V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Profil Tekstur 5.1.1...
Transcript of V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis Profil Tekstur 5.1.1...
32
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Profil Tekstur
5.1.1. Nilai Kekerasan
Kekerasan yaitu gaya yang dibutuhkan untuk menekan material sampel.
Dalam pembacaan hasil texture-gram, kekerasan didefinisikan sebagai kekuatan
puncak selama siklus kompresi pertama (gigitan pertama). Kekerasan dinyatakan
dalam gf (gram force) (Sarifudin dkk, 2015).
Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 4) perlakuan penambahan telur
terhadap nilai kekerasan snack bar sinbiotik menghasilkan nilai kekerasan yang
cenderung menurun seiring meningkatnya jumlah telur yang ditambahkan. Data
hasil dari pengaruh penambahan telur terhadap nilai kekerasan snack bar sinbiotik
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Nilai Kekerasan Snack Bar
Sinbiotik Berbasis Tepung Komposit
6173.92 5762.65 5613.91
5484.75 5081.35
0.00
1000.00
2000.00
3000.00
4000.00
5000.00
6000.00
7000.00
A (10%) B (12%) C (14%) D (16%) E (18%)
Nila
i Ke
kera
san
(gF
)
Penambahan Telur
33
Berdasarkan Gambar 4. dapat dilihat nilai kekerasan pada snack bar
berada pada kisaran 5081,35 - 6173,92 gF. Hasil rata-rata nilai kekerasan snack
bar menunjukkan bahwa menambahkan lebih banyak telur dalam formula snack
bar cenderung mengurangi kekerasan produk snack bar yang dihasilkan.
Kemampuan daya busa dari telur dapat dianggap sebagai faktor utama
penyebab fenomena ini. Selama proses pengadukan adonan, gelembung udara
terjebak dalam adonan yang disebabkan adanya albumen dari telur (Mine, 1996
dikutip Sarifudin dkk, 2015). Dalam proses pemanggangan, gelembung udara
membesar dan selanjutnya protein dari putih telur mengalami koagulasi sehingga
memberikan struktur busa yang permanen di dalam produk snack bar (Sarifudin
dkk, 2015). Hal ini disebutkan pula oleh Purnomo dkk (2000) bahwa pada
pemanasan protein tidak lagi terbentuk sebagai koloid melainkan mengalami
koagulasi dan bila ikatan antar gugus reaktif protein menahan cairan, maka akan
terbentuk gel, sehingga terbentuklah keempukan pada tekstur makanan.
Hasil tersebut juga berhubungan dengan sifat fisiologis telur yaitu daya
emulsi dan daya kontrol kristalisasi. Daya emulsi adalah kemampuan untuk
menyatukan dua jenis cairan yang secara normal tidak dapat bercampur sepeti
minyak dengan air, kuning telur memiliki daya emulsi sehingga adanya kuning
telur dapat menyebabkan penyerapan air yang lebih banyak (Risti, 2013).
Kuning telur mengandung lesitin yang berfungsi sebagai emulsifier.
Lesitin dapat berikatan dengan lemak maupun air, karena adanya gugus hidrofolo
yang dapat mengikat lemak dan gugus hidrofil yang dapat mengikat air. Kadar air
telur yang tinggi, menyebabkan produk yang dihasilkan lunak (Setyowati, 2001).
34
Putih telur memiliki daya kontrol kristalisasi dimana albumin dalam putih telur
mencegah penguapan air sehingga adanya putih telur dalam adonan akan
membuat adonan menjadi lebih lembut dan terasa lebih lembab (Risti, 2013).
Peningkatan jumlah telur yang ditambahkan dapat meningkat pula kadar
air dari produk tersebut. Peningkatan jumlah kandungan air dalam suatu produk
dapat menurunkan nilai kekerasannya karena hilangnya karakteristik
kerenyahannya (Cauvain dan Young, 2008 dikutip Sarifudin dkk, 2015).
Kerenyahan pada snack bar sinbiotik didefinisikan pada nilai kekerasan
produk yang memiliki korelasi negatif dengan kadar air dimana nilai kekerasan
akan menurun ketika kadar air naik. Hal ini terjadi karena air melunakkan matriks
pati atau protein dalam bahan pangan. Snack bar sinbiotik ini mengandung pati
dari tepung ubi jalar kuning dan protein yang cukup tinggi dari telur dan tepung
kedelai hitam. Selama penyimpanan akan terjadinya proses penyerapan uap air
dari lingkungan yang menyebabkan produk kering mengalami penurunan mutu
menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2010).
Nilai kekerasan snack bar dengan penambahan telur sebanyak 16%
sebesar 5484,75 gF mendekati snack bar komersial yang memiliki nilai kekerasan
5466,53 gF. Hasil nilai kekerasan snack bar sinbiotik dibandingkan dengan nilai
kekerasan snack bar komersial karena standar SNI untuk nilai kekerasan snack
bar masih belum tersedia. Selain itu, nilai kekerasan dari snack bar sinbiotik ini
sudah lebih rendah dari snack bar sinbiotik dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan Sumanti, dkk (2016) yang memiliki nilai kekerasan sebesar 6557,34 gF.
35
5.1.2. Elastisitas
Pengukuran nilai elastisitas produk snack bar penting untuk memahami
efek bahan baku yang digunakan dalam formulasi terhadap tekstur produk juga
terhadap aspek sensoriknya. Makna secara fisik, elastisitas merupakan tingkat di
mana bahan yang mengalami deformasi dapat kembali ke kondisi seperti sebelum
mengalami deformasi setelah gaya deformasi dihilangkan, sedangkan dalam arti
sensorik, elastisitas didefinisikan sebagai sejauh mana produk dapat kembali ke
bentuk aslinya setelah mengalami gigitan (Szczesniak, 2006).
Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 4) perlakuan penambahan telur
terhadap elastisitas snack bar sinbiotik menghasilkan nilai elastistitas yang
cenderung naik seiring meningkatnya jumlah telur yang ditambahkan. Data hasil
dari pengaruh penambahan telur terhadap nilai elastisitas snack bar sinbiotik
dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Nilai Elastisitas Snack Bar
Sinbiotik Berbasis Tepung Komposit
0.63 0.67
0.76 0.85 0.84
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.80
0.90
1.00
A (10%) B (12%) C (14%) D (16%) E (18%)
Nila
i Ela
stis
itas
(m
m)
Penambahan Telur
36
Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa nilai elastisitas pada snack bar
berada pada kisaran 0,63-0,85 mm. Hasil rata-rata nilai elastisitas snack bar
menunjukkan bahwa menambahkan lebih banyak telur dalam formulasi
meningkatkan nilai elastisitas dari produk snack bar.
Elastisitas dari snack bar dapat terbentuk karena tingginya protein yang
terkandung didalamnya. Protein dapat membentuk gelasi protein yang
berpengaruh terhadap elastisitas snack bar yang dihasilkan. Kinsella (1976),
mendefinisikan gelasi sebagai sifat struktural, hidrasi, tekstural, dan reologi dari
protein. Sedangkan menurut Foegeding (1989) gel adalah suatu unit struktur yang
konsisten dan saling berhubungan dengan fase cair berada di seluruh matriks tiga
dimensinya. Gel terbentuk ketika sebagian protein unfolded membentuk segmen
uncoilded yang berinteraksi pada titik tertentu sehingga membentuk jaringan tiga
dimensi. Zayas (1997) menambahkan bahwa formasi gel tiga dimensi tersebut
merupakan hasil dari ikatan hidrogen, interaksi ion dan hidrofobik, ikatan Van der
Waals, dan ikatan kovalen disulfida. Gel bervariasi dalam hal sifat reologinya,
yang meliputi kekerasan, elastisitas, kelengketan, kohesivitas, dan adhesivitas.
Oleh karena itu, protein sering digunakan untuk menghasilkan sifat reologi
(tekstur) tertentu melalui fenomena gelasi protein.
Mekanisme gelasi melibatkan dua tahap utama, yaitu denaturasi protein
akibat panas dan agregasi hidrofobik akibat koagulasi. Pada tahap pertama, sisi
hidrofobik dari protein yang terletak di sebelah dalam molekul akan terekspos ke
luar. Maka, protein yang terdenaturasi bermuatan negatif akan dinetralkan oleh
ion positif dari koagulan, seperti ion Ca2+
(Kohyama and Nishinari 1993).
37
Selanjutnya, pada tahap kedua, protein yang telah dinetralisasi tersebut akan
teragregasi oleh adanya interaksi hidrofobik. Interaksi hidrofobik ini terjadi secara
acak (de Man et al,. 1997), dan berperan dalam pembentukan struktur gel
(Kohyama et al., 1995). Maka dari itu seiring dengan meningkatnya penambahan
telur yang ditambahkan maka semakin mendukung terjadinya gelasi protein
karena telur menyumbang besar kandungan protein pada snack bar. Dengan
terjadinya gelasi protein maka dapat meningkatan elastisitas snack bar sinbiotik
seiring peningkatan kandungan protein di dalam snack bar.
Snack bar dengan penambahan telur sebanyak 16% memiliki nilai
elastisiras 0,85 mm/mm, hasil ini sudah sesuai dengan snack bar komersial yang
memiliki nilai elastisitas 0,85 mm/mm. Hasil nilai elastisitas snack bar sinbiotik
dibandingkan dengan nilai elastisitas snack bar komersial karena standar SNI
untuk nilai elastisitas snack bar masih belum tersedia.
5.1.3. Daya Kohesif
Daya kohesif mengukur tingkat kesulitan pemecahan dalam struktur
internal gel (Zhu dkk., 2008). Daya kohesif pada produk snack bar mencerminkan
sejauh mana produk snack bar tidak rusak ketika menerima gigitan. Gaya kohesi
yang tinggi menyebabkan produk pangan menjadi kompak atau tidak mudah pisah
satu sama lain. Sifat demikian diinginkan pada banyak produk pangan agar
produk itu tetap kompak dan tidak mudah hancur.
Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 4) perlakuan penambahan telur
terhadap daya kohesif snack bar sinbiotik menghasilkan daya kohesif
38
menghasilkan daya kohesif yang cenderung menurun seiring meningkatnya
jumlah telur yang ditambahkan. Data hasil dari pengaruh penambahan telur
terhadap daya kohesif snack bar sinbiotik dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Daya Kohesif Snack Bar
Sinbiotik Berbasis Tepung Komposit
Berdasarkan Gambar 6. dapat dilihat bahwa daya kohesif pada snack bar
berada pada kisaran 0,25-0,40. Hasil rata-rata daya kohesif snack bar
menunjukkan bahwa daya kohesif sampel snack bar cenderung menurun bila
kandungan telur dalam formula snack bar semakin meningkat.
Kualitas tekstur produk makanan dapat ditingkatkan dengan menaikkan
WHC (Water Holding Capacity) dan meningkatkan emulsi lemak yaitu dengan
penggunaan bahan pengikat berupa protein, sehingga tekstur akan menjadi
kompak dan terbentuk ernulsi yang stabil (Hadiwiyoto, 1983). Terbentuknya
ikatan antara molekul protein dapat memperkokoh tekstur produk makanan yang
dihasilkan (Naruki dan Kanoni, 1992)
0.40
0.38
0.32 0.28
0.25
0.00
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.30
0.35
0.40
0.45
0.50
A (10%) B (12%) C (14%) D (16%) E (18%)
Day
a K
oh
esi
f
Penambahan Telur
39
Lesitin dalam kuning telur berfungsi sebagai emulsifier yang memiliki
kemampuan mengikat air dan lemak lesitin terdapat dua gugus yang berbeda yaitu
ikatan hidrofilik dan ikatan hidrofobik (Suharto, 1987). Emulsifier akan berada
pada permukaan antara (interface) fase minyak dan fase air, sehingga menurunkan
tegangan permukaan. Adanya emulsifier ini akan mencegah terjadinya
penggabungan partikel-partikel kecil (droplet) terdispersi sehingga membentuk
agregat dan akhirnya akan sailing melebur menjadi droplet tunggal yang
berukuran lebih besar. Hal inilah yang dapat menyebabkan pemecahan emulsi,
sehingga terbentuk stabilitas emulsi yang baik. Jika porsi lesitin dalam snack bar
meningkat maka berarti semakin banyak sisi pada emulsifier yang tersedia untuk
mengikat molekul air sehingga mengakibatkan menurunnya daya kohesif dari
snack bar (Sarifudin dkk, 2015).
Snack bar dengan penambahan telur sebanyak 16% menghasilkan daya
kohesif sebesar 0,28. Hasil penambahan telur sebanyak 16% ini mendekati snack
bar komersial yang memiliki daya kohesif sebesar 0,27. Sama halnya dengan nilai
kekerasan dan nilai elastisitas, hasil daya kohesif snack bar sinbiotik
dibandingkan juga dengan daya kohesif snack bar komersial karena standar SNI
untuk nilai elastisitas snack bar masih belum tersedia.
5.2. Sifat Organoleptik Snack Bar Sinbiotik (Uji Hedonik)
5.2.1. Kesukaan Terhadap Warna
Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 5) pengaruh penambahan
telur terhadap kesukaan warna snack bar sinbiotik berbasis tepung komposit dapat
40
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Kesukaan Warna Snack
Bar Sinbiotik Berbasis Tepung Komposit
Penambahan Telur Rata-rata Nilai Kesukaan Warna
A (10%) 2,53 ± 0,15a
B (12%) 3,23 ± 0,06a
C (14%) 3,67 ± 0,45a
D (16%) 3,33 ± 0,42a
E (18%) 3,33 ± 0,21a
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%
menurut uji Duncan.
Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan penambahan telur
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis
terhadap warna snack bar sinbiotik berbasis tepung ubi jalar kuning dan tepung
kedelai hitam. Nilai rata-rata kesukaan terhadap warna snack bar yang dihasilkan
berkisar antara netral sampai suka (2,53-3,62). Hal ini menunjukan semua
perlakuan penambahan telur berkisar netral hingga disukai oleh panelis dari segi
warna.
Perbedaan warna antar perlakuan tidak terlihat signifikan, hal ini dapat
disebabkan karena formulasi tepung kedelai hitam dan ubi jalar kuning yang
digunakan sama pada setiap perlakuannya dan penambahan telur tidak
menghasilkan perbedaan warna snack bar yang jelas sehingga rata-rata panelis
tidak dapat membedakan warna snack bar pada setiap perlakuannya.
Warna dari snack bar sinbiotik yang tidak berbeda nyata yaitu kecoklatan.
Warna kecoklatan pada snack bar berasal dari pigmen pada ubi jalar kuning yaitu
beta-karoten yang memberikan warna kuning dan sedikit kecoklatan (Tranggono,
1990). Beta karoten merupakan pigmen tanaman berwarna merah-jingga yang
41
apabila mengalami pemanasan maka akan mengalami pencoklatan enzimatis
sehingga menghasilkan warna kecoklatan pada produk.
Adapun penyebab warna coklat lainnya diduga terjadi dari hasil reaksi
Maillard akibat kandungan protein dalam tepung kedelai atau susu dan madu yang
saling bereaksi. Reaksi Maillard terjadi antara gugus aldehid dari gula pereduksi
dengan gugus amina dari asam amino terutama ε-amino-lisin dan α-amino asam
amino N-terminal. Hasil reaksi Maillard menghasilkan bahan berwarna coklat
(Palupi et al., 2007). Reaksi Maillard inilah yang terjadi pada reaksi pencoklatan
jika makanan dipanaskan atau pada penyimpanan makanan yang lama (Eskin et
al., 1971). Menurut Boekel (1998), reaksi Maillard terdiri dari kondensasi
kandungan amino dan gula menjadi protein terpolimerisasi dan pigmen coklat
(melanoidin). Pigmen coklat ini berasal dari degradasi gula.
5.2.2. Kesukaan Terhadap Aroma
Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 5) pengaruh penambahan
telur terhadap kesukaan aroma snack bar sinbiotik berbasis tepung komposit dapat
dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Kesukaan Aroma Snack
Bar Sinbiotik Berbasis Tepung Komposit
Penambahan Telur Rata-rata Nilai Kesukaan Aroma
A (10%) 2,83 ± 0,06a
B (12%) 3,20 ± 0,26a
C (14%) 3,10 ± 0,44a
D (16%) 3,20 ± 0,17a
E (18%) 2,97 ± 0,12a
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%
menurut uji Duncan.
42
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan penambahan telur
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis
terhadap aroma snack bar sinbiotik berbasis tepung ubi jalar kuning dan tepung
kedelai hitam. Nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa snack bar sinbiotik yang
dihasilkan yaitu pada kisaran netral (2,83-3,20).
Perbedaan aroma antar perlakuan tidak terlihat signifikan perbedaannya.
Aroma khas yang dihasilkan dari snack bar sinbiotik yang telah disimpan pada
suhu 4o
C selama 24 jam berkurang. Menurut Simamora (2012), suhu makanan
yang kurang dari 20o
C maupun yang lebih dari 30oC dapat mempengaruhi
sensitivitas dari indera manusia, sehingga panelis tidak terlalu mencium aroma
khas dari snack bar.
Aroma merupakan penentu kualitas produk terhadap diterima atau
tidaknya suatu produk. Timbulnya aroma disebabkan oleh zat yang bersifat volatil
(menguap), sedikit larut dalam air dan lemak. Menurut Desrosier (1988) dalam
Sari (2011), aroma bisa dipengaruhi oleh bahan-bahan kimia penyusunnya.
Menurut Ketaren (1986), lemak atau bahan pangan berlemak, seperti
kuning telur dapat menghasilkan bau tidak enak (amis), namun pada snack bar
sinbiotik telur tidak menghasilkan bau amis karena presentase jumlah telur yang
digunakan tidak terlalu banyak dan tertutupi aroma dari bahan lain yang
ditambahkan seperti tepung-tepungan dan madu.
Aroma dari snack bar sinbiotik yang tidak berbeda nyata yaitu aroma khas
panggang karena snack bar melewati proses pemanggangan. Selain itu, snack bar
43
memiliki aroma gula yang mengalami pemanasan karena adanya penambahan
madu dan kismis pada adonan.
Komponen yang dapat menurunkan nilai kesukaan aroma snack bar
sinbiotik dapat berasal dari aroma langu kedelai hitam (Sumanti dkk, 2016).
Adanya bau langu dapat disebabkan karena kedelai mengandung enzim
lipoksigenase atau lipoksidase yang diperlukan untuk perkecambahan. Enzim ini
mengkatalis oksidasi asam lemak tidak jenuh oleh oksigen molekuler, sehingga
menyebabkan timbulnya ketengikan dan bau langu atau beany flavor (Berk,
1992).
5.2.3. Kesukaan Terhadap Rasa
Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 5) pengaruh penambahan
telur terhadap kesukaan rasa snack bar sinbiotik berbasis tepung komposit dapat
dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Kesukaan Rasa Snack Bar
Sinbiotik Berbasis Tepung Komposit
Penambahan Telur Rata-rata Nilai Kesukaan Rasa
A (10%) 2,70 ± 0,20a
B (12%) 2,83 ± 0,23a
C (14%) 2,87 ± 0,47a
D (16%) 2,97 ± 0,25a
E (18%) 2,83 ± 0,29a
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%
menurut uji Duncan.
Berdasarkan Tabel 8 dapat dilihat bahwa perlakuan penambahan telur
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis
terhadap rasa snack bar sinbiotik berbasis tepung ubi jalar kuning dan tepung
44
kedelai hitam. Nilai rata-rata kesukaan terhadap rasa snack bar sinbiotik yang
dihasilkan yaitu pada kisaran netral (2,70-2,97).
Perbedaan rasa antar perlakuan tidak terlihat signifikan perbedaannya.
Skor penerimaan rasa terhadap snack bar sinbiotik ubi jalar kuning dan kedelai
hitam cukup rendah. Snack bar sinbiotik memiliki rasa gurih dan sedikit manis
dan asam. Gurih yang dihasilkan berasal dari penambahan telur dan garam. Telur
memiliki kandungan protein yang cukup tinggi. Protein makanan memiliki sifat
fungsional dalam pembentukan dan pengikatan rasa (Kinsela, 1982). Komponen
susu skim pada kultur freeze dried L. acidophilus dapat menghasilkan sedikit rasa
gurih pada produk snack bar sinbiotik. Manis yang dihasilkan berasal dari
penambahan madu sedangkan asam yang dihasilkan yaitu dari penambahan
kismis. Panelis cenderung tidak menyukai makanan yang tidak manis karena
sudah terbiasa dengan makanan yang manis.
5.2.4. Kesukaan Terhadap Tekstur
Berdasarkan hasil analisis statistik (Lampiran 5) pengaruh penambahan
telur terhadap kesukaan tekstur snack bar sinbiotik berbasis tepung komposit
dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh Penambahan Telur Terhadap Kesukaan Tekstur Snack
Bar Sinbiotik Berbasis Tepung Komposit
Penambahan Telur Rata-rata Nilai Kesukaan Tekstur
A (10%) 2,77 ± 0,21a
B (12%) 2,77 ± 0,15a
C (14%) 3,13 ± 0,21a
D (16%) 3,30 ± 0,20a
E (18%) 3,17 ± 0,40a
45
Keterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf yang sama
menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata pada taraf uji 5%
menurut uji Duncan.
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa perlakuan penambahan telur
tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kesukaan panelis
terhadap tekstur snack bar sinbiotik berbasis tepung ubi jalar kuning dan tepung
kedelai hitam. Nilai rata-rata kesukaan terhadap tekstur snack bar sinbiotik yang
dihasilkan pada kisaran netral (2,77-3,30). Dari hasil uji hedonik tekstur ini dapat
dikatan panelis netral dengan snack bar sinbiotik yang sudah diukur oleh Texture
Profile Analyzer yang memiliki nilai kekerasan sebesar 5484,75 gF, nilai
elastisitas sebesar 0,85 mm/mm dan daya kohesif sebesar 0,28.
Perbedaan tekstur antar perlakuan tidak terlihat signifikan perbedaannya.
Hal ini dapat disebabkan karena perbedaan penambahan jumlah telur yang tidak
terlalu signikan sehingga tekstur yang dihasilkan pun tidak terlalu berbeda jelas.
Tekstur pada snack bar sinbiotik yaitu keras diluar lembut didalam. Tekstur snack
bar sinbiotik akan mulai terbentuk pada saat proses pemanggangan. Selama
proses pemanggangan, adonan yang terdiri dari air, protein, dan karbohidrat
membentuk crust pada bagian luar dengan adanya penguapan air.
Snack bar sinbiotik memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yang
berasal dari telur dan tepung kedelai hitam yang memiliki jumah rasio lebih tinggi
dibandingkan teping ubi jalar kuning. Protein yang tinggi pada snack bar sinbiotik
yang dihasilkan mempengaruhi tekstur dari snack bar. Hal tersebut karena adanya
sifat protein yang terdenaturasi pada suhu tinggi (Sumanti dkk, 2016). Menurut
Winarno (2002), denaturasi adalah suatu perubahan atau modifikasi terhadap
46
struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa
terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Ketika diberikan suhu panas, ikatan
protein akan menggumpal, dimana ikatan ini mengalami pengembangan rantai
peptida menjadi asimetrik sehingga viskositas protein bertambah. Penambahan
viskositas ini yang menyebabkan peningkatan tekstur kekenyalan (chewiness)
pada snack bar. Terbentuknya ikatan antara molekul protein dapat memperkokoh
tekstur produk yang dihasilkan (Kanoni dan Naruki, 1992).
Air membentuk struktur snack bar yang lebih panjang dan sedikit lebih
tebal, namun dengan penyerapan air yang rendah, maka perubahan ini tidak terlalu
terlihat. Selama proses pemanggangan, air yang menguap akan membentuk
rongga-rongga di dalam snack bar sehingga dapat meningkatkan tingkat
kerenyahan dan kemudahan untuk digigit dari snack bar (Sumanti dkk, 2016).
Secara keseluruhan pada pengujian organoleptik snack bar dengan
penambahan telur menghasilkan nilai kesukaan yang tidak berbeda jauh dengan
hasil pengujian organoleptik snack bar sinbiotik yang dilakukan oleh Sumanti dkk
(2016). Rata-rata nilai kesukaan panelis netral hingga menyukai warna, aroma,
rasa dan tekstur snack bar sinbiotik dengan penambahan telur maupun tanpa
penambahan telur, dengan demikian penambahan telur pada snack bar sinbiotik
tidak banyak memberikan pengaruh terhadap nilai organoleptiknya.
5.3. Matriks Perlakuan Terpilih
Perlakuan terpilih disimpulkan berdasarkan parameter-paramater yang
telah diberi nilai bobot dan dijumlahkan sebagai perlakuan dengan total bobot
47
paling tinggi. Ketujuh parameter tersebut berturut-turut : nilai kekerasan,
elastisitas, daya kohesif, warna, aroma, rasa, dan tekstur. Matriks perlakuan
terpilih dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Matriks Perlakuan Terpilih
Kriteria Skoring Bobot Perlakuan
Standar A B C D E
Nilai
Kekerasan
5 0,16 6173,92 5762,65 5613,91 5484,75 5081,35
5466,53 Poin/Poin x
Bobot 0,48 0,64 0,64 0,8 0,48
Daya
Kohesif
5 0,16 0,40 0,38 0,32 0,28 0,25
0,27 Poin/Poin x
Bobot 0,48 0,48 0,64 0,8 0,64
Rasa
5 0,16 2,70
a
2,83
a
2,87
a
2,97
a
2,83
a
Poin/Poin x
Bobot 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Tekstur
5 0,16 2,77
a
2,77
a
3,13
a
3,30
a
3,17
a
Poin/Poin x
Bobot 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
Elastisitas
4 0,12 0,63 0,67 0,76 0,85 0,84 0,85
Poin/Poin x
Bobot 0,36 0,36 0,48 0,6 0,6
Warna
4 0,12 2,53
a
3,23
a
3,67
a
3,33
a
3,33
a
Poin/Poin x
Bobot 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Aroma
4 0,12 2,83
a
3,20
a
3,10
a
3, 20
a
2,97
a
Poin/Poin x
Bobot 0,6 0,6 0,6 0,6 0,6
Total Skoring 4,12 4,28 4,56 5,00 4,52
Standar yang menjadi acuan utama untuk snack bar sinbiotik ubi jalar
kuning dan kedelai hitam ini ialah analisis profil tekstur dari snack bar komersial
yang sebelumnya telah dianalisis terlebih dahulu, pada standar tersebut dinyatakan
bahwa nilai kekerasan dari snack bar komersial sebesar 5466,53 gF, elastisitas
48
sebesar 0,85 mm/mm dan daya kohesif sebesar 0,27. Selebihnya, perhitungan
dilakukan dengan uji statistik. Berdasarkan matriks perlakuan terbaik pada Tabel
13, snack bar sinbiotik dengan penambahan telur sebanyak 16% (perlakuan D)
dipilih menjadi produk perlakuan terbaik karena memiliki nilai total skoring
tertinggi.
5.4. Pengamatan Penunjang pada Perlakuan Terbaik
Matriks perlakuan terpilih menunjukan bahwa perlakuan terbaik pada
penelitian ini adalah perlakuan D yaitu snack bar sinbiotik dengan penambahan
telur sebanyak 16%. Pengamatan penunjang yang dilakukan pada penelitian ini
yaitu total bakteri probiotik, analisis kadar prebiotik, serta pengujian proksimat
yang meliputi kadar protein, kadar air, kadar lemak dan kadar nilai kalori.
5.4.1. Total Bakteri Probiotik
Total bakteri probiotik L.acidophilus pada produk snack bar sinbiotik hasil
penelitian ini adalah sebesar 9,3 Log CFU/g-1
dimana sudah memenuhi Standar
Internasional FAO (2002), yaitu mengandung bakteri probiotik minimal 7 Log
CFU/g-1
produk. Menurut Sumanti dkk (2016) total probiotik pada produk snack
bar sinbiotik dipengaruhi oleh penambahan bakteri L. acidophilus, suhu
pemanggangan, ketersediaan air (aw) dan nutrisi. Proses pemanggangan
menggunakan oven vakum dengan suhu 40°C ± 2°C selama 3,5 jam dengan
tekanan 25 inHg merupakan proses inkubasi bakteri L .acidophilus yang
merupakan suhu optimum pada bakteri probiotik tersebut.
49
Jumlah total bakteri probiotik dapat dipertahankan pada proses
pemanggangan akibat dilakukannya mikroenkapsulasi pada kultur yang
digunakan. Mikroenkapsulasi yang dilakukan pada L.acidophilus ini berguna
untuk melindungi sel dari kerusakan serta meningkatkan ketahanan atau viabilitas
sel probiotik selama proses pembuatan produk dan penyimpanan (Sultana et al.,
2000). Enkapsulasi beberapa kultur bakteri termasuk probiotik dilakukan untuk
memperpanjang umur simpannya dan mengubah kultur menjadi bentuk serbuk
agar lebih mudah dalam penggunaan (Krasaekoopt et al., 2003).
Total bakteri probiotik pada snack bar sinbiotik yang ditambahkan telur
masih diatas minimal bakteri probiotik pada makanan sinbiotik. Hal ini
membuktikan bahwa penggunaan bakteri probiotik yang dienkapsulasi dapat
mempertahankan viabilitas sel saat diaplikasikan pada produk pangan, salah
satunya adalah snack bar sinbiotik tepung komposit ubi jalar kuning dan kedelai
hitam.
Ketersediaan air di dalam suatu bahan mempengaruhi pertumbuhan bakteri
probiotik. Telur yang ditambahkan pada formulasi snack bar sinbiotik
meningkatkan kandungan air pada produk. Peningkatan kandungan air produk
snack bar mungkin dipengaruhi oleh persentase kuning telur dalam formulasi
produk snack bar. Kuning telur mengandung lesitin yang berperan sebagai agen
pengemulsi dan humectan (pembasah) (Lomakina dan Mikova, 2006). Oleh
karena itu, ketika persentase telur yang digunakan dalam formula produk snack
bar meningkat maka porsi lesitin meningkat sehingga kemampuan untuk
menyerap uap air dari lingkungan sekitarnya juga meningkat. Air bebas dalam
50
produk makanan yang dapat digunakan oleh organisme mikro seperti kapang,
khamir dan bakteri untuk tumbuh, serta meningkatkan kemungkinan terjadinya
reaksi kimia maupun enzimatik selama masa penyimpanan (Eskin dan Robinson,
2010).
5.4.2. Analisis Proksimat
Hasil dari pengujian perlakuan terbaik dibandingkan dengan snack bar
komersial, USDA 25048 mengenai Nutri-Grain Fruit and Nut Bar, SNI 01-4216-
1996 mengenai Syarat Mutu Makanan Diet Kontrol Berat Badan, serta snack bar
sinbiotik tanpa penambahan telur dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Hasil Pengamatan Uji Proksimat Snack Bar Sinbiotik Perlakuan
Terbaik
No. Pengamatan Hasil Uji
Proksimat
Komersial
*
USDA
**
SNI 01-
4216-1996
***
Snack bar
Sinbiotik
****
1. Kadar
Protein (%) 20,27 16,70
Maks.
9,38 25-50 11,60
2. Kadar Air
(%) 8,90 11,40
Maks.
11,26 - 6,64
3. Kadar Lemak
(%) 12,65 20
Maks.
10,93 1,40-14 5,44
4. Nilai Kalori
(kkal) 151,89 140 120,93 120 141,39
Sumber: * PT. Otsuka Amerta Indah (2014)
**USDA National Nutrient Database for Standard Reference (2015)
*** Badan Standarisasi Nasional (1996)
****Sumanti dkk (2016)
1) Kadar Protein
Kadar protein yang terkandung dalam snack bar sinbiotik dengan
penambahan telur sebanyak 16% yaitu sebesar 20,27%. Kadar protein snack bar
51
sinbiotik sudah memenuhi standar SNI 01-4216-1996 mengenai makanan “diet
kontrol lebih” yaitu sekitar 20-50%. Hasil analisis kadar protein yang didapat
sangat tinggi dibandingkan dengan penelitian mengenai snack bar sinbiotik
dengan menggunakan lesitin kedelai yang dilakukan oleh Sumanti, dkk (2016)
yaitu sebesar 11,60 %.
Hasil ini menunjukkan peran telur sebagai sumber protein dalam formulasi
produk snack bar berbasis tepung komposit. Telur diklasifikasikan sebagai
makanan dengan kandungan gizi yang tinggi karena mengandung empat
komponen utama gizi: protein, lemak, semua vitamin yang diperlukan (kecuali
vitamin C) dan mineral (Lomakina dan Mikova, 2006). Sumber protein utama
pada formulasi produk snack bar berasal dari telur dan susu bubuk skim. Menurut
FAO (2011) nilai gizi protein dan lemak dalam telur memiliki keseimbangan gizi
yang ideal terutama karena kandungan asam amino dan asam lemaknya yang
cukup tinggi sehingga baik untuk anak usia muda, orang tua dan orang dalam
masa penyembuhan. Kandungan protein telur ayam mencapai 12,80% (Direktorat
Gizi, 1996).
Selain telur, sumber protein dari snack bar sinbiotik dapat berasal dari
tepung kedelai hitam karena tepung kedelai yang digunakan memiliki imbangan
lebih banyak dibandingkan dengan tepung ubi jalar kuning, namun tepung ubi
jalar kuning pun turut menyumbang kadar protein pada snack bar walaupun kadar
proteinnya tidak setinggi tepung kedelai hitam. Selain itu, susu skim yang
digunakan pada kultur freeze dried bakteri L. acidophilus dapat menyumbang
tingginya kadar protein pada snack bar.
52
2) Kadar Air
Kadar air yang terkandung dalam snack bar sinbiotik dengan penambahan
telur sebanyak 16% yaitu sebesar 8,90%. Nilai ini cukup rendah dibanding dengan
kadar air snack bar komersial (maksimal 11,40%) dan kadar air snack bar
menurut standar USDA 25048 (maksimal 11,26%) sehingga snack bar sinbiotik
yang dihasilkan telah memiliki kadar air yang sesuai dengan standar USDA 25048
maupun snack bar komersial.
Hasil analisis kadar air yang dihasilkan lebih tinggi dibandingkan dengan
penelitian mengenai snack bar sinbiotik dengan menggunakan lesitin kedelai yang
dilakukan oleh Sumanti, dkk (2016) yaitu sebesar 6,64 %. Tingginya kadar air
pada produk snack bar sinbiotik dengan penambahan telur dalam formulasi
mungkin disebabkan peningkatan kadar lesitin yang merupakan komponen dalam
kuning telur yang berperan sebagai agen pembasah. Seperti dikemukakan oleh
Lomakina dan Mikova (2006) bahwa lesitin mempunyai kemampuan dalam
mengabsorbsi uap air yang ada disekelilingnya. Oleh karena itu, ketika persentase
telur yang digunakan dalam formula produk snack bar meningkat maka porsi
lesitin meningkat sehingga kemampuan untuk menyerap uap air dari lingkungan
sekitarnya juga meningkat.
Kadar air merupakan salah satu karakteristik yang sangat penting pada
bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan citarasa
pada bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran
dan daya awet bahan pangan tersebut, kadar air yang tinggi mengakibatkan
53
mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembang biak, sehingga akan
terjadi perubahan pada bahan pangan (Winarno, 1997).
3) Kadar Lemak
Kadar lemak yang terkandung dalam snack bar sinbiotik dengan
penambahan telur sebanyak 16% yaitu sebesar 12,65%. Kadar lemak snack bar
sinbiotik sudah memenuhi standar SNI 01-4216-1996 mengenai makanan “diet
kontrol lebih” yaitu sekitar 1,40%-14%. Hasil analisis kadar lemak jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan penelitian mengenai snack bar sinbiotik dengan
menggunakan lesitin kedelai yang dilakukan oleh Sumanti, dkk (2016) yaitu
sebesar 5,44%, hal ini dapat disebabkan digunakannya pengemulsi dari lesitin
kedelai yang memiliki kandungan lemak lebih kecil dibandingkan dengan
pengemulsi dari telur.
Dalam teknologi pembuatan roti, lemak atau asam lemak memainkan
peran penting sebagai bahan yang membantu pengembangan tekstur adonan
sehingga kue menjadi lebih lembut (Lomakina dan Mikova, 2006). Telur
berfungsi sebagai sumber asam lemak esensial dan digunakan sebagai sumber
utama lemak dalam formulasi produk snack bar berbasis tepung komposit ini.
Direktorat Gizi (1996) menyebutkan kandungan lemak telur ayam sekitar 11,50%.
Kandungan lemak snack bar pun dapat berasal dari rasio tepung yang
digunakan. Tepung kedelai hitam yang digunakan lebih banyak dibandingkan
tepung ubi jalar kuning. Tepung kedelai hitam yang memiliki kandungan lemak
yang cukup besar yaitu sebesar 20,60% dan minyak goreng yang digunakan pun
menyumbang komponen lemak pada snack bar. Kandungan lemak yang cukup
54
tinggi pada snack bar dapat disebabkan kemampuan pengikatan lemak oleh porsi
molekul hidrofobik yang dimiliki lesitin pada kuning telur. Protein memiliki
kemampuan dalam penyerapan minyak (de Man, 1997).
4) Nilai Kalori
Kadar kalori merupakan unsur penting karena merupakan salah satu yang
sering ditonjolkan dalam snack bar karena sebagai makanan ringan yang dapat
menunda rasa lapar. Jumlah kalori pada suatu produk pangan menunjukkan
jumlah energi yang terkandung dalam suatu bahan atau produk pangan. Besarnya
kandungan kalori suatu produk makanan tergantung dari kadar protein, lemak,
dan karbohidrat pada bahan pangan yang digunakan (Gisca, 2013).
Kalori yang terkandung dalam snack bar sinbiotik dengan penambahan
telur adalah 151,89 kkal/30 g sajian. Nilai kalori ini cukup tinggi dibandingkan
dengan nilai kalori snack bar sinbiotik dengan menggunakan lesitin kedelai yang
dilakukan oleh Sumanti, dkk (2016) yaitu sebesar 141,39 kkal/30 g sajian. Nilai
kalori yang didapat melebihi nilai kalori dari snack bar komersial yang memiliki
nilai kalori sebesar 140 kkal/30 g, dan melebihi persyaratan nilai kalori yang
disarankan oleh USDA 25048 (2015) sebesar 120,90 kkal/30 g.
Nilai kalori dari snack bar yang tinggi disebabkan oleh imbangan tepung
kedelai hitam yang lebih banyak dibandingkan tepung ubi jalar kuning. Sumanti,
dkk (2016) menyatakan bahwa semakin tinggi penambahan tepung kedelai hitam
terhadap formulasi snack bar sinbiotik maka nilai kalori snack bar sinbiotik
semakin tinggi. Hal tersebut karena kacang kedelai hitam memiliki kadar lemak
55
yang lebih tinggi sebesar 5,43% (b.k) daripada tepung ubi jalar kuning sebesar
0,45% (b.k).
Total kalori snack bar menjadi bahan pertimbangan dalam penentuan
takaran saji karena berperan dalam menyediakan energi yang cukup untuk
beraktifitas serta menjaga berat badan ideal. Energi pada snack bar tidak selalu
rendah kalori tetapi mempunyai nilai gizi yang tinggi. Dengan kombinasi protein,
karbohidrat, vitamin, dan mineral. Snack bar dapat memenuhi kebutuhan gizi baik
pada pagi atau sore hari (Astawan (2007), dalam Jauhariah, 2013).
56
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1) Penambahan telur pada produk snack bar sinbiotik tidak berpengaruh
nyata terhadap warna, aroma, rasa, dan tekstur pada uji hedonik.
2) Penambahan telur sebanyak 16% (b/b) pada produk snack bar sinbiotik
menghasilkan karakteristik produk terpilih yaitu nilai kekerasan sebesar
5484,75 gF, elastisitas 0,85 mm/mm, daya kohesif 0,28, jumlah total
bakteri 9,3 Log CFU/g-1
, kadar protein 20,27%, kadar air 8,89%, kadar
lemak 12,65%, nilai kalori 151,89 kkal/ 30 g, serta panelis netral hingga
menyukai produk dari segi warna, aroma, rasa, dan tekstur berdasarkan uji
hedonik.
6.2 Saran
Perlu dilakukan uji in vivo pada snack bar sinbiotik untuk melihat
ketahanan bakteri L.acidophilus ketika masuk ke dalam saluran pencernaan serta
efeknya bagi kesehatan manusia.