Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf ·...

87
LEMBARAN ILMU KEPENDIDIKAN LEMBARAN ILMU KEPENDIDIKAN KAN KAN LEMBARAN ILMU KEPENDIDIKAN LEMBARAN ILMU KEPENDIDIKAN ISSN 0216-0847 Volume 44, Nomor 2, September 2015 http://journal.unnes.ac.id LIK Volume 44 Nomor 2 Halaman 1-68 Semarang September 2015 ISSN 0216-0847 0126 0847

Transcript of Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf ·...

Page 1: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

LEMBARANILMUKEPENDIDIKAN

LEMBARANILMUKEPENDIDIKAN

LEMBARANILMUKEPENDIDIKAN

LEMBARANILMUKEPENDIDIKAN

LEMBARANILMUKEPENDIDIKAN

LEMBARANILMUKEPENDIDIKAN

ISSN 0216-0847

Volume 44, Nomor 2, September 2015

http://journal.unnes.ac.id

LIK Volume 44 Nomor 2 Halaman 1-68

SemarangSeptember 2015

ISSN0216-0847

0126 0847

Page 2: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

DESKRIPSI

Terbit dua kali dalam setahun pada bulan April

dan September. Berisi artikel yang bersumber

dari hasil penelitian maupun gagasan pemikiran

dalam rangka pengembangan pendidikan dan

pengajaran di Lembaga Pendidikan Tenaga

Kependidikan (LPTK) maupun di satuan, jalur,

dan jenis pendidikan lain.

.

ISSN

0216 - 0847

Ketua Editor

Ahmad Sofwan

Anggota Editor

Heri Tjahyono

Amin Yusuf

Hari Bakti Mardikantoro

Dyah Rini Indriyanti

Priyantini Widiyaningrum

Moh. Yasir Alimi

Sutikno

Ali Formen

Rohani

Sugiharto

Eko Supraptono

Layout

Yoris Adi Aprilta

Pengelola E-Journal

Widiyanto

Sekretariat

Sunarti

ALAMAT PENERBIT

Kantor Pengembang Jurnal

Gedung G Perpustakaan Pusat Lantai 1

Kampus Unnes Sekaran, Gunungpati,

Semarang, Indonesia 50229

() (024) 70344630

() [email protected]

() http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

Lembaran Ilmu Kependidikan Volume 44. Nomor 2. September 2015

Daftar Isi Students’ Participation in Learning Argumentative Writing Through Writing Workshop Triubaida Maya Ardianti Dwi Anggani L. Bharati, Dwi Rukmini ................1

The Unique Different Features of Vocabulary of The British English (BrE) and American English (AmE): A Review I Wy Dirgeyasa ...........................................................................................................9

Pengembangan Model Pendampingan Guru yang Mengintegrasikan Self Assessment dalam Mengimplementasikan Kurikulum 2013 Sri Sulistyorini Parmin, Umar Samadi ............................................................. 22

Kontribusi Cara Belajar Mahasiswa terhadap Nilai Ujian Akhir Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pendidikan di Universitas Baturaja Eriyanti ..................................................................................................................... 35

Pengembangan Pembelajaran Daur Ulang Limbah Berorientasi Bioentrepreneurship dengan Model Project Based Learning Erna Yuniartiek Dyah Rini Indriyanti, Siti Alimah ....................................... 41

Pelatihan Ketrampilan Berkarya Seni Kolase, Mozaik, dan Montase pada Guru-Guru SD Kecamatan Karangawen Demak Kamsidjo Budi Utomo Mujiono.......................................................................... 48

Pengembangan Perangkat Pembelajaran Lingkungan Hidup Bervisi Konservasi dengan Pendekatan Scientific Skill pada Pengolahan Sampah Organik di Sekolah Imam Baihaqi1 Andreas Priyono Budi Prasetyo2, Amin Retnoningsih2 . 54

Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum Identifikasi Bioindikator Sungai Cimanuk terhadap Ketuntasan Hasil Belajar Aspek Keterampilan Siswa Awan Usy Syuru Dyah Rini Indriyanti, Amin Retnoningsih ....................... 61

Upaya Meningkatkan Kompetensi Profesional dan Merencanakan Pembelajaran Tematik Bagi Guru Kelas III Melalui Kegiatan Pelatihan Studi Kasus Rr. Melinda Arryani .............................................................................................. 68

Page 3: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

1

LIK 44 (2) (2015)

Lembaran Ilmu Kependidikan

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

STUDENTS’ PARTICIPATION IN LEARNING ARGUMENTATIVE WRITING

THROUGH WRITING WORKSHOP

Triubaida Maya Ardianti Dwi Anggani L. Bharati, Dwi Rukmini

Semarang State University, Indonesia

Info Artikel _______________________ Sejarah Artikel:

Diterima Juli 2015

Disetujui Agustus 2015

Dipublikasikan September

2015

_______________________ Keywords:

Students’ participation,

argumentative writing,

writing workshop

_____________________________

Abstrak

__________________________________________________________________________________________ Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan dinamika partisipasi siswa dalam belajar karangan argumentasi

melalui lokakarya menulis. Subjek penelitian adalah 32 siswa kelas XI SMA. Angket dan observasi digunakan

untuk mengumpulkan data, dan pekerjaan siswa juga dikumpulkan untuk memperkuat analisa data. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa partisipasi siswa dalam membangun wacana argumentasi lisan dan tulis

meningkat sepanjang siklus pembelajaran. Siswa berbicara lebih banyak ketika saling berargumen atas sebuah

isu, dan menjadi lebih aktif ketika menulis secara kolaboratif dengan siswa yang lain sehingga kemampuan

siswa dalam mengartikulasikan pemikiran mereka ke dalam karangan argumentasi meningkat ke arah yang

lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan pada rata – rata nilai karangan argumentasi dan kualitas

argumentasi mereka.

Abstract __________________________________________________________________________________________ The present study aimed at describing the dynamics of the students’ participation in learning argumentative

writing through writing workshop. The subjects consisted of 32 eleventh graders of Senior High School.

Questionnaires and observation were used to gather the data, and the students’ works were collected to support the

data analysis. The results of the study showed that the students’ participation in establishing oral and written

argumentative discourse improved throughout learning cycles. The students produced more talk in arguing over an

issue, and became more active in writing collaboratively with their peersm so they got better in articulating their

thoughts in written argumentation. It was affirmed by the improvements on the mean of the students’

argumentative writing and the quality of their argumentation.

© 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

ISSN 0216-0847

Page 4: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

2

INTRODUCTION

VanDerHeide and Newell argued that

engaging students in a set of social practices to

learn argumentative writing helped students foster

their argumentative writing skills in a procedural

way. Crowhurts (1988) asserted that students

needed real audiences or readers to write about

real issues. In this case, without being involved to

interact within social practice, students had no

understanding about audience’ or readers’ “actual

beliefs, attitudes, or experiences to gain audiences’

identification” (Newell et al., 2011: 289).

Consequently, although assertions were worth

arguing, argument needs opposition points of view

including qualifications and rebuttals (Fulkerson,

1996) to make the argument rational (Toulmin,

2003), so that it would be persuasive (Crowhurst,

1988; Stay, 1999). Joining the idea of VanDerHeide

et al. and Crowhurst, viewing the study of

argumentation as a set of social practices means

engaging students in episodes within a socially

mediated setting to provide opportunities for

direct interaction with their peers in order to

establish argumentative discourse. Not only can

students establish their argumentative discourse

in oral mode, but the episodes of social practices

also help students develop their writing over time

as the impact of the establishment of

argumentative discourse in oral mode, and

episodes within the writing stage itself such as

peer-engagement through peer-evaluation (Felton

& Herko, 2004).

The study of argumentative writing is also

viewed from a dialogic/discourse analysis theory

which emphasized the dialogic interaction within

social practices to establish a relationship with

audiences to create persuasive discourse (Evensen,

2002; Felton, & Herko, 2004). For example, Felton

and Herko (2004) conducted a case study to

engage 11th graders in learning argumentative

writing through workshop structured reading, oral

debate, reflection, and revision. Oral debate was an

example of the dialogic approach. Felton and

Herko argued that oral debates engaged students

in double-voicing in the degree that they

established their own claims; at the same time,

shifting their focus to attend opponents’ claims

through refutations. In this case, Felton and Herko

indicated that during oral debate, students were

positioned as a speaker of their own argument, at

the same time, “a live critical audience” (p. 680)

who provided rebuttals to opponents’ claims.

Therefore, oral debate gave students a real picture

of two-sided arguments which they could then

arrange in a written argument.

In addition, Felton and Herko provided a

chain of instruction throughout the writing

workshop to engage students in social practices as

a means to shape their argumentation skills. In this

case, Felton and Herko gave students multiple

opportunities to elaborate their argument in oral

mode through debates, and in written mode

through argumentative writing. Furthermore,

revision as part of instruction in writing workshop

helped students get direct feedback from their

peers to analyze their writing strengths and

weaknesses in constructing written argumentative

discourse. It shows that episodes of social practices

support students in fostering their argumentation

skills.

In sum, there are several theories operating

under the study of argumentation within social

paradigmatic notion such as classical theory, new

rhetorical theory, social genre theory, and

dialogic/discourse theory (Newell et al., 2011;

Fulkerson, 1996; Sheehy, 2003; Stay, 1999). These

theories reveal the same pattern showing that

learning to create argumentation in a socially

mediated setting (Newell et al., 2011;

VanDerHeide & Newell, 2013) enables students to

consider audience (Stay, 1997) in constructing

their argumentative writing to the degree that it is

sufficiently persuasive (Fulkerson, 1996).

Newell, Beach, Smith, and VanDerHeide

(2011) argued that composing argumentative

writing engaged students in the complex thinking

process which included taking a stance,

formulating a claim, giving supporting evidence,

providing warrant, and considering

counterarguments. It showed that students should

consider multiple points of view to defend their

stance in certain issues, and ensuring that each

element of the argumentative writing correlated to

one another. Similarly, Norris and Ennis (1989)

argued that through argumentative writing,

students could be able to consciously and

deliberately produce compelling evidence which

Page 5: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

3

was reasonable and reflective of their ability to

prove their position on certain issues.

In fact, both argumentative writing and

narrative transfered discourse from oral to written

mode; however, it was more difficult to transfer

argumentative discourse from oral to written

mode since it required feedback from interlocutors

(Reznitskaya et al., 2007). Additionally,

Reznitskaya et al. (2007) elaborated that there was

no model of argumentation within oral mode since

argumentative discourse was produced in the

response of an immediate preceding point within

conversation. On the contrary, she emphasized

that written mode demanded “a new solitary

ability” to produce written discourse since there

was particular structure for it (Freedman, &

Pringle, 1984: 79 in Reznitskaya et al., 2007).

Hence, students have difficulty composing

argumentative writing because the particular

structure for argumentative written discourse is

not learned naturally in everyday lives.

Indonesia has been experiencing a national

curriculum shift since its independence was

proclaimed in 1945. The latest curricula

implemented in Indonesian education are

curriculum 2006 called KTSP 2006 (school-based

curriculum), and 2013 Curriculum (Kusuma,

2013). With all the attention to develop the quality

of Indonesian education through several changes

in curricula, starting with KTSP 2006, teachers

have been urged to provide meaningful learning

which encouraged students to be active learners in

discovering their own knowledge (Hasnawati,

2006; Kwartolo, 2007). Nevertheless, for almost a

decade since being implemented, the application of

KTSP 2006 which demanded students’ knowledge

demonstration has not been in line with a lot of

recent teaching practices in Indonesia.

In the case of KTSP 2006, Indonesian

teachers were unprepared to implement KTSP

2006 (Sariono, 2013). This circumstance was

closely related to the previous educational

practices within the implementation of curricula

1984-2004 in English teaching. Lie (2007) claimed

that encouraging students to be independent

learners in English has emerged since Curriculum

1984. She reviewed previous studies on education

policy and EFL curriculum in Indonesia since 1945

to 2005. Then, she indicated that there were shifts

in the commitment of English teaching pedagogy

from grammar translation method in 1945 to

audiolingual method in 1968-1975, and then,

finally shifting to a communicative approach in

1984-2004. The commitment to implement a

communicative approach meant that the teacher’s

domination in student learning should have been

decreased since then. However, Lie pointed out

that the practices within the curricula 1984-2004

showed that English was not portrayed as

language for active communication. Consequently,

learning tended to be teacher-centered. When

KTSP 2006 was implemented, they were not ready

to step out of teacher-centered learning which

tended to be a legacy. Despite not having

succeeded yet in achieving the purpose of KTSP

2006, Curriculum 2013 was implemented.

Even though Curriculum 2013 had a

different concept than KTSP 2006, both curricula

shared a similar purpose in challenging students to

demonstrate what they have learned in something

tangible (Sariono, 2013). In other words, both

curricula had a common purpose to encourage

student-centered learning. Related to this concept,

the present study encouraged students to

demonstrate their knowledge of argumentative

discourse by constructing an argumentative piece

of writing through an active interaction with their

peers. In the subject of English, KTSP 2006 and

Curriculum 2013 mentioned that grade 11

students should be able to master expository

composition such as argumentative writing. To this

extent, teachers should be able to promote student

active learning to help students achieve this

particular learning goal.

Pre-observation in the research site

indicated that the students tended to work in

solitute to complete their argumentative writing

project. Even though I encouraged them to discuss

their writing ideas with their peers, they appeared

to hesitate doing it. During the whole-class debate

which I used to help them generate arguments, the

students produced very little talk. The debate was

not engaging at all, and it did not optimally help

the students to produce solid oral argumentative

discourse. Consequently, the students faced

greater challenge in writing argumentation. This

affected the quality of the students’ final products.

As much as 68.75% of the students failed to

Page 6: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

4

achieve or surpass the minimum requirement in

constructing argumentative writing. To this extent,

I inferred that the students needed a learning

method which could enable them actively

participate in the learning process. So that, they

could feel motivated to establish oral and written

argumentative discourse collaboratively.

To overcome this problem, a writing

workshop is employed to help students learn

argumentative writing. Atwell (1998) defined

writing workshop as an approach consisting of a

series of meaningful tasks from three big sections

of reading territory, mini-lessons, and writing

territory. Writing workshop has been implemented

for decades to support students in writing.

Numerous studies indicated that writing workshop

could help students write in various genres

(Whitney, Ridgeman, & Masquelier, 2011) such as

creative writing (Atwell, 1998; Graves, 2004),

report (Moore-Hart, 2006), and argumentative

writing (Felton & Herko, 2004; VanDerHeide &

Newell, 2013). The practicality of writing

workshop to teach argumentative writing (Felton

& Herko, 2004; VanDerHeide & Newell, 2013)

became the reason for choosing writing workshop

as the strategy to help students construct

argumentative writing in the present study.

In early 1970s through late 1990s, writing

workshop had been initially employed to teach

students creative writing (Atwell, 1998; Strout,

1970). Nevertheless, recently, writing workshop

has been used to teach students various genres

(Whitney, Ridgeman, & Masquelier, 2011) such as

narrative (Atwell, 1989, 1998; Street, 2005; Kesler,

2012; Strout, 1970), report (Moore-Hart 2006),

and argumentative writing (Felton, & Herko, 2004;

Morgan, 2010). It shows that writing workshop has

functioned as a practicable approach that was

applicable for any genre.

Since the early 1970s to the late 1980s, the

study of writing workshop has primarily focused

on the first language classroom (Manion, 1988;

Strout 1970). In the early 1990s, one qualitative

case study examined the effectiveness of writing

workshop in the ESL classroom. Peyton et al.

(1994) conducted a qualitative case study

including 16 teachers in applying writing

workshop to teach English Language Learners

(ELLs) in The Book Projects in Washington, DC.

Peyton et al. found that as ESL students, among

individuals, they spoke different languages as their

mother tongues. Some spoke Arabic, others spoke

Spanish. At the same time, they had to deal with

their English proficiency. From her survey and

observations, Peyton et al. indicated that although

it used to be employed in the first language

classroom, writing workshop could be adapted to

teach writing for ESL students. In case, Peyton et

al. emphasized that teachers should provide more

instructional support to reduce students’ language

barriers due to their English deficiency. However,

since students spoke different languages, teachers

did not stress the use of the first language to help

students understand the English instruction.

On the contrary, there is no empirical

research in EFL contexts which investigates the

effectiveness of writing workshop. Nevertheless,

there is significant potential in writing workshop

to be applied in this context. Likewise students in

the ESL classroom, in the EFL classroom, students

were dealing with English proficiency and the

development of writing skills (Bacha, 2012; Yi,

2010). However, in the EFL classroom, teacher and

students speak the same language, and students

also communicate using the same language as their

peers. Therefore, even though there may be

language barriers to communicate in English,

teachers may be able to find ways to avoid and

solve misunderstanding using the same language

as the students use throughout the practice.

Several case studies indicated that because

of the notion of independent learning, and

subsequent meaningful activities, writing

workshop motivated reluctant writers (Moore-

Hart, 2006; Street, 2005); struggling adolescent

readers and writers (Casey, 2009), and students in

general to discover their identity through writing

practices. For instance, Street (2005) conducted a

case study involving a class consisting of reluctant

writers (participants were not specified). Street

applied shared-authority between teacher and

students in the writing process including choosing

the writing topic, and developing their ideas. This

shared-authority made students feel trusted;

therefore, they were motivated to develop their

writing responsibly.

Atwell (1998) introduced a series of tasks or

social activities within writing workshop to

Page 7: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

5

scaffold students in producing writing products.

Those activities include reading territories, mini-

lesson, and writing territories (Atwell, 1998).

Atwell elaborated that on one hand, reading

territories could be considered when designing

independent reading; on the other hand, writing

territories could become part of student-teacher

conferences as a means for students to

communicate their writing problems to the

teacher, and peer-evaluation to get feedback on

their writing. Nevertheless, previous empirical

research indicated that they can adapt the series of

activities within writing workshop (Felton &

Herko, 2004; Kesler, 2012; Whitney et al., 2011;

Moore-hart, 2006).

This study is meant to describe the

improvement of the students’ participation during

the implementation of writing workshop.

METHODS

The present study took place in a senior high

school in Blora, Central Java. It was joined by 32

eleventh grade students. A classroom action

research design was used with three learning

cycles conducted in 3 weeks of participant-

observation and data collection. Qualitative-

quantitative “convergent parallel mixed methods”

following Creswell (2014: 219) was used in both

data collection and analysis. The qualitative data

were collected from observation and open-ended

questionnaire and the quantitative data were

collected from closed questionnaires and writing

scores.

The video was transcribed, and decoded

using Reflective and Analytical Observation Notes

following Burns (1999, 2010). The open-ended

questionnaires were decoded and categorized

based on the students’ responses. Both

quantitative and qualitative data were analyzed to

assess the students’ argumentation skill and the

students’ writing achievement.

RESULTS AND DISCUSSIONS

Newell et al. (2011) asserted that students

may engage in a set of social practices to learn

argumentative writing. In the questionnaire, the

students expressed concern upon their

participation in building oral argumentative

discourse and writing collaboratively with their

peers. All students in the class admitted challenges

in writing argumentation. It was hard for them to

exchange thoughts in discussion because they

were not used to actively participating in the

teaching and learning process. It was hard for

them to build oral argumentative discourse as they

produced little talk during the discussions.

Consequently, they faced greater challenge in

writing argumentation.

As the students got familiar with the

implementation of writing workshop to help them

learn argumentative writing, all students felt more

motivated and interested in reshaping their prior

knowledge on the topic, and actively participating

in both whole-class discussion and small-group

discussions. During the writing activities, the

students’ participation in writing collaboratively

including giving peer-evaluation had dramatically

improved as they became more familiar with it. We

may take a look at the following figure 1 to find out

the students’ positive respose to the subsequent

activities employed within writing workshop to

improve their participation in learning

argumentative writing.

Page 8: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

6

Figure 1 Students’ response to the subsequent activities employed within writing workshop

Figure 1 above showed that the majority of

the students affirmed the helpfulness of the

subsequent activities employed within writing

workshop to improve their participation in the

process of learning argumentative writing.

The students’ participation dramatically

improved across cycles. In cycle 1, the students

barely produced talk during the discussions. I

found out that the students concerned about using

English to express their argumentative ideas.

Further, range of writing topics was very large in

cycle 1; thus, it was hard for the students to engage

with their peers discussing their argumentative

ideas from different writing topics. As in cycle 2

and cycle3 I gained a control over their writing

topic and reading text, and allowed them to use

their native languages to deliver their thoughts

when they got stuck in finding out the English

vocabulary to define their ideas, the students

became more relaxed exchanging thoughts with

their peers and the teacher. We may take a look at

the following conversation.

Student 30: I think that the Customer C is

the murderer.

Student 8: Kok dirimu isa yakin banget?

(How could you be so sure?)

Student 30: Lihat ini, kebiasaan makannya

beda (Look, they had different eating habits).

Customer C itu left-handed (Customer C was left-

handed). Dilihat dari letak sendoknya (Seen from

the spoon position).

Student 2: Aku setuju (I agree). Yang bikin

bingung itu jejak kaki mereka itu lho.. (What makes

confused were their footprints..)

.............................................................................................

............

Student 30: Jangan – jangan ini pembunuhan

berencana (It might be a planned murder). Dan

Ernie juga turut membantu (And, Ernie was the

accomplice). Mungkin aja kan (It could be, couldn’t

it)? Jejak kaki ini kaki Ernie yang ambil air dari

keran dapur (These footprints belonged to Ernie

who took water from the kitchen sink)? Lihat, ini

ada air (Look, there was water here).

Student 2: Nah, lha jejak kaki sing iki (What

about these footprints)? (Pointing at the other

footprints)

The conversation above showed the

students became more active participating in

small-group discussions. Across cycles, they

demonstrated more active participation in the

subsequent activities of completing their

argumentative writing project.

We may take a look at Figure 2 to see the

improvements on the mean of the students’

argumentative writing scores and the quality of the

students’ argumentation.

0

20

40

60

80

100

Cycle 1 Cycle 2 Cycle 3

Discussions Peer-evaluation Collaborative writing

Page 9: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

7

Figure 2. The students’ improvements on the writing scores and quality of argumentation

In terms of mean of the students’ scores, the

students could successfully improve their

argumentative writing scores from 65.55 in cycle 1

which was below the minimum requirement to be

80.86 in cycle 3 which surpassed the minimum

requirement. In terms of the quality of the

students’ argumentation, the students could

dramatically improve their quality from the level

of poor in cycle 1 to good in cycle 3.

There were two patterns of analysis that

could inferred from the analysis of the databases.

First, language barriers became one of the major

factors which obstructed the students’ active

participation in learning argumentative writing.

The students should go back and forth in the

continuum of Indonesian, Javanese, and English

languages to comprehend the reading text and

write argumentation. Considering their

background as EFL students who did not use

English in everyday interaction, it was very hard

for them to articulate their thoughts in oral and

written modes. In this case, teacher should be

culturally responsive (Pacino, 2008) in

understanding the social contexts of language

learning (Shin, 2013) in order to provide

comfortable class athmosphere in learning second

or foreign language. Consequently, as I allowed the

students to use their native languages when they

got stuck finding vocabulary to define their ideas,

the students became more relaxed delivering their

thoughts. Further, the discussions became more

dynamic and fluid.

Secondly, the nature of argumentative

writing which was more challenging than the other

genres became a bigger challenge for the students

to write better quality of argumentation. Like the

other genres, argumentative writing also required

transfer from oral to written discourse. However,

comparing to other genres, argumentative writing

was challenging for the students because there was

no model for oral argumentative discourse and

written argumentative discourse was not learned

naturally in everyday lives (Reznitskaya et al.,

2007). As a result of minimum interactions in

building oral argumentative discourse, the

students as novice writers faced greater barrier in

writing argumentation. Nevertheless, as I

diminished the students’ language barrier, it

helped the students to more actively participate in

establishing oral argumentative discourse. After

they became more knowledgeable about their

topic and could build more solid oral

argumentative discourse, it helped the students

lessen their challenge in writing argumentation.

Consequently, they could dramatically increased

the mean of their argumentative writing scores

across cycles from 65.55 to 80.86 and improved

the quality of their argumentation from poor to

good.

CONCLUSION

Students’ participation in learning

argumentative writing had dramatically improved

across cycles. By lessening the students’ language

barriers (Shin, 2013), the students could be more

confident to exchange thoughts and ideas. Their

argumentation skill in establishing oral

argumentative discourse with their peers was

improving along the cycles. Further, as the

students became more familiar with the

application of writing workshop, they became

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

Cycle 1 Cycle 2 Cycle 3

Mean of scores Quality of argumentation

Page 10: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

8

more relaxed to engage in collaborative writing

throughout the teaching and learning process

across the cycles. Dramatically, discussing ideas,

communicating writing difficulties, and giving

peer-evaluation became common activities to help

them accomplish their writing project.

REFERENCES

Atwell, N. 1998. In The Middle: New Understanding

about Writing, Reading, and Learning (2nd ed.).

Portsmouth, NH: Heinemann.

Bacha, N. N. 2010. “Teaching the Academic Argument in

a University EFL Environment”. Journal of

English for Academic Purposes, volume 9, pp.

229 – 241.

Burns, A. 1999. Collaborative Action Research for

English Language Teachers. New York:

Cambridge University Press.

Burns, A. 2010. Doing Action Research in English

Language Teaching: A Guide for Practitioners.

New York, NY: Routledge.

Casey, H. K. 2009. “Engaging the Disengaged: Using

Learning Clubs to Motivate Struggling Adolescent

Readers and Writers”. Journal of Adolescent &

Adult Literacy, Volume 52 No. 4, pp. 284 – 294.

Creswell, J.W. 2014. “Research Design: Qualitative,

Quantitativem and Mixed Methods Approaches”.

Thousand Oaks, California: SAGE Publications,

Inc.

Crowhurst, M. 1988. “Research Review: Patterns of

Development in Writing Persuasive/

Argumentative Discourse”. Department of

Language Education: The University of British

Columbia, Vancouver, B.C.

Evensen, L. S. 2002. “Convention from below:

Negotiating Interaction and Culture in

Argumentative Writing”. Written

Communication, Volume 19 No. 3, pp. 382 – 413.

Felton, M. K., & Herko, S. 2004. “From Dialogue to Two-

Sided Argument: Scaffolding Adolescents’

Persuasive Writing”. Journal of Adolescent &

Adult Literacy, Volume 47 No. 8, pp. 672 – 683.

Fulkerson, R. 1996. Teaching the Argument in Writing.

xx, The United States: The National Council of

Teachers of English.

Kesler, T. 2012. “Writing with Voice”. The Reading

Teacher, Volume 66 No. 1., pp.25 – 29.

Kusuma, D. C. 2013. “Analisis Komponen – Komponen

Pengembangan Kurikulum 2013 pada Bahan Uji

Publik Kurikulum 2013”. Jurnal Analisis

Komponen – Komponen Pengembangan

Kurikulum, pp. 1 – 21.

Lie, A. 2007. “Education Policy and EFL Curriculum in

Indonesia: Between the Commitment to

Competence and the Quest for Higher Test

Scores”. TEFLIN Journal, Volume 18 No. 1. Page 1

– 14.

Manion, B. B. 1988. “Writing Workshop in Junior High-

School: It’s Worth the Time. The English Journal,

Volume 32 No. 2. Page 154 – 157.

Moore-Hart, M. A. 2006. “A Writers’ Camp in Action: A

Community of Readers and Writers”. The

Reading Teacher, Volume 59 No. 4. Page 326 –

338.

Morgan, D. N. 2010. “Writing Feature Articles with

Intermediate Students”. The Reading Teacher,

Volume 64 No. 3. Page 181 – 189.

Newell, G. E., Beach, S., Smith, J., & VanDerHeide, J. 2011.

“Teaching and Learning Argumentative Reading

and Writing: A Review of Research”. Reading

Research Quarterly, Volume 46 No. 3. Page 273 –

304.

Norris, S. P., & Ennis, R. H. 1989. The Practitioners’ Guide

to Teaching Thinking Series: Evaluating Critical

Thinking. Pacific Grove, CA: Critical Thinking

Press & Software.

Reznitskaya, A., Anderson, R.C., & Kuo, L. 2007.

“Teaching and leaning an argumentation”. The

Elementary School Journal, Volume 107 No. 5.

Page 449 – 472.

Sariono. 2013. “Kurikulum 2013: Kurikulum Generasi

Emas”. E-Jurnal Dinas Pendidikan Kota Surabaya,

Volume 3. Page 1 – 9.

Sheehy, M. 2003. “The Social Life of an Essay:

Standardizing Forces in Writing”. Written

Communication, Volume 20 No. 3. Page 333 –

385.

Stay, B. L. 1999. A Guide to Argumentative Writing. San

Diego, CA: Greenhaven Press, Inc.

Street, C. 2005. “A Reluctant Writer’s Entry into a

Community of Writers”. Journal of Adolescent &

Adult Literacy, Volume 48 No. 8. Page 636 – 641.

Strout, B. 1970. “Writing Workshop: What is It?” The

English Journal, Volume 59 No. 8. Page 1128-

1130.

Toulmin, S. E. 2003. The Uses of Argument. New York:

Cambridge University Press.

VanDerHeide, J., & Newell, G. E. 2013. “Instructional

Chains as a Method for Examining the Teaching

and Learning of Argumentative Writing in

Classrooms”. Written Communication, Volume 30

No. 3. Page 300 – 329.

Whitney, A. E., Ridgeman, M., & Masquelier, G. (2011).

“Beyond “Is This Ok?”: High School Writers

Building Understandings of Genre”. Journal of

Adolescent & Adult Literacy, Volume 54 No. 7.

Page 525 – 533.

Page 11: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

9

LIK 44 (2) (2015)

Lembaran Ilmu Kependidikan

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

THE UNIQUE DIFFERENT FEATURES OF VOCABULARY OF THE BRITISH ENGLISH

(BRE) AND AMERICAN ENGLISH (AME): A REVIEW

I Wy Dirgeyasa

English and Literature of FBS State University of Medan

Info Artikel _______________________ Sejarah Artikel:

Diterima Juli 2015

Disetujui Agustus 2015

Dipublikasikan September

2015

_______________________ Keywords:

American English, British

English, Vocabulary

_____________________________

Abstract

__________________________________________________________________________________________

It is a fact that there are some amazing differences between British English (BrE) and

American English (AmE) such as spelling, meaning, pronunciation, usage, and even

vocabulary. The two varieties of English, as a matter of fact, are often confusing especially

who study and use English as second and foreign language. Because of their differences

and distinctive features, the speakers often find difficulties which one to use. This

condition, then can lead to misunderstanding and misinformation and this finally causes

ineffective communication. This paper is attempting to review the unique features of

BrEand AmEfocusing on the vocabulary.

© 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

ISSN 0216-0847

Page 12: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

10

INTRODUCTION

This is a story about the daily life of New

York Nate, who lives in the United States; and

London Laura, who lives in England. As you can

see, they have very similar lives but the vocabulary

words they use are very different! Take a look how

the women have different vocabulary usages. They

have a lot different and diverse vocabulary to

convey the same meaning in their lives.

First, New York Nate lives in an apartment,

and London Laura lives in aflat. Second, every

morning, when getting dressed, New York Nate puts

on a pair of pantswhereas London Laura puts on a

pair of trousers. Both New York Nate and London

Laura have babies, but New York Nate needs to

change the baby’s diaper, and London Laura needs

to change the baby’s nappy. Third,when it’s time to

go to work, New York Nate takes the subway and

London Laura takes theunderground (which is also

called the tube).After getting off at the right stop,

New York Nate walks along the sidewalk and

London Laura walks along the pavementto reach

their offices. Fourth, New York Nate works on the

first floor of the building, and London Laura works

on the ground floor. This means neither of them

needs to take the elevator (for New York Nate) or

the lift (for London Laura). Fifth, At work, both Nate

and Laura need to send some important documents

to a client – but New York Nate sends them by mail

and London Laura sends them by post. Sixth, During

the day, New York Nate snacks on cookies, french

fries, and potato chips. London Laura eats the same

things, but she calls them biscuits, chips, and crisps.

Both Nate and Laura get stomachaches, so on

the way home from work New York Nate stops at the

drugstoreor pharmacy and London Laura stops at

the chemist’s shop to pick up some medicine.

Seventh, After work, Nate and Laura go shopping.

They drive to the mall, and New York Nate puts his

car in the parking lot, whereas London Laura puts

hers in the car park.Both of them buy a lot of stuff,

so New York Nate puts his purchases in the trunk,

and London Laura puts hers in the boot. Eighth, on

the way home, New York Nate stops to fill up the car

with gas and London Laura fills up her car with

petrol. At the station, New York Nate sees a truck,

and London Laura sees a lorry.They both get home

late, and New York Nate needs to take out the

garbage or trash; London Laura also needs to take

out the rubbish. It’s dark outside, so New York Nate

takes a flashlight, and London Laura takes a

torch.Ninth,it’s been a long day, and New York Nate

thinks he’s going to go crazy; London Laura thinks

she might gomad. Finally, it must be time for a

vacationfor New York Nate and a holiday for

London Laura!

(http://www.espressoenglish.net/british-english-vs-

american-english-vocabulary/ the story goes as

follows).

DESCRIPTION

Historically, most of the differences in lexis

or vocabulary between British and American

English are in connection with concepts

originating from the 19th century to the mid 20th

century, when new words were coined

independently. For example,almost the entire

vocabularies of the car/automobile and

railway/railroad industries are different between

the UK and US. Other sources of difference are

slang or vulgar terms (where frequent new coinage

occurs) and idiomatic phrases, including phrasal

verbs. The differences most likely to create

confusion are those where the same word or

phrase is used for two different concepts

http://en.wikipedia.org/wiki/Comparison_of_Ame

rican_and_British_English.

Actually the differences in vocabulary

between British and American English may be able

to be classified into three categories such as 1) the

complexity of form of the vocabulary, 2) idioms,

and 3) social and cultural different by context.

The Complexity FormVocabulary of the British

English (BrE) and American English (AmE)

The complexity formof vocabulary of British

English (BrE) and American English (AmE)

actually can be divided into two patterns namely

single word and compound word. These two types

of British English (BrE) and American English

(AmE) vocabulary are different and unique.

First, single word form-refers to both British

English (BrE) and American English (AmE)

vocabulary that only consists of one single word

form in order to refer and convey the meaning.The

single form, in this context is originally based in

Page 13: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

11

BrE which may or may not be single or compound

word in AmE. Table 1 shows the list of the

differentvocabulary between British and American

English of single form.

Table 1 The list of single form vocabularyof British English (BrE) and American English (AmE)

British English (BrE) American English

(AmE)

British English (BrE) American English (AmE)

autumn autumn, fall lift elevator

aerial antenna lorry truck, semi, tractor

autumn autumn, fall luggage baggage, luggage

accelerator gas pedal, accelerator mad crazy, insane

anorak jacket, parka maize corn

braces suspenders mark grade

barrister attorney match game

bath bathtub/bath nappy diaper

bill (restaurant) bill, check pants, underpants underpants, drawers

biscuit cookie pavement sidewalk

booking reservation pylon utility pole

bonnet (clothing) hat property real-estate

bonnet (car) hood petrol gas, gasoline

boot trunk post mail

cap guy/man/boy pram baby carriage; stroller

car automobile/car primary (school( elementary (school)

caravan trailer pub bar

cot crib remould (tyre) retread

chips fries, French fries queue line

chemist drugstore receptionist desk clerk

cigarette; fag (slang)

cigarette or cigaret(in

the US fag or faggot

means homosexual

man (rude, offensive)

rubbish garbage/trash

cinema the movies shop store

coffin coffin, casket serviette napkin

crisps potato chips stater/entree appetizer

cooker stove surname (British

preferred)

last name (American

preferred)

curtain drapes reception (hotel) front desk

diamante rhinestone ring up/phone call/phone

dairy (personal

account) Journal/dairy

return (ticket) round-trip

diversion detour

rubber eraser (rubber means

condom in the US)

draught draft rubbish garbage, trash

dummy (for baby) pacifier saloon (car) sedan

dummy pacifier shop shop, store

duvet comforter silencer (car) muffler

engine engine, motor single (ticket) one-way

film film, movie solicitor lawyer, attorney

foyer lobby/foyer spanner wrench

flat apartment, flat, studio sweets candy

Page 14: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

12

flannel washcloth taxi taxi, taxi cab

Floor storey term semester (quarter)

fringe bangs tick check mark

garden yard timber lumber

grill broil tin can

handbag purse toilet rest room

hire rent torch flashlight

holiday vacation trainers sneakers

hoarding billboard tram streetcar; cable car

hob stovetop trolley shopping cart

hoover vacuum cleaner trousers pants, trousers

indicator turn signal tube (train) subway

jam jelly vest undershirt

jam jam, preserves wallet wallet, billfold

jug jug, pitcher zed (letter Z) zee

jumper sweater wing (of a car) fender

kennel doghouse wagon (on a train) car

Second, compound word-refers to that both

British English (BrE) and American English (AmE)

vocabulary which are compound in order to refer

and convey the meaning.The compound form, in

this context is originally based in BrE which may

or may not be single or compound word in AmE.

Table 2 shows the list ofthedifferentvocabulary

between British and American English of

compound form:

Table 2. The list of compound form vocabularyof British English (BrE) and American English (AmE)

British English

(BrE)

American English

(AmE)

British English (BrE) American English (AmE)

action replay instant replay jacket potato baked potato

aerofoil airfoil Joe Bloggs John Doe

aeroplane airplane jumble sale yard sale

agony aunt advice columnist juggernaut 18-wheeler

Allen key Allen wrench ladybird ladybug

American Indian Native American lay the table set the table

at the weekend on the weekend letter box mail box

asymmetric bars uneven bars lost property lost and found

aubergine eggplant mackintosh raincoat

anti-clockwise counter-clockwise

managing director CEO (chief executive

officer)

articulated lorry trailer truck mashed potato mashed potatoes

baking tray cookie sheet mobile (phone) cellphone

bank holiday national holiday,

federal holiday

main road highway

base rate prime rate motorbike motorcycle

(bathing) costume swimsuit motorway freeway, expressway

breakdown van tow truck monkey tricks Monkeyshines

breeze block cinder block mangetout snow pea

bridging loan bridge loan market garden truck farm

bumbag fanny pack marshalling yard railroad yard

Page 15: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

13

black economy underground economy naughts and crosses tic-tack-toe

blanket bath sponge bath number plate license plate

block of flats apartment building needlecord pinwale

boiler suit coveralls newsreader newscaster

boob tube tube top noughts and crosses tic-tac-toe

bottom drawer hope chest

off-licence liquor store; package

store

clothes peg clothespin opencast mining open-pit mining

common seal harbor seal

consumer durables durable goods ordinary share common stock

cornflour cornstarch oven glove oven mitt

candyfloss cotton candy paddling pool wading pool

car park parking lot paracetamol acetaminophen

central reservation median strip pay packet pay envelope

chest of drawers dresser/bureau pinafore dress jumper

chemist's shop drugstore, pharmacy plain chocolate dark chocolate

chest of drawers dresser, chest of

drawers, bureau

plain flour all-purpose flour

clothes peg clothespin physiotherapy physical therapy

crossroads intersection;

crossroads (rural)

polo neck turtleneck

cupboard cupboard (in kitchen);

closet (for clothes etc)

positive discrimination reverse discrimination

cot death crib death postal vote absentee ballot

cotton bud cotton swab

public toilet rest room, public

bathroom

city centre downtown, city center pavement sidewalk

cloakroom checkroom, coatroom pet hate pet peeve

clothes peg clothespin pocket money allowance

cotton wool cotton ball postbox mailbox

crossroads

crossroad (in the

country)

intersection (town and

country)

postcode zip code

cotton wool absorbent cotton

postman mailman, mail carrier,

letter carrier

council estate (housing) project potato crisp potato chip

court card face card power point electrical outlet

crash barrier guardrail public school private school

crocodile clip alligator clip public transport public transportation

cross-ply bias-ply punchbag punching bag

crotchet (music) quarter note pushchair stroller

current account checking account quantity surveyor estimator

curriculum vitae

(CV)

résumé

curriculum vitae

(depending on the

professional field)

reverse charge collect call

dinner jacket tux, tuxedo

ring road beltway,

freeway/highway loop

Page 16: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

14

directory enquiries directory assistance road surface pavement, blacktop

double cream heavy cream roundabout traffic circle, roundabout

drawing pin thumb tack rubbish-bin garbage can, trashcan

dressing gown (bath) robe railway railroad

drink-driving drunk driving return (ticket) round-trip

driving licence driver's license racing car race car

dual carriageway divided highway railway railroad

dustbin garbage can, trash can real tennis court tennis

dustman garbage collector recorded delivery certified mail

danger money hazard pay registration plate license plate

demister (in a car) defroster remould (tyre) retread

dialling tone dial tone reverse the charges call collect

diamante rhinestone reversing lights back-up lights

double cream heavy cream right-angled triangle right triangle

draughts (game) checkers ring road beltway

drawing pin thumbtack room only European plan

dressing gown robe; bathrobe roundabout (at a fair) carousel

drink-driving drunk driving roundabout (in road) traffic circle

drinks cupboard liquor cabinet rowing boat rowboat

drinks party cocktail party sailing boat sailboat

driving licence driver’s license sandwich cake layer cake

dual carriageway divided highway sanitary towel sanitary napkin

dust sheet drop cloth self-raising flour self-rising flour

earth wire ground wire semibreve (music) whole note

everywhere everyplace,

everywhere

semitone (music) half step

expiry date expiration date share option stock option

estate agent real estate agent shopping trolley shopping cart

estate car station wagon show house/home model home

estate agent realtor silencer (on a car) muffler

ex-directory unlisted silverside rump roast

flannel face cloth, wash cloth skeleton in the cupboard skeleton in the closet

fancy dress costumes skimmed milk skim milk

Father Christmas Santa Claus skipping rope jump rope

fill in fill out skirting board baseboard

fire brigade fire department sleeper railroad tie

first floor second floor sleeping partner silent partner

fish-fingers fish-sticks slowcoach slowpoke

flick knife switchblade snakes and ladders chutes and ladders

fitted carpet wall-to-wall carpeting stockholder shareholder

full board (in hotels) American plan single ticket one-way ticket

flexitime flextime splashback backsplash

faith school parochial school spring onion green onion

financial year fiscal year stag night bachelor party

fire brigade/service fire

company/department

Stanley knife utility knife

football soccer state school public school

full stop

(punctuation) period

storm in a teacup tempest in a teapot

Page 17: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

15

gear-lever gearshift timetable schedule

gear lever gear shift toll motorway toll road, turnpike

Gents Men's Room toffee apple candy apple

goods train freight train touch wood knock on wood

ground floor

first floor

ground floor, first floor

second floor

trade union labor union

groundsman groundskeeper trading estate industrial park

goods train freight train transport cafe truck stop

greaseproof paper wax paper/waxed

paper

takeaway (food) takeout; to go

green fingers green thumb taxi rank taxi stand

holdall carryall

high street main street tea towel dish towel

high school,

secondary school,

comprehensive

school

high school (junior

high, senior high)

terrace house row house

hire purchase installment plan third-party insurance liability insurance

hairslide barrette underground (train) subway

hatstand hatrack wedding ring wedding band/ring

hen night bachelorette party windscreen windshield

hot flush hot flash zebra crossing pedestrian crossing

housing estate housing development wellington boots rubber boots, rain boots

hundreds and

thousands

sprinkles (for ice

cream)

windscreen windshield

headmaster, head

teacher principal

water ice Italian ice

hire purchase installment plan weatherboard clapboard

icing sugar confectioners’ sugar white coffee coffee with cream

lollipop lady (or

man) crossing guard

white spirit mineral spirits

loudhailer bullhorn wholemeal bread wholewheat bread

low loader flatbed truck windcheater windbreaker

lucky dip grab bag

luggage van baggage car

http://www.oxforddictionaries.com/words/british-and-american-terms

The Different Idioms of the British English

(BrE) and American English (AmE)

In terms of idioms, the facts show that

British will say “peaks and troughs,” Americans say

“peaks and valleys,” and the British “spanner in the

works” becomes a “wrench” or “monkey wrench.” A

British “know-all” often becomes a “know-it-all”

over here, and hilariously, a “fuss-pot” is now a

“fussbudget” (Toni

Hargishttp://www.bbcamerica.com/mind-the-

gap/2013/08/06/close-but-no-cigar-british-vs-

american-idioms/).

Linguistically, idioms can have a literal

meaning in one situation and a different idiomatic

meaning in another situation. It is a phrase which

does not always follow the normal rules of

meaning and grammar

(http://lostinthepond.blogspot.com/2013/02/brit

ish-english-vs-american-

english_4388.html#.VKWEE3ua3IU). Actually,

there are number of English idioms that have

essentially the same meaning showing lexical

differences between the British and the American

versionfor instanceas shown by table 3 below.

Page 18: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

16

Table 3. The list of British English (BrE) and British English (BrE) idioms

British English (BrE) American English (AmE)

a home from home a home away from home

a drop in the ocean a drop in the bucket, a spit in the ocean

a new lease of life a new lease on life

a storm in a teacup

a tempest in a teapot

blow one's own trumpet blow (or toot) one's own horn

flogging a dead horse beating a dead horse

haven't (got) a clue don't have a clue or have no clue (haven't got a

clue is also acceptable)

lie of the land lay of the land

not touch something with a barge pole not touch something with a ten-foot pole

Put in your tuppence worth Put in your two cents' worth

see the wood for the trees see the forest for the trees

sweep under the carpet sweep under the rug*

skeleton in the cupboard skeleton in the closet

put a spanner in the works throw a (monkey) wrench (into a situation)

take it with a pinch of salt take it with a grain of salt

touch wood knock on wood

http://www.transpanish.biz/en/english-language.html.

The Different Vocabulary due to Social and

Cultural Context

It is generally know that historically

American is built against the British social and

cultural values. American opposed some social and

cultural values of British such as social

stratification, religious beliefs, democracy,

aristocracy system, social class, etc. American since

its settlement would like to be the new people

which are different from their mother country

England. The development and improvement of

the English is one of the domains showing that

American is different form English.

The social and cultural differences also

create the difference between British and

American English in vocabulary domain. Some of

thedifferent vocabulary and lexical item between

the two English such as: in education,

transportation, telecommunication,monetary

amounts, date,and time, etc.

In education domain, both British and

American English have different terms in

vocabulary. The naming of school years in British

(except Scotland) and American English are

different. In British English at the age of 1-4 is

named Nursery Playgroup while in American

English, it is named Day care Preschool. Then, the

year of 5 – 6 in British, it is called Infants year

whereas in it is Kindergarten in American English.

The next level is called Secondary school or High

School in British English and American English is

called Junior High School(Longman, 1982).

In addition, in the US, 5th grade is typically a

part of elementary school while 8th grade is often

the third and final year of junior high. The US does

not have a uniform nationwide system of schooling

and even within individual states there can be

different systems depending on the school district

or town/city.In the UK the US equivalent of a high

school is often referred to as a secondary school

regardless of whether it is state funded or private.

Secondary education in the United States also

includes middle school or junior high school, a two-

or three-year transitional school between

elementary school and high school. "Middle

school" is sometimes used in the UK as a synonym

for the younger junior school, covering the second

half of the primary curriculum—current years 4 to

6 in some areas.

At university level, in the UK a university

student is said to study, to read or informally

simply to do a subject. In the recent past the

expression 'to read a subject' is more common at

the older universities such as Oxford and

Page 19: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

17

Cambridge. In the US a student studies or majors in

a subject (although concentration or emphasis is

also used in some US colleges or universities to

refer to the major subject of study). To major in

something refers to the student's principal course

of study; to study may refer to any class being

taken. In detail, table 4 shows how the terms are

different.

Table 4. The different sentence patternsof British English (BrE) and British English (BrE)

British English (BrE) American English (AmE)

"She read biology at Cambridge." "She majored in biology at Harvard."

"She studied biology at Cambridge." "She studied biology at Harvard."

"She did biology at Cambridge." (informal) "She concentrated in biology at Harvard."

In the context of higher education, the word

school is used slightly differently in BrE and AmE.

In BrE, except for the University of London, the

word school is used to refer to an academic

department in a university. In AmE, the word

school is used to refer to a collection of related

academic departments and is headed by a dean.

When referring to a division of a university, school

is practically synonymous to a college.

Then, the"Professor" has different meanings

in BrE and AmE. In BrE it is the highest academic

rank, followed by Senior Lecturer and Lecturer. In

AmE "Professor" refers to academic staff of all

ranks, with (Full) Professor (largely equivalent to

the UK meaning) followed by Associate Professor

and Assistant Professor.

In term of school fee, the word "tuition" has

traditionally had separate meaning in each

variation. In BrE it is the educational content

transferred from teacher to student at a university.

In AmE it is the money (the fees) paid to receive

that education (BrE: Tuition fees)(Longman,

1982).

In general, in both the US and the UK, a

student takes an exam, but in BrE a student can

also be said to sit an exam. The expression he sits

for an exam also arises in BrE but only rarely in

AmE; American lawyers-to-be sit for their bar

exams and American master's and doctoral

students may sit for their comprehensive exams,

but in nearly all other instances, Americans take

their exams. When preparing for an exam students

revise (BrE) and review (AmE) what they have

studied; the BrE idiom to revise for has the

equivalent to review for in AmE.Examinations are

supervised by invigilators in the UK and proctors

(or (exam) supervisors) in the US (a proctor in the

UK is an official responsible for student discipline

at the University of Oxford or Cambridge). In the

UK a teacher sets an exam, while in the US, a

teacher writes (prepares) and then gives

(administers) an exam. Look at the table 5 below

they are different.

Table 5. The different sentence patterns of British English (BrE) and British English (BrE)

British English (BrE) American English (AmE)

"I sat my Spanish exam yesterday." "I took my exams at Yale."

"I plan to set a difficult exam for my students,

but I don't have it ready yet."

"I spent the entire day yesterday writing the

exam. I'm almost ready to give it to my

students."

In BrE, students are awarded marks as credit

for requirements (e.g. tests, projects) while in

AmE, students are awarded points or "grades" for

the same. Similarly, in BrE, a candidate's work is

being marked, while in AmE it is said to be graded

to determine what mark or grade is given.

In politics and in business and finance, both

in Britain and America have different vocabulary.

Page 20: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

18

In politic, the political candidates stand for election,

while in the US, they run for office. There is

virtually no crossover between BrE and AmE in the

use of these terms.Then, inbusiness/finance, the

financial statements it is calledrevenue or sales in

AmE and it is known in BrE as turnover (Hornby,

1973).

There are also differences in terminology in

the context of rail transport. The best known is

railway in Britain and railroad in America, but

there are several others. A railway station in the

UK is a railroad station or train station in the US;

trains have drivers (often called engine drivers) in

Britain, while in America trains are driven by

engineers; trains have guards in the UK and

conductors in the US. Then, a place where two

tracks meet is called a set of points in the UK and a

switch in the US; and a place where a road crosses

a railway line at ground level is called a level

crossing in Britain and a grade crossing in America.

In Britain, the term sleeper is used for the devices

that bear the weight of the rails and are known as

ties or crossties in the United States. The British

term platform in the sense "The train is at Platform

1" would be known in the US by the term track,

and used in the phrase "The train is on Track 1".

Also, the British term Brake Van or Guard's Van, is

a Caboose in the US. Finally the American English

phrase "All aboard!" when getting on a train is

rarely used in Britain; the nearest British

equivalent is "Take your seats!", and when the train

reaches its final stop, in Britain the phrase used by

announcers is "All change!" while in America it is

"All out!" (Houghton Mifflin Company (2005).

It is also generally known that BrE and AmE

have different names in terms of levels of buildings

or there are also variations in floor numbering. In

most countries, including the UK, the "first floor" is

one above the entrance level, while the entrance

level is the "ground floor". In the US the ground

floor is considered the first floor. In a British lift

one would press the "G" or "0" button to return to

the ground floor, whereas in an American elevator,

one would push the "1", "G", or "L" (for Lobby)

button to return to the ground floor. The "L"

button (or sometimes "-1") in a British lift would

take you to the lower ground floor, which implies

that the building is built on a slope and thus there

are two ground floors - there would similarly be a

"U" button (or "0") for upper ground floor. Also,

American (AmE) apartment buildings (BrE) blocks

of flats are frequently exceptions to this rule. The

ground floor often contains the lobby and parking

area for the tenants, while the numbered floors

begin one level above and contain only the flats

(AmEapartments) themselves.

In terms of immigration, BrE and AmE have

different vocabulary usage. In AmE, when

immigrants apply for immigration benefits but are

unsuccessful, they are said to be denied (e.g. visa

application is denied, application for extension of

stay is denied, entry to the US is denied). But, in

BrE, those whose applications are unsuccessful are

said to be refused that benefit] (e.g. visa application

is refused, entry to the UK is refused).

The domains of units and measurement are

also different in BrE and AmE. These domains

include numbers, monetary amounts, dates, time,

mass, mathematics, and holiday greetings, etc.

They are described in detail how units and

measurement are different in BrE and AmE.

First, when saying or writing out numbers,

the British inserts an ‘and’ before the tens and

units, as in one hundred and sixty-twoortwo

thousand and three. In the United States it is

considered correct to drop the ‘and,’ as in one

hundred sixty-twoortwo thousand three. For the

house number (or bus number, etc.) 272, British

people tend to say two seven two or two hundred

and seventy two, while Americans tend to say two

seventy-two. In addition, when referring to the

numeral ‘0,’ British people would normally use

nought, oh, or zero, although nil is common in

sports scores. Americans use the term zero most

frequently; oh is also often used (though never

when the quantity in question is nothing), and

occasionally slang terms such as zilch or zip(Salim,

2006); (Webster, 1996);

Second, in monetary amounts-the monetary

amounts in the range of one to two major currency

units are often spoken differently. In AmE one may

say a dollar fifty or a pound eighty, whereas in BrE,

these amounts would be expressed one dollar fifty

and one pound eighty. For amounts over a dollar an

American will generally either drop denominations

or give both dollars and cents, as in two-twenty or

two dollars and twenty cents for ($2.20). An

American would not say two dollars twenty. On the

Page 21: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

19

other hand, in BrE, two-twenty or two pounds

twenty would be most common.Then, in BrE,

particularly in television or radio advertisements,

integers can be pronounced individually in the

expression of amounts. For example, on sale for

£399 might be expressed on sale for three nine nine,

though the full three hundred and ninety-nine

pounds is at least as common. An American

advertiser would almost always say on sale for

three ninety-nine, with context distinguishing

($399) from ($3.99). In British English, the latter

pronunciation implies a value in pounds and

pence, so three ninety-nine would be understood as

£3.99.

In addition, in BrE, the use of ‘p’ instead of

pence is common in spoken usage. Each of the

following has equal legitimacy: 3 pounds 12 p; 3

pounds and 12 p; 3 pounds 12 pence; 3 pounds and

12 pence; as well as just 8 p or 8 pence. While in

AmE, words such as nickel, dime, andquarter for

small coins are common. In BrE, the usual usage is

a 10-pence piece or a 10p piece or simply a 10p, for

any coin below £1, but pound coin and two-pound

coin. BrE did have specific words for a number of

coins before decimalisation. Formal coin names

such as half crown (2/6) and florin (2/-), as well as

slang or familiar names such as bob (1/-) and

tanner (6d) for pre-decimalization coins are still

familiar to older BrE speakers but they are not

used for modern coins. In older terms like two-bob

bit (2/-) and thrupenny bit (3d), the word bit had

common usage before decimalisation similar to

that of piece today.

Third, dates-dates are usually written

differently in the short (numerical) form.

Christmas Day 2000, for example, is 25/12/00 or

25.12.00 in the UK and 12/25/00 in the US,

although the formats 25/12/2000, 25.12.2000, and

12/25/2000 now have more currency than they

had before. However, the difference in short-form

date order can lead to misunderstanding. For

example 06/04/05 could mean either June 4, 2005

(if it is read as US format), 6 April 2005 (if it is seen

as in UK format) or even 5 April 2006 if it is taken

to be an older ISO 8601-style format where 2-digit

years were allowed. A consequence of the different

short-form of dates is that in the UK, many people

are reluctant to refer to "9/11", although its

meaning is instantly understood. On the BBC

"September the 11th" is generally used in

preference to 9/11. However, 9/11 is

commonplace in the British press to refer to the

events of September 11, 2001 (Houghton Mifflin

Company (2005).

Fourth, time-the 24-hour clock (18:00, 18.00

or 1800) is considered normal in the UK and

Europe in many applications including air, rail and

bus timetables. It is largely unused in the US

outside of military, police, aviation and medical

applications. British English tends to use the full

stop or period (.) when telling time, compared to

American English which uses Colons (:) i.e. 11:15

PM or 23:15 for AmE and 11.15 pm or 23.15 for

BrE).Then, the fifteen minutes after the hour is

called quarter past in British usage and a quarter

after or, less commonly, a quarter past in American

usage. Fifteen minutes before the hour is usually

called quarter to in British usage and a quarter of, a

quarter to or a quarter 'til in American usage; the

form a quarter to is associated with parts of the

Northern United States, while a quarter 'til is found

chiefly in the Appalachian region. Thirty minutes

after the hour is commonly called half past in both

BrE and AmE; half after used to be more common

in the US. In informal British speech, the

preposition is sometimes omitted, so that 5:30 may

be referred to as half five. The AmE formations top

of the hour and bottom of the hour are not used in

BrE. Forms such as eleven forty are common in

both dialects.

Fifth, mass-in British usage, human body

mass is colloquially expressed in stones (equal to

14 pounds). People normally describe themselves

as weighing, for example, "11 stone 4" (11 stones

and 4 pounds) and not "158 pounds" (the

conventional way of expressing the same weight in

the United States). Stones are never used in the

United States, and most Americans are unfamiliar

with the term. Kilogrammes (note the difference

from the U.S. spelling, kilograms) are the official

measurement in the United Kingdom although

very few people know their weight in

kilogrammes. This is rarely noticed by the British

(one such occasion might be a weight

measurement at a hospital). When it is used as the

unit of measurement the plural form of stone is

correctly stone (as in "11 stone"). When describing

Page 22: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

20

the units, the correct plural is stones (as in "Please

enter your weight in stones and pounds").

Sixth, Mathematics - besides the differences

between the shorthand word for the subject itself

(i.e. Maths for BrE and Math for AmE), there are

also differences in terms within the subject.In

geometry, what is referred to as a trapezoid (a

quadrilateral with exactly 1 pair of parallel sides)

in US textbooks is a trapezium in its UK

counterparts. The slope of the line in AmE is said to

be the gradient of a line in BrE. The skill of

factoring polynomials in AmE is called factorisation

in BrE; likewise, the words factor and factorise,

respectively refer to their present tense forms. In

addition, in BrE the term mathematics is not

commonly used for simple arithmetic. 2 + 2 = 4 is

referred as arithmetic, not mathematics.

Seventh, holiday greetings-when people

greet one another with Christmas in North

America, they say, "Merry Christmas!" In the U.K,

"Happy Christmas!" is heard. It is increasingly

common for Americans to say "Happy holidays",

referring to all winter holidays (Christmas,

Thanksgiving, New Year's Day, Hanukkah, Winter

solstice, Kwanzaa, etc.); though it remains chiefly a

commercial practice in which they are used mostly

at stores or in advertising. The phrase is rarely

heard in the U.K. "Season's greetings" is a common

phrase printed in greeting cards in both America

and Britain. In Britain, the term "holiday season" or

"holiday period" refers to the period in the summer

when most people take their major annual holiday

(AmEvacation), and many people are absent from

work (Houghton Mifflin Company (2005).

Finally, both BrE and AmE use the

expression "I couldn't care less" to mean the

speaker does not care at all. Many Americans use "I

could care less" to mean the same thing. This

variant is frequently derided as sloppy, as the

literal meaning of the words is that the speaker

does care to some extent.In both areas, saying, "I

don't mind" often means, "I'm not annoyed" (for

example, by someone's smoking), while "I don't

care" often means, "The matter is trivial or boring".

However, in answering a question such as "Tea or

coffee?", if either alternative is equally acceptable

an American may answer, "I don't care", while a

British person may answer, "I don't mind". Either

sounds odd to the other. In addition, In BrE the

phrase I can't be arsed (to do something) is a recent

vulgar equivalent to the British or American I can't

be bothered (to do it). To non-BrE speakers this

may be confused with the Southern English

pronunciation of I can't be asked (to do that

thing),which sounds either defiantly rude or

nonsensical.

CONCLUSION

In real sense, to know and understandthe

British English (BrE) and American English (AmE)

vocabulary is not simple and easy to do. In learning

English, it is important to understand the

differences between British and American English

in order to avoid misunderstanding, confusion, and

embarrassment.For example, the word fanny is a

slang word for vulva in British English, but means

buttocks in American English. In American English,

the word fag, for instanceis a highly offensive term

for a gay male, but in British English, it is a normal

and well-used term for a cigarette. However, to mix

the two varieties will make your English sound

strange and unnatural so it is best to choose just

one and use it all the time. There is no “better” or

“worse” variety of English and both British and

American have their advantages depending on how

and where you intend to use the English. Both are

correct and common to use when communicating

with English.

To sum up, the differences between the

British English (BrE) and American English (AmE)

in term of vocabulary can be classified into three

domains such as word form, idioms, and words or

vocabulary form in terms of social and cultural

perspectives. These three ways show how

vocabulary the British English (BrE) and American

English (AmE) are made and constructed. Those

finally reflect the typical English both in British

English (BrE) and American English (AmE)

varieties.

REFERENCES

David Crystal, 2003. A Dictionary of Linguistics

&Phonetics . Blackwell Publishing

Houghton Mifflin Company (2005). The American

Heritage Guide to Contemporary Usage and

Style.Houghton Mifflin Harcourt.

Page 23: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

21

http://lostinthepond.blogspot.com/2013/02/british-

english-vs-american-

english_4388.html#.VKWEE3ua3IU).

Houghton Mifflin Company (2005). The American

Heritage Guide to Contemporary Usage and Style.

Houghton Mifflin Harcourt

http://www.oxforddictionaries.com/words/british-and-

american-terms

http://www.diffen.com/difference/American_English_v

s_British_English

http://www.transpanish.biz/en/english-language.html.

http://en.wikipedia.org/wiki/Comparison_of_American_

and_British_English.

Hornby.A.S. 1973.The Advanced Learner’s Dictionary of

Current English. Oxford: Oxford University Press.

Macmillan Dictionary".2013. Macmillan Publishing Lts

Procter. P. Ed. 1982. Longman Dictionary of

Contemporary English. London: Longman Group

Ltd.

Salim, Peter. 2006. The Contemporary English-

Indonesian Dictionary with British and Ameerican

Pronunciation and Spelling. Jakarta: Media

EkaPustaka.

Toni Hargishttp://www.bbcamerica.com/mind-the-

gap/2013/08/06/close-but-no-cigar-british-vs-

american-idioms/

Webster. W. 1996. Webster’s New World College

Dictionary. New York : MacMillan.

Page 24: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

22

LIK 44 (2) (2015)

Lembaran Ilmu Kependidikan

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

PENGEMBANGAN MODEL PENDAMPINGAN GURU YANG MENGINTEGRASIKAN

SELF ASSESSMENT DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN KURIKULUM 2013

Sri Sulistyorini Parmin, Umar Samadi

Semarang State University, Indonesia

Info Artikel _______________________ Sejarah Artikel:

Diterima Juli 2015

Disetujui Agustus 2015

Dipublikasikan September

2015

_______________________ Keywords:

Model teacher mentoring,

self-assessment, curriculum

2013

_____________________________

Abstrak

__________________________________________________________________________________________ Hasil studi pendahuluan, telah teridentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan kualitas pendampingan

terhadap guru sekolah dasar di Kota Semarang. Keberhasilan implementasi kurikulum 2013 sangat ditentukan

dari kualitas pendampingan terhadap guru, agar mampu menerapkan pembelajaran yang menekankan pada

keseimbangan antara sikap (attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge) yang dicapai melalui

pembelajaran yang holistik dan menyenangkan. Penelitian menggunakan metode penelitian dan

pengembangan. Kelayakan model pendampingan guru berbasis self assesment setelah divalidasi oleh pakar

pembelajaran dan pakar kebahasaan. Sesuai hasil penelitian tahun pertama yang telah diperoleh, maka dapat

diambil simpulkan; model pendampingan guru berbasis self assessment mendapakan penilaian layak dari pakar

pembelajaran dan pakar kebahasaan dan dalam uji coba skala terbatas di tiga sekolah dasar piloting project

kurikulum 2013 di Kota Semarang, telah terbukti dapat menguatkan kompetensi berimbang siswa dan

perbaikan kinerja guru.

Abstract __________________________________________________________________________________________ Results of preliminary studies, have identified the problems related to the quality of assistance to primary school

teachers in the city of Semarang. Successful implementation of the curriculum in 2013 is determined on the quality

of assistance to teachers, in order to be able to apply the learning that emphasizes the balance between attitude

(attitude), skills (skills) and knowledge (knowledge) is achieved through a holistic learning and fun. Research

methods of research and development. Eligibility based teacher mentoring model of self assessment after being

validated by learning expert and a linguist. According to the results of the first study that has been obtained, it can

be concluded; mentoring model of self assessment based teacher assigned the adequate assessment of learning

expert and a linguist and the limited scale trial at three elementary schools piloting the curriculum project in 2013

in the city of Semarang, has been shown to strengthen the students' competence impartial and improved teacher

performance.

© 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

ISSN 0216-0847

Page 25: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

23

PENDAHULUAN

Kemendikbud dalam implementasi

kurikulum 2013 diantaranya bertanggungjawab

dalam pengadaan buku peserta didik, buku

panduan guru dan pelatihan guru. Kesiapan guru

dalam melaksanakan pembelajaran lebih

dimudahkan dengan ketersediaan buku panduan

guru sehingga diharapkan pembelajaran lebih

efektif. Orientasi pengembangan kurikulum 2013

tercapainya kompetensi yang berimbang antara

sikap (attitude), keterampilan (skill) dan

pengetahuan (knowledge) yang dicapai melalui

pembelajaran yang holistik dan menyenangkan.

Dalam implementasi Kurikulum 2013, pemerintah

juga akan memperkuat peran pendampingan bagi

guru pasca pelatihan. Pendampingan untuk

memastikan keterlaksanaan pelatihan di kelas,

mulai dari mempersiapkan, melaksanakan dan

mengevaluasi pembelajaran. Menurut Nuh (2013)

kualitas pendampingan akan menjadi kunci

penting keberhasilan implementasi kurikulum di

semua jenjang sekolah.

Pembelajaran di sekolah dasar dalam

kurikulum 2013 menerapkan model pembelajaran

tematik terpadu yang dikenal dengan integrated

thematic instruction. Pembelajaran tematik

terpadu sebagai salah satu strategi pembelajaran

yang efektif untuk mencapai kompetensi yang

ditargetkan. Keunggulan dari pembelajaran

tematik terpadu dapat dilihat dari ruang untuk

mewadahi serta menyentuh secara terpadu ranah-

ranah emosi, fisik, dan akademik pada peserta

didik sekolah dasar. Guru harus mampu

merancang pembelajaran yang dapat memicu

akselerasi dan menaikkan kapasitas daya ingat

peserta didik untuk jangka waktu yang lebih

panjang. Berbagai keberhasilan dan prestasi

peserta didik, diharapkan dapat tercapai melalui

kurikulum 2013. Berkaitan dengan pencapaian

tujuan mulia dalam kurikulum 2013, guru menjadi

faktor kunci yang menentukan keberhasilan, oleh

karena itu pendampingan terhadap dibutuhkan

mulai dari merencanakan, melaksanakan dan

merefleksi pembelajaran. Kegiatan pendampingan

akan dilakukan oleh pihak-pihak yang menjadi

instruktur kurikulum 2013 sehingga dapat

memastikan tercapainya tujuan pasca pelatihan.

Luaran pelatihan tidak efektif tanpa diikuti

program tindaklanjut dalam bentuk

pendampingan guru dalam melaksanakan

pembelajaran di kelas (Sukarno, 2010).

Pendampingan bagi guru yang telah mengikuti

pelatihan kurikulum, dilakukan untuk memastikan

keterlaksanaan program pembelajaran di kelas.

Proses pendampingan akan lebih efektif, jika guru

bersedia menilai terlebih dahulu kinerjanya.

Penilaian diri atau self assesment diharapkan akan

lebih memudahkan guru dalam menerapkan hasil

pelatihan. Permasalahan yang teridentifikasi dari

implementasi kurikulum di sekolah sebelumnya,

pendampingan yang diawali dari self assesment

belum menjadi budaya pasca pelatihan guru.

Kecenderungan pendampingan berorientasi pada

kelengkapan administrasi sehingga kegiatan

pelatihan guru belum berdampak luas terhadap

perbaikan kualitas pembelajaran yang dicita-

citakan.

Telah dilakukan identifikasi permasalahan

yang berkaitan dengan kualitas pendampingan

terhadap guru SD di Kota Semarang dalam

mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan sebelum diterapkan kurikulum 2013.

Permasalahan yang telah teridentifikasi yaitu;

pendampingan belum dilakukan berdasarkan

orientasi kebutuhan guru, bersifat administratif

berkaitan dengan kelengkapan perangkat

pembelajaran, dan temuan selama pendampingan

belum dioptimalkan sebagai bahan refleksi antara

pendamping dan guru yang didampingi. Pangkal

dari permasalahan pendampingan karena belum

dikembangkan model pendampingan yang

disesuaikan dengan target capaian kurikulum.

Menurut Sarjita (2011) tujuan pendampingan guru

untuk memberikan fasilitasi sebagai tindaklanjut

dari suatu kegiatan pelatihan setiap kali terjadi

perubahan kurikulum, mengetahui tingkat

keberhasilan tujuan kurikulum, memberikan

dorongan bagi guru untuk berinovasi, dan sebagai

media konsultasi bagi guru. Betapa pentingnya

suatu model pendampingan untuk mengawal

tercapainya cita-cita kurikulum 2013 yang

menyiapkan generasi emas di Indonesia pada

tahun 2045 melalui penguatan kompetensi

berimbang.

Guru didampingi sejak mulai menyusun

perangkat pembelajaran, sebagaimana hasil

Page 26: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

24

penelitian Julianto (2008) guru yang dapat

melaksanakan pembelajaran sesuai antara

perangkat pembelajaran yang disusun dengan

penerapan di kelas, tidak terlepas dari adanya

kontrol melalui pendampingan. Pendampingan

yang diharapkan guru mulai dari penyusunan

perangkat pembelajaran sampai pada refleksi

terhadap kinerjanya. Dalam proses pendampingan,

pendamping dapat melaksanakan fungsi dengan

baik, apabila menerapkan prinsip kolegalitas

dengan guru yang didampingi. Komunikasi akan

lebih efektif, ketika guru yang didampingi tidak

diposisikan sebagai orang yang kurang

dibandingkan dengan pendamping. Berdasarkan

hasil penelitian pendahulu tentang pentingnya

pendampingan, dan memperhatikan arah

penerapan Kurikulum 2013 sebagai kurikulum

yang menekankan proses pembelajaran, maka

diperlukan model pendampingan guru yang tepat

agar tujuan Kurikum 2013 dapat tercapai.

Penelitian yang menghasilkan produk dalam

bentuk model pendampingan sangat diperlukan

untuk menunjang keberhasilan implementasi

Kurikulum 2013. Bagi guru yang telah mengikuti

pelatihan, dapat mengikuti program

pendampingan yang menekankan pada self

assesment. Pendamping akan membantu guru

dalam menerapkan model-model pembelajaran

yang sesuai dengan kurikulum. Model

pendampingan yang berbasis self asessment

penting untuk dikembangkan agar berdampak

pada dorongan dari dalam diri setiap guru untuk

selalu lebih baik sehingga berdampak pada

kemandirian, melalui self asessment kinerja diri

sendiri sehingga guru tidak akan mengalami

ketergantungan diri.

Berdasarkan uraian latar belakang, maka

dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian

pengembangan model pendampingan guru yaitu;

(1) Apakah model pendampingan guru berbasis

self assessment mendapakan penilaian layak dari

pakar pengembangan model pembelajaran?, (2)

Apakah model pendampingan guru berbasis self

assessment dapat menguatkan kompetensi

berimbang peserta didik di sekolah dasar?, dan (3)

Bagaimanakah tingkat keefektifan penerapan

model pendampingan guru yang berbasis self

assessment terhadap kinerja guru sekolah dasar?.

Urgensi penelitian untuk menghasilkan

model pendampingan guru berbasis self

assessment dalam menguatkan kompetensi

berimbang pada siswa di sekolah dasar.

Keberhasilan implementasi kurikulum 2013

sangat ditentukan dari kualitas pendampingan

terhadap guru, agar mampu menerapkan

pembelajaran yang menekankan pada

keseimbangan antara sikap (attitude),

keterampilan (skill) dan pengetahuan (knowledge)

yang dicapai melalui pembelajaran yang holistik

dan menyenangkan.

Penelitian ini bertujuan untuk; (1)

Menghasilkan produk dalam bentuk model

pendampingan guru berbasis self assessment, (2)

Mengetahui dampak penerapan model

pendampingan guru berbasis self assessment dalam

menguatkan kompetensi berimbang pada siswa di

sekolah dasar, dan (3) Mengetahui keefektifan

penerapan model pendampingan guru berbasis self

assessment bagi peningkatan kinerja guru dalam

mengimplementasikan Kurikulum 2013.

Secara konseptual, kurikulum adalah suatu

respon pendidikan terhadap kebutuhan

masyarakat dan bangsa dalam membangun

generasi muda bangsa. Secara pedagogis,

kurikulum adalah rancangan pendidikan yang

memberi kesempatan untuk peserta didik

mengembangkan potensi dirinya dalam suatu

suasana belajar yang menyenangkan dan sesuai

dengan kemampuan dirinya untuk memiliki

kualitas yang diinginkan masyarakat dan bangsa.

Secara yuridis, kurikulum adalah suatu kebijakan

publik yang didasarkan kepada dasar filosofis

bangsa dan keputusan yuridis di bidang

pendidikan. Dalam implementasi suatu hasil

pengembangan kurikulum, diperlukan perangkat

pelatihan yang terstruktur dan memadai sesuai

dengan kebutuhan guru (Rohaeni dan Yoyoh,

2011).

Secara spesifik, pembelajaran di Sekolah

Dasar dalam kurikulum 2013 menerapkan

pembelajaran tematik terpadu yang sangat

disarankan penggunaannya dengan nama

pembelajaran tematik terintegrasi. Pendekatan

pembelajaran tematik integratif ini sebelumnya

telah dikembangkan khusus untuk peserta didik

berbakat dan bertalenta (gifted and talented),

cerdas, program perluasan belajar, dan peserta

Page 27: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

25

didik yang belajar cepat. Dalam kurikulum 2013,

peserta didik membutuhkan kesempatan-

kesempatan tambahan (additional opportunities)

agar dapat memanfaatkan bakat dan talentanya,

menyediakan waktu bersama yang lain untuk

secara cepat mengkonseptualisasi dan

mensintesis. Pembelajaran di sekolah dasar yang

terintegratif, diharapkan dapat mencapai

kompetensi yang berimbang antara sikap

(attitude), keterampilan (skill) dan pengetahuan

(knowledge) yang dicapai melalui pembelajaran

yang holistik dan menyenangkan.

Kompetensi yang berimbang menuntut

perencanaan pembelajaran yang mengintegrasikan

aspek sikap, keterampilan dan pengetahuan.

Ketiga aspek dalam kurikulum 2013 terintegrasi di

dalam setiap kompetensi dasar sehingga guru di

Sekolah Dasar harus memiliki keterampilan

mengelaborasikan ketiga aspek. Kompetensi yang

berimbang juga perlu mendapatkan penguatan

melalui evaluasi yang mengukur ketiga aspek.

Bentuk evaluasi yang disarankan yaitu; tes yang

dapat mengukur pengetahuan, kinerja siswa dalam

bentuk portofolio untuk mengukur perkembangan

yang dicapai siswa, dan tugas-tugas asesmen

kinerja untuk mengukur aplikasi konsep yang

telah diajarkan (Kemendikbud, 2013).

Secara kualitatif terdapat perbedaan antara

model pembelajaran tematik terpadu bila

dibandingkan dengan model pembelajaran lainnya,

yaitu dalam hal sifatnya yang akan memandu

peserta didik agar dapat mencapai kemampuan

berpikir tingkat tinggi (higher levels of thinking)

atau keterampilan berpikir dengan mengoptimasi

kecerdasan ganda (multiple thinking skills), sebuah

proses inovatif bagi pengembangan dimensi sikap,

keterampilan, dan pengetahuan. Implemementasi

kurikulum 2013 menuntut kemampuan guru

untuk dapat mentransformasikan materi dan

model pembelajaran di kelas. Setiap guru yang

mengimplementasikan pembelajaran harus

terlebih dahulu memahami materi yang diajarkan

dan bagaimana mengaplikasikannya dalam

lingkungan belajar di kelas saat bersama peserta

didik.

Kurikulum 2013 sebagai hasil

pengembangan, mengedepankan proses belajar

yang menumbuhkan kreativitas peserta didik.

Metode yang digunakan adalah scientific,

observasi, tanya-jawab, hingga presentasi.

Karakteristik pembelajaran dalam Kurikulum

2013, meliputi; a) menggunakan pendekatan

scientific melalui mengamati, menanya, mencoba,

menalar, b) menggunakan ilmu pengetahuan

sebagai penggerak pembelajaran untuk semua

mata pelajaran, c) menuntun peserta didik untuk

mencari tahu, bukan diberi tahu (discovery

learning), d) menekankan kemampuan berbahasa

sebagai alat komunikasi, pembawa pengetahuan

dan berfikir logis, sistematis, dan kreatif. Dalam

penerapan kurikulum, pemerintah akan

memperkuat pada peran pendampingan dan

pemantauan oleh pusat dan daerah dalam

pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh

guru pasca pelatihan (Kemendikbud, 2012).

Pendampingan guru dimaksudkan untuk

mendukung dan mendorong guru untuk mengelola

kegiatan belajar mengajar agar dapat

mengembangkan potensinya secara maksimal,

mengembangkan keterampilan, dan meningkatkan

kualitas kinerja. Pendampingan merupakan alat

pemberdayaan dan pengembangan personal yang

tepat karena efektif dalam menolong guru

mengembangkan kompetensi. Markasid (2009)

keberhasilan kegiatan pendampingan guru

didukung dari jalinan kerjasama antara guru yang

didampingi dengan pendamping dengan

menerapkan sikap saling percaya dan

menghormati.

Tugas pendamping guru meliputi;

membantu dan memfasilitasi guru dalam

memecahkan masalah dan umpan balik setelah

melaksanakan pembelajaran, memberi petunjuk,

saran, membelajarkan, memberi tantangan,

melatih dengan menggunakan pengalaman,

keahliannya, dan peduli untuk meningkatkan

kualitas tindakan dan perkembangan guru dari

waktu ke waktu, dan memiliki strategi jangka

panjang dan fokus pada pengembangan diri

terdamping. Butin (2006) fokus utama seorang

pendamping adalah membantu terdamping dalam

mengembangkan keterampilan profesional dalam

suasana yang mendukung dan tidak menegangkan.

Bentuk pendampingan yang terbaik terjadi

sepanjang kurun waktu di mana kepercayaan,

kerjasama, dan berbagi dibangun serta pertemuan

rutin antara pendamping dan terdamping

dijadwalkan.

Page 28: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

26

Hasil penelitian Yuyarti (2009)

pendampingan yang efektif terhadap guru

berdampak pada; meningkatkan kinerja guru

dengan semangat saling belajar dan

membelajarkan antara pendamping dan yang

didampingi; memberi solusi dengan lebih fokus

terhadap keterbatasan yang dimiliki; dan

membentuk pribadi yang reflektif. Semua tahapan

pendampingan dilakukan dengan prinsip penilaian

diri yang saling percaya, kesejawatan,

keterbukaan, terarah, dan antusias (David, 2006).

Keuntungan penggunaan teknik penilaian

diri, yaitu; a) menumbuhkan rasa percaya diri

guru, karena diberi kepercayaan untuk menilai

dirinya sendiri; b) menyadari kekuatan dan

kelemahan dirinya, karena ketika mereka

melakukan tugas pengajaran, harus melakukan

introspeksi terhadap kekuatan dan kelemahan

yang dimilikinya; dan c) mendorong,

membiasakan, dan melatih untuk berbuat jujur,

karena guru dituntut untuk jujur dan objektif

dalam melakukan penilaian. Matsuno (2009)

melakukan eksperimen penerapan penilaian diri

dan teman sejawat menyimpulkan bahwa: a)

penilai dirinya sendiri sangat kritis tehadap

tulisannya sendiri; b) penilai teman sejawat tidak

menunjukkan perbedaan, lunak, konsisten, pola

penilaian mereka tidak bergantung pada

kemampuan diri.

Model adalah sesuatu yang dapat

menunjukkan suatu konsep yang menggambarkan

keadaan sebenarnya, atau seperangkat prosedur

yang berurutan untuk mewujudkan suatu proses.

Dalam mengembangkan bahan ajar diperlukan

prosedur tertentu yang sesuai dengan sasaran

yang ingin dicapai, struktur isi pembe-lajaran yang

jelas, dan memenuhi kriteria bagi pengembangan

pembelajaran. Sebagai suatu perencanaan atau

suatu pola yang digu-nakan sebagai pedoman

dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau

pembe-lajaran dalam tutorial dan untuk

menentukan perangkat-perangkat pembelajaran

termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,

dan kurikulum. Selanjutnya Joyce dalam

(Sukmadinata, 2005) menyatakan bahwa setiap

model pembelajaran mengarah kepada desain

pembelajaran untuk membantu peserta didik

sedemikian rupa sehingga tujuan pembelajaran

tercapai.

Terdapat lima kriteria dalam pengembangan

model, yaitu; membantu peserta didik menyiapkan

belajar mandiri, memiliki rencana kegiatan

pembelajaran yang dapat direspon secara

maksimal, memuat isi pembelajaran yang lengkap

dan mampu memberikan kesempatan belajar

kepada peserta didik, dapat memonitor kegiatan

belajar peserta didik, dan dapat memberikan saran

dan petunjuk serta informasi balikan tingkat

kemajuan belajar peserta didik. Teori dan model

rancangan pembelajaran hendaknya

memperhatikan tiga komponen utama, yaitu;

kondisi belajar, metode pembelajaran, dan hasil

pembelajaran.

Karakteristik sasaran model didefinisikan

sebagai aspek atau kualitas per-seorangan berupa

bakat, kematangan, kecerdasan, motivasi belajar,

dan kemampuan awal yang telah dimilikinya.

Mengoptimalkan perolehan, pengorganisasian, dan

pengungkapan pengetahuan baru, dapat dilakukan

dengan membuat pengetahuan baru itu bermakna

bagi peserta didik dengan cara mengaitkan

pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah

dimilikinya. Ada lima jenis kemampuan awal yang

harus diperhatikan dalam perancangan

pembelajaran, yaitu (a) pengetahuan bermakna

yang tak terorganisasi (arbitrarily meaningful

knowledge), (b) pengetahuan

analogis (analogic knowledge), (c) pengetahuan

tingkat yang lebih tinggi (superordinate

knowledge), (d) pengetahuan setingkat (koordinate

knowledge), dan (e) pengetahuan tingkat yang

lebih rendah (subordinate knowledge). Jenis-jenis

pengetahuan awal itu sangat menentukan dalam

membangun pengetahuan baru bagi peserta didik

dalam pembelajaran (Kerlinger terjemahan

Simatupang dan Koesoemanto, 2000).

METODE PENELITIAN

Penelitian dirancang dengan menerapkan

metodologi penelitian dan pengembangan

(Research & Development) yang bertujuan untuk

mengembangkan model pendampingan guru

berbasis self assessment. Berikut ini, dijelaskan

tentang; subjek, objek, waktu, dan lokasi penelitian

serta teknik pengumpulan data.

Subjek dalam penelitian ini adalah guru dan

siswa pada tiga sekolah dasar piloting project

Page 29: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

27

Kurikulum 2013 di Kota Semarang. Penelitian

telah dilakukan pada semester Genap tahun 2015.

Jangka waktu penelitian 8 bulan dari Mei sampai

dengan Oktober.

Kelayakan model pendampingan guru

berbasis self assesment agar guru mampu

memfasilitasi peserta didik mencapai kompetensi

berimbang, akan diukur dengan instrumen

pengembangan model. Validasi model sebagai

produk pengembangan akan dilakukan oleh pakar

pengembangan model pembelajaran. Selanjutnya,

dilakukan uji lapangan dengan menerapkan model

hasil pengembangan dalam kegiatan

pendampingan terhadap guru SD mulai dari

persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi

pembelajaran. Kriteria keberhasilan dari produk

pengembangan diukur dengan melakukan

pengukuran hasil pendampingan, mencakup

tingkat keefektifan untuk pencapaian tujuan

pendampingan dan pembelajaran. Kegiatan ini

dilakukan dengan mengadakan penilaian kualitas

pendampingan.

Teknik pengumpulan data dalam penelitian

ini meliputi: (1) Validasi model pendampingan

guru berbasis self assessment oleh pakar

pengembangan model pembelajaran; (2)

Kemampuan kompetensi berimbang peserta didik

di sekolah dasar setelah guru mendapatkan

pendampingan yang berbasis self assessment dan

(3) Keefektifan penerapan model pendampingan

guru yang berbasis self assessment terhadap

kinerja guru sekolah dasar.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sintaks Model Pendampingan Guru

Berbasis Self Assessment

1. Evaluasi Kinerja

Setiap guru sebelum pendampingan

melakukan evaluasi kinerja sendiri terhadap

aktivitas yang telah dilaksanakan selama tugas dan

fungsi merencanakan, melaksanakan, dan

mengevaluasi. Setiap guru dalam melakukan

evaluasi kinerja menggunakan instrumen evaluasi

kinerja. Hasil dari evaluasi diri dalam bentuk

laporan kinerja diri yang dideskrispikan sendiri

meliputi; kekuatan dan kelemahan sehingga

pendampingan dapat dirancang sesuai kebutuhan

setiap guru yang berbeda-beda.

2. Telaah Bahan Ajar

Kegiatan dilanjutkan dengan menelaah

bahan ajar yang bersumber dari: buku guru, buku

siswa, bahan suplemen, dan potensi lingkungan

yang sesuai dengan kompetensi dasar.

3. Merencanakan Pembelajaran

Hasil analisis bahan ajar dituangkan ke

dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang

menekankan pada keseimbangan tiga kompetensi

(melalui pembelajaran pengetahuan untuk

mengasah keterampilan dan membentuk sikap).

4. Melaksanakan Pembelajaran

Pelaksanaan pembelajaran berorientasi

pada kreativitas peserta didik untuk memperoleh

pengetahuan, keterampilan dan sikap.

5. Penilaian

Penilaian menerapkan pendekatan otentik

yang meliputi penilaian proses dan penilaian

produk. Refleksi dilakukan oleh guru menekankan

pada pencapaian kompetensi berimbang setiap

peserta didik.

6. Refleksi

Hasil dari refleksi digunakan untuk

menentukan rencana tindaklanjut untuk

menyiapkan pembelajaran berikutnya.

7. Rencana Tindaklanjut

Pelaksanaan pendampingan dilakukan

dalam bentuk observasi kelas yang dilakukan

secara utuh (selama pembelajaran).

B. Sistem Sosial

Model pendampingan guru

mengintegrasikan self assessment menekankan

pada hubungan baik dan produktif antara guru

yang didampingi dengan pendamping. Terdapat

kesempatan bagi guru untuk saling membagikan

ide dan mempertimbangkan berbagai strategi yang

diterapkan dalam melaksanakan tugas pengajaran.

Setiap guru sebagai sasaran pendampingan,

berpeluang saling berinteraksi sesama guru dan

dengan pendamping (kepala sekolah).

Keberhasilan kegiatan pendampingan terhadap

guru, didukung dari jalinan kerjasama antara guru

yang didampingi dengan pendamping dengan

menerapkan sikap saling percaya dan

menghormati. Pendamping memerankan diri

dengan membantu terdamping dalam

mengembangkan keterampilan profesional dalam

suasana yang mendukung dan tidak menegangkan.

21

Page 30: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

28

C. Peran dan Tugas Pendamping

Kepala sekolah sebagai pendamping bagi

guru-guru yang bertugas membantu guru dalam

menyiapkan, melaksanakan, mengevaluasi dan

merefleksi pembelajaran yang telah dilakukan.

Pendamping hendaknya menekankan pada

tercapainya kompetensi yang berimbang antara

sikap (attitude), keterampilan (skill) dan

pengetahuan (knowledge) yang dicapai melalui

pembelajaran yang holistik dan menyenangkan.

Peran pendamping membantu dan memfasilitasi

guru dalam memecahkan masalah dan umpan

balik setelah melaksanakan pembelajaran,

memberi petunjuk, saran, membelajarkan,

memberi tantangan, melatih dengan menggunakan

pengalaman, keahliannya, dan peduli untuk

meningkatkan kualitas tindakan dan

perkembangan guru dari waktu ke waktu, dan

memiliki strategi jangka panjang dan fokus pada

pengembangan diri terdamping.

D.Prinsip Reaksi

Guru sebagai yang didampingi, memberikan

reaksi dengan menjadikan hasil pendampingan

untuk meningkatkan kinerja pembelajaran.

Terdamping menyiapkan rancangan pembelajaran

bagi siswa. Rancangan pembelajaran yang dibuat,

mengacu pada kompetensi berimbang sehingga

aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap dapat

diwujudkan. Kegiatan guru bersama pendamping

difokuskan secara bersama-sama memecahkan

permasalahan pembelajaran. Guru selama

pendampingan dapat menanyakan segala sesuatu

agar pembelajaran yang dilakukan berkualitas.

Pendamping merespon dan terjadi reaksi antara

pendamping dan guru.

E.Sistem Pendukung

Penunjang keberhasilan pelaksanaan

pendampingan yang dibututuhkan, meliputi;

media pembelajaran, alat peraga, dan perangkat

pembelajaran. Sistem pendukung dalam

pendampingan meliputi; rencana pendampingan,

instrumen pendampingan, materi pendampingan,

vahan dan alat yang dibutuhkan selama proses

pendampingan. Secara rinci, sarana dan prasarana

yang digunakan untuk setiap tahapan

pendampingan, yaitu; pada tahap evaluasi kinerja,

dibutuhkan instrumen evaluasi kinerja; ketika

melakukan telaah bahan ajar dibutuhkan bahan

ajar yang merupakan buku guru dan buku siswa

serta sumber belajar suplemen; pada tahap

merencanakan pembelajaran, dibutuhkan alat tulis,

kertas, media dan alat peraga; tahap melaksanakan

pembelajaran dibutuhkan LCD proyektor,

komputer/laptop, papan tulis dan perlengkapan

menulis; dibutuhkan alat evaluasi dalam tahapan

penilaian, dan pada tahap refleksi dan tindaklanjut

dibutuhkan dokumen perencanaan dan

pelaksanaan pembelajaran.

F.Dampak Pembelajaran

1. Dampak Instruksional

Hasil pendampingan diukur berdasarkan

pada kualitas guru dalam menyiapkan; silbus,

rencana pelaksanaan pembelajaran, media/alat

peraga, bahan ajar dan alat evaluasi. Dampak

instruksional pada saat menggunakan model

pendampingan, terjadi peningkatan kinerja guru

sesuai tujuan utama pendampingan.

2. Dampak Pengiring

Hasil pendampingan pada jangka panjang

dapat terbentuk pembiasaan terhadap kinerja guru

(kemandirian) sebagai dampak pengiring.

Model divalidasi oleh pakar pembelajaran

dan pakar kebahasaan. Pakar pe mbelajaran untuk

mendapat kelayakan konten dan prosedur

pengembangan model sedangkan pakar

kebahasaan untuk mendapatkan kelayakan secara

bahasa. Hasil validasi model disajikan pada Tabel

1.

Tabel 1. Hasil validasi pakar pembelajaran

Komponen Model Skor

1 2 3 4

Sintakmatik (tahapan) √

Sistem sosial √

Prinsip reaksi √

Page 31: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

29

Sistem pendukung √

Dampak pembelajaran

Dampak instruksional √

Dampak pengiring √

Pakar model memberikan skor antara 3 dan

4, tidak terdapat komponen model yang

mendapatkan skor 1 atau 2. Sistem pendukung,

dampak instruksional dan dampak pengiring

mendapatkan skor 3. Tiga komponen model

mendapatkan skor 4, yaitu; sintakmatik, sistem

sosial, dan prinsip reaksi. Model secara umum

mendapatkan penilaian baik dari pakar. Pakar

kebahasaan sebagai pakar kedua yang melakukan

validasi model. Hasil validasi pakar kebahasaan

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil validasi pakar kebahasaan

Komponen Kebahasaan

Skor

1 2 3 4

Bahasa yang digunakan baku √

Struktur kalimat √

Istilah yang digunakan sesuai dengan Kamus Besar Bahasa

Indonesia

Penulisan nama ilmiah/istilah asing √

Konsistensi istilah √

Pakar kebahasaan menilai secara bahasa

model sudah sangat baik karena semua komponen

kebahasaan mendapatkan skor 4. Rata-rata skor 4,

berarti model pendampingan guru yang

dikembangkan dalam penelitian ini, bahasa yang

digunakan baku, secara struktur kalimat dan

konsistensi penulisan juga sudah sangat baik.

Modelsetelah dinyatakan layak sesuai

validasi dari pakar model pembelajaran dan pakar

kebahasaan. Tahapan dilanjutkan pada uji coba di

3 (tiga) sekolah piloting project kurikulum 2013 di

Kota Semarang. Ketiga Sekolah Dasar tempat uji

coba model yaitu; SD Ngaliyan 03, SD Negeri

Petompon, dan SD Negeri Karagayu 03. Tahapan

uji coba model diawali dengan rapat koordinasi

dengan kepala sekolah di tiga sekolah, sosialisasi

model terhadap guru-guru di ketiga sekolah,

penentuan guru dan kelas sasaran uji coba model

dan penerapan model dengan mengikuti tahapan

sintaks. Model dikembangkan untuk menguatkan

kompetensi berimbang siswa.

Kompetensi berimbang siswa diukur

menggunakan instrumen observasi di tiga sekolah

sasaran uji coba model. Data kompetensi

berimbang siswa disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kompetensi berimbang siswa pada uji coba model pendampingan

Aspek Kompetensi Berimbang Skor Rata-Rata

Sikap (attitude)

Memberi salam sebelum dan sesudah berpendapat 3,8

Mengungkapkan kekaguman secara lisan maupun tertulis

terhadap kebesaran Tuhan

3,6

Page 32: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

30

Menghormati peserta didik yang lain selama pembelajaran

4

Mengungkapkan sesuatu sesuai temuan 3,3

Tertib dalam mengikuti pembelajaran 3,8

Membuat catatan selama pembelajaran 2,6

Keterampilan (skill)

Memanfaatkan sumber belajar 4

Menggunakan alat peraga/media 4

Mengerjakan tugas 3,7

Menilai kecakapan yang telah dimiliki 3,3

Pengetahuan (knowledge)

Aktif untuk menguasai konsep 3,2

Mencoba menghubungkan antar konsep 3,3

Menanyakan tentang konsep 3,6

Memberikan pendapat tentang konsep 3,3

Sikap siswa pada saat pembelajaran

sebagian besar berkategori baik karena

mendapatkan skor 3 dan 4. Satu aspek yang rata-

rata pada skor 2,6 yaitu membuat catatan selama

pembelajaran. Kebiasaan sebagian besar siswa,

ketika sudah memiliki buku paket, siswa yang

mencatat menjadi sulit ditemui, padahal mencatat

penting terutama untuk penjelasan guru atau

temuan selama pembelajaran yang tidak ada di

buku paket. Aspek keterampilan dan pengetahuan

sama-sama dengan skor antara 3 dan 4, tidak ada

aspek yang mendapat skor 1 atau 2.

Kinerja guru menjadi data selanjutnya yang

dikumpulkan pada saat menjalankan proses

belajar mengajar dalam proses pendampingan.

Rata-rata skor kinerja guru pada tiga sekolah yang

dijadikan sasaran pendampingan.

Tabel 4. Kinerja guru pada saat proses belajar mengajar

Aspek Kinerja Guru Skor Rata-Rata

Guru dapat mengidentifikasi karakteristik belajar setiap peserta didik

di kelasnya

3,6

Guru memastikan bahwa semua peserta didik mendapatkan

kesempatan yang sama untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan

pembelajaran

4

Guru dapat mengatur kelas untuk memberikan kesempatan belajar

yang sama pada semua peserta didik dengan kelainan fisik dan

kemampuan belajar yang berbeda

3,8

Guru mencoba mengetahui penyebab penyimpangan perilaku peserta

didik untuk mencegah agar perilaku tersebut tidak merugikan peserta

didik lainnya

3,6

Guru membantu mengembangkan potensi dan mengatasi kekurangan

peserta didik

4

Guru memperhatikan peserta didik dengan kelemahan fisik tertentu

agar dapat mengikuti aktivitas pembelajaran, sehingga peserta didik

tersebut tidak termarginalkan (tersisihkan, diolok-olok, minder, dsb.)

3,8

Kinerja guru di ketiga sekolah dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar sebagai

dampak proses pendampingan oleh kepala

sekolah, menunjukkan kinerja yang baik. Terdapat

beberapa aspek kinerja yang mendapatkan skor 4

sedangkan aspek yang lain rata-rata skor sudah

Page 33: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

31

mencapai > 3,5. Secara keseluruhan kinerja guru

sudah baik karena telah mendapatkan

pendampingan mulai dari mengevaluasi kinerja

sendiri, menyusun perangkat pembelajaran, dan

dilanjutkan pendampingan di kelas.

Model divalidasi oleh pakar model dan

pakar bahasa, kedua pakar memvalidasi

menggunakan instrumen yang telah disusun

peneliti dengan mengacu pada instrumen standar

validasi model pembelajaran. Hasil validasi dari

pakar model terhadap model pendampingan guru

berbasis self assessment dengan skor setiap aspek

antara 3 dan 4. Terdapat 5 (lima) komponen model

yang divalidasi oleh pakar. Komponen pertama

sintakmatik mendapatkan skor 4, artinya; model

memiliki tahapan atau sintaks yang jelas dan

terukur. Sistem sosial dalam model yang

dikembangkan, mendapatkan skor 4 yang berarti

telah sangat menekankan pada hubungan personal

dan sosial pada setiap tahapan model. Skor untuk

komponen prinsip reaksi juga mendapatkan skor

4, mengandung arti bahwa pola perilaku

pendamping tinggi dalam memberikan reaksi

terhadap perilaku guru sebagai sasaran

pendampingan. Sistem pedukung model yang

meliputi; penunjang keberhasilan pelaksanaan

pendampingan mendapatkan skor 4, artinya

lengkap. Komponen terakhir yang divalidasi pakar

model yaitu; dampak pembelajaran yang terdiri

dari; dampak instruksional dan dampak pengiring,

masing-masing mendapatkan skor 3, artinya; hasil

pendampingan dinilai cukup terukur dan hasil

pendampingan pada jangka panjang sudah cukup

jelas.

Validator kebahasaan menilai bahwa bahasa

yang digunakan dalam model telah sesuai dengan

ejaan yang disempurnakan karena mendapatkan

skor 4. Pada struktur kalimat mendapatkan skor 4,

artinya dapat mewakili pesan yang disampaikan

atau tidak membinggungkan. Istilah yang

digunakan dinilai telah sesuai dengan Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Penulisan nama ilmiah/istilah

asing dalam deskripsi model dinilai benar dan

konsisten, demikian juga untuk komponen

konsistensi istilah yang digunakan telah

dinyatakan konsisten. Bahasa yang digunakan

dalam model dinilai pakar kebahasaan telah sesuai

dengan ejaan yang disempurnakan. Struktur

kalimat telah dinilai mewakili isi pesan yang

disampaikan atau tidak membinggungkan. Secara

bahasa dan tata kalimat model mudah

keterbacaannya sehingga sasaran penggunaan

model dipastikan dapat memahami ketika

mempelajarinya.

Istilah-istilah yang digunakan dalam model

merupakan istilah umum dalam pembelajaran

sehingga dapat dipahami oleh pengguna. Penilaian

pakar kebahasaan menilai bahwa > 85% istilah

yang digunakan sesuai dengan Kamus Bahasa

Indonesia. Penulisan nama ilmiah/asing yang

terdapat di dalam model juga dinilai sama dengan

aspek istilah sehingga secara konsistensi

penulisan, model telah sesuai dengan kaidah

penulisan yang benar. Model yang dikembangkan

secara kebahasaan sudah sangat baik, peluang

kesulitan dipahami pada waktu penerapan model

sangat kecil. Penilaian pakar kebahasaan,

memberikan dorongan bagi pengembang model

untuk melanjutkan pada penyiapan uji coba skala

kecil, untuk mengetahui keterterapan model.

Uji coba model dilakukan di tiga sekolah,

guru sasaran pendampingan di ketiga sekolah

melakukan tahapan yang sama sesuai sintaks

model. Guru mengawali dengan melakukan refleksi

diri, difasilitasi kepala sekolah dalam bentuk

menyusun deskripsi evaluasi kinerja. Aktivitas

mengevaluasi kinerja sendiri termasuk kegiatan

baru bagi guru, namun karena telah

disosialisasikan terlebih dahulu sehingga guru

berlahan mampu mendeskripsikan evaluasi

kinerja secara rinci dan lengkap. Pada evaluasi

kinerja menyusun perencanaan pembelajaran,

guru di tiga sekolah memiliki kesamaan karena

sebenarnya ketika menyusun Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) masih memiliki

keraguan dari segi ketepatan langkah-langkah

pembelajaran. Keraguan yang dirasakan selama ini

belum ditindaklanjuti dengan berkonsultasi secara

lebih intensif dengan kepala sekolah atau

pengawas.

Pembelajaran yang dilakukan oleh guru,

hampir sepenuhnya dilakukan sendiri oleh guru

bersama siswa tanpa ada rekan sejawat yang

mengamati secara utuh. Guru ketika

mendeskripsikan kinerjanya, masih belum yakin

sepenuhnya bahwa konsep yang diajarkan

semuanya benar, artinya masih ada yang merasa

terjadi miskonsepsi. Ketidakyakinan guru tentang

Page 34: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

32

kebenaran konsep-konsep yang diajarkan, selama

ini belum disalurkan atau dikonsultasikan kepada

kepala sekolah maupun pengawas. Ketiga guru

sasaran uji coba model di tiga sekolah, memiliki

cara yang berbeda-beda ketika menghadapi

permasalahan pendalaman konsep. Membaca,

mencari literatur di internet menjadi cara guru

dalam menyelesaikan permasalahan keraguan

kebenaran konsep yang diajarkan. Sejatinya,

sumber belajar tidak semua mampu menyajikan

konsep yang benar, namun belum terbiasa

dikonsultasikan pada pihak lain yang dianggap

lebih menguasai konsep.

Deskripsi evaluasi kinerja guru sasaran uji

coba model juga mengungkapkan permasalahan,

ketika melakukan evaluasi pembelajaran.

Keterampilan menyusun soal yang sesuai dengan

kaidah penilaian otentik sesuai kurikulum 2013

menjadi permasalahan yang sama yang dihadapi

guru di tiga sekolah sasaran. Guru masih lebih

sering mengumpulkan soal dari pada menyusun

soal. Soal-soal ulangan pada setiap akhir tema,

guru menggunakan koleksi soal dari berbagai

sumber. Kemauan guru untuk menyusun soal

cukup baik, namun ketiga guru menghadapi

kendala yang sama yaitu; keterampilan menyusun

soal yang sesuai dengan materi pembelajaran.

Guru mengalami kebingungan ketika menghadapi

permasalahan penyusunan alat evaluasi, termasuk

binggung harus berkonsultasi pada siapa,

mengingat permasalahan yang sama juga dihadapi

umumnya guru dalam mengimplementasikan

kurikulum 2013.

Setelah guru mendeskripsikan evaluasi

kinerjanya secara mandiri, pendamping dalam hal

ini kepala sekolah, meminta guru untuk mulai

menelaah bahan ajar, dalam hal ini buku guru dan

buku siswa kurikulum 2013. Selain buku yang ada,

guru juga diminta untuk melengkapi analisis

dengan menggunakan sumber belajar lain yang

direkomendasikan oleh pendamping, misalnya

dari artikel, jurnal dan hasil-hasil penelitian yang

dapat dipercaya baik cetak maupun elektronik.

Pada saat guru melakukan analisis buku ajar,

terdapat pengalaman baru yang dirasakan yaitu

menjadikan potensi lingkungan sebagai suplemen

untuk memperkaya informasi di buku. Pengalaman

menganalisis potensi lingkungan sekitar dilakukan

dengan cara yang sama oleh tiga guru di tiga

sekolah yang berbeda, namun hasilnya telah

menunjukkan kualitas yang baik sesuai potensi

lingkungan sekolah. Pendamping pada saat

mendampingi guru dalam menganalisis bahan ajar

dan sumber belajar, tetap memberikan batasan

ruang lingkup dalam ukuran kompetensi dasar.

Langkah selanjutnya, pendamping

memfasilitasi guru untuk menyusun perencanaan

pembelajaran. Hasil analisis bahan ajar dan

sumber belajar yang telah diperoleh, menjadi

bahan penting dalam penyusun perencanaan

pembelajaran. Suatu pengalaman yang berbeda

dan menarik bagi guru, karena selama ini dalam

menyusun rencana pembelajaran tidak selalu

dengan terlebih dahulu menganalisis sumber

belajar. Ketika perencanaan pembelajaran tidak

diawali dari analisis bahan ajar, menurut guru

yang didampingi, potensi lokal sekolah sering tidak

menjadi bagian yang dipelajari di kelas.

Perencanaan pembelajaran yang disusun, oleh

pendamping diberi penekanan pada penguatan

kompetensi berimbang siswa. Kompetensi yang

berimbang, dituangkan secara jelas dan tertulis

dalam langkah-langkah pembelajaran. Penyiapan

daya dukung belajar siswa untuk memastikan

kompetensi yang dimiliki berimbang, misalnya;

sikap diukur ketika siswa melakukan kegiatan

diskusi, keterampilan ketika menggunakan alat

ukur, dan pengetahuan melalui penjelasan konsep.

Pelaksanaan pendampingan dilanjutkan

dengan pendampingan pembelajaran di kelas.

Sikap siswa pada saat pembelajaran sebagian

besar berkategori baik karena mendapatkan skor

antara 3 dan 4. Aspek keterampilan dan

pengetahuan sama-sama dengan skor antara 3 dan

4, tidak ada aspelah ek yang mendapat skor 1 atau

2. Perolehan skor pada ketiga kompetensi di ketiga

sekolah, telah menunjukkan hasil belajar yang

baik. Siswa telah memiliki ketiga kompetensi

secara baik. Pendampingan dalam penyusunan

perangkat pembelajaran yang menekankan pada

keseimbangan tiga kompetensi telah berdampak

baik. Pengetahuan tidak lagi menjadi satu-satunya

kompetensi yang diutamakan, melainkan sikap dan

keterampilan diukur seiring dengan aktivitas

belajar yang dilakukan siswa.

Kinerja guru di ketiga sekolah, dalam

melaksanakan kegiatan belajar mengajar sebagai

dampak proses pendampingan oleh kepala sekolah

Page 35: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

33

menunjukkan kinerja yang baik. Aktivitas

mengevaluasi kinerja sendiri telah memberikan

dampak nyata terhadap keseriusan guru dalam

menyiapkan pembelajaran. Perencanaan

pembelajaran yang dikembangkan dari hasil

pendampingan, tidak saja menjadi pengalaman

baru, melainkan telah memberikan bukti bahwa

ketika permasalahan guru di akomodasi dan

didampingi, maka menghasilkan rencana

pembelajaran yang berkualitas. Berdasarkan data

kinerja guru yang telah dikumpulkan melalui

observasi pembelajaran, terdapat beberapa aspek

kinerja yang mendapatkan skor 4 sedangkan aspek

yang lain rata-rata skor sudah mencapai 3,5.

Secara keseluruhan kinerja guru di ketiga sekolah

sudah baik. Keadaan ini diyakini sebagai dampak

positif dari pendampingan yang dilakukan dengan

menerapkan model yang dikembangkan.

Hasil uji coba model pada penelitian tahun

pertama ini, telah memberikan pengalaman dan

menghasilkan banyak produk pembelajaran yang

dikembangkan oleh guru di tiga sekolah sasaran.

Semua tahapan model pendampingan guru yang

dikembangkan dalam penelitian ini, dapat

direalisasikan secara jelas dan berdampak pada

perbaikan kualitas pembelajaran. Perbaikan

dirasakan langsung oleh siswa dan guru sehingga

perluasan penerapan model dan pengukuran

dampaknya, menjadi sesuatu yang harus dilakukan

pada penelitian tahun kedua. Permasalahan

kurikulum 2013 terletak pada kesiapan guru,

model pendampingan telah memberikan

kontribusi yang nyata terhadap penyiapan guru

agar mampu merealisasikan kurikulum 2013.

PENUTUP

Sesuai hasil penelitian tahun pertama yang

telah diperoleh, maka dapat diambil simpulkan

yaitu;

a. Model pendampingan guru berbasis self

assessment mendapatkan penilaian layak dari

pakar pembelajaran dan pakar kebahasaan.

b. Model pendampingan guru berbasis self

assessment dalam uji coba skala terbatas di

tiga sekolah dasar piloting project kurikulum

2013 di Kota Semarang, telah terbukti dapat

menguatkan kompetensi berimbang siswa.

c. Penerapan model pendampingan guru yang

berbasis self assessment efektif diterapkan

terhadap perbaikan kinerja guru di sekolah

dasar.

Berdasarkan hasil penelitian, tim peneliti

memberikan saran, yaitu;

a. Model pendampingan guru berbasis self

assessment sebelum diterapkan, perlu

dilakukan sosialisasi terlebih dahulu pada

kepala sekolah sebagai pendamping dan juga

guru sebagai yang didampingi.

b. Kepala sekolah sebagai pendamping dalam

penerapan model, dapat menentukan guru

sasaran pendampingan yang memiliki kinerja

kurang baik, sehingga dapat menjadi

dorongan bagi sekolah lain untuk

menerapkan model yang dikembangkan ini.

c. Hasil uji coba skala terbatas, penerapan

model berdampak baik pada penguatan

kompetensi berimbang siswa dan perbaikan

kinerja guru, sehingga buku pedoman

penerapan model, dapat dicetak dalam jumlah

yang lebih banyak sebagai desiminasi

penelitian tahun pertama.

DAFTAR PUSTAKA

Butin, W. 2006. Introduction Future Directions for

Service Learning in Higher Education.

International Journal of Teaching and Learning in

Higher Education. 18 (1): 1-6.

David. 2006. Incremental Integration: A Successful

Service-Learning Strategy. International Journal

of Teaching and Learning in Higher Education. 18

(1): 43-48.

Julianto, T. 2008. Peningkatan Kualitas Pembelajaran

antara Profesionalitas Guru dan Kualitas

Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Kependidikan. 1 (1):

32-42.

Kerlinger, F. 2000. Asas-asas Penelitian Behavioral.

Terjemahan: Foundation behavioral research,

oleh: Simatupang, L. R., & Koesoemanto, H. J.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012.

Dokumen Kurikulum 2013. Sumber:

http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud

(diunduh, 12 Januari 2014).

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2013.

Panduan Kurikulum 2013. Sumber:

http://www.kemdiknas.go.id/kemdikbud

(diunduh, 4 Februari 2014).

Page 36: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

34

Markasid. 2009. Kebijakan Peningkatan Kualitas Tenaga

Pendidikan. Jurnal Kependidikan. Sumber:

http://www.jurnalskripsi.net/pdf/. (diunduh, 13

Januari 2014).

Matsuno, S. 2009. Self, Peer, and Teacher Assessments in

Jananese University EFL Writing Classrooms.

Language Testing, 28 (91): 75-100.

Nuh, M. 2013. Kurikulum 2013. Sumber:

http://www.kemdiknas.go.id/

kemdikbud (diunduh, 21 Februari 2014).

Rohaeni, N. dan Yoyoh, J. 2011. Mode Desain Kurikulum

Pelatihan Profesi Guru Vokasional. Jurnal

Penelitian Pendidikan. 12 (2).

Sarjita, A. 2011. Pendampingan Pasca Pelatihan Guru

Program Prioritas. Modul Program Prioritas. DBE

3 USAID.

Sukarno. 2010. Pendampingan Guru Dalam

Melaksanakan Pembelajaran. Jurnal PTK DBE 3

USAID. 2 (2): 23-31.

Sukmadinata, N. 2005. Metode Penelitian Pendidikan.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sukmadinata, S. 2010. Pengembangan Model

Pembelajaran Terpadu Berbasis Budaya untuk

Meningkatkan Apresiasi Peserta didik Terhadap

Budaya Lokal. Cakrawala Pendidikan. 29(2): 189-

203.

Yuyarti. 2009. Peranan Kepala Sekolah Dalam

Manajemen Peningkatan Mutu Pembelajaran.

Jurnal Litbang Provinsi Jawa Tengah. 7 (2): 134-

142.

Page 37: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

35

LIK 44 (2) (2015)

Lembaran Ilmu Kependidikan

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

KONTRIBUSI CARA BELAJAR MAHASISWA TERHADAP NILAI UJIAN AKHIR MATA

KULIAH PENGANTAR TEKNOLOGI PENDIDIKAN DI UNIVERSITAS BATURAJA

Eriyanti

Universitas Baturaja, Sumatera Selatan, Indonesia

Info Artikel _______________________ Sejarah Artikel:

Diterima Juli 2015

Disetujui Agustus 2015

Dipublikasikan September

2015

_______________________ Keywords:

How To Learn; Contribute;

Learning; Educational

Technology Introduction

_____________________________

Abstrak

__________________________________________________________________________________________ Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kontribusi cara belajar mahasiswa dengan hasil belajar

yang di dapatkan mahasiswa dalam belajar selama satu semester. Penelitian ini merupakan

penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dengan ex post facto. Dalam penelitian ini,

tips cara belajar mandiri sudah efektif karena tingkat keberhasilan sudah tercapai dan mahasiswa

lebih termotivasi dalam belajar. Keefektifan cara dan gaya belajar yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah keberhasilan tentang suatu usaha dari sistem yang dirancang untuk

melibatkan mahasiswa secara aktif, dan mandiri dalam mata kuliah pengantar teknologi

pendidikan Hasil uji-r menyatakan bahwa ada korelasi yang positif antara cara belajar dengan

hasil belajar yang di dapat mahasiswa.

Abstract __________________________________________________________________________________________ This research aims to determine how students' learning results obtained by students in studying for

one semester. This research, tips on how to self learning have been effective because the rate of

success has been reached and the students are more motivated to learn. The effectiveness of ways

and styles of learning are referred to in this research is the success of business system that is designed

to engage students actively and independently in the course of introduction of educational

technology test result-r stated that there is a positive correlation between learning with learning

outcomes obtained by student.

© 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

ISSN 0216-0847

Page 38: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

36

PENDAHULUAN

Sistem Pendidikan Nasional sebagaimana

tertuang bahwa Pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan membentuk

watak serta peradaban bangsa yang bermartabat

dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta

didik agar menjadi manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak

mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta

bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan yang

dicita-citakan undang-undang menghendaki

penyelenggaraan pendidikan yang ideal. Menurut

Syaiful Sagala (2013:4) Pendidikan adalah usaha

sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat

dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan,

pengajaran serta latihan yang berlangsung

disekolah dan luar sekolah.

Setiap satuan pendidikan memiliki sistem

untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas.

Sistem pendidikan tinggi jika dilihat sebagai

sebuah proses maka sistem ini akan memiliki

empat tahapan pokok yaitu (1) Masukan; (2)

Proses; (3) Luaran; dan (4) hasil ikutan (outcome).

yang termasuk dalam katagori masukan antara

lain adalah dosen, peserta didik, buku, staf

administrasi dan teknisi, sarana dan prasarana,

dana , dokumen kurikulum, dan lingkungan.

Mengembangkan potensi mahasiswa secara utuh

dan optimal adalah tanggung jawab pengelola

pendidikan. Oleh sebab itu dalam pembelajaran

dosen bertanggung jawab menciptakan situasi

yang mendorong peran aktif peserta didik untuk

belajar secara berkelanjutan atau sepanjang hayat.

Dosen hendaklah dapat menentukan metode yang

paling efektif untuk proses belajar mengajar

tertentu sesuai dengan tujuan instruksional. yang

harus dicapai.

Salah satu faktor yang menentukan hasil

belajar adalah cara belajar. Cara belajar

merupakan bagaimana peserta didik

melaksanakan kegiatan belajar. Kualitas cara

belajar akan menentukan kualitas hasil belajar

yang diperoleh. Masalah cara belajar ini perlu

mendapat perhatian karena dapat mempengaruhi

hasil belajar peserta didik. Berdasarkan latar

belakang yang telah dijelaskan diatas maka penulis

meneliti tentang “Kontribusi Cara Belajar

Mahasiswa Terhadap Nilai Ujian Akhir Semester

Ganjil Tahun Akademik 2014/2015 pada Mata

Kuliah Pengantar Teknologi Pendidikan di

Program Studi Teknologi Pendidikan Universitas

Baturaja”

Belajar merupakan upaya peserta didik

memperoleh sikap pengetahuan dan tingkah laku

yang baru. Belajar juga apat dikatakan suatu

proses perubahan perilaku yang muncul karena

pengalaman. Makin banyak pengalaman dirpeoleh

seseorang dengan demikian ia telah belajar.

Menurut Hanafiah dan Suhana (2010:6) “Belajar

adalah proses perubahan perilaku, berkat interaksi

dengan lingkungannya. Perubahan perilaku

mencakup aspek kognitif, afektif dan psikomotor”.

Purwanto (2007:118) mengatakan bahwa

“…cara belajar yang baik jika sambil belajar

mahasiswa membuat pertanyaan-pertanyaan

sendiri, dan kemudian menjawabnya berdasarkan

apa yang telah dipelajarinya.” Seorang mahasiswa

akan mempunyai hasil belajar yang baik bila

memiliki kesadaran atas tanggung jawab belajar

dan cara belajar yang digunakan cukup efektif dan

efisien.

Syaiful (2008:61) Kiat-kiat belajar sendiri

sebagai berikut :

1) Mempunyai fasilitas dan perabot belajar

Fasilitas dan perabot belajar ikut

menentukan keberhasilan belajar seseorang.

2) Mengatur waktu belajar

Mengatur waktu belajar dapat dijadikan

pedoman yang sesuai dengan kebutuhan dalam

belajar sendiri.

3) Mengulangi bahan pelajaran

Setelah pulang kuliah jangan lupa untuk

mengulangi bahan pelajaran dirumah. Belajar

dengan cara mengulangi bisa dibantu dengan

membandingkan bahan pelajaran yang baru saja

diserap dengan buku paket bagi pelajar dan

literature wajib atau penunjang bagi mahapeserta

didik sangat membantu.

4) Menghafal bahan pelajaran

Dalam belajar, menghafal merupakan salah

satu kegiatan dalam rangka penguasaan bahan

pelajaran. Bahan pelajaran yang harus dikuasai

tidak hanya dengan cara mengambil intisarinya

(pokok pikirannya), tetapi ada juga bahan

Page 39: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

37

pelajaran yang harus dikuasai dengan cara

menghafalnya.

5) Membaca buku

Kegiatan membaca adalah kegiatan yang

paling banyak silakukan selama menuntut ilmu

dikuliah. Masalah membaca merupakan keharusan

bagi pelajar atau mahasisiwa, tetapi persoalan cara

membaca yang baik dan efisien merupakan

masalah bagi pelajar.

6) Membuat ringkasan dan ikhtisar

(a) Ringkasan

Ringkasan atau sering juga disebut dengan

istilah precis adalah bentuk singkat atau ringkas

dari sebuah karangan yang masih memperlihatkan

sosok dasar dari aslinya.

(b) Ikhtisar

Ikhtisar pada dasarnya sama dengan

ringkasan. Keduanya bertujuan mengambil bentuk

kecil dari sebuah karangan panjang.

7) Mengerjakan tugas

Saat menuntut ilmu dilembaga pendidikan

formal, baik pelajar atau mahapeserta didik tidak

dapat melepaskan diri dari keharusan

mengerjakan tugas-tugas studi.

8) Memanfaatkan perpustakaan

Perpustakaan adalah suatu istilah yang tidak

asing bagi setiap orang, terutama bagi pelajar.

Perpustakaan sebagai berhimpunnya sejumlah

literatur (buku) yang diperuntukkan bagi mereka

yang kehausan ilmu. Karena perpustakaan

merupakan “jantungnya” dunia pendidikan

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan

kuantitatif dengan ex post facto yang menurut

Sudjana (2009:56) adalah “Metode penelitian

menunjuk kepada perlakuan atau manipulasi

variabel x telah terjadi sebelumnya sehingga

peneliti tidak perlu memberikan perlakuan lagi,

tinggal melihat efeknya pada variabel terikat.”

Adapun dalam penelitian ini peneliti bertujuan

untuk mengetahui ada tidaknya kontribusi

variabel bebas (cara belajar ) yang dilihat melalui

angket yang disebar dan variabel terikat (nilai

UAS).

Menurut Arikunto (2010:161) “Variabel

adalah objek penelitian, atau apa yang menjadi

titik perhatian suatu penelitian”. Sesuai dengan

pendapatan di atas maka yang menjadi variabel

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

No Variabel Bebas (x) Variabel Terikat (y)

1 Cara belajar mahasiswa Nilai UAS

Adapun teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Kuesioner

Pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik kuesioner dan alat

pengumpulan data adalah angket (daftar

pertanyaan). Sugiyono (2010:199) mengemukakan

bahwa “Kuesioner merupakan teknik

pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan

tertulis kepada responden untuk dijawabnya.”

Angket tersebut untuk mengetahui informasi dari

responden tentang pribadi responden.

b. Dokumentasi

Dalam penelitian ini yang dimaksud

dokumentasi menurut Arikunto (2010:274) adalah

“Mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang

berupa catatan transkip, buku, surat kabar,

majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda

dan sebagainya”. Untuk melihat catatan yang

sudah ada peneliti dapat mengambilnya dari nilai

raport dan sebagainya. Dalam penelitian ini, teknik

dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data

tentang Nilai UAS mahasiswa Semester I Tahun

Akademik 2014/2015 yang menjadi peserta mata

kuliah Pengantar Teknologi Pendidikan.

Teknik analisis data yang digunakan adalah

teknik korelasi produk moment. Menurut Anas

Sudijono (2011:220) rumus teknik analisis product

moment.

Model dan pembahasan

1. Deskripsi Cara Belajar Mahasiswa

Pengambilan data angket untuk mengukur

cara belajar mahasiswa dilakukan sebanyak satu

kali. Angket dilakukan untuk melihat cara belajar

Page 40: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

38

mahasiswa. Data hasil angket dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Hasil Angket Cara Belajar Mahasiswa

Keterangan Interval

Nilai

Kriteria Jumlah

Mahasiswa/Orang

Persentase

Angket cara

belajar kelas

a.1.1

80 - 100 Baik 4 12,90%

70-79 Sedang 23 74,20%

40-69 Buruk 4 12,90%

Jumlah 31 Orang

Angket cara

belajar kelas

a.1.2

80 - 100 Baik 6 23,07%

70-79 Sedang 5 19,23%

40-69 Buruk 15 57,69%

Jumlah 26 orang

Angket cara

belajar kelas

d.1.3

80 - 100 Baik 2 25%

70-79 Sedang 4 50%

40-69 Buruk 2 25%

Jumlah 8 Orang

Angket cara

belajar kelas

c.1.4

80 - 100 Baik 0 0%

70-79 Sedang 10 66,67%

40 - 69 Buruk 5 33,3%

Jumlah 15 orang

Dari tabel 3 diatas menunjukkan bagaimana

bahwa cara belajar mahasiswa, dapat dilihat pada

angket bahwa jumlah mahasiswa dengan cara

belajarnya baik ada 4 orang dengan persentase

12,90%, untuk kelas a.1.1. 6 orang kelas a.1.2

dengan prosentase 23,07%, pada kelas d.1.3

terdapat 2 orang untuk mahasiswa dengan cara

belajarnya baik dengan prosentase 25% dan 0%

untuk kelas c.1.4.

Untuk mahasiswa dengan gaya belajar

sedang terdapat 33 orang dengan persentase

74,20%, untuk kelas a.1.1. 5 orang kelas a.1.2

dengan prosentase 19,23%, pada kelas d.1.3

terdapat 4orang untuk mahasiswa dengan cara

belajarnya baik dengan prosentase 50% dan

10orang untuk kelas c.1.4 dengan prosentase

66,67%.

Pada angket yang menunjukkan jumlah

mahasiswa dengan cara belajarnya buruk ada 4

orang dengan persentase 12,90%, untuk kelas

a.1.1. 15 orang kelas a.1.2 dengan prosentase

57,69%, pada kelas d.1.3 terdapat 2 orang untuk

mahasiswa dengan cara belajarnya baik dengan

prosentase 25% dan 5 orang dengan prosentase

33,33% untuk kelas c.1.4.

Deskripsi Test Belajar Mahasiswa

Pengambilan data tes hasil belajar

mahasiswa dilakukan diakhir semester guna

mengetahui tingkat pemahaman serta untuk

mengetahui korelasi cara belajar mahasiswa

dengan hasil belajar yang dicapai. Data hasil test

dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini ;

Tabel 4. Hasil Tes Belajar Mahasiswa

Keterangan Interval

Nilai

Kriteria Jumlah

Mahasiswa/Orang

Persentase

Angket cara

belajar kelas

a.1.1

0 - 64 Rendah 4 12,90%

65 -79 sedang 23 74,20%

80 - 100 Tinggi 4 12,90%

Jumlah 31 Orang

Angket cara

belajar kelas

0 - 64 Rendah 15 57,69%

65 -79 sedang 5 19,23%

Page 41: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

39

a.1.2 80 - 100 Tinggi 6 23,07%

Jumlah 26 orang

Angket cara

belajar kelas

d.1.3

0 - 64 Rendah 2 25%

65 -79 sedang 4 50%

80 - 100 Tinggi 2 25%

Jumlah 8 Orang

Angket cara

belajar kelas

c.1.4

0 - 64 Rendah 5 33,3%

65 -79 sedang 10 66,67%

80 - 100 Tinggi 0 0%

Jumlah 15 orang

Dari tabel 4 diatas menunjukkan hasil test

mahasiswa pada akhir semester, jumlah

mahasiswa dengan nilai hasil test tinggi ada 4

orang dengan persentase 12,90%, untuk kelas

a.1.1. 6 orang kelas a.1.2 dengan prosentase

23,07%, pada kelas d.1.3 terdapat 2 orang untuk

mahasiswa dengan hasil test tinggi dengan

prosentase 25% dan tidak ada yang mendapatkan

hasil test yang tinggo untuk kelas c.1.4 atau 0%.

Untuk mahasiswa dengan hasil test sedang

terdapat 33 orang dengan persentase 74,20%,

untuk kelas a.1.1. 5 orang kelas a.1.2 dengan

prosentase 19,23%, pada kelas d.1.3 terdapat

4orang untuk mahasiswa dengan hasil belajarnya

sedang dengan prosentase 50% dan 10orang

untuk kelas c.1.4 dengan prosentase 66,67%.

Pada test yang menunjukkan jumlah

mahasiswa dengan cara hasil belajar rendah ada 4

orang dengan persentase 12,90%, untuk kelas

a.1.1. 15 orang kelas a.1.2 dengan prosentase

57,69%, pada kelas d.1.3 terdapat 2 orang untuk

mahasiswa dengan hasil belajar dengan prosentase

25% dan 5 orang .

Dari hasil angket dan hasil test mahasiswa,

maka di dapat hasil perhitungan korelasinya sbb:

Tabel 5. Hasil Perhitungan

Correlations

x Y

X Pearson Correlation 1 .748

N 80 80

Y Pearson Correlation .748 1

N 80 80

Tabel di atas menunjukkan bahwa rhitung >

rtabel (0.05:80). Maka dapat disimpulkan bahwa r tabel

untuk signifikansi 5% N 80 sebesar 0,220

sedangkan r hitung sebesar 0,748 sehingga ada

korelasi yang positif antara cara belajar dengan

hasil belajar.

Sehingga hipotesis alternatiff (Ha) diterima

atau Ada kontribusi yang signifikan antara cara

belajar mahasiswa belajar mahasiswa terhadap

nilai ujian akhir Semester Ganjil Tahun Akademik

2014/2015 Mata Kuliah Pengantar Teknologi

Pendidikan.

PEMBAHASAN

Berdasarkan pengamatan dan kajian selama

melakukan penelitian peneliti menemukan

beberapa kelebihan dan kekurangan mengetahui

cara belajar mahasiswa. Kelebihan yang pertama

adalah kegiatan belajar menjadi lebih teratur dan

terkontrol. Kelebihan lain dari metode ini adalah

mahasiswa terbiasa melakukan refleksi dari setiap

pembelajaran.

Mengetahui cara belajar mahasiswa dalam

penelitian di Program Studi Teknologi Pendidikan

FKIP Unbara memiliki kontribusi yang positif

dalam meningkatkan hasil belajar mahasiswa. Hal

ini ditunjukkan dengan tingkat keberhasilan

Page 42: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

40

dalam pencapaian tujuan pembelajaran.

Keefektifan dari cara belajar dapat dilihat dari

tingkat kemandirian belajar, ketertarikan

mahasiswa dalam pembelajaran, dan hasil belajar

yang di capai. Hal ini senada dengan pendapat dari

Soemosasmito dalam Trianto (2009: 20) yang

menyatakan bahwa suatu pembelajaran dapat

dikatakan efektif apabila memenuhi beberapa

persyaratan utama keefektifan pembelajaran,

yaitu: (1) Presentasi waktu belajar mahasiswa

yang tinggi dicurahkan terhadap KBM; (2) rata-

rata perilaku melaksanakan tugas yang tinggi di

antara mahasiswa; (3) ketepatan antara

kandungan materi ajaran dengan kemampuan

mahasiswa (orientasi keberhasilan belajar)

diutamakan, dan (4) mengembangkan suasana

belajar yang akrab dan positif. Hal ini sejalan

dengan teori keefektifan menurut tindakan

Poerwadarminta (1999: 115). Keefektifan adalah

keadaan berpengaruh, keberhasilan terhadap

usaha dan. Sedangkan pembelajaran adalah suatu

sistem yang bertujuan untuk membantu proses

belajar, yang berisi serangkaian peristiwa yang

dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi

dan mendukung terjadinya proses belajar siswa

yang bersifat internal.

Dalam penelitian ini, tips cara belajar

mandiri sudah efektif karena tingkat keberhasilan

sudah tercapai dan mahasiswa lebih termotivasi

dalam belajar. Keefektifan cara dan gaya belajar

yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

keberhasilan tentang suatu usaha dari sistem yang

dirancang untuk melibatkan mahasiswa secara

aktif, dan mandiri dalam mata kuliah pengantar

teknologi pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari

mahasiswa yang memiliki cara belajar yang baik,

menghasilkan nilai yang baik pula di hasil

belajarnya.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan

pembahasan diketahui bahwa ada korelasi yang

positif antara cara belajar dengan hasil belajar

yang di dapat mahasiswa. Nilai yang diperoleh

dalam penelitian ini menjelaskan bahwa ada

korelasi yang positif antara mahasiswa yang

belajar dengan cara belajar yang baik dengan hasil

belajar yang diperoleh di akhir semester pada

mata kuliah pengantar teknologi pendidikan

semester I Program Studi Teknologi Pendidikan

FKIP Unbara. Skor r hitung pada penelitian ini

yaitu 0,748 dimana r tabel untuk jumlah peserta

80 dengan signifikansi 5% sebesar 0,220. Jadi

dapat disimpulkan bahwa cara belajar yang baik

berkorelasi postif dengan hasil belajar yang

diperoleh mahasiswa di akhir semester. Hal ini

berarti hipotesis yang menyatakan bahwa Ada

kontribusi yang signifikan antara cara belajar

mahasiswa belajar mahasiswa terhadap nilai ujian

akhir Semester Ganjil Tahun Akademik 2014/2015

Mata Kuliah Pengantar Teknologi Pendidikan

terbukti kebenarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian. Jakarta:

Rineka Cipta.

Hanafiah, Nanang & Cucu Suhana. 2010. Konsep Strategi

Pembelajaran. Bandung: Refika Aditama.

Purwanto. 2011. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar.

Sagala, Syaiful. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran.

Bandung: Alfabeta.

Sudijono, Anas. 2011. Pengantar Statistik Pendidikan.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Sudjana, Nana. 2010. Penilaian Hasil Proses Belajar

Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.

Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2009). Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

W.J.S., Poerwadarminta. (1999). Kamus Besar Bahasa

Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Page 43: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

41

LIK 44 (2) (2015)

Lembaran Ilmu Kependidikan

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

PENGEMBANGAN PEMBELAJARAN DAUR ULANG LIMBAH BERORIENTASI

BIOENTREPRENEURSHIP DENGAN MODEL PROJECT BASED LEARNING.

Erna Yuniartiek Dyah Rini Indriyanti, Siti Alimah

Prodi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel _______________________ Sejarah Artikel:

Diterima Juli 2015

Disetujui Agustus 2015

Dipublikasikan September

2015

_______________________ Keywords:

Waste recycling;

bioentrepreneurship project

based learning

_____________________________

Abstrak

__________________________________________________________________________________________ Pembelajaran materi daur ulang limbah berorientasi bioentrepreneurship dengan model project

based learning merupakan pembelajaran yang dibutuhkan untuk memberikan bekal

kewirausahaan dan kreativitas peserta didik. Penelitian ini bertujuan menganalisis validitas dan

keterlaksanaan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Metode penelitian yang digunakan

adalah eksperimen dengan rancangan penelitian pre-tes post-tes control group design. Sampel

penelitian ini adalah peserta didik kelas X MAN Mejayan pada tahun pelajaran 2014/2015.

Pengambilan sampel dengan cluster random sampling. Data hasil penelitian berupa data soal hasil

tes, lembar observasi pelaksanaan pembelajaran, penilaian produk, serta angket respon peserta

didik terhadap pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan perangkat

pembelajaran daur ulang limbah berorientasi bioentrepreneurship dengan model PjBL memiliki

kriteria valid untuk validitas dan keterlaksanaan pembelajaran.

Abstract __________________________________________________________________________________________ Learning on waste recycling material oriented on bioentrepreneurship by using Project Based

Learning model is to provide a knowledge on entrepreneurship and creativity for students. This study

aims to analyze the validity and enforceability of this learning device. This study used experimental

research design (pretest posttest control group design). The subjects were he students of class X MAN

Mejayan in the academic year 2014/2015 by using cluster random sampling technique. The data

were gained through the results of the test, the data of observation sheets for implementation of

learning, assessment of products, as well as the questionnaire responses of learning towards

learners. The results showed that the development of waste recycling learning oriented on

bioentrepreneurship by using PjBL model was effectively done. The validity and enforceability of this

learning device were valid and very good criteria.

© 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

ISSN 0216-0847

Page 44: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

42

PENDAHULUAN

Penerapan kurikulum yang berlaku saat ini

diharapkan mampu membentuk generasi

produktif, kreatif, inovatif, dan mandiri (Mulyasa,

2013). Kenyataan yang ada saat ini menunjukkan

banyak lulusan SMA/MA yang tidak melanjutkan

ke perguruan tinggi. Badan Pusat Statistik (BPS)

melansir data pengangguran terbaru di Indonesia

per Februari 2014 didominasi oleh lulusan SMA

sederajat. Hasil observasi yang telah dilakukan di

MAN Mejayan menunjukkan data lulusan 5 tahun

terakhir hanya sekitar 15% peserta didik yang

melanjutkan ke perguruan tinggi, sehingga

diperlukan bekal kewirausahaan untuk menjadi

lebih produktif dan kreatif.

Pembelajaran yang dapat menumbuhkan

minat kewirausahaan diperlukan pembelajaran

yang mengintegrasikan entrepreneurship di

dalamnya. Uctu, et al., (2013) menyatakan bahwa

pembelajaran yang mampu menumbuhkan sikap

ilmiah dan life skill serta berorientasi

kewirausahaan sangat dibutuhkan agar peserta

didik menjadi manusia yang unggul, berani dan

memiliki kemauan menghadapi problem hidup

dan kehidupan. Menurut Kristanti, et al. (2012)

perangkat pembelajaran bioentrepreneurship

efektif digunakan dalam kegiatan pembelajaran

karena dapat meningkatkan prestasi dan aktivitas

belajar peserta didik.

Pembelajaran diharapkan menekankan

pada tiga kompetensi dasar, yaitu kognitif, afektif,

dan psikomotor. Ketiga kompetensi dasar dapat

tercapai apabila pembelajaran yang diterapkan

dapat mengidentifikasi kebutuhan dan masalah

yang dirasakan peserta didik. Salah satu

kebutuhan dan masalah yang dirasakan peserta

didik adalah belum adanya pembelajaran yang

mengintegrasikan antara ilmu pengetahuan yang

diajarkan dengan kehidupan secara nyata di

masyarakat dengan penerapan teknologi tepat

guna yang ramah lingkungan.

Salah satu model pembelajaran yang

inovatif adalah model pembelajaran berbasis

proyek (project based laerning). Pembelajaran

berbasis proyek merupakan model pembelajaran

inovatif yang memfokuskan pada belajar

kontekstual melalui kegiatan yang kompleks (Guo

& Yang, 2012). Pembelajaran ini adalah suatu

strategi yang merubah kelas tradisional dan

melibatkan peserta didik secara aktif dalam

merancang tujuan pembelajaran untuk

menghasilkan produk atau proyek yang nyata.

Menurut Susilowati, et al. (2013) pembelajaran

berbasis proyek berpengaruh positif terhadap

hasil belajar peserta didik. Selain itu model

pembelajaran proyek memberikan pengaruh

terhadap peningkatan keterampilan berpikir

kreatif (Luthvitasari, et al., 2012).

Materi daur ulang limbah merupakan

materi yang tepat untuk pengintegrasian

pembelajaran dengan pelaksanaan proyek yang

inovatif, mengembangkan kreativitas, dan

produktif dengan pengasahan jiwa

entrepreneurship. Kegiatan daur ulang limbah

menjadi sesuatu yang lebih bernilai dan

bermanfaat sangat diperlukan karena limbah

yang ada cukup mengganggu sehingga diharapkan

dapat mengurangi pencemaran lingkungan yang

ada di masyarakat.

Berdasarkan uraian di atas maka perlu

dikembangkan perangkat pembelajaran daur

ulang limbah berorientasi bioentrepreneurship

dengan model pembelajaran project based

learning (PjBL) di MAN Mejayan. Pengembangan

perangkat pembelajaran tersebut diharapkan

valid dan dapat diterapkan. Tujuan penelitian ini

adalah untuk menganalisis validitas dan

keterlaksanaan perangkat pembelajaran yang

dikembangkan.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian dan

pengembangan. Penelitian dilaksanakan sesuai

dengan model penelitian pengembangan yang

dikemukakan Sugiyono (2013). Langkah-langkah

tersebut antara lain 1) menganalisis potensi dan

masalah yang ada di MAN Mejayan, 2)

pengumpulan data, 3) desain perangkat

pembelajaran, 4) validasi perangkat

pembelajaran, 5) revisi desain perangkat

pembelajaran, 6) uji coba skala kecil, 7) revisi

produk perangkat pembelajaran, 8) uji coba skala

luas, 9) revisi produk, 10) produk final perangkat

pembelajaran. Desain penelitian ini eksperimen

dengan kelompok kontrol (Pretest-postest control

group desain).

Page 45: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

43

Penelitian ini dilaksanakan di MAN Mejayan

Kabupaten Madiun, dari bulan Maret sampai Mei

2015. Subjek dalam penelitian ini adalah peserta

didik kelas X MAN Mejayan tahun pelajaran

2014/2015. Kelas yang digunakan untuk

penelitian ini ada tiga kelas yaitu kelas X A, B, dan

D. Kelas yang digunakan dalam skala kecil adalah

kelas XD. Kelas yang digunakan dalam skala luas

adalah kelas XA sebagai kelas perlakuan

sedangkan kelas pembanding adalah kelas XB.

Teknik pengambilan sampel untuk skala

kecil maupun skala luas pada penelitian ini

menggunakan cluster random sampling.

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan

dengan menggunakan lembar angket, observasi,

dokumentasi, wawancara, dan soal tes. Lembar

angket terdiri dari angket validasi perangkat

pembelajaran, angket validasi instrumen, angket

keterlaksanaan pembelajaran, angket respon

peserta didik dan guru. Data observasi pada

penelitian ini meliputi observasi

awal/pendahuluan di madrasah, observasi

pelaksanaan pembelajaran pada skala kecil

maupun besar.

Validasi perangkat pembelajaran dilakukan

oleh ahli penelitian pendidikan, ahli konseling

kreativitas dan kewirausahaan, ahli materi

lingkungan,dan praktisi pendidikan

(pembelajaran biologi). Tujuan validasi ini agar

dapat dikoreksi kekurangan dan kesalahaan yang

ada pada desain awal perangkat pembelajaran.

Hasil koreksi dan masukan tersebut digunakan

sebagai bahan revisi perangkat pembelajaran.

Instrumen kreativitas dan minat wirausaha diuji

validitas dan reliabilitasnya. Sedangkan

instrumen tes kognitif diuji validitas, reliabilitas,

tingkat kesukaran soal, dan daya pembeda.

Analisis data yang digunakan meliputi uji

prasyarat analisis dan uji t.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis kebutuhan peserta didik dan guru

MAN Mejayan terhadap pengembangan

pembelajaran daur ulang limbah, menunjukkan

bahwa mereka membutuhkan pembelajaran daur

ulang limbah yang berorientasi

bioentrepreneurship. Pembelajaran secara

langsung dan berbentuk proyek juga dibutuhkan

dalam pembelajaran daur ulang limbah.

Pembelajaran berbentuk proyek akan

menghasilkan produk yang dapat memberikan

pengalaman langsung dan memberikan

kesempatan pada peserta didik untuk

mengkonstruk pengetahuannya sendiri.

Pernyataan di dalam angket studi

pendahuluan menunjukkan pengembangan

pembelajaran daur ulang limbah yang

berorientasi bioentrepreneurship dibutuhkan.

Dibutuhkannya perangkat pembelajaran daur

ulang limbah yang dapat meningkatkan

kreativitas dan minat wirausaha peserta didik

karena selama ini dalam pembelajaran daur ulang

limbah belum dapat mempengaruhi kreativitas

dan minat wirausaha peserta didik. Kenyataan

selama ini terlihat banyak lulusan yang tidak

melanjutkan ke perguruan tinggi dan belum

mempunyai keterampilan. Pengembangan

pembelajaran daur ulang limbah yang dibutuhkan

adalah pembelajaran yang lebih menarik dan

variatif.

Harapan-harapan tentang peningkatan

keterampilan, kreativitas, dan minat wirausaha

peserta didik memberi gambaran bahwa

sebenarnya peserta didik membutuhkan suatu

model pendidikan pencaharian, artinya suatu

model pendidikan yang berorientasi ke suatu

pekerjaan tertentu (Rokhmah, 2011).

Pembelajaran biologi dapat memberikan solusi

terhadap permasalahan dan harapan yang ingin

dicapai, karena pembelajaran biologi dapat

dikaitkan langsung dengan berbagai objek atau

fenomena di sekitar kehidupan manusia. Limbah

yang banyak kita temui juga merupakan

permasalahan yang harus diselesaikan dengan

memunculkan ide-ide kreatif peserta didik untuk

mendaur ulang limbah. Limbah yang sudah tidak

dipedulikan masyarakat dapat diubah menjadi

produk yang lebih bernilai ekonomis dan ramah

lingkungan dengan menggunakan teknologi tepat

guna dan bermanfaat bagi masyarakat

(Susilowati, et al., 2013).

Kebutuhan pembelajaran yang dapat

menghasilkan produk daur ulang limbah yang

bernilai ekonomis dan peningkatan minat

kewirausahaan peserta didik dapat terpenuhi

dengan pembelajaran berorientasi

bioentrepreneurship. Pembelajaran yang dapat

Page 46: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

44

memberikan pengalaman langsung dengan

mengkonstruk pengetahuan peserta didik,

menuangkan ide-ide kreatif atas proyek daur

ulang limbah yang dikerjakan sehingga

pengetahuan yang diperoleh peserta didik lebih

bermakna dapat terpenuhi dengan pembelajaran

model PjBL. Selain itu peangkat pembelajaran

yang dikembangkan dapat menyelesaikan

permasalahan limbah dengan pembuatan proyek

daur ulang limbah yang kreatif, inovatif, ramah

lingkungan dengan menggunakan teknologi tepat

guna dan bermanfaat bagi masyarakat. Melihat

kebutuhan yang ada maka dikembangkan

perangkat pembelajaran yang terdiri dari silabus,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), bahan

ajar dan Lembar Kegiatan Peserta Didik (LKPD)

yang berorientasi bioentrepreneurship dengan

model pembelajaran PjBL.

Pengembangan program pembelajaran

daur ulang limbah berorientasi

bioentrepreneurship dengan model pembelajaran

PjBL bertujuan untuk: 1) melatih keterampilan

entrepreneurship peserta didik melalui

pembelajaran daur ulang limbah, 2)

menumbuhkan kemampuan peserta didik dalam

mengkaitkan konsep-konsep daur ulang limbah,

peluang entrepreneurship dan

menghubungkaitkan antara ilmu pengetahuan,

lingkungan, teknologi dan masyarakat, 3)

menstimulasi peserta didik agar tertarik dan

senang belajar daur ulang limbah, dan 4)

menerapkannya untuk menyelesaikan masalah

dalam kehidupan sehari-hari.

Hasil analisis kevalidan dari perangkat

pembelajaran yang dikembangkan adalah silabus

skor validitas (Va) adalah 3,94, RPP adalah 3,73,

bahan ajar 3,64, dan LKPD 3,67. Menurut Hobri

(2009) skor Va ≥ 3 mempunyai kriteria valid.

Hasil validasi keempat perangkat pembelajaran

dalam penelitian ini mempunyai Va ≥ 3, sehingga

dapat diketahui bahwa silabus, RPP, bahan ajar

dan LKPD mempunyai kriteria valid. Secara

keseluruhan hasil validasi perangkat

pembelajaran tergambar pada Gambar 1 berikut:

Gambar 1. Hasil Validasi Pengembangan

Perangkat Pembelajaran

Hasil validasi tertinggi adalah silabus dan

terendah adalah validasi bahan ajar. Validasi

silabus mendapatkan skor yang paling tinggi

karena silabus yang sudah ada hanya ditambah

dengan muatan bioentrepreneurship. Silabus yang

dikembangkan sudah sesuai dengan aspek

penilaian silabus sehingga skor validasi silabus

cukup tinggi. Bahan ajar yang dikembangkan

merupakan bahan ajar yang disesuaikan dengan

kebutuhan, tujuan dan orientasi pembelajaran,

sehingga banyak mendapatkan masukan dari

validator. Saran dan masukan dari validator ada

yang disampakan secara lisan ataupun tertulis.

Perangkat pembelajaran harus dibuat oleh

guru karena guru lebih memahami karakteristik,

potensi, kelemahan, dan kebutuhan dari peserta

didik dan sekolah. Hal tersebut diperkuat oleh

Aritonang (2008), menyatakan bahwa perangkat

pembelajaran berupa silabus, RPP, bahan ajar dan

LKPD yang dibuat guru sangat membantu peserta

didik dan mempengaruhi proses serta hasil

belajarnya.

Keterlaksanaan pembelajaran dapat

terlihat dari angket keterlaksanaan yang diisi oleh

guru biologi lain sebagai observer dan angket

respon peserta didik. Angket keterlaksanaan

terdiri dari kegiatan pra pembelajaran, kegiatan

inti pembelajaran dan kegiatan penutup. Angket

tersebut diisi oleh guru biologi sebagai observer

dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran.

Persentase keterlaksanaan pembelajaran

mencapai 93,24%, hal ini menunjukkan bahwa

keterlaksanaan pembelajaran daur ulang limbah

berorientasi bioentrepreneurship dengan model

PjBL

dapat terlaksana dengan sangat baik.

3.4

3.5

3.6

3.7

3.8

3.9

4

Silabus RPP Bahan Ajar LKPD

Skor Validitas (Va)

3,94

3,73

3,64 3,67

Page 47: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

45

Keterlaksanaan pembelajaran terdiri dari:

1) kegiatan pra pembelajaran meliputi persiapan

peserta didik untuk belajar dan kegiatan

apersepsi. Kedua observer pada kegiatan pra

pembelajaran memberikan nilai rata-rata 95, 2)

kegiatan inti pembelajaran meliputi seluruh

kegiatan selama pembelajaran dengan

menggunakan model PjBL. Kedua observer

memberikan nilai pada kegiatan inti

pembelajaran dengan nilai rata-rata 94,72, 3)

kegiatan penutup kedua observer memberikan

nilai rata-rata 90. Prosentase tertinggi pada

keterlaksanaan pembelajaran terdapat pada

kegiatan pra pembelajaran. Keterlaksanaan

pembelajaran daur ulang limbah ini dapat

berjalan dengan baik karena semua perangkat

yang akan digunakan sudah divalidasi oleh pakar.

Masukan dan saran yang diberikan baik oleh

validator ataupun peserta didik sangat membantu

dalam perbaikan perangkat pembelajaran yang

digunakan. Soal yang digunakan dalam pre dan

post test selain di validasi oleh ahli juga sudah

diuji coba pada kelas XI IPA 1 yang sudah

menerima materi tersebut. Soal yang digunakan

selanjutnya merupakan soal yang sudah valid.

Rekapitulasi keterlaksanaan pembelajaran

daur ulang limbah berorientasi

bioentrepreneurship dengan model PjBL dapat

dilihat pada Tabel 1. Keterlaksanaan

pembelajaran selain dilihat dari angket

keterlaksanaan juga dilihat dari respon peserta

didik yang diukur secara deskriptif. Persentase

hasil angket respon peserta didik mencapai 93%

dengan kriteria tinggi. Hasil analisis angket

respon peserta didik dengan jumlah pernyataan

16 item menunjukkan bahwa 64,7% peserta didik

menyatakan sangat setuju, 34% setuju dan 1,4%

kurang setuju (Tabel 2).

Tabel 2. Persentase Angket Respon Peserta Didik

terhadap Pembelajaran Daur Ulang Limbah

Berorientasi Bioentrepreneurship Bervisi SETS

Kriteria Persentase Angket Respon

(%)

Sangat Setuju 64,7

Setuju 34

Kurang

Setuju

1,4

Respon peserta didik terhadap

pembelajaran daur ulang limbah berorientasi

bioentrepreneurship dengan model PjBL sangat

baik diajarkan dan dilaksanakan untuk dapat

lebih memahami materi yang diajarkan. Secara

keseluruhan keterlaksanaan pembelajaran daur

ulang limbah berorientasi bioentrepreneurship

dan dengan model PjBL berdasarkan observasi

keterlaksanaan maupun angket respon peserta

didik.

Persentase tertinggi respon peserta didik

dengan kriteria sangat setuju adalah pemahaman

materi yang lebih mudah dan lebih terrmotivasi

untuk berwirausaha dengan perangkat yang

dikembangkan. Pemahaman materi menjadi lebih

mudah karena pada bahan ajar diberikan gambar,

contoh dan kegiatan proyek serta pelaksanaan

observasi secara langsung di lapangan. Hasil

penelitian tersebut sesuai dengan hasil penelitian

Susilowati (2013) yang menyatakan bahwa

kegiatan proyek atau pembelajaran yang

menghasilkan produk dapat memberikan

pengalaman langsung dan memberikan

kesempatan pada peserta didik untuk

mengkonstruk pengetahuannya sendiri dengan

menuangkan ide-ide atas proyek yang dikerjakan

sehingga pengetahuan yang diperoleh peserta

didik lebih bermakna.

Peserta didik lebih terrmotivasi untuk

berwirausaha dengan perangkat yang

dikembangkan merupakan salah satu respon

peserta didik dengan kriteria sangat setuju. Pada

saat pembelajaran guru banyak memberikan

motivasi untuk berwirausaha pada peserta didik,

selain itu pada bahan ajar memberikan contoh

analisis usaha daur ulang limbah. Kenyataan yang

ada sesuai dengan hasil penelitian Anwar, et al.

(2012), yang menyebutkan bahwa perangkat

pembelajaran bioentrepreneurship efektif

terhadap minat wirausaha peserta didik.

Respon peserta didik yang menunjukkan

kriteria kurang setuju adalah lebih berkreasi

membuat produk-produk baru berkonsep biologi

dan aktif mencari informasi tentang limbah dan

daur ulang dari media manapun. Perangkat

pembelajaran yang dikembangkan menurut

respon peserta didik belum dapat meningkatkan

kreativitas untuk menghasilkan produk-produk

baru berkonsep biologi. Menurut Munandar

Page 48: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

46

(2004) kreativitas merupakan proses mental

dalam individu untuk menciptakan produk atau

gagasan baru atau mengkombinasikan produk

atau gagasan yang sudah ada menjadi bentuk

yang baru. Kreativitas merupakan suatu proses

yang membutukan waktu cukup lama.

Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini

hanya menggunakan 4 kali pertemuan. Waktu

pembelajaran yang singkat memang belum dapat

mengasah kreativitas peserta didik.

Mulyani (2010) menyatakan bahwa

prinsip-prinsip yang digunakan dalam

mengembangkan pendidikan entrepreneurship

bagi peserta didik SMA/MA adalah: (1) proses

pengembangan nilai-nilai entrepreneurship

merupakan sebuah proses panjang dan

berkelanjutan dimulai dari awal peserta didik

masuk sampai selesai dari suatu satuan

pendidikan, (2) materi nilai-nilai entrepreneurship

diintegrasikan ke dalam setiap mata pelajaran

melalui materi, metode, maupun penilaian, (3)

dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas, guru

menggunakan materi pokok bahasan yang ada

untuk menngembangkan nilai-nilai

entrepreneurship, (4) digunakan metode

pembelajaran aktif dan menyenangkan.

Langkah-langkah pembuatan produk

dengan pembelajaran proyek dapat dilaksanakan

dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan

penelitian Lutfiandi & Rahmanto (2003) yang

menemukan bahwa kegiatan berbasis proyek

membantu peserta didik untuk menggunakan

semua keterampilan yang diperoleh di ruang

kelas ke dalam situasi-situasi kehidupan nyata di

luar kelas, dalam menempatkan peserta didik

dalam situasi yang mirip dalam situasi yang akan

mereka hadapi dalam kehidupan nyata. Peserta

didik dapat menghasilkan produk yang lebih

bermanfaat dari limbah dengan pengetahuan dan

keterampilan yang mereka miliki. Produk yang

dibutuhkan masyarakat dengan menggunakan

teknologi yang tepat dan ramah lingkungan

(Rosario, 2009).

SIMPULAN

Validitas perangkat pembelajaran yang

dikembangkan meliputi silabus RPP bahan ajar

dan LKPD mempunyai kriteria valid.

Keterlaksanaan pembelajaran daur ulang limbah

yang dikembangkan mencapai 93,24%,

menunjukkan bahwa keterlaksanaan

pembelajaran daur ulang limbah berorientasi

bioentrepreneurship dengan model PjBL dapat

terlaksana dengan sangat baik.

SARAN

Berdasarkan hasil, temuan, dan

pembahasan penelitian ini, maka beberapa saran

yang dapat disampaikan adalah: perlunya

pengembangan perangkat pembelajaran

berorietasi entrepreneurship yang mampu

meningkatkan kreativitas dan minat wirausaha

pada mata pelajaran lain. Menerapkan program

pembelajaran ini sebagai langkah awal dalam

pembelajaran daur ulang limbah berorietasi

entrepreneurship yang dapat melatih minat

kewirausahaan dan keterampilan.

Langkah-langkah pembuatan produk

dengan pembelajaran proyek dapat dilaksanakan

dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan

penelitian Lutfiandi & Rahmanto (2003) yang

menemukan bahwa kegiatan berbasis proyek

membantu peserta didik untuk menggunakan

semua keterampilan yang diperoleh di ruang

kelas ke dalam situasi-situasi kehidupan nyata di

luar kelas, dalam menempatkan peserta didik

dalam situasi yang mirip dalam situasi yang akan

mereka hadapi dalam kehidupan nyata. Peserta

didik dapat menghasilkan produk yang lebih

bermanfaat dari limbah dengan pengetahuan dan

keterampilan yang mereka miliki. Produk yang

dibutuhkan masyarakat dengan menggunakan

teknologi yang tepat dan ramah lingkungan

(Rosario, 2009).

UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan

pertama kali kepada Kementerian Agama

Republik Indonesia, yang telah memberikan

kesempatan melakukan studi S2 di Program

Pascasarjana Universitas Negeri Semarang dan

MAN Mejayan Kabupaten Madiun yang telah

memberikan dukungan dan ijin belajar.

Page 49: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

47

DAFTAR PUSTAKA

Anwar, M., Supriyadi, & Sugiharto. 2012.

Pengembangan Pembelajaran Biologi dengan

Pendekatan Bioentrepreneurship untuk

Meningkatkan Ketrampilan Proses Ilmiah dan

Minat Berwirausaha Siswa. Innovative Journal

of Curriculum and Educational Technology, 1(1):

38-44

Aritonang, K.T. 2008. Minat dan Motivasi dalam

Meningkatkan Hasil Beajar Siswa. Jurnal

Pendidikan Penabur, 10(1): 11-12

Guo, S., & Yang, Y. 2012. Project Based Learning: an

Effective Approach to Link Taecher Professional

Development and Students Learning. Journal of

Educational Technology Development and

Exchange, 5(2), 41-56. Northwest Normal

University.

Hobri. 2009. Metodologi Penelitian Pengembangan

(Development Research) (Aplikasi Penelitian

Pendidikan Matematika). Jember: Universitas

Jember.

Kristanti, E. A., Bintari, S. H., & Ridho, S. 2012.

Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Bioentrepreneurship Pembuatan Makanan dari

Limbah Cair Pengolahan Kedelai. Journal of

Innovative Science Education 1 (2). Prodi

Pendidikan IPA, Program ascasarjana UNNES.

Luthvitasari, N., Made N., & Linuwih, S. 2012.

Implementasi Pembelajaran Fisiska Berbasis

Proyek terhadap Ketrampilan Berfikir Kritis,

Berfikir Kreatif dan kemahiran Generik Sains.

Journal of Innovative Science Education 1(2).

Semarang: Prodi IPA Program Pascasarjana

Universitas Negeri Semarang.

Lutfiandi, R. & Rahmanto, M. I. 2011. Analisis Peran

Pendidikan Kewirausahaan, Kepribadian, dan

Lingkungan terhadap Minat Siswa SMK untuk

Berwirausaha di Kota Bekasi. Jurnal of

Agribisnis dan Pengembangan Wilayah, 3 (1):

56-65.

Mulyani, E. 2010. Pengembangan Pendidikan

Kewirausahaan Jakarta: Puskur Kementerian

Pendidikan Nasional.

Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan

Pendidikan. PT. Remaja Rosdakarya

Munandar, U. 2004. Pengembangan Kreativitas Anak

Berbakat. Rineka Cipta. Jakarta.

Rokhmah, S. 2011. Pengembangan program

Pembelajaran Sistem Koloid dan Keterampilan

Entrepreneurship bagi peserta didik SMA/MA.

Tesis. Semarang: Program Pascasarjana Unnes.

Rosario, B.I.D. 2009. Science, Technology, Society, and

Environment (STSE) Approach in

Environmental Science for Nonscience Student

in a Local Culture. Liceo Journal if Higher

Education Reseacrh Science and Technology

Section, 6(1): 269-283.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan:

Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif dan R & D.

Bandung: Alfabeta

Susilowati, I., Iswari, R. S., & Sukesih, S. 2013. Pengaruh

Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Hasil

Belajar Siswa Materi Sistem Pencernaan

Manusia. Unnes Journal of Biology Education.

Jurusan Biologi. Semarang: FMIPA UNNES

Uctu, R. and Rachel C. C., & Jafta. 2013.

Bioentrepreneurship as a bridge between

science and business in a regional cluster : South

Africa’s first attempts”. Science and Public

Policy. Oxford University Press pp. 1-15

Page 50: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

48

LIK 44 (2) (2015)

Lembaran Ilmu Kependidikan

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

PELATIHAN KETRAMPILAN BERKARYA SENI KOLASE, MOZAIK, DAN MONTASE

PADA GURU-GURU SD KECAMATAN KARANGAWEN DEMAK

Kamsidjo Budi Utomo Mujiono

Jurusan Seni Rupa, Fakultas Bahasan dan Sastra, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel _______________________ Sejarah Artikel:

Diterima Juli 2015

Disetujui Agustus 2015

Dipublikasikan September

2015

_______________________ Keywords:

Collage, Mosaic, montages,

PAUD teachers, and

Semarang.

_____________________________

Abstrak

__________________________________________________________________________________________ Tujuan kegiatan ini adalah meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan kolase, mozaik, dan

montase. Lokasi pelaksanaan di TK Pembina Kota Semarang. Sasaran kegiatan ini adalah guru-

guru Gugus PAUD Srikandi 03 Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang. Metode kegiatan ini

dilakukan secara ceramah, tanya jawab, diskusi, dan workshop. Tim pelaksana adalah dua dosen

seni rupa Unnes dengan dibantu oleh seorang mahasiswa. Kegiatan ini dapat terlaksana karena

dukungan dari kepala sekolah TK Pembina, Dinas Pendidikan Kota Semarang, dan LP2M, serta

Fakultas Bahasa dan Seni Unnes.Hasil yang diperoleh pada kegiatan ini adalah para peserta yang

berjumlah 30 orang guru telah meningkat pemahaman, pengetahuan, dan wawasannya terhadap

kolase, mozaik, dan montase. Para peserta juga telah meningkat ketrampilannya dalam berkarya

kolase, mozaik, dan montase. Secara keseluruhan kualitas estetik karya yang telah dihasilkan

sudah memenuhi standar estetika yang baik namun belum begitu optimal. Hal ini bisa terjadi

karena dalam pelatihan guru-guru banyak yang kehabisan waktu untuk menyelesaikan di tempat

pelatihan sehingga saat dikerjakan di rumah guru-guru berpraktik kolase, mozaik, dan montase

kurang adanya pendampingan dari pelaksana. Ketika diadakan evaluasi karya, para peserta

akhirnya memahami letak kurang estetikanya karya yang telah dihasilkan. Namun demikian,

secara keseluruhan mereka sangat antusias dan senang dengan diadakannya kegiatan pelatihan

seperti ini. Bahkan mereka meminta agar kegiatan semacam ini dilaksanakan secara

berkelanjutan.

Abstract __________________________________________________________________________________________ The purpose of this activity is to increase the knowledge and skills collages, mosaics, and montage.

Locations implementation in kindergarten Trustees Semarang. The targets of this activity is the

cluster PAUD teachers Srikandi 03 Mungkur Gajah District of Semarang. The method of this activity

conducted lectures, discussion, discussions, and workshops. The design team is two lecturers art

Unnes assisted by a student. This activity is made possible by the support of the kindergarten

principal Trustees, Semarang City Department of Education, and LP2M, as well as the Faculty of

Language and Art Unnes. The results obtained in these activities is the participants who were 30

teachers has increased understanding, knowledge, and insights on the collage, mosaic, and montage.

The participants also have improved their skills in creating collages, mosaics, and montage. The

overall aesthetic quality of the works that have been produced already meet the aesthetic standards

are good but not so optimal. This can happen because in the training of teachers much run out of

time to complete the training in place so that when done at home practicing teachers collages,

mosaics, and a montage of lack of assistance from the implementers. When an evaluation work, the

participants finally understand the layout less aesthetic works that have been produced. However,

overall they are very excited and pleased with the holding of such training activities. In fact, they

requested that this kind of activity carried out in a sustainable manner.

© 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

ISSN 0216-0847

Page 51: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

49

PENDAHULUAN

Tetapi pada kenyataannnya, para guru SD

masih beranggapan bahwa pembelajaran seni rupa

dianggap sebagai sesuatu hal yang bukan utama

karena mata pelajaran yang tidak ikut diujikan

nasional. (Rohidi, 2000). Permasalahan tersebut

semakin nyata ketika banyak fakta yang

menyatakan bahwa sebagian besar guru-guru SD

hanya mengenal materi pembelajaran seni rupa

hanyalah menggambar dan melukis. Akibatnya

adalah anak-anak merasa kreativitasnya menjadi

terbelenggu karena sarana menyalurkan ide,

gagasan, dan emosi menjadi terhambat karena

kurangnya variatif materi yang diberikan oleh

guru-gurunya. Padahal, materi dalam bidang seni

rupa selain menggambar dan melukis adalah

masih cukup banyak dan variatif di anataranya

adalah mematung, mencetak, menempel dan

kerajinan, dan lain-lain (Kamaril, 2007).

Salah satu materi yang jarang dilakukan di

sekolah-sekolah adalah kegiatan seni menempel

yang berupa kegiatan kolase, mozaik, dan montase.

Kolase, mozaik, dan montase sebagai bagian atau

cabang dari seni rupa kurang diperhatikan

keberadaannya bahkan kurang dimengerti oleh

para guru SD. Seni kolase, kolase, dan mozaik

merupakan seni berkarya yang menuntut

kepekaan memanfaatkan benda lingkungan yang

semula tidak berguna untuk dapat dimanfaatkan

menjadi sebuah karya seni yang indahsehingga

kemampuan fisik, daya pikir, daya cerap, cita rasa

keindahan dan kreativitas akan terus tumbuh

(Pamadhi dan Sukardi, 2008). Teknik utama yang

digunakan adalah dengan menempel sehingga

dalam aplikasi di lapangannnya para guru SD

masih sering masih menganggap sebagai seni

lukis, seni patung, seni gambar

Padahal aplikasi kolase, mozaik, dan

montase dalam pembelajaran banyak sekali

manfaat yang diperoleh dari berkarya dengan

teknik seni menempel ini. Kegiatan berkarya seni

menempel ini merupakan media ekspresi karena

anak-anak secara individual dan naluriah akan

dapat mengungkapkan ide dalam bentuk yang

indah. Terdapatnya unsur-unsur seni rupa tempel

seperti garis, warna, bentuk dan tekstur

merupakan bukti adanya aktualisasi ide-

ide/gagasan, imajinasi, pengalaman yang estetis

yang kemudian diungkapkan berwujud ekspresi

simbolis yang sangat pribadi. Di samping itu, hasil

kreasi kolase, mozaik dan montase juga dapat

merangsang siswa berkeinginan menghasilkan

bentuk yang terkadang berfungsi pragmatis. Di

samping itu, kolase, mozaik dan montase dapat

pula dimanfaatkan sebagai fungsi terapi sebagai

sarana sublimasi atau relaksasi yaitu sebagai

penyaluran berbagai permasalahan psikologis

yang di alamai seseorang. Dengan terlatih

kemampuan ini sejak kecil, maka menginjak

dewasa mereka akan dapat memanfaatkan

berbagai benda di lingkungan yang tidak kepakai

bisa berfungsi peningkatkan kesejahteraan

sehingga secara sosial tersedianya lapang

pekerjaan dan peningkatan taraf hidup melalui

pengembangan industri kriya. Hal tersebut, banyak

jumpai di art shop dengan karya kolase, mozaik,

dan montase yang sangat beragam.

Berdasarkan kondisi demikian maka

pemahaman dan keterampilan kolase, mozaik, dan

montase merupakan hal yang sangat penting bagi

seorang guru SD. Proses berkarya kolase, mozaik,

dan montase bagi anak usia SD merupakan

kegiatan bermain sekaligus berseni dalam kegiatan

anak. Aspek bermain terlihat bagaimana anak

ketika dihadapkan dengan berbagai bahan bekas

akan mencoba-coba untuk saling dipertukarkan

tempatnya sehingga hasil ungkapannya akan dapat

menjadi menarik. Kegiatan tersebut pada akhirnya

dapat berperan dalam mematangkan emosional

bagi anak sehingga anak dapat memenuhi

kebutuhan setiap fase perkembangan psikologi

anak. Bentuk ekspresi dari kegiatan bermain

tersebut secara tidak langsung juga akan

menghasilkan sebuah bentuk seni yang indah

(Salam, 2001).

Berdasarkan observasi awal penulis, kondisi

yang kurang ideal dalam memahami kolase,

mozaik, dan montase juga banyak dialami oleh

sebagain besar guru-guru SD Negeri di Kecamatan

Karangawen Kabupaten Demak. Materi

pembelajaran yang dijalankan sebatas rutinitas

yang dimensi ruh atau semangat hakikat

pembelajarn seni tidak dipahami karena

miskinnya pengetahuan materi pembelajaran

dalam seni rupa. Guru-guru yang kurang memiliki

pemahaman dan hakikat kolase, mozaik, dan

montase yang benar maka akan dapat

Page 52: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

50

mengakibatkan pertumbuhan kreativitas bagi

anak tidak optimal. Dalam kasus ini, tampaknya

perlu adanya pelatihan untuk memahamkan pada

guru-guru SD Negeri mengenai hakikat kolase,

mozaik, dan montase bagi anak yang bersifat lebih

aplikatif dan operasional untuk meningkatkan

kualitas kreatifitas anak siswa. Dan, perlunya pula

pelatihan dalam rangka meningkatkan

ketrampilan para guru SD agar mampu berkarya

kolase, mozaik, dan montase dengan prinsip-

prinsip yang benar.

Harapannya adalah para guru-guru akan

mampu merangsang anak-anak didiknya tidak

hanya dengan kegiatan menggambar saja akan

tetapi mulai dapat memberikan rangsangan

dengan memanfaatkan berbagai bahan-bahan

bekas maupun gambar-gambar dari sebuah

majalah atau koran bekas di sekeliling

lingkungannya. Anak-anak diharapkan memiliki

kepakaan untuk memanfaatkan benda bekas

tersebut menjadi sesuatu hal yang baru dan unik

Dan, pada akhirnya anak-anak dapat berkespresi

melalui seni kolase, mozaik, dan montase sehingga

dapat berlanjut pada hasil karya yang semakin

variatif dan komplek. Lewat eksplorasi dan

eksperimen semacam tersebutlah, anak-anak

menjadi tidak takut berimajinatif dan akahirnya

karyanya menjadi semakin lebih kreatif

(Munandar, 1987).

Namun kenyataannya, berdasarkan

kordinasi ketua pelaksana terhadap UPTD

Pendidikan Kecamatan Karangawen sebanyak dua

kali diperoleh hasil bahwa kegiatan pengabdian

yang semula direncanakan pada guru SD

Karangawen tidak dapat dilaksanakan karena

banyaknya agenda guru-guru SD di Karangawen

dalam kalender pendidikan di Kabupaten Demak

sehingga sulit dikumpulkan peserta dalam jumlah

yang cukup minimal yaitu sekitar 15 orang.

Akhirnya, setelah ketua pelaksana

berkoordinasi dengan ketua gugus PAUD Srikandi

3 maka guru-guru PAUD khususnya Gugus PAUD

Srikandi 03 Kecamatan Gajah Mungkur Kota

Semarang dietatapkan sebagai khalayak sasaran.

Di samping siap mengikuti pelatihan, guru PAUD

tersebut juga sangat membutuhkan materi kolase,

mozaik, dan montase dalam memperkaya materi

pembelajaran.

Oleh karena itulah, diperlukan pelatihan

melalui pemahaman prinsip-prinsip dan pelatihan

berkarya kolase, mozaik, dan montase bagi guru-

guru TK atau secara khusus PAUD Kota Semarang

khususnya Gugus PAUD Srikandi 03 Kecamatan

Gajah Mungkur Kota Semarang yang ikut

organisasi IGTKI dan PGRI. Pemilihan guru PAUD

dan tersebut didasarkan dengan pertimbangan

kepraktisan karena jarak sekolah yang relatif

berdekatan dengan pelaksana pengabdian

sehingga nantinya memudahkan dalam

pelaksanaan pelatihan. Di samping itu, faktor yang

paling utama adalah berdasarkan wawancara

penulis terhadap beberapa guru yang

bersangkutan dan observasi terhadap proses

pembelajaran seni rupa di TK Pembina, TK TIRTA

DHARMA, TK AL – HUDA, TK PGRI 32, TK ABA 27,

TK MARANATHA 02, TK PGRI 44 dapat

disimpulkan bahwa sebagian besar mereka belum

mengetahui prinsip-prinsip kolase, mozaik, dan

montase dan tidak memiliki kemampuan atau

ketrampilan berkarya seni kolase, mozaik, dan

montase. Rencana pelatihan ini diharapkan guru

yang bersangkutan memiliki pemahaman yang

baik mengenai kolase, mozaik, dan montase

sehingga mereka dapat mengaplikasikannya

secara benar di lapangan. Dampak positif yang

diharapkan adalah anak-anak menjadi terasah

kepekaan dan kesadarannya terhadap

lingkungannya dan lebih kreatif karena dapat

mengoptimalkan berbagai bahan atau benda-

benda bekas.

METODE

Tim pelaksana dari Universitas Negeri

Semarang bersama satu anggota dari mahasiswa

yang telah merancang bentuk dan materi

pelatihan akan bersinergi dengan Ketua Gugus

PAUD Srikandi 3 Kota Semaraang dan LP2M

Unnes untuk menangani permasalahan-

permasalahan yang telah ditetapkan dalam

program ini. Sasaran kegiatan program adalah

Guru-guru Gugus PAUD Srikandi 03 Kecamatan

Gajah Mungkur Kota Semarang. Guru-guru

berjumlah 30 guru terdiri 11 TK Pembina, 4 TK

TIRTA DHARMA, 3 TK AL – HUDA, 3 TK PGRI 32, 5

TK ABA 27, 1 TK MARANATHA 02, 2 TK PGRI 44.

Metode yang digunakan untuk menyelesaikan

Page 53: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

51

masalah dalam kegiatan ini adalah sebagai berikut:

ceramah, tanya jawab, diskusi dan demontrasi dan

workhsop.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kegiatan dilakasanakan di TK N Pembina di

Jalan Raya Kelud Semarang. Pelaksanaan kegiatan

ini dilaksanakan secara bertahap. Pada tahap

pertama dilaksanakan pada Kamis, 22 Oktober

2015 dan pada Tahap kedua dilaksanakan pada

Sabtu, 5 November 2015. Pada hari Kamis Tahap I

dan Tahap ke II pelaksanaannya dilakukan pada

pukul 11.00 WIB sampai pukul 16.00 WIB.

Pertemuan pertama dibuka oleh Sri Murtini, S.Pd

AUD selaku ketua gugus PAUD Srikandi 03

Kecamatan Gajah Mungkur Kota Semarang.

Pertemuan pertama yang menghadiri sejumlah 30

orang. Dilanjutkan penyampaian materi yang

disampaikan oleh Drs Kamsidjo BU, MPd. Kegiatan

Tahap Kedua, berisi apresiasi terhadap seluruh

karya kolase, mozaik, dan montase yang dibuat

oleh mahasiswa. Kegiatan apresiasi ini dilakukan

oleh ketua pelaksana pengabdian yaitu Drs

Kamsidjo BU, MPd dan ditutup oleh Suliyem,

S.PdAUD. selaku Kepala Sekolah TK N Pembina

Kota Semarang.

Kegiatan tahap pertama adalah pemberian

wawasan dan pengetahuan ini hakikat kolase,

mozaik, dan montase itu dan pentingnya bagi

pembelajaran seni rupa di Pendidikan Anak Usia

Dini. Materi pokok berkarya kolase, mozaik, dan

montase yang disampaikan adalah meliputi konsep

pengertian, material, teknik, alat yang digunakan,

prinsip-prinsip dan langkah-langkah dalam

membuat kolase, mozaik, dan montase. Hal yang

menjadi penekanan pelaksana adalah ketiganya

merupakan metode atau teknik seni menempel.

pelaksana memberika penjelasan bahwa semua

kegiatan berkarya seni dengan teknik menempel

disebut kolase. Montase dan mozaik merupakan

bagian daripada kolase.

Mozaik merupakan kolase yang secara

spesifik tempelan benda bekas yang berupa

kepingan atau fasad dengan ukuran yang sama

untuk ditata sedemikian rupa sehingga jarak antar

kepingan membentuk garis yang konsisten dan

dapat menghasilkan imej tertentu. Begitu pula,

disampaikan bahwa keunikan karya montase

adalah ketika pembuatnya mampu menempelkan

berbagai gambar dari sumber yang berlainan

tetapi mampu disusun sehingga menghasilkan

sebuah makna atau ceritera tertentu. Dengan

penjelasan tersebut, akhirnya para peserta

memahami bahwa seni menempel yang tidak bisa

dikategorikan seni mozaik dan montase maka

dapat dikelompokkan sebagai seni kolase.

Pada bagian ini, pelaksana juga menekankan

bahwa keindahan dan keunikan karya kolase

mozaik, dan montase adalah sesuatu yang semula

tidak bermakna tetapi ketika barang bekas disusun

dan ditempel dapat menjadi karya seni yang indah.

Aspek kedua adalah keindahan seni tempel ini

adalah terletak pada karakteristiknya yang

unsurnya tidak dibuat dengan alat pensil, spidol,

cat akan tetapi sepenuhnya adalah bahan yang

nyata dan dibuat dengan cara ditempel.

Gambar 1. Sri Murtini, S.Pd AUD ketua gugus

PAUD Srikandi 03 Gajah Mungkur Semarang

membuka dimulainya kegiatan pengabdian

kolase, mozaik, dan montase

Di samping itu, para guru juga mulai

menyadari hanya dengan dengan cara demikian

sebenarnya anak-anak ketika berkarya akan dapat

terlatih kecerdasan kepekaan dan akhirnya

mengetahui keunikan atau estetika sebuah karya

kolase, mozaik, dan montase dibandingkan seni

lukis, keramik, atau patung.

Dalam kegiatan pelatihan tahap kedua yang

berisi kegiatan berkarya kolase, mozaik, dan

montase dilaksanakan pada hari Sabtu, 5

November 2015. Kegiatan ini adalah kegiatan

untuk melatih ketrampilan menerapkan berbagai

benda-benda bekas untuk dipadu berdasarkan

prinsip-prinsip kolase, mozaik, dan montase. Oleh

karena itu kegiatan ini dianggap berhasil karena

berdasarkan observasi dan wawancara selama

Page 54: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

52

kegiatan ini berlangsung guru telah memiliki

persepsi dan pemahaman serta keyakinan akan

kemampuan dalam mengarahkan siswa untuk

lebih banyak menata benda-benda bekas menjadi

karya kolase, mozaik, dan montase. Di samping itu,

guru-guru juga telah memiliki keyakinan untuk

mampu mengarahkan dan memberikan

pemahaman kepada siswa bahwa sebuah kolase,

mozaik, dan montase hasilnya akan berbeda-beda

tergantung kreativitas siswa. Dengan persepsi

tersebut, setelah melakukan pelatihan guru juga

berkeyakinan telah mampu menguasai prinsip

kolase, mozaik, dan montase dengan tahapan yang

benar

Gambar 2. Contoh karya kolase, mozaik, dan

montase yang dibuat oleh para peserta.

Pada pertemuan kedua, akhirnya karya yang

berhasil dibuat oleh peserta berjumlah cukup

banyak yaitu 28 karya yang memiliki varian tema

yang variatif serta teknik yang bervariasi pula. Dari

28 karya tersebut, karya kolase, mozaik, dan

montase telah dibuat peserta dengan jumlah yang

proporsional antara satu dengan lainnya. Setelah

terkumpul, kemudian pelaksana mengapresiasi

kelebihan dan kekurangan karya yang telah

dibuat. Secara eksplisit, pelaksana menyebutkan

bahwa karya secara umum sudah baik. Namun,

hampir sebagaian besar karya ada bagian bidang

karya yang seharusnya dilakukan teknik tempel

justru malah diwarnai dengan crayon.

Setelah kegiatan ini selesai semua maka

langkah yang dilakukan adalah evaluasi untuk

mengetahui keberhasilan dari sebuah program ini.

Secara umum indikator atau tolok ukur

keberhasilan dalam kegiatan ini teridentifikasi dari

hal-hal sebagai berikut. Para peserta baik pada

pelatihan tahap pertama dan tahap kedua memiliki

tingkat motivasi atau minat yang kuat dalam

mengikuti kegiatan pelatihan ini. Kondisi tersebut

dapat teridentifikasi dari presensi, keaktifan,

keseriusan serta ketekunan dalam berkarya

kolase, mozaik, dan montase. Tanggapan atas

kegiatan semacam ini dari peserta sangat positif.

Mereka memberikan dukungan betapa pentingnya

sebuah informasi semacam ini sehingga untuk ke

depannya kegiatan ini dapat dilaksanakan

kembali.

SIMPULAN

Dari pelaksanaan kegiatan pengabdian ini

dapat disimpulkan sebagai berikut: Para peserta

yang terdiri dari guru Guru-Guru Gugus PAUD

Srikandi 03 Kecamatan Gajah Mungkur Kota

Semarang telah memiliki pemahaman,

pengetahuan, dan wawasan dalam memahami

fungsi atau hakikat kolase, mozaik, dan montase

dan telah meningkat ketrampilan dalam berkarya

kolase, mozaik, dan montase. Para peserta sangat

antusias dan senang dengan diadakannya kegiatan

pelatihan seperti ini. saran yang dapat diberikan

peserta sebaiknya tetap terus belajar dalam

memahami prinsip-prinsip kolase, mozaik, dan

montase melalui internet atau buku yang telah ada

sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi & Dewobroto. 2004. Mengenal Seni Rupa

Anak .Yogyakarta: Gama Media

De Bono, Edward. 1995. Serious Creativity: Using the

Power of Lateral Thinking to Create New Ideas.

London: Harpers Collins Publisher.

Kamaril, Cut. dkk. 2007. Pendidikan Seni Rupa dan

Kerajinan Tangan .Jakarta: Universitas Terbuka.

Munandar, S.C. Utami. 1987.Mengembangkan Bakat dan

Kreativitas Anak Sekolah. Gramedia: Jakarta.

Pamadhi, H. dan Sukardi S, E. 2008. Seni Ketrampilan

Anak. Jakarta: Universitas Terbuka.

Rohidi, T.R. 2000. Kesenian dalam Pendekatan

Kebudayaan. Bandung : STISI.

Pendidikan Nasional .

Sahman, H. 1993. Mengenali Dunia Seni Rupa. Semarang:

IKIP Semarang Press

Salam, S. 2001. Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar.

Makasar: Universitas Negeri Makasar.

Page 55: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

53

Soedarso, Sp, 2006. Trilogi Seni: Penciptaan Eksistensi

dan Kegunaan Seni, Yogyakarta: Badan Penerbit

ISI

Tabrani, P. 2000. Proses Kreasi, Apresiasi, Belajar.

Bandung: Penerbit ITB

Tocharman, M. dkk. 2006. Pendidikan Seni Rupa.

Bandung: UPI Press

Page 56: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

54

LIK 44 (2) (2015)

Lembaran Ilmu Kependidikan

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN LINGKUNGAN HIDUP BERVISI

KONSERVASI DENGAN PENDEKATAN SCIENTIFIC SKILL PADA PENGOLAHAN

SAMPAH ORGANIK DI SEKOLAH

Imam Baihaqi1 Andreas Priyono Budi Prasetyo2, Amin Retnoningsih

2

1SMP Negeri 13 Magelang 2Jurusan Biologi, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel _______________________ Sejarah Artikel:

Diterima Juli 2015

Disetujui Agustus 2015

Dipublikasikan September

2015

_______________________ Keywords:

Vision of conservation,

Scientific skill, organic

waste

_____________________________

Abstrak

__________________________________________________________________________________________ Pembelajaran IPA di SMP Negeri 13 Magelang selama ini belum menerapkan pembelajaran bervisi konservasi

dengan pendekatan scientific skill. Pembelajaran masih menggunakan metode ceramah sehingga kurang

aplikatif dan kurang memotivasi siswa dalam belajar Hal ini menyebabkan karakter konservasi siswa belum

berkembang dengan baik. Oleh sebab itu perlu dikembangkan perangkat pembelajaran biologi bervisi

konservasi dengan pendekatan scientific skill melalui pengolahan sampah organik di sekolah dan menguji

efektifitas serta kepraktisan perangkat pembelajaran untuk menanamkan nilai-nilai konservasi siswa. Metode

yang digunakan adalah Research and Development dengan menganalisis kebutuhan kemudian mengembangkan

produk dan diuji validitas, efektivitas, dan kepraktisanya hingga diperoleh produk final. Produk yang

dikembangkan adalah perangkat pembelajaran bervisi konservasi dengan pendekatan scientific skill yang

meliputi silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), bahan ajar, lembar diskusi siswa (LDS), dan lembar

penilaian scientific skill. Hasil penelitian berupa perangkat pembelajaran IPA materi lingkungan hidup bervisi

konservasi dengan pendekatan scientific skill pada pengolahan sampah organik di sekolah cukup valid, praktis

dan efektif untuk diterapkan dalam proses pembelajaran. Hasil uji coba menunjukkan rata-rata respon siswa

97,57% atau sangat baik, rata-rata nilai scientific skills siswa 3,53 atau baik, hasil t-test menunjukkan sig =

0,001 = 0,1% < 5 % dan nilai rata-rata konservasi siswa sebesar 89,43 berada dalam kategori sangat baik.

Abstract __________________________________________________________________________________________ Science teaching learning at Sekolah Menengah Pertama Negeri 13 Magelang at present has not applied yet the

conservation vision, using scientific skill approaches. Teaching learning process still uses lecturing methods,

consequently it is not applicative and motivating students. It also makes student conservation character is not

developed yet. Because of the needs, this study was aimed at developing science teaching tools grounded in

conservation using scientific skill approaches through student activity ‘making compost’ at schools, and testing its

effectiveness and practicability, in terms of student conservation values. The method used is research and

development by analyzing needs and then develop products and test their validity, effectiveness, and convenience to

the final product obtained. products developed are learning devices visionary approach to conservation with

scientific skills include syllabi, lesson plans, teaching materials, sheet student discussions, and scientific skills

assessment sheet. The results of the research are: the science learning device of living space in conservational vision

using scientific skill approach is valid, practice and effective to apply in teaching learning process. The result of the

experiment shows the average of students responses 97. 57% (very good), the average of students scientific skill

values 3.53 (good), The result of T-test shows sig = 0.001 = 0.1%< 5% and The average of students conservation

values 89.43 in very good category.

© 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

ISSN 0216-0847

Page 57: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

55

PENDAHULUAN

Pembelajaran IPA materi lingkungan hidup

di SMP Negeri 13 Magelang selama ini belum

menerapkan pembelajaran lingkungan hidup

bervisi konservasi dengan pendekatan scientific

skill. Pembelajaran masih menggunakan metode

ceramah sehingga kurang aplikatif dan kurang

memotivasi siswa dalam belajar dan karakter

konservasi siswa belum berkembang dengan baik.

Oleh sebab itu perlu dikembangkan perangkat

pembelajaran biologi bervisi konservasi dengan

pendekatan scientific skill melalui pengolahan

sampah organik di sekolah. Harapannya selain

kemampuan scientific skill siswa meningkat, juga

meningkatkan kepedulian siswa terhadap

lingkungan di sekolah. Perangkat pembelajaran ini

juga bermanfaat dalam usaha mengelola

lingkungan hidup di sekolah dengan

memanfaatkan sampah organik agar tidak

mencemari lingkungan dan bisa lebih bermanfaat.

Dari permasalahan tersebut, maka perlu

dilakukan penelitian untuk (1) mengidentifikasi

perangkat pembelajaran biologi yang selama ini

digunakan di SMP Negeri 13 Magelang dalam

mendukung pengelolaan lingkungan hidup di

sekolah dan mengetahui validitasnya (2) menguji

kepraktisan dan efektifitas perangkat

pembelajaran biologi materi pengelolaan

lingkungan hidup bervisi konservasi yang

dikembangkan (3). mengetahui pengaruh

penggunaan perangkat pembelajaran biologi

materi pengelolaan lingkungan hidup dengan

pendekatan scientific skill terhadap penanaman

nilai-nilai konservasi siswa.

Perangkat pembelajaran adalah sejumlah

alat, bahan, media, petunjuk dan pedoman yang

akan digunakan dalam proses pembelajaran

(Suhadi, 2007). Perangkat pembelajaran dapat

juga diartikan merupakan sekumpulan media

atau sarana yang digunakan oleh guru maupun

siswa dalam proses pembelajaran di kelas.

Pengembangan adalah proses, cara, pembuatan,

mengembangkan (Depdiknas, 2008).

Pengembangan perangkat pembelajaran ialah

serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan

untuk menghasilkan suatu perangkat

pembelajaran berdasarkan teori pengembangan

yang telah ada.

Pembelajaran biologi tidak cukup hanya

membekali peserta didik dengan penguasaan

materi saja, tetapi perlu dibekali dengan

ketrampilan ilmiah sebagaimana meniru kegiatan

ilmuan dalam menemukan konsep-konsep

(Depburman, 2002). Pengembangan pembelajaran

dengan pendekatan seperti berbasis masalah,

pengalaman, layanan dan penyelidikan, hal

tersebut untuk melibatkan siswa dalam proses

pembelajaran dan membangun kecakapan

akademik (Justice, et al., 2009).

Salah satu pendekatan yang bisa

merangsang siswa untuk aktif , membekali

ketrampilan ilmiah dan membangun kecakapan

akademik adalah pendekatan scientific skill. Istilah

scientific skill digunakan sebagai pengganti istilah

kecakapan proses sains, untuk memberikan

penegasan bahwa kecakapan ini bukan semata-

mata merupakan keterampilan-keterampilan yang

otomatis, tetapi lebih merupakan proses-proses

yang diperlukan siswa untuk mengkonstruksi

pengetahuan sains dan menyelesaikan persoalan-

persoalan eksperimental, (Etkina et al, 2006).

Scientific skill merupakan bagian penting dari

expected learning outcome siswa dalam

pembelajaran IPA yang dituntut oleh kurikulum

untuk membangun kompetensi pada aspek proses

sains. Oleh karena itu scientific skill merupakan

proses-proses sains yang diperlukan siswa untuk

mengkontruksi pengetahuan sains dan

menyelesaikan persoalan sehari-hari. Penjabaran

scientific skill yang dimaksud dalam penelitian ini

meliputi (1) kemampuan membuat rancangan

percobaan, (2)kemampuan melakukan percobaan

dan melaporkan hasilnya,(3) penguasaan konsep

proses sains (scientific process) yang baik, dan (4)

kemampuan mempresentasikan hasil percobaan

dengan baik.

Agar kepedulian siswa terhadap lingkungan

meningkat maka pembelajaran scientific skill

bervisi konservasi perlu dikembangkan.

Konservasi mencakup berbagai aspek positif, yaitu

perlindungan, pemeliharaan, pemanfaatan secara

berkelanjutan, restorasi, dan penguatan

lingkungan alam. Pengertian tersebut juga

menekankan bahwa konservasi tidak bertentangan

dengan pemanfaatan aneka ragam varietas, jenis

dan ekosistem untuk kepentingan manusia secara

Page 58: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

56

maksimal selama pemanfaatan tersebut dilakukan

secara berkelanjutan (Yatmoko, 2011).

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini

adalah Research and Development (R and D) yang

menghasilkan produk berupa perangkat

pembelajaran lingkungan hidup bervisi konservasi

dengan pendekatan scientific skill. Produk yang

dikembangkan dan diuji validitas, efektivitas, dan

kepraktisanya adalah perangkat pembelajaran

berupa pengembangan silabus, Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran(RPP), bahan ajar,

lembar diskusi siswa (LDS), lembar kerja siswa

(LKS) dan lembar penilaian scientific skill.

Prosedur penelitian yang digunakan mengacu pada

prosedur penelitian pengembangan yang

dikembangkan oleh Sugiyono (2010). Penelitian

pengembangan ini terbagi menjadi tiga tahap,

yaitu pertama tahap studi pendahuluan, kedua

tahap pengembangan dan ketiga adalah tahap

evaluasi produk atau implementasi

Studi pendahuluan meliputi studi literatur,

studi kurikulum yang berlaku, pengumpulan data

lapangan berkaitan dengan permasalahan yang

akan dipecahkan, dan deskripsi serta analisis

temuan faktual di lapangan. Studi pendahuluan

dilakukan untuk mengumpulkan data tentang jenis

dan karakteristik bahan ajar yang digunakan di

SMP Negeri 13 Magelang, dengan pendekatan

diskriptif. Data penelilitan awal digunakan sebagai

dasar tentang perlu tidaknya pengembangan

perangkat pembelajaran bervisi konservasi dengan

pendekatan scientific skill dilakukan.

Tahap penelitian berikutnya adalah

pengembangan perangkat pembelajaran bervisi

konservasi dengan pendekatan scientific skil. Uji

coba empiris dilakukan melalui 2 tahap, yaitu skala

kecil dan besar. Ujicoba skala kecil bertujuan untuk

mengumpulkan data umpan balik dari 26 siswa

anggota tim adiwiyata untuk menguji

keefektifannya. Uji coba skala luas, yang menjadi

subjek penelitian adalah para siswa kelas VIIA dan

siswa kelas VIIB yang terdiri dari 46 siswa. Subyek

uji coba dipilih secara acak (cluster random

sampling) karena memiliki tingkat homogenitas

yang sama dan berdistribusi normal.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Pembelajaran

Berdasarkan data observasi awal diketahui

bahwa sebanyak 75 % guru IPA dalam

melaksanakan kegiatan pembelajaran masih

berpusat pada guru karena dianggap lebih cepat

dalam menyelesaikan materi pelajaran. Metode

pembelajaran yang sering digunakan , sebanyak

100 % guru IPA lebih sering menggunakan metode

ceramah, diskusi dan tanya jawab dengan alasan

metode ini praktis, mudah dan tidak memerlukan

banyak waktu. Kegiatan praktikum jarang

dilakukan dengan alasan memerlukan waktu yang

lebih lama sehingga materi pembelajaran tidak

cepat selesai. Berkaitan dengan pendekatan

scientific skill , semua guru IPA (100%)

menyatakan belum pernah mengembangkan dan

menerapkan pembelajaran IPA yang bervisi

konservasi dengan pendekatan scientific skill tetapi

dalam kegiatan praktikum mereka sudah

menerapkan proses-proses ilmiah dan sikap

ilmiah.

Data validitas perangkat pembelajaran hasil

pengembangan disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Rekapitulasi nilai validasi perangkat pembelajaran

NO Jenis Validasi Saran Validator Hasil

Validasi Keterangan

1 Pengembangan

Silabus

Perlu ditambahkan penilaian

sikap konservasi siswa.

84,8 sangat baik

Page 59: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

57

2 Pengembangan RPP Materi pembelajaran lebih

ringkas, pendekatan

pembelajaran scientific skill

dicantumkan pada model dan

metode pembelajaran, serta

pada tahap konfirmasi agar

melibatkan siswa sehingga

siswa lebih aktif

85,0 sangat baik

3

Pengembangan

Bahan Ajar

Bahasa disesuaikan dengan

tingkatan anak SMP, Bahasa

asing dicetak

miring. Perlu dilengkapi dengan

cara pembuatan produk

81,82

sangat baik

4 LDS Baik 85,8 sangat baik

5 LKS Baik 83,53 sangat baik

6 Lembar penilaian

Scientific skill Baik 87,1 sangat baik

Berdasarkan perhitungan validitas

perangkat pembelajaran, diketahui bahwa

perangkat yang dikembangkan sudah valid

sehingga dapat digunakan sebagai alat

pengambilan data. Setelah divalidasi oleh pakar

dilakukan simulasi dan uji coba perangkat

pembelajaran pada skala kecil. Tujuan uji coba

skala kecil agar perangkat ini dapat diperbaiki bila

ada kekurangan sebelum diimplementasikan pada

uji coba skala besar, sehingga dihasilkan perangkat

pembelajaran yang lebih baik.

Kepraktisan Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran pengembangan

bervisi konservasi dengan pendekatan scientific

skill memiliki nilai kepraktisan dalam

pelaksanaannya. Kepraktisan tersebut ditunjukkan

dengan keterlaksanaannya dalam proses

pembelajaran IPA. Kepraktisan perangkat

pembelajaran ini dapat dilihat dari hasil supervisi

pembelajaran IPA, dengan nilai rata-rata 90,67,

yang berada dalam kategori amat baik. Hal ini

sejalan dengan kriteria Hobri (2009) yang

menyatakan bahwa perangkat pembelajaran

memiliki kepraktisan tinggi jika hasil pengamatan

keterlaksanaan perangkat pembelajaran mencapai

skor minimal 80%. Supervisi melibatkan 3 unsur

yaitu diri-sendiri, observer dan supervisor. Nilai

paling rendah 87,00 diberikan oleh supervisor

(pengawas sekolah) karena pengawas mempunyai

pengetahuan yang lebih mendalam tentang

supervisi pembelajaran dan mempunyai

kewenangan untuk melakukan supervise.

Efektifitas Perangkat Pembelajaran

Efektivitas perangkat pembelajaran yang

dikembangkan merupakan indikator keberhasilan

proses transfer informasi dan pengalaman belajar

siswa dalam pelestarian lingkungan dengan model

kontekstual. Efektivitas perangkat pengembangan

ini terdiri atas nilai respon siswa terhadap

pembelajaran IPA, nilai scientific skill siswa, dan

nilai kognitif siswa.

Respon siswa terhadap pembelajaran IPA

yang dilakukan guru di depan kelas memberikan

arti penting tentang umpan balik siswa terhadap

proses pembelajaran tersebut. Siswa memiliki

integritas dalam pengamatan proses, performans

guru, dan evaluasi pembelajaran, oleh karena itu,

respon siswa menjadi salah satu faktor penting

untuk menentukan keberhasilan sebuah proses

transformasi ilmu pengetahuan. Data respon siswa

terhadap proses pembelajaran IPA terdapat pada

Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Respon Siswa Terhadap Pembelajaran IPA

No Aspek Total skor Skor maksimal Presentase

Page 60: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

58

1 Ketepatan 368 384 95.83

2 Efektifitas 278 288 96.53

3 Validitas 96 96 100

4 Motivasi 188 192 97.92

Rata tata 232.5 240 97.57

Berdasarkan data tersebut dapat

dideskripsikan bahwa rata-rata nilai respon siswa

sebesar 97,57 termasuk dalam kategori amat baik.

Tingginya nilai respon siswa terhadap

pembelajaran karena proses pembelajaran

menggunakan pendekatan scientific skill dan

tersebut telah berpusat pada siswa (student

center), sehingga partisipasi siswa tinggi,

pembelajaran dapat berjalan dengan aktif, dinamis

dan siswa mendapat pengalaman secara langsung.

Aspek validitas mendapatkan nilai 100 sedangkan

ketepatan mendapat nilai terendah, yaitu 95,83.

Nilai rata-rata scientific skill secara klasikal

adalah 3,53 atau 88.33 % . Menurut Prasetyo et

al., (2011) jika skor tiap lembar penilaian lebih

dari 85%, maka scientific skill siswa dalam kategori

tinggi .Tingginya nilai scientific skill tersebut

disebabkan oleh adanya pengalaman langsung

siswa terhadap proses-proses ilmiah yang dikemas

secara kontekstual dengan memanfaatkan materi

pembelajaran yang terdapat di lingkungan sekitar.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Dwijayanti &

Siswaningsih (2005), yang menyatakan bahwa

pendekatan scientific skill merupakan suatu

pendekatan pembelajaran yang mengarah pada

penumbuhan dan pengembangan sejumlah

keterampilan tertentu pada diri peserta didik agar

mampu memproses informasi atau hal – hal baru

yang bermanfaat baik berupa fakta, konsep,

maupun pengembangan sikap dan nilai.

Hasil analisis data tentang pengaruh bahan

ajar materi lingkungan hidup bervisi konservasi

dengan pendekatan scientific skill terhadap hasil

belajar menunjukkan bahwa ada pengaruh yang

signifikan antara kelompok eksperimen dengan

kelompok kontrol. Adanya pengaruh yang

signifikan ditunjukkan dengan hasil pengujian data

memiliki taraf kepercayaan sebesar 95% atau

memiliki taraf kesalahan sebesar 5%. Hasil adanya

pengaruh signifikan tersebut dibuktikan oleh

pengujian data menggunakan uji-t dua sampel

independen yang memberikan hasil lebih kecil dari

α yang berarti bahwa hipotesis alternatif (Ho)

ditolak.

Pengaruh bahan ajar materi lingkungan

hidup bervisi konservasi dengan pendekatan

scientific skill ditinjau dari hasil belajar siswa

aspek kognitif dapat diukur dengan

membandingkan rata-rata skor post test yang

diperoleh kelompok eksperimen terhadap rata-

rata skor post test kelompok kontrol. Hasil t-test

menunjukkan sig = 0,001 = 0,1% < 5 %, artinya

rerata prestasi belajar kelompok eksperimen

berbeda dengan prestasi belajar kelompok kontrol.

Hasil tersebut diperkuat dengan group statistik

yang menunjukkan bahwa rerata kelompok

eksperimen adalah 81,50 jauh lebih besar dari

rerata kelompok kontrol yaitu 70,55 artinya

bahwa prestasi belajar siswa pada kelompok

eksperimen lebih baik daripada prestasi belajar

siswa pada kelompok kontrol.

Meningkatnya hasil belajar kognitif tentang

lingkungan hidup pada kelompok eksperimen

karena dengan pendekatan scientific skill siswa

menjadi lebih termotivasi dalam belajar, siswa

lebih mampu memahami konsep-konsep dan

memecahkan masalah sains seperti merancang

percobaan pembuatan kertas daur ulang,

melakukan ekperimen, mempresentasikan hasil

percobaan dan membuat laporan. Hal ini sejalan

dengan penelitian Sunoto (2002), yang

menyatakan bahwa ketrampilan proses dengan

metode penemuan mampu meningkatkan prestasi

belajar siswa.

Penanaman Nilai-nilai Konservasi di sekolah

Nilai-nilai konservasi yang telah tertanam

dalam diri siswa akan memberikan efek positif

terhadap perilaku perlindungan dan pelestarian

lingkungan. Aspek yang mengemuka dalam

penelitian ini adalah norma pendidikan formal

yang ditanamkan di SMP melalui proses

pembelajaran, dengan pembelajaran kontekstual

yakni memanfaatkan sampah daun diolah menjadi

kertas daur ulang sehingga memberikan manfaat

Page 61: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

59

lebih pada lingkungan. SMP Negeri 13 Magelang

yang memiliki kultur siswa relatif homogen

memudahkan guru dalam menyampaikan materi

pelajaran. Nilai-nilai konservasi yang meliputi

kepedulian, perbaikan dan perlindungan terhadap

lingkungan menghasilkan nilai rata-rata sebesar

89,43 yang berada dalam kategori amat baik. Hal

ini dimungkinkani karena proses pembelajaran

yang menerapkan pendekatan scientific skill

memberikan pengalaman langsung dalam

melakukan proses-proses ilmiah untuk mengolah

sampah organik. Berdasarkan hasil penelitian

Meyers (2011), bahwa pengembangan

keterampilan siswa yang berintegrasi dengan

model pembelajaran mampu meningkatkan

pemahaman konsep peserta didik secara realistis.

Juga penelitian Indrawan et. al (2007) bahwa

salah satu riset yang menarik adalah shared

learning (pembelajaran bersama), dimana semua

pihak termasuk masyarakat dan pendamping

(guru) dibantu untuk melakukan pembelajaran

bersama mengenai pengelolaan lingkungan

dengan menggunakan pendekatan-pendekatan

yang bersifat terstruktur, partisipatif dan

multidisipliner atau lintas bidang. Asumsi

dasarnya adalah dengan proses fasilitasi dan

pembekalan pengetahuan yang baik dari

pemangku kepentingan dapat melakukan

serangkaian proses penilaian berbagai masalah

lingkungan setempat.

Berdasarkan data tersebut dapat

diasumsikan bahwa pembelajaran IPA bervisi

konservasi dengan pendekatan scientific skill

tersebut efektif dan praktis untuk menanamkan

nilai-nilai konservasi pada siswa.

SIMPULAN

Perangkat pembelajaran lingkungan hidup

bervisi konservasi dengan pendekatan scientific

skill belum dikembangkan di SMP Negeri 13

Magelang. Dari hasil penelitian, perangkat

pembelajaran tersebut dinyatakan valid

berdasarkan penilaian pakar, mempunyai nilai

keterlaksanaan yang sangat baik sehingga cukup

praktis untuk diterapkan dalam pembelajaran.

Berdasarkan respon siswa, nilai rata-rata scientific

skill dan hasil belajar siswa, perangkat ini juga

efektif untuk diterapkan pada pembelajaran

lingkungan hidup karena mendapatkan skor yang

tinggi. Perangkat pembelajaran ini juga dapat

meningkatkan nilai karakter konservasi siswa

yang meliputi kepedulian, perlindungan dan

perbaikan terhadap lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Depburman, S. 2002.Learning How Scientists Work:

Experiential Research Projects to Promote Cell

Biology Learning and Scientific Process Skills.

Journal of Research in Science Teaching, 1(4):154-

172.

Depdiknas. 2008. Panduan Pengembangan Bahan Ajar.

Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, Dirjen

Mandikdasmen, Depdiknas

Dwijayanti, G. &Siswaningsih, W. 2005. Keterampilan

Proses Sains Peserta didik SMU Kelas II Pada

Pembelajaran Kesetimbangan Kimia Melalui

Metode Praktikum. Prosiding Konferensi

Internasional Pendidikan. Bandung: FPMIPA

Universitas Pendidikan Indonesia.

Etkina, et al. . 2006. Scientific Abilities And Their

Assessment. Fhysical Review Special Topics-

Physics Education Research2, 020103 (2006)

Hobri. 2009. Metodology Penelitian Pengembangan

(Developmental Research). Tersedia di

http://hobri.blog.unej.ac.id (diunduh 26 -03-

2011).

Indrawan, M., Primack R.B., Supriatna, J. (2007). Biologi

Konservasi. Jakarta: yayasan Obor Indonesia.

Justice, C., Rice, J., Warry W. 2009. Scientific skill

Development – Inquiry Seminars Can Make A

Difference: Evidence From A Quasi-Experimental

Studi. International Journal For The Scholarship

Of Teaching And Learning 3(1): 1-23.

Meyers, S. 2011. Life Skills Training Through Situated

Learning Experience: An Alternative

Instructional Model. International Journal of

Special Education, 3(26): 1-8.

Prasetyo, Z.K., Senam, Wilujeng, I. 2011. Pengembangan

Perangkat Pembelajaran Sain Terpadu untuk

Meningkatkan domain Kognitif, Keterampilan

Proses, Kreativitas dan Penerapan Konsep Ilmiah

Siswa. Laporan Penelitian. Yogyakarta. UNY

Suhadi. 2007. Penyusunan Perangkat Pembelajaran

dalam Kegiatan Lesson Study. Makalah

disampaikan pada Pelatihan Lesson Study untuk

Guru SMP se-Kabupaten Hulu Sungai Utara. Hulu

Sungai Utara, Kalimantan 27 -31 Mei 2007.

Sugiyono.2010. Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.

Bandung: Alfabeta.

Page 62: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

60

Sunoto, U. 2002. Pendekatan Ketrampilan Proses Metode

Penemuan Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar

Siswa Kelas 2C.Penelitian Tindakan Kelas Di

SMPN 3 Larangan. Jurnal Metemetika dan

Pembelajaran, 1(1): 29-35.

Yatmoko. 2011. Pengertian konservasi. Tersedia di

https://susilofy.wordpress.com/2011/02/18/pe

ngertian-konservasi/ (diunduh 11 desember

2011)

Page 63: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

61

LIK 44 (2) (2015)

Lembaran Ilmu Kependidikan

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

KEEFEKTIFAN PEMBELAJARAN BERVISI SETS MELALUI PRAKTIKUM

IDENTIFIKASI BIOINDIKATOR SUNGAI CIMANUK TERHADAP KETUNTASAN

HASIL BELAJAR ASPEK KETERAMPILAN SISWA

Awan Usy Syuru Dyah Rini Indriyanti, Amin Retnoningsih

Prodi Pendidikan IPA, Program Pascasarjana, Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel _______________________ Sejarah Artikel:

Diterima Juli 2015

Disetujui Agustus 2015

Dipublikasikan September

2015

_______________________ Keywords:

Bioindicator; Learning

Outcome; SETS.

_____________________________

Abstrak

__________________________________________________________________________________________ Pembelajaran di MAN Indramayu belum mengaitkan pada lingkungan sekitar, padahal kondisi sekolah dapat

dijadikan pokok bahasan materi pencemaran lingkungan, karena terdapat lingkungan yang rentan terhadap

pencemaran lingkungan. Oleh karena itu dibutuhkan pembelajaran dan tugas yang nyata pada lingkungan

sekitar, sehingga siswa dapat aktif dan memenuhi ketuntasan hasil belajar. Tujuan penelitian ini menguji

keefektivan pembelajaran bervisi SETS melalui praktikum identifikasi bioindikator Sungai Cimanuk terhadap

ketuntasan hasil belajar aspek keterampilan siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah eksperimen dan

subjek penelitian adalah kelas X matematika ilmu alam (MIA) sebanyak 88 siswa (tiga kelas). Hasil uji

keefektivan diperoleh nilai ketuntasan klasikal hasil belajar aspek keterampilan mencapai 93%. Data hasil

belajar aspek keterampilan diperoleh nilai rerata 3,48 atau predikat (B+). Hasil ini menunjukkan pembelajaran

bervisi SETS melalui praktikum identifikasi bioindikator Sungai Cimanuk efektif terhadap ketuntasan hasil

belajar aspek keterampilan siswa.

Abstract __________________________________________________________________________________________ Learning in MAN Indramayu has not related the material in the surrounding environment yet. In fact, the condition

of the school can be set as a subject matter of environmental pollution because there is an environment that is

vulnerable toward the environmental pollution. Therefore it needs learning and the real assignment in the

surrounding environment, so that the students can be active and achieve the completeness of learning outcomes.

The purpose of research is to test the efectiveness by learning SETS-vision through practical bio-indicator

identification of Cimanuk River will be effective toward the completeness of learning outcomes of students' skills

aspects . The method used was experimental and research subjects are grade X math science (MIA) as many as 88

students (three classes). The effectiveness result of learning in getting the classical completeness score of learning

outcome of skill aspect reach 93%. Learning outcome of skills aspect gets a mean score of 3.48 or predicate (B+).

These results show that learning SETS-vision through practical bio-indicator identification of Cimanuk River

effective toward the completeness of learning outcome of students’ skill aspect.

© 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

ISSN 0216-0847

Page 64: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

62

PENDAHULUAN

Prinsip dasar pembelajaran biologi adalah

menggunakan lingkungan sekitar sekolah untuk

dijadikan sebagai sumber belajar siswa

(Permendikbud, 2014a). Pembelajaran yang

mengaitkan lingkungan untuk menjadi sumber

belajar salah satunya adalah pembelajaran bervisi

SETS (Science, Environment, Technology, Society).

Menurut Binadja (2005) pembelajaran bervisi

SETS merupakan pembelajaran konsep sains yang

terintegrasi dengan lingkungan, teknologi, dan

sosial, sehingga dapat mencapai tujuan

pembelajaran biologi.

Pembelajaran bervisi SETS perlu didukung

model atau metode pembelajaran inovatif yang

membuat siswa lebih aktif, sehingga kompetensi

hasil belajar tercapai. Menurut Nugraheni, et al.

(2013) bahwa terdapat pengaruh pembelajaran

bervisi SETS didukung model atau metode

pembelajaran inovatif mampu meningkatkan

kemampuan berpikir dan prestasi belajar siswa.

Oleh karena itu penelitian ini menggunakan

pembelajaran bervisi SETS dengan model

pembelajaran somatic, auditory, visualization,

intellectualy (SAVI). Model pembelajaran SAVI

dapat membuat siswa lebih aktif dan

pembelajaran menjadi optimal, sehingga

ketuntasan hasil belajar dapat tercapai. Menurut

Meier (2002) bahwa pembelajaran SAVI adalah

model pembelajaran yang membuat siswa aktif

karena memanfaatkan alat indera sehingga proses

belajar berlangsung optimal.

Pencapaian kompetensi hasil belajar

membutuhkan penerapan berbagai strategi atau

model pembelajaran dan penilaian yang membuat

siswa aktif dalam belajar (Permendikbud, 2014a).

Penilaian yang dapat menilai hasil belajar aspek

keterampilan salah satunya yaitu dengan

authentic assessment. Menurut Whitelock & Cross

(2012) authentic assessment menjadi suatu bagian

yang tidak terpisahkan pada proses pembelajaran,

melalui tugas dan penilaian hasil belajar aspek

keterampilan. Penilaian hasil belajar aspek

keterampilan dapat dilakukan yaitu dengan

penilaian kinerja. Indikator penilaian kinerja

menurut Majid (2014) yaitu menggunakan alat,

proses pengamatan, keamanan, keselamatan, dan

kebersihan (K3), analisis data, dan bagaimana

menyimpulkan dari hasil pengamatan.

Hasil studi dokumentasi di Madrasah

Aliyah Negeri (MAN) Indramayu pembelajaran

biologi yang digunakan belum menjadikan

lingkungan sebagai salah satu sumber belajar.

Lokasi sekolah dekat dengan Sungai Cimanuk

terdapat juga pabrik tahu dan kerupuk yang

dibangun di samping sungai, sehingga rawan

terhadap pencemaran lingkungan. Kondisi

tersebut menarik dijadikan pokok bahasan pada

pembelajaran biologi dengan identifikasi

bioindikator pencemaran sungai. Oleh karena itu

perlu pembelajaran bervisi SETS melalui

praktikum identifikasi bioindikator pencemaran

Sungai Cimanuk sehingga ketuntasan hasil belajar

dapat tercapai.

Bioindikator pencemaran sungai yaitu

makroinvertebrata atau makrozoobenthos

digunakan sebagai indikator kualitas air sungai.

Makrozoobenthos merupakan komponen biotik

pada ekosistem perairan yang dapat memberikan

gambaran mengenai kondisi fisik, kimia dan

biologi suatu perairan (Rahayu, 2009).

Identifikasi bioindikator sungai dapat menilai

kesehatan sungai dan melakukan pemeriksaan

habitat sungai, hal tersebut dapat membuat siswa

aktif untuk pengamatan langsung pada

lingkungan sekitarnya. Tujuan penelitian ini

menguji keefektifan pembelajaran bervisi SETS

melalui praktikum identifikasi bioindikator

Sungai Cimanuk terhadap ketuntasan hasil belajar

aspek keterampilan siswa.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 16

Maret sampai tanggal 27 April 2015 di MAN

Indramayu. Subjek penelitian yang digunakan

adalah siswa kelas X Matematika Ilmu Alam (MIA)

berjumlah 88 siswa yang terdiri dari tiga kelas

yaitu kelas X yaitu X MIA1 (31 siswa), X MIA2 (27

siswa), dan X MIA3 (30 siswa). Ketiga kelas

tersebut dijadikan kelas eksperimen dengan

desain Single One Shot Case Study. Pembelajaran

dilakukan dengan pembelajaran bervisi SETS

melalui model pembelajaran SAVI yang

terintegrasi authentic assessment.

Page 65: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

63

Materi pada penelitian ini yaitu

pencemaran lingkungan, pembelajaran dilakukan

praktikum identifikasi bioindikator pencemaran

Sungai Cimanuk. Proses identifikasi bioindikator

dilakukan di Sungai Cimanuk Kabupaten

Indramayu yang terbagi menjadi tiga lokasi

pengambilan sampel hewan bioindikator. Adapun

pengambilan sampel hewan dilakukan dengan

langkah-langkah yang ada pada lembar panduan

identifikasi bioindikator pencemaran sungai dari

Rini (2011) yang telah dimodifikasi.

Data yang dikumpulkan dalam penelitian

ini meliputi data hasil observasi mengenai hasil

belajar aspek keterampilan siswa pada

pembelajaran melalui praktikum identifikasi

bioindikator pencemaran Sungai Cimanuk.

Pembelajaran dikatakan efektif jika memenuhi

kriteria ketuntasan klasikal pada hasil belajar

yaitu minimal 75%. Siswa dikatakan tuntas pada

hasil belajar aspek keterampilan apabila rerata

skor minimal 2,67 dengan predikat B-

(Permendikbud, 2014b). Nilai kompetensi

pengetahuan dikonversi pada Tabel 1.

Tabel 1. Konversi Hasil Belajar Aspek

Keterampilan

Skor Predikat Skor Predikat

3,85 – 4,00 A 2,18 – 2,50 C+

3,51 – 3,84 A- 1,85 – 2,17 C

3,18 – 3,50 B+ 1,51 – 1,84 C-

2,85 – 3,17 B 1,18 – 1,50 D+

2,51 – 2, 84 B- 1,00 – 1,17 D

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Belajar Aspek Keterampilan Kelas X

MIA1

Data hasil belajar aspek keterampilan kelas

X MIA1 pada Gambar 1.

Gambar 1. Nilai Aspek Keterampilan Kelas X

MIA1

Data nilai ketuntasan klasikal hasil belajar

aspek keterampilan kelas X MIA1 diperoleh 90%

(28 tuntas dari 31 siswa) dan 10% belum tuntas

dengan nilai 2 atau predikat (B-). Hasil tersebut

menunjukkan keefektivan perangkat

pembelajaran terhadap hasil belajar aspek

keterampilan kelas X MIA1.

Hasil Belajar Aspek Keterampilan Kelas X

MIA2

Data hasil belajar aspek keterampilan kelas

X MIA2 pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai Aspek Keterampilan Kelas X

MIA2

Data nilai ketuntasan klasikal hasil belajar

aspek keterampilan kelas X MIA2 diperoleh 93%

(25 tuntas dari 27 siswa) dan 7% belum tuntas

dengan nilai 2 atau predikat (B-). Hasil tersebut

menunjukkan keefektivan perangkat

pembelajaran terhadap hasil belajar aspek

keterampilan kelas X MIA2.

Hasil Belajar Aspek Keterampilan Kelas X MIA3

Data hasil belajar aspek keterampilan kelas

X MIA3 pada Gambar 3.

Gambar 3. Nilai Aspek Keterampilan Kelas X

MIA3

Data nilai ketuntasan klasikal hasil belajar

aspek keterampilan kelas X MIA3 diperoleh 97%

(29 tuntas dari 30 siswa) dan 3% belum tuntas

dengan nilai 2 atau predikat (B-). Hasil tersebut

menunjukkan keefektivan perangkat

55% 35%

10%

Nilai 4

(A)Nilai 3

(B)

56% 37%

7%

Nilai 4 (A)Nilai 3 (B)Nilai 2 (B-)

54% 43%

3%

Nilai 4

(A)

(31 Siswa)

(27 Siswa)

(30 Siswa)

Page 66: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

64

pembelajaran terhadap hasil belajar aspek

keterampilan kelas X MIA1.

Keefektivan Pembelajaran Terhadap Hasil

Belajar

Data rekapitulasi nilai hasil belajar aspek

keterampilan pada Gambar 4.

Gambar 4. Rekapitulasi Nilai Hasil Belajar Aspek

Keterampilan

Rekapitulasi nilai ketuntasan klasikal hasil

belajar aspek keterampilan diperoleh 93% (82

tuntas dari 88 siswa) dan 7% belum tuntas

dengan nilai 2 atau predikat (B-). Hasil tersebut

menunjukkan keefektivan perangkat

pembelajaran terhadap ketuntasan hasil belajar

aspek keterampilan siswa. Hasil tersebut karena

siswa dapat aktif dan termotivasi dari

pembelajaran dan tugas yang nyata pada

lingkungan sekitar yaitu identifikasi bioindikator

pencemaran Sungai Cimanuk di lingkungan

sekitar (SETS). Hal ini mendukung pernyataan

Wijayanti et al., (2013) Pembelajaran bervisi SETS

dapat meningkatkan kemampuan berfikir

keterampilan proses sains peserta didik, sehingga

dapat tercapainya ketuntasan kompetensi hasil

belajar.

Praktikum identifikasi bioindikator

pencemaran Sungai Cimanuk membuat siswa

berperan aktif untuk mengamati langsung

pencemaran yang terjadi di sekitar sekolah,

menganalisis faktor dan dampak

ketidakseimbangan lingkungan sesuai unsur

SETS. Kerjasama tiap kelompok sangat

dibutuhkan dalam perencanaan lokasi

pengambilan sampel hewan bioindikator dan

proses pengamatan untuk managemen waktu

yang tepat. Aktivitas siswa kerjasama kelompok

saat identifikasi bioindikator pencemaran sungai

ditampilkan pada Gambar 5.

Gambar 5. Kerjasama Siswa Saat Identifikasi

Bioindikator Pencemaran Sungai

Keterampilan siswa dalam menggunakan

alat sangat dibutuhkan demi menjaga keamanan,

keselamatan, dan kebersihan (K3) siswa. Hal ini

juga didukung model pembelajaran SAVI yang

mampu membuat pembelajaran menjadi optimal

dan siswa aktif dalam belajar, karena terdapat

unsur somatic auditory, visual, dan intellectual

dalam identifikasi bioindikator pencemaran

Sungai Cimanuk. Hal tersebut mendukung

pernyataan Afriawan et al. (2012) bahwa

penerapan pembelajaran bervisi SETS dengan

model SAVI secara utuh menjadikan pembelajaran

yang aktif dan optimal karena menggunakan

seluruh alat indera dan mengaitkan dengan

lingkungan sekitar. Sejalan dengan hal tersebut

Rahmawati et al., (2014) menerangkan bahwa

penerapan model pembelajaran SAVI secara utuh

dapat meningkatkan minat dan motivasi peserta

didik sehingga kompetensi hasil belajar aspek

keterampilan dapat tercapai.

Pembelajaran bervisi SETS melalui model

pembelajaran SAVI menekankan pembelajaran

aktif dan tugas yang nyata pada lingkungan

sekitar dengan praktikum identifikasi

bioindikator pencemaran Sungai Cimanuk. Siswa

mengambil hewan-hewan yang termasuk

bioindikator pencemaean sungai sesuai langkah

pada panduan yang diberikan oleh guru. Siswa

dapat melakukan pengolahan data dan

menyimpulkan, siswa juga dapat berdiskusi,

memperoleh dan mengolah data yang hasilnya

dibuat kesimpulan, sehingga mampu

mengoptimalkan kemampuan berpikir siswa. Hal

ini mendukung pernyataan Wijayanti et al. (2013)

pembelajaran bervisi SETS dapat meningkatkan

kemampuan berfikir keterampilan proses sains

54% 39%

7%

Nilai 4 (A)

Nilai 3 (B)(88 Siswa)

Page 67: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

65

siswa. Sejalan dengan hal tersebut Lee & Horsfaall

(2010) mengemukakan bahwa pembelajaran yang

melibatkan aktivitas peserta didik pada

lingkungan sekitar akan mengembangkan sikap

ilmiah.

Hewan yang termasuk bioindikator

pencemaran sungai, terbagi menjadi kelompok

yang sensitif terhadap pencemaran yaitu

Ephemeroptera, Plecoptera, dan Tricoptera (EPT) dan

kelompok yang tahan terhadap pencemaran

sungai. Hasil identifikasi bioindikator pencemaran

Sungai Cimanuk yang ditemukan siswa yaitu,

kelompok EPT famili Corixidae, Agriidae,

Naucoridae, Gomphidae, Aesnidae, dan

Cordulegasteridae. Kelompok yang tahan

pencemaran sungai yaitu, famili Viviperidae,

Bucciridae, Thiaridae, Atyidae, Lumbricidae, Nepidae,

Parathelphusidae, dan Gerridae. Proses

keterampilan siswa melakukan pengolahan data

identifikasi bioindikator ditampilkan pada

Gambar 6.

Gambar 6. Keterampilan Siswa dalam proses

mengolah data

Pembelajaran yang aktif dan memotivasi

siswa dapat menumbuhkan sikap ilmiah dan

meningkatkan keterampilan. Siswa yang dapat

mengembangkan sikap ilmiahnya akan

berpengaruh positif terhadap keterampilan dalam

pembelajaran. Sejalan dengan hal tersebut

menurut Neo & Neo (2009) tugas yang nyata

dapat meningkatkan minat, kemampuan berpikir,

keterampilan, dan bekerja sama siswa. Authentic

assessment adalah penilaian dan penugasan yang

nyata dengan lingkungan sekitar, melalui

penilaian dengan rubrik atau kriteria untuk

menilai hasil belajar aspek keterampilan.

Hasil belajar merupakan proses peserta

didik dapat mengetahui, memahami, dan

menunjukkan hasil dari apa yang dipelajari

setelah pembelajaran (Kennedy et al., 2007).

Penilaian hasil belajar dapat membangun

kepribadian dan keterampilan siswa melalui

pembelajaran utuh dan terstruktur (Savic &

Kashef, 2013). Authentic assessment adalah

penilaian yang lebih baik dibandingkan penilaian

konvensional, karena mampu menilai secara

langsung hasil belajar aspek keterampilan siswa

(Puspawati et al., 2014). Oleh karena itu

pembelajaran bervisi SETS melalui praktikum

identifikasi bioindikator pencemaran Sungai

Cimanuk dapat meningkatkan hasil belajar aspek

keterampilan siswa.

Pembelajaran ini dapat efektif terhadap

ketuntasan hasil belajar aspek keterampilan

siswa, akan tetapi masih ada siswa yang belum

tuntas. Hal ini karena terdapat siswa yang kurang

menguasai pada tiap indikator penilaian

keterampilan. Data rerata skor indikator penilaian

kinerja hasil belajar aspek keterampilan pada

Gambar 6.

Gambar 7. Rerata Skor Indikator Penilaian Hasil

Belajar Aspek Keterampilan

Hasil nilai tiap indikator aspek

keterampilan yaitu rerata nilai termasuk predikat

baik, tetapi penilaian tahap pengolahan data dan

menyimpulkan mendapatkan rerata nilai yang

belum maksimal. Oleh karena itu masih

diperlukan latihan bekerja ilmiah dan bimbingan

oleh guru untuk mendapatkan hasil yang

maksimal. Hal tersebut mendukung pernyataan

Sopiah et al. (2009) bahwa kemampuan mengolah

data dan menyimpulkan dibutuhkan latihan

bekerja ilmiah supaya siswa terbiasa. Siswa lebih

Pere

nca

naa

n

Pen

gam

atan

Me

ngg

una

kan

alat

Pen

gola

han

data

Asp

ek

K3

Me

nyi

mpu

lkan

Rerata Skor 3.53 3.59 3.45 3.31 3.48 3.36

1.001.502.002.503.003.504.00

Page 68: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

66

intensif untuk latihan bekerja ilmiah dimulai dari

hal-hal yang sederhana yang ada di lingkungan

sekitar.

Materi pencemaran lingkungan siswa

diajak untuk menganalisis jenis-jenis limbah dan

apa dampak yang ditimbulkannya. Berdiskusi

permasalahan yang ada pada lingkungan sekitar

dan membuat ide atau gagasan untuk upaya

penanggulangan pencemaran lingkungan. upaya

yang mudah dilakukan yaitu dimulai dari

melestarikan lingkungan sekolah dengan

menanam tanaman. Hal tersebut akan siswa akan

memotivasi siswa untuk bekerja ilmiah dan

keterampilan siswa akan meningkat aktif karena

menggunakan indera yang dimiliki dalam

pembelajaran sehingga menumbuhkan

keterampilan dan kreatifitas siswa. Hal ini

mendukung pernyataan Goniron & Thomas

(2013) bahwa pembelajaran yang menggunakan

indera, siswa akan aktif dalam pembelajaran,

sehingga mempercepat pemahaman,

menumbuhkan kreatifitas dan keterampilan

siswa.

Memaksimalkan hasil belajar aspek

keterampilan masih dibutuhkan pembelajaran

yang mampu meningkatkan kemampuan

mengolah data dan menyimpulkan. Siswa mampu

mengolah data dan menyimpulkan berkaitan erat

dengan keterampilan berpikir kritisnya, karena

mampu mengolah data dan menyimpulkan

termasuk tahapan dalam berpikir kritis. Hal ini

mendukung pernyataan Ennis (1993) indikator-

indikator keterampilan berpikir kritis yang terdiri

atas lima kelompok yaitu memberikan penjelasan

sederhana (elementary clarification), membangun

keterampilan dasar (basic support). menyimpulkan

(interference). memberikan penjelasan lebih lanjut

(advanced clarification). mengatur strategi dan taktik

(strategy and tactics). Oleh karena itu diperlukan

pembelajaran yang terkait keterampilan tingkat

tinggi untuk memaksimalkan kemampuan

berpikir kritis dalam keterampilan mengolah data

dan menyimpulkan.

SIMPULAN

Hasil uji keefektivan pembelajaran

bervisi SETS melalui praktikum identifikasi

bioindikator sungai Cimanuk diperoleh nilai

ketuntasan klasikal hasil belajar aspek

keterampilan mencapai 93% dari 88 siswa (tiga

kelas) dengan rerata nilai 3,48 atau predikat (B+).

Hasil ini menunjukkan pembelajaran bervisi SETS

melalui praktikum identifikasi bioindikator

Sungai Cimanuk efektif terhadap ketuntasan hasil

belajar aspek keterampilan siswa.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terima kasih kepada Kementerian Agama

Republik Indonesia, yang telah memberikan

kesempatan melakukan studi S2 di Program

Pascasarjana Universitas Negeri Semarang dan

Madrasah Aliyah Assyafi’iyah Terpadu Jatibarang

Indramayu yang telah memberi ijin belajar.

DAFTAR PUSTAKA

Afriawan, M., Binadja, A., & Latifah. 2012. ”Pengaruh

Penerapan pendekatan SAVI bervisi SETS pada

pencapaian Kompetensi terkait Reaksi

Redoks”.Unnes Science Education Journal.

1(2): 51-59.

Binadja. A. 2005. Pedoman Praktis Pembelajaran Sains

Berdasarkan Kurikulum 2004 Bervisi dan

Berpendekatan SETS (Science, Environment,

Technology, and Society), Bahan Pelatihan

Pembelajaran Inovatif untuk Guru SMA/MA.

Semarang: Laboratorium SETS UNNES.

Ennis, R. H. 1993. “Critical Thinking Assessment.

Theory into Practice”. 32(3): 179-186.

Goniron, Jr. & Thomas, U. 2013. “Aplication Of

Accelerated Learning in Teaching Enviromental

Control System in Qassin University”.

International Journal of Education and Learning.

2(2): 27-38.

Gusho, L. P. 2013. “What are the Factors which Affect

the Motivation to Learn to Adult

Student?”.Journal of Education and Social

Research MCSER Publingsing, Rome_Italy. 3(7):

747-753.

Kennedy, D., Hyland, A., & Ryan, N. 2007. “ Writing And

using learning outcomes: A pratical guide”. EUA

Bologna Handbook. 3(4): 1-30.

Lee, Nicole, Horsfall, & Briony. 2010. “Accelerated

Learning: A Study of Faculty and Student

Experiences”. Innov High Education. 3(5): 191-

202.

Majid, A. 2014. Implementasi Kurikulum 2013 Kajian

Teoretis dan Praktis. Bandung: Interes Media.

Page 69: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

67

Meier, D. 2002. The Accalerated Learning Handbook,terj.

Rahmani Astuti. Bandung: KAIFA.

Neo, M. & Neo, T.-K. 2009. Engaging Students in

Multimedia-Mediated Constructivist Learning—

Students’ Perceptions. Educational Technology &

Society, 12(2), 254–66.

Nugraheni, D., Mulyani, S., & Ariani, S. R. D. 2013.

“Pengaruh Pembelajaran Bervisi dan

Berpendekatan SETS Terhadap Prestasi Belajar

Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Kelas X SMAN 2 Sukoharjo Pada Materi Minyak

Bumi Tahun Pelajaran 2011/2012”.Jurnal

Pendidikan Kimia Universitas Sebelas Maret.2(3):

34-41.

Permendikbud.2014a. Peraturan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan No 103 tentang Pembelajaran

Pada Pendidikan dasar dan Pendidikan

Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan

dan Kebudayaan Republik Indonesia.

Permendikbud.2014b.Peraturan Menteri Pendidikan

dan Kebudayaan No. 104 tentang Penilaian Hasil

Belajar oleh Pendidik Pada Pendidikan Dasar dan

Pendidikan Menengah. Jakarta: Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan Republik

Indonesia.

Puspawati. Alit, A., Dantes, Nyoman, Candiasa, & Made.

2014 “Pengaruh Pendekatan Kontekstual

Berbantuan Asesmen Autentik Terhadap Hasil

Belajar Matematika Ditinjau Dari Kemampuan

Numerik”.e-Journal Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi

Pendidikan Dasar.4(1): 1-10.

Rahayu, S. & Sari, F. A. 2014. “Kajian Dampak

Keberadaan Industri PT. Korindo Ariabima Sari

di Kelurahan Mendawai, Kabupaten

Kotawaringin Barat”. Jurnal Teknik PWK UNDIP.

3(1).

Rahmawati, Y., Mardiyana, & Subanti, S. 2014.

“Pengembangan Perangkat Pembelajaran

Berbasis Penemuan Terbimbing (Guided

Discovery) dengan Pendekatan Somatic,

Auditory, Visual, Intellectual (SAVI) Pada Materi

Pokok Peluang Kelas IX SMP Tahun Pelajaran

2013/2014”. Jurnal Elektronik Pembelajaran

Matematika UNS. 4(4): 378-388.

Rini, D. S. 2011. Panduan Penilaian Kesehatan Sungai

Melakukan Pemeriksaan Habitat Sungai dan

Biolitik. Ecoton: Gresik.

Savic, M. & Kashef, M. 2013.“Learning outcomes in

affective domain within contemporary

architectural curricula”.Int J Technol Des Educ.

23(297): 987-1004.

Sopiah, S., Wiyanto, & Sugianto. 2009. “Pembiasaan

Bekerja Ilmiah Pada Pembelajaran Sains Fisika

Untuk Siswa SMP”. Jurnal Pendidikan Fisika

Indonesia. 5(1): 14-19.

Whitelock, D. & Cross, S. 2012. “Authentic Assessment

What does it mean and how is it instantieated by

a group of distance learning

academics?”.International Journal of e-

Assessment. 2(1): 1-10.

Wijayanti, M. S. R., Binadja, A., & Haryani, S. 2013.

“Pengembangan Model Pembelajaran Larutan

Penyangga Berbasis Masalah Bervisi SETS”.

Unnes Science Education Journal. 2(1): 58-62.

Page 70: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

68

LIK 44 (2) (2015)

Lembaran Ilmu Kependidikan

http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/LIK

UPAYA MENINGKATKAN KOMPETENSI PROFESIONAL DAN MERENCANAKAN

PEMBELAJARAN TEMATIK BAGI GURU KELAS III MELALUI KEGIATAN

PELATIHAN STUDI KASUS

Rr. Melinda Arryani

TK/SD Gugus Ahmad Yani UPT Pendidikan Kec.Jekulo Kab.Kudus, Indonesia

Info Artikel _______________________ Sejarah Artikel:

Diterima Juli 2015

Disetujui Agustus 2015

Dipublikasikan September

2015

_______________________ Keywords:

Competence Profesional,

RPP, Thematic

_____________________________

Abstrak

__________________________________________________________________________________________ Perencanaan merupakan tugas penting dari suatu organisasi. Perencanaan menjadi hal yang sangat penting

karena pada kenyataannya manusia dapat mengubah masa depan apabila segala sesuatunya direncanakan

dengan baik dan secara matang, demikian juga yang terjadi dalam konteks pembelajaran, perencanaan

pembelajaran harus berorientasi pada pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Tujuan dari penelitian tindakan

sekolah ini adalah meningkatkan kompetensi profesional dan perencanaan pembelajaran tematik dalam

menyusun RPP. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan sekolah dengan 2 kali siklus.

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah test. Teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif

persentase. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelatihan dengan metode studi kasus dalam kelompok besar

dan kelompok kecil dapat meningkatkan kompetensi profesional dari kondisi awal tarap serap (53,89%) ke

siklus II tarap serapnya (83,89%) meningkat (30%). Pelatihan dengan metode studi kasus dalam kelompok

besar dan kelompok kecil dapat meningkatkan kemampuan menyusun RPP Tematik dari kondisi awal tarap

serap (46,11%) ke siklus II tarap serapnya (86,11%) meningkat (40%). pelatihan dengan metode studi kasus

dalam kelompok besar dan kelompok kecil dapat meningkatkan kemampuan melaksanakan pembelajaran Peer

Teaching dari kondisi awal tarap serap (42,22%) ke siklus II tarap serapnya (83,89%) meningkat (41,67%).

Abstract __________________________________________________________________________________________ Planning is an important task of an organization. Planning is very important because in fact humans can change

the future when everything was well planned and matured, so too are happening in the context of learning,

planning of learning should be oriented to the achievement of the goals to be achieved. The goal of this school

action research is to increase the professional competence and planning of thematic study in drawing up the RPP.

The research method used is action research school with 2 time cycle. Data collection techniques used is the test.

Data analysis techniques used are descriptive percentage. Research results show that training in methods of case

studies in large groups and small groups can enhance the professional competence of the initial conditions tarap

absorbency (53,89%) to the cycle II tarap serapnya (83,89%) increase (30%). training in methods of case studies in

large groups and small groups can enhance the capability of putting together the initial conditions of the Thematic

RPP tarap absorbency (46,11%) to the cycle II serapnya tarap (86,11%) increase (40%). training in methods of

case studies in large groups and small groups can enhance the ability of carry out learning Peer Teaching of initial

conditions tarap absorbency (42,22%) to the cycle II tarap serapnya (83,89%) increased (41,67%)

© 2015 Universitas Negeri Semarang Alamat korespondensi:

E-mail: [email protected]

ISSN 0216-0847

Page 71: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

69

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu faktor

terpenting dalam rangka mewujudkan tujuan

nasional. Secara terminologi, pendidikan adalah

usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi

dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual

keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara

(UU Nomor 20 Tahun 2003).

Pendidikan adalah modal dasar untuk

menciptakan SDM yang unggul. Salah satu lembaga

SDM tersebut adalah sekolah, sebagai tempat

untuk menyelenggarakan pendidikan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berapapun besarnya sumber daya alam (SDA) dan

sarana prasarana yang tersedia, pada akhirnya di

tangan sumber daya manusia (SDM) yang handal

tujuan pembangunan nasional dapat dicapai. Pada

perspektif berpikir seperti ini, suatu bangsa tidak

dapat mencapai kemajuan tanpa sistem

pendidikan yang baik.

Sekolah sebagai suatu sistem penyelenggara

pendidikan memiliki komponen-komponen yang

berkaitan satu sama lain serta berkontribusi dalam

pencapaian tujuan. Komponen-komponen tersebut

adalah siswa, kurikulum, bahan ajar, guru, kepala

sekolah, tenaga kependidikan, lingkungan, sarana,

fasilitas, proses pembelajaran, dan hasil atau

output. Semua komponen tersebut harus

bersinergi sesuai dengan tuntutan zaman dan

perubahan lingkungan yang terjadi di masyarakat.

Guru memiliki peran yang sangat penting

dalam menentukan kuantitas dan kualitas

pengajaran yang dilaksanakan, oleh karena itu

guru harus memikirkan dan membuat

perencanaan secara seksama dalam meningkatkan

kesempatan belajar bagi siswanya dan

memperbaiki kualitas mengajarnya.

Guru sebagai agen pembelajaran merupakan

ujung tombak yang berada pada barisan terdepan

dalam pendidikan formal sehingga tidak

mengherankan jika guru dijadikan pihak yang

paling bertanggung jawab terkait dengan kualitas

pendidikan. Sebagai agen pembelajaran guru

berfungsi untuk meningkatkan mutu pendidikan

nasional (UU No.14 Tahun 2005), guru dituntut

memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi

pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi

profesional dan kompetensi sosial.

Tinggi rendahnya kualitas pendidikan dan

oleh berbagai faktor, faktor-faktor yang dapat

menjadi penentu kualitas pendidikan di sekolah

terdiri dari faktor input dan proses. Hal ini

dikarenakan bahwa sistem persekolahan

merupakan suatu jalinan yang saling kait mangkat

antara input, proses, output dan outcome.

Faktor-faktor yang dapat menentukan tinggi

rendahnya kinerja sekolah meliputi faktor input

dan proses. Hal ini dikemukakan oleh Slamet

(dalam Komariah dan Trianta, 2005: 7), bahwa

kinerja sekolah adalah pencapaian akan prestasi

sekolah yang dihasilkan melalui proses

persekolahan. Lebih lanjut Slamet (2003: 3)

menjelaskan bahwa kinerja sekolah diukur dari

efektivitas, kualitas, produktivitas, efisiensi,

inovasi, kualitas kehidupan kerja, surplus dan

moral kerjanya.

Proses adalah berubahnya “sesuatu”

menjadi “sesuatu yang lain”, sesuatu yang

berpengaruh terhadap berlangsungnya proses

disebut “input”, sedangkan sesuatu dari hasil

proses disebut output. Dalam pendidikan berskala

mikro (sekolah), proses yang dimaksud adalah; (1)

proses pengambilan keputusan, (2) proses

pengelolaan kelembagaan, (3) proses pengelolaan

program, (4) proses pemotivasian staf, (5) proses

pengkondisian, (6) proses belajar mengajar, dan

(7) proses Monitoring dan evaluasi (Slamet, 2003:

4).

Salah satu komponen dari proses sistem

sekolah yang langsung berhubungan dengan siswa

adalah proses belajar mengajar. Proses ini menjadi

ciri khusus suatu proses persekolahan. Dengan

demikian, proses pembelajaran menjadi fungsi

pokok penyelenggaraan pendidikan di sekolah.

Dengan demikian guru sebagai salah satu

komponen input mempunyai kewajiban untuk

menjalankan tugas sebagaimana sesuai peraturan

yang berlaku sehingga dapat menjalankan proses

yang berkualitas untuk menghasilkan output yang

berkualitas pula. Tugas pokok guru menurut UU

No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen

meliputi; merencanakan pembelajaran,

melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu;

Page 72: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

70

serta menilai dan mengevaluasi hasil

pembelajaran. Oleh sebab itu guru harus mampu

melaksanakan pembelajaran yang berkualitas

(Hasbullah, 2006: 188).

Perencanaan merupakan tugas penting dari

suatu organisasi, termasuk di dalamnya organisasi

persekolahan. Perencanaan menjadi hal yang

sangat penting karena pada kenyataannya manusia

dapat mengubah masa depan apabila segala

sesuatunya direncanakan dengan baik dan secara

matang, demikian juga yang terjadi dalam konteks

pembelajaran, perencanaan pembelajaran harus

berorientasi pada pencapaian tujuan yang ingin

dicapai.

Berdasarkan hasil observasi di gugus Ahmad

Yani, guru kelas 1 khususnya mengalami kesulitan

dalam menyusun perangkat pembelajaran tematik.

RPP yang dibuat guru masih belum bersifat

tematik sehingga dalam pelaksanaan pembelajaran

tidak bisa maksimal. Guru kesulitan dalam memilih

standart kompetensi dan kompetensi dasar dari

masing-masing mata pelajaran untuk dijadikan

dalam satu pertemuan secara tematik.

Pembelajaran tematik yang sudah dirancang oleh

pemerintah belum terlaksana karena

permasalahan guru yang belum paham

pembelajaran tematik.

Atas dasar keadaan yang demikian, upaya

yang dilakukan pengawas Sekolah Dasar dalam

rangka meningkatkan kompetensi profesional guru

dalam menyusun perangkat pembelajaran. Maka

penulis mengambil judul Upaya Meningkatkan

Kompetensi Profesional dan Merencanakan

Pembelajaran Tematik Bagi Guru Kelas III Melalui

Kegiatan Pelatihan studi kasus Pada Dabin Gugus

Ahmad Yani UPT Pendidikan Kecamatan Jekulo

Kudus Semester II Tahun Pelajaran 2015/2016.

Melalui penelitian ini peneliti termotivasi untuk

melakukan penelitian tentang perlunya tindakan

kegiatan pelatihan dengan metode Studi Kasus

bagi para guru di wilayah gugus Ahmad Yani UPT

Pendidikan Kecamatan Jekulo, Kudus untuk

meningkatkan kompetensi profesional guru dalam

menerapkan pembelajaran tematik.

METODE

Metode studi kasus berbentuk penjelasan

tentang masalah, kejadian, atau situasi tertentu,

kemudian peserta didik ditugaskan untuk mencari

alternative pemecahannya. Metode ini digunakan

untuk mengembangkan keterampilan berfikir

kritis dan mendapatkan persepsi baru dari suatu

konsep masalah. Metode ini dapat digunakan

untuk peserta didik yang mempunyai latar

belakang pengetahuan yang cukup dalam masalah

tersebut.

Menurut Depdikbud (19 97: 2) menjelaskan

b ah wa “studi kasus ad alah suatu studi atau

analisa yang komprehensif dengan menggunakan

berbagai teknik, bahan dan alat mengenai gejala

atau ciri-ciri karakteristik berbagai jenis masalah

atau tingkah laku menyimpang baik individu

maupun kelompok”. Menurut Wibowo (1984: 79)

menjelaskan bahwa “studi kasus adalah suatu

teknik untuk mempelajari keadaan dan

perkembangan seseorang secara mendalam

dengan tujuan untuk mencapai penyesuaian diri

yang lebih baik”

Berdasarkan kedua pendapat tersebut maka

penulis menyimpulkan bahwa studi kasus adalah

suatu teknik yang mempelajari keadaan seseorang

secara detail dan mendalam, baik fisik maupun

psikisnya. Selanjutnya dapat meningkatkan

perkembangan dan upaya untuk membantu

individu, sehingga mampu menyesuaikan diri

dengan baik dengan lingkungannya

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Data Kondisi Awal

Deskripsi Kompetensi Profesional

Berdasarkan hasil observasi pada kondisi

awal terhadap kompetensi professional yang

meliputi aspek-aspek; a) Menguasai materi,

struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang

mendukung mata pelajaran yang diampu. b)

Menguasai standar kompetensi dan kompetensi

dasar mata pelajaran/bidang pengembangan yang

diampu. c) Mengembangkan materi pembelajaran

yang diampu secara kreatif. d) Mengembangkan

keprofesionalan secara berkelanjutan dengan

melakukan tindakan reflektif. e)Memanfaatkan

teknologi informasi dan komunikasi untuk

berkomunikasi dan mengembangkan diri,

diperoleh data-data sebagai berikut.

Page 73: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

71

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kompetensi

Profesional pada Kondisi Awal

No Nama Nilai

1 Endang Sri N 55

2 Asrofah 65

3 Sumarwati 35

4 Wigati 45

5 Erna Wahyurini 40

6 Siti Fatimah 50

7 Sri Wahyuni 60

8 Endang Suharti 65

9 Rif’ati 70

nilai rata-rata 53,3

nilai terendah 45

nilai tertinggi 70

taraf serap 53,3%

kategori cukup

Dari tabel dan grafik di atas menunjukkan

bahwa kompetensi profesional guru di Gugus

Ahmad Yani pada kondisi awal masih dalam

kategori cukup dengan rentang nilai yang

diperoleh 35-70, artinya responden baru dapat

menerapkan kompetensi profesional dengan tarap

serap (53,3%). Berdasarkan hasil supervisi

terhadap kompetensi professional guru, dari 9

responden 2 guru (22,2%) dalam kategori kurang,

4 guru (44,4%) dalam kategori cukup dan 3 guru

(33,4%) dalam kategori baik. Dari hasil supervisi

tersebut diketahui bahwa penguasaan kompetensi

professional guru baru dikuasai oleh 3 guru

(33,4%) sedangkan 6 guru (66,6%) lainnya belum

menguasai kompetensi professional sebagai guru.

Kondisi tersebut disebabkan guru belum

menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir

keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang

diampu. Guru belum menguasai standar

kompetensi dan kompetensi dasar mata pelajaran/

bidang pengembangan yang diampu. Guru belum

mampu mengembangkan materi pembelajaran

yang diampu secara kreatif. Guru belum mampu

mengembangkan keprofesionalan secara

berkelanjutan dengan melakukan tindakan

reflektif. Guru belum memanfaatkan teknologi

informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi

dan mengembangkan diri.

Pemahaman guru pada aspek-aspek

profesional masih kurang terutama dalam

mengembangkan materi pembelajaran yang

diampu secara kreatif, mengembangkan

keprofesionalan secara berkelanjutan dengan

melakukan tindakan reflektif, dan memanfaatkan

teknologi informasi dan komunikasi untuk

berkomunikasi dan mengembangkan diri, sehingga

siswa pasif dalam mengikuti pelajaran.

Deskripsi Penyusunan RPP Tematik

Berdasarkan hasil observasi pada kondisi

awal terhadap kemampuan guru dalam menyusun

RPP Tematik diperoleh data-data sebagai berikut:

Tabel 2. Hasil Pengamatan Terhadap Guru dalam

Menyusun RPP

No Nama Nilai

1 Endang Sri N 35

2 Asrofah 45

3 Sumarwati 35

4 Wigati 45

5 Erna Wahyurini 40

6 Siti Fatimah 50

7 Sri Wahyuni 60

8 Endang Suharti 65

9 Rif’ati 40

nilai rata-rata 46,11

nilai terendah 35

nilai tertinggi 65

taraf serap 46,11%

kategori cukup

Dari tabel dan grafik di atas hasil

pengamatan terhadap guru dalam menyusun

Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) Tematik

diperoleh hasil bahwa guru pada kondisi awal

dalam kategori cukup dengan tarap serap 46,11%.

Dari 9 responden ada 4 responden (44,4%) dalam

kategori kurang, 4 responden (44,4%) dalam

kategori cukup, dan 1 responden (11,2%) kategori

baik. Berdasarkan hasil perolehan tersebut

menunjukkan bahwa penguasaan penyusunan RPP

Tematik baru dikuasai 1 guru (11,2%) sedangkan

8 guru (88,8%) belum mampu menyusun RPP

Tematik dengan baik. Hal tersebut dikarenakan

sebagian besar guru hanya melakukan copy paste

Page 74: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

72

RPP dari rekan guru maupun dari hasil download

lewat internet.

Implementasi RPP Tematik Dalam

Pembelajaran

Supervisi terhadap implementasi RPP

Tematik dalam kegiatan belajar-mengajar pada

kondisi awal, penulis lakukan terhadap guru ketika

memberikan pembelajaran pada siswa di kelas.

Adapun hasil supervisi diperoleh data-data sebagai

berikut.

Tabel 3. Hasil Pengamatan Terhadap Guru dalam

Mengimplementasikan RPP Tematik dalam

Pembelajaran

No Nama Nilai

1 Endang Sri N 35

2 Asrofah 40

3 Sumarwati 35

4 Wigati 40

5 Erna Wahyurini 40

6 Siti Fatimah 50

7 Sri Wahyuni 40

8 Endang Suharti 60

9 Rif’ati 40

nilai rata-rata 42,22

nilai terendah 35

nilai tertinggi 60

taraf serap 42,22%

kategori cukup

Deskripsi Data Siklus I

Observasi ditunjukkan terhadap kompetensi

professional guru, hasil penyusunan RPP Tematik,

dan pelaksanaan peer teaching. Adapun hasil

observasi diperoleh data-data sebagai berikut.

Tabel 4. Hasil Pengamatan Kompetensi

Profesional Pada Siklus I

No Nama Nilai

1 Endang Sri N 70

2 Asrofah 75

3 Sumarwati 40

4 Wigati 65

5 Erna Wahyurini 45

6 Siti Fatimah 55

7 Sri Wahyuni 75

8 Endang Suharti 75

9 Rif’ati 85

nilai rata-rata 65,00

nilai terendah 40

nilai tertinggi 85

taraf serap 65%

kategori Baik

Dari tabel tersebut menunjukkan bahwa

kompetensi profesional guru di Gugus Ahmad Yani

pada siklus I sudah mengalami peningkatan yang

pada kondisi awal kategori cukup dengan tarap

serap (51%) meningkat menjadi kategori baik

dengan tarap serap (65%).Namun peningkatan

tersebut belum sesuai harapan peneliti dan masih

perlu dimantapkan melalui bimbingan pada siklus

II.

Selanjutnya hasil observasi terhadap

kemampuan guru dalam menyusun RPP Tematik,

diperoleh data-data sebagai berikut;

Tabel 5. Hasil Pengamatan Terhadap Guru dalam

Menyusun RPP Tematik Siklus I

No Nama Nilai

1 Endang Sri N 65

2 Asrofah 65

3 Sumarwati 55

4 Wigati 75

5 Erna Wahyurini 60

6 Siti Fatimah 65

7 Sri Wahyuni 80

8 Endang Suharti 85

9 Rif’ati 70

nilai rata-rata 68,89

nilai terendah 55

nilai tertinggi 85

taraf serap 53,30%

kategori Baik

Dari tabel dan grafik di atas hasil

pengamatan terhadap guru dalam menyusun

Rencana Perbaikan Pembelajaran (RPP) diperoleh

hasil yang mengembirakan, yaitu guru sudah

mampu menyusun RPP dengan baik, dengan

tingkat kemampuan dalam menyusun RPP Tematik

Page 75: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

73

diperoleh nilai rata-rata 68,89 dan tarap serap

(68,89%).

Selanjutnya pengamatan terhadap

pelaksanaan pembelajaran melalui kegiatan peer

teaching diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 6. Hasil Pengamatan Terhadap Guru dalam

Melaksanakan Peer Teaching Siklus I

No Nama Nilai

1 Endang Sri N 65

2 Asrofah 55

3 Sumarwati 55

4 Wigati 50

5 Erna Wahyurini 75

6 Siti Fatimah 75

7 Sri Wahyuni 80

8 Endang Suharti 85

9 Rif’ati 85

nilai rata-rata 69,44

nilai terendah 50

nilai tertinggi 85

taraf serap 69,44%

kategori Baik

Berdasarkan tabel dan grafik tersebut

diperoleh gambaran tentang proses pembelajaran,

sebelum mengajar guru telah mempersiapkan

Rencana Progam Pembelajaran (RPP) yang

menjadikan pedoman dalam mengajar. Guru juga

sudah melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai

dengan RPP Tematik yang disusunnya. Secara

professional guru telah menguasai materi

pelajaran, SK, KD, mengembangkan materi

pelajaran, merefleksi hasil pembelajaran, dan

memanfaatkan teknologi informasi dalam

pembelajaran. Dari segi hasil dapat dilihat ada 2

guru skor perolehan mengajarnya dalam kategori

baik sekali dengan nilai 85, 4 guru skor perolehan

mengajarnya dalam kategori baik dengan nilai 63-

81, dan masih ada 3 guru yang skor perolehannya

dalam kategori cukup dengan nilai 44-62. Secara

keseluruhan tarap serap guru dalam kegiatan

belajar-mengajar adalah (69,44%).

Deskripsi Data Siklus II

Pengamatan dilakukan pengawas terhadap

kompetensi professional guru, hasil penyusunan

RPP Tematik dan pelaksanaan peer teaching.

Adapun hasil observasi diperoleh data-data

sebagai berikut.

Tabel 7. Hasil Pengamatan Kompetensi

Profesional Pada Siklus II

No Nama Nilai

1 Endang Sri N 80

2 Asrofah 85

3 Sumarwati 80

4 Wigati 85

5 Erna Wahyurini 80

6 Siti Fatimah 85

7 Sri Wahyuni 85

8 Endang Suharti 90

9 Rif’ati 85

nilai rata-rata 83,89

nilai terendah 80

nilai tertinggi 90

taraf serap 83,89%

kategori Sangat baik

Dari tabel dan grafik tersebut menunjukkan

bahwa kompetensi profesional guru di Gugus

Ahmad Yani pada siklus II sudah mengalami

peningkatan yang pada kondisi awal kategori

cukup dengan tarap serap (53,89%) meningkat

pada siklus I menjadi kategori baik dengan tarap

serap (69,44%), dan meningkat lagi pada siklus II

menjadi kategori baik sekali dengan tarap serap

(83,89%).Peningkatan yang terjadi dari kondisi

awal hingga pada siklus II sudah mencapai hasil

yang diharapkan yaitu minimal daya serap

responden telah mencapi (75%) karena daya serap

responden dalam kompetensi professional guru

telah mencapi (83,89%) maka pelaksanaan

tindakan cukup pada siklus II.

Adapun hasil observasi terhadap

kemampuan guru dalam menyusun RPP Temaik,

diperoleh data-data sebagai berikut;

Tabel 8. Hasil Pengamatan Terhadap Guru dalam

Menyusun RPP Tematik Siklus II

No Nama Nilai

Page 76: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

74

1 Endang Sri N 85

2 Asrofah 90

3 Sumarwati 85

4 Wigati 85

5 Erna Wahyurini 80

6 Siti Fatimah 90

7 Sri Wahyuni 90

8 Endang Suharti 85

9 Rif’ati 85

nilai rata-rata 86,11

nilai terendah 80

nilai tertinggi 90

taraf serap 86,11%

kategori Sangat Baik

Dari tabel di atas hasil pengamatan terhadap

guru dalam menyusun Rencana Perbaikan

Pembelajaran (RPP) diperoleh hasil yang

mengembirakan, yaitu guru sudah mampu

menyusun RPP dengan sangat baik, dengan tingkat

kemampuan dalam menyusun RPP diperoleh nilai

80-90 dan daya serap (86,11%).

Adapun hasil pengamatan terhadap

pelaksanaan pembelajaran melalui kegiatan peer

teaching diperoleh hasil sebagai berikut.

Tabel 9. Hasil Pengamatan Terhadap Guru dalam

Melaksanakan Peer Teaching Siklus II

No Nama Nilai

1 Endang Sri N 85

2 Asrofah 95

3 Sumarwati 80

4 Wigati 90

5 Erna Wahyurini 95

6 Siti Fatimah 95

7 Sri Wahyuni 95

8 Endang Suharti 95

9 Rif’ati 95

nilai rata-rata 91,67

nilai terendah 80

nilai tertinggi 95

taraf serap 91,67%

kategori Sangat

baik

Berdasarkan tabel tersebut diperoleh

gambaran tentang proses pembelajaran,sebelum

mengajar guru telah mempersiapkan Rencana

ProgamPembelajaran (RPP) yang menjadikan

pedoman dalam mengajar.Guru juga sudah

melaksanakan kegiatan pembelajaran sesuai

dengan RPP Tematik yang disusunnya. Secara

professional guru telah menguasai materi

pelajaran, SK, KD, mengembangkan materi

pelajaran, merefleksi hasil pembelajaran, dan

memanfaatkan teknologi informasi dalam

pembelajaran. Dari segi hasil dapat dilihat ada 8

guru skor perolehan mengajarnya dalam kategori

sangat baik dengan nilai 85 - 95 dan 1 guru skor

perolehan mengajarnya dalam kategori baik

dengan nilai 80. Secara keseluruhan tarap serap

guru dalam melaksanakan kegiatan belajar-

mengajar adalah (91,67%)..

PENUTUP

Simpulan

Melalui pelatihan dengan metode studi

kasus dalam kelompok besar dan kelompok kecil

dapat meningkatkan kompetensi profesional dari

kondisi awal tarap serap (53,89%) ke siklus II

tarap serapnya (83,89%) meningkat (30%).

Melalui pelatihan dengan metode studi

kasus dalam kelompok besar dan kelompok kecil

dapat meningkatkan kemampuan menyusun RPP

Tematik dari kondisi awal tarap serap (46,11%) ke

siklus II tarap serapnya (86,11%) meningkat

(40%).

Melalui pelatihan dengan metode studi

kasus dalam kelompok besar dan kelompok kecil

dapat meningkatkan kemampuan melaksanakan

pembelajaran Peer Teaching dari kondisi awal

tarap serap (42,22%) ke siklus II tarap serapnya

(83,89%) meningkat (41,67%)..

Implikasi

Melalui diskusi kelompok terarah yang

dilakukan melalui penelitian tindakan sekolah

dalam masing-masing siklus (siklus I sampai

dengan siklus II) dapat meningkatkan kompetensi

profesional, penyusunan RPP Tematik dan

penerapannya dalam pembelajaran bagi guru SD di

Page 77: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

75

wilayah UPT Pendidikan Kecamatan Jekulo pada

semester 2 tahun pelajaran 2015/2016.

Implikasi dari penerapan bimbingan ini

sebagai upaya meningkatkan kompetensi

profesional, menyusun RPP Tematik dan

implementasinya dalam pembelajaran. Pelatihan

ini dapat diselenggarakan secara berkala dengan

topik bahasan yang dialami di sekolah tersebut.

Melalui pelatihan berkala diharapkan guru dapat

memecahkan masalah yang dihadapi dengan

proses pembelajaran di sekolah maupun

kompetensi dan pengembangan kariernya.

Selain diskusi masalah pendidikan,

pengawas perlu melakukan observasi kelas dengan

tujuan memperoleh data seobyektif mungkin

mengenai aspek-aspek dalam situasi belajar

mengajar, kesulitan-kesulitan yang dihadapi guru

dalam usaha memperbaiki proses belajar

mengajar.

Saran

Guru dituntut untuk menguasai materi

pelajaran, standar kompetensi dan kompetensi

dasar, mengembangkan materi pembelajaran, dan

memanfaatkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk berkomunikasi dan

mengembangkan diri

Sebagai acuan bagi pengawas dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam

melaksanakan pengawasan manajerial dan

akademik sesuai Permendiknas Nomor 12 tahun

2007

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu

Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta.

_________. 2010. Penelitian Tindakan Untuk Kepala

Sekolah dan Pengawas.Yogyakarta: Aditya Media.

Darmajanti, Linda. 2013. Diskusi Kelompok Terarah.

Jakarta: Universitas Indonesia.

Depdiknas. 2005. Undang – Undang Nomor 14 Tahun

2005 Tentang Guru dan Dosen. Jakarta:

Kemendiknas

_________. 2006. Model Pembelajaran Tematik Kelas Awal

Sekolah Dasar. Jakarta: Puskur Balitbang

_________. 2006. Peraturan Menteri Nomor 23 Tahun 2006

Tentang Standar Kompetensi Lulusan Jakarta:

Kemendiknas

Djamarah, Saiful Bakri. 1997. Prestasi belajar dan

kompetensi Guru. Surabaya: Usaha Nasional.

Gultom, Syawal, dkk. 2012. Pengembangan Profesi Guru.

Jakarta: Kemendikbud.

Hasan, Said Hamid. 1998. Pendidikan Ilmu Sosial.

Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik

Ditjen Dikti, Depdikbud.

Karmani, Ouys. 2006. Materi Kuliah Psikologi Konseling:

Bimbingan dan Konseling Kelompok (FGD).

Semarang: Fakultas Ushuluddin, IAIN Walisongo

Semarang.

Kurniadi, Rizki. 2012. Melakukan Diskusi Kelompok

Terfokus dalam penelitian kualitatif. (Online)

Tersedia dalam Asuhan Keperawatan Aplikasi

NANDA Melakukan Diskusi Kelompok Terfokus

dalam penelitian kualitatif.htm. Diunduh Tanggal

17 Januari 2014.

Latifah, Nur. 2008. Diskusi Kelompok Terarah (DKT)

Dalam Penanganan Juvenile Delinquency. Skripsi

(Tidak Diterbitkan). Semarang: IAIN Walisongo

Semarang.

Latipun. 2005. Psikologi Konseling. Malang: Fakultas

Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(UMM Press)

Market Trend Asia. 2012. Focus Group Discussion

(Diskusi Kelompok Terarah). (Online) Tersedia

dalam Focus Group Discussion (Diskusi

Kelompok Terarah) Marketrends Asia Riset

Pasar Bisnis Marketing Manajemen.htm.

Diunduh Tanggal 30 Desember 2013.

Rahardjo, Susilo dan Gudnanto. 2011. Pemahaman

Individu Teknik Non Tes. Kudus: Nora Media

Enterprise.

Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta

Sudibyo, Bambang. 2007. Peraturan Pendidikan

Nasional No. 16. Tahun 2007 Tentang Standar

Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru.

Jakarta: Kemendiknas.

_________. 2007. Permendiknas No. 12 Tahun 2007

Tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah.

Jakarta: Kemendiknas.

_________. 2007. Permendiknas No. 41 Tahun 2007

Tentang Standar ProsesUntuk Satuan Pendidikan

Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendiknas

Sudrajat, Ahmad. 2008. Pembelajaran Tematik. Tersedia

dalam Pembelajaran Tematik tentang

Pendidikan.htm. (Online). Diunduh 16 Januari

2014.

Sukayati. 2011. Suplemen Pembelajaran Tematik Di

Sekolah Dasar. Jakarta: Kemendiknas.

Supriadi, Dedi. 1999. Mengangkat Citra dan Martabat

Guru. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Surya dkk. 2000. Kapita Selekta Kependidikan SD.

Jakarta: Universitas Terbuka.

Page 78: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Lembaran Ilmu Kependidikan. Volume 44. Nomor 2. September 2015

76

Suyanto dan Djihad Hisyam. 2000. Refleksi dan

Reformasi Pendidikan Indonesia Memasuki

Millenium III. Yogyakarta: Adi Cita.

Tim. 2006. Pembelajaran Tematik, Kelas Awal Sekolah

Dasar. Jakarta: Pusat Kurikulum Badan Penelitian

dan Pengembangan Departemen Pendidikan

Nasional

Widodo, Haris Budi. 2013. Diskusi Kelompok

Terarah(Focus Group Discussion). (Online)

Tersedia Dalam Diskusi Terarah PPT. Diunduh 17

Januari 2014.

Widoyoko, Eko Putro. 2005. Kompetensi Mengajar Guru

IPS SMA Kabupaten Purworejo. Jakarta: Ditjen

Pendidikan Nasional.

Page 79: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

PEDOMAN PENULISAN MANUSKRIPLEMBARAN ILMU KEPENDIDIKAN

Persyaratan Umum Penulisan Manuskrip

Pedoman bagi penulis manuskrip dapat dijabarkan sebagai berikut.

a) Manuskrip ditulis dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggeris dengan kerapatan baris 1,5 spasi, font

Times New Roman 12, ukuran kertas A4, format satu kolom, dan margin last costum setting (top 2,54

cm; left 2,8 cm; bottom 2,54 cm; right 2,54 cm).

b) Panjang manuskrip ilmiah hendaknya tak lebih dari 4000 kata atau kurang lebih 10-12 halaman, terma-

suk gambar, grafik atau tabel (jika ada) yang menyertainya.

c) Istilah-istilah dalam bahasa asing atau bahasa daerah dalam teks ditulis dalam huruf miring (italic).

d) Tinjauan pustaka (literature review) tidak dicantumkan sebagai bagian dari struktur artikel. Dengan

demikian pengutipan pustaka yang dianggap penting dapat dipadukan dalam bab pendahuluan (Intro-

duction) atau dalam pembahasan. Pengutip-an pustaka dalam pembahasan seperlunya saja dan yang

lebih diutamakan adalah pembahasan terhadap hasil analisis data yang ditemukan sendiri.

e) Artikel ilmiah dari skripsi, tesis dan disertasi mahasiswa yang akan dimuat di jurnal ilmiah harus ada

lembar penilaian manuskrip oleh penguji (berfungsi sebagai mitra bebestari jurnal), surat keterangan

penerimaan manuskrip untuk publikasi dari dewan penyunting jurnal yang dilampirkan pada manuskrip

dan pernyataan pengalihan hak cipta.

Struktur Artikel Ilmiah

Secara umum struktur artikel ilmiah hasil penelitian dan artikel ilmiah non penelitian relatif sama. Pada

artikel non penelitian tidak ada bagian metode. Struktur artikel ilmiah hasil penelitian terdiri atas 10 bagian

utama yaitu: (1) judul (2) baris kepemilikan; (3) abstrak; (4) kata kunci; (5) pendahuluan; (6) metode; (7) hasil

dan pembahasan; (8) simpulan; (9) ucapan terimakasih dan (10) daftar pustaka. Adapun struktur artikel ilmiah

non penelitian terbagi menjadi 9 bagian utama yaitu: (1) judul; (2) baris kepemilikan; (3) abstrak; (4) kata kunci;

(5) pendahuluan; (6) pembahasan; (7) simpulan; (8) ucapan terimakasih dan (9) daftar pustaka. Masing-masing

bagian diberikan penjelasan sebagai berikut.

a) Judul

1) Judul hendaknya ringkas dan informatif, dengan jumlah kata tidak lebih dari 12, sudah termasuk kata

penghubung. Agar judul dapat dibuat singkat dan ringkas dalam 12 kata, hindari kata penghubung dan

penyebutan obyek, tempat atau bahan penelitian yang sangat terperinci.

2) Judul mengandung kata-kata kunci dari topik yang diteliti.

3) Jenis huruf Times New Roman 14, dengan jarak baris satu spasi.

4) Judul dalam Bahasa Indonesia atau Bahasa Inggeris, sesuai dengan bahasa yang dipergunakan dalam

manuskrip.

5) Hindari penggunaan singkatan, rumus dan rujukan.

b) Baris kepemilikan (authorship lines)

1) Baris kepemilikan terdiri atas dua bagian, yaitu nama-nama penulis dan afiliasi kelembagaan penulis.

2) Afiliasi kelembagaan mahasiswa mengikuti tempat dimana yang bersangkutan belajar.

3) Nama-nama penulis hendaknya hanya orang yang benar-benar berpartisipasi dalam perencanaan,

pelaksanaan, analisis hasil, pembahasan, dan penulisan laporan.

4) Jabatan akademik/fungsional atau gelar kesarjanaan tidak perlu dicantumkan.

Page 80: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

5) Nama lembaga dicantumkan secara lengkap sampai dengan nama negara, ditulis di bawah nama penu-

lis beserta alamat pos, email dan faksimili (kalau ada) untuk keperluan korespondensi.

6) Jika penulis lebih dari satu orang dan berasal dari kelembagaan berbeda, maka semua alamat dicantum-

kan dengan memberikan tanda superskrip huruf kecil mulai dari a pada belakang nama penulis secara

berurutan.

7) Nama penulis korespondensi diberi tanda bintang (*).

c) Abstrak

1) Abstrak ditulis secara ringkas dan faktual, meliputi tujuan penelitian, metode penelitian, hasil dan sim-

pulan.

2) Abstrak ditulis dalam satu paragraf; ditulis dalam dua bahasa (Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggeris);

panjang abstrak berkisar antara 150 - 200 kata.

3) Hindari perujukan dan penggunaan singkatan yang tidak umum.

d) Kata Kunci

1) Kata kunci terdiri atas 3 sampai 5 kata dan/atau kelompok kata.

2) Ditulis sesuai urutan abjad

3) Antara kata kunci dipisahkan oleh titik koma (;).

4) Hindari banyak kata penghubung (dan, dengan, yang dan lain-lain).

e) Pendahuluan

1) Hindari sub-sub di dalam pendahuluan.

2) Pendahuluan hendaknya mengandung latar belakang masalah, permasalahan dan tujuan penelitian.

3) Persentase panjang halaman pendahuluan antara 10-15% dari panjang keseluruhan sebuah manuskrip.

4) Rujukan ditunjukkan dengan menuliskan nama keluarga/nama belakang penulis dan tahun terbitan,

tanpa nomor halaman. Landasan teori ditampilkan dalam kalimat-kalimat lengkap, ringkas, serta

benar-benar relevan dengan tujuan penulisan artikel ilmiah.

f) Metode Penelitian

1) Informasikan secara ringkas mengenai materi dan metode yang digunakan dalam penelitian, meliputi

subyek/bahan yang diteliti, alat yang digunakan, rancangan percobaan atau desain yang digunakan,

teknik pengambilan sampel, variabel yang akan diukur, teknik pengambilan data, analisis dan model

statistik yang digunakan.

2) Hindari penulisan rumus-rumus statistik secara berlebihan.

3) Jika menggunakan metode yang sudah banyak dikenal, sebutkan nama metodenya saja. Jika diperlu-

kan, sebutkan sumber rujukan yang digunakan sebagai acuan.

4) Untuk penelitian kualitatif, metode penelitian dapat menyesuaikan.

g) Hasil dan Pembahasan

1) Format hasil penelitian dan pembahasan tidak dipisahkan, mengingat jumlah halaman yang tersedia

bagi penulis terbatas.

2) Hasil penelitian dapat disajikan dengan dukungan tabel, grafik atau gambar sesuai kebutuhan, untuk

memperjelas penyajian hasil secara verbal.

3) Judul tabel dan grafik atau keterangan gambar disusun dalam bentuk frase (bukan kalimat) secara

ringkas.

4) Keterangan gambar/grafik diletakkan di bawah gambar/grafik tersebut, sedangkan judul tabel diletak-

kan di atasnya. Judul diawali dengan huruf kapital. Contoh dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Page 81: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Grafik 1. Pertumbuhan kumulatif tiga spesies jangkrik lokal pada perlakuan pakan yang berbeda

Gambar 4. Profil jangkrik Jantan (kiri) dan betina (kanan) pada fase instar (Sumber: Hasegawa dan Kubo, 1996).

Tabel 1. Hasil Pengukuran Pertambahan Bobot Badan, Bobot Kokon Utuh, dan Bobot Kokon Kosong.

Peubah Tk.Ketuaan DaunFrekuensi Pemberian

Pakan RataanB1 B2 B3

Pertambahan bobot badan (gr/ekor/

minggu)

A1 0,602 0,610 0,612 0,613a

A2 0,616 0,630 0,662 0,650b

A3 0,654 0,672 0,706 0,677c

Rataan 0,624d 0,643d 0,673e

Keterangan: Superskrip huruf kecil yang berbeda pada baris/kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf 5%.

Gambar 1. Contoh keterangan tabel dan gambar/grafik.

5) Jangan mengulang menulis angka-angka yang telah tercantum dalam tabel di dalam teks pembahasan.

Jika akan menekankan hasil yang diperoleh sebaiknya sajikan dalam bentuk lain, misalnya persentase

atau selisih. Untuk menunjukkan angka yang dimaksud, rujuk saja tabel yang memuat angka tersebut.

6) Pada umumnya jurnal internasional tidak menginginkan bahasa statistik (seperti: significantly different,

treatment, dll) ditulis dalam pembahasan. Hindari copy dan paste tabel hasil analisis statistik langsung

dari software pengolah data statistik.

7) Materi pembahasan terutama mengupas apakah hasil yang didapat sesuai dengan hipotesis atau tidak,

dan kemukakan argumentasinya.

8) Pengutipan rujukan dalam pembahasan jangan terlalu panjang (bila perlu dihindari).

Page 82: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

9) Sitasi hasil penelitian atau pendapat orang lain hendaknya disarikan dan dituliskan dalam kalimat send-

iri (tidak menggunakan kalimat yang persis sama).

10) Kumpulan penelitian sejenis dapat dirujuk secara berkelompok.

h) Simpulan

1) Simpulan hendaknya merupakan jawaban atas pertanyaan penelitian, dan diungkapkan bukan dalam

kalimat statistik.

2) Ditulis sepanjang satu paragraf dalam bentuk esai, tidak dalam bentuk numerical.

i) Ucapan Terimakasih

1) Ucapan terimakasih umumnya ditempatkan setelah simpulan.

2) Berisi ucapan terimakasih kepada lembaga pemberi dana, dan atau individu yang telah membantu

dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan manuskrip.

j) Daftar Pustaka

Ketentuan umum penulisan daftar pustaka:

1) Rujukan yang dicantumkan dalam daftar pustaka hanyalah rujukan yang benar-benar dikutip dalam

manuskrip.

2) Untuk artikel hasil penelitian, daftar pustaka dirujuk dari sekitar 10-15 artikel jurnal ilmiah. Sedangkan

artikel non penelitian sekurang-kurangnya telah merujuk 15 artikel ilmiah.

3) Kemutakhiran jurnal ilmiah yang dirujuk harus diperhatikan, sekurang-kurangnya merupakan hasil

publikasi yang relevan dalam 10 tahun terakhir.

4) Daftar pustaka disusun secara alfabetis berdasarkan urutan abjad nama penulis.

5) Ketentuan nama penulis: nama yang ditampilkan adalah nama akhir (nama keluarga) penulis diikuti

dengan singkatan nama awal (dan tengah jika ada). Jika penulisnya lebih dari satu orang, maka cara

penulisannya sama.

6) Penulisan judul rujukan diawali dengan huruf kapital hanya pada awal kalimat.

7) Setiap penulisan nama, tahun, judul artikel dan seterusnya diakhiri dengan titik (.) sebelum dilanjutkan

kata berikutnya. Khusus penulisan volume (nomor) jurnal diberi tanda titik dua (:) tanpa jarak spasi.

Contoh-contoh penulisan dapat dilihat pada penjelasan setiap jenis pustaka yang layak dirujuk.

Ketentuan penulisan rujukan berdasarkan jenis rujukan:

1) Apabila sumber pustaka berupa artikel dalam jurnal ilmiah, ditulis mengikuti urutan: nama pe-nulis. tahun. judul artikel. nama jurnal. volume(nomor): halaman (Nama jurnal diketik miring).

Contoh:

Rahmathulla, V.K., Das P., Ramesh, M. & Rajan, R.K. 2007. Growth rate pattern and economic traits of silkworm Bombyx mori, L under the influence of folic acid administration. J. Appl. Sci. Envi-ron. Manage. 11(4): 81-84

Wiryawan, K.G., Luvianti, S., Hermana, W, & Suharti, S. 2007. Peningkatan performa ayam broiler dengan suplementasi daun salam (Syzygium polyantum ) sebagai antibakteri Escherichia coli. J. Media Peternakan. 30(1): 55-62

2) Apabila sumber pustaka berupa buku teks, ditulis mengikuti urutan: nama penulis. tahun. judul buku. volume (jika ada). edisi (jika ada). kota penerbit: nama penerbit (Judul buku dicetak miring).

Contoh:

Arikunto, S. 2002. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Page 83: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Sangat, H.M., Zuhud, E.A.M. & Damayanti, E.K. 2000. Kamus penyakit dan tumbuhan obat (Etnofito-medika). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

3) Apabila sumber pustaka berupa buku terjemahan ditulis mengikuti urutan: nama penulis asli. ta-hun buku terjemahan. judul buku terjemahan. volume (jika ada). edisi (jika ada). terjemahan. kota penerbit: nama penerbit (Judul buku di cetak miring).

Contoh:

Robinson, T. 1995. Kandungan organik tumbuhan tinggi. Edisi 6. Terjemahan K. Padmawinata. Bandung: ITB Press

Steel, R.G.D. & Torrie, J.H. 1991. Prinsip dan prosedur statistika. Suatu pendekatan biometrik. Terje-mahan B. Sumantri. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

4) Apabila sumber pustaka berupa artikel dalam buku kumpulan artikel ditulis mengikuti urutan: nama penulis artikel. judul artikel. dalam: nama editor jika ada diikuti Ed (jika tunggal) atau Eds (jika lebih dari satu) dalam tanda kurung. tahun.judul buku. volume (jika ada). edisi (jika ada). kota penerbit: nama penerbit (Judul buku dicetak miring).

Contoh:

Ancok, D. Validitas dan reliabilitas instrumen penelitian. dalam: Singarimbun M dan Efendi (Eds). 1999. Metode penelitian survey. Jakarta: LP3ES

Linz, J & Stephan, A. Some thought on decentralization, devolution and the many varieties of federal arrangements. In: Jhosua K (Ed). 2001. Crafting Indonesian Democracy. Bandung: Penerbit Mizan

5) Apabila sumber pustaka berupa artikel dalam prosiding ditulis mengikuti urutan: nama penulis. tahun. judul naskah seminar. judul prosiding. tempat penyelenggaraan seminar. waktu penyeleng-garaan (Judul artikel dicetak miring).

Contoh:

Rahayu, E.S. 2001. Potensi alelopati lima kultivar padi terhadap gulma pesaingnya. Prosiding Konfe-rensi Nasional XV Himpunan Ilmu Gulma Indonesia (Buku 1). Surakarta 17-19 Juli 2001

6) Apabila sumber pustaka berupa karya ilmiah yang tidak dipublikasikan (misal: skripsi, tesis, disertasi dan laporan penelitian), ditulis mengikuti urutan: nama penulis. tahun. judul laporan pe-nelitian. nama proyek penelitian. kota penerbit: instansi penerbit/lembaga (Tulisan skripsi/tesis/disertasi/laporan penelitian dicetak miring).

Contoh:

Kasip, L.M. 2000. Pembentukan galur baru ulat sutera (Bombyx mori L) melalui persilangan ulat sutera bivoltine dan polyvoltine. Disertasi. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

Aritonang, M.W. 2004. Kajian penyakit ayam broiler pada kandang close house. Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

7) Apabila sumber pustaka berupa artikel dalam surat kabar/majalah umum, ditulis mengikuti urutan: nama penulis. tahun. judul artikel. nama surat kabar/majalah. kota, tanggal terbit dan hala-man (Judul artikel dicetak miring).

Page 84: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

Contoh:

Syamsuddin, A. 2008. Penemuan hukum ataukah perilaku chaos? Kompas. Jakarta. 4 Januari. Hlm.16

Kukuh, A. 2008. Obsesi pendidikan gratis di Semarang. Suara Merdeka. Semarang 5 Maret. Hlm. L

8) Apabila sumber pustaka berupa artikel jurnal online, ditulis dengan urutan: nama penulis. tahun. judul artikel. nama jurnal. volume(nomor): halaman (Nama jurnal dicetak miring).

Contoh:

Ernada, S.E. 2005. Challenges to the modern concept of human rights. J. Sosial-Politika. 6(11): 1-12

Suparta, O., Sudradjat dan Sasmit, T. 2002. Pengaruh perlakuan kepadatan ulat sutera terhadap produksi dan mutu kokon di Tabing, Kabupaten Solok Sumatera Barat. Buletin Penelitian Ke-hutanan. 18(1) : 70-81

9) Apabila sumber pustaka berupa artikel online (internet) tanpa tempat terbit dan penerbit, ditulis mengikuti urutan: nama penulis. tahun. judul artikel. Diunduh di alamat website tanggal (Judul artikel dicetak miring).

Contoh:

Rusdiyanto, E. 2001. Peranan tanaman dalam mengurangi Pb dari emisi gas buang kendaraan ber-motor di Jakarta. Diunduh di http://www.ut.ac.id/olsupp/FMIPA/LING1112/Peranan-tan-htm tanggal 2 Juli 2002

Levy, M. 2000. Environmental scarcity and violent conflict: a debate. Diunduh di http://wwics.si.edu/organiza/affil/WWICS/PROGRAMS/DIS/ECS/report2 /debate.htm tanggal 4 Juli 2002

Page 85: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

UCAPAN TERIMA KASIH KEPADA MITRA BEBESTARI

Kami mengucapkan terima kasih kepada para mitra bebestari yang telah memberikan sumbangan pemikirannya di dalam menelaah substansi isi artikel sehingga penerbitan Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan (LIK) ini dapat mempublikasikan naskah-naskah terpilih. Adapun daftar mitra bebestari yang terlibat di dalam penelaahan isi substansi artikel adalah sebagai berikut:

Prof. Dr. Endang Fauziati, M. Hum. (Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia)

Hormat kami,Ketua Editor

Ahmad Sofwan

Page 86: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated
Page 87: Volume 44, Nomor 2, September 2015 LEMBARAN ILMU …lib.unnes.ac.id/23581/1/LIK_44.2.2015.pdf · 2016-07-13 · Keefektifan Pembelajaran Bervisi SETS Melalui Praktikum ... indicated

FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL LEMBARAN ILMU KEPENDIDIKAN (LIK)

Mohon dicatat sebagai pelanggan Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan (LIK)Nama :Alamat :

No. Telp :Email :Berlangganan mulai Nomor ...... Tahun .......Selama......TahunHarga Langganan1 Tahun = 2 Tahun = Biaya berlangganan saya kirimlewat rekeninga/nBankNo. Rek.:

...........................,..............................

(......................................)

FORMULIR BERLANGGANAN JURNAL LEMBARAN ILMU KEPENDIDIKAN (LIK)

Mohon dicatat sebagai pelanggan Jurnal Lembaran Ilmu Kependidikan (LIK)Nama :Alamat :

No. Telp :Email :Berlangganan mulai Nomor ...... Tahun .......Selama......TahunHarga Langganan1 Tahun = 2 Tahun = Biaya berlangganan saya kirimlewat rekeninga/nBankNo. Rek.:

...........................,..............................

(......................................)