WACANA

21
WACANA A. Pendahuluan Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis terbesar seperti banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau kalimat- kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih besar yang disebut wacana( inggris:discourse) bukti bahwa kalimat bukan satuan terbesar dalam sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari kalimat-kalimat yang ada di sekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan yang tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam kesendiriannya. Mereka baru mempunyai makna bila berada dalam konteks dengan kalimat-kalimat yang berada disekitarnya. Kalau kalimat itu adalah unsur pembentuk wacana, maka persoalan kita sekarang apakah wacana itu, apakah cirri-cirinya, bagaimana wujudnya, atau bagaimana pembentukannya. Berbagai macam definisi tentang wacana telah dibuat orang. Namun, dari sekian banyak definisi yang berbeda-beda itu, pada dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap. Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. 1

Transcript of WACANA

Page 1: WACANA

WACANA

A. Pendahuluan

Dalam praktek berbahasa ternyata kalimat bukanlah satuan sintaksis

terbesar seperti banyak diduga atau diperhitungkan orang selama ini. Kalimat atau

kalimat-kalimat ternyata hanyalah unsur pembentuk satuan bahasa yang lebih

besar yang disebut wacana( inggris:discourse)  bukti bahwa kalimat bukan satuan

terbesar dalam sintaksis, banyak kita jumpai kalimat yang jika kita pisahkan dari

kalimat-kalimat yang ada di sekitarnya, maka kalimat itu menjadi satuan yang

tidak mandiri. Kalimat-kalimat itu tidak mempunyai makna dalam

kesendiriannya. Mereka baru mempunyai makna bila berada dalam konteks

dengan kalimat-kalimat yang berada disekitarnya.

Kalau kalimat itu adalah unsur  pembentuk wacana, maka persoalan kita

sekarang apakah wacana itu, apakah cirri-cirinya, bagaimana wujudnya, atau

bagaimana pembentukannya. Berbagai macam definisi tentang wacana telah

dibuat orang. Namun, dari sekian banyak definisi yang berbeda-beda itu, pada

dasarnya menekankan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap.

Sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi atau

terbesar.

Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti

terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh

pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan), tanpa

keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, berarti

wacana itu dibentuk dari kalimat atau kalimat-kalimat yang memenuhi

persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.

Persyaratan gramatikal dalam wacana dapat dipenuhi kalau dalam wacana

itu sudah terbina yang disebut kekohesian, yaitu adanya keserasian hubungan

antara unsur-unsur  yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesi, akan

terciptalah kekoherensian, yaitu isi wacana yang apik dan benar. 

1

Page 2: WACANA

B. Pengertian Wacana

Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki

gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan

bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan,

pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana

tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai

satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat

yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya.

Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina

kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada

dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar.1

Pendapat lain dari Chaer mengatakan bahwa wacana adalah satuan bahasa

yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal

tertinggi atau terbesar.2 Menurut Edmonson dalam Juita, wacana adalah satu

peristiwa yang terstruktur diwujudkan di dalam perilaku linguistic yang lainnya.3

Istilah wacana mempunyai acuan yang lebih luas dari sekedar bacaan.

Wacana merupakan satuan bahasa yang paling besar di gunakan dalam

komunikasi. Satuan bahasa di bawahnya secara berturut-turut adalah kalimat,

frase, kata dan bunyi. Secara berurutan, rangkaian bunyi merupakan bentuk kata.

Rangkaian kata membentuk frase dan rangkaian frase membentuk kalimat.

Akhirnya, rangkaian kalimat membentuk wacana.

1Gillian Brown dan George Yule, Analisis Wacana, diterjemahkan oleh I. Soetiko, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1983), hlm. 1.

2Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hlm. 267. 3Novia Juita, Wacana Bahasa Indonesia. (Padang: DIP Universitas Negeri Padang, 1999),

hlm. 3

2

Page 3: WACANA

C. Ciri-ciri wacana

Adapun ciri-ciri wacana meliputi;

1. Dalam wacana perlu ada unsur-unsur susun atur menurut sabab,

akibat, tempat, waktu, keutaamaan dan sebagainya.

2. Wacana harus mempunyai andaian dan inferensi. Maklumat

pertama dalam wacana di gelar andaian manakala maklumat berikutnya

disebut inferensi.

3. Setiap kata dalam wacana harus ada maklumat baru yang ada

dalam kata sebelumnya.

D. Klasifikasi Wacana

Wacana yang merupakan suatu disiplin ilmu yang luas dan kompleks

memiliki bagian-bagian yang kecil atau klasifikasinya, berikut akan diuraikan

klasifikasi menurut para ahli.

Chaer mengatakan bahwa pelbagai jenis wacana sesuai dengan sudut

pandang dari mana wacana itu dilihat, di antara lain:

1. Wacana lisan dan tulisan, hal ini berkenaan dengan sarananya, yaitu bahasa

lisan atau bahasa tulis.

2. Wacana prosa dan wacana puisi, dilihat dari penggunaan bahasa apakah dalam

bentuk uraian ataukah dalam bentuk puitik. Selanjutnya, wacana prosa ini

dilihat dari penyampaian isinya dan dibedakan lagi menjadi wacana narasi,

wacana eksposisi, wacana persuasi, dan wacana argumentasi.4

Pendapat lain dari Juita menggolongkan wacana lebih terperinci dan

berkelompok-kelompok, yaitu:5

1. Klasifikasi Wacana Berdasarkan tujuan

Maksudnya adalah si pembuat wacana membuat waca untuk tujuan-

tujuan tertentu, mungkin untuk pemuasan atau pengekspresian dirinya, untuk

4Abdul Chaer, Op.cit., hlm. 272 5Novia Juita, Op.cit., hlm. 50-55.

3

Page 4: WACANA

mempengaruhi orang lain atau untuk menginformasikan sesuatu kepada orang

lain. Berdasarkan pengelompokkan ini  Kinneavy dalam Parera dalam Juita

membedakan empat kelompok wacana berdasarkan tujuannya, yaitu:6

a. Wacana Ekspresif

Wacana ekspresif adalah wacana yang lebih ditujukan kepada

pembuat (penulis atau pembicara) itu sendiri. Wacana ini diciptakan oleh

si pembuat untuk kepentingan dirinya sendiri. Tidak terlalu menghiraukan

audiens. Wacana ini bersifat individual dan sosial. Misalnya, catatan

harian, deklarasim dan lain-lain.

b. Wacana Referensial.

Wacana referensial adalah wacana yang lebih tertuju kepada

penggambaran fakta atau realita dan data. Wacana ini tidak semata-mata

ditujukan kepada decoder ataupun encoder, tetapi lebih mengutamakan

kepada penyampaian fakta dan data secara akurat. Wacana ini dapat dibagi

lagi menjadi dua, yaitu wacana referensial ekspositoris dan wacana

referensial ilmiah.

c. Wacana Susastra

Wacana susastra berbicara sesuai dengan realitas untuk realitas itu

sendiri. Dalam wacana ini yang dominan bukanlah realitas itu sendiri,

akan tetapi paduan imajinasi pengarang hingga membentuk suatu

rangkaian yang kompak . jadi, realitas objektif sudah diolah menjadi

realitas imajinatif. Misalnya, novel, cerpen, dan lain-lain.

d. Wacana persuasive

Wacana persuasive adalah wacana yang memang diciptakan untuk

decoder (pembaca atau pendengar). Tujuannya adalah untuk

mempengaruhi. Misalnya iklan, pidato politik, khotbah, dan lain-lain.

6Ibid.,

4

Page 5: WACANA

2. Klasifikasi Wacana Berdasarkan Cara Pemaparan

Pengelompok berdasarkan pemaparan sama dengan tinjauan ini, cara

penyususnan dan sifatnya. Wacana ini dapat digelongkan sebagai berikut:

b. Wacana Naratif

Wacana naratif adalah wacana yang lebih menonjolkan peran

tokoh. Kejadian atau peristiwa dirangkai atau dijalin sedemikian rupa

melalui peran-peran yang dimainkan oleh para tokoh. Urutan peristiwa

dirangkai atau dijalin oleh pelaku secara kronologis. Kekuatan wacana ini

terletak pada urutan cerita.

c. Wacana Prosedural

Wacana procedural adalah wacana yang menuturkan sesuatu

secara berurutan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Unsur-

unsur atau elemen-elemen yang ada tidak dapat dikacaukan urutanya, atau

dibolak-balik. Urgensi unsur yang lebih dahulu merupakan landasan untuk

unsur sesudahnya. Wacana ini dibuat untuk menjawab pertanyaan

bagaimana cara sesuatu bekerja, atau bagaimana proses terjadinya, atau

bagaimana proses melakukan sesuatu.

d. Wacana Hortatorik

Wacana ini adalah wacana yang berisi ajakan atau nasehat, dan

kadang-kadang bersifat memperkuat keputusan supaya lebih meyakinkan.

Wacana ini merupakan hasil atau produksi suatu waktu, dan bukan

disusun berdaarkan urutan waktu.

e. Wacana Ekspositoris

Wacana ekspositoris ini merupakan rangkaian tutur yang

mengetengahkan atau memaparkan suatu pokok pikiran atau permasalahan

yang dibahas dengan cara menguraikan bagian-bagian atau unsur-

unsurnya sedetail mungkin. Wacana ini memberikan berbagai informasi

sehigga pembaca atau pendengar paham dengan baik tentang masalah

yang dikemukakan. Wacana ini dilengkapi dengan ilustrasi atau contoh.

5

Page 6: WACANA

f. Wacana Deskriptif

Wacana ini merupakan rangkaian tutur yang melukiskan sesuatu,

baik berdasarkan pengalaman ataupun pengetahuan encoder. Wacana ini

meransang seluruh indra decoder sehingga decoder merasa betul-betul

menyaksikan objek, peristiwa, atau kejadian tersebut.

3. Klasifikasi Wacana Berdasarkan Pelibat

Berdasarkan pelibata atau individu yang ikut serta di dalam wacana

tersebut, maka wacana ini dapat digolongkan menjadi dua jenis, yaitu:

a. Wacana Monolog

Wacana monolog yaitu wacana yang secara langsung tidak

menghendaki interaksi timbale balik antara encoder dan decoder. Wacana

ini lebih didominasi oleh encoder, sedangkan decoder hanya bisa

memberikan tanggapan, saran, ataupun pendapat. Akan tetapi, waktu tetap

saja tersedia untuk decoder.

b. Wacana Dialog

Wacana dialog adalah wacana yang menghendaki terjadinya

interaksi timbal balik antara encoder dan decoder. Pembagian jatah waktu

di antara keduanya sama. Karena itu tidak ada dominasi satu pihak saja.

Wacana dialog ini selanjutnya dapat lagi dibagi menjadi dua bagian, yaitu

wacana dialog sesungguhnya dan wacana dialog teks.

Wacana dialog sesungguhnya ini merupakan wacana dialog yang

spontan dengan segala keadaan, tidak ada rekayasa dalam wacana

tersebut. Wacana ini dapat pula dikatakan wacana alamiah, misalnya

percakapan di warung kopi. Selanjutnya wacana dialog teks, yaitu wacana

dialog yang direkayasa sedemikian rupa. Penutur tinggal menghafal apa

yang tertera dalam teks percakapan. Misalnya teks drama.

4. Wacana Berdasarkan Media

Berdasarkan media yang digunakan, wacana ini dapat dibagi menjadi

dua, yaitu:

6

Page 7: WACANA

a. Wacana Lisan

Wacana lisan adalah wacana yang menggunakan bahasa lisan

sebagai penyampaiannya. Wacana ini pada dasarnya diciptakan dalam

waktu dan situasi yang nyata.  Oleh karena itu wacana ini dikaitkan

dengan wacana interaktif.

b. Wacana Tulisan

Wacana tulis adalah wacana yang menggunaka bahasa tulis

sebagai media penyampaiannya. Wacana tulis ini dapat pula berwujud

sepenggal ikatan percakapan dalam rangkaian percakapan yang lengkap

yang telah menggambarkan suatu situasi, maksud, dan rangkaian

penggunaan bahasa. Wujud lain dari wacana tulis ini dapat berupa teks

atau bahan tertulis yang bebentuk paragraf.

E. Syarat Terbentuknya Wacana

Adapun persyaratan gramatikal dalam wacana dapat di penuhi atau dalam

wacana itu sudah terbina yang di sebut  adanya keserasian hubungan antara unsur-

unsur yang ada dalam wacana tersebut. Bila wacana itu kohesif , akan terciptalah

kekoherensian yaitu isi wacana yang apik dan benar.

Kekohesifan itu dicapai dengan cara pengacuan dengan menggunakan kata

ganti –nya mari kita lihat! Kalimat (1) adalah kalimat bebas, kalimat utama yang

berisi pernyataan, bahwa sekarang di Riau amat sukar mencari terubuk. Kalimat

(2) adalah kalimat 3terikat, yang di kaitkan dengan kalimat (1) dengan

menggunakan kata gantinya-nya pada kata ikannya dan telurnya yang jelas

mencakup pada terubuk pada kalimat (1). Kalimat (3) juga di kaitkan dengan

kalimat (1) dan kalimat (2) dengan menggunakan kata ganti -nya pada kata harga-

nya yang juga jelas mencakup pada kata terbuk pada kalimat (1). Lalu, kalimat (4)

merupakan kesimpulan terhadap pernyataan pada kalimat (1), (2) dan (3), yang di

kaitkan dengan bantuan konjungsi antar kalimat makanya.

7

Page 8: WACANA

Kekohesifan wacana itu di lakukan dengan mengulang kata pembaharu

pada kalimat (1) dengan kata pembaharuan pada kalimat (2); serta mengulang

frase perubahan jiwa pada kalimat (2) perubahan pada kalimat (3). Adanya

pengulangan unsure yang sama itu menyebabkan wacana itu menjadi kekoherens

dan apik. Namun, pengulangan-pengulangan seperti di atas yang tampak kohesif,

belum tentu menjamin terciptanya kekoherensian.  Jadi syarat terbentuknya

wacana apabila adanya kohesif dan koherensi.

Alat-alat gramatikal yang dapat digunakan untuk membuat sebuah wacana

menjadi kohesif, antara lain adalah;

1. Konjungsi, yakni alat untuk menghubung-hubungkan bagian-

bagian  kalimat; atau menghubungkan paragraf dengan paragraph. Dengan

penggunaan konjungsi ini, hubungan itu menjadi lebih eksplisit, dan akan

menjadi lebih jelas bila dibandingkan dengan hubungan yang tanpa konjungsi.

Contohnya: Raja sakit. Permaisuri meninggal.

Pada contoh diatas, hubunngan antara kalimat pertama dengan kalimat

kedua itu tidak jelas: apakah hubungan penambahan, apakah hubungan sebab

dan akibat, atau hubungan kewaktuan. Hubungan menjadi jelas, misalnya

diberi konjungsi, dan menjadi kalimat sebagai berikut:

a. Raja sakit dan pernaisuri meninggal.

b. Raja sakit karena permaisuri meninggal.

c. Raja sakit ketika permaisuri meninggal.

d. Raja sakit sebelum permaisuri meninggal

e. Raja sakit. Oleh karena itu, permaisuri meninggal.

f. Raja sakit, sedangkan permaisuri meninggal.

2. Menggunakan kata ganti dia, nya, mereka, ini, dan itu sebagai

rujukan anaforis. Dengan menggunakan kata ganti sebagai rujukan anaforis,

maka bagian kalimat yang sama tidak perlu di ulang, melainkan dig anti

dengan kata ganti itu. Maka oleh karena itu juga, kalimat-kalimat tersebut

saling berhubungan.

8

Page 9: WACANA

3. Menggunakan ellipsis, yaitu penghilangan bagian kalimat yang

sama yang terdapat kalimat yang lain. Dengan ellipsis, karena tidak di

ulangnya bagian yang sama, maka wacana itu tampak menjadi lebih efektif,

dan penghilangan itu sendiri menjadi alat penghubung kalimat di dalam

wacana itu.

Selain dengan upaya gramatikal, sebuah wacana yang kohesif dan

koherens dapat juga di buat dengan bantuan berbagai aspek semantik. Caranya,

antara lain:

1. Menggunakan hubungan pertentangan pada kedua bagian kalimat

yang terdapat dalam wacana. Misalnya:

a. Kemarin hujan turun lebat sekali. Hari ini cerahnya bukan main.

b. Saya datang anda pergi. Saya hadir, anda absen. Maka, mana mungkin kita

bisa bicara.

2. Menggunakan hubungan generik-spesifik; atau sebaliknya

spesifik-generik. Misalnya:

a. Pemerintah berusaha menyediakan kendaraan umum sebanyak-banyaknya

dan akan berupaya mengurangi mobil-mobil pribadi.

b. Kuda itu jangan kau pacu terus. Binatang juga perlu beristirahat.

3. Menggunakan hubungan perbandingan antara isi kedua bagian

kalimat; atau isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:

a. Dengan cepat di sambarnya tas wanita pejalan kaki itu. Bagai elang

menyambar anak ayam.

b. Lahap benar makanannya. Seperti orang yang sudah satu minggu tidak

ketemu nasi.

4. Menggunakan hubungan sebab-akibat di antara isi kedua bagian

kalimat; atai isi antara dua buah kalimat dalam satu wacana. Misalnya:

a. Dia malas, dan sering kali bolos sekolah. Wajarlah kalau tidak naik kelas.

b. Pada pagi hari bus selalu penuh sesak. Bernafas pun susah di dalam bus

itu.

9

Page 10: WACANA

5. Menggunakan hubungan tujuan di dalam isi sebuah wacana.

Misalnya:

a. Semua anaknya di sekolahkan. Agar kelak tidak seperti dirinya.

b. Banyak jembatan layang di bangun di Jakarta. Supaya kemacetan lalu

lintas teratasi.

6. Menggunakan hubungan rujukan yang sama pada dua bagian

kalimat atau pada dua kalimat dalam satu wacana. Misalnya:

a. Becak sudah tidak ada lagi di Jakarta. Kendaraan roda tiga itu sering di

tuduh memacetkan lalu lintas.

b. Kebakaran sering melanda Jakarta. Kalau dia datang si jago merah itu

tidak kenal waktu, siang ataupun malam.

F. Konsep Kohesi dalam Wacana

Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi juga

merupakan organisasi sintaksis dan merupakan wadah bagi kalimat yang disusun

secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan.7

Pengetahuan strata dan penguasaan kohesi yang baik memudahkan

pemahaman tentang wacana. Wacana bernar-benar bersifat kohesif apabila

terdapat kesesuaian secara bentuk bahasa terhadap konteks.8

Konsep kohesi mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur

(kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki

keterkaitan yang padu dan utuh. Dengan kata lain, kohesi adalah aspek internal

dari struktur wacana. Tarigan menambahkan bahwa penelitian terhadap unsur

kohesi adalah bagian dari kajian tentang aspek formal bahasa, dengan organisasi

dan struktur kewacanaanya yang berkonsentrasi pada dan bersifat sintaksis

gramatikal.

7Henry Guntur Tarigan, Tata Bahasa Indonesia, (Jakarta: Logos, 1987), hlm 96. 8Ibid., hlm. 97.

10

Page 11: WACANA

Wacana yang baik dan utuh adalah jika kalimat-kalimatnya bersifat

kohesif. Hanya melalui hubungan yang kohesif, maka ketergantungannya pada

unsur-unsur lainnya. Hubungan kohesif khusus yang bersifat lingual-formal.9

Unsur-unsur kohesi wacana terdiri atas dua jenis, yaitu kohesi gramatikal

dan kohesi leksikal. Unsur-unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference

(referensi), substitution (substitusi), ellipsis (elipsis), dan conjunction (konjungsi),

sedangkan unsur-unsur kohesi leksikal terdiri atas reiteration (reiterasi) dan

collocation (kolokasi).

Referensi atau penunjukan merupakan bagian kohesi gramatikal yang

berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau

kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya . Dalam konteks wacana,

penunjukan terbagi atas dua jenis yaitu penunjukan eksoforik (di luar teks) dan

penunjukan endoforik (di dalam teks). Dalam aspek referensi, terlihat juga adanya

bentuk-bentuk pronomina (kata ganti orang, kata ganti tempat, dan kata ganti

lainnya).10

Substitusi (penggantian) adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa

oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar. Proses substitusi merupakan

hubungan gramatikal dan lebih bersifat hubungan kata dan makna. Elipsis

(penghilangan) adalah proses penghilangan kata atau satuan-satuan kebahasaan

lain. Bentuk atau unsur yang dilesapkan itu dapat diperkirakan ujudnya dari

konteks luar.11

Konjungsi atau kata sambung adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang

berfungsi sebagai penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata dengan

kata, frasa dengan frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan

seterusnya.

Kohesi leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana

untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif. Tujuan digunakannya 9Ibid., 10Eva Mulianti, ANALISIS WACANA, (Semarang: Indah Grafika, 1999), hlm. 99. 11Susilo Supardo, Bahasa Indonesia Dalam Konteks. (Jakarta: P2LPTK, 1988), hlm. 54.

11

Page 12: WACANA

aspek-aspek leksikal diantaranya adalah untuk mendapatkan efek intensitas

makna bahasa, kejelasan informasi, dan keindahan bahasa lainnya.

G. Kesimpulan

Wacana banyak sekali ragam atau jenisnya. Pengelompokkannya antara

lain berdasarkan tujuan, berdasarkan cara pemaparan, berdasarkan pelibat dan

beradasarkan media. Berdasarkan tujuan wacana dapat dibai menjadi wacana

ekspresif, wacana referensial, wacana susastra dan wacana persuasive.

Berdasarkan cara pemaparan wacana ini terdiri atas narasi, eksposisi, deskripsi,

hortatory, dan procedural. Berdasarkan pelibat wacana dapat dibgai menjadi

wacana dialog dan monolog, berdasarkan media ada wacana lisan dan tulisan.

Selain itu, wacana merupakan disiplin ilmu yang sudah banyak dibahas

dan sedang berkembang pada masa ini. Wacana juga berkaitan erat dengan

disiplin ilmu lain. Setelah dikaji lebih dalam mengenai jenis-jenis wacana ini

dapat dilihat bahwa ilmu ini tidak hanya sebatas paragraf atau yang lebih besar.

Bahkan wacana ini bisa berbentuk satu ujaran saja, hal ini terjadi karena wacana

adalah satuan bahasa yang terikat konteks.

Kohesi merupakan aspek formal bahasa dalam wacana. Kohesi juga

merupakan organisasi sintaksis dan merupakan wadah bagi kalimat yang disusun

secara padu dan padat untuk menghasilkan tuturan.

Unsur-unsur kohesi wacana terdiri atas dua jenis, yaitu kohesi gramatikal

dan kohesi leksikal. Unsur-unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference

(referensi), substitution (substitusi), ellipsis (elipsis), dan conjunction (konjungsi),

sedangkan unsur-unsur kohesi leksikal terdiri atas reiteration (reiterasi) dan

collocation (kolokasi).

DAFTAR KEPUSTAKAAN

12

Page 13: WACANA

Brown, Gillian dan George Yule. Analisis Wacana, diterjemahkan oleh I. Soetiko, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1983.

Chaer, Abdul. Linguistik Umum, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.

Juita, Novia. Wacana Bahasa Indonesia. Padang: DIP Universitas Negeri Padang, 1999.

Mulianti, Eva. ANALISIS WACANA, Semarang: Indah Grafika, 1999.

Supardo, Susilo. Bahasa Indonesia Dalam Konteks. Jakarta: P2LPTK, 1988.

Tarigan, Henry Guntur. Tata Bahasa Indonesia, Jakarta: Logos, 1987.

13