan

yang dimiliki Al Qur’an tidak dapat diukur dengan perhitungan manusia, termasuk di

dalamnya Al Qur’an memuat intisari kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya seperti

Zabur, Taurat, dan Injil. Lebih-lebih keistimewaan Al Qur’an berkenaan dengan

terpeliharanya kitab suci ini dari perubahan tangan-tangan kotor manusia, baik dari

umat Islam sendiri maupun umat-umat agama lain. Malahan, Allah bersumpah bahwa

Dia sendiri yang telah menurunkan Al Qur’an ke muka bumi ini, maka Dia pula yang

memeliharanya sepanjang zaman.

Al Qur’an diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, adalah seorang yang

ummi (buta huruf), tidak pandai membaca dan tidak pandai menulis. Buktinya,

setelah wahyu itu turun kepadanya, maka dia menyuruh orang lain untuk menuliskan

wahyu tersebut. Menurut Ibrahim Al Abyadi (1992, hlm. 31), di antara mereka itu

adalah Abu Bakar Sidiq, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib,

Zubir bin Awwam, Ubay bin Ka’ab bin Qis, Zaid bin Tsabit, Muawwiyah bin Abi

Sufyan, Muhammad bin Musallamah, Al Arqam bin Arqam, Aban bin Sa’id bin Ash

28

Page 2: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

dan saudaranya Khalid bin Sa’id, Tsabit bin Qais, Hanzalah bin Rabi’, Khalid bin

Walid, Abdullah bin Arqam, Al Mughirah bin Syu’bah, Syurahbil bin Hasanah. Di

antara mereka itu yang paling banyak menulis ialah Zaid bin Tsabit dan Muawwiyah

bin Abi Sufyan.

Nabi Muhammad SAW telah memilih orang-orang yang akan menuliskan dan

yang akan membacakan risalahnya ini, guna untuk memudahkan risalah langit ini

masuk ke dalam hati orang. Untuk itu nabi mengambil orang-orang yang mempunyai

pengetahuan tentang menulis dan membaca, yang jujur dan dapat dipercaya. Agar

jangan ada orang yang mengatakan bahwa risalah yang dibawa oleh Muhammad ini

adalah kutipan dari kitab Taurat dan Injil.

Pada tanggal 17 Ramadhan, di tahun ke empat puluh satu dari kelahiran nabi

merupakan permulaan turunnya wahyu Al Qur’an yaitu surat Al Alaq ayat 1-5. Surat

itu berbunyi :

ù&ùùù%ù# ùùùùùùù/ ùùùù/ùù ùù%ù!ù# ù,ù=ù{ ùùù ù,ù=ù{ ù`»|ùùù}ù# ù`ùùù,ù=ùù ùùù ù&ùùù%ù# ùùù/ùùùù ùùùùù.ù{ù# ùùù ùù%ù!ù# ùù¯=ùù ùùù=ù)ùùù

ùù/ ùùù ùù¯=ùù ù`»|ùùù}ù# ùùù ùùùù ÷ùù>÷ùùù ùùù

Artinya : “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan. Dia telah

menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha

Mulia, Yang mengajar (manusia) dengan. Dia mengajarkan manusia apa yang tidak

diketahuinya” (Departemen Agama RI 2006, hlm. 904)

Pada Tafsir Al Mishbah (M. Quraish Shihab, vol 15, tahun 2004; 392),

dijelaskan bahwa ayat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW tersebut

menyatakan bacalah wahyu-wahyu Allah yang sebentar lagi akan banyak diterima,

29

Page 3: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

dan baca juga alam dan masyarakatmu. Bacalah agar engkau membekali dirimu

dengan kekuatan pengetahuan. Bacalah semua itu tetapi dengan syarat dengan atau

demi nama Tuhan yang selalu memelihara dan membimbingmu dan yang mencipta

semua makhluk kapan dan di manapun.

Penjelasan Allah SWT terhadap waktu diturunkannya Al Qur’an tersebut,

dijelaskan oleh Allah dalam Al Qur’an surat Al Anfal ayat 41, yaitu :

ùùù ùùùùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùù ùùùùùù ùùùùùùùùùù ùùùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùùùùùùùùù ùùùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùùù ù ùùùùùù ùùùùùù ùùùùù ùùùùùù ùùùùùùù

ùùùù Artinya : “Jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan

kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu pada hari bertemunya dua

pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Departemen Agama RI 2006,

hlm. 246).

Sejak awal hingga akhir turunnya, seluruh ayat Al Qur’an telah ditulis dan

didokumentasikan oleh para juru tulis wahyu yang ditunjuk oleh Rasulullah SAW. Di

samping itu seluruh ayat Al Qur’an dinukilkan atau diriwayatkan secara mutawatir

baik secara hafalan maupun tulisan. Sementara dalam penukilan atau periwayatannya

tidak pernah dan dilarang keras diriwayatkan secara ma’nawi (Hasanuddin AF 1995,

hlm. 2).

Berikut ini merupakan beberapa penjelasan mengenai Al Qur’an dari berbagai

sumber, adalah sebagai berikut :

1. Al Qur’an adalah firman (wahyu) Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi

Muhammad SAW melalui perantara Malaikat Jibril yang merupakan mukjizat dan

menggunakan bahasa Arab, berisi tentang petunjuk dan pedoman bagi hidup

30

Page 4: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

manusia dan bila kita membacanya merupakan ibadah (Junaidi Anwar, Margiono

dan Latifah 2003, hlm. 61).

2. Al Qur’an yaitu firman Allah yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad bin

Abdullah melalui Ruhul Amin (Jibril as) dengan lafal-lafalnya yang berbahasa

Arab dan maknanya yang benar, agar menjadi hujjah bagi Rasul, bahwa ia benar-

benar Rasulullah, menjadi undang-undang bagi manusia, memberi petunjuk

keadaan mereka dan menjadi sarana pendekatan diri dan ibadah kepada Allah

dengan membacanya. Al Qur’an itu terhimpun dalam mushaf, dimulai dari surat

Al Fatihah dan diakhiri dengan An Naas, disampaikan kepada umat Islam secara

mutawatir dari generasi secara tulisan maupun lisan, ia terpelihara dari perubahan

atau pergantian (Abdul Wahhab Khallaf 1972, hlm. 23).

3. Al Qur’an adalah kalam Allah swt dan merupakan mukjizat yang diturunkan

(diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW, yang ditulis di mushaf dan

diriwayatkan dengan mutawatir, serta membacanya adalah ibadah (Uwes Qorni

2005, hlm. 47).

Dari berbagai pendapat di atas penulis mengambil kesimpulan bahwa, Al

Qur’an adalah Firman Allah yang diturunkan atau diwahyukan kepada Nabi

Muhammad saw melalui perantara Malaikat Jibril dan sekaligus merupakan mukjizat

terbesar serta membacanya adalah ibadah.

Di antara fungsi-fungsi Al Qur’an ialah sebagai petunjuk (huda), penerang

jalan hidup (bayyinah), pembeda antara yang benar dan yang salah (furqan),

penyembuh hati yang sakit (syifa’), nasehat atau petuah (mau’izhah), dan sumber

informasi (bayan). Sebagai sumber informasi, Al Qur’an mengajarkan banyak hal

31

Page 5: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

kepada manusia dari persoalan-persoalan keyakinan, moral, prinsip-prinsip ibadah

dan muamalah sampai kepada asas-asas ilmu pengetahuan. Mengenai ilmu

pengetahuan, Al Qur’an memberikan wawasan dan motivasi kepada manusia agar

memperhatikan dan meneliti alam sebagai manifestasi kekuatan Allah. Dari hasil

pengkajian dan penelitian fenomena alam kemudian melahirkan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan pemahaman ini, Al Qur’an berperan sebagai motivator atau inspirator

bagi para pembaca, pengkaji dan pengamalnya.

Keotentikan Al Qur’an tidak dapat diragukan lagi. Dari sudut apapun Al

Qur’an sulit untuk dibantah keasliannya. Dari segi keaslian bahasa, Al Qur’an

diturunkan dalam bahasa Arab. Tidak semua orang Arab waktu itu memahami Al

Qur’an, sebab bahasa Arab Al Qur’an adalah sangat istimewa. Bahkan bahasa Al

Qur’an menyebabkan bangsa Arab saat itu terperangah, karena belum pernah ada

seorangpun yang mampu membuatnya seindah Al Qur’an. Bahkan Al Qur’an

menantang siapapun untuk membuat satu surat saja semisal Al Qur’an. Namun

siapapun takkan pernah mampu membuatnya (Didin Saefuddin Buchori 2005, hlm.

17-18).

Keotentikan Al Qur’an dapat ditelusuri melalui sejarahnya, yaitu sampai

sekarang Al Qur’an telah teruji melalui perjalanan sejarah, ia tidak pernah berubah

satu hurufpun, ia terpelihara dari intervensi tangan manusia, ia tetap dalam tulisan

aslinya yaitu tulisan Arab, dan bahasa aslinya yaitu bahasa Arab. Sekali Al Qur’an

dipalsukan walau satu huruf, maka hal itu pasti diketahui oleh para pembacanya

apalagi oleh para penghafal Al Qur’an.

32

Page 6: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Dari segi kandungannya, Al Qur’an tidak saja memuat ajaran-ajaran yang

bersifat religius keakhiratan melainkan juga berisi masalah muamalah keduniaan,

seperti ilmu pengetahuan, masalah ekonomi, sosial, kemasyarakatan, pendidikan dan

hubungan antar pemeluk agama. Al Qur’an memang luar biasa, itulah sebabnya Al

Qur’an termasuk salah satu unsur mu’jizat. Inilah yang membedakan nabi

Muhammad dengan nabi-nabi sebelumnya. Kalau nabi-nabi sebelumnya mu’jizat

lebih bersifat fisik seperti yang ada pada nabi Musa yang bisa membelah laut,

mengubah tongkat jadi ular, atau nabi Isa yang bisa menghidupkan orang yang sudah

mati dan menyembuhkan orang yang buta matanya, maka mu’jizat nabi Muhammad

lebih bersifat spiritual dan bukan fisik, yaitu bahwa Al Qur’an telah secara dahsyat

mengubah moral, spiritual dan pola fikir manusia.

Menurut M. Natsir Arsyad, Al Qur’an adalah sebuah kitab suci yang

kebenaran isinya ditandai dengan minimal tiga bukti nyata (M. Natsir Arsyad 1992,

hlm. 39). Pertama, keadaan Al Qur’an, baik dari segi kehebatan isi, keserasian dan

keindahan bahasanya, keseimbangan kata-kata dan kalimatnya, semuanya itu tidak

mampu ditiru oleh siapapun, apalagi dikalahkan. Kata-kata yaum (hari) umpamanya,

dalam bentuk tunggal berulang 365 kali (1 tahun), sedangkan dalam bentuk jamak

dan ganda muncul 30 kali (1 bulan). Sementara itu, kata yang berarti bulan

(qomariyah) ada 12 kali. Kedua, Al Qur’an mengandung berita gaib, misalnya

beberapa ramalan tentang peristiwa yang belum terjadi tetapi kemudian terbukti

benar-benar terjadi dalam sejarah sebagaimana yang diramalkan itu. Contohnya

mengenai kemenangan akhir Romawi setelah kalah dalam peperangannya melawan

Persia (QS. 30:2-4), atau tentang keselamatan jasad Fir’aun yang tenggelam di laut

33

Page 7: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Merah 3200 tahun lalu (QS. 10:92). Ketiga, di dalam Al Qur’an terdapat banyak ayat

tentang ilmu pengetahuan yang tak akan habis-habisnya dikuras serta tidak pernah

bertentangan dengan tiap ilmu dan penemuan-penemuan baru, sehingga tetap aktual

sepanjang waktu. Oleh karena itu, salah satu aspek pendukung terjaga kemurniannya

adalah, karena bahasanya yang sangat memukau para pendengar dan pembacanya.

Berbeda dengan bahasa selain Al Qur’an, kalimat-kalimatnya sering mengalami

perubahan. Sehingga kalimatnya pada masa sekarang, apabila dibaca akan mengalami

kejanggalan dan kelucuan apabila dibaca kembali, hal ini tidak terjadi dengan Al

Qur’an.

Upaya Praktek Penghafalan Al Qur’an di Zaman Nabi Muhammad SAW

Sampainya Al Qur’an kepada umat Islam sekarang melalui proses yang sangat

panjang. Setiap kali setelah nabi Muhammad SAW menerima wahyu Al Qur’an,

maka beliau langsung mengingat dan menghafalnya. Selanjutnya beliau

memberitahukan dan membacakannya kepada para sahabat, agar mereka mengingat

dan menghafalnya pula. Begitu kuatnya kesungguhan nabi Muhammad SAW untuk

mengingat dan menghafal setiap wahyu yang diterimanya, sehingga pada awal-awal

turunnya wahyu ada kesan bahwa, beliau tergesa-gesa dalam mengingat dan

menghafalnya. Karena itu, dalam hal ini Allah SWT mengingatkan beliau dengan

firman-Nya, antara lain :

ùùùù ùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùùùùù ùùù ùùùùùù ùùù ùùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùùùùùù ù ùùùùùùùùùù ùùùùùùù ùùùùùùù ùùùùù

34

Page 8: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Artinya : “Dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa (membaca) Al Qur'an

sebelum selesai diwahyukan kepadamu, dan katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah

ilmu kepadaku"” (Departemen Agama RI 2006, hlm. 444).

Ayat di atas dalam Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab (2002)

disebutkan bahwa, nabi Muhammad SAW pernah tergesa-gesa membaca ayat-ayat Al

Qur’an sebelum malaikat Jibril menyelesaikan bacaannya. Sahabat nabi Muhammad

SAW yang bernama Ibn ‘Abbas menguraikan bahwa, nabi Muhammad SAW sering

kali mendahului malaikat Jibril, sehingga beliau membaca Al Qur’an sebelum selesai

malaikat Jibril membacanya, guna mengukuhkan hafalan beliau karena beliau

khawatir lupa (M. Quraish Shihab vol 8 2002, hlm. 377).

ùù ùùùùùùùùù ùùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùùùùùù ùùùùùù ùùùù ùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùùùùùùùùùùùùù ùùùù ùùùùùùù ùùùùùùùùùùù ùùùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùù ùùùù ùùùù ùùùù

ùùùùùùùùù ùùùùùùùùùù ùùùù Artinya : “Jangan engkau (Muhammad) gerakkan lidahmu untuk (membaca Al

Qur'an) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. Sesungguhnya Kami yang akan

mengumpulkannya (di dadamu) dan membacakannya. Apabila Kami telah selesai

membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya Kami yang

akan menjelaskannya (Departemen Agama RI 2006, hlm. 854).

Ayat di atas dalam Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab (2002)

disebutkan bahwa, banyak ulama’ berpendapat bahwa ayat ini adalah sisipan yang

turun spontan saat nabi Muhammad SAW menerima wahyu Al Qur’an melalui

malaikat Jibril. Al Bukhari dan Muslim meriwayatkan sabab nuzulnya bahwa, apabila

wahyu Al Qur’an turun, nabi Muhammad SAW menggerakkan lidahnya untuk

praktek menghafal wahyu Al Qur’an itu, karena takut jangan sampai ada yang luput

35

Page 9: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

dari beliau atau karena keinginan beliau yang meluap untuk menghafalnya. Keadaan

ini sangat menyulitkan beliau, maka turunlah ayat-ayat di atas. Maksudnya, nabi

Muhammad SAW biasa menyempurnakan satu kata yang belum sempurna diucapkan

oleh malaikat Jibril (M. Quraish Shihab vol 14, tahun 2002, hlm. 631).

Dengan adanya semacam jaminan Allah tersebut di atas, selanjutnya nabi

Muhammad SAW secara mantap dan pasti mengingat serta praktek menghafal setiap

ayat Al Qur’an yang diwahyukan kepadanya, dan selanjutnya langsung

menyampaikannya kepada para sahabat beliau. Hal ini berlangsung sampai habis dan

sempurnanya Al Qur’an diturunkan.

Sesuai dengan kondisi masanya, pelestarian Al Qur’an melalui hafalan ini

sangat tepat dan dapat dipertanggung jawabkan. Hal ini mengingat bahwa, nabi

Muhammad SAW adalah tergolong orang yang ummi, sementara beliaupun diutus

oleh Allah SWT kepada kaum yang ummi pula. Pada masa tersebut, nabi Muhammad

SAW merupakan sayyid al-huffazh (penghulu dari segala penghafal Al Qur’an),

sementara para sahabat beliau seolah berlomba dengan penuh antusias praktek

menghafal setiap ayat Al Qur’an yang dibacakan dan disampaikan nabi kepada

mereka. Selanjutnya mereka mengajarkannya pula kepada istri, anak dan keluarga

mereka (Hasanuddin AF 1995, hlm. 47).

Pada zaman nabi Muhammad SAW, ada sepuluh orang sahabat sebagai

peletak batu pertama penghafal Al Qur’an sekaligus menjadi mufasir termasyhur

pada masa tersebut, yaitu : Utsman, Ali, Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Ubay bin Ka’ab,

Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al Asy’ari, Ibnu Umar dan Abu Darda’, selain sebagai

hafizh juga dikenal sebagai sahabat pengajar Al Qur’an. Mereka semua termasuk

36

Page 10: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

kategori pelopor penghafal Al Qur’an secara keseluruhan, sementara di belakang

mereka menyusul sahabat lain yang jumlahnya tak terhitung lagi, sebagai jago-jago

yang hafal Al Qur’an hingga baginda Rasulullah SAW wafat (M. Natsir Arsyad 1992,

hlm. 49).

Baik nabi Muhammad SAW, maupun para sahabat beliau, selalu senantiasa

mengulang-ulang bacaan ayat-ayat Al Qur’an tersebut, baik pada waktu mengerjakan

shalat lima waktu maupun di luar shalat lima waktu, seperti pada waktu-waktu qiyam

al-layl (sholat malam, seperti sholat tahajud, dan lain sebagainya). Adapun para

sahabat nabi yang melakukan praktek menghafal Al Qur’an cukup banyak jumlahnya,

bahkan tidak sedikit dari mereka yang hafal seluruh isi Al Qur’an. Demikianlah Al

Qur’an sejak semula telah diabadikan antara lain, melalui hafalan. Tidak seperti kitab

Taurat dan Injil, yang hanya diabadikan dalam catatan atau tulisan. Tidak dijumpai di

antara para ahli kitab yang menghafal Taurat dan Injil, mereka hanya membacanya

melalui apa yang tertulis. Oleh karenanya, tidaklah mengherankan bila pada masa-

masa selanjutnya, dalam kitab suci mereka terdapat perubahan-perubahan. Inilah

salah satu keistimewaan Al Qur’an dari segi pelestariannya, ia dihafal oleh para

penghafalnya, dan dijamin oleh Allah SWT akan keterpeliharaannya.

Hukum Praktek Menghafal Al Qur’an

Tidak ada satu ayatpun yang menunjukkan amr atau perintah dengan jelas

tentang perintah untuk praktek menghafal Al Qur’an. Oleh karena itu, praktek

menghafal Al Qur’an bukan suatu kewajiban bagi setiap muslim. Muhaimin Zen

37

Page 11: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

mengutip beberapa pernyataan para ulama’ mengenai hukum praktek menghafal Al

Qur’an (Muhaimin Zen 1985, hlm. 37), sebagai berikut :

1. Imam Abul Abbas Ahmad bin Muhammad Al Jurjani dalam kitab Al Syafi’i

menyatakan bahwa hukum praktek menghafal Al Qur’an adalah fardhu

kifayah.

2. Imam Badruddin Muhammad bin Abdullah Al Zarkasyi dalam kitab Al

Burhan Fii Ulumil Qur’an, juz I halaman : 457, menyatakan bahwa belajar Al

Qur’an hukumnya fardhu kifayah, begitu pula memeliharanya wajib bagi

setiap muslim.

3. Imam Al Syaikh Muhammad Makki Nashir di dalam kitab Nihayatul Qaulul

Mufid menegaskan, bahwa sesungguhnya menghafal Al Qur’an di luar kepala

hukumnya fardhu kifayah

4. Imam Sayuti dalam kitabnya Al Itqan, juz 1, halaman : 343, yang dikutip oleh

Ahsin Sakho menyatakan bahwa, praktek menghafal Al Qur’an adalah fardhu

kifayah bagi umat Islam (Ahsin Sakho 2006, hlm. 105).

Dari pendapat para ulama’ di atas jelaslah bahwa hukum praktek menghafal

Al Qur’an adalah fardhu kifayah. Fardhu kifayah sebagaimana yang dimaksud oleh

ulama’ fiqih yaitu, apabila suatu pekerjaan di satu wilayah tidak ada yang

mengerjakan, maka semua orang yang ada di wilayah tersebut terkena dosa atau

berdosa semua, karena tidak melaksanakan perbuatan tersebut (Muhaimin Zen 1996,

hlm. 38). Oleh karena itu, jika tidak ada yang melakukan praktek menghafal Al

Qur’an dikhawatirkan akan terjadi perubahan terhadap ayat-ayat Al Qur’an. Oleh

sebab itu, harus selalu ada kelompok penghafal Al Qur’an, meskipun dewasa ini

38

Page 12: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

sudah banyak komputer, CD, atau alat canggih lainnya yang mampu dan bisa

menyimpan ayat-ayat Al Qur’an secara penuh. Namun, hal tersebut bukanlah suatu

jaminan, karena siapa yang akan menjamin ketika ada kesalahan pada alat-alat

tersebut.

Pentingnya Praktek Menghafal Al Qur’an

Praktek menghafal Al Qur’an merupakan kebutuhan umat sepanjang zaman. Sebuah

masyarakat tanpa hufazh Al Qur’an (para penghafal Al Qur’an), akan sepi dari

suasana Al Qur’an yang semarak. Oleh karena itu, pada zaman nabi Muhammad

SAW, mereka mendapatkan kedudukan khusus sampai ketika mereka syuhada’

(gugur di medan perang). Para ulama’ sampai mengkategorikannya sebagai

kewajiban kifayah. Namun melihat kondisi umat Islam, khususnya di Indonesia,

jumlah para penghafal Al Qur’an masih jauh dari cukup. Ini dilihat dari jumlah umat

yang jutaan dengan jumlah para penghafal Al Qur’an yang cuma beberapa gelintir

manusia. Dan umat Islam tidak akan pernah meraih kembali izzahnya kecuali dengan

kembali kepada Al Qur’an secara utuh.

Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf, setidaknya ada 5 hal yang menunjukkan

pentingnya praktek menghafal Al Qur’an (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm. 13).

1. Menjaga kemutawatiran Al Qur’an

Menjaga kemutawatiran Al Qur’an di sini maksudnya adalah menjaga keorisinilan Al

Qur’an dengan salah satu caranya yaitu praktek menghafal Al Qur’an secara

berkesinambungan. Maksudnya, nabi Muhammad SAW mempraktekkan menghafal

Al Qur’an yang diterima melalui malaikat Jibril, dan disimak oleh malaikat Jibril

39

Page 13: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

secara menyeluruh. Kemudian para sahabat mempraktekkan menghafal Al Qur’an

secara sempurna yang disimak oleh nabi Muhammad SAW. Kemudian terus

kegenerasi selanjutnya sampai sekarang tanpa putus (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996,

hlm. 13). Oleh karena itu, ulama’ salaf kita sungguh besar perhatiannya untuk

merealisasikan kepentingan ini. Mereka telah berhasil mengabadikan sanad

pengajaran Al Qur’an sejak zaman nabi Muhammad SAW, sahabat, tabi’in, dan tabi’it

tabi’in sampai sekarang. Lembaga-lembaga Al Qur’an yang masih menjaga kualitas

pengajaran Al Qur’an dapat dipastikan masih menyimpan sanad ini seperti dapat kita

temui di tanah air ini atau di Timur Tengah. Proses belajar Al Qur’an yang bersanad

atau yang disebut dengan talaqqi, akan menjadikan pelajar Al Qur’an benar-benar

menguasai Al Qur’an secara baik dan benar, karena cara inilah yang mampu menjaga

orisinalitas pengajaran Al Qur’an.

2. Meningkatkan kualitas umat

Umat Islam telah dibekali oleh Allah SWT suatu mukjizat yang sangat besar, yaitu Al

Qur’an. Ia merupakan sumber ilmu pengetahuan dan petunjuk bagi manusia. Tidak

terangkat kualitas umat ini kecuali dengan Al Qur’an. Allah SWT menegaskan dalam

Al Qur’an, yaitu :

ùùùùùù ùùùùùùùùùùù ùùùùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùù ùùùùùùùùùù ù ùùùùùù ùùùùùùùùùùù ùùùùArtinya : “Sesungguh, telah Kami turunkan kepadamu sebuah Kitab (Al Qur’an)

yang di dalamnya terdapat peringatan bagimu. Maka apakah kamu tidak berfikir?”

(Departemen Agama RI 2006, hlm. 449)

Ayat di atas dalam Tafsir Al-Mishbah karya M. Quraish Shihab disebutkan

bahwa, dalam kemuliaan dan memahami mitra bicara adalah orang-orang Arab. Al

40

Page 14: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Qur’an menjadi kemuliaan mereka, karena dia berbahasa Arab, di samping menjadi

mukjizat yang abadi (M. Quraish Shihab, vol 8, tahun 2002, hlm. 424).

Sikap pesimis, merasa tidak mampu untuk menggali Al Qur’an, merupakan

usaha Yahudi dan Nashara yang telah diperjuangkan dengan keras, bahkan dengan

mengeluarkan jutaan dolar untuk menjauhkan umat ini dari Al Qur’an. Mereka sangat

faham dampak positif yang akan lahir jika umat ini kembali kepada Al Qur’an. Di

kalangan para pelajar ‘ulumusy syari’ah, dapat diketahui bahwa para pelajar tersebut

yang dididik sebagai calon ulama’ adalah orang yang telah menguasai Al Qur’an

dengan baik yaitu hifzhon wa tilawatan (menghafal dan membaca) dengan baik

(Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm. 16). Namun untuk kondisi sekarang ini, hal

tersebut sudah jarang sekali kita dapatkan. Usaha yang telah dilakukan oleh

perguruan-perguruan tinggi di Timur Tengah dalam mewajibkan para mahasiswanya

untuk hafal 8 juz, perlu ditingkatkan, dilestarikan dan diterapkan di tanah air ini agar

tidak statis berjalan di tempat.

3. Menjaga terlaksananya sunah-sunah nabi Muhammad SAW

Sebagian ibadah yang dilakukan nabi Muhammad SAW, ada yang sangat terkait

dengan praktek hifzhul Qur’an dalam pelaksanaannya (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996,

hlm. 17). Sebagaimana beliau membaca surat-surat Al Qur’an ketika shalat jum’at,

shubuh, ied dan lain-lain. Beliau membaca surat pilihan dalam sholat memilih surat-

surat yang panjang, sebagai contoh membaca surat Sajadah pada sholat shubuh

diraka’at pertama dan Al Insan diraka’at kedua pada hari Jum’at. Hal tersebut seakan

memberi teguran kepada umat Islam sebagai da’iyah, betapa umat Islam sekarang

sangat kurang akrab dengan Al Qur’an. Surat-surat yang dibaca oleh para imam di

41

Page 15: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

masjid-masjid atau di mushalla-mushalla terbatas pada surat-surat juz Amma,

sehingga surat lain menjadi asing di telinga umat Islam. Kondisi seperti ini telah

berjalan bertahun-tahun tanpa ada usaha peningkatan. Wajarlah jika generasi sekarang

yang ingin praktek menghafal Al Qur’an harus berjuang ekstra keras, karena sang

telinga tidak biasa dan terlatih sebebelumnya mendengarkan ayat-ayat panjang.

4. Menjauhkan mukmin dari aktifitas laghwu (tidak ada nilainya di sisi Allah)

Mukmin yang sejati adalah mukmin yang telah berhasil menjauhkan dirinya dari

aktifitas laghwu, baik yang mubah apalagi yang haram. Ia harus memiliki sikap yang

tidak mudah terbawa oleh arus deras yang merusak dirinya atau menjerumuskannya

lupa kepada Allah SWT. Sebaliknya ia harus mampu mengubah arus tersebut ke arah

yang positif. Banyak cara yang dapat dilakukan agar terhindar dari laghwu. Kembali

kepada Al Qur’an adalah salah satu di antaranya. Dengan selalu membaca apalagi

dengan praktek menghafalnya, secara otomatis akan mendindingi si pembaca dari

perbuatan laghwu dan membuang-buang waktu (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm.

18). Seorang penghafal Al Qur’an, baik ketika ia berada dalam proses praktek

menghafal maupun ketika selesai praktek menghafal. Keterikatan yang abadi inilah

yang menjadikan manusia mendapat karunia Al Qur’an.

5. Melestarikan budaya Salafus Shalih

Kalau dikaji sejarah kehidupan orang-orang shalih zaman dahulu, akan didapatkan

kehidupan yang cemerlang baik dalam hal pengetahuan maupun dalam hal ketaqwaan

kepada Allah SWT. Di antara kecemerlangan itu terlihat dalam perhatian mereka yang

besar kepada kitab Allah yaitu Al Qur’an Al Karim. Mereka mempelajari Al Qur’an

secara mendalam sehingga menghasilkan berbagai macam kitab tafsir yang sampai

42

Page 16: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

sekarang dapat dinikmati. Mereka juga mempelajari tilawahnya dengan baik sampai

mereka hafal, terbukti dengan adanya para imam Qira’ah seperti Imam Nafi’ bin

Ruwaim, Ibnu Katsir, ‘Ashim bin Najud, Muhammad bin Muhammad Al Jazari, dan

lain sebagainya (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm. 20). Suatu hal yang perlu

diketahui adalah, bahwa pengajaran Al Qur’an yang mereka lakukan tidak hanya

terbatas pada kemampuan membacanya saja, kemudian selesai. Namun, mereka juga

memberikan perhatian dalam praktek menghafal dan memahaminya. Proses praktek

mentahfizhkan anak-anak, mereka lakukan sejak dini, sehingga banyak tokoh-tokoh

ulama’ yang sudah hafal Al Qur’an pada usia belum akil baligh. Sebagai contoh,

Imam Syafi’i telah hafal Al Qur’an 30 juz pada usia 9 tahun, Imam Malik telah hafal

Al Qur’an 30 juz pada usia 10 tahun, dan lain sebagainya.

Prinsip dan Kaidah Mendasar Praktek Menghafal Al Qur’an

Praktek menghafal Al Qur’an bukan merupakan suatu ketentuan hukum yang

harus dilakukan oleh setiap orang yang memeluk agama Islam. Oleh karena itu ia

tidak mempunyai prinsip dan kaidah mendasar yang mengikat sebagai ketentuan

hukum. Prinsip dan kaidah mendasar yang ada dan harus dimiliki seorang calon

penghafal Al Qur’an adalah, prinsip dan kaidah mendasar yang berhubungan dengan

naluri insaniah semata. Banyak sekali prinsip dan kaidah mendasar yang harus

diperhatikan oleh orang yang hendak praktek menghafal Al Qur’an yang Mulia itu,

yaitu :

1. Niat yang ikhlas

43

Page 17: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Mengikhlaskan niat karena Allah SWT, yaitu meluruskan niat praktek menghafal, dan

menjadikan kegiatan praktek menghafal Al Qur’an dan menekuninya semata-mata

karena Allah SWT, mengharapkan surgaNya dan memperoleh ridhaNya. Adapun

orang yang membaca dan praktek menghafalkannya dengan tujuan pamer (riya’) atau

cari nama (sum’ah), maka ia tidak akan mendapatkan pahala, dan orang yang

membaca Al Qur’an dengan tujuan memperoleh dunia maka tidak diragukan lagi

bahwa ia berdosa (Abu Abdir Rahman 1997, hlm. 53). Menurut Shal Al Tastari,

orang-orang yang berakal dalam menafsirkan Al Ikhlas tidak memperoleh tafsiran

kecuali, agar setiap gerakan manusia dan ketenangannya baik lahir maupun batin,

hanya kepada Allah semata-mata, maka tidak dicampuri oleh hawa nafsu dan tidak

pula oleh kemewahan duniawi (Shal Al Tastari 1991, hlm. 6).

Oleh karena itu, niat ini haruslah menjadi landasan utama sebelum ia memulai

praktek menghafalkan Al Qur’an. Sebab, kesalahan dalam pijakan pertama ini akan

membawa konsekwensi-konsekwensi tersendiri. Niat yang ikhlas berarti ia praktek

menghafalkan bukan karena apa-apa, tetapi hanya karena mencari ridha Allah semata.

2. Mempunyai kemauan dan semangat

Prinsip dan kaidah mendasar bagi setiap orang yang berusaha praktek menghafalkan

Al Qur’an adalah mempunyai kemauan dan semangat. Ia harus merasakan

kenikmatan dan kebahagiaan membaca Al Qur’an, karena Al Qur’an memiliki

kelezatan yang unik, dan kenikmatan yang hanya dapat dirasakan oleh orang yang

mencari dan menekuninya (Abu Abdir Rahman 1997, hlm. 54). Oleh karena itu,

seseorang yang akan praktek menghafalkan Al Qur’an harus mempunyai kedua faktor

tersebut dari dalam dirinya masing-masing. Hal ini sangat berperan dalam kesuksesan

44

Page 18: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

praktek menghafal Al Qur’an. Sebab tanpa adanya semangat dan kemauan yang

besar, akan mengalami kendala di pertengahan jalan. Kedua faktor ini bagaikan

kekuatan pemacu atau “gas” pada kendaraan bermotor.

3. Izin dari orang tua/wali/suami bagi wanita yang sudah nikah

Hal ini nampaknya sepele, akan tetapi mempunyai peranan yang sangat penting dan

mendukung dalam keberhasilan calon penghafal Al Qur’an, karena izin dari orang tua

atau wali ini juga ikut menentukan keberhasilan praktek menghafal Al Qur’an.

Apabila orang tua/wali/suami sudah memberi izin terhadap anak atau istrinya untuk

praktek menghafal Al Qur’an, berarti dia sudah mendapat kebebasan menggunakan

waktu dan dia rela waktunya tidak untuk kepentingan lain kecuali hanya untuk

praktek menghafal Al Qur’an semata (Muhaimin Zen 1996, hlm. 243). Oleh karena

itu, ketidak relaan orang tua/wali ini akan membawa pengaruh bathin kepada calon

penghafal, sehingga menjadi bimbang dan kacau fikirannya yang akhirnya

mengakibatkan sulit untuk praktek menghafal Al Qur’an.

4. Sanggup mengorbankan waktu tertentu

Seorang penghafal Al Qur’an harus mengatur waktu dengan cermat agar tidak terjadi

tumpang tindih dalam kegiatannya, sehingga dapat konsentrasi dalam aktifitas

penghafalannya. Ia harus dapat memilih waktu yang tepat untuk praktek menghafal

Al Qur’an. Apabila penghafal Al Qur’an sudah menetapkan waktu tertentu untuk

praktek menghafal materi baru, maka waktu tersebut tidak boleh diganggu

kepentingan lain. Misalnya, untuk menerima tamu, berolahraga, bepergian dan lain

sebagainya. Waktu yang baik untuk praktek menghafal Al Qur’an adalah di pagi hari

antara jam 04.00 sampai dengan jam 08.00 karena pada waktu tersebut udara sejuk

45

Page 19: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

dan tenang (Muhaimin Zen 1996, hlm. 246). Pagi hari setelah tidur baik sekali

dipergunakan untuk praktek menghafal, karena otak pada waktu tersebut belum

terpengaruh oleh problem lain. Jadi, kegiatan praktek menghafal Al Qur’an mendapat

udara baru sehingga tenang dan cepat membekas.

5. Memperbaiki pelafalan dan bacaan

Upaya memperbaiki pelafalan dan bacaan Al Qur’an, dapat dilakukan dengan tekun

mendengarkan orang yang sudah baik bacaan Al Qur’an, atau dari orang yang sudah

hafal Al Qur’an dan sangat cermat, karena dengan cara begitulah Al Qur’an bisa

dipelajari secara baik. Sekalipun Rasulullah adalah orang yang paling fasih lisannya

di antara orang-orang Arab, beliau belajar Al Qur’an dari Jibril secara lisan, minimal

satu tahun sekali tepatnya di bulan suci Ramadhan. Khusus pada tahun di mana beliau

dipanggil keharibaan Allah buat selama-lamanya, hal itu beliau lakukan sampai dua

kali (Abdurrahman Abdul Khaliq 1991, hlm. 22).

Begitu pulalah yang diajarkan Rasulullah kepada para sahabatnya. Beliau

mengajarkan Al Qur’an kepada mereka secara lisan, kemudian diperintahkan kepada

mereka supaya mempraktekkan apa yang sudah didapat untuk beliau dengar kembali.

Cara itu pulalah yang mereka lakukan dari satu generasi ke generasi yang lain. Itulah

yang sekarang harus dilakukan, belajar membaca Al Qur’an secara lisan dari orang

yang sudah baik bacaannya, dengan terlebih dahulu berupaya membenarkan

bacaannya. Dalam hal membaca Al Qur’an, orang sebaiknya tidak perlu terlalu

percaya diri, sekalipun dia sudah sangat pandai dalam hal berbahasa Arab dan

mendalami kaidah-kaidahnya. Sebab di dalam Al Qur’an banyak sekali ayat yang

menyalahi kaidah-kaidah bahasa Arab yang sudah dikenal.

46

Page 20: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

6. Penggunaan Al Qur’an (Mushaf)

Penggunaan Al Qur’an (mushaf) yang hendak dipakai untuk praktek menghafal Al

Qur’an hendaknya mushaf yang sama, jangan berganti-ganti, karena dengan mushaf

yang sama akan terbayang letak suatu ayat. Hal ini karena beberapa sebab : pertama,

kebanyakan penghafal Al Qur’an, mempraktekkan menghafal dengan jalan

mengangan-angan, yaitu dengan mengingat tempat-tempat ayat pada lembaran

mushaf, sampai ia hafal betul tempat-tempat ayat di setiap halaman mushaf. Maka,

apabila pindah menggunakan mushaf lain yang berbeda tata letaknya dengan mushaf

yang lama, akan terjadi kekacauan dalam praktek menghafal Al Qur’an. Kedua,

seseorang pada saat praktek menghafal sering menemui kesalahan, baik dalam hal

makhraj, maupun hal lain yang membutuhkan tanda-tanda khusus untuk menandai

kesalahan-kesalahan tadi, sehingga ketika membacanya kembali akan teringat, dan

kesalahan tadi tidak akan terulang. Di dalam praktek menghafal Al Qur’an, ada Al

Qur’an khusus untuk praktek menghafal, di Indonesia terkenal dengan sebutan “Al

Qur’an pojok” atau “Al Qur’an sudut”, sedangkan di luar negeri Al Qur’an ini

terkenal dengan nama “Al Qur’an Bahriyah” (Muhaimin Zen 1996, hlm. 247). Al

Qur’an ini telah ada dan beredar di Indonesia semenjak seratus tahun yang lalu,

dikatakan Al Qur’an pojok karena setiap halaman diakhiri dengan akhir ayat.

Sedangkan sebutan Bahriyah berasal dari nama penerbit yang pertama kali

menerbitkan Al Qur’an tersebut yaitu percetakan “Bahriyah” di Turki. Al Qur’an

Bahriyah ini populer di Indonesia karena praktis untuk praktek menghafal dan sangat

membantu ingatan. Oleh karena itu, hampir semua orang Indonesia yang praktek

menghafal Al Qur’an menggunakan Al Qur’an tersebut.

47

Page 21: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

7. Membuat target praktek hafalan Al Qur’an setiap hari

Bagi orang yang berminat praktek menghafal Al Qur’an, sedapat mungkin ia harus

membuat target praktek hafalan setiap harinya misalnya beberapa ayat, atau satu

halaman, atau dua halaman, atau seperdelapan juz, dan seterusnya. Setelah membuat

target praktek hafalan yang kira-kira bisa dilaksanakan, seraya berusaha

membenarkan bacaannya, lalu memulai dengan mengulang-ulang bacaannya, hal

tersebut dapat dilakukan dengan mengiramakan atau melagukannya (Abdurrahman

Abdul Khaliq 1991, hlm. 23). Maksudnya, pertama adalah untuk menghilangkan

kebosanan, dan kedua adalah untuk memantapkan praktek hafalan itu sendiri. Oleh

karena itu, dengan melagukannya akan menjadi enak untuk didengar, akan membantu

praktek hafalan dan membiasakan lidah pada suatu lagu tertentu. Dengan begitu

kesalahan pokok akan dikenali ketika ada nada suatu bacaan yang janggal dan

menyalahi ayat. Sehingga orang yang membaca jadi merasa bahwa lidahnya

mengucapkan sesuatu yang tidak sesuai dengan maksud hatinya ketika terjadi

kesalahan.

8. Memperkuat atau membaguskan praktek hafalan

Orang yang sedang praktek menghafal Al Qur’an, dia tidak boleh beralih pada

hafalan yang baru kecuali kalau hafalan yang lama benar-benar sudah sempurna. Hal

tersebut dimaksudkan, supaya apa yang dia hafal betul-betul terpatri di dalam hatinya.

Sesungguhnya salah satu cara yang dapat membantu memantapkan praktek hafalan

adalah dengan mempraktekkannya dalam setiap kesibukan yang memungkinkan di

sepanjang waktu siang dan malam. Sebagai contoh, dengan membacanya secara

pelan-pelan pada saat sedang shalat. Atau kalau ia menjadi imam shalat jahr

48

Page 22: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

berjemaah, ia bisa membacanya dengan suara keras. Hal tersebut juga bisa dilakukan

pada saat-saat melakukan shalat sunnat, atau pada saat-saat ketika menunggu

dimulainya shalat berjemaah, atau pada saat-saat selesai shalat, dan lain sebagainya

(Abdurrahman Abdul Khaliq 1991, hlm. 24).

Dengan cara begitu, praktek menghafal jadi sangat mudah, dan setiap orang

akan biasa membiasakannya sekalipun ia disibukkan oleh banyak kesibukan. Orang

yang tidak perlu susah-susah menyempatkan waktu khusus untuk praktek

menghafalkan beberapa ayat, melainkan ia cukup berusaha membenarkan bacaan

kepada seorang yang sudah pintar, kemudian mempraktekkan hafalannya pada waktu-

waktu shalat sunnat dan shalat fardhu. Dengan demikian ayat-ayat yang sedang

dihafal, akan benar-benar terpatri dalam hati. Apabila pada suatu hari seseorang yang

sedang praktek menghafal Al Qur’an disibukkan oleh suatu kesibukan yang menyita

waktunya, maka pada hari berikutnya ia jangan sampai beralih pada obyek hafalan

yang baru. Tetapi ia harus pada hafalan yang lama sampai ia benar-benar sempurna.

9. Memahami adalah salah satu cara praktek menghafal Al Qur’an

Di antara faktor dominan yang dapat membantu praktek menghafal Al Qur’an adalah,

memahami ayat-ayat yang dihafalkan dan berusaha untuk mengerti aspek keterkaitan

satu ayat dengan ayat yang lain. Oleh karena itu, orang yang sedang praktek

menghafal Al Qur’an terlebih dahulu dianjurkan membaca tafsir ayat-ayat yang

hendak dihafalkannya, dan berupaya untuk mengetahui aspek keterkaitan atau

hubungan satu ayat dengan ayat yang lain, serta harus selalu konsentrasi pada waktu

membaca.

49

Page 23: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Hal tersebut dimaksudkan, untuk mempermudah mengingat-ingat ayat-

ayatnya. Di samping itu, ia tidak boleh hanya sekadar memahami ayat-ayat saja

dalam praktek menghafal, melainkan harus mengulang-ulang ayat-ayat yang

dihafalkannya dan itulah justru yang utama dan yang pokok (Abdurrahman Abdul

Khaliq 1991, hlm. 26). Hal tersebut dilakukan sampai lidah mengucapkan bacaannya,

sekalipun terkadang hati terlambat mengikuti maknanya. Adapun orang yang hanya

mementingkan pada pehaman saja, maka ia akan sering lupa dan bacaannya akan

menjadi tersendat-sendat. Hal tersebut sering kali terjadi, terlebih ketika orang sedang

membaca bacaan yang relatif panjang.

10. Jangan meninggalkan satu surat sebelum lancar

Setelah rampung pada salah satu surat dari Al Qur’an, sebaiknya penghafal Al Qur’an

tidak beralih pada surat lainnya sebelum ia benar-benar sempurna hafalannya dan

lancar. Sedapat mungkin lidahnya ia ucapkan dengan gampang dan mudah. Tidak

perlu ia bersusah payah dan tegang dalam mengingat ayat-ayat serta mengikuti

bacaan. Seharusnya, orang yang sedang praktek menghafal Al Qur’an itu, seperti air

yang mengalir dengan tenang namun pasti (Abdurrahman Abdul Khaliq 1991, hlm.

27). Janganlah terlalu lambat dalam membaca surat, sekalipun dengan dalih atau

alasan sedang mengkonsentrasikan hati dan fikirannya untuk memahami maknanya,

karena hal itu tidak mutlak benar. Tidak apalah sekali-kali ia tidak memahami makna

bacaan yang sedang ia hafalkan. Sebagai contoh, kalau ada seseorang sedang

membaca surat Al Fatihah dengan tanpa susah payah, mungkin karena ia sering

membacanya dan diulang terus-menerus.

50

Page 24: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Hanya saja di antara surat-surat Al Qur’an, jarang sekali ada seperti surat Al

Fatihah yang begitu mudah untuk dihafal. Tetapi yang penting dan perlu diingat ialah,

bahwa surat yang tertulis dalam hati adalah satu kesatuan yang saling lekat. Jangan

sekali-kali orang yang sedang praktek menghafal Al Qur’an melewati satu surat dan

beralih pada surat lainnya padahal surat yang pertama tadi belum ia hafal betul.

11. Selalu tekun mendengarkan bacaannya kepada orang lain

Seseorang yang sedang praktek menghafal Al Qur’an, ia tidak boleh mempercayakan

hafalannya terhadap dirinya sendiri. Melainkan ia harus dengan tekun menyodorkan

atau dengan istilah menyetorkan hafalannya kepada seorang hafizh lain, atau dengan

cara mencocokkannya dengan mushaf, sekalipun ia itu sudah termasuk seorang hafizh

yang sangat teliti dan cermat (Abdurrahman Abdul Khaliq 1991, hlm. 28). Hal ini

dimaksudkan untuk mengingatkan kemungkinan masih adanya kesalahan dalam

bacaan, dan juga masih adanya bacaan yang terlupakan, sehingga kesalahan tersebut

tanpa sadar diulang-ulang terus. Seringkali terjadi seorang yang praktek menghafal

satu surat dan sejatinya ada yang salah. Akan tetapi, hal tersebut tidak ia sadari

padahal ia sudah melihat mushaf. Sebab, harus diakui banyak sekali bacaan yang

luput dari penglihatan. Seorang hafizh sudah berusaha mencocokkan hafalannya

dengan mushaf, tetapi bisa jadi ia tidak menyadari letak kesalahan bacaannya. Oleh

karena itu, memperdengarkan Al Qur’an kepada orang lain merupakan upaya koreksi

untuk mengetahui kesalahan-kesalahan tersebut, dan untuk mengingatkan terus

hafalannya.

12. Upaya menjaga terus hafalan dengan cara praktek mengulang-ulang hafalan

51

Page 25: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Praktek menghafal Al Qur’an itu berbeda sekali dengan praktek menghafal hafalan-

hafalan lain, seperti bait-bait syair, natsar (prosa), dan karya-karya sastra lainnya. Hal

tersebut disebabkan hafalan Al Qur’an cenderung lekas hilang dari hati. Bahkan jauh-

jauh nabi Muhammad SAW sudah memperingatkan lewat sabdanya :

ùùùù ùùùù ùù ùùùùù ùù ùùùùù ùùùù ùùù ùùùù ùùù ùù ùùùùù ùùù ùù

ùùùùù ùùù ùùù ùùùù ùùùù ùùù ùùùù ùùù ùùùùùù ùùù ùùùùùùù : ùùù ùùùù

(ùùùùùùù ùùùù ùùù ùùùù ùù ùùùù ùùùù) ùùùùù ùù ùùùùù ùù

Artinya : Riwayat dari Abu Hurairah ra. dari Abu Musa dari nabi Muhammad SAW,

beliau bersabda : “Jagalah benar-benar Al Qur’an ini, demi dzat yang diri

Muhammad ada pada kekuasaanNya. Sesungguhnya Al Qur’an itu lebih liar dari

pada unta yang terikat” (An Nawawi 1990, hlm. 328).

Sebentar saja seorang hafizh Al Qur’an membiarkan praktek hafalannya,

maka ia akan cepat hilang dan terlupa. Oleh karena itu, harus selalu ada upaya

mempraktekkan dan menjaganya terus terhadap hafalan Al Qur’an tersebut. Dalam

hal ini, nabi Muhammad SAW bersabda :

عن ابن عمر ان رسول ال صلى ال عليه وسلم قال : انما مثل صاحب القرآن كمثثثل

صاحب البل المعلقة فإن تعاهدها امسكها وان اطلقها ذهبت

Artinya : Dari Ibnu Umar ra, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Orang yang

memiliki hafalan Al Qur’an (hafal Al Qur’an) diumpakan seperti pemilik unta yang

digembala, jika unta itu diikat ia tidak akan lepas, tetapi apabila dilepas atau

dibiarkan ia akan hilang” (Ahmad ibn Hambal 1990, hlm. 235).

52

Page 26: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Hal tersebut berarti bahwa, seorang hafizh Al Qur’an dituntut untuk selalu

mempraktekkan hafalannya minimal satu juz dari tiga puluh juz. Dengan cara selalu

mempraktekkan secara kontinyu, maka hafalan akan terus bisa dipertahankan dan

kekal. Sebaliknya tanpa hal tersebut, maka hafalan akan gampang hilang dan

terlupakan.

13. Memperhatikan ayat-ayat yang serupa atau mutasyabih

Al Qur’an dalam segi makna, lafazh dan ayat-ayatnya itu serupa (identik). Allah SWT

berfirman :

ùùù ùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùù ùùùùùùù ùùùùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùùùùùùùùù ùùùùùù ùùùù ù ùùùùùùù ùùùùù ùùùù ùùùùùùù ùùùùù ùùù ùùùùùùùù ù ùùùùù

ùùùùùùùù ùùùù ùùùùù ùùùùù ùùùù ùùùùù ùùùù Artinya : Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al Qur'an yang

serupa (ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang

yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka ketika

mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia memberi petunjuk

kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah,

maka tidak seorangpun yang dapat memberi petunjuk (Departemen Agama RI 2006,

hlm. 662).

Sebagai contoh, di dalam Al Qur’an ada sekitar enam ribu ayat lebih, maka

dua ribu di antaranya adalah ayat-ayat yang serupa dari segi apapun, bahkan

kadangkala ada yang persis sama atau hanya ada perbedaan satu, dua, dan tiga huruf

atau kalimat saja. Oleh karena itu, seorang pembaca Al Qur’an harus memberikan

perhatian khusus terhadap ayat-ayat yang serupa dari segi lafazhnya. Dengan

53

Page 27: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

memperhatikan yang serupa tadi, maka akan dapat mewujudkan praktek hafalan yang

baik. Dalam rangka itu, seseorang bisa melakukannya yakni dengan cara menelaah

atau mempelajari kitab-kitab yang khusus membahas mengenai berbagai jenis ayat-

ayat yang serupa. Di antaranya yang cukup terkenal (Abdurrahman Abdul Khaliq

1991, hlm. 33), yaitu :

1. Darurat Al Tanzil wa Ghurrat Al Ta’wil, fii Bayan Al Ayat Al Mutasyabihat fii

Kitabillah Al Aziz, karya Al Khatib Al Iskafi

2. Asrar Al Tikrar fii Al Qur’an, karya Mahmud bin Hamzah bin Nashir Al

Karmani

14. Mendengarkan sebelum praktek menghafal

Sebagian penghafal Al Qur’an ada yang cocok dengan cara ini, terutama bagi

penghafal Al Qur’an yang tuna netra. Penghafal hanya memerlukan keseriusan

mendengar ayat-ayat yang akan dihafal. Ayat-ayat yang akan dihafal dapat

didengarkan melalui kaset-kaset atau CD/VCD/DVD tilawah Al Qur’an secara

berulang-ulang (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm. 49). Setelah banyak

mendengarkan, seorang penghafal Al Qur’an dapat memulai praktek menghafal ayat-

ayat tersebut. Insya Allah ia akan merasakan kemudahan tersendiri ketika praktek

menghafal Al Qur’an.

15. Menulis sebelum praktek menghafal Al Qur’an

Bagi sebagian penghafal Al Qur’an ada yang cocok dan ada juga yang tidak cocok

dengan cara menulis terlebih dahulu ayat-ayat yang akan dihafal. Cara ini sebenarnya

sudah sering dilakukan oleh para ulama zaman dahulu, yaitu setiap ilmu yang mereka

hafal maka akan ditulis. Ada juga yang yang mengartikannya dengan cara sebelum

54

Page 28: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

praktek menghafal satu ayat ke satu ayat berikutnya terlebih dahulu dilukiskan atau

dituliskan di dalam fikiran terlebih dahulu sebelum dibaca dengan lisan atau lidah,

sehingga gambaran dan tulisan ayat tersebut seakan-akan telah terlukis di dalamnya

(Abu Najihat 2002, hlm. 67).

16. Memanfaatkan usia gemilang dalam praktek menghafal Al Qur’an

Sungguh beruntung orang yang dapat memanfaatkan usia-usia yang baik untuk

praktek menghafal Al Qur’an, yakni semenjak usia lima tahun sampai kira-kira dua

puluh tiga tahun. Seseorang dalam usia ini, mutu hafalannya bagus sekali. Itulah usia

keemasan untuk praktek menghafal. Kurang dari lima tahun orang masih belum bisa

berbuat banyak dalam masalah ini. namun lebih dari sekitar usia dua puluh tiga tahun,

orang mulai cenderung mengalami penurunan dan susah untuk naik (Abdurrahman

Abdul Khaliq 1991, hlm. 33). Oleh karena itu, seorang penghafal Al Qur’an harus

dapat memanfaatkan usia keemasan tersebut untuk praktek menghafal Al Qur’an

semaksimal mungkin. Praktek menghafal dalam usia tersebut sangat cepat dan tepat

karena tidak gampang lupa. Demikian pula sebaliknya usia di luar itu membuat

manusia mengalami kelambatan dan kesulitan dalam praktek menghafal, karena ia

sangat cepat lupa.

Beberapa Praktek Menghafal Al Qur’an

Berikut ini beberapa praktek menghafal Al Qur’an yang dipakai untuk praktek

menghafal Al Qur’an, di antaranya :

55

Page 29: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

1. Praktek menghafal Al Qur’an yang diterapkan di Perguruan Tinggi Ilmu Al

Qur’an (PTIQ)1

Muhaimin Zen (2006, hlm. 90) dalam tulisannya menjelaskan bahwa, praktek

menghafal Al Qur’an yang diterapkan di PTIQ terdiri dari tiga praktek, para santri

yang praktek menghafal Al Qur’an dipersilahkan untuk memilih di antara praktek

yang ada, yaitu sebagai berikut.

1. Praktek S (seluruhnya), praktek ini menginstruksikan kepada para penghafal Al

Qur’an untuk membaca satu halaman dari baris pertama halaman tersebut sampai

baris terakhir secara berulang-ulang sampai benar-benar hafal. Praktek ini jarang

dipakai karena memerlukan waktu yang cukup lama, karena belum tentu dalam

sekali duduk para penghafal Al Qur’an dapat hafal satu halaman penuh.

2. Praktek B (bagian), pada praktek ini para penghafal Al Qur’an, melakukan

praktek menghafal ayat demi ayat, atau kalimat demi kalimat yang dirangkaikan

sampai satu halaman penuh. Pada praktek ini, kelihatannya lebih cepat hafal satu

halaman penuh dalam waktu sekali duduk, namun memerlukan tingkat

konsentrasi yang lebih tinggi.

3. Praktek C (campuran), pada praktek ini para penghafal Al Qur’an menggunakan

kombinasi atau menggabungkan antara praktek S dan praktek B, hal tersebut

dilakukan dengan membaca satu halaman terlebih dahulu secara berulang-ulang,

kemudian setelah dibaca berulang-ulang pada bagian tertentu dihafal tersendiri

dari baris pertama sampai baris terakhir pada satu halaman penuh, kemudian

1 Muhaimin Zen 2006, Kunci Keberhasilan Menghafal Al Qur’an dan Pemeliharaanya dalamBunga Rampai Mutiara Al Qur’an Pembinaan Qari Qari’ah dan Hafizh Hafizhah. PP. Jam’iyyatulQurra’ wal Huffazh, Jakarta

56

Page 30: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

diulang-ulang kembali secara keseluruhan. Praktek ini yang sering dipakai orang

untuk praktek menghafal Al Qur’an, karena meskipun ia akan memakan waktu

yang cukup lama, namun setelah dibaca berulang-ulang, maka akan

mempermudah dalam praktek menghafal pada ayat-ayat yang kita baca berulang-

ulang tersebut.

Dalam prakteknya, seseorang yang menghafal Al Qur’an akan melakukan

cara-cara di atas (Muhaimin Zen 2006 hlm. 90-91), sebagai berikut :

a. Membaca binnazhar (melihat mushaf) halaman yang akan dihafal

dengan cermat secara berulang-ulang, sehingga akan memperoleh gambaran

secara menyeluruh tanpa lafazh, maupun urutan ayat-ayatnya.

b. Praktek menghafal halaman tersebut sedikit demi sedikit, misalnya

satu baris, beberapa kalimat atau sepotong ayat yang pendek dengan dibaca secara

hafalan sampai tidak ada kesalahan.

c. Setelah satu baris atau beberapa kalimat tersebut sudah dapat dihafal

dengan lancar, lalu ditambah dengan merangkaikan baris atau kalimat berikutnya,

sehingga sempurna satu ayat. Kemudian rangkaian ayat tersebut diulang kembali

sampai benar-benar hafal.

d. Setelah materi satu ayat dapat dihafal dengan lancar, kemudian pindah

ke materi yang berikutnya.

e. Untuk merangkai hafalan urutan kalimat dan ayat dengan benar, setiap

selesai praktek menghafal materi atau ayat berikut harus selalu diulang-ulang,

mulai dari ayat pertama dirangkaikan dengan ayat kedua dan seterusnya.

57

Page 31: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

f. Setelah satu halaman selesai dihafal, diulang kembali dari awal

halaman sampai tidak ada kesalahan, baik lafazh, maupun urutan ayat-ayatnya.

Yang perlu mendapat perhatian dari penghafal Al Qur’an adalah, apabila terdapat

lafazh-lafazh yang sulit, lafazh-lafazh yang serupa atau hampir serupa dengan

lafazh lain, serta penutup atau ujung setiap ayat.

g. Setelah halaman yang ditentukan dapat dihafal dengan baik dan lancar,

lalu dilanjutkan dengan praktek menghafal halaman berikutnya.

h. Dalam hal merangkai halaman, perlu diperhatikan sambungan akhir

halaman tersebut, terus akan sambung menyambung. Oleh karena itu, setiap

selesai halaman, perlu juga dirangkaikan dengan halaman-halaman berikutnya.

i. Dengan hafalan minimal dua halaman tersebut, para penghafal Al

Qur’an, khususnya mahasiswa di Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an (PTIQ)

tersebut menghadap kepada instruktur untuk ditashih (disimak dan dibetulkan)

hafalannya serta mendapatkan petunjuk-petunjuk dan bimbingan seperlunya.

i. Praktek menghafal Al Qur’an “Lauh dan Takrir” yang diterapkan di Tahfizh

Qira’at dan Nagham Perguruan Tinggi Ilmu Al Qur’an (PTIQ) di Mesir

Selain praktek menghafal Al Qur’an yang sudah ada di atas, penulis mencoba

mengungkapkan praktek menghafal Al Qur’an yang pernah digunakan oleh para

pendahulu, yaitu yang digunakan oleh Syaikh Abdul Qadir Abdul Azhim di PTIQ

Mesir, yang penulis kutip dari Muhaimin Zen dalam tulisannya Kunci Keberhasilan

Menghafal Al Qur’an dan Pemeliharannya (Muhaimin Zen 2006, hlm. 92). Praktek

ini dikenal dengan sebutan “Lauh dan Takrir”, karena orang dulu menyebut setoran

hafalan baru disebut dengan lauh. Pengertian Lauh yaitu menyetorkan hafalan atau

58

Page 32: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

menyimakkan hafalan baru kepada instruktur atau pembimbingnya. Sedangkan

pengertian takrir adalah mengulang hafalan yang diperdengarkan kepada instruktur

atau pembimbing. Disebut lauh karena, sebelum praktek menghafal materi baru, ayat

ditulis dulu di sabak (yaitu papan kecil yang terdiri dari batu), satu ayat ditulis

sebagian atau separuhnya, kemudian ayat tersebut dibaca berulang-ulang sampai

terbayang letak baris dan posisinya, setelah itu tulisan tersebut dihapus lalu dibaca

dengan hafalan. Setelah sebagian ayat ini hafal dan masuk ke memori otak, baru

disempurnakan dengan praktek menghafal bagian ayat berikutnya dengan cara yang

sama, yaitu ditulis terlebih dahulu di sabak (papan tulis kecil yang terdiri dari batu)

dibaca binnazhar berulang-ulang sehingga lancar dan terbayang letak baris dan posisi

ayat. Setelah itu tulisan dihapus, lalu dibaca tanpa melihat tulisan (hafalan), sehingga

lancar tanpa ada kesalahan dan telah terekam di memori otak. Kemudian, potongan

ayat pertama yang sudah dihafal dengan baik tadi dirangkaikan dengan potongan ayat

berikutnya, dihafal berulang-ulang kali tanpa ada kesalahan.

Setelah satu ayat ini dikuasai, yaitu hafal dengan baik dan lancar, baru boleh

melangkah praktek menghafal ayat berikutnya dengan cara yang sama pada ayat

pertama. Ketika ayat kedua ini sudah dikuasai yaitu hafal dengan baik dan lancar,

maka diulang lagi dengan merangkaikan ayat pertama dan kedua dengan hafalan

baik, benar, dan lancar, baru boleh melangkah praktek menghafal ayat berikutnya

dengan cara yang sama pada ayat pertama dan kedua. Begitu seterusnya dari kalimat

perkalimat, ayat perayat, halaman perhalaman, tidak boleh terputus, harus

dirangkaikan dan diulang-ulang terus hingga terekam di memori otak.

59

Page 33: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Untuk mengetahui hasil bacaan hafalan baik dan lancar, maka diperlukan

seorang instruktur, guru, atau pembimbing. Seseorang praktek menghafal Al Qur’an

tanpa guru, instruktur atau pembimbing, maka cenderung kesesatan, apabila bacaan

hafalannya salah. Oleh karena itu, peranan instruktur, guru, atau pembimbing sangat

diperlukan. Setelah berhasil praktek menghafalkan ayat-ayat yang ditentukan,

misalnya satu pojok dalam satu hari, kemudian disetorkan atau disimakkan kepada

instruktur untuk ditashih dan mendapatkan bimbingan seperlunya. Pada waktu

menyetor hafalan materi kedua, maka materi hafalan yang pertama harus disetor

ulang, begitu juga seterusnya, setelah setor materi yang baru diawali dengan

menyetor hafalan materi lama, minimal 10 halaman dan maksimal 20 halaman.

3. Praktek menghafal Al Qur’an yang diterapkan di Pondok Pesantren Darul Qur’an

Arjowinangun Cirebon

Pada pondok pesantren Darul Qur’an Arjowinangun Cirebon, yang dipimpin oleh K.

H. Ahsin Sakho Muhammad, memberikan beberapa langkah praktek menghafal Al

Qur’an (Ahsin Sakho Muhammad 2006, hlm. 114), yaitu :

Pertama : Membaca satu ayat dengan bacaan yang bagus, tartil (pelan),

bersuara walau pelan, dan utamanya dengan lagu, secara berulang-ulang sampai hafal

betul. Dalam prakteknya dilakukan dengan tahapan-tahapan berikut :

1. Membaca ayat yang akan dihafalkan dengan melihat mushaf, secara berulang-

ulang sebanyak 10 kali dengan konsentrasi.

2. Membaca ayat tersebut dengan berulang-ulang, sekali waktu melihat mushaf, dan

sekali waktu memejamkan mata sebanyak 10 kali dengan konsentrasi.

60

Page 34: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

3. Membaca ayat tersebut berulang-ulang dengan memejamkan mata (tanpa melihat

mushaf) sebanyak 10 kali dengan konsentrasi.

4. Membaca ayat tersebut berulang-ulang dengan membuka mata, tanpa melihat

mushaf sebanyak 10 kali dengan konsentrasi.

Apabila tahap keempat ini telah bisa dilakukan, berarti materi praktek hafalan

sudah benar-benar menyangkut di otak, karena ia tidak terpengaruh oleh

pemandangan yang ada dihadapan penghafal. Ulangan sebanyak 10 kali, seperti yang

ditulis di atas, tergantung dari kecerdasan otak masing-masing. Ada yang

mengulangnya hanya 4 sampai 5 kali sudah mampu dihafalkan. Apabila ayat yang

dihafalkan cukup panjang, bisa dipotong atau dibagi menjadi beberapa bagian. Lalu

setiap bagian dihafalkan dan dilanjutkan dengan bagian yang lainnya. Yang perlu

diingat adalah, bahwa penghafal Al Qur’an tidak boleh beralih praktek menghafal

ayat berikutnya sabelum surat yang pertama dihafal betul. Itulah yang banyak terjadi

di kalangan penghafal Al Qur’an, ia tergesa-gesa dalam praktek menghafal Al Qur’an

dengan tujuan dapat banyak hafalan dalam waktu yang singkat, tanpa memperdulikan

apakah mutu hafalannya baik atau tidak. Hal tersebut akan menjadi masalah

dikemudian hari, yaitu sewaktu penghafal Al Qur’an berada di pertengahan jalan,

materi hafalan pertama lupa lagi.

Kedua : Menyambung akhir ayat dengan awal ayat berikutnya. Hal tersebut

dilakukan karena praktek menghafalkan satu ayat merupakan satu pekerjaan, dan

menyambung satu ayat dengan ayat berikutnya merupakan satu pekerjaan yang lain.

Apabila dalam praktek menghafal Al Qur’an, seorang langsung menghubungkan

akhir ayat dengan awal ayat berikutnya, maka dua pekerjaan tersebut bisa dilakukan

61

Page 35: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

sekaligus, sehingga ketika ia mengakhiri satu ayat, ia langsung terbayang dalam

benaknya ayat berikutnya (Ahsin Sakho Muhammad 2006, hlm. 115).

Ketiga : Istiqamah atau konsisten dalam praktek menghafal Al Qur’an. Hal

tersebut sangat penting, sebab tanpa istiqamah atau konsisten, sulit untuk menentukan

lama waktu praktek menghafal. Istiqamah yang dikehendaki adalah :

1. Istiqamah dalam waktu, artinya penghafal Al Qur’an perlu mengatur waktu dalam

sehari semalam dengan sebaik-baiknya, dan perlu menyediakan waktu yang

menurut orang yang melakukan praktek menghafal Al Qur’an, paling tepat untuk

menghafal.

2. Istiqamah dalam target hafalan, artinya apabila ia telah mentargetkan hafalan

untuk satu hari, sebagai contoh setengah halaman, maka ia akan terus mengejar

target tersebut setiap harinya, dan baru berhenti setelah targetnya tercapai (Ahsin

Sakho Muhammad 2006, hlm. 116).

Keempat : Takrir dan Tasmi’. Takrir artinya mengulang-ulang materi yang

sudah ia hafalkan, yaitu dengan membacanya (Ndres : Jawa) di waktu yang lain.

Penghafal Al Qur’an bisa membagi waktu menjadi dua atau tiga bagian pada setiap

harinya. Misalnya pagi hari untuk praktek menghafal materi baru dan sore harinya

untuk mentrakrir materi yang telah dihafalkan, atau sebaliknya. Dalam takrir bisa

juga dilakukan dalam shalat fardhu atau shalat sunnah. Sedangkan tasmi’ ialah

memperdengarkan hafalannya kepada orang lain yang lebih senior, yaitu mereka yang

hafalannya lebih kuat. Melalui tasmi’ ini seorang penghafal Al Qur’an akan diketahui

kekurangan pada dirinya, karena bisa saja ia lengah dalam mengucapkan huruf atau

harakat (baris). Dengan tasmi’, seseorang akan lebih berkonsentrasi dalam praktek

62

Page 36: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

hafalannya. Metode tasmi’ ini dilakukan oleh nabi Muhammad SAW dengan malaikat

Jibril. Tujuannya jelas, yaitu agar wahyu yang telah digunakan tidak ada yang

berkurang (Ahsin Sakho Muhammad 2006, hlm. 116).

Kelima : Memperhatikan ayat Mutasyabihat. Ayat mutasyabihat ialah ayat-

ayat yang mempunyai kemiripan dalam redaksi antara satu dan yang lainnya. Dalam

Al Qur’an terdapat benyak ayat-ayat mutasyabihat yang sering mengecoh seorang

penghafal Al Qur’an akan beralih pada surat yang lain. Oleh karena itu, sebaiknya

penghafal Al Qur’an mempunyai catatan kecil tentang ayat-ayat mutasyabihat ini

pada buku khusus, supaya mendapatkan perhatian lebih (Ahsin Sakho Muhammad

2006, hlm. 117).

Kegiatan Penunjang Praktek Menghafal Al Qur’an

Praktek menghafal Al Qur’an berbeda dengan praktek menghafal buku atau kamus.

Al Qur’an adalah kalamullah, yang akan mengangkat derajat mereka yang

menghafalnya. Oleh karena itu, para penghafal Al Qur’an perlu mengetahui hal-hal

penunjang untuk menjadi seorang hafizh atau hamalatul qur’an (Muhaimin Zen

1996, hlm. 33). Hal-hal tersebut diantaranya adalah sebagai berikut.

Pertama : Bergaul dengan orang yang sedang atau yang sudah selesai praktek

menghafal Al Qur’an.

Betapapun semangatnya seorang penghafal Al Qur’an, suatu saat akan

mengalami kondisi futur atau kelesuan ketika praktek menghafal akan datang. Faktor-

faktor penyebab futur, dapat hadir dari dalam atau dari luar diri. Sebagai contoh

faktor luar, dapat berwujud problem kehidupan dengan segala macam perniknya.

63

Page 37: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Problem ekstern ini sebenarnya tidaklah terlalu berat, karena apabila problem itu bisa

diatasi, maka akan selesai pula masalahnya. Faktor yang bersumber dari dalam diri

adalah problem yang paling berat, sebagai contoh, saat iman turun, seorang penghafal

Al Qur’an akan mengalami kelesuan, dan tidak tertarik lagi untuk praktek menghafal

Al Qur’an, tidak ada lagi kenikmatan bersama Al Qur’an, ia akan lebih nikmat

bersama hiburan-hiburan yang disajikan oleh televisi, koran, majalah, atau yang

lainnya (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm. 53).

Oleh karena itu, di sinilah fungsi bergaul dengan orang-orang yang sedang

atau yang sudah selesai praktek menghafal Al Qur’an, akan membantu penghafal

konsisten dalam program praktek menghafal Al Qur’an. Selain itu, mereka juga

berfungsi sebagai pemberi motifasi saat kelesuan praktek menghafal datang

menguasai diri para penghafal Al Qur’an.

Kedua : Mendengarkan bacaan hafizh Qur’an

Mendengarkan bacaan yang sudah hafal Al Qur’an sangat berpengaruh pada diri

penghafal Al Qur’an. Hal ini dapat dilakukan dengan mendengarkan secara langsung

ataupun melalui kaset tape recorder, CD/VCD/DVD atau yang lainnya, maka bacaan

tersebut akan terekam dalam ingatan sipenghafal Al Qur’an, termasuk iramanya. Hal

ini sangat bermanfaat bagi penghafal Al Qur’an dalam mencapai sukses menjadi

seorang hafizh Qur’an (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm. 49).

Ketiga : Mengulang praktek hafalan bersama orang lain

Dalam proses praktek menghafal Al Qur’an, melakukan pengulangan bersama orang

lain merupakan kebutuhan yang sangat pokok untuk mencapai kesuksesan. Dengan

melakukan kegiatan ini secara teratur, hafalan Al Qur’an akan lebih cepat matang dan

64

Page 38: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

tertanam dalam otak. Selain itu terdapat manfaat lain yang tidak didapatkan dari

sarana-sarana pengulangan lain, yaitu ketika salah seorang penghafal Al Qur’an tidak

lancar dalam membaca hafalan, sementara temannya lancar, maka akan segera

diketahui bahwa kualitas bacaannya selama ini, atau bahkan akan menjadikan lebih

bersemangat lagi untuk melanjutkan program praktek menghafal Al Qur’an yang

telah dilakukan.

Keempat : Musabaqah Hifzhul Qur’an

Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf (1996, hlm. 56), mengikuti musabaqah

(perlombaan) hifzhul Qur’an akan sangat bermanfaat sekali bagi yang sedang praktek

menghafal Al Qur’an, karena dalam musabaqah, suasana pembacaan yang akan

dihadapi seperti suasana ujian yang sangat serius. Suasana ini perlu dimanfaatkan

untuk mempersiapkan hafalan sebaik mungkin, agar si penghafal Al Qur’an

termotivasi untuk mengulang hafalan sebanyak-banyaknya.

Oleh karena itu, kegiatan musabaqah hifzhul Qur’an yang diadakan oleh

pemerintah setiap tahunnya, berdampak positif bagi para penghafal Al Qur’an untuk

memotivasi menyelesaikan dan menjaga hafalan Al Qur’annya, karena seorang

penghafal Al Qur’an akan terpacu untuk mengulang-ulang hafalannya menjelang

musabaqah lebih banyak dari hari biasanya.

Kelima : Selalu membaca praktek hafalan Al Qur’an dalam shalat

Satu hal yang perlu diingat, bahwa membaca Al Qur’an pada waktu shalat,

suasananya lain dibandingkan dengan saat membacanya di luar shalat. Ciri khas yang

akan dirasakan ketika dalam shalat, suasananya lebih menuntut keseriusan dan

konsentrasi penuh terutama ketika dalam tahap melancarkan hafalan (Abdul Aziz

65

Page 39: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Abdul Ra’uf 1996, hlm. 57). Kegiatan ini menurut penulis, cukup besar manfaatnya

dalam rangka mempercepat proses kuatnya sebuah hafalan Al Qur’an. Oleh karena

itu, sebelum melakukan shalat, harus mempersiapkan dengan baik, yaitu membaca

berulang-ulang sampai yakin betul bahwa ia siap membacanya dengan hanya

mengandalkan ingatan. Terutama ketika menjadi imam shalat-shalat jahr, maka

persiapan harus lebih banyak, baik dari segi waktu atau jumlah pengulangannya.

Keenam : Banyak mendekatkan diri kepada Allah SWT

Pendekatan diri kepada Allah SWT ketika praktek menghafal Al Qur’an, sangat

membantu proses dalam penghafalan Al Qur’an. Beberapa manfaat yang akan didapat

adalah sebagai berikut.

a. Terjaganya semangat praktek menghafal yang ada dalam diri penghafal Al

Qur’an, karena ia selalu berada dalam lingkaran ketaatan kepada Allah SWT.

b. Memudahkan dan menguatkan proses hafalan, serta tidak cepat hilang dari

ingatan.

c. Hasil hafalan akan dirasakan oleh orang lain, sebagai kenikmatan dan siraman

rohani, karena kedekatan dirinya kepada Allah adalah cahaya yang menyinari

siapa saja yang bersih hatinya (Abdul Aziz Abdul Ra’uf 1996, hlm. 59).

Problematika Praktek Menghafal Al Qur’an

Apapun status umat Islam dalam hidup ini, mahasiswa, pelajar, pedagang dan lain

sebagainya, pasti tidak akan terlepas dari berbagai macam problem yang mungkin

menyesakkan hati umat Islam, dan terkadang sebagian umat Islam telah berhasil

melewatinya dengan penuh kesabaran dan kekuatan. Begitu juga dalam hal praktek

66

Page 40: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

menghafal Al Qur’an. Seorang penghafal Al Qur’an, pasti akan menghadapi berbagai

problematika dalam proses praktek menghafal Al Qur’an, maupun setelah selesai

praktek menghafal Al Qur’an. Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf, secara garis besar

ada dua faktor problematika dalam praktek menghafal Al Qur’an (Abdul Aziz Abdul

Rauf 1996, hlm 62).

Problematika Dakhiliyah (Internal)

1. Cinta dunia dan terlalu sibuk dengannya

Orang yang terlalu sibuk dengan kesibukan dunia, biasanya tidak akan siap untuk

berkorban, baik waktu maupun tenaga, untuk mendalami Al Qur’an atau praktek

menghafal Al Qur’an. Kenyataannya memang demikian, praktek menghafal Al

Qur’an tidak akan seluas orang yang mendalami bahasa Inggris, atau akuntansi dalam

mencari rizki (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm 62). Oleh karena itu, Allah SWT

mengingatkan manusia agar jangan terlalu mencintai dunia. Hidup bersama Al

Qur’an adalah hidup sukses menuju akhirat. Pencinta dunia tidak akan akrab dengan

Al Qur’an. Namun, agama Islam bukanlah agama yang menyuruh umat Islam untuk

meninggalkan dunia secara total. Islam mengajarkan kepada umatnya agar

menjadikan dunia hanya sebatas sebagai sarana dan bukan tujuan yang harus diraih,

apalagi dengan mengorbankan akhirat.

2. Tidak dapat merasakan kenikmatan Al Qur’an

Kemukjizatan Al Qur’an telah terbukti mampu memberi sejuta kenikmatan kepada

para pembacanya yang beriman kepada Allah dan hari akhir. Para penghafal Al

Qur’an senantiasa membaca Al Qur’an dengan frekuensi tinggi. Dan sebaliknya

orang yang tidak beriman kepada Allah, mereka tidak akan merasakan nikmatnya

67

Page 41: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

ayat-ayat Allah. Allah SWT menjelaskan sikap mereka terhadap Al Qur’an, yang

intinya, jangankan disuruh membaca, mendengarkannya saja tidak akan mau, bahkan

mereka bersikap kecut, serta menjauhkan diri (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm 64).

Allah berfirman :

ùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùùù ùùùùùùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùùùùùùù ùùùù ùùùùùùùùùùù ùùùùùù ùùùùùùùùùùùùùùùùùùù ùùù ùùùùùùùùùùù ùùùùùù ùùùùùùùùùùùù ùùùùùùù ù ùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùùù ùùù

ùùùùùùùùùùùùù ùùùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùùùù ùùùùùùùùùùùùù ùùùùùùùù ùùùù Artinya : Dan apabila engkau (Muhammad) membaca Al Quran. Kami adakan suatu

dinding yang tidak terlihat antara engkau dan orang-orang yang tidak beriman

kepada kehidupan akhirat. Dan Kami jadikan hati mereka tertutup dan telinga

mereka tersumbat, agar mereka tidak dapat memahaminya. Dan apabila engkau

menyebut Tuhanmu saja dalam Al Quran, mereka berpaling ke belakang melarikan

diri (karena benci) (Departemen Agama RI 2006, hlm 390).

3. Hati yang kotor dan terlalu banyak maksiat

Hafalan Al Qur’an akan dapat mewarnai penghafalnya, apabila dilandasi oleh hati

yang bersih dari kotoran syirik, takabur, hasud dan kotoran maksiat lainnya, karena

Al Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah Yang Maha Suci, dibawa oleh

malaikat yang suci, diberikan kepada Rasulullah yang suci, dan diturunkan di tanah

yang suci. Oleh karena itu, praktek menghafal Al Qur’an tidak mungkin dilakukan

oleh orang yang berhati kotor. Mereka yang berhati kotor hanyalah membayangkan

kesan berat dan sulit ketika akan memulai praktek menghafal Al Qur’an. Apabila hati

sudah kotor, maka cahaya kebenaran Al Qur’an dan hidayah, tidak mampu menembus

kegelapan hati. Begitu juga dengan kekufuran dan kemaksiatan yang telah mendarah

68

Page 42: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

daging, tidak lagi mampu keluar dari sarangnya (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm

66). Dampak maksiat terhadap hafalan Al Qur’an, tidak harus dalam bentuk sebuah

proses yang otomatis, begitu berbuat maksiat, langsung satu juz hilang dari ingatan.

Dampak maksiat itu kadang berproses, sekali bermaksiat, jarak antara penghafal dan

Al Qur’an makin jauh. Pada saat ini berlangsung, dan tidak segera bertaubat, maka

hilanglah minat penghafal terhadap Al Qur’an. Puncaknya, bubarlah ayat-ayat yang

telah dengan susah payah dihafal oleh si penghafal Al Qur’an dari ingatan. Inilah

musibah yang sangat besar, lebih besar dari kehilangan harta yang jumlahnya besar.

4. Tidak sabar, malas dan berputus asa

Praktek menghafal Al Qur’an memerlukan kerja keras dan kesabaran yang terus

menerus. Hal tersebut sesungguhnya telah menjadi karakteristik Al Qur’an itu sendiri.

Oleh karena itu, wajarlah apabila proses praktek menghafal Al Qur’an memerlukan

kesabaran dan ketekunan, serta tidak berputus asa. Tidak sabar, malas dan berputus

asa dapat terjadi karena lupa atau sudah tidak berminat lagi terhadap tujuan dan

fadhilah-fadhilah praktek menghafal Al Qur’an. Atau juga karena tidak siap untuk

bekerja keras, dikiranya bahwa yang memerlukan kerja keras hanyalah mencari uang,

berbisnis, meraih suatu gelar akademik dan lain sebagainya. Atau juga lemahnya

taqarrub kepada Allah. Padahal, semakin banyak seorang penghafal Al Qur’an

bertaqarrub kepada Allah, maka akan semakin tinggi nilai ruhiyahnya. Hal ini akan

memberikan motivasi yang sangat kuat. Atau juga terpengaruh oleh kondisi

lingkungan keluarga, tempat pendidikan, tempat kerja, dan kondisi masyarakat yang

belum merasakan secara penuh terhadap nilai dari sebuah hafalan Al Qur’an (Abdul

Aziz Abdul Rauf 1996, hlm 70).

69

Page 43: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

5. Semangat dan keinginan yang lemah

Salah satu problem intern bagi penghafal Al Qur’an adalah, lemahnya semangat dan

keinginan. Semangat dan keinginan yang kuat adalah modal utama untuk melakukan

apa saja, apalagi yang bernilai tinggi di mata Allah, maupun di mata manusia.

Semudah apapun sesuatu pekerjaan, apabila tidak dilandasi dengan semangat dan

keinginan yang kuat, maka tidak akan terlaksana dengan baik. Tentu saja Allah SWT

Maha Mengetahui semangat dan kemauan si penghafal Al Qur’an untuk berinteraksi

lebih banyak melalui hafalan Al Qur’an. Kemauan yang kuat akan terealisir dalam

bentuk usaha yang optimal dalam praktek menghafal Al Qur’an (Abdul Aziz Abdul

Rauf 1996, hlm 72).

6. Niat yang tidak ikhlas

Niat yang tidak ikhlas dalam praktek menghafal Al Qur’an, tidak saja mengancam

suksesnya hafalan Al Qur’an, namun juga mengancam diri penghafal Al Qur’an itu

sendiri pada hari kiamat. Keikhlasan dalam praktek menghafal Al Qur’an, harus

selalu dipertahankan dengan terus menerus. Hal tersebut akan menjadi motivator

yang kuat untuk mencapai sukses dalam praktek menghafal Al Qur’an (Abdul Aziz

Abdul Rauf 1996, hlm 74).

7. Lupa

Dalam praktek menghafal Al Qur’an, bagaimanapun cerdasnya otak manusia, akan

tetap mengalami problem lupa. Kenyataan ini harus disadari oleh sipenghafal Al

Qur’an, dan siap menghadapinya. Inilah karakteristik ayat-ayat Al Qur’an, yang

dijadikan oleh Allah mudah menguap atau lupa dari fikiran sipenghafal Al Qur’an.

Ternyata ayat-ayat Al Qur’an dijadikan oleh Allah itu mudah terlupakan, hal tersebut

70

Page 44: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

mengandung hikmah, agar seorang penghafal Al Qur’an dapat menjadi akrab dengan

Al Qur’an sepanjang hidupnya, sehingga dialah orang yang meraih pahala yang

banyak dari Allah melalui Al Qur’an (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm 77). Lupa

itu sendiri dapat dibagi dua kategori yaitu, lupa yang bersifat manusiawi dan alami,

serta lupa karena keteledoran. Lupa yang alami, adalah lupa yang biasa dialami oleh

si penghafal Al Qur’an, ketika hafalannya berproses sampai menjadi hafalan yang

lancar seperti air yang mengalir. Sedangkan lupa yang terjadi karena keteledoran,

bersumber dari penghafal sendiri, seperti malas mengulang-ulang hafalan, ia mengira

ayat-ayat tersebut seperti nasyid, selesai hafalan langsung terukir dalam ingatan,

bagaikan batu prasasti. Lupa seperti inilah yang tercela, bahkan sebagian ulama’

mengatakan sebagai suatu maksiat.

Problematika Kharijiyah (Eksternal)

1. Tidak mampu membaca dengan baik

Penghafal Al Qur’an yang belum mampu membaca dengan baik dan belum lancar,

akan merasakan dua beban ketika praktek menghafal. Beban membaca dan beban

praktek menghafal. Dua beban ini terkadang akan semakin terasa ketika ayat yang

dihafal semakin banyak, sehingga di tengah jalan jarang yang bertahan sampai 30 juz,

meskipun ada juga yang berhasil (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm 80).

2. Tidak mampu mengatur waktu

Bagi mereka yang tidak mampu mengatur waktu akan merasakan, seakan-akan

dirinya tidak mempunyai waktu lagi untuk kegiatan ini. Mereka yang tidak memiliki

banyak kesibukanpun kalau tidak pandai mengatur waktunya, tidak akan mampu

71

Page 45: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

praktek menghafal, terlebih lagi bagi mereka yang sudah memiliki keterkaitan dengan

sesuatu (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm 81).

3. Tasyabuhul ayat (ayat-ayat yang mirip dengan yang lain)

Menurut Abdul Aziz Abdul Rauf (1996, hlm 81), ayat-ayat yang serupa, terkadang

membuat jengkel bagi para penghafal Al Qur’an. Ayat-ayat seperti itu susah untuk

diingat. Ayat-ayat tersebut hanya dapat diingat apabila si penghafal Al Qur’an

memberi perhatian lebih terhadap ayat-ayat yang serupa. Oleh karena itu,

memperbanyak pengulangan pada ayat-ayat serupa melebihi ayat-ayat tidak serupa.

4. Pengulangan yang sedikit

Terkadang ketika praktek menghafalkan, si penghafal Al Qur’an merasa kesulitan

dalam membaca kembali ayat-ayat yang sedang dihafal. Atau ketika menyetor hafalan

tiba-tiba bacaannya tidak lancar, padahal ketika dipersiapkan, ia sudah merasa lancar

dan betul-betul hafal. Hal tersebut merupakan problem yang kecil. Karena frekuensi

waktu dan pengulangan ayat-ayat yang dilakukannya masih sangat sedikit (Abdul

Aziz Abdul Rauf 1996, hlm 83).

5. Belum memasyarakat

Praktek menghafalkan Al Qur’an dalam lingkungan suatu masyarakat yang belum

seutuhnya mengenal Al Qur’an, terkadang juga mempengaruhi si penghafal Al

Qur’an. Ada negara-negara atau di beberapa tempat yang menghargai dan

memasyarakatkan praktek menghafal Al Qur’an, seperti di Arab Saudi, Pakistan dan

lain sebagainya. Oleh karena itu, bagi penghafal Al Qur’an, harus tetap semangat dan

istiqamah dalm menyelesaikan hafalan Al Qur’annya (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996,

hlm 84).

72

Page 46: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

6. Tidak ada muwajjih (pembimbing/instruktur)

Muwajjih dalam dunia hifdzil Qur’an sangat penting bagi orang yang melakukan

praktek menghafal Al Qur’an. Keberadaannya akan selalu memberi semangat bagi

mereka yang melakukan praktek menghafal Al Qur’an. Oleh karena itu, suatu hal

yang tidak wajar, apabila sudah ada pembimbingnya, tetapi tetap malas. Fungsi yang

paling pokok bagi seorang pembimbing adalah mengontrol hafalan Al Qur’an bagi si

penghafal Al Qur’an. Penghafal yang tanpa pembimbing dapat dipastikan, akan

banyak mengalami kesalahan dalam praktek menghafal, dan sering terjadi, apabila

sudah salah, maka akan susah untuk diluruskan (Abdul Aziz Abdul Rauf 1996, hlm

85).

Memelihara Praktek Hafalan Al Qur’an

Setelah dihafalnya tiap-tiap ayat atau halaman Al Qur’an tersebut, bukan berarti

praktek hafalan tersebut sudah dijamin melekat di dalam ingatan seseorang untuk

selamanya. Menurut Muhaimin Zen (1996, hlm. 94), secara teori, kekuatan praktek

hafalan rata-rata bisa bertahan enam jam. Oleh karena itu, selain praktek menghafal

seperti yang telah penulis uraikan di atas, yang harus memperoleh perhatian lebih

besar bagi seseorang yang melakukan praktek menghafal Al Qur’an adalah

mengulang-ulang praktek hafalan dan memelihara praktek hafalannya tersebut. Nabi

Muhammad SAW mengisyaratkan, bahwa praktek menghafal Al Qur’an itu ibarat

berburu di hutan, apabila pemburu itu pusat perhatiannya ke binatang yang ada di

depannya, tidak memperhatikan hasil buruannya, maka hasil buruannya akan lepas

pula. Begitu pula orang yang melakukan praktek menghafal Al Qur’an, apabila pusat

73

Page 47: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

perhatiannya tertuju hanya kepada materi yang baru yang akan dihafal itu saja,

sedangkan materi yang sudah dihafal ditinggalkan, maka akan sia-sia, karena

hafalannya tersebut bisa lupa atau hilang (Muhaimin Zen 2006, hlm 94).

Al Qur’an mudah dihafal dan mudah hilang dari ingatan, praktek hafalan yang

sudah disetorkan ke instruktur dan sudah disimpan di memori otak, belum merupakan

jaminan hafal selama-lamanya, karena praktek hafalan dapat bertahan paling lama

dua belas jam. Oleh karena itu, selain praktek-praktek yang dikemukakan di atas tadi,

yang perlu mendapat perhatian serius adalah mempertahankan praktek hafalan. Untuk

mempertahankan praktek hafalan ini disebut dengan takrir (mengulang-ulang)

praktek hafalan.

Praktek Memelihara Hafalan Al Qur’an Bagi Yang Belum Selesai 30 Juz

Pada prinsipnya, orang yang melakukan praktek menghafal Al Qur’an itu tidak boleh

lupa dan tidak boleh dilupakan, apabila hal tersebut terjadi, maka sia-sia pekerjaan

yang dilakukan selama ia praktek menghafal. Seharusnya apa yang sudah dihafal

dengan metode-metode yang baik tadi, tidak lupa dan tidak hilang dari ingatan,

namun begitulah kenyataannya. Oleh karena itu, upaya-upaya pemeliharaan hafalan

sewaktu ia praktek menghafal, sejak dini sudah diantisipasi, selain menambah hafalan

baru, hafalan yang sudah dikuasai harus dipertahankan dengan cara, antara lain

sebagai berikut.

1. Takrir sendiri

74

Page 48: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Seorang yang melakukan praktek menghafal Al Qur’an harus bisa memanfaatkan

waktu untuk takrir dan untuk menambah hafalan. Hafalan yang baru harus selalu

ditakrir, minimal dalam sehari dua kali dalam jangka waktu satu minggu. Sedang

hafalan yang lama harus ditakrir setiap hari atau dua hari sekali. Artinya semakin

banyak hafalan harus semakin banyak pula waktu yang dipergunakan untuk takrir

(Muhaimin Zen 2006, hlm 97).

2. Takrir dalam shalat

Seorang yang praktek melakukan menghafal Al Qur’an, hendaknya bisa

memanfaatkan hafalannya sebagai bacaan dalam shalat, baik sebagai imam, atau

untuk shalat sendiri. Selain menambah keutamaan, cara demikian juga akan

menambah kemantapan hafalannya (Muhaimin Zen 2006, hlm 97).

3. Takrir bersama

Menurut Muhaimin Zen (2006, hlm 97), seorang yang praktek menghafal Al Qur’an,

perlu melakukan takrir bersama dengan dua teman atau lebih. Dalam takrir ini setiap

orang membaca materi takrir yang ditetapkan secara bergantian, misalnya masing-

masing satu halaman, dua halaman, atau ayat perayat. Ketika seorang membaca,

maka yang lain mendengarkan dan membetulkan jika ada yang salah.

4. Takrir kepada instruktur atau guru

Seorang yang melakukan praktek menghafal Al Qur’an, harus selalu menghadap

instruktur atau guru, untuk hafalan yang sudah diajukan. Materi takrir yang harus

dibaca harus lebih banyak dari materi tahfizh, yaitu satu banding sepuluh. Artinya,

apabila penghafal sanggup setor hafalan baru dua halaman setiap hari, maka harus

diimbangi dengan takrir dua puluh halaman atau satu juz (Muhaimin Zen 2006, hlm

75

Page 49: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

98). Seorang instruktur penghafal Al Qur’an hendaknya, hafalan yang dimilikinya

pernah didengarkan kepada seorang guru, dan guru tersebut pernah

memperdengarkan hafalannya kepada gurunya, sehingga ada rangkaian sanad kepada

nabi Muhammad SAW, sebagai orang yang pertama yang menerima Al Qur’an

tersebut dari Jibril. Adanya silsilah guru penghafal Al Qur’an yang sampai kepada

nabi Muhammad, diperlukan untuk menjaga keotentikan Al Qur’an itu disampaikan

dengan cara ilqa’ atau syafawi, yakni secara lisan (M. Quraish Shihab 1997, hlm.

239).

Praktek Memelihara Hafalan Yang Sudah Selesai 30 Juz

Orang yang sudah selesai praktek menghafal Al Qur’an 30 juz, harus bisa

meluangkan waktunya setiap hari untuk melakukan takrir sendiri secara istiqamah,

sehingga dapat khatam atau selesai sekali dalam seminggu, sekali dalam dua minggu,

atau minimal sekali dalam sebulan. Yang paling baik apabila, dapat ditakrir sekali

khatam dalam seminggu. Menurut Muhaimin Zen cara yang dipakai adalah, dengan

membagi Al Qur’an menjadi tujuh bagian, yang diistilahkan dalam famy bisyauqin (

.artinya lisanku selalu dalam kerinduan (Muhaimin Zen 2006, hlm. 98) (فمي بشوق

Huruf-huruf dari kata tersebut, merupakan batas untuk takrir setiap harinya,

yaitu sebagai berikut :

a. ’fa’ (hari pertama) dari surat Al Fatihah sampai akhir surat An Nisa (ف)

b. mim (hari kedua) dari surat Al Maidah sampai akhir surat At Taubah (م)

c. ya’ (hari ketiga) dari surat Yunus sampai akhir surat An Nahl (ي)

d. ba’ (hari keempat) dari surat Bani Isra’il sampai akhir surat Al Furqan (ب)

e. syin (hari kelima) dari surat Asy Syu’ara’ sampai akhir surat Yasin (ش)

76

Page 50: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

f. waw (hari keenam) dari surat As Shaffat sampai akhir surat Al Hujurat (و)

g. qaf (hari ketujuh) dari surat Qaf sampai akhir surat An Nas (ق)

Menurut Muhaimin Zen (2006, hlm. 99) menegaskan bahwa para ulama yang

mengamalkan cara tersebut biasanya memulai dari hari Jum’at sehingga khatam

sampai hari Kamis (malam Jum’at). Setelah khatam dilanjutkan dengan shalat malam

empat rakaat, masing-masing rakaat setelah membaca surat Al Fatihah membaca surat

Yasin pada rakaat pertama, kemudian setelah membaca surat Al Fatihah membaca

surat Ad Dukhan pada rakaat kedua, surat As Sajadah pada rakaat yang ketiga, dan

surat Al Mulk pada rakaat keempat (Muhaimin Zen 2006, hlm. 99).

Beberapa Nikmat atau Keutamaan Praktek Menghafal Al Qur’an

Al Qur’an merupakan pedoman hidup seluruh umat manusia, karena di dalamnya

berisi peraturan, perundang-undangan, untuk menata kehidupan umat manusia,

petunjuk menuju jalan yang benar, penerang kegelapan, penentram jiwa yang

gersang, penghibur hati yang sedih dan pembela dikala menghadapi keputusan yang

Maha Bijaksana di hari akhir nanti. Oleh karena begitu agung dan mulianya kalam

Allah, Allah akan meninggikan derajat hamba-hambaNya berkat Al Qur’an,

sebagaimana sabda nabi Muhammad :

عن عمر رضي ال عنه : إن نبيكم صلى ال عليه وسثلم قثد قثال "إن الث يرفثع بهثذا

الكتاب اقواما ويضع به اخرين"

Artinya : “Sesungguhnya Allah meninggikan derajat seseorang melalui Al Qur’an

dan merendahkan sebagian yang lainnya” (Muslim Al Naisaburi 1990, hlm. 328).

77

Page 51: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Ketinggian derajat yang diberikan Allah kepada seseorang melalui Al Qur’an

tidak hanya dalam wujud materi saja, akan tetapi juga berupa suatu penghormatan

atau penghargaan lainnya. Sebagai contoh, kedudukannya sebagai seorang imam

sholat. Orang yang fasih bacaan Al Qur’annya lebih diutamakan dari pada orang yang

alim atau faqih, demikian yang ditetapkan oleh para ulama’ dalam kaitannya

menentukan kriteria imam shalat. Betapa agungnya kalam Allah sehingga orang yang

bagus suara dan fasih lidahnya ketika melantunkan ayat-ayat Al Qur’an mendapat

penghargaan yang tinggi di tengah-tengah masyarakat. Tentu saja penghargaan

tersebut tidak hanya diberikan di dunia saja melainkan juga di akhirat nanti. Nabi

Muhammad bersabda :

عن ابي سعيد الخدري قال رسول ال صل ال عليثثه وسثثلم يقثثال لصثثاحبه القثثرآن اذا

دخل الجنة اقرأ واصدع فيقرأ ويصعد بكل آية درجة حتى يقرأ آخر شيء معه

Artinya : “Dari Abu Sa’id Al Khudry ra mengatakan bahwa Rasulullah SAW

bersabda : Kelak akan dikatakan kepada orang-orang yang mempunyai hafalan Al

Qur’an ketika masuk surga “bacalah kemudian naiklah” lalu merekapun naik, tiap-

tiap satu ayat mereka dinaikkan satu derajat, mereka membaca sampai akhir” (Ibnu

Majah 1990, hlm. 377).

Demikianlah kemuliaan yang diberikan Allah kepada orang-orang ahli Al

Qur’an, karena mempelajari Al Qur’an lebih diutamakan atau didahulukan sebelum

mempelajari ilmu-ilmu lainnya, di samping mempelajari tentang hakikat keimanan.

Para ulama’ dahulu sebelum mereka mendalami ilmu-ilmu pengetahuan, lebih dahulu

mempelajari Al Qur’an, bahkan praktek menghafalnya, seperti Imam Syafi’i, Imam

78

Page 52: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Nawawi, dan para ulama’ atau ilmuwan Islam lainnya seperti Ibnu Sina, mereka

sudah hafal Al Qur’an sejak usia dini (Ramlah Hidayati 2006, hlm. 131).

Praktek menghafal Al Qur’an merupakan tugas mulia, karena turut menjaga

kemurnian kitab suci Al Qur’an, karenanya Allah menjanjikan kepada mereka yang

sibuk membaca dan praktek menghafalnya, dan dalam keseharian disibukkan

mengajarkan kepada orang lain serta mengkajinya, sehingga lupa urusan dunia, maka

Allah memberikan karunia lebih besar yang tidak mereka minta, sebagaimana sabda

nabi Muhammad SAW :

عن ابي سعيد اخدري قال قال رسول ال صلى ال عليه وسلم من شغله قراءة القرآن

عن مسألتي وذكري أعطيته افضل ثواب السائلين وفضل كلم ال علثثى سثثائر الكلم

كفضل ال على خلقه

Artinya : “Dari Abu Sa’id Al Khudriy ia berkata : Rasulullah SAW bersabda : Siapa

yang disibukkan dengan membaca (mengkaji) Al Qur’an sehingga lupa urusan-

urusannya dengan Ku (Allah), maka ia akan Aku (Allah) beri karunia lebih utama

dari pada karunia yang Aku berikan kepada orang-orang yang memohon.

Keutamaan atau kedudukan kalam Allah dengan kalam-kalam lainnya seperti

kedudukan Allah terhadap makhlukNya” (Al Bukhari 1990, hlm. 125).

Hadits di atas menjelaskan bahwa orang yang sibuk membaca, mengulang-

ulang bacaannya dalam rangka memelihara hafalannya serta mengkaji isi

kandungannya, demikian pula orang-orang yang kesehariannya sibuk menyediakan

waktu untuk mengajar Al Qur’an, sehingga lupa dengan urusan-urusan lainnya,

seperti urusan dunia, bahkan membaca zikir-zikir lain yang mempunyai nilai pahala

79

Page 53: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

yang besar, istighfar, atau berdo’a kepada Allah, maka Allah akan memberikan pahala

dan karunia yang banyak, yang akan mereka dapati di akhirat nanti, dan karunia-

karunia lainnya di dunia, termasuk dalam urusan dunia, maka Allah akan memberikan

kecukupan dalam penghidupan dan pahala lebih banyak dari pada pahala yang

diberikan kepada orang yang berdo’a dan berzikir.

Keagungan Al Qur’an tidak bisa disamakan dengan bacaan atau zikir-zikir

lainnya, kendati dalam beberapa hadits nabi, zikir-zikir tersebut mempunyai nilai

pahala yang banyak dan fadhillah yang besar, namun nilai pahala dan keutamaan

semua bentuk zikir-zikir tersebut, masih berada di bawah keutamaan Al Qur’an.

Pahala yang akan dijanjikan Allah untuk orang-orang yang ahli Al Qur’an, dan

mereka yang hafal Al Qur’an, dijelaskan dalam hadits berikut.

ال رسثول الث صثلى الث عليثه وسثلم مثن قثرأ القثرآن عن علي بن أبي طالب قثال ق

وحفظه أدخله ال الجنه وشفعه في عشرة من اهل بيته كلهم قد استوجبوا النار

Artinya : “Dari Ali ibn Thalib, bahwa Rasulullah SAW bersabda : barang siapa

membaca Al Qur’an kemudian menghafalnya, Allah akan memasukkannya ke surga,

dan ia diberi hak membawa masuk bersama sepuluh orang keluarganya, mereka

semua selamat dari api neraka” (Muslim Al Naisaburi 1990, hlm. 238).

Betapa mulianya kedudukan yang diberikan Allah kepada para penghafal Al

Qur’an di akhirat nanti. Mereka dijanjikan oleh Allah surga yang didambakan oleh

banyak orang-orang yang beriman, bahkan turut membawa serta sanak keluarga yang

mereka cintai dan yang seiman dengannya, sungguh merupakan kebahagiaan mereka

di dunia dan di akhirat.

80

Page 54: Bab 2 PRAKTEK MENGHAFAL AL QUR’AN Karakteristik Al Qur’an

Dari semua penjelasan yang telah ada di atas, penulis mengambil kesimpulan

bahwa, semua praktek yang ada saling menunjang satu dengan yang lainnya, seperti

rantai yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Ia tidak akan berhasil dengan

baik, apabila meninggalkan salah satu praktek yang ada. Kemudian terhadap para

penghafal Al Qur’an banyak tantangan yang mereka temui saat ini. Ada umat Islam

yang beranggapan bahwa praktek menghafal Al Qur’an tidak membawa prospek yang

bagus dan cerah bagi masa depan kehidupan mereka, dalam arti kesejahteraan

ekonomi. Oleh karena itu, tidak heran jika penghafal Al Qur’an masih didominasi

oleh orang-orang di pedesaan dan dari pesantren-pesantren, di mana unsur keterikatan

mereka dengan guru-gurunya sangat kental. Mereka inilah yang melakukan praktek

menghafalkan Al Qur’an tanpa pamrih, dan pada umumnya ingin mengikuti jejak

gurunya. Hal seperti ini tidak begitu diminati oleh orang-orang kota, di mana cara

berfikir mereka adalah, bagaimana biaya atau investasi yang telah mereka keluarkan,

dan energi yang telah mereka curahkan, bisa membawa hasil atau out put. Oleh

karena itu, perlu difikirkan bersama bagaimana caranya agar penghafal Al Qur’an di

Indonesia yang nota bene adalah negara yang mempunyai penduduk muslim terbesar

di seluruh dunia ini terus bertambah, dan mendapatkan perhatian dari seluruh

kalangan. Apabila tidak difikirkan sejak sekarang, maka dikhawatirkan para

penghafal Al Qur’an di Indonesia semakin sedikit. Tentu saja hal ini sangat

memalukan bagi umat Islam.

81