Volume 7, Nomor 1, Februari 2020 Volume I Nomor 1 Januari ...
Volume V Nomor 9, Februari 2015
-
Upload
poltekkes-kemenkes-palangka-raya -
Category
Documents
-
view
148 -
download
8
description
Transcript of Volume V Nomor 9, Februari 2015
Dampak Karakteristik Bayi Terhadap Peningkatan Pencapaian Adaptasi Peran ibu
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemberian Asi Eksklusif
Di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi Tahun 2014
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue
Di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah Selama Tahun 2009 - 2013
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
Di Kelurahan Kota Palangka Raya
Pengaruh Finansial Dan Non Finansial Terhadap Motivasi Bidan Desa
Dalam Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi
Determinan Pemberian Air Susu Ibu (Asi) Di Kota Palangka Raya
Kehamilan Usia Remaja Dan Kelahiran Preterm Di Ruang Kebidanan Instalasi
Kesehatan Reproduksi BLUD RS Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Analisis Kepuasan Mahasiswa Terhadap Layanan Pendidikan
Di Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palangka Raya
Volume V Nomor 9, Februari 2015
ISSN : 2087 - 9105
TIM REDAKSIJurnal Forum Kesehatan
Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Tim Penyunting :
Penanggung Jawab : Dhini, M.Kes
Redaktur : Iis Wahyuningsih, S.Sos
Editor : Vissia Didin Ardiyani, SKM, MKM
Tim Pembantu Penyunting :
Penyunting Pelaksana : 1. Dwirina Hervilia, SKM, MKM
2. Munifa, SKM, MPH
Pelaksana TU : 1. Deddy Eko Heryanto, ST
2. Daniel, A.Md.Kom
3. Arizal, A.Md
Tim Mitra Bestari :
1. Dr. Djazuli Chalidyanto, SKM., M.ARS (Dosen FKM UNAIR)
2. Dr. Demsa Simbolon, SKM, MKM (Dosen Poltekkes Kemenkes Bengkulu)
3. Dr. Budi Wahyuni, MM, MA (PKBI)
Alamat Redaksi :
Unit Perpustakaan Politeknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya
Jalan George Obos No. 32 Palangka Raya 73111- Kalimantan Tengah
Telepon/Fax : 0536 – 3221768
Email : [email protected], [email protected]
Website : www.poltekkes-palangkaraya.ac.id
Terbit 2 (dua) kali setahun.
PENGANTAR REDAKSI
Salah satu tugas utama dari lembaga pendidikan tinggi sebagaimana tercantum dalamTri Dharma Perguruan Tinggi adalah melaksanakan penelitian. Agar hasil-hasil penelitian dankarya ilmiah lainnya yang telah dilakukan oleh civitas akademika Politeknik KesehatanKemenkes Palangka Raya lebih bermanfaat dan dapat dibaca oleh masyarakat, makadiperlukan suatu media publikasi yang resmi dan berkesinambungan.
Jurnal Forum Kesehatan merupakan Jurnal Ilmiah sebagai Media Informasi yangmenyajikan kajian hasil-hasil penelitian, gagasan dan opini serta komunikasi singkat maupuninformasi lainnya dalam bidang ilmu khususnya keperawatan, kebidanan, gizi, dan umumnyabidang ilmu yang berhubungan dengan kesehatan.
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena hanyaberkat bimbingan dan petunjuk-Nyalah upaya untuk mewujudkan media publikasi ilmiahPoliteknik Kesehatan Kemenkes Palangka Raya yang diberi nama Jurnal Forum KesehatanVolume V Nomor 9, Februari 2015 ini dapat terlaksana. Dengan tekat yang kuat dan kokoh,kami akan terus lebih memacu diri untuk senantiasa meningkatkan kualitas tulisan yang akanmuncul pada penerbitan – penerbitan selanjutnya.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Direktur Politeknik Kesehatan KemenkesPalangka Raya sebagai Penanggung Jawab serta Dewan Pembina yang telah memberikankepercayaan dan petunjuk kepada redaktur hingga terbitnya Jurnal Forum KesehatanVolume V Nomor 9, Februari 2015 ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan jugadisampaikan kepada Dewan Redaksi dan Tim Mitra Bestari yang telah meluangkanwaktunya untuk mengkaji kelayakan beberapa naskah hasil penelitian/karya ilmiahyang telah disampaikan kepada redaksi.
Kepada para penulis yang telah menyampaikan naskah tulisannya disampaikanpenghargaan yang setinggi-tingginya dan selalu diharapkan partisipasinya untuk mengirimkannaskah tulisannya secara berkala dan berkesinambungan demi lancarnya penerbitan JurnalForum Kesehatan ini selanjutnya.
Akhirnya, semoga artikel-artikel yang dimuat dalam Jurnal Forum KesehatanVolume V Nomor 9, Februari 2015 ini dapat menambah wawasan dan memberikanpencerahan bagai lentera yang tak kunjung padam. Kritik dan saran yang bersifatmembangun sangat diharapkan demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya.
Tim Redaksi
DAFTAR ISI
Hal.
Dampak Karakteristik Bayi Terhadap Peningkatan Pencapaian Adaptasi Peran ibu
Suryaningsih, Rodiyatun, Uswatun Hasanah, Fitriah.............................................................. 1
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemberian Asi Eksklusif
Di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi Tahun 2014
Ajeng Galuh Wuryandari.......................................................................................................... 9
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kejadian Demam Berdarah Dengue
Di Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah Selama Tahun 2009 - 2013
Yongwan Nyamin, Natalansyah, Vissia Didin.A. ..................................................................... 18
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Dengue
di Kelurahan Kota Palangka Raya
Yongwan Nyamin, Natalansyah, Reny Sulistyowati ................................................................ 28
Pengaruh Finansial Dan Non Finansial Terhadap Motivasi Bidan Desa Dalam
Pelaksanaan Program Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi
Esyuananik, Kharisma K, Sri Wayanti, M. Choirin ................................................................ 37
Determinan Pemberian Air Susu Ibu (Asi) Di Kota Palangka Raya
Maria Julin Rarome, Yeni Lucin ............................................................................................. 44
Kehamilan Usia Remaja Dan Kelahiran Preterm Di Ruang Kebidanan Instalasi
Kesehatan Reproduksi BLUD RS Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Noordiati .................................................................................................................................. 51
Analisis Kepuasan Mahasiswa Terhadap Layanan Pendidikan Di Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Palangka Raya
Mars Khendra Kusfriyadi, Nang Randu Utama, Lamia Diang Mahalia ................................ 57
Jurnal Forum Kesehatan Volume V Nomor 9, Februari 2015
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 1
Dampak Karakteristik Bayi Terhadap Peningkatan Pencapaian Adaptasi Peran ibu
Impact of Infant Characteristics on maternal role adaptation
Suryaningsih, Rodiyatun, Uswatun Hasanah, Fitriah
Abstrak. Pencapaian peran ibu (maternal role attainment) merupakan proses yang bersifat interaktif dan
berkembang yang terjadi sepanjang waktu, selama ibu melekat dengan bayinya, memperoleh kecakapan
dalam melakukan tugas-tugas yang diperlukan dalam peran itu, dan mengungkapkan rasa senang dan
puas pada peran tersebut. Apabila peran ibu tidak tercapai maka akan mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan bayi, seperti perkembangan mental bayi, tingkah laku bayi, status kesehatan bayi,
kemampuan sosial untuk berinteraksi dengan orang lain. Juga meningkatnya jumlah penganiayaan dan
pengabaian terhadap anak. Tujuan penelitian ini adalah diketahuinya dampak infant characteristic dalam
meningkatkan adaptasi pelaksanaan peran ibu. Jenis penelitian yang digunakan adalah Survey Analitik
menggunakan desain cross sectional. Populasi yang digunakan adalah ibu nifas 3-32 hari postpartum di
Wilayah Kerja Puskesmas Bangkalan Kabupaten Bangkalan yaitu ± 48 ibu nifas diambil secara
insidental. Data diambil menggunakan kuesioner dan dianalisa menggunakan korelasi Pearson dan
regresi linier. Hasil analisa menunjukkan bahwa temperamen, penampilan dan status kesehatan
mempunyai korelasi positif terhadap pencapaian peran ibu (R=0,553, R=0,473 dan R=0,773).
Karakteristik bayi dapat menjelaskan 63,3% pencaaian peran ibu dan status kesehatan bayi mempunyai
risiko terbesar dalam pencapain peran ibu. Dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai adaptasi
pelaksanaan peran ibu secara optimal, diupayakan untuk menjaga agar bayi selalu berada dalam kondisi
sehat dan terpenuhi kebutuhannya
Kata kunci: karakteristik bayi. Pencapaian peran ibu
Abstrak. Maternal role attainment is a process that is interactive and evolving happens all the time, as
long as the mother is attached to the baby, acquire skills in performing the tasks required in the role, and
expresses a sense of happy and satisfied in that role. If the mother's role is not reached it will affect the
baby's growth and development, such as mental development of infants, infant behavior, infant health
status, social skills to interact with others, and the growing number of abuse and neglect of children.The
aim was to analyze risk of infant characteristics on maternal role attainment. This research used a cross
sectional design. The subject which used consecutive sampling technique consisted of 48 postpartum
mother aged 3-32 days. Data were collected by quesioners and analysis by pearson correlation and linier
regression. Pearson analysis showed that temperament, appereance and health status was positively
correlated to maternal role attainment (R=0,553, R=0,473 and R=0,773). Infant characteristic can explain
63,8% maternal role attainment and health status is the bigger risk. In conclusion, to implementation of
optimal maternal role attainment, sought to keep the baby is always in good condition and unmet needs.
Key word : infant characteristics, maternal role attainment
Pendahuluan
Menjadi seorang ibu berarti memperoleh
identitas baru yang membutuhkan pemikiran dan
penguraian yang lengkap tentang diri sendiri.
Selain itu menjadi seorang ibu tidak hanya pribadi
perempuan saja yang menjadi ibu, tetapi terdapat
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam
melaksanakan peran ibu.1
Pencapaian peran ibu
(maternal role attainment) merupakan proses yang
bersifat interaktif dan berkembang yang terjadi
sepanjang waktu, selama ibu melekat dengan
bayinya, memperoleh kecakapan dalam melakukan
tugas-tugas yang diperlukan dalam peran itu, dan
mengungkapkan rasa senang dan puas pada peran
tersebut. Penerimaan peran meliputi interaksi aktif
penerima peran dan pasangan peran, setiap respon
untuk memberi isyarat dari orang lain dan
mengubah tingkah laku sesuai dengan respon orang
lain.2
Untuk mencapai peran seorang ibu, idealnya
seorang ibu mampu melaksanakan proses yang
mengikuti 4 (empat) tahap penguasaan peran, yaitu
tahap anticipatory dimana ibu mampu melakukan
penyesuaian sosial dan psikologi terhadap peran
barunya nanti dengan mempelajari apa saja yang
dibutuhkan untuk menjadi seorang ibu, seperti ibu
belajar tentang ASI, belajar tentang perawatan
anak, latihan memasak, dan sebagainya. Tahap
formal ibu mampu memerankan peran
sesungguhnya sebagai seorang ibu dengan
memperoleh bimbingan peran secara formal dan
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sistem
Suryaningsih, et al. Dampak Karakteristik Bayi terhadap Peningkatan Pencapaian Adaptasi Peran Ibu
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 2
perempuan dari wanita seperti orang tua (ibu)
mengajarkan cara perawatan bayi pada anaknya
(ibu muda). Tahap informal adalah tahap dimana
perempuan telah mampu menemukan jalan yang
unik dalam melaksanakan peran barunya, dan tahap
personal merupakan tahap pencapaian peran ibu.
Dengan mampu melaksanakan tahapan tersebut,
seorang ibu akan mencapai perannya sebagai
seorang ibu dengan baik.3
Apabila peran ibu tidak tercapai maka akan
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
bayi, seperti perkembangan mental bayi, tingkah
laku bayi, status kesehatan bayi, kemampuan sosial
untuk berinteraksi dengan orang lain4 Juga
meningkatnya jumlah penganiayaan dan
pengabaian terhadap anak2. Seorang wanita dalam
pencapaian perannya sebagai seorang ibu
membutuhkan reaksi dan interaksi yang dilakukan
dengan orang-orang di lingkungannya, misalnya:
pasangannya, bayi, keluarga dan orang lain2. Oleh
karena itu, peran atau partisipasi suami, bayi,
keluarga dan orang lain sangat penting untuk
meyakinkan dan memberikan penghargaan
terhadap peran baru ini1. Asumsi Mercer berkaitan
dengan pengembangan model maternal role
attainment ini diantaranya adalah bayi baru lahir
diyakini sebagai partner yang aktif dalam proses
pencapaian peran ibu, mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh peran ibu serta peran pasangan
dan bayinya akan mereflesikan kompetensi ibu
dalam menjalankan perannya sehingga dapat
tumbuh dan berkembang. Salah satu pengaruh bayi
terhadap pencapaian peran ibu adalah karaktersitik
bayi (infant characteristics) meliputi temperamen
bayi, penampilan bayi, dan status kesehatan bayi.5
Peran bidan juga sangat diperlukan dengan
membantu ibu melalui kerja yang dibutuhkan untuk
menyesuaikan diri dengan peran maternal,
mengidentifikasi, dan mengintervensi apakah ada
faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian
peran maternal atau menyebabkan stress antenatal2
Penelitian ini bertujuan menganalisis dampak
Infant Characterictics terhadap pencapaian peran
ibu di Wilayah Kerja Puskesmas Bangkalan
Kabupaten Bangkalan.
Bahan dan Cara Kerja
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik
dengan menggunakan desain cross sectional.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu
nifas usia 3 – 32 hari yang melahirkan pada bulan
September – Oktober 2014 sejumlah 60 orang.
Sampel diambil secara Nonprobability Sampling
dengan teknik consecutive sampling dimana
pemilihan sample dengan menetapkan subjek yang
memenuhi kriteria penelitian dimasukkan dalam
penelitian sampai kurun waktu tertentu, sehingga
jumlah responden dapat terpenuhi sebanyak 48
orang. Dari keseluruhan responden, semua data
terisi lengkap sehingga semua subjek dapat
dilakukan analisis data. Penelitian ini
menggunakan variabel independen karakteristik
bayi yang meliputi temperamen, penampilan dan
kesehatan bayi dan variabel dependen adaptasi ibu
nifas dalam pelaksanaan peran ibu.
Pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan metode kuesioner yang diisi
langsung oleh responden. Data yang diperoleh
dianalisis menggunakan analisis univariate yang
dilakukan terhadap satu variabel dengan
persentase. Kemudian dilanjutkan dengan analisis
bivariate menggunakan Korelasi Pearson karena
data tersedia dalam bentuk interval selanjutnya
setelah diuji normalitas menggunakan Kolmogrov
Smirnov test, data yang ada terdistribusi normal.
Selanjutnya dilakukan analisis multivariate
menggunakan regresi linier berganda.
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja
Puskesmas Bangkalan pada Bulan September -
Oktober 2014 dan telah mendapatkan ethical
clearance dari komisi etik Poltekkes Kemenkes
Surabaya.
Hasil Dan Pembahasan Karakteristik
Temperamen Bayi
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa
dari 9 indikator temperamen bayi, 4 indikator
mempunyai nilai rata-rata mudah yaitu antara 2,6
sampai dengan 3,25. Dari tabel 1 juga dapat
diketahui temperamen bayi nilai tertinggi ada pada
indikator ritmisitas dengan nilai rata-rata tertinggi
yaitu 3,56. Sedangkan nilai paling rendah ada pada
indikator intensitas reaksi dengan nilai rata-rata
yaitu 2,35.
Seorang bayi mulai menunjukkan
temperamennya sejak dia lahir. Bayi yang
memiliki temperamen mudah adalah bayi yang
mampu menggenggam tangan ibu untuk periode
yang lama, bayi menyusu setiap 2 jam dari hari ke
hari, bayi tidak merasa malu (tidak memalingkan
muka/melekat pada ibu) pada saat bertemu dengan
individu baru, bayi menerima adanya perubahan
apapun baik pada tempat, posisi, pemberian makan
atau individu yang memberikannya, bayi merengek
terhadap perilaku pemijatan bayi, bayi
menunjukkan ketidaknyamanan (merengek) bila
popok kotor oleh feses/basah, bayi tidak rewel
pada saat bangun tidur dan akan tidur, bayi mampu
memandang wajah orang tua secara terus menerus
meskipun ada seseorang yang mengalihkan
perhatiannya, serta tangisan lapar bayi dapat
dihentikan selama lebih dari satu menit dengan
menggendong, memasang dot, dll.
Kategori bayi bertemperamen mudah (the
easy baby) adalah bayi yang memiliki tingkat
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 3
aktivitas sedang, ritmisitas tinggi, mendekatkan
diri, kemampuan adaptasi yang tinggi, intensitas
rendah, alam perasaan positif, ambang tinggi,
perhatian yang lama sangat menetap, dan
distraksibilitas tinggi. Bayi yang memiliki
temperamen ini sekitar 40%. Sedangkan bayi
dengan tipe temperamen sulit (the difficult
baby) memiliki tingkat aktivitas tinggi,
ritmisitas rendah, menarik diri, kemampuan
adaptasi yang rendah, intensitas tinggi, alam
perasaan negatif, ambang rendah, perhatian
yang singkat kurang menetap, dan
distraksibilitas rendah. Bayi yang memiliki
temperamen ini sekitar 10%6.
Tabel 1. Distribusi frekuensi Ibu Nifas 3-32 hari postpartum berdasarkan Temperamen bayi
di wilayah Kerja Puskesmas Bangkalan Tahun 2014 (n=48)
Sub Variabel
Temperamen Bayi
Sulit Lambat Mudah Sangat
Mudah
Total Mean
n % n % n % n % n %
Tingkat Aktivitas
Ritmisitas
Mendekat atau menarik diri
Kemampuan adaptasi
Intensitas Reaksi
Ambang Responsivitas
Alam Perasaan (Mood)
Perhatian
Distraksibilitas
4
0
4
5
11
11
4
6
7
8.3
0
8.3
10.4
22.9
22.9
8.3
12.5
14.6
13
6
16
21
14
8
7
13
8
27.1
12.5
33.3
43.8
29.2
16.7
14.6
27.1
16.7
24
9
20
14
18
21
27
28
22
50
68.8
41.7
29.2
37.5
43.8
56.3
58.3
45.8
7
33
8
8
5
8
10
1
11
14.6
68.8
16.7
16.7
10.4
16.7
20.8
2.1
22.9
48
48
48
48
48
48
48
48
48
100
100
100
100
100
100
100
100
100
2.71
3.56
2.67
2.52
2.35
2.54
2.90
2.50
2.77
Karakteristik Penampilan Bayi
Berdasarkan tabel 2 menunjukkan bahwa
dari 3 indikator penampilan bayi, sebagian besar
mempunyai kategori sangat menarik baik pada
kategori bentuk wajah, keadaan postur tubuh
maupun kebersihan diri bayi. Dari tabel tersebut
juga dapat diketahui bahwa nilai tertinggi
karakteristik penampilan bayi pada indikator
kebersihan bayi dengan nilai rata-rata tertinggi
yaitu 3,77. Sedangkan nilai paling rendah ada pada
indikator bentuk wajah bayi dengan nilai rata-rata
yaitu 3.00.
Penampilan fisik bayi seperti bentuk wajah
yang sesuai dengan keinginan orang tua, postur
tubuh normal tanpa terdapat kecacatan dengan
mampu menengadahkan kepala, tangan dan kaki
secara sempurna, mampu menoleh ke kanan dan
ke kiri, mampu menekuk tangan dan kaki dengan
sempurna serta kebersihan diri bayi terjaga dengan
baik dengan bayi dimandikan setiap hari dan
mengganti pakaian bayi 2x sehari merupakan
penampilan menarik dari seorang bayi.
Penampilan adalah kesan subjektif dan
kumulatif penampilan fisik bayi, status nutrisi,
perilaku, kepribadian, interaksi dengan orang tua
dan perawat (juga saudara kandung jika ada),
postur tubuh, perkembangan dan kemampuan
bicara. Bentuk wajah normal adalah bentuk wajah
yang simetris tanpa ada kecacatan dan sesuai
dengan apa yang diharapkan. Normal postur tubuh
bayi adalah fleksi kepala dan ekstremitas, dengan
istirahat terlentang atau telungkup. Tanda potensi
kegawatan atau abnormalitas adalah postur
timpang yaitu ekstensi ekstremitas. Kebersihan
diri bayi akan memberikan petunjuk yang sangat
baik tentang kemungkinan adanya pengabaian,
sumber finansial yang tidak adekuat, kesulitan
dalam perumahan (tidak ada air yang mengalir)
atau kurangnya pengetahuan tentang kebutuhan
bayi7
Tabel 2 Distribusi frekuensi Ibu Nifas 3-32 hari postpartum berdasarkan Penampilan bayi
di wilayah Kerja Puskesmas Bangkalan Tahun 2014 (n=48)
Variabel
Penampilan Bayi
Kurang Menarik Menarik Sangat Menarik Total Mean
n % n % n % n %
Bentuk Wajah
Keadaan Postur tubuh
Kebersihan bayi
15
13
0
31.3
27.1
0
10
8
16
20.8
16.7
33.3
23
27
32
47.9
56.3
66.7
48
48
48
100
100
100
3.00
3.12
3.77
Suryaningsih, et al. Dampak Karakteristik Bayi terhadap Peningkatan Pencapaian Adaptasi Peran Ibu
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 4
Karakteristik Kesehatan Bayi
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan bahwa
dari 4 indikator kesehatan bayi, Sebagian besar
responden berada dalam kategori sehat pada setiap
indikator kesehatan bayi baik pada indikator
menyusu dengan baik, tidur, imunisasi maupun
pada indikator reflek. Dari tabel 3 juga dapat
diketahui kesehatan bayi nilai tertinggi pada
indikator imunisasi dengan nilai rata-rata tertinggi
yaitu 1.90. Sedangkan nilai paling rendah ada pada
indikator tidur dengan nilai rata-rata yaitu 1,70.
Bayi yang memiliki kesehatan yang baik
adalah bayi yang merasa relaks dan puas setelah
menyusu dan melepaskan puting susunya sendiri,
bayi menyusu setidaknya 10-12 kali dalam sehari,
berat badan bayi bertambah dari berat badan lahir,
bayi BAK setidaknya 6 kali dalam sehari warna
jernih/kuning muda dan BAB 2x/ lebih dalam
sehari dengan warna kekuningan ”berbiji”, bayi
hanya tidur terus menerus dan bangun diantara
waktu menyusu, mendapatkan imunisasi Hb dan
memiliki refleks yang baik seperti mampu
memegang sesuatu dan bertambah kuat ketika
memegangnya ketika sesuatu itu diambil, mampu
mencari puting susu ibu sendiri, mampu
menghisap ASI dengan baik tanpa mengalami
kesulitan.
Kesehatan bayi diidentifikasi sebagai
pengembangan pathologi kombinasi dengan
pandangan orang tua akan kesehatan bayi secara
umum1. Tanda-tanda bayi cukup ASI adalah bayi
BAK setidaknya 6x dalam 24 jam warnanya jernih
sampai kuning muda, bayi BAB berwarna
kekuningan “berbiji” 2x atau lebih dalam sehari,
bayi relaks dan puas setelah minum dan bayi
melepaskan puting susu sendiri, bayi menyusu
setidaknya 10-12 kali dalam 24 jam, serta berat
badan bayi bertambah. Dalam 10 hari pertama
setelah kelahiran bayi normal terjadi penurunan
berat badan bayi maksimal 10%. Akan tetapi
selanjutnya berat badan bayi akan terus meningkat
apabila kebutuhannya terpenuhi8. Aktivitas untuk
bayi baru lahir usia 1 bulan yaitu hanya melakukan
aktivitas tidur hampir sepanjang waktu dan hanya
bangun diantara waktu menyusu/eliminasi.
Imunisasi yang diberikan pada bayi usia 0-7 hari
adalah imunisasi Hb, BCG, dan polio 1. Refleks
merupakan bawaan bayi ketika lahir untuk
bertahan hidup di luar. Refleks-refleks pada bayi
yaitu refleks startle, refleks tonic neck, refleks
stepping, refleks placing, refleks grapsing, refleks
babinski, refleks rooting, refleks sucking, refleks
swimming, dan refleks papillary9
Tabel 3 Distribusi frekuensi Ibu Nifas 3-32 hari postpartum berdasarkan kesehatan bayi
di wilayah Kerja Puskesmas Bangkalan Tahun 2014 (n=48)
Variabel
Kesehatan Bayi
Kurang Sehat Sehat Total Mean
n % n % n %
Menyusu dengan baik
Tidur
Imunisasi
Reflek
15
19
13
15
31.3
39.6
27.1
31.3
33
29
35
33
68.8
60.4
72.9
68.8
48
48
48
48
100
100
100
100
1.73
1.70
1.90
1.76
Adaptasi Pelaksanaan Peran Ibu
Berdasarkan tabel 4 menunjukkan bahwa
dari 3 indikator adaptasi pelaksanaan peran ibu,
secara keseluruhan indikator mempunyai nilai rata-
rata baik yaitu antara 2,6 sampai dengan 3,25. Dari
tabel 4 juga dapat diketahui adaptasi pelaksanaan
peran ibu nilai tertinggi pada indikator kepuasan
dengan nilai rata-rata tertinggi yaitu 3,19.
Sedangkan nilai paling rendah ada pada indikator
kompetensi/ kepercayaan diri dalam melaksanakan
peran dengan nilai rata-rata yaitu 2,95.
Pada indikator kompetensi/ Kepercayaan
diri dalam peran sebagian besar ibu berada dalam
kategori cukup sebesar 47.9%, pada indikator
kepuasan sebagian besar berada pada kategori baik
sebesar 45.8% sedangkan pada indikator
keterikatan pada anak sebagian besar pada kategori
baik sebesar 43.8%.
Menjadi seorang ibu memperoleh identitas
baru yang membutuhkan pemikiran dan penguraian
yang lengkap tentang diri sendiri. Adaptasi
diperoleh karena belajar dari pengalaman serta cara
penyesuaian yang berorientasi pada tugas. Adaptasi
pelaksanaan peran ibu dikatakan baik jika mampu
melaksanakan empat tahap penguasaan peran
seperti pada tahap anticipatory, ibu merasa senang
ketika dinyatakan hamil, tahap formal seperti ibu
muda diajari ibunya tentang melakukan perawatan
bayi baru lahir, tahap informal ibu sering menatap
mata bayinya dan menyentuh kulitnya dengan
lembut setiap berinteraksi dengan bayinya. Dan
tahap personal dimana ibu merasa telah mampu
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 5
untuk menjadi seorang ibu dengan mahir
melakukan semua tugas-tugas seorang ibu.
Pencapaian peran ibu adalah proses
interaksional dan perkembangan yang terjadi dari
waktu ke waktu di mana ibu menjadi melekat pada
bayinya, memperoleh kompetensi dalam
melakukan tugas-tugas perawatan bayi, serta
terlibat dalam peran. Dan mengekspresikan
kesenangan dan kepuasan dalam peran.10
Pencapaian peran ibu merupakan empat
tahap akuisisi peran yaitu tahap anticipatory
dimana perempuan mulai melakukan penyesuaian
social dan psikologis dengan mempelajari segala
sesuatu yang dibutuhkan untuk menjadi seorang
ibu. Tahap formal merupakan tahap peran ibu yang
sesungguhnya. Tahap informal dimana perempuan
sudah mampu menemukan jalan yang unik dalam
melaksanakan peran barunya nanti dan tahap
personal adalah tahap di mana perempuan sudah
mahir melakukan perannya sebagai seorang ibu
dan orang lain umumnya menerina pernyataan itu1.
Mode fungsi peran mengenal pola-pola interaksi
sosial seseorang dalam hubungannya dengan orang
lain yang dicerminkan dalam peran primer,
sekunder dan tersier. fokusnya dimana seseorang
dapat memerankan dirinya. Dan mode
interdependensi keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dimana
ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan
untuk afiliasi dengan orang lain dan kemandirian
ditunjukkan oleh kemampuan berinisiatif untuk
melakukan tindakan bagi dirinya11
.
Tabel 4 Distribusi frekuensi Ibu Nifas 3-32 hari postpartum berdasarkan Adaptasi Pelaksanaan
Peran Ibu di wilayah Kerja Puskesmas Bangkalan Tahun 2014 (n=48)
Variabel
Adaptasi Pelaksanaan Peran
Kurang Cukup Baik Total Mean
n % n % n % n %
Kompetensi/ Kepercayaan
diri dalam peran
Kepuasan
Keterikatan pada anak
8
7
11
16.7
14.6
22.9
23
19
16
47.9
39.6
33.3
17
22
21
35.4
45.8
43.8
48
48
48
100
100
100
2.95
3.19
3.05
Korelasi Temperamen Bayi dengan Adaptasi
Pelaksanaan Peran Ibu
Berdasarkan tabel 5 tampak bahwa
temperamen bayi berkorelasi positif dengan peran
ibu dan memiliki kekuatan korelasi sedang dengan
nilai R=0,553. Hasil uji statistik menunjukkan
hubungan yang signifikan antara temperamen bayi
dengan pencapaian peran ibu (p<0.001). Penelitian
sebelumnya menunjukkan bahwa bayi yang peka
terhadap rangsang dan tidak dapat beradaptasi
dapat menyebabkan ibu ragu terhadap kompetensi
mereka sebagai seorang ibu. Dan penelitian
tentang hubungan antara temperamen dan
kemampuan melakukan tugas dengan baik
(motivasi penguasaan) menemukan bahwa bayi
dengan penguasaan yang tinggi cenderung lebih
kooperatif dan lebih mudah sehingga kemampuan
adaptasi ibu dalam melakukan tugas atau peran
seorang ibu dapat berjalan dengan baik pula7.
Salah satu konsep pencapaian peran ibu
adalah temperamen bayi dimana temperamen
mudah versus temperamen sulit, ini berhubungan
apakah bayi mengirimkan isyarat yang sulit dibaca
sehingga menyebabkan ketidakmampuan dan
frustasi pada ibu10
. Sejak lahir bayi menunjukkan
perbedaan individu yang nyata pada cara mereka
berespons terhadap lingkungan dan cara orang lain
terutama orang tua, berespons terhadap mereka
dan kebutuhannya. Bayi yang memiliki
temperamen yang mudah dengan kriteria memiliki
tingkat aktivitas sedang, ritmisitas tinggi,
mendekatkan diri, kemampuan adaptasi yang
tinggi, intensitas rendah, alam perasaan positif,
ambang tinggi, perhatian lama sangat menetap dan
distraksibilitas tinggi akan menimbulkan
kemampuan beradaptasi ibu yang baik dalam
melaksanakan perannya sebagai seorang ibu,
sedangkan bayi yang bertemperamen sulit akan
membuat seorang ibu kurang dapat beradaptasi
terhadap pelaksanaan peran ibunya karena rasa
ketidakmampuan dan frustasi pada ibu. Hal ini
disebabkan karena persepsi ibu tentang
pengalaman melahirkan yang mudah dan paritas
ibu.
Korelasi Penampilan Bayi dengan Adaptasi
Pelaksanaan Peran Ibu
Berdasarkan tabel 5 tampak bahwa
penampilan bayi berkorelasi positif dengan peran
ibu dan memiliki kekuatan korelasi sedang dengan
nilai R=0,473. Hasil uji statistik menunjukkan
hubungan yang signifikan antara temperamen bayi
dengan pencapaian peran ibu (p<0.005).
Penampilan adalah kesan subjektif maupun kesan
Suryaningsih, et al. Dampak Karakteristik Bayi terhadap Peningkatan Pencapaian Adaptasi Peran Ibu
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 6
kumulatif yang meliputi penampilan fisik, status
nutrisi, perilaku, kepribadian, interaksi dengan
orang tua dan perawat (juga saudara kandung jika
ada), postur tubuh, perkembangan dan kemampuan
bicara. Penampilan fisik seperti bentuk wajah yang
normal dan sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh keluarga akan membuat keluarga merasa
senang dalam melakukan perawatan bayi baru
lahir. Postur tubuh yang abnormal seperti postur
timpang akan menyebabkan kekecewaan terhadap
diri keluarga. Kebersihan diri bayi akan
memberikan petunjuk yang sangat baik tentang
kemungkinan adanya pengabaian, sumber
financial yang tidak adekuat, kesulitan dalam
perumahan atau kurangnya pengetahuan tentang
perawatan bayi baru lahir7
Pada umumnya setiap orang tua memiliki
khayalan dan impian tentang figure anak idealnya.
Penampilan bayi yang menarik membuat adaptasi
pelaksanaan peran ibu baik. Ini disebabkan karena
bentuk wajah bayi sesuai dengan yang diharapkan,
postur tubuh bayi baik tanpa mengalami kecacatan
atau kelainan dan kebersihan diri bayi terjaga
dengan baik. Sehingga ibu merasa senang dalam
melakukan perawatan bayi baru lahir. Sedangkan
penampilan bayi yang kurang menarik
menyebabkan adaptasi pelaksanaan peran ibu yang
kurang karena ibu merasa bentuk wajah bayi tidak
sesuai dengan yang diharapkan, dan bayi belum
mampu melakukan gerakan fleksi dengan
sempurna sehingga ibu masih membutuhkan
waktu untuk bisa menerima keadaan tersebut. Bayi
yang memiliki penampilan yang kurang dengan
adaptasi pelaksanaan peran ibu yang baik, hal ini
disebabkan karena sikap mengasuh anak yang
merupakan kecenderungan bertindak dari individu
berupa respons tertutup terhadap stimulus ataupun
objek tertentu.
Korelasi Kesehatan Bayi dengan adaptasi
Pelaksanaan Peran Ibu
Berdasarkan tabel 5 tampak bahwa
kesehatan bayi berkorelasi positif dengan peran
ibu dan memiliki kekuatan korelasi kuat dengan
nilai R=0,773. Hasil uji statistik menunjukkan
hubungan yang signifikan antara temperamen bayi
dengan pencapaian peran ibu (p<0.001). Status
kesehatan bayi merupakan penyakit yang
disebabkan oleh pemisahan ibu-bayi yang
mengganggu proses kasih sayang. Bayi dianggap
sebagai partner aktif dalam proses pengambilan
peran ibu, akan mempengaruhi dan dipengaruhi
oleh peran dan perkembangan respon bayi yang
berinteraksi dengan ibu dalam mengembangkan
identitas ibu adalah seperti kontak mata, refleks
menggenggam, refleks tersenyum, sikap tenang
dalam perawatan, perilaku interaksi yang
konsisiten dengan ibu. Kalau bayi menderita
kelainan atau keabnormalan sikap orang tua akan
diwarnai oleh kekecewaan dan kegelisahan
mengenai normal tidaknya bayi di masa yang akan
datang serta kemampuan untuk merawat bayinya12
Kondisi yang mempengaruhi adaptasi
pelaksanaan peran ibu salah satunya adalah
kesehatan bayi. Kesehatan bayi yang sehat dengan
kriteria bayi mampu meyusu dengan baik (bayi
relaks setelah menyusu, menyusu 10-12 kali dalam
sehari, BB bertambah, BAB 2 kali/lebih dalam
sehari berwarna kekuningan “berbiji”, BAK
setidaknya 6 kali dalam 24 jam berwarna
jernih/kuning muda), bayi tidur terus menerus dan
bangun jika ingin menyusu, mendapatkan
imunisasi (Hb), dan refleks bayi baik meliputi
refleks tonic neck, grapsing, babinski, rooting,
sucking, dan papillary menyebabkan ibu tidak
khawatir dan cemas terhadap kondisi kesehatan
bayinya sehingga ibu mampu beradaptasi dalam
melaksanakan peran ibunya dengan baik.
Sedangkan kesehatan bayi yang kurang sehat
menyebabkan adaptasi pelaksanaan peran ibu yang
kurang karena bayi tidak dapat menyusu dengan
baik sehingga berat badannya turun, dan
kemampuan refleks bayi kurang baik seperti bayi
tidak mampu memegang sesuatu dan tidak
bertambah kuat memegangnya jika sesuatu itu
diambil sehingga ibu merasa khawatir dan gelisah
serta menyebabkan ibu tidak merasa percaya diri
dalam melakukan perawatan bayi baru lahir
akibatnya adaptasi pelaksanaan peran ibunya
kurang
Korelasi Temperamen, Penampilan, dan
kesehatan Bayi (Karakteristik Bayi) secara
bersama - sama dengan Adaptasi Pelaksanaan
Peran Ibu
Berdasarkan tabel 5 tampak bahwa
temperamen, penampilan dan kesehatan bayi
(karakteristik bayi) berkorelasi secara bersama -
sama dengan adaptasi pelaksanaan peran ibu
dengan nilai R Square =0,638 dan p< 0,001.
Karakteristik bayi menjelaskan adaptasi
pelaksanaan peran ibu sebesar 63,8% sedangkan
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak
diteliti.
Variabel terikat pada penelitian ini adalah
pencapaian peran ibu yang merupakan variabel
numerik, sehingga untuk mengetahui dampak
karakteristik bayi (temperamen, penampilan dan
kesehatan) menggunakan analisis regresi linier
berganda.
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 7
Tabel 5 Korelasi Temperamen, Penampilan dan Kesehatan Bayi
dengan Adaptasi Pelaksanaan Peran Ibu
Variabel Peran Ibu
R Nilai p n
Karakteristik Bayi
Temperamen 0,553 0,000* 48
Penampilan 0,473 0,001* 48
Kesehatan 0,773 0,000* 48
R Square (0.638) p=0.000** *Diuji menggunakan Korelasi Product Moment (Pearson) **Diuji menggunakan Regresi Linier
Tabel 6 Dampak temperamen, penampilan dan kesehatan bayi (karakteristik bayi) terhadap
peningkatan pencapaian peran ibu.
Variabel B SE RR (IK 95%)
Karakteristik
Temperamen 0,223 0,102 2,18 (-0,16 - 0,23)
Penampilan 0,038 0,097 0,40 (1,13 - 2,58)
Kesehatan 1,853 0,361 5,13 (0,02 - 0,43)
Konstanta -0,910
P<0,001
Tabel 6 menunjukkan bahwa variabel yang
berhubungan bermakna dengan peningkatan
adaptasi peran ibu adalah variabel temperamen,
penampilan dan kesehatan. Berdasarkan
standardized coificiency terlihat bahwa aspek
kesehatan bayi lebih besar pengaruhnya
dibandingkan temperamen maupun penampilan.
Bayi yang mempunyai kesehatan yang baik akan
meningkatkan adaptasi pencapaian peran ibu.
Pencapaian peran ibu membutuhkan
dukungan dari macrosystem, mesosystem maupun
microsystem. Salah satu faktor yang berpengaruh
adalah karakteristik bayi yang terdiri dari
temperamen, penampilan dan kesehatan bayi.
Faktor karakteristik bayi ternyata dapat
menjelaskan 63,8% dari adaptasi pencapaian peran
ibu, sedangkan sisanya dapat dipengaruhi oleh
faktor yang lain. Dari ketiga karakteristik yang
terdapat pada bayi, faktor kesehatan merupakan
faktor terbesar yang mempengaruhi pencapaian
adaptasi peran ibu.
Pencapaian peran ibu adalah proses
interaksional dan perkembangan yang terjadi dari
waktu ke waktu di mana ibu menjadi melekat pada
bayinya, memperoleh kompetensi dalam
melakukan tugas-tugas perawatan bayi, serta
terlibat dalam peran. Dan mengekspresikan
kesenangan dan kepuasan dalam peran.10
Pencapaian peran ibu (maternal role
attainment) merupakan proses yang bersifat
interaktif dan berkembang yang terjadi sepanjang
waktu, selama ibu melekat dengan bayinya,
memperoleh kecakapan dalam melakukan tugas-
tugas yang diperlukan dalam peran itu, dan
mengungkapkan rasa senang dan puas pada peran
tersebut. Penerimaan peran meliputi interaksi aktif
penerima peran dan pasangan peran, setiap respon
untuk memberi isyarat dari orang lain dan
mengubah tingkah laku sesuai dengan respon
orang lain2.
Untuk mencapai peran seorang ibu,
idealnya seorang ibu mampu melaksanakan proses
yang mengikuti 4 (empat) tahap penguasaan peran,
yaitu tahap anticipatory dimana ibu mampu
melakukan penyesuaian sosial dan psikologi
terhadap peran barunya nanti dengan mempelajari
apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi seorang
ibu, seperti ibu belajar tentang ASI, belajar tentang
perawatan anak, latihan memasak, dan sebagainya.
Tahap formal ibu mampu memerankan peran
sesungguhnya sebagai seorang ibu dengan
memperoleh bimbingan peran secara formal dan
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh sistem
perempuan dari wanita seperti orang tua (ibu)
mengajarkan cara perawatan bayi pada anaknya
(ibu muda). Tahap informal adalah tahap dimana
perempuan telah mampu menemukan jalan yang
unik dalam melaksanakan peran barunya, dan
tahap personal merupakan tahap pencapaian peran
ibu. Dengan mampu melaksanakan tahapan
tersebut, seorang ibu akan mencapai perannya
sebagai seorang ibu dengan baik3
Suryaningsih, et al. Dampak Karakteristik Bayi terhadap Peningkatan Pencapaian Adaptasi Peran Ibu
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 8
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik bayi
mempunyai korelasi positif terhadap pencapaian
peran ibu baik dalam aspek temperamen,
penampilan maupun kesehatan. Kesehatan bayi
memberikan dampak terbesar terhadap pencapaian
peran ibu.
Saran
Peran bidan sangat diperlukan dengan
membantu ibu melakukan interaksi dengan
bayinya yang dapat dimulai dari masa kehamilan
dengan melibatkan ibu untuk bisa memegang
tubuh janinya dari luar pada saat palpasi,
mendengarkan detak jantung janin dan pada saat
setelah persalinan dapat melakukan Bounding
Attachment. Untuk mencapai adaptasi pelaksanaan
peran ibu secara optimal, diupayakan untuk
menjaga agar bayi selalu berada dalam kondisi
sehat dan terpenuhi kebutuhannya
Daftar Pustaka
1. Sari, Rury.N. 2012. Konsep Kebidanan.
Yogyakarta: Graha ilmu.
2. Bryar, Rosamund.M. 2008. Teori Praktik
Kebidanan. Jakarta: EGC.
3. Asrinah, dkk. 2010. Konsep Kebidanan.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
4. Tomey, Ann.M. 2006. Nursing Theorist and
Their Work Seventh Edition. United States of
America: Elsevier
5. Andaners. 2011. Teori Ramona T. Mercer.
Bersumber dari
http://andaners.wordpress.com/2011/04/15/te
ori-ramona-t-mercer/ (diakses tanggal 15
Juni 2014).
6. Wong, L.D. 2003. Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta: EGC
7. Wong, L.D.2008. Pedoman Klinis
Keperawatan Pediatrik Edisi 6. Jakarta:
EGC.
8. Marmi. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Masa
Nifas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
9. Chomaria, Nurul. 2011. Panduan Terlengkap
Pasca Melahirkan. Solo: Ziyad Visi Media.
10. Tomey, Ann.M. 2006. Nursing Theorist and
Their Work Seventh Edition. United PStates
of America: Elsevier
11. Permana, Tatat, at al. 2013. Konseptual
Keperawatan Calista Roy. Bersumber dari
http://www.scribd.com/doc/32526748/Konse
ptual-Keperawatan-Calista-Roy (diakses
tanggal 10 Juli 2014).
12. Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan Pada
Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika.
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Pemberian Asi Eksklusif
Di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi Tahun 2014
Risk Factors of Breastfeeding Behaviour in Sungai Putri, Jambi, 2014
Ajeng Galuh Wuryandari
Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Jambi
Abstrak. Kota Jambi Tahun 2012 berjumlah 3.700 bayi hanya 1.497 yang mendapatkan ASI eksklusif dan
data tahun 2014 dari bayi 4000 hanya 1.800 yang mendapatkan ASI eksklusif. Data Kelurahan Sungai Putri
Tahun 2014 dari 76 bayi hanya 40 yang diberikan ASI eksklusif. Tidak diberikannya ASI eksklusif
disebabkan masih kurangnya pengetahuan ibu, adanya kebiasaan adat istiadat dan peran petugas yang belum
maksimal. Penelitian ini merupakan penelitian Deskriptif dengan rancangan cross sectional untuk mengetahui
faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi
Tahun 2014 Tahun 2014. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, populasi adalah keseluruhan ibu yang
memiliki bayi usia 0-12 bulan di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi Tahun 2014, sedangkan tehnik Sampel
adalah Proposive sampling sebanyak 76 orang. Pengumpulan dilakukan dengan cara pengisian kuesioner.
Analisis data menggunakan analisis univariat dan bivariat. Hasil penelitian menunjukan sebagian kecil
berpengetahuan baik, sebagian besar responden bersikap positif, berpersepsi baik, bermotivasi baik, menilai
keluarga memberikan peran dalam pemberian ASI eksklusif, dan menilai petugas kesehatan memberikan
peran dalam pemberian ASI eksklusif di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi Tahun 2014. Berdasarkan hasil
penelitian ini disarankan bagi tenaga kesehatan agar dapat melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan
dengan lebih meningkatkan penyuluhan tentang ASI eksklusif.
Kata kunci : menyusui, faktor yang mempengaruhi menyusui
Abstract. This research is descriptive research with cross sectional planning to know all of factors relation
with exclusive breastfed Kelurahan Sungai Putri, Jambi in 2014. The data is collected by questioners;
population is all of woman who had babies born in Jambi Sungai Putri In 2014 as many as 76 people, while
the sample is total sampling. Collecting is done by filling out the questionnaire. Analysis of data using
univariate and bivariate analyzes. Result of this research depicts only few of them has good knowledge, most
of correspondence being positive, good perception, good motivation, valuate role of family and role of officer
in giving breastfed in kelurahan sungai putri in 2014. Based on this research, it is suggested to health worker
to implement all of policy to increase counseling on exclusive breastfeeding.
Keyword : breastfeeding, determinant of breastfeeding
Pendahuluan
Pemberian ASI sejak dini (eksklusif)
merupakan asuhan essensial neonatal, pemberian
ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kelahiran
bayi, pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan
bayi dalam sehari semalam sebanyak 8 kali atau
selama bayi menginginkan. Lebih sering bayi
menyusu akan lebih cepat merangsang prodiksi ASI
dan larangan pemberian makanan dan minuman
selama ASI kepada bayi sebelum usia 6 bulan,
kecuali jika ada indikasi medis.(1)
ASI merupakan
makanan terbaik untuk bayi dan anak. Tetapi
menjadi masalah bila anak tidak dapat
mengkonsumsi ASI dengan cukup karena berbagai
kondisi dan keadaan. Penggunaan pengganti air
susu ibu (PASI) menjadi alternatif yang tidak dapat
dihindari sehingga pemilihan susu terbaik bagi
anak harus dilakukan secara cermat dan teliti. Susu
merupakan makanan bayi dan anak yang
dikonsumsi setiap hari dalam jumlah banyak dan
jangka panjang. Bila susu tersebut tidak cocok bisa
menimbulkan gangguan tumbuh kembang yang
terjadi terus menerus dalam jangka panjang (2)
.
Data Propinsi Jambi tahun 2011 dari 70.655
jumlah bayi hanya 18.649 (26,39%) bayi yang
mendapatkan ASI eksklusif. Data Kota Jambi tahun
2012 berjumlah 3.700 bayi hanya 1.497 yang
mendapatkan ASI eksklusif dan data tahun 2014 dari
9
Ajeng Galuh W. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Keluarahan Sungai Putri, Jambi
bayi 4000 hanya 1.800 yang mendapatkan ASI
eksklusif, Data Kelurahan Sungai Putri Tahun 2014
dari 76 bayi hanya 40 yang diberikan ASI eksklusif
yang berarti capaian ASI eksklusif hanya sekitar 52,
6%.
Bayi yang tidak mendapakan ASI eksklusif akan
berdampak pada kekebalan tubuh, yaitu alergi, diare
karena usus bayi yang belum mampu mencernakan
makanan yang belum sesuai dengan kebutuhannya,
dan kecerdasan bayi yang kurag dibandingkan
dengan bayi yang mendapatkan ASI eksklusif
sampai usia 6 bulan (3)
Berdasarkan hasil pengamatan di Kelurahan
Sungai Putri Kota Jambi Tahun 2014 tidak diberikan
ASI eksklusif kepada bayi karena masih banyak
orang tua yang beranggapan bayi baru lahir sebelum
ASI keluar banyak harus diberi makan /minum
selain ASI karena bayi laper, rewel, menangis terus,
akhirnya orangtua akan menyikapi dengan memberi
makanan atau minuman selain ASI pada bayi baru
lahir terutama dalam tiga hari pertama, misalnya
madu, susu formula,air teh, air putih, pisang dan
lain-lain. Sebagian juga beranggapan bahwa sebelum
6 bulan selain ASI bayi harus diberi
makanan/minuman pendamping ASI seperti bubur
susu, pisang makanan yang dibuat dari tepung
dengan alasan ASI tidak mencukupi kebutuhan bayi
sampai 6 bulan. ASI yang banyak dan memuaskan
bayi hanya 3-4 bulan. Dari latar belakang diatas
diperoleh permasalah penelitian yaitu masih
rendahnya pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0
– 6 bulan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat
pengetahuan, sikap, persepsi, motivasi, keluarga dan
petugas kesehatan ibu tentang pemberian ASI
eksklusif.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan
metode Analitik dengan rancangan studi cross
sectional yaitu suatu penelitian bertujuan untuk
mempelajari dinamika korelasi antara faktor resiko
dengan efek dengan cara pendekatan, observasi atau
pengumpulan data sekaligus pada suatu saat
menggambarkan atau mendeskripsikan kondisi yang
sedang terjadi (4)
. Penelitian ini dilakukan di
Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi Tahun 2014,
pada bulan Mei - Desember 2014.
Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi
adalah semua ibu yang memiliki bayi usia 1 tahun
(0-12 bulan) di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi
Tahun 2014, untuk menghindari Recall bias yang
terlalu lama, karena ibu akan menjawab Recall
Dependant Question yang ada di kuesioner
mengenai riwayat pemberian ASI, peran keluarga
dan peran petugas saat bayi usia 0-6 bulan, Sampel
pada penelitian ini adalah dipilih dengan
menggunakan metode proposive sampling dengan
kriteria inklusi yaitu ibu yang memiliki bayi usia 6
bulan lebih 1 hari sampai usia 12 bulan (usia bayi
tidak lagi ASI eksklusif), bayi yang telah tercatat di
puskesmas Putri Ayu atau di kantor kelurahan, ibu
bersedia menjadi responden, dan ibu tidak buta
huruf. Sedangkan kriteria eksklusi yang ditetapkan
ibu yang tidak mampu melengkapi pengisian
kuesioner secara lengkap dengan alasan apapun.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini
adalah data primer yaitu data yang didapat langsung
saat penelitian dari responden dengan cara pengisian
kuesioner yang diadptasi dari kueisioner penelitian
terdahulu, kemudian di uji kembali dengan uji
validitas dan reliabilitas, hasil uji nilai Cronbach’s
alpha lebih dari 0,6. Kuesioner sesuai dengan
variabel yang telah ditetapkan yaitu Pemberian Asia
Eksklusif satu pertanyaan (diperjelas dengan adanya
penekanan dan cross check untuk memastikan ibu
yakin tidak pernah memberikan bayi hingga usia 6
bulan 0 hari selain ASI). Variabel pengetahuan
terdiri dari 14 pertanyaan yang terdiri dari
pengertian, keuntungan, waktu pemberian ASI, dan
tehnik pemberian.Variabel sikap ibu mengenai ASI
terdiri dari 15 pertanyaan mengenai sikap ibu
terhadap pemberian ASI, kuesioner persepsi,
motivasi, peran keluarga dan peran tenaga kesehatan
terhadap dukungan pemberian ASI terdiri dari 10
item pertanyaan(5-7).
Analisa data dengan
menggunakan data univariat melihat gambaran dan
bivariat untuk melihat hubungan antara variabel.
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi, tabel
dan diagram.
Hasil Dan Pembahasan
Pengumpulan data dalam penelitian diperoleh
melalui pengisian kuesioner yang telah dilakukan uji
validitas, untuk menjaga kualitas data penelitian,
peneliti melakukan penjelasan tentang maksud
pertanyaan tersebut dengan bahasa yang mudah
dipahami responden.
10
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015
Tabel 1. Gambaran Distribusi Determinan Pemberian ASI eksklusif di
Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi
Variabel N f
Pemberian Asi Eksklusif
Memberikan 21 32
Tidak memberikan 55 68
Pengetahuan Ibu
Baik 17 22,4
Kurang Baik 59 77,6
Sikap Ibu
Positif 40 52,6
Negatif 36 47,4
Presepsi Ibu
Baik 43 56,6
Kurang Baik 33 43,4
Motivasi Ibu
Baik 39 51,3
Kurang Baik 37 48,7
Peran Keluarga
Baik 67 88,2
Kurang Baik 9 11,8
Peran Petugas kesehatan
Berperan 60 78,9
Tidak berperan 16 21,1
Dari hasil analisis Univariat, diperoleh hasil
sebagian besar 55 responden (68%) tidak
memberikan ASI eksklusif, bila lihat dari target
provinsi Jambi Tahun 2011 mentargetkan 86%
pencapaian masih jauh dari target yang telah
ditetapkan. Hasil penelitian ini sependapat dengan
Ratih IK (8)
pemberian ASI Eksklusif sampai 6 bulan
komposisinya sudah cukup untuk memenuhi
kebutuhan gizi bayi meskipun tanpa
makanan/minuman pendamping ASI, kebijakan ini
berdasarkan pada beberapa hasil penelitian yang
menemukan bahwa pemberian makanan
pendamping ASI justru akan menyebabkan
pengurangan kapasitas lambung bayi dalam
menampung asupan cairan ASI sehingga
pemenuhan ASI yang seharusnya dapat maksimal
telah tergantikan oleh makanan pendamping.
Menurut Perinasia (9)
ASI sebaiknya
diberikan sedini mungkin dan atau tanpa jadwal, hal
inu akan menjamin bahwa bayi akan memperoleh
segala keuntungan yang beraal dari kolostrum.
Kolostrum adalah ASI yang dihasilkan pada hari
pertama sampai hari kelima atau ketujuh memang
jernih dan kuning-kuning cairan inn mengandung
zat putih telur atau protein yag kadar tinggi dan zat
ini anti infeksi/kekebalan, kolostrum sangat sesuai
kondisi bayi di hari-hari pertama kelahiran karena
menerima beban yang akan memberatkan kerja
ginjal. Terhambatnya pemberian ASI Eksklusif
diasumsikan karena kebiasaan masyarakat yang
langsung memberi makan/minum pada bayi baru
lahir, kurangnya promosi kesehatan tentang manfaat
ASI Eksklusif serta ketidak tahuan dampak dari
pemberian makan pada bayi kurang dari 6 bulan.
Hasil penelitian berdasarkan data distribusi
jawaban dari 76 responden yang telah diteliti di
Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi, pengetahuan
responden tentang pemberian ASI ekslusif
dikategorikan menjadi 2 berdasarkan cut off point
76 %. Kategori pengetahuan baik 17 (22,4%)
responden diperoleh bila skor ≥ 76% dan
dikategorikan pengetahuan kurang baik 59 (77,6%)
responden bila < 76%, didapatkan yang
berpengetahuan baik (22,4%) dan berpengetahuan
kurang baik (77,6%).
Hasil penelitian ini didapatkan sebagian
kecil responden berpengetahuan baik. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nana (10)
tentang hubungan antara pengetahuan, sikap dan
kepercayaan ibu dengan pemberian ASI ekslusif di
wilayah kerja Puskesmas Bonto Cani Kabupaten
Bone menyatakan tingkat pengetahuan ibu sebagian
kecil kategori kurang (34,4%). Menurut
Notoatmodjo (4)
Pengetahuan merupakan hasil dari
tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu.
11
Ajeng Galuh W. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Keluarahan Sungai Putri, Jambi
Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
atau kognitif merupakan domain yang penting
dalam membentuk tindakan seseorang (over
behavior).
Sebagian kecil responden mengetahui
pengertian ASI Eksklusif, namun masih ada juga
responden menjawab ASI yang diberikan tanpa
makan dan minum pendamping ASI yang dimulai
sejak bayi baru lahir sampai 6 bulan. Menurut
Roesli (11)
ASI adalah makanan yang terbaik bagi
bayi yang sudah disediakan Tuhan, mengandung
zat-zat gizi yang diperlukan bayi untuk
pertumbuhan dan perkembangan bayi, memberikan
perlindungan terhadap infeksi dan alergi juga
merangsang sistem kekebalan. Penelitian ini dukung
oleh pendapat ASI Eksklusif adalah pemberian ASI
secara murni kepada bayi tanpa cairan lain, seperti
susu formula atau air putih. Pemberian ASI
Eksklusif dianjurkan untuk jangka waktu minimal
hingga bayi berumur enam bulan.
Sebagian responden mengetahui bahwa untuk
memperbanyak ASI antara lain dengan makan dan
minum dengan gizi seimbang dan dengan teknik
menyusui yang benar. Sesuai dengan Perinasia (9)
bahwa menyusui bayi 2 jam siang sampai dengan
malam lama menyusui 10 sampai 15 menit disetiap
payudara, bangunkan bayi, lepaskan baju yang
menyebabkan rasa gerah, dan duduklah selama
menyusui, pastikan bayi menyusui dalam posisi
menempel yang baik dan dengarkan suara menelan
yang aktif, susukan bayi ditempat yang tenang dan
nyaman dan minumlah setiap kali habis menyusui ,
dan tidurlah bersebelahan dengan bayi dan ibu harus
meningkatkan istirahat dan minum.
Sebagaian responden mengetahui apa saja
tanda bayi cukup ASI, sebagian responden
mengetahui mengapa sebagian bayi diberikan ASI
Eksklusif yaitu karena kandungan gizi dalam ASI
cukup memenuhi kebutuhan bayi sampai enam
bulan dan memperkuat ikatan bayi antara ibu dan
bayi. Sesuai pendapat Perinasia (9)
bayi kencing
setidaknya enam kali dan warnanya jernih sampai
kuning muda, bayi sering buang air besar berwarna
kekuningan berbiji, bayi tampak puas, sewaktu-
waktu merasa lapar, bangun, dan tidur cukup,
payudara ibu terasa lembut dan kosong setiap kali
selesai menyusui, bayi bertambah berat badannya.
Tingginya persentase yang tidak memberikan ASI
Eksklusif disebabkan responden memang benar-
benar tidak tahu arti pentingnya ASI Eksklusif bagi
kesehatan bayi sehingga tidak termotivasi untuk
memberikan ASI Eksklusif kepada bayinya.
Hasil penelitian berdasarkan data distribusi
jawaban dari 76 responden yang telah diteliti di
Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi sikap responden
tentang pemberian ASI ekslusif dikategorikan
menjadi 2 berdasarkan median (26,00). Kategori
sikap baik 40 (52,6%) responden diperoleh bila skor
≥ median (26,00) dan dikategorikan sikap kurang
baik 36 (47,4%) responden bila < median (26,00
Menurut Notoatmodjo (4)
sikap merupakan
reaksi atau responden seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasan
diatas dapat disimpulkan bahwa sikap tidak dapat
dilangsung dilihat tetapi hanya menunjukan konotasi
adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus teretentu
sikap belum merupakan suatu tindakan atau
aktivitas akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan suatu perilaku. Berdasarkan hasil yang
telah didapatkan di Kelurahan Sungai Putri Kota
Jambi, sebagian responden setuju bahwa bayi baru
lahir harus diberikan ASI segera setelah lahir, dapat
menjalin ikatan batin antara ibu dan anak, setuju
bahwa ASI merupakan hak bayi yang sangat penting
dan wajib seorang ibu memberikan kepada bayi.
Sebagian responden bersikap positif karena adanya
reaksi responden dari peran/perilaku petugas
kesehatan yang sudah melakukan kegiatan
peningkatan penggunaan air susu ibu. Sehingga
responden dapat menerima, menghargai terhadap
objek (tindakan petugas kesehatan).
Menurut Perinasia (9)
ASI sebaiknya
diberikan sedini mungkin dan atau tanpa jadwal, hal
ini akan menjamin bahwa bayi akan memperoleh
segala keuntungan yang berasal dari kolostrum.
Kolostrum adalah ASI yang dihasilkan pada hari
pertama sampai hari kelima atau ketujuh memang
jernih dan kekuning-kuningan cairan ini
mengandung zat putih telur atau protein yang
kadarnya tinggi dan zat ini anti infeksi/ kekebalan,
kolostrum sangat sesuai kondisi bayi di hari-hari
pertama kelahiran karena menerima beban yang
akan memberatkan kerja ginjal. Sementara
responden yang memiliki sikap negatif antara lain
sebagian tidak setuju menyusui yang baik adalah
sesuai kebutuhan, secara alamiah bayi akan
mengatur kebutuhan sendiri, sebagian kecil
responden tidak setuju pemberian ASI Eksklusif
sejak bayi baru lahir termasuk pemberian ASI
sampai berusia 6 bulan, sebagian kecil responden
ASI tidak meningkatkan daya tahan tubuh bayi.
Sebagian responden setuju bahwa memberikan ASI
sampai enam bulan akan meningkatkan kecerdasan
anak dan mencegah berbagai penyakit dan akan
12
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015
tenang. Menurut Sunar (12)
pemberian ASI Eksklusif,
dimana ibu harus menyusui bayi secara murni dalam
jangka waktu minimal bayi berumur 0 sampai 6
bulan, karena ASI itu sendiri merupakan nutrisi
yang berkualitas, bisa meningkatkan daya tahan
tubuh, meningkatkan kecerdasan dan menjalin kasih
sayang antara ibu dan bayi. Masih ada responden
yang sangat tidak setuju bahwa kolostrum itu sangat
baik untuk bayi. Menurut Yuliarti (3)
, pemberian ASI
dapat membantu bayi memulai kehidupan dengan
baik, kolostrum mengandung anti bodi yang kuat
untuk mencegah infeksi dan membantu bayi
menjadi kuat. Perilaku menyusui yang kurang
mendukung seperti membuang kolustrum ini
disebabkan masih adanya kepercayaan atau mitos
bahwa ASI yang keluar pertama kali adalah susu
basi, rusak, dan kotor sehingga pada hari-hari
pertama para ibu tidak memberikan ASI pada
bayinya. Adanya anggapan bahwa kolustrum adalah
susu basi yang harus dibuang perlu dihilangkan
dengan memberikan pengertian dan pemahaman
kepada ibu-ibu tentang manfaat zat -zat yang
terkandung dalam kolustrum bagi bayi yang baru
lahir. Kolustrum, atau biasa disebut susu jolong,
sudah terbukti mengandung berbagai zat gizi yang
dibutuhkan oleh bayi sejak lahir. Berdasarkan hasil
penelitian ditemukan sebagian responden memiliki
sikap positif dalam pemberian ASI eksklusif dapat
dilihat dari pertanyaan yang diajukan dan responden
memilih pernyataan yang benar dengan jawaban
sangat setuju dan setuju.
Hasil penelitian berdasarkan data distribusi
jawaban dari 76 responden yang telah diteliti di
Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi persepsi
responden tentang pemberian ASI ekslusif
dikategorikan menjadi 2 berdasarkan median (1,00).
Kategori persepsi baik ≥ median (26,00) dan
dikategorikan persepsi kurang baik < median (1,00).
Berdasarkan data distribusi jawaban dari 76
responden yang telah diteliti di Kelurahan Sungai
Putri Kota Jambi Tahun 2014 didapatkan persepsi
bai adalah (52,6%) dan persepsi kurang baik
(47,4%).
Menurut Danuatmaja and Mila (1)
, bahwa
pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan merupakan
cara dalam pemberian makanan pada bayi. Setelah 6
bulan biasanya bayi membutuhkan banyak zat besi
dan seng. Nutrisi tambahan biasa diperoleh dari
makanan padat dengan porsi yang sedikit. Bayi
dapat meminum ASI sampai usia 12 bulan atau
lebih jika terus menerus tumbuh dan berkembang,
berarti ASI bisa memenuhi kebutuhannya dengan
baik. ASI memberikan perlindungan terhadap
berbagai penyakit. ASI memberikan perlindungan
terhadap berbagai penyakit terutama infeksi,
menyusui selama enam bulan dapat juga mencegah
alergi pada bayi misalnya alergi terhadap makanan
atau pun alergi pernapasan
Sementara responden memiliki persepsi
kurang baik terhadap pemberian ASI Eksklusif
antara lain pemberian ASI Eksklusif sampai usia
bayi berumur enam bulan, respendon yang tidak
setuju memberikan ASI menyempurnakan
pertumbuhan bayi yang sehat dan cerdas,
selanjutnya responden yang tidak setuju bahwa ASI
adalah makan terbaik untuk bayi, dan responden
akan memberikan makanan selain ASI pada bayi
usia dibawah enam bulan. Menurut Farrer (13)
Asi
merupakan makanan yang paling cocok untuk
kemampuan bayi karena bayi dapat menyerap
dengan baik dan bayi merasa puas. Pemberian ASI
akan memenuhi semua kebutuhan bayi baik dari
seginutrisi, kehangatan, perasaan, nyaman dan aman
dengan cara yang paling mudah dan efektif.
Berdasarkan hasil jawaban responden
mengenai variabel motivasi, 50 responden (65,8%)
memberikan ASI secara eksklusif pada bayi agar
bayi tidak mudah sakit, 46 (60,5%) responden ingin
menyusui bayi nya jika mendengar bayi nya
menangis, 45 (59,2%) bahwa responden
mendapatkan informasi tentang ASI Esklusif dari
petugas kesehatan dan 44 responden (55,7%)
menginginkan untuk memberikan ASI ekslusif pada
bayinya. Sebanyak 63 responden (82,9%) tidak
mendapatkan dukungan dari suami dan keluarga
untuk memberikan ASI ekslusif, 35 responden
(46,1%) tidak memiliki motivasi untuk memberikan
ASI saja karena mudah dan tidak mahal, 34
responden (44,7%) tidak mau untuk memberikan
ASI yang dapat meningkatkan kecerdasan bayi, 33
responden (43,4%) tidak memberikan ASI pada bayi
karena tahu ASI sangat murah dan tidak merepotkan
dan 32 (42,1%) responden tidak mempunyai
keinginan untuk memberikan ASI secara ekslusif
pada bayi. Hasil penelitian berdasarkan data
distribusi jawaban dikategorikan menjadi 2
berdasarkan median (8,00). Kategori motivasi baik
skor ≥ median (8,00) dan dikategorikan motivasi
kurang baik < median (8,00). didapatkan motivasi
baik (52,6%) dan motivasi kurang baik (47,4%).
Hasil ini sejalan dengan penelitian Ratih IK (8)
, tentang hubungan antara motivasi dengan
pemberian ASI Eksklusif Di Desa Balun Kecamatan
Turi Kabupaten Lamongan yang menunjukkan
motivasi pemberian ASI Eksklusif yang dimiliki
oleh responden adalah sebagian besar dalam
kategori rendah (53,6%). Data yang diperoleh dari
hasil penelitian yang bermotivasi baik sebagian
13
Ajeng Galuh W. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Keluarahan Sungai Putri, Jambi
besar responden memberikan ASI saja pada bayi
sampai usia enam bulan, sebagian responden
bermotivasi untuk memberikan ASI secara Eksklusif
agar bayi tidak mudah sakit dan responden
mempunyai keinginan untuk memberikan ASI
secara Eksklusif pada bayi. ASI Eksklusif adalah
pemberian ASI saja, tanpa diberi tambahan cairan
lain seperti susu formula, air putih dan tanpa
tambahan makanan padat seperti pisang dan bubur
nasi tim. Pemberian ASI Eksklusif dianjurkan untuk
jangka waktu minimal hingga bayi berumur enam
bulan. Menurut WHO (World Health Organization),
ASI adalah makanan ideal untuk pertumbuhan dan
perkembangan bayi. Berdasarkan hasil penelitian,
bahwa pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan
merupakan cara dalam pemberian makanan pada
bayi. Setelah 6 bulan biasanya bayi membutuhkan
banyak zat besi dan seng (14)
.
Sementara responden yang memiliki motivasi
yang kurang baik antara lain tidak mendapatkan
dukungan dari suami dan keluarga untuk
memberikan ASI Eksklusif, ada juga responden
yang tidak termotivasi untuk memberikan ASI saja
karena mudah dan tidak mahal, namun ada juga
responden tidak bermotivasi mau menyusui bayi
karena ASI dapat meningkatkan kecerdasan bayi.
Menurut Yuliarti (3)
Air Susu Ibu (ASI) bukan
minuman. Namun, ASI merupakan satu-satunya
makanan tunggal paling sempurna bagi bayi hingga
berusia 6 bulan. ASI cukup mengandung seluruh zat
gizi yang dibutuhkan bayi. Keberhasilan pemberian
ASI secara Eksklusif pun ditentukan oleh peran
keluarga, terutama ayah atau suami. Selama proses
ini berlangsung, peran ayah sama pentingnya
dengan peran ibu. Peran ayah yang paling utama
adalah menciptakan suasana dan situasi dan
kondusif yang memungkinkan pemberian ASI
berjalan dengan lancar. Peran lainnya, selain
memenuhi kebutuhan ibu (terutama kebutuhan gizi
yang selama menyusui), dapat berperan sebagai
penghubung dalam menyusui dengan membawa
bayi kepada sang ibu saat ia lapar. Dengan
demikian, bayi akan tahu bahwa sang ayah menjadi
jembatan baginya dalam memperoleh makanan.(15)
Menurut Notoatmodjo (4)
, secara umum
mengacu pada adanya kekuatan dorongan yang
menggerakan kita untuk berprilaku tertentu. oleh
karena itu, dalam mempelajari motivasi kita akan
berhubungan dengan hasrat, keinginan, dorongan
dan tujuan. Selanjutnya bahwan motivasi adalah
dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak
atau berprilaku, motivasi tidak terlepas dari kata
kebutuhan, need atau want, kebutuhan adalah suatu
potensi dari diri manusia yang ditanggapi atau
diresponden.
Hasil penelitian ini didapat sebagian besar
responden memiliki peran keluarga baik. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ratih IK (8)
, tentang Hubungan
Antara Motivasi Dengan Pemberian Asi
Eksklusif Di Desa Balun Kecamatan Turi
Kabupaten Lamongan yaitu rendahnya dukungan
keluarga terhadap pemberian ASI eksklusif
(41,81%). Berdasarkan analisis sebagian kecil
responden mendapatkan peran keluarga dalam
pemberian ASI Eksklusif yaitu responden menjawab
keluarga tidak mengetahui tentang pengertian ASI
Eksklusif, selanjutnya responden menjawab
keluarga tidak mengetahui tentang kerugian dalam
pemberian ASI Eksklusif dan ressponden menjawab
bahwa pada saat bayi lahir keluarga pernah
memberikan madu.
Menurut Fatimah (16)
, dukungan suami
merupakan salah satu sumber dukungan dari
keluarga yang tidak bisa diremehkan, karena akan
memberikan efek yang positif bagi ibu menyusui.
Keberhasilan pemberian ASI pada bayi ditentukan
oleh peran keluarga, terutama ayah atau suami.
Selama proses ini berlangsung, peran ayah sama
pentingnya dengan peran ibu. Sebagian kecil
responden mendapatkan peran keluarga dalam
pemberian ASI Eksklusif yaitu responden menjawab
mendapatkan dukungan dari keluarga tentang cara
menyusui bayi yang benar, selanjutnya responden
menjawab bahwa keluarga memberikan dukungan
untuk memberikan ASI Eksklusif dan keluarga
mengetahui keuntungan pemberian ASI Eksklusif
selanjutnya responden menjawab bahwa keluarga
memberikan informasi tentang ASI Eksklusif.
Menurut Roesli (11)
hal lain yang bisa
dilakukan ayah adalah meringankan tugas ibu yang
lain, seperti mengganti popok atau menyendawakan
bayi serta memberi dukungan kepada saat menyusui
dengan cara memijatnya secara lembut. Dalam
proses menyusui, keberhasilan pemberian ASI
Eksklusif menjadi keberhasilan bersama antara ibu
dan ayah. Sekitar 50% keberhasilan menyusui turut
ditentukan oleh peran ayah. Pengertian peran yang
penting ini merupakan langkah pertama bagi
seorang ayah untuk dapat mendukung ibu agar ibu
berhasil menyusui secara Eksklusif. Peran keluarga
merupakan suatu bentuk dorongan atau semangat
yang diberikan baik berupa bentuk fisik maupun
mental yang diberikan oleh orang-orang terdekat
seperti suami dan keluarga dalam upaya untuk
memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah
yang dihadapi.
14
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015
Peran petugas kesehatan tentang pemberian
ASI ekslusif dikategorikan menjadi 2 berdasarkan
median (8,00). Kategori peran petugas kesehatan
baik ≥ median (8,00) dan peran petugas kesehatan
kurang baik 21,1% responden bila < median (8,00).
Berdasarkan data distribusi jawaban dari 76
responden yang telah didapatkan petugas kesehatan
yang baik adalah (78,9%) dan yang kurang baik
(21,1%).
Hasil penelitian ini didapat sebagian besar
responden memiliki peran petugas kesehatan baik.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Aisyaroh (17)
tentang dukungan
Bidan dalam pemberian ASI Eksklusif Di Desa
Sumber Sari Kecamatan Ngampel Kabupaten
Kendal, masih rendahnya peran petugas tentang
pemberian ASI eksklusif 80% yang harus dicapai
didesa sari hanya (27%).
Berdasarkann analisis sebagian responden
menjawab bahwa petugas kesehatan pernah
memberitahu manfaat atau kegunaan ASI,
selanjutnya sebagian responden (76,3%) menjawab
setiap bidan selesai menolong persalinan langsung
membimbing untuk menyusui bayi, sebagian
responden mengatakan petugas pernah mengajarkan
dan melakukan upaya-upaya untuk memperbanyak
ASI, sebagian responden menjawab bahwa petugas
kesehatan tidak menganjurkan memberi susu
formula/susu botol. Sebagian responden menjawab
bahwa petugas kesehatan tidak menyarankan
memberi ASI Eksklusif, hal ini kemungkinan
petugas kesehatan selalu sibuk bekerja dari pagi
hingga siang sehingga hal ini terabaikan. Sebagian
responden menjawab bahwa petugas kesehatan tidak
pernah memberitahu cara-cara berhasil menyusui
Eksklusif.
Dorongan dari petugas (bidan) sangat penting
dalam memotivasi ibu untuk memberikan ASI
Eksklusif pada bayi sampai 6 bulan, karena
keberhasilan menyusui salah satunya adalah
dorongan dari petugas. Bila hal ini tidak diketahui
baik oleh ibu maupun oleh petugas kesehatan, maka
akan banyak ibu yang merasa ASI nya kurang, hal
ini akan mendorong ibu tersebut untuk memberikan
susu formula yang mengakibatkan produk ASI
berkurang..(18)
Kurangnya pengertian dari dan keterampilan
petugas kesehatan tentang keunggulan ASI dan
manfaat menyusui menyebabkan mereka mudah
terpengaruh oleh promosi susu formula yang sering
dinyatakan sebagai pengganti Air susu ibu (PASI),
sehingga saat ini semakin banyak ibu bersalin
memberikan susu botol yang sebenarnya merugikan
mereka (14)
. Berdasarkan hasil yang telah didapat di
Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi yaitu petugas
kesehatan yang melakukan kegiatan peningkatan
penggunaan ASI Eksklusif adalah sebagian
responden dan petugas kesehatan yang tidak
melakukan kegiatan peningkatan pemberian ASI
Eksklusif sebagian kecil responden.Sudah
meningkatkan kesadaran rasa tanggung jawab
petugas kesehatan seiring dengan meningkatnya
pendidikan yang sangat berpengaruh pada
pengetahuan yang mempengaruhi perilaku petugas
kesehatan yang terealisasi dalam tindakan sehari-
hari.
Hubungan Pengetahuan Ibu dalam Pemberian
ASI Ekslusif di Kelurahan Sungai Putri Kota
Jambi
Dari tabel 1 menunjukkan responden yang
memiliki pengetahuan yang baik sebanyak 70,6%
memberikan Asi Eksklusif dan yang berpengetahuan
kurang baik hanya 23,17% yang memberikan Asi
eklusif. Secara statistik terdapat hubungan bermakna
antara pengetahuan ibu dengan pemberian Asi
eksklusif, dan responden yang memiliki
pengetahuan yang baik mempunyai kemungkinan
(odds) 13,30 kali untuk memberikan asi eksklusif
kepada bayinya.
Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh
Danuatmaja and Mila (1)
Rendahnya pemberian ASI
Eksklusif oleh ibu menyusui di Indonesia
disebabkan oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi rendahnya pengetahuan dan sikap
ibu, dan faktor eksternal meliputi kurangnya
dukungan keluarga, masyarakat, petugas kesehatan
maupun pemerintah, gencarnya promosi susu
formula, faktor sosial budaya serta kurangnya
ketersediaan fasilitas pelayanan kesehatan ibu dan
anak.
Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Nana (10)
tentang hubungan antara
pengetahuan, sikap dan kepercayaan ibu dengan
pemberian ASI ekslusif di wilayah kerja Puskesmas
Bonto Cani Kabupaten Bone menyatakan tidak ada
hubungan antara tingkat pengetahuan dengan
pemberian ASI Eksklusif.
Pengetahuan kurang baik sangat berhubungan
dengan pemberian ASI Eksklusif, hal ini dapat
dilihat dari pertanyaan yang diberikan. Umumnya
responden dapat mengerti keuntungan pemberian
ASI, upaya memperbanyak ASI tapi sebagian
responden masih belum mengetahui pengertian ASI
Eksklusif langkah-langkah agar berhasil menyusui,
serta kerugian PASI.Pengetahuan kurang baik
sangat berhubungan dengan pemberian ASI
Eksklusif, hal ini dapat dilihat dari pertanyaan yang
15
Ajeng Galuh W. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Keluarahan Sungai Putri, Jambi
diberikan. Umumnya responden dapat mengerti
keuntungan pemberian ASI, upaya memperbanyak
ASI tapi sebagian responden masih belum
mengetahui penegrtian ASI Eksklusif langkah-
langkah agar berhasil menyusui, serta kerugian
PASI.
Tabel 1. Hubungan Pengetahuan Ibu dalam Pemberian ASI Ekslusif di
Kelurahan Sungai Putri, Jambi
Pengetahuan
Pemberian ASI Nilai P OR
(95% CI) Eksklusif Tidak Ekslusif
f % f %
0,000 13,3
(3,78-47,09)
Baik 12 70,6 5 29,4
Kurang baik 9 23,17 50 84,7
Total 21 27,6 50 72,4 *uji Fisher
Hubungan Sikap Ibu dalam pemberian ASI
Ekslusif Di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi
Tabel 2 menunjukkan responden yang
memiliki sikap yang negatif sebanyak 70,7% tidakn
memberikan Asi Eksklusif dan yang sikap negatif
74,3% yang tidak memberikan Asi eklusif. Secara
statistik tidak terdapat hubungan bermakna antara
sikap ibu dengan pemberian Asi eksklusif. Hasil ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri (5)
tentang Hubungan Pengetahuan Sikap Dan
Perilaku Ibu Dengan Pertumbuhan Balita Di
Posyandu Putri Mayang Wilayah Kerja Puskesmas
Rawasari Kota Jambi Tahun 2012 menyatakan tidak
ada hubungan sikap dengan pemberian ASI
Eksklusif.
Menurut Notoatmodjo (4)
sikap tidak dapat
langsung dilihat tetapi hanya dapat ditafsirkan
terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap
secara nyata menunjukan konotasi adanya
kesesuaian reaksi tentanh stimulus tertentu. Dalam
kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang
bersifat emosional tentang stimulus sosial. Sikap
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku,
sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas
melainkan merupakan predisposisi tindakan atau
perilaku, sikap merupakan reaksi tentang objek
dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan
suatu objek.
Dalam penelitian ini sebagian besar responden
memiliki sikap positif dengan berpengetahuan baik
memberikan ASI Eksklusif, sedangkan responden
yang bersikap positif namn berpengetahuan kurang
baik menyebabkan responden tidak memberikan
ASI Eksklusif, disamping itu juga disebabkan
karena faktor budaya, pengalaman, kebiasaan, yang
diwariskan turun temurun dari orang tua. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa responden dengan
berpengetahuan baik akan mempengaruhi sikap
positif untuk memberikan ASI Eksklusif.
Tabel 2. Hubungan Sikap Ibu dalam Pemberian ASI Ekslusif
di Kelurahan Sungai Putri, Jambi
Sikap
ASI Eksklusif Nilai p OR
(IK 95%) Eksklusif Tidak ekslusif
f % f %
0,930
1,20
(0,43-3,30) Positif 12 29,3 29 70,7
Negatif 9 38,9 26 74,3
Total 21 27,9 55 72,4 *uji Chi Square dengan Koreksi Yates
Hubungan Persepsi Ibu dalam pemberian ASI
Ekslusif Di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi
Tabel 3 menunjukkan responsden yang
memiliki persepsi yang baik hanya 35% yang
memberikan asi eksklusif, dan yang memiliki
presepsi kurang baik 19,4% yang memberikan asi
eksklusif. Secara statistik tidak terdapat hubungan
yang bermkana antara persepsi ibu dengan
pemberian asi eksklusif.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Kurniawan (19)
, tentang Determinan
Keberhasilan Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif di
lamongan menyatakan motivasi ibu dalam
pemberian ASI Eksklusif masih rendah (35%).
16
Ajeng Galuh W. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Keluarahan Sungai Putri, Jambi
Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif
yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami
informasi tentang lingkungannya, baik lewat
penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan
penciuman. Kunci untuk memahami persepsi adalah
terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu
merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap
situasi dan bukannya suatu pencatatan yang benar
terhadap situasi, hal ini sesuai dengan pendapat
Notoatmodjo (4)
karakteristik nilai atau internalisasi
nilai, yaitu keterpaduan semua sistem nilai yang
dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola
kepribadian dan tingkah laku termasuk keseluruhan
nilai dan karakteristiknya.
Tabel 3. Hubungan Persepsi Ibu dalam Pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan Sungai Putri, Jambi
Persepsi
ASI Eksklusif Nilai p OR
(95% CI) Eksklusif Tidak ekslusif
f % f %
1,581
2,23
(0,78-6,38)
Baik 14 35,0 26 65,0
Kurang baik 7 19,4 24 66.7
Total 21 27,6 55 72,4 *uji Chi Square dengan Koreksi Yates
Hubungan Motivasi Ibu dalam pemberian ASI
Ekslusif Di Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi
Hasil penelitian ini menunjukkan ibu yang
memiliki motivasi baik 39% memberikan asi secara
eksklusif, sedangkan yang memiliki motivasi kurang
baik hanya 14,3% yang memberikan asi eksklusif,
secara statistik tidak terdapat hubungan antara
motivasi ibu dengan pemberian asi eksklusif
Menurut pendapat Yuliarti (3)
bahwa motivasi
mendorong seseorang untuk berprilaku dan
beraktifitas dalam pencapaian tujuan serta terjadi
karena adanya kebutuhan seseorang yang harus
segera dipenuhi. Menurut Notoatmodjo (4)
, motivasi
berasal dari bahasa Latin yang berarti to move.
Secara umum mengacu pada adanya kekuatan
dorongan yang menggerakkan kita untuk
Selanjutnya bahwa motivasi adalah dorongan dari
dalam diri manusia untuk bertindak atau berprilaku,
motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan, need
atau want, kebutuhan adalah suatu potensi dari diri
manusia yang berprilaku tertentu. Oleh karena itu,
dalam mempelajari motivasi kita akan berhubungan
dengan hasrat, keinginan, dorongan dan tujuan.
ditanggapi atau diresponden.
Rendah nya pemberian asi eksklusif pada ibu
yang memiliki motivasi yang baik di Kelurahan
Sungai Putri Kota Jambi Tahun 2014, diasumsikan
karena kebiasaan masyarakat yang langsung
memberikan makan/minum pada bayi baru lahir,
kurangnya promosi kesehatan tentang manfaat ASI
Eksklusif serta ketidak tahuan dampak dari
pemberian makan pada bayi kurang dari 6 bulan.
Tabel 4. Hubungan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan Sungai Putri, Jambi
Motivasi
ASI Eksklusif Nilai P OR
(95% CI)
Eksklusif Tidak ekslusif
f % f %
4,608
3,84
(1,23-11,96) Baik 16 39,0 25 61,0
Kurang baik 5 14,3 30 85,7
Total 21 27,6 55 72,4 *uji Chi Square dengan Koreksi Yates
Tabel 5. Hubungan Motivasi Ibu dalam Pemberian ASI Ekslusif di Kelurahan Sungai Putri, Jambi
Peran Keluarga
ASI Eksklusif Nilai p OR
(95% CI)
Eksklusif Tidak ekslusif
f % f %
0,141
0,333
(0,75-1,48) Baik 17 25,0 51 75,0
Kurang baik 4 50,0 30 50
Total 21 27,6 55 72,4
*uji Fisher
17
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015
Hubungan Peran Keluarga dalam pemberian
ASI Ekslusif Di Kelurahan Sungai Putri Kota
Jambi
Hasil penelitian ini menunjukkan yang peran
keluarga baik dalam mendukung pemberian asi
eksklusif 25% memberikan asi secara eksklusif,
sedangkan perang keluarga yang kurang baik dalam
pemberian asi eksklusif 50% memberikan asi
eksklusif, secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara peran keluarga dengan pemberian
ASI Eksklusif. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sunar (12)
,
rendahnya cakupan ASI Eksklusif disebabkan salah
satunya karena rendahnya dukungan keluarga
terhadap pemberian ASI eksklusif.
Keberhasilan pemberian ASI secara Eksklusif
pun ditentukan oleh peran keluarga, terutama ayah
atau suami. Selama proses ini berlansung, peran
ayah sama pentingnya dengan peran ibu. Peran
ayah yang paling utama adalah menciptakan
suasana dan situasi dan kondusif yang
memungkinkan pemberian ASI berjalan dengan
lancar. Peran lainnya, selain memenuhi kebutuhan
ibu (terutama kebutuhan gizi yang selama
menyusui), dapat berperan sebagai penghubung
dalam menyusui dengan membawa bayi kepada
sang ibu saat ia lapar. Dengan demikian, bayi akan
tahu bahwa sang ayah menjadi jembatan baginya
dalam memperoleh makanan (15)
.
Dukungan keluarga adalah dorongan atau perhatian
yang diberikan atau perhatian yang diberikan dua
atau lebih individu yang bergabung karena
hubungan darah, perkawinan atau adopsi,
berinteraksi satu sama lain dalam peran dan
menciptakan dan memperhatikan suatu
kebudayaan. Dalam penelitian ini sebagian besar
responden tidak memiliki dukungan dari keluarga
untuk memberikan ASI Eksklusif. Disamping itu
pemberian ASI ekslusif juga disebabkan karena
faktor budaya, pengalaman yang didapatkan dari
turun temurun orang tua. Peran keluarga dalam
pemberian ASI eksklusif sangatlah berpengaruh
untuk mendukung ibu memberikan ASI eksklusif.
Umumnya dengan dukungan keluarga bayi dapat
mendapatkan hak nya untuk mendpatkan ASI
Eksklusif.
Hubungan Peran Petugas Kesehatan dalam
pemberian ASI Ekslusif Di Kelurahan Sungai
Putri Kota Jambi
Hasil penelitian ini menunjukkan Petugas
kesehatan yang menjalankan perannya dalam
mendukung asi eksklusif 3,33% kliennya atau
responden memberikan asi eksklusif, sedangkan
petugas yang tidak melakukan peran nya hanya
sebesar 26,7% klien atau responden menyusui
eksklusif. Secara statistik tidak ada hubungan yang
bermakna antara peran petugas kesehatan dengan
pemberian ASI Eksklusif. Hasil penelitian ini
tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Aisyaroh (17)
masih rendahnya peran petugas
mempengaruhi pemberian ASI eksklusif yang
masih rendah. Peran petugas adalah suatu bentuk
kepedulian petugas dalam pelaksanaan upaya-
upaya kesehatan masyarakat menanggulangi suatu
penyakit merupakan salah satu bentuk dari upaya
pemeliharaan kesehatan masyarakat. Hal ini
sependapat Depkes.RI (14)
pemberian ASI Eksklusif
tidak lepas dari kesadaran dari ibu dengan bantuan
petugas kesehatan. Hal ini merupakan upaya yang
harus dilakukan sedini mungkin untuk
mempertahankan klostrum pada ASI, karena sangat
besar manfaatnya untuk antibodi.
Kurangnya penyuluhan promosi ASI
eksklusif, keterampilan dan pengetahun petugas
kesehatan tentang ASI eksklusif, manfaat,
keunggulan ASI dan kerugian PASI, kurangnya
dorongan dari petugas kesehatan akan
menyebabkan responden tidak memberikan ASI
eksklusif.
Tabel 6. Hubungan peran petugas kesehatan dalam Pemberian ASI Ekslusif di
Kelurahan Sungai Putri Kota Jambi
Peran Tenaga
kesehatan
ASI Eksklusif Nilai p OR
(95% CI) Eksklusif Tidak ekslusif
f % f %
0,581
1,406
(0,42-4,74) Berperan 5 33,3 10 66,7
Tidak Berperan 16 26,7 45 73,8
Total 21 27,6 55 72,4
*uji Fisher
18
Ajeng Galuh W. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Pemberian ASI Eksklusif di Keluarahan Sungai Putri, Jambi
Kesimpulan Dan Saran
Hasil penelitian menunjukan bahwa sebagian
hanya variebel pengetahuan yang terbukti secara
statistik yang berhubungan secara bermakna,
sedangkan variabel sikap ibu, persepsi, motivasi,
peran keluarga dan peran petugas kesehatan tidak
terbukti secara statistik berhubungan secara
bermakna dalam pemberian asi eksklusif
Berdasarkan kesimpulan diatas maka dapat
dikemukakan beberapa saran yaitu Bagi Tenaga
Kesehatan/Bidan, Agar dapat menjalankan
kebijakan-kebijakan yang sudah ditetapkan oleh
dinas kesehatan, serta Meningkatkan penyuluhan
ASI eksklusif setiap kunjungan Anc ibu hamil yang
lebih ditekankan pada trimester tiga, dan kunjungan
neonatal/nifas, dan juga dapat Membentuk kelas
ibu menyusui eksklusif pada setiap desa yang
memiliki puskesmas pembantun di desa tersebut
Bagi peneliti lainnya Sebagai bahan informasi
untuk melanjutkan penelitian dengan metode dan
variabel yang berbeda-beda untuk melihat dampak
anak yang diberi ASI eksklusif dengan anak yang
tidak mendapatkan ASI eksklusif yang dapat dilihat
dari tingkat kecerdasan, status gizi dan psikososial.
Daftar Pustaka 1. Danuatmaja B, Mila. 40 Hari Pasca Persalinan
Masalah dan Solusinya Jakarta: Puspa Swarna;
2006.
2. Judarwanto W. Kesulitan Makan Pada Anak
2007 [24 November 2013]. Available from:
www.childrenfamily.com.
3. Yuliarti N. Keajaiban ASI : Makanan Terbaik
untuk Kesehatan, Kecerdasan dan Kelincahan si
Kecil Andi Publisher 2010
4. Notoatmodjo s. Metedologi penelitian kesehatan.
Jakarta Rineka Cipta 2003.
5. Fitri A. Hubungan Pengetahuan Sikap Dan
Perilaku Ibu Dengan Pertumbuhan Balita Di
Posyandu Putri Mayang Wilayah Kerja
Puskesmas Rawasari Kota Jambi Tahun 2012
[Skripsi]. Jambi: Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jambi; 2012.
6. Rakasiwi TW. Gambaran Pengetahuan Sikap
Dan Motivasi Ibu Tentang Pemberian ASI pada
Usia 0-6 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas
Kenali Besar Kota Jambi Tahun 2013. Jambi:
Poltekkes Kemenkes Jambi; 2013.
7. Ulfa ER. Faktor-Faktor Yang Berhubungan
Dengan Pemberian ASI Eksklusif Di Desa
Marga Mulya Kabupaten Tanjab Timur Tahun
2013 [Skripsi]. Jambi: Politeknik Kesehatan
Kemenkes Jambi; 2013.
8. Ratih IK. Hubungan Antara Motivasi Dengan
Pemberian Asi Eksklusif Di Desa Balun
Kecamatan Turi Kabupaten Lamongan. Surya.
2009;1(2).
9. Perinasia. Bahan Bacaan Manajemen Laktasi.
Perinasia. 2003.
10. Nana. Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap
Dan Kepercayaan Ibu Dengan Pemberian ASI
eksklusif Di Wilayah Kerja Puskesmas Bonto
Cani Kabupaten Bone Tahun 2013 2013.
11. Roesli U. Mengenal ASI eksklusif. Jakarta:
Trubus Agriwidya; 2005.
12. Sunar PD. ASI Eksklusif. yogyakarta: diva
press; 2009.
13. Farrer H. Perawatan Maternitas. Jakarta: EGC;
2002.
14. Depkes.RI. Pedoman Umum Gizi. Seimbang.
(Panduan untuk petugas). Jakarta: Depkes RI;
2002.
15. Riksani E. Mensikapi ASI Eksklusif pada Ibu
Bekerja. Jakarta: Salemba Medika; 2012.
16. Fatimah S. Hubungan Dukungan Suami dengan
Kejadian Postpartum Blues pada Ibu Primipara
di Ruang Bugenvile RSUD Tugurejo Semarang
[Skrips]. Semarang: Universitas Diponegoro;
2009.
17. Aisyaroh N. Dukungan Bidan Dalam Pemberian
Asi Eksklusif Di Desa Sumbersari Kecamatan
Ngampel Kabupaten Kendal. Majalah Ilmiah
Sultan Agung. 2013; L(130):47-57.
18. Bahiyatun. Buku Ajar Kebidanan Asuhan Nifas
Normal. Jakarta: EGC; 2009.
19. Kurniawan B. Determinan Keberhasilan
Pemberian Air Susu Ibu Ekslusif Jurnal
Kedokteran Brawijaya. 2013;27:4.
19
Yongwan, Natalansyah, Vissia. Dampak Perubahan iklim terhadap Kejadian DBD di Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 20
Dampak Perubahan Iklim Terhadap Kejadian Demam Berdarah DengueDi Kota Palangka Raya, Kalimantan Tengah
Selama Tahun 2009 - 2013
Climate Change Impacts on Dengue Fever Incidence in Palangka Raya Municipality,Central Kalimantan
Yongwan Nyamin, Natalansyah , Vissia Didin.A.
Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cenderungsemakin meluas wilayah penyebarannya, sejalan dengan semakin padatnya pemukinan dan meningkatnyamobilitas penduduk. Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit menular dan seiringmeningkatnya penularan penyakit. Penyakit DBD telah menjadi endemis di di kota-kota besar diIndonesia. Di duga bahwa keadaan luar biasa (KLB) demam berdarah dengue yang terjadi hampir setiaptahun di seluruh Indonesia terkait dengan perubahan cuaca. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui hubungan iklim ( curah hujan, suhu udara dan kelembapan) dengan kejadian DBD di kotaPalangka Raya selama tahun 2009-2013. Desain penelitian yang digunakan adalah studi ekologi .Penelitian ini dilakukan pada bulan –Oktober - November 2014 dan terletak di kota Palangka Rayadengan menggunakan data sekunder. Data jumlah kasus diperoleh dari Dinkes Kota Palangka Raya. Dataiklim yang digunakan adalah data curah hujan, suhu udara, kelembapan diperoleh dari Badan MateriologiKlimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Udara Cilik Riwut Palangka Raya. Kesimpulan daripenelitian ini adalah bahwa curah hujan yang meningkat dan kelembapan mempengaruhi meningkatnyakejadian demam berdarah dengue (76,3%). Oleh karena itu memerlukan kerjasama antara DinasKesehatan kota Palangka Raya dan BMKG dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan programP2DBD.Kata Kunci: DBD, KLB, P2DBD
Abstrak. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang cenderungsemakin meluas wilayah penyebarannya, sejalan dengan semakin padatnya pemukinan dan meningkatnyamobilitas penduduk. Perubahan iklim dapat berpengaruh terhadap pola penyakit menular dan seiringmeningkatnya penularan penyakit. Penyakit DBD telah menjadi endemis di di kota-kota besar diIndonesia. Di duga bahwa keadaan luar biasa (KLB) demam berdarah dengue yang terjadi hampir setiaptahun di seluruh Indonesia terkait dengan perubahan cuaca. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui hubungan iklim ( curah hujan, suhu udara dan kelembapan) dengan kejadian DBD di kotaPalangka Raya selama tahun 2009-2013. Desain penelitian yang digunakan adalah studi ekologi .Penelitian ini dilakukan pada bulan –Oktober - November 2014 dan terletak di kota Palangka Rayadengan menggunakan data sekunder. Data jumlah kasus diperoleh dari Dinkes Kota Palangka Raya. Dataiklim yang digunakan adalah data curah hujan, suhu udara, kelembapan diperoleh dari Badan MateriologiKlimatologi dan Geofisika (BMKG) Bandara Udara Cilik Riwut Palangka Raya. Kesimpulan daripenelitian ini adalah bahwa curah hujan yang meningkat dan kelembapan mempengaruhi meningkatnyakejadian demam berdarah dengue (76,3%). Oleh karena itu memerlukan kerjasama antara DinasKesehatan kota Palangka Raya dan BMKG dalam mendukung keberhasilan pelaksanaan programP2DBD.Keywords: Dengue Fever, outbreak, P2DBD
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 21
PendahuluanPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah salah satu penyakit menular yangdisebabkan oleh virus dengue dan ditularkanmelalui nyamuk Aedes aegypti. WHO (2007)1
mengestimasi 50 juta orang terinfeksi penyakitdemam berdarah setiap tahunnya.Penyakit inihanya dapat dikendalikan dengan pemberantasanvektor dan vaksin penyakit ini masih belum ada.DBD menyerang banyak penduduk negara-negaradidunia seperti Aprika, Timur Tengah, PasipikBarat, Asia tenggara termasuk Indonesia.3
Pertama kali dilaporkan penyakit DBDmenyerang Indonesia pada tahun 1968, yaitu diJakarta dan
Surabaya dengan jumlah kasus 58 orang(incidence Rate/IR=0,1 per 100.000) dan 24 orangdiantaranya meninggal (case FatalityRate/CFR=41,3%) . DBD telah tersebar ke seluruhprovinsi Indonesia. Data hingga tahun 2007memperlihatkan peningkatan IR dan jumlahkabupaten terinfeksi khususnya setelah beberapatahun El Nino (1973, 1983, 1998, dan 2005).Variasi iklim menyebabkan vektor penyakit DBDakan mudah berkembang biak baik diaderah tropismaupun subtropis. Variasi iklim yang dimaksudmeliputi curah hujan, suhu, dan kelembaban udara, dimana ketiga faktor tersebut merupakan faktorpendukung tinggi rendahnya populasi vektorpenyakit.
Secara administrasi Kota Palangka Rayayang ada di provinsi Kalimantan Tengah terdiridari 30 kelurahan yang tersebar 5 kecamatan danterdapat 7 kelurahan berstatus daerah endemisDBB. Berdasarkan data pada Pengelola ProgramPenanggulangan Penyakit Demam Berdarah(P2DBD) Dinas Kesehatan Kota Palangka Rayaselama tahun 2009-2013 terjadi peningkatankasus dan KLB (keadaan Luar Biasa) dengan 478kasus tahun 2010 dan 2012 terdapat 548 kasusdengan kematian sebanyak 3 orang.
Upaya pemberantasan vektor DBD melaluipemberantasan sarang nyamuk belum juga berhasilmeningkatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) masihdibawah standar Depkes (<95%)
Peningkatan kasus dan penyebaran penyakitDBD dipengaruhi kepadatan vektor Aedes aegyptiyang tersebar luas di daerah tropis, perbedaan antarwilayah dalam hal perkembangan ekonomi,kepadatan penduduk, transfortasi, dan budaya akanterus mempercepat transmisi penularan penyakittersebut. Peningkatan kasus DBD juga terjadikarena kurangnya peran serta masyarakat dalampenanggungan DBD, kurangnya kerjasama dankomitmen lintas program dalam pengendalianDBD sertadan perubahan iklim letak geografis
Indonesia didaerah tropis mendukungperkembangbiakan vektor dan pertumbuhan virus(Untung 7)
Iklim adalah salah satu komponen pokoklingkungan fisik yang terdiri atas suhu,kelembaban ,curah hujan, cahaya dan angin.Menurut Depkes (2001)5 terdapat dua macamiklim, yaitu iklim Iklim makro merupakankeadaan cuaca rata-rata disuatu daerah, dan iklimmikro adalah modifikasi sampai pada suatutingkat tertentu dari keadaan-keadaan iklim makro.Perbedaan suhu dan kembaban udara dalambeberapa derajat dapat terjadi diantara iklim makrodan iklim mikro. Faktor iklim mempengaruhikejadian dan penyebaran penyakit infeksi secaralangsung dan tidak langsung baik terhadapmikroorganisme patogennya, vektor, reservoir danpenjamu, seperti Malaria, dan DBD. Dalampenyebaran penyakit DBD, perubahan iklim akanmempengaruhi distribusi dari vektor Ae,aegyptydan tingkat infeksi dari penyakit itu sendiri.
Kondisi Palangka Raya yang selalumengalami peningkatan jumlah kasus penyakitDBD dan kurangnya pengkajian tentang hubunganiklim (curah hujan, suhu udara dan kelembaban)menyebabkan penelitian lebih lanjut pengaruhiklim terhadap terhadap kejadian DBD sanganpenting artinya dalam dalam rangka pencegahandan upaya kewaspadaan dini penyakit DBD.Tujuan penelitian ini yaitu mengalisis hubunganIklim (curah hujan, suhu udara, kelembapan)terhadap kasus kejadian DBD di Palangka Rayaselama tahun 2009-2013
MetodologiJenis penelitian ini bersifat kuantitatif danmerupakan penelitian deskriptif dengan rancangbangun penelitian yang digunakan adalah studiekologi time trend untuk meneliti hubungancurah hujan, kelembapan dan suhu udara terhadapkejadian DBD tahun 2009-2013 di Kota PalangkaRaya.Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah datakasus DBD di kota Palangka Raya selama tahun2009-2013. Variabel yang diteliti dalam penelitianini meliputi variabel bebas (meliputi data curahhujan, suhu udara dan kelembaban) dan variabelterikat (data kasus DBD). Pengumpulan datadilakukan dengan observasi dokumen dari laporanyang ada pada Dinas kesehatan Palangka Raya,Badan Mateorologi Klimatologi danGeofisika(BMKG) Bandara Cilik Riwut PalangkaRaya.Analisis besar pengaruh iklim terhadap kasus DBDdilakukan analisis univariat untuk memberikangambaran tentang distribusi kasus DBD sertafluktuasi curah hujan, kelembaban dan suhu udara
Yongwan, Natalansyah, Vissia. Dampak Perubahan iklim terhadap Kejadian DBD di Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 22
yang bersifat numerik, maka digunakan ukurannilai maksimum dan nilai mnimum. untukmenjelaskan mekanisme hubungan kausal antaracurah hujan, suhu udara dan kelembaban udaraterhadap kasus DBD dilakukan analisis jalur (pathanalysis)
.Hasil PenelitianAnalisis UnivariatKeseluruhan kasus penyakit DBD di KotaPalangka Raya selama periode 2009-2013 adalahsebanyak 673 kasus. Jumlah kasus tertinggiditemukan pada tahun 2010 yaitu sebanyak 235
kasus, sedangkan kasus terendah pada tahun 2011yaitu sebanyak 22 kasus (tabel.1).
Kondisi curah hujan di Kota Palangka Rayaselama kurun waktu 2009-2013, dapat dilihat padatabel 2. Curah hujan di Kota palangka Raya yangbervariasi dalam setiap bulannya menunjukanbahwa rata-rata curah hujan di Kota PalangkaRaya sepanjang periode 2009-2013 berkisar antara230,9 mm – 286,2 mm (<500mm) merupakancurah hujan yang tergolong sedang.
Tabel 1. Kasus Demam Berdarah Dengue di Kota Palangka Raya Tahun 2009-2013
No. Tahun JumlahPenderita(Orang)
IncidenceRate
(IR/100.000pdkk)
JumlahKematian(Orang)
Case Fatality Rate(CFR/100 pddk)
1 2009 123 61.2 3 2,42 2010 235 106.4 5 2,13 2011 22 9.8 1 4,54 2012 200 87.1 2 1,05 2013 93 40.5 1 1,1
Jumlah 673 60.9 1.8Sumber: Dinkes Kota Palangka Raya, 2014
Tabel.2. Curah Hujan per Bulan di Kota Palangka Raya pada Tahun 2009-2013
2009 2010 2011 2012 2013
Januari 251.6 313.2 317.3 434.6 427.2
Februari 380.9 353.4 280.3 255.9 522.4
Maret 512 368.4 511.1 339.5 253.4
April 272.1 405 356.2 269.1 251.9
Mei 267.6 346.1 376.6 229.3 284.5
Juni 41 291.4 36.1 136.4 135.8
Juli 27.1 318.8 122.9 244.3 242.9
Agustus 11.8 302.9 26.6 51.8 146.0
September 30.9 428.8 176.5 72.3 159.0
Oktober 203.1 729.1 414.9 72.3 121.2
November 217.6 328.6 427.2 243.5 319.1
Desember 555.6 299.3 388.9 475.5 396.1Rerata 230.9 373.8 286.2 235.4 271.6Terendah 11.8 291.4 26.6 51.8 121.2Tertinggi 555.6 729.1 511.1 475.5 522.4
Curah HujanCurah Hujan
Sumber: Stasiun Meteorologi dan Geofisika Palangka Raya, 2014
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 23
Tabel 3. Kelembaban per Bulan di Kota Palangka Raya pada Tahun 2009-2013
Kelembaban 2009 2010 2011 2012 2013
Januari 85,1 83,9 84,5 85,4 85
Februari 82,6 81,9 85,6 87,6 85,4
Maret 84,7 83,9 85,3 85,4 86,8
April 83,5 85 86 84,8 86,2
Mei 82,8 83,6 84,5 83,6 86,8
Juni 80,2 85 82,8 83 84,3
Juli 82 85,3 82 85,7 85,7
Agustus 78,2 84,5 79,1 81,7 83
September 76,3 83,6 82 79,8 83,3
Oktober 79,8 83,3 81,1 81,1 80,1
November 82 83,5 84,8 85 84,7
Desember 83,2 84 89 86,2 84,3
Rerata 81,70 83,96 83,89 84,11 84,63
Terendah 76,30 81,90 79,10 79,80 80,10
Tertinggi 85,10 85,30 89,00 87,60 86,80
Kelembaban(%)
Kelembaban udara selama kurun waktu waktu2009-2013 dapat dilihat pada tabel.3. kelembaban udaraterlihat yaitu rerata tidak berbeda jauh, reratakelembaban terendah pada tahun 2009 sebesar 81,7% .Sedangkan kelembaban tertinggi tahun 2011yaitusebesar 89,00 %, ini merupakan ini merupakankelembaban yang cukup ekstrem yang pernah terjadiKota Palangka Raya Selama periode 2009-2013.
Suhu udara selama kurun waktu 2009-2013 yaiturerata tidak berbeda jauh antar tahun, dengan variasisuhu udara tertinggi 28,7oC dan terendah 26oC(tabel.4)
Selanjutnya untuk melihat kenornalan datapenelitin pada variabel independen dan dependen,maka dilakukan uji normalitas data dengan UjiKolmogorov Smirnov, dan hasil didapat bahwa semuavariabel penelitian berdistribusi normal (P>0,05)sehingga semua variabe dapat diikutkan dalam ujibivariat (tabel.5).
Tabel 4. Temperatur per Bulan di Kota Palangka Raya pada Tahun 2009-2013
2009 2010 2011 2012 2013
Januari 26.9 27.1 27.1 26.8 27
Februari 27.2 28.1 28.1 26.8 27.4
Maret 26.8 27.8 27.8 27.1 27.3
April 28.1 27.9 27.9 27.7 27.7
Mei 28.1 28.7 28.7 27.7 27.5
Juni 28 27.7 27.7 27.4 28
Juli 27 27.2 27.2 26.5 26.8
Agustus 28 27.3 27.3 27.1 27
September 28.6 27.5 27.5 27.7 27.4
Oktober 28 27.7 27.7 27.7 28
November 28 27.5 27.5 27.7 27.3
Desember 27.6 26 26 27.3 27.2
Rerata 27.69 27.54 27.54 27.29 27.38
Terendah 26.8 26 26 26.5 26.8
Tertinggi 28.6 28.7 28.7 27.7 28
TemperaturTemperatur
Sumber: Stasiun Meteorologi dan Geofisika Palangka Raya, 2014.
Yongwan, Natalansyah, Vissia. Dampak Perubahan iklim terhadap Kejadian DBD di Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 24
Tabel 5. Uji Normalitas Data dengan Menggunakan Uji Kolmogorov Smirnov
CurahHujan Temperatur Kelembaban DBD
Kolmogorov-Smirnov Z 0.857 0.501 0.862 0.996
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.455a 0.963a 0.448a 0.275a
a. Test distribution is Normal.
Analisis BivariatPada analisa bivariat dilakukan uji kolineritas antaravariabel yang bertujuan untuk melihat ada atau tidakadanya kolineriatas yang ditunjukan dengan r Pearson
correlations, jika r >0,80 maka diduga ada kolinieritasantar variabel independent sehingga salah satu daripasangan harus dibuang. Berdasarkan tabel5.menunjukan tidak ada kolinieritas (r<0,80).
Tabel 5. Uji Kolinieritas antar Variabel
Curah hujan Temperatur Kelembaban DBD
Curah hujan Pearson Correlation 1 -0.210 0.691* 0.594*
Sig. (2-tailed) 0.512 0.013 0.042
Temperatur Pearson Correlation -0.210 1 -0.335 -0.419
Sig. (2-tailed) 0.512 0.288 0.176
Kelembaban Pearson Correlation 0.691* -0.335 1 0.521
Sig. (2-tailed) 0.013 0.288 0.082
DBD Pearson Correlation 0.594* -0.419 0.521 1
Sig. (2-tailed) 0.042 0.176 0.082
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
AnalisisMultivariateBerdasarkan hasil uji linier ganda pada tabel
coefficient (tabel.6) variabel curah hujan (p=0,000) dankelembaban (p=0,000), sehingga kedua variabel inimasuk ke dalam analisis jalur (path model) sedangkantemperatur (0,243) tidak masuk (p>0,05). Selanjutnyauntuk mengetahui besar pengaruh antara perubahaniklim yang meliputi curah hujan, kelembaban udara,dengan kejadian DBD, digunakan analisis jalur (path
analysis) . analisis jalur ini digunakan untukmenjelaskan mekanisme hubungan kausal antara curahhujan (X 2), kelembaban ( X1 ), terhadap kejadianpenyakit DBD (Y1). Berdasarkan hasil tabel 7, tampakbahwa besarnya pengaruh lansung antar variabel dapatdilihatdari koefisiensi Standardized Coefficient Beta.Dari hasil tabel.7, maka diperoleh diagram jalur dengannilai pengaruh variabel X1, X2 Y1 (gambar.7).
Gambar 1. Model Path
Kelembaban Udara (X1)
Curah Hujan (X2)Kasus DBD (Y1)
0,691
0,293
0,763
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 25
PembahasanHubungan curah hujan dengan kejadianpenyakit DBD
Hasil analisis pada tabel 4.7 menunjukanbahwa ada hubungan yang bermakna antara curahhujan dengan kejadian DBD di Kota PalangkaRaya selama tahun 2009 – 2013 (p=0,000;r=0,594). Variabel curah hujan memiliki pengaruhefek langsung yang paling besar sebesar(76,3,0%) Hasil penilitian ini tidak berbedapenelitian yang dilakukan Andrian (2001)menyatakan terdapat hubungan hubungan yangbermakna antara faktor iklim hujan dan angkakejadian DBD tahun 1997 – 2000 di DKI Jakarta10.
Sementara itu hasil penelitian lain yangmenunjukan adanya korelasi antara curah hujandengan kejadian DBD dengan wilayah yang lebihluas dan waktu yang panjang pernah dilakukan diThailand, oleh Thammapalo et.al (2000), diketahuibahwa kejadian DBD berbanding terbalik dengancurah hujan di 9 propinsi dari 73 propinsi selamatahun 1978 – 1997 (240 bulan). Demikian jugapenelitian yang dilakukan oleh Loh dan Song diSingapura (2001) dengan menggunakan data iklimmingguan yang dikorelasikan dengan kasus DBDukuran klaster (2-29 kasus) hanya curah hujanyang mempunyai hubungan signifikan (p=0,0015;R2 =0,102). Menurut penelitian Tien Zubaidah(2012) bahwa variabel yang berpengaruh terhadapkejadian DBD di Kota Banjar Baru tahun 2005 –2010 yaitu variabel curah hujan memilikipengaruh yang paling besar sebesar (27,0%)diikuti kelembaban (25,0%).
Berdasarkan data Incidence Rate (IR) kasusDBD di Kota Palangka Raya tahun 2009-2013berfluktuasi. IR yang tertinggi yaitu di tahun 2010sebesar 106,4 per 100.000 penduduk. Tahun 2012IR DBD termasuk yang tertinggi kedua diikutidengan tahun 2009 yaitu sebesar 87,1/100.000 dan61,2/100.000 penduduk. Sementara itu, IR DBDyang terendah yaitu di tahun 2011 sebesar9,8/100.000 penduduk. IR total untuk KotaPalangka Raya sebesar 60,9/100.000 penduduk.Sedanngkan menurut indicator kematian akibatDBD (CFR), angka kematian kasus DBD tertinggidi tahun 2011 yaitu sebesar 4,5/100 penduduk.Sedangkan yang terendah yaitu di tahun 2012sebesar 1/100 penduduk. CFR total untuk kotaPalangka Raya tahun 2009-2013 sebesar 1,8/100penduduk. (Tabel 4.2.).
Kejadian penyakit DBD biasanya meningkatbeberapa waktu sebelum musim hujan lebat atausetelah hujan lebat. Pengaruh hujan berbeda-beadamenurut banyak hujan dan keadaan fisik daerah.Terlalu banyak hujan akan menyebabkan banjirdan terlalu kurang hujan akan menyebabkankekeringan dan mengakibatkan berpindahnya
tempat pembiakan nyamuk Ae aegypti secaratemporer, sehingga perkembangbiakan nyamukakan berkurang, tetapi keadaan ini akan segerapulih bila keadaan kembali normal. Curah hujanyang cukup tinggi dengan jangka waktu waktulama akan memperbesar kesempatan nyamuk Aeaegypti untuk berkembangbiak secara optimal. Halini juga merupakan salah satu faktor yangmenyebabkan peningkatan penularan virus dengue.Populasi nyamuk Ae aegypti akan berkembangpesat pada musim hujan dan perkembangna vektorini akan berdampak pada peningkatan kejadianDBD.
Kennet F. Kipel dalam Sejati (2001),menyatakan bahwa curah hujan bulanan yangmelampaui 300 mm akan meningkatkan kejadianDBD sebesar 120% dan letusan kejadian DBDakan terjadi kira-kira 2 – 3 bulan setelah setalahmusim hujan. Jika dilhat rata-rata curah hujanbulanan dihubungkan dengan dua puncak kejadianDBD (tahun 2010 dan 2012) tabel.2. di KotaPalangka Raya terlihat ada korelasi bahwa curahhujan tinggi diatas rata-rata 300 mm dan terjadipeningkatan kejadian penyakit DBD (tabel 4.3)
Hubungan temperatur dengan kejadian DBDHasil analisis pada tabel 4.7 menunjukan
bahwa tidak adanya hubungan yang bermaknaantara curah hujan dengan kejadian DBD di KotaPalangka Raya selama tahun 2009 – 2013(p=0,243; r=0,-419). Hasil penelitian ini sejalandengan penelitian Sungono (2004) di Jakarta Utaratahun 1999 – 2003 yang menyatakan bahwa tidakada hubungan bermakna antara suhu dengan angkainsiden DBD.11 Begitu juga dengan penelitianpenelitian Rohaedi (2008) di Jakarta Barat tahun2007.12 dan penelitian Tien Zubaidah (2012)menyatakan bahwa suhu udara tidak memberikanpengaruh terhadap terjadinya kasus DBD di KotaBanjar Baru. Tidak terdapat hubungan yangbermakna antara suhu dengan angka insiden DBDmungkin disebabkan karena suhu rata-rata perbulan kota Palangka Raya yang berkisar 27.54 –27.69oC kurang mendukung dalam prosesperkembangbiakan nyamuk Ae aegypty dan untukpenulaan virus dengue. Waktu yang dibutuhkanuntuk setiap stadium vektor DBD dari mulai telur,larva dan pupa serta bentuk dewasanya sangatbergantung keadaan lingkungan suhu sepertisuhu14.vektor DBD tinggal pada lingkungandengan rata-rata suhu 25-27oC yang merupakansuhu optimal perkembangan larva dari vektorDBD. Kecepatan perkembangan nyamuktergantung dari kecepatan proses metabolismeyang sebagian diatur suhu. Suhu yang tetap lebihdari 27 – 30o C akan mengurang rata-rata umurpopulasi nyamuk Ae.aegypti (Depkes, 2005). Pada
Yongwan, Natalansyah, Vissia. Dampak Perubahan iklim terhadap Kejadian DBD di Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 26
suhu 28-32oC dengan kelembaban tinggi nyamukAe aegypty akan bertahan hidup untuk jangkawaktu lama. Di Indonesia , karena suhu udara dankelembaban tidak sama di setiap tempat, makapola waktu terjadinya penyakit agak berbeda untuksetiap tempat. Di Jawa umumnya infeksi virusdengue terjadi diawal Januari dan terus meningkatsampai kasus tertinggi sekitar bulan April sampaiMei setiap tahunnya
Hubungan kelembaban dengan kejadian DBDHasil analisis pada tabel 4.7 menunjukan
bahwa ada hubungan yang bermakna antara curahhujan dengan kejadian DBD di Kota PalangkaRaya selama tahun 2009 – 2013 (p=0,000;r=0,521) Variabel kelembaban memiliki pengaruhefek langsung(Simple Path) sebesar (29,3,0%)hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yangdilakukan Andriani (2001) disimpulkan bahwaterdapat hubungan yang bermakna antara faktoriklim kelembaban dan angka insiden DBD selamatahun 1997-2000. 10 Begitu juga dengan penelitiansungono (2004) di Jakarta Utara tahun 1999-2003yang menyatakan bahwa ada hubungan yangbermakna antara kelembaban dengan insidenDBD.11 Demikian pula dengan penelitian TienZubaidah (2012) bahwa kelembaban udaraberpengaruh terhadap kejadian DBD di KotaBanjar Baru selama periode 2005-2010. Penelitianlainnya oleh Tri Yunis M.dkk (2010) bahwa tidakada hubungan yang bermakna antara kelembabandengan kejadian DBD selama 5 tahun diKecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat.
Kelembaban udara mempengaruhi umurdan kemampuan terbang nyamuk Ae Aegypty.Badan nyamuk kecil memiliki permukaan yangbesar oleh karena system pernapasan dengantrachea, dan keadaan ini menyebabkan penguapanair dari tubuh nyamuk menjadi lebih besar. Untukmepertahankan cadangan air dalam tubuh daripenguapan , maka jarak terbang nyamuk terbatas.Kelembaban udara optimal akan menyebabkandaya tahan hidup nyamuk akan bertambah. Hal inidapat terjadi jika curah hujan dan suhu udara jugatinggi. Pada kelembaban 85% umur nyamuk betinaakan mencapai 104 hari tanpa mengisap darah, dan122 hari jika mengisap darah serta padakelembapan kurang dari 60% umur nyamuk akanmenjadi pendek sehingga tidak cukup untuk sikluspertumbuhan virus di dalam tubuh nyamuk(Depkes, 2001a).
Kelembaban udara rata-rata perbulan diKota Palangka Raya selama tahun 2009 – 2013sebesar 81,70% – 84,64%, menunjukan bahwakelembaban udara di Kota Palangka Raya yangcukup kondusif bagi aktifitas nyamuk Ae Aegyptyuntuk melakukan siklus gonotropik (siklus
pergerakan nyamuk betina dari tempatperkembanganbiak-menuju hospes untuk mengisapdarah-istirahat-ketempat berkembangbiak danseterusnya). Siklus gonotropik akan diikuti olehmasa inkubasi virus yang pendek dalam tubuhnyamuk seiring dengan meningkatkannya suhuudara. Keadaan ini merupakan keadaan kondusifuntuk nyamuk berkembangbiak dan mempercepatreplikasi virus, sehingga transmisi penularanmenjadi lebih tinggi ( Hales et al, 2002).Hubungan iklim (curah hujan, kelembaban)dengan Kejadian DBD.
Berdasarkan hasil penelitian menurut ujilinier diperoleh hasil yaitu nilai koefisien pathuntuk curah hujan diperoleh 0,763 artinya curahhujan searah dengan DBD sedangkan nilaikoefisien path untuk kelembaban diperoleh 0,293artinya kelembaban searah dengan kenaikan curahhujan akan menaikan kelembaban. Sedangkanpada table coefficients, kelembaban mempunyainilai P < 0,05 sehingga variabel ini masuk kedalam path model, nilai koefisien path untuk curahhujan = 0,691 artinya hubungan curah hujan searahdengan kelembaban dengan kata lain kenaikancurah hujan akan menaikan kelembaban.Selanjutnya berdasarkan perhitungan efeklangsung dan tidak langsung, maka dapatdisimpulkan bahwa jalur yang mempunyai efekterkuat (RR) adalah jalur langsung dari DBDterhadap Curah Hujan. Hasil penelitian ini sejalanpenelitian yang dilakukan Minanda dkk (2012)bahwa kejadian DBD di Kota Semarang tahun2002-2011 berhubungan dengan curah hujan dankelembaban. Hasil penelitian ini mendukun hasilyang dilaksanakan Tien Zubaidah(2012) bahwavariabel curah hujan memiliki pengaruh yangpaling besar sebesar 27,0% diikuti dengankelembaban udara sebesar 25 % dengan kejadianDBD di Kota Banjar Baru tahun 2005-2010.Sementara penelitian lain Sari, Liana (2011)menyimpulkan perubahan suhu, kelembaban dandan kecepatan angin berhubungan dengankejadian DBD di Kabupaten Cilacap tahun 1998 –2010.
Kesimpulan Dan Saran1. Variabel curah hujan memiliki pengaruhyang
dominan dan dikuti kelembaban uadarterhadap kejadian DBD di Kota PalangkaRaya selama tahun selam periode 2009-2013.
2. Dapat diperkirakan bahwa pada saat curahhujan berkisar antara 299,3 mm – 434,6 mmdan kelembaban udara berkisar antara 84% –86,2% merupakan warning yang dapatmemberikan sinyal akan terjadinyapeningkatan kasus penyakit DBD (KLB)
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 27
3. Pentingnya meningkatkan hubungan kerjasama lintas sektor antara Dinas KesehatanKota Palangka Raya dengan BadanMateorologi dan Geofisika (BMKG) cilikRiwut Palangka Raya dalam memanfaatkandata iklim untuk mendukung keberhasilanpelaksanaan P2DBD.
4. Perlunya penelitian yang lebih mendalamterhadap faktor-faktor lain seperti ; faktorindividu, perilaku dan partisipasimasyarakat, lingkungan rumah, pelaksananprogram, yang mungkin memberikankontribusi pada penyebaran vektor dankejadian DBD.
Daftar Pustaka1. WHO, 2007, Dengue in the WHO Western
Pasific Region. Weekly EpidemiologyRecord. 2007
2. Depkes RI., 2005. Pemberantasan danPencegahan Demam Berdarah di Indonesia.Diejend. P2M & LP Jakarta
3. Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya 2011,Dokumentasi laporan tahunan Subdin P2P,Dinkes Kota Palangka Raya.
4. Achmadi, U.F. 2001. Manajemen KesehatanBerbasis Wilayah (pemberantasan PenyakitBerbasis Lingkungan), Materi Perkluliahan
Programa Pascasarjana UI) EpidemiologiKesehatan Lingkungan, UI Depok.
5. Depkes 2001, Pedoman Ekologi dan AspekPerilaku Vektor, Direktorat PPM & PL,Depkes RI, Jakarta
6. WHO, 1998, Dengue in the WHO WesternPasific Region. Weekly EpidemiologyRecord. 1998 73:273
7. Reksososoebroto, S. 1991. SanitasiPerhotelan, Himpunan Ahli KesehatanLingkungan (Hakli) , Jakarta
8. Profil Kesehatan Kota Palangka Raya (2009,2010, 2011), Dinkes Kota Palangka Raya
9. Lemeshow, Sampling pada PenelitianKesehatan , Gajah Mada University Press,2004
10. Depkes RI (1997), Survei EntomologiDemam Berdarah Dirjend PPM-PLP DepkesRI
11. Zaenudin (2003), Analisis Spasial KejadianPenyakit DBD di Kota Bekasi
12. Loh, Basil and Ren Jing Song (2001),Modeling Dengue Cluster as of Aedesaegypti Population and Climate in SingapuraDengue Bulletin Vol 25 Desember 2001.
13. Sejati, (2001) Hubungan variasi iklimdengan kejadian Demam Berdarah Dengue(DBD) di Kota Padang tahun 1995 – 1999,Thesis Pascasarjana IKM UI Depok.
Yongwan, Natalansyah, Reny. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah di Kota Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 28
Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Demam Berdarah Denguedi Kelurahan Kota Palangka Raya
Risk Factors of Dengue Fever in Palangka Raya District, Central Kalimantan
Yongwan Nyamin * Natalansyah * Reny Sulistyowati.*
Abstrak. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan infeksi yang menjadi masalah-masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Pada tahun 2005 di Indonesia dilaporkan 19.000 kasus demamberdarah. Case Fatality Rate (CFR) penyakit ini di negara berkembang berkisar 1-2,5%. Palangka Rayamerupakan kota pusat Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah yang mengalami peningkatan danperluasan kasus secara bermakna sejak tahun 2010. faktor-faktor yang dapat menimbulkan kasuspenyakit DBD adalah faktor host, perilaku dan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian demam berdarah dengue (DBD) di kotaPalangka Raya selama tahun Oktober 2011- September 2013. Desain penelitian yang digunakan adalahstudi case control dengan 116 subyek. Analisa data menggunakan Chi Square dengan perhitungan oddsratio dan regresi logistik . Kesimpulan penelitian ini adalah perilaku pemberantasan sarang nyamuk(PSN) berhubungan dan mempengaruhi meningkatnya kejadian demam berdarah dengue. disaran agarfaktor perilaku PSN perlu diperhatikan dalam memprediksi kejadian DBD. Untuk meningkatkankeperdulian dan peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan penyuluhan PSN-3M danpenyebarluasan leaflet dan kegiatan tersebut perlu diperhatikan dan berkesimbungan.Kata Kunci: PSN, DBD
Abstrak. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan infeksi yang menjadi masalah-masalah di negara-negara tropis, termasuk Indonesia. Pada tahun 2005 di Indonesia dilaporkan 19.000 kasus demamberdarah. Case Fatality Rate (CFR) penyakit ini di negara berkembang berkisar 1-2,5%. Palangka Rayamerupakan kota pusat Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah yang mengalami peningkatan danperluasan kasus secara bermakna sejak tahun 2010. faktor-faktor yang dapat menimbulkan kasuspenyakit DBD adalah faktor host, perilaku dan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian demam berdarah dengue (DBD) di kotaPalangka Raya selama tahun Oktober 2011- September 2013. Desain penelitian yang digunakan adalahstudi case control dengan 116 subyek. Analisa data menggunakan Chi Square dengan perhitungan oddsratio dan regresi logistik . Kesimpulan penelitian ini adalah perilaku pemberantasan sarang nyamuk(PSN) berhubungan dan mempengaruhi meningkatnya kejadian demam berdarah dengue. disaran agarfaktor perilaku PSN perlu diperhatikan dalam memprediksi kejadian DBD. Untuk meningkatkankeperdulian dan peran serta masyarakat dapat dilakukan dengan penyuluhan PSN-3M danpenyebarluasan leaflet dan kegiatan tersebut perlu diperhatikan dan berkesimbungan.Kata Kunci: Dengue Fever
PendahuluanPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD)
adalah salah satu penyakit menular yangdisebabkan oleh virus dengue dan ditularkanmelalui nyamuk Aedes aegypti. WHO (2007)1
mengestimasi 50 juta orang terinfeksi penyakitdemam berdarah setiap tahunnya.Penyakit inihanya dapat dikendalikan dengan pemberantasanvektor dan vaksin penyakit ini masih belum ada.
Kota Palangka Raya merupakan kota yangmenjadi Pusat Pemerintahan Provinsi KalimantanTengah terdiri dari 30 kelurahan yang tersebar 5kecamatan dan terdapat 8 kelurahan berstatusdaerah endemis DBB. Berdasarkan data pada
Pengelola Program Penanggulangan PenyakitDemam Berdarah (P2DBD) Dinas Kesehatan KotaPalangka Raya selama tahun 2012 terdapat 548kasus dengan kematian sebanyaka 3 orang..2a
Penelitian-penelitian tentang demamberdarah telah banyak dilakukan, baik yangberhubungan faktor etiologik, diagnostik daripenyakit tersebut. Beberapa faktor etiologik yangditemukan berhubungan dengan penyakit demamberdarah adalah faktor host (umur, jenis kelamin,mobilitas), faktor lingkungan ( kepadatan rumah ,adanya tempat perindukan nyamuk, tempatperistrihatan nyamuk, kepadatan nyamuk, angka
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 29
bebas jentik, curah hujan, faktor perilaku (Polatidur , kegiatan pemberantasan sarang nyamuk) TriYunis .M. dkk. 2010..3
Pada faktor diagnostik juga telahdikembangkan beberapa diagnostik selainmenggunakan diagnostik yang selama inidigunakan (complement fixation danhemaglutination inhibition test) Pada faktorprognostik juga telah diteliti hal-hal yangberhubungan dengan invasi virus kedalam seltubuh manusia. serta telah dikembangkan beberapacara pengobatan terhadap penyakiit tersebut (CDC,2007). Berbagai program sepertipenyelidikan epidemiologi, pemantauan jentikberkala, penyuluhan, foging fokus, abatisasi,pemberantasan sarang nyamuk, namun kejadiandemam berdarah terus meningkat terutama padabulan Desember - Januari setiap tahunnya (DinkesKota, 2012).2b
Dari seluruh faktor tersebut diatas, upayakontrol dan pencegahan terhadap penyakit DemamBerdarah Dengue (DBD), baik melalui faktordiagnostik, prognostik, etiologik menjadi pentingguna menurunkan kejadian penyakit tersebut dipopulasi. Untuk itu dilihat dari seluruh faktor yangberhubungan dengan kasus kejadian DBD diPalangka Raya
MetodologiJenis penelitian ini adalah observasional
yang menggunakan metode Retrospective studydengan pendekatan case control yaitumembandingkan antara kelompok orang yangmendrita penyakit demam berdarah (kasus) dengankelompok orang yang tidak menderita penyakitdemam berdarah (kontrol), kemudian dicaripenyabab timbulnya penyakit tersebut.
Faktor resiko yang diuji dalam penelitianini adalah, karakteristik individu ( jenis kelamin,umur, pendidikan dan pekerjaan), perilakuPerilaku PSN (kebiasaan menghalau nyamuk,kebiasaan 3M) karakteristik lingkungan rumah (jenis rumah, atap, dinding, lantai, ventilasi,keberadaan kontainer dan tanaman lebat diluarrumah) Program penanggulangan DBD(penyuluhan, media dan kunjungan petugas)
Penelitian ini dilaksanakan pada beberapakelurahan endemis DBD di Kota Palangka Rayadengan waktu penelitian selama 3 bulan , yaitudari bulan Oktober sampai dengan Desember2013. Data kasus dan control diperoleh data kasusdari periode tahun Oktober 2011 – September2013. Populasi kasus dalam penelitian ini adalahsemua penduduk di Kelurahan Kota PalangkaRaya yang menderita DBD berdasarkan hasil Ujitourniquet (+), pemeriksaan trombosit ( ≤100.000) dan dilaporkan pihak Puskesmas ke P2PDBD Dinkes Kota Palangka Raya, sedangkan
populasi kontrol dalam penelitian ini semuapenduduk di kelurahan Kota Palangka Raya yangtidak menderita DBD tetapi dilaporkan puskesmaske Dinkes Kota Palangka Raya, misalnya luka -luka, batuk, filek dengan demikian maka besarsampel dalam penelitian ini adalah sebesar 116responden terpilih yang terdiri dari 58 kasus dan58 kontrol dengan kriteri inklusif yang sama.
Instrumen dalam penelitian ini yangdigunakan untuk mengumpulkan data adalahkuesioner, dan chek list yang digunakan untukmengumpulkan data. Pengumpulan data penelitiandilaksanakan oleh enumerator, dimana sebelumnyaterlebih dahulu dilakukan pelatihan selama 3 hari.
Data yang diperoleh dikumpulkan untukdilakukan pemeriksaan/validasi data, pengkodeanrekapitulasi, kemudian dilakukan analisa statistik(Analysis Univarite, Analysis bivariate, danAnalysisis Multivariat) dengan menggunakanSPSS versi 18.0.
Hasil Penelitian Karakteristik RespondenJenis kelamin responden laki-laki
kelompok kasus dan kontrol hampir sama yaitu25,9% dan 27,6%. Sementara respondenperempuan kelompok kasus dan kontrol jugahampir sama yaitu 74,1% dan 72,4%. Demikianpula dengan pendidikan responden antarakelompok kasus dan kontrol tidak terlalu berbedajauh proporsinya. Bila dilihat dari distribusipendidikan responden baik kasus maupun kontrolpaling banyak yang berpendidikan perguruantinggi 51,7% diikuti dengan SMA (30,2%), SMP(12,9%). Distribusi pekerjaan responden tidakterlalu berbeda jauh kecuali di pegawai pemerintahantara kelompok kasus dan kontrol persentasenyaberbeda. Responden yang bekerja sebagai pegawaipemerintah lebih banyak di kelompok kasusdaripada dikelompok kontrol. Sedangkan dariumur responden lebih banyak yang berumur 26-45tahun. Rerata umur responden untuk kelompokkasus 35±10 tahun dan kelompok kontrol 39±9tahun (Tabel.1.).
Perilaku Responden terhadap DBDPerilaku perlindungan responden terhadap
nyamuk DBD, responden paling banyakmenyatakan menggunakan semprotan nyamuk68,1%, menggunakan obat nyamuk bakar, danmengolesi dengan autan 44% (Tabel .2.). Biladilihat berdasarkan responden kasus dan kontroldidapatkan hasil responden yang menggunakanobat nyamuk elektri, menyemprot nyamuk, danmengolesi autan lebih banyak terdapat padakelompok kasus daripada kelompok kontrol.Sedangkan responden yang menggunakan obatnyamuk bakar lebih banyak pada respondenkontrol. Sedangkan Perilaku PSN pada
Yongwan, Natalansyah, Reny. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah di Kota Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 30
responden kasus didapat hasil sebagai berikutresponden paling banyak banyak menjawab(90,5%) melakukan pengumpulan/membakarsampah. Jawaban paling banyak kedua adalahresponden (88,8%) melakukan pengurasan bakmandi. Bila dilihat berdasarkan kelompok kasuskontrol perilaku menguras bakmandi lebih banyakdilakukan oleh responden kontrol (91,4%)
daripada responden kasus (86,2%). Jawabanperilaku PSN pada responden tentang menutuptempat penampungan air sebesar (64,7%) denganproporsi yang tidak berbeda jauh antara kelompokkasus dan kontrol. Responden yang menguburkaleng bekas, gelas/plastik bekas sebanyak 22,9%,sedangkan yang menyimpan ban bekas danmenutup drum sebanyak 4,3% (Tabel 2.).
Tabel.1. Distribusi Karakteristik Responden Kasus-Kontrol DBD,Palangka Raya, 2013 (n=116)
Variabel Kasus Kontrol TotalN % N % n %
Jenis KelaminLaki-lakiPerempuan
1543
25,974,1
1642
27,672,4
3185
26,773,3
PendidikanTidak sekolahSDSMPSMAPerguruan Tinggi
017
1733
01,7
12,129,356,9
238
1827
3,45,2
13,831,046,6
24153560
1,73,4
12,930,251,7
PekerjaanPegawai PemerintahPegawai swastaWiraswastaPelajarIRT
295978
508,6
22,43,4
29,3
215
132
17
36,28,6
22,43,4
29,3
501022925
43,18,6
19,07,8
21,6Umur
≤ 25 tahun26-45 tahun≥ 45 tahun
123610
20,762,117,2
63616
10,362,127,6
187226
15,562,117,2
58 100 58 100 116 100
Tabel.2. Distribusi Perilaku PSN DBD pada Responden Kasus-Kontrol terhadapDBD, Palangka Raya, 2013 (n=116)
Variabel Kasus Kontrol TotalN % n % n %
KelambuSemprot nyamuk
1144
1975,9
935
15,560,3
2079
17,268,1
Mengolesi dengan autan 29 50 22 37,9 51 44,0Menggunakan obat nyamuk bakar 30 51,7 35 60,3 65 56Menggunakan obat nyamuk elektrik 5 83,3 1 16,7 6 5,2Menguras bak mandi 50 86,2 53 91,4 103 88,8Menutup tempat penampungan airMengubur kaleng bekas, gelas/plastikbekasMenyimpan ban bekas, menutup drumMembersihkan saluran airMengumpulkan/membakar sampahyang berserakanMengganti air vas bunga
3915
4
2358
67,225,9
6,9
39,7100
3611
1
2547
62,119,0
1,7
43,181
7526
5
48105
64,722,9
4,3
41,490,5
4 6,9 2 3,4 6 5,2
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 31
Karakteristik Lingkungan rumah.Berdasarkan karakteristik lingkungan rumah
sebanyak 15,5% responden menempati rumah nonpermanen. Dari kelompok kasus lebih banyakmenempati rumah permanen dan semi permanendaripada kelompok kontrol. Jenis genteng lebihbanyak yang terbuat dari multiroof (39,7%). Jenislantai lebih banyak yang 71,6% terbuat dari lantaikeramik. Jeni tembok lebih banyak yang terbuatdari tembok (81%). Dilihat dari luas ventilasi<10% lebih banyak pada kasus (58,6%) daripadakontrol (37,9%). Bila dilihat dari pakaian yang
bergelantung ada sebanyak 83,6% menyatakanbahwa di rumah responden terdapat pakaian yangbergelantung.Area tempat tinggal yang kumuhterdapat 56,9%. Kondisi rumah yang terdapatkontainer hanya 48,3% dimana kelompok kasuslebih banyak terdapat kontainer (60,3%) daripadakelompok kontrol (36,2%). Keberadaan tanamanlebat di halaman sebanyak 43,1% dimanakelompok kasus lebih banyak terdapat tanamanyang lebat di halaman (46,6%) daripada kelompokkontrol (39,7%) (Tabel.3.).
Tabel.3 Distribusi Karakteristik Lingkungan Rumah Responden Kasus-Kontrolterhadap DBD, Palangka Raya, 2013 (n=116)
Variabel Kasus Kontrol TotalN % N % n %
Jenis RumahPermanenSemi permanenNon Permanen
4684
79,313,86,9
41314
70,75,2
24,1
871118
759,5
15,5Jenis Atap
GentengSirapMultiroofSeng
Jenis LantaiKeramikSemen PlesteranPapan
Jenis DindingTembokKayu/papan/triplek
Ventilasi di Kamar TidurAda, >10% luas lantaiAda, <10% luas lantaiTidak ada
Terlihat pakaianbergelantungan
YaTidak
Rumah di daerah padat/kumuhYaTidak
Terdapat kontainerYaTidak
Tanaman lebatYaTidak
115
2814
4774
526
22342
517
2038
3523
2731
198,6
48,324,1
8112,16,9
89,710,3
37,958,63,4
87,912,1
34,565,5
60,339,7
46,653,4
1271821
36814
4216
33223
4612
3028
2137
2335
20,712,131,036,2
62,113,824,1
72,427,6
56,937,95,2
79,320,7
51,748,3
36,263,8
39,760,3
23124635
831518
9422
55565
9719
5066
5660
5066
19,810,339,730,2
71,612,915,5
8119
47,448,34,3
83,616,4
43,156,9
48,351,7
43,156,9
Yongwan, Natalansyah, Reny. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah di Kota Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 32
Program penanggulangan DBDProgram penanggulangan DBD di Palangka
Raya tidak berjalan dengan baik. Terlihat daripersentase responden yang mendapatkanpenyuluhan hanya 20,7% saja. Sedangkan yangtidak sebanyak 79,3% dengan kelompok kasuslebih banyak tidak mendapatkan penyuluhan 81%daripada kelompok kontrol 77,6%. Pemberi
penyuluhan paling banyak dilakukan oleh tenagakesehatan 79,2%. Media yang paling banyakdisenangi adalah penyuluhan langsung (44%) danMedia Cetak (42,2%). Delapan puluh sembilankoma tujuh persen menyatakan tidak mendapatkankunjungan dari nakes sebelum sebelum sakit DBD.(Tabel 4.).
Tabel 4. Program Penanggulangan DBD pada Responden Kasus-Kontrol,Palangka Raya, 2013 (n=116)
Variabel Kasus Kontrol TotalN % N % n %
Mendapat penyuluhanYaTidak
1147
1981
1345
22,477,6
2492
20,779,3
Pemberi penyuluhanNakesKader/PKKToma
830
72,727,3
0
1111
84,67,77,7
1941
79,216,74,2
Media Info DBD yang palingdisenangi
TVMedia cetakPenyuluhan langsung
Kunjungan petugas sebelumsakit
YaTidak
92722
553
15,546,637,9
8,691,4
72229
751
12,137,950
12,187,9
164951
12104
13,842,244
10,389,7
Kunjungan petugas sesudahsakit
YaTidak
Frekuensi kunjunganSekali2 kali3 kali>3 kali
2929
18641
5050
62,120,713,83,4
058
5110
0100
71,414,314,3
0
2987
23751
2575
63,919,413,92,8
Analisis BivariatHubungan PSN, Kesling, Higiene, dan Programdengan Kejadian DBD akan dianalisis dengan ujiChi Square dengan tingkat kemaknaan α < 0,05.Berdasarkan uji chi square hanya PSN yangmempunyai nilai α<0,05. Responden yang tidakmelakukan PSN lebih banyak pada respondenkasus (62,1%) daripada responden kontrol(43,1%). Sedangkan yang melakukan PSN lebihbanyak di konrol (55,2%) daripada kasus (41,4%).Didapatkan nilai P = 0,041 lebih kecil dari α 0,05yang artinya ada perbedaan bermakna antara PSNdengan Kejadian DBD. Nilai OR 2,2 (95% CI 1,0-4,5) artinya responden yang tidak melakukan PSNberisiko terkena DBD 2,2 kali dibandingkandengan responden yang melakukan PSN (Tabel.5).
Analisis MultivariatModel yang dipilih adalah model dengan
nilai R2 tertinggi sebagai bahan pertimbanganuntuk melakukan intervensi. (Tabel 6). Sehinggadari pemodelan regresi logistik ini dapat diambilmodel 1 dimana nilai R2 adalah yang paling besar.Dan terlihat juga hubungan yang bermakna antaraPSN dengan kejadian DBD dengan nilai OR=2,3;95% CI = 1,1-4,8, sehingga dapat dibuatpernyataan bahwa untuk responden yang tidakmelakukan PSN mempunyai peluang 2,3 kali lebihbesar mengalami DBD dibandingkan denganressponden yang melakukan PSN, apalagi denganadanya pekerjaan sebagai PNS, dan perilaku yangtidak higienis.
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 33
Tabel 5. Hubungan PSN, Kesling, Higiene, dan Program dengan Kejadian DBDpada Responden Kasus-Kontrol, Palangka Raya, 2013 (n=116)
Variabel Kelompok
Total
Nilai P OR
Kasus Kontrol
Pekerjaan Tidak PNS 24 32 56 0,137 1,7
41.4% 55.2% 48.3% (0,8-3,6)
PNS 34 26 60
58.6% 44.8% 51.7%
PSN PSN 22 33 55 0,041 2,2
37.9% 56.9% 47.4% (1,0-4,5)
Tidak PSN 36 25 61
62.1% 43.1% 52.6%
Kesling Baik 30 36 66 0,261 1,5
51.7% 62.1% 56.9% (0,7-3,2)
Buruk 28 22 50
48.3% 37.9% 43.1%
Higiene Baik 12 18 30 0,203 1,7
20.7% 31.0% 25.9% (0,7-4,0)
Buruk 46 40 86
79.3% 69.0% 74.1%
Program Ada 12 14 26 0,656 1,2
20.7% 24.1% 22.4% (0,5-2,9)
Tidak Ada 46 44 90
79.3% 75.9% 77.6%
Tabel 6. Analisis Regresi Logistik Hubungan Variabel Pekerjaan, PSN, dan Higiene denganKejadian DBD dengan mengontrol variabel luar, Palangka Raya, 2013 (n=116)
Variabel Model 1 Model 2 Model 3OR OR OR
95% CI 95% CI 95% CIPSN
PSNTidak PSN
2,3(1,1-4,8)
2,3(1,1-4,9)
2,2(1,0-4,5)
PekerjaanBukan PNSPNS
1,8(0,8-3,8)
1,9(0,9-3,9)
HigieneHigienisTidak Higienis
1,6(0,7-3,8)
N 116 116 116R2 0,088 0,077 0,048Deviance 152,88 153,93 156,60
Yongwan, Natalansyah, Reny. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah di Kota Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 34
Pembahasan Hubungan variabel pekerjaandengan kejadian DBD
Pada analisa bivariat pekerjaan respondendibagi dua yaitu sebagai PNS dan bukan PNS.Responden yang bekerja sebagai PNS lebih banyakpada kelompok kasus (58,6%) daripada kelompokkontrol (44,8%). Sedangkan yang tidak PNS lebihbanyak pada kelompok kontrol (55,2%) daripadakelompok kasus (41,4%). Selanjutnya dari hasil ujichi square didapatkan nilai P = 0,137 lebih besardari α 0,05 artinya tidak ada perbedaan yangbermakna antara pekerjaan dengan kejadian DBD.Nilai OR 1,7 (95% CI 0,8-3,6) artinya respondendengan pekerjaan PNS mempunyai risiko terkenaDBD sebesar 1,7 kali dibandingkan dengan yangbukan PNS (Tabel 6). Hasil penelitian ini sejalandengan penelitian Ahmad .H ( Depkes 1997).4
bahwa jenis pekerjaan tidak berpengaruh terhadappartisipasi ibu dalam rumah tangga dalamkegiatan PSN DBD.
Pekerjaan menurut Notoadmodjo (2007).5
adalah suatu kegiatan atau aktivitas seseoranguntuk memperoleh penghasilan guna kebutuhanhidupnya sehari-hari. Lama bekerja merupakanpengalaman individu yang akan menentukanpertumbuhan dalam pekerjaan. salah satu alasanmengapa pekerjaaan sebagai PNS beresiko terkenaDBD, karena PNS lebih banyak beraktifitas beradadiluar rumah dan berinteraksi dengan tempat-tempat umum. Menurut Reksosoebroto (1991).6
adalah tempat-tempat yang diperuntukan bagimasyarakat umum (TTU) dan didalam tempattersebut dilakukan kegiatan-kegiatan atau aktifitas-aktifitas yang dapat menimbulkan terjadinyapenyakit menular, penyakit akibat kerja dankecelakaan, dengan demikian sekolah dan TTUlainya merupakan tempat yang sangat potensialuntuk terjadi penularan penyakit DBD
Hubungan Variabel PSN dengan kejadianDBD
Hasil analisa hubungan antara variabel PSNdengan kejadian DBD di kelurahan Kota PalangkaRaya pada grafik 4.6, menunjukan bahwa terdapatperbedaan yang yang bermakna yaitu didapatkannilai P = 0,041 lebih kecil dari α 0,05. Nilai OR2,2 (95% CI 1,0-4,5) artinya responden yang tidakmelakukan PSN berisiko terkena DBD 2,2 kalidibandingkan dengan responden yang melakukanPSN. Hasil penelitian sesuai penelitian Hasyimidan Wiku dalam Tri Yunis Miko W dkk (2010).3b
bahwa dengan melaksnakan 3 M (PSN) di wilayahintervensi berbeda dengan wilayah kontrol. DeniAbdul R (2012) bahwa praktek menguras bakpenampungan air, berhubungan dengan kejadianDBD (P=0,029) hal ini sejalan pernyataan Depkes(2005).7 yaitu cara yang paling tepat untukmemberantas vektor (nyamuk Aedes aegypsi)
adalah dengan pemberantasan sarang nyamukdemam berdarah dengue (PSN DBD). Mengingatnyamuk ini telah tersebar luar tanah air, baikdirumah-rumah maupun di tempat-tempat umummaka upaya pemberantasan tidak hanya tugaspemerintah (tenaga kesehatan) saja tetapi harusdidukung peran serta masyarakat. Apabila kegiatanPSN DBD ini dapat dilaksanakan dengan intensif,maka populasi nyamuk Aedes aegypsi dapatdikendalikan sehingga penularan demam berdarahdengue dapat dicegah dan dikurangi.
Hubungan Variabel Kesling dengan KejadianDBD
Berdasarkan hasil uji chi square padagrafik 5, didapatkan nilai P = 0,261 yang artinyatidak ada hubungan antara kesling dengan kejadanDBD. Nilai ORnya 1,5 (95% CI 0,7-3,2) artinyaresponden yang keslingnya buruk berisiko 1,5 kaliterkena DBD dibandingkan responden yangkeslingnya baik. Hasil penelitian berbeda denganpenelitian Tri Yudis W dkk (2010).3c bahwa faktorkesehatan lingkungan rumah (pencahayaan,ventilasi) berhubungan dengan kejadian DBD diKecamatan Cimanggis, Depok, Jawa Barat.Menurut Jurnal Epidemiologi 1997.8a salah satufaktor resiko yang mempengaruhi terjadinya DBDfaktor lingkungan yang meliputi: 1) sumber airyang ditampung dan tidak berhubungan dengantanah merupakan tempat perindukan yangpotensial bagi vektor DBD, 2) kualitas tempatpenampungan air ; tempat penampungan air yangberjentik lebih besar kemungkinan terjadinya DBDdibandingkan dengan tempat penampungan airyang tidak berjentik, 3) kebersihan lingkunganseperti kebesihan halaman dari kaleng/ban bekas,tempurung dll juga merupakan faktor resiko terjadiDBD
Hubungan Variabel Higiene dengan KejadianDBD
Variabel higiene merupakan kompositdari nilai-nilai pertanyaan tentang perilaku higieneseperti baju yang bergelantungan, tanaman lebat dihalaman rumah, area rumah di daerah padat,terdapat kontainer. Hasil komposit dirata-ratakankemudian dibuat kelompok lebih kecil dari medianadalah kelompok higiene buruk dan lebih besardari median adalah kelompok higiene baik.Higiene baik lebih banyak pada kontrol (31,0%)daripada kasus (20,7%) sedangkan higiene buruklebih banyak pada kasus (79,3%) daripada kontrol(69,0%). Dari hasil uji chi square (tabel 5)didapatkan hasil nilai P = 0,203 artinya tidak adahubungan yang signifikan antara higiene dengankejadian DBD. Nilai OR-nya 1,7 (95% CI 0,7-4,0)artinya responden yang memiliki perilaku higieneburuk lebih berisiko 1,7 kali dibandingkan dengan
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 35
responden yang memiliki perilaku higiene baik.Perilaku dan sosial budaya masyarakat (JurnalEpid 1997)8b kebiasaan menggantung pakaiandidalam rumah merupakan habitat kesenangannyamuk Aedes aegypsi. Sedangkan kebiasaan tidursiang mempunyai resiko untuk terjadi DBD.Higiene perumahan sangat penting untukdiperhatikan karena biasanya nyamuk betinamencari mangsa pada siang hari. Aktivitasmenggigit mulai pagi hari sampai petang hari,dengan puncak aktivitas antara pukul 09.00 –11.00 dan 16.00 – 17.00, tidak seperti nyamuklain, Aedes aegypsi mempunyai kebiasaanmengisap darah berulang kali (Multiple bites)dalam satu siklus gonotropik, untuk memenuhilambungnya dengan darah dengan demikiannyamuk ini sangat efektif sebagai penularpenyakit. Menurut (Depkes 2005)7b setelahmengisap darah, nyamuk ini hingga (beristirahat)didalam atau kadang-kadang diluar rumahberdekatan dengan tempat perkembangbiakannya,biasanya ditempat yang agak gelap dan lembabdan ditempat ini nyamuk menunggu prosespematangan telurnya.
Hubungan Program penanggulangan dengnkejadian DBD
Berdasarkan hasil analisa statistik denganuji chi square diadapatkan nilai P = 0,656 artinyatidak ada hubungan yang signifikan antaraprogram dengan kejadian DBD. Nilai OR-nya 1,2(95% CI 0,5-2,9) artinya responden yang tidakmendapatkan program penyuluhan lebih berisikoterkena DBD 1,2 kali dibandingkan denganresponden yang mendapatkan penyuluhan (tabel5.) hal ini didukung oleh analisa univariat bahwapada responden yang mendapatkan programpenyuluhan DBD ada lebih banyak sedikit padakontrol (24,1%) daripada kasus (20,7%).sedangkan pada responden yang programpenyuluhannya tidak ada, lebih banyak papdakontrol (79,3%) dari pada kasus (75,9%). Hasilpenelitian ini sejalan dengan hakekat Penyuluhankesehatan adalah penambahan dan kemampuanseseorang melalui praktek belajar atau instruksidengan tujuan mengubah atau mempengaruhiperilaku manusia baik secara individu, kelompokmaupun masyarakat untuk dapat lebih mendiridalam mencapai hidup sehat (Herawani,2001).Menurut Depkes (2005)7c langkah-langkah dalampenanggulangan dan penyelidikan epidemiologi(PE) : penyuluhan, PSN/kerja bakti masal,abatetisasi yang dilakukan bersamaan denganfogging masal dengan tujuan untuk segeramemutuskan rantai penularan, dan mempertahanagar populasi tetap rendah dalam beberapa waktu(± 3 bulan). Ahmadi (2008).9 memperkenalkanmanajemen demam dengue yang berbasis pada
masyarakat. Konsep ini menggabungkanpengendalian penyakit pada sumbernya yaknipenderita awal yang memiliki potensi sebagaisumber penularan, pengendalian pada nyamukyakni pengendalian sarang nyamuk, sertapenyuluhan masyarakat untuk mendukunggerakan brantas (secara) tuntas penyakit demamberdarah (Getas DBD).
Yongwan, Natalansyah, Reny. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Demam Berdarah di Kota Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 36
Kesimpulan dan SaranKesimpulan1. Responden yang bekerja sebagai Pegawai
Pemerintah (PNS) lebih banyak padakelompok kasus (29 orang) daripadakelompok kontrol (21orang).
2. Higiene buruk lebih banyak pada kasus(79,3%) daripada kontrol (69,0%).
3. Variabel : pekerjaan, kesehatan lingkungan,Higiene dan program penanggulangan tidakmempunyai berhubungan dengan kejadianDBD (p:0,139, P:0,261, P:203 dan P:0,566)
4. Variabel PSN memiliki hubungan yangbermakna dengan kejadian DBD dengannilai OR=2,3; 95% CI = 1,1-4,8, sehinggadapat dibuat pernyataan bahwa untukresponden yang tidak melakukan PSNmempunyai peluang 2,3 kali lebih besarmengalami DBD dibandingkan denganressponden yang melakukan PSN, apalagidengan adanya pekerjaan sebagai PNS, danmempunyai perilaku yang tidak higienis.
Saran1. Bagi Puskesmas
Kiranya dapat meningkatkan kegiatanpenyuluhan tentang PSND DBD baik dalamdan luar gedung Puskesmas melaluipemasangan spanduk poster, leaplet danmedia elektronik
2. Bagi Dinas kesehatan Kota Palangka RayaKiranya dapat merevitalisasi kemitraandengan wadah kelompok kerja operasional(POKJANAL) DBD di tingkat Kelurahan(RW/RT) dan, menganggarkan biayapelatihan dan insentif bagi petugaslapangan/jumantik pada kelurahan-kelurahandengan endemis DBD.
3. Bagi Poltekkes kemenkes Kota PalangkaRayaHendaknya dapat menjalin kerja samadengan pihak Puskesmas / Dinkes kota dalammendukung gerakan PSN DBD danpemeriksaan jentik berkala (PJK) denganmelibat dosen dan mahasiswa dalam kegiatanPengabdian masyarakat, PKL dan Home care.
4. Disaran untuk penelitian selanjutnyaPenelitian pada dua (2) kelompok masyarakat
(RW/kelurahan) dengan status endemis danstatus Potensial DBD dengan intervensi :Pelatihan Jumantik dan kegiatan penyuluhanPSN DBD
Daftar Pustaka
1. WHO, 2007, Dengue in the WHO WesternPasific Region. Weekly EpidemiologyRecord. 2007
2. Dinas Kesehatan Kota Palangka Raya 2011,Dokumentasi laporan tahunan Subdin P2P,Dinkes Kota Palangka Raya.
3. Tri Yunis M dkk “Faktor-faktornyangberhubungan dengan Kejadian DBD danUpaya Penanggulanganyandi diKec.Cimanggis Depok Jawa barat. BuletinJendela Epidemiologi Kemenkes Volume 2Agustus 2010
4. Depkes RI (1997), Survei EntomologiDemam Berdarah Dirjend PPM-PLP DepkesRI
5. Notoatmodjo,S. ( 2007). Promosi Kesehatandan Ilmu Perilaku Rineka Cipta Jakarta
6. Reksososoebroto, S. 1991. SanitasiPerhotelan, Himpunan Ahli KesehatanLingkungan (Hakli) , Jakarta
7. Depkes RI., 2005. Pemberantasan danPencegahan Demam Berdarah di Indonesia.Diejend. P2M & LP Jakarta
8. Jurnal Epidemilogi 19979. Achmadi, U.F. 2001. Manajemen Kesehatan
Berbasis Wilayah (pemberantasan PenyakitBerbasis Lingkungan), Materi PerkluliahanPrograma Pascasarjana UI) EpidemiologiKesehatan Lingkungan, UI Depok.
10. Depkes 2001, Pedoman Ekologi dan AspekPerilaku Vektor, Direktorat PPM & PL,Depkes RI, Jakarta
11. WHO, 1998, Dengue in the WHO WesternPasific Region. Weekly EpidemiologyRecord. 1998 73:273
12. Lemeshow, Sampling pada PenelitianKesehatan , Gajah Mada University Press,2004
13. Zaenudin (2003), Analisis Spasial KejadianPenyakit DBD di Kota Bekasi
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 37
Pengaruh Finansial Dan Non Finansial Terhadap Motivasi Bidan Desa Dalam PelaksanaanProgram Perencanaan Persalinan Dan Pencegahan Komplikasi
The effect of the financial and non financial about motivation of the midwife with the birth planningand prevention of complications Program
Esyuananik, Kharisma K, Sri Wayanti, M. Choirin
Jurusan Kebidanan, Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Salah satu upaya penting yang sedang ditempuh oleh pemerintah untuk mempercepat penurunanAKI (angka kematian ibu) di Indonesia dengan mendekatkan pelayanan kesehatan melalui P4K (programperencanaan persalinan dan pencegahan komplikasi). Pelaksanaan P4K sangat dipengaruhi finansial dannon finansial dengan motivasi yang dimiliki bidan desa. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisispengaruh finansial dan non finansial terhadap motivasi bidan desa dalam pelaksanaan P4K. Penelitiandilakukan terhadap 48 bidan desa mulai tanggal 22 Oktober -22 November 2014 di Kab. Bangkalan, yangterpilih melalui alokasi multi stage cluster sampling serta simple random sampling, dari 5 wilayahKecamatan, dengan menggunakan kuesioner yang telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Data yangdihasilkan dianalisis dengan korelasi Pearson dan regresi ganda multiple. Hasil dalam penelitianmemperlihatkan bahwa finansial berpengaruh signifikan terhadap motivasi bidan (0.000), non finansialberpengaruh significan terhadap motivasi bidan (0.01). Dengan analisis regresi ganda terdapat pengaruhyang signifikan antara finansial dan non finansial terhadap motivasi bidan desa sebesar (0.000). Dengandemikian dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh finansial dan non finansial terhadap motivasi bidandesa dalam P4K di Kab. Bangkalan. Diharapkan kepada setiap bidan desa dapat memberikan pelatihan dansupervisi secara berkala kapada masyarakat atau melakukan kunjungan rumah ibu hamil, dan dinas terkaitdapat memberikan fasilitas sarana dan prasarana bidan desa dalam kegiatan P4K.Kata kunci: finansial, non finansial, motivasi, P4K
Abstract. One of the important efforts being taken by the goverment to accelerate the reduction score ofmaternal mortality in indonesia with make closer the health care by P4K (birth planning and prevention ofcomplications). P4K is more Influenced by financial and non financial motivation of midwives in theregion. The research aimed to analyze the effect of the financial and non financial about motivation of themidwife with the program. Reseacrh conducted on 48 midwives from 22nd october until 22nd november2014 in bangkalan district. Selected through multi stage cluster sampling allocation as well as the samplerandom sampling, of 5 sub-district ,using a questionnaire that has proven validity and reability. The datagenerated were analyzed by pearson correlation and double regression multiple. Result of the researchshowed if financial significant influence on the motivation of midwives (0,000), non financial significantInfluence on the motivation of midwives (0,01). with analyze multiple regression had the significantinfluence between financial and non financial with motivation of midwive for (0,000). It is said that thereare significant financial and non financial motivation to midwife of the program in the district Bangkalan.Expected to each midwife can provide training and periodic supervision to public or home visits ofpregnant women, and relate agencies to provide infrastructure facilities for the midwive on every P4KactivityKeyword : financial, non financial, motivation, P4K
Esyuananik, Kharisma, Sri, Choirin. Pengaruh Finansial dan Non Finansial terhadap Motivasi Bidan Desa dalam PelaksanaanP4K
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 38
PendahuluanSeorang ibu mempunyai peran sangat besar di
dalam pertumbuhan bayi dan perkembangan anak.Gangguan kesehatan yang dialami seorang ibuyang sedang hamil menganggu kesehatan janindalam kandungannya hingga kelahiran dan masapertumbuhannya1. Bayi baru lahir yang ibunyatidak dapat diselamatkan dari kematian akanmempunyai risiko kematian 3-5 kali lebih besardari bayi baru lahir yang mempunyai ibu. AKIyang tinggi menggambarkan besarnya risiko yangdihadapi ibu hamil dan bersalin, juga mempunyaihubungan erat dengan kualitas bayi yangdilahirkan. Kondisi kesehatan ibu sangatmempengaruhi proses kehamilan dan persalinanpada akhirnya menentukan baik buruknya kondisibayi yang dilahirkan3.
Sebagian besar komplikasi tidak dapatdiramalkan sebelumnya sehingga persiapanterhadap kemungkinan ini harus diantisipasi sedinimungkin. Diagnosis dini dan intervensi yangterbukti efektif terhadap berbagai komplikasi ataugawatdarurat obstetrik yang dapat mengancamkeselamatan jiwa ibu memerlukan pengetahuandan keterampilan yang lengkap, pengalamanmelahirkan, tenaga penolong dan seberapa cepatibu dapat dirujukfasilitas rujukan merupakan kondisi yang sangatkrusial dalam menentukan keberhasilan upayapenyelamatan ibu.2 Paket penyelamatan kematianibu pada kesehatan maternal dan neonatal adalahkombinasi antara penolong persalinan terlatih,asuhan obstetri emergensi dan sistem rujukanemergensi.3
Dalam profil kesehatan Bangkalan tahun 2013didapatkan cakupan persalinan yang ditolongtenaga kesehatan mencapai 6696, tahun 2014sampai semester 1 bulan Juni 2731. Sedangkanangka kematian ibu cenderung mengalamipeningkatan, pada tahun 2012 AKI 6 orang, tahun2013 AKI 11 orang, tahun 2014 AKI 9 sampaibulan September, ibu meninggal akibatkomplikasi kehamilan dan persalinan terbanyakkarena Pre Eklampsi Berat dan Eklampsi. 6
Penyebab kematian ibu adalah komplikasi yangterjadi saat hamil, melahirkan dan nifas terbanyakkarena hipertensi kehamilan dan perdarahan.4
Sedangkan target cakupan komplikasi kebidananyang ditangani pada tahun 2015 adalah 80%.5
Hasil pencapaian P4K di KabupatenBangkalan tahun 2013 semester I dan II didapatkansasaran 12.232 dan yang didata ibu hamil denganP4K sejumlah 6638. Pada tahun 2014 padasemester I sasaran 9186 dan didapatkan data ibuhamil dengan P4K sejumlah 2939. Komplikasikebidanan yang tertangani tahun 2014 cakupannya65,88%. Berdasarkan hasil survei lapangan di
Puskesmas Kota Bangkalan pada bulan Juni 2014Bidan di desa mengatakan bahwa stiker P4K bukanbidan dan maayarakat yang menempelkan tetapistiker itu diberikan kepada ibu hamil saatkunjungan pertama. Bidan memberikan penjelasantentang pentingnya stiker P4K kepada ibu hamildan diharapkan menempelkan sendiri di rumahnya.Disini dapat dilihat pelaksanaan P4K kurangberjalan dan tidak ada kerjasama antara bidan,dukun, kader dan tokoh masyarakat.6
Berbagai upaya peningkatan mutu pelayanandan pengelolaan manajemen, program KIAbersama dengan program terkait dan lembagainternasional telah dilaksanakan, namun masihperlu adanya peningkatan keterlibatan masyarakatdalam perhatian dan pemeliharaan kesehatan ibu,bayi baru lahir. Pada tahun 2007 MenteriKesehatan mencanangkan Program PerencanaanPersalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)dengan stiker yang merupakan upaya terobosandalam percepatan penurunan angka kematian ibudan bayi baru lahir melalui kegiatan peningkatanakses dan kualitas pelayanan yang sekaliguskegiatan yang membangun potensi masyarakat,khususnya kepedulian masyarakat untuk persiapandan bertindak dalam menyelematkan ibu dan bayibaru lahir.7 Hal terpenting dalam pengembanganmekanisme P4K dengan stiker adalah kerjasamaantara bidan, dukun, kader, forum peduli KIA agarsemua pihak berperan aktif dalam melakukanpenggalian informasi yang dibutuhkan pada stikerdari ibu hamil yang ada di wilayahnya dan peranmenempelkan stiker yang telah diisi bidan bergunasebagai notifikasi (penanda) rumah ibu hamil.Serta pemantauan kepada setiap ibu hamil yangtelah berstiker untuk mendapatkan pelayanansesuai standar.7
Dalam usaha mendukung pencapaian tenagakesehatan yang tinggi, yaitu dengan caramemenuhi kebutuhan-kebutuhannya untukmelangsungkan kehidupannya. Sistem kompensasijuga berpotensi sebagai salah satu saranaterpenting dalam membentuk perilaku danmempengaruhi kinerja atau peran seorang bidandesa yang bekerja di masyarakat yang mempunyaibeban kerja berat karena diharuskan 24 jam ada ditengah masyarakat untuk melayani kebutuhanmasyarakat. Faktor pendorong penting yangmenyebabkan manusia bekerja sebagai seorangbidan adalah adanya kebutuhan dalam diri manusiayang harus dipenuhi. Dengan kata lain, berangkatdari keinginan untuk memenuhi kebutuhan hidup,seorang bidan bekerja dengan menjual tenaga,pikiran dan juga waktu yang dimilikinya kepadamasyrakat dengan harapan mendapatkankompensasi (imbalan) dari pemerintah setempat.Banyaknya program pemerintah untuk membuat
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 39
masyarakat mampu mengenali masalahnya sendirimembuat bidan merasa beban kerja cukup berat.Adanya anggapan cakupan pelayanan kebidanantidak memenuhi indikator seringkali dikaitkandengan peran bidan yang masih kurang kompetenpadahal masih banyak faktor yang mempengaruhi.Pemenuhan kebutuhan finansial diharapkanmemenuhi kebutuhan dasar bidan dan kebutuhannon finansial diharapkam bidan merasa dihargaiatas pelayanan yang telah diberikan kepadamasyarakat ataupun pemerintah. Tujuan daripenelitian ini adalah mengetahui pengaruhfinansial dan non finansial terhadap motivasi bidandesa dalam pelaksanaan P4K di KabupatenBangkalan. Hipotesis dalam penelitian ini adalahKompensasi Finansial berpengaruh positif denganmotivasi bidan desa dalam pelaksanaan P4K.Kompensasi non finansial berpengaruh positifterhadap motivasi bidan desa dalam pelaksanaanP4K. Kompensasi finansial dan non finansialberpengaruh positif terhadap motivasi bidan desadalam pelaksanaan P4K.
Bahan Dan Cara PenelitianDesain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian iniadalah metode survey eksplanatoris. Datadikumpulkan secara cross sectional yaitupengambilan data seluruh objek penelitian yangdikumpulkan secara langsung dari responden.Populasi Dan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah seluruhbidan yang ada di Kabupaten Bangkalan. Populasiterjangkau pada penelitian ini seluruh bidan di desadan kelurahan di Kabupaten Bangkalan pada tahun2014 sebanyak 273 desa serta 8 kelurahan yangmempumyai tempat pelayanan Poskesdes.
Peneliti menetapkan jumlah sampel yangditeliti menggunakan rumus besar sampel untukpenelitian analitik korelatif. Besar sampel untukpenelitian ini sebesar menjadi 50 bidan di desa.Alokasi sampel dilakukan dengan teknikmultistage sampling, di Kabupaten Bangkalanterdapat 18 kecamatan dan 22 Puskesmas denganjumlah desa 273 dan 8 kelurahan. Dengan jumlahsampel 50 bidan maka diambil kecamatan dengancluster pantai, kota dan pegunungan. Jumlah tiapbidan di desa selanjutnya di random samplingsesuai dengan jumlah sampel yang perlukankemudian nama desa wilayah kerja bidan terpilihyang keluar dijadikan sampel penelitian.Diharapkan setiap bidan di desa mendapatkesempatan yang sama untuk menjadi respondenpenelitian.
Kriteria Inklusi dan EksklusiKriteria inklusi dalam penelitian ini adalah bidandi desa / kelurahan tersebut mempunyai tempatpelayanan PoskesdesKriteria eksklusi dalam penelitian ini adalahsedang tidak ada di Poskesdes (cuti)VariabelVariabel yang diteliti dalam penelitian ini adalahsebagai berikut :Variabel bebas (X) :X1: Kompensasi finansialX2: Kompensasi non finansialVariabel terikat (Y) :Y1: motivasi bidanInstrumen Dan Cara Pengumpulan Data.Jenis data yang dipergunakan adalah data primer.Instrumen pengumpulan data menggunakankuesioner yang diisi langsung oleh respondensetelah diberi penjelasan oleh peneliti tentang carapengisian. Jenis pertanyaan kuesioner adalahkuesioner tertutup. Responden diminta memilihsalah satu item pernyataan yang sesuai dengankeadaan responden. Dalam kuesioner ini terdapat15 item pernyataan tentang kompensasi finansial,15 item pernyataan kompensasi non finansial dan18 item pernyataan motivasi bidan dalampelaksanaan P4K. Sebelum alat ukur digunakandalam penelitian, terlebih dahulu dilakukan ujivaliditas dan reliabilitas.Pengumpulan data.Jenis data yang diperlukan dalam penelitian iniadalah data primer. Data primer diperoleh melaluipenyebaran kuesioner pada bidan di desa.Manajemen Dan Analisis Data.Analisis data dalam penelitian ini dilakukanmelalui analisis statistik yaitu:Analisis univariabelUntuk melihat distribusi frekuensi serta persentasedari berbagai variabel yang diteliti, baik variabelbebas ( finansial dan non finansial) maupunvariabel terikat (motivasi bidan di desa dalampelaksanaan P4K) digunakan analisis deskriptif.Analisis bivariabelUntuk mengetahui hubungan antara satu variabeldengan variabel lainnya yang mempunyai skaladata ordinal yang telah di ubah dengan MSI,digunakan prosedur dengan korelasi Pearson.Analisis multivariabel dengan regresi ganda(multiple). Analisis regresi ganda digunakan olehpeneliti bila peneliti bermaksud meramalkanbagaimana keadaan (naik turunnya) variabeldependen, bila dua atau lebih variabel independensebagai faktor prediktor dimanipulasi (dinaikturunkan nilainya) dan bila jumlah variabelindependennya minimal 2 (Sugiono, 2011).Untuk mengetahui seberapa besar pengaruhvariabel X (X1, X2) terhadap variabel Y dihitung
Esyuananik, Kharisma, Sri, Choirin. Pengaruh Finansial dan Non Finansial terhadap Motivasi Bidan Desa dalam PelaksanaanP4K
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 40
dengan koefisien jalur. Arah hubungan adalahpositif dan negatif, sedangkan kuat besarnyahubungan ditunjukkan besar kecilnya angkakorelasi.
Pertimbangan ijin penelitianPenelitian akan dilaksanakan setelah mendapatpersetujuan/ijin dari atasan dan BanskesbangpolKab Bangkalan mulai tanggal 22 Oktober sampaidengan 22 November 2014.
Tabel 1 Tabulasi Silang antara kompensasi Finansial Terhadap Motivasi Bidan Desa DalamPelaksanaan P4K
Finansial MotivasiTidak Baik Cukup Baik Baik Sangat Baik Total
Tidak Baik 13 (68.4%) 5 (26.3) 1 (5.3%) 0 19Cukup Baik 4 (22.2%) 13(72.2) 1(5.6%) 0 18Baik 3 (30%) 1 (10.0) 3(30%) 3(30%) 10Sangat Baik - - 0 1(100%) 1Total 20 (41.7%) 19 (39.6%) 5(10.4%) 4(8.3%) 48
p 0.513α 0.00
Hasil PenelitianAnalisi BivariatDari tabel 1 di atas menunjukkan bahwa sebagianbesar responden yang memiliki kompensasifinansial tidak baik sebesar 13 (68.4%), memiliki
motivasi yang cukup baik sebesar 13 (72.2%).Berdasarkan uji statistik Pearson’s R antararesponden yang memiliki kompensasi finansial danmotivasi didapatkan nilai p value 0.00 < 0.05 makaterdapat pengaruh yang signifikan.
Tabel 2 Tabulasi Silang antara Non Finansial Terhadap Motivasi Bidan Desa DalamPelaksanaan P4K
Non Finansial MotivasiTidak Baik Cukup
BaikBaik Sangat
BaikTotal
Cukup Baik 15 (51.7%) 12 (41.4%) 2 (6.9%) - 29Baik 5 (29.4%) 7 (41.2%) 2 (11.8%) 3 (17.6%) 17Sangat Baik - - 1 (50%) 1 (50%) 2Total 20 (41.7%) 19 (39.6%) 5 (10.4%) 4 (8.3%) 49(100%)
Dari tabel 2 di atas menunjukkan bahwa sebagianbesar responden yang memiliki kompensasi nonfinansial cukup baik sebesar 15 (51.7%), memilikimotivasi yang cukup baik sebesar 12 (72.2%).Berdasarkan uji statistik Pearson’s R antararesponden yang memiliki finansial dan motivasididapatkan nilai p value 0.00 < 0.05 maka terdapatpengaruh yang signifikan.
Analisis Multivariat.Adapun hasil penelitian yang didapatmenunjukkan terdapat pengaruh yang significanantara pemberian kompensasi finansial dan nonfinansial terhadap motivasi bidan desa dalampelaksanaan P4K. Selanjutnya dapat di lihat ditabel berikut ini:
Tabel 3 Hasil Analisis Regresi Pengaruh Kompensasi Finansial dan Non FinansialTerhadap Motivasi Bidan Desa
Variabel UnstandardizedCoefficients
StandardizedCoefficients
T Sig
B Std. error BetaConstant .787 .630 1.250 .218
Finansial .493 .164 .474 3.011 .004Non Finansial 2.204 .237 .136 .862 .393
Dependent Variable: Motivasi Bidan
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 41
Persamaan regresi tersebut mempunyai arti sebagaiberikut:Koefisien regresi kompensasi finansial (b1)bernilai positif sebesar 0,474, hal ini menunjukkankompensasi berpengaruh positif dan signifikanterhadap motivasi, sehingga adanya peningkatanpemberian kompensasi akan meningkatkanmotivasi bidan desa.Koefisien regresi kompensasi non finansial (b2)bernilai positif sebesar 0.136, hal ini akanmenunjukkan kompensasi non finansialberpengaruh positif terhadap motivasi bidan desa,
sehingga adanya peningkatan kompensasi nonfinansial akan meningkatkan motivasi.Uji ModelUji model yang dilakukan untuk melihat fit atautidaknya model regresi dilakukan denganmenggunakan uji - F dan koefesien determinasi.Koefesien Determinasi .Koefesien Determinasi Kompensasi finansial dannon finansial Terhadap Motivasi Bidan Desa. Hasilkoefesien determinasi antara kompensasi finansialdan non finansial terhadap motivasi bidan desadapat dilihat hasilnya pada tabel berikut:
Tabel 4 Hasil Koefesiensi Determinasi Kompensasi finansial dan non finansialTerhadap Motivasi Bidan Desa
Model R R SquareAdjusted RSquare
Std. Error of theEstimate Durbin-Watson
1 .569a .323 .293 .53678 1.538a. Predictors: (Constant), Non Finansial, Finansialb. Dependent Variable: Motivasi Bidan
Berdasarkan dari nilai Adjusted R Square dapatdiartikan pula kompensasi finansial dan nonfinansial mampu mempengaruhi motivasi kerjabidan desa dalam pelaksanaan P4K sebesar 32%.
Uji - FNilai F hitung dapat dilihat pada hasil regresi dannilai F tabel didapat melalui sig. α = 0,05 dengandf1=k dan df 2 = n-k-1.
Tabel 5 Hasil Uji F Kompensasi finansial dan non finansial Terhadap Motivasi Bidan Desa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 6.194 2 3.097 10.748 .000a
Residual 12.966 45 .288
Total 19.159 47
a. Predictors: (Constant), Non Finansial, Finansial
b. Dependent Variable: Motivasi Bidan
Nilai F hitung lebih besar dibanding F tabeldengan demikian model regresi antara kompensasifinanasial dan non finansial terhadap motivasi
kerja bidan desa dalam pelaksanaan P4Kdinyatakan fit atau baik atau nilai ρ= 0.000 < α=0.05.
PembahasanPengaruh Finansial terhadap motivasi bidandesa terhadap pelaksanaan P4K
Ada pengaruh yang bermakna antarakompensasi finansial dengan motivasi bidan desa.Setiap karyawan yang telah bekerja denganmemberikan waktu dan tenaganya kepada suatuorganisasi berhak menerima imbalan ataukompensasi. Kompensasi finansial merupakansalah faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan(Simamora, 2005). Dalam melaksanakan P4K diwilayah kerja bidan desa pemberian finansial tidak
harus uang langsung namun juga bisa dalambentuk tunjangan lain, selain itu membutuhkanwaktu diluar jam kerja.
Hal ini didukung oleh pendapat Nawawi(2008) bahwa kompensasi dapat digunakan untukmemotivasi pekerja, dengan cacatan bahwakompensasi harus dinilai oleh orang yangbersangkutan dan kompensasi berkaitan dengantingkat prestasi kerja yang akan dimotivasi sertamampu mencukupi kebutuhan keluarganya hidupminimal. Menurut teori Lawrence Green bahwasetiap perilaku memiliki faktor predisposing,faktor pemungkin dan faktor penguat. Kompensasifinansial termasuk ke dalam faktor pemungkinyang mendukung atau mempengaruhi munculnyakinerja. Bidan desa yang tidak memperoleh
Esyuananik, Kharisma, Sri, Choirin. Pengaruh Finansial dan Non Finansial terhadap Motivasi Bidan Desa dalam PelaksanaanP4K
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 42
kompensasi finansial yang sesuai akan mendorongketidakpuasan dalam dirinya sehingga dalammelakukan pekerjaan akan menjadi kurang baikdan begitu pula sebaliknya. Hal ini pun dapatmenjadi acuan bahwa tidak semua permasalahmotivasi akan dapat diselesaikan denganpenambahan kompensasi finansial, melainkanfaktor-faktor lain yang mempengaruhi darimotivasi tersebut juga harus diperhatikan.Kompensasi merupakan penghargaan yangberwujud finansial dan gaji dipertimbangkandalam pemilihan karir karena memang tujuanutama seseorang bekerja adalah memperoleh gajiuntuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan saranauntuk menciptakan peran masyarakat untuk dapatpeka terhadap lingkungan sekitar.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesisbahwa semakin kompensasi finansial berpengaruhpositif dengan motivasi bidan desa dalampelaksanaan P4K.
Pengaruh Non Finansial terhadap MotivasiBidan Desa Dalam Pelaksanaan P4K
Kompensasi non finansial berpengaruhterhadap motivasi bidan desa dalam pelaksanaanP4K (0.001), hal ini sesuai pendapat Hezberg yangmenyatakan bahwa kompensasi non finansialseperti pujian, penerimaan pengakuan atau yanglainnya dapat meningkatkan prestasi kerja ataumotivasi kerja seseorang. Pemberian kompensasinon finansial adalah suatu kompensasi dalambentuk promosi jabatan (kenaikanpangkat/jabatan), keramahan karyawan dilingkungan tempat bekerja, pemberian pengakuanberupa sertifikat atau piagam penghargaan. Bilapekerja mendapatkan kompensasi non finansialsesuai dengan hasil kerjanya, maka karyawantersebut akan bersemangat dalam bekerja danberusaha sebaik-baiknya untuk mencapai prestasikerja yang maksimal. Dan sebaliknya apabilapemberian kompensasi non finansial semakinberkurang maka akan menyebabkan karyawantidak bekerja maksimal dan tidak berusaha untukmemberikan yang terbaik bagi perusahaansehingga prestasi juga akan menurun. Kompensasinon finansial terdiri dari kepuasan yang diterimakaryawan seperti tanggung jawab, peluang akanpengakuan, peluang adanya promosi atau darilingkungan psikologis dan fisik dimana orangtersebut berada seperti kerja yang menyenangkan,kebijakan-kebijakan yang sehat, adanyaketentraman, sharing pekerjaan dan sebagainya.Kompensasi non finansial merupakan bayaranyang diberikan perusahaan yang dimaksudkanuntuk mempertahankan karyawan dalam jangkapanjang. Indikator dari kompensasi non finansialterdiri atas promosi jabatan dan lingkungan kerja.
(Hasibuan, Nawawi, 2005). Hasil penelitian inisesuai dengan hipotesis bahwa semakinkompensasi non finansial berpengaruh positifdengan motivasi bidan desa dalam pelaksanaanP4K.
Pengaruh Finansial Dan Non Finansialterhadap Motivasi Bidan Desa DalamPelaksanaan P4K
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secarabersama-sama variabel pemberian kompensasifinansial dan non finansial berpengaruh signifikanterhadap variablel motivasi bidan desa dalampelaksanaan P4K. Penelitian ini sesuai denganpenelitian Karel A.L, (2005) di Yapen Waropen,Papua menyatakan hasil kompensasi finansial dannon finansial sama-sama berpengaruh terhadapkepuasan, tetapi kompensasi finansial memberikanpengaruh lebih besar terhadap pencapaiankepuasan kerja karyawan perusahaan air minum.(Leklikwati, 2005). Penelitian Marjolein dkktahun 2003 di Vietnam dengan metode kualitatifdengan subjek tenaga kesehatan di dua profinsi didapat hasil: bahwa motivasi dipengaruhi olehinsentif finansial dan non finansial. Faktor-faktormotivasi utama untuk bekerja dipengaruhi olehteman sejawat, masyarakat, pekerjaan yang stabil,pendapatan dan pelatihan. Merekamengesampingkan faktor utama terkait dengangaji rendah dan kondisi kerja yang sulit.(Dieleman, 2003). Dengan demikian untukmenghasilkan prestasi kerja yang maksimalpemberian kompensasi baik finansial maupun nonfinansial harus ditingkatkan sesuai denganmotivasi serta hasil kerja bidan desa masing-masing. Dengan pemberian kompensasi,diharapkan seorang bidan dapat produktif danmempunyai tanggung jawab penuh terhadaptugasnya dan bidan akan berusaha untukmeningkatkan kinerjanya. Ada dua hal yang perludiingat oleh atasan dalam pemberian kompensasi.Pertama kompensasi yang diberikan instansi/atasanharus dapat dirasakan adil oleh bidan dan kedua,besarnya kompensasi tidak jauh berbeda denganyang diharapkan oleh bidan. Apabila kedua hal inidapat dipenuhi, maka bidan akan merasa puas dankepuasan akan memotivasi bidan untukmeningkatkan prestasi kerja sehingga kebutuhanbidan dan tujuan pemerintah terutama dinaskesehatan akan tercapai secara bersama. Samahalnya dengan komitmen organisasi dalampenelitian ini sangat diperlukan karena melaluikomitmen tersebut akan tercipta iklim kerja yangprofesional. Secara garis besar terdapat pengaruhkompensasi finansial dan non finansial.Kompensasi finansial meliputi kompensasilangsung (insentif, bonus, tunjangan) dan
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 43
kompensasi tidak langsung (pelatihan, jaminansosial, pensiun, cuti kerja, dll). Kompensasi nonfinancial meliputi imbalan karir dan imbalansosial. Menurut Pierre et all, ketidakseimbanganantara usaha dengan reward merupakan sumberstress karyawan. Lebih lanjut terdapat 3 gejalayang mungkin muncul ketika upaya tinggi tetapiimbalannya rendah yaitu tidak adanya perasaan(emosi) untuk melakukan pekerjaan, penarikan diridari hubungan, pekerja melepaskan diri, pekerjamerasa gagal atas apa yang telah mereka kerjakan(rendahnya prestasi di tempat kerja atau motivasidalam bekerja). (Handoko, 2011) Hasil penelitianini sesuai dengan hipotesis bahwa kompensasifinansial dan non finansial berpengaruh positifdengan motivasi bidan desa dalam pelaksanaanP4K.
Kesimpulan Dan SaranSimpulan
Kompensasi finansial memiliki pengaruhyang signifikan terhadap motivasi bidan desadalam pelaksanaan P4K. Kompensasi non finansialmemiliki pengaruh yang signifikan terhadapmotivasi bidan desa dalam pelaksanaan P4K.Kompensasi finansial dan kompensasi non-finansial secara bersama - sama memiliki pengaruhyang signifikan terhadap motivasi bidan desadalam pelaksanaan P4K.Saran
Kepada bidan desa, sebaiknya melakukankunjungan rumah secara berkala untuk memantaukesehatan ibu hamil dan janin. Kepada Instansiterkait sedapatnya memberikan sarana danprasarana yang diperlukan oleh bidan desasehingga bidan dapat melakukan stiker dapatterpasang dengan baik. Kepada masyarakatdesa/kelurahan dapatnya menggerakan peran sertamasyarakat dapat secara mandiri melaksanaanP4K.Daftar Pustaka
1. ------. Kepmenkes No:1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Ijin DanPenyelenggaraan Praktek Bidan. Jakarta.Kemenkes RI. 2010.
2. George A. Periode Kritis Rentang Kehamilan,Persalinan Dan Nifas Dan PenyediaanBerbagai Jenjang Pelayanan Bagi UpayaPenurunan Kematian Ibu, Bayi Dan Anak.Artikel. 2010:3-4.
3. Sastrawinata US. Optimalisasi Persalinan NonKonstitusional Untuk Menurunkan AngkaKematian Ibu Era Millineum DevelopmentGoals. MKB. 2009.41:213.
4. ------. Kepmenkes RI No828/Menkes/SK/IX/2008 tentang PetunjukTeknis Standar Pelayanan Minimal BidangKesehatan di Kabupaten/Kota. Jakarta.Kemenkes RI. 2008.
5. Dinkes Bangkalan, Profil KesehatanBangkalan, 2014.
6. ------. Petunjuk Teknis Bantuan OperasionalKesehatan. Jakarta.Kemenkes RI. 2011.
7. Nawawi N. Manajemen Sumber DayaManusia. 7 ed. Yogyakarta. Gadjah MadaUniversity Press. 2008.
8. Leklikwati KA. Analisis pengaruh kompensasifinansial dan non finansial terhadap kepuasankerja karyawan perusahaan daerah air minumkab. Yapen Waropen, Papua. Jurnal aplikasimanajemen. 2005.8(2):114-5.
9. Dieleman M, Cuong VP, Anh VL, MartineauT. Identifying factor for job motivation ofrural health workers in North Viet Nam.Human Resources for Health. 2003;1:10:1.
10. Hasibuan M. Manajemen Sumber DayaManusia. 11 ed. Jakarta: Bumi Aksara 2010.
11. Handoko H. Manajemen Personalia DanSumber Daya Manusia. 2 ed. Yogyakarta.BPFE 2011.
12. Simamora H. Manajemen Sumber DayaManusia. 3 ed. Yogyakarta. STIE YKPN2006.
Maria Julin, Yeni Lucin. Determinan Pemberian ASI di Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 44
Determinan Pemberian Air Susu Ibu (Asi) Di Kota Palangka Raya
Determinants of Breastfeeding In Palangka Raya
Maria Julin Rarome dan Yeni Lucin
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alami bagi bayi dan memiliki kandungan ideal nutrisi.selama enam bulan pertama serta memberi perlindungan imunologis. Di Kalimantan Tengah jumlahpemberian ASI Ekslusif tahun 2011 hanya 17,1 % dimana terjadi penurunan dari tahun 2010 sebesar29,2% dari jumlah bayi 47.015 , sedangkan data yang diperoleh dari bagian Gizi Dinas KotaPalangka Raya capaian ASI ekslusif untuk tahun 2011 sebesar 23,23% dan tahun 2012 mengalamipeningkatan namun masih jauh dari target yang diharapkan yaitu sebesar 24, 31%. Penelitian ini inginmengetahui i gambaran pemberian ASI pada bayi berumur 0-6 bulan di kota Palangka Raya.Menggunakan desain kuantitatif dengan rancangan potong lintang, sampel yang dipilih 135 orang ibumempunyai bayi berumur 6- 12 bulan. Analisis data dilakukan melalui analisis univariat , analisisbivariat menggunakan uji Chi-square dan Kolmogorov smirnov, juga dilakukan Analisis Regresi Logistik.Persentase ibu yang memberi ASI ekslusif 28 %. Analisis Regresi Logistik memprediksi hubunganpekerjaan, pengetahuan, jenis persalinan dengan pemberian ASI eklusif sebesar 0,16 %. Kader danpenolong persalinanpun perlu diberi pengetahuan tentang konseling menyusui.Kata kunci: Air Susu Ibu (ASI), ASI ekslusif, konseling laktasi.
Abstract. Mother's Milk (ASI) is a natural food for babies and have an ideal content of nutrients. duringthe first six months as well as provide immunological protection, In Central Kalimantan number ofexclusive breastfeeding in 2011 only 17.1%, which decreased from the year 2010 amounted to 29.2% ofthe 47 015 infants, whereas the data obtained from the Nutrition Department of Palangkarayaachievements of exclusive breastfeeding for the year 2011 amounted to 23, 23% and in 2012 hadincreased but was still far from the expected target is equal to 24, 31%. This study investigates the picturei breastfeeding in infants aged 0-6 months in the city of Palangkaraya. Using a quantitative design withcross-sectional design, the sample was 135 mothers had infants aged 6- 12 months. Data analysis wasperformed through univariate, bivariate analysis using Chi-square test d an Kolmogorov Smirnov, andbivariatnya generate value P value <0.25, also performed multivariate analysis using logistic regressionequation models. The percentage of mothers who exclusively breastfed 28%. Mothers who do not work oronly as a Housewife (IRT) has a value of OR 2.4, good knowledge of exclusive breastfeeding OR 5.3,vaginal delivery OR 4.5 times to provide exclusive breastfeeding than women giving birth by Caesareanway caesarea, mother which has the support of health professionals OR 2. Logistic Regression Analysispredicts the relationship work, knowledge, kind of labor with exclusive breast feeding of 0.16%. Kaderand helper persalinanpun need to be knowledgeable about breastfeeding counseling.Keywords: Mother's Milk (ASI), exclusive breastfeeding, lactation counseling.
PendahuluanPemberian makanan yang benar merupakan
dasar yang penting untuk kelangsungan hidup,pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan bayidan anak balita dimana menyusui merupakan halyang mendasar bagi kesehatan dan perkembangananak serta penting untuk kesehatan ibu mereka.World Health Organization/ United NationChildren`s Fund (WHO/ UNICEF), pada tahun2003 melaporkan bahwa 60% kematian Balitabaik langsung maupun tidak langsung disebabkanoleh kurang gizi, dua pertiga dari kematiantersebut terkait dengan praktek pemberianmakanan yang kurang tepat pada bayi dan anak.1
Air Susu Ibu (ASI) merupakan makanan alamibagi bayi dan memiliki kandungan ideal nutrisiselama enam bulan pertama serta memberiperlindungan imunologis.3
Sejak pemeriksaan kehamilan melalui kelasIbu hamil sebenarnya ibu yang periksa kePuskesmas telah terpapar tentang pemberianmakanan pada bayi yaitu materi tentang ASIekslusif namun kenyataannya di KalimantanTengah jumlah pemberian ASI Ekslusif tahun2011 hanya 17,1 % dimana terjadi penurunan daritahun 2010 sebesar 29,2% dari jumlah bayi47.0155, sedangkan data yang diperoleh daribagian Gizi Dinas Kota Palangka Raya capaian
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 45
ASI ekslusif untuk tahun 2011 sebesar 23,23%dan tahun 2012 mengalami peningkatan namunmasih jauh dari target yang diharapkan yaitusebesar 24, 31 %. Tujuan penelitian ini untukmengetahui gambaran pemberian ASI pada bayiberumur 0-6 bulan di kota Palangka Raya
Metode PenelitianPenelitian ini menggunakan disain penelitian
potong lintang (cross sectional) . subjek penelitianadalah ibu yang mempunyai bayi berumur 6 – 12bulan yang berdomisili di kota Palangka Rayayang membawa bayinya untuk ditimbang danmendapatkan Imunisasi serta pemberian vitamin Apada tempat bidan yang melakukan praktek di 7(tujuh) wilayah kerja Puskesmmas di kotaPalangka Raya dengan jumlah responden sebanyak135 orang.
Analisis data dilakukan melalui analisiskuantitatif yaitu analisis univariat yangmenghasilkan distribusi dan persentasi dari setiapvariabel, analisis bivariat untuk melihat hubunganantara variabel dependen dan variabel independenmenggunakan uji Chi-square dan Kolmogorovsmirnov. Dari hasil analisis bivariatnyamenghasilkan nilai P value < 0,25, maka variabeltersebut langsung masuk tahap multivariat , danvariabel independen yang hasil bivariatnyamenghasilkan P value > 0,25 namun secarasubstansi penting juga dilakukan Analisismultivariat menggunakan model persamaanRegresi Logistik
Hasil Dan PembahasanResponden yang memberikan asi eksklusif
sebesar 28% dan yang tidak memberikan sebesar72%. Ibu yang berumur kurang dari 20 tahunsebesar 2,2% sedangkan yang berumur lebih darisama dengan 20 tahun sebesar 97,8%. Ibu yangmemiliki pendidikan tinggi sebesar 60,7% danyang memiliki pendidikan dasar sebesar 39,3%.Sebagian besar ibu bekerja sebagai ibu rumahtangga (73,3%), yang bekerja di sektor swastasebesar 16,3%, dan yang PNS sebesar 10,4%.Lima puluh enam koma tiga persen ibu memilikipengetahuan yang kurang baik mengenai asieksklusif sedangkan 43,7% memilki pengetahuanbaik tentang asi eksklusif. Jenis persalinan yangdialami sebagian besar ibu adalah persalinanpervaginam (85,9%) dan persalinan sesar hanya14,1%. Berat lahir bayi 94,8% lahir dengan beratnormal, hanya 5,2% yang lahir dengan berat dibawah lahir normal. (Tabel 1.).
Sebanyak 57,8% responden memperolehdukungan dari tenaga kesehatan dan 42,2%responden tidak memperoleh dukungan dari tenagakesehatan. Sebanyak 83% responden memperolehdukungan keluarga sedangkan 17% respondentidak memperoleh dukungan keluarga. Sebanyak62,2% responden memperoleh penyuluhan padasaat pemeriksaan kehamilan (ANC) sedangkansebanyak 37,8% responden tidak memperolehpenyuluhan saat ANC. Responden yang mendapatpenyuluhan pada saat kunjungan pasca melahirkan(PNC) sebanyak 76,3% sedangkan yang tidakmemperoleh PNC sebanyak 23,7%. (Tabel 2.).
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden pada Determinan Pemberian ASI di KotaPalangka Raya, 2014 (n=135)
Variabel n %ASI
YaTidakJumlah
42108135
2872
100
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden pada Determinan Pemberian ASI di KotaPalangka Raya, 2014 (n=135)
Variabel n %Umur Ibu
<20 tahun≥20 tahunJumlah
3132135
2,297,8100
Pendidikan IbuPendidikan dasarPendidikan tinggiJumlah
5382
135
39,360,7100
Maria Julin, Yeni Lucin. Determinan Pemberian ASI di Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 46
Variabel n %Pekerjaan Ibu
IRTSwastaPNSJumlah
992214
135
73,316,310,4100
Pengetahuan ASIKurang BaikBaikJumlah
7659
135
56,343,7100
Jenis SalinSesarPer vaginamJumlah
19116135
14,185,9100
Berat Lahir BayiBBLRNormalJumlah
7128135
5,294,8100
Dukungan NakesTidak adaAdaJumlah
5778
135
42,257,8100
Dukungan KeluargaTidak AdaAdaJumlah
23112135
1783
100Penyuluhan ANC
Tidak AdaAdaJumlah
5184
135
37,862,2100
Penyuluhan PNCTidak AdaAdaJumlah
32103135
23,776,3100
Hubungan Pekerjaan dengan pemberian ASIekslusif
Hasil penelitian menunjukkan dari pekerjaanibu ternyata pada ibu yang tidak bekerja diluarrumah atau hanya sebagai Ibu Rumah Tangga (IRT) mempunyai nilai OR 2,4 yang berarti ibuyang tidak bekerja diluar rumah selama masamenyusui mempunyai peluang 2,4 kali lebih besardari ibu yang bekerja diluar rumah
Supartini,2003 dalam Hatini (2011)mengatakan pekerjaan anggota keluarga adalahsumber penghasilan bagi keluarga yang dapatmemenuhi kebutuhan fisik, psikologi, danspiritual.Namun seorang ibu yang bekerjamemiliki peran ganda seringkali diperhadapkan
pada konflik antara kepentingan pekerjaan dankeberadaannya dalam keluarga sebagai seorangibu. Tuntutan pekerjaan yang tinggi dan menyitawaktu seringkali membuat seorang ibu lupamemberikan ASI pada bayinya. Hal ini terutamadialami oleh mereka yang tinggal dikota besaryang waktu kerja lebih dari 7 jam, bahkanseringkali ibu yang bekerja dikota besar sepertiJakarta harus meningggalkan rumah sampai 12 jamdalam sehari.hal ini merupakan tantangan bagiseorang ibu untuk menyikapinya dengan bijaksanakarena keseimbangan antara pekerjaan dan waktuuntuk keluarga dalam hal ini memberikan ASIsebagai makanan yang sehat bagi bayinya adalahhal yang utama dan harus dipenuhi.
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 47
Tabel 3. Analisis Bivariate Determinan Pemberian ASI di Kota Palangka Raya, 2014 (n=135)
Variabel ASI Eksklusif Total NilaiP
OR 95%CI
Ya Tidakn % n % n %
Umur Ibu<20 tahun≥ 20 tahunJumlah
12930
33,322,022,2
2103105
66,778,077,8
3132135
100100100
0,533 1,8 0,2 -20,3
Pendidikan IbuPendidikandasarPendidikantinggiJumlah
111930
20,823,222,2
4263
105
79,276,877,8
5382
135
100100100
0,742 1,2 0,5 - 2,7
Pekerjaan IbuIRTKerjaJumlah
25530
25,313,922,2
7431
105
74,486,177,8
9936
135
100100100
0,160 2,1 0,7 – 5,9
PengetahuanKurangBaikJumlah
82230
10,537,322,2
6837
105
89,562,777,8
7659
135
100100100
0,000* 5,1 2,1 – 12,5
Berat LahirBBLRNormalJumlah
03030
023,422,2
798
105
798
105
7128135
100100100
0,348 1,3 1,2 – 1,4
Jenis KelaminLaki-lakiPerempuanJumlah
141630
21,223,222,2
5253
105
78,876,877,8
6669
135
100100100
0,782 1,1 0,5 – 2,5
Jenis salinSesarNormalJumlah
12930
5,325,022,2
1887
105
94,775,077,8
19116135
100100100
0,073 6 0,8 – 46,9
Dukungan NakesTidak AdaAdaJumlah
72330
12,329,522,2
5055
105
87,770,577,8
5778
135
100100100
0,018* 2,9 1,2 – 7,6
DukunganKeluarga
Tidak AdaAdaJumlah
12930
4,325,922,2
2283
105
95,774,177,8
23112135
100100100
0,024* 7,7 1,0 – 59 6
Penyuluhan ANCTidakYaJumlah
102030
19,623,822,2
4164
105
80,476.277,8
5184
135
100100100
0,671 1,3 0,5 – 3,01
Penyuluhan PNCTidakYaJumlah
92130
28,120,422,2
2382
105
71,979,677,8
32103135
100100100
0,358 1,5 0,6 – 3,8
Maria Julin, Yeni Lucin. Determinan Pemberian ASI di Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 48
Tabel 4. Analisis Regresi Logistik Hubungan Variabel pekerjaan ibu, pengetahuan, jenispersalinan, dukungan nakes, dan dukungan keluarga dengan Pemberian Asi Eklusif, Palangka
Raya, 2014 (n=135)
Variabel Model 1 Model 2 Model 3 Model 4 Model 5OR OR OR OR OR
95% CI 95% CI 95% CI 95% CI 95% CIPekerjaan Ibu
IRTKerja
2,2(0,7-6,9)
2(0,6-6,2)
-- 2,4(0,8-7,6)
2,4(0,7-7,6)
PengetahuanBaikKurang
4,8(1,9-12,5)
4,9(1,9-12,8)
4,5(1,8-11,6)
4,7(1,8-12,2)
5,3(2,1-13,7)
Jenis salinNormalSesar
4,6(0,5-40,9)
6,7(0,8-55,6)
5,1(0,6-44,7)
-- 4,5(0,5-39,8)
Dukungan NakesAdaTidak Ada
1,9(0,7-5,6)
-- 1,8(0,6-5,0)
2,6(0,9-7,2)
2,0(0,7-5,6)
DukunganKeluarga
AdaTidak Ada
5,1(0,6-42,9)
5,3(0,6-43,2)
5,7(0,7-47,0)
5,1(0,6-42,8)
--
N 135 135 135 135 135R2 0,18 0,17 0,17 0,16 0,16-2loglikelihood 116,3 117,8 118,0 118,8 119,6
Hubungan Pengetahuan ibu tentang ASIekslusif
Hasil penelitian menunjukkan pada ibu yangmemiliki pengetahuan yang baik tentang ASIekslusif mempunyai nilai OR 5,3 yang berarti ibuyang memiliki pengetahuan baik tentang ASIekslusif mempunyai peluang 5,3 kali lebih besardari ibu yang memiliki pengetahuan tentang ASIekslusif yang kurang.
Pengetahuan merupakanhasil “tahu” terjadisetelah orang melakukan penginderaan terhadapobjek tertentu. Selain itu pengetahuan merupakandomain yang sangat penting untuk terbentuknyatindakan seseorang . perilaku akan lebih langgengbila didasari oleh pengetahuan dibandingkanperilaku yang tidak berdasarkan pengetahuan,walaupun ternyata pengetahuan yang mendasarisikap seseorang tersebut masih dipengaruhi olehbeberapa faktor yang sangat kompleks untuksampai terbentuk perilaku yang nyata15.
Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuanibu dapat berguna sebagai motivasi dalam bersikapdan bertindak dimana segala sesuatu yangdiketahui ibu tentang ASI meliputi pengertian,manfaat Asi, colostrum serta manajemen laktasiyang dapat menunjang keberhasilan pemberianASI ekslusif sehingga pengetahuan sangat
berperan penting salam melakukan pemberian AirSusu Ibu (ASI) pada bayi.
Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasilpenelitian Aswa Rahmawati (2010), jugamengatakan ada hubungan antara pengetahuandengan pemberian ASI ekslusif ( P=0,006), artinyapengetahuan yang baik tentang ASI ekslusifmerupakan salah satu pendorong ibu untukmemberikan ASI ekslusif, sehingga perlupeningkatan pengetahuan ibu hamil sendiri jugaperlu penngkatan pengetahuan petugas kesehatan(bidan) yang melayani ANC dan PNC.
Hubungan Jenis Persalinan tentang ASIekslusif
Hasil penelitian menunjukkan pada ibu yangbersalin pervaginam mempunyai nilai OR 4,5 yangberarti ibu yang melahirkan secara normal ataupervaginam mempunyai peluang 4,5 kali lebihbesar dari ibu yang melahirkan dengan cara sectioCaesaria
Jenis persalinan juga berpengaruh terhadappemberian ASI pada bayi karena pada kala IV daripersalinan pervaginam merupakan masapengawasan dimana satu jam setelah kelahiranplasenta lahir dimanfaatkan untuk melakukan IMD(inisiasi menyusui dini), mengamati ibu dan bayi,memulai menjalin kasih sayang (bonding) antara
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 49
ibu dan bayi serta dimulaiya proses pengisapanpada puting susu yang menentukan keberhasilanmenyusui.
Di Indonesia bayi yang dilahirkan denganmetode persalinan seksio caesarea pada umumnyatidak difasilitasi untuk IMD padahal IMDmerupakan rekomendasi internasional dariUNICEF -WHO pada tahun 1992, yang isinyatelah dikembangkan oleh Departemen KesehatanRI. Rekomendasi tersebut menyatakan agar semuasarana pelayanan ksehatan menerapkan 10Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui (LMKM/Ten Step to successfull breastfiding yang salahsatu isinya menganjurkan untuk membantu ibudalam melaksanakan IMD setelah melahirkan, baikyang melahirkan dengan metode persalinanpevaginam maupun dengan seksio caesarea(Soetjiningsih, 1997)
Dukungan Tenaga Kesehatan (penolongpersalinan)
Hasil penelitian menunjukkan pada ibu yangmendapat dukungan dari tenaga kesehatan(penolong persalinan) mempunyai nilai OR 2,0yang berarti ibu yang mendapatkan dukunganuntuk memberikan ASI ekslusif dari penolongpersalinan mempunyai peluang untuk memberikanASI ekslusif 2 kali lebih besar dari ibu yang tidakmendapat dukungan.Hasil penelitian inisesuaidengan hasil penelitian Aswa Rahmawati (2010),peran petugas kesehatan mempunyai hubungandengan pemberian ASI ekslusif (P = 0,039).
Memilih metode pemberian makanan padabayi merupakan keputusan penting yang harusdibuat orang tua. Pilihan tersebut dipengaruhi olehfaktor-faktor fisik, psikologis dan sosial budaya.Seringkali bila ASI belum keluar bayi diberikanmakanan prelakteal yang berupa air gula atau susuformula. Hal ini sangat merugikan karenamenghilangkan rasa haus sehingga bayi malasmenyusu (Perinasia, 2010 dalam Wulandari 2011).Petugas dan kader kesehatan merupakan sumberinformasi tentang kesehatan yang ditujukan padaibu dalam perawatan antepertum yaitu setiap ibuhamil sejak dari bulan pertama sampai akhirkehamilan harus memeriksakan diri secara teraturke BKIA ( Roesli, 2000).
Berdasarkan pengamatan dilapangan setiapibu datang periksa kehamilannya selalu diberinasehat untuk memberikan ASI saja pada bayinyasampai umur 6 bulan ( ekslusif), namun untukmempersiapkan ibu untuk menyusui hanya terbataspada bagaimana perawatan payudara dan makananbergizi untuk persiapan menyusui, kemudiansetelah lahirdilakukan IMD bagi bayi yang lahirditolong bidan, diajarkan cara menyusui yangbenar sedangkan bagaimana memeras dan
penyimpanan ASI jarang diajarkan sehingga ibuyang bekerja sering gagal memberikan ASIekslusif
KesimpulanDari 135 responden hanya 28% ibu yang
mempunyai bayi berumur 6 – 12 bulan di kotaPalangka Raya memberikan ASI ekslusif,sedangkan 72% belum memberikan ASI ekslusf1. Ibu yang tidak bekerja diluar rumah (IRT) lebih
besar 2,4 kali memberikan ASI eslusif daripadaibu yang bekerja .
2. Ibu yang memiliki pengetahuan baik tentangASI ekslusif lebih besar 5,3 kali untukmemberikan ASI ekslusif daripada ibu yangpengetahuannya tidak baik.
3. Ibu yang jenis persalinannya pervaginam lebihbesar 4,5 kali untuk memberikan ASI ekslusifdaripada ibu yang melahirkan dengan caraseksio caesarea
4. Ibu yang mendapat dukungan dari tenagakesehatan lebih besar 2 kali memberikan ASIekslusif. daripada ibu yang tidak mendapatkandukungan dari tenaga kesehatan.
5. Untuk merobah persepsi masyarakat untuktidak memberikan cairan apapun selain ASIsetelah lahir sampai umur 6 bulan perlukonseling tidak hanya pada ibu saja tapikeluarga.
6. Kader dan penolong persalinanpun perlu diberipengetahuan tentang konseling menyusui.
Saran1. Bagi Bidan dan tenaga kesehatan
a. Perlu meningkatkan pengetahuan tentangkonseling menyusui karena untukmerobah pola pikir masyarakat yang tidakpercaya bahwa ASI cukup untuk makananbayi umur 0-6 bulan perlu pengetahuanandan keyakinan diri dari penolong untukmemberi motivasi pada ibu menyusuibeserta keluarganya.
b. Tidak menganjurkan pemberian cairan/susu formula atau makanan tambahanapapun kepada bayi sampai usia 6 bulan.
2. Bagi Dinas Kesehatana. Perlu penyegaran kembali bagi seluruh
bidan sebagai penolong persalinan tentangkonseling menyusui
b. Untuk merobah kepercayaan masyarakatterhadap ASI ekslusif memerlukan tahap-tahapan khusus mulai mengenal,memahami, percaya sampai menerima,sehingga perlu waktu khusus untukpemberian materi ASI ekslusif saatantenatal.
Maria Julin, Yeni Lucin. Determinan Pemberian ASI di Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 50
c. Dalam pemberian materi pada bukupanduan kelas ibu hamil dapatdipertimbangkan agarpemberian materiASI ekslusif tidak sekaligus pada saatpertemuan yang membahas tentangpersalinan dan nifas yang memakan waktu75 menit untuk seluruh materi.
3. Bagi studi selanjutnya perlu penelitian lebihlanjut dengan perlakuan konseling menyusuiyang melibatkan penolong persalinan, ibuhamil, terutama keluarga untuk merobah polapikir masyarakat terhadap pemerian ASIekslusif.
Daftar Acuan1. Aswa Rahmawati (2010),Faktor yang
berhubungan dengan pemberian ASIekslusif di wilayah kerja PuskesmasBonto Perak kabupaten Pangkaep tahun2010, skripsi FK. Unhas Makasar
2. BPS, 2007. Survei Demografi DanKesehatan Indonesia (SDKI). Jakarta.
3. Baston,H. Hall, J. 2011. MidwiferyEssentias : Post Natal Volume 4. Jakarta :
4. Trubus Agriwijaya.5. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Tengah. 2012. Profil Kesehatan 20116. Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka
Raya.7. Eka , P. 2012. Kesehatan Ibu Dan Anak
(KIA) Dalam Millenium DevelomenGOALS (MDGs). Yogyakarta : NuhaMedika
8. Ekstrom, Ann. 2003. Duration ofBreastfeeding in Swedish Primiparousand Multiparous Women. InternationalLaction Consutant Association.
9. Fitriani Sinta 2010, Promosi Kesehatan,Yogyakarta, Graha Ilmu,
10. Hatini ,EE.2011. Pengaruh Onset LaktasiTerhadap Praktik Pemberian ASI
11. Pada Neonatus Di Kota Palangka Raya.Yogyakarta : UGM
12. Kurniawan Bayu (2011) Determinankeberhasilan pemberian ASI ekslusif,jurnal Kedokteran brawijaya,http://jkb.ub.ac.id.
13. Kiki Annggrita (2010), hubungankarakteristik ibu menyusui terhadappemberian ASI ekslusif di wilayah kerjaPuskesmas Medan Amplas tahun 2009,skripsi FK USU Medan.
14. Lailiyana , 2011. Buku Ajar AsuhanKebidanan Persalinan. Jakarta : EGC
15. Notoatmodjo Soekidjo (2005)Metodologi Penelitian Kesehatan,Jakarta, Rineka Cipta
16. ____________________(2007).Pendidikan Dan Ilmu PerilakuKesehatan.,Jakarta Rineka Cipta
17. Nolan,M. 2003. Kehamilan danMelahirkan. Jakarta : Arcan
18. Megawati . 2002. Faktor – Faktor YangBerhubungan dengan Pemberian
19. Makanan Pralaktal pada Bayi Usia 0 – 6Bulan di Wilayah Kerja PuskesmasBogor Selatan Kota Bogor Provinsi JawaBarat. Skripsi FKM UI. Depok
20. Ogah, AO, Ajayi, AM,Akib,S,SN. 2012.A Cross- Sectional Study of Pre-LactealFeeding Practice among womenAttending Kampala InternationalUniversity Teaching Hospital MaternalAnd Child Health Clinic, Bushenyi,Western Uganda. Asian Journal ofMedical Science 4 (3) : 79 - 85
21. Wulandari , 2011. Faktor – Faktor YangBerhubungan Dengan Pemberian
22. Makanan Prelakteal Pada Bayi Barulahir Di Desa Supat Timur KabupatenMusi Banyu Asin Sumatera SelatanTahun 2011. Skripsi FK UINH. Jakarta
23. Purwanti .2004. Kosep Penerapan ASIEksklusif. Jakarta : EGC.
24. Prawiroharjo. 2005. Ilmu BedahKebidanan. Jakarta : Yayasan BinaPustaka.
25. Reeder , Sharon. 2011. KeperawatanMaternitas Kesehatan Wanita, Bayi Dan
26. Keluarga. Jakarta : EGC.27. Riyanto, A. 2011.Aplikasi Metode
Penelitian Kesehatan.Yogyakarta : Nuha28. medika.29. Roesli U, 2001, Bayi sehat berkat ASI
ekslusif , Jakarta , Elex MediaKomputindo
30. _______ , 2005. Mengenal ASI Eksklusif.Jakarta, Trubus Agriwijaya
31. -----------, 2008, Inisiasi menyusui Diniplus ASI ekslusif, Jakarta, Pustaka Bunda
32. Soetjiningsih . 1997. ASI : PetunjukUntuk Tenaga Kesehatan. Jakarta : EGC
33. Srivastava SP,Sharma, Vk & Kumar V(1994). Breast Feeding Pattern InNeonates. Journal India Pediatrics, vol 31(1079-1082).
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 51
Kehamilan Usia Remaja Dan Kelahiran Preterm Di Ruang Kebidanan Instalasi
Kesehatan Reproduksi BLUD RS Dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
Teen Pregnancy and Preterm Birth in Maternity Ward Doris Sylvanus Hospital
Noordiati
Jurusan Kebidanan Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Kelahiran preterm merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian perinatal. Dibeberapa negara maju proporsi bayi yang dilahirkan preterm telah meningkat dalam 20 tahun terakhir. DiIndonesia angka kelahiran preterm berkisar antara 10-20%, sedangkan di RS dr. Doris Sylvanus PalangkaRaya insidennya berkisar antara 10-13%. Sekita 50% penyebab kelahiran preterm tidak diketahui secarapasti. Beberapa faktor risiko yang diduga meningkatkan insiden kelahiran preterm adalah kehamilanremaja. Diketahuinya hubungan antara kehamilan remaja dengan kejadiaan kelahiran preterm. Jenispenelitian observasional dengan rancangan kasus kontrol. Subjek penelitian adalah semua ibu yangmelahirkan di RS dr. Doris Sylvanus Palangka Raya Tahun 2012-2013. Jumlah sampel pada penelitian inisebanyak 161 ibu yang melahirkan pada usia kehamilan<37 minggu (kasus) dan 161 ibu yang melahirkanpada usia kehamilan 37-42 minggu (kontrol). Data dikumpulkan dari data sekunder yang tercatat padarekam medik. Uji hipotesis menggunakan uji chi-square dengan nilai p=0,05 dan odds ratio (OR) dengan95% confidence interval (CI). Analisis regresi logistik ganda digunakan untuk menganalisis determinankehamilan preterm. Hasil analisis multivariabel menunjukkan bahwa ada hubungan bermakna antarakehamilan usia remaja dan kelahiran preterm setelah mempertimbangkan variabel status gizi dan anemiadengan OR: 2,3 (95%CI: 1,01-5,28). Kehamilan usia remajameningkatkan risiko kehamilan pretermsebesar 2,3 kali.Kata kunci: kelahiran preterm, kehamilan usia remaja
Abstract. Preterm birth is one of leading causes of perinatal morbidity and mortality. In some developedcountries the population of preterm birth has been increasing in the past 20 years. In Indonesia the rate ofpreterm birth ranges from 10-20%, while at dr. Doris Sylvanus Hospital the prevalence rearches 10-13%.Around 50% of preterm birth causes are still unknow. Some of risk factors assumed to increase theprevalence of preterm birth is adolescent pregnancy. To study the relationship between adolescentpregnancy and preterm birth. An observational study with a case-control study design. Subjects were allwomen delivering at dr. Doris Sylvanus Hospital in the periode 2012-2013. Sampel size in this study was161 womwn delivering at <37 week of gestational age as case and 161 women delivering at 37-42 weekof gestational age as control. Data were gathered from the secondary data in medical record. Hypothesistest used chi-square test with p=0,05 an OR with 95%CI.Analysis of multiple logistic regressions wasused to analyze the determinant of preterm birth. The results of multivariable analysis showed thah therewas a significant relationship between adolescent pregnancy and preterm birth after adjusted variables ofnutritional status and anemia with OR: 2,3 (95%CI: 1,01-5,28). Adolescent pregnancy increased the riskof preterm birth 2,3 times greater.Keywords:.preterm birth, adolescent pregnancy
PendahuluanKelahiran preterm merupakan salah satu
penyebab utama kesakitan dan kematian perinatal.Di beberapa negara maju proporsi kelahiranpreterm telahmeningkat dalam 20 tahun terakhir.Peningkatan kelahiran preterm ini dikaitkandengan perubahan pada frekuensi kelahiran ganda,peningkatan intervensi obstetri dan semakinbanyaknya penggunaan alat ultrasonografi untukmemperkirakan usia kehamilan. Insiden kelahiran
preterm di Amerika Serikat dari tahun 1990-2003semakin meningkat, yaitu 10,6% pada tahun 1990;12,1% pada tahun 2002 dan 12,3% pada tahun20031.
Di Indonesia tercatat pada tahun 2009memiliki angka kelahiran prematur berkisar antara10 - 20 % dan termasuk dalam peringkat kelimanegara terbesar dari kelahiran prematur, jugamerupakan penyebab utama kematian dibidangperinatologi2. Berdasarkan studi pendahuluan
Noordiati. Kehamilan Usia Remaja dan Kelahiran Preterm di Ruang Kebidanan Instalasi Kespro BLUD RSUD Dr. Doris Sylvanus
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 52
angka kelahiran preterm di Rumah Sakit dr. DorisSylvanus Palangka Raya cenderung meningkatdalam beberapa tahun terakhir. Pada Tahun 2012insiden kelahiran preterm sebesar 10% dan padatahun 2013 meningkat menjadi 13%.
Sekitar 50% dari penyebab kelahiran pretermtidak diketahui secara pasti. Dari sudut pandangepidemiologi dan demografi, ada banyak faktoryang diduga dapat meningkatkan risiko terjadinyakelahiran preterm. Kehamilan usia remajamerupakan salah satu faktor risiko terjadinyakelahiran preterm (Lo et al., 2007). Pada beberapatahun terakhir ini, angka kehamilan remajasemakin meningkat karena adanya perubahansosial dan budaya. Phupong dan Suebnukarn(2007) menemukan bahwa insiden kehamilanremaja di Thailand, mengalami peningkatan dari104,4 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 2000menjadi 117,6 per 1000 kelahiran hidup padatahun 2001. Faktor risiko lain yang turut berperanyaitu: faktor sosial ekonomi, ras, pendidikan ibu,pekerjaan ibu, usia ibu, status perkawinan, indeksmassa tubuh (IMT), riwayat antenatal care (ANC),stres, kebiasaan merokok, minum alkohol danpenggunaan obat-obatan berbahaya. Faktor obstetridan medis yang diduga dapat meningkatkan risikokelahiran preterm adalah riwayat abortus, riwayatpersalinan preterm, kehamilan ganda, diabetesmelitus (DM) dalam kehamilan, anemia,preeklamsia/eklamsia, serviks inkompeten, infeksisaluran kencing (ISK), ketuban pecah dini (KPD),oligohidramnion, polihidramnion dan plasentaprevia3,4.
Penelitian lain mengemukanan bahwakelahiran prematur terjadi pada 4,1% vaginaldouching secara signifikan terkait dengan bakterivaginosis berisiko pada usia kehamilan 32-34minggu. Faktor sosial ekonomi terkait dengannutrisi ibu selama kehamilan adalah faktorlingkungan yang paling penting yangmempengaruhi hasil kehamilan. Kekurangan gizipada ibu dapat berkontribusi pada peningkataninsidensi kelahiran prematur dan pertumbuhanretardasi janin serta peningkatan resiko kematianibu dan morbiditas. Faktor gaya hidup yaitu, ibuhamil perokok memiliki peluang mengalamikelahiran prematur lebih besar5.
Tujuan umum penelitian ini adalah untukmengetahui hubungan antara kehamilan usiaremaja dengan kejadian kelahiran preterm, dansecara khusus juga bertujuan untuk faktor-faktorlain yang berhubungan dengan kelahiran pretermyaitu: pendidikan ibu, riwayat ANC, status gizidan anemia.
Hasil penelitian ini juga dapat digunakanoleh pemegang kebijakan untuk mengambil suatukebijakan yang terkait dengan pencegahan
kelahiran preterm. Upaya yang dapat dilakukanuntuk mencegah kelahiran preterm adalah promosikesehatan reproduksi pada remaja,mengidentifikasi dan mengelola ibu hamil yangberisiko serta menyediakan pelayanan resusitasiuntuk bayi sehingga dapat meningkatkan kualitaspelayanan dan derajat kesehatan masyarakat.
Metode PenelitianJenis penelitian ini adalah penelitian
observasional dengan rancangan kasus kontrolyang tidak disetarakan (unmatched case-controlstudy) melalui pendekatan kuantitatif. Penelitianini dilakukan untuk mengkaji hubungan antaraefek tertentu terhadap faktor tertentu. Studi kasuskontrol adalah rancangan penelitian epidemiologiyang mempelajari hubungan antara suatu kasusdengan paparan tertentu. Penelitian ini dimulaidengan mengidentifikasi outcome yaitu kelompokkasus (kelompok ibu melahirkan preterm) dankelompok kontrol (kelompok ibu melahirkanaterm) kemudian dilihat secara retrospektifbesarnya paparan di masa lalu (kehamilan usiaremaja) terhadap outcome yang akan diteliti saatini6.
Lokasi penelitian di RSUD dr. DorisSylvanus Palangka Raya di ruang instalasikebidanan. Polpulasi adalah seluruh ibu yangmelahirkan Tahun 2012-2013. Kasus adalah semuaibu yang melahirkan pada umur kehamilan <37minggu di dr. Doris Sylvanus Palangka Raya padaperiode Tahun 2012-2013 yang memenuhi kriteriainklusi dan eksklusi. Kontrol adalah semua ibuyang melahirkan pada umur kehamilan 37-42minggu di RS dr. Doris Sylvanus Palangka Rayaperiode Tahun 2012-2013 yang memenuhi kriteriainklusi dan eksklusi.
Besar sampel dalam penelitian ini ditentukandengan menggunakan Power Analysis and SampleSize (PASS)7. Penghitungan tersebut dilakukandengan mengetahui P2 yaitu proporsi kehamilanremaja pada kelompok kelahiran aterm sebesar0,28 dan odds ratio (OR) sebesar 1,88. Jika αsebesar 0,05 dan power sebesar 0,80 maka besarsampel pada masingmasing kelompok adalah 161orang (1:1).
Uji statistik yang digunakan adalah chi-square test, karena variabel yang diuji bersifatkategori. Hasil yang diperoleh adalah nilai χ2, pvalue. Khusus pada analisis hubungan variabelbebas jarak antar kehamilan dan variabel terikatabortus spontan, dihitung nilai Odds Ration (OR)dengan Interval Kepercayaan (ConfidenceInterval/CI) 95%. Analisis multivariat untukmengetahui pengaruh variabel bebas terhadapvariabel terikat dengan mengontrol variabel-variabel yang lain. Uji statistik yang digunakan
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 53
adalah multiple logistic regression analysis. Padauji ini diperoleh nilai Odds Rasio (OR) sebagaipendekatan untuk mengetahui besarnya risiko.
Hasil PenelitianAnalisis UnivariabelAnalisis data univariabel bertujuan untukmenggambarkan distribusi frekuensi kelahiranpreterm (kasus) dan yang tidak mengalamikelahiran preterm (kontrol).
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian
Karakteristik subjekpenelitian
Kasus Kontrol Totaln % n % n %
Kehamilan usia remaja Ya Tidak
23138
14,385,7
9152
5,694,4
32290
9,990,1
Pendidikan Rendah Tinggi
26135
16,183,9
17144
10,689,4
43279
13,486,6
ANC <4x ≥4x
30131
18,681,4
17144
10,689,4
47275
14,685,4
Status Gizi Kurang Baik
24137
14,985,1
9152
5,694,4
33289
10,389,7
Anemia Anemia Tidak Anemia
6299
38,561,5
35126
21,778,3
97225
30,169,9
Dari seluruh subjek penelitian, prevalensikehamilan usia remaja sebesar 9,9%. Prevalensikehamilan usia remaja pada kelompok kelahiranpreterm lebih tinggi daripada kelompok kelahiranaterm. Mayoritas dari ibu mempunyai tingkatpendidikan tinggi. Prevalensi kunjungan ANCkurang dari 4 kali sebesar 14,6 %. Sebagian besar(89,7%) dari subjek penelitian mempunyai statusgizi baik dan 10,3% mempunyai status gizi kurang.Prevalensi status gizi kurang pada kelompokkelahiran preterm lebih tinggi daripada kelompokkelahiran aterm. Mayoritas dari ibu tidakmengalami anemia, tetapi ibu yang mengalamianemia juga cukup tinggi yaitu 30,1%. Kelompokkelahiranpreterm yang mengalami anemia lebihtinggi daripada kelompok kelahiran aterm.
Analisis BivariaribelBerdasarkan Tabel. 2 menunjukkan bahwa
proporsi ibu yang mengalami kelahiran pretermpada kehamilan usia remaja sebanyak (14,3%) danbukan kehamilan usia remaja terdapat (85,7%)yang mengalami kelahiran preterm. Hasil analisisbivariabel didapatkan ibu dengan kehamilan usiaremaja diperoleh nlai OR=2,8 (95% CI: 1,29-6,13), dari hasil tersebut variabel usia kehamilanremaja merupakan faktor risiko yang berkontribusiterhadap kejadian persalinan preterm. Dapatdisimpulkan bahwa ada hubungan yang bermaknaantara usia kehamilan remaja dengan kelahiranpreterm. Nilai OR dapat diartikan bahwa ibu yanghamil di usia remaja mempunyai risiko 2,8 kalilebih banyak mengalami persalinan pretermdibandingkan yang tidak mengalami persalinanpreterm.
Tabel 2. Hubungan kelahiran preterm dengan kehamilan usia remaja
Variabel penelitian Kasus Kontrol OR 95%CIn % n %
Kehamilan usia remaja Ya Tidak
23138
14,385,7
9152
5,694,4
2,8 1,29-6,13
Keterangan:² = chi-square,OR = odds rasio95%CI = 95% Confidence Interval
Noordiati. Kehamilan Usia Remaja dan Kelahiran Preterm di Ruang Kebidanan Instalasi Kespro BLUD RSUD Dr. Doris Sylvanus
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 54
Tabel. 3 Hubungan variabel luar dengan kejadian preterm
Variabel penelitian Kasus Kontrol OR 95%CIn % n %
Pendidikan Rendah Tinggi
26135
16,183,9
17144
10,689,4
1,6 0,85-3,12
ANC <4x ≥4x
30131
18,681,4
17144
10,689,4
1,9 1,04-3,43
Status Gizi Kurang Baik
24137
14,985,1
9152
5,694,4
2,9 1,37-6,41
Anemia Anemia Tidak Anemia
6299
38,561,5
35126
21,778,3
2,3 1,38-3,67
Pendidikan secara statistik tidak memilikihubungan yang bermakna dengan kelahiranpreterm, yang dapat dilihat dari rentang nilai 95%CI melewati angka satu. Variabel ANC, status gizidan anemia memiliki hubungan yang bermaknasecara statistik dengan kelahiran preterm denganOR masing-masing sebesar 1,9 (95% CI: 1,04-3,43), 2,9 (95% CI: 1,37-6,41) dan 2,3 (95%CI:1,38-3,67). Hal ini berarti bahwa kemungkinanmenemukan ketidak teraturan ANC hampir 2 kalilipat, status gizi kurang hampir 3 kali lipat dan
anemia 2 kali lipat pada kelompok kelahiranpreterm.
Analisis MultivariabelDari hasil analisis regresi logistik ganda
dapat disimpulkan bahwa model 4 sebagai modelyang dianggap paling sederhana, efektif danefisien jika dibandingkan dengan model 1, 2 dan 3,karena model 4 mempunyai nilai R2 yang lebihtinggi, nilai deviance yang lebih rendah dan semuavariabel yang dimasukkan masih bermakna.
Tabel 4. Analisis multivariabel
Variabel Model1OR
95%CI
Model2OR
95%CI
Model3OR
95%CI
Model4OR
95%CI
Model5OR
95%CI
Kehamilan usiaremaja Ya
Tidak
2,8(1,26-6,29)
1
2,5(1,12-5,74)
1
2,4(1,04-3,59)
1
2,3(1,01-5,28)
2,2(0,93-4,99)
ANC <4x
≥4x
1,7(0,89-3,30)
1
1,6(0,80-3,06)
1Status Gizi Kurang
Baik
2,4(1,03-3,56)
1
2,3(1,01-5,33)
1Anemia Anemia
Tidak Anemia
2,1(1,26-3,41)
1
1,9(1,12-3,12)
1
1,8(1,09-3,06)
1Devance 439,4 436,7 431,1 426,7 425R2 0,016 0,022 0,034 0,044 0,048
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 55
PembahasanDari penelitian ini diperoleh prevalensi
kehamilan usia remaja yang melahirkan di RS dr.Doris Sylvanus Palangka Raya sebesar 9,9%.Prevalensi ini hampir sama dibandingkan denganprevalensi kehamilan usia remaja yang melahirkandi Indonesia sebesar 10% (SDKI 2012).
Hasil penelitian ini mempunyai nilai ORyang lebih rendah dari hasil penelitian lain yangmengungkapkan bahwa ibu hamil pada usia kurangdari 20 tahun mempunyai risiko melahirkanpreterm 3,5 kali lebih tinggi dari ibu hamil padausia 20-34 tahun4. Seorang wanita pada usiaremaja secara biologi dapat hamil tetapi secaraobstetri dan psikologis belum siap karenakematangan organ reproduksi belum mendukungterjadinya persalinan normal. Uterus dan panggulibu belum tumbuh secara optimal mencapai ukurandewasa, sehingga kehamilan usia remaja dapatmeningkatkan risiko terhadap kesehatan dankeselamatan ibu dan janin 9.
Kondisi yang dapat meningkatkan risikokelahiran preterm pada kehamilan usia
remaja adalah ketidakmatangan biologis danemosional. Pada usia remaja, pertumbuhan fisikyang belum optimal, usia alat reproduksi yangrendah dan ketidakmatangan uterus dapatmempengaruhi kehamilannya. Suplai darah keservik dan uterus belum berkembangsepenunuhnya pada beberapa remaja sehinggasuplai nutrisi untuk perkembangan janin sangatrendah. Kurangnya suplai darah ke alat genitaliajuga dapat meningkatkan terjadinya infeksi danpeningkatan produksi prostaglandin yang dapatmerangsang terjadinya kelahiran preterm10.
Penelitian ini membuktikan bahwa terdapathubungan yangbermakna secara praktis danstatistik antara ANC dengan kelahiran preterm.Mekanisme biologi pengaruh ANC secaralangsung terhadap kelahiran preterm tidakdiketahui dengan pasti. Beberapa penelitianmenunjukkan bahwa pelayanan ANC sangatefektif untuk menurunkan kejadian kelahiranpreterm karena pelayanan ANC
menyediakan program untuk menilai faktor-faktor risiko yangberhubungan dengan kehamilan,konseling dan pengelolaan lebih lanjut11.
Ibu yang tidak memanfaatkan pelayananANC tidak dapat mendeteksi secara dini masalahkesehatan yang terjadi selama kehamilan, tidakmengetahui perkembangan janin dalamkandungan, serta tidak mendapatkan infomasipenting yang berhubungan dengan kehamilannyaterutama upaya pencegahan stress ibu, yang akanberdampak terhadap kelahiran prematur10.
Penelitian lain juga mengungkapkan bahwarisiko kelahiran preterm meningkat 2,4 kali
diantara ibu yang melakukan perawatan kehamilan<4 kunjungan daripada ibu yang melakukanperawatan kehamilan ≥4 kunjungan selama periodekehamilan12. Sebaliknya, penelitian ini bertolakbelakang dengan penelitian lain yangmembuktikan bahwa risiko kelahiran preterm tidakmeningkat pada ibu hamil yang tidak melakukanANC. Peneliti berpendapat bahwa perbedaantersebut dapat terjadi karena faktor lain ikutmemberikan pengaruh untuk terjadinya kelahiranpreterm seperti stres, ras, etnik, faktor medik danfaktor lain yang belum diketahui8.
Status gizi ibu sebelum hamil dalampenelitian ini menunjukkan bahwa ada hubunganyang bermakna antara status gizi dengankelahiranpreterm. Faktor nutrisi merupakan faktor pentingyang mempengaruhi terjadinya kelahiran preterm.Kekurangan nutrisi dapat dilihat dari ukuran IMTdan lingkar lengan atas. Kekurangan nutrisi padawanita saat konsepsi akan menyebabkankematangankortisol janin yang terlalu cepat dankelahiran preterm. Seorang ibu hamil denganstatus gizi kurang mempunyai risiko 1,82 kalikelahiran preterm daripada ibu hamil dengan statusgizi baik13. malnutrisi pada ibu ditemukanberpengaruh terhadap pertumbuhan dan fungsiplasenta, ukuran plasenta yang kecil dankandungan DNA yang tereduksi. Hal inimenunjukkan bahwa ukuran plasenta kecil makatransfer zat gizi untuk janin rendah akibatnyapertumbuhan janin terhambat sehinggamengakibatkan kelahiran prematur dan berat badanlahir rendah14.
Penelitian ini menunjukkan bahwa anemiamempunyai hubungan yang bermakna dengankelahiran preterm. Anemia pada ibu hamil dapatmenyebabkan terjadinya hipoksia danmeningkatnya konsentrasi serum norepinephrineyang dapat merangsang terjadinya stres pada ibudan janin sehingga dapat menstimulasi sintesisCRH. Konsentrasi hormon CRH yang tinggi dapatmerangsang peningkatan produksi hormon kortisoljanin sehingga dapat menghambat pertumbuhanjanin dan kelahiran preterm. Ibu hamil yangmengalami anemia juga sangat berisiko mengalamiinfeksi. Infeksi yang terjadi pada ibu hamil jugadapat merangsang produksi CRH danprostaglandin sehingga dapat meningkatkan risikokelahiran preterm15. Hal ini sejalan denganpenelitian lain bahwa ibu dengan anemiamemperlihatkan adanya hubungan yang signifikandengan kelahiran prematur p = 0.0216.
Anemia berkembang di duniakarenapemenuhan kebutuhan gizi yang salah. Prevalensianemia lebih banyak terjadi pada wanita hamilterutama di negara berkembang. Anemiamempunyai efek yang signifikan terhadap
Noordiati. Kehamilan Usia Remaja dan Kelahiran Preterm di Ruang Kebidanan Instalasi Kespro BLUD RSUD Dr. Doris Sylvanus
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 56
kesehatan ibu dan janin khususnya ibu hamil yangmenderita anemia berat17.
Kesimpulan Dan SaranKehamilan usia remaja, status gizi dan
anemia meningkatkan risiko kelahiran preterm.Berdasarkan hasil, pembahasan dan kesimpulanpenelitian tentang determinan kelahiran preterm,beberapa saran yang diajukan sebagai bahanpertimbangan adalah: Meningkatkan kegiatanpendidikan kesehatan reproduksi remajakhususnya tentang pencegahan terjadinyakehamilan usia remaja dengan menggunakan alatkontrasepsi dan risiko kelahiran preterm pada usiakehamilan remaja yang dilaksanakan secara rutindi sekolah-sekolah dan karang taruna.
Bagi petugas kesehatan agar lebihmeningkatkan kualitas pelayanan pada ibu hamildengan standar pelayanan ANC seperti memantaustatus gizi dan meningkatkan skrining anemiaselama kehamilan sehingga faktor risiko terjadikelahiran preterm dapat dideteksi lebih dini.
Daftar Pustaka1. Martin, J.A., Kochanek, KD., Strobino, D.M.,
Guyer, B & Mac Dorman M.F. AnnualSummary of Vital Statistic. 2005. Pediatrics,115(3): 619–633.
2. Wijayanegara, Hidayat. Prematuritas.Bandung: PT. Refika Aditama. 2009.
3. Covarriabus, L.O., Aguirre, G.E., Chapuz,J.R., May, A.I., Velazquez, J.D & Eguiluz,M.E. Maternal factors associated toprematurity. Ginecol Obtet Mex, 2008,76(9):526-536.
4. Lo, C., Hsu, J., Hsieh, C., Hsieh, T. & Hung.Risk factors for spontaneous preterm deliverybefore 34 weeks of gestation amongTaiwanese women. Taiwan J Obstet Gynecol,2007. 46(4): 389-394.
5. Depkes. Pedoman Pelayanan Ante Natal.2007. Jakarta:Depkes.
6. Gordis,L. Epidemiolgy. 3rd ed. Philadelpia:W.B. Saunder. Company. 2004.
7. Da Silva, A.A.M., simoes, V.F.M, Barbieri,M.A., Lamy-Filho, F., Coimbra, LC & alves,M.T.S.B. Young maternal age and pretermbitrh. Paediatr Perinat Epidemiol. 2003.17(4):332-229
8. Hintze, J.L.& NCCS. Power analysis andsampel size. Kaysville: Utah. 2008.
9. Phupong, V & Suebnukarn K. Obstetricoutcomes in nulliparous young adolescent.Southeast Asian j trop Med Public Health.2007. 38(1):141-145.
10. Koniyo Mira Astri, Hakim Buraerah & Arsin,A.Arsunan. Determinan kejadian kelahiranbayi prematur di RSUD Prof.DR.H.AloeiSaboe Kota Gorontalo.2011.
11. Shah, p & Ohlsson, A. Literature review oflow birth weight, including small forgestational age and preterm birth. 2002.Toronto Public Health.
12. Hamad, K.h., Abed, y & Hamad, b.A. Riskfactor associated with preterm birth in theGaza strip: hospital-based-case-control study.2007. East Med Health J. 13(50:1132-1141.
13. Feresu, S.A., Harlow, S.D & Woelk, G.B.Risk factor for prematurity at HarareMaternity Hospital, Zimbabwe. 2004. Int JEpidemiol. 33(6):1194-1201.
14. Amirudin Ridwan. Risiko asap rokok danobat-obatan terhadap kelahiran prematur diRS ST. Fatimah Maksassar. 2006. JurnalMedika Nusantara, FK.Unhas.
15. Allen, L.H (2001) Biological mechanismsthat might underline iron's effect on fetalgrowth and preterm birth. 2001. J.Nutr.131:581S-589S.
16. Graham, A.D.M. Persalinan kurang bulan danketuban pecah dini. 2001. Jakarta: hipokrates.
17. Kodanto, H.L,., Morge, I., Lindmark, G.,Massawe, s & Nystrom, L. Risk for pretermdelivery and low birth weight areindependently increased by severity ofmaternal anemia. 2009. s.Afr Med J.99(2):98-102
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 57
Analisis Kepuasan Mahasiswa Terhadap Layanan PendidikanDi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palangka Raya
Student Satisfaction Analysis To The Educational Services on Health Polytechnic Palangka Raya
Mars Khendra Kusfriyadi; Nang Randu Utama; Lamia Diang Mahalia
Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Abstrak. Kualitas layanan pendidikan dapat diamati dengan cara mengukur sejauh mana institusipendidikan sebagai pemberi layanan (provider) dapat memberikan jaminan mutu kepada penerimalayanan2. Pemerintah melalui Kepmenpan Nomor KEP/25/M.PAN/2/2004 telah membuat pedomanpenilaian kepuasan pelanggan bagi setiap institusi pelayanan termasuk institusi pendidikan. PoltekkesKemenkes Palangka Raya sebagai institusi yang memberikan layanan pendidikan perlu untuk mengukurkepuasan pelanggan yang dalam hal ini mahasiswa. Indeks kepuasan mahasiswa dapat dijadikan bahanpenilaian terhadap unsur pelayanan yang masih perlu perbaikan dan menjadi pendorong institusi untukmeningkatkan kualitas pelayanannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks kepuasanmahasiswa, mutu dan kinerja layanan serta mengetahui tingkat kesesuaian harapan dan persepsi darimahasiswa yang memperoleh layanan pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya. Metode yangdigunakan adalah survey dengan alat bantu kuesioner. Yang menjadi responden dalam penelitian inisebanyak 161 orang mahasiswa yang tersebar di 3 jurusan keperawatan, kebidanan dan gizi. pengambilansampel dilakukan secara acak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai indeks kepuasan mahasiswasebesar 71,25 dengan angka mutu B dan kategori kinerja Baik. Sedangkan tingkat kesesuaian harapandan persepsi mahasiswa terhadap layanan pendidikan diperoleh nilai 80,2 yang berarti kategori baik.Semakin besar gap (< -1) antara harapan dan persepsi maka dimensi tersebut perlu diprioritaskan untukdiperbaiki. Berdasarkan analisis menggunakan diagram kartesius, dimensi tangible, comunication danaccess menjadi prioritas untuk segera ditingkatkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secaraumum layanan pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya dapat memberikan kepuasan kepadamahasiswanya.Keyword : indeks kepuasan mahasiswa, layanan pendidikan, mutu dan kinerja layanan pendidikan.
Abstract. The quality of education service can observe with how the institution give a quality asurance4.The goverment pass through Kepmenpan No : KEP/25/M.PAN/2/2004 have made guideline to assess ofcostumers satisfaction for every institution belonging to educational institution. Health PolytechnicPalangka Raya as an educational institution have given education serve need to measure about studentstatisfaction. Student satisfaction index (SSI) can be a matter of appraisal which one of the educationalservice need to repair and motivating the institution to rise their service. The objective of the research wasto knew student satisfaction index, educational service quality, educational service performance and toknew ratio between hope and perception student satisfaction. Survey have been a method on this researchwith a quesioner as the instrument. More than 150 student have been a responden (161 responden) on thisresearch from the nurses study program, midwifery study program and nutrition study program. They pickrandom. The result of the research have shown student satisfaction index about 71,25. That valuebelonging to B category of the educational service quality and a good actual performance. Whereas thelevel of ratio between hope and perception student satisfaction was about 80,2 (good category). More andmore gap between hope and perception (< -1) that mean a dimention need a priority to repair. Base on theresult of the research, cartesian diagram have shown tangible (physical matter), communication (betweenintitution and student parents) and access (to be a student at Health Polytechnic Palangka Raya) as apriority to repair soon. Thereby, it is generally that educational services on Health Polytechnic PalangkaRaya was gave satisfaction to the students.Keyword : student satisfaction index,educational services, educatitonal service quality, and educatitonalservice performance.
Mars, Nang, Lamia. Analisis Kepuasan Mahasiswa terhadap Layanan Pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 58
PendahuluanParadigma baru penyelenggaraan pendidikandewasa ini dituntut adanya pengelolaan layananpendidikan yang dapat memuaskan pelanggannya.Kepuasan pelanggan pendidikan akan berpengaruhbesar terhadap keberlangsungan dan majumundurnya suatu lembaga pendidikan. Lembagapendidikan bermutu yang dapat memuaskanpelanggan akan diburu masyarakat meskipunterpencil dan mahal. Sebaliknya, lembagapendidikan yang mengecewakan pelanggan akanditinggalkan masyarakat dan seleksi alam akanmenentukan kebangkrutannya1. (Cahir, 2007).Pendidikan yang bermutu diindikasikan sebagailayanan pendidikan yang mampu menghasilkanoutput yang sesuai dengan tuntutan masyarakat.Tuntunan masyarakat dalam institusi pendidikansering diartikan dengan mutu layanan layanan yangdiberikan oleh institusi pendidikan tersebut2.
Mutu pendidikan yang berorientasi pada kliendidefinisikan sebagai ukuran sejauh mana programdan hasil output perguruan tinggi tersebut telahmemenuhi kebutuhan dan harapan klien. Dalam halini, ada tiga hal yang perlu dipahami oleh lembagapenyelenggara pendidikan untuk memenuhikebutuhan dan harapan klien, yaitu: (1) apakebutuhan klien; (2) bagaimana mengetahuikebutuhan klien; dan (3) apa yang membuat merekapuas. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwaindikator kualitas layanan pendidikan yang bermutuharus diorientasikan pada kebutuhan klien ataupihak-pihak penerima layanan tersebut (Sukamto,1998)2.Kualitas layanan pendidikan dapat diamati dengancara mengukur sejauh mana institusi pendidikansebagai pemberi layanan (provider) dapatmemberikan jaminan mutu kepada penerimalayanan2. Pengukuran tentang sejauh mana institusipendidikan mampu memenuhi harapanpelanggannya, dapat dijadikan titik tolak untukmenentukan mutu pelayanan pendidikan suatuinstitusi pendidikan. Hal ini direalisasikan melaluipengukuran tingkat kepuasan pemakai/pelangganjasa pendidikan.
Pemerintah yang dalam hal ini adalahKementerian Pendayagunaan Aparatur Negara telahmengatur pengukuran kualitas layanan tersebutsecara komprehensif melalui Surat KeputusanMenteri PAN Nomor. KEP/25/M.PAN/2/2004tentang pedoman umum penyusunan IndeksKepuasan Masyarakat di unit pelayanan instansipemerintah.
Politeknik Kesehatan Kementerian PalangkaRaya berdasarkan Surat Keputusan Kepala BadanPPSDM Kesehatan RI Tahun 2001 yang lalumerupakan salah satu institusi pendidikan kesehatanyang dipercaya untuk melaksanakan tugas tri
dharma perguruan tinggi guna membantuKementerian Kesehatan dalam hal penyedia tenagakesehatan yang profesional dibidang kesehatan.Poltekkes Kemenkes Palangka Raya mempunyaivisi menghasilkan tenaga kesehatan yangprofesional, kompetitif dan bermartabat. Visitersebut tidaklah dapat diwujudkan jika tidakdidukung oleh kualitas layanan pendidikan.
Satu hal yang sangat mendasari penelitian iniadalah bahwa sejak berdiri Tahun 2001 hinggasekarang, Poltekkes Kemenkes Palangka Rayabelum pernah melakukan analisis kepuasanpelanggan baik secara internal maupun eksternal.Namun karena pelanggan terbesar dari institusipendidikan ini adalah mahasiswa maka selanjutnyayang disebut sebagai pelanggan dalam penelitian iniadalah mahasiswa. Oleh karena itu peneliti inibermaksud untuk melakukan analisis tentangkepuasan pelanggan (mahasiswa) terhadap layananpendidikan yang diberikan di Poltekkes KemenkesPalangka Raya berdasarkan Surat KeputusanMenteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor :KEP/25/M.PAN/2/20043. Namun untukmemperdalam analasis, peneliti juga melakukananalisis kepuasan mahasiswa dengan metodeServQual yang dikembangkan oleh Zeithaml danParasuraman4.
Metode PenelitianPenelitian ini merupakan jenis penelitian surveydengan alat bantu kuesioner. Kuesioner dibuatberdasarkan Pedoman Penilaian Indeks KepuasanMasyarakat yang dikeluarkan oleh Menteri PANtahun 20043. Selain itu peneliti juga menambahkananalisis dengan metode ServQual4. Lokasipenelitian adalah di Poltekkes Kemenkes PalangkaRaya pada Jurusan Keperawatan, Kebidanan danGizi. mahasiswa yang masih aktif. Untukmemenuhi akurasi hasil penyusunan indeks,responden terpilih ditetapkan minimal 150 orangdari jumlah populasi penerima layanan, dengandasar ("Jumlah unsur" + 1) x 10 = jumlah responden(14 +1) x 10 = 150 responden3. Pengambilansampel dilakukan secara acak dengan jumlahresponden yang mengembalikan kuesionersebanyak 161.Data yang diambil dalam penelitian ini berupapersepsi mahasiswa per unsur layanan (14 unsurlayanan)3 serta data harapan dan persepsimahasiswa terhadap 9 dimensi yang berpengaruhpada layanan pendidikan2. Data persepsi mahasiswaterhadap 14 unsur layanan dianalisis sesuai denganpedoman yang telah ada hingga diperoleh nilaiIndeks Kepuasan Mahasiswa (IKM), mutu dankinerja layanan3. Sedangkan data harapan danpersepsi kepuasan mahasiswa terhadap 9 dimensiyang berpengaruh pada layanan pendidikan
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 59
dianalisis menggunakan metode ServQual4, untukmenentukan tingkat kesesuaian harapan danpersepsi mahasiswa terhadap layanan pendidikan diPoltekkes Kemenkes Palangka Raya. Selanjutnyauntuk mengetahui dimensi mana yang menjadiprioritas untuk diperbaiki dan ditingkatkandilakukan dengan membuat digaram kartesius4.
Hasil dan PembahasanPenelitian ini dimulai sejak awal bulan
Nopember 2014. Penyebaran kuesioner di 3 Jurusanyang ada di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya,yaitu jurusan keperawatan, jurusan kebidanan danjurusan gizi. Sesuai dengan definisi operasional,bahwa yang dinamakan sebagai pelanggan dalampenelitian ini adalah mahasiswa aktif di PoltekkesKemenkes Palangka Raya. Dari tiga ratus (200)eksemplar kuesioner yang telah disebarkan secaraacak, yang kembali dan telah terisi sebanyak 161kuesioner. Distribusi responden mahasiswaberdasarkan jurusan dan jenis dapat dilihat padaTabel 2 dan Tabel 3.
Indeks Kepuasan MahasiswaUntuk menghitung nilai Indeks Kepuasan
Mahasiswa dibutuhkan nilai persepsi kepuasan perunsur layanan pendidikan. Terdapat 14 unsurlayanan pendidikan yang ada dalam pedoman dantelah dimodifikasi sehingga berkaitan langsungdengan layanan pendidikan yang telah dilaksanakanoleh Politeknik Kesehatan Kementerian KesehatanPalangka Raya. Nilai rata-rata persepsi/kepuasanmahasiswa per unsur dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 2. Distribusi Responden berdasarkanJurusan
Jurusan N %Keperawatan 58 36,02Kebidanan 61 37,89Gizi 42 26,09Total 161 100,00
Tabel 3. Distribusi berdasarkan Jenis Kelamin
JenisKelamin
N %
Laki-laki 93 57,76Perempuan 68 42,24Total 161 100,00
Tabel 4. Nilai Persepsi Per Unsur Layanan
No Unsur Pelayanan
NilaiRata-rataPer
unsur
NilaiRata-rataTertimba
ngPerunsur
(1) (2) (3)(4) = (3) x
0,0711 Prosedur layanan
pendidikan2,67 0,19
2 Persyaratan layananpendidikan
2,81 0,20
3 Kejelasandosen/petugas dalammemberikan layananpendidikan
2,81 0,20
4 Kedisiplinandosen/petugas layananpendidikan
2,88 0,20
5 Tanggung jawabdosen/petugas layananpendidikan
2,93 0,21
6 Kemampuandosen/petugas layananpendidikan
3,17 0,22
7 Kecepatandosen/petugas dalammemberikan layananpendidikan
2,66 0,19
8 Keadilan mendapatkanlayanan pendidikan
2,86 0,20
9 Kesopanan dankeramahandosen/petugas dalammemberikan layananpendidikan
3,08 0,22
10 Kewajaran biayalayanan pendidikan
3,00 0,21
11 Kepastian biayalayanan pendidikan
2,84 0,20
12 Kepastian jadwallayanan pendidikan
2,65 0,19
13 Kenyamananlingkungan pendidikan
2,84 0,20
14 Kenyamanan layananpendidikan
2,96 0,19
Total Nilai IKM 2,85
Berdasarkan Tabel 4, nilai rata-rata persepsikepuasan mahasiswa berkisar antara nilai 2,50hingga 3,20. Jika merujuk pada pengkategoriandalam skala likert maka nilai ini termasuk dalamkategori kurang baik hingga baik. Dari seluruhunsur yang pertanyakan kepada responden tentangpersepsi kepuasan mahasiswa maka hanya 3 unsursaja yang mendapatkan kategori baik yaitu unsurkemampuan dosen/petugas dalam memberikanlayanan pendidikan (3,17), unsur kesopanan dankeramahan dosen/petugas dalam memberikanlayanan pendidikan (3,08), dan unsur kewajaran
Mars, Nang, Lamia. Analisis Kepuasan Mahasiswa terhadap Layanan Pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 60
biaya layanan pendidikan (3,00). Dengan kata lain,hanya 21,43% unsur layanan pendidikan yangdiberikan oleh Poltekkes Kemenkes Palangka Rayadengan kategori baik (menurut skala likert, nilai ≥3,00). Unsur-unsur seperti Prosedur layananpendidikan, Kecepatan dosen/petugas dalammemberikan layanan pendidikan, dan Kepastianjadwal layanan pendidikan merupakan unsurlayanan yang perlu mendapat perhatian khususkarena berada pada batas bawah dalam kategorikurang baik. Sedangkan unsur yang lain mendekatikategori baik (dalam skala likert). Tujuh puluhdepalan koma lima tujuh persen (78,57 %) unsurlayanan pendidikan masih dalam kategori kurangbaik (dalam skala likert). Hal ini dapat menjadiacuan bagi Poltekkes Kemenkes Palangka Rayadalam memprioritaskan unsur-unsur layananpendidikan yang perlu ditingkatkan. Meskipundemikian, menurut pedoman pemerintah untukmengetahui nilai indeks kepuasan mahasiswa(IKM), setiap nilai unsur pelayanan dikalikandengan bobot nilai rata-rata tertimbang (0,071)3,sehingga berdasarkan Tabel 4 nilai indeks kepuasanmahasiswa terhadap layanan pendidikan diPoltekkes Kemenkes Palangka Raya sebesar 2,85.
Mutu dan Kinerja Layanan PendidikanUntuk mendapatkan kategori mutu dan kinerja
layanan, nilai Indeks kepuasan mahasiswa (IKM)terhadap layanan pendidikan harus dikonversi3
dengan nilai dasar yaitu 25 sehingga menjadi 71,25.Nilai Indeks Kepuasan Mahasiswa terhadapLayanan Pendidikan di Poltekkes KemenkesPalangka Raya termasuk dalam kategori mutu B dankinerja layanan dengan kategori Baik3. Untuk lebihjelas dapat dilihat pada Tabel 5.
Prioritas Peningkatan Mutu dan KinerjaLayanan
Dalam peningkatan kualitas pelayanan, unsuryang mempunyai nilai paling rendah perlumendapat perhatian dan diprioritaskan, sedangkanunsur yang mempunyai nilai cukup tinggi harustetap dipertahankan. Berdasarkan Tabel 4, terdapatsebelas 11 unsur dengan kategori kurang baik (skalalikert) diantaranya unsur prosedur pelayanan,kecepatan petugas dalam memberikan layananpendidikan, kepastian jadwal layanan pendidikan,unsur persyaratan layanan pendidikan, unsurkejelasan dosen/petugas dalam memberikanlayanan pendidikan, unsur kedisiplinandosen/petugas layanan pendidikan, unsur tanggungjawab dosen/petugas layanan pendidikan, unsurkecepatan dosen/petugas dalam memberikanlayanan pendidikan, unsur keadilan mendapatkanlayanan pendidikan, unsur kepastian biaya layananpendidikan, unsur kepastian jadwal layanan
pendidikan, unsur kenyamanan lingkunganpendidikan, unsur kenyamanan layanan pendidikan.
Analisis Kepuasan Mahasiswa Metode ServQual4
Sebagai data tambahan untuk memperdalamanalisis kepuasan mahasiswa, peneliti jugamenggunakan metode ServQual yang dikembangkanoleh Zeithaml and Parasuraman4. Metode inimenggunakan 5 indikator utama yaitu keandalan(reliability), daya tanggap (responsiveness),kepastian (assurance), empati (emphaty) danberwujud (tangible). Bobot dari kelima dimensi iniadalah 100 % sehingga masing-masing dimensidiberi bobot 20%4.
Kelima dimensi tersebut dijabarkan lagikedalam 9 dimensi dengan bobot 1% kecuali (1)tangibles atau kondisi fisik gedung kuliah diPoltekkes dengan bobot 20%; (2) reliability ataupelaksanaan kedisiplinan di Poltekkes; (3)competence atau keyakinan terhadap kompetensidosen; (4) understanding the customer atauhubungan dosen dengan mahasiswa; (5)communication atau komunikasi yang terjadi antaraPoltekkes dengan orangtua/wali mahasiswa; (6)responsiveness atau daya tanggap Poltekkes; (7)courtesy atau pelaksanaan aturan sopan santun diPoltekkes; (8) security atau rasa aman di Poltekkes;dan (9) access atau kemudahan mencapai lokasi danmenjadi peserta didik di Poltekkes4. Tabel 6.Menunjukkan nilai rata-rata harapan dan persepsimahasiswa terhadap layanan pendidikan diPoltekkes Kemenkes Palangka Raya.
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 61
Tabel 5. Nilai Indeks Kepuasan Mahasiswa, Mutu dan Kinerja Layanan Pendidikan
PoltekkesKemenkes Palangka Raya
NilaiIndeks
KepuasanMahasiswa
NilaiKonversi
IndeksKepuasan
Mahasiswa
KategoriMutu
KategoriKinerja
Layanan Pendidikan(Pendidikan/Pengajaran,Administrasi Akademik danKemahasiswaan)
2,85 71,25 B Baik
Tabel 6. Nilai Rata-rata Harapan dan Persepsi Mahasiswa TerhadapLayanan Pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
No Dimensi(Y) (X) Gap
(X-Y)Bobot x
GapTKi
(Xi/Yi x 100%)1 Tangible 3,84 2,60 - 1,24 - 0,248 67,72 Reliability 3,78 2,98 - 0,80 - 0,080 79,73 Competence 4,00 3,36 - 0,64 - 0,064 84,04 Understanding
the costumers3,78 3,36 - 0,42 - 0,042 88,9
5 Comunication 3,86 2,38 - 1,48 - 0,148 61,76 Responsivenes
s3,96 3,08 - 0,88 - 0,088 77,7
7 Courtesy 3,74 3,64 - 0,10 - 0,010 97,38 Security 3,40 3,04 - 0,36 - 0,036 89,49 Access 4,00 3,02 - 0,98 - 0,098 75,5
Rata-rata 3,81 3,05 - 0,814 80,2Keterangan : Y : Harapan; X : Persepsi; Tki : Tingkat kesesuaian
Secara keseluruhan tingkat kesesuaian harapandan persepsi mahasiswa terhadap layananpendidikan di Poltekkes Kemenkes Palangka Rayasebesar 80,2 dengan kategori baik. Akan tetapimasih terdapat 2 dimensi dengan gap yang besaryaitu tangible (-1,24) dan comunication (-1,48). Jikadihitung tingkat kesesuaian antara harapan denganpersepsi kepuasan pada kedua dimensi tersebut,maka hasilnya kategorikan pada tingkat kesesuaiansedang (50-70%)2. Tangible diartikan sebagaipenampilan fasilitas fisik, peralatan, dan berbagaimateri komunikasi4, misalnya gedung dankebersihan serta penataan ruangan yang rapi. Sejaktahun 2012 hingga selesainya penelitian ini, prosesgedung perkuliahan (jurusan keperawatan dankebidanan) di Poltekkes Kemenkes Palangka Rayamengalami hambatan sehingga kemungkinan besarmasih dirasakan dampaknya oleh mahasiswa.Namun berbagai upaya telah dilakukan sepertiperbaikan dan pemeliharaan fasilitas, kegiatanbelajar mengajar serta layanan pendidikan lainnyaseperti administrasi akademik dan kemahasiswaanmasih tetap dapat dilaksanakan.
Salah satu hal penting dalam memberikanpelayanan khususnya layanan pendidikan adalahkomunikasi. Komunikasi dalam penelitian inidiartikan sebagai komunikasi antara institusipendidikan dengan orang tua/wali mahasiswa.komunikasi bertujuan untuk menyampaikan suatupesan atau informasi hingga pesan tersebut dapatditerima oleh si penerima setepat mungkin, apapunbentuk dan cara penyampaiannya. Penggunaanmedia untuk menyampaikan pesan dapat mengalamigangguan yang dapat menghambat atau mengurangikemampuan dalam mengirim dan menerima pesan.Situasi ketika komunikasi disampaikan, isi pesan,dan cara penyampaian dapat mempengaruhijalannya komunikasi5. Oleh karena itu, untukmeningkatkan kepuasan mahasiswa terhadappelayanan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya,dibutuhkan situasi yang kondusif, materi maupuncara penyampaian yang lebih baik kepadamahasiswa dan orang tua mahasiswa4.
Beberapa hal yang mungkin dapat dijadikanalasan mengapa komunikasi institusi pendidikandengan orang tua mahasiswa masih belum
Mars, Nang, Lamia. Analisis Kepuasan Mahasiswa terhadap Layanan Pendidikan di Poltekkes Kemenkes Palangka Raya
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 62
memberikan kepuasan dianataranya adalah tidakadanya komite perguruan tinggi yang merupakanorganisasi orang tua/wali yang dibentuk sebagaipenghubung antara institusi dengan orang tua,sebagai pengawas eksternal institusi dalammenjalankan tufoksinya, serta sebagai mitra dalampengembangan institusi pendidikan. Dengandemikian tidak ada jadwal pertemuan rutin antarainstitusi pendidikan dengan orang tua mahasiswasesuai dengan tujuan komite.
Komunikasi antara institusi pendidikan denganorang tua/wali hanya terjadi ketika calon mahasiswaditerima sebagai mahasiswa Poltekkes KemenkesPalangka Raya melalui suatu seleksi wawancara(proses sipenmaru), acara seremoni caping day,serta acara wisuda yang notabene bukan kegiatankomunikasi intensif demi kemajuan institusipendidikan. Selain itu komunikasi dapat terjadi jikamahasiswa yang bersangkutan terkena masalah yangserius dan melanggar aturan akademik (administrasimapun norma yang berlaku) yang sudah disepakatibersama.Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa secarakeseluruhan kepuasan mahasiswa terhadap layananpendidikan yang diberikan oleh PoltekkesKemenkes Palangka Raya memberikan makna Baik(-0,814). Jika penjumlahan rata-rata dari gap yangdikalikan dengan bobot dimensi memberikan hasil >-1 berarti baik, sedangkan jika hasilnya < - 1 berarti
hasil kurang baik. Dengan demikian semakin besarnilainya maka tingkat kepuasan semakin baik4.Namun hasil ini tidak pernah 1 (+) atau lebih.Apabila gap positif, hal ini menggambarkan bahwamasyarakat/pelanggan dianggap sangat puas, namunkemungkinan terjadinya gap positif sangat kecil4.Untuk mendapatkan gambaran apa yang harusdilakukan oleh Poltekkes Kemenkes Palangka Rayauntuk memperbaiki keadaan digunakan diagramkartesius, yaitu digaram yang dibagi atas empatbagian yang dibatasi oleh dua buah garis yangberpotongan tegak lurus pada titik-titik (X,Y),dimana X merupakan rata-rata dari rata-rata skorpersepsi/kepuasan pelanggan. Sedangkan Y adalahrata-rata dari rata-rata skor harapan yangmempengaruhi kepuasan pelanggan. Bagianpertama (A), disebut dengan daerah prioritas utamayang harus dibenahi karena harapan tinggisedangkan persepsi rendah. Bagian kedua, (B),disebut dengan daerah yang harus dipertahankan,karena harapan tinggi dan persepsi juga tinggi.Bagian ketiga, (C), disebut sebagai prioritas rendah,karena daerah ini menunjukkan harapan rendah danpersepsi rendah. Bagaian keempat (D),dikategorikan sebagai daerah berlebihan, karenaharapan rendah namun persepsi tinggi, jadi bukanprioritas untuk dibenahi4. Berdasarkan data hasilpenelitian ini dapat dibuat diagram kartesius sepertipada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Kartesius Harapan dan Persepsi Kepuasan Mahasiswa
Gambar 1. Diagram Kartesius Harapan dan Persepsi Kepuasan Mahasiswa (lanjutan)
3,84
3,78
4
3,78
3,86 3,96
3,74
3,4
4
3,81
3,33,43,53,63,73,83,944,1
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4
Hara
pan
(Y)
Kepuasan (X)
ARTIKEL PENELITIAN
Jurnal Forum Kesehatan, Volume V Nomor 9, Februari 2015 63
Berdasarkan Gambar 1, dimensi yangmenjadi prioritas utama untuk diperbaiki (zona A)adalah tangible, comunication dan access. Hal inikarena harapan yang tinggi dari mahasiswa sedangkanpersepsi rendah sehingga gap cukup besar (< -1).Dimensi yang dapat dipertahankan (zona B) adalahcompetence dan responsiveness. Sedangkan dimensidengan prioritas rendah (harapan dan persepsi sama-sama rendah) adalah reliability (keandalan) dansecurity (keamanan). Dan dimensi yang pada zona D(berlebihan) adalah understanding the customers (dayatanggap) dan courtesy (sopan santun).
KesimpulanIndeks Kepuasan Mahasiswa terhadap layananpendidikan di Poltekkes Kemenkes Palangka Rayasebesar 2,85 atau 71,25. Mutu dan Kinerja layananpendidikan yang dilakukan oleh Poltekkes KemenkesPalangka Raya termasuk dalam kategori mutu Bdengan kinerja Baik. Tingkat kesesuaian harapan danpersepsi mahasiswa terhadap layanan pendidikan diPoltekkes Kemenkes Palangka Raya sebesar 80,2dengan kategori baik. Dua dimensi yang perlumendapat perhatian untuk ditingkatkan adalah tangible(berwujud) dan communication (komunikasi).Berdasarkan hasil penelitian dapat disarankan bahwaPoltekkes Kemenkes Palangka Raya perlu melakukan
pembenahan dan peningkatan sarana dan prasaranaterutama gedung perkuliahan dan komunikasi yangbaik antara institusi pendidikan dengan orang tua/walimahasiswa. Perlu kontinuitas dalam melakukanevaluasi terhadap kepuasan pelanggan sehingga setiapdimensi kepuasan dapat diamati dan disesuaikandengan kebutuhan dan harapan pelanggan.
Daftar Pustaka1. Cahir. Analisis Kepuasan Pelanggan Pendidikan,
Studi Kasus di SMP Negeri 2 Brebes. TesisProram Studi Manajemen Pendidikan, ProgramPascasarjana Universitas Negeri Semarang. 2007.
2. Jaedun A. Survei Tingkat Kepuasan KonsumenTerhadap Kualitas Pelayanan Publik BidangPendidikan Di Daerah Istimewa Yogyakarta. 2005.
3. Kepmenpan Nomor : KEP/25/M.PAN/2/2004tentang pedoman umum penyusunan IndeksKepuasan Masyarakat di unit pelayanan instansipemerintah. 2004.
4. Rubaman.M. U. Mengukur Kepuasan MasyarakatTerhadap Layanan Pendidikan. Jurnal Madani.Edisi I. Mei 2008. 2008.
5. Hasan. N dan Lina. Efektivitas Komunikasi DalamOrganisasi. Jurnal Manajemen, Vol. 7 No.4 Mei2009.
1. Jurnal ini memuat naskah di bidang kesehatan.2. Naskah hasil penelitian atau naskah konsep yang
ditujukan kepada Forum Kesehatan, belumdipublikasikan di tempat lain.
3. Komponen naskah: Judul ditulis maksimal 150 karakter termasuk huruf
dan spasi. Teks naskah ditulis dengan huruf Times New Roman
size 11pt. Identitas peneliti ditulis dicatatan kaki di halaman
pertama. Abstrak dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris
maksimal 200 kata, dalam satu alenia mencakupmasalah, tujuan, metoda, hasil, disertai dengan 3-5kata kunci. Pendahuluan tanpa subjudul, berisi latar belakang,
sedikit tinjauan pustaka, dan tujuan penelitian. Metode dijelaskan secara rinci, desain, populasi,
sampel, sumber data, teknik/instrumen pengumpuldata, prosedur analisa data. Pembahasan mengurai secara tepat dan argumentatif
hasil penelitian, temuan dengan teori yang relevan,bahasa dialog yang logis, sistematik, dan mengalir. Tabel diketik 1 spasi sesuai urutan penyebutan dalam
teks. Jumlah maksimal 6 tabel dengan judul singkat. Kesimpulan dan saran menjawab masalah penelitian
tidak melampaui kapasitas temuan, pernyataan tegas.Saran logis, tepat guna, dan tidak mengada-ada.
4. Rujukan sesuai dengan aturan Vancouver, urut sesuaidengan pemunculan dalam keseluruhan teks, dibatasi25 rujukan dan 80% merupakan publikasi 10 tahunterakhir.Cantumkan nama belakang penulis dan inisial namadepan. Maksimal 6 orang, selebihnya diikuti “dkk (etal)”.Huruf pertama judul ditulis dengan huruf besar,selebihnya dengan huruf kecil, kecuali penamaanorang, tempat dan waktu. Judul tidak boleh digarisbawah dan ditebalkan hurufnya.Artikel Jurnal Penulis Individu:Rivera JA, Sotres-Alvares D, Habicht JP, Shamah T,Villalpando S. Impact of the Mexican Program forEducation, Health, and Nutrition on Rates of Growthand Anemia in infants and young children arandomized effectiveness study. JAMA. 2004;291(21):2463-70.Artikel Jurnal Penulis OrganisasiDiabetes Prevention Program Research Group.Hypertension, insulin, and prosulin in participants withimpaired glucose tolerance. Hypertension.2002;40(5):679-86.
Buku yang ditulis Individu:Price, SA, Koch, MW, Basset, S. Health Care ResourceManagement: Present and Future Challenges. St. Louis:Mosby;1998.Buku yang ditulis Organisasi dan Penerbit:Royal Adelaide Hospital; University of Adelaide,Departement of Clinical Nursing. Compendium ofnursing research and practice development, 1999-2000.Adelaide (Australia): Adelaide University; 2001.Bab dalam Buku:Soentoro. Penyerapan Tenaga Kerja Luar SektorPertanian di Pedesaan. Dalam Faisal Kasryno, editor.Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia.Jakarta:Yayasan Obor; 1984. p.202-262.Artikel Koran:Tynan T. Medical improvements lower homicide rate:study sees drop in assault rate. The Washington Post.2002 Aug 12; Sect. A:2 (col.4).CD-ROM:Women and HIV/AIDS: Reproductive and SexualHealth[CD ROM], London: Reproductive HealthMatters;2005.Artikel Jurnal di Internet:Griffith, AI. Cordinating Family and School:Mothering for Schooling, Education Policy AnalysisArchives [Online]. 1997 Jan [Cited 1997 February12] ;102 (3): [about 3 p.]. Available from:http://olam.ed.asu.edu/epaa/.Buku di Internet:Foley KM, Gelband H, editors. Improving palliativecare for cancer [monograph on the internet].Washington: National Academy Press; 2001 [cited2002 Jul 9]. Available from:http://www.nap.edu/books/0309074029/html/.Situs Internet:Canadian Cancer Society [homepage on the internet].Toronto: The Society; 2006 [update 2006 May 12;cited 2006 Oct 17]. Available from:http://www.cancer.ca/.
5. Naskah maksimal 20 halaman kuarto spasi ganda,ditulis dengan program komputer Microsoft Word,dalam softcopy dan 2 (dua) eksemplar copy dokumentertulis.
6. Naskah harus disertai surat pengantar yangditandatangani penulis dan akan dikembalikan jika adapermintaan tertulis.
7. Naskah dikirimkan kepada: Redaksi Jurnal ‘ForumKesehatan’, Perpustakaan Gedung B Lantai 2Politeknik Kesehatan Palangka Raya, Jalan GeorgeObos No.32 Palangka Raya, Telp : 0536-3221768 atauemail: [email protected].
PEDOMAN PENULISAN NASKAH