library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2Doc/RS1_2017_2... · Web viewSementara...

36
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pemasaran 2.1.1 Definisi Pemasaran (Marketing) Pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu cara definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan” (Kotler dan Keller, 2016). Menurut Kotler dan Amstrong (2017) Pemasaran (marketing) adalah sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Pemasaran adalah proses sosial yang melibatkan aktivitas yang diperlukan untuk memungkinkan individu dan organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan orang lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran yang berkelanjutan (Mullins et.al., 2014). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses perpindahan barang atau jasa dari produsen atau penyedia layanan kepada konsumen. Dapat juga dikatakan bahwa pemasaran merupakan semua kegiatan yang terkait dengan arus 25

Transcript of library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2Doc/RS1_2017_2... · Web viewSementara...

46

45

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pemasaran

2.1.1Definisi Pemasaran (Marketing)

Pemasaran (marketing) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu cara definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah “memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan” (Kotler dan Keller, 2016).

Menurut Kotler dan Amstrong (2017) Pemasaran (marketing) adalah sebagai proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan, dengan tujuan menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Pemasaran adalah proses sosial yang melibatkan aktivitas yang diperlukan untuk memungkinkan individu dan organisasi memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan orang lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran yang berkelanjutan (Mullins et.al., 2014).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemasaran merupakan suatu proses perpindahan barang atau jasa dari produsen atau penyedia layanan kepada konsumen. Dapat juga dikatakan bahwa pemasaran merupakan semua kegiatan yang terkait dengan arus barang atau jasa dari produsen atau penyedia layanan kepada para konsumen.

2.1.2Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

Bauran pemasaran (marketing mix) merupakan alat bagi pemasaran yang terdiri atas berbagai unsur suatu program pemasaran yang perlu dipertimbangkan agar implementasi strategi pemasaran dan positioning yang ditetapkan dapat berjalan sukses (Lupiyoadi dan Hamdani, 2008:70).

Bauran pemasaran merupakan alat pemasaran yang dipergunakan sebuah perusahaan dalam melakukan kegiatan bisnisnya. Perusahaan mengendalikan setiap elemen bauran pemasaranagar dapat mempengaruhi respon pasar sasaran (Kotler dan Keller, 2015:92). Dalam bauran pemasaran terdiri dari empat (4) elemen yang dikenal dengan istilah 4P, yaitu product (produk), price (harga), place (tempat atau saluran distribusi), dan promotion (promosi). Sedangkan dalam pemasaran jasa terdapat 3P tambahan yaitu people (orang), physical evidence (fasilitas fisik), dan process (proses), sehingga dikenal dengan istilah 7P. Jadi elemen bauran pemasaran jasa yaitu terdiri dari product, price, place, promotion, people, physical evidence, and process (Kotler dan Keller, 2015:92). Adapun pengertian 7P dapat diuraikan sebagai berikut (Kotler dan Keller, 2015:62):

1. Produk

Produk (product), adalah mengelola unsur produk termasuk perencanaan dan pengembangan produk atau jasa yang tepat untuk dipasarkan dengan mengubah produk atau jasa yang ada dengan menambah dan mengambil tindakan yang lain yang mempengaruhi bermacam-macam produk atau jasa.

2. Harga

Harga (price), adalah suatu sistem manajemen perusahaan yang akan menentukan harga dasar yang tepat bagi produk atau jasa dan harus menentukan strategi yang menyangkut potongan harga, pembayaran ongkos angkut dan berbagi variabel yang bersangkutan.

3. Distribusi

Distribusi (place), yakni memilih dan mengelola saluran perdagangan yang dipakai untuk menyalurkan produk atau jasa dan juga untuk melayani pasar sasaran, serta mengembangkan sistem distribusi untuk pengiriman dan perniagaan produk secara fisik.

4. Promosi

Promosi (promotion), adalah suatu unsur yang digunakan untuk memberitahukan dan membujuk pasar tentang produk atau jasa yang baru pada perusahaan melalui iklan, penjualan pribadi, promosi penjualan, maupun publikasi.

5. Sarana Fisik

Sarana fisik (Physical Evidence), merupakan hal nyata yang turut mempengaruhi keputusan pelanggan untuk membeli dan menggunakan produk atau jasa yang ditawarkan. Unsur yang termasuk dalam sarana fisik antara lain lingkungan atau bangunan fisik, peralatan, perlengkapan, logo, warna dan barang-barang lainnya.

6. Orang

Orang (People), adalah semua pelaku yang memainkan peranan penting dalam penyajian jasa sehingga dapat mempengaruhi persepsi pembeli. Elemen dari orang adalah pegawai perusahaan, pelanggan, dan pelanggan lain. Semua sikap dan tindakan karyawan, cara berpakaian karyawan dan penampilan karyawan memiliki pengaruh terhadap keberhasilan penyampaian jasa.

7. Proses

Proses (Process), adalah semua prosedur aktual, mekanisme, dan aliran aktivitas yang digunakan untuk menyampaikan jasa. Elemen proses ini memiliki arti sesuatu untuk menyampaikan jasa. Proses dalam jasa merupakan faktor utama dalam bauran pemasaran jasa seperti pelanggan jasa akan senang merasakan sistem penyerahan jasa sebagai bagian jasa itu sendiri.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa bauran pemasaran (marketing mix) merupakan faktor-faktor terkendali (controllable) yang dapat digunakan perusahaan untuk mempengaruhi tanggapan konsumen dari segmen pasar tertentu yang dituju perusahaan. Oleh sebab itu, dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat diharapkan proses pemasaran dapat mencapai tujuan dengan baik dan mendapatkan hasil yang optimal.

2.1.3 Service Quality

Kualitas layanan (Service Quality) didefinisikan sebagai hasil perbandingan yang dibentuk antara harapan pelanggan tentang layanan dan persepsi mereka tentang layanan yang sebenarnya atau cara layanan tersebut disediakan (Akbaba, 2006 dalam Keshavarz et.al., 2016). Dengan mempertimbangkan definisi yang disebutkan di atas, disadari bahwa kualitas layanan tanpa memperhatikan perspektif pelanggan bahkan tidak dapat ditentukan dengan tepat. Parasuraman et.al., (1985) dalam Keshavarz et.al. (2016) berhipotesis bahwa layanan memerlukan tiga aspek penting, yaitu intangibility, heterogeneity, dan inseparability.

Kualitas produk (baik barang ataupun pelayanan) berkontribusi besar pada kepuasan pelanggan, retensi pelanggan, word of mouth, pembelian ulang, loyalitas pelanggan, pangsa pasar dan profitabilitas. Pelayanan bersifat non fisik (intangible) dan lebih merupakan proses yang dialami pelanggan secara subjektif, dimana aktivitas produksi dan konsumsi berlangsung pada saat yang bersamaan. Selama proses tersebut berlangsung, terjadi interaksi, yang meliputi serangkaian kejadian dan merasakan langsung (moments of truth) antara pelanggan dan penyedia pelayanan. Apa yang akan terjadi selama interaksi tersebut (disebut pula interaksi pembeli-penjual) akan sangat berpengaruh terhadap pelayanan yang dipersepsikan pelanggan. Pada prinsipnya definisi kualitas pelayanan berfokus pada upaya pemenuhan dan keinginan pelanggan, serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan (Tjiptono, 2007:260).

Kualitas produk (jasa) adalah sejauh mana produk (jasa) memenuhi spesifikasi-spesifikasinya. Kualitas menurut ISO 9000 adalah: “degree to which a set of inherent characteristics fulfills requirement” (derajat yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan). Pada dasarnya terdapat tiga orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain (1) persepsi konsumen, (2) produk (jasa) dan (3) proses. Ketiga orientasi ini hamper selalu dapat dibedakan dengan jelas, tetapi tidak untuk jasa. Untuk jasa, produk dan proses mungkin tidak dapat dibedakan dengan jelas, bahkan produknya adalah prose situ sendiri (Lupiyoadi, 2008:175).

Ekinci et.al. (2003) dalam Keshavarz et.al. (2016) menggunakan SERVQUAL yang dimodifikasi untuk menyadari apakah pelanggan lebih tertarik pada kualitas layanan tidak berwujud atau yang nyata. Tsaur et.al. (2002) dalam Keshavarz et.al. (2016) menunjukkan bahwa responsif, nyata, lokasi, reputasi, layanan sopan yang cepat, keramahan ramah, dan layanan makanan adalah faktor paling sentral yang diinginkan pelanggan untuk mengunjungi kembali restoran.

Kualitas pelayanan dipandang sebagai salah satu komponen yang perlu diwujudkan oleh perusahaan, karena memiliki pengaruh untuk mendatangkan konsumen baru dan dapat mengurangi kemungkinan pelanggan lama untuk berpindah keperusahaan lain. Kualitas pelayanan didefinisikan sebagai tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan (Tjiptono, 2008:85).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan merupakan suatu hasil perbandingan yang diperoleh atau dapat dinilai dari adanya harapan pelanggan tentang layanan dan persepsi mereka tentang layanan yang sebenarnya atau layanan tersebut diterima. Pada sisi lain, kualitas pelayanan juga dapat dipahami sebagai salah satu aspek pemasaran yang memerlukan adanya perhatian tehradap perspektif pelanggan, sehingga kualitas pelayanan dapat dicitrakan oleh pelanggan sesuai dengan apa yang diharapkan.

2.1.3.1Dimensi Service Quality

Parasuraman et.al. (1988) memberikan faktor kualitas layanan termasuk nyata, keandalan, empati, jaminan dan responsif dan menggunakan model yang diberi label sebagai SERVQUAL. Model SERVQUAL telah sering dimodifikasi seiring waktu. Menurut Zeithaml, Bitner, dan Gremler (2009) ada lima dimensi yang dapat digunakan dalam menentukan kualitas layanan, yaitu:

1. Reliability (keandalan) yaitu kemampuan untuk memberikan jasa yang dijanjikan dengan handal dan akurat. Jika dilihat dalam bidang usaha jasa restoran maka sebuah layanan yang handal adalah ketika seorang staff mampu memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan dan membantu penyelesaian masalah yang dihadapi pelanggan dengan cepat. Pada aspek reliability ini terdapat unsur kehandalan atau konsistensi, yaitu :

a. Ketepatan pelaksanaan layanan.

Aspek ini mencerminkan kemampuan untuk memberikan apa yang dijanjikan dengan handal dan tepat secara akurat. Maka langkah yang harus dilakukan adalah:

b. Pastikan bahwa anda telah mengidentifikasikan kebutuhan pelanggan dengan benar.

2. Assurance (jaminan) yaitu pengetahuan, sopan santun, dan kemampuan staff untuk menimbulkan keyakinan dan kepercayaan. Dalam sebuah jasa restoran kepastian menjadi hal yang penting untuk dapat diberikan kepada pelanggannya, seperti jaminan keamanan dan keselamatan dalam bertransaksi dan kerahasiaan pelanggan yang terjamin. Pada aspek ini terdapat unsur assurance, meliputi:

a. Kemampuan petugas

b. Kepercayaan petugas

Aspek ini mencerminkan kemampuan untuk memberikan sesuatu yang dapat dipercaya (terjamin kendalanya). Strategi tindakan untuk mengembangkan assurance adalah berikan layanan yang asertif dengan menggunakann teknik komunikasi yang positif dan menjelaskan produk dan service secara tepat

3. Tangible (berwujud) yaitu berupa penampilan fasilitas fisik, peralatan, staff, dan material yang dipasang. Menggambarkan wujud secara fisik dan layanan yang akan diterima oleh pelanggan. Pada aspek tangible ini terdapat unsur tangible:

a. Peralatan dan fasilitas yang lengkap dan nyaman.

b. Gedung atau kantor yang memadai dan nyaman.

c. Profil petugas yang ramah dan rapih.

Aspek ini berkaitan dengan aspek fasilitas fisik / peralatan serta penampilan personal dari penyedia layanan. Strategi tindakan yang layak dilakukan antara lain adalah menjaga ruang kerja apalagi yang langsung berhadapan dengan pelanggan agar tetap rapih.

4. Empathy (empati) yaitu kepedulian dan perhatian secara pribadi yang diberikan kepada pelanggan. Layanan yang diberikan oleh para staff harus dapat menunjukkan kepeduliannya kepada pelanggan. Pada aspek ini terdapat unsur kemudahan, yaitu:

a. Kejelasan informasi.

Aspek ini berkaitan dengan tingkat kepedulian dan perhatian individu yang diberikan kepada pelanggan. Strategi tindakan yang dapat dilakukan antara lain adalah:

a. Menempatkan diri anda di posisi mereka.

5. Responsiveness (cepat tanggap) yaitu kemauan untuk membantu pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat. Jika dilihat lebih mendalam pada layanan yang cepat tanggap di sebuah restoran, bisa dilihat dari kemampuan staff yang cepat memberikan pelayanan serta menangani keluhan pada pelanggan. Pada aspek ini terdapat unsur kesiapan pelayanan dan kecepatan indikatornya meliputi:

a. Kecekatan petugas dalam pelayanan menangani masalah keluhan konsumen atau pelanggan.

b. Hemat waktu dan tenaga.

2.2Experiential Marketing

Pengalaman pemasaran didefinisikan sebagai pengakuan pelanggan dan pembelian barang atau jasa dari perusahaan atau merek setelah mereka mengalami aktivitas dan merasakan rangsangan (Schmitt, 1999 dalam Öztürk, 2015). Lee et.al. (2011) dalam Öztürk (2015) mendefinisikan pemasaran pengalaman sebagai kenangan atau pengalaman berkesan yang melintas dalam benak pelanggan. Aktivitas pemasaran pengalaman tidak hanya berfokus pada produk atau layanan, tetapi juga pada seluruh pengalaman yang memperhitungkan proses penciptaan pengalaman pelanggan, termasuk pra-pembelian, momen kebenaran, dan pascabayar (Yun dan Wu, 2008 dalam Öztürk, 2015). Pemasaran eksperimental bertujuan untuk menyediakan faktor-faktor yang membantu mengembangkan sisi pengalaman dari penawaran perusahaan yang membantu konsumen untuk mengaksesnya (Schmitt, 1999 dalam Öztürk, 2015). Experiential Marketing memberikan kerangka luar biasa untuk mengintegrasikan elemen pengalaman dan hiburan ke dalam produk atau layanan (Zena dan Hadisumarto, 2012 dalam Öztürk, 2015).

Schmitt mengusulkan kerangka untuk modul pengalaman strategis, termasuk akal, perasaan, berpikir, bertindak dan berhubungan (Schmitt, 1999 dalam Öztürk, 2015). Pengalaman rasa mengacu pada daya tarik untuk merasakan dengan tujuan menciptakan pengalaman sensoris, melalui penglihatan, suara, sentuhan, rasa, dan bau. Hal yang diperoleh dari pengalaman menarik bagi elemen psikologis konsumen seperti perasaan dan emosi. Selama konsumsi, bagaimana membiarkan konsumen memicu emosi positif tertentu adalah sulit dan mungkin berbeda dari budaya (Tsau et.al., 2006 dalam Öztürk, 2015). Dan juga berpikir pengalaman mengacu pada kecerdasan dengan tujuan menciptakan pengalaman kognitif, pemecahan masalah di mana merangsang pelanggan secara kreatif. Hal ini terkait dengan teknologi baru, inovasi yang dapat membuat konsumen berhubungan dengan sesuatu yang berbeda.

Pengalaman bertindak melibatkan konsumen dalam mendekati sasaran kehidupan sasaran dengan menunjukkan kepada mereka cara untuk mencapainya. Kaitkan hasil pengalaman dari berhubungan dengan kelompok atau budaya referensi, menyusun rasa, merasa, berpikir, dan bertindak pemasaran. Hal ini terkait dengan keinginan pribadi untuk perbaikan diri atau memasuki identitas sosial yang ideal (Kuo dan Nagasawa, 2015 dalam Öztürk, 2015).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengalaman pemasaran (Experiential Marketing) merupakan pengalaman berkesan yang terlintas dan tertanam dalam dalam benak pelanggan setelah menggunakan suatu produk atau jasa (Services). Lebih lanjut, dapat pula dipahami bahwa Experiential Marketing yang dilakukan oleh suatu perushaan atau penyedia jasa memiliki tujuan untuk dapat membentuk dan atau memformulasikan faktor-faktor yang membantu mengembangkan sisi pengalaman dari penawaran perusahaan yang membantu konsumen untuk mengaksesnya. Experiential Marketing memberikan kerangka luar biasa untuk mengintegrasikan elemen pengalaman dan hiburan ke dalam produk atau layanan.

2.2.1Dimensi Experiential Marketing

Pengalaman pemasaran dalam penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Araci et.al. (2017) dengan lima dimensi pengukuran yaitu:

1. Sense experience. Cara untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman konsumen yang dapat diperoleh melalui indra (mata, telinga, lidah, kulit dan hidung) yang mereka miliki untuk produk dan layanan (Musafar dan Novia, 2012: 3 dalam Nurcahyo, 2016). Sense adalah aspek tak berwujud yang dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat ditangkap oleh lima indra manusia, seperti penglihatan, suara, rasa, bau, dan sentuhan (Rini, 2009:16 dalam Nurcahyo, 2016).

2. Feel experience. Feel bukan hanya masalah keindahan tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang dapat membangkitkan kebahagiaan atau kesedihan (Andreani, 2007 dalam Nurcahyo, 2016). Feel experience dikaitkan pada perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati yang lembut dengan emosi yang kuat untuk kesenangan dan kebanggaan (Musfar dan Novia, 2012: 3 dalam Nurcahyo, 2016).

3. Think experience. Secara umum, manusia berpikir dalam dua cara: konvergen dan divergen. Cara berpikir yang konvergen memungkinkan perusahaan untuk mempersempit pelanggan berpikir bahwa perusahaan dapat mengarahkan pelanggan pada tema yang dimaksudkan oleh pelanggan. Sementara pemikiran divergen, bagaimana membuat pelanggan memiliki ide yang luas sehingga perusahaan dapat mengarahkan pelanggan pada banyak tema yang berbeda. Think experience adalah strategi yang dilakukan oleh perusahaan untuk menantang konsumen, dengan memberikan pengalaman pemecahan masalah dan mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif atau kreatif dengan perusahaan atau produk (Rini, 2009 dalam Nurcahyo, 2016).

4. Act experience. Bagian dari modul pengalaman strategis (strategic experiential modules – SEM’s) (Putri dan Astuti, 2010 dalam Nurcahyo, 2016). Act experience dirancang untuk menciptakan pengalaman konsumen dalam kaitannya dengan tubuh fisik, gaya hidup, dan interaksi dengan yang lain (Andreani, 2007 dalam Nurcahyo, 2016). Act berkaitan dengan perilaku nyata dan hidup. Ini terkait dengan bagaimana membuat orang melakukan sesuatu dan mengekspresikan gaya hidupnya.

5. Relate experience. Relate experience terkait dengan budaya seseorang dan kelompok referensi yang dapat menciptakan identitas sosial (Andreani, 2007 dalam Nurcahyo, 2016). Seorang pemasar harus mampu menciptakan identitas sosial bagi pelanggannya dengan produk atau layanan yang ditawarkan. Relate experience adalah daya tarik utama yang mendalam keinginan konsumen untuk pembentukan perbaikan diri, status sosial dan ekonomi, dan citra diri (Saraswati et.al., 2013: 3 dalam Nurcahyo, 2016).

2.3 Perilaku Konsumen (Consumer Behavior)

Menurut (Schiffman & Wisenblit, 2015) Consumer Behavior consist of consumers action taken while searching for, purchasing, using, evaluating, and disposing of products and service. Consumer behavior terdiri dari perilaku konsumen dimulai dari saat mencari, membeli, menggunakan, mengevaluasi, dan membuang produk dan servis yang dimana memenuhi ekspektasi kepuasan kebutuhan konsumen.

Menurut Mangkunegara dalam jurnal (Fure, 2013) perilaku konsumen adalah tindakan yang dilakukan individu, kelompok atau organisasi yang berhubungan dengan proses pengambilan keputusan untuk mendapatkan, menggunakan barang-barang atau jasa ekonomi yang dapat dipengaruhi oleh lingkungan

Menurut jurnal (Yola & Budianto, 2013) Consumer Behavior yakni sebuah perilaku yang ditunjukkan konsumen dalam pencarian, pembelian, pemakaian, pengevaluasian, dan pembuangan produk serta layanan yang diharapkan untuk memuaskan kebutuhan.

Berdasarkan pengertian diatas, perilaku konsumen mempengaruhi bagaimana seseorang/marketer berkomunikasi dan menyampaikan produk yang mempunyai nilai kepada konsumen dan masyarakat lalu menjelaskan bagaimana konsumen itu bisa mendapatkan nilai dengan mengeluarkan sumber daya yang mereka punya untuk produk atau servis tersebut.

2.3.1 Customer Satisfaction

Menurut Sakhaei et.al. (2014) dalam Nurcahyo et.al. (2017) kepuasan pelanggan adalah perbandingan antara layanan atau hasil yang diterima oleh konsumen dengan harapan bahwa layanan atau hasil yang diterima memenuhi harapan mereka atau lebih. Namun, ada kesepakatan umum bahwa kepuasan pelanggan adalah produk akhir dari konsumsi produk atau layanan pasca-konsumsi. Kotler dan Keller (2016) menjelaskan bahwa kepuasan mencerminkan penilaian seseorang tentang kinerja produk anggapannya (atau hasil) dalam kaitannya dengan ekspektasi. Jika kinerja produk tersebut tidak memenuhi ekspektasi, pelanggan tersebut tidak puas dan kecewa. Namun, jika kinerja produk sesuai dengan ekspektasi, pelanggan tersebut puas.

Menurut Holjevac et.al. (2009) kepuasan dapat ditentukan secara subyektif (kebutuhan dan emosi pelanggan) dan secara obyektif (fitur produk dan layanan). Kepuasan adalah tentang bagaimana kebutuhan dan permintaan pelanggan dipenuhi, sementara kesetiaan adalah tentang bagaimana pelanggan mengulangi pembelian produk atau layanan. Ada kemungkinan bahwa pelanggan yang puas dengan layanan mungkin loyal terhadapnya. Sementara itu, tidak mungkin terjadi bagi pelanggan tanpa kepuasan yang loyal terhadap organisasi (Munir dan Lodhi, 2015).

Sementara itu, Dutka (2008) dalam Winarta dan Kunto (2013) menjelaskan bahwa penilaian kepuasan pelanggan dapat diukur dengan menggunakan tiga atribut kepuasan pelanggan. Menurut Dutka atribut tersebut adalah attributes related to product, attributes related to service dan attributes related to purchase.

Menurut Zeithaml (2009:104) dalam Sigit (2014) Kepuasan adalah tanggapan terhadap pemenuhan keinginan konsumen.Ini adalah suatu penilaian bahwa fitur produk atau jasa, atau produk atau layanan itu sendiri, memberikan tingkat konsumsi yang menyenangkan terkait pemenuhan tersebut.

Kepuasan pelanggan adalah salah satu tujuan yang penting untuk bisnis dan elemen kunci yang menentukan keberhasilan implementasi Konsep pemasaran. Kepuasan pelanggan berkontribusi pada sejumlah aspek penting, seperti penciptaan kesetiaan pelanggan. Dampaknya berasal dari kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan yang penting untuk bisnis. Peningkatan kepuasan pelanggan berpotensi menyebabkan pertumbuhan penjualan dalam jangka panjang dan jangka pendek, serta pangsa pasar sebagai akibat dari pembelian kembali (Tjiptono, 2012).

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Customer Satisfaction merupakan suatu perbandingan antara layanan atau hasil yang diterima oleh konsumen dengan harapan bahwa layanan atau hasil yang diterima memenuhi harapan konsumen atau lebih. Sehingga dapat pula dipahami bahwa Customer Satisfaction merupakan produk akhir akhir dari konsumsi produk atau layanan pasca-konsumsi. Apabila pelayanan yang diberikan sesuai dengan ekspektasi konsumen maka akan timbul rasa puas, dan begitu pula sebaliknya apabila layanan yang diterima jauh dari harapan konsumen maka ketidak puasa atas layanan akan timbul dari kosnumen.

2.3.1.1Dimensi Customer Satisfaction

Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap produk, jasa, atau perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada berbagai faktor atau dimensi. Faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi kepuasan pelanggan terhadap suatu produk antara lain meliputi (Tijptono, 2008:25). Menurut Dutka (2007) dalam Bramantio dan Dharmayanti (2013), atribut atribut pembentuk kepuasaan secara universal antara lain:

a. Attibutes Related to Products: hubungan harga dengan nilai yang diperoleh pelanggan (value price relationship), penilaian mutu produk (product quality), keuntungan dari produk (product benefit), ciri-ciri produk (product features), desain produk (product design), ketahan dan konsistensi produk (product reliability and consistenc), dan banyaknya jenis produk atau layanan yang ditawarkan (renge of products or services).

b. Attributes Related to Service: jaminan atas suatu produk atau layanan (guatantee of warranty), kecepatan dan ketepatan proses pengiriman (delivery), sikap dalam menangani keluhan pelanggan (complaint handling), dan kemampuan untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh konsumen (resolution of problems).

c. Attributes Related to Purchases: keramahan dalam pelayanan (courtesy), penyampaian informasi atas layanan (communication), kenayaman atas harga yang ditetapkan (ease of convenience acquisition), reputasi perusahaan (company reputation), dan kemampuan dalam mewujudkan keinginan konsumen (company competence).

2.3.2 Customer Loyalty

Pelanggan setia dianggap sebagai elemen penting dari pertumbuhan bisnis makanan dan minuman (Keshavarz et.al., 2016). Menurut Chen dan Myagmarsuren (2013) dalam Keshavarz et.al. (2016) pelanggan berniat untuk setia kepada perusahaan jika mereka menemukan bahwa layanan tersebut berkualitas.

Layanan pelanggan berbeda dari loyalitas pelanggan. Kesetiaan pelanggan dapat dicapai dalam beberapa kasus dengan menawarkan produk yang memenuhi syarat dengan jaminan yang kuat atau melalui penawaran gratis, kupon, suku bunga rendah pada pembiayaan, perdagangan nilai tinggi, perpanjangan jaminan, rabat, dan penghargaan serta program insentif lainnya. Tujuan utamanya adalah untuk mengembangkan pelanggan yang senang yang akan kembali membeli lagi dan membujuk orang lain untuk menggunakan produk atau layanan perusahaan itu (Poku et.al., 2013 dalam Nurcahyo et.al., 2017).

Loyalitas dibangun dan dikembangkan dalam kerangka hubungan abadi yang dibangun pelanggan dengan perusahaan mengikuti pengalaman konsumsi yang berbeda (Hikkerova, 2014 dalam Nurcahyo et.al., 2017). Oleh karena itu, kepercayaan dan komitmen bersama menjadi faktor penentu untuk menjalin hubungan dan membangun loyalitas pelanggan. Dapat dianggap bahwa pelanggan puas ketika ada perasaan positif yang muncul dari proses evaluasi yang diharapkan, termasuk keputusan untuk membeli, dan kebutuhan dan keinginan yang terkait dengan pembelian.

Loyalitas berisi dimensi perilaku dan perilaku (Dick dan Basu, 1994 dalam Keshavarz et.al. 2016). Berdasarkan Rundle-Thiele (2005) dalam dalam Keshavarz et.al. (2016), loyalitas sikap berkaitan dengan fungsi proses psikologis yang didefinisikan sebagai kecenderungan pelanggan terhadap suatu merek. Beberapa faktor loyalitas sikap yang telah disebutkan dalam penelitian sebelumnya termasuk preferensi, niat untuk membeli kembali, kata dari mulut, dan komitmen (Butcher et.al., 2001, Bloemer et al., 1999, Lee dan Cunningham, 2001 dalam Keshavarz et.al., 2016). Beberapa ukuran kesetiaan sikap yang diberikan oleh Rundle-Thiele (2005) dalam Keshavarz et.al. (2016) mencakup perilaku mengeluh, kecenderungan untuk setia, penolakan terhadap penawaran yang bersaing, dan loyalitas situasional.

Loyalitas pelanggan memiliki peran penting dalam suatu perusahaan, karena menjaga pelanggan dapat meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Meskipun pemasar sudah memiliki segmen pelanggan yang setia dipertimbangkan, namun tekanan kompetitif sengaja diarahkan untuk mengubah kesetiaan pelanggan, tidak bisa diabaikan, karena merek akan melanjutkan gerakan yang akan dilakukan oleh pelanggan (Wahyuningtyas et. al., 2017).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa loyalitas pelanggan merupakan hasil dari adanya kepuasan atas layanan yang diberikan oleh penyedia layanan, sehingga konsumen berniat untuk melakukan pembelian kembali dan mereferensikan produk atau layanan tersebut kepada orang lain.

2.3.2.1Dimensi Customer Loyalty

Kesetiaan merek merupakan suatu hal yang kompleks, Kim et.al. (2017) menjelaskan bahwa kesetiaan merek (brand loyalty) terdiri dari tiga dimensi yaitu:

1. Kesetiaan perilaku (behavioral loyalty). Perilaku loyal pada suatu merek dikaitkan dengan pembelian sebelumnya dan frekuensi pembelian merek tertentu. Pengukuran perilaku menggunakan perilaku pembelian yang teratur dan berulang sebagai penanda kesetiaan. Dimensi perilaku dipandang sebagai konsumsi aktual atas durasi dan frekuensi.

2. Kesetiaan sikap (attitudinal loyalty). Sikap loyal adalah kecenderungan sikap dalam hal berkomitmen pada merek tertentu yang menjelaskan elemen psikologis kesetiaan merek. Pengukuran sikap menggunakan data untuk menangkap keterikatan psikologis dan emosional yang melekat pada kesetiaan. Secara khusus, dimensi sikap mengekspresikan kesetiaan tentang kekuatan kasih sayang pelanggan terhadap merek.

3. Kesetiaan gabungan (composite loyalty). Kesetiaan gabungan diciptakan oleh sikap konsumen, niat perilaku, dan perilaku pembelian. Loyalitas merek gabungan berfokus pada evaluasi konsumen yang memiliki kesetiaan terhadap merek dan mengekspresikan perasaan mereka dan perilaku pembelian dalam kaitannya dengan merek tersebut. Oleh karena itu, kesetiaan merek gabungan paling baik diukur dengan menggabungkan dimensi perilaku dan sikap termasuk jumlah total pembelian dan frekuensi pembelian pelanggan, kerentanan terhadap pengalihan merek, dan preferensi produk. Satu masalah dengan loyalitas merek gabungan adalah bahwa dimensi perilaku dan perilaku tidak dapat dikombinasikan karena mereka mengukur entitas yang berbeda.

2.4Hubungan Antar Variabel

2.4.1 Hubungan Service Quality terhadap Customer Satisfaction

Kualitas layanan terkait erat dengan kepuasan pelanggan. Faktor utama yang kuat dalam menangani persaingan adalah kualitas layanan. Kualitas layanan yang baik menghasilkan kepuasan pelanggan yang baik, dan sebaliknya. Model SERVQUAL (kualitas layanan) dikembangkan oleh (Yulisetiarini, 2014). Kualitas layanan telah terbukti memiliki hubungan positif yang signifikan dengan Kepuasan Pelanggan (Budiarta dan Fachira, 2017).

2.4.2Hubungan Experiential Marketing terhadap Customer Satisfaction

Mengenai pengaruh Experiential Marketing (pengalaman pemasaran) telah dilakukan oleh Araci (2017) yang menemukan adanya efek positif dan signifikan dari relate experience dan sense experience terhadap kepuasan pelanggan. Araci (2017) menjelaskan bahwa semua dimensi Experiential Marketing mempengaruhi kepuasan pelanggan secara positif. Kondisi ini mengindikasikan bahwa dalam konteks Experiential Marketing, pengalaman berbeda yang disediakan oleh restoran selain makanan meningkatkan kepuasan pelanggan.

2.4.3Hubungan Customer Satisfaction terhadap Customer Loyalty

Kepuasan dapat diartikan sebagai respon pelanggan atas pemenuhan yang diberikan oleh pemberi layanan. Dengan kata lain, kepuasan merupakan penilaian bahwa suatu produk atau fitur layanan, atau produk atau layanan itu sendiri, yang disediakan (atau disediakan), sedangkan tingkat kepuasan yang berhubungan dengan pemenuhan konsumsi, termasuk tingkat kekurangan atau kelebihan (Keshavars, Jamshidi, dan Bahtazma, 2016). Keshavars, Jamshidi, dan Bahtazma (2016) menemukan adanya pengaruh signifikan positif kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan restoran.

2.4.4 Hubungan Service Quality terhadap Customer Loyalty

Loyalitas terjadi dari kepuasan yang menyebabkan citra positif terhadap layanan; namun, itu akan menghasilkan kondisi yang bertentangan ketika ketidakpuasan terjadi. Karena layanan yang dirasakan sama dengan layanan yang diharapkan, maka kualitas layanan baik atau positif; Selain itu, ketika layanan yang dirasakan lebih besar dari layanan yang diharapkan, kualitas layanan dianggap sebagai ideal. Sementara itu, ketika layanan yang dirasakan lebih rendah dari layanan yang diharapkan, kualitas layanan negatif atau miskin. Dengan demikian, kualitas layanan tergantung pada kemampuan penyedia layanan untuk memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Model yang disebut oleh penelitian ini adalah modal Servqual yang dikembangkan oleh (Yulisetiarini, 2014). Model SERVQUAL didasarkan pada asumsi bahwa konsumen membandingkan kinerja dan harapan pada setiap atribut kualitas layanan. Ketika kinerja dipenuhi atau lebih besar dari standar, maka persepsi keseluruhan pada layanan itu akan positif dan sebaliknya.

2.4.5Hubungan Experiential Marketing terhadap Customer Loyalty

Menurut Hamzah (2007), pengaruh positif antara pengalaman pemasaran dan loyalitas adalah melalui aspek pemasaran pengalaman seperti sense, feel, think, act dan relate. Fransisca (2007) mengatakan bahwa Experiential Marketing sangat efektif bagi pemasar untuk membangun loyalitas. Pemasaran pengalaman dapat memiliki keuntungan dalam beberapa situasi, termasuk mencegah penurunan merek, untuk membedakan produk dengan produk pesaing, untuk menciptakan citra dan identitas perusahaan, untuk mempromosikan inovasi dan eksperimen mengarah pada pembelian, dan yang paling penting adalah kesetiaan. Dalam beberapa penelitian menunjukkan bahwa sense, feel, think, act dan relate dengan indikator yang membentuk pemasaran pengalaman.

2.6Penelitian Terdahulu

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Nomor

Penulis & Tahun

Judul

Publisher

Kesimpulan

1

Yousef Keshavars, Dariyoush Jamshidi, dan Farid Bahtazma

(2016)

The influence of Service Quality on restaurants’ Customer Loyalty

Arabian Journal of Business and Management Review, Vol.6, No.4, pp. 1-16.

Hasil penelitian tersebut menemukan bahwa customers’ expectation memiliki pengaruh signifikan terhadap customer perceived Service Quality. Customers’ expectation tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Customer Satisfaction, sedangkan perceived Service Quality memiliki pengaruh signifikan terhadap Customer Satisfaction. Kemudian, Customer Satisfaction memiliki pengaruh singifikan tehradap Customer Loyalty.

2

Ulker Erdogan Araci, Zeki Atil Bulut, Nilufer Kocak

(2017)

The relation among Experiential Marketing, Customer Satisfaction, and behavioral intention: a study on food and beverage businesses

International Scientific Conference on Economic and Social Development, pp. 361-371

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa sense experience, feel experience, think experience, act experience, dan relate experience sebagai dimensi dari Experiential Marketing memiliki pengaruh signifikan terhadap Customer Satisfaction.

3

Yasser Mahfooz (2014)

Relationship between Service Quality and Customer Satisfaction in hypermarkets of Saudi Arabia

International Journal of Marketing Studies, Vol. 6, No. 4, pp. 10-22.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa physical aspects, reliability, personal interaction, problem solving, dan policy memiliki effek signifikan terhadap Customer Satisfaction.

4

Bader M.A. Almohaimmeed

(2017)

Restaurant quality and Customer Satisfaction

International Review of Management and Marketing, Vol. 7, No. 3, pp. 42.49.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa seluruh dimensi dari kualitas pelayanan yang terdiri dari assurance, menu, external environment, accuracy, food quality, responsiveness, hygine quality, interior design, halal quality, atmospheric quality, dan price memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan restoran di Saudi Arabia.

5

Reymond Setiabudi Hadiwidjaja dan Diah Dharmayanti

(2014)

Analisa hubungan Experiential Marketing, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan starbucks coffee di Surabaya Town Square

Jurnal Manajemen Pemasaran, Vol. 2, No. 2, pp. 1-11.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa dimensi Experiential Marketing yang terdiri dari sense, feel, think, act, dan relate memiliki pengaruh positif signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Kemudian dimensi dimensi Experiential Marketing yang memiliki pengaruh positif signifikan terhadap loyalitas pelanggan adalah sense, think, dan relate, sedangkan feel dan act memberikan pengaruh positif namun tidak signifikan.

6

Syahmardi Yacob, Erida, Sry Rosita, Hayder Alhadey, dan Ahmad Mohameed

(2016)

The effect of Experiential Marketing on customer’s brand loyalty in modern retail business: a case study of jambi city in Indonesia

International Journal of Management Sciences and Business Research, ISSN. 2226-8235, Vol. 5, Issue 1, pp. 125-135.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa think, relate, act, feel, dan senses terbukti sebagai dimensi yang memiliki pengaruh signifikan terhadap Experiential Marketing. Kemudian Experiential Marketing terbukti memiliki pengaruh signifikan terhadap brand loyalty hypermart di kota Jambi.

2.7 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan teori dan penelitian terdahulu yang telah diuraikan mengenai Experiential Marketing dan Service Quality terhadap Customer Satisfaction dan Customer Loyalty, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran

Sumber: Peneliti (2018)

2.8Hipotesis

Berdasarkan tujuan penelitian, maka rancangan hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1: Service Quality berpengaruh positif terhadap Customer Satisfaction.

H2: Experiential Marketing berpengaruh positif terhadap Customer Satisfaction.

H3:Service Quality dan Experiential Marketing berpengaruh positif terhadap Customer Satisfaction.

H4: Customer Satisfaction berpengaruh terhadap Customer Loyalty.

H5: Service Quality berpengaruh positif terhadap Customer Loyalty.

H6:Experiential Marketing berpengaruh positif terhadap Customer Loyalty.

H7:Service Quality dan Experiential Marketing berpengaruh positif terhadap Customer Loyalty melalui Customer Satisfaction.

25