van 1

31
Pada beberapa anak, demam dapat menimbulkan kejang. Kejang demam terjadi pada 2-5% anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang merupakan hal yang menakutkan tetapi biasanya tidak membahayakan. Informasi dari brosur ini akan membantu anda untuk mengerti kejang demam dan apa yang terjadi jika hal ini terjadi pada anak anda. Apakah kejang demam? Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit. Kejang demam jarang terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang karena sebab lain (kejang yang tidak disebabkan oleh demam) akan berlangsung lebih lama, dapat terjadi pada salah satu bagian tubuh saja dan dapat terjadi berulang. Apa yang harus saya lakukan jika anak saya mengalami kejang demam? Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak untuk mencegah luka. Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda yang keras atau tajam Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah dapat mengalir keluar dari mulut Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan lidahnya sendiri. Hubungi dokter anak anda Apakah anak saya akan mengalami kejang lagi? Kejang demam tampaknya timbul secara familial. Risiko terjadinya kejang pada episode demam yang lain tergantung dari usia anak anda. Anak yang berumur kurang dari 1 tahun pada

description

van 1

Transcript of van 1

Page 1: van 1

Pada beberapa anak, demam dapat menimbulkan kejang. Kejang demam terjadi pada 2-5% anak antara usia 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang merupakan hal yang menakutkan tetapi biasanya tidak membahayakan. Informasi dari brosur ini akan membantu anda untuk mengerti kejang demam dan apa yang terjadi jika hal ini terjadi pada anak anda.

Apakah kejang demam?

Kejang demam biasanya terjadi pada awal demam. Anak akan terlihat aneh untuk beberapa saat, kemudian kaku, kelojotan  dan memutar matanya. Anak tidak responsif untuk beberapa waktu, napas akan terganggu, dan kulit akan tampak lebih gelap dari biasanya. Setelah kejang, anak akan segera normal kembali. Kejang biasanya berakhir kurang dari 1 menit, tetapi walaupun jarang dapat terjadi selama lebih dari 15 menit.

Kejang demam jarang terjadi lebih dari 1 kali dalam 24 jam. Kejang karena sebab lain (kejang yang tidak disebabkan oleh demam) akan berlangsung lebih lama, dapat terjadi pada salah satu bagian tubuh saja dan dapat terjadi berulang.

Apa yang harus saya lakukan jika anak saya mengalami kejang demam?

Jika anak anda mengalami kejang demam, cepat bertindak untuk mencegah luka.

Letakkan anak anda di lantai atau tempat tidur dan jauhkan dari benda yang keras atau tajam

Palingkan kepala ke salah satu sisi sehingga saliva (ludah) atau muntah dapat mengalir keluar dari mulut

Jangan menaruh apapun di mulut pasien. Anak anda tidak akan menelan lidahnya sendiri.

Hubungi dokter anak anda

 Apakah anak saya akan mengalami kejang lagi?

Kejang demam tampaknya timbul secara familial. Risiko terjadinya kejang pada episode demam yang lain tergantung dari usia anak anda. Anak yang berumur kurang dari 1 tahun pada saat kejang pertama memiliki risiko 50% untuk mengalami kejang demam lagi. Anak yang berusia lebih dari 1 tahun pada saat kejang pertama hanya memiliki risiko 30% untuk mengalami kejang demam lagi.

Akankah anak saya menderita epilepsi?

Epilepsi diartikan sebagai kejang berulang dan multipel. Kejang epilepsi tidak disebabkan oleh demam. Anak dengan riwayat kejang demam mempunyai risiko sedikit lebih tinggi menderita epilepsi pada usia 7 tahun dibandingkan dengan anak yang tidak pernah mengalami kejang demam.

Apakah kejang demam membahayakan?

Kejang demam mungkin menakutkan tetapi tidak membahayakan untuk anak anda. Kejang demam tidak menyebabkan kerusakan otak, masalah sistem saraf, kelumpuhan, retardasi mental atau kematian.

Page 2: van 1

Bagaimana menangani kejang demam?

Jika anak anda mengalami kejang demam, hubungi segera dokter anak anda. Dokter anda akan segera memeriksa anak anda untuk menentukan penyebab demamnya. Lebih penting untuk mencari penyebab demam dan mengobatinya dibandingkan kejangnya sendiri. Pengambilan cairan otak mungkin dilakukan untuk memastikan anak anda tidak mengalami infeksi serius seperti meningitis, terutama pada anak yang berusia kurang dari 1 tahun.

Secara umum, dokter tidak akan menyarankan untuk mengobati kejang demam sederhana dengan obat-obat preventif (pencegah). Akan tetapi hal ini tetap harus didiskusikan dengan dokter anak anda. Jika terjadi kejang lama atau kejang berulang, pengobatan mungkin akan berbeda.

Obat pereda demam seperti acetaminophen dan ibuprofen dapat menolong menurunkan demam, tetapi tidak mencegah kejang demam. Dokter anak anda akan memberitahu anda mengenai cara terbaik mengatasi demam anak anda.

Jika anak anda mengalami kejang demam, jangan takut akan hal yang buruk. Kejang ini tidak membahayakan anak anda dan tidak mengganggu kesehatan jangka panjang. Jika anda tertarik dengan masalah ini atau hal-hal yang berhubungan dengan kesehatan anak, bicarakan dengan dokter anak anda.

Gangguan Kejang

September 15, 2008 by nirwanatjeh

 

PatofisiologiKejang adalah perubahan fungsi otak mendadak dan sementara sebagai akibat dari aktifitas neuronal yang abnormal dan sebagai pelepasan listrik serebral yang berlebihan. Aktivitas ini bersifat dapat parsial atau vokal, berasal dari daerah spesifik korteks serebri, atau umum, melibatkan kedua hemisfer otak. Manifestasi jenis ini bervariasi, tergantung bagian otak yang terkena.            Penyebab kejang mencakup factor-faktor perinatal, malformasi otak congenital, factor

genetic, penyakit infeksi (ensefalitis, meningitis), penyakit demam, gangguan metabilisme,

trauma, neoplasma, toksin, gangguan sirkulasi, dan penyakit degeneratif susunan saraf.

Kejang disebut idiopatik bila tidak dapat ditemukan penyebabnya.

            Epilepsi adalah gangguan yang ditandai dengan kejang yang kronik, kejang yang

terutama berasal dari serebri menunjukkan disfungsi otak yang mendasarinya. Epilepsy

sendiri bukan suatu penyakit.

 

 Insidens

Page 3: van 1

Sedikitnya kejang terjadi sebanyak 3% sampai 5% dari semua anak-anak sampai usia 5 tahun, kebanyakan terjadi karena demam. Jenis KejangA. Kejang Parsial Kejang Parsial Sederhana1.      Kesadaran tidak terganggu; dapat mencakup satu atau lebih hal berikut ini:

Tanda-tanda motoris→kedutaan  pada wajah. Tangan, atau salah satu sisi tubuh : umumnya gerakan kejang yang sama.

Tanda atau gejala otonomik→muntah   berkeringan, muka merah, dilatasi pupil.Gejala somatosensoris atau sensoris khusus→-mendengar musik, merasa seakan jatuh

dari udara, parestesia.Gejala psikik→dejavu, rasa takut, sisi panoramic.

 Kejang parsial komplesk1.      Terdapat gangguan kesadaran. Walaupun pada awalnya sebagai kejang parsial simpleks.2.      Dapat mencakup otomatisme atau gerakan aromatic—mengecapkan  bibir, mengunyah,

gerakan mencongkel yang berulang-ulang pada tangan dan gerakan tangan lainnya.3.      Dapat tanpa otomatisme—tatapan terpaku.  

B. Kejang Umum (Konvulsif atau Non-Konvulsif)Kejang Absens1.      Gangguan kewaspadaan dan responsivitas.2.      Ditandai dengan tatapan terpaku yang umumnya berlangsung kurang dari 15 detik.3.      Awitan dan khiran cepat, setelah itu kembali waspada dan berkonsentrasi penuh.4.      Umumnya dimulai pada usia antara 4 dan 14 tahun dan sering sembuh dengan sendirinya

pada usia 18 tahun. Kejang MioklonikKedutaan-kedutaan involunter pada otot atau sekelompok otot yang terjadi mendadak Kejang Mioklonik→Lanjutan1.      Sering terlihat pada orang sehat selama tidur, tetapi bila patologik, berupa kedutaan-

kedutaan sinkron dari leher, bahu, lengan atas dan kaki.2.      Umumnya berlangusung kurang dari 15 detik dan terjadi didalam kelompok.3.      Kehilangan kesadaran hanya sesaat Kejang Tonik-Klonik1.      Diawali dengan hilangnya kesadaran dan saat tonik, kaku umum pada otot ektremitas,

batang tubuh, dan wajah, yang langsung kurang dari 1 menit.2.      Dapat disertai dengan hilangnya kontrol kandung kebih dan usus.3.      Tidak adan respirasi dan sianosis4.      Saat tonik diikuti dengan gerakan klonik pada ekstremitas atas dan bawah. 5.      letargi, konfusi, dan tidur dalam fase postical Kejang Atonik

Page 4: van 1

1.      Hilangnya tonus secara mendadak sehingga dapat menyebabkan kelopak mata turun, kepala menunduk atau jatuh ketanah.

2.      Singkat, dan terjadi tampa peringatan. Status Epileptikus1.      Biasanya. Kejang tonik-klonik umum yang terjadi berulang.2.      Anak tidak sadar kembali diantara kejang.3.      Potensial untuk depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia4.      memerlukan pengobatan medis darurat dengan segera.     Manifestasi KlinikLihat kotak menifestasi klinis Komplikasi1.         Pnemonia aspirasi2.         Asfiksia3.         Retardasi mental Uji Laboratorium dan Diagnostik1.         Elektroensefalogram (EEG) →dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan focus dan

kejang.1.1.    Diagnosis epilepsy tidak hanya tergantung pada temuan EEG yang abnormal1.2.    Tidur lebih disukai selama EEG, meskipun sedasi dengan pemantauan mungkin

dindakasikan2.         Pemindaian CT→menggunakan kajian sinar-X yang masih lebih sensitive dan biasanya

untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.3.         MRI ( Magnetic Resonance imaging) →menghasilkan bayangan dengan lapangan

magnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah-daerah otak (regio fossa posterior dan regio sella) yang tidak terlihat jelas apabila menggunakan pemindaian CT.

4.         PET (Pemindaian positron emission temography)→untuk mengevaluasi kejang yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolic, atau aliran darah dalam otak (mencakup suntikan radioisotop secara IV).

5.         Potensial yang membangkitkan→digunakan untuk menentukan integritas jalur sensoris dalam otak (respons yang tidak ada atau tertunda atau mengindikasikan keadaan yang patologik).

6.         Uji laboratorium→ berdasarkan riwayat anak dan hasil pemeriksaan.6.1.    Punksi lumbal untuk menganalisis cairan serebrospinal→terutama dipakai untuk

menyingkirkan kemungkinan infeksi.6.2.    Hitung daerah lengkap→untuk menyingkirkan infeksi sebagai penyebab; dan pada

kasus yang diduga disebabkan trauma, dapat mengevaluasi haematokit dan jumlah trombosit.

6.3.    Panel elektrolit→serum elektrolit, Ca total, dan magnesium serum seringkali diperiksa pada saat pertama kali terjadi kejang, dan pada anak yang berusia kurang dari 3 bulan, dengan penyebab elektrolit dan metabolic lebih lazim ditemuai (uji

Page 5: van 1

glukosa darah dapat bermamfaat pada bayi atau anak kecil dengan kejang yang berkepanjangan untuk menyingkirkan kemungkinan hipoglikemia).

6.4.    Skrining toksisk dari serum dan urin→digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan keracunan.

6.5.    Pemantauan kadar obat antiepileptik→digunakan pada fase awal penatalaksanaan dan jika kepatuhan pasien diragukan.

Penatalaksanaan MedisTerapi obat antiepileptik adalah dasar penatalaksanaan medis. Terapi obat tunggal

adalah terapi yang paling disukai, dengan tujuan menyeimbang kontrol kejang dan efek samping yang merugikan. Obat dasar didasarkan pada jenis kejang, sindromepileptik, dan variable pasien. Mungkin diperlukan kombinasi obat agar kejang dapat dikendalikan. Pengendalian penuh hanya didapat pada 50 % sampai 75 % anak epilepsy.            Mekanisme kerja obat-obat antiepileptik bersifat kompleks dan jelas sepenuhnya. Obat antikonvulsan dapat mengurangi letupan neural, membantu aktifitas asam amino penghambat, atau mengurangi letupan lambat dari neuron thalamus. Berikut ini terdapat antikonvulsan yang umum dipakai:1.            Fenobarbital—indikasi kejang mioklonik. Kejang tonik-klonik, status epileptikus;

kadar terapeutik: 15-40 mcg/ml2.            Fenitoin (Dilantin) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik, status epileptikus;

kadar terapeutik 10-20mcg/ml3.            Karbamazepin (Tegretol) →indikasi: kejang parsial, kejang tonik-klonik; kadar

tapeuretik: 4-12 mcg/ml4.            Asam valproat (Depakane)—indikasi: kejang absens atipik, kejang mioklonik, kejang

tonik-klonik, kejang atonik, dan terutama bermanfaat untuk gangguan kejang campuran; kadar terapeutik 40-100 mcg/ml

5.            Primodon (Mysoline)—indikasi: kadang-kadang dipakai untuk mengobati kejang tonik-klonik kadar terapeutik 4-12 mcg/ml.

6.            Etosuksimid (Zarontin)—indikasi: kejang absens.7.            Klonazepam (Klonopin)—indikasi: kejang absens, kejang tonik-klonik, spasme

infantile. Intervensi KeperawatanKejang1.            Lindungin anak dari cidera

1.1.    Jangan coba merestrein anak.1.2.    Jika anak berdiri atau duduk sehingga dapat kemungkinan jatuh, turunkan anak

tersebut agar tidak jatuh.1.3.    Jangan memasukkan benda apapun kedalam mulut anak.1.4.    Longgarkan pakaian bila ketat.1.5.    Cegah anak agar tidak terpukul benda tajam, lapisi setiap benda yang mungkin

terbentur olah anak dan singkirkan semua benda tajam dari darah tersebut.1.6.    Miringkan badan anak untuk menfasilitasi bersihan jalan napas dari secret.

 

Page 6: van 1

2.            Lakukan observasi secara teliti dan catat aktivitas kejang untuk membantu diagnosis atau pengkajian respons pengobatan.2.1.      Waktu awitan dan kejadian pemicu.2.2.      Aura (semacam peringatan akan terjadinya kejang).2.3.      Jenis kejang atau deskripsi gerakan motoris dan tingkat kesadaran.2.4.      Lamanya kejang.2.5.      Intervensi selama kejang (Pemberian obat atau tindakan keselamatan).2.6.      Fase Postical.2.7.      Tanda-tanda vital.

 Status Epileptikus1.            Stabilkan kepatenan jalan napas:.lakukan pengisapan bila perlu.2.            Beri tambahan oksigen 100 % melebihi masker.3.            Siapkan jalur IV untuk pemberian terapi anti konvulsan atau obat lain; pada pemberian

lorazepam, diazepam, fenitoin, atau fenobarbital, bersiaplah terhadap kemungkinan timbulnya depresi pernapasan dan penatalaksanaan jalan napas jika perlu.

4.            Pantau tanda-tanda vital. Perencanaan Pulang dan Perawatan di Rumah1.            Beri penjelasan mengenai kejang dan jelaskan jika ada pemahaman yang salah.2.            Tekankan pentingnya minum obat secara teratur dan pemeriksaan tidak lanjut pada

dokter untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan dan efek samping sekecil apapun.

3.            Tuliskan bagi keluarga langkah-langkah penatalaksanaan bila kejang timbul dan kapan keluarga harus meminta bantuan perawatan bila darurat.

4.            Beri pedoman antisipatif sehubungan dengan keamanan.4.1.    Sediakan gelang khusus yang menandakan kewaspadaan medis.4.2.    Keamanan air—berenang hanya kawalan ketat seseorang kompoten (mengetahui

tentang pertolongan penyelematan).4.3.    Hindari tempat-tempat tinggi yang tidak terlendungi.4.4.    Kemungkinan larangan menjalankan mesin-mesin tertentu, alat-alat panas, atau

mobil. 

5.            Bantu dalam proses pemahaman agar terbentuk konsep diri yang sehat.6.            Rujuk ke Yayasan Epilepsi Indonesia untuk mendapatkan keterangan dan dukungan.7.            Rujuk anak dan keluarga untuk dukungan dan konseling, bila perlu.

 Hasil yang diharapkan

1.      Anak bebas dari cidera fisik.2.      Aktivitas kejang dapat dicegah atau dikendalikan.3.      Anak memiliki harga diri dan citra diri positif yang meningkatkan kesejahteraan.

IMUNISASI DEFINISIImunisasi adalah pemberian vaksin untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu. Vaksin adalah suatu obat yang diberikan untuk membantu mencegah suatu penyakit. Vaksin membantu tubuh untuk menghasilkan antibodi. Antibodi ini berfungsi melindungi terhadap penyakit. Vaksin tidak hanya menjaga agar anak tetap sehat, tetapi juga membantu membasmi penyakit yang serius yang timbul pada masa kanak-kanak. Vaksin secara umum cukup aman. Keuntungan

Page 7: van 1

perlindungan yang diberikan vaksin jauh lebih besar daripada efek samping yang mungkin timbul. Dengan adanya vaksin maka banyak penyakit masa kanak-kanak yang serius, yang sekarang ini sudah jarang ditemukan.

BCGImunisasi BCG Vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan secara intrakutan pada lengan atas, untuk bayi berumur kurang dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,05 mL dan untuk anak berumur lebih dari 1 tahun diberikan sebanyak 0,1 mL. Vaksin ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan, sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Kontraindikasi untuk vaksinasi BCG adalah penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita leukemia, penderita yang menjalani pengobatan steroid jangka panjang, penderita infeksi HIV). Reaksi yang mungkin terjadi:Reaksi lokal : 1-2 minggu setelah penyuntikan, pada tempat penyuntikan timbul kemerahan dan benjolan kecil yang teraba keras. Kemudian benjolan ini berubah menjadi pustula (gelembung berisi nanah), lalu pecah dan membentuk luka terbuka (ulkus). Luka ini akhirnya sembuh secara spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.Reaksi regional : pembesaran kelenjar getah bening ketiak atau leher, tanpa disertai nyeri tekan maupun demam, yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah:Pembentukan abses (penimbunan nanah) di tempat penyuntikan karena penyuntikan yang terlalu dalam. Abses ini akan menghilang secara spontan. Untuk mempercepat penyembuhan, bila abses telah matang, sebaiknya dilakukan aspirasi (pengisapan abses dengan menggunakan jarum) dan bukan disayat.Limfadenitis supurativa, terjadi jika penyuntikan dilakukan terlalu dalam atau dosisnya terlalu tinggi. Keadaan ini akan membaik dalam waktu 2-6 bulan.

DPTImunisasi DPT Imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri, pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis (batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang Vaksin DPT adalah vaksin 3-in-1 yang bisa diberikan kepada anak yang berumur kurang dari 7 tahun. Biasanya vaksin DPT terdapat dalam bentuk suntikan, yang disuntikkan pada otot lengan atau paha. Imunisasi DPT diberikan sebanyak 3 kali, yaitu pada saat anak berumur 2 bulan (DPT I), 3 bulan (DPT II) dan 4 bulan (DPT III); selang waktu tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulang diberikan 1 tahun setelah DPT III dan pada usia prasekolah (5-6 tahun). Jika anak mengalami reaksi alergi terhadap vaksin pertusis, maka sebaiknya diberikan DT, bukan DPT. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi awal, sebaiknya diberikan booster vaksin Td pada usia 14-16 tahun kemudian setiap 10 tahun (karena vaksin hanya memberikan perlindungan selama 10 tahun, setelah 10 tahun perlu diberikan booster). Hampir 85% anak yang mendapatkan minimal 3 kali suntikan yang mengandung vaksin difteri, akan memperoleh perlindungan terhadap difteri selama 10 tahun. DPT sering menyebakan efek samping yang ringan, seperti demam ringan atau nyeri di tempat penyuntikan selama beberapa hari. Efek samping tersebut terjadi karena adanya komponen pertusis di dalam vaksin. Pada kurang dari 1% penyuntikan, DTP menyebabkan komplikasi berikut: - demam tinggi (lebih dari 40,5° Celsius) - kejang - kejang demam (resiko lebih tinggi pada anak yang sebelumnya pernah mengalami kejang atau terdapat riwayat kejang dalam keluarganya) - syok (kebiruan, pucat, lemah, tidak memberikan respon). Jika anak sedang menderita sakit yang lebih serius dari pada flu ringan, imunisasi DPT bisa ditunda sampai anak sehat. Jika anak pernah mengalami kejang, penyakit otak atau perkembangannya abnormal, penyuntikan DPT sering ditunda sampai kondisinya membaik atau kejangnya bisa dikendalikan. 1-2 hari setelah mendapatkan suntikan DPT, mungkin akan terjadi demam ringan, nyeri, kemerahan atau pembengkakan di tempat penyuntikan. Untuk mengatasi nyeri dan menurunkan demam, bisa diberikan asetaminofen (atau ibuprofen). Untuk mengurangi nyeri di tempat penyuntikan juga bisa dilakukan kompres hangat atau lebih sering menggerak-gerakkan lengan maupun tungkai yang bersangkutan. Imunisasi DT Imunisasi DT memberikan kekebalan aktif terhadap toksin yang dihasilkan oleh kuman penyebab difteri dan tetanus. Vaksin DT dibuat untuk keperluan khusus, misalnya pada anak yang tidak boleh atau tidak perlu menerima imunisasi pertusis, tetapi masih perlu menerima imunisasi difteri dan tetanus. Cara pemberian imunisasi dasar dan ulangan sama dengan imunisasi DPT. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha sebanyak 0,5 mL. Vaksin ini tidak boleh diberikan kepada anak yang sedang sakit berat atau menderita demam tinggi. Efek

Page 8: van 1

samping yang mungkin terjadi adalah demam ringan dan pembengkakan lokal di tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung selama 1-2 hari.

TTImunisasi TT Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus. Kepada ibu hamil, imunisasi TT diberikan sebanyak 2 kali, yaitu pada saat kehamilan berumur 7 bulan dan 8 bulan. Vaksin ini disuntikkan pada otot paha atau lengan sebanyak 0,5 mL. Efek samping dari tetanus toksoid adalah reaksi lokal pada tempat penyuntikan, yaitu berupa kemerahan, pembengkakan dan rasa nyeri.

POLIOImunisasi Polio Imunisasi polio memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit poliomielitis. Polio bisa menyebabkan nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa menyebabkan kematian. Terdapat 2 macam vaksin polio:IPV (Inactivated Polio Vaccine, Vaksin Salk), mengandung virus polio yang telah dimatikan dan diberikan melalui suntikanOPV (Oral Polio Vaccine, Vaksin Sabin), mengandung vaksin hidup yang telah dilemahkan dan diberikan dalam bentuk pil atau cairan. Bentuk trivalen (TOPV) efektif melawan semua bentuk polio, bentuk monovalen (MOPV) efektif melawan 1 jenis polio. Imunisasi dasar polio diberikan 4 kali (polio I,II, III, dan IV) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan 1 tahun setelah imunisasi polio IV, kemudian pada saat masuk SD (5-6 tahun) dan pada saat meninggalkan SD (12 tahun). Di Indonesia umumnya diberikan vaksin Sabin. Vaksin ini diberikan sebanyak 2 tetes (0,1 mL) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Kontra indikasi pemberian vaksin polio: - Diare berat - Gangguan kekebalan (karena obat imunosupresan, kemoterapi, kortikosteroid) - Kehamilan. Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang. Dosis pertama dan kedua diperlukan untuk menimbulkan respon kekebalan primer, sedangkan dosis ketiga dan keempat diperlukan untuk meningkatkan kekuatan antibobi sampai pada tingkat yang tertingiu. Setelah mendapatkan serangkaian imunisasi dasar, kepada orang dewasa tidak perlu dilakukan pemberian booster secara rutin, kecuali jika dia hendak bepergian ke daerah dimana polio masih banyak ditemukan. Kepada orang dewasa yang belum pernah mendapatkan imunisasi polio dan perlu menjalani imunisasi, sebaiknya hanya diberikan IPV. Kepada orang yang pernah mengalami reaksi alergi hebat (anafilaktik) setelah pemberian IPV, streptomisin, polimiksin B atau neomisin, tidak boleh diberikan IPV. Sebaiknya diberikan OPV. Kepada penderita gangguan sistem kekebalan (misalnya penderita AIDS, infeksi HIV, leukemia, kanker, limfoma), dianjurkan untuk diberikan IPV. IPV juga diberikan kepada orang yang sedang menjalani terapi penyinaran, terapi kanker, kortikosteroid atau obat imunosupresan lainnya. IPV bisa diberikan kepada anak yang menderita diare. Jika anak sedang menderita penyakit ringan atau berat, sebaiknya pelaksanaan imunisasi ditunda sampai mereka benar-benar pulih. IPV bisa menyebabkan nyeri dan kemerahan pada tempat penyuntikan, yang biasanya berlangsung hanya selama beberapa hari.

CAMPAKImunisasi Campak Imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulangi 6 bulan kemudian. Vaksin disuntikkan secara subkutan dalam sebanyak 0,5 mL. Kontra indikasi pemberian vaksin campak: - infeksi akut yang disertai demam lebih dari 38°Celsius - gangguan sistem kekebalan - pemakaian obat imunosupresan - alergi terhadap protein telur - hipersensitivitas terhadap kanamisin dan eritromisin - wanita hamil. Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, ruam kulit, diare, konjungtivitis dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang). Imunisasi MMR Imunisasi MMR memberi perlindungan terhadap campak, gondongan dan campak Jerman dan disuntikkan sebanyak 2 kali. Campak menyebabkan demam, ruam kulit, batuk, hidung meler dan mata berair. Campak juga menyebabkan infeksi telinga dan pneumonia. Campak juga bisa menyebabkan masalah yang lebih serius, seperti pembengkakan otak dan bahkan kematian. Gondongan menyebabkan demam, sakit kepala dan pembengkakan pada salah satu maupun kedua kelenjar liur utama yang disertai nyeri. Gondongan bisa menyebabkan meningitis (infeksi pada selaput otak dan korda spinalis) dan pembengkakan otak. Kadang gondongan juga menyebabkan pembengkakan pada buah zakar sehingga terjadi kemandulan. Campak Jerman (rubella) menyebabkan demam ringan, ruam kulit dan pembengkakan kelenjar getah bening leher. Rubella juga bisa menyebakban pembengkakan otak atau gangguan perdarahan. Jika seorang wanita hamil menderita rubella, bisa terjadi keguguran atau kelainan bawaan pada bayi yang dilahirkannya (buta atau tuli). Terdapat dugaan bahwa vaksin MMR bisa menyebabkan autisme, tetapi penelitian membuktikan bahwa tidak ada hubungan antara autisme dengan pemberian vaksin MMR. Vaksin MMR adalah vaksin 3-in-1 yang melindungi anak terhadap campak,

Page 9: van 1

gondongan dan campak Jerman. Vaksin tunggal untuk setiap komponen MMR hanya digunakan pada keadaan tertentu, misalnya jika dianggap perlu memberikan imunisasi kepada bayi yang berumur 9-12 bulan. Suntikan pertama diberikan pada saat anak berumur 12-15 bulan. Suntikan pertama mungkin tidak memberikan kekebalan seumur hidup yang adekuat, karena itu diberikan suntikan kedua pada saat anak berumur 4-6 tahun (sebelum masuk SD) atau pada saat anak berumur 11-13 tahun (sebelum masuk SMP). Imunisasi MMR juga diberikan kepada orang dewasa yang berumur 18 tahun atau lebih atau lahir sesudah tahun 1956 dan tidak yakin akan status imunisasinya atau baru menerima 1 kali suntikan MMR sebelum masuk SD. Dewasa yang lahir pada tahun 1956 atau sebelum tahun 1956, diduga telah memiliki kekebalan karena banyak dari mereka yang telah menderita penyakit tersebut pada masa kanak-kanak. Pada 90-98% orang yang menerimanya, suntikan MMR akan memberikan perlindungan seumur hidup terhadap campak, campak Jerman dan gondongan. Suntikan kedua diberikan untuk memberikan perlindungan adekuat yang tidak dapat dipenuhi oleh suntikan pertama. Efek samping yang mungkin ditimbulkan oleh masing-masing komponen vaksin:Komponen campak 1-2 minggu setelah menjalani imunisasi, mungkin akan timbul ruam kulit. Hal ini terjadi pada sekitar 5% anak-anak yang menerima suntikan MMR. Demam 39,5° Celsius atau lebih tanpa gejala lainnya bisa terjadi pada 5-15% anak yang menerima suntikan MMR. Demam ini biasanya muncul dalam waktu 1-2 minggu setelah disuntik dan berlangsung hanya selama 1-2 hari. Efek samping tersebut jarang terjadi pada suntikan MMR kedua.Komponen gondongan Pembengkakan ringan pada kelenjar di pipi dan dan dibawah rahang, berlangsung selama beberapa hari dan terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah menerima suntikan MMR.Komponen campak Jerman Pembengkakan kelenjar getah bening dan atau ruam kulit yang berlangsung selama 1-3 hari, timbul dalam waktu 1-2 mingu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini terjadi pada 14-15% anak yang mendapat suntikan MMR. Nyeri atau kekakuan sendi yang ringan selama beberapa hari, timbul dalam waktu 1-3 minggu setelah menerima suntikan MMR. Hal ini hanya ditemukan pada 1% anak-anak yang menerima suntikan MMR, tetapi terjadi pada 25% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Kadang nyeri/kekakuan sendi ini terus berlangsung selama beberapa bulan (hilang-timbul). Artritis (pembengkakan sendi disertai nyeri) berlangsung selama 1 minggu dan terjadi pada kurang dari 1% anak-anak tetapi ditemukan pada 10% orang dewasa yang menerima suntikan MMR. Jarang terjadi kerusakan sendi akibat artritis ini. Nyeri atau mati rasa pada tangan atau kaki selama beberapa hari lebih sering ditemukan pada orang dewasa. Meskipun jarang, setelah menerima suntikan MMR, anak-anak yang berumur dibawah 6 tahun bisa mengalami aktivitas kejang (misalnya kedutan). Hal ini biasanya terjadi dalam waktu 1-2 minggu setelah suntikan diberikan dan biasanya berhubungan dengan demam tinggi. Keuntungan dari vaksin MMR lebih besar jika dibandingkan dengan efek samping yang ditimbulkannya. Campak, gondongan dan campak Jerman merupakan penyakit yang bisa menimbulkan komplikasi yang sangat serius. Jika anak sakit, imunisasi sebaiknya ditunda sampai anak pulih.

MMRImunisasi MMR sebaiknya tidak diberikan kepada: - anak yang alergi terhadap telur, gelatin atau antibiotik neomisin - anak yang 3 bulan yang lalu menerima gamma globulin - anak yang mengalami gangguan kekebalan tubuh akibat kanker, leukemia, limfoma maupun akibat obat prednison, steroid, kemoterapi, terapi penyinaran atau obati imunosupresan. - wanita hamil atau wanita yang 3 bulan kemudian hamil.

HIBImunisasi Hib Imunisasi Hib membantu mencegah infeksi oleh Haemophilus influenza tipe b. Organisme ini bisa menyebabkan meningitis, pneumonia dan infeksi tenggorokan berat yang bisa menyebabkan anak tersedak. Vaksin Hib diberikan sebanyak 3 kali suntikan, biasanya pada saat anak berumur 2, 4 dan 6 bulan. Imunisasi Varisella Imunisasi varisella memberikan perlindungan terhadap cacar air. Cacar air ditandai dengan ruam kulit yang membentuk lepuhan, kemudian secara perlahan mengering dan membentuk keropeng yang akan mengelupas. Setiap anak yang berumur 12-18 bulan dan belum pernah menderita cacar air dianjurkan untuk menjalani imunisasi varisella. Anak-anak yang mendapatkan suntikan varisella sebelum berumur 13 tahun hanya memerlukan 1 dosis vaksin. Kepada anak-anak yang berumur 13 tahun atau lebih, yang belum pernah mendapatkan vaksinasi varisella dan belum pernah menderita cacar air, sebaiknya diberikan 2 dosis vaksin dengan selang waktu 4-8 minggu. Cacar air disebabkan oleh virus varicella-zoster dan sangat menular. Biasanya infeksi bersifat ringan dan tidak berakibat fatal; tetapi pada sejumlah kasus terjadi penyakit yang sangat serius sehingga penderitanya harus dirawat di rumah sakit dan beberapa diantaranya meninggal. Cacar air pada orang dewasa cenderung menimbulkan komplikasi yang lebih serius. Vaksin ini 90-100% efektif mencegah terjadinya cacar air. Terdapat sejumlah kecil orang yang menderita cacar air meskipun telah mendapatkan suntikan varisella; tetapi kasusnya biasanya ringan, hanya menimbulkan beberapa lepuhan (kasus yang komplit biasanya menimbulkan 250-500 lepuhan yang terasa gatal) dan

Page 10: van 1

masa pemulihannya biasanya lebih cepat. Vaksin varisella memberikan kekebalan jangka panjang, diperkirakan selama 10-20 tahun, mungkin juga seumur hidup. Efek samping dari vaksin varisella biasanya ringan, yaitu berupa: - demam - nyeri dan pembengkakan di tempat penyuntikan - ruam cacar air yang terlokalisir di tempat penyuntikan. Efek samping yang lebih berat adalah: - kejang demam, yang bisa terjadi dalam waktu 1-6 minggu setelah penyuntikan - pneumonia - reaksi alergi sejati (anafilaksis), yang bisa menyebabkan gangguan pernafasan, kaligata, bersin, denyut jantung yang cepat, pusing dan perubahan perilaku. Hal ini bisa terjadi dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam setelah suntikan dilakukan dan sangat jarang terjadi. - ensefalitis - penurunan koordinasi otot. Imunisasi varisella sebaiknya tidak diberikan kepada: - Wanita hamil atau wanita menyusui - Anak-anak atau orang dewasa yang memiliki sistem kekebalan yang lemah atau yang memiliki riwayat keluarga dengan kelainan imunosupresif bawaan - Anak-anak atau orang dewasa yang alergi terhadap antibiotik neomisin atau gelatin karena vaksin mengandung sejumlah kecil kedua bahan tersebut - Anak-anak atau orang dewasa yang menderita penyakit serius, kanker atau gangguan sistem kekebalan tubuh (misalnya AIDS) - Anak-anak atau orang dewasa yang sedang mengkonsumsi kortikosteroid - Setiap orang yang baru saja menjalani transfusi darah atau komponen darah lainnya - Anak-anak atau orang dewasa yang 3-6 bulan yang lalu menerima suntikan immunoglobulin. Imunisasi HBV Imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian. Dosis pertama diberikan segera setelah bayi lahir atau jika ibunya memiliki HBsAg negatif, bisa diberikan pada saat bayi berumur 2 bulan. Imunisasi dasar diberikan sebanyak 3 kali dengan selang waktu 1 bulan antara suntikan HBV I dengan HBV II, serta selang waktu 5 bulan antara suntikan HBV II dengan HBV III. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah suntikan HBV III. Sebelum memberikan imunisasi ulangan dianjurkan untuk memeriksa kadar HBsAg. Vaksin disuntikkan pada otot lengan atau paha. Kepada bayi yang lahir dari ibu dengan HBsAg positif, diberikan vaksin HBV pada lengan kiri dan 0,5 mL HBIG (hepatitis B immune globulin) pada lengan kanan, dalam waktu 12 jam setelah lahir. Dosis kedua diberikan pada saat anak berumur 1-2 bulan, dosis ketiga diberikan pada saat anak berumur 6 bulan. Kepada bayi yang lahir dari ibu yang status HBsAgnya tidak diketahui, diberikan HBV I dalam waktu 12 jam setelah lahir. Pada saat persalinan, contoh darah ibu diambil untuk menentukan status HBsAgnya; jika positif, maka segera diberikan HBIG (sebelum bayi berumur lebih dari 1 minggu). Pemberian imunisasi kepada anak yang sakit berat sebaiknya ditunda sampai anak benar-benar pulih. Vaksin HBV dapat diberikan kepada ibu hamil. Efek samping dari vaksin HBV adalah efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran pencernaan), yang akan hilang dalam beberapa hari. Imunisasi Pneumokokus Konjugata Imunisasi pneumokokus konjugata melindungi anak terhadap sejenis bakteri yang sering menyebabkan infeksi telinga. Bakteri ini juga dapat menyebabkan penyakit yang lebih serius, seperti meningitis dan bakteremia (infeksi darah). Kepada bayi dan balita diberikan 4 dosis vaksin. Vaksin ini juga dapat digunakan pada anak-anak yang lebih besar yang memiliki resiko terhadap terjadinya infeksi pneumokokus.

5 Imunisasi   Dasar

Tinjauan Umum 5 Imunisasi Dasar1.    PengertianImunisasi berasal dari kata Imun, kebal atau resistan.  Anak di imunisasi, berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu.  Anak kebal atau resistan terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoadmodjo, 1997 : 37).2.    TujuanProgram imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi.  Pada saat ini penyakit-penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse (Notoadmodjo, 1997 : 39).Tujuan dari pemberian imunisasi adalah sebagai berikut :a.    Untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu.b.    Apa bila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang yang dapat menimbulkan cacat dan kematian

Page 11: van 1

(Dick. George, 1992 : 26).3.    Jenis-Jenis ImunisasiPada dasarnya ada 2 (dua) jenis imunisasi :a.    Imunisasi pasif (passive immunization)Imunisasi pasif ini adalah “Immunoglobulin” jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak).b.    Imunisasi aktif (active immunization)Imunisasi yang diberikan pada anak adalah :1.    BCG, untuk mencegah penyakit TBC2.    DPT, untuk mencegah penyakit-penyakit diptheri, pertusis dan tetanus3.    Polio, untuk mencegah penyakit poliomilitis4.    Campak, untuk mencegah penyakit campak (measles)5.    Hepatitis B, untuk mencegah penyakit hepatitis B(Notoatmodjo. 1997 : 39)4.    Penyakit yang Dapat di Cegah Dengan Imunisasia.    TBCUntuk mencegah timbulnya tuberkolosis (TBC) dapat dilakukan imunisasi BCG. Imunisasi BCG adalah singkatan dari Basillus Calmatto Guenin. Nama ini diambil dari nama penemu kuman yaitu Calmotto dan Guenin yang digunakan tersebut sejak tahun 1920 dibiakkan sampai 230 kali selama 13 tahunDi Negara yang telah maju, imunisasi BCG diberikan kepada mereka yang mempunyai resiko kontak dengan penderita TBC dan uji tuberkulinya masih negative, misalnya dokter, mahasiswa kedokteran, dan perawat. Uji tuberculin adalah suatu tes (uji) untuk mengetahui apakah seseorang telah memiliki zat anti terhadap penyakit TBC atau belum.Di Indonesia pemberian imunisasi BCG tidak hanya terbatas pada mereka yang memiliki resiko tinggi mengingat tingginya kemungkinan infeksi kuman TBC. Imunisasi BCG diberikan pada semua bayi baru lahir sampai usia kurang dari dua bulan. Penyuntikan biasanya dilakukan dibagian atas lengan kanan (region deltoid) dengan dosis 0,05 ml reaksi yang mungkin timbul setelah penyuntikan adalah :Kemerah-merahan disekitar suntikan, dapat timbul luka yang lama sembuh di daerah suntikan, dan terjadi pembengkakan di kelenjar sekitar daerah suntikan (biasanya di daerah ketiak).Bila terjadi hal tersebut di atas yang penting adalah menjaga kebersihan terutama daerah sekitar luka dan segera bawa ke dokter.b.    Difteri, Pertusis dan TetanusPenderita difteri, pertusis, dan tetanus ini bila tidak segera mendapat pertolongan yang memadai maka berakibat fatal. Imunisasi DPT dimaksudkan untuk mencegah ketiga penyakit tersebut di atas. Imunisasi dasar diberikan tiga kali, pertama kali bersama dengan BCG dan polio, kemudian berturut-turut dua kali dengan jarak masing-masing 4 minggu (1 bulan). Imunisasi ulangan dapat dilakukan 1 tahun setelah imunisasi ketiga dan pada saat usia masuk sekolah dasar (5-6 tahun). Imunisasi selanjutnya dianjurkan tiap lima tahun dengan imunisasi DT (tanpa pertusis).c.    PoliomyelitisPenderita poliomyelitis apabila terhindar dari kematian banyak yang menderita kecacatan sehingga imunisasi sebagai usaha pencegahan sangat dianjurkan.Imunisasi polio di Indonesia dilakukan dengan cara meneteskan vaksin sabin sebanyak 2 tetes di mulut. Pertama kali diberikan bersama BCG dan DPT pertama pada usia dua bulan. Kemudian diulang dengan jarak 4 minggu sebanyak 4 kali. Imunisasi ulangan dilakukan satu tahun, setelah imunisasi dasar ke-4 dan saat masuk SD (6-7 tahun). Imunisasi tambahan dapat diberikan apabila ada resiko kontak dengan virus ganas.

Page 12: van 1

d.    Hepatitis BPencegahan dapat dilakukan dengan cara vaksin hepatitis B yang dipakai untuk program pemerintah di Indonesia adalah vaksin buatan Korean Green Cross yang dibuat dari plasma darah penderita hepatitis B. Adapula vaksin yang dibuat secara sintetis. Vaksin ini dibuat dari sel ragi, misalnya H-B Vak II yang dikembangkan oleh MSD (Merck Sharp dan Dohme). Adapun cara pemakaiannya (vaksin dari Koerean Green Cross) sebagai berikut :1.    Imunisasi dasar dilakukan tiga kali. Dua kali pertama untuk merangsang tubuh menghasilkan zat anti dan yang ketiga untuk meningkatkan jumlah zat anti yang sudah ada2.    Jadwal imunisasi yang dianjurkan adalah untuk bayi baru lahir (0 – 11 bulan) dengan satu kali suntikan dosis 0,5 ml satu bulan kemudian mendapat satu kali lagi. Setelah itu, imunisasi ketiga diberikan pada saat bayi berusia 6 bulan, mengenai waktu pemberian suntikan yang ketiga ada beberapa pendapat. Untuk pelaksanaan program diberikan 1 bulan setelah suntikan kedua. Hal ini semata-mata untuk kemudahan dalam pelaksanaan, tetapi kekebalan yang didapat tidaklah berbeda. Imunisasi hepatitis B ulangan dilakukan setiap 5 tahun sekali.e.    CampakPencegahan penyakit campak dapat dilakukan melalui imunisasi. Imunisasi campak dilakukan ketika bayi berumur sekitar 9 bulan. Imunisasi campak hanya dilakukan satu kali dan kekebalannya bisa berlangsung seumur hidup. Imunisasi campak bisa diberikan sendiri atau bersama dalam imunisasi MMR (Sudarmanto, 1997 : 22).

5.    Jadwal Pemberian Imunisasi

Jenis Vaksin    Jumlah Vaksinasi    Selang Waktu Pemberian    Sasaran1.    BCG

2.    DPT

3.    Polio

4.    Hepatitis B

5.    Campak    1 kali

3 kali(DPT 1, 2, 3)

4 kali(Polio 1, 2, 3, 4)

3 kali(Hepatitis B 1, 2, 3,)

1 kali    -

4 minggu

4 minggu

4 minggu

Page 13: van 1

-    Bayi 0-11 bulan

Bayi 2-11 bulan

Bayi 2 –11 bulan

Bayi 0-6 bulan

Anak 9-11 bulanSumber : Prinsip-prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat Tahun 1997

6.    Efek Samping dan Penatalaksanaana.    BCGPembengkakan kelenjar regional menjadi pecah; ulkus, luka dibiarkan (tidak perlu diinsisi ataupun kompres).b.    DPTEfek samping dan penatalaksanaan imunisasi DPT adalah sebagai berikut:1.    Demam ringan berikan kompres dan anti piretik,2.    Rasa sakit di daerah suntikan (1-2) hari kapan perlu berikan analgetik,3.    Jarang demam tinggi atau kejang,4.    Penanganan kejang positif, berikan anti convulsan.c.    PolioEfek samping imunisasi polio adalah sebagai berikut :1.    Sangat jarang; bila terjadi kelumpuhan ekstremitas segera konsul,2.    Diare,3.    Dehidrasi (tergantung derajat diare, biasanya hanya diare ringan).d.    Hepatitis BTidak ada efek sampingnya.

e.    CampakEfek samping dan penatalaksanaan imunisasi campak adalah sebagai berikut :1.    Demam ringan berikan kompres dan obat antipiretik,2.    Nampak sedikit bercak merah pada pipi dan bawah telinga pada hari 7-8 setelah penyuntikan tidak berbahaya lakukan observasi.(Dick. George, 1992 : 37)

Kejang Demam Selasa, 08 Juli 2008 06:45

Array   Cetak   Array PDF  

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu (suhu rektal lebih dari 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium (di luar rongga kepala). Menurut Consensus Statement on Febrile Seizures (1980), kejang demam adalah suatu kejadian pada bayi atau anak yang biasanya terjadi antara umur 3 bulan dan 5 tahun berhubungan dengan demam tetapi tidak pernah terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab tertentu. Anak yang pernah kejang tanpa demam dan bayi yang berumur kurang dari 4 minggu tidak termasuk. Kejang demam harus dibedakan dengan epilepsi, yaitu yang ditandai dengan kejang berulang tanpa demam.

Page 14: van 1

Faktor resiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat, problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah. Setelah kejang demam pertama kira kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi (kekambuhan), dan kira kira 9 % anak mengalami recurensi 3 kali atau lebih, resiko rekurensi meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul, temperature yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga epilepsi.

Hingga kini belum diketahui dengan pasti penyebab kejang demam. Demam sering disebabkan infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi. Kadang kadang demam yang tidak begitu tinggi dapat menyebabkan kejang.

Kejang demam merupakan salah satu kelainan saraf yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Sekitar 2,2% hingga 5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai usia 5 tahun. Sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai akibat yang ditimbulkan oleh penyakit ini namun pendapat yang dominan saat ini kejang pada kejang demam tidak menyebabkan akibat buruk atau kerusakan pada otak namun kita tetap berupaya untuk menghentikan kejang secepat mungkin

Anak yang menderita kejang demam mungkin berkembang menjadi penderita epilepsi. Penelitian yang dilakukan oleh The American National Collaborative Perinatal Project mengidentifikasi 3 faktor resiko, yaitu :

1. Adanya riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

2. Terdapat kelainan neurologis sebelum KD pertama

3. Kejang demam bersifat kompleks (berlangsung lama atau fokal, atau

multipel selama 1 hari

Mereka yang memiliki salah satu faktor resiko diatas kemungkinan menjadi epilepsi adalah 2%. Bila terdapat 2 atau lebih kemungkinan menjadi epilepsi adalah 10% . Bila tanpa faktor resiko diatas kemungkinannya adalah 1,6%

Ada beberapa faktor resiko seorang anak akan mengalami kejang demam berulang. Faktor resiko tersebut adalah : 1. Terdapat riwayat kejang demam dalam keluarga. 2. Usia anak kurang dari 18 bulan. 3. Suhu badan tidak begitu tinggi pada saat kejang. 4. Jarak antara mulainya demam dengan kejang. Makin pendek jarak tersebut, maka kemungkinan berulangnya kejang semakin besar.

Page 15: van 1

Poin 3 dan 4 perlu mendapat perhatian khusus karena sebagian besar orang tua belum menyadari bahwa anaknya demam/sakit, sehingga obat penurun panas belum diberikan kejang sudah terjadi. Jika terdapat semua faktor resiko di atas, maka kemungkinan kejang berulang sebesar 80%. Tetapi jika hanya salah satu faktor resiko, maka kemungkinan berulangnya kejang hanya sebesar 10-15%. Kemungkinan terbesar berulangnya kejang demam adalah dalam 1 tahun pertama sejak pertama kali timbul kejang demam.

sumber : www.sehatgroup.web.id

Apakah kejang demam itu ?Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat terjadi pada 2-5 % populasi anak. Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia 3 tahun.Tidak ada nilai ambang suhu untuk dapat terjadinya kejang demam (2). Selama anak mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan kaki, atau justru disertai dengan kekakuan tubuhnya. Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu (1,2):• Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang berlangsung 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).Risiko berulangnya kejang demamSimple febrile seizures tidak meningkatkan risiko kematian, kelumpuhan, atau retardasi mental. Risiko epilepsi pada golongan ini adalah 1%, hanya sedikit lebih besar daripada

populasi umum. Risiko yang dimiliki hanyalah berulangnya kejang demam tersebut pada 1/3 anak yang mengalaminya. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1,2):• Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama• Riwayat kejang demam dalam keluarga• Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal• Riwayat demam yang sering• Kejang pertama adalah complex febrile seizureRisiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50% dengan 2 faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan ≥ 3 faktor risiko.Penanganan kejang demamDalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut (2,3):• Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk menghindari bahaya tersedak.• Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.• Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Page 16: van 1

• Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.• Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat mungkin tanpa menyatakan batasan menit (4).• Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah sebagai berikut (3,4):• Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat• Pemberian oksigen melalui face mask• Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang selang infus 0,2 mg/kg per infus• Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan• Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan (1).Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :Terapi awal dengan diazepamUsia Dosis IV (infus) (0.2mg/kg) Dosis per rectal (0.5mg/kg)10 years 5–10 mg 10–15 mg

Jika kejang masih berlanjut :o Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektalo Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasanJika kejang masih berlanjut :o Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam 30 menit.o Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan.Perlu tidaknya pemeriksaan lanjutan

Setelah penanganan akut kejang demam, sumber demam perlu diteliti. Dalam sebuah penelitian, sumber demam pada kejang demam antara lain infeksi virus (tersering), otitis media, tonsilitis, ISK, gastroenteritis, infeksi paru2 (saluran napas bagian bawah), meningitis, dan pasca imunisasi.Beberapa pemeriksaan lanjutan hanya diperlukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak.Pungsi lumbar (1)Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.

Page 17: van 1

EEG (electroencephalogram) (1)EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.Pemeriksaan laboratorium (1)Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.Neuroimaging (1)Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.Risiko dan keuntungan penanganan jangka panjangPemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang demam jarang sekali dibutuhkan dan hanya dapat diresepkan setelah pemeriksaan teliti oleh spesialis (2). Beberapa obat yang digunakan dalam penanganan jangka panjang adalah sebagai berikut.AntipiretikAntipiretik tidak mencegah kejang demam (5,6). Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam pencegahan berulangnya kejang demam antara pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian asetaminofen secara sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.DiazepamPemberian diazepam per oral atau per rektal secara intermiten (berkala) saat onset demam dapat merupakan pilihan pada anak dengan risiko tinggi berulangnya kejang demam yang berat (2,6). Namun, edukasi orang tua merupakan syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang dilaporkan antara lain ataksia (gerakan tak beraturan), letargi (lemas, sama sekali tidak aktif), dan rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan (5). Efek sedasi (menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi sistem saraf pusat.Profilaksis (obat pencegahan) berkelanjutanEfektivitas profilaksis dengan fenobarbital hanya minimal, dan risiko efek sampingnya (hiperaktivitas, hipersensitivitas) melampaui keuntungan yang mungkin diperoleh (5). Profilaksis dengan carbamazepine atau fenitoin tidak terbukti efektif untuk mencegah berulangnya kejang demam. Asam valproat dapat mencegah berulangnya kejang demam, namun efek samping berupa hepatotoksisitas (kerusakan hati, terutama pada anak berusia < 3 tahun), trombositopenia (menurunnya jumlah keping darah yang berfungsi dalam pembekuan darah), pankreatitis (peradangan pankreas yang merupakan kelenjar penting dalam tubuh), dan gangguan gastrointestinal membuat penggunaan asam valproat sama sekali tidak dianjurkan sebagai profilaksis kejang demam.Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat dipertimbangkan sebagai profilaksis berulangnya kejang demam hanyalah pemberian diazepam secara berkala pada saat onset demam, dengan dibekali edukasi yang cukup pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang dapat meniadakan risiko epilepsi di masa yang akan datang (6).Imunisasi dan kejang demam

Page 18: van 1

Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam. Suatu penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut (2):• DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.• MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi.Sumber• Provisional Committee on Quality Improvement, Subcommittee on Febrile Seizures. Practice parameter: The neurodiagnostic evaluation of the child with a first simple febrile seizure. AAP Policy 1996; 97:769-775 http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/abstract/pediatrics;97/5/769• Prodigy Guidance - Febrile convulsion. April 2005. http://www.prodigy.nhs.uk/guidance.asp?gt=Febrile%20convulsion• Clinical Practice Guidelines - Febrile Convulsion. Royal Children’s Hospital Melbourne. http://www.rch.org.au/clinicalguide/cpg.cfm?doc_id=5132• Acute Management of Infants and Children with Seizures. December 2004. www.health.nsw.gov.au/fcsd/rmc/cib/circulars/2004/cir2004-66.pdf• Committee on Quality Improvement and Subcommittee on Febrile Seizures. Practice Parameter: Long-term Treatment of the Child With Simple Febrile Seizures. Pediatrics 1999;103:1307-1309• Baumann RJ. Technical Report: Treatment of the Child With Simple Febrile Seizures. Pediatrics 1999; 103:e 86http://aappolicy.aappublications.org/cgi/content/full/pediatrics;103/6/e86dr. Nurul Itqiyah H

Penanganan Kejang Demam Tuesday, 06 January 2009

Selasa, 6/1/2009 --- Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat seorang bayi

atau anak mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat (1,2). Hal ini dapat

terjadi pada 2-5 % populasi anak. 

Umumnya kejang demam ini terjadi pada usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya

pada usia < 6 bulan atau > 3 tahun. Tidak ada nilai ambang suhu untuk dapat terjadinya kejang demam (2).

Selama anak mengalami kejang demam, ia dapat kehilangan kesadaran disertai gerakan lengan dan kaki, atau

justru disertai dengan kekakuan tubuhnya.

Kejang demam ini secara umum dapat dibagi dalam dua jenis yaitu (1,2):

•    Simple febrile seizures : kejang menyeluruh yang berlangsung < 15 menit dan tidak berulang dalam 24 jam.

•    Complex febrile seizures / complex partial seizures : kejang fokal (hanya melibatkan salah satu bagian

tubuh), berlangsung > 15 menit, dan atau berulang dalam waktu singkat (selama demam berlangsung).

Page 19: van 1

Risiko berulangnya kejang demam

Simple febrile seizures tidak meningkatkan risiko kematian, kelumpuhan, atau retardasi mental. Risiko epilepsi

pada golongan ini adalah 1%, hanya sedikit lebih besar daripada populasi umum. Risiko yang dimiliki hanyalah

berulangnya kejang demam tersebut pada 1/3 anak yang mengalaminya.

Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (1,2):

•    Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama

•    Riwayat kejang demam dalam keluarga

•    Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal

•    Riwayat demam yang sering

•    Kejang pertama adalah complex febrile seizure

Risiko berulangnya kejang demam adalah 10% tanpa faktor risiko, 25% dengan 1 faktor risiko, 50% dengan 2

faktor risiko, dan dapat mencapai 100% dengan ≥ 3 faktor risiko.

Penanganan kejang demam  

Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam

mengobservasi anak.

Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut (2,3):

Anak harus dibaringkan di tempat yang datar dengan posisi menyamping, bukan terlentang, untuk

menghindari bahaya tersedak.

Jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak seperti sendok atau penggaris, karena justru

benda tersebut dapat menyumbat jalan napas.

Jangan memegangi anak untuk melawan kejang.

Sebagian besar kejang berlangsung singkat dan tidak memerlukan penanganan khusus.

Jika kejang terus berlanjut selama 10 menit, anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan

terdekat. Sumber lain menganjurkan anak untuk dibawa ke fasilitas kesehatan jika kejang masih berlanjut

setelah 5 menit. Ada pula sumber yang menyatakan bahwa penanganan lebih baik dilakukan secepat

mungkin tanpa menyatakan batasan menit (4).

Setelah kejang berakhir (jika < 10 menit), anak perlu dibawa menemui dokter untuk meneliti sumber

demam, terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat, atau anak terus tampak lemas.   

Jika anak dibawa ke fasilitas kesehatan, penanganan yang akan dilakukan selain poin-poin di atas adalah

sebagai berikut (3,4):

Memastikan jalan napas anak tidak tersumbat

Pemberian oksigen melalui face mask

Page 20: van 1

Pemberian diazepam 0,5 mg/kg berat badan per rektal (melalui anus) atau jika telah terpasang

selang infus 0,2 mg/kg per infus

Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Sebagian sumber menganjurkan pemeriksaan kadar gula darah untuk meneliti kemungkinan

hipoglikemia. Namun sumber lain hanya menganjurkan pemeriksaan ini pada anak yang mengalami kejang

cukup lama atau keadaan pasca kejang (mengantuk, lemas) yang berkelanjutan (1).

Jika kejang masih berlanjut :

•         Pemberian diazepam 0,2 mg/kg per infus diulangi. Jika belum terpasang selang infus, 0,5 mg/kg per rektal

•         Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan

Jika kejang masih berlanjut :

•         Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kg per infus dalam 30 menit atau fenitoin 15-20 mg/kg per infus dalam

30 menit.

•         Pemberian fenitoin hendaknya disertai dengan monitor EKG (rekam jantung).

Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang perawatan intensif dengan thiopentone

dan alat bantu pernapasan.

Perlu tidaknya pemeriksaan lanjutan

Setelah penanganan akut kejang demam, sumber demam perlu diteliti. Dalam sebuah penelitian, sumber

demam pada kejang demam antara lain infeksi virus (tersering), otitis media, tonsilitis, ISK, gastroenteritis,

infeksi paru2 (saluran napas bagian bawah), meningitis, dan pasca imunisasi.

Beberapa pemeriksaan lanjutan hanya diperlukan jika didapatkan karakteristik khusus pada anak.  

•         Pungsi lumbar (1)

Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak dan kanal tulang belakang)

untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi (usia

< 12 bulan) karena gejala dan tanda meningitis pada bayi mungkin sangat minimal atau tidak tampak. Pada

kejang demam pertama di usia antara 12-18 bulan, ada beberapa pendapat berbeda mengenai prosedur ini.

Berdasar penelitian yang telah diterbitkan, cairan serebrospinal yang abnormal umumnya diperoleh pada anak

dengan kejang demam yang :

•         Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)

•         Mengalami complex partial seizure  

•         Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam sebelumnya)

•         Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)

•         Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1 jam setelah kejang

demam adalah normal.

•         Kejang pertama setelah usia 3 tahun     

Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda peradangan selaput otak, atau

ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang

telah menerima terapi antibiotik sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu

Page 21: van 1

pungsi lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.

•         EEG (electroencephalogram) (1)

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan gelombang. Pemeriksaan ini tidak

dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan)

neurologis. Tidak ada penelitian yang menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera

setelahnya atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa yang

akan datang.

Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal setelah kejang demam, gambaran tersebut

tidak bersifat prediktif terhadap risiko berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

•         Pemeriksaan laboratorium (1)

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor, magnesium, atau gula darah tidak

rutin dilakukan pada kejang demam pertama. Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber

demam, bukan sekedar sebagai pemeriksaan rutin.

•         Neuroimaging (1)

Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan dan MRI kepala. Pemeriksaan ini

tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru terjadi untuk pertama kalinya.       

Risiko dan keuntungan penanganan jangka panjang

Pemberian obat-obatan jangka panjang untuk mencegah berulangnya kejang demam jarang sekali dibutuhkan

dan hanya dapat diresepkan setelah pemeriksaan teliti oleh spesialis (2). Beberapa obat yang digunakan dalam

penanganan jangka panjang adalah sebagai berikut.

•         Antipiretik

Antipiretik tidak mencegah kejang demam (5,6). Penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan dalam

pencegahan berulangnya kejang demam antara pemberian asetaminofen setiap 4 jam dengan pemberian

asetaminofen secara sporadis. Demikian pula dengan ibuprofen.

•         Diazepam

Pemberian diazepam per oral atau per rektal secara intermiten (berkala) saat onset demam dapat merupakan

pilihan pada anak dengan risiko tinggi berulangnya kejang demam yang berat (2,6). Namun, edukasi orang tua

merupakan syarat penting dalam pilihan ini. Efek samping yang dilaporkan antara lain ataksia (gerakan tak

beraturan), letargi (lemas, sama sekali tidak aktif), dan rewel. Pemberian diazepam juga tidak selalu efektif

karena kejang dapat terjadi pada onset demam sebelum diazepam sempat diberikan (5). Efek sedasi

(menenangkan) diazepam juga dikhawatirkan dapat menutupi gejala yang lebih berbahaya, seperti infeksi

sistem saraf pusat.

•         Profilaksis (obat pencegahan) berkelanjutan

Page 22: van 1

Efektivitas profilaksis dengan fenobarbital hanya minimal, dan risiko efek sampingnya (hiperaktivitas,

hipersensitivitas) melampaui keuntungan yang mungkin diperoleh (5). Profilaksis dengan carbamazepine atau

fenitoin tidak terbukti efektif untuk mencegah berulangnya kejang demam.

Asam valproat dapat mencegah berulangnya kejang demam, namun efek samping berupa hepatotoksisitas

(kerusakan hati, terutama pada anak berusia < 3 tahun), trombositopenia (menurunnya jumlah keping darah

yang berfungsi dalam pembekuan darah), pankreatitis (peradangan pankreas yang merupakan kelenjar penting

dalam tubuh), dan gangguan gastrointestinal membuat penggunaan asam valproat sama sekali tidak dianjurkan

sebagai profilaksis kejang demam.  

Dari berbagai penelitian tersebut, satu-satunya yang dapat dipertimbangkan sebagai profilaksis berulangnya

kejang demam hanyalah pemberian diazepam secara berkala pada saat onset demam, dengan dibekali edukasi

yang cukup pada orang tua. Dan tidak ada terapi yang dapat meniadakan risiko epilepsi di masa yang akan

datang (6).

Imunisasi dan kejang demam

Walaupun imunisasi dapat menimbulkan demam, namun imunisasi jarang diikuti kejang demam. Suatu

penelitian yang dilakukan memperlihatkan risiko kejang demam pada beberapa jenis imunisasi sebagai berikut

(2):

•         DTP : 6-9 per 100.000 imunisasi. Risiko ini tinggi pada hari imunisasi, dan menurun setelahnya.   

•         MMR : 25-34 per 100.000 imunisasi. Risiko meningkat pada hari 8-14 setelah imunisasi.

Kejang demam pasca imunisasi tidak memiliki kecenderungan berulang yang lebih besar daripada kejang

demam pada umumnya. Dan kejang demam pasca imunisasi kemungkinan besar tidak akan berulang pada

imunisasi berikutnya. Jadi kejang demam bukan merupakan kontra indikasi imunisasi. IndofamilyNetHealth.