VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015 … · TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 11 EDISI...
Transcript of VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015 … · TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN VOLUME V NOMOR 11 EDISI...
s
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015 www.ekon.go.id
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Tinjauan Ekonomi & Keuangan
PAKET
KEBIJAKAN
EKONOMI
2015
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
PEMBINA:
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
PENGARAH:
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian
Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan
Keuangan
KOORDINATOR:
Bobby Hamzar Rafinus
EDITOR:
Edi Prio Pambudi
Puji Gunawan
Ratih Purbasari Kania
ANALIS:
Puji Gunawan, Thasya Pauline, Sri Purwanti, Hesti
Wahyudi Surasmono, Susiyanti, Trias Melia, Desi
Maola Ayu Saputri
KONTRIBUTOR:
Kementerian Perdagangan, Universitas Indonesia
DAFTAR ISI 03
02
E d i t o r i a l
Ekonomi Internasional
04 Perkembangan Suku Bunga Fed
05 Ringgit Malaysia
Ekonomi Domestik
06 Analisis Daya Saing Provinsi dan
Wilayah di Indonesia
14 Paket Kebijakan IV
Kerjasama Ekonomi
20 Trans-Pacific Partnership: siap
bergabung?
Pangan
23 Stabilisasi Harga Pangan oleh Perum
Bulog
Laporan Utama
17 Paket Kebijakan V
Perdagangan
Struktur Impor Indonesia yang Perlu
Diwaspadai
25
11 Paket Kebijakan III
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
EDITORIAL
Berdasarkan survei Bank Dunia tahun 2014, permasalahan utama pengembangan usaha mikro dan kecil
meliputi akses pembiayaan, akses pasar dan pelayanan usaha, kemampuan SDM dan kelembagaan, serta
regulasi dan perizinan. Berdasarkan data BPS, perkembangan kredit UMKM di Indonesia pada triwulan III-
2015, porsi kredit Perbankan kepada UMKM hanya mencapai 18,5% (masih di bawah threshold 20%) dan
sebagian besar disalurkan pada sektor perdagangan, industri pengolahan, dan pertanian. Dari sisi
sebarannya, kredit UMKM sebagian besar masih terpusat di Pulau Jawa dan Sumatera dengan total porsi
mencapai 58,1%. Sedangkan di wilayah Indonesia Bagian Tengah dan Timur hanya mencapai 22,3%.
Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan UMKM, pemerintah mendorong tumbuhnya perusahaan
penjamin baik tingkat nasional maupun provinsi. Saat ini telah terbentuk 18 perusahaan penjaminan yang
tergabung dalam Asippindo yang telah berdiri 16 Jamkrida level Provinsi dan 2 Perusahaan Penjamin
tingkat Nasional. Melengkapi upaya tersebut, Pemerintah juga mendorong dan memfasilitasi akses
pembiayaan UMKM melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Program KUR yang telah diluncurkan sejak 2007
sampai dengan tahun 2014 telah berhasil menyalurkan sebesar Rp. 178,85 triliun dengan NPL rata-rata
3,3%, disalurkan kepada 12,5 juta debitur dan menyerap 20,35 juta tenaga kerja
Untuk lebih meningkatkan akses wirausahawan kepada kredit perbankan, Pemerintah melakukan relaksasi
program KUR pada tahun 2015. Relaksasi KUR mencakup beberapa hal penting antara lain perluasan sektor
usaha yang dibiayai, perluasan penyalur KUR (dari perusahaan pembiayaan dan perusahan modal ventura)
serta penurunan tingkat bunga KUR dari sekitar 22% menjadi 12%. Perluasan calon debitur KUR dilakukan
dengan diperbolehkannya para keluarga yang memiliki penghasilan tetap atau pegawai, dan purna TKI
untuk menerima KUR unt
para wira baru..
Sebagai upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyaluran pembiayaan UMKM dan koperasi,
Pemerintah melalui Kementerian Keuangan juga telah mengembangkan Sistem Informasi Kredit Program
(SIKP). Aplikasi SIKP saat ini sudah mampu menerima kiriman Arsip Data Komputer (ADK) calon debitur,
ADK akad kredit, ADK transaksi, dan melakukan penghitungan subsidi bunga. Untuk dapat mendukung
program ini, maka Kementerian/Lembaga teknis dan pemerintah daerah diharapkan dapat menyiapkan
basis data UMKM untuk disinkronkan ke dalam SIKP.
Pada tahun 2016 suku bunga KUR diupayakan akan terus berada pada level yang kompetitif. Untuk
mendukung tata kelola, perusahaan penjamin juga diharapkan dapat berperan lebih aktif dalam proses
penilaian (verifikasi) debitur di awal pemberian kredit KUR, sehingga memudahkan proses kerjasama
penjaminan antara penyalur KUR, penjamin, dan UMKM.
03
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
EKONOMI INTERNASIONAL
PERKEMBANGAN
SUKU BUNGA
FED
Sejak pertengahan tahun 2004, The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga Fed sebesar 425 basis poin (bps)
dalam waktu dua tahun. Pada pertengahan tahun 2006 suku bunga menjadi 5,25% dari sebelumnya 1% di awal tahun
2004. Kenaikan suku bunga Fed ini bisa dikatakan cukup tinggi dengan intensitas total kenaikan 21 kali berturut-turut
sejak pertengahan 2004. Kebijakan ini dilakukan The Fed untuk meredam tekanan inflasi, yang didorong oleh
membaiknya perekonomian AS saat itu dan tingginya harga minyak dunia. Meningkatnya inflasi diakibatkan oleh
naiknya permintaan domestik, yang tidak terlepas dari kebijakan suku bunga rendah, terutama sebelum paruh kedua
2004 yaitu sebesar 1%. Pada saat yang bersamaan harga minyak dunia juga mengalami peningkatan yang tinggi,
sehingga tekanan inflasi menjadi semakin besar. Tekanan inflasi tersebut mendorong The Fed untuk memperketat
kebijakan moneternya.
The Fed memutuskan untuk menahan kenaikan suku bunga lebih lanjut pada posisi 5,25%, semenjak Juni 2006 hingga
Agustus 2007. Namun perkembangan inflasi yang membaik memberi peluang bagi The Fed untuk menurunkan suku
bunga guna mendorong perekonomian yang mulai melemah. Pada bulan September 2007 The Fed menurunkan suku
bunga sebesar 50 bps menjadi 4,75%. Penurunan suku bunga dilanjutkan hingga akhir tahun 2007 menurunkan suku
bunga Fed menjadi 4,25%. Terkait dengan dampak krisis subprime mortgage yang menjadikan likuiditas di pasar
keuangan ketat, The Fed kembali menurunkan suku bunga. Keputusan The Fed menurunkan suku bunga ditujukan untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi yang terus melemah sebagai akibat permasalahan subprime mortgage. Penurunan
suku bunga Fed tersebut berlanjut hingga Desember 2008 menjadi sebesar 0,25% yang merupakan nilai yang relatif
sangat rendah hampir mendekati 0%. Sejak saat itu, suku bunga Fed tidak pernah berubah hingga saat ini November
2015.
Saat ini terdapat ekonom memproyeksikan bahwa The Fed akan menaikkan suku bunga pada bulan Desember 2015,
dikarenakan membaiknya perekonomian Amerika dan meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang dapat mendorong
terjadinya inflasi yang lebih tinggi. Namun kenaikan ini juga dapat tertahan karena tingkat inflasi masih dibawah target
yaitu sebesar 2%. Jika ekonomi Amerika terus meningkat hingga Desember 2015, The Fed dapat segera membuat
keputusan untuk menaikkan suku bunga Fed. Namun sebaliknya Jika ekonomi Amerika cenderung memburuk, rencana
kenaikan suku bunga Fed akan kembali tertunda.
Ilwa Nuzul Rahma
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
Jan-04
Aug-04
Mar-05
Oct-05
May-06
Dec-06
Jul-07
Feb-08
Sep-08
Apr-09
Nov-09
Jun-10
Jan-11
Aug-11
Mar-12
Oct-12
May-13
Dec-13
Jul-14
Feb-15
Sep-15
Sumber: Bloomberg
04
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
EKONOMI INTERNASIONAL
RINGGIT MALAYSIA
Beberapa mata uang di negara-negara di kawasan Asia mengalami depresiasi yang cukup tajam pada tahun 2015.
Bloomberg News menyatakan ringgit Malaysia sebagai nilai tukar yang memiliki kinerja terburuk di kawasan Asia
selama tahun 2015. Ringgit mengalami depresiasi dengan nilai kurs terendah mencapai level 4,457 per dolar AS pada
tanggal 29 September 2015 yang juga merupakan level terendah dalam 17 tahun terakhir. Dibandingkan dengan awal
tahun 2015, ringgit terdepresiasi sebesar 27,47%. Pada akhir Oktober 2015, ringgit kembali menguat menjadi 4,301 per
dolar AS (mengalami penguatan sebesar 3,49% dibandingkan level terendah). Namun penguatan ringgit tersebut
masih jauh untuk mencapai penguatan ringgit dengan nilai dibawah level 4 per dolar AS.
Gambar 1. Pergerakan Ringgit Malaysia Januari s.d. Oktober 2015
3
3.2
3.4
3.6
3.8
4
4.2
4.4
4.6
Jan-15Feb-15Mar-15Apr-15May-15Jun-15Jul-15Aug-15Sep-15Oct-15
Sumber: Bloomberg
Buruknya kinerja nilai tukar ringgit Malaysia disebabkan oleh penurunan harga minyak mentah melebihi hingga 50%
dibandingkan harga minyak tertinggi di tahun 2014. Sebagai negara eksportir minyak, pendapatan dari ekspor minyak
merupakan salah satu sumber pendapatan utama Malaysia. Oleh karena itu penurunan harga minyak tersebut
menyebabkan berkurangnya surplus perdagangan dan memperlebar defisit anggaran pemerintah Malaysia. Faktor-
faktor eksternal yang berkontribusi terhadap melemahnya ringgit Malaysia adalah melambatnya pertumbuhan ekonomi
Tiongkok yang merupakan salah satu konsumen energi terbesar di dunia dan juga rencana The Fed menaikkan suku
bunga yang memicu penarikan dana asing dari Malaysia.
Selain faktor ekonomi, ketidakstabilan politik juga mendorong pelemahan ringgit. Salah satu guncangan politik yang
dialami adalah demonstrasi besar-besaran yang menuntut turunnya Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Razak
terkait dugaan tindak pidana korupsi. Ketidakstabilan politik ini menurunkan keyakinan investor dan menyebabkan
terdorongnya dana asing keluar dari Malaysia sehingga menjadikan nilai tukar ringgit semakin tertekan
Ilwa Nuzul Rahma
05
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
EKONOMI DOMESTIK
Thasya Pauline
Asian Competitiveness Institute (ACI- Lee Kuan Yew
School of Public Policy-National University of
Singapore melakukan kajian tahunan meneliti daya
saing 33 Provinsi dan 6 Wilayah di Indonesia. Yang
melatarbelakangi dilakukannya kajian ini oleh ACI
adalah karena Indonesia memiliki potensi untuk
berkembang lebih pesat dan meraih posisi yang layak,
tidak hanya di ASEAN, tetapi juga di dunia. Bank
Dunia bahkan menempatkan Indonesia sebagai salah
satu dari 10 ekonomi terbesar dunia pada tahun 2011
dan berkontribusi sebesar 2,3% terhadap PDB dunia.
Seiring pertumbuhan Indonesia, Singapura dan
negara-negara tetangga di ASEAN juga akan
mendapat manfaat.
Indonesia juga diharapkan dapat memainkan peran
utama dalam meningkatkan konektivitas dan
perdagangan di kawasan regional dan global;sebagai
mitra kunci bagi ACI dalam Asia Economic Connectivity
Vision 2030 (AECV2030) dan Jalur Sutra Maritim Abad
21. Lanskap geografi wilayah Indonesia sebagai
negara kepulauan menghadirkan peluang sekaligus
tantangan dalam mendistribusikan kesejahteraan
antarwilayah dan dalam merangkul pulau-pulau
tersebut untuk menyukseskan proses produksi dan
distribusi ekonomi nasional. Dengan fokus kebijakan
berbasis maritim, ini menjadi hal yang menarik untuk
memetakan dan mempelajari bagaimana kebijakan
tersebut dapat berkontribusi bagi pencapaian
pembangunan ekonomi yang lebih seimbang.
pembangunan ekonomi yang lebih seimbang.
Tujuan dari dilakukannya kajian daya asing oleh ACI ini
adalah untuk memetakan daya saing provinsi-provinsi
dan wilayah-wilayah di Indonesia dengan
mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan untuk
menghasilkan strategi pembangunan berdasarkan
studi simulasi dan hasil penelitian empiris serta
menyoroti tantangan-tantangan yang dihadapi oleh
masing-masing provinsi/wilayah yang memerlukan
solusi yang tepat (no one-size-fitsall); memacu
dialektika intelektual antar para pemangku
kepentingan dalam rangka meningkatkan daya saing
Indonesia secara keseluruhan; menarik peluang
kolaborasi dengan mitra-mitra strategis dalam rangka
memperkuat upaya peningkatkan daya saing
Indonesia melalui kebijakan-kebijakan yang lebih
berorientasi keluar (perdagangan, penanaman modal
asing untuk transfer teknologi dan pengetahuan, dll).
Kerangka dan Metodologi Penelitian
Dalam kajian ini, ACI menggunakan kerangka yang
komprehensif, terintegrasi dan sistemik serta meliputi
faktor-faktor berbeda yang secara kolektif
menentukan kemampuan suatu wilayah atau provinsi
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang
substansial dan inklusif dalamkurun waktu panjang.
Penghitungan skornya terstandardisasi dengan rumus
demikian:
N𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟𝑑𝑖𝑠𝑎𝑠𝑖 = 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐴𝑠𝑙𝑖 - (𝑅𝑎𝑡𝑎 - 𝑟𝑎𝑡𝑎)
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖
0 (nol) = sama dengan rata-rata nasional
- (negatif) = di bawah rata-rata nasional
+ (positif) = di atas rata-rata nasional
Semakin jauh dari nol, semakin jauh pula dari rata-rata
nasional.
Penelitian menggunakan data primer maupun data
sekunder dengan komposisi masing-masing secara
berurutan 24 dan 76 persen. Data sekunder
menggunakan data yang dikompilasi oleh Badan Pusat
Statisitik, Indo Dapoer Bank Dunia (Indonesia Database
for Policy and Economic Research), Bank Indonesia,
Kementerian Kesehatan dan basis data lainnya.
06
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Sementara data primer diperoleh melalui survey
persepsi ACI yang dilaksanakan di tiga puluh tiga
provinsi bekerjasama dengan APINDO, pemerintah
daerah, dan universitas lokal dan dilakukan dengan
metode purposive sampling. Survei dilakukan dengan
menggunakan sistem respons elektronik, di mana
pertanyaan disajikan dalam proyektor, sementara
partisipan memasukkan jawaban menggunakan
keypad atau clickers. Lingkup, sub-lingkup, dan
indikator penelitian tertuang pada gambar di bawah
ini:
Kesimpulan
Secara keseluruhan, hasil dari analisis daya saing yang
dilakukan pada 2015 menyoroti daya saing yang tinggi
di enam provinsi di Pulau Jawa. Keenam provinsi
tersebut menduduki peringkat 10 teratas. Dalam
konteks wilayah, Wilayah Jawa juga memimpin di
keempat lingkup. Wilayah Sumatera yang sering
diposisikan sebagai mitra utama Jawa terkait
dominasinya di bagian barat Nusantara menduduki
peringkat keempat, di bawah Wilayah Kalimantan dan
Sulawesi. Terdapat kinerja dan performa yang beragam
diantara provinsi-provinsi yang diberkahi dengan
kekayaan sumber daya alam. Kalimantan Timur adalah
contoh yang ideal sebagai profil provinsi
yang dapat dengan baik mentransformasi pendapatan
daerah yang tinggi menjadi daya saing. Kalimantan
Timur menduduki peringkat empat teratas di semua
lingkup yang dinilai bahkan ungguldi dalam lingkup
kualitas hidup dan pembangunan infrastruktur.
Provinsi lain yang diberkahi dengan kekayaan sumber
daya alam yang besar, terutama di Wilayah Sumatera
seperti Aceh, Sumatera Selatan dan Sumatera Utara,
relatif tertinggal di belakang. Untuk menyikapi
fenomena ini, manajemen sumber daya yang tepat
adalah kunci untuk memastikan bahwa aspek
keberlanjutan (sustainability) diperhitungkan dengan
baik dan didistribusikan sebesar besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Kesempatan terbuka lebar bagi
provinsi-provinsi di Indonesia untuk belajar dari
provinsi dengan performa kinerja dan daya saing yang
tinggi untuk mengidentifikasi area-area yang dapat
diadopsi.
Disparitas antara provinsi-provinsi paling timur di
Indonesia dengan provinsi lainnya masih terus
berlanjut. Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Maluku
Utara adalah 3 provinsi yang berada di peringkat
paling bawah di semua lingkup penilaian daya saing.
Ditinjau dari posisinya yang sangat rendah dalam skor
terstandardisasi, ketertinggalan kinerja Papua dalam
kualitas hidup dan pengembangan infrastruktur sangat
mengkhawatirkan. Sebagai provinsi yang tertinggal,
Papua akan sangat diuntungkan dengan peningkatan
di bidang pendidikan dan kesehatan. Agenda
nasional Indonesia untuk meningkatkan infrastruktur
maritim memberikan prospek yang menjanjikan bagi
Wilayah Maluku-Papua untuk lebih terlibat dalam
perdagangan antarwilayah yang berpotensi
meningkatkan peran saling melengkapi antardaerah di
Indonesia. Pemerintah yang penuh komitmen, baik di
tingkat pusat maupun daerah, merupakan aspek
penting untuk memperkuat peningkatan daya saing
bagi Indonesia secara komprehensif.
Secara keseluruhan, analisis daya saing ACI
memberikan pemahaman yang luas tentang profil
daya saing masing-masing provinsi. Pemetaan seperti
potensi, kekuatan, dan kelemahan dapat dijadikan
roadmap bagi pejabat pemerintah pusat dan daerah
dalam rangka meninjau kebijakan-kebijakan
07
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Tabel 1. Peringkat 5 Besar & Skor Tahun 2015
Peringkat
2015
Peringkat
2014
Provinsi Skor 2015 Peringkat
2015
Peringkat
2014
Provinsi Skor 2015
Daya Saing Keseluruhan 33 Provinsi Kondisi Finansial, Bisnis dan Tenaga Kerja
1 1 DKIJakarta 3.2595 1 1 DKI Jakarta 3.3399
2 2 JawaTimur 1.9515 2 3 JawaTimur 2.0951
3 3 KalimantanTimur 1.7692 3 2 Jawa Tengah 1.5912
4 5 JawaBarat 1.1333 4 4 Kalimantan Timur 1.3045
5 4 JawaTengah 1.0569 5 5 Jawa Barat 1.2442
Stabilitas Ekonomi Makro Kualitas Hidup dan Pembangunan Infrastruktur
1 1 DKI Jakarta 4.3091 1 2 Kalimantan Timur 1.8819
2 2 JawaTimur 2.0029 2 1 DI Yogyakarta 1.5302
3 3 Jawa Barat 1.4027 3 3 DKI Jakarta 1.4419
4 4 Kalimantan Timur 0.9525 4 5 Kepulauan Riau 1.3777
5 5 Kepulauan Riau 0.8507 5 4 JawaTimur 1.2761
Perencanaan Pemerintah dan Institusi
1 1 DKI Jakarta 2.0737
2 4 Kalimantan Timur 1.9210
3 7 DI Yogyakarta 1.6308
4 2 Jawa Tengah 1.3823
5 5 JawaTimur 1.3101
Yang sudah ada, memperbaiki dan menyempurnakan
kebijakan secara berkesinambungan,
danmerencanakan kebijakan di masa depan. Analisis
daya saing tidak seharusnya dipandang sebagai
persaingan antarprovinsi saja. lebih dari pada itu,
analisis daya saing seharusnya dipandang sebagai
platform untuk memantau kinerja masing-masing
provinsi dan menawarkan perspektif baru untuk saling
belajar dari keberhasilan provinsi lainnya.
08
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
L A P O R A N U T A M A
Paket Kebijakan Ekonomi III: Lebih Menyentuh
Paket Kebijakan Ekonomi IV: Fokus Pada Ketenagakerjaan
Paket Kebijakan Ekonomi V: Insentif Pajak dan Dukungan pada Perbankan Syariah
10
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
LAPORAN UTAMA
P A K E T K E B I J A K A N E K O N O M I III:
LEBIH MENYENTUH
Melengkapi paket kebijakan ekonomi tahap I dan II yang dirilis September lalu,
pemerintah kembali meluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid III. Dibanding paket
kebijakan I dan II, kebijakan ekonomi jilid III dinilai banyak kalangan jauh lebih
realistis dan menyentuh langsung pelaku-pelaku ekonomi.
Paket kebijakan ekonomi jilid III diumumkan kepada publik pada 7 Oktober lalu.
Kebijakan ini menjadi satu rangkaian dari kebijakan jilid I dan jilid II yang telah
dirilis sebelumnya. Pemerintah juga berencana akan menerbitkan paket kebijakan
ekonomi berikutnya, untuk mengatasi perlambatan ekonomi akibat pelemahan
ekonomi global sekaligus memperkuat daya saing dan struktur ekonomi Indonesia.
Jika dua paket kebijakan ekonomi sebelumnya lebih fokus pada bagaimana menata
kebijakan-kebijakan pemerintah agar mampu memperbaiki iklim usaha dan iklim
inventasi, maka paket kebijakan ekonomi jilid ke III ini dinilai jauh lebih
“ " gg gg A
ketiga paket kebijakan ekonimi jilid III yang diluncurkan pemerintah meliputi
penurunan harga BBM, listrik dan Gas, Perluasan penerimaan KUR (kredit usaha
Rakyat) serta penyederhanaan izin pertanahan untuk kegiatan penanaman modal.
Bayak kalangan menilai, kebijakan ekonomi jilid III jauh lebih realistis dalam
menjaga stabilitas ekonomi nasional. Paket kebijakan jilid III tersebut juga dinilai
akan mampu menggerakan sektor riil dengan menyentuh langsung para pelaku
ekonomi dan masyarakat. Peluang masyarakat untuk mengembangkan usaha
maupun berwirausahapun sepertinya terbuka dengan kebijakan perluasan KUR
(kredit usaha rakyat).
Pemerintah telah menurunkan tingkat bunga KUR dari sekitar 22 persen menjadi 12
persen. Pada paket kebijakan ini, para keluarga yang memiliki penghasilan tetap
juga dapat menerima KUR untuk sektor usaha produktif. Bank-bank penyalur KUR
didorong lebih proaktif sehingga akan meningkatkan peserta KUR dan
mendorong wirausahawan-wirausahawan baru.
Susiyanti
11
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Masih lesu
j j III g “ - ”
ekonomi yang masih memberatkan perekonomian Indonesia. Baik yang bersifat
ekternal maupun internal. Mulai dari perlambatan pertumbuhan ekonomi
sepanjang 2015, situasi perekonomia dunia secara umum yang berkontribusi pada
pelemahan mata uang di sejumlah negara termasuk Indonesia dan berbagai
persoalan lainnya.
Sebagai catatan, pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kuartal 1-2015 hanya
sebesar 4.71 persen dan merupakan pertumbuhan ekonomi terendah sejak 2009.
Bahkan, diproyeksikan hingga akhir tahun pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya
mencapai kisaran 4,7-5,1 persen.
Pelambatan ekonomi setidaknya dipicu dua faktor, tekanan global berupa
penguatan dollar dan situasi geopolitik yang berimbas besar pada pelemahan
rupiah di dalam negeri dan memicu inflasi di Indonesia. Tekanan kembali
diperparah dari dalam negeri berupa twin deficit pada transaksi berjalan maupun
APBN. Data dari bank Indonesia, defisit transaksi berjalan Indonesia tercatat 25
milyar dan kinerja ekspor Indonesia juga mengalami penurunan.
Pertumbuhan ekonomi yang terus melemah, diperparah dengan daya saing
produksi industri Indonesia yang rendah dibandingkan negara lain. Pemutusan
hubungan kerja karena biaya produksi perusahaan yang terus membengkak
sementara daya beli masyarakat rendah.
Beragam persoalan seperti ketersedian harga energi untuk industri, dan kesiapan
infrastuktur juga menjadi persoalan yang berdampak pada kualitas dan daya saing
produk Indonesia. Padahal perkembangan produk industri Indonesia akan
berdampak pada perekonomian negara, memperbaiki taraf hidup serta
meningkatkan kesejahteraan dan keamanan. Dukungan dan sinergi antara
pemerintah dan pelaku usahapun menjadi solusi dalam menyelesaikan persoalan
ekonomi tersebut
Menekan biaya
Mentri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, setelah
memfokuskan kebijakan pada perbaikan iklim usaha dengan mempermudah dan
memperjelas pengurusan perizinan dan syarat berusaha di Indonesia, salah satu
fokus pemerintah dalam kebijakan ekonomi jilid III kali ini adalah menekan biaya
produksi.
Pemerintah secara berkelanjutan terus memperbaiki iklim usaha, terus
mempermudah memperjelas pengurusan perizinan, syarat berusaha di Indonesia.
Untuk kali ini pemerintah menambahkan satu lagi, yaitu menekan biaya.
12
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Pelemahan perekonomi Indonesia, membuat industri dalam negeri harus bekerja
lebih keras agar dapat bertahan ditengah tingginya biaya produksi. Belum lagi daya
beli masyarakat juga rendah. Tak hanya itu, sektor industri juga harus mampu
bersaing dengan industri luar negeri untuk menghadapi era pasar bebas
mendatang.
Menko Perekonomian, menilai langkah-langkah yang diambil dalam kebijakan
ekonomi dengan menyasar pada penekanan biaya produksi diharapkan mampu
meningkat daya beli masyarakat, serta meningkat daya saing industri dengan
menekan biaya produksi pada akhirnya akan mencegah PHK dan meningkatkan
investasi di dalam negeri.
Adapun kebijakan yang diambil dalam menekan biaya produksi dilakukan antara
lain dengan menurunkan harga bahan bakar, listrik dan juga gas yang selama ini
menjadi salah satu nadi dalam kegiatan produksi dan industri. Untuk bahan bakar,
pemerintah menurunkan harga BBM jenis solar sebesar rp 200 perliter. Sehingga
harga solar bersubsidi menjadi Rp 6.700 per liter.
Tidak hanya harga BBM dan gas yang mengalami penurunan untuk mendorong
geliat ekonomi, pemerintah juga menurunkan Harga Listrik. Tarif listrik untuk
pelanggan industri I3 dan I4 akan turun sebesar Rp 12 – Rp 13 per kWh mengikuti
turunnya harga minyak bumi (Automatic Tariff Adjustment). Pemerintah juga
memberikan tarif diskon hingga 30 persen untuk pemakaian listrik pada tengah
malam (23:00) hingga pagi hari (08:00), yaitu pada saat beban sistem
ketenagalistrikan rendah.
Pemerintah juga memberikan insentif penundaan pembayaran tagihan rekening
listrik hingga 40 persen dari tagihan listrik 6 atau 10 bulan pertama. Industri juga
dapat melunasi tunggakannya secara berangsur. Kebijakan tersebut terutama
berlaku untuk industri padat karya serta industri berdaya saing lemah.
Izin pertanahan
Kebijakan ekonomi jilid tiga juga masih memfokuskan pada investasi. Kali ini, untuk
mendorong investasi pemerintah akan fokus pada upaya penyederhanaan izin
pertanahan. Terutama terkait dengan lahan pertanahan untuk kegiatan usaha.
Yakni dengan merevisi peraturan Menteri No 2 tahun 2015 tentang standar
pelayanan dan pengaturan agraria.
Penyederhanaan izin yang diatur dalam paket kebijakan ekonomi jilid III, meliputi
perizinan hak guna, perpanjangan hak guna usaha dan pembaharuan hak guna
usaha. Rata-rata perizinan dilakukan dengan jangka waktu lebih dari 1-3 bulan, kini
dipercepat. Sebagai contoh perizinan hak guna usaha. Dari semula 30 hingga 90
hari, maka kebijakan baru memangkas waktu menjadi 20 hari untuk area dibawah
200 hektar dan 45 hari untuk area di atas 200 hektar. perpanjangan hak guna usaha
lahan yang awalnya 20 sampai 50 hari kerja, kini diperpendek hingga 7 hari kerja
untuk lahan di bawah 200 hektar .
13
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
LAPORAN UTAMA
P A K E T K E B I J A K A N E K O N O M I IV:
FOKUS PADA KETENAGAKERJAAN
Berselang sepekan setelah dikeluarkannya paket
kebijakan ekonomi jilid III, Pemerintah kembali
mengeluarkan paket kebijakan ekonomi jilid IV. Masih
melanjutkan paket kebijakan ekonomi jilid III yang
„ ‟ IV s kepada
sektor ketenagakerjaan. Paket IV berisikan tiga topik
penting yang menjadi perhatian pemerintah dalam
mendorong penguatan ekonomi masyarakat yaitu
pengupahan yang adil, sederhana, dan terproyeksi;
Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang lebih murah dan luas;
serta mendorong ekpor untuk mencegah pemutusan
hubungan kerja (PHK).
Formula Baru Upah Minimum
Penetapan formula penentuan yang sederhana dan jelas
untuk upah minimum provinsi (UMP) bertujuan agar
terbuka lapangan kerja seluas-luasnya dan
meningkatkan kesejahteraan pekerja. Sistem formulasi
upah minimum ini juga diharapkan menjadi bukti
kehadiran negara dalam bentuk pemberian jaring
pengaman sosial. Karena, dengan formula ini
memastikan bahwa buruh tidak menerima jatah upah
yang murah, dan pengusaha juga mendapatkan
kepastian dalam berusaha.
Dengan formula penghitungan upah minimum ini, upah
buruh akan naik setiap tahun, berdasarkan nilai inflasi
dan pertumbuhan ekonomi, sehingga upah tahun
depan
depan adalah upah minumum sekarang ditambah
persentase kenaikan inflasi, ditambah pertumbuhan
ekonomi. Formulasinya adalah sebagai berikut:
UMn = UMt + {UMt x (% Inflasit + % ∆ PDBt)}
Keterangan:
UMn : Upah Minimum yang akan ditetapkan
Umt : Upah Minimum tahun berjalan
Inflasit : Inflasi yang dihitung dari periode
September tahun yang lalu sampai
dengan periode September tahun
berjalan
∆ DBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) yang dihitung dari pertumbuhan
PDB yang mencakup periode kwartal III
dan IV tahun sebelumnya dan periode
kwartal I dan II tahun berjalan.
Formula ini berlaku di seluruh Indonesia, kecuali di
delapan provinsi yaitu Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Papua Barat, Gorontalo, Kalimantan
Tengah, Sulawesi Barat, Maluku dan Maluku Utara.
Pengecualian ini dikarenakan provinsi-provinsi tersebut
belum bisa memenuhi ketentuan Kebutuhan Hidup
Layak (KHL) dan masa transisi diberikan hingga empat
tahun.
Thasya Pauline
14
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Formulasi perhitungan UMP ini telah ditetapkan melalui
Peraturan Pemerintah 78 Tahun 2015 tentang
Pengupahan. PP ini akhirnya diundangkan pada tanggal
23 Oktober 2015 setelah 12 tahun rancangan peraturan
pemerintah tentang pengupahan ini dibahas. Namun
demikian, silang pendapat dan penolakan atas
diterbitkannya PP Pengupahan ini lantas muncul dari
serikat buruh maupun legislatif. Serikat buruh
menganggap formulasi pengupahan ini tidak adil
karena tidak melibatkan buruh dalam menentukan
angka kenaikan upah. Mereka juga menyayangkan
karena formulasi kenaikan upah ini tidak merujuk pada
komponen hidup layak.
Padahal, dengan formulasi berdasarkan PP ini,
penyesuaian nilai kebutuhan hidup layak pada upah
minimum yang akan ditetapkan tersebut secara
langsung terkoreksi melalui perkalian antara upah
minimum tahun berjalan dengan inflasi tahun berjalan.
Upah minimum yang dikalikan dengan inflasi ini akan
memastikan daya beli dari upah minimum tidak akan
berkurang. Hal ini didasarkan jenis-jenis kebutuhan
yang ada dalam kebutuhan hidup layak juga merupakan
jenis-jenis kebutuhan untuk menentukan inflasi. Dengan
demikian penggunaan tingkat inflasi dalam perhitungan
Upah inimum pada dasarnya sama dengan nilai
kebutuhan hidup layak.
Penyesuaian upah minimum dengan menggunakan
nilai pertumbuhan ekonomi pada dasarnya untuk
menghargai peningkatan produktivitas secara
keseluruhan. Dalam pertumbuhan ekonomi terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain
peningkatan produktivitas, pertumbuhan tenaga kerja,
dan pertumbuhan modal. Dalam formula ini, seluruh
bagian dari pertumbuhan ekonomi dipergunakan dalam
rangka peningkatan Upah minimum.
Perluasan Penerima KUR
Terkait pemberian KUR yang sedianya telah tercantum
dalam paket kebijakan ekonomi yang dikeluarkan
sebelumnya, dalam paket ini penekannya pada
penerima kredit. Perluasan penerima kredit akan
diberikan kepada perorangan atau karyawan yang
melakukan kegiatan usaha produktif. Kredit dapat
disalurkan pada calon tenaga kerja Indonesia yang akan
bekerja di luar negeri. Kredit juga dapat diberikan untuk
anggota keluarga dari buruh yang berpenghasilan tetap
dan melakukan kegiatan usaha produktif, serta kepada
tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri dan
membuka usaha.
Perluasan penerima KUR ini merubah Peraturan Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 6 Tahun
2015 tentang Pedoman Pelaksanaan Kredit Usaha
Rakyat. Berdasarkan Permenko tersebut, penerima KUR
adalah individu/perseorangan atau badan hukum yang
merupakan:
Usaha mikro, kecil, dan menengah yang produktif;
Calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan bekerja
pada sektor formal di luar negeri;
Anggota keluarga dari karyawan/karyawati yang
berpenghasilan tetap;
Tenaga Kerja Indonesia yang purna dari bekerja di
luar negeri;
Tenaga Kerja Indonesia yang mengalami PHK.
Ditambah pula usaha produktif yang meliputi sektor:
Pertanian (padi, palawija, perkebunan kelapa,
pembibitan dan budidaya unggas, pembibitan dan
budidaya sapi, jasa kehutanan)
Perikanan (budidaya rumput laut, budidaya udang,
penangkapan ikan, jasa sarana produksi perikanan)
Industri Pengolahan (seluruh usaha di sektor Industri
Pengolahan termasuk industri tempe dan tahu,
industri pakaian jadi, industr anyaman, kerajinan,
industri kreatif di bidang media rekaman, film, dan
video)
Perdagangan (seluruh usaha di sektor perdagangan,
tidak termasuk perdagangan barang impor, seperti
perdagangan ekspor hasil perikanan, perdagangan
dalam negeri beras, perdagangan eceran makanan
dan minuman)
Jasa-Jasa (Seluruh sektor usaha yang masuk dalam
penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan;
transportasi – pergudangan - dan komunikasi; Real
estate – usaha persewaan - jasa perusahaan;
15
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
industri pakaian jadi, industr anyaman, kerajinan,
industri kreatif di bidang media rekaman, film, dan
video)
Perdagangan (seluruh usaha di sektor perdagangan,
tidak termasuk perdagangan barang impor, seperti
perdagangan ekspor hasil perikanan, perdagangan
dalam negeri beras, perdagangan eceran makanan
dan minuman)
Jasa-Jasa (Seluruh sektor usaha yang masuk dalam
penyediaan akomodasi dan penyediaan makanan;
transportasi – pergudangan - dan komunikasi; Real
estate – usaha persewaan - jasa perusahaan;
pendidikan).
Perluasan penerima KUR ini juga diharapkan dapat
mendorong pertumbuhan kredit perbankan yang
cenderung melambat dalam satu tahun terakhir. Pada
pertengahan tahun 2014, pertumbuhan tahunan kredit
masih sebesar 16,65% yang selanjutnya turun menjadi
11,6% pada akhir tahun 2014 dan 10,4% pada akhir
semester I 2015. Kecenderungan tersebut juga terjadi
pada kredit UMKM yang hanya tumbuh sebesar 9,2%
(yoy) pada akhir Juni 2015. Kecenderungan perlambatan
penyaluran kredit tersebut terkait dengan melemahnya
pertumbuhan ekonomi.
Secara umum pelaksanaan KUR telah berjalan baik.
Jumlah peserta KUR telah mencapai 270.127 debitur
dengan penyaluran kredit Rp 4.386.549 juta per 8
Oktober 2015. Akumulasi dari tahun 2007 sampai
dengan per 5 Oktober 2015 telah tersalurkan kredit
kepada 12.646.054 debitur dengan total Rp 183.23
triliun
Mendorong Ekspor Untuk Mencegah PHK
Pemerintah menugaskan Lembaga Pembiayaan Ekspor
Indonesia (LPEI) melalui National Intererst Account
dalam rangka mendukung usaha kecil menengah yang
berorientasi ekspor maupun terlibat pada kegiatan yang
mendukung ekspor. Diharapkan, ditengah perlambatan
ekonomi saat ini, UKM tersebut dapat tetap
memproduksi produknya untuk ekspor dan mendukung
ekspor, juga tidak mem-PHK karyawannya. Melalui LPEK
pemerintah akan memberikan semacam kredit modal
kerja kepada UKM dengan tingkat bunga yang lebih
rendah dibandingkan dengan tingkat bunga komersial,
dan diutamakan untuk perusahan padat karya dan
rawan PHK tetapi mempunyai kegiatan ekspor atau
terlibat dalam kegiatan ekspor.
Besaran pinjaman yang diberikan maksimum Rp. 50
miliar per perusahaan dan kebutuhan dengan total
kebutuhan pembiayaan sebesar Rp. 696 Miliar. Daerah
di mana perusahaan itu berlokasi ada di Aceh, Sumatera
Utara, Jambi, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa
Timur, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tengah, Sulawesi Utara, Ambon dan Papua. Lebih
penting lagi jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan oleh
perusahaan-perusahan tersebut berada di kisaran 50 –
5.520 orang. Jika dijumlahkan berpotensi
menyelamatkan karyawan sebanyak kira-kira 27.000
orang dari ancaman PHK, karena perusahaan tersebut
dibantu dengan kredit modal kerja yang bersubsidi dari
LPEI.
Referensi:
PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan
www.ekon.go.id
www.kemenkeu.go.id
16
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
LAPORAN UTAMA
P A K E T K E B I J A K A N E K O N O M I V:
INSENTIF PAJAK DAN DUKUNGAN PADA PERBANKAN SYARIAH
Menjelang penghujung Oktober, pemerintah kembali merilis paket kebijakan ekonominya. Kali ini disebut sebagai
paket kebijakan ekonomi jilid V, dimana fokus kebijakan lebih pada insentif pajak bagi individu ataupun bahan
usaha. Melalui kebijakan ini, pengusaha diharapkan akan semakin produktif dan berkontribusi besar pada
perekonomian Indonesia.
Hingga akhir Oktober, pemerintah telah merilis lima paket kebijakan ekonomi. Paket kebijakan ekonomi jilid V
sendiri diumumkan 22 Oktober lalu. Tiap paket kebijakan tentunya memiliki sasaran masing-masing, namun
semua mengarah pada upaya perbaikan perekonomian di Indonesia.
Perlahan, kondisi perekonomian Indonesiapun mulai menunjukan sinyal positifnya. Dari data yang diperoleh, nilai
tukar rupiah yang sempat terdepresiasi 18,02 persen sejak Januari hingga awal Oktober mulai menguat kembali
dari level 14.728 USD ke level 13.639 USD pada akhir Oktober. Hal serupa juga terlihat pada kondisi IHSG yang
mengalami penguatan 45 poin atau 31 persen pada perdagangan 2 Oktober 2015. Pertumbuhan ekonomi pada
kuartal ketigapun tercatat 4,85 persen.
Paket kebijakan jilid V ini menitikberatkan pada insentif terkait pengurangan pajak melalui insentif keringanan
pajak dalam revaluasi aset perusahaan baik BUMN maupun pihak swasta, penghapusan pajak ganda dana
investasi real estate, properti dan infrastruktur, serta deregulasi dibidang perbankan syariah.
Insentif pajak
Dalam paket kebijakan jilid V tersebut, insentif pajak yang diberikan pemerintah setidaknya berupa keringanan
pajak revaluasi aset dan juga penghapusan pajak ganda dana investasi real estate properti dan infrastruktur.
Revaluasi aset merupakan penilaian kembali aset tetap perusahaan yang diakibatkan kenaikan nilai aset tetap itu
di pasaran atau karena rendahnya nilai aset tetap dalam laporan keuangan perusahaan akibat devaluasi dan
lainnya. Aktiva tetap yang dapat direvaluasi meliputi, tanah, bangunan, dan bukan bangunan, dengan syarat tidak
dimaksudkan untuk dialihkan.
Pemerintah beralasan, selama ini pengusaha-pengusaha cenderung enggan melakukan revaluasi akibat biaya yang
realtif tinggi. Padahal jika perusahaan bersedia melakukan revaluasi asset, khususnya asset properti maka bisa
membuat nilai asset perusahaan akan meningkat. Pada umumnya pajak penghasilan (PPh) untuk keperluan
revaluasi asset dipatok 10 persen
Susiyanti
17
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Sebagai tindak lanjut dari kebijakan tersebut, pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pun
menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PK) Nomor 191/PMK.010/2015 tentang Penilaian Kembali Aktiva Tetap
untuk Tujuan Perpajakan Bagi Permohonan Yang Diajukan Pada Tahun 2015 dan 2016. Dengan kebijakan yang
baru, revaluasi aset kini dipangkas lebih kecil dari 10 persen dan bergantung tanggal perusahaan melakukan
revaluasi. Jika proposal revaluasi diserahkan sebelum akhir tahun, besaran tarif khusus revaluasi akan menjadi 3
persen dari sebelumnya 10 persen. Sementara jika diserahkan pada semester pertama 2016, menjadi 4 persen dan
bila pada semester kedua 2016, menjadi 6 persen.
Pemerintah berharap, dengan adanya insentif dalam pajak revaluasi aset ini pengusaha akan tergerak untuk
melakukan revaluasi. Sehingga akan berdampak pada peningkatan kondisi keuangan perusahaan sehingga
diharapkan bisa melakukan ekspansi usaha. Manfaat lainnya adalah beban cashflow pajak saat revaluasi menjadi
lebih ringan, karena tariff PPh revaluasi yang rendah. Beban PPh pada tahun-tahun setelah revaluasi juga lebih
lebih rendah.
Mentri Kordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyatakan bahwa Revaluasi aset akan meningkatkan
kapasitas dan performa finansial secara signifikan. Pada tahun-tahun berikutnya akan membuat profit lebih besar.
Tidak hanya itu, revaluasi aset juga berdampak pada penerimaan pajak negara. Direktur Penyuluhan, Pelayanan,
dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak, Mekar Satria Utama menyatakan bahwa potensi tambahan
penerimaan pajak dari kebijakan diskon pajak revaluasi aset ini mencapai lebih dari Rp 10 triliun. Jika BUMN besar-
besar saja potensinya sudah mencapai Rp 10 triliun. Jadi secara keseluruhan bisa lebih dari itu. Apalagi swasta juga
banyak yang menyatakan minatnya.
Wajib Pajak yang dapat mengajukan permohonan adalah WP badan dan orang pribadi yang melakukan
pembukuan, termasuk WP yang melakukan pembukuan dalam mata uang dolar. Pada saat pengajuan
permohonan pada 2015, permohonan revaluasi dapat dilakukan berdasarkan perkiraan (estimasi), yang
penyelesaian penilaiannya dapat dilakukan sampai dengan 31 Desember 2016. Untuk permohonan tahun 2016
berlaku hal yang sama, dengan penyelesaian penilaian paling lambat tahun 2017.
Selain keringan pajak revaluasi aset bentuk intensif pajak lain yang diatur dalam kebijakan ekonomi jilid V adalah
penghapusan pajak berganda untuk kontrak investasi dan dana investasi Real Estate Investment Trust (REIT).
kebijakan ini diharapkan bisa menarik dana yang selama ini diinvestasikan di luar negeri (tax-heaven country) ke
pasar sektor keuangan dalam negeri, di samping mendorong pertumbuhan investasi di bidang infrastruktur dan
real estate serta tumbuhnya jasa konstruksi. Penghapusan double tax juga akan membantu pertumbuhan pasar
modal di Indoenesia.
Kebijakan di sektor ini diberikan karena produk pasar modal Indonesia masih relatif terbatas, sehingga kapitalisasi
Bursa Efek Indonesia relatif kecil dibanding negara-negara tetangga. Menurut perhitungan OJK, aset di Indonesia
yang dijual dalam bentuk DIRE di Singapura mencapai Rp 30 Triliun. Untuk mendorong produk-produk
pengembangan ini, maka pemerintah memberikan pengurangan pajaknya, yaitu dengan menghilangkan adanya
double tax pada transaksi KIK, seperti KIK DIRE, KIK Efek Beragun Aset (EBA) dan sejenisnya
18
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Di Indonesai DIRE masih menggenakan PPH 5 persen terhadap perusahaan penghimpun asset dan perusahan
penerbit DIRE. Pajak lainnya adalah bea perolehan hak atas tanah dan bangunan 5 persen. Di Singapura DIRE
bebas pajak.
Mentri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution juga menyakatakan bahwa dampak positif dari fasilitas
perpajakan ini adalah meningkatnya akumulasi dana KIK, mendorong tumbuhnya pembangunan infrastruktur dan
real estate, serta tumbuhnya jasa konstruksi. Kemudian yang tak kalah penting adalah meningkatnya PPh dari
kegiatan usaha tersebut.
Majukan Syariah
Selain insentif pajak, melalui paket kebijakan jilid V pemerintah juga ingin mendorong pertumbuhan industri
keuangan syariah melalui deregulasi produk perbankan syariah. Yakni melalui penyederhanaan peraturan dan
perizinan bagi produk-produk perbankan syariah dengan kodefikasi produk syariah. Sehingga, izin produk syariah
yang selama ini melalui surat tidak perlu lagi. Izin produk syariah nantinya cukup hanya dengan melakukan
pelaporan perizinan. Termasuk produk-produk lain yang terkait bebasis syariah.
Perkembang ekonomi syariah menjadi salah satu wacana tersendiri di Indonesia. Telebih Indonesia sebagai salah
satu negara muslim terbesar dunia. Aturan dan kebijakan ekonomi syariah bahkan sempat jalan di tempat pada
beberapa dekade lalu. Namun dalam beberapa tahun terakhir, perbankan syariah di Indonesia terus mengalami
perkembangan yang signifikan.
Pada tahun 2013 jumlah Bank Umum Syariah (BUS) ada sebanyak 11 dan jumlah unit usaha syariah (UUS)
sebanyak 23. Jumlah kantor cabang/kantor pusat operasional, kantor cabang pembantu (KCP)/unit pelayanan
syariah (UPS) dan Kantor Kas (KK) juga terus bertumbuh meskipun jumlah BUS dan UUS tidak mengalami
peningkatan yang signifikan dalam lima tahun terakhir.
Diharapkan dengan deregulasi yang dikeluarkan pemerintah, prospek perbankan syariah akan terbuka lebar dan
perbankan syariah mampu berkembang lebih pesat dan dapat diperhitungkan dalam perbankan nasional. Selain
itu deregulasi produk perbankan syariah juga memungkinkan bank syariah untuk memperluas jangkauan
perbankan syariah dalam hal membuka kantor-kantor cabang. Hal ini akan mendorong efisiensi sehingga harga
dan suku bunga akan lebih affordable bagi masyarakat.
19
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
KERJASAMA EKONOMI
TRANS PACIFIC
PARTNERSHIP
:
Presiden Jokowi dalam pertemuannya dengan Presiden
Amerika Serikat Barack Obama bulan Oktober 2015 di
Washington mengungkapkan keinginan Indonesia untuk
bergabung dalam Trans-Pacific Partnership. Siapkah kita untuk
bergabung?
Trans-Pacific Partnership (TPP) adalah perjanjian
kerjasama yang melibatkan 12 negara, yaitu Amerika
Serikat, Australia, Brunei Darussalam, Chile, Jepang,
Kanada, Malaysia, Meksiko, Peru, Selandia Baru,
Singapura, dan Vietnam. Kedua belas negara yang
tergabung dalam TPP ini merepresentasikan sekitar
40% PDB dunia.
Sebelumnya, TPP dikenal dengan nama Trans-Pacific
Strategic Economic Partnership Agreement (TPSEP)
yang hanya melibatkan Brunei Darussalam, Chile, New
Zealand, dan Singapura dalam keanggotaannya. Sejak
2010, keanggotaan TPSEP semakin meluas dan berganti
nama menjadi TPP. TPP bertujuan untuk memperkuat
kerjasama perdagangan berstandar tinggi melalui
negosiasi yang tertutup dengan keanggotaan yang luas
di Asia dan Amerika.
Trias Melia
20
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Foto: www.chinaustradelawblog.com
Tabel 1. Posisi Perdagangan Indonesia dengan Negara Anggota TPP (2014)
Sumber: UNCOMTRADE
Siap Bergabung?
Ajakan untuk bergabung dengan TPP sebenarnya telah
dimulai sejak tahun 2012. Akan tetapi, saat itu
Indonesia masih belum menyatakan keinginannya
untuk bergabung. Alasan belum adanya keinginan
Indonesia untuk bergabung diantaranya adalah karena
Indonesia masih fokus memperbaiki daya saing di
dalam negeri sebelum dapat berkompetisi di pasar
yang lebih luas.
Untuk bergabung ke dalam perjanjian kerjasama, perlu
diperhatikan dampak signifikan terhadap kinerja
perekonomian kita. Jika daya saing kita cukup kuat,
tentu kita akan merasakan dampak positif dengan
meluasnya pasar perdagangan bagi produk dalam
negeri. Sebaliknya, jika kita dalam posisi lemah, maka
kita hanya akan menjadi pasar bagi bebasnya aliran
produk-produk asing. Untuk kasus TPP, negara-negara
anggotanya sebenarnya sudah merupakan mitra
dagang utama Indonesia. Bahkan, hampir sebagian dari
negara anggota TPP masuk ke dalam 10 mitra dagang
utama Indonesia, seperti Jepang, Singapura, Amerika
21
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Serikat, Malaysia, dan Australia seperti yang dapat
dilihat pada Tabel 1.
Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah
kita sudah mampu untuk bersaing di pasar yang lebih
luas. TPP menerapkan standar yang tinggi, sehingga
kita harus mampu meningkatkan daya saing agar
kenaggotaan kita di TPP nantinya akan berimplikasi
positif bagi perdagangan.
Fokus kita kemana?
Selain TPP, terdapat kerjasama regional lain yang
masih harus menjadi fokus bagi Indonesia. Misalnya,
Masyarakat Ekonomi ASEAN yang sudah di depan
mata. Selain itu, Indonesia juga cenderung mendekat
ke Regional Comprehensive Economic Partnership
(RCEP) yang didorong oleh ASEAN serta enam negara
lainnya, yaitu Australia, Tiongkok, India, Jepang, Korea
dan Selandia Baru. Di dalam RCEP pun terdapat isu-isu
kesepakatan yang sama dengan TPP, misalnya
perdagangan barang, jasa, e-commerce, investasi, dan
pengadaan pemerintah.
Dilihat dari kondisi anggota TPP itu sendiri, Amerika
Serikat pun sampai saat ini masih belum meratifikasi
TPP karena masih menunggu terpilihnya Presiden baru.
Kita pun masih punya waktu untuk mengkaji lebih
dalam urgensi dan kesiapan kita untuk bergabung
dalam TPP, sambil bersiap menyambut kerjasama
regional di depan mata, yaitu Masyarakat Ekonomi
ASEAN.
Referensi: Paparan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi
Internasional Kemenko Perekonomian, 2015.
22
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
PANGAN
STABILISASI
HARGA PANGAN OLEH PERUM BULOG
Perum BULOG merupakan perusahaan umum milik negara yang bergerak di bidang logistik pangan.
Sebagai kepanjangan tangan dari Pemerintah dan sesuai dengan Instruksi Presiden nomor 5 tahun
2015 tentang Kebijakan Pengadaan Gabah/Beras dan Penyaluran Beras oleh Pemerintah, maka tugas
Perum Bulog dalam stabilisasi pasokan dan harga pangan adalah (1) Melaksanakan kebijakan
pembelian Gabah/ Beras DN dengan ketentuan HPP melalui pengadaan gabah beras DN, menjaga
harga di tingkat petani, dan menjaga kecukupan stok, (2) Menyediakan dan menyalurkan beras
bersubsidi bagi kelompok masyarakat berpendapatan rendah (melalui program RASKIN), serta (3)
Menyediakan dan menyalurkan beras untuk menjaga stabilitas harga beras, menanggulangi keadaan
darurat, bencana, dan rawan pangan (melalui pengelolaan CBP).
Secara umum, upaya-upaya yang dilakukan oleh Perum Bulog dalam rangka stabilisasi pasokan dan
harga pangan mencakup melakukan penyerapan gabah dan beras yang ditargetkan sebanyak 2,63
juta ton. Penyerapan ini dilakukan untuk menjaga harga di tingkat produsen sehingga harga yang
diterima lebih baik melalui mekanisme PSO ataupun komersil. Selain itu, Perum Bulog juga
merealisasikan penyaluran raskin reguler dan tambahan Raskin 13 dan 14, melakukan operasi pasar
baik dengan Cadangan Beras Pemerintah (CBP) maupun beras komersial, menyalurkan beras untuk
masyarakat yang terkena bencana untuk menjaga stabilitas pasokan pangan bagi korban , dan
menjaga stok yang cukup kuat untuk menjaga ketahanan pangan nasional.
Trias Melia
23
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Perum BULOG melakukan pengadaan gabah/beras dengan tujuan untuk memperkuat pilar
ketersediaan ketahanan pangan untuk menumbuhkan semangat petani memproduksi padi. Hal
tersebut dilakukan dengan menjamin pasar (menyerap surplus selama panen sebanyak 5 s.d. 9% dari
produksi per tahun untuk beras dan 1,5 s.d. 3,6 juta ton setara beras per tahun untuk gabah),
menjamin harga (mampu mengangkat harga di pasar), serta menciptakan multiplier effect
(mendorong pembangunan pedesaan melalui peningkatan pendapatan dan perluasan lapangan
kerja).
Dalam hal penyaluran Raskin pada tahun 2015, realisasi sampai dengan 25 November 2015 telah
mencapai 87,60% dari pagu selama setahun. Perum Bulog terus memperkuat akses fisik dan
ekonomi untuk penyaluran raskin melalui program perlindungan sosial untuk rumah tangga miskin
dalam bentuk targeted food subsidy serta membuka akses ekonomi (harga jual yang terjangkau) dan
akses fisik terhadap pangan. Penyaluran raksin ini akan melindungi rumah tangga rawan pangan dari
ancaman malnutrition dan merupakan bagian dari stabilisasi harga dengan tambahan supply ke
pasar sebanyak 232 ribu ton/bulan ataupun pengurangan demand ke pasar oleh 15,5 juta rumah
tangga sasaran. Dengan kuantum penyaluran tersebut, maka secara signifikan akan mengurangi
sekitar 10% dari kebutuhan konsumsi nasional. Pendistribusian Raskin secara tepat waktu dan
tambahan Raskin 13 dan 14 pada waktu yang tepat menjadi salah satu kunci dalam mewujudkan
stabilitas harga beras. Sementara itu, dalam pengelolaan Cadangan Beras Pemerintah (CBP), Perum
Bulog memperkuat stabilitas pasokan dan harga untuk keadaan darurat dan rawan pangan pasca
bencana, stabilitas harga melalui pelaksanaan operasi pasar, kerjasama internasional untuk bantuan
sosial, dan kebutuhan lain di luta keperluan tekrit dengan bantuan sosial sesuai dengan kepentingan
Pemerintah.
Selain itu, Perum Bulog juga bekerja sama dengan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk
menjaga stabilisasi harga. Pertama, kerjasama dilakukan dalam sharing informasi mengenai
perkembangan harga, posisi pasokan dan kebutuhan pangan di wilayah masing-masing. Dalam hal
ini, divisi regional (Divre) Perum Bulog siap untuk menyediakan pangan yang dibutuhkan baik secara
mandiri maupun dengan bekerja sama dengan divre lainnya. Keterlibatan swasta dalam
menyediakan pasokan pangan tetap dijaga tanpa memberikan peluang kenaikan harga yang
menjadi liar. Kedua, Perum Bulog dan TPID bekerjasama dalam melakukan monitoring dan evaluasi
rutin perkembangan pangan di masing-masing wilayah yang diintegrasikan oleh program-program
Perum Bulog. Monitoring dan evaluasi ini dilakukan terkait dengan penyerapan gabah beras dalam
negeri, program operasi pasar dan pangan lainnya serta mendorong pelaksanaan Raskin/Rastra
secara tepat waktu dan tepat sasaran.
Referensi: Paparan Perum Bulog pada Rakorpusda TPID 2015
24
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
PERDAGANGAN
STRUKTUR IMPOR INDONESIA YANG
PERLU DIWASAPADAI
Sekitar 75% dari nilai total impor berasal termasuk kelompok bahan baku penolong. Selain itu,
pangsa impor kelompok barang modal juga cukup tinggi yakni sebesar 17%. Ada pun sisanya sebesar
7,4% merupakan barang konsumsi. Impor bahan baku penolong merupakan komponen utama proses
produksi di Indonesia. Besarnya pangsa impor kelompok tersebut mengindikasikan bahwa proses
produksi di Indonesia masih sangat bergantung pada bahan baku impor. Bahkan proses produksi
untuk orientasi ekspor juga masih banyak mendatangkan bahan baku impor.
Fitria Faradila
25
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Tabel 1. Struktur Impor Indonesia
2014 2015 15/14 10-14 10-14
TOTAL IMPOR 135.663 177.436 191.689 186.629 178.179 134.375 107.990 (19,6) 6,1 100,0
BARANG KONSUMSI 9.992 13.393 13.409 13.139 12.667 9.469 8.032 (15,2) 4,7 7,4
BAHAN BAKU PENOLONG 98.755 130.934 140.126 141.958 136.209 102.797 81.569 (20,7) 7,5 75,5
BARANG MODAL 26.917 33.108 38.155 31.532 29.303 22.108 18.389 (16,8) 1,2 17,0
Pangsa (%)KELOMPOK
NILAI : JUTA USDPerub. % Trend (%)
2010 2011 2012 2013 2014JANUARI - SEPTEMBER
Sumber: BPS (Diolah oleh Pusdatin Kementerian Perdagangan), 2015
Hingga September 2015, impor bahan baku penolong tercatat 81,6 milyar USD, menurun 20,7%
dibandingkan periode yang sama tahun lalu (yoy). Impor bahan baku terutama berasal dari impor
minyak petroleum mentah (HS 2709001000) dengan pangsa 5,8% terhadap total impor dan bahan
bakar motor tanpa timbal (HS 2701111600) dengan pangsa 5,5%. Secara umum, selama 2010-2014
tren kenaikan impor bahan baku penolong masih cukup tinggi yakni sebesar 7,5% per tahun.
Impor barang modal juga mencatat nilai yang cukup tinggi yakni 18,4milyar USD pada Januari-
September 2015, menurun 16,8% (yoy). Impor barang modal mengalami tren kenaikan rata-rata yang
cukup rendah sebesar 1,2% per tahun selama 2010-2014. Barang modal yang memiliki pangsa impor
terbesar adalah telepon untuk jaringan seluler atau untuk jaringan tanpa kabel lainnya (HS
8517120000) dengan pangsa sebesar 1,3% terhadap total impor.
26
TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN
VOLUME V NOMOR 11 EDISI NOVEMBER 2015
Dari ketiga kelompok, impor barang konsumsi merupakan yang paling rendah. Secara kumulatif
Januari-September 2015, impor barang konsumsi tercatat 8 milyar USD, menurun 15,2% (yoy). Selama
2010-2014, impor barang konsumsi mengalami kenaikan rata-rata per tahun sebesar 4,7%. Penopang
utama impor barang konsumsi terutama berasal dari komoditas bawang putih (HS 0703209000)
dengan pangsa 0,25%, diikuti oleh produk obat untuk infus yang mengandung sodium klorida atau
glukosa (HS 3004909100) dengan pangsa 0,2% dan mesin Air Conditioner (HS 8415100000) dengan
pangsa 0,19%.
Tingginya dominasi impor kelompok bahan baku penolong sebenarnya dapat menjadi indikasi positif
bagi kinerja produksi, khususnya ekspor Indonesia. Semakin tinggi impor bahan baku penolong
menunjukkan bahwa proses produksi ekspor sedang berkembang. Namun hal ini menunjukkan pula
bahwa ekspor Indonesia masih sangat bergantung dengan impor bahan baku. Sehingga, apabila
terjadi depresiasi nilai tukar, kondisi ini tidak semerta-merta mendorong ekspor, namun justru akan
membebani ekspor karena harga bahan baku yang didapat dari impor menjadi tinggi.
Latar belakang tingginya impor bahan baku penolong dikarenakan kurang tersedianya industri yang
menghasilkan bahan baku atau industri perantara di pasar domestik yang dibutuhkan oleh pelaku
ekspor. Oleh karena itu, diperlukan strategi untuk mendorong industri domestik, khususnya industri
perantara. Pertama, meningkatkan investasi ke industri perantara melalui pemberian insentif fiskal.
Kedua, melakukan program penguatan industri domestik melalui pengembangan Sumber Daya
Manusia (SDM), penyediaan infrastruktur dan meningkatkan teknologi serta dukungan dari sektor
lain, seperti kemudahan kredit untuk industri perantara. Secara umum, untuk mengatasi
ketergantungan impor yang tinggi diperlukan suatu program industrialisasi yang terintegrasi oleh
sektor lainnya, seperti perbankan dan infrastruktur. Melalui program industrialisasi diharapkan
industri domestik, termasuk industri perantara dapat berkembang, sehingga kegiatan produksi,
khususnya yang berorientasi pada ekspor tidak bergantung pada impor.
27
4
Untuk informasi lebih lanjut hubungi:
REDAKSI TINJAUAN EKONOMI DAN KEUANGAN Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Gedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4 Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2 – 4 Jakarta, 10710 Telp. 021-3521843, Fax. 021-3521836 Email: [email protected]
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan dapat diunduh pada website
www.cbsnews.com
http://magnacapitalgrp.com/