library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah...

37
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Gambar 2.1 Kerangka Konsep Kerangka konsep diatas memberikan gambaran mengenai alur berfikir dalam menemukan jawaban dari permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian mengenai status kepemilikan hak cipta atas naskah film soekarno berdasarkan Undang-undang Hak Cipta. Dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta diatur tentang karya sinematografi yang dijelaskan 11 Naskah Film Soekarno UU No.19/2002 Tentang Hak Cipta Junto UUHC No. 28/2014 Pencipta Hak Eksklusif Putusan Pengadilan Niaga/Pengadil an MA Kepastian Hukum

Transcript of library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah...

Page 1: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep diatas memberikan gambaran mengenai alur berfikir dalam

menemukan jawaban dari permasalahan yang akan menjadi bahan penelitian

mengenai status kepemilikan hak cipta atas naskah film soekarno berdasarkan

Undang-undang Hak Cipta.

Dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta diatur

tentang karya sinematografi yang dijelaskan dan diatur di dalam penjelasan umum

pasal 12 huruf K UUHC 2002 yaitu :

Karya sinematografi yang merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving images) antara lain meliputi: film dokumenter, film iklan, reportase atau film cerita yang dibuat dengan skenario dan film kartun. Karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau media lain yang memungkinkan untuk di pertunjukan di bioskop, dilayar atau ditayangkan di televisi atau di media lainnya.

11

Naskah Film Soekarno

UU No.19/2002 Tentang Hak Cipta Junto UUHC No. 28/2014

Pencipta

Hak Eksklusif

Putusan Pengadilan

Niaga/Pengadilan MA

Kepastian Hukum

Page 2: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuat film, stasiun televisi atau perorangan.”

Berdasarkan penjelasan pasal tersebut bahwa Naskah Film Soekarno

termasuk karya sinematografi sesuai yang diatur di dalam UUHC. Pengertian hak

cipta menurut pasal 1 ayat 1 UUHC 2002 yaitu :

“Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau Penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Oleh karena pencipta memiliki hak eksklusif terhadap karya sinematografi

yang diatur dalam pasal 1 ayat 1 UUHC maka berhak atas status kepemilikan karya

naskah film soekarno dimana Bahwa Hj. Rachmawati Soekarnoputri menggugat PT.

Tripar Multivision plus dan Raam Jethmal Punjabi dan Hanung Bramantyo atas

dasar kepemilikan ciptaan naskah film Soekarno bahwa Rachmawati adalah pencipta

dari naskah Soekarno atau dikenal BUNG Karno, selain itu Rachmawati

Soekarnoputri mempunyai inisiatif agar naskah BUNG Karno dijadikan film yang

mempunyai nilai sejarah bagi Bangsa Negara Indonesia dengan pengenalan kepada

Presiden RI yang pertama lalu bekerja sama dengan sutradara dan produser film.

Namun pada saat berjalannya proses pembuatan film tidak diketahui Rachmawati

Soekarnoputri bahwa selain itu tidak sesuai dengan naskah yang di minta

Rachmawati Soekarnoputri.

Atas permasalahan tersebut pihak Hj. Rachmawati mengajukan gugatan

kepengadilan Niaga Jakarta Pusat, atas gugatan tersebut dikabulkan oleh pengadilan,

bagi pihak tergugat yang kalah disini adalah pihak PT. Tripar Multivision plus dan

Raam Jethmal Punjabi dan Hanung Bramantyo mengajukan upaya hukum Kasasi ke

Mahkamah Agung atas putusan Kasasi No.305K/PDT.Sus-HKI/2014 Putusan

Mahkamah Agung tersebut dikabulkan dan membatalkan Putusan Pengadilan Niaga

pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 93/pdt/sus

HAK-CIPTA/2013/PN.NIAGA JKT.PST, tanggal 10 Maret 2014. Upaya yang

ditempuh oleh para pihak adalah bertujuan untuk memperoleh kepastian hukum atas

Hak cipta Karya Naskah Film Soekarno.

12

Page 3: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

2.1 Tinjauan Umum Tentang Hak Cipta

2.1.1 Pengertian Hak Cipta

Dalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim

dipakai sekarang untuk copyright) pada awal mulanya istilah yang dikenal adalah

hak pengarang sesuai dengan terjemahan harafiah bahasa belanda Auteursrecht.

Menurut pendapat Patricia Loughlan, Pengertian Hak Cipta adalah bentuk

kepemilikan yang memberikan pemegangnya hak eksklusif untuk mengawasi

penggunaan dan memanfaatkan suatu kreasi intelektual, sebagaimana kreasi yang

ditetapkan dalam kategori hak cipta, yaitu kesusasteraan, drama, musik dan

pekerjaan seni, serta rekaman suara, film, radio dan siaran televisi, serta karya tulis

yang diperbanyak melalui penerbitan.1 Pada kongres kebudayaan Indonesia ke-2,

Oktober 1951 di Bandung, penggunaan istilah hak pengarang dipersoalkan karena

dipandang menyempitkan pengertian hak cipta. Kongres memutuskan untuk

mengganti istilah hak pengarang dengan hak cipta. Istilah ini adalah istilah yang

diperkenalkan oleh ahli bahasa Soetan Moh. Syah dalam suatu makalah pada waktu

kongres. Menurutnya, terjemahan Auteursrecht adalah hak pencipta, tetapi untuk

penyederhanaan dan kepraktisan disingkat menjadi hak cipta.2

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta mengenal dua

jenis hak yang terkandung dalam suatu ciptaan, yaitu hak cipta (copy rights) dan hak

terkait (neighboring rights). Kedua jenis hak ini merupakan hak eksklusif yang

bersifat ekonomis industrialis bagi pemilik suatu ciptaan.3

Pengertian dari hak cipta telah diatur dalam pasal 1 ayat (1) Undang-Undang

Hak Cipta 2002, yaitu:

“Hak Eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”

Definisi tersebut diatas dapat di simpulkan bahwa hak cipta adalah hak

kebendaan yang bersifat eksklusif bagi seorang pencipta atau penerima hak atas

suatu karya atau ciptaannya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra.4

1Ali, “Pembahasan Mengenai Pengertian Hak Cipta Menurut Pakar,” <http://www.pengertianpakar.com/2015/04/pengertian-hak-cipta-menurut-pakar.html#_> Diakses 30 Oktober 2015.2 Eddy Damian, Op.Cit, hlm.1173 Elyta Ras Ginting, Op.cit, hlm. 614 Idem, hlm. 61

13

Page 4: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

Dalam Auteurswet 1912 maupun Universal Copyright Convention

menggunakan istilah “hak tunggal” sedangkan dalam Undang-undang Hak Cipta

menggunakan istilah “hak eksklusif atau hak khusus”. Yang dimaksudkan dalam

“hak eksklusif atau hak khusus” adalah pencipta merupakan satu-satunya pihak yang

dapat memanfaatkan hak tersebut. Dengan kata lain tidak ada pihak lain yang dapat

memanfaatkan hak tersebut kecuali dengan izin pencipta.

Perkataan “tidak ada pihak lain” mempunyai pengertian yang sama dengan

hak tunggal yang menunjukkan hak pencipta saja yang dapat mendapatkan hak

semacam itu. Inilah yang kemudian disebut dengan hak eksklusif/hak khusus.

Eksklusif berarti khusus, spesifikasi,unik.5

Pengertian Hak Cipta dalam Undang-undang Terbaru yaitu Undang-Undang

Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta diatur dalam Pasal 1 ayat 1 yaitu berbunyi

“Hak Cipta adalah hak eksklusif pencipta yang timbul secara otomatis berdasarkan

prinsip deklaratif setelah suatu ciptaan diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa

mengurangi pembatasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.

Sedangkan Pencipta ialah seorang atau beberapa orang yang secara sendiri-

sendiri atau bersama-sama menghasilkan suatu ciptaan yang bersifat khas dan

pribadi. Pencipta juga dapat didefinisikan sebagai seseorang yang melahirkan suatu

ciptaan untuk pertama kali sehingga ia adalah orang pertama yang mempunyai hak-

hak sebagai pencipta.

Menurut Lingen N. Van, pencipta adalah subjek hak cipta, sehingga seseorang yang

dijadikan objek dari hukum hak cipta adalah pencipta dari suatu ciptaan atau pihak

penerima hak tersebut secara sah dari pencipta pertama.6

2.1.2 Sejarah Hak Cipta di Indonesia

Sejarah perkembangan hukum tentang Hak Cipta di Indonesia boleh

dikatakan baru mulai zaman pemerintahan Hindia Belanda. Pada masa-masa

kerajaan sebelum Belanda masuk ke Indonesia, belum ada referensi yang

menunjukan bahwa Hak Cipata pernah diatur dalam hukum.7

Di Hindia Belanda (Indonesia) sebagai daerah jajahan Kerajaan Belanda juga

diberlakukan Auteurswet 1912 dengan Staatsblad 1912 No. 600. demikian pula

5 OK Saidin, Aspek Hukum Kekayaan Intelektual, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2010), hlm. 59. 6 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, PT. Alumni (Bandung , 2014) hlm. 130.7 Otto Hasibuan, Hak Cipta di Indonesia “Tinjauan Khusus Hak Cipta Lagu, Neighbouring Rights, dan Collecting Society, ( Bandung: PT. Alumni, 2008), hlm. 83.

14

Page 5: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

Konversi Bern, pada tanggal 1 Agustus 1931 dinyatakan berlaku untuk wilayah

Hindia Belanda dengan Staatsblad 1931 No. 325, dan Konvensi Bern yang

dinyatakan Berlaku itu adalah menurut teks yang telah direvisi di Roma pada tanggal

2 Juni 1928.8

Dalam perjalanannya yang panjang sejak “Auteuswet 1912” sampai dengan

tahun 1982 maka lebih dari 70 tahun Indonesia baru berhasil menciptakan Undang-

Undang tentang Hak Cipta yang bersifat nasional, yaitu Undang-Undang Nomor 6

tahun 1982 tentang Hak Cipta, Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15,

Tambahan Lembaran Negara RI No. 3217.9 Sejak Undang-Undang Nomor 6 Tahun

1982 ini disahkan menjadi Undang-Undang, maka Auteurswet 1912 secara resmi

dicabut dan tidak berlaku lagi.10

Undang-undang tersebut kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 7

Tahun 1987, Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997, dan pada akhirnya dengan

Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002.

Fenomena berganti-gantinya Undang-Undang yang mengatur tentang hak

cipta ini disebabkan oleh berbagai faktor berikut, yaitu :11

a. Maraknya pelanggaran hak cipta yang terjadi di Indonesia karena lemahnya

system penegakan hukum pada umumnya dan karena Undang-Undang

Nomor 6 tahun 1982 dinilai tidak lagi dapat mengakomodasikan tuntutan dari

perkembangan masyarakat, persaingan usaha yang sehat (fair competition),

serta faktor perkembangan teknologi dan ekonomi di bidang perlindungan

hak cipta.

b. Sejak Indonesia meratifikasi Berne Convention pada tahun 1997 dan menjadi

anggota WTO maka Indonesia berkewajiban untuk menyelaraskan hukum

hak ciptanya dengan ketentuan internasional yang ada, terutama dengan

Berne Convention, WIPO Copyright Treaty, dan TRIPs Agreement.

c. Karana adanya tekanan dari Negara-negara maju terutama dari Amerika

Serikat yang mengklaim dirinya sebagai Negara yang paling banyak

dirugikan secara ekonomis karena pembajakan hak cipta yang dilakukan oleh

Negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Tekanan ini terutama

8 Idem, hlm. 83.9 Sophar Maru Hutagalung, Hak Cipta “Kedudukan & Peranannya dalam Pembangunan”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), hlm. 1. 10 Ibid, hlm. 2.11 Elyta Ras Ginting, Op.Cit, hlm. 51-52

15

Page 6: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

dikaitkan dengan isu perdagangan internasional dan embargo perdagangan.

Dalam hal ini Indonesia akan dikenai sanksi perdagangan atau embargo jika

tidak melindungi hak cipta di negaranya, khususnya hak cipta milik Negara

lain di Indonesia.

Oleh sebab itu, perubahan-perubahan atau revisi yang berulang-ulang

terhadap undang-undang Hak Cipta dilakukan karena Indonesia mendapat tekanan

dari masyarakat Internasional agar Indonesia lebih memerhatikan perlindungan

hukum hak cipta terutama hak cipta Negara lain di Indonesia. Demikian pula dalam

rangka memenuhi kewajiban Indonesia selaku anggota WTO, Indonesia wajib

menyelaraskan Undang-Undang Hak Cipta dengan konvensi-konvensi internasional

lainya, terutama dengan ketentuan TRIPs Agreement guna menciptakan suatu iklim

perdagangan yang sehat (fair competition) di Indonesia.12

2.1.3 Landasan Hukum Hak Cipta di Indonesia

1. Auteurswet 1912

Sudah semenjak tahun 1886, dikalangan Negara-negara dikawasan

eropa barat diberlakukan konvensi bern 1886 untuk perlindungan ciptaan-

ciptaan di bidang sastra dan seni sebagai suatu pengaturan perlindungan

dengan hukum hak cipta yang telah dianggap modern untuk waktu itu.

Kecenderungan Negara-negara eropa barat untuk menjadi peserta pada

konvensi ini, mendorong Negara kerajaan belanda untuk memperbarui

undang-undang hak ciptanya yang sudah berlaku semenjak 1881 dengan

suatu undang-undang hak cipta baru pada tanggal 1 November tahun 1912

bernama Auteurswet 1912 selanjutnya singkatan AW 191213

Indonesia sebagai koloni kerajaan belanda kedudukannya dalam

hubngan internasional dan pengaturan hukum nasionalnya sebagai Negara

jajahan ditentukan dan sepenuhnya tergantung kepada kerajaan belanda karna

sebab itu hukum positif tentang hak cipta yang secara formal berlaku di

Indonesia pada zaman penjajahan kerajaan belanda adalah AW 1912 mukai

berlaku 23 september 1912 .

Pada masa penjajahan jepang selama 3,5 tahun, secara de facto

Indonesia tidak mengenal hubungan internasional. Selain itu, dapat dikatakan

tidak ada tempat bagi pelaksanaan dan pembinaan hak cipta baik di tingkat 12 Ibid, hlm. 5213 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, cetakan ke-4 (Bandung, PT. Alumni, 2014) hlm. 141.

16

Page 7: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

nasional. Hak cipta berada dalam kedudukan status-quo pada waktu itu.

Tahun 1944 yang mengakhiri masa penjajahan jepang bersamaan dengan

berakhirnya peperangan asia timur raya, disusul dengan proklamasi

kemerdekaan 17 agustus 1945 yang secara formal merupakan juga

pengakhiran berlakunya tertib hukum kolonial. Dilanjutkan, dengan awal

berlakunya tertib hukum nasional berdasarkan Undang-Undang Dasar

Republik Indonesia 1945. 14

Sejalan dengan berlakunya undang-undang dasar tahun 1945, masa

berlaku Auteurswet 1912 tetap dipertahankan hingga terbitnya Undang-

Undang no. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta yang kemudian diubah menjadi

Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1987, sepuluh tahun berselang, undang-

undang tersebut diperbarui menjadi Undang-Undang RI No. 12 Tahun 1997,

lalu diperbarui menjadi Undang-Undang RI No. 19 Tahun 2002 tentang Hak

Cipta yang disahkan pada 29 Juli 2002.15

2. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 Tentang Hak Cipta

Pada tanggal 12 April 1982, pemerintah Indonesia Mencabut

Auteurswet 1912 dan sekaligus mengundangkan Undang-Undang No. 6 tahun

1982 tentang Hak Cipta yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1982 No. 15.16

Adanya unsur-unsur baru dalam undang-undang Hak Cipta 1982 yang

tidak terdapat dalam Auteurswet 1982 merupakan pencatatan hasil-hasil

perjuangan para pencipta serta merupakan pemenuhan hasrat dan keinginan

mereka yang terbukti tidak dapat dipenuhi dan dijamin oleh Auteurswet

1912.17

Semakin baiknya perekonomian Indonesia tentu berdampak pada

peningkatan daya beli masyarakat, termasuk daya beli untuk kebutuhan-

kebutuhan sekunder dan tertier, seperti kebutuhan akan informasi,

pengetahuan, hiburan, dan lain-lain. Kemudian perkembangan yang semakin

canggih dari teknologi percetakan, mesin fotocopi, dan pengadaan rekaman

14 Ibid, hlm. 143.15Tim Yustisia, Panduan Resmi Hak Cipta, cetakan ke-1 (Jakarta , Visimedia, 2015) hlm. xi.16 Otto Hasibuan, Op. Cit, hlm. 93.17 Ibid, hlm. 94.

17

Page 8: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

telah mendorong meningkatnya perbanyakan Ciptaan, seperti buku-buku,

kaset, CD, dan lain-lain secara tidak sah.18

Akhirnya setelah lima tahun berlakunya UUHC 1982, muncul berbagai

pendapat bahwa UUHC 1982 itu ternyata masih mengandung banyak

kelemahan. UUHC 1982 memerlukan penyempurnaan sehingga mampu

menangkal pelanggaran hak cipta.

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 Tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1982 tantang Hak Cipta

Semenjak diubahnya pada 19 September 1987, UUHC 1982 dengan

UUHC 1987, Undang-undang hak cipta yang secara yuridis berlaku di

indonesia pada waktu itu adalah:

Pasal-pasal dalam UUHC 1982 yang telah diganti atau ditambah

dengan pasal-pasal baru dalam UUHC 1987 yang mengganti atau menambah

UUHC 1982, diberlakukan mulai 19 september 1987. Dengan

mengemukakan empat dasar pertimbangan hukum yang termuat dalam

mukadimahnya:

1) Pemberian perlindungan hukum terhadap hak cipta pada dasarnya

dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan iklim yang lebih baik

bagi tumbuh dan berkembangnya gairah mencipta di bidang ilmu

pengetahuan,seni, dan sastra;

2) Di tengah kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional yang semakin

meningkat, khususnya di bidang ilmu pengetahuan, seni, dan sastra,

ternyata telah berkembang pula kegiatan pelanggaran hak cipta,

terutama dalam bentuk tindak pidana pembajakan;

3) Pelanggaran hak cipta tersebut telah mencapai tingkat yang

membahayakan dan dapat merusak tatanan kehidupan masyarakat

pada umumnya dan minat untuk mencipta khususnya;

4) Untuk mengatasi dan menghentikan pelanggaran hak cipta dipandang

perlu untuk mengubah dan menyempurnakan beberapa Undang-

undang No. 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta;

4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997

18 Ibid, hlm. 95.

18

Page 9: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

Perubahan mendasar Undang-Undang Nomor 1997 tentang perubahan

atas Undang-Undang Nomor 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana

telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1987 di landasi tiga

pertimbangan hukum yang sekaligus merupakan tujuan pengundangannya

yang kutipannya sebagai berikut:19

1) Pemberian perlindungan hukum yang semakin efektif terhadap Hak

Kekayaan intelektual, Khususnya dibidang Hak Cipta perlu lebih

ditingkatkan dalam rangka mewujudkan keadilan yang lebih baik bagi

tumbuh dan berkembangnya semangat mencipta dibidang ilmu

pengetahuan, seni, sastra, yang sangat diperlukan dalam pelaksanaan

pembangunan nasional yang bertujuan terciptanya masyarakat

Indonesia yang adil, makmur, maju, dan mandiri berdasarkan

pancasila dan UUD 1945.

2) Melaksanakan kewajiban untuk menyesuaikan peraturan perundang-

undangan nasional dibidang Hak Kekayaan Intelektual termasuk Hak

Cipta terhadap TRIPs.

3) Mengubah dan menyempurnakan beberapa ketentuan Undang-

Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta telah diubah dengan

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1987 dan Undang-undang Nomor 12

tahun 1997.

Setelah berlakunya UUHC 1997 yang tadinya dianggap sebagai

undang-undang yang cukup memadai perlindungan Hak Cipta di Indonesia

tetap masih jauh dari harapan. Selain di dalam negeri, pihak internasional

tidak henti-hentinya menyoroti lemahnya perlindungan hak cipta, paten dan

merek di Indonesia.20

5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

Adapun dasar pertimbangan lahirnya Undang-Undang Nomor 19 tahun

2002 tentang Hak Cipta, yaitu sebagai perubahan terakhir dari Undang-

undang Nomor 12 tahun 1997, adalah sebagai berikut :21

1) Karena Indonesia dianggap sebagai Negara yang memiliki

keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya, serta kekayaan di

19 Muhammad Djumhana, Hak Milik Intelektual “Sejarah, Teori, dan Praktiknya di Indonesia”, Cetakan IV (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2014), hlm. 65.20 Otto Hasibuan, Op.Cit, hlm. 105.21 Sophar Maru Hutagalung, Op. Cit, hlm. 251-252.

19

Page 10: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

bidang seni dan sastra dengan pengembang-pengembangannya yang

memerlukan perlindungan Hak cipta terhadap kekayaan intelektual

yang lahir dari keanekaragaman tersebut;

2) Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian

internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan

Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih

lanjut dalam sistem hukum nasional;

3) Perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah

sedemikian pesatnya sehingga memerlukan peningkatan perlindungan

bagi pencipta dan pemilik hak terkait dengan tetap memerhatikn

kepentingan masyarakat luas.

Apabila didalami dari keseluruhan ketentuan yang ada dan tercantum

dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, dapat di

ringkas prinsip-prinsip Hak Cipta yang berlaku di Indonesia, yaitu:22

1) Perlindungan hak cipta diberikan kepada ide yang telah terwujud dan

asli;

2) Hak cipta timbul dengan sendirinya (otomatis dengan tetap

mendorong pemilik Hak cipta untuk melakukan pendaftaran;

3) Suatu ciptaan tidak selalu perlu diumumkan untuk memperoleh hak

cipta;

4) Hak cipta suatu Ciptaan merupakan suatu hak yang diakui hukum

(legal right) yang harus dipisahkan dan harus dibedakan dari

peguasaan fisik suatu Ciptaan;

5) Hak cipta bukan hak Mutlak ;

6) Jangka waktu perlindungan hak moral dan hak ekonomi dibedakan.

2.1.4 Hak-Hak Yang Tercakup Dalam Hak Cipta

1. Hak Eksklusif

Hak eksklusif Pencipta atau pemegang Hak Cipta dimaksudkan

bahwa tidak ada orang lain yang boleh melakukan hak itu, kecuali dengan

izin pencipta. Menurut Civil Law System, perlindungan hak cipta

memberikan Hak eksklusif bagi pencipta yang memberikan kemampuan

22 Muhammad Djumhana, Op.cit, hlm. 68-69.

20

Page 11: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

pencipta untuk berbuat apa saja terhadap Ciptaannya, kecuali yang ditentukan

dalam aturan pembatasan (limitation).

Hak Cipta memberikan perlindungan bagi pencipta dalam hubungan

pribadi dan intelektual dari ciptaannya dan juga untuk memanfaatkan

Ciptaannya. Hal ini berarti perlindungan hak cipta berdimensi Hak Moral

(moral right) yang ditimbulkan dari hubungan pribadi intelektual Pencipta

dengan ciptaannnya, dan dimensi Hak ekonomi (economic right).23 Perspektif

perlindungan Hak eksklusif (exclusive right) berawal dari dan untuk

melindungi pencipta.

Secara teoritis, hak cipta adalah hak alamiah (natural rights) yang

bersifat absolut yang timbul secara otomatis sejak ciptaan atau diumumkan.

Ciptaan tersebut akan dilindungi selama pencipta masih hidup bahkan

sesudah pencipta meninggal dunia. Hak eksklusif pencipta disebut juga

sebagai hak ekonomi atau economic rights yang diatur dalam pasal 2

Undang-undang Hak Cipta 2002.24

Pasal 2

(1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang

Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya,

yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa

mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan

yang berlaku.

(2) Pencipta atau Pemegang Hak Cipta atas karya sinematografi dan

Program Komputer memiliki hak untuk memberikan izin atau

melarang orang lain yang tanpa persetujuannya menyewakan

Ciptaan tersebut untuk kepentingan yang bersifat komersial.

Menurut penjelasan Pasal 2 UUHC, yang dimaksud dengan Hak

Eksklusif adalah hak yang semata-mata diperuntukan bagi pemilik ciptaan

atau pemegang hak cipta sehingga tidak ada pihak lain yang boleh

memanfaatkan hak tersebut tanpa izin pencipta. Sedangkan yang dimaksud

dengan Pemegang Hak adalah subjek hukum yang oleh undang-undang

ditunjuk sebagai pihak yang berhak melaksanakan hak eksklusif hak cipta.

23 Rahmi Jened, Op.Cit, hlm. 12324 Elyta Ras Ginting, Op. Cit, hlm. 62-63

21

Page 12: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

Adapun Hak Ekslusif pemegang hak cipta adalah untuk

mengumumkan (to Communicate) dan memperbanyak (to reproduct) suatu

ciptaan.25 Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Hak Cipta

secara terperinci disebutkan kegiatan apa saja yang termasuk dalam

perbuatan mengumumkan dan memperbanyak, yaitu :

1) Menerjemahkan;

2) Mengadaptasi;

3) Mengarasemen

4) Mengalihwujudkan;

5) Menjual;

6) Menyewakan;

7) Meminjam;

8) Mengimpor;

9) Memamerkan;

10) Mempertunjukan kepada publik;

11) Menyiarkan;

12) Merekam; dan

13) Mengomunikasikan ciptaan kepada publik melalui sarana apapun.

2. Hak Moral dan Hak Ekonomi

1) Hak Moral

Hak Moral adalah hak yang melindungi kepentingan pribadi si

pencipta. Konsep Hak Moral dalam Hak cipta disebut sebagai hak

yang bersifat asasi, sebagai natural right yang dimiliki manusia.

Pengakuan serta perlindungan terhadap Hak Moral selanjutnya

menumbuhkan rasa aman bagi Pencipta karena ia tetap merupakan

bagian hasil karya atau ciptaannya. Pada gilirannya pun pengakuan

dan perlindungan Hak moral ini akan mampu menjamin stimulan

untuk memunculkan karya-karya cipta baru.26

Mengenai konsep Hak Moral, pengaturannnya dalam Pasal 24

angka 1-4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

menyebutkan bahwa :

25 Ibid, hlm. 6426 Sophar Maru Hutagalung, Op.Cit, hlm. 333-334.

22

Page 13: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

a) Pencipta atau ahli warisnya berhak menuntut Pemegang Hak

Cipta supaya nama Pencipta tetap dicantumkan dalam

Ciptaannya.

b) Suatu Ciptaan tidak boleh diubah walaupun Hak Ciptanya

telah diserahkan kepada pihak lain, kecuali dengan

persetujuan Pencipta atau dengan persetujuan ahli warisnya

dalam hal Pencipta telah meninggal dunia.

c) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku juga

terhadap perubahan judul dan anak judul Ciptaan,

pencantuman dan perubahan nama atau nama samaran

Pencipta.

d) Pencipta tetap berhak mengadakan perubahan pada

Ciptaannya sesuai dengan kepatutan dalam masyarakat.

Konsep dasar lahirnya hak cipta akan memberikan

perlindungan hukum terhadap suatu karya cipta yang memiliki bentuk

khas yang menunjukan keaslian sebagai ciptaan seseorang atas dasar

kemampuan dan kreatifitasnya yang bersifat pribadi. Sifat pribadi

yang terkandung di dalam Hak cipta melahirkan konsepsi hak Moral

bagi si pencipta atau ahli warisnya. Hak moral tersebut dianggap

sebagai hak pribadi yang dimiliki oleh seorang pencipta untuk

mencegah terjadinya penyimpangan atas karya ciptaannya dan untuk

mendaptkan penghormatan atau penghargaan atas karyanya tersebut.

Hak moral tersebut merupakan perwujudan dari hubungan yang terus

berlangsung antara si pencipta dengan hasil karya ciptanya walaupun

si pencipta meninggal dunia atau telah memindahkan hak ciptaannya

kepada orang lain, sehingga apabila pemegang hak cipta

menghilangkan nama pencipta, maka pencipta atau ahli warisnya

berhak menuntut kepada pemegang hak cipta supaya nama pencipta

tetap dicantumkan dalam ciptaanya. Disamping itu juga pemegang

Hak Cipta tidak diperbolehkan mengadakan perubahan suatu ciptaan

kecuali dengan persetujuan pencipta atau ahli warisnya dan apabila

pencipta telah menyerahkan Hak ciptaannya kepada orang lain, maka

selama penciptanya masih hidup diperlukan persetujuannya untuk

23

Page 14: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

mengadakan perubahan, tetapi apabila penciptanya telah meninggal

dunia diperlukan izin dari ahli warisnya.

Dua Hak Moral utama yang terdapat dalam undang-undang Hak

Cipta ;

a. Hak untuk memperoleh pengakuan, yaitu : hak pencipta untuk

memperoleh pengakuan publik sebagai pencipta suatu karya

guna mencegah pihak lain mengklaim karya tersebut sebagai

hasil kerja mereka, atau untuk mencegah pihak lain

memberikan pengakuan pengarang karya tersebut kepada

pihak lain tanpa seijin pencipta;

b. Hak Integritas, yaitu hak untuk mengajukan keberatan atas

perubahan yang dilakukan terhadap suatu karya tanpa

sepengetahuan si pencipta.

2) Hak ekonomi

Hak ekonomi adalah hak yang dimiliki seseorang untuk

mendapatkan keuntungan atas ciptaanya. Hak ekonomi pada setiap

undang-undang hak cipta selalu berbeda, baik teknologinya, jenis hak

yang diliputinya dan ruang lingkup dari setiap jenis hak ekonomi

tersebut.27

Hak yang berkaitan dengan pemanfaatan secara komersial

suatu ciptaan. Undang-Undang Hak Cipta Indonesia tidak secara

khusus menentukan hak-hak ekonomi bagi pencipta dalam satu pasal,

tetapi tersebar didalam beberapa pasal-pasalnya, yaitu pada Pasal 1,

Pasal 2, Pasal 16 ayat (1), Pasal 23, Pasal 41 UUHC. Dapat dibagi

sebagai berikut :

a. Hak untuk mengumumkan ciptaan (Pasal 2 UUHC)

b. Hak untuk memperbanyak ciptaan (Pasal 2 UUHC)

c. Hak untuk memberi izin untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaan (Pasal 2 UUHC)

d. Hak untuk mengeksekusi jika terjadi pelanggaran atas karya

cipta (Pasal 41 UUHC)

27 Sophar Maru Hutagalung, hlm. 336.

24

Page 15: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

e. Hak untuk memberi izin menggunakan hak tersebut sebagian

atau seluruhnya kepada pihak lain (Pasal 1 UUHC)

f. Hak untuk memproduksi ciptaan (Pasal 23 UUHC)

Secara umum setiap Negara, minimal mengenal dan mengatur hak

ekonomi yang meliputi hak sebagai berikut28 :

a) Hak Reproduksi atau Penggandaan (Reproduction Right);

b) Hak Adaptasi (Adaptation Right);

c) Hak Distribusi (Distribution Right);

d) Hak Pertunjukan (Public Performance Right);

e) Hak Penyiaran (Broadcasting Right);

f) Hak Program Kabel (Cabelcasting Right);

g) Droit de Suite. dan;

h) Hak Pinjam Masyarakat (Public Lending Right)

3. Hak Terkait dengan Hak Cipta

Ada beberapa istilah yang digunakan untuk hak terkait, yaitu

neighboring rights, derivative rights, ataupun related rights. Negara

common law pada umumnya menggunakan istilah neighboring rights dan

diatur bersamaan dengan hak cipta dalam undang-undang hak cipta. Namun,

di Negara civil law, seperti Perancis dan Jerman, hak terkait dianggap

sebagai hak yang ada di luar undang-undang hak cipta dan diatur secara sui

generis. Sedangkan di Indonesia, hak terkait diakui sebagai suatu kekayaan

intelektual yang memiliki keterkaitan dengan suatu ciptaan dan karenanya

diatur dalam undang-undang hak cipta bersama-sama degan hak cipta, tetapi

ditempatkan dalam bab yang berbeda.

Menurut Stewart dan Sandison, hak terkait senantiasa merupakan hak yang

timbul dari ciptaan yang berasal dari pengalihwujudan suatu karya karena

hak tersebut merupakan perwujudan dari ciptaan yang telah ada oleh karena

itu, yang dilindungi oleh hak terkait adalah bentuk lain dari suatu ciptaan

yang telah ada sebelumnya yang telah beralih wujud menjadi ciptaan yang

baru, misalnya syair lagu yang dinyanyikan, karya sinematografi dari sebuah

28 Sophar Maru Hutagalung, Ibid, hlm. 336.

25

Page 16: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

novel, film dokumenter tentang suatu peristiwa atau fenomena alam, dan

sebagainya, oleh karena keberadaan hak terkait yang lahir dari hak cipta

tersebut.29

Hak Terkait dalam UUHC No. 19 tahun 2002 diatur dalam pasal 1

angka 9 “Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu

hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan

pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau

menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya; dan bagi

Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya

siarannya.”

Diatur juga dalam Undang-Undang Hak Cipta terbaru UUHC No. 28

tahun 2014 yang terdapat dalam Pasal 1 angka 5 “Hak Terkait adalah hak

yang berkaitan dengan Hak Cipta yang merupakan hak eksklusif bagi pelaku

pertunjukan, produser fonogram, atau lembaga Penyiaran.”

Adapun pihak-pihak tersebut masing-masing diatur dalam UUHC

2002 Pasal 1 angka 10-12 sebagai berikut :

a) Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang

menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan,

menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya

musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.

b) Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang

pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk

melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik

perekaman dari suatu pertunjukan maupun perekaman suara atau

perekaman bunyi lainnya.

c) Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang

berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya

siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau

melalui sistem elektromagnetik.

Tujuan dari perlindungan hak terkait dengan Hak cipta adalah untuk

melindungi kepentingan hukum pada orang tertentu dan badan hukum yang

29Elyta Ras Ginting, Hukum Hak Cipta Indonesia, cetakan ke-1 (PT .Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012) hlm. 71 – 72.

26

Page 17: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

memiliki kontribusi untuk pembuatan karya cipta sehingga tersedia bagi

masyarakat atau yang memproduksi karya cipta terkait lainnya.30

Prinsip hukum yang berlaku atas pemilik/Hak Terkait dengan Hak Cipta

adalah hak yang diberikan kepada pihak-pihak yang memiliki kontribusi

untuk menyebarluaskan karya cipta orang lain. Hal ini mengingat menurut

tradisi Civil Law bahwa pencipta selalu orang secara alamiah yang memiliki

”intellectual personal creation” dengan derajat keaslian (originality) dan

(creativity) yang tinggi.31

2.2 Tinjauan Umum tentang Perlindungan Hukum Hak Cipta

Hak cipta adalah kekayaan personal maka hak cipta dapat disamakan dengan

bentuk kekayaan yang lain, yakni dapat dialihkan. Secara khusus pengaturan

mengenai pengalihan hak dalam hukum hak cipta diatur dalam Pasal 3 ayat (1)

UUHC 2002, bahwa hak cipta dianggap sebagai benda bergerak maka hak ciptanya

dapat dipindah tangankan, di lisensikan, dialihkan, dijual-belikan oleh pemilik atas

pemegang haknya.32

Dasar pemikiran seorang atau individu mendapat perlindungan hukum

sebagai pencipta atau ciptaan yang dilindungi hukum hak cipta bermula dari teori

yang tidak lepas dari dominasi pemikiran mazhab hukum alam yang menekankan

pada faktor manusia dan penggunaan akal seperti yang dikenal dalam Sistem Hukum

Sipil (Civil Law System) sebagai sistem hukum umum yang dipakai di Indonesia.33

Di dalam buku Eddy Damian tentang Hukum Hak Cipta, Dalam Kerangka

pengakuan secara universal, sudah tidak diragukan lagi bahwa suatu ciptaan

mempunyai manfaat bagi kehidupan manusia (Life Worthy) dan mempunyai nilai

ekonomi sehingga menimbulkan adanya tiga macam konsepsi: Konsepsi Kekayaan;

Konsepsi Hak; dan Konsepsi Perlindungan Hukum.34

Untuk mewujudkan iklim yang kondusif bagi peningkatan semangat atau

gairah untuk menghasilkan kemampuan intelektual manusia, menumbuhkan suatu

kebutuhan yaitu perlindungan hukum.35

30 Rahmi Janed, Op.Cit, hlm. 20331 Ibid, hlm. 205-20632 Suyud Margono, Hukum dan Perlindungan Hak Cipta, (Jakarta: CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2003), hlm. 15.33 Golkar Pangarso, Penegakan Hukum Perlindungan Ciptaan Sinematografi, (Bandung: PT. Alumni 2015), hlm. 82-8334 Ibid, hlm. 8335 Eddy Damian, Hukum Hak Cipta, (Bandung : PT. Alumni, 2014) hlm. 19

27

Page 18: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

Perlindungan hukum terhadap karya-karya intelektual manusia sangat

penting artinya, terutama masyarakat barat serta masyarakat industri maju yang

memelopori perkembangan sistem hukum KI ini sangat concern menyikapi

perlindungan hukumnya, mengingat karya-karya yang masuk dalam lingkup KI baik

yang berupa karya seni, sastra, penemuan teknologi, desain, merek dan karya KI

lainnya adalah merupakan hasil kreativitas intelektual manusia yang lahir dari proses

yang sangat panjang, dengan pengorbanan berat, baik dari segi waktu, tenaga, biaya

dan pikiran. Hasil kreativitas intelektual dengan proses yang demikian mendalam

sebagaimana disebutkan diatas, memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi, hasil

karya pada hakekatnya merupakan kekayaan pribadi dari mereka yang

menemukannya, menciptakan, maupun mendesain. Oleh karena itu sudah sepatutnya

kepada mereka diberikan perlindungan hukum secara individual yaitu dalam bentuk

Hak Eksklusif atas karya yang dilahirkannya.36

Menurut Frank I. Michelman ada 3 (tiga) kategori kemungkinan “alasan

kenapa” hak cipta perlu dilindungi. Ketiga kategori tersebut Fundamental Personal

Right (hak pribadi yang mendasar), Collective Good (barang kolektif), dan Necessity

(kebutuhan).37

1. Kategori Fundamental Personal Right (hak pribadi yang mendasar), ini

didasarkan karena kebebasan untuk menyalurkan pikiran dan pikiran seseorang

dalam menyusun sesuatu yang berguna, bisa berkembang, atau menghormati

kehidupan manusia.38

2. Kategori Collective Good (barang kolektif), alasan ini didasarkan karena

hak yang bersifat milik pribadi dapat dihargai dan dilindungi, pada pemahaman yang

luas bahwa milik pribadi adalah konstitutif kebaikan kolektif pasar berdasarkan

sistem ekonomi.39

3. Kategori Necessity (kebutuhan), oleh alasan kebutuhan untuk beberapa

tingkat perlindungan konstitusional terhadap gangguan aset (menerima risiko),

bahwa beberapa kelompok pelaku (investor) akan menanggapi kegagalan untuk

mengadopsi bahwa tingkat perlindungan dengan cara merusak kepentingan negara.40

36 Richard Burton Simatupang, Aspek Hukum Dalam Bisnis, (Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 8537 Frank I. Michelman, “Constitutional Protection for Property Rights and The Reason Why: Distrust Revisited,” Property Rights Conference Journal, Vol. 7, (2012).38 Ibid39 Ibid40 Frank I. Michelman, Loc.Cit.

28

Page 19: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

Perlindungan terhadap Karya Naskah Film Soekarno terdapat pada UUHC

2002. Mengacu pada pasal 1 ayat (1) menyatakan bahwa Hak Cipta adalah hak

eksklusif bagi Pencipta atau Penerima Hak Cipta untuk mengumumkan atau

memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi

pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Suatu hasil karya intelektual yang mendapatkan perlindungan hak cipta

adalah karya cipta dalam bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Karya –karya

tersebut baru mendapat perlindungan hukum apabila telah diwujudkan sebagai

ciptaan yang berwujud atau berupa ekspresi yang sudah dapat dilihat, dibaca,

didengarkan. Hukum Hak Cipta tidak melindungi ciptaan yang masih berupa ide

(idea) semata, bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya sebagai ciptaan

seseorang yang bersifat pribadi.

Konsep hukum hak cipta mengenal perbedaan yang tegas antara suatu ide

dan perwujudan dari ide yang bersangkutan. Hak cipta idealnya tidak hanya

berkaitan dengan pembatasan informasi atau pengetahuan dan pencegahan

penyebaran ide tersebut. Hak cipta berkaitan dengan perlindungan atas bentuk

ekspresi suatu ide. 41

Dewasa ini, pengaturan Hak Cipta mengalami banyak perubahan seiring

dengan tuntutan dunia internasional dan kepentingan ekonomi negara kita. Selain itu

perubahan suatu perundang-undangan berjalan seiring dengan berubahnya kebutuhan

masyarakat akan hukum tersebut. Oleh karenanya, undang-undang Hak Cipta di

Indonesia telah beberapa kali mengalami perubahan. Undang-undang Hak Cipta

diberlakukan tidak terlepas dari ide dasar sistem hukum Hak Cipta yaitu untuk

melindungi wujud hasil karya yang lahir karena kemampuan intelektual manusia.

Karya-karya yang dihasilkan Hak Cipta bukan merupakan sesuatu yang

mudah didapatkan, dibutuhkan waktu, pikiran, dan biaya yang tidak sedikit untuk

menghasilkannya sehingga wajar apabila karya-karya tersebut mendapat

perlindungan karena karya-karya tersebut memiliki nilai ekonomi jika digunakan

untuk tujuan komersial dan kegiatan bisnis. Di samping itu, karya-karya

intelektualitas dari seseorang ataupun manusia ini tidak sekedar memiliki arti sebagai

hasil akhir, tetapi juga sekaligus merupakan kebutuhan yang bersifat lahiriah dan

41 Rahmi Janed, Hukum Hak Cipta (Copyright’s Law), Cetakan Ke-1, (Bandung, PT.Citra Aditya Bakti 2014) hlm. 85.

29

Page 20: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

batiniah, jika dimanfaatkan bangsa dan negara Indonesia, sehingga dapat

memberikan kemaslahatan bagi masyarakat Indonesia.

Salah satu karya cipta yang akhir-akhir ini banyak lahir di Indonesia seiring

dengan kemajuan teknologi di era modern ini adalah karya cipta di bidang

sinematografi yang merupakan media komunikasi massa berupa gambar gerak

(moving images). Dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

mengatur mengenai ciptaan yang diberikan perlindungan sebagai Hak Cipta dalam

pasal 40 ayat (1) huruf m yaitu karya sinematografi.

Menurut penjelasan pasal 40 ayat (1) huruf m Undang-Undang No. 28 Tahun

2014 tentang Hak Cipta, Karya sinematografi merupakan Ciptaan yang berupa

gambar bergerak (moving images) antara lain film dokumenter, film iklan, reportase

atau film cerita yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Karya sinematografi

dapat dibuat dalam pita seluloid, pita video, piringan video, cakram optik dan/atau

media lain yang memungkinkan untuk dipertunjukkan di bioskop, layar lebar,

televisi, atau media lainnya. Sinematografi merupakan salah satu contoh bentuk

audiovisual.

Perlindungan selain terhadap karya cipta sinematografi dan karya cipta yang

dilindungi sebagaimana diatur dalam undang-undang juga dapat diberikan terhadap

semua ciptaan yang tidak atau belum diumumkan, tetapi sudah merupakan suatu

bentuk kesatuan yang nyata, yang memungkinkan perbanyakan hasil karya itu.

Sehingga tanpa kita sadari karya cipta yang dihasilkan oleh seseorang dengan

intelektualnya menciptakan sesuatu, secara cepat telah terjadi peniruan atas karya

ciptanya.

2.3 Tinjauan Umum tentang Karya Sinematografi

Pengaturan hak cipta dalam sistem hukum nasional merupakan langkah nyata

dalam melindungi kepentingan pencipta atas ciptaannya. Undang Undang Hak Cipta

2002 mengakomodir kepentingan pencipta dengan menentukan dan menempatkan

hak ekonomi sebagai landasan hak eksklusif pencipta serta hak moral sebagai efek

jera terhadap pelanggar hak cipta.

Pengaturan hak cipta dalam UUHC merupakan implementasi ratifikasi dari

perjanjian internasional yang diakomodir dalam aturan hukum nasional dengan

tujuan melindungi hak pencipta. Hak cipta yang diakui dalam sistem hukum

Indonesia ada beberapa macam yaitu diatur dalam  Pasal 12 UUHC 2002, ada

30

Page 21: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

beberapa jenis hak cipta yang dilindungi oleh UUHC yang meliputi diantaranya

yaitu:

a. Buku, pamflet dan semua karya tulis lainnya;

b. Ceramah, kuliah, pidato dan sebagainya;

c. Pertunjukan seperti musik, karawitan, drama, tari, pewayangan,

pantomim, dan karya siaran diantaranya media radio, film, televisi dan

rekaman video;

d. Ciptaan tari, ciptaan lagu atau musik dengan atau tanpa teks, dan

rekaman suara;

e. Segala bentuk seni rupa seperti seni lukis, seni pahat, seni patung, dan

kaligrafi;

f. Seni batik;

g. Arsitektur;

h. Peta;

i. Sinematografi;

j. Fotografi;

k. Program komputer

l. Terjemahan, tafsir, saduran, dan penyusunan bunga rampai.

Karya sinematografi film diartikan sebagai karya cipta seni dan budaya yang

merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat dengan direkam

pada seluloid, pita video, piringan video, dan/atau bahan hasil penemuan teknologi

lainya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses

elektronik, atau proses lainnya dengan atau tanpa suara yang dapat dipertunjukan

dan/atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan/atau

lainnya.42

Sedangkan sinematografi di artikan sebagai kumpulan gambar-gambar visual

yang dimasukan dalam suatu benda atau barang sehingga dengan mempergunakan

benda atau barang tersebut dapat diperlihatkan sebagai gambar bergerak atau

dimasukan dalam benda atau barang lain yang dengan mempergunakan benda

tersebut dapat dipertunjukan serangkaian suara yang terkandung ke dalam

soundtrack yang dihubungkan dengan gambar hidup tersebut.

42 Pasal 1 UU 8 Tahun 1992 tentang Perfilman

31

Page 22: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

Atau yang merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving

images), antara lain, meliputi film dokumenter, film iklan, reportase, tau film cerita

yang dibuat dengan skenario, dan film kartun. Arti gambar bergerak (moving

picture) tidak selalu sama dengan hasil akhir berupa film. Karya sinematografi yang

merupakan media komunikasi massa gambar gerak (moving images), antara lain,

meliputi film dokumenter, film iklan, reportase, atau film cerita yang dibuat dengan

skenario, dan film kartun, karya sinematografi dapat dibuat dalam pita seluloid, pita

video, piringan video, cakram optik, dan/atau media lain yang memungkinkan untuk

dipertunjukan dibioskop, layar lebar, atau ditayangkan di televisi atau dimedia

lainnya. Karya serupa itu dibuat oleh perusahaan pembuatan film, stasiun televisi,

atau perorangan.43

Pengertian sinematografi adalah teknik pembuatan film. Oleh karena itu,

sinematografi merupakan bagian dari pada film. Sinematografi dapat berupa suatu

karya yang lahir dari teknik pengambilan gambar melalui kamera dan sebagainya.

Berdasarkan ketentuan dalam UUHC, sinematografi merupakan salah satu hak yang

termasuk dalam hak cipta, dan film merupakan sebuah karya yang dapat didaftarkan

untuk mendapatkan hak cipta bagi pencipta.

Hukum yang mengatur hak cipta biasanya hanya mencakup ciptaan yang

berupa perwujudan suatu gagasan tertentu dan tidak mencakup gagasan umum,

konsep, fakta, gaya, atau teknik yang mungkin terwujud atau terwakili di dalam

ciptaan tersebut. Ada dua subyek hak cipta, yaitu:

1) Pemilik hak cipta (pencipta), adalah seorang atau beberapa orang secara

bersama-sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu ciptaan berdasarkan

kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang

dituangkan dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.

2) Pemegang hak cipta, yaitu:

a. Pemilik hak cipta. (pencipta)

b. Pihak yang menerima hak cipta dari pencipta.

c. Pihak lain yang menerima lebih lanjut hak cipta dari pihak yang

menerima hak cipta tersebut.

d. Badan hukum.

43 Rahmi Janed, Op.Cit, hlm. 96

32

Page 23: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

e. Negara, atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, benda budaya

nasional lainnya, folklor, hasil kebudayaan yang menjadi milik bersama,

dan ciptaan yang tidak diketahui penciptanya dan ciptaan itu belum

diterbitkan.

Sebagaimana yang dimaksudkan dalam Pasal 12 UUHC, hak cipta yang

mendapatkan perlindungan dalam sistem hukum nasional adalah sinematografi.

Sinematografi merupakan bagian dari tata cara pembuatan film. Perlindungan dalam

sinematografi dan film juga melingkupi dua macam aspek yaitu hak ekonomi dan

juga hak moral.44

Hak untuk mengumumkan dalam UUHC dijabarkan sebagai hak untuk

membacakan, memamerkan, menyiarkan, mengedar dan menyebarluaskan suatu

ciptaan dengan menggunakan alat apapun sehingga suatu ciptaan dapat dibaca,

didengar, atau dapat dilihat oleh orang lain.

2.4 Teori Kepastian Hukum

Teori kepastian hukum menurut Peter Mahmud Marzuki dalam bukunya

“Pengantar Ilmu Hukum”, mengatakan sebagai berikut:45

“Teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian yaitu pertama

aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan

apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua berupa keamanan

hukum bagi individu dari kesewenang-wenangan pemerintah karena

dengan adanya aturan hukum yang bersifat umum itu individu dapat

mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh negara

terhadap individu. Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal – pasal

dalam undang – undang melainkan juga adanya konsistensi dalam

putusan hakim antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim

lainya untuk kasus yang serupa yang telah diputuskan.”

Dalam menjaga kepastian hukum, peran pemerintah dan pengadilan

sangat penting. Pemerintah tidak boleh menerbitkan aturan pelaksanaan yang

tidak diatur oleh undang-undang ataupun bertentangan dengan undang-

undang. Apabila itu terjadi, pengadilan harus menyatakan bahwa peraturan

44 Bayu Tapa Brata.V., Videografi dan Sinematografi Praktis, (Jakarta: Elex Media Komputindo, 2007), hlm. 7.45 Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2008) hlm. 158.

33

Page 24: library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab2DOC/2015-1... · Web viewDalam sejarah perkembangan istilah hak cipta (bahasa Indonesia yang lazim dipakai sekarang untuk

demikian batal demi hukum, artinya dianggap tidak pernah ada sehingga

akibat yang terjadi karena adanya peraturan itu harus dipulihkan seperti

sediakala.46

Ajaran kepastian hukum ini berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang

didasarkan pada aliran pemikiran positivisme di dunia hukum, yang

cenderung melihat hukum sebagai sesuatu yang otonom, yang mandiri,

karena bagi penganut pemikiran ini, hukum tak lain hanya kumpulan aturan.

Bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain dari sekedar menjamin

terwujudnya kepastian hukum. Kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum

dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum yang bersifat

umum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum

tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan

semata-mata untuk kepastian.47

46 Idem, hlm 13847 Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Penerbit Toko Gunung Agung, Jakarta, 2002, hlm. 82-83.

34