Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

71
A. KASUS SKENARIO 1 Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan sesak napas. Penderita terlihat pucat, dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah. B. KATA KUNCI 1. laki-laki, 25 tahun 2. Sesak napas 3. Pucat dan kebiruan (sianosis) 4. Nadi cepat dan lemah C. PERTANYAAN 1. Bagaimana penilaian dan penanganan awal pada pasien sesuai scenario ? 2. Bagaimana penilaian sekunder pada penderita diatas ? 3. Masalah-masalah apa yang mungkin bisa terjadi pada saat tindakan pertama dilakukan ? 4. Keadaan-keadaan apa saja yang dapat menyebabkan sesak napas ? 5. Bagaimana cara memberikan resusitasi pada pasien diatas ? 6. Obat-obat apa saja yang dapat diberikan pada pasien sesak napas yang emergency ? 1

description

sesak napas trauma pbl 1.

Transcript of Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Page 1: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

A. KASUS SKENARIO 1

Seorang laki-laki usia 25 tahun dibawa ke puskesmas dengan keluhan sesak napas.

Penderita terlihat pucat, dan kebiruan. Nadi teraba cepat dan lemah.

B. KATA KUNCI

1. laki-laki, 25 tahun

2. Sesak napas

3. Pucat dan kebiruan (sianosis)

4. Nadi cepat dan lemah

C. PERTANYAAN

1. Bagaimana penilaian dan penanganan awal pada pasien sesuai scenario ?

2. Bagaimana penilaian sekunder pada penderita diatas ?

3. Masalah-masalah apa yang mungkin bisa terjadi pada saat tindakan pertama

dilakukan ?

4. Keadaan-keadaan apa saja yang dapat menyebabkan sesak napas ?

5. Bagaimana cara memberikan resusitasi pada pasien diatas ?

6. Obat-obat apa saja yang dapat diberikan pada pasien sesak napas yang

emergency ?

7. Bagaimana perbedaan penanganan sesak napas karena trauma dan non trauma

?

8. Apa saja syarat-syarat transportasi dan rujukan pasien ?

1

Page 2: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

D. JAWABAN PERTANYAAN

1. Bagaimana penilaian dan penanganan awal pada pasien sesuai scenario ?

Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas. Ini meliputi

pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda asing,

adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea/larings. Harus diperhatikan pula

secara cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat pada vertebra servikalis

dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan yang berlebihan pada

tempat ini dan diberikan alat bantu. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat

dianggap jalan napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway

harus tetap dilakukan.

Look, listen, and feel diawali dengan mendekatkan telinga ke mulut dan hidung

penderita sambil menjaga jalan napas tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama

mengamati dada penderita.

1. Lihat (Look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.

Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh kekurangan oksigenasi

dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit sekitar mulut. Lihat

adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan yang apabila ada

merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.

2. Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi

(napas tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur

(snoring), berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor) mungkin

berhubungan dengan sumbatan parsial pada faring atau laring. Penderita yang

melawan dan berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia

dan tidak boleh dianggap karena keracunan/mabuk.

3. Rasakan (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea ada

ditengah. Juga merasakan adanya atau tidaknya hembusan nafas penderita.

2

Page 3: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Look, Listen and Feel

a. Permasalahan

Adanya suara nafas tambahan (noisy breathing) menunjukkan suatu

sumbatan airway parsial yang mendadak dapat berubah menjadi total. Tidak

adannya pernafasan menunjukkan bahwa sumbatan total telah terjadi. Apabila

tingkat kesadaran menurun, deteksi sumbatan airway menjadi lebih sulit.

Adanya dispnea mungkin hanya satu-satunya bukti adanya sumbatan airway

atau cedera trakheobronkhial.

Obstruksi jalan nafas merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat

dibandingkan gangguan breathing dan circulation. Lagipula perbaikan

breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada airway yang paten. Obstruksi

jalan nafas dapat berupa obstruksi total atau parsial.

Pada obstruksi total mungkin ditemukan penderita masih sadar atau dalam

keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya disebabkan

tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan menyumbat di pangkal

laring. Bila obstruksi total timbul perlahan maka akan berawal dari obstruksi

parsial yang kemudian menjadi total.

1) Bila Penderita masih Sadar

Penderita akan memegang leher dalam keadaan sangat gelisah. Sianosis

mungkin ditemukan dan mungkin ada kesan masih bernafas (walaupun tidak

3

Page 4: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

ada ventilasi). Penenganannya adalah chest thrust atau abdominal thrust

menggunakan Heimlich Manouvere. Tindakan Heimlich dapat dilakukan

dengan merangkul korban dari belakang dan meletakkan kepalan tinju pada ulu

hati korban (abdominal thrust) atau pada dada (chest thrust), kemudian dengan

tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah superior dan posterior.

Kontraindikasi abdominal thrust adalah kehamilan tua dan bayi serta dewasa

gemuk.jika penderita adalah bayi /dewasa gemuk maka untuk mengeluarkan

benda asing tersebut dilakukan chest thrust, back slaps, atau back blow. Pada

ibu hamil sebaiknya menggunakan back blow atau back slap yaitu dengan

menepuk atau memukul punggung pada pertengahan daerah diantara kedua

scapula.

2) Bila Penderita ditemukan Tidak Sadar

Tidak ada gejala apa-apa mungkin hanya sianosis saja. Pada saat melakukan

pernapasan buatan mungkin ditemukan resistensi (tahanan) terhadap ventilasi.

Dalam keadaan ini harus ditentukan dengan cepat adanya obstruksi total dengan

sapuan jari ke dalam faring sampai di belakang epiglottis. Apabila tidak berhasil

mengeluarkan dengan Finger Sweep dan tidak ada perlengkapan sesuai maka

terpaksa dilakukan Abdominal Thrust atau chest thrust dalam keadaan penderita

berbaring. Tindakannya berupa menekan diafragma atau dada kea rah superior

dan posterior secara berulang-ulang sehingga menghasilkan batuk buatan/

sumbatan keluar.

Pada obstruksi parsial dapat disebabkan berbagai hal. Biasanya penderitanya

masih bisa bernafas sehingga timbul berbagai macam suara, tergantung

penyebabnya:12

1. Cairan (Darah, secret, aspirasi lambung dsb.)

Timbul suara “gurgling”, suara bernafas bercampur suara cairan. Dalam

keadaan ini harus dilakukan penghisapan. Atau bisa melakukan finger sweep

yaitu menyapu cairan dalam rongga mulut menggunakan jari tangan yang

4

Page 5: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

dilapisi dengan bahan yang dapat menyerap (contoh: kain, kasa), tapi tidak

boleh menggunakan bahan yang mudah hancur bila basah dan dapat

mnyebabkan sumbatan baru (contoh: tissue, kapas)

2. Lidah yang jatuh ke belakang

Keadaan ini bisa terjadi karena keadaan tidak sadar atau patahnya rahang

bilateral. Timbul suara mengorok (Snoring) yang harus diatasi dengan

perbaikan Airway, secara manual bisa dengan head tilt dan chin lift, atau bisa

dengan menggunakan alat seperti orofaringeal tube (guedel)

3. Penyempitan di Laring atau Trachea

Dapat disebabkan udema karena berbagai hal (luka bakar, radang, dsb.)

ataupun desakan neoplasma. Timbul suara “crowing” atau stridor respiratori.

Keadaan ini hanya dapat diatasi dengan perbaikan Airway distal dari sumbatan,

misalnya dengan Trakheostomi.

b. Penanganan

1) Penanganan tanpa Alat

Bila tidak sadar, pasien dibaringkan dengan dalam posisi terlentang dan

horizontal, kecuali pada pembersihan jalan napas dimana bahu dan kepala pasien

harus direndahkan dengan posisi semilateral untuk memudahkan drainase lendir,

cairan muntah atau benda asing.

Keluarkan semua benda asing yang terlihat atau muntahan dari mulut,

keluarkan cairan dari mulut dengan memakai jari-jari yang dibungkus dengan

sarung tangan atau dibungkus selembar kain.

5

Page 6: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Finger sweep

Ada 3 manuver yang dianjurkan untuk dilakukan jika didapatkan benda asing

pada jalan napas tersebut, yaitu:

a) Tepuk pada punggung (back blows)

untuk mengeluarkan benda asing pada bayi/dewasa gemuk maka dilakukan chest

thrust, back slaps, atau back blow. Pada ibu hamil sebaiknya menggunakan back blow

atau back slap yaitu dengan menepuk atau memukul punggung pada pertengahan

daerah diantara kedua scapula.

Back blows

b) Tekanan pada dada (chest thrust)

untuk mengeluarkan benda asing pada bayi/dewasa gemuk maka dilakukan chest

thrust, back slaps, atau back blow. Tindakan Heimlich dapat dilakukan dengan

merangkul korban dari belakang dan meletakkan kepalan tinju pada dada (chest

6

Page 7: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

thrust), kemudian dengan tangan lainnya menekan tinju tersebut kearah superior

dan posterior.

Chest thurst

c) Tekanan pada abdomen (abdominal thrust)

Tindakan Heimlich dapat dilakukan dengan merangkul korban dari belakang

dan meletakkan kepalan tinju pada dada (chest thrust), kemudian dengan tangan

lainnya menekan tinju tersebut kearah superior dan posterior. Kontraindikasi

abdominal thrust adalah kehamilan tua dan bayi serta dewasa gemuk.

7

Page 8: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Abdominal thurst

Ada dua cara untuk membebaskan obstruksi jalan napas:

1. Head Tilt-Chin Lift

Head tilt- Chin lift

2. Jaw Thrust

Jaw thrust dilakukan dengan cara memagang sudut rahang bawah (angulus

mandibula) kiri dan kanan dan mendorong rahang bawah ke depan. Bila cara ini

dilakukan sambil menggunakan masker dari alat bag-valve dapat dicapai kerapatan

yang baik dan ventilasi yang adequat. Hal ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk

mencegah ekstensi kepala.

Jaw Thrust

8

Page 9: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Indikasi jaw thrust: pasien trauma responsif dengan cedera tulang belakang

dicurigai tidak mampu mempertahankan jalan napas paten. Sedangkan

kontraindikasinya: trauma pasien responsif yang mulutnya tidak dapat dibuka.19

2) Penanganan dengan Menggunakan Alat

Pipa nasofaringeal

Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari sumbatan. Alat

ini lebih baik daripada oropharingeal airway pada penderita sadar karena tidak akan

menyebabkan muntah dan lebih ditolerir penderita. Bila pada pemasangan ditemui

hambatan, berhenti dan pindah ke lubang hidung yang lain.12

Pipa orofaringeal

Alat ini berfungsi untuk menjaga jalan napas agar tetap bebas dari sumbatan. Alat

ini tidak boleh mendorong lidah ke belakang karena akan menyumbat faring. Alat ini

juga tidak boleh dipakai pada penderita sadar karena akan menyebabkan muntah dan

kemudian aspirasi.12

9

Page 10: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Pipa Orofaringeal

Pipa Endotracheal

Pipa Endotracheal

Cricothyroidotomy

Jika seluruh cara pembebasan jalan napas sudah dilakukan tetapi tidak

menunjukkan keberhasilan (masih ada obstruksi airway), maka dilakukan

Cricothyroidotomi, yaitu dengan melakukan insisi pada membran cricothyroid yang

terletak di antara cartilago thyroid dan cricoids lalu memasukkan benda yang

berongga.

Breathing

10

Page 11: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Breathing artinya pernapasan atau proses pertukaran oksigen dan karbon

dioksida. Airway yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Ventilasi yang baik

menggambarkan fungsi baik dari paru, dinding thoraks dan diafragma. Pada saat

pemeriksaan breathing dada korban harus dibuka untuk melihat pernapasan yang

baik. Dalam pemeriksaan breathing berpedoman pada :

1)      Inspeksi

Inspeksi breathing berupa observasi dada, yang dinilai :

       Keadaan umum pasien tampak sesak dengan tangan menopang pada tempat

tidur dengan maksud supaya otot-otot bantu pernapasan dapat membantu ekspirasi,

pernapasan cuping hidung, tachypneu dan sianosis. Selain itu juga mungkin dapat

didengar wheezing (ekspirasi yang memanjang) dan bentuk dada barrel chest (terjadi

pemanjangan diameter antero-posterior disertai sela iga yang melebar dan sudut

epigastrium yang tumpul). Keadaan ini bisa dijumpai pada keadaan saluran napas

yang menyempit seperti asma. Yang dapat dilakukan memposisikan pasien pada

posisi senyaman mungkin, biasanya posisi setengah duduk dan diberi oksigen pada

asma ringan. Sedangkan pada asma berat diberi bronkhodilator. Pada kasus trauma

stabilisasi penderita dilakukan pada posisi stabil dengan menggunakan bantuan

oksigen baik itu dengan endotracheal tube ataupun dengan ventilator.

Pergerakan dada apakah simetris antara dinding thoraks kiri dan kanan pada

saat inspirasi dan ekspirasi. Ketidaksimetrisan ini salah satunya disebabkan oleh

trauma pada thoraks sehingga terdapat udara dan darah dalam cavum pleura.

Terdapatnya udara dalam cavum pleura disebut pneumothorax dan gejalanya disertai

dengan nyeri dada, sesak napas dan dugaan diperkuat lagi jika terdapat luka terbuka

di daerah dada (dx : Pneumothorax terbuka). Jika terdapat darah pada cavum pleura

disebut hemothorax dan gejalanya pun disertai sesak napas dan nyeri dada. Pada

kedua kasus tersebut kadang dijumpai deviasi trachea dan pergeseran mediastinum

pada stadium yang berat. Untuk pneumothorax terbuka bisa memasang kasa tiga sisi.

Frekwensi napas dan iramanya.

2)      Palpasi

11

Page 12: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Palpasi dilakukan untuk memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin

mengganggu ventilasi berupa adanya ekspansi dada dan posisi apex jantung. Apex

jantung berubah dapat disebabkan dorongan oleh kelainan mediastinum, efusi pleura

dan lain-lain. Yang dinilai pada palpasi :

Nyeri Tekan dan Krepitasi

Hal ini mungkin mengarah pada fraktur kosta. Nyeri timbul akibat penekanan

kosta ke pleura parietalis sedang krepitasi adalah bunyi tulang kosta yang patah.

Vocal Fremitus atau Táctil Fremitus

Hal ini dilakukan untuk mengetahui perambatan suara ke dinding dada yang

dirasakan oleh kedua tangan yang dirapatkan, tepatnya di sela-sela kosta.

3)      Perkusi

Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau darah dalam rongga

pleura. Suara perkusi yang normal adalah sonor. Suara perkusi redup, pekak,

hipersonor atau timpani menandakan adanya kelainan pleura atau paru.

4)      Auskultasi

Auskulatasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara ke dalam paru.

Pada keadaan normal didapatkan napas bronchial pada trachea, napas

bronchovesikuler di daerah intraclaviculer, suprasternal dan interscapular. Sedangkan

suara napas vesikuler di luar lokasi diatas. Bila didapatkan suara napas bronchial/

bronchovesikuler pada lokasi yang seharusnya vesikuler, menandakan adanya suatu

kelainan pada tempat tersebut.

Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas. Ini meliputi

pemeriksaan adanya sumbatan jalan napas yang dapat disebabkan benda asing,

adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea/larings. Harus diperhatikan pula

secara cermat mengenai kelainan yang mungkin terdapat pada vertebra servikalis dan

apabila ditemukan kelainan, harus dicegah gerakan yang berlebihan pada tempat ini

dan diberikan alat bantu. Pada penderita yang dapat berbicara, dapat dianggap jalan

napas bersih, walaupun demikian penilaian ulang terhadap airway harus tetap

dilakukan.

12

Page 13: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Look, listen, and feel diawali dengan mendekatkan telinga ke mulut dan hidung

penderita sambil menjaga jalan napas tetap terbuka. Kemudian pada saat yang sama

mengamati dada penderita.

1. Lihat (Look). Apakah penderita mengalami agitasi atau kesadarannya menurun.

Agitasi memberi kesan adanya hipoksia dan penurunan kesadaran memberi kesan

adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukkan hipoksemia yang disebabkan oleh

kekurangan oksigenasi dan dapat dilihat dengan melihat pada kuku dan kulit

sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot napas tambahan

yang apabila ada merupakan bukti tambahan adanya gangguan airway.

2. Dengar (listen). Adanya suara-suara abnormal. Pernapasan yang berbunyi (napas

tambahan) adalah pernapasan yang tersumbat. Suara mendengkur (snoring),

berkumur (gurgling) dan bersiul (crowing sound, stridor) mungkin berhubungan

dengan sumbatan parsial pada faring atau laring. Penderita yang melawan dan

berkata-kata kasar (gaduh gelisah) mungkin mengalami hipoksia dan tidak boleh

dianggap karena keracunan/mabuk.

3. Rasakan (feel). Lokasi trakea dan dengan cepat menentukan apakah trakea ada

ditengah.Juga merasakan adanya atau tidaknya hembusan nafas penderita.

look, listen, and feel

a. Permasalahan

1) Tidak ada tanda-tanda pernapasan

2) Tidak ada gerakan dada

3) Tidak ada suara napas

4) Tidak dirasakan hembusan napas

5) Sesak napas:

13

Page 14: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

a) Penderita mengeluh sesak

b) Bernafas cepat (takipneu)

c) Pernafasan cuping hidung

d) Pemakaian otot pernafasan tambahan dapat berupa retraksi suprasternal,

retraksi intercostalis, retraksi sternum, maupun retraksi infrasternal.

b. Penanganan

1) Tanpa alat

Teknik mulut ke mulut (mouth to mouth) ini adalah teknik yang cepat dan

efektif untuk memberikan oksigen pada seorang korban.

a. Mulut ke mulut :

mouth to mouth

b. Mulut ke hidung :

14

Page 15: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

mouth to nose

Pada saat meniupkan hawa ke lubang hidung tutup mulut pasien rapat – rapat.

2) Dengan Menggunakan Alat

Memberikan pernafasan buatan dengan alat “ambu bag” (self inflating bag). Pada

alat tersebut dapat pula ditambahkan oksigen. Pernapasan buatan dapat pula di

berikan dengan menggunakan ventilator mekanik ( ventilator/ respirator).

a. Mulut ke sungkup :

mouth to mask

Hembuskan udara ekshalasi penolong melalui sungkup yang cocok menutup

lubang hidung dan mulut pasien memberikan konsentrasi O2, 16%.

15

Page 16: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

b. Bag Valve Mask Ventilation (Ambu Bag)

Bag Valve Mask Ventilation

Merupakan cara pemberian napas buatan dengan menggunakan alat. Dipakai

alat yang ada bag dan mask dengan di antaranya ada katup. Konsentrasi oksigen

tergantung dari adanya suplementasi oksigen. Untuk mendapatkan penutupan

masker yang baik maka sebaiknya masker di pegang satu petugas sedangkan

petugas lain memompa.

c. Oxygen Tabung (Oxycan)

Merupakan oxygen dalam tabung kecil yang berisi O2. Cara menggunakannya:

penutup tabung dibuka lalu dihubungkan dengan penyemprotan. Penutup tabung

ini berfungsi sebagai mask. Sambil menyemprotkan oxygen, penderita disuruh

menarik napas panjang.

d. Kanul hidung (Nasale canule)

Kanal hidung lebih dapat ditolerir oleh anak – anak, face mask akan ditolak

karena merasa dicekik. Orang dewasa juga kadang – kadang menolak face mask

karena dianggap mencekik. Kekurangan kanul hidung adalah dalam konsentrasi

oksigen yang dihasilkannya. Pemberian oksigen melalui kanul hidung tidak bias lebih

dari 6 liter/menit karena tidak berguna untuk meningkat konsentrasi oksigen dan

iritatif untuk penderita.

16

Page 17: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

e. Face mask (Breathing Mask)

Masker dengan lubang pada sisinya. Pemakaian dengan face mask dalam

pemberian oksigen lebih baik dibandingkan kanul hidung karena konsentrasi oksigen

yangdihasilkannya lebih tinggi.

f. Non Breathing Mask

Pada face mask dipasang reservoir oksigen yang mempunyai katup. Bila

diinginkan konsentrasi oksigen yang tinggi maka non breathing mask paling baik.12

Konsentrasi oksigen menurut cara pemberian: Udara bebas 21%

1) Kanul hidung dengan O2 2 liter/menit : 24%

2) Kanul hidung dengan O2 6 liter/menit : 44%

3) Face mask (rebreathing 6 – 10 liter/menit) :35 – 60%

4) Non rebreathing mask (8 – 12 liter/menit) : 80 – 90%

Circulation

Pemeriksaan pada circulation adalah :

1. Dapat mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal

Perdarahan eksternal dihentikan dengan penekanan pada luka.

2. Mengetahui sumber perdarahan internal

Sumber perdarahan internal (tidak terlihat) adalah perdarahan rongga toraks,

abdomen, sekitar fraktur tulang, retro-peritoneal atau fraktur pelvis.

3. Tingkat kesadaran

Bila volume darah menurun, perfusi otak dapat berkurang, yang akan

mengakibatkan penurunan kesadaran (jangan dibalik; pasien yang sadar belum

tentu normo-volemik)

4. Nadi

Pemeriksaan sistem sirkulasi darah (Circulation) dilakukan dengan menilai

adanya pulsasi arteri femoralis atau arteri karotis (kiri-kanan). pemeriksaan ini

maksimal dilakukan selama 5 detik. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar

17

Page 18: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

merupakan pertanda dipelukannya resusitasi segera untuk memperbaiki volume

dan cardiac output.

5. Warna kulit

Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Pasien trauma yang kulitnya

kemerahan, terutama pada wajah dan ekstremitas, jarang yang dalam keadaan

hipovolemia. Sebaliknya wajah pucat keabu-abuan dan kulit ekstremitas yang

pucat merupakan tanda hipovolemia.

Disabiliti

Evaluasi dengan menggunakan metode AVPU, yaitu :

1) A : Alert, sadar

2) V : Vocal, adanya respon terhadap rangsangan vokal

3) P : Painful, adanya respon hanya pada rangsang nyeri

4) U: Unresponsive, tidak ada respon sama sekali.

Evaluasi dengan Skala Koma Glasgow (GCS)

Membuka Mata (eye)

Spontan

Terhadap bicara (suruh pasien membuka

mata)

Dengan rangsang nyeri (tekan pada saraf

supraorbita atau kuku jari)

Nilai

4

3

2

18

Page 19: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Tidak ada reaksi (dengan rangsang nyeri

pasien tidak membuka mata)1

Respon Bicara (verbal)

Baik dan tidak disorientasi (dapat

menjawab dengan kalimat yang tidak

baik dan tahu dimana ia berada, tahu

waktu, hari, bulan)

Kacau (”confused”) (dapat bicara dalam

kalimat, namun ada disorientasi waktu

dan tempat)

Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-

kata, namun tidak berupa kalimat dan

tidak tepat)

Mengerang (tidak menggunakan kata,

hanya suara mengerang)

Tidak ada jawaban

5

4

3

2

1

Respon Gerakan (motoric)

Menurut perintah

(misalnya, suruh: ”angkat tangan!”)

Mengetahui lokasi nyeri (berikan

rangsang nyeri, misalnya menekan

dengan jari pada supraorbita. Bila oleh

rasa nyeri pasien mengangkat tangannya

6

5

19

Page 20: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

sampai melewati dagu untuk maksud

menapis rangsangan tersebut berarti ia

dapat mengetahui lokasi nyeri)

Reaksi menghindar

Reaksi flexi (dekortikasi)

(berikan rangsang nyeri, misalkan

menekan dengan objek keras, seperti

ballpoint, pada jari kuku. Bila sebagai

jawaban siku flexi terhadap nyeri (flexi

pada pergelangan tangan mungkin ada

atau tidak )

Reaksi ekstensi (deserbrasi)

(dengan rangsang nyeri tersebut di atas

terjadi ekstensi pada siku. Ini selalu

disertai flexi spastik pada pergelangan

tangan)

Tidak ada reaksi

(sebelum memutuskan bahwa rangsang

nyeri memang cukup adekuat diberikan)

4

3

2

1

Interpretasi :

Nilai tertinggi : E + M + V = 13 - 15 (responsiveness)

Nilai sedang : E + M + V = 9 - 12

20

Page 21: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Nilai terendah : E + M + V = 3 - 8 (coma)

Exposure

mencegah hipotermia

2. Bagaimana penilaian sekunder pada penderita diatas ?

Setelah selesai dilakukan primary survey, maka kita melangkah ke secondary

survei. Survei sekunder tidak dimulai sebelum survei primer (ABCDE) diselesaikan,

resusitasi dilakukan, dan pasien menunjukkan pulihnya fungsi vital.

Di sini kita melakukan pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe

examination) disertai reevaluasi pemeriksaan tanda vital.

A. Anamnesis

Setiap pemeriksaan yang lengkap membutuhkan anamnesis mengenai riwayat

perlukaan. Penilaian medik yang lengkap, selalu menyertakan riwayat tentang

mekanisme trauma.  Sering anamnesis ini tidak dapat diperoleh dari pasiennya. 

Petugas penolong prarumahsakit dan keluarga pasien mungkin dapat memberi

informasi yang menjelaskan bagaimana perubahan fisiologi pasien trauma dapat

terjadi.  Informasi yang diperlukan dapat diingat dengan Riwayat “AMPLE” terdiri

atas :

A : Alergi

M : Medication

P : Past illness ( penyakit penyerta ) / pregnancy

L : Last meal

21

Page 22: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

E : Event/environment (lingkungan) yang berhubungan dengan riwayat perlukaan/

cedera.

B. Pemeriksaan Fisik

Dilakukan inspeksi, auskultasi, perkusi, palpasi, sesuai dengan regio yang

diperiksa (bisa disederhanakan menjadi look, listen, feel misalnya pada wajah; atau

look, feel, move misalnya pada ekstremitas).  Diperiksa secara lembut (gentle),

mencari kelainan dengan mnemonik DCAP-BTLS (deformities, contusions,

abrasions, penetrations, burns, tenderness, lacerations, swellings).Meliputi

pemeriksaan lengkap dari kepala sampai kaki, urtan pemeriksaannya terdiri atas :

1. kepala

2. maksilofasial

3. vertebra servikalis dan leher

4. toraks

5. abdomen

6. perineum/rektum/vagina

7. muskuloskeletal

8. neurologi

  American College of Surgeons, Committee on Trauma: Advanced trauma life

support for doctors, Faculty Manual, 7th Ed. Chicago 2004: 53-151.

3. Masalah-masalah apa yang mungkin bisa timbul pada saat penanganan awal

dilakukan ?

Masalah pada penanganan awal:

1. Airway

Adanya suara nafas tambahan (noisy breathing) menunjukkan suatu

sumbatan airway parsial yang mendadak dapat berubah menjadi total.

22

Page 23: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Tidak adannya pernafasan menunjukkan bahwa sumbatan total telah

terjadi. Apabila tingkat kesadaran menurun, deteksi sumbatan airway

menjadi lebih sulit. Adanya dispnea mungkin hanya satu-satunya bukti

adanya sumbatan airway atau cedera trakheobronkhial.

Obstruksi jalan nafas merupakan pembunuh tercepat, lebih cepat

dibandingkan gangguan breathing dan circulation. Lagipula perbaikan

breathing tidak mungkin dilakukan bila tidak ada airway yang paten.

Obstruksi jalan nafas dapat berupa obstruksi total atau parsial.

Pada obstruksi total mungkin ditemukan penderita masih sadar atau

dalam keadaan tidak sadar. Pada obstruksi total yang akut, biasanya

disebabkan tertelannya benda asing yang lalu menyangkut dan

menyumbat di pangkal laring. Bila obstruksi total timbul perlahan maka

akan berawal dari obstruksi parsial yang kemudian menjadi total.

Kesulitan-kesulitan di atas tidak selalu dapat dicegah, tetapi

kemungkinannya harus selalu diantisipasi.

Walaupun segala usaha telah dilakukan, terkadang pengelolaan jalan

napas sangat sulit dan mungkin tidak tercapai. Mungkin karena

disebabkan gangguan alat, seperti contoh lampu laringoskop yang tiba-

tiba mati, atau tube endotrakeal (ETT) yang telah terpasang dengan segala

kesulitan, ternyata balonnya (cuff) robek terkena gigitan penderita.

Intubasi endotrakeal gagal setelah pemberian relaksan otot, atau usaha

krikotirotomi gagal karena gemuknya penderita.

Usaha intubasi endotrakeal ternyata menyebabkan obstruksi total, karena

tidak mengetahui adanya fraktur laring atau transeksi parsial laring.

Kedua keadaan di atas dapat tanpa gejala klinis.

2. Breathing

Pada penderita dalam keadaan takipnea dan dispnea berat yang

disebabkan tension pneumothorax, mungkin di simpulkan bahwa

priblemnya adalah airway yang tidak adekuat. Bila pada keadaan

23

Page 24: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

dilakukan intubasi endotrakeal dengan nafas tambahan memakai bag

kemungkinan akan memperburuk keadaan penderita.

Pada penderita yang tidak sadar dilakukan intubasi endotrakeal disertai

ventilasi tambahan, kemungkinan tindakan ini sendiri menyebabkan

terjadinya tension pneumothorax. Hal ini dapat diketahui dengan re-

evaluasi dengan cara pemeriksaan fisik dan foto toraks bila keadaan

mengijinkan.

Tidak ada tanda-tanda pernapasan.

Tidak ada gerakan dada.

Tidak ada suara napas.

Tidak dirasakan hembusan napas

Sesak napas:

e) Penderita mengeluh sesak

f) Bernafas cepat (takipneu)

g) Pernafasan cuping hidung

h) Pemakaian otot pernafasan tambahan dapat berupa retraksi

suprasternal, retraksi intercostalis, retraksi sternum, maupun retraksi

infrasternal.

3. Circulation

Harus berhati-hati pada kelompok umur muda, tua, atlit dan pemakaian obat-

obatan tertentu, karena penderita tidak bereaksi secara normal.

1. Orang tua walaupun dalam keadaan sehat, sulit untuk meningkatkan

denyut jantung dalam keadaan hipovolemia. Akibatnya adalah bahwa

takikardia mungkin tidak terlihat pada orang tua walaupun sudah

hipovolemia. Pada oran tua sering tidak ada hubungan antara tekanan

darah dengan curah jantung.

2. Anak kecil mempunyai cadangan fisiologis yang besar. Bila jatuh dalam

keadaan syok, akan berlangsung tiba-tiba dan katastrofik.

24

Page 25: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

3. Atlit juga mempunyai cadangan fisiologis yang besar, lagipula biasanya

dalam keadaan bradikardia dan mungkin tidak ditemukan takikardia

walaupun sudah hipovolemia.

4. Kerapkali anamnesis yang meliputi “AMPLE” (dibicarakan dalam survay

sekunder) tidak dilakukan sehingga tim trauma tidak sadar akan

pemakaian obat-obatan tertentu.

Harus selalu diwaspadai penderita dengan hemodinamik “normal” yang belum

tentu normal.

4. Disability (neurologic evaluation)

Walaupun telah dilakukan segala usaha pada penderita dengan trauma

kapitis, penurunan keadaan penderita dapat terjadi, dan kadang-kadang

terjadi dengan cepat. Interval lusid pada perdarahan epidural adalah contoh

penderita yang sebelumnya masih dapat berbicara tetapi sesaat kemudian

meninggal. Diperlukan evaluasi ulang yang berulang kali, untuk mengenal

adanya perubahan neurologis. Mungkin perlu kembali ke primary survey

untuk memperbaiki airway, oksigenasi dan ventilasi serta perfusi. Bila

diperlukan konsul sito ke ahli bedah saraf dapat dilakukan pada primary

survey.

5. Exposure / Kontrol Lingkungan

Penderita trauma mungkin datang ke ruang emergensi sudah dalam

keadaan hipotermia, dan kemungkinan di perberat dengan resusitasi cairan

dan darah. Masalah seperti ini sebaiknya diatasi dengan kontrol perdarahan

yang dilakukan secara dini. Ini mungkin hanya dapat dicapai dengan

tindakan operatip atau pemasangan fiksasi eksternal pada fraktur pelvis.

Usaha menjaga suhu tubuh penderita harus dilakukan dengan sungguh-

sungguh.

4. Keadaan-keadaan apa saja yang dapat menyebabkan sesak napas ?

25

Page 26: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Asma dipertimbangkan merupakan kelainan peradangan jalan napas kronis. Kelainan

ini terdiri atas penyempitan jalan napas yang menimbulkan penurunan aliran udara

dan dapat diinduksi oleh kontraksi otot polos, penebalan dinding jalan napas, dan

adanya sekresi dalam lumen jalan napas sebagai respon terhadap alergen penyebab.

Pada individu yang rentan, perubahan-perubahan ini mengakibatkan episode berulang

mengi, sesak napas, rasa ketat di dada, dan batuk

Patogenesis sesak napas akibat trauma, misalnya pada tension pneumotoraks yang

timbul sebagai komplikasi dari pneumotoraks sederhana akibat cedera toraks tembus

atau tajam dengan perlukaan parenkim paru yang tidak menutup. Tension

pneumotoraks terjadi keadaan fenomena ventil yakni kebocoran udara yang berasal

dari paru-paru atau dari luar melalui dinding dada, masuk ke dalam rongga pleura dan

tidak dapat keluar lagi, sehingga tekanan intrapleura akan semakin meninggi, paru-

paru menjadi kolaps, mediastinum terdorong ke sisi berlawanan dan menghambat

venous return.

Penyakit emergensi dengan keluhan dispnue, yaitu :

1. Eksaserbasi Asma akut

2. Pneumotoraks

3. Inhalasi gas beracun

4. Hemotoraks

5. Efusi pleura

6. Acute respiratory Distress Sindrome (ARDS)

 5. Bagaimana cara memberikan resusitasi pada pasien diatas ?

26

Page 27: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Pada saat resusitasi sering diperlukan terapi cairan. Pemilihan jenis cairan

dapat dilakukan bila diketahui isi cairan yang digunakan.

Secara anatomis cairan tubuh terbagi atas :

1. Cairan intraseluler = 40% BB

2. Cairan ekstraseluler = 20% BB, yang terdiri dari

a. Cairan interstitiel = 15%

b. Cairan intarvaskuler = 5%

3. Cairan transeluler = 2%

Untuk kasus – kasus gawat darurat dapat dipilih :

1. Cairan kristaloid (Ringer Laktat, NaCl 0,9 %).

a. Cairan ini baik untuk tujuan mengganti kehilangan volume terutama

kehilangan cairan intertisial.

b. Harganya murah, tak memberikan reaksi anafilaktik tetapi tidak dapat

bertahan lama di intravaskuler.

c. Pemberian berlebih dapat menyebabkan edema paru dan edema perifer.

2. Cairan koloid (darah, albumin, fresh frozen plasma, dextran, HES, Hemacel, dll).

a. Cairan ini baik untuk mengganti volume intravaskuler.

b. Harganya mahal, dapat menyebabkan reaksi anafilaktik mempunyai molekul

besar dan menimbulkan tekanan onkotik.

c. Pemberian berlebih juga dapat menyebabkan edema paru tetapi tak akan

menyebabkan edema perifer.

Jenis-Jenis Cairan Resusitasi

Cairan intaravena terdiri dari :

1. Cairan kristaloid (2-4 kali perdarahan)

Contoh : NaCl 0,9%, Ringer Laktat, Ringer Asetat (Asering), Dextrose 5%

2. Dextrose 5%

Cairan koloid (sesuai jumlah perdarahan)

Contoh :

27

Page 28: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

a. Alami : plasma, albumin

b. Buatan : gelatin, starch, dextran

Secara umum, keadaan-keadaan yang dapat memerlukan pemberian cairan infus

adalah:

1. Kondisi jaur enteral (via oral) tidak memungkinkan, missal pada pasien

penurunan kesadaran, kejang

2. Perdarahan dalam jumlah banyak (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

3. Trauma abdomen (perut) berat (kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

4. Fraktur (patah tulang), khususnya di pelvis (panggul) dan femur (paha)

(kehilangan cairan tubuh dan komponen darah)

5. “Serangan panas” (heat stroke) (kehilangan cairan tubuh pada dehidrasi)

6. Diare dan demam (mengakibatkan dehidrasi)

7. Luka bakar luas (kehilangan banyak cairan tubuh)

8. Semua trauma kepala, dada, dan tulang punggung (kehilangan cairan tubuh dan

komponen darah)

Bila ada gangguan sirkulasi harus dipasang sedikitnya 2 IV line. Kateter IV yang

dipakai harus berukuran besar. Pada awal sebaiknya gunakan vena pada lengan.

Perbaikan volume sirkulasi dengan cara pemberian cairan yang agresif tidak dapat

menggantikan proses penghentian perdarahan.

Pada saat datang pernderita diinfus cepat dengan 2-3 liter cairan kristaloid, sebaiknya

ringer laktat.

Resusitasi Jantung Paru (RJP)

1. RJP untuk Dewasa

a. Letakkan tangan di thorax ketika melakukan kompaan thorax untuk masase

jantung. Pangkal tangan diletakkan pada 1/3 caudal sternum

b. Peredaran darah : tindakan circulation

28

Page 29: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

c. Letak dan sikap kedua tangan di sternum bagian 1/3 caudal dengan jari

mengarah ke kiri, jari tidak boleh menekan dada

d. Tempat dan sikap penolong. Lengan tegak lurus dengan sendi siku tetap

dalam ekstensi

Gambar 3.21 RKP untuk dewasa

e. Letak tangan di thorax ketika melakukan kompaan thorax untuk masase

jantung. Pangkal tangan di letakkan pada 1/3 caudal tulang sternum

f. Jika ada dua penyelamat :

Buka jalan nafas. Insuflasi dilakukan oleh penyelamat pertama, sedangkan

masase jantung (sirkulasi) dilakukan oleh orang ke dua, berturut-turut

dilakukan 30 kompaan thorax dan 2 insuflasi paru dengan kecepatan 100 X

/menit dengan kedelaman 4-5 cm, memberikan kesempatan jantung

mengembang (pengisian ventrikel) waktu kompresi dan relaksasi sama,

minimalkan terputusnya kompresi dada, dan rasio kompresi dan ventilasi

30:2.

29

Page 30: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Gambar RKP 3.22 A. 2 Penolong B. 1 Penolong

2. RJP untuk Anak

Pada dasarnya resusitasi pada anak dilakukan seperti pada orang dewasa.

Pembebasan jalan nafas diusahakan dengan ekstensi kepala dan mengangkat rahang

bawah pada dagu, kemudian ditentukan ada tidaknya pernafasan, denyut nadi dicari

di leher dengan satu atau dua jari yang digeser dari garis tengah rawan tiroid sampai

ke lateral laring tempat denyut arteri carotis atau dicari di arteri brahialis.

Gambar 3.33 RKP untuk Anak

30

Page 31: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

RJP dilakukan dengan cara mendorong 1/2 sampai 1/3 kedalaman dada anak

(sekitar 2 inci). Penolong dapat menggunakan satu tangan, bukan dua saat melakukan

penekanan. Penolong dapat menggunakan kedua tangan untuk menjaga jalan napas

terbuka untuk memungkinkan ventilasi potensial induksi RKP dan menstabilkan anak

dari bergerak selama kompresi jika penolong inginkan.

Gambar 3.34 RKP untuk Anak

Dikutip dari kepustakaan 32

2010 CPR Guidelines Overview

Tingkat kompresi (Dewasa,

Bayi, & Children):Setidaknya 100 kompresi per menit.

Kedalaman kompresi (Dewasa

& Anak):2 inci / 5 sentimeter.

Kedalaman kompresi (Bayi): 1/3 kedalaman dada.

Rasio kompresi untuk napas

(Dewasa):30 kompresi untuk 2 penyelamatan napas.

Rasio kompresi untuk napas

(Anak / Bayi):

30 kompresi untuk 2 penyelamatan

napas. (Kesehatan Non atau Recuer Single)

Rasio kompresi untuk napas

(Anak / Bayi):

15 kompresi untuk 2 penyelamatan

napas. (Kesehatan di Tim Penyelamat)

31

Page 32: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

INDIKASI PENGAKHIRAN RESUSITASI

a. Resusitasi yang Berhasil

Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif.

b. Resusitasi yang Tidak Berhasil

Semua tenaga kesehatan dituntut untuk memulai RKP segera setelah

diagnosis henti nafas atau henti nafas atau henti jantung dibuat, tetapi dokter

pribadi korban hendaknya lebih dulu diminta nasehatnya sebelum upaya

resusitasi dihentikan. Tidak sadar ada pernapasan spontan dan refleks muntah

dan dilatasi pupil yang menetap selama 15 sampai 30 menit atau lebih

merupakan petunjuk kematian otak kecuali pasien hipotermi atau dibawa efek

barbiturate atau dalam anastesia umum. Akan tetapi tidak adanya tanggapan

jantung terhadap tindakan resusitasi. Tidak adanya aktivitas listrik jantung

selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya RJP dan terapi obat

yang optimal menandakan mati jantung.

32

Page 33: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

6. Obat-Obat apa yang dapat digunakan pada pasien sesak napas yang

emergency ?

Obat-Obat Bronkodilator

Tipe utama bronkodilator :

33

Page 34: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

1. Adrenergik

2. Antikolinergik

3. Xanthin

1. Adrenergika

Yang digunakan adalah b2-simpatomimetika (singkatnya b2-mimetika) yang

berikut : salbutamol, terbulatin, tretoquinol, fenoterol, rimiterol, prokaterol (Meptin),

dan klenbuterol (Spriropent). Lagi pula, obat long-acting yang agak baru, yaitu

salmoterol dan formoterol (dorudil).

Zat-zat ini bekerja lebih kurang selektif terhadap reseptor b2 adrenergis dan

praktis tidak terhadap reseptor- b1 (stimulasi jantung). Obat dengan efek terhadap

kedua reseptor sebaiknya jangan digunakan lagi berhubung efeknya terhadap jantung,

seperti efedrin, inprenalin, orsiprenalin dan heksoprenalin. Pengecualian adalah

adrenalin (reseptor dan b) yang sangat efektif pada keadaan kemelut.

Mekanisme kerjanya adalah melalui stimulasi reseptor b2 di trachea (batang

tenggorok) dan bronchi, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim

ini memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi menjadi

cyclic-adenosin monophosphat (cAMP) dengan pembebasan energi yang

digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di

dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi dan penghambatan

pelepasan mediator oleh mast cells.

Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang ternyata secara

berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru, karena

tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan bagi alergen pada

pasien alergis. Oleh karena itu, sejak beberapa tahun hanya digunakan untuk

melawan serangan atau sebagai pemeliharaan dalam kombinasi dengan obat

pencegah, seperti kortikosteroid dan kromoglikat.

34

Page 35: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Kehamilan dan laktasi. Salbutamol dan terbutalin dapat digunakan oleh

wanita hamil, begitu pula fenoterol dan heksoprenalin setelah minggu ke-16.

salbutamol. Terbutalin, dan salmeterol mencapai air susu ibu. Dari obat

lainnya belum terdapat cukup data untuk menilai keamanannya; pada binatang

percobaan, salmoterol ternyata merugikan janin.

Obat-obat adrenergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

Adrenalin epinefrin Lidonest 2%.

Zat adrenergik ini dengan efek alfa + beta adalah bronchodilator terkuat dengan

kerja cepat tetapi singkat dan digunakan untuk serangan asma yang hebat. Sering kali

senyawa ini dikombinasi dengan tranquillizer peroral guna melawan rasa takut dan

cemas yang menyertai serangan. Secara oral, adrenalin tidak aktif.

Efek samping berupa efek sentral (gelisah, tremor, nyeri kepala) dan terhadap

jantung palpitasi, aritmia), terutama pada dosis lebih tinggi. Timbul pula

hyperglikemia, karena efek antidiabetika oral diperlemah.

Dosis pada serangan asma i.v. 0,3 ml dari larutan 1 : 1.000 yang dapat diulang

dua kali setiap 20 meter (tartrat).

Efedrin : *Asmadex, * Asmasolon, * Bronchicum”

Derivat – adrenalin ini memiliki efek sentral lebih kuat dengan efek

bronchodilatasi lebih ringan dan bertahan lebih lama (4 jam). Efedrin dapat diberikan

secara oral maka banyak digunakan sebagai obat asma (bebas berbatas tanpa resep)

dalam berbagai sediaan populer, walaupun efek sampingnya dapat membahayakan.

35

Page 36: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Reasorbsinya baik dan dalam waktu ¼ – 1 jam sudah terjadi bronchodilatasi. Di

dalam hati, sebagian zat dirombak ekskresinya terutama lewat urin secara utuh.

Plasma ½-nya 3-6 jam.

Efek samping, pada orang yang peka, efedrin dalam dosis rendah sudah dapat

menimbulkan kesulitan tidur, tremor, gelisah dan gangguan berkemih. Pada overdose,

timbul efek berbahaya terhadap SSP dan jantung (palpitasi) (3,4).

Isoprenalin : Isuprel Aleudrin

Derivat ini mempunyai efek b1 + b2 adrenergis dan memiliki daya

bronchodilatasi baik tetapi resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Resorpsinya

dari mulut (oromukosal sebagai tablet atau larutan agak lebih baik dan cepat, dan

efeknya sudah timbul setelah beberapa menit dan bertahan sampai 1 jamn.

Penggunaannya sebagai obat asma sudah terdesak oleh adrenergika dengan

khasiat spesifik tanpa efek beta-1 (jantung), sehingga lebih jarang menimbulkan efek

samping. Begitu pula turunnya, seperti yang tersebut di bawah ini, sebaiknya jangan

digunakan lagi.

Orsiprenalin (Metaproterenol, Alupent, Silomat comp)

Adalah isomer isoprenalin dengan resorpsi lebih baik, yang efeknya dimulai

lebih lambat (oral sesudah 15-20 menit tetapi bertahan lebih lama, sampai 4 jam.

Mulai kerjanya melalui inhalasi atau injeksi adalah setelah 10 menit.

Dosis 4 dd 20 mg (sulfat), i.m. atau s.c. 0,5 mg yang dapat diulang setelah ½

jam, inhalasi 3 – 4 dd 2 semprotan.

Salbutamol: ventolin, salbuven

36

Page 37: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Derivat isoprenalin ini merupakan adrenergikan pertama (1986) yang pada

dosis biasa memiliki daya kerja yang lebih kurang spesifik terhadap reseptor b2.

selain berdaya bronchodilatasi baik, salbutamol juga memiliki efek lemah terhadap

stabilisasi mastcell, maka sangat efektif mencegah maupun meniadakan serangan

asma. Dewasa ini obat ini sudah lazim digunakan dalam bentuk dosis-aerosol

berhubung efeknya pesat dengan efek samping yang lebih ringan daripada

penggunaan per oral. Pada saat inhalasi seruk halsu atau larutan, kira-kira 80%

mencapai trachea, tetapi hanya 7 -8% dari bagian terhalus (1-5 mikron) tiba di

bronchioli dan paru-paru.

Efek samping jarang terjadi dan biasanya berupa nyeri kepala, pusing-pusing,

mual, dan tremor tangan. Pada overdose dapat terjadi stimulasi reseptor b-1 dengan

efek kardiovaskuler: tachycardia, palpitasi, aritmia, dan hipotensi. Oleh karena itu

sangat penting untuk memberikan instruksi yang cermat agar jangan mengulang

inhalasi dalam waktu yang terlalu singkat, karena dapat terjadi tachyfylaxis (efek obat

menurun dengan pesat pada penggunaan yang terlalu sering).

Dosis 3-4 dd 2-4 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 100 mcg, pada

serangan akut 2 puff yang dapat diulang sesudah 15 menit. Pada serangan hebat i.m.

atau s.c. 250-500 mcg, yang dapat diulang sesudah 4 jam.

Terbutalin : Bricasma, Bricanyl

Derivat metil dari orsiprenalin (1970) ini juga berkhasiat b2 selektif. Secara

oral, mulai kerjanya sesudah 1-2 jam, sedangkan lama kerjnya ca 6 jam. Lebih sering

mengakibatkan tachycardia.

Dosis 2-3 dd 2,5-5 mg (sulfat) inhalasi 3-4 dd 1-2 semprotan dari 250 mcg,

maksimum 16 puff sehari, s.c. 250 mcg, maksimum 4 kali sehari (3,4).

37

Page 38: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Fenoterol (berotec)

Adalah derivat terbutalin dengan daya kerja dan penggunaan yang sama.

Efeknya lebih kuat dan bertahan ca 6 jam, lebih lama daripada salbutamol (ca 4

jam).Dosis : 3 dd 2,5-5 mg (bromida), suppositoria malam hari 15 mg, dan inhalasi 3-

4 dd 1-2 semprotan dari 200 mcg.

2. Antikolinergika

Di dalam sel-sel otot polos terdapat keseimbangan antara sistem adrenergis dan

sistem kolinergis. Bila karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis

terhambat, maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat bronchokonstriksi.

Antikolimengika memblok reseptor muskarin dari saraf-saraf kolinergis di otot polos

bronchi, hingga aktivitas saraf adrenergis menjadi dominan dengan efek

bronchodilatasi.

Penggunaan terutama untuk terapi pemeliharaan HRB, tetapi juga berguna

untuk meniadakan serangan asma akut (melalui inhalasi dengan efek pesat).

Efek samping yang tidak dikehendaki adalah sifatnya yang mengentalkan dahak

dan tachycardia, yang tidak jarang mengganggu terapi. Yang terkenal pula adalah

efek atropin, seperti mulut kering, obstipasi, sukar berkemih, dan penglihatan buram

akibat gangguan akomodasi. Penggunaanya sebagai inhalasi meringankan efek

samping ini.

Contoh obat antikolinergik yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

Ipratropium : Atrovent

Derivat-N-propil dari atropin ini (1974) berkhasiat bronchodilatasi, karena

melawan pembentukan cGMP yang menimbulkan konstriksi. Ipratropin berdaya

38

Page 39: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

mengurangi hipersekresi di bronchi, yakni efek mengeringkan dari obat

antikolinergika, maka amat efektif pada pasien yang mengeluarkan banyak dahak.

Khususnya digunakan sebaga inhalasi, efeknya dimulai lebih lambat (15 menit) dari

pada b2-mimetika. Efek maksimalnya dicapai setelah 1-2 jam dan bertahan rata-rata 6

jam. Sangat efektif sebagai obat pencegah dan pemeliharaan, terutama pada

bronchitis kronis. Kini, zat ini tidak digunakan (lagi) sebagai monoterapi

(pemeliharaan), melainkan selalu bersama kortikosteroida-inhalasi. Kombinasinya

dengan b2-mimetika memperkuat efeknya (adisi).

Resorpsinya secara oral buruk (seperti semua senyawa amonium kwaterner).

Secara tracheal hanya bekerja setempat dan praktis tidak diserap. Keuntungannya

ialah zat ini juga dapat digunakan oleh pasien jantung yang tidak tahan terhadap

adrenergika. Efek sampingnya jarang terjadi dan biasanya berupa mulut kering, mual,

nyeri kepala, dan pusing.

Dosis inhalasi 3-4 dd 2 semprotan dari 20 mcg (bromida).

3.   Derivat Xanthin: teofilin, aminofilin

Daya bronchorelaksasinya diperkirakan berdasarkan blokade reseptor adenosin.

Selain itu, teofilin seperti kromoglikat mencegah meningkatnya hiperektivitas dan

berdasarkan ini bekerja profilaksi. Resorpsi dari turunan teofilin amat berbeda-beda,

yang terbaik adalah teofilin microfine (particle size 1-5 micron) dan garam-garamnya

aminofilin dan kolinteofilinat. Penggunaanya secara terus-menerus pada terapi

pemeliharaan ternyata efektif mengurangi frekuensi serta hebatnya serangan. Pada

keadaan akut (infeksi aminofilin) dapat dikombinasi dengan obat asam lainnya, tetapi

kombinasi dengan b2-mimetika hendaknya digunakan dengan hati-hati berhubungan

kedua jenis obat saling memperkuat efek terhadap jantung. Kombinasinya dengan

efedrin (Asmadex, Asmasolon) praktis tidak memperbesar efek bronchodilatasi,

39

Page 40: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

sedangkan efeknya terhadap jantung dan efek sentralnya amat diperkuat. Oleh karena

ini, sediaan kombinasi demikian tidak dianjurkan, terutama bagi para manula.

Tablet sustanined release (Euphyllin retard 125-250 mg) adalah efketif untuk

memperoleh kadar darah yang konstan, khususnya pada waktu tidur dan dengan

demikian mencegah serangan tengah malam dan morning dip.

Obat-obat golongan xanthin yang sering digunakan sebagai bronchodilator :

Teofilin : 1,3 dimryilkdsnyin, Quibron-T/SR Theobron.

Alkaloida ini (1908) terdapat bersama kofein (trimetilksantin) pada daun teh

(Yuntheos = Allah, phykllon = daun) dan memiliki sejumlah khasiat antara lain

berdaya spasmolitis terhadap otot polos, khususnya otot bronchi, menstimulasi

jantung (efek inotrop positif) dan mendilatasinya. Teofilin juga menstimulasi SSP

dan pernafasan, serta bekerja diuretis lemah dan singat. Kofein juga memiliki semua

khasiat ini meski lebih lemah, kecuali efek stimulasi sentralnya yang lebih kuat. Kini,

obat ini banyak digunakan sebagai obat prevensi dan terapi serangan asma.

Efek bronchodilatasinya tidak berkorelasi baik dengan dosis, tetapi

memperlihatkan hubungan jelas dengan kadar darahnya dan kadar di air liur. Luas

terapeutisnya sempit, artinya dosis efektifnya terletak berdekatan dengan dosis

toksisnya. Untuk efek optimal diperlukan kadar dalam darah dari 10-15 mcg/ml,

sedangkan pada 20 mcg/ml sudah terjadi efek toksis. Oleh karena itu, dianjurkan

untuk menetapkan dosis secara individual berdasarkan tuntutan kadar dalam darah.

Hal ini terutama perlu pada anak-anak di bawah usia 2 tahun dan pada manula diatas

60 tahun, yang sangat peka terhadap overdose, juga pada pasien gangguan hati dan

ginjal. Terapi dengan teofilin harus dipandu dengan penentuan kadar dalam darah.

40

Page 41: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Resorpsinya di usus buruk dan tidak teratur. Itulah sebabnya mengapa

bronchodilator tua ini (1935) dahulu jarang digunakan. Baru pada tahun 1970-an,

diketahui bahwa resorpsi dapat menjadi lengkap bila digunakan dalam bentuk seruk

microfine. (besarnya partikel 5-10 mikron) begitu juga pada penggunaan sebagai

larutan, yang seperlunya ditambahkan alkohol 20%. Plasma-t ½ nya 3-7 jam,

ekskresinya berlangsung sebagai asam metilurat lewat kemih dan hanya 10% dalam

keadaan utuh. Teofilin sebaiknya digunakan sebagai sediaan ‘sutanined release’ yang

memberikan resorpsi konstan dan kadar dalam darah yang lebih teratur.

Efek sampingnya yang terpenting berupa mual dan muntah, baik pada

penggunaan oral maupun rektal atau parenteral. Pada overdose terjadi efek sentral

(gelisah, sukar tidur, tremor, dan konvulsi) serta gangguan pernafasan, juga efek

kardiovaskuler, seperti tachycardia, aritmia, dan hipotensi. Anak kecil sangat peka

terhadap efek samping teofilin.

Dosis 3-4 dd 125 – 250 mg microfine (retard). 1 mg teofilin 0 aq = 1,1 g teofilin

1 aq = 1,17 g aminofilin 0 aq = 1,23 g aminofilin 1 aq.

 Aminofilin (teofilin-etilendiamin, Phyllocomtin continus, Euphylllin)

Adalah garam yang dalam darah membebaskan teofilin kembali. Garam ini

bersifat basa dan sangat merangsang selaput lendir, sehingga secara oral sering

mengakibatkan gangguan lambung (mual, muntah), juga pada penggunaan dalam

suppositoria dan injeksi intramuskuler (nyeri). Pada serangan asma, obat ini

digunakan sebagai injeksi i.v.

41

Page 42: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

7. Bagaimana perbedaan penanganan sesak napas karena trauma dan non

trauma ?

Trauma

- Sumbatan jalan napas

- Pneumothorax

- Hemothorax

- Flail chest

Non Trauma

- Asma

- Efusi Pleura

- Alergi

SESAK NAPAS ETIOLOGI TRAUMA

Pada pasien trauma yang dicurigai mengalami multiple fracture, dipasangkan

Neck Collar/Collar Brace pada daerah leher tanpa menggerakkan leher dan dibantu

fiksasi dengan bantal pasir dan plester dahi.

SUMBATAN JALAN NAPAS

Penanganan jalan nafas terutama ditujukan pada penderita tidak sadar, yang

memerlukan tindakan cepat sampai sumbatan teratasi. Sambil meminta pertolongan

orang lain dengan cara berteriak kita harus tetap disamping penderita. Pertama-tama

yang kita lakukan pada penderita tidak sadar dan mengalami sumbatan jalan nafas

adalah ekstensi kepala karena gerakan ini akan meregangkan struktur leher anterior

sehingga dasar lidah akan terangkat dari dinding belakang farings.

PNEUMOTORAX

42

Page 43: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan

udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada

prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :

a) Airway Assessment

1) Perhatikan patensi Airway,

2) Dengar suara napas,

3) Perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding

dada.

Management :

1) Inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh,

lakukanchin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang

menghalangi jalan nafas.

2) Observasi dan pemberian O2 apabila fistula yang menghubungkan

alveoli dan rongga pleura telah menutup, maka udara yang berada

di dalam rongga pleura tersebut akan direbsorbsi. Laju resorbsi

tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2.

3) Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan fototoraks serial

tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari. Tindakan ini terutama

ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka.

4) Reposisi kepala, pasang collar-neck.

5) Lakukan cricothyroidotomy atau tracheostomi atau intubasi

(oral/nasal).

b) Breathing Assessment

1) Periksa frekwnsi napas

2) Perhatikan gerakan respirasi

3) Palpasi toraks

43

Page 44: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

4) Auskultasi dan dengarkan bunyi napas.

Management :

1) Lakukan bantuan ventilasi bila perlu

2) Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension

pneumotoraks, open penumotoraks, hemotoraks, flail chest.

c) Circulation Assessment

1) Periksa frekuensi denyut jantung dan denyut nadi.

2) Periksa tekanan darah.

3) Pemeriksaan pulse oxymetri.

4) Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis).

Management :

1) Resusitasi cairan dengan memasang 2 iv lines.

2) Torakotomi emergency bila diperlukan.

3) Operasi eksplorasi vaskular emergency

4) Tindakan bedah emergency :

Krikotiroidotomi

Trakheostomi dengan jarum (thorakosintesis)

Tube Torakotomi

HEMOTHORAX

Biasanya perdarahan berhenti spontan dan tidak memerlukan intervensi

operasi. Hemotoraks akut yang cukup banyak sehingga terlihat pada foto toraks,

sebaiknya diterapi dengan selang dada kaliber besar. Selang dada tersebut akan

mengeluarkan darah dari rongga pleura, mengurangi resiko terbentuknya bekuan

darah di dalam rongga pleura, dan dapat dipakai dalam memonitor kehilangan darah

selanjutnya. Evakuasi darah atau cairan juga memungkinkan dilakukannya penilaian

terhadap kemungkinan terjadinya ruptur diafragma traumatik. Walaupun banyak

faktor yang berperan dalam memutuskan perlunya indikasi operasi pada penderita

44

Page 45: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

hemotoraks, status fisiologi dan volume darah yang keluar dari selang dada

merupakan faktor utama. Sebagai patokan bila darah yang dikeluarkan secara cepat

dari selang dada sebanyak 1.500 ml, atau bila darah yang keluar lebih dari 200 ml tiap

jam untuk 2 sampai 4 jam, atau jika membutuhkan transfusi darah terus menerus,

eksplorasi bedah herus dipertimbangkan. Pemberian oksigen yang adekuat dan atasi

tanda-tanda syok jika ada yang dapat dilanjutkan dengan pemasangan chest tube.

FLAIL CHEST

1. Intubasi dan Ventilator

Intubasi dan ventilator dibutuhkan pada pasien trauma dada dengan kontusio

pulmo dengan hipoksia. Ventilasi diperlukan pada trauma dengan instabilitas

dinding dada (flail chest)

2. Penggunaan WSD

3. Pemasangan Fiksasi Interna

4. Penekanan pada thoraks yang bergerak dengan telapak tangan atau gumpalan

kain. Selanjutnya dilakukan fiksasi dengan plester pada iga yang patah dengan

gumpalan kain dibawahnya pada flail chest unilateral.

5. Stabilisasi dengan traksi dengan beban 1-2,5 kg

6. Assisted respiratory pada flail chest berat post stabilisasi

SESAK NAPAS NON TRAUMA

ASMA

1. Oksigenasi dengan kanul nasal

2. Agonis Reseptor Beta-2.

45

Page 46: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Adrenergik Merupakan obat terbaik untuk mengurangi serangan penyakit

asma yang terjadi secara tiba-tiba dan untuk mencegah serangan yang mungkin

dipicuoleh olahraga. Bronkodilator ini merangsang pelebaran saluran udara oleh

reseptor beta-adrenergik.

3. Kortikosteroid

Kortikosteroid menghalangi respon peradangan dan sangat efektif

dalammengurangi gejala penyakit asma. Jika digunakan dalam jangka panjang,

secarabertahap kortikosteroid akan menyebabkan berkurangnyakecenderungan ter

jadinya serangan penyakit asma dengan mengurangikepekaan saluran udara

terhadap sejumlah rangsangan.

4. Cromolin dan Nedocromil

Kedua obat tersebut diduga menghalangi pelepasan bahan peradangan

darisel mast dan menyebabkan berkurangnya kemungkinan pengkerutansaluran

udara. Obat ini digunakan untuk mencegah terjadinya serangan, bukan untuk

mengobati serangan. Obat ini terutama efektif untuk anak-anak dan untuk

penyakit asma karena olah raga. Obat ini sangat aman,tetapi relatif mahal dan

harus diminum secara teratur meskipun penderita bebas gejala.

5. Obat Antikolinergik

Obat ini bekerja dengan menghalangi kontraksi otot polos dan pembentukan

lender yang berlebihan di dalam bronkus oleh asetilkolin.Lebih jauh lagi, obat

ini akan menyebabkan pelebaran saluran udara pada penderita yang

sebelumnya telah mengkonsumsi agonis reseptor beta2-adrenergik. Contoh

obat ini yaitu atropin dan ipratropium bromide

ALERGI

- Hentikan kontak dengan allergen

- Perhatikan tanda-tanda vital dan jalan napas, bila perlu dilakukan resusitasi dan

pemberian oksigen

46

Page 47: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

- Epinefrin 1/1000 (obat terpilih) 0,5-1 ml sk/im, dapat diulang 5-10 menit

kemudian.

- Dapat diberikan pula :

Antihistamin-difenhidramin (benadryl) 10-20 mg iv

Kortikosteroid-hidrokortison (Solu-Cortef) 100-250 mg iv lambat (dalam 30

detik).

Aminofilin 250-500 mg iv lambat, bila spasme bronkioli nyata

EFUSI PLEURA

- Terapi penyakit dasarnya (Antibiotika seperti tetraksiklin).

- Terapi paliatif (Efusi pleura haemorhagic).

- Torakosintesis

Aspirasi cairan pleura selain bermanfaat untuk memastikan diagnosis, aspirasi

juga dapat dikerjakan dengan tujuan terapetik.

- Pemasangan WSD

Jika jumlah cairan cukup banyak, sebaiknya dipasang selang toraks

dihubungkan dengan WSD, sehingga cairan dapat dikeluarkan secara lambat dan

aman.

- Pleurodesis

Bertujuan melekatkan pleura viseralis dengan pleura parietalis, merupakan

penanganan terpilih pada efusi pleura keganasan. Bahan yang digunakan

adalah sitostatika seperti tiotepa, bleomisin, nitrogen mustard, 5-fluorourasil,

adramisin, dan doksurubisin. Setelah cairan efusi dapat dikeluarkan sebanyak-

banyaknya, obat sitostatika (misalnya:tiotepa 45 mg) diberikan selang waktu

710 hari. Pemberian obat tidak perlu pemasangan WSD. Setelah 13 hari, jika

berhasil akan terjadi pleuritis obliteratif yang menghilangkan rongga pleura,

sehingga mencegah penimbunan kembali cairan dalam rongga tersebut.

8. Bagaimana syarat Rujukan dan Transportasi pasien ?

47

Page 48: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

A. Syarat Rujukan

Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena

keterbatasan SDM maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih

memungkinkan untuk dirujuk.

Keadaan yang mengancam jiwa harus tertangani terlebih dahulu (A,B,C,D,E)

Dokter yang merujuk menyertakan dokumen mengenai identitas pasien,hasil

anamnesis dan kondisi pasien

Tersedia layanan rujukan seperti transportasi dan perawat yang

berpengalaman untuk ikut serta

Dokter dan rumah sakit yang menerima pasien bersedia dan dapat

memberikan penanganan kepada pasien

B. Transportasi

1. Syarat Transportasi Penderita

Memenuhi syarat : - Gangguan Pernapasan & CV telah ditanggulangi;

Resusitasi bila perlu

Selama Tranportasi Monitor:

- Kesadaran

- Pernapasan

- Tekanan Darah dan Denyut nadi

2. Syarat Alat Transportasi

Kendaraan

Darat (Ambulance,Pick up, truck,gerobak,dll)

Laut (perahu,rakit,kapal,perahu motor dll)

Udara (Pesawat terbang,helikopter)

Yang terpenting adalah:

48

Page 49: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

Penderita dapat terlentang

Cukup luas minimal untuk 2 penderita & petugas dapat bergerak leluasa

Cukup tinggi sehingga petugas dapat berdiri dan infus dapat jalan

REFERENSI :

1. American College of Surgeons, Committee on Trauma: Advanced trauma life

support for doctors, Faculty Manual, 7th Ed. Chicago 2004: 53-151

2. Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. Keterampilan Prosedural Terapi

Cairan dan Elektrolit. [online]. 2011 [cited 2013 Maret 18]; Available

from:UR

L:http://repository.unand.ac.id/15473/4/Penuntun_Skills_Lab_290711_OK.pd

f

3. Symposium Update on Fluid Resuscitation by Anesthesiology Departement,

Makassar, 31 Agustus 2008, dibawakan oleh dr. Ramli.

4. Ewingsa 2009. Efusi Pleura . diakses dari

http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/efusipleura.pdf pada tanggal 16

Desember 2013

5. Halim, Hadi. Penyakit Penyakit Pleura. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

II. 2007. Balai Penerbit FK UI Jakarta

6. American college of surgeons. 2004. Advance Trauma Life Support Program

for Doctors, 7th edition. USA (Diterjemahan dan dicetak oleh komisi trauma

IKABI)

7. Tambunan, Karmel L, dkk. 2003. Buku Panduan Penatalaksanaan Gawat

Darurat, Jilid 1. Jakarta. FKUI

8. Robbins. Patologi Vol.2, Edisi 7. ECG

49

Page 50: Word Pbl Trauma Modul Sesak Napas

9. Eugene C. Toy, dkk. 2011. Case Files: Kedaruratan Medik, Edisi 2. Karisma

Publishing Group.

50