VAL DI INDONESIA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... ·...
Transcript of VAL DI INDONESIA - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... ·...
PERAN QAIDAH FIQHIYYAH TERHADAP KEBIJAKAN
PEMER!NTAH DALAM PENETAPAN 1 (SATU) RAMADHAN
DAN 1 (SATU) SYA \VAL DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
WAl-IYU RIDAS PER.ADA
NIM: 203044101797 [j;j~--,-..,,,-. PERP ---
UIN ~~~·!<AA~ UTP.MA I "O ,//\KART/! - \ '
KONSENTRASI PERADILAN AGAlvIA ---------- -
. PRODl AKH\VAL AL SY AKHSHIYAH
FAKULTAS SY ARI' AH DAN HUKUM (
UIN SY ARIF HIDAYATULLAH
.JAKARTA
1428 H/2008 M
PERAN QAIDAH FIQHIYYAH TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENETAPAN 1 (SATU) RAMADHAN
DAN 1 (SATU) SYA WAL DI INDONESIA
Sfripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sa~jana Hukum Islam (SHI)
Oleh:
----~-
W AHYU RID AS PERADA
NIM: 203044101797
Di Bawah Bimbingan t Pembimbing ( - '
Ors. 1-1/ A. Basiq Ojai ii, S.H., MA
NIP. 150 169 I 02 NIP. 150 268 590
KONSENTRASI PERADILAN AGAMA
PROD! AKHWAL AL SYAKHSHIYAH
FAKULTAS SY ARI' AH DAN HUKUM
UIN SY ARIF I-IIDA YA TULLAH
.JAKARTA
1428 H/2008 M
PENGESAHAN P ANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul PERAN QAIDAH FIQHIYY AH TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENETAPAN 1 (SATU) RAMADHAN DAN I (SATU) SYA WAL DI INDONESIA. Telah di ujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 27 Maret 2008. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S 1) pada jurusan Peradilan Agama.
Jakarta, 27 Maret 2008 Disahkan Oleh Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Prof. DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM
Ketua
Sekretaris
· Panitia Ujian Munaqasah
: Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA NIP. 130 789 745
: Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag NIP. 150 269 678
Pembimbing I : Drs. H. A. Basiq Djalil, SH, MA NIP. 150 169 102
Pembimbing II: Dra. Maskufa, M.Ag NIP. 150 268 590
Penguji I
Penguji II
: Dra. Hj. Halimah Ismail NIP. 150 075 192
: Drs. H. Ahmad Yani, M.Ag NIP. 150 269 678
-?'
c. (./. ................. )
(
KA TA PENGANTAR
Puji syukur yang tiada hcntinya penulis sampaikan kepada Allah SWT atas
limpahan rahmat, nikmat, hidayah, clan taufiq-Nya sehingga mcmberikan kemampuan
kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
Shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad SAW,
keluarganya, sahabatnya serta seluruh umatnya hingga akhir zaman. Seorang teladan
yang mesti kita contoh sebagai seorang teladan yang berorientasi kepada kepentingan
unrnt.
Ungkapan terima kasih yang tiada terkira dari penulis kepada pihak-pihak yang
turut membantu clan sangat berjasa dalam proses pelaksanaan penulisan skripsi ini.
Dengan penuh ikhlas clan hormat, penulis ucapkan terima kasih kepacla:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Selaku Dekan
Faku!tas Syariah clan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak Ors. H. A. Basiq Djalil, SH, MA, selaku Ketua Jurusan Peraclilan Agama
dan juga sebagai pembimbing penulis dalam menyusun skirpsi.
3. !bu Ora. Maskufa, M.Ag, Se!aku Dosen Pembimbing, yang telah banyak
memberikan pengarahan clan bimbingan yang berharga dalam penyusunan Skripsi
!!1!.
4. Keclua Orang tua yang wahyu sayangi dan hormati, mereka adalah E.B. Soeroyo
H.P. San clan Asnibet, yang telah banyak memberikan bimbingan lahir dan batin
kepacla penulis, memberikan pencerahan ketika penulis mendapatkan kesulitan
dan rnemohonkan doa kepacla Allah SWT bagi ketenangan jiwa penuiis. Dan
r;;;;;~;~~~AAN ~!TAMA 1 / UIN SYAH:o J.A.f<l1RTA :
kepacla kakancla Pirekn Plasmawati !kt NanclilS"crfa7'\C11Titla4:~1im1" Wid~ty
\Vulan Ni11gru1n Serta Riri Panca Aulia yang juga turut mcmbantu memberikan
clukungan moral. Wahyu rincluuu ...
5. Pakwo, Makwo, beserta keluar keluarga yang acla di Ujung Batu, Om Ar clan Ante
sekeluarga di Bengkulu, Pakele clan Bukde di Medan serta Pakle yang berada di
Aceh, serta atuk Ruslan di Pasir Rambah serta K.H. Alwi Arifin di Bangkinang.
Terimakasih atas bantuan moril clan materilnya. Wahyu Mohon Maafkalau dalam
mcnyelesaikan kuliah ini banyak merepotkan. Wahyu hanya bisa memohon
kepada Allah, mudah-muclahan itu semua akan mendapatkan imbalan yang
setimpal dari Allah.
6. K.H. TG. Drs. Mukhtar Abdul Witri yang merupakan kiyai dari penulis sewaktu
menempuh sekolah di PP Deir El Hikmah Pekanbaru, yang telah banyak
memberikan saran-saran, masukan-masukan kepada penulis.
7. K.H. Arwani Faisal, MA, selaku wakil ketua LBM PBNU Pusat, Bapak Muhyidin
selaku Kasubdit Pemb. Syari'ah dan Hisab Rukyat Departemen Agama, Bapak
Amiruddin selaku pengurus Majlis Tarjih Muhammadiyah, yang dalam
kesibukannya masih bisa meluangkan waktu untuk perihal wawancara guna
melengkapi meteri dari skripsi ini.
8. Rekan-rekan sepe1juangan di Serumpun Mabasiswa Riau (SEMARI) clan
IKAPDI-1, Adi clan Hafiz syukron ya prienlernya, Supri !hanks ya komputernya,
Do2y yang kocak abis dan temen seangkatan dari DH, Jokef, Arizan, Sukron serta
Nia (beijuang terus yaaa .. ), terimakasih juga kepacla teman-teman di lokal PA,
Ogan, Azil, Asay, Babong, Rusdi, Deo clan semuanya yang ticlak dapat penulis
sebutkan satu persatu (kapan kita kumpul Jagi). Dan tak lupa penulis ucapkan
terimaksih kepada Intan yang juga turut memberikan motifasi kepada penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini/ Love You ...
Mudah-mudahan apa yang penulis sajikan ini di Ridhoi Allah SWT agar
mendapatkan keberkahan terhadap karya ilmiah ini sehingga karya ini dapat
bermanfaat baik bagi diri penulis, keluarga dan seluruh umat manusia di muka bumi
ini. Amiinn ..
Jakarta, 27 Maret 2008
Penulis
W AHYU RIDAS PERADA
DAFTARISI
KATAPENGANTAR
BABI PENDAHULUAN .. .. ...... ... . .. . . . . .. .... .. .... .. . .. ... . . . . ... .. . .... 1 A. Latar Belakang Masalah... ...... .. ... .. . ... ... ... ......... ....... ....... ... . ....... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................... .... .. .. .. 1 S
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.............................................. ..... 1 S
D. Metode Penelitian.... ...... .. .... .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. . .. .. .... 16
E. Sistematika Penulisan........ .... ... .. ... ... .......... .... .... . ... .............. ..... 18
BAB II QAIDAH FIQHIYYAH DAN KEDUDUKANNY A DALAM
HUKUM SY ARA'....................................................................... 20
A. Pengertian Qaidah Fiqhiyyah........ .... .... .. ............ ...... .... .. .. .. .. .. 20
B. Qaidah Fiqhiyyah Pada Masa Sahabat................................ .... 24
C. Qaidah Fiqhiyyah Pada Masa Pembukuan, Kematangan,
Perkembangan dan Penyempurnaan........................................ 29
D. Kedudukan Qaidah Fiqhiyyah Dalam Hukum Syara'............. 32
BAB ill PENENTUAN AWAL BULAN HIJRIYYAH
BERDASARKAN HISAB RUKYAT......................................... 37
A. Pengertian Hisab dan Rukyat.................................................... 3 7
B. Pandangan Fuqaha Mengenai Penetapan Awai Bulan
Hijriyyah.. .. . .... .. .. ................ ..... ... .... .. .. .. ....... .. .. ...... ............. .. .... 40
C. Aliran-aliran Hisab Rukyat...... .... .. .......... ...... .. .. .. ..................... 46
BAB IV PUTUSAN PEMERINTAH DALAM MENETAPKAN 1
(SATU) RAMADHAN DAN 1 (SATU) SYAWAL
BERDASARKAN QAIDAH FIQHIYYAH.............................. 56
A. Upaya Pemerintah Dalam Penyatuan Pendapat Mengenai
Penetapan Awa! Bulan Hijriyyah............................................. 56
B. Qaidah-qaidah Fiqhiyyah Yang Berkaitan Dengan Kebijakan
Pemerintah....... .. . . .. . . .. .. .. .. . . .. . . . . . . .. .. . . . . . . .. . . .. . .. . .. . . .. . . . .. .. .. . . . . . . .. .. . 69
C. Analisa/Kedudukan Putusan Pemerintah Dalam Tinjauan
Qaidah Fiqhiyyah.. .. . . . .. . . .. .. . . .. .. . . .. .. .. .. .... .. . . . . ... . . . .. . . .. ... .. .. .. . . .. . . . 72
BAB V PENUTUP..................................................................................... 76
A. Kesimpulan............. .... .... .. .... .............. ............................ .......... 76
B. Saran-saran............................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 78
LAMPIRAN-LAMPIRAN
BAB!
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam adalah agama yang ajaran-ajarannya diwahyukan oleh Allah SWT
kepada umat manusia melalui Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul-Nya. Islam
pada hakikatnya membawa ajaran-ajaran yang mencakup berbagai aspek
kehidupan umat manusia. Kelengkapan seluruh aspek tersebut dapat dipahami
salah satunya dari ayat al-Qur' an yang terakhir disampaikan kepada Nabi
Muhammad SAW saat haji wada' (haji perpisahan) beberapa puluh hari sebelum
beliau wafat. Hal tersebut dijelaskan di dalam QS. Al-Maaidah (5): 3
Artinya: " ... Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan
telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan Telab Ku-ridhai Islam itu jadi
agama bagimu ... "
Kesempurnaan dan kelengkapan yang mendapat restu Ilahi itu adalah
termasuk hukum yang merupakan bagian tak terpisahkan dari agama secara
keseluruhan. Sungguhpun demikian, manusia dengan segala kondisinya
senantiasa berubah seiring dengan perkembangan zaman yang terjadi. Dalam ha!
seperti ini ajaran Islam termasuk aspek hukum didalamnya tentunya mampu
merespon segala perubahan yang terjadi, karena kesempurnaan agama Islam yang
ditegaskan dalam ayat al-Qur'an tadi menjadikan ajaran Islam dan segala
2
aspeknya selalu sesuai dengan kondisi zaman dan tempat dimana umat manusia
berada.
Fleksibilitas ajaran Islam terletak pada nilai-nilai dasar dan prinsip-prinsip
umum yang dikandung dalam sumber ajarannya, yaitu al-Qur'an dan Hadits.
Prinsip-prinsip umum tersebut menurut Fathi Osman disediakan untuk cara hidup
perorangan, keluarga, masyarakat, negara dan dunia demi menjamin perdamaian,
stabilitas, keadilan dan hubungan-hubungan yang produktif.1
Menurutnya Islam tidak menguraikan program-program praktis yang terinci,
karena hal-hal yang rinci tersebut mesti mengalami perubahan untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan dalam keadaan lingkungan
manusia dengan waktu dan tempat yang berbeda.2
Islam mengizinkan ruang yang luas bagi kreativitas aka! manusia untuk
mencakup perubahan-perubahan yang muncul pada saatnya, karena aka! manusia
juga merupakan anugerah dari Tuhan yang harus digunakan dan dikembangkan
secara penuh dan hendaknya tidak dibatasi atau dilumpuhkan oleh anugerah
Tuhan yang lain yang merupakan pesan-Nya yang mengarahkan.3
Sebagaimana diketahui, bahwa tujuan utama pensyari'atan ajaran-ajaran
yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW adalah demi kemaslahatan umat
manusia itu sendiri, sebagaimana ditegaskan dalam QS. Al-Anbiyaa' (21 ): I 07
1• Mohamed Fathi Osman, ls/am, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan, (Jakarta: Yayasan
Paramadina, 2006), Cet. Ke. I, h. 80.
2• Ibid
3• Ibid., h. 82-83
3
Artinya: "Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam".
Menurut Fathurrahman Djamil dalam Metode Jjtihad Maj/is Tarjih
Muhammadiyah, dijelaskan bahwa dalam menghadapi persoalan-persoalan fiqh
kontemporer, pengetahuan tentang Maqashid al-Syari'at mutlak diperlukan.4
Karena fungsi dari Maqashid al-Syari'at adalah untuk memelihara kemaslahatan
manusia sekaligus untuk menghindari mafsadat, baik di dunia maupun diakhirat
kelak. 5
Adapun Maqashid al-Syari'at yang diguriakan pada masalah penentuan awal
Ramadhan dan awal Syawal ini adalah memelihara agama (Hifzh al-Din). Karena
posisi menjaga agama dalam istilah Maqashid al-Syari'at termasuk posisi yang
sangat penting atau berada pada tingkat daruriyyat. Peringkat daruriyyat yaitu
memelihara dan melaksanakan kewajiban agama. Adapun memelihara
kebersamaan dalam ha! ini sangat diperlukan, dan apabila mengabaikannya maka
akan terancamlah ukhuwah Islamiyah.6
Dengan demikian jelas bahwa keseluruhan aspek ajaran Islam tennasuk
hukum didalamnya tidak lain diperuntukkan bagi kemaslahatan umat manusia itu
4• Fathurrahman Djamil, Metode ljtihad Maj/is Tarjih Muhammadiyah, (Jakarta: Logos
Publishing House, 1995), h. 5.
'. Ibid., h. 39
6. Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah ··Menyatukan NU & Muhammadiyah Da/am
Penentuan Awai Ramadhan, !du/ Fitri dan ldul Adha", (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 43.
4
sendiri. Termasuk juga didalamnya hukum ataupun keputusan pemerintah yang
mengatur mengenai masalah ibadah khususnya, dalam ha! ini ibadah secara
keseluruhannya diatur dan ditujukan demi kemaslahatan umat manusia.
Sebagaimana telah kita ketahui, salah satu ibadah rutin tahunan umat Islam
ialah melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan dan shalat Idul Fitri dan
Idul Adha. Khususnya di Indonesia, mungkin sudah menjadi ha! yang lumrah bagi
sebagian masyarakat Indonesia yang dalam melaksanakan ibadah puasa dan shalat
hari raya, dalam beberapa tahun terakhir ini selalu berbeda dalam ha! hari
pelaksanaannya, namun dirasakan resah juga bagi sebagian masyarakat Indonesia
yang lainnya.7
Adanya perbedaan dalam menentukan awal Ramadhan misalnya, ini
dikarenakan perbedaan orang dalam memahami hadits Nabi yang mengatakan:8
d.J'·.11 t •· · -- ' '· · ..iii~ rn'b. ' .iAJI •• '· • ~ rn'i;.. :rt.'.~ t '· • .t~· 'tnw, . J' <..r. WC- ->""' (..); . •. ..; . . ~ (..); . .. <..r. (.);~.Ji
;.r..:, ~ +\ii .):..:. +\ii D~:J :fi.j :JI! ~ ~I ~:J ~:;;...;. ;,pl ;:;:. r;,Jc. )/! ,j::.
(·.·.~"1~ 1·~ •.t•.1;... 'f '·\.!,!''"ti~.,,.,. lj!' .''' • ~·''T ljl) ."tt'1 ,:N.11 • U:l:Y'-' J r-:>- ~ (.), JY! Y":! .) ·-' I' y..:o9 -""':! .) , .u.... U-"4-'
\.1 .... olJ.J)
Artinya: Telah diberitakan Abu Bakar ibn Abi Syaibah. Telah diberitakan Muharnmad ibn Bisyrin 'Abdiyyu. Telah diberitakan 'Ubaidullah ibn Umar dari Abi Zinaadi, dari A'raj, Abi Hurairah r.a., ia berkata: Rasulullah SAW menuturkan hilal (bulan awal tanggal) lalu bersabda: Apabila kamu melihat hilal maka berpuasalah, apabila kamu melihat hilal maka berbukalah dan apabila kamu melihat hilal tertutup olehmu maka hitunglah tiga puluh hari. (H.R. Muslim).
7• Muhammad Iqbal, "Masihkah Kita Berbeda? ", T.B. Sanggam, 11 September 2007, h. 2.
8• Djamil, Metode ljtihad Maj/is Tarjih Muhammadiyah, h. 39.
'.Al-Imam Abi Husaini Muslim Ibn Ha.ijaji, Shahih Muslim, (Kairo: Oarul Hayaa Al-Kitab Al-'Arabiyah, 1236), Juz. 11, h. 762.
5
Dan dalam kitab yang sama juga disebutkan
c.s!I (;:. .~y. ,:;. Jfo U:- ,~ (;:. y]:oi ~ )~; ~ illh .~)J'.~. c.s!I ~fa.~lili'.i.;. . ·-~ti ' ... ctra ·t"1.ti \jj ·1·• .·n< 4liJ .. i.· .. w--' Lill .-... ~h u.;.·' .·n< '};11i ·f!Y" iY""-/ U .u~"lt"" , jJ .U'-" ~ Y •.Y""'"':! • ~ .U'-" .t.S. .
·1'-1.i1 Qjf· u1.\ilij Ge. !·1 n·,-;J9 -Jij ·.'.•l'.l !·1 ·' ·.~ti'··· Jij· c::..~ !·1·' .u~"lt"" - ..! • • ·Y' . 0! -- . -~ u-! y. f!-"" iY""-i J .• 0! y. <i.l:.l ' l .·1ra . ·.<Vi ! ·1 ·' . ·.~ti ' ... w ctij· u~ ! 'I ·' . ·-~ii ' ... '"~' , • <.j .U .<,.):!-":!' 0! Y, ·f!Y" L>""'-0 . U J . , (.)! Y, ·f!Y" iY""-/ U""'
·" ,4.:;:•.n S~ :&I 'I) ·Jij .&I J''. 'I· Ge ! I Jra 1~- I~ 4.tJ tJli YS''~·j· ~ .-J~ u, . . J-"'_) u, ·Y'. 0! . J - . Y'-':!.)
1"(-L- ol ) (S''~'f· ;Jjj] ....... J_) • _,....,. _) • - •
Artinya: Telah diberitakan Abu Bakar ibn Abi Syaibah. Telah diberitakan Muhammad ibn Fudhail dari Husain, dari 'Amri ibn Murrah, dari Abu! Bakhtari. Dia berkata: Kami pemah keluar untuk umrah. Ketika kami sampai ke Nahklah, kami saling melihat bulan. Sebagian orang mengatakan bulan sudah tiga hari, sebagian yang lain mengatakan, bulan sudah dua hari. Kata Abu! Bakhtari: Kemudian kami menemui Ibnu Abbas dan kami katakan, "kami telah melihat bulan. Lalu sebagian orang mengatakan bahwa bulan telah tiga hari dan sebagian yang lain mengatakan bahwa bulan telah dua hari". Ibnu Abbas bertanya, "menurut kamu, bulan sudah muncul berapa hari?" kami menjawab sekian dan sekian". Maka Ibnu Abbas mengatakan, "Sesungguhnya Rasulullah SAW pemah bersabda: Sesungguhnya Allah membentangkan bulan untuk dilihat, maka mulailah hitungan pada malam kamu melihatnya." (H.R. Muslim).
Namun dalam kitab ringkasan hadist shahih al-Bukhari, diriwayatkan dari
Abdullah bin Urnar r.a. dia berkata: saya pemah mendengar Rasulullah SAW
bersabda,
'\1, ) .'t•1·• :\: .. ·.(Jc "'"I le . .iiJI ·t•' · ~ .·tij I·.'.\;:. "'"I· ·• ··' !•\ : . u, .... u.J':l r-J .. ~. UY"'.) • .u ~ ~..! ..>= u-!, UC
' .. Ibid., h. 326.
". Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Beirut: Darul Bayan al-Arabi, t.th), Juz. I, h. 369.
6
Artinya; Dari Ibnu Umar r.a., dia berkata ... "maka apabila langit diselimuti
oleh awan (sehingga hilal tidak terlihat), maka genapkan Ramadhan (30 hari)".
(H.R. Bukhari)
Hadits diatas memiliki redaksi matan yang sama dengan riwayat Muslim,
hanya berbeda dalam redaksi yang akhir dari matannya saja.
Dari beberapa sumber yang ada, hadist dari Rasulullah SAW selalu
mengatakan 'ra aitumuuhu' yang artinya melihat hilal. Dan menurut beberapa
pendapat, melihat disini harus dengan mata telanjang tanpa menggunakan sebuah
alat. Namun ada juga sebagian pendapat yang mengatakan bolehnya melihat
bulan dengan menggunakan alat. Hal ini sering digunakan terutama oleh ahli
bintang.
Ibnu Bathol mengatakan - yang diramu dalam kitab subulussalam - bahwa
dalam kedua hadist tersebut terkandung makna larangan untuk mengikuti atau
memperhatikan pendapat para ahli bintang.12
Untuk mengakhiri perbantahan hendaklah perkara yang diperbantahkan itu
dikembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Sudah tentu dalam
mengembalikan setiap sesuatu yang sedang diperbantahkan kepada al-Qur'an dan
12• Abu Bakar Muhammad, Terjemahan Subulussalam II, (Surabaya, Al-Ikhlas, 1991),
Cet.Ke. l, h. 600.
7
Sunnah Rasul itu haruslah mempunyai cara yang terkenal dengan qiyas.
Sedangkan qiyas adalah ijtihad, ijtihad adalah alat untuk menggali hukum Islam. 13
Dalam keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama
disebutkan, "masyarakat akhir-akhir ini sering dikacaukan dengan seruan berhari
raya !du! Fitri yang berpedoman kepada hari raya !du! Fitri di Saudi Arabia".
Baru-baru ini yayasan al-lhtikam merayakan hari raya !du! Fitri juga mengikuti
!du! Fitri di Saudi Arabia. Kedua cara tersebut bermaksud melegalisir ru 'yatul
hi/al Negara Saudi Arabia sebagai rukyat intemasional. 14
Untuk penetapan awal bulan Hijriyyah atau yang dikenal juga dengan nama
tahun Qamariyah, khususnya dalam menetapkan tanggal I (satu) Ramadhan dan I
(satu) Syawal, ialah ditetapkan dengan sistem perhitungan tarikh Hijriyyah yang
didasarkan pada peredaran bulan mengelilingi bumi yang lamanya 29 hari 12jam
44 menit 2,8 detik. 15 Ketentuan-ketentuan tarikh Hijriyah didasarkan pada
hitungan rata-rata (hisab urfi) dan bukan hitungan yang sebenamya (hisab hakiki).
Namun, untuk keperluan pelaksanaan ibadah, ketentuan berdasarkan hisab
urfi ini tidak bisa diberlakukan. Oleh karena itu, dalam menentukan awal
13• ibrahim Hasen, Fiqh Perbandingan (Masalah Perkawinan), (Jakana: Firdaus, 2003),
h.17
14• Djamaluddin Miri dan Imam Ghazali Said, AHKAMUL FUQAHA, Solusi Problematika
Aktua/ Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999), (Jawa Timur: Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN) bekerja sama dengan Diantama Surabaya, 2004), Cet.Ke.I, h. 541.
15. Maskufa, "Memahami Tarikh Mesehi dan Hijri: Suatu Perbandingan", Ahkam, No. I
(Juni 2004): h. 78.
8
Ramadhan dan awal Syawal misalnya harus dilakukan dengan cara rukyat atau
dilakukan perhitungan berdasarkan hisab hakiki. 16
Abdurrahrnan al-Jaziri dalam bukunya disebut, bulan Ramadhan dapat
ditetapkan dengan menggunakan salah satu dari dua cara berikut:
Pertama: Dengan melihat Hila! (bulan sabit) Ramadhan (yang dikenal
dengan istilah 'ru'yatul hilal'), yaitu bila dilangit tidak ada suatu yang dapat
menghalangi ru'yat, seperti awan, asap (kabut), abu atau lainnya.
Kedua: Dengan menyempumakan bulan Sya'ban menjadi tiga puluh hari,
yaitu bila dilangit ada penghalang (untuk dilakukan ru'yat). 17
Mengenai penetapan awal Ramadhan dan Syawal dikalangan fuqaha'
terdapat dua aliran, yaitu pertama aliran yang berpegang kepada matla' (tempat
terbitnya fajar dan terbenamnya matahari). Aliran ini ditokohi oleh Imam Syafi'I
dan aliran yang kedua aliran yang tidak berpegang kepada matla' (jumhur
fuqaha). 18
Untuk mewujudkan ukhuwah lslamiyyah, Komisi Fatwa Majelis Ulama
Indonesia (MUI) mengambil kesimpulan agar dalam penetapan awal Ramadhan
dan awal Syawal berpedoman kepada pendapat jumhur, sehingga rakyat yang
terjadi disuatu negara Islam dapat diberlakukan secara intemasional (berlaku bagi
"'.Ibid., h. 80.
11• Abdurrahman al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah. Penerjemah Chatibul
Umam dan Abu Hurairah. (Jakarta: Darul Ulum Press, 2002), Cet.Ke.ll, h. 16.
". Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia, (Jakana: tip, 2003), h. 42.
9
negara-negara Islam yang lainnya). Hal ini memerlukan kesempatan untuk
dipatuhi oleh seluruh negara-negara Islam. Sebelum itu, berlakulah ketetapan
pemerintah masing-masing. Sedangkan untuk masalah penetapan awal dzulhijjah,
dalam ha! ini berlaku dengan matla' masing-masing negara.19
Dari keputusan yang dikeluarkan oleh fatwa MUI tersebut, jelas bahwa
penetapan tanggal 1 (satu) Ramadhan dan hari raya ldul Fitri di Indonesia harus
berdasarkan keputusan pemerintah, yang lebih mengedepankan sifat kebersamaan
demi kemaslahatan. Hal ini juga sejalan dengan sebuah qaidah fiqhiyyah yang
mengatakan:
y. <:..D\.;Jl ' •• -- '1'''1 -<G...11 ~t::!.. . - e: JJ.J f' ...)', r- r-
"Keputusan pemerintah bersifat mengikat dan menghilangkan perbedaan"
Menurut pendapat kalangan Hanafiyah, Syafi'iyah dan Malikiyah, apabila
ada orang yang adil, akil dan baligh yang melihat atau menyaksikan adanya hilal,
maka mereka diperintahkan untuk memberitahu kepada hakim (pemerintah) atas
kesaksiannya itu, dan apabila hakim (pemerintah) menyatakan bahwa
kesaksiannya itu sah, barulah hakim menetapkan bahwa besok hari telah
diwajibkan untuk melaksanakan puasa Ramadhan. 21
19• Ibid
'·. As-Suyuti, Al-Imam Jalaluddin 'Abdur Rahman ibn Abi Bakri. Al-Ashbah wan Nazdahir fl/ Furuu'. (Beirut: Dar al-Fikri, t.th.), h. 277.
21• Al-Jaziri, Fiqh Empat Mazhab, h. 18-20.
10
Atas dasar inilah setidaknya pemerintah memiliki kewenangan atau turut
campur dalam penerapan masalah fiqh, khususnya di Indonesia.
Fiqh mempakan produk ijtihad yang bersifat individu, namun fiqh
memberikan kesempatan untuk memilih pendapat mana yang paling sesuai
dengan kondisi dan kemaslahatannya. Kenyataan seperti ini diakui sendiri serta
dipegang secara konsisten oleh para imam mujtahid, sehingga muncullah
ungkapan mereka yang sangat popular:
"Pendapat kami benar namun mengandung unsur salah, dan pendapat selain
kami salah namun mengandung unsur benar".
Atas dasar demikian, ijtihad yang satu tidak dapat menggugurkan ijtihad
yang lainnya, atau dengan kata lain, fiqh yang satu tidak dapat menggugurkan
fiqh yang lain. Dalam kaitan ini kaidah mengatakan:
"ljtihad yang satu tidak dapat menggugurkan ijtihad yang lain".
Disinilah perlunya ijtihad diperankan untuk memilih fiqh mana yang paling
relevan dengan kemaslahatan. Dengan cara seperti ini pula hukum Islam akan
". Hosen, Fiqh Perbandingan (Masa/ah Perkawinan), h. 8
23• Al-Imam Jalaluddin 'Abdur Rahman ibn Abi Bakri As-Suyuti, Al-Ashbah wan Nazdahir
ft/ Furuu'. (Beirut: Dar al-Fikri,t.th), h. 72.
11
selalu up to date, cocok dan relevan dengan tuntutan situasi dan kondisi,
sepanjang masa, sejalan dengan ungkapan: "Islam itu rel waktu dan tempat". 24
Seperti telah dijelaskan diatas, bahwasanya fiqh itu bersifat individu (tidak
mengikat), namun khususnya di Indonesia, umat Islam senang ber-taqlid buta
kepada hasil ijtihad sebagian mujtahid. Bahkan para u1ama muta'akhkhirin
cenderung mewajibkan kaum Muslimin untuk terikat secara ketat dengan salah
satu mazhab empat. Mereka tidak membenarkan seseorang berpindah mazhab,
bagi yang berpindah mazhab, menurut mereka, harus dijatuhi ta'zir (sanksi).25
Pandangan seperti ini tentunya tidak sejalan dengan Firman Allah yang
menyebutkan. Q.S. An-Nahl 16: 43
Artinya: " ... Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan
jika kamu tidak mengetahui".
"~ ~::i:.U <r-"WI
"orang awam (yang tidak atau belum memenuhi syarat-syarat ijtihad) tidak
mempunyai mazhab".
Hanya saja dalam rangka untuk mewujudkan kesamaan atau keseragaman
dalam amaliah - terutama yang menyangkut masalah kemasyarakatan
(mu'amalah) dan hal-hal yang tidak diwajibkan atau dilarang oleh Allah dan
24• Hosen, Fiqh Perbandingan (Masa/ah Perkawinan), h. 8.
25• Ibid., h. 10-11
12
Rasul (al-maskut 'anhu), yaitu hal-hal yang termasuk kategori mubah. Terhadap
hal-hal yang bersifat mubah inilah pemerintah (ulil amri) diberi hak oleh ajaran
Islam untuk dipatuhi oleh umat Islam. Permasalahan fiqh seperti inilah yang
membuat pemerintah setempat sebagai uni.fYingforce langsung turun tangan.9
Jika pemerintah memerintahkan atau melarang sesuatu yang mubah, umat
Islam harus (wajib) mematuhinya,10 sepanjang mubah yang dilarang atau
diwajibkan itu menyangkut kemaslahatan masyarakat dan merupakan sesuatu
yang benar-benar mubah bagi masyarakat.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. An-Nisaa': 41:59
Artinya: "Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu ... "
Ayat ini sejalan dengan hadits Nabi SAW:
r '''I) .:t:.: ..:ill:. :.bl 1· - .&I ,,. ' - ·•~ .'.tt~ ,lie. :.bl - · - <illt:. ·• 'I·.~ ·i""'""-' • • <.r- . U_,...) U"" .U"' . <F""'.) , • ~ I.)"' (JC
"( l;..JI .1 ) (tw·· ~.I' "\.!; .. -- ::UC. ·.t'.t:.. ~I ·r d'-!'.Lr <.i.) . J.) . __ .) .) w c.F*'" . ~ - l.),J ~ _,
Artinya: Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a., dia berkata, "Rasulullah
SAW pemah bersabda, "dengarkan dan patuhi pemimpin kalian, meskipun kalian
dipimpin oleh seorang budak dari Habasyah/Ethiopia yang rambutnya seperti
kismis". (H.R. Bukhari)
.. Ibid., h.12-13.
10• As-Sanhuri, Tasyri' al-Usrah, (Mesir: al-Jam'iyyah al-Misriyyah Ii al-Iqtisad as-Siyasi
wa al-Ihsa' wa at-Tasri', t.th), h. 566.
". Az-Zabidi, Mukhtshar ShahihAl-Bukhari, h. 1055.
13
Sungguhpun demikian, umat Islam tidak wajib patuh manakala pendapat
atau ketetapan pemerintah itu membawa pada jalan maksiat atau kekufuran yang
nyata. Nabi juga menegaskan dalam sabdanya:
~l'. .. '.11·.·.11·1;.. .. n•.ut:t:: ...:J<:.;Jil 1·_• .:11 .- ,1·.~~;.. ;Ji1· •• --• ._., •• -;-- 9-..)"' <.s"- .u... r-' -- <.r"""" <.F"' u=- .__ ~.J ...>=~.we-
" ~.- -•• "" ·- • - - t • " ·- • - - -'' 'u· 11.1) •gfi-_, ~. · -- t •· ·.-.•· ,1:.•• •1·_, ~·' I I.I:> l 4 ,._.... ..l\.ll A'• oo., ,_. ,·,.,, ,a,, oo 41 ,_.•._, ~ 1A111 -=Uo.l .,J '-' ,..... .. _;;.- '-'" -- .. ..F-~
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., dari Nabi SAW beliau bersabda: "
Seorang Muslim wajib mematuhi yang dia senangi ataupun tidak (terpaksa),
kecuali jika dia diperintah untuk melakukan maksiat. Apabila diperintah untuk
maksiat, tidak ada kewajiban patuh dan taat". (H.R. Muslim).
Khalifah pertama Abu Bakar Siddiq r.a., dalam pidatonya beliau pernah
mengatakan: ("Patuhilah saya dalam urusan kalian, selama saya juga patuh
kepada Allah. Bila saya durhaka kepada-Nya, jangan kamu patuhi saya. Bila saya
berbuat baik, dukunglah saya, dan bila saya berbuat buruk, luruskanlah saya").
Dalam salah satu hadist shahihjuga dikatakan, bahwasanya Rasulullah pada
waktu hendak mengutus Mu'az bin Jabal menjadi qad/i negeri Yaman, beliau
bersabda:
Artinya; "Apakah yang engkau perbuat manakala keputusanmu dalam sesuatu perkara? Mu'az menjawab, 'aku putuskan menurut nash yang ada dalam Kitabullah', kata Rasulullah, 'bagaimana jika tidak terdapat didalam Kitabullah'? Mu'az menjawab, 'aku putuskan menurut nash yang ada dalam sunnah Rasul'. Kata Rasul, 'bagaimana jika itu tidak terdapat didalam sunnah Rasul'? Mu'az
r •. Al-Hafizh 'Abdul 'Azhim bin 'Abdul Qawi Zakiyuddin Al-Mundziri, Mukhtashar Shahih Muslim. Penerjemah Achmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), Cet.11, h. 723.
14
menjawab, 'aku berijtihad dengan seksama'. Kemudian berkatalah Mu'az, lalu Rasulullah menepuk dadaku dengan tangannya sambil mengucapkan:
"Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada utusan
Rasulullah padajalan yang diridhai oleh Rasulullah". 11
Mungkin dari contoh sejarah singkat diatas, dapatlah kita ambil kesimpulan,
bahwasanya keputusan qadli (hakim/pemerintah) harus diikuti demi menciptakan
persamaan dan agar tidak terjadi perbedaan, dan Rasul telah nyata mengatakan
pendapat/tindakan Mu' az diatas benar dan tidak menyalahi ajaran Islam.
Berdasarkan perrnasalahan diatas, maka penulis merasa sangat perlu untuk
mencoba meneliti bagaimana peran qaidah fiqhiyyah terhadap kebijakan
pemerintah di Indonesia dalam penentuan I Ramadhan dan 1 Syawal. Untuk itu
penulis mencoba melakukan penelitian dengan judul: "PERAN QAIDAH
FIQHIYYAH TERHADAP KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
PENETAPAN I (SATU) RAMADHAN DAN 1 (SATU) SYAWAL/IDULFITRI
DI INDONESIA".
11• Hosen, Fiqh Perbandingan (Masa/ah Perkawinan), h. 13.
15
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Pembatasan Masalahnya adalah bagaimana peran qaidah fiqhiyyah dalam
kebijakan pemerintah mengenai penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal di
Indonesia.
Dari latar belakang dan pembatasan masalah diatas, penulis dapat rumuskan
sebagai berikut:
Perbedaan waktu dalam penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal di Indonesia
berjalan tetap, walau masing-masing pihak menggunakan argumentasinya dalam
menentukan kapanjatuhnya tanggal 1 Ramadhan dan 1 Syawal. Walaupun telah
ditempuh langkah oleh pemerintah untuk menyatukannya dengan menggunakan
sistem lmkanu Rukyat (kemungkinan hilal dapat dirukyat), namun tetap tidak
dapat disatukan. Harapan penyatuan secara penuh agaknya mustahil, bila
dihadapkan pada kelompok wujudul hilal, hal ini perlu penelusuran yang lebih
objektif dan komprehensif sehingga tetap dalam koridor kemaslahatan.
Dari rumusan diatas, dapat diajukan beberapa pertanyaan yang akan diteliti,
yaitu:
I. Bagaimana kedudukan qaidah fiqhiyyah dalam hukum Islam?
2. Bagaimana upaya pemerintah dalam penetapan awal Ramadhan dan Syawal?
3. Bagaimana peran qaidah fiqhiyyah terhadap kebijakan pemerintah dalam
penetapan I Ramadhan dan I Syawal di Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
I. Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
16
a. Untuk mengetahui konsep dasar dari qaidah fiqhiyyah, serta fungsinya
dalam penerapan hukum di Indonesia.
b. Untuk lebih mengetahui bagaimana eksistensi qaidah fiqhiyyah terhadap
putusan pemerintah.
c. Untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab sehingga terjadinya
ketidak seragaman waktu/hari dalam melaksanakan puasa Ramadhan dan
shalat !du! Fitri.
2. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Agar tidak terjadi perbedaan waktu dalam penetapan awal Ramadhan dan
!du! Fitri, khususnya di Indonesia.
b. Bagi jurusan Ahwal Al Syakhshiyah, hasil penelitian ini dapat menambah
khazanah pemikiran.
c. Bagi dunia pustaka, hasil penelitian ini dapat menambah perbendaharaan
koleksi dalam ruang lingkup karya ilmiah.
d. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam masalah
In!.
e. Bagi masyarakat, sekiranya bisa terciptanya ukhuwah Islamiyyah yang
adil dan benar sesuai dengan syari'at Islam.
D. Metode Penelitian
I. Jenis Penelitian
Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian hukum normatif dan studi
kebijakan, dalam arti penelitian yang menelaah permasalahan yang dikaitkan
17
dengan norma (kaidah) hukum, dalam hal ini qaidah fiqhiyyah, dan kebijakan
yang diambil adalah yang merupakan putusan pemerintah.
2. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif, yaitu
data yang tidak disuguhkan dalam bentuk angka-angka. Dalam ha! ini data
tersebut berupa pemikiran, yaitu kaidah-kaidah hukum Islam dan putusan
pemerintah serta berbagai pendapat dan fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia
(MUI) mengenai konsep penetapan I Ramadhan dan I Syawal serta data-data
lain yang ada relevansinya dengan masalah yang dikaji.
3. Teknik Pengumpulan Data dan Sumber Data
Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam skripsi ini adalah studi
dokumentasi, dalam ha! ini penelitian kepustakaan (Library Research).
Sedangkan sumber data yang digunakan diantaranya adalah:
a. Sumber Data Primer, antara lain ayat-ayat al-Qur'an dan Hadits-hadits
Nabi yang ada kaitannya dengan masalah yang dibahas. Termasuk sumber
data primer juga adalah keputusan menteri Agama, kitab-kitab ushul fiqh
dan qawaid fiqhiyyah serta berbagai buku mengenai kaidah-kaidah hukum
Islam.
b. Sumber Data Sekunder. antara lain buku tafsir yang digunakan dalam
memahami ayat al-Qur'an yang dikutip dalam tulisan ini, serta beberapa
buku karangan para pakar hukum yang ada kaitannya dengan masalah
yang dikaji.
18
c. Sumber Data Tersier, yaitu pendapat-pendapat dari kalangan ormas-ormas
yang sesuai dengan masalah yang dikaji. Seperti MUI, Nahdlatul Ulama,
Muhammadiyah dll.
E. Sistematika Penulisan
Adapun mengenai sistematika penulisan, dalam ha! ini peneliti membaginya
dalam lima bab yang secara garis besar adalah sebagai berikut:
BABPERTAMA
Berisi tentang pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian dan sistematika penulisan
BABK.EDUA
Berisi tentang qaidah fiqhiyyah dan kedudukannya dalam hukum syara'
yang meliputi pengertian qaidah fiqhiyyah, qaidah fiqhiyyah pada masa sahabat,
qaidah fiqhiyyah pada masa perkembangan, pembukuan, kematangan dan
penyempumaan, dan kedudukan qaidah fiqhiyyah dalam hukum Islam.
BAB KETIGA
Berisi tentang penentuan awal bulan hijriyyah berdasarkan hisab rukyat
yang meliputi pengertian hisab dan rukyat, pandangan fuqaha mengenai
penetapan awal bulan hijriyyah dan aliran-aliran hisab rukyat.
BABKEEMPAT
Berisi tentang putusan pemerintah dalam menetapkan I (satu) Ramadhan
dan I (satu) Syawal berdasarkan qaidah fiqhiyyah yang meliputi upaya
19
pemerintah dalam penyatuan pendapat mengenai penetapan awal bulan hijriyyah,
qaidah-qaidah fiqhiyyah yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan
analisa/kedudukan putusan pemerintah dalam tinjauan qaidah fiqhiyyah.
BAB KELIMA
Berisi tentang penutup yang meliputi kesimpulan, saran-saran.
BAB II
SEJARAH SINGKA T QAIDAH FJQHIYY AH DAN KEDUDUKANNYA DALAM
HUKUM SY ARA'
A. Pengertian dan Sejarah Singkat Qaidah Fiqhiyyah
Qa'idah secara etimologi ialah asas atau dasar. 1 Ada juga sebagian ahli fiqh
yang mengartikan qaidah dengan aturan-aturan atau patokan-patokan. Bentuk
jamak dari qaidah ialah qawa 'id, yaitu beberapa asas atau beberapa dasar dari
segala sesuatu, baik yang bersifat abstrak maupun yang bersifat konkrit. Atau
qaidah juga bisa disebut sebagai sesuatu yang bersifat umum yang mencakup
bagian-bagiannya. Kata qa'idah juga dapat kita temukan dalam QS Al-Baqarah
(2): 127
I• .~.11) ~-.1: '' '. • .. '. .11 G.;l :ill1 u.. ~ 1..t· ~c:.: . .r ..::.Wll -. ~r-~11 '· 1 ·1 ' .. - :ir .?:" ~ v- - - . ..) -- ,J - .. U"' - .:F ~ .)!, C!' Y- ,.J
('1':\ YV
Artinya: "Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-
dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): "Ya Tuhan kami terimalah
daripada kami (amalan kami), Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mendengar
lagi Maha Mengetahui".
Arti fiqhiyyah yang diambil dari kata fiqh yang diberi tambahan huruf "ya
nisbah" yang berfungsi sebagai penjenisan atau membangsakan. Fiqh sendiri
secara bahasa berarti suatu pemahaman yang sangat tajam atau mendalam.
1• Ahmad Sudirman Abbas. Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah. (Jakarta: Pedoman !\mu Jaya,
2004), Cet.Ke.I, h. 55.
21
Adapun fiqh secara istilah ialah mengetahui hukum-hukum syara' yang bersifat
amaliyah yang diperoleh dari dalil-dalilnya yang terperincL 2
Dari pengertian singkat diatas dapatlah kita ambil beberapa kesimpulan
bahwasanya:
I. Menurut Imam Tajjudin as-Subki qaidah fiqhiyyah yaitu suatu perkara yang
kulli yang bersesuaian dengan juz'iyyah yang banyak dari padanya diketahui
hukum-hukumjuz'iyyah itu.3
2. Qaidah fiqhiyyah ialah sesuatu yang merupakan kumpulan hukum yang
serupa, dimana antara satu hukum dengan hukum lainnya dipertemukan oleh
satu illat. 4
3. Qaidah fiqhiyyah ialah qaidah yang memuat beberapa hukum syara' dari
beberapa bab yang berbeda-beda sehingga bagian-bagiannya memiliki
hubungan yang erat kaitannya dengan qaidah itu.5
Sudah tentu masih sangat banyak lagi defenisi-defenisi yang Iain tentang
pengertian fiqh maupun qaidah fiqhiyyah. Para ulama berbeda dalam
menakrifkannya karena berbeda didalam memahami ruang lingkup fiqh dan dari
'. Nasrun Haroen, Ushul Fiqh I. (Jakarta: Logos Wacana llmu, I 997), h. 2-3.
'. Muchlis Usman, Kaidah-kaidah Ushuliyyah & Fiqhiyyah "Pedoman Dasar Dalam lstimbath Hukum Islam". (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), h. 97-98.
'. Abbas, Sejarah Qawa "id Fiqhiyyah, h. 86.
'. Ibid, h. 61
22
SIS! mana mereka melihat fiqh. 6 Walaupun demikian, tampaknya ad~
kecenderungan bersama bahwa fiqh adalah satu sistem hukum yang sangat erat
kaitannya dengan agama Islam.
Bila dicermati dua defenisi tersebut atau bahkan didefenisi-defenisi lain
yang dikemukakan oleh para fuqaha, maka makna fiqh dapat kita simpulkan pada
beberapa pokok, yaitu:
I. Sumbemya dari al-Qur'an dan as-Sunnah.
2. Fiqh merupakan bagian dari syari'ah.
3. Membahas hukum yang bersifat amali.
4. Obyeknya terhadap orang mukallaf.7
5. Dilakukan dengan jalan istimbath atau ijtihad.
Proses pengambilan atau pembentukan kaidah fiqhiyyah dapat dirumuskan
sebagai berikut: Al-Qur'an/Al-Sunnah - Ushul Al-Fiqh - Fiqh - Qaidah
Fiqhiyyah.8 Maksudnya ialah al-Qur'an atau Sunnah merupakan produk utama ·
dalam pembentukan qaidah fiqhiyyah, ushul fiqh yaitu pengetahuan tentang
kaidah-kaidah yang dijadikan cara/metode untuk menetapkan fiqh atau bisa juga
disebut dengan metodologi hukum Islam,9 fiqh merupakan produk pemahaman
6• Ahmad Djazuli, I/mu Fiqh (Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam),
(Jaka11a: Kencana, 2005), h. 6.
7• Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 85.
8• Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh (Sejarah dan Kaidah Asasi), (Jakarta: PT. Raja Gratindo,
2002) Cet. Pertama, h. 160.
''. Imam Musbikin. Qawa 'id al-Fiqhiyyah, (Jakarta: Raja Gratindo Persada, 200 I}, h. 8-9.
23
para ulama terhadap al-Qur'an dan Sunnah, dan fiqh yang begitu luas diambil
prinsip-prinsip umurnnya oleh ulama yang kemudian disebut qaidah fiqhiyyah.
Contoh:
\'\A~~ •• 'Cl! - - • .JY'
Segala sesuatu tergantung kepada niatnya
Dasar pengambilan dari kaidah ini ialah ayat al-Qur' an surat al-Imran ayat
145:
( ' £ o · r / · 1 Jt) 1: ,._ ...r-' r · tlt '--""' • :i ... .. 1 •• L .s.:r"i:;;:il1 <:...ir • :i "· --. u ..>""- --- .'}' ...>?" • _,.. .)> l..)A _, ~ .. _}' - • _,.. .)> l..)A _,
Artinya: Barang siapa menghendaki dunia niscaya karni berikan kepadanya
pahala dunia dan barang siapa menghendaki akhirat niscaya karni berikan
kepadanya pahala dunia.
Dan al-Qur'an surat al-Bayyinah ayat S:
( 'IA·o '4.lull)'llh"··!,11~"·,, 01;'.Aill-'·~~:1\..!ll' It.; . I" .. <- Ut-"' U- . ~. ' _j.)1' -'
Artinya: Dan mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan kepadanya dalam agama yang lurus.
Adapun hadits Nabi Muhammad SAW adalah
\ \ ;:..it;J y t.J W:. '11l:.J)
Semua amal perbuatan itu tergantung kepada niat pelakunya
'·. Musbikin, Qawaid al-Fiqhiyyah, h. 39-40
". AI-Imam Zainudin Ahmad bin Abd AI-Lathif Az-Zabidi, Muk~tshar Shahih A/Bukhari: "At-Tajriid Ash-Shariih Ii Ahaadits Ai-Jaarni' Ash-Shahih: terjemah Achmad Zaidun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 31.
24
Qaidab fiqbiyyab disebut juga sebagai qaidab syari'iyyah 12, bagi seorang
mujtabid untuk memudabkan dalam mengistimbatbkan bukum yang sesuai
dengan tujuan dari syari'at dan untuk kemas!abatan manusia.
B. Qaidah Fiqhiyyab Pada Masa Sababat
Sebelum kita membabas sejarab singkat qaidab fiqbiyyab pada masa
sahabat, maka alangkab baiknya kalau dilihat bagaimana sejarab
pembentukan/munculnya qaidab fiqbiyyab yaitu yang dimulai pada masa
Rasulullah SAW. Berbicara masalab qaidah fiqbiyyab, berarti juga membabas
tentang ilmu fiqh. Karena ilmu fiqh merupakan induk dari tempat lahirnya qaidab
fiqbiyyab itu sendiri. 13 Dengan melibat bistori dari pembentukan fiqb ini,
hendaknya dapat memperoleb pandangan sekitar latar belakang dan situasi yang
melingkupi serta turut menyertai kelahirannya.
Posisi fiqh lebib berada pada wilayab praktis dari pada teoritis. Para sababat
akan menanyakan persoalan baru kepada Nabi setelab persoalan itu terjadi. Tidak
ada usaha untuk membuat kerangka teori dalam berfikir untuk kedepan. 14
Disamping itu Nabi tidak mewariskan ilmu fiqh dalam bentuk buku, beliau hanya
meninggalkan prinsip-prinsip bukum yang universal, qaidab-qaidab umum, dan
beberapa hukum-bukum parsial tertentu yang telab ditetapkan dalam al-Qur'an
12• Usman, Kaidah-kaidah Ushu/iyyah & Fiqhiyyah ... h. 97-98.
13• Abbas, Sejarah Qawa'id Fiqhiyyah, h. I
"· Mustafa Ahmad Al-Zarqa', A/-Madkha/ al-Fiqh Al-'Ami, (Beirut: Dar al-Fikr, 1967), Juz. I, h. 149.
25
dan al-Hadits. Qaidah-qaidah umum itu dapat dijadikan sebagai kerangka berfikir
untuk memecahkan persoalan-persoalan yang bersifat parsial. 15
Jadi dengan qaidah itu, fiqh akan tetap dinamis, fleksibel dan tetap akan
memiliki cakupan wilayah yang luas.
Sebenamya al-Qur'an dan Hadits banyak mengandung ayat-ayat dan
penjelasan yang artinya sangat umum dan menjadi landasan bagi persoalan-
persoalan yang bersifat parsial seperti:
a. Al-Qur'an
J.~ Li I'' t·_ ,-·· t I.ill -.·;:, :•:.<::. l:'ir 1-. r.\ 11 ,·,Y.tll I ~-,, '· \ '_t:'' t, :.ti '·I • J-4="-' U U" U:.. r- ,J """° f.S', - .J Y U r" ..>" • U,
Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat
kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan
hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya
Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat".
(1o;1 V /J/.ily.oj) <.;:_;,,;..) ;>,;'}• ~ 0;/;,:_,, \3!; t:.:, LSY..! '..J).J ~'_JjlJ '._;ytJ:, ...
Artinya: " ... dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain,
dan kami tidak akan meng'azab sebelum kami mengutus seorang Rasul"
(\~ ·O\) /-~;Ii) - - t:. \.li . - 'UJ. · '.1 '· \' • ....... c.s"-'-" ' <Y-"'' - <..!";!' u .J
Artinya: "Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa
yang telah diusahakannya".
". Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 2-3.
26
b. Al-Hadist
'':.il:.»-">tr;;;.....u "Tidak boleh berbuat dlarar kepada diri sendiri dan orang lain"
"Perbuatan itu tergantung kepada niatnya"
"Orang Islam tergantung pada syaratnya"
\A~. L" '> - r_ --•!_\'.'.If r-.J->"' l.S"- u_,............
Menurut ajaran Islam, yang memiliki otoritas tertinggi dalam penetapan
hukum adalah Allah SWT. Sedangkan Nabi Muhammad SAW ialah utusan Allah
yang bertugas untuk menyampaikan dan melaksanakan perintah-perintah yang
diberikan oleh Allah. Dengan demikian, segala sesuatu yang bersumber dari
Allah, yang disampaikan melalui wahyu-wahyu-Nya, yang berfungsi sebagai
peraturan-peraturan yang bersifat mengikat dan harus dilaksanakan. Fungsi dan
tugas Nabi Muhammad SAW tersebut ditegaskan Allah dalam firman-Nya QS.
Al-Hasyr (59): 7
I .··- 'I) <->I.WI '.l:.~ :&1 '· 1 :&1 r ""r 1""\l ~ ·.t:' t:..- b. ~ ,,., ·.11 ~t"r t:..y-w -· - -- u, fa' .J .J4-lJ ("'""<!"' .J .J u.,,... .)' r-.. .J
(Y:o~
". Al-Syaikh Ahmad Ibo Al-Syaikh Muhammad Al-Zarqa, Syarh A/-Qawa'id AlFiqhiyyat, (Damaskus: Dar al-Qalam, 1989), h. 36.
1'. Muhammad Fuad 'Abdul Baqi, al-Lu'/u' wa/ Ma1jan, Himpunan Hadits Shahih Yang di Sepakati O/eh Bukhari dan Muslim, Penerjemah Salim Bahreisy, (Surabaya: PT. Bina Ilmu, I.th.), h. 2.
".Abbas, Sejarah Qawa'id Fiqhiyyah, h. 7.
27
A11inya: "Apa yai1g diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya".
Maka dengan posisi beliau sebagai utusan Allah SWT. Nabi Muhammad
SAW tidak hanya meninggalkan umatnya begitu saja setelah beliau wafat. Tetapi
Nabi juga mengembangkan secara sempuma terhadap dalil-dalil nash yang
sharih, global dan universal. Selain mempunyai wewenang menerima wahyu,
Nabi Muhammad SAW juga berwenang untuk memperjelas hukum-hukum Allah
tersebut. 19 Penjelasan Nabi ini tidak hanya sekedar keinginan dari Nabi sendiri,
tetapi juga merupakan suatu tugas Nabi sebagai mubayyin (penjelas) yang juga
ditegaskan oleh Allah SWT dalam QS. Al-Nahl ( 16): 44
( if·\"\/'-·-•\) -.. ~,;~-.·-'.t.r :.-.1\J"'L. lil.l--~-.~1-.t:'.':J\:erJ\\Jf"I' • U"'-" Ll-' -~ _, ('It:"' y L)-' -~ j-' - ' y _,
Artinya: "Dan kami turunkan kepadamu Al-Quran, agar kamu menerangkan
pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan".
Sebelum wafatnya Nabi Muhammad SAW, segala permasalahan yang
sedang dialami oleh masyarakat Muslim dapat dijawab langsung oleh teks-teks
primer al-Qur'an dan Sunnah. Namun, sepeninggal Nabi Muhammad SAW umat
Islam dihadapkan dengan suatu permasalahan yang besar. Seperti bagaimana cara
menentukan hukum apabila suatu perkara tersebut belum pemah terjadi
'". Huzaimah Tahido Yanggo, Pengan/ar Perbandingan Mazhab, (Jakarta: Logos Wacana llmu, 2003), Cel.Ke.111, h. 14.
28
sebelumnya pada masa Nabi, ada juga para sahabat yang berlainan tentang
jawaban dari suatu perkara. 20 Namun hal terse but bukanlah menjadi suatu
penghambat - bagi para sahabat khususnya - dalam menegakkan ajaran Islam.
Kedudukan ijtihad pada masa Nabi belum dapat dipandang sebagai alat
penggali hukum,21 karena sahabat melakukan ijtihad hanya apabila keadaan yang
berjauhan dengan Nabi. Namun kemudian kejadian tersebut disampaikan kepada
Nabi dan apabila ijtihad tersebut benar sesuai dengan nash, maka ijtihad tadi
mendapat pembenaran langsung dari Nabi, tapi apabila salah maka Nabi yang
akan memberikan pembenaran. Sehingga penggunaan rasio tidak begitu
digunakan secara maksimal pada masa sahabat. 22
Pada masa sahabat, seluruh pola berfikir tentang hukum Islam telah
berubah.23 Ijtihad pada masa sahabat digunakan karena ada persoalan-persoalan
baru yang tidak pemah terjadi pada masa Nabi, sehingga memaksa mereka untuk
berijtihad. Metode ini digunakan untuk mencari kebenaran terlebih dahulu
didalam al-Qur'an, apabila mereka tidak menemukan maka mereka mencari pada
Sunnah Nabi. Mereka melakukan musyawarah dengan para sahabat yang pemah
mendengar langsung dari Nabi tentang permasalahan yang akan dipecahkan. Jika
h.19.
20. Ibid., h. 4
21• Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan (Masalah Perkawinan), (Jakarta: Firdaus, 2003),
22• Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah. h. I 0.
23 • Ibid
29
mereka tidak menemukan jawabannya, barulah mereka menggunakan ra 'yu atau
berijtihad.24
Seperti contoh yaitu pada masa khalifah Abu Bakar dan Umar r.a., ketika
menghadapi masalah-masalah baru, keduanya mengumpulkan sahabat untuk
dimintai pendapatnya dan apa yang telah disepakati maka itu yang dijalankan.25
C. Qaidah Fiqhiyyah Pada Masa Pembukuan, Kematangan, Perkembangan dan
Penyempurnaan
Awai mula qaidah fiqhiyyah menjadi disiplin ilmu tersendiri dan <libukukan
terjadi pada abad ke 4 H dan terus berlanjut hingga masa setelahnya. Hal ini
terjadi dikarenakan kecenderungan taqlid mulai tampak dan semangat ijtihad
telah melemah karena saat itu fiqh mengalami kemajuan yang sangat pesat. Hal
ini berimbas terhadap terkotak-kotaknya fiqh dalam mazhab.26
Menjawab beberapa persoalan fiqh dengan menggunakan metode qiyas
menyebabkan fiqh menjadi semakin berkembang dan menjadi luas sehingga
mampu menjawab seluruh persoalannya. Pada saat itulah pada ahli fiqh membuat
metode baru.27
24• Ibid., h. 11
25• Yanggo, Pengantar Perbandingan Mazhab, h. 28.
".Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 32
"- Ibid., h. 32-33
30
Menurut beberapa kalangan bahwa Abu Thahir al-Dabbas - ulama abad ke
4 H28 - merupakan orang pertama yang mengumpulkan qaidah-qaidah penting
dari Imam Abu Hanifah sebanyak 17 qaidah. Diantara qaidah yang dikumpulkan
oleh Abu Thahir adalah lima qaidah dasar yaitu:29
"Segala sesuatu tergantung pada tujuannya"
"~t.. LJ •.- \] '· '.0:-.t\ • JY. U:!!':I'
"Keyakinan tidak dapat dihilangklan dengan keraguan"
n JJJ·v~·" : .. r,1 n-:r.11 "Kesulitan menarik kemudahan"
"Kerusakan haru:; dihilangkan"
''Adat dapat dijadikan hukum"
Diperkirakan bahwa Imam al-Karhi (340 H), (teman abu Thahir),
mengambil sebagian qaidah yang telah dikumpulkan oleh Abu Thahir lalu
diintegralkan dalam risalahnya sehinggajumlahnya mencapai 30 qaidah.35
211• Mubarok, Kaidah Fiqh, h. 63-65.
29• Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 34.
'·.Ibid., 35
".Ibid
".Ibid
". Mubarok, Kaidah Fiqh (Sejarah dan Kaidah Asasi), h. 65.
". Ibid
31
Pada abad ke 5 H, Imam Abu Zaid al-Dabbusi menambah jumlah qaidah
Imam Karhi. Pada abad ke 6 H muncul satu kitab yang ditulis oleh Ala'uddin
Muhammad bin Ahmad al-Samarqandi denganjudul Idhah al-Qaidah. Pada abad
ke 7 H, qaidah fiqhiyyah mengalami perkembangan yang sangat signifikan
walaupun terlalu dini untuk dikatakan matang. Diantara ulama yang menulis
kitab qaidah pada masa ini adalah al-'Allamah Muhammad bin Ibrahim al-Jurjani
al-Sahlaki, ia menulis denganjudul Qawa'id al-Ahkamji Mashalih al-Anam yang
sempat menjadi kitab yang terkenal.36
Karya-karya para Imam-imam diatas menunjukkan bahwa qaidah fiqhiyyah
mulai berkembang dengan pesat pada abad ke 7 H. qaidah fiqhiyyah pada abad
ini tampak tertutup namun sedikit demi sedikit mulai meluas.37
Adapun pembukuan tentang kitab qaidah fiqhiyyah ini mencapai puncaknya
yaitu pada abad ke I 0 H, yaitu ketika masa al-Suyuthi (w. 910 H) dalam kitabnya
Al-Aysbah wa al-Nazair, ia mencoba menyederhanakan qaidah-qaidah penting
yang ada dalam kitab milik al-'Alai, a/-Subki yaitu kitab-kitab yang membahas
tentang qaidah namun masih tercampur dengan qaidah ushul fiqh. 38
Setelah beberapa abad qaidah fiqhiyyah ini berkembang dikalangan para
imam mazhab, maka mereka juga berupaya untuk memberikan suatu
35• Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 35
36• Ibid., h. 36
".Ibid., h. 37
". Ibid., h. 39
32
penyempurnaan yang pada masa sebelumnya mengalami sedikit kekurangan
seperti berbentuk korpus yang tercecer dan lain-lain. Kematangan qaidah
mencapai puncaknya setelah muncul majallah al-Ahkam al-Adliyyah yang
dike1jakan oleh tim ahli fiqh pada masa pemerintahan Sultan Al-Ghazi Abdul
Aziz Khan Al-Ustmani pada akhir abad ke 13 H.39 pada masa ini qaidah
fiqhiyyah juga dijadikan sebagai acuan dalam menetapkan hukum dibeberapa
Mahkamah.
D. Kedudukan Qaidah Fiqhiyyah Dalam Hukum Syara'
Kedudukan qaidah fiqhiyah dalam upaya untuk menentukan ukhuwah
Islamiyah dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: dalil pelengkap dan dalil
mandiri.40 Dalil pelengkap yaitu bahwa dalil yang bersumber dari qaidah fiqhiyah
dapat digunakan setelah menggunakan dua dalil pokok yaitu al-Quran dan
Sunnah. Sedangkan yang dimaksud dengan dalil mandiri adalah bahwa kaidah
fiqh digunakan sebagai dalil hukum yang berdiri sendiri, tanpa menggunakan dua
dalil pokok.
Qaidah fiqh yang dianggap sebagai dalil pelengkap ini, tidak ada ulama
yang memperdebatkannya, dan mereka berpendapat tentang kebolehan
39• Ibid., h. 49-50
'°.Mubarak, Kaidah Fiqh, h.29.
33
menjadikan qaidah fiqh sebagai dalil pelengkap. Tetapi dalam pengertian tentang
qaidah fiqh sebagai dalil mandiri, sebagai ulama berbeda pendapat.41
Imam al-Haramain al-Juwaini berpendapat bahwa qaidah fiqh boleh
dijadikan sebagai dalil mandiri, karena dianggap sebagai upaya untuk
mempermudah dalam memahami beberapa ayat al-Quran dan Sunnah.42
Sedangkan ulama yang berbeda pendapat yaitu al-Hamawi. Beliau berpendapat
bahwa qaidah fiqh tidak bisa dikatakan sebagai dalil mandiri. Karena setiap
qaidah bersifat pada umumnya, aglabiyat atau aktsariyat.43
Oleh karena itu, setiap qaidah memiliki pengecualian-pengecualian. Karena
memiliki pengecualian yang kita tidak mengetahui secara pasti pengecualian
pengecualian tersebut, qaidah fiqh tidak dijadikan sebagai dalil yang berdiri
sendiri merupakanjalan keluar yang sangat baik.44
Jadi atas dasar inilah al-Hamawi berpendapat untuk menolak menjadikan
qaidah fiqh sebagai dalil hukum mandiri, karena bisa saja persoalan-persoalan
yang sedang diputuskan hukumnya termasuk pada kelompok pengecualian.45
41• Mubarok, Kaidah Fiqh, h. 30
42• Ibid., h. 35.
"'- Ibid., 36
". Ibid
". Ibid
34
Contoh. Putusan Pengadilan Agama Padang Nomor 459/S/1986 tanggal 9
Februari 1986 tentang gugatan nafkah anak. Dalam keputusan tersebut, hakim
mengutip kitab Madzahib al-Arba 'at (j.IV, h. 587-588) sebagai berikut:46
"Nafkah anak-anak gugur disebabkan telah berlalu waktunya (daluarsa)."
Bahwasanya Pengadilan tersebut menjadikan qaidah fiqh sebagai salah satu
dasar pertimbangan hukum dengan tidak menggunakan al-Qur'an dan Sunnah
sebagai dasar pertimbangan.
Adapun kegunaan dari qaidah fiqh ialah, diantaranya:48
1. Mempermudah dalam menguasai materi hukum
2. Qaidah merupakan alat pembantu dalam menyelesaikan persoalan-persoalan
yang diperdebatkan
3. Mendidik orang yang berbakat fikih dalam melakukan analogi dalam
mengetahui hukum terhadap permasalahan barn
4. Mempermudah orang dalam memahami bagian-bagian hukum
5. Sebagai upaya dalam pengembangan hukum (takhrij) dan mengupayakan
pilihan hukum ( tarj ih )49
46• Ibid., h. 37
'v. Ibid
48• Ibid., h. 28
49• Musbikin, Qawa'id al-Fiqhiyyah, 19.
35
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwasanya sumber pembentukan
qaidah fiqhiyyah ialah dari Al-Qur'an/Al-Sunnah - Ushul Al-Fiqh - Fiqh -
Qaidah Fiqhiyyah. Namun, dalam pengambilan hukum dalam suatu masalah
tentunya harus merujuk terlebih dahulu kepada al-Qur'an dan Sunnah.
Qaidah fiqhiyyah tentunya dapat dijadikan sebagai dalil dalam pengambilan
hukum apabila qaidah itu didasarkan kepada Qur'an dan Sunnah. Dalil qaidah:
<;:Y. (),. .:i.i'.ill ~ Ailc. ~ L.j menjadikan qaidah: lA,l.;-<> ~ '.JY,tll sebagai dalil
karena didasarkan pada hadis Nabi:
50 - ' L. . . I ~ w1· w~li (JLl. YI WI c.S.Y i.SY' . ..J. - . <
Menurut sebagian ulama tidak semua qaidah fiqhiyyah dapat dijadikan
dalil. Seperti ketika meneliti beberapa masalah yang diungkapkan atau
didasarkan pada kesimpulan dari ulama fiqh, karena mengeluarkan metode
dengan sistem seperti itu tidak dapat dijamin kebenarannya dan qaidah itu hanya
dijadikan sebagai penguat saja.51 Sebab para ahli fiqh ketika tidak menemukan
dasar yang kuat dari al-Qur'an atau Hadits, maka mereka tidak memutuskan
dengan menggunakan qaidah-qaidah fiqhiyyah. Jadi tidak dibenarkan
memutuskan hukum hanya dengan menggunakan qaidah fiqhiyyah.
50. Az-Zabidi, Mukhtshar Shahih Al-Bukhari, h. 31.
51• Abbas, Sejarah Qawa 'id Fiqhiyyah, h. 71.
36
Seperti Ibnu Farhun misalnya, beliau merupakan salah satu ulama yang
tidak membolehkan menggunakan qaidah sebagai dalil apabila permasalahan itu
tidak didapati dalam al-Qur'an dan Hadits.52
Akan tetapi, sebagian ulama mengatakan sah untuk dijadikan dalil seperti
al-Qarafi. Dia mengatakan, "hukum yang diputuskan oleh seorang qadli dapat
dibatalkan apabila bertentangan dengan qaidah yang selamat dari
pertentangan". 53
Menurut Abdul Wahab Khallaf, karena al-Qur'an membatasi diri dalam
menerangkan dasar-dasar yang menjadi sendi pada tiap-tiap hukum, maka demi
memelihara keadilan dan kemaslahatan - khususnya bagi para perancang hukum
- nyatalah sesungguhnya qaidah fiqhiyah tersebut sangat digunakan.54
Jadi kedudukan qaidah fiqhiyyah ialah suatu hal yang sangat penting dalam
memberikan solusi-solusi ataupun penjelasan-penjelasan tentang ajaran Islam.
Karena dasar pengambilan atau pembentukan qaidah fiqhiyyyah bersumber dari
dua ajaran Islam yaitu al-Qur'an dan hadits Rasulullah. Dan dalam menghadapi
masalah kontemporer saat ini sangat diperlukan peran qaidah fiqhiyyah dalam
mengaktualisasikan permasalahan fiqh agar ukhuwah Islamiyah selalu terjaga.
52• Ibid
53• Ibid
54• Musbikin, Qawa 'id al-Fiqhiyyah, h. 14-15.
BAB Ill
PENENTUAN A WAL BULAN HJJRIYYAH BERDASARKAN HISAB RUKYAT
A. Pengertian Hisab dan Rukyat
Hisab berasal dari bahasa Arab yaitu "hasaba" artinya menghitung, mengira
menganggap, memandang, dan membilang. 1 Jadi hisab adalah kiraan, hasil
hitungan dan bilangan. Kata ini banyak disebut dalam al-Quran diantaranya
mengandung makna perhitungan perbuatan manusia. Dalam pisiplin ilmu falak
(astronomi), kata hisab mengandung arti sebagai ilmu hitung posisi benda-benda
Ian git. 2 Posisi benda langit yang dimaksud di sini adalah lebih khusus kepada
posisi matahari dan bulan dilihat dari segi pengamat di bumi.
Hitungan posisi ini penting dalam kaitannya dengan syariah khususnya
masalah ibadah misalnya; shalat fardu menggunakan posisi matahari sebagai
acuan waktunya, penentuan arah kiblat dengan menghitung posisi bayangan
matahari, penentuan awal bulan Hijriyah dengan melihat posisi bulan dan
mengetahui kapan terjadi gerhana dengan menghitung posisi matahari dan
bulan.3
1• Achmad Warson Munawwir, Al-Munawwir: Arab-Indonesia Ter/engkap, (Surabaya:
Pustaka Progresif, 1997), h. 262.
'. Mutoha - Anggota BHR DIY - koord. Jogja Astra Club (JAC) - Member Islamic Crescent's Observation Project (!COP), http://groups.yahoo.com/group/rukyatulhilal/, I Muharram 1427 H, h. I.
3. Ibid., h. 10
38
Rukyat berasal dari bahasa Arab "ra'a - yara - rakyan - rukyatan" yang
artinya " melihat,4 pendapat, mimpi dan cermin".5 Dalam ha! ini rukyat
digunakan pada masalah melihat hilal. Oleh karena itu kata rukyat selalu
disandingkan dengan kata 'rukyatul hilal'. Maka yang disebut Rukyatul Hila!
adalah kegiatan yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk
melakukan pengamatan secara visual baik menggunakan mata langsung maupun
dengan bantuan alat terhadap kemunculan hilal. Penggunaan alat bantu visual
seperti teleskop, binokuler, kamera.6
Tetapi makna rukyat itu sendiri lebih mendominasi pengertian dengan
menggunakan mata telanjang dalam melihat hilal - yang dikhususkan pada waktu
penentuan awal Ramadhan dan awal Syawal - namun ha! ini bukan berarti tidak
adanya penafsiran lain dari para ulama, ditambah lagi dengan penafsiran-
penafsiran dari para ulama kontemporer saat ini.
Seperti Imam Muththarif guru Imam Bukhari misalnya, beliau merupakan
orang pertama yang membolehkan berpuasa dengan menggunakan hisab7•
Namun didalam sebagian literatur disebutkan bahwa orang pertama yang
4. Muna,vwir, Al-Munawlvir, h. 460.
'. Siradjuddin Abbas, Empat Pu/uh Masalah Agama, (Jakarta: Tarbiyah, 2006), Cet. Ke. 37., h. 256.
6• Ibid., h. 15.
1. Djamaluddin Miri dan Imam Ghazali Said, AHKAMUl FUQAHA, Soh!si Problematika
Akrua/ Hukum Islam, Kepurusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahd/atul Ulama (1926-1999), (Jawa Timur: Lajnah Ta'lif wan Nasyr (L TN) bekerja sama dengan Diantama Surabaya, 2004), Cet.ke I, h. 286.
39
menemukan ilmu hisab/astronomi ialah Nabi Idris, 8 atau bahkan masalah hisab
ini muncul lebih awal dari itu9• Dari sini kita dapat menduga bahwa sejak
sebelum Masehi temyata sudah tampak adanya persoalan hisab rukyat, walaupun
dalam dimensi yang berbeda dengan sekarang.
Aliran rukyat seperti Imam Ramli dan Al-Khatib Asy-Syaibani yang
menyatakan jika rukyat berbeda dengan perhitungan hisab, maka yang diterima
adalah kesaksian rukyat, karena hisab diabaikan oleh syari'at (Nihayah al-Muhtaj
III: 351). Dan ada juga aliran hisab murni seperti Imam As-Subkhy, Imam
Jbbady, dan Imam Qalyuby. 10
Dalam Islam, terlihatnya hilal di sebuah negeri dijadikan pertanda
pergantian bulan kalender Hijriyah di negeri tersebut. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah (2): 189
u. · '.1· •. ;;,,· - '.'.11 r 'Ll "L" .11 · .. -.1· :..:. ir wi Uir · · "~ :l.ktl1 · · ~· t'.· -~ .J~ Lk' ~ y u . _r. L>":!-'-' (;.- -' c..>" • -- _,.. ~ <JO • • UC Y""':l
( \A~·Y /;; -~·'l)',•_'..l~~·-~1~1;&11 ''\' .. ·•\·· l::.,'.'.'.111''\' ·•1 ·· ' .. 11 '·.Cl' . ~ (.)_,..,..,,... ...... _,..., -' ~Y. Ll"' .:r.-:-' y -' ~ <.>" fl' lJ""'-'
Artinya: "Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: "Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadat) haji; dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. dan masuklah ke rumahrumah itu dari pintu-pintunya; dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung".
8• Zubair Umar Al-Jailany, Al-Khulashah Al-Wafiyah, (Kudus: Menara Kudus, t.th.), h.5.
9• Ahmad lzzuddin, Fiqh Hisab Rukyat Di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah
dengan Mazhab Hisab), (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2003), eel, Pertama, h. 41.
'°. Ibid
40
Pada dasarnya permasalahan hisab rukyat ini merupakan permasalahan
yang k/asik. Tetapi terkadang juga merupakan ha! yang sangat aktuai. 11
Dikatakan klasik karena ha! ini sudah terjadi pada masa-masa awal Islam, dan ini
sudah mendapatkan kaj ian dan pemikiran yang mendalam oleh para ahli hukum
Islam. Dikatakan aktual karena pada setiap tahun yaitu bertepatan dengan bulan
Ramadhan dan Syawal khususnya, selalu mengandung sebuah polemik yang
berkepanjangan yang sampai saat ini kalau dilihat dari sisi positifnya ternyata
seluruh umat Islam dimuka bumi ini menginginkan sebuah kebersamaan yang
dapat menguatkan persaudaraan.
Adapun polemik tersebut diakibatkan oleh beragamnya pendapat para ahli
hisab dan rukyat pada zaman modern ini dalam mengaplikasikan pendapatnya
yang sesuai dengan ha! tersebut. Dan perbedaan pendapat ini nyaris sekali
mengancam rasa persatuan dan kesatuan dikalangan umat Islam, khususnya di
Indonesia. 12
B. Pandangan Fuqaha Mengenai Penetapan Awai Bulan Hijriyyah
Penetapan awal bulan Hijriyyah ini juga dikenal dengan istilah tahun
Qamariyyah, karena perhitungannya didasarkan pada peredaran bulan
mengelilingi bumi. Dan menurut sebagian pendapat, sistem penetapan seperti ini
sudah digunakan oleh bangsa Arab sejak zaman kuno yang dikenal dengan istilah
11• Ibid., h. 2
12• Ibid
41
penanggalan bangsa Semit. 13 Disebut tarikh Hijriyyah atau tahun Hijriyyah
karena permulaan tahun ini dimulai saat Nabi Muhammad SAW melakukan
hijrah dari Makkah ke Madinah. 14
Tarikh Hijriyyah ini pertama kali dikenalkan pada masa kekhalifahan Umar
bin Khattab sudah berlangsung selama 2 setengah tahun yaitu bertepatan dengan
tahun ke 17 setelah hijrahnya Nabi SAW. Sedangkan untuk nama-nama bulan
dan system perhitungannya masih tetap menggunakan system yang dipakai oleh
orang-orang Arab pada umumnya, yaiiu diawali dari bulan Muharram dan
diakhiri pada bulan Dzulhijjah.15
Hijrah Nabi Muhammad SAW terjadi pada tanggal 2 Rabiul Awwal dan
bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M. bila dihitung dari mulai
ditetapkannya tarikh Hijriyyah ini, maka perhitungannya dilakukan mundur
sebanyak 17 tahun. Bila dimulai dari bulan Muharram, maka I Muharram tahun
I H ternyata bertepatan dengan tanggal 15 Juli 622 M. basil perhitungan tersebut
diperoleh para ulama yang berpedoman kepada hisab. 16 Sebab pada hari Rabu
petang tanggal 14 Juli 622 M, kedudukan hilal pada saat itu 5°57' diatas ufuk,
13• Cyrril Glasse, Ensiklopedi Islam Ringkas, terj., (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1999), Cet.Ke.11, h. 204.
1•1• Maskufa, "Memahami Tarikh Mesehi dan Hijri: Suatu Perbandingan", Ahkam, no.13,
(Juni 2004): h.76-77.
15• Depag, Almanak hisab Rukyat, (Jakarta: Proyek Pembinaan Peradilan Agama Islam,
1981 ), h. 44-45.
16• Maskufa, Memahami Tarikh Mesehi dan Hijri, h. 77.
42
maka malam itu dan keesokan harinya yaitu hari kamis tanggal 15 juli 622 M
merupakan tanggal I Muharram tahun I Hijriyyah.
Sementara itu, ulama yang berpegang pada rukyah mendapatkan hasil yang
lain. Kerana diketinggian hilal seperti itu tidak dimungkinkan untuk dilihat, maka
mereka sepakat untuk melakukan istikmal (penyempurnaan 30 hari) sehingga
permulaan tahun Hijriyyah bukan hari kamis tanggal 15 Juli 622 M, tetapi jatuh
pada hari Jumat tanggal 16 Juli 622 M. 17
Walaupun adanya ungkapan seperti diatas, namun dalam penentuan kapan
terjadinya awal Ramdhan dan awal Syawal khususnya, ha! yang biasa diterapkan
langsung oleh Rasulullah SAW adalah melakukan pengamatan dengan cara
melihat hilal, begitu juga cara yang digunakan oleh Khulafa ar-Rasyidun dan
yang dipakai oleh ulama mazhab empat. 18 Sedangkan dasar falak/hisab dalam 2
ha! diatas adalah tradisi yang tidak pernah digunakan oleh Rasulullah, Khulafa
ar-Rasyidun dan Imam Mazhab. 19
Adapun dalam menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal,
Abdurralunan Al-Jaziri melalui penafsirannya dari hadits Nabi yang berbunyi
~'.Jy 1:/;Ll(.i ~jy r;.~ beliau berpendapat bahwa, kalau dilangit kelihatan
cerah, maka perkara puasa bergantung kepada ru'yah al-hi/al (terlihatnya hilal).
17• Muhammad Wardan, Hisab urji dan Hakiki, (Yogyakarta: Siaran, 1957), h. 12.
18• Munawir Abdul Fatah, Tradisi Orang-orang NU, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2007), Cet.Ke.111, h. 215.
19• Ibid.
43
Karena tidak boleh berpuasa kecuali apabila hilal Ramadhan telah terlihat.20
Sedangkan apabila posisi hilal tidak bisa dilihat karena tertutup awan, maka
perhitungan (hisab) dikembalikan kepada bulan Sya'ban, yaitu bulan Sya'ban
harus disempumakan menjadi 30 hari.
Abu Bakar Jabir al-Jaziri juga menyebutkan, bahwa dalam penentuan awal
Ramadhan dan Syawal hanya dapat ditentukan dengan menggunakan salah satu
dari dua ha!, yaitu:21
I. Menggenapkan bulan Sya'ban menjadi 30 dan hari yang ke 31 adalah tanggal
I Ramadhan.
2. Melihat bulan sabit. Dalam ha! melihat bulan, cukup perwakilan dengan satu
orang saksi yang adil atau dua orang yang adil.
Menurut kalangan Hanabilah yang didasarkan pada praktek Ibnu Umar
(seorang perawi hadits), mereka berpendapat apabila tanggal 29 Sya'ban datang,
maka diutuslah orang untuk melihat hilal, bila ia melihatnya maka keesokan
harinya mereka berpuasa, namun bila tidak melihat hilal dan langitpun cerah
maka belumlah berpuasa.22 Tetapi jika pandangannya terhalang oleh awan maka
ia berpuasa, dan meniatkan pada malam harinya untuk berpuasa. Bila temyata
'°- Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah, (Cairo: Mathba'ah Allstiqamah, I.th), h.17.
''.Abu Bakar Jabir Al-Jaziri, Minhajul Muslim. Penerjemah Fadhli Bahri, (Jakarta, Darul Falah, 2001). h. 424.
22• Ibid., h. ! 8
44
ditengah-tengah puasanya itu ia tahu bahwa hari itu masih Sya'ban, maka tidak
wajib untuk meneruskan puasanya.
Menurut kalangan Hanafiyah, bila dilangit tidak ada suatu apapun yang
dapat menghalangi ru'yah, maka wajib dilakukan rukyat oleh sejumlah kaum
Muslimin. Bila dilangit ada sesuatu yang menghalangi rukyat, lalu ada seorang
dari mereka yang memberitahukan bahwa ia telah melihat hilal, maka cukup
dengan kesaksiannya. 23
Menurut pandangan dari kalangan Syafi'iyah, bahwa bulan Ramadhan itu
ditetapkan dengan rukyat seorang yang adil, sekalipun perihal dirinya tidak
diketahui, baik langit dalam keadaan cerah atau ada suatu penghalang yang dapat
menyulitkan rukyat. Saksi tersebut disyaratkan dari seorang Muslim yang akil,
baligh, merdeka, laki-laki dan adil sekalipun hanya secara lahir. Dan kalangan
Syafi'iyah menambahkan bahwa ketentuan ahli nujum dapat dijadikan dasar
tetapi hanya kepada dirinya sendiri dan orang yang mempercayainya. Sedangkan
untuk orang-orang secara ka.ffah tidaklah diwajibkan puasa.24
Kalanga Malikiyyah mereka berpendapat bahwa hilal Ramadhan ditetapkan
dengan rukyat. Yang demikian itu dibagi menjadi tiga:25
I. Hila! itu dilihat oleh dua orang yang adil. Yang dimaksud adil disini adalah
orang laki-laki, merdeka, baligh, akil tidak melakukan dosa besar.
"·Ibid., h. 18-19
". Ibid., h. 19-20
15• Ibid., h. 20-21
45
2. Hila! itu dilihat oleh banyak orang yang pemberitaan mereka itu dapat
dijadikan dasar pegangan dan dijamin tidak melakukan kesepakatan untuk
dusta.
3. Bilal itu dilihat oleh satu orang, akan tetapi rukyat oleh satu orang tidak dapat
dijadikan ketetapan kecuali bagi dirinya atau orang yang diberitakannya, bila
yang dibertakan tadi tidak mempunyai keperdulian terhadap hilal. Bila ia
mempunyai keperdulian terhadap hilal, maka tidak boleh menetapkan bulan
Ramadhan dengan rukyat satu orang.
Menurut pandangan lbnu Bathol, ilmu hisab meskipun secara logika
kebenarannya dapat dipercaya dan mendekati kebenaran dibandingkan ilmu-ilmu
yang lain, namun ia tetap memiliki keterbatasan dalam menangkap pesan Ilahi
khususnya untuk menentukan awal bulan Qamariah (awal Ramadan dan Syawal).
Al-Bajiy juga mengemukakan pendapat bahwa dalam menetapkan I Ramadhan
tidak boleh dengan ketentuan dari .ahli bintang. Dia - al-Bajiy - menambahkan:
"bahwa Ijma' ulama salaf dapat dijadikan sebagai hujjah untuk membantah
pendapat para ahli bintang. 26
Menurut Ibnu Nati' yang meriwayatkan pandapat Imam Malik, bahwa al
Imam (kepala negara) yang tidak melaksanakan puasa dengan cara melihat anak
"'. Abu Bakar Muhammad, Te1jemahan Sub11/11s Salam", (Surabaya: Al-lkhlas, 1991), h .. 600.
46
bulan, tetapi hanya berdasarkan kepada hisab, maka kepala Negara tersebut
tidaklah harus diikuti.27
Menurut pend a pat Jumhur, pada hari tidak terlihat bulan maka diikutkan ".
pada perhitungan bulan sebelumnya. Ibnu Umar mengatakan, apabila bulan tak
terlihat diawal Ramadhan maka hari itu disebut Yaumusy. syak (hari yang
meragukan) dan Ramadhan harus jatuh pada hari berikutnya. Ulama Salaf
berpendapat, apabila bulan tak terlihat penentuan tanggal dengan menggunakan
hisab berdasarkan peredaran bulan dan matahari. Inilah mazhab Imam Mutharaf
bin Syakhir dari kalangan tabiin besar. Sedangkan menurut Ibnu Suraij dari
Syafi'I, orang yang menggunakan dasar ilmu falak (astronomi) untuk menentukan
tanggal satu, yang menw:iJt perhitungannya walaupun bulan tak terlihat, boleh
ditetapkan (itsbat) sebagai awal atau akhir Ramadhan.28
Adapun metode yang dilakukan pemerintah Indonesia - Departemen Agama
- ialah melakukan sidang itsbat dengan mengqadirkan berbagai kalangan dari
organisasi kemasyarakatan. Dan menggumpulkan semua laporan tentang hasil
pengamatan dan menawarkan hasil tersebut untuk dijadikan sebagai pedoman.
Baik yang menggunakan sistem Hisab maupun dari sistem rukyat.29
27• Al-Qurtubi, Al-Jaami' lj Ahkam A/-Qur'an, (t.p.: t.p., t.th)
28• Al-Faqih Abu! Wahid Muhammad bin Achmad bin Mihammad lbnu Rusyd, Bidayatul
Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, (Beirut: Darul Kitab lslamiyah, t.th),juz. I, h. 207.
29• Muhyidin, Kasubdit Pengembangan Syari'ah dan Hisab Rukyat Departemen Agama RI,
Jakarta, Wawancara Pribadi, 2 Agustus 2007.
47
Dari hasil sidang itsbat inilah ditentukan kapan dimulainya puasa Ramadhan
dan Hari Raya Idul Fitri. Namun dalam pelaksanaannya tetap saja sebagian dari
masyarakat Indonesia masih ada yang tidak mengikut kepada hasil dari keputusan
pemerintah tersebut.
C. Aliran-aliran Hisab Rukyat
Pada dasarnya sejarah pemikiran Islam sejak awal pertumbuhan hanya
adalah sejarah aliran, mazhab atau firqah. 30 Dengan demikian, sejarah pemikiran
hisab rukyat tidak bisa lepas pula dari persoalan allran dan mazhab.
Pada zaman modem, ketika umat Islam dihadapkan pada tantangan
modemitas dalam segala aspeknya, persoalan hisab rukyat menjadi semakin
penting untuk dikaji dan ditelaah ulang. Sebagian kajian yang berkaitan dengan
persoalan aliran atau pola pemikiran (paradigma), terlebih dahulu perlu ditinjau
aliran-aliran hisab yang ada. Sehubungan dengan ha! itu, ada dua masalah besar.
Pertama, nama aliran yang diguanakan oleh para pengkaji cukup beragam, narna
aliran yang sering digunakan ialah hisab urfi, hisab hakiki, hisab imkanur rukyat
" dan hisab astronomi. Kedua, perbedaan-perbedaan defenisi. Akibatnya timbul
perbedaan pemikiran terhadap masing-masing aliran. 31
'0
• Muhammad al-Bahiy, Pemikiran Islam dan Perkembangannya, terj. (Jakarta: Risalah, 1985) h. 17.
31• Abdul Rahman Hajj.Abdullah, Pemikiran Islam Di Malaysia (Sejarah dan Aliran),
(Jakarta: Gema lnsani Press, 1997), Cet.Ke.l, h. 14-!5.
48
Untuk mengatasi dua masalah pokok diatas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa hanya dua aliran saja yang sering dan ~ianggap tepat penggunaannya.
Pembatasan makna dan defenisi perlu dilakukan untuk menghindari kekeliruan.32
Hisab Urfi ('urf = kebiasaan atau tradisi) adalah hisab yang melandasi
perhitungannya dengan kaidah-kaidah sederhana. Pada sistem hisab ini
perhitungan bulan Qomariyah ditentukan berdasarkan umur rata-rata bulan
sehingga dalam setahun Qomariyah umur dibuat bervariasi 29 dan 30 hari. Bulan
bernomor ganjil yaitu mul';ii Muharram berjumlah 30 hari dan bulan bernomor
genap yaitu mulai Shafar berumur 29 hari. Tetapi khusus bulan Zulhijjah (bulan
12) pada tahun kabisat Qomariyah berumur 30 hari.33
Tahun kabisat Qomariyah memiliki siklus 30 tahun dimana didalamnya
terdapat 11 tahun yang disebut tahun kabisat (panjang) memiliki 355 hari, dan 19
tahun yang disebut basithah (pendek) memiliki 354 hari. Tahun kabisat ini
terdapat pada tahun ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26 dan ke 29 dari
keseluruhan siklus kabisat selama 30 tahun.34
Dengan demikian kalau dirata-rata maka periode umur bulan (bulan sinodis
I lunasi) menurut Hisab Urfi adalah (11 x 355 hari) + (19 x 354 hari) : (12 x 30
tahun) = 29 hari 12 jam 44 menit ( menurut hitungan astronomis: 29 hari 12 jam
44 menit 2,88 detik ). Waiau terlihat sudah cukup teliti namun yang jadi masalah
32• Ibid., h. IS.
33• Mutoha, http://groups.yahoo.com/group/rukyatulhilal/, 1 Muharram 1427 H, h. 2.
34• Ibid
49
adalah aturan 29 dan 30 serta aturan kabisat tidak menujukkan posisi bulan yang
sebenamya dan hanya pendekatan.35
' "
Oleh sebab itulah maka hisab ini tidak bisa dijadikan acuan untuk penentuan
awal bulan yang berkaitan dengan ibadah misalnya Ramadhan, Syawal dan
Zulhijjah.
Hisab Taqribi (Taqrobu = pendekatan, aproksimasi) adalah sistem hisab
yang sudah menggunakan kaidah-kaidah astronomis dan matematik namun masih
menggunakan rumus-rumus sederhana sehingga hasilnya kurang teliti. Sistem
hisab ini merupakan warisan para ilmuwan falak Islam masa lalu dan hingga
sekarang masih menjadi ,!l<;Uan hisab di banyak pesantren di Indonesia. Hasil
hisab Taqribi akan sangat mudah dikenali saat penentuan ijtimak dan tinggi hilal
menjelang 1 Ramadhan, Syawal dan Zulhijjah yaitu terlihatnya selisih yang cukup
besar terhadap hitungan astronomis modefl\. Beberapa kitab falak yang
berkembang di Indonesia yang masuk dalam kategori Hisab Taqribi misalnya:
Sullam al Nayyirain, Ittifaq Dzatil Bainy, Fat al Rauf al Manan, Al Qawaid al
Falakiyah dsb.36
Hisab Haqiqi (Haqiqah = realitas atau yang sebenarnya) menggunakan
kaidah-kaidah astronomis , dan matematik menggunakan rumus-rumus terbaru
dilengkapi dengan data-data astronomis terbaru sehingga memiliki tingkat
35, Ibid., h. 3
36• Ibid., h. 4
50
ketelitian yang tinggi. Sedikit kelemahan dari sistem hisab ini adalah penggunaan
kalkulator yang mengakibatkan hasil hisab kurang sempuma atau teliti karena
banyak bilangan yang terpotong akibat digit kalkulator yang terbatas.37
Beberapa sistem hisab Haqiqi yang berkembang di Indonesia diantaranya:
Hisab Hakiki, Tadzkirah al Ikhwan, Badi'ah al Mitsal dan Menara Kudus, Al
Manahij al Hamidiyah, Al Khushah al Wafiyah, dsb.38
Hisab Haqiqi Tahqiqi (Tahqiq = pasti) sebenamya merupakan
pengembangan dari sistem hisab Haqiqi yang diklaim oleh penyusunnya memiliki
tingkat akurasi yang sangat-sangat tinggi sehingga mencapai derajat "pasti".
Klaim seperti ini sebenamya tidak berdasar karena tingkat "pasti" itu tentunya
harus bisa dibuktikan secara iimiah menggunakan kaidah-kaidah ilmiah juga.
Namun sejauh mana hasil hisab tersebut telah dapat dibuktikan secara ilmiah
sehingga mendapatjulukan "pasti" ini yang menjadi pertanyaan.39
Namun demikian ha! ini merupakan kemajuan bagi perkembangan sistem
hisab di Indonesia. Sebab sistem hisab ini temyafa sudah melakukan perhitungan
menggunakan komputer serta beberapa diantaranya sudah dibuat dalam bentuk
software/program komputer yang siap pakai.40
37• Ibid
38• Ibid
39• Ibid., h. 4-5
40• Ibnu Rasyid, "Software Untuk Melihat Bulan", Xpresi, 7 Oktober 2007, h. 38.
51
Hisab Kontemporer/Modem yaitu sistem hi_sab ini yang menggunakan alat
bantu komputer yang canggih menggunakan rumus-rumus yang dikenal dengan
istilah algoritma. Beberapa diantaranya terkenal karena memiliki tingkat ketelitian
yang tinggi sehingga dikelompokkan dalam High Accuracy Algorithm.
Adapun aliran hisab yang berkembang di Indonesia sampai saat ini ialah
aliran hisab Urfi dan aliran hisab Hakiki.41
Hisab Urfi ialah • sistem perhitungan kalender yang didasarkan pada
peredaran rata-rata bulan mengelilingi bumi dan ditetapkan secara konvensional.42
Sistem seperti ini ditetapkan oleh khalifah Umar ;bin Khattab r.a. ( 17 H) sebagai
acuan untuk menyusun kalender Islam abadi.43
Sistem hisab ini tak ubahnya seperti kalender Syamsiyah (miladiyah),
bilangan hari pada tiap-tiap bulan berjumlah tetap kecuali bulan tertentu pada
tahun-tahun tertentu jumlahnya lebih panjang satu hari. Sehingga sistem hisab ini
tidak bisa digunakan dalam menentukan awal bulan Qamariyah untuk
" . pelaksanaan ibadah (awal dan akhir Ramadhan), karena menurut sistem ini umur
bulan Sya'ban dan Ramadhan adalah tetap, yaitu 29 hari untuk Sya'ban dan 30
hari untuk Ramadhan.
41. Depag RI, Pedoman perhitungan Awai Bulan Qamariyyah, (Jakarta: Ditbinbapera,
1995), eel. Ill, h. 7.
42• Ibid
"3. Nourouzzaman Shiddiqi, Jeram-jeram Peradaban Musiim, (Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), cet. I, h. 81.
52
Sebagai catatan, hisab urfi ini tidak hanya dipakai di wilayah Indonesia saja. " '
Akan tetapi sudah digunakan diseluruh dunia Islam. Dengan berkembangnya ilmu
pengetahuan terbukti bahwa sistem hisab ini kurang akurat digunakan untuk
penentuan waktu ibadah (awal Ramadhan, awal Syawal dan awal Dzulhijjah).44
Penyebabnya karena perata-rataan peredaran bulan tidaklah tepat sesuai dengan
penampilan hilal (new-moon) pada awal bulan.
Hisab Hakiki ialah sistem hisab yang didasarkan pada peredaran bulan dan
bumi yang sebenarnya. 45 Menurut sistem ini umur tiap bulan tidaklah konstan dan
juga tidak berurutan, melainkan tergantung posisi hilal setiap bulan. Artinya boleh '''
jadi dua bulan berturut-turut umumya 29 hari atau bisa juga 30 hari. Bahkan bisa
jadi bergantian. )":
Ada beberapa aliran dalam menetapkan awal bulan Qamariyah dengan
menggunakan sistem hisab hakiki. Paling tidak ada dua aliran yang besar, yaitu:
I. aliran yang berpegang kepada ijtima semata, dan 2. aliran yang berpegang
kepada posisi hilal diatas ufuk.
I. Aliran Ijtimak Semata
yaitu aliran yang mep.etapkan bahwa awal bulan Qamariyah itu mulai masuk
ketika terjadinya ijtimak (conjunction).46
44• Maskufa, Memahami Tarikh Mesehi dan Hijri, h. 14.
45. Depag, Pedoman perhitungan Awai Bulan Qamariyyah, h. 7.
46• Aziz Dahlan, Ensik/opedi Hukum Islam, (Jakarta: PT lkhtiar Baru Van Hoeve, 1997),
jilid 2, h. 676.
53
Para pengikut aliran ini mengemukakan adagium yang terkenal "Ijtima'u an-
Nayyiraini Isbatu Bayna asy-Syahraini" (bertemunya dua benda yang bersinar
(matahari dan bulan) merupakan pemisah diantara dua bulan).47
Ketika awal bulan (new-moon) yang ditetapkan oleh aliran ijtimak semata
ini sama sekali tidak memperhatikan rukyat. Artinya tidak mempermasalahkan
apakah hilal bisa dilihat atau tidak dengan mata telanjang. Dengan kata lain,
aliran ini semata-mata berpegang kepada astr6nomi murni. Dalam astronomi
dikatakan bahwa bulan baru itu terjadi sejak saat matahari dan bulan dalam
keadaan ijtimak. 48
J adi menurut aliran ini ijtimak merupakan pemisah antara dua bulan
Qamariyah yang berurutan waktu yang berlangsung sebelum terjadinya ijtimak
" . termasuk bulan sebeluninya, sedang waktu yang berlangsung sesudah ijtimak
termasuk bulan baru.
Dalam wilayah empiris jarang sekali ditemukan yang secara murni
memegang criteria ini. Kt:tika menentukan awal bulan Qamariyah, aliran ini
biasanya memadukan saat ijtimak tersebut dengan fenomena alam lain. Sehingga
kriteria tersebut diatas menjadi berkembang dan akomodatif.49 Fenomena alam
47• lzzuddin, Fiqh Hisab 'Hisab Rukyat Di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah
dengan Mazhab Hisab), h.79.
".Toman M.S.L., Pokok-pokok I/mu Falak, (Semarang: Banteng Timur, 1961 ), h. 86.
49• Ibid., h. 87
54
yang dihubungkan dengan saat ijtimak itu tidak hanya satu, sehingga aliran
ijtimak semata ini terbagi lagi dalam sebuah aliran yang sangat kecil lagi.
2. ljtimak dan Posisi Hila! Diatas ufuk
Pengikut ini mengatakan bahwa awal bulan Qamariyah dimulai pada saat
terbenam matahari setelah terjadi ijtimak dan hilal pada saat itu sudah berada
diatas ufuk.
Dengan demikian, secara umum kriteria yang dijadikan dasar untuk
menetapkan awal bulan Qamariyah oleh para pengikut ini ialah Pertama, awal
bulan Qamariyah dimulai pada saat terbenam matahari setelah terjadi ijtimak.
Kedua, hilal sudah berada diatas ufuk pada saat matahari terbenam. 50
Tetapi khususnya di Indonesia, didalam memahami dan mengaplikasikan
pesan-pesan yang disampaikan oleh Rasulullah SAW dalam haditsnya, untuk
menentukan awal Ramadhan dan awal Syawal yaitu dengan memunculkan tiga
arus utama "mazhab", yaiN pertama, mazhab rukyat yang digagas oleh organisasi
kemasyarakatan Isiam terbesar di Indonesia (Nahdlatul Ulama), kedua, mazhab
hisab wujudul hi/al dengan sponsor utama ialah oraganisasi Muhammadiyah, dan
ketiga, mazhab imkanur rukyat yang dipelopori o)eh pemerintah. 51
50• Izzuddin, Fiqh Hisab Hisab Rukyat Di Indonesia (Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah
dengan Mazhab Hisab), h. xi-xii.
51• Ibid
55
Namun bukan berarti'-aliran hisab yang telah disebutkan diatas ditinggalkan
begitu saja. Bahkan dalam prakteknya, mazhab hisab yang terakhir ini
menggunakan metode seperti yang telah diuraikan:diatas.
Dengan melihat adanya aliran hisab rukyah' di Indonesia ini, maka kalau kita
lihat dari kasat mata yaitu sangat nihil kemungkinan untuk terjadinya suatu ha!
yang sama dalam ha! hari dan tanggalnya dalam menjalankan ibadah Ramadhan
dan Syawal. Karena bagaimanapun juga, aliran merupakan suatu kepercayaan
bagi diri manusia itu sendiri. Tetapi adakalanya sama dan ini hanya
"' dimungkinkan saja bertepatan hasil dari observasi/penelitian semua aliran
tersebut.
'-'·
"'
BAB IV
PUTUSAN PEMERINT AH DALAM MENET APKAN 1 (SA TU) RAMADHAN
DAN 1 (SATU) SYA WAL BERDASARKAN QAIDAH FIQHIYYAH
A. Upaya Pemerintah Dalam Penyatuan Pendapat Mengenai Penetapan Awai Bulan
Hijriyyah
Dibentuknya suatu negara merupakan salah satu upaya untuk menciptakan
ketertiban, perdamaian dan kebersamaan.1 Didalam sebuah negara, kedudukan
pemerintah memang sangat urgent - idealnya - pemerintah merupakan ulir arnri
yang harus dipatuhi dan ditaati segala kebijakannya. Seperti telah diuraikan pada
bab terdahulu, bahwa pemerintah adalah penerus setelah Nabi. wafat dalam ha!
penegakan syari'at.
Pada masa Nabi Muhammad SAW kedudukan Nabi tidak hanya sebagai
pemimpin agama, tetapi Nabi juga sebagai pemimpin negara (kepala negara).
Menurut sebagian pendapat, awal mulanya umat Islam mendirikan sebuah negara
yaitu bersamaan dengan hijrahnya Nabi dari Makkah menuju Yathrib (kini kota
tersebut adalah Madinah).2 Dan setelah sekitar dua tahun Nabi menetap di
Madinah, dibentuklah suatu peraturan atau perundang-undangan yang saat ini
kita kenal dengan Piagam Madinah. Salah satu tujuan dibentuknya Piagam
Madinah adalah upaya untuk mengatur kehidupan dan hubungan antar
1• Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran), (Jakarta:
UI Press, 1993), h. 4.
1. Sjadzali, Islam dan Tata Negara, h. 9-10.
57
---~-----·~---~
komunitas, baik pemimpin negara dengan rakyatnya, rakyat dengan rakyat dan
juga rakyat Muslim dengan kaum Yahudi.3
Beranjak dari histori kepcmimpinan umat Islam, kalau kita telaah,
sesungguhnya Nabi memberikan suatu contoh rujukan bagaimana cara
menciptakan good government. Nabi tidak hanya memberikan contoh yang baik
terhadap seorang kepala negara, tetapi Nabi juga menyuruh agar rakyat disuatu
negara harus mentaati peraturan ataupun undang-undang yang telah ditetapkan
sebagai upaya untuk menciptakan kebersamaan dalam bermasyarakat.
Mengharuskan warga negara atau rakyat taat kepada pemimpin juga disebut
dalam sejarah kepemimpinan khalifah Saidina Umar r.a., beliau mengatakan
'ikutilah saya selagi saya memerintah dijalan Allah dan mengikuti sunah
Rasulullah, dan perbaikilah saya seandaninya berbuat jelek' .4 Bahkan keharusan
untuk taat kepada pemimpin juga diterangkan dalam al-Qur'an:
Allah SWT berfirman:
( O~·i I WI)·.~\. 'tll 1· t · (J'' '.111·.:-.q- :.ill I' :·.q I' •-1~ --·~11·-'t . • ~ Y' <.s'J J .J"" y ~ J ~ >'-" U:L ~ ,
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Nya), dan ulil amri di antara kamu ...
Kalan kita sedikit mengamati tentang makna yang terkandung dalam ayat
diatas, maka sangat jelas bahwa ada keharusan untuk mentaati segala perintah
'. Ibid
4• Ibid., 29
58
. ) ( ~
Allah dan Rasul-Nya, kata IH.lyang merupakan fi'il amr dari kata ~yang
berarti 'taat'. Adapun taat kepada Allah dan Rasul disini melingkupi segala yang
diperintahkan dan yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi lain
halnya dalam taat kepada ulil amri atau pemerintah. Diharuskan taat kepada ulil
amri hanya sebatas selama ulil amri tidak menyuruh untuk berbuat ha! yang
dilarang oleh syari'at ataupun maksiat kepada Allah.
Namun semuanya itu akan nihil hasilnya apabila kedudukan sebagai
pemerintah hanya dijadikan sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan - baik
pribadi maupun kelompok - dan sudah tidak ada lagi jaminan untuk menciptakan
suatu kerukunan yang mengglobal.
Seperti yang dikatakan Ibnu Abi Rabi', bahwa salah satu tujuan
pembentukan negara adalah untuk melengkapi kehidupan yang akan memberikan
kebahagiaan, menjamin kerukunan dan keserasian antar hubungan bermasyarakat
dan untuk menjamin pelaksanaan peraturan-peraturan agar tercipta kehidupan
. h 5 yang se1a tera.
Dalam ha! taat kepada perintah pemimpin, Nabi juga menyebutkan dalam
sabdanya:
'. Somad Zawawi, dkk, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Tri Sakti, 2004), h. 140.
59
·:.11- 1::. • h•.ul :t:.: .i.,'.,JC. ;)ii 1'. - ' ·''' .- ,1-.~~;. ;Ji1- . - •• , ,_., •. -9' Y"' i.s- .U"' f"""-' • • ~ ..,.,-- c..)C ~ f.P"'.) _)At- ~. c..)C
;..:.:;,.~J\ ... :.·., · ... r:-.u ,A; ... ;·.,·.:.··~ :·,ll.!1 ... i:: ·.w;.lw ,4.<:.l.blr. :·.'. .. 11 ~1'..:.11 '- • ..... "' .;;-- .....,,, - .... .. _,--._J;; .....,, , .. ~ ..J • .... .J C'"'"""""' v-
\Fw • J.J) .:\.C. U. "J~
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., dari Nabi SAW beliau bersabda:
"Seorang Muslim wajib mematuhi yang dia senangi ataupun tidak (terpaksa),
kecuali jika dia diperintah untuk melakukan maksiat. Apabila diperintah untuk
maksiat, tidak ada kewajiban patuh dan taat". (H.R. Muslim).
Taat kepada putusan pemerintah tidak hanya sebatas masalah muamalah
saja, tetapi masalah ibadah - dalam ha! ini penentuan tanggal 1 Ramadhan dan 1
Syawal - juga memaksa umat Islam untuk selalu bermazhab kepada pemerintah.
Penyatuan kepada mazhab pemerintah bukan berarti mempersempit ruang
berpikir umat Islam. Tetapi adalah upaya menciptakan ukhuwah Islamiyah sangat
lebih penting dari pada selalu beradu ijtihad dan menyebabkan tidak adanya
keharmonisan dalam hidup bemegara.
Masalah penentuan kapan mulainya ibadah puasa dilaksanakan dan kapan
pula diakhiri, termasuk salah satu masalah yang sangat besar dalam Islam, sebab
puasa adalah salah satu dari pada rukun Islam yang lima. Ini akan dilakukan oleh
semua orang dari segala umur dan tingkat intelektual yang berbeda-beda.
Oleh karena itu, jauh-jauh hari Rasulullah SAW sudah memberikan
pedoman yang amat jelas, yaitu hanya dengan melihat anak bulan. Dan
Rasulullah juga menggumpuikan para sahabat untuk berkumpul disuatu tempat
'. Imam Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, (Jakarta: Pustaka Amani, 2003), cet. II, h. 723.
60
guna melihat bulan pada petang hari tanggal 29 (malam 30 hari bulan Sya'ban).7
Hal yang sederhana yang mudah dilakukan, tanpa perlu mempelajari teori-teori
yang sukar untuk dipahami.
Adanya perbedaan pandangan dalam menentukan awal bulan Qamariyah,
utamanya Ramadhan dan Syawal di Indonesia, dianggap sudah lumrah terjadi
kerena dipicu oleh tiga arus utama mazhab, pertama, mazhab imkanur rukyah
yang dimunculkan oleh pemerintah, kedua, mazhab hisab wujudul hilal dengan
sponsor utamanya adalah Muhammadiyah, dan ketiga, mazhab rukyah yang
dipresentasikan oleh organisasi kemasyarakatan Islam Nahdlatul Ulama (NU). 8
Namun perlu untuk dijelaskan bahwa perberdaan ini terjadi bukan
dikarenakan adanya keegoan sepihak dari pada mazhab-mazhab diatas, tetapi
lebih diberatkan kepada hasil penelitian mereka terhadap hadist Rasulullah
seputar Ramadhan danjuga melihat sisi kontemporernya.9
Perselisihan dalam menetapkan hilal memang tidak bisa dihindari dengan
mudah begitu saja, disatusisi kelompok rukyah (Nahdlatul Ulama) berkesimpulan
bahwa penetapan dalam menetukan awal Ramadhan dan Syawal khususnya -
yang berkaitan dengan hilal - prakteknya lebih banyak menekankan nash al-
Qur'an dan Sunnah, meskipun hisab juga dijadikan pedoman dalam penentuan
7• Siradjuddin Abbas, 40 Masalah Agama, (Jakarta: Tarbiyah,
'. Ahmad Izzuddin, Fiqh Hisab Rukyah "Menyatukan NU & Muhammadiyah Dalam Penentuan Awai Ramdhan, Jdul Fitri dan Jdul Adha", (Jakarta: Erlangga, 2007), h. xiv.
9. lzzuddin, Fiqh Hisab Rukyah, h. xvi
61
awal Ramadhan dan awal Syawal, tetapi hanya sebatas alternative. 10 Disatu sisi
hisab sebagai alternative, tapi sisi lain hisab dijadikan sebagai pemandu untuk
menentukan kapan hilal itu terjadi.
Adapun dalil dari al-Qur'an yang digunakan oleh kelompok rukyat ini ialah
surat al-Baqarah ayat 185 yang berbunyi:
( 1/\o·'( 'O .~.II) ~ ·.•.'•.11 ~~~- .•• ·.·• • , • J""t' • • • - .)e-' r-"" ~ ().d •••
Artinya: ... "barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" ...
Dan hadist yang digunakan adalah:
"(· w1.1 ) ....:i:; .. '.1r'.ur ....:i:i .. '.1r"' 1.5 J.) ...... J.Y- JJ!"" J •• ;J.y, Y' ..,.... ...
Artinya: ... "berpuasalah kamu setelah melihat bulan dan berbukalah setelah
melihat bulan" ... (H.R. An-Nasaai).
Organisasi kemasyarakatan Islam Nahdlatul Ulama (NU), berpendapat,
bahwasanya, masalah penentuan awal Ramadhan dan Syawal merupakan
masalah khilafiyah, jadi tidak dibenarkan adanya campur tangan dari
pemerintah. 12
Permasalahan khilafiyah dalam Islam terbagi dalam dua kategori. Pertama,
yang membahas masalah individual, seperti batalnya wudhu karena persentuhan
10• Wawancara Pribadi dengan Arwani Faisal. (Wakil Ketua Lajnah Bastshul Masai!
Nahdlatul Ulama). Jakarta, 31 Juli 2007.
".Imam Muhammad bin Isma'il Al-Kahlani, Subulus Salam, (t.t: t.p., t.h.), Jus. 2, h. 152.
12• Wawancara Pribadi, Faisal
62
kulit antara pria dan wanita. Kedua, yang bersifat massal (jama'i), seperti
penetapan 1 Ramadhan dan 1 Syawal. Untuk permasalahan pada contoh kedua,
masalah khilafiyah ini berpotensi untuk menimbulkan disintregasi umat.
Dalam disiplin ilmu fikih, untuk masalah khilafiyah kedua tersebut,
pemerintah wajib melakuka;( intervensi guna menjaga keutuhan umat. Dan
apabila pemerintah sudah mengambil keputusan, maka perbedaan pendapat sudah
tidak ada lagi. 13
Sedangkan Majlis Tarjih Muhammadiyah berpendapat bahwa berpuasa
bulan Ramadhan dan Id Fitrah itu dengan ru'yah dan tidak berhalangan dengan
hisab. Apabila Ahli Hisab menetapkan bahwa bulan belum tampak (tanggal) atau
sudah wujud tetapi tidak kelihatan, padahai kenyatannya ada orang yang melihat
pada malam itu juga, maka mereka menetapkan bahwa yang muktabar adalah
ru'yahlah. 14
Pada dasamya, organisasi Muhammadiyah menggunakan metode dalil yang
tidak berbeda dengan aliran lainnya, hanya saja cara penafsiran Muhammadiyah
dengan yang lainnya yang menyebabkan adanya perbedaan. Adapun dalil yang
digunakan adalah ayat al-Qur'an surat al-Baqarah ayat 185. Allah Swt berfirman:
( '\'·\Ao /o ·~·'I) ~ j6'.~.l\ '<~ .. · ., ·.·· . Y'-:' .,, - r-'· *"' ~--·
n. Ali Mustafa Yaqub, Undang-undang Hari Raya, Gatra, no. 11 (Januari 2007), h. 31.
"· Wawancara Pribadi dengan Amiruddin. (Majlis Tarjih Muhammadiyah). Jakarta, 14 September 2007.
63
Artinya: ... "barangsiapa di antara karnu hadir (di negeri tempat tinggalnya)
di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" ...
wt.:...:..lr ·.·.,· 1 1~::ic.1:,·.1;11 J ·u:. •· "' r · • · .-.~r • u...:.. · .:.'•.11 -i-· • :iir' . . . . • .J U#'""' • ,J .Y! .J .J-" J- .J "' -- v-- l..J=!o <.i. .JA
Artinya: "Dia-lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya
dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan
itu, supaya karnu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu)".
Hadist Rasulullah SAW
•· - ~4'.W) .-b~ :t.: .ult:. 211. r -.&I ·r'. '·I·'·-~~::. 211 • • • • ·• ".&I :;Jr;.·.· ~ .u ... r .J • • i.r- . u_,... .J w • ...._ i.F"" .J ..JA&- u. . . . we.
ol ) c·· ·~uH:i.....111" t.l:'U ~t: 1::. " .. Li , •• · • •· 1"" • ~ ,Ujj ·. • .. · .J.J • c.»! • Y1'"' ~ r-t' (..), .J.).J c.s-"'> Y' ~ • W.JY* .J
• ' ( \.,;,.J\ <.i.) .
"Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a., bahwa Rasulullah SAW.
bersabda: "satu bulan itu bisa 29 hari, maka janganlah karnu berpuasa Rarnadhan
sebelum karnu melihat hilal dan apabila langit berawan (schingga karnu tidak
melihat hilal), maka genapkanlah Sya'ban 30 hari".
Dalarn menetapkan hilal dan wajibnya puasa dengan segala keperluan yang
berkaitan dengannya tidak disyaratkan adanya keputusan dari qadli ataupun
pemerintah. Akan tetapi bila hakirn memutuskan tetapnya hilal dengan cara apa
saja yang ada dalarn mazhabnya, maka seluruh kaum Muslimin wajib berpuasa,
0
'. Al-Imam Zainudin Ahmad bin Abd Al-Lathif Az-Zabidi, Mukhtshar Shahih A/Bukhari: "At-Tajriid Ash-Shariih Ii Ahaadits Al-Jaami' Ash-Shahih. Penerjemah Achmad Z~idun, (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), h. 424.
64
sekalipun sebagian mazhab ada yang tidak sependapat, dan ha! ini difokuskan
karena keputusan qadli atau pemerintah dapat menghapuskan perselisihan. 16
Namun cara yang sesuai menurut Sunnah dalam menentukan awal
Ramadhan dan Syawal adalah melalui rukyat. Ilmu hisab hanya dapat digunakan
sebagai pedoman sementara, namun ketetapan akhir haruslah dibuktikan melalui
rukyat. 17
Dasar kewajiban masyarakat untuk menaati keputusan pemerintah ialah
ayat: "Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah, taatlah kepada
Rasul dan kepada uli/ amr (pemerintah) kamu" (An-Nisaa: 59). "Mereka juga
wajib bersatu dan dilarang bercerai-berai". (Ali Imran: 103).
Pada dasamya ketetapan dalam penentuan 1 Ramadhan dan I Syawal di
Indonesia dilakukan melalui sidang itsbat yang dibentuk oleh Departemen
Agama dengan dihadiri oleh berbagai unsur masyarakat seperti ahli hisab rukyat
omrns islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, Al Washliyah, Dewan Dakwah
Indonesia, Mathlaul Anwar, MUI, para pakar astronomi dari Boscha ITB,
LAPAN, BMG, Ahli hisab rukyat perorangan, Bakosurtanal, Planetarium Jakarta,
Oceanografi TN! AU dan Duta Besar Negara Islam. 18
16. Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah, (Cairo: Mathba'ah Al
lstiqamah, t.th), h. 23.
17. Fikri Mahmud, "Metode Penentuan Hari Raya", Riau Pos, 9 Oktober 2007, h. 4.
18• Taufiq Kami!, "Sidang l1sba1, I Syawal Ditentukan Hari ini", artikcl diakses pada 30
November 2007 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/l l/12/brk.20041112-02,id.html.
65
Dalam sidang tersebut, pertama-tama akan disampaikan laporan dari
berbagai pakar. Rujukan yang paling penting adalah laporan dari tim Hisab dan
Rukyat dari seluruh tanah air yang melaporkan hasil pemantauan dan observasi
terhadap bulan dari Aceh sampai Merauke. Baik dari petugas Pengadilan Agama,
Pengadilan Tinggi Agama maupun Kanwil agama. Karena negara Indonesia
dalam ha! ini menggunakan prinsip wilayatul hukmi (wilayah hukum). 19
Hasil yang diterima, akan disampaikan oleh Menteri Agama dalam Sidang
Itsbat, lalu diberi tanggapan, didiskusikan dan disimpulkan. Jika telah diperoleh
kesimpulan maka diputuskan menjadi keputusan Pemerintah lalu diumumkan.20
Namun ha! yang terjadi dilapangan, Departemen Agama selaku pemerintah
bertindak hanya sebagai penawar atas hasil dari sidang itsbat tersebut, tetapi tidak
ada suatu paksaan kepada siapapun untuk mengikuti atau tidak terhadap apa yang
telah ditetapkan oleh pemerintah.21
Memang dalam nasb baik al-Qur'an maupun hadits-hadits Nabi tidak
disebutkan tentang beberapa kriteria ketinggian hilal dalam menentukan awal
Ramadhan dan Syawal. Disinilah diperlukannya peran para ulama dan umara
dalam menjawab permasalahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat.
19. \Vawancara Pribadi, Faisal.
20• Wawancara Pribadi dengan Muhyidin. (Kasubdit Pengembangan Syari'ah dan Hisab
Rukyat Departemen Agama RI). Jakarta, 2 Agustus 2007.
21• Ibid
66
Menurut Pemerintah hilal dianggap terlihat dan keesokannya ditetapkan
sebagai awal bulan Hijriyah berikutnya apabila memenuhi salah satu syarat-
b 'k 22 syarat en ut:
I. Ketika matahari terbenam, ketinggian bulan di atas horizon tidak kurang dari
2° dan
2. Jarak lengkung bulan-matahari (sudut elongasi) tidak kurang dari 3°. Atau
3. Ketika bulan terbenam, umur bulan tidak kurang dari 8 jam selepas ijtimak
berlaku.
Disamping itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan pesan
(tausyiah) terkait dengan adanya perbedaan dalam penetapan I Syawal 1428 H,
bahwasanya masyarakat diminta untuk menunggu hasil siding itsbat yang digelar
oleh Badan Hisab dan Rukyat (BHR) Depag.23
Pesan tersebut berdasarkan pada ketentuan keputusan fatwa MUI No.
2/2004 tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah. Salah satu
dari ketentuan tersebut ialah kewajiban masyarakat menaati penetapan I Syawal
. "d . b 24 sesuat s1 ang its at.
Sedangkan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah jauh-jauh hari telah
menetapkan I Syawal jatuh pada 12 Oktober 2007. Ini didasarkan pada
". Ibid
". lchwan Sam, "MUI Serukan Umat Tunggu Sidang ltsbat", Riau Pos, 11 Oktober 2007, h. 1-2.
14• Ibid
67
maklumat No. 03/MLM/1.0/2007 tentang penetapan I Syawal 1428 H, yang
merujuk pada hisab hakiki wujudul hilal yang mereka pedomani.25 Dan untuk
Pengurus Besar Nadhlatul Ulama (PBNU) masih menunggu hasil dari sidang
itsbat.
Sedangkan menurut ketua komisi fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Provinsi Riau, Hajar Hasan, menyerukan agar umat Islam saling menghargai
dalam menyikapi perbedaan ini. Beliau mengatakan "Berbeda soal waktu shalat
Id bukan ha! yang besar, tetapi ukhuwahjauh lebih penting".26
Seperti yang dilakukan oleh segenap rakyat Malaysia, bahwa barang siapa
yang berlebaran dilaur ketetapan kerajaan, maka ia -akan ditangkap polisi.
Sementara di Brunei Darussalam, perbedaan lebaran dinilai sebagai tindakan
subversive kerana dianggap melawan kebijakan Sultan.27
Ungkapan yang menyerukan kepada persatuan persepsi dalam masalah ini
JUga disampaikan oleh Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam
Nasaruddin Umar dalam Kompas disebutkan, "shalat Id itu sunnah, apakah tidak
bisa rnenanti saudara sebangsa agar kita dapat shalat secara bersama".28
Majelis Ularna Indonesia (MUI) yang memprakarsai perternuan Ulama
Komisi Fatwa MUI seluruh Indonesia bersama pimpinan organisasi Islam tingkat
13.
25. Ibid.
21'. Hajar Hasan, "MUI lmbau Warga Saling Menghormati", Riau Pos, 11 Oktober 2007, h.
"-Ali Mustafa Yaqub, Udang-undang Hari Raya, Gatra, no. I I (Januari 2007): h. 31.
28• Nasaruddin Umar, ldul Adha 20 Desember, Kompas, 13 Desember 2007, h.15
68
pusat. melakukan pembahasan tentang bagaimana cara menyatukan lebaran.
Dalam pertemuan tersebut, terbentuk tiga butir keputusan yang sangat strategis,
. ?9 yaitu:-
I. Yang berhak menetapkan 1 Ramadhan, I Syawal dan 1 Zulhijjah untuk
wilayah kesatuan Republik Indonesia adalah Menteri Agama Republik
Indonesia.
2. Dalam menetapkan hal tersebut, Menteri Agama menggunakan metode hisab
dan rukyat. Dan,
3. Umat Islam Indonesia wajib menaati keputusan Menteri Agama dalam hal
terse but.
Keputusan itu kemudian diformalkan dalam bentuk fatwa MUI nomor 2
tahun 2004.
Namun disisi lain sangat perlu kiranya kita ketahui bahwa itsbat al-'amm
(penetapan secara umum) tentang hilal Ramadhan dan Syawal oleh Qadli atau
pemerintah atas dasar hisab tanpa dihasilkan ru'yat al-hi/al atau istikmal adalah
tidak dibenarkan oleh Mazhab Empat.30
Dalam hukum Islam, Tujuan hukum harus diketahui oleh mujtahid dalam
rangka mengembangkan pemikiran hukum dalam Islam secara umum dan
29• Wawancara Pribadi, Muhyidin
30• Munawir Abdul Fatah, Tradisi Orang-orang NU, (Yogyakarta: Pustaka Pesantren,
2007), Cet.111, h. 215.
69
menjawab persoalan-persoalan hukum kontemporer yang kasusnya tidak secara
eksplisit diterangkan oleh al-Qur'an dan Hadist.
B. Qaidah-qaidah Fiqhiyyah Yang Berkaitan Dengan Kebijakan Pemerintah
"Tindakan seorang pemimpin terhadap yang dipimpin (rakyat) harus
berdasarkan pada kemaslahatan"
Kaidah ini memberikan pengertian bahwa setiap tindakan atau kebijakan
yang dibuat oleh seorang pemimpin yang menyangkut dan mengenai hak-hak
rakyat harus dikaitkan dengan kemaslahatan rakyat banyak dan ditujukan untuk
mendatangkan suatu kebaikan. 32
Terkait hal ini, Asjmuni A. Rahman juga menambahkan, kebijakan yang
diambil oleh seorang pemimpin dalam menyikapi persoalan yang berhubungan
dengan rakyat tidak boleh menyimpang dari ajaran Islam dan harus melihat sisi
kemaslahatannya. 33
Contoh: Penetapan 1 Ramadhan dan I Syawal yang terkadang berbeda
pelaksanaan dalam wilayah Indonesia, sering kali hal ini menimbulkan suatu
polemik dimasyarakat. Jadi, agar tidak terjadi polemik yang berkepanjangan,
maka dibutuhkanlah peran pemerintah dalam menyikapi masalah ini.
". Al-Imam Jalaluddin 'Abdur Rahman ibn Abi Bakri As-Suyuti, Al-Ashbah wan Nazdahir ft/ Furuu~ (Beirut: Dar al-Fikri,t.th), h. 84.
32• Imam Musbikin, Qawa 'id al-Fiqhiyyah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 200 I), h 124.
33• Asjmuni A. Rahman, Kaidah-kaidah Fiqh "Qawaic! Fiqhiy-;ah'', (Jakarta: Bulan
Bintang, t.th), Cet I, h. 62.
70
"Keputusan pemerintah bersifat mengikat dan menghilangkan perbedaan"
Perbedaan dalam berpendapat pada wacana fiqh merupakan suatu hal yang
lumrah, tetapi apa bila perbedaan itu dapat menimbulkan perpecahan, maka
menurut kaidah ini hakim (pemerintah) dapat melakukan intervensi (apabila
diperlukan) untuk mengatasi perbedaan tersebut.35
Tegasnya fiqh menghendaki campur tangan pemerintah dalam hal-hal
menyangkut persoalan kemasyarakatan dengan tujuan untuk penyeragaman
dalam amaliah.36
Adapun contoh pada masalah ini dapat merujuk pada qaidah sebelumnya
karena kedua kaidah ini berhubungan dengan kebijakan hakim (pemerintah).
"Sesuatu yang menjadi kebiasaan dapat dijadikan hukum"
Adat ialah segala apa yang telah dikenal manusia sehingga ha! itu menjadi
suatu kebiasaan yang berlaku dalam kehidupan mereka baik berupa perkataan
a tau perbuatan. 38
". Jaih Mubarok, Kaidah Fiqh: Sejarah dan Kaidah Asasi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2002), h. 90-91.
35• Ibid., h. 90
36• Ibrahim Hosen, Fiqh Perbandingan (Masalah Perkawinan), (Jakarta: Firdaus, 2003), h.
13-14.
". Mubarok, Kaidah Fiqh: Sejarah dan Kaidah Asasi, h. 64
38• Musbikin, Qawa'id a/-Fiqhiyyah, h. 93.
71
Contoh: Kebiasaan yang dilakukan Rasulullah dan para Khulafa ar-
Rasyidun dalam menetapkan 1 Ramadhan dan 1 Syawal ialah dengan cara rukyah
atau menyempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari. Dan kebiasaan ini dapat
diikuti oleh masyarakat muslim di dunia dalam ha! yang sama.
"Kemadlaratan harus dihilangkan"
Menurut kaidah ini, bahwasanya syari'at Islam menyuruh umat manusia
untuk menjauhkan diri dari kemudharatan, baik perorangan maupun masyarakat
guna menghindari diri dari sifat yang merugikan. 40
Contoh: Ada dua orang yang melakukan hari raya yang berbeda harinya,
salah satu pihak memilih dengan jalan hisab dan yang satunya mengikut kepada
imbauan pemerintah, lantas terjadi pertentangan yang menyebabkan mereka
menjadi kurang rukun. Sedangkan apabila mereka memilih jalan untuk ikut
kepada imbauan pemerintah, maka kemungkinan besar ha! itu tidak akan terjadi.
Maka mengambil jalan untuk mengikut kepada pemerintah adalah diharuskan.
"Keyakinan tidak dapat dihilangkan karena keraguan"
". Ibid., h. 38.
40• Ibid., h. 68
". Ibid., h. 38
72
Maksud dari kaidah ini adalah seseorang dapat dikatakan telah meyakini
terhadap perkara manakala perkara itu telah ada bukti atau keterangan yang
ditetapkan oleh panca indera atau dalil.42 Jadi apabila seseorang telah meyakini
terhadap suatu perkara, maka yang telah diyakini ini tidak dapat dihilangkan
dengan keragu-raguan (hal-hal yang masih ragu-ragu ).
Contoh: Dalam pengamatan hilal, apabila seorang pengamat tersebut yakin
bahwa ia telah melihat hilal, tetapi ada keraguannya bahwa hilal belum ada, maka
yang diambil ialah keyakinan mana yang menguatkan ia pada ha! itu.
"Menghindari perselisihan"
Contoh: Adapun contoh dari kaidah ini dapat merujuk kepada kaidah
sebelumnya, yaitu LllY, '.;y...JI.
Maksud dari kaidah ini ialah agar menghindari segala hal yang dapat
menimbulkan perselisihan, dan diharuskan mencari jalan keluar agar jangan
sampai melibatkan diri pada masalah khilafiyah. Karena mencari jalan keluar dari
perselisihan adalah jalan yang sangat baik dan bijak.
C. Analisa/Kedudukan Putusan Pemerintah Dalam Tinjauan Qaidah Fiqhiyyah
Seperti telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, ba.'1wasanya didalam al-
qur'an, ada sebagian permasalahan yang tidak dengan secara rinci diterangkan
4'. Ibid., h. 51-52
".Abu al-Qasim bin Muhammad bin at-Tawaniy, Al-Is'aaf hi al-Ta/ab Mukhtashar Syarah al-Manha} al-Muntakhab, (Mesir: Al-Ahliyah, 1975), cet. I, h. 31.
73
tentang maksud dan hukumnya, dan sunnah Rasulullah yang memberikan bayan
atau penjelasan-penjelasan apabila manusia tidak dapat memahami isi dari al-
qur'an secara utuh.
Abdul Wahab Khallaf dalam kitabnya "Ushul al-Fiqh" disebutkan,
"sesungguhnya nash-nash tasyri' yang telah mensyari'atkan hukum terhadap
aneka cabang undang-undang, baik perdata, pidana dan lain-lain, termasuk juga
didalamnya undang-undang dasar telah sempurna dengan adanya nash-nash yang
menetapkan prinsip-prinsip umum dan qanun-qanun tasyri' yang kulli yang tidak
tertentu dengan sesuatu ca bang undang-undang. 44
Dari keterangan diatas, dapat kita simpulkan bahwasanya kaidah-kaidah
fiqhiyah itu sangat penting, terutama bagi para perancang hukum dan ahli hukum
untuk memelihara keadilan dan kemaslahatan masyarakat setiap masa.
Bagi para mujtahid dengan berpegang kepada kaidah-kaidah fiqhiyyah,
maka akan merasa lebih mudah dalam mengistimbatkan hukum bagi suatu
masalah, yaitu dengan menggolongkan kepada masalah yang serupa dibawah
suatu kaidah tersebut.
Dalam ha! ini para fuqaha berkata: "Barangsiapa memelihara ushul
berhaklah ia sampai kepada maksud dan barangsiapa memelihara qawa'id
". Muhammad Hasbi ash-Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), Cet. IV, h. 440.
74
pantaslah ia mencapai maksud" dan "Sesungguhnya cabang-cabang masalah fikih
itu hanya dapat dikuasai dengan kaidah-kaidah al-fiqhiyah".45
Pada dasamya, pemerintah dalam mengambil keputusan penetapan I
Ramadhan dan I Syawal lebih menginginkan suatu hasil yang dapat dilaksanakan
secara bersamaan. Kendatipun demikian, pemerintah tidak dapat memaksakan
kepada umat Islam di Indonesia untuk mengikuti keputusan tersebut.
Adapun yang menjadi penyebabnya adalah pertama, keputusan pemerintah
hanya bersifat sebagai penawar atas hasil-hasil yang diperoleh dari berbagai
macam mazhab atau aliran yang berkembang di Indonesia pada pelaksanaan
sidang- itsbat. Kedua, kalau dipaksakan mengikut kepada pemerintah, ha! ini akan
berlawanan dengan Undang-undang Dasar 1945 BAB XI tentang Agama Pasal
29 ayat 2, yang berbunyi:46
"Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk
agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu".
Undang-undang ini dijadikan oleh sebagian kelompok sebagai acuan untuk
memegang teguh terhadap ajaran dan keyakinannya dalam beribadah. Jadi selagi
Undang-undang Dasar 1945 tersebut tidak dapat untuk dijelaskan secara rinci,
maka jalan inilah yang digunakan oleh sebagian kelompok tersebut dalam
mempertahankan prinsipnya masing-masing.
". Musbikin, Qawa 'id al-Fiqhi)yah, h. 15-16
""- Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia.
7)
Contoh: Ada sebagian orang yang percaya bahwasanya keyakinan mereka
clalam mcnetapkan 1 Ramaclhan aclalah clengan cara melihat hilal clengan mata
tclanjang, tanpa n1enggunak.an alat bantu apapun seperti, teropong. Maka
keyakinan mereka itu clijaclikan sebagai pancluan dalam beribaclah Ramadhan.
Jacli, apabila seluruh umat Islam di Indonesia berpenclapat clemikian, tentu
clan sangat jelas bahwa ticlak akan pernah terwujuclnya suatu keseragaman clalam
amaliyah.
Ketiga, belum aclanya seperangkat Unclang-unclang, Kepres, Peraturan
Pemerintah atau lnp,·es yang mengatur secara khusus tentang metocle penetapan 1
Ramaclhan clan 1 Syawal. Keempat, kaiclah-kaiclah fiqhiyyah sebagai bahan acuan
clalam menetapkan hukum, khususnya clalam penetapan I Ramadhan clan I
Syawal belum terlalu optimal pelaksanaannya clan kurang clalam
pengaplikasiannnya. Jacli keputusan pemerintah clalam ha! ini masih mengalami
interpensi dikalangan masyarakat Indonesia.
Pacla bab sebelumnya juga telah clijelaskan betapa pentingnya memakai
kaiclah-kaiclah fiqhiyyah clalam mengistimbatkan hukum. Karena, clalam
mempclajari seluruh hal yang bcrhubungan clengan hukum Islam, yaitu al-Quran
clan Sunnah sebagai sumber hukum yang clisepakati, ushul al-fiqh, kaiclah fiqh,
merupakan suatu clisiplin ilmu yang saling melengkapi.
A. Kesimpulan
BABY
PENUTUP
Dari pembahasan diatas, penulis menyimpulkan:
1. Kedudukan qaidah fiqhyyah dalam hukum Islam yaitu dapat dijadikan sebagai
sarana untuk mengidentifikasikan ilmu-ilmu syariah dan hukum yang bersifat
praktis yang terus berkembang dari masa ke masa dan juga dapat dijadikan
sebagai alat dalam mengistimbatkan hukum Islam.
2. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam menetapkan 1
Ramadhan dan 1 Syawal yaitu dengan cara membentuk suatu sidang itsbat
yang dihadiri oleh berbagai perwakilan masyarakat dan para pakar hisab
rukyat. Dalam penentuan 1 Ramadhan dan 1 Syawal di Indonesia pemerintah
menggunakan metode imkanur rukyat (dimungkinkan untuk dirukyah).
3. Qaidah fiqhiyyah dalam disiplin ilmu fiqh tentu sangat diperlukan. Terhadap
kebijakan pemerintah qaidah fiqhiyyah juga diperlukan sebagai bahan untuk
mengistimbatkan hukum Islam guna menetralisir segala perbedaan pendapat,
khususnya da!am menetapkan 1 Ramadhan dan I Syawal di Indonesia, agar
keputusan tersebut dapat dilaksanakan secara bersama dan menghilangkan
perbedaan pendapat sehingga dapat menciptakan satu ukhuwah yang lebih
kokoh lagi dalam beramaliyah. Sungguhpun demikian, penggunaan qaidah
fighiyyah tetap saja tidak optimal disebabkan masing-masing pihak masih
berpegang kepada argumentasinya masing-masing.
B. Saran-saran
,---PERPU~Ti\KA,C\N UTAMA I I UIN SYAHID JAKARTA
77
1. Semua pihak diharapkan dapat memberikan bimbingan dan penyuluhan untuk
ikut ketentuan pemerintah.
2. Bagi masyarakat sekiranya dapat menunggu hasil sidang itsbat yang dibentuk
oleh Departemen Agama, guna menciptakan suatu ukhuwah yang lebih kokoh
dan tidak mengedepankan keinginan sepihak.
3. Dalam sidang its bat, hasil keputusan pemerintah untuk kedepannya agar tidak
hanya sebagai penawar atas hasil yang ditetapkan dalam rapat tersebut, tetapi
juga menunjuk satu hasil yang harus diikuti dan agar dapat membuat suatu
produk Undang-undang tentang pelaksanaan Ramadhan dan hari raya dan
mengoptimalisasikan dalam menggunakan qaidah fiqhiyyah.
4. Dalam menetapkan awal Ramadhan dan Syawal, pemerintah hendaknya
menggunakan kaidah-kaidah fiqhiyyah dalam menetapkan suatu hukum,
sehingga perbedaan pendapat dapat diminimalisir dan terciptanya ukhuwah
Islamiyah.
5. Masalah hisab dan rukyah agar dapat dimasukkan kedalam kurikulum
Tsanawiyah dan Aliyah.
6. Mensosialisasikan kedaerah-daerah tentang hisab dan rukyat, seperti melalui
khatib-khatib Jumat, kultum-kultum dll.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur 'an dan Terjemahnya. Surabaya, Mekar Surabaya 2000.
Abbas, Ahmad Sudirman. Sejarah Qawa'id Fiqhiyyah. Cet.I. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2004. ·
Abbas, Siradjuddin. Empat Puluh Masalah Agama. Cet. Ke.37. Jakarta: Tarbiyah, 2006.
Abdullah, Abdul Rahman Haji. Pemikiran Islam Di Malaysia (Sejarah dan Aliran), cet. I. Jakarta: Gema Insani Press, 1997.
Bahiy, Muhammad.Al Pemikiran Islam dan Perkembangannya. Jakarta: Risalah, 1985.
Baqi, Muhammad Fuad 'Abdul. al-Lu'lu' wal Marjan, Himpunan Hadits Shahih Yang di Sepakati Oleh Bukhari dan Muslim, Penerjemah Salim Bahreisy. Surabaya: PT. Bina Ilmu, t.th.
Dahlan, Aziz. Ensiklopedi Hukum Islam. Jilid.II. Jakarta: PT Ikhtiar Baru Van Hoeve, 1997.
Depag, Almanak hisab Rukyat. Jakarta: Proyek Pembinaan Peradilan Agama Islam, 1981.
Depag RI. Pedoman perhitungan Awai Bulan Qamariyyah. cet.III. Jakarta: Ditbinbapcra, 1995.
Djamil, Fathurrahman. Metode ljtihad Majlis Tarjih Muhammadiyah. Jakarta: Logos Publishing House, 1995.
Djazuli, Ahmad. llmu Fiqh (Penggalian, Perkembangan dan Penerapan Hukum Islam. Jakarta: Kencana, 2005.
Fatah, Munawir Abdul. Tradisi Orang-orang NU. Cet.III.Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2007.
Glasse, Cyrril. Ensiklopedi Islam Ringkas. terj. cet.ke 2. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999.
Hajjaji, Al-Imam Abi Husaini Muslim Ibn. Shohih Muslim. Juz.II. Kairo: Darul Hayaa Al-Kitab Al-'Arabiyah, 1236 H.
79
Haroen, Nasrun. Ushul Fiqh I. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
Hasan, Hajar "MUI Imbau Warga Saling Menghormati''. Riau Pos, 11 Oktober 2007.
Himpunan Fatwa Majelis Ulama Indonesia. Jakarta: ttp, 2003.
Hosen, Ibrahim. FIQH: Perbandingan Masalah Perkawinan. cet.I. Jakarta: Firdaus, 2003.
Iqbal, Muhammad. "Masihkah Kita Berbeda?." Pekanbaru: T.B. Sanggam, September 2007.
Izzuddin, Ahmad. Fiqh Hisab Rukyat Di Indonesia, "Upaya Penyatuan Mazhab Rukyah Dengan Mazhab Hisab ". cet.I. Y ogyakarta: Logung Pustaka, 2003.
-------. Fiqh Hisab Rukyah; Menyatukan NU & Muhammadiyah Dalam Penentuan Awai Ramadhan, Idul Fitri dan Idul Adha. Jakarta: Erlangga, 2007.
Jailany, Zubair Al Umar. Al-Khulashah Al-Wafiyah. Kudus: Menara Kudus, t.th.
Jaziri, Abdurrahman Al. Al-Fiqh 'Ala Al-Madzahib Al-Arba'ah. Penerjemah Chatibul Umam dan Abu Hurairah. cet.II. Jakarta: Darul Ulum Press, 2002.
Jaziri, Abu Bakar Jabir Al. Minhajul Muslim. Penerjemah Fadhli Bahri. Jakarta: Darul Falah, 200 I.
Kami!, Taufiq. "Sidang Itsbat, 1 Syawal Ditentukan Hari ini". Artikel diakses pada 30 November 2007 dari http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/2004/l l/12/brk,20041112-02,id.html.
Mahmud, Fikri. "Metode Penentuan Hari Raya''. Riau Pos. 9 Oktober 2007,
Maskufa. Ahkam (Jurnal Syari 'ah, Hu/cum dan Pranata) Memahami Tarikh Mesehi dan Hijri: Suatu Perbandingan. No. I. (Juni 2004):76-'78.
Miri, Djamaluddin. dan Said, Imam Ghazali. Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Aktual Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-1999). cet.III. Jawa Timur: Lajnah Ta'lif wan Nasyr (LTN) bekerja sama dengan Diantama Surabaya, 2004.
Mubarok, Jaih. Kaidah Fiqh: Sejarah dan Kaidah Asasi. Jakarta: Rajawali Pers, 2002.
80
Muhammad, Abu Bakar. Terjemahan Subulussalam fl Cet.Ke. I. Surabaya: AlIkhlas, 1991.
Mundziri, Al-Hafizh 'Abdul 'Azhim bin 'Abdul Qawi Zakiyuddin. Mukhtashar Shahih Muslim. Penerjemah Achmad zaidun. cet.II. Jakarta: Pustaka Amani, 2003.
Munawwir, Achmad Warson. Al-Munawwir: Arab-Indonesia Terlengkap. Surabaya: Pustaka Progresif, 1997
Mutoha - Anggota BRR DIY - koord. Jogja Astro Club (JAC) - Member Islamic Crescent's Observation Project (ICOP). Artikel diakses pada 30 Nebember 2007 dari http://groups.yahoo.com/group/rukyatulhilal.
Musbikin, Imam. Qawa 'id al-Fiqhiyyah. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 200 I.
M.S.L, Toruan. Pokok-pokok I/mu Falak. Semarang: Banteng Timur, 1961.
Osman, Mohamed Fathi, Islam, Pluralisme dan Toleransi Keagamaan, cet.I. Jakarta: Yayasan Paramadina, 2006.
Qahuri, Ahmad bin 'Ali bin Muhammad bin Hajar Al-Kinani Al-'Asqalani Al. Subulu As-Salam. Penerjemah Abu Bakar Muhammad. Surabaya: Al-Ikhlas, 1991.
Qurtubi Al. Al-Jaami' li Ahkam Al-Qur'an. t.p.: t.p., t.th.
Rahman, Asjmuni A Kaidah-kaidah Fiqh "Qawaid Fiqhiyyah''. cet.I. Jakarta: Bulan Bintang, t.th.
Rasyid, Ibnu. "Software Untuk Melihat Bulan". Xpresi, 7 Oktober 2007.
Sam, Ichwan "MUI Serukan Umat Tunggu Sidang ltsbat". Riau Pas, 11 Oktober 2007.
Sanhuri As. Tasyri' al-Usrah. Mesir: Al-Jam'iyyah Al-Misriyyah Ii Al-Iqtisad AsSiyasi wa Al-Ihsa' wa at-Tasri', t.th
Shiddiqi, Nourouzzaman, Jeram-:Jeram Peradaban Muslim. cet.I. Jogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996.
Shiddieqy, Muhammad Hasbi Ash. Falsafah Hu/cum Islam. Cet.IV. Jakarta: Bulan Bintang, 1990.
81
Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah Dan Pemikiran). Jakarta: UI Press, 1993.
Suyuti, Al-Imam Jalaluddin 'Abdur Rahman ibn Abi Bakri As. Al-Ashbah wan Nazdahir fit Furuu'. Beirut: Dar al-Fikri, t.th.
Tawaniy, Abu al-Qasim bin Muhammad bin At. Al-ls'aaf bi al-Talab Mukhtashar Syarah al-Manhaj al-Muntakhab. Mesir: Al-Abliyah, 1975.
Umar, Nasaruddin. "Idul Adha 20 Desember". Kompas, 13 Desember 2007.
Undang-undang Dasar 1945 Republik Indonesia.
Usman, Muchlis. Kaidah-kaidah Ushuliyyah & Fiqhiyyah "Pedoman Dasar Dalam lstimbath Hukum Islam". Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.
Wardan, Muhammad. Hisab ulfi clan Hakiki. Yogyakarta: Siaran, 1957.
Wawancara Pribadi dengan Amiruddin. Jakarta. 14 September 2007.
Wawancara Pribadi dengan Arwani Faisal. Jakarta. 31 Juli 2007.
Wawancara Pribadi dengan Muhyidin. Jakarta. 2 Agustus 2007.
Yanggo, Huzaimah Tahido. Pengantar Perbandingan Mazhab. cet.III. Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003.
Yaqub, Ali Mustafa. Undang-undang Hari Raya. Gatra: no. I I. (Januari 2007): h.31.
Zabidi, Al-Imam Zainudin Abmad bin Abd Al-Lathif Az. Mukhtshar Shahih A/Bukhari: "At-Tajriid Ash-Shariih li Ahaadits Al-Jaami' Ash-Shahih. Penerjemah Achmad Zaidun. Jakarta: Pustaka Amani, 2002.
Zarqa, Al-Syaikh Ahmad Ibn Al-Syaikh Muhammad Al. Syarh Al-Qawa'id AlFiqhiyyat. Damaskus: Dar al-Qalam, 1989.
Zarqa', Mustafa Ahmad Al. Al-Madkhal al-Fiqh Al-'Ami. Juz.I. Beirut: Dar al-Fikr, 1967.
Zawawi, Somad. dkk. Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Tri Sakti, 2004.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
I. Keputusan MENTERI AGAMA RI No. 109 Th. 2007 tentang penetapan
Tanggal 1 Syawal 1428 H.
2. Kebijakan Pemerintah RI Dalam menetapkan awal bulan Qamariyah di
Indonesia.
3. Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia No 2 Th. 2004 tentang Penetapan
awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah.
4. Susunan acara sidang itsbat penetapan 1 Syawal 1428 HI 2007 M.
5. Laporan Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah (Ketua Badan
Hisab Rukyat Departemen Agama~.
6. Daftar undangan pada siding itsbat awal Ramadhan 1427 H.
7. Rekap hasil perhitungan ijtima' dan tinggi hilal awal Ramadhan, Syawal dan
Dzulhijjah tahun 2007 MI 1428 H menurut berbagai sistem.
KEPUTUSAN MENTER! AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 109 TAHUN 2007
.· TENTANG PENETAPAN TANGGAL 1SYAWAL1428 H
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA ESA
MENTER! AGAMA REPUBLIK INDONESIA,
•'· . , ..
Me imbang . . ·a. bahwa untuk keperluan umat Islam dalam merayakan hari raya ldulFi!ri 1428 H, perlu ditetapkan tanggal 1 Syawal 1428 H;
b. bahWa perhitungan data hisab yang dihimpun oleh Sadan Hisab Rukyat Departemen Agama RI dari berbagai · sumber menyatakan bahwa ijtima' ·akhir Ramadlan 1428 H jafuh pada hari' Kamis, 11 Oktober 2007 M, bertepatan dengan tanggal 29 Ramadlan 1428 H sekitar pukul · 12:02. WIB. Pada saat mat13hari terbenam pada tanggal tersebut untuk wilayah
· Indonesia bagian Timur, Tengah dan sebagian · Indonesia. bagjan Barat (Papua, Maluku, Sulawesi, sebagian Kalimantan dan Aceh) hilal mClsih ·dibawah ufuk, sedangkan sebagian wilayah Indonesia bagian Tengah dan Baral (NTB, Bali, Jawa dan' Sumatera) sudah di alas ufuk antara 0° sampai dengan 0° 45'·.. ' '
I
c. bahwa laporan pelaksanaan rukyat hilal pada hari Kamis tanggal 11 Oktober i007 M. bertepatan dengan tanggal. 29 Ran;ia~flan 1428 H. yang disampaikan oleh : . 1. ·Rasmani, Umur 37 tahun, Jabatan Staf Bidang Urais Kanwil D~partemen Agama Provinsi Papua;
2. Dfs. Sarilsudin Ernas, Umur 53 tahun, Jabatan Kabid Urais K?niNil Departemen Agama Provinsi Papua Baral;
3. Drs. H. Talib Laury, M.Pdi, Urnur 55 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Departemen Agama Provinsi Maluku;
4. Dahlan Sairi, SH, Umur 37 tahun, Jabatan Kasi Prociuk Halal dan Kemitraan Kanwil Departemen Agama Provinsi Maluku Utara; ' ·
5. Drs. H. Usman Eba, Umur 50 tahun, Jabatan Kabid Simas dan Penyelenggaraan Haji · Kanwil Departemen Agama Provins! Nusa Tenggara Timur;
6. Ors. H. Mudhar Bintang, Umur 49 tahun, Jabatan Kepala Bi.dang Urusan Agama Islam, Kanwil Departemen Agama Provinsi Sulawesi Tenggara;
7. Drs. H . .Abdul Aziz M. Godal M.Si, Umur 57 tahun, Jabatan Ka.Kanwil Departemen Agama Provinsi Sulawesi Tengah;
8. Ors.· H. Sa'ban Mauludin, Umur 50 tahun, Jabatan Kabid Urais Kan\Yil Oeparteinen Agama Provinsi Sulawesi Utara;
9. H.' Ison Salilamah, Umur 53 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Gorontalo;
10. H. M. Hasyim, M.Ag Umur 55 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan;
11. H. Andi llyas S, M.Ag, Umur 52 tahun, Jabatari Kasi Urais Kandepag Kab. Pare-pare, Provinsi Sulawesi Selatan;
12; Ors. H. Lalu Suhainii lsmy, Umur 53 tahun, Jabatan Ka. Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Barat;
13. Ors. H. llyas Suaib, Umur 50 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepai:temen Agama Provinsi Kalimantan Timur;
14. Ors. Kurniadi, Umur 48 tahun, Jabatan Kasi Keluarga S<?kinah Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Kalimantan Timur;
15. Ors. H. Husni Muhiddin, 55 tahun Jabatan Pjs. Kabid Urais Oepartemen Agama Provinsi .Kalimantan Tengah; ·
16. Ors. H. Zainal Arifin, Umur 53 tahun Jabatan Kepala · Kandepag Kab. Barito Sel<1tan Provinsi Kalimantan Tengah;
17. Ors.· H. Masdani, Umur 49 tahun, Jabatan Kasi Urais Kandepag Kota PalangkarayaProvinsi Kalimantan Tengah; .
18. Syamsuri Mahdi, SH, Umur 54 tahun, Jabatan Kabid Urais KanwilDepartemen Agama, Provinsi Kalimantan Barat; ·
. 19. H. Fahrni Arif, MA, Umur 54 tahun, Jabatan Ka.Kanwil Oepartemen Againa Provinsi Kalimantan Seiatan;
20. H. ·Abdul Wahid, Umur 51 tahun, Jabati;m Ka.Kandepag · Pamel<asan ProVinsi Jawa Timur;
. 21. Ors. M. Sholeh, Umur 51 tahun, Jabatan Kasi . Urais Kandepag BC1rigkalan Provinsi Jawa Timur; ·
22. H. Abd. Hamid, SH, M.Si, Umur 54 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepag Provinsi Jawa Timur;
23. KH. Noor Ahmad SS, L)mur 78 tahun, Jabatan Swast<1, Kab. Jepara Provinsi Jawa Tengah;
24. Ors. H. Ahmad Suyuti, Umur 53. tahun, Jabatan Kabid Urais Kamyil Oepartemen Agama Provinsi Jawa Tengah;
25. Ors. H. Syafiq, Um.ur 41 tahun, Jabatan Kasi Kemitraan Kanwil Oepartemen Agama _Provinsi Jawa Tengah;
26. Ors. H. Abdul Aziz Fasya, MM, Umur 56 tahun Jabatan Kabid Urais Kanwi! Oepartemen Agama Provinsi Jawa Barat:
27. Ors. H. Ahmad Sanul<ri, SH, MM, Umur 43 tahun, Jabatan Ka. Kandepag Kola Bekasi Provinsi Jawa Bara!; .
28. KH. Banadji .A.qi!, Umur 86 tailun, Jabatan Anggota BHR Oepartemen Agama PusC1t;
29. Ors. H. Sadirin, Umur 45 ta.hun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Departemen Agama Provins! OKI;
30. Syarif Utsman, Umur 52 tahun. Jabatan Pengurus Masjid Al Makmut, Klender Provins! OKI;
31. Ors. H. Ramly, Umur 55 tahun, Jabatan · Ka. Kanwil l""'\-----1----- /\.-.--- n .. - • .; ....... ; 0,..,....,..,.....,.
Mengingat
·32; Drs. Mustamin, Umur 47 tahun, Jabatan Kasi Kemitraan Kanwil Departemen Agama Provinsi Jambi;
33. Drs. H. Abd~ Hamid Ritonga, Umur 55 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepag Provinsi Sumatera Utara;
34. Ors. H. Marzuki, Umur 51 tahun Jabatan Kasi Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Sumatra Barat; .
35. Ors. Marsum, Umur 52 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepag Provinsi Lampung;
36. Ors. H. M. Sholeh, Umur 49 tahun Jabatan Kabid Urais dan Penyelenggaraan Haji Kanwil Depag Provinsi Bali;
37. Drs. H. Muhtaridi Bajuri, MM, Umur 59 tahun Jabatan Ka. Kanwil Oepag Provinsi Bengkulu; ·
. 38. Ors. Mahyuddin, Umur 38 tahun Jabatan Kasi Kemitraan Kanwil Departemen Agama Provinsi Riau;
39. Ors. H. Mustofa, Umur 41 tahun Jabatan Kasi Urais Kanwil Departemen Agama Provinsi Kepulauan Riau;
40. Ors. H. Badrudin Puteh, umur 54 tahun Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama .Provinsi NAO.
menyatakan tidak melihat hilal;
d. bahwa sehubungan dengan laporan rukyat yang menyatakan tidak berhasil melihat hilal, niaka bulan Ramadlan 1428 H di istlknialkan (digenapkan 30 hari);
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu menetapkan Keputusan rvienteri Agama tentang Penetapan Tanggaf 1 Syawal 1428 H;
1. Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 2002 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja lnstansi Vertikal Departemen Agama sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 85 Tahun 2002;
2. Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
3. Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh Atas Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan Tugas Esel.on I Kementerian Negara Republik Indonesia;
4. Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Oepartemen Agama Provinsi dan Kantor Departemen Agama Kabupaten I Kola sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 480 Tahun 2003;
5. Keputusan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2007 tentang Organi&asi dan Tata Kerja Departemen Agama;
Memperhatikan : Saran-saran dan pandangan para peserta Sidang ftsbat Awai . Syawal 1428 H pada tanggal 11 Oktober2007 M;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan KEPUTUSAN. MENTER! AGAMA TENTANG PENETAPAN TANGGAL 1SYAWAL1428 H.
KESATU
KEDUA
Menetapkan tanggal 1 Syawal 1428 H jatuh pada hari Sabtu tanggal 13 Oktober 2007 M.
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan . . .
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal J;l.: Oktober 2007
KEBIJAKAN PEMERINT AH RI DALAM MENETAPKAN A WAL BULAN QAMARIYAH
DI INDONESIA
MUKADIMAH
1. Dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, Peradilan Agama yang semula menjadi tugas dan tanggung jawab Menteri Agama beralih ke Mahkamah Agung. Sedangkan penetapan awal bulan qomariyah masih dibina oleh Menteri Agama dan berdasarkan Peraturan Menteri Agama nomor 3 tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah mempunyai tugas menyelenggarakan pembinaan dan pelayanan di Bidang Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah yang termasuk didalamnya masalah hisab rukyat sedangkan pelaksanaan di daerah ditangani oleh Bidang Urusan Agama Islam.
2. Menyatukan penentuan awal Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah merupakan salah satu upaya mewujudkan persatuan umat dalam beribadah sehingga tercipta persatuan umat, baik lahir maupun batin serta aclanya kehidupan yang penuh rasa toleransi, selaras, seimbang clan berkesinambungan.
3. Namun dalam kenyataannya penentuan tersebut terdapat perbedaan (Klzilnf) di kalangan para ulama dan pemuka agama Islam. Di satu pihak bersikukuh dengan rukyat sedangkan di lain pihak boleh saja dertgan hisab.
4. Masalah puasa clan hari raya, disamping merupakan masalah fiqh termasuk juga masalah sosial, masalah yang dikerjakan secara umum bersama-sama, maka perbedaan tersebut dapat berdampak yang kurang baik di kalangan kaum muslimin sendiri maupun rnasyarakat pada umumnya. Islam adalah Agama rn/111111/nl Iii 'aaln111ii11 dengan membawa konsep ukhuwah telah ban yak tercatat dalam sejarah, namun da!am soal puasa dan hari raya, yang seharusnya sama ternyata belum mampu bersatu.
DASARHUKUM
1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional ;
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas UndangUndang Nomor 7 Tahun 1989 ten tang Peradilan Agama;
3. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2005 tenlang Rencana Pembangunan ]angka Panjang Menengah Nasional Tahun 2004-2009;
4. Peraturan Presiden Nomor 94 tahun 2006 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Ken1cnterian Negara Republik Indonesia;
5. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2007 tentang Perubahan Keenam Atas Peraturan Presiden nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi ,-J...,,"' T .. ,.......,,. c .... ..-..1 ....... T v ..... ,--L--·~-·- "r- n 1 "' • • •
6. Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama.
SAS ARAN
1. Meningkatnya kualitas pelayanan kehidupan beragama bagi seluruh lapisan masyarakat;
2. Menyamakan persepsi penentuan awal bulan qomariyah;
3. Meningkatnya kerukunan intern dan antar umat beragama dalam rangka terwujudnya kehidupan yang harmonis, toleransi dan saling menghormati.
KEBIJAKAN
1. Umum:
a. Menghimpun seluruh pendapat ulama, para ahli dan instansi terkait dalam masalah hisab rukyat
b. Mengembangkan ilmu hisab dan rukyat
c. Melaksanakan musyawarah / pertemuan
d. Melakukan rukyat bersama
e. Menyelenggarakan pelatihan bersama
f. Menyusun dan menyebarkan buku, almanak dan sebagainya
g. Melakukan kerjasama dalam maupun luar negeri. 2. Kebijakan Penetapan Awai Bulan Qomariyah
a. Selain Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah dapat berdasar hisab (tinggi hilal + 2" atau umur bulan 8 jam antara saat ijtima' dengan ghurub)
b. Untuk Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah berdasar hisab dan rukyat, yaitu:
1) Data hisab dan hasil rukyat sebagai masukan
2) Ditetapkan dalam sidang itsbat
3) Rukyat dilaksanakan oleh Pegawai Departemen Agama, Kanwil Departemen Agama, Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota, instansi terkait, Ormas Islam dan masyarakat luas (Koordinator Kanwil Depmtemen Agama/Kantor Departemen Agama Kab/Kota)
4) ltsbat rukyat hilal oleh hakim Pengadilan Tinggi Agama / Pengadilan Agama
3. Badan Hisab Rukyat Pusat dikoordinasikan oleh Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, BHR Daerah dikoordinasikan oleh Kanwil Departemen Agama Provinsi, sedangkan BHR Kabupaten/Kota dikoordinasikan oleh Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota. Badan Hisab Rukyat Departemen Agama dapat terdiri dari unsur:
b. Pengadilan Agama
c. Ulama / Majelis Ulama Indonesia
d. Ormas Islam
e. Perguruan Tinggi
f. Badan Meteorologi dan Geofisika/Planetarium
g. Pemerintah Daerah/Instansi terkait
h. Tokoh/ Ahli hisab rukyat
PROSEDURPENETAPAN
1. Rukyatul Hila!
a. Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Departemen Agama memerintahkan rukyatul hilal menjelang awal Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah kepada Kanwil Departemen Agama dan Kandepag seluruh Indonesia.
b. Kanwil Departemen Agama dan Kandepag sebagai koordinator penyelenggaraan pelaksanaan rukyat di daerah masing-masing.
c. Rukyat dilakukan bersama-sama dengan instansi terkait, perkawilan ormas Islam, tokoh agama, ahli hisab rukyat, dan masyarakat luas.
Untuk mendukung. kelancaran kegiatan di atas, Ditjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung memerintahkan rukyat kepada Pengadilan Tinggi Agama/Mahkamah Syariah Provinsi dan Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah seluruh Indonesia sebagai tenaga ahii dan petugas menyumpah saksi rukyatul hilal.
Oleh karena itu, Kanwil Departemen Agama/Kandepag sebagai penanggungjawab dan koordinator pelaksanaan rukyat di daerah masing-masing diharapkan melakukan rukyatul hiial di tempat-tempat strategis dan di tempat-tempat lain yang dimungkinkan hilal dapat terlihat dan selalu mengikutsertakan Hakim Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah. Sedangkan masyarakat luas yang ingin melakukan rukyat agar bergabung atau berkoordinasi dengan Panitia Rukyat Kanwil Departemen Agama/Kantor Departemen Agama di daerah masing-masing. Masyarakat diharapkan tidak membuat tempat rukyat sendiri-sendiri tanpa sepengetahuan Kanwil Departemen Agama/Kantor Departemen Agama.
Laporan rukyat dari Panitia Rukyat Daerah dan masyarakat luas sesegera mungkin dilaporkan kepada Panitia Rukyat dan ltsbat Awai Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah di Departemen Agama RI meialui telepon nomor (021) 3812871, 34833004, 34833005 (hunting system), 3811642, 3811654, 3811679, dan 3811244.
2. Penetapan Pemerintah
Dalam madzhab Syafi'i mensyaratkan bahwa penetapan (itsbat) awal
menetapkannya, maka seluruh umat Islam wajib mengikuti dan melaksanakannya. Sedang madzhab Hanafi, Maliki dan Hanbali tidak mensyaratkan harus ditetapkan oleh pemerintah/ qadli. Tetapi jika pemerintah telah menetapkannya, maka umat Islam wajib mengikuti dan mentaatinya.
ltsbat (penetapan) Pemerintah diperlukan karena ada beberapa keuntungan, antara lain:
1. ltsbat diperlukan untuk mendapatkan keabsahan
2. ltsbat diperlukan untuk mencegah kerancuan dan keraguan sistem pelaporan.
3. · ltsbat diperlukan untuk penyatuan umat dan menghilangkan perbedaan pendapat.
Semuanya wajib mengikuti dan mentaati, serta tidak boleh lagi terjadi adanya silang pendapat demi tegaknya ukhuwah lslamiyah. Sesuai dengan kaidah fiqih :
a. Hukm al hakim i/zam wa yarfa'u al khi!af
b. Tasharruf al imam 'ala raiyatih manuthun bi al mash/ahah.
c. Inna ijtihada u/i/ amr huwa al ash/u al Isa/its minas-syari'ah al islamiyah wa innahum idza ajma'u ra'yahum wajaha 'ala al amah wa 'ala hukkamiha al 'amalu bih.
d. Fatwa MUI Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penentuan Awai Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah. Menyatakan bahwa "seluruh umat Islam di Indonesia wajib mentaati ketetapan Pemerintah RI tentang Penetapan Awai Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah".
Pelaksanaan sidang itsbat selalu rnenjunjung tinggi musyawarah, menghormati sikap perbedaan pendapat, kebersamaan, dan demokratis, serta menerima saran dan pendapat dari peserta sidang. Setelah saran dan pendapat dibahas dan diterirna, dengan suasana bersama-sama bcrupaya mencari keputusan yang terbaik, lalu mengambil musyawarah mufakat, bulat dan maslahah, maka sidang memutuskan "Penetapan tanggal I Ramadlan, Syawal dan Dzulhijjah".
Imam Syati'i. ulama besar Ibnu 1-lajar al Haitami dan Ibnu Rusyd al Andalusi, pada suatu kesempatan dan versi yang bcrbeda memberi pandangan bahwa : Madzhabuna al shawah yahta111il al khathaa wa madzhab ghairina al khathaa yahtamil al shawab. "Pendapat kami bcnar, tapi mengandung kesalahan dan pendapat selain kami salah, tetapi mengandung kebenaran". Selain itu Ulama besar Muhammad Rasyid Ridlo membuat khittah pedoman perjuangannya. dengan kaidah: Nata 1cn11a11 .fhna itta,(aqna 'alai lVa J'a 1dzir ba'dluna ba'd/a11 /Ima ikhtalq/iw fihi. "I3ekc1jnsama dalam masalah yang kita sepakati dan saling toleransi dalain 111asalah yang kita perselisihkan.
"·~·.· ·~· .~~.·~/ •. ' . It' ... . . .. ,, . . • J
. ., . I •·" .,., .••
. MAiELIS V:{.AMA INDONESlA WADAH MUSYAWARAH ·PARAULAMA ZU'AMA DAN CENDEKIAWAN MUSLIM
MaaJJd latlqlal Tamim VJiJayal<usuma Telp. 3455471-3455472 Fax •. 3855412 Jakarta Pusal 10710 - -..
KEPUTUSAN FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor Z T~hun 2004 Tt;ut~ng
PENETAPANAWALRAMADHAN,SYAWAL,DANDZULHIJJAH ' I
gelis Ulama Indonesia,
™1MBANG a. bahwa umat Islam Indonesia dalam melaksll}Jakan puasa
BNGINGAT
Ramadan, salat Idul Fitr dan Idul Adha, serta ibadah-ibadah lain yang terkait dengan' ketiga bulan tersebut terkadang tidak dapat -melakukannya pada: hari dan tanggal yang sama disebabkan perbedaan dalam. pef!etapan awal bulan-bulan terse but;
b. bahwa keadaan'; se.bagaimana terse but pada huruf .. .a dapat ·· · menimbulkan citra· dan dampak negatif terhadap syi' ar dan dakwah Islam; · · · ...
c. bahwa Ijtima' Ul!ilna Komisi Fatwa se-Indonesia pada tanggal.22 Syawwal 1424 H./16 Desember 2003 telah menfatwakan tentang penetapan awn! bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah, sebagai upaya mengatasi hal di atas;
d. bahwa oleh karena • itu, Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang penetapan awal bulan Ramadhan, Syawwal, dan Dzulhijjah dimaksud untuk dijadikan pedoman.
1. Finnan Allah SW'r, antara lain ·• . .
;:ip 1:;. f~ Jjl.(:; ~)'.Jj I~} ;.Jj1j ;t;,;. ~I ~ lS.JI '} ( \ .. , .. ,,.
·Dia-lah (QS Yunus [IO]: 5)
,. t.:...:Jr' ..... '-· \1 ... y J .r.-· . "
'k!. •Lj J'(• J'" '11 l'!'Lf' Ji1 (!'Lf \0 !'T ~ •.J11~;ft '\' r--: J' 'J J J .)"" J' r.- J r.- .)'-' .:r. ...., • ( . , .. .. .. .. .. Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah, taatlah kepada Rasul dan. ulil-amri di antara kamu. (QS. an-Nlsa' [4]:
Fatwa tentang PenetapanAwal Bulan 2 ..
2. Hadis-hadis Nabi s.a. w., antara lain
•('•j-;._•~ ·.,~'"' .... ·1·•1.':!~1' 'J~1.i11"' .... 1'"'~ (\ !""'..,...- ~ (.): O)J' tf>" )~ >) _,~ )J' tf>" j'~ ' , .. 1J.1!:'
( ~ t .f'J' .:r. I .y- r-1--' J <;; l>..,ll o I JJ) '.! I J;..LI \j
. "Janganlah kamu berpuasa (Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu Ramadhan) danjanganlah berbuka (mengakhiri
· puasa Ramadhan) sehingga melihat tanggal (satu rS)'awwalj. Jika dihalangi oleh aivan!mendung maka kira-kirakanlah". (H.R. Bukhari Muslim dari Ibnu Umar)
"Berpuasalah (Ramadhan) karena melihat tanggal (satu Ramadhan). Dan berbukalah (mengakhiri puasa Ramadhan) karena melihat tangga/ (satu rS)'awwalj. Apabi/a kamu terhalangi; · sehingga. tidak dapat melihatnya maka sempurnakanlah bilangan rS)'a'ban tlga puluh hart". (Bukhari
; : J L;: QJJL. "'-:~I ,..,.s. Muslim dari Abu Hurairah).
,.\ ~ 1,-' ~L,~ I '1 ~ ·:;. i;P ~ J.j ~1j ~t.bJ(, p~ ~ (i ~ .... ~.. ,, -... _ I , - !'> .. A
~ / "L.? / C.J 11 ~ "Wajib bagi k!llian untuk taat (kepada pemimpin), meskipun 'f' <. ;,-: e' yang memimpin kalian itu seorang hamba sahaya
Habsyi".(H.R. Bukhari dari Irbadh bin Sariyah).
3. Qa'idah fiqh:
.~~I (:i'.,;j rl)~ f,°i;jl ~ "Keputusan penierli1tah itu mengikat (wajib dipatuhi) dan menghi/angkan.silang pendapat".
MEMPERHATIKAN: 1. Pendapat para ulama ahli fiqh; antara lain pendapat Imam alSyarwani da!am Ifasyiyah al-rS)'anvani:
~) ~1::.; rs-\;. '< µ:;. 0µ ,~.)\;.. ."I ~ r5 l~J JS\,J1 ~ J .. ,.,,. .. .. .... .. .. ,,.
r J '"" ~ 0 ~ J.fll .uli . ~~I ~1 v"i:I tJ) a.itS::i1 J;:. r;.i1 , , , . .. - . "'
1.JIJ_,JJ1 J.,..:.l>-) .01..,a...; :r ;J.JJI 0.P-i ~ 0! c.<"'WJ 0! 0 ~-"" , , ,
(iVIL)" i~p
2. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (interest/fa'idah), tanggal 22 Syawwal 1424/16 Desember 2003 ..
2. Keputusan Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 05 Dzulhijjah 1 A'1A/.,;f Tnn.nnff: .,l)f\Jt
vfENETAPKAN
'ertama
'edua
Fatwa tentang Penetapan Awai Bulan 3
Dengan memohon ridha Allah SWT
M:EMTJTUSKAN
FATWA TENTANG PENETAPAN AWAL RAMADHAN, SYA WAL, DAN DZULIDJJAH
Fatwa
1. . Penetapan awaf Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode ru'yah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama d~ berlaku secara nasional.
2. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhtiiah.
3. Dalam menetapkan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, Menteri Agama wajib berkonsultasi dengan Majelis Ulama Indonesia, ormas-ormas Islam dan Instansi terkait.
4. Hasil rukyat dll!'i daerah yang memungkinkan hilal dirukyat walaupun di luar wilayah Indonesia yang mathla'nya sama dengan Indonesia dapat dijadikan pedoman o!eh Menteri Agama .,, RI. ,
Rekomendasl
Agar Majelis Ulama Indonesia mengusahakan adanya, kriteria penentuan awal Ran)adban, Syawal, dan Dzulhijjah untuk dijadikan pedoman oleh Menteri Agama dengan membahasnya bersama ormas-9rmas Islam dan para ahli terkait.
Jakarta, 05 Dzulhiiiah 1424H 24 Januari 2004 M
MAJELIS ULAMA INDONESIA, KOMIS! FATWA,
Sekretaris
K.H. Ma'ruf Amin
NO
I.
2. 3. 4 5. 6.
7. 8.
9.
10.
11. 12.
13.
14.
15.
16.
17.
.8.
.9.
SUSUNAN ACARA SIDANG ITSBAT PENETAPAN 1 SY A WAL. 1428 H/2007 M
JAKARTA, 11OKTOBER2007 DI OPERATION ROOM DEP. AGAMA
WAKTU URAIAN ACARA
16:30 Penyambutan dan Penempatan para tamu oleh petugas penerima tamu
17:30 Presentasi keadaan hilal 17:49 Adzan Maghrib/Ta1il Puasa 17:55 Shalat Maghrib 18:00 Makan Malam 18:20 Pemberitahuan Sidang ltsbat akan segera
dimulai 18:30 Pembacaan ayat suci Al-Qur'an 18:35 Protokol mengumumkan sidang itsbat
dipimpin oleh Menteri Agama 18:40 Menteri Agama membuka secara resmi
sidang itsbat
18:45 Menteri Agama mempersilahkan
Ketua Badan Hisab Rukyat (BHR) Departemen Agama menyampaikan laporan
. 18:50 Laporan Ketua BHR 18:55 Menteri Agan1a mempersilahkan peserta
sidang untuk menanggapi laporan KetuaBHR
19:05 Menteri Agama memberikan jawaban apabila ada tanggapan peserta sidang
19:10 Pembacaan Konsep SK Menteri Agama tentang Penetapan tanggal 1 Syawal 1428 H.
19:15 Penandatanganan SK Menteri Agama tentang Penetapan tanggal I Syawal 1428 H.
19:20 Pengumuman Menteri Agama RI tentang tanggal I Syawal 1428 H.
19:25 Menteri Agama RI menutup sidang Itsbat secara resmi dengan pengetokan palu
19:30 Pembacaan Do'a 19:35 Pemberitahuan bahwa Sidang Itsbat
telah selesai
KETERANGAN
TimBHR
MC Ors. H. Syarifuddin MC
Bapak Menteri Agama RI
memimpin sidang
Direktur Urais dan Binsyar
Karo Hukum dan KLN
Menteri Agama RI
Menteri Agama RI
MUI MC
Jakarta, September 2007 Direktur Urusan Agama Islam .J ___ n ____ 1 • n • 1
-
LAP ORAN DIREKTUR URUSAN AGAMA ISLAM
DAN PEMBINAAN SYARIAH (KETUA BADAN HISAB RUKYAT DEPARTEMEN AGAMA)
P ADA PEMBUKAAN SID ANG ITSBAT AWALSYAWAL 1428 H.
Assalamu 'alaikum wr. wb. Yang Terhormat Bapak Menteri Agama Republik Indonesia Yang Terhormat Bapak Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Yang Terhormat Bapak Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia Yang Terhormat Ketua BPPT Yang Mulia para Duta Besar negara sahabat, Ketua Majelis Ulama Indonesia, ketua ICM!, para anggota Badan Hisab Rukyat, para Alim, Ulama, para Tokoh Ormas Islam, Pejabat Eselon I, II dan para undangan serta para wartawan baik cetak maupun elektronik yang kami hormati.
1. Marilah kita panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita sekalian, sehingga pada malam ini kita dapat bersama-sama menghadiri sidang Itsbat awal Syawal 1428 H. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan umatnya . . .
2. Perkenankarilah kami laporkan bahwa:
1. Hasil hisab yang dihimpun oleh Badan Hisab Rukyat Departemen Agama dari berbagai sumber menyatakan bahwa ijtima' menjelang Syawal 1428 H M jatuh pada hari Kamis tanggal 11 Oktober 2007 bertepatan tanggal 29 Ramadlan 1428 H sekitar pukul 12:02 WIB.
2. Pada saat matahari terbenam untuk wilayah Indonesia bagian Timur, Tengah dan sebagian Indonesia bagian Barat (Papua, Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan Aceh) hilal masih dibawah ufuk. Sedangkan sebagian wilayah Indonesia bagian Tengah dan Barat (NTB, Bali, Jawa dan Sumatera) sudah di atas ufuk antara 0° sampai dengan 0° 45';
3. Menurut para ahli hisab (unsur Depag, Ormas Islam, Bosscha !TB, Planetarium, BMG, Bakosurtanal, LAPAN, Perguruan Tinggi, Peradilan Agama, dan perorangan ahli) yang tergabung dalam BHR Departemen Agama Pusat menetapkan tanggal I Syawal 1428 H jatuh pada hari Sabtu, 13 Oktober 2007. Tapi untuk pelaksanaan ibadah harus menunggu ketetapan pemerintah (Departemen Agama RI).
4. Keputusan Musyawarah Jawatankuasa Pcnyelarasan Rukyat dan Taqwim Islam Keempat Negera Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura di Jakarta pada tanggal l s.d 5 Juli 1992 tentang Taqwim Awai Bulan Qamariyah 1428 H memutuskan awal bulan Syawal 1428 Hjatuh pada hari Sabtu .. 13 Oktober 2007.
' Pn<ot1rnn i.<lem (PF.RSJS) dalam surat edaran No. I 0/PP-
6. Syarikat Islam (SI) dengan surat keputusannya No: 02/MS.DPPSIIX/2007 berdasarkan hasil hisabnya memutuskan bahwa tanggal 1 Syawal 1428 Hjatuh pada hari Sabtu, 13 Oktober 2007.
7. PP Al Irsyad Al Islamiyyah dalam suratnya No: 11 J.B.PP.A.10.2007 menyatakan bahwa 1 Syawal 1428 H jatuh pada hari Sabtu, 13 Oktober 2007.
8. DR. Ali Al Shukri (Kepala Depa1temen Fisika King Fahd University di Dhahran) menyatakan bahwa berdasarkan hisab 1 Syawal 1428 H jatuh pada hari Sabtu, 13 Oktober 2007.
9. DR. Mohammed Shaukat Awdah (Ketua Islamic Crescents' Observation Project) menyatakan bahwa hasil perhitungan dari 350 ahli falak yang tergabung dalam !COP tersebut menyatakan 1 Syawal 1428 H jatuh pada hari Sabtu, 13 Oktober 2007.
10.DR.Waheed Al Nasser (ahli falak di Bahrain) menyatakan bahwa menurut perhitungannya I Syawal 1428 H jatuh pada hari Sabtu, 13 Oktober 2007.
I J.Banyak kalender yang beredar di masyakarat (antara lain Taqwim Standar Indonesia, kalender PBNU, PERSIS, Menara Kudus, dll) yan'g semuanya dibuat berdasarkan hisab yang akurat menyatakan bahwa tanggal I Syawal 1428 H jatuh pada hari Sabtu, 13 Oktober 2007.
12.Alasan pihak yang mehetapkan I Syawal 1428 H jatuh pada hari Sabtu, 13 Oktober 2007 adalah dengan :
a. Posisi hilal dibawah kriteria imkanurrukyat yang sudah disepakati yaitu tinggi hilal 2° dan umur hilal 8 jam
b. Ketika matahari terbenam diseluruh Indonesia posisi hilal masih sangat rendah dan bahkan ada yang di bawah ufuk, sehingga belum mungkin bisa dirukyat
c. Mengistimalkan bulan Ramadlan 30 hari
13.Ada juga kalender yang dibuat berdasarkan hisab Taqribi menyatakan bahwa I Syawal 1428 Hjatuh pada hari Jum'at, 12 Oktober 2007 M.
14.PP Muhammadiyah dengan maklumatnya no: 03/MLM/I.O/E/2007 telah menetapkan tanggal 1 Syawal 1428 Hjatuh pada hari Jum'at, 12 Oktober 2007 berdasarkan hisab kriteria wujudul hilal yaitu :
a. Sudah terjadi ijtima'
b. Ijtima' terjadi sebelum matahari terbenam
c. Ketika matahari terbenam posisi hilal diatas ufuk
15.Sementara Uni Emirat Arab sampai saat ini belum menetapkan Syawal 1428 H karena masih menunggu hasil pengamatan hilal.
16.Memperhatikan hasil hisab yang akurat bahwa pada menjelang awal Syawal 1428 H untuk seluruh wilayah Indonesia tinggi hilal antara -0° 30' s.d 0° 45' maka hilal tidak akan tampak. Namun demikian, penetapan tanggal ! Syawal 1428 H NU dan DDII menunggu hasil rukyat dan ketetapan Pemerintah RI.
17.Fatwa MUI No. 2 tahun 2004 menyatakan bahwa :
1. Penetapan awal bulan Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah dilakukan berdasarkan metode rukyah dan hisab oleh Pemerintah RI cq Menteri Agama dan berlaku secara nasional.
2. Seluruh umat Islam di Indonesia wajib menaati ketetapan Pemerintah RI tentang penetapan awal Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah.
18.MUI Kab. Bekasi dalam suratnya No. 020/09-X/Ol/IX/2007 menyatakan bahwa otoritas penetapan awal bulan hijriyah ada pada Pemerintah RI.
3. Sampai saat ini laporan rukyat di seluruh Indonesia yang telah masuk kepada Panitia Sidang Itsbat sebanyak 40 tern pat, antara lain :
1. Rasmani, Umur 37 tahun, Jabatan Staf Bidang Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Papua;
2. Rasmani, Umur 37 tahun, Jabatan Staf Bidang Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Papua;
3. Ors. Samsudin Ernas, .Uniur 53 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Papua Baral;
4. Ors. H. Talib Laury, M.Pdi, Umur 55 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Maluku;
5. Oahlan Sairi, SH, Umur 37 tahun, Jabatan Kasi Prociuk Halal dan Kemitraan Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Maluku Utara;
6. Ors. H. Usman Eba, Umur 50 tahun, Jabatan Kabid Bimas dan Penyelenggaraan Haji Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Timur;
7. Ors. H. Mudhar Bintang, Umur 49 tahun,, Jabatan Kepala Bidang Urusan Agama Islam, Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Sulawesi Tenggara;
8. Ors. H. Abdul Aziz M. Goda! M.Si, Umur 57 tahun, Jabatan Ka.Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Sulawesi Tengah;
9. Ors. H. Sa'ban Mauludin, Umur 50 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Sulawesi Utara;
10. H. Ison Salilamah, Umur 53 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Gorontalo;
11. H. M. Hasyim, M.Ag Umur 55 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Sulawesi Selatan;
12. H. Andi llyas S, M.Ag, Umur 52 tahun, Jabatan Kasi Urais Kandepag Kab. Pare-pare, Provinsi Sulawesi Selatan;
13. Ors. H. Lalu Suhaimi lsmy, Umur 53 tahun, Jabatan Ka. Kanwil Departemen Agama Provinsi Nusa Tenggara Baral;
14. Drs. H. llyas Suaib, Umur 50 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Departemen Agama Provinsi Kalimantan Timur;
15. Drs. Kurniadi, Umur 48 tahun, Jabatan Kasi Keluarga Sakinah
17. Ors. H. Zainal Arifin, Umur 53 tahun Jabatan Kepala Kandepag Kab. Barito Selatan Provinsi Kalimantan Tengah;
18. Ors. H. Masdani, Umur 49 tahun, Jabatan Kasi Urais Kandepag Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah;
19. Syamsuri Mahdi, SH, Umur 54 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama, Provinsi Kalimantan Bara!;
20. H. Fahrni Arif, MA, Umur 54 tahun, Jabatan Ka.Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Kalimantan Selatan;
21. H. Abdul Wahid, Umur 51 tahun, Jabatan Ka.Kandepag Pamekasan Provinsi Jawa Timur;
22. Ors. M. Sholeh, Umur 51 tahun, Jabatan Kasi Urais Kandepag Bangkalan Provinsi Jawa Timur;
23. H. Abd. Hamid, SH, M.Si, Umur 54 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepag Provinsi Jawa Timur;
24. KH. Noor Ahmad SS, Umur 78 tahun, Jabatan Swasta, Kab. Jepara Provinsi Jawa Tengah;
25. Ors. H. Ahmad Suyuti, Umur 53 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Jawa Tengah;
26. Ors. H. Syafiq, Umur 41 tahun, Jabatan Kasi Kemitraan Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Jawa Tengah;
27. Ors. H. Abdul Aziz Fasya, MM, Umur 56 tahun Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Jawa Bara!;
28. Ors. H. Ahmad Sanukri, SH, MM, Umur 43 tahun, Jabatan Ka. Kandepag Kota Bekasi Provinsi Jawa Bara!;
29. KH. Banadji Aqil, Umur 86 tahun, Jabatan Anggota BHR Oepartemen Agama Pusat;
30. Ors. H. Sadirin, Umur 45 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi OKI;
31. Syarif Utsman, Umur 52 tahun, Jabatan Pengurus Masjid Al Makmur, Klender Provinsi OKI;
32. Ors. H. Ramly, Umur 55 tahun, Jabatan Ka. Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Banten;
33. Ors. Mustamin, Umur 47 tahun, Jabatan Kasi Kemitraan Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Jambi;
34. Ors. H. Abd. Hamid Ritonga, Umur 55 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepag Provinsi Sumatera Utara;
35. Ors. H. Marzuki, Umur 51 tahun Jabatan Kasi Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Sumatra Baral;
36. Ors. Marsum, Umur 52 tahun, Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepag Provinsi Lampung;
37. Ors. H. M. Sholeh, Umur 49 tahun Jabatan Kabid Urais dan Penyelenggaraan Haji Kanwil Oepag Provinsi Bali;
38. Ors. H. Muhtaridi Bajuri, MM, Umur 59 tahun Jabatan Ka. Kanwil Oepag Provinsi Bengkulu;
39. Ors. Mahyuddin, Umur 38 tahun Jabatan Kasi Kemitraan Kanwil Oepartemen Agama Provinsi Riau;
40. Ors. H. Mustofa, Umur 41 tahun Jabatan Kasi Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsl Kepulauan Riau;
41. Ors. H. Badrudin Puteh, umur 54 tahun Jabatan Kabid Urais Kanwil Oepartemen Agama Provinsi NAO.
kesemuanya menyatakan tidak melihat hilal.
4. Demikian laporan kami dan terima kasih.
Wasssalam, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah I Ketua BHR Departemen Agama
Drs. H. Moh. Muchtar Ilyas NIP. 150 183 367
DAFTAR UNDANGAN PADASIDANG ITSBAT AWALRAMADLAN 1427 H. HARi SELASA, 11 SEPTEMBER 2007
1. Sekjen Departemen Agama RI 2. Dirjen Pendidikan Islam 3. Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam 4. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah 5. Irjen Departemen Agama 6. Kepala Badan Litbang dan Diktat Departemen Agama 7. Sekretaris Dirjen Pendidikan Islam 8. Sekretaris Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam 9. Sekretaris Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah l 0. Sekretaris Inspektorat Jenderal 11. Sekretaris Balitbang dan Diklat Departemen Agama 12. Staf Ahli Bidang Kerukunan Antar Umat Beragama 13. Staf Ahli Bidang Hubungan Lembaga Keagamaan 14. Staf Ahli Bidang Pemikiran dan Paham Keagamaan 15. Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan Pemberdayaan Umat 16. Staf Ahli Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia 17. Kepala Biro Perencanaan 18. Kepala Biro Kepegawaian 19. Kepala Biro Keuangan dan BMN 20. Kepala Biro Organisasi dan Tata Laksana 21. Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri 22. Kepala Biro Umum 23. Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama 24. Kepala Pusat Informasi Keagamaan dan Kehumasan 25. Direktur Pendidikan Agama !slain Pada Sekolah 26. Direktur Penerangan Agama Islam 27. Direktur Pemberdayaan Zakat 28. Direktur Pemberdayaan Wakaf 29. Direktur Uiusan Agan1a Islam dan Pembinaan Syariah 30. Direktur Pembinaan Haji 31. Direktur Pelayanan Haji 32. Direktur Pengelolaan BPIH dan Sistem Informasi Haji 33. Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren 34. Direktur Pendidikan Pada Madrasah 35. Direktur Pendidikan Tinggi Islam 36. Direktur Pranata dan Tatalaksana Peradilan Agama - MARI 37. Inspektur Wilayah I 38. Inspektur Wilayah II 39. Inspektur Wilayah III 40. Inspektur Wilaya11 IV 41. Inspektur Wilayah V 42. Kepala Puslitbang Kehidupan Beragama 43. Kepala Puslitbang Pendidikan Agama 44. Kepala Puslitbang Lektur Keagamaan 45. Kepala Pusdiklat Tenaga Administrasi Ac. v ..... -,..1 .. n .. _.J!1.1_ ... 'T'___ ,,... 1 • TT
DAFT AR NAMA-NAMA ANGGOTA BHR
50. Drs. H. Taufiq, SH, MH (Ahli Hisab Rukyat) 51. Drs. H. Ma'ruf Amin (MUI) 52. Ust. H. Ahmad Royani (AI-Mansyuriyyah) 53. Drs. H. Farid Ismail, SH. MH (MARI) 54. Drs. H. Sriyatin Shadiq, SH. M.Ag (PA) 55. Drs. H. Nabhan Maspoetra (UIN) 56. K.H. Banadji Aqil ( Depag) 57. Drs. H. Sulhan, MA (PUI) 58. Drs. Mayor Laut Rasyid (Hidros Oseanografi) 59. DR. T. Djamaluddin (LAPAN) 60. DR. H. Moedji Raharto ( Boscha ITB) 61. Drs. M. Husni, Dpl, Seis (BMG) 62. Dr. Ing Khafid (Bakorsurtanal) 63. Drs. H. Sriyatin Shadiq, M.Ag- Hakim Agama Malang
DAFT AR NAMA-NAMA ORMAS ISLAM DAN LEMBAGA TERKAIT
64. Menteri Komunikasi dan Informatika 65. Ketua MUI 66. Ketua PP. Muharnmadiyah 67. Ketua Dewan Dakwah Islamiyyal1 Indonesia 68. Ketua PERSIS 69. Ketua PBNU 70. Ketua PP Dewan Masjid Indonesia 71. Ketua DPP Jamiyatul Washliyah. 72. Ketua DPP Al-Mathlaul Anwar 73. Ketua DPP Syarikat Islam 74. Kepala Planetarium dan Observatorium DKI Jakarta 75. Ketua Komisi VIII DPR RI 76. Ketua BPPMI (Masjid Istiqlal) 77. Dirjen Pembinaan Peradilan Agania Ma11kama11 Agung RI 78. POLRI 79. Kepala Biro Hukmas Menko Kesra 80. Kepala Biro Hukmas Departemen Dalam Negeri 8 I. Kepala Biro Hukmas Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia 82. Dirjen Pos dan Telekomunikasi Depkominfo 83. Dirjen Sarana Komunikasi dan Desiminasi lnformatika 84. Kepala Pusat Data Departemen Komunikasi dan lnformasi 85. Kepala Biro Umum dan Humas Departemen Komunikasi dan lnformasi
DAFTAR NAMA KEDUTAAN NEGARA-NEGARA ISLAM SAHABAT
86. Kedutaan Besar Kuwait 87. Kedutaan Besar Brunai Darussalam 88. Kedutaan Besar Yordan 89. Kedutaan Besar Emirat Arab 90. Kedutaan Besar Palestina 91. Kedutaan Besar Siria Arab Republik 92. Kedutaan Besar Pakistan 93. Kedutaan Besar Banglades 94. Kedutaan Besar Arab Saudi 95. Kedutaan Besar Malaysia 96. Kedutaan Besar Irak 97. Kedutaan Besar Mesir 98. Kedutaan Besar Iran 99. Kedutaan Besar Turki I 00. Kedutaan Besar Bosnia l 01. Kedutaan Besar Tunisia l 02. Kedutaan Besar Y aman 103. Kedutaan Besar Qatar 104. Kedutaan Besar Maroko l 05. Kedutaan Besar Al-Jazair l 06. Kedutaan Besar Libia 107. Kedutaan Besar Afganistan l 08. Kedutaan Besar Sudan 109. Kedutaan Besar Suriname 1 10. Kedutaan Besar Libanon 1 1 1. Kedutaan Besar Nigeria 112. Kedutaan Besar Oman 113. Kedutaan Besar Somalia 114. Kedutaan Besar Azerbaijan
.AN
llan I.
REKAP HASIL PERHITUNGAN IJTIMA' DAN TINGGI HILAL AWAL RAMADLAN, SYAWAL, DAN DZULHIJJAH TAHUN 2007M/1428 H
MENURUT BERBAGAI MACAM SISTEM
IJTIMA' TINGGI AWAL SISTEM HARi TGL. JAM Hit.AL BULAN
Sullam al Nayylraln Selasa 11Sep2007 19:00 -00° 30' Kam ls Falh al Rauf al Manan Selasa 11Sep2007 20:23 10° 47' *) Kamls · Fath al Rauf al Manan Selasa 11 Sep 2007 20:00 -01° 00" Kamls Al Qawa'ld al Falaklyah Selasa 11 Sep.2007 2Q:07 -07° 35' Kamls Hlsab Haklkl • · Selasa 11Sep2007 19:45 -02° 04' Ka mis Badl'ah al Mltsal Selasa 11Sep2007 19:42:09 -01' 54' 18" Ka mis Badl'ah al Mltsal Selasa 11 Sep 2007 19:45:25.80 -02° 03' 20" Kam ls Al Khulashah al Waflyah Selasa 11 Sep 2007 19:45:40 -02° 10' 14" Kamls At Khulashah al Wafiyah Selasa 11Sep2007 19:04 -01° 29' Kam ls Al Manahlj al Hamldlyah Selasa 11Sep2007 19:43 -02° 07' Kam ls lltlfaq Dzat al Bain NurulAnwar Selasa 11 Sep 2007 19:38:36 -02° 05' 19" Ka mis Menara Kudus Selasa 11 Sep 2007 19:45 -02° 17' 19" Kam ls Newcomb Selasa 11Sep2007 19:39 -02' 06' Kam ls New Comb Selasa 11 Sep 2007 19:38:35 -02° 00' 15" Kam ls Newcomb Selasa 11 Sep2007 - -02° 09' 11" Kam ls Jeen Meeus Selasa 11 Sep 2007 18:28:45,6 -02' 02' 59" Kamls E.W. Brouwn Selasa 11 Sep 2007 19:44:10 -02° 46' 23" Ka mis Almanak Nautlka Selasa 11Sep2007 19:45 -02° 09' 37" Kamls Ephemeris Hlsab Rukyat Selasa 11 Sep 2007 19:45:10 -02° 00' 01" Kamls Al Falaklyah Selasa 11Sep2007 19:45 -02° 09' 17" Kam ls Mumtaz Al Falaklyah Se las a 11 Sep 2007 19:45 -02° 06' 48" Kam ls Ephemeris Al Falaklyah Selasa 11 Sep 2007 19:45 -02° 06' 48" Kam is Mawaqlt Selasa 11Sep2007 19:44:30 -03° 02' 24" Ka mis Ascrlpt Selasa 11.sep 2007 19:45 -02° 51' Kam ls Astra Info Selasa 11 Sep 2007 19:45 -01° 51' Kam ls Starry Night Pro 5 Selasa 11Sep2007 19:45 ·02° 02' 09,6" Kam is
Sullam al Nayylraln Ka mis 11 Oki 2007 10:46 03° 37' Jum'al Fath al Rauf al Manan Kamis 11 Oki 2007 11:48 03° 06' Jum'at F alh al Rauf al Manan Ka mis 11 Okt 2007 11:23 03° 18' Sabtu Al Qawa'id al Falaklyah Ka mis 11 Okt 2007 12:01 01' 47' Sabtu Hlsab Haklkl Kamls 11Oki2007 12:02 00°40' Sablu Badi'ah al Mitsal Kamls 11 Oki 2007 12:02 00' 22' 52" Sablu Badl'ah al Mltsal Kamls 11 Oki 2007 12:02 00' 40' 13" Sabtu Al Khulashah al Wafiyah Ka mis 11 Oki 2007 12:02 00' 08' 17" Sablu Al Khulashah al Wafiyah Kamls 11 Oki 2007 11:47 00° 55' Sablu Al Manahlj al Hamidlyah Ka mis 11 Oki 2007 11:58 00' 35' Sabtu lttlfaq Ozal al Bain Nurul Anwar Kamls 11 Oki 2007 11:51 01° 02' 42 11 Jum'al Menara Kudus Ka mis 11 Oki 2007 12:02 01° 19' 12" Sabtu Newcomb Ka mis 11Oki2007 11:52 00° 58' Jum'al Newcomb Ka mis 11 Oki 2007 11:53 00° 31' 50" Sabtu Newcomb Kamls 11Oki2007 - 00° 34' 15" Sablu Jeen Meeus Kam ls 11 Okt 2007 11:42 00° 36' 29" Sabtu E.W. Brouwn Kamis 11Oki2007 12:01 00° 13' 57" Sablu Almanak Nautlka Kamls 11 Oki 2007 12:02 00' 58' 18" Sablu Ephemeris Hlsab Rukyal Kam ls 11 Okt 2007 12:01 00° 28' 18" Sablu Al Falaklyah Ka mis 11Oki2007 12:02 DO' 34' 58" Sabtu Mumtaz Al Falaklyah Ka mis 11 Oki 2007 12:02 00° 26' 18" Sabtu Ephemeris Al Falaklyah Ka mis 11 Okt 2007 12:02 00' 26' 18" ~Ahfll kA ..... , ..... u ..
Lamplran VII
TANGGAL
13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2oc57. ·
13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 Seplernber 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007 13 September 2007
12 Oki 2007 12 Ok! 2007 13 Oki 2007 13 Okt 2007 13 Ok! 2007 13 Oki 2007 13 Oki 2007 13 Oki 2007 13 Oki 2007 13 Okt 2007
12 Oki 2007 13 Oki 2007 12 Okt 2007 13 Okt 2007 13 Ok! 2007 13 Okt 2007 13 Okt 2007 13 Oki 2007 13 Oki 2007 13 Okt 2007 13 Oki 2007 "<:1 n1~i flnf'I.,
h Sullam al Nayylraln Ah ad 9 Des 2007 23:31 -02• 45' 30" Selasa Fath al Rauf al Manan Senln 10 Des 2007 00:53 08°33") Selasa Fath al Rauf al Manan Senln 10 Des 2007 04:47 06°36' Selasa Al Qawa'ld al Falaklyah Senln 10 Des 2007 00:55 08° 43' Selasa Hlsab Haklkl Senln 10 Des 2007 00:41 07° 10' Selasa Badl'ah al Mltsal Sen In 10 Des 2007 01:17:15 07° 07' 49" Selasa Badl'ah al Mltsal Senln 10 Des 2007 00:41:11.47 06° 51' 52" Selasa Al Khulashah al Wafiyah Ah ad 09 Des 2007 24:41:30 -03° 55' 38" Selasa Al Khulasnah al Wafiyah Senln 10 Des 2007 0:12 07° 48' Selasa Al Manahlj al Hamldlyah Sen In 10 Des 2007 00:39 06° 52' Selasa lttlraq Dzat al Bain NurulAnwar Senln 10 Des 2007 00:37:23 07° 07' 44" Selasa Menara Kudus Senln 10 Des 2007 00:41 07° 17' 13" Selasa Newcomb Senln 10 Des 2007 00:40:45 07' 19' 51" Selasa Newcomb Sen In 10 Des 2007 00:37:15 . 07° 03' Selasa Newcomb Senln 10 Des 2007 - 07° 11' 06" Selasa Jean Mee~s Senln 10 Des 2007 00:12:28 06° 24' 12" Selasa E.W. Brouwn Senln 10 Des 2007 00:40 07' 11' Selasa Almanak Nautika Sen In 10 Des 2007 00:42 07°11'31" Selasa Ephemeris Hlsab Rukyat Sen In 10 Des2007 00:41:11 06° 45' 16" Selasa Al Falaklyah Senln 10 Des 2007 00:41:20 07° 15' 46" Selasa Mumtaz Al Falaklyah Senln 10 Des 2007 00:41:11 06° 45' 16" Selasa Ephemeris Al Falaklyah Senln 10 Des 2007 00:41:11 06° 45' 16" Selasa Mawaqlt Senln 10 Des 2007 00:40:23 06° 42' Selasa Ascript A had 10 Des 2007 00:41 Astro Info Senln 10 Des 2007 - 06° 45' 16" Selasa · Starry Night Pro 5 Senin 10 Des 2007 00:41:00 06° 22' 34" Selasa
Keterangan : ') Harl berlkutnya Kepastlan penetapan tanggal 1 Ramadlan, Syawal, dan Dzulhijjah menunggu Keputusan Manieri Agama dalam sldang ltsbat
Jakarta, 18 Maret 2007 -~----- - -- -
11Des2007 11 Des2007 11 Des2007 11 Des2007 11 Des 2007 11Des2007 11 Des2007 11 Des 2007 11Des2007 11 Des2007
11 Des 2007 11 Des2007 11 Des2007 11 Des2007 11 Des 2007 11 Des2007 11Des2007 11 Des2007 11 Des2007 11 Des 2007 11 Des 2007 11Des2007 11 Des 2007
11Des2007 11Des2007
DEPARTEMEN A GAMA RI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS SYARI'AH DAN HUKUM
uanda No. 95 Ciputat - Jakarta 15412 Telp. (62-21) 74711537 Fax. (62-21) 7491821
Website: www.uinjkt.ac.id. email: [email protected]
ir
-iran : Ft.43/KM.00.02/ 2ttC /07
: Mohon Data/ Wawancara
Kepada Yth. Ketua Majlis Tarjih Muhammadiyah di
Tern pat
Assalamu'laikum Wr.Wb.
Dengan hormat,
Jakarta, 19 Juli 2007
Pimpinan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menerangkan bahwa: Nama : Wahyu Ridas Perada Nomor Pokok : 203044101797 Tempat/Tanggal Lahir : Tandun, 5 Januari 1986 Semester : VIII (Delapan) Jurusan/Konsentrasi : Peradilan Agama / Akhwal Al-Syakhsiyah Alamat : JI. Nurul Huda No.50 Kp Utan, Cempaka Putih,
Ciputat. Telp : 081315811818
Adalah benar mahasiswa Fakultas Syari' ah & Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang menyelesaikan skripsi dengan Topik/ Judul:
"Peranan Qaidah Fiqhiyyah Terhadap Kebijakan Pemerintah Dalam Penetepan 1 Ramadhan Dan 1 Syawal di Indonesia."
Untuk melengkapi bahan/ data yang berkaitan dengan penulisan /pembahasan Topik/Judul di alas, dimohon kiranya Bapak/Ibu/Saudara/i dapat membantu/menerima yang bersangkutan untuk berwawancara.
kasih. Atas kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/ i, kami ucapkan ban yak terima
Wassalamu'alaikum Wr.Wb. An.OEKAN
/)f~~6.~~~~.~~~an Bid. Akademik f.r..: _/:."-' • c-' •, ------;,,:,·"'•t:\~ ~
PENGURUS PUSAT LEMBAGA BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA
Ged. PBNU, Lt. 4, JI. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430. . Telp. (021) 31923033, 3908424, Fax. (021) 3908425 .. E mail: lbmnu_pusat@yahoo:com
llNU SURAT KETERANGAN
Nomor: 133/LBM-NU/07/2007
Dengan mengucap bisrnillahirrahmanirrahim saya yang bertanda tangan di bawah ini.
Nama Jabatan
: KH. Arwani Faisal : Wakil Ketua
Dengan ini menerangkan bahwa :
Nama No.Pokok. TTL Alamat Jurusan/Konsentrasi Telp
: Wahyu Ridas Perada : 203044101797 : tandun, 5 Januari 1986 : JI. Nurul Huda No. 50 Kp Utan, Cempaka Putih,. Ciputat. : Peradilan Agama I Akhwal Syahsiah : 081315811818
Telah melak.ukan Wawancara dan ta!).yajawab kepada Lembaga Bahtsul Masai! Nahdlatul Ulama (LBM PBNU).dengan Terna :
"Peranan Qaidah Fiq/1iyah Terhadap Kebijakan Pemerintah dalam Penetapam I Ralnadhan dan I Syawal di Indonesia"
Demikian Surat ini kami buat, untuk di gunakan sebagaimana mestinya.
Wallahul muafiq illa aqwamitharieq.
Jakarta 31 Juli 2007
PENGURUS PUSAT LEMBAGA BAHSUL MASA 'IL NAHDLATUL ULAMA