library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2Doc/RS1_2017_2... · Web viewPada...

31
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pemasaran Manajemen pemasaran (Kotler & Keller, 2012) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan. Menurut (Kotler & Armstrong, 2012), pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang kuat untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya. Menurut American Marketing Association dalam (Kotler & Keller, Marketing Management, 2016) manajemen pemasaran adalah perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian operasi pemasaran total termasuk tujuan perumusan tujuan pemasaran, kebijakan pemasaran, program pemasaran dan strategi pemasaran, yang ditunjukan untuk menciptakan pertukaran yang dapat memenuhi tujuan individu maupun organisasi. Menurut penulis, manajemen pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang penting di dalam suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan berjalannya perusahaan tersebut dan bisa mendapatkan keuntungan melalui timbal balik produk dan nilai kepada konsumen.

Transcript of library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2Doc/RS1_2017_2... · Web viewPada...

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Manajemen Pemasaran

Manajemen pemasaran (Kotler & Keller, 2012) adalah mengidentifikasi dan memenuhi kebutuhan manusia dan sosial. Salah satu definisi yang baik dan singkat dari pemasaran adalah memenuhi kebutuhan dengan cara yang menguntungkan.

Menurut (Kotler & Armstrong, 2012), pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan pelanggan yang kuat untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya.

Menurut American Marketing Association dalam (Kotler & Keller, Marketing Management, 2016) manajemen pemasaran adalah perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian operasi pemasaran total termasuk tujuan perumusan tujuan pemasaran, kebijakan pemasaran, program pemasaran dan strategi pemasaran, yang ditunjukan untuk menciptakan pertukaran yang dapat memenuhi tujuan individu maupun organisasi.

Menurut penulis, manajemen pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang penting di dalam suatu perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan berjalannya perusahaan tersebut dan bisa mendapatkan keuntungan melalui timbal balik produk dan nilai kepada konsumen.

2.2 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

Marketing mix (Kotler & Armstrong, 2012) adalah seperangkat alat pemasaran terkontrol yang dipadukan oleh perusahaan untuk menghasilkan respon yang diinginkan pasar sasaran.

Menurut (Kotler & Keller, 2012) mendefinisikan marketing mix sebagai seperangkat alat pemasaran perusahaan menggunakan untuk mengejar tujuan pemasarannya di pasar sasaran.

1.Produk (Product)

Suatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, agar produk yang dijual mau dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan dari konsumen.

2.Harga (Price)

Sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli.

3. Tempat (Place)

Tempat diasosiasikan sebagai saluran distribusi yang ditujukan untuk mencapai target konsumen. Sistem distribusi ini mencakup lokasi, transportasi, pergudangan, dan sebagainya.

4. Promosi (Promotion)

Sebagai salah satu cara pemasaran untuk mengkomunikasikan dan menjual suatu produk kepada konsumen yang berpotensi.

Sumber: (Kotler & Keller, 2012)

2.3 Brand Image

2.3.1 Pengertian Brand Image

Menurut (Keller, 2013) brand image adalah persepsi dan keyakinan yang dipegang oleh konsumen, seperti yang dicerminkan asosiasi yang tertanam dalam ingatan konsumen.

Brand Image menurut (Moriarty, Mitchell, & Wells, 2014) adalah arti khusus yang dibentuk untuk suatu brand atau produk dengan memberi nama atau identitas yang khas untuk menggambarkan diri mereka agar mudah diingat oleh masyarakat.

Menurut (Rangkuti, 2009) mendefinisikan brand image sebagai kumpulan asosiasi merek yang terbentuk di benak konsumen. Asosiasi merek sendiri merupakan segala hal yang berkaitan dengan ingatan mengenai suatu merek. Asosiasi ini merupakan atribut yang ada di dalam merek tersebut. Berbagai asosiasi yang diingat konsumen dapat dirangkai sehingga membentuk kesan terhadap merek (brand image).

Brand Image menurut penulis adalah gambaran yang ditimbulkan oleh sebuah merek yang ada di dalam benak pelanggan. Penempatan brand image harus terus dilakukan agar tercipta brand image yang positif dan kuat di benak pelanggan. Dampak dari terciptanya brand image yang kuat adalah pelanggan akan selalu ingat dengan merek dan kemungkinan pelanggan untuk membeli merek tersebut lebih besar.

2.3.2 Dimensi Brand Image

Menurut Mahsa Hariri (Bawono, Adhi; Isanawikrama; Arif, Kusumah; Kurniawan, Jhony, 2018) dimensi Brand Image terdiri dari:

1. Functional Image (citra dilihat dari fungsi produk)

· Produk ini memiliki kualitas unggul

· Produk ini memiliki karakteristik yang lebih baik dari pesaing

· Produk ini relatif lebih murah dari pesaing

2. Affective Image (citra dilihat dari sikap terhadap merek)

· Merek ini baik

· Merek ini memiliki kepribadian yang membedakannya dari pesaing

· Merek ini tidak mengecewakan pelanggannya

3. Reputation (citra dilihat dari reputasi merek)

· Merupakan salah satu merek terbaik di sektornya

· Merek ini sangat kuat di pasar

2.4 Service Quality

2.4.1 Pengertian Service Quality

(Kotler & Keller, 2012) menyatakan bahwa kualitas merupakan totalitas fitur dan karakteristik dari suatu produk atau jasa yang mengandung kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan yang dinyatakan atau tersirat.

Pengertian lainnya disampaikan oleh (Lovelock & Wirtz, 2011) dimana kualitas pelayanan jasa merupakan evaluasi kognitif jangka panjang pelanggan terhadap penyerahan jasa suatu perusahaan. Pada umumnya pelayanan yang diberikan perusahaan baik akan meghasilkan kepuasan yang tinggi serta pembelian ulang yang sangat tinggi pula.

Menurut Wyckof dalam (Tjiptono, 2014), kualitas pelayanan adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain, ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas pelayanan, yaitu: expected service dan perceived service.

Kualitas pelayanan berfokus pada upaya pemenuhan kebutuhan pelanggannya dan bagaimana menyampaikan layanan tersebut agar sesuai dengan harapan pelanggan. Pada definisi tersebut memperjelas bahwa jasa berpusat pada pelanggan. Penjual sendiri telah menyampaikan kualitas apabila produk dan jasanya telah memenuhi kepuasan pelanggan.

Dari pengertian diatas, kualitas pelayanan merupakan pengertian pemenuhan standar atau persyaratan tertentu dari dalam diri pelanggan, jadi perusahaan terus menerus melakukan perkembangan layanan agar tercipta kualitas layanan yang sesuai dengan harapan konsumen.

2.4.2 Dimensi Service Quality

Menurut Valerie Zeithaml, Leonard Berry, dan A. Parasuraman (Gronroos, 2015), terdapat lima dimensi Service Quality yang dijabarkan sebagai berikut:

1. Reliability (kehandalan), meliputi kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk dipercaya (dependably), terutama memberikan jasa secara tepat waktu (on time), dengan cara yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan, tanpa melakukan kesalahan setiap kali.

2. Responsiveness (daya tanggap), meliputi kemauan atau keinginan para karyawan untuk membantu dan memberikan jasa yang dibutuhkan konsumen. Membiarkan konsumen menunggu, terutama tanpa alasan yang jelas akan menimbulkan kesan negatif yang

tidak seharusnya terjadi. Kecuali apabila kesalahan ini ditanggapi dengan cepat, maka bisa menjadi sesuatu yang berkesan dan menjadi pengalaman yang menyenangkan. Misalnya, karena keterlambatan keberangkatan pesawat, penumpang diberi makanan dan minuman.

3. Assurance (jaminan), meliputi pengetahuan, kemampuan, ramah, sopan, dan sifat dapat dipercaya dari kontak personel untuk menghilangkan sifat keragu-raguan konsumen dan merasa terbebas dari bahaya dan risiko.

4. Empathy (empati), meliputi sikap kontak personel maupun perusahaan untuk memahami kebutuhan maupun kesulitan konsumen, komunikasi yang baik, perhatian pribadi, serta kemudahan dalam melakukan komunikasi atau hubungan.

5. Tangibles (produk-produk fisik), meliputi tersedianya fasilitas fisik, perlengkapan dan sarana komunikasi, dan lain-lain yang dapat dan harus ada dalam proses jasa. Penilaian atas dimensi ini dapat diperluas dalam bentuk hubungan dengan konsumen lain pengguna jasa, misalnya keributan yang dilakukan oleh tamu lain di hotel.

2.5 Perceived Value

2.5.1 Pengetian Perceived Value

Perceived Value merupakan penukaran yang menjadi pokok dalam pemasaran dengan nilai sebagai pengukur yang tepat dari penukaran apapun baik pantas maupun tidak. Customer perceived value adalah selisih antara penilaian pelanggan prospektif atas semua manfaat dan biaya dari suatu penawaran terhadap alternatifnya. Jadi, produk dikatakan memiliki nilai yang tinggi jika sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan permintaan pelanggan (Kotler & Keller, 2012).

Nilai yang dipikirkan pelanggan adalah selisih antara evaluasi calon pelanggan atas semua manfaat serta semua biaya tawaran tertentu dan alternatif-alternatif lain yang dipikirkan. Nilai pelanggan total adalah nilai moneter yang dipikirkan atas sekumpulan manfaat ekonomis, fungsional, dan psikologis, yang diharapkan oleh pelanggan atas tawaran pasar tertentu. Biaya pelanggan total adalah sekumpulan biaya yang harus dikeluarkan pelanggan untuk mengevaluasi, mendapatkan, menggunakan, dan membuang tawaran pasar tertentu termasuk biaya moneter, waktu, energi, psikis. (Keller, 2013).

Berdasarkan pernyataan para ahli, peneliti menyimpulkan bahwa perceived value adalah harapan konsumen atau pelanggan terhadap barang atau jasa yang mereka gunakan. Konsumen menilai apakah barang atau jasa yang mereka gunakan sesuai

dengan pengorbanan yang mereka keluarkan dalam segi keuangan ataupun non-keuangan. (waktu, fisik)

2.5.2 Dimensi Perceived Value

Menurut Sweeney and Soutar dalam (Chuah, Marimuthu, & Ramayah, 2014) dimensi perceived value terdiri empat aspek utama:

1. Emotional Value, yaitu utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif emosi positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.

2. Social Value, yaitu utilitas yang didapatkan dari kemampuan produk untuk meningkatkan konsep diri-sosial Pelanggan.

3. Quality/Performance Value, yaitu utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kualitas dan kinerja yang diharapkan atas produk.

4. Price/Value of Money, yakni utilitas yang didapatkan dari produk dikarenakan reduksi biaya jangka pendek dan biaya jangka panjang.

2.6 Customer Satisfaction

2.6.1 Pengertian Customer Satisfaction

Menurut (Kotler & Keller, 2012), customer satisfaction adalah perasaan senang ataupun kecewa seseorang yang muncul setelah membandingkan kinerja (hasil) produk yang dirasakan terhadap kinerja (hasil) yang diharapkan. Jika kinerja berada dibawah harapan, pelanggan tidak puas. Jika kinerja berada ditengah harapan, pelanggan puas. Jika kinerja melebihi harapan, pelanggan amat puas atau senang.

Menurut (Whalley, 2010), customer satisfaction adalah penilaian pelanggan atas produk ataupun jasa dalam hal menilai apakah produk atau jasa tersebut telah memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Menurut Richard L. Oliver, 1997 dalam (David, 2011), customer satisfaction adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dengan yang diharapkan.

Menurut penulis, kepuasan pelanggan adalah tanggapan perilaku evaluasi pembelian yang dilakukan oleh pelanggan terhadap kinerja suatu produk atau jasa yang dirasakannya dibandingkan dengan harapan terhadap produk atau jasa tersebut.

2.6.2 Dimensi Customer Satisfaction

Dutka, 2008 (Yenny & Hartono, 2014) menyatakan bahwa “Customer Satisfaction is not just the name of department to Customer Satisfaction must be demonstrated throughout the company and integrated into all phases of the business”. Artinya penilaian kepuasan pelanggan dapat diukur dengan menggunakan tiga atribut kepuasan pelanggan. Atribut-atribut tersebut adalah

1. Attributes related to product. Produk merupakan apa saja baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud yang didalamnya sudah termasuk warna, kemasan, prestise pabrik atau pengecer, dan pelayan yang diberikan yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan keinginan dan kebutuhan. Produk yang dipasarkan meliputi barang fisik, jasa, organisasi, tempat dan gagasan.

2. Attributes related to service. Atribut pelayanan merupakan atribut kepuasan pelanggan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan pasca pembelian. Ini karena konsumen akan melakukan evaluasi pasca akuisisi. Tahap pasca akuisisi dimulai setelah pelanggan membuat pilihan dan mulai mengkonsumsi produk yang dipilihnya. Proses pasca akuisisi melibatkan lima topik yaitu proses mengkonsumsi produk, kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan, perilaku penyampaian keluhan pelanggan, pembuangan produk dan pembentukan loyalitas. Selama fase konsumsi, pelanggan menggunakan dan memperoleh pengalaman mengenai produk tersebut. Serta fase ini akan diikuti dengan fase kepuasan atau ketidakpuasan. Jika pelanggan tidak puas dengan kinerja produk tersebut, perilaku mengeluh akan segera muncul. Jika pelanggan tidak puas, maka perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk membangun loyalitas terhadap merek. Kepuasan atau ketidakpuasan yang dihasilkan ditahap ini sangat besar pengaruhnya dalam membangun loyalitas merek.

3. Attributes related to purchase. Didalam memutuskan suatu pembelian maka konsumen akan dipengaruhi oleh rangsangan pemasaran dan kondisi lain yang tidak dapat dikendalikan oleh perusahaan. Selanjutnya akan dipengaruhi oleh karakteristik konsumen dan proses keputusan pembelian oleh konsumen diakhiri dengan keputusan pembelian dimana dipengaruhi oleh beberapa komponen seperti produk, toko, merek, waktu dan jumlah. Atribut pembelian merupakan atribut pemuasan

pelanggan yang berkaitan dengan pemberian pelayanan pada saat pembelian dan pra pembelian.

2.7 Brand Loyalty

2.7.1 Pengertian Brand Loyalty

Menurut (Moriarty, Mitchell, & Wells, 2014) Brand loyalty adalah tingkat ketertarikan yang dimiliki pelanggan dengan brand tertentu yang dapat dilihat dari pembelian berulang.

Brand loyalty menurut (Kardes, Cronley, & Cline, 2008) adalah komitmen konsumen pada suatu merek berdasarkan manfaat atau nilai yang diberikan perusahaan kepada konsumen. Konsumen yang loyal terhadap sebuah merek bisa dilihat dari pembelian ulang dan cenderung malas untuk menggunakan merek lain.

Menurut penulis, Brand loyalty adalah komitmen konsumen terhadap sebuah merek. Komitmen tersebut menyebabkan pembelian berulang terhadap merek atau jasa yang mereka sukai, atau komitmen terhadap sebuah merek.

2.7.2 Dimensi Brand Loyalty

Menurut Rangkuti dalam (Kusuma, 2014) menjelaskan bahwa loyalitas merek dapat diukur melalui:

• Behavior measures: Suatu cara langsung untuk menentukan loyalitas terutama untuk habitual behavior (perilaku kebiasaan) adalah dengan memperhitungkan pola pembelian aktual.

• Measuring satisfaction: pengukuran terhadap kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan suatu merek merupakan indikator paling penting dalam loyalitas merek. Bila ketidakpuasan pelanggan terhadap suatu merek rendah, maka pada umumnya tidak cukup alasan bagi pelanggan untuk berpindah ke merek lain kecuali bila ada faktor penarik yang cukup kuat

• Measuring liking the brand: kesukaan terhadap merek, kepercayaan, perasaan hormnat atau bersahabat, dengan suatu merek membangkitkan kehangatan dan kedekatan dalam perasaan pelanggan. Akan sulit bagi merek lain untuk menarik pelanggan yang berada dalam tahap ini. Ukuran rasa suka tersebut adalah kemauan untuk membayar harga yang lebih mahal untuk mendapatkan produk tersebut.

• Measuring commitment: salah satu indikator kunci adalah jumlah interaksi dan komitmen pelanggan terkait dengan produk tersebut. Kesukaan pelanggan akan suatu merek akan mendorong mereka untuk membicarakan merek tersebut kepada orang lain dalam taraf menceritakan atau sampai tahap merekomendasikan.

2.8 Hubungan Antar Variabel

2.8.1 Hubungan Brand Image dengan Customer Satisfaction

Brand image merupakan suatu modal atau asset intangible (tidak berwujud) yang memiliki nilai tersendiri yang terbentuk dari sejumlah keyakinan pelanggan atas suatu merek. Citra dari merek dianggap sebagai aspek vital yang penting dari brand. Dengan brand image yang baik dapat menciptakan brand yang kuat di benak pelanggan. (Kotler & Armstrong, 2012). Sedangkan customer satisfaction merupakan penilaian yang dirasakan oleh pelanggan sebelum dan setelah menggunakan produk atau jasa dari perusahaan.

Menurut hasil penelitian (Dib & Al-Msallam, 2015) terhadap 584 pengguna smartphone di universitas Damascus, Suriah membuktikan bahwa Brand Image memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap Customer Satisfaction. Melalui hasil tersebut menunjukkan bahwa brand image smart phone yang kuat dan baik di mata konsumen secara bersamaan memberikan pengaruh yang baik terhadap customer satisfaction. Sama halnya dengan penelitian yang sedang berlangsung, peneliti ingin menguji hubungan secara langsung antara variabel brand image terhadap Customer Satisfaction pada sektor asuransi.

Pada hasil penelitian (Alfatah & Riva'i, 2016) yang meneliti hubungan antara brand image dan customer satisfaction nasabah PT. Asuransi Allianz Utama cabang Kota Semarang membuktikan yang sebaliknya, bahwa brand image tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap customer satisfaction. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, peneliti juga ingin menguji model yang sama yaitu hubungan antara brand image dan customer satisfaction di perusahaan PT. Asuransi Prudential.

2.8.2 Hubungan Service Quality dengan Customer Satisfaction

Service quality yang baik memiliki arti penting bagi kelangsungan hidup perusahaan karena dapat menciptakan kepuasan pelanggan. Menurut teori Zeithaml, Bitner, dan Dwayne (Gronroos, 2015) juga dikatakan, kepuasan pelanggan adalah penilaian pelanggan adalah nilai

pelanggan atas produk atau jasa dalam hal menilai apakah produk atau jasa tersebut telah memenuhi kebutuhan dan ekspektasi pelanggan.

Menurut hasil penelitian (Alfatah & Riva'i, 2016) membuktikan bahwa service quality berpengaruh terhadap customer satisfaction pada nasabah asuransi Allianz. Dari penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa service quality sangat penting untuk ditingkatkan terutama dalam industri jasa karena berperan penting terhadap customer satisfaction.

Pada penelitian (Hussain, 2016) telah dibuktikan bahwa service quality berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction. Sama hal dengan penelitian ini, peniliti ingin menguji hubungan secara langsung antara variabel service quality terhadap customer satisfaction PT. Prudential Life Assurance.

2.8.3 Hubungan Perceived Value dengan Customer Satisfaction

Nilai yang diterima masing-masing konsumen secara langsung mempengaruhi pembentukan formasi perasaan-perasaan kepuasan keseluruhan pada konsumen. Customer satisfaction menurut (Kotler & Keller, 2016) merupakan suatu penilaian dari konsumen atas produk atau jasa yang dirasa. Perasaan tersebut meliputi perasaan puas atau kecewa tergantung ekspektasi konsumen. Sedangkan nilai yang dirasakan oleh pelanggan (perceived value) meliputi proses pembelian akan produk dan jasa pada tahapan pembelian ulang, dimana kepuasan konsumen dilibatkan dalam pengalaman produk atau jasa.

Dalam penelitian (Hussain, 2016) membuktikan bahwa perceived value berpengaruh secara signifikan terhadap customer satisfaction pada konsumen maskapai penerbangan United Arab Emirates. Kepuasan merupakan ukuran sebenarnya tentang bagaimana penerimaan dan kesesuaian konsumen terhadap suatu merek, dan kepuasan adalah ukuran sebenarnya untuk bisnis jasa. Semakin besar perceived value, semakin besar pula customer satisfaction.

Menurut hasil penelitian (Alfatah & Riva'i, 2016) menyatakan bahwa perceived value memiliki pengaruh terhadap customer satisfaction di asuransi Allianz. Sesuai dengan penelitian sebelumnya, peneliti juga ingin menguji model perceived value dan customer satisfaction pada perusahaan asuransi Prudential.

2.8.4 Hubungan Customer Satisfaction dengan Brand Loyalty

Menurut peneliatian (Dib & Al-Msallam, 2015) membuktikan bahwa Customer satisfaction berpengaruh terhadap Brand loyalty. Hasil penelitian mengatakan bahwa untuk

meningkatkan brand loyalty dan customer satisfaction dalam pengguna ponsel, perusahaan harus meningkatkan brand strategi brand.

Menurut penelitian (Kassim, Igau, Harun, & Tahajuddin, 2014) membuktikan bahwa Customer Satisfaction terhadap Brand Loyalty memiliki pengaruh yang signifikan. Hasilnya menunjukkan bahwa kepuasan pengguna ponsel mempengaruhi Brand Loyalty. Pelanggan yang puas sudah tentu loyal karena persaingan yang semakin menyebabkan konsumen mempunyai banyak pilihan dalam memilih produk ataupun jasa. Maka konsumen lebih mengutamakan kepuasan yang dirasakan.

2.9 Penelitian Terdahulu

Tabel 2.0.1 State Of Art

No.

Pengarang

Judul

Objek Yang Diteliti

Hasil

1

Sarfraz Ashraf, Rashid Ilyas, Majid Imtiaz, Sajjad Ahmad (2018)

Impact of Service Quality, Corporate Image and Perceived Value on Brand Loyalty with Presence and Absence of Customer Satisfaction: A Study of four Service Sectors of Pakistan

Corporate Image, Service Quality, Perceived Value, Customer Satisfaction, Brand Loyalty

Penelitian dilakukan terhadap 440 responden dari 4 service sectors di Pakistan. Hasil dari penilitian menunjukkan bahwa customer satisfaction menghubungkan antara service quality, corporate image, dan perceived value degan brand loyalty.

2

Hayan Dib, Samaan Al-Msallam (2014)

The Effects of the Determinants of Customer Satisfaction on Brand Loyalty

Perceived Quality, Brand Image, Price Fairness, Customer Satisfaction, Brand Loyalty

Penelitian dilakukan terhadap 584 pengguna ponsel di universitas Damascus mengidentifikasi bahwa brand image berpengaruh terhadap customer satisfaction. customer satisfaction juga saling berhubungan dengan brand loyalty.

3

Rahim Hussain (2016)

The Mediating Role Of Customer Satisfaction: Evidence From The Airline Industry

Perceived Quality, Brand Image, Price Fairness, Customer Satisfaction, Brand Loyalty

Penelitian dilakukan terhadap 300 pengunjung Dubai International Airport mengidentifikasi bahwa customer satisfaction, service quality, dan perceived value berpengaruh terhadap brand loyalty. Service quality dan perceived value juga berhubungan dengan customer satisfaction.

4

Abdul Wahid Mohd Kassim, Oswald A. Igau, Amran Harun, Sulaiman Tahajuddin (2014)

Mediating Effect of CustomerSatisfaction on Perceived Product Quality, Perceived Value, and Their Relation to Brand Loyalty

Perceived Product Quality, Perceived Value, Customer Satisfaction, Brand Loyalty

Penelitian dilakukan terhadap 150 pengguna smartphone di Malaysian mengidentifikasi bahwa perceived product quality dan customer satisfaction adalah faktor yang berpengaruh terhadap brand loyalty. Sedangkan perceived value tidak berpengaruh terhadap brand loyalty. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa perceived product quality dan perceived value berpengaruh terhadap customer satisfaction.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa customer satisfaction menghubungkan antara perceived product quality dan brand loyalty, serta perceived value dan brand loyalty.

5

Fil Alam Alif Alfatah,

Alimuddin Rizal Riva’i (2015)

The Effect Of Brand Image, Service Quality, And Perceived Value On Brand Loyalty Through Customer Satisfaction (Study In Pt. Asuransi Allianz Utama Branch Of Semarang City)

Brand Image, Service Quality, Perceived Value, Brand Loyalty, Customer Satisfaction

Penelitian dilakukan terhadap 150 responden nasabah PT. Asuransi Allianz Utama Cabang Kota Semarang. Hasil penelitian mengidentifikasi bahwa brand image tidak berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan, sedangkan service quality dan perceived value berpengaruh signifikan terhadap customer satisfaction. Customer satisfaction dan brand loyalty juga berpengaruh secara signifikan.

2.10 Kerangka Pemikiran

Sumber: Peneliti (2018)

Brand Image

X1

H1

H5

Service Quality

X2

Brand Loyalty

Z

Customer Satisfaction

Y

H6

H4

H2

H3

Perceived Value

X3

H7

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran