Vol. V Januari - Februari 2011 Edisi 63...Vol. V Januari - Februari 2011 Edisi 63 Gerbang Emas...

32
Vol. V Januari - Februari 2011 Edisi 63 Gerbang Emas Sebuah Upaya Revitalisasi Komoditas Unggulan Perkebunan Nusa Tenggara Barat Mengarusutamakan Praktik Cerdas Green-PNPM Menyiasati Tantangan Geografis Pegunungan Tengah Papua Dengan Teknologi Informasi & Komunikasi

Transcript of Vol. V Januari - Februari 2011 Edisi 63...Vol. V Januari - Februari 2011 Edisi 63 Gerbang Emas...

  • Vol. V Januari - Februari 2011 Edisi 63

    Gerbang Emas

    Sebuah Upaya Revitalisasi Komoditas Unggulan Perkebunan Nusa Tenggara Barat

    Mengarusutamakan Praktik Cerdas Green-PNPM

    Menyiasati Tantangan Geografis Pegunungan Tengah Papua Dengan Teknologi Informasi & Komunikasi

  • erimakasih telah setia mengikuti dan mengkontribusikan artikel mengenai perkembangan pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Kami sangat senang karena setiap bulannya Tpermintaan berlangganan BaKTINews terus bertambah dan redaksi juga menerima banyak

    sekali artikel dari berbagai pihak dan daerah di KTI. Karenanya kami semakin bersemangat untuk menampilkan yang terbaik bagi para pembaca.

    Anda telah melihat beberapa perubahan pada edisi ini. Kami menyajikan beberapa rubrik baru dengan informasi terkini mengenai Pengelolaan Keuangan Publik, Praktik Cerdas, dan Revitalisasi Sektor P e n g e t a h u a n u n t u k K e b i j a k a n P e m b a n g u n a n d i K a w a s a n T i m u r Indonesia. Agar dapat mengakomodir banyaknya artikel yang kami terima, kami menyediakan lebih banyak ruang dengan mengurangi halaman bilingual.

    Semoga wajah baru BaKTINews dapat membawa semangat baru juga bagi para pembaca untuk terus berinovasi bagi kemajuan pembangunan di KTI. Teruslah berbagi informasi bersama BaKTINews!

    Pembaca BaKTINews yang terhormat,

    Thank you for your support and contribution of articles on development issues in eastern Indonesia. We are happy that requests to subscribe to BaKTINews continue to increase and that we receive more and more articles each month from our readers throughout eastern Indonesia. As a result we are even more inspired to present the best to our readers.

    You will see a number of changes in this edition of BaKTINews. We have created a number of new columns with up-to-date information on Public Finance Management, Smart Practices, and Revitalizing the Knowledge Sector in Eastern Indonesia. To accommodate the increased number of articles we receive, we will be decreasing the amount of bilingual content in BaKTINews. Only certain feature articles will be translated into English.

    We hope that this change will be well received by our readers and infuse them with a spirit to continue to innovate for development in eastern Indonesia. Please continue sharing your information with BaKTINews!

    Volume V - edisi 63Januari - Februari 20111 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 2

    DAFTAR ISI CONTENTS

    Yayasan Jalarambang

    3

    5

    7

    8

    9

    12

    13

    14

    17

    18

    19

    21

    25

    27

    Website Bulan ini Website of the Month

    27

    29 Profil LSM NGO Profile

    30

    Batukar.info Update

    Kegiatan di BaKTI Events in BaKTI

    EditorMILA SHWAIKO

    VICTORIA NGANTUNG

    Forum KTIZUSANNA GOSALITA MASITA IBNU

    Events at BaKTISHERLY HEUMASSE

    Website of the MonthSTEVENT FEBRIANDY

    Database & NGO ProfileAFDHALIYANNA MA’RIFAH

    WebsiteAKRAM ZAKARIA

    Smart PracticesCHRISTY DESTA PRATAMA

    Design Visual & LayoutICHSAN DJUNAID

    Pertanyaan dan TanggapanRedaksi

    JI. DR.Sutomo No.26Makassar 90113

    P : 62-411-3650320-22F :62-411-3650323

    SMS BaKTINews 085255776165E-mail: [email protected]

    Anda juga bisa menjadi penggemar BaKTINews di Facebook :

    www.facebook.com/yayasanbakti

    BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia.Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia.

    BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.org dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet.

    BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia [BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

    BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTJNews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia. BaKTJNews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTJNews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTJNews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakri.org and can be sent electronically to subscribers with internet access. BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

    Berkontribusi untuk BaKTINews

    BaKTINews menerima artikel tentang informasi program pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan,dan teknologi tepat guna dari berbagai kalangan dan daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000-1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris,ditulisdengan gaya populer. Artikel sebaiknya dilengkapi dengan foto-foto penunjang. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuksetiapartikel dimuat.

    BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style. Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors ofBaKT/News will edit every article for reasons of space and style. BaKT/News does not provide payment to writers for articles.

    Menjadi Pelanggan BaKTINews Subscribing to BaKTINews

    Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan ala mat pos yangjelas dan disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau SMS 085255776165. Bagi yang berdomisili di Makassar, kami menganjurkan Anda untuk dapat mengambil sendiri BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

    To subscribe to BaKT/News please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or SMS to 085255776165. For those living in Makassar,please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

    Info BookSumarni Ariyanto

    BaKTINews diterbitkan oleh Yayasan BaKTI dengan dukungan Pemerintah Australia dan Kanada. BaKTINews is published by The BaKTI Foundation with support of the Government of Australia and Canada.

    Pandangan yang dikemukakan tak sepenuhnya mencerminkan pandangan Yayasan BaKTI maupun Pemerintah Australia dan Kanada.

    The views expressed do not necessarily reflect the views ofYayasan BaKTI, the Australia Indonesia Partnership, the Australian Government, Canadian International Development Agency or the

    Canadian Goverment.

    Gerbang Emas

    Sebuah Upaya Revitalisasi Komoditas Unggulan Perkebunan Nusa Tenggara Barat

    Pesisir, Di Saat Siklus Badai Dan Gelombang Yang Tidak Bersahabat Tiba

    When The Unfriendly Storm And Wave Cycle Arrives In Coastal Regions

    Kemitraan Antara Kelompok Nelayan Keramba Jaring Apung Dengan Lembaga Mina Karya Lestari di Polewali Mandar, Sulawesi Barat

    Al GoreMelatih Presenter Penanganan Perubahan Iklim

    Mengarusutamakan Praktik Cerdas Green-PNPMMainstreaming The Green PNPM Smart Practices

    Menyiasati Tantangan Geografis Pegunungan Tengah Papua Dengan Teknologi Informasi & Komunikasi

    Pengembangan Sektor Pengetahuan Untuk Kebijakan

    Selamat Datang Program Kinerja USAID Di Sulsel

    Peach Update

    Workshop Dan Gathering Mitra Pembangunan Internasional Sulawesi Bersatu Hati Membangun Sulawesi

    Peran Perempuan dan Anak Dalam Musrenbang di Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara

    Butuh Kemauan Politik Kembangkan Energi Terbarukan

    Membawa Pesan Praktik Cerdas: Dari Forum KTI Ke Penjuru KTISending the Messages of Smart Practices: From The EI Forum To The Corners of Eastern Iindonesia

    Kemampuan Pasir, Arang Tempurung, Ijuk Dalam Kualitas Kimia Air Dan Fisik

    Pada Daerah Aliran Sungai Tondano

    Peluang

    Wajah KTI

    16

    25

    Opportunity

    Face of EI

    Lampu tenaga surya yang akan memudahkan anak-anak ini belajar di malam hari. Domi, seorang bocah Papua dari Desa Ibele (Distrik Kurulu) Wamena bersama dua rekannya dengan bangga memamerkan lampu yang akan menemaninya belajar.

    Harry Waromi, Kopernik MonitorFOTO SAMPUL

    23

  • erimakasih telah setia mengikuti dan mengkontribusikan artikel mengenai perkembangan pembangunan Kawasan Timur Indonesia. Kami sangat senang karena setiap bulannya Tpermintaan berlangganan BaKTINews terus bertambah dan redaksi juga menerima banyak

    sekali artikel dari berbagai pihak dan daerah di KTI. Karenanya kami semakin bersemangat untuk menampilkan yang terbaik bagi para pembaca.

    Anda telah melihat beberapa perubahan pada edisi ini. Kami menyajikan beberapa rubrik baru dengan informasi terkini mengenai Pengelolaan Keuangan Publik, Praktik Cerdas, dan Revitalisasi Sektor P e n g e t a h u a n u n t u k K e b i j a k a n P e m b a n g u n a n d i K a w a s a n T i m u r Indonesia. Agar dapat mengakomodir banyaknya artikel yang kami terima, kami menyediakan lebih banyak ruang dengan mengurangi halaman bilingual.

    Semoga wajah baru BaKTINews dapat membawa semangat baru juga bagi para pembaca untuk terus berinovasi bagi kemajuan pembangunan di KTI. Teruslah berbagi informasi bersama BaKTINews!

    Pembaca BaKTINews yang terhormat,

    Thank you for your support and contribution of articles on development issues in eastern Indonesia. We are happy that requests to subscribe to BaKTINews continue to increase and that we receive more and more articles each month from our readers throughout eastern Indonesia. As a result we are even more inspired to present the best to our readers.

    You will see a number of changes in this edition of BaKTINews. We have created a number of new columns with up-to-date information on Public Finance Management, Smart Practices, and Revitalizing the Knowledge Sector in Eastern Indonesia. To accommodate the increased number of articles we receive, we will be decreasing the amount of bilingual content in BaKTINews. Only certain feature articles will be translated into English.

    We hope that this change will be well received by our readers and infuse them with a spirit to continue to innovate for development in eastern Indonesia. Please continue sharing your information with BaKTINews!

    Volume V - edisi 63Januari - Februari 20111 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 2

    DAFTAR ISI CONTENTS

    Yayasan Jalarambang

    3

    5

    7

    8

    9

    12

    13

    14

    17

    18

    19

    21

    25

    27

    Website Bulan ini Website of the Month

    27

    29 Profil LSM NGO Profile

    30

    Batukar.info Update

    Kegiatan di BaKTI Events in BaKTI

    EditorMILA SHWAIKO

    VICTORIA NGANTUNG

    Forum KTIZUSANNA GOSALITA MASITA IBNU

    Events at BaKTISHERLY HEUMASSE

    Website of the MonthSTEVENT FEBRIANDY

    Database & NGO ProfileAFDHALIYANNA MA’RIFAH

    WebsiteAKRAM ZAKARIA

    Smart PracticesCHRISTY DESTA PRATAMA

    Design Visual & LayoutICHSAN DJUNAID

    Pertanyaan dan TanggapanRedaksi

    JI. DR.Sutomo No.26Makassar 90113

    P : 62-411-3650320-22F :62-411-3650323

    SMS BaKTINews 085255776165E-mail: [email protected]

    Anda juga bisa menjadi penggemar BaKTINews di Facebook :

    www.facebook.com/yayasanbakti

    BaKTINews adalah media pertukaran pengetahuan tentang pembangunan di Kawasan Timur lndonesia.Tujuan BaKTINews adalah mempromosikan praktik cerdas pembangunan dari berbagai daerah di Kawasan Timur Indonesia agar dapat diketahui oleh khalayak luas dan menginspirasi pelaku pembangunan di berbagai daerah dalam upaya menjawab berbagai tantangan pembangunan. BaKTINews terbit setiap bulan dalam dua bahasa, Indonesia dan lnggris, untuk memudahkan pembaca dalam mendapatkan informasi pembangunan dari Kawasan Timur Indonesia.

    BaKTINews disirkulasi melalui pos kepada pembaca dengan target utama adalah para pelaku pembangunan yang berdomisili di daerah kepulauan dan daerah terpencil. Tidak dikenakan biaya apapun untuk berlangganan BaKTINews agar lebih banyak masyarakat yang dapat mengakses informasi pembangunan melalui majalah ini. Selain dalam bentuk cetak, BaKTINews juga dapat diakses di website BaKTI: www.bakti.org dan dikirimkan melalui email kepada pelanggan yang dapat mengakses internet.

    BaKTINews dikelola oleh Bursa Pengetahuan Kawasan Timur Indonesia [BaKTI). Seluruh artikel BaKTINews adalah kontribusi sukarela para pelaku pembangunan dari berbagai kalangan dan daerah yang ingin berbagi pengetahuan dengan khalayak luas.

    BaKTINews is a knowledge exchange media platform for development issues in eastern Indonesia. BaKTINews aims to promote development smart practices from different regions in eastern Indonesia so that the practices become known to a wider audience and inspire development stakeholders in other regions in their efforts to answer development challenges. BaKTJNews is published monthly in two languages, Indonesian and English, to facilitate readers who don't understand indonesian to gain a better understanding of development in eastern Indonesia. BaKTJNews is sent by post to readers and rhe main target is development stakeholders living in isolated regions and island regions. BaKTJNews is provided free of charge so the development community can access relevant development information easily. BaKTJNews is also provided in an electronic version that can be accessed on www.bakri.org and can be sent electronically to subscribers with internet access. BaKTINews is managed by the Eastern Indonesia Knowledge Exchange (BaKTI). All articles are contributed voluntarily by development stakeholders from different areas in eastern Indonesia who wish to share their information with a wider audience.

    Berkontribusi untuk BaKTINews

    BaKTINews menerima artikel tentang informasi program pembangunan, pembelajaran dari suatu kegiatan, praktik cerdas pembangunan, hasil-hasil penelitian yang dapat diaplikasikan,dan teknologi tepat guna dari berbagai kalangan dan daerah di Kawasan Timur Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Papua). Panjang artikel adalah 1.000-1.100 kata,menggunakan Bahasa Indonesia maupun lnggris,ditulisdengan gaya populer. Artikel sebaiknya dilengkapi dengan foto-foto penunjang. Tim editor BaKTINews akan melakukan edit terhadap setiap artikel yang akan dimuat untuk kesesuaian tempat dan gaya bahasa. Redaksi BaKTINews tidak memberikan imbalan kepada penulis untuksetiapartikel dimuat.

    BaKTINews accepts articles about development programs, lessons learnt from an activity, development smart practices, research results that can be applied, and applied technology from different stakeholders and regions in eastern Indonesia (Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, and Papua). Articles should be 1,000-1, 100 words, in either Indonesian or English, and written in a popular style. Articles should also be sent with photos that illustrate the article. The editors ofBaKT/News will edit every article for reasons of space and style. BaKT/News does not provide payment to writers for articles.

    Menjadi Pelanggan BaKTINews Subscribing to BaKTINews

    Untuk berlangganan BaKTINews, silakan mengirimkan data diri anda (organisasi, posisi, nomor HP, alamat email) lengkap dengan ala mat pos yangjelas dan disertai dengan kode pos melalui email [email protected] atau SMS 085255776165. Bagi yang berdomisili di Makassar, kami menganjurkan Anda untuk dapat mengambil sendiri BaKTINews di Display Corner Gedung BaKTI pada setiap hari kerja.

    To subscribe to BaKT/News please send us your full contacts details (including organization. position, HP number and email address) with full postal address to [email protected] or SMS to 085255776165. For those living in Makassar,please stop by the BaKTI office and pick up your copy from the display corner from Monday to Friday.

    Info BookSumarni Ariyanto

    BaKTINews diterbitkan oleh Yayasan BaKTI dengan dukungan Pemerintah Australia dan Kanada. BaKTINews is published by The BaKTI Foundation with support of the Government of Australia and Canada.

    Pandangan yang dikemukakan tak sepenuhnya mencerminkan pandangan Yayasan BaKTI maupun Pemerintah Australia dan Kanada.

    The views expressed do not necessarily reflect the views ofYayasan BaKTI, the Australia Indonesia Partnership, the Australian Government, Canadian International Development Agency or the

    Canadian Goverment.

    Gerbang Emas

    Sebuah Upaya Revitalisasi Komoditas Unggulan Perkebunan Nusa Tenggara Barat

    Pesisir, Di Saat Siklus Badai Dan Gelombang Yang Tidak Bersahabat Tiba

    When The Unfriendly Storm And Wave Cycle Arrives In Coastal Regions

    Kemitraan Antara Kelompok Nelayan Keramba Jaring Apung Dengan Lembaga Mina Karya Lestari di Polewali Mandar, Sulawesi Barat

    Al GoreMelatih Presenter Penanganan Perubahan Iklim

    Mengarusutamakan Praktik Cerdas Green-PNPMMainstreaming The Green PNPM Smart Practices

    Menyiasati Tantangan Geografis Pegunungan Tengah Papua Dengan Teknologi Informasi & Komunikasi

    Pengembangan Sektor Pengetahuan Untuk Kebijakan

    Selamat Datang Program Kinerja USAID Di Sulsel

    Peach Update

    Workshop Dan Gathering Mitra Pembangunan Internasional Sulawesi Bersatu Hati Membangun Sulawesi

    Peran Perempuan dan Anak Dalam Musrenbang di Kecamatan Bikomi Utara, Kabupaten Timor Tengah Utara

    Butuh Kemauan Politik Kembangkan Energi Terbarukan

    Membawa Pesan Praktik Cerdas: Dari Forum KTI Ke Penjuru KTISending the Messages of Smart Practices: From The EI Forum To The Corners of Eastern Iindonesia

    Kemampuan Pasir, Arang Tempurung, Ijuk Dalam Kualitas Kimia Air Dan Fisik

    Pada Daerah Aliran Sungai Tondano

    Peluang

    Wajah KTI

    16

    25

    Opportunity

    Face of EI

    Lampu tenaga surya yang akan memudahkan anak-anak ini belajar di malam hari. Domi, seorang bocah Papua dari Desa Ibele (Distrik Kurulu) Wamena bersama dua rekannya dengan bangga memamerkan lampu yang akan menemaninya belajar.

    Harry Waromi, Kopernik MonitorFOTO SAMPUL

    23

  • Volume V - edisi 63Januari - Februari 20113 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 4

    ulisan ini diilhami oleh sebuah oleh buku yang ditulis Profesor Rudi Wibowo yang membahas revitalisasi Tkomoditas unggulan perkebunan Jawa Timur. Dalam

    buku itu Profesor Wibowo menekankan bahwa pada dasarnya semua provinsi di Indonesia memiliki potensi yang sama di dalam bidang perkebunan karena sumberdaya lahan dan plasma nutfahnya luar biasa kaya.

    Saat ini provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) didominasi oleh lahan kering. Ini merupakan potensi yang besar untuk

    mengembangkan usaha perkebunan. Betapa tidak, dari total luas daratan di provinsi ini 2.015.315 hektar, sekitar 83,25% di antaranya adalah lahan kering yang terdiri atas lahan hutan 1.057.054 ha, lahan pertanian 395.118 ha, semak 117.996 ha, padang rumput 72.694 ha, alang-alang 4.024 ha, dan perkampungan 26.066 ha, dan penggunaan lahan lainnya 28693 Penulis adalah petani yang berasal dari Lombok, dapat dihubungi di [email protected]

    Oleh Maharani

    ha. Selebihnya merupakan lahan basah seperti sawah beririgasi 94.741 ha, perikanan 6.996 ha, embung/waduk 4.322 ha, dan danau 1.755 ha (Bappeda NTB, 2003).

    Menyadari potensi pengembangan lahan kering di NTB yang cukup besar, terutama potensinya bagi pengembangan keanekaragaman komoditi pangan, industri, dan ekspor, ditambah dengan fakta tentang banyaknya kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami masyarakat yang bermukim di lahan kering, pemerintah provinsi NTB melansir Gerakan

    Pembangunan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas). Program ini memprioritaskan lahan kering sebagai salah satu bidang unggulan pembangunan dengan harapan, pemanfaatan optimal lahan kering dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan m e m b a w a t r i c l e d o w n e f f e c t t e r h a d a p perkembangan dan laju pembangunan dalam bidang-bidang lain di seluruh wilayah provinsi NTB ini.

    Sektor perkebunan memang menjadi bagian penting kehidupan masyarakat di Nusa Tenggara Barat. Akan tetapi hanya beberapa komoditas saja yang dianggap penting, seperti kopi, kakao, tembakau. Akibatnya strategi pengembangan perkebunan masih berfokus pada komoditas tertentu s a j a t a n p a a d a u p a y a u n t u k m e n c o b a mengembangkan beberapa komoditas lain yang juga berpotensi.

    Untuk mengoptimalkan pembangunan di bidang perkebunan, diperlukan gerakan yang menyeluruh dan strategi yang tuntas dari hulu sampai hilir. Penanganan pada sektor hulu perlu berfokus pada peningkatan produksi, penguatan kelembagaan, dan penanganan infrastruktur yang berkaitan dengan teknologi pengolahan. Dengan kata lain yang menjadi landasan menyeluruh dari strategi ini adalah konsolidasi kelembagaan dan tata nilai, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berinteraksi secara positif dan dinamis (Wibowo, 2007).S a t u p e n d e k a t a n p e n t i n g l a i n ny a d a l a m pembangunan perkebunan adalah melalui kegiatan agribisnis yang berorientasi pada peningkatan daya saing, pengembangan usaha ekonomi rakyat yang berkelanjutan, serta dilaksanakan dalam kerangka otonomi untuk memperkuat perekonomian daerah. Secara umum sistem agribisnis mencakup subsistem mulai dari pemasok sarana produksi, usaha pertanian (farming), pengolahan, hingga pemasaran (Baga, 2003). Untuk menunjang eksistensi subsistem agribisnis, diperlukan dukungan penelitian dan pengembangan, informasi, pendidikan, pelatihan, penyuluhan, konsultasi, asuransi, dan regulasi.

    Inovasi teknologi mutlak diperlukan dalam upaya memacu pengembangan sistem agribisnis.

    Terkait hal tersebut, terdapat dua desain model inovasi, yaitu model introduksi dan model renovasi (Badan Litbang Pertanian, 2004a). Model introduksi adalah rancangan agribisnis teknologi berikut subsistem pendukungnya. Model ini mengakomodasi inovasi teknologi yang memerlukan rancangan model agribisnis yang baru pula. Sementara itu, model renovasi merupakan

    penyempurnaan dari model agribisnis yang ada, sehingga mencerminkan suatu revitalisasi inovasi.

    Prinsip dasar dari model pertama ini adalah bersifat penyelidikan kembali (reinventing system) terhadap usaha agribisnis yang ada melalui reformasi sistem, usaha, pelayanan publik, dan kelembagaan. Prinsip dasar berikutnya adalah renovasi dan revitalisasi teknologi dan kelembagaan. Melalui kedua prinsip dasar tersebut, diharapkan inovasi dapat diadopsi oleh masyarakat.

    O t o n o m i d a e r a h m e m b e r i d a m p a k t e r h a d a p perkembangan model introduksi dengan adanya tumpang tindih aturan antara pemerintah pusat dan daerah, tidak hanya pada sektor perkebunan saja namun pada semua sektor. Bustanul Arifin (2010) juga menegaskan ketidakpaduan peraturan pemerintah pusat dan daerah turut menyebabkan antiklimaks pembangunan industri hilir.

    Kondisi tersebut di atas memerlukan perhatian khusus, baik dalam jangka waktu menengah maupun panjang. Pada kondisi semacam ini, lembaga pembiayaan perbankan dan non-bank menjadi salah satu motor penggerak pengembangan industri hilir perkebunan ke depan.

    Selain input teknologi, kebijakan yang menunjang revitalisasi sektor perkebunan di NTB juga mutlak diperlukan. Menurut Wibowo (2007) kebijakan dan strategi yang harus ada dalam revitalisasi perkebunan yaitu kebijakan dan strategi untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan daya saing, meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, menjaga kelestraian lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Kebijakan dan strategi operasional yang sangat diperlukan seperti

    PERTANIAN AGRICULTURE

    investasi dan pembiayaan, manajemen pertanahan dan tata ruang, infrastruktur, sumberdaya manusia, riset dan teknologi, kebijakan perdagangan yang adil dan transparan, promosi dan pemasaran, perpajakan dan retribusi, dukungan langsung bagi petani-pekebun dan agroindustrialisasi pedesaan.

    Jika selama ini perhatian Pemerintah Provinsi NTB hanya diberikan pada beberapa komoditas unggulan saja, maka diperlukan kebijakan yang dapat mendukung pengembangan komoditas perkebunan lainnya agar dapat terus meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu juga diperlukan kebijakan-kebijakan untuk mendorong kelembagaan publik di bidang perkebunan utamanya yang mencakup dalam lingkup perekonomian yang inklusif dengan kesejahtraan masyarakat.Upaya nyata dari pemerintah adalah faktor penenti keberhasilan revitalisasi sektor perkebunan di NTB. Sinergi antar berbagai sektor dan badan pemerintah sangat diperlukan dalam mengembangkan sektor perkebunan ini. Sebaiknya semua pihak dapat saring rangkul jika memang ingin NTB lebih maju lagi dan berdaya saing.

    Seperti yang ditulis oleh Wilson Therik (2010), perusahaan daerah perlu berada di garis depan, dengan dukungan koperasi komoditi di belakangnya. Investor berskala menengah dan besar dipersilakan berinvestasi agar tercipta daya saing yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan daerah dan koperasi. Tidak hanya pada sektor perkebunan, pada sektor lainnya investor selayaknya dipandang sebagai teman yang perlu dirangkul untuk menguatkan barisan pembangunan daerah. Pengembangan sektor perkebunan adalah tanggung jawab bersama.

    saranaproduksi usaha pertanian

    pengolahan pemasaran

    Tanaman Pangan,Holtikultura PenangananPerkebunan, Perikanan,Peternakan, dan Kehutanan

    pupuk, pestisida, mesin,peralatan, benih/pakaian,dan transportasi

    Seleksi, Penanganan Pengelolaan,

    pengemasan & pengimpanan

    iklan, promosi,negosiasi dan distribusi

    penelitian dan pengembangan, informasi, pendidikan, pelatihan, penyuluhan, konsultasi, asuransi, dan regulasi

    Sistem Agribisnis di Indonesia (Baga, 2003)

  • Volume V - edisi 63Januari - Februari 20113 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 4

    ulisan ini diilhami oleh sebuah oleh buku yang ditulis Profesor Rudi Wibowo yang membahas revitalisasi Tkomoditas unggulan perkebunan Jawa Timur. Dalam

    buku itu Profesor Wibowo menekankan bahwa pada dasarnya semua provinsi di Indonesia memiliki potensi yang sama di dalam bidang perkebunan karena sumberdaya lahan dan plasma nutfahnya luar biasa kaya.

    Saat ini provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) didominasi oleh lahan kering. Ini merupakan potensi yang besar untuk

    mengembangkan usaha perkebunan. Betapa tidak, dari total luas daratan di provinsi ini 2.015.315 hektar, sekitar 83,25% di antaranya adalah lahan kering yang terdiri atas lahan hutan 1.057.054 ha, lahan pertanian 395.118 ha, semak 117.996 ha, padang rumput 72.694 ha, alang-alang 4.024 ha, dan perkampungan 26.066 ha, dan penggunaan lahan lainnya 28693 Penulis adalah petani yang berasal dari Lombok, dapat dihubungi di [email protected]

    Oleh Maharani

    ha. Selebihnya merupakan lahan basah seperti sawah beririgasi 94.741 ha, perikanan 6.996 ha, embung/waduk 4.322 ha, dan danau 1.755 ha (Bappeda NTB, 2003).

    Menyadari potensi pengembangan lahan kering di NTB yang cukup besar, terutama potensinya bagi pengembangan keanekaragaman komoditi pangan, industri, dan ekspor, ditambah dengan fakta tentang banyaknya kemiskinan dan keterbelakangan yang dialami masyarakat yang bermukim di lahan kering, pemerintah provinsi NTB melansir Gerakan

    Pembangunan Ekonomi Masyarakat (Gerbang Emas). Program ini memprioritaskan lahan kering sebagai salah satu bidang unggulan pembangunan dengan harapan, pemanfaatan optimal lahan kering dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan m e m b a w a t r i c l e d o w n e f f e c t t e r h a d a p perkembangan dan laju pembangunan dalam bidang-bidang lain di seluruh wilayah provinsi NTB ini.

    Sektor perkebunan memang menjadi bagian penting kehidupan masyarakat di Nusa Tenggara Barat. Akan tetapi hanya beberapa komoditas saja yang dianggap penting, seperti kopi, kakao, tembakau. Akibatnya strategi pengembangan perkebunan masih berfokus pada komoditas tertentu s a j a t a n p a a d a u p a y a u n t u k m e n c o b a mengembangkan beberapa komoditas lain yang juga berpotensi.

    Untuk mengoptimalkan pembangunan di bidang perkebunan, diperlukan gerakan yang menyeluruh dan strategi yang tuntas dari hulu sampai hilir. Penanganan pada sektor hulu perlu berfokus pada peningkatan produksi, penguatan kelembagaan, dan penanganan infrastruktur yang berkaitan dengan teknologi pengolahan. Dengan kata lain yang menjadi landasan menyeluruh dari strategi ini adalah konsolidasi kelembagaan dan tata nilai, sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, serta ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berinteraksi secara positif dan dinamis (Wibowo, 2007).S a t u p e n d e k a t a n p e n t i n g l a i n ny a d a l a m pembangunan perkebunan adalah melalui kegiatan agribisnis yang berorientasi pada peningkatan daya saing, pengembangan usaha ekonomi rakyat yang berkelanjutan, serta dilaksanakan dalam kerangka otonomi untuk memperkuat perekonomian daerah. Secara umum sistem agribisnis mencakup subsistem mulai dari pemasok sarana produksi, usaha pertanian (farming), pengolahan, hingga pemasaran (Baga, 2003). Untuk menunjang eksistensi subsistem agribisnis, diperlukan dukungan penelitian dan pengembangan, informasi, pendidikan, pelatihan, penyuluhan, konsultasi, asuransi, dan regulasi.

    Inovasi teknologi mutlak diperlukan dalam upaya memacu pengembangan sistem agribisnis.

    Terkait hal tersebut, terdapat dua desain model inovasi, yaitu model introduksi dan model renovasi (Badan Litbang Pertanian, 2004a). Model introduksi adalah rancangan agribisnis teknologi berikut subsistem pendukungnya. Model ini mengakomodasi inovasi teknologi yang memerlukan rancangan model agribisnis yang baru pula. Sementara itu, model renovasi merupakan

    penyempurnaan dari model agribisnis yang ada, sehingga mencerminkan suatu revitalisasi inovasi.

    Prinsip dasar dari model pertama ini adalah bersifat penyelidikan kembali (reinventing system) terhadap usaha agribisnis yang ada melalui reformasi sistem, usaha, pelayanan publik, dan kelembagaan. Prinsip dasar berikutnya adalah renovasi dan revitalisasi teknologi dan kelembagaan. Melalui kedua prinsip dasar tersebut, diharapkan inovasi dapat diadopsi oleh masyarakat.

    O t o n o m i d a e r a h m e m b e r i d a m p a k t e r h a d a p perkembangan model introduksi dengan adanya tumpang tindih aturan antara pemerintah pusat dan daerah, tidak hanya pada sektor perkebunan saja namun pada semua sektor. Bustanul Arifin (2010) juga menegaskan ketidakpaduan peraturan pemerintah pusat dan daerah turut menyebabkan antiklimaks pembangunan industri hilir.

    Kondisi tersebut di atas memerlukan perhatian khusus, baik dalam jangka waktu menengah maupun panjang. Pada kondisi semacam ini, lembaga pembiayaan perbankan dan non-bank menjadi salah satu motor penggerak pengembangan industri hilir perkebunan ke depan.

    Selain input teknologi, kebijakan yang menunjang revitalisasi sektor perkebunan di NTB juga mutlak diperlukan. Menurut Wibowo (2007) kebijakan dan strategi yang harus ada dalam revitalisasi perkebunan yaitu kebijakan dan strategi untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan daya saing, meningkatkan produktivitas dan nilai tambah, menjaga kelestraian lingkungan hidup dan sumberdaya alam. Kebijakan dan strategi operasional yang sangat diperlukan seperti

    PERTANIAN AGRICULTURE

    investasi dan pembiayaan, manajemen pertanahan dan tata ruang, infrastruktur, sumberdaya manusia, riset dan teknologi, kebijakan perdagangan yang adil dan transparan, promosi dan pemasaran, perpajakan dan retribusi, dukungan langsung bagi petani-pekebun dan agroindustrialisasi pedesaan.

    Jika selama ini perhatian Pemerintah Provinsi NTB hanya diberikan pada beberapa komoditas unggulan saja, maka diperlukan kebijakan yang dapat mendukung pengembangan komoditas perkebunan lainnya agar dapat terus meningkatkan perekonomian masyarakat. Selain itu juga diperlukan kebijakan-kebijakan untuk mendorong kelembagaan publik di bidang perkebunan utamanya yang mencakup dalam lingkup perekonomian yang inklusif dengan kesejahtraan masyarakat.Upaya nyata dari pemerintah adalah faktor penenti keberhasilan revitalisasi sektor perkebunan di NTB. Sinergi antar berbagai sektor dan badan pemerintah sangat diperlukan dalam mengembangkan sektor perkebunan ini. Sebaiknya semua pihak dapat saring rangkul jika memang ingin NTB lebih maju lagi dan berdaya saing.

    Seperti yang ditulis oleh Wilson Therik (2010), perusahaan daerah perlu berada di garis depan, dengan dukungan koperasi komoditi di belakangnya. Investor berskala menengah dan besar dipersilakan berinvestasi agar tercipta daya saing yang dapat meningkatkan kinerja perusahaan daerah dan koperasi. Tidak hanya pada sektor perkebunan, pada sektor lainnya investor selayaknya dipandang sebagai teman yang perlu dirangkul untuk menguatkan barisan pembangunan daerah. Pengembangan sektor perkebunan adalah tanggung jawab bersama.

    saranaproduksi usaha pertanian

    pengolahan pemasaran

    Tanaman Pangan,Holtikultura PenangananPerkebunan, Perikanan,Peternakan, dan Kehutanan

    pupuk, pestisida, mesin,peralatan, benih/pakaian,dan transportasi

    Seleksi, Penanganan Pengelolaan,

    pengemasan & pengimpanan

    iklan, promosi,negosiasi dan distribusi

    penelitian dan pengembangan, informasi, pendidikan, pelatihan, penyuluhan, konsultasi, asuransi, dan regulasi

    Sistem Agribisnis di Indonesia (Baga, 2003)

  • Volume V - edisi 63Januari - Februari 20115 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 6

    PESISIR, DI SAAT SIKLUS BADAI DAN GELOMBANG YANG TIDAK

    BERSAHABAT TIBA

    Oleh Medy Ompi

    WHEN THE UNFRIENDLY ARRIVES IN COASTAL REGIONS

    STORM AND WAVE CYCLE

    Salah satu langkah yang perlu diambil dalam aktivitas pembangunan di pesisir dan pulau-pulau adalah mempertimbangkan lokasi-lokasi yang rentan terhadap badai dan gelombang. Penerapan pembatasan ataupun larangan pembangunan di daerah-daerah yang rentan ini juga perlu dilakukan di daerah pegunungan khususnya pada daerah yang rentan mengalami longsor. Selain itu bangunan yang telah berada pada daerah yang rentan perlu memiliki konstruksi yang tahan terhadap terpaan gelombang. Bangunan yang berada dekat daerah rentan sedapat mungkin adalah bangunan yang mudah dipindahkan (knock down) System evakuasi dan tanggap bencana juga mutlak diperlukan di daerah pesisir yang rentan terpaan badai dan gelombang. Ini sangat penting dan dibutuhkan terutama pada daerah-daerah populasi penduduknya terus menigkat.

    Pembangunan pelindung pantai seperti dinding beton, penumpukan batuan, dan pemecah gelombang dapat dipertimbangkan sebagai alternatif-alternatif untuk melindungi pantai dari pengikisan pantai serta resiko lainnya. Namun demikian ada dampak lain yang dapat ditimbulkan oleh adanya konstruksi pelindung-pelindung tersebut, seperti arus balik yang ditimbulkan dapat menggali lebih dalam dan membawa pasir yang ada jauh dari tempat awal, sehingga dapat membuat pantai tersebut menjadi lebih dalam.

    Gelombang-gelombang yang datang tidak searah ataupun severtikal dengan pantai juga dapat terus memacu pengikisan, terlebih pada tempat-tempat yang tidak memiliki pelindung. Dengan demikian diperlukan perlakuan lain seperti dengan membuat semacam saluran dan penyediaan tempat-tempat bebas aktivitas manusia, yang memungkinkan gelombang laut melepaskan energinya. Diperlukan beberapa langkah lain, seperti konstruksi pelindung yang tidak hanya dapat menahan materi-materi pengikisan untuk tetap terendap di daerah tersebut, tetapi juga memperkecil pengikisan di daerah ini. Memang biaya yang diperlukan untuk membangun ini tidaklah sedikit dan dapat membuat pantai kita terlihat tidak alamiah.

    Untuk menghindari efek-efek negatif yang berkepanjangan, maka pembatasan aktivitas-aktivitas, pembuatan konstruksi-konstruksi pelindung pantai, konstruksi bangunan yang tahan badai gelombang, serta mobilitas suatu bangunan, sepertinya belum memadai. Khusus bagi daerah-daerah yang beresiko berbahaya saat badai yang disertai dengan naiknya air laut, serta yang rentan mengalami pengikisan, relokasi aktivitas pembangunan perlu dipertimbangkan. Dalam kondisi ini, kita perlu memahami akan perlunya ruang yang bebas bangunan, sebagai kawasan alami di sepanjang pantai.

    Jarak daerah bebas bangunan dari pantai ke arah daratan bervariasi menurut rata-rata tinggi pasang surut, gelombang, ataupun rata-rata pengikisan sepanjang tahun. Garis hijau dapat menjadi pelindung utama bagi daerah-daerah yang rentan terkena gelombang dan badai, khususnya pada pesisir dengan teluk, selat, dan pulau-pulau, memiliki ragam ekosistem seperti karang, manggrove, serta payau.

    Ekosistem karang dan mangrove yang menjadi garis hijau yang mestinya melindungi populasi penduduk pesisir dari bencana alam, justru terus menerus mengalami kerusakan. Di sulawesi Utara, hanya 5-10% wilayah perairannya yang masih memiliki terumbu karang dengan kondisi sangat baik. Lahan-lahan mangrove, baik yang ada di pesisir maupun di kepulauan, terus dieksploitasi. Saat badai dan gelombang, penduduk daerah pesisir dan kepulauan yang pantainya tetap dilindungi mangrove dan terumbu karangnya baik, boleh berlega hati dan merasa lebih aman dari badai dan hempasan gelombang.

    Menjaga dan merehabilitasi ekosistem mangrove dan karang harus dilakukan. Kita perlu memanfaatkan teknologi dengan bijaksana, dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan, dan budaya lokal. Ini dapat meningkatkan keberhasilan merehabilitasi ekosistem-ekosistem ini. Kebutuhan ruang untuk ragam aktivitas memacu kita untuk menetap di daerah pesisir dan bersinggungan langsung dengan perairan tanpa mempertimbangkan resiko-resiko yang dapat terjadi. Mewaspadai dan mengantisipasi berbagai tantangan hidup di daerah pesisir dengan memahami dinamika alam pesisir dan pulau-pulau dapat membantu kita menentukan solusi dalam mengambil langkah-langkah yang tepat bagi pembangunan di daerah pesisir. Dengan demikian kita dapat memperkecil kegaduhan, kerisauan, terlebih kerugian saat alam laut menunjukkan salah satu karakteristiknya pada siklus yang tidak bersahabat.

    One such step is the identification of vulnerable locations when planning development activities in coastal regions and islands. Establishing boundaries or even bans on development of vulnerable areas is needed and should also be implemented in mountainous areas vulnerable to landslides. Buildings in these regions should also be built so they are storm ‘proof’. Buildings in the vicinity should be easily moveable or collapsible. A evacuation system is absolutely needed in vulnerable areas, especially in areas where the population is growing.

    Protective beach structures such as walls, rock piles and wave breakers can all be weighed as alternatives for coastal and erosion protection. There are also other effects that should be considered if these protective measures are taken, such as the effect on currents, which can reverse and go deeper and carry sand further away, therefore making the water deeper.

    Waves that come at an angle, or vertically, will also cause erosion, especially in unprotected areas. Therefore, perhaps a canal or an area free of human activity can be considered to ensure the waves have a place to expend energy. Protective structures can not only ensure eroded material stays in the area but also can reduce the amount being eroded. However, the amount of money needed for this sort of construction is not insignificant and the structures can also disturb the natural beauty of a beach.

    To avoid long-term negative effects, limitation of activity, protective structures on the beach, storm-proof construction, and building mobile structures, is not sufficient. Especially for regions prone to storm-related flooding and erosion, relocation of activities should be considered. We need to understand the need for development-free areas or nature zones along the coasts.

    The distance of buildings from the beach varies, depending on the height of the tides, waves and the rate of erosion each year. The green line can be the first line of defense for vulnerable regions, especially in places with bays, straits, and on islands, each with diverse ecosystems, including coral, mangroves and brackish areas.

    Coral and mangrove ecosystems are green areas which should protect the coastal populations from natural disasters but are constantly being damaged. In North Sulawesi, only 5-10% of marine areas still have coral in very good condition. Mangroves, in coastal and island regions, are being exploited. People living in coastal areas and islands protected by reefs and mangroves should be relieved and feel safer during storms and wave season.

    Efforts to guard and rehabilitate mangrove and coral ecosystems must be undertaken. We need to use technology wisely but take into account local cultural and environmental conditions. This can boost the success of rehabilitation efforts.

    The need for space drives us to settle in coastal areas without weighing the risks. Being alert and anticipating the obstacles of coastal regions by understanding the dynamics of coastal and islands regions can help us find solutions and take appropriate steps for coastal development. With this we can reduce erosion and damage caused by the ocean when it enters an unfriendly part of its cycle.

    PEMBANGUNAN DAERAH REGIONAL DEVELOPMENT

    udah tak asing lagi bagi masyarakat pesisir mengalami berbagai tantangan yang disebabkan oleh beragam aktivitas di antaranya gelombang dan badai sebagai bagian dari proses-proses alamiah. S

    Menjadi pemandangan yang indah dan menyejukkan jika air laut begitu tenang dengan angin yang sepoi-sepoi, namun sebaliknya angin yang bertiup dengan keras serta gelombang yang tinggi terasa sangat tidak menyenangkan yang terjadi di pesisir kita. Adanya siklus angin yang bertiup dengan kuat yang disertai dengan badai di Sulawesi Utara biasanya terjadi pada bulan Desember sampai dengan Februari.

    Tingginya aktivitas di wilayah pesisir, seperti juga yang di kepulauan, saat angin yang bertiup dengan kuat disertai dengan tingginya gelombang, yang menghempas ke pantai, tidak hanya dapat menghentikan aktivitas yang ada di pesisir, tetapi secara bersamaan dapat menghancurkan pembangunan yang ada di daerah-daerah ini. Badai dan gelombang ini adalah suatu fenomena alam, yang dapat terjadi secara musiman.

    Badai disertai dengan gelombang ini berakibat pada naiknya air laut ke daerah-daerah pemukiman yang tinggi permukaan daratannya hampir sama dengan ketinggian air laut, ataupun menerpa ragam aktivitas yang berhubungan langsung dengan perairan. Terpaan gelombang dan banjir ini tidak hanya merusak pemukiman-pemukiman yang ada, tetapi juga menyebabkan kerugian bagi penduduk yang tinggal di wilayah ini. Badai yang terjadi pada Desember 2008 hingga Februari 2009 telah merusak beberapa bangunan yang berada di pantai Kalasei, Kabupaten Minahasa, di Sulawesi Utara. Kerusakan bangunan terjadi juga di sepanjang pantai Desa Matani, Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan, Belang Kabupaten Minahasa Tenggara, serta Tagulandang, Kabupaten Sitaro, pada waktu yang bersamaan.

    Fenomena alam yang tidak kalah pentingnya yang biasa terjadi di pesisir adalah adanya penambahan, pengecilan, ataupun hilangnya lahan sebagai akibat dari interaksi yang kompleks di antara angin, gelombang, dan juga transportasi materi di daerah pesisir. Sistem gelombang yang menyebabkan adanya arus sepanjang pantai adalah gelombang yang mendekati pantai dengan sudut yang tidak horisonatal dan juga vertikal. Pergerakan massa air ini dapat menyebabkan pengikisan daratan atau penambahan daratan, dan dapat dikurangi dengan kehadiran pemecah gelombang yang dibangun di pantai.

    Kita perlu memahami dinamika daerah pesisir, agar dapat menjadikannya sebagai bagian penting dalam beraktivitas, dan mengurangi kerusakan yang dapat terjadi masa yang akan datang. Diperlukan langkah-langkah untuk mengantisipasi apa yang dapat terjadi di siklus badai dan gelombang yang tidak bersahabat di masa-masa yang akan datang.

    It’s well known that coastal communities experience many challenges directly caused by storms and waves and other natural processes. The views by the seaside are beautiful and it’s cool with gentle breezes when the sea is calm , but when the wind blows hard and the waves are big, it’s not pleasant for those on our coasts. The strong wind and storm cycle in Sulawesi Utara falls in the months of December and February.

    There is a high level of activity on the coast and the islands; when the wind and waves arrive they don’t only affect these activities but also damage existing development in these regions. Tropical storms and waves are natural phenomena that occur seasonally.

    The storms and the waves raise the level of water in settled areas, which are usually at sea level, and directly affect water-related activities. The waves and floods don’t only damage houses but also cost the residents of these areas greatly. The storms between December 2008 and February 2009 destroyed buildings on Kalasei Beach, Minahasa District, Sulawesi Utara. The damage also occurred along the beaches of Matani, Amurang, in Minahasa Selatan District, Belang in Minahasa Tenggara District, and Tagulandang, in Sitaro District, at the same time.

    A natural phenomenon of similar importance that occurs in coastal areas is the addition, reduction, or loss of land as a result of the complex interaction between wind, waves, and as a result of excavation and extraction of materials from coastal areas.

    The wave system that can cause a beach-long current is one that approaches a beach from a non-horizontal angle and is also vertical. This mass movement of water causes land erosion or deposit and can be decreased by installing breakers .

    We need to understand the dynamics of coastal regions in order to include them in our activities and reduce damage that will occur in the future. Steps are needed to anticipate the storm and wave cycle in the future.

    Penulis adalah staff Laboratori Biologi Kelautan, Fakultas Perikanan & Ilmu kelautanUniversitas Sam Ratulangi, Manado/ The writer is a staff member of the Marine Biology Laboratory, Marine and Fisheries Faculty, Sam Ratulangi University, Manado. email : [email protected]

    PESISIR, DI SAAT SIKLUS BADAI DAN GELOMBANG YANG TIDAK

    BERSAHABAT TIBA

  • Volume V - edisi 63Januari - Februari 20115 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 6

    PESISIR, DI SAAT SIKLUS BADAI DAN GELOMBANG YANG TIDAK

    BERSAHABAT TIBA

    Oleh Medy Ompi

    WHEN THE UNFRIENDLY ARRIVES IN COASTAL REGIONS

    STORM AND WAVE CYCLE

    Salah satu langkah yang perlu diambil dalam aktivitas pembangunan di pesisir dan pulau-pulau adalah mempertimbangkan lokasi-lokasi yang rentan terhadap badai dan gelombang. Penerapan pembatasan ataupun larangan pembangunan di daerah-daerah yang rentan ini juga perlu dilakukan di daerah pegunungan khususnya pada daerah yang rentan mengalami longsor. Selain itu bangunan yang telah berada pada daerah yang rentan perlu memiliki konstruksi yang tahan terhadap terpaan gelombang. Bangunan yang berada dekat daerah rentan sedapat mungkin adalah bangunan yang mudah dipindahkan (knock down) System evakuasi dan tanggap bencana juga mutlak diperlukan di daerah pesisir yang rentan terpaan badai dan gelombang. Ini sangat penting dan dibutuhkan terutama pada daerah-daerah populasi penduduknya terus menigkat.

    Pembangunan pelindung pantai seperti dinding beton, penumpukan batuan, dan pemecah gelombang dapat dipertimbangkan sebagai alternatif-alternatif untuk melindungi pantai dari pengikisan pantai serta resiko lainnya. Namun demikian ada dampak lain yang dapat ditimbulkan oleh adanya konstruksi pelindung-pelindung tersebut, seperti arus balik yang ditimbulkan dapat menggali lebih dalam dan membawa pasir yang ada jauh dari tempat awal, sehingga dapat membuat pantai tersebut menjadi lebih dalam.

    Gelombang-gelombang yang datang tidak searah ataupun severtikal dengan pantai juga dapat terus memacu pengikisan, terlebih pada tempat-tempat yang tidak memiliki pelindung. Dengan demikian diperlukan perlakuan lain seperti dengan membuat semacam saluran dan penyediaan tempat-tempat bebas aktivitas manusia, yang memungkinkan gelombang laut melepaskan energinya. Diperlukan beberapa langkah lain, seperti konstruksi pelindung yang tidak hanya dapat menahan materi-materi pengikisan untuk tetap terendap di daerah tersebut, tetapi juga memperkecil pengikisan di daerah ini. Memang biaya yang diperlukan untuk membangun ini tidaklah sedikit dan dapat membuat pantai kita terlihat tidak alamiah.

    Untuk menghindari efek-efek negatif yang berkepanjangan, maka pembatasan aktivitas-aktivitas, pembuatan konstruksi-konstruksi pelindung pantai, konstruksi bangunan yang tahan badai gelombang, serta mobilitas suatu bangunan, sepertinya belum memadai. Khusus bagi daerah-daerah yang beresiko berbahaya saat badai yang disertai dengan naiknya air laut, serta yang rentan mengalami pengikisan, relokasi aktivitas pembangunan perlu dipertimbangkan. Dalam kondisi ini, kita perlu memahami akan perlunya ruang yang bebas bangunan, sebagai kawasan alami di sepanjang pantai.

    Jarak daerah bebas bangunan dari pantai ke arah daratan bervariasi menurut rata-rata tinggi pasang surut, gelombang, ataupun rata-rata pengikisan sepanjang tahun. Garis hijau dapat menjadi pelindung utama bagi daerah-daerah yang rentan terkena gelombang dan badai, khususnya pada pesisir dengan teluk, selat, dan pulau-pulau, memiliki ragam ekosistem seperti karang, manggrove, serta payau.

    Ekosistem karang dan mangrove yang menjadi garis hijau yang mestinya melindungi populasi penduduk pesisir dari bencana alam, justru terus menerus mengalami kerusakan. Di sulawesi Utara, hanya 5-10% wilayah perairannya yang masih memiliki terumbu karang dengan kondisi sangat baik. Lahan-lahan mangrove, baik yang ada di pesisir maupun di kepulauan, terus dieksploitasi. Saat badai dan gelombang, penduduk daerah pesisir dan kepulauan yang pantainya tetap dilindungi mangrove dan terumbu karangnya baik, boleh berlega hati dan merasa lebih aman dari badai dan hempasan gelombang.

    Menjaga dan merehabilitasi ekosistem mangrove dan karang harus dilakukan. Kita perlu memanfaatkan teknologi dengan bijaksana, dengan mempertimbangkan kondisi lingkungan, dan budaya lokal. Ini dapat meningkatkan keberhasilan merehabilitasi ekosistem-ekosistem ini. Kebutuhan ruang untuk ragam aktivitas memacu kita untuk menetap di daerah pesisir dan bersinggungan langsung dengan perairan tanpa mempertimbangkan resiko-resiko yang dapat terjadi. Mewaspadai dan mengantisipasi berbagai tantangan hidup di daerah pesisir dengan memahami dinamika alam pesisir dan pulau-pulau dapat membantu kita menentukan solusi dalam mengambil langkah-langkah yang tepat bagi pembangunan di daerah pesisir. Dengan demikian kita dapat memperkecil kegaduhan, kerisauan, terlebih kerugian saat alam laut menunjukkan salah satu karakteristiknya pada siklus yang tidak bersahabat.

    One such step is the identification of vulnerable locations when planning development activities in coastal regions and islands. Establishing boundaries or even bans on development of vulnerable areas is needed and should also be implemented in mountainous areas vulnerable to landslides. Buildings in these regions should also be built so they are storm ‘proof’. Buildings in the vicinity should be easily moveable or collapsible. A evacuation system is absolutely needed in vulnerable areas, especially in areas where the population is growing.

    Protective beach structures such as walls, rock piles and wave breakers can all be weighed as alternatives for coastal and erosion protection. There are also other effects that should be considered if these protective measures are taken, such as the effect on currents, which can reverse and go deeper and carry sand further away, therefore making the water deeper.

    Waves that come at an angle, or vertically, will also cause erosion, especially in unprotected areas. Therefore, perhaps a canal or an area free of human activity can be considered to ensure the waves have a place to expend energy. Protective structures can not only ensure eroded material stays in the area but also can reduce the amount being eroded. However, the amount of money needed for this sort of construction is not insignificant and the structures can also disturb the natural beauty of a beach.

    To avoid long-term negative effects, limitation of activity, protective structures on the beach, storm-proof construction, and building mobile structures, is not sufficient. Especially for regions prone to storm-related flooding and erosion, relocation of activities should be considered. We need to understand the need for development-free areas or nature zones along the coasts.

    The distance of buildings from the beach varies, depending on the height of the tides, waves and the rate of erosion each year. The green line can be the first line of defense for vulnerable regions, especially in places with bays, straits, and on islands, each with diverse ecosystems, including coral, mangroves and brackish areas.

    Coral and mangrove ecosystems are green areas which should protect the coastal populations from natural disasters but are constantly being damaged. In North Sulawesi, only 5-10% of marine areas still have coral in very good condition. Mangroves, in coastal and island regions, are being exploited. People living in coastal areas and islands protected by reefs and mangroves should be relieved and feel safer during storms and wave season.

    Efforts to guard and rehabilitate mangrove and coral ecosystems must be undertaken. We need to use technology wisely but take into account local cultural and environmental conditions. This can boost the success of rehabilitation efforts.

    The need for space drives us to settle in coastal areas without weighing the risks. Being alert and anticipating the obstacles of coastal regions by understanding the dynamics of coastal and islands regions can help us find solutions and take appropriate steps for coastal development. With this we can reduce erosion and damage caused by the ocean when it enters an unfriendly part of its cycle.

    PEMBANGUNAN DAERAH REGIONAL DEVELOPMENT

    udah tak asing lagi bagi masyarakat pesisir mengalami berbagai tantangan yang disebabkan oleh beragam aktivitas di antaranya gelombang dan badai sebagai bagian dari proses-proses alamiah. S

    Menjadi pemandangan yang indah dan menyejukkan jika air laut begitu tenang dengan angin yang sepoi-sepoi, namun sebaliknya angin yang bertiup dengan keras serta gelombang yang tinggi terasa sangat tidak menyenangkan yang terjadi di pesisir kita. Adanya siklus angin yang bertiup dengan kuat yang disertai dengan badai di Sulawesi Utara biasanya terjadi pada bulan Desember sampai dengan Februari.

    Tingginya aktivitas di wilayah pesisir, seperti juga yang di kepulauan, saat angin yang bertiup dengan kuat disertai dengan tingginya gelombang, yang menghempas ke pantai, tidak hanya dapat menghentikan aktivitas yang ada di pesisir, tetapi secara bersamaan dapat menghancurkan pembangunan yang ada di daerah-daerah ini. Badai dan gelombang ini adalah suatu fenomena alam, yang dapat terjadi secara musiman.

    Badai disertai dengan gelombang ini berakibat pada naiknya air laut ke daerah-daerah pemukiman yang tinggi permukaan daratannya hampir sama dengan ketinggian air laut, ataupun menerpa ragam aktivitas yang berhubungan langsung dengan perairan. Terpaan gelombang dan banjir ini tidak hanya merusak pemukiman-pemukiman yang ada, tetapi juga menyebabkan kerugian bagi penduduk yang tinggal di wilayah ini. Badai yang terjadi pada Desember 2008 hingga Februari 2009 telah merusak beberapa bangunan yang berada di pantai Kalasei, Kabupaten Minahasa, di Sulawesi Utara. Kerusakan bangunan terjadi juga di sepanjang pantai Desa Matani, Amurang, Kabupaten Minahasa Selatan, Belang Kabupaten Minahasa Tenggara, serta Tagulandang, Kabupaten Sitaro, pada waktu yang bersamaan.

    Fenomena alam yang tidak kalah pentingnya yang biasa terjadi di pesisir adalah adanya penambahan, pengecilan, ataupun hilangnya lahan sebagai akibat dari interaksi yang kompleks di antara angin, gelombang, dan juga transportasi materi di daerah pesisir. Sistem gelombang yang menyebabkan adanya arus sepanjang pantai adalah gelombang yang mendekati pantai dengan sudut yang tidak horisonatal dan juga vertikal. Pergerakan massa air ini dapat menyebabkan pengikisan daratan atau penambahan daratan, dan dapat dikurangi dengan kehadiran pemecah gelombang yang dibangun di pantai.

    Kita perlu memahami dinamika daerah pesisir, agar dapat menjadikannya sebagai bagian penting dalam beraktivitas, dan mengurangi kerusakan yang dapat terjadi masa yang akan datang. Diperlukan langkah-langkah untuk mengantisipasi apa yang dapat terjadi di siklus badai dan gelombang yang tidak bersahabat di masa-masa yang akan datang.

    It’s well known that coastal communities experience many challenges directly caused by storms and waves and other natural processes. The views by the seaside are beautiful and it’s cool with gentle breezes when the sea is calm , but when the wind blows hard and the waves are big, it’s not pleasant for those on our coasts. The strong wind and storm cycle in Sulawesi Utara falls in the months of December and February.

    There is a high level of activity on the coast and the islands; when the wind and waves arrive they don’t only affect these activities but also damage existing development in these regions. Tropical storms and waves are natural phenomena that occur seasonally.

    The storms and the waves raise the level of water in settled areas, which are usually at sea level, and directly affect water-related activities. The waves and floods don’t only damage houses but also cost the residents of these areas greatly. The storms between December 2008 and February 2009 destroyed buildings on Kalasei Beach, Minahasa District, Sulawesi Utara. The damage also occurred along the beaches of Matani, Amurang, in Minahasa Selatan District, Belang in Minahasa Tenggara District, and Tagulandang, in Sitaro District, at the same time.

    A natural phenomenon of similar importance that occurs in coastal areas is the addition, reduction, or loss of land as a result of the complex interaction between wind, waves, and as a result of excavation and extraction of materials from coastal areas.

    The wave system that can cause a beach-long current is one that approaches a beach from a non-horizontal angle and is also vertical. This mass movement of water causes land erosion or deposit and can be decreased by installing breakers .

    We need to understand the dynamics of coastal regions in order to include them in our activities and reduce damage that will occur in the future. Steps are needed to anticipate the storm and wave cycle in the future.

    Penulis adalah staff Laboratori Biologi Kelautan, Fakultas Perikanan & Ilmu kelautanUniversitas Sam Ratulangi, Manado/ The writer is a staff member of the Marine Biology Laboratory, Marine and Fisheries Faculty, Sam Ratulangi University, Manado. email : [email protected]

    PESISIR, DI SAAT SIKLUS BADAI DAN GELOMBANG YANG TIDAK

    BERSAHABAT TIBA

  • Volume V - edisi 63Januari - Februari 20117 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 8

    Lestari. Kedua pola kemitraan itu adalah pola inti plasma dan pola dagang umum.

    Pola inti plasma adalah pola kemitraan dimana usaha menengah/besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil bertindak sebagai plasma. Peran perusahaan inti, dalam hal ini Lembaga Mina Karya Lestari, adalah menyediakan sarana produksi dan memberikan bimbingan. Sedangkan kelompok nelayan jaring apung menyediakan bahan baku yang dibutuhkan oleh usaha besar sebagai inti. Oleh karenanya dalam model inti plasma ada saling ketergantungan dan saling menguntungkan.

    Sedikit berbeda dengan pola inti plasma, kemitraan dengan pola dagang umum dibangun atas dasar kesepakatan antara pembeli dan penjual dimana perusahaan yang satu berperan sebagai pembeli dan perusahaan yang lain berperan sebagai penjual. Kemitraan antara Lembaga Mina Karya Lestari dengan

    beberapa kelompok nelayan keramba jaring apung juga mengadopsi pola ini. Hasil tangkapan bibit anggota kelompok dijual kepada ketua kelompok untuk dibesarkan dan pada saat panen ketua kelompok nelayan menjual hasil panennya kepada Lembaga Mina Karya Lestari.

    Pada masa yang akan datang, kemitraan antara Lembaga Mina Karya Lestari dan berbagai kelompok nelayan jaring apung akan terus berupaya meningkatkan produksi dengan cara menambah unit porduksi dan meningkatkan kapasitas nelayan melalui berbagai pelatihan budidaya dan pemasaran. Pengurus lembaga maupun anggota kelompok nelayan meyakini bahwa nelayan merupakan salah satu unsur penggerak ekonomi perikanan yang perlu mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah namun perlu dibarengi dengan upaya-upaya swadaya untuk meningkatkan kualitas produksi perikanan dan kesejahteraan masyarakat.

    emenang Hadiah Nobel bidang Perdamaian tahun 2007 Al Gore telah berkunjung ke Indonesia. Bertempat di Jakarta, pada 8 - 10 Januari 2011, beliau memberikan pelatihan tentang penanganan perubahan iklim bagi peserta dari kawasan Asia Pasifik.

    Bagi Al Gore yang mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, ini adalah kali pertama baginya memberi pelatihan tentang perubahan iklim di Indonesia. Di kawasan Asia Pasifik, sebelumnya beliau melatih di Melbourne, Beijing dan New

    Delhi. Bersama beberapa pakar pakar internasional lainnya seperti Dr. Hanry Pollack, Al Gore memberi pelatihan yang diselenggarakan oleh The Climate Project Indonesia.

    Pelatihan ini diikuti 350 individu yang terseleksi dari 21 negara. Profesi dan aktivitas mereka beragam, mulai dari akademisi, aktivis lingkungan, artis, pengusaha, pejabat pemerintah, mahasiswa dan lainnya. Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta menyandang predikat The Climate Project Presenter dan berkewajiban memberi pemahaman ke warga

    tentang dampak dan upaya menghadapi perubahan iklim di lingkungan masing-masing.

    Salah satu peserta utusan Indonesia, Marlon Kamagi yang juga adalah anggota Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JIKTI) akan bergabung dengan gerakan akar rumput bercorak global. Tujuan gerakan ini adalah membangkitkan kembali fokus dan respon kawasan Asia Pasifik terhadap mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

    Setelah mengikuti pelatihan ini Marlon berharap dapat memberi inspirasi, menciptakan perubahan dan membantu warga dari dampak negatif perubahan iklim di Sulawesi Utara. Bersama dengan the grEEn foundation Sulut, sebuah lembaga independen yang bergerak dalam

    bidang pongelolaan limbah organik dan pemberdayaan masyarakat, Marlon akan mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengatasi bencana iklim melalui kegiatan yang dapat berdampak langsung kepada masyarakat dengan memanfaatkan limbah organik menjadi produk yang bermanfaat dan ramah lingkungan.

    KEMITRAAN ANTARA KELOMPOK NELAYAN KERAMBA JARING APUNG DENGAN LEMBAGA MINA KARYA LESTARIDI POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT

    udah menjadi fakta bahwa 70 persen nelayan hidup dengan pendapatan dan tingkat kesejahteraan yang masih rendah atau dikategorikan miskin (Kusuma, S

    2004). Kemiskinan yang dimaksud terjadi karena beberapa sebab. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya akses terhadap modal dan tidak adanya link kerjasama dengan stakeholder yang dapat membantu proses perkembangan pengetahuan maupun teknologi. Nasib yang sama juga dialami nelayan di Kelurahan Wattang, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar. Bedanya, para nelayan di daerah ini ingin mengakhiri siklus kemiskinan dengan cara yang unik, yaitu dengan membangun kemitraan.

    Pada tahun 2003 nelayan di Kelurahan Wattang bermitra dengan Lembaga Mina Karya Lestari. Model kemitraan diyakini mereka sebagai sebuah cara kerjasama yang dibangun atas dasar saling menguntungkan dan menjadi salah satu solusi menjawab ketimpangan sosial ekonomi yang dialami. Kemitraan ini pun kemudian memanfaatkan potensi ikan kerapu dengan metode keramba jaring apung.

    Lembaga Mina Karya Lestari merupakan lembaga swadaya masyarakat yang lahir dari keinginan masyarakat nelayan di Kelurahan Wattang. Kehadiran lembaga ini diprakarsai oleh Jufri (42) seorang pemilik warung bernama Kopi Dangdut yang dirintisnya sejak tahun 1990. Tahun 1992 Jufri mulai menggeluti ke usaha perikanan dengan menjadi pedagang perantara yang menyalurkan teripang di Makassar.

    Setelah usahanya berjalan selama enam bulan, lahirlah ide untuk berusaha secara berkelompok. Pada tahun 1996, Jufri melakuan survey lokasi di perairan Sulawesi Barat b e r s a m a b e b e r a p a n e l a y a n s e t e m p a t u n t u k mengindetifikasi potensi komoditas perikanan laut di Sulawesi Barat. Dua tahun kemudian, Jufri mengajak nelayan setempat bekerja sama mengekspor hasil laut dengan mendirikan CV. Plaminggo. Usaha mereka diawali dengan berdagang udang dan ikan hidup yang memiliki

    nilai ekonomi tinggi seperti kerapu. Jufri pun menjadi koordinator pembeli ikan hidup di Polewali Mandar.

    Sayang sekali, CV Plaminggu tidak bertahan lama. Konflik internal membuat perusahaan itu terpaksa gulung tikar di tahun 2000. Sejak itu, Jufri yang pantang menyerah kembali membangun perusahaan dan merintis beberapa kerja sama lain. Tiga tahun kemudian, permintaan komoditas ikan hidup jenis kerapu meningkat tajam. Tingginya permintaan ikan kerapu mendorong Jufri untuk merintis kelompok usaha nelayan untuk meningkatkan kapasitas wirausaha mereka sekaligus mendekatkan mereka dengan akses permodalan. Kelompok usaha inilah yang menjadi cikal bakal Lembaga Mina Karya Lestari.

    Merasakan manfaat berusaha dalam kelompok, pada tahun 2003 Lembaga Mina Karya Lestari kemudian membentuk Kelompok Nelayan Keramba Jaring Apung. Sebelumnya kelompok nelayan ini adalah nelayan tangkap yang sangat tradisional. Mereka sangat bergantung pada kondisi alam dan alat tangkap yang sangat sederhana.

    Pada awalnya, kelompok nelayan yang pertama kali terbentuk adalah kelompok nelayan yang hanya berorientasi penangkapan ikan semata. Namun kemiskinan yang menghimpit dan keterbatasan mereka untuk menambah pendapatan pada musim tertentu mendorong m e r e k a u n t u k m e n i n g k a t k a n k a p a s i t a s d a n mengembangkan jaringan mereka. Bersamaan dengan itu, Lembaga Mina Karya Lestari juga terus mendorong terbentuknya kelompok-kelompok nelayan keramba jaring apung lainnya seperti kelompok Sumber Rezeki pada tahun yang sama, dan pada tahun berikutnya Karya Bersama, Tangnga-Tangnga, dan Kebun Laut.

    Kelompok-kelompok nelayan kelompok jaring apung ini meyakini dengan bermitra dengan Lembaga Mina Karya Lestari, meeka dapat mengembangkan diri agar mampu memanfaatkan potensi laut dengan lebih baik. Dalam membina kelompok nelayan jaring apung, terdapat dua pola kemitraan yang dijalankan oleh Lembaga Mina Karya

    Oleh Ahdiat, S.Pi

    Penulis aktif dalam mengelola berbagai pelatihan kemahasiswaan dan kemasyarakatan di Lembaga Margin Society Institute (MSI) dan Forum Komunikasi Pemuda Majene (FKPM) dan dapat dihubungi pada:Website : http://www.kacocicci.blogspot.com/http://marginsociety.blogspot.com/http://fkpmmajene.blogspot.com/

    PEMBERDAYAAN MASYARAKAT COMMUNITY EMPOWERMENT

    Al Gore Melatih Presenter Penanganan Perubahan Iklim

    P

    www.facebook.com/tcpindonesia atau email: [email protected]

  • Volume V - edisi 63Januari - Februari 20117 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 8

    Lestari. Kedua pola kemitraan itu adalah pola inti plasma dan pola dagang umum.

    Pola inti plasma adalah pola kemitraan dimana usaha menengah/besar bertindak sebagai inti dan usaha kecil bertindak sebagai plasma. Peran perusahaan inti, dalam hal ini Lembaga Mina Karya Lestari, adalah menyediakan sarana produksi dan memberikan bimbingan. Sedangkan kelompok nelayan jaring apung menyediakan bahan baku yang dibutuhkan oleh usaha besar sebagai inti. Oleh karenanya dalam model inti plasma ada saling ketergantungan dan saling menguntungkan.

    Sedikit berbeda dengan pola inti plasma, kemitraan dengan pola dagang umum dibangun atas dasar kesepakatan antara pembeli dan penjual dimana perusahaan yang satu berperan sebagai pembeli dan perusahaan yang lain berperan sebagai penjual. Kemitraan antara Lembaga Mina Karya Lestari dengan

    beberapa kelompok nelayan keramba jaring apung juga mengadopsi pola ini. Hasil tangkapan bibit anggota kelompok dijual kepada ketua kelompok untuk dibesarkan dan pada saat panen ketua kelompok nelayan menjual hasil panennya kepada Lembaga Mina Karya Lestari.

    Pada masa yang akan datang, kemitraan antara Lembaga Mina Karya Lestari dan berbagai kelompok nelayan jaring apung akan terus berupaya meningkatkan produksi dengan cara menambah unit porduksi dan meningkatkan kapasitas nelayan melalui berbagai pelatihan budidaya dan pemasaran. Pengurus lembaga maupun anggota kelompok nelayan meyakini bahwa nelayan merupakan salah satu unsur penggerak ekonomi perikanan yang perlu mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah namun perlu dibarengi dengan upaya-upaya swadaya untuk meningkatkan kualitas produksi perikanan dan kesejahteraan masyarakat.

    emenang Hadiah Nobel bidang Perdamaian tahun 2007 Al Gore telah berkunjung ke Indonesia. Bertempat di Jakarta, pada 8 - 10 Januari 2011, beliau memberikan pelatihan tentang penanganan perubahan iklim bagi peserta dari kawasan Asia Pasifik.

    Bagi Al Gore yang mantan Wakil Presiden Amerika Serikat, ini adalah kali pertama baginya memberi pelatihan tentang perubahan iklim di Indonesia. Di kawasan Asia Pasifik, sebelumnya beliau melatih di Melbourne, Beijing dan New

    Delhi. Bersama beberapa pakar pakar internasional lainnya seperti Dr. Hanry Pollack, Al Gore memberi pelatihan yang diselenggarakan oleh The Climate Project Indonesia.

    Pelatihan ini diikuti 350 individu yang terseleksi dari 21 negara. Profesi dan aktivitas mereka beragam, mulai dari akademisi, aktivis lingkungan, artis, pengusaha, pejabat pemerintah, mahasiswa dan lainnya. Setelah mengikuti pelatihan ini, peserta menyandang predikat The Climate Project Presenter dan berkewajiban memberi pemahaman ke warga

    tentang dampak dan upaya menghadapi perubahan iklim di lingkungan masing-masing.

    Salah satu peserta utusan Indonesia, Marlon Kamagi yang juga adalah anggota Jaringan Peneliti Kawasan Timur Indonesia (JIKTI) akan bergabung dengan gerakan akar rumput bercorak global. Tujuan gerakan ini adalah membangkitkan kembali fokus dan respon kawasan Asia Pasifik terhadap mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.

    Setelah mengikuti pelatihan ini Marlon berharap dapat memberi inspirasi, menciptakan perubahan dan membantu warga dari dampak negatif perubahan iklim di Sulawesi Utara. Bersama dengan the grEEn foundation Sulut, sebuah lembaga independen yang bergerak dalam

    bidang pongelolaan limbah organik dan pemberdayaan masyarakat, Marlon akan mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengatasi bencana iklim melalui kegiatan yang dapat berdampak langsung kepada masyarakat dengan memanfaatkan limbah organik menjadi produk yang bermanfaat dan ramah lingkungan.

    KEMITRAAN ANTARA KELOMPOK NELAYAN KERAMBA JARING APUNG DENGAN LEMBAGA MINA KARYA LESTARIDI POLEWALI MANDAR, SULAWESI BARAT

    udah menjadi fakta bahwa 70 persen nelayan hidup dengan pendapatan dan tingkat kesejahteraan yang masih rendah atau dikategorikan miskin (Kusuma, S

    2004). Kemiskinan yang dimaksud terjadi karena beberapa sebab. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya akses terhadap modal dan tidak adanya link kerjasama dengan stakeholder yang dapat membantu proses perkembangan pengetahuan maupun teknologi. Nasib yang sama juga dialami nelayan di Kelurahan Wattang, Kecamatan Polewali, Kabupaten Polewali Mandar. Bedanya, para nelayan di daerah ini ingin mengakhiri siklus kemiskinan dengan cara yang unik, yaitu dengan membangun kemitraan.

    Pada tahun 2003 nelayan di Kelurahan Wattang bermitra dengan Lembaga Mina Karya Lestari. Model kemitraan diyakini mereka sebagai sebuah cara kerjasama yang dibangun atas dasar saling menguntungkan dan menjadi salah satu solusi menjawab ketimpangan sosial ekonomi yang dialami. Kemitraan ini pun kemudian memanfaatkan potensi ikan kerapu dengan metode keramba jaring apung.

    Lembaga Mina Karya Lestari merupakan lembaga swadaya masyarakat yang lahir dari keinginan masyarakat nelayan di Kelurahan Wattang. Kehadiran lembaga ini diprakarsai oleh Jufri (42) seorang pemilik warung bernama Kopi Dangdut yang dirintisnya sejak tahun 1990. Tahun 1992 Jufri mulai menggeluti ke usaha perikanan dengan menjadi pedagang perantara yang menyalurkan teripang di Makassar.

    Setelah usahanya berjalan selama enam bulan, lahirlah ide untuk berusaha secara berkelompok. Pada tahun 1996, Jufri melakuan survey lokasi di perairan Sulawesi Barat b e r s a m a b e b e r a p a n e l a y a n s e t e m p a t u n t u k mengindetifikasi potensi komoditas perikanan laut di Sulawesi Barat. Dua tahun kemudian, Jufri mengajak nelayan setempat bekerja sama mengekspor hasil laut dengan mendirikan CV. Plaminggo. Usaha mereka diawali dengan berdagang udang dan ikan hidup yang memiliki

    nilai ekonomi tinggi seperti kerapu. Jufri pun menjadi koordinator pembeli ikan hidup di Polewali Mandar.

    Sayang sekali, CV Plaminggu tidak bertahan lama. Konflik internal membuat perusahaan itu terpaksa gulung tikar di tahun 2000. Sejak itu, Jufri yang pantang menyerah kembali membangun perusahaan dan merintis beberapa kerja sama lain. Tiga tahun kemudian, permintaan komoditas ikan hidup jenis kerapu meningkat tajam. Tingginya permintaan ikan kerapu mendorong Jufri untuk merintis kelompok usaha nelayan untuk meningkatkan kapasitas wirausaha mereka sekaligus mendekatkan mereka dengan akses permodalan. Kelompok usaha inilah yang menjadi cikal bakal Lembaga Mina Karya Lestari.

    Merasakan manfaat berusaha dalam kelompok, pada tahun 2003 Lembaga Mina Karya Lestari kemudian membentuk Kelompok Nelayan Keramba Jaring Apung. Sebelumnya kelompok nelayan ini adalah nelayan tangkap yang sangat tradisional. Mereka sangat bergantung pada kondisi alam dan alat tangkap yang sangat sederhana.

    Pada awalnya, kelompok nelayan yang pertama kali terbentuk adalah kelompok nelayan yang hanya berorientasi penangkapan ikan semata. Namun kemiskinan yang menghimpit dan keterbatasan mereka untuk menambah pendapatan pada musim tertentu mendorong m e r e k a u n t u k m e n i n g k a t k a n k a p a s i t a s d a n mengembangkan jaringan mereka. Bersamaan dengan itu, Lembaga Mina Karya Lestari juga terus mendorong terbentuknya kelompok-kelompok nelayan keramba jaring apung lainnya seperti kelompok Sumber Rezeki pada tahun yang sama, dan pada tahun berikutnya Karya Bersama, Tangnga-Tangnga, dan Kebun Laut.

    Kelompok-kelompok nelayan kelompok jaring apung ini meyakini dengan bermitra dengan Lembaga Mina Karya Lestari, meeka dapat mengembangkan diri agar mampu memanfaatkan potensi laut dengan lebih baik. Dalam membina kelompok nelayan jaring apung, terdapat dua pola kemitraan yang dijalankan oleh Lembaga Mina Karya

    Oleh Ahdiat, S.Pi

    Penulis aktif dalam mengelola berbagai pelatihan kemahasiswaan dan kemasyarakatan di Lembaga Margin Society Institute (MSI) dan Forum Komunikasi Pemuda Majene (FKPM) dan dapat dihubungi pada:Website : http://www.kacocicci.blogspot.com/http://marginsociety.blogspot.com/http://fkpmmajene.blogspot.com/

    PEMBERDAYAAN MASYARAKAT COMMUNITY EMPOWERMENT

    Al Gore Melatih Presenter Penanganan Perubahan Iklim

    P

    www.facebook.com/tcpindonesia atau email: [email protected]

  • Volume V - edisi 63Januari - Februari 20119 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 10

    lam yang rapuh akan mengundang bencana yang menghancurkan seluruh kemajuan dan investari pembangunan. AKita bisa melihat atau mungkin merasakan bagaimana bencana

    alam yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir. Kesemuanya itu seharusnya memberikan pelajaran terhadap pentingnya penguatan daya dukung lingkungan seiring dengan pelaksanaan pembangunan.

    Tahun 2007, Direktorat Sumderdaya Alam dan Teknologi Tepat Guna, Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian Dalam Negeri menginisiasi sebuah pilot program yang pada waktu itu bernama PPK-Hijau. Program ini merupakan kerjasama dengan Bank Dunia dengan dukungan dana hibah dari Canadian International Development Agency (CIDA). Setahun kemudian, program ini berganti nama menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat-Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM-LMP) atau PNPM Hijau.

    Operation Wallacea Trust (OWT), sebuah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) pelestarian lingkungan yang misinya ‘Bersama Masyarakat Melestarikan Alam’, mulai akhir tahun 2007 hingga April 2011 mendapat kepercayaan dari Bank Dunia untuk memberikan pendampingan masyarakat dalam pelaksanaan PNPM Hijau. Kegiatan pendampingan diberikan dalam bentuk penyadaran dan pelatihan lingkungan.

    PNPM Hijau dilaksanakan di empat provinsi di Sulawesi, yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat dan Sulawesi Tengara. OWT menjadi pendamping PNPM Hijau di tiga provinsi yaitu Sulawesi Barat (Kabupaten Mamasa), Sulawesi Selatan (Kabupaten Luwu Utara dan Toraja Utara) dan Sulawesi Tenggara (Kabupaten Buton, Muna dan Kolaka). Di Sulawesi Tenggara, terdapat tiga kecamatan yang menjadi lokus PNPM Hijau yaitu Mawasangka, Sampolawa dan Pasarwajo di Kabupaten Buton, Tongkuno, Lawa dan Napabalano di Kabupaten Muna, Ladongi, Baula dan Watubangga di Kabupaten Kolaka.

    A compromised environment invites natural disasters which destroy all progress and development investment. We have all seen or maybe even experienced the natural disasters that occurred in recent years. All of them should teach us lessons on the importance of strengthening environmental capacity in line with development.

    In 2007, the Directorate of National Resources and Appropriate Technology, the Directorate General of Village ad Community Empowerment, Ministry of Home Affairs, initiated a pilot program then called Green-KDP (Kecamatan Development Program). This program was implemented in cooperation between the World Bank through a grant from the Canadian International Development Agency (CIDA). A year later, the program changed its name to the National Program for Community Empowerment- Rural Environment (PNPM-LMP) or Green PNPM.

    Operation Wallacea Trust (OWT), an NGO active in environmental conservation with the mission of “Preserving Nature with the Community”, from the beginning of 2007 to April 2011, was entrusted by the World Bank to provide support to the community during the implementation of Green PNPM. This support is provided in the form of awareness-raising and environmental training.

    Green PNPM is implemented in 4 provinces in Sulawesi: Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat and Sulawesi Tenggara; OWT supports Green PNPM in 3 provinces Sulawesi Barat (Kabupaten Mamasa), Sulawesi Selatan (Kabupaten Luwu Utara and Toraja Utara) and Sulawesi Tenggara (Kabupaten Buton, Muna and Kolaka). In

    Jenis usulan masyarakat yang dapat didanai oleh program PNPM Hijau harus merupakan usulan yang memberikan manfaat bagi pelestarian dan peningkatan daya dukung sumberdaya alam, penggunaan energi terbarukan ramah lingkungan, perbaikan lingkungan yang mampu meningkatkan pendapatan masyarakat. Karena selama ini masyarakat telah terbiasa mengusulkan pembangunan infrastruktur dalam program PNPM Perdesaan, maka dalam PNPM Hijau, OWT membantu masyarakat untuk memutuskan kegiatan terkait dengan pelestarian lingkungan yang dapat mereka usulkan.

    Strategi Penyadaran LingkunganMenumbuhkan kesadaran masyarakat untuk melestarian

    lingkungan bukanlah hal yang mudah. Apalagi memulai suatu hal baru bagi masyarakat miskin di perdesaan. Dengan segala keterbatasannya mereka akan berpikir panjang sebelum memilih kegiatan baru yang belum jelas manfaatnya.

    Secara rutin kami mengadakan penyuluhan dan membangun percontohan untuk menunjukkan manfaat yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat. Sedapat mungkin kami mengupayakan agar contoh yang kami berikan bersifat ramah lingkungan dan meningkatkan pendapatan atau menghemat pengeluaran masyarakat. Dengan demikian ada ketertarikan masyarakat untuk mengembangkan inisiatif percontohan, baik dengan menggunakan biaya sendiri maupun dengan dana dari program PNPM HIjau.

    Setelah melakukan berbagai percontohan perbaikan lingkungan dan teknologi tepat guna dalam pemanfaatan energi terbarukan, kami berhasil meyakinkan masyarakat bahwa usulan pembangunan yang mereka butuhkan adalah bukan semata pembangunan fisik. Kegiatan pembangunan non-fisik pro-pelestarian lingkungan terbukti tidak kalah manfaatnya. Kegiatan ramah lingkungan yang mampu meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat ini kami sebut sebagai Praktik Cerdas.

    Menemukenali Praktik Cerdas Untuk merumuskan berbagai pilihan praktik cerdas, kami perlu

    mengenali betul budaya masyarakat dan potensi alamnya sebelum menawarkan pilihan. Kami melakukan survei pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat sebelum memulai penyadaran lingkungan. Dari survei ini kami mengetahui kebiasaan masyarakat dan latar belakangnya, kapan masyarakat memiliki waktu luang untuk memperhatikan lingkungan, bagaimana praktik beternak, bertani, dan mengelola sumberdaya alam, siapa yang lebih dominan dalam merumuskan pengelolaan sumberdaya alam, dan pada sisi mana masyarakat perlu ditingkatkan kapasitasnya.

    Berikutnya kami melakukan survei untuk menggali potensi dan permasalahan sumberdaya alam desa. Survei ini kami lakukan bersama masyarakat agar mereka mampu mengenali potensi dan permasalahan lingkungan sekaligus memetakannya. Melalui survei ini kami mengetahui potensi sumberdaya alam yang penting di desa.

    Kedua survei di atas, selain bermanfaat dalam merumuskan program perbaikan lingkungan yang bersifat khas di setiap desa sasaran, juga penting sebagai data dasar yang dapat digunakan untuk menilai efektivitas kegiatan penyadaran di kemudian hari.Bebekal hasil analisa data dari kedua survei tersebut kami melakukan kegiatan penyadaran. Kegiatan ini dimulai dari sosialisasi di tingkat kecamatan, penggalian gagasan, musyawarah desa perencanaan, penulisan usulan, verifikasi usulan, hingga penetapan usulan. Kami juga melakukan pembangunan demplot untuk menginspirasi perumusan usulan dalam musyawarah perencanaan pembangunan desa.Sebagai contoh, pada tahun 2009, kami mengetahui seluruh hutan magrove di wilayah pesisir Kecamatan Mawasangka Kabupaten Buton telah rusak. Menyikapi ini kami melakukan penyuluhan tentang pentingnya rehabilitasi hutan mangrove sebagai pelindung

    Sulawesi Tenggara, three sub-districts were the locus of Green PNPM: Mawasangka, Sampolawa and Pasarwajo in Kabupaten Buton; Tongkuno, Lawa and Napabalano in Kabupaten Muna; Ladongi, Baula and Watubangga in Kabupaten Kolaka.

    The community proposals able to be funded through Green PNPM must be in the form of preservation and increased support for natural resources, environmentally-friendly renewable energy and environmental rehabilitation to increase community incomes. Because the community was used to creating proposals for infrastructure through Rural PNPM, OWT helped communities plan activities for environmental conservation that could be submitted to Green PNPM.

    Environmental Awareness Strategy Increasing awareness in the community for environmental

    conservation is not easy; even less so in poor, rural communities. With their many limitations, they think for a long time before choosing an activity without clear benefits.

    We routinely provide advice and develop examples to demonstrate the direct benefits for the community. We try, to the best of our ability, to ensure the examples we provide are environmentally friendly and can increase incomes or help save on costs for the community. With this support, the community expressed interest in developing the pilots, using their own funds and the grants from Green PNPM.

    After demonstrating the ways to rehabilitate the environment and the appropriate technology for renewable energy, we were successful in convincing the community that the proposals for development they needed were more than physical. Non-physical and pro-conservation development activities have been proven to be just as valuable. We call these environmentally friendly activities, which are also able to increase community incomes, Smart Practices.

    Uncovering Smart Practices For these smart practices, we need to properly understand

    the community’s culture and natural potential before offering choices. We created a knowledge, attitude and behavior survey before starting the awareness campaign. From this survey we discovered community habits and backgrounds; when communities had time to dedicate to environmental care; livestock farming and natural resource management practices; who is more dominant in deciding natural resource management; and where the community had to increase capacity.

    Then we implemented a survey to uncover the potential and issues related to village natural resources. We implemented this survey in cooperation with the community so they would learn how to identify their own potential and environmental issues and map them. From the survey we learnt the important natural resource potential in the villages.

    The two surveys, aside from being useful in planning a tailored environmental rehabilitation program for each village, also provided basic data to evaluate the effectiveness of future awareness raising activities.

    Based on the data analysis from the two surveys we implemented awareness activities. This began with socialization at kecamatan level, unearthing of ideas, planning consultations in the villages, proposal writing, proposal verification, and proposal finalization. We also developed sampling plots to inspire proposals during community village planning consultations.

    For example, in 2009, we found out a mangrove forest in the coastal area of Mawasangka, Buton district was damaged. We then began out-reach counseling regarding the importance of

    Oleh Edi Purwanto

    MAINSTREAMING THE GREEN PNPM SMART PRACTICES

    PEMBERDAYAAN MASYARAKAT COMMUNITY EMPOWERMENT

    Mengarusutamakan Praktik Cerdas Green-PNPM

  • Volume V - edisi 63Januari - Februari 20119 Volume V - edisi 63Januari - Februari 2011 10

    lam yang rapuh akan mengundang bencana yang menghancurkan seluruh kemajuan dan investari pembangunan. AKi