PENDAHULUAN 1.1. - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070038_1_2488.pdf ·...
Transcript of PENDAHULUAN 1.1. - media.unpad.ac.idmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2007/240210070038_1_2488.pdf ·...
FTIP001627/014
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Permintaan terhadap produk pangan kesehatan seperti makanan rendah kalori,
kaya serat, tinggi protein, praktis dan makanan darurat meningkat dengan pesat,
seiring dengan perkembangan gaya hidup, dan mobilitas masyarakat yang tinggi.
Berdasarkan data yang dihimpun ICN (Indonesian Commercial Newsletter) (2009),
kapasitas produksi industri biskuit di Indonesia terus menunjukan peningkatan setiap
tahunnya, yaitu mencapai 296.074 ton/tahun pada 2005, kemudian meningkat
menjadi 299.035 ton/tahun pada 2006. Akibat pasar di Asia yang menutup pasarnya
bagi produk China bermelamin, produksi biskuit Indonesia tahun 2008 meningkat
sampai dengan 8,8% hingga mencapai 314.106 ton per tahun.
Biskuit merupakan produk makanan kering yang sifatnya mudah dibawa
karena volume, berat yang ringan, dan umur simpan yang relatif lama (Whiteley,
1971 dikutip Matz dan Matz, 1978). Menurut Standarisasi Nasional Indonesia
01.2973 (1992), biskuit adalah sejenis makanan yang terbuat dari tepung terigu
dengan penambahan bahan makanan lain, dengan proses pemanasan dan pencetakan,
memiliki kandungan air maksimum 5%, protein minimum 9%, lemak minimum
9,5%, karbohidrat minimum 70%, abu maksimum 1,6%, logam berbahaya negatif,
serat kasar maksimum 0,5%, kalori minimum 400, warna normal, bau dan rasa
normal dan tidak tengik.
Bahan baku utama pembuatan biskuit yaitu terigu yang terbuat dari gandum,
merupakan komoditi impor dan tidak tumbuh di Indonesia. Peraturan Menteri
FTIP001627/015
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Keuangan (PMK) Nomor 241 tahun 2010 tentang “Penetapan Sistem Klasifikasi
Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor” membuat beban
industri dalam negeri terus bertambah. Sejak bulan Januari hingga September 2011,
konsumsi tepung terigu nasional naik 5,81% sebesar 3.468.640 ton dibanding periode
yang sama pada tahun 2010 (Rosalina, 2011). Salah satu upaya untuk mengurangi
konsumsi terigu adalah dengan memanfaatkan tepung yang berbahan baku komoditas
lokal Indonesia, seperti tepung bonggol pisang dan ubi jalar.
Selama ini bonggol pisang dianggap sebagai limbah dan belum dimanfaatkan
secara maksimal baik sebagai bahan maupun produk olahan. Pada zaman penjajahan
Belanda dan Jepang masyarakat telah memanfaatkan bonggol pisang sebagai bahan
pangan sementara pengganti beras bagi mereka yang kekurangan pangan (Munadjim,
1983). Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981), bonggol pisang
segar memiliki kandungan karbohidrat sebesar 11,6%, yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi produk setengah jadi seperti tepung bonggol pisang batu
(Musa brachycarph).
Berdasarkan hasil penelitian Prameswari (2008), kandungan karbohidrat
tepung bonggol pisang dalam bentuk pati sebesar 74,99%, nilai kadar pati tersebut
cukup memenuhi spesifikasi SNI tepung yang minimal 70%. Berdasarkan sifat
amilograf tepung bonggol pisang batu yaitu, memiliki waktu gelatinisasi yang cepat
sebesar 40,5 menit pada suhu 70,5oC, viskositas puncak 520 BU (Brabender Unit),
viskositas balik 260 BU, dan amilograf 257 BU (Ardiyanto, 2008). Berdasarkan
viskositas puncak tersebut dapat diketahui bahwa tepung bonggol pisang batu cocok
dibuat untuk produk seperti biskuit. Selain kandungan karbohidrat dalam bentuk pati,
FTIP001627/016
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
tepung bonggol pisang memiliki kadar serat pangan total (TDF) sebesar 52,91%.
Serat pangan sangat penting dalam penilaian kualitas bahan makanan, karena angka
ini merupakan indeks dalam menentukan nilai gizi bahan makanan (Sudarmadji,
Haryono, dan Suhardi, 2007). Tingginya kadar serat pada tepung bonggol pisang batu
juga berpengaruh pada rasa biskuit yang dihasilkan.
Berdasarkan penelitian Jasmin (2010), penggunaan tepung bonggol pisang
batu tidak dapat digunakan 100% dalam pembuatan biskuit. Hal tersebut dikarenakan
adanya kandungan tannin yang tidak hilang selama pengolahan, sehingga
mempengaruhi rasa dan karakteristik biskuit. Menurut Mudjisihono dan Damardjati
(1985) dalam Subandi (1985), tannin dapat membentuk ikatan yang stabil dengan
protein dan tannin dapat mengurangi fungsi asam amino dari protein, begitu juga
sebaliknya. Ikatan antara tannin-protein dapat mengurangi rasa sepat tannin, karena
protein dapat menghambat kerja tannin.
Tepung ubi jalar kuning varietas ase digunakan sebagai imbangan tepung
bonggol pisang batu dalam pembuatan biskuit karena kandungan proteinnya yang
paling tinggi diantara ubi lainnya dan dapat mengurangi tannin dari tepung bonggol
pisang dengan teknologi tepung komposit. Selain itu, pengaplikasian tepung ubi dapat
meningkatkan sumber karbohidrat yang masih murah, belum optimal diberdayakan,
dan produktifitas rata-rata nasional 10 ton per hektar (Khudori, 2001). Ubi jalar dapat
dijadikan sebagai sumber energi karena kandungan karbohidrat ubi jalar dalam
keadaan segar, yaitu 32,3 g, kalori 136 kal dan memiliki kandungan vitamin A yang
cukup tinggi mencapai 7700 mg/100 g bahan sehingga dapat dijadikan sumber
vitamin yang murah.
FTIP001627/017
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Teknologi tepung komposit dengan menggabungkan tepung bonggol pisang
batu dan tepung ubi jalar sebesar 55:45 akan menghasilkan satu kesatuan tepung yang
bersifat saling menguntungkan sehingga dapat menghasilkan biskuit dengan
karakteristik baik, yaitu memiliki kadar air 2,58%; abu 1,93%; ptotein 3,83%; lemak
21,21%; karbohidrat 70,47%; kalori 488,00 kal dan kesukaan terhadap warna, aroma,
rasa, kerenyahan, dan kenampakan keseluruhan masih dapat diterima panelis (Jasmin,
2010). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kandungan protein
biskuit tidak memenuhi standar SNI biskuit yaitu minimum 9%.
Salah satu alternatif untuk meningkatkan kadar protein pada biskuit yaitu
dengan menambahkan komponen tertentu yang memiliki kadar protein salah satunya
adalah Whey. Whey adalah cairan berwarna kuning kehijauan hasil samping produk
keju (Chandan, 2008 dalam Chandan, Kilara, dan Shah, 2008). Komponen utama dari
whey adalah protein whey, laktosa, mineral, dan air. Penyusun protein whey terdiri
dari β-laktoglobulin sebesar 50-60% dengan 162 asam amino, α-laktalbumin sebesar
13%, sisanya berupa bovine serum albumin (BSA), dan immunoglobulin (IgG spesies
dominan dari immunoglobulin pada susu sapi), glokomakropeptida (unsur pokok
minor termasuk laktoferin dan laktoperoksidase) (USDEC, 2006).
Saat ini protein whey tersedia dalam bentuk bubuk (powder) dengan berbagai
macam tingkat kadar protein yaitu: Sweet Whey, Acid Whey, Whey Protein
Concentrate (WPC), dan Whey Protein Isolate (WPI) (Smith, 2008). Salah satu jenis
whey yang paling umum digunakan untuk meningkatkan kadar protein pada produk
bakery adalah WPC 80.
FTIP001627/018
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Whey Protein Concentrate (WPC) memiliki kadar protein 77% (Kilara 2008
dalam Chandan, Kilara, dan Shah, 2008). Aplikasi bubuk WPC 80 dalam produk
bakery berfungsi sebagai komponen yang dapat menggantikan fungsi telur pada
produk soft dough, dapat memperbaiki warna, volume, kekenyalan, mengurangi
penggunaan lemak atau minyak dan meningkatkan kandungan nutrisi, khususnya
protein (USDEC, 2006).
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian tentang pengaruh
penambahan bubuk WPC 80 pada tepung komposit bonggol pisang batu dan ubi jalar
sebesar 55:45 terhadap kadar protein biskuit sehingga dapat memenuhi SNI dengan
karakteristik baik dan dapat diterima panelis.
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat diidentifikasikan masalah
sebagai berikut: “Berapakah jumlah bubuk WPC 80 yang dapat ditambahkan pada
formulasi adonan tepung komposit bonggol pisang batu dan ubi jalar sebesar 55:45,
sehingga menghasilkan biskuit yang memenuhi SNI dengan karakteistik baik dan
dapat diterima panelis”.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan
bubuk WPC 80 pada tepung komposit bonggol pisang batu dan ubi jalar sebesar
55:45 terhadap beberapa karakteristik biskuit yang dinilai dan dapat diterima oleh
panelis.
FTIP001627/019
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan jumlah bubuk WPC 80
yang ditambahkan pada tepung komposit bonggol pisang batu dan ubi jalar terhadap
biskuit yang dihasilkan dengan karakteristik baik dan dapat diterima oleh panelis.
1.4. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan informasi kepada
masyarakat dan industri pengolahan pangan tentang pemanfaatan bubuk WPC 80
sebagai sumber protein yang ditambahkan pada biskuit tepung komposit bonggol
pisang batu dan ubi jalar, sehingga diharapkan dapat meningkatkan keanekaragaman
pangan dengan memanfaatkan komoditas lokal yang bermutu tinggi.