W ;WN|;R(A;4|(; A; R( - puskes-tni.mil.id · PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA iii DI LINGKUNGAN...

88
PUSAT KESEHATAN TNI BEKERJASAMA DENGAN KEMENTERIAN KESEHATAN RI NASKAH SEMENTARA PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

Transcript of W ;WN|;R(A;4|(; A; R( - puskes-tni.mil.id · PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA iii DI LINGKUNGAN...

  • BEKERJASAMA DENGAN

    KEMENTERIAN KESEHATANREPUBLIK INDONESIA

    TENTARA NASIONAL INDONESIAMARKAS BESAR

    PUSAT KESEHATAN TNIBEKERJASAMA DENGAN

    KEMENTERIAN KESEHATAN RI

    NASKAH SEMENTARAPETUNJUK TEKNIS

    PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN

    TENTARA NASIONAL INDONESIA

  • DISAHKAN DENGAN KEPUTUSAN PANGLIMA TNINOMOR KEP/ 182 / II /2018 TANGGAL 27 FEBRUARI 2018

    NASKAH SEMENTARAPETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA

    DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    TENTARA NASIONAL INDONESIAMARKAS BESAR

    NO :PN : KES-23

  • iiiPETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    SAMBUTAN KEPALA PUSAT KESEHATAN TNI

    Assalamu’alaikum Wr. Wb.

    Puji syukur marilah kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas Taufik, Hidayah, dan Ridhonya kita dapat menyelesaikan Buku Petunjuk Lapangan Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI sesuai dengan rencana.

    Keterlibatan TNI dalam mendukung program pengendalian Malaria tidak terlepas dari keinginan Pimpinan TNI untuk memberikan perlindungan (force protection) kepada prajurit TNI baik bagi pasukan yang ditugaskan (Deployment) di daerah perbatasan, terpencil dan pulau terluar maupun anggota organik yang bertugas di daerah endemis malaria serta pasukan TNI yang terlibat misi pasukan perdamaian dunia di negara yang angka kasus Malarianya tinggi. Peran Komando baik di tataran kebijakan, operasional dan taktis sangat menentukan dalam keberhasilan pengendalian Malaria dilingkungan TNI. Tidak terinfeksinya prajurit TNI oleh Malaria selama penugasan merupakan salah satu wujud keberhasilan dalam pengendalian Malaria di lingkungan TNI.

    Mengingat besarnya masalah kesehatan yang ditimbulkan oleh penyakit malaria serta adanya perkembangan strategi pengendalian malaria di Indonesia maka hadirnya Buku Petunjuk Lapangan Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI menjadi penting untuk diketahui oleh seluruh petugas kesehatan TNI maupun para Komandan satuan. Buku pedoman ini diharapkan menjadi standar pengendalian malaria di seluruh satuan TNI dalam upaya meningkatkan kewaspadaan serta menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit malaria. Dengan demikian seluruh anggota TNI turut berpartisipasi mendukung program pemerintah sesuai perannya masing-masing.

    Untuk itu pada kesempatan ini, kami mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas kerjasamanya kepada Kementerian Kesehatan serta semua pihak yang telah memberikan sumbangan pemikiran dalam penyusunan buku ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu meridhoi setiap langkah kita dalam pengabdian kepada bangsa dan negara.

    Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Jakarta, April 2018 Kepala Pusat Kesehatan TNI

    dr. Ben Yura Rimba, MARS Mayor Jenderal TNI

  • iv PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

  • vPETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/ /II/2018 tanggal 2018 tentang Naskah Sementara Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria di Lingkungan Tentara Nasional Indonesia ................................................................................................................. 1

    BAB I PENDAHULUAN 1. Umum ................................................................................................ 52. Maksud dan Tujuan ........................................................................... 53. Ruang Lingkup dan Tata Urut............................................................ 64. Pengertian ......................................................................................... 65. Dasar ................................................................................................. 66. Kedudukan ........................................................................................ 77. Ketentuan .......................................................................................... 7

    BAB II TAHAP PERENCANAAN 8. Umum ................................................................................................ 159. Urut-urutan Kegiatan ........................................................................ 1510. Dukungan .......................................................................................... 18

    BAB III TAHAP PERSIAPAN 11. Umum ................................................................................................ 1912. Urut-urutan Kegiatan ........................................................................ 1913. Dukungan .......................................................................................... 22

    BAB IV TAHAP PELAKSANAAN14. Umum ................................................................................................ 2315. Urut-urutan Kegiatan ......................................................................... 2316. Dukungan .......................................................................................... 47

    DAFTAR ISI

  • vi PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    BAB V TAHAP PENGAKHIRAN17. Umum ................................................................................................ 4918. Urut-urutan Kegiatan ......................................................................... 4919. Dukungan .......................................................................................... 50

    BAB VI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN20. Umum ................................................................................................ 5121. Pengawasan ..................................................................................... 5122. Pengendalian .................................................................................... 51

    BAB VII PENUTUP21. Keberhasilan ..................................................................................... 5322. Umpan Balik ...................................................................................... 53

    LAMPIRANLampiran A Pengertian .......................................................................................... 55Lampiran B Skema Kedudukan .............................................................................. 57Lampiran C Daftar Algoritme .................................................................................. 58Lampiran D Penyemprotan Rumah Dengan Insektisida ........................................ 71Lampiran E Peta Endemisitas Malaria Di Indonesia ............................................. 76Lampiran F Distribusi Vektor Malaria Di Indonesia................................................. 77

  • 1PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    TENTARA NASIONAL INDONESIAMARKAS BESAR

    KEPUTUSAN PANGLIMA TENTARA NASIONAL INDONESIANomor Kep/ /II/2018

    tentang

    NASKAH SEMENTARAPETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA

    DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    PANGLIMA TENTARA NASIONAL INDONESIA

    Menimbang : a. bahwa dibutuhkan adanya peranti lunak berupa Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI untuk digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas bagi satuan TNI;

    b. bahwa Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/135/XI/2011 tanggal 15 November 2011 tentang Buku Petunjuk Lapangan Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI sudah tidak sesuai dengan perkembangan hukum dan situasi kondisi saat ini sehingga perlu diganti; dan

    c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b perlu menetapkan Keputusan Panglima TNI tentang Naskah Sementara Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI.

    Mengingat : 1. Peraturan Panglima TNI Nomor 21 Tahun 2013 tentang Pengesahan Doktrin dan Petunjuk di Lingkungan TNI;

  • 2 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    2. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/860/XI/2013 tanggal 6 November 2013 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Preventif TNI;

    3. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/866/XI/2013 tanggal 7 November 2013 tentang Petunjuk Teknis Tulisan Dinas Tentara Nasional Indonesia;

    4. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/829/X/2016 tanggal 10 Oktober 2016 tentang Stratifikasi dan Pemetaan Petunjuk di Lingkungan TNI; dan

    5. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/137/II/2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Petunjuk Penyelenggaraan Penyusunan dan Penerbitan Petunjuk di Lingkungan TNI.

    Memperhatikan : 1. Surat Perintah Panglima TNI Nomor Sprin/10/I/2018 tanggal 3 Januari 2018 tentang Pokja Penyusunan Naskah Sementara Juknis Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI; dan

    2. Hasil perumusan kelompok kerja penyusunan Naskah Sementara Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI.

    MEMUTUSKAN:

    Menetapkan : 1. Naskah Sementara Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI sebagaimana tercantum dalam lampiran keputusan ini menggunakan Kode PN: KES-23 dan berklasifikasi Biasa.

    2. Kapuskes TNI sebagai pembina materi Naskah Sementara Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI.

    3. Pada saat keputusan ini mulai berlaku, Buku Petunjuk Lapangan Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI yang disahkan dengan Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/135/XI/2011 tanggal 15 November 2011 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

    4. Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

  • 3PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    Ditetapkan di Jakarta Pada tanggal

    a.n. Panglima TNI Kapuskes,

    dr. Ben Yura Rimba, MARS Mayor Jenderal TNI

    Distribusi:

    A, B Tentara Nasional IndonesiaParaf:

    Kabidbangkes : vide drafKaunitkermabaktikes : vide drafKalafibiovak : vide drafKadobekkes : vide drafKabidmatfaskes : vide drafKabidyankesin : vide drafKabiddukkesops : vide drafKabidum : vide drafWaka : vide drafKasetum : vide draf

  • 4 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

  • 5PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    BAB IPENDAHULUAN

    1. Umum.

    a. Tentara Nasional Indonesia melaksanakan tugas menjaga keutuhan wilayah NKRI. Dalam melaksanakan tugas tersebut prajurit TNI ditempatkan di seluruh pelosok tanah air, untuk mengemban tugas pengamanan di daerah rawan, perbatasan dan pulau terdepan yang terkadang merupakan daerah endemis malaria. Malaria merupakan salah satu penyakit re-emerging yang masih menjadi ancaman bagi masyarakat dan prajurit TNI, di mana pada beberapa daerah kasus angka kesakitan dan angka kematian masih tinggi.

    b. Pengendalian malaria di lingkungan TNI berpedoman pada Buku Petunjuk Lapangan Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI sesuai Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/135/XI/2011 tanggal 15 November 2011, namun dengan adanya perkembangan baru dalam penatalaksanaan kasus malaria maka Buku Petunjuk Lapangan (Bujuklap) tersebut sudah tidak sesuai lagi.

    c. Agar program pengendalian malaria di lingkungan TNI terlaksana sesuai dengan standar nasional penatalaksanaan malaria terkini, maka perlu disusun Naskah Sementara Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI

    2. Maksud dan Tujuan.

    a. Maksud. Petunjuk teknis ini dimaksudkan sebagai pedoman bagi para Komandan Satuan, petugas kesehatan dan personel TNI dalam melaksanakan kegiatan pengendalian malaria di lingkungan TNI.

    b. Tujuan. Petunjuk teknis ini disusun bertujuan mewujudkan adanya kesamaan dalam pola pikir, pola sikap dan pola tindak dalam rangka penyelenggaraan pengendalian malaria yang baik di lingkungan TNI guna mendukung program nasional eliminasi malaria di Indonesia Tahun 2030.

    3. Ruang Lingkup dan Tata Urut.

    a. Ruang Lingkup. Lingkup pembahasan ini meliputi upaya-upaya dalam pengendalian malaria mulai dari langkah pencegahan sampai dengan penatalaksanaan kasus malaria di lingkungan TNI.

  • 6 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    b. Tata Urut. Petunjuk teknis ini disusun dengan tata urut sebagai berikut:1) Pendahuluan.2) Tahap Perencanaan. 3) Tahap Persiapan. 4) Tahap Pelaksanaan. 5) Tahap Pengakhiran.6) Pengawasan dan Pengendalian.7) Penutup.

    4. Pengertian. Untuk mencapai pemahaman yang maksimal terhadap isi naskah ini diperlukan pengertian yang sama terhadap beberapa istilah yang digunakan di dalamnya. (pengertian periksa lampiran A).

    5. Dasar.

    a. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4439);

    b. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5063);

    c. Peraturan Panglima TNI Nomor 21 Tahun 2013 tentang Pengesahan Doktrin dan Petunjuk di Lingkungan TNI;

    d. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/860/XI/2013 tanggal 6 November 2013

    tentang Petunjuk Pelaksanaan Kesehatan Preventif TNI;

    e. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/866/XI/2013 tanggal 7 November 2013 tentang Petunjuk Teknis Tulisan Dinas Tentara Nasional Indonesia;

    f. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Laksana Malaria;

    g. Peraturan Panglima TNI Nomor 8 Tahun 2016 tentang Validasi Organisasi dan Tugas Pusat Kesehatan TNI;

    h. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/829/X/2016 tanggal 10 Oktober 2016 tentang Stratifikasi dan Pemetaan Petunjuk di Lingkungan TNI; dan

    i. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/137/II/2017 tanggal 21 Februari 2017

  • 7PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    tentang Petunjuk Penyelenggaraan Penyusunan dan Penerbitan Petunjuk di Lingkungan TNI.

    6. Kedudukan. Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI merupakan petunjuk turunan dari petunjuk pelaksanaan kesehatan preventif TNI. Skema kedudukan periksa lampiran B.

    7. Ketentuan. Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI disusun berdasarkan kebutuhan pengendalian malaria, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran saat ini dengan memperhatikan tujuan dan sasaran, sifat, peranan, pengorganisasian, tugas dan tanggung jawab, syarat personel, konsep pengendalian dan faktor-faktor yang memengaruhi.

    a. Tujuan dan Sasaran.

    1) Tujuan. Menghilangkan kerugian personel TNI akibat malaria dan mendukung program nasional eliminasi malaria di Indonesia tahun 2030.

    2) Sasaran. Sasaran pengendalian malaria di lingkungan TNI adalah:

    a) terwujudnya kemampuan pengendalian malaria di lingkungan TNI yang komprehensif;

    b) terwujudnya kemampuan pengendalian malaria yang meliputi pencegahan, pengobatan, surveilans, dan monitoring evaluasi;

    c) terwujudnya kesamaan pemikiran tentang pengendalian malaria oleh para pelaksana program; dan

    d) tercapainya pengendalian malaria secara sistematis, logis, efektif dan bermanfaat.

    b. Sifat. Sifat dari pengendalian malaria dalam melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai berikut:

    1) Kecepatan Pengendalian. Pengendalian malaria mampu memberikan kecepatan diagnosis, penyelidikan epidemiologi, dan pengobatan kepada personel TNI dan keluarganya yang diduga malaria.

    2) Ketepatan Pengendalian. Pengendalian malaria harus tepat diagnosis, tepat pengobatan, dan tepat upaya pencegahan.

  • 8 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    3) Efisiensi. Pengendalian malaria mampu memanfaatkan seluruh sumber daya kesehatan yang ada agar berhasil guna dan berdaya guna.

    4) Keterjangkauan. Pengendalian malaria harus mampu dilaksanakan oleh sumber daya di setiap sektor yang dimiliki TNI dan dukungan instansi terkait.

    5) Keterpaduan. Pengendalian mampu menjalin kerja sama antarunsur kesehatan agar tercipta keterpaduan dalam pelaksanaan pengendalian malaria sesuai kebutuhan.

    6) Manfaat dan Prioritas. Pengendalian malaria mampu menciptakan sistem pengendalian secara optimal dan tepat guna, dalam mendukung pencegahan dan pengendalian penyakit di lingkungan TNI terutama di daerah endemis tinggi.

    7) Kesinambungan. Pengendalian malaria harus mampu memberdayakan seluruh potensi sumber daya kesehatan yang ada, untuk melaksanakan pengendalian malaria secara terus-menerus dalam kurun waktu tidak terbatas.

    8) Kekenyalan. Model pengendalian malaria harus mampu segera menyesuaikan dengan perubahan situasi, serta tuntutan tugas baik dalam hal organisasi, fasilitas dan pelayanan kesehatan.

    9) Kepercayaan. Model pengendalian malaria harus mampu memberikan rasa kepercayaan bahwa pencegahan dan penyembuhan penderita malaria menjadi prioritas utama.

    10) Profesional. Pelaksanaan pengendalian malaria dilaksanakan oleh tenaga yang memiliki keahlian dan kompetensi di bidangnya.

    c. Peranan. Pengendalian malaria di lingkungan TNI mempunyai peranan sebagai berikut:

    1) panduan bagi pelaksana pengendalian malaria di lapangan;

    2) panduan dalam upaya pencegahan, tata laksana pengobatan malaria;

    3) panduan pelaksanaan penemuan kasus malaria secara dini; dan

    4) menurunkan prevalensi kasus malaria di lingkungan TNI.

  • 9PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    d. Pengorganisasian. Bagan struktur Organisasi Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI sebagai berikut:

    e. Tugas dan Tanggung Jawab. Agar penyelenggaraan pengendalian malaria dapat berjalan dengan efektif dan efisien maka perlu adanya tugas dan tanggung jawab di tingkat Puskes TNI, Kesehatan Angkatan, Kesehatan Kotama dan Rumkit Angkatan:

    1) Kapuskes TNI. Kepala Puskes TNI mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

    a) merumuskan petunjuk dan rencana garis besar penyelenggaraan pengendalian malaria ke dalam program kerja dan anggaran;

    b) menjamin penyelenggaraan pengendalian malaria dalam rangka mendukung tugas pokok TNI;

    c) mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan pengendalian malaria di lingkungan TNI;

    d) menerima laporan atas pelaksanaan kegiatan pengendalian malaria yang telah dilakukan dari satuan bawah secara berkala;

    e) mengajukan saran dan pertimbangan kepada Pimpinan TNI, khususnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan pengendalian malaria di lingkungan TNI;

    f) melaksanakan evaluasi pelaksanaan pengendalian malaria di lingkungan TNI;

    KAPUSKES TNI

    KADISKESAL

    KARUMKIT TK I

    KAPUSKESAD KADISKESAU

    KARUMKIT TK II KARUMKIT TK III

    KARUMKIT TK I KARUMKIT TK I KARUMKIT TK II

    KARUMKIT TK III

    KARUMKIT TK IV KARUMKIT TK IV

    KARUMKIT TK II

    KARUMKIT TK III

    KARUMKIT TK IV

    KAKES KOTAMA

    KADISKES KOTAMA/LANTAMAL KAKES KOTAMA

  • 10 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    g) mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan instansi terkait dalam kegiatan pengendalian malaria; dan

    h) dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Panglima TNI.

    2) Kepala Pusat/Dinas Kesehatan Angkatan. Kepala Pusat/Diskes Angkatan mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

    a) merumuskan petunjuk dan rencana garis besar penyelenggaraan pengendalian malaria sesuai Angkatan;

    b) melaksanakan pengawasan dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian malaria sesuai Angkatan;

    c) melaporkan kegiatan pengendalian malaria sesuai matra Angkatan kepada Komando atas dan Kapuskes TNI secara berkala;

    d) mengusulkan dan melaksanakan pengendalian malaria di Angkatan masing-masing;

    e) mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi Dinas Kesehatan tingkat pusat terkait pengendalian malaria yang dilaksanakan di Angkatannya; dan

    f) dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kapuskes TNI.

    3) Kakes Kotama/Kadiskes Kotama/Lantamal. Kakes Kotama/Kadiskes Kotama/Lantamal mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:

    a) menyelenggarakan pengendalian malaria di wilayahnya;

    b) melaksanakan pengawasan dan mengevaluasi pelaksanaan pengendalian malaria di wilayahnya;

    c) melaporkan kegiatan pengendalian malaria sesuai matra Angkatan kepada Komando atas secara berkala;

    d) mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi Dinas Kesehatan di kewilayahannya dalam kegiatan pengendalian malaria; dan

  • 11PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    e) dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kapus/Kadiskes Angkatan.

    4) Kepala Rumkit Angkatan. Kepala Rumkit Angkatan mempunyai tugas dan tanggung jawab berdasarkan klasifikasinya.

    a) Kepala Rumkit Tingkat I:

    (1) merencanakan dan menyusun serta menyiapkan perencanaan penahapan pelaksanaan penatalaksanaan kasus malaria;

    (2) mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pelayanan medis dan keperawatan kasus malaria;

    (3) mengoordinasikan kegiatan antarstaf dalam jajaran eselon pelaksana dalam tata laksana kasus malaria;

    (4) memberikan bimbingan dan mengawasi kegiatan staf yang berkaitan dengan penatalaksanaan kasus malaria;

    (5) mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi-instansi di tingkat provinsi terkait penatalaksanaan kasus malaria;

    (6) melakukan koordinasi dengan komandan satuan setempat;

    (7) menerima rujukan kasus dari seluruh tingkat Rumkit strata di bawahnya;

    (8) melaporkan kepada Kepala Pusat/Dinas Kesehatan Angkatan tentang kasus malaria; dan

    (9) dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kakes Kotama/Kadiskes Kotama/Lantamal.

    b) Kepala Rumkit Tingkat II:

    (1) merencanakan dan menyusun serta menyiapkan perencanaan penahapan pelaksanaan penatalaksanaan kasus malaria;

    (2) mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pelayanan medis dan keperawatan penanganan kasus malaria;

    (3) memberikan bimbingan dan mengawasi kegiatan staf pembantu

  • 12 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    pimpinan, pelaksana dan pelayanan yang berkaitan dengan penatalaksanaan kasus malaria;

    (4) mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi-instansi di tingkat pemerintah kota terkait di dalam penatalaksanaan kasus malaria;

    (5) melakukan koordinasi dengan komandan satuan setempat;

    (6) menerima rujukan dari seluruh tingkat Rumkit strata di bawahnya;

    (7) melaporkan kepada Kadiskes Angkatan/Kakes/Kadiskes Kotama/Lantamal; dan

    (8) dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kadiskes Angkatan/Kakes/Kadiskes Kotama/Lantamal.

    c) Kepala Rumkit Tingkat III:

    (1) merencanakan dan menyusun serta menyiapkan perencanaan penahapan pelaksanaan penatalaksanaan kasus malaria;

    (2) mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pelayanan medis dan keperawatan, dalam penanganan kasus malaria;

    (3) memberikan bimbingan dan mengawasi kegiatan staf pelaksana dan pelayanan yang berkaitan dengan penanganan kasus malaria;

    (4) mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi-instansi di tingkat Pemerintah Kabupaten/kota terkait penatalaksanaan kasus malaria;

    (5) melakukan koordinasi dengan komandan satuan setempat;

    (6) mengajukan pertimbangan dan saran serta memberikan laporan kepada Kakes/Kadiskes Kotama/Kadiskes Lantamal berkaitan dengan penatalaksanaan malaria;

    (7) mampu menerima layanan rujukan kasus malaria dari rumkit di bawahnya (Rumkit tingkat IV); dan

    (8) dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kakes/Kadiskes Kotama/Kadiskes Lantamal.

  • 13PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    d) Kepala Rumkit Tingkat IV:

    (1) merencanakan dan menyusun serta menyiapkan perencanaan penahapan pelaksanaan penatalaksanaan kasus malaria;

    (2) mengoordinasikan dan melaksanakan pengendalian pelayanan medis dan keperawatan dalam penanganan kasus malaria;

    (3) melakukan koordinasi dengan komandan satuan setempat;

    (4) mengadakan koordinasi dan kerja sama dengan instansi-instansi di tingkat Pemerintah Kabupaten/kota terkait penatalaksanaan kasus malaria;

    (5) memberikan laporan kepada Kakes/Kadiskes Kotama/ Kadiskes Lantamal mengenai hal-hal yang berhubungan penatalaksanaan kasus malaria yang ditangani; dan

    (6) dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Kakes/Kadiskes Kotama/Kadiskes Lantamal.

    f. Syarat Personel. Syarat personel dalam pengendalian malaria sebagai

    berikut:

    1) memiliki kompetensi sesuai kebutuhan pengendalian malaria dalam menerapkan fungsinya; dan

    2) mampu bekerja sama dengan Dinas Kesehatan setempat.

    g. Konsep Pengendalian. Konsep pengendalian malaria di lingkungan TNI sebagai berikut:

    1) Pengenalan Siklus Malaria. Pengenalan siklus malaria adalah mengetahui lebih jauh bagaimana kehidupan nyamuk Anopheles, siklus hidup parasit malaria (Plasmodium) di dalam tubuh nyamuk Anopheles maupun dalam tubuh manusia.

    2) Pencegahan Malaria. Pencegahan malaria dapat dilakukan melalui upaya sebagai berikut:

    a) Upaya promotif. Merupakan upaya pence gahan yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan mengubah perilaku personel Satgas melalui sarana Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).

  • 14 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    b) Upaya preventif. Upaya pencegahan dalam rangka pengendalian vektor malaria (nyamuk Anopheles) di area satuan penugasan TNI dilakukan dengan cara fisika, biologi, kimia, dan manajemen lingkungan. Upaya dalam manajemen lingkungan antara lain:

    (1) Modifikasi Lingkungan (sifat permanen, contoh penimbunan genangan dll); dan

    (2) Manipulasi Lingkungan (sifat sementara, contoh pengeringan berkala pada tanaman padi di persawahan).

    3) Penatalaksanaan Kasus Malaria. Penatalaksanaan malaria merupakan kegiatan yang ditujukan dalam rangka manajemen kasus yang meliputi penegakan diagnosis dan pengobatan malaria.

    4) Surveilans Malaria. Surveilans malaria merupakan pengematan yang terus- menerus terhadap personel dengan riwayat perjalanan atau sedang melakukan penugasan baik yang bersifat sementara atau menetap dari atau ke daerah endemis malaria melewati batas administratif wilayah dengan melakukan kegiatan meliputi penemuan, pengambilan dan pemeriksaan sediaan darah, penyuluhan, cross notification, monitoring dan evaluasi, serta pencatatan dan pelaporan.

    h. Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Pengendalian malaria di lingkungan TNI dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut:

    1) sumber daya manusia;2) ketersediaan obat-obatan malaria dan alat kesehatan;3) letak geografis daerah operasi TNI; dan4) ketersediaan sarana dan prasarana pengendalian malaria.

  • 15PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    BAB IITAHAP PERENCANAAN

    8. Umum. Dalam tahap perencanaan Puskes TNI/Kesehatan Angkatan/Kesehatan Kotama/Lantamal/Rumah Sakit melaksanakan kegiatan penyusunan rencana pengendalian malaria sesuai dengan tingkat kewenangannya.

    9. Urut-urutan Kegiatan. Urut-urutan kegiatan tahap perencanaan pengendalian malaria pada satuan sebagai berikut:

    a. Puskes TNI:

    1) merencanakan penentuan endemisitas berdasarkan kasus malaria di wilayah penugasan TNI;

    2) merencanakan identifikasi kejadian luar biasa yang terjadi di lingkungan TNI;

    3) merencanakan identifikasi bionomik vektor malaria dengan alternatif pemilihan metode pengendalian vektor;

    4) merencanakan identifikasi perilaku personel TNI yang berkaitan dengan penularan malaria;

    5) merencanakan identifikasi akses pelayanan kesehatan berkaitan dengan penatalaksanaan kasus malaria di lingkungan TNI;

    6) merencanakan penentuan jenis intervensi pengendalian malaria yang efektif dan sasaran yang jelas;

    7) merencanakan kegiatan advokasi dan sosialisasi pengendalian malaria untuk mendapatkan komitmen dari pimpinan TNI dalam upaya pengendalian malaria;

    8) merencanakan kegiatan dan implementasi kegiatan pengendalian malaria oleh masing-masing sektor terkait dengan peran dan fungsinya dalam pengendalian malaria;

    9) merencanakan keterlibatan personel TNI dan keluarganya dalam pengendalian malaria;

  • 16 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    10) merencanakan sistem surveilans, monitoring, dan evaluasi secara berkala untuk penyempurnaan pengendalian malaria di lingkungan TNI; dan

    11) merencanakan sistem pelaporan pelaksanaan pengendalian malaria kepada Panglima TNI.

    b. Pusat/Dinas Kesehatan Angkatan:

    1) merencanakan penentuan endemisitas berdasarkan kasus malaria sesuai kewilayahan masing-masing Angkatan;

    2) merencanakan identifikasi kejadian luar biasa yang terjadi di Angkatan masing-masing;

    3) merencanakan identifikasi bionomik vektor malaria dengan alternatif pemilihan metode pengendalian vektor di Angkatan masing-masing;

    4) merencanakan identifikasi perilaku personel TNI sesuai dengan matranya yang berkaitan dengan penularan malaria;

    5) merencanakan identifikasi akses pelayanan kesehatan berkaitan dengan penatalaksanaan kasus malaria di Angkatan masing-masing;

    6) merencanakan penentuan jenis intervensi pengendalian malaria yang efektif dan sasaran yang jelas di masing-masing Angkatan;

    7) merencanakan kegiatan advokasi dan sosialisasi pengendalian malaria untuk mendapatkan komitmen dari pimpinan dalam upaya pengendalian malaria di Angkatan masing-masing;

    8) merencanakan kegiatan dan implementasi kegiatan pengendalian malaria oleh masing-masing Angkatan;

    9) merencanakan keterlibatan personel TNI dan keluarganya di masing-masing Angkatan;

    10) merencanakan surveilans, monitoring, dan evaluasi secara berkala di Angkatan masing-masing; dan

    11) merencanakan sistem pelaporan pelaksanaan pengendalian malaria kepada Kepala Staf Angkatan.

  • 17PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    c. Kesehatan Kotama/Dinas Kesehatan Kotama/Lantamal:

    1) merencanakan pengumpulan data endemisitas malaria sesuai dengan kewilayahannya;

    2) merencanakan pengendalian di wilayahnya sesuai dengan kebijakan pengendalian malaria di lingkungan TNI;

    3) merencanakan identifikasi kejadian luar biasa yang terjadi di wilayahnya;

    4) merencanakan identifikasi bionomik vektor malaria dengan alternatif pemilihan metode pengendalian vektor di wilayahnya;

    5) merencanakan identifikasi perilaku personel TNI yang berkaitan dengan penularan malaria di wilayahnya;

    6) merencanakan identifikasi akses pelayanan kesehatan berkaitan dengan penatalaksanaan kasus malaria di wilayahnya;

    7) merencanakan penentuan jenis intervensi pengendalian malaria yang efektif dan sasaran yang jelas di wilayahnya;

    8) merencanakan kegiatan advokasi dan sosialisasi pengendalian malaria untuk mendapatkan komitmen dari pimpinan dalam upaya pengendalian malaria di wilayahnya;

    9) merencanakan kegiatan dan implementasi kegiatan pengendalian malaria oleh masing-masing sektor terkait dengan peran dan fungsinya dalam pengendalian malaria di wilayahnya;

    10) merencanakan keterlibatan personel TNI dan keluarganya dalam pengendalian malaria di wilayahnya;

    11) merencanakan sistem surveilans, monitoring, dan evalusi secara berkala untuk penyempurnaan pengendalian malaria di wilayahnya; dan

    12) merencanakan sistem pelaporan pelaksanaan pengendalian malaria di wilayahnya kepada Pang/Dan/Ka Kotama.

    d. Rumah Sakit:

    1) membuat rencana pemenuhan persyaratan pelayanan penatalaksanaan malaria di rumah sakit;

  • 18 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    2) merencanakan pelayanan kesehatan penatalaksanaan kasus malaria di rumah sakit;

    3) merencanakan layanan rujukan kasus malaria sebagai rumah sakit rujukan malaria; dan

    4) merencanakan sistem pelaporan penatalaksanaan kasus malaria kepada komando atas sesuai ketentuan yang berlaku.

    10. Dukungan. Dalam tahap perencanaan pengendalian malaria diperlukan dukungan berupa ATK, personel, administrasi, logistik dan anggaran.

  • 19PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    BAB III TAHAP PERSIAPAN

    11. Umum. Dalam tahap persiapan kegiatan yang dilaksanakan oleh Puskes TNI/Kesehatan Angkatan/Kesehatan Kotama/Lantamal/Rumah Sakit adalah meliputi penyiapan pemenuhan kebutuhan pengendalian malaria.

    12. Urut-urutan Kegiatan. Tahap persiapan pengendalian malaria di lingkungan TNI dilaksanakan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

    a. Puskes TNI:

    1) mempersiapkan langkah-langkah penentuan endemisitas berdasarkan kasus malaria di wilayah penugasan TNI;

    2) mempersiapkan identifikasi kejadian luar biasa yang terjadi di lingkungan TNI;

    3) mempersiapkan identifikasi bionomik vektor malaria dengan alternatif pemilihan metode pengendalian vektor;

    4) mempersiapkan identifikasi perilaku personel TNI yang berkaitan dengan penularan malaria;

    5) mempersiapkan identifikasi akses pelayanan kesehatan berkaitan dengan penatalaksanaan kasus malaria di lingkungan TNI;

    6) mempersiapkan penentuan jenis intervensi pengendalian malaria yang efektif dan sasaran yang jelas;

    7) mempersiapkan kegiatan advokasi dan sosialisasi pengendalian malaria untuk mendapatkan komitmen dari pimpinan TNI dalam upaya pengendalian malaria;

    8) mempersiapkan kegiatan dan implementasi kegiatan pengendalian malaria oleh masing-masing sektor terkait dengan peran dan fungsinya dalam pengendalian malaria;

    9) mempersiapkan keterlibatan personel TNI dan keluarganya dalam pengendalian malaria;

  • 20 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    10) mempersiapkan sistem surveilans, monitoring, dan evalusi secara berkala untuk penyempurnaan pengendalian malaria di lingkungan TNI; dan

    11) mempersiapkan sistem pelaporan pelaksanaan pengendalian malaria kepada Panglima TNI.

    b. Pusat/Dinas Kesehatan Angkatan:

    1) mempersiapkan langkah-langkah penentuan endemisitas di masing-masing Angkatan;

    2) mempersiapkan langkah-langkah identifikasi kejadian luar biasa yang terjadi di Angkatan masing-masing;

    3) mempersiapkan langkah-langkah identifikasi bionomik vektor malaria dengan alternatif pemilihan metode pengendalian vektor di Angkatan masing-masing;

    4) mempersiapkan identifikasi perilaku personel TNI sesuai dengan matranya yang berkaitan dengan penularan malaria;

    5) mempersiapkan identifikasi akses pelayanan kesehatan berkaitan dengan penatalaksanaan kasus malaria di Angkatan masing-masing;

    6) mempersiapkan penentuan jenis intervensi pengendalian malaria di masing-masing Angkatan;

    7) mempersiapkan kegiatan advokasi dan sosialisasi pengendalian malaria untuk mendapatkan komitmen dari pimpinan dalam upaya pengendalian malaria di Angkatan masing-masing;

    8) mempersiapkan kegiatan dan implementasi kegiatan pengendalian malaria oleh masing-masing sektor terkait dengan peran dan fungsinya pada masing-masing Angkatan;

    9) mempersiapkan keterlibatan personel TNI dan keluarganya di masing-masing Angkatan;

    10) mempersiapkan sistem surveilans, monitoring, dan evalusi secara berkala untuk penyempurnaan pengendalian malaria di Angkatan masing-masing; dan

  • 21PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    11) mempersiapkan pelaporan pelaksanaan pengendalian malaria kepada Kapuskes TNI.

    c. Kesehatan Kotama/Dinas Kesehatan Kotama/Lantamal:

    1) mempersiapkan dan menyampaikan data endemisitas malaria sesuai dengan kewilayahannya;

    2) mempersiapkan pengendalian di wilayahnya sesuai dengan kebijakan pengendalian malaria di lingkungan TNI;

    3) mempersiapkan identifikasi kejadian luar biasa yang terjadi di wilayahnya;

    4) mempersiapkan identifikasi bionomik vektor malaria dengan alternatif pemilihan metode pengendalian vektor di wilayahnya;

    5) mempersiapkan identifikasi perilaku personel TNI yang berkaitan dengan penularan malaria di wilyahnya;

    6) mempersiapkan identifikasi akses pelayanan kesehatan berkaitan dengan penatalaksanaan kasus malaria di wilayahnya;

    7) mempersiapkan penentuan jenis intervensi pengendalian malaria yang efektif dan sasaran yang jelas di wilayahnya;

    8) mempersiapkan kegiatan advokasi dan sosialisasi pengendalian malaria untuk mendapatkan komitmen dari pimpinan dalam upaya pengendalian malaria di wilayahnya;

    9) mempersiapkan kegiatan dan implementasi kegiatan pengendalian malaria oleh masing-masing sektor terkait dengan peran dan fungsinya dalam pengendalian malaria di kewilayahannya;

    10) mempersiapkan keterlibatan personel TNI dan keluarganya dalam pengendalian malaria di wilayahnya;

    11) mempersiapkan pelaksanaan surveilans, monitoring, dan evalusi secara berkala untuk penyempurnaan pengendalian malaria di wilayahnya; dan

    12) mempersiapkan pelaporan pelaksanaan pengendalian malaria di wilayahnya kepada Kapus/Kadis Kes Angkatan.

  • 22 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    d. Rumah Sakit:

    1) mempersiapkan pemenuhan persyaratan pelayanan penatalaksanaan malaria di rumah sakit;

    2) mempersiapkan pelayanan kesehatan penatalaksanaan kasus malaria di rumah sakit;

    3) mempersiapkan layanan rujukan kasus malaria sebagai rumah sakit rujukan malaria; dan

    4) mempersiapkan sistem pelaporan penatalaksanaan kasus malaria kepada komando atas sesuai ketentuan yang berlaku.

    13. Dukungan. Dalam tahap persiapan pengendalian malaria diperlukan dukungan berupa ATK, personel, administrasi, logistik, dan anggaran.

  • 23PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    BAB IV TAHAP PELAKSANAAN

    14. Umum. Dalam tahap pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan oleh Puskes TNI/Kesehatan Angkatan/Kesehatan Kotama/Rumah Sakit adalah melaksanakan pengendalian malaria yang meliputi pengenalan siklus malaria, pencegahan, penatalaksanaan kasus malaria, dan surveilans migrasi.

    15. Urut-urutan Kegiatan. Tahap pelaksanaan pengendalian malaria Puskes TNI/Kesehatan Angkatan/Kesehatan Kotama/Rumah Sakit melaksanakan hal-hal sebagai berikut:

    a. Kegiatan Pengenalan Siklus Malaria. Kegiatan yang dilaksanakan pada tahap pengenalan siklus malaria meliputi:

    1) Pengenalan Siklus Hidup Parasit Malaria (Plasmodium).

    a) Siklus pada manusia. Siklus yang terjadi pada manusia meliputi:

    (1). Siklus eksoeritrositer yaitu nyamuk Anopheles infektif menggigit manusia, kemudian sporozoit yang ada di kelenjar liur nyamuk masuk ke peredaran darah dan masuk ke sel hati dan menjadi tropozoit hati, selanjutnya menjadi skizon hati yang terdiri atas 10.000-30.000 merozoit hati. Siklus ini berlangsung kurang lebih 2 minggu. Khusus pada Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale, sporozoit dalam hati berkembang menjadi schizon jaringan primer dan hipnozoit, dan hipnozoit ini yang menjadi sumber untuk terjadinya relaps. Hal ini penting untuk penderita malaria dengan Plasmodium vivax dan Plasmodium Ovale untuk minum primaquin 14 hari yang dapat mengobati hipnozoit agar waktu ke depannya tidak timbul relaps.

    (2) Siklus eritrositer yaitu merozoit yang berasal dari skizon hati pecah kemudian masuk ke peredaran darah dan menginfeksi sel darah merah dan berkembang dari tropozoit sampai skizon. Selanjutnya skizon pecah dan merozoit yang keluar akan menginfeksi sel darah merah yang lain. Setelah beberapa generasi, sebagian dari merozoit menjadi gametosit yakni fase untuk pembentukan sel kelamin jantan dan betina. Pada fase gametogoni untuk Plasmodium vivax, pengobatan yang efektif dengan menggunakan primaquin sehari.

  • 24 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    b) Siklus pada nyamuk Anopheles betina. Siklus pada nyamuk Anopheles betina terjadi bila darah yang mengandung gametosit dihisap oleh nyamuk Anopheles betina, gamet jantan dan betina dalam tubuh nyamuk melakukan pembuahan menjadi zigot, kemudian menjadi ookinet yang di luar dinding lambung nyamuk dan menjadi ookista serta berubah lagi menjadi sporozoit yang dapat ditularkan ke manusia (Gambar 1).

    Gambar 1. Siklus hidup parasit Plasmodium di dalam tubuh manusia dan nyamuk anopheles

    2) Pengenalan Siklus Hidup Nyamuk Anopheles.

    a) Siklus hidup. Nyamuk Anopheles mengalami metamorfosa sempurna dengan empat tahap/fase dalam siklus hidupnya yaitu telur menjadi jentik (larva), kepompong (pupa), dan dewasa (Gambar 2). Berdasarkan tempat hidup/habitat ada dua tingkatan kehidupan yaitu di dalam air dan di darat/udara.

    (1) Di dalam air. Fase telur (1 hingga 2 hari), telur menjadi jentik/larva memerlukan waktu 8 hingga 10 hari, kemudian jentik menjadi kepompong 1 hingga 2 hari. Salah satu tanda khas jentik/larva Anopheles adalah pada posisi istirahat berada sejajar dengan permukaan air. Hal ini penting dikenali untuk memudahkan

  • 25PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    mengidentifikasi suatu daerah tersebut disebut resptif, yaitu daerah yang berisiko untuk dapat terjadinya penularan malaria.

    (2) Di darat/udara. Di darat/udara diawali dari keluarnya nyamuk dewasa dari kepompong dalam waktu 1 hingga 2 hari.

    Gambar 2. Siklus hidup nyamuk Anopheles

    b) Nyamuk betina hanya kawin satu kali selama hidupnya dan terjadi setelah 24 hingga 48 jam dari saat keluar dari kepompong

    c) Nyamuk dewasa dapat hidup selama dua minggu sampai beberapa bulan dengan perkembangbiakan nyamuk, pada fase jentik dan kepompong selalu memerlukan air. Oleh karena itu sarang nyamuk banyak ditemukan di telaga, rawa, sawah, saluran irigasi, mata air, rawa-rawa, lagun, dan lain-lain.

    d) Nyamuk dewasa dapat terbang sampai sekitar 2 km. Nyamuk jantan dewasa tidak berbahaya untuk manusia, tetapi nyamuk betina berbahaya karena ia mengisap darah untuk kelangsungan hidupnya.

  • 26 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    e) Nyamuk Anopheles menggigit pada sore menjelang malam hari hingga menjelang pagi namun demikian pada siang hari di tempat-tempat yang gelap atau yang terhindar/tertutup dari sinar matahari, nyamuk juga suka menggigit dengan posisi menungging (untuk mengetahui nyamuk Anopheles).

    3) Jenis malaria. Malaria terdiri atas empat jenis yaitu:a) malaria falciparum;b) malaria vivax;c) malaria malariae;d) malaria ovale; dane) malaria knowlesi.

    4) Masa Tunas/lnkubasi Intrinsik (dalam tubuh manusia). Masa tunas/inkubasi plasmodium: a) Plasmodium falciparum : 8 - 25 hari b) Plasmodium vivax : 8 - 27 hari c) Plasmodium ovale : 15 - 18 harid) Plasmodium malariae : 15 - 40 harie) Plasmodium knowlesi : 9 - 12 hari

    b. Pencegahan Malaria. Pencegahan malaria adalah dengan meningkatkan kewaspadaan terhadap risiko malaria, mencegah gigitan nyamuk, pengendalian vektor. Pencegahan gigitan nyamuk dapat dilakukan dengan menggunakan baju anti nyamuk, kelambu anti nyamuk, kelambu kepala (head net), repellent, kawat kasa nyamuk, raket elektrik, anti nyamuk semprot, anti nyamuk bakar dan lain-lain. Pencegahan malaria dilakukan melalui upaya-upaya sebagai berikut:

    1) Upaya Promotif. Upaya promotif dilakukan melalui kegiatan sebagai berikut:

    a) Penyuluhan tentang malaria dan pencegahannya sebagai upaya membekali pengetahuan bagi personel TNI yang akan bertugas atau selama bertugas di daerah endemis malaria dengan metode sebagai berikut:

    (1) Satu Arah (one way traffic). Dilakukan melalui brosur, poster dan pamflet, media massa (radio, TV, majalah dan lain-lain).

    (2) Dua Arah (two way traffic). Dilakukan melalui ceramah, peragaan, pertunjukan film/slide di markas, lembaga pendidikan, asrama, dan lain-lain serta pembekalan pratugas.

  • 27PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    (3) Pelaksana. Penyuluhan dilaksanakan oleh:(a) para komandan satuan;(b) pejabat/petugas dari satuan kesehatan; dan(c) para pejabat lain termasuk Ibu-ibu dari persatuan isteri TNI

    sebagai mediator.

    (4) Materi. Materi penyuluhan meliputi pengetahuan tentang malaria dan upaya pencegahannya.

    b) Peran komando dari komandan satuan cukup penting dan strategis dengan pemberian instruksi atau perintah, peraturan, melakukan pengawasan, serta pengendalian di satuan penugasan untuk memengaruhi sikap dan perilaku prajurit agar dapat mencegah malaria.

    c) Pemenuhan nutrisi dengan gizi yang seimbang, olahraga teratur dan istirahat cukup untuk meningkatkan daya tahan tubuh, kebugaran, dan kesamaptaan prajurit.

    d) Kunjungan tenaga kesehatan di rumah-rumah prajurit TNI.

    2) Upaya Preventif. Upaya pengendalian vektor malaria di daerah penugasan dilakukan dengan cara fisik, biologi, kimia dan manajemen lingkungan.

    a) Pengendalian secara fisik (mekanis) dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut:

    (1) Memasang kelambu tidur dengan cara sebagai berikut:(a) masukkan bagian tepi bawah kelambu di bawah kasur dan

    jangan biarkan menggantung karena nyamuk masih dapat masuk;

    (b) apabila menggunakan tempat tidur lapangan, maka pada keempat sudut dilengkapi tiang untuk kesempurnaan pemasangan kelambu dan pastikan tidak ada celah yang terbuka;

    (c) menutup celah pada kelambu sehingga nyamuk tidak dapat masuk dengan cara menjahit, mengikat bagian yang berlubang;

    (d) kelambu tidur sebaiknya mengandung insektisida permethrine dengan konsentrasi kurang lebih 2%. Masa efektif insektisida pada kelambu celup minimal 6 bulan sehingga perlu dicelup ulang setiap 6 bulan sekali. Sedangkan kelambu

  • 28 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    berinsektisida tahan lama (Long Lasting Insecticide Net), masa efektif minimal 3 tahun; dan

    (e) apabila kelambu dicuci perlu diperhatikan pencucian dan pengeringannya agar efektivitas kelambu tetap terjaga. Kelambu dicuci dalam ember, tidak boleh dicuci di air mengalir dan pengeringannya digantung pada tempat teduh, jangan kena sinar matahari langsung atau cukup diangin -anginkan saja. Agar kelambu tetap efektif maksimal pencucian 20 kali.

    (2) Memasang kawat/kasa nyamuk pada lubang ventilasi, jendela dan pintu yang berkisi-kisi serta dinding-dinding dan lantai kayu yang berlubang. Apabila menggunakan tenda regu atau peleton, upayakan meminimalkan celah di sekeliling tenda dan tidak sering membuka tutup pintu pada sore menjelang malam sampai pagi hari.

    (3) Menutup pintu dan jendela menjelang sore sekitar pukul 17:00.

    (4) Menggunakan raket nyamuk jika dirasakan masih ada nyamuk yang berada di dalam ruangan.

    (5) Memakai jaring/kelambu kepala (head net) dengan benar, sarung tangan, baju lengan panjang, kaos dalam, celana panjang dan kaos kaki serta sepatu jika harus berada di luar karena jaga serambi, jaga pos dan lain-lain.

    (6) Cara perawatan kelambu anti nyamuk:(a) jahit atau tambal kelambu yang sobek agar nyamuk tidak

    masuk; dan(b) cuci setiap 4 bulan.

    (7) Cara mencuci kelambu anti nyamuk:(a) gunakan air dingin (± 20 liter) dan sabun cair atau bubuk

    deterjen (1 sendok makan). Jangan menggunakan sabun colek, obat pemutih atau air panas;

    (b) cuci kelambu dengan cara mencelupkannya dan mengangkat lagi secara berulang. Jangan direndam, disikat atau dikucek;

    (c) keringkan kelambu dengan cara menggantungkannya di tempat teduh, di bawah pohon atau di dalam rumah;

    (d) jangan menjemur kelambu di bawah sinar matahari langsung; dan

    (e) jangan mencuci kelambu di sungai atau kali karena dapat mencemari air.

  • 29PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    b) Pengendalian vektor secara biologi dilakukan melalui:

    (1) penaburan bibit ikan pemangsa jentik anopheles seperti ikan mujair, betik, ikan kepala timah, nila, dan lain-lain di perairan yang menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk anopheles; dan

    (2) penaburan agen biologis Bacillus thuringiensis H-14 (BTI H-14) Bakteri jenis ini memiliki spora bersifat racun/toksin terhadap larva nyamuk.

    c) Pengendalian vektor secara kimia dilakukan melalui:

    (1) Penyemprotan dinding rumah dengan insektisida (Indoor Residual Spraying/IRS). Tujuan penyemprotan adalah untuk memutus rantai penularan karena umur nyamuk menjadi lebih pendek sehingga tidak sempat menghasilkan sporozoit di dalam kelenjar ludahnya. Penyemprotan akan berjalan efektif bila:(a) Penularan terjadi di dalam rumah (indoor biting).(b) Vektor beristirahat di dinding.(c) Rencana penyemprotan sudah diinformasikan dan personel

    tidak berada di luar rumah malam hari.(d) Letak hunian antara satu lokasi dengan lokasi lainnya tidak

    menyulitkan operasional penyemprotan. (e) Waktu penyemprotan dua bulan sebelum puncak kasus

    (berdasarkan data kasus malaria) atau data pengamatan vektor satu bulan sebelum puncak kepadatan vektor.

    (f) Sasaran penyemprotan;

    i. Daerah endemis malaria:

    i) wilayah dengan angka positif malaria, API lebih dari 20 per seribu penduduk.

    ii) daerah potensial Kejadian Luar Biasa (KLB) malaria (pernah terjadi KLB malaria dua tahun terakhir).

    iii) terjadi perubahan lingkungan sehingga memungkin-kan adanya tempat perindukan daerah bencana.

    iv) terjadi percampuran penduduk dari daerah non endemis malaria dengan daerah endemis malaria.

  • 30 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ii. Daerah KLB malaria.

    iii. Daerah yang terjadi peningkatan kasus.

    iv. Adanya kematian karena malaria.

    v. Bangunan yang disemprot adalah:

    i) semua bangunan yang pada malam hari digunakan sebagai tempat menginap atau kegiatan lain (mushola, pos jaga); dan

    ii) kandang ternak sekitar tempat tinggal.

    (2) Pemberian Larvisida (Larviciding)

    (a) Larviciding seperti S-Methoprene dan Pyriproksifen dengan dosis yang cukup, maka larva akan mati pada waktu menjadi kepompong atau kalau menetas menjadi nyamuk, namun tidak normal karena tidak dapat terbang. Persiapan pemberian larviciding dengan memperhatikan lokasi tempat perindukan:

    i. Genangan air payau permanen atau muara sungai yang tertutup pasir merupakan tempat perindukan potensial bagi vektor malaria;

    ii. Luas tempat perindukan harus terukur; dan

    iii. Waktu dan interval aplikasi yang dihitung menurut minggu atau bulan, sedangkan jumlah aplikasi tergantung pada lama genangan air potensial menjadi tempat perindukan.

    (b) Contoh Larvisida yang digunakan.

    i. Briket dengan bahan aktif s-metopren. Larvisida ini bekerja dengan cara mencegah pembentukan pemunculan nyamuk dewasa dari pupa/kepompong.

    i) Cara pemberian adalah dengan menempatkan pada tempat perindukan nyamuk yang areal atau lokasinya relatif sulit dan terpencil seperti: rawa, hutan bakau, bekas galian, dan lain-lain.

  • 31PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ii) Dosis pemberian:

    (i) satu briket untuk 10 m² luas permukaan air (kedalaman air kurang dari 100 cm), dan atau;

    (ii) satu briket untuk 1 meter kubik volume air (kedalaman air lebih dari 100 cm).

    ii. Pyriproxyfen 0,5% yang dapat larut dalam air.

    i) Cara pemberian dengan melarutkan bahan tersebut pada lokasi genangan air pada sungai yang mengering (misalnya: tambak atau kolam-kolam ikan yang terbengkalai, rawa, lagun atau kubangan yang tidak terlalu luas).

    ii) Dosis pemberian:

    (i) 2 gram Pyriproxyfen 0,5 /10 m2 per luas permukaan (kedalaman air rata-rata 10 cm).

    (ii) 4 gram Pyriproxyfen 0,5 G/m3 per luas permukaan (kedalaman air rata-rata 0,6 cm).

    Catatan: 1 (satu) sendok teh = 4 gram Pyriproxyfen dan 1 (satu) sendok makan = 14 gram Pyriproxyfen.

    (c) Pertimbangan dalam pemilihan jenis larvisida.

    i. Daya racun terhadap larva yang tetap dan cepat.

    ii. Daya sebar yang baik di dalam larutan di tangki alat semprot dan di air tempat perindukan.

    iii. Mudah didapatkan dan harganya murah.

    iv. Mudah penggunaannya dan aman dalam pengangkutan.

    v. Efektif terhadap larva nyamuk dan lebih baik lagi bila efektif juga terhadap pupa.

    vi. Efektif dalam berbagai kondisi tempat perindukan (payau, kotor, asam, basa dll).

  • 32 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    vii. Tidak membahayakan makhluk hidup yang bukan sasaran.

    (3) Penggunaan Repelan dan Insektisida rumah tangga lainnya

    d) Manajemen lingkungan dalam pengendalian malaria meliputi:

    (1) Modifikasi Lingkungan. Kegiatan ini merupakan modifikasi fisik yang permanen terhadap tanah, air dan tanaman yang bertujuan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi tempat perindukan nyamuk. Kegiatan ini antara lain:(a) penimbunan pada genangan air dengan tanah, pasir atau

    koral; dan(b) pengeringan dengan cara menggali atau mengalirkan air dari

    tempat perindukan.

    (2) Manipulasi Lingkungan. Manipulasi lingkungan kegiatan bertujuan untuk menghasilkan suatu keadaan sementara yang tidak menguntungkan bagi vektor untuk berkembang biak di tempat perindukannya. (misalnya: pembersihan tanaman air yang mengapung (ganggang dan lumut). Kegiatan manipulasi lingkungan antara lain:(a) pembuatan saluran penghubung antara genangan air payau

    dengan laut agar air payau ini diubah menjadi agak asin maka nyamuk tersebut tidak akan dapat berkembang biak dengan baik; dan

    (b) pengaturan pengairan dan penanaman/pencegahan penebangan pohon bakau di tempat perindukan.

    c. Penatalaksanaan Kasus Malaria. Penatalaksanaan kasus malaria merupakan upaya melakukan penatalaksanaan terhadap kasus malaria yang terjadi pada penderita malaria yang meliputi diagnosis dan pengobatan malaria.

    1) Diagnosis.

    a) Anamnesis. Pada anamnesis sangat penting diperhatikan:

    (1) Keluhan dan gejala demam tergantung jenis malaria. Sifat demam akut (paroksismal) yang didahului oleh stadium dingin (menggigil) diikuti demam tinggi kemudian berkeringat banyak. Gejala klasik ini biasanya ditemukan pada penderita nonimun (berasal dari daerah non-endemis). Selain gejala klasik di atas, dapat ditemukan gejala

  • 33PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    lain seperti nyeri kepala, mual, muntah, diare, pegal-pegal, dan nyeri otot. Gejala tersebut biasanya terdapat pada orang-orang yang tinggal di daerah endemis (imun);

    (2) riwayat sakit malaria dan riwayat minum obat malaria;

    (3) riwayat berkunjung ke daerah endemis malaria;

    (4) riwayat tinggal di daerah endemis malaria;

    (5) riwayat tinggal di daerah hutan dan sekitarnya; dan

    (6) riwayat mendapatkan tranfusi darah.

    Setiap penderita dengan keluhan demam atau riwayat demam harus selalu ditanyakan riwayat kunjungan ke daerah endemis malaria.

    b) Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan melihat:

    (1) suhu tubuh aksiler > 37,5 °C;

    (2) konjungtiva atau telapak tangan pucat;

    (3) pembesaran limpa (splenomegali);

    (4) pembesaran hati (hepatomegali); dan

    (5) manifestasi malaria berat dapat disertai berupa penurunan kesadaran, demam tinggi, ikterik, oliguria, urin berwarna coklat kehitaman, kejang dan sangat lemah.

    c) Pemeriksaan laboratorium. Diagnosis malaria dapat ditegakkan dengan pemeriksaan sebagai berikut:

    (1) Pemeriksaan dengan mikroskop. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di Puskesmas/lapangan/rumah sakit/laboratorium klinik untuk menentukan:(a) ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif);(b) spesies dan stadium plasmodium; dan (c) kepadatan parasit.

  • 34 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    (2) Pemeriksaan dengan uji diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test). Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metode imunokromatografi. Sebelum menggunakan RDT perlu dibaca petunjuk penggunaan dan tanggal kedaluwarsanya. Pemeriksaan dengan RDT tidak digunakan untuk mengevaluasi pengobatan.

    d) Diagnosis banding malaria tanpa komplikasi;

    (1) demam tifoid;(2) demam dengue;(3) leptospirosis;(4) chikungunya.

    e) Diagnosis banding malaria dengan komplikasi (malaria berat)(1) infeksi susunan saraf pusat;(2) stroke (gangguan cerebrovasculer);(3) tifoid encefalopati;(4) hepatitis;(5) leptospirosis berat;(6) glomerulo nefritis akut;(7) sepsis; dan(8) dengue shock sindrome.

    2) Pengobatan malaria. Pengobatan malaria saat ini dengan pemberian Artemisinin-based Combination Therapy (ACT). Pemberian kombinasi ini untuk meningkatkan efektivitas dan mencegah resistensi. Malaria tanpa komplikasi diobati dengan pemberian ACT secara oral. Malaria berat diobati dengan injeksi Artesunat dilanjutkan dengan ACT oral. Di samping itu diberikan primakuin sebagai gametosidal dan hipnozoidal.

    a) Pengobatan Malaria Tanpa Komplikasi.

    (1) Malaria falsiparum dan Malaria vivaks. Pengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin. Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks, Primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,25 mg/kgBB, dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Primakuin tidak boleh diberikan pada bayi usia < 6 bulan. Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:

    Pengobatan malaria knowlesi sama seperti malaria falsiparum.

  • 35PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    Dihidroartemisinin-Piperakuin(DHP) + Primakuin

    Tabel 1.Pengobatan Malaria falsiparum menurut berat badan

    dengan DHP dan Primakuin

    Hari Jenis obat

    Jumlah tablet per hari menurut berat badan

    < 5 kg

    >5-6 kg

    >6-10 kg

    >11-17 kg

    >17-30 kg

    >30-40 kg

    >40-59 kg

    >60-80 kg

    >80 kg

    0-1 bulan

    2-15tahun

    >15tahun

    >15tahun

    1-3 DHP 1/3 ½ ½ 1 1½ 2 3 4 51 Primakuin - - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1 1

    Tabel 2 Pengobatan Malaria vivaks menurut berat badan

    dengan DHP dan Primakuin

    Hari Jenis obat

    Jumlah tablet per hari menurut berat badan

    < 5 kg

    >5-6 kg

    >6-10 kg

    >11-17 kg

    >17-30 kg

    >30-40 kg

    >40-59 kg

    >60-80 kg

    >80 kg

    0-1 bulan

    2-15tahun

    >15tahun

    >15tahun

    1-3 DHP 1/3 ½ ½ 1 1½ 2 3 4 51 Primakuin - - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1 1

    Catatan : a. Sebaiknya dosis pemberian DHP berdasarkan berat badan,

    apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.

    b. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.

    (2) Pengobatan malaria vivaks yang relaps. Dugaan relaps pada malaria vivaks diberikan DHP yang sama tapi dosis Primakuin ditingkatkan menjadi 0,5 mg/kgBB/hari.

  • 36 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    (3) Pengobatan malaria ovale. Pengobatan malaria ovale yaitu DHP ditambah dengan primakuin selama 14 hari. Dosis pemberian obatnya sama dengan untuk malaria vivaks.

    (4) Pengobatan malaria malariae. Pengobatan P. malariae cukup diberikan ACT 1 kali perhari selama 3 hari, dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya dan tidak diberikan primakuin.

    (5) Pengobatan infeksi campur P. falciparum + P. vivax/P. ovale. Pada penderita dengan infeksi campur diberikan ACT selama 3 hari serta primakuin dengan dosis 0,25 mg/kgBB/hari selama 14 hari.

    Tabel 3Pengobatan infeksi campur P. falciparum

    P. vivax/P. ovale dengan DHP + Primakuin

    Hari Jenis obat

    Jumlah tablet per hari menurut berat badan

    < 5 kg

    >5-6 kg

    >6-10 kg

    >11-17 kg

    >17-30 kg

    >30-40 kg

    >40-59 kg

    >60-80 kg

    >80 kg

    0-1 bulan

    2-15tahun

    >15tahun

    >15tahun

    1-3 DHP 1/3 ½ ½ 1 1½ 2 3 4 51 Primakuin - - ¼ ¼ ½ ¾ 1 1 1

    Catatan :a. Untuk anak dengan obesitas gunakan dosis berdasarkan

    berat badan ideal.b. Primakuin tidak boleh diberikan pada ibu hamil.

    b) Pengobatan Malaria Pada Ibu Hamil. Pada prinsipnya pengobatan malaria pada ibu hamil sama dengan pengobatan pada orang dewasa lainnya. Pada ibu hamil tidak diberikan primakuin.

    Tabel 4Pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks

    pada ibu hamil

    UMUR KEHAMILAN PENGOBATAN

    Trimester I-III (0-9 bulan) ACT tablet selama 3 hari

  • 37PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    Semua obat anti malaria tidak boleh diberikan dalam keadaan perut kosong karena bersifat iritasi lambung. Oleh sebab itu penderita harus makan terlebih dahulu setiap akan minum obat anti malaria.

    c) Pengobatan Malaria Berat. Malaria berat adalah ditemukannya Plasmodium falciparum, knowlesi dan vivaks stadium aseksual dengan minimal satu dari manifestasi klinis atau didapatkan temuan hasil laboratorium (Lampiran E):(1) Manifestasi klinis:

    (a) Perubahan kesadaran (GCS

  • 38 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    μL di daerah endemis rendah atau > 5% eritrosit atau 100.0000 parasit /μl di daerah endemis tinggi).

    (e) Hiperlaktemia (asam laktat >5 mmol/L).

    (f) Hemoglobinuria.

    (g) Gangguan fungsi ginjal (kreatinin serum >3 mg%).

    Catatan : pada penderita tersangka malaria berat, terapi dapat segera diberikan berdasarkan pemeriksaan RDT anti malaria.

    Semua penderita malaria berat harus ditangani di Rumah Sakit (RS) atau puskesmas perawatan. Bila fasilitas maupun tenaga kurang memadai, misalnya jika dibutuhkan fasilitas dialisis, maka penderita harus dirujuk ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap. Prognosis malaria berat tergantung kecepatan dan ketepatan diagnosis serta pengobatan.

    (1) Pengobatan Malaria Berat di Klinik non-Perawatan. Jika puskesmas/klinik tidak memiliki fasilitas rawat inap, pasien malaria berat harus langsung dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap. Sebelum dirujuk berikan artesunat intramuskular (dosis 2,4 mg/kgbb).

    (2) Pengobatan Malaria Berat di Klinik Perawatan atau Rumah Sakit. Artesunat intravena merupakan pilihan utama. Jika tidak tersedia dapat diberikan kina drip.

    (a) Kemasan dan cara pemberian artesunat. Artesunat parenteral tersedia dalam vial yang berisi 60 mg serbuk kering asam artesunik dan pelarut dalam ampul yang berisi natrium bikarbonat 5%. Keduanya dicampur untuk membuat 1 ml larutan sodium artesunat. Kemudian diencerkan dengan Dextrose 5% atau NaCL 0,9% sebanyak 5 ml sehingga didapat konsentrasi 60 mg/6ml (10mg/ml). Obat diberikan secara bolus perlahan-lahan.

    Artesunat diberikan dengan dosis 2,4 mg/kgbb intravena jam ke 0, 12, 24 di hari pertama. Selanjutnya diberikan 2,4 mg/kg bb intravena setiap 24 jam sampai penderita mampu minum obat. Larutan artesunat dapat juga diberikan secara intra muskular (IM) dengan dosis yang sama.

  • 39PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    Contoh perhitungan dosis : Penderita dengan BB = 50 kg. Dosis yang diperlukan : 2,4 mg x 50 = 120 mg Penderita tersebut membutuhkan 2 vial artesunat perkali

    pemberian.

    Bila penderita sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan dengan DHP selama 3 hari + primakuin (sesuai dengan jenis plasmodiumnya).

    (b) Kemasan dan cara pemberian kina drip. Kina drip bukan merupakan obat pilihan utama untuk malaria berat. Obat ini diberikan pada daerah yang tidak tersedia artesunat intravena/intramuskular. Obat ini dikemas dalam bentuk ampul kina dihidroklorida 25%. Satu ampul berisi 500 mg/2 ml.

    i. Pemberian kina pada dewasa:

    i) loading dose : 20 mg garam/kgbb dilarutkan dalam 500 ml (hati-hati overload cairan) dextrose 5% atau NaCl 0,9% diberikan selama 4 jam pertama;

    ii) 4 jam kedua hanya diberikan cairan dextrose 5% atau NaCl 0,9%;

    iii) 4 jam berikutnya berikan kina dengan dosis rumatan 10 mg/kgbb dalam larutan 500 ml (hati-hati overload cairan) dekstrose 5 % atau NaCl;

    iv) 4 jam selanjutnya, hanya diberikan cairan Dextrose 5% atau NaCl 0,9%;

    v) setelah itu diberikan lagi dosis rumatan seperti diatas sampai penderita dapat minum kina per-oral; dan

    vi) bila sudah dapat minum obat pemberian kina iv diganti dengan kina tablet per-oral dengan dosis 10 mg/kgbb/kali diberikan tiap 8 jam. Kina oral diberikan bersama doksisiklin atau tetrasiklin pada orang dewasa atau klindamisin pada ibu hamil. Dosis total kina selama 7 hari dihitung sejak pemberian kina perinfus yang pertama.

  • 40 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ii. Pemberian kina pada anak:

    Kina HCl 25 % (per infus) dosis 10 mg/kgbb (bila umur < 2 bulan : 6 - 8 mg/kg bb) diencerkan dengan Dekstrosa 5% atau NaCl 0,9% sebanyak 5-10 cc/kgbb diberikan selama 4 jam, diulang setiap 8 jam sampai penderita dapat minum obat.

    Catatan:i) Kina tidak boleh diberikan secara bolus intra vena,

    karena toksik bagi jantung dan dapat menimbulkan kematian.

    ii) Dosis kina maksimum dewasa : 2.000 mg/hari.

    (3) Pengobatan malaria berat pada ibu hamil. Pengobatan malaria berat untuk ibu hamil dilakukan dengan memberikan artesunat injeksi atau kina HCl drip intravena.

    d) Surveilans Malaria.

    (1) Penemuan penderita Malaria. Penemuan penderita (case detection) adalah kegiatan surveilans rutin maupun khusus dalam menemukan suspek malaria melalui pengambilan dan pemeriksaan sediaan darah. Penemuan penderita secara rutin melalui metode penemuan penderita secara pasif dan penemuan penderita secara aktif. Sedangkan kegiatan surveilans khusus dilaksanakan dilaksanakan dengan; penemuan penderita demam masal, pemeriksaan darah massal, dan survei kontak (Lampiran C).

    (a) Surveilans Rutin.

    i. PCD (Pasif Case Detection) Penemuan penderita secara pasif. Penemuan penderita secara pasif adalah penemuan penderita malaria dengan cara menunggu personel yang datang memeriksakan di fasilitas pelayanan kesehatan TNI, melalui langkah-langkah pelaksanaan wawancara personel yang datang dari daerah endemis malaria dengan gejala demam, menggigil, berkeringat atau sakit kepala, dengan menggali informasi tentang; identitas kasus, riwayat perjalanan dari daerah endemis malaria, riwayat penularan, riwayat penyakit malaria, tujuan perjalanan.

  • 41PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ii. ACD (Active Case Detection) Penemuan penderita secara aktif. Penemuan penderita secara aktif adalah penemuan penderita malaria dengan cara petugas kesehatan mengunjungi dan melakukan pemeriksaan kepada personel di daerah endemis secara rutin (untuk membedakan dengan penemuan aktif lainnya (MBS, MFS, Survei Kontak).

    (b) Surveilans Khusus.

    i. Penemuan penderita demam massal. Penemuan penderita demam massal merupakan kegiatan pencarian dan penemuan penderita yang menunjukkan gejala demam diantara personel yang baru dari daerah endemis malaria.

    ii. Pemeriksaan darah massal. Pemeriksaan darah massal terhadap personel yang pulang penugasan dari daerah endemis malaria baik yang demam maupun tidak demam, dilanjutkan dengan pengamatan ketat selama 2 masa inkubasi (+ 4 minggu), apabila muncul gejala demam diantara personel yang sebelumnya tidak positif segera diperiksa darahnya. Pengamatan ketat 2 masa inkubasi paska Pemeriksaan Darah Massal.

    iii. Survei kontak. Survei kontak adalah bagian dari kegiatan penyelidikan epidemiologi pada kasus positif malaria. Tujuannya adalah untuk mengetahui terjadinya penyebaran penularan malaria terhadap orang-orang yang tinggal serumah atau berdekatan dengan rumah penderita malaria. Cara pelaksanaannya melalui pengambilan dan pemeriksaan sediaan darah dari penghuni 5 rumah di sekitar rumah penderita radius 200 meter (kurang lebih 25 orang)

  • 42 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    (2) Jejaring/koordinasi pengendalian malaria. Jejaring pengendalian malaria di lingkungan TNI adalah:

    (a) Skema jejaring pengendalian malaria:

    (b) Jejaring Internal. Jejaring internal dalam pengendalian malaria meliputi:

    i. data pasien malaria dari poliklinik dan rawat inap dilaporkan ke bagian administrasi Rumkit.

    ii. dari bagian administrasi rumah sakit dilaporkan ke Karumkit yang selanjutnya dilaporkan secara berjenjang ke komando atas.

    PANGLIMA TNI

    PUSKES TNI

    DISKESAL

    KES KOTAMA TNI AL

    RS/FASYANKES TNI AL

    KEMENHAN, KEMENKES

    DISKESAU

    KES KOTAMA TNI AU

    RS/FASYANKES TNI AU

    PUSKESAD

    KES KOTAMA TNI AD

    RS/FASYANKES TNI AD

    DINKES

    Ket: : Laporan Langsung : Umpan Balik : Tembusan

    Poliklinik Penyakit Dalam

    Kaur/Kasiminkes

    Karumkit TNI

  • 43PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    (c) Jejaring Eksternal. Jejaring eksternal pengendalian malaria meliputi:

    i. Karumkit TNI melaporkan kasus Malaria ke Kakes Kotama dengan tembusan ke Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.

    ii. Kakes Kotama melaporkan kasus malaria di wilayahnya ke Kapuskes/Kadiskes Angkatan dengan tembusan Kepala Dinkes Provinsi.

    (3) Pencatatan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan pengendalian malaria di lingkungan TNI dilaksanakan secara berjenjang dari faskes TNI, Kesehatan Kotama, Pusat/Dinas Kesehatan Angkatan, sampai ke Puskes TNI.

    (a) Pencatatan:

    i. Pencatatan di Puskes TNI/Kesehatan Angkatan/Kesehatan Kotama.

    Rumkit TNI

    Kes Kotama

    Dinkes Kab/Kota Tembusan

    Puskes/Diskes Angkatan

    Dinkes Provinsi Tembusan

    PUSKES TNI DITKES DITJEN KUATHAN

    KEMENKES Tembusan

    RS BAN SIKES BP

  • 44 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    i) Sumber data:

    (i) data personel yang melaksanakan penugasan dari daerah nonendemis malaria kesehatan wilayah endemis malaria;

    (ii) data personel dari wilayah endemis malaria ke wilayah nonendemis malaria;

    (iii) data kasus malaria yang dilayani di fasilitas kesehatan jajaran TNI;

    (iv) data kegiatan pengendalian malaria yang dilaksanakan di jajaran TNI; dan

    (v) data pemakaian logistik kesehatan pengendalian malaria.

    ii) Variabel:

    (i) jumlah personel yang melakukan perjalanan dari wilayah endemis ke wilayah nonendemis;

    (ii) jumlah kasus malaria yang dilayani di faskes TNI;

    (iii) variabel perekaman data personel yang melakukan perjalanan dari daerah endemis malaria ke nonendemis atau sebaliknya yang meliputi nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, waktu pemeriksaan, asal penularan; dan

    (iv) kegiatan pengendalian malaria yang dilaksanakan di jajaran TNI.

    iii) Perekaman dan pengolahan data:

    (i) data penemuan kasus malaria dicatat dalam register malaria; dan

    (ii) data logistik pengendalian malaria dicatat dalam register logistik malaria.

  • 45PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    iv) Analisis. Jumlah kasus malaria yang ditemukan di lingkungan TNI menurut bulan, asal penularan.

    ii. Pencatatan di Fasilitas Kesehatan TNI.

    i) Sumber data:

    (i) data wilayah reseptif yang personelnya melakukan migrasi dari daerah endemis malaria;

    (ii) data wilayah fokus jumlah personel TNI yang migrasi dari daerah endemis malaria ke wilayah-wilayah reseptif;

    (iii) data penapisan personel yang migrasi dari daerah endemis malaria yang positif malaria (kasus malaria positif), terutama di wilayah-wilayah reseptif yang menjadi daerah operasi TNI;

    (iv) data pasien malaria yang ditangani; dan

    (v) data pemakaian Obat Anti Malaria (OAM) yang dipakai dalam penatalaksanaan malaria.

    ii) Variabel:

    (i) jumlah personel yang melakukan penugasan dari wilayah endemis ke wilayah nonendemis;

    (ii) jumlah kasus malaria yang dilayani di faskes TNI;

    (iii) variabel perekaman data personel yang melakukan perjalanan dari daerah endemis malaria ke nonendemis atau sebaliknya yang meliputi: nama, umur, alamat, jenis kelamin, pekerjaan, waktu pemerikasaan, asal penularan;

    (iv) kegiatan penatalaksanaan malaria; dan

    (v) jumlah kasus malaria impor dan indigenous (penularan setempat) menurut bulan, umur, jenis kelamin, dan satuan.

  • 46 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    iii) Perekaman dan pengolahan data:

    (i) data penemuan kasus malaria di fasilitas kesehatan diperoleh sesuai dengan kegiatan surveilans rutin;

    (ii) setiap kasus malaria positif dilakukan penyelidikan epidemiologi (PE), termasuk survei kontak dan hasilnya direkam dalam kartu penderita malaria;

    (iii) data penapisan personel yang migrasi direkam sebagaimana pemeriksaan darah massal, pemeriksaan demam massal, dan laporan kegiatan pelayanan pengobatan malaria di fasilitas kesehatan TNI; dan

    (iv) data penemuan penderita malaria secara aktif di fasilitas pelayanan kesehatan TNI, direkam dan diolah sesuai dengan masing-masing metode surveilans khusus.

    iv) Analisis:

    (i) cakupan pemeriksaan sedian darah pada personel yang selesai penugasan dari wilayah endemis malaria;

    (ii) perkembangan personel yang melakukan penugasan dari wilayah endemis menurut bulan, asal penularan dan lokasi penugasan;

    (iii) perkembangan jumlah kasus malaria impor menurut kejadian, umur, jenis kelamin, dll; dan

    (iv) deteksi kasus malaria positif. Satu kasus indigenous perlu perhatian dan penyelidikan epidemiologi.

    (b) Pelaporan.

    i. Puskes TNI/Kesehatan Angkatan/Kesehatan Kotama: Laporan kasus malaria dilaporkan secara berjenjang dari Kesehatan Kotama, Kesehatan Angkatan sampai Puskes TNI.

  • 47PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ii. Fasilitas Kesehatan TNI.

    i) Fasilitas kesehatan yang mengetahui adanya kejadian malaria atau dugaan kejadian malaria di wilayah kerjanya, segera melaporkan ke Kesehatan Kotama dan secara berjenjang sampai ke Puskes TNI, di samping melaporkan ke Dinkes Kab/Kota setempat.

    ii) Fasilitas Kesehatan yang mengetahui adanya kejadian penularan malaria positif indigenous segera melakukan penyelidikan epidemiologi, dan melaporkan adanya kejadian malaria ke komando atas TNI, dan melaporkan ke Dinkes Kab/Kota setempat sesuai formulir yang telah ditentukan.

    16. Dukungan. Dalam pengendalian malaria pada tahap pelaksanaan diperlukan dukungan sebagai berikut:

    a. Anggaran. Anggaran dalam pengendalian malaria diajukan dalam RKA-KL untuk mendapat dukungan dari APBN, pengajuan dilaksanakan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.

    b. Administrasi Umum. Dukungan administrasi umum surat-menyurat dan Alat Tulis Kantor (ATK) oleh Mabes TNI dan Mabes Angkatan, serta instansi terkait sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

    c. Personel. Dukungan personel dalam pelaksanaan pengendalian malaria di lingkungan TNI dapat melibatkan Puskes TNI, Kesehatan Angkatan dan instansi terkait.

    d. Logistik. Kebutuhan logistik berupa sarana prasarana didukung oleh Kesehatan TNI dan instansi terkait yang mendukung pelaksanaan pengendalian malaria di lingkungan TNI.

    e. Komunikasi. Alat komunikasi yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengendalian malaria di lingkungan TNI disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan dan ketentuan yang berlaku.

  • 48 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

  • 49PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    BAB VTAHAP PENGAKHIRAN

    17. Umum. Tahap pengakhiran pengendalian malaria, Puskes TNI/Kesehatan Angkatan/Kesehatan Kotama/Lantamal/Rumah Sakit melaksanakan monitoring dan evaluasi untuk memantau kemajuan pelaksanaan pengendalian malaria di lingkungan TNI, di samping itu monitoring dan evaluasi juga untuk menilai pencapaian target dan kendala yang dihadapi serta melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan untuk pengendalian malaria di masa mendatang.

    18. Urut-urutan Kegiatan. Kegiatan dalam tahap pengakhiran pengendalian malaria di lingkungan TNI dilakukan sebagai berikut.

    a. Puskes TNI:

    1) mengevaluasi tren kasus malaria di lingkungan TNI;

    2) mengevaluasi bahan dan alat pengendalian malaria yang tersedia;

    3) mengevaluasi tenaga pelaksana pengendalian malaria yang terlatih;

    4) mengevaluasi peranti lunak yang digunakan dalam pengendalian malaria;

    5) mengevaluasi kegiatan pelaksanaan pengendalian malaria; dan

    6) melaporkan kepada Panglima TNI tentang kasus malaria dan kegiatan pengendalian malaria.

    b. Pusat/Dinas Kesehatan Angkatan:

    1) mengevaluasi tren kasus malaria di Angkatan masing-masing;

    2) mengevaluasi bahan dan alat pengendalian malaria yang tersedia;

    3) mengevaluasi tenaga pelaksana pengendalian malaria yang terlatih;

    4) mengevaluasi peranti lunak yang digunakan dalam pengendalian malaria;

    5) mengevaluasi kegiatan pelaksanaan pengendalian malaria; dan

  • 50 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    6) melaporkan kepada Kapuskes TNI tentang kasus malaria dan kegiatan pengendalian malaria di Angkatan.

    c. Kesehatan Kotama/Diskes Kotama/Lantamal:

    1) mengevaluasi tren kasus malaria di wilayahnya;

    2) mengevalausi bahan dan alat pengendalian malaria yang tersedia;

    3) mengevaluasi tenaga pelaksana pengendalian malaria yang terlatih;

    4) mengevaluasi peranti lunak yang digunakan dalam pengendalian malaria;

    5) mengevaluasi kegiatan pelaksanaan pengendalian malaria; dan

    6) melaporkan kepada Kapuskes/Kadiskes Angkatan tentang pelaksanaan pengendalian malaria di wilayahnya.

    d. Rumah Sakit:

    1) melaporkan kasus malaria dan penatalaksanaan malaria di rumah sakit secara berjenjang;

    2) mengevaluasi tren kasus malaria yang ditangani; dan

    3) melaporkan penerimaan dan penggunaan Obat Anti Malaria (OAM) serta logistik kesehatan yang digunakan dalam penatalaksanaan kasus malaria.

    19. Dukungan. Dalam tahap pengakhiran pengendalian malaria, diperlukan dukungan berupa ATK, personel, administrasi, logistik, dan anggaran dalam rangka evaluasi dan monitoring serta pelaporan.

  • 51PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    BAB VIPENGAWASAN DAN PENGENDALIAN

    20. Umum. Pengawasan dan pengendalian diperlukan dalam rangka menjamin terlaksananya kegiatan sesuai rencana, keseragaman, dan konsistensi dalam pelaksanaan.

    21. Pengawasan. Pengawasan dilaksanakan untuk menjamin kelancaran dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan pengendalian malaria agar berhasil guna sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Para pejabat yang melakukan pengawasan adalah:

    a. tingkat Mabes TNI oleh Kapuskes TNI;

    b. tingkat Mabes Angkatan oleh Kapuskes/Kadiskes Angkatan; dan

    c. tingkat Kotama Angkatan oleh Kakes/Kadiskes Kotama/Lantamal.

    22. Pengendalian. Pengendalian dilaksanakan untuk menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sehingga sasaran dapat tercapai seoptimal mungkin. Bertindak sebagai pengendali adalah:

    a. tingkat Mabes TNI oleh Kapuskes TNI;

    b. tingkat Mabes Angkatan oleh Kapuskes/Kadiskes Angkatan; dan

    c. tingkat Kotama Angkatan oleh Kakes/Kadiskes Kotama/Lantamal.

  • 52 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

  • 53PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    BAB VIIPENUTUP

    23. Keberhasilan. Disiplin untuk menaati ketentuan yang ada dalam Petunjuk Teknis Pengendalian Malaria oleh para pengguna akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan di dalam penyelenggaraan fungsi pengendalian penyakit dalam mendukung tugas pokok TNI.

    24. Umpan Balik. Hal-hal yang dirasakan perlu dalam penyempurnaan naskah ini agar disarankan kepada Panglima TNI u.p. Kapuskes TNI sesuai dengan mekanisme umpan balik.

  • 54 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

  • 55PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    Lampiran A Keputusan Panglima TNINomor Kep/ /II/2018Tanggal Februari 2018

    TENTARA NASIONAL INDONESIA MARKAS BESAR

    PENGERTIAN

    1. Masyarakat TNI. Masyarakat TNI adalah prajurit TNI dan PNS di lingkungan TNI serta keluarga (istri/suami, anak).

    2. Malaria. Malaria adalah suatu penyakit yang akut maupun kronis yang disebabkan parasit plasmodium yang ditandai dengan gejala demam berkala, menggigil dan sakit kepala yang sering disertai dengan anemia dan limpha yang membesar (Pampana, 1969)

    3. Pengendalian Malaria di Lingkungan TNI. Pengendalian malaria di lingkungan TNI adalah semua upaya, pekerjaan dan kegiatan untuk memutuskan rantai penularan malaria dengan jalan upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

    4. Malaria positif. Malaria positif adalah penderita yang dalam darahnya ditemukan parasit plasmodium melalui pemeriksaan mikroskopis dan RDT.

    5. Vektor. Vektor adalah binatang pembawa penyakit.

    6. Masa tunas/inkubasi. Masa tunas/masa inkubasi intrinsik di manusia adalah rentang waktu sejak sporozoit masuk ke dalam tubuh manusia sampai timbulnya gejala klinis yang ditandai dengan demam.

    7. Annual Parasite Incidence (API). API adalah jumlah kasus positif malaria dalam satu tahun per seribu penduduk.

    8. Daerah Endemis Malaria. Daerah endemis malaria adalah daerah yang selalu ada penderita malaria setiap saat.

    9. Disiplin Malaria. Disiplin malaria adalah sikap dan tindakan/perilaku masyarakat TNI yang dengan kesadarannya dan penuh tanggung jawab dalam upaya menanggulangi malaria dengan menaati aturan dan ketentuan terkait dengan pengendalian malaria di lingkungan TNI.

    10. Indoor Residual Spraying (IRS). IRS adalah penyemprotan rumah dengan efek residual dengan menempelkan insektisida/racun serangga tertentu dengan jumlah (dosis) tertentu secara merata pada permukaan dinding yang disemprot.

  • 56 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    11. Larviciding. Larviciding adalah aplikasi larvasida pada tempat perindukan potensial vektor guna membunuh/memberantas larva nyamuk Anopheles dengan menggunakan bahan kimia.

    12. Rapid Diagnostic Test (RDT). RDT adalah pemeriksaan malaria dengan uji diagnostik cepat.

    13. Artemisinin Based Combination Therapy (ACT). ACT adalah suatu regimen obat anti malaria yang berisi derivat artemisin.

    14. Dehidroartemisin-Piperakuin (DHP). DHP adalah salah satu jenis ACT.

    15. Pasif Case Detectiion (PCD). PCD adalah penemuan penderita secara pasif yaitu menunggu pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan.

    16. Active Case Detection (ACD). ACD adalah penemuan penderita secara aktif dengan melakukan kunjungan dan pemeriksaan ke masyarakat/personel.

    17. Penyelidikan Epidemiologi (PE). PE adalah suatu kegiatan dengan melakukan penyelidikan kasus positif malaria untuk mengetahui sumber penularan.

    18. Kasus Indigenous. Kasus indegenous adalah kasus yang proses penularannya terjadi di wilayah setempat.

    19. Wilayah Reseptif. Wilayah reseptif adalah wilayah yang ditemukan adanya vektor malaria.

    20. Prevalensi. Prevalensi adalah angka kejadian penyakit pada suatu populasi tertentu pada jangka waktu tertentu.

    a.n. Panglima TNI Kapuskes,

    dr. Ben Yura Rimba, MARS Mayor Jenderal TNI

  • 57PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    Lampiran B Keputusan Panglima TNINomor Kep/ /II/2018Tanggal Februari 2018

    TENTARA NASIONAL INDONESIA MARKAS BESAR

    PETUNJUK PELAKSANAAN KESEHATAN PREVENTIF TNI

    NASKAH SEMENTARA PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA

    DI LINGKUNGAN TNI

    SKEMA KEDUDUKAN

    a.n. Panglima TNI Kapuskes,

    dr. Ben Yura Rimba, MARS Mayor Jenderal TNI

  • 58 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    DAFTAR ALGORITME

    NO. NAMA ALGORITME NOMOR HALAMAN

    1 Alur Penemuan Penderita Malaria 1 472 Tata laksana Penderita Malaria 2 48

    3 Penatalaksanaan Malaria Berat di Pelayanan Primer dan Sekunder 3 49

    4 Penatalaksanaan Malaria Berat di Rumah Sakit Rujukan 4 50

    5 Penatalaksanaan Malaria Serebral 5 51

    6 Penatalaksanaan Malaria Berat dan Gagal Napas 6 52

    7 Penatalaksanaan Malaria Berat dengan Gagal Ginjal 7 53

    8 Penatalaksanaan Malaria Berat dengan Ikterus 8 54

    9 Penatalaksanaan Malaria dengan Anemia 9 55

    10 Penatalaksanaan Malaria Berat dengan Black Water Fever/ Hemoglubinuri 10 56

    11 Penatalaksanaan Malaria Berat dengan Hipoglikemi 11 57

    12 Penatalaksanaan Malaria Berat dengan Koagulasi Intravascular Desimnata 12 58

    TENTARA NASIONAL INDONESIA MARKAS BESAR

    Lampiran C Keputusan Panglima TNINomor Kep/ /II/2018Tanggal Februari 2018

    a.n. Panglima TNI Kapuskes,

    dr. Ben Yura Rimba, MARS Mayor Jenderal TNI

  • 59PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITME 1. ALUR PENEMUAN PENDERITA MALARIA

  • 60 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 2. TATA LAKSANA PENDERITA MALARIA

  • 61PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 3. PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT DI PELAYANAN PRIMER DAN SEKUNDER

  • 62 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 4. PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT DI RUMAH SAKIT RUJUKAN

  • 63PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 5. PENATALAKSANAAN MALARIA SEREBRAL

  • 64 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 6. PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT DAN GAGAL NAPAS

  • 65PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 7. PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT DENGAN GAGAL GINJAL

  • 66 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 8. PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT DENGAN IKTERUS

  • 67PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 9. PENATALAKSANAAN MALARIA DENGAN ANE-MIA

  • 68 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 10. PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT DENGAN BLACK WATER FEVER/HEMOGLUBINURI

  • 69PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA NASIONAL INDONESIA

    ALGORITMA 11. PENATALAKSANAAN MALARIA BERAT DENGAN HIPOGLIKEMI

  • 70 PETUNJUK TEKNIS PENGENDALIAN MALARIA DI LINGKUNGAN TENTARA