Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo...

183

Transcript of Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo...

Page 1: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi
Page 2: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

ISSN 2087-3050

Volume 8

Nomor 2

Edisi Mei 2018

Halaman 1949 - 2126

JURNAL

DINAMIKA BAHARI

POLITEKNIK ILMU PELAYARAN SEMARANG

Jurnal Dinamika Bahari merupakan jurnal berkala dengan bidang ilmu kemaritiman dan

pelayaran yang dimiliki Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang yang terbit dalam 2 kali

setahun, yaitu pada bulan Mei dan Oktober. Jurnal ini memuat hasil penelitian

Pengajar/Dosen serta Taruna Politeknik Ilmu Pelayaran Semarang.

DEWAN REDAKSI

Penanggung Jawab: Irwan

Redaktur: Bharto Ari Raharjo

Wakil Redaktur: A. Agus Tjahjono

Ketua Editor: Vega Fonsula A.

Anggota Editor: Alfi Maryati, Sri Purwantini, Okvita Wahyuni

Reviewer/Penelaah: Sarifuddin, Iksiroh El Husna, Winarno

Design Grafis: Ukien Sri Rejeki, Pritha Kurniasih, Desi Aryani, Atik Baroroh

Anggota: Eka Susanti, Purwanto, Suparmo, Agus Wahyudi, Sabtuti Martikasari, Meti

Rofiani, Aninda Putri Sulistyowati

Alamat Redaksi

Pusat Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat

Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang

Jalan Singosari 2A Semarang, Telp (024) 8311527, Fax (024) 8311529

Email: [email protected]

Page 3: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

ISSN 2087-3050

Volume 8

Nomor 2

Edisi Mei 2018

Halaman 1949-2126

JURNAL

DINAMIKA BAHARI

DAFTAR ISI

1. Aulia Uyun Asalina (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang), Suherman (Dosen

Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Sri Purwantini (Dosen Program Studi KALK

PIP Semarang) ............................................................................................................ 1949

“Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan

Alat-Alat Pemadam Kebakaran di Kapal MT. Pematang”

2. Dwi Antoro (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Sri Purwantini (Dosen

Program Studi KALK PIP Semarang) dan M. Arif Ikhsannudin (Taruna Program Studi

Nautika PIP Semarang) ................................................................................................ 2960

“Analisa Peningkatan Dinas Jaga Di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning”

3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah

(Taruna Program Studi Teknika STIP Jakarta)........................................................... 1978

“Mengoptimalkan Perawatan Komponen-Komponen Pada Sistem Kelistrikan Guna

Mencegah Terjadinya Low Insulation Di Kapal SS. Surya Satsuma”

4. Dwi Maryuana Restu (Taruna Program Studi Teknika PIP Semarang), Abdi Seno (Dosen

Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Andy Wahyu Hermanto (Dosen Program

Studi Teknika PIP Semarang) ..................................................................................... 1982

“Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasion Ketel Uap Di MV. NYK Vega”

5. Kadek Mikewati (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang), Sidrotul Muntaha

(Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Okvita Wahyuni (Dosen Program

Studi KALK PIP Semarang) ........................................................................................ 1992

“Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di

VLGG Pertamina Gas 2”

Page 4: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

6. Vega F. Andromeda (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang) dan Danang Wahyu

Pratama (Taruna Program Studi Nautika PIP Semarang) ........................................... 2011

“Penanganan Bongkar Muat Dengan Craine Kapal Di MV. Oriental Jade”

7. Suwondo (Taruna Program Studi Teknika PIP Semarang), Edy Warsopurnomo (Dosen

Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Ahmad Muchlisin (Taruna Program Studi

Teknika PIP Semarang) ............................................................................................... 2029

“Faktor-faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine MT. Sei

Pakning”

8. Sumarno P.S. (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang), Dwi Prasetyo (Dosen

Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Saiful Hadi Prasetyo (Taruna Program Studi

Teknika PIP Semarang) .............................................................................................. 2045

“Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging

Muatan Kimia Cair”

9. Sarifuddin (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang), Winarno (Dosen Program

Studi KALK Semarang) dan Jijin Arga Saputra (Taruna Program Studi Teknika PIP

Semarang) ................................................................................................................... 2063

“Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di MT.

Gandini Dengan Metode Fishbone”

10. Eko Murdiyanto (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Agus Subardi (Dosen

Program Studi Nautika PIP Semarang) dan I Made Suryadana (Taruna Program Studi

Nautika PIP Semarang) ................................................................................................ 2077

“Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal LCT. Adinda Diza”

11. Agus Hadi P. (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Suwiyadi (Dosen Program

Studi Nautika PIP Semarang) dan Muhammad Reza Wardani (Taruna Program Studi

Nautika PIP Semarang) ................................................................................................ 2093

“Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di MV. San Pedro Bridge”

12. Suwiyadi (Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang), Suherman (Dosen Program

Studi Nautika PIP Semarang) dan Wibowo (Taruna Program Studi Nautika PIP

Semarang) ..................................................................................................................... 2107

“Olah Gerak Kapal MV. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi

Hurricane Matthew”

13. Firdaus Sitepu (Dosen PIP Semarang).......................................................................... 2119

“Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal KN. Bima

Sakti”

Page 5: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1949

OPTIMALISASI PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN ABK

TENTANG PROSEDUR PENGGUNAAN ALAT-ALAT PEMADAM

KEBAKARAN DI KAPAL MT. PEMATANG

Aulia Uyun Asalinaa, Suherman

b dan Sri Purwantini

c

aTaruni (NIT.50134867.N) Program Studi Nautika PIP Semarang

bDosen Program Studi Nautika PIP Semarang cDosen Program Studi KALK PIP Semarang

ABSTRAK

Fire drill merupakan program pelatihan yang wajib dilaksanakan di kapal sesuai

aturan yang terdapat di dalam buku Safety Of Life At Sea (SOLAS) Chapter III Regulation

9.3.4, dan setiap crew kapal harus mempunyai pengetahuan dan keterampilan dalam

pengoperasian alat-alat pemadam kebakaran sesuai aturan Standard Of Training

Certification and Watchkeeping For Seafarer (STCW) tabel A-VI/1-2. Tujuan dari penelitian

ini yaitu, untuk mengetahui bagaimana pengetahuan dan keterampilan anak buah kapal,

selain itu penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui sistem pelatihan yang seharusnya

diterapkan sebagai meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan anak buah kapal dalam

kaitannya dengan prosedur penggunaan alat-alat pemadam kebakaran di kapal MT.

Pematang / P.1021. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif, pengumpulan

data dilakukan dengan wawancara, observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Hasil

penelitian menunjukan bahwa, penyebab utama kegagalan pelaksanaan fire drill di kapal

MT. Pematang / P.1021 adalah kurangnya pengetahuan anak buah kapal terhadap prosedur

penggunaan alat-alat pemadam kebakaran, kurangnya kedisiplinan dan rendahnya

kesadaran tentang bahaya yang dapat ditimbulkan. Upaya-upaya yang diterapkan untuk

meningkatkan pengetahuan dan keterampilan awak kapal dalam kaitannya dengan alat-alat

pemadam kebakaran di kapal MT. Pematang / P.1021 adalah dengan melaksanakan fire drill

secara reguler minimal 1 kali sebulan sesuai aturan yang terdapat di dalam buku Safety Of

Life At Sea, safety movie, familiarisasi alat-alat modern dan solas training, harus

dioptimalkan oleh anak buah kapal.

Kata Kunci : pengetahuan dan keterampilan, ABK, alat-alat pemadam kebakaran

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara maritim

atau kepulauan terbesar di dunia, 2/3

wilayahnya merupakan wilayah lautan.

Indonesia juga sebagai negara yang

mempunyai banyak pulau. Lima pulau

terbesar di Indonesia adalah Pulau Jawa,

Pulau Kalimantan, Pulau Sulawesi, Pulau

Sumatera, dan Pulau Papua. Jumlah pulau

di Indonesia menurut data Departemen

Dalam Negeri Republik Indonesia tahun

2004 adalah sebanyak 17.504 buah. 7.870

pulau diantaranya telah mempunyai nama,

sedangkan 9.634 pulau belum memiliki

nama. Pulau satu dengan pulau yang lain

dipisahkan oleh laut. Sarana transportasi

untuk menghubungkan pulau satu dengan

pulau yang lain dibutuhkan transportasi

laut yaitu kapal.

Transportasi berasal dari kata

“transportation”, dalam Bahasa Inggris

yang memiliki arti angkutan, atau dapat

pula berarti suatu proses pemindahan

manusia atau barang dari suatu tempat ke

tempat lain dengan menggunakan suatu

Page 6: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat

Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang

Aulia Uyun Asalinaa, Suherman

b dan Sri Purwantini

c

1950

alat bantu kendaraan darat, laut, maupun

udara. Transportasi laut adalah

pemindahan barang/sesuatu/orang dari

pelabuhan tolak menuju pelabuhan tiba

menggunakan kapal.

Sarana transportasi yang paling

banyak dibutuhkan ialah alat transportasi

laut berupa kapal. Karena Indonesia

merupakan negara maritim dan kapal

mampu mendistribusikan muatan dalam

jumlah yang besar dengan biaya yang

murah. Ada berbagai macam jenis kapal

yang dibedakan berdasarkan jenis muatan

yang dibawa. Salah satu jenis kapal adalah

kapal tanker. Sesuai dengan jenis

muatannya, tanker dapat dibedakan dalam

3 (tiga) kategori, yaitu : Crude Carriers

(CC) yaitu kapal tanker untuk

pengangkutan minyak mentah, Black-Oil

Product Carriers (BOPC) yaitu kapal

tanker mengutamakan mengangkut

minyak hitam seperti Marine Fuel Oil

(MDF) dan sejenisnya. Light-Oil Product

Carriers (LOPC) yaitu yang sering

mengangkut minyak petroleum bersih

seperti kerosene, avtur, gas oil Reguler

Mogas (RMS) dan sejenisnya.

Kapal tanker yang dijadikan sebagai

obyek penelitian adalah MT. Pematang /

P.1021. Kapal ini dimiliki Pertamina

Shipping Company. MT. Pematang adalah

kapal tanker, kapal tanker mengangkut

muatan minyak yang mudah terbakar. Di

bidang pelayaran, terutama dalam hal

pengoperasian kapal banyak sekali hal-hal

yang harus diperhatikan, khususnya jika

dikaitkan dengan tujuan manajemen kapal

yang menginginkan tercapainya suatu

pengoperasian kapal yang lancar, efektif,

efisien dan selamat. Seperti yang diketahui

banyak sekali kecelakaan-kecelakaan di

atas kapal yang seharusnya tidak perlu

terjadi, ataupun kegagalan-kegagalan

dalam menanggulangi suatu kecelakaan di

atas kapal, yang diakibatkan oleh

kesalahan manusia (Human Error).

Menurut hasil survei yang dilakukan oleh

Komite Nasional Keselamatan

Transportasi (KNKT), diperoleh data sejak

tahun 2010-2016. Rilis KNKT per

November 2016 menyatakan bahwa dari

total 54 kecelakaan, 35% disebabkan oleh

kebakaran kapal. Dan pada awal tahun

2017 terjadi kebakaran kapal Yahro

Express di Kepulauan Seribu yang

menyebabkan 23 korban tewas dan 17

korban hilang. Menurut informasi yang

telah didapat oleh KNKT, penyebab

terjadinya kebakaran adalah terjadinya

kebocoran pada generator dan hal ini

semakin diperparah karena kepanikan crew

saat menghadapi keadaan darurat.

Gambar 1.1 : Diagram Jenis kecelakaan laut

Sumber : knkt.dephub.go.id

Di antara kasus-kasus tersebut di atas,

faktor keselamatan merupakan hal yang

harus mendapatkan perhatian secara

intensif. Keselamatan menjadi sangat

penting karena berhubungan dengan jiwa

manusia, lingkungan, kapal dan muatan.

Oleh karena itu banyak sekali aturan-

aturan baik nasional maupun internasional

seperti : UU No 17 Tahun 2008 tentang

Pelayaran, SOLAS 1974 konsolidasi 2014,

STCW 1978 amandemen 1995, yang

semuanya itu mengatur tentang segala

aspek keselamatan baik prosedur maupun

cara pengoperasian alat-alat keselamatan.

Hal ini juga sesuai dengan semboyan IMO

yaitu Safe Secure Efficient on the Clean

Sea.

Page 7: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1951

Berdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan sebelumnya, maka permasalahan

yang akan dibahas dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengetahuan dan

keterampilan ABK tentang prosedur

penggunaan alat-alat pemadam

kebakaran?

2. Upaya-upaya apa sajakah yang

diperlukan untuk meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan ABK

tentang prosedur penggunaan alat-alat

pemadam kebakaran?

.

II. METODOLOGI

Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif kualitatif. Menurut Ridwan

(2009 : 27) metode deskriptif adalah suatu

metode dalam meneliti sekelompok

manusia, suatu obyek, suatu set kondisi,

suatu sistem pemikiran, ataupun suatu

kelas peristiwa pada masa sekarang.

Penelitian deskriptif sesuai karakteristik

memiliki langkah-langkah tertentu dalam

pelaksanaannya, yaitu sebagai berikut :

1. Diawali dengan adanya masalah;

2. Menentukan jenis informasi yang

diperlukan;

3. Menentukan prosedur pengumpulan

data melalui observasi atau

pengamatan;

4. Pengolahan informasi atau data;

5. Menarik kesimpulan.

Menurut Ridwan (2009:27), Tujuan

dari penelitian deskriptif adalah untuk

membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

secara sistematis, aktual dan akurat

mengenai fakta, sifat serta hubungan antar

fenomena yang diselidiki. Metode

deskriptif juga ingin mempelajari norma-

norma atau standar-standar, sehingga

penelitian deskriptif ini disebut juga survey

normative. Dalam metode deskriptif dapat

diteliti masalah normative bersama-sama

dengan masalah status dan sekaligus

membuat perbandingan antar fenomena.

Studi demikian dinamakan secara umum

sebagai studi atau penelitian deskriptif.

Perspektif waktu yang dijangkau dalam

penelitian deskriptif, adalah waktu

sekarang, atau sekurang-kurangnya jangka

waktu yang masih terjangkau dalam

ingatan responden. Di dalam pembahasan

nanti akan dipaparkan tentang hasil yang

diperoleh baik hal-hal yang bersifat teoritis

ataupun yang bersifat praktis, hasil

penelitian merupakan hasil pengamatan

langsung dan wawancara dengan

narasumber yang terkait dengan obyek

penelitian.

Metode pengumpulan data dapat

diperoleh dari hasil wawancara

(interview), hasil observasi, dokumentasi,

studi pustaka. Pengumpulan data

dimaksudkan untuk memperoleh bahan-

bahan yang relevan, akurat, dan nyata.

Penelitian ini menggunakan metode

pengumpulan data lebih dari satu, sehingga

dapat saling melengkapi satu sama lain

untuk menuju kesempurnaan penelitian.

Dalam penelitian ini penulis

mengunakan teknik analisis data

deskriptif kualitatif. Teknik analisis data

berupa :

1. Reduksi data

Reduksi dalam ini adalah cara

memformulasikan teori ke dalam

seperangkat konsep yang tinggi

tingkatan abstraksinya atas dasar

keseragaman kategori dan

kawasannya. Data yang ada dipelajari

dan dilakukan pembatasan teori

sehingga menjadi padat dan berisi

dengan mengeluarkan data yang tidak

relevan, mengintegrasikan kawasan

yang kecil-kecil ke dalam kerangka

kategori yang berkaitan.

2. Penyajian Data

Penyajian data dimaksudkan sebagai

proses analisa untuk merangkum data-

data yang terdapat di lapangan dalam

bentuk paparan deskriptif dalam

satuan kategori bahan dari yang umum

menuju yang khusus. Dengan

penyajian data yang tepat diharapkan

Page 8: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat

Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang

Aulia Uyun Asalinaa, Suherman

b dan Sri Purwantini

c

1952

supaya pembaca dapat lebih mudah

memahami dan mengerti maksud yang

akan disampaikan dalam penelitian

ini.

3. Penarikan Kesimpulan

Menarik kesimpulan merupakan

kemampuan seorang peneliti dalam

menyimpulkan berbagai temuan data

yang diperoleh selama proses

penelitian berlangsung. Dalam

penelitian ini peneliti menyimpulkan

fakta-fakta yang ada di atas kapal MT.

Pamatang / P.1021 berdasarkan hasil

observasi dan wawancara kepada para

awak kapal.

III. HASIL PENELITIAN &

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan masalah akan

diungkapkan berbagai penyelesaian dari

masalah-masalah sebelumnya selain itu

pada pembahasan penelitian berdasarkan

masalah yang telah dirumuskan akan dikaji

lebih mendalam dan lebih detail. Sesuai

data-data yang ada, dalam hal ini

pembahasan masalah yang dilakukan

adalah sebagai berikut :

1. Pengetahuan dan keterampilan ABK

tentang prosedur penggunaan alat-

alat pemadam kebakaran. Kurangnya pengetahuan tentang

prosedur penggunaan alat-alat

pemadam kebakaran mengakibatkan

para ABK tidak terampil dalam

mengoperasikan alat-alat pemadam

kebakaran hal ini terlihat pada saat

dilakukannya fire drill di atas kapal.

Dan kurangnya kesadaran ABK

terhadap bahaya-bahaya yang dapat

terjadi.

a. Pengawasan dari Perwira Dalam suatu management peran

pengawasan sangatlah penting, untuk

mencapai standar yang ditetapkan

maka diperlukan pengawasan yang

baik, prosedur yang baik, dan

tindakan yang baik. Kurangnya

pengawasan dari perwira terhadap

ABK pada saat dilaksanakan fire

drill juga menjadi penyebab ABK

kurang disiplin, dikarenakan mereka

mempunyai pemikiran bahwa hal

tersebut hanya latihan dan tidak akan

ditegur bahkan dikenakan sanksi

oleh perwira jika mereka tidak

disiplin. Kurangnya pengetahuan

yang dimiliki oleh anak buah kapal

jelas sangat mempengaruhi

keberhasilan dalam melaksanakan

tugas-tugasnya di atas kapal, baik

tugas rutin maupun tugas yang

sifatnya sementara. Meskipun

mereka mempunyai pengetahuan

yang baik tetapi jika tidak ditunjang

oleh keterampilan yang memadai

sesuai dengan panduan keselamatan

dari perusahaan, maka tetap akan

menjadi kendala di dalam

pelaksanaan tugas-tugasnya. Oleh

karena itu, faktor pengetahuan dan

keterampilan ABK kapal harus

mendapat perhatian yang besar dari

pihak-pihak yang bertanggung jawab

dalam hal tersebut.

b. Kurangnya kedisplinan ABK

Untuk meningkatkan kedisiplinan

ABK bukanlah suatu hal yang

mudah tanpa disertai usaha-usaha

yang keras. Langkah-langkah yang

perlu diambil untuk memotivasi

ABK meningkatkan pengetahuan

dan ketrampilan dalam penggunaan

alat-alat pemadam kebakaran

memerlukan peranan seorang

perwira agar tujuan itu dapat

tercapai. Setiap perwira harus selalu

memberi contoh dan disiplin kepada

anak buah kapal, baik secara lisan

maupun tindakan pada saat

melaksanakan pekerjaan di atas

kapal terutama dalam proses

kegiatan latihan atau drill. Seorang

Page 9: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1953

perwira dalam hal ini terutama

Mualim I sebagai safety officer dan

Mualim III yang bertanggung jawab

kepada Mualim I atas perawatan

safety equipment harus mampu

menyampaikan kegunaan dan

bagaimana cara menggunakan serta

menyediakan segala peralatan dan

perlengkapan yang diperlukan pada

saat melaksanakan latihan

kebakaran.

Jika anak buah kapal melakukan

suatu tindakan ceroboh dan tidak

mematuhi ketentuan-ketentuan yang

telah ditetapkan dalam prosedur

latihan atau drill. Misalnya bercanda

pada saat latihan, tidak memakai alat

pelindung yang lengkap, karena ia

berpikir bahwa hal itu tidak perlu,

hal ini menjelaskan bahwa kesadaran

atau disiplin anak buah kurang, dan

dapat membahayakan dirinya sendiri

maupun rekan kerjanya sehingga

perlu tindakan-tindakan untuk

penegakan disiplin, seperti

memberikan teguran atau sanksi.

Hal ini seperti yang dikemukakan

oleh Mualim I dalam hasil

wawancara dengan penulis yang

menyatakan bahwa, “menurut saya

para ABK sedikit banyak sudah

mengetahui tentang aturan untuk

menomorsatukan keselamatan, tetapi

karena kurangnya disiplin dan

kesadaran akan bahaya yang dapat

ditimbulkan tetap saja masih ada

yang bersikap mengabaikan. Maka

dari itu perlu dibuat sanksi bagi

ABK yang tidak disiplin pada saat

drill.”

c. Pemberian sanksi yang tegas

Dalam pemberian sanksi-sanksi

kepada ABK yang melanggar

peraturan harus bersifat tegas, tidak

memandang siapa orangnya, jabatan

maupun lamanya masa kerja agar

ABK yang menyalahi aturan tidak

melakukan pelanggaran lagi dan

memperbaiki kesalahannya serta

mencegah para ABK yang lain untuk

melakukan pelanggaran yang sama.

Tindakan dan sanksi ini dapat

berupa suatu tindakan peringatan,

dengan membuat suatu pernyataan

atau teguran. Jika ABK masih saja

tidak memperbaiki kesalahan yang

dilakukan maka perwira harus

memberikan surat peringatan secara

tertulis, tindakan terakhir apabila

ABK tidak bisa lagi mematuhi

peraturan yang telah ditetapkan

adalah menurunkan siapa saja yang

melanggar tersebut dari kapal.

Tujuan dari sanksi-sanksi

pendisiplinan bersifat positif,

mendidik dan mengoreksi. Bukan

tindakan negatif yang menjatuhkan

ABK yang berbuat salah.

Pendisiplinan bertujuan untuk

memperbaiki sikap, tindakan dan

cara ABK dalam bekerja untuk

waktu yang akan datang dan

bukannya memberikan hukuman atas

kesalahan yang dilakukannya.

Seorang perwira wajib

menjalankan tugas dan tanggung

jawabnya dengan disiplin, memberi

contoh dan pengawasan terbaik

dalam mencapai tujuan yang

diinginkan. Tujuan itu adalah ABK

yang terampil dalam pengoperasian

alat-alat pemadam kebakaran:

2. Upaya-upaya yang diperlukan untuk

meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan ABK tentang prosedur

penggunaan alat-alat pemadam

kebakaran.

Sehubungan dengan latihan dan

pemahaman alat-alat pemadam

kebakaran oleh anak buah kapal, maka

dapat dilakukan kerjasama antara

Nakhoda dengan anak buah kapal.

Nakhoda sebagai pemegang kendali

utama menunjuk Mualim 1 sebagai

Page 10: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat

Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang

Aulia Uyun Asalinaa, Suherman

b dan Sri Purwantini

c

1954

safety officer untuk melakukan

pengarahan-pengarahan kepada semua

anak buah kapal mengenai alat-alat

pemadam kebakaran, yang dibantu juga

oleh Mualim III sebagai pelaksana

harian mengenai perawatan alat-alat

pemadam kebakaran di atas kapal.

Agar mendapatkan hasil yang lebih

baik dengan upaya meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan tentang

prosedur dan tata cara pengoperasian

alat-alat pemadam kebakaran di atas

kapal, dapat dilakukan dengan cara :

a. Meningkatkan kesadaran anak

buah kapal dalam melaksanakan

tugas dan tanggung jawab

Mengadakan pengawasan

langsung kepada anak buah kapal

agar melakukan sesuatu pekerjaan

yang dapat terlaksana sesuai dengan

apa yang diharapkan. Karena

bagaimanapun rencana yang akan

dilakukan akan gagal dan tidak

terlaksana bilamana dalam pekerjaan

tersebut tidak diikuti suatu

pengawasan.

Seorang pemimpin tentu

mengharapkan agar pekerjaan yang

dikerjakan sesuai rencana yang telah

ditentukan, untuk itu Nakhoda yang

dibantu oleh perwira dek dan mesin

harus selalu melakukan pemeriksaan,

pengecekan atau inspeksi dan

tindakan-tindakan lainnya. Bahkan

bila perlu menghindari sebelum

terjadi kemungkinan adanya

penyimpangan terhadap pekerjaan

yang dilakukan oleh anak buah

kapal. Dan bila hal itu terjadi maka

seorang pimpinan di atas kapal harus

menempuh langkah perbaikan atau

penyempurnaan. Perlu diketahui

bahwa secanggih-canggihnya

peralatan yang digunakan di atas

kapal, jika orang yang

mengendalikan peralatan tersebut

tidak mentaati peraturan dengan baik

atau tidak disiplin pasti hal-hal yang

tidak diinginkan akan terjadi.

Dalam hal ini yang paling utama

diperbaiki adalah dari manusia itu

sendiri. Jika manusia tersebut

menyadari akan tanggung jawabnya,

maka segala sesuatu yang

dikerjakannya dapat diselesaikan

tepat waktu. Disiplin adalah salah

satu faktor yang sangat penting

dalam melaksanakan suatu

pekerjaan, dengan adanya

kedisiplinan dari anak buah kapal itu

sendiri maka dapat menjamin

terlaksananya latihan-latihan dalam

mengoperasikan alat-alat pemadam

kebakaran di atas kapal dengan baik.

Dan juga mendapatkan hasil yang

baik bagi anak buah kapal itu

sendiri.

Pengetahuan awak kapal dapat

ditingkatkan dengan cara

meningkatkan peran serta perwira

dalam hal peningkatan pengetahuan

ABK kapalnya, seperti memberikan

metode pelatihan yang lebih mudah

dimengerti oleh awak kapalnya saat

melakukan latihan serta dengan cara

menyediakan buku-buku di ruang

messroom bagi crew yang ada

kaitannya dengan keselamatan

seperti buku Solas Training Manual.

Sehingga diharapkan dengan cara ini

dapat meningkatkan minat membaca

dari awak kapal untuk mengetahui

lebih dalam mengenai hal-hal yang

berkaitan dengan keselamatan di atas

kapal.

b. Melakukan pemutaran film

mengenai keselamatan (Safety

Movie)

Salah satu cara untuk

meningkatkan kesadaran dan

kedisplinan ABK adalah dengan

memutarkan film tentang

keselamatan, dan bahaya-bahaya

Page 11: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1955

yang dapat terjadi, dengan

pemutaran film ini diharapkan dapat

menambah pengetahuan dan

keterampilan awak kapal dalam

mengoperasikan alat-alat pemadam

kebakaran yang ada di atas kapal.

Dalam film ini ditunjukkan

bagaimana bahaya yang sering

terjadi di atas kapal, dan bagaimana

tata cara pengoperasian alat-alat

pemadam kebakaran yang baik dan

benar, semuanya ditampilkan secara

jelas dan dibahas berdasarkan pada

prosedur yang benar. Dengan cara

ini juga dapat menghilangkan

kejenuhan yang dialami selama

melakukan pelayaran, dan juga dapat

menangkap hal yang diperlihatkan

oleh film tersebut yang biasanya

berdasarkan oleh fakta yang sering

terjadi di atas kapal, bahwa apa yang

dilakukannya itu benar atau salah.

Perwira kapal setelah

melaksanakan pemutaran film ini

melakukan diskusi dengan seluruh

crew kapal mengenai apa yang telah

diperoleh, dan memberikan

bimbingan dan penyuluhan kepada

seluruh awak kapal serta

menanyakan apa yang tidak

dimengerti dan mencoba untuk

dijelaskan kembali sehubungan

dengan apa yang telah

dipertunjukkan. Perwira kapal dapat

juga melakukan evaluasi dengan

melakukan tanya jawab kepada

setiap anak buah kapal tentang

materi yang telah dipelajari dan

dipahami. Dengan mengecek

pemahaman anak buah kapal dapat

diukur tentang pemahaman anak

buah kapal, dengan melakukan

pemutaran film tersebut maka dapat

meningkatkan pemahaman anak

buah kapal dan merupakan sarana

yang efektif sebagai penunjang

praktek latihan-latihan keselamatan.

c. Memberikan motivasi

Untuk meningkatkan kemampuan

Anak Buah Kapal, dapat dilakukan

dengan cara melakukan latihan

secara rutin dan terjadwal minimal

1x dalam sebulan untuk melatih

keterampilan Anak Buah Kapal

dalam pengoperasian alat-alat

pemadam kebakaran. Apabila hal

tersebut telah dilaksanakan namun

tidak mendapat respon yang serius

oleh ABK maka Officer bahkan

Nakhoda harus memberi sanksi atau

punishment yang tegas terhadap

ABK tersebut, peringatan secara

lisan atau teguran atau peringatan

secara tertulis. Dan Sebaliknya

Officer atau Nahkoda juga memberi

reward atau apresiasi kepada Anak

Buah Kapal yang rajin dan terampil

dalam prosedur penggunaan alat-alat

pemadam kebakaran Sehingga hal

ini mampu meningkatkan semangat

dan memotivasi crew menjadi lebih

baik.

Motivasi crew kapal tentang

keselamatan juga dapat diberikan

pada saat Safety meeting. Safety

meeting merupakan suatu pertemuan

yang dilakukan untuk membahas

kegiatan-kegiatan keselamatan dan

mengevaluasi apabila terjadi

kesalahan dalam melaksanakan

pekerjaan. Hal ini dilakukan agar

upaya keselamatan dalam bekerja

dapat terwujud. ABK harus

memahami tempat kerja dan peralatan

keselamatan yang harus disiapkan

sebelum bekerja, sehingga dapat

mengurangi resiko kecelakaan yang

dapat terjadi. Pentingnya memberikan

informasi kepada ABK adalah agar

seluruh ABK berhati-hati dan sadar

tentang bahaya yang dapat terjadi

sewaktu-waktu ketika sedang bekerja.

Safety meeting mempunyai peran

penting sebagai tindakan evaluasi

kegiatan yang diadakan agar seluruh

Page 12: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat

Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang

Aulia Uyun Asalinaa, Suherman

b dan Sri Purwantini

c

1956

ABK kapal di atas kapal mendapatkan

informasi berkaitan adanya kegiatan

yang akan dilakukan, meliputi

pengenalan alat-alat keselamatan dan

demonstrasi penggunaan alat-alat

tersebut dan menyiapkan ABK dalam

keadaan darurat.

d. Familiarisasi Peralatan modern

safety equipment.

Perkembangan ilmu pengetahuan

terus menerus mengikuti zaman dan

perubahan-perubahan mengikuti

perkembangan bahkan menghasilkan

penemuan-penemuan baru. Alat-alat

keselamatan kapal modern dimuat

dengan sistem yang baru atau

modern. Dengan demikian secara

bertahap dan terus menerus akan

terjadi perubahan atau perbedaan

sistem pengoperasian daripada alat-

alat tersebut maka familiarisasi

sangat diperlukan untuk

meningkatkan pengetahuan ABK.

e. Melaksanakan latihan-latihan

keselamatan pemadam kebakaran

secara regular.

Drill merupakan latihan yang

dilakukan secara terus-menerus atau

berulang-ulang, merupakan metode

praktis dalam meningkatkan

keterampilan. Dalam pelaksanaan

drill keterampilan dalam

pengoperasian alat-alat pemadam

kebakaran sangat menentukan

tingkat kesuksesan dan efektifan

latihan, maka semakin sering

dilaksanakannya suatu latihan

peluang ABK menjadi lebih terampil

semakin besar.

Melaksanakan latihan-latihan

pemadam kebakaran secara reguler

sangat efektif untuk dilaksanakan

dalam rangka meningkatkan

pengetahuan dan keterampilan para

anak buah kapal. Latihan

keselamatan ini harus tetap

dilaksanakan secara regular minimal

1x dalam sebulan. Cara alternatif ini

diharapkan dapat mengefektifkan

kemampuan dan keterampilan

seluruh anak buah kapal dalam

mengoperasikan alat-alat pemadam

kebakaran yang ada di atas kapal.

Disamping itu, para perwira kapal

yang menjadi penanggung jawab

atas terlaksananya kegiatan tersebut

diharapkan dapat menjalankan

tugasnya dengan baik untuk

menerangkan hal-hal yang

berhubungan dengan pengetahuan

serta cara pengoperasian alat-alat

pemadam kebakaran secara optimal

dan jelas. Dan juga diharapkan

seluruh anak buah kapal dapat

memahami secara rinci apa yang

menjadi tanggung jawab dan juga

mengerti apa yang harus dilakukan

apabila terjadi keadaan darurat yang

sewaktu-waktu bisa terjadi di atas

kapal, mengerti bagaimana

pengoperasian peralatan keselamatan

secara cepat, tepat dan dilakukan

sesuai prosedur yang ada di atas

kapal.

f. Pemeriksaan terhadap

kelengkapan dan kesiapan alat-

alat pemadam kebakaran.

Petunjuk dan perawatan alat-alat

keselamatan pemadam kebakaran di

atas kapal haruslah dapat dimengerti

dengan mudah, yang sesuai dengan

aplikasi-aplikasi di bawah ini

(SOLAS 1974 chapter III Reg. 36 :

332 – 333).

IV. KESIMPULAN

Bedasarkan analisis dan pembahasan

pada bab-bab sebelumnya tentang

pengetahuan dan ketrampilan ABK tentang

prosedur penggunaan alat-alat pemadam

Page 13: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1957

kebakaran. Maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

Kurangnya pengetahuan Anak Buah

Kapal dalam menggunakan alat-alat

pemadam kebakaran dikarenakan

kurangnya kesadaran pada anak buah

kapal tentang pentingnnya penguasaan

terhadap prosedur penggunaan alat-alat

pemadam kebakaran, kurang terampilnya

anak buah kapal dalam menggunakan alat-

alat pemadam kebakaran dikarenakan

ketidak seriusan dan kurangnya

kedisiplinan anak buah kapal pada saat

mengikuti latihan di atas kapal kurangnya

pengawasan Officer pada saat fire drill

dilaksanakan dan kurang tegasnya Officer

dalam memberikan reward dan

punishment terhadap kedisiplinan anak

buah kapal. Sehingga menjadi salah satu

faktor tidak maksimalnya pelaksanaan

latihan-latihan keselamatan di atas kapal.

Upaya-upaya yang dilakukan untuk

meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan anak buah kapal adalah

dengan melaksanakan latihan-latihan atau

drill secara reguler (minimal 1x sebulan)

dengan lebih serius.

Melaksanakan solas training sesuai

dengan perkembangan teknologi yang

semakin modern, melakukan pemeriksaan

terhadap kelengkapan dan kesiapan alat-

alat pemadam kebakaran dan memastikan

dalam keadaan baik dan ready to use,

memberikan motivasi dan meningkatkan

kesadaran ABK dengan memberikan safety

movie kepada anak buah kapal dengan

memutarkan film-film tentang keselamatan

yang terbaru dan menarik dengan tujuan

untuk mengurangi kejenuhan anak buah

kapal, mengingatkan kembali tentang

keselamatan dan betapa pentingnya

latihan-latihan yang serius dan sesuai

Peraturan agar anak buah kapal terlatih dan

terampil dalam menghadapi keadaan

darurat.

Berdasarkan kesimpulan hasil

penelitian di atas, maka penulis

memberikan saran yang sekiranya dapat

bermanfaat dan dapat meningkatkan

pengetahuan Dan keterampilan ABK

tentang prosedur penggunaan alat-alat

pemadam kebakaran di atas kapal MT.

Pematang / P.1021. Adapun beberapa

saran sebagai berikut :

1. Pada saat anak Buah Kapal baru naik

kapal atau pergantian anak buah kapal

sebaiknya ABK yang lama atau ABK

yang akan digantikan memberikan short

training atau familiarisasi tentang tugas

dan tanggung jawab yang harus

dilakukan di atas kapal sekurang-

kurangnya 1 sampai 2 hari untuk

ratings dan 1 sampai 2 trip untuk

officer. Pihak perusahaan sebaiknya

memberikan dukungan akan hal

tersebut, pihak perusahaan dapat

memberikan kebijakan perpanjangan

waktu kepada ABK lama sesuai dengan

waktu yang dibutuhkan untuk

memberikan short training kepada

ABK yang menggantikannya, sehingga

ABK yang telah ada penggantinya tidak

didesak untuk segera sign off.

Karena hal tersebut saling berkaitan,

tanpa bantuan atau dukungan dari

perusahaan, pihak kapal atau Nakhoda

tidak bisa menahan ABK untuk

familirisasi lebih detail dan

memberikan pelatihan khusus tentang

tugas-tugas pada saat dilaksanakannya

latihan keselamatan disamping tugas

dan tanggung jawab harian sehingga

pada saat dilaksanakan drill atau latihan

keselamatan di atas kapal Anak Buah

Kapal lebih terampil dan optimal dalam

pengoperasian alat keselamatan.

2. Nakhoda sebaiknya lebih rutin dan

berkala memantau pelaksanaan latihan-

latihan keselamatan agar anak buah

kapal lebih bersemangat dan disiplin

serta mengerti dan memahami tugas dan

tanggung jawab masing-masing untuk

memastikan kesiapan anak buah kapal

kesiapan anak buah kapal dalam

menghadapi keadaan darurat dapat

Page 14: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Optimalisasi Pengetahuan dan Keterampilan ABK Tentang Prosedur Penggunaan Alat-Alat

Pemadam Kebakaran Di Kapal MT. Pematang

Aulia Uyun Asalinaa, Suherman

b dan Sri Purwantini

c

1958

melakukan tindakan-tindakan yang

seharusnya dilakukan jika sewaktu-

waktu terjadi bahaya kebakaran di atas

kapal yang sesuai dengan ketentuan

peraturan SOLAS.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Saifuddin. 2007. Metode

Penelitian. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

Cooling, David A. 1990. Fire Prevention

And Protection bab 10. Industrial

Safety Management And

Technology. New Jersey: Prentice

Hall

Dunnette. 2006. Ketrampilan Pembukuan.

Jakarta : PT. Grapindo prasada

Widoyoko, Eko Putro. 2012. Evaluasi

Program Pembelajaran.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Nadler. 1996. Ketrampilan Belajar.

Jakarta : Bumi Aksara

Nazir, Moh. 2005. Metode Penelitian.

Jakarta : Ghalia Indonesia

Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan

Dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT.

Rineka Cipta

Ridwan. 2009. Rumus Dan Data Dalam

Analisis Statistika Untuk

Penelitian. Bandung : Alfabeta

Soekanto. 2007. Sosiologi Suatu

Pengantar. Jakarta : PT. Raja

Grafindo

Suranto. 2004. Managemen Operasional

Angkutan Laut Dan

Kepelabuhanan Serta Prosedur

Impor Barang. Jakarta : PT.

Gramedia Pustaka Utama

Supardi. 2008. Penelitian Tindakan Kelas.

Jakarta : PT. Bumi Aksara

Syatori, Nasehudin dan Gozali Nanang.

2012. Metode Penelitian

Kuantitatif. Bandung : Pustaka

Setia

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian

Pendidikan (Pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D).

Bandung : CV. Alfabeta

Suryana. 2010. Metodologi Penelitian

Model Praktis Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif.

Universitas Pendidikan Indonesia

Wiratna. 2014. Metode Penelitian

Lengkap, Praktis, Dan Mudah

Dipahami. Yogyakarta : Pustaka

Baru Press

ICS OCIMF. 1996. ISGOTT (International

Safety Guide For Oil Tankers and

Terminal, Fourth Edition)

MARPOL (Marine Pollution) 73/78

ANNEX II.

STCW (Standart of Training, Certificate

and Wachtkeeping for sea farrers)

1995 Amandement (1997).

SOLAS (Safety Of Life At Sea). 2014.

Consolidated Editon.

Undang-Undang RI No. 17 tahun 2008

Tentang Pelayaran.

Page 15: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1959

Peraturan Menteri No.26/PRT/M/2008

Tentang Persyaratan Teknis Sistem

Proteksi Kebakaran Pada

Bangunan Gedung Dan

Lingkungan.

Badan Diklat Perhubungan. 2000. Fire

Prevention and Fire Fighting.

Jakarta

----------------------. 2001. Diklat Khusus

Perkapalan Pertamina Advanced

Fire Fighting. Jakarta

---------------------. 2001. Diklat Khusus

Perkapalan Pertamina. Basic Safety

Training (pencegahan dan

pemadaman kebakaran). Jakarta

Ghazali I. 2005. Aplikasi Analisis

Multivariate Dengan Program

SPSS BP. Semarang : Universitas

Diponegoro

http://www.pertamina.com/1ndex.php/hom

e/read/company_profile. diakses

pada tanggal 25 Oktober 2017.

Page 16: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

1960

ANALISIS PENINGKATAN DINAS JAGA DI DAERAH RAWAN GUNA

MENINGKATKAN KEAMANAN PADA KAPAL MT. SEI PAKNING

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

aDosen Program Studi Nautika PIP Semarang bDosen Program Studi KALK PIP Semarang

cTaruna (NIT.49124420.N) Program Studi Nautika PIP Semarang

ABSTRAK

Dinas jaga pelabuhan di kapal dilaksanakan ketika kapal sedang berlabuh jangkar, sandar

dermaga atau diikat di buoy, olah gerak untuk berangkat dari pelabuhan maupun tiba di

pelabuhan, bongkar muat, dan menerima atau menurunkan pandu. Dinas jaga berfungsi untuk

menciptakan keamanan di kapal dan lingkungan. Pelaksanaan dinas jaga tidak maksimal

disebabkan karena peralatan penunjang keamanan yang kurang dan penerapan ISPS Code yang

tidak maksimal. Dan hal tersebut dapat diatasi dengan menyediakan peralatan penunjang

keamanana dan ISPS Code diterapkan secara maksimal di atas kapal.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan USG untuk menentukan

prioritas masalah. Permasalahan yang terjadi adalah pelaksanaan dinas jaga yang tidak

maksimal di daerah rawan yang berpengaruh terhadap keamanan di kapal MT. Sei Pakning.

Maka rumusan masalah dari masalah tersebut adalah bagaimana pelaksanaan dinas jaga di

daerah rawan oleh crew MT. Sei Pakning dan bagaimana upaya yang harus dilakukan untuk

meningkatkan keamanan di daerah rawan.

Dari hasil penelitian yang menyebabkan kurang efektifnya pelaksanaan dinas jaga di daerah

rawan di kapal MT. Sei Pakning adalah peralatan penunjang keamanan seperti handy talky,

senter, pentungan yang tidak ada, CCTV yang trouble. Dan pelaksanaan ISPS Code yang tidak

diterapkan secara baik di atas kapal. Dari masalah-masalah tersebut yang menjadi penyebab

kurang maksimalnya pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan. Upaya yang dilakukan

meningkatkan keamanan adalah dengan menyediakan peralatan penunjang keamanan,

perbaikan, penyediaan CCTV oleh kontraktor, pengawasan, pembuatan checklist, training

kepada crew dan penambahan personil yang melakukan dinas jaga.

Kata kunci : dinas jaga, USG, dan ISPS Code

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dinas kapal pada umumnya terbagi

menjadi 2 (dua) yakni dinas harian dan dinas

jaga. Dinas harian merupakan kegiatan atau

aktifitas yang dilaksanakan pada jam kerja

baik di laut maupun di pelabuhan oleh semua

anak buah kapal. Adapun kegiatan yang

dilakukan dalam dinas harian adalah

administrasi di kapal, pemeliharaan atau

perawatan kapal berserta peralatan yang ada

di atas kapal, urusan anak buah kapal, urusan

muatan atau penumpang, sedangkan dinas jaga merupakan kegiatan atau aktifitas yang

dilaksanakan oleh regu jaga yang dipimpin

oleh seorang perwira jaga di atas kapal.

Tujuan dilaksanakan dinas jaga adalah untuk

menjaga keamanan, ketertiban, dan

kebersihan kapal, muatan, penumpang,

lingkungan, dan untuk melaksanakan

peraturan-peraturan, perintah atau instruksi

Page 17: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1961

yang berlaku. Dalam pelaksanaannya dinas

jaga di kapal terbagi menjadi Jaga Laut dan

Jaga Pelabuhan.

Dinas jaga pelabuhan di kapal

dilaksanakan ketika kapal sedang berlabuh

jangkar, sandar dermaga atau diikat di buoy,

olah gerak untuk berangkat dari pelabuhan

maupun tiba di pelabuhan, bongkar muat, dan

menerima/menurunkan pandu. Adapun hal-

hal yang berkaitan dengan keamanan di area

pelabuhan harus sesuai dengan ISPS Code

diharuskan sebagai perwira jaga mengetahuai

tentang pelaksanaan dinas jaga dan

pencegahan ancaman guna menciptakan

keamanan di kapal.

Dinas jaga pelabuhan harus dilaksanakan

dengan maksimal, khususnya pada daerah

rawan yang sangat beresiko terjadinya

ancaman keamanan, maka dilaksanakan

sesuai dengan safety of life at sea (SOLAS)

yang terkait dengan, langkah-langkah khusus

untuk meningkatkan keamanan maritime,

kode keamanan internasional untuk kapal dan

pelabuhan (ISPS Code) bagian A dan B. ISPS

Code. Langkah-langkah khusus untuk

meningkatkan keamanan maritim dalam

Konvensi Internasional untuk Keselamatan

Jiwa di Laut (SOLAS). Tujuan dari kode ini

adalah menyediakan standar, kerangka kerja

yang konsisten untuk mengevaluasi risiko,

memungkinkan Pemerintah untuk

mengimbangi apabila terjadi perubahan

ancaman dengan merubah nilai kerentanan

pada kapal dan fasilitas pelabuhan melalui

penentuan tingkat keamanan yang sesuai dan

langkah-langkah keamanan yang sesuai dan

pencegahan yang sesuai.

Selama penulis melakukan penelitian di

atas kapal penulis menemukan adanya

permasalahan-permasalahan yang berkaitan

dengan penerapan ISPS Code yang tidak

maksimal dan pelaksanaan dinas jaga yang

kurang efektif, khususnya daerah rawan.

Untuk memastikan bahwa langkah-langkah

untuk mengatasi segala ancaman bahaya

keamanan fasilitas pelabuhan, kapal, muatan

dan untuk melindungi crew kapal, beserta

barang miliknya maka berdasarkan latar

belakang tersebut, maka penulis memilih

judul “ANALISIS PENINGKATAN DINAS

JAGA DI DAERAH RAWAN GUNA

MENINGKATKAN KEAMANAN PADA

KAPAL MT. SEI PAKNING”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang

telah di kemukakan di atas, maka rumusan

permasalahan penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana pelaksanaan dinas jaga di

daerah rawan oleh crew MT. Sei

Pakning?

2. Bagaimana upaya yang harus

dilakukan untuk meningkatkan

keamanan di daerah rawan?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut untuk:

1. Untuk mengetahui bagaimana

pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan

oleh crew MT. Sei Pakning?

2. Untuk mengetahui upaya yang harus

dilakukan untuk meningkatkan

keamanan di daerah rawan?

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Analisis

Menurut Jogiyanto (2010:129) analisis

dapat didefinisikan sebagai penguraian

dari suatu sistem informasi yang utuh ke

dalam bagian-bagian komponennya

dengan maksud untuk mengidentifikasi

dan mengevaluasi permasalahan,

kesempatan, hambatan yang terjadi dan

kebutuhan yang terjadi dan kebutuhan

yang diharapkan sehingga dapat diusulkan

perbaikannya.

2. Peningkatan

Pengertian peningkatan secara

etimologi adalah menaikan derajat taraf

dan sebagainya mempertinggi

memperhebat produksi dan sebagainya,

proses cara perbuatan meningkatkan usaha

kegiatan dan sebagainya.

Page 18: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

1962

3. Dinas Jaga

Menurut Djoko Subandrijo (2011:67)

pelaksanaan dinas jaga yang dilakukan

oleh petugas jaga navigasi atau tugas jaga

dek, harus memenuhi syarat sesuai dengan

ketentuan-ketentuan yang berkaitan

dengan jaga navigasi atau jaga dek. Pada

waktu kapal sedang berlayar maupun

kapal sandar di pelabuhan:

a. Dinas harian

1) Dilakukan pada hari-hari kerja

sedangkan hari minggu dan hari

besar libur.

2) Tugas-tugas yang dilakukan

meliputi tugas administrasi dan

perawatan operasional kapal,

sesuai jabatan dan tanggung

jawab masing-masing personil.

b. Dinas jaga

1) Dinas jaga navigasi

Dinas jaga navigasi adalah dinas

jaga selama kapal dalam keadaan

berlayar, dimana mesin penggerak

utama jalan. Dinas jaga ini dimulai

sejak perintah nakhoda one hour

noutice satu jam untuk manouver

atau mengolah gerak atau berangkat

dari pelabuhan dan berakhir pada

perintah Finish With Engine saat

kapal tiba di pelabuhan tujuan ini

adaah perintah nakhoda kepada

seluruh awak kapalnya agar mulai

mempersiapkan semua peralatan dan

permesinan untuk manouvering.

Secara umum pengaturan tugas jaga

navigasi di kapal dilaksanakan

sebagai berikut:

a) Jam 00.00-04.00 Jaga Mualim II b) Jam 04.00-08.00 Jaga Mualim I

c) Jam 08.00-12.00 Jaga Mualim III

d) Jam 12.00-16.00 Jaga Mualim II

e) Jam 16.00-20.00 Jaga Mualim I

f) Jam 20.00-00.00 Jaga Mualim III

2) Dinas jaga pelabuhan

Dinas jaga pelabuhan adalah

dinas jaga pada saat kapal berada

di pelabuhan. Pada saat kapal

yang sandar dengan aman sesuai

situasi-situasi normal di

pelabuhan, Nakhoda harus

mengatur agar tugas jaga yang

memadai dan efektif tetap

dijalankan untuk tujuan

keselamatan. Persyaratan-

persaratan mungkin diperlukan

untuk jenis-jenis khusus sistem

penggerak kapal atau peralatan

bantu, untuk membawa muatan

berbahaya, beracun atau mudah

terbakar, atau jenis-jenis khusus

muatan lain. Petugas jaga di

pelabuhan terdiri dari: perwira

jaga dibantu oleh juru mudi dan

kelasi. Tugas jaga di pelabuhan

dilaksanakan pada saat:

a) Kapal sedang berlabuh

jangkar.

b) Kapal sedang sandar di

dermaga dan kapal terkepil

pada pelampung kepil.

c) Kapal sedang berolah gerak

tiba di pelabuhan dan

berangkat dari pelabuhan.

d) Kapal sedang melakukan muat

bongkar.

e) Kapal menerima/ menurunkan

pandu.

4. Daerah Rawan

Menurut Hikmahanto (2007:102)

daerah rawan adalah daerah yang

terjadi tindak pembajakan dan pencurian. Diharapkan kapal-kapal

waspada saat berada di daerah tersebut,

diharapkan pemerintah dapat

mengumumkan dan menghimbau para

nakhoda kapal untuk meningkatkan

kewaspadaan di daerah tersebut

mengingat wilayah tersebut tidak

aman. Asia Tenggara, sebagaimana

Page 19: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1963

layaknya nation-state, masih

menganggap penting keamanan

tradisional, yaitu keamanan terhadap

teritori negara. Termasuk didalamnya

adalah keamanan domestik dan

internasional.

5. Keamanan

Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008:48) Keamanan adalah

keadaan aman bebas dari bahaya tidak

mengungsi ke tempat aman dalam

situasi perang, banjir, wabah penyakit,

bebas dari gangguan pencuri.

Terlindung tidak merasa takut atau

khawatir terhadap kejahatan, bahaya,

mencegah orang yang melanggar

hukum demi keamanan dirinya atau

lingkungan.

B. Kerangka Pikir

III. METODOLOGI

A. Metode Penelitian

Menurut Juliansyah (2009:147),

penelitian deskriptif adalah penelitian yang

berusaha mendriskripsikan suatu gejala,

peristiwa, kejadian yang terjadi saat

sekarang. Penelitian deskriptif

memusatkan perhatian pada masalah

aktual sebagaimana adanya pada saat

penelitian berlangsung. Melalui penelitian

deskriptif, peneliti berusaha

mendeskripsikan peristiwa dan kejadian

yang menjadi pusat perhatian tanpa

memberikan pelakuan khusus terhadap

peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti

bisa tunggal (satu variabel) bisa juga lebih

dari satu variabel. Penelitian deskriptif

sesuai karakteristik memiliki langkah-

langkah tertentu dalam pelaksanaannya,

langkah-langkah ini sebagai berikut :

1. Diawali dengan adanya masalah;

2. Menentukan jenis informasi yang

diperlukan;

3. Menentukan prosedur pengumpulan

data melalui observasi atau pengamatan;

4. Pengolahan informasi atau data;

5. Menarik kesimpulan penelitian.

Menurut Sugiyono (2009:9),

penelitian kualitatif adalah metode

penelitian yang berlandaskan pada

filsafat. Digunakan untuk meneliti pada

kondisi objek yang alamiah, dimana

peneliti adalah sebagai instrumen kunci.

Teknik pengumpulan data dilakukan

secara gabungan, analisis data bersifat

induktif atau kualitatif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan

makna dari pada generalisasi. Metode

penelitian kualitatif yang digunakan

adalah bersifat deskriptif yang artinya

menggambarkan dan menguraikan suatu

objek yang akan diteliti.

B. Waktu Dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan selama 13

(tiga belas) bulan, 9 (sembilan) hari

Peralatan penunjang

keamanan yang kurang

ANALISIS PENINGKATAN DINAS JAGA DI DAERAH RAWAN

GUNA MENINGKATKAN KEAMANAN PADA KAPAL

MT. SEI PAKNING

Penerapan ISPS Code yang

tidak maksimal

Tidak

tersedianya

peralatan

penunjang

keamanan

CCTV yang

mengalami

trouble

Pelaksanaan

dinas jaga

yang tidak

Sesuai ISPS

Code

Personil

dinas jaga

yang kurang

Penyediaan

peralatan

penunjang

keamanan

Perbaikan

dan

penyediaan

CCTV oleh

kontraktor

Pengawasan,

pembuatan

checklist dan

dilaksanakan

Training atau

pengarahan

kepada crew

Penambahan

personil yang

melakukan

dinas jaga

Hasil Akhir

PELAKSANAAN DINAS JAGA DI DAERAH RAWAN

MAKSIMAL KEAMANAN PADA KAPAL MT. SEI PAKNING

AKAN MENINGKAT

Page 20: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

1964

ketika masa praktek laut berlangsung,

yaitu tehitung tanggal 23 Maret 2015

sampai dengan tanggal 02 Mei 2016.

2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama

melaksanakan praktek laut di kapal

MT. Sei Pakning. Kapal milik

perusahaan PT. Pertamina yang

beralamat di Jl. Medan Merdeka Timur

1A, Gedung Perwira 2 Lantai 1, Jakarta

Pusat 10110. Pelaksanaan penelitian

dilakukan pada saat kapal berada di

Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.

C. Data Yang Digunakan

Metode penelitian pada dasarnya

merupakan cara ilmiah untuk

mendapatkan data. Data merupakan

tahapan yang penting dalam proses

penelitian, karena hanya dengan

mendapatkan data yang tepat maka proses

penelitian akan berlangsung sampai

peneliti mendapatkan jawaban dari

perumusan masalah yang sudah

ditetapkan. Data yang kita cari harus

sesuai dengan tujuan penelitian.

Berdasarkan cara memperolehnya, data

yang diperoleh selama penelitian sebagai

pendukung tersusunnya penulisan

penelitian ini adalah:

1. Data primer

Menurut S. Margono (2008:23),

data primer adalah data yang

dikumpulkan langsung dari individu-

individu yang diteliti, dikumpulkan

oleh peneliti secara langsung dari

sumber data utama atau objek

penelitian. Data primer disebut juga sebagai data asli atau data baru,

memiliki sifat up to date. Untuk

mendapatkan data primer, peneliti

harus mengumpulkannya secara

langsung.

Data primer dalam penelitian ini

diperoleh melalui pengamatan

langsung pada objek-objek penelitian

di kapal MT. Sei Pakning dan melalui

wawancara-wawancara pada pihak-

pihak yang terkait pada penelitian.

2. Data Sekunder

Menurut S. Margono (2008:23),

data sekunder adalah data yang ada

dalam studi pustaka atau studi literatur,

arsip-arsip, gambar dan foto-foto. Data

sekunder dalam penelitiaan dibagi

menjadi Studi Dokumentasi dan Studi

Pustaka. Studi dokumentasi diperoleh

melalui Foto-foto dan gambar-gambar.

Studi pustaka ini diperoleh dari buku

IMO, STCW dan ISPS Code.

D. Metode Pengumpulan Data Di dalam penelitian ini penulis

menggunakan beberapa metode

pengumpulan data antara lain :

1. Observasi

Menurut Sugiyono (2009:145),

observasi digunakan bila, penelitian

berkenaan dengan perilaku manusia,

proses kerja, gejala-gejala alam dan

bila responden yang diamati tidak

terlalu besar. Dari segi proses

pelaksanaan pengumpulan data.

Observasi dapat dibedakan menjadi

participant observation (observasi

berperan serta) dan non participant

observation, selanjutnya dari segi

instrumentasi yang digunakan, maka

observasi dapat dibedakan menjadi

observasi terstruktur dan tidak

terstruktur.

Observasi dalam penelitian ini

adalah participant observation

(observasi berperan serta), dimana peneliti terlibat dengan kegiatan

sehari-hari orang yang sedang

diamati atau yang digunakan sebagai

sumber data penelitian. Peneliti

terlibat langsung dalam pengamatan

dan andil bagian atau berperan serta

dalam kegiatan.

Page 21: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1965

2. Wawancara

Menurut Sugiyono (2009:137),

wawancara adalah proses memperoleh

penjelasan untuk mengumpulkan

informasi-informasi dengan

menggunakan cara tanya jawab, bisa

dilakukan sambil bertatap muka secara

langsung, melalui media

telekomunikasi antar pewawancara

dengan orang yang diwawancarai,

dengan atau tanpa menggunakan

pedoman. Pada hakikatnya wawancara

merupakan kegiatan untuk memperoleh

informasi secara mendalam tentang

sebuah isu atau tema yang diangkat

dalam penelitian atau merupakan

proses pembuktian terhadap informasi

atau keterangan yang telah diperoleh.

Adapun wawancara dalam

penelitian ini dilakukan secara terbuka

dan terstruktur, pihak-pihak yang

menjadi narasumber pada penelitian

ini adalah:

a. Capt. Diwan Adfi Siregar (Nakhoda

Kapal MT. Sei Pakning). Sebagai

pimpinan, yang bertanggung jawab

terhadap seluruh kegiatan di atas

kapal, sebagai wakil perusahaan dan

sebagai penegak hukum.

b. Toric Aguido Sihotang (Mualim I

Kapal MT. Sei Pakning). Sebagai

pihak yang membuat jadwal dinas

jaga, yang bertanggung jawab

terhadap crew kapal dan

pelaksanaan dinas jaga berjalan

dengan baik di atas kapal MT. Sei

Pakning.

c. Fernando Frendji Gandaria (Mualim

II Kapal MT. Sei Pakning). Sebagai

pihak yang menjadi SSO di atas

kapal yang bertanggung jawab

terhadap keamanan kapal MT. Sei

Pakning.

d. Baso Palonggang (Juru Mudi Kapal

MT. Sei Pakning). Sebagai pihak

yang terlibat langsung dalam

pelaksanaan dinas jaga di kapal MT.

Sei Pakning.

e. James Dean Umbokahu (Klasi

Kapal MT. Sei Pakning). Sebagai

pihak yang terlibat langsung dalam

pelaksanaan dinas jaga di kapal MT.

Sei Pakning.

3. Dokumentasi

Dalam upaya mengumpulkan data

dengan cara dokumentasi peneliti

menelusuri berbagai macam dokumen

antara lain ship’s particular, crew list,

daftar dinas jaga, daftar organisasi

keamanan kapal dan foto-foto yang

terkait dengan objek penelitian.

4. Metode Kepustakaan

Menurut Supardi (2008:33), studi

kepustakaan adalah menelusuri dan

mencari dasar-dasar acuan yang erat

kaitannya dengan masalah penelitian

yang hendak dilakukan, dasar-dasar

tersebut tidak terbatas dari satu sumber

saja tetapi dapat dicari dari berbagai

sumber yang kemudian disusun dalam

bab tersendiri. Study Pustaka yang

digunakan dalam penelitian adalah

buku-buku yang terkait dengan

penelitian, seperti International

Maritime Organization (IMO),

Standards of Training, Certification

and Watchkeeping for Seafarers

(STCW) dan International Ship and

Port Facility Security (ISPS). Buku-

buku tersebut sangat mendukung,

menunjang dan menjadi dasar materi

penelitian yang dilakukan oleh peneliti.

E. Teknik Analisa Data Tahap analisa data adalah tahap paling

penting dan menentukan dalam suatu

penelitian. Analisasi data, menurut

Wiratna (2014:103) adalah upaya data

yang sudah tersedia kemudian diolah

dengan daftar dan dapat digunakan untuk

menjawab rumusan masalah dalam

penelitian. Dengan demikian, teknis

analisis data dengan tujuan mengolah

Page 22: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

1966

data tersebut untuk menjawab rumusan

masalah.

Dalam penelitian ini penulis

mengunakan lebih dari satu teknik

analisis data. Teknik analisis data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis data kualitatif dan metode

matrik USG. Teknis analisis data yang

digunakan penulis dalam penelitian

yaitu:

1. Teknik analisisi data kualitatif

a. Reduksi data

Dalam proses reduksi data

penulis akan memilih hal-hal

pokok, memfokuskan pada hal-hal

yang penting dan membuang data

yang tidak diperlukan. Dengan

demikian data yang telah direduksi

akan memberikan gambaran lebih

jelas mengenai permasalahan

penelitian.

b. Penyajian data

Penyajian data yang berupa

sekumpulan informasi yang telah

tersusun secara terpadu dan mudah

dipahami yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan

kesimpulan.

2. Penarikan kesimpulan

Dalam menarik kesimpulan

merupakan kemampuan seorang

peneliti dalam menyimpulkan

berbagai data yang diperoleh selama

proses penelitian berlangung.

3. Metode Matriks USG (Urgency,

Seriousness, Growth).

Dimana Metode Matriks USG

adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan suatu masalah yang

prioritas, terdapat 3 (tiga) faktor yang

perlu dipertimbangkan. Ketiga faktor

tersebut adalah urgency, seriousness,

dan growth.

Urgency berkaitan dengan

mendesaknya waktu yang diperlukan

untuk menyelesaikan masalah tersebut.

Semakin mendesak suatu masalah

untuk diselesaikan maka semakin

tinggi urgency masalah tersebut.

Seriousness berkaitan dengan

dampak dari adanya masalah tesebut

terhadap organisasi. Dampak ini

terutama yang menimbulkan kerugian.

Semakin tinggi dampak masalah

tersebut terhadap organisasi maka

semakin serius masalah tersebut.

Growth berkaitan dengan

pertumbuhan masalah. Semakin cepat

berkembang masalah tersebut maka

semakin tinggi tingkat

pertumbuhannya. Suatu masalah yang

cepat berkembang tentunya makin

prioritas untuk diatasi

permasalahannya.

Metode USG merupakan salah satu

cara menetapkan urutan prioritas

masalah dengan metode teknik scoring.

Caranya dengan menentukan Urgency,

Seriousness, dan Growth dengan

menggunakan skala nilai 1-5, suatu

masalah dengan total skor tertinggi

merupakan masalah yang prioritas.

Adapun keterangan skor sebagai

berikut:

Tabel Skala penilaian metode USG

Skala Penilaian

5 Sangat Besar

4 Besar

3 Sedang

2 Kecil

1 Sangat Kecil

IV. DISKUSI

A. Gambaran Umum

PT. Pertamina (Persero) adalah

perusahaan milik negara yang bergerak

pada sektor logistik yang profesional

dalam hal penyediaan minyak, gas bumi,

petrokimia dan produk kilang lainnya.

Page 23: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1967

Pada tanggal 15 Maret 1990 Keputusan

Presiden No. 11 (sebelas) menghasilkan

terbentuknya direktorat perkapalan

kepelabuhanan dan komunikasi yang

kemudian menjadi PT. Direktorat

Pemasaran, pada tahun 2004 menjadi PT.

Pertamina (Persero) yang beralamat di Jl.

Yos Sudarso 32-34 Tanjung Priok Jakarta

Utara. PT Pertamina Pusat beralamat di Jl.

Medan Merdeka Timur 1A, Gedung

Perwira 2 (dua) Lantai 1 (satu), Jakarta

Pusat 10110. Misi dari perusahaan adalah

memfokuskan pada pemberian pelayanan

yang terbaik dengan tetap menjaga dan

mempertahankan lingkungan alam sekitar.

Untuk mencapai misi tersebut,

perusahaan telah menciptakan budaya

perusahaan yang lebih baik, membangun

citra perusahaan yang baru dan

menerapkan prinsip transportasi, good

corporate governance dan sistem

pengawasan internal yang tepat.

Saat ini perusahaan PT. Pertamina

(Persero) telah memiliki kurang lebih 50

kapal tanker yang beroperasi dengan

berbagai macam tipe yaitu kapal-kapal

tanker tipe M, K, P, S, G dan kapal-kapal

gas yang di kelompokan berdasarkan

ukuran dan nama depan dari setiap tipe

kapal-kapal tanker tersebut.

Peneliti melakukan penelitian di kapal

MT. Sei Pakning salah 1 (satu) kapal milik

PT. Pertamina (Persero) tipe Medium

Range tipe S, dengan jenis kapal oil tanker

produk yang memuat hasil produk olahan

minyak bumi, seperti Premium, HSD,

Kerosin maupun Aftur. Route pelayaran

MT. Sei Pakning tergantung dari shiping

order yang dikirim melalui email yang

dikirimkan oleh perusahaan ke email

kapal.

Sesuai dengan judul “Analisis

peningkatan dinas jaga di daerah rawan

guna meningkatkan keamanan di kapal

MT. Sei Pakning” maka sebagai diskripsi

data akan di jelaskan tentang keadaan

sebenarnya yang terjadi di kapal, sehingga

dengan deskripsi ini penulis

mengharapkan agar pembaca mampu dan

bisa merasakan tentang semua hal yang

terjadi selama penulis melaksanakan

penelitian. Gambar di bawah merupakan

gambar kapal tempat penulis

melaksanakan praktek laut dan tempat

penulis melaksanakan penelitian.

Gambar Kapal MT. Sei Pakning

MT. Sei Pakning memiliki nama

panggilan (Call Sign), PODV (Papa Oscar

Delta Viktor), memiliki Deadweight

(DWT) 29.756 Ton, panjang kapal 180,00

meter, lebar 30,49 meter. MT. Sei Pakning

di buat di China dan Louncing pada 15

Oktober 2011. Class yang di miliki kapal

adalah BKI dan DNV, kapal beroperasi di

Indonesia, discarging maupun loading

dengan pelabuhan yang berbeda beda

sesuai dengan shiping order yang di kirim

perusahaan ke email kapal. Crew kapal

berjumlah 29 (dua puluh sembilan) crew

termasuk nakhoda, semua crew kapal

berkebangsaan indonesia.

Pentingnya pelaksanaan dinas jaga yang

baik untuk menjaga keamanan dan

keselamatan jiwa, kapal, muatan dan

pelabuhan dari hal-hal yang tidak

diinginkan. Penelitian yang dilakukan

penulis merupakan suatu bentuk analisis,

adapun pengertian dari analisis adalah

penyelidikan terhadap suatu peristiwa

(perbuatan, karangan dan sebagainya)

untuk mendapatkan fakta yang tepat, asal-

usul, sebab, penyebab sebenarnya, dan

sebagainya.

Analisis data yang digunakan adalah

metode USG (Urgency, Seriousnes,

Growth), untuk menentukan masalah

Page 24: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

1968

utama atau prioritas masalah dari kurang

efektifnya pelaksanaan dinas jaga di

daerah rawan di kapal MT. Sei Pakning.

Peneliti melakukan survai terhadap crew

kapal mengunakan kuisioner atau angket

dan dilengkapi juga dengan hasil

wawancara dengan beberapa crew kapal

untuk menentukan urutan permasalahan

penyebab kurang efektifnya pelaksanaan

dinas jaga di daerah rawan di kapal MT.

Sei Pakning.

Dari survei yang dilakukan melalui

kuisioner kepada Mualim I, II dan III.

Pertanyaan mengenai masalah-masalah

yang menyebabkan kurang efektifnya

pelaksanaan dinas jaga di kapal MT. Sei

Pakning didapat hasil sebagai berikut :

Tabel Hasil Kuisioner

Dari hasil Kuisioner yang dilakukan

peneliti terhadap Mualim I, II dan III

didapat urutan masalah sebagai berikut :

1. Peralatan penunjang keamanan

yang kurang;

2. Penerapan ISPS Code yang

tidak maksimal;

3. Pengetahuan dan kesadaran crew

yang kurang tentang keamanan di

daerah rawan;

4. Disiplin personil dinas jaga;

5. Security Patrol;

6. Waktu istirahat personil dinas jaga;

7. Perancanaan dinas jaga.

Hasil dari kuisioner kemudian

dilakukan analisis data mengunakan

metode USG untuk menentukan skor tiap-

tiap masalah. Metode USG pada

prinsipnya merupakan pendekatan untuk

mengidentifikasi prioritas penyebab

masalah, pendekatan ini dapat digunakan

untuk mengidentifikasi masalah utama

atau prioritas masalah yang berpotensi

sebagai faktor penyebab kurang efektifnya

pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan di

kapal MT. Sei Pakning. USG mempunyai

3 (tiga) klasifikasi prioritas permasalahan

yaitu: Urgency (U), Seriousnes (S) dan

Growth (G).

Dengan mengetahuai masalah utama

atau masalah prioritas tersebut, maka dapat

diambil tindakan-tindakan yang dilakukan

untuk mencegah kurang efektifnya

pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan di

kapal MT. Sei Pakning. Agar pelaksanaan

dinas jaga dapat berjalan baik dan

maksimal sehingga keamanan di atas kapal

akan meningkat.

Bardasarkan survei yang dilakukan

peneliti kepada para perwira di atas kapal

menggunakan angket atau kuisioner

didapat data kemudian data tersebut

diperoleh dengan mengunakan metode

USG untuk mengetahui total nilai dari

masing-masing masalah, maka dapat

dilakukan urutan peroritas masalah

berdasarkan nilai tebesar atau tertinggi.

Nilai yang paling besar atau tertinggi

adalah prioritas yang perlu segera dilaksanakan, dan demikian seterusnya

sampai nilai terendah yaitu prioritas yang

paling tidak mendesak untuk segera

diselesaikan. Masalah utama atau masalah

mendesak harus segera diselesaikan dan

dicari pemecahan masalahnya agar

masalah mengenai kurang efektifnya

pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan

NO PERNYATAAN SKALA TOT

AL 1 2 3 4 5

1 Peralatan penunjang

keamanan yang kurang

I

I I 13

2 Penerapan ISPS Code

yang tidak maksimal I I I 12

3

Pengetahuan dan

kesadaran crew yang

kurang tentang keamanan

di daerah rawan

I I

I 11

4 Disiplin personil dinas

jaga I I I 9

5 Security patrol I

I I 8

6 Waktu istirahat personil

dinas jaga

I

I I 7

7 Perancanaan dinas jaga I I I 6

Page 25: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1969

dapat segera dicari solusi pemecahan

masalah-masalahnya. Untuk lebih jelasnya

menentukan masalah utama atau prioritas

masalah dapat dilihat pada tabel analisis

perbandingan USG di bawah ini:

Tabel Analisis USG

N

O

MASALA

H

ANALISIS

PERBAN

DINGAN

U S G NILAI

PRI

O

RIT

AS U S G T

A

Peralatan

penunjan

g

keamanan

yang

kurang

A-B

A-C

A-D

A-E

A-F

A-G

A

B

A

A

A

G

A

A

D

E

A

A

A

C

A

E

F

A

4 5 4 11 I

B

Penerapa

n ISPS

Code

yang

tidak

maksima

l

B-C

B-D

B-E

B-F

B-G

B

B

B

B

G

B

D

B

B

B

C

B

E

B

G

4 4 2 10 II

C

Pengetahu

an dan

kesadaran

crew yang

kurang

tentang

keamanan

di daerah

rawan

C-D

C-E

C-F

C-G

C

C

C

C

D

C

C

C

C

E

C

G

4 3 2 9 III

D

Disiplin

personil

dinas jaga

D-E

D-F

D-G

D

D

D

E

D

D

D

D

G

3 2 2 7 IV

E Security

patrol

E-F

E-G

E

E

E

E

E

G 2 2 1 5 V

F

Waktu

istirahat

personil

dinas jaga

F-G F F G 1 1 - 2 VI

G

Perancan

aan dinas

jaga

G - - G - - 1 1 VII

Berdasarkan Tabel Analisis

perbandingan USG masalah yang

menempati urutasn prioritas pertama 1

(satu) adalah peralatan penunjang

keamanan yang mempunyai total skor

sebesar 11 (sebelas), dan yang menempati

prioritas masalah ke 2 (dua) adalah

penerapan ISPS Code yang tidak maksimal

yang mempunyai total skor sebesar 10

(sepuluh). Dengan demikian masalah

umum atau prioritas masalah adalah:

1. Peralatan penunjang keamanan yang

kurang.

2. Penerapan ISPS Code yang tidak

maksimal.

B. Analisis Masalah

Berdasarkan Tabel Analisis USG,

penulis mendapatkan analisis penyebab

kurang efektif pelaksanaan dinas jaga di

daerah rawan oleh crew MT. Sei Pakning

saat kapal berada di Pelabuhan Tanjung

Perak Surabaya. Berikut faktor-faktor yang

menyebabkan kurang efektifnya

pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan :

1. Peralatan penunjang keamanan yang

kurang

a. Tidak tersedianya peralatan

penunjang

1) Jumlah HT (Handy Talky) yang

terbatas

Jumlah HT (handy talky) yang

terbatas dikarenakan HT (Handy

Talky) yang jumlahnya sedikit dan

ada yang rusak. Jumlah yang

terbatas menyebabkan tidak

mencukupi semua crew yang ada di

atas kapal. Tidak semua perpersonil

dinas jaga membawa handy talky

(HT) satu per satu hanya Mualim

jaga dan juru mudi jaga yang

membawa handy talky (HT) karena

jumlahnya yang terbatas. Handy

talky (HT) banyak yang mengalami

kerusakan di baterai yang sering

drop atau lowbed, dan antena handy

talky (HT) yang hilang dan patah.

Handy talky (HT) berperan penting

dalam berkomunikasi antar personil

dinas jaga. Komunikasi yang kurang

terhadap para personil dinas jaga

menyebabkan pelaksanaan dinas

jaga kurang maksimal.

2) Senter yang rusak

Senter yang rusak akibat

perawatan yang kurang, kerusakan

senter terjadi di bolam lampu dan

per tempat menaruh baterai yang

karatan. Per berkarat karena baterai

yang dayanya sudah habis tidak

langsung diganti, dan diletakkan

sembarangan di luar akomodasi

setelah digunakan.

Page 26: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

1970

3) Pentungan yang tidak tersedia

Pentungan digunakan untuk

memebela diri ketika ada pencuri,

penjahat, dan orang yang berniat

buruk untuk membela diri.

Pentungan yang tidak tersedia di

atas kapal karena terjatuh ke laut

saat diletakkan di reling kapal dan

ada ombak saat berlayar.

b. Closed Circuit Television (CCTV)

yang mengalami trouble

Closed circuit television (CCTV)

yang mengalami trouble akibat dari

pemasangan yang tidak sempurna dan

tidak maksimal oleh pihak kontraktor,

menyebabkan kontrol CCTV yang

tidak berfungsi, gambar yang

berkedip-kedip dan tidak muncul

gambar di layar monitor adalah

kendala-kendala yang ada di

perangkat CCTV. CCTV yang trouble

menyebabkan pengawasan ke seluruh

bagian yang dipasang kamera CCTV

tidak maksimal.

2. Penerapan ISPS Code yang tidak

maksimal

a. Pelaksanaan dinas jaga yang tidak

sesuai ISPS Code

Pelaksanaan dinas jaga yang tidak

sesuai ISPS Code karena personil dinas

jaga tidak melakukan prosedur ISPS

Code dengan benar, personil dinas jaga

tidak melakukan pemeriksaaan

menyeluruh terhadap loading master,

surveyor dan para buruh yang

memasang loading up yang datang ke

kapal, pengecekan barang bawaan,

pencocokan identitas diri, KTP ataupun passport dan diganti dengan visitor

card yang disesuaikan dengan

keperluan dari setiap tamu yang naik ke

atas kapal.

b. Personil dinas jaga yang kurang

Pada tingkat siaga 2 atau daerah

rawan jumlah personil dinas jaga

masih kurang dan dalam proses

pelaksanaan dinas jaga pada saat

melaksanakan security patrol para

personil dinas masih melaksanakan

security patrol seperti di daerah aman

durasi waktu tidak ditingkatkan sesuai

status security level yang diterapkan

di daerah rawan.

C. Pembahasan Masalah

Berdasarkan Tabel Analisis USG

masalah utama atau prioritas masalah

yaitu: Pertama peralatan penunjang

keamanan yang kurang dan ke 2 (dua)

penerapan ISPS Code yang tidak

maksimal. Dari ke 2 (dua) masalah

prioritas tersebut yang menjadi penyebab

kurang efektifnya pelaksanaan dinas jaga

di daerah rawan di kapal MT. Sei Pakning

pada saat kapal berada di pelabuhan

Tanjung Perak Surabaya.

Bagaimana pelaksanaan dinas jaga di

daerah rawan oleh crew MT. Sei Pakning?

1. Peralatan penunjang keamanan yang

kurang

Penyelesaian masalah dari peralatan

penunjang keamanan yang kurang

adalah pertama penyediaan peralatan

penunjang keamanan. Kedua

pengawasan, pemberian sangsi kepada

yang melanggar dan melaporkan ke

kantor agar CCTV diperbaiki oleh

kontraktor.

a. Penyediyaan peralatan penunjang

keamanan

1) Handy talky (HT)

Pengunaan handy talky sangat

penting dan mendukung dalam

pelaksanaan dinas jaga untuk berkomunikasi kepada para personil

jaga. Handy talky adalah alat

berkomunikasi dengan

menggunakan sinyal frekuensi

tertentu sebagai pemancarnya untuk

menghubungkan handy talky (HT)

yang satu dengan handy talky (HT)

yang lain. Handy talky (HT)

Page 27: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1971

biasanya digunakan oleh kepolisian

ataupun security dengan

mengunakan bahasa isyarat dalam

berbicara.

Masalah handy talky (HT) yang

terjadi di atas kapal adalah

jumlahnya yang sedikit, dan tidak

mencukupi semua crew yang ada di

atas kapal. Tidak semua perpersonil

dinas jaga membawa handy talky

(HT) satu persatu hanya Mualim

jaga dan juru mudi jaga yang

membawa handy talky (HT) karena

jumlahnya yang terbatas. Handy

talky (HT) banyak yang mengamai

kerusakan di baterai yang sering

drop atau lowbed, dan antena handy

talky (HT) yang hilang dan patah.

Handy talky (HT) berperan penting

dalam berkomunikasi antar personil

dinas jaga. Komunikasi yang kurang

terhadap para personil dinas jaga

menyebabkan pelaksanaan dinas

jaga kurang maksimal. Seharusnya

personil dinas jaga membawa satu

orang satu agar dalam pelaksanaan

dinas jaga dalam pemantauan atau

menyampaikan informasi dapat

dilaporkan segera dan dapat

diketahui oleh para personil dinas

jaga, kemudian perwira dapat

mengambil tindakan yang harus

dilakukan, dan keselamatan para

personil dinas jaga dapat tidak

terancam.

Upaya yang harus dilakukan

untuk menyelesaikan permasalahan

handy talky (HT) adalah dengan

memperbaiki handy talky (HT) yang

rusak ke tempat servis handy talky

(HT), membuat permintaan barang

yang dikirim ke kantor dan dengan

membeli handy talky (HT) baru.

Mempersiapkan sparepart seperti

baterai cadangan antena, dan handy

talky (HT) baru di store. Apabila

ada handy talky (HT) dapat segera

diperbaiki dan apabila handy talky

(HT) ada yang mengalami

kerusakan dapat segera diganti

dengan handy talky (HT) baru,

sehingga pelaksanaan dinas jaga

tetap berjalan dengan optimal.

Gambar HT (handy talky)

2) Penerangan (Senter)

Penerangan sangat penting untuk

menunjang pengawasan pada malam

hari untuk memberi cahaya agar

dapat melihat pergerakan, orang,

benda atau prahu yang mendekati

kapal. Penerangan geladak berfungsi

sebagai pengawasan dan membantu

dalam penglihatan dalam malam

hari, personil dinas jaga juga

dilengkapi dengan senter yang

berfungsi untuk menyorot sekeliling

kapal dan untuk memberi

penerangan di deck agar personil

jaga tidak terjatuh karena

tersandung gading-gading kapal.

Senter yang digunakan harus aman

dalam situasi dan kondisi sesuai

dengan muatan yang dibawa agar

tidak menimbulkan panas yang

dapat meyebabkan bunga api yang

memicu kebakaran pada kapal

tanker.

Masalah yang terjadi di atas

kapal sehubungan dengan senter

adalah jumlah senter yang sedikit

yang sesuai persyaratan yang

diperbolehkan digunakan di kapal

tanker, senter yang mengalami

kerusakan pada bolam lampu yang

mati, dan per tempat baterai yang

berkarat.

Page 28: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

1972

Upaya yang dilakukan adalah

dengan memperbaiki senter yang

rusak, dengan mengganti bolam

lampu yang baru, mengganti per

tempat meletakkan baterai,

membuat permintaan barang ke

kantor dan membeli senter yang

baru yang sesuai ketentuan di kapal

tanker agar jumlahnya memadai

dalam proses pelaksanaan dinas

jaga. Menyimpan sparepart bolam

lampu, per, baterai dan senter baru

agar sewaktu-waktu senter rusak

dapat segera diperbaiki dan diganti

dengan senter yang baru.

3) Pentungan

Pentungan biasanya digunakan

oleh polisi, security dan hansip

untuk membela diri dari penjahat

yang hendak melawan. Keberadaan

pentungan di atas kapal sangat

penting untuk melindungi diri

penjahat. Bahan pembuat dari

pentungan yang keras dan tumpul

berfungsi untuk melumpuhkan

penjahat tidak untuk membunuh.

Pentungan yang tidak ada di atas

kapal sebagai alat pelindung diri

personil dinas jaga adalah hal yang

fatal dan membahayakan bagi

keselamatan personil dinas jaga

yang berada di deck yang bertatap

muka langsung dengan orang atau

penjahat di lapangan.

Hal yang harus dilakukan adalah

dengan membuat permintaan barang

ke kantor atau dengan membeli

pentungan tersebut ditempat peralatan satpam/kepolisian.

Disesuaikan jumlah personil jaga

dan menyediakan spare di store agar

ada cadangan apabila sewaktu-

waktu hilang atau rusak.

b. Perbaikan dan penyediaan CCTV

oleh kontraktor

Closed Circuit Television

(CCTV) adalah merupakan sebuah

sistem komputer menggunakan

video kamera untuk menampilkan

dan merekam gambar pada waktu

dan tempat dimana perangkat

tersebut terpasang. CCTV adalah

singkatan dari kata Closed Circuit

Television, yang artinya

menggunakan sinyal yang bersifat

tertutup atau rahasia, tidak seperti

televisi biasa pada umumnya yang

merupakan broadcast signal. Closed

Circuit Television (CCTV)

digunakan untuk pelengkap sistem

keamanan yang dapat membantu

kontrol keamanan dan juga dapat

dipasang di berbagai lokasi seperti

di anjungan, kamar mesin, haluan,

buritan lambung kiri dan kanan

kapal. Rekaman CCTV dapat

diulang kembali dapat dijadikan

barang bukti apa bila kapal

mengalami suatu kejadian atau

tindakan kriminal yang mengancam

keamanan di atas kapal.

CCTV yang ada di atas kapal

sering mengalami kerusakan. seperti

motor kamera yang berputar-putar

tidak terkontrol, CCTV yang mati,

monitor yang gambarnya kabur dan

kontrol CCTV yang tidak berfungsi

dengan baik menyebabkan fungsi

CCTV sebagai peralatan keamanan

kurang maksimal.

Hal yang harus dilakukan terkait

masalah CCTV adalah dengan

membuat laporan yang dikirim ke

kantor selanjutnya kantor memanggil kontraktor yang

memasang untuk mengecek dan

memperbaiki kerusakan yang terjadi

terkait dengan CCTV, perwira

mengecek ulang perbaikan yang

dilakukan oleh kontraktor agar

CCTV dapat digunakan. CCTV

masih dalam garansi jadi pihak

Page 29: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1973

kapal tidak perlu mengeluarkan

biaya untuk perbaikan.

2. Penerapan ISPS Code yang tidak

maksimal

Penyelesaian masalah dari

penerapan ISPS Code adalah pertama

pengawasan, pembuatan checklist dan

dilaksanakan training atau pengarahan

kepada crew. Kedua penambahan

personil yang melakukan dinas jaga.

a. Pengawasan, pembuatan checklist

dan dilaksanakan training atau

pengarahan kepada crew

Untuk meningkatkan keamanan

maka kapal harus menerapkan ISPS

Code dimanapun kapal berada di

setiap pelabuham. Dalam

melaksanakan ISPS Code maka

harus ada managemen keamanan

(Security Management) kapal yang

baik. Manajemen artinya mengurus,

mengelola, mengendalikan,

mengusahakan, memimpin agar

dapat teroganisasi dan lebih evektif

dalam menjaga dan mengamankan

kapal. Pemilik atau operator kapal

yang mengoperasikan kapal untuk

ukuran tertentu sebagaimana

dimaksud Pasal 170 ayat 1 undang-

undang tersebut butir 1 di atas harus

memenuhi persyaratan manajemen

keamanan kapal. Kapal yang telah

memenuhi persyaratan manajemen

keamanan kapal sebagaimana

dimaksud ayat 1 diberi sertifikat.

Sertifikat Manajemen Keamanan

Kapal sebagaimana dimaksud pada

ayat 2 berupa Sertifikat Keamanan

Kapal Internasonal (International

Ship Security Certificate/ISSC).

Perusahaan Pelayaran sebagaimana

dimaksud ayat 2 di atas adalah

sebagai organisasi yang telah

memikul tanggung jawab atas

pengoperasian kapal dan telah

menyetujui untuk melaksanakan

semua kewajiban dan tanggung

jawab yang diwajibkan sebagaimana

yang ditentukan Bab XI-2 Bagian A

ISPS Code 2002.

Perwira keamanan kapal ship

security officer (SSO) adalah

personil di atas kapal, yang

bertanggung jawab kepada nakhoda,

yang ditunjuk oleh Perusahaan

sebagai penanggung jawab terhadap

keamanan kapal, termasuk

implementasi dan pemeliharaan dari

rancangan keamanan kapal dan

untuk berkoordinasi dengan petugas

keamanan perusahaan dan petugas

keamanan fasilitas pelabuhan.

1) Pada keamanan tingkat siaga I,

aktivitas yang harus dilaksanakan

dengan melalui cara-cara yang

tepat, pada semua kapal dengan

berpedoman pada petunjuk

pelaksanaan yang terdapat pada

bab XI-2 dan bagian A serta

bagian B ISPS Code, dalam

rangka mengidentifikasi dan

mengambil tindakan pencegahan

terhadap insiden keamanan.

2) Pada tingkat siaga 2 tindakan

pencegahan tambahan, yang

ditetapkan dalam pedoman

khusus ini harus diterapkan untuk

masing-masing kegiatan secara

terinci sebagaimana yang

dimaksud huruf B tersebut di atas

dengan memperhatikan petunjuk

pelaksanaan yang terdapat pada

bagian B ISPS Code.

3) Pada tingkat siaga 3 tindakan

pencegahan khusus lebih lanjut,

yang ditetapkan dalam rancangan

masing-masing kegiatan secara

terperinci sebagaimana yang

dimaksud huruf b tersebut di atas.

Yang terjadi di kapal MT. Sei

Pakning pada saat pelaksanaan dinas

jaga di pelabuhan Tanjung Perak

Surabaya para personil dinas jaga

tidak melakukan prosedur ISPS

Page 30: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

1974

Code dengan benar, personil dinas

jaga tidak melakukan pemeriksaaan

menyeluruh terhadap loading

master, surveyor dan para buruh

yang memasang loading up yang

datang ke kapal, pengecekan barang

bawaan, memastikan barang bawaan

yang naik ke atas kapal tidak ada

barang yang berbahaya, pencocokan

identitas diri, KTP ataupun passport

dengan orang yang naik di atas

kapal dan identitas ditinggal dan

diganti dengan visitor card yang

disesuaikan dengan keperluan dari

setiap tamu yang naik di atas kapal.

pengecekan dengan metal detektor

disertai perabaan memastikan dalam

tubuh tidak ada benda, berbahaya

dan barang terlarang naik ke atas

kapal. Barang berbahaya dan

terlarang tidak boleh naik ke atas

kapal barang tersebut diamankan

oleh pihak kapal agar hal-hal yang

tidak diinginkan tidak terjadi di atas

kapal.

Hal-hal yang harus dilakukan

berkaitan dengan masalah kurang

efektifnya penerapan ISPS Code

adalah dengan melaksanakan

pengawasan oleh perwira kapal,

memberikan pengarahan rutin atau

training kepada crew kapal agar

pengetahuan tentang ISPS Code

lebih meningkat, membuat checklist

terhadap semua kegiatan di atas

kapal, menempel poster-poster

tentang ISPS Code.

b. Penambahan personil yang melakukan dinas jaga

Penambahan personil dinas jaga

di daerah rawan adalah hal yang

sangat penting dalam pelaksanaan

dinas jaga, jumlah personil dinas

jaga di daerah rawan harus ditambah

mengingat daerah yang yang

mempunyai security level yang

meningkat dibanding daerah aman

atau normal, harus diadakan

pengawasan lebih maksimal karena

ancaman yang meningkat, agar tidak

ada kejadian atau hal yang

dikhawatirkan terjadi di atas kapal.

Hal-hal yang harus dilakukan

berkaitan dengan masalah kurang

efektifnya penerapan ISPS Code adalah

dengan menambah personil dinas jaga

untuk membantu dalam pelaksanaan

dinas jaga, pengawasan dan

meningkatkan keamanan di kapal.

Bagaimana upaya yang harus

dilakukan untuk meningkatkan

keamanan di daerah rawan?

1. Penjadwalan terhadap perawatan alat

penunjang keamanan.

Jadwal perawatan yang rutin

harus dilaksanakan agar alat-alat

tersebut terpelihara dengan baik. Hal

ini tentunya sangat dibutuhkan

perencanaan yang baik dalam

melaksanakan kegiatan tersebut.

Perawatan secara berkesinambungan

ini tentu sangat diperlukan untuk

menghindari kemerosotan fungsi

alat yang disebabkan karena usia

atau faktor yang lainnya. Maka dari

itu menurut Planed Maintenance

System (Sistem Perawatan

Terencana) perlu adanya

pelaksanakan perawatan pada

waktu-waktu yang dijadwalkan :

a. Perawatan HT (handy talky)

b. Perawatan Penerangan (senter)

c. Perawatan berkala Perlengkapan

CCTV

2. Meningkatkan pengetahuan dan

kesadaran tentang keamanan

Tugas nakhoda dan mualim tidak

hanya mengacu pada pekerjaan

operasional kapal. Tetapi mereka

juga dituntut untuk memberi contoh,

sebagai panutan dan mengarahkan

Page 31: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1975

tentang pelaksanaan dinas jaga yang

baik dan benar. Dari segi pendidikan

nakhoda dan Mualim tentu

mempunyai pengetahuan lebih

tentang dinas jaga, oleh karena itu,

mereka wajib memberi arahan dan

pengertian yang jelas tentang

pentingnya pelaksanaan dinas jaga

yang baik dan benar agar tercipta

keamanan dan keselamatan jiwa,

kapal dan muatan. Menanamkan

tentang pentingnya keamanan dan

keselamatan jiwa kapal dan muatan

bukanlah hal yang mudah. Dengan

memberi pengertian akan

pentingnya pelaksanaan dinas jaga

yang baik agar tercipta keamanan

dan keselamatan jiwa, kapal dan

muatan, crew kapal tentu akan

melaksanakan dinas jaga dengan

sebaik-baiknya.

Upaya meningkatkan kesadaran

crew kapal dalam melaksanakan

dinas jaga. Mualim I yang

bertanggung jawab terhadap

pembuatan jadwal dinas jaga dan

Mualim II selaku SSO yang

bertanggung jawab terhadap

keselamatan kapal harus bekerja

sama untuk menciptakan suasana

kapal yang aman.

3. Menerapkan ISPS Code di atas kapal

Untuk meningkatkan keamanan

maka kapal harus menerapkan ISPS

Code dimanapun kapal berada di

setiap pelabuhan. Dalam

melaksanakan ISPS Code maka

harus ada manajemen keamanan

(Security Management) kapal yang

baik. Manajemen artinya mengurus,

mengelola, mengendalikan,

mengusahakan, memimpin agar

dapat teroganisasi dan lebih efektif

dalam menjaga dan mengamankan

kapal. Pemilik atau operator kapal

yang mengoperasikan kapal untuk

ukuran tertentu sebagaimana

dimaksud Pasal 170 ayat (1)

undang-undang tersebut butir 1 di

atas harus memenuhi persyaratan

manajemen keamanan kapal. Kapal

yang telah memenuhi persyaratan

manajemen

4. Pengawasan langsung di lapangan

terhadap pelaksanaan dinas jaga oleh

perwira.

Dalam kegiatan pelaksanaan

dinas jaga harus ada kontrol dan

pengawasan agar dalam pelaksanaan

dinas jaga dapat dilakukan dengan

baik. Mualim I sebagai penanggung

jawab pelaksana dinas jaga dan

mualim II sebagai perwira

keamanan sebaiknya turun langsung

di lapangan dan memeriksa

pelaksanaan dinas jaga yang

dilakukan oleh regu jaga secara

langsung. Mualim berhak menegur

apabila dalam pelaksanaan dinas

jaga dilakukan dengan tidak serius

atau seenaknya sendiri oleh regu

jaga. Sehingga pelaksanaan dinas

jaga dapat dilaksanakan dengan baik

dan tercipta keamanan di atas kapal.

5. Komunikasi yang baik

Tingkatkan komunikasi serta

koordinasi antara kapal dan

pelabuhan. Pihak kapal dan

pelabuhan harus ada komunikasi

dan koordinasi yang baik tentang

prosedur keamanan yang harus

dijalankan untuk mencegak

ancaman keamanan. Selain itu pihak

kapal sendiri juga harus ada

komunikasi dan koordinasi yang

baik antara semua crew baik

perwira dan bawahan, antara

personil dinas jaga, departemen deck

dan mesin dan crew kapal MT. Sei

Pakning. Tingkatkan pula hubungan

yang harmonis antara perwira dan

bawahannya dengan cara sering

mengadakan acara pertemuan rutin

Page 32: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisis Peningkatan Dinas Jaga di Daerah Rawan Guna Meningkatkan Keamanan

Pada Kapal MT. Sei Pakning

Dwi Antoroa, Sri Purwantini

b dan M. Arif Ikhsannudin

c

1976

di atas kapal mengangkat masalah-

masalah yang terjadi di kapal. Juga

dengan cara saling bertukar

informasi baik dari perwira ke

bawahan ataupun dari bawahan ke

perwiranya. Sehingga para bawahan

tidak merasakan adanya jurang

pemisah yang selama ini

menjadikan jarak diantara perwira

dan bawahannya. Selama ini para

bawahan akan cenderung mendekati

perwira atau orang-orang yang bisa

diajak bertukar pikiran dan

informasi dengan mereka.

V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari

penelitian tentang “Analisis peningkatan

dinas jaga di daerah rawan guna

meningkatakan keamanan pada kapal MT.

Sei Pakning” adalah :

1. Pelaksanaan dinas jaga di daerah rawan

tidak maksimal karena peralatan

penunjang keamanan yang kurang,

disebabkan karena tidak tersedianya

handy talky (HT), senter, pentungan di

atas kapal yang menjadi peralatan

penunjang keamanan dan CCTV di atas

kapal yang mengalami trouble disebabkan

karena pemasangan CCTV yang tidak

sempurna oleh kontraktor.

2. Penerapan ISPS Code di atas kapal ketika

berada di daerah rawan tidak berjalan

maksimal disebabkan karena pelaksanaan

dinas jaga yang tidak sesuai prosedur

ISPS Code dan jumlah personil dinas jaga

yang kurang dalam pelaksanaan dinas

jaga.

Dalam kesempatan ini penulis juga akan

memberikan saran-saran, diharapkan dalam

menjadi masukan dalam pelaksanaan dinas

jaga di daerah rawan dapat berjalan secara

maksimal adapun saran-saran tersebut

adalah:

1. Seharusnya perusahaan pelayaran PT.

Pertamina (Persero) menyediaan

peralatan penunjang keamanan seperti

handy talky (HT), senter, dan pentungan

kepada kapal milik karena peralatan

penunjang keamanan sangat penting

dalam menunjang pelaksanaan dinas jaga

dalam menciptakan keamanan di kapal.

2. Sebaiknya pihak kapal segera

melaporkan masalah CCTV yang trouble

kepada kantor PT. Pertamina (Persero)

agar perusahaan segera memangil

kontraktor agar segera dilakukan

perbaikan dan penyediaan CCTV oleh

kontraktor agar mempermudah dalam

pengawasan. CCTV sangat membantu

dalam pelaksanaan dinas jaga karena

fungsi CCTV yang sangat penting dapat

ditempatkan di lokasi-lokasi yang

diinginkan dan mudah dalam

pengawasannya.

3. Seharusnya Perwira melaksanakan

pengawasan terhadap crew, pembuatan

checklist dan dilaksanakan training atau

pengarahan kepada crew sehingga crew

dapat mengerti dan memahami tentang

prosedur ISPS Code yang benar sehingga

crew dapat melaksanakan tugas dan

tanggung jawab sesuwai prosedur ISPS

Code.

4. Sebaiknya crew kapal untuk ikut

membantu dalam pelaksanaan dinas jaga

sehingga jumlah personil dinas jaga yang

melaksanakan dinas jaga mencukupi

sehingga dalam pelaksanaan dinas jaga

lebih meningkat, pengawasan terhadap

bagian kapal dan lingkungan kapal lebih

baik. Penjagaan kapal lebih detail dan

kontrol terhadap bagian kapal lebih baik, sehingga akan memaksimal pelaksanaan

dinas jaga sehingga akan menciptakan

keamanan di atas kapal.

Page 33: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1977

DAFTAR PUSTAKA

Cipto. 2007. Hubungan Internasional di Asia

Tenggara. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Collins, Alan. 2007. Contemporary Security

Studies. UK: Oxford University Press

Supardi. 2008. Metodologi Penelitian

Ekonomi dan Bisnis. Yogyakarta: UII

Press

Margono. 2008. Metodologi Penelitian

Pendidikan. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Tim Penyusun Kamus Pusat Indonesia. 2008.

Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta:

Depdikbud Balai Pustaka

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Noor, Juliansyah. 2009. Metodologi

Penelitian : Skripsi, Tesis, Disertasi

dan Karya Ilmiah. Jakarta: Kencana

Jogiyanto. 2010. Analisis dan Desain Sistem

Informasi, Edisi IV. Yogyakarta: Andi

Offset

IMO. 2010. STCW a Guide For Seafarers

Talking Into Account the 2010

Manila. London: CPI Group (United

Kingdom)

Subanrijo, Djoko. 2011. Tugas Jaga.

Semarang: Patriangga

IMO. 2012 .Guide to Maritimme Security

and The ISPS Code. London: CPI

Group (United Kingdom)

Wiratna. 2014. Dasar dan Teknik Reseach.

Bandung: Tarsito

IMO. 2016. Internasional Ship and Port

Facility Security Code. London: CPI

Group (United Kingdom)

Page 34: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Mengoptimalkan Perawatan Komponen-Komponen Pada Sistem Kelistrikan Guna Mencegah

Terjadinya Low Insulation Di Kapal SS. Surya Satsuma

Darul Prayogoa dan Krisman Gelesah

b

1978

MENGOPTIMALKAN PERAWATAN KOMPONEN-KOMPONEN PADA

SISTEM KELISTRIKAN GUNA MENCEGAH TERJADINYA LOW

INSULATION DI KAPAL SS. SURYA SATSUMA

Darul Prayogoa

dan Krisman Gelesahb

aDosen Program Studi Teknika PIP Semarang bTaruna Program Studi Teknika STIP Jakarta

ABSTRAK

Pentingnya kebutuhan listrik diatas kapal sering tidak disertai dengan perawatan yang

baik atau secara intensif. Hal ini dapat menyebabkan terjadi masalah pada sistem kelistrikan

yang ada di kapal. Biasanya masalah kelistrikan terjadi pada kapal - kapal yang sudah

cukup lama beroperasi (kapal-kapal tua). Salah satu masalah kelistrikan yang popular di

atas kapal adalah kebocoran arus listrik yang yang lebih sering kita kenal dengan istilah

“low insulation”

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyebab dan pengaruh low insulation

dalam sistem kelistrikan diatas kapal dan mengetahui perawatan yang benar dalam sistem

kelistrikan kapal.

Sasaran dari pengkajian ini adalah sebagai sumbangan terhadap ilmu pengetahuan

terkait perawatan komponen-komponen pada sistem kelistrikan diatas kapal dan sebagai

acuan atau pedoman dalam melakukan perawatan terhadap komponen-komponen pada

sistem kelistrikan diatas kapal.

Kondisi sekitar (seperti suhu, kelembaban, dan cuaca) menyebabkan suatu komponen

listrik mengalami kerusakan akibat terbentuknya korosi. Umur dari suatu komponen-

komponen listrik dapat mempengaruhi terjadinya low insulation di atas kapal. batas waktu

tersebut menyebabkan komponen itu tidak dapat berfungsi secara maksimal bahkan

mengalami kerusakan. Faktor korosi dapat menyebabkan terjadinya low insulation dikapal

SS. Surya Satsuma. Bagian komponen listrik yang terbuat dari besi mengalami korosi dan

lama-kelamaan korosi tersebut mulai menyebar pada isolator di komponen listrik tersebut

dan mengakibatkan isolator sebagai penghambat listrik tidak berfungsi.

Kata kunci : perawatan, low insulation, korosi

I. PENDAHULUAN

Di dalam melakukan pelayaran dari satu

pelabuhan ke pelabuhan yang lain dengan

jarak yang cukup jauh, maka kapal harus

dapat beroperasi dengan baik. Agar kapal

dapat beroperasi dengan baik harus

didukung dengan permesinan yang baik. Di

atas kapal terdapat mesin penggerak

utama (Main Engine) serta permesinan

bantu (Auxiliary Engine), guna memenuhi

segala kebutuhan di atas kapal. Jika mesin

penggerak utama (Main Engine) berperan

sebagai penggerak kapal, maka permesinan

bantu (Auxiliary Engine) merupakan

permesinan bantu di atas kapal yang

berguna untuk memenuhi segala kebutuhan

untuk menunjang kinerja dari kapal

tersebut. Salah satu kebutuhan yang

diperlukan untuk menunjang kinerja kapal

adalah kebutuhan akan listrik. Namun

kebutuhan listrik ini juga harus ditunjang

Page 35: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1979

dengan faktor-faktor seperti perencanaan

akan intalasi listrik di atas kapal atau

sistem distribusi daya listrik di atas kapal.

Selain harus ditunjang dengan beberapa

faktor penting, kebutuhan akan listrik

juga harus diikuti dengan pengadaan

komponen listrik yang baik pula guna

memenuhi kelengkapan komponen-

kompanen untuk system distribusi dan

sesuai persyaratan pada peraturan

rekayasa kemaritiman. Lebih khusus lagi

yaitu merencanakan instalasi penerangan,

sistem komunikasi, navigasi, monitoring,

dan sistem pendukung lainnya pada

geladak anjungan (navigation deck).

Kebutuhan listrik di atas kapal dapat

dipenuhi dengan suplai listrik dari

generator.

Pentingnya kebutuhan listrik di atas

kapal sering tidak disertai dengan

perawatan yang baik atau secara intensif.

Hal ini dapat menyebabkan terjadi

masalah pada sistem kelistrikan yang ada

di kapal. Biasanya masalah kelistrikan

terjadi pada kapal-kapal yang sudah

cukup lama beroperasi (kapal-kapal tua).

Salah satu masalah kelistrikan yang

popular di atas kapal adalah kebocoran

arus listrik yang yang lebih sering kita

kenal dengan istilah “low insulation”.

II. METODE PENELITIAN

Metode analisa data yang penulis

gunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif dimana data data yang

diperoleh disusun secara sistematis dan

teratur, kemudian penulis membuat analisa

kualitatif agar diperoleh kejelasan tentang

masalah yang dilakukan dalam penelitian

ini. Analisa data yang dilakukan dalam

penelitian ini adalah analisa terhadap low

insultion. Dari penjelasan tersebut

diharapkan mampu menggambarkan secara

keseluruhan pokok bahasan serta

pemecahan masalah penelitian ini.

III. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. HASIL PENELITIAN 1. Kondisi lingkungan sekitar dapat

mempengaruhi terjadinya low

insulation di atas kapal

Pada tanggal 01 Januari 2016 kapal

SS. Surya Satsuma berlayar dari

Bontang menuju ke Hiroshima-Japan.

Kondisi kapal berlayar dengan cuaca

baik. Pada saat saat itu Jepang sedang

dalam iklim dingin (musim salju).

Tiba-tiba pada pukul 14:00 alarm

low insulaton berbunyi. Oiler jaga dan

chief engineer melihat alarm low

insulation (resistansi rendah) dari sistem

kelistrikan kapal. Masinis 3 pergi

melihat CRT (Computer Remote

Temperature) dan di sana terdapat

keterangan alarm low insulation 100V

MSB. Setelah itu Masinis 3

beserta kadet melakukan pengecekan

sistem kelistrikan di kapal khususnya

pada sistem kelistrikan 100V.

Pemeriksaan dilakukan dengan cara

mematikan sakelar listrik yang

menggunakan arus 100V secara

bergantian sambil memantau nilai

insulation pada panel. Melalui

pemeriksaan itu, Masinis 3 mendapati

low insulation terjadi pada sistem

lampu navigasi kapal.

Ternyata kami menemukan banyak

kadar air yang terdapat di dalam rumah

lampu (casing). Kemudian kami

melakukan pengecekan ternyata

komponen yang berfungsi sebagai kedap

airnya sudah rusak.

2. Umur dari suatu komponen-komponen

listrik dapat mempengaruhi terjadinya

low insulation di atas kapal

Pada tanggal 14 Januari 2016 kapal

SS. Surya Satsuma dalam perjalanan

menuju ke Jepang. Sekitar pukul 05:00

alarm low insulation aktif. Pada saat itu

seda terjadi peralihan musim dari musim

Page 36: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Mengoptimalkan Perawatan Komponen-Komponen Pada Sistem Kelistrikan Guna Mencegah

Terjadinya Low Insulation Di Kapal SS. Surya Satsuma

Darul Prayogoa dan Krisman Gelesah

b

1980

salju ke musim semi di Jepang. Masinis

3 pergi ke ECR untuk melihat di mana

terjadi low insulation. Pada CRT ada

keterangan yang menyatakan alarm low

insulation terjadi pada sistem lampu

navigasi kapal. Masinis 3 Mematikan

alarm low insulation tetapi tidak meriset

alarm tersebut. Hal tersebut dilakukan

Masinis 3 karena apabila alarm tersebut

diriset tanpa diperbaiki terlebihi dahulu,

maka alarm akan terus aktif.

Pukul 09:00 Masinis 3 melakukan

pengecekan terhadap lampu-lampu

navigasi untuk menemukan titik masalah

dari low insulation tersebut. Setelah

melakukan pemeriksaan selama 10

menit, maka ditemukan lampu navigasi

sebelah kananlah yang menyebabkan

alarm low insulation aktif.

3. Korosi dapat menyebabkan terjadinya

low insulation di atas kapal

Korosi merupakan suatu proses

yang menyebabkan terjadinya karat

pada suatu logam. Pada tanggal 15

Februari 2016, saat itu SS. Surya

Satsuma sedang berada di pelabuhan

Hatsukaichi, Jepang. Tiba-tiba terdengar

alarm dari kamar mesin. Pada saat itu

masinis yang sedang jaga adalah Masinis

2 dan dia mendapati alarm tersebut

adalah alarm low insulation pada 100V.

Masinis 2 mematikan alarm tersebut

lalu melaporkannya kepada Masinis 3

Hal tersebut dikarenakan bagian

kelistrikan adalah tanggung jawab dari

Masinis 3. Namun karena masih di

pelabuhan, maka masalah tersebut tidak

dapat langsung dikerjakan. Maka Masinis 3 hanya membuat jadwal

pemeriksaan untuk masalah tersebut

ketika kapal sudah meninggalkan

pelabuhan. Pada saat kami melakukan

pemeriksaan kami mendapati low

insulation terjadi pada lampu

penerangan pada bagian kanan kapal.

low insulation terjadi akibat adanya

bagian kabel pada junction box untuk

lampu tersebut yang mangalami korosi.

Low insulation ini baru diketahui karena

lampu tersebut jarang dioperasikan, dan

pengoperasiannya hanya dilakukan pada

saat kapal sandar kanan ketika berada di

pelabuhan.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

1. Kondisi sekitar (seperti suhu,

kelembaban, dan cuaca)

menyebabkan suatu komponen

listrik mengalami kerusakan akibat

terbentuknya korosi. Cara

penanganannya adalah dengan

melakukan pemeriksaan nilai

resistansi secara berkala dan

melakukan perawatan secara teratur.

2. Umur dari suatu komponen-

komponen listrik dapat

mempengaruhi terjadinya low

insulation di atas kapal. Faktor ini

dimana suatu komponen listrik

telah memiliki batas waktu

pemakaian tertentu dan jika sudah

melewati batas waktu tersebut

menyebabkan komponen itu tidak

dapat berfungsi secara maksimal

bahkan mengalami kerusakan. Cara

penanganannya adalah dengan cara

mengganti komponen tersebut

dengan yang baru.

3. Faktor korosi dapat menyebabkan

terjadinya low insulation di kapal

SS. Surya Satsuma. Bagian

komponen listrik yang terbuat dari

besi mengalami korosi dan lama-kelamaan korosi tersebut mulai

menyebar pada isolator di

komponen listrik tersebut dan

mengakibatkan isolator sebagai

penghambat listrik tidak berfungsi,

oleh sebab itu cara penanganannya

adalah dengan cara melakukan

perawatan secara teratur dan jika

Page 37: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1981

korosi tersebut sudah parah, maka

segera ganti dengan suku cadang

yang baru.

B. SARAN 1. Meningkatkan perawatan secara

berencana (Planing Maintenance

Schedule) dan berkala di atas

kapal, serta melakukan pemeriksaan

secara berkala pada sistem

kelistrikan yang berada di luar

kapal atau yang berhubungan

langsung dengan kondisi

lingkungan.

2. Perlu adanya penyediaan suku

cadang yang cukup oleh pihak

perusahaan pelayaran, sehingga

dapat mengganti semua komponen-

komponen listrik yang sudah tidak

layak pakai lagi.

3. Ditujukan pada pihak perusahaan

perlu dilakukan pemeriksaan

resistansi terjadwal paling sedikit

tiga bulan sekali pada sistem

kelistrikan mencakup tegangan

440V pada semua motor-motor

listrik yang ada di kapal dan pada

tegangan 100V pada sistem

penerangannya.

DAFTAR PUSTAKA

Endratmo. 1999. Sistem Kelistrikan Kapal.

Jakarta: Erlangga

Handoyo, Jusak Johan. 2014. Teknik

Kelistrikan Kapal. Jakarta: Djangkar

Salim, Agus. 2003. Pengetahuan Praktis

Kelistrikan Kapal. Jakarta: PT. Asuka

Bahari Nusantara

Harten, Setiawan. 1983. Instalasi Listrik

Arus Kuat. Jakarta: CV. Trimitra

Mandiri

Arya. 2015. Pengertian dan Definisi Listrik.

Bandung: Mandar Maju

Kumala. 2015. Kerusakan pada Motor

Listrik. Jakarta: CV. Karya Jaya

Abadi.

Page 38: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega

Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno

b dan Andy Wahyu Hermanto

c

1982

ANALISA PENURUNAN KUALITAS AIR PADA PENGOPERASIAN

KETEL UAP DI MV. NYK VEGA

Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno

b dan Andy Wahyu Hermanto

c

aTaruna Prodi Teknika PIP Semarang

b dan cDosen Program Studi Teknika PIP Semarang

ABSTRACT

Steam boiler is a closed vessel that can produce hot steam with the pressure of more than

one atmosphere by heating the water within it. Water in the process greatly affect the

condition of the kettle, so the quality must always be maintained.

The research method used in this research is descriptive qualitative method. The data

analysis technique used SWOT method to analyze the factors causing the decreasing of water

quality of boiler and the effort made to overcome these factors by identifying the strengths,

weaknesses, opportunities, and threats.

Based on the result of the research, it can be concluded that water boiler degradation is

caused by: 1) Distilled water not yet widely available on board is caused by leakage of

evaporator pipe on FWG and mechanical seal damage at distillation pump. 2) Freshwater

conditions from land are not eligible for boiler water. To overcome these factors, it is

necessary to check to determine which pipe is leaking, patching the leaking pipe using a

copper plug, opening and closing the inlet valve and evaporator outlet slowly to avoid

thermal shock, mechanical seal replacement of the distillation pump, and testing the boiler

water , addition of chemical dosing and water boiler blowdown.

Keywords: boiler, water quality, SWOT

I. PENDAHULUAN

Tersedianya uap panas merupakan hal

yang mutlak bagi kelancaran operasional

permesinan yang membutuhkan, misalnya

untuk pemanas bahan bakar F.O, pemanas

minyak lumas, pemanas akomodasi saat

musim dingin, pemanas air tawar, dan lain-

lain. Kegiatan pelayaran dapat terganggu

jika produksi uap panas mengalami

masalah, karena pengaruh peralatan dan kerja dari komponen ketel uap yang kurang

baik atau sebab yang lain yang

menyebabkan ketel uap mengalami

gangguan.

Untuk dapat memproduksi uap

diperlukan media yang dipanaskan yaitu

air tawar. Air yang digunakan pada proses

pembentukan uap sangat berpengaruh

terhadap kondisi ketel. Dengan demikian,

kualitas air harus diperhatikan dan dijaga

agar selalu dalam kondisi baik, sehingga

ketel akan selalu dalam kondisi baik pula.

Dalam kenyataannya, ketel uap sering

kali mengalami gangguan-gangguan,

seperti saat dilakukan pengujian air ketel

didapat hasil bahwa kadar alkalinitas, pH

yang terkandung di dalam air berada di

bawah batas normal. Apabila hal ini tidak

segera diatasi, maka akan mempengaruhi kondisi ketel uap, seperti timbulnya kerak

pada pipa-pipa di dalam drum uap sehingga

dapat memperlambat waktu pembentukan

uap, serta perusahaan akan mengeluarkan

biaya tambahan untuk penambahan

Chemical Dosing.

Dilatarbelakangi oleh perbedaan antara

pernyataan secara teori yang berbeda

Page 39: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1983

dengan kenyataan yang terjadi, maka

penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Analisa

Penurunan Kualitas Air pada

Pengoperasian Ketel Uap di MV. NYK

Vega”.

II. METODOLOGI

Metode yang digunakan pada pelitian ini

yaitu menggunakan metode deskriptif

kualitatif, adapun tujuannya untuk

mengungkapkan kejadian atau fakta,

keadaan yang terjadi saat penelitian

berlangsung dengan menyajikan apa yang

sebenarnya terjadi. Untuk mendapatkan

sumber data dalam penelitian ini dilakukan

dengan observasi, wawancara dan studi

pustaka.

Teknik analisis data yang akan dipakai

oleh peneliti yaitu dengan menggunakan

analisis SWOT. Menurut Fatimah

(2016:27), Analisis SWOT adalah suatu

bentuk analisis situasi dengan

mengidentifikasi berbagai faktor-faktor

secara sistematis terhadap kekuatan-

kekuatan (strenghts), kelemahan-

kelemahan (weaknesses), peluang-peluang

(opportunities), serta ancaman-ancaman

(threats) dari lingkungan untuk

merumuskan strategi yang akan diambil.

Strategi tersebut antaralain:

1. Strategi optimalkan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang (Strategi

Ekspansi/pertumbuhan),

2. Strategi menggunakan kekuatan untuk

mencegah dan mengatasi ancaman

(Strategi Diversifikasi),

3. Strategi mengurangi kelemahan dengan

memanfaatkan peluang (Strategi

Aliansi/stabilitas),

4. Strategi mengurangi kelemahan untuk

mengatasi ancaman (Strategi Defensive).

Pada pengolahan data menggunakan

metode SWOT dilakukan dengan

memberikan penilaian-penilaian faktor

menggunakan tabel-tabel untuk

menentukan Faktor Kunci Keberhasilan

(FKK) seperti yang dituliskan pada modul

LAN (2018), yaitu: Bobot Faktor (BF),

Nilai Dukungan faktor (ND), Nilai Relatif

Keterkaitan faktor (NRK), Total Bobot

Nilai (TNB), serta Peta Kuadran Strategi.

III. HASIL DAN DISKUSI

1. Faktor-faktor apakah yang

menyebabkan menurunnya kualitas

air ketel?

a. Air destilasi yang belum banyak

Air destilasi adalah air yang

dihasilkan dari proses destilasi di

dalam Fresh Water Generator

(FWG). Air ini adalah salah satu air

yang baik untuk digunakan sebagai

air ketel. Namun dari hasil observasi

yang peneliti lakukan, saat kapal

berada di dock-yard tanggal 4

Agustus 2016 sampai dengan 19

Agustus 2016 dilakukan perawatan

terhadap permesinan-permesinan

kapal termasuk pada FWG. Setelah

kapal keluar dari dock-yard, FWG

baru diperiksa dengan melakukan uji

pengoperasian pada tanggal 27

Agustus 2016 saat kapal dalam

perlayaran dari Xiamen (China) ke

Kobe (Jepang) karena kondisi air laut

di daerah sebelumnya (daerah China)

kotor dan tidak memungkin untuk

mengoperasikan FWG. Ternyata

setelah diuji pengoperasian tersebut

terjadi beberapa gangguan pada

FWG, sehingga harus dimatikan

terlebih dahulu dan belum bisa

digunakan untuk memproduksi air

tawar. Dari hasil observasi dan

wawancara yang dilakukan peneliti

dengan KKM, penyebab dari

gangguan pada FWG tersebut adalah

karena bocornya pipa pada

evaporator dan rusaknya mechanical

seal pada pompa destilasi:

1) Bocornya pipa pada evaporator

FWG

Page 40: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega

Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno

b dan Andy Wahyu Hermanto

c

1984

Bocornya pipa pada evaporator

menyebabkan keluarnya air

evaporator (air dari pendingin

jaket mesin induk) ke dalam

evaporator dan akibatnya proses

penguapan air laut menjadi

terganggu. Kebocoran pipa

evaporator di MV. NYK Vega

diketahui pada tanggal 27 Agustus

2016 dan baru dapat diatasi pada

tanggal 29 Agustsus 2016.

2) Rusaknya mechanical seal pada

pompa destilasi

Pompa destilasi adalah pompa

berjenis sentrifugal yang

digunakan untuk menghisap air

hasil proses destilasi yang

terkumpul pada bagian kondensor

FWG yang kemudian dipompa ke

tangki air tawar atau tangki air

minum. Rusaknya mechanical seal

pada pompa menyebabkan air

yang telah diproduksi pada

kondensor tidak dapat dialirkan ke

tangki air tawar. Kerusakan ini

terjadi pada tanggal 2 September

2016. Sehingga suplai air destilasi

di kapal tidak banyak tersedia.

Gambar Kebocoran pada Pipa Evaporator

FWG

Gambar Pompa Destilasi

Akibat dari gangguan pada

FWG tersebut adalah air destilasi

tidak banyak diproduksi di kapal.

Hal ini diperkirakan sebagai

penyebab air yang baik digunakan

sebagai air pengisian ketel tidak

tersedia, dan air di dalam tangki

air tawar masih air yang disuplai

dari darat. Seperti yang

disampaikan oleh KKM dan

Masinis 3 bahwa kurangnya air

destilasi yang disebabkan oleh

rusaknya FWG setelah dry-dock

diperkirakan menyebabkan air

yang baik untuk pengisian ketel

uap tidak tersedia di kapal. Peneliti

juga mendapatkan data dari studi

pustaka dengan melihat

NALFLEET Log sheet NYK Vega

tahun 2012 setelah kapal

melaksanakan dry-dock yang

menunjukkan adanya penurunan

kualitas air ketel.

b. Kondisi air tawar dari darat tidak

memenuhi syarat untuk air ketel

Air yang baik digunakan sebagai

air pengisian ketel adalah air yang

berasal dari proses destilasi yaitu air

dari hasil produksi Fresh Water

Generator dan air dari proses

kondensasi yaitu air yang terbentuk

dari uap bekas yang didinginkan di

dalam kondensor dan menjadi air

kondensat. Namun dari hasil

observasi yang peneliti lakukan di

MV. NYK Vega pada saat setelah

dry-dock, air disuplai dari darat yang

kondisinya kurang sesuai jika

digunakan sebagai air pengisian dan

air ketel. Hal tersebut juga disebutkan

oleh Masinis 3 dalam wawancara

yang dilakukan peneliti, bahwa hasil

pengujian air yang berada di bawah

batas normal merupakan akibat dari

penggunaan air dari darat yang

sebenarnya tidak memenuhi syarat.

Page 41: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1985

Dari hasil studi pustaka yang

peneliti kutip dari

http://lokerpelaut.com/perawatan-air-

ketel-uap-atauboiler.html yang

dipublikasikan tanggal 16 Agustus

2017, menyatakan bahwa air tawar

yang didapatkan dari berbagai

pelabuhan dengan tanpa kandungan

yang jelas seperti banyak

mengandung chloride, asam atau

yang akan sangat berpengaruh pada

perawatan air ketel.

c. Penginjeksian chemical dosing yang

kurang baik

Pemberian chemical dosing

dilakukan sesuai dengan hasil uji air

ketel, dan mengacu pada instruksi

dari program perawatan air ketel yang

disusun oleh perusahaan. Namun dari

hasil observasi yang peneliti lakukan,

terkadang penginjeksian chemical

dosing tersebut mengalami gangguan,

dan mengakibatkan berkurangnya

jumlah chemical yang terinjeksi ke

dalam air pengisian.

d. Air pengisian kotor

Air yang digunakan sebagai media

pembentukan uap di dalam ketel tidak

sepenuhnya bebas dari kotoran, baik

yang bersifat padat maupun yang

larut dalam air. Dari hasil observasi

yang peneliti lakukan melalui

pengujian air ketel, didapatkan bahwa

kondisi air pengisian dalam kondisi

kotor.

e. Air kondensat yang belum banyak

tersedia di kapal

Air kondensat yaitu air yang

terbentuk dari uap yang sudah

digunakan sebagai media evaporator

dan berubah wujud dari uap menjadi

air karena terjadi perpindahan panas,

kemudian dinginkan di dalam

kondensor dan menjadi air kondensat.

Namun dari hasil observasi peneliti,

air kondensat belum banyak tersedia

di kapal karena mengingat kapal baru

selesai melaksanakan dry-dock.

f. Tidak dilakukan pengujian air

sebelum air dari darat disuplai ke

kapal

Dari hasil observasi yang peneliti

lakukan, pada saat setelah dry-dock,

air tawar untuk kebutuhan di atas

kapal disuplai dari darat. Air tersebut

digunakan juga sebagai air pengisian

untuk ketel karena belum tersedianya

air hasil destilasi/kondensasi. Namun

pada saat sebelum bunker, belum

dilakukan pengujian untuk air

tersebut, sehingga belum diketahui

apakah air tersebut layak digunakan

sebagai air pengisian atau

membutuhkan perawatan lebih.

g. Lamanya kapal berlabuh

Dari hasil observasi yang peneliti

lakukan, tanggal 28 Agustus 2016

hingga tanggal 1 September 2016

kapal memasuki kawasan Jepang

melakukan bongkar muat di empat

terminal yaitu di Kobe, Nagoya,

Shimizu, dan Tokyo. Pada saat itu air

ketel sama sekali tidak dilakukan

blowdown. Sehingga tidak dapat

membuang kotoran-kotoran yang

terdapat dalam air ketel.

h. Pencegahan pencemaran di sekitar

pelabuhan

Air ketel yang telah mendapat

perawatan menggunakan chemical

dosing kemungkinan mempunyai

kandungan-kandungan yang dapat

menyebabkan pencemaran apabila

dibuang ke perairan pelabuhan.

Dengan demikian untuk menghindari

pencemaran air di sekitar pelabuhan

maka blowdown air ketel tidak

dilakukan pada saat kapal berlabuh,

dan hanya dilakukan pada saat kapal

berlayar di laut lepas. Dari hasil

observasi yang peneliti lakukan,

blowdown air ketel di MV. NYK

Vega tidak dilakukan pada saat kapal

berlabuh, dan hanya dilakukan pada

saat kapal berlayar di laut lepas.

Page 42: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega

Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno

b dan Andy Wahyu Hermanto

c

1986

i. Air pengisian yang cukup

Air adalah kebutuhan utama dalam

proses pembentukan uap pada ketel

uap. Dari hasil observasi yang

peneliti lakukan selama peneliti

melaksanakan praktek laut,

ketersediaan air pengisian ketel di

MV. NYK Vega selalu tercukupi. Air

pengisian tersebut bersumber dari

proses kondensasi uap kembali yang

sebelumnya uap tersebut digunakan

sebagai media pemanas, selain itu

kebutuhan air pengisian juga

dicukupi dengan air dari tangki

penampungan air tawar, sedangkan

air di tangki penampungan air tawar

bersumber dari darat.

j. Terdapatnya SOP yang baku

Dari hasil observasi yang peneliti

lakukan, Standard Operational

Procedure (SOP) yang digunakan

untuk pengoperasian ketel uap di

MV. NYK Vega dipaparkan dalam

Working Instruction yang terdapat

dalam folder Electronic-Safety

Management System (E-SMS) di

komputer kapal. Standard

pengoperasian tersebut disusun oleh

chief engineer dengan mengacu pada

instruction manual book dan

disesuaikan dengan kondisi lapangan.

Kemudian dicetak dan ditempelkan

didekat panel pengoperasian ketel

uap.

k. Pemberian Chemical Dosing yang

sesuai

Pemberian chemical dosing

dilakukan sesuai dengan hasil uji air

ketel, dan mengacu pada instruksi

dari program perawatan air ketel yang

disusun oleh perusahaan. Adapun

hasil observasi yang peneliti lakukan,

chemical yang digunakan untuk

perawatan air ketel di MV. NYK

Vega adalah produk dari UNITOR

yaitu BWT (Boiler Water Treatment)

Liquid Plus, Oxygen Control,

Condensate Treatment 9-150.

l. Pengujian air ketel teratur

Kualitas air ketel harus secara

teratur diuji agar dapat diketahui

apakah air tersebut layak digunakan

atau harus dilakukan perawatan yang

lebih. Begitu pula di MV. NYK

Vega, dari hasil observasi dan studi

pustaka yang peneliti lakukan,

pengujian air ketel dilakukan setiap 2

atau 3 hari sekali secara teratur sesuai

dengan jadwal perawatan berkala

ketel uap yang terdapat di instruksi

manual dan working instruction.

Adapun test kit yang digunakan untuk

pengujian air ketel di MV. NYK

Vega adalah menggunakan

NALFLEET Test Equipment.

m. Pasokan chemical dosing unit dari

perusahaan terpenuhi

Dari hasil observasi yang peneliti

lakukan, chemical dosing unit untuk

perawatan air ketel selalu

diperhatikan oleh perusahaan. Setiap

kali ada permintaan pemasokan

chemical dosing yang dikirim dari

kapal selalu mendapatkan respon

yang baik dari perusahaan, sehingga

chemical dosing untuk perawatan air

ketel tersebut tidak pernah

mengalami kekurangan pasokan. Hal

ini sangat berpengaruh dalam usaha

membuat kualitas air ketel selalu

dalam kondisi baik.

n. Pasokan test kit untuk air ketel dari

perusahaan terpenuhi

Dari hasil observasi yang peneliti

lakukan, test kit untuk pengujian air

ketel selalu diperhatikan oleh

perusahaan. Setiap dilakukan

permintaan pemasokan test kit yang

dikirim dari kapal selalu

mendapatkan respon yang baik dari

perusahaan, sehingga test kit untuk

pengujian air ketel tersebut tidak

pernah mengalami kekurangan

Page 43: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1987

pasokan. Serta setiap bulan dilakukan

inventaris untuk menghitung jumlah

test kit dan mengetahui tanggal

kadaluwarsa test kit tersebut.

o. Dilakukan pengujian air ketel oleh

teknisi dari perusahaan

Kualitas air ketel harus secara

teratur diuji agar dapat diketahui

apakah air tersebut layak digunakan

atau harus dilakukan perawatan yang

lebih. Dari hasil observasi yang

peneliti lakukan, selain pengujian air

ketel yang dilakukan oleh cadet

mesin atau Masinis 3 di kapal,

pengujian air ketel juga dilakukan

secara teratur setiap 2 bulan sekali

oleh teknisi dari darat yang dikirim

oleh perusahaan.

p. Terdapat standar perawatan air ketel

dari perusahaan

Dari hasil observasi yang peneliti

lakukan, selain standar pengoperasian

untuk ketel uap itu sendiri, di MV.

NYK Vega terdapat juga standar

perawatan air ketel yang disusun oleh

pihak perusahaan yang disesuaikan

dengan chemical dosing unit yang

digunakan di atas kapal.

2. Upaya apa yang dilakukan untuk

mengatasi faktor-faktor penyebab

menurunnya kualitas air ketel?

Dari faktor-faktor penyebab

terjadinya fuel gas trip di atas tersebut

dikelompokkan masing-masing

berdasarakan metode pengambilan

keputusan yaitu SWOT (Strength,

Weakness, Opportunities, Threats). Dari

faktor tersebut peneliti mengambil

penyelesaian terhadap faktor kelemahan

(weakness) dan ancaman (threats) yang

terjadi ketika peneliti praktek laut

sedangkan faktor kekuatan (strength)

dan peluang (opportunities) tidak ada

penyelesaiannya karena merupakan hal

yang positif dan perlu dipertahankan.

Adapun faktor-faktor kelemahan dan

ancaman tersebut adalah sebagai berikut:

a. Air destilasi yang belum banyak

tersedia di kapal

Dari hasil observasi dan

wawancara yang dilakukan peneliti

dengan KKM, penyebab dari

gangguan pada FWG tersebut adalah

karena bocornya pipa pada

evaporator dan rusaknya mechanical

seal pada pompa distillate. Adapun

upaya yang dilakukan untuk

mengatasi masalah tersebut sesuai

dengan hasil observasi dan

wawancara serta studi pustaka yang

peneliti lakukan adalah:

1) Bocornya pipa pada evaporator

FWG

Dilakukan pemeriksaan untuk

menentukan pipa mana yang

bocor, dilakukan penambalan pipa

yang bocor menggunakan plug

dari tembaga, serta membuka dan

menutup katup inlet dan outlet air

pemanas evaporator secara

perlahan untuk menghindari

thermal shock yang dapat

menyebabkan kebocoran pipa.

2) Rusaknya mechanical seal pada

pompa distillate, dilakukan

penggantian mechanical seal pada

pompa.

b. Kondisi air tawar dari darat tidak

memenuhi syarat untuk air ketel

Dari hasil observasi dan

wawancara serta studi pustaka yang

dilakukan peneliti, untuk mengatasi

masalah tersebut maka dilakukan

langkah-langkah sebagai berikut:

Dilakukan pengujian air ketel di atas

kapal, dilakukan penambahan

chemical dosing, serta dilakukan

blowdown air ketel.

c. Penginjeksian chemical dosing yang

kurang baik

Dari hasil observasi yang

dilakukan peneliti, untuk mengatasi

masalah tersebut maka dilakukan

pembersihan pada filter pipa inlet

chemical dosing pump dan

Page 44: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega

Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno

b dan Andy Wahyu Hermanto

c

1988

Tabel 4.3. Faktor Internal dan Eksternal

Faktor Internal

No Kekuatan (S) No Kelemahan (W)

1. Air pengisian yang

cukup 1.

Penginjeksian chemical

dosing yang kurang baik

2. Terdapatnya SOP yang

baku 2. Air tawar pengisian kotor

3. Pemberian Chemical

Dosing Unit yang sesuai 3.

Air kondensat yang belum

banyak tersedia di kapal

4. Pengujian air ketel

teratur 4.

Air destilasi yang belum

banyak tersedia di kapal

Faktor Eksternal

No Peluang(O) No Ancama (T)

1.

Pasokan chemical

dosing unit dari

perusahaan terpenuhi

1.

Kondisi air tawar dari

darat tidak memenuhi

syarat untuk air ketel

2.

Pasokan test kit untuk

air ketel dari perusahaan

terpenuhi

2.

Tidak dilakukan pengujian

air sebelum air dari darat

di supply ke kapal

3.

Dilakukan pengujian air

ketel oleh teknisi dari

perusahaan

3. Lamanya kapal berlabuh

4.

Terdapat standard

perawatan air ketel dari

perusahaan

4. Pencegahan pencemaran

di sekitar pelabuhan

pembersihan lubang outlet yang

terpasang pada pipa air pengisian.

Kemudian menambah feed rate

pompa untuk mempercepat proses

penginjeksian chemical yang sempat

terhambat.

d. Air pengisian kotor

Dari hasil observasi dan

wawancara serta studi pustaka yang

dilakukan peneliti, untuk mengatasi

masalah tersebut maka dilakukan

dengan blowdown air dan

penambahan chemical.

e. Air kondensat yang belum banyak

tersedia di kapal

Dari hasil observasi dan

wawancara serta studi pustaka yang

dilakukan peneliti, untuk mengatasi

masalah tersebut maka dilakukan

dengan mengisi cascade tank dengan

menggunakan air dari tangki

penampungan air tawar, serta dapat

ditambahkan air dari hasil proses

destilasi dari FWG.

f. Tidak dilakukan pengujian air

sebelum air dari darat disuplai ke

kapal

Dari hasil observasi dan

wawancara serta studi pustaka yang

dilakukan peneliti, untuk mengatasi

masalah tersebut maka dilakukan

pengujian air sesaat setelah

digunakan untuk mengisi ketel,

sehingga dapat dijadikan pedoman

dalam rencana perawatan, seperti

penambahan chemical dosing dan

pelaksanaan blowdown.

A. Pembahasan Masalah

1. Faktor Kunci Keberhasilan

a. Faktor Internal dan Eksternal

Setelah didapatkan faktor-faktor

yang mendukung maupun yang

menyebabkan penurunan kualitas air

ketel di MV. NYK Vega, kemudian

dikelompokkan dalam tabel faktor

internal dan eksternal.

Tabel 1. Faktor Internal dan Eksternal

b. Komparasi Urgensi Faktor

Internal dan Eksternal

Penilaian terhadap faktor-faktor

untuk menentukan Bobot Faktor (BF)

dengan membandingkan tiap-tiap

faktor pada faktor internal maupun

pada faktor eksternal.

Page 45: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1989

Tabel 2. Komparasi Urgensi

c. Nilai Dukungan Faktor

Setelah bobot faktor diketahui,

berikutnya dilakukan penentuan Nilai

Dukungan (ND). Penilaian tersebut

penulis dapatkan dari diskusi dengan

taruna semester 8 yang dikapalnya

terdapat ketel uap. Adapun Nilai

Dukung adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Nilai Dukungan (ND) Faktor

d. Nilai Relatif Keterkaitan Faktor-

Faktor

Dengan adanya keterkaitan itulah

maka akan tercipta suatu sinergi

dalam mendukung misi organisasi.

Untuk itu perlu ditentukan Nilai

Relatif Keterkaitan (NRK) tiap

faktor dengan faktor lainnya. Dalam

penilaian didapatkan NRK paling

besar pada faktor kelemahan (W)

yaitu air destilasi yang kurang

tersedia di kapal dengan nilai 3.00,

dan faktor ancaman (T) yaitu kondisi

air tawar dari darat tidak memenuhi

syarat untuk air ketel dengan nilai

2.87.

e. Matriks Ringkasan Analisis Faktor

Internal dan Eksternal

Setelah mendapatkan bobot faktor

(BF), nilai dukung (ND) serta nilai

relatif keterkaitan (NRK), kemudian

langkah selanjutnya adalah penulis

menentukan Total Nilai Bobot

(TNB).

Tabel 4. Matriks Ringkasan Analisis Faktor

Internal dan Eksternal

f. Peta Kuadran Strategi

Dari hasil penilaian terhadap

faktor-faktor yang telah disusun di

dalam matrik ringkasan analisis

Page 46: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Analisa Penurunan Kualitas Air Pada Pengoperasian Ketel Uap Di MV. NYK Vega

Dwi Maryuana Restua, Abdi Seno

b dan Andy Wahyu Hermanto

c

1990

faktor internal dan eksternal di atas

dapat digunakan untuk menentukan

peta kuadran strategi. Adapun peta

kuadran strategi tersebut adalah

sebagai berikut:

Gambar Peta Kuadran Strategi

Berdasarkan gambar di atas

dimana nilai jumlah TNB kekuatan

(S) = 1,79 dan nilai jumlah TNB

kelemahan (W) = 4,94 maka

selisihnya (Y) = S – W maka hasilya

Y = - 3,15, sedangkan nilai jumlah

TNB peluang (O) = 1,15 dan nilai

jumlah TNB ancaman (T) = 4,87

maka hasil selisihnya (X) = O – T

dan hasilnya -3,73 maka titik tersebut

berada di (-3,73; -3,15) atau dapat

diketahui bahwa peta kuadran strategi

berada di kuadran IV (Strategi

Defensive), maka strategi yang

dilakukan yaitu mengurangi

kelemahan untuk mengatasi ancaman

dengan langkah-langkah yang

dijelaskan pada bagian upaya yang

dilakukan untuk mengatasi faktor-

faktor penyebab menurunnya kualitas

air ketel, yaitu untuk mengatasi:

a. Air destilasi yang belum

banyak tersedia di kapal;

b. Kondisi air tawar dari darat

tidak memenuhi syarat untuk

air ketel.

IV. KESIMPULAN

Setelah melaksanakan identifikasi

masalah dan dilakukan pembahasan

terhadap data yang diperoleh, maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Penurunan kualitas air ketel disebabkan

oleh dua faktor, yaitu:

a) Air destilasi yang belum banyak

tersedia di kapal disebabkan oleh

bocornya pipa evaporator pada FWG,

dan rusaknya mechanical seal pada

pompa destilasi yang berdampak

pada air destilasi dari tangki yang

digunakan untuk mengisi cascade

tank menjadi berkurang.

b) Kondisi air tawar dari darat tidak

memenuhi syarat untuk air ketel yang

disebabkan oleh tidak adamya

perawatan khusus dari darat untuk air

ketel yang berdampak pada

rendahnya kualitas air ketel dari hasil

pengujian.

2. Adapun upaya yang dilakukan untuk

mengatasi faktor-faktor penyebab

menurunnya kualitas air ketel, yaitu:

a) Air destilasi yang belum banyak

tersedia di kapal disebabkan oleh

bocornya pipa evaporator pada FWG

maka dilakukan pemeriksaan untuk

menentukan pipa mana yang bocor,

dilakukan penambalan pipa yang

bocor menggunakan plug dari

tembaga, membuka dan menutup

katup inlet dan outlet air pemanas

evaporator secara perlahan untuk

menghindari thermal shock yang

dapat menyebabkan kebocoran pipa,

sedangkan rusaknya mechanical seal

pada pompa destilasi, yaitu dengan

dilakukan penggantian mechanical

seal pada pompa.

b) Kondisi air tawar dari darat yang

tidak memenuhi syarat untuk air ketel

yaitu dilakukan pengujian air ketel di

atas kapal, dilakukan penambahan

Page 47: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1991

chemical dosing dan dilakukan blow

down terhadap air ketel.

DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, Fajar Nur’aini D. 2016. Teknik

Analisis SWOT. Yogyakarta :

Quadrant

Handoyo, Jusak Johan. 2016. Ketel Uap,

Turbin Uap, dan Turbin Gas

Penggerak Utama Kapal. (Edisi 3).

Jakarta : Djangkar

Narbuko, Chalid dan Abu Achmadi. 2015.

Metode Penelitian. Jakarta : PT Bumi

Aksara

Osaka Boiler Mfg. Co., Ltd. 2006.

Instruction Manual Book. Jepang

Riandry, Muhammad Aldy. 2014. Air

Boiler dan Air Pengisian Boiler.

Diambil dari:

http://termodinamikablog.blogspot.co.

id/2015/04/air-boiler-dan-air-pengisi-

boiler.html, Diakses pada 02

September 2017

Setiawan, Agus. 2016. Pengertian Studi

Kepustakaan, Diambil dari:

http://www.transiskom.com/2016/03/

pengertian-studi-kepustakaan.html.

Diakses pada 02 September 2017

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung : CV Alfabeta

______. 2008. Teknik-teknik Analisis

Manajemen, Modul Pendidikan dan

Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III.

Jakarta : Lembaga Administrasi

Negara

______. 2017. http://lokerpelaut.com/

perawatan-air-keteluap-atau-

oiler.html. Diakses pada 04

November 2017

Page 48: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

1992

PEMBONGKARAN LIQUEFIED PETROLEUM GAS (LPG) DENGAN

SHIP TO SHIP OPERATION DI VLGG PERTAMINA GAS 2

Kadek Mikewati

a, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

aTaruna (NIT. 49124485.N) Program Studi Nautika PIP Semarang

bDosen Program Studi Nautika PIP Semarang cDosen Program Studi KALK PIP Semarang

ABSTRAK

LPG merupakan muatan gas yang dicairkan yang terdiri dari butane dan propane.

Pembongkaran LPG di VLGC Pertamina Gas 2 dilakukan dengan Ship to Ship Operation.

Berdasarkan hasil penelitian, pembongkaran LPG mengalami ketidaklancaran. Maka penulis

tertarik untuk mengangkat rumusan masalah untuk dibahas dalam judul “Pembongkaran

Liquefied Petroleum Gas (LPG) dengan Ship to Ship Operation di VLGC Pertamina Gas 2”.

Penulis menggunakan metode kualitatif studi kasus untuk menguraikan kasus-kasus yang

terjadi dan menjelaskan upaya yang dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala, antara lain

pengetahuan beberapa ABK yang masih kurang, kurangnya koordinasi antara pihak kapal

dengan pihak yang terkait serta peralatan bongkar tidak dalam kondisi normal. Beberapa

upaya untuk mengatasinya dengan cara peningkatan pengetahuan ABK dengan mengadakan

pengenalan dan pelatihan kepada seluruh crew dek mengenai pelaksanaan prosedur bongkar

muatan, tugas dan tanggung jawab, peningkatan koordinasi antara pihak kapal dengan

pihak yang terkait serta melakukan perawatan yang rutin terhadap alat-alat pembongkaran

dan peralatan penunjang lainnya.

Kata kunci: LPG, bongkar, ship to ship

I. PENDAHULUAN

Liquefied Petroleum Gas (LPG)

merupakan gas minyak bumi yang

dicairkan, di mana campurannya terdiri

dari berbagai unsur hidrokarbon yang

berasal dari gas alam dengan komponen

utama yaitu unsur propana (C3H8) dan

unsur butana (C4H10). LPG juga

mengandung hidrokarbon ringan lain

dalam jumlah kecil, misalnya etana (C2H6)

dan pentana (C5H12).

Sarana transportasi laut yang memenuhi

kriteria untuk hal ini adalah tipe kapal

tanker jenis gas carrier yang didesain

khusus untuk mengangkut muatan gas

dalam bentuk cair. Kapal tanker

pengangkut LPG merupakan kapal yang

khusus dibangun untuk mengangkut LPG

dalam jumlah yang besar, kapasitasnya

antara 3.000 m3 sampai 85.000 m

3. Kapal

pengangkut LPG merupakan sarana

transportasi yang paling efisien, karena

yang diangkut adalah gas alam yang telah

dicairkan. Dimana rasio perbandingan

antara volume gas LPG bila menguap

dengan gas LPG dalam keadaan cair

bervariasi tergantung komposisi tekanan

dan temperatur, untuk LPG biasanya

sekitar 250 berbanding 1. Sehingga dapat

dibayangkan bahwa sebuah kapal

pengangkut LPG yang mengangkut gas

alam yang telah dicairkan akan sebanding

dengan 250 kapal pengangkut gas yang

muatannya masih dalam bentuk gas.

Page 49: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1993

Jenis-jenis kapal tanker pengangkut

LPG di dunia ada 3 jenis kapal, fully

pressurised, semi refrigerated dan fully

refrigerated. LPG pertama kali yang

dipasarkan ke pelayaran internasional

diangkut dalam tangki dengan tekanan

silinder LPG sistem fully pressurized.

Kapal jenis fully pressurised memiliki

sejumlah kekurangan pada daya angkut

yang sangat kecil sekitar 2.500 m3.

Beberapa tahun kemudian tepatnya pada

tahun 1959, kapal pertama dengan sistem

semi-didinginkan atau semi refrigerated

yang memiliki kemampuan lebih banyak

dalam membawa muatan karena memiliki

sistem yang dapat mendinginkan muatan.

Pada tahun 1960-an desain kapal baru

dengan sistem fully refrigerated dibangun

dengan ukuran 28.875 m 3 dan mengalami

perkembangan desain dengan ukuran yang

lebih besar agar dapat meningkatkan

kapasitas muatannya sebanyak 75.000-

85.000 m3 yang tergolong menjadi kapal

VLGC (Very Large Gas Carrier).

Di Indonesia kapal jenis VLGC banyak

digunakan sebagai kapal pengambil LPG

pertamina, dikarenakan pemerintah telah

membuat keputusan mengganti bahan

bakar minyak menjadi bahan bakar gas

yang mana lebih menguntungkan dari segi

ekonomis dan lingkungan. VLGC

Pertamina Gas 2 sebagai salah satu kapal

jenis Very Large Gas Carrier yang dibeli

oleh PT. Pertamina sebagai kapal

pengambil muatan dan storage gas yang

melayani pembongkaran LPG ke semua

tipe kapal gas.

VLGC Pertamina Gas 2 beroperasi di

Indonesia yaitu di pelabuhan Kalbut dan

Teluk Semangka untuk melayani kapal-

kapal gas yang akan memasok ke berbagai

daerah di Indonesia seperti Jawa Timur,

Bali, Sulawesi, Kalimantan dan Jakarta.

VLGC Pertamina Gas 2 saat

pembongkaran LPG dengan Ship to Ship

Operation. Pada saat pelaksanaan

pembongkaran muatan LPG tersebut,

terjadi ketidaklancaran yang menghambat

pembongkaran LPG antara lain

pengetahuan beberapa ABK yang masih

kurang mengenai prosedur pembongkaran,

kurangnya koordinasi antara pihak kapal

dengan pihak yang terkait serta alat

pembongkaran tidak dalam kondisi

normal.

Bila ditinjau dari ketidaklancaran yang

ada pada saat pembongkaran LPG, maka

harus diperlukan upaya untuk menangani

ketidaklancaran tersebut, agar proses

pembongkaran berlangsung secara optimal

dan tidak terjadi kegagalan saat proses

bongkar muatan yang akan mengakibatkan

kerugian bagi pihak perusahaan karena

keterlambatan pembongkaran muatan yang

akan didistribusikan keseluruh area yang

dilayani. Dari penjelasan di atas maka

perlu dilakukan penelitian sehingga

penulis tertarik untuk mengangkat masalah

yaitu, “Mengapa terjadi ketidaklancaran

dalam pembongkaran Liquefied Petroleum

Gas (LPG) dengan Ship to Ship operation

di VLGC Pertamina Gas 2?”

Untuk menghindari perluasaan masalah,

maka penulis hanya membahas tentang

ketidaklancaran dalam pelaksanaan

pembongkaran Liquefied Petroleum Gas

(LPG) dengan Ship to Ship operation dan

upaya yang dilakukan untuk mengatasi

ketidaklancaran tersebut. Di mana

penelitian yang dilakukan oleh penulis

yaitu selama melaksanan praktek di VLGC

Pertamina Gas 2 yaitu pada tanggal 12

Agustus 2014 sampai dengan 23 Agustus

2015. Adapun tujuan penelitian ini yaitu

untuk mengetahui penyebab terjadinya

ketidaklancaran serta upaya yang

dilakukan untuk mengatasi

ketidaklancaran saat pembongkaran LPG

secara Ship To Ship di kapal VLGC

Pertamina Gas 2.

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Bongkar

Metode pembongkaran LPG

tergantung dari jenis kapal, spesifikasi

Page 50: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

1994

muatan, dan penyimpanan di terminal.

Tiga metode yang dapat digunakan yaitu:

1. Discharge by pressurising the

vapour space

Pembongkaran dengan tekanan

menggunakan vaporizer dan

compressor di atas kapal jenis tangki

tipe C. Metode pembongkaran ini

membutuhkan waktu yang lama dan

terbatas untuk kapal berukuran kecil.

Metode alternatif adalah menekan

muatan ke tangki yang lebih rendah

dari pompa terminal.

2. Discharging by pump

Sebuah pompa sentrifugal harus

dimulai dengan valve yang tertutup

rapat atau terbuka sebagian untuk

meminimalkan beban awal. Setelah

itu, discharge valve dibuka perlahan

sampai beban pompa dalam parameter yang aman dan muatan berpindah ke

darat. Sebagai hasil pembongkaran,

level muatan di dalam tangki harus

dipantau. Proses pembongkaran harus

hati-hati untuk menjaga stabilitas

kapal dan stres lambung.

Pembongkaran muatan oleh pompa

sentrifugal dengan menggunakan

pompa muatan atau dalam seri dengan

booster pump adalah metode yang

digunakan sebagian besar kapal dan

pemahaman mengenai karakteristik

sangat penting dalam pembongkaran

yang efisien.

3. Discharging via booster pump and

cargo heater

Di mana muatan yang sedang

dibongkar dari sebuah refrigerated

ship ke dalam pressurized ship, maka

diperlukan untuk menghangatkan

muatan (biasanya paling sedikit 0 °C).

Ini berarti dengan menjalankan

booster pump dan cargo heater seri

dengan pompa muatan. Namun,

apabila jarak pembongkaran tidak

jauh, maka booster pump tidak perlu

digunakan, karena di sini fungsi dari

booster pump adalah untuk menambah

tekanan sehingga muatan dapat

dipindahkan.

B. Liquefied Petroleum Gas

1. Propane merupakan anggota dari

alkane atau paraflin series of

hydrocarbon yang merupakan gas

yang tidak berwarna dan mudah

terbakar pada tekanan atmosfer dan

suhu normal serta memiliki bau gas

alam yang khas. Sama halnya dengan

Propane, Butane juga merupakan

anggota dari alkane atau paraflin

series of hydrocarbon. Butane

merupakan gas yang tidak berwarna,

mudah dicairkan, mudah terbakar,

tidak larut dalam air dan sedikit larut

dalam alkohol serta tidak berbau.

2. This is abbreviation for Liquefied Petroleum Gas. This group of

product includes propane and butane

which can be shipped separately or

as a mixture. LPG may be refenery

by-products or may be produced in

conjunction with crude oil or natural

gas.

Gambar 1: Diagram antara gas LPG, NGL

dan LNG

C. Ship to Ship Operation

1. To Ship (STS) transfer operation is

an operation where liquid or

gaseous cargo is transferred

between ships moored side by side.

Such operations may take place

when one ship is at anchor or

alongside or when both are

Page 51: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1995

underway. In general, the expression

includes the approach manoeuvre,

mooring, hose connection,

procedures for cargo transfer, hose

disconnection, unmooring, and

departure manoeuvre.

Yang artinya yaitu sebuah operasi di

mana muatan cair atau gas yang

dipindahkan antara kapal-kapal yang

ditambatkan satu sama lain. Di mana

salah satu kapal berlabuh jangkar

atau sandar atau saat keduanya

berlayar. Secara umum,

pelaksanaannya mulai dari olah

gerak kapal saat kapal tiba,

penambatan kapal, pemasangan

hose, prosedur transfer muatan,

pelepasan hose, pelepasan tambat

kapal, dan olah gerak pada saat

kapal akan berangkat.

2. Ship to ship activity means any

activity not related to a port facility

that involves the transfer of goods or

person from one ship to another.

D. Kapal LPG

Kapal gas adalah kapal barang yang

dibangun dan dirancang untuk dapat

mengangkut muatan secara curah semua

jenis gas yang dicairkan. Kapal gas dibagi

beberapa jenis menurut muatannya antara

lain:

1. Fully pressurised ship

Kapal fully pressurised merupakan

tipe kapal yang paling sederhana dari

semua tipe pengangkut gas, membawa

muatan pada suhu ambient dengan tipe

tangki muatan “C“ yang mempunyai

tekanan sekitar 18 bar, mempunyai

kapasitas ruang muatan antara 4.000 m

sampai 6.000m kapal ini digunakan

untuk membawa LPG dan amonia.

2. Semi pressurized ship

Kapal tipe semi pressurised ini

merupakan jenis kapal yang dapat

melakukan pemuatan dan

pembongkaran secara fully refrigerated

dan fully pressurised, mempunyai

volume muat antara 3.000 m sampai

15.000 m dengan suhu yang dingin

antara 4˚C sampai 8˚C dan tekanan

antara 3.5 bar sampai 4.5 bar, kapal ini

dapat memuat muatan LPG dalam

bentuk fully refrigrated dan fully

pressurised.

3. Ethylene and gas / chemical carrier

Kapal ini mempunyai kelebihan

dengan dapat memuat muatan selain

muatan LPG, kapal ini dapat memuat

ethylene yang mempunyai boiling point

-104˚C, serta mempunyai kapasitas

ruang muat antara 1.000 m sampai

12.000 m , dengan specific gravity 1.8

pada temperatur minimum -104˚C

sampai +80˚C, kapal tipe ini dapat

melakukan pemuatan dan

pembongkaran secara pressurised dan

refrigerated.

4. Fully refrigerated ship

Kapal dengan kapasitas ruang muat

besar yang berkisar antara 20.000 m

sampai 100.000 m dapat memuat

muatan dengan temperatur -48˚C, jenis

muatan yang dapat dimuat oleh kapal

tipe ini yaitu: LPG, ammonia, and vinyl

chloride.

5. Liquefied Natural Gas (LNG) carrier

Kapal ini mempunyai kapasitas

antara 125.000 m sampai 135.000 m,

Muatan LNG diangkut dalam

temperatur -162 ºC, kapal ini hanya

dapat memuat muatan jenis LNG atau

muatan gas chemical lainnya.

Page 52: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

1996

III. METODOLOGI

A. Kerangka Pemikiran

Gambar 2 : Kerangka Pikir Penelitian

B. Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, metode

penelitian yang digunakan penulis dalam

menyampaikan masalah adalah kualitatif

studi kasus. Metode penelitian kualitatif

ditujukan untuk penelitian yang bersifat

mengamati kasus. Dengan demikian,

proses pengumpulan data dan analisis data

bersifat kasus pula. Penelitian studi kasus

atau penelitian lapangan dimaksudkan

untuk mempelajari secara intensif tentang

latar belakang masalah keadaan dan posisi

suatu peristiwa yang sedang berlangsung

saat itu, serta interaksi lingkungan unit

sosial tertentu yang bersifat apa adanya.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Dalam melaksanakan penelitian ini

penulis mengadakan observasi langsung ke

objek penelitian, yaitu dengan

melaksanakan praktek laut selama 12

bulan yang dimulai pada bulan agustus

2014 sampai dengan bulan agustus 2015 di

atas kapal VLGC Pertamina Gas 2 yang

memiliki panjang keseluruhan 225,81 m

dengan GRT 48.917 MT dan DWT 54.626

MT. Kapal VLGC Pertamina Gas 2 milik

dari PT. Pertamina dengan alamat

perusahaan Jl. Yos Sudarso No. 32-34,

Tanjung Priok-Jakarta.

D. Data yang Diperlukan

Dari sebuah penelitian akan dihimpun

data-data utama dan sekaligus data

tambahannya. Sumber data utama dalam

penelitian kualitatif ialah kata-kata dan

tindakan, sedangkan data tertulis, foto, dan

statistik adalah data tambahan.

E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data merupakan

teknik atau cara yang dapat digunakan oleh

peneliti untuk pengumpulan data.

Pengumpulan data dimaksudkan untuk

memperoleh bahan-bahan yang relevan,

akurat, dan nyata. Untuk memperoleh

data-data tersebut dengan cara antara lain

seperti: wawancara, observasi, dan

kepustakaan. Masing-masing data

memiliki kelebihan dan kekurangan

sendiri-sendiri. Oleh karena itu, lebih baik

mempergunakan suatu pengumpulan data

lebih dari satu, sehingga dapat saling

melengkapi satu sama lain.

Di dalam penelitian ini menggunakan

beberapa teknik pengumpulan data, antara

lain:

1. Metode wawancara mendalam

Wawancara mendalam adalah suatu

kegiatan yang dilakukan untuk

mendapatkan informasi secara

langsung dengan mengajukan

pertanyaan kepada narasumber

(informan) untuk mendapatkan

informasi yang mendalam.

Pelaksanaan wawancara dilakukan

dengan para awak kapal VLGC

Proses Bongkar Muatan secara Ship

To Ship

Proses Bongkar Muatan Tidak

Lancar

1. Pengetahuan beberapa ABK masih kurang 2. Tidak ada koordinasi yang baik dengan pihak

yang terkait

3. Peralatan bongkar tidak dalam kondisi normal

Upaya untuk mengatasi ketidaklancaran yang terjadi:

1. Peningkatan pengetahuan ABK 2. Peningkatan koordinasi antara pihak kapal

dengan pihak yang terkait

3. Pelaksanaan perawatan dan pengecekan

peralatan bongkar secara rutin

Bongkar Muatan Lancar

Page 53: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1997

Pertamina Gas 2 yaitu Master Capt.

Reymond Paparang, Chief Officer

Hadi Wibowo, 2nd

Officer Arendra

Pramadikya, 3rd

Officer Panji

Pratama, 4th

Officer Burhanudin,

Gas Engineer Sigit Tri Wahyu

Haryadi dan bosun Jonder

Nainggolan dengan menggunakan

cara terpimpin, yaitu pewawancara

membuat kerangka dan garis besar

pokok-pokok pertanyaan. Antara

lain tentang kapal dan muatan

LPG, prosedur proses bongkar

muatan secara ship to ship, safety

di atas kapal, kendala-kendala yang

dihadapi dan cara mengatasinya.

2. Metode Observasi

Observasi difokuskan sebagai

upaya peneliti mengumpulkan data

dan informasi dari sumber data

primer dengan mengoptimalkan

pengamatan peneliti. Dalam

penelitian ini, teknik penelitian

yang dilakukan juga melibatkan

aktivitas mendengar, membaca,

mencium, dan menyentuh. Apabila

objek penelitian bersifat perilaku

dan tindakan manusia, fenomena

alam (kejadian-kejadian yang ada

di sekitar alam kita), proses kerja,

dan penggunaan responden kecil,

maka tehnik observasi digunakan

dengan maksud untuk mendapatkan

atau mengumpulkan data secara

langsung selama melaksanakan

praktek laut di VLGC Pertamina

Gas 2.

3. Analisa dokumentasi

Teknik pengumpulan data melalui

analisa dokumentasi diartikan

sebagai upaya untuk memperoleh

data dan informasi berupa catatan

tertulis / gambar yang tersimpan

berkaitan dengan proses bongkar

muatan secara ship to ship di kapal

LPG. Dokumen berupa fakta dan

data tersimpan dalam berbagai

bahan yang berbentuk

dokumentasi.

4. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan merupakan

penelitian yang dilakukan untuk

menghimpun dan menganalisis data

yang bersumber dari buku-buku

literatur. Studi pustaka juga

merupakan pelengkap di dalam

teknik pengumpulan data terutama

apabila terdapat kesulitan dalam

pemecahan masalah dengan

mempelajari teori-teori yang

berhubungan dengan permasalahan.

5. Penelusuran data online

Penulis juga melakukan

pengumpulan data melalui internet,

di mana penulis mendapatkan

informasi yang terbaru dan seluas-

luasnya di dunia maya. Data-data

ini digunakan untuk memperkuat

sumber-sumber lainnya yang telah

didapat.

F. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif dicirikan

dengan sifat-sifat tertutup, jangka masa

panjang, dan mendalam. Tidak heran jika

kemudian, dalam analisis ini ada yang

bersifat kembali lagi ke lapangan seperti

dalam analisis interaktif. Analisis interaktif

yaitu mendeskripsikan analisis yang

diarahkan untuk menjejaki hubungan-

hubungan yang sah dan stabil di antara

fenomena sosial.

Dalam penelitian ini, peneliti

menganalisis data dengan model interaktif,

dimana model ini memiliki tiga

komponen, yaitu:

1. Reduksi data (data reduction)

2. Tampilan data (data display).

Kegiatan menampilkan data adalah

mengorganisasi, meringkas, dan

menyambungkan informasi.

3. Kesimpulan yang digambarkan dan

diverifikasi. Alasan perlunya

reduksi dan display data adalah

Page 54: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

1998

untuk membantu menggambarkan

kesimpulan.

IV. DISKUSI

A. Gambaran Umum

1. Gambaran Umum VLGC

Pertamina Gas 2

VLGC Pertamina Gas 2 adalah

sebuah kapal Very Large Gas Carrier

jenis fully refrigerated milik PT.

Pertamina yang mengangkut muatan

LPG berupa butane (C4H10) dan

propane (C3H8). Awalnya kapal

VLGC Pertamina Gas 2 hanya sebagai

storage ship di pelabuhan Kalbut,

Situbondo. Di mana muatan diterima

dari kapal-kapal charter import dan

kemudian dibongkar kembali ke

kapal-kapal yang berukuran lebih kecil yang akan dibongkar ke

pelabuhan-pelabuhan Indonesia.

Kemudian mulai bulan Februari 2015,

kapal VLGC Pertamina Gas 2

mengambil muatan dari pelabuhan

muat antara lain Bontang, Ruwais-

United Arab Emirate dan Ras Laffan-

Qatar, kemudian dikirim ke Teluk

Semangka dan Kalbut Situbondo

sebagai tempat bongkar. Proses

bongkar muatan dilakukan dengan

ship to ship operation. Jadi selama

penulis melakukan penelitian di

VLGC Pertamina Gas 2, kapal ini

hanya melakukan proses bongkar

muatan dengan ship to ship operation.

VLGC Pertamina Gas 2 memiliki

Call sign YDFN (Yankee Delta

Foxtrot November) dengan isi kotor

48.917 MT dan isi bersih 15.575 MT

serta memiliki Deadweight (DWT)

Summer 54.626 MT. Ukuran-ukuran

pokok kapal diantaranya, panjang

kapal 225,81 m dan lebar kapal 36,60

m serta memiliki Depth moulded to

main deck (jarak vertikal dari lunas

sampai dek utama) 20,30 m. Kapal

VLGC Pertamina Gas 2 memiliki

crane dengan jumlah 3 unit yang

masing-masing memiliki SWL 10 MT

yang berada di geladak utama di dekat

manifold, sedangkan 2 lainnya

merupakan provision crane (katrol

pengangkut persediaan kapal) berada

di samping kiri dan kanan anjungan

kapal dengan SWL masing-masing 0.9

MT. Kapal VLGC Pertamina Gas 2

memiliki tangki berjenis independent

tank type “A”, dengan kapasitas total

tangki muatan 84.155,753 m3.

Peralatan bongkar yang dimiliki antara

lain: cargo pump (pompa muatan) 2

unit di setiap tangki yang berjumlah 8

(kanan dan kiri), 4 cargo compressor

(3 untuk propane dan 1 untuk butane),

1 unit cargo vaporizer, 1 unit cargo

heater, dan 2 unit booster pump. Badan kapal ini terbuat dari baja dan

bahan utama untuk tangkinya terbuat

dari carbon-manganese yang mampu

menahan suhu sampai dengan -55 oC,

dibuat di Hyundai Heavy Industries,

Co.Ltd, Korea. (sumber : ship

particular VLGC Pertamina Gas 2)

2. Gambaran Umum Pembongkaran

LPG secara Ship to Ship

Di kapal VLGC Pertamina Gas

2, saat melakukan bongkar muatan

ke kapal LPG tipe fully pressurize

dilaksanakan secara bergantian, di

mana muatan butane terlebih

dahulu dibongkar dan dilanjutkan

dengan muatan propane. Berbeda

dengan pelaksanaan bongkar

muatan ke kapal LPG tipe fully

refrigerated dan tipe semi

refrigerated dilakukan secara

simultant yaitu muatan butane dan

propane dibongkar secara

bersamaan. Proses bongkar muatan

secara ship to ship ini dapat dibagi

menjadi beberapa tahap yang harus

diperhatikan yaitu persiapan

Page 55: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

1999

alongside, setelah alongside,

selama proses bongkar muatan, dan

setelah proses bongkar muatan

yang akan dipaparkan sebagai

berikut:

a. Persiapan alongside

Sebelum kapal melakukan proses

bongkar muatan, maka shutle ship

akan melakukan manoeuvering dan

mooring dengan kapal mother ship

yang berlabuh jangkar. Untuk itu

harus dilakukan komunikasi

mengenai apa yang harus

diperhatikan oleh kedua kapal.

Komunikasi yang sangat penting ini

meliputi:

1) Penggunaan channel radio dan

mempersiapkan channel lain

apabila terjadi hambatan pada

channel utama.

2) Bahasa yang digunakan selama

operasi ship to ship

berlangsung serta waktu harus

disinkronkan antara kedua

kapal.

3) Rencana penyandaran dan olah

gerak kapal harus dimengerti

dan disetujui antara kedua

kapal. Termasuk penataan

letak dan ukuran fenders harus

sedemikian rupa agar mother

ship dan shutle ship tidak

berbenturan.

4) Mooring arrangement harus

disepakati dan dilaksanakan.

5) Peralatan olah gerak,

penambatan tali-tali dan

peralatan navigasi harus diuji

dan dalam keadaan siap

digunakan.

6) Transfer of personnel antara

kedua kapal.

7) Susunan manifold dan lifting

gear harus diketahui kedua

kapal.

8) Menyegarisluruskan manifold

muatan antara kedua kapal.

b. Setelah alongside

Sesudah kapal menempel atau

alongside maka kedua kapal

menyiapkan hal-hal berikut ini:

1) Penggunaan channel radio dan

mempersiapkan channel lain

jika terjadi kerusakan pada

channel utama pada saat

transfer muatan.

2) Ukuran cargo transfer hose

yang digunakan sehubungan

dengan pemasangan reducer

pada manifold.

3) Pertukaran informasi mengenai

Material Safety Data Sheet

(MSDS).

4) Dokumen-dokumen muatan

yang dibutuhkan.

5) Menyediakan alat-alat

pemadam kebakaran di

manifold meliputi portable dan

fix pemadam kebakaran. Serta

pompa hydrant pada posisi

siap digunakan.

6) Menaikkan bendera B (bravo).

7) Memulai cargo hose handling.

8) Pengecekan cargo transfer

hose apakah ada kebocoran

setelah melakukan leak test.

9) Cargo transfer system safety

device termasuk inert gas,

emergency signal dan

emergency shutdown (ESD)

system dapat berfungsi.

10) Line up pipa-pipa muatan

dari cargo pump sampai ke

manifold.

c. Selama proses bongkar muatan

Selama proses bongkar muatan

berlangsung perlu diadakan

pengawasan dengan tujuan untuk

menghindari hal-hal yang

membahayakan baik bagi kapal itu

maupun terminal dermaga sebagai

tempat sandar. Tindakan-tindakan

pengamanan yang harus dipatuhi

Page 56: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

2000

selama proses bongkar muatan

secara ship to ship meliputi:

1) Selama proses bongkar muatan

harus dicek berapa muatan

yang sudah dibongkar yaitu

dengan menghitung ullage

(ruang kosong tangki). Dengan

diketahuinya jumlah muatan di

dalam tangki maka dapat

diketahui rate per-jamnya

(rata-rata bongkar per jam).

2) Menjaga tekanan pompa

jangan sampai over speed dan

menjaga tekanan dalam pipa

karena bila tekanan sangat

rendah maka cargo pump akan

mati.

3) Suhu muatan pada manifold

juga harus diperhatikan sesuai

dengan permintaan kapal penerima muatan terutama saat

bongkar muatan dengan tipe

kapal yang berbeda.

4) Pengecekan terhadap

sambungan-sambungan cargo

transfer hose dan area di

sekitar manifold.

5) Pengecekan terhadap posisi

fenders dan tali-tali tambat

kapal karena posisi kapal

saling berkaitan.

6) Pengecekan terhadap posisi

kapal karena kapal pada posisi

berlabuh jangkar.

7) Stabilitas kapal harus benar-

benar diperhatikan oleh

perwira jaga.

8) Mengadakan pengawasan di area

samping kapal karena

dikhawatirkan banyak perahu

nelayan di sekitar area kapal yang

sedang melakukan

pembongkaran.

d. Setelah pembongkaran

Setelah melaksanakan proses

bongkar muatan harus dilaksanakan

pembersihan line dengan cara

blowing dengan vapour yang diambil

dari dalam tangki muatan. Kemudian

setelah proses bongkar muatan

selesai kedua kapal melakukan

pengecekan tangki-tangki muatan,

kemudian dilakukan perhitungan bila

telah sesuai dengan Bill of Lading

(BL) maka dapat diselesaikan semua

dokumen muatan dan bisa

dilaksanakan disconnect cargo

transfer hose dan shuttle ship siap

untuk lepas sandar

B. Analisa Masalah

Berdasarkan observasi dan analisa

objek secara langsung di atas kapal,

selama proses bongkar muatan

berlangsung tidak luput dari kendala-

kendala yang terjadi yaitu adanya ketidaklancaran dalam proses bongkar

muatan tersebut. Ketidaklancaran yang

menjadi masalah dalam proses bongkar

muatan LPG di kapal VLGC Pertamina

Gas 2 adalah :

1. Pengetahuan beberapa ABK masih

kurang

Pengetahuan dari beberapa ABK

yang masih kurang mengenai

bagaimana prosedur pembongkaran

yang sesuai dengan standar aman dan

aturan yang berlaku. Dan juga

tindakan yang tidak disiplin sehingga

sikap ceroboh dan meremehkan

segala sesuatu atas dasar pengalaman

yang mereka miliki selama bekerja di

kapal sebelumnya.

2. Tidak ada koordinasi yang baik

dengan pihak terkait

Kurangnya koordinasi antara pihak

kapal (mother ship) dengan pihak

kapal penerima muatan (shuttle ship)

dan juga kurangnya koordinasi dari

pihak kapal baik dari pihak mother

ship maupun shuttle ship dengan

pihak pelabuhan sehingga sering

Page 57: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2001

terjadi kesalahpahaman dan

perubahan jadwal Ship to Ship yang

tidak terkoordinir dengan baik yang

menyebabkan proses pembongkaran

sering mengalami keterlambatan.

3. Peralatan bongkar tidak dalam

kondisi normal

Faktor peralatan bongkar muatan

yang tidak dalam kondisi normal

dapat menyebabkan terganggunya

proses bongkar muatan dikarenakan

kurangnya perawatan dan pengecekan

peralatan bongkar tersebut.

C. Pembahasan Masalah

Dalam pembahasan masalah ini

penulis mencoba untuk memberikan

pemecahan-pemecahan masalah yang

terjadi di VLGC Pertamina Gas 2

khususnya pada saat pembongkaran LPG

secara ship to ship. Pembahasan tersebut

meliputi:

1. Ketidaklancaran Pada Saat

Pembongkaran LPG Secara Ship to

Ship (STS) di VLGC Pertamina

Gas 2

Berdasarkan observasi dan analisa

objek secara langsung di atas kapal,

ketidaklancaran yang menjadi

permasalahan keterlambatan proses

bongkar muatan LPG di kapal VLGC

Pertamina Gas 2 adalah :

a. Pengetahuan beberapa ABK

masih kurang

Pengetahuan beberapa ABK

yang masih kurang tentang

bagaimana prosedur pembongkaran

yang sesuai dengan standar aman

dan aturan yang berlaku. Dan juga

tindakan yang tidak disiplin

sehingga sikap ceroboh dan

meremehkan segala sesuatu atas

dasar pengalaman yang mereka

miliki selama bekerja di kapal

sebelumnya.

Beberapa hal yang terkait

dengan faktor anak buah kapal

adalah :

1) Kurangnya pengetahuan

beberapa ABK mengenai kapal

LPG tipe full refrigerated

Kurangnya pengetahuan dari

ABK tentang kapal LPG

terutama tipe fully refrigerated

menjadi salah satu kendala,

dikarenakan sebagian besar

pengalaman ABK VLGC

Pertamina Gas 2 adalah di kapal

oil tanker dan atau di kapal LPG

tipe fully pressurize. Di VLGC

Pertamina Gas 2, hanya

Nahkoda, Mualim 2 dan Gas

Engineer saja crew deck yang

memiliki pengalaman di kapal

LPG tipe fully refrigerated

selebihnya pengalaman crew

deck yaitu di kapal oil tanker

dan di kapal LPG tipe fully

pressurize. Dan pada saat crew

pertama kali onboard di atas

kapal, crew diberikan

kesempatan untuk melaksanakan

pengenalan kapal, namun saat

pelaksanaan pengenalan,

minimnya data lisan maupun

data tertulis yang diterima oleh

crew baru pada saat pergantian

crew.

Dari hasil observasi, penulis

mendapatkan beberapa kejadian

yang penulis alami pada saat

melaksanakan praktek di VLGC

Pertamina Gas 2:

a) Pada tanggal 1 Desember

2014, lokasi Pelabuhan

Kalbut, Situbondo.

Mualim 1 memerintahkan

AB dan saya standby di

tangki no.1 untuk

mengecek keadaan tangki

muatan no.1 saat akan

membongkar muatan

butane. AB menjawab

Page 58: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

2002

lewat radio bahwa main

liquid valve sudah terbuka

penuh, filling valve

terbuka 50%, discharge

valve terbuka 35% dan

cargo pump siap untuk

dinyalakan. Namun pada

saat cargo pump sudah

dinyalakan dan filling

valve perlahan ditutup,

tekanan pada main liquid

valve terus bertambah dan

tidak ada penambahan

tekanan pada manifold

liquid valve. Kemudian

mulaim 1 memerintahkan

saya untuk berlari ke main

valve liquid pada tangki

no.1 untuk memastikan

sudah terbuka. Dan setelah saya cek, ternyata main

liquid valve pada tangki

no.1 belum terbuka

kemudian saya langsung

membukanya secara penuh

dan akhirnya tekanan pada

main liquid valve tangki

no.1 mulai berkurang dan

tekanan pada manifold

liquid valve mulai

bertambah. Setelah

Mualim 1 menanyakan

kembali ke AB mengenai

hal di atas, ternyata AB

hanya melihat tali yang

ada pada main liquid valve

dalam kondisi tidak

terpasang. Yang mana tali

itu merupakan tanda,

apabila tali itu terpasang

pada main liquid valve

maka tandanya tertutup,

apabila tidak terpasang

maka tandanya main

liquid valve terbuka. Ini

merupakan salah satu

sikap yang kurang disiplin

dari AB yang meremehkan

dan menganggap hal yang

sudah biasa sehingga tidak

dilakukan pengecekan.

b) Pada tanggal 13 April

2015, lokasi Pelabuhan

Kalbut, Situbondo. Pada

saat bongkar muatan ke

kapal LPG/C Gas Natuna

yang mana merupakan

kapal LPG tipe full

pressurize yang mana

suhu muatan yang

diterima lebih panas dari

kapal tipe full

refrigerated, sehingga

pembongkaran harus

menggunakan cargo

heater. Saat proses

pembongkaran muatan propane sedang

berlangsung, Mualim 2

mengamati dari CCR

terlihat bahwa suhu pada

manifold liquid valve

berubah-ubah tidak stabil.

Setelah Mualim 2 bertanya

kepada AB yang sedang

bertugas jaga di dek,

ternyata pada saat itu AB

berusaha untuk inisiatif

sendiri mengatur suhu

pada manifold liquid valve

agar segera stabil kembali

tanpa melaporkan ke

Mualim 2 yang sedang

bertugas jaga waktu itu,

hal ini dilakukan karena

AB tersebut merasa sudah

paham cara mengatur suhu

pada manifold liquid valve

dan mengetahui suhu yang

biasanya diterima oleh

kapal LPG/C Gas Natuna

berdasarkan pengalaman

yang biasanya dilakukan

saat bongkar muatan ke

Page 59: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2003

kapal LPG/C Gas Natuna

sebelumnya.

2) Kurang pengecekan di dek oleh

perwira jaga saat pembongkaran

muatan berlangsung

Tugas seorang perwira

jaga sangat erat kaitannya

dengan tanggung jawab

mereka sebagai orang yang

dipercaya dalam kegiatan

bongkar muat.

Berdasarkan hasil

wawancara yang penulis

lakukan dengan responden

Mualim 1 yang bernama

Hadi Wibowo, dikatakan

bahwa, “Mualim jaga pada

saat proses bongkar muatan

kurang melakukan

pengawasan dan pengecekan

di dek, mereka cenderung

mengamati dari CCR dan

hanya melakukan

pengecekan pada saat tugas

jaga akan berakhir, padahal

mereka seharusnya

melakukan pengecekan di

dek tiap jam”.

3) Perwira jaga harus

bertanggung jawab agar

kegiatan-kegiatan berikut ini

dilakukan.

a) Seringkali berkeliling

kapal untuk memantau:

i) Tali-tali tambat kapal

terpasang dengan baik.

ii) Cargo transfer hose

yang terpasang di

manifold dengan

keadaan baik dan tidak

ada kebocoran.

iii) Saluran-saluran pipa di

deck.

iv) Tempat-tempat di

sekitar kapal.

v) Peralatan pemadam

kebakaran dan

penanggulangan

tumpahan minyak.

vi) Kepastian bahwa tidak

ada personil yang tidak

berkepentingan

diperbolehkan berada

di tempat-tempat

muatan dan di ruang

pengontrol muatan.

b) Memastikan penjagaan

agar tempat di sekitar

manifold selalu terpantau

oleh dinas jaga di dek.

c) Memastikan bahwa ABK

yang bertugas jaga di dek

memahami tugas-

tugasnya.

d) Operasi-operasi transfer

muatan ditangguhkan jika

terjadi perubahan-

perubahan atas kondisi-

kondisi lingkungan yang

memperlihatkan suatu

bahaya untuk melanjutkan

operasi.

e) Semua masukan yang

diperlukan dicatat di

dalam buku harian kapal.

f) Mualim 1 dipanggil jika

merasa ragu untuk

melakukan tugas-tugas

kerjanya, atau jika

ditemukan ancaman-

ancaman terhadap kapal

atau penanganan muatan.

g) Instruksi-instruksi dari

Mualim 1 dipatuhi.

h) Perwira jaga wajib

melakukan pemeriksaan

kerja yang teratur pada

awal dan selama

pembongkaran untuk

mengkonfirmasi bahwa

tangki muatan sedang

membongkar muatan

sesuai rencana.

Page 60: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

2004

i) Perwira jaga wajib

mengecek di CCR maupun

di dek mengenai tekanan

pada pipa-pipa muatan,

cargo pump dan manifold

secara berkala setiap satu

jam dan dicatat pada

hourly cargo discharging

rate log.

j) Melakukan penghitungan

ullage dan tekanan muatan

dan dicatat.

k) Jika ditemukan perbedaan

yang besar, pembongkaran

dihentikan dan harus di

cek ulang secara manual

banyaknya muatan di

shuttle ship dengan

loading master.

b. Tidak ada koordinasi yang baik

dengan pihak terkait

Berdasarkan hasil wawancara

yang penulis lakukan dengan

responden, dikatakan bahwa

pelaksanaan proses bongkar

muatan ke kapal gas lain menjadi

terhambat dikarenakan oleh

kurangnya koordinasi antara pihak

kapal (mother ship) dengan pihak

kapal penerima muatan (shuttle

ship) yaitu mengenai ketersediaan

alat penunjangan bongkar muat.

Dan kurangnya koordinasi antara

pihak kapal baik pihak mother ship

maupun shuttle ship dengan pihak

pelabuhan mengenai jadwal

penyandaran. Dan perubahan

penjadwalan tidak segera diinfokan

kepada pihak mother ship dan

shuttle ship. Kurangnya koordinasi

tersebut meliputi :

1) Kurangnya informasi alat

penunjang pembongkaran

muatan yang tersedia di kedua

kapal

Informasi mengenai alat

penunjang pembongkaran yang

tersedia di kedua kapal sangat

penting untuk diberikan karena

tanpa informasi yang jelas,

proses bongkar muatan dapat

tertunda bahkan batal. Maka

dari itu adapun beberapa

informasi yang harus diberikan

yaitu:

a) Susunan posisi manifold dari

masing-masing kapal (posisi

manifold liquid dan vapour

untuk butane dan propane).

b) Ukuran reducer yang akan

digunakan dan yang tersedia

di atas kapal.

c) Initial rate, maksimum rate

dan suhu muatan yang akan

dibongkar. d) Posisi tengah-tengah kapal

sebagai acuan pemasangan

cargo transfer hose.

e) Ukuran panjang dan lebar

kapal sebagai acuan dalam

peletakan fenders.

2) Kurang terjadwalnya rencana

waktu pembongkaran muatan

Jadwal atau rencana waktu

pembongkaran muatan sangatlah

diperlukan agar kegiatan ship to

ship cargo operation dapat berjalan

secara teratur dan tepat waktu.

Namun pada kenyataannya yang

terjadi, perubahan waktu

pembongkaran muatan diberikan

secara mendadak dan kadang kala

terdapat kesalahan dalam

pemberian jadwal kapal yang

seharusnya melakukan ship to ship

cargo operation.

c. Peralatan bongkar tidak dalam

kondisi normal

Peralatan bongkar muatan yang

kurang terawat merupakan salah

Page 61: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2005

satu kelemahan dalam penanganan

bongkar muatan, peralatan bongkar

muat yang kurang terawat dapat

mengakibatkan alat tersebut

mengalami kerusakan dan tidak

berfungsi dengan normal. Padahal

apabila ingin penanganan

pembongkaran muatan berjalan

lancar, maka harus didukung oleh

peralatan bongkar muat dalam

kondisi yang baik dan memadai.

Adapun kejadian yang pernah

dialami di VLGC Pertamina Gas 2

mengenai peralatan yang tidak

dalam kondisi normal saat proses

bogkar muatan secara ship to ship

berlangsung, yaitu:

1) Pada tanggal 3 Januari 2015

di pelabuhan Kalbut,

Situbondo. LPG/C Amelia 1

melaksanakan ship to ship

operation di kapal VLGC

Pertamina Gas 2. Cargo

transfer hose yang berfungsi

sebagai sambungan antara

manifold kapal VLGC

Pertamina Gas 2 dengan

manifold LPG/C Amelia 1

mengalami kerusakan, akibat

dari cargo transfer hose yang

kondisinya sudah lama yang

saat itu terjadi gerakan kapal

karena adanya ombak,

sehingga cargo transfer hose

tersebut mengalami lekukan-

lekukan (gambar terlampir

pada halaman lampiran).

Melihat hal tersebut, proses

bongkar muatan ditunda dan

harus menunggu pergantian

cargo transfer hose yang lain.

Pihak kapal segera

melaporkan ke pihak

pelabuhan agar segera

digantikan dengan cargo

transfer hose yang baru

sehingga saat pembongkaran

selanjutnya tidak terdapat

kendala yang sama.

2) Pada tanggal 9 Mei 2015 di

pelabuhan Kalbut, Situbondo.

Saat sedang melakukan

pemasangan cargo hose pada

LPG/C AE Gas, terjadi

kebocoran oli pada cargo

crane. Saat itu Bosun

langsung melaporkan kepada

Mualim jaga dan pemasangan

cargo transfer hose ditunda.

Kemudian gas engineer

langsung mengecek cargo

crane. Setelah diperiksa oleh

gas engineer ternyata terjadi

kebocoran O-ring pada limit

switch wire, kemudian O-ring

yang sudah rapuh diganti

dengan yang baru dan operasi

cargo crane bisa dilanjutkan.

2. Upaya-upaya yang Dilakukan Agar

Proses Bongkar Muatan LPG

Secara Ship To Ship Lancar

Dalam pembongkaran LPG di

VLGC Pertamina Gas 2 ke kapal gas

lain tidak terlepas dari kendala-kendala

yang telah diuraikan di atas. Maka dari

itu adapun upaya-upaya yang

dilakukan untuk memperlancar proses

bongkar muat secara ship to ship di

VLGC Pertamina Gas 2 yaitu sebagai

berikut:

a. Peningkatan pengetahuan ABK

Dari hasil wawancara dengan

narasumber tentang bagaimana cara

mengatasi kendala yang dihadapi

dalam proses bongkar muatan LPG,

bahwa cara mengatasi kendala

mengenai peningkatan pengetahuan

dan pemahaman awak kapal yaitu:

1) Mengadakan seleksi kepada

seluruh anak buah kapal

pada saat akan naik kapal

Sebagaimana kita ketahui

dalam suatu perusahaan,

tentunya peranan anak buah

Page 62: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

2006

kapal (SDM) yang memiliki

pengetahuan dan keterampilan

sangat berperan sekali di dalam

kemajuan perusahaan itu

sendiri. Begitu juga dalam

penerimaan ABK baru,

perusahaan perlu mengadakan

seleksi kepada anak buah kapal

terlebih dahulu serta mengenai

persyaratan baik sertifikat

maupun dokumen yang lain.

Dengan mengadakan seleksi

tersebut maka pihak perusahaan

dapat menentukan pilihan yang

terbaik bagi yang akan bekerja

di atas kapal, sesuai dengan

hasil seleksi yang dilakukan dan

sesuai dengan penilaian sikap

dari kapal sebelumnya.

Tentunya yang bekerja di atas kapal merupakan orang-orang

yang berkualitas dan

profesional dibidangnya.

2) Pengenalan kapal kepada

anak buah kapal yang baru

Untuk ABK yang baru

pertama kali bekerja di atas

kapal LPG dengan tipe yang

berbeda, tentu banyak sekali

mengalami kesulitan karena

banyak sekali hal-hal yang

belum diketahui terutama segala

sesuatu yang menyangkut

bahaya yang ditimbulkan dan

prosedur bongkar muat serta

pengoperasian peralatan

pembongkaran. Untuk

menghindari kejadian yang

dapat menghambat terjadinya

proses bongkar muat, maka

alangkah baiknya apabila anak

buah kapal yang baru naik

diberikan pengarahan dan

penjelasan begitu pertama kali

tiba di atas kapal untuk bekerja.

Karena di VLGC Pertamina

Gas 2 diperlukan penanganan

muatan yang teliti, maka bagi

ABK baru apabila diberi tugas

harus didampingi oleh

seseorang yang telah

berpengalaman di atas kapal

tersebut. Hal ini bertujuan agar

bila ada sesuatu yang tidak

diketahui oleh ABK yang baru,

bisa langsung dijelaskan oleh

orang yang telah

berpengalaman sebelumnya.

Sehubungan dengan hal

tersebut, Mualim 1 melakukan

koordinasi dengan nakhoda

untuk memberikan pengenalan

kapal kepada seluruh crew dek

saat pertama kali naik kapal

tentang penanganan proses

bongkar muatan serta peralatan yang menunjang. Dan Mualim 1

memastikan bahwa crew kapal

yang melaksanakan pengenalan

benar-benar paham dengan apa

yang tertera dalam

familiarization checklist.

3) Secara rutin mengadakan

pelatihan tentang prosedur

bongkar muat dan cargo

transfer system safety device.

Pelatihan untuk crew dek,

terutama crew dek yang baru

sangat penting untuk mencegah

kesalahan prosedur yang

dilakukan oleh crew dek

tersebut. Dengan diadakannya

pelatihan dan pengenalan kapal,

diharapkan crew dek dapat

mengerti dan membantu dalam

penanganan bongkar muatan.

Di VLGC Pertamina Gas 2,

nahkoda memberikan pelatihan

kepada seluruh crew dek

minimal 1 bulan sekali agar

mereka mengerti dan benar-

benar paham tentang kapal gas.

Page 63: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2007

Pelatihan tersebut mengenai

prosedur bongkar muat dan

cargo transfer system safety

device.

Setiap bulan juga nahkoda

mengadakan safety meeting,

yang akan membahas seluruh

kejadian di luar dalam keadaan

normal yang terjadi di atas

kapal dan diakhir dari safety

meeting, nahkoda mengadakan

video training mengenai

keselamatan di atas kapal dan

dilanjutkan dengan mengadakan

tes. Crew yang mendapatkan

nilai terbaik akan diberikan

penghargaan, sehingga crew

terdorong untuk memperhatikan

dan memahami video yang

diputarkan. Selain itu di dalam

safety meeting jug dibahas

nearmiss yang telah dibuat.

Yang dimaksud nearmiss disini

adalah apabila salah satu crew

yang menemukan suatu

kejadian yang membahayakan

atau di luar keadaan normal dan

crew tersebut tidak berani

melaporkannya, maka crew

dapat menulis kejadian tersebut

dan memasukkannya ke dalam

kotak nearmiss yang kemudian

akan dibahas dalam safety

meeting.

4) Melaksanakan proses

bongkar muatan sesuai

dengan prosedur

Di setiap peralatan bongkar

muatan, Mualim 1 sudah

memberikan safety operational

procedure (SOP). Maka

diharapkan seluruh crew dek

membaca dan memahami isi

dari masing-masing SOP

tersebut. Dan di CCR juga

sudah terdapat chief officer

standing order yang mana

sudah disetujui oleh nahkoda

dan ditandatangani oleh Mualim

2, Mualim 3, Mualim 4 dan gas

engineer. Maka dari itu Mualim

dan gas engineer wajib paham

isi dari chief officer standing

order tersebut dan dapat

melaksanakannya dengan baik.

5) Melaksanakan pengawasan

selama kegiatan bongkar

muatan di dek oleh perwira

jaga

Pengawasan dan monitoring

kegiatan penanganan bongkar

muatan di dek oleh perwira jaga

harus dilakukan secara teratur

minimal sekali dalam satu jam

agar kegiatan yang dilakukan

oleh crew yang bertugas

terpantau dan mengecek benar

tidaknya laporan crew di dek

tentang tekanan dan suhu

muatan, serta memastikan

penanganan pembongkaran

muatan dalam keadaan yang

aman dan lancar.

Sehubungan dengan hal

tersebut, Mualim 1 memberikan

pengertian kepada perwira jaga

untuk mengecek ke dek setiap 1

jam sekali bagaimana situasi di

dek dan keadaan peralatan

bongkar muatan serta Mualim 1

yang akan menggantikan

perwira jaga di CCR.

6) Melaksanakan kerja sama

yang baik antara crew kapal

selama ship to ship operation

berlangsung

Koordinasi dan kerja sama

harus tetap dijaga agar di dalam

melaksanakan penanganan

bongkar muatan seluruh crew

kapal bisa mengerti tugasnya

masing-masing sehingga

tercipta penanganan bongkar

Page 64: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

2008

muatan yang lancar, aman dan

sesuai prosedur. Antara crew

yang berjaga di dek maupun

perwira jaga harus saling

mengingatkan satu sama lain.

Begitu juga Mualim 1 dan

nahkoda dapat mengingatkan

Mualim jaga ataupun crew yang

berjaga di dek agar tidak terjadi

kekeliruan. Dan apabila perwira

jaga ragu-ragu dalam

mengambil tindakan maka

dapat memanggil Mualim 1

demi kelancaran proses bongkar

muatan.

b. Peningkatan koordinasi antara

pihak kapal dengan pihak yang

terkait

Koordinasi antara kedua kapal dan dengan pihak pelabuhan

sangat berpengaruh dalam

kelancaran proses bongkar muatan,

sehingga di dalam operasi ship to

ship ini diperlukan komunikasi

yang baik antara pihak-pihak yang

bersangkutan. Beberapa poin yang

telah disebutkan dalam analisa

hasil penelitian, memaparkan

bentuk kendala yang terdapat di

atas kapal di mana penulis

melakukan penelitian selama

praktek berlayar.

Dari hasil wawancara dengan

narasumber tentang bagaimana

cara mengatasi kendala terhadap

kurangnya koordinasi yang

ditemui tersebut, yaitu:

1) Pihak kapal (mother ship)

seharusnya mendorong pihak

kapal penerima muatan atau

shuttle ship agar memberikan

informasi yang jelas kepada

mother ship mengenai

peralatan bongkar muat yang

tersedia.

Hal ini tentunya sangat

penting karena informasi yang

terkait sangat berperan dalam

kelancaran proses bongkar

muatan. Apabila tidak ada

informasi dan koordinasi,

pembongkaran akan terhambat

seperti yang telah penulis

paparkan sebelumnya. Yaitu

pihak shuttle ship hendaknya

memberikan informasi kepada

pihak mother ship mengenai

ukuran reducer yang tersedia,

berkomunikasi dan bertukar

informasi dengan kedua kapal

yang akan melakukan ship to

ship cargo operation mengenai

tipe alat bongkar muat yang

terdapat di masing-masing

kapal.

2) Kedua kapal saling

berkomunikasi dan saling

bertukar informasi sebelum

proses penyandaran, setelah

penyandaran, selama

pembongkaran dan setelah

pembongkaran selesai.

Hal ini sudah tercantum

dalam ship to ship transfer

checklist dan ship/shore safety

checklist. Dan kedua kapal

harus benar-benar mengecek

dan menjalankan apa yang telah

tercantum dalam checklist

tersebut. Selama proses bongkar

muatan berlangsung juga harus

selalu memperhatikan tinggi

ullage, suhu dan tekanan

sehingga apabila terjadi high

pressure dan ketidakcocokan

rata-rata bongkar per jam dapat

langsung dikomunikasikan

dengan segera. Hal ini erat

kaitannya dengan jumlah

muatan yang dibongkar. Agar

pembongkaran ini sesuai

Page 65: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2009

dengan perjanjian antara kedua

kapal yang telah tercantum

dalam dokumen cargo

operation agreement.

3) Penjadwalan kegiatan ship to

ship cargo operation yang

tepat.

Pemberian jadwal yang tepat

(fixed schedule) bertujuan agar

kegiatan bongkar muatan dapat

berjalan tepat waktu dan sesuai

dengan yang telah dijadwalkan.

Sehingga saat tidak ada jadwal

pembongkaran, tidak membuat

ragu-ragu pihak kapal untuk

melakukan pengecekan dan

perawatan terhadap peralatan

bongkar muat. Sehingga semua

dapat berjalan sesuai dengan

jadwal dan hal ini dapat

meminimalisir kerugian dan

finansial perusahaan.

c. Pelaksanaan perawatan dan

pengecekan peralatan bongkar

secara rutin

Pembongkaran muatan LPG

ke kapal lain yang seharusnya

dilakukan secara baik, lancar

dan aman, akan tetapi karena

terdapat kendala tersebut

sehingga menjadi terhambat dan

tidak lancar. Salah satu

kelemahan dalam penanganan

pembongkaran, peralatan

pembongkaran yang kurang

terawat dapat mengakibatkan

alat tersebut mengalami

kerusakan dan tidak berfungsi

dengan normal. Meskipun

pengecekan cargo hose

dilakukan oleh pihak pelabuhan

namun pihak kapal juga harus

ikut serta dalam melakukan

pengecekan fisik, kelayakan

untuk dipakai dan

memperhatikan penempatan

cargo hose tersebut. Pengaturan

posisi penempatan cargo hose

secara sembarangan pada saat

setelah pembongkaran selesai

dan harus memperhatikan

lekukan dari cargo hose

tersebut.

Peralatan bongkar muatan

yang tidak dalam kondisi

normal juga dikarenakan oleh

jadwal bongkar muatan yang

sangat padat sehingga pihak

kapal dan pelabuhan memiliki

sedikit waktu untuk melakukan

pengecekan dan perawatan

terhadap peralatan bongkar

muat.

Sehingga diperlukan kerja

sama yang baik dan saling

membantu dalam melaksanakan

pengecekan dan perawatan

tersebut. Pihak kapal harus

pintar-pintar mengatur waktu

agar semua dapat berjalan

antara pelaksanaan bongkar

muatan dan pngecekan serta

perawatan alat-alat bongkar

muat.

V. KESIMPULAN

Pada saat pelaksanaan bongkar muatan

secara ship to ship, sering kali terjadi

ketidaklancaran yang menghambat proses

bongkar muatan, antara lain:

1. Pengetahuan beberapa ABK masih

kurang.

2. Tidak ada koordinasi yang baik dengan

pihak terkait.

3. Peralatan bongkar tidak dalam kondisi

normal.

Dari ketidaklancaran tersebut diadakan

upaya-upaya untuk mengoptimalkan proses

bongkar muatan sehingga tidak terjadi

keterlambatan dalam pembongkaran.

Upaya-upaya tersebut antara lain:

Page 66: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pembongkaran Liquefied Petroleum Gas (LPG) Dengan Ship To Ship Operation Di VLGG Pertamina

Gas 2

Kadek Mikewatia, Sidrotul

Muntaha

b dan Okvita Wahyuni

c

2010

1. Peningkatan pengetahuan ABK dengan

mengadakan pelatihan dan pengarahan

prosedur bongkar muatan, tugas dan

tanggung jawab masing-masing crew

kapal.

2. Peningkatan koordinasi antara pihak

yang terkait.

3. Pelaksanaan perawatan dan pengecekan

peralatan bongkar secara rutin.

Dengan upaya-upaya tersebut,

pembongkaran LPG dengan ship to ship

operation dapat berjalan lancar apabila

semua ABK memiliki pengetahuan yang

lebih mengenai bongkar muatan secara

ship to ship, mengerti dan terampil dalam

mengoperasian peralatan, dapat melakukan

koordinasi yang baik dengan pihak-pihak

yang terkait serta semua peralatan

pembongkaran dalam kondisi bagus dan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Mc Guire and White. 2000. Liquified Gas

Handling Principles, 3rd

edition

Indrawan dan Yaniawati. 2014.

Metodologi Penelitian

2014. Tanker Management Self

Assessment-Main Manual

Hyundai Heavy Industries CO. Ltd. 2013.

LPG Cargo Handling System

Intruction Manual

CDI, ICS, OCIMF and SIGTTO. 2013.

Ship To Ship Transfer Guide

(Liquefied gases), 2nd

edition

Saebani, B.A. dan Affifudin. 2012. Metode

Penelitian Kualitatif.

Mustari, Mohammad. 2012. Pengantar

Metode Penelitian

Liquified Gas Tanker Training Progamme

Pertamina. 2012

SOLAS Consolidated. 2014

Riduwan. 2003. Metode dan Teknik

Menyusun Proposal Penelitian.

Page 67: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2011

PENANGANAN BONGKAR MUAT DENGAN CRANE KAPAL

DI MV. ORIENTAL JADE

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

aDosen Program Studi Nautika PIP Semarang

bTaruna (NIT.50134776 N) Program Studi Nautika PIP Semarang

ABSTRAK

Pelaksanaan bongkar muat dengan menggunakan crane kapal harus dilaksanakan

dengan benar dan penanganan muatan yang melebihi SWL crane kapal. Dengan dasar ini

penulis merumuskan masalah tentang bagaimana pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal di MV. Oriental Jade dan bagaimana jika muatan melebihi SWL

crane kapal. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis selama praktek layar di

MV. Oriental Jade mengenai pelaksanaan bongkar muat dengan menggunakan crane kapal

ditemukan adanya masalah-masalah yang meliputi persiapan crane yang terlalu lama, alat

bongkar muat yang sebagian sudah tidak layak, wirerope sudah aus. Dalam pelaksanaan

bongkar muat ditemukan muatan yang melebihi SWL crane akibatnya muatan tidak mampu

diangkat oleh satu crane kapal sehingga dibutuhkan dua crane yang digabungkan supaya

beban yang diangkat tidak terlalu berat dan muatan yang diangkat dengan HMC (Harbour

Mobile Crane).

Kata kunci: bongkar muat, crane kapal, SWL crane

ABSTRACT

Implementation of loading and unloading using a ship's crane must be carried out

properly and handling loads that exceed SWL crane vessels. On this basis the author

formulates the problem of how the loading and unloading practices using the ship's crane in

MV. Oriental Jade and what if the load exceeds the SWL crane of the ship. Based on the

results of research conducted during the screen practice author in MV. Oriental Jade on

loading and unloading activities using a ship's crane found problems encompassing crane

preparations that were too long, unloading tools partly improper, wirerope worn out. In the

loading and unloading operation, a load exceeding the SWL crane resulted in the inability of

the load to be lifted by a crane so that two cranes were combined so that the load would not

be too heavy and the load raised with HMC (Harbor Mobile Crane).

Keywords: loading and unloading, ship crane, SWL crane

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara kepulauan,

maka transportasi laut merupakan sektor

yang sangat penting dalam dunia

perdagangan, sehingga Indonesia harus

mempunyai sistem transportasi laut yang

berguna dan berhasil guna (efisiensi dan

efektifitas). Kebutuhan akan transportasi

khususnya di bidang kelautan sangat besar,

karena transportasi laut merupakan suatu

alat yang dapat mengangkut penumpang

atau barang dari satu tempat ke tempat

yang lainnya, dengan menempuh jarak

yang jauh dengan biaya yang relatif murah

jika dibandingkan dengan menggunakan

Page 68: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

2012

sarana transportasi darat maupun

transportasi udara.

Dalam dunia perdagangan nasional

maupun perdagangan internasional,

pelayaran niaga sangat berperan penting

untuk menunjang proses pendistribusian

barang. Hampir semua barang ekspor dan

impor menggunakan sarana angkutan kapal

laut, walaupun diantara tempat di mana

pengangkutan dilakukan terdapat fasilitas-

fasilitas angkutan lainnya yang berupa

angkutan darat seperti truk dan kereta api.

Pengangkutan barang dengan kapal laut

dipilih karena jumlah barang yang diangkut

akan lebih besar jika dibandingkan dengan

menggunakan truk, kereta api, atau pesawat

terbang dan biaya angkut juga lebih kecil

jika dibandingkan dengannya.

Salah satu tujuan pengangkutan melalui

kapal laut adalah mengangkut muatan

melalui laut dengan cepat dan selamat

sampai ke tempat tujuan. Kelancaran

operasional kapal ditentukan oleh kondisi

operasional kapal pada waktu melakukan

kegiatan operasional bongkar muat dan

pengurusan administrasi di pelabuhan asal

dan pelabuhan tujuan. Untuk kelancaran

kegiatan bongkar muat dari dan ke kapal,

peralatan alat bongkar muat merupakan

salah satu faktor yang terpenting untuk

menjamin kegiatan bongkar muat di

pelabuhan.

Pada tahun 2015-2016 penulis

melaksanakan praktek laut di kapal MV.

Oriental Jade. Kapal ini merupakan kapal

jenis Container DWT (Dead Weight

Tonnage) 18.000 Ton dan melayani

pelayaran domestik. Selama kurun waktu

12 bulan penulis berlayar di kapal MV.

Oriental Jade. Penulis menemukan

beberapa masalah dalam pelaksanaan

bongkar muat dengan menggunakan crane

kapal di MV. Oriental Jade. Beberapa

diantaranya adalah pelaksanaan bongkar

muat yang melebihi SWL crane kapal.

Berdasarkan kenyataan di atas saat kapal

melakukan aktifitas bongkar muat barang

dari kapal ke dermaga dan dari dermaga ke

kapal atau juga dari kapal ke kapal

diperlukan tenaga ahli dan tenaga kerja atau

buruh bongkar muat yang profesional dan

peralatan bongkar muat yang baik pula

kondisinya untuk kelancaran bongkar muat

tersebut.

Pada saat pelaksanaan bongkar muat

dengan menggunakan crane kapal masih

terdapat kendala yang membuat crane

berjalan lamban dan pelaksanaan bongkar

muat tidak dapat berjalan sebagaimana

mestinya. Tentunya hal ini membuat

pelaksanaan bongkar muat tidak sesuai

dengan prinsip pemuatan. Semua akan

berjalan lancar jika ada kerja sama yang

baik antara pemilik muatan, pengangkut

dan buruh.

Atas munculnya permasalahan di atas

penulis ingin mengangkat fenomena

tersebut dalam penelitian yang berjudul

“Pelaksanaan Bongkar Muat Dengan

Menggunakan Crane Kapal Di MV.

Oriental Jade”. Hal ini bertujuan untuk

mencari pemecahan masalah dengan cara

penanggulangan yang tepat dalam

mengatasi permasalahan pada saat

pelaksanaan bongkar muat, sehingga di

kemudian hari permasalahan yang sama

tidak akan terulang lagi serta kegiatan

operasional dapat berjalan dengan lancar.

Berdasarkan judul dan latar belakang

yang telah diuraikan penulis, maka penulis

merumuskan masalah-masalah yang akan

dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pelaksanaan bongkar muat

dengan menggunakan crane kapal di

MV. Oriental Jade?

2. Bagaimana jika muatan melebihi

kapasitas dari SWL crane kapal di

MV. Oriental Jade?

Berdasarkan rumusan masalah di atas,

maka tujuan penulisan ini, yaitu:

1. Untuk mengetahui bagaimana

pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal di MV.

Oriental Jade.

Page 69: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2013

2. Untuk mengetahui cara menangani

muatan yang melebihi SWL crane

kapal.

II. KAJIAN PUSTAKA

Menurut penelitian yang dilakukan

Asisten Wakil Rektor senior akademik

bidang operasional pendidikan dan

pengendalian mutu (2004), “Pelaksanaan

yang berarti telah memiliki organisasi dan

prosedur pelaksanaan pada tingkat

universitas, fakultas, jurusan atau bagian

dan program studi, termasuk didalamnya

adalah sumber daya manusia untuk

melaksanakan”. Menurut Komarudin

(2004:3), “Pelaksanaan adalah sistim

pembentukan jaringan yang dengan

istimewa diciptakan untuk membantu

pimpinan dalam pengawasan biaya yang

dibutuhkan untuk program, jumlah

keperluan, dan waktu”. Berdasarkan

definisi tersebut, penulis menyimpulkan

bahwa pelaksanaan adalah perbuatan

melaksanakan suatu pekerjaan atau

tindakan yang sudah direncanakan atau

keputusan untuk mencapai tujuan yang

diinginkan.

Menurut Soegiyanto dan Martopo

(2004:30) “Proses bongkar muat adalah

kegiatan mengangkat, mengangkut serta

memindahkan muatan dari kapal ke

dermaga pelabuhan atau sebaliknya”.

Sedangkan proses bongkar muat barang

umum di pelabuhan meliputi stevedoring

(pekerjaan bongkar muat kapal),

cargodoring (operasi transfer tambatan),

dan receiving / delivery (penerima /

penyerahan) yang masing-masing

dijelaskan di bawah ini:

a. Stevedoring (pekerjaan bongkar muat

kapal)

Menurut Soegiyanto dan Martopo

(2004:30) “stevedoring (pekerjaan

bongkar muat kapal) adalah jasa

pelayanan membongkar dari/kapal,

dermaga, tongkang, truk atau muat

dari/ke dermaga, tongkang, truk

ke/dalam palka dengan menggunakan

derek kapal atau yang lain”. Petugas

stevedoring (pekerjaan bongkar muat

kapal) dalam mengerjakan bongkar muat

kapal, selain foreman (pembantu

stevedor) juga ada beberapa petugas lain

yang membantu stevedore dalam

melaksanakan kegiatan bongkar muat

(pemborong bongkar muat kapal), yaitu:

1. Cargo surveyor perusahaan PBM;

2. Petugas barang berbahaya;

3. Administrasi;

4. Cargodoring (operasi transfer

tambatan)

Menurut Soegiyanto dan Martopo

(2004:32) “cargodoring (operasi transfer

tambatan) adalah pekerjaan

mengeluarkan barang atau muatan dari

sling di lambung kapal di atas dermaga,

mengangkut dan menyusun muatan di

dalam gudang atau lapangan

penumpukan dan sebaliknya”.

Dalam pelaksanaan produktifitas

cargodoring dipengaruhi oleh tiga

variabel, yakni jarak tempuh, kecepatan

kendaraan, dan waktu tidak aktif :

1) jarak yang ditempuh

2) kecepatan kendaraan

3) waktu tidak aktif (immobilisasi)

b. Receiving atau Delivery (penerima/

penyerahan)

Adalah pekerjaan mengambil barang

atau muatan dari tempat penumpukan

atau gudang hingga menyusunnya di

atas kendaraan pengangkut keluar

pelabuhan atau sebaliknya. Kegiatan

receiving (penerima) ini pada dasarnya

ada dua macam, yaitu :

1) Pola muatan angkutan langsung

adalah pembongkaran atau pemuatan

dari kendaraan darat langsung dari

dan ke kapal.

2) Pola muatan angkutan tidak langsung

adalah penyerahan atau penerimaan

barang/peti kemas setelah melewati

gudang.

Terlambatnya operasi delivery

(penyerahan) dapat terjadi disebabkan :

Page 70: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

2014

1) Cuaca buruk / hujan waktu bongkar /

muatan dari kapal.

2) Terlambatnya angkutan darat, atau

terlambatnya dokumen.

3) Terlambatnya informasi atau alur dari

barang.

4) Perubahan alur dari loading point

(nilai pemuatan).

Menurut Soegiyanto dan Martopo

(2004:7), “stowage atau Penataan

muatan merupakan suatu istilah dalam

kecakapan pelaut, yaitu suatu

pengetahuan tentang memuat dan

membongkar muatan dari dan ke atas

kapal sedemikian rupa agar terwujud 5

prinsip pemuatan yang baik”. Untuk itu

para perwira kapal dituntut untuk

memiliki pengetahuan yang memadai

baik secara teori maupun praktek

tentang jenis-jenis muatan, perencanaan

pemuatan, sifat dan kualitas barang yang

akan dimuat, perawatan muatan,

penggunaan alat-alat pemuatan, dan

ketentuan-ketentuan lain yang

menyangkut masalah keselamatan kapal

dan muatan. Adapun 5 prinsip pemuatan

yang baik adalah :

a. Melindungi awak kapal dan buruh

(Safety of crew and longshoreman)

Melindungi awak kapal dan buruh

adalah suatu upaya agar mereka selamat

dalam melaksanakan kegiatan. Untuk itu

perlu diperhatikan hal-hal sebagai

berikut :

1) Penggunaan alat-alat

keselamatan kerja secara benar,

misalnya sepatu keselamatan,

helm, kaos tangan, pakaian kerja;

2) Memasang papan-papan

peringatan;

3) Memperhatikan komando dari

kepala kerja;

4) Tidak membiarkan buruh lalu

lalang di daerah kerja;

5) Tidak membiarkan muatan

terlalu lama menggantung lama

di tali muat;

6) Memeriksa peralatan bongkar

muat sebelum digunakan

sehingga dalam keadaan baik;

7) Tangga akomodasi (gang way)

diberi jaring;

8) Memberi penerangan secara baik

dan cukup saat bekerja pada

malam hari;

9) Bekerja secara tertib dan teratur

mengikuti perintah;

10) Jika ada muatan di deck,

dibuatkan jalan lalu lalang orang

secara bebas dan aman;

11) Semua muatan yang dapat

bergerak di-lashing dengan kuat;

12) Muatan di deck memiliki

ketinggian yang tidak

mengganggu penglihatan saat

bernavigasi;

13) Mengadakan tindakan berjaga-

jaga secara baik;

14) Muatan berbahaya harus dimuat

sesuai dengan SOLAS.

b. Melindungi kapal (to protect the ship)

Melindungi kapal adalah suatu upaya

agar kapal tetap selamat selama kegiatan

muat bongkar maupun dalam pelayaran,

misalnya menjaga stabilitas kapal,

jangan memuat melebihi deck load

capacity, memperhatikan SWL (Safety

Working Load) peralatan muat bongkar.

c. Melindungi muatan (to protect the

cargo)

Dalam peraturan perundang-

undangan internasional dinyatakan

bahwa perusahaan atau pihak kapal

bertanggung jawab atas keselamatan dan

keutuhan muatan sejak muatan itu

dimuat sampai muatan itu dibongkar.

Oleh karena itu pada waktu memuat,

membongkar, dan selama dalam

pelayaran, muatan harus ditangani

secara baik. Pada umumnya kerusakan

muatan disebabkan oleh :

1) Pengaruh dari muatan lain yang

berada dalam satu ruang palka;

Page 71: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2015

2) Pengaruh air, misalnya terjadi

kebocoran, keringat kapal,

keringat muatan, dan kelembaban

udara dalam ruang palka;

3) Gesekan antar muatan dengan

badan kapal;

4) Penanggasan (panas) yang

ditimbulkan oleh muatan itu

sendiri;

5) Pencurian (pilferage);

6) Penanganan muatan yang tidak

baik.

d. Melakukan muat bongkar secara

cepat dan sistematis (rapit and

systematic loading and discharging).

Agar pelaksanaan pemuatan dan

pembongkaran dapat dilakukan secara

cepat dan sistematis, maka sebelum

kapal tiba di pelabuhan pertama di suatu

negara, harus sudah tersedia rencana

pemuatan dan pembongkaran (stowage

plan). Meskipun telah direncanakan

secara baik dan dilaksanakan dengan

baik pula, namun masih sering terjadi

adanya kekeliruan-kekeliruan seperti

timbulnya long hatch, over stowage,

over carriage ini harus dihindarkan.

e. Penggunaan ruang muat semaksimal

mungkin.

Dalam melakukan pemuatan harus

diusahakan agar semua ruang muat

dapat terisi penuh oleh muatan atau

kapal dapat memuat sampai sarat

maksimum, sehingga dapat diperoleh

uang tambang yang maksimal. Namun

demikian, karena bentuk paking muatan

tertentu, sering muatan tidak dapat

memenuhi ruang muat, kemungkinan

lain adalah cara pemadatan yang kurang

baik, sehingga banyak ruang muat yang

tidak terisi oleh muatan. Ruang muatan

yang tidak terisi muatan disebut broken

stowage. Dalam prinsip pemuatan,

broken stowage harus diusahakan

sekecil mungkin dengan cara :

1) Menggunakan/memuat muatan

pengisi (filler cargo);

2) Melaksananakan perencanaan

yang baik;

3) Pengawasan pada waktu

pelaksanaan pemuatan;

4) Penggunaan terap muatan

(dunnage) secara efisien;

5) Penggunaan ruang palka

disesuaikan dengan bentuk

muatan.

Menurut Martopo dan Soegiyanto

(2004:38-71) “Crane kapal adalah alat

bongkar muat yang dirancang khusus di

atas kapal yang digunakan sebagai alat

pengangkat”. Crane bekerja dengan

mengangkat material yang akan

dipindahkan, memindahkan secara

horizontal, kemudian menurunkan

material di tempat yang diinginkan. Alat

ini memiliki bentuk dan

kemampuan angkat yang besar dan

mampu berputar hingga 360 derajat dan

jangkauan hingga puluhan meter. Crane

biasanya digunakan untuk mengambil

muatan dari dermaga ke kapal. Crane

terdiri dari beberapa bagian antara lain :

1) Tiang crane yang dilengkapi

dengan rel crane (gigi roda yang

berputar) agar bisa bergerak ke

kiri maupun ke kanan 360 derajat.

2) Boom yaitu batang pemuat yang

dilengkapi dengan hydraulic untuk

mengangkat ke atas dan ke bawah.

3) Crane house atau rumah crane

adalah tempat untuk mengontrol

dari pada crane tersebut di mana

operator sebagai pengoperasinnya.

4) Kerek muat atau cargo block

adalah jalur wire untuk bergerak

yang berada di ujung batang

pemuat.

5) Wire drum adalah tempat untuk

melilitnya wire.

6) Wire adalah kawat sebagai

penerus dari gerakan yang

dihasilkan oleh winch.

7) Motor penggerak atau winch

adalah penggerak utama dari

Page 72: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

2016

setiap gerakan yang ada, seperti

menaikturunkan spreader.

8) Spreader adalah alat bantu untuk

mengangkat equipment atau

obyek/material lain.

Untuk kapal cargo modern sering

digunakan deck crane (geladak kran)

sebagai alat bongkar muat dan untuk

kapal-kapal khusus menggunakan alat

muat bongkar yang sesuai dengan jenis

barang yang diangkut. Pada batang

pemuat tertera berat beban maka yang

dapat diangkut dengan aman oleh batang

pemuat tersebut. Panjang batang pemuat

sedemikian rupa, sehingga dapat

mengambil muatan di samping lambung

kapal. Panjang batang pemuat

sedemikian rupa sehingga kalau batang

tersebut diturunkan sampai sudut 250

dengan bidang datar, maka tali muat dan

kait muat harus bisa mencapai 2,5 meter

di lambung kapal.

Panjang batang pemuat harus

mencapai pojok terjauh dan tali muatnya

harus tersisa 4 s.d 6 gulungan di winch

roller (gulungan mesin derek).

Pemasangan batang pemuat dilakukan

sedemikian rupa, sehingga dapat

digerakkan naik turun, mendatar kekiri

dan kekanan. Gerakan ini disebabkan

oleh adanya baut pada ujung bawah

batang pemuat tersebut. Di beberapa

negara penggunaan alat-alat ini

didasarkan atas sertifikat yang

dikeluarkan oleh Surveyor dari

Internasional Cargo Gear Bearau

(ICCB) atau (biro klasifikasi tentang

perawatan peralatan bongkar muat),

yang menyatakan bahwa setelah

memeriksa dan melakukan tes, maka

alat-alat pemuatan tersebut telah

memenuhi syarat keamanannya. “Pada

kapal pelayaran samudera maka setiap

tiang pada umumnya paling sedikit 2

boom (batang pemuat)” (Istopo,

1999:17).

III. METODOLOGI

Kata metodologi berasal dari

penggabungan dua kata yang berasal dari

Yunani, yaitu metodos dan logos. Metodos

berarti melalui dan logos berarti ilmu

pengetahuan. Metode merupakan suatu

kerangka kerja untuk melakukan suatu

tindakan atau suatu kerangka berfikir untuk

menyusun suatu gagasan yang beraturan,

berarah dan berkonteks dengan maksud dan

tujuan.

Metode penelitian yang digunakan oleh

Penulis adalah metodologi penelitian

deskriptif kualitatif untuk menggambarkan

dan menguraikan objek yang diteliti serta

kaidah-kaidah yang diambil dari teori-teori

yang berhubungan dengan topik yang

dibahas, selain itu juga menggunakan

pendekatan di lapangan yang telah

dilaksanakan selama praktek laut dengan

cara wawancara dan pengamatan. Adapun

hal-hal yang diamati adalah tentang

pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal, yang

kegiatannya dilaksanakan di kapal MV.

Oriental Jade. Dengan adanya penelitian ini

diharapkan hubungan antara pokok

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Peneltian

Pelaksanaan

Bongkar Muat

Dengan

Menggunakan

Crane Kapal DI

Mv. Oriental Jade

Persiapan

sebelum

bongkar muat

Aktivitas

bongkar muat

dengan crane

kapal

Pelaksanaan

Bongkar

Muat Dengan

Crane

Jika Muatan

Melebihi

SWL crane Muatan diangkat

dengan HMC

(Harbour Mobile

Crane)

Muatan

diangkat

dengan 2 crane

Page 73: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2017

permasalahan dengan metode

pemecahannya akan lebih jelas, sehingga

selanjutnya dapat dicari usaha dan upaya

untuk menanggulangi masalah tersebut.

1. Metode deskriptif

Metode penelitian deskriptif adalah

metode penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri atau

lebih (independen) tanpa membuat

perbandingan atau menggabungkan

antara variabel satu dengan yang lain.

(Sugiyono, 2012:35). Pada bagian ini

peneliti akan mendeskripsikan tentang

pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal.

2. Metode kualitatif

Metode penelitian kualitatif adalah

metode penelitian yang berlandaskan

pada filsafat post positivisme, digunakan

untuk meneliti pada kondisi objek yang

alamiah, (sebagai lawannya adalah

eksperimen) di mana peneliti adalah

sebagai instrumen kunci, teknik

pengumpulan data dilakukan secara

triangulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif/kualitatif, dan hasil

penelitian lebih menekankan makna

generalisasi. (Sugiyono, 2012:13).

Menurut Sukardi dalam bukunya

Metodologi Penelitian Pendidikan

(2003:53), menerangkan bahwa yang

dimaksud dengan tempat penelitian yaitu

tempat di mana proses studi yang

digunakan untuk memperoleh

pemecahan masalah penelitian

berlangsung. Penelitian ini dilakukan

selama penulis melaksanakan praktek

laut di atas kapal MV. Oriental Jade

armada milik PT. Salam Pacific

Indonesia Lines berbendera Indonesia

dengan homeport Jakarta yang beralamat

Jl. Kali Anak No. 51 F, Surabaya. Pada

saat penulis melaksanakan praktek laut

dari bulan September 2015 sampai

dengan bulan September 2016.

Data adalah suatu informasi yang

digunakan dalam suatu penelitian agar

dapat dilakukan pembahasan. Data yang

diperoleh dengan analisis. Berdasarkan

cara memperolehnya, data yang

diperoleh selama penelitian sebagai

pendukung tersusunnya penulisan

penelitian ini diantaranya :

1. Data primer

Data Primer adalah data yang berasal

dari sumber asli atau pertama. Data ini

tidak tersedia dalam bentuk terkompilasi

ataupun dalam bentuk file-file. Data ini

harus dicari melalui narasumber atau

dalam istilah teknisnya responden, yaitu

orang yang kita jadikan objek penelitian

atau orang yang kita jadikan sebagai

sarana mendapatkan informasi ataupun

data. Penulis memperoleh data melalui

wawancara dengan Mualim I MV.

Oriental Jade yang berhubungan dengan

pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang

sudah tersedia sehingga kita tinggal

mencari dan mengumpulkan. Data

sekunder dapat diperoleh dengan mudah

dan cepat. Karena sudah tersedia,

misalnya di perpustakaan, organisasi-

organisasi perdagangan, dan kantor-

kantor pemerintah.

Beberapa pertimbangan dalam

mencari data sekunder:

a. Jenis data sesuai dengan tujuan

penelitian yang sudah ditentukan.

b. Data sekunder yang dibutuhkan

bukan menekankan pada jumlah

tetapi pada kualitas, oleh karena

itu harus selektif dan hati-hati.

c. Data sekunder biasanya digunakan

sebagai pendukung data primer,

oleh karena itu keduanya saling

digunakan sebagai sumber

informasi untuk menyelesaikan

masalah penelitian.

Data menjadi sangat penting bagi

diperolehnya jawaban yang benar atas

masalah yang diteliti. Untuk

memperoleh jawaban yang benar,

diperlukan data yang benar, dan untuk

Page 74: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

2018

memperoleh data yang benar diperlukan

metode pengumpulan yang benar.

Di dalam penelitian ini penulis

menggunakan beberapa metode

pengumpulan data antara lain :

1. Metode observasi

Menurut Nazir (2005:175),

pengumpulan data dengan observasi

langsung atau dengan pengamatan

langsung adalah cara pengambilan

data dengan menggunakan mata

tanpa ada pertolongan alat standar

lain untuk keperluan tersebut. Dalam

hal ini penulis melaksanakan

pengamatan secara langsung saat

melaksanakan praktek laut di MV.

Oriental Jade, khususnya saat

pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal.

2. Metode Wawancara

Menurut Nazir (2005:193),

wawancara adalah proses

memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab,

sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan atau responden

dengan menggunakan alat yang

dinamakan interview guide.

Wawancara sebagai metode

pengumpul data, adanya komunikasi

langsung antara penulis dengan

sasaran penelitian yaitu Mualim I di

MV. Oriental Jade sebagai

narasumber.

3. Metode Kepustakaan

Metode kepustakaan digunakan

dengan maksud untuk mendapatkan

atau mengumpulkan data dengan

jalan mempelajari buku-buku yang

berkaitan dengan pokok masalah

yang diteliti, juga sebagai pelengkap

data apabila terdapat kesulitan dalam

pemecahan-pemecahan masalah

dalam penelitian.

4. Dokumentasi

Menurut Hadari Nawawi dalam

bukunya Metode Penelitian Bidang

Sosial (2004:133), teknik

dokumentasi yaitu cara pengumpulan

data melalui peninggalan tertulis,

terutama berupa arsip-arsip dan

termasuk juga buku-buku tentang

pendapat, teori, dalil atau hukum-

hukum dan lain-lain yang

berhubungan dengan masalah

penyelidikan.

Menurut Supardi (2003:7), dalam

proses penelitian, pengetahuan yang

diperoleh dari kepustakaan yang

relevan dengan topik sangat penting

dan perlu, karena dapat memberikan

latar belakang informasi, memberikan

arahan terhadap pendekatan teoritis

yang sesuai, menunjukkan bidang

topik yang harus dimasukkan ke

dalam atau dikeluarkan dari fokus

penelitian, dan menghindari

terjadinya duplikasi penelitian yang

tak perlu. Kepustakaan yang paling

penting adalah yang berisi hasil,

penelitian yang pernah dilakukan

oleh penelitian orang lain.

IV. DISKUSI

Berdasarkan analisa penelitian di atas

kapal, penulis menemukan beberapa

permasalahan yang berhubungan dengan

perawatan alat bongkar muat khususnya

derrick boom (batang pemuat derek) yaitu

tentang :

1. Pelaksanaan bongkar muat dengan crane

kapal

Dalam penelitian ini, pelaksanaan

bongkar muat dengan menggunakan

crane kapal dapat ditemukan pada hal

yang terkait dengan persiapan,

pelaksanaan, dan perawatan crane.

Persiapan sebelum pelaksanaan bongkar

muat dengan crane, pelaksanaan

bongkar muat dengan crane serta

perawatan crane diantaranya meliputi:

a. Persiapan sebelum pelaksanaan

bongkar muat

Page 75: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2019

1) Persiapan crane yang akan

digunakan untuk kegiatan

bongkar muat

2) Persiapan alat bongkar muat

3) Persiapan Tenaga Kerja

Bongkar Muat

b. Aktivitas pembongkaran dan

pemuatan dengan menggunakan

crane kapal :

1) Aktivitas pembongkaran

dengan menggunakan crane

kapal

2) Aktivitas pemuatan dengan

menggunakan crane kapal

2. Muatan yang melebihi SWL crane

kapal.

Safe Working Load (Beban Kerja

Aman) adalah beban maksimum yang

ditanggung oleh sling pada saat benda

diangkat secara tidak langsung karena

adanya pengikatan sling pada benda.

Sling tidak digunakan untuk mengangkat

beban yang melebihi SWL yang tertera

pada label sebuah sling. Muatan yang

melebihi SWL adalah muatan yang

bobotnya melebihi kapasitas beban kerja

aman. Jumlah crane di MV. Oriental

Jade berjumlah 3 crane, dengan masing-

masing kapasitas SWL 30 ton, 30 ton,

dan 25 ton. Muatan yang melebihi SWL

crane tidak bisa diangkat jika hanya

mengandalkan satu crane dengan

maksimal SWL 30 ton. Maka dari itu

cara menangani muatan yang melebihi

SWL crane adalah dengan cara berikut:

a. Muatan diangkat dengan 2 crane

Ketika menemukan muatan yang

melebihi SWL crane maka cara

menanganinya adalah dengan cara

menggunakan 2 crane yang

digabungkan untuk mengangkat

beban yang melebihi SWL. Dengan

menggabungkan 2 crane untuk

mengangkat, maka tanggungan beban

pada masing-masing crane menjadi

lebih ringan.

b. Muatan diangkat dengan HMC

(Harbour Mobile Crane)

HMC (Harbour Mobile Crane)

alat bongkar muat di pelabuhan

/crane yang dapat berpindah pindah

tempat serta memiliki sifat yg flexible

sehingga bisa digunakan untuk

bongkar/muat peti kemas dengan

kapasitas angkat/SWL (Safety Weight

Load) sampai dgn 100 ton. Untuk

mengangkat muatan yang melebihi

SWL crane dapat dengan mudah di

angkat.

Pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal di MV.

Oriental Jade dilaksanakan oleh pihak

kapal yang dioperatori oleh pihak darat

dengan cara membongkar muatan untuk

diturunkan ke darat dengan

menggunakan crane kapal dan

mengangkat muatan untuk dinaikkan ke

masing-masing palka sesuai dengan

stowage plan yang dibuat oleh Mualim I

menggunakan crane kapal. Berdasarkan

analisa penelitian di atas kapal, penulis

menemukan beberapa permasalahan

yang berhubungan dengan pelaksanaan

bongkar muat dengan menggunakan

crane kapal yaitu tentang:

1. Pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal.

Berdasarkan dengan apa yang

telah penulis amati di atas kapal,

penulis akan menjelaskan tentang

bagaimana pelaksanaan bongkar muat

dengan menggunakan crane kapal:

a. Persiapan sebelum bongkar

muat

Sesaat setelah kapal sandar di

pelabuhan bongkar muat Sorong,

cadet dan crew membuka lashing

muatan. Sebelumnya menanyakan

kepada Mualim I palka mana yang

akan dibongkar atau dimuat, agar

pelaksanaan melepas lashing

terlaksana dengan benar. Setelah

lashing muatan telah selesai

dibuka, crew akan mempersiapkan

Page 76: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

2020

crane untuk kegiatan bongkar

muat. Adapun kegiatan tersebut

adalah :

1) Persiapan crane yang akan

digunakan untuk kegiatan

bongkar muat.

Dari hasil wawancara

dengan narasumber yaitu

Mualim I tentang bagaimana

cara menghidupkan crane yang

akan digunakan untuk kegiatan

bongkar, dikatakan bahwa :

“Mualim I akan menghubungi

Engine Control Room untuk

meminta menghidupkan crane

untuk digunakan dalam

kegiatan bongkar muat yang

membutuhkan daya lebih besar

maka untuk menunjang hal

tersebut dibutuhkan peran

Departemen Mesin”

Dalam pelaksanaan

persiapan crane, semua bagian

crane harus dicek sebelum

digunakan dalam kegiatan

bongkar muat, oleh karena itu

Mualim I sebagai perwira yang

bertanggung jawab terhadap

muatan perlu mengadakan

pengecekan dan pendataan

tentang alat-alat tersebut.

Adapun bagian crane yang

harus dicek diantaranya :

a) Cargo Block

Cargo block digunakan

untuk mengaitkan sling wire

yang akan digunakan untuk

mengangkat muatan harus

dicek dengan benar. Guna

memastikan kelayakan

cargo block maka bosun

akan mengecek cargo block

tersebut kemudian

melaporkan kepada Mualim

I bahwa cargo block siap

untuk digunakan.

b) Wire drum

Drum ini berbentuk

lingkaran dan menjadi

wadah bagi wirerope. Di

drum ini, wirerope tergulung

rapi dan dengan bentuk

drum yang melingkar

memudahkan wirerope

untuk keluar masuk ketika

dioperasikan. Putaran

wirerope di dalam wire

drum harus dicek dan

diperhatikan agar tidak

terbelit di dalam wire drum.

c) Wirerope

Wirerope ini terdapat di

wiredrum. Panjangnya 200

meter dalam 1 gulungan.

Wire ini harus selalu

diberikan grease agar tidak

berkarat. Mengecek

wirerope dapat dilakukan

dengan 2 cara yaitu:

i) Secara visual

Lihat fisik dari

wirerope sling apakah

fisik berubah mengecil,

bengkok atau ada

kerusakan lain misalnya

ada wire yang putus

(dalam ukuran panjang 1

meter terdapat wire 6

putus wirerope tersebut

sudah tidak layak pakai).

Metode ini dilakukan

pada setiap saat waktu

sling digunakan.

ii) Menggunakan alat

ukur

Ukur dimensi wirerope

sling, jika dimensi

menyusut 10 % dari

ukuran aslinya maka

wirerope tersebut sudah

tidak layak pakai.

d) Motor

Motor listrik dengan

memanfaatkan medan

Page 77: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2021

magnet untuk

menciptakan gerakan.

Gerakan tersebut

menggerakkan gear

kemudian diteruskan ke

drum.

2) Persiapan alat bongkar muat

Persiapan alat bongkar muat

merupakan hal yang penting

guna menunjang kegiatan

bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal

dapat berjalan dengan baik dan

tanpa kendala. Karena

persiapan ini berkaitan dengan

persiapan crane. Hal ini juga

diungkapkan oleh Narasumber

yaitu Mualim I tentang

persiapan alat bongkar muat,

dikatakan bahwa :

“Persiapan alat bongkar muat

merupakan hal yang penting

yang berkaitan dengan kegiatan

bongkar muat dengan crane

kapal agar berjalan dengan

baik dan tanpa kendala ”

Alat bongkar muat yang

harus dipersiapkan adalah

sebagai berikut:

a) Spreader

Spreader adalah alat bantu

untuk mengangkat

kontainer. Spreader

berfungsi untuk

menyebarkan beban dari 1

lifting point dari crane atau

lifting equipment lainnya

menjadi beberapa titik.

Spreader dapat diatur

panjang pendeknya sesuai

panjang kontainer.

b) Sling wire

Sling wire nantinya akan

dikaitkan dengan cargo

block, dan dipasangi cargo

hook. Sling wire ini

mempunyai jenis dan

diameter berbeda-beda

tergantung dari muatan yang

akan diangkat. Jika muatan

yang diangkat semakin berat

maka jenis dan diameter

sling juga akan semakin

bertambah. Sling yang

digunakan di atas kapal

mempunyai beban

maksimum hingga 35 ton.

Jika beban melebihi 35 ton,

maka sling wire akan putus

karena tidak kuat menahan.

c) Cargo hook

Cargo hook befungsi untuk

mengaitkan pada kontainer.

Petunjuk penggunaan cargo

hook:

i) Lakukan pemeriksaan

berkala apakah ada

keretakan, cuil, bengkok

dan faktor lain yang

dapat menyebabkan

kerusakan pada hook.

ii) Lakukan pemeriksaan

oleh crew yang sudah

berpengalaman

misalnya bosun.

iii) Untuk penggunaan hook

bekas harus dilakukan

inspeksi dengan

magnetic particle dan

Dye Penetrant oleh

orang yang

berpengalaman terlebih

dahulu secara berkala.

iv) Jangan menggunakan

hook yang sudah

mengalami pemegaran

leher maksimal 5 % dari

bentuk awal.

v) Jangan menggunakan

hook yang bengkok dan

jangan berusaha

meluruskan hook yang

telah bengkok untuk

dipakai lagi.

Page 78: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

2022

vi) Berat beban tidak boleh

melebihi working load

hook.

vii) Dilarang memperbaiki,

meluruskan,

mengerjakan ulang

ataupun membentuk

ulang hook dengan cara

dipanaskan, dibakar,

dilelehkan ataupun di

press.

viii) Jangan menggunakan

hook dengan posisi

terhalang benda atau

balok.

ix) Jangan menggunakan

hook dengan posisi

dimiringkan.

3) Persiapan Tenaga Buruh

Bongkar Muat (TKBM)

Tenaga Buruh Bongkar

Muat (TKBM) biasanya 1-2

regu yang terdiri dari 8-12

orang setiap regunya. Jam kerja

TKBM diatur dalam shift jam

kerja selama 8 jam termasuk

istirahat 1 jam kecuali hari

jum’at siang istirahat 2 jam,

untuk kegiatan bongkar muat

dengan penggantian tenaga

kerja bongkar muat pada setiap

gilir kerja. Mereka akan dibagi

tugas sesuai tugasnya masing-

masing. Setiap orang

mempunyai tugas kerja

tersendiri, diantaranya sebagai:

a. Operator crane

b. Signalman

c. Buruh bongkar

d. Buruh muat

b. Aktivitas bongkar muat dengan

crane kapal

1) Aktivitas pembongkaran

dengan menggunakan crane

kapal:

a) Perlengkapan dokumen

dan komunikasi:

i) Foreman yang

ditunjuk perusahaan

akan naik ke kapal

ketika kapal telah

selesai sandar di

dermaga. Foreman

akan menemui Mualim

I selaku perwira

penanggung jawab

muatan utntuk

menyerahkan bayplan

kemudian memastikan

kapal siap untuk

melaksanakan kegiatan

bongkar muat sesuai

bayplan.

ii) Sebelum melaksanakan

aktivitas bongkar muat,

terlebih dahulu

Mualim I meminta

kepada Engine Control

Room untuk standby

crane untuk digunakan

kegiatan bongkar muat.

b) Penggunaan Alat

Bongkar Muat:

i) TKBM yang sudah

berada di atas kapal

akan membuka lashing

peti kemas sesuai

arahan dari foreman.

Tidak semua lashing

dibuka di pelabuhan

tersebut karena muatan

juga dibongkar di

pelabuhan yang lain.

ii) Spreader beams/wire

ropes/steel bars (lifting

equipment) harus

dipasang dengan benar

agar ketika peti kemas

diangkat dengan crane

kapal tidak jatuh atau

mengalami kerusakan.

iii) Masing-masing sudut

peti kemas tersebut

akan dikaitkan oleh

Page 79: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2023

TKBM dengan benar

guna menghindari

terlepasnya kaitan

ketika diangkat dengan

crane kapal.

iv) Operator crane kapal

dan foreman akan

berkomunikasi dengan

walkie talkie ketika

pelaksanaan bongkar

muat. Operator crane

akan membongkar

sesuai daftar peti

kemas.

v) Foreman/Supervisor

akan memeriksa

apakah peti kemas

yang dibongkar

tersebut benar,

kemudian foreman

memberikan perintah

kepada operator crane

untuk mengangkat peti

kemas.

vi) TKBM akan

membantu operator

crane selama

pelaksanaan bongkar,

sebagian TKBM

memasang lifting

equipment, kemudian

salah satu TKBM

memberikan hand

signal untuk memberi

aba-aba kepada

operator crane.

vii) Setelah peti kemas

berhasil diangkat

menuju truck

trailer/on chassis,

kemudian TKBM di

darat melepas lifting

equipment yang

terpasang pada

masing-masing sudut.

2) Aktivitas pemuatan dengan

crane kapal

a) Posisikan dengan benar

spreader beams/wire

ropes/steel bars (lifting

equipment) di atas peti

kemas. TKBM akan

memasang spreader

beams/wire ropes/steel

bars (lifting equipment)

pada masing-masing

sudut peti kemas.

Signalman akan memberi

aba-aba ketika

pemasangan telah siap.

b) Angkat peti kemas

dimaksud sesuai dengan

daftar peti kemas muat ke

kapal tersebut. Jika sudah

siap maka signalman

akan memberi aba-aba

kepada operator crane

untuk mengangkat peti

kemas tersebut ke atas

kapal sesuai bay plan.

c) TKBM (Signalman)

memandu operator crane

kapal selama pemuatan

peti kemas di bay kapal.

Selama kegiatan

pemuatan, signalman

tetap memandu operator

crane kapal hingga peti

kemas benar-benar

dimuat di bay kapal.

Operator crane kapal

meletakkan peti kemas

sesuai dengan bay yang

ditentukan.

d) Sebelum peti kemas

diletakkan di bay kapal,

TKBM terlebih daluhu

memasang cones agar

muatan tidak bergeser

ketika kapal miring atau

terkena cuaca buruk.

Cones juga dipasang pada

masing-masing sudut

Page 80: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

2024

diantara dua peti kemas

yang disusun tegak.

e) Jika in hold telah penuh

maka operator crane

akan menutup palka

kemudian melanjutkan

pemuatan on deck.

f) Pelaksanaan pemuatan

telah selesai, kemudian

TKBM melakukan

pelashingan peti kemas

pada setiap tier dengan

lashing silang.

Kegiatan tersebut dilakukan ketika

sedang melaksanakan bongkar muat

di Pelabuhan Sorong, dikarenakan di

Pelabuhan Sorong tidak ada alat

bongkar muat HMC (Harbour Mobile

Crane) maupun CC (Container

Gantry Crane). Kegiatan bongkar

muat hanya dengan crane kapal

ataupun dengan menyewa base crane

untuk kapal-kapal yang tidak

dilengkapi dengan crane kapal. Pada

saat melakukan kegiatan bongkar

muat dengan menggunakan crane,

penulis menemukan hambatan yang

mengganggu kelancaran pelaksanaan

bongkar muat.

2. Jika muatan melebihi SWL crane

kapal

Pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal

mempunyai kendala-kendala. Muatan

yang melebihi SWL tidak bisa

dipaksa untuk diangkat, karena beban

melebihi kapasitas. Jika tetap

dipaksakan maka yang terjadi adalah

rusaknya cargo block dan wire akan

putus. Dari hasil wawancara dengan

narasumber yaitu Mualim I tentang

muatan yang melebihi SWL crane

dikatakan bahwa:

“muatan yang melebihi SWL crane

tidak bisa dipaksa untuk diangkat,

jika dipaksa akan mengakibatkan

kerusakan yang fatal, misalnya

rusaknya cargo block, putusnya wire.

Karena kapasitas SWL crane di kapal

hanya mampun mengangkat beban

tidak lebih dari 30 ton”.

Mualim I akan melakukan rencana

untuk menangani muatan tersebut

agar dapat diangkat tanpa merusak

crane. Di sini peran Mualim I sebagai

perwira yang bertanggung jawab

terhadap muatan sangat dibutuhkan.

Berikut cara untuk menangani

muatan SWL crane yang

direncanakan oleh Mualim I:

a. Muatan diangkat dengan 2

crane

SWL crane di kapal MV.

Oriental Jade hanya 30 ton.

Sedangkan beban yang

diangkat berkisar 35 ton.

Dengan cara menggabungkan 2

crane untuk mengangkat

muatan tersebut beban yang

ditanggung oleh masing-masing

crane tidak terlalu berat

sehingga muatan dapat diangkat

dengan 2 crane yang diangkat

bersama-sama.

Pengangkatan dengan

menggunakan crane sangat

beresiko tinggi jika tidak

diperhitungkan dengan baik dan

dilakukan sesuai prosedur.

Berikut adalah cara

pengangkatan muatan dengan 2

crane :

1) Hanya personil yang

berwenang memegang SIO

yang diperbolehkan

mengoperasikan crane;

2) Crew yang melakukan

pengikatan

(rigging/slinging) akan

diberi pelatihan khusus;

3) Pemeriksaan harian

terhadap crane dan alat

bantu angkat harus

Page 81: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2025

dilakukan sebelum

pengoperasian;

4) Semua sling, tali kawat

baja dan lain-lain harus

ditangani, dilumasi dan

disimpan dengan benar

untuk mencegah terpelintir,

karat, dan putusnya kawat

dapat menimbulkan bahaya

bagi crew. Penanganan

sling harus diperhatikan

dengan serius agar dapat

menunjang pelaksanaan

bongkar muat yang efektif;

5) Pengalas yang sesuai harus

digunakan untuk mencegah

kerusakan pada sling,

rantai dan sebagainya, pada

saat bergesekan dengan

permukaan atau ujung yang

tajam;

6) Pengait dan shackle harus

dilengkapi dengan

pengaman yang efektif

untuk memastikan beban

tidak terjatuh dengan tiba-

tiba;

7) Pakailah sarung tangan

ketika memegang tali

kawat;

8) Ketahui beban kerja aman

yang tertera pada alat takel

atau tali-temali yang

digunakan. Jangan sampai

melebihi batas maksimum;

9) Hitung total berat beban

sebelum diikat;

10) Periksalah semua

perangkat keras, peralatan,

alat tackel dan sling

sebelum digunakan dan

laporkan peralatan yang

rusak kepada Supervisor;

11) Dilarang menunggangi alat

pengangkut, muatan, atau

setiap permukaan bulat di

crane dan alat derek

lainnya;

12) Jangan memanjat atau

menuruni peralatan yang

sedang bergerak. Jangan

meloncat dari peralatan

apapun. Gunakan kedua

tangan saat naik atau turun

dari suatu peralatan;

13) Hindari tangan anda dari

titik jepit saat mengait,

menyambung atau

menjepit;

14) Tali pengaman (tag line)

harus digunakan untuk

pengangkatan beban yang

panjang;

15) Semua kait harus dililit,

kecuali bila sudah

dilengkapi dengan palang

pengaman;

16) Hanya satu orang, yang

harus diketahui operator,

yang boleh memberikan

kode atau isyarat kepada

operator;

17) Operator crane harus

diberi pengarahan oleh

supervisor mereka sebagai

bagian dari job safety

analysis;

18) Pertimbangan terhadap

faktor-faktor keselamatan

kerja harus dievaluasi

ulang jika sudut sling

melebihi 600;

19) Karena pertimbangan akan

berat dan pusat gaya berat,

maka semua muatan harus

dicek sebelum diangkat.

Pastikan peralatan

pengangkatan sesuai

dengan kapasitasnya;

20) Gunakan sling berkaki

banyak, bukan gabungan

sling dari kaki tunggal.

Jangan mengangkat beban

memakai satu dari sling

kaki banyak sebelum kaki-

Page 82: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

2026

kaki yang tidak terpakai

diikat dengan aman;

21) Rapat pra-pengangkatan

(Pre-lift meeting);

Membahas penentuan tugas

dan peran semua pihak,

macam cara pengangkatan,

tingkatan personil yang

terlibat.

22) Persiapan pengangkatan

(Lift Preparation). Inspeksi

crane/mesin pengangkat,

peralatan, shackle dan

sling, melaporkan

komponen untuk

perbaikan, pengujian

fungsi operasi crane,

identifikasi ukuran sling

yang tepat dan shackle

untuk pengangkatan beban;

23) Komunikasi dengan

personil di lingkungan

kerja (dilakukan secara

lisan dan melalui radio);

24) Sinyal (isyarat) penggunaan

radio dan atau aba-aba

tangan/hand signal yang

ditunjuk;

25) Gerakan putaran (swing)

crane tidak boleh men-

swing beban, menjaga titik

pusat tegak lurus dengan

hook pada boom;

26) Pengangkatan khusus

(Non-routine operation);

Kehati-hatian terhadap

kerja aman, untuk heavy

lifting cargo, pandangan

operator yang terhalang,

kapal yang beroperasi

disekitarnya, bongkar muat

dari bagian kapal,

penangan cargo tanpa tag

line, Pandangan yang

terbatas, cuaca

buruk/gelombang besar

harus diperhatikan agar

tidak terjadi kesalahan

ketika proses pengangkatan

dilaksanakan;

27) Laksanakan pengangkatan

muatan dengan hati-hati

dan sesuai aba-aba tangan

dari signalman yang

ditunjuk.

b. Muatan diangkat dengan HMC

(Harbour Mobile Crane)

HMC (Harbour Mobile

Crane) merupakan fasilitas

bongkar muat yang disediakan

oleh pelabuhan, ketika

menjumpai muatan yang

melebihi SWL crane, maka

HMC (Harbour Mobile Crane)

dapat digunakan sebagai pilihan

kedua jika dengan

menggunakan 2 crane tidak

mampu mengatasi. HMC

(Harbour Mobile Crane)

mempunyai kapasitas SWL

beragam sesuai tipenya.

Kapasitas SWL antara 40 ton

hingga 100 ton. Sangat efektif

untuk mengangkat beban yang

tidak mampu diangkat oleh

crane kapal.

Dalam pengoperasiannya,

HMC (Harbour Mobile Crane)

tidak terlalu rumit dan

membutuhkan banyak orang

seperti menggunakan crane

kapal. Lebih ringkas dan mudah

menggunakan HMC (Harbour

Mobile Crane). Crew kapal

tidak terlibat dalam penggunaan

HMC (Harbour Mobile Crane)

karena telah ditangani oleh

pihak darat, mulai dari

persiapan hingga proses

pengangkatan muatan sampai

berada di atas kapal dengan

selamat.

Dengan kapasitas SWL yang

besar, HMC (Harbour Mobile

Page 83: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2027

Crane) dapat dengan mudah

mengangkat beban yang

melebihi kapasitas SWL crane.

Pelaksanaan pengangkatannya

pun tidak terlalu membutuhkan

banyak orang, berikut adalah

cara pengangkatan dengan

HMC (Harbour Mobile Crane):

1) Pasang lifting equipment

yaitu spreader bar beserta

chainsling yang sudah

terpasang pada cargo block

HMC (Harbour Mobile

Crane).

2) Pasang chainsling pada

muatan yang akan diangkat,

pastikan semua terpasang

dengan benar.

3) Jika sudah terpasang dengan

benar, beban diangkat pelan-

pelan dengan memerhatikan

keadaan sekitar.

4) Ketika muatan sudah berada

di atas deck, lepaskan

chainsling yang terpasang

pada muatan.

V. PENUTUP

1. Simpulan

Simpulan yang dapat diambil dari

penelitian tentang pelaksanaan bongkar

muat dengan menggunakan crane kapal di

MV. Oriental Jade adalah :

1. Pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal di MV.

Oriental Jade :

a) Dengan adanya persiapan yang

baik sebelum bongkar muat

dengan menggunakan crane

menentukan lancar dan tidaknya

pelaksanaan bongkar muat.

b) Kegiatan bongkar muat dengan

menggunakan crane dapat berjalan

lancar karena sesuai dengan

prosedur.

2. Jika muatan yang melebihi SWL

crane :

a) Muatan yang melebihi SWL crane

dan di darat tidak tersedia CC

(Container Crane) maupun HMC

(Harbour Mobile Crane) maka

dapat diatasi oleh crew kapal

dengan alternatif menggunakan

dua crane yang digunakan

bersama-sama atau digabungkan

untuk mengangkat muatan tersebut

serta bagaimana cara

menanganinya.

b) Menggunakan HMC (Harbour

Mobile Crane) lebih kecil resiko

kegagalan dalam mengangkat

beban muatan yang melebihi SWL

crane kapal, karena HMC

(Harbour Mobile Crane)

menpunyai SWL yang lebih besar.

2. Saran

Berdasarkan hasil pembahasan di atas

mengenai pelaksanaan bongkar muat

dengan menggunakan crane kapal, maka

penulis memberi saran sebagai berikut.

1. Pelaksanaan bongkar muat dengan

menggunakan crane kapal di MV.

Oriental Jade :

a) Sebelum persiapan bongkar muat

dengan menggunakan crane kapal

sebaiknya diadakannya meeting

untuk memberikan pengarahan

terhadap crew tentang prosedur

yang baik dan benar, sehingga

diharapkan dapat terlaksana

kerjasama yang baik.

b) Kegiatan bongkar muat yang dapat

berjalan dengan lancar sebaiknya

didukung oleh pihak kapal dan

pihak darat. Serta penyediaan alat

bongkar muat yang baik dan siap

digunakan.

2. Jika muatan melebihi SWL crane :

a) Menggunakan 2 crane untuk

mengangkat muatan yang melebihi

SWL crane sangat tinggi

resikonya, lebih baik dilakukan

Page 84: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Penanganan Bongkar Muat Dengan Crane Kapal Di Mv. Oriental Jade

Vega F. Andromedaa dan Danang Wahyu Pratama

b

2028

rapat pra-pengangkatan (Pre-lift

meeting). Membahas penentuan

tugas dan peran semua pihak,

macam cara pengangkatan,

tingkatan personel yang terlibat.

b) Jika di darat terdapat HMC

(Harbour Mobile Crane) lebih

baik menggunakan HMC

(Harbour Mobile Crane) daripada

menggunakan crane kapal, karena

HMC (Harbour Mobile Crane)

menpunyai SWL yang lebih besar

daripada crane kapal dan agar

lebih aman guna memperkecil

kecelakaan kerja dan melindungi

crew kapal dan muatan.

DAFTAR PUSTAKA

Komarudin. 2004. Ensiklopedia

Manajemen. Bandung: Penerbit

Almuni

Martopo, Arso dan Soegiyanto. 2004.

Penanganan dan Pengaturan

Muatan. Semarang: Politeknik Ilmu

Pelayaran Semarang

Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung:

Remaja Rosdakarya

________. 2006. Metodologi Penelitian

Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya

Sukardi. 2003. Metode Penelitian

Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Nazir. 2005. Metode Penelitian. Bogor:

Ghalia Indonesia

Nawawi, Hadari. 2004. Metode Penelitian

Bidang Sosial. Yogyakarta:

Universitas Gajah Mada

Salim, Abbas. 2004. Manajemen

Transportasi. Jakarta: Raja

Gravindo Perkasa

Sarwono, Jonathan. 2006. Metode

Penelitian Kualitatif dan

Kuantitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu

Supardi. 2003. Kerangka Dasar dan

Paradigma Penelitian. Semarang:

Universitas Negeri Semarang

Suwiyadi, HR. M. Transportasi Laut dan

Bisnis Pelayaran. Semarang:

Politeknik Ilmu Pelayaran

Semarang

Page 85: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2029

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB RETAKNYA JACKET COOLING DI

CYLINDER MAIN ENGINE MT. SEI PAKNING

Suwondoa , Edy Warsopurnomo

b dan Ahmad Muchlisin

c

a dan b

Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang cTaruna (NIT.50134930.T) Program Studi Teknika PIP Semarang

ABSTRAK

Jacket cooling sebagai selimut cylinder liner dan cylinder cover yang didalamnya

berupa air pendingin (air tawar) dengan temperatur tertentu yang digunakan untuk

menyerap panas yang dihasilkan oleh pembakaran bahan bakar di dalam silinder. Faktor

yang mempengaruhi keretakan jacket cooling main engine di bagian cylinder cover sebagai

berikut: (a) Pemasangannya (instal), (b) Usia dari material (running hours), (c) Temperatur

dan tekanan air pendingin, (d) Perawatan (maintenance), (e) Kualitas air pendingin, (f)

Kebocoran pada seal jacket yang sudah diketahui tetapi tidak dilakukan tindakan

penanganan (leakage).

Faktor-faktor dari Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang

(Opportunities) dan Ancaman (Threats) maka akan dapat dilihat bagaimana solusi untuk

mengatasi faktor-faktor yang menyebabkan keretakan pada jacket cooling. Analisis SWOT

dapat diterapkan dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi

keempat faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana

aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strength) mampu mengambil keuntungan

(advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara mengatasi kelemahan

(weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada,

selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths) mampu menghadapi ancaman (threats) yang

ada, dan terakhir adalah bagaimana cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu

membuat ancaman (threats) menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru.

Hasil penelitian diketahui bahwa faktor keretakan terjadi karena kurangnya perawatan

serta usia material jacket cooling yang sudah melampaui batas jam kerja dan juga

penyetelan temperatur jacket cooling yang tidak stabil. Sebagai mantel pendingin mesin

induk jacket cooling sangat berperan dalam menjaga temperatur untuk meningkatkan kinerja

dari permesinan tersebut. Keadaan keretakan jacket cooling mengakibatkan pelayaran

tertunda.

Peneliti menyimpulkan bahwa keretakan atau pecahnya jacket cooling dapat terjadi

karena usia dari material yang sudah melampaui batas jam kerja dan tidak stabilnya

temperatur air pendingin. Untuk mengatasi keretakan pada jacket cooling di cylinder cover

mesin induk, sebaiknya dilakukan penyetelan temperatur secara bertahap, melakukan

pengetesan kadar keasaman air pendingin dan melakukan pengecekan ataupun penggantian

terhadap material (jacket cooling) ketika sudah mendekati batas jam kerja yaitu 8000 jam di

cylinder cover dan 16000 jam di cylinder liner agar penyebab masalah yang mengakibatkan

keretakan jacket cooling di cylinder cover mesin induk teratasi. Melakukan upaya untuk

menjadikan temperatur air jacket cooling main engine menjadi lebih normal dapat dilakukan

dengan selalu melakukan perawatan pada central cooler, membersihkan plat-plat dari sisi

air laut maupun air tawar, melakukan sirkulasi chemical (powder descaler) secara berkala,

membersihkan plat-plat di fresh water jacket cooler (FWJC).

Page 86: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning

Suwondoa , Edy Warsopurnomo

b dan Ahmad Muchlisin

c

2030

Kata kunci: keretakan, jacket cooling cylinder cover, mesin induk di MT. Sei Pakning.

ABSTRACT

Jacket cooling as a cylinder liner blanket and cylinder cover which is in the form of

cooling water (fresh water) with a certain temperature used to absorb heat generated by fuel

combustion inside the cylinder. Factors affecting the cracking of the main engine jacket in

the cylinder cover as follows: (a) Installation, (b) The age of the material running running,

(c) Temperature and pressure of cooling water, (d) Maintenance , (e) Cooling water quality,

(f) Leakage on known jacket seals but no leakage measures.

Factors of strength (Strength), Weakness, Opportunities and Threats can then be seen

how to solve the factors that cause cracks in jacket cooling. The SWOT analysis can be

applied by analyzing and sorting things that affect the four factors, then applying them in

SWOT matrix images, where the application is how the strengths are able to take advantage

of existing opportunities, how to overcome weaknesses (weaknesses) that prevent the

advantages of opportunities, then how strengths are able to deal with existing threats, and the

last is how to overcome weaknesses that can make threats become real or create a new

threat.

The results revealed that the crack factor occurred due to lack of care and the age of

jacket cooling material that has exceeded the working hours and also the unstable jacket

cooling temperature setting. As a jacket cooling engine coolant mantle is instrumental in

maintaining the temperature to improve the performance of the machinery. The

circumstances of the jacket cooling crack resulted in a delayed voyage.

The researchers concluded that cracking or rupture of jacket cooling may occur due to

the age of the material that has exceeded the working hour limit and the unstable cooling

water temperature. To overcome the crack in the jacket cooling on the cylinder cover of the

main engine, it is better to adjust the temperature gradually, to test the acidity of the cooling

water and to check or replace the material (jacket cooling) when it is close to the working

time limit of 8000 hours on the cylinder cover and 16000 hour in the cylinder liner to cause

the problem causing the cracking of jacket cooling on the cylinder cover of the master

machine is resolved. Making efforts to make the water jacket cooling temperature of the main

engine more normal can be done by always doing maintenance on central cooler, cleaning

the plates from the sea or fresh water, doing chemical circulation (powder descaler)

regularly, cleaning the plates in fresh water jacket cooler (FWJC).

Keywords: cracking, jacket cooling cylinder cover, main engine in MT. Sei Pakning.

I. PENDAHULUAN

Motor diesel merupakan mesin

penggerak utama di MT. Sei Pakning yang

berfungsi untuk mengubah tenaga mekanik

menjadi tenaga gerak dengan metode

penyalaan bahan bakar di dalam mesin itu

sendiri. Bahan bakar diinjeksikan di dalam

silinder yang berisi udara bertekanan tinggi.

Silinder adalah bagian mesin yang sangat

penting karena merupakan jantung mesin

dan tempat bahan bakar diinjeksikan dan

daya ditimbulkan. Bagian dari mesin induk

salah satunya adalah cylinder cover yang

berfungsi sebagai penutup silinder, cylinder

cover ini terdiri dari: (1) distance pipe, (2)

stud,fuel valve, (3) stud,exhaust valve, (4)

protective cap, (5) nut, oring, bolt, screw,

(6) jacket cooling.

Page 87: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2031

Jacket cooling ini berfungsi untuk

menyerap panas yang dihasilkan oleh

pembakaran bahan bakar di dalam silinder

pesawat yang keluar melalui gas buang.

Jacket cooling mempunyai diameter 600

mm dengan ketebalan 11 mm yang terbuat

dari besi tuang. Dalam pemasangan jacket

cooling pada cylinder cover harus sesuai

dengan manual book supaya tidak terjadi

kesalahan. Jacket cooling harus tahan

terhadap panas dan tekanan yang telah

ditentukan supaya dapat menyerap panas

secara maksimal dan tidak menimbul

overheating. Berdasarkan STCW Bab VIII

, Nakhoda, Kepala Kamar Mesin (KKM)

dan Personil tugas jaga harus menjamin

bahwa pelaksaan tugas jaga dilakukan

secara aman dan terpelihara. Dalam

menjalankan tugas jaga di kamar mesin

harus selalu mengecek temperatur, tekanan,

serta volume air pendingin. Kelalaian saat

tugas jaga dapat menyebabkan retak dan

kebocoran jacket cooling no. 2

dikarenakan temperatur air pendingin yang

tidak stabil dan kekuatan dari material yang

sudah melampaui batas jam kerja.

Perawatan yang dilakukan oleh para

masinis kapal dalam menjaga temperatur

pendingin mesin induk harus secara baik

dan terencana karena merupakan faktor

yang sangat penting agar pendinginan

mesin induk secara maksimal. Dengan

adanya perawatan dan pemeliharaan air

pendingin mesin induk secara baik dan

terencana, maka kualitas material (jacket

cooling) akan terjaga sehingga performa

mesin induk akan meningkat. Namun di sisi

lain juga para masinis harus rutin

melakukan pengecekan terhadap kualitas

air pendingin, jam kerja material, serta

kestabilan temperatur sehingga jacket

cooling akan awet dan terhindar dari

keretakan yang menyebabkan kebocoran

pada jacket cooling tersebut. Rumusan

dalam masalah ini antara lain:

1. Faktor-faktor apa sajakah yang

menyebabkan keretakan jacket cooling

main engine di MT. Sei Pakning?

2. Apa sajakah dampak keretakan jacket

cooling main engine di MT. Sei

Pakning?

3. Upaya apa sajakah yang dilakukan

supaya tidak terjadi keretakan jacket

cooling main engine di MT. Sei

Pakning?

Hal ini yang melatarbelakangi peneliti

tertarik untuk mengangkat masalah tersebut

dan menuangkannya dalam suatu bentuk

karya ilmiah berupa penelitian dengan

judul: “faktor-faktor penyebab retaknya

jacket cooling di cyilinder cover main

engine MT. Sei Pakning”.

Landasan teori yang mendasari

penelitian ini antara lain:

1. Mesin induk

Mesin induk kapal adalah suatu

instalasi mesin yang terdiri dari

berbagai unit atau sistem pendukung

berfungsi untuk menghasilkan daya

dorong terhadap kapal, sehingga kapal

dapat berjalan maju atau mundur. MT.

Sei Pakning tenaga penggerak utama

menggunakan mesin diesel 2 tak. Mesin

diesel menurut Jusak Johan Handoyo,

(2015: 34), dalam buku mesin diesel

penggerak utama kapal, menyatakan

bahwa mesin diesel adalah suatu

pesawat yang mengubah energi

potensial panas langsung menjadi energi

mekanik, atau juga disebut Combustion

Engine Sytem.

Pembakaran (combustion engine)

dibagi dua yaitu, (1) mesin pembakaran

dalam (internal combustion) adalah

pesawat tenaga yang pembakarannya

dilaksanakan di dalam pesawat itu

sendiri. Contoh: mesin diesel, mesin

bensin, turbin gas dan lain-lain. (2)

mesin pembakaran luar (external

combustion) adalah pesawat tenaga,

dimana pembakarannya dilaksanakan di

luar pesawat itu sendiri, contoh: turbin

uap. Bagian dari mesin induk ini terdiri

dari beberapa komponen antara lain, (1)

cylinder cover, (2) piston with rod and

stuffing box, (3) cylinder liner and

cylinder lubrication, (4) crosshead with

connecting rod, (5) crank shaft, thrust

Page 88: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning

Suwondoa , Edy Warsopurnomo

b dan Ahmad Muchlisin

c

2032

bearing and turning gear, (6)

mechanical control gear, (7) starting air

componen, (8) exhaust valve, (9) fuel oil

system, (10) turbocharger system, (11)

safety equipment. Sesuai dengan judul

yang peneliti ajukan, maka peneliti akan

mendetail di bagian cylinder cover dan

lebih detailnya ke bagian jacket cooling

di cylinder cover main engine.

2. Cylinder cover

Cylinder cover atau cylinder head

berfungsi sebagai penutup satu ujung

silinder dan tempat lewat udara, bahan

bakar diisikan dan gas buang

dikeluarkan. Semakin besar ukuran

silinder, semakin sukarlah untuk

menguasai tegangan-tegangan bahan di

dalam pelapis silinder dan juga di dalam

tutup silinder.

Dalam pelapis silinder terutama

bagian atas (cylinder cover) yang harus

mampu menahan suhu-suhu dan tekanan-tekanan tinggi selama terjadinya

proses pembakaran. Hal ini dapat

dibayangkan betapa banyaknya bahan

bakar yang dibakar di ruang bakar.

Cylinder cover terdiri dari beberapa

bagian antara lain, (1) distance pipe, (2)

stud, fuel valve, (3) stud, exhaust valve,

(4) protective cap, (5) nut, oring, bolt,

screw, (6) jacket cooling

Gambar 1. Cylinder cover mesin induk

3. Jacket cooling

Jacket cooling berfungsi sebagai

selimut silinder liner yang didalamnya

berupa air pendingin (air tawar) dengan

temperatur tertentu yang digunakan

untuk menyerap panas yang dihasilkan

oleh pembakaran bahan bakar di dalam

silinder. Spesifikasi Jacket cooling di

MT. Sei Pakning adalah sebagai berikut:

tipe cooling medium, jenis pendingin air

tawar, diameter 600 mm, ketebalan 11

mm, material besi tuang. Secara umum

besi tuang (Cast Iron) adalah besi yang

mempunyai karbon konten 2.5% – 4%.

Oleh karena itu besi tuang yang

kandungan karbon 2.5% – 4% akan

mempunyai sifat mampu las rendah

(sulit dilas).

Karbon dalam besi yang dapat berupa

sementit (Fe3C) atau biasa disebut

dengan karbon bebas (grafit). Perlu

diketahui juga kandungan fosfor dan

sulphur dari material ini sangat tinggi

dibandingkan baja. Ada beberapa jenis

besi tuang (Cast Iron) yaitu: (a) besi

tuang putih (white cast iron) besi tuang

yang seluruh karbonnya berupa Sementit

sehingga mempunyai sifat sangat keras

dan getas. Mikrostrukturnya terdiri dari

Karbida yang menyebabkan berwarna

putih, (b) besi tuang mampu tempa (malleable cast iron) jenis ini dibuat dari

besi tuang putih dengan melakukan heat

treatment kembali yang tujuannya

menguraikan seluruh gumpalan grafit

(Fe3C) akan terurai menjadi matriks

Ferrite, Pearlite dan Martensite.

Mempunyai sifat yang mirip dengan

baja, c) besi tuang kelabu (grey cast

iron) Jenis besi tuang ini sering dijumpai

sekitar 70% besi tuang berwarna abu-

abu. Mempunyai grafit yang berbentuk

flake. Sifat dari besi tuang ini kekuatan

tariknya tidak begitu tinggi dan

keuletannya rendah sekali (Nil

Ductility).

Material dari jaket pendingin di MT.

Sei Pakning termasuk jenis besi tuang

kelabu. Menempel pada bagian cylinder

liner dan yang bagian atas menempel

pada cylinder cover, air pendingin

dipasok dari bagian bawah jaket

pendingin. Pada cylinder liner, air

langsung menuju ke bagian atas jaket

pendingin. Sedangkan pada cylinder

head air melewati lubang pendingin dari

atas jaket pendingin, air mengalir

melalui sambungan air ke jaket

Page 89: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2033

pendingin di bagian bawah penutup

silinder.

Cylinder dan exhaust valve

didinginkan oleh air tawar, air tawar

mengalir melalui pipa utama sepanjang

mesin induk dan melalui cabang ke jaket

pendingin masing-masing silinder. Air

dialirkan dari jaket pendingin sampai

penutup silinder kemudian kembali ke

manifol untuk disirkulasikan ke

pendingin air segar (central cooler).

Mantel air pendingin ini harus

memanjang sesuai langkah toraknya,

sehingga ekspansi yang tidak seimbang

dari material dapat dicegah dan juga

supaya film minyak pelumas tidak rusak

akibat suhu yang terlalu tinggi

(overheating). Pada umumnya bagian-

bagian motor yang terkena suhu yang

luar biasa, mendapat pendinginan lebih.

Gambar 2. Jacket cooling bagian cylinder cover

Pendingin adalah suatu media yang

berfungsi untuk menyerap panas. Panas

tersebut didapat dari hasil pembakaran

bahan bakar di dalam cylinder. Di dalam

sistem pendingin terdapat beberapa

komponen yang bekerja secara

berhubungan antara lain : cooler, pompa

sirkulasi air tawar, pompa air

laut, strainer pada air laut dan sea chest.

Dari keempat komponen inilah yang

sering menyebabkan kurang

maksimalnya hasil pendinginan terhadap

Motor Induk. Air pendingin dalam

fungsinya sangat vital dalam menjaga

kelancaran pengoperasian motor induk.

(P.Van Maanen, 2002, Motor Diesel

Kapal, hal 8.1, Noutech).

4. Prinsip kerja pendinginan mesin induk

Sistem pendinginan ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya kelelahan

bahan, karena pemanasan berlebihan

yang dapat mengakibatkan turunnya

kinerja pada mesin itu. Tidak adanya

perawatan terhadap air pendingin mesin

induk dan pesawat bantu lainnya dapat

berakibat fatal dan serius. Jenis sistem

pendinginan antara lain:

a. Sistem pendinginan tertutup

Sistem pendingin tertutup adalah

sebuah sistem dengan media

pendinginnya menggunakan air tawar

yang digunakan secara terus-menerus

bersirkulasi untuk mendinginkan

Motor/Mesin tersebut. Jadi sebelum

dimasukan kembali ke dalam

Motor/Mesin, air tawar pendingin

tersebut dimasukkan ke dalam alat

pemindah panas yang disebut fresh

water cooler untuk menurunkan

media air tawar tersebut pada suhu

antara 500C-60

0C. Sedangkan alat

pemindah panas yang dipergunakan

untuk menyerapnya panas air tawar

adalah media air laut yang setelah

mendinginkan air tawar langsung

dibuang ke laut.

b. Sistem pendinginan terbuka

Sistem pendinginan terbuka adalah

sistem media air laut sebagai media

pendinginnya setelah melakukan

fungsi pendinginan, selanjutnya air

laut tersebut langsung dibuang ke

luar, umumnya media pendingin yang

dipakai adalah air laut, sistem media

terbuka ini mempunyi dampak

negatif terhadap material yang

bersentuhan langsung dengan air laut,

akan mudah berkarat, kotor,

penyempitan saluran pipa-pipa

pendingin dan lainnya.

Page 90: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning

Suwondoa , Edy Warsopurnomo

b dan Ahmad Muchlisin

c

2034

5. Kerangka pikir penelitian

Gambar 3. Kerangka Pikir Penelitian

II. METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian adalah suatu

usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran ilmiah. Metode

penelitian ini digunakan untuk memperoleh

gambaran suatu metode dengan harapan

memberikan arah penelitian dan tujuan

yang telah ditetapkan.

A. Gambaran Umum Objek Yang

Diteliti

Peneliti pada bab ini akan

menjelaskan gambaran umum terhadap

materi atau objek yang akan diteliti

menggunakan metode SWOT. Dalam

melaksanakan penelitian ini, peneliti

mengumpulkan data-data dari mesin

induk di MT. Sei Pakning. Adapun

spesifikasi tersebut seperti di bawah ini:

Nama : Mesin induk

Type : Hyundai-ManB&W

6S42MC7

Maker : Hyundai Heavy

Industries Co.Ltd

Max H.P/KW/RPM : 8820 BHP/6480KW/

136 RPM

Cyl. Number : 6 cylinder

Diameter silinder : 420 mm

Langkah piston : 1.764 mm

B. Analisa Hasil Penelitian

Analisa merupakan langkah awal

untuk mencari penyelesaian suatu

masalah. Didalamnya berisikan

penyebab timbulnya masalah sekaligus

untuk mencari penanggulangan dari

masalah tersebut. Dari hasil wawancara

kepada Masinis 1 dan KKM, dapat

disimpulkan bahwa faktor yang

menyebabkan retaknya jacket cooling di

cylinder cover yaitu:

1. Pemasangannya (install)

Pemasangan jacket cooling di

cylinder cover harus sesuai dengan

instruksi dan aturan-aturan yang ada

di manual book untuk mendapatkan

hasil pemasangan yang optimal.

Maka dari itu dalam pemasangan

harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut antara lain:

a. Hydrolick pressure, mounting

: 900 bar b. Exhaust valve stud, screwing in

torque : 200 Nm

c. Cylinder cover stud, check

distance : 110/3 mm

2. Usia dari material

Material dari jacket cooling ini

terbuat dari besi tuang kelabu, jacket

cooling tersebut menempel pada

bagian cylinder liner dan cylinder

head masing-masing mempunyai

batas usia pakai yang telah dianjurkan

dari pabriknya (Maker). Pada

cylinder liner batas maksimum yang

dianjurkan yaitu 16000 jam

sedangkan pada cylinder head batas

maksimumnya 8000 jam. Maka dari

itu perlu diadakan pembaruan jika

sudah mencapai batas maksimum.

3. Temperatur dan tekanan air

pendingin

Temperatur air pendingin yang

masuk dalam jacket cooling harus

dijaga agar tetap stabil dalam

pendinginan mesin dan mesin tetap

dalam kondisi yang prima. Dalam

menjaga kestabilan temperatur mesin

induk (jacket cooling) harus mengacu

Keretakan Jacket Cooling

Analisa SWOT

Peluang Kelemah

an

Ancaman Kekuatan

Hasil penelitian dan pembahasan

Simpulan dan saran

Page 91: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2035

pada manual book instruction antara

lain:

a. Temperatur masuk ke mesin induk

: 65-700C

b. Temperatur keluar dari masing-

masing cylinder : 75-800C

c. Temperatur keluar dari mesin

induk ke FWG : 800C-85

0C

d. Tekanan air pendingin : 3.5 – 4.5

bar

Jika dalam menjaga kestabilan

temperatur dan tekanan air pendingin

tidak diperhatikan secara cermat,

maka hal tersebut akan

mempengaruhi dari kualitas jacket

cooling tersebut.

4. Perawatan (maintenance)

Kualitas air pendingin, kebocoran

pada seal jacket yang sudah diketahui

tetapi tidak dilakukan tindakan

penanganan (leakage). Untuk

menunjang kelancaran dalam

menjaga temperatur dari mesin induk

di kapal maka jacket cooling perlu

adanya perawatan, perawatan yang

dilakukan di jacket cooling cylinder

cover main engine antara lain, (1)

Menjaga seluruh ruangan pendingin

di dalam kepala silinder tetap bersih

dari kotoran atau benda asing yang

tertinggal didalamnya serta pastikan

terisi penuh dengan air pendingin,

jangan sampai terjadi adanya udara

terjebak didalamnya karena dapat

menyebabkan panas yang tidak

merata, (2) Menjaga suhu air

pendingin tetap stabil pada saat mesin

penggerak utama bekerja ataupun

sedang tidak bekerja. Perawatan rutin

yang dilakukan yaitu pengecekan

pada pipa-pipa, lubang pendingin dan

bagian atas antara silinder dan

cylinder head dan bagian bawah

exhaust valve. Perawatan rutin

lainnya antara lain:

a. Pencegahan korosi

Berbagai jenis pencegahan

yang ada namun, umumnya hanya

bernitrat-borat yang dianjurkan.

Pengolahan air pendingin

menggunakan minyak penghambat

tidak direkomendasikan, karena

perlakuan tersebut melibatkan

risiko deposit tak terkendali yang

dapat merusak lingkungan.

Undang-undang untuk

pembuangan air limbah, termasuk

air pendingin, melarang

menggunakan kromat untuk

menghilangkan kotoran air

pendingin yang menjadi

penghambat dan kromat tidak

boleh digunakan pada air

pendingin yang terhubung dengan

fresh water generator (FWG) air

tawar.

b. Kualitas air pendingin

Air pendingin jacket cooling

lebih baik menggunakan air tawar

yang dari hasil proses kondensasi

(freh water generator).

Pengecekan yang dilakukan antara

lain:

1) Hardness max 100 dH (10

ppm CaO)

2) pH 65-80 (at 200C)

3) Chloride 50 ppm (50

mg/liter)

4) Sulphate 50 ppm (50

mg/liter)

5) Silicate 25 ppm (25

mg/liter)

c. Pengecekan dan pembersihan

Lakukan pengecekan pada

pipa-pipa, lubang pendingin dan

bagian atas antara cylinder liner

dan cylinder head dan bagian

bawah exhaust valve.

1) Pengecekan mingguan, yaitu:

Pengambilan sampel air tawar

pada saat mesin beroperasi.

Pengecekan kondisi air

pendingin, pengetesan nilai pH

dan konten chloride.

2) Tiga bulanan

Pengambilan sampel air

pendingin dan kemudian

dilakukan analisis laboratorium

(inhibitor, sulphate, iron, total

salinity)

Page 92: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning

Suwondoa , Edy Warsopurnomo

b dan Ahmad Muchlisin

c

2036

1 ABK yang terampil dan professional 1 Pemberdayaan ABK yang belum maksimal

2 Kualitas material yang bagus 2 Perawatan yang belum maksimal

3 Material yang kuat dan tahan terhadap getaran 3 Kurang lengkapnya sarana spesial tools

4 Sistem kontrol yang masih aktif 4 Tidak stabilnya temperatur air pendingin jacket

1 Reputasi perusahaan yang bagus 1 Meningkatnya gaji ABK

2 Penanganan perawatan yang optimal 2 Terhambatnya pengoperasian kapal

3 Kapal bisa di charter oleh perusahaan lain 3 Perusahaan tidak akan lulus audit

4 Perusahaan akan meningkatkan kualitas suku cadang 4 Meningkatnya biaya operasional kapal

FAKTOR INTERNAL

FAKTOR EKSTERNAL

KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)

PELUANG (O) ANCAMAN (T)

S = 2,23

S = 2,23 W = 2,56

II: STRATEGI DIVERSIFIKASI I: STRATEGI EKSPANSI Y = -0,33

POSISI: O = 3,33

( -1,14 -0,33 ) >>KW IVT = 4,46

X = -1,14

T= 4,46 O= 3,33

IV: STRATEGI DEFENSIF III: STRATEGI ALIANSI

W= 2,56

-

+

-

(-1,14 , -0,33)

1 2

1

2

- 1,14

- 0,33

x

Y

5. Tahunan

Lakukan pengosongan untuk

flushing jacket cooling dengan air

tawar hingga bersih dan lakukan

pengisian kembali.

Kemudian masukkan analisa

SWOT, yaitu untuk mencari nilai

faktor tertinggi, faktor internal

ancaman dari dalam kapal mengenai

kekuatan (strengths) dan kelemahan

(weaknesses) serta faktor-faktor

eksternal yaitu ancaman dari luar

kapal mengenai peluang

(opportunities) dan ancaman

(threats). Hasil penelitian faktor-

faktor internal dan eksternal adalah

sebagai berikut:

Tabel 1. Faktor Internal Eksternal

Berdasarkan identifikasi faktor-

faktor internal dan eksternal

sebagaimana terlihat dalam tabel di

atas, pada tahap selanjutnya

dilakukan penilaian terhadap faktor-

faktor tersebut. Penilaian dilakukan

melalui penentuan Nilai Urgensi

(NU), Bobot Faktor (BF), Nilai

Bobot Dukungan (NBD), Nilai Bobot

Keterkaitan (NBK) dan Total Nilai

Bobot (TNB), dengan rumus sebagai

berikut:

BF = x100%, ( ) ( ) ( )

( ) ( ) ( )

,TNB(S1)=NBD(S1)+BK(S1)

Tabel 2. Hasil penghitungan BF, NBD,

NBK dan TNB

Berdasarkan perhitungan SWOT

di atas kemudian didapatkan matrik

strategis sebagai berikut:

Tabel. 3 Matrik strategi

NU

∑ NU

Page 93: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2037

Pada tabel di atas dapat dilihat

hasil matrik bahwa posisi koordinat

menunjukkan pada posisi (-0,14, -

0,33) yang menunjukkan bahwa

strategi yang digunakan adalah

strategi defensif yaitu strategi

Weakness dan Threats (strategi WT)

dimana strategi WT merupakan

strategi dengan situasi yang tidak

menguntungkan, sehingga perusahaan

harus menghadapi berbagai ancaman

dari luar dan kelemahan dari dalam.

III. PEMBAHASAN MASALAH

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi

retaknya jacket cooling di cylinder

cover main engine antara lain:

a. Perawatan yang belum maksimal

Perawatan yang belum maksimal

meliputi pengecekan kualitas air

pendingin mesin induk yang sangat

penting untuk menjaga tingkat

keasamannya, karena dari jeleknya

kualitas air pendingin akan timbul

kotoran yang menempel pada

dinding ruang pendingin, sehingga

proses pendinginan mesin induk

tidak merata (maksimal). Jeleknya

kondisi air pendingin juga bisa

mengikis material khususnya jacket

cooling sehingga material mudah

rapuh dan mudah pecah jika terjadi

perubahan temperatur yang secara

drastis.

Gambar 4. Jacket cooling terdapat kerak

Sedangkan di MT. Sei Pakning

pengetesan terhadap air pendingin

mesin induk maupun generator

jarang dilakukan oleh para Masinis,

biasanya para Masinis melakukan

pengecekan dan pengetesan sebulan

sekali, ada yang tiga bulanan bahkan

hanya sekali dalam masa kontrak

kerjanya. Hal tersebut sangat

disayangkan karna air (jacket

cooling) mengandung adanya

mineral-mineral yang terlarut di

dalam air selain menimbulkan

endapan padat, air juga dapat

memicu terjadinya korosi galvanik.

Jadi semakin jarang melakukan

pengecekan dan pengetesan terhadap

kualitas air pendingin akan lebih

besar peluang untuk menciptakan

korosi pada material jacket cooling

yang terbuat dari besi tuang.

Gambar 5. Bagian dalam terdapat kerak

b. Temperatur air pendingin jacket

tidak stabil

Temperatur dan tekanan air

pendingin jacket cooling main

engine sesuai dengan standar di buku

panduan yaitu:

Jacket cooling water inlet (JCW) :

65°C - 70°C

Temperatur keluaran JCW :

75°C - 80°C

Tekanan JCW :

3.5 - 4.5 bar

Sedangkan temperatur saat kapal

berolah gerak sangat tidak stabil

karna mesin induk kadang on

running secara tiba-tiba stop engine.

Perubahan laju mesin secara tiba-tiba

menyebabkan temperatur air

pendingin ketika disetel (dibuka)

untuk meningkatkan temperatur,

katup belum pada posisi maksimal

harus diputar kembali (ditutup) untuk

segera diturunkan ketika mesin

kondisi stop engine. Hal tersebut

akan mempengaruhi kekuatan dari

material (jacket cooling) karena

kerak

Kerak bagian dalam

Page 94: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning

Suwondoa , Edy Warsopurnomo

b dan Ahmad Muchlisin

c

2038

suatu benda akan mengalami

kelelahan (fatique) jika terjadi

perubahan temperatur dari panas ke

temperatur dingin secara cepat. Serta

sangat dibutuhkan penyetelan

temperatur air jacket cooling pada

katup keluaran ke mesin induk

secara hati-hati dan berkala untuk

menghindari naik turunnya

temperatur secara drastis.

Gambar 6. Temperatur Jacket cooling

Jacket cooling water (JCW) inlet :67.30°C

JCW outlet pada cylinder no. 2 :73°C

Tekanan JCW : 3.09 bar

Dilihat pada kontrol panel di atas

temperatur masih belum stabil. Pada

saat kapal berolah gerak pompa

preheater masih beroperasi untuk

membantu meningkatkan temperatur

air jacket cooling, kemudian pada

saat membuka valve outlet di pompa

air pendingin yang menuju ke mesin

induk, maka dengan cepat

temperatur naik hingga melebihi

temperatur yang kita harapkan.

Kemudian dengan cepat pula

menutup kembali valve oulet

tersebut, dan temperatur secara

otomatis akan turun dengan cepat.

Pada faktor inilah yang sangat

dominan dalam penyebab keretakan

jacket cooling main engine mengapa

demikian karena perpindahan suhu

panas ke suhu dingin secara drastis

dan berkesinambungan selama

berolah gerak sangat berpengaruh

terhadap kekuatan material jacket

cooling tersebut.

2. Dampak dari keretakan jacket

cooling cylinder cover

a. Terhambatnya pengoperasian

kapal

1) Dikarenakan air pendingin di

tangki ekspansi habis

Air pendingin di tangki

ekspansi antara low temperature

(LT) dan high temperture (HT)

menjadi satu tangki yang hanya

dipisah dengan sekat yang

tengahnya berlubang. Air

pendingin LT dan HT tetap

menjadi satu tangki dengan katup

keluaran HT yang menuju ke

mesin induk dan katup keluaran

LT yang menuju ke generator.

Katup pengisian pada tangki

ekspansi termasuk katup otomatis

dengan sistem kontrol

berkelanjutan (continuous

control) dengan jenis proporsional

kontrol yaitu untuk mengontrol

suatu proses seiring dengan

berubahnya suatu kondisi.

katupnya mampu bergerak secara terus-menerus (continue) untuk

mengubah derajat pembukaan

atau penutupan. Pada hal ini air

pendingin sebagai media yang

dikontrol dan pelampung sebagai

media pengontrol (sensor) untuk

level air pendingin.

Gambar 7. Sistem kontrol

Namun pada kenyataan pada

sistem kontrol di tangki ekspansi

MT. Sei Pakning yang digunakan

untuk mengetahui level air dan

sebagai sensor untuk membuka

atau menutup katup pengisian (fill

up valve) sudah tidak berfungsi

(rusak). Di samping itu katup

masuk pengisian air pendingin LT

patah di bagian handle valve

tetapi belum ada tindakan

perbaikan atau penggantian katup

Page 95: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2039

tersebut dikarenakan katup

pengisian pada air pendingin HT

masih berfungsi dengan baik dan

tangki LT dengan HT menjadi

satu hanya dipisahkan dengan

sekat dengan tengahnya

berlobang. Jadi pada saat

melakukan pengisian di tangki

HT secara otomatis tangki LT

juga ikut terisi. Sehingga para

oiler/Masinis jaga dalam

melakukan pengisian air

pendingin dilakukan dengan

membuka katup pengisian air

pendingain HT secara manual dan

selalu mengecek kondisi level dari

air pendingin tersebut.

Gambar 8. Valve ekspantion tank rusak

Pada saat terjadinya kebocoran

pada seal ring antara permukaan

liner dengan cylinder cover

ditandai dengan adanya rembesan

dari celah-celah seal ring tersebut

dan dibiarkan tanpa ada tindakan.

Kemudian pada saat kejadian

retaknya jacket cooling bagian

bawah pada cylinder cover

dengan tekanan air pendingin 3.09

kg/cm2 air secara cepat mengalir

keluar dan memenuhi area mesin

induk. Dalam penanganan

tersebut katup keluaran tangki

ekspansi yang menuju mesin

induk dan katup keluaran di

silinder no. 2 yang terjadi

keretakan tidak segera ditutup.

Oleh sebab itu juga air di tangki

ekspansi cepat habis karena tidak

segera dilakukan pengisian secara

manual.

Gambar 9. Air pendingin keluar

2) Terjadinya Blackout

Blackout terjadi karena air

pendingin di tangki ekspansi low

temperature (LT) dan high

temperature (HT) habis. Aliran

air pendingin LT ke generator

yang digunakan untuk

mendinginkan generator

berkurang sehingga mengalami

overheating dan otomatis sistem

kontrol yang ada di generator

dengan batas tekanan tertinggi

yang telah diatur sebelumnya

akan bekerja untuk menshutdown

generator tersebut.

3) Main bearing generator no. 2

cylinder no. 1 ngejump

Terjadinya main bearing nge-

jump dikarenakan tidak ada aliran

pendinginan yang menuju ke

generator tepatnya pada bagian

piston, sehingga crank pin

bearing yang menempel pada

main bearing lengket dengan

crank shaft dan terbakar. Seperti

gambar berikut:

Gambar 10. Main bearing terbakar

b. Meningkatnya biaya operasional

kapal

Dengan adanya kerusakan pada

mesin induk dan permesinan lainnya

akibat dari keretakan tersebut,

kemungkinan besar perusahaan akan

mengeluarkan biaya lebih untuk

Page 96: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning

Suwondoa , Edy Warsopurnomo

b dan Ahmad Muchlisin

c

2040

melakukan perbaikan terhadap jacket

cooling dan terhadap kerusakan di

generator tersebut. Perusahaan akan

menyediakan suku cadang dengan

jumlah yang lebih dan kualitas lebih

bagus daripada suku cadang

sebelumnya.

3. Upaya yang dilakukan untuk

pencegahan keretakan pada jacket

cooling

Pada saat kapal dalam keadaan

berlayar mengalami trouble engine

yaitu terjadinya kebocoran air

pendingin akibat retaknya jaket

cooling di cylinder cover main

engine. Langkah pertama yang harus

dilakukan bagi Masinis jaga dengan

menurunkan rpm mesin induk

kemudian menuju ke mesin induk

dan lakukan penutupan pada katup

keluaran yang mengalami kebocoran

(silinder no. 2). Apabila tidak dapat dilakukan maka lakukan penutupan

pada katup masuk air pendingin di

mesin induk dan apabila juga tidak

dapat dilakukan karena panasnya air

jacket cooling yang keluar dan

sangat berbahaya bagi keselamatan

diri, lakukan penutupan pada katup

keluaran menuju mesin induk di

tangki ekspansi.

Setelah katup keluaran di silinder

no. 2 ditutup, lakukan pemberhentian

mesin induk (stop engine).

Kemudian biarkan pompa jacket

cooling beroperasi untuk

mensirkulasikan air pendingin di

silinder lainnya agar tidak terjadi

panas berlebihan di masing-masing

silinder. Lakukan pengamatan

terhadap keretakan tersebut seperti

gambar:

Gambar 11. Keretakan pada jacket cooling

Keretakan cukup parah (lebar)

dan posisinya berada pada bagian

bawah yang langsung mendapati

celah sambungan ke cylinder liner.

Dari parahnya keretakan tersebut

KKM mengambil keputusan untuk

mengganti dengan yang baru yang

kebetulan suku cadang pengganti

masih ada. Kemudian KKM

menginstruksikan ke Masinis 1 untuk

melakukan top overhoul penggantian

jacket cooling pada saat itu juga

setelah kondisi mesin agak dingin.

Seperti gambar berikut:

Gambar 12. Penggantian jacket cooling baru

Proses penggantian memerlukan

waktu ±10 jam dari jam 02.00 LT

hingga ± 12.00 LT dan siap

melakukan engine test. Setelah

mesin induk dinyatakan aman dan

siap beroperasi, kapal melanjutkan

pelayaran menuju terminal muat di

Cilacap.

Langkah-langkah yang harus

dilakukan untuk mencegah

terjadinya keretakan pada jacket

cooling antara lain:

a. Menjaga kualitas air pendingin

Air pendingin sangat berperan

penting dalam mempertahankan

performa mesin induk. Maka dari

itu kualitas dari air pendingin

harus diperhatikan untuk

mengoptimalkan dalam menjaga

atau menyerap panas yang

ditimbulkan oleh mesin induk

akibat pembakaran bahan bakar di

dalam mesin itu sendiri. Di

samping itu kualitas air pendingin

sangat berpengaruh terhadap

kekuatan dari material (jacket

cooling) tersebut. Air pendingin

yang kotor mengandung kuman-

kuman yang mampu mengikis

Page 97: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2041

jacket cooling secara perlahan dan

mempengaruhi dari kualitas

ketahanan material tersebut. Maka

dari itu perawatan atau

pengetesan yang dilakukan pada

air pendingin mesin induk atau

generator sangat penting untuk

mengetahui kadar air dari jacket

cooling tersebut. Perawatan

terhadap air pendingin dengan

memberikan chemical pada air

pendingin tersebut dan melakukan

pengetesan-pengetesan air

pendingin, antara lain:

1) Pengecekan nilai hardness mak

100dH (10 ppm CaO)

a) Ambil gelas ukur kecil,

pastikan bersih dan

masukkan sampel air

pendingin 5 ml lalu tutup

gelas ukur;

b) Tambahkan 5 tetes hardness

buffer melalui lubang pada

tutup gelas, aduk dengan

menggoyangkan gelas ukur

secara halus;

c) Tambahkan 1 tetes indikator

calmagite lalu larutkan

sampai larutan menjadi

warna merah keunguan;

d) Gunakan pipet tritasi, ambil

larutan HI 3812-0 EDTA,

pada tanda tera 0 ml pada

tabung pipet tritasi;

e) Masukkan ujung pipet

tritasi melalui lubang pada

tutup gelas ukur, lakukan

tritasi secara perlahan,

goyangkan gelas ukur untuk

melarutkan setiap tetes

tritasi. Lakukan tritasi

sampai larutan menjadi

ungu, setelah terjadi

perubahan warna tetap aduk

(putar) gelas ukur sampai

larutan berwarna biru;

f) Baca tanda tera pada tabung

pipet tritasi, kemudian

kalikan dengan 300 untuk

mendapatkan angka mg/L

CaCO3. Seperti gambar di

bawah ini uraian dari

langkah 1 sampai 6

pengetesan nilai hardness

air pendingin jacket.

Gambar 13. Hardness test kit

2) Melakukan pengetesan nilai

chloride conten

a) Ambil gelas ukur kecil,

bilas atau berishkan gelas

ukur kemudian tuangkan air

sampai tanda tera 5 ml;

b) Teteskan 2 tetes

diphenylcarbazone melalui

lubang pada tutup gelas

ukur, lalu goyangkan gelas

ukur untuk mencampurkan

larutan sampai warna

larutan menjadi merah

keunguan;

c) Sambil tetap mengaduk,

tambahkan larutan asam

nitrit sampai larutan

berubah warna menjadi

kuning;

d) Ambil penyemprot tritasi,

masukkan jarum ke larutan

mercuric nitrite H3815 lalu

ambil larutan sampai karet

pendorong pada tanda tera:

0 ml;

e) Masukkan jarum pipet

tritasi melalui lubang di

tutup gelas ukur, lakukan

tritasi sampai larutan di

gelas ukur berubah warna

dari kuning menjadi ungu;

f) Baca tanda tera pada jarum

penyemprotan (pipet tritasi),

kalikan dengan 1000 untuk

Page 98: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning

Suwondoa , Edy Warsopurnomo

b dan Ahmad Muchlisin

c

2042

mendapatkan angka mg/L

chloride.

Hasil pengetesan air pendingin

terhadap nilai chloride di MT. Sei

Pakning pada tanggal 03 Januari

2016 sebesar 6. Hal itu sangat

mempengaruhi kualitas dari air

pendingin jika semakin lama tidak

ada tanggapan dan tidak diberi

chemical water cooling treatment

pada air pendingin di tangki

ekspansi. Hasil nilai chloride

dapat dilihat pada gambar 13.

b. Menjaga kestabilan temperatur air

pendingin

Kestabilan temperatur air

pendingin sangat dianjurkan dalam

menjaga kualitas ketahanan material

jacket cooling pada mesin induk.

Dengan temperatur yang stabil juga

akan meningkatkan performa mesin induk dapat dibuktikan dengan mesin

pada kondisi yang stabil lebih

bertenaga dibandingkan ketika mesin

dalam keadaan dingin atau terlalu

panas (overheat). Langkah-langkah

yang harus diperhatikan dalam

menjaga kestabilan temperatur mesin

induk antara lain:

1) Melakukan pembersihan

terhadap plate fresh water

central cooler secara berkala,

selalu memonitor temperatur

masuk air tawar ke central

cooler dan temperatur keluar

ke mesin induk. Pembersihan

plate pada fresh water cooler

sebelum masuk ke pompa

pendinginan mesin induk;

2) Menjaga tekanan pompa air

pendingin masuk ke mesin

induk;

3) Melakukan pengecekan

tekanan pada pompa pemanas

awal (preheater) air pendingin,

serta memonitor temperatur air

masuk ke preheater dan keluar

ke mesin induk;

4) Apabila pada rpm tinggi saat

mesin induk beroperasi

temperatur air pendingin tinggi

dan penyetelan terhadap katup

inlet ke mesin induk sudah full,

lakukan pengalihan air

keluaran dari mesin induk ke

fresh water generator (FWG)

dan jalankan pompa ejector

pada FWG untuk bersirkulasi;

5) Pada saat olah gerak di MT.

Sei Pakning salah satu cadet

mesin harus standby di bawah

(dekat katup penyetelan jacket

cooling) dengan menggunakan

halky talky (HT) yang

dihubungkan ke Masinis.

Untuk melakukan tindakan

secara tepat dan cepat yang

berkaitan dengan berubah-

ubahnya temperatur pada saat

kapal sedang olah gerak.

IV. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan pembahasan pada bab-bab

sebelumnya, tentang pengaruh keretakan

jacket cooling terhadap kerja mesin induk

di MT. Sei Pakning dengan metode

SWOT. Sebagai bagian akhir dari

penelitian ini, peneliti memberikan

simpulan dan saran yang berkaitan dengan

masalah yang dibahas dalam penelitian ini,

yaitu:

1. Simpulan

Berdasarkan uraian di atas makan

peneliti dapat menarik simpulan sebagai

berikut:

a. Faktor yang menjadi penyebab

keretakan jacket cooling di cylinder

cover mesin induk selain usia dari

material tersebut yaitu penyetelan

temperatur air pendingin yang tidak

stabil. Temperatur dan tekanan air

pendingin jacket cooling main

engine sesuai dengan standar di buku

panduan yaitu:

Jacket cooling water (JCW) inlet :

65°C - 70°C

Page 99: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2043

Temperatur outlet JCW :

75°C - 80°C

Tekanan JCW masuk :

3.5 - 4.5 bar

Sedangkan pada saat kejadian

temperatur jacket cooling naim

secara drastis 810°C. Usia dari

material jacket cooling sudah

melampaui batas jam kerja yaitu

16.388 jam sedangkan batas

maksimum sesuai instruction manual

book yaitu 8000 jam sudah diadakan

penggantian.

b. Keretakan pada jacket cooling

mengakibatkan kebocoran hingga air

pendingin di tangki ekspansi habis

dan terjadi blackout serta kerusakan-

kerusakan pada permesinan bantu

lainnya.

c. Untuk mengatasi keretakan pada

jacket cooling di cylinder cover

mesin induk, sebaiknya dilakukan

penyetelan temperatur secara

bertahap, melakukan pengetesan

kadar keasaman air pendingin dan

melakukan pengecekan ataupun

penggantian terhadap material

(jacket cooling) ketika sudah

mendekati batas jam kerja yaitu 8000

jam di cylinder cover dan 16000 jam

di cylinder liner agar penyebab

masalah yang mengakibatkan

keretakan jacket cooling di cylinder

cover mesin induk teratasi.

Melakukan upaya untuk menjadikan

temperatur air jacket cooling main

engine menjadi lebih normal dapat

dilakukan dengan selalu melakukan

perawatan pada central cooler,

membersihkan plat-plat dari sisi air

laut maupun air tawar, melakukan

sirkulasi chemical (powder descaler)

secara berkala, membersihkan plat-

plat di fresh water jacket cooler

(FWJC).

2. Saran

Berdasarkan uraian di atas maka

peneliti dapat memberikan saran

sebagai berikut:

a. Lakukan pemeriksaan rutin

terhadap kondisi/kualitas air

pendingin, jaga temperatur jacket

cooling tetap stabil pada saat

mesin beroperasi maupun tidak

beroperasi, dan melakukan

penggantian jacket cooling sesuai

batas jam kerja.

b. Ketika terjadi kebocoran akibat

keretakan pada jacket cooling di

mesin induk sebaiknya segera

melakukan penutupan pada outlet

valve di silinder yang bocor dan

bila tidak terjangkau sebaiknya

lakukan penutupan pada outlet

valve di tangki ekspansi yang ke

mesin induk. Hal itu dapat

mencegah terjadinya kerusakan

pada permesinan bantu lainnya.

c. Segera lakukan penutupan katup

keluaran air pendingin di silinder

yang bocor. Cek level air

pendingin tangki ekspansi,

pastikan airnya pada level normal

dan apabila kurang segera

lakukan pengisian supaya tidak

kehabisan air pendingin yang bisa

menyebabkan overheating di

permesinan bantu lainnya.

Lakukan perawatan dan perbaikan

permesinan kapal khususnya

sistem pendinginan (jacket

cooling) secara berkala sesuai

dengan plain maintenance system

(PMS) yang ada di kapal.

DAFTAR PUSTAKA

Fatimah, Dwi NF. 2009. Analisis SWOT

Teknik Analisi SWOT. Jakarta: Buku

Pintar Publisher

Handoyo, Jusak Johan. 2014. Mesin

Penggerak Utama Motor Diesel.

Yogyakarta : Deepublish

Instruction manual book. 2011. Hyundai

Man B&W 6S42MC7 Diesel

Engine Operation, Maintenance and

Data. China

Page 100: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor-Faktor Penyebab Retaknya Jacket Cooling Di Cylinder Main Engine Mt. Sei Pakning

Suwondoa , Edy Warsopurnomo

b dan Ahmad Muchlisin

c

2044

Sugiono. 2009. Metode Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Suharsimi, Arikunto. 2002. Prosedur

Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

(http://www.pelajaran.co.id/2017/29/penger

tian-analisis-menurut-para-

ahli.html). Diakses pada tanggal 21

September 2017

(http://www.pelajaran.co.id/2017/29/penger

tian-analisis-menurut-para-

ahli.html). Diakses pada tanggal 21

September 2017

https://www.tapatalk.com/groups/dunialistr

ikfr/ask-definisi-blackout-t656.html.

Diakses pada tanggal 26 September

2017

http://enginekomponenardiansyahab.blogsp

ot.co.id/2011/10/engine-

komponen.html. Diakses pada

tanggal 27 September 2017

http://migas-

indonesia.com/2005/12/15/mengapa

-pengelasan-castiron- sering-terjadi-

retak/). Diakses pada tanggal 4

Oktober 2017

Page 101: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018

2045

IDENTIFIKASI PENYEBAB KERUSAKAN SEAL CARGO PUMP

DALAM PROSES DISCHARGING MUATAN KIMIA CAIR

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

a dan bDosen Program Studi Teknika PIP Semarang

bTaruna (NIT. 50135008.T) Program Studi Teknika PIP Semarang

ABSTRACT

Cargo pump is a type of pump which is principally used to transfer the oil and chemical

product from one tanker to another vessel or tank on land. On board, there are 10 cargo

pumps installed inside each parallel load tank with one source of propulsion coming from

Hydraulic Power Package located at Forecastle. One of the most important parts in cargo

pump is cargo seal and oil seal which serves to block the fluid or limit the hydraulic oil with a

charge that certainly should not happen damage to the part because it will interfere with the

work of the pump cargo itself. In the operation of the cargo pump is of course not separated

from the process of tank cleaning, cargo heating, hydraulic power package, purging cargo

pump, and other supporting systems. The method used in this research is the method of

Strength Weaknesses Opportunities Threats (SWOT), which is a form of situation analysis by

identifying various factors systematically to the strengths, weaknesses, opportunities , and

threats from the environment to formulate the strategy to be taken. Data collection techniques

are done through observation, documentation and literature study directly on subjects related

to cargo pumps.The results obtained from this study that the decrease of the work of the cargo

pump in the process of discharging the liquid chemical charge is due to damage to the cargo

seal and oil seal. While the cause of damage to the seal is caused by the temperature steam

boiler when the tank cleaning is very high and occur sustainably every tank cleaning so

damaging the strength of the seal itself to block the liquid. To overcome the above problems

in order to optimize the pump performance, we need to replace the damaged seals and adjust

the temperature used for the cleaning tanks by adjusting the size of the valve steam to deck

from the boiler.

Keywords: cargo pump, oil seal, cargo seal, tank cleaning, boiler

ABSTRAK

Cargo pump adalah suatu jenis pompa yang secara prinsip digunakan untuk mentransfer

muatan cair (oil and chemical product) dari tangki di kapal satu ke kapal lainnya atau tangki

di darat. Di kapal, terdapat 10 buah pompa cargo yang dipasang di dalam tiap-tiap tangki

muatan yang dipasang secara parallel dengan satu sumber tenaga penggerak yang berasal

Hidrolic Power Package yang terletak pada Forecastle. Salah satu bagian penting pada

cargo pump adalah cargo seal dan oil seal yang berfungsi untuk mengeblok cairan atau

membatasi antara minyak hidrolik dengan muatan yang tentunya tidak boleh terjadi

kerusakan pada bagian tersebut karena akan mengganggu kerja dari pompa cargo itu

sendiri. Dalam pengoperasian pompa cargo tentu saja tidak lepas dari proses tank cleaning,

cargo heating, hidraulic power package, purging cargo pump, dan sistem penunjang lainnya

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Strength, Weaknesses,

Opportunities, Threats (SWOT), yaitu suatu bentuk analisis situasi dengan mengidentifikasi

Page 102: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan

Kimia Cair

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

2046

berbagai faktor-faktor secara sistematis terhadap kekuatan-kekuatan (strenghts), kelemahan-

kelemahan (weaknesses), peluang-peluang (opportunities), serta ancaman-ancaman (threats)

dari lingkungan untuk merumuskan strategi yang akan diambil. Teknik pengumpulan data

dilakukan melalui observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan secara langsung terhadap

subyek yang berhubungan dengan pompa cargo. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini

bahwa menurunnya kerja dari pompa cargo dalam proses discharging muatan kimia cair

adalah karena adanya kerusakan pada cargo seal dan oil seal. Sedangkan penyebab

kerusakan pada seal tersebut diakibatkan oleh temperature steam boiler ketika tank cleaning

sangat tinggi dan terjadi secara berkelanjutan setiap dilakukan tank cleaning sehingga

merusak kekuatan dari seal itu sendiri untuk mengeblok cairan. Untuk mengatasi

permasalahan di atas agar kinerja pada pompa manjadi optimal perlu di adakan penggantian

pada seal yang mengalami kerusakan, serta mengatur temperature yang digunakan untuk

tank cleaning dengan mengatur besar kecilnya valve steam to deck dari boiler.

Kata kunci: cargo pump, oil seal, cargo seal, tank cleaning, boiler

I. PENDAHULUAN

Pompa merupakan salah satu

permesinan di atas kapal yang mempunyai

peranan sangat penting. Secara umum

fungsi pompa adalah untuk menaikkan

cairan dari permukaan rendah ke

permukaan yang lebih tinggi atau

memindahkan cairan dari tempat yang

bertekanan rendah ke tempat yang

bertekanan lebih tinggi.

Di atas kapal pompa digunakan pada

beberapa sistem diantaranya seperti:

Sistem pelumasan mesin induk maupun

mesin bantu, sistem bahan bakar, sistem

hydrant serta discharging muatan cair

terutama pada kapal-kapal tanker. Dari

sekian banyak jenis pompa yang berada di

atas kapal, terdapat jenis pompa

submersible yang digunakan khusus hanya

untuk discharging muatan (pompa cargo).

Dikapal MT. Tirtasari tempat penulis

melaksanakan praktik laut, pompa cargo

yang digunakan adalah pompa jenis

submersible merk Framo Submerged

Cargo Pumps dengan tipe SD125 dan

SD200. Prinsip kerja dari pompa ini adalah

menekan cairan ke atas, karena impeller

berada di dasar tangki dan diputar oleh

minyak hidrolik tekanan tinggi dengan

tekanan maksimal sekitar 203 bar yang

dipompakan oleh mesin hydraulic power

package. Pompa yang normal akan

memompakan debit aliran muatan dengan

jumlah yang normal pula sesuai tipenya.

Pada tipe SD125 debit kerja normal ketika

proses discharging muatan adalah 200

m3/jam dengan tekanan hidrolik 203 bar,

kecepatan putaran 2707 rpm, cargo

specific gravity – viscosity: 0,8 kg/dm 3 -

1,0 cSt. Suatu ketika, saat melakukan

discharging muatan kimia jenis methanol,

pompa beroperasi dengan tekanan

maksimal namun hanya dapat discharging

muatan berjumlah 948.774 M3

dengan

debit kurang dari 200 m3 / jam, sehingga

proses discharging yang seharusnya 5 jam

menjadi 7 jam mengakibatkan operasional

kapal menjadi terhambat.

Untuk memudahkan dalam penyusunan

penelitian ini, penulis merumuskan

masalah-masalah yang akan dikaji dari

hasil identifikasi yang dilakukan di atas

kapal pada saat penulis melaksanakan

praktik laut dari tanggal 28 Agustus 2015

sampai dengan tanggal 28 Agustus 2016.

Untuk itu berdasarkan beberapa uraian

yang telah dikemukakan di atas, penulis

merumuskan permasalahan sebagai

berikut :

Page 103: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018

2047

1. Faktor yang menjadi penyebab

rusaknya seal cargo pump di MT.

Tirtasari ?

2. Dampak yang ditimbulkan akibat

rusaknya seal cargo pump ?

Landasan teori yang mendasari

penelitian ini antara lain :

1. Pengertian pompa cargo

Di atas kapal pompa-pompa ini

khususnya dipergunakan untuk

memindahkan air dan minyak. Dalam

dunia kapal tanker, terdapat pompa yang

terdapat di dalam tangki muatan yaitu

Cargo Pump. Cargo pump merupakan

pompa celup (submersible) yang

digunakan untuk memindahkan muatan

jenis cair (liquid crude oil, oil and

chemical product). Submersible cargo

pump merupakan jenis pompa sentrifugal

satu tingkat tekan karena dilihat dari

impeller-nya, hanya saja pompanya berada

pada dasar fluida (pompa celup) dan

digerakkan oleh minyak hidrolik tekanan

tinggi yang dipompakan oleh hydrolic

power package kemudian diterima

hidrolik motor untuk dikonversikan

menjadi putaran.

Strojniški vestnik, Journal of Mechanical

Engineering 56(2010) x

2. Prinsip Kerja pompa cargo

Pompa cargo termasuk ke dalam jenis

pompa sentrifugal, sehingga prinsip kerja

dari pompa ini adalah sama seperti pompa

sentrifugal lainnya. Pompa sentrifugal

adalah pompa yang memperoleh daya dari

luar kemudian diberikan kepada poros

pompa untuk memutarkan impeller di

dalam zat cair. Maka zat cair yang ada di

dalam impeller terdesak oleh dorongan

sudu-sudu yang ikut berputar. Karena

timbul gaya sentrifugal maka zat cair dari

tengah impeller keluar melalui saluran di

antara sudu-sudu. Di sini tekanan zat cair

menjadi lebih tinggi. Demikian pula

kecepatannya bertambah besar karena zat

cair mengalami percepatan. Zat cair yang

keluar dari impeller ditampung oleh

saluran berbentuk volute ini sebagian

kecepatan diubah menjadi tekanan. Jadi

impeller pompa berfungsi memberikan

kerja pada zat cair sehingga energi yang

dikandungnya menjadi lebih besar.

Sularso dan Tahara (2000:4)

3. Bagian-bagian pompa cargo

a. Mechanical oil seal dan cargo seal

Mechanical oil seal dan cargo seal

merupakan bagian yang berfungsi

sebagai penghalang masuknya cairan,

baik itu pelumas maupun cargo. Bagian

ini menempel pada sleeve ceramic yang

terpasang pada poros hidrolik motor

axial pump. Pada mechanical seal

terdapat seal face. Sealface disebut juga

dengan contact face. Merupakan bagian

yang terpenting dalam mechanical seal.

Sealface merupakan titik pengeblok

cairan utama. Komponen ini terbuat

dari bahan Teflon atau

polytetrafluoroethylene (PTFE) serta

terdapat cicin per (spring) pengikat

yang terbuat dari stainless steel.

http: //abi-blog.com2017/10// mechanical

– seal – pengertian – dan -bagian. html.

Gambar 1. Mechanical oil seal dan cargo seal

b. Hydraulic Motor

A hydraulic motor, usually axial-

piston type with fixed displacement qs,

is directly mounted in the lower part of

the cargo pump, in the so-called pump

head. In this way the length of impeller

drive shaft between the drive motor and

the rotor is minimal “yang artinya

Motor hidrolik, biasanya tipe aksial

piston dengan fixed displacement,

dipasang langsung di bagian bawah

Page 104: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan

Kimia Cair

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

2048

pompa kargo, di kepala pompa yang

disebut. Dengan cara ini panjang poros

penggerak impeller antara motor

penggerak dan rotor minimal".

Journal of Mechanical Engineering

56(2010)x, StartPage-EndPage

Banaszek, A. - Petrović, R. 4 . Strojniški

vestnik

Hydraulic motor merupakan jenis

axial piston pump angle housing.

Digunakan untuk merubah gaya tekan

dari minyak hidrolik menjadi tenaga

mekanik yang berbentuk putaran. Dari

kedua jenis piston pompa oli mengalir

melalui inlet port serta menggeser

piston dari kedua jenis pompa tersebut.

Sedangkan pada saat piston bergerak

maju menyebabkan terjadinya aliran ke

dalam sistem dan oli terdorong keluar

melalui oulet. Berikut adalah

spesifikasi hydraulic oil transfer unit

sesuai dengan manual book :

Number of transfer units : 1

Transfer pump type : PG -

KRAL CKCR1SU

Hydraulic pressure (differential) : 14

bar

Electric motor type : ABB

MzVA 80 C2

Protections : tP55

Power supply :

440V/60Hz/3

Pump speed : 3420

rpm

Oil delivery (each power pack) : 36

l/min

Electric motor rating : 1.3

kW

Rated normal current : 2.5A

Starting current (direct on-line ) : 15.3A

Gambar 2. Hidraulic motor

Di dalam pusat hidrolik motor

terdapat shaft yang akan mempengaruhi

kebocoran pompa yaitu berdasarkan

diameter shaft. Berikut adalah toleransi

diameter shaft pompa :

Gambar 3. Tabel toleransi diameter shaft

No. Pump Type Shaft

diameter

Maximum

limits

1. SD50 –

SD100

20 mm

shaft 0.2 mm

2. SD125 –

SD150

30 mm

shaft 0.3 mm

3. SD150 –

SD200

40 mm

shaft 0.4 mm

4. SD200 – SD

250

50 mm

shaft 0.5 mm

5. SD300 –

SD350

60 mm

shaft 0.6 mm

c. Shaft Sleeve Ceramic

Shaft sleeve ceramic berfungsi untuk

melindungi poros dari erosi, korosi dan

keausan pada stuffing box. Pada pompa

multi stage dapat berfungsi sebagai

leakage joint, internal bearing dan

interstage atau distance sleever. Bagian

ini sebagai tempat melekatnya

mechanical oil seal dan cargo seal

serta terletak pada poros shaft hidrolic

motor.

Page 105: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018

2049

Gambar 4. Shaft Sleeve Ceramic

d. Impeller

Berguna sebagai pemutar media zat

cair dan merubah energi kecepatan

menjadi tekanan (tekanan pembawa

naik atau ketinggian naik pompa)

bentuk impeller dan sudut harus

disesuaikan dengan jenis zat cair.

Gambar 5. Impeller

e. Ball bearing

Ball bearing adalah sebagai penahan

gesekan. Sehubungan dengan jumlah

putaran per menit yang tinggi, maka

ball bearing mempunyai gaya gesekan

yang kecil, akibatnya rendeman

mekanik diperbesar.

Gambar 6. Ball bearing

4. Sistem Hidrolik Framo Cargo Pump

Sistem pemompaan cargo hidraulic

framo dirancang untuk operasi

pengangkutan cargo dan tangki yang

fleksibel dan aman di kapal. Ini terdiri dari

satu pompa cargo dan motor hidrolik yang

dipasang di setiap tangki cargo, pompa

pemberat, pompa pembersih tangki, pompa

portabel dan pemakaian lainnya, semuanya

terhubung melalui sistem garis cincin

hidrolik ke unit daya hidrolik seperti yang

ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Pompa cargo submersible adalah pompa

sentrifugal panggung tunggal dengan

impeller yang dekat dengan dasar tangki,

memberikan kinerja pemompaan yang baik

dari semua jenis cairan dan dengan kinerja

discharging yang sangat baik. Bagian

hidrolik dikelilingi oleh cofferdam yang

benar-benar memisahkan minyak hidrolik

dari cargo.

Framo cargo pump manual book.

Gambar 7. Sistem hidrolik Framo Cargo Pump

5. Gangguan-gangguan pompa

Pompa tidak menghisap (memompa)

atau kapasitasnya lebih rendah dari

semestinya, mungkin yang menyebabkan

ialah:

1) Keran isap dan tekan tertutup.

2) Adanya kebocoran di pembuluh

isap.

3) Dalam pompa masih terdapat udara.

4) Jumlah putaran pompa di bawah

ketentuan (terlalu kecil).

5) Putaran kipas atau lengkung

sudunya salah.

6) Kenaikan manometrik terlalu besar.

7) Kerusakan komponen.

Kalau salah satu dari kelima penyebab

itu terjadi pada pompa maka pompa akan

Page 106: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan

Kimia Cair

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

2050

mendapat gangguan yang mana akan

menyebabkan kapasitas debit dari pompa

akan turun. Hal inipun dapat pula terjadi

lebih dari satu penyebab yang dialami oleh

pompa, misalnya saja dua penyebab atau

tiga dan empat atau semuanya itu terjadi

bersama-sama. Ini berarti pompa itu dapat

dinyatakan rusak dan tidak dapat dipakai

lagi. Karena untuk mengatasi semua

kerusakan yang timbul itu membutuhkan

waktu yang lama.

Purwanto dan Gianto, Pompa (1978:84),

II. TEKNIK ANALISIS DATA

Teknik analisis data yang akan dipakai

oleh peneliti yaitu dengan menggunakan

analisis SWOT yaitu metode perencanaan

strategis yang digunakan untuk

mengevaluasi kekuatan (strengths),

kelemahan (weaknesses), peluang

(opportunities), dan ancaman (threats)

pada suatu proyek. Menurut Fatimah

(2016:27), “Analisis SWOT adalah suatu

bentuk analisis situasi dengan

mengidentifikasi berbagai faktor-faktor

secara sistematis terhadap kekuatan-

kekuatan (strenghts), kelemahan-

kelemahan (weaknesses), peluang-peluang

(opportunities), serta ancaman-ancaman

(threats) dari lingkungan untuk

merumuskan strategi yang akan diambil”.

Dari pengertian SWOT tersebut akan

dijelaskan satu persatu, yaitu:

a. Kekuatan (Strength), yaitu faktor-faktor

kekuatan yang dimiliki, sehingga

pompa cargo dalam kondisi baik.

b. Kelemahan (Weakness), yaitu segala

faktor yang tidak menguntungkan atau

merugikan yang dapat menyebabkan

pompa cargo beserta bagian-bagiannya

tidak sesuai dengan yang diharapkan.

c. Peluang (Opportunities), yaitu berbagai

situasi lingkungan yang

menguntungkan dan bisa dimanfaatkan

agar pompa cargo selalu dalam kondisi

baik, sehingga pompa selalu dapat

beroperasi dengan optimal.

d. Ancaman (Threats), yaitu hal-hal yang

dapat mendatangkan kerugian bagi

kerja pompa cargo.

Dengan melihat faktor-faktor dari

kekuatan (Strengths), kelemahan

(Weakness), kesempatan (Opportunities)

dan ancaman (Threats) maka akan dapat

dilihat bagaimana solusi untuk mengatasi

faktor-faktor yang menyebabkan

terjadinya kerusakan pada seal pompa.

Analisis SWOT dapat diterapkan

dengan cara menganalisis dan memilah

berbagai hal yang mempengaruhi keempat

faktornya, kemudian menerapkannya

dalam gambar matrik SWOT, dimana

aplikasinya adalah bagaimana kekuatan

Eksternal Internal

- PERAWATAN DAN PERBAIKAN

- PENGOPERASIAN SESUAI SOP

- DISCHARGING NORMAL

- OPERASIONAL KAPAL LANCAR

- PERUSAHAAN MENDAPAT

KEUNTUNGAN

Mechanical

seal

Bearing Shaft Impeller

Menurunnya kerja pompa cargo

Hydraulic

Power Package

Sistem

perpipaan

Komponen

pompa

Putaran Pompa

(RPM)

Page 107: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018

2051

(strengths) mampu mengambil

keuntungan (advantage) dari peluang

(opportunities) yang ada, bagaimana cara

mengatasi kelemahan (weakness) yang

mencegah keuntungan (advantage) dari

peluang (opportunities) yang ada,

selanjutnya bagaimana kekuatan

(strengths) mampu menghadapi ancaman

(threats) yang ada, dan terakhir adalah

bagaimana cara mengatasi kelemahan

(weaknesses) yang mampu membuat

ancaman (threats) menjadi nyata atau

menciptakan sebuah ancaman baru.

Adapun metode tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut:

Faktor-faktor yang mempengaruhi:

Faktor Internal : Kekuatan

(Strenghts) dan Kelemahan

(Weakness).

Faktor Eksternal : Peluang

(Opportunities) dan Ancaman

(Threats).

SO Strategi : Ini merupakan situasi

yang menguntungkan pihak kapal,

memiliki peluang dan kekuatan

sehingga dapat memanfaatkan peluang

yang ada. Strategi yang harus dilakukan

pada hal ini adalah mendukung

kebijakan dari pihak kapal dan

perusahaan.

ST Strategi : Dalam situasi ini

perusahaan menghadapi berbagai

ancaman, tetapi masih memiliki

kekuatan dari segi internal. Strategi

yang harus diterapkan dalam kondisi ini

adalah menggunakan kekuatan untuk

memanfaatkan peluang jangka panjang

dengan cara strategi diversifikasi.

WO Strategi : Dalam situasi ini

kapal menghadapi peluang yang sangat

besar, tapi juga menghadapi kendala

atau kelemahan internal. Fokus strategi

pada situasi ini adalah meminimalkan

masalah-masalah internal sehingga

dapat memaksimalkan kinerja mesin

utama.

WT Strategi : Ini merupakan

situasi yang tidak menguntungkan,

sehingga perusahaan harus menghadapi

berbagai ancaman dan kelemahan

internal.

III. PEMBAHASAN MASALAH

1. Gambaran Umum Objek Yang

Diteliti

Di kapal MT. Tirtasari, cargo pump

terdiri dari banyak jenis pompa, salah

satunya adalah pompa muatan (Cargo

Pump). Di kapal cargo pump terdapat 10

buah pompa cargo yang dipasang di dalam

tiap-tiap tangki muatan yang dipasang

secara parallel dengan satu sumber tenaga

penggerak yang berasal Hidrolic Power

Package yang terletak pada Forecastle.

Cargo pump terdiri dari beberapa

komponen pendukung seperti Hidraulic

Power package, hydraulic motor,

mechanical oil and cargo seal serta

impeller yang berbentuk sistem. Sistem

cargo pump di MT. Tirtasari difungsikan

sebagai sistem yang digunakan untuk

memindahkan muatan kimia cair dari

tangki muatan kapal menuju ke tangki

kapal lain atau tangki di darat.

Cargo pump ini adalah pompa

sentrifugal satu tingkat tekan yang mana

penggeraknya adalah hidrolik motor

dengan tenaga tekanan tinggi minyak

hidrolik dari Power package. Pompa

sentrifugal ini mempunyai sebuah impeller

(baling-baling) untuk mengangkat zat cair

dari tempat yang lebih rendah ke tempat

yang lebih tinggi. Pompa cargo ini

berfungsi untuk memindahkan muatan

ketika discharging. Sistem bekerja secara

terus menerus selama mesin beroperasi.

Dalam pengoperasian pompa cargo tentu

saja tidak lepas dari proses tank cleaning,

cargo heating, hidraulik power package,

purging cargo pump, dan sistem penunjang

lainnya.

Ada beberapa tipe pompa cargo merk

Framo yang di pakai di atas kapal antara

lain SD50, SD100, SD125, SD150, SD200,

SD 250, SD300 dan SD350. Namun

Page 108: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan

Kimia Cair

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

2052

penulis hanya akan membahas pompa

cargo dengan tipe SD 125 karena

berdasarkan pengalaman penulis selama

melaksanakan praktik laut pompa dengan

tipe tersebut yang penulis amati dan teliti.

Salah satu masalah yang terjadi pada

pompa cargo ini adalah menurunnya debit

muatan yang dipompakan karena kerja

pompa cargo yang tidak optimal. Dalam

keadaan seal tidak normal akan

mengakibatkan proses discharging muatan

memakan waktu yang lebih lama. Prosedur

pengoperasian pompanya adalah sebagai

berikut:

a) Start Hidrolic power package dari

panel di dalam CCR, start pompa

cargo dengan cara membuka valve

inlet hidrolic oil secara perlahan dan

biarkan berjalan selama 2-3 menit

sebelum menaikkan kecepatan

putaran pompa. Menaikkan putaran

pompa adalah secara bertahap sedikit

demi sedikit.

b) Naikkan tekanan pompa untuk

menekan muatan ke atas sebelum

membuka katup discharging muatan.

Hal ini untuk mencegah tekanan

balik.

c) Atur tekanan sistem minyak hidrolik

sampai kira-kira 15 bar di atas

tekanan kerja.

Setelah pompa cargo beroperasi maka

muatan akan discharge dengan debit

maksimal 200 m3 / jam dan bisa diatur

melalui Cargo Control Room (CCR)

dengan mengatur tekanan minyak hidrolik.

Ketika mengoperasikan pompa, selain

debit yang dipompakan perhatikan juga

kerja pompa cargo dari suaranya. Suara

pompa cargo yang normal yaitu terdengar

halus menandakan komponen pompa

masih dalam kondisi yang baik, namun

bila terdengar suara kasar,

mengindikasikan bahwa ada komponen

pompa yang abnormal dan perlu dilakukan

pengamatan terhadap penyebab suara kasar

tersebut.

2. Analisa masalah

a. Identifikasi masalah

Berikut ini adalah beberapa

gambaran dari pengalaman atau data-

data yang penulis peroleh pada waktu

melaksanakan praktik laut di MT.

Tirtasari. Selama penulis melaksanakan

praktik laut penulis menemukan

permasalahan yang terjadi pada pompa

cargo dan pada penelitian ini penulis

mencoba menguraikan beberapa

permasalahan yang dapat menyebabkan

terjadinya penurunan kerja pada pompa

cargo dalam proses discharging adalah

sebagai berikut:

1) Sistem Pipa Hidrolik

Salah satu kemungkinan

penyebab penurunan kerja dari

pompa cargo adalah terjadinya

kebocoran pada system perpipaan

hidrolik. Pipa hidrolik adalah pipa

yang didalamnya mengalir minyak

hidrolik bertekanan tinggi dengan

tekanan kurang lebih 200 bar yang

dialirkan dari salah satu permesinan

penunjang pompa cargo yaitu

Hydraulic Power Package. Karena

mengalirkan minyak hidrolik tekanan

tinggi, maka pipanya berbeda dengan

pipa-pipa system yang lain seperti

pipa air tawar, pipa air laut, pipa

minyak lumas, pipa bahan bakar, dan

lain-lain. Pipa hidrolik yang ada pada

geladak utama kapal sangat rentang

terjadinya korosi sehingga

menyebabkan kebocoran pada pipa.

Hal tersebut disebabkan oleh pipa

yang ada pada geladak utama

berhubungan langsung dengan faktor

eksternal seperti seringnya terkena

air laut dan udara luar yang

mempercepat terjadinya proses

korosi pada pipa.

Page 109: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018

2053

Namun hal tersebut dapat

ditanggulangi dengan cara perawatan

secara rutin oleh crew dek dan crew

mesin. Perawatan yang dilakukan

crew dek adalah dengan melakukan

pengecatan terhadap pipa-pipa

hidrolik di dek, sedangkan perawatan

yang dilakukan crew mesin adalah

melakukan pengecekan pada flanges

sambungan, penggantian karet seal

yang ada di dalam flanges, serta

penggantian pipa pada pipa-pipa

yang mengalami korosi yang sudah

agak parah. Berikut adalah gambar

penggantian pipa hidrolik akibat

terjadinya korosi.

Gambar 8. Pipa Hidrolik Cargo Pump

Gambar tersebut menunjukkan

bahwa pipa-pipa hidrolik di atas

geladak utama di kapal MT. Tirtasari

terawat dengan baik karena adanya

kegiatan rutin mingguan pengecekan

(weekly inspection) yang diakukan

oleh kapten kapal. Oleh karena itu

pipa-pipa hidrolik yang sudah

terlihat tidak bagus akan segera

diganti. Jadi dapat disimpulkan

bahwa menurunnya kerja pompa

cargo bukan disebabkan oleh sistem

perpipaan yang mengalami

kerusakan atau kebocoran.

2) Komponen pompa

Menurunnya kerja pompa cargo

dalam proses discharging muatan

dapat dimungkinkan oleh kerusakan

komponen pompa. Di dalam pompa

cargo terdiri dari berbagai macam

komponen diantaranya:

a) Mechanical oil seal dan cargo

seal

Untuk mengetahui terjadinya

kerusakan seal pada pompa cargo

dapat dilakukan dengan purging

cargo pump dan pressure test

cargo pump. Pada saat pompa

cargo tidak beroperasi melakukan

proses discharging dilakukan

pembersihan cofferdam atau

disebut purging cargo pump yang

harus dilakukan secara rutin.

Tujuan dilakukannya purging

cargo pump adalah untuk

mengetahui kondisi kebocoran

seal pompa. Kebocoran dapat

diketahui berdasarkan jumlah

muatan, minyak hidrolik atau

campuran keduanya yang keluar

dari purging valve trap. Proses

purging dilakukan dengan

bantuan udara kompresor. Berikut

adalah purging prosedur yang

perlu dilakukan antara lain:

Tempatkan wadah yang sesuai

di bawah purging valve untuk

mengumpulkan kebocoran.

Periksa apakah purging valve

di bagian bawah tidak

terhalang.

Drain air hasil kondensasi

yang terdapat pada purging

line.

Sambungkan selang udara

compressor (maks. Tekanan

suplai adalah 7 bar).

Mulailah purging cofferdam

dengan membuka purging

valve. Katup relief dipasang

pada sambungan purging

cofferdam. Katup diatur pada

tekanan 3-3,5 bar untuk

membatasi tekanan untuk

perlindungan seal pompa.

Sedikit kebocoran pada relief

valve adalah normal saat cairan

dibersihkan dari cofferdam.

Page 110: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan

Kimia Cair

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

2054

Katup juga akan terbuka jika

cofferdam diblokir.

Periksa apakah ada gas keluar

dari purging valve (untuk

memastikan bahwa cofferdam

terbuka) serta hati-hati

terhadap gas yang keluar

karena bahaya kimia.

Drain purging line setelah

cairan hasil purging keluar.

Tampung cairan yang keluar

menggunakan ember.

Setelah tidak ada cairan yang

keluar, lepaskan selang udara

compressor.

Tutup purging valve.

Catat jumlah kebocoran dan

evaluasi hasilnya.

Di kapal terdapat form purging

cargo pump yang datanya penulis

peroleh dari melaksanakan

purging bersama Chief Officer

pada saat kapal sesudah discharge

metanol (CH3OH). Berikut adalah

tabel purging dan hasil evaluasi.

Tabel 1. Hasil Purging Cargo Pump

No. Cargo P/p

no Type Hasil Jumlah

1. 1P SD 125 C 2.4 liter

2. 1S SD 125 C 1.8 liter

3. 2P SD 200 W 1.2 liter

4. 2S SD 200 H 0.8 liter

5. 3P SD 200 W 1.1 liter

6. 3S SD 200 C 0.9 liter

7. 4P SD 200 C 0.5 liter

8. 4S SD 200 H Nil

9. 5P SD 200 H 0.8 liter

10. 5S SD 200 W 1.3 liter

Ket.

P : Portside Tank

S : Starboardside Tank

C : Cargo

H : Hydrolic Oil

W : Water Condensate

Jika hasil purging terdeteksi

kebocoran cargo (lebih dari 2

liter*), dan evaluasi menunjukkan

bahwa tindakan harus dilakukan,

hal pertama yang harus dilakukan

adalah mengidentifikasi

kebocoran tersebut. Dari data di

atas diketahui bahwa hasil

purging pompa No. 1P melebih

dari batas yang diijinkan yaitu

maksimal 2 liter, cara terbaik

adalah melakukan pressure test

cofferdam pompa No. 1P.

Pressure test Cofferdam

dilakukan dengan cara mengeblok

purging valve menggunakan

paking karet. Membuka flange

pada cover atas dan pasang flengs

uji dengan pressure gauge.

Pasang selang udara compressor

dan berikan tekanan ke 3-5 bar.

Setelah kira-kira 5 menit periksa

semua flengs pada pipa-pipa dan

semua sambungan lainnya untuk

mendeteksi kebocoran. Untuk

mengetahui kebocoran digunakan

air sabun dengan memanfaatkan

busanya.

Gambar 9. Purging Cargo Pump

pressure

Jika kebocoran cargo tidak

teridentifikasi dan tekanan 3 bar

tidak berkurang untuk jangka

waktu yang lama selama

pengujian tekanan, masih

Page 111: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018

2055

mungkin seal pompa sudah aus

dan harus diganti dengan alasan

bahwa tekanan 3 bar di cofferdam

sedang menekan bibir atas seal

(menghadap cofferdam) di sekitar

poros pompa. Sehingga perlu

dilakukan overhoul pompa untuk

mengecek kondisi seal. Jika

pompa cargo memiliki kebocoran

minyak hidrolik, biasanya harus

membongkar pompa untuk

mengidentifikasi kebocorannya.

Kebocoran minyak hidrolik

sangat jarang terjadi dalam

kondisi normal, namun jika

kebocoran oli hidrolik terjadi, ada

tiga alasan penyebab yaitu:

Oil seal – jam kerja oil seal

sudah sangat tinggi (> 10.000

jam).

Retak di slevee ceramic - dapat

terjadi jika pompa cargo

bergetar karena viscositas

cargo yang tinggi.

Terjadi korosi pada seal ring

yang terjadi karena jam kerja

sudah tinggi.

(SUMBER : Framo Cargo Pump

Manual Book Frank Mohn

Services AS hal. 16-1997)

Dari hasil observasi, hasil

purging cargo pump serta

pressure test diketahui bahwa seal

pompa cargo tangki No. 1P

mengalami kerusakan atau terjadi

sesuatu yang abnormal. Untuk itu

akan diadakan pengamatan lebih

lanjut terhadap seal pompa cargo

tersebut.

b) Hidrolik motor

Salah satu komponen

penunjang pompa cargo adalah

hidrolik motor. Hirolik motor

berfungsi untuk merubah energi

tekanan dari minyak hidrolik

menjadi tenaga mekanik berputar

kemudian ditransmisikan untuk

memutar impeller.

Di dalam hidrolik motor

terdapat shaft atau poros. Bila

poros tersebut mengalami aus

maka akan menyebabkan

terjadinya kebocoran minyak

hidrolik dan masuk ke dalam

cofferdam. Oleh karena itu ketika

dilakukan overhoule pompa cargo

pada tangki No. 1P serta

dilakukan pengukuran diameter

poros pompa dan didapatkan hasil

pengukuran bahwa diameter poros

pompa adalah 29.8 mm. Diameter

tersebut masih dalam batas

toleransi yaitu tidak lebih dari 0.3

mm untuk pompa tipe SD125.

Dari hasil pengukuran shaft

hidrolik motor maka Hidrolik

motor pompa cargo No. 1P masih

dalam keadaan normal.

c) Shaft Sleeve Ceramic

Shaft Slevee ceramic

merupakan tempat menempelnya

cargo seal dan oil seal serta

sleeve ceramic menempel pada

poros shaft hidrolic motor.

Kerusakan pada bagian ini dapat

terjadi jika pompa cargo bergetar

karena viscositas cargo yang

tinggi sehingga akan

menyebabkan keretakan. Selain

itu pada saat pencopotan yang

dilakukan dengan tidak hati-hati

akan menyebabkan kerusakan

(pecah). Namun Engineer di kapal

MT. Tirtasari merupakan orang-

orang yang berpengalaman dan

proses melepas shaft sleeve

ceramic sesuai prosedur sehingga

kerusakan bagian pompa akibat

human error sangat jarang terjadi.

d) Impeller

Impeller berfungsi untuk

memutar zat cair agar terjadi gaya

sentrifugal sehingga cairan dari

pusat impeller terlempar ke sisi

Page 112: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan

Kimia Cair

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

2056

luar impeller dan menuju ke

bagian discharge line atau keluar.

Kerusakan yang mungkin terjadi

pada impeller adalah terjadinya

keausan atau menempelnya kerak-

kerak pada impeller. Pada saat

dilakukan overhoule pada pompa

cargo 1P dilakukan pengamatan

terhadap impeller untuk

mengecek kondisinya dan

didapatkan hasil yaitu kondisi

impellernya masih dalam kondisi

yang sangat bagus.

e) Ball bearing

Ball bearing ini berfungsi

untuk penahan gesekan putaran,

terpasang pada ujung shaft bagian

bawah, ada dua ball bearing yang

terpasang bagian ujung setelah

gear penghubung dan sebelum

gear penghubung. Ball bearing

harus dalam kondisi yang baik

karena menjadi penahan dan

kestabilan putaran shaft yang

tinggi. Apabila ball bearing ini

sudah jelek atau tidak sesuai maka

dapat mengakibatkan putaran dari

pada shaft akan terganggu, terjadi

keolengan dan tidak stabil bahkan

dapat dimungkinkan terjadi

kerusakan pada shaftnya. Indikasi

terjadi kerusakan pada bearing

adalah pompa menjadi cepat

panas dan terdengar suara gesekan

yang tidak semestinya pada

bagian bearing pompa tersebut.

Setelah dilakukan pembongkaran,

pengecekan dan pengamatan

ditemukan bearing masih dalam

kondisi yang baik.

3) Hidrolik Power Package

Kemungkinan lain yang menjadi

penyebab menurunnya kerja pompa

cargo adalah kerusakan pada

Hidrolik power package. Bila power

package mengalami kerusakan maka

akan terjadi abnormal terhadap

tekanan yang digunakan untuk

menggerakan hidrolik sehingga kerja

pompa akan terganggu ketika

beroperasi. Permasalahan yang

pernah penulis alami ketika

melaksanakan praktik berkaitan

dengan hydraulic power package

adalah kerusakan pada Jockey pump.

Namun hal tersebut dapat segera

ditangani karena Jockey pump yang

rusak segera mendapat ganti jockey

pump baru dari kantor sehingga

permasalahan dapat segera ditangani.

4) Putaran Pompa (RPM)

Salah satu faktor yang menjadi

kemungkinan menurunnya kerja

pompa dalam proses discharging

adalah putran pompa. Putaran

pompa berpengaruh terhadap jumlah

debit cargo yang dipompakan. Untuk

masalah putaran pompa, pada saat

dilaksanakan discharge pompa cargo

dengan tipe SD125 dapat diamati

pada panel Cargo Control bahwa

pompa berputar 2700 RPM dengan

tekanan minyak hidrolik 200 bar. Hal

tersebut adalah normal karena sesuai

dengan Framo Cargo Pump manual

book FRAMO Cargo Pumping

System Date: 02Nov93 Rev.B

20Sep99 Page 4 of 8 yang

menyatakan bahwa “Sistem hidrolik

menekan pompa dengan tekanan 200

bar akan menghasilkan putaran

pompa 2700 RPM”. Sehingga

disimpulkan bahwa putaran pompa

tidak mengalami masalah.

3. Pembahasan masalah

a. Mechanical Seal

Setiap mechanical seal terdiri dari

lima bagian dasar antara lain:

1) Sebuah ring (biasanya seal face)

berputar searah dengan bagian

pompa yang berputar (shaft).

Page 113: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018

2057

NU BF = x 100% ∑NU

2) Seal sekunder (biasanya O-ring)

diantara shaft dan ring.

3) Sebuah dudukan tetap yang

terletak pada bagian yang tidak

berputar pada pompa (casing

pompa).

4) Seal sekunder (biasanya O-ring)

terletak antara tiap-tiap bagian

pompa.

5) Per (spring) untuk seal face.

Gambar 10. Mechanical Face Seal

b. Analisa SWOT

Dari hasil identifikasi masalah yang

telah dijabarkan di atas ditemukan

bahwa terjadi kerusakan pada

mechanical oil seal dan cargo seal.

Kemudian untuk menentukan penyebab

kerusakan seal tersebut dilakukan

pembahasan melalui identifikasi metode

SWOT yaitu dengan melihat faktor-

faktor dari kekuatan (Strengths),

kelemahan (Weakness), kesempatan

(Opportunities) dan ancaman (Threats).

Pada pembahasan metode SWOT ini

dilakukan penelitian terhadap faktor-

faktor internal dan eksternal yang

berkaitan dengan kerusakan mechanical

oil seal dan cargo seal. Berikut adalah

tabel pengamatan lingkungan yang

penulis peroleh dari hasil melaksanakan

praktik laut berkaitan dengan pompa

cargo.

Untuk memudahkan

pengidentifikasian faktor internal dan

eksternal tersebut kemudian

dikelompokkan dalam tabel faktor

internal dan ekternal yang dibagi ke

dalam dua kelompok yaitu kekuatan dan

kelemahan sebagai faktor internal serta

peluang dan ancaman masuk dalam

kategori faktor eksternal sebagaimana

terlihat pada tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL

FAKTOR INTERNAL

KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)

1 Mechanical seal tahan terhadap

panas sampai 200ᵒC

1 Terjadi korosi pada seal ring

akibat jam kerja yang tinggi

2 Mechanical seal tidak mudah

bereaksi dengan bahan kimia lain

2 Sparepart yang tidak original

akan mudah rusak

3 Tahan terhadap gesekan atau

goresan

3 Proses overhoule susah jika tidak

menggunakan special tool.

4

Tahan terhadap korosi

4 Kemampuan blok melemah jika

jam kerja sangat tinggi (>

10.000 jam).

5 Mampu menahan fluida tekanan

tinggi

5 Bila rusak tidak dapat diperbaiki

FAKTOR EKSTERNAL

PELUANG (O) ANCAMAN (T)

1

Viscosity muatan yang rendah

1 Mahalnya harga sparepart

pengganti

2 Usia cargo pump yang sudah

diatas 10 tahun

2 Sulitnya membedakan

mechanical seal yang original

dengan yang tidak asli

3

Jumlah sparepart yang memadai

di atas kapal

3 Tidak bisa menerima panas yang

berlebih dan secara terus

menerus ketika steaming maupun

cargo heating

4 Engineer yang memiliki

pengalaman dalam menangani

pompa cargo

4 Pengiriman sparepart pengganti

tidak disemua pelabuhan sandar

5 Kondisi Hydrolic Power Pack

yang masih baik

5 Keterlambatan pengiriman

sparepart

Setelah menentukan faktor-faktor

internal dan eksternal langkah

selanjutnya adalah memilih dan

menetapkan penyebab kerusakan seal

cargo pump melalui penilaian Bobot

Faktor (BF), selanjutnya dilakukan

penilaian terhadap faktor-faktor

tersebut. Penilaian dilakukan melalui

penentuan nilai faktor (NF) dan bobot

faktor (BF) tiap faktor.

Pada tabel 3 dilakukan penentuan

Nilai Faktor masing-masing faktor serta

ditentukan nilai Bobot Faktor dengan

membandingkan nilai yang cenderung

menjadi penyebab kerusakan seal

antara satu faktor dengan yang lainnya

dengan rumus:

Page 114: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan

Kimia Cair

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

2058

Bobot Faktor akan dihasilkan dalam

bentuk prosentase dari jumlah nilai

urgensinya (NU) ke samping kanan

dibagi dangan jumlah total hasil NU.

Kemudian kita lihat hasil peringkat

dari prosentase tertinggi dari nilai bobot

dan dibawahnya maka akan terdapatkan

dua dari masing-masing kekuatan

internal, dua dari kelemahan internal,

dua dari peluang dan dua dari ancaman.

Ditemukan bahwa ada dua faktor

internal yang menjadi kemungkinan

penyebab kerusakan seal cargo pump

adalah Sparepart yang tidak original

(I/W) dan jam kerja dari seal yang

sangat tinggi ≥10.000 jam (I/W).

Kemudian ada dua faktor internal yang

menjadi kekuatan dengan prosentase

tertinggi yaitu Mechanical seal tahan

terhadap panas sampai 200ᵒC (I/S) dan

seal yang mampu menahan fluida

tekanan tinggi (I/S). Ketersediaan

sparepart yang memadai di buktikan

dengan adanya daftar inventory spare

part di kapal.

Setelah bobot faktor diketahui, maka

dilakukan penentuan Nilai Dukungan

(ND). Nilai Dukungan diungkapkan

dengan skala Likert 1 s/d 5 tergantung

nilai dukung terhadap sasaran. Faktor-

faktor internal dan eksternal saling

terkait atau saling berhubungan dalam

menentukan penyebab kerusakan seal

cargo pump. Dengan adanya keterkaitan

itulah maka akan tercipta suatu cara

untuk menanggulangi faktor kelemahan

(Weakness) dan ancaman (Threats) .

Untuk itu perlu ditentukan Nilai Relatif

Keterkaitan (NRK) tiap faktor dengan

faktor lainnya memakai skala 1 – 5.

Rumus menentukan Nilai Relatif

Keterkaitan adalah sebagai berikut :

Dari semua perhitungan Nilai Relatif

Keterkaitan (NRK) pada tabel di atas

akan ditentukan masing-masing 2 faktor

yang memiliki NRK tertinggi. Dalam

hasil perhitungan ditentukan bahwa

terdapatnya SOP yang baku dan

persediaan sparepart original di atas

kapal yang memadai menjadi dua faktor

kekuatan (strength) kemudian

kerusakan komponen pompa dan

kesalahan dalam prosedur tank cleaning

menjadi faktor kelemahan (weakness).

Untuk faktor eksternal didapati bahwa

usia cargo pump yang sudah di atas 10

tahun dan Chief Officer yang

memahami manual book menjadi faktor

kesempatan (Opportunities) serta yang

terakhir adalah kebiasaan buruk

operator dalam pengoperasian pompa

menaikkan RPM tidak bertahap dan

pengiriman sparepart pengganti tidak di

semua pelabuhan sandar menjadi

ancaman yang datang dari luar. Berikut

di bawah ini hasil dari pemilihan nilai

faktor tertinggi dalam bentuk tabel

faktor kunci keberhasilan.

Tabel 3. Faktor Kunci Keberhasilan Tabel 7. FAKTOR KUNCI KEBERHASILAN

FAKTOR INTERNAL

STRENGHT (S) WEAKNESS (W)

1 Mechanical seal tahan

terhadap panas sampai 200ᵒC 1

Sparepart yang tidak original akan

mudah rusak

2 Mampu menahan fluida

tekanan tinggi 2

Kemampuan blok melemah jika jam

kerja yang sangat tinggi (> 10.000

jam).

FAKTOR EKSTERNAL

OPPORTUNITIES (O) THREATS (T)

1 Jumlah sparepart yang memadai di atas kapal

1 Mahalnya harga sparepart

pengganti

2

Engineer yang memiliki

pengalaman dalam

menangani pompa cargo

2

Tidak bisa menerima panas yang

berlebih dan secara terus menerus

ketika steaming maupun cargo

heating

Dari hasil tersebut di atas matrik

ringkasan analisis faktor internal dan

external, dapat kita gambarkan dalam

peta posisi faktor yang mempengaruhi

kerja pompa cargo sebagai berikut:

TNK(total nilai keterkaitan) NRK =

∑NF(jumlah faktor yang dinilai) – 1

Page 115: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018

2059

Di mana nilai jumlah kekuatan (S) =

2.67 dan nilai jumlah kelemahan (W) =

3.72 maka selisihnya (Y) = S – W dan

hasilnya Y = - 1.05, sedangkan nilai

jumlah peluang (O) = 3.18 dan nilai

jumlah ancaman (T) = 2.63 maka hasil

selisihnya (X) = O – T dan hasilnya

0.56 sehingga titik tersebut berada di

(0.56; -1,05) atau di kuadran III yang

terlihat pada gambar berikut:

S =

S = 2.67 W =

II: STRATEGI DIVERSIFIKASI Y I: STRATEGI EKSPANSI Y =

O =

>>KW IVT =

X =

x

T = O=

IV: STRATEGI DEFENSIF III: STRATEGI ALIANSI

W= 3.72

2.63

-1.050.56

3.18

2.67

3.72

-1.05

3.18

2.63

0.56

POSISI:

Matrik I: PETA POSISI STRATEGI FAKTOR PENYEBAB MENURUNNYA KERJA CARGO PUMP

POSISI :(0,56 ; -1.05)

Gambar 11. Peta posisi matrik SWOT

Penentuan posisi hanya untuk

mengarahkan permasalahan

diselesaikan dengan strategi

berdasarkan letak pada kuadran I, II, III,

atau IV. Pada posisi dari hasil

perhitungan di atas diperoleh posisi

berada pada kuadran III bahwa strategi

yang digunakan adalah strategi Aliansi

atau Weaknes Opportunity (WO)

Strategi yaitu strategi dalam situasi

menghadapi peluang yang sangat besar,

tapi juga menghadapi kendala atau

kelemahan internal. Fokus strategi pada

situasi ini adalah meminimalkan

masalah-masalah internal sehingga

dapat mencegah kerusakan seal cargo

pump. Kelemahan internal yang

dimaksud adalah Sparepart yang tidak

original akan mudah rusak dan

kemampuan blok melemah jika jam

kerja dari seal yang sangat tinggi (>

10.000 jam) sehingga mengakibatkan

terjadi kebocoran cargo pada waktu

purging serta proses discharging

muatan memakan waktu lebih lama.

c. Hasil Analisa SWOT

Tingginya temperature steaming

dapat mengakibatkan seal pompa

mengalami kerusakan. Di kapal-kapal

tanker terutama chemical tanker, dalam

pemuatan cargo chemical kondisi

tangki harus benar-benar bersih

mengingat sifat kimiawi dari muatan itu

sendiri yang mudah bereaksi dengan

kimia lain walaupun dalam jumlah yang

sedikit. Hal tersebut akan berdampak

kepada seluruh muatan. Oleh karena itu

diperlukan pembersihan tangki atau

tank cleaning sebelum melakukan

pemuatan. Proses tank cleaning antara

lain sebagai berikut:

Pencucian pendahuluan untuk

mengangkat atau mengosongkan sisa

muatan yang ada di bellmouth dan

sisa-sisa yang ada di dalam pipa serta

yang berada di pompa muatan.

Pencucian menggunakan air laut

untuk memaksimalkan agar sisa-sisa

muatan yang dicuci benar-benar

telah habis dari tangki. Hal ini bisa

dilakukan dengan menggunakan air

dingin maupun air panas.

Pencucian menggunakan air tawar

untuk membilas agar tangki bersih

dari air laut ataupun sabun,

terkadang untuk memaksimalkan

hasil agar kadar garamnya hilang

dilakukan penambahan proses

dengan penguapan (steaming)

dengan temperature 800C-120

0C

untuk menjaga kondisi seal.

Pengusiran Gas (Gas Freeing)

Mopping adalah proses

pengangkatan sisa cairan yang sudah

tidak bisa lagi dihisap oleh pompa,

jadi bagian yang belum kering dilap.

Fakta di lapangan saat melaksanakan

tank cleaning adalah tidak adanya

sistem control otomat yang mengatur

jumlah steam yang masuk ke dalam

Page 116: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan

Kimia Cair

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

2060

tangki sehingga mengakibatkan tidak

ada set point steam boiler yang masuk

ke dalam tangki dan temperature di

dalam tangki menjadi sangat tinggi.

Pada saat crew deck melaksanakan tank

cleaning, penulis melakukan

pengamatan terhadap temperature

dalam tangki dengan melakukan

pengukuran menggunakan

Thermometer laser. Hasil pengukuran

yang dilaksanakan adalah sebagai

berikut:

Tabel 4. Data hasil ukur temperature steaming

tank cleaning

NO NO.

TANGKI

CARGO

PUMP

TYPE

HASIL

UKUR CONDITION

1. 1P SD 125 1500C

NOT

PERMISSION

2. 1S SD 125 900C NORMAL

3. 2P SD 200 1000C NORMAL

4. 2S SD 200 850C NORMAL

5. 3P SD 200 970C NORMAL

6. 3S SD 200 1100C WARNING

7. 4P SD 200 1000C NORMAL

8. 4S SD 200 1020C NORMAL

9. 5P SD 200 1250C WARNING

10. 5S SD 200 960C NORMAL

Dari data di atas diketahui bahwa ada

sesuatu yang abnormal yang terjadi

pada tangki 1P (tangki nomor 1 sebelah

kiri) yaitu temperatur tangki ketika tank

cleaning di atas temperatur yang

diijinkan yaitu mencapai 1500C. Ketika

dilakukan proses discharging muatan,

pompa cargo pada tangki 1P mengalami

keterlambatan atau debit cargo yang

dipompakan jumlahnya lebih sedikit

dibandingkan dengan pompa cargo 1S

dengan tipe yang sama SD125 dan

tekanan hidrolik yang sama 15 bar.

Untuk itu setelah kejadian tersebut

dilakukan overhoule pompa cargo pada

tanggal 3 April 2016 dan hasil overhoul

menemukan hal-hal sebagai berikut:

Gambar 12. Oil seal dan Cargo Seal

Dari gambar di atas dapat dilihat

bahwa kiri gambar adalah cargo seal

dan kanan gambar adalah oil seal yang

mengalami kerusakan. Dari sekilas

tidak terjadi kerusakan namun terjadi

penurunan kekuatan dari bahan teflon

sehingga seal tidak mampu menahan

tekanan dari minyak hidrolik dan tekan

muatan. Dari gambar juga dapat dilihat

bahwa spring (per) penahan seal juga

nampak berkarat. Setelah diketahui

bahwa seal tersebut rusak maka

dilakukan penggantian seal dengan

suku cadang yang terdapat di engine

store room. Berikut tabel sparepart

inventory pompa cargo di kapal MT.

Tirtasari.

Dari hasil analisa yang dikemukakan

di atas, pompa cargo mengalami

gangguan kerja pada saat proses

discharging disebabkan oleh kerusakan

seal (oil and cargo seal). Dampak yang

ditimbulkan akibat kerusakan seal

tersebut adalah menurunnya kinerja

pompa yaitu debit muatan yang

dipompakan dengan tekanan maksimal

adalah kurang dari standart pada

manual book sehingga proses

discharging muatan memakan waktu

yang lebih lama dan menjadikan

operasional kapal menjadi terhambat.

Untuk seal yang mengalami

kerusakan atau kebocoran diakibatkan

oleh suhu yang diterima pompa ketika

Page 117: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 no. 2 Edisi Mei 2018

2061

steaming tank cleaning maupun cargo

heating terlalu panas dan terjadi secara

continue sehingga kekuatan dari seal

yang terbuat dari bahan teflon akan

melemah. Walaupun teflon termasuk

jenis bahan yang tahan terhadap panas

namun bila menerima panas yang

berlebih maka akan tetap mengalami

kerusakan atau melemahnya

kemampuan kekuatan untuk mengeblok

tekanan.

Untuk permasalahan terlalu panasnya

steaming tank cleaning setelah

dilakukan pengamatan terhadap pipa

steam boiler yang diurutkan dari main

steam valve hingga masuk ke tangki

muatan ternyata disebabkan oleh terlalu

banyak supply steam dari boiler yang

menuju tangki (valve steam to deck

terbuka terlalu lebar). Cara mengatasi

jumalah steam yang menuju ke tangki

diadakan pembatasan dalam membuka

valve steam to deck sehingga panas

yang digunakan untuk steaming dapat

dikontrol dengan cara pemberian

marking atau tanda menggunakan

marker pada valve steam to deck.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Dari analisa penyebab timbulnya

permasalahan dalam penelitian ini penulis

membuat suatu pemecahan masalah

kemudian dibuat kesimpulan guna menjadi

masukan dan manfaat bagi crew mesin

kapal dan para Masinis. Berdasarkan

uraian yang dikemukakan pada bab

sebelumnya maka dapat diambil

kesimpulan yang berhubungan dengan

permasalahan yang dibahas yaitu :

a. Faktor penyebab menurunnya kerja

pompa cargo dalam proses

discharging muatan di kapal MT.

Tirtasari adalah :

1) Adanya kerusakan yang terjadi

pada oil seal dan cargo seal pada

pompa cargo di dalam tangki

muatan No. 1P mengakibatkan

debit muatan yang dipompakan

mengalami penurunan sehingga

discharging memakan waktu yang

lebih lama.

2) Faktor penyebab terjadinya

kerusakan pada seal pompa

sehingga mengganggu kerja

pompa disebabkan oleh :

Suhu yang digunakan saat

steaming tank cleaning

maupun cargo heating terlalu

panas sehingga berpengaruh

terhadap kekuatan dari seal

yang terbuat dari bahan teflon

akan melemah.

Panasnya steaming tank

cleaning maupun cargo

heating disebabkan oleh terlalu

banyak supply steam dari

boiler yang menuju tangki

(valve steam to deck terbuka

terlalu lebar).

2. Saran

Dari semua pembahasan tersebut di atas

maka penulis mengajukan saran dalam

melaksanakan perbaikan dan perawatan

terhadap pompa cargo untuk menunjang

kelancaran operasional kapal agar

menjadi lebih baik antara lain:

a. Sebaiknya memberikan batas

marking dalam membuka valve

steam yang menuju ke dek agar

membatasi temperature tank

cleaning tidak melebihi temperature

yang diijinkan (800C-120

0C)

sehingga seal akan lebih awet.

b. Sebaiknya dalam pengoperasian

pompa cargo ketika menaikkan atau

menurunkan RPM pompa dilakukan

secara bertahap karena perubahan

tekanan yang mendadak akan

menyebabkan kerusakan pada

hidrolik motor.

Page 118: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Identifikasi Penyebab Kerusakan Seal Cargo Pump Dalam Proses Discharging Muatan

Kimia Cair

Sumarno P.S.a, Dwi Prasetyo

b dan Saiful Hadi Prasetyo

c

2062

DAFTAR PUSTAKA

Narto, Amad. 2015. Buku Ajar Diploma

IV Permesinan Bantu. PIP

Semarang

Fathoni, Abdurrahmat. Metodologi

Penelitian & Teknik Penyusunan

Skripsi.

http: //abi-blog.com2017/10// mechanical –

seal – pengertian – dan -bagian.

html.

https://en.wikipedia.org/wiki/ 2017/ 10/

Chemical_tanker. html

Instruction Manual Book Framo Cargo

Pump. FRANK MOHN AS.

Kartono, Kartini. Pengantar Metodologi

Riset Sosial.

Purwanto dan Herry Gianto. 1978.

Macam-Macam pompa dan

Penggunaannya. Semarang :

Politeknik Ilmu Pelayaran

Semarang

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.

Bandung : ALFABETA

Sularso, Tahara. 2006. Pompa dan

Kompresor. Jakarta : Pradnya

Pramita

Vestnik, Strojniški. 2010. Journal of

Mechanical Engineering 56

Tim PIP Semarang. 2017. Panduan

Penyusunan Skripsi

Page 119: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2063

PENGARUH KURANGNYA SUPPLY GAS LEMBAM DALAM

PENANGANAN MUATAN DI MT. GANDINI

DENGAN METODE FISHBONE

Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra

c

aDosen Program Studi Teknika PIP Semarang

bDosen Program Studi Kalk PIP Semarang

cTaruna (NIT.49124603.T) Program Studi Teknika PIP Semarang

ABSTRAK

Inert gas adalah gas atau campuran gas yang tidak mendukung cukup oksigen untuk

mendukung pembakaran hidrokarbon. Di MT. Gandini, inert gas dihasilkan oleh

pembakaran di dalam scrubber dan sekaligus dibersihkan dengan menggunakan air laut

dengan cara dikabutkan, sehingga kotoran hasil pembakaran jatuh ke bawah dan

selanjutnya dialirkan ke overboard dan gas yang bersih dialirkan menuju deck water seal,

selanjutnya masuk ke tangki muatan. Faktor penyebab supply gas lembam yang masuk ke

dalam tangki muatan kurang adalah rusaknya demister filter dan tersumbatnya saluran pipa

instalasi dari Scrubber menuju Deck Water Seal.

Hasil dari penelitian adalah tersumbatnya saluran pipa instalasi dari Scrubber menuju

Deck Water Seal diakibatkan oleh jelaga yang dihasil dari pembakaran dalam Scrubber

yang menumpuk, sehingga lubang pipa semakin lama semakin mengecil yang mengakibatkan

supply gas lembam ke dalam tangki terhambat. Dampak tersebut yang membuat supply gas

lembam ke dalam tangki muatan kurang optimal.

Kata kunci: identifikasi, inert gas supply, fishbone, MT. Gandini

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Kebutuhan jasa angkutan pelayaran

dari tahun ke tahun mengalami

peningkatan yang sangat pesat, khususnya

kapal-kapal niaga. Kapal niaga sebagai

sarana transportasi air yang mempunyai

peranan sangat penting dan efisien dalam

pengangkutan dari satu tempat ke tempat

tujuan, salah satunya adalah kapal tanker

atau kapal muatan minyak yaitu kapal yang mempunyai fungsi untuk

mengangkut muatan minyak mentah

maupun minyak hasil olahan atau produk

dalam bentuk curah melalui jalur laut atau

jalur perairan dari pelabuhan muat ke

pelabuhan bongkar. Berbicara tentang

minyak tentu erat kaitannya dengan

bahaya yang bisa terjadi sewaktu-waktu,

dalam hal ini adalah gangguan

keselamatan pada saat penanganan muatan

di atas kapal yang berdampak pada

pencemaran lingkungan.

Melihat dari konstruksinya yang

khusus yaitu kapal dengan tangki-tangki

berisi minyak maupun gas baik minyak

mentah, bahan kimia dan minyak hasil

olahan, maka dalam membangun kapal

disesuaikan dengan sifat-sifat muatan

yang akan dibawa oleh kapal. Terutama

kapal yang mengangkut muatan minyak bumi atau dari hasil pengolahan, karena

sifat dari muatan tersebut memiliki

karakteristik yang mudah menyala hal ini

disebabkan karena terbentuknya gas hasil

penguapan yang terus-menerus. Selain itu,

di dalam tangki muatan juga terjadi reaksi

kimia yang mengandung toxic (racun)

berbahaya bagi orang yang terkontaminasi

Page 120: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan

Metode Fishbone

Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra

c

2064

dengan gas tersebut.

Berdasarkan pada praktek laut di MT.

Gandini terdapat suatu permasalah

terhadap sistem gas lembam yaitu pada

saat pelaksanaan bongkar muat, volume

gas lembam yang masuk ke dalam tangki

muatan kurang, sehingga kadar oksigen

dalam tangki muatan tinggi yang

mengakibatkan tidak optimalnya proses

bongkar muat kapal, pelaksanaan

pengoperasian dan perawatan inert gas

system yang seharusnya dioperasikan oleh

engineer dioperasikan oleh electrictian

dikarenakan kurangnya pemahaman

perawatan terhadap sistem gas lembam

yang mengakibatkan perawatan sistem gas

lembam kurang maksimal.

Dari permasalahan dan latar belakang

itulah maka peneliti ingin membahas dan

mengangkat pengaruh gas lembam dalam

mencegah terjadinya gangguan

keselamatan pada saat kegiatan

penanganan muatan dan menuangkannya

ke dalam penelitian dengan judul:

“Pengaruh Kurangnya Supply Gas

Lembam Dalam Penanganan Muatan Di

MT. Gandini Dengan Metode Fishbone”

B. Perumusan masalah

1. Faktor apa yang menyebabkan

kurangnya supply gas lembam ke

dalam tangki muatan?

2. Hal-hal apa saja yang dapat terjadi

apabila supply gas lembam di

dalam tangki kurang pada saat

penanganan muatan?

3. Upaya apa saja yang harus

dilakukan untuk menjaga

optimalnya kinerja sistem gas lembam tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk memahami dan mengerti

akan pentingnya peranan sistem gas

lembam dalam prosedur

penanganan bongkar muat dan

perawatan yang dilakukan pada

komponen instalasi gas lembam.

2. Untuk mengetahui gangguan

keselamatan pada saat kegiatan

bongkar muat dari kegagalan fungsi

Inert Gas System (IGS).

3. Untuk peningkatan keselamatan

dan pencegahan terhadap bahaya

gangguan keselamatan pada saat

pengoperasian kapal.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Sebagai referensi tambahan terhadap

penelitian dengan bidang tentang sistem

gas lembam dan menjadi sebuah

tambahan wacana bagi rekan-rekan lain

yang hendak melakukan penelitian

kembali di bidang yang sama.

2. Manfaat Praktis

Sebagai panduan praktis untuk

memecahkan permasalahan tentang

sistem gas lembam serta meningkatkan

pengetahuan akan pentingnya gas

lembam dan perawatan-perawatan

instalasi gas lembam sehingga

kecelakaan kapal dalam hal ini dapat

berkurang.

II. KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

Konsep kajian mengenai gas lembam

yang dikutip dari buku, Pieter batti Inert

Gas System & Crude Oil Washing (1983:

15) yang menyebutkan bahwa, pertama-

tama sistem ini digunakan pada kapal-

kapal tanker di Amerika-serikat sejak tahun 1925, dengan bermacam-macam

alasan sistem ini dilupakan atau

ditinggalkan selama beberapa tahun.

Perusahaan “Sun oil” di Philadelphia

adalah yang pertama kali menggunakan

sistem ini sebagai alat keselamatan pada

kapal-kapal tanker mereka pada tahun

1932, karena sebelumnya telah terjadi

Page 121: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2065

ledakan besar pada salah-satu kapalnya.

Sistem yang mereka ciptakan waktu itu

begitu sederhana namun terbukti sangat

berhasil. Kemudian British Petroleum atau

B.P. Tanker menggunakan prototype ini

pada dua kapal steam pengangkut Crude

Oil pada tahun 1961. Kebijaksanaan ini

dilanjutkan dan sejak tahun 1963 semua

kapal pengangkut “Crude Oil” dilengkapi

dengan sistem ini. Menyusul kemudian

penggunaan sistem ini ditekankan dalam

SOLAS Convention 1974 dan peraturan-

peraturan serta penggunaannya

disempurnakan lagi dalam Konperensi

Internasional di London mengenai

“Tanker Safety and Pollution Prevention,

atau TSPP Protocol 1978”. Untuk

mengurangi resiko terjadinya suatu

kebakaran dan ledakan di atas kapal

tanker maka perlu ditiadakan adanya

sumber api dan udara/atmosfer yang dapat

terbakar yang secara bersamaan timbul di

tempat yang sama dan pada waktu yang

sama, sehingga tindakan kewaspadaan

umum di atas kapal tanker perlu

dilaksanakan dengan tujuan secara lebih

ketat meniadakan salah satu dari padanya.

(Badan Diklat Perhubungan, 2000: 77).

B. Definisi Operasional

Melihat akan kenyataan pentingnya

peranan sistem gas lembam pada kapal-

kapal tanker, menjadikan sistem ini suatu

sumbangan yang sangat berharga di dalam

dunia pelayaran, yang mana hal ini

menimbulkan rasa keingintahuan para

pembacanya dan untuk mempermudah

dalam mempelajarinya maka di bawah ini

akan dijelaskan mengenai pengertian dari

Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam

(Inert Gas) Dalam Penanganan Muatan

dan istilah-istilah yang ada:

1. Supply (penyedia), berarti memberi

pasokan gas ke dalam tangki muatan.

2. Inert gas (gas lembam), berarti gas

atau campuran gas yang tidak

mendukung cukup oksigen untuk

mendukung pembakaran hidrokarbon.

3. Fire point (titik bakar), berarti suhu

terendah dimana suatu zat atau bahan

bakar cukup mengeluarkan uap dan

terbakar/menyala secara terus-

menerus bila diberi sumber panas.

4. Flammable, berarti mudah menyala.

5. Flash point (titik nyala), berarti suhu

terendah dimana suatu cairan

mengeluarkan gas yang cukup untuk

membentuk suatu campuran gas yang

dapat terbakar sesaat jika ada sumber

penyalaan. Suhu ini diukur di

laboratorium memakai alat yang

standar dengan mengikuti prosedur

yang sudah ditentukan.

6. Flue gas, berarti gas sisa pembakaran

yang diambil dari ketel (boiler) di

kamar mesin.

7. Gas freeing (pembebasan gas) berarti

memasukkan udara segar ke dalam

tangki dengan tujuan mengeluarkan

gas-gas beracun, serta meninggalkan

kadar oxygen sampai 21% (dua puluh

satu persen) dari volume.

8. Gas lembam, berarti gas atau

campuran gas yang tidak cukup

mengandung oxygen untuk

mendukung pembakaran

hydrocarbon.

9. Inerting, berarti memasukkan gas

lembam ke dalam tangki dengan

tujuan untuk mencapai kondisi

lembam seperti didefinisikan dalam

“kondisi lembam”.

10. Kebakaran, berarti bahaya api yang

disebabkan oleh terbentuknya proses

segitiga api (bahan bakar, panas dan

oxygen), yang menghasilkan suatu

reaksi berantai antara ketiga unsur

tersebut secara tepat dan seimbang.

11. Ledakan, berarti pembakaran yang

terjadi dalam ruang tertutup, karena

terjadi penambahan tekanan pada

ruang tertutup maka mengakibatkan

peledakan.

12. Listrik statis, berarti aliran listrik

yang terjadi karena perpindahan

elektron-elektron dari molekul-

Page 122: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan

Metode Fishbone

Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra

c

2066

molekul yang muatannya berlainan,

listrik statis ini menimbulkan bunga

api yang dapat menyalakan gas yang

ada disekitarnya.

13. Plant gas lembam, berarti semua

perlengkapan yang dipasang khusus

untuk menghasilkan gas lembam

yang dingin, bersih dan bertekanan

beserta alat yang mengontrol

penyalurannya ke dalam sistem

tangki muat.

14. Purging, berarti memasukkan gas

lembam pada saat tangki dalam

keadaan kosong sehingga menjadi

lembam.

15. Sistem distribusi gas lembam, berarti

semua pemipaan, kerangan-kerangan

dan pasangan-pasangan yang

berhubungan dengan distribusi gas

lembam dari plant ke tangki-tangki

muat, pembuangan gas ke atmosfer

dan perlindungan tangki dari tekanan

lebih atau vakum.

16. Sistem gas lembam, berarti plant

(penghasil) gas lembam dengan

sistem distribusi gas lembam beserta

sarana-sarana untuk mencegah aliran

balik yang mengandung gas muatan

ke ruangan kamar mesin, alat ukur

yang tetap maupun jinjing dan alat

pengontrol (control devices).

Berdasarkan pernyataan tersebut maka

jelaslah bahwa kebakaran baru bisa terjadi

kalau memenuhi persyaratan dari Segi

Tiga Api/Fire Triangle, dalam bahasan ini

adalah:

1. Source of ignition (asal dari percikan

api); 2. Fuel dalam hal ini hydrocarbon yang

memenuhi persyaratan;

3. Oxygen yang cukup untuk dapat

menimbulkan kebakaran.

Apabila salah satu dari ketiga unsur ini

tidak ada atau tidak memenuhi

persyaratan dalam jumlah atau kadarnya,

maka tidak akan mengakibatkan

kebakaran.

Prosedur-prosedur dalam melakukam

pengoperasian dari inert gas system antara

lain:

1. Langkah Persiapan:

a. Periksa keran isap dan tekan dari

air laut yang berhubungan dengan

pompa srubber;

b. Periksa keran isap dan tekan dari

air laut yang berhubungan dengan

Deck water seal;

c. Periksa keran isap dan tekan dari

air laut yang berhubungan dengan

pompa bahan bakar. Semua Katup

(valve) dalam posisi terbuka;

d. Periksa tabung Analyzer harus

dalam keadaan terisi kurang lebih

¾ bagiannya;

e. Kalibrasi oksigen content pada inert

gas analiser 20,9%;

f. Jalankan secara manual pompa

Deck water seal dan pompa

Scrubber dengan menekan tombol

start di control panel Inert Gas,

yakinkan bahwa tekanan dari

pompa scrubber 4 Kg/cm2 dan

pompa Deck water seal 3 Kg/cm2.

Amati pada gelas duga yang

terdapat pada Scrubber dan Deck

water Seal untuk memastikan air

laut dari Scrubber pump dan Deck

water seal pump telah berjalan

secara normal;

g. Setelah itu semua pompa dimatikan

kembali.

2. Langkah Pengoperasian

Pada langkah pengoperasian dari inert

gas system ada 2 yaitu pengoperasian secara manual dan automatic. Cara

Pengoperasian secara manual sebagai

berikut:

a. Tekan tombol manual start pada

control panel Inert Gas;

b. Tekan tombol start untuk

menjalankan pompa scrubber;

c. Tekan tombol start untuk

Page 123: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2067

menjalankan blower;

d. Tunggu 50 detik kemudian untuk

penghembusan sisa gas ke luar dari

ruang pembakaran (blow);

e. Tekan tombol Glow on;

f. Tunggu sekitar 30 detik hingga

bahan bakar dan udara mencapai alat

pembakaran;

g. Tekan tombol Inert Gas “ON”;

Tunggu sekitar 4 detik untuk

memberi waktu bahan bakar

mencapai induk pembakaran (main

burner);

h. Tekan tombol valve open jika lampu

flame on telah menyala, tunggu

beberapa saat kemudian;

i. Tekan tombol ignition on dan glow

on secara bersamaan;

j. Buka katup oksigen analyzer

mencapai angka 5 (pada tanda);

k. Yakinkan Inert Gas Sistem telah

berjalan secara normal kemudian

beritahukan ke Deck control bahwa

Inert Gas telah siap di supply ke

tanki;

l. Tekan tombol system ready.

3. Langkah-langkah pengoperasian secara

Auto inert gas system:

a. Tekan tombol auto start;

Secara otomatis dan berurutan akan

berlangsung proses seperti pada cara

pengoperasian secara manual;

b. Tekan tombol start untuk

menjalankan pompa Deck water seal

secara manual;

c. Buka katup oksigen analyzer

mencapai anka 5 (pada tanda);

d. Yakinkan Inert Gas Sistem telah

berjalan secara normal kemudian

beritahukan ke Deck control bahwa

Inert Gas telah siap di supply ke

tangki;

e. Tekan tombol system ready.

4. Air Venting

a. Tekan tombol air venting secara

Auto;

Secara berurutan akan menjalankan

pompa scrubber dan Auxiliary

blower;

b. Jalankan Deck water seal pump;

c. Kontak ke cargo control bahwa air

venting siap di supply;

d. Tekan system ready.

5. Prosedur Stop

a. Tutup katup oksigen analyzer;

b. Tekan kembali system ready;

c. Apabila Inert Gas dioperasikan

secara manual maka langsung dapat

menekan tombol stop;

d. Apabila Inert Gas dioperasikan

secara Auto maka dengan menekan

kembali tombol stop;

e. Apabila Inert Gas dijalankan secara

auto atau manual terhadap Air

venting juga dengan menekan

tombol stop.

C. Kerangka Pemikiran

Dampak yang terjadi :

1. Suplai gas lembam ke

dalam tangki muatan

kurang.

2. Gas lembam yang

masuk ke dalam

tangki muatan kotor.

Cara Mengatasinya :

Diadakan suatu perawatan

pada :

1. Membersihkan saluran

pipa dari scrubber

menuju ke deck water

seal.

2. Mengganti filter

demister scrubber yang

rusak.

3. Membersihkan filter

demister deck water seal.

Hasilnya :

• Suplai gas lembam

(inert gas) menuju ke

tangki muatan

menjadi lancar dan

standars prosedur

bongkar muat dapat

dilakukan secara

maksimal.

Faktor Penyebabnya :

1. Tersumbatnya pipa

saluran gas lembam

menuju deck water seal

oleh jelaga akibat

pembakaran;

2. Rusaknya demister filter

dalam scrubber;

3. Kotornya demister filter

dalam deck water seal.

Penurunan Kinerja Kinerja Optimal

Kinerja Sistem Gas

Lembam

Page 124: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan

Metode Fishbone

Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra

c

2068

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Pada penulisan penelitian ini dilakukan

pengkajian dengan menggunakan fakta-

fakta dari pengalaman juga pengetahuan

yang telah dipadukan dari permasalahan

yang peneliti lihat dan alami saat

melaksanakan praktek berlayar selama

kurang lebih 12 bulan yang terhitung dari

06 Desember 2014 sampai dengan 16

Desember 2015.

Peneliti melakukan penelitian tentang

sistem gas lembam ini berada di atas kapal

MT. Gandini yang mana data kapal dapat

dilihat di bagian lampiran particulars of

machinery part.

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian pada hakikatnya merupakan

suatu usaha untuk menemukan,

mengembangkan dan menguji kebenaran

suatu pengetahuan dengan menggunakan

metode-metode ilmiah. Para pakar

mengemukakan pendapat yang berbeda

dalam merumuskan batasan penelitian atau

penyelidikan terhadap suatu masalah, baik

sebagai usaha mencari kebenaran melalui

pendekatan ilmiah.

Secara umum, penelitian diartikan

sebagai suatu proses pengumpulan dan

analisis data yang dilakukan secara

sistematis dan logis untuk mencapai tujuan

tertentu. Pengumpulan dan analisis data

menggunakan metode-metode ilmiah, baik

yang bersifat kuantitatif dan kualitatif,

eksperimental atau non-eksperimental,

interaktif atau non interaktif. Metode-

metode tersebut telah dikembangkan

secara intensif melalui berbagai uji coba

sehingga telah memiliki prosedur yang

baku.

Dalam penulisan penelitian ini, peneliti

akan menggunakan metode-metode

penelitian yang dapat digunakan untuk

menganalisa dan membahas masalah-

masalah yang ditemukan dari faktor-faktor

dan data-data yang ada sehingga diperoleh

kesimpulan yang diperlukan, yaitu:

1. Fishbone Analysis

Gambar 1. Fishbone Analisis

Diagram tulang ikan atau

diagram fishbone adalah salah satu

metode di dalam meningkatkan

kualitas. Sering juga diagram ini

disebut dengan diagram Sebab-

akibat atau cause effect diagram

yang menggunakan data verbal

(non-numerical) atau data

kualitatif.

Fungsi dasar diagram fishbone

(tulang ikan) adalah untuk

mengidentifikasi dan

mengorganisasi penyebab-

penyebab yang mungkin timbul

dari suatu efek spesifik dan

kemudian memisahkan akar

penyebabnya.

Pendekatan yang digunakan

untuk menjabarkan metode

fishbone ini adaah dengan

pendekatan:

a. Man Power

b. Methode

c. Material

d. Machine

Page 125: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2069

2. Metode Deskriptif

Menurut Sugiyono metode

penelitian deskriptif adalah metode

penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri

atau lebih (independent) tanpa

membuat perbandingan atau

menggabungkan antara variabel

satu dengan yang lain.

Metode deskriptif dapat

disimpulkan sebagai sebuah metode

yang bertujuan untuk melukiskan

atau menggambarkan keadaan

lapangan secara sistematis dengan

fakta-fakta interpretasi yang tepat

dan data yang saling berhubungan,

serta bukan hanya untuk mencari

kebenaran mutlak tetapi pada

hakekatnya mencari pemahaman

observasi. penelitian ini selain

mengandung hal-hal yang bersifat

teori, juga ada hal- hal yang bersifat

praktikum. Dalam pengertian

bahwa selain ditulis dari beberapa

literatur buku, juga bersumber dari

objek-objek penelitian yang

terdapat dalam buku. Penggunaan

aspek visual observasi sangat

berperan dalam buku ini. Oleh

karena itu penelitian ini memuat

tentang sebuah penelitian yang

dimunculkan dalam jenis-jenis

permasalahan yang akan diteliti.

Dalam metode ini digunakan

metode penelitian secara deskriptif.

Adapun pengertian lain dari

deskriptif adalah tulisan yang berisi

pemaparan, uraian dan penjelasan

tentang suatu objek sebagaimana

adanya pada waktu tertentu dan

mengambil keputusan atau

kesumpulan secara umum.

3. Metode Kualitatif

Menurut sugiyono bahwa

penelitian kualitatif adalah metode

penelitian yang berlandaskan pada

filsafat post positivisme, igunakan

untuk meneliti pada kondisi objek

yang alamih. Dimana peneliti

adalah sebagai instrumen kunci,

teknik pengumpulan data dilakukan

secara triangulasi (gabungan)

analisis data bersifat induktif /

kualitatif, dan hasil penelitian lebih

menekankan makna generalisasi.

Oleh karena itu didalam

pembahasan nanti peneliti berusaha

memaparkan hasil dari semua studi

dan penelitian mengenai suatu

objek yang diperoleh, baik hal-hal

yang bersifat teori juga hal-hal

yang bersifat praktis. Dalam artian

bahwa selain ditulis dari beberapa

literatur buku, juga bersumber dari

objek-objek penelitian yang juga

terdapat dalam buku fresh water

generator. Penggunaan aspek

observasi atau pengamatan sangat

berperan dalam penelitian ini.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penulisan penelitian i

ini didasarkan pada suatu data, fakta

dan informasi yang didapat oleh

peneliti pada saat melaksanakan

praktek berlayar (prala) selama kurang

lebih satu tahun, kemudian dari data,

fakta dan informasi yang ada tersebut

menjadi bahan acuan dalam

penyusunan penelitian, serta didapat

dari informasi yang diperoleh dari

Masinis dan Kepala Kamar Mesin

(KKM) dan berpedoman pada buku

referensi yang kemudian

menuangkannya ke dalam bentuk

tulisan.

Adapun beberapa teknik pengumpulan

data yang dapat dilakukan berupa:

1. Observasi

Menurut Abdurrahmat Fathoni

observasi adalah teknik

pengumpulan data yang dilakukan

melalui suatu pengamatan, dengan

disertai pencatatan-pencatatan

Page 126: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan

Metode Fishbone

Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra

c

2070

terhadap keadaan atau perilaku

objek sasaran.

Selama peneliti melaksanakan

pengamatan saat praktek berlayar,

maka data-data yang tidak ada tidak

dapat dilampirkan. Peneliti hanya

mengalami dan mengamati

langsung beberapa permasalahan

yang terjadi pada sistem gas

lembam di kapal tersebut yaitu

masih kurangnya supply gas

lembam ke dalam tangki muatan

diakibatkan oleh tersumbatnya

saluran gas lembam.

Dari hasil pengamatan yang ada

maka peneliti merasa tertarik untuk

meneliti lebih lanjut terhadap

penelitian yang akan dibahas dalam

penelitian ini, mengapa

permasalahan tersebut dapat terjadi,

kemudian mengupayakan untuk

memecahkannya serta mengatasi

masalah tersebut agar supply gas

lembam ke dalam tangki muatan

dapat tercapai maksimal.

Dalam observasi ini dilakukan

pengamatan antara lain tentang:

a. Bagian-bagian utama dari

sistem, fungsi dan cara

kerjanya;

b. Urutan proses kerja dari

system;

c. Cara pengoperasiannya;

d. Perawatan dan

pemeliharaannya.

2. Dokumentasi

Dokumentasi ialah teknik

pengumpulan data yang digunakan peneliti dengan gambar arsip-arsip

yang ada di kamar mesin. Dan

segala permasalahan yang sering di

alami oleh peneliti sehubungan

dengan sistem gas lembam yang

kemudian peneliti dapat analisa dan

mengkaitkannya dengan strategi

perawatan dan perbaikan yang ada.

Teknik ini juga digunakan untuk

membandingkan kinerja dari sistem

gas lembam serta komponen-

komponen yang menunjang pada

saat keadaan normal ataupun tidak,

selain itu buku-buku pendukung

yang ada menjadi acuan peneliti

sebagai tolak-ukur teori yang akan

disajikan.

3. Studi Pustaka

Menurut Kartini Kartono studi

pustaka bertujuan mengumpulkan

data dan informasi dengan bantuan

macam-macam material referensi

yang berupa buku majalah, naskah,

catatan-catatan, kisah sejarah dan

dokumen. Dalam penelitian ini

peneliti mengambil beberapa buku

referensi tentang sistem gas

lembam dan sistem pembakaran hal

ini dimaksudkan agar buku-buku

referensi tersebut dapat mendukung

dan membantu peneliti dalam

melakukan penyusunan penelitian

ini dimana buku referensi tersebut

dapat memberikan acuan-acuan

teoritis dalam melakukan suatu

pembahasan terhadap masalah yang

diangkat meliputi penyebab kondisi

tersebut serta hal-hal apa yang

harus dilakukan dalam menangani

masalah tersebut.

D. Teknik Analisis

Metode yang digunakan dalam

menganalisis data yang ada dalam

penelitian ini adalah metode deskriptif

kualitatif fishbone, di mana dengan metode deskirptif kualitatif ini, penulis

dapat menggambarkan data,

membandingkan, mengkomperhensif

dari permasalahan yang ditemukan

ditambah data-data dari buku-buku

teori, mengingat terbatasnya waktu

pada saat melakukan pengamatan serta

pengoperasian gas lembam yang

Page 127: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2071

terbatas.

E. Metode Penarikan Kesimpulan

Dalam penelitian ini metode

penarikan kesimpulan yang digunakan

adalah dengan membandingkan antara

kegitan yang ada di kapal dengan

pelaksanaan yang benar sesuai

petunjuk yang ada dan membandingkan

dengan referensi yang didapat oleh

peneliti dari bidang yang sama.

IV. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Yang

Diteliti

Gambar 2. Flow chart IGGS

Pada umumnya kapal tanker dibuat

dan dirancang sesuai dengan

kebutuhannya agar mampu membawa

jenis-jenis muatan tertentu seperti

product oil (minyak olahan), gas

(LPG/LNG), crude oil (minyak

mentah) atau chemical (bahan kimia).

Selain itu juga memperhitungkan

tentang aspek stabilitas, persyaratan

keselamatan dan unsur pencemaran,

yang mengacu pada pelayanan yang

maksimal dan keamanan proses

pendistribusian barang kepada

pengguna jasa. Maka di dalam

pengoperasiannya harus dilakukan

dan diupayakan dengan baik, dalam

arti bagaimana bekerja di atas kapal

tanker agar dapat melakukan kegiatan

dengan aman dan memperhatikan

bahaya-bahaya yang dapat terjadi.

Seperti yang telah diketahui bahwa

semua instalasi telah diperhitungkan

dalam pembuatannya dari segi

keuntungan dan kerugiannya, namun

demikian sebagai alat yang bergerak

maka di dalam pengoperasiannya

tidak dapat dihindari adanya

gangguan-gangguan, yang mana

gangguan tersebut dapat disebabkan

oleh berbagai kemungkinan seperti

disebabkan kurangnya perawatan dan

pemeliharaan yang baik, teratur,

terencana dan sistematis terhadap

keseluruhan kapal meliputi

permesinan, konstruksi dan sistem-

sistem yang ada di atas kapal

diantaranya ialah terhadap sistem gas

lembam yang sangat berpengaruh

pada keselamatan kapal tanker serta

lancarnya proses bongkar muat,

dimana dalam hal ini adalah

mengupayakan suatu keadaan/kondisi

yang sangat diperlukan yaitu

tercapainya kondisi lembam untuk itu

proses bongkar muat belum dapat

terlaksana apabila syarat ini belum

terpenuhi. Tentu saja untuk mencapai

proses yang diinginkan itu bergantung

dari kondisi masing-masing

komponen yang menunjang kerja dari

instalasi gas lembam tersebut.

Maka disini sangatlah jelas bahwa

perhatian dan perawatan komponen-

komponen tersebut sangatlah

diperlukan mengingat saling

berhubungannya komponen satu dan

lainnya dan yang akan dibahas dalam

hal ini ialah tentang perawatan yang

dilakukan terhadap masing-masing

komponen inert gas system guna

terjaganya kinerja dari instalasi gas

Page 128: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan

Metode Fishbone

Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra

c

2072

lembam.

Dan di bawah ini adalah data-data

mengenai sistem gas lembam (design

specification) yang ada di atas kapal

MT. Gandini adalah sebagai berikut:

• Spesifikasi : NKK

• Kapasitas : 1.505,3 m3/h

• Kandungan oksigen : kurang dari

5%

• Temperatur gas:

a. 350 °C at furnance scrubber

b. 50 ºC at inert gas main line

• Tekanan pada dek utama:

a. Max 1400 mmH2O

b. Min 100 mmH2O

• Kandungan gas pada scrubber:

a. O2 (30%)

b. CO2 (13.0%)

c. SO2 (0.3%)

d. N2 (seimbang)

• Kandungan gas pada jalur utama:

a. O2 (3.0%)

b. CO2 (13.0%)

c. SO2 (kurang dari 0,03%)

d. N2 (seimbang)

e. partikel padat < 7,5mg/Nm3

Masalah yang sering timbul

adalah supply gas lembam yang

masuk ke dalam tangki muatan

kurang, maka pesawat inert gas

system sebagai pesawat yang dapat

memproduksi gas lembam harus

dapat bekerja dengan optimal. Di

bawah ini adalah tabel penjelasan

dari hasil observasi.

Tabel 1. Hasil Analisis Faktor Penyebab

Berdasarkan Hasil Observasi

Adapun fakta yang berkaitan

sehubungan dengan permasalahan

yang ada ialah pada saat bongkar

muat kadar oxygen dalam tangki

harus dijaga jangan sampai melebihi

8% (delapan persen) dari volume dan

dengan tekanan yang selalu positif

didalam tangki.

Pada Kapal MT. Gandini. Pada

saat melakukan proses bongkar-muat

(cargo operation) di pelabuhan

Balikpapan, terjadi gangguan dimana

tiba-tiba terdengar alarm dari engine

control room yang setelah diamati

menunjukkan kadar/kandungan

oxygen di dalam tangki melebihi

batas normal yang diijinkan dan

tekanan gas lembam pada tangki

kurang. Kemudian setelah dilakukan

pengecekan oleh Masinis jaga dan

dengan melaporkan masalah tersebut

kepada chief engineer atau KKM

(kepala kamar mesin) dan

berpedoman pada instruction manual

book pada sistem tersebut ternyata

terdapat kendala pada instalasi pipa

gas lembam yang menuju ke tangki

muatan yang mengakibatkan pasokan

gas lembam ke dalam tangki muatan

menjadi kurang. Sehingga proses

bongkar muat tidak dapat

dilaksanakan sesuai dengan standart

operasional procedure.

B. Analisa Masalah

Kekurangan pasokan gas lembam

ke dalam tangki di atas kapal pada

waktu kapal melakukan proses

bongkar muat dapat mengganggu

keselamatan kapal karena kebutuhan gas lembam sangat penting untuk

mencegah kebakaran dalam

penganganan muatan maka sistem

pesawat gas lembam sebagai alat yang

dapat memproduksi gas lembam harus

berkerja secara optimal. Segala upaya

untuk meningkatkan perawatan harus

dilakukan dengan cara yang seksama

Faktor penyebab

Jumlah permasalahan

Man 2

Method 2

Material 2

Machine 2

Page 129: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2073

agar sistem gas lembam dapat bekerja

dengan baik. Sering kali pada suatu

penanganan muatan sistem gas

lembam tidak beroperasi sesuai yang

diharapkan, yaitu jumlah gas lembam

yang masuk ke dalam tangki muatan

yang tidak optimal dan sering terjadi

alarm low pressure. Adapun masalah-

masalah yang menyebabkan pasokan

gas lembam tidak maksimal yang akan

dibahas oleh peneliti adalah:

1. Faktor apa saja yang

menyebabkan kurangnya supply

gas lembam ke dalam tangki

muatan?

2. Hal-hal apa saja yang dapat

terjadi apabila supply gas lembam

di dalam tangki kurang pada saat

penanganan muatan?

3. Upaya apa saja yang harus

dilakukan untuk menjaga

optimalnya kinerja sistem gas

lembam tersebut?

Dari hasil analisa yang ada pada

diagram fishbone peneliti akan

memperjelas dengan menggunakan

tabel, di mana isi dalam tabel hanya

mengambil secara garis besar sebab

akibat dari permasalahan pada

rumusan masalah yang dianalisa

melalui diagram fishbone.

Tabel 2. Garis Besar Isi Permasalahan

Dalam Diagram Fishbone

C. Pembahasan Masalah

1. Faktor yang menyebabkan

kurangnya supply gas lembam

ke dalam tangki muatan.

Berdasarkan permasalahan

yang terjadi, maka Masinis

melakukan pengecekan terhadap

penyebab timbulnya masalah.

Setelah melakukan beberapa

analisa ditemukan adanya faktor,

yang diduga sebagai penyebab

timbulnya masalah, yaitu:

a. Adanya alarm pada engine

control room yang yang

menunjukkan bahwa alarm

low pressure pada tangki

muatan sehingga konsentrasi

oxygen gas lembam pada

tangki muatan cukup tinggi.

b. Kurangnya perawatan dan

pemeliharaan yang harus

dilakukan terhadap

komponen-komponen yang

terdapat pada gas lembam.

2. Hal-hal yang dapat terjadi

apabila supply gas lembam di

dalam tangki kurang pada saat

penanganan muatan.

Karena kadar prosentase

oxygen (O2) di dalam tangki

muatan pada waktu bongkar muat

(cargo operation) berada di atas

dari keadaan normal yaitu lebih

besar dari 8% bisa

mengakibatkan gangguan

keselamatan bagi crew atau ABK

di atas kapal tanker. Dari

tingginya kadar O2 maka bisa

mendukung terjadinya bahaya

kebakaran yang dengan seiring

waktu yang lama juga bisa

mengakibatkan peningkatan

tekanan di dalam tangki muatan

sehingga terjadi ledakan

(explosive) pada tangki tersebut

tidak dapat dihindari lagi.

Selain itu hasil reaksi kimia

yang dihasilkan banyak yang

Faktor yang diamati Masalah yang terjadi

1. Man

a. Kurangnya pengetahuan

tentang inert gas system.

b. Kurangnya pemahaman

perawatan inert gas system.

2. Method

a. Tidak datangnya spare part

meskipun sudah di order.

b. Kurangnya pelatihan dari

perusahaan.

3. Material

a. Rusaknya saringan

scrubber.

b. Rusaknya saringan deck

water seal.

4. Machine

a. Saluran instalasi pipa

tersumbat.

b. Supply gas lembam tidak

optimal.

Page 130: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan

Metode Fishbone

Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra

c

2074

mengandung racun bagi tubuh

manusia, sehingga akan sangat

berbahaya apabila gas hasil reaksi

tersebut terhisap oleh para crew

di kapal tanker khususnya,

karena rata-rata gas hasil reaksi

tersebut memiliki kadar racun

yang sangat tinggi.

Bahaya keselamatan yang

dapat terjadi apabila terjadi

kegagalan fungsi dari inert gas

system pada saat penanganan

muatan/bongkar muat antara lain:

a. Kebakaran (fire)

b. Ledakan (explosion)

c. Keracunan gas (toxit)

3. Upaya yang harus dilakukan

untuk menjaga optimalnya

kinerja sistem gas lembam

tersebut.

Ada beberapa komponen

utama yang perlu secara rutin

diperiksa dan diperhatikan,

seperti tersebut di bawah ini:

a. Inert gas scrubber

Pemeriksaan dilakukan

melalui lubang orang

(manhole) dan yang perlu

diperhatikan adalah bagian-

bagian yang terkena karat,

kotoran-kotoran dan bagian-

bagian yang rusak.

b. Inert gas blower

1) Pemeriksaan bagian dalam

secara visual setiap saat

akan dapat membantu

mengetahui kerusakan

sedini mungkin. Monitoring dengan sistem diagnosa

harus digunakan karena

dengan cara ini sangat

membantu untuk

memelihara kemampuan

yang efektif dari peralatan

ini. Dengan memasang dua

gas blower yang sama

ukuran dan kapasitasnya,

memungkinkan

penggunaan spare parts

lebih flexible. Dengan

demikian juga bisa disuplai

satu spare impeller dan

shaft yang bisa sewaktu-

waktu digunakan untuk

mengganti yang rusak pada

salah satu blower.

2) Pemeriksaan secara visual

melalui lubang-lubang yang

tersedia pada tutup blower

cukup untuk mengetahui

keadaan dari bagian-bagian

lain dalam blower.

c. Deck Water Seal

Pemeriksaan pada deck

water seal harus meliputi

bagian dalam yang

membutuhkan mengenai:

1) Venturi lines pada type dry

dari water seal;

2) Karat-karat yang mungkin

timbul pada pipa air masuk

dan housing;

3) Karat-karat yang mungkin

ada pada heating coils,

heating coil dipasang pada

kapal-kapal yang berlayar di

daerah dingin;

4) Karat-karat atau endapan-

endapan yang mungkin ada

pada drain dari air, supply

valves dan level monitoring;

5) Harus ditest apakah tetap

berfungsi dengan baik.

d. Non Return Valve

Non return valve harus sering-sering dibuka dan

diperiksa jangan sampai

berkarat dan dudukan valve

(valve seat) harus diperiksa.

Valve ini harus diperiksa

apakah bisa berfungsi selama

inert gas system (IGS)

dioperasikan.

Page 131: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2075

e. Scrubber effluent line (sistem

pembuangan dari scrubber)

Alat ini hanya dapat

diperiksa kalau kapal di atas

dock. Overboard discharge

valve dan pipa yang langsung

melekat pada sisi kapal dan

valve tersebut (side stub

piece) harus diperiksa setiap

kapal naik dock.

f. Pemeriksaan pada instalasi

pipa

Pemeriksaan pada pipa

instalasi inert gas juga

berpengaruh besar pada

pengoperasian sistem gas

lembam. Seiring dengan

lamanya usia kerja sebuah

sistem, tidak menutup

kemungkinan saluran pipa

sistem gas lembam terhambat

oleh jelaga yang menempel di

dinding lubang pipa yang

lama kelamaan membuat

lubang pipa semakin kecil,

dan mengakibatkan aliran gas

lembam terhambat. Oleh

karena itu pemeriksaan secara

berkala pada sistem pipa gas

lembam sangat perlu

dilakukan.

V. PENUTUP

Sebagai bagian akhir dari penelitian

ini penulis memberikan kesimpulan dan

saran yang berkaitan dengan masalah

yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu:

a. Kesimpulan

Dari keseluruhan uraian-uraian

tersebut di atas diperoleh beberapa

kesimpulan menurut hasil pengamatan

dan analisa yang telah dilakukan

selama ini. Penyebab dari kebakaran

dan ledakan yang merupakan bahaya

terbesar bagi gangguan keselamatan

yang dapat terjadi pada kapal-kapal

tanker adalah disebabkan adanya tiga

unsur kebakaran yaitu: Source of

ignition (sumber penyalaan) Fuel

(bahan bakar/material) Oxygen yang

cukup

Dimana dari ke-3 unsur tersebut

dapat ditekan kadarnya dari volume.

Dalam hal ini adalah oxygen, dengan

menggunakan sistem gas lembam/inert

gas yang berasal dari hasil

pembakaran dalam scrubber, yang

mana gas yang dikeluarkan tersebut

dapat digunakan apabila kandungan

oxygen-nya memenuhi persyaratan

(kurang dari 8%). Untuk itu dari hasil

analisa data maka dapat disimpulkan:

1. Perawatan inert gas (gas lembam)

pada penanganan muatan di MT.

Gandini, belum mencapai hasil

yang maksimal dikarenakan oleh

tersumbatnya saluran pipa instalasi

gas lembam yang mengakibatkan

supply gas lembam menuju tangki

muatan menjadi terhambat dan

kurangnya perawatan dan

pemeliharaan terhadap penanganan

instalasi gas lembam beserta

komponen-komponen penunjang

mengakibatkan masih tingginya

kadar oxygen di dalam sistem gas

lembam di kapal.

2. Kegagalan fungsi dari inert gas

system adalah kebakaran (fire),

ledakan (explosion), dan keracunan

gas (toxit).

3. Untuk menurunkan kadar oksigen

(O2) pada IGS adalah dengan

memaksimalkan perawatan setiap

tiga kali proses bongkar muat kapal

dan selalu memonitor keadaan inert

gas system.

b. Saran

Kapal tanker terutama yang

berbobot mati 20.000 dwt ke atas perlu

dilengkapi dengan IGS, agar tidak

terjadi resiko kebakaran dan ledakan

yang dapat menimbulkan korban

berupa materi, muatan dan

Page 132: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Pengaruh Kurangnya Supply Gas Lembam Dalam Penanganan Muatan Di Mt. Gandini Dengan

Metode Fishbone

Sarifuddinª, Winarnob dan Jijin Arga Saputra

c

2076

pencemaran serta jiwa manusia.

1. Agar proses pelaksanaan perawatan

terhadap sistem pipa instalasi gas

lembam dilakukan dengan

membuat Plan Maintenance

Schedule, sehingga supply gas

lembam ke dalam tangki muatan

tidak terhambat.

2. Agar memasang rambu-

rambu/tanda keselamatan dan

peringatan pada tempat-tempat

yang berbahaya dan menjaga gas

lembam pada kondisi yang normal.

3. Agar melakukan perawatan dan

pemeliharaan secara detail pada

sistem inert gas dan mengganti

saringan demister yang rusak.

DAFTAR PUSTAKA

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Metodologi

Penelitian & Teknik Penyusunan

Skripsi. Jakarta : PT Rineka Cipta

Pieter, Batti. 2000. Inert Gas System dan

Crude Oil Washing. Semarang :

Politeknik Ilmu Pelayaran

Semarang

Badan Diklat Perhubungan. Oil Tanker

Familirization. Tanker

Familiarization Course (TFC).

Modul -1 (Cetakan Pertama Maret

2000) Dephub

Badan Diklat Perhubungan. Oil Tanker

Familirization. Tanker

Familiarization Course (TFC).

Modul -3 (Cetakan Pertama Maret

2000) Dephub

Hunt, Everett C. 2002. Modern Marine

Engineers’s Manual Volume II,

Third Edition. Centreville,

Maryland : Cornell Maritime Press

Patilima, Hamid. 2013. Metode Penelitian

Kualitatif. Bandung : Alfabeta

Kashiwa-Peabody Marine. Inert Gas

System. (Instruction Book MT.

GANDINII / PNGS)

Anggoro, M. Toha. 2012. Metode

Penelitian. Jakarta : Universitas

Terbuka

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian

Pendidikan. Pendekatan

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung : Alfabeta

Wright A. A. 2000. Exhaust Emissions

from Combustion Machinery. BP

Marin

Page 133: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2077

FAKTOR PENGHAMBAT PELAKSANAAN OLAH GERAK

BEACHING DI KAPAL LCT. ADINDA DIZA

Eko Murdiyantoa, Agus Subardi

b dan I Made Suryadana

c

a dan b

Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang cTaruna (NIT 50134751.N) Program Studi Nautika PIP Semarang

ABSTRAK

Kapal LCT adalah kapal digunakan untuk tujuan komersial karena kapal ini sangat

efisien untuk pengangkutan kendaraan dan alat berat. Proses sandar yang digunakan kapal

LCT adalah beaching, yaitu dengan cara mengkandaskan bagian depan haluan kapal ke

pantai. Pelaksanaan beaching di kapal mengalami hambatan, dikarenakan oleh faktor crew

dan faktor alam. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan crew

tentang beaching. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dengan

teknik pengumpulan data berdasarkan hasil penelitian, observasi dan kepustakaan. Faktor-

faktor yang mengahambat olah gerak beaching di kapal yaitu, kesiapan crew dalam

menyiapkan sarana dan kurangnya perawatan peralatan yang digunakan, serta faktor cuaca

sekitar kapal. Untuk mencegah hal tersebut hendaknya memperhatikan faktor-fakor

penghambat yang mempengaruhi kelancaran olah gerak beaching, dan melaksanakan

metode atau cara yang tepat dalam kegiatan beaching. Sehingga perlu adanya pemberian

keterampilan, pemahaman dan pengetahuan crew kapal dalam pelaksanaan kegiatan tesebut.

Kata Kunci: LCT (Landing Craft Tank), pengandasan, pintu ram

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mengolah gerak kapal dapat diartikan

sebagai menguasai kapal, baik dalam

keadaan diam maupun bergerak seefisien

mungkin, dengan mempergunakan sarana

yang terdapat di kapal itu seperti mesin,

kemudi dan lain-lain. Olah gerak kapal

sangat tergantung pada bermacam-macam

faktor, baik faktor internal maupun faktor

eksternal. Sebagai contoh yaitu faktor

bentuk kapal, cuaca, angin dan lain

sebagainya. Peran Perwira kapal dalam

memberikan tugas ataupun perintah

kepada anak buah kapal merupakan fungsi

yang sangat penting. Seseorang dapat

bekerja lebih efektif bilamana mengetahui

apa yang diharapkan. Kualitas

kepemimpinan memang sangat penting

bagi setiap Perwira. Berhubung peranan

kepemimpinan dalam suatu organisasi

ataupun dalam suatu kegiatan sangat

strategis, maka jika seorang pemimpin

kurang kreatif dan tidak dinamis, tidak

akan pernah didapat hasil kerja yang

memuaskan.

Dimana kita ketahui ruang lingkup

kapal sangatlah sempit sehingga

komunitas manusianya sangat sedikit,

maka diharapkan tiap keputusan yang

diambil dapat berguna untuk semua orang

di kapal. Pengalaman akan sangat

membantu menambah pengetahuan para

Perwira kapal dalam mengolah gerak

kapalnya. Seorang Perwira kapal yang

telah mempelajari prinsip olah gerak kapal

dan memperhatikan dengan saksama olah

gerak kapal pada setiap kesempatan, akan

dapat mengenal dan membawa kapalnya

dengan baik.

Selama melaksanakan praktek laut di

kapal LCT. Adinda Diza, yang merupakan

jenis kapal landing craft tank, kapal LCT

Page 134: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza

Eko Murdiyantoa, Agus Subardi

b dan I Made Suryadana

c

2078

(Landing Craft Tank) adalah sebuah jenis

kapal laut yang pada mulanya dirancang

untuk keperluan militer, setelah

mengalami kekalahan besar di Dunkirk,

pasukan sekutu menyadari bahwa tidak

ada jalan lain untuk memenangkan perang

selain mendaratkan mesin-mesin perang

mereka di Eropa daratan. Winston

Churchill, Perdana Menteri Inggris waktu

itu mengusulkan untuk merancang suatu

jenis kapal yang bisa mengangkut dan

mendaratkan beberapa tank sekaligus di

pantai-pantai Eropa. Dari situ lahirlah

landing craft tank yang disebut Kapal

LCT, yang kini telah dipergunakan untuk

mengangkut kargo, alat-alat berat dan

bahan-bahan konstruksi. Dengan LCT,

alat-alat dan bahan-bahan itu dapat

diangkut hingga ke daerah-daerah terpencil

yang sulit dicapai kapal pengangkut biasa

seperti, perairan sungai-sungai dan teluk.

Kapal jenis ini memiliki dek yang luas

dan rata sehingga cocok untuk

mengangkut tank, prajurit atau bahan

logistic. Dalam perkembangannya, dek

kapal ini juga bisa dipasangi senjata anti

serangan udara, meriam dan juga peluncur

roket. Beberapa kapal ini juga digunakan

sebagai penyapu ranjau. Kapal LCT

banyak digunakan untuk tujuan komersial

karena kapal ini sangat efisien untuk

pengangkutan heavy cargo, bulldozer,

excavator, dump truck, loader dan alat

berat lainnya yang sangat diperlukan untuk

pekerjaan pertambangan dan proyek

konstruksi. Selain itu bahan-bahan

konstruksi berukuran besar seperti pipa

besi, lembaran baja, tanki air dan

sebagainya juga dapat diangkut dengan

LCT. Proses sandar yang digunakan kapal

LCT adalah beaching yaitu dengan cara

mengkandaskan bagian depan haluan kapal

ke pantai atau ke tempat sandar yang

sudah ditentukan (beaching point). Olah

gerak untuk proses sandarnya lebih mudah

dari kapal-kapal lain karena menggunakan

baling-baling ganda (twin screw) serta

dibantu dengan adanya bowthruster atau

baling-baling yang dipasang di bagian

depan kapal yang dapat menggerakkan

kapal ke arah kanan maupun kiri.

Pengalaman penulis selama melaksanakan

praktek laut di kapal LCT. Adinda Diza

pernah mengalami kendala beaching di

beberapa pelabuhan. Tempat beaching

setiap pelabuhan yang disinggahi berbeda-

beda dan khusus, karena kebanyakan

muatan yang diangkut adalah berupa unit

seperti, dumtrack, exavator, mobil

tambang serta bahan bangunan untuk

pembuatan pertambangan dan pabrik.

Pada saat melaksanakan bongkar muat

di pelabuhan Kariangau, Balikpapan

terdapat kendala putusnya tali tambat

kapal bagian depan kiri, disebabkan karena

derasnya arus sungai dari lambung kiri

kapal. Pada saat kejadian Mualim jaga

langsung melaporkan kepada kapten

tentang kejadian tersebut serta

memberitahu orang mesin mempersiapkan

main engine untuk olah gerak sandar

beaching. Boaswaint dan cadet langsung

mempersiapkan tali tambat baru untuk

mengganti tali tambat yang putus serta

selalu standby engine selama proses

bongkar muat berlangsung. Kebanyakan

pelabuhan yang disinggahi adalah daerah

muara dan sungai maka pengetahuan crew

tentang beaching serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya sangat penting, serta

kesiapan crew dalam menghadapi suatu

keadaan tertentu agar lebih maksimal.

Berdasarkan hasil analisa mengenai

proses sandar tersebut di atas, maka

penulis berminat untuk menjadikan suatu

karya ilmiah yang berjudul “FAKTOR

PENGHAMBAT PELAKSANAAN

OLAH GERAK BEACHING DI

KAPAL LCT. ADINDA DIZA”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka

penulis merumuskan beberapa

permasalahan sebagai berikut.

Page 135: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2079

1. Bagaimana metode pelaksanaan

beaching di kapal LCT. Adinda

Diza?

2. Faktor apa sajakah yang

menyebabkan terjadinya

keterlambatan pada saat proses

beaching?

3. Upaya-upaya apa sajakah yang

dilakukan untuk menanggulangi

hambatan tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan penelitian ini, penulis

mempunyai tujuan yang ingin dicapai,

yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kesiapan crew

dalam menyiapkan sarana yang

dibutuhkan.

2. Untuk meningkatkan pengetahuan

crew tentang faktor-faktor yang

mempengaruhi keterlambatan proses

beaching.

II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Olah Gerak

Menurut Djoko Subandrijo (2014:1)

dijelaskan bahwa olah gerak dan

pengendalian kapal adalah merupakan

suatu hal yang penting untuk

memahami beberapa gaya yang

mempengaruhi kapal dalam

gerakannya. Jadi untuk dapat mengolah

gerakan kapal dengan baik, maka

terlebih dahulu harus mengetahui sifat

sebuah kapal, dan bagaimana

gerakannya pada waktu mengolah gerak

yang tertentu dan mempelajari. Setelah

itu barulah kita mengenal dan

mempelajari sifat-sifatnya kapal.

Meskipun kita telah mengenal dan

mempelajari sifat-sifatnya kapal, tetapi

untuk betul-betul memahami olah

gerak, haruslah mencobanya sendiri

dalam praktek. Seperti halnya teori

berenang tidak akan menjamin orang

dapat berenang tanpa praktek.

Menurut Agus Hadi Purwantomo

(2012:1), faktor-faktor yang

mempengaruhi pelaksanaan olah gerak

kapal yaitu faktor yang berasal dari

dalam kapal dan faktor yang berasal

dari luar kapal.

a. Faktor yang berasal dari dalam

kapal

1) Faktor-faktor yang bersifat

tetap

a) Bentuk kapal

Perbandingan antara

panjang dan lebar kapal,

mempunyai pengaruh yang

cukup besar tehadap

gerakan kapal pada waktu

merubah haluan. Kapal

yang pendek akan lebih

mudah membelok daripada

kapal yang panjang.

b) Macam dan kekuatan mesin

Mesin Caterpillar, adalah

pemasok engine diesel

kapal kecepatan sedang dan

tinggi, genset, dan engine

bantu yang terkemuka di

industri perkapalan.

c) Jumlah, tempat dan jenis

baling-baling kapal

d) Jumlah, jenis dan ukuran

daun kemudi

2) Faktor-faktor yang bersifat

tidak tetap

a) Sarat kapal

Pada sarat kapal besar

berarti kapal mempunyai

berat benaman yang besar,

maka massa kapal juga

besar. Kapal dengan sarat

kecil, bangunan atasnya

banyak dipengaruhi oleh

angin dan ombak sehingga

menyulitkan olah gerak.

b) Trim kapal

Trim adalah perbedaan sarat

depan dan belakang.

Page 136: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza

Eko Murdiyantoa, Agus Subardi

b dan I Made Suryadana

c

2080

c) Kemiringan kapal

Kemiringan kapal terjadi

karena pembagian bobot

yang tidak simetris dikapal

atau karena GM negatif,

tentu saja kapal miring sulit

untuk diolah gerak, bahkan

mungkin dapat

membahayakan.

d) Kondisi pemuatan di atas

kapal

Salah satu azas pemuatan

adalah, “to provide for

rapid and systematic

discharging and loading”,

mempunyai pengertian

bahwa pemadatan muatan

secara cepat dan sistematis,

serta pembagian bobot yang

merata transversal, vertical

dan horizontal.

e) Kondisi stabilitas kapal

f) Teritip yang menempel

pada lambung kapal

Teritip yang tebal akan

menimbulkan gesekan dan

mengurangi laju kapal.

Kapal baru atau turun dok,

lambungnya bersih dari

teritip, maka pengaruh

gesekan berkurang.

b. Faktor yang berasal dari luar

kapal

1) Keadaan laut

a) Kekuatan dan arah angin

Angin sangat

mempengaruhi olah gerak,

terutama ditempat-tempat

yang sempit dan sulit dalam

keadaan kapal kosong,

walaupun pada situasi

tertentu angin dapat pula

digunakan untuk

mempercepat olah gerak

kapal.

b) Kekuatan dan arah arus

Arus adalah gerakan air

dengan arah dan kecepatan

tertentu, menuju kesuatu

tempat tertentu pula.

Dikenal arus tetap dan arus

tidak tetap. Rimban yang

disebabkan oleh arus,

tergantung dari arah dan

kekuatan arus dengan arah

dan kecepatan kapal. Semua

benda yang terapung di

permukaan arus dan

didalamnya, praktis akan

bergerak dengan arah dan

kekuatan arus tersebut. Di

perairan bebas pada

umumnya arus akan

menghanyutkan kapal,

sedangkan di perairan

sempit atau di tempat-

tempat tertentu arus dapat

memutar kapal. Pengaruh

arus terhadap olah gerak

kapal, sama dengan

pengaruh angin.

c) Tinggi dan arah ombak /

alun

2) Keadaan perairan

a) Luasnya perairan

Pada perairan sempit, jika

lunas kapal berada terlalu

dekat dengan dasar perairan

maka akan terjadi ombak

haluan atau buritan serta

penurunan permukaan air di

antara haluan dan buritan di

sisi kiri atau kanan kapal

serta arus bolak-balik. Hal

ini disebabkan karena pada

waktu baling-baling bawah

bergerak ke atas terjadi

pengisapan air yang

membuat lunas kapal

mendekati dasar perairan,

terutama jika berlayar

dengan kecepatan tinggi,

maka kapal akan terasa

menyentak-nyentak dan

dapat mengakibatkan

kemungkinan menyentuh

Page 137: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2081

dasar. Gejala penurunan

tekanan antara dasar laut

dengan lunas kapal

berbanding terbalik dengan

kuadrat kecepatannya.

b) Lurus berbeloknya perairan

c) Kepadatan perairan

Kondisi tempat perairan

yang ramai akan

mengakibatkan kapal sulit

untuk mengolah gerak

sehingga untuk dapat

mengolah gerak kapal

diperlukan kondisi perairan

yang tidak begitu ramai.

d) Kondisi penglihatan pada

perairan tersebut.

2. Pengertian Beaching

Menurut Agus Hadi Purwantomo,

beached atau beaching adalah

kandasnya suatu kapal pada dasar

perairan secara disengaja untuk usaha

penyelamatan kapal dari bahaya

tenggelam. Namun dalam penelitian ini

penulis membahas beaching untuk

proses sandar kapal LCT. Adinda Diza

tempat penulis melaksanakan praktek

laut.

Olah gerak sandar kapal LCT atau

yang sering disebut beaching adalah

proses sandar kapal dengan cara

mengkandaskan bagian depan haluan

kapal ke pantai atau tempat beaching

(beaching point). Proses sandar ini

banyak digunakan kapal-kapal niaga

seperti kapal Roro dan kapal Ferry.

Selain mempermudah proses bongkar

muat juga dapat mempercepat proses

olah gerak sandar dengan bantuan ram

door dan bowthruster.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan oleh

peneliti di dalam menyampaikan masalah

adalah deskriptif kualitatif untuk

menggambarkan dan menguraikan objek

yang diteliti. Metode ini dilakukan dengan

cara mengumpulkan data yang telah

diperoleh dan dianalisa untuk dihubungkan

dengan teori-teori yang ada untuk diambil

kesimpulan yang logis. Permasalahan-

permasalahan yang terjadi diuraikan,

dipaparkan dan diidentifikasi

penyebabnya, kemudian dianalisa

pemecahan masalahnya.

Menurut Lexy J. Moleong, M.A

(2011:06), mendefinisikan deskriptif

adalah data yang dikumpulkan berupa

kata-kata, gambar, dan bukan angka-

angka. Hal ini disebabkan oleh adanya

penerapan metode kualitatif. Selain itu

semua yang dikumpulkan berkemungkinan

menjadi kunci terhadap apa yang sudah

diteliti. Penelitian ini selain mengandung

hal-hal yang bersifat teori juga memuat

hal-hal yang bersifat praktikum.

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama dari

penelitian adalah mendapatkan data.

Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan beberapa metode

pengumpulan data, diantaranya sebagai

berikut :

1. Metode lapangan

Metode lapangan adalah metode

penelitian dengan menggunakan

pengamatan secara langsung pada

obyek yang diamati dan dilakukan

pengamatan selama melaksanakan

praktek laut di atas kapal, sehingga

data-data yang diperoleh dan berhasil

dikumpulkan benar-benar sesuai dengan

kenyataan. Penelitian lapangan

dilakukan dengan cara :

a. Observasi

Menurut Margono (1997:158),

mendefinisikan observasi adalah

pengamatan dan pencatatan secara

sistematik terhadap gejala yang

tampak pada objek penelitian.

Metode yang penulis lakukan

Page 138: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza

Eko Murdiyantoa, Agus Subardi

b dan I Made Suryadana

c

2082

berdasarkan pada pengalaman

selama melaksanakan Proyek Laut di

atas kapal LCT. Adinda Diza selama

1 tahun. Sehingga penulis dapat

melihat dan mengalami secara

langsung mengenai hal-hal yang

perlu mendapatkan perhatian khusus

serta hambatan yang akan timbul

dalam pelaksanaan olah gerak

beaching dan faktor-faktor yang

menghambat serta upaya yang

dilakukan untuk menyelesaikan

faktor tersebut.

b. Interview

Menurut J. Moleong, MA

(2011:135), mendefinisikan

interview adalah percakapan dengan

maksud tertentu, percakapan itu

dilakukan oleh dua pihak yaitu

pewawancara yang mengajukan

pertanyaan dan yang diwawancarai

yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu. Metode tersebut

penulis lakukan untuk memperoleh

data yaitu wawancara langsung

dengan perwira kapal dan awak

kapal tentang olah gerak beaching di

kapal LCT. Adinda Diza.

2. Metode Kepustakaan

Menurut Nazir (2014:93),

mendefinisikan kepustakaan adalah

mengadakan survey terhadap data yang

ada merupakan langkah yang penting

sekali dalam metode ilmiah,

memperoleh informasi dari penelitian

terdahulu harus dikerjakan dan

menelusuri literature yang ada serta

menelaahnya secara tekun merupakan

kerja kepustakan yang sangat

diperlukan dalam mengerjakan

penelitian. Riset kepustakaan juga

disebut suatu sistem pengumpulan data

dengan mencari sumber dalam berbagai

buku mengenai keterangan-keterangan

yang dibahas dalam penelitian. Begitu

juga dengan penulisan, selain

melaksanakan riset lapangan juga

melaksanakan riset kepustakaan guna

mendapatkan keterangan yang akurat

mengenai masalah yang akan dibahas.

Riset penulisan itu penulis laksanakan

dengan jalan mengumpulkan buku-buku

yang berkenaan dengan olah gerak

kapal sewaktu praktek di atas kapal dan

yang ada di dalam perpustakaan PIP /

BPLP Semarang.

C. Teknik Analisis Data

Menurut Lexy J. Moleong

(2011:103), Analisis data didefinisikan

sebagai proses yang merinci usaha

secara formal untuk menemukan tema

dan merumuskan hipotesis (ide) seperti

yang disarankan oleh data dan sebagai

usaha untuk memberikan bantuan pada

tema dan hipotesis itu.

Metode yang digunakan untuk

menganalisa data yang dalam penelitian

ini memaparkan metode kualitatif, di

mana dalam penulisan penelitian ini

memaparkan semua kejadian atau

peristiwa yang terjadi di kapal yang

berhubungan dengan permasalahan

yang dibahas dalam penelitian ini.

Pengamatan dan pandangan terhadap

data yang ada mulai dari pokok

permasalahan yang terjadi, membaca

kumpulan data, dikaji berdasarkan

teori-teori yang dapat memberikan

pemecahan masalah yang terbaik

sehingga permasalahan yang timbul

dapat terselesaikan dengan solusinya.

Menurut Sarwono (2006:239),

Prinsip pokok teknik analisis kualitatif

ialah mengolah dan menganalisis data-

data yang terkumpul menjadi data yang

sistematik, teratur, terstruktur, dan

mempunyai makna. Dalam hal ini

setelah seluruh data dari hasil penelitian

diperoleh, dilaksanakan teknik analisa

data.

Dalam penelitian ini, penulis

menggunakan tiga macam metode

analisa data sebagai berikut yaitu :

Page 139: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2083

1. Reduksi data

Menurut Moleong reduksi data pada

mulanya diidentifikasikan satuan yaitu

bagian terkecil yang ditemukan dalam

data yang memiliki makna bila

dikaitkan dengan fokus dan masalah

penelitian. Dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa reduksi dapat

didefinisikan sebagai proses pemilihan,

pemusatan perhatian pada

penyederhanaan, pengabstrakan dan

transformasi data kasar yang muncul

dari catatan tertulis dilapangan.

2. Penyajian data

Menurut Riduwan (2003:59)

penyajian data adalah data populasi

atau sample yang sudah terkumpul

dengan baik, apabila digunakan untuk

keperluan informasi, laporan atau

analisis lanjutan hendaknya diatur,

disusun dan disajikan dalam bentuk

yang jelas, rapi serta komunikatif

dengan cara menampilkan atau

menyajikan data yang lebih menarik

publik. Dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa penyajian data

merupakan sekumpulan informasi yang

telah tersusun secara terpadu dan

mudah dipahami yang memberikan

kemungkinan adanya penarikan

simpulan dan pengambilan tindakan.

3. Menarik simpulan

Menarik simpulan merupakan

kemampuan seorang peneliti dalam

menyimpulkan berbagai data yang

diperoleh selama proses penelitian

berlangsung.

IV. ANALISA HASIL PENELITIAN

DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Obyek Yang Diteliti

1. Kapal MV. Oriental Ruby

Sesuai dengan masalah yang

diangkat, maka sebagai deskripsi data

akan dijelaskan tentang keadaan

sebenarnya yang terjadi di kapal,

sehingga dengan penelitian ini peneliti

mengharapkan pembaca mampu dan

dapat merasakan semua hal yang terjadi

selama peneliti melaksanakan

penelitian. Berikut akan diuraikan

mengenai data-data kapal tempat

peneliti mengadakan penelitian sesuai

dengan ship’s particular.

Berikut data-data kapal tempat

penulis melaksanakan penelitian :

SHIP NAME : LCT. ADINDA DIZA

CALL SIGN : POSL

IMO NUMBER : 9373797

CLASSIFICATION : BKI

SHIP TYPE : GENERAL CARGO/

LANDING CRAFT

PORT OF REGISTRY : SURABAYA

NATIONALITY : INDONESIA

OWNER : PT. ALFA TRANS

RAYA

L.O.A : 78,10 M

BEAM (MLD) : 22,5 M

DEPTH (MLD) : 16,0 M

SUMMER DRAFT

TONNAGE

: 3.5 M

GROSS

REGISTERED

TONNAGE

: 1668 MT

NET REGISTERED

TONNAGE

: 500 MT

LIGHT SHIP WEIGHT : 1066,25 MT

DEAD WEIGHT : 2341,32 MT

ENGINE TYPE : CATTERPILLAR

B.H.P : 1000 BHP x 2

DECK STRENGHT : 5 T/M2

RAMP DOOR : 8,2 M X 7 M, SWL

35T

Selain data-data kapal di atas, juga

masih ada data-data lain yaitu data para

awak kapal di LCT. Adinda Diza, atau

disebut juga Crew List (sijil anak buah

kapal), yang terdiri dari 14 (tiga belas)

orang termasuk Nakhoda. Awak kapal

tersebut terdiri dari 2 (dua) orang

Officer, 1 (satu) Chief Engineer, 2 (dua)

orang Engineer, 1 (satu) orang

Boatswain, 2 (dua) orang juru mudi, 3

(tiga) orang Oiler, 1 (satu) orang Koki

(Chief Cook), 1 (satu) orang deck cadet.

B. Hasil Penelitian Masalah

Berdasarkan rumusan masalah, hasil

penelitian masalah dapat diuraikan yaitu:

Page 140: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza

Eko Murdiyantoa, Agus Subardi

b dan I Made Suryadana

c

2084

1. Metode pelaksanaan beaching di

kapal LCT. Adinda Diza

Berdasarkan hasil wawancara

dengan Kapten di atas kapal tentang

beaching yaitu, beaching merupakan

proses mengkandaskan suatu kapal

secara disengaja yang bertujuan untuk

proses bongkar muat pada kapal LCT

(landing craft tank). Di mana proses

tersebut dilakukan dengan cara

mengkandaskan bagian depan haluan

kapal ke pantai atau ke tempat sandar

yg sudah ditentukan (beaching point).

2. Faktor yang menyebabkan terjadinya

keterlambatan pada saat proses

beaching

Berdasarkan pengalaman penulis

selama praktek di atas kapal, faktor

yang menyebabkan terjadinya

keterlambatan pada saat proses

beaching yaitu:

a. Pengaruh crew seperti:

1) Kesiapan crew dalam

menyediakan sarana yang

dibutuhkan.

2) Pengetahuan crew terhadap

proses sandar beaching.

3) Kurangnya perawatan alat dan

prasarana yang digunakan

seperti ; winch, ram door.

4) Kurangnya koordinasi dengan

pihak darat.

b. Faktor alam yaitu:

1) Pengaruh cuaca dan tempat

beaching (beaching point)

Tempat beaching (beaching

point) dan cuaca sekitar kapal

sangat mempengaruhi proses

sandar beaching seperti:

a) Tempat beaching bebatuan

di pantai dapat membuat

lambung kapal rusak.

b) Besarnya ombak sekitar

kapal.

c) Kuat arus dan arah angin

sangat berpengaruh

terhadap proses beaching

terutama di perairan

dangkal.

d) Kedalaman perairan sekitar

kapal.

3. Upaya-upaya apa sajakah yang

dilakukan untuk menanggulangi

hambatan tersebut.

Upaya untuk menanggulangi

hambatan pelaksanaan beaching

yaitu dengan cara:

a. Meningkatkan pengetahuan anak

buah kapal tentang beaching

b. Pelaksanaan perawatan alat dan

sarana yang dibutuhkan

c. Peningkatan koordinasi antara

deck crew dengan engine crew

Pada saat proses sandar beaching

terdapat kendala-kendala yang

ditemukan dan terjadi pada saat

beaching berlangsung. Berdasarkan

pengalaman yang pernah dialami

penulis di atas kapal, pada saat

beaching pernah mengalami

keterlambatan proses bongkar muat

dikarenakan pengaruh dari cuaca yg

tidak mendukung. Pada saat itu kapal

sedang melakukan olah gerak

beaching di Pelabuhan Kariangau,

Balikpapan. Kapal mengalami putus

tali tros depan sebelah kiri yang

disebabkan kuatnya arus dari

lambung kiri kapal dan hujan deras

yang disertai angin bertiup kencang.

Gambar 1. bongkar muat cuaca buruk

Perwira jaga melaporkan kejadian

tersebut kepada Kapten dan

memberitahu kamar mesin untuk

mempersiapkan mesin induk. Proses

bongkar muat dipercepat dan

Page 141: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2085

standby mesin selama proses

bongkar muat berlangsung.

C. Pembahasan Masalah

Dalam pembahasan masalah ini penulis

menggunakan studi pustaka dari berbagai

buku dan artikel tentang ship maneuvering,

landing craft. Pembahasan tersebut

meliputi:

1. Metode Pelaksanaan Beaching

Beaching adalah pelaksanaan

mengkandaskan kapal ke darat/pantai

(beaching point) untuk proses bongkar

muat kapal LCT (landing craft tank).

Beaching digunakan untuk kapal

landing craft tank agar pelaksanaan

bongkar muat berjalan lebih lancar dan

efisien, karena muatan yang diangkut

berupa alat berat dan pipa-pipa

offshore. Tempat beaching (beaching

point) dan cuaca sangat berpengaruh

terhadap proses sandar kapal, karena

tidak semua tempat beaching rata

melainkan lebih banyak terbuat dari

tumpukan bebatuan dan kayu serta

cuaca buruk seperti besar ombak, kuat

arus dan angin sekitar kapal yang dapat

mempersulit proses beaching.

Metode pelaksanaan beaching

hampir sama dengan proses sandar

kapal pada umumnya, yang

membedakannya adalah kapal pada

umumnya menggunakan sandar

samping dengan bantuan kapal tug

boat. Sedangkan untuk kapal LCT

sandar dengan cara mengkandaskan

bagian haluan kapal tanpa

menggunakan bantuan kapal lain.

Gambar 2. Kapal Beaching

Olah gerak pelaksanaan beaching

berdasarkan sumber pustaka serta

pengalaman penulis melaksanakan

praktek laut di atas kapal yaitu:

a. Seperti sandar kapal pada

umumnya, kapten

menginformasikan kepada agent

bahwa kapal sudah siap untuk

sandar.

b. Memberitahu perwira jaga mesin

untuk mempersiapkan main

engine dan segala yang

berhubungan dengan mesin untuk

proses olah gerak beaching.

c. Mualim II sebagai perwira yang

bertugas di deck bersama crew

deck mempersiapkan peralatan

dan sarana yang dibutuhkan.

d. Kapal maju pelan menuju tempat

beaching yang sudah ditentukan.

e. Semua instruksi diberikan dari

anjungan.

f. Perwira yang bertugas di deck

harus melaporkan setiap situasi

berbahaya selama proses

beaching berlangsung.

g. Boatswaint bersama AB (able

body) menghidupkan mesin winch

hidrolic untuk membuka ramp

door, serta standby di bagian

kanan dan kiri haluan kapal untuk

mengirimkan tali tros ke dermaga.

h. Setelah jarak kapal dengan

dermaga sekitar 100 meter atau 1

kali panjang kapal, mesin maju

pelan sekali.

i. Haluan mendekati jarak 20 meter

dengan dermaga lemparkan tali

tros depan kanan dan kiri serta

ramp door diturunkan perlahan

menyesuaikan tempat beaching

(beaching point).

j. Mesin maju pelan hingga haluan

kapal kandas serta ramp door

menyentuh dermaga dan pastikan

lurus dengan beaching point.

k. Aria wire rope ramp door sampai

ketegangannya berkurang, hingga

Page 142: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza

Eko Murdiyantoa, Agus Subardi

b dan I Made Suryadana

c

2086

ramp door dapat mengunci haluan

kapal.

l. Ikat kapal dengan bantuan tali tros

tengah kanan kiri agar kapal tidak

mudah kebawa arus atau ombak

agar kapal tidak mudah bergeser

dari beaching point.

Setelah melaksanakan beaching,

dilanjutkan dengan proses bongkar

muat. Perwira jaga mencatat seluruh

kegiatan sandar dalam log book,

mengawasi proses bongkar muat, serta

mempersiapkan crew untuk

pelaksanaan lashing cargo.

2. Faktor yang menyebabkan terjadinya

keterlambatan pada saat proses

beaching

Berdasarkan observasi dan hasil

penelitan langsung di atas kapal, ada 2

faktor penyebab keterlambatan proses

sandar beaching yaitu:

a. Faktor crew kapal

Faktor crew kapal penyebab

keterlambatan proses sandar

beaching antara lain:

1) Kesiapan Crew dalam

menyediakan sarana yang

dibutuhkan

Kesiapan dalam menyediakan

sarana yang dibutuhkan

tergantung dari pengecekan dan

perawatan peralatan secara rutin.

Sehingga pada saat proses

beaching tidak ada kendala, jika

sarana dan peralatan dalam

kondisi baik atau tidak rusak akan

sangat mepermudah pelaksanaan

beaching. Menurut Mualim I

pelaksanaan beaching menjadi

terhambat dikarenakan oleh

kurangnya pengalaman dan

pengetahuan crew kapal.

Penanggulangan hal tersebut

dapat diatasi dengan cara

melakukan safety meeting dan

membuat permit to work sebelum

melakukan setiap memulai

pekerjaan, agar setiap crew

mengetahui tugas masing-masing

yang harus dikerjakan.

2) Kurangnya perawatan sarana

yang dibutuhkan

Kurangnya perawatan sarana

dan alat yang dibutuhkan saat

proses pelaksanaan beaching,

sangat mempengaruhi cepat

lambatnya proses olah gerak

beaching berlangsung. Adapun

contoh kurangnya perawatan

terhadap sarana yang dibutuhkan

yaitu:

a) Perawatan terhadap winch

untuk ramp door

Selama penulis melakukan

praktek di atas kapal, winch

yang digunakan untuk ramp

door ada dua, yaitu winch

sebelah kanan dan kiri.

Sedangkan yang lebih

sering digunakan hanya di

sebelah kiri saja sehingga

membuat winch sebelah

kanan bekerja kurang

maksimal karena jarang

dipergunakan. Pada waktu

melaksanakan muat di

pelabuhan Tangkiang,

Sulawesi Tengah

mengalami trouble pada

winch sebelah kiri, sehingga

membuat proses beaching

ditunda karena harus

melakukan perbaikan

terhadap mesin winch agar

ramp door bisa diturunkan.

Cara untuk menanggulangi

hambatan tersebut, yaitu

melakukan perawatan

secara rutin setiap setelah

melakukan kegiatan

menggunakan winch,

dengan cara memberikan

pelumas pada poros putar

pada winch serta

mengontrol hidraulic oil

agar tidak sampai habis.

Page 143: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2087

b) Berkaratnya wire rop

membuat putarannya kurang

maksimal

Wire rop berkarat disebabkan

karena terkena air laut, karena

terletak di haluan kapal. Cara

mengatasi agar tidak

berkaratnya wire rop yaitu,

setiap setelah menggunakan

ramp door seharusnya

memberi pelumas, agar bagian

dalam wire rop tidak mudah

berkarat karena terkena air

laut.

Gambar 3. Wire rop berkarat

b. Faktor luar kapal

Adapun penyebab keterlambatan

proses sandar beaching yang berasal

dari luar kapal. Faktor luar disini

dimaksud sebagai faktor yang

datangnya dari luar kapal,

mencangkup dua hal penting yaitu

keadaan laut dan keadaan perairan.

Hal ini perlu dipahami, mengingat

keterbatasan kemampuan kapal

dalam menghadapi cuaca maupun

laut yang berbeda-beda, serta

gerakan kapal di air juga

memerlukan ruang gerak yang cukup

besar.

1) Keadaan laut

a) Pengaruh angin

Angin sangat mempengaruhi olah gerak

beaching pada kapal LCT,

terutama di tempat-tempat

yang sempit dan sulit dalam

keadaan kapal kosong. Bila

terdapat angin kencang pada

saat olah gerak beaching,

selalu menggunakan dua

mesin induk kanan dan kiri

dengan bantuan

bowthruster, agar bisa

manouver dengan cepat dan

lancar

b) Kapal hanyut ke sisi bawah

angin

Di tengah laut, angin akan

menghanyutkan kesisi

bawahnya, sudut

menyimpang disebut

Rimpan (drift). Rimban ini

tergantung dari laju dan

haluan kapal, kekuatan dan

arah angin, serta luas badan

kapal di atas permukaan.

Dalam hal ini dapat diatasi

dengan bantuan tali tros

depan, yang diikatkan ke

bolder dan ditarik

menggunakan winch kapal,

agar haluan bisa cepat

merapat ke tempat

beaching.

2) Pengaruh laut

Dibedakan menjadi 3, yaitu

jika kapal mendapat ombak dari

depan, belakang dan samping.

a) Ombak dari depan

Karena stabilitas

memanjang kapal

menghasilkan Metacentris

Height Line yang cukup besar,

maka pada waktu

mengangguk, umumnya kapal

cenderung mengangguk lebih

cepat dari pada periode

mengoleng. Bila ombak dari

depan dan kapal mempunyai

kecepatan konstan maka T

kapal > T ombak. Apabila

terdapat ombak dari depan

proses beaching tetap

berlangsung dengan lancar,

tetapi sedikit lama prosesnya

karena melawan arus dan

ombak dari depan kapal.

Page 144: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza

Eko Murdiyantoa, Agus Subardi

b dan I Made Suryadana

c

2088

b) Ombak dari belakang

Pada saat sandar beaching

terdapat ombak dari belakang,

sangat berbahaya untuk kapal,

karena kapal tidak mempunyai

rem. Bahaya yang dapat

ditimbulkan adalah kapal bisa

menabrak pelabuhan yang

diakibatkan dorongan dari

ombak. Keadaan tersebut dapat

membuat haluan kapal

menalami kerusakan. Untuk

mengantisipasi keadaan yang

tidak diinginkan apabila

terdapat ombak besar dari

belakang, sandar beaching

diundur dan kembali ke tempat

anchore dan menunggu hingga

laut mendukung untuk

melaksanakan beaching.

c) Ombak dari samping

Kapal akan mengoleng,

pada kemiringan yang besar

dapat membahayakan stabilitas

kapal. Olengan ini makin

membesar, jika terjadi

sinkronisasi antara periode

oleng kapal dengan periode

gelombang semu,

kemungkinan kapal terbalik

dan tenggelam. Ombak atau

arus dari samping sangat

membuat kesulitan dalam

melakukan sandar beaching,

terutama akan melaksanakan di

sungai. Resikonya dapat

membuat salah satu tali tros

depan karena kapal hanyut.

Cara untuk mengatasi

hambatan tersebut dengan cara

selalu menggunakan

bowthruster dan dua mesin

induk selama proses sandar

maupun bongkar muat

berlangsung.

3) Pengaruh arus

Arus sangat mempengaruhi

cepat lambatnya proses sandar

beaching. Pengaruh arus terhadap

olah gerak kapal, serta cara

mengatasinya sama dengan

pengaruh angin.

4) Keadaan perairan

Keadaan perairan sangat

penting dalam pelaksanaan sandar

beaching, karena agar bisa

mengetahui kondisi/keadaan

tempat beaching (beaching point)

yang sudah ditentukan. Terutama

kedalaman pada saat surut dan

pasang serta jenis dasar perairan

tempat beaching. Sebelum

melaksanakan beaching selalu

melihat kedalaman perairan pada

echo sounder, serta pasang surut

daerah tempat pelaksanaan

sandar.

Pengaruh faktor dari luar kapal

terhadap proses sandar beaching

sangat penting dan perlu

diketahui, karena dapat

menentukan kelancaran olah

gerak beaching agar dapat

terlaksana dengan cepat dan

efisien. Untuk menanggulangi

hambatan yang disebabkan karena

faktor cuaca yang tidak

mendukung untuk melaksanakan

sandar beaching, yaitu dengan

cara melihat dari cuaca,

pergerakan angin serta arah arus

sekitar kapal dan pelabuhan,

sebelum melakukan olah gerak

sandar beaching.

3. Upaya-upaya yang dilakukan untuk

menanggulangi hambatan

pelaksanaan beaching

Adapun upaya-upaya yang dilakukan

untuk memperlancar pelaksanaan

proses sandar beaching antara lain:

a. Meningkatkan pengetahuan anak

buah kapal tentang beaching

Dari peraturan STCW 1978

Section A-V/1 yang disebutkan di

atas dan dari hasil wawancara

dengan narasumber tentang

Page 145: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2089

bagaimana cara mengatasi kendala

mengenai peningkatan pengetahuan

dan pemahaman awak kapal yaitu:

1) Mengadakan seleksi kepada

seluruh anak buah kapal pada

saat akan naik kapal

Sebagaimana kita ketahui

dalam suatu perusahaan,

peranan anak buah kapal

(SDM) yang memiliki

pengetahuan dan keterampilan

sangat berperan sekali di

dalam kemajuan perusahaan

itu sendiri. Begitu juga dalam

penerimaan anak buah kapal

baru, perusahaan perlu

mengadakan seleksi atau tes

kepada anak buah kapal

terlebih dahulu serta mengenai

persyaratan baik sertifikat

maupun dokumen yang lain.

Dengan mengadakan seleksi

tersebut maka pihak

perusahaan dapat menentukan

pilihan terbaik bagi yang akan

bekerja di atas kapal. Sesuai

dengan hasil seleksi yang yang

dilakukan dan sesuai dengan

penilaian sikap dari kapal

sebelumnya. Tentunya yang

bekerja di atas kapal

merupakan orang-orang yang

berkualitas dan profesional di

bidangnya.

2) Pengenalan kapal kepada anak

buah kapal yang baru

Untuk anak buah kapal

yang baru pertama kali bekerja

di atas kapal LCT (Landing

Craft Tank), tentu banyak

sekali mengalami kesulitan

karena banyak sekali hal-hal

yang belum diketahui terutama

segala sesuatu yang

menyangkut bahaya yang

ditimbulkan dan prosedur

sandar beaching serta

pengoperasian peralatan dan

sarana yang dibutuhkan. Untuk

menghindari kejadian yang

dapat menghambat terjadinya

proses sandar beaching, maka

alangkah baiknya apabila anak

buah kapal yang baru naik

diberikan pengarahan dan

penjelasan begitu pertama kali

tiba di atas kapal untuk

bekerja. Karena pelaksanaan

sandar beaching sangat

diperlukan olah gerak khusus,

maka bagi ABK (anak buah

kapal) baru apabila diberi

tugas harus didampingi oleh

seseorang yang telah

berpengalaman di atas kapal

tersebut. Hal ini bertujuan agar

bila ada sesuatu yang tidak

diketahui oleh ABK (anak

buah kapal) yang baru, bisa

langsung dijelaskan oleh orang

yang telah berpengalaman

sebelumnya.

Sehubungan dengan hal

tersebut, Mualim I melakukan

koordinasi dengan nakhoda

untuk memberikan pengenalan

kapal kepada seluruh crew

deck saat pertama kali naik

kapal tentang pelaksanaan

sandar kapal LCT (Landing

Craft Tank) serta peralatan dan

sarana yang dibutuhkan.

Mualim I memastikan bahwa

crew kapal yang melaksanakan

pengenalan benar-benar paham

dengan apa yang tertera dalam

familiarization checklist.

3) Melaksanakan kerja sama yang

baik antara deck crew dan

engine crew

Koordinasi dan kerja sama

yang harus tetap dijaga agar di

dalam melaksanakan proses

sandar beaching dan bongkar

muat seluruh crew kapal bisa

mengerti tugasnya masing-

Page 146: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza

Eko Murdiyantoa, Agus Subardi

b dan I Made Suryadana

c

2090

masing sehingga pelaksanaan

proses sandar beaching lancar,

aman dan sesuai prosedur

antara crew yang berjaga di

deck maupun engine crew serta

tidak mengalami

keterlambatan bongkar muat.

Begitu juga chief officer dapat

mengingatkan crew yang

berjaga di deck agar tidak

terjadi kekeliruan. Apabila

perwira jaga ragu-ragu dalam

mengambil tindakan maka

dapat memanggil chief officer

demi kelancaran pelaksanaan

sandar beaching.

b. Melaksanakan perawatan alat dan

sarana yang dibutuhkan

1) Ramp door

Ramp Door (Pintu Rampa)

adalah pintu untuk memasukkan

ke dalam kapal Ro-Ro termasuk

kapal LCT ataupun jenis kapal

lain yang mengangkut kendaraan.

Penggunaan ramp door sangat

dibutuhkan untuk mempermudah

proses membongkar dan memuat

kendaraan dari dermaga ke kapal

dan sebaliknya. Ramp door

dihubungkan dengan moveable

bridge pelengsengan yang ada di

dermaga. Jenis ramp door ada

yang bisa dilipat ataupun tidak

sedangkan untuk sistem

penggerak dari ramp door ada 2

jenis, yaitu dengan menggunakan

sistem hidrolik atau dengan

menggunakan system steel wire

rope. (Sarjito, 2011)

Gambar 4. Ramp Door LCT. Adinda Diza

Pelaksanaan perawatan alat

dan sarana yang dibutuhkan harus

dilakuan secara rutin terutama

pada ramp door. Perawatan ramp

door dilakukan pada saat kapal

anchore, yaitu dengan cara

memberikan pelumas seperti

grease pada wire rop, serta

mengetes dengan cara

menaikturunkan ramp door agar

pada saat digunakan dapat

berfungsi dengan baik.

2) Hidraulic winch

Pada saat melakukan sandar

beaching, winch digunakan untuk

dua pengoperasian yaitu untuk

ramp door dan tali tros. Selama

proses sandar, winch digunakan

untuk menurunkan ramp door

terlebih dahulu. Setelah ramp

door sudah mengunci haluan,

maka selanjutnya winch

digunakan untuk menarik tali tros

depan agar kapal terihat lebih

kuat dan tidak mengalami

pergeseran selama proses bongkar

muat berlangsung. Perawatan

hidraulic winch dilakukan apabila

kapal dalam keadaan anchore,

dengan cara memberikan pelumas

berupa grease setiap poros yang

terdapat pada winch, agar tidak

berkarat dan siap digunakan.

3) Tali tros

Tali tros sangat berperan

terhadap beaching, karena hanya

menggunakan tali tros depan dan

tengah untuk mengikat kapal ke

darat atau ke pelabuhan.

Perawatan yang dilakukan untuk

tali tros yaitu dengan cara

merapikan setelah digunakan

serta ditutupi dengan

menggunakan penutup seperti

terpal, agar tali tidak gampang

berjamur dan mudah rapuh akibat

terkena hujan, air laut dan sinar

matahari. Mengganti tali yang

Page 147: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2091

sudah tidak layak pakai dengan

yang baru, agar tidak terjadi

keadaan yang tidak diinginkan

seperti tali tros putus pada saat

kapal sandar.

c. Peningkatan koordinasi antara

deck crew dengan engine crew

Peningkatan pengetahuan crew

adalah meliputi pelatihan pada saat

mengikuti pelatihan atau pada saat

mengambil sertifikat keahlian pelaut,

pengenalan tentang olah gerak

sandar kapal dan cara perawatannya.

Untuk menanggulangi hambatan

kurangnya koordinasi antara deck

crew dengan engine crew yauitu

dengan melakukan safety meeting

sebelum memulai suatu pekerjaan di

atas kapal.

Gambar 5 : Safety meeting

Pengecekan serta checklist semua

peralatan dan sarana pendukung

beaching agar dapat mengetahui

kondisi alat siap pakai atau tidak.

Peningkatan koordinasi antar crew

kapal dengan adanya safety meeting

setiap memulai pekerjaan beaching

maupun bongkar muat atau yang

lainnya di atas kapal, dan siapa saja

yang memegang kendali di deck dan

di engine room. Melakukan

komunikasi dengan baik lewat VHF

(very high frequency) sesuai channel

yang sudah disepakati, agar selama

olah gerak sandar beaching berjalan

dengan lancar dan efisien.

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan dari fakta dan penelitian

tentang olah gerak sandar beaching di

kapal LCT, maka peneliti dapat menarik

kesimpulan :

1. Pelaksanaan olah gerak sandar

beaching berjalan dengan lancar dan

efisien

Dari hasil penelitian dan olah data

dapat disimpulkan bahwa metode

pelaksanaan sandar beaching untuk

kapal LCT dibutuhkan olah gerak

khusus, tempat sandar khusus serta

sesuai dengan prosedur dan

ketentuan yang berlaku, agar sandar

beaching terlaksana dengan lancar.

2. Mengetahui faktor-faktor

penghambat pelaksanaan beaching

Mengetahui faktor-faktor

penghambat yang mempengaruhi

seperti faktor alam dan kesiapan

crew dalam mempersiapkan

peralatan dan sarana yang

dibutuhkan. Sehingga proses sandar

beaching dapat terlaksana dengan

aman, cepat dan efisien, serta proses

bongkar muat berjalan dengan

lancar.

3. Upaya yang dilakukan untuk

menanggulangi hambatan.

Meningkatkan pengetahuan anak

buah kapal tentang cara menyiapkan

peralatan dengan cepat dan

melakukan perawatan peralatan

maupun sarana yang dibutuhkan,

sehinga dapat membuat pekasanaan

sandar beaching lebih efisien.

B. Saran

Sebagai langkah perbaikan di masa

mendatang, penulis menyarankan beberapa

hal yang diharapkan dalam pelaksanaan

olah gerak sandar beaching dapat berjalan

secara efektif dan efisien.

1. Disarankan pada waktu pelaksanaan

sandar beaching agar perwira jaga

Page 148: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Faktor Penghambat Pelaksanaan Olah Gerak Beaching Di Kapal Lct. Adinda Diza

Eko Murdiyantoa, Agus Subardi

b dan I Made Suryadana

c

2092

menginformasikan kepada Captain

tentang kondisi atau keadaan

perairan sekitar kapal selama proses

olah gerak beaching berlangsung.

Pada saat proses bongkar muat

pastikan kapal tidak mengalami

pergeseran yang disebabkan oleh

pergerakan air saat terjadinya pasang

surut sehingga membuat ramp door

menjadi bergantung atau bergeser

dari tempat semula.

2. Disarankan sebelum melaksanakan

sandar beaching, agar

mempersiapkan peralatan dan sarana

yang dibutuhkan terlebih dahulu, dan

memperhatikan serta

menginformasikan dengan pihak

darat tentang cuaca sekitar kapal.

3. Melakukan sosialisasi atau

pengarahan oleh officer kepada crew

mengenai prosedur sandar beaching

terhadap ABK yang baru pertama

kalai join di kapal LCT. Karena

pelaksanaan sandar beaching sangat

diperlukan olah gerak khusus, maka

bagi ABK baru apabila diberi tugas

harus didampingi oleh seseorang

yang telah berpengalaman di atas

kapal tersebut. Hal ini bertujuan agar

bila ada sesuatu yang tidak diketahui

oleh ABK (anak buah kapal) yang

baru, bisa langsung dijelaskan oleh

orang yang telah berpengalaman

sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Kurniawati, H. A. 2016. Ship Outfitting.

Surabaya : Jurusan Teknik

Perkapalan

Menurut Artikel, Cadiz. 2008. Paper

Presented at MAST beached

Martopo dan Soegiyanto. 2013.

Penanganan Dan Pengaturan

Muatan. PIP Semarang

Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung:

Remaja Rosdakarya

MacGregor. Ramps. MacGregor :

www.macgregor.com

Nazir. 2014. Metode Penelitian. Bogor :

Ghalia Indonesia

Purwantomo, Agus Hadi. 2012. Kumpulan

Soal Jawab Teknik Pengendalian

& Olah Gerak Kapal. PIP

Semarang

Riduwan. 2003. Dasar-dasar Statistika.

Bandung: Alfabeta

Sarwono. 2006. Metodologi Penelitian

Kualitatif Kuantitatif. Yogyakarta:

Graha Ilmu

Subandrijo, Djoko. 2014. Olah Gerak Dan

Pengendalian Kapal. Semarang:

Badan Penerbitan Buku Maritim

Page 149: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018

2093

MANAJEMEN PENANGANAN MUATAN

REEFER CONTAINER DI MV. SAN PEDRO BRIDGE

Agus Hadi P.a, Suwiyadi

b dan Muhammad Reza Wardani

c

a dan b

Dosen Program Studi Nautika PIP Semarang cTaruna (NIT 50134882 N) Program Studi Nautika PIP Semarang

ABSTRAK

MV San Pedro Bridge adalah kapal kontainer yang dapat memuat reefer container antar

pulau dan pelabuhan melalui laut. Muatan reefer container bersifat mudah rusak akibat suhu

yang tidak sesuai. Penanganan khusus untuk menghindari kerusakan muatan adalah proses

yang menjadi perbedaan reefer container dengan muatan peti kemas lainnya dan

menjadikannya kontainer dengan biaya jasa pengiriman yang berharga mahal diantara

muatan peti kemas lainnya.

Penelitian dilaksanakan di MV San Pedro Bridge dari tanggal 3 Februari 2016 sampai

dengan tanggal 7 Desember 2016. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif – kualitatif.

Sumber data yang diolah berdasarkan data primer dengan pengamatan dan wawancara

langsung, dan data sekunder diambil berdasarkan buku manual, artikel internet dan jurnal.

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan, dalam persiapan penanganan muatan dan

pelaksanaan manajemen penanganan muatan selama pelayaran dilaksanakan sesuai

panduan Bernhard Schulte Shipmanagement (BSM) Container Ship Manual, prinsip-prinsip

utama pemuatan, dan sesuai dengan empat fungsi manajemen: Planning, Organizing,

Actuating dan Controlling.

Kata kunci: reefer containers, suhu, manajemen

ABSTRACT

MV San Pedro Bridge is a container vessel shipping reefer containers inter island and

port through the sea. Reefer container’s cargo is very sensitive, and easily damaged because

of improper temperature. Special requirement in reefer cargo handling in order to avoid

cargo damage, make it has the most expensive freight cargo among the ordinary cargo

container.

This research had been done on the MV San Pedro Bridge from 3 February 2016 up to 7

December 2016. This research using descriptive - qualitative method. The data based on

primary data by observing and interviewing MV San Pedro Bridge directly. And secondary

data based on manual books, internet and journals. Based on the results, author concludes

the preparation and application reefer container handling management should be according

to Bernhard Schulte Shipmanagement (BSM) Container Ship Manual Book, the main

principle of cargo loading, and four functions of management: Planning, Organizing,

Actuating, and Controlling.

Keywords: reefer containers, temperature, management

Page 150: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge

Agus Hadi P.a, Suwiyadi

b dan Muhammad Reza Wardani

c

2094

I. PENDAHULUAN

Refrigated Cargo Container atau bisa

disebut juga reefer container adalah jenis

kontainer khusus yang digunakan untuk

mengantarkan muatan yang sensitif

terhadap perubahan suhu. Reefer container

dapat menjaga suhu muatan atau ruangan

di dalam kontainer yang dapat diatur

dengan rentang temperatur dari -40°C

sampai +30°C. Jenis kontainer ini

memiliki komponen elektronik dan sistem

pendingin yang sangat bergantung pada

daya listrik dengan rata-rata konsumsi 3

sampai 4 kWh (tergantung juga pada

kondisi dan jenis muatan) yang dihasilkan

oleh generator. Dari generator yang

terdapat di dalam ruang mesin, daya listrik

dialirkan dan dihubungkan sampai kepada

reefer socket yang terdapat di atas dek dan

di dalam palka selama kapal bersandar dan

berlayar di laut lepas.

Meningkatnya permintaan jasa

pengangkutan reefer container dari tahun

ke tahun membuktikan transportasi laut

menjadi sarana yang baik untuk

mengantarkan muatan dingin dan beku

dari suatu tempat ke tempat lain yang

harus melewati perairan seperti lintas

sungai, antar pulau dan antar negara.

Muatan yang biasa dibawa adalah hasil

sumber daya alam, aneka hasil peternakan,

aneka pertanian, bahan olahan atau hasil

produksi pabrik yang bersifat mudah

rusak akibat suhu yang tidak sesuai.

Dengan adanya reefer container,

konsumen dari seluruh penjuru dunia dapat

menikmati produk segar yang berasal dari

bagian dunia lain. Penanganan khusus

untuk menghindari kerusakan muatan

adalah proses yang menjadi perbedaan

reefer container dengan muatan peti

kemas lainnya dan menjadikannya

kontainer dengan biaya jasa pengiriman

yang berharga mahal diantara muatan peti

kemas lainnya.

Bernhard Schulte Shipmanagement

adalah perusahaan pelayaran yang

bergerak di bidang jasa pengangkutan

muatan internasional. Perusahaan ini

mempunyai banyak kapal yang aktif

beroperasi dalam pelayaran dunia. Kapal

tempat peneliti melaksanakan praktek laut

bernama MV Mol Growth (yang kemudian

berganti nama menjadi MV San Pedro

Bridge), kapal ini adalah kapal jenis

kontainer yang dapat memuat reefer

container.

Komponen dari reefer container

bergantung pada sumber listrik dari kapal

dan dapat rusak, dimana harus diganti atau

dicabut secepatnya untuk menghindari

kebakaran atau kerusakan komponen

lainnya.Menurut pengalaman peneliti

selama praktek layar, faktor-faktor yang

dialami reefer container ketika dimuat di

kapal antara lain posisi kontainer atau suhu

yang berbeda dari data yang tertera di

cargo manifest dengan keadaan

sesungguhnya, reefer container yang mati

karena kendala supply listrik, suku cadang

yang habis atau tidak tersedia di kapal, dan

beberapa kendala lain yang mengakibatkan

muatan di dalam reefer container rusak

atau membusuk.

Reefer container adalah salah satu

kunci utama pendapatan dari beberapa

perusahaan pelayaran. Namun jika terjadi

kesalahan penanganan dalam pemuatan

reefer container yang menyebabkan

muatan rusak, hal ini dapat membuat

perusahaan pelayaran rugi karena

pelanggan dapat mengajukan cargo claim

sebagai jaminan dan ganti rugi atas muatan

yang rusak tersebut. Oleh karena itu,

pelaksanaan manajemen penanganan

muatan yang baik diperlukan untuk

memastikan muatan reefer container dapat

dimuat dan diantarkan dari pelabuhan asal

ke pelabuhan tujuan.

Berdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah untuk mengetahui dan

Page 151: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018

2095

mengkaji tentang manajemen penanganan

reefer container di perusahaan Bernhard

Schulte Shipmanagement di kapal MV San

Pedro Bridge untuk meminimalisir bahkan

menghilangkan kemungkinan kerusakan

muatan yang menyebabkan cargo claim

dari pihak charter kepada perusahaan

untuk mengganti rugi atas rusaknya

muatan tersebut. Sehingga peneliti dalam

penelitian ini mengambil judul:

“Manajemen Penanganan Muatan

Reefer Container di MV San Pedro

Bridge”

Berdasarkan latar belakang yang telah

diuraikan di atas, maka rumusan masalah

yang dibahas antara lain:

1. Persiapan-persiapan apa yang harus

dilakukan dalam manajemen

penanganan muatan reefer container di

MV San Pedro Bridge?

2. Bagaimana pelaksanaan manajemen

penanganan muatan reefer container di

MV San Pedro Bridge selama

pelayaran?

Kajian pustaka yang digunakan dalam

penelitian ini antara lain:

1. Manajemen

Menurut Mulyono (2008:15)

manajemen adalah proses pencapaian

tujuan melalui kegiatan-kegiatan dan

kerja sama orang lain. Manajemen

berasal dari kata “manus” yang berarti

tangan yang secara harfiah berarti

menangani atau melatih kuda. Secara

maknawiah berarti memimpin,

membimbing atau mengatur. Beberapa

fungsi manajemen yang membentuk

suatu proses manajemen antara lain

adalah:

a. Planning (Perencanaan)

Proses pemastian sasaran adalah

suatu kegiatan menetapkan tujuan

organisasi dan memilih cara terbaik

untuk mencapai tujuan.

b. Organizing (Pengorganisasian)

Organizing adalah mengkoordinasi

sumber daya, tugas dan otoritas

diantara anggota organisasi agar

tujuan organisasi dapat dicapai

dengan efisien dan efektif.

c. Actuating (Penggerak, Pengaruhan,

Pelaksanaan)

Kegiatan manajemen yang berupa

tindakan untuk mengusahakan agar

anggota kelompok dalam organisasi

terdorong berkeinginan dan berusaha

untuk mencapai sasaran sehingga

sesuai dengan perencanaan

manajemen.

d. Controlling (Pengendalian)

Adalah suatu aktifitas untuk

menjamin perencanaan dilaksanakan

berdasakan dengan standard. Berikut

ini adalah fungsi dari controlling:

1) Mengumpulkan informasi yang

mengukur kinerja terakhir dalam

organisasi.

2) Membandingkan kinerja sekarang

dengan standar kinerja yang telah

ditentukan.

3) Menentukan perlunya

memodifikasi kegiatan agar

mencapai standar yang telah

ditentukan.

4) Menentukan standar prestasi yang

telah dicapai.

2. Penanganan Muatan

Menurut Arso Martopo dan

Soegiyanto (2004:07) pengaturan dan

teknik pemuatan di atas kapal

merupakan salah satu kecakapan pelaut

yang menyangkut berbagai macam

aspek tentang bagaimana cara

melakukan pemuatan di atas kapal,

bagaimana cara melakukan perawatan

muatan selama pelayaran, dan

bagaimana cara melakukan

pembongkaran di pelabuhan tujuan.

Stowage atau penanganan muatan

yaitu suatu pengetahuan tentang

memuat dan membongkar muatan dari

dan ke atas kapal sedemikian rupa agar

terwujud 5 prinsip pemuatan yang baik.

Lima prinsip pemuatan yang harus

Page 152: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge

Agus Hadi P.a, Suwiyadi

b dan Muhammad Reza Wardani

c

2096

benar-benar diperhatikan dan

dilaksanakan. Prinsip-prinsip utama

pemuatan:

a. Melindungi awak kapal dan buruh;

b. Melindungi kapal;

c. Melindungi muatan;

d. Melakukan muat bongkar secara

cepat dan sistematis;

e. Mencegah terjadinya ruang rugi.

3. Reefer container

Berdasarkan judul peneliti yang erat

kaitannya dengan reefer container,

menurut Istopo (2000:365) reefer

container adalah kontainer yang

dilengkapi dengan lapisan dalam, mesin

pendingin atau pemanas guna memuat

barang-barang yang harus dijaga

kesegarannya sampai tangan konsumen.

Sedangkan menurut Tim PIP Semarang

dalam buku Penanganan dan

Pengaturan Muatan (2004:20) reefer

container adalah peti kemas standar

biasa (closed container) yang

dilengkapi dengan alat pendingin yang

dihubungkan dengan generator

tersendiri (demountable generator).

Kontainer sebagai tempat muatan

dingin dan beku mutlak digunakan

dalam pengangkutan di kapal. Pada

awal perkembangannya, ukuran reefer

container belum distandarisasi,

kemudian mulai ada standarisasi ukuran

kontainer dengan ukuran 20 feet, 40

feet, 45 feet dan menggunakan ukuran

High Cube (HC) atau peti kemas tinggi

untuk membawa berbagai jenis muatan

dingin dan beku.

4. Jenis atau golongan Reefer Cargo

Reefer cargo dibagi menjadi dua

golongan yaitu:

a. Muatan dingin

Menurut Istopo (2000:310)

muatan dingin adalah muatan yang

bersuhu pada kisaran rentang 0.5oC

(0.9oF). Muatan ini harus

didinginkan untuk mempertahankan

kesegaran muatan untuk

menghambat kegiatan mikro

organisme serta proses kimia.

Menurut Soegiyanto & Martopo

(2004:3) muatan dingin adalah

muatan yang memerlukan ruangan

khusus yang dilengkapi dengan alat

pendingin. Contoh muatan dingin

yang dimuat di MV San Pedro

Bridge adalah: buah dan sayur segar;

daging dan ikan segar; produk susu

dan telur; jus segar; tanaman hidup

dan bunga; serta peralatan elektronik

dan kimia.

b. Muatan beku

Menurut Istopo (2000:311)

muatan beku adalah muatan yang

dimuat dalam keadaan beku keras

bersuhu sekitar -20oC (-4

oF) atau

lebih rendah. Muatan dalam keadaan

beku berfungsi untuk menghindari

atau menghentikan aktivitas dan

kemungkinan pertumbuhan bakteri

dan mikro organisme. Fungsi dari

pembekuan itu sendiri adalah untuk

mencegah terjadinya pembusukan

muatan oleh bakteri. Contoh muatan

beku yang dimuat di MV San Pedro

Bridge adalah: daging dan ikan

beku; makanan siap saji beku; serta

roti dan olahan pertanian lain.

5. Bay plan container (Stowage plan)

Menurut Soegiyanto dan Arso

Martopo (2004:6) bay plan adalah suatu

bagan penempatan kontainer di atas

kapal baik di dalam palka maupun di Gambar 1. Reefer container 40 feet

Page 153: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018

2097

atas dek atau stowage plan untuk kapal

kontainer. Menurut (Tim BPLP

Semarang: 163) container bay plan

adalah bagan pemuatan peti kemas

secara membujur, melintang dan tegak.

Membujur ditandai dengan nomor bay

mulai dari depan ke belakang, dengan

catatan nomor ganjil untuk peti kemas

ukuran 20 feet dan nomor genap untuk

peti kemas ukuran 40 feet. Tegak/tier

dihitung dari bawah ke atas, di dalam

palka dimulai dengan nomor 02, 04, 06

dan seterusnya, sedangkan di atas

geladak dimulai dengan nomor 82, 84,

86 dan seterusnya. Arah melintang

disebut dengan nomor row dimulai dari

tengah dan dilihat dari belakang. Dari

tengah ke kanan row 01, 03, 05, 07, 09,

dan seterusnya sedangkan dari tengah

ke kiri row 02, 04, 06, 08, dan

seterusnya.

Bay plan biasanya berbentuk

lembaran-lembaran kertas yang

diberikan pihak darat ke pihak kapal,

dalam hal ini chief officer sebagai

perwira yang mengurus penanganan

muatan di atas kapal. Dalam bay plan

dapat dilihat data-data mengenai

kontainer yang akan dimuat, yaitu:

nomor kontainer, posisi kontainer

diletakkan berdasarkan (bay, row dan

row), tujuan bongkar, berat kontainer

dan isi dari kontainer khusus untuk

refrigated cargo. Agar tidak terjadi

kesalahan dalam pemuatan dan

pengawasan maka setiap kontainer

dengan tujuan berbeda diberi inisial

kota tujuan atau dapat juga dengan

pemberian warna yang berbeda.

Di bawah ini adalah kerangka pikir

dalam penelitian.

II. METODOLOGI

Metode penelitian yang digunakan oleh

peneliti adalah metodologi penelitian

deskriptif kualitatif untuk menggambarkan

dan menguraikan objek yang diteliti serta

kaidah-kaidah yang diambil dari teori-teori

yang berhubungan dengan topik yang

dibahas, selain itu juga menggunakan

pendekatan di lapangan yang telah

dilaksanakan selama praktek laut.

1. Metode deskriptif

Metode penelitian deskriptif adalah

metode penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel mandiri atau

lebih (independen) tanpa membuat

perbandingan atau menggabungkan

antara variabel satu dengan yang lain

(Sugiyono, 2012:35). Pada bagian ini

peneliti akan mendeskripsikan tentang

persiapan sebelum memuat reefer

container dan pelaksanaan penanganan

Kerangka pikir

Page 154: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge

Agus Hadi P.a, Suwiyadi

b dan Muhammad Reza Wardani

c

2098

muatan selama pelayaran di MV San

Pedro Bridge.

2. Metode kualitatif

Menurut Sugiyono (2012:13),

metode penelitian kualitatif adalah

metode penelitian yang berlandaskan

pada filsafat postpositivisme, digunakan

untuk meneliti pada kondisi objek yang

alamiah, (sebagai lawannya adalah

eksperimen) di mana peneliti adalah

sebagai instrumen kunci, teknik

pengumpulan data dilakukan secara

triangulasi (gabungan), analisis data

bersifat induktif/kualitatif, dan hasil

penelitian lebih menekankan makna

generalisasi.

Dalam pembahasan peneliti

memaparkan hasil dari semua studi dan

penelitian mengenai suatu objek yang

diperoleh, baik hal-hal yang bersifat teori

juga memuat hal-hal yang bersifat praktis,

dalam artian bahwa selain ditulis dari

beberapa literatur buku, juga bersumber

dari objek-objek penelitian yang juga

terdapat dalam buku kemaritiman.

Penggunaan aspek observasi atau

pengamatan sangat berperan dalam

penelitian ini. Hasil observasi atau

pengamatan pelaksanaan di atas kapal

yang dilakukan oleh peneliti mengenai

pelaksanaan manajemen penanganan

muatan reefer container akan digabungkan

dengan sumber data yang lain seperti, hasil

wawancara dan dokumentasi di atas kapal

selama melakukan penelitian sehingga

mencapai hasil yang maksimal.

Penelitian dilaksanakan dari tanggal 3

Februari 2016 sampai dengan tanggal 7

Desember 2016 di kapal MV San Pedro

Bridge dari perusahaan K-LINE. Kapal ini

memiliki bendera kebangsaan Hong Kong

dan dimiliki oleh Bernhard Schulte

Shipmanagement (Hong Kong) Ltd. yang

beralamat di BSM Hong Kong, 2608, K.

Wah Centre, 1 91 Java Road, North Point,

Hong Kong.

Sumber data pada penelitian ini

menggunakan dua jenis data, yaitu:

1. Data primer

Menurut Bungin (2004:122), data

primer adalah data yang diperoleh

langsung dari sumber aslinya yaitu

instansi atau perusahaan yang menjadi

objek penelitian yang berupa kata-kata

atau tindakan dari informan. Sumber.

Data yang paling utama didapat dari

kata-kata, tindakan, selebihnya data

tambahan. Data yang diambil

merupakan data yang diperoleh dari

observasi langsung dan wawancara

kepada perwira di kapal MV San Pedro

Bridge.

2. Data sekunder

Menurut Sugiyono (2008:225), data

sekunder adalah sumber data yang tidak

langsung memberikan data kepada

pengumpul data, yang lebih terdahulu

dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang

yang tidak sedang meneliti walaupun

data yang diperoleh merupakan data

asli data ini diperoleh dari literatur,

buku-buku yang berkaitan dengan objek

yang sedang diteliti. Data sekunder

adalah data primer yang diolah atau

disajikan oleh pihak lain yang diperoleh

secara tidak langsung dari objek

penelitian.

Dalam penelitian ini peneliti

mendapatkan data sekunder dari

dokumen-dokumen resmi perusahaan,

buku pedoman kapal kontainer

perusahaan (BSM Container Ship

Manual), website di internet, jurnal-

jurnal pendukung yang ada kaitan

dalam penelitian, dan studi kepustakaan

lain yang relevan dengan penelitian ini.

III. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

1. Persiapan-persiapan yang harus

dilakukan dalam manajemen

Page 155: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018

2099

penanganan muatan reefer container

di MV San Pedro Bridge

Persiapan yang dilaksanakan sebelum

penanganan muatan reefer container

berdasarkan buku panduan Bernhard

Schulte Shipmanagement, Container

Ship Manual (2016:10) dan observasi

peneliti dan observasi langsung peneliti.

a. Pembersihan ruangan muat kapal

Pembersihan di palka

membutuhkan prosedur yang ketat,

karena di dalam palka kapal

kontainer dapat digolongkan ke

dalam ruangan tertutup atau dalam

istilah pelayaran disebut dengan

enclosed space. Palka dapat

digolongkan menjadi enclosed space

dikarenakan tidak mendapat sirkulasi

udara yang mencukupi.

Sebelum melakukan pembersihan,

perlu dipastikan ruangan telah

mendapat ventilasi yang mencukupi

dan Mualim I diwajibkan mengisi

enclosed space entry permit form,

atau formulir perizinan untuk

memasuki ruangan tertutup dan

melakukan aktivitas disana. Setelah

semua prosedur di dalam formulir

perizinan untuk memasuki ruangan

tertutup telah dilaksanakan, kegiatan

pembersihan ruangan palka dapat

dimulai.

Pembersihan dimulai dari

menyapu debu, kotoran dan sisa

hasil perawatan dek yang

dikumpulkan. Jika diperlukan, palka

dapat dibersihkan dengan air tawar

dan air diberi cairan kimia untuk

menghilangkan bau. Setelah itu

ventilasi palka dibuka untuk

mempercepat proses pengeringan.

b. Pembuatan Bay Plan atau Stowage

Plan

1) Pengertian dari Bay Plan atau

Stowage Plan

Menurut Soegiyanto dan Arso

Martopo (2004:6) bay plan adalah

suatu bagan penempatan

container di atas kapal baik di

dalam palka maupun di atas dek

atau stowage plan untuk kapal

kontainer. Menurut (Tim BPLP

Semarang: 163) container bay

plan adalah bagan pemuatan peti

kemas secara membujur,

melintang dan tegak. Bay plan

atau stowage plan biasanya

berbentuk lembaran-lembaran

kertas yang diberikan pihak darat

ke pihak kapal, dalam hal ini chief

officer sebagai perwira yang

mengurus penanganan muatan di

atas kapal. Dalam bay plan dapat

dilihat data-data mengenai

kontainer yang akan dimuat,

yaitu: nomor kontainer, posisi

kontainer diletakkan berdasarkan

(bay, row dan tier), tujuan

bongkar, berat kontainer dan isi

dari kontainer khusus untuk

refrigated cargo. Agar tidak

terjadi kesalahan dalam pemuatan

dan pengawasan maka setiap

kontainer dengan tujuan berbeda

diberi inisial kota tujuan atau

dapat juga dengan pemberian

warna yang berbeda. Kebijakan

ini dapat berbeda menyesuaikan

kapal dan perusahaan masing-

masing.

2) Jenis-jenis Stowage Plan

Stowage plan memiliki dua

macam yang berbeda, yaitu:

a) Tentative Stowage Plan

Tentative Stowage Plan adalah

rencana pemuatan kontainer

yang berupa gambaran ancar-

ancar untuk suatu rencana

pengaturan muatan yang dibuat

sebelum kapal tiba di

pelabuhan muat atau sebelum

pelaksanaan pemuatan.

Tentative Stowage Plan dibuat

berdasarkan Booking List atau

Page 156: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge

Agus Hadi P.a, Suwiyadi

b dan Muhammad Reza Wardani

c

2100

Shipping Order yang diterima

untuk suatu pelabuhan tertentu.

b) Final Stowage Plan

Final Stowage Plan adalah

gambaran informasi yang

menunjukkan keadaan

sebenarnya dari letak-letak

muatan beserta jumlah dan

beratnya pada tiap-tiap palka

yang dilengkapi dengan

Consignment mark untuk

masing-masing pelabuhan

tertentu. Setelah selesai

mengadakan kegiatan

pengaturan muatan, maka

kondisi muatan yang

sebenarnya yang terdapat

didalam ruang muat/palka

dapat dilihat dalam Stowage

Plan ini, oleh kerena itu, maka

Stowage Plan seyogyanya

dibuat seteliti mungkin sebab

termasuk salah satu dokumen

yang cukup penting dan dapat

berfungsi sebagai bahan/bukti

pertanggung jawaban atas

pengaturan muatan di dalam

ruang muat/palka bila terjadi

tuntutan ganti rugi (cargo

claim) dari pemilik muatan

(Consignee).

c. Persiapan dokumen muatan

1) Cargo Manifest

Pengertian dari cargo manifest

adalah dokumen yang berisi

informasi detail mengenai seluruh

kargo yang dibawa, meliputi

informasi pengirim, informasi

barang yang dibawa, informasi

penerima barang, dan lain

sebagainya. Dokumen ini

digunakan pada semua jenis

pengangkutan baik darat, laut,

maupun udara untuk mencatat

seluruh bawaan.

2) Reefer Manifest

Reefer manifest adalah daftar

muatan reefer container yang

diberikan oleh shipper kepada

pihak kapal. Reefer manifest

menjadi acuan pihak kapal untuk

melakukan tindakan penanganan

menyesuaikan informasi yang

tertera didalamnya. Sesaat setelah

kedatangan kapal di pelabuhan

muat, Chief officer harus

mendapat daftar muatan kontainer

dan reefer manifest, yang

didalamnya terdapat informasi

mengenai:

1) Pelabuhan muat dan

pelabuhan bongkar;

2) Isi dari muatan reefer;

3) Suhu yang diinginkan (set

point);

4) Informasi pengaturan

ventilasi;

5) Tanggal pengisian muatan

reefer container;

6) Instruksi pengangkutan.

Gambar 2. Final stowage plan, dengan sistem tiga

warna. Normal container (kuning), reefer container

(hijau), dan dangerous goods container (merah)

Gambar 3 Reefer manifest

Page 157: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018

2101

d. Persiapan awak kapal sebelum

proses pemuatan dimulai

1) Nakhoda

Nakhoda sebagai penanggung

jawab utama yang bertanggung

jawab keseluruhan untuk

memastikan awak kapal siap

untuk melakukan proses bongkar

muat. Nakhoda juga bertanggung

jawab untuk menginformasikan

segala kendala yang tidak

memuaskan atau kondisi yang

tidak aman terhadap reefer

container dan meminta solusi dari

segala kendala yang dialami dari

pihak Charter dan Marine

Superintendent.

2) Chief Officer (Mualim I)

Chief Officer atau Mualim I

selaku Cargo Officer atau perwira

yang bertanggung jawab untuk

penanganan muatan, harus

mengkaji ulang cargo manifest

dan reefer manifest menyesuaikan

dengan keadaan kapal yang

sesungguhnya. Jika terdapat hal-

hal yang perlu dikoordinasikan

ulang, chief officer dan shipper

masih mempunyai waktu untuk

mengantisipasinya.

3) Officer on Watch (Mualim Jaga)

Officer on Watch atau Mualim

Jaga adalah perwira yang

ditugaskan Chief Officer untuk

memantau jalannya bongkar muat

di pelabuhan. Di MV San Pedro

Bridge yang menjadi Mualim

Jaga adalah Second Officer (2/O)

dan Third Officer (3/O).

Mualim jaga mempunyai

fungsi dan tugas untuk

memastikan semua kontainer,

termasuk reefer container, berada

pada posisi yang tepat. Dan ketika

reefer container sudah diletakkan,

kabel reefer plug segera

ditancapkan lalu dicatat suhu

permulaannya dan diteliti

ventilasinya apakah sudah sesuai

dengan reefer manifest. Segala

hal yang janggal atau tidak sesuai

bisa langsung dilaporkan kepada

Chief Officer dan Electrician.

4) Chief engineer (Kepala Kamar

Mesin)

Berdasarkan Bernhard Schulte

Shipmanagement (BSM),

Appendix to Container Ship

Manual Document No. 12873

(2016:8), chief engineer

bertanggung jawab untuk

memastikan dan menyediakan

daya listrik yang mencukupi

untuk memuat reefer container di

atas kapal. Selain itu, chief

engineer juga nantinya

bertanggung jawab untuk

perawatan dan perbaikan reefer

container. Chief engineer dapat

mendelegasikan tanggung jawab

ini kepada engineer lain (di kapal

MV San Pedro Bridge chief

engineer mendelegasikan tugas

kepada electrician), tapi tentu

masih dalam pengawasan dan

pertanggungjawaban chief

engineer.

5) Electrician

Electrician adalah orang yang

bertanggung jawab untuk

kelistrikan kapal dan penanganan

reefer container, penanganan

muatan dalam peti kemas yang

termasuk ke dalam muatan beku

atau muatan reefer container

berbeda dengan muatan peti

kemas lainnya. Perbedaan yang

paling signifikan adalah reefer

container membutuhkan sumber

listrik atau power supply yang

dihasilkan dari generator,

sedangkan peti kemas biasa tidak

membutuhkan sumber listrik.

6) Bosun dan awak kapal

Bosun bertanggung jawab atas

seluruh kinerja awak kapal dek.

Page 158: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge

Agus Hadi P.a, Suwiyadi

b dan Muhammad Reza Wardani

c

2102

Persiapan sebelum melakukan

pemuatan antara lain persiapan

peralatan yang terdiri dari

pemeriksaan peralatan cargo

handling dan cargo securing

harus dipastikan layak dan siap

pakai seperti lashing bar, twist

lock, twist tacker, spanner serta

memastikan peralatan untuk

menyambungkan listrik kapal ke

reefer container seperti kabel,

reefer plug, koneksi listrik dapat

digunakan.

e. Persiapan peralatan perlindungan

kapal (lashing equipment)

Sistem pelasingan di MV San

Pedro Bridge menggunakan sistem

pelasingan yang tertera pada

Container Loading Plan yang

diterbitkan oleh galangan kapal

Hyundai Samho Heavy Industries

Co., LTD. Berdasarkan pada

Bernhard Schulte Shipmanagement

(BSM) Container Ship Manual

(2016:16). Adapun peralatan lashing

yang digunakan di kapal MV San

Pedro Bridge antara lain:

1) Twistlock, alat ini digunakan

untuk mengikat dan mengunci

peti kemas dengan peti kemas lain

secara bertumpuk ke atas. Adapun

jenis-jenisnya antara lain manual

twistlock, semi automatic

twistlock, dan full automatic

twistlock.

2) Turn Buckle, alat ini biasanya

dipasang di geladak di tempat-

tempat lashing deck. Berbentuk

berupa dua buah batang berulir di

mana salah satu ujungnya

mempunyai ikatan berupa segel

dan ujung lainnya berbentuk

kaitan ganco yang nantinya

dihubungkan kemata dari lasing

rod. Bila bagian tengahnya

diputar maka kedua batang berulir

akan berputar mengencang

ataupun mengendor.

3) Lashing Bar, alat ini berupa stock

atau batang besi dengan diameter

kira-kira 3.0 cm di mana

panjangnya ada bermacam-

macam, tergantung pada tingkat

atau susunan keberapa dari peti

kemas yang akan dilasing.

4) Extension Rod, alat ini berupa

sebuah batang berukuran 40.0 cm

yang dapat dipasang pada ujung

lashing bar dan ujung lainnya

dipasang pada turn buckle.

Tujuan batang ini adalah untuk

menambah panjang dari lashing

bar untuk memudahkan

menjangkau bagian kontainer

yang jauh.

Gambar 4. Manual twistlock

Gambar 5. Turn buckle

Gambar 6. Lashing bar

Page 159: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018

2103

2. Pelaksanaan manajemen penanganan

muatan reefer container di MV San

Pedro Bridge selama pelayaran.

Pelaksanaan manajemen penanganan

reefer container harus sesuai dengan

proses manajemen antara lain: Planning

(perencanaan), Organizing

(pengorganisasian), Actuating

(pelaksanaan), dan Controlling

(pengendalian). Begitu pula dalam

pelaksanaan penanganan muatan yang

dilakukan harus sesuai dengan prinsip-

prinsip utama pemuatan, yaitu:

melindungi awak kapal, melindungi

kapal, melindungi muatan, melakukan

bongkar muat secara cepat dan

sistematis, dan mencegah terjadinya

ganti rugi.

a. Perencanaan penempatan reefer

container ketika proses pemuatan

Penanganan dan pemuatan reefer

container ketika proses pemuatan

harus sesuai dengan rencana

pemuatan atau cargo stowage plan

dan reefer manifest yang telah

disepakati oleh pihak kapal dan

shipper. Hal ini untuk memudahkan

pengawasan ketika dalam pelayaran

dan dapat memudahkan dua pihak

untuk memastikan semua container

telah dimuat dengan sesuai. Dan

yang perlu diperhatikan dan

dilaksanakan adalah prinsip-prinsip

utama pemuatan.

Sesaat setelah reefer container

dimuat di atas kapal, kabel reefer

harus segera ditancapkan pada reefer

plug yang berada pada setiap cross deck antara dua bay agar sistem

pendingin di dalam kontainer

berfungsi. Suhu awal, keterangan

ventilasi, dan jika ada informasi

tambahan segera dicatat pada log

book, laporan awal ini harus dikirim

kepada perusahaan tidak lebih dari 1

x 24 jam setelah kapal berangkat dari

pelabuhan.

b. Koordinasi dan kerjasama antara

awak kapal dengan pihak pelabuhan

Koordinasi dan komunikasi antar

awak kapal dilakukan ketika toolbox

meeting. Mualim I, perwira jaga, dan

seluruh awak kapal melakukan

pertemuan membahas tentang

bagaimana proses bongkar-muat

akan berlangsung. Pembagian tugas

dan tanggung jawab seluruh awak

kapal dapat diketahui ketika

pertemuan toolbox meeting ini.

Mualim I akan membuat chief mate

standing order yang bisa dilihat oleh

seluruh awak kapal di cargo office

room.

Komunikasi pihak kapal dengan

pihak pelabuhan harus saling

menghargai dan terjalin baik demi

lancarnya proses pemuatan.

Contohnya ketika laut mulai pasang,

kapal akan semakin naik dan tali

tross akan menjadi kendor. Tali tross

yang kendor mengakibatkan posisi

kapal tidak sepenuhnya sandar

pararel dengan jetty pelabuhan. Hal

ini akan menyusahkan crane untuk

meletakkan kontainer di atas kapal

dan berakibat pada besarnya

kemungkinan kerusakan pada

komponen bagian kapal jika crane

memaksakan muatan untuk dimuat.

c. Pembuatan final stowage plan

Setelah semua kontainer telah

dimuat di atas kapal, chief officer

bertanggung jawab untuk membuat

final stowage plan, berisi informasi

yang hampir sama dengan tentative

stowage plan namun bedanya adalah

di dokumen ini harus disampaikan

informasi yang benar-benar nyata.

Gambar 7. Extension rod

Page 160: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge

Agus Hadi P.a, Suwiyadi

b dan Muhammad Reza Wardani

c

2104

Berisi semua informasi terbaru

mengenai informasi yang

menunjukkan keadaan sebenarnya

dari letak-letak muatan beserta

jumlah dan beratnya pada tiap-tiap

palka yang dilengkapi dengan

Consignment mark untuk masing-

masing pelabuhan tertentu.

d. Tindakan pengawasan terhadap

reefer container selama pelayaran

Ada berbagai faktor yang

menyebabkan suhu reefer container

dapat berubah dan kendala yang

terjadi dengan reefer container

berkaitan dengan suku cadang

maupun kelistrikan kapal sehingga

dapat berpengaruh pada kualitas

muatan di dalam reefer container.

Oleh sebab itu, pengecekan rutin

harian sangat penting dilakukan

untuk tetap mengetahui status reefer

container masih dalam kondisi

normal atau terdapat kendala yang

harus segera diselesaikan.

Pengecekan dilaksanakan

minimal dua kali dalam satu hari,

jika terjadi kendala diperlukan

pemantauan intensif. Segala

malfungsi reefer container yang

terjadi wajib dilaporkan kepada

charter melalui e-mail segera.

e. Perbaikan kendala dalam

penanganan reefer container selama

pelayaran

Kendala-kendala yang sering

muncul dalam penanganan reefer

container antara lain, perbedaan

suhu yang besar antara suhu set point

dengan suhu sebenarnya,

ketidaksesuaian data suhu set point

yang tertera pada cargo manifest

dengan suhu set point yang tertera di

layar sensor reefer, minimalnya suku

cadang yang tersedia atau suku

cadang yang telah dipesan tidak

kunjung datang, kendala cuaca buruk

ketika melaksanakan pengecekan

rutin dan kendala waktu untuk

menyelesaikan masalah jika alarm

baru diketahui sore hari.

Disini adalah tugas dari

Electrician untuk menangani reefer

container yang memiliki kendala.

Ketika menemukan kendala dalam

pengecekan rutin harian, electrician

menulis malfunction report atau

berita acara yang berisi kendala atau

alarm apa yang muncul, posisi

container, serta informasi umum

mengenai reefer container tersebut.

Berita acara ini dikirim ke

perusahaan dan charter, lalu

dilakukan penanganan awal sesuai

arahan dari manual book pabrikan.

Perusaaan akan mengirimkan

balasan mengenai perijinan untuk

melakukan penanganan dan arahan

lebih lanjut. Jika crew kapal tidak

bisa menangani malfungsi dan reefer

container tidak dapat diperbaiki,

pihak kapal dapat meminta untuk

membongkar muatan di pelabuhan

selanjutnya.

IV. PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian pada bab

sebelumnya tentang “Manajemen

Penanganan Muatan Reefer Container di

MV. San Pedro Bridge”, maka sebagai

bagian akhir dari penelitian ini peneliti

memberikan kesimpulan dan saran yang

berkaitan dengan masalah yang dibahas,

yaitu:

A. Simpulan

Berdasarkan uraian-uraian pada bab

sebelumnya, maka peneliti mengambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Persiapan-persiapan yang harus

dilakukan dalam manajemen

penanganan muatan reefer container

di MV. San Pedro Bridge adalah

persiapan yang dimulai dari

persiapan ruang muat, persiapan

Page 161: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mi 2018

2105

dokumen (meliputi rancangan

stowage plan dan reefer manifest),

toolbox meeting bersama awak

kapal, persiapan peralatan cargo

handling dan cargo securing serta

memastikan peralatan untuk

menyambungkan listrik kapal ke

reefer container semuanya layak dan

siap pakai.

b. Pelaksanaan manajemen penanganan

muatan reefer container di MV. San

Pedro Bridge selama pelayaran

antara lain memastikan penempatan

muatan yang sesuai; koordinasi

dengan sesama awak kapal melalui

tool box meeting serta dengan pihak

pelabuhan dan perusahaan;

pembuatan final stowage plan;

pengawasan rutin setiap hari untuk

memeriksa reefer container; dan

perbaikan kendala reefer container

selama dalam pelayaran.

B. Saran

Dari kesimpulan di atas maka

peneliti dapat memberikan saran

mengenai permasalahan yang dibahas

sebelumnya untuk dijadikan pedoman

dalam menyelesaikan masalah yang

terjadi antara lain:

a. Sebaiknya persiapan penanganan

muatan peti kemas refrigated cargo

container atau reefer yang berisi

muatan beku atau muatan dingin

sebelum dimuat di atas kapal

dilaksanakan dengan prosedur yang

telah ditentukan dan disesuaikan

dengan panduan dalam Bernhard

Schulte Shipmanagement (BSM)

Container Ship Manual agar reefer

container bisa dimuat di atas kapal

dengan aman.

b. Disarankan kepada seluruh awak

kapal untuk lebih meningkatkan

perhatian dalam hal melaksanakan

penanganan selama pelayaran sesuai

dengan proses manajemen antara

lain: Planning (perencanaan),

Organizing (pengorganisasian),

Actuating (pelaksanaan), dan

Controlling (pengendalian). Serta

sesuai dengan prinsip-prinsip utama

pemuatan, yaitu: melindungi awak

kapal, melindungi kapal, melindungi

muatan, melakukan bongkar muat

secara cepat dan sistematis, dan

mencegah terjadinya ganti rugi.

DAFTAR PUSTAKA

Bernhard Schulte Shipmanagement, BSM.

2016. Container Ship Manual.

Bernhard Schulte

Shipmanagement, BSM ©

copyright

Bungin, M Burhan. 2004. Metodologi

Penelitian Kuantitatif; Komunikasi,

Eknomi dan Publik serta Ilmu-Ilmu

Sosial lainnya. Jakarta: Kencana

hlm. 122

Herdiansyah, Haris. 2013. Wawancara,

Observasi, Dan Focus Groups.

Jakarta: Rajawali Pers

Istopo. 2000. Kapal dan Muatannya.

Jakarta: Koperasi Karyawan BP3IP

Ghony, M. Djunaidi dan Fauzan

Almanshur. 2012. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Yogyakarta:

Ar-Ruzz Media

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta

Mulyono. 2008. Manajemen Admisitrasi &

Organisasi Pendidikan.

Yogjakarta: Ar-ruzz Media

Martopo, Arso dan Soegiyanto. 2004.

Penanganan dan Pengaturan

Muatan. Semarang : Politeknik

Ilmu Pelayaran Semarang

Page 162: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Manajemen Penanganan Muatan Reefer Container Di Mv. San Pedro Bridge

Agus Hadi P.a, Suwiyadi

b dan Muhammad Reza Wardani

c

2106

Sudjatmiko, F. D. C. 1995. Pokok-Pokok

Pelayaran Niaga. Jakarta :

Bhratara

Pengertian charter party:

http://www.maritimeworld.web.id/

2013/11/Charter-Party-Dan-

Standar-Perjanjian-Penyewaan-

Kapal.html (akses tanggal

23/10/2017 jam 11.30)

Pengertian frozen cargo dan chilled cargo:

https://www.apl.com/wps/portal/apl/apl-

home/services/refrigerated-

cargo/knowingyourcargo/ (akses

tanggal 23/10/2017 jam 11.40)

Page 163: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2107

OLAH GERAK KAPAL MV. BERNHARD SCHULTE DALAM

KONDISI LIGHTSHIP SAAT MENGHADAPI HURRICANE MATTHEW

Suwiyadia, Suherman

b dan Wibowo

c

a dan bDosen Program Studi Nautika PIP Semarang

bTaruna (NIT. 50134739 N) Program Studi Nautika PIP Semarang

ABSTRAK

Berdasar data dari laporan Allianz mengenai safety and shipping review 2016,

menjelaskan bahwa terdapat 5 buah kapal yang hilang, terbalik, maupun kandas akibat

terkena cuaca buruk dan hurricane sepanjang tahun 2015. Serta berdasar Swedish Club

Assurance, terdapat 309 klaim dengan total USD172.000 sepanjang tahun 2005-2013 yang

diakibatkan cauca buruk. Salah satu hurricane yang paling besar pada tahun 2016 adalah

Hurricane Matthew. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara berolah gerak

yang tepat dalam kondisi lightship oleh Officer kapal MV. Bernhard untuk menghindari six

motion degree terutama rolling yang besar yang dapat mengakibatkan terbaliknya kapal saat

menghadapi Hurricae Matthew. Metode penelitian adalah kualitatif desain fenomenologi

dengan teknik analisis triangulasi sumber data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (a)

cara berolah gerak yang dilakukan dengan metode head seas pada daerah navigable semi-

circle, dengan pemanfaatan topografi perairan sebagai tempat shelter dan penunjang olah

gerak kapal. Kesimpulan dari penelitian ini adalah menggunakan metode berolah gerak head

and bow sea, walaupun pada head and bow sea tidak dianjurkan untuk kapal dalam kondisi

lightship menggunakan metode ini. Tetapi, resiko bahaya head and bow sea tersebut dapat

diminimalisir dengan cara meminimalkan/mematikan mesin, pengaturan stabilitas, serta

pemanfaatan topografi perairan sekitar.

Kata kunci: olah gerak, hurricane, lightship

ABSTRACT

Based on Allianz report related to safety and shipping review 2016, mention about 5

vessels are lost, capsized, and aground due to heavy weather and Huricane along 2015. And

Swedish Club Assurance mentioned 309 claims with amount USD172.000 along 2005-2013.

One of the biggest Hurricane in 2016 is Hurricane Matthew. So this study aims to observe

the correct maneuvers in lightship condition performed by MV.Bernhard Schulte officer to

prevent six motions degree especially heavy rolling, that leads capsizing of te ship, during

Hurricane Matthew. The method used in this study was qualitative phenomenology design

with analysis of triangulation data resources technique. The result shows (a) the ship

maneuvering was done with head seas in semi-circle navigable area by the use of waters topography as shelter and supporter of ship maneuvering. The conclusion is using head and

bow sea maneuvering method, even it is not recommended to be used on lightship condition.

But the risk can be reduced by minimizing engine used, stability adjustment, and the use of

waters topography.

Keywords: maneuvering, hurricane, lightship

Page 164: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane

Matthew

Suwiyadia, Suherman

b dan Wibowo

c

2108

I. PENDAHULUAN

Samudera Atlantik menjadi salah satu

dari tiga tempat pusat terbentuknya badai

(hurricane/typhoon/cyclone). Dalam dunia

maritim berdasar data dari laporan Allianz

mengenai safety and shipping review 2016,

menjelaskan bahwa terdapat 5 buah kapal

yang hilang, terbalik, maupun kandas

akibat terkena cuaca buruk dan hurricane

sepanjang tahun 2015. Serta berdasar

Swedish Club Assurance, terdapat 309

klaim dengan total USD172.000 sepanjang

tahun 2005-2013 yang diakibatkan cuaca

buruk. Salah satu hurricane yang paling

besar pada tahun 2016 adalah Hurricane

Matthew.

Hurricane Matthew pertama kali

terbentuk pada tanggal 28 September 2016 pada posisi 13

o12.00’N/059

o48.00’W

dengan akurasi posisi sebesar 30 NM sesuai

prakiraan cuaca (Weather Forecast) tentang

Tropical Storm yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Barbados. Pada awal

terbentuknya, Hurricane Matthew memiliki

central pressure minimum sebesar 1008MB

dengan kecepatan angin sekitar 50-60 knots

atau sekitar 92.6-111.12 km/h di mana

kecepatan angin di setiap kuadran dapat

berbeda-beda. Pada tanggal 28 September

2016 pula, Hurricane Matthew bergerak

kearah 275o dengan kecepatan 18 knots

atau sekitar 33.34 km/h.

Pada tanggal 03 Oktober 2016,

Pemerintah Bahamas mengeluarkan

Hurricane Warning untuk wilayah

Bahamas di mana pada territorial negara

tersebut MV. Bernhard Schulte, sedang

dalam posisi Lay-up di posisi

25o47.00’N/078

o09.00’W. Pada tanggal 04

Oktober 2016, Hurricane warning yang

diterbitkan oleh National Hurricane Center

Miami Florida memprediksi bahwa pada

tanggal 06 Oktober 2016 pukul 18.00

UTC+0 Hurricane Matthew akan berada

pada 25o54.00’N/078

o12.00’W dengan kata

lain akan melewati posisi lay-up.

Sehingga Master kapal MV. Bernhard

Schulte memutuskan untuk menghindar

dari bahaya Hurricane Matthew. Kondisi

kapal MV Bernhard Schulte dalam kondisi

lightship hanya ada Operational Load dan

Water Ballast sehingga menyebabkan nilai

GM sangat besar, mencapai 4.36 meter dan

memiliki rolling period 11.89 detik. Maka

sudut rolling dari kapal MV. Bernhard

Schulte mencapai 20-25 derajat sehingga

menyebabkan terjadinya six motions degree

yang sangat besar terutama rolling motion

karena pengaruh luar (angin, swell, dan

ombak) dari efek Hurricane Matthew.

Berdasar latar belakang tersebut, maka

peneliti menemukan permasalahan yang

ingin diungkapkan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana cara berolah gerak

kapal saat menghadapi Hurricane

Matthew?”

Sehingga penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui cara berolah gerak yang tepat

dalam kondisi lightship yang dilakukan

oleh Officer kapal MV. Bernhard Schulte

agar tidak mendapat six motion degree

terutama rolling yang besar dalam

menghadapi Hurricae Matthew.

“Ship handling is an art rather than a

science. However, a ship hadler who khows

the science will be better at his art.

Knowledge of the science twoll nable easy

identification of a ship’s manoeuvring

characteristics and quick evaluation of the

skills needed for control. A ship handler

needs to understand what is happening to

his ship and, more importantly, what will

happen a short time into the future.”

(Murdoch: 2013) “Ship handling is an art

and as the artist must learn how to use and

to appreciate the material available to him,

so must the ship handler have a complete

understanding of them, their abilities, and

their limitation which can enable him to

take his ship…” (Armstrong, 1994). dapat

Page 165: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2109

disimpulkan bahwa olah gerak merupakan

sebuah seni yang berdasar pada ilmu

pengetahuan dan pengalaman dari seorang

navigator yang ditunjang dengan

pemahaman terhadap manouver

characteristic sebuah kapal, keterbatasan

dari sebuah kapal, dan peralatan yang

membantu navigator untuk dapat

mengontrol gerakan kapal.

“Thе motions of a ship сan bе split into

thrеe mutually pеlpеndiсular translations

of thе сеntеr of gravity G and thrее

rotations around G:

Three translations of the ship.s сenter of

gravity G in the direсtion of the X., Y- and

Z-axes:

a. surgе in thе longiшdinal X-dirесtion,

positivе forward

b. sway in thе lateral Y-dirесtion, positivе

to starboard sidе

c. hеavе in thе vеrtiсal Z-dirесtion'

positivе downward

Тhree rotations about these аxes:

a. roll about thе X-aхis, positivе right

шming

b. pitсh about thе Y-axis, positivе bow up

motion

c. yaw about thе Z-axis, positivе right

tuming” (JCA, 2009)

“The following and quartering seas

mean here that the wave direction relative

to the ship course is within 0º to 45º from

the ship's stern. The period with which a

ship travelling in following and quartering

waves encounters the waves becomes

longer than in head or bow waves.”

(Circ/MSC/707)

“…angle between keel direction and

wave direction (α = 0° means head sea)”

Circ/MSC/1228. Sesuai Circ/MSC/707

revised Circ/MSC/1228 terdapat beberapa bahaya yang ditimbulkan, seperti Surf-

riding dan broaching-to, Reduction of

intact stability when riding a wave crest

amidships, Synchronous rolling motion,

Parametric roll motions, Dangеrous

Еnсountеr With lligh Wavе Grоup.

Tropical cyclone dengan kecepatan

angin 64 knots atau lebih disebut

hurricane. Disebut Hurricane karena

tropical cyclone tersebut terjadi di daerah

North Atlantic dan Eastern North Pasific

(Holweg:2000) Angin tropical cyclone di

Atlantic Utara bergerak secara berlawan

arah jarum jam (cyclonal) di sekitar pusat

tekanan rendah. Jika Navigator menghadap

arah angin, pusat tekanan paling rendah dan

juga pusat cyclone berada pada sisi sebelah

kanan Navigator dengan posisi baringan

090o hingga 120

o. sesuai dengan hukum

Buy’s Ballot yang menjelaskan apabila

Navigator membelakangi arah angin maka

tekanan rendah akan berada di sebelah

kirinya untuk posisi pengamat di bumi

bagian utara dan berada di sebelah

kanannya untuk pengamat di bumi bagian

selatan. Dan untuk posisi tekanan tinggi

merupakan kebalikan dari posisi tekanan

rendah pada bumi bagian utara maupun

selatan.

“Light ship condition: A ship complete

in all respects, but without consumables,

stores, cargo, crew and effects, and without

any liquids on board except that machinery

and system fluids, such as lubricants and

hydraulics, are at their normal operating

levels.” (Norwegian Maritime Authority,

2013). “Lightship condition is a ship

complete in all respects, but without

consumables, stores, cargo, crew and

effects, and without any liquids on board

except that machinery and piping fluids,

such as lubricants and hydraulics, are at

operating levels.” (Circ/MSC/267 (85))

II. METODOLOGI

Dalam melakukan penelitian, peneliti

menggunakan metode deskriptif kualitatif

jenis fenomenologi. Dengan teknik analisis data berupa triangulasi data. Data yang

dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan

bukan angka-angka yang menjelaskan

makna pengalaman hidup beberapa

individu tentang konsep atau fenomena.

Yang bertujuan untuk mempersempit

pengalaman individu (dalam hal ini adalah

pengalaman Master, dan peneliti sendiri di

Page 166: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane

Matthew

Suwiyadia, Suherman

b dan Wibowo

c

2110

kapal MV. Bernhard Schulte) dengan

fenomena yang menggambarkan esensi

universal dengan mengidentifikasi suatu

fenomena. (Ghozali: 2013, 427) dengan

menggunakan data primer dan sekunder.

Data primer didapat secara langsung dari

wawancara dengan Master kapal MV.

Bernhard Schulte mengenai pola pengolah

gerakan kapal saat menghadapi Hurricane

Matthew.

Dan sumber data sekunder yaitu buku,

jurnal, publikasi pemerintah tentang

indikator ekonomi, data sensus, abstrak

statistik, media, laporan tahunan

perusahaan (Ghozali: 2013, 94). Data

tersebut diperoleh dari observasi dan

dokumentasi peneliti, buku, seperti final

report Hurricane Matthew dan Nicole; A

guide to ship handling; Bowditch; Bridge

Procedure Guide edition; Handling storm at sea; practical ship handling; Newsletter

of Indo-US Science and Technology

Forum; Hurricane;, jurnal, seperti method

to avoiding tropical cyclone on the example

of hurricane Fabian; Tropical Cyclone

Tornadoes: A Review of Knowledge in

Research and Prediction; Elements of

Tropical Cyclones Avoidance Procedure;

IMO circular nomor 707 dan 1228; video

pembelajaran Videotel kode 321, 636, 661

695, 738, 743, dan dokumentasi peneliti

tentang ramalan cuaca (weather

forecasting) yang dikeluarkan oleh

National Oceanic and Atmospheric

Administration (NOAA) U.S. Department

of Commerce.

III. HASIL PENELITIAN &

PEMBAHASAN

Deskripsi permasalahan yang terjadi saat

berolah gerak menghadapi Hurricane

Matthew oleh MV. Bernhard Schulte pada

tanggal 04 Oktober hingga 08 Oktober

2016 di perairan kepulauan Bahamas dan

Florida Strait, maka dilakukan analisis

mengenai cara berolah gerak saat

Hurricane Matthew. Adapun hasil

penelitian sebagai berikut:

1. Cara berolah gerak kapal saat

menghadapi Hurricane Matthew

Dalam fase ini berolah gerak

dilakukan di sekitar daerah Strait of

Florida. Hal yang perlu diperhatikan

adalah posisi pusat Hurricane Matthew

saat itu. Hal ini dapat diketahui melalui

hukum Buy’s Ballot yang menjelaskan

apabila Navigator membelakangi arah

angin maka tekanan rendah akan berada

antara 15o-30

o di depan sebelah kirinya

untuk posisi pengamat di bumi bagian

utara dan berada di sebelah kanannya

untuk pengamat di bumi bagian selatan.

Dan untuk posisi tekanan tinggi

merupakan kebalikan dari posisi tekanan

rendah pada bumi bagian utara maupun

selatan. Ketika Hurricane bergerak kearah utara dan arah angin yang

diamati dari atas kapal berubah searah

jarum jam, maka kapal berada pada

sebelah kanan semi-circle (right –hand

semicircle). Jika arah angin berubah

secara berlawanan arah jarum jam, maka

kapal berada di sebelah kiri semi-circle

(left-hand semicircle).

Pada gambar berikut terlihat terdapat

area biru dan area merah. Area biru

merupakan navigable semi-circle area

dari Hurricane Matthew dan area merah

merupakan dangerous semi-circle area

dari Hurricane Matthew.

Gambar 1. Navigable semi-circle dan dangerous

semi-circle

Page 167: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2111

a. Berdasar hasil penelitian dengan

Master mengenai cara berolah gerak

saat menghadapi Hurricane Matthew,

peneliti mendapat data sebagai

berikut:

1) Kapal sebisa mungkin harus

mendapat ombak dari depan, dan

jangan memberikan ombak pada

quaterly part dari kapal. Guna

mencegah rolling kapal berlebih.

2) Penggunaan mesin harus sesuai

dengan apa yang telah dipesankan

oleh Chief Engineer.

3) Pengaturan kecepatan kapal harus

sedemikian rupa agar tidak terjadi

slamming bump, shipping water

dan racing propeller yang dapat

mengakibatkan kerusakan

struktural kapal.

Berolah gerak pada fase ini, kapal

akan berada pada situasi

following/quatering sea dan heading

sea, sehingga kapal akan mendapat

berbagai macam fenomena berbahaya

yang dapat membahayakan kapal.

Bahaya-bahaya tersebut seperti :

1. Dangerous encounter high wave

group Ketika gelombang tersebut

memunyai kecepatan yang hampir

sama dengan kecepatan kapal,

Dangerous encounter high wave

group akan terjadi. Dengan tinggi

gelombang sebenarnya dapat

mencapai dua kali tinggi

gelombang yang teramati sesuai

dengan kondisi laut saat itu. Hal

ini dapat mengakibatkan

Synchronous rolling motion,

parametric rolling, terjadinya

fenomena berbahaya dan

meningkatkan resiko terjadinya

kapal terbalik.

2. Berkurangnya Intact Stability

ketika kapal berada di puncak

gelombang pada bagian tengah

kapal (amidship)

Radius metasentris, BM, dan

stabilitas transversal akan

bertambah atau berkurang berdasar

pada gelombang yang lewat

sepanjang lambung kapal

(perubahan bagian lambung kapal

yang tenggelam). Pengurangan

stabilitas dapat memasuki zona

kritis ketika panjang gelombang

antara 0.6L-2.3L, di mana L

adalah panjang keseluruhan kapal

(LOA) dalam meter.

Ketika kapal berada di puncak

gelombang, intact stability akan

berkurang secara substansial

sebesar hilangnya luas permukaan

air pada bagian depan dan

belakang kapal mengurangi nilai

GM kapal dan stabilitas

transversal. Disisi lain, ketika

gelombang lewat pada bagian

tengah kapal (amidship) stabilitas

bertambah pada luas permukaan

laut bagian depan dan belakang,

sehingga nilai GM kapal dan

stabilitas transversal bertambah.

Dalam rentang tersebut,

pengurangan Pada rentang

tersebut, berkurangnya stabilitas

hampir sama dengan tinggi gelombang. Hal ini sangatlah

berbahaya, karena durasi saat

berada di puncak gelombang,

dibandingkan dengan interval

waktu hilangnya stabilitas,

menjadi lebih lama. Dan semakin

cepat kecepatan kapal, semakin

besar resiko kapal terbalik.

Gambar 2. Daerah terdampak angin Hurricane

Matthew

Page 168: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane

Matthew

Suwiyadia, Suherman

b dan Wibowo

c

2112

3. Synchronous rolling motion

Gerakan rolling kapal yang

besar dapat terjadi ketika periode

rolling natural (TR) kapal hampir

sama dengan periode gelombang

yang datang (TE). Ketika kapal

miring (listing) dan terdapat

gelombang yang datang, maka

ketika gelombang tersebut mulai

menghantam kapal, secara

otomatis gerakan rolling untuk

mengembalikan kapal dalam

kondisi kapal tegak terjadi dan

kekuatan hantaman tersebut

didukung oleh sisa gelombang

yang datang tersebut. Sehingga

batasan gerakan rolling kapal

sama dengan puncak gelombang

atau bahkan dapat melebihi. Dan

hal ini dinamakan sinkronisasi rolling (synchronous rolling

motion) yang menyebabkan

bahaya gerakan rolling yang hebat.

4. Parametric rolling

Parametric rolling adalah

sebuah fenomena yang tidak stabil

di mana terjadi gerakan rolling

dan pitching dengan sudut rolling

sangat besar yang sangat cepat dan

gerakan pitching yang significant.

Dimana setiap perubahan stabilitas

transversal yang bervariasi dengan

perubahan periode lengan penegak

(GZ).

Ketika kapal mengalami

pitching, bagian buritan kapal

turun, GM bertambah yang

disebabkan oleh luas bidang air

efektif (area water plane), dan

sudut miring (heel) kapal

menghasilkan momen lengan

penegak yang sangat besar. Di sisi

lain ketika kapal mengalami

pitching, bagian haluan kapal

turun, GM berkurang yang

disebabkan luas bidang air efektif,

dan kapal secara otomatis akan

mengalami sudut miring (heel)

yang lebih besar guna

menghasilkan momen lengan

penegak yang sama besar. Inilah

yang menyebabkan parametric

rolling. Dapat disimpulkan jika

GM berkurang kemungkinan kapal

mengalami parametric rolling

lebih besar. 1 putaran gerakan

rolling (kanan-kiri) terjadi setiap

2 kali gelombang penuh, sehingga

sebagai konsekuensinya amplitudo

rolling kapal akan bertambah

besar.

5. Suf-riding dan Broaching to

Ketika kapal berada di depan

bagian curam dari ombak yang

tinggi pada kondisi following dan

quatering seas, sehingga

kecepatan orbital dari partikel gelombang dapat mengakibatkan

kapal dapat berada di atas ombak,

fenomena ini dikenal sebagai surf-

riding. Pada situasi ini (kapal

bergerak menuju lembah

gelombang), dua buah gaya drift

yang berlawanan menimbulkan

momen putar.

Hal tersebut disebut dengan

broaching-to, yang dapat

membahayakan kapal terbalik

sebagai akibat dari perubahan

haluan secara mendadak dan sudut

heeling yang tidak terduga.

Broaching-to umumnya terjadi

ketika gelombang datang dari arah

belakang dengan sudut 10o-30

o

atau pada sudut 135o<α<225

o dari

sumbu depan dan belakang kapal.

Ketika menggunakan metode head

dan bow seas, kapal akan mendapat

gerakan pitching, heaving, dan

rolling. Serta akan terjadi hogging,

sogging, hingga twisting dapat juga

terjadi tergantung pada posisi relatif

kapal terhadap gelombang, seperti

Page 169: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2113

ketika puncak gelombang maupun

lembah gelombang berada pada

amidship kapal, dapat memberi

kerusakan pada struktur lambung

kapal. Serta kecepatan kapal akan

cenderung berkurang sebagai akibat

dari angin dan gelombang.

Penggunaan metode ini dengan

pertimbangan:

1. Gerakan pitching

Gerakan pitching yang yang

paling signifikan terjadi ketika

menggunakan metode ini,

ditentukan oleh panjang

gelombang relatif dengan panjang

kapal. Gerakan pitching kapal

akan terasa tidak terlalu signifikan

ketika panjang gelombang lebih

pendek dibanding panjang kapal,

karena dampak dari gelombang

kecil. Gerakan pitching dan

heaving kapal terjadi dengan

bagian haluan kapal terangkat

sesuai dengan gerak gelombang.

Ketika panjang gelombang sama

panjang dengan panjang kapal,

gerakan kapal akan lebih sering.

Gerakan heaving kapal akan

terjadi pada puncak gelombang

dan haluan (bow) akan terjun ke

dalam gelombang yang baru

terjadi. Dan terjadi perbedaan level

air relatif terhadap gelombang

pada bagian haluan dan buritan

kapal menjadi lebih besar

menyebabkan propeller terangkat

ke atas (propeller racing),

shipping water, dan fenomena

slamming. Dengan kata lain

gerakan pitching inilah yang

menjadi sebab fenomena-fenomena di bawah ini terjadi.

2. Propeller racing

Race (Propeller racing)

merupakan keadaan dimana

propeller kehilangan beban yang

berakibat terjadi perputaran

propeller yang cepat secara

seketika, dan menghasilkan

getaran yang cukup kuat. Hal ini

dapat menyebabkan kerusakan

propeller, propeller shaft, serta

mesin induk. Terjadi ketika buritan

kapal terangkat (heave) karenanya

gerakan relatif antara level air dan

buritan bertambah, sehingga

buritan terangkat keluar dari air

dan sebagian baling-baling ikut

terangkat keluar.

Ketika kapal dalam kondisi

ballast/lightship dalam melakukan

metode olah gerak ini, draft

buritan harus diperdalam, trim by

stern, sehingga rasio antara

terbenamnya propeller dengan

diameter propeller harus di selalu

20% atau lebih.

3. Shipping water

Merupakan air yang naik keatas

deck melalui forecastle bulwark.

Green water ini dapat

menimbulkan beberapa bahaya,

terutama pada permesinan deck,

deck cargo, dan hatch cover.

Dengan mempertimbangkan

skala beaufort yang sedang

berkembang dan tergantung dari

bentuk kapal dan kecepatan.

semakin lambat kapal,

kemungkinan terjadi shipping

water semakin sedikit.

4. Slamming bump

Terjadi ketika kapal mengalami

pitching dengan panjang

gelombang lebih panjang daripada

panjang kapal. kapal dalam

kondisi lightship dengan trim-by-stern rentan mengalami slamming

dibandingkan kapal dalam kondisi

full-loaded.

Olah gerak saat menghadapi

Hurricane Matthew, dimulai pada

tanggal 05 Oktober 2016 pukul

2400LT dengan posisi Hurricane

Page 170: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane

Matthew

Suwiyadia, Suherman

b dan Wibowo

c

2114

berdasar public advisory 32 pukul

2300EDT berada di

24o24,00’N/076

o24,00’W dan posisi

kapal pukul 2400LT berada posisi

23o50,00’N/080

o43,06’W dengan

jarak antara pusat Hurricane dengan

kapal sebesar 239NM dengan

baringan 081o.

Berdasar pada arah pergerakan

angin yang terobservasi pada tanggal

05 Oktober 2016 hingga 06 Oktober

2016 antara West hingga East , di

mana pada saat itu posisi Hurricane

Matthew telah berada di Kepulauan

Bahamas dan bergerak northwest

menuju pantai timur Amerika,

sehingga kapal mendapat gelombang

yang cukup tinggi sebesar 2.5 meter,

tinggi gelombang dari 4,8m menjadi

2,5m diakibatkan karena adanya refraction effect yang diakibatkan

oleh topografi perairan yang dangkal.

Semakin dalam sebuah perairan,

semakin besar tenaga gelombang

yang dihasilkan oleh sebuah

Hurricane, Semakin lemah pula

kekuatan dari gelombang ketika

mencapai perairan dangkal. Dan efek

angin yang dihasilkan juga

terpengaruh dari adanya pulau-pulau

sekitar sebagai penghambat/pembelok

laju angin.

Saat berolah gerak kapal akan

berada pada posisi lee shore, di mana

memanfaatkan pulau sebagai tempat

berlindung (shelter). Sebagaimana

dijelaskan dalam wind force effect, di

mana kecepatan angin akan

berkurang atau dibelokkan jika

membentur permukaan yang tidak

rata. Hal ini dapat menjadi strategi

berolah gerak kapal saat menghadapi

Hurricane Matthew.

Kapal MV Bernhard Schulte pada

fase ini, menggunakan metode head

dan bow sea untuk berolah gerak, hal

tersebut berdasar pada data stabilitas,

di mana kapal pada kondisi lightship

dengan kondisi draft trim-by-stren,

dengan besaran trim 4.56m, memiliki

nilai GM actual sebesar 4.356m dan

sudut terlebar untuk lengan pembalik

GZ adalah 60o dengan limit 25

o.

Mempunyai amplitudo rolling 22.7o

dan periode rolling kapal sebesar

11.89 detik. Keadaan stress dan

bending moment kapal telah

memenuhi syarat. Dan kapal

terkadang mengalami gerakan rolling

dengan intensitas easily hingga

moderately.

Dalam metode head and bow seas

terdapat resiko terjadinya racing

propeller berdasar pada trim and

stability tabel of MV. Bernhard

Schulte serta data stabilitas didapat

perhitungan mengenai propeller

immersion.

( (

))

( (

))

Da Draft at A.P.

Df Draft at F.P,

Dm Mean Draft = (Da+Df)/2

A Distance from A.P. to propeller

center 5.6m

t Trim = Da - Df

dAP Draft at propeller position

Hs Height of shaft center line above of

the keel 4.421m

LBP Length of Perpendicular 251m

D Diameter of propeller 7.8m

Gambar 4. Pergerakan angin Hurricane

Matthew tanggal 06 Oktober 2016

Page 171: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2115

(

)

(

)

Propeller hanya terbenam sebesar

96.8%. Dan berdasar pada teori diatas

di mana rasio antara terbenamnya

propeller dengan diameter propeller

harus di selalu 20% atau lebih.

Tetapi pada kenyataannya tidak

terpenuhi, rasio antara terbenamnya

propeller dengan diameter propeller

MV. Bernhard Schulte saat itu

sebesar -0,151 ≤ 0,2 (20%). Sehingga

terdapat kemungkinan terjadinya

racing propeller jika MV. Bernhard

Schulte menggunakan mesinnya

untuk berolah gerak.

Akan tetapi kapal sesekali

menggunakan mesin maju untuk

mengatur pergerakan kapal agar kapal

tidak berada pada situasi following

dan quatering sea. Sehingga kapal

masih berada di luar dari zona bahaya

berdasar pada V/T diagram pada

encountering to highwave group.

Walaupun kapal masih berada di luar

dari zona bahaya, tetapi harus

diperhatikan untuk tidak

menempatkan kapal dengan sudut

gelombang antara 20-60o dari buritan

karena akan meningkatkan resiko

terbaliknya kapal.

Saat itu kapal mendapat

gelombang dari bagian seperempat

dari belakang dengan periode

gelombang yang diamati sekitar 12

detik, sehingga berdasar pada

encounter wave diagram, didapat

encounter wave periode (TE) hampir

mendekati 12 dengan sudut

datangnya gelombang antara 30-45o

dan dengan kecepatan kapal saat

maksimal pada saat itu adalah 6knots.

Sehingga Tr/TE hampir mendekati

1 yang akan menyebabkan

synchonious rolling. menyebabkan

akan mengalami bahaya rolling yang

sangat besar akibat mendapat

synchonious rolling. Besarnya sudut

rolling kapal berdasar pada

dokumentasi peneliti, mencapai 20o-

25o. Besar sudut rolling tersebut

adalah besar sudut rolling di kamar

mesin. Sehingga bisa dibayangkan

besarnya sudut rolling saat berada di

anjungan.

Dan terjadinya slamming harus

diperhatikan karena kapal dalam

kondisi lightship dengan trim-by-

stren rentan mengalami slamming

dibandingkan kapal dalam kondisi

full-loaded. Serta frekuensi dari

pengurangan kecepatan kapal pun

menjadi pilihan paling efektif untuk

digunakan. Dan pengurangan

kecepatan pun dapat mengurangi

terjadinya resiko shipping water.

Sehingga Master kapal MV. Bernhard

Schulte mengambil tindakan untuk

tetap berolah gerak secara head sea

dengan kondisi mesin mati dan hanya

memberi kick untuk mempertahankan

posisi kapal serta mesin agar tetap

mendapat head sea. Dengan durasi

penggunaan mesin setiap 1 hingga 2 jam, sesuatu perintah dari Chief

Engineer.

IV. PENUTUP

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan di atas

mengenai analisis olah gerak kapal

Gambar 5. Encounter wave diagram

Page 172: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane

Matthew

Suwiyadia, Suherman

b dan Wibowo

c

2116

dalam kondisi lightship saat menghadapi

Hurricane Matthew, maka dapat

disimpulkan bahwa.

a. Cara mengolah gerakan kapal melihat

pada kondisi kapal MV. Bernhard

Schulte dalam kondisi lightship dan

keadaan laut sekitar.

Master kapal menggunakan

metode berolah gerak head and bow

sea daripada menggunakan metode

berolah gerak following and

quatering sea, yang memiliki resiko

lebih besar untuk kapal terbalik

dibandingkan dengan menggunakan

head and bow sea. Walaupun pada

head and bow sea tidak dianjurkan

untuk kapal dalam kondisi lightship

menggunakan metode ini. Tetapi,

resiko bahaya head and bow sea

tersebut dapat diminimalisir dengan cara mematikan mesin, pengaturan

stabilitas, serta pemanfaatan topografi

perairan sekitar. Sehingga tidak

terjadi fenomena slamming yang

sangat keras, pitching yang sangat

besar, kemungkinan resiko shipping

water yang mengancam permesinan

deck menjadi lebih kecil, serta

terjadinya racing propeller dapat

diminalisir. Serta kapal harus berada

pada daerah navigable semi-circle,

karena kapal cenderung terhempas

menjauh dari dari jalur Hurricane dan

kapal masih dapat diolahgerakan.

2. Saran

Beradasarkan hasil pembahasan di

atas mengena saat dalam menghadapi

Hurricane Matthew maka peneliti

memberi saran sebagai berikut:

a. Pengolah gerakan kapal yang

dilakukan oleh para officer guna

mengadapi Hurricane dalam kondisi

kapal lightship disarankan untuk:

1) Sebisa mungkin kapal berada pada

navigable semicircle.

2) Penggunakan metode head seas

saat menghadapi hurricane.

Master kapal MV. Bernhard Schulte

menyarankan untuk berolah gerak

pada saat Hurricane harus

mempertimbangkan kondisi alam

seperti angin dari efek Hurricane,

arus, dan apabila di sekitar perairan

tersebut terdapat pulau dapat

dimanfaatkan sebagai tempat

berlindung (shelter) kapal. Sehingga

kapal akan terhindar dari resiko kapal

hilang/terbalik, maupun resiko kapal

mendapat six motion degree terutama

gerakan rolling yang sangat parah.

DAFTAR PUSTAKA

Allianz Global Corporate & Specialty.

2016. Safety and Shipping Review 2016. Munich: Allianz Global

Corporate & Specialty

Armstrong, Malcolm C. 1994. Practical

Ship Handling. Glasgow: Brown

Son & Ferguson Ltd.

Bowditch, Nathaniel. 2002. The American

Practical Navigator. Maryland:

National Imagery and Mapping

Agency

Edwards, R., 2012. Tropical Cyclone

Tornadoes: A Review of Knowledge

in Research and Prediction.

Electronic J. Severe Storms

Meteor., Vol. 7, No. 6: 1–61

Ghozali, Imam. 2013. Desain Penelitian

Kuantitatif dan Kualitatif Akuntansi,

Bisnis dan Ilmu Sosial Lainnya.

Semarang : Yoga Pratama

Holweg, Eric J. 2000. Mariner’s Guide For

Hurricane Awareness In The North

Atlantic Basin. Florida: National

Hurricane Center

Page 173: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 8 No. 2 Edisi Mei 2018

2117

IMO, Guidance to the Master for Avoiding

Dangerous Situation in Following

and Quatering Seas (IMO

doc.MSC/Circ.707, 19 October

1995)

IMO, Revised Guidance to The Master for

Avoiding Dangerous Situations in

Adverse Weather and Sea

Conditions (IMO doc.

MSC.1/Circ.1228, 11 January 2007)

IMO, Revision of The Code on Intact

Stability (IMO doc. SLF 48/4/8, 10

June 2015)

International Chamber of Shipping. 2016.

Bridge Procedure Guide Fifth

Edition. London: Marisec

Publication

ITF. 2017. STCW A guide for Seafarers.

London: ITF

Japan Captain’s Assosiation. 2009. A Guide

to Ship Handling The Best

Seamanship. Tokyo: IMMAJ

Kountur, Ronny. 2009. Metode untuk

Penulisan Skripsi dan Tesis. PPM:

Jakarta

L. Wu, Y.wen & Y. Cai. 2014. Ship

Routeing Design for Avoiding

Heavy Weather and Sea Conditions.

Poland: International Journal on

Marine Navigation and Safety of

Sea Transportation. Vol. 8, No.

4:551-556

Latto, Andrew S. dan Todd B. Kimberlain. 2017. Tropical Cyclone Report:

Hurricane Nicole (AL152016).

Florida: National Hurricane Center

Medyna, Piotr, Bernard Wiśniewski, &

Jarosław Chomski. 2010. Methods

of Avoiding Tropical Cyclone on

The Example of Hurricane Fabian.

Maritime University of Szczecin:

Scientific Journals. Vol. 20, No. 92:

92–97

Mohanty, Dev Niyogi, dan Subhasih

Tripathy. 2012. Tropical Cyclone

Prediction Eye on The Storm.

Newsletter of IUSSTF. Vol.

4(2):04-11

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung:

Remaja Rosdakarya

_______________. 2005. Metodologi

Penelitian Kualitatif. Bandung:

Remaja Rosdakarya

Narbuko, Cholid., Abu Achmadi. 2010.

Metodologi Penelitian. Jakarta:

Bumi Aksara

Norwegian Maritime Authority. 2013.

Procedures for Determination of

Lightship Displacement and Centre

of Gravity of Norwegian Ships.

Norwegia: Norwegian Maritime

Authority

Stewart, R.Stacy. 2017. Tropical Cyclone

Report: Hurricane Matthew

(AL142016). Florida: National

Hurricane Center

Papanikolaou, A. 2014. Ship Design

Methodologies of Preliminary

Design. New York: Springer

Pielke, Roger A. 1998. Hurricanes Their

Nature and Impact on Society.

Chichester: John Wiley&Sons Ltd.

Roth, Hal. 2009. Handling Storm at Sea.

Pennsylvania: McGraw-Hill

Companies, Inc

SOLAS 1/7/02 (Chapter V Safety of

Navigation)

Page 174: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Olah Gerak Kapal Mv. Bernhard Schulte Dalam Kondisi Lightship Saat Menghadapi Hurricane

Matthew

Suwiyadia, Suherman

b dan Wibowo

c

2118

Soliman, Mohamed, Mohamed Nabil

Elnabawy. 2015. Impact of Fatigue

on Seafarer’s Performance.

IMPACT: International Journal of

Research in Engineering &

Technology. Vol.3, No.10: 87-100

Subandrijo, Djoko. 2011. Olah Gerak dan

Pengendalian Kapal. Badan

Penerbit Universitas Diponegoro,

Semarang

Videotel No. 321, 636, 661 695, 738, 743

Wisniewski & P. Kaczmarek. 2012.

Elements of Tropical Cyclones

Avoidance Procedure. Poland:

International Journal on Marine

Navigation and Safety of Sea

Transportation. Vol. 6, No. 1:119-122

Page 175: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 7 No. 2 Edisi Mei 2018

2119

PERANAN NAKHODA DALAM MEMOTIVASI SEMANGAT KERJA

KRU DI ATAS KAPAL KN. BIMA SAKTI

Firdaus Sitepu

Dosen PIP Semarang

ABSTRACT

The role of the skipper to give motivation to the crew work is urgently needed to

provide impetus in implementing the tasks and jobs on the boat and avoid delay and buildup.

The method used in this research is descriptive qualitative. Data were obtained using the

technique of direct interviews and a questionnaire that is provided to the crew. And to receive

data from the literature related to the title of this research. The conclusion of this study is the

motivation of the crew on board was influenced by encouragement from the skipper. And the

result is positive. The crew’s performance is getting better and this is expected to be mainted.

Keywords : motivation, crew, KN. Bima Sakti

ABSTRAK

Peranan Nakhoda untuk memberikan motivasi kerja kepada anak buah kapal sangat

dibutuhkan untuk memberikan dorongan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan di atas

kapal dan tidak terjadi penundaan dan penumpukan. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah semua kru

yang bekerja di atas kapal KN. BIMA SAKTI. Data yang diperoleh menggunakan teknik

wawancara langsung dan dengan kusioner yang di berikan kepada kru. Serta mendapat

dalam penelitian ini adalah motivasi kerja kru di atas kapal dipengaruhi oleh dorongan dari

Nakhoda. Dan hasilnya posiitif. Kinerja kru semakin membaik dan diharapkan ini dapat

dipertahankan.

Kata kunci : motivasi, kru, KN. Bima Sakti

I. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara maritim

yang terdiri dari pulau-pulau yang

dipisahkan oleh lautan. Untuk

memudahkan berbagai macam aktifitas di

atas laut diperlukan sebuah alat trasportasi.

Kapal laut merupakan sarana transportasi

yang penting dalam aktifitas hubungan

antara masyarakat dari pulau satu dengan

pulau lainnya. Pemimpin di atas kapal

adalah Nakhoda. Nakhoda mempunyai

wewenang dan tanggung jawab penuh atas

terlaksananya pelayaran yang baik

berkaitan dengan keselamatan kapal,

muatan, penumpang, keselamatan kru

kapalnya serta memotivasi awak kapal

agar selalu memperhatikan dan mematuhi

ketentuan sistem manajemen keselamatan.

Motivasi kerja merupakan salah satu

faktor yang dapat meningkatan kinerja kru.

Baik buruknya kinerja kru ditentukan oleh

motivasi. Kru agar mau bekerja pada

umumnya harus mempunyai motivasi.

Motivasi berarti suatu kondisi yang

mendorong atau menjadi penyebab

seorang melakukan suatu perbuatan atau

kegiatan, yang berlangsung secara sadar

(Nawawi, 2000 : 87). Menurut Steer

(2001), faktor yang mempengaruhi kinerja

Page 176: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal Kn. Bima Sakti

Firdaus Sitepu

2120

adalah motivasi kerja, selanjutnya

menjelaskan bahwa motivasi mempunyai

kekuatan kecenderungan seseorang atau

individu untuk melibatkan diri dalam

kegiatan yang mengarah kepada sasaran

dalam pekerjaan sebagai kepuasaan, tetapi

lebih lanjut merupakan perasaan senang

atau rela bekerja untuk mencapai tujuan

pekerjaan, sehingga pekerjaan bias selesai

tepat waktu.

Dalam Undang-Undang N0. 21 Tahun

1992 tentang pelayaran mendefinisikan

“Pemimpin kapal itu adalah salah seorang

dari awak kapal yang menjadi pimpinan

umum di atas kapal untuk jenis dan ukuran

tetentu serta mempunyai wewenang dan

tanggung jawab tertentu, berbeda yang

dimiliki Nakhoda”.

„Nakhoda kapal adalah salah seorang dari

awak kapal yang menjadi pimpinan umum

di atas kapal dan mempunyai wewenang

dan tanggung jawab tertentu sesuai dengan

peraturan dan perundang-undangan yang

berlaku.”

“Awak kapal adalah orang yang bekerja

atau dipekerjakan di atas kapal oleh

pemilik atau operator kapal untuk

melakukan tugas di atas kapal sesuai

dengan jabatannya yang tercantum dalam

buku sijil.”

Sebagai makhluk sosial manusia

membutuhkan bantuan orang lain.

Manusia akan selalu berusaha untuk

memenuhi kebutuhannya dan memerlukan

motivasi atau dorongan dari orang lain

untuk mencapai apa yang menjadi tujuan

hidupnya.

Pimpinan organisasi atau perusahaan

merupakan orang yang bekerja dengan

bantuan dari para bawahannya, yaitu

karyawan. Oleh karena itu, sudah menjadi

kewajiban dari seorang pimpinan untuk

mengusahakan agar para karyawan

berprestasi. Kemampuan bawahan untuk

dapat berprestasi disebabkan dengan

adanya dorongan atau motivasi.

Pemberian motivasi dengan tepat akan

dapat menimbulkan semangat, gairah dan

keikhlasan kerja dalam diri seseorang.

Meningkatnya kegairahan dan kemauan

untuk bekerja dengan sukarela tersebut

akan menghasilkan pekerjaan yang lebih

baik, sehingga akan meningkatkan

produktivitas kerja. Sedangkan seseorang

yang mempunyai motivasi kerja rendah,

mereka akan bekerja seenaknya dan tidak

berusaha untuk mendapatkan hasil yang

maksimal.

Motivasi kerja dapat memberi energi

yang menggerakkan segala potensi yang

ada, menciptakan keinginan yang tinggi

dan luhur serta meningkatkan kegairahan

dan kebersamaan.

Dari pengertian motivasi kerja di atas,

mendorong beberapa ahli untuk ikut

berpendapat mengenai motivasi kerja

meliputi:

1. Menurut Pandji Anoraga Motivasi kerja

adalah kemauan kerja karyawan yang

timbulnya karena adanya dorongan dari

dalam pribadi karyawan yang

bersangkutan sebagai hasil integrasi

keseluruhan daripada kebutuhan

pribadi, pengaruh lingkungan fisik dan

pengaruh lingkungan sosial dimana

kekuatannya tergantung daripada proses

pengintegrasian tersebut.

2. Ernest J. McCormick Motivasi kerja

adalah kondisi yang berpengaruh

membangkitkan, mengarahkan dan

memelihara perilaku yang berhubungan

dengan lingkungan kerja.

3. Berelson dan Steiner dalam Siswanto

Sastrohadiwiryo, motivasi kerja adalah

Keadaan kejiwaan dan sikap mental

manusia yang memberikan energi,

mendorong kegiatan atau

menggerakkan dan mengarah atau

menyalurkan perilaku ke arah mencapai

kebutuhan yang memberi kepuasan atau

mengurangi ketidakseimbangan.

Page 177: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 7 No. 2 Edisi Mei 2018

2121

Dari pendapat-pendapat di atas dapat

disimpulkan bahwa motivasi kerja adalah

sesuatu yang mendorong seseorang, baik

berasal dari dalam maupun dari luar diri

seseorang, sehingga seseorang tersebut

akan memiliki semangat, keinginan dan

kemauan yang tinggi untuk melaksanakan

aktivitas kerja.

Begitu pula di atas kapal pada

kenyataannya masih banyak pekerjaan

yang tidak selesai sesuai dengan jadwal

yang telah ditentukan, hal ini disebabkan

karena kurangnya semangat kerja kru di

atas kapal.

Salah seorang pelaut mengemukakan

pengalamannya pada saat kapal sandar di

pelabuhan dalam Tanjung Mas terjadi

perkelahian antara kru kapal yang berawal

dari adu mulut, hal ini disebabkan karena

salah seorang kru berhenti bekerja sebelum

waktu yang telah ditetapkan di atas kapal

sedangkan target pekerjaan yang ingin

diselesaikan saat itu masih banyak yang

belum selesai sehingga bosun marah dan

menegur kru tersebut karena kru tersebut

mersa tersinggung perkelahian tersebut

tidak dapat dihindari, dengan kejadian ini

membuat kurangnya hubungan yang

harmonis antara kru kapal. Hal ini terjadi

karena kurangnya perhatian dari perwira

kapal khususnya Nakhoda, kurangnya

perhatian Nakhoda membuat kru kurang

termotivasi dalam bekerja sehingga

banyak kru yang bermalas-malasan dalam

bekerja yang mengakibatkan banyak

pekerjaan yang tidak selesai sesuai dengan

target yang telah ditentukan.

Rendahnya motivasi kerja yang dimiliki

oleh awak kapal karena kejenuhan yang

dialami karena masa kontrak kerja yang

sudah lewat, juga kurangnya komunikasi

antara Nakhoda dan crew. Permasalahan

ini perlu segera diatasi, sehingga kinerja

awak kapal dapat meningkat lagi sehingga

pengoperasian kapal dapat berjalan lancar

seperti yang diharapkan.

Sesuai hal tersebut di atas, maka

peneliti terdorong untuk melakukan

penelitian dengan judul “Peranan

Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat

Kerja Kru Di Atas Kapal KN. Bima

Sakti”. Berdasarkan latar belakang di atas,

maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah bagaimana hubungan peranan

nakhoda terhadap peningkatan motivasi

kerja kru di atas kapal ?

Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui peranan Nakhoda dalam

memotivasi semangat kerja kru di atas

kapal.

a. Untuk mengidentifikasi masalah

mengapa kinerja ABK menurun di atas

kapal.

b. Untuk mengetahui penyebab dalam

masalah peran dan tanggung jawab

Nakhoda dalam meningkatkan kinerja

ABK di atas kapal sehingga

pengoperasian kapal dapat berjalan

dengan baik.

c. Untuk mencari upaya meningkatkan

kinerja ABK dalam mengoperasikan

kapal.

II. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sempel

Populasi dalam penelitian ini adalah

semua kru yang bekerja di atas kapal.

Adapun sampel kru dalam penelitian ini

adalah kru kapal KN. Bimasakti

B. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data mengenai

variabel yang akan diteliti, peneliti

menggunakan teknik :

1. Kuesioner (angket) pilihan ganda

yang akan disebarkan kepada

responden. Kuesioner ini digunakan

untuk mengukur variabel motivasi

dari nakhoda kepada kru di atas

kapal.

2. Wawancara, tanya jawab yang

dilakukan dengan responden untuk

memperoleh informasi tentang

kejadian-kejadian di atas kapal

selama mereka sandar atau berlayar

Page 178: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal Kn. Bima Sakti

Firdaus Sitepu

2122

dan informasi guna melengkapi data

yang belum terjadi melalui

kuesioner.

C. Teknik Analisis Data

Dari data penelitian yang terkumpul,

selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan teknik analisis deskriptif

kualitatif. Teknik ini dimaksudkan

untuk menggambarkan peranan

Nakhoda dalam memotivasi semangat

kerja para kru di atas kapal.

III. HASIL PENELITIAN DAN

PEMBAHASAN

Analisis diskriptif yaitu analisis yang

digunakan untuk menggambarkan data

yang diperoleh dari responden. Dalam hal

ini persepsi responden terhadap pengaruh

Nakhoda dalam memotivasi semangat

kerja kru di atas kapal.

Kehidupan di atas kapal merupakan

suatu organisasi kecil dan dengan

lingkungan yang terbatas, maka

keharmonisan anak buah kapal dan

semangat kerja yang tinggi memiliki

peranan penting dalam meningkatkan

kinerja para pelaut di atas kapal.

Awalnya, kepemimpinan dipercaya

oleh masyarakat dahulu bahwa

kepemimpinan merupakan suatu bapak

yang tidak semua orang dapat memiliki

bakat kepemimpinan karena

kepemimpinan merupakan kemampuan

yang dibawa sejak lahir. Sehingga banyak

orang yang berpendapat bahwa teori dan

ilmu kepemimpinan tidak dibutuhkan.

Kepemimpinan dapat sukses dijalankan

tanpa didasari oleh teori, tanpa pelatihan

dan pendidikan sebelumnya.

Kepemimpinan adalah jenis pemimpin

yang tidak ilmiah yang dilakukan

berdasarkan bakat menguasai seni

memimpin. Dalam perkembangannya,

kepemimpinan secara ilmiah bermunculan

dan terus berkembang seiring dengan

pertumbuhan manajemen ilmiah (scientific

managemen), yang dipelopori oleh

ilmuwan Frederick W. Taylor abad ke-20

dan perkembangannya memunculkan satu

ilmu kepemimpinan yang tidak didasari

dari bakat dan pengalaman saja, tetapi

mempersiapkan secara berencana dan

melatih yang dilakukan dengan

perencanaan, percobaan, penelitian,

analisis, supervisi dan penggemblengan

secara sistematis untuk membagikan sifat-

sifat pemimpin yang unggul, agar mereka

berhasil dalam setiap tugasnya.

Berkembangnya ilmu kepemimpinan,

kepemimpinan berdasarkan bakat alam

tidak lagi menjadi acuan, namun

kepemimpinan melalui pelatihan dan

pendidikan menjadi kemampuan untuk

memengaruhi menggerakkan suatu karya

bersama. Kepemimpinan adalah suatu

kekuatan yang menggerakkan perjuangan

atau kegiatan yang menuju sukses.

Kepemimpinan dapat juga diartikan

sebagai proses memengaruhi atau memberi

contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya

dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan merupakan proses

mempengaruhi aktivitas kelompok dalam

rangka perumusan dan pencapaian tujuan.

Kepemimpinan berasal dari kata

pemimpin. Pengertian pemimpin adalah

suatu peran atau ketua dalam sistem di

suatu organisasi atau kelompok.

Sedangkan kepemiminan merupakan

kemampuan yang dimiliki seseorang untuk

memengaruhi orang-orang untuk bekerja

mencapai tujuan dan sasaran.

a. Hal-hal yang menyebabkan Nakhoda

memotivasi semangat kerja ABK di

atas kapal ialah :

1. Gaya kepemimpinan Nakhoda

Kepemimpinan di atas kapal turut

mempengaruhi motivasi kerja kru.

Gaya kepemimpinan yang dimaksud

adalah cara Nakhoda menjalankan

kepemimpinannya sehingga dapat

memberi dorongan pada kru untuk

Page 179: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 7 No. 2 Edisi Mei 2018

2123

bekerja secara efektif dan efisien.

Dalam penelitian ini kepemimpinan

Nakhoda dititikberatkan pada dua hal

pokok yaitu gaya kepemimpinan dan

kemampuan kepemimpinan untuk

mengarahkan dan memberi bimbingan

kepada bawahan untuk bekerja dengan

baik. Dikatakan bahwa gaya

kepemimpinan di atas kapal sangat baik

bila Nakhoda bersikap ramah dan

memberikan kesempatan kepada kru

untuk menyampaikan ide-ide mereka.

Pemimpin itu mempunyai sifat,

kebiasaan. Temperamen, watak, dan

kepribadian sendiri yang unik dan khas,

sehingga tingkah laku dan gayanya

sendiri membedakan dirinya dengan

orang lain. Gaya atau style hidupnya

pasti akan mewarnai perilaku dan tipe

kepemimpinannya.

Tipe kepemimpinan Nakhoda pada

kapal ini yaitu kepemimpinan suportif

di mana Nakhoda bersikap ramah dan

menunjukkan perhatian kepada kru atau

bawahannya. Gaya kepemimpinan

Nakhoda tersebut dapat meningkatkan

kerja kru di atas kapal.

2. Pemberian Motivasi Secara

Langsung

Motivasi adalah dorongan yang

dimiliki individu yang merangsang

untuk melakukan tindakan atau

kegiatan dalam mencapai tujuan yang

diharapkan pada penelitian ini

pemberian motivasi dititikberatkan

pada pemberian himbauan agar kru

menyelesaikan tugas dan tanggung

jawabnya sehingga tidak terjadi

penumpukan pekerjaan.

Motivasi yang baik dapat diukur dari

tingginya semangat kerja kru dalam

melaksanakan tugas pokok tepat waktu

sedangka motivasi yang kurang dapat

pula dilihat dari rendahnya gairah dan

semangat kerja kru dalam

melaksanakan tugas pokok sehingga

sering terjadi penundaan dalam

menyelesaikan pekerjaan.

3. Kebijaksanaan

Kebijaksanaan merupakan sifat dan

kemampuan untuk menggunakan

pengetahuan, pemahaman, pengalaman,

akal sehat dan wawasan yang dalam.

Kebijaksanaan adalah akumulasi dari

ilmu, pengetahuan, dan pencerahan.

Orang yang bijaksana mempunyai

kualitas dalam berpengetahuan, serta

mempunyai kapasitas untuk

menggunakannya. Dia mengetahui

masukan yang baik serta dapat

mengolahnya menjadi hasil yang baik.

Dia mempunyai ketajaman akal, adil,

cerdas, dan mahir tentang ilmu

pengetahuan tertentu.

Kebijaksanaan merupakan salah satu

faktor yang mempengaruhi motivasi

kerja kru. Kebijaksanaan yang

dimaksud penelitian ini adalah meliputi

peraturan-peraturan di atas kapal yang

menyangkut tata kerja dan mekanisme

kerja kru. Mengenai tata kerja,

penelitian yang diadakan

memperhatikan bahwa perintah atau

instruksi yang dibuat Nakhoda belum

tentu memadai.

Dengan adanya perintah dan intruksi

yang jelas dapat memudahkan kru

dalam bekerja sehingga dapat

meningkatkan motivasi kerja mereka,

hal ini dapat dilihat dari pendapat kru

terhadap pengaruh kebijaksanaan yang

dibuat Nakhoda.

4. Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja dalam suatu

perusahaan termasuk salah satu hal

yang penting untuk diperhatikan.

Meskipun lingkungan kerja tidak

melaksanakan proses produksi dalam

suatu perusahaan, namun lingkungan

kerja mempunyai pengaruh langsung

terhadap para karyawan yang

melaksanakan proses produksi tersebut.

Lingkungan kerja yang memusatkan

bagi karyawannya dapat meningkatkan

kinerja. Sebaliknya lingkungan kerja

yang tidak memadai akan dapat

Page 180: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal Kn. Bima Sakti

Firdaus Sitepu

2124

menurunkan kinerja dan akhirnya

menurunkan motivasi kerja karyawan.

Lingkungan kerja juga

mempengaruhi semangat kerja kru.

Lingkungan kerja yang dimaksud

adalah keadaan di mana kru dapat

bekerja dengan tenang dan nyaman

sehingga benar-benar dapat

meningkatkan motivasi kerjanya.

Penelitian ini dititikberatkan pada

bagaimana Nakhoda menciptakan

suasana kerja yang nyaman dengan

selalu siap memberikan petunjuk dan

pengarahan terhadap masalah-masalah

yang timbul dalam pelaksanaan tugas

dan tanggung jawab kru dalam

menyelesaikan pekerjaannya.

Lingkungan kerja yang baik akan

berpengaruh positif terhadap motivasi

kerja kru dalam menyelesaikan tugas

dan tanggung jawabnya, hal ini dapat

dilihat dari pendapat kru tentang

pengaruh lingkungan kerja terhadap

motivasi kerja kru.

b. Nakhoda Mempuyai Wewenang dan

Tanggung Jawab Penuh Bagi

Keselamatan Kapal, Kru, Muatan dan

Penumpang.

Setiap kapal laut dipimpin oleh

seorang Nakhoda, di mana seorang

Nakhoda bertanggung jawab atas

keselamatan. Nakhoda adalah

pemimpin kapal, yaitu seorang tenaga

kerja yang telah menandatangani

perjanjian kerja laut dengan perusahaan

pelayaran sebagai Nakhoda ,yang

memenuhi syarat dan tercantum dalam

sijil anak buah kapal sebagai Nakhoda

ditandai dengan mutasi dari perusahaan

dan pencantuman namanya dalam surat

laut.

Seorang Nakhoda dalam

menjalankan tugasnya sehari-hari di

atas kapal mempunyai jabatan-jabatan

sebagai berikut:

1) Nakhoda sebagai pemimpi kapal

Nakhoda merupakan pemimpin

tertinggi dalam mengelola,

melayarkan dan mengarahkan kapal

tersebut. Hal yang lebih penting lagi

adalah Nakhoda sebagai pemimpin

kapal harus melayarkan kapalnya

dari suatu tempat ke tempat lain

dengan aman, tepat waktu, praktis

dan selamat.

2) Umum

Nakhoda bertugas untuk

menertipkan kapal. Anak buah kapal

harus patuh kepadanya, dengan

konsekuensi sebaliknya setiap

perintah Nakhoda yang tidak pantas

boleh diadukan kepada pihak yang

berwenang oleh anak buah kapal.

3) Nakhoda sebagai jaksa atau abdi

hukum

Nakhoda dalam mengatasi atau

menanggulangi suatu perkara atau

kejahatan diperbolehkan menahan

seseorang untuk pengamanan dan

pengusutan perkaranya, yang

kemudian dituangkan dalam sebuah

berita acara untuk kemudian

diserahkan kepada kepolisian atau

kejaksaan di pelabuhan berikutnya.

4) Nakhoda sebagai pegawai

pencatatan sipil

Dalam suatu perjalanan pelayaran

dapat saja terjadi hal-hal

menyangkut kehidupan manusia,

seperti kelahiran, kematian,

perkawinan, dan lain-lain. Namun

kemungkinan yang benar-benar

terjadi hanyalah kelahiran dan

kematian maka Nakhoda diberi tugas

sebagai pegawai catatan sipil dengan

mencatat semua kejadian di dalam

buku harian kapal dengan disaksikan

oleh dua orang saksi.

5) Nakhoda sebagai notaris

Nakhoda dapat bertindak sebagai

notaris dalam pembuatan surat

wasiat di atas kapal.

Page 181: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Jurnal Dinamika Bahari

Vol. 7 No. 2 Edisi Mei 2018

2125

6) Nakhoda sebagai wakil perusahaan

pelayaran

7) Nakhoda sebagai pemilik muatan

Dalam kasus-kasus tertentu,

Nakhoda juga dapat menjabat

sebagai wakil pemilik muatan, baik

ia sebagai pengirim atau penerima.

c. Kurangnya Motivasi Kerja Kru Kapal

Motivasi adalah dorongan yang

dimiliki individu yang merangsang

untuk melakukan tindakan atau

kegiatan dalam mencapai tujuan yang

diharapkan. Apabila kurangnya

motivasi kru biasanya ditunjukkan

dengan menurunnya aktivitas yang

terus menerus yang berdampak pada

orientasi tujuan organisasi. Kru yang

tidak bermotivasi adalah mereka yang

termasuk dalam tiga hal berikut ini:

1) Perilaku kru tidak memperlihatkan

goal directed (berorientasikan

tujuan);

2) Perilaku kru tidak diarahkan pada

tujuan yang bernilai bagi organisasi;

3) Kru tidak komitmen terhadap tujuan

dan karenanya mudah terganggu dan

menuntut pengawasan yang tinggi.

d. Harus ada komunikasi yang baik antara

Nakhoda Dengan ABK

Buruknya kepemimpinan nakhoda

dapat mempengaruhi penurunan kinerja

anak buah kapal dan terjadinya

kesalahpahaman dalam berkomunikasi

akibat dari tata cara penyampaian tutur

kata yang tidak benar dan kurang tepat

sasaran. Menyampaikan suatu

panggilan hendaknya sesuai dengan

tugas perorangan yang sudah

terorganisir di kapal, diantara

penyampaian berita atau komunikasi

tersebut sebagai seorang nakhoda harus

dapat menyampaikan cara

berkomunikasi dengan baik, jelas dan

dapat dimengerti oleh semua

bawahannya. Seorang nakhoda dengan

kurang memiliki tata cara maupun

teknik-teknik tertentu untuk

menciptakan hubungan kerja yang

selaras dan baik antara sesama awak

kapal, bawahan dan atasan maupun

sebaliknya antara atasan dan bawahan,

serta kurangnya komunikasi.

Dalam pelaksanaan kerja di atas

kapal sehingga timbul berbagai masalah

yang diakibatkan tidak terciptanya

saling hormat menghormati antara

sesama ABK, baik atasan maupun

bawahan dengan tetap memegang teguh

tanggung jawab wewenang dari

masing-masing individu yang bekerja di

atas kapal. Sifat-sifat kepemimpinan

yang diperlukan (seperti diuraikan

dalam Manajemen Kepemimpinan

(Karyadi M. : 2008), Kepemimpinan,

disusun oleh H. Muhir Subagia, PB

PGRI) diantaranya sebagai berikut :

1) Jujur;

2) Berpengalaman;

3) Berani;

4) Mampu mengambil keputusan;

5) Dapat dipercaya;

6) Berinisiatif;

7) Bijaksana;

8) Tegas;

9) Adil;

10) Menjadi tauladan;

11) Tahan uji;

12) Tidak mementingkan diri

sendiri;

13) Simpatik;

14) Rendah hati.

Sifat kepemimpinan merupakan

kualitas pribadi seseorang yang amat

berharga bagi seorang pemimpin dalam

menjalankan kepemimpinannya dan

merupakan sikap dan tingkah laku yang

dapat dilihat dan dicontoh oleh

lingkungannya. Oleh karena itu sifat-

sifat kepemimpinan dapat dipelajari

dengan menjalani dan memahami sifat-

sifat kepemimpinan seseorang.

Pemimpin dapat menganalisa dirinya

guna kepentingannya. Kemampuan

memimpin atau kepemimpinan yang

sangat bergantung pada kualitas jiwa

Page 182: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

Peranan Nakhoda Dalam Memotivasi Semangat Kerja Kru Di Atas Kapal Kn. Bima Sakti

Firdaus Sitepu

2126

dan sifat seseorang akan berhasil

menjalankan kepemimpinannya

tergantung kemampuan, usaha dan

kegiatan orang itu sendiri dalam

mengembangkan serta meningkatkan

kualitas pribadinya (self improvement).

Kepemimpinan sebagai ilmu di dalam

pelaksanaannya harus disesuaikan

dengan keadaan dan lingkungan serta

anggota bawahan yang dihadapi untuk

tipe kepemimpinan di laut yang cocok

dipakai/dianut yaitu tipe kepemimpinan

otoriter dan demokrasi, maksudnya

adalah tipe ini melakukan pimpinan

pekerjaan atau kehendak yang

diinginkan bersama dengan

bawahannya.

IV. KESIMPULAN

Motivasi dari para kru di atas kapal

sangat dipengaruhi oleh peran Nakhoda

karena secara umum para kru mempunyai

semangat dan tanggung jawab dengan

adanya motivasi dan dorongan dari

Nakhoda. Dari gaya kepemimpinan hingga

kebijakan yang diberikan.

Saran peneliti pada penelitian ini adalah

bahwa Nakhoda harus melaksanakan

perannannya di atas kapal agar menjadi

contoh bagi kru kapal bisa lebih

termotivasi dalam bekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Faustino. 2004. Pemimpin dan

Kepemimpinan. Jakarta: Ghalia

Indonesia

Hasibuan, Melayu. 2003. Organisasi dan

Motivasi. Jakarta: Bumi Aksara

Kartono, Kartini. 1985. Pemimpin dan

Kepemimpinan. Jakarta: Rajawali

Press

Thoha, Miftah. 2005. Perilaku Organisasi.

Jakarta: Raja Garfindo Persada

https://www.scribd.com/document/268700

789/009-NAUTIKA

Page 183: Volume 8 Edisi Mei 2018 - pip-semarang.ac.id · Pada Kapal MT. Sei Pakning” 3. Darul Prayogo (Dosen Program Studi Teknika PIP Semarang) dan Krisman Gelesah (Taruna Program Studi

PEDOMAN PENULISAN

ARTIKEL JURNAL DINAMIKA BAHARI

1. Artikel harus asli, hasil karya sendiri, belum pernah dimuat di media lain, dan tidak sedang proses

pertimbangan untuk dimuat di media lain.

2. Tema artikel berisi hasil penelitian atau gagasan pemikiran (konseptual) tentang keselamatan

maritim, kajian dan rekayasa ilmu maritim, pendidikan dan pelatihan kemaritiman.

3. Artikel ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris pada kertas ukuran A4, dengan format 2

kolom (kecuali abstrak), spasi tunggal, menggunakan font Times New Roman ukuran 12pt

(kecuali judul, font 14pt).

4. Susunan artikel hasil penelitian:

a. Judul (huruf kapital, bold, font 14);

b. Nama penulis (maksimal 3 orang);

c. Jabatan dan institusi penulis;

d. Abstrak (dalam bahasa Inggris atau bahasa Indonesia, memuat informasi tentang tujuan,

metode dan kesimpulan, maksimal 150 kata, satu kolom, spasi tunggal, italic);

e. Kata kunci (3-5 kata kunci, diambil dari judul atau abstrak);

f. Pendahuluan (berisi latar belakang masalah, tinjauan pustaka/landasan teori, dan

masalah/tujuan penelitian, maksimal 30% dari artikel);

g. Metode penelitian (berisi jenis/pendekatan penelitian, subjek/populasi/sampel, metode

pengumpulan dan analisis data);

h. Hasil dan pembahasan;

i. Simpulan dan saran;

j. Daftar pustaka (hanya berisi pustaka yang dirujuk atau dikutip).

5. Perujukan/pustaka menggunakan sistem perujukan langsung, diletakkan dalam kurung, dengan

menyertakan nama belakang pengarang, tahun publikasi, dan halaman, contoh : Yusuf (2008:25)

atau (Yusuf, 2008:25). Dalam hal perujukan ganda atau lebih sumber ditulis secara berurutan

berdasarkan tahun terbit yang lebih awal, dengan menggunakan tanda semicolom [;] sebagai

pemisah antar pengarang, contoh : (Yusuf, 2000:25; Formen, 2001:27; Muhammad, 2002:24)

6. Daftar pustaka disusun berdasarkan nama akhir penulis. Nama depan dan tengah penulis disingkat

(menggunakan inisial, contoh : Amin Yusuf, ditulis Yusuf, A. ), dan dengan menyertakan

informasi tahun terbit, judul publikasi (dicetak miring), kota tempat penerbit dan nama penerbit.

Sumber berupa jurnal mencantumkan nama penulis, tahun terbit, judul artikel, nama jurnal,

volume (bila ada) edisi, dan halaman. Bila sumber tersebut berupa berasal dari sumber internet,

disertakan alamat url dan tanggal akses.

Contoh :

a. Buku

Abdillah. 2005. Pergaulan Multikultural. Semarang: Sinar Publishing

Foucault, M. 1972. The Archaeology Of Knowledge. London: Tavistock

b. Artikel Jurnal

Alanen, L. (1988). Rethinking Childhood. Acta Sociologica. 31(1). 53-67

c. Sumber elektronik/internet

Stone, J.E (1996). Developmentalism an Obsecure but Pervasive Restriction of Educational

Improvement. Educational Policy Analysis Archives. 4. 1-32. Diakses tanggal 18 Oktober

2007 dari http://epaa.asu.edu/epaa/v4n8.html

7. Artikel dikirim dalam bentuk hardcopy dan softcopy ke alamat redaksi : Pusat Penelitian dan

Pengabdian Kepada Masyarakat, PIP Semarang, Jl. Singosari 2A Semarang 50242 Telp. (024)

8311527, Fax: (024) 8311529, email: [email protected] paling lambat 2 bulan sebelum

penerbitan.

8. Penulis akan diberikan bukti berupa 1 (satu) eksemplar jurnal (hardcopy) yang memuat artikel

penulis tersebut.